tutorial pengenceran kelompok 5
TRANSCRIPT
I. IDENTIFIKASI KATA KUNCI
a. Zat terlarut
Zat yang dilarutkan dalam pelarut
b. Zat pelarut
Cairan yang digunakan untuk melarutkan zat
c. Dosis
Takaran obat
d. Aquadest
Air murni, air hasil penyulingan, aquadestilata, H2O
e. Jenis pelarut
Alkohol, USP (etil alkohol, ethanol, spiritus vini rectivicatus SVR)
Alkohol encer
Gliserin (gliserol)
Propilen glikol
Air suling/ H2O
f. Konsentrasi larutan
Merupakan jumlah zat terlarut yang terlarut dalam jumlah volume terlarut
g. Makrodrips
Faktor tetesan cairan dengan nilai 16-20
h. Mikrodrips
Faktor tetesan cairan dengan nilai 60
i. Vial
Vial merupakan sebuah botol kecil, biasanya terbuat dari kaca, dengan
aperture sempit yang dimaksudkan untuk ditutup dengan stopper, sebagai
sebuah botol penampung obat.
j. Mikrogram
Satuan massa dalam sistem matriks yang besarnya sepersejuta gram
k. Syringe pump
Alat yang digunakan untuk mengontrol kecepatan arus cairan dengan
menggunakan syringe,alat ini akan mendeteksi apabila cairan di dalam infus
atau syringe sudah menunjukkan tanda-tanda akan habis maka akan
mengirimkan sinyal ke pusat kendali kemudian akan mengirimkan respon un
tuk mengisi kembali sesuai dengan volume yang dibutuhkan (oleh user).
l. Dopamine
Dopamine adalah agen vasopressor dan inotropic. Dopamine bekerja dengan
cara meningkatkan kekuatan memompa pada jantung dan suplai darah ke
ginjal dan digunakan untuk meningkatkan fungsi jantung ketika jantung tak
mampu memompa cukup darah.
m. Infus pump
Alat yang mengatur jumlah cairan/obat yang dimasukkan kedalam sirkulasi
darah pasien secara langsung melalui vena.
n. Tekanan atmosfer
Tekanan atmosfer adalah tekanan pada titik manapun di atmosfer bumi.
Umumnya, tekanan atmosfer hampir sama dengan tekanan hidrostatik yang
disebabkan oleh berat udara di atas titik pengukuran
o. Osmolaritas
Tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan osmotik
antara suatu larutan dan pelarut murni
II. IDENTIFIKASI MASALAH
a. Obat (zat terlarut)
1. Apa jenis obat yang dapat diencerkan?
2. Bagaimana prinsip pemberian obat?
3. Faktor apa yang mempengaruhi pemberian dosis obat?
4. Bagaimana perubahan konsentrasi obat setelah diencerkan?
5. Apa reaksi yang ditimbulkan jika salah pemberian obat?
b. Pengenceran
1. Apa tujuan pengenceran obat?
2. Apa dampak bila obat tidak diencerkan?
3. Bagaimana cara pengenceran obat yang benar?
4. Jelaskan mengapa kita perlu menarik udara terlebih dahulu dari dalam vial
sebelum memasukkan cairan sesuai pengenceran?
5. Bagaimana pengenceran antiseptik?
6. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengenceran?
7. Jika obat telah diencerkan,berapa masa waktu obat tersebut dapat
bertahan?
8. Jelaskan mengapa cairan obat yang ditarik dari dalam vial terasa lebih sulit
jika kita tidak menarik udara terlebih dahulu?
c. Cairan (zat pelarut)
1. Apa saja jenis cairan yang bisa digunakan sebagai pelarut?
2. Obat jenis apa saja yang bisa diencerkan hanya dengan zat pelarut
tertentu?
3. Bagaimana efeknya jika kita salah memilih zat pelarut?
III. MENGANALISA MASALAH DAN JAWABAN
a. Obat
1. Apa jenis obat yang dapat diencerkan?
Jawab : antibiotik (cefotaxime), obat kemoterapi (curasil), analgetik
torasic).
2. Bagaimana prinsip pemberian obat?
Jawab : benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara (route), benar
waktu, benar dokumentasi, benar informasi.
3. Apa faktor yang mempengaruhi pemberian dosis ?
Jawab : umur, luas permukaan tubuh, jenis kelamin, status patologi,
toleransi, terapi dengan obat yang diberikan bersamaan, waktu pemakaian,
dan bentuk sediaan dan cara pemakaian
4. Bagaimana perubahan konsentrasi obat setelah diencerkan?
Jawab : jika obat diencerkan konsentrasi obat tidak akan berubah,tetapi
volume obat akan bertambah sesuai dengan volume pelarut yang diberikan
dan volume obat itu sendiri
5. Apa reaksi yang ditimbulkan jika salah pemberian obat?
Jawab :
1. Efek samping Toksik, bergantung pada dosis dan spesifik bagi obat.
Sepanjang diberikan dosis yang cukup tinggi, efek samping toksik
terjadi pada setiap orang. Karena setiap perorangan terhadap suatu obat
sangat beragam, selalu terdapat kemungkinan bahwa akibat dosis yang
dapat di terima baik oleh kebanyakan pasien, pada penderita terjadi
efek samping. Sesuai dengan jumlah obat besar maka terjadi efek
samping toksik yang berbeda mulai dari gangguan system saraf pusat,
keluhan lambung-usus, kerusakan parenkhim hati dan kerusakan
parenkhim ginjal.
2. Reaksi Alergi
a. Jenis Segera, reaksi antigen-antibodi umumnya berlangsung dengan
tenang, artinya tanpa tanda-tanda dari luar yang dapat dikenal.
Walaupun demikian, dalam kasus tertentu pada kontal dengan
antigen berulang-ulang dapat terjadi reaksi yang berlebihan yang
merusak bagi organism.
b. Reaksi analfilatik, dibentuk terutama Imunoglobulin tipe IgE
(Reagin), misalnya pada Asma Bronkhiale, Hayfever, Urtikaria,
Udem Angionevritik (setelah penyuntikan Intravasal). Pada
analfilatik menyeluruh terdapat bahaya penurunan tekanan darah
masif (Syok Anafilatik)
c. Reaksi Sitotoksik, dibentuk antibody IgG dan IgM bertanggung
jawab. Disamping itu system komplemen terlibat. Secara klinik
reaksi-reaksi sitotoksikk kebanyakan dinyatakan melalui kerusakan
sel-sel darah. Misalnya reaksi penolakan golongan darah yang tak
cocok pada transfuse darah yang tak segolongan dengan sitolisis
eritrosit.
d. Reaksi yang ditimbulkan oleh kompleks Imun, dibentuk antibody
IgG dan IgM. apabila terbentuk kompleks imun antara antigen dan
antibody yang beredar dalam system sirkulasi maka dapat terjadi
hipersensitivitas menyeluruh. Misalnya Glomerulonefritis akibat
pemberian Penisilamin.
e. Jenis Lambat, ditimbulkan oleh limfosit yang diubah
(disensibilisasi) secara spesifik. Akibatnya adalah infiltrasi sel,
yang dimulai dengan pengumpulan limfosit dan monokosit,
perivaskuler pada tempat yang berantigen. Karena itu sebutan
reaksi hipersensitivitas jenis lambat dipakai, karena berbeda dengan
reaksi jenis segera, titik puncaknya baru tercapai setelah beberapa
hari atau bahkan setelah beberapa minggu.
f. Bentuk Khusus, selain bentuk alergi yang disebutkan di atas,
setelah pemberian obat kadang-kadang terlihat gejala yang sangat
mungkin akibat peristiwa alergi akan tetapi belum dijelaskan
dengan pasti factor-faktor imunologi yang terlibat.
b. Pengenceran
1. Apa tujuan pengenceran obat?
Jawab : untuk mengubah kepakaan suatu larutan dari larutan yang pekat
menjadi larutan yang kurang pekat, untuk menghindari pengendapan yang
terjadi karena perubahan komposisi pelarut secara tiba-tiba, untuk
mengurangi kontiminasi mikroorganisme dan partikel serta memastikan
cara melarutkan yang benar, menjamin stabilitas dan kompatibilitas dan
enjamin rute pemberian yang sesuai.
2. Apa dampak bila obat tidak diencerkan?
Jawab : konsentrasi dan volume kecil, obat/larutan pekat yang dapat
membuat obat susah terlarut dalam darah, kecepatan penyerapan obat
lambat, dengan tingkat osmolaritas tinggi dapat dengan mudah
menyebabkan tromboplebitis, sulit untuk diberikan karena jumlah volume
yang sedikit sedangkan dosisnya besar, obat akan sulit bereaksi karena
konsentrasinya kecil sehingga partikel obat tetap padat.
3. Bagaimana cara pengenceran obat yang benar?
Jawab : sebelum diencerkan terlebih dahulu memperhatikan obat, dosis,
jenis pelarut, dan syringe yang akan digunakan menghisap zat pelarut di
dalam syringe sesuai dengan volume yang telah ditentukan, ganti jarum
syringe saat mengaplos obat, desinfeksi karet penutup vial dengan
alkohol, masukkan pelarut ke dalam vial, kocok dengan teratur seperti
angka 8 sehingga larutan menjadi homogen, keluarkan udara hasil
pencampuran dari dalam vial menggunakan syringe setelah itu masukkan
udara sesuai dengan dosis yang ingin di aplos,dan tarik keluar obat.
4. Jelaskan mengapa posisi spuit harus lebih tinggi dari bolus pada saat
injeksi intravena?
Jawab : pada saat melakukan injeksi akan dipengaruhi oleh gaya gravitasi
dan tekanan atmosfer. Gaya gravitasi dan Tekanan atmosfer dapat
menggerakkan fluida dari area bertekanan tinggi ke tekanan rendah, dalam
hal ini massa jenis air lebih besar dari massa jenis udara (oksigen)
sehingga cairan obat akan turun ke bolus dan masuk dalam tubuh, udara
akan tetap tinggal dalam spuit dan tidak masuk dalam tubuh.
5. Bagaimana pengenceran antiseptik?
Jawab : misalnya iodin 10% dan kita ingin menjadikannya 1 atau 2%
contohnya 1% iodin dalam larutan 50 ml maka rumusnya:V1.M1=V2.M2
- V1.10= 50.1
- V1=5 ml
- V2-V1
: 50-5 =45
Jadi dibutuhkan 5 ml povidon iodine dan 45 cairan atau air.
6. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pengenceran?
Jawab :
1. Sifat dari solute atau solvent.
Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar pula. Misalnya
garam-garam anorganik larut dalam air. Solute yang nonpolar larut
dalam solvent yang nonpolar pula. Misalnya alkaloid basa (umumnya
senyawa organik) larut dalam chloroform.
2. Cosolvensi.
Cosolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena
adanya penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Misalnya
Luminal tidak larut dalam air, tetapi larut dalam campuran air –
gliserin atau solutio petit
3. Kelarutan.
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut , zat yang sukar
larut memerlukan banyak pelarut. Kelarutan zat anorganik yang
digunakan dalam farmasi umumnya adalah
Dapat larut dalam air.
a. Semua garam klorida larut , kecuali AgCl, PbCl2, Hg2Cl2.
b. Semua garam nitrat larut, kecuali nitrat base, seperti bismuthi
subnitras.
c. Semua garam sulfat larut, kecuali BaSO4, PbSO4, CaSO4 (sedikit
larut)
Tidak larut dalam air.
a. Semua garam karbonat tidak larut , kecuali K2CO3, Na2CO3, (NH4)
2CO3.
b. Semua oksida dan hidroksida tidak larut , kecuali KOH, NaOH,
NH4OH, BaO, dan Ba(OH)2.
c. Semua garam posphat tidak larut, kecuali K3PO4, Na3PO3,
(NH4)3PO4
4. Temperatur.
Zat padat umumnya bertambah larut bila suhunya dinaikkan, zat
tersebut dikatakan bersifat endoterm, karena pada proses kelarutannya
membutuhkan panas.
Zat terlarut + pelarut + panas Larutan
Beberapa zat yang lain justru kenaikan temperatur menyebabkan tidak
larut, zat tersebut dikatakan bersifat eksoterm, karena pada proses
kelarutannya menghasilkan panas.
Zat terlarut + pelarut Larutan + panas
Contoh : K2SO4, KOH, CaHPO4, Calsium gliseropospat,
minyak atsiri, gas-gas yang larut.
Berdasarkan pengaruh ini maka beberapa sediaan farmasi tidak boleh
dipanaskan, misalnya :
a. Zat-zat yang atsiri, misalnya etanol, minyak atsiri
b. Zat yang terurai, misalnya Natrii bicarbonas
c. Saturatio
d. Senyawa – senyawa calsium, misalnya aqua calcis
5. Salting Out.
Salting out adalah peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang
mempunyai kelarutan lebih besar di banding zat utama, akan
menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya
endapan karena ada reaksi kimia.
Contoh :
a. Kelarutan minyak atsiri dalam air akan turun bila kedalam air
tersebut ditambahkan larutan NaCl jenuh. Disini kelarutan NaCl
dalam air lebih besar dibanding kelarutan minyak atsiri dalam air,
maka minyak atsiri akan memisah.
b. Reaksi antara papaverin Hcl dengan solutio charcot
menghasilkan endapan papaverin base.
6. Salting In.
Salting in adalah adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan
kelarutan zat utama dalam solvent menjadi lebih besar. Contohnya :
riboflavin (vitamin B2) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam larutan
yang mengandung nicotinamidum (terjadi penggaraman riboflavin +
basa NH4 ).
7. Pembentukan kompleks
Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara
senyawa tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam
kompleks.
Contohnya : Iodium larut dalam larutan KI atau NaI jenuh.
KI + I2 KI3
HgI2 + 2KI K2HgI4
Kecepatan kelarutan dipengaruhi oleh :
Ukuran partikel ; makin halus solute, makin kecil ukuran
partikel ; makin luas permukaan solute yang kontak dengan
solvent, solute makin cepat larut.
Suhu ; umumnya kenaikan suhu menambah kelarutan solute.
Pengadukan.
7. Jika obat telah diencerkan,berapa masa waktu obat tersebut dapat
bertahan?
Jawab : Untuk obat antibiotik yang sudah dilarutkan, yang harus habis
dalam jangka waktu tertentu, misalnya 4 hari, setelah waktu itu, tidak
boleh dipakai lagi. Hal ini berlaku juga untuk cairan oralit buatan dalam
kemasan yang hanya digunakan dalam waktu 24 jam, setelah lewat waktu
tersebut, tidak bisa dipakai lagi karena bisa saja sudah berubah
komposisinya akibat adanya oksigenisasi.
Lain lagi untuk obat puyer, biasanya tidak dianjurkan disimpan, karena
pada saat dokter membuat resep untuk obat racikan tersebut, disesuaikan
dengan umur pasien, berat badan, serta ringan maupun berat penyakitnya.
Apabila obatnya tidak mengandung zat-zat higroskopik dan bukan bentuk
puyer, perhatikanlah batas kadaluarsanya dan perubahan fisiknya. Jika
sudah ada perubahan fisik biarpun belum melewati batas kadaluarsa,
jangan digunakan lagi. Telitilah obat, misalnya obat berjenis sirup, jika
terjadi perubahan fisik, akan tampak di bawah cahaya lampu, seperti
keruh, atau ada benang-benang, atau lapisan yang melayang-layang. Tentu
keadaan seperti ini akan mempengaruhi efektifitas obat tersebut, bahkan
bisa jadi akan berbahaya.
Untuk obat-obatan khusus resep dokter, misalnya obat asma atau yang
lain, diharapkan dokter akan memberitahukan dosis pemakaiannya dan
sampai kapan obat tersebut boleh disimpan. Jika obat habis pun, harus
konsultasi ke dokter lagi.Ada juga obat-obatan yang harus disimpan di
tempat khusus, misalnya obat kejang, yang harus disimpan di lemari
es/kulkas. Hal ini karena jika disimpan pada suhu biasa, fisiknya bisa
cepat berubah atau efektifitasnya jadi menurun.
Jenis obat lain, ada yang berisi peringatan untuk tidak terkena sinar
matahari, ini untuk menghindari senyawa-senyawa kandungannya terurai,
akibatnya, efektifitas obat jadi berkurang atau tidak manjur lagi.
Hal lain yang disarankan, sebaiknya obatnya tetap dimasukkan ke dalam
kemasan obatnya atau bungkusnya, hal ini untuk menghindari kesalahan
dalam pemberian obat.
8. Jelaskan mengapa cairan obat yang ditarik dari dalam vial terasa lebih
sulit jika kita tidak menarik udara terlebih dahulu?
Jawab : Seperti kita ketahui tentang hokum pascal yang menyatakan
bahwa tekanan pada cairan tertutup tekanannya tersebar ke segala arah
dan setiap perubahan tekanan akan ditransmisikan sama rata di setiap
bagian cairan, maka pada saat sebelum kita memasukkan udara ke dalam
vial berarti tekanan cairan dalam vial itu sama maka kita sulit untuk
menarik cairan obat ke spoit, tetapi apabila kita menarik udara terlebih
dahulu dan memasukkan ke dalam vial maka akan terjadi tumbukan
partikel-partikel dalam vial sehingga mengakibatkan tekanan dalam vial
berkonsetrasi tinggi sehingga cairan dalam vialini dapat dengan mudah
mengalir ke spoit yang tekanannya lebih rendah.
c. Cairan (zat pelarut)
1. Apa saja jenis cairan yang bisa digunakan sebagai pelarut?
Jawab : air (NaCl 0,9%, dextrose 5%, aquadest), minyak (minyak jagung,
minyak biki kapas, minyak kacang tanah,dll)dan cairan seperti alkohol,
propilen glikol, gliserin, etil alkohol, poli etilen glikol.L
2. Obat jenis apa saja yang bisa diencerkan hanya dengan zat pelarut
tertentu?
Jawab :
1. Natrium bicarbonas, harus dilakukan dengan cara gerus tuang
(aanslibben)
2. Natrium bicarbonas + Natrium salicylas, Bic natric digerus tuang ,
kemudian ditambah natrium salicylas.Untuk mencegah terjadinya
perubahan warna pada larutan harus ditambahkan Natrium
pyrophosphat sebanyak 0,25 % dari berat larutan.
3. Sublimat (HgCl2), untuk obat tetes mata harus dilakukan dengan
pemanasan atau dikocok-kocok dalam air panas, kemudian disaring
setelah dingin. NaCl dapat meningkatkan kelarutan sublimat, tetapi
menurunkan daya baktericidnya. Kadar Sublimat dalam obat mata
1 :4000
4. Kalium permanganat (KMnO4), KMnO4 dilarutkan dengan pemanasan .
Pada proses pemanasan akan terbentuk batu kawi ( MnO2) , oleh sebab
itu setelah dingin tanpa dikocok – kocok dituangkan ke dalam botol
atau bisa juga disaring dengan gelas wol .
5. Seng klorida,, melarutkan seng klorid harus dengan air sekaligus,
kemudian disaring . Karena jika airnya sedikit demi sedikit maka akan
terbentuk seng oksi klorid yang sukar larut dalam air. Bila terdapat
asam salisilat larutkan seng klorid dengan sebagian air kemudian
tambahkan asam salisilat dan sisa air baru disaring.
6. Kamfer, kelarutan dalam air 1: 650. Dilarutkan dengan spiritus fortior
( 96 % ) 2 X berat kamfer dalam botol kering kocok-kocok kemudian
tambahkan air panas sekaligus , kocok lagi.
7. Tanin, tanin mudah larut dalam air dan dalam gliserin. Tetapi tanin
selalu mengandung hasil oksidasi yang larut dalan air, tetapi tidak larut
dalam gliserin sehingga larutannya dalam gliserin harus disaring
dengan kapas yang dibasahkan. Jika ada air dan gliserin, larutkan tanin
dalam air kocok baru tambahkan gliserin.
8. Extract opii dan extract ratanhiae, dilarutkan dengan cara ditaburkan ke
dalam air sama banyak, diamkan selama ¼ jam.
9. Perak protein, dilarutkan dalam air suling sama banyak, diamkan
selama ¼ jam , di tempat yang gelap.
10. Succus liquiritiae,
a. dengan gerus tuang (aanslibben), bila jumlahnya kecil.
b. dengan merebus atau memanaskannya hingga larut.
11. Calcii Lactas dan Calcii Gluconas, kelarutan dalam air 1 : 20
Bila jumlah air cukup , setelah dilarutkan disaring untuk mencegah
kristalisasi.
Bila air tidak cukup disuspensikan dengan penambahan PGS dibuat
mixtura agitanda.
12. Codein :
a. direbus dengan air 20 X nya, setelah larut diencerkan
sebelumdingin.
b. dengan alkohol 96 % sampai larut ,lalu segera encerkan dengan
air.
c. diganti dengan HCl Codein sebanyak 1,17 X-nya.
13. Bahan-bahan obat yang bekerja keras harus dilarutkan tersendiri.
14. Bila terdapat bahan obat yang harus diencerkan dengan air, hasil
pengenceran yang diambil paling sedikit adalah 2 CC
15. Pepsin, tidak larut dalam air tapi larut dalam HCl encer.Pembuatan :
pepsin disuspensikan dengan air 10 X nya kemudian tambahkan
HCl encer. Larutan pepsin hanya tahan sebentar dan tidak boleh
disimpan.
16. Nipagin dan Nipasol, kelarutan 1 : 2000
Nipagin berfungsi sebagai pengawet untuk larutan air
Nipasol berfungsi sebagai pengawet untuk larutan minyak
a. dilarutkan dengan pemanasan sambil digoyang-goyangkan
b. dilarutkan dulu dengan sedikit etanol baru dimasukkan dalam
sediaan yang diawetkan.
17. Fenol, diambil fenol liquefactum yaitu larutan 20 bagian air dalam
100 bagian fenol. Jumlah yang diambil 1,2 x jumlah yang diminta.
3. Bagaimana efeknya jika kita salah memilih zat pelarut?
Jawab : mempengaruhi kestabilan obat dalam bekerja dan mempengaruhi
reaksi obat didalam tubuh
DAFTAR PUSTAKA
Syamsuri,andi.Drs,Apt, 2006. Ilmu Resep hal 84. EGC. Jakarta
Janes,Joyce dkk. 2006. Prinsip Sains dalam keperawatan. Erlangga
Mutschler,Ernst. 1991. Dinamika obat edisi 5. Bandung. ITB
Hinchliff, Sue. 1998. Kamus Keperawatan. EGC. Jakarta
Angel, Howard. 2008. Pengantar bentuk sediaan farmasi edisi 4 cetakan VI