uin syarif hidayatullah jakarta penapisan virtual...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENAPISAN VIRTUAL ALKALOID IMIDAZOL DARI
SPONS GENUS LEUCETTA
SEBAGAI INHIBITOR ENZIM TIROSINASE
SKRIPSI
MUHAMMAD HAIDAR ALI
1111102000121
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2016
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENAPISAN VIRTUAL ALKALOID IMIDAZOL DARI SPONS GENUS LEUCETTA
SEBAGAI INHIBITOR ENZIM TIROSINASE
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MUHAMMAD HAIDAR ALI
1111102000121
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2016
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Muhammad Haidar Ali
Program Studi : Farmasi
Judul : Penapisan Virtual Alkaloid Imidazol dari Spons Genus Leucetta Sebagai Inhibitor Enzim Tirosinase.
Tirosinase merupakan enzim kunci yang terlibat dalam proses biosintesis melanin yang mempengaruhi warna pigmen kulit mamalia. Senyawa golongan alkaloid imidazol dari spons genus Leucetta dipilih sebagai ligan inhibitor terhadap enzim tirosinase, karena memiliki kemiripan struktur dengan L-Tirosine dan L-DOPA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi afinitas dari beberapa senyawa golongan alkaloid imidazol sebagai inhibitor enzim tirosinase, dilakukan dengan metode virtual screening menggunakan program Autodock Vina. Data yang diperoleh dianalisa dan divisualisasi menggunakan program Autodock Tools dan PoseView untuk mengetahui interaksi senyawa dengan asam amino. Hasil keseluruhan senyawa golongan imidazol alkaloid menunjukkam nilai energi ΔGbind dengan rentang -6,4 kkal/mol sampai -8,7 kkal mol. Senyawa Naamidine A menunjukkan hasil docking yang paling baik dengan nilai ΔGbind -8,7 kkal/mol, sedangkan L-DOPA, L-Tirosin, dan asam kojat sebagai kontrol positif masing-masing menunjukkan nilai ΔGbind -6,1 kkal/mol, -5,7 kkal/mol dan -5,5 kkal/mol. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa golongan alkaloid imidazol dari spons genus Leucetta tersebut memiliki potensi untuk dijadikan sebagai inhibitor enzim tirosinase.
Kata Kunci: Alkaloid Imidazol, Enzim Tirosinase, Penapisan Virtual.
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Muhammad Haidar Ali
Major : Pharmacy
Title : Virtual Screening Imidazole Alkaloid from Sponge genus Leucetta as Tyrosinase Enzyme Inhibitor.
Tyrosinase is key enzyme involved in the biosynthesis of melanin pigment which affects the skin color of mammals. Imidazole alkaloids from marine sponge genus Leucetta chosen as inhibitor tyrosinase enzyme ligand, as it has structure similarity with L-Tyrosine and L-DOPA. The aim of this research to determine affinity potential of some imidazole alkaloid compounds from sponges genus Leucetta as tyrosinase enzyme inhibitor, using virtual screening method performed by Autodock vina program. The collected data were analyzed and visualized using Autodock Tools and PoseView softwares to understand the interaction of the compounds with amino acids. The result of all imidazole alkaloid compounds showed ΔGbind energy range between -6,4 kcal/mol to -8,7 kcal/mol. Naamidine A gives the best docking result among all compounds with ΔGbind value -8,7 kcal/mol, while L-DOPA, L-Tyrosine, and kojic acid as positive controller, each shows of ΔGbind value of -6,1 kcal/mol, -5,7 kcal/mol, and -5,5 kcal/mol. These results indicate that Imidazole alkaloid compounds from sponge genus Leucetta, has the potential to be used as an inhibitor of tyrosinase enzyme.
Keywords: Imidazole Alkaloid, Tyrosinase Enzyme, Virtual Screening.
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan skripsi. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Selama proses penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis menyadari
begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya,
mendidik dan membimbing, dan mendoakan yang terbaik kepada penulis. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Supandi, M.Si, Apt., selaku pembimbing pertama dan Bapak
Andrianopsyah Mas Jaya Putra, M.Sc., selaku pembimbing kedua, yang telah
memberikan ilmu, nasihat, waktu, tenaga, dan pikirannya serta memiliki andil
besar dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini.
2. Bapak Professor Dr. Dede Rosyada, MA selaku rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM.,M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt, selaku Kepala Program Studi Farmasi dan
selaku dosen pembimbing akademik selama perkuliahan. Dan Ibu Nelly
Suryani, Ph.D., Apt selaku sekertaris Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Yardi, Ph.D., Apt, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan selama perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu dosen staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan
yang banyak selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Marzul Hidayat dan Ibunda Mardalena
yang telah memberikan kasih sayangnya, do’a, dukungan moril maupun
materi selama penyusunan skripsi. Dan juga Adik-adik dan saudaraku yang
selalu memberi semangat.
8. Teman-teman seperjuangan “Docking Team”: Eko, Arsyad, Mazaya, dan
Wahyu yang telah memberikan waktu dan pikiran untuk saling berbagi ilmu
tentang penelitian ini.
9. Keluarga Departemen Relasi dan Eksternal BEM Prodi Farmasi kepengurusan
2013-2014: Fio Noviany, Henny Pradikaningrum, Wahidin Saleh, Elsa
Elfrida, Siti Windi Hariani, dan Fandi Karami atas waktu, nasihat, dan
dukungannya kepada penulis.
10. Teman-teman seperjuangan selama kuliah, Ali, Akas, Andis, Astri, Aziz,
Bahtiar, Brasti, Dwi Rahmadiani, Dhenny, Fathiyah, Gina, Icho, Qurry,
Rhesa, Rianisa, Rijal, Rifqi, Reza, Wina, serta seluruh teman-teman Farmasi
angkatan 2011.
11. Para staf dan karyawan program studi farmasi, staf laboran, ka Eris, ka Tiwi,
ka Lisna, ka Liken, ka Yaenab, ka Walid, mbak Rani, dan ka Rahmadi yang
banyak membantu selama penelitian dan praktikum semester sebelumnya.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat membangun yang memacu penulis untuk berkarya
lebih baik di masa yang akan datang.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis khususnya, dan dapat memberikan kontribusi ilmu pengetahuan bagi
semua pihak.
Jakarta, Juli 2016
Penulis
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muhammad Haidar Ali
NIM : 1111102000121
Program studi : Strata-1 Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui/karya ilmiah saya,
dengan judul :
PENAPISAN VIRTUAL ALKALOID IMIDAZOL DARI SPONS GENUS Leucetta
SEBAGAI INHIBITOR ENZIM TIROSINASE
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal : 28 Juli 2016
Yang menyatakan,
(Muhammad Haidar Ali)
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI...............................................................v
ABSTRAK .............................................................................................................vi
ABSTRACT ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................... x
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................xv
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................4
1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 5
2.1 Melanin, Enzim Tirosinase dan Melanogenesis ................................. 5
2.2 Protein, Enzim dan Asam Amino ....................................................... 7
2.3 Sponges Genus Leucetta ................................................................... 11
2.4 Alkaloid ............................................................................................ 12
2.5 Interaksi Protein dengan Ligan ......................................................... 14
2.5.1 Ikatan Kovalen ................................................................. 14 2.5.2 Ikatan Ion .......................................................................... 14 2.5.3 Ikatan Hidrogen................................................................. 14 2.5.4 Ikatan Van Der Waals ....................................................... 14 2.5.5 Interaksi Ion-Dipol dan Dipol-Dipol ................................ 15 2.5.6 Ikatan Hidrofob ................................................................. 15
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5.7 Transfer Muatan ................................................................ 16 2.6 Penambatan Molekul ......................................................................... 17
2.7 Protein Data Bank .............................................................................. 17
2.8 Pubchem ............................................................................................ 17
2.9 Discovery Studio 4.0 Visualizer ........................................................ 18
2.10 Open Babel ...................................................................................... 18
2.11 Marvin Sketch.................................................................................. 18
2.12 Autodock.......................................................................................... 19
2.13 Autodock Vina ................................................................................. 19
2.14 PoseView ......................................................................................... 20
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................22
3.1 Tempat dan waktu penelitian .............................................................22
3.2 Alat .................................................................................................... 22
3.2.1 Perangkat keras .................................................................. 22 3.2.2 Perangkat lunak.................................................................. 22
3.3 Bahan ................................................................................................. 22
3.3.1 Struktur Molekul Tiga Dimensi Enzim Tirosinase ............ 22 3.3.2 Struktur Tiga Dimensi Ligan ............................................. 23
3.4 Cara Kerja .......................................................................................... 29
3.4.1 Penyiapan Struktur Molekul .............................................. 29 3.4.2 Penyiapan Struktur Tiga Dimensi Ligan............................ 30 3.4.3 Penambatan Molekul dengan Autodock Vina ................... 30 3.4.4 Analisa dan Visualisasi Penambatan Molekul ................... 30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 31
4.1 Penyiapan Struktur Enzim Tirosinase ................................................ 31
4.2 Penyiapan Struktur Ligan ................................................................... 32
4.3 Penambatan Molekular menggunakan Autodock Vina ...................... 32
4.4 Analisa Hasil dan Visualisasi Penambatan Molekular ....................... 34
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 48
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 48
5.2 Saran ................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49
LAMPIRAN.......................................................................................................... 54
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Proses Melanogenesis ..........................................................................6
Gambar 2.2 Stuktur Umum Asam Amino ...............................................................7
Gambar 2.3 Klasifikasi 20 struktur asam amino......................................................8
Gambar 2.4 Klasifikasi Alkaloid ...........................................................................13
Gambar 2.5 Ikatan Hidrofobik ...............................................................................16
Gambar 4.1 Visualisasi interaksi L-DOPA dengan reseptor .................................35
Gambar 4.2 Visualisasi interaksi L-Tirosin dengan reseptor.................................35
Gambar 4.3 Visualisasi Naamidine A dengan reseptor .........................................36
Gambar 4.4 (a)Kerangka dasar struktur Isonaamine dan (b) Isonaamine B ..........37
Gambar 4.5 Kerangka dasar struktur Kealiinine....................................................38
Gambar 4.6 (a) Kerangka dasar struktur Naamidine, (b) naamidine F,
(c) naamidine C, (d) naamidine I........................................................40
Gambar 4.7 (a) Kerangka dasar Struktur Naamine, (b) naamine B .......................43
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Enzim Internasional ............................................................ 10
Tabel 3.1 Senyawa Ligan yang akan di docking................................................... 22
Tabel 4.1 Makna warna pada gambar Autodocktools .......................................... 36
Tabel 4.2 Nilai ΔGbind dan Interaksi ligan kelompok Isonaamine
dengan residu protein (autodocktools) ................................................. 37
Tabel 4.3 Interaksi ligan kelompok Isonaamine dengan residu
asam amino protein (PoseView)........................................................... 37
Tabel 4.4 Nilai ΔGbind dan Interaksi ligan kelompok Kealiinine
dengan residu protein (autodocktools) ................................................. 38
Tabel 4.5 Interaksi ligan kelompok Kealiinine dengan residu
asam amino protein (PoseView)........................................................... 39
Tabel 4.6 Nilai ΔGbind dan Interaksi ligan kelompok Naamidine
dengan residu protein (autodocktools) ................................................. 40
Tabel 4.7 Interaksi ligan kelompok Naamidine dengan residu
asam amino protein (PoseView)........................................................... 41
Tabel 4.8 Nilai ΔGbind dan Interaksi ligan kelompok Naamidine
dengan residu protein (autodocktools) ................................................. 43
Tabel 4.9 Interaksi ligan kelompok Naamine dengan residu
asam amino protein (PoseView)........................................................... 44
Tabel 4.10 Nilai ΔGbind dan Interaksi kontrol positif
dengan residu protein (autodocktools) ................................................. 45
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian.................................................................................. 54
Lampiran 2. Prosedur Kerja Molecular Docking dengan Autodock Vina............ 55
Lampiran 3. Data hasil docking Autodock Vina dan Visualisasinya.................... 71
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISTILAH
CPU Control Processing Unit
DPF Docking Parameter file
DOPA Dihydroxyphenilalanin
GPF Grid Parameter File
PDB Protein Data Bank
RMSD Root Mean Square Deviation
ΔGbind Energi bebas Gibss
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Spons laut (filum Porifera) adalah salah satu organisme invertebrata
multiseluler tertua menunjukkan berbagai macam warna dan bentuk. Sekitar
8.000 spesies spons, yang menghuni ekosistem laut dan air tawar yang
berbeda yang telah dijelaskan sampai saat ini. Spons laut terus menarik
perhatian luas dari ahli kimia produk alam laut dan farmasi karena keragaman
yang luar biasa mereka senyawa bioaktif (Putra, 2014). Sebagian besar
senyawa bioaktif dari spons dapat diklasifikasikan sebagai anti inflamasi,
antitumor, imunosupressive atau neurosupressive, antivirus, anti malaria, anti
TBC, antibiotik atau antifouling, sitotoksik atau kardiovaskular, inhibitor
enzim, inhibitor pembelahan sel (Putra, 2014).
Dari beberapa spons kelas Calcareous, spons genus Leucetta
merupakan spons yang paling menarik perhatian sampai saat ini. Investigasi
kimia dari spons genus Leucetta menuntun ke arah isolasi dari alkaloid
imidazol seperti naamine, isonaamine, naamidine dan isonaamidine. Banyak
sekali alkaloid imidazol laut yang telah diisolasi baru-baru ini, dan banyak
yang menunjukan beberapa aktivitas antimikroba dan atau aktivitas anti tumor
(Hassan, 2004).
Leucetta merupakan salah satu jenis genus spons laut yang terdapat di
perairan Indonesia. Pada tahun 2004 dan 2009, dilakukan isolasi terhadap
spons Leucetta chagosensis di daerah Sulawesi selatan, didapatkan 7 senyawa
golongan alkaloid imidazol baru yaitu naamine F, naamine G, kealinine A,
kealinine B, kealinine C, metildorimidazol dan preclathridine B (Hassan,
2009). Dilaporkan juga oleh Tsukamoto et al, terdapat dua imidazol alkaloid
baru yaitu naamidine H dan naamidine I dari spons laut yang sama Leucetta
chagosensis namun dari lokasi yang berbeda, Sulawesi Utara pada tahun 2007
(Putra, 2014).
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Spons laut menghasilkan metabolit sekunder dan telah lama digunakan
sebagai sumber alam untuk mendesain senyawa baru obat dan kosmetik.
Kolagen dari spons didalam kosmetika digunakan untuk regenerasi dan
peremajaan kulit. (marine cosmeceuticals: Trends and prospects, 2012).
Steroidal detergent atau seyawa halistanol trisulfat yang diisolasi dari spons
laut mampu menghambat kematangan dari enzim tirosinase yang berperan
dalam proses sintesis melanin (Towsend et al., 1992). Geoditin A merupakan
senyawa yang berasal dari spons Geodia japonica yang menunjukkan jika
senyawa ini memiliki potensi sebagai anti melanogenesis atau agen pemutih
kulit (Cheung et al., 2012).
Melanosit merupakan sel dendrit yang memproduksi dan mensekresi
melanosom, yang mengandung melanin. Melanin merupakan penentu utama
dari warna kulit. Jumlah dari melanosit yang ada pada epidermis adalah sama
dari warna kulit, jumlah dan ukuran melanosom yang diproduksi menentukan
warna kulit seseorang (Reiger, 2000). Melanin terbentuk melalui proses yang
disebut melanogenesis melalui kombinasi katalisasi enzimatik dan reaksi
kimia. Melanogenesis berlangsung di organel khusus, melanosom, di
melanosit. Jalur biosintesis dari melanogenesis telah dijelaskan, dimana
terdapat dua jenis melanin yang disintesis dalam melanosom yaitu eumelanin
dan pheomelanin. Melanogenesis juga dapat diinisiasi oleh radiasi sinar UV.
Dengan kondisi tersebut, melanogenesis adalah manifestasi defensif untuk
melindungi kulit dan ditandai dengan sintesis melanin dipercepat dan transfer
ke keratinosit, yang menyebabkan penggelapan kulit di daerah yang terpapar
(Barel, 2001).
Enzim tirosinase dikenal sebagai enzim yang mengandung tembaga
multifungsi dari oxidase superfamily, merupakan protein kunci yang terlibat
besar dalam biosintesis pigmen hayati, melanin. Enzim tirosinase
mengkatalisis dua reaksi yang berbeda dari biosintesis melanin, hidroksilasi
aminofenol dan konversi dari o-diphenol menjadi o-kuinon (Khan, 2007).
Pembentukan melanin dapat dihambat dengan cara menurunkan sintesis
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tirosinase, menurunkan transfer tirosinase, dan menghambat aktivitas
tirosinase (Avanti, 2002).
Zat pemutih kulit atau inhibitor enzim tirosinase telah digunakan
secara luas didunia kosmetik dan pengobatan klinis. Produk pemutih ini
digunakan baik sebagai pencerah kulit atau depigmen kulit (Barel, 2001). Zat
yang umumnya digunakan sebagai pemutih termasuk hidrokuinon, arbutin,
asam kojat, asam askorbat, dan senyawa turunan asam kojat. Efikasi,
mekanisme dan keamanan dari senyawa-senyawa tersebut telah dibahas secara
luas (Barel, 2009).
Virtual screening atau in silico merupakan salah satu metode dalam
proses penemuan obat baru sebelum in vitro dan in vivo. Virtual screening,
suatu metode yang menggunakan kemampuan komputer dalam merancang
obat sebagai komplemen dari in vitro dan in vivo. Kemampuan komputasi
yang meningkat secara eksponensial merupakan peluang mengembangkan
simulasi dan kalkulasi dalam merancang obat baru.
Senyawa-senyawa alkaloid imidazol dari spons dari genus Leucetta
dipilih sebagai ligan terhadap enzim tirosinase, karena memiliki kemiripan
struktur dengan L-Tirosine dan L-DOPA yang dimana senyawa ini merupakan
substrat awal proses melanogenesis yang dikatalisis oleh enzim tirosinase
sebelum mejadi produk akhir berupa melanin baik eumelanin ataupun
pheomelanin. Selain itu belum adanya penelitian yang melakukan uji terhadap
enzim tirosinase. Virtual screening dilakukan untuk melihat prediksi aktivitas
sebagai inhibitor enzim tirosinase. Selain itu, metode ini dipilih karena dapat
menurunkan biaya dan waktu yang diperlukan dalam penelitian, untuk
mendapatkan prediksi aktivitas senyawa sebelum dilakukan isolasi, sintesis,
dan uji farmakologi baik secara in vitro mapun in vivo. Penambatan molekul
yang dilakukan pada penelitian ini adalah structured based virtual screening
karena struktur tiga dimensi dari protein target yaitu enzim tirosinase tersedia
pada bank data protein. Penambatan molekul pada penelitian ini menggunakan
perangkat lunak Autodock Vina serta PoseView sebagai perangkat visualisasi.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran interaksi antara
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
senyawa golongan alkaloid imidazol terhadap enzim tirosinase. Kontrol positif
yang digunakan yaitu L-Tyrosine, L-DOPA dan asam kojat.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah senyawa-senyawa alkaloid imidazol dari spons genus Leucetta
memiliki potensi afinitas sebagai inhibitor enzim tirosinase melalui
pendekatan Virtual screening.
1.3 Hipotesis
Senyawa-senyawa alkaloid imidazol dari spons genus Leucetta memiliki
potensi afinitas sebagai inhibitor enzim tirosinase
1.4 Tujuan
Untuk melihat bahwa senyawa-senyawa imidazol alkaloid dari spons Leucetta
memiliki potensi afinitas sebagai inhibitor enzim tirosinase.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Untuk mendapatkan data potensi afinitas senyawa imidazol alkaloid dari
spons Leucetta sebagai inhibitor enzim tirosinase
b. Diharapkan dapat memberikan informasi untuk pengembangan sediaan
kosmetika untuk memperoleh senyawa baru yang dapat digunakan sebagai
bahan pencerah kulit.
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Melanin, Enzim Tirosinase, dan Melanogenesis
Melanin merupakan pigmen inti yang mempengaruhi warna kulit
dari berbagai jalur. Dalam kulit melanin dapat ditemukan dalam dua
warna yang berbeda, kuning atau merah (pheomelanin) dan coklat atau
hitam (eumelanin). Dua tipe pigmen ini merupakan salah satu penjelasan
dari perbedaan etnik warna kulit di dunia. Jumlah melanosit, aktivitas
melanogenik, tipe melanin, ukuran dan jumlah dari melanosom dan
distribusi pada epidermis juga dapat mempengaruhi pigmentasi kulit.
Alaluf et al. 2002, mendemonstasikan bahwa kulit kaukasian ditandai
dengan jumlah melanosit yang sedikit, melanosom yang kecil dan
pigmen cerah seperti pheomelanin sedangkan kulit hitam ditandai
dengan jumlah melanosit yang tinggi, melanosom yang besar, jumlah
melanin yang tinggi dan lebih banyak eumelanin (Gendreau, 2013).
Tirosinase merupakan enzim yang mengandung tembaga (Cu2+
)
multifungsi, dimana tembaga terikat oleh 6 atau 7 residu histidin dan
residu sistein tunggal. Enzim ini memiliki aktivitas baik monophenolase
dan diphenolase. Enzim ini terlibat dalam biosintesis melamin dan
mengkatalisis orto-hidroksilasi dari tirosin (monophenol) menjadi 3,4-
dihidroksifenilalanin atau DOPA (o-diphenol), dan oksidasi DOPA
menjadi dopaquinone (o-kuinon) (Cooksey, 1997). Tirosinase diproduksi
hanya oleh sel melanosit. Sintesis dan proses selanjutnya berada di
retikulum endoplasma dan golgi, kemudian ditransfer ke melanosom,
dimana pigmen melanin disintesis (Chang, 2012).
Melanogenesis merupakan jalur biosintesis pembentukan pigmen
melanin pada kulit manusia. Melanogenesis berlangsung pada organel
khusus, melanosom, di dalam melanosit. Tahap pertama dari
melanogenesis diinisiasi dengan oksidasi tirosin menjadi dopaquinone
yang dikatalis oleh enzim kunci, tirosinase. Langkah pertama ini
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
merupakan satu-satunya rate-limiting step sintesis melanin karena urutan
reaksi selanjutnya dapat berlanjut secara spontan pada nilai pH
fisiologis. Setelah dopaquinone terbentuk oleh tirosinase, senyawa
dikonversi menjadi dopa dan dopachrome melalui auto-oxidation.
DOPA juga merupakan substrat dari tirosinase dan dioksidasi menjadi
dopaquinon kembali dengan enzim. Terakhir, eumelanin terbentuk
melalui serangkaian reaksi oksidasi dari dihidroksiindol (DHI) dan
dihidroksiindol-2-asam karbosilat (DHICA) dimana produk dari rekasi
dopachrome. Adanya sistein atau glutathione, dopaquinon dikonversi
menjadi sisteinildopa atau glutathionildopa. Kemudian pheomelanin
terbentuk. Meskipun tiga enzim yang terlibat dalam melanogenesis
[tirosinase, tyrosine related protein-1 dan 2 (TRP1 dan TRP2)], hanya
tirosinase yang benar-benar diperlukan untuk melanogenesis, karena
merupakan kunci dalam prosesnya (Chang, 2012).
Gambar 2.1 Proses melanogenesis (Chang, 2012).
Melanogenesis bisa dapat diinisiasi oleh radiasi UV. Pada kondisi
ini, melanogenesis merupakan manifestasi pertahanan untuk melindungi
kulit dan ditandai dengan sintesis melanin yang dipercepat dan transfer
ke keratinosit, menyebabkan kulit yang terpapar menjadi lebih gelap.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Melanosit mensintesis lebih banyak melanin pada orang-orang berkulit
gelap, dan ukuran melanosom mereka lebih besar ini mengakomodasi
kelimpahan relatif lebih banyak dari melanin pada orang yang berkulit
lebih terang dan akibatnya memecah lebih lambat (Barel, 2009).
2.2 Protein, enzim dan asam amino
Asam amino merupakan unit dasar penyusun protein. Protein dari
semua spesies, dari bakteri hingga manusia, terdiri dari 20 asam amino
standar yang sama. Sembilan belas diantaranya merupakan asam α-
amino dengan gugus amino primer (-NH3+) dan asam karboksilat
(karboksil; -COOH) yang melekat pada atom karbon pusat, yang disebut
atom Karbon-α (Cα) karena berdekatan dengan gugus karboksil. Juga
terikat pada atom Cα yaitu atom hidrogen dan variabel sisi-rantai atau
gugus 'R'. Pengecualian untuk struktur umum ini adalah prolin, yang
memiliki gugus amino sekunder yang merupakan asam α-imino. Nama-
nama asam amino sering disingkat, baik untuk tiga huruf atau satu huruf.
Contohnya, prolin disingkat Pro atau P (Hames & Hooper, 2005).
Gambar 2.2 Stuktur umum asam amino
Struktur dari 20 asam amino dikelompokkan menjadi lima kelas
utama berdasarkan pada sifat-sifat gugus “R” nya, khususnya, polaritas,
atau kecenderungan untuk berinteraksi dengan air pada pH biologis
(mendekati pH 7.0). Polaritas kelompok R bervariasi, dari nonpolar dan
hidrofobik sampai yang sangat polar dan hidrofilik (Lehninger, 2005).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3 Klasifikasi 20 struktur asam amino (Lehninger, 2005).
Protein adalah urutan linear asam amino yang dihubungkan oleh
ikatan peptida. Ikatan peptida adalah ikatan kovalen antara gugus α-
amino dari satu asam amino dan gugus α-karboksil asam amino lain.
Ketika dua asam amino bergabung melalui ikatan peptida mereka
membentuk dipeptida. Penambahan amino asam lebih lanjut membentuk
rantai panjang disebut oligopeptida dan polipeptida. Rantai polipeptida
melipat hingga membentuk konformasi tertentu dalam protein.
Konformasi ini adalah susunan tiga dimensi dari atom dalam struktur
dan ditentukan oleh urutan asam amino. Ada empat tingkat struktur
protein: primer, sekunder, tersier dan, kadang-kadang tapi tidak selalu,
kuaterner. (Hames & Hooper, 2005).
Urutan linear asam amino yang bergabung melalui ikatan peptida
disebut struktur protein primer. Posisi ikatan kovalen disulfida antara
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
residu sistein juga termasuk dalam struktur primer. Protein sekunder
merupakan gabungan dua struktur protein primer ini mengacu pada
lipatan teratur daerah dari rantai polipeptida. Dua jenis struktur sekunder
adalah α-helix dan β-pleated sheet. α-helix berbentuk silinder, rangkaian
heliks asam amino seperti batang dalam rantai polipeptida yang ditahan
oleh ikatan hidrogen yang sejajar dengan sumbu helix. Dalam β-pleated
sheet, ikatan hidrogen terbentuk antara bagian yang berdekatan dari
polipeptida yang baik berjalan di arah yang sama (β-pleated sheet
paralel) atau dalam arah yang berlawanan (β-pleated sheet antiparalel).
β- membalikkan arah rantai polipeptida dan seringkali ditemukan
terhubung dengan ujung β-pleated sheet antiparalel (Hames & Hooper,
2005). Struktur tersier protein mengacu pada susunan tiga dimensi dari
semua asam amino dalam rantai polipeptida. Struktur ini aktif secara
biologis, konformasi asli ini diikat oleh beberapa ikatan nonkovalen. Jika
protein terdiri dari lebih dari satu rantai polipeptida dikatakan memiliki
struktur kuaterner. Hal ini mengacu pada tata ruang dari subunit
polipeptida dan sifat interaksi di antara mereka (Hames & Hooper,
2005).
Enzim merupakan polimer biologis yang mengatalisis perubahan
satu atau lebih senyawa (substrat) menjadi satu atau lebih senyawa lain
(produk) meningkatkan laju reaksi 106 kali dibandingkan jika tidak
dikatalisis. Seperti semua katalis lain enzim tidak berubah secara
permanen atau dikonsumsi sebagai konsekuensi dari keikutsertaannya
dalam reaksi yang bersangkutan. Tidak seperti kebanyakan katalis yang
digunakan dalam bidang kimia sintetik enzim bersifat spesifik baik bagi
tipe reaksi yang dikatalisis maupun substrat atau substrat-subtrat yang
berhubungan erat (Murray, 2009).
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.1 Klasifikasi Enzim Internasional
Nama Tipe reaksi yang dikatalisis Contoh
1. Oxidureduktase Reaksi transfer elektron
Alkohol
dehidrogenase
2. Transferase Transfer gugus fungsi dari satu
molekul ke molekul lainnya
Heksokinase
3. Hidrolase Reaksi hidrolisis Tripsin
4. Liase Pemutusan C-C, C-O, C-N, dan
ikatan lain, biasanya menghasilkan
ikatan rangkap
Piruvat
dekarboksilase
5. Isomerase Transfer gugus di dalam satu
molekul
Maleat
isomerase
6. Ligase Penyatuan dua molekul yang
dikaitkan dengan hidrolisis ATP
Piruvat
karboksilase
Inhibitor merupakan suatu senyawa yang bertindak untuk menurunkan
laju proses katalitis pada enzim. Beberapa inhibitor enzim berasal dari
metalobit normal dalam tubuh yang menghambat enzim untuk
mengontrol jumlah produk. Inhibitor enzim dibedakan mejadi dua tipe
utama: irreversibel atau reversible, dimana inhibitor reversible dibagi
menjadi kompetitif dan dan nonkompetitif. Inhibitor Irreversibel
berikaratan dengan enzim kebanyakan membentuk ikatan kovalen
dengan asam amino residu pada atau disekitar situs aktif, dan
menginaktivasi enzim secara permanen (Hames & Hoper, 2005).
Inhibitor kompetitif biasanya mirip substrat. umumnya, pada
inhibisi kompetitif, inhibitor berikatan dengan bagian dari tempat aktif
yang mengikat-substrat dan menghambat akses substrat. oleh karena itu,
struktur kebanyakan inhibitor kompetitif klasik cenderung mirip dengan
struktur substrat, dan karenanya dinamai analog substrat. Inhibitor
nonkompetitif, tidak memengaruhi pengikatan substrat. Oleh karena itu,
kompleks enzim-inhibitor dan enzim-inhibitor-substrat dapat terbentuk.
Namun, sementara kompleks enzim-inhibitor tetap dapat mengikat
substrat, namun efisiensinya mengubah substrat menjadi produk
berkurang. Inhibitor nonkompetitif mengikat enzim di bagian-bagian
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang berbeda dari bagian pengikat substrat dan umumnya tidak atau
sedikit memiliki kesamaan struktur dengan substrat (Murray, 2009).
2.3 Spons genus Leucetta
Kingdom : Animalia
Filum : Porifera
Kelas : Calcarea
Subkelas : Calcinea
Orde : Clathrinda
Famili : Leucettidae
Genus : Leucetta
Spons merupakan nama lain dari filum porifera yang merupakan
hewan bersel banyak paling sederhana dan primitif. Spons tergolong
hewan multiseluler primitif dan diduga berasal dari zaman Paleozoik
sekitar 1,6 juta tahun yang lalu (Amir dan Budiyanto, 1996;
Romimohtarto dan Juwana, 1999). Dalam mencari makan, hewan ini
aktif mengisap dan menyaring air yang melalui seluruh permukaan
tubuhnya. Pada umumnya, spons mampu memompakan air rata-rata
sebanyak 10 kali volume tubuhnya dalam waktu satu menit, sehingga
tidak salah kalau hewan ini terkenal sebagai hewan filter feeder yang
paling efisien dibandingkan hewan laut lainnya (Bergquist, 1978).
Spons adalah salah satu hewan laut yang potensial mengandung
senyawa aktif. Beberapa senyawa yang terkandung dalam spons
mempunyai presentase keaktifan yang lebih besar dibanding dengan
senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat (Muniarsih dan
Rachmaniar, 1999). Hewan laut ini merupakan sumber metabolit
sekunder terkaya. Dilihat dari banyaknya jenis senyawa bioaktif yang
diisolasi, spons menjadi sumber produk alam yang utama sampai saat ini
(proksch 1999; romihmoharto dan juwana, 1999).
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Filum porifera terdiri dari tiga kelas, yaitu Calcarea,
Demospongiae, dan Hexactinellida. Kelas Calcarea adalah kelas spons
yang semuanya hidup di laut. Spons ini mempunyai struktur sederhana
dibandingkan yang lainnya. Spikulanya terdiri dari kalsium karbonat
dalam bentuk calcite. Spons Calcareous mewakili 9,5% dari seluruh
spons yang telah diketahui, dengan jumlah spesies yang diketahui lebih
dari 650 spesies. Dua subkelas yang diketahui pada kelas Calcarea yaitu
Calcinea dan Calcaronea, dengan 5 ordo, 22 famili, dan 75 genus
(Willenz, 2015).
Leucetta merupakan salah satu genus dari kelas Calcarea. Mereka
beradaptasi baik dilingkungan air dangkal dan kebanyakan Calcinea
berada di daerah tropis, dimana mereka dapat mencapai ukuran yang
cukup besar dan padat (Borojevic, 1990). Spons genus Leucetta
merupakan spons yang paling menarik perhatian sampai saat ini.
Investigasi kimia dari spons genus Leucetta menuntun ke arah isolasi
yang menarik dari imidazol alkaloid seperti naamine, isonaamine,
naamidine dan isonaamidine (Hassan, 2004).
2.4 Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung nitrogen dengan
berat molekul rendah yang ditemukan terutama pada tumbuhan, tetapi
juga sedikit terdapat pada mikroorganisme dan hewan. Landrug
mendefinisikan akaloid sebagai senyawa yang terdapat pada tumbuhan
yang memiliki sifat basa dan mengandung setidaknya satu nitrogen pada
cincin heterosiklik (Kar, 2007).
Alkaloid mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya
sebagai amina primer, sekunder, atau tersier, dan ini biasanya memberi
sifat basa pada alkaloid, memfasilitasi isolasi dan pemurnian, karena
garam yang larut dalam air dapat terbentuk dengan ada asam mineral.
Nama alkaloid sebenarnya berasal dari alkali. Namun, tingkat
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kebasaannya bervariasi, tergantung dari stuktur alkaloid dan keberadaan
dan letak gugus fungsionalnya. (Dewick, 2002)
Alkaloid merupakan senyawa dengan berat molekul rendah dan
menyusun sekitar 20% metabolit sekunder pada tumbuhan. Alkaloid
telah berpengaruh dalam sejarah manusia karena memiliki efek fisiologis
pada hewan dan sifat farmakologi seperti antibiotik, antikanker
bersamaan dengan eksplorasi potensinya sebagai narkotika, racun dan
stimulan (Kaur, 2015).
Atom nitrogen pada alkaloid berasal dari asam amino, dan pada
umumnya, kerangka karbon dari prekursor asam amino tertentu juga
sebagian besar dipertahankan utuh dalam struktur alkaloid, meskipun
karbon asam karboksilat sering hilang melalui dekarboksilasi. Relatifnya
beberapa prekursor asam amino benar-benar terlibat dalam biosintesis
alkaloid, utamanya menjadi ornithine, lisin, asam nikotinat, tirosin,
triptofan, asam antranilat, dan histidin (Woolley, 2001).
Gambar 2.4 Klasifikasi Alkaloid (Woolley, 2001)
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5 Interaksi Protein dengan Ligan
Tipe ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi obat reseptor antara
lain adalah ikatan-ikatan kovalen, ion-ion yang saling memperkuat
(reinforce ions), ion (elektrostatik), hidrogen ion-dipol, dipol-dipol, van
der Waals, ikatan hidrofob dan transfer muatan. (Siswandono, 2008).
2.5.1 Ikatan kovalen
Ikatan kovalen terbentuk bila ada dua atom saling menggunakan
sepasang elektron secara bersama-sama. Dengan kekuatan ikatan yang
tinggi, pada suhu normal bersifat irreversible dan hanya dapat dipecah
bila ada pengaruh katalisator enzim tertentu. (Siswandono, 2008)
2.5.2 Ikatan Ion
Ikatan ion adalah ikatan yang dihasilkan oleh daya tarik menarik
elektrostatik antara ion-ion yang muatannya berlawanan. Kekuatan tarik
menarik akan makin berkurang bila jarak antar ion makin jauh dan
pengurangan tersebut berbanding terbalik dengan jaraknya.
(Siswandono, 2008)
2.5.3 Ikatan hidrogen
Ikatan ini terlibat dalam interaksi antara dua molekul, yang salah
satunya bertindak sebagai donor dan yang lainnya sebagai akseptor.
Hidrogen donor mengandung gugus fungsi yang mempunyai proton
yang terikat pada atom elektronegatif. Atom elektronegatif memiliki
bagian yang lebih besar dari elektron dalam ikatan hidrogen, sehingga
membuat hidrogen sedikit bermuatan positif dan elektrofilik. Hidrogen
akseptor mengandung elektronegatif atom seperti oksigen atau nitrogen.
Ikatan hidrogen lebih lemah dari ikatan ion. (Patrick, 2001).
2.5.4 Ikatan van der waals
Interaksi van der waals adalah interaksi lemah yang muncul
diantara gugus – gugus hidrofobik seperti cincin aromatik dan gugus
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
alkil. Interaksi ini muncul disebabkan adanya fluktuasi acak dalam
densitas elektron sehingga membentuk daerah sementara yang kaya
elektron atau sedikit elektron. Daerah kaya elektron pada satu molekul
akan menarik daerah yang elektronnya sedikit pada molekul lain.
Interaksi ini lebih lemah dari ikatan ion dan ikatan hidrogen dan
melibatkan molekul hidrogen netral (Patrick, 2001).
2.5.5 Interaksi ion-dipol dan dipol-dipol
Adanya perbedaan keelektronegatifan atom C dengan atom yang
lain, seperti O dan N, akan membentuk distribusi elektron tidak simetrik
atau dipol, yang mampu membentuk ikatan dengan ion atau dipol lain
baik yang mempunyai kerapatan elektron tinggi maupun rendah
(Siswandono, 2008). Momen dipol penting dalam orientasi molekul
ketika berinteraksi dengan situs ikatan. Obat mempunyai momen dipol
yang kemungkinan untuk menyelaraskan dengan momen dipol lokal
pada situs ikatan sehingga momen dipol sejajar dan dalam arah yang
berlawanan. Momen dipol yang salah berorientasi bisa juga
mengakibatkan penurunan aktivitas (Patrick, 2001).
2.5.6 Ikatan hidrofob
Ikatan hidrofob merupakan salah satu kekuatan penting pada
proses penggabungan daerah non polar molekul obat dengan daerah non
polar reseptor biologis. Daerah non polar molekul obat yang tidak larut
dalam air dan molekul-molekul air disekelilingnya, akan bergabung
membentuk struktur quasi-crystalline (Siswandono, 2008).
Bila dua daerah non polar, seperti gugus hidrokarbon molekl obat
dan daerah non polar reseptor, bersama-sama berada dalam likungan air,
maka akan menyebabkan suatu penekanan sehingga jumlah molekul air
yang kontak dengan daerah-daerah non polar tersebut berkurang.
Akibatnya, struktur quasi-crystalline akan pecah menghasilkan
peningkatan entropi yang digunakan untuk isolasi struktur non-polar.
Peningkatan energi bebas menstabilkan molekul air sehingga tidak
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kontak dengan daerah non polar. Penggabungan demikian disebut ikatan
hidrofob (Siswandono, 2008).
Gambar 2.5 Ikatan Hidrofobik
2.5.7 Transfer muatan
Menurut Baker, kompleks transfer muatan dikelompokkan menjadi dua
yaitu senyawa yang berfungsi sebagai donor elektron dan sebagai
aseptor elektron (Siswandono, 2008).
Sebagai donor elektron adalah:
a. Senyawa yang kaya π-elektron, seperti alkena, alkuna, dan senyawa
aromatik yang tersubstitusi dengan gugus elektron donor.
b. Senyawa yang mempunyai pasangan elektron sunyi, seperti R-O:-H,
R-O:-R, R-S:-R, R-I:, R3N:, dan R-S:-S-R yang juga dapat berfungsi
sebagai aseptor proton dalam ikatan hidrogen.
Sebagai aseptor elektron adalah:
a. Senyawa yag kekurangan π-elektron, seperti 1,3,5-trinitrobenzen,
tetrasianoetilen, dan tetraklorobenzokuinon, yang mempunyai gugus
pendorong elektron sangat kuat.
b. Molekul mengandung hidrogen yang bersifat asam lemah, seperti
Br3C-H, R-O-H, Ar-O-H, R-S-H, dan imidazol-H, yang juga dapat
berfungsi sebagai donor proton dalam ikatan hidrogen.
2.6 Penambatan molekul
Molecular docking atau penambatan molekuler adalah prosedur
komputasional yang digunakan untuk memprediksikan ikatan non
kovalen makromolekul, lebih sering, sebuah molekul besar (reseptor)
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan sebuah molekul kecil (ligan) secara efisien, dimulai dari struktur-
struktur yang tidak saling berikatan, struktur yang ditemukan dari
simulasi dinamika molekul, homology modeling, dan lain-lain. Tujuan
dari molecular docking adalah untuk memprediksikan konformasi ikatan
dan afinitas pengikatan (Yanuar, 2012).
Teknologi molecular docking atau penambatan molekuler
diaplikasikan pada beberapa tingkat dari proses pengembangan obat
untuk tiga tujuan utama, yaitu: 1) memprediksi model ikatan dari ligan
yang diketahui aktif, 2) pencarian ligan baru menggunakan in silico
screening atau virtual screening, dan 3) memprediksi afinitas ikatan dari
beberapa seri senyawa aktif (Leach, Shoichet, & Peishoff, 2006).
2.7 Protein Data Bank
Protein Data Bank (PDB; http://www.rcsb.org/pdb/) adalah sebuah
dokumen atau kumpulan data eksperimental struktur tiga dimensi dari
makromolekul biologis, yang sekarang berjumlah lebih dari 32.500
(Berman, et al., 2000), termasuk protein dan asam nukleat. Molekul –
molekul tersebut adalah molekul yang ditemukan di semua organisme
termasuk bakteri, ragi, tanaman, lalat, hewan lain, dan manusia.
Informasi ini dapat digunakan untuk membantu menyimpulkan peran
struktur dalam kesehatan manusia dan penyakit, dan dalam
pengembangan obat. Struktur yang terdapat dalam arsip ini mulai dari
protein kecil dan potongan-potongan DNA sampai molekul kompleks
seperti ribosom (RCSB, 2014).
2.8 PubChem
PubChem (http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov) merupakan gudang
informasi molekuler untuk umum, sebuah karya ilmiah dari Institut
Kesehatan Nasional Amerika (US National Institutes of Health / NIH).
Basis data PubChem memiliki lebih dari 27 juta catatan struktur kimia
khusus dari senyawa yang berasal dari hampir 70 juta senyawa endapan,
dan berisi lebih dari 449.000 catatan bioassay dengan lebih dari ribuan
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
biokimia in vitro dan skrining berbasis sel, dengan menargetkan lebih
dari 7000 protein dan gen yang terhubung dengan lebih dari 1,8 juta
senyawa (Xie, 2010). Pada situs PubChem ini dapat diunduh struktur
kimia dari suatu senyawa secara gratis yang dibutuhkan dalam studi
penambatan molekul.
2.9 Discovery Studio 4.0 Visualizer
Discovery Studio Visualizer adalah penampil gratis yang dapat
digunakan untuk membuka, mengedit data serta alat untuk melakukan
analisis data yang dihasilkan oleh perangkat lunak lain. Perangkat ini
dirancang untuk memberikan gambaran yang interaktif untuk melihat
dan mengedit struktur molekul, urutan, data refleksi X-ray, script, dan
data lainnya. Aplikasi ini dapat digunakan pada Windows dan Linux dan
terintegrasi dengan desktop yang menyediakan akses ke fitur sistem
operasi standar seperti sistem berkas, clipboard, dan percetakan
(Accelrys Enterprise Platform, 2005).
2.10 Open Babel
Open Babel adalah perangkat lunak untuk mengubah beberapa
format berkas kimia. Selain itu, perangkat ini menyediakan berbagai
fungsi berguna yaitu pencarian konformer dan penggambaran 2D,
penapisan, konversi batch, dan pencarian substruktur dan kemiripan.
Open Babel mendukung 111 format berkas kimia, yang dapat membaca
82 format dan menulis 85 format. Perangkat ini tersedia secara gratis
dari http://openbabel.org (O’Boyle et al., 2011).
2.11 Marvin Sketch
MarvinSketch merupakan aplikasi mendesain gambar struktur
yang didirikan oleh ChemAxon, perangkat lunak yang dikembangkan
untuk bioteknologi dan farmasetikal industri. MarvinSketch adalah
perangkat chemical drawing berbasis Java yang memungkinkan
membuat dan mengedit molekul dalam berbagai format file (DBM et al.,
2014).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Marvin sketch merupakan suatu program yang dapat digunakan
untuk menggambar dan mengedit struktur, reaksi, atau menghitung
struktur data kimia dengan operasi yang intuitif. Marvin Sketch juga
dapat menetapkan stereokimia, charge, valensi, radikal dan isotop untuk
setiap atom. Marvin Sketch juga dapat digunakan untuk penambahan
hidrogen dan membuat struktur 2 dimensi dan 3 dimensi (ChemAxon,
2008). Program ini dapat diunduh secara gratis melalui alamat situs
http://www.chemaxon.com/products/marvin/marvinsketch/.
2.12 Autodock
Autodock merupakan sebuah perangkat lunak yang dibangun untuk
melakukan suatu prosedur dalam rangka memprediksi interaksi sebuah
molekul kecil dari suatu senyawa dengan molekul target. Hal yang
menyebabkan tercetusnya pembuatan software ini adalah karena adanya
permasalahan dalam merancang suatu senyawa bioaktif, khususnya
dalam hal perancangan obat dengan bantuan komputer (Computer Aided
Drug Design). Program ini bertujuan sebagai alat yang dapat digunakan
pada computer untuk membantu proses pembentukan interaksi yang
akurat (Yanuar, 2012).
Setiap proses docking dengan AutoDock membutuhkan paling
sedikit empat input file, yaitu: PDBQT file untuk ligan; PDBQT file
untuk makromolekul atau reseptor; grid parameter file (GPF) untuk
perhitungan oleh AutoGrid; dan docking parameter file (DPF) untuk
perhitungan oleh AutoDock (Yanuar, 2012).
2.13 Autodock Vina
Autodock Vina adalah salah satu perangkat lunak yang tepat dan
dapat diandalkan yang tersedia untuk penemuan obat, penambatan
molekul dan skrining virtual yang dirancang dan diterapkan oleh Dr.
Oleg Trott. Vina menawarkan fungsi yang beragam, tingkat kinerja
tinggi dan meningkatkan akurasi untuk mempermudah penggunaan.
Perangkat lunak ini dapat dioperasikan dengan bantuan Autodock Tools
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(ADT) atau command line instruction (Sandeep, Nagasree, Hanisha,
Murali, & Kumar, 2011).
Untuk hasil input dan output vina, file type yang digunakan dalah
struktur molekul PDBQT seperti yang digunakan pada software
Autodock. Untuk pengaplaksiannya, hanya diperlukan struktur molekul
yang akan di docking dan spesifikasi binding site (Yanuar, 2012).
2.14 PoseView
PoseView mampu menggambar diagram kompleks yang terdiri dari
molekul kecil dan molekul reseptor yang dapat berupa protein atau DNA
/ RNA. Jika tidak ditentukan spesifik, interaksi antara pasangan
kompleks diperkirakan dengan menggunakan kriteria geometris
sederhana, seperti jarak dan sudut. PoseView mempertimbangkan lima
jenis interaksi yang berbeda. Empat di antaranya ditujukan interaksi:
ikatan hidrogen, interaksi logam, interaksi π-kation, dan π-π stacking.
Jenis interaksi kelima adalah kontak hidrofobik tidak langsung (Stierand,
and Rarey,2010).
Jarak optimal antara dua atom dihubungkan oleh ikatan hidrogen
diatur ke 1,9 Å dengan toleransi 0,5 Å. Tambahan ukuran ini, sudut
akseptor hidrogen-donor tidak harus jatuh di bawah 120 derajat. Atom
hidrogen yang terikat pada atom noncarbon diperlakukan sebagai calon
hidrogen donor. Atom akseptor potensi yang baik nitrogen, oksigen, atau
atom sulfur asalkan bermuatan atau bermuatan negatif dan yang
permukaannya dapat diakses.
Interaksi logam dihitung antara atom logam melekat dalam atom
akseptor reseptor dan logam, yang identik dengan atom akseptor ikatan
hidrogen. Geometri mereka didasarkan pada geometri koordinasi
dihitung dari metal. Setiap titik koordinasi yang tidak ditempati oleh
atom reseptor diperiksa untuk atom ligan dekat, dan deviasi jarak
maksimal diatur ke 0,8 Å. Jika tidak ada geometri dapat dihitung, sebuah
bola dengan radius 2 Å ditempatkan di sekitar logam. Dalam hal ini,
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
semua atom berbaring di bola, lagi dengan toleransi 0,8 Å, dianggap
sebagai pasangan interaksi potensial.
Berbeda dengan interaksi sebelumnya disebutkan, kontak
hidrofobik yang diestimasi berdasarkan jarak antara dua atom hidrofobik
saja. Mereka divisualisasikan bukan oleh interaksi garis putus-putus
tetapi dengan menggambar label residu menghubungi dan segmen spline
yang menunjukkan bagian hidrofobik dari ligan. Karena banyak atom
biasanya membentuk subpocket hidrofobik, representasi ini
mencerminkan geometri interaksi yang lebih baik. Sebuah prasyarat
untuk kontak hidrofobik adalah bahwa setidaknya tiga atom ligan
hidrofobik terletak pada kisaran residu reseptor diperiksa saat. Atom
hidrofobik yang dalam konteks ini atom karbon dengan permukaan
diakses dan halogen. Jarak maksimum diatur ke jumlah dari van der
waals jari-jari atom yang bersangkutan dan toleransi 0,8 Å.
22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong selama bulan Maret
hingga Juni.
3.2. Alat
3.2.1. Perangkat Keras
Menggunakan perangkat keras Notebook Acer (4755G Aspire
series) dengan spesifikasi Intel® core™ i7 CPU (2630QM 2.0GHz Turbo
boost up to 2.9GHz), RAM (Random Access Memory) 4.00 gigabyte, dan
Graphic Card NVDIA® GT 540M, up to 3760 MB TurboCache™.
Notebook terhubung dengan AC/DC adapter dan terkoneksi internet.
3.2.2. Perangkat Lunak
Sistem operasi menggunakan Windows 7 Ultimate 64 bit,
Autodock Tools, Discovery Studio 4.0 Visualizer (Accelrys Enterprise
Platform), Open Babel 2.3.2, Autodock Vina, PoseView, Marvin Sketch
5.5.1.0 (http://www.chemaxon.com), Protein Data Bank
(http://www.rcsb.org/pdb).
3.3. Bahan
3.3.1. Struktur Molekul Tiga Dimensi Enzim Tirosinase
Struktur tiga dimensi enzim tirosinase diunduh dari Bank Data
Protein melalui situs http://www.rcsb.org/pdb. Makromolekul protein yang
dipilih adalah enzim tirosinase pada mushroom tyrosinase adalah dengan
format .pdb merupakan enzim tirosinase pada mushroom tyrosinase
Agaricus bisporus kompleksasi dengan inhibitor tropolone yang didapat
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari metode X-ray Diffraction dengan resolusi 2.78 Å. Identitas
makromolekul tersebut adalah 2Y9X dengan format .pdb.
3.3.2. Struktur Tiga Dimensi (3D) Ligan
Ligan yang digunakan adalah senyawa alkaloid imidazol dari spons
genus Leucetta dibuat dengan Marvin Sketch 5.5.1.0 dan L-DOPA, L-
Tyrosine, dan asam kojat yang diunduh dari situs
http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov dengan format .sdf sebagai kontrol
positif untuk proses docking.
Tabel 3.1 Senyawa ligan yang akan di docking
No Nama senyawa Struktur
1 Naamine A
2 Naamine B
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Naamine C
4 Naamine D
5 Naamine E
6 Naamine F
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Naamine G
8 Kealiinine A
9 Kealiinine B
10 Kealiinine C
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11 Naamidine A
12 Naamidine B
13 Naamidine C
14 Naamidine D
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15 Naamidine E
16 Naamidine F
17 Naamidine G
18 Naamidine H
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19 Naamidine I
20 Isonaamine A
21 Isonaamine B
22 Isonaamine C
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23 L-Tyrosine (kontrol
positif)
24 L-DOPA (kontrol
positif)
25 Asam Kojat
3.4. Cara Kerja
3.4.1 Penyiapan Struktur Molekul
Pengunduhan makromolekul dari Bank Data Protein melalui situs
http://www.rcsb.org/pdb/. Identitas makromolekul tersebut adalah 2Y9X.
Data makromolekul diunduh dengan format .pdb
a. Pemisahan Makromolekul Air dan Ligan
Makromolekul protein yang telah diunduh, dipisahkan dari
ligan dan pelarut dan molekul air. Pemisahan menggunakan Discovery
Studio 4.0. Setelah dipisahankan, kemudian simpan dalam format .pdb.
b. Optimasi Molekul
Optimasi makromolekul dilakukan dengan menggunakan Autodock
Tool dan buka makromolekul yang disimpan dalam format .pdb (file
→ read molecule → .pdb)
c. Menentukan Lokasi Penambatan Molekul – Ligan
Penentuan lokasi penambatan molekul dilakukan berdasarkan
jurnal atau buku referensi dengan menggunakan Autodock Tools.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengaturan dilakukan dengan grid box (grid → grid box) yang
meliputi ukuran (size x, y, z), kordinat (center x, y, z) dan, besarnya
ukuran (angstrom) dan simpan (file → close saving current).
3.4.2 Penyiapan Struktur Tiga Dimensi (3D) Ligan
Ligan yang digunakan adalah L-DOPA, L-Tyrosine, dan asam
kojat yang diunduh melalui PubChem (http://PubChem.ncbi.blm.nih.gov)
sebagai ligan pembanding dan senyawa alkaloid imidazol yang dibuat
dengan menggunakan Marvin Sketch yang disimpan dengan format .mol2.
Struktur ligan yang telah dibuat, kemudian dioptimasi dengan
menggunakan Autodock Tools. Kemudian, buka ligan yang telah dibuat
(ligand → input → open), setelah itu simpan dalam bentuk .pdbqt (ligand
→ output → save as pdbqt →save).
3.4.3 Penambatan Molekul dengan Autodock Vina
Ligan dan Protein yang telah tersimpan dalam format .pdbqt disalin
atau dipindah kedalam folder Vina. Kemudian buat konfigurasi file vina
yang diketik pada notepad yang disimpan dengan nama conf.txt. Jalankan
Vina melalui Command prompt.
3.4.4 Analisa dan Visualisasi Penambatan Molekul
Hasil kalkulasi penambatan dilihat pada output dalam format
out.pdbqt atau bentuk notepad. Hasil docking dilakukan dengan memilih
ligan yang memiliki energi ikatan yang paling rendah, nilai ikatan dapat
dilihat di ‘log.txt’. Posisi ligan-ligan pada makromolekul, serta asam
amino yang berinteraksi dengan ligan divisualisasikan menggunakan
perangkat lunak Autodock Tools (3D) dan PoseView (2D).
31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan Struktur Enzim Tirosinase
Pada tahapan ini, makromolekul enzim tirosinase diunduh melali situs
Protein Data Bank http://www.rcsb.org/. Identitas makromolekul tersebut
adalah 2Y9X dengan format .pdb merupakan enzim tirosinase pada mushroom
tyrosinase Agaricus bisporus kompleksasi dengan inhibitor tropolone yang
didapat dari metode X-ray Diffraction dengan resolusi 2.78 Å.
Struktur makromolekul enzim tirosinase yang telah diunduh dalam
bentuk terikat dengan ligan dan molekul air. Ligan dan molekul air ini harus
dihilangkan dari makromolekul protein karena dapat mengganggu proses
penambatan. Pada dasarnya dengan adanya molekul air akan memediasi
interaksi ligan dengan reseptor, sehingga hasil docking yang didapat semakin
baik. Tetapi proses penambatan akan berlangsung lebih kompleks karena
variabel persamaan-persamaan matematika docking yang perlu diselesaikan
menjadi lebih banyak yang menyebabkan waktu penambatan semakin lama
(Cole, Nissink, & Taylor, 2005).
Struktur makromolekul kemudian dipisahkan dari residu non standar
tersebut dengan cara menghilangkannya dengan menggunakan perangkat
lunak Discovery Studio, sehingga dihasilkan struktur molekul yang siap
melalui tahap selanjutnya. Struktur hasil pemisahan ini disimpan dengan
format .pdb. Kemudian kembali dilakukan pengotimasian terhadap
makromolekul dengan perangkat Autodock Tools. Optimasi yang dilakukan
adalah penambahan atom hidrogen dan penentuan grid box parameter.
Penambahan atom hidrogen penting untuk interaksi ligan dan reseptor. Atom
hidrogen yang diperhitungkan adalah yang bersifat polar, karena atom ini
terlibat dalam ikatan hidrogen. Optimasi grid box parameter berfungsi untuk
membuat peta tiga dimensi interaksi protein dengan setiap jenis atom yang
terdapat pada ligan (Yanuar, 2012).
Pengaturan pada grid box meliputi center_x, center_y, center_z, untuk
mengatur letak parameter box pada makromolekul. Kemudian size_x, size_y,
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
size_z, dan spacing (angstrom), untuk menentukan ukuran grid box sebagai
ruang tambat ligan tersebut.
Hasil pengaturan grid box mengacu pada Ismaya et al (2011) dimana
memperhatikan letak asam amino yang berinteraksi penting dengan ligan,
sehingga diperoleh adalah center_x = -9.58, center_y = -25.01 center_z = -
40.02, size_x = 30, size_y = 30, size_z = 30, dan spacing (angstrom) = 0,375.
Cara pengaturan grid box adalah dengan pilih Grid grid box atur grid box
parameter yang ada file close saving current. Setelah semua optimasi
selesai, makromolekul tersebut di simpan dalam format .pdbqt, untuk
selanjutnya akan dilakukan proses penambatan molekul dengan program
Autodock Vina.
4.2 Penyiapan Struktur Ligan
Ligan yang akan digunakan sebagai senyawa pembanding diunduh dari
Pubchem dengan situs http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov dengan format .sdf
dan dipilih struktur 3D. Kemudian format ligan tersebut dirubah menjadi .pdb
dengan menggunakan Open Babel agar dapat dibaca dengan Autodock Tools
untuk selanjutnya dilakukan pengoptimasian. Untuk ligan yang akan diuji
golongan senyawa alkaloid imidazol, dibuat dengan Marvin Sketch 5.5.1.0
(http://chemaxon.com) dengan format .pdb dalam bentuk 3D dengan tipe fine
with hydrogenize.
4.3 Penambatan Molekular menggunakan Autodock Vina
Setelah langkah penyiapan protein dan ligan yang akan di-docking
selesai, maka bisa dilanjutkan ke langkah selanjutnya, yaitu penambatan
molekul dengan Autodock Vina. Hal yang pertama kali dilakukan pada tahap
ini adalah menyalin file protein dan ligan berformat .pdbqt ke dalam folder
vina. Kemudian file konfigurasi vina diketik pada notepad (Lampiran 2) dan
disimpan dengan nama ‘conf.txt’.
Konfigurasi vina pada notepad terdiri dari ‘receptor’ menunjukkan
protein reseptor yang digunakan pada proses docking, ‘ligand.’ menunjukkan
ligand senyawa yang digunakan pada proses docking, ‘out’ merupakan hasil
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari proses docking tersebut dibuat dengan nama ‘out.pdbqt.’, dan grid box
parameter center_x, center_y, center_z, size_x, size_y, dan size_z yang sudah
diatur sebelumnya saat pengoptimasian reseptor. Perlu diperhatikan bahwa
nama reseptor dan ligan pada notepad tersebut harus sama dengan nama file
pada folder vina.
Setelah pengaturan file konfigurasi notepad selesai, maka proses
docking dengan vina bisa dijalankan. Vina dijalankan melalui perintah
Command prompt. Dalam Command prompt, masuk ke dalam berkas vina,
kemudian dijalankan perintah sebagai berikut.
𝑽𝒊𝒏𝒂 − −𝒄𝒐𝒏𝒇𝒊𝒈 𝒄𝒐𝒏𝒇. 𝒕𝒙𝒕 − −𝒍𝒐𝒈 𝒍𝒐𝒈. 𝒕𝒙𝒕
Proses docking dengan vina berlangsung selama 3 – 7 menit pada
sekali running satu ligan. Masing-masing ligan di docking sebanyak 5 kali.
Waktu yang digunakan selama proses docking ini dipengaruhi oleh spesifikasi
komputer yang digunakan dan juga ligan yang ditambatkan. Namun hal ini
tidak terlalu mempengaruhi keakuratan hasil yang diperoleh. proses
penambatan molekul menggunakan Autodock Vina dan dapat meningkatkan
akurasi dari prediksi mode ikatan jika dibandingkan dengan Autodock 4. selain
itu, vina dapat mengambil keuntungan dari multiple control processing unit
(CPU) atau CPU core dalam sistem komputer untuk memperpendek waktu
running secara signifikan (Troot & Olson, 2010).
Untuk input dan output-nya, vina menggunakan format file struktur
molekul yang sama dengan Autodock yaitu pdbqt. File pdbqt tersebut dapat
diperoleh dan dilihat menggunakan MGLTools (Autodock tools). Data lain
seperti parameter Autodock dan Autogrid (GPF dan DPF) dan file grid map
tidak dibutuhkan dalam vina, karena vina menghitung grid map-nya sendiri
dengan cepat dan otomatis (Trott & Olson, 2010).
Setelah proses docking selesai, maka akan muncul 2 file baru dalam
folder vina, yaitu ‘log.txt’ dan ‘out.pdbqt’. ‘log.txt’ berisikan nilai afinitas
ikatan dan root mean square deviation (RMSD) dari hasil docking. Sedangkan
‘out.pdbqt’ merupakan konformasi dari ligan-ligan yang telah di docking.
Hasil ini dibuka dengan Autodock Tools dan PoseView untuk melihat posisi
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan orientasi dari ligan pada protein dan juga asam amino – asam amino yang
terikat pada ligan.
4.4 Analisa Hasil dan Visualisasi Penambatan Molekular
Hasil dari penambatan molekul pada penelitian ini meliputi nilai energi
bebas gibbs (ΔGbind) dan root mean square deviation (RMSD), serta interaksi
ligan dengan residu asam amino pada makromolekul enzim. Konformasi
masing-masing ligan diperingkatkan berdasarkan nilai ΔGbind dari yang
terkecil sampai yang terbesar. Nilai ΔGbind yang kecil menunjukkan bahwa
konformasi yang terbentuk adalah stabil, sedangkan nilai ΔGbind yang besar
menunjukkan kurang stabilnya kompleks yang terbentuk.
Dari ligan-ligan yang telah dilakukan proses docking, masing-masing
akan menghasilkan 9 konformasi ligan yang diperingkatkan berdasarkan nilai
ΔGbind terendah. dari ke-9 peringkat konformasi yang dihasilkan, maka
dipilihlah peringkat teratas yang memiliki nilai ΔGbind terendah dengan
RMSD 0, yang merupakan konformasi terbaik dari penambatan masing-
masing ligan. Selain itu, nilai RMSD dikatakan baik jika < 2 angstrom.
Dengan penyimpangan yang semakin besar, semakin besar kesalahan pada
prediksi interaksi ligan dengan protein (Brooijmans, 2009).
Perhitungan nilai energy bebas gibbs autodock vina:
𝚫𝐆𝐛𝐢𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠 = 𝚫𝐆𝐠𝐚𝐮𝐬𝐬 + 𝚫𝐆𝐫𝐞𝐩𝐮𝐥𝐬𝐢𝐨𝐧 + 𝚫𝐆𝐡𝐛𝐨𝐧𝐝 + 𝚫𝐆𝐡𝐲𝐝𝐫𝐨𝐩𝐡𝐨𝐛𝐢𝐜 + 𝚫𝐆𝐭𝐨𝐫𝐬
Nilai akhir scoring function ΔGbind dari sistem Autodock Vina
merupakan energi ikatan yang didapat dari kontribusi sifat sterik berupa
ΔGgauss (istilah dispersi yang berhubungan dengan geometri dan formasi),
ΔGrepulsion (berhubungan dengan pose pada kontak internal yang buruk atau
nilai penalti docking) ΔGhbond (berhubungan dengan ikatan hidrogen),
ΔGhydrophobic (berhubungan dengan interaksi hidrofobik), dan ΔGtors
(berhubungan dengan kemampuan memutar dari ligan) (Trott & Olson, 2010).
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan kerangka struktur dasarnya, senyawa alkaloid imidazol
dikelompokkan menjadi 4 kelompok berbeda. Selain melihat nilai ΔGbind dari
hasil docking, dilihat juga interaksi yang terjadi antara ligan dengan residu –
residu asam amino makromolekul protein. Identifikasi interaksi ini
menggunakan program Autodock Tools dan PoseView untuk melihat interaksi
ligan dengan residu protein. Hasil visualisasi menggunakan Autodock Tools
menunjukkan interaksi ligan-ligan terhadap residual asam amino yang
dikelompokkan ke dalam 5 jenis berdasarkan struktur asam aminonya, yaitu
ionik, polar, aromatik, dan hidrofobik. Hasil visualisasi menggunakan
PoseView menunjukkan interaksi ligan dengan residu proteinnya, seperti
ikatan hidrogen, interaksi π – π dan π – kation, dan interaksi logam.
Visualisasi interaksi ligan dengan residu asam amino dapat dilihat pada
Gambar 4.1, Gambar 4.2, dan Gambar 4.3.
Gambar 4.1 Visualisasi interaksi L-DOPA dengan reseptor enzim tirosinase.
PoseView (kiri) dan Autodock Tools (kanan)
Gambar 4.2 Visualisasi interaksi L-Tirosin dengan reseptor enzim tirosinase.
PoseView (kiri) dan Autodock Tools (kanan)
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4.2 Visualisasi interaksi Naamidine A dengan reseptor enzim
tirosinase. PoseView (kiri) dan Autodock Tools (kanan)
Setiap warna pada gambar, baik itu pada ligan maupun residu protein,
mewakili atom - atom tertentu. Warna – warna tersebut dapat diatur sesuai
keinginan penggunanya. Pada gambar 4.1, gambar 4.2, dan gambar 4.3 yang
diolah dengan Autodock Tools, penulis mengaturnya seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Makna warna pada gambar Autodock Tools
Nama Atom Warna
Karbon Abu - abu (alifatik) , hijau (aromatik)
Hidrogen Putih
Nitrogen Biru
Oksigen Merah
Sulfur Kuning
Cu2+
Kuning emas
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Isonaamine
(a) (b)
Gambar 4.4 (a)Kerangka dasar struktur Isonaamine dan (b) Isonaamine B
Tabel 4.2 Nilai ΔGbind dan Interaksi ligan kelompok Isonaamine dengan residu protein
(autodocktools)
Nama senya
wa
Δgbind
(kkal
/mol)
Kofaktor
CU+2
Residual Asam Amino
Ionik positif Ionik
negatif
Polar Aromatik Hidrofobik
his arg glu asn ser thr phe val ala gly met pro
Isonaa
mine B
-8.3 - his
85
his 244
his
263
- - asn
260
asn 81
- thr
324
- val
283
- - met
280
-
Isonaamine
A
-8 - his 85
his
244
- - asn 81
asn
260
- - - val 283
- - - -
Isonaa
mine C
-7.4 - his
244
his 263
- - asn
81
asn 260
ser
282
- - val
283
- gly
281
met
280
Tabel 4.3 Interaksi ligan kelompok Isonaamine dengan residu asam amino protein
(PoseView)
Nama
Senyawa
Jumlah
Ikatan
Hidrogen
Asam
Amino
yang
berikatan
Gugus Senyawa
yang Berikatan
(ligan-asam
amino)
Interaksi π – π Interaksi
hidrofobik
Isonaamine
B 2
met280
asn260
H-O
H-O -
val283,
his85
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Isonaamine
A 5
asn81
his85
glu256
asn260
his244
O-H
H-O
H-O
H-O
N-H
- his263,
val283
Isonaamine
C 3
asn81
asn260
his244
O-H
H-O
N-H
phe264 val283,
phe264
Dapat dilihat dari tabel data hasil docking, Isonaamine B memiliki
nilai ΔGbind paling baik dibandingkan 2 senyawa lain. Berdasarkan hasil
visualisasi Autodock Tools Isonaamine B berinteraksi dengan asam amino
his85, his244, asn260, asn81, dan thr324, val283 dan met280, sedangkan hasil
visualisasi PoseView berinteraksi dengan berikatan hidrogen dengan asam
amino met280 dan asn260 dan hidrofobik val283 dan his85. Isonaamine C
memiliki nilai ΔGbind lebih rendah, dimana substituen R1 dan R2 yaitu O-
CH3 dibandingkan dengan Isonaamine A yang substituennya O-H, dan secara
visualisasi PoseView substituen O-H lebih baik membentuk ikatan hidrogen
dibandingkan O-CH3.
2. Kealiinine
Gambar 4.5 Kerangka dasar struktur Kealiinine
Tabel 4.4 Nilai ΔGbind dan Interaksi ligan kelompok Kealiinine dengan residu
protein (autodocktools)
Nama senya
wa
Δgbind
(kkal
/mol)
Kofaktor
CU+2
Residual Asam Amino
Ionik positif Ionik
negatif
Polar Aromatik Hidrofobik
his arg glu asn ser thr phe val ala gly met pro
Kealii -7.4 - his arg - - - - phe val - - - -
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
nine A 244
his 263
268 264 248
val 283
Kealii
nine B
-7.4 - his
244
his 263
arg
268
- - - - phe
264
val
283
- - - -
Kealii
nine C
-6.4 - his
244
arg
268
- asn
260
- - phe
264
val
283 val
248
- - - -
Tabel 4.5 Interaksi ligan kelompok Kealiinine dengan residu asam amino protein
(PoseView)
Nama
Senyawa
Jumlah
Ikatan
Hidrogen
Asam
Amino
yang
berikatan
Gugus Senyawa
yang Berikatan
(ligan-asam
amino)
Interaksi π – π Interaksi
hidrofobik
Kealiinine
A - - - phe264
val248,
phe264,
asn260,
his85,
val283,
his244
Kealiinine
B 1 arg268 O-H phe264
phe264,
his85,
val283,
his244
Kealiinine
C - - - phe264
val283,
phe264,
val248
Pada kelompok ini, Kealiinine A dan B memiliki nilai energi bebas
yang sama dengan nilai -7.4 kkal/mol. Pada senyawa kealiinine B terjadi
substitusi R1 substituen atom hidrogen menjadi O-CH3 pada gugus
aromatisnya, namun tidak terjadi penurunan nilai energi bebas gibbsnya
dibandingkan dengan senyawa kealiinine A. Saat terjadinya substitusi pada R1
dan R2 substituen atom hidrogen menjadi O-CH3 pada gugus aromatisnya,
terlihat memberikan nilai yang berbeda secara bermakna yaitu penurunan nilai
energi bebas gibbsnya pada senyawa kealiinine C. Selain berinteraksi secara
hidrofobik salah satu gugus aromatis pada kelompok ini memiliki peran untuk
berinteraksi π – π dengan asam amino phe264. Secara visualisasi baik Autodock
Tools maupun PoseView kealiinine A memiliki interaksi dengan asam amino
lebih banyak dibandingkan dengan kealiinine B.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Naamidine
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.6 (a) Kerangka dasar struktur Naamidine, (b) naamidine F, (c) naamidine C,
(d) naamidine I
Tabel 4.6 Nilai ΔGbind dan Interaksi ligan kelompok Naamidine dengan residu protein
(autodocktools)
Nama
senyawa
Δgbi
nd (kkal
/mol)
Kofak
tor CU+2
Residual Asam Amino
Ionik positif Ionik
negati
f
Polar Aromatik Hidrofobik
his arg glu asn ser thr phe val ala gly met pro
Naamidine A
-8.7 - his 85
his
244 his
263
- - asn81
ser 282
- - val 283
- gly 281
- pro277
Naamidine C
-8.3 - his 244
his
263
- - asn81
ser 282
- phe 264
val 283
ala 286
gly 281
met 280
pro277
Naami
dine B
-8.2 - his
85
his 244
his
263
- - asn
260
- - phe
264
val
283
ala
286
gly
281
- -
Naamidine H
-8.2 - his 61
arg 268
- asn81
ser 282
- phe 264
val 283
ala 286
- - -
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
his
244 his
263
asn
260
Naami
dine F
-8.1 - his
61 his
85
his 244
his
263
- - asn
81 asn
260
ser
282
- - val
283
ala
286
- - -
Naami
dine D
-7.9 - his
244
his 263
- - asn
260
- - phe
264
val
283
ala
286
- - -
Naami
dine G
-7.9 - his
85 his
244
his 263
- - asn
81 asn
260
- - phe
264
val
283
ala
286
- - -
Naami
dine I
-7.9 CU
400
CU 401
his
85
his 244
his
259
arg
268
- asn
81
asn260
- - phe
264
val
248
- - - -
Naami
dine E
-7.8 - his
61
his 85
his
244
his
263
- - asn
81
asn260
ser
282
- - val
283
ala
286
- - -
Tabel 4.7 Interaksi ligan kelompok Naamidine dengan residu asam amino protein
(PoseView)
Nama
Senyawa
Jumlah
Ikatan
Hidrogen
Asam
Amino
yang
berikatan
Gugus Senyawa
yang Berikatan
(ligan-asam
amino)
Interaksi π – π Interaksi
hidrofobik
Naamidine
A
4 met280
ser282
asn81
his85
H-O
O-H
O-H
O-H
- phe264,
val283
Naamidine
C
2 met280
ser282
H-O
O-H
- val283,
ser282,
phe264
Naamidine
H
2 gly281
val283
H-O
O-H
- val283,
phe264
Naamidine
B
1 gly281 H-O - phe264,
val283
Naamidine
F
2 ser282
asn260
O-H
H-O
- val283
Naamidine
G
2 ser282
asn81
O-H
O-H
- val283,
phe264,
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ser282
Naamidine
I
2 his85
glu322
O-H
H-O
- his85,
val283
Naamidine
E
3 ser282
his85
asn260
O-H
H-N
H-O
- val283
Naamidine A memiliki nilai energi bebas gibbs paling tinggi pada
kelompok ini yaitu -8.7 kkal/mol. Secara Visualisasi PoseView, senyawa ini
memiliki ikatan hidrogen paling banyak dibandingkan senyawa lainnya. Pada
senyawa naamidine G substituen R3 yaitu O-CH3, terlihat terjadi penurunan
nilai energi bebas gibbs sebesar -0.8 kkal/mol dibandingkan dengan senyawa
naamine A dimana subtituen R3 yaitu O-H. Substitusi atom hidrogen menjadi
O-H pada R2 terlihat peningkatan nilai energi bebas gibbsnya pada senyawa
naamidine B dibandingkan dengan senyawa naamidine G dimana substituent
R2 yaitu hidrogen. Pada senyawa naamidine H dibandingkan dengan
naamidine A yang substituen R2 dan R3 atom hidrogen disubstitusi menjadi
O-CH3, terlihat terjadi penurunan nilai energi bebas gibbsnya. Naamidine D
dan naamidine G memiliki perbedaan pada substituent R5 dimana pada gugus
imidazolnya atom nitrogen pada naamidine D berikatan dengan atom hidrogen
sedangkan naamidine G berikatan dengan -CH3, namun tidak terjadi
penurunan atau peningkatan energi bebas gibbsnya.
Pada kelompok ini hanya senyawa Naamidine I yang memiliki
interaksi dengan Cu+2
yang merupakan kofaktor dari enzim tirosinase, namun
tidak memiliki perbedaan nilai secara bermakna dibandingkan dengan
senyawa lain. Naamidine E memiliki nilai paling rendah pada kelompok ini,
meskipun secara visualisasi memiliki banyak interaksi dengan residu asam
amino pada enzim.
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Naamine
(a) (b)
Gambar 4.7 (a) Kerangka dasar Struktur Naamine, (b) naamine B
Tabel 4.8 Nilai ΔGbind dan Interaksi ligan kelompok Naamidine dengan residu protein
(autodocktools)
Nama
senyawa
Δgbi
nd (kkal
/mol)
Kofak
tor CU+2
Residual Asam Amino
Ionik positif Ionik
negatif
Polar Aromatik Hidrofobik
his arg glu asn ser thr phe val ala gly met pro
Naami
ne F
-7.7 CU
401
his
85
his 244
his
263
- - asn
260
- - phe
264
val
283
ala
286
gly
281
met
280
-
Naamine A
-7.1 - His 244
his
263
- - asn260
ser 282
- phe 264
val 283
- gly 281
- -
Naami
ne B
-7.1 CU
400
CU 401
his
263
his 85
- - asn
260
- - phe
264
val
283
ala
286
- - -
Naami
ne C
-7 - his
61
his 263
arg
268
- asn
260
- - phe
264
val
283
- - - pro
284
Naami
ne D
-6.8 CU
401
his
61 his
85
his 259
- - asn
81
- - phe
264
val
283
- gly
281
- -
Naami
ne E
-6.8 - his
61 his
244
his 263
arg
268
- asn
260
ser
282
phe
264
val
283
ala
286
- - -
Naami
ne G
-6.7 - - - glu
322
- - - phe
264
val
283
- - - -
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.9 Interaksi ligan kelompok Naamine dengan residu asam amino protein
(PoseView)
Nama
Senyawa
Jumlah
Ikatan
Hidrogen
Asam
Amino
yang
berikatan
Gugus Senyawa
yang Berikatan
(ligan-asam
amino)
Interaksi π – π Interaksi
hidrofobik
Naamine F 2 asn81
gly281
O-H
H-O -
val283,
his85
Naamine A 2 met280
ser282
H-O
O-H -
ser282,
phe264,
val283
Naamine B 1 met280 H-O -
val283,
val248,
phe264
Naamine C 1 asn81 O-H -
his244,
val283,
his85
Naamine D 2 asn81
gly281
O-H
H-O
val283,
his85
Naamine E 1 gly281 H-O - val283
phe264
Naamine G 1 his85 H-O -
val248,
val283,
asn260
Naamine F memiliki nilai paling tinggi pada kelompok ini. Hasil
Visualisasi menunjukkan bahwa senyawa ini memiliki banyak interaksi
dengan asam amino seperti his85, his244, his263, asn260, phe264, val283,
ala286, gly281, dan met280 dan berinteraksi dengan satu kofaktor CU+2.
Senyawa Naamidine A pada gugus aromatis R3 berikatan dengan atom
hidrogen namun ketika disubstitusi atom hidrogen dengan O-CH3 menjadi
senyawa Naamidine F menunjukkan peningkatan nilai ΔGbind.
Naamine D subtituen R2 yaitu O-CH3 dan R4 nya atom hidrogen
terlihat jika terjadi penurunan nilai ΔGbind dibandingkan naamidine A yang
subtituen R2 yaitu O-H dan R4 nya atom hidrogen. Penambahan substituen O-
H pada R1 dan R3, dan –CH3 pada R4 dari senyawa naamine D menjadi
naamine E terlihat tidak terjadinya peningkatan nilai ΔGbind. Naamine C dan
naamine G memiliki perbedaan pada posisi subtituen pada R1 dan R2 dimana
pada Naamine C R1 yaitu O-H dan R2 nya O-CH3, sedangkan naamine G R1
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
O-CH3 dan R2 nya O-H, terdapat perbedaan nilai ΔGbind naamine C lebih
besar dibandingkan naamine G.
Dalam kelompok ini terdapat 3 senyawa yang berinteraksi dengan
Cu+2
namun tidak terlihat perbedaan besar nilai energi bebas gibbs nya dengan
senyawa lainnya yang tidak berinteraksi dengan Cu+2
. Naamidine G nilai
energi bebas paling rendah dan tidak memiliki interaksi dengan asam amino
histidin. Secara visualisasi Autodock Tools naamine G memiliki interaksi
dengan asam amino paling sedikit.
Tabel 4.10 Nilai ΔGbind dan Interaksi kontrol positif dengan residu protein
(autodocktools)
Nama
senyawa
Δgbi
nd (kkal
/mol)
Kofak
tor CU+2
Residual Asam Amino
Ionik positif Ionik
negatif
Polar Aromatik Hidrofobik
his arg glu asn ser thr phe val ala gly met pro
L-
DOPA
-6.1 - his
85
his 244
his
263
- glu
256
asn
260
ser
282
- phe
264
val
283
ala
286
gly
281
met
280
-
L-
Tyrosi
ne
-5.8 - his
244
his 263
- - - - - - val
283
- - met
280
-
Asam
Kojat
-5.5 CU
400
CU 401
his
61
his 85
his
259 his
263
- - - ser
282
- - - - gly
281
- -
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dari keseluruhan kelompok didapatkan bahwa senyawa Naamidine A,
Isonaamine B, Kealiinine A, dan Naamine F memiliki nilai paling baik dari
kelompoknya. Ligan kelompok senyawa naamine memiliki nilai yang paling
rendah sedangkan kelompok naamidine memiliki nilai yang paling baik. Dari
data hasil docking semua kelompok diperoleh nilai ΔGbind senyawa golongan
alkaloid imidazol diantara rentang -6,4 kkal/mol sampai -8,7 kkal/mol.
Senyawa kontrol positif masing-masing menunjukkan nilai ΔGbind L-DOPA
-6,1 kkal/mol, L-Tirosin -5,7 kkal/mol, dan asam kojat -5,5 kkal/mol.
Senyawa golongan alkaloid imidazol menghasilkan nilai ΔGbind yang lebih
baik dibandingkan senyawa pembanding. Hal ini menunjukkan bahwa
senyawa-senyawa golongan alkaloid imidazol dari spons genus Leucetta
memiliki potensi sebagai inhibitor enzim tirosinase.
Asam amino residu ionik memberikan kontribusi terbesar dalam
penentuan nilai ΔGbind, kemudian residu polar, aromatik, hidrofobik, secara
berurutan (Schneider, Baringhaus, & Kubinyi, 2008). Interaksi ionik
merupakan interaksi intermolekular yang memiliki ikatan yang lebih kuat dari
ikatan hidrogen (polar). Dan ikatan hidrogen lebih kuat dari interaksi van der
waals (aromatik dan hidrofobik) (Patrick, 2001).
Secara keseluruhan kelompok dapat disimpulkan ada atau tidaknya
interaksi terhadap kofaktor Cu+2
tidak terlalu berpengaruh secara signifikan
terhadap scoring ΔGbind, dapat dilihat dari ligan yang berikatan dengan
kofaktor 2 Cu+2
tidak memiliki nilai ΔGbind yang berbeda secara signifikan,
hal ini disebabkan karena residu asam amino yang berikatan dengan masing-
masing kofaktor Cu+2
adalah 3 residu histidin sehingga saat ligan telah
berinteraksi dengan residu histidin, dianggap sudah menduduki ruang katalitis
dari enzim. Selain memperhatikan asam amino histidin yang berikatan dengan
Cu+2
, perlu juga untuk memperhatikan asam amino disekitarnya yang
mempengaruhi kekuatan ikatan ligan residu asam amino yang memberikan
kontribusi terhadap scoring dari ΔGbind. Dikatakan bahwa situs aktif dari
enzim tirosinase Agaricus bisporus (2Y9X) meliputi asam amino yaitu
His244, Glu256, Asn260, His279, Met280, Gly281, Ser282, dan Ala286
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Ismaya et al, 2011). Meskipun beberapa ligan berinteraksi dengan residu
asam amino lebih banyak pada enzim tirosinase, namun memiliki nilai scoring
ΔGbind yang lebih rendah dibandingkan ligan lainnya, hal ini kemungkinan
disebabkan karena adanya nilai pinalti (ΔGrepulsion) yang lebih besar
sehingga menghasilkan nilai ΔGbind lebih rendah meskipun memiliki
interaksi dengan residu asam amino lebih banyak.
Salah satu gugus aromatis berperan dalam interaksi secara π – π
dengan asam amino aromatik ataupun hidrofobik. Secara Visualisasi
substituen O-H pada gugus aromatis memiliki peran untuk berikatan lebih
baik dibandingkan dengan substituen O-CH3 baik secara ikatan hidrogen
ataupun interaksi hidrofobiknya dengan residu asam amino.
Perbedaan jarak 2 gugus aromatis yang berjarak 2 atom, dimana satu
gugus aromatis berikatan dengan 1 atom karbon dan yang lain dengan 1 atom
nitrogen pada gugus imidazol yaitu kelompok ligan isonaamine, nilai ΔGbind
lebih besar dibandingkan kelompok ligan naamine dengan 2 gugus aromatis
yang berdekatan dengan jarak 1 atom yang masing-masing berikatan dengan
atom karbon pada imidazol. Adanya gugus amida siklik yang berikatan
dengan gugus imidazol terlihat meningkatkan interaksi dengan asam amino
yaitu terbentuknya ikatan hidrogen pada asam amino dengan atom oksigen
pada amida siklik pada beberapa ligan. Selain itu dapat dilihat dengan nilai
ΔGbind pada kelompok ligan naamidine lebih besar dibandingkan dengan
kelompok ligan naamine.
48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penambatan senyawa-senyawa alkaloid imidazol dari spons genus
Leucetta yaitu, pada enzim tirosinase dengan konformasi terbaiknya
menunjukkan nilai ΔGbind diantara rentang -6,4 kkal/mol sampai -8,7
kkal/mol, dengan senyawa Naamidine A yang memiliki nilai terbaik,
sedangkan L-DOPA dan L-Tirosin sebagai kontrol positif masing-masing
menunjukkan nilai ΔGbind L-DOPA -6,1 kkal/mol, L-Tirosin -5,7 kkal/mol
dan asam kojat -5,5 kkal/mol. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa
golongan alkaloid imidazol dari spons genus Leucetta tersebut memiliki
potensi untuk dijadikan sebagai inhibitor enzim tirosinase
5.2 Saran
1. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan perangkat
lunak lain seperti DOCK, GOLD, FRED, PLANT, LigandScout, MOE,
Hyperchem, dan lain – lain untuk mengetahui perbandingan hasil antara
perangkat lunak tersebut.
2. Hasil penelitian ini menunjukan nilai afinitas dari senyawa-senyawa ligan
terhadap reseptor yang merupakan ramalan aktivitas biologis dari
senyawa ini memalui penambatan molekular. Sehingga perlu dilakukan
uji in vitro dan in vivo untuk mengetahui aktivitas senyawa-senyawa
tersebut.
49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Accelrys Enterprise Platform. 2005. Introduction to the Discovery Studio
Visualizer. San Diego, California, U.S.A: Accelrys Software Inc.
Asadzadeh, Azizeh., Fashsihi, Afshin., Paricherehyaghmaei, and Pourfarzam,
Morteza. 2015. Docking Studies of Some Novel Kojic Acid Derivates as
Possible Tyrosinase Inhibitors. Biomedical & Pharmacological Journal:
Vol. 8, page 535-545.
Barel, André O et al. 2001. Handbook of Cosmetic Science and Technology. New
York: Marcel Dekker, Inc.
Barel, André O et al. 2009. Handbook of Cosmetic Science and Technology Third
Edition. New York: Informa Healthcare USA, Inc.
Blunt, John W., Copp, Brent R., Keyzers, Robert A., Munroa, Murray H. G. and
Prinsepd, Mich`ele R. 2014. Marine Natural Products. The Royal Society
of Chemistry: Nat. Prod. Rep., 2014, 31, 160–258.
Chang, Te-Sheng. 2012. Natural Melanogenesis Inhibitors Acting Through the
Down-Regulation of Tyrosinase Activity. Materials 2012, 5, pages 1661-
1685, ISSN 1996-1944.
Cheung, Florence W. K., Guo, Jia., Ling, Yick-Hin., Che, Chun-Tao., & Wing-
Keung Liu. 2012. Anti-Melanogenic Property of Geoditin A in Murine B16
Melanoma Cells. Marine Drugs 2012, 10, page 465-476.
DBM, Virupakshaiah et al. In Silico Designing of Methicillin Antibiotic Analog
for The Treatment of Staphylococcus aureus. Journal of Advanced
Bioinformatics Applications and Research ISSN 0976-2604.Online ISSN
2278–6007 Vol 5, Issue1, 2014, pp33-36.
DeLano, W. L., & Bromberg, S. 2004. PyMOL User's Guide. San Carlos,
California, U.S.A: DeLano Scientific LLC.
Dewick, Paul M. 2002. Medicinal Natural Products: A Biosynthetic Approach,
second edition. England: John Wiley & Sons, LTD.
Dhabarde et al. 2013. Marine Cosmeceuticals. Universal Journal of Pharmacy
2013, 02 page 20-22.
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gendreau, Isabelle., Angers, Laetitia., Jean, Jessica., and Pouliot, Roxane. 2013.
Pigmented Skin Models: Understand the Mechanisms of Melanocytes.
INTECH. http://dx.doi.org/10.5772/55565.
Google books. Access on 2016, Juli 27. Marine Cosmeceuticals: Trends and
Prospects.
https://books.google.co.id/books?id=kyrOBQAAQBAJ&pg=PA65&lpg=P
A65&dq=marine+sponge+cosmetics&source=bl&ots=xijDHWgRjb&sig=
DuTE2zRUPimrRxKiDhGfStrliMc&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiTr7mr
95LOAhUiKsAKHfJpADQQ6AEIPzAD#v=onepage&q=marine%20spon
ge%20cosmetics&f=false.
Hames, D., & Hooper, N. 2005. Biochemistry 3rd
edition. Leeds, UK: Taylor &
Francis Group.
Hassan W, Edrada RA, Ebel R, Wray R, Berg A. 2004. New Imidazole Alkaloids
from the Indonesian Sponge Leucetta chagosensis. J Nat Prod 67: 817-822
Hassan W, Al-Taweel AM, Proksch P. 2009. Two new imidazole alkaloids from
Leucetta chagosensis sponge. Saudi Pharmaceutical Journal 17: 295-298.
Ismaya, Wangsa T., Rozeboom, Henriette J., Weijn, Amrah., Mes, Jurriaan J.,
Fusetti, Fabrizia., Wichers, Harry J., And Dijkstra, Bauke W. 2011.
Crystal Structure of Agarics Bisporus Mushroom Tyrosinase: Identity Of
Tetramer Subunits and Interaction with Tropolone. American Chemical
Society: Biochemistry 2011, vol. 50, page 5477-5486.
Ismet, Meutia Samira., Soedharma, Dedi., & Effendi Hefni. 2011. Morfologi Dan
Biomassa Sel Spons Aaptos Aaptos dan Petrosia sp. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 3, No. 2, Hal. 153-161.
Kar, Ashutosh. 2007. Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology Second
Edition. New Delhi: New Age International Ltd.
Kaur, Rajbir & Arora, Saroj. 2015. Alkaloids-important therapeutic secondary
metabolites of plant origin. Journal of critical reviews vol. 2, issue 3,
pages 1-8.
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Koopmans, Marieke., Martens, Dirk., and Wijffels, Rene H. 2009. Towards
Commercial Production of Sponge Medicines. Marine Drugs ISSN 1660-
3397.
Lima, Carlyle Ribeiro et al. 2014. Combined Kinetic Studies and Computational
Analysis on Kojic Acid Analogs as Tyrosinase Inhibitors. Molecules, 19,
page 9591-9605; doi:10.3390/molecules19079591
Lipinski, Christopher A., Lombardo, Franco., Dominy, Beryl W., and Feeney,
Paul J. 2001. Experimental and Computational Approaches to Estimate
Solubility and Permeability in Drug Discovery and Development Settings.
Elsevier: Advanced Drug Delivery Reviews 46, page 3-26.
Mukesh, B., & Rakesh, K. 2011. Molecular Docking : A Review. IJRAP.
Murray, Robert K et al. 2009. Biokimia Harper edisi 27. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Mustarichie, Resmi., Levita, Jutti., & Febriani, Dini. 2013. In-Silico Study of
Curcumin, Demethoxycurcumin and Xanthorrizol as Skin Whitening
Agents. Indonesia: World Journal Pharmacy Science 2013; 1(3): 72-80
Atom and Cell Publishers.
Nelson, David L., Cox, Micheal M. 2005. Lehninger: Principles of biochemistry
fourth edition. New York.
O’Boyle, N. M., Banck, M., James, C. A., Morley, C., Vandermeersch, T., &
Hutchison, G. R. 2011. Open Babel: An open chemical toolbox. Journal of
Cheminformatics.
Putra, Masteria Yunovilsa and Jaswir, Irwandi. 2014. The Alkaloids from
Indonesian Marine Sponges. Oceanography: Volume 2. Issue 2
Patrick, G. 2001. Instant Notes in Medicinal Chemistry. Oxford: BIOS Scientific
Publisher.
RCSB. 2016, Februari 22. About the PDB Archive and the RCSB PDB. Retrieved
from Protein Data Bank:
http://www.rcsb.org/pdb/static.do?p=general_information/about_pdb/inde
x.html.
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pubmed. 2016, Juli 27. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1384855.
Reiger, Martin M. 2000 Harry’s Cosmeticology eight edition. Boston. Chemical
Publishing Co. Inc.
Sawant, Ramesh L., Lanke, Prashant D., and Wadekar, Jyoti B. 2013. Tyrosinase
Inhibitory Activity, 3D QSAR, and Molecular Docking Study of 2,5-
Disubstituted-1,3,4-Oxadiazoles. Hindawi Publishing Corporation: Journal
of Chemistry Volume 2013, http://dx.doi.org/10.1155/2013/849782.
Slominski, Andrzej., Tobin, Desmond J., Shibahara, Shigeki., & Wortsman,
Jacobo. 2004. Melanin Pigmentation in Mammalian Skin and Its
Hormonal Regulation. American Physiological Society.
Siswandono, 2008. Kimia Medisinal edisi 2 cetakan 2 jilid 1. Surabaya: Airlangga
University Press.
Stierand, Katrin and Gastreich, Marcus. 2011. PoseView: 2D Sketches of Protein-
Ligand Complexes User Reference. BioSolveIT GmbH, St. Augustin,
Germany.
Stierand, Katrin and Rarey, Matthias. 2010. Drawing the PDB: Protein-Ligand
Complexes in Two Dimensions. American Chemical Society Medicinal
Chemistry Letters,Vol. 1, No. 9, pp. 540-545.
Sullivan, J.D., Giles, R.L., & Looper, R.E. 2009. 2-Aminoimidazoles from
Leucetta Sponges: Synthesis and Biology of an Important Pharmacophore.
Utah: Bentham Science Publishers Ltd.
Swatschek, Dieter., Schatton, Wolfgang., Kellermann, Josef., Mu¨ller, Werner
E.G., & Kreuter, Jo¨rg. 2002. Marine sponge collagen: isolation,
characterization and effects on the skin parameters surface-pH, moisture
and sebum. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 53 page
107–113.
Trott, O., & Olson, A. J. 2010. Autodock Vina: Improving the speed and accuracy
of docking with a new scoring function, efficient optimization and
multithreading. National Institute of Health.
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Willenz, philippe et al. 2015. Intergrative Taxonomy of Calcareous Sponge
(subclass Calcenia) from the Peruvian coast: Morphology, Molecules, and
Biogeography. Zoological journal of the Linnean Society.
Woolley, Jack G. 2001. Encyclopedia of life sciences: Plant Alkaloids. Leicester,
UK: Nature Publishing Group.
Yanuar, Arry. 2012. Penambatan molekular: Praktek dan Aplikasi Virtual
Screening. Depok: Fakultas Farmasi UI.
LAMPIRAN
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur penelitian
Penyiapan struktur
enzim tirosinase
dari Protein Data
Bank
(http://www.rcsb.o
rg/pdb/).
Penyiapan struktur asam
kojat dan asam askorbat,
dengan mengunduh
struktur dari PubChem
(http://PubChem.ncbi.nlm
.nih.gov)
Penyiapan struktur
ligan imidazol
alkaloid dari spons
Leucetta, dibuat
menggunakan
MarvinSketch
File struktur enzim
tirosinase: 3NQ1.pdb File struktur ligan.sdf
Pemisahan dari pelarut
dan ligan atau residu non
standar dengan Discovery
Studio 4.0 Visualizer.
Pengkonversian
format dengan
Open Babel
Output file struktur enzim
tirosinase 3NQ1.pdb Output file ligan.pdb
Pengoptimasian dengan
Autodock Tools yang meliputi :
penambahan atom hidrogen dan
pengaturan grid box parameter.
Pengoptimasian dengan
Autodock Tools, yaitu
pengaturan number of active
torsion
Output file 3NQ1.pdbqt Output file ligan.pdbqt
Penambatan Molekul dengan Autodock Vina
Analisis dan Visualisasi Penambatan Molekul dengan program AutoDock
Tools dan PoseView
Output:
1. Pose : Posisi & Orientasi ligan terhadap asam amino dan protein
2. ΔGbind
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Prosedur Kerja Molecular Docking dengan Autodock Vina
2.1.Penyiapan Protein
2.1.1. Pengunduhan makromolekul Enzim Tirosinase dari Bank Data Protein
dengan situs http://www.rcsb.org/pdb/. Identitas molekul tersebut yaitu
2Y9X. Data makromolekul diunduh dalam format .pdb.
2.1.2. Pemisahan makromolekul protein dari pelarut dan ligan atau residu non
standar dengan discovery studio. Disimpan dalam format .pdb
Pilih ‘Scripts Selection Select water molecule’ kemudian delete.
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pilih ‘Scripts Selection Select ligands’ kemudian delete.
2.1.3. Pengoptimasian dengan Autodock Tools. Optimasi tersebut meliputi :
a) Penambahan atom hidrogen
Pilih ‘ Read Molecule’, pilih makromolekul yang akan digunakan.
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pilih ‘Edit Hydrogens add’
Diatur sesuai konfigurasi diatas, kemudian klik ‘Ok’
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b) Pengaturan grid box parameter.
Pilih ‘Grid Macromolecule Choose
2PRG Select Molecule’
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Save as ‘2PRG.pdbqt’
Pilih grid grid box
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Diatur parameter grid box sesuai pada gambar, kemudian pilih ‘File close
saving current’.
2.2. Pembuatan dan perolehan ligan
2.2.1. Pembuatan ligan uji
Pembuatan stuktur
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pilih ‘StructureClean 3D Cleansing Method fine with Hydrogenize’
Pilih ‘Structure Clean 3D Clean in 3D’
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Save as ‘ligan.mol2’
2.2.2. Ligan pembanding
a) Pengunduhan struktur ligan dari situs
http://PubChem.ncbi.nlm.nih.gov dengan format .sdf. dipilih
struktur 3D.
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b) Format ligan-ligan tersebut dirubah menjadi .pdb dengan
menggunakan Open Babel.
Pada ‘input format’ pilih ‘…’ kemudian dipilih ligan yang akan digunakan
Pada ‘output format’, pilih ‘…’ kemudian pilih destinasi tempat menyimpan.
Pastikan format dalam bentuk .pdb.
Klik ‘Convert’
2.2.3. Pengoptimasian ligan
Struktur ligan yang telah dibuat dioptimasi dengan Autodock Tools.
Pilih ‘Ligand Input Open pilih ligan yang akan dipakai Open’
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Akan muncul peringatan seperti pada gambar, klik ‘Ok’
Pilih ‘Ligand Output Save as PDBQT Save’
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.Penambatan Molekul dengan Autodock Vina
1. Ligan dan protein yang telah tersimpan dalam format .pdbqt dicopy ke
dalam folder Vina.
File – file yang harus ada di folder vina : 2PRG.pdbqt; conf.txt; ligan.pdbqt;
vina.exe; vina_licence.rtf; vina_split.exe
2. Kemudian config file vina diketik pada notepad, disimpan dengan nama
conf.
Config file disesuaikan dengan pengaturan grid box sebelumnya.
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Vina dijalankan melalui Command prompt.
Ketik perintah ‘F: (Enter) cd vina (Enter) vina --config conf.txt --log
log.txt’ tekan ‘Enter’
2.4.Analisis dan visualisasi
1. Hasil kalkulasi docking dilihat pada output dalam format notepad.
File yang berada dalam folder vina setelah proses docking, muncul 2 folder baru :
log.txt dan out.pdbqt
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
File ‘log.txt’ bila dibuka dengan notepad
2. Kemudian dilihat posisi dan orientasi ligan tesebut pada
makromolekul, serta asam – asam amino yang terikat pada ligan
dengan perangkat lunak autodocktools dan poseView
a) Melihat interaksi ligan menggunakan autodocktools
Pilih ‘Analyze Docking Open Autodock vina result’, kemudian pilih
‘out.pdbqt’ dalam folder vina, klik ‘open single molecule with multiple
conformation Ok’
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pilih ‘Analyze Macromolecule Open’, kemudian pilih ‘2PRG.pdbqt’ dalam
folder vina, klik ‘Open’
Pilih ‘Analyze Docking Show interactions’
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Atur tampilan sesuai keinginan, klik ‘save image’
b) Melihat interaksi ligan menggunakan PoseView
Output file ligan hasil docking diubah menjadi bentuk .mol2 dan
makromolekul protein diubah menjadi dalam bentuk .pdb.
Pada ‘input format’ pilih ‘…’ kemudian dipilih ligan yang akan digunakan
Pada ‘output format’, pilih ‘…’ kemudian pilih destinasi tempat menyimpan.
Klik ‘Convert’
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pilih ‘File open files Ligand and Protein File’
Interaksi Ligan dan Makromolekul Protein
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Data hasil docking Autodock Vina dan Visualisasinya
1. L-DOPA
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
2. L-Tyrosine
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
3. Asam Kojat
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Naamidine A
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
5. Naamidine C
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
6. Isonaamine B
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
73
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Naamidine B
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
8. Naamidine H
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
9. Naamidine F
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
74
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Isonaamine A
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
11. Naamidine D
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
-------------------------------
12. Naamidine G
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
75
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13. Naamidine I
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
14. Naamidine E
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
15. Naamine F
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
76
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16. Isonaamine C
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
17. Kealiinine A
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
18. Kealiinine B
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19. Naamine A
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
20. Naamine B
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
21. Naamine C
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
----------------
78
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22. Naamine D
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
23. Naamine E
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
24. Naamine G
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
79
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25. Kealiinine C
PoseView Autodock Tools Nilai RMSD
Garis putus-putus hitam
ligan ke protein:
menunjukkan ikatan
hidrogen dan interaksi
logam
Residu hijau asam amino:
menunjukkan interaksi
hidrofobik terhadap ligan
Segment berbentuk
kurva(spline) yang
menunjukkan area kontak
hidrofobik dari ligan
Garis putus-putus hijau
menunjukkan interaksi
phi dan phi atau phi dan
kation