universitas indonesia gerakan tarbiyah 1980-2010: respon ormas
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
GERAKAN TARBIYAH 1980-2010: RESPON ORMAS ISLAM TERHADAP GERAKAN
ISLAM TRANSNASIONAL
DISERTASI
ABDURAKHMAN 0706221962
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK AGUSTUS, 2013
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
UNIVERSITAS INDONESIA
GERAKAN TARBIYAH 1980-2010: RESPON ORMAS ISLAM TERHADAP GERAKAN
ISLAM TRANSNASIONAL
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Ilmu Sejarah
ABDURAKHMAN 0706221962
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK AGUSTUS, 2013
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
iii
UNIVERSITAS INDONESIA
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi/Tesis/Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik
yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : ABDURAKHMAN
NPM : 0706221962
Tanda Tangan :
Tanggal : Depok, 19 Agustus 2013
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
iv
UNIVERSITAS INDONESIA
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
v
UNIVERSITAS INDONESIA
KATA PENGANTAR
Subhanallah, Alhamdulillah, Astaghfirullah alazhim. Mahasuci Allah,
Segala Puji bagi Allah dan Hamba memohon ampunan-Mu ya Allah. Engkau
mengajarkan kepada hambamu adab menyambut sebuah keberhasilan, jika
penyelesaian disertasi ini sebuah keberhasilan, maka selayaknya hamba mengucap
tasbih, tahmid dan istighfar. Nikmat Mu kepada hamba Mu tak akan mampu
hamba menghitungnya. Keinginan untuk mewujudkan disertasi ini akhirnya
tercapai setelah ada kasih sayang Allah dan kerja keras yang didukung oleh
banyak pihak. Dengan rahmat-Mu akhirnya semua kesulitan terlewati. Terima
kasih tak terhingga hamba ucapkan hanya untuk MU.
Disertasi ini membahas dinamika Gerakan Tarbiyah di Indonesai era
1980-2010: Respon Islam terhadap Gerakan Islam Transnasional. Perkembangan
Gerakan Tarbiyah yang berawal dari gerakan dakwah kampus di akhir tahun
1970an sampai dengan awal 1980an yang kemudian mengembangkan sayap
politiknya pasca runtuhnya orde baru, memunculkan reaksi dari ormas-ormas
Islam, khususnya Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Gerakan Tarbiyah yang
mengadopsi pemikiran Ikhwanul Muslimin dalam perkembangannya para
intelektual mampu membaca pemikiran transnasional dengan pengetahuan lokal
yang dimiliki. Artinya Gerakan Tarbiyah dalam perkembangannya mampu
menyesuaikan pemikiran dan aktivitasnya dengan realitas sosial yang terjadi di
masyarakat Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai penyusunan disertasi ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan disertasi ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih
yang tulus dari hati saya yang terdalam. Saya tidak bisa menyebutkan semuanya
dalam pengantar disertasi ini. Sebagai dosen saya dituntut untuk meningkatkan
kualitas diri, baik akademis maupun non akademis. Oleh karena itu pertama-tama
saya mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Universitas Indonesia, sejak
masa Rektor Bapak Prof. Dr. Gumilar Roesliwa Somantri, yang sering penulis
ganggu dengan sms ketika beasiswa belum turun, dan Rektor Bapak Mohammad
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
vi
UNIVERSITAS INDONESIA
Anis. Kemudian pimpinan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Bapak Prof. Dr.
Bambang Wibawarta, yang selalu menanyakan kapan kamu ujian Man. Saya
mengucapkan terima kasih atas segala dukungannya sehingga proses pendidikan
saya berjalan lancar. Saya juga menyampaikan terima kasih kepada Dirjen Dikti
Kemendikbu RI, khususnya Direktorat Pendidikan dan Tenaga Pendidik yang
telah membatu membiayai perkuliahan selama enam semester dengan beasiswa
BPPS.
Kepada Bapak Dr. Priyanto Wibowo, Mas Pri, selaku Ketua Departemen
Sejarah, terima kasih Mas atas semangatnya, selalu mengingatkan untuk segera
menyelesaikan tulisan disertasinya. Terima kasih juga kepada Ibu Dr. Linda
Sunarti selaku Koordinator Program Studi Sejarah, yang sering mengingatkan
saya agar terus mengerjakan disertasinya dan juga atas ijinnya menggunakan
fasilitas Program studi untuk menyelesaikan disertasi. Terima kasih juga kepada
Bapak Dr. Bondan Kanumoyoso selaku Sekretaris Departemen Sejarah dan tidak
lupa kepada Dr. Untung Yuwono, yang selalu memafasilitasi kebutuhan-
kebutuhan akademik penulis.
Terima kasih sebesar-besarnya saya sampaikan kepada Mas Is, sebutan
untuk Bapak Dr. Moh. Iskandar, yang telah menjadi promotor saya. Terima kasih
untuk waktu, arahan, saran, kritik dan kesabarannya selama proses penelitian dan
penulisan disertasi ini, sehingga saya lebih memahami arah penelitian saya.
Mohon maaf Mas bila saya suka mengecewakan Mas Is dalam proses bimbingan.
Juga kepada Bapak Dr. Anhar Gongong, saya berterima kasih atas kesediaanya
menjadi Kopromotor. Mata kuliah Sejarah Pemikiran Islam yang beliau
limpahkan kepada saya membuat saya konsisten menulis tentang pemikiran Islam
dari S1 hingga S3. Terima kasih atas segala saran, arahan dan bimbingannya dan
mengganggu waktu istirahatnya. Mohon maaf pak bila dalam proses bimbingan
saya mengecewakan Bapak.
Kepada para penguji, Prof. Dr. Susanto Zuhdi, saya mengucapkan terima
kasih atas kesediaan Bapak membaca disertasi saya dengan teliti, saran dan
kritikannya membuat disertasi saya lebih berisi. Terima kasih saya sampaikan
kepada Dr. Saiful Umam, pertanyaan-pertanyaan Bapak yang kritis membuat
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
vii
UNIVERSITAS INDONESIA
saya harus menguatkan kembali jawaban dari pertanyaan penelitian saya dan
mengingatkan saya lebih cermat dalam mengutip dan juga sarannya untuk
memperkuat sumber-sumber dari NU. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Bapak Dr. Yon Machmudi, yang mengkritisi penggunaan-penggunaan
diksi yang kurang tepat dan sarannya untuk memasukan sayap politik Gerakan
Tarbiyah dalam bahasan disertasi saya.
Saya pun mengucapkan terima kasih kepada semua dosen Program
Pascasarjana FIB-UI, Prof. Dr. R.Z. Leirissa (alm), Prof. Dr. Benny Hoed, Prof.
Dr. Melani Budianta, Prof. Dr. Nurhadi Magetsari, Dr. Akhyar Yusuf Lubis,
Dr. Haryatmko, dan Tommy Christomy, Ph.D. Beliau semua telah memberi saya
pengetahuan Ilmu Humaniora. Terima kasih juga untuk teman seangkatan yang
tidak bisa disebut namanya semua, diantaranya Mba Linda, Mba Tuti, Mba
Farida, Bu Ros, Mas Syukur, Kang Gumilar, Bu Bernada dan lain-lain, terima
kasih telah menjadi teman berbagai suka dan duka.
Terima kasih juga kepada berbagai lembaga dan stafnya yang telah
membantu saya dalam mendapatkan data-data yang saya butuhkan. Di antaranya
kepada Bu Lucky kepala perpustakaan UI, penulis seringkali terlambat
mengembalikan buku, Perpustakaan LIPI, Perpustakaan PP Muhammadiyah
Yogyakarta, Perpustakaan PB NU di Jalan Kramat. Ucapan terima kasih juga
penulis ucapakan kepada mereka yang bersedia menjadi nara sumber, diantaranya
Ustadz Wazir Nuri S.Ag. yang telah banyak membantu penulis dengan informasi
tentang kemuhammadiyahan dan dinamikanya dalam mensikapi perkembangan
Gerakan Tarbiyah. Berikutnya Ustadz Farhan AR Fakhrudin yang telah banyak
membantu penulis dengan informasi tentang kemuhammadiyahan dan pinjaman
majalah Suara Muhammadiyah, penulis tidak peroleh di Perpustakaan Nasional
maupun perpustkaan PP Muhammadiyah Yogyakarta. Terima kasih juga kepada
Ustadz Ali Fikri Fiyar MA yang telah banyak membantu penulis dengan
informasi tentang Gerakan Tarbiyah tentang pemikirannya dan juga tentang
alumni-alumni Timur Tengah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
Ustadz Hilman Roshad Shihab yang telah banyak membantu penulis dengan
informasi tentang Gerakan Tarbiyah kontemporer. Ustadz Mashadi yang termasuk
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
viii
UNIVERSITAS INDONESIA
tokoh awal Gerakan Tarbiyah, aktivis DDII, aktivis PII dan juga sekretaris pribadi
tokoh besar Masyumi (Pak Roem dan Pak Natsir) sehingga penulis bisa cross
check informasi tentang lembaga-lembaga tersebut. Ustadz Abdullah Muaz,
aktivis tarbiyah dari kalangan NU dan Ustadz Dwi Fahrial aktivis tarbiyah dari
kalangan Muhammadiyah. Ustadz Burhan yang telah banyak membantu penulis
dengan informasi tentang NU. Serta para aktivis tarbiyah yang mau berdiskusi
dan berdialog memberikan informasi tentang tarbiyah.
Terma kasih juga kepada teman-teman pengajar di Program Studi Sejarah,
(alm) Mba Melly, Mba Dien, Mba Ita, Mba Titi, Mba Ii, Mba Ery, Mba Tini, Mas
Iman, Mas Kas, Mas Wasith, Mas Yudha, Mas Didik, terima kasih atas
semangatnya. Terima kasih khusus untuk Bu Lili, Bu Nana, Bu Rini, Pak Saleh
dan Pak Harto, yang senantiasa mengingatkan penulis. Bu Lili yang setiap hari
menanyakan sampai mana tulisannya dan Pak Saleh yang selalu menyentil dengan
kata “Man jangan jadi spesialis paranim”.
Rasa terima kasih juga kepada kedua orang tua, Mama dan Mimi yang
selalu menanyakan kapan selesaianya ketika penulis meminta doa setiap tahapan
ujian. Juga kedua Mertua (alm) Abah dan (almh) Ibu, semoga Allah
menempatkannya di tempat terbaik di Surga-Nya, Amin. Kepada keluarga besar
H. Muhammad dan Hj. Munirah, Uwa, Paman dan Bibi. Adik-adik dan ipar-ipar
dan semua keponakan tersayang yang tak pernah putus mendoakan kakak dan
uwanya agar cepat menyelesaikan studinya. Semoga Allah membalas semua
kebaikan dengan berkah dan rahmatnya yang melimpah. Amin.
Penelitian ini akan semakin berarti dan berwujud menjadi disertasi karena
adanya keluarga besar yang tinggal di rumah jalan ketapang 39, Istriku tersaya Hj.
Maemunah, S.Si. Semangatmu untuk selalu mengingatkan ku, kadang
membuatku malu belum menyelesaikan disertasi ini. Ia selalu menanyakan kapan
ketemu Mas Is dan Pak Anhar. Terima kasih Ummi dan maaf untuk segala
kesalahan diantara kita sepanjang 18 kita bersama. Kepada anak-anaku Teh Ida,
Teh Opi, A Uiz, Teh Mimah, Teh Rahmah da Dede Ra’yi, engkau adalah
penyemangat ku, kadang menjadi pelampiasan kepenatan juga kadang menjadi
penghibur, maafkan Abi nak. Semoga keberhasilan Abi ini menjadi penyemangat
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
ix
UNIVERSITAS INDONESIA
kalian untuk lebih baik dari Abi. Amin, semoga Allah memberkahi kalian dengan
Iman dan Ilmu yang bermanfaat.
Penulis berharap semoga Allah, Tuhan Semesta Alam berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Amin.
Pada akhirnya semua tanggung jawab disertasi ini terletak pada diri saya
pribadi. Mohon maaf bila terdapat kekurangan dan kekeliruan atau pun kesalahan.
Semoga ini menjadi awal bagi penelitian-penelitian saya selanjutnya dan menjadi
inspirasi bagi peminat pemikiran Islam kontemporer. Semoga disertasi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan bagi orang yang membutuhkan.
Depok, 19 Agustus 2013
ABDURAKHMAN
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xi
UNIVERSITAS INDONESIA
ABSTRAK
Nama : ABDURAKHMAN Program Studi : ILMU SEJARAH Judul : GERAKAN TARBIYAH 1980-2010: RESPON
ORMAS ISLAM TERHADAP GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL
Disertasi ini membahas tentang dinamika Gerakan Tarbiyah pada era 1980
hingga 2010: Respon Ormas Islam terhadap Gerakan Islam Transnasional. Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Penelitian ini merupakan hasil penelitian kualitatif dengan membahas pengaruh pemikiran Ikhwanul Muslimin terhadap Gerakan Tarbiyah. Gerakan Tarbiyah tumbuh dan berkembang dari gerakan dakwah kampus yang awalnya digagas oleh DDII melalui Bina Masjid Kampus yang kemudian dikembangkan oleh Imaduddin melalui program LMD. Masuknya pemikiran tarbiyah yang dibawa oleh Hilmi Aminuddin membuat GDK bertransformasi menjadi Gerakan Tarbiyah. Keberhasilan Gerakan Tarbiyah mengembangkan pengaruhnya memunculkan respon dari Ormas Islam, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Kekhawatiran ini semakin memuncak ketika Gerakan Tarbiyah beraktivitas melalui sayap politiknya. Aktivitas dakwah dan politik yang dilakukan sayap politik Gerakan Tarbiyah dan Sayap Dakwah Partai Keadilan Sejahtera membuat Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama merasa tergerus otoritasnya. Kekhawatiran yang dimunculkan oleh Muhammadiyah dan NU direspon Gerakan Tarbiyah dengan melakukan proses penyesuaian atau proses internalisasi organisasi dengan realita sosial yang terjadi di Indonesia. Dampaknya pemikiran IM yang diadopsi oleh Gerakan Tarbiyah tidak sepenuhnya mempengaruhi gerak langkah Gerakan Tarbiyah karena Gerakan Tarbiyah mampu melakukan proses internalisasi dengan baik, hal ini terlihat dari respon kalangan intelektual Gerakan Tarbiyah terhadap realita sosial yang berkembang di Masyarakat, perubahan-perubahan yang mereka lakukan pada manhaj mereka yang terimplementasi dalam aktivitas sayap politiknya, PKS. Kata kunci: Gerakan Tarbiyah, PKS, Muhammadiyah, NU, Ikhwanul Muslimin
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xii
UNIVERSITAS INDONESIA
ABSTRACT
Name : ABDURAKHMAN Study Program : HISTORICAL SCIENCE Title : TARBIYAH MOVEMENT 1980-2010:
RESPONSES OF ISLAMIC ORGANIZATIONS AGAINST ISLAMIC TRANSNATIONAL MOVEMENT
The focus of this paper is discusses the dynamics of Tarbiyah Movement
in the 1980s to 2010: Responses Islamic organizations against Transnational Islamic Movement. This study uses historical method. This study is a qualitative research by discussing the influence of the Muslim Brotherhood Movement thoughts Tarbiyah. Tarbiyah movement grows and develops from campus missionary movement that was initially in the idea by DDII via Bina Mosque Campus which was later developed by Imadudin through LMD program. The entry of tarbiyah thought brought by Hilmi Aminuddin make GDK transformed into Tarbiyah Movement. Influence the success of developing Tarbiyah Movement elicits a response from Islamic organizations, Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama. This concern is further culminated when the Tarbiyah Movement activity through its political wing. Da'wah and political activity conducted political wing of Da'wah Movement Tarbiyah and the Prosperous Justice Party wing makes Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama felt undermined his authority. Concern were raised by Muhammadiyah and NU Tarbiyah Movement responded by making adjustments to the process or the process of internalizing the reality of social organization in Indonesia. The impact of thought adopted by IM Tarbiyah movement is not entirely affect the actions taken Tarbiyah Movement because Tarbiyah Movement capable of performing well internalization process, it is seen from the response of the Tarbiyah Movement intellectuals evolving social realities in society, the changes they did on the manhaj they are implemented in the activity of its political wing, the Prosperous Justice Party (PKS).
Keywords: Tarbiyah Movement, PKS, Muhammadiyah, NU, Muslim Brotherhood (Ikhwanul Muslimin)
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xiii
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR ISI
Halaman Judul i
Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme ii
Halaman Pernyataan Orisinalitas iii Halaman Pengesahan iv Kata Pengantar v Lembar Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah x Abstrak xi Abtract xii Daftar Isi xiii Daftar Singkatan xv Daftar Istilah xvii Daftar Tabel xx BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 25
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 26
1.3.1. Tujuan Penelitian . 26
1.3.2. Manfaat Penelitian 26
1.4. Ruang Lingkup 27
1.5. Penelitian Karya-karya Terdahulu 28
1.6. Kerangka Teori dan Metodologi 33
1.7. Sumber Data 40
1.8. Sistematika Penulisan 41
BAB II AKAR-AKAR GERAKAN TARBIYAH 43
2.1. Sejarah Pembentukan Ikhwanul Muslimin 43
2.1.1. Kelahiran Ikhwanul Muslimin 44
2.2. Strategi Pencapaian Tujuan Ikhwanul Muslimun 51
2.3. Karakteristik Ikhwanul Muslimin 55
2.3.1. Karakteristik Pemikiran (Fikrah) Ikhwanul Muslimin 55
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xiv
UNIVERSITAS INDONESIA
2.3.2. Karakteristik Dakwah IM 57
2.4. Pandangan dan Gagasan Ikhwanul Muslimin 60
2.4.1. Tidak Mengkafirkan Seorang Muslim yang Mengikrarkan Syahadat 60
2.4.2. Membedakan antara Jihad dan Terorisme 62
2.4.3. Ikhwanul Muslimin, Demokrasi dan HAM 63
2.5. Ikhwan dan Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Mesir 69
2.6. Kebijakan Orde Baru terhadap Umat Islam 71
2.6.1. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sebagai Katalisator Dakwah
Kampus
73
2.6.2. Arus Gerakan Pemikiran Baru 79
2.6.3. Gerakan Dakwah Kampus sebagai alternatif aktivitas Mahasiswa 85
BAB III GERAKAN TARBIYAH ` 92
3.1. Kelahiran Gerakan Tarbiyah 92
3.2. Dari Jaringan Lokal ke Jaringan Transnasional 104
3.3. Karakteristik Kaderisasi Gerakan Tarbiyah 118
3.4. Peserta Tarbiyah 127
3.5. Sarana dan Prasarana Tarbiyah 136
3.6. Membangun Sayap Politik 141
BAB IV RESPON ORGANISASI DAKWAH TERHADAP GERAKAN TARBIYAH
150
4.1. Muhammadiyah 150
4.2. Nahdlatul Ulama 181
BAB V KESIMPULAN 206
DAFTAR PUSTAKA 215
LAMPIRAN 223
DAFTAR INDEKS 316
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xv
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR SINGKATAN
ADK : Aktivis Dakwah Kampus
ARH : Arif Rahman Hakim
ASWAJA : Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
BKK : Badan Kordinasi Kampus
DDII : Dewan Dakwah Islam Indonesia
GDK : Gerakan Dakwah Kampus
GMNI : Gerakan Mahasiswa Nasional Indoensia
Golkar : Golongan Karya
HMI : Himpunan Mahasiswa Islam
HTI : Hizbut Tahrir Indonesia
IM : Ikhwanul Muslimin
IPB : Institut Pertanian Bogor
ITB : Institut Teknologi Bandung
JSIT : Jaringan Sekolah Islam Terpadu
LDK : Lembaga Dakwah Kampus
LIPIA : Lembaga Ilmu Pendidikan Islam dan Bahasa Arab
LMD : Latihan Mujahid Dakwah
Masyumi : Masjelis Syuro Muslimin Indonesia
MMI : Majelis Mujahidin Indonesia
NDI : Nilai Dasar Islam
NF : Nurul Fikri
NKK : Normalisasi Kegiatan Kampus
NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia
NU : Nahdlatul Ulama
PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini
PDI : Partai Demokrasi Indonesia
PII : Pemuda Islam Indonesia
PK(S) : Partai Keadilan (Sejahtera)
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xvi
UNIVERSITAS INDONESIA
PMII : Perhimpunan Mahasiswa Islam Indonesia
PMKRI : Perhimpunan Mahasiswa Kristen Republik Indonesia
PPP : Partai Persatuan Pembangunan
PRRI/ Permesta : Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Rakyat Semesta
RMI NU : RabithathAl Ma’ahid Al Islamiyah Nahdlatul Ulama
SDIT : Sekolah Dasar Islam Terpadu
SIDIK : Studi Informasi Dunia Islam Kontemporer
SKPP : Surat Keputusan Pimpinan Pusat
SMAIT : Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu
SMPIT : Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu
TKIT : Taman Kanak-kanak Islam Terpadu
UI : Universitas Indonesia
UNHAS : Universitas Hasanudin
USU : Universitas Sumatera Utara
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xvii
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR ISTILAH
‘amal : Amal/ aktivitas
Ahlussunnah Waljamaah : Suatu faham Islam yang mendudukan Al Quran dan Sunnah, Salaf al-salihun dan Ijma Ulama sebagai pedoman
Aqidah : Kepercayaan/ persembahan kepada Tuhan
At tarbiyah madal hayah : Pendidikan sepanjang hidup
Bid’ah : Mengerjakan sesuatu yang tidak dicontohkan nabi atau disalahkan nabi.
Daurah : Daurah merupakan aktivitas mengumpulkan sejumlah kader dalam jumlah yang relatif banyak disuatu tempat untuk mendengarkan ceramah, kajian, penelitian, dan pelatihan tentang suatu masalah dengan mengangkat tema tertentu
Fahm : Pemahaman
Fikrah : Pemikiran
Halaqoh : Pola pembinaan/ Diskusi
Harishun ala waqtihi : Mampu memanfaatkan waktu
Hayatun Thayyibah : Hidup/ kehidupan yang baik
Iffah : Terpuji
Ikhlas : keikhlasan
Irsyad al mujtama : Bimbingan Sosial
Katibah : Kataba berasal dari bahasa arab memiliki arti menggabungkan sesuatu kepada yang lain. DalamIM katibah adalah pertemuan gabungan Usrah dalam melakukan suatu kajian ruhani
Liqo : Pertemuan/ pola pembinaan
Ma’rifatul Insan : Mengenal Manusia
Ma’rifatul Islam : Mengenal Islam
Ma’rifatullah : Mengenal Allah
Matinul Khuluq : Akhlaq yang kokoh
Mujahidun linafsihi : Bersungguh-sungguh mengurus dirinya
Mukhayam/ Mu’asykar : Merupakan salah satu perangkat tarbiyah yang digunakanIM untuk meningkatkan kualitas fisik dan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xviii
UNIVERSITAS INDONESIA
ruhiyah anggotanya.
Munazhzham fi syu’unihi : Mampu menata permasalahan
Mutsaqoful Fikr : Wawasan yang luas
Nadwah : sebuah pertemuan yang menghimpun sejumlah pakar dan para spesialis untuk mengkaji suatu tema ilmiah dimana setiap mereka memberikan pendapatnya dengan argumentasi dan bukti-bukti.
Nafiun lighairihi : Bermanfaat bagi orang lain
Najahud Dakwah : Kesuksesan Dakwah
Qadirun ‘alal Kasbi : Mampu memenuhi kebutuhan sendiri
Qowiyul Jismi : Badan yang kuat
Rasmul Bayan : Materi yang dijelaskan dengan alur
Rihlah : merupakan salah satu perangkat tarbiyah pelengkap dari berbagai perangkat yang digunakanIM untuk mentarbiyah anggotanya. Biasanya terkait dengan masalah olah raga
Salimul Aqidah : Aqidah yang lurus
Shahihul Ibadah : Ibadah yang benar
Ta’lim : Belajar
Tadhhiyah : Pengorbanan
Tajarrud : Totalitas
Taqwim : Keselarasan/ Pembentukan
Tarbiyah : Pendidikan
Tarbiyah Islamiyah : proses penyiapan manusia yang shalih, agar tercipta suatu keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan dan tindakan secara keseluruhan
Tauhid : Faham tentang keesaan
Tazkiyatun Nafs : Mensucikan Jiwa
Tha’at : Kepatuhan
Tsabat : Keteguhan hati
Tsiqoh : Terpercaya
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xix
UNIVERSITAS INDONESIA
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
xx
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Sesi Tatap Muka Perjenjang Tarbiyah 133 Tabel 2. Pembagian Target Pencapaian Materi Berdasarkan Sarana Tarbiyah
135
Tabel 3. Daftar Perda Syariat Islam di Jawa Barat 194
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pasca runtuhya pemerintah Orde Baru (Orba) di bawah kepemimpinan
Presiden Soeharto (selanjutnya disebut Soeharto), beberapa kelompok muslimin
muncul ke permukaan, seperti NII-KW9, termasuk beberapa organisasi Islam
yang disinyalir sebagai organisasi transnasional, misalnya Ikhwanul Muslimin
(IM) dan Hizbu Tahrir (HTI), yang oleh beberapa kalangan disebut sebagai
Gerakan Islam Baru (New Islamic Movement).1
Gerakan Tarbiyah pada dasarnya hampir bersamaan munculnya dengan
Gerakan Usroh yang terlibat dalam Peristiwa Lampung. Gerakan ini dinilai oleh
kelompok tertentu seperti oleh pemimpin Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
Pada dasarnya Gerakan Islam
Baru sudah ada sejak awal Orba. Namun kebijakan yang ditempuh oleh
penguasa pada waktu itu telah membuat ruang gerak mereka menjadi sangat
terbatas, jika tidak dapat dikatakan mati sama sekali. Tuduhan sebagai
“komando jihad”, atau “gerakan pengacau keamanan” seringkali dilontarkan
penguasa kepada organisasi Islam yang dinilai tidak sejalan dengan kebijakan
pemerintah, seperti terlihat pada kasus Tanjung Priok (1984) dan Gerakan Usroh
yang lebih dikenal dengan peristiwa Lampung (1989). Jatuhnya penguasa Orba
yang disusul dengan naiknya pemerintahan yang relatif lebih demokratis, secara
tidak langsung telah melepas belenggu yang mengikat dan membatasi ruang
gerak para aktivis muslim fundamentalis atau yang tergabung dengan organisasi
Islam yang dinilai “ultra kanan” atau radikal, termasuk gerakan Tarbiyah yang
akan dibahas dalam disertasi ini.
1 Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta:
Rajawali Press, 1999, hal 82. Ada beberapa kalangan NU dan Muhamadiyah yang menyebut gerakan ini sebagai Gerakan Islam Baru. Di sisi lain ada juga yang menyebutnya sebagai gerakan Islam radikal, Islam garis keras, seperti Gus Dur atau ada beberapa peneliti asing menyebut gerakan ini sebagai kelompok islamis, misalnya Greg Fealy.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
2
sebagai gerakan transnasional. Tuduhan itu tidak terlalu salah, karena metode
dakwah dan pemikiran Gerakan Tarbiyah mempunyai banyak kesamaan dengan
Ikhwanul Muslimin (selanjutnya disebut IM) yang berpusat di Mesir. Selain itu
para pengikut gerakan ini menyebut pula dirinya sebagai “anak ideologis” IM.2
Gerakan Tarbiyah berkembang dari gerakan dakwah kampus di era awal
1980an. Gerakan ini didirikan oleh empat orang tokoh, Hilmi Aminuddin, Salim
Segaf Al Jufri, Abdullah Baharmus dan Acep Abdusyakur. Keempat tokoh ini
alumni dari perguruan tinggi di Timur Tengah, yaitu Universitas Madinah di
Arab Saudi. Gerakan ini melakukan trasformasi dengan membangun sayap
politiknya pada tahun 1998.
Jika ditinjau dari sudut bahasa, tarbiyah mengandung arti “pendidikan”.
Sedangkan secara konseptual, tarbiyah merupakan suatu metode dalam
berinteraksi sesama manusia dengan baik dan benar dalam kerangka melakukan
proses perubahan untuk mencapai struktur masyarakat yang lebih baik. Metode
tersebut diadaptasi dari konsep yang dipergunakan oleh IM.3
Seperti halnya IM, Gerakan Tarbiyah sangat mengandalkan keterpaduan
struktural dan fungsional organisasi dalam pelaksanaan tarbiyah. Bagi mereka,
tarbiyah merupakan upaya mencetak kepribadian kader dalam berbagai aspek
yang tercermin dalam 10 Muwashafat (kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang kader). Dalam melaksanakan metode pebinaan atau dakwahnya itu,
mereka memanfaatkan empat macam institusi, baik yang sengaja dibentuk untuk
kepentingan itu, atau institusi yang sudah ada, yaitu:
1. Institusi pembinaan kader yang dibentuk kader tarbiyah, seperti Ma’had
(Dirasah Islamiyah, Lughatul ‘Arabiyah, Tahfizhul Quran) dan
pesantren-pesantren.
2. Instutusi da’wah ‘ammah, yayasan-yayasan bidang sosial, pendidikan,
ekonomi dan lain-lain yang semuanya dikelola oleh para kader tarbiyah.
2 M. Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS: dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen,
Yogyakarta: LkiS, 2008. hal. 12. 3 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Solo:
Era Intermedia, 2004, hal. 21.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
3
3. Institusi Syiar Islam seperti masjid-masjid, mushola, majelis ta’lim,
Taman Pendidikan Al Quran (TPA) yang banyak tersebar di kota dan
desa di Indonesia
4. Institusi negara atau pemerintahan dan lembaga swasta.4
Penggunaan lembaga-lembaga seperti ini oleh Gerakan Tarbiyah bertolak
dari pandangan dan perhitungannya bahwa perluasan dakwah dan tarbiyah akan
menjadi lebih cepat dan mudah bila dilakukan dengan menggunakan pendekatan
kelembagaan. Ternyata apa yang diprediksi itu terbukti benar. Melalui keempat
institusi itu, gerakan tarbiyah tumbuh subur, dan berkembang menjadi gerakan
yang relatif besar dan luas dalam waktu yang relatif singkat. Beberapa organisasi
masyarakat (ormas) Islam seperti Pelajar Islam Indonesia (PII), Persatuan Umat
Islam (PUI) dan Persatuan Islam (Persis), menyambut baik kehadiran Gerakan
Tarbiyah tersebut yang dianggap dapat melengkapi gerakan dakwah yang belum
mereka sentuh. Mereka menilai Gerakan Tarbiyah dapat melengkapi hal-hal
yang tidak sempat mereka garap atau karena sesuatu hal terlewatkan. Bahkan
Ahmad Heriyawan mantan Ketua PUI (2005-2009) dan Gubernur Jawa Barat
(2009-2013 dan 2013-2018), telah masuk menjadi kader tarbiyah. Demikian
pula Mutamimmul Ula mantan Ketua Umum Pengurus Besar PII, juga telah
masuk menjadi kader tarbiyah. Keberhasilan serta sambutan positif seperti itu
yang kemudian mendorong Gerakan Tarbiyah memasuki ranah politik, melalui
sayap politiknya, yaitu Partai Keadilan yang kemudian berubah nama menjadi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Sudah barang tentu tidak semua upaya Gerakan Tarbiyah berjalan mulus
atau mendapat sambutan positif. Tidak sedikit pula yang menaruh curiga kepada
gerakan itu sebagai organisasi Islam transnasional yang tidak saja mengancam
eksistesi organisasi Islam yang ada, tetapi juga mengancam keutuhan bangsa dan
negara, dalam arti disintegrasi bangsa. Pandangan semacam ini diantaranya
nampak pada sebagian kalangan elit Nahdlatul Ulama (NU) dan
Muhammadiyah. Mereka misalnya “menuduh” Gerakan Tarbiyah telah 4 Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433, Jakarta: LKMT, 1433,
hal.25-26.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
4
melakukan gerakan ambil masjid (GAM). Padahal awalnya kader tarbiyah hanya
mengisi kekosongan kegiatan di masjid-masjid tersebut dan pada waktu itu
mereka disambut baik oleh pengurus Masjid. Namun setelah kegiatan masjid
berjalan dan berkembang baik, kader tarbiyah dianggap telah mengambil alih
masjid tersebut, baik masjid NU maupun Muhammadiyah. Bahkan K.H.
Abdurahman Wahid (Gus Dur) menyebut Gerakan Tarbiyah sebagai kelompok
muslim yang berupaya mengubah agama menjadi ideologi. Lebih lanjut Gus
Dur mengatakan bahwa:
Dalam dakwahnya seolah-olah Gerakan Tarbiyah murni membela
Islam. Padahal dalam praktiknya mereka memecah belah muslim
Indonesia, yang menolak budaya dan tradisi lokal yang telah menjadi
bagian integral dari kehidupan bangsa, dan mengganti dengan tradisi dan
budaya Timur Tengah, terutama tradisi Wahabi dan IM.5
Sementara Muhammadiyah tidak bersikap sekeras NU. Tidak terlontar
tuduhan sebagai pemecah belah bangsa terhadap Gerakan Tarbiyah. Akan tetapi,
organisasi ini telah mencap Gerakan Tarbiyah dituduh sebagai virus yang
membahayakan kader Muhammadiyah serta tradisi kemuhammadiyahan. Selain
itu sedikit banyak Gerakan Tarbiyah dituduh telah mengambil aset amal usaha
yang telah dikembangkan Muhammadiyah sebelumnya. Sebagai contoh
Kemuculan Sekolah Islam Terpadu yang dikembangkan oleh kader tarbiyah,
dinilai telah menyedot peserta didik dari kantong-kantong potensial. Sebagian
kalangan Muhammadiyah dalam hal ini dinilai sebagai pengambilalihan amal
usaha yang sejenis dengan amal usaha mereka. Otoritas pendidikan yang
sebelumnya dimiliki oleh Muhammadiyah merasa tersaingi. Apalagi yang
mendirikan disinyalir orang-orang Muhammadiyah yang menjadi kader Gerakan
Tarbiyah. Hal ini seperti yang disebutkan dalam Surat Keputusan Pimpinan
Pusat (SKPP) Muhammadiyah No. 149/Kep/I.O/B/2006 tentang Kebijakan
5 Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional
di Indonesia, Jakarta: The Wahid Institut, 2009, hal. 19
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
5
Pimpinan Pusat Muhammadiyah tentang Konsolidasi Organisasi dan Amal
Usaha Muhammadiyah.6
Organisasi Islam yang sudah lebih dahulu ada di Indonesia dan menjadi
mainstream pergerakan Islam di Indonesia, NU dan Muhammadiyah,
memandang bahwa munculnya pergerakan Islam yang berideologi transnasional
merupakan ancaman tersendiri bagi perkembangan gerakan dakwah Islam di
Indonesia.
Istilah transnasional secara jelas digunakan Hasyim Muzadi, mantan
Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PB NU), sebagai suatu ungkapan
kekhawatiran terhadap perkembangan Gerakan Islam Baru di Indonesia. Hasyim
mengatakan bahwa gerakan Islam transnasional merupakan sesuatu yang akan
menghancurkan NKRI. Ia menghimbau warga NU agar waspada terhadap
ideologi transnasional.7 Organisasi transnasional yang disebut oleh Hasyim,
yaitu Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir (HT) dan Majelis Mujahiddin
Indonesia (MMI).8 Lebih lanjut Hasyim menyebutkan bahwa ketiga gerakan
tersebut merupakan sebuah gerakan politik, bukan gerakan keagamaan.9 Gerakan
tersebut muncul dari situasi politik di negeri asalnya. Penyebutan ketiga nama ini
dilanjutkan dengan seruan kepada pemerintah agar bertindak tegas terhadap
ketiga organisasi tersebut. Menurut Hasyim, jika pemerintah tidak segera
mengambil tindakan tegas terhadap gerakan tersebut, bukan tidak mungkin akan
terjadi benturan-benturan kepentingan ideologi yang berujung pada konflik.10
6 Surat Keputusan Pimpinan Pusat (SKPP) Muhammadiyah No. 149/Kep/I.O/B/2006
tertanggal 1 Desember 2006, tentang “Kebijakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengenai Konsolidasi Organisasi dan Amal Usaha Muhammadiyah.”
7 NU Online. Senin, 9 Juli 2007.
8 Majelis Mujahidin Indonesia merupakan gerakan dari kalangan Gerakan Salafi di Indonesia.
9 Jika diperhatikan, NU, pada waktu berdirinya hingga masa awal tahun 1950an, merupakan organisasi keagamaan. Namun, dari tahun 1952 hingga masa awal Orba, NU adalah organisasi politik sampai pimpinan NU menyatakan dirinya kembali ke kittah 1926.
10 NU Online. Senin, 9 Juli 2007. “PBNU: Gerakan Politik Transnasional Turunkan Kredibilitas NKRI.” Hal yang hampir senada penulis peroleh dari wawancara dengan tokoh-tokoh NU lainnya, misalnya ketua PC NU Depok, Ustadz Burhan, dalam wawancara tanggal 6 Maret pk. 10.30 di Pesantren Qatrun Nada Cipayung, Depok.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
6
Gerakan transnasional Islam dalam sejarah Indonesia pada dasarnya
bukan hal yang baru. Pada dekade 1920an sampai dengan 1930an, muncul isu
Pan-Islamisme yang diusung Sarekat Islam yang disebarkan melalui surat
kabarnya Bandera Islam dan juga di usung oleh Muhammadiyah cabang
Sumatera Barat melalui surat kabar Pedoman Masyarakat. Umumnya umat
Islam pada masa itu tidak menentang dan tidak pula mendukung. Budaya kita
secara alamiah sudah bisa menyeleksi sesuatu yang masuk dalam kehidupan
beragama di masyarakat. Hal ini juga terlihat dalam kasus Al Ittihadiyah
Islamiyah versus Majelis Ahli Sunnah Cilame: dari konflik menjadi konsensus.11
Pasca runtuhnya pemerintahan Soeharto, organisasi transnasional
muncul dan menancapkan pemahamannya secara luas di masyarakat, dalam
konteks ini adalah IM dan HT Indonesia. Hal ini terlihat dari berbagai aktivitas
mereka yang sering kali melibatkan massa yang banyak. Mereka melebarkan
sayap gerakannya dalam berbagai lini kehidupan, baik lembaga pendidikan, amil
zakat, maupun bidang politik. Sayap politik Gerakan Tarbiyah, PKS
12, dalam
waktu yang singkat memperoleh dukungan yang cukup besar dalam pemilihan
umum 2004.13
Menurut Gus Dur, pada umumnya, kelompok garis keras Islam di
Indonesia dipengaruhi oleh gerakan Islam transnasional dari Timur Tengah,
terutama Wahabi dan IM atau gabungan keduanya. Mereka, termasuk sayap
politiknya, menyimpan agenda yang berbeda dari organisasi Islam moderat
seperti Muhammadiyah, NU, dan organisasi berhaluan kebangsaan. IM telah
mengubah wajah Islam di Indonesia menjadi penuh kebencian.
14
11 Muhammad Iskandar, Para Pengemban Amanah: Pergulatan Pemikiran Kiai dan
Ulama Jawa Barat, 1900-1950, Yogyakarta: Mata Bangsa, 2001, ha 206-232.
.
12 PKS dalam melakukan pembinaan kadernya menggunakan sistem tarbiyah IM. 13 Pada pemilihan umum 1999, PK sebagai cikal bakal PKS tidak mampu menembus
ambang batas jumlah minimal pemilih untuk mengikuti pemilihan umum berikutnya. Pada pemilihan umum tahun 2004 perolehan suara PKS melondak tajam, dari 1,3% (1,4 juta suara) di tahun 1999 menjadi 7,2% (8,2 juta suara) melebihi target 8 juta suara yang dicanangkan. Bidang Arsip dan Sejarah DPP PKS. Draft Kronologi Sejarah PKS. Jakarta, 2008.
14 Abdurrahman Wahid (ed), Ilusi.....hal. 20.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
7
Disebutkan pula bahwa pemikiran IM dipengaruhi oleh paham Wahabi
yang selalu dikait-kaitkan dengan ekstrimis dan teroris. Padahal, Wahabi dari
segi mazhab menganut mazhab Hambali. Mazhab tersebut termasuk satu dari
empat mazhab lainnya yang diakui oleh seluruh negara yang berpenduduk
muslim, termasuk juga NU dan Muhammadiyah, yang menganut Ahlussunnah
Waljamaah (Aswaja). Tidak bisa dipungkiri bahwa pemikiran Islam K.H.
Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah banyak dipengaruhi oleh ide-ide
Muhammad bin Abdul Wahhab, khususnya dalam bidang akidah. Muhammad
bin Abdul Wahhab adalah tokoh utama gerakan Wahabi. Dapat dikatakan bahwa
pemikiran Wahabi di Indonesia direpresentasikan oleh Muhammadiyah.
Gerakan Wahabi, menurut Stoddard, merupakan fenomena
kebangkitan Islam awal abad ke-20 yang dinisbahkan pada gerakan pembaruan
yang bercorak revivalisme Islam di Saudi Arabia. Pembaruan Islam dalam corak
yang lebih kaku untuk membangkitkan kesadaran umat Islam dari dalam.15
Watak dan orientasi Wahabi cenderung puritan-konservatif dan keras dalam
memberantas apa yang disebut dengan praktik keagamaan syirik dan bid’ah.16
Ada sebagian pihak yang mengaitkan atau bahkan menjuluki Muhammadiyah
sebagai Wahabi.17 Pandangan ini dibantah Haedar Nashir, salah satu ketua PP
Muhammadiyah. Menurut Haedar, pandangan tersebut merupakan sebuah sikap
yang mengandung ejekan atau yang bersifat memojokkan Muhammadiyah.
Haedar juga melihat bahwa kondisi tersebut terkadang menjadi biasa dan tidak
menjadi sesuatu yang negatif bagi sebagian kecil kader Muhammadiyah yang
menisbahkan dirinya sama dengan Wahabi. Menurut Haedar, hal tersebut terjadi
karena dalam diri kader Muhammadiyah sudah terkonstruksi atau sudah tertanam
benih-benih Wahabi. Hal tersebut muncul karena kader Muhammadiyah tersebut
lama tinggal di Arab Saudi dan membaca buku-buku Wahabi dan
berkepentingan dengan Wahabiyah.18
15 Mu’arif (ed), Muhammadiyah dan Wahhabisme: Mengurai Titik Temu dan Titik
Seteru, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012, hal. 22 16 Ibid. 17 Ibid, hal. 25. 18 Ibid. hal. 26.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
8
Muhammadiyah sebagai salah satu mainstream organisasi gerakan Islam
nasional, dalam menyikapi perkembangan Islam transnasional di Indonesia,
terutama Gerakan Tarbiyah, menyebutkan bahwa PP Muhammadiyah pada
dasarnya tidak ada masalah antara Muhammadiyah dengan sistem tarbiyah
maupun gerakannya, bahkan dengan IM dan dengan organisasi dan partai politik
mana pun. Bagi Muhammadiyah, dalam konteks gerakan Islam, baik ketika
memiliki kesamaan maupun perbedaan orientasi paham dan gerakannya, dapat
saling bekerja sama atau setidaknya saling menghormati sesama gerakan Islam
untuk kepentingan izzul Islam wa almuslimin (kejayaan Islam dan kaum
muslimin) di Indonesia maupun di dunia Islam.19 Sejauh menyangkut ideologi
Gerakan Tarbiyah dan lainnya tidaklah menjadi masalah di dalam dirinya untuk
hidup dan berkembang. Pihak manapun perlu toleran, mengakui dan jika saling
menghendaki dapat bekerja sama untuk “kebaikan dan takwa”. Hal inilah yang
sejalan dengan konsep dakwah tarbiyah, yaitu bekerja sama dengan hal-hal yang
disepakati dan memaklumi dengan hal-hal yang berbeda.20
Gerakan Tarbiyah menjadi masalah, menurut Haedar, ketika ada
“ideologi” Gerakan Tarbiyah di dalam tubuh persyarikatan Muhammadiyah. Hal
ini terlihat dari adanya kader Muhammadiyah dan juga sekaligus pekerja di amal
usaha Muhammadiyah melakukan pengembangan kegiatan tarbiyah, baik secara
terang-terangan maupun tertutup. Hal lain yang menjadi contoh adalah mereka
yang berada di amal usaha Muhammadiyah mengembangkan kegiatan amal
seperti sekolah-sekolah Islam terpadu dan amal usaha yang sejenis lainnya
sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen dalam
bermuhammadiyah. Kondisi lain yang membuat Muhammadiyah terusik adalah
ketika ada pembelaan dari kader Muhammadiyah terhadap Gerakan Tarbiyah,
ketika kehadirannya dalam tubuh Muhammadiyah dipermasalahkan. Bahkan,
19 Haedar Nashir. Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah.
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010, hlm. 37. Deliar Noer dalam Gerakan Modern Islam menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modern yang toleran atau moderat. Hlm. 320.
20 Wawancara dengan Ustadz Hilman Roshad, Alumni Timur Tengah dari Universitas Madinah Al Munawarah, pada 6 Juni 2013, pada pukul 13.00—15.00.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
9
ada di antara kader Muhammadiyah yang menunjukkan hal-hal positif dari
gerakan tarbiyah dan menyalahkan Muhammadiyah sehingga ditinggal kadernya
ke gerakan lain.21
Sejalan dengan teori sosiologi pengetahuan terkait teori realitas sosial,
Muhammadiyah, sebagai suatu perangkat kebenaran yang berlaku umum
mengenai kenyataan, maka setiap penyimpangan yang radikal dari tatanan
kelembagaan Muhammadiyah tampak sebagai suatu penyimpangan dari suatu
kenyataan.
22
Bagi Muhammadiyah, aktivitas kadernya yang menjalankan pola-pola
Gerakan Tarbiyah dinilai sebagai “infiltrasi” yang membahayakan organisasi.
Sikap moderat yang dianut tidak dapat dipertahankan lagi oleh Muhammadiyah.
Hal ini terbukti dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pimpinan Pusat (SKPP)
Muhammadiyah No. 149/Kep/I.O/B/2006 tentang Kebijakan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah mengenai Konsolidasi Organisasi dan Amal Usaha
Sementara perbedaan-perbedaan yang halus yang muncul pada
kader Muhammadiyah akan mempunyai konsekuensi yang jelas bagi perlakuan
terhadap orang-orang yang menyimpang tersebut. Perbedaan tersebut pada
umumnya mempunyai status kognitif yang rendah dalam dunia sosial
Muhammadiyah. Momen eksternalisasi yang merupakan momen awal dari
dialektika Berger, tentang bagaimana seorang individu atau subjek dengan
kemampuannya melakukan adaptasi dengan teks-teks kehidupan atau melakukan
ekspresi diri ke dalam dunia sosial melalui produk yang dihasilkannya. Sosok
kader Muhammadiyah yang masuk ke dalam Gerakan Tarbiyah merupakan hasil
interaksi dengan dunia sosialnya. Pembentukan tersebut tidak mungkin terjadi
jika seorang aktvis tersebut terisolasi dalam lingkungannya. Dalam proses
menjadi seorang kader tarbiyah, seseorang akan berinteraksi dalam suatu
kegiatan yang membentuk jati dirinya sebagai seorang kader tarbiyah. Ini
merupakan perpindahan pola pemikiran dan tindakan seseorang ke dalam
pemahaman Islam melalui sudut pandang para aktivis tarbiyah.
21 Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan..., hal.40-50 22 Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang
Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3ES, 1990, hal. 94.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
10
Muhammadiyah yang berisi antara lain menyebutkan bahwa Muhammadiyah
dengan seluruh anggota persyarikatannya serta segala amal usaha yang berada di
dalamnya harus bebas dari berbagai faham, misi dan kepentingan pihak lain yang
secara langsung maupun tidak langsung, terbuka maupun terselubung dapat
merugikan dan merusak Muhammadiyah.23
Infiltrasi Gerakan Tarbiyah membuat komitmen bermuhammadiyah
dalam menggerakkan organisasi semakin terkikis. Bahkan, di kalangan elit
Muhammadiyah, kesadaran berkomitmen membawa Muhammadiyah menjadi
gerakan yang maju semakin berkurang. Komitmen bermuhammadiyah yang
luntur, pudar, dan rapuh dengan berbagai “konflik” internal, terutama dalam
amal usaha, mendorong pimpinan untuk meneguhkan kembali komitmen
ideologis dalam bermuhammadiyah. Sehingga dinilai perlu diterbitkan SKPP
karena banyak kader Muhammadiyah yang telah terkena virus tarbiyah
komitmen kemuhammadiyahannya semakin terkikis. Dengan kata lain,
kesadaran para aktivis dalam membawa Muhammadiyah menjadi gerakan yang
maju semakin berkurang. Komitmen bermuhammadiyah yang luntur, pudar dan
rapuh yang condong mendorong munculnya “konflik” internal, terutama dalam
amal usaha, mendorong pimpinan organisasi ini meneguhkan kembali komitmen
ideologi dalam bermuhammadiyah.
24
Hal senada dan dengan contoh yang lebih konkret terkait dengan alasan
dikeluarkannya SKPP diungkapkan Farid Setiawan
25
23 Untuk lebih lengkapnya lihat lampiran 1
dalam Suara
Muhammadiyah terbitan No. 7 tanggal 1—15 April 2006. Farid menyebutkan
bahwa Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat Muhammadiyah, yang
merupakan lembaga transformasi ideologi Muhammadiyah, transformasi
ideologi Muhammadiyah melalui Madrasah Mu’allimin dan Madrasah
Mu’allimat semakin memudar dan bahkan mulai tidak kelihatan upaya
transformasinya. Farid menyebutkan bahwa hal itu terjadi karena mewabahnya
24 Wawancara dengan Ustaz Farkhan A.R. Fakhruddin. Pimpinan Daerah Muhammadiyah Depok, pada hari Jumat, 29 Maret 2013 di rumah Jalan Bima No. 128 Depok II Tengah Pukul 16.30 s.d 17.50.
25 Sekretaris Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Yogyakarta.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
11
“virus tarbiyah” yang semakin menggurita dalam madrasah tersebut. Lebih
lanjut Farid menyebutkan bahwa “virus tarbiyah” tersebut sudah memasuki urat
nadi kepengurusan madrasah, mulai dari guru sampai pendamping
(musyrif/musyrifah) asrama.26 Ia mengungkapkan bahwa virus tersebut secara
kasat mata tidak terlihat dengan jelas, tetapi yang pasti “kegenitan” mereka
dalam berafiliasi terhadap salah satu partai atau manhaj lain yang tidak
berideologi Muhammadiyah menjadikan pengurus, guru, musyrif/ musyrifah
semakin menampakkan gerakan yang berbeda. Pembinaan kemuhammadiyahan
yang dilakukan oleh secara formal di sekolah Muhammadiyah terhadap siswanya
terkait dengan masalah-masalah keorganisasian Muhammadiyah. Misalnya
tentang organisasi Muhammadiyah, Permusyawaratan dalam Muhammadiyah,
Majelis-majelis dalam Muhammadiyah, dan kewajiban kader Muhamamdiyah.27
Sedangkan pembinaan model tarbiyah materi yang ditekankan adalah masalah
Aqidah Islamiyah. Sebagai contoh materinya adalah makna syahadat, mengenal
Allah (ma’rifatullah), mengenal Rasul (ma’rifaturrasul), Al Islam, Al Iman.28
Hal tersebut semakin terlihat dalam proses kaderisasi siswa Madrasah
Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat. Ketika melakukan pembinaan, mereka
cenderung tidak menggunakan sistem kaderisasi Muhammadiyah, tetapi lebih
menggunakan sistem kaderisasi Gerakan Tarbiyah. Menurut Farid, pola
pembinaan tersebut cenderung membentuk kader yang berpaham ekstrem dan
radikal sehingga hal tersebut menjadi paradoks dengan dinamika
Muhammadiyah yang dikenal moderat.
(lihat lampiran 5).
29
Berdasarkan data yang penulis peroleh, proses pembinaan kader
Gerakan Tarbiyah dilakukan secara berjenjang dengan materi-materi yang
26 Suara Muhammadiyah,No. 07 tahun ke 91/ 1-15 April 2006. 27 Buku pelajaran Kemuhammadiyahan yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pusat. 28 Tim Penulis, Modul Tarbiyah Islamiyah, Jakarta: Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, 2009 29 Hal yang sama juga disampaikan oleh Ustaz Farkhan A.R. Fahrudin, Ketua PD
Muhammadiyah Depok. Wawancara Ustaz Farkhan di rumahnya pada tanggal 29 Maret 2013.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
12
mengacu pada kurikulum tarbiyah dari manhaj gerakan mereka, yakni manhaj
Tarbiyah T1 dan T2 hingga Manhaj Tarbiyah 1433. Dalam kurikulum manhaj
tersebut, tidak ditemukan materi yang terkait dengan radikalisme Islam seperti
yang dituduhkan Farid. Pola pembinaan tarbiyah yang dilakukan secara
berjenjang dengan menggunakan sarana halaqah, usrah, tasqif, daurah, dan
nadwah. Target pemberian materi tersebut mengacu pada muwashofat tiap
jenjang tarbiyah. Walaupun tiap jenjang memiliki target waktu minimal
pencapaian muwashofat, Gerakan Tarbiyah dalam melakukan pembinaannya
tidak terbatas pada waktu. Dalam pandangan Gerakan Tarbiyah, proses
pembinaan dilakukan sepanjang hayat, tarbiyah madal hayyah. Target Gerakan
Tarbiyah dalam melakukan pembinaan adalah bagaimana materi tersebut
dipahami oleh kadernya dan mampu dijalankan dengan baik. Proses ini berjalan
sejak seorang individu menjadi kader tarbiyah sejak awal perekrutan.30
Sistem kaderisasi Muhammadiyah berada pada lembaga-lembaga
pendidikan yang didirikannya, baik secara formal maupun nonformal. Kaderisasi
formal dilakukan melalui proses pendidikan yang terencana, tersusun, dan
terprogram dari tingkat awal, yaitu Ikatan Remaja Muhammadiyah, sampai
Baitul Arqam Muhammadiyah. Di dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
dikenal Darul Arqam Dasar, Menengah atau Paripurna. Adapun kaderisasi
nonformal dilakukan melalui proses pendidikan secara alamiah dengan
melibatkan orang-orang ke berbagai aktivitas yang dilakukan, misalnya sebagai
peserta kegiatan, panitia kegiatan, dan pembicara. Muhammadiyah sangat
mengandalkan sistem kaderisasi ini. Ustaz Farhan menyebutkan bahwa hal ini
pun tidak menjamin mereka yang lulus dari Muhammadiyah menjadi kader
Muhammadiyah. Dia memberikan contoh anak Hasyim Muzadi yang kuliah di
Universitas Muhammadiyah. Setelah anaknya lulus dari UM Malang, Hasyim
mengatakan, “Saya ambil kembali anak saya ke Nahdlatul Ulama.
31
30 Manhaj Tarbiyah 1433. 31 Wawancara Ustadz Farhan.
Sistem
kaderisasi formal melalui sekolah tidak bisa memaksa seseorang tetap di
Muhammadiyah. Hal ini berbeda dengan Gerakan Tarbiyah yang tidak
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
13
membedakan pembinaan berdasarkan pendidikan sekolah kader-kadernya atau
sebatas usia kader-kadernya. Pernyataan Farid ini kemudian memunculkan
polemik tentang kondisi kaderisasi Muhammadiyah dalam majalah Suara
Muhammadiyah yang akhirnya mendorong PP Muhammadiyah menerbitkan
SKPP No. 149 tahun 2006.
Dwi F., mantan ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Depok,
yang kemudian tertarik dalam Gerakan Tarbiyah, mengatakan bahwa pada
awalnya ia memahami Islam itu seperti yang diajarkan oleh Muhammadiyah.
Namun, ketika ia mengikuti pengajian yang diadakan di SMA-nya oleh kalangan
tarbiyah, Dwi F. memperoleh gambaran Islam yang lebih syumul (menyeluruh;
komprehensif). Dwi F. juga menyebutkan bahwa pemahaman Islam yang
diperoleh di Muhammadiyah itu baru pintunya. Lebih lanjut ia mengungkapkan
bahwa apa yang ia peroleh kemudian ia tularkan ke teman-temannya di IPM
dengan tujuan memperkaya proses kaderisasi di Muhammadiyah yang monoton.
Ia melakukan kaderisasi dengan gayanya sendiri dengan cara mengenalkan
kondisi keislaman melalui buku-buku tentang pergerakan Islam tanpa ada
maksud untuk mengajak mereka keluar dari Muhammadiyah. Namun, tokoh-
tokoh Muhammadiyah tidak menyukai gayanya dalam melakukan kajian
keislaman di IPM. Kondisi ini membuat ia akhirnya mengundurkan diri dari
IPM.32
Terkait dengan kaderisasi di Muhammadiyah, Ustadz Farkhan, selaku
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Depok, mengatakan bahwa bukan
berarti Muhammadiyah tidak memilki sistem kaderisasi, tetapi memang belum
mampu untuk melakukan pola kaderisasi yang rutin dan intensif terhadap
anggotanya setiap pekan sekali.
33
32 Wawancara dengan Ustadz Dwi F. Ketua IPM periode 1980—1990 di rumahnya pada
hari Sabtu 30 Maret 2013 pukul 11.00—12.30. 33 Wawancara Ustadz Farkhan
Hal ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah
sebagai suatu organisasi besar kurang memperhatikan suatu proses kaderisasi
yang mampu membentengi kadernya.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
14
Ada perbedaan yang mencolok antara Muhammadiyah dan NU dalam
mengambil sikap terhadap Gerakan Tarbiyah. Muhammadiyah pada awalnya
tidak mempermasalahkan keberadaan Gerakan Tarbiyah bahkan lebih cenderung
menerima keberadaannya. Namun, ketika Muhammadiyah merasa ada infiltrasi
dari Gerakan Tarbiyah berdampak mengikis rasa kemuhammadiyahan dan
kader-kader mereka tertarik ke Gerakan Tarbiyah, PP Muhammadiyah
mengambil sikap tegas dengan mengeluarkan keputusan yang berisi upaya
konsolidasi kader yang harus dilakukan oleh Muhammadiyah.
Di sisi lain, NU tidak mengeluarkan kebijakan resmi. NU lebih banyak
mengeluarkan pernyataan melalui tokoh-tokoh NU melalui NU Online. NU
cenderung menolak keberadaan Gerakan Tarbiyah secara pemikiran karena
mengancam keutuhan NKRI, berbeda dengan Muhammadiyah yang lebih
menerima asal “rumah” Muhammadiyah tidak diganggu.
Di awal pembahasan telah dijelaskan Hasyim Muzadi sempat
mempertanyakan seperti apa Ikhwanul Muslimin itu. Ikhwanul Al Muslimun atau
lebih dikenal dengan sebutan Ikhwanul Muslimin (selanjutnya disebut IM) adalah
pergerakan Islam modern yang lahir di Mesir setelah runtuhnya Turki Utsmani.
Dalam perkembangannya, IM mendapatkan sambutan dan pengaruhnya
berkembang di sebagian besar dunia Islam. Seiring proses adaptasi terhadap
tantangan dakwah yang ada, cabang-cabang IM di masing-masing negeri pun
mengalami berbagai transformasi gerakan. Di Indonesia, IM hadir dalam bentuk
Gerakan Tarbiyah dengan PKS sebagai sayap politiknya.
IM didirikan oleh Hasan Al Banna pada tahun 1928. Pendirian IM oleh
Al Banna merupakan tindak lanjut dari perhatiannya terhadap berbagai fenomena
yang terjadi di Mesir, sebuah negara dalam kondisi terjajah, pada awal abad XX.
Al Banna mendefinisikan Islam sebagai syahadah dan pengabdian diri kepada
Allah, tanah air dan rakyat, agama dan negara, kerohanian dan tindakan, kitab
dan undang-undang.34
34 Fathi Yakan, Rintangan Perjuangan dalam Kehidupan Pendakwah, hal 12—13.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
15
Hasan Al Banna dalam beberapa risalahnya menyebutkan secara ringkas
tujuan dari IM. Tujuan IM yang pertama adalah membangun pribadi muslim.
Kedua, menuntut setiap muslim agar membina rumah tangga muslim. Ketiga,
membina masyarakat muslim yang mengerti kewajibannya terhadap negerinya,
umatnya dan seluruh umat manusia.35
IM dalam perkembangan sejarahnya turut berperan dalam Revolusi Juli
1953
Kalau kita memperhatikan tujuan-tujuan
IM di atas terlihat bahwa tujuan pertama mengantarkan ke tujuan kedua dan
seterusnya.
36, tetapi menolak ikut serta dalam pemerintahan. Sikap tersebut oleh Gamal
Abdul Nasser dianggap sebagai pengingkaran terhadap piagam revolusi. Kondisi
ini memaksa IM dan pemerintah Mesir (dalam hal ini militer) memasuki masa-
masa perselisihan dan permusuhan. Kondisi ini mendorong pemerintahan Nasser
melakukan kebijakan penangkapan dan penahanan aktivis-aktivis IM. Menurut
Nasser, hal ini dilakukan karena dianggap akan merebut kekuasaan dan
mengancam nyawa pemimpin Mesir, yakni dirinya sendiri. 37 Pada masa
pemerintahan Nasser inilah banyak tokoh IM yang dijatuhi hukuman Mati dan
eksodus ke luar negeri. Peristiwa ini seperti sebuah bom pecah ternyata tekanan
terhadap IM membawa berkah tersebarnya IM ke wilayah Arab dan wilayah
lainnya yang hingga kini mencapai lebih dari seratus dua puluh negara.38
Belajar dari sejarah yang selalu mengalami penekanan dari pemerintah
yang berkuasa dan selalu gagal mencapai tujuan, IM, mulai era 1970-an tepatnya
setelah memperoleh pengakuan kembali dari pemerintah Sadat, mengubah
strategi perjuangan mereka dengan menjauhkan diri dari bentrokan dengan
Kebijakan rejim Nasser yang begitu represif membuat IM melakukan gerakan
bawah tanah hingga wafatnya Nasser pada tahun 1970.
35 Husain Bin Muhammadi bin Jabil Ali, M.A. Menuju Jamiatul Muslimin: Telaah Sistem Jamaah dalam Gerakan Islam, Jakarta: Robbani Press, 2011, hal. 343. 36 Pada tanggal 23 Juli 1953, perwira-perwira Mesir di bawah pimpinan Mohammad
Najieb melakukan sebuah kudeta militer. Kudeta ini dikenal dengan sebutan Revolusi Juli.
37 Fathi Yakan, Rintangan Perjuangan, hal. 16—17. 38 Wawancara Ustadz Mashadi, ia menghadiri pertemuan cabang-cabang IM di Turki pada tahun 2004.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
16
pemerintah. Umar Tilmitsani selaku Mursyid ‘Am menekankan bahwa dakwah
IM harus berjalan dengan hikmah dan menghindari kekerasan dan radikalisme.
Kebijakan ini terus dilakukan hingga kepemimpinan Mursyid ‘Am saat ini.
Kembalinya IM dengan strategi perjuangan yang menjauhkan diri dari bentrokan
berarti kembali ke pola yang diterapkan Al Banna yang tidak pernah memakai
cara-cara kekerasan di dalam menyebarkan dakwahya.39 Al Banna menganut
prinsip keterbukaan dan inklusifitas bagi organisasinya. Terkait hal ini, ia
menyatakan, “Kita saling membantu dan bekerja sama dalam masalah-masalah
yang disepakati, tetapi kita saling berlapang dada dalam masalah yang tidak
sepaham.40
Bagi Al Banna, tujuan utama IM adalah tarbiyah (pendidikan). Al
Banna percaya bahwa jika masyarakat telah mampu menyerap risalah Islam dan
mampu mengubah sikap mereka, Mesir akan menjadi negara yang menerapkan
nilai-nilai Islam tanpa harus melakukan pengambilalihan secara paksa.
41
Seperti juga kebijakan pemerintah Mesir terhadap pergerakan Islam,
pemerintah Orba pun bersikap represif terhadap gerakan Islam Politik. Namun,
bedanya sikap represif dan restriksi sistemik yang dilakukan terhadap gerakan
mahasiswa di lingkungan kampus menjadi faktor yang mendorong awal
kebangkitan Islam di Indonesia. Sikap penolakan Soeharto terhadap Islam politik
muncul setelah ia mengambil alih kekuasaan pada 1967. Bukti-bukti sikap
represif pemerintah Soeharto terhadap Islam politik dapat ditelusuri dari
kebijakan politik Soeharto yang antagonistik terhadap politik Islam seperti
keengganan pemerintah Orba untuk merehabilitasi Masyumi, tetapi mendukung
pembentukan partai Islam baru, Parmusi. Kebijakan lainnya adalah
penyederhanaan sistem kepartaian yang memaksa partai-partai Islam untuk
Inilah
yang disebut Al Banna sebagai pemerintahan Islam yang terbentuk dengan
sendirinya setelah masyarakat mampu menyerap nilai-nilai Islam. Hal ini bisa
dilihat kondisi Mesir saat ini pascaturunnya pemerintah Mubarak.
39 Yakan, Rintangan Perjuangan..., hal. 138 40 Ibid, hal.129-136. 41 Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan, Jakarta: Serambi, 201, hal. 349-350
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
17
melakukan fusi menjadi Partai Persatuan Pembangunan serta kebijakan yang
memaksa semua organisasi massa agar menerima Pancasila sebagai asas tunggal.
Soeharto dalam melaksanakan kebijakannya tidak segan-segan
menggunakan sikap represif terhadap kelompok yang bersikap kritis atau dinilai
mengganggu kebijakan tersebut. Bahkan, Soeharto tidak segan-segan
menggunakan kekuatan militer untuk menghentikan sikap oposisi kelompok
Islam, yang sering kali menimbulkan korban jiwa, seperti kasus Tanjung Priok,
dan kasus gerakan Usrah Lampung.42
Sikap represif pemerintah Orba yang begitu lama diterapkan terhadap
Islam politik, disikapi berbeda oleh kalangan pergerakan Islam pada masa itu. Di
satu sisi ada pergerakan yang menyikapinya dengan mengambil pola gerakan
bawah tanah dengan aksi-aksi yang radikal. Di sisi lain ada pergerakan yang
mendorong aktivis Islam melakukan pergeseran aktivitasnya dari politik ke
nonpolitik. Hal ini dilakukan oleh mantan tokoh-tokoh Masyumi dengan
mendirikan Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang bergerak di bidang
dakwah yang bertujuan meningkatkan pemahaman dan praktik kehidupan
beragama.
43
Respon kalangan Islam yang lain datang dari Nurcholish Madjid.
Nurcholish pada 1970 berupaya melakukan pembaruan pemikiran Islam.
Pembaruan pemikiran yang diprakarsai oleh Nurcholish Madjid menimbulkan
sikap pro dan kontra di kalangan aktivis Islam di Indonesia. Nurcholish yang
sebelumnya sering disebut sebagai Natsir muda menggagas pemikiran tentang
perlunya reinterpretasi terhadap ajaran Islam. Gagasannya berkesimpulan pada
sebuah jargon “Islam Yes Partai Islam No”.
Tidak ada yang sakral kecuali Allah. Desakralisasi itulah yang saya
maksud dengan sekularisasi. Partai Islam itu tidak sakral. Karena itu
salah argumen yang mengatakan, kalau tidak mencoblos partai Islam
42 Lihat tulisan Abdul Syukur, Gerakan Usrah di Indonesia: Peristiwa Lampung 1989,
Yogyakarta: Ombak, 2003 43 Thohir Luth, M. Natsir Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta: Gema Insani Pres, 1999, hal.53-55
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
18
dalam pemilu, maka kita bukan Islam. Karena itu saya dulu berseru:
Islam yes Partai Islam no.44
Bagi mereka yang mendukung gagasan pemikiran Nurcholish Madjid,
gagasan pemikiran Nurcholish merupakan suatu terobosan baru. Namun, mereka
yang tidak setuju
45 pemikiran Nurcholish Madjid terkait dengan Islam Yes Partai
Islam No, menganggap Nurcholish sebagai pendukung kebijakan pemerintah
Orba. Anggapan itu semakin kuat ketika Orba “mengamini” pemikiran
Nurcholish dengan menerapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas tunggal bagi
orsospol yang hidup di Indonesia.46
Pemikiran Nurcholish Madjid di era 1970-an ditanggapi berbeda oleh
Amin Rais dan Tempo. Amien menyebutkan bahwa
Kondisi ini semakin memojokkan
Nurcholish Madjid sehingga muncul stigmasi sebagai pendukung pemerintah
Orba. Di sisi lain muncul stigmastisasi bahwa gagasan Nurcholish Madjid tak
ubahnya alat legitimasi Orba untuk melakukan tidakan represif kepada aktivis
Islam.
Maraknya kegiatan kampus tidak disebabkan oleh pemikiran yang
dilontarkan oleh Nurcholish pada 1970, namun disebabkan oleh; pertama,
merupakan kesadaran beragama mahasiswa yang makin mendalam,
kedua, terjadi semacam krisis identitas di kalangan pelajar dan
mahasiswa yang untuk mengatasi krisis tersebut, maka kembali kepada
Islam adalah solusinya, dan ketiga, para aktivis dakwah ini yakin bahwa
untuk menghadapi persoalan di masa depan, maka Islamlah yang dapat
menjawabnya.47
44 Nurcholish Madjid, “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi
Umat” dalam Pembaruan Pemikiran Islam, Jakarta: Islamic Research Centre, 1970. Hal 1—2. Lihat juga Tempo, 14 Juni 1986, halaman 60—62.
45 Diantaranya Endang Syaifuddin Anshari, Hasan Metareum dan Abdul Qadir Zaelani dari kalangan muda dan HM Rasjidi dari kalangan tua.
46 Nurcholish Madjid , Op.Cit. 47 M. Amien Rais, 1984. Gerakan-gerakan Islam Internasional dan Pengaruhnya bagi
Gerakan Islam Indonesia. Prisma. Arah Baru Islam: Suaran Angkatan Muda. Hal. 23.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
19
Sementara itu, Tempo dalam laporan khususnya di edisi tanggal 14 Juni
1986 mengambil suatu kesimpulan bahwa pergerakan Islam yang muncul di
kampus di era 1980-an merupakan suatu bentuk antitesis terhadap pemikiran
Nurcholish Madjid yang dilontarkan pada 1970.
Pada 1974, mahasiswa melakukan demontrasi terhadap kebijakan
pemerintah Orba, yang meledak menjadi peristiwa 15 Januari 1974.48 Peristiwa
tersebut berawal dari protes mahasiswa terhadap kedatangan Perdana Menteri
Jepang Kakuei Tanaka ke Indonesia. Pergerakan mahasiswa terus dilakukan dan
puncaknya ketika demonstrasi besar-besaran yang dilakukan pada 1977—1978,
seperti aksi yang dilakukan mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang
membuat pemerintah Orba menurunkan kekuatan militer ke dalam kampus.
Aktivitas ini berlanjut di Jakarta yang menuntut adanya pergantian pemimpin
nasional. Kondisi seperti ini akhirnya mendorong pemerintah Orba
mengeluarkan kebijakan depolitisasi kampus dengan dikeluarkannya keputusan
dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tentang Normalisasi Kegiatan
Kampus (NKK) pada 197849 dan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK)
pada 1979.50
Kebijakan ini memang mengurangi aktivitas politik praktis mahasiswa.
Namun, kondisi ini mendorong mahasiswa muslim lebih cenderung untuk
mengembangkan religiusitas mahasiswa dengan membentuk gerakan Islam yang
tidak konfrontatif dengan memilih jalur dakwah yang lebih kultural. Aktivitas
mereka ini dikenal dengan sebutan dakwah kampus dengan masjid sebagai basis
gerakan dakwah mereka. Untuk menghindari konflik dengan pemerintah,
gerakan dakwah kampus pada awalnya mengambil bentuk gerakan yang secara
formal tidak terlembaga dan menggunakan pendekatan nonkonfrontatif. Jika
Kondisi ini membatasi gerak mahasiswa di dalam kampus dan
mengganti Dewan Mahasiswa dengan Senat Mahasiswa yang hanya diizinkan di
tingkat fakultas.
48 Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Malari (malapetaka lima belas januari) 49 S.K. Mendikbud No. 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan kampus 50 S.K. Mendikbud No. 37/U/1979 tentang Bentuk Susunan Lembaga/Organisasi
Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
20
mereka mengambil partisipasi politik dalam bentuk konvensional jelas akan
memerlukan “ongkos” bagi para partisipannya, entah itu kehilangan waktu, dana,
maupun resiko kehilangan nyawa karena menjadi korban represif pemerintah
penguasa. Sikap represif aparat yang cenderung disinsentif51 karena mengancam
organisasi massa yang melakukan mobilisasi protes terhadap pemerintah. Oleh
karena itu, pada masa awal, dakwah kampus mengambil bentuk gerakan yang
tidak formal atau tidak terlembaga, tetapi terhubung oleh jejaring informal yang
menghubungkan mereka dengan pemaknaan yang sama. Menurut Irwan
Prayitno, gerakan dakwah kampus pada waktu itu mengadopsi konsep Sirriyatut
Tandzim wa Alamiyyatut Dakwah (struktur organisasi rahasia dan dakwah
terbuka).52
Upaya lain yang dilakukan kalangan aktivis Islam dalam menyikapi
kebijakan politik pemerintah yang represif, di samping melakukan upaya-upaya
pembaruan pemikiran terhadap esensi Islam, juga memunculkan upaya
pengaderan seperti yang dilakukan oleh Imaduddin. Bang Imad, sebutan
Imaduddin, semakin kuat menyikapi pemikiran Nurcholish dengan melakukan
pembinaan kader pergerakan Islam melalui program Latihan Kader Dakwah
(LKD) bagi aktivis dakwah kampus. Seiring dengan kondisi sosial politik yang
berkembang paa saat itu LKD kemudian berubah menjadi Latihan Mujahid
Dakwah (LMD) dan terakhir menjadi Studi Islam Intensif (SII).
53
Gerakan dakwah kampus sendiri muncul pada akhir 1970-an yang
berkembang di masjid-masjid universitas besar di Indonesia seperti ITB dengan
Masjid Salmannya dan UI dengan Arif Rahman Hakimnya. Aktivis dakwah
kampus menilai bahwa prioritas mereka di era akhir 1970-an hanya sebatas
51 Menghalangi masyarakat untuk terlibat di dalam organisasi gerakan sosial yang
menentang eksistensi negara. Lihat Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS: Sara dan Syariah. Hlm. 104
52 Burhanuddin, hal. 105. 53 Jimly Asshiddiqie, Bang ‘Imad: Pemikiran dan Gerakan Dakwahnya, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hal.23, 247-250.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
21
dapat memahami Islam secara menyeluruh, bukan karakteristik gerakan yang
berbasis kelembagaan.54
Kelahiran Gerakan Tarbiyah di Indonesia tidak lepas dari gerakan
dakwah kampus. Dua hal penting yang dapat dijadikan pijakan dalam
mengidentifikasi kelahiran gerakan dakwah kampus, adalah pertama, berkenaan
dengan munculnya kelompok muda yang bersemangat tinggi mempelajari dan
mengamalkan Islam sebagai respon atas tekanan politik yang dilakukan Orba
terhadap umat Islam. Kedua, adanya ruang publik yang relatif lapang, seperti
masjid atau mushola kampus, sebagai tempat idealisme kaum muda Islam
mengalami persemaian secara ideal dan cepat.
55
Akar Gerakan Tarbiyah berawal dari gerakan dakwah kampus di Masjid
Salman ITB yang membuat kelompok kecil berciri Islam. Pada 1974, Ir.
Imaduddin Abdul Rahim, menggagas Latihan Kader Dakwah (LKD).
Imaduddin sebelumnya merupakan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Sewaktu di HMI, ia menjadi pemimpin Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam
(LDMI) dan melakukan pendidikan kader dakwah bagi mubalig-mubalig muda
yang direkrut dari kalangan mahasiswa Islam. Di bawah kepemimpinan
Imaduddin, LDMI berkembang dan sangat populer di kalangan aktivis HMI,
bahkan menyaingi popularitas Pengurus Besar (PB) HMI yang menjadi induk
LDMI. Ketika DDII mengembangkan program Bina Masjid Kampus pada tahun
1974, Imaduddin menjadi salah satu peserta program tersebut, Di sinilah Imad
bersentuhan dengan pemikiran-pemikiran IM. Dari hasil-hasil pelatihan yang ia
peroleh tersebut dan bekal pengalaman pengelolaan LDMI, Imaduddin
meneruskan program pelatihan dakwah melalui Masjid Salman ITB yang
mengundang minat besar aktivis gerakan Islam yang bukan hanya dari unsur
HMI, melainkan juga mahasiswa Islam secara umum di berbagai perguruan
tinggi di Bandung yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Ia merancang
54 Wawancara dengan Ustaz Aus Hidayat. 55 Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 tahun gerakan
Tarbiyah di Indonesia, Jakarta: Teraju 2002 hal. 63
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
22
secara khusus program pelatihan mubalig untuk melahirkan kader-kader
dakwah.56
Latihan Kader Dakwah, Latihan Mujahid Dakwah (LMD), dan Studi
Islam Insentif (SII) merupakan tonggak penting kelahiran gerakan dakwah
kampus. Prinsip yang diajarkan dalam LKD/LMD/SII adalah mengajarkan
totalitas pandangan keislaman yang tidak memisahkan antara yang sakral dan
sekuler serta yang transendental dan yang temporal. Imaduddin dengan
pandangan yang holistik dan cenderung puritan mengajak para mahasiswa yang
dikadernya mewujudkan Islam yang nyata dalam kehidupan.
57 Materi yang
diberikan dalam LKD, LMD, dan SII menjadi dasar dalam kajian di masjid-
masjid kampus. Kajian dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil yang
kemudian dikenal dengan sebutan usrah. Kelompok usrah terdiri dari 5—20
orang yang dipimpin oleh seorang ustaz atau mentor yang biasanya mahasiswa
senior. Metode usrah tersebut kemudian berkembang menjadi konsep pengkajian
Islam di masjid-masjid kampus besar di Indonesia, seperti UI, IPB, UGM, USU
dan UNHAS.58
Metode yang dikembangkan oleh Imaduddin ini mengadopsi metode
usrah yang digunakan oleh IM. Pemikiran IM sendiri dibawa masuk dalam
gerakan dakwah kampus terjadi ketika aktivis dakwah kampus mengadakan
kegiatan kajian yang lebih luas yang menggabungkan beberapa kelompok usroh
dan diisi oleh ustadz dari luar kampus, terutama dari Dewan Dakwah Islam
Indonesia (DDII) yang memiliki program pendampingan masjid kampus. Para
ustaz tersebut pada umumnya merupakan alumni Timur Tengah yang dikirim
oleh DDII dengan dana bantuan beasiswa dari Saudi Arabia. Persentuhan dengan
para alumni Timur Tengah dimanfaatkan untuk mengenalkan metode dakwah IM
pada kelompok usrah ini. Pertemuan ini melahirkan entitas baru dalam gerakan
56 Jimly Asshiddiqie, Bang ‘Imad...., Op.Cit. 57 Asrori S Karni, Hajatan Demokrasi: Potret Jurnalistik Pemilu Langsung Simpul Islam
Indonesia dari Moderat hingga Garis Keras, Jakarta: Gatra, 2006, hal. 219. 58 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
23
dakwah kampus yang dikenal dengan sebutan Gerakan Tarbiyah.59
Pendekatan Gerakan Tarbiyah lebih komprehensif dalam sistem
kaderisasi formal. Pola penyampaian materi Gerakan Tarbiyah lebih
komprehensif dengan materi yang terstruktur seperti sebuah kurikulum yang
baku dikenal dengan materi T1 dan T2.
Inilah awal
mula masuknya pengaruh IM dalam gerakan dakwah kampus.
60
Ali Said Damanik dalam buku Fenomena Partai Keadilan menyebutkan
bahwa transisi gerakan usrah menuju tarbiyah terjadi pada tahun 1983—1984
dengan alasan bahwa kelompok usrah sudah memiliki sandaran yang jelas, yaitu
gerakan IM. Dari data yang penulis peroleh masa transisi ini bisa terjadi lebih
awal karena pada tahun 1980 sudah ada kelompok liqo (pengajian yang
berbentuk melingkar) tarbiyah di UI.
Materi T1 dan T2 membahas dasar-
dasar pemahaman Islam hingga aplikasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan
sehari-hari. Metode yang disampaikan tidak hanya tadabbur (memahami)
Quran, tetapi lebih variatif seperti daurah (pelatihan; seminar; workshop),
rihlah (perjalanan; darmawisata), dan mabit (bermalam). Model yang
dikembangkan pada masa awal adalah model rasmul bayan (sebuah model
penjelasan yang mengggunakan sistem alur dengan anak-anak panah). Materi
yang dibahas dalam gerakan usrah terkait dengan masalah kehidupan sehari-hari
dari sudut pandang Islam yang diperoleh sewaktu mengikuti LKD/ LMD/ SII.
Materi diberikan melalui metode tadabbur Quran dan sangat tergantung
kemampuan mentor dalam menjelaskannya.
61 Hal ini didukung pernyataan dari Hilmi
Aminuddin bahwa dakwah tarbiyah pertama dilakukan pada 1980.62
59Dalam beberapa catatan penggantian istilah usrah berawal dari terjadinya berbagai
peristiwa yang terjadi di awal 1980-an yang melibatkan nama yang sama, yaitu Gerakan Usrah yang dilakukan oleh berbagai kelompok kemudian mendapat perlakukan represif dari pemerintah. Salah satunya adalah peristiwa Talang Sari Lampung pada tahun 1989.
60 Materi T1 dan Materi T2 merupakan manhaj Tarbiyah pertama. T1 materi tarbiyah tahap 1 dan T2 materi tarbiyah tahap 2.
61 Dialog dengan tokoh ADK UI, Santoso, mahasiswa angkatan 1980. 62 Dialog dengan Abu Surkim, Kader Tarbiyah Bidang Kaderisasi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
24
Perkembangan pemikiran IM memiliki tiga jalur penting dalam
pengembangannya, yaitu lembaga dakwah kampus (LDK) di kampus-kampus
besar, alumni Timur Tengah, dan alumni Lembaga Ilmu Pendidikan Islam dan
Bahasa Arab (LIPIA). Tiga jalur ini membuat IM menjadi besar dan
berkembang. Tokoh penting yang mengusung Gerakan Tarbiyah dalam beberapa
literatur menyebut Rahmat Abdullah sebagai tokoh Gerakan Tarbiyah yang
dikenal sebagai Syaikhul Tarbiyah (pemimpin tarbiyah). Namun, penulis
memperoleh informasi dari sumber wawancara bahwa tokoh yang membawa
pemikiran IM ke Indonesia adalah Hilmi Aminudin Hasan, Salim Segaf Al Zufri,
Acep Abdul Syakur, dan Abdullah Baharmus.63
Gerakan Tarbiyah tumbuh subur bukan hanya di kampus, melainkan
juga diterima di lingkungan masyarakat lebih luas. Di awal tahun 1990-an,
Gerakan Tarbiyah mulai mengaktualisasikan pemikirannya di masyarakat umum
melalui berbagai lembaga yang dibentuknya. Dalam bidang pendidikan ada
Nurul Fikri. Untuk media masa muncul majalah Ummi, Sabili, Intilaq, dan Islah.
Untuk percetakan yang menerbitkan buku-buku pemikiran IM muncul Gema
Insani Press, Intermedia, dan Al I’tishom. Untuk lembaga kajian dibentuk suatu
pusat studi yaitu Studi Informasi Dunia Islam Kontemporer (SIDIK), dan untuk
kajian budaya muncul Senandung Nasyid. Fase ini dikenal dengan mihwar
sya’bi (era memasyarakatkan pemikiran-pemikiran).
Keempat tokoh inilah yang
resmi membawa pemikiran IM ke Indonesia. Dari keempat tokoh tersebut yang
terlibat langsung dalam pembinaan LDK adalah Hilmi Aminudin Hasan.
64
Dalam perkembangan lebih lanjut lembaga-lembaga tersebut semakin
menguatkan eksistensinya dengan membuat jaringan yang lebih luas. Sarana
dakwah yang cukup berkembang dengan pesat adalah lembaga pendidikan.
Lembaga pendidikan ini pada awalnya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
Melalui lembaga-lembaga
tersebut, Gerakan Tarbiyah mengaplikasikan dan menyebarkan pemikirannya ke
masyarakat umum.
63 Wawancara dengan Sitaresmi Ismail (angkatan 1982), Aktivis Dakwah Kampus, 25
Mei 2011 pada pukul 11.42. 64 Ada empat fase tahapan dakwah IM, yaitu mihwar tandzim, mihwar sya’bi, mihwar
muasasi dan mihwar dauli.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
25
alternatif, tetapi pada kenyataannya mampu tumbuh berkembang dengan pesat
sampai terbentuknya Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) baik untuk tingkat
TK, SD, SLTP dan SLTA. Melalui lembaga-lembaga inilah pemikiran-pemikiran
tarbiyah disebarkan dan diimplementasikan. Di wilayah regional III (Jabotabek)
jumlah lembaga pendidikan yang dikelola berdasarkan Jaringan Sekolah Islam
Terpadu sebanyak 571 Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 424 Sekolah Dasar
Islam Terpadu, 109 Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu, dan 10 Sekolah
Menengah Atas Islam Terpadu.65
1.2. Permasalahan
Bertolak dari uraian di atas, terungkap bahwa Gerakan Tarbiyah pada
dasarnya adalah organisasi masyarakat yang mempunyai tujuan meningkatkan
kualitas Umat Islam di Indonesia dengan cara peningkatan pengetahuan
keislamannya, akidahnya melalui dakwah dan metode pendidikan yang disebut
tarbiyah, karena itu gerakan ini disebut Gerakan Tarbiyah.
Seperti telah diuraikan di atas, sambutan komunitas muslimin Indonesia
terhadap Gerakan Tarbiyah tidak jauh berbeda dengan sambutan terhadap
gerakan pembaru Islam (Islam modernis) pada awal abad ke-20. Artinya ada
kelompok muslim yang menyambutnya secara positif, bahkan ikut pula
menggunakan metode tarbiyah daam syiar agamanya. Namun ada pula yang
bersikap sebaliknya. Hal ini menjadi menarik untuk dikaji, mengingat
kelompok yang menanggapi secara negatif terhadap Gerakan Tarbiyah, justru
datang dari organisasi masyarakat (ormas) Islam yang paling populer dan paling
berpengaruh, yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah
Bertolak dari peristiwa-peristiwa itu muncul beberapa permasalahan yang
ingin dicarikan jawabannya melalui penelitian ini, sekaligus akan dijadikan
pokok permasalahan dalam disertasi ini. Adapun pokok permasalahan itu
adalah
65 Website jsit.web.id diunduh tanggal 28 Mei 2012 pk 12.45
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
26
1. Mengapa Gerakan Tarbiyah begitu menarik kalangan muda namun
dicurigai sebagai gerakan transnasional yang ingin mengubah tradisi
dan budaya lokal dengan tradisi dan budaya Timur Tengah.
2. Mengapa muncul kekhawatiran Muhammadiyah terhadap
perkembangan gerakan tarbiyah.
3. Benarkah Gerakan Tarbiyah bermaksud mengubah agama menjadi
ideologi negara dalam arti mengganti Pancasila dengan Islam, seperti
yang dituduhkan NU
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian yang saya lakukan ini bertujuan untuk menjelaskan proses
pertumbuhan Gerakan Tarbiyah dan penyebaran pemikirannya di Indonesia.
Tujuan lainnya menjelaskan benarkah Gerakan Tarbiyah merupakan organisasi
transnasional yang ingin mengubah tradisi dan budaya lokal dengan tradisi
Timur Tengah. Penulis juga ingin menjelaskan mengapa muncul kekhawatiran
Muhammadiyah terhadap perkembangan gerakan tarbiyah. Penulis juga ingin
menjelaskan benarkah Gerakan Tarbiyah bermaksud mengubah agama menjadi
ideologi negara dalam arti mengganti Pancasila dengan Islam seperti yang
dituduhkan NU.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian sejarah kontemporer. Nugroho
Notosusanto dalam masalah penelitian sejarah kontemporer, menyebutkan
bahwa sejarah kontemporer ialah jaman dari mereka yang hidupnya bersamaan,
yakni bersamaan dengan kita baik pembaca maupun sejarawannya, serta
penggarapannya. Kesulitan dalam penyusunan sejarah kontemporer menurut
Nugroho terletak pada kadar subyektivitas dalam sejarah kontemporer lebih
besar dari pada mengenai, misalnya saja, sejarah abad kedelapan belas atau
sejarah perkembangan Islam di Indonesia atau sejarah jaman Hindu.
Subyektivitasnya lebih besar karena pelakunya masih hidup. Jadi masalahnya
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
27
terletak pada sejarawan dan pelaku sejarah. Bagi sejarawan kurangnya jarak
waktu memainkan peranan yang besar dalam meningkatkan subyektivitas,
terutama yang menyangkut interpretasi.66
Hasil penelitian ini diharapkan secara akademik dapat memperkaya
historiografi sejarah pemikiran Islam dan sejarah gerakan Islam kontemporer di
Indonesia. Sedangkan secara praktis hasil penelitian ini diharapkan memberikan
sumbangan pemahaman yang komprehensif tentang dinamika gerakan dakwah
Islam di Indonesia yang sering kali menyulut perbedaan pandangan diantara
organisasi yang ada. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan oleh para pengambil
kebijakan untuk menata kehidupan beragama yang damai di Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup
Fokus utama penelitian ini adalah menganalis pertumbuhan dan
perkembangan gerakan tarbiyah, organisasi yang dipengaruhi pemikiran gerakan
Islam Transnasional Ikhwanul Muslimin, dari tahun 1980 hingga tahun 2010.
Penulisan diawali pertumbuhan gerakan tarbiyah pada 1980 di kampus-kampus
umum. Fenomena ini mirip dengan yang terjadi di Mesir. Ketika IM diberangus,
pengaruh pemikirannya berkembang di kampus-kampus melalui organisasi
Jamaah Islamiyah yang dibentuk oleh para mahasiswa Mesir. Di Indonesia
muncul melalui Lembaga Dakwah Kampus di universitas-universitas umum
seperti ITB, UI, dan IPB.
Lembaga Dakwah Kampus dalam perkembangannya mengadopsi
metode dan pemikiran gerakan Ikhwanul Muslimin dalam aktivitas pembinaan
sampai memunculkan Gerakan Tarbiyah. Pada perkembangan berikutnya,
aktivis-aktivis gerakan tarbiyah mulai melebarkan pengaruhnya bukan hanya
melalui kampus-kampus, melainkan juga sudah masuk ke berbagai lembaga,
mulai dari lembaga pendidikan, pers dan media masa, hingga kajian keilmuan
dan kebudayaan. Aktivitas kader gerakan tarbiyah terus berkembang dan
menanamkan pengaruhnya dalam masyarakat, terutama di wilayah Jakarta dan 66 Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (suatu pengalaman),
Jakarta: Yayasan Idayu, 1978, hal.6-8
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
28
Depok pada khususnya dan Indonesia pada umumnya. Kondisi seperti ini mulai
memunculkan sikap dan pandangan dari kalangan gerakan dakwah lainnya di
Indonesia (untuk peneltitian ini diutamakan sikap NU dan Muhammadiyah) yang
mencapai puncaknya di dasawarsa awal 2000-an. Muhammadiyah memunculkan
sikapnya melalui SKPP Muhammadiyah pada 2006 dan NU mulai 2007 melalui
pernyataan-pernyataan tokohnya melalui NU Online.
Kajian ini dibatasi tahun 2010 karena pada masa ini terjadi pergantian
kepemimpinan di Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Di samping itu, penulis
juga menemukan grand design gerakan tarbiyah 2010. Rencana pembentukan
sayap politik baru direncanakan tahun 2010, tetapi, karena situasi politik, grand
design ini dilaksanakan pada tahun 1998 ketika terjadi suksesi kekuasaan.
1.5. Penelitian Karya-karya Terdahulu
Hasil penelusuran sementara yang dilakukan penulis terhadap karya-
karya penelitian yang sudah ada pada umumnya membahas Islam di Indonesia
dalam konteks politik. Hal tersebut terlihat dari karya yang ditulis oleh Zainal
Abidin Amir yang berjudul Peta Islam Politik Pasca-Soeharto. Ia lebih
membahas perjalanan partai politik Islam dan dinamika partai-partai Islam di
Indonesia. Ia menjelaskan perjalanan partai politik Islam dalam sejarah politik
Indonesia. Ia memulai pembahasan dengan tumbuhnya Sarekat Islam pada masa
pergerakan nasional hingga munculnya partai-partai politik Islam pada masa
reformasi. Di bagian lain buku ini penulis menjelaskan respon partai-partai Islam
terhadap permasalahan krusial yang muncul dalam kehidupan masyarakat.
Dinamika eksternal partai-partai Islam pada masa awal reformasi juga dibahas di
dalam buku ini.67
Buku lain di antaranya adalah Islam Orba: Perubahan Politik dan
Keagamaan karya Sudirman Teba. Buku ini merupakan bunga rampai kumpulan
tulisan tentang Islam. Buku terbitan Tiara Wacana ini menggambarkan Islam
pada masa Orba yang mengalami perubahan besar baik secara institusional
maupun dalam bentuk perubahan pemikiran berbagai ajaran dari agama Islam.
67 Zainal Abidin Amir, Peta Islam Politik Pasca-Soeharto, Jakarta: LP3ES, 2003
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
29
Perubahan ini akan tampak jelas pada perkembangan dewasa ini jika
dibandingkan dengan masa-masa awal Orba.
Salah satu perubahan secara institusional yang terjadi adalah fusi partai-
partai Islam menjadi PPP. Kondisi ini diikuti dengan pergantian asas partai dari
Islam menjadi Pancasila. Selain itu, munculnya institusi baru seperti
terbentuknya MUI pada 1975 dan ICMI pada 1990 dan Bank Muamalat pada
1991. Dalam bidang pemikiran digambarkan adanya perubahan pemikiran dari
pemikiran klasik ke pemikiran modern.68
Ada sebuah buku tentang Sejarah Pemikiran yaitu karya Fahri Ali dan
Bachtiar Effendi yang berjudul Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi
Pemikiran Islam Indonesia Masa Orba. Buku ini menggambarkan Islam dan
transformasi masyarakat di Nusantara dan proses terbentuknya pola pemikiran
Islam baik tradisionalis maupun modernis. Pola pemikiran lainnya adalah pola
pemikiran sosial politik umat Islam pada masa sebelum dan setelah
kemerdekaan. Bagian lain buku ini juga menjelaskan pembangunan, politik, dan
perubahan pola pemikiran Islam pada masa Orba. Di bagian akhir digambarkan
peta baru pemikiran Islam di Indonesia. Dijelaskan pula pudarnya pola
pemikiran modernis dan tradisionalis.
69
Selain buku-buku di atas ada juga karya penelitian yang berupa disertasi
ataupun tesis. Disertasi yang pernah membahas tentang IM adalah karya Amien
Rais. Dalam menyelesaikan program doktornya di University of Chicago,
Amerika Serikat, Amien mengambil bidang studi Timur Tengah. Ia menulis
disertasi dengan judul “The Moslem Brotherhood in Egypt: Its Rise, Demise, and
Resurgence”. Dalam karyanya tersebut Amien menjelaskan sejarah IM di Mesir
mulai dari kelahiran, keruntuhan, dan kebangkitannya kembali.
Karya lain yang membahas tentang gerakan Islam dari luar adalah tesis
karya M. Imdaddun Rahmat dari Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam (PKTTI)
UI, yang berjudul “Transmisi Gerakan Revivalisme Islam Timur Tengah ke 68 Sudirman Teba. Islam Orba: Perubahan Politik dan Keagamaan. Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1993 69 Fachri Ali dan Bahtiar Effendy. Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran
Islam Indonesia Masa Orba. Bandung: Mizan, 1986.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
30
Indonesia 1990—2002”. Tesis tersebut membahas proses, model, dan bentuk
transmisi gerakan kebangkitan Islam yang berlangsung di Timur Tengah ke
Indonesia yang terjadi pada rentang waktu antara 1990—2002. Tesis tersebut
menyimpulkan gerakan revivalisme Islam yang bermula dari Timur Tengah telah
menyebar hampir ke seluruh dunia Islam termasuk Indonesia. Trasmisi gerakan
ini ke Indonesia terjadi melalui modus dan sarana yang beragam, yaitu melalui
alumni Timur Tengah, buku-buku, dan hubungan personal para aktivis. Dampak
dari hal tersebut adalah diadopsinya pemikiran ideologi dan manhaj gerakan
Islam revivalisme dari timur tengah.
Karya lain lagi yang membahas pengaruh pemikiran Islam transnasional
adalah tesis karya Aay Muh. Furqon yang berjudul “Pengaruh Pemikiran IM
Terhadap Gerakan Politik Islam Di Indonesia”. Tesis yang ditulis di Program
Pascasarjana Ilmu Politik ini menjelaskan bahwa pemikiran IM diadopsi ke
dalam gerakan sosial politik Islam di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Pemikiran yang dianut oleh tokoh IM tersebut adalah Salimatut al Aqidah al
Islamiyah. Pemikiran ini memahami bahwa tidak ada keterpisahan antara Islam
dan negara. Dalam tataran praktis, ketidakterpisahan Islam dan negara acap kali
diwarnai kekacauan konseptual sehingga penyatuan Islam dan negara yang
dianggap aksiomatis dalam praktiknya tidak serta merta menimbulkan
kemaslahatan. Kondisi seperti itu dalam konsep IM diperlukan konsep Tarbiyah
yang menyeluruh bagi masyarakat Islam.
Karya lainnya adalah tulisan dari Misbahul Ulum yang berjudul “Relasi
Islam dan Negara: Studi kasus Pengaruh Gerakan Politik IM terhadap PKS”.
Penelitian ini mencoba mengetahui posisi dua organisasi gerakan dakwah dan
politik Islam, IM dan PKS yang tumbuh dan berkembang di kawasan yang
berbeda, khususnya yang berhubungan dengan relasi Islam dan negara. Penulis
juga mencoba membahas pengaruh satu organisasi terhadap yang lainnnya dalam
kaitan pemikiran hubungan politik dan agama.
Penelitian lainnya adalah “Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah
Tarbiyah and the Prosperous Justice Party” yang merupakan disertasi Yon
Machmudi. Disertasi ini membahas munculnya kekuatan Islam baru di
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
31
Indonesia, Jemaah Tarbiyah. Pembentukan Jemaah ini memberi kontribusi untuk
membentuk varian baru santri atau muslim di Indonesia yang telah melampaui
klasifikasi modernis atau tradisionalis. Jemaah tarbiyah aktivisnya sangat
heterogen, selain modernis dan revivalis juga memiliki aktivis dari latar belakang
tradisionalis. Terkait dengan isu penerapan syariah di Indonesia, Jemaah
Tarbiyah, melalui sayap politiknya, PKS, tidak mencoba untuk memaksakan.
Namun Jemaah Tarbiyah lebih fokus pada masalah keadilan dan kesejahteraan.
Disertasi ini diterbitkan oleh Australian National University pada 2008.
Fenomena Partai Keadilan Sejahtera: Tranformasi 20 tahun Gerakan
Tarbiyah di Indonesia karya Ali Said Damanik diterbitkan oleh Teraju Jakarta
pada 2002. Buku ini menggambarkan kemunculan dan perkembangan sebuah
gerakan yang dalam dua puluh tahun terakhir terasa fenomena. Partai Keadilan
(PK) adalah sebuah fenomena di tahun 1999 yang cukup mengejutkan. Partai ini
muncul tidak seperti partai besar lain yang umumnya berasal dari organisasi
masyarakat atau partai lama yang dipimpin tokoh nasional yang sudah di kenal
masyarakat. PK seolah-olah muncul dari negeri entah berantah. Meski gagal
melewati electoral threshold sebesar dua persen, PK berhasil mengumpulkan
suara lebih banyak dari partai lain yang pimpin oleh tokoh nasional atau partai
lama yang berbasis masa lalu (Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI),
Persatuan Umat Islam (PUI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI),
dan Masyumi Baru). Ali Said menyebutnya bahwa genealogi PK berasal dari
sebuah gerakan dakwah yang sering disebut gerakan tarbiyah. Dia menjelaskan
bahwa PK merupakan hasil proses dari tiga tahap selama dua puluh tahun.
Pertama, berawal dari sebuah gerakan dakwah bawah tanah dengan sistem usrah
yang terbatas menjadi sebuah gerakan keagamaan yang diterima secara longgar
di kampus-kampus. Kedua, dari sebuah gerakan ekslusif di musala-musala
kampus menjadi sebuah gerakan yang menguasai lembaga-lembaga formal.
Ketiga, ketika gerakan ini mendirikan Partai Keadilan pada Agustus 1998.
Untuk faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan
tarbiyah, penulis terpaku pada kelahiran Ikatan Cendekiawan Muslim s
Indonesia (ICMI) sebagai faktor kondusif terhadap berbagai gerakan Islam.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
32
Penulis juga mencoba menyinggung perubahan sosial makro seperti modernisasi
dan akibat yang ditmbulkannya, seperti anomie dan disorientasi nilai, tetapi
penulis kurang menjelaskan bagaimana proses perubahan sosial tersebut
direspon oleh aktivis tarbiyah kurang dijadikan fokus utama. Ini merupakan
suatu faktor penting dalam menjelaskan fenomena tarbiyah. Seharusnya perlu
diuraikan mengenai karakteristik ajaran tarbiyah dan karakteristik sosial Gerakan
Tarbiyah yang dikaitkan dengan proses perubahan sosialnya akan memperjelas
raison d’etre di balik tumbuh berkembangnya tarbiyah.
Dari semua penelitian tentang gerakan tarbiyah yang telah dilakukan di
atas, hampir sebagian besar merupakan karya ilmuwan politik dan juga sosiologi.
Kebanyakan dari tulisan tersebut hanya membahas satu sisi saja, seperti karya
Imdaddun yang hanya membahas proses transmisinya gerakan IM terhadap
gerakan tarbiyah di Indonesia, Aay Muhammad Furqon yang hanya membahas
pengaruh gerakan IM terhadap pemikiran politik PKS, dan Misbahul Ulum yang
lebih memfokuskan pada relasi hubungan agama dan negara dengan studi kasus
IM dan PKS. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ali Said Damanik yang hanya
memperhatikan proses perkembangan PK yang berawal dari sebuah gerakan
tarbiyah.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian disertasi ini bertujuan ingin
melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya terutama kurang tergambarnya
karakteristik ajaran tarbiyah dan juga karakteristik gerakan sosial tarbiyah
sehingga memunculkan respon dari gerakan dakwah yang sudah ada dan sudah
mapan sebelumnya. Respon ini menjadi penting mengingat yang menyampaikan
adalah pimpinan Nahdlatul Ulama dan pimpinan Muhammadiyah. Dari sumber
primer yang diperoleh penulis dari tokoh-tokoh Gerakan Tarbiyah, diharapkan
akan mampu mengungkapkan karakteristik ajaran dan karakteristik sosial
gerakan tarbiyah sehingga terungkap pula latar belakang dan pandangan NU
dan Muhammadiyah terhadap gerakan tarbiyah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
33
1.6. Kerangka Teori dan Metodologi Gerakan Islam menjadi fenomena yang sangat menonjol dan menyeruak
di media nasional dan internasional. Di Indonesia, dentuman bom berkali-kali
disasarkan kepada gerakan Islam, khususnya yang berjejaring internasional yang
dikenal dengan istilah Islam transnasional. Sayang sekali penjelasan tentang
fenomena gerakan Islam masih dinominasi bahwa gerakan Islam merupakan
“penyimpangan” dari arus utama Islam. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh
Hasyim Muzadi bahwa gerakan-gerakan Islam yang berasal dari Timur Tengah
merupakan penyimpangan dari Islam dengan menjadikan Islam sebagai ideologi.
Di era 1990-an akhir, sejumlah penelitian tentang gerakan Islam mulai
menjembatani kesenjangan antara studi gerakan Islam dan teori-teori ilmu sosial
tentang aksi kolektif. Premis dasar yang muncul adalah bahwa gerakan Islam
tidak sui generis. Kajian Islam tidak lagi melihat Islam sebagai sebuah sistem
makna, identitas dan dasar aksi kolektif, tetapi mencoba mencari kesamaan
gerakan yang berakar dalam proses, bagaimana gerakan diorganisasikan,
bagaimana ide-ide dibingkai dan disebarluaskan, bagaimana keluhan
dikolektifkan, dan merancang taktik dan strategi untuk menanggapi perubahan.
Istilah transnasional secara bahasa merupakan suatu bentuk ajektif yang
bermakna sesuatu yang berkenaan dengan perluasan atau keluar dari batas-batas
negara. Ciri lain dari gerakan transnasional adalah pola gerakannya tidak dapat
dipetakan dalam batas-batas politik konvensional. Batas-batas tersebut tidak lagi
memadai sebab gerakan ini berkembang sejalan dengan pesatnya kemajuan
teknologi informasi dan transportasi dunia. Hubungannya tidak lagi melalui
pemerintahan melainkan melibatkan antara warga negara dari sebuah negara
dengan warga negara dari negara lainnya.70 Hal tersebut dapat diperhatikan dari
hubungan diagram di bawah ini.71
State A The Classical System State B
DIAGRAM HUBUNGAN INTERNASIONAL
70 Mark R. Amstutz, International Conflict and Cooperation: An Introduction to World
Politics, New York: Mc.Graw-Hill College, 1999, hal. 62—64. 71 Ibid, hal, 64.
Society
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
34
International Relations
State A The Modern System State B
Transnational Relations
Sumber: Mark R. Amstutz, International Conflict and Cooperation: An Introduction to World Politics, New York: Mc.Graw-Hill College hal. 62-64
David Kowalewski menyebutkan bahwa gerakan transansional
merupakan suatu organisasi72, bukan suatu asosiasi.73 Anggota organisasi
gerakan transnasional berasal dari beberapa negara. Mereka mengorganisasi dan
memperluas pengaruhnya dari satu tempat. Ia melihat tiga tipe dari transnasional
yaitu transnational religions, transnational foundations, dan transnational
enterprises.74
Untuk memahami pola perubahan perilaku seseorang dalam beragama,
penulis menggunakan konsep Social Construction of Reality Peter L Berger dan
Thomas Luckmann. Realitas yang menjadi sasaran melalui konstruksi ini adalah
tentang pola perpindahan pemikiran maupun tingkah laku aktivis dakwah yang
Ia mencontohkaan transnational religions seperti kasus Gereja
Katolik Roma: Paus mengontrol dan mengorganisasi pastoral di seluruh dunia.
72 Organisasi merupakan ‘kesatuan yang terdiri atas bagian-bagian (orang dan
sebagainya) dalam perkumpulan dan sebagainya untuk tujuan tertentu’. Dalam definisi lain, organisasi adalah ‘kelompok kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama’. Contohnya adalah Muhammadiyah dan NU.
73 Asosiasi merupakan ‘persatuan antara rekan usaha; persekutuan dagang dan lain-lain’. Contohnya adalah Asosiasi Advokat Indonesia.
74 Mary Hawkesworth and Maurice Kogan,(editor) Encyclopedia of Government and Politics (vol.2), London: Routledge, 1993, hal. 944-956
Government
Society
Government
Government
Society
Society
Government
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
35
tadinya menjadi objek dakwah menjadi subjek dakwah. Untuk lebih memahami
perubahan yang terjadi, penulis menggunakan dialektika Berger dan Luckmann,
yaitu eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.
Eksternalisasi dan objektivasi merupakan momen dalam suatu proses
dialektika yang berlangsung terus menerus. Momen ketiga adalah internalisasi
berlangsung selama proses sosialisasi. Eksternalisasi merupakan suatu upaya
penyesuaian diri seorang individu dengan dunia sosio-kultural yang merupakan
produk manusia. Objektivasi merupakan proses interaksi sosial dalam dunia
intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi.
Internalisasi merupakan proses bagaimana individu mengidentifikasi diri di
tengah lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial tempat seorang individu
menjadi anggotanya. Hubungan yang mendasar dari ketiga momen dialektika ini
bersesuaian dengan suatu karakteristik yang esesial dari suatu dunia sosial.
Berger dan Luckmann menyebutnya “ Masyarakat merupkan produk manusia,
“Society is a human product”. Masyarakat merupakan kenyataan obyektif,
“Society is an objective reality”. Manusia merupakan produk sosial”, “Man is a
social product”.75 Jadi suatu analisa mengenai dunia sosial yang
mengesampingkan salah satu dari ketiga momen tersebut akan menghasilkan
suatu distorsi.76
Berger dan Luckmann meyakini secara substantif bahwa realitas
merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial
terhadap dunia sosial di sekelilingnya, “Reality is socially constructed”.
77
75 Ibid. hal. 87 76 Ibid. hal. 88. 77 Ibid. hal. 87.
Teori
ini berakar pada paradigma konstruktivis yang melihat realitas sosial sebagai
konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu yang merupakan manusia bebas.
Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan
kehendaknya. Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di
luar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya sehingga individu merespon
terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, seorang
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
36
individu dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam
dunia sosialnya.
Ada perbedaan antara realitas dengan pengetahuan. Realitas merupakan
suatu kualitas yang terdapat di dalam kenyataan dan diakui memiliki keberadaan
(being) yang tidak bergantung kepada kehendak kita. Sementara itu, pengetahuan
merupakan kepastian bahwa realitas-realitas itu nyata (real) dan memiliki
karakteristik yang spesifik.78
Proses konstruksi dalam perspektif Berger dan Luckmann berlangsung
melalui interaksi sosial yang merupakan suatu dialektika dari tiga bentuk
kenyataan, pertama, objective reality, yaitu merupakan suatu kompleksitas
definisi realitas (termasuk ideologi dan keyakinan ) dan rutinitas tindakan serta
tingkah laku yang telah mapan terpola yang semuanya dihayati oleh individu
secara umum sebagai fakta.
79
Kedua, symblolic reality, yaitu merupakan suatu ekspresi simbolik dari
apa yang dihayati sebagai “objective reality”
Kader Tarbiyah yang hidup dalam lingkungan
sosial masyarakat akan dihadapkan dengan kondisi obyektif yang ada.
80
Ketiga, subjective reality, yaitu merupakan suatu konstruksi definisi
realitas yang dimiliki individu dan dikonstruksi melalui proses internalisasi.
Realitas subjektif yang dimiliki masing-masing individu merupakan basis untuk
melibatkan diri dalam proses eksternalisasi atau proses interaksi sosial dengan
individu lain dalam suatu struktur sosial. Seorang individu melalui proses
eksternalisasi secara kolektif berpotensi melakukan objektivasi dan
memunculkan sebuah konstruksi objective reality yang baru.
misalnya pemahaman terhadap
materi-materi yang disampaikan melalui halaqah, usrah, daurah, tasqif, dan
nadwah. Pemahaman kader tarbiyah terhadap materi-materi yang disampaikan
akan difahami sesuai dengan kondisi obyektif pengetahuan lokal yang sudah
tertanam dalam diri setiap individu.
81
78 Ibid. hal. 1 79 Ibid. hal. 185-188 80 Ibid. hal.194-198 81 Ibid. hal. 210-233
Seorang individu
kader tarbiyah yang pada awalnya berfungsi sebagai sasaran dakwah, dengan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
37
proses internalisasi berubah menjadi pelaku dakwah di lingkungan sosialnya.
Kader tarbiyah tersebut kemudian menjalankan fungsi barunya sebagai pelaku
dakwah. Dialektika ini terus berjalan, sehingga pengetahuan lokal yang mereka
miliki mampu membaca pemikiran transnasional yang dibawa oleh Gerakan
Tarbiyah.
Penelitian ini merupakan penelitian sejarah kontemporer sehingga
metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Metode
sejarah terdiri atas empat tahapan, yaitu heuristik, kritik, interpretasi dan
historiografi.
Tahap heuristik merupakan suatu proses mencari dan menemukan
sumber, data, dan informasi mengenai masalah atau tema yang akan diangkat
dalam penelitian. Dalam proses pengumpulan data dan sumber tertulis yang
relevan, penulis telah melakukan penelitian kepustakaan. Penulis telah
melakukan penelitian kepustakaan dan arsip. Pencarian tahap pertama dilakukan
di Perpustakaan Universitas Indonesia. Di perpustakaan ini penulis fokus
menyelusuri hasil-hasil penelitian tesis, disertasi, buku dan majalah-majalah
yang terkait dengan Islam dan gerakan transnasional. Buku yang ditemukan
antara lain karya Zainal Abidin Amir yang berjudul Peta Islam Politik Pasca
Soeharto. Selain itu penulis menemukan 3 karya tesis dari Pusat Kajian Islam
dan Timur Tengah serta 1 buah tesis dari Pascasarjana Ilmu Politik. Tesis
tersebut di antaranya berjudul “Relasi Islam dan Negara: Studi Kasus Pengaruh
Politik Ikhwanul Muslimin terhadap PKS karya Misbahul Ulum dan “Trasmisi
Gerakan Revialisme Islam Timur Tengah ke Indonesia 1980—2002” karya
Muhammad Imdaddun. Penulis juga menemukan beberapa buku yang
menunjang penelitian ini seperti Islam Orba: Perubahan Politik dan Keagamaan
karya Sudirman Teba dan Merambah Jalan Baru Islam: Rekonstruksi Pemikiran
Islam karya Fahri Ali dan Bachtiar Effendi
Selanjutnya, penulis menelusuri sumber di perpustakaan Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII
LIPI). Di perpustakaan ini, penulis menelusuri buku, majalah, dan kumpulan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
38
artikel penelitian yang dilakukan oleh peneliti LIPI yang terkait dengan Islam.
Salah satu majalah yang penulis temukan adalah Tempo yang terbit pada 1986.
Di dalamnya terdapat wawancara antara Tempo dengan Nurcholish Madjid yang
berjudul “Nurcholish, yang Menarik Gerbong”.
Penelusuran juga dilakukan melalui internet untuk mencari jurnal-jurnal
yang terkait tema penelitian serta berita-berita terkait. Dari penelusuran ini
diperoleh beberapa artikel dalam jurnal ilmiah di Jstore, ditemukan pula buku
tentang gerakan transnasional di Asia Tenggara yang merupakan kumpulan
artikel tentang perkembangan gerakan transnasional di Asia Tenggara. Selain
buku itu penulis juga mendapatkan satu buku yang berjudul Ilusi Negara Islam:
Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Selain buku dan jurnal,
masih melalui media internet, penulis menemukan informasi tentang sikap dan
pandangan terhadap gerakan transnasional melalui NU Online, jurnal online
milik NU.
Pencarian sumber juga dilakukan melalui wawancara. Penulis telah
mengajukan surat permohonan wawancara baik tokoh nasional, tokoh lokal, dan
aktivis gerakan dakwah, baik Gerakan Tarbiyah, NU maupun Muhammadiyah.
Namun tidak semua tokoh merespon surat-surat yang penulis ajukan. Tokoh
yang sudah penulis ajukan adalah K.H. Hilmi Aminuddin, K.H. Abdullah
Baharmus, DR. Salim Segaf Al Jufri (tiga tokoh pendiri Gerakan Tarbiyah,
sayangnya surat penulis tidak di respon, hanya dijawab oleh sekretarisnya bahwa
ustadz tidak bisa di wawancara terkait Gerakan Tarbiyah, sayang sekali), K.H.
Hasyim Muzadi (sudah menyatakan kesediaanya namun sayang waktu beliau
tidak memungkinkan). K.H. Burhan (Ketua PCNU Depok), Ustaz H. Raden
Salamun, Ustaz H. Suryadi (tokoh NU Depok), K.H. Wazir Nuri S.Ag.(Mantan
Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Depok, sesepuh Muhammadiyah
Depok, anak pendiri Muhammadiyah Depok). Ustadz Farhan A.R. Fakhrudin
(Ketua Pengurus Daerah Muhammadiyah Kota Depok). Penulis juga
mewawancara alumni-alumni Timur Tengah yang menjadi aktivis Gerakan
Tarbiyah dengan latar belakang yang berbeda, Ustadz Ali Fikri Piyar M.A.
dengan latar belakang NU, Ustadz Hilam Rosyad, Lc. dengan latar belakang
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
39
Persis. Penulis juga berhasil mewawancarai Ustadz Mashadi, mantan sekretaris
pribadi Moh. Natsir, dengan latar belakang aktivis PII, aktivis tarbiyah, dan
mantan anggota PKS. Adapun wawancara dengan aktivis Gerakan Tarbiyah baik
di era awal maupun era sekarang sudah penulis lakukan dengan beberapa tokoh.
Media lain yang penulis gunakan untuk mendapatkan sumber adalah
pameran buku Islamic Book Fair. Di pameran ini, penulis menemukan buku-
buku tentang risalah pergerakan, modul tarbiyah Islamiyah, dan perangkat-
perangkat tarbiyah. Untuk mencari sumber yang lebih komprehensif, penulis
menghubungi aktivis tarbiyah untuk mendapatkan sumber tertulis yang
mendukung penelitian ini. Penulis memperoleh buku tentang Manhaj Gerakan
Tarbiyah T1, Manhaj Gerakan Tarbiyah T2, Manhaj 1421, dan Manhaj 1427
dan Manhaj 1433. Penulis belum mendapatkan Manhaj Tarbiyah 1994. Untuk
Manhaj 1421 penulis hanya memperoleh jilid 1, 2 dan 4. Penulis belum
memperoleh jilid 3.
Selanjutnya, penulis menelusuri Perpustakaan Nasional dengan harapan
memperoleh Suara Muhammadiyah era tahun 2000-an. Namun, penulis tidak
menemukan Suara Muhammadiyah edisi tahun 2006-2008. Penulis akhirnya
memperoleh majalah Suara Muhammadiyah tahun 2006 di Kantor Pusat Suara
Muhammadiyah di Yogyakarta. Penulis memperoleh Suara Muhammadiyah
terbitan tahun 2007 dari Ustadz Farhan A.R. Fakhrudin.
Sumber-sumber data yang diteliti dalam studi ini umumnya berupa
sumber tertulis dan sumber lisan, baik yang berupa sumber primer maupun
sumber sekunder. Sumber primer diperoleh dari hasil wawancara dengan tokoh
dan para aktivis dakwah Islam baik dari NU, Muhammadiyah, dan Gerakan
Tarbiyah. Selain itu, penulis juga memperoleh arsip Muhammadiyah tentang
SKPP No. 149 tahun 2006 tentang sikap Muhammadiyah terhadap Gerakan
Tarbiyah dan PKS. Sumber primer lainnya diperoleh dari NU Online yang
merupakan terbitan resmi dari NU tentang berita-berita dan sikap NU terhadap
gerakan transnasional.
Tahap kedua dalam metode ini adalah melakukan kritik sumber, yaitu
proses penyeleksian sumber secara kritis. Tahap ini terdiri atas dua bagian, yaitu
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
40
kritik intern dan kritik ekstern. Kritik intern merupakan proses penyeleksian
sumber dengan mengukur tingkat kualitas, kredibilitas, dan kapabilitas sumber
yang diperoleh melalui penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan
satu sumber dengan sumber lain. Contohnya adalah membandingkan sumber dari
NU Online dengan wawancara di lapangan atau membandingkan sumber dari
NU Online dengan sumber dari Gerakan Tarbiyah terkait dengan masalah tujuan
dari Gerakan Tarbiyah. Adapun kritik ekstern terkait dengan proses penyelidikan
terhadap otentisitas sumber yang diperoleh, baik secara fisik untuk sumber
tertulis maupun terkait dengan orang yang diwawancara. Proses pengujian ini
juga berfungsi untuk menyeleksi data-data agar didapat data yang relevan dengan
topik permasalahan.
Tahap ketiga adalah tahap interpretasi terhadap data yang sudah
diseleksi, yaitu memuat penafsiran atas data dan merangkai hasil penafsiran
tersebut secara logis dan sistematis. Tahapan ini menjelaskan data-data yang
diperoleh (menginterpretasi atau mengeksplanasi) sehingga dapat menjadi fakta
sejarah yang bermakna. Dalam penjelasan tersebut terdapat di dalamnya faktor-
faktor yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa atau perubahan.
Tahapan keempat adalah historiografi, yaitu merekonstruksi fakta hasil
interpretasi yang kemudian dituangkan dalam sebuah tulisan sejarah. Penulisan
dalam penelitian ini bercorak deskriptif analitis dengan menggunakan
pendekatan ilmu sosial agar mampu menampilkan segala aspek sejarah sebagai
suatu realitas yang komplek dengan segala strukturnya.
1.7. Sumber Data Sumber-sumber data yang diperoleh untuk penelitian ini mencakup
sumber tertulis dan sumber lisan, baik yang berupa sumber primer maupun
sumber sekunder. Penulis memperoleh sumber sekunder dari buku-buku, tesis
maupun disertasi, surat-surat kabar, dan majalah-majalah.
Sumber sekunder yang sudah diperoleh terkait dengan berupa tesis yang
ada di Perpustakaan UI misalnya “Relasi Islam dan Negara: Studi Kasus
Pengaruh Politik Ikhwanul Muslimin terhadap PKS” karya Misbahul Ulum dan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
41
“Transmisi Gerakan Revialisme Islam Timur Tengah ke Indonesia 1980—2002”
karya Muhammad Imdaddun. Untuk majalah, penulis memperoleh artikel dari
majalah Tempo tahun 1986 tentang Nurcholish Madjid dan kebijakan Islam Orba
dan pengaruhnya terhadap perkembangan gerakan dakwah kampus. Sumber
primer penulis peroleh baik berupa naskah yang sudah dipublikasi maupun yang
belum dipublikasi. Sumber-sumber yang dipublikasi adalah tulisan-tulisan
tentang IM seperti Ceramah-ceramah Hasan Al Banna, Memoar Hasan Al
Banna, Majmuatur Rasail (Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin). Selain itu
penulis memperoleh buku Manhaj (sistem) Gerakan Tarbiyah T1 dan T2 yang
merupakan Manhaj awal Gerakan Tarbiyah. Penulis juga memperoleh Manhaj
1421 yang penulis peroleh hanya jilid 1,2 dan 4. Buku Manhaj lainnya yang
diperoleh adalah Manhaj 1427 yang merupakan Manhaj terbaru bagi Gerakan
Tarbiyah. Penulis agak sulit memperoleh buku Manhaj ini karena diterbitkan
untuk kalangan terbatas. Penulis mendapatkannya dengan meminjam ke
beberapa aktivis Gerakan Tarbiyah.
Sumber primer lainnya adalah media NU yang berupa NU Online yang
penulis selusuri sejak tahun 2006 hingga 2010. NU Online ini berisi pernyataan
dari tokoh dan pimpinan NU terkait dengan sikap mereka terhadap Gerakan
Tarbiyah pada khususnya dan gerakan transnasional pada umumnya. Selain itu
penulis juga memperoleh informasi dari surat kabar Republika. Majalah yang
digunakan sebagai sumber primer adalah Suara Muhammadiyah, Majalah
Taswirul Afkar. Suara Muhammadiyah yang penulis telusuri di Perpustakaan
Nasional mulai dari tahun 2000 hingga 2010. Majalah Taswirul Afkar penulis
peroleh di Perpustakaan PB NU. Untuk pernyataan dan sikap Muhammadiyah,
penulis memperoleh arsip SKPP No.149 Tahun 2006 tentang sikap
Muhammadiyah terhadap Gerakan Tarbiyah dan PKS.
1.8. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan. Bab ini berisikan Latar Belakang Permasalahan,
Rumusan Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Ruang Lingkup
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
42
Penelitian, Penelitian Karya-karya Terdahulu, Kerangka Teori dan Metodologi,
dan Sistematika Penulisan.
Bab II Akar-Akar Gerakan Tarbiyah. Bab ini membahas garis besar
sejarah Ikhwanul Muslimin, tujuan Ikhwanul Muslimin, karakteristik Ikhwanul
Muslimin, pandangan dan gagasan Ikhwanul Muslimin, Ikhwan dan Pengakuan
Kemerdekaan Indonesia oleh Mesir dan Kebijakan Orba Terhadap Islam .
Bab III Gerakan Tarbiyah. Bab ini membahas lahirnya Gerakan
Tarbiyah, Dari Jaringan Lokal ke Jaringan Transnasional, Karakteristik
Kaderisasi Gerakan Tarbiyah, Peserta Tarbiyah, Sarana dan Prasarana Tarbiyah
dan Membangun Sayap Politik.
Bab IV Tanggapan Organisasi Dakwah Terhadap Gerakan Tarbiyah. Bab
ini membahas Tanggapan organisasi-organisasi dakwah nasional terhadap
Gerakan Tarbiyah terutama Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Bab V Kesimpulan.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
43
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
BAB II
AKAR-AKAR GERAKAN TARBIYAH
Terkait dengan adanya isu gerakan Islam transnasional yang dialamatkan
terhadap Gerakan Tarbiyah, maka sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai
gerakan ini, dipandang perlu unztuk menelusuri terlebih dahulu akar-akar
permasalahan itu dengan melihat organisasi transnasional yang terkait erat
dengan Gerakan Tarbiyah, yaitu Ikhwnul Muslimin dan juga Hizbut Tahrir yang
pada dasarnya merupakan sempalan dari IM. Seperti yang disinggung pada bab
terdahulu. Gerakan Tarbiyah memang menggunakan metode IM, bahkan
beberapa kadernya mengatakan sebagai anak ideologis I.M.
Terkait hubungan IM dan Gerakan Tarbiyah, Haedar Nashir
mengatakan bahwa Gerakan Tarbiyah memperoleh inspirasi dan memiliki
pertautan ideologi dengan IM.80
Untuk itu penulis mencoba menjelaskan secara garis besar sejarah dan
pemikiran IM dan akar-akar pertumbuhan Gerakan Tarbiyah di Indonesia.
Apakah Gerakan Tarbiyah itu sebuah gerakan transnasional?
Hal serupa diungkapkan pula oleh Gus Dur
bahwa Gerakan Tarbiyah, termasuk sayap politiknya, merupakan .gerakan yang
dipengaruhi oleh gerakan Islam tranasnasinal terutama yang berfaham Wahabi
atau IM atau gabungan keduanya. Akan tetapi, apakah kesamaan metode itu
sudah cukup untuk mencap Gerakan Tarbiyah, sebagai gerakan transnasional?
Hal ini sangat penting untuk dikaji.
2.1. Sejarah Pembentukan Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin (selanjutnya disebut IM) merupakan salah satu
organisasi gerakan Islam yang paling penting dalam sejarah gerakan keagamaan
bangsa Arab pada khususnya dan dunia Islam pada umumnya. Secara harfiah
80 Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010, hal. 7.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
44
Ikhwanul Muslimin berarti persaudaraan kaum muslimin. Selama
perkembangannya, baik di bidang politik, sosial, maupun intelektual, gerakan
ini berhasil memainkan peranannya yang cukup signifikan. Misalnya keterlibatan
IM dalam penyelesaian konflik Palestina Israel. Hingga kini IM sering terlibat
dalam pergumulan politik dengan pemerintahan di dunia Arab yang lahir pasca
Perang Dunia II, bahkan tidak jarang terlibat dalam konflik yang mengakibatkan
tersingkirnya mereka dari kancah politik, baik karena dilarang atau karena
menyikirkan diri.81
2.1.1. Kelahiran Ikhwanul Muslimin
Kondisi tersebut berdampak pada kesulitan untuk
memperoleh informasi tentang mereka karena IM tidak bergerak sebagai
organisasi yang formal. IM lebih banyak yang bergerak bawah tanah. Penulis
mencoba menjelaskan secara garis besar pertumbuhan dan perkembangan IM.
Kelahiran IM pada Maret 1928 di Ismailiyah tidak terlepas dari sosok
pendirinya, Hasan al Banna. Hasan Al Banna dalam mendirikan IM sangat
dipengaruhi oleh kondisi sosial politik di Timur Tengah pada umumnya dan
Mesir pada khususnya. Pada awal abad ke-20 di Mesir, muncul pemikiran yang
mengkonseptualisasikan Islam sebagai spirit perlawanan terhadap kekuatan
kolonialisme. Jamaluddin al Afghani (1839-1897) yang merintis pemikiran
tersebut. Dalam rangka perlawanan, Dia mempromosikan pentingnya
persaudaraan Islam (Pan-Islamisme). Namun suasana jaman membuat
gagasannya itu kurang mendapat sambutan. Meskipun demikian jejak yang
ditinggalkannya telah menorehkan semangat pembaruan yang mencakup
pertemuan antara Islam dan Nasionalisme.82
81 Pernyataan ini terkait dengan pembubaran IM sebagai sebuah organisasi oleh sebuah rezim. Contoh kasus ini adalah pembubaran IM oleh rezim Husni Mubarak di Mesir.
Ia menyeru kepada para penguasa
muslimin untuk melakukan perlawanan terhadap kolonialisme dan menyerukan
reformasi praktik keagamaan yang sejalan dengan tradisi Al Quran dan Sunnah
Rasul. Dia bersikeras mengenai perlunya kekuatan bersenjata untuk mengakhiri
82 Nasionalisme yang tidak boleh mengabaikan pentingnya persaudaraan Islam yang mungkin bersifat lintas nation. Lihat Marcel A Boisard, Humanisme dalam Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1980, hal, 328.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
45
kolonialisme asing. Pemikiran inilah yang kemudian menginspirasi Mohammad
Abduh (1849-1905) dan Rasyid Ridla (1865-1935) untuk melakukan penyebaran
nasionalisme di Timur Tengah, khususnya Mesir. (dalam berhadapan dengan
kekalifahan Turki Utsmani)
Richard Paul Mitchell, menyebutkan bahwa Al Banna mengamati situasi
kondisi sosial politik Mesir pada awal abad ke-20 dengan kacamata orang desa
yang taat beragama. Al Banna menemukan problem yang menurutnya serius;
adanya perebutan kekuasaan Mesir antara Partai Wafd dan Partai Liberal yang
mengakibatkan hiruk pikuk politik dan menimbulkan perpecahan di Mesir pasca
revolusi 1919; (1) adanya gelombang kekufuran dan nihilisme pasca perang yang
melanda dunia Islam; (2) adanya serangan terhadap tradisi dan ortodoksi yang
diorganisir menjadi gerakan intelektual dan pembebasan sosial di Mesir; (3)
adanya aliran-aliran non Islam di Universitas Mesir, dimana mereka
berpandangan bahwa universitas tidak menjadi universitas yang sesungguhnya
jika ia tidak melakukan revolusi melawan agama dan menyerang tradisi sosial
yang berasal dari agama; (4) adanya surat-surat kabar dan majalah yang
mempropagandakan gagasan tersebut yang tujuannya melemahkan peranan
agama.83
Kepedulian Hasan al Banna terhadap kalangan pemuda yang semakin
jauh dari jalan hidup Islam mendorongnya untuk mencari bimbingan dari
kalangan tokoh-tokoh agama Al Azhar. Ia juga sering mengunjungi Muhammad
Rasyid Ridha sebagai editor majalah Al Manar. Keluhan Al Banna akhirnya
tersampaikan juga ke ulama Al Azhar, sebagai pusat intelektual muslim. Al
Banna mempertanyakan oposisi mereka yang tidak efektif dan adanya
kecenderungan menarik diri dari menghadapi aliran-aliran misionaris dan atheis
yang memporak-porandakan masyarakat Islam. Sehingga Al Banna mengatakan
“saatnya untuk beraksi sudah tiba”. Pengalaman al Banna, dengan berbagai
organisasi yang pernah diiukutinya, membuat al Banna memiliki perasaan yang
tajam terhadap masalah-masalah yang ada, seperti kondisi Mesir saat itu.
83 Richard Paul Mitchell, Masyarakat Al Ikhwan Al Muslimun: Gerakan Dakwah Ikhwan di Mata Cendikiawan Barat, Solo: Era Intermdia, 2005, hal 10.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
46
Sepanjang hidupnya, ia selalu mengenang kenangan pahit yang ia alami selama
di Kairo yang terkait dengan masalah malaise spiritual.84
Ketika di tahun terakhirnya di Darul Ulum Kairo Mesir, Al Banna
mendapat tugas untuk menulis essai tentang cita-cita terbesar setelah
menyelesaikan studi dan bagaimana akan mempersiapkan diri untuk
mewujudkannya. Al Banna memulai jawaban pertanyaan tersebut dengan
menulis; “Saya berkeyakinan bahwa sebaik-baik manusia adalah mereka yang
meraih kebahagiaan mereka dengan membuat orang lain bahagia dan memberi
bimbingan kepada mereka.” Cara untuk meraih tujuan tersebut, Al Banna
mengajukan dua alternatif. Pertama; jalan sufisme yang lurus yang dilakukan
dengan keikhlasan dan aksi untuk kepentingan kemanusiaan. Kedua; jalan
pendidikan dan penyuluhan yang dilakukan dengan keikhlasan. Jalan kedua lebih
menuntut interaksi dengan yang lain. Al Banna menegaskan bahwa masyarakat
Mesir, karena dampak sosial politik yang mereka rasakan serta pengaruh
peradaban Barat, telah jauh dari tujuan-tujuan agama mereka.
85 Dalam konteks
seperti itu Al Banna menyemaikan pemikirannya dengan menawarkan Islam
sebagai alternatif ideologi tersendiri berbeda dengan ideologi Barat atau disebut
pula dengan doktrin Islam Kaffah.86
Oleh karena itu Al Banna melihat bahwa misinya dalam kehidupan ini
adalah mengubah kecenderungan-kecenderungan tersebut dengan cara menjadi
seorang penyuluh dan pendidik. Aktivitas inilah yang ia praktikan dan ia lakukan
ketika ia mendirikan IM.
87
Stelah menyelesaikan pendidikannya di Darul Ulum, Kairo, pada 1927,
Al Banna lebih memilih untuk menerima tugas di dalam sistem pendidikan
nasinal Mesir dibandingkan dengan melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. Ia
kemudian menjadi guru sekolah dasar di Zona Terusan Suez, di kota Ismailiyah
sejak tanggal 19 September 1927. Di kota inilah Al Banna
84 Richard Paul Mitchell, Masyarakat, hal. 7 85 Ibid. hal. 9 86 As’ad Said Ali, Negara Pancasila, hal. 291. 87 Richard Paul Mitchell, Masyarakat, hal. 11
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
47
mengimplementasikan pemikirannya yang ia tuangkan dalam essai yang ia tulis
pada tahun terakhirnya di Darul Ulum.88
Satu hal yang cukup menarik dari kebiasaan Al Banna dalam berceramah
adalah memperhatikan pendengar mana yang paling tertarik dengan ceramahnya.
Mereka itu kemudian diajak oleh Al Banna untuk membentuk kelompok kecil di
ruangan lain untuk diberi pengajaran khusus, ceramah dan diskusi tentang
masalah Islam.
89 Model pembinaan ini kemudian digunakan Al Banna dalam
proses kaderisasi IM.90
Al Banna mendeklarasikan IM pada Dzulqa’idah 1347, dalam buku
catatan hariannya disebutkan bertepatan dengan bulan Maret 1928. Dalam
beberapa tulisan tentang sejarah IM ada yang mengkoreksi bahwa penanggalan
Hijriah tersebut tidak bertepatan dengan Maret 1928, namun lebih tepat pada
Maret 1929. Hal ini terlihat pula dalam perayaan 10 tahun IM yang dilakukan
pada Maret 1929. Namun IM dalam AD ART-nya tetap mencantumkan tahun
1928 bersamaan dengan tanggal Hijriah di atas.
91
Apa yang harus kita tempuh untuk mencapai kemuliaan Islam dan kaum
muslimin? Kami hanya memiliki darah ini yang mengalir panas
merindukan kemuliaan di dalam urat-uratnya, dan dirham-dirham yang
sedikit ini yang merupakan bekal untuk anak-anak kami. Kami hanya
ingin menyerahkan apa yang kami miliki kepada anda, agar kami
terbebas dari pertanggungjawaban di hadapan Allah dan agar anda
bertanggung jawab di sisi-Nya tentang kami dan tentang kewajiban
Latar belakang pendirian IM, seperti dialog 7 orang tokoh awal pendiri
IM, namun perlu dibuktikan dan perlu penelitian lebih lanjut. Mereka
mengatakan bahwa:
88 Ibid. 89 Ibid. 90 Proses pembinaan ini pada awal pembentukan belum dinamakan dengan usrah, namun masih menggunakan katibah. 91 Ketujuh pemuda Mesir yang terlibat adalam pendirian Ikhwanul Muslimin adalah Hasan Al Banna, Hafidz Abdul hamid, Ahmad Al Hashari, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Abdullah, Ismail Izz dan Zaki Al Maghribi. Hasan Albana, Memoar Hasan Albana: Untuk Dakwah dan para Da’inya, Solo: Era Inter Media, hal 124.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
48
yang harus kami kerjakan. Kami juga berharap ada suatu jemaah yang
secara murni berjanji kepada Allah untuk hidup demi agama-Nya, mati di
jalan-Nya, dan mencari keridhaan-Nya semata, serta layak memperoleh
kemenangan, sekali pun sedikit jumlahnya dan lemah persiapannya.92
Pertanyaan tersebut dijawab Hasan Al Banna bahwa
Kewajiban kita adalah bekerja dan hasilnya diserahkan kepada Allah.
Untuk itu kita berbaiat kepada Allah untuk menjadi prajurit dakwah
Islam demi kehidupan negeri dan umat ini. Landasan awal dan asas dari
perkumpulan kita adalah pemikiran, spirit dan kerja. Kita adalah saudara
dalam hal berbakti kepada Islam, jadi kita adalah al Ikhwan al
Muslimun.93
Pada 4 tahun pertama pasca pendiriannya, IM berupaya untuk
memperluas dan memperkuat jaringan organisasinya. Untuk mewujudkan tujuan
tersebut Al Banna dan pengurus IM, melakukan kunjungan ke berbagai wilayah
di luar kota Ismailiyah dan bertatap muka dengan para pengikutnya yang
dilakukan setiap libur pekanan maupun liburan tahunan. Aktivitas lainnya
adalah berceramah di masjid-masjid, rumah-rumah, klub-klub dan tempat-tempat
pertemuan publik.
94
92 Amer Syamakh, Al Ikhwan Al Muslimun: Siapa Kami dan Apa yang Kami Inginkan. Solo: Era Adicitra Intermedia, hal. xi
93 Ibid, hal. xii. Lihat pula Mitchel hal 11-13. Disisi lain ada beberapa perdebatan seputar sejarah pendirian IM yang sudah dterima secara luas oleh anggota IM. Para pendukung Ahmad Sukhari, sahabat kental Al Banna dan pernah menjadi Deputy IM sampai pemecatannya di tahun 1947. Kelompok ini menyebutkan bahwa Al Banna terlalu membesar-besarkan peranannya dalam pendirian IM, Mereka juga menyebutkan bahwa Sukhari pada waktu pertama kali ikut dalam Tarekat Hashafiyah memunculkan gagasan tersebut, dan IM tumbuh dari pengalaman mereka dalam tarekat tersebut dan bahwa di Kairo IM semakin menemukan bentuknya di kalangan teman-temannya tidak seperti yang diungkapkan Al Banna. Pendapat tersebut diungkapkan ke publik setelah Sukhari keluar dari IM dan pandangan tersebut ditolak mentah-mentah oleh anggota IM. Al Banna benar-benar menekankan peranan sentralnya bagi pendirian awal IM, namun ia tidak menapikan peranan sahabat-sahabat dekatnya, terutama Ahmad Sukhari. Hal ini jelas tertulis dalam memoar Hasan Al Banna. 94 Richard Paul Mitchell, Masyarakat,hal. 13
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
49
Penggunaan masjid sebagai sarana dakwah mereka memiliki nilai
tersendiri dan mendapat respek yang positif dari jamaah yang hadir. Di sisi lain
komunikasi langsung dengan masyarakat di rumah-rumah mereka, di tempat
kerja mereka dan tempat-tempat istirahat mereka semakin mengokohkan
legitimasi ini dan juga menguatkan kharisma pribadi Al Banna dan pimpinan IM.
Dalam waktu empat tahun itu IM berhasil memperluas jaringannya antara lain
dalam bentuk cabang-cabang IM yang berdiri di wilayah timur Delta meliputi
Ismailiyah, Port Said, Suez, dan Au Suwair sedangkan di sebelah wilayah barat
Delta sejauh wilayah Syubra Khit dan juga mulai ada kontak dengan Kairo.95
Seiring dengan semakin meluasnya pengaruh IM, muncul pula sikap
antipati dan reaksi keras terhadap gerakan ini, -- bahkan bisa dikatakan
sepanjang sejarah IM, mungkin dalam skala luas yang panjang tidak pernah
dibayangkan oleh sebelumnya oleh Al Banna. Sikap permusuhan terhadap IM
muncul pertama kali pada 1936 yang masih sebatas pengaduan dari pihak
tertentu kepada kabinet Ismail Sidqi Pasha tentang gerakan IM. Al Banna
diadukan oleh kelompok Kristen, sebagai (1) Orang beraliran komunis, dan
menggunakan dana komunis untuk melakukan pergerakannya; (2) Pendukung
Partai Wafd yang hendak menentang pemerintahan Sidqi; (3) Penjahat yang
mengkhianati kepercayaan masyarakat dengan menggunakan dana yang
terkumpul untuk kepentingan pribadinya. Tuduhan direspon oleh pemerintah
dengan menangkap Hasan Al Banna. Namun semua tuduhan tidak terbukti,
akhirnya Al Banna dibebaskan. Investigasi ini membawa dampak positif bagi
IM, pemerintahan PM Sidqi menaruh perhatian terhadap gerakan IM. Kondisi
ini merupakan awal dari persentuhan IM dengan pemerintah yang berkuasa,
bahkan sepanjang sejarahnya, IM bisa dikatakan banyak bersentuhan dengan
pemerintah, baik sentuhan dalam hubungan yang sejalan pemikirannya maupun
sentuhan dalam hubungan yang tidak sejalan pemikirannya.
96
Pada musim panas, sekitar Juni, 1932, Al Banna dipindahkan tugaskan ke
sekolah di Kairo. Ternyata kepindahan ini membawa perubahan bagi IM. Di satu
95 Al Banna, Memoar, hal 80-86; 100;108. 96 Al Banna, Memoar..., Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
50
sisi sebagai upaya untuk memperluas jaringan dan pengaruhnya. Namun di sisi
lainnya ternyata kepindahan Al Banna ke Kairo membawa dampak perpecahan
pertama dalam tubuh IM, terkait dengan pemilihan wakil Al Banna di
Ismailiyah. Sejak kepindahan pusat kegiatan IM ke Kairo, IM terus mengalami
perkembangan yang pesat. Bahkan bisa dikatakan bahwa 10 tahun pertama IM,
dari awal beridirinya hingga 1939, merupakan upaya untuk menggalang
kekuatan organiasi. Dalam era ini IM membangun sistem organisasi dan sistem
pembinaan kader. Hal terihat adanya perubahan sistem pembinaan yang
sebelumnya menggunakan sistem katibah berubah menjadi Usrah.97
Perekrutan keanggotaan IM semakin merambah berbagai kalangan,
sehingga IM bisa dikatakan menjadi suatu gerakan yang keanggotaannya
mewakili semua kelompok masyarakat di Mesir. IM mampu menembus
kelompok masyarakat yang paling dicari oleh organisasi-organisasi lainnya --
kalangan pegawai negeri dan pelajar— dan kelompok masyarakat yang paling
sering diabaikan oleh organisasi lainnya namun berpotensi –kalangan buruh
perkotaan dan petani.
IM melakukan musyawarah nasional pertamanya di Kairo. Musyawarah
Nasional (Munas) ini kemudian dilakukan rutin setiap tahun. Melalui Munas
inilah IM merancang dan merencanakan pergerakan IM ke depan dan melalui
munas pula IM memperkokoh organisasinya. Bisa dikatakan bahwa sepuluh
tahun pertama pertumbuhan IM merupakan tahun yang penuh dinamika bagi IM.
Dalam rentang waktu tersebut, IM muncul menjadi organisasi yang semakin
berpengaruh. Di sisi lain, Perkembangan organisasi juga membawa dampak
konflik internal yang semakin menguat. Ternyata problematika tersebut tidak
membuat IM mundur, namun sama sekali tidak menghalangi IM untuk terus
mengalami kemajuan baik secara jumlah anggota maupun pengaruhnya. Tahun-
tahun perang dan dampak politik ekonomi Mesir menambah momentum bagi
97 Richard Paul Mitchell, Masyarakat...., hal.17-27.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
51
kemajuan IM. Pemikiran dan struktur IM yang belum nampak di 10 tahun
pertama, mulai nampak dan mengambil bentuk yang pasti di 10 tahun kedua.98
2.2. Strategi Pencapaian Tujuan Ikhwanul Muslimin
Strategi yang dikembangkan Al Banna untuk mencapai tujuan IM,
disesuaikan dengan tujuan yang dimiliki IM. IM memiliki dua tujuan yaitu
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Antara tujuan jangka pendek
dan jangka panjang terkait erat. Tujuan janggka panjang baru bisa dilaksanakan
ketika tujuan jangka pendeknya sudah terpenuhi. Oleh karena itu strategi yang
digunakan IM untuk mencapai tujuannya akan bersinergis antara tujuan jangka
pendek dan jangka panjang.
Tujuan jangka pendek IM adalah merealisasikan nilai-nilai Islam dalam
diri pribadi. Tujuan ini akan dirasakan oleh seorang anggota IM sejak ia
bergabung atau ketika ia beraktivitas bersama IM di masyarakat umum. Untuk
mencapai tujuan jangka pendeknya setiap ikhwan wajib melibatkan diri dalam
setiap kebajikan umum dan pelayanan sosial yang dilakukan oleh IM, jika
kondisi memungkinkan.99
Ikhwan juga dituntut untuk menyebarkan ruh/ semangat tersebut kepada
keluarga, kerabat, teman sejawat dan masyarakatnya. Seorang ikhwan belum
dikatakan sebagai muslim yang benar, hingga ia menerapkan hukum dan akhlak
Islam pada dirinya dengan menjaga batas-batas perintah dan larangan dari Allah
dan Rasul-Nya. Jadi hal yang ingin dicapai dari tujuan ini, Al Banna dalam
Majmuatur Rasail menyebutnya mencari keridaan Allah.
100
Setiap Ikhwan, melalui IM, dituntut mendirikan yayasan yang bermanfaat
bagi masyarakat, seperti madrasah, ma’had, balai pengobatan dan masjid-masjid
sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Semua itu sejalan dengan
98 Ibid. 99 Kondisi memungkinkan disini pada prinsipnya adalah setiap Ikhwan (sebutan untuk anggota IM) wajib mengikuti, kecuali jika seorang Ikhwan memiliki halangan syar’i, yaitu adanya kegiatan yang lebih penting dibandingkan dengan yang harus diikutinya. 100Majmuatur Rasail Hasan Al Banna jilid 2 , hal 66-67
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
52
tujuan pertama mereka yaitu merealisasikan nilai-nilai Islam dalam diri Ikhwan
dengan menggunakan berbagai perangkat gerakan.101
Tujuan jangka panjang IM dalam mencapainya perlu persiapan dan
tahapan, serta takwin (pembentukan) kader yang ikhsan (baik). Tujuan ini
dikenal pula dengan tujuan kontekstual, yaitu tujuan yang mempertimbangkan
berbagai nilai yang mewarnai masyarakat dan mencari solusi dalam menghadapi
hal tersebut sesuai dengan perspektif Islam. Tujuan ini menghendaki perubahan
secara total dan integral, dimana unsur kekuatan umat dan kondisi yang ada bahu
membahu, juga bersatu padu untuk menghadapi dan mengadakan perubahan
secara total. Setiap Ikhwan diwajibkan senantiasa menyerukan dakwah dan
bekerja untuk membimbing manusia kepada sistem sosial yang mencakup
seluruh aspek kehidupan.
102
Strategi IM untuk mencapai tujuan jangka panjangnya, dilakukan melalui
proses pembinaan yang bertahap dan berkelajutan. Proses ini dikenal dengan
istilah tarbiyah. Bagi IM Tarbiyah merupakan suatu cara ideal dalam
berinteraksi dengan fitrah manusia, baik secara langsung (berupa kata-kata)
maupun tidak langsung (berupa keteladanan dari sosok ikhwan yang sesuai
dengan sistem dan perangkatnya yang khas), untuk memproses perubahan
individu menuju kondisi yang lebih baik.
103
Dakwah IM melalui tarbiyah ini disebarkan melalui cluster kecil berupa
unit keluarga atau dikenal dengan sebutan usrah.
Tarbiyah inilah yang menjadi
kekuatan IM dalam melakukan kaderisasi anggota-anggota mereka. Sehingga
melalui tarbiyah pula, mereka memiliki militansi yang tinggi dalam
berkomintmen menjalankan nilai-nilai Islam yang mereka peroleh.
104
101Ibid. hal 67 102Ibid., hal. 68-69.
Melalui sistem ini gagasan
IM disebar dengan sistem sel seperti layaknya sebuah multi level marketing. Al
Banna berprinsip bahwa Islam itu universal, sehingga sebaran dakwah IM
103 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin, Solo: Era Inter Media, 2004, hal. 21 104 As’ad Said Ali memahaminya sebagai unit rumah tangga. Usrah dalam sistem kaderisasi IM merupakan unit terkecil dari sarana tarbiyah yang dimiliki IM untuk mengkader anggotanya.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
53
melalui sistem tarbiyah tidak terhalang batas sebuah wilayah atau teritori, karena
konsep umat yang didasarkan pada kesamaan tidak mengenal batas teritori. Oleh
karena itu, sel-sel IM saat ini dapat tumbuh dan tersebar ke berbagai wilayah
lain di luar Mesir.105
IM memberikan penjelasan yang cukup detail tentang makna tarbiyah
yang mereka jadikan sistem kaderisasi. Pemaknaan cara ideal yang dimaksud
oleh IM adalah suatu metode yang paling baik untuk berinteraksi dengan
manusia dengan mengacu pada Al Qur’an dan Sunnah. IM melihat bahwa
interaksi dengan sesama manusia merupakan persoalan yang paling sulit dan
rumit. Oleh karena itu menurut IM banyak tokoh pendidik dan tokoh masyarakat
bahkan psikolog tidak berhasil membangun interaksi dengan sesama manusia
dengan cara yang baik. IM dalam melakukan tarbiyah-nya memperhatikan
unsur fitrah manusia, suatu tabiat yang melekat pada diri manusia, dalam
melakukan pembinaan, diantaranya memperhatikan keutamaan dan kekurangan,
baik dan buruk, cinta dan benci, cemas dan harap, Individu dan kolektif, setia
dan khianat.
106
Pembinaan secara langsung merupakan pengajaran, pembinaan dan
pengarahaan pribadi yang dilakukan dengan kata-kata baik berupa nasehat,
cerita, kajian, perintah, larangan, anjuran, imbauan, ujian atau peringatan. Hal ini
dilakukan melalui halaqah, usrah, tasqif, daurah, dan nadwah.
107 Pembinaan
tidak langsung dilakukan melalui contoh keteladanan dengan amal shaleh,
perilaku yang lurus, serta akhlak yang mulia yang dimiliki si pembina. Baik ia
bisa seorang murabbi, naqib atau pun mudarif. Bimbingan langsung dan tidak
langsung ini digambarkan seperti dua sisi mata uang yang satu tidak terpisahkan
dari sisi yang lain.108
Tarbiyah dalam pandangan IM mengandung dua pilar pokok yaitu, pilar
tarbawi (pembinaan) dan tanzhimi (institusional). Pilar tarbawi merupakan
suatu pola belajar mengajar dengan ragam perangkatnya yang bertujuan untuk
105 As’ad Said Ali, Negara Pancasila, hal 292. 106 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat. hal. 22 107 Ini merupakan sarana-sarana tarbiyah yang digunakan Ikhwanul Muslimin. 108 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat-Perangkat. hal. 22-23.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
54
menyempurnakan potensi pribadi muslim yang terpelajar dan mengubahnya ke
kondisi yang lebih baik agar bisa lebih berinteraksi dengan hidup dan kehidupan.
Dari pilar ini diharapkan bisa mewujudkan suatu kemaslahatan hidup di dunia
dan di kehidupan akhir.109
Pilar tanzhimi atau pilar institusional terbagi dalam dua jenis institusi
yaitu institusi internal yang bertugas meletakan aturan dan kode etik disamping
menetapkan batasan-batasan hubungan yang harus dilakukan sesama muslim
(rakyat dan penguasa) dalam naungan hak dan kewajiban. Sedangkan institusi
eksternal bertugas menetapkan batasan-batasan hubungan antar negara Islam dan
negara lain. Hal ini terkait dengan aturan perang dan damai, dakwah, kekuasaan
dan bagaimana menjadikan Islam sebagai suatu aturan penutup bagi seluruh
sistem nilai.
110
Dua pilar tersebut terkait erat satu dengan yang lain. Sel-sel yang
tumbuh dan terbentuk melalui pilar tarbawi, pengelolaannya dilakukan oleh pilar
tanzhimi. Oleh karena itu sel-sel yang tumbuh dan tersebar ke berbagai wilayah
terkontrol oleh institusi IM dan dikendalikan oleh seorang mursyid am
(pemimpin tertinggi) yang berpusat di Mesir. Fungsi mursid am mengendalikan
dan mengontrol. Namun untuk cabang-cabang IM di luar Mesir di setiap negara
ada pemimpin tertingginya yang dikenal dengan sebutan muroqib am.
111 Terkait
dengan kewenangan seorang mursid am, Mashadi menyebutkan bahwa
kewenang seorang mursid am dalam mengatur cabang IM di luar Mesir hanya
sebagai penengah, ketika di suatu cabang muncul sebuah masalah. Semua
kewenangan cabang IM dilakukan sepenuhnya oleh cabang IM itu sendiri.112
Kalau kita memperhatikan penjelasan di atas maka tujuan IM adalah
adanya perubahan pada setiap individu dari karakteristik buruk kepada
karakteristik yang baik atau bahkan lebih baik, dari kultur kepada iman (jika ia
bukan muslim), dari maksiat kepada taat (bagi yang muslim), dari kesesatan
menuju hidayah, dari bathil menuju benar dan dari sistem manusia menuju
109 Ibid. hal. 24 110 Ibid. 111 Wawancara dengan Ustadz Mashadi, tanggal 10 Juli 2013 di rumah nara sumber. 112 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
55
sistem ilahi.113
2.3. Karakteristik Ikhwanul Muslimin
Sistem inilah yang kemudian diadopsi oleh Gerakan Tarbiyah di
Indonesia dalam melakukan pembinaan kadernya.
2.3.1. Karakteristik Pemikiran (Fikrah) Ikhwanul Muslimin
Al Banna terkait dengan fikrah dan sasaran IM mengatakan bahwa fikrah
dan sasaran IM adalah “ mengejawantahkan risalah Islam”. Terkait dengan hal
tersebut Al Banna mengungkapkan alasan karena Islam merupakan sebuah
risalah kubra (besar) yang paling utuh, luas dan sempurna. Ia berharap agar
manusia memetik manfaat dari risalah Islam yang akan menuntun ke arah
kebaikan. Sehingga bisa dikatakan bahwa IM mendasarkan fikrahnya atas
pemahaman yang komprehensif dan menyeluruh terhadap Islam. Fikrah mereka
melingkupi seluruh aspek ishlah al ummah (perbaikan masyarakat secara
menyeluruh) dan tercermin di dalam setiap unsur dan berbagai pemikiran dalam
rangka perbaikan masyarakat.114
1. Dakwah Salafiyah, fikrah ini menggambarkan bahwa dakwah mereka
mengajak kembali bersama kepada Islam yang bersumber kepada Al
Qur’an dan As-Sunnah seperti yang dilakukan para salafus shalih.
IM membagi fikrah mereka ke dalam 8 hal,
tiga hal pertama terkait dengan strategi pencapaian jangka pendek dan lima hal
terakhir terkait dengan strategi pencapaian jangka panjang. Kedelapan hal
tersebut adalah
2. Thariqah Sunniyah, penamaan ini sejalan dengan upaya mereka yang
membawa jiwa untuk beramal dengan sunnah yang suci –khususnya
dalam masalah aqidah dan ibadah—semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan mereka.
3. Hakikah Shufiyah, pemahaman ini muncul karena mereka memahami
bahwa akar kebaikan adalah kesucian jiwa, kejernihan hati, kontinuitas
113 Ali Abdul Halim Mahmud, Perangkat..., hal. 25 114 Pidato Al Banna dalam Mukhtamar Al Khamis (Mukhtamar ke V) Ikhwanul Muslimun, yang dilaksanakan pada 2 Februari 1939, terkait dengan 10 tahun IM.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
56
amal, berpaling dari ketergantungan kepada makhluk, mahabbah fillah
dan keredahan kepada kebaikan.
4. Hai’ah Siasiyah, penyebutan ini karena mereka dituntut untuk
memperbaiki hukum dan pemerintahan dalam negeri, terkait dengan
masalah hubungan luar negeri mereka dituntut untuk meluruskan persepsi
yang terkait dengan urusan-urusan umat dengan bangsa-bangsa lain di
luar negeri, mentarbiah bangsa agar memiliki izzah (harga diri).
5. Jama’ah Riyadhiyah, Penamaan ini karena mereka sangat
memperhatikan masalah fisik, dan memahami benar bahwa seorang
mukmin yang kuat itu lebih baik dari pada mukmin yang lemah.
6. Rabithah Ilmiah Tsaqofiyyah, karena Islam menjadikan thalab al ilmi
(menuntut ilmu) sebagai suatu kewajiban bagi setiap muslim dan
muslimah. Majelis-majelis IM pada dasarnya adalah madrasah-madrasah
ta’limiyah dan peningkasan wawasan.
7. Syirkah iqtishadiyah, pemikiran ini muncul karena Islam sangat
memperhatikan pemerolehan harta dan pendistribusiannya.
8. Fikrah Ijtima‘iyah, pemikiran ini muncul karena mereka sangat menaruh
perhatian pada segala penyakit yang ada dalam masyarakat Islam dan
berusaha menterapi dan mengobatinya115
Gagasan IM yang tergambar di atas dijalankan oleh Al Banna dengan
metode yang cukup moderat. Al Banna bisa menerima instrumen-instrumen
gerakan sosial tipikal Barat, seperti pembentukan organisasi sosial politik,
membangun aliansi dengan kekuatan lain serta penggunaan peralatan modern. Al
Banna tidak keberatan atas keberadaan nation state yang dijalankan sesuai
dengan pemerintahan Islam. Namun tidak semua Ikhwan menerima metode Al
Banna yang dijalankan secara moderat. Salah satu yang menolak cara moderat
yang dijalankan Al Banna adalah Taqiuddin Nabhani. Salah satu alasan Nabhani
menolak metode Al Banna karena metode Al Banna mereduksi kekaffahan
ajaran Islam. Salah satunya adalah hilangnya kekhalifahan dalam konsep
115 Pidato Al Banna dalam Mukhtamar Al Khamis.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
57
Daulah Islamiyah yang digagas IM. Faktor ini yang kemudian membuat
Nabhani memutuskan untuk keluar dari IM dan membangun jamaah baru Hizbut
Thahrir.116
Secara doktrin gagasan Al Banna mampu membangun semangat militansi
yang tinggi di kalangan anggota-anggotanya. Aspek ini kemudian dielaborasi
oleh Sayyid Qutb. Didorong oleh rasa kecewanya terhadap pembentukan negara
Israel, Qutb meyakini hal tersebut karena kegagalan penganut Islam nasional
dalam mewujudkan cita-cita Islam. Bagi Qutb, Islam sebagai agama yang kaffah
dapat dijadikan ideologi alternatif terhadap ideologi yang berasal dari barat,
seperti kapitalisme dan sosialisme. Untuk memwujudkannya menurut Qutb,
harus dipisahkan secara tegas dengan ideologi-ideologi sekuler.
117
2.3.2. Karakteristik Dakwah IM
Hal inilah
yang kemudian membuat IM selalu bergumul dengan pemerintah Mesir.
IM yang tumbuh dan berkembang diantara khilafiah fiqih (perbedaan
pandangan fiqih) antar kalangan dan persengketaan yang berlarut-larut dalam
masalah furu’ (cabang) yang menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam
Mesir pada masa itu. Di sisi lain, pertumbuhan IM juga dihadapkan pada
pergolakan yang kuat dengan kekuatan kolonialisme. Kondisi tersebut membawa
dampak terhadap karakteristik dakwah IM yang berbeda dengan gerakan Islam
lainnya antara lain (1) menjauhi titik-titik khilafiah, (2) menjauhi kultus
individu, (3) menjauhi fanatisme partai, (4) memperhatikan masalah takwin
(pembentukan kepribadian) dan tadarruj (bertahap) dalam langkahnya, (5)
mengutamakan sisi amaliah yang produktif di atas seruan-seruan dan
propaganda yang kosong,
Khilafiyyah dalam hal yang furu’ menurut pandangan IM merupakan
suatu yang pasti terjadi. Hal tersebut disebabkan asas-asas Islam terdiri dari
116 As’ad Said Ali, Negara Pancasila,hal 294. 117 Yvonne Y Hadad, “Sayyid Qutb: Perumus Ideologi Kebangkitan Islam”. Dalam John L Esposito (ed), Dinamika Kebangkitan Islam: Watak, proses dan Tantangan, Jakarta: Rajawali Press, 1993
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
58
ayat-ayat, hadits, dan amal-amal aplikatif untuk memahaminya akan muncul
perbedaan dalam menafsirkannya. Jadi bukan suatu aib dan juga bukan suatu
cela manakala muncul perbedaan pendapat, yang menjadi aib dan cela adalah
ta’ashshub (fanatik) dengan satu pendapat dan membatasi ruang lingkup berfikir
manusia.118
IM menjauhi kultus individu, karena dakwah IM tidak berorientasi pada
pencapaian tujuan dan ambisi pribadi, namun menuju bentuk dakwah yang lurus
yang mengabaikan dakwah pamrih kepada harta dan tidak menghiraukan
kepentingan pribadi dan golongan. Tujuannya agar warna dakwah yang bersih
tidak tercampur warna lain yang digembar-gemborkan oleh para pembesar
sehingga mereka tidak berusaha memanfaatkan dan mengarahkan IM kepada
tujuan selain yang dikehendaki IM sendiri.
Hal inilah yang akan membuat perpecahan satu dengan yang lain.
Sehingga dituntut suatu sikap terbuka untuk bisa menerima suatu perubahan dan
perbedaan.
119
Perihal menjauhi partai dan golongan, hal ini dikarenakan banyak terjadi
pertentangan dan saling merendahkan antara golongan yang ada di masyarakat
Mesir. Hal itu sama sekali tidak sesuai dengan ukhuwah islamiyah. Dalam
pandangan IM, dakwah islamiyah itu bersifat umum untuk semua manusia.
Dakwah ini bertujuan untuk menyatukan bukan berpecah belah.
Hal ini terlihat dalam
perkembangan cabang-cabang IM baik di Mesir maupun di luar Mesir. Untuk
kasus Indonesia sangat terlihat pada gerakan tarbiyah dan sayap politiknya PKS
didominasi sosok-sosok tokoh muda yang tida memiliki keterkaitan dengan
tokoh-tokoh yang memiliki nama besar.
120
118 Hasan Al Banna, Majmuatur Rasail, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2012, cet. Kedua, hal. 544. 119 Ibid, hal. 544-545 120 Ibid, hal. 545-547
Sehingga
setiap Ikhwan dimanapun ia berada berkewajiban menyampaikan dakwah
mereka, sesuai apa yang mereka fahami, baik yang masih sedikit atau yang sudah
banyak pemahamannya. Oleh karena itu bukan sesuatu yang ganjil jika seorang
Ikhwan yang berada dalam suatu organisasi akan menyampaikan fikrah atau
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
59
pemikirannya. Seperti halnya anggota gerakan tarbiyah yang berada di
Muhammadiyah atau organisasi lainnya.
Tadarruj (bertahap) merupakan sebuah tumpuan dalam sebuah kejelasan
langkah berdakwah. IM memiliki suatu keyakinan bahwa setiap dakwah itu
memiliki fase atau tahapan. IM membagi tahapan dakwahnya dalam tiga tahap
atau fase yaitu
a. Fase Ta’rif
Dalam fase ini, dakwah yang dilakukan baru berupa penyampaian,
pengenalan dan penyebaran fikrah sehingga sampai ke masyarakat dari
segala tingkatan sosial. Hal inilah yang dilakukan Al Bana pada masa
awal proses pembentukan IM. Hal ini pula yang dilakukan oleh aktivis
tarbiyah di wilayah tempat dia tinggal, baik memanfaatkan masjid,
majelis ta’lim maupun sarana lainnya. Sehingga timbul kesan mengambil
alih sarana yang mereka gunakan untuk berdakwah. Ini merupakan
tahapan awal proses tarbiyah yang merupakan strategi pencapaian tujuan
jangka panjang IM
b. Fase Takwin
Dalam fase ini, dilakukan seleksi terhadap aktivis yang sudah terekrut,
mengkoordinasikan, dan memobilisasikan untuk berinteraksi dengan
obyek dakwah. Dalam fase inilah dibentuk kelompok-kelompok liqa
yang dibina melalui sistem halaqah dan katibah.121
c. Fase Tanfidz
Baru pada tahun
1939, pasca muktamar ke lima, sistem katibah diubah ke sistem Usrah.
Pada fase inilah penjenjangan tarbiyah dilakukan, mulai dari kader
pendukung, tamhidi dan muayyid, hingga kader inti, muntasib hingga
takhasus. Proses tarbiyah sebagai strategi jangka panjang bermula dari
tahapan ini.
121 Katibah merupakan upaya awal yang dilakukan oleh IM dalam melakukan Tarbiyah sebelum diterapkannya sistem usrah pada tahun 1939. Sistem katibah ini dilakukan dalam acara mabith. Lihat lampiran perangkat-perangkat Tarbiyah IM.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
60
Merupakan fase pelaksanaan amal menuju produktivitas kerja dakwah
yang optimal. Mereka mengaplikasikan nilai-nilai keislaman dalam
kehidupan bermasyarakat. Dalam tahap ini setiap Ikhwan, terutama
kader inti, wajib mengaplikasikan nilai-nilai keislaman mereka dalam
kehidupan bermasyarakat, baik sebagai seorang dai, buruh sebagai
pegawai kantoran.
Ketiga fase tersebut merupakan sebuah tahapan yang bertingkat namun
terkadang terlihat berjalan secara bersamaan, karena pentingnya kesatuan
dakwah dan saling keterkaitan antara ketiganya. Hal ini bisa diambil contoh
bahwa seorang ikhwan adalah seorang da’i, maka ia punya kewajiban
berdakwah, di saat yang sama ia adalah seorang murabbi yang menyeleksi para
aktivis yang ada di bawahnya, dan dia pun melakukan amal dan tanfidz
sekaligus. Itu merupakan aktivitas seorang ikhwan dimana pun ia berada, ia akan
memanfaatkan waktu yang ada untuk berdakwah.
Di atas rel itulah IM mejalankan dakwahnya dan mengarahkan umat
dengan materi-materi pelajaran yang diberikan secara teratur dan terus menerus
berdasarkan jenajng yang ada dalam IM, yaitu tamhidi (mula), muayyid (muda),
muntasib (madya), muntanzhim (dewasa), amilin (ahli), takhasus (purna).
Masing-masing memiliki materi tersendiri dalam proses Tarbiyah dari IM.
2.4. Pandangan dan Gagasan Ikhwanul Muslimin
Dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, IM selalu memperhatikan
dunia tempat mereka berada. Penulis akan mengangkat beberapa pandangan IM
terhadap suatu kasus.
2.4.1. Tidak Mengkafirkan Seorang Muslim Yang Mengikrarkan Syahadat
IM seringkali diidentikan dengan gerakan Wahhabi yang dengan mudah
terkadang mengkafirkan sesama muslim. Bagaimana pandangan IM atas hal
tersebut? IM memandang bahwa menuduh seorang muslim dengan predikat
kafir berarti menghalalkan dan menyia-nyiakan darahnya. Padahal menghukumi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
61
seorang muslim dengan cap kafir merupakan perkara yang sangat berbahaya,
karena siapa yang mengkafirkan seorang muslim dengan tidak benar maka ia
akan menanggung dosa orang tersebut. Pandangan IM ini didasarkan pada
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Dzar r.a. bahwa
rasulullah bersabda yang artinya:
Barang siapa memanggil seseorang dengan panggilan kafir atau
memanggilnya dengan musuh Allah padahal itu tidak benar maka
panggilan itu akan kembali padanya. (HR Bukhari)
Berdasarkan hadits tersebut Al Banna membuat satu kaidah penting yang
termasuk dalam salah satu ushul isrin, yaitu rukun al Fahmu (pemahaman). Al
Banna meminta para ikhwan tidak mudah mengkafirkan seseorang, karena hal itu
akan mendorong seseorang menuduh seluruh umat sebagai kaum kafir,
sebagaimana yang telah dilakukan oleh kaum khawarij.122 Bahkan Hasan
Hudaibi,123 Mursyid Am IM pengganti Al Banna, bersikap tegas dan keras
terhadap anggota IM yang memiliki pemikiran itu dengan mengeluarkannya dari
keanggtaan IM.124
Jika kalian masih berkeras hati dengan prinsip mengkafirkan maka
carilah simbol lain, bukan simbol dan prinsip al-Ikhwanul al-Muslimun,
dan silahkan kalian beramal di bawah simbol tersebut. Ini bukan
pemikiran al-Ikhwan al-Muslimun, dan bukan dari Islam.
Hal ini kemudian dibakukan dengan memasukkannya dalam
buku Duat la Qudrat bahwa
125
Oleh karena itu, Hudaibi menegaskan agar setiap cabang IM tetap berada
dalam jalur pemikirannya, dan mencegah munculnya interpretasi-interpretasi
yang salah yang dikeluarkan oleh cabang-cabang IM, Maktab Irsyad, dan kantor
122 Amer Syamakh, Al Ikhwan Al Muslimun: Siapa kami dan apa yang kami inginkan, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011, hal 84 123 Merupakan Mursyid Am IM pasca Hasan Al Banna. Abbas As Siisi, Bersama Kafilah
Ikhwan, Jakarta: Al I’tishom Cahaya Umat, 2005, hal. 389 124 Op.Cit. hal 85. 125 Ibid,
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
62
pusat IM. Pada 1982 IM mengeluarkan kebijakan yang mengikat seluruh
cabang-cabang IM tentang hubungan IM dengan pemerintah yang berkuasa di
atas prinsip saling menasihati.126
2.4.2. Membedakan antara Jihad dan Terorisme
Penulis melihat bahwa dikeluarkannya
kebijakan tersebut untuk menghindari anggota IM maupun struktur IM
mengeluarkan pernyataan perkafiran terhadap pemerintah dan menjadikan
hubungan sebagai prinsip saling menasihati..
Seringkali muncul pandangan bahwa terorisme selalu terkait dengan
gerakan Jihad Islam atau langsung dikaitkan dengan Islam. Hal ini sebenarnya
terjadi karena memandangnya dari sudut pandang keamanan. Misalnya kasus
gerakan usrah Lampung pada tahun 1989 dengan sebutan terorir atau kasus
periswa bom Bali I dan bom Marriot.
IM melihat bahwa terorisme bermakna penggunaan kekuatan untuk
memaksakan pendapat, keyakinan, atau pemaksaan untuk menganut pemikiran
tertentu, untuk menganiaya jiwa manusia, menghalalkan darah, menghilangkan
nyawanya atau penyiksaan mental dan fisik. Semuanya adalah tertolak dan tidak
dibenarkan dalam Islam.127 Oleh karena itu IM mengutuk segala bentuk
kriminalitas yang disebut terorisme diseluruh belahan bumi baik di jazirah arab,
dan juga di belahan negara lainnya di dunia. IM bahkan mengecam tindakan
terorisme yang dilakukan pada 11 September 2001 begitu juga peristiwa
anarkhis yang dilakukan di Riyad, Bali, Madrid dan lainnya. Dalam pandangan
IM, tindakan tersebut tidak didukung oleh syariat, agama dan undang-undang
apapun.128
Islam dalam mensyariatkan jihad atau perang karena dua faktor, pertama
untuk mencegah serangan musuh atas negeri-negeri kaum muslimin. Hal ini
seperti yang ditegaskan dalam surat Al Baqarah ayat 190. Ayat tersebut
126 Amer Syamak hal 85. 127 Ibid, hal. 88 128 Ibid, hal 90
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
63
menegaskan tentang memerangi orang yang memerangi mereka namun tidak
boleh melampaui batas. Faktor kedua adalah mencegah timbulnya pemaksaaan
atas kaum muslimin untuk keluar dari agama mereka.
IM dalam menjalankan tugas dan kewajiban berjihadnya membedakan
antara terorisme di satu sisi dan hak untuk melakukan perlawanan yang sah di
sisi yang lain.
Jihad oleh Benjamin R Barber diasosiasikAn sebagai perjuangan moral
(dan terkadang dengan senjata) dari kaum beriman melawan kekafiran dan kaum
kafir. Lebih lanjut ia mengatakan perjuangan yang merupakan jihad bukanlah
ciri Islam melainkan sebuah karakteristik bagi seluruh fundamentalisme. Kendati
demikian jihad adalah istilah Islam yang diberi kekuatan hidupnya oleh asosiasi-
asosiasinya bukan hanya oleh fundamentalisme secara umum.129
Di sisi lain, IM juga menyebutkan bahwa sebuah kesalahan besar yang
menisbatkan terorisme kepada agama atau masyarakat tertentu, seperti yang
dikampanyekan oleh Amerika Serikat. IM melihat bahwa hampir di semua
bangsa terdapat kelompok yang mempraktikan tindakan terorisme, mulai dari
Spanyol, Jepang, Italia, Jerman, Chili bahkan di Amerika Serikat sendiri. Oleh
karena itu IM dengan tegas menyatakan bahwa menggeneralisir seluruh gerakan
Islam sebagai terorisme adalah suatu kesalahan. Sebab mayoritas gerakan Islam
dengan sangat jelas melawan segala bentuk tindakan kriminal dan beraktivitas
sesuai dengan undang-undang.
130
2.4.3. Ikhwanul Muslimin, Demokrasi dan HAM
Dalam menjalankan gerakannya, IM lebih memilih metode yang
moderat. IM bisa menerima instrumen-instrumen gerakan sosial tipikal Barat,
seperti pembentukan organisasi, partai politik, membangun aliansi dengan
kekuatan lain, seperti Demokrasi. Sehingga bagi IM, keberadaan nation state
129 Benjamin R Barber, Jihad Vs Mc World, Surabaya: Pustaka Promethea, 2002, hal 336-337 130 Ibid, hal. 91. Lihat Benjamin R Barber, Jihad Vs Mc World, hal. 334-354
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
64
masih bisa ditoleransi asalkan sesuai dengan kaidah pokok pemerintahan Islam.
Namun, tidak semua anggota IM dapat menerima jalan moderat tersebut. Salah
satunya Taqiuddin An Nabhani. Menurut Nabhani langkah-langkah IM dianggap
dapat mereduksi kekhafaan ajaran Islam. Keberatan Nabhani karena hilangnya
sistem kekhalifahan dalam konsep negara Islamnya IM. Oleh karena itu,
Nabhani segera melepaskan diri dari IM dan membetuk jamaah baru ang dikenal
dengan Hizbut Tahrir (HT) pada tahun 1953. HT didesain sebagai sebuah
“partai”. Partai diberi tanda kutip, menurut Nabhani, karena HT bukan partai
dalam pengertian Barat yang ikut dalam kancah politik demokratis. HT
didedikasikan untuk mengganti sistem demokrasi yang dianggap HT tidak Islami
dengan sistem kekhilafahan.131
HT melihat bahwa demokrasi adalah bagian dari sistem barat dan tidak
layak untuk diikuti. Oleh karena itu HTI tidak terlibat dalam aktivitas politik di
negara-negara dimana mereka memiliki cabang-cabangnya. Dalam arti ia tidak
memperjuangkan penerapan pemikirannya melalui pemerintahan sehingga lebih
cenderung pada sikap yang radikal. Pemahaman IM pada sistem syuro
menentukan komitmen mereka pada nilai-nilai demokrasi. Hal ini lebih didorong
oleh pemikiran mereka bahwa perbaikan politik lebih didahulukan dari pada
perbaikan aspek lainnya. Perbaikan politik yang mereka maksud adalah berkisar
pada urgensi pelaksanaan pemilihan umum legislatif dengan jaminan bebas,
jujur, adil dan diawasi oleh badan yudikatif dengan pengawasan secara
menyeluruh, mulai dari pendataan nama pemilih hingga penandatanganan
disamping namanya dalam daftar pembubuhan suara dan berakhir dengan
pengumuman hasil pemenang.
132
131 Lihat dalam As’ad Said Ali, Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta: LPES, 2009, hal. 292-293. Lihat pulaTaqiyudin Nabhani, Pembentukan Partai Politik Islam, Jakarta: HT Indonesia, 2007, atau Taqiyudin Nabhani, Konsepsi Politik Hizbut Tahrir, Jakarta: HT Indonesia, 2007. 132 Samakh, hal. 100
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
65
IM sebagai sebuah organisasi telah menyiapkan diri dan mendeklarasikan
kesiapan mereka untuk berkomitmen dengan prinsip-prinsip demokrasi. Prinsip-
prinsip demokrasi yang telah ditetapkan oleh IM dan menjadi komitmen yang
mereka gunakan untuk juga mengajak seluruh partai dan kekuatan politik lain
untuk ikut mendukungnya sebagai konsensus nasional.
IM berprinsip-prinsip bahwa demokrasi merupakan suatu pengakuan
penuh bahwa rakyat adalah sumber kekuasaan. Rakyat menyalurkan aspirasi
untuk memilih pemimpin melalui pemilihan umum yang bebas jujur dan adil.
Dalam mewujudkan demokrasi rakyat diberi kebebasan membentuk partai
politik, dimana tidak ada lembaga administrasi manapun yang memiliki hak
invervensi untuk melarang dan membatasinya. Di sisi lain Pemerintah juga harus
menjamin kebebasan berkumpul, mengajak untuk berkumpul, dan berpartisipasi
di dalamnya dalam batas-batas menjaga keutuhan masyarakat dan tidak merusak
keamanan umum atau penggunaan cara-cara kekerasan atau membawa senjata
apapun. Sehingga demokrasi bisa berjalan secara damai.
Keterwakilan rakyat melalui parlemen dipilih melalui pemilihan bebas,
untuk jangka waktu tertentu kemudian diadakan pemilihan lagi setelahnya.
Setiap penduduk dijamin haknya dalam berpartisipasi mengikuti pemilihan
anggota parlemen jika memenuhi syarat-syarat umum yang telah ditetapkan
udang-undang, baik untuk dipilih maupun pemilih.
Pemerintah menjamin independensi yudikasi dengan seluruh jenjangnya,
seluruh pelaksanaanya, dan menetapkan sejumah syarat untuk menjauhkannya
dari segala kepentingan dan ambisi. Juga tidak mengadili siapapun kecuali di
depan pengadilan sipil dan pengadilan militer terbatas hanya dikhususkan untuk
kriminalitas dan pelanggaran militer saja
Pemerintah menjamin bahwa Militer jauh dari politik dan berkonsentrasi
untuk mempertahankan keamana negara dari luar. Pemerintah yang berkuasa
tidak boleh meminta dukungan kepada pihak militer, baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk memaksakan kehendaknya dalam berkuasa, atau
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
66
untuk mengancam kebebasan masyarakat. Menteri pertahanan dan menteri-
menteri lainnya hendaknya dari sipil.
Terkait dengan Polisi dan seluruh lembaga dalam negeri menjadi pekerja
sipil yang ditetapkan oleh undang-undang, dibatasi tugas-tugasnya untuk
menjaga keamanan negara dan masyarakat secara keseluruhan dan tidak boleh
digunakan untuk mempertahankan entitas pemerintah yang sedang berkuasa atau
dijadikan alat untuk mengekang oposisi.133
Terkait dengan Hak Asasi Manusia (HAM), IM memiliki pemikiran yang
menegaskan bahwa HAM dalam Islam adalah kewajiban Agama. Dalam
pandangan IM, Islam merupakan contoh ideal pemikiran serta politik yang
memuliakan manusia dan kemanusiaan serta meninggikanya di atas segala
perbedaan bahasa dan keturunan. IM memandang bahwa dengan berkomitmen
pada seluruh nilai tersebut berarti menjalankan kewajiban agama, dimana
seorang muslim tidak boleh melanggar hak orang lain. Oleh karena itu IM
mengklaim sebagai organisasi yang selalu berada paling depan bersama orang-
orang yang menyerukan untuk menghormati HAM, penjaminan HAM untuk
seluruh manusia. Karena dalam pandangan IM kebebasan manusia adalah jalan
untuk seluruh kebaikan, kebangkitan dan inovasi. Di sisi lain IM juga
menegaskan bahwa kezaliman terbesar yang terjadi saat ini tidak hanya menimpa
kaum muslimin namun juga menimpa kaum non-muslim. Untuk itu IM
menyerukan persamaan dalam pelaksanaan kebebasan HAM, karena persamaan
dalam pandangan merupakan jalan sesungguhnya untuk menciptakan kedamaian
sosial, internasioal dan menuju tataran dunia yang baru yang memberantas
kezaliman, penindasan dan penjajahan.
134
Terkait dengan sikap toleransi dalam kehidupan beragama, IM meyakini
bahwa Islam sebagai akidah yang sahih meyakini adanya persamaan antar
manusia, menghormati keyakinan mereka, menghargai kebebasan dan
133 Ibid, hal. 101-103 134 Penjelasan IM ini yang dirilis pada bulan April 1995
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
67
menghormati karakter setiap manusia. Sebagai tindak lanjut dari sikapnya ini,
IM memerangi sikap rasisme, dan mengakui HAM dan bersatu dengan siapapun
meneriakkan lantang tentang kebebasan manusia dari segala bentuk kezaliman
dan penindasan.135
Sikap Islam terhadap agama yang lain berdiri di atas landasan saling
menghormati, kejujuran dan saling tolong menolong untuk melayani
kemanusiaan merupakan sikap IM. Bagi IM sikap ini bukan sikap di masa
transisi yang berubah-ubah bukan pula sikap pilih-pilih karena menimbang
kemaslahatan. Namun hal ini merupakan sikap IM yang merupakan ajaran pokok
Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunannah Rasulullah.
Dalam pandangan IM, kondisi dunia saat ini yang menerima
keberagaman dan menerima perbedaan pandangan manusia serta keberagaman
mazhab dalam berfikir dan bertindak, maka Islam telah sejak awal menganggap
bahwa perbedaan manusia merupakan hakikat kauniyah dan kemanusiaan.
Sehingga apa yang dibangun oleh Islam adalah sistem-sistem yang berdasarkan
perbedaan dan keberagaman.136
Sebagai contoh disini bisa dilihat dari kasus hubungannya dengan kaum
Koptik Mesir. IM bisa dikatakan bersifat toleran dalam kehidupan beragama.
Setiap kali peringatan hari besar Kristen seperti Natal, pimpinan Pusat IM
mendatangi kantor pusat Koptik Mesir mengucapkan selamat Natal. Ini
merupakan satu wujud toleransi kehidupan beragama. Menurut padangan IM,
pihak yang paling diuntungkan dari fitnah antar kelompok adalah musuh umat
yang terus berusaha merusak persatuan nasional dan memecah belah antar anak
bangsa dalam satu negeri. IM memandang bahwa IM dan Koptik memiliki
beberapa titik temu yaitu bersama-sama menghadapi pemikiran atheisme, sama-
sama memerangi dekadensi akhlak. Bagi IM fitnah antar kelompok terjadi
bukan pengaruh cara beragama, melainkan lebih karena hilangnya pemahaman
yang benar terhadap ruh agama dan tujuannya yang besar. Orang-orang Koptik
135 Op.Cit. Amer Syamakh, hal. 106 136 Ibid, hal 107.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
68
dalam pandangan IM merupakan saudara dalam bertanah air. Dalam
pengamatan penulis sikap ini dilakukan sejak masa Hasan Albana hingga
kepemimpinan Mahdi Akif saat ini. Misalkan ketika, Mahdi Akif mengucapkan
selamat Natal ke kaum Koptik dengan mendatangi perayaan mereka.
Dari penjelasan di atas penulis melihat bahwa dibandingkan dengan
organisasi Islam yang lain, IM mempunyai kelebihan karena tidak hanya
melulu mengurusi politik namun juga memberi bimbingan (irsyad) dan nasihat
(wa’zh) dan bergerak dalam bidang sosial. Hal ini sejalan seperti yang dikatakan
al Banna bahwa IM bukan organisasi kemasyrakatan, bukan organisasi lokal,
bukan partai politik. Namun, IM adalah sebuah spirit baru yang merasuk dalam
kalbu umat dan menghidupkannya dengan Al Quran.137
IM juga senantiasa mengembangkan strategi amaliyahnya. Hal ini berarti
bahwa garis-garis besar haluan IM terbuka bagi setiap hal baru dalam gerak
manusia, pada setiap waktu dan tempat. Jadi seharusnya setiap ikhwan dapat
hidup di suatu negeri dengan kondisi apapun, baik yang menjamin kebebasan
hingga di suatu negeri yang tidak menjamin kebebasan, dalam arti IM mendapat
tantangan yang keras.
138 Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh salah
satu pelaku dakwah IM bahwa perlu pengembangan jama’ah setiap harinya dan
secara kontinyu, sehingga setiap saat sesuai dengan berbagai peristiwa yang
dihadapinya.139
Di sisi lain Salah satu faktor yang menyebabkan IM selalu terlibat dalam
konfrontasi di Mesir, adalah IM mengambil sikap yang berseberangan dengan
seluruh partai politik di Mesir. Di sisi lain IM juga mensikapi secara frontal
terhadap kristenisasi dan menuntut negara untuk mengatasi hal tersebut.
Sikapnya ini membuat IM dikelilingi oleh front yang memusuhi IM dari segala
penjuru.
140
137 Hasan Al Banna, Majmuatur Rasail, 231 138 Husain bin Muhammad bin Ali Jabir, Menuju Jama’atul Muslimin, Jakarta: Robbani Press, 2011, hal 393. 139 Ibid. 140 Ibid, hal 394.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
69
Sikap IM tersebut menjadi tragedi tersendiri, bagaimana kebijakan
tersebut mengakibatkan banyak tokoh IM dibunuh dan ditangkap, harta benda
dan aset milik IM juga dirampas oleh rezim. Bahkan sikap ini telah
menyebabkan pendiri IM, Al Banna, mengalami nasib tragis terbunuh dan
pengusiran terhadap sejumlah ikhwan dan IM dilikuidasi oleh penguasa Mesir.
2.5. Ikhwan dan Pengakuan Kemerdekaan Indonesia oleh Mesir
Perkenalan dakwah IM dengan tokoh pergerakan Indonesia berawal pada
ketertarikan terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sebagai organisasi
dakwah yang cukup besar dan cukup berpengaruh di Mesir. Hasan Al Banna
sebagai pimpinan IM mempunyai pengaruh cukup besar terhadap kebijakan
politik pemerintah Mesir dalam melawan imperialisme negara-negara Barat
terhadap negeri muslim.
Indonesia termasuk negara yang mendapat perhatian Hasan Al Banna
dan organisasi gerakan dakwahnya. Ia menyeru ke dunia internasioal agar
Belanda dan sekutu-sekutunya keluar dari Indonesia. Isu ini ia ungkapkan dalam
pertemuan dengan pejabat-pejabat pemerintah Mesir. 141
Simaklah sejarah kebangkitan baru di Timur maka Anda akan
menyaksikan kisah kepahlawanan para tokoh agama (Islam), misalnya
tegaknya Al Azhar di Mesir, peran majelis tinggi di Palestina dan
Lebanon, kisah perjuangan guru kami Abil Kalam dan kawan-kawannya
para ulama besar di India serta pemimpin Islam di Indonesia. Semua itu
masih segar dalam ingatan kita.
Bahkan dalam risalah
pergerakan yang ditulisnya Albana beberapa kali menyebutkan tentang
Indonesia. Salah satunya dalam risalahnya yang ditujukan kepada Raja Faruq I
(raja Mesir dan Sudan) dan PM An Nahas Basya pada tahun 1939.
142
141 Hasan Al Banna, Kumpulan Risalah Dakwan Hasan Al Banna,Vol 3, Jakarta: Al I’tishom Cahaya Umat, 2005, hal. 120.
142 Hasan Al Banna, Majmu’atur Rasail, Vol. 1, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2012, hal. 263.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
70
Perhatian IM terhadap perjuangan kemerdekaan rakyat Indonesia tidak
hanya sebatas seruan semata namun juga mengadakan pertemuan dengan tokoh-
tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia seperti Agus Salim, H.M. Rasjidi, M.
Zein Hasan. Bahkan IM melakukan aksi demonstrasi dalam mendukung
kemerdekaan Indonesia. Berita kemerdekaan Indonesia sekaligus dimanfaatkan
IM untuk menekan Inggris yang sedang menjajah Mesir.143
.... Indonesia dengan beragam suku bangsa, tidak ada alasan lagi untuk
dijajah Belanda. Cukuplah bagi Belanda bahwa ia telah merasakan
pahitnya kezaliman, membiarkan rakyat Indonesia menikmati hasil
buminya dan bekerja untuk kemaslahatan mereka dalam suasana penuh
keadilan dan kedamaian. Itu adalah lebih baik dari pada merampas hak
dan membelenggu kemerdekaan.
Dalam Pidato Hasan
Al Banna di muktamar IM pada 8 September 1945, Al Banna kembali
menyebutkan bahwa
144
.... Sebagaimana kita saksikan bahwa negara-negara itu (penjajah, pen)
bersatu padu jika menghadapi hak-hak kebangsaan kita. Mereka
mengabaikan masalah-masalah esensial kita, baik yang diungkap di
Dewan Keamanan maupun Majelis Umum PBB sendiri, sebagaimana
persoalan yang berhubungan dengan Mesir, Palestina dan Indonesia.
Lebih jauh Al Banna juga menyebutkan
145
Pernyataan Al Banna ini merupakan wujud kepedulian akan perkembangan
dunia Islam pada umumnya dalam melepaskan diri dari kungkungan
kolonialisme. Pernyataan Al Banna ini diungkapkan dalam Muktamar IM
sehingga semua Ikhwan memahami perkemangan dunia Islam dalam upaya
melepaskan diri dari kolonialisme Barat. Ini juga merupakan suatu dukungan
bagi Indonesia.
143 Al Banna, Kumpulan ... hal 152. 144 Al Banna, Majmuatur Rasail, Vol. 2, Solo: Era Adicitra Media, 2012, hal. 310 145 Ibid, hal. 433.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
71
IM juga memberi kesempatan yang luas kepada mahasiswa Indonesia
untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di media-media yang dimiliki IM,
berbicara dan berorasi di acara-acara yang IM selenggarakan.146 Kuatnya
dukungan rakyat Mesir dan lobi yang dilakukan oleh IM menjadi salah satu
faktor yang mendorong pemerintah Mesir mengakui kedaulatan Indonesia pada
22 Maret 1946. Dan ini merupakan pengakuan pertama dunia atas kemerdekaan
Indonesia. Sehingga ketika Sukarno mengirim delegasi resmi ke Timur Tengah
pada 17 April 1947 negara yang dituju pertama kali adalah Mesir untuk
mengucapkan terima kasih. Rombongan yang terdiri dari Agus Salim, Sutan
Syahrir, Nazir Pamuncak dan M Zein Hasan bertemu juga menyempatkan diri
bertemu Hasan Al Banna dan sejumlah pemimpin IM.147
2.6. Kebijakan Politik Orde Baru terhadap Umat Islam
Kebijakan pemerintah Mesir yang keras terhadap gerakan Islam, tidak
jauh berbeda dengan sikap dan kebijakan pemerintah Orde Baru (selanjutnya
disebut Orba) terhadap Islam politik. Padahal pasca runtuhnya Orde Lama
(selanjutnya disebut Orla) dan munculnya pemerintahan Orba memunculkan
harapan tersendiri bagi umat Islam di Indonesia.148
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Orba pada awalnya
mengundang simpati kelompok-kelompok yang sebelumnya menjadi lawan-
lawan politik masa Orla yang telah disingkirkan dari arena politik. Salah satu
upaya yang menarik perhatian umat Islam adalah ketika Suharto membubarkan
PKI dan menumbangkan pemerintah Orla di bawah kepemimpinan Sukarno.
Kejadian tersebut mendorong kelompok Islam mendukung Suharto dengan
sepenuh hati, ditambah ketika Suharto melalui kekuatan militernya mendukung
aksi-aksi mahasiswa menumbangkan pemerintah Orla.
149
146 Al Banna, Majmuatur..., vol. 2 hal. 275. 147 Ibid, hal 197.
148 Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan Pemikirannya, Jakarta: Gema Insani Press, 2005, hal. 53-54. 149 Tiar Anwar Bachtiar, Persis dan Politik...., hal 135
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
72
Pemerintah Orba telah membuat ‘stempel’ sejarah dengan menjadikan
dua peristiwa sejarah yang terjadi pada masa Orla, yaitu Pemberontakan DI/ TII
1949 dan G 30 S/PKI 1965 sebagai ‘stempel negara’ untuk mengokohkan dan
mempertahankan kekuasaan politiknya. Sehingga muncul stigma yang dibuat
secara sistemik untuk memunculkan suatu pemahaman bahwa gerakan “ekstrim
kanan” itu NII dan gerakan “ekstrim kiri“ itu PKI. Dua hal tersebut dalam
pandangan Orba menjadi monster yang membahayakan kelangsungan hidup
bernegara. Sepanjang tahun 1970an sampai dengan 1980an kata-kata ekstrem
kanan, NII, mendirikan Negara Islam, SARA dan Anti Pancasila sangat gencar
dituduhkan pada “Islam politik”.150
Kondisi tersebut menyebabkan aktivitas-aktivitas yang dilakukan umat
Islam yang terkait dengan dakwah Islam di curigai dan dibabat habis bila
dianggap mengganggu stabilitas nasional. Sebagai contoh kita bisa mengamati
peristiwa Tanjung Priok 1984, berawal dari peristiwa masuknya petugas Babinsa
dari Koramil ke dalam Mushola yang kemudian menyiram pengumuman yang
berisi undangan pengajian remaja masjid dengan air got. Akhirnya menjadi
peristiwa besar yang memakan korban jiwa. Atau peristiwa GPK Lampung pada
tahun 1989 yang juga berakhir kisruh dengan memakan korban jiwa yang begitu
banyak. Sampai dengan pasca Reformasi, belum ada upaya penyelesaiannya
atau setidaknya ada kelompok yang mencoba mengangkat kembali penyelesaian
peristiwa tersebut. Berbeda dengan kasus PKI, ada pihak yang mengangkat
peristiwa G 30 S untuk diselesaikan, bahkan Presiden Abdurrahman Wahid
mengusulkan pencabutan Tap MPR No. XXV tahun 1966 tentang pembubaran
PKI dan pelarangan penyebaran ajaran komunis.
Pemerintahan Orba, mulai dari awal kekuasaannya berusaha menjaga
stabilitas nasional untuk menjamin berjalannya pembangunan nasional.
Kelompok manapun yang ingin menghambat pembangunan nasional akan
disingkirkan. Presiden Suharto memandang kelompok Islam, terutama
150 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
73
kelompok Islam mantan Masyumi, dinilai potensial memunculkan kerusuhan
nasional. Dalam pandangan Presiden Suharto kelompok mantan Masyumi
terlibat dalam pemberontakan PRRI/ Permesta.151
Restrukturisasi politik yang diterapkan oleh pemerintah Orba disikapi
secara beragam oleh masyarakatnya, terutama masyarakat muslim. Dalam
konteks kebangkitan Islam di era Orba, respon yang terlihat terbagi menjadi dua
kelompok. Kelompok pertama merespon dengan menujukkan eksistensinya dan
melakukan perlawanan baik langsung maupun tidak langsung, contoh gerakan
ini seperti kelompok Gerakan Usrah yang melakukan pemberontakan di
Talangsari Lampung. Kelompok kedua, meresponnya dengan melakukan
gerakan bawah tanah, sembari menyusun strategi perjuangan kelompok mereka
agar suatu saat dapat muncul, dan contoh gerakan ini adalah Gerakan Tarbiyah,
yang kemudian aktivisnya bertransformasi ke PK.
152
2.6.1. Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia sebagai Katalisator Dakwah Kampus
Kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintah Orba pada awalnya
mengundang simpat kelompok-kelompok yang sebelumnya menjadi lawan
politik masa Orla yang telah disingkirkan dari arena politik. Salah satunya
Masyumi. Dengan munculnya pemerintahan baru, Masyumi berharap dapat
berperan kembali seperti masa-masa sebelumnya, ternyata dugaan mereka salah.
Presiden Soeharto (selanjutnya disebut Soeharto) tidak melakukan rehabilitasi
terhadap Masyumi, sehingga tidak diijinkan untuk muncul kembali sebagai
sebuah kekuatan politik. Soeharto lebih merestui pendirian partai Islam baru,
Parmusi (Partai Muslimin Indonesia), dengan tidak menyertakan mantan tokoh
Masyumi dalam Parmusi. Burhanudin mengistilahkan kondisi ini seperti
mendorong mobil mogok, setelah mobil itu berjalan yang medorong
ditingkalkan. Artinya setelah aktivis Islam membantu mendorong
151 B.J. Bolland, Pergumulan Islam di Indonesia,Jakarta: Grafitti Press, 1988, hal. 158 152 Ali Said Damanik, Fenomena Partai Keadilan : Transformasi 20 tahun Gerakan Tarbiyah di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2002
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
74
menumbangkan Orla hingga berdirinya Orba, aktivis “Islam politik” justru
ditinggalkan Soeharto.153
Ketidakberhasilan mantan tokoh Masyumi membawa Masyumi bangkit
kembali di pentas politik Indonesia, tidak membuat mereka berhenti beraktivitas.
Kondisi tersebut mendorong Mohammad Natsir melakukan transformasi
perjuangan Masyumi dari gerakan politik menjadi gerakan sosial keagamaan.
Perubahan strategi perjuangan mantan tokoh-tokoh Masyumi tersebut seperti
yang diungkapkan oleh Natsir bahwa, “ ... dahulu kami berdakwah melalui jalur
politik, sekarang berpolitik melalui jalur dakwah”. Kemudian M Natsir
memutuskan untuk terjun ke dunia dakwah. Bersama mantan tokoh Masyumi
lainnya, mereka mendirikan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
154
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) didirikan pada 26 Februari
1967. Lembaga ini lahir dari sebuah musyawarah yang dilakukan oleh beberapa
tokoh ulama di Jakarta pada pertemuan halal bihalal pada 1967. Pada pertemuan
ini dibahas tentang perkembangan dakwah di Indonesia pada saat itu, terutama
masa transisi politik setelah terjadinya pemberontakan G 30 S/ PKI 1965. Forum
dihadiri oleh Mohammad Natsir, H.M. Rasyidi, K.H. Taufiqurrahman, H.
Mansyur Daud Datuk Palimo Kayo dan H.Nawawi Duski. Menurut mereka,
perkembangan dakwah Islam cukup memprihatinkan. Dakwah Islam yang
dilakukan, baik perorangan maupun lembaga keagamaan, dinilai berjalan
sporadis, kurang kordinasi dan terlalu konvensional. Melihat kenyataan
tersebut, mereka akhirnya mendirikan lembaga yang berbentuk yayasan yang
bertujuan untuk menggiatkan dan meningkatkan mutu dakwah Islam di
Indonesia.
155
DDII memiliki 3 agenda untuk membangun umat. Pertama, melakukan
pembinaan dan pembangunan masjid di seluruh Indonesia. Bagi DDII, masjid
merupakan salah satu pilar kepemimpinan umat dan masjid juga merupakan
153 Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS..., hal. 32. 154 Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan.., hal.54 155 Thohir Luth, M. Natsir: Dakwah dan.., hal.56
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
75
lembaga pembinaan pribadi dan masyarakat.Oleh karena itu Natsir menganggap
penting memberi perhatian khusus terhadap pembangunan dan pembinaan
masjid, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Kedua, Pengiriman Da’i. Selain
pembinaan dan pembangunan masjid, DDII dalam rangka membina umat Islam
di pedesaan dan daerah transmigrasi, sekaligus membentengi umat dari berbagai
pengaruh terhadap pendangkalan akidah, pemurtadan dan sebagainya,
mengirimkan da’i-da’inya ke tempat-tempat tersebut. Ketiga, Penerbitan. Untuk
mengembangkan dakwah lebih luas, DDII juga mengembangkan penerbitan
untuk melakukan dakwah melalui tulisan-tulisan. Penerbitan tersebut mencetak
mulai dari brosur yang berupa lembaran sampai majalah atau pun buku-buku
yang ditulis oleh tokoh-tokoh DDII maupun orang lain. Buku-buku ini
menjangkau semua pihak, mulai dari golongan awam, menengah maupun
terpelajar. Tujuan penerbitan ini untuk memberikan informasi keagamaan dan
sosial kemasyarakatan pada masyarakat secara luas, agar mereka memahami
persoalan agama dan permasalahan sosial secara tepat. Lembaga penerbitan ini
pula yang banyak mencetak dan menterjemahkan buku-buku yang tentang Islam. 156
Mohammad Natsir, selaku ketua DDII, memikirkan kondisi kader-kader
muda Islam. Ia melihat semakin berkurangnya kader-kader muda Islam yang ada
untuk membangun dan memimpin bangsa ke depan. Menurut Mashadi,
157 M.
Natsir memiliki misi membangun generasi muda di kampus untuk menjadi
pemimpin Islam ke depan. Pemahaman Mashadi ini sejalan dengan pendapat
A.M. Lutfi, bahwa Natsir berpendapat bahwa kader-kader terbaik untuk menjadi
pemimpin Islam ke depan sebagian besar berada di Kampus, yaitu para
mahasiswa dan -- dalam beberapa— para dosennya.158
156 Ibid. hal. 60-61
157 Sekretaris pribadi Moh. Natsir sampai dengan tahun 1993. Wawancara dengan Ustadz Mashadi, Rabu, 3 Juli 2013 pukul 09.00 sd.10.30 di rumah beliau Jl. Lafran Pane, Cimanggis. 158 Jimly Asshidiqie (ed), Bang Imad: Pemikiran dan Dakwahnya, Jakarta: Gema Insani Press, hal. 160.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
76
Untuk mewujudkan pemikirannya, Natsir melalui DDII melakukan
pengkaderan bagi para aktivis Islam di bidang dakwah dan pendidikan. Natsir
pada tahun 1968 merekrut 40 orang kader muda. Mereka direkrut dengan
melakukan koordinasi dengan lembaga atau organisasi tempat mereka bernaung,
seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), PII (Pelajar Islam Indonesia), atau
Muhammadiyah.159 Ke-40 orang tersebut kemudian di kumpulkan di gedung
PHI (Panitia Haji Indonesia) di Kwitang dengan proyek officer (PO) K.H. Z.E.
Muttaqien dengan dibantu oleh Imaduddin Abdurrahim selaku asisten PO. Ke-40
peserta tersebut berasal dari 3 kampus perguruan tinggi di Bandung, yaitu ITB,
UNPAD dan IKIP Bandung. Mereka mendapat beberapa materi pelatihan selama
3 hari. Setelah menerima pelatihan diharapkan mereka dapat menjadi dosen
agama Islam atau sekurang-kurangnya asisten dosen agama Islam di ketiga
kampus tersebut.160
Pengkaderan PHI ke-2 dilaksanakan di Pesantren Darul Falah, Bogor
dengan PO Prof. Dr. Mukti Ali dengan asistwn PO Dr. Sugiat SKM. Pada
pengkaderan tahap ke-2, penceramahnya ditambah Alamsyah Ratu
Prawiranegara dan Mr. Moh. Roem. Pada pengkaderan tahap ke-2 ini selain
materi keislaman juga diberikan materi tentang intelijen agar para aktivis dakwah
nanti mampu memahami bagaimana cara kerja intel.
161
Sebagai gerakan pengkaderan, khususnya mencetak instruktur aktivis
dakwah di lingkungan kampus, PHI selalu membangun lingkaran dan forum
silaturahim setelah selesai mengikuti upgrading pembinaan keislaman.
Komunitas ini kemudian menggarap dakwah di Masjid Salman dan masjid-
masjid kampus lainnya, dengan DDII sebagai pelindungnya. Untuk
mendampingi program tersebut, DDII kemudian membuat program Bina Masjid
Kampus Indonesia pada tahun 1974. Setelah Proses pengkaderan ini berakhir,
para alumni tersebut kemudian melanjutkan penyelenggaraan training di kampus
159 Ibid. hal. 161. 160 Ibid. 161 Jimly Asshidiqie, Bang Imad: Pemikiran..., hal 162
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
77
masing-masing. 162 G.H. Jansen berpendapat bahwa Islam di Indonesia
berkembang pesat salah satunya melalui masjid kampus.163
Program Bina Masjid Kampus tujuan utamanya berusaha membangun
masjid-masjid di sekitar kampus yang akan digunakan sebagai basis aktivitas
program DDII.
Rentang waktu dari
1968 hingga 1975 merupakan masa yang dapat memperkuat analisis Jansen.
Karena DDII memiliki agenda khusus untuk melakukan pembinaan masjid
kampus di seluruh wilayah Indonesia. Masjid Kampus diyakini sebagai wadah
komunitas mahasiswa Islam yang dapat memadukan antara sains modern
dengan nilai-nilai Islam.
164 Beberapa masjid kampus yang dibangun oleh DDII
diantaranya Masjid Arif Rahman Hakim (UI Salemba), Masjid Fatahillah di
daerah Tanah Baru (di sekitar lingkungan UI Depok), At Taqwa (IKIP Jakarta),
Al Furqon (IKIP Bandung), Masjid Al Ghifari (IPB). 165 Progam ini kemudian
menjadi medium pembinaan terhadap mahasiswa oleh mantan tokoh Masyumi.
Program ini kemudian menyebar ke perguruan tinggi perguruan tinggi di
Indonesia. 166
Program yang paling dikenal oleh para mahasiswa di seluruh Indonesia
dari program Bina Masjid Kampus adalah Latihan Mujahid Dakwah (LMD)
sejak tahun 1974 yang dipimpin oleh M. Imaduddin Abdurrahim. Sebuah
pelatihan keislaman yang dilaksanakan 3-5 hari. Pelatihan ini pertama kali
dilaksanakan di Masjid Salman ITB. Setelah itu menyebar ke kampus-kampus
lain di Indonesia.
167
Sebagai penunjang program yang dikembangkan oleh DDII, kemudian
dikembangkan program pengiriman mahasiswa ke luar negeri terutama ke Timur
Tengah. Program pengiriman mahasiswa ke luar negeri, khususnya ke Timur
162 Jimly Asshidiqie, Bang Imad: Pemikiran..., hal 162. 163 Ibid. hal. 163 164 Lutfi Hakim dan Tamsil Linrung, Op.Cit, hal.31, wawancara Ustadz Mashadi. 165 Aay Muhammad Furqon, Op.Cit, hal. 126-127 166 Lutfi Hakim dan Tamsil Linrung. Op. Cit. 167 Jimly Asshidiqie, Bang Imad: Pemikiran hal. 162
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
78
Tengah, yang merupakan salah satu kebijakan Orba di bidang pendidikan.168
Untuk pendidikan ke Timur Tengah, pemerintah menunjuk beberapa lembaga
yang bertugas sebagai pelaksana proyek tersebut, diantaranya adalah DDII.
Sebagai ketua DDII, M. Natsir memberikan rekomendasi kepada mahasiswa
yang akan melanjutkan pendidikan ke luar negeri terutama Timur Tengah. 169
Universitas-universitas di Timur Tengah yang dijadikan rujukan adalah
Universitas Islam Madinah Al Munawarah, Universitas Ibnu Saud di Makkah
dan Universitas Al Azhar di Kairo.170
Para mahasiswa tersebut selama belajar di Timur Tengah, dalam proses
belajarnya ada yang berinteraksi dengan para aktivis Islam IM. Ada sebagian
yang tertarik dengan ide-ide/ pemikiran IM dan ada yang tidak. Mahasiswa yang
tertarik dengan ide-ide IM, membawa pemikiran tersebut ke Indonesia dan
menyebarkan pemikiran tersebut. Diantara tokoh-tokoh yang memperoleh
pendidikan dari Timur Tengah dan kemudian menyebarkan pemikiran IM antara
lain Hilmi Aminudin, Abdullah Baharmus, Salim Segaf Al Jufri dan Acep Abdul
Syakur.
171
Program lain yang dikembangkan DDII untuk menopang program Bina
Masjid Kampus adalah penerjemahan buku-buku pemikiran IM yang sebagian
besar di tulis dalam bahasa Arab. kemudian diterjemahkan oleh para alumni
Timur Tengah, terutama mereka yang diutus melalui DDII, seperti Abu Ridha,
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Aktivitas ini akhirnya memunculkan
penerbit-penerbit buku-buku Islam yang baru, di samping Media Dakwah.
168 Pengiriman para pelajar ke Timur Tengah sebenarnya sudah dilakukan sejak akhir abad XVIII. IM didirikan sejak tahun 1928, dan sudah banyak mahasiswa Indonesia kesana, sehingga tidak tertutup kemunginan adanya hubungan antar mahasiswa Al Azhar dan terlibat dalam berbagai kegiatan kegiatan IM. Lihat Azyumardi Azra, Jaringan Ulama : Timur Tengahdan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII, bandung: Mizan 1994. M hal 128, Hasan, Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, Jakarta: Bulan Bintang, 1980. 169 Aay Muhammad Furqon, Op.Cit,. 170 Lukman Hakiem dan Tamsil Linrung, Op.Cit. hal. 80 171 Wawancara dengan Sitaresmi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
79
Di antara buku yang diterjemahkan antara lain seri Al Islam karya Sa’id
Hawwa yang terdiri dari 3 jilid diterjemahkan oleh Abu Ridho. Buku ini menjadi
acuan materi dasar keislaman yang cukup detil. Contoh buku lainnya adalah 20
Prinsip Ikhwanul Muslimin karya Hasan Al Banna yang diterjemahkan oleh Afif
Muhammad. Buku ini berisi kewajiban yang ada pada setiap muslim untuk
diyakini dan dilaksanakan dalam mengatur hubungan dirinya dengan Tuhan.
Buku ini pun menjadi dasar pemahaman keislaman seorang kader dakwah. Buku
berikutnya karya Sa’id Hawwa yang berjudul Allah yang diterjemahkan oleh tim
penulis, sayangnya tidak menyebutkan namanya. Buku-buku tersebut semuanya
adalah karya-karya tokoh IM.
Dampak dari penerjemahan buku tersebut membuat pemikiran IM mulai
diserap secara langsung oleh para aktivis dakwah di Indonesia, terutama Aktivis
Dakwah Kampus. Pemahaman para kativis ini pada awalnya hanya sebatas
pemikiran semata, mereka tidak secara komprehensif memahami gerakan IM
seperti di Mesir. Dalam pemahaman teori konstruksi Berger aktivis dakwah
kampus pada masa ini baru sampai taraf eksternalisasi. Momen eksternalisasi
merupakan momen awal yang ada dalam dialektika Berger. Dalam hal ini
seorang individu dengan kemampuannya baru mampu melakukan adaptasi
dengan teks-teks kehidupan. Baru taraf ekspresi diri ke dalam dunia sosial
dakwah kampus.
2.6.2. Arus Gerakan “Pemikiran Baru”
Sepuluh tahun pertama kebijakan politik Orba telah menempatkan Islam
pada posisi yang kurang menguntungkan. Sehingga memunculkan kesan bahwa
Islam itu tradisionalis, antimodernisasi, anti pembangunan bahkan sering disebut
anti Pancasila. Kesan tersebut membuat umat Islam terkena proses marjinalisasi
dalam proses modernisasi dan pembangunan di Indonesia. Kenyataan ini
membawa konsekuensi psikologis bahkan menjadi suatu beban bagi sebagian
pemimpin Islam Indonesia, karena umat Islam di Indonesia merupakan
mayoritas. Beban psikologis ini mendorong mereka bergerak melakukan suatu
perubahan agar umat Islam di perhitungkan eksistensinya dalam kehidupan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
80
berbangsa dan bernegara sehingga dapat mengubah citra negatif Islam dan
umatnya.172
Munculnya gerakan “pemikiran baru”
173
Gerakan “pemikiran baru” ini timbul dari gagasan Nurcholish Madjid.
Islam dikalangan intelektual
muda Islam pada tahun 1970-an. Merupakan perkembangan radikal dalam
pemikiran politik keagamaan umat Islam pada masa Orba . Gerakan “pemikiran
baru” tidak saja membicarakan posisi umat Islam, namun juga melibatkan
pembicaraan tentang Tuhan, manuisa dan berbagai persoalan kemasyarakatan,
terutama yang berhubungan dengan persoalan politik umat Islam dan bagaimana
melakukan terobosan-terobosan untuk mengembalikan daya gerak psikologis
umat Islam.
174
Gagasan pemikiran Nurcholish ini lebih bersifat mengelaborasi pemikiran-
pemikiran Islam dalam hubungannya dengan masalah modernisasi sosio politik
umat Islam Indonesia kontemporer. Hal ini berbeda pandangan atau gagasan
dengan para tokoh senior sebelumnya, seperti Natsir, Rasjidi, dan Deliar Noer.
Pemikiran baru Nurcholish lebih bersifat empirik. Walaupun cenderung bersifat
kontroversial, “pemikiran baru” Nurcholish Madjid mencerminkan rumusan
empirik tentang bagaimana mengembalikan daya gerak psikologis umat yang
telah hilang. Karenanya “pemikiran baru” tidak mengesankan sikap
apologetik.175
172 Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru Islam, Bandung: Mizan, 1986, hal 122.
173 Istilah ini digunakan oleh Fahri Ali dan Bachtiar Efendi untuk menggantikan sebutan Gerakan Pembaruan Pemikiran Nurcholish Madjid. Karena terminologi “pembaruan pemikiran” masih memunculkan polemik dan kritikan, artinya gagasan tersebut masih banyak dipersoalkan orang , maka oleh Fahri Ali dan Bachtiar Efendi disebut dengan gerakan “pemikiran baru”. 174 Kamal Hasan melukiskan Nurcholish Madjid sebagai seorang intelektual muda muslim yang berfikiran realistis akomodasionis, ia menyamakan dengan tokoh Mintareja, ketua Parmusi bentukan Orde Baru. 175 Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan..., hal. 123
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
81
Dalam kaitannya dengan gagasan modernisasi pemerintah Orba, berbeda
orientasi dengan para tokoh senior Islam lainnya, gagasan “pemikiran baru”nya
Nurcholish Madjid tidak berhenti pada pernyataan bahwa Islam tidak
bertentangan dengan modernisasi atau modernisasi adalah suatu kewajiban
keagamaan dalam Islam, namun sudah langsung memberikan suatu langkah-
langkah perubahan apa yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam. Jadi gagasan
Nurcholish bukan hanya sebatas teori namun sudah sampai taraf praktis.176
Gagasan Nurcholish Madjid ini diungkapkan dalam sebuah tulisan yang
berjudul “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dalam Masalah Integrasi
Umat”.
177
Nurcholish Madjid mengawali tulisan dengan konstatasi bahwa “Kaum
Muslimin Indonesia sekarang ini telah mengalami kejumudan kembali dalam
pemikiran dan pengembangan ajaran-ajaran Islam, dan kehilangan psychologycal
striking force dalam perjuangannya”.
Pemikiran dalam tulisan Nurcholish Madjid ini kemudian
memunculkan polemik dan kritikan tajam karena dianggap koontroversial dan
terkesankan akan pemikiran seorang sekularis.
178
Sebuah dilema segera dihadapkan kepada umat Islam: Apakah akan
memilih menempuh jalan pembaruan dalam dirinya, dengan merugikan
integrasi yang selama ini didambakan, ataukah akan mempertahankan
dilakukannya usaha-usaha ke arah integrasi itu, sekalipun dengan akibat
Lebih lanjut Nurcholish menyebutkan bahwa kondisi seperti itu
menghadapkan umat pada dua pilihan yang juga menimbulkan dua konsekunsi
yang berbeda. Hal itu seperti yang ia katakan bahwa:
176 Jimly Asshiddiqie (ed), Bang ‘Imad: Pemikiran dan Gerakan Dakwahnya, Jakarta: Gema Insani Press, 2002, hal.143-145. 177 Tulisan tersebut merupakan makalah yang kemudian diterbitkan dalam kumpulan tulisan Nurcholishh Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1989. 178 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1989, hal. 204.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
82
keharusan ditolelirnya kebekuan pemikiran dan hilangnya kekuatan-
kekuatan moral yang ampuh?179
Bila suatu inisiatif pembaruan telah diambil oleh sebagian umat, maka
sebagian umat yang lain akan mengadakan reaksi kepadanya. Berkali-kali
sejarah telah menunjukkan hal itu.
Nurcholish menyadari bahwa ide yang dia ungkapkan ini akan menimbulkan
reaksi dari yang lain, hal ini seperti yang diungkapkannya bahwa
180
Bagi Nurcholish Madjid, mempertahankan persatuan umat bukanlah suatu
bentuk pendekatan praktis dalam mengikuti proses modernisasi. Kondisi politik
Orba masa itu mendorong untuk melakukan sebuah perubahan, baik berupa
sikap maupun perubahan dalam pemikiran umat Islam Indonesia.
Tulisan Nurcholish Madjid berupaya menggambarkan kondisi dan situasi
umat Islam pada masa Orba. Ia menggambarkan bahwa perkembangan umat
Islam pada masa itu kurang menggembirakan. Berbagai organisasi Islam
pembaru, seperti Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, telah kehilangan ruh
dinamika atau pembaruannya. Sehingga tergambarkan tidak lagi terpancarnya
api Islam dari umat Islam sendiri.
Nurcholish juga menggambarkan bahwa salah satu yang
menggembirakan tentang Islam di Indonesia adalah perkembangannya yang
pesat secara kuantitas. Dari kalangan yang lebih tinggi menunjukkan
perhatiannya kepada Islam. Namun menurut Nurcholish masih menyisakan
pertanyaan yaitu sampai dimanakah perkembangan akibat daya tarik yang jujur
dari ide-ide Islam yang dikemukakan oleh para pemimpin itu, lisan atau tulisan?
Ataukah bahwa perkembangan kuantitatif Islam itu dapat dinilai sebagai tidak
lebih dari pada gejala adaptasi sosial karena perkembangan politik di tanah air.
Lebih lanjut Nurcholish juga menyebutkan bahwa jawaban atas pertanyaan
179 Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan, 180 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
83
tersebut dapat ditemukan dengan meletakkan kembali pertanyaan: Sampai
dimanakah mereka tertarik pada partai-partai Islam atau organisasi-organisasi
Islam? Jawabannya adalah kecuali sedikit saja diantara mereka yang tertarik
pada organisasi atau partai Islam. Sehingga perumusan sikap mereka berbunyi “
Islam, Yes”, “Partai Islam, No”. Lebih lanjut Nurcholish mengatakan bahwa
Jika partai-partai Islam merupakan wadah ide-ide yang hendak
diperjuangkan berdasarkan Islam, maka jelaslah bahwa ide itu sekarang
dalam keadaan tidak menarik. Dengan kata lain, ide-ide dan pemikiran
Islam itu sekarang sedang menjadi absolute memfosil, kehilangan
dinamika. Partai Islam tidak bisa membangun image positif.181
Di bagian lain tulisanya Nurcholish menekankan bahwa mutu lebih
penting dari pada jumlah. Hal yang sebaliknya terjadi dalam pandangan umat
Islam Indonesia pada masa itu, lebih mementingkan jumlah dari pada mutu.
Nurcholish menekankan juga bahwa persatuan lebih menjamin tercapainya
tujuan dari pada perpecahan, namun dapatkah persatuan itu terwujud secara
dinamis dan menjadi sebuah kekuatan dinamis jika tidak didasari oleh ide-ide
yang dinamis pula.
182 Oleh karena itu menurut Nurcholish Madjid untuk
melakukan pembaruan harus dimulai dengan dua tindakan yang saling erat
berhubungan satu dengan yang lainnya. Ia lebih jauh menyebutkan bahwa untuk
pembaruan harus berani melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional dan mencari
nilai-nilai yang berorientasi ke masa depan. Untuk itu diperlukan suatu proses
liberalisasi. Proses tersebut menurut Nurcholish dikenakan terhadap “ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan Islam” yang ada sekarang ini.183
Proses liberalisasi tersebut menurut Nurcholish menyangkut sekularisasi,
kebebasan berfikir, kemajuan berfikir (idea of progress) dan sikap terbuka.
Sekularisasi yang dimaksud oleh Nurcholish Madjid bukanlah menerapkan nilai-
nilai sekularisme, dan mengubah kaum muslimin menjadi sekularis. Namun
181 Ibid, hal. 205. 182 Ibid, hal. 206. 183 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
84
lebih cenderung untuk menduniawikan nilai-nilai yang sudah semestinya
duniawi dan melepaskan umat Islam yang cenderung untuk
mengukhrowikannya. Artinya ia mendudukan nilai-nilai yang sakral pada
tempatnya. Sebagai konsekuensi logis dari pemahaman tauhid, menurut
Nurcholish adalah pemutlakan transendensi semata-mata hanya kepada Tuhan.
Sehingga harus melahirkan desakralisasi pandangan terhadap selain Tuhan, yaitu
masalah dunia dan masalah-masalah serta nilai-nilai yang bersangkutan dengan
itu. Sakralisasi kepada sesuatu selain Tuhan pada hakikatnya adalah syirik, lawan
dari tauhid.184
Tesis tentang “pemikiran baru” yang diangkat kepermukaan oleh
Nurcholish Madjid ini mendapat respon dari kalangan intelektual muslim. Dari
berbagai tanggapan yang muncul dapat diasumsikan bahwa pada dasarnya,
kalangan terpelajar Islam merasakan pula perlunya pemikiran-pemikiran segar
yang dapat membawa umat keluar dari stagnasi kegiatan berfikir. Namun
sepanjang menyangkut tesis-tesis pemikiran baru yang digagas oleh Nurcholish
Madjid, seperti sekularisasi, liberalisasi, kebebasan berfikir, kemajuan berfikir
dan sikap terbuka dianggap terlalu vulgar serta menimbulkan konotasi radikal,
maka sulit untuk diterima.
185
Gagasan Nurcholish Madjid ini dilanjutkan oleh teman-temannya yang
sebagian anggota HMI atau pun PII. Namun tidak salah untuk dikatakan bahwa
kebangkitan kesadaran intelektual Islam pasca “pemikiran baru” untuk
sebagiannya mendapatkan dasar-dasarnya dari pemikiran baru yang pernah
dikembangkan oleh Nurcholish Madjid.
186
Jika Nurcholish Madjid mensikapi kondisi ummat pada masa itu dengan
melakukan liberalisasi proses pemikiran, lain halnya dengan gerakan Tarbiyah,
Namun ada juga perkembangan
pembaruan pemikiran Islam yang merupakan dampak dari anti tesis terhadap
pemikiran Nurcholish Madjid, diantaranya adalah Gerakan Tarbiyah.
184 Ibid, hal. 208 185 Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan..., hal. 134. 186 Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan..., hal.142
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
85
mereka mensikapi kondisi ummat pada masa itu dengan cara melakukan
pendidikan bagi ummat Islam agar mereka faham akan keislaman mereka.
2.6.3. Gerakan Dakwah Kampus sebagai Alternatif Aktivitas Mahasiswa
Mahasiswa merupakan bagian dari unsur pemuda yang memiliki sifat
paling dinamis dalam mengartikulasikan potensinya. Berbagai cara ia lakukan
dalam mengartikulasikan potensi yang dimilikinya. Pada dasawarsa akhir tahun
1970an dan awal tahun 1980an mahasiswa di Indonesia berada dalam posisi
tertekan setelah pemerintah mengambil sikap terhadap aktivitas demonstrasi
mahasiswa yang semakin meningkat, baik di kampus maupun di luar kampus.
Kebijakan yang diambil pemerintah adalah mengambil alih penuh untuk
mengatur kehidupan kampus.
Kebijakan pengambilalihan penuh pengaturan kehidupan kampus
tersebut berawal dari proses suksesi pemimpin nasional di era itu. Pada saat itu
Suharto dicalonkan kembali sebagai presiden untuk ketiga kalinya. Pencalonan
tersebut memunculkan reaksi dari dewan-dewan mahasiswa perguruan tinggi
yang mendesak MPR untuk tidak memproses pencalonan kembali Suharto
sebagai presiden. Mahasiswa menilai bahwa pencalonan Suharto sebagai
presiden perlu dikoreksi. Tindakan protes mahasiswa ini semakin besar, tindakan
tersebut lebih dikenal dengan istilah parlemen jalanan. Gelombang gerakan
mahasiswa yang mendukung pergantian tersebut semakin besar. Mahasiswa
mendorong Ali Sadikin untuk menggantikan Suharto.187
Kondisi tersebut dilihat oleh pemerintah Suharto sebagai ancaman dan
berbahaya bagi stabilitas nasional. Sikap mahasiswa yang mengangkat isu
suksesi kepemimpinan nasional dianggap sebagai tindakan yang berisiko tinggi.
Oleh karena itu pemerintah Orba mengambil sikap yang tegas terhadap
187 Wawancara Dr. Agus Nurhadi, Aktivis Dakwah Kampus, Jurusan Kimia angkatan 1978, kamis 26 Maret 2009. Oleh Whahyudha. Wawancara dilakukan di Rumah Jl Griya Asri, Depok pk. 09.00
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
86
siapapun yang dianggap akan mendongkel kekuasaannya, maka dengan dalih
mengganggu stabilitas nasional Suharto mengambil kebijakan melalui
Pangkopkamtib (Panglima Komando Keamanan dan Ketertiban), Soedomo,
mengeluarkan surat keputusan SKEP 02/KOPKAM/1978 tertanggal 21 Januari
1978 tentang pembekukan Dewan Mahasiswa. Keputusan ini ditindak lanjuti
oleh Menteri Pendidikan Syarif Thayep yang mengeluarkan instruksi
No.1/U/1978 tentang Pedoman Pemeliharaan Ketenangan dan Ketertiban di
Lingkungan Perguruan Tinggi. Puncaknya ketika pada 19 April 1978 Menteri P
dan K Dr. Daud Yusuf mengeluarkan SK No. 0156/U/1978 tertanggal 19 April
1978 tentang Normalisasi Kehidupan Kampus yang dikenal dengan istilah NKK.
Dan untuk mengatur lembaga/ organisasi mahasiswa di lingkungan Perguruan
Tinggi setelah Dewan Mahasiswa di bubarkan, Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan mengeluarkan SK Menteri P dan K No. 037/U/1979 tentang Bentuk
Susunan Lembaga/ Organisasi Mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi,
keputusan ini lebih dikenal dengan sebutan BKK (Badan Koordinasi
Kampus).188
Kebijakan NKK dan BKK yang dikeluarkan oleh pemerintah Orba
memang tetap mempersilahkan kehidupan kampus untuk berpolitik. Akan tetapi
lingkup politik hanya dalam kampus saja dan orang-orang luar tidak
diperbolehkan untuk berpolitik di dalam kampus. Pihak kampus mempersilahkan
mahasiswa untuk berpolitik, namun hanya lingkup diskusi dan wacana. Hal ini
oleh mahasiswa dimaknai tidak ada lagi politik prakis di kampus. Mahasiswa
sendiri memiliki pandangan bahwa politik bukan hanya di ruang kuliah, namun
juga memberikan kontribusi bagi masyarakat. Dampak dari kebijakan ini
mahasiswa tidak lagi bisa lagi menghadirkan tokoh-tokoh ke dalam kampus
untuk berceramah dan berdiskusi tentang permasalahan nasional. Setiap ada
kegiatan maka mahasiswa diharuskan meminta ijin kepada birokrasi kampus.
189
188 Normalisasi Kehidupan kampus/ badan Koordinasi Kampus (NKK/BKK) merupakan keputusan dari Menteri P&K, SK No. 0156/U/1978 tertanggal 19 April 1978 dan No. 037/U/1979 tertanggal 24 Februari 1979. 189 Wawancara Dr. Agus Nurhadi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
87
Kebijakan NKK/BKK disini terlihat sangat mempengaruhi pola gerakan
mahasiswa, mahasiswa kesulitan megaktualisasikan diri sehingga sulit untuk
menyalurkan potensi yang mereka miliki.
Daud Yusuf selaku Menteri P dan K pada waktu itu memandang bahwa
NKK merupakan upaya pengembalian fungsi mahasiswa dari kekuatan masa
menjadi kekuatan intelektual (the power reason). NKK merupakan upaya
meredefinisikan lembaga-lembaga kemahasiswaan secara mendasar, fungsional
dan bertahap sehingga kepribadian mahasiswa yang di universitas menjadi
intelektual yang sesungguhnya, yaitu individu yang memiliki kemampuan
berfikir kritis, analitis dan mempunyai daya nalar yang tinggi, sehingga siap
terjun dalam kehidupan dunia keilmuan dan kemasyarakatan.190 NKK kemudian
semakin dijabarkan melalui BKK yang mengatur secara teknis pembentukan
lembaga kemahasiswaan, yang berbentuk Senat Mahasiswa (SM) dan Badan
Perwakilan Mahasiswa (BPM).191
Pasca ditetapkannya NKK BKK membuat semua organisasi ekstra
kampus, seperti HMI, PMII. PII, GMNI, PMKRI dan GKMI terpisahkan dengan
organisasi intra kampus.
Kedua lembaga tersebut dalam pelaksanaan
konsep BKK di bawah pengawasan Rektorat dan Dekanat.
192
190 Majalah Mahasiswa, no 16 tahun III hal. 5-10, Dirjend Dikti Dep. P dan K.
Dampak dari hal itu, semua aktivitas ekstra kampus
yang dilakukan mahasiswa harus dilakukan di luar kampus. Kampus harus bersih
dari pengaruh organisasi ekstra kampus. Tekanan yang dilakukan pemerintah
Orba terhadap mahasiswa membuat mahasiswa mengalami pembatasan dan
penekanan. Hal tersebut ditambah lagi dengan perubahan sistem pendidikan
berdasarkan sistem Satuan Kredit Semester (SKS). Pemberlakuan SKS menuntut
mahasiswa fokus pada perkuliahan mereka, karena adanya batasan waktu
191 Konsep pelaksanan BKK tertuang dalam instruksi Dirjend Dikti no. 02/DJ/Inst/1978 tentang pokok-pokok Pelaksanaan Penataan Kembali Lembaga-lembaga Kemahasiswaan di Perguruan Tingi. Ini diperkuat lagi dengan SK mendikbud no 037/U/1979. 192 Ridwan Saidi, Kelompok Cipayung HMI, GMKI, PMKRI, GMNI-PMII: Analisis Gerakan Kebersamaan dan Pemikiran Ormas Mahasiswa Pasca Aksi Tritura 1966, jakarta: LSIP, 1995, hal 65.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
88
perkuliahan mereka. Mahasiswa lebih cenderung pada belajar sehingga kegiatan
mereka pun akhirnya study oriented. Hal ini membuat mahasiswa mengalami
keterbatasan waktu untuk melakukan kegiatan kemahasiswaan dan
menyampaikan aspirasinya.193
Pemberlakuan NKK/BKK melahirkan format baru aktivitas mahasiswa
dengan melakukan adaptasi terhadap kebijakan tersebut. Bila sebelum 1979
aktivitas mahasiswa banyak dilakukan di jalanan melalui demonstrasi, kemudian
beradaptasi dengan menjamurnya aktivitas kelompok-kelompok studi yang
bertujuan untuk melakukan gerakan penyadaran diantara mahasiswa dengan
menuangkan gagasan-gagasan mereka dalam suatu diskusi untuk
menyelesesaikan masalah. Kondisi seperti ini menurut Arbi Sanit merupakan
proses pelemahan peran mahasiswa.
Pemberlakuan BKK membawa dampak kepada
kontrol yang begitu ketat dan kuat dari birokrasi kampus kepada lembaga-
lembaga kemahasiswaan intra kampus.
194
Di satu sisi NKK/BKK membuat gerakan mahasiswa mengalami
pembatasan dan kontrol yang begitu kuat, namun disisi lain mengendurnya
gerakan politik mahasiswa memunculkan kelompok mahasiswa yang bergerak
“di bawah permukaan” melakukan pembinaan mahasiswa di bidang keagamaan,
yang lebih menekankan pada kajian moralitas dan kajian Islam. Pemahaman
yang coba dibangun melalui kajian ini menerangkan bahwa Islam bukan hanya
kegiatan ibadah rutin semata, namun memiliki makna yang lebih luas. Kajian-
kajian ini dilakukan tidak lagi dengan metode ceramah semata, namun dilakukan
Birokrasi kampus dalam hal ini Rektorat dan Dekanat yang berfungsi
menjalankan kebijakan pemerintah mempunyai andil besar dalam membatasi
gerakan mahasiswa. Dua lembaga tersebut menjalankan fungsi yang sama
namun dalam lingkup yang berbeda yaitu mengamankan kampus dari aktivitas
politik prakatis mahasiswa di tingkat universitas dan fakultas.
193 Ridwan Saidi, hal. 65 194 Arbi Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa antara Aksi Moral dan Politik, Yogyakarta: Pustakan Pelajar, 1999, hal. 46-47.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
89
dengan cara yang lebih variatif sehingga menarik mahasiswa untuk menghadiri
kajian seperti bedah buku, diskusi, seminar, tadabur alam dan lain-lain. Materi
yang diberikan juga tidak hanya nilai-nilai keagamaan namun juga tentang
kondisi dunia Islam pada saat itu. Dilakukannya pengkajian tersebut bertujuan
agar mahasiswa merasa perlu untuk mengikuti aktivitas tersebut. Kajian ini
menjadi kegiatan alternatif mahasiswa saat itu.195
Menurut Amin Rais bahwa maraknya dakwah kampus karena
meningkatnya kesadaran beragama mahasiswa, Islam sebagai solusi menghadapi
masalah yang ada, lebih jelasnya dalam Prisma edisi khusus tahun 1984 Amin
mengatakan bahwa
Maraknya kegiatan kampus tidak disebabkan oleh pemikiran yang
dilontarkan oleh Nurcholish pada 1970, namun disebabkan oleh; pertama,
merupakan kesadaran beragama mahasiswa yang makin mendalam,
kedua, terjadi semacam krisis identitas di kalangan pelajar dan
mahasiswa yang untuk mengatasi krisis tersebut, maka kembali kepada
Islam adalah solusinya, dan ketiga, para aktivis dakwah ini yakin bahwa
untuk menghadapi persoalan di masa depan, maka Islamlah yang dapat
menjawabnya.196
Kondisi ini mendorong maraknya aktivitas dakwah mahasiswa dengan
memanfaatkan ruang kosong kampus yaitu masjid-masjid kampus. Karena
masjid kampus pada saat itu bisa dikatakan merupakan tempat yang tidak
“terjangkau” oleh kebijakan NKK/ BKK Orba. Sehingga masjid kemudian
dimanfaatkan untuk menyebarkan dakwah. Mereka kemudian membentuk
bermacam-macam kelompok studi keagamaan yang dipusatkan di masjid
kampus. Pembentukan kelompok studi keagamaan tersebut menjadi suatu
pilihan yang paling realistik bagi aktivis gerakan kampus kala itu. Kajian
keagamaan semacam itu, oleh birokrat kampus tampaknya diabaikan dan kurang
195 Op.Cit. Ridwan 196 Rais, M. Amien.1984. Gerakan-gerakan Islam Internasional dan Pengaruhnya bagi
Gerakan Islam Indonesia. Prisma. Arah Baru Islam:Suaran Angkatan Muda. Hal. 23.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
90
diwaspadai oleh pihak birokrasi kampus. Sehingga yang terjadi perlahan namun
pasti, kelompok kajian keagamaan ini semakin lama semakin membesar. Bisa
dikatakan bahwa kelompok ini berhasil memanfaatkan kelengahan birokrat
kampus dalam mengendalikan kegiatan politik mahasiswa di kampus.197
Di sisi lain sejak tahun 1978 masjid-masjid kampus tumbuh menjamur,
bahkan tak sepi dari jamaah. Kegiatan halaqah dan pengkajian Islam berjalan
lancar. Sekitar tahun itulah gerakan mahasiswa Islam, yang tanpa terkait dengan
organisasi ekstra, seperti HMI dan PMII, mulai diterima di tengah mahasiswa.
Sehingga di kalangan mahasiswa mulai muncul gerakan dakwah kampus yang
memanfaatkan masjid kampus sebagai aktivitas mereka. Gerakan ini berawal
dari ide Imaduddin Abdulrahim
198
Program tersebut semula bernama Latihan Kader Dakwah (LKD),
kemudian namanya berubah menjadi Latihan Mujaid Dakwah (LMD), yang
bertujuan menjadi kawah candradimuka untuk mendidik dan melatih calon-calon
mujahid dalam perjuangan Islam. Ketika sentimen terhadap Islam semakin
menguat, program yang dibina oleh Imaduddin ini mengundang kecurigaan
Pemerintah Orba, terutama kalangan militer yang secara nyata menunjukkan
sikap anti Islam politik. Untuk menghindari tekanan politik tersebut, Imaduddin
mengubah nama program menjadi Studi Islam Intensif (SII). Program tersebut
selain memperluas cakupan program dan kegiatan yang tidak lagi terbatas pada
yang memanfaatkan Masjid Salman ITB
untuk menerapkan ide program dakwah. Ide pelatihan dakwah melalui masjid
ini mengundang minat besar aktivis gerakan Islam yang bukan hanya semata
unsur HMI, namun mahasiswa Islam secara umum dari berbagai perguruan
tinggi di Bandung yang kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Program
khusus yang dirancangnya berupa pelatihan mubaligh yang melahirkan kader-
kader dakwah.
197 Julie Chernov Hwang, Umat bergrak, hal. 81-83 198 Imaduddin Abdulrahim sebelumnya pernah memimpin Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam, yang aktivitasnya melakukan pendidikan kader-kader dakwah bagi mubaligh muda yang direkrut dari kalangan mahasiswa Islam. Organisasi ini berinduk ke PB HMI.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
91
dakwah, namun meliputi pemahaman keislaman dalam konteks yang luas. Tiga
hal penting yang menjadi penekan program ini adalah 199
(1) pengetahuan dasar Islam,
(2) penanaman jiwa perjuangan dalam gerakan Islam,
(3) komitmen dalam pembangunan umat Islam.
Dalam perekrutannya program ini mempertimbangkan dua hal penting yaitu
prestasi akademik dan bakat kepemimpinan. Mereka inilah yang kemudian
menjadi pelopor di masjid-masjid kampus.
Para mubaligh dakwah tersbut mencoba membangun pemahaman dalam
diskusi-diskusi yang dilakukan bahwa Islam bukan hanya kegiatan ibadah rutin,
namun Islam merupakan suatu tuntunan yang lebih luas sifatnya. Materi yang
diberikan dalam LKD/LMD dan SII menjadi dasar dalam kajian di masjid-
masjid kampus. Sehingga aktivitas yang mereka lakukan umumnya berbeda
dengan kajian-kajian keagamaan yang sudah ada, metodenya pun tidak hanya
dengan ceramah namun juga dalam bentuk kajian buku atau bedah buku yang
berisi tentang kondisi dunia Islam. dan juga mengkaji gerakan-gerakan Islam di
dunia. Hal ini dilakukan agar lebih menarik dan banyak dikunjungi oleh
mahasiswa, sehingga mahasiswa merasa perlu akan kajian yang mereka
lakukan.200
Dampaknya masjid kampus berkembang menjadi pusat aktivitas
pembinaan, khususnya aktivitas pembinaan akidah dan akhlak. Kondisi ini
didukung oleh kondisi perpolitikan kampus yang mengalami penurunan karena
daya tarik organisasi ekstra kampus yang menurun dampak dari kebijakan NKK
BKK.
199 Jimly Asshidiqie, Bang Imad: Pemikiran , hal. 163. 200 Ibid. Lihat juga Julie Chernov Hwang, Umat Bergerak, hal. 82
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
BAB III
GERAKAN TARBIYAH
3.1. Kelahiran Gerakan Tarbiyah
Secara umum, perkembangan gerakan Islam, dalam pengertian yang luas,
di Indonesia pada dasawarsa 1980 menunjukkan kecenderungan yang
menggesankan. Dekade tersebut merupakan dekade paling menarik dalam
perjalan gerakan Islam di Indonesia. Sepuluh tahun terakhir dari dekade tersebut
merupakan masa yang memunculkan berbagai perkembangan baru, yang
menurut Azyumardi, akan banyak menentukan masa depan Islam di
Indonesia.201
Pada dekade 1980an peningkatan minat dan apresiasi terhadap ajaran
Islam juga merupakan gejala yang umum pada mahasiswa di perguruan tinggi-
perguruan tinggi (PT) di Indonesia. Pada dasawarsa ini memunculkan banyak
kelompok studi Islam di kalangan mahasiswa, baik PT negeri maupun PT swasta
atau PT umum maupun PT keagamaan. Kelompok studi keislaman ini dalam
aktivitasnya tidak hanya mengkaji Islam sebagai pemikiran semata, namun
mereka berupaya mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-sehari di dalam
masyarakat. Kehidupan ini dikenal sebagai da’wah bi al-hal.
202
Menurut Azyumardi, kemunculan trend pergerakan Islam yang terjadi
saat ini dan kompleksitas merupakan faktor yang mendorong munculnya
berbagai gerakan Islam kontemporer di Indonesia. Penulis akan mencoba
menganalisis secara singkat beberapa faktor yang memunculkan arah
perkembangan gerakan Islam di Indonesia, terutama munculnya Gerakan
Tarbiyah.
201 Azyumardi Azra, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999, hal 17. 202 Ibid, hal 21
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
93
Imdadun Rahmat menggambarkan bahwa bibit-bibit Gerakan Tarbiyah
adalah para aktivis dakwah kampus (ADK). Para ADK ini mendirikan dan
mengelola pengajian yang diwadahi sebuah organisasi Lembaga Dakwah
Kampus (LDK). Gerakan yang semula bernama usrah berganti nama menjadi
tarbiyah dan mereka menamai aktivitasnya dengan sebutan tarbiyah. Ideologi
keagamaan gerakan ini lebih memiliki keterkaitan dengan ideologi Ikhwanul
Muslimin. 203 Pemikiran ini sejalan dengan pendapat Haedar Nashir bahwa
Gerakan Tarbiyah merupakan gerakan Islam yang memperoleh inspirasi dan
memiliki pertautan ideologis dengan IM. Ia juga menyebutkan bahwa tarbiyah
pada awalnya merupakan suatu bentuk sistem pembinaan yang diterapkan di
lingkungan IM pimpinan Hasan Al Banna di Mesir. Jadi konsep tarbiyah di
Indonesia merupakan adopsi dari sistem pembinaan IM.204 Memperhatikan dua
pendapat di atas, maka asal usul gerakan Tarbiyah dapat ditelusuri dari gerakan
dakwah kampus.205
Terkait dengan dakwah kampus, Burhanuddin Muhtadi, dalam Dilema
PKS: suara dan syariah, menyebutkan bahwa dakwah kampus meliputi
serangkaian kegiatan yang menyeru pada agama yang dilakukan oleh dan untuk
kalangan mahasiswa di kampus.
206
203 M Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen,Yogyakarta: LkiS,
Berdasarkan data yang penulis peroleh di
lapangan, aktivitas dakwah kampus tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa,
namun juga dilakukan oleh semua civitas akademika yang lain, yaitu dosen dan
karyawan. Sehingga penulis berasumsi bahwa dakwah kampus meliputi
serangkaian kegiatan yang menyeru pada agama yang dilakukan oleh dan untuk
204 Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010, hal. 7
205 Dakwah secara etimologis memiliki makna “menyeru” kepada Islam atau seruan agama untuk membangkitkan iman atau untuk menjaga masyarakat Islam dari kebejatan. Dalam pengertian terminologis, dakwah bermakna mengajak masuk agama, kerja misionaris atau seruan pada ad-dien. Aktivisnya dikenal dengan sebutan duat (berasal dari bahasa arab yang berarti penyeru, yang melakukan seruan agama). Lihat Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah , Jakarta: Kepustakan Populer Gramedia, 2012, hal 32.
206 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
94
civitas akademika di kampus. Hal ini didukung data bahwa dalam perkembangan
awal gerakan dakwah kampus sudah melibatkan sosok tokoh dosen, baru
kemudian oleh mahasiswa.207
Pada bagian sebelumnya dijelaskan munculnya dakwah kampus sebagai
reaksi terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru terhadap kalangan Islam
terutama Islam sebagai kekuatan politik. Lahirnya Orde Baru sebelumnya
melahirkan dampak psikologis yang sangat kuat dikalangan kaum menengah
perkotaan, umumnya kaum terdidik secara barat, umat Islam perkotaan dan para
mahasiswa. Hal ini ditandai dengan munculnya rasa optimisme yang tinggi akan
kebebasan dan demokrasi yang selama masa demokrasi terpimpin tertekan oleh
mitos revolusi.
Seperti yang sudah disebutkan dalam bab
sebelumnya.
208
Berbicara perkembangan Dakwah Kampus, Kita tidak bisa terlepas dari
keterlibatan sosok M Imaduddin Abdurrahim yang sebelumnya merupakan
aktivis HMI. Sewaktu di HMI, Imaduddin memimpin Lembaga Dakwah
Mahasiswa Islam (LDMI) dan melakukan pendidikan kader dakwah bagi
mubaligh-mubaligh muda, yang direkrut dari kalangan mahasiswa Islam. Di
bawah kepemimpinan Imaduddin, LDMI berkembang dan sangat populer di
kalangan aktivis HMI dengan program pembinaan yang mengacu pada Nilai-
nilai Dasar Islam (NDI). Ketika memimpin LDMI inilah Imaduddin banyak
bertemu dengan Nurcholish Madjid. Kebersamaannya dengan Nurcholish
Harapan besar itu punah ketika Soeharto melakukan
“penghancuran” mulai secara halus hingga secara kasar. Munculnya dakwah
kampus sendiri dimaknai sebagai reaksi terhadap kebijakan Orde Baru terhadap
kelompok Islam.
207 Awal perkembangan dakwah kampus awalnya dilakukan oleh sosok Imaduddin
sebagai seorang dosen ITB kepada mahasiswa, kemudian mahasiswa ke mahasiswa dan dalam kondisi saat ini sasarannya bisa dikatakan civitas akademik di sebuah universitas yang meliputi mahasiswa, dosen dan karyawan.
208 Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, Merambah Jalan Baru...,hal 94-95.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
95
Madjid di HMI memberikan kesempatan lebih luas kepada Imaduddin untuk
mendiskusikan pemikiran Islam.209
Ketika Dewan Dakwah mengembangkan program Bina Masjid Kampus
pada tahun 1974, Imaduddin bergabung dengan program tersebut. Berbekal
hasil pelatihan program Bina Masjid Kampus dan pengalaman pengelolaan
LDMI, Imaduddin meneruskan program pelatihan dakwah yang sudah ia
kembangkan sebelumnya di Masjid Salman-ITB. Program pelatihan tersebut
mengundang minat yang besar dari berbagai aktivis gerakan Islam yang ada, baik
HMI maupun dari aktivis mahasiswa Islam dari berbagai perguruan tinggi di
Bandung dan kemudian menyebar ke seluruh Indonesia. Program pelatihan
mubaligh yang dirancang oleh Imaduddin bertujuan untuk melahirkan kader-
kader dakwah.
210
Imaduddin memberi nama program tersebut Latihan Kader Dakwah
(LKD), kemudian berubah menjadi Latihan Mujahid Dakwah (LMD). Program
LKD/LMD bertujuan sebagai kawah candradimuka untuk mendidik dan melatih
calon-calon mujahid dalam perjuangan Islam. Namun ketika sentimen negatif
terhadap Islam atau gerakan Islam semakin menguat pada dekade 1970-an dan
1980-an, program LMD yang dibina Imaduddin mengundang kecurigaan
penguasa pemerintah Orde Baru, terutama kalangan militer yang secara nyata
menunjukkan sikap anti-Islam politik. Untuk menghindari tekanan politik,
Imaduddin mengubah nama kegiatannya menjadi Studi Islam Intensif (SII).
211
Sumber yang dijadikan acuan dalam penyampaian materi SII berasal dari
buku-buku yang diterjemahkan oleh alumni Timur Tengah Misalnya buku Al
Islam karya Sa’id Hawwa terjemahan Abu Ridho yang terdiri dari 3 seri
digunakan sebagai sumber untuk pengetahuan dasar tentang Islam. Buku lain
209 Jimly Asshiddiqie, Bang Imad, hal 18-19 210 Ibid, hal 164. 211 Ini terjadi hampir disemua bagian dakwah kampus, untuk UI setiap fakultas juga
menggunakan istilah yang berbeda-beda, ada yang menggunakan Studi Islam Terpadu (SIT), Forum Studi Islam (FSI) dan beberapa istilah lainnya. Wawancara dengan Dody Alumni Fakultas Teknik UI Angkatan 83.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
96
adalah buku yang berjudul Allah juga karya Sa’id Hawwa, atau Buku Sayyid
Qutub yang berjudul Jalan Islam yang bisa dikatakan sebagai penanaman jiwa
perjuangan gerakan Islam. Sedangkan untuk komitmen terhadap pembangunan
umat Islam diantaranya adalah buku 20 Prinsip Ikhwanul Muslimin karya Hasan
Al Banna yang diterbitkan oleh Pustaka Salman.
Mengingat pelatihan ini untuk melahirkan tokoh pendakwah dan mujahid
Islam, rekrutmen kader dakwah dilakukan secara ketat melalui seleksi khusus
dengan mempertimbangkan dua hal penting: (1) prestasi akademis yang
mencerminkan daya intelektual dan (2) bakat kepemimpinan yang tinggi. Kedua
hal itu mutlak diperlukan karena para kader dakwah akan menjadi pelopor
perjuangan Islam di kampus dan masyarakat.
Penggunaan buku-buku karya tokoh IM sebagai acuan dalam pelatihan
menginspirasi Immaduddin untuk mengadopsi prinsip pembinaan IM. Imaduddin
kemudian menggunakan model pembinaan usrah IM.212 Aktivitas kajian rutin
yang dilakasanakan di Masjid Salman ITB, mulai dilakukan di masjid-masjid
kampus lain oleh alumni pelatihan Masjid Salman. Aktivitas ini berkembang
menjadi gerakan dakwah kampus yang dilakukan di masjid-masjid kampus besar
diantaranya seperti Arif Rahman Hakim di UI. Selain pembinaan di dalam
kampus masing-masing, para aktivis dakwah kampus juga melakukan
komunikasi dengan kampus-kampus lainnya. Komunikasi inilah yang
merupakan jaringan yang membawa mereka menyatukan ide dan metode dalam
menyampaikan dakwahnya.213
Pola pembinaan yang dijalankan Imaduddin melalui LMD/SII, dilakukan
secara berkelompok dengan jumlah anggota 15-20 orang dan dibimbing oleh
seorang mentor. Materinya disebut dengan Nilai-nilai Dasar Islam (NDI) dan
kelompoknya diberi nama Usrah.
214
212 Hal inilah yang mempermudah masuknya pemikiran IM di awal tahun 1980 dan
menarik sebagian gerakan dakwah ke pemikiran Ikhwanul Muslimin. 213 Wawancara dengan Aus Hidayat, Alumni angkatan 1980.
Materi NDI mencakup masalah tauhid
214 Metode pembinaan Sistem Usrah merupakan pola pembinaan yang dilakukan oleh
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
97
dalam kehidupan sehari-hari. Pola LMD dengan materi NDI dikembangkan
secara masif dengan masjid Salman ITB sebagai laboratoriumnya dan diadopsi
oleh para aktivis dakwah kampus lain dan diterapkan di masjid kampus masing-
masing.215
Pengembangan pelatihan yang dilakukan di berbagai masjid kampus
mampu membentuk Gerakan Dakwah Kampus (GDK). GDK kemudian
membentuk jaringan lokal antar masjid kampus di Indonesia. Jaringan tersebut
antara lain jaringan masjid kampus UI, jaringan masjid kampus ITB, jaringan
masjid kampus UGM, jaringan masjid kampus IKIP Bandung dan lain-lain.
Jaringan inilah kemudian membentuk Networking antar GDK yang kemudian
dikenal dengan Forum Silaturahim Aktivis Dakwah Kampus (FSLDK) di era
tahun 1990an.
216
Terkait dengan program pendampingan masjid kampus yang dijalankan
Dewan Dakwah melalui LDK yang ditopang oleh alumni-alumni Timur Tengah,
Julie Cernov Hwang menyebutkan bahwa alumni Timur Tengah tersebut
mengembangkan materi-materi yang disampaikan dalam pembinaan LDK
seringkali menggunakan tulisan-tulisan Al Maududi, aktivis IM, seperti Al
Banna dan Sayid Qutb, serta revolusioner-revolusioner Iran, seperti Ali Sariati
dan Murthadha Muthahari. Namun, metode pembinaan Al Banna yang bertahap
dan tertsruktur punya gema lebih besar dibandingkan yang lainnya.
217
Terkait dengan keterlibatan alumni Timur Tengah dalam program Bina
Masjid Kampus, menurut Mashadi, tidak melinatkan semua alumni Timur
Tengah. DDII memfokuskan alumni Timur Tengah untuk program pengiriman
IM untuk kader-kader mereka. Sistem Usrah digunakan oleh IM sejak tahun 1939 menggantikan Sistem Katibah yang digunakan IM sejak tahun 1928 hingga tahun 1939. Perbedaan yang mencolok sistem Usrah dengan Katibah adalah secara jumlah, kalau sistem Katibah jumlahnya minimal 40 orang dan wajib diikuti minimal 40 kali oleh anggota IM, sedangkan Sistem usrah pelaksanaannya dilakukan setiap pekan dan terus menerus yang dikenal dengan tarbiyah madal hayah.
215 Jimly Asshiddiqie, Op.Cit. Wawancara Ustadz Mashadi. 216 Wawancara Ustadz Mashadi 217 Julie Chernov Hwang, Umat Bergerak, hal. 82.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
98
ulama dan da’i ke daerah-daerah di seluruh Indonesia dan beberapa dijadikan
pimpinan DDII di daerah-daerah tersebut. Dalam perkembangan berikutnya
jaringan alumni Timur Tengah ini dimanfaatkan oleh Gerakan Tarbiyah untuk
mengembangkan jaringannya di seluruh Indonesia, di samping jaringan dakwah
kampus. Alumni-alumni di daerah tersebut juga terlibat dalam dakwah kampus
di perguruan-perguruan tinggi yang ada di daerahnya. Hal inilah yang membuat
jaringan tarbiyah semakin kokoh.218
Pada awal tahun 1980an, pembinaan LDK oleh kader-kader Dewan
Dakwah melalui program Bina Masjid Kampus mengalami diskontinuitas.
219
Menurut Mashadi, aktivis DDII, faktor utama yang menyebabkan terjadinya
diskontinuitas adalah kemandekan materi yang dikembangkan oleh Imaduddin
yang hanya sebatas ketauhidan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh Hilmi
Aminuddin220 dan kawan-kawan, untuk melanjutkan pembinaan. Kemudahan
kelompok Hilmi masuk ke dalam dakwah kampus menurut Mashadi karena
adanya konsistensi materi yang diberikan antara NDI Imaduddin dengan materi
yang diberikan oleh Hilmi Aminuddin yang juga mengadopsi pola pembinaanya
IM. Faktor yang membedakan dengan Imaduddin, Hilmi mengadopsi bukan
hanya metode, namun juga struktur, dan materi pembinaan.221
Penulis melihat bahwa Imaduddin merupakan peletak dasar gerakan
dakwah kampus dan Hilmi Aminuddin membangunan dakwah kampus.
Kemudahan ini karena apa yang dibangun oleh Imaduddin berpangkal pada pola
pembinaan IM dan Hilmi Aminuddin melakukan pembinaan dengan pola yang
sama. Sejak saat itu Gerakan Tarbiyah muncul sebagai sebuah gerakan sosial
keagamaan dengan tokoh utama Hilmi Aminuddin, Salim Segaf Al Jufri, Encep
218 Wawancara Ustadz Mashadi 219 Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS, hal 30. . 220 Sitaresmi S Soekanto, Pemenangan Pemilu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di
Indonesia 1999-2009 dan Adelet Ve Kalkinma (AKP) di Turki 2002-2007: Studi Perbandingan, Disertasi Fakultas IlmU sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012.
221 Wawancara Ustadz Mashadi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
99
Abdusyakur dan Abdullah Baharmus. Gerakan Tarbiyah ini merupakan gerakan
yang terilhami gerakan pemikiran IM. 222
Kondisi ini seperti juga yang dijelaskan oleh Aktivis Dakwah Kampus
tahun 1980an awal, Suhaedi Muhammad, mengatakan bahwa para aktivis
dakwah kampus pada awalnya mengikuti pengajian di rumah Ruslan Effendi,
yang dikenal dengan Ustadz Lani. Materi yang disampaikan sama seperti
pengajian majelis ta’lim terkait dengan masalah ketauhidan. Kemudian ia
mengaji dengan Hilmi Aminuddin dengan materi yang diberikan sama, berbeda
dalam cara penyampaiannya yang lebih terstruktur. Materi tersebut terus
berkembang dengan lebih koprehensif tidak hanya menyentuh masalah
ketauhidan namun masalah-masalah Islam yang lain. Misalnya Al Quran, Hadits,
Sirah, dan Pengembangan Diri. Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa
perkenalannya dengan pengajian yang diberikan oleh Hilmi Aminuddin, melalui
seorang penghubung yaitu Taufik Bachtiar.
223 Ia kemudian mengaji di dua
tempat. Ternyata materi yang disampaikan oleh Hilmi Aminuddin yang
mengacu pada sistem pengajaran Al Banna, sistem tarbiyah, lebih terstruktur dan
materi yang diberikan juga bertahap. Para aktivis dakwah kemudian lebih
memilih mengaji di Ustadz Hilmi dengan alasan materi yang disampaikan lebih
terstruktur.224 Materi ini dikenal dengan rasmul bayan.225
Data baru yang penulis peroleh terkait dengan perkembangan Gerakan
Tarbiyah, ternyata yang menjadi sasaran dakwah para pendahulu tarbiyah bukan
hanya perguruan tingi umum, namun juga perguruan tinggi agama. Dari
keempat tokoh awal tarbiyah yang disebut di awal, Hilmi aminuddin yang
mengenalkan pemikiran IM ke para aktivis dakwah kampus. Dari kedua tempat
222 Terkait dengan pembahasan proses transmisi pemkiran Timur Tengah ke Indonesia
lihat tulisan Imdadun Rahmat, Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Parlemen, Yogyakarta: LkiS, 2008.
223 Informasi yang sama penulis peroleh dari sumber-sumber wawancara lain para aktivis tarbiyah awal tahun 1980an.
224 Wawancara dengan Suhaedi Muhammad 12 Juni 2013. Pukul 07.30 melalui telefon. Alumni Fisika UI angkatan 1982.
225 Lihat Lampiran contoh rasmul bayan.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
100
tersebut Hilmi memperoleh hasil yang berbeda. Di IAIN Syarif Hidayatullah,
Hilmi mampu merekrut kader-kader awalnya, namun tidak mampu
mengembangkan jaringan ke dalam kampus. Tokoh awal yang berhasil Hilmi
rekrut di IAIN adalah Yoyoh Yusroh, Dani Anwar, dan Edy Juhendi.226 Faktor
yang mendorong ketiga tokoh tersebut masuk ke dalam Gerakan Tarbiyah salah
satunya adalah karena mereka anggota PII, mereka masuk bersama gerbong
PII.227 Ketiga tokoh tersebut sukses dalam dakwah di masyarakat. Di
Universitas Indonesia, Hilmi memperoleh “pohon” yang menghasilkan “buah”
yang banyak, tokoh awal dikampus UI, adalah Suharna.228 Aktivitas ini
dilakukan Hilmi diawal tahun 1980an.229
Kader-kader Gerakan Tarbiyah terus melakukan penetrasi baik di
kampus, maupun di sekolah-sekolah. Efek yang muncul dari penetrasi ini, yang
cukup terlihat, adalah semakin meningkatnya jumlah muslimah yang
mengenakan Jilbab di kampus maupun di sekolah-sekolah di akhir tahun
1980an. Represifnya pemerintah Orba terasa pula dampaknya pada kehidupan
beragama pelajar dan mahasiswa. Peraturan yang ketat berupa larangan
mengenakan jilbab di sekolah negeri menyebabkan banyak siswa SMA Negeri,
khususnya di Jakarta, yang dikeluarkan dari sekolah, kemudian ada juga
mahasiswa yang batal memperoleh beasiswa karena fotonya mengenakan
Jilbab.
230
226 Ketiga tokoh ini berhasil di rekrut Hilmi dari IAIN, namun tidak mengembangkan
dakwah di IAIN lebih mengembangkan dakwah di Masyarakat. Yoyoh Yusrah (Almarhummah) kemudian menjadi anggota dewan PKS dari wilayah Depok sedangkan Dani Anwar menjadi anggota DPD RI daerah pemilihan DKI Jakarta dan pernah menjadi Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta bersama Adang Dorodjatun yang diusung PKS. Sedangkan Edy Juhendy Aktif sebagai pegawai negeri di wilayah Depok.
227 Wawancara dengan Ustadz Mashadi Aktivis DDII, Aktivis PII dan Aktivis Gerakan Tarbiyah.
228 Suharna merupakan salah satu aktivis gerakan Tarbiyah yang kemudian aktif di PKS dan pernah menjadi Menteri Riset dan Teknologi pada masa kabinet SBY yang kedua.
229 Dialog dengan bidang kaderisasi Gerakan Tarbiyah, dengan Abu Surkim. Dilakukan di Rumah Kader Tarbiyah, pada 5 April 2013, pukul 17.30
230 Kajian ini sudah dilakukan oleh Herlambang, Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
101
Faisal salah seorang mantan aktivis dakwah sekolah menyebutkan bahwa
momentum yang paling berkesan baginya dan menguatkan dirinya untuk
menjadi seorang muslim yang baik adalah ketika momentum kenaikan kelas 1 ke
kelas 2. Saya mengikuti acara yang diadakan oleh kerohanian Islam sekolah lain,
yaitu kemping ke puncak. Ia baru menyadari bahwa itu sebenarnya adalah acara
rekrutmen aktivis dakwah, yang dikenal dengan daurah rekrutmen. Lebih jauh ia
mengatakan bahwa
Ada tiga momen penting yang membuat saya enjoy di acara tersebut,
pertama acara kemping, melaui out bond dan ini hal baru bagi saya.
Kedua pemberian materi tentang keislaman, baik secara kognitif maupun
afektif. Ketiga, momen ini disertai oleh teman-teman saya, sehingga saya
tidak sendiri. Mereka juga cukup antusias.231
Terkait dengan faktor penyampaian materi seorang aktivis Gerakan
Tarbiyah yang berasal dari kalangan NU, Abdullah Muaz, menyebutkan bahwa
yang menarik dia untuk masuk ke dalam Gerakan Tarbiyah adalah metode
penyampaiannya. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa
Faktor yang mendorong aktivis dakwah kampus masuk dan aktif dalam
gerakan tarbiyah ada beberapa faktor. Pertama, mulai dari metode penyampaian
materi dan Kedua keteladanan para mentor yang megaplikasikan materi-materi
yang diberikan. Hal inilah yang mendorong para aktivis masuk ke dalam
jaringan tarbiyah.
Hal yang menjadi renungan pribadi saya, kenapa saya mengaji dari SD,
SMP sampai SMA tidak pernah sedikit pun ada keinginan untuk
mengamalkan ilmunya, tidak ada yang tersentuh, hanya retorika semata
dan permainan kalimat. Padahal saya mendatangi semua pengajian, mulai
Angkatan 2005, dengan Judul Kasus Pelarangan Jilbab di Sekolah-sekolah Negeri di Jakata. Dari sumber wawancara kasus ini menimpa aktivis Gerakan Tarbiyah, Lediya Hanifa, di SMA Negeri 68 Jakarta, yang kemudian menjadi Mahasiswa Universitas Indonesia Angkatan 1987, Program Studi Kimia FMIPA .
231 Wawancara dengan Faisal, Aktivis Rohis SMA 68, angkatan 84.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
102
dari tabligh akbar, pengajian masjid, melihat di televisi, mendengar di
radio. Namun setelah saya mengikuti rohis di SMA saya, kemudian
mengikuti pengajian yang diisi oleh kakak kelas saya, yang sama-sama
pakai celana abu-abu, kok memperoleh kesejukam, kok memperoleh
ketenangan, kok termotivasi. Ternyata metode tadzabur Al Quran yang
disampaikan kakak kelas saya ini membuat saya tertarik. Ia membacakan
ayatnya, kemudian diartikan, dan dicontohkan aplikasinya dalam sehari-
hari. Akhirnya saya tahu kalau pakai kerudung itu perintah Al Quran dari
sini, bukan perintah kiai atau ulama. Di NU saya tidak peroleh, ngaji 2
jam hampir nggak ada ayat yang masuk. Pengembangannya NU itu
Ruhbaniyah, kependetaan, halal haram kata kiai, benar salah kata kiai.
Metode tadaburlah yang menarik saya.232
Hal yang sama diungkapkan oleh Dody, aktivis tarbiyah tahun 1983, ia
mengatakan bahwa pengenalannya terhadap Gerakan Tarbiyah berawal dari
aktivitasnya di rohis SMA-nya. Pengalamannya di rohis membuatnya tertarik
dengan aktivitas-aktivitas Islam yang ada di kampus. Awalnya ia mengikuti
LDK HMI, ia memperoleh ghirah (semangat) keislaman, namun pasca LDK ia
tidak mendapatkan tindak lanjut. Ia kemudian terdorong untuk mencari di luar. Ia
mengikuti semua pengajian yang ada, misalnya Sekoci (Ibnu Sungkar), HTI
(Abdurrahman Al Baghdadi di Bogor), dan Gerakan Tarbiyah (Hilmi
Aminuddin). Dody menjelaskan lebih lanjut bahwa yang membedakan pengajian
yang ada dengan tarbiyah terletak pada metode penyampaian materi yang diikuti
bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
233
Hal senada juga diungkapkan oleh Dwi F.(Mantan ketua IPM Depok)
keterlibatannya dengan gerakan tarbiyah awalnya hanya ikut-ikutan mengaji
bersama teman-teman rohisnya di SMA 28. Ia serius mengikuti pengajian
232 Wawancara dengan Ustadz Abdullah Muaz, tanggal 31 Maret 2013, di kantornya
pada pukul 09.30 -10.30. Abdullah Muaz merupakan salah satu tokoh yang terlibat pembentukan lembaga pendidikan Formal Nurul Fikri.
233 Dialog dengan Dody Aktivis Tarbiyah angkatan 1983, tanggal 18 Mei 2013 pukul 17.00
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
103
tarbiyah setelah kuliah di UI. Namun sebelumnya ia pernah mengikuti
pengajian yang dilakukan N11 (N sebelas) sebutan untuk NII. Menurutnya
pemahaman Islam yang syumul (menyeluruh) baru didapatkan dari tarbiyah.234
Pada awalnya, saya mengikuti Gerakan Tarbiyah hanya diajak-ajak oleh
teman sewaktu SMA, waktu itu saya sekolah di SMA 28. Saya tidak aktif
di Rohis, namun karena saya dari keluarga Muhammadiyah, dan sudah
tertanam nilai-nilai Islam dari Muhammadiyah, sehingga kecenderungan
ke Musholla untuk sholat tetap kuat. Dari situlah saya mulai diajak-ajak
anak-anak rohis untuk ikut pengajian. Ketika ikut pengajian di tarbiyah
inilah pemahaman saya tentang Islam terpenuhi dan hal ini tidak saya
peroleh di Muhammadiyah. Istilahnya ketika saya di Muhammadiyah,
Islam itu ya Muhammadiyah. Setelah saya mengenal tarbiyah saya baru
memahami bahwa Islam itu syumuliyah, bukan hanya shalat dan ibadah
makhdlah saja. Jadi ketika saya di Muhammadiyah, Islam baru dilihat
pintunya belum terlihat secara keseluruhan, itu pun sudah bagus, baru
setelah di tarbiyah saya bisa melihat rumahnya secara utuh..
235
Hal lain yang mendorong semakin meningkatnya jumlah pendukung
Gerakan Tarbiyah adalah keteladanan tokoh, masuknya tokoh-tokoh pergerakan
yang ada pada masa itu ke Gerakan Tarbiyah membuat “gerbong” mereka ikut
masuk bersama tokoh-tokoh mereka. Hal ini dirasakan oleh Abdullah dan Dwi
F. Abdullah menjelaskan bahwa ketika di awal mengikuti rohis di SMA ada
perbedaan cara penyampaian materi yang awalnya hanya tadzabur Quran baru
kemudian di tahun kedua SMA, ia mendapatkan materi yang lebih komprehensif
tak sebatas tadzabur, namun lebih tertata dan terstruktur mulai dari pemahaman
materi yang paling dasar dan pemberian materi berdasarkan rosmul bayan
(materi panah). Materi-materi yang diberikan masih dalam bahasa Arab dengan
bentuk Rosmul Bayan dan para mentor yang menjelaskan materi-materi tesebut
234 Wawancara dengan Dwi F. di rumahnya, pada 31 Maret 2013 Puku 11.15 sd. 11.50 235 Wawancara dengan Dwi F.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
104
dalam bahasa Indonesia. Para Mentor dalam hal ini mempunyai kewenangan
penuh atas materi yang diberikan.236
Maksud dari pernyataan ini para mentor punya kewajiban tersendiri
untuk mampu menyampaikan materi dengan baik, oleh karena itu ia harus
mencari maraji/ sumber-sumber bagi materi yang akan diberikan. Tentunya hal
ini akan membuat target penyampaian materi akan berbeda antara satu mentor
dengan mentor yang lain. Oleh karena itu tokoh Gerakan Tarbiyah kemudian
menata pedoman bagi penyampaian materi tarbiyah, sehingga memunculkan
manhaj T1 dan T2, yang merupakan manhaj Gerakan Tarbiyah yang pertama.
Walaupun Hilmi Aminuddin menyebutkan bahwa Gerakan Tarbiyah di mulai
pada awal tahun 1980,
237 namun penyempurnaan manhaj awal tarbiyah terus
dilakukan oleh Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah hingga tahun 1982-1983. Di
tahun inilah kemapanan gerakan tarbiyah semakin terbentuk.238
3.2. Dari Jaringan Lokal ke Jaringan Transnasional
Di subbab awal disebutkan bahwa Himi Aminuddin berhasil masuk ke
dalam jaringan dakwah kampus dan mampu mengembangkan dakwah kampus
secara menyeluruh yang kemudian membentuk jaringan Gerakan Tarbiyah
secara nasional. Jaringan yang dikembangkan tidak lagi sebatas jaringan antar
masjid kampus namun sudah membentuk jaringan aktivis dakwah kampus secara
nasional. Jaringan inilah kemudian membentuk networking antar LDK yang
kemudian dikenal dengan Forum Silaturahim Aktivis Dakwah Kampus (FSLDK)
di era tahun 1990an.239
Terkait dengan pengaruh IM dalam tubuh Gerakan Tarbiyah, Greg Fealy
berpendapat bahwa pengaruh gerakan IM di Indonesia meningkat pesat pada
236 Manhaj Materi Tarbiyah T1 dan T2 yang diberikan hingga tahun 1994 237 Wawancara Abu Surkim 238 Hal ini diungkakan oleh beberapa nara sumber yang penulis peroleh, misalnya
Mashadi dan Suhaedi Muhammad. 239 Wawancara Ustadz Mashadi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
105
tahun 1970an dan awal tahun 1980an. Greg mengutip pernyataan Rahmat
Abdullah, aktivis Tarbiyah, yang menyebutkan bahwa banyak kalangan muda
muslim tertarik dengan model pembinaan IM yang menawarkan pendekatan baru
dalam kegiatan dakwah Islam melalui halaqah dan usrah yang menekankan
ketaatan pada kewajiban ritual, rasa saling tolong-menolong, mengkaji
pengetahuan Islam dan melakukan aktivitas sosial berupa layanan bagi
masyarakat yang membutuhkan.240
Namun bagi Mashadi, Gerakan Tarbiyah bukan sekedar mengadopsi
pemikiran dan pola pembinaan IM. Melainkan mereka merupakan sebuah
Tanzim IM yang ada di Indonesia. Tumbuh kembangnya IM di Indonesia
menurutnya karena adanya relasi ideologis yang memiliki kesenyawaan antara
DDII dengan Gerakan Tarbiyah. DDII dan Gerakan Tarbiyah secara ideologis
tidak berbeda, misi mereka sama-sama melanjutkan dakwah. Hal ini pula yang
memudahkan Gerakan Tarbiyah cepat tersebar di seluruh Indonesia karena
memanfaat jaringan DDII yang sudah ada. Ia juga menyebutkan bahwa paa tahun
1982, Moh. Natsir menjadi anggota kehormatan Masyumi.
241
Terkait pengembangan jaringan Gerakan Tarbiyah ke seluruh wilayah
Indonesia, menurut Greg Fealy berawal dari penetrasi yang dilakukan oleh
Gerakan Tarbiyah ke dalam kampus-kampus, salah satunya STAN (sekolah
Tinggi Admnistrasi Negara. Di kampus ini Gerakan Tarbiyah cukup berkembang
dengan pesat di paruh akhir 1980an. Alumni STAN ditempatkan pemerintah
hampir di seluruh wilayah Indonesia, dan Gerakan Tarbiyah mengakses alumni-
alumni STAN yang telah menjadi kader tarbiyah ketika kuliah dan kemudian
bertugas di daerah-daerah sehingga memudahkan gerakan ini tersebar ke seluruh
kampus di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
242
240 Greg Fealy dan Anthony Bubalo, Op.Cit. hal.112. 241 Wawancara Mashadi.
Pengaksesan bukan
hanya terhadap alumni STAN, namun juga alumni-alumni perguruan tinggi
242 Greg Fealy dan Anthony Bubalo. Jejak Kafilah, Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia. Mizan, hal. 112
2007.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
106
lainnya yang bekerja dan tersebar di berbagai daerah. Hal tersebut didukung pula
oleh program pengiriman da’i dan ulama DDII ke daerah-daerah. Dai dan ulama
ini merupakan alumni-alumni Timur Tengah.
Untuk menilik pola masuknya pemikiran IM ke Indonesia, kita
memperhatikan sejarah perkembangan Islam di Indonesia. Pola masuknya
pemikiran gerakan Islam dari Timur Tengah ke Indonesia adalah melalui para
alumni pendidikan dari Timur Tengah. Beberapa alumni berkenalan dan
mendalami pemikiran gerakan Islam yang ada di Timur Tengah, kemudian
pemikiran tersebut di bawa ke Indonesia dan menyebarkannya kepada komunitas
mereka melalui gerakan dakwah. Hal inilah yang dilakukan oleh K.H. Ahmad
Dahlan dengan gerakan dakwah Muhammadiyah dan K.H. Hasyim Ashari
dengan Nahdlatul Ulamanya. Meskipun kondisi kekinian mengalami
perkembangan pola yang semakin kompleks, namun alumni Timur Tengah
masih menjadi transmitor utama bagi penyebaran pemikiran gerakan Islam
kontemporer Timur Tengah ke Indonesia.243
Imdadun Rahmat dalam penelitiannya tentang transmisi gerakan Islam
Timur Tengah ke Indonesia menyebutan ada 3 pola penyebaran pemikiran Islam
dari Timur Tengah ke Indonesia.
244
Imdadun melihat bahwa untuk transmisi Gerakan Tarbiyah lebih
cenderung dipegang oleh alumni Timur Tengah. Mereka berperan besar dalam
Pertama, perpindahan orang-orang (human
movement), baik orang-orang Timur Tengah yang datang ke Indonesia, maupun
orang-orang Indonesia yang datang ke Timur Tengah untuk belajar dan
kemudian kembali lagi ke tanah air dan menyebarkan ide-ide islamisme yang
didapatkan dari tempat ia belajar. Kedua, Melalui dunia pendidikan dan dakwah
(education dan propagation) yang dibantu dan didanai oleh pihak-pihak di Timur
Tengah. Ketiga melalui penerbitan buku-buku dan pemanfaatan teknlogi
informasi.
243 Yon Machmudi, Op.Cit. 244Imdadun Rahmat, Ideolog Politik PKS: dari Masjid Kampus ke Panggung Parlemen,
Yogyakarta: LKiS: 2008, hal. 85
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
107
membawa pemikiran IM secara lebih utuh ke dalam gerakan dakwah kampus
yang telah lebih dahulu eksis dan membutuhkan sandaran untuk gerakannya.
Intensitas peranan alumni Timur Tengah dalam Gerakan Tarbiyah sangat tinggi
dalam mendorong penyebaran pemikiran dan Manhaj IM ke dalam dakwah
kampus.245
Dari data yang penulis peroleh, pengiriman mahasiswa-mahasiswa
Indonesia ke Timur Tengah dilakukan melalui beberapa jalur, pertama adalah
jaringan lembaga, cotohnya Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia yang bekerja
sama dengan pemerintah Arab Saudi. Kedua, perorangan, melalui hubungan
antar alumni.
Jadi persentuhan gerakan dakwah kampus dengan kelompok Hilmi
Aminuddin merupakan langkah awal interaksi jaringan lokal dega jaringan
tranasnasional.
246
Untuk bisa kuliah ke Timur Tegah harus ada rekomendasi dari tokoh-
tokoh yang mempunyai hubungan dengan Timur Tengah atau alumni dari
universitas yang ingin kita tuju. Saya ini dikirim atas rekomendasi Kiai
Haji Achmad Syaichu, Yayasan Islam Ithihadul Mubalighin dari
kalangan NU sedangkan untuk DDII dikelola oleh Dewan Dakwah.
Hal senada diungkapkan oleh nara sumber yang penulis gali
informasinya bahwa:
247
Kuliah saya di Madinah berawal dari ketidak sengajaan. Pada waktu itu
ada Syaikh dari Madinah, yang diantar oleh mahasiswa S2 Universitas
Madinah, mencari alumni Madinah di Garut. Mereka kemalaman,
kemudian singgah di pesantren ayah saya. Kami menjanjikan untuk
Hal senada juga disebutkan oleh Hilman Roshad Shihab bahwa
245 Ibid. 246 Wawancara Aktivis Gerakan Tarbiyah Alumni Timur Tengah, Angkatan Tahun 1980,
Ali F Piyar, M.A., Lulusan S1 dari Universitas Madinah dan S2 Universitas Ummul Quro Mekkah, pada Ahad 14 April 2013, di Rumah Jl. H Alif II Kukusan Beji Depok.
247 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
108
mengantar besoknya ke tempat yang dituju, ternyata pesantren sudah
diliburkan, akhirnya mereka menyeleksi santri di pesantren ayah Saya.
Beberapa santri terpilih, saya ikut di tahun berikutnya. Kami mengawali
kuliah di LIPIA, baru kemudian ke Madinah248
Tokoh yang berperan dalam membawa pemikiran IM sebagai suatu
pemikiran transnasional yang kemudian membuka jaringan baru adalah Hilmi
Aminuddin, Salim Segaf Al Jufri, Abdullah Baharmus dan Acep Abdusyakur.
249
Hilmi membuat jaringan tersendiri untuk mampu masuk ke gerakan
dakwah kampus dan kesempatan itu terjadi di awal tahun 1980an. Kampus yang
ia sentuh bukan hanya kampus-kampus umum, namun termasuk juga kampus
berbasis agama, seperti IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan murid
pertamanya adalah Yoyoh Yusroh. Namun perkembangan gerakan ini di IAIN
tidak sesukses di Universitas Indonesia (UI) yang kemudian memunculkan
tokoh-tokoh awal Gerakan Tarbiyah di kampus UI, diantaranya adalah
Suharna.
Mereka adalah alumni-alumni Timur Tengah yang menjadi empat tokoh awal
gerakan tarbiyah. Mereka umumnya berasal dari Universitas Madina di Saudi
Arabia. Hal ini dalam pandangan penulis merupakan awal interaksi jaringan
lokal gerakan dakwah kampus bersentuhan dengan jaringan transnasional IM.
250
Terkait dengan proses perekrutan dan pembinaan di kampus UI, kader
Tarbiyah angkatan awal 1980an menyebutkan bahwa awalnya mereka adalah
para aktivis dakwah kampus yang sebelumnya sudah ikut pembinaan di masjid
kampus. Keterlibatan mereka ke dalam kelompok pembinaan yang diisi oleh
Hubungan yang intensif dengan alumni Timur Tengah ini akhirnya
mengubah nama gerakan usrah menjadi Gerakan Tarbiyah.
248 Wawancara Aktivis Gerakan Tarbiyah Alumni Timur Tengah, Angkatan Tahun 1980,
Hilman Roshad Shihab. Kamis 6 Juni 2013, pukul 13.30. Alumni S1 dari Universitas Madinah
249 Wawancara dengan Sitaresmi. Aktivis kampus angktan 1984, tanggal 31 April 2011, pukul 15.00
250 Wawancara dengan kader Tarbiyah Abu Surkim ia sebagai struktural dalam gerakan Tarbiyah di bidang kaderisasi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
109
Hilmi Aminuddin, dilakukan melalui penghubung-penghubung tarbiyah. Seperti
yang disebutkan dalam dialog penulis dengan salah seorang aktivis tarbiyah di
awal tahun 1980an.
Kami dulu adalah aktivis kampus dan sudah liqo dengan ustad Lani
setelah sebelumnya oleh Kang Aus kami di syahadat ulang. Kemudian
ada orang yang mengajak kami untuk Liqo dengan Ustadz Hilmi. Waktu
itu penghubung kami adalah Taufik Bachtiar, kami akhirnya
dipertemukan dengan Ustadz Hilmi. Disitulah kami liqo tarbiyah pertama
kali dan medapatkan materi-materi dengan rasmul bayan.
Kami baru sadar kalau kelompok sebelumnya yang kami ikuti adalah
kelompok N11. Mereka pun pada tahap berikutnya bergabung dengan
kalangan tarbiyah dengan membawa gerbong-gerbong mereka.251
Pola pembinaan usrah yang dikembangkan oleh Imaduddin sejak tahun
1974 bisa dikatakan telah mampu membentuk jaringan lokal antar masjid
kampus di Indonesia, yaitu UI, IPB, ITB, UGM, USU dan UNHAS. Kemudian
dilanjutkan pembinaanya oleh kalangan tarbiyah. Proses peralihan ini terjadi
perubahan pola pembinaan, namun terjadi pengembangan materi-materi dari
NDI dengan materi-materi tarbiyahnya IM. Ketika kondisi politik Orba yang
semakin represif terhadap gerakan Islam dan mulai adanya penumpasan-
penumpasan gerakan yang dianggap mengganggu stabitas nasioal, seperti GPK
Lampung yang disebut sebagai gerakan usrah, kelompok Hilmi mengubah nama
gerakan usrah menjadi Gerakan Tarbiyah.
Perubahan Gerakan Usrah ke Gerakan Tarbiyah yang dilakukan oleh
Hilmi Aminuddin dalam analisis penulis merupakan awal perubahan dari
jaringan lokal menjadi jaringan transnasional yang unik. Berdasarkan teori
transnasional yang di kembangkan David Kowalewski menyebutkan bahwa
251 Dialog dengan Suhaedi Muhammad. Hal ini disetujui juga oleh Bang Ichal, Alumni
Fisika 1982. yang ternyata dia sekelompok dengan aktivis tarbiyah lainnya seperti Saurium Fisika 79, Musholi Fisika 78 dan Suharna Fisika (78?).
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
110
gerakan trasnasional merupakan suatu organisasi yang anggotanya berasal dari
berbagai negara yang mengorganisasi dan memperluas pengaruhnya dari satu
tempat. IM memang mengorganisai dari satu tempat Mesir oleh seorang muroqib
am. Namun menurut Mashadi sifatnya lebih cenderung konfederasi bukan
sebagai organisasi dan kontrol yang dilakukan kontrol struktural. muroqib am
mempunyai kewenangan sebagai penengah jika konflik di dalam organisasi
muncul. Jadi muroqib am cenderung berfungsi sebagai penengah. Kesamaan di
antara cabang-cabang IM terletak pada panduan pembinaan nilai-nilai kader
yang baku. Sehingga Seorang muroqib am tidak memiliki kewenangan
intervensi secara langsung. Di Indonesia Gerakan Tarbiyah memiliki sendiri
mursyid am. 252 Untuk kasus Indonesia, misalnya intelektual-intelektual Gerakan
Tarbiyah mengambil ijtihad sendiri untuk terjun ke dalam dunia politik. Mereka
melalui musyawarah menetapkan untuk membentuk partai politik setelah
sebelumnya mereka menyebarkan kuesiner ke kader-kader mereka.253
Dari data yang terkumpul, penulis berasumsi ada perubahan dari jaringan
lokal yang digerakan antar masjid kampus ke jaringan transnasional karena ada
interaksi yang memintas wilayah nasional, yaitu kelompok Hilmi Aminuddin
dengan gerakan IM di Mesir. Peranan penting alumni Timur Tengah dalam
Gerakan Tarbiyah yang dilakukan oleh Himi Aminuddin dan gerakannya dengan
semangat barunya mereka memformulasikan model pendidikan di LDK dengan
materi tarbiyah yang disampaikannya sehingga sistem pembinaan tarbiyah IM
bisa diterima dan dikembangkan lebih jauh. Bahkan sampai sekarang sudah
beberapa kali manhaj Gerakan Tarbiyah mengalami pembaruan.
Terkait
dengan politik Al Banna sendiri menyatakan bahwa politik adalah wilayah yang
boleh dimasuki selama dimanfaatkan untuk kebaikan masyarakat.
254
Manhaj pertama yang dikembangkan oleh Hilmi Aminuddin dan kawan-
kawan adalah Manhaj Gerakan Tarbiyah T1 dan T2. Penulis tidak menemukan
252 Wawancara dengan Mashadi dan kumpulan-surat-surat Yusuf Supendi. 253 Sitaresmi S Soekanto, Pemenangan Pemilu..., Op.Cit. 254 Manhaj pertama adalah Manhaj Tarbiyah T1 dan T2, hingga yang sekarang adalah
Manhaj Tarbiyah 1433 Hijriah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
111
angka tahun dan juga belum memperoleh informasi tentang angka tahun Manhaj
itu di buat. Namun dari peserta awal tarbiyah di kampus UI,255 diperoleh
informasi bahwa sejak awal ia sudah memperoleh materi berbentuk rasmul
bayan. Pada saat itu baru 8 sampai dengan 10 materi pokok. Setiap materi pokok
kemudian diturunkan dalam jabaran lebih detail kemudian menjadi materi T1
dan T2 yang berjumlah 94 materi. Aktivitas ini dilakukan pada tahun 1981-82.
Jadi penulis memperkirakan di tahun itu pula Manhaj T1 dan T2 di buat, yaitu
sekitar 1981-1982. Manhaj berikutnya berturut-turut adalah Manhaj Tarbiyah
1994, Manhaj 1421, dan Manhaj 1427 dan Manhaj 1433. 256
Manhaj Tarbiyah T1 dan T2 isinya masih sebatas materi tarbiyah
Tingkat I dan Tingkat II. Materi ini bersumber dari materi pembinaan IM. Bisa
dikatakan bahwa Manhaj ini menjadi dasar pembentukan kader tingkat 1 dan
Tingkat 2 atau materi Tamhidi dan Muayyid. Oleh karena itu pengembangan
Manhaj Tarbiyah T1 dan T2 ke Manhaj Tarbiyah 1994 terletak pada
pengembangan materi tarbiyah. Materi-materi pokok semakin dikembangkan
penjelasannya, misalnya materi tentang syahadat yang tadinya satu materi
dikembangkan menjadi 6 materi mulai dari makna syahadat, bagaimana
memahami syahadat, syarat diterimanya syahadat, hal yang membatalkan
syahadat, arti kata dua kalimat syahadat, dan tahapan berinteraksi dengan dua
kalimat syahadat. Hampir semua materi dijabarkan lebih detail dan terus
bertahap. Hal lain adalah terlampauinya tahapan dakwah, yang dikenal dengan
sebutan Mihwar, yaitu mulai dari Mihwar Tanzhimi dengan fokus pembentukan
Syakshiyah Islamiyah ,(pribadi yang berwawasan Islam) dan Syahshiyah Da’iyah
(pribadi yang memiliki kemampuan seorang dai). Manhaj Tarbiyah 1994
menekankan pada Mihwar Sya’bi dengan fokus membentuk Syakshiyah
255 Informasi penulis peroleh dari Suhaedi Muhammadi (aktivis tarbiyah angkatan 1982)
bahwa ia mendapatkan mentoring langsung dari Ustad Hilmi. Sebelumnya para aktivis kampus ini mengaji bersama Ustadz Lani. Umumnya mereka sebelumnya bergabung dengan kelompok N11 bersama tokohnya Aus Hidayat dan Ihsan Tanjung. Setelah tokoh mereka bergabung dengan kelompok berfikrah IM, semua gerbong mereka ikut bergabung.
256 Lihat Manhaj Tarbiyah T1 dan T2, Manhaj Tarbiyah 1994, Manhaj Tarbiyah 1421 (buku 1-4 dan Buku A dan B), Manhaj Tarbiyah 1427 dan Manhaj Tarbiyah 1433.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
112
Ijtimaiyah (pribadi yang bisa hidup bermasyarakat).257 Satu hal yang menarik
penerapan Mihwar Sya’bi di Indonesia agak berbeda dengan di Mesir. Jika di
Mesir bayan pembentukan yayasan-yayasan di bentuk di bawah IM, di Indonesia
bayan pembentukan yayasan-yayasan yang akan digunakan sebaga media
mereka untuk berinteraks dengan masyarakat diserahkan ke masing-masing
kader. Tidak berada di bawah organisasi.258 Sehingga muncullah berbagai
yayasan yang dikelola oleh aktivis tarbiyah, misalnya Nurul Fikri259 dan al
Hikmah.260
Perubahan dari Manhaj 1994 ke Manhaj 1421 lebih ditekankan pada
perubahan Mihwar Sya’bi ke Mihwar Muassasi. Manhaj 1994 membekali para
kader dakwah dan kader tarbiyah untuk berinteraksi dengan masyarkat,
sedangkan Manhaj 1421 menekankan pada mihwar muassasi (keterlibatan dalam
politik). Manhajnya berfokus kepada pembentukan syakshiyah yang berkafaah
atau memiliki kemampuan sesuai dengan tuntutan institusi yang akan diisi oleh
kadernya. Hal ini karena kader-kader tarbiyah membentuk sayap politik, Partai
Keadilan. Perubahan manhaj tergambar pada materi-materi yang diberikan
melalui daurah-daurah khusus, misalnya Materi Skill Komukasi Sosial dan
Mempengaruhi Opini atau Kiat Sukses Mengelola Lembaga Zakat.
261
257 Manhaj Tarbiyah T1 dan T2 serta Manhaj Tarbiyah 1994. 258 Wawancara Ustadz Abdullah Muaz.
Pembentukan manhaj dilakukan setelah mereka membentuk Partai Keadilan
pada tahun 1998, yaitu pada tahun 2000. Bisa dikatakan bahwa pembentukan
partai lebih karena ada kesempatan. Ini yang menyebabkan pula ketidak
mampuan PK lolos dari ambang batas suara untuk mengikuti pemilihan uumum
berikutnya. Lebih lanjut lihat pada subbab Bergerak Membangun Sayap Politik.
259 Yayasan Nurul Fikri didirikan oleh alumni-alumni perguruan tinggi Umum, seperti Universitas Indonesia. Yayasan ini bergerak di bidang pendidikan umum dan pegembangan SDM. Misalnya pembentukan jaringan sekolah islam terpadu, bimbingan belajar, kursus-kursus, investasi SDM melalui Progra Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis (PPSDMS).
260 Yayasan Al Hikmah didirikan oleh alumni Timur Tengah, pengebangannya ke arah pendidikan yang berbasis keagamaan, misal Mahad Dirosah Islamiyah.
261 Manhaj Tarbiyah 1421.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
113
Perubahan manhaj yang paling signifikan adalah perubahan Manhaj
1421 ke Manhaj 1427.262
1. Para aktivis dakwah (rijalud da’wah)
Latar belakang perubahan Manhaj ini adalah
perubahan Mihwar Muasasi ke Mihwar Dauli (perubahan dari keterlibatan dalam
politik menuju keterlibatan dalam pemerintahan). Perubahan ini sebagai respon
masuknya para aktivis tarbiyah dalam bidang pemeritahan. Untuk itu perlu
dibentuk suatu kader yang tidak meninggalkan kualifikasi lama namun antisipasi
terhadap mihwar baru. Untuk itu diperlukan Manhaj yang mampu membentuk
kader yang berkualifikasi sebagai
2. Para pelayan dan pemimpin umat (rijalul ummah)
3. Para kader yang memiliki kapasitas untuk mengelola dan memimpin
negara dengan segala institusinya.
Hal inilah yang menjadi tujuan pengembangan Manhaj Tarbiyah 1421H menuju
Manhaj Tarbiyah 1427 H. Sedangkan perubahan dari Manhaj Tarbiyah 1427 ke
Manhaj Tarbiyah 1433 berupa penyempurnaan dan pengembangan dari Manhaj
Tarbiyah 1427. Bagian-bagian yang belum dijelaskan secara detil di Manhaj
1427 dilengkapi di Manhaj 1433. Misalnya penambahan sarana tarbiyah yang
sebelumnya hanya mengandalkan Tasqif ditambahkan sarana Nadwah.
Perubahan cukup signifikan dari Manhaj 1433 terletak pada pemformatan ulang
materi-materi di semua jenjang tarbiyah, terutama struktur materinya.263
Dalam pengembangan jaringan, para aktivis awal LDK mempuyai
peranan besar dalam membangun jaringan ke perguruan-perguruan tinggi se-
Indonesia. Jaringan alumni membangun tenaga-tenaga pendidik yang mampu
mengisi ceramah dalam pertemuan-pertemuan mereka. Para alumni Timur
Tengah inilah yang menanamkan pemikiran-pemikiran IM kepada aktivis LDK.
Aktivitas ini semakin meningkat dan terus meningkat karena disokong oleh
alumni-alumni baru Timur Tengah baik yang langsung mendapat pendidikan di
262 Lihat lampiran tabel perbandingan point-point penting manhaj 1421-1427 263 Lihat Lampiran Kurikulum Manhaj Tarbiyah 1427 dan Manhaj Tarbiyah 1433
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
114
Timur Tengah maupun mendapat pendidikan dari LIPIA. Generasi kedua alumni
Timur Tengah misalnya Hidayat Nurwahid, Abdul Hasib dan Daud Rasyid
Sitorus, generasi berikutnya Annis Matta, Aunurofiq dan Jazuli Juwaini.264
Terkait dengan alumni Timur Tengah, Mona Abasa menginformasikan
dalam penelitiannya bahwa pada periode ini mahasiswa Indonesia di Mesir lebih
banyak menyerap gagasan Islam fundamentalis. Pada masa itu menurut Abaza
minat baca mahasiswa diorientasikan oleh Syaikh (dosen) yang mengajar pada
pemikiran pemimpin IM, Sayid Qutub, Abu A’la Maududi, Ali Syariati dan
Imam khomeini.
265
Kalau kita melihat kondisi politik Mesir pada masa itu sangat tidak
memungkinkan IM melakukan aktivitas secara terbuka. Karena kebijakan politik
rezim penguasa di Mesir, baik Naseer, maupun Sadat tidak memberi kesempatan
terbuka bagi IM untuk mengembangkan aktivitasnya. Sehingga penulis kurang
sependapat dengan pemikiran Mona Abaza. Proses persentuhan para mahasiswa
Indonesia di Timur Tengah dengan pemikiran kaum revivalisme (gerakan
pembaru Islam) tidak ditandai pergeseran orientasi belajar mereka. Kalau
dikatakan adanya penguatan orientasi fundamentalis mahasiswa Indonesia di
Timur Tengah bisa jadi ya. Sehingga untuk kasus Mesir, agak sulit untuk
menerima pendapat bahwa mereka (IM) melaksanakan kegiatan terbuka yang
dihadiri oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia karena memang penguasa Mesir
tidak mengijinkan aktivitas tersebut. Dari data yang penulis peroleh melalui
wawancara dengan aluni Timur Tengah, Ali Fikri dan Hilman Roshad, sepakat
bahwa kontak mereka dengan aktivis gerakan IM tidak bisa dilakukan secara
terbuka, cenderung dilakukan secara tertutup dan rahasia.
266
264 Op.Cit.
Bahkan Hilman
Roshad menyebutnya sudah tidak ada dosen-dosen “berfaham” IM yang
menyebarkan pemikirannya secara terbuka. Kecenderungan yang muncul
masuknya pemahaman Wahabi pada mahasiswa yang kuliah di Saudi Arabia.
265 Mona Abaza, Pendidikan Islam dan Pergeseran Orientasi,: Studi Kasus Alumni Al Azhar, Jakarta: LP3ES, 1999, hal 97
266 Wawancara dengan Ali Fikri dan Hilman Roshad Shihab.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
115
Disebutkan lebih jauh oleh Ali Fikri bahwa untuk menghadiri suatu kajian yang
dilakukan IM disebuah tempat, mereka tidak bisa hadir secara bersama-sama
dalam jumlah banyak, mereka harus datang sendiri-sendiri dengan interval waktu
tertentu atau maksimal berdua.267
Ketertarikan mahasiswa dengan gerakan ini bukan ditawarkan secara
langsung mengikuti kegiatan mereka. Secara konseptual mereka peroleh dari
kuliah dan diikuti oleh pemahaman terhadap aktivitas figur tokoh yang dilihat
keseharian dengan aktivitasnya yang menarik perhatian mahasiswa Indonesia.
Pemahaman mereka tentang gerakan Islam diperoleh melalui kelas mata kuliah
Firaq (aliran pemikiran). Para mahasiswa Indonesia yang tinggal satu gedung
dengan tokoh IM, Syaikh Ali Juraisy, yang mendapat suaka politik dari
pemerintah Arab Saudi
268 sangat terkesan dengan sosok tokohnya. Seorang
doktor bidang hukum, hafizh Al-Quran, ditambah lagi sikapnya yang santun.
Salah satu contoh upaya yang lakukan untuk mengadakan pendekatan terhadap
mahasiswa Indonesia, mereka selalu menyapa dan mengajak mereka dalam satu
aktivitas dengan cara santun. Misalnya untuk mengajak berpuasa ia
melakukannya dengan cara bertanya; Fulan jika besok kamu puasa, buka
puasanya di tempat saya yah. Ia tidak mengajak puasa secara langsung.269
Kedua, melalui dunia pendidikan dan dakwah (education dan
propagation) yang dibantu dan didanai oleh pihak-pihak di Timur Tengah.
Imdadun kurang menjelaskan fungsi dari lembaga pendidikan ini. Penulis
melihat, untuk Indonesia wujud dari ini adalah adanya lembaga pendidikan
bantuan pemerintah Arab Saudi, yaitu Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan
Arab (LIPIA) yang sebelumnya bernama Lembaga Pengajaran Bahasa Arab
(LPBA). Lembaga pendidikan ini didirikan berdasarkan persetujuan Dewan
Kerajaan Arab Saudi No. 5/N/26710 tertanggal 21 Dzulhijjah 1398, bertepatan
dengan 22 November 1978. Pada awalnya lembaga ini hanya berfungsi seperti
267 Wawancara dengan Ali F Piyar M.A. 268 Mereka pada umumnya adalah doktor-doktor dalam berbagai bidang ilmu. 269 Wawancara dengan Ali F Piyar M.A.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
116
pusat kebudayaan yang mengajarkan bahasa Arab. Baru pada tahun 1986
berubah menjadi LIPIA merupakan cabang dari Universitas Islam Muhammad
Ibnu Sa’ud Riyadh Arab Saudi. Lembaga ini memiliki keistimewaan sendiri,
sepertinya lepas dari peraturan undang-undang pendidikan nasional Indonesia.
Kurikulum pendidikan yang diterapkan di LIPIA mengadopsi universitas
induknya, jadi tidak mengikuti kurikulum yang diterapkan di Indonesia dan juga
tidak mengadopsi sebagian dari kurikulum Indonesia. Sampai saat ini
berdasarkan wawancara dengan alumni-alumni LIPIA, ijazah mereka tidak
diakui di Indonesia. Namun karena sebagian besar dari mereka tidak beraktivitas
formal, misalnya sebagai pegawai negeri, sehingga bagi mereka tidak bermasah.
Para pengajar LIPIA 90 % didatangkan langsung dari Timur Tengah, khususnya
dari Saudi Arabia, Palestina Syuriah, Sudan dan Mesir. Sisanya, 10% dipenuhi
oleh pengajar dari Indonesia yang merupakan alumni-alumni dari Universitas di
Arab Saudi, baik dari Makkah maupun dari Madinah. Misalnya kita bisa melihat
sosok Dr. Hidayat Nurwahid270 dan Dr. Salim Segaf Al Jufri271
Ketiga, melalui penerbitan buku-buku dan pemanfaatan teknlogi
informasi. Peredaran buku-buku Islam dari Timur Tengah ke Indonesia semakin
marak di akhir tahun 1970an dan awal 1980an.
. Dua tokoh ini
pernah mengajar di lembaga ini dan mereka adalah lulusan dari Universitas
Madinah sekaligus mereka adalah aktivis dan kader dari Gerakan Tarbiyah.
272 Peredaran buku-buku dari
Timur Tengah yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia 273
270 Mantan Presiden PKS dan Mantan ketua MPRRI Periode 2004-2009
sangat memudahkan masyarakat untuk mempelajari dan memahami gagasan
dan pemikiran Islam Timur Tengah. Karya-karya yang banyak diterjemahkan
umumnya adalah karya-karya dari tokoh pemikir IM. Buku-buku tersebut
merupakan buku rujukan bagi pembinaan kader IM. Misalnya buku karya Said
271 Tokoh awal Gerakan Tarbiyah, saat ini menjabar sebagai Menteri Sosial RI Kabinet SBY yang kedua, periode 2009-2014.
272 Greg Fealy dan Anthony Bubalo. Jejak Kafilah hal. 50-64 273 Malaysia lebih dahulu menerjemahkan buku-buku dari Timur Tengah. Ada sebagian
buku-buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Malaysia.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
117
Hawwa yang berjudul Al Islam dan Allah yang diterjemahkan oleh Abu Ridha
yang diterbitkan oleh penerbit Al Ishlahy Press, atau Buku 20 Prinsip Ikhwanul
Muslimin Karya Hasan Al Banna yang diterjemahkan oleh Afif Muhammad
yang diterbitkan oleh Pustaka Salman ITB, Qadhaya Asasiyah Dalam Dakwah
Karya Syaikh Mustafa Mansyur diterjemahkan oleh Abu Ridho, dan buku yang
cukup fenomenal dikalangan Gerakan Tarbiyah di awal tahun 1980 Ma’alim fi
Ath Thariq karya Sayyid Qutb yang diterjemah menjadi Petunjuk Jalan oleh
Rahman Zainuddin. Perkembangan sistem informasi yang begitu cepat
meyebabkan pemanfaatan teknologi turut memudahkan masyarakat mengakses
informasi terhadap gagasan revivalisme di Indonesia.
Dalam proses transmisi dan penyebaran pemikiran IM di masa
selanjutnya buku-buku dan media cetak memiliki peran yang cukup besar.
Buku-buku tentang IM dan karya-karya tokoh IM telah banyak diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia. Buku-buku semacam ini sangat mendominasi pasar
buku Islam saat ini. Bahkan buku-buku tersebut diterbitkan oleh penerbit-
penerbit yang secara ideologis sangat terkait dengan pemikiran gerakan Islam ini
atau setidaknya mendukung perkembangan pemikiran IM. Penerbit pertama
yang banyak menerbitkan buku-buku terjemahan IM selain Al Ishlahy Press dan
Pustaka Salman Bandung, diantara yaitu Intermedia Grup, Gema Insani Press, Al
Intishom, dan Robani Press. Untuk kondisi saat ini buku-buku IM bisa dikatakan
didominasi penerbitannya oleh Intermedia Grup, baik Era Intermedia atau Adi
Citra Intermedia, bahkan buku seri Taujihat Kader diterbitkan oleh Era
Intermedia. Terkait dengan penerbitan buku, Imdadun mengatakan bahwa
buku-buku tersebut diterbitkan oleh penerbit yang tidak seideologis dengan
pemikiran gerakan Islam yang bukunya diterbitkan.274
274 Imdadun, Op.Cit.
Untuk buku-buku Islam
yang umum bisa jadi ya, namun untuk buku-buku yang terkait dengan pemikiran
gerakan Islam tertentu, IM misalnya, hampir semuanya diterbitkan oleh penerbit-
penerbit yang seideologis.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
118
Untuk buku-buku kajian ilmiah yang terkait dengan organisasi
pergerakan Islam Timur Tengah maupun sayap-sayap gerakannya umumnya
diterbitkan oleh penerbit luar atau bisa dikatakan tidak seideologis. Misalnya
LKiS untuk buku Imdadun yang berjudul Ideologi Politik PKS: dari Masjid
Kampus ke Gedung Parlemen. Atau buku Dilema PKS: Suara dan Syariah,
karya Burhanuddin Muhtadi diterbitkan oleh KPG (kepustakaan Populer
Gramedia). Atau Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praktis Politik Kaum
Muda Muslim Indonesia Kontemporer, karya Aay Muhamad Furqon yang
diterbitkan oleh Mizan.
3.3. Karakteristik Kaderisasi Gerakan Tarbiyah
Kalangan Gerakan Tarbiyah berpendapat bahwa Islam merupakan agama
dakwah dan tarbiyah. Misi Islam yang dibawa oleh Muhammad Rasulullah saw
adalah membebaskan manusia dari segala bentuk pengabdian kepada makhluk
menjadi pengabdian kepada Allah semata. Oleh karena itu tugas setiap muslim
adalah mendakwahkan misi Islam tersebut kepada semua orang dan
mentarbiyahnya sehingga terjadi perubahan kepribadian dari waktu ke waktu
menjadi lebih baik. Sejalan dengan itu dakwah Islam dalam pandangan Gerakan
Tarbiyah mempunyai tujuan yang komprehensif 275
1. Mendapat ridha Allah Taala dengan memenuhi segala persyaratannya.
yaitu
Wujud dari nilai ini adalah capaian kompetensi dari materi-materi yang
sudah diberikan yang terkait dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa
contoh yang sederhana misalnya terkait dengan salimul Aqidah tidak
bersumpah dengan selain Allah, misalnya dengan sumpah pocong.
Pembuktian seperti itu suatu wujud pemahaman aqidah Islam yang
buruk. Sedangkan untuk kompetensi Shahihul Ibadah kita mampu ihsan
dalam thaharah (bersuci), misalnya kita tertib dalam berwudhu dan
275 Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Manhaj Tarbiyah 1433H, Jakarta:LKMT, 1433 H,
hal 17
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
119
mengikuti rukun syahnya. Atau untuk komptensi Matinul Khuluk tidak
berdusta atau tidak mengadu domba.276
2. Membangun manusia muslim yang memiliki integritas moral, intelektual,
serta fisik yang sehat dan kuat. Wujud dari implementasi capai nilai ini
dalam kehidupan sehari-hari misalnya untuk kompetensi shahihul ibadah
seorang kader harus bersemangat dan berkomitmen menjalankan sholat
berjamaah. Untuk Mutsaqaful Fikri seorang kader memperluas wawasan
diri dengan sarana-sarana baru, misalnya mengakses informasi melalui
internet, surat kabar online. Qawiyyul Jismi setiap kader wajib mengikuti
petunjuk kesehatan dalam tidur dan bangun tidur.
277
3. Mewujudkan keluarga teladan yang menghormati norma-norma
kemanusiaan dan menghargai akhlaq sosial guna melahirkan generasi
yang merdeka dan berbudaya. Nilai-nilai ini terwujudkan ketika seorang
kader mengimplementasikan kompetensi salimul aqidah terkait dengan
tidak mudah mengkafirkan orang. Untuk Nafi’un Li Ghairihi, setiap
kader wajib melaksanakan hak-hak pasangannya,
278
4. Membina masyarakat menuju kehidupan yang bersih, indah, dan
berkomitmen untuk menyebarkan nilai-nilai kebajikan serta memerangi
dekadensi moral dan perilaku penyimpangan. Implementasi dari tujuan
ini terlihat dalam menjalankan komptensi Qawiyyul Jismi berupa
aktivitas kader yang membersihkan perlengkapan makanan dan
minumanya. Untuk berkomitmen menyebarkan nilai-nilai kebajikan serta
memerangi dekadensi moral terlihat dalam implementasi kompetensi
Matinul Khuluk yang berupa aktivitas kader yang mampu memenerima
kritik dan penilaian
misalnya seorang
suatu menunakan hak istrinya atau seorang istri menunaikan hak
suaminya sehingga keluarga tersebut menjadi keluarga teladan.
276 Ibid. hal. 112-113 277 Ibid. hal. 114-116 278 Ibid. hal. 130
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
120
5. Ikut menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan menempatkannya di
atas perbedaan suku golongn serta agama. Implementasi dari tujuan ini
terlihat dalam menjalankan komptensi matinul Khuluq menerima dan
menghargai uzur orang yang berbeda denganya, dala artian bekerja sama
dalam sesuatu yang disepakati dan saling menghormati dalam suatu
perbedaan, atau memuliakan teman dan tetangga. Berbaik sangka dengan
orang yang berbeda dengannya.
6. Memelihara kemaslahatan Islam dan kaum muslimin serta memotivasi
mereka untuk memelihara tanggung jawab bagi kedamaian dan kejayaan
bangsa. Implementasi dari tujuan ini terlihat dalam menjalankan
komptensi Matinul Khuluq dengan materi Permusuhan yang ada tidak
melupakan jasa dan kebaikan orang.
7. Menyiapkan kader umat yang cerdas, terampil, dan bertaqwa serta siap
berkiprah di semua lini kehidupan. Implementasi dari tujuan ini terlihat
dalam menjalankan aplikasi komptensi-kompetensi yang ada dalm
kehidupan keseharian.279
Karkateristik khusus yang dimiliki Gerakan Tarbiyah terletak pada
proses pengkaderan mereka yang dinamakan Tarbiyah Islamiyah. Tarbiyah
Islamiyah merupakan sebuah proses penyiapan manusia yang shalih, yaitu agar
tercipta suatu keseimbangan dalam potensi, tujuan, ucapan dan tindakan secara
keseluruhan. Untuk itu kesuksesan sebuah dakwah dalam pandangan Gerakan
Tarbiyah bisa tercapai jika dikerjakan secara berkesinambungan (al ‘amal al
mutawashil ) dan dilakukan pembinaan sepanjang hayat (at Tarbiyah madal
hayah).
280
Misi utama dakwah Gerakan Tarbiyah adalah melakukan perubahan
(risalatut taghyir). Perubahan dalam kehidupan umat manusia yang sejalan
dengan tuntutan Islam, baik pada tingkatan individu maupun pada tingkatan
279 Bandingkan dengan tujuan IM 1. Ibadah kepada Allah, 2.Tegaknya khilafah di muka
bumi, 3.Saling mengenal sesama manusia, 4. Kepemimpinan dunia, 5. Menghukum dengan syariat.
280 Manhaj Tarbiyah 1433 jilid. 4, hal 18
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
121
kolektif, sehingga terwujud suatu tatanan kehidupan yang baik. Gerakan
Tarbiyah dalam upaya mewujudkan perubahan tersebut bersandar pada
perubahan unsur manusianya, karena manusia merupakan unsur inti dalam
kehidupan. Oleh karena itu Gerakan Tarbiyah menempatkan tarbiyah sebagai
titik tolak dari semua aktivitas dakwahnya. Bagi Gerakan Tarbiyah, kader
merupaka aset utama gerakan, maka out put utama dari tarbiyah ada pada
kualitas kader yang dibentuk. Jadi kekuatan Gerakan Tarbiyah sangat
tergantung pada pertumbuhan kadernya, baik secara kuantitatf maupun kualitatif. 281 Mereka memiliki perangkat yang komprehensif untuk mengontrol
perkembangan kade-kadernya. E. Shobirin, redaktur jurnal Taswirul Afkar,
terkait dengan Gerakan Tarbiyah menyebutkan bahwa, kaderisasi dan
penegakkan disiplin kadernya sulit untuk ditiru oleh semua organisasi
masyarakat sipil lainnya di Indonesia.282 Namun bukan berarti semuanya akan
berjalan mulus, ada beberapa kader yang akhirnya tereleksi secara alami, mereka
menyebutnya dengan istilah, futur.283
Bentuk tarbiyah yang dikembangkan oleh Gerakan Tarbiyah adalah
Tarbiyah Nukhbawiyah
284 dan Tarbiyah Jamahiriyah285
281 Ibid. hal. 19. Perhatikan lampiran tentang form kontrol aktivitas harian kader
tarbiyah dan juga raport tabiyah 282 Tashwirul Afkar, no. 21 tahun 2007, hal. 6. 283 Futur dimaknai dengan degradasi/ penurunan, yang dalam tahapan berikutnya
membuat mereka keluar dari jaringan tarbiyah.
. Melalui Tarbiyah
nukhbawiyah setiap kader berkewajiban untuk membangun dan terus
memperbesar basis dukungan sosialnya. Unsur masyarakat yang mendukung
gerakan dakwah adalah orang-orang yang secara sadar dan faham memberikan
loyalitasnya kepada Islam dan dakwah Islam. Untuk itu basis dukungan sosial
dakwah pun haruslah merupakan output dari proses Tarbiyah Islamiyah dalam
bentuk yang lebih umum dan lebih luas. Hal ini dikenal dengan sebutan Tarbiyah
284 Tarbiyah Nukhbawiyah merupakan proses pembinaan yang secara khusus menjadi tanggung jawab struktur Gerakan Tarbiyah mulai dari tahapan rekrutmen, pembinaan, penyeleksian dan peningkatan mutu kader.
285 Tarbiyah Jamahiriyah merupajan proses penyadaran dan pembinaan masyarakat secara umum dan masif. Tujuan dari Tarbiyah Jamahiriyah membentuk basis sosial pendukung dakwah dan juga sebagai bahan baku awal Tarbiyah Nukhbawiyah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
122
jamahiriyah. Tarbiyah jamahiriyah sendiri merupakan suatu proses penyadaran
dan pembinaan keislaman masyarakat secara umum dan masif melalui berbagai
elemen struktur organisasi gerakan dakwah, lembaga-lembaga yang secara
langsung atau tidak langsung dikelola organisasi gerakan dakwah ini.286
Sentuhan-sentuhan dengan masyarakat tidak bisa dihindarkan oleh kader
tarbiyah ketika ia menjalankan Tarbiyah Jamairiah. Seorang kader tarbiyah
melalui berbagai elemens struktur baik formal maupun non formal akan
dimanfaatkan oleh setiap kader dalam merekrut kader-kader yang baru. Hal ini
yang oleh Mashadi kadang kader lebih mementingkan lembaga atau organisasi
dibandingkan tujuan dakwah itu sendiri, yang akhirnya muncul benturan-
benturan atau gesekan-gesekan. Hal ini bisa terjadi karena pembinaan yang
belum matang atau kontrol murabi yang lemah. Jadi apa yang dikatakan Shobirin
di atas bisa jadi tidak berjalan dengan baik.287
1. Konsolidasi
Untuk mencapai hal tersebut organisasi gerakan dakwah ini menerapkan
manajemen dakwahnya melalui tiga aktivitas utama yaitu konsolidasi, edukasi
dan ekspansi. Siklus kerja dakwah tersebut bekerja secara terus menerus. Konsep
tersebut dalam rencana kerjanya dibuat dalam lima tahapan khusus yaitu
2. Pembinaan dan pelayanan
3. Penokohan dan perluasan
4. Pemenangan intikhab ‘am
5. evaluasi288
Konsolidasi bagi Gerakan Tarbiyah merupakan suatu proses yang harus
dilakukan secara cepat dan tepat. Bagi mereka ini merupakan tahap awal proses
kerja, tanpa konsolidasi bagi mereka tidak akan ada kegiatan berikutnya. Setelah
tahapan ini sudah menunggu proses kerja yang sangat penting, yaitu pembinaan
dan pelayanan umat. Proses konsolidasi yang mereka lakukan bisa dikatakan
286 Manhaj Tarbiyah 1433 jilid. 4 hal 20. 287 Wawancara Mashadi dan T.R. Wijaya. 288 Ibid, hal 21
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
123
hampir menyamai proses konsolidasi militer. Jaringan gerakan ini bekerja begitu
cepat sehingga instruksi yang diberikan oleh para pemimpin mereka sangat cepat
mencapai kader yang paling bawah sekalipun, sehingga konsolidasi dakwah
mereka bisa dikatakan cukup solid. Bagi mereka jaringan adalah sarana
konsolidasi paling efektif. Jaringan yang mereka gunakan adalah jaringan
kelompok liqo/ halaqah tarbiyah. kelompok ini terbentuk melalui suatu proses
pembinaan yang panjang. Oleh karena itu keterkaitan antara konsolidasi dan
proses pembinaan tidak terlepaskan.
Pembinaan bagi mereka merupakan suatu proses yang terus menerus
dilakukan untuk memperluas rekruitmen kader di berbagai lapisan. Di sisi lain
pembinaan bagi mereka adalah suatu proses untuk meningkatkan kualitas kader,
pengokohan kepribadian dan kepemimpinan kader, pengokohan eksistensi dan
peran kader yang bergerak di berbagai sektor dan pengokohan serta
pengembangan institusi dan jaringan ekonomi kader.289
Penokohan merupakan upaya pemunculan tokoh-tokoh dari kader
tarbiyah ke skala nasional dan daerah di berbagai bidang. Setiap kader yang
memiliki kemampuan tertentu akan dipromosikan melaui penguatan posisi
penokohan kader sebagai opinian leader di media dan masyarakat. Struktur juga
Peningkatan kualitas ini
merupakan bekal bagi mereka untuk melakukan pelayanan.
Sedangkan pelayanan sendiri merupakan suatu proses pemberdayaan
masyarakat lapisan bawah dalam aspek moral, sosial dan ekonomi yang
dibarengi dengan pengokohan eksistensi dan peran kader yang bergerak di
bidang pelayanan masyarakat, serta optimalisasi peran para kader yang berada
pada kepemimpinan publik dalam mengadvokasi kepentingan masyarakat dan
melayani masyarakat. Setelah itu mereka melakukan aktivitas penokohan dan
perluasan.
289 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
124
berusaha melakukan penguatan citra positif dan profesionalisme gerakan dakwah
dengan berbagai sumber dayanya di masyarakat.290
Tindak lanjut berikutnya adalah ekspansi Tarbiyah. Banyak momen yang
dimanfaatkan oleh Gerakan Tarbiyah dalam melakukan ekspansi Tarbiyah,
seperti ramadhan, musim liburan sekolah, hari-hari besar keagamaan dan
kegiatan lainnya. Mereka sangat memanfaatkan momen-momen tersebut untuk
melakukan ekspansi Tarbiyah. Mereka memanfaatkan semua momen di bulan
ramadhan mulai dari menyambut ramadhan, mengisi kegiatan di bulan ramadhan
dan menjaga aktivitas pasca ramadhan. Kegiatan mereka ini dikelola secara
terstruktur.
Perluasan yang dimaksud adalah dibidang rekrutmen kader, perluasan
jaringan komunikasi dengan berbagai unsur pengambil kebijakan dan praktisi
skala daerah, nasional maupun internasional, perluasan rekruitmen pakar dan
pembentukkan berbagai profesi yang mendukung dakwah.
Setelah semua aktivitas sudah dilakukan, langkah yang diambil oleh
setiap kader dalam kelompok dan strukturnya adalah melakukan evaluasi
sehingga mengetahui kekurangan dan kesalahan yag telah dilakukan sehingga
memberikan hasil-hasil yang terbaik dimasa berikutnya.
291
Contoh lain yang cukup nyata untuk ekspansi tarbiyah adalah
memanfaatkan liburan kenaikan sekolah. Kondisi seperti ini dimanfaatkan oleh
anak-anak rohis untuk melakkan kegiatan rekrutmen kader tarbiyah. Pola
kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang menarik anak-anak SMA,
Misalnya Out Bond dan Tadzabur Alam. Di sini nilai-nilai Islam ditanamkan.
Kegiatan ini merupakan salah satu ajang perekrutan kader.
292
290 Ibid. hal. 22 291 Ibid. 292 Wawancara dengan Faisal
Setelah mereka
mengikuti kegiatan langkah berikutnya adalah mentoring. Di sinilah proses
eksternalisasi pemikiran tarbiyah ditanamkan dalam diri seorang obyek dakwah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
125
Proses tarbiyah yang berjalan rutin akan menanamkan suatu pemahaman tentang
keislaman yang baik pada diri seorang obyek dakwah sehingga terjadi proses
perpindahan pemahaman keislaman mereka menjadi lebih baik. Dampaknya
mereka akan melakukan obyektivasi dalam lingkungan kehidupan masyarakat
sehingga pemahaman mereka tidak sebatas teks semata, namun terjadi
obyektivasi dalam kehidupan sosial sehingga berjalan proses internalisasi diri.
Ditahap terakhir ini seorang obyek dakwah akan menjadi subyek dakwah. Di sini
akan mengawali kembali dengan konsolidasi diri menuju langkah baru
rekrutmen kader.
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa aktivitas dakwah mereka
merupakan sebuah putaran yang tidak berhenti. Momen yang mereka manfaatkan
untuk ekspansi tarbiyah hasil yang mereka peroleh adalah rekrutmen kader. Oleh
karena itu mereka pasca ekspansi tarbiyah kembali melakukan konsolidasi
tarbiyah, yaitu menata kembali langkah-langkah dan pengelolaan sumber daya
tarbiyah sehingga mampu menjalankan fungsi edukasi secara optimal. Dalam
aspek struktural, konsolidasi yang mereka lakukan dengan menetapkan
perencanaan tarbiyah yang jelas dan terukur, menyiapkan mekanisme yang tepat
dan berbagai instrumen pendukung yang dibutuhkan. Setelah semua aspek
terkonsolidasi dengan baik, maka mereka mulai kembali melakukan proses
panjang pembinaan.293
Itulah siklus pembinaan Gerakan Tarbiyah yang terus berputar dan
semakin meluas dan semakin membesar dengan membentuk jaringan-jaringan
tarbiyah baru yang terintegrasi dan terstruktur. Bagi mereka output yang
diharapkan adalah pertumbuhan kader baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Pertumbuhan kuantitatif merupakan penambahan secara jumlah kader,
sedangkan kualitatif adalah peningkatan secara kualitas kader yang sudah ada.
Bagi mereka Tarbiyah adalah proses yang tidak berhenti. Kader-kader yang
belum membina menjadi memiliki binaan dengan melakukan perekrutan Dan
293 Lihat lampiran 8 dan lampiran 9
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
126
menjadi sebuah jaringan baru. Ini merupakan kelebihan kaderisasi Gerakan
Tarbiyah yang tidak dimiliki oleh gerakan dakwah berjejaring lokal seperti NU
dan Muhammadiyah.294
Ketika penulis menanyakan kepada tokoh NU dan Muhammadiyah
terkait proses kaderisasi, apakah NU/ Muhammadiyah mempunyai proses
kaderisasi? Baik tokoh NU maupun Muhammadiyah menjawab memiliki proses
kaderisasi. Namun penulis tidak memperoleh jawaban bagaimana menjaga
proses kaderisasi itu mereka tidak bisa memberikan jawaban yang pasti. Kiai
Burhan, ketua PCNU Depok mengatakan bahwa kaderisasi mereka adalah
pesantren. Namun pasca dari pesantren mereka tidak memiliki mekanisme untuk
menjaga santri-santri mereka jika santri-santri mereka selesai dari pesanren.
Perluasan jaringan inilah yang membuat adanya gesekan
dengan organisasi Islam lainnya. Lebih lanjut akan di bahas di bab berikutnya.
295
Ustadz Farhan menjawab bahwa proses kaderisasi mereka dilakukan dengan
berbagai metode mulai dari Darul Arqam, Baitul Arqam, dan taklim-taklim di
Masjid. Namun kajian itu tidak bisa dilaksanakan secara rutin dan spesifik. Baru
dilakukan secara umum melalui taklim-taklim masjid.296
Tarbiyah bagi Gerakan Tarbiyah bukan semata menyampaikan nilai-nilai
Islam semata seperti pada awal pertumbuhan LDK, namun merupakan suatu
kaderisasi terstruktur dengan adanya jenjang-jenjang Tarbiyah. Gerakan
Tarbiyah membagi jenjang Tarbiyah mereka dalam 6 tahapan, yaitu tamhidi,
muayyid, muntasib dan muntanzhim, ‘Amilin dan Takhashush. Setiap tahapan
merupakan prasyarat tahapan berikutnya, artinya seperti sebuah tingkatan kelas.
Setelah mereka memenuhi segala persyaratan tingkatan tertentu, misalnya
tamhidi, mereka baru bisa memasuki tingkatan berikutnya dan seterusnya. Inilah
yang mereka katakan denga peningkatan kualitas pembinaan kader. Seperti
disebutkan sebelumnya mereka memiliki suatu Manhaj atau pedoman
pembinaan tersendiri yang berupa kurikulum pembinaan yang terstruktur. (lihat
294 Tashwirul Afkar, Op.Cit. 295 Wawancara dengan Ustadz Burhan 296 Wawancara dengan Ustadz Farhan AR
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
127
lampiran kurikulum Tarbiyah).297 Haedar Nashir melihat hal ini dilakukan pula
di dalam pembinaan kader PKS, yang merupakan sayap politik tarbiyah. Haedar
menyebutnya sayap dakwahnya PKS. Hal inilah menurut, Haedar bahwa PKS
merambah wilayah dakwah seperti layaknya merambah wilayah politik. Ini yang
akhirnya terjadi gesekan di tubuh Muhammadiyah.298
Oleh karena itu mereka selalu menjaga keterpaduan struktural kerja
tarbiyah. Salah satu ciri amal da’awi yang harus terus dijaga adalah
kemenyeluruhan dan keterpaduannya (syumuliyah wa takamuliyah).
299 Bagi
mereka tarbiyah bukan hanya menyampaikan materi namun sasarannya adalah
bagaimana mencetak kepribadian kader dalam berbagai aspek yang tercermin
dalam muwashofat tarbiyah. (lihat lampiran 10 muwashofat).300
3.4. Peserta Tarbiyah
Artinya materi
yang disampaikan harus terimplementasi dalam aktvitas keseharian mereka.
Gerakan Tarbiyah, membagi peserta tarbiyah dalam jenjang-jenjang
tertentu, mereka menyebutkan dengan istilah Marhalah. Seseorang yang direkrut
untuk mengikuti proses tarbiyah akan ditempatkan sesuai dengan marhalah
(tingkatan) yang diikutinya. Perekrutan peserta tarbiyah dilakukan untuk
jenjang yang paling dasar yaitu tamhidi. Rekrutmen untuk jenjang tamhidi ini
dilakukan dengan dua cara yaitu rekruitmen fardi dan rekruitmen jama’i.
Rekruitmen fardi dilakukan oleh pribadi anggota tarbiyah atau atas dasar
rekomendasi dari teman satu halaqah atau satu usrah. Pola yang dilakukan
untuk rekrutmen fardi dilakukan oleh anggota-anggota halaqah dan usrah atas
297 Kurikulum Tarbiyah itu dijalankan dalam rentang waktu tertentu pertingkat jenjang
tarbiyah. Misalnya untuk tahapan tamhidi, waktu paling cepat untuk menyelesaikan tahapan ini adalah satu tahun, Muayyid 2 tahun, muntasib 2 tahun dan muntandzim 3 tahun. Walaupun pada kenyataanya dari sumber yang penulis peroleh lama waktu yang mereka tempuh dalam satu tahapan lebih dari waktu itu. Karena bukan hanya capaian materi, namun juga sampai bagaimana materi itu diaplikasikan dalam kehidupan mereka.
298 Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah, Op.Cit. 299 Manhaj Tarbiyah, 1433, Jilid 4. hal. 23. 300 Muwashofat Tarbiyah adalah tujuan instruksional umum yang harus dicapai setelah
ia mengikuti Tarbiyah dalam marhalah atau jenjang tertentu.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
128
inisiatif sendiri mencari calon-calon peserta tamhidi. Calon yang dicari harus
memiliki karakteritik tersendiri sehingga mudah untuk dibina. Karakteritik calon
binaan yang dicari memiliki kepribadian yang hanif, siap mendegar dakwah,
memiliki kencenderungan untuk mengubah diri, melaksanakan ibadah fardhu
dan simpati terhadap permasalahan Islam dan keislaman.301
Saya pada awalnya ikut sekoci sampai kelas 2 SMA, kemudian ketika
ada kegiatan keislaman yang ditawarkan oleh alumni ke siswa-siswa
sekolah, saya tertarik untuk mengikuti kegiatan tersebut. Kegiatan itu
kemudian saya ketahui sebagai daurah rekruitmen dan saya akhirnya
melanjutkan aktivitas pengajian saya di Tarbiyah.
Biasanya orang-orang yang direkrut tersebut diikutsertakan dalam daurah
rekruitmen. Dalam daurah ini mereka diberikan pemahaman dasar tentang Islan
dan urgensi tarbiyah. Hal ini seperti yang diungkap salah seorang kader, bahwa
keikutsertaanya dalam tarbiyah setelah ia diajak ikut serta dalam daurah
rekruitmen.
302
Saya terlibat dalam Gerakan Tarbiyah berawal ketika ada
mahasiswa dari UNPAD yang akan menggunakan pesantren ayah saya
sebagai tempat daurah islamiyah bagi anak-anak SMA, dan saya diajak
oleh mahasiswa, pada saat itu saya kelas dua Mualimin Persis di Garut.
Hal yang sama juga di rasakan oleh Hilman Roshad,
303
Pola rekruitmen berikutnya adalah pola rekruitmen jamai, pola
rekruitmen ini dilakukan secara terstrukur baik oleh halaqah maupun usrah.
Biasanya kegiatan yang dilakukan adalah mentoring, ta’lim. Untuk mentoring
301 Manhaj Tarbiyah 1433 jilid 4, hal. 77. 302 Wawancara dengan Umi di Depok. Beliau sebelumnya aktif dalam pengajian sekoci,
atau yang kemudian lebih dikenal dengan N11. Dialog dengan Umi, aktivis Tarbiyah mantan N11, pada 31 Mei 2013, di rumah beliau pukul 17.00-17.30
303 Wawancara dengan Ustadz Hilman Roshad, Sebelumnya aktivi Persis, aktivis Tarbiyah ini berasal dari Garut dan pernah menjadi anggota DPPRI dari Fraksi PKS, tinggal di Beji. Wawancara dilakukan pada 6 Juni 2013, Pukul 13.00-14.45. di rumah beliau. Beliau Juga Alumni dari Universitas Madinah angkatan 1989.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
129
biasanya dilakukan di SMA-SMA yang dilakukan oleh Rohis atau di kampus
bagi mahasiswa baru yang diikutkan melalui kegiatan keislaman yang kemudian
dikelompokan yang didampingi oleh seorang mentor dari kakak kelasnya.
Mentoring ini dilakukan dalam waktu tertentu, baru kemudian mereka bisa
dimasukkan ke dalam liqo tamhidi bila hasil pantauan yang dilakukan oleh
mentor hasilnya positif.
Doug Mc. Adam, John D Mc Carthy, dan Mayer N Zald, menjelaskan
tentang teori gerakan sosial melalui “mekanisme mikro mobilisasi,304
Contoh kasus untuk teori di atas yang sejalan dengan salah satu pola
rekurutmen kader tarbiyah adalah perekrutan melalui penerimaan beasiswa
PPSDMS Nurul Fikri. Setiap mahasiswa penerima beasiswa PPSDMS wajib
mengikuti pembinaan keislaman (tarbiyah). Mahasiswa tertarik karena dapat
keuntungan menerima beasiswa, Gerakan Tarbiyah mendapat keuntungan
mendapatkan kader terbaik karena terseleksi dengan ketat. Hal ini hampir terjadi
di semua tempat aktivis tarbiyah terlibat di dalamnya. Hal inilah yang
menyebabkan Muhammadiyah terinfiltrasi Gerakan Tarbiyah. Contoh lain pada
yakni
tentang bagaimana para pemimpin gerakan menempa dan memelihara hubungan-
hubungan dengan para calon anggota. Dia menyebutkan ada dua teori rekrutmen
utama yang bersandar pada asumsi-asumsi yang berbeda tentang berbagai motif
yang mendorong tindakan kolektif. Salah satu cabang dari teori tersebut adalah
“aktor rasional” perilaku manusia, menyatakan bahwa gerakan menarik anggota
baru dengan kepentingan-kepentingan individu. Gerakan melakukan hal ini
dengan memberi “insentif selektif“ berbagai keuntungan materiil, psikologis, dan
atau emosional yang tergantung dari partisipasi si peserta. Dari sudut pandang
ini, akses ke berbagai keuntungan tersebut memotivasi para calon peserta untuk
bergabung dengan Gerakan Tarbiyah terus menerus dan melibatkan mereka dari
waktu ke waktu.
304 Doug Mc. Adam, John D Mc Carthy, dan Mayer N Zald, “Introduction:
Opportunities, Mobilizing structures, and Framing Processes-toward a sytetic, comparative perspective on social movement”, dalam Teori Gerakan Sosial Islam, Jakarta: Universitas Paramadina.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
130
awal 1980-an aktivis tarbiyah di Masjid Arif Rachman Hakim Salemba
melakukan pembinaan siswa-siswa kelas 3 SMA yang akan mengikuti
penerimaan Sipenmaru. Di sela-sela pembinaan materi sekolah, mereka
memperoleh pembinaan keislaman. Siswa tertarik karena dibantu secara
psikologis menghadapi seleksi mahasiswa baru dan para aktivis masjid/ tarbiyah
mendapatkan binaan yang siap dikader. Hasilnya cukup mengagetkan langkah
awal ini mendapat suskes yang cukup besar karena 90% siswa binaannya
diterima di perguruan tinggi negeri. Inilah yang menjadi cikal bakal bimbingan
belajar Nurul Fikri.305
Sedangkan untuk rekruitmen peserta tarbiyah untuk jenjang Muayyid
perekrutannya melalui mekanisme takwim, atau proses pembentukan kader yang
berjenjang baik reguler maupun irreguler. Melalui proses ini, pembinaan
tarbiyah mejalankan fungsinya meningkatkan kualitas kader. Mereka yang sudah
menempuh batas waktu tertentu dan telah menyelesaikan kurikulum tarbiyah
tingkat tamhidi akan diproses menuju ke jenjang Muayyid. Proses ini dijalankan
sebagai suatu proses penjaminan mutu kader (quality assurance/ QA).
306Penerapan program QA pada pelaksanaan tarbiyah diharapkan mampu
meningkatkan dasar-dasar ilmiah dan skill aplikatif kader yang berkaitan dengan
pelaksanaan serta pengelolaan program tarbiyah. Melalui QA juga dapat melihat
kemampuan dan kelemahan kader dalam mengemban kewajiban.307 Proses ini
juga dijalankan dari Muayyid ke Muntasib, dari Muntasib ke Muntanzhim, dari
Muntanzhim ke ‘Amilin, dan dari Amilin ke Takhasus.308
Untuk menghasilkan kualitas kader yang sesuai dengan manhaj yang
digunakan oleh gerakan Tarbiyah, dan proses kaderisasi berjalan dengan baik
maka dibutuhkan bimbingan intensif dari seorang Murabbi atau Naqib.
Murabbi dan Naqib merupakan pelaksana tarbiyah yang bertanggung jawab atas
305 Wawancara dengan Bang Ichal, salah satu aktivis tarbiyah yang membangun
Bimbingan Belajar Nurul Fikri 306 Lihat lampiran 8 dan lampiran 9. 307 Manhaj Tarbiyah 1433, hal 241-242 308 Lihat Lampiran 8
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
131
satu kelompok liqo atau usrah. Bimbingan intensif tersebut bertujuan untuk
meningkatkan kualitas aspek spiritual, pemahaman doktrin kebenaran dan
bimbingan praktis untuk beramal islami serta untuk memberikan panduan dalam
program ta’alum dzati (proses belajar mandiri) dan penugasan.309
Untuk dapat mencapai sasaran tersebut seorang murabi dan naqib
dituntut untuk mampu memahami dan menerapkan metode belajar dan metode
pengajaran dengan baik. Sebelum menjadi seorang murabbi dan naqib, seorang
kader Tarbiyah diharusan mengikuti pelatihan atau daurah murabbi
310dan
daurah nuqaba.311 Dalam daurah tersebut diajarkan tentang metode
pembelajaran tentang suatu learning model ( model belajar) maupun tentang
learning how to learn (belajar bagaimana cara belajar) untuk membantu
pengembangan kader secara mandiri. Setelah lulus dari daurah tersebut mereka
baru bisa dipilih menjadi seorang murabbi atau Naqib.312 Jadi untuk menjadi
seorang Murabbi atau Naqib tidak mengajukan diri, namun ditentukan oleh
kelompok liqo atau usrah mereka. Hal ini terlihat sebuah upaya
mempertahankan kualitas dengan tetap menjaga kualitas Murabbi atau Naqib.313
Untuk mengontrol dan mengelola jalannya sebuah halaqah dan usrah,
Gerakan Tarbiyah membentuk pengelola tarbiyah. Pengelola tarbiyah
berkewajiban untuk membuat rencana tarbiyah selama satu tahun, mengorganisir
aktivitas tarbiyah, mengontrol penyelenggaraan tarbiyah dan memetakan potensi
tarbiyah dari setiap halaqah dan usrah. Keberhasilan suatu halaqah dan usrah
tidak hanya bergantung pada sosok murabbi dan naqib, namun juga berjalan
atau tidaknya sebuah pengelola Tarbiyah. Jika pengelola tarbiyah tidak mampu
menjalankan fungsinya maka proses pembinaan yang dilakukan oleh halaqah
dan usrah akan stagnan, karena akan monoton pembinaannya. Inilah yang
309 Manhaj Tarbiyah 1433, hal. 89-91 310 Pelatihan yang diberikan bagi calon mentor/ pembina untuk jenjang tamhidi dan
muayyid. 311 Pelatihan yang diberikan bagi calon pembina mulai jenjang muntasib, hingga jenjang
hingga takhasus. 312 Manhaj Tarbiyah 1433 Jilid 4, hal 84-89 313 Ibid, hal 179
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
132
menjadi faktor suksesnya Gerakan Tarbiyah melakukan pembinaan sehingga
terbentuk kader yang militan.
Sarana penujang lain yang mendukung keberhasilan proses tarbiyah dari
sebuah halaqah dan usrah adalah adanya kurikulum tarbiyah.314 Setiap jenjang
marhalah memiliki kurikulum tersendiri yang terpadu untuk setiap jenjangnya.
Kurikulum tarbiyah memiliki kompetensi yang berupa tujuan instruksional
umum yang harus dimiliki oleh setiap kader di setiap tingkatan, kompetensi
tersebut dikenal dengan sebutan muwashofat.315
Kalau kita perhatikan tabel dibawah ini terkait dengan distribusi sesi
untuk setiap bidang studi, pembinaan di Gerakan Tarbiyah layaknya sebuah
proses pendidikan di sebuah lembaga resmi.
314 Lihat Lampiran Kurikulum 315 Lihat lampiran Muwashofat
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
133
Tabel1. Jumlah Sesi Tatap Muka Perjenjang Tarbiyah
Kode
Nama Bidang Studi
Jumlah Sesi Tatap Muka
Tamhidi Muayyid Muntasib Muntanzhim
1. Al Quran 37 46 8 34 2. Ulumul Quran 15 6 3. Aqidah 36 15 12 7 4. Hadits 1 14 22 11 5. Istilah Aqidah 6. Musthalah Hadits 1 12 7. Sej.Perkemb.Hadits 14 8. Fiqih 6 13 20 9. Sirah 5 11 20 10 10. Kisah Sahabat 8 11. Tazkiyah 25 21 14 20 12. Kisah Nabi 1 6 6 13. Tokoh Islam 11 14. Kaifa Ihtadaitu 6 15. Tarikh 13 16. Manusia dan
kebenaran 1
17. Pengembangan diri 8 5 18. Rumah Tangga
Muslim 7 10 4
19. Fiqih Dakwah 54 25 59 20. Fikrul Islami 7 9 15 5 21. Gerakan Pembaharu 11 22. Masyarakat Muslim 4 3 23. Dunia Islam
Kontemporer 4
24. Kesehatan 3 25. Bahasa Arab 10 11 10 26. Keakhwatan 6 1 4 2
Sumber: dirangkum dari kurikulum Tarbiyah Manhaj 1433 hingga jenjang Muntanzhim.
Berdasarkan tabel di atas ada 26 bidang studi, tetapi tidak semua bidang
studi disampaikan di setiap jenjang tarbiyah. Setiap jenjang memiliki penekanan
yang berbeda-beda. Penekanan ini dapat terlihat dari sesi di setiap bidang studi,
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
134
semakin banyak sesi disuatu bidang studi semakin penting materi tersebut. Kalau
kita perhatikan kembali tabel di atas setiap jenjang memiliki bidang-bidang studi
yang dominan. Penulis melihat lima besar bidang studi yang dominan di setiap
jenjangnya
Tamhidi: Al Quran, Aqidah, Tazkiyah, Kisah Sahabat, dan Fikrul Islam
Muayyid: Fiqih Dakwah, Al Quran, Tazkiyah, Aqidah dan Hadits
Muntasib: Fiqih Dakwah, Hadits, Sirah, Fiqih, dan Ulumul Quran
Muntanzhim: Fiqih Dakwah, Alquran, Tazkiyah, Sejarah Perkembangan
Hadits dan Tarikh.
Bidang-bidang studi di atas dikelompokkan dalam dua kelompok
prioritas, prioritas 1 dan prioritas 2. Materi yang paling besar korelasinya dengan
tujuan dari setiap jenjang pencapaian muwashofat dan ketersediaan pemateri
yang memiliki kemampuan tertentu disetiap wilayah tarbiyah di tempatkan pada
prioritas 1, sedangkan yang lebih kecil korelasinya ditempatkan di prioritas 2.316
Berdasarkan kriteria ketuntasan materi Tarbiyah yang diberikan di setiap
jenjang dan sarana yang digunakan, penulis merangkum dari Manhaj Tarbiyah
1433 sebagai berikut
Kalau kita perhatikan kembali lima besar materi-materi yang diberikan tiap
jenjang, hanya tamhidi yang tidak memperoleh fiqh dakwah, maka yang berhak
untuk membina dimulai dari jenjang muayyid, mereka membina satu jenjang di
bawahnya.
316 Manhaj Tarbiyah 1433, hal 104
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
135
Tabel 2. Tabel Pembagian Target Pecapaian Materi Berdasarkan Sarana
Tarbiyah
NO Marhalah/ Jenjang
Target Waktu/ Sesi
Halaqah/ Usrah (Sesi)
Tasqif317
Mabit
(sesi) 318
Daurah
(sesi) 319
Nadwah
(sesi) 320
1
(sesi)
Tamhidi 1 th/ 46 46 10 10 4 0
2 Muayyid 2 th/92 72 36 20 12 0
3 Muntasib 2 th/92 65 0 19 12 9
4 Muntanzhim 3 th/138 64 0 29 9 35
Sumber: dirangkum dari kurikulum Tarbiyah Manhaj 1433.
Kalau kita perhatikan tabel di atas maka berdasarkan judul materi di
jenjang Tamhidi, Muayyid dan Muntasib tidak kekurangan materi sehingga
jumlahnya melebihi sesi yang ada. Misalnya waktu standar untuk membentuk
seorang kader tarbiyah tingkat Tamhidi adalah satu tahun dengan pekan efektif
adalah 46. Maka akan kelebihan materi kalau diberikan hanya pada waktu
317 Tasqif atau disebut juga Tarbiyah tsaqofah Islamiyah merupakan salah satu sarana
utama penerapan manhaj yang bersifat wajib melalui pembekalan wawasan keislaman dan penguasaan keilmuan kepada seluruh kader jenjang tamhidi dan nadwah. Sarana ini hanya dikembangkan di Indonesia, berbeda dengan manhaj IM.
318 Mabit merupakan salah satu sarana Tarbiyah ruhiyah dalam bentuk menginap bersama dengan menghidupkan malam untuk memperkuat hubungan dengan Allah serta meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW, meningkatkan akhlaq rabbaniyah yang memperkuat ukhuwah dan menambah bekalan dakwah.
319 Daurah adalah forum intensif untuk mendalami suatu tema atau ketrampilan/ keahlian tertentu. Diikuti persyaratan tertentu dan dilaksanakan dalam waktu relatif lama. Pemberi materi dalam daurah disebut dengan mudarrib dengan keahlian sesuai dengan target capaian.
320 Nadwah merupakan pertemuan ilmiah kader dalam satu jenjang struktur atau mustawa Tarbiyah untuk melanjutkan kajian dan analisa permasalahan dengan masing-masing berkontribusi pemikiran dan pandangan yang didukun dengan argumen ilmiah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
136
halaqah rutin pekanan. Oleh karena itu untuk kegiatan lainnya tidak
menggunakan waktu pertemuan rutin pekanan. Untuk tasqif dan mabit dilakukan
setiap bulan sekali, sedangkan daurah dilakukan setidaknya 2 bulan sekali. Maka
peran pengelola tarbiyah yang mengatur jalannya aktivitas tarbiyah.321
3.5. Sarana dan Prasarana Tarbiyah
Sarana
tarbiyah lain yang tidak mengambil waktu pertemuan, dilakukan melalui
penugasan. Biasanya materi ini perlu kontinuitas pelaksanaannya, seperti kursus
bahasa Arab.
Suksesnya sebuah tarbiyah sangat didukung oleh adanya sarana dan
prasarana yang memadai. Sarana merupakan program atau bentuk acara yang
dijadikan untuk merealisasikan kurikulum. Di bagian sebelumnya sudah
disebutkan sarana tarbiyah yang digunakan dalam pembinaan tarbiyah yaitu
halaqah, usrah dan sarana pendukung lainnya. Namun berjalannya proses
tarbiyah tidak hanya semata-mata mengandalkan efektivitas halaqah dan usrah.
Kedua sarana tersebut merupakan institusi pokok yang harus ada dalam tarbiyah
nukhbawiyah. Namun untuk mencapai sasaran yang tepat diperlukan pula
prasarana yang menunjang keberhasilan sebuah tarbiyah.322
Prasarana yang dimaksud adalah segala sesuatu yang tidak berhubungan
langsung dengan proses tarbiyah, namun keberadaannya membantu proses
tarbiyah. Salah satu wujud prasarana yang menunjung adalah infrastruktur.
Lembaga infrastruktur Manhaj Tarbiyah yang dapat berfungsi sebagai prasarana
penting dalam menjalankan proses tarbiyah adalah
a. Mahad
Salah satu misi tarbiyah adalah membentuk seorang dai yang memiliki
wawasan keislaman yang luas. Untuk mencapai tujuan ini tidak mungkin
dicapai hanya melalui pertemuan halaqah atau usrah saja. Oleh karena
itu diperlukan sebuah lembaga infrastruktur yang dapat meningkatkan
321 Lihat lampiran buku evaluasi individu dan kelompok. 322 Manhaj Tarbiyah 1433. hal. 217
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
137
aspek wawasan keislaman bagi seorang kader. Wujud dari ini bisa dilihat
dengan didirikannnya Mahad Al Hikmah di daerah Mampang Prapatan
Jakarta Selatan dan Mahad Al Qudwah di Jalan Beringin Margonda Raya
Depok. Kedua mahad tersebut didirikan oleh aktivis Tarbiyah, Al
Hikmah oleh Hasib Hasan dan Al Qudwah oleh Amang Syafrudin.
Pelaksanaan Tsaqafah Islamiah (tasqif) bisa diselenggarakan
secara reguler kerja sama dengan mahad. Pelaksanaan tasqif yang bekerja
sama dengan mahad akan lebih baik karena ditunjang oleh ketersediaan
ruang dan pemateri yang memiliki keahlian tertentu. Dari beberapa
informasi yang penulis peroleh dari wawancara, wilayah tarbiyah Depok
pada awalnya bekerja sama dengan Mahad Al Qudwah sedangkan Jakarta
berkerja sama dengan Mahad Al Hikmah. Saat ini Mahad Al Qudwah
mengembangkan program pendidikan tingkat sarjana dan berubah
namanya menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Al Qudwah.
b. Lembaga Tahsin atau Tahfizh
Untuk memperkuat bidang studi Al Quran, salah satu komptensi
umumnya adalah seorang Murabbi memiliki kemampuan yang baik
dalam membaca Al Quran, mengerti hukum tajwid dan mampu
menghafal beberapa Juz Al Quran. Lembaga Tahfizh dan Tahsin Al
Quran dapat dijadikan tempat pencapaian tujuan tersebut tanpa
menghilangkan peran Murabbi/ Naqib dalam mengontrol
perkemangannya. Pendirian lembaga ini diharapkan dapat mendongkrak
kinerja aktivis dakwah. Beberapa contoh lembaga ini adalah Rumah
Quran yang berada di jalan Kapuk Pondokcina, tempat ini dijadikan
rujukan aktivis dakwah kampus untuk memperdalam pemahaman mereka
tentang Al Quran. Di Rumah Quran ini peserta disediakan asrama, pagi
hari mereka kuliah malam hari mereka belajar Al Quran.
c. Masjid dan Majelis Ta’lim
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
138
Masjid dan majelis ta’lim menjadi tempat pelaksanaan tarbiyah
dengan materi tarbiyah yang bersifat umum. Karena itulah keberadaan
infrastruktur masjid dan majelis ta’lim sangat diperlukan sebagai salah
satu alternatif pelaksanaan proses tarbiyah. Umumnya penyelenggara
ta’lim adalah masjid yang sudah memiliki SDM tertentu, sehingga bisa
mengadakan program ta’lim rutin. Pelaksanaan tarbiyah di majelis ta’lim
dan masjid harus berkoordinasi dengan ta’mir masjid. Dalam
perjalanannya aktivitas ini terjadi gesekan dengan organisasi sosial Islam
yang sudah ada lebih dahulu, baik Muhammadiyah maupun Nahdhatul
Ulama. Untuk penjelasan lebih lanjut gesekan ini akan di bahas dalam
bab selanjutnya.
d. Radio dan Program Televisi
Radio, televisi dan sejenisnya merupakan prasarana infrastruktur yang
strategis dalam proses tarbiyah islamiyah yang bersifat ammah/ umum,
sehingga pembentukan fikrah (pemikiran) akan dapat berjalan dengan
baik. Biasanya materi-materi yang diberikan terkait dengan dasar-dasar
keislaman, pengembangan individu namun bobotnya lebih cair, sehingga
proses penyelenggaraannya dapat dilaksanakan melalui tarbiyah massal
melalui radio dan televisi. Gerakan tarbiyah memanfaat prasarana yang
sudah ada dengan cara menawarkan program-program yang menarik.
Misalnya Herlini Amran di radio Silaturahim yang dipancarkan di
wilayah Jabotabek. Ia mengisi tentang rubrik wanita. Materi-materi yang
disampaikan cukup ringan dan menarik bagi ibu-ibu muda. Misalnya
materi tentang Fiqih Aulad dijelaskan dengan materi psikologi anak.
Herlini sebelumnya mengelola rubrik psikologi di Majalah Ummi, yang
merupakan majalah Islam yang diperuntukan bagi kalangan wanita.
Majalah ini diterbitkan oleh aktivis Tarbiyah.
e. Yayasan Keislaman, LSM, Lembaga Keuangan dan Usaha Dagang
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
139
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mampu
mengarahkan seseorang untuk melakukan suatu kebaikan. Ada semboyan
dalam dakwah nahnu fi dakwah lasna ulamauha, walakin amiluha (kami
bukanlah ulama, kami adalah para pelaksana). Seyogyanya hal tersebut
dapat menyadarkan kita perlunya membuat sarana-sarana yang dapat
membuat amal islami yang lebih banyak. Untuk itu Gerakan Tarbiyah
meminta kader-kadernya untuk mendirikan yayasan-yayasan sebagai
prasarana dakwah, salah satunya adalah yayasan pendidikan. Contoh
yang bisa diambil adalah Yayasan Nurul Fikri. Yayasan ini yang mampu
mengembangkan diri dari bimbingan belajar yang didirikan pada tahun
1985 oleh aktivis masjid Arif Rahman Hakim UI Salemba, kemudian
pada tahun 1992 yayasan ini melanjutkan kiprahnya dalam pedidikan
formal berupa upaya pendirian sekolah alternatif yang
mengimplementasikan nilai-nilai Islam. Untuk itu dibentuklah kelompok
kerja untuk pendirian Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Setahun
kemudian didirikan SDIT Nurul Fikri sebagai pelopor Sekolah Islam
Terpadu. Yayasan Nurul Fikri kemudian mengembangkan Jaringan
Sekolah Islam Terpadu.323
Melalui lembaga pendidikan ini pula nilai-nilai Islam coba di
implementasikan dalam proses pembelajaran formal dan non formal
berupa ekstrakukuler kerohanian Islam dalam bentuk kelompok-
kelompok mentoring Islam. Dalam Gerakan Tarbiyah dibuat Manhaj
dengan desain khusus, yaitu Manhaj Tarbiyah untuk kalangan terpelajar.
Manhaj ini dimaksudkan untuk melakukan proses tarbiyah lebih dini
(tabkirut tajnid) sehingga melahirkan kader-kader yang memiliki rentang
usia produktif yang lebih panjang.
Dalam perkembangannya ternyata membuat
organisasi sosial Islam yang ada lebih dahulu merasa terambil alih amal
usaha mereka. Lebih lanjut hal ini akan dibahas di bab selanjutnya.
324
323 Nurulfikri.sch.id/index.php/profil. Diakses pukul 17.04 pada 8 Juni 2013
Hal ini dilakukan oleh kader-kader
tarbiyah di sekolah-sekolah tempat mereka mengajar. Hal ini pula yang
324 Manhaj Tarbiyah 1433, hal. 233
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
140
membuat salah satu organisasi Islam merasa terusik kaderisasinya.
Misalnya Muhammadiyah. Hal ini akan dibahas dalam bab selanjutnya.
f. Klub Olahraga, Beladiri, Pecinta Alam dan Kepanduan
Gerakan Tarbiyah menyebutkan bahwah salah satu fikrah dakwahnya
sebagai jama’ah riyadhiyah (klub olah raga). Hal ini karena sasaran
tarbiyah fardiyah Gerakan Tarbiyah adalah menyiapkan sosok kader
yang memiliki badan yang sehat, kuat dan memiliki ketrampilan bela diri.
Hal ini ditopang dari komptensi utama yang mewajibkan seorang kader
untuk sehat dan mengontrol kesehatannya secara teratur dan berolahraga
dengan rutin. Sehingga untuk mewujudkan tujuan tersebut dibutuhkan
prasarana klub olah raga, kepanduan, beladiri, dan penyedia layanan
kesehatan.
Proses tarbiyah seorang kader Gerakan Tarbiyah bukan dijalankan apa
adanya, namun dijalankan dengan tertib administratif. Oleh karena itu mobilitas
kader tarbiyah tidak mempengaruhi proses tarbiyah mereka. Bagi gerakan
tarbiyah, seorang kader merupakan aset berharga organisasi, maka mobilitas
kader juga tercatat dengan baik. Gerakan Tarbiyah sangat menghindari lepas
begitu proses tarbiyah kader-kadernya. Oleh karena itu Gerakan Tarbiyah
mempunyai aturan terkait dengan mutasi anggotanya. Sehingga apa yang sudah
terbentuk dalam diri seorang kader tarbiyah tetap bisa terpelihara, sehingga
tarbiyah kader tetap jalan dan terpelihara sehingga tidak kembali ke titik nol. 325
Sebagai contoh seorang kader di wilayah A kemudian mutasi tugas ke
wilayah C, maka ia akan membawa surat mutasi layaknya ia pindah kantor.
Dalam surat mutasi tersebut diterakan nama kontak person yang harus dihubungi
dan kontak person asal si kader. Kontak person yang dihubungi untuk
mempermudah komunikasi di tempat baru sedangkan untuk kontak person awal
terkait dengan kondisi tarbiyah si kader. Kontak person awal akan dihubungi
325 Manhaj Tarbiyah 1433,hal. 211
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
141
oleh kontak person tujuan dan berkomunikasi terkait dengan kondisi tarbiyah si
kader, sehingga ia akan ditempatkan di jenjang apa.326
3.6. Membangun Sayap Politik
Data yang penulis peroleh
dari wawancara kader tarbiyah mutasi ini tidak hanya berlaku di dalam negeri
namun juga berlaku sampai keluar negeri. Namun uniknya walaupun Gerakan
Tarbiyah mengadopsi pemikiran dan pola pembinaan IM, mutasi kemanapun
seorang kader tarbiyah akan tetap tertarbiyah oleh gerakan tarbiyah, walaupun
materi yang disampaikan tetap materi IM. Penulis mengambil asumsi jaringan
tarbiyah bersifat transnasional untuk pola pembinaan namun jaringan lokal untuk
pelaksana pembinaan.
Pada era 1980an hingga awal 1990an Gerakan Tarbiyah menampakkan
diri sebagai sebuah gerakan keagamaan. Gerakan ini melakukan penetrasi yang
lebih intensif di kampus-kampus dan sekolah-sekolah. Di kampus mereka
bergerak dalam Lembaga Dakwah Kampus sedangkan di sekolah mereka
bergerak melalui Lembaga Dakwah Sekolah. Pada era tersebut mereka berupaya
meningkatkan jumlah anggota melalui berbagai kegiatan yang dilakukan di
sekolah maupun kampus. Hampir semua momen penerima siswa baru dan
mahasiswa baru digunakan sebagai upaya pengenalan mereka. Mereka
melakukan kegiatan yang menarik bagi siswa dan mahasiswa baru. Mereka
bergerak dengan kelompok-kelompok studi keislaman. Di UI, setiap fakultas
memiliki studi-studi keislaman masing-masing. Sebagai contoh di Fakultas
Ekonomi UI ada kelompok studi Islam Integrasi Studi tentang Islam (ISTI), di
Fakutas Sastra UI (sekarang FIB) ada Forum Amal dan Studi Islam (Formasi)
dan di tingkat universitas mereka memiliki kelompok studi Nuansa Islam
(SALAM) UI.327
326 Manhaj Tarbiyah 1433., hal. 211-216
Organisasi-organisasi tersebut dipimpin oleh kader-kader
tarbiyah. Dalam perkembangannya kelompok-kelompok studi tersebut
bermetamorfosis menjadi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) resmi yang otonom
327 Kajian tentang LDK SALAM sudah dilakukan oleh Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia Whayudha Kusuma Wijaya dengan judul Perkembangan Nuansa Islam UI sebagai Gerakan Dakwah Kampus 1998-2003.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
142
dan semi otonom. Lembaga-lembaga tersebut memperoleh anggaran kegiatan
setiap tahunnya dari fakultas atau pun universitas sehingga menjamin
keberlangsungan kegiatan di organisasi tersebut. Melalui lembaga-lembaga
tersebut aktivis tarbiyah mengembangkan strategi rekrutmen dalam rangka
memperluas jejaring. Kemampuan memperluas jejaring mendorong kader-kader
tarbiyah untuk berusaha memimpin organisasi-organisasi eksekutif dan
legislatif kampus. Baru pada era 1990an ADK berhasil memimpin Badan
Eksekutif Mahasiswa di kampus-kampus utama di Indonesia. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Greg Fealy bahwa
Gerakan Tarbiyah yang terorganisasi dengan rapih ini juga
meningkatkan jumlah anggotanya dalam upaya merebut kepemimpinan
lembaga-lebaga kampus, sehingga pada awal 1990an para aktivis
Gerakan Tarbiyah memimpin Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di
banyak perguruan tinggi terbesar di Indonesia.328
Dalam perkembangan selanjutnya LDK, meskipun ada perbedaan di
antara anggotanya yaitu adanya pelbagai faksi dalam kubu LDK, akhirnya
disepakati pembentukan Forum Silaturrahmi Lembaga Dakwah Kampus
(FSLDK) pada tahun 1986. FSLDK merupakan forum kordinasi antar aktivis
dakwah kampus di seluruh Indonesia agar terbangun jejaring dakwah yang lebih
luas dan terorganisir. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)
terbentuk melalui pertemuan FSLDK ke X di Malang. Forum sendiri sebenarnya
tidak secara formal mendukung pendirian KAMMI, karena dideklarasikan pasca
pertemuan tahunan ditutup secara resmi.
329 Perbedaan dari FSLDK semakin
kentara ketika muncul reaksi penolakan dari sayap LDK Hizbut Tahrir.
Kelompok ini menyebutkan bahwa deklarasi KAMMI merupakan bagian dari
“skenario jahat” tokoh Gerakan Tarbiyah untuk memanfaatkan pertemuan
tahunan untuk kepentingan politik.330
328 Greg Fealy dan Anthony Bubalo, Op.Cit. hal. 112-113
KAMMI memang didirikan oleh aktivis
329 Yon Machmudi, Op.Cit. 330 Burhanuddin, Op.Cit. hal. 43.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
143
FSLDK yang memiliki hubungan dengan kalangan tarbiyah, misalnya saja Fahri
Hamzah331
Perkembangan politik di Indonesia pada tahun 1990an berjalan di luar
prediksi para aktivis Gerakan Tarbiyah. Mulai dari lahirnya ICMI pada tahun
1990, yang mengubah atsmosfir politik nasional
sebagai ketua pertama KAMMI.
332, sampai jatuhnya Soeharto
karena adanya krisis keuangan, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) di
samping adanya krisis sosial politik dan kepercayaan pada pemerintah sehingga
muncul kondisi chaos di mana-mana pada 1998.333 Kondisi politik berubah
drastis dengan jatuhnya Soeharto dan berakhirnya rejim Orba serta muncul era
reformasi. Gerakan mahasiswa bersama rakyat menumbangkan Soeharto.334
Kondisi keterbukaan ini harus dihadapi oleh Gerakan Tarbiyah dengan
cepat. Gerakan Tarbiyah pun dihadapkan dengan terbuka peluang untuk
membentuk partai politik, berdasarkan Grand Desain yang dimiliki, Gerakan
Tarbiyah baru tahun 2010 akan mendirikan partai politik, dengan perhitungan
dalam rentang waktu tersebut kekuasaan Soeharto akan berakhir. Kondisi ini
membawa Gerakan Tarbiyah melakukan jajak pendapat para kadernya untuk
memilih apakah akan membangun sebuah partai politik atau hanya sebatas ormas
saja? Pada era itu, 1990an akhir, jumlah kader inti tarbiyah sekitar 6000 orang
di seluruh Indonesia. Dari 6000 angket yang disebarkan di dalam negeri dan luar
negeri sebanyak 98% (sekitar 5800) yang mengembalikan. Hasil angket tersebut
menunjukkan hasil 68% responden menyetujui membentuk partai politik dan
27% responden ingin membentuk ormas dan 5% responden ingin bertahan
dalam bentuk asal Gerakan Tarbiyah, yaitu berupa yayasan, dakwah kampus,
pesantren dan lembaga-lembaga dakwah lainnya.
335
331 Fahri hamzah saat ini menjadbat sebagai Wakil Sekjend PKS. 332 Jimly Asshiqie, Op.Cit. hal. 241. 333 Sitaresmi S Soekanto, Op.Cit. hal. 71.
Berdasarkan hasil tersebut
kemudian 52 orang intelektual Gerakan Tarbiyah bermusyawarah untuk
334 Irsyad Zamjani, Sekulerisasi Setengah Hati: Politik Islam Indonesia dalam Periode Formatif, Jakarta: Dian Rakyat, 2009, hal 216.
335 Sitaresmi S Soekanto, Op.Cit. hal. 75.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
144
merumuskan dan mendirikan Partai Keadilan (PK). Walaupun dalam dinamika
kehidupan partai, ada beberapa pendiri PK diantaranya Syamsul Balda dan Zirly
Rosa Jamil (2003), Yusuf Supendi, Dr. Daud Rasyid Sitorus, Tizar Zein dan
Mashadi (2010) di keluarkan karena pelanggaran disiplin partai dan ada pula
yang memilih keluar karena merasa sudah tidak sejalan lagi dengan arah
kebijakan partai dewasa ini.336
Pada 9 Agustus 1998, KAMMI dan para pemimpin Gerakan Tarbiyah,
dengan pendirinya Hilmi Aminuddin yang berada di belakang layar, mendirikan
partai politik Islam, Partai Keadilan (PK), dengan memanfaatkan jejaring
tarbiyah dan sumber daya tarbiyah yang telah terbentuk sebelumnya.
337 PK
dipimpin oleh Dr. Nurmahmudi Ismail sebagai Presiden Partai dan Dr. Hidayat
Nurwahid sebagai Ketua Majelis Syuro .338 Partai ini dideklarasikan di halaman
Masjid Al Azhar Kebayoran Baru dengan dihadiri sekitar 50.000 massa. Partai
ini menjadikan Islam sebagai asas partai. Pengambilan nama keadilan karena
dengan menegakkan keadilan, bangsa Indonesia bisa lebih baik lagi di masa
depan.339
Pada pemilu 1999, dalam pandangan Van Bruinessen, PK merupakan
partai yang banyak menarik perhatian pengamat politik karena tampil sebagai
“satu-satunya parpol dengan struktrur kepengurusan yang sangat transparan,
terorganisir dengan rapih dan memiliki agenda program yang jelas.”
340
336 Ibid. 337 Burhanuddin, Op.Cit. hal. 46. 338 Irsyad Zamjani, Op.Cit..., hal. 216. 339 Sitaresmi S Soekanto, Op.Cit.
PK tidak
seperti partai lainnya yang sangat tergantung pada ketokohan figur, namun lebih
menekankan pada sikap egalitarian dalam Islam dan kekuatan kolektif, dan tak
banyak memberi ruang bagi tampilnya pemimpin yang kharismatis. Di sisi lain
340 Martin Van Bruinessen, “Post Suharto Muslim Engagements with Civil Society and Democratisation’, dalam Samuel Haneman dan Henk Schulte Nordholt (ed), Indonesia in Transition: Rethinking ‘Civil Society’, ‘Religion’ and ‘Crisis’, Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
145
kader dan simpatisan dituntut patuh dan taat terhadap nilai agama dan loyal
terhadap garis partai. 341
Imdadun Rahmat, berpendapat bahwa PK (S) bukan fenomena politik
baru di tanah air, melainkan kelanjutan dari Masyumi yang terinspirasi oleh
IM.
342 Hal ini bisa jadi karena Imadadun melihat akar pertumbuhan Gerakan
Tarbiyah tidak terlepas dari peran DDII, yang merupakan transformasi gerakan
tokoh-tokoh mantan Masyumi. Namun Greg Fealy berpendapat lain, ia
mengatakan bahwa kelahiran PK (S) tidak bisa dilepaskan dari pengaruh gerakan
Ikhwanul Muslimin di Indonesia yang pengaruhnya meningkat pesat pada akhir
1970an dan awal 1980an.343
Perlu menjadi perhatian kita bahwa meskipun tokoh elit KAMMI terlibat
dalam pembentukan PK, KAMMI dan PK menegaskan tidak memiliki hubungan
formal. Walaupun mereka mengakui bahwa KAMMI memiliki korelasi ideologi,
budaya, dan sosial dengan PK. Namun demikian banyak bukti dan fakta yang
menunjukkan hubungan lebih dari itu, sehingga KAMMI sering disebut sebagai
“sayap mahasiswa” PK.
344 Karena dalam perkembangannya PK/PKS menjadi
wadah bagi para aktivis KAMMI menjalankan karier politiknya.345
Tantangan yang dihadapi oleh PK/ PKS dalam tahapan berikutnya adalah
masalah transfer loyalitas ideologis gerakan dakwah kampus ke dalam partai.
Hal ini menjadi prioritas utama yang dilakukan oleh elit PK. Gagalnya transfer
loyalitas akan mengganggu kesuksesan partai dalam jangka panjang. Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh T.R. Wijaya bahwa kegagalan proses
profesionalisasi kader aktivis dakwah kampus akan sangat membahayakan
keberlanjutan partai. Kondisi yang terjadi saat ini adalah adanya kegagalan
proses pembinaan mihnah (profesionalisme) kader pada beberapa individu
341 Burhanuddin, Op.Cit. 342 Imadadun, Op.Cit. 343 Greg Fealy dan Anthony Bubalo, Op.Cit. hal. 112 344 Yon Machmudi, Op.Cit. 345 Fahri Hamzah dan Andi Rahmat (dua mantan ketua KAMMI periode I dan II)
menjadi anggota fraksi PKS di DPR.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
146
kader.346
PK selaku partai politik, langsung mengikuti pemilihan umum pertama
di era reformasi. Dalam pemilu yang dilaksanakan pada 1999 PK hanya
memperoleh suara 1436.565 atau 1,36% suara. PK berada pada peringkat 7
besar setelah PDI P, Golkar, PKB, PPP, PAN dan PBB. PK bergabung bersama
PAN membentuk Fraksi Reformasi di DPRRI. PK membangun aliansi poros
tengah dengan PPP, PAN dan PBB dengan mengajukan Gus Dur sebagai calon
alternatif Presiden RI dengan didukung pula oleh PKB. Gus Dur akhirnya
memenangkan pemilihan Presiden dengan mengalahkan Megawati.
Dampaknya terjadi penyimpangan-penyimpangan perilaku kader dalam
beraktivitas politik, baik sikap maupun prilaku.
347
Namun demikian PK dalam pemilihan umum 1999 gagal mencapai batas
minimal perolehan yang memungkinkan PK berkompetisi pada pemilu
berikutnya. (Electoral Threshold). Kegagalan ini terkait dengan kemampuan PK
menarik simpati pemilih baru. Karena PK hanya menggalang basis pemilihnya
dari kalangan aktivis tarbiyah, yang kebanyakan berasal dari daerah perkotaan,
terdidik, muda dan memiliki pandangan keagamaan yang ortodoks. Namun
melupakan pasar mayoritas pemilih di Indonesia yang umumnya tidak
memahami prinsip-prinsip Islam yang memadai. Fakta ini yang dilupakan oleh
PK, sehingga PK terkesan “eksklusif”. Di sisi lain dalam perekrutan calon
anggotanya PK menerapkan standar dan kriteria yang ketat.
348
Kegagalan PK menjadi pelajaran bagi PKS yang didirikan pada tahun
2002. Dalam pemilihan umum legislatif 2004 PKS mampu membalik hasil yang
diraih pendahulunya yang tidak mencapai 1.5%. PKS mampu meraih suara
7.34% suara dengan perolehan jumlah kursi sebanyak 45 kursi dari 550 kursi
Di sisi lain,
program yang diusung PK dalam parlemen juga belum mencerminkan realitas
sosial masyarakat, yaitu penerapan syariat Islam, melalui pengusungkan kembali
piagam jakarta dalam proses amandemen UUD 1945.
346 Dialog dengan T.R. Wijaya, salah satu ketua Biro di DPP PKS. 347 Sitaresmi S Soekanto, Op.Cit. 348 Burhanuddin, Op.Cit. hal. 47
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
147
yang diperebutkan, sebelumnya hanya 7 kursi. Kenaikan yang luar biasa.
Keberhasilan ini karena kesuksesan PKS dalam menggunakan strategi elektoral
dua arah secara bersamaan antara islamis dan non Islamis. Penggunaan strategi
ini merupakan kemampuan PKS membaca realitas sosial politik yang ada di
masyarakat. Pelaksanaan dua strategi tersebut karena beberapa faktor, pertama,
pelaksanaan strategi islamis bertujuan mempertahankan basis konstituen PKS
yang berasal dari kalangan muda, terdidik, berdomisili di kota dan ortodoks.
Kedua, PKS menerapkan suatu strategi non Islamis dengan memainkan isu yang
universal, misalnya anti korupsi, dan pemerintahan bersih dengan slogan
kampanye, “bersih dan peduli”.349
Pasca pemilihan umum 2004, Musyawarah Majelis Syuro (MMS) PKS
IV menghasilkan beberapa keputusan, pertama, PKS menyampaikan rasa syukur
kepada Allah SWT atas perolehan suara PKS dalam pemilihan umum 2004.
Kedua, berdasarkan Jaring Capres Emas di lingkungan internal PKS, Hidayat
Nurwahid mendapat suara terbanyak, namun karena perolehan suara PKS tak
mencapai 20% maka, sesuai dengan keputusan MMS PKS III, PKS tidak
mengusung Hidayat Nur Wahid sebagai Capres/ Cawapres RI. Kondisi ini
menyebabkan PKS mengusung calon di luar partai. Dalam MMS III,
menetapkan Amin Rais sebagai Cawapres yang diusung PKS, setelah
menyisihkan calon-calon lain, Wiranto dan Hamzah Haz.
Hal ini terbukti sukses, mendorong
masyarakat mempercayai PKS dengan memilih caleg-calegnya.
350 Namun Bayan
(keputusan) MMS PKS III terlambat dikeluarkan dan rekomendasinya tidak
mengikat. Hal ini yang membuat Amin Rais merasa dikecewakan oleh PKS.
Amin Rais mengatakan ”mereka itu pernah menipu, PKS Partai Ku, Amin Rais
Presiden Ku. Tapi pada saat pencapresan, ia lebih memilih Wiranto.”351
349 Ibid, hal 48.
350 Dalam MMS III dilakukan voting pemilihan cawapres, Amin Rais 70%, Wiranto 20%, Hamzah Haz 2.5% dan abstain 7.5%.
351 Transkrip Ceramah Amin Rais, di depan Kader PAN Banyuwangi, pada 8 September 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
148
Ketika Amin Rais kalah dalam pemilihan putaran pertama, PKS
kemudian membuat nota kesepahaman dengan capres dan cawapres Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY)-Jusuf Kalla (JK) dalam pemilihan presiden putaran
kedua. Beberapa kesepahman yang disepakati mencakup, pertama, konsisten
melakukan perubahan untuk membangun pemerintahan yang bersih, peduli dan
profesional, diantaranya dalam keteladanan dan kesiapan memberhentikan
anggota kabinet yang melakukan korupsi. Kedua, mempertahankan kedaulatan
NKRI. Ketiga, melanjutkan proses demokratisasi dan reformasi di Indonesia.
Keempat, meningkatkan moralitas bangsa, kualitas masyarakat, dan
kesejahteraan rakyat. Kelima, mendukung upaya perjuangan bangsa Palestina
dalam mencapai kemerdekaan.
Pada pemilihan umum, 2009, PKS mengubah pencitraan partai, menjadi
partai terbuka. Dalam iklan-iklannya di televisi, PKS mulai menampilkan sosok-
sosok diluar karakter kadernya, misalnya anak punk dan wanita yang tidak
berkerudung, bahkan ada beberapa elit partai mewacanakan calon legislatif non-
muslim. Kampanye masif untuk memperbesar suara pendukung ini di satu sisi
mampu meningkatkan dukungan elektoral di daerah-daerah yang sebelumnya
bukan basis PKS. Misalnya Jawa Timur dan Sulawesi, dan Sumatera. Penetrasi
yang masih ke wilayah-wilayah di luar basis inilah yang memunculkan
kekhawatiran ormas Islam yang ada di Indonesia, semisal NU dan
Muhammadiyah. (dibahas lebih lanjut di bab berikutnya). Namun di sisi lain
menjadi bumerang karena tidak seluruh basis Gerakan Tarbiyah yang menopang
PKS sepakat dengan isu-isu inklusif. Sehingga menyebabkan beberapa elit partai
ada yang mengundurkan diri karena tidak sesuai lagi dengan plat form yang ada.
Pada pemilihan umum perolehan suara PKS tidak naik secara signifikan, namun
jauh lebih baik dibandingkan dengan partai-partai lain yang mengalami “gempa
tektonik elektoral” akibat kenaikan tajam perolehan suara Partai Demokrat. Pada
pemilihan umum ini PKS memperoeleh 57 kursi, setelah dalam pemilihan umum
2004 memperoleh 45 kursi. PKS mampu menduduki urutan 4 besar di bawah
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
149
Demorat, Golkar, PDIP dan di atas PPP, PKB, PAN, pada pemilu sebelumnya
ketiga partai tersebut berada di atas PKS.352
352
www.kpu.go.id.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
150
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
BAB IV
RESPON ORGANISASI DAKWAH
TERHADAP GERAKAN TARBIYAH
Gerakan Tarbiyah pada 1980 hingga pertengahan tahun 1994,
berkonsentrasi pada pembentukan pemahaman kader secara internal, yang
dikenal dengan mihwar tanzhim. Interaksi kader tarbiyah dengan masyarakat
baru dimulai tahun 1994, ketika memasuki mihwar sya’bi. Pada era ini kader
tarbiyah dihadapkan kondisi riil masyarakat. Interaksi ini mendorong kader-
kader bersentuhan dengan organisasi sosial keagamaan yang sudah ada
sebelumnya.
Gerakan Tarbiyah oleh sebagian352 kelompok dimasukkan sebagai
kelompok revivalis yang ajaran keislamannya mengacu pada faham Wahabi.
Sehingga mereka menyebut watak keislaman Gerakan Tarbiyah berbeda dengan
Islam arus utama di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas Gerakan
Tarbiyah yang berawal dari kegiatan berbasis kampus, telah menjelma menjadi
partai dan ormas sekaligus. Aktivitas mereka mulai merisaukan organisasi
kemasyarakatan Islam, seperti NU dan Muhammadiyah.353
4.1. Muhammadiyah
Untuk itu, dalam
bab ini penulis akan menguraikan respon NU dan Muhammadiyah terhadap
Gerakan Tarbiyah.
Muhammadiyah didirikan sebagai upaya untuk membentuk masyarakat
beribadah, tunduk, taat dan patuh kepada Allah semata. Untuk mewujudkan
masyarakat yang bahagia dan sentosa tersebut Muhammadiyah mewajibkan
anggotanya mengikuti jejak para Nabi. Tujuan dasar untuk mampu mewujudkan
352 Sebagian kelompok yang menyebut Gerakan Tarbiyah sebagai kelompok yang
mengacu ajaran keislamannya pada paham Wahabi, umumnya adalah kalangan Nahdliyin.
353 Tashwirul Afkar, No. 21, tahun 2007, hal 2-3.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
151
masyarakat tersebut, didasarkan pada Firman Allah Surah Ali Imron ayat 104
yang artinya:
Adakanlah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak ke-Islaman,
meyuruh kepada yang kebaikan dan mencegah dari pada kemungkaran.
Mereka inilah golongan yang beruntung berbahagia. (QS Ali Imron ayat
104).
Berdasarkan ayat tersebut pada 18 Dzulhijah 1330 Hijriyah atau 18
November 1912, Ahmad Dahlan mendirikan suatu persyarikatan gerakan Islam
dengan nama Muhammadiyah. Pembentukan organisasi ini merupakan suatu
bentuk upaya yang dilakukan Dahlan dalam upaya menunaikan kewajiban,
mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasulallah, Nabi
Muhammad saw, dan untuk mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia
disertai nikmat dan rahmat Allah sehingga menjadi suatu negara yang indah,
bersih, suci dan makmur.354
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan bahwa
Muhammadiyah adalah suatu organisasi dan merupakan alat perjuangan untuk
mencapai suatu cita yang termaktub dalam pokok pikiran Muhammadiyah, yaitu
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
355
354 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Dasar-Dasar Gerakan
Muhammadiyah, Bandung: PW Muhammadiyah Jawa Barat, 2009, hal 55-85
355 Ibid. hal. Ada 7 pokok pikiran Muhammadiyah yaitu hidup manusia berdasarkan tauhid; hidup manusia itu bermasyarakat, hanya hukum Allah yang dapat dijadikan sendi untuk membentuk pribadi yang utama, Berjuang menegakkan Islam dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, adalah wajib sebagai ibadah kepada Allah berbuat ihsan dan ishlah kepada manusia/ masyarakat; perjuangan menegakkan dan menj.unjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya hanya akan berhasil bila kita mengikuti jejak perjuangan para nabi terutama perjuangan Nabi Muhammad saw; perjuangan mewujudkan pokok pikiran-pokok pikiran tersebut hanyalah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berhasil, bila dengan cara berorganisasi. Organisasi adalah satu-satunya cara atau perjuangan yang sebaik-baiknya; pokok-pokok pikiran/ prinsip-prinsip/ pendirian-pendirian seperti yang diuraikan dan diterangkan di muka itu adalah yang dapat untuk melaksanakan idiologinya terutama untuk mecapai tujuan yang menjadi cita-citanya, ialah terwujudnya masyarakat adil
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
152
K.H. Ahmad Dahlan, dalam ajarannya berpesan bahwa kita, manusia ini,
hidup di dunia hanya sekali, akan mendapatkan kebahagiaankah atau
kesengsaraankah? Dahlan kemudian mengutip suatu pernyataan klasik yang
memiliki makna bahwa
Manusia itu semuanya mati (mati perasaanya) kecuali para ulama, yaitu
orang-orang yang berilmu. Dan para ulama pun itu dalam kebingungan,
kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramal dalam
kekhawatiran, kecuali mereka yang ikhlas dan bersih.356
Pernyataan pendiri Muhammadiyah tersebut mengandung filosofi hidup
yang mendalam, sekaligus menggambarkan sikap yang jelas dan mendasar
tentang makna kehidupan. Hidup itu, apapun yang dilakukan, lebih-lebih dalam
beramal melalui Muhammadiyah, harus jelas bingkai dan arahnya, tidak asal
hidup dan tidak asal beraktivitas. Itulah hidup dengan idealisme bukan sekedar
praktis.
357
Hal senada diungkapkan oleh Haedar Nashir, salah satu ketua PP
Muhammadiyah, yang menyebutkan bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan
Islam sejak didirikannya oleh K.H. Ahmad Dahlan hingga saat ini dan masa
yang akan datang memiliki idealisme dan filosofi yang jelas dalam seluruh
aktivitas gerakannya. Menurutnya lebih lanjut bahwa Muhammadiyah
merupakan gerakan Islam yang menjalankan dakwah dan tajdid-nya melalui
berbagai usaha yag terorganisasi sehingga seluruh lini dan proes gerakannya
bersandar pada idealisme/ filosofi yang jelas sebagai gerakan sosial keagamaan.
Maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah menegakkan dan menjunjung tinggi
agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya. Untuk
mewujudukan hal tersebut dilakukan melalui amal usaha, program dan kegiatan
dan makmur lahir bathin yang diridhai Allah, ialah Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. (AD Muhammadiyah)
356 Ibid. 357 Haedar Nashir, Kristalisasi Ideologi dan Komitmen Bermuhammadiyah, Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah, 2007, hal. 2
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
153
yang sistematis. Semua hal tersebut untuk mewujudkan Islam sebagai rahmatan
lil alamin.358
Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi sosial keagamaan yang
besar di Indonesia, bahkan Nashir menyebutkan di dunia Islam. Kebesaran
Muhammadiyah bukan hanya dari segi kuantitas, namun juga dari segi kualitas,
terutama dibandingkan dengan organisasi sosial Islam lainnya di Indonesia.
359
Keunggulan itu didukung oleh Empat faktor yaitu dari segi pengalaman,
karakter gerakannya, kiprah gerakannya, potensi sumber daya manusianya,
hubungan dengan berbagai kelompok lain di dalam dan luar negeri, dan memiliki
jumlah anggota yang besar. 360 Namun kurang diperhatikan oleh Nashir adalah
apakah itu tertanam pada individu-individu kader mereka. Jangan sampai hanya
klaim bahwa Muhammadiyah sebagai organisasi sosial yang besar namun tidak
mampu menjaga kader-kadernya untuk tetap beraktivitas di jalan yang sesuai
dengan tujuan Muhammadiyah. Sehingga memunculkan kekhawatiran pada diri
kader-kader mereka.361
Kondisi seperti itu dipertanyakan kembali oleh kader Muhammadiyah
sendiri, Masihkah potensi keswadayaan atau kemandirian itu berkembang di
lingkungan Muhammadiyah? Walaupun di beberapa tempat masih ada dan masih
terlihat, namun gejala pelemahan keswadayaan atau kemandirian mulai muncul
di beberapa tempat. Munculnya kecenderungan untuk mencari bantuan dari luar
memang tidak menjadi masalah, namun jangan memunculkan ketergantungan
dari luar. Hal itu menurut pengurus Muhammadiyah akan menjadi masalah bagi
Muhammadiyah. Karena ketergantungan akan mematikan kemandirian
Muhammadiyah. Hal tersebut akan membawa dampak bagi kalangan kader
358 Haedar Nashir, Kristalisasi, hal. 3 359 Suara Muhammadiyah, No. 13 tahun ke 91, 1-15 Juli 2006 360 Bersama NU, Muhammadiyah sering disebut sebagai representasi gerakan Islam di
Indonesia karena jumlah anggotanya. 361 Suara Muhammadiyah, No. 13 tahun ke 91, 1-15 Juli 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
154
Muhammadiyah kurang memberikan penghargaan terhadap potensi-potensi
internal yang dimiliki Muhammadiyah.362
Bila melihat kondisi Muhammadiyah seperti yang di sebut di atas dari
teori rekonstruksi Berger, maka dalam proses Internalisasi individu kader
Muhammadiyah mulai gamang mengidentifikasi diri di tengah lembaga-
lembaga sosial atau organisasi sosial di mana individu tersebut menjadi
anggotanya. Oleh karena itu Muhammadiyah perlu meningkatkan kembali
proses ekternalisasi pada kader-kader Muhammadiyah, sehingga kader-kader
mereka kembali memahami kelembagaan Muhammadiyah sehingga ketika ia
berinteraksi sosial dalam dunia intersubyektif mendudukan dirinya sebagai
bangga sebagai kader Muhammadiyah.
Dengan kondisi Muhammadiyah saat ini yang sudah berusia lebih dari
satu abad, muncul suatu pertanyaan gamang yang berasal dari luar
Muhammadiyah maupun dari kader Muhammadiyah sendiri; Apakah
Muhammadiyah masih dapat dipertahankan atau relevan dengan perkembangan
Islam masa kini?363 Jika pertanyaan ini datang dari kader Muhammadiyah,
berarti ada ketidakyakinan kader terhadap daya tahan persyarikatan yang
didirikan oleh Dahlan lebih dari satu abad yang lalu. Hal ini tentu rentan bagi
perkembangan Muhammadiyah. Kondisi ini mendorong Muhammadiyah untuk
meneguhkan kembali ideologi gerakan Muhammadiyah. Haedar Nashir, dalam
upaya menjaga Muhammadiyah agar tidak terjarah oleh gerakan lain,
menuliskan bagaimana upaya yang dilakukan untuk meneguhkan ideologi
gerakan Muhammadiyah.364
Kekhawatiran Muhammadiyah terhadap infiltrasi ideologi lain ke dalam
persyarikatan mulai muncul dalam Mukhtamar Muhammadiyah ke 46 di Malang
Tulisan Nashir tersebut merupakan sebuah upaya
untuk membendung masuknya ideologi lain ke dalam tubuh Muhammadiyah.
362 Suara Muhammadiyah, No. 13 tahun ke 91, 1-15 Juli 2006, hal 15 363 Suara Muhammadiyah, No. 14 tahun ke 91, 16-31 Juli 2006, hal 41 364 Haedar Nashir, Meneguhkan Kembali Gerakan Muhammadiyah, Malang: UM
Malang Press, MPK PP Muhammadiyah dan Suara Muhammadiyah, 2005.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
155
pada 2005 dengan mengusung tema revitalisasi. Kekhawatiran tersebut semakin
diperkuat dengan pernyataan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam
ceramahnya di Workshop Pendidikan Al Islam di SMP-SMU Muhammadiyah di
Yogyakarta pada 5 Pebruari 2006. Pada workshop tersebut, Din Syamsuddin
mengungkapkan bahwa Muhammadiyah perlu untuk melakukan revitalisasi di
semua bidang, terutama bidang pendidikan. Menurut Din Syamsuddin bidang
terlemah dari persyarikatan Muhammadiyah dan rentan dimasuki ideologi lain
adalah bidang pendidikan. Din Syamsuddin juga menyebutkan bahwa saat ini
ada tawaran-tawaran ideologi dari sales-sales ideologi. Sehingga memunculkan
kekhawatiran akan menguasai amal usaha Muhammadiyah, terutama lembaga
pendidikan, untuk menyebarkan pemikirannya di Muhammadiyah. Lebih jauh
Din Syamsuddin mengatakan bahwa
Terdapat fakta, ada pimpinan Muhammadiyah, yang terpengaruh pada
pesona ideologi-ideologi itu yang kemudian mereka ikuti. Kalau
seandainya mereka keluar dari Muhammadiyah, saya melihatnya agak
mendingan. Kita tinggal mencari anggota baru Muhammadiyah dari
pangsa pasar lain. Tetapi ditenggarai kelompok ini atau kader-kader
Muhammadiyah ini tetap bertahan di dalam Muhammadiyah. Punya
peran dan fungsi di amal usaha Muhammadiyah. Kalau hanya pada
tingkat ini masih mendingan juga kalau pasif. Tetapi mereka justru aktif
dan proaktif, bahkan agresif, mungkin ada yang lebih tinggi lagi dari
agresif, untuk menyebarkan faham agama baru yang mereka yakini ke
kalangan Muhammadiyah. Yang mana pada titik-titik tertentu berbeda
dengan Muhammadiyah.365
Din Syamsuddin mengkhawatirkan kalau kondisi ini berlangsung terus menerus,
5 sampai dengan 15 tahun ke depan, akan mengakibatkan kekeroposan
Muhammadiyah.
365 Suara Muhammadiyah, No. 6/91/ 16-31 Maret 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
156
Din Syamsuddin mencontohkan hal tersebut dengan apa yang ia temukan
kejadiannya di salah satu sekolah Muhammadiyah di Jakarta dalam kegiatan
gebyar Muharam. Dalam kegiatan tersebut Din Syamsuddin melakukan cepat
tepat secara terbuka menanyakan suatu hal tentang Muhammadiyah kepada
siswa-siswa yang hadir. Din Syamsuddin sangat terperanjat ketika bertanya
terkait dengan tujuan Muhammadiyah. Din Syamsuddin tidak mendapatkan
jawaban seperti yang diharapkan dari siswa-siswa. Ia kemudian bertanya
langsung kepada guru Kemuhammadiyahan dan Al Islam, Ia memperoleh
jawaban yang membuatnya lebih terperanjat. Ia mendapatkan jawaban jauh dari
yang diinginkannya. Kekhawatiran Din Syamsuddin diamini oleh pimpinan
cabang Muhammadiyah tempat sekolah itu berada, Pimpinan Cabang
Muhammadiyah tersebut mengatakan bahwa
Pak Din, memang di sini guru-guru kita, tidak hanya dalam mata
pelajaran yang lain, juga di dalam Al Islam dan Kemuhammadiyahan
banyak yang punya kecenderungan lain, orientasi lain, aliran lain. Waktu
kampanye dulu saat ada pooling tentang partai dan capres itu mereka
sering meminjam handphonennya anak-anak kemudian mengirim sms
untuk calon tertentu.366
Dari uraian tadi tergambarkan bahwa Muhammadiyah melihat kaderisasi
mereka lewat jalur pendidikan mulai diambil alih oleh ideologi lain. Masalah
kaderisasi Muhammadiyah melalui pendidikan mendorong kader dan organisasi
otonom Muhammadiyah mengambil sikap terhadap kondisi yang ada. Mereka
umumnya menganggap bahwa mereka merasa dirugikan oleh ulah kelompok
pengikut ideologi lain yang menggerogoti dan mengancam eksistensi
Muhammadiyah, dan mereka menyebutnya sebagai virus.
367
366 Suara Muhammadiyah, No. 6/91/ 16-31 Maret 2006.
Sebagai virus
tentunya ia masuk ke dalam tubuh yang sedang dalam kondisi sakit. Kalau
diidentikan dengan tubuh berarti ada bagian tubuh yang sakit. Berarti ada
367 Suara Muhammadiyah, No. 4/91/ 16-28 Februari 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
157
bagian-bagian dari Muhammadiyah yang sakit. Benteng sebuah organisasi
adalah kaderisasi, berarti proses kaderisasi Muhammadiyah mengalami masalah,
oleh karena itu perlu proses penanaman kembali pemahaman
kemuhammadiyahan pada kader-kader. Sehingga perlu cara baru agar
rekonstruksi pemikiran Muhammadiyah dapat berjalan kembali sehingga
terinternalisasi dengan baik pada diri kader-kadernya. Kondisi Muhammadiyah
seperti itu membuat persyarikatan Muhammadiyah berusaha keras untuk
melakukan revitalisasi organisasi.
Masalah infiltrasi ideologi lain ke dalam tubuh Muhammadiyah muncul
menjadi polemik ketika Abdul Munir Mulkan, salah satu ketua PP
Muhammadiyah, menuliskan kondisi Muhammadiyah di Desa Sendang Ayu,
Lampung. Ia menggambarkan kondisi masjid Muhammadiyah di Sendang Ayu
seang terjadi pergulatan. Warga Muhammadiyah mulai terganggu dengan
masuknya mubaligh yang membawa pesan partai tertentu, di tambah mubaligh
tersebut mengantungi pesan dari pimpinan Muhammadiyah yang lebih tinggi.
Tulisan Abdul Munir Mulkan ini kemudian mendapat tanggapan dari Farid
Setiawan. Farid menginginkan agar Muhammadiyah mengambil upaya untuk
mengamputasi virus kanker berstadium empat. Jika kondisi seperti ini tetap
membuat Muhammadiyah diam, maka umur Muhammadiyah hanya akan
sepanjang umur pemimpinnya sekarang. Kader Muhammadiyah semakin
dikagetkan lagi oleh otokritik Farid Setiawan, terkait kondisi sekolah kader
Muhammadiyah. Farid melalui tulisannya yang berjudul “Tiga Upaya
Menyelamatkan Mualimin dan Mualimat” dalam majalah Suara
Muhammadiyah, edisi No.7/91/ 1-15 April 2006 mengkritisi kondisi yang ada di
sekolah kader Muhammadiyah, Madrasah Mu’allimin dan Muallimat. Tulisan
Farid merupakan otokritik pertama yang cukup mengagetkan kalangan kader
Muhammadiyah karena secara terbuka Farid membuka kegagalan kaderisasi
yang dilakukan Muhammadiyah melalui dua madarasah tersebut dan tawaran
solusinya yang dianggap radikal. Bahkan Taufik Nugroho368
368 Taufik Nugroho adalah aktivis Pemuda Muhammadiyah Jepara.
menyebut tulisan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
158
ini sebagai percikan api yang menyulut banyak pihak untuk ikut berkomentar.
Kondisi ini mendorong Suara Muhammdiyah No 10/91/16-31 Mei 2006, tiga
nomor setelah tulisan Farid dalam Suara Muhammadiyah edisi No.7/91/1-15
April 2006, menerbitkan sajian utama dengan judul Bertumpu Pada Nilai Dasar
Muhammadiyah. Sebuah upaya untuk menyajikan apa yang harus dilakukan oleh
kader Muhammadiyah dalam mensikapi kondisi yang ada dan menyelesaikan
polemik tentang masuknya pemikiran tarbiyah di Muhammadiyah.
Tulisan Farid yang berjudul “Tiga Upaya Menyelamatkan Mu’allimin
dan Mu’allimat” merupakan upaya mengkritisi dua sekolah kader
Muhammadiyah yang telah tersusupi virus Tarbiyah. Tentu saja tulisan Farid ini
membuat kaget bebagai kalangan di Muhammadiyah karena lembaga
kaderisasinya sudah digerogoti virus Tarbiyah.
Farid mengawali tulisannya dengan kondisi yang ada di sekolah kader
Muhammadiyah, yaitu pudarnya transformasi ideologi Muhammadiyah yang
dilakukan melalui Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat
Muhammadiyah. Mu’allimin dan Mu’allimat Muhammadiyah merupakan
sekolah guru yang didirikan Ahmad Dahlan dalam upaya mempercepat
penyebaran gagasan pembaruan atau modernisasi pendidikan yang digagas oleh
Dahlan. Pemikiran Dahlan mendirikan Kweekschool Muhammadiyah
(Mu’allimin) dan Kweekschool Putri Muhammadiyah (Mu’allimat) dengan
alasan bahwa dengan mendidik guru diharapkan dapat mempercepat proses
transformasi gagasan pembaruan dan dalam perjuangan ke depan guru akan
memiliki banyak murid.369
Lebih lanjut Farid menekankan bahwa transformasi ideologi
Muhammadiyah di dua sekolah tersebut terlihat perlahan-lahan mulai memudar
Jadi jelas bahwa pendirian kedua sekolah tersebut
mempunyai visi dan orientasi yang jelas yaitu mentransformasikan ideologi
pembaruan Muhammadiyah. Hal inilah yang mendorong tokoh-tokoh
Muhammadiyah menyekolahkan anaknya ke sekolah kader ini.
369 Suara Muhammadiyah, No. 7/91/1-15 April 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
159
bahkan mulai tidak kelihatan. Farid melihat bahwa perubahan tersebut selain
karena faktor tingginya persaingan serta cuaca global yang kurang mendukung
berkembangnya madrasah, juga oleh adanya faktor lain yang menyebabkan hal
tersebut yaitu mewabahnya “virus tarbiyah” yang semakin menggurita. “Virus
tarbiyah” tersebut sebagian besar telah memasuki urat nadi kepengurusan
madrasah, dari guru sampai pendamping asrama yang biasa disebut musrif dan
musyrifah. 370
Farid memandang bahwa virus itu tidak kasat mata alias tidak dapat
terlihat dengan jelas. Namun yang pasti “kegenitan politik” dalam berafiliasi
terhadap salah satu partai dan Manhaj lain dan berideologi lain yang bukan
ideologi Muhammadiyah menjadikan para pengurus, guru dan musyrif/
musyrifah semakin menampakkan gerakan yang berbeda dengan
Muhammadiyah. Mereka cenderung menggunakan metode Tarbiyah dalam
mengembangkan gerakan dan kepentingan politiknya. Hal ini terlihat dalam
upaya mereka melakukan kaderisasi yang lebih cenderung melakukan pola yang
tidak sejalan dengan Muhammadiyah namun lebih mengambil pola Gerakan
Tarbiyah, seperti Daurah, Liqo, Usrah, Daulah Islamiah dan Jihad fi Sabilillah
yang dijadikan jargon dalam membakar semangar kader yang dibina.
Hal inilah yang membuat hampir semua pengurus Muhammadiyah
mulai mewaspadai ancaman dari virus Tarbiyah.
371
Terkait dengan ini Ustadz Farhan dalam wawancaranya dengan penulis
menyebutkan bahwa mereka (kader-kader Muhammadiyah yang punya
kecenderungan ke ideologi Tarbiyah) lebih cenderung taat pada apa yang
diinstruksikan oleh jamaahnya dibandingkan dengan perintah dari
Muhammadiyah. Ustadz Farhan menyebutkan contohnya dalam mengawali
puasa maupun dalam melakukan shalat ied berbeda waktunya dengan yang
ditetapkan Muhammadiyah.
372
370 Suara Muhammadiyah, No. 7/91/1-15 April 2006
Jadi ketaatan kepada persyarikatan
Muhammdiyah kalah dibandingkan dengan ketaatan pada Gerakan Tarbiyah. Hal
371 Suara Muhammadiyah, No. 7/91/1-15 April 2006 372 Wawancara Ustadz Farhan, Ketua PD Muhammdiyah Depok
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
160
ini oleh Mashadi sebagai kesalahan fatal beberapa kader Tarbiyah yang juga
menjadi anggota di organisasi lain, terutama di Muhammadiyah.373
Farid menegaskan bahwa Muhammadiyah dengan kondisi seperti ini
seharusnya mulai mengaca diri dan meninjau kembali signifikasi dari alat
madrasah. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut Farid mengusulkan tiga
pilihan yang harus dilakukan Muhammadiyah dalam upaya penyembuhan
penyakit akut yang diderita oleh Mualimin dan Mualimat. Langkah yang
diajukan oleh Farid adalah
1. Pembubaran madrasah dan menggantikannya dengan madrasah baru
dengan pendampingan secara total oleh Muhammadiyah sendiri.
2. Merombak seluruh kurikulum dan seluruh pengurus dari guru sampai
musyrif dan musyrifah yang terlibat dengan ideologi lain, dengan cara
memotong satu generasi.
3. Melakukan pemberdayaan secara maksimal terhadap organisasi
otonom Muhammadiyah.374
Menurut Farid, tawaran tersebut merupakan langkah jangka pendek yang
sekiranya dapat dilakukan oleh Muhammadiyah. Jika PP Muhammadiyah sampai
dengan PD bersatu untuk menjalankan tiga tawaran tadi secara maksimal maka
penyelamatan Mu’allimin dan Mu’allimat dari penjarahan anak didik dan kader
muda dapat dilaksanakan.
Kritikan Farid yang tajam dalam majalah Suara Muhammadiyah
mendorong berbagai pihak di Muhamadiyah melontarkan balasan tulisan
terhadap gagasan Farid. Gagasan yang dilontarkan kader-kader Muhammadiyah
pun muncul beragam, ada yang mendukung maupun yang menolak tentang fakta
yang diungkapkan dan tawaran solusi untuk menyelesaikannya. Beberapa
tanggapan yang muncul yang menolak pandangan Farid, diantaranya adalah
373 Wawancara Ustadz Mashadi 374 Suara Muhammadiyah, No. 7/91/1-15 April 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
161
jawaban dari direktur Mua’limin dan Mua’limat Muhammadiyah Yogyakarta.375
Farid selaku sekertaris MPK PWM DIY belum memahami betul
tentang ‘apa dan bagaimana” sesungguhnya madrasah Mu’allimin dan
Mu’allimat. Selaku pimpinan Muhammadiyah tingkat wilayah tentunya
FS harus dapat melakukan proses tabayyun/ klarifikasi ( Q.S. Al Hujurat:
6) terhadap berbagai bentuk informasi yang terkait dengan perkembangan
Muhammadiyah termasuk persoalan yang menyangkut di lembaga
pendidikan Muhammadiyah sehingga mampu memberikan pernyataan
(statement) yang arif dan bijaksana bukan malah memperkeruh suasana
karena sumber data yang tidak valid dan hanya berdasarkan asumsi dan
opini belaka.
Tulisan tersebut umumnya menunjukkan kekecewaannya terhadap Farid yang
dinilai sebagai bagian dari pimpinan wilayah Muhammadiyah, seharusnya
memahami tentang madrasah Mu’allimin dan Mu’allimat sehingga
pernyataannya dapat memperkeruh suasana. Seperti yang disebutkan dalam
Suara Muhammadiyah edisi 1-15 Mei 2006 bahwa
376
Adanya sikap inkonsistensi dari FS terutama terkait dengan
langkah-langkah penanganan yang diberikan. FS menyatakan bahwa
salah satu upaya “penyelamatan” adalah dengan pembubaran kedua
madrasah (point pertama), tetapi di lain pihak meminta dilakukan
restrukturisasi terhadap kurikulum, pengurus yang ada dan lain-lain
Lebih jauh disebutkan bahwa penanganan yang diusulkan oleh Farid
terdapat inkonsistensi terhadap upaya penanganan untuk menyelesaikan
permasalahan di Mu’allimin dan Mu’allimat. Ada kontradiktif atas usulan-usulan
yang diberikan, seharusnya bukan usulan yang terlepas. Namun merupakan suatu
upaya penyelesaian yang menjadi satu kesatuan, bukan penyelesaian satu-
persatu. Disebutkan dalam salah satu bagian tulisan bahwa
375 Direktur Mualimin M Ikhwan Ahada S.Ag. dan Direktur Mualimat Dra. Fauziah Tri
Astuti 376 Suara Muhammadiyah, No. 9/91/1-15 Mei 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
162
(point kedua). Upaya ini terlihat kontradiktif satu sama lain. Padahal
“tiga upaya” yang ditawarkan FS bukan alternatif langkah penanganan
yang dapat diambil salah satu, tetapi satu kesatuan yang saling terkait.
Ditekankan pula oleh dua direktur Mu’allimin dan Mu’allimat bahwa
pembubaran kedua madrasah yang diusulkan oleh Farid merupakan suatu sikap
“radikalisme baru”. Sikap ini dilihatnya bertentangan dengan prinsip yang
diajarkan KH Ahmad Dahlan yang menjunjung akhlakul karimah, cerdas dan
bijaksana. Harusnya sikap ini yang diteladani oleh setiap warga Muhammadiyah
terutama pimpinannya. Intinya kedua direktur tersebut tidak bisa menerima apa
yang dituduhkan oleh Farid.
Tanggapan lain terhadap tulisan Farid datang dari Sekretaris Jenderal
Dewa Pimpinan IKMAMMM (Ikatan Keluarga Abituren Madrasah Mua’llimin
dan Mua’limat) Ridho Al Hamdi dalam Suara Muhammadiyah edisi 16-31 Mei
2006 yang berjudul “Ber-tabayun-lah Atas Soal Mu’allimin dan Mu’allimat”.
Ridho selaku alumni mempertanyakan apakah benar pernyataan Farid bahwa dua
sekolah kader milik Muhammadiyah terjangkit virus Tarbiyah. Namun demikian
Ridho juga tidak menyalahkan sepenuhnya pernyataan Farid, dan
menganggapnya sebagai suatu otokritik yang baik karena isu yang berkembang
dikalangan Muhammadiyah kedua sekolah kader tersebut memang sedang
terserang virus Tarbiyah.
Saya kira apa yang ditulis oleh Farid tidak mutlak salah semua.
Itu bisa dijadikan otokritik yang baik. Memang isu yang berkembang
diluar, kedua sekolah kader ini sedang terserang virus Tarbiyah. Namun
muncul pertanyaan darimana data yang ditulis oleh saudara Farid?
Apakah ia benar-benar sudah cross check dan datang langsung ke
Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat, dan lalu terbukti benar?
Atau sekedar asumsi belaka yang penuh kepentingan politis? 377
377 Suara Muhammadiyah No 10/91/ 16-31 Mei 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
163
Ridho juga menyebutkan bahwa Farid tidak memberikan penjelasan
secara konkrit tentang apa yang dia ungkapkan. Tulisan Farid terkesan
mengambang dan mengada-ada kalaupun diberikan contoh itu lebih cenderung
asumsi belaka tanpa bisa membuktikan bahwa virus Tarbiyah telah merasuk ke
para pimpinannya. Ridho lebih cenderung memandang tulisan Farid sebagai
tulisan sosiologis yang terjebak pada wilayah simbolik. Seperti yang disebutkan
bahwa
Sepertinya tulisan saudara Farid dalam kajian sosiologis, telah
terjebak pada wilayah Sosiologis. Seolah orang yang memakai “jilbab
gondrong” dan berfaham yang cenderung spiritual dianggap bukan
Muhammadiyah. Sehingga dipertanyakan simbol dan faham
Muhammadiyah yang seperti apa? Berjilbab sedang? Atau pakaianya
berdasi?378
Ridho menyarankan agar Farid tidak terjebak dalam tataran simbolik
karena bukan hal yang substansial. Penampakan memang sesuatu yang penting
namun jangan terjebak dalam hal-hal yang tampak saja sehingga simbol
dijadikan standar utama untuk mengukur apakah seseorang itu kader
Muhammmadiyah sejati atau bukan kader Muhammadiyah. Bahkan lebih jauh
Ridho menegaskan agar kader Muhammadiyah melepaskan paradigma simbolik
yang juga menjadi “virus” bagi kader-kader muda Muhammadiyah.
Pandangan Ridho terhadap tawaran penyelesaian yag diajukan Farid,
Ridho sejalan dengan pemikiran dua direktur Madrasah Mua’laimin dan
Madrasah Mua’limat. Namun ia masih mempertanyakan mengapa tawaran
penyelesaian itu menjadi langkah jangka pendek yang harus dilakukan
Muhammadiyah. Baginya masih adalah masalah yang lebih besar, ia melihat
sepertinya problem tentang madrasah tersebut mengalahkan problem kebangsaan
yang juga harus diselesaikan oleh Muhammadiyah. Sehingga ia menyarankan
378 Suara Muhammadiyah No 10/91/ 16-31 Mei 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
164
saudara Farid untuk bertabayun (ceck and receck) sebelum mengambil sikap/
menulis jangan asal asumsi belaka.379
Tanggapan lain adalah tulisan Taufiq Nugroho yang cenderung
mendukung otokritik Farid. Ia mengatakan bahwa infiltrasi ideologi Tarbiyah ke
dalam persyarikatan Muhammadiyah yang saat ini terjadi sudah mencapai
tataran yang “akut” jauh sebelum kelompok ini membenuk partai politik. Taufiq
lebih jauh menyebutkan bahwa dalam mengahadapi kondisi seperti ini dan
otokritik yang dilakukan oleh kader Muhammadiyah hendaknya para penggiat
persyarikatan tidak saling bertentangan dan juga tidak menjauhkan diri dari
akhlaqul karimah. Hendaknya semua pihak harus saling bertabayun (ceck and
receck) dan dapat mengambil hikmahnya. Ia juga menegaskan bahwa kita harus
selalu ingat dan bisa mengambil makna pesan dari Ahmad Dahlan “hidup-
hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah. Taufik
dalam menyelesaikan kondisi yang ada pada saat ini, yang terkait dengan
persoalan penggerogotan ideologi Muhammadiyah, perlu melakukan revitalisasi
dalam sisi dakwah dan pengkaderan. Pernyataan Taufiq ini mengutip dari
pernyataan Dien Syamsuddin, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang
mengatakan bahwa Muhammadiyah perlu melakukan revitalisasi di segala
bidang.
380
Taufiq mengusulkan dalam mensikapi virus ideologi Tarbiyah,
Muhammadiyah harus segera mengambil treatment yang tepat, sehingga cepat
sembuh dan tidak merusak organ yang lain. Untuk itu menurut Taufik, beberapa
persoalan penting yang dihadapi oleh organisasi Muhammadiyah saat ini adalah
1. Kaderisasi dan regenerasi yang sehat di setiap level tingkatan
pimpinan Muhammadiyah
2. Back to basic, artinya Muhammadiyah harus kembali ke khittah
perjuangan
379 Suara Muhammadiyah, No 10/91/ 16-31 Mei 2006 380 Suara Muhammadiyah, No. 15/ 91/1-15 Agustus 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
165
3. Pembangkitan kembali ranting-ranting Muhammadiyah baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.
Pandangan lain terhadap tulisan Farid datang dari seorang guru sekolah
Muhammadiyah, Sucipto. Menurutnya gejala merebaknya para aktivis yang
membawa kepentingan politik tertentu mudah ditemukan di amal usaha
Muhammadiyah yang lain, baik di bidang pendidikan maupun di bidang
kesehatan. Namun keberadaan Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat
sebagai simbol utama sekolah kader Muhammadiyah memang sangat pantas
dijadikan studi kasus, karena kedua madrasah ini berada di bawah pengawasa
langsung Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Tentunya dipertanyakan bagaimana
PP Muhammadiyah melakukan pengawasan sehingga memunculkan apa yang
dikhawatirkan Farid. Kemunculan otokritik Farid seharusnya membuat masing-
masing pihak bergerak sesuai dengan kewenangannya melakukan perbaikan. PP
Muhammadiyah harus segera bergerak mengecek kebenaran fakta yang ada
dilapangan. Jika PP Muhammadiyah menemukan fakta yang valid, maka tidak
ada salahnya mempertimbangkan tawaran penyelamatan yang diajukan.381
Sucipto juga menegaskan bahwa dalam mensikapi kelompok tersebut
yang dikenakan adalah kacamata politik, karena mereka memilih jalan politik
dalam mencapai cita-citanya. Kelompok ini juga dalam pandangan Sucipto
mempunyai dua wajah dalam gerakannya, seperti dua sisi mata uang yaitu wajah
politik dan wajah dakwah. Muhammadiyah dalam bersinggungan dengan partai
politik selama ini, baik dengan PAN dan PPP, tidak pernah muncul masalah.
Namun ketika Muhammadiyah bersinggungan dengan kelompok yang berjargon
“partai dakwah” muncul masalah.
382
Dalam pandangan pengurus Muhammadiyah, kelompok ini dilapangan
makin memperlihatkan perbedaannya. Walaupun mereka mengaku sebagai
warga Muhammadiyah, sampai batas tertentu mereka pernah melaksanakan
381 Suara Muhammadiyah, No 10/91/16-31 Mei 2006 382 Suara Muhammadiyah No 10/91/16-31 Mei 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
166
shalat ied di hari yang berbeda dengan Muhammadiyah. Jika yang dimaksud
oleh Farid adalah kelompok ini, maka menurut Sucipto, maka sangat beralasan
kalau PP Muhammadiyah megambil sikap untuk menyelamatkan keberadaan
sekolah kader Muhammadiyah dari pengaruh kelompok tersebut.383
Menurut Sucipto, masuknya pola pembinaan organisasi lain ke dalam
sekolah Muhammadiyah karena pengelolaan Madrasah Mu’allimin dan
Mu’allimat tidak dijalankan secara terpadu, asrama dan sekolah terletak terpisah
dan berjauhan. Sehingga solusi yang harus dijalankan oleh PP Muhammadiyah
tidak perlu membubarkan sekolah seperti usulan Farid. Namun cukup
memindahkan sekolah kedalam satu lokasi yang terpadu. Lokasi sekolah dan
asrama yang terpadu akan menjadikan kaderisasi menjadi lebih efektif.
Kemudian segera dilakukan pembaruan kurikulum. Pembaruan kurikulum akan
membawa dampak terhadap pengetahuan para santri. Sucipto juga mengusulkan
untuk memperbaiki isi buku-buku kemuhammadiyahan sehingga dapat
mendorong transformasi nilai-nilai kepribadian Muhammadiyah, sehingga
sekolah kader tidak mati.
384
Kalau kita melihat kembali karakterisik dakwah IM ataupun Gerakan
Tarbiyah, yaitu menjauhi titik-titik khilafiah, memang cukup menarik. Kader
Tarbiyah biasanya mengambil sikap terkait dengan masalah khilafiah misalnya
dengan sholat ied waktu awal puasa pada awalnya cenderung mengikuti
kebijakan Muhammadiyah. Namun pasca tahun 2004, setelah keterlibatan kader-
kader Tarbiyah dalam politik dan ditetapkannya Manhaj Tarbiyah 1421, yang
membekali kadernya untuk memasuki Mihwar Muasassi, seperti yang
disebutkan dalam bab III, cenderung mengikuti kebijakan Pemerintah RI, Ini
sebuah bukti bahwa Gerakan Tarbiyah menjauhi titik-titik khilafiah untuk
menjaga persatuan. Hal ini sejalan dengan tujuan Gerakan Tarbiyah yaitu
menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan menempatkannya di atas
perbedaan suku, golongan serta agama, dan memelihara kemaslahatan Islam dan
383 Ibid. 384 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
167
kaum muslimin serta memotivasi mereka untuk memiliki rasa tanggung jawab
bagi kedamaian dan kejayaan bangsa.385
Namun di sisi lain, Muhammadiyah merupakan organisasi Islam yang
independen dan memiliki sistem, aturan dan rumah tangga sendiri yang harus di
rawat di jaga dan dipelihara, dipertahankan, dikembangkan dan dikokohkan oleh
warganya. Menurut pengurus Muhammadiyah, masalah mulai muncul ketika
Gerakan Tarbiyah/ sayap politiknya PKS melakukan masuk ke dalam
lingkungan Muhammadiyah, dengan melakukan infiltrasi ideologis dan paham
keagamaannya, kemudian menarik warga Muhammadiyah dengan melakukan
kegiatan di dalam Muhammadiyah. Hal ini seperti yang diungkap oleh satu satu
cabang Muhammadiyah di Jakarta, ketika guru-guru mereka yang juga aktivis
tarbiyah, menarik siswa-siswanya terlibat aktivitas kepolitikan sewaktu ia
mengajar, dengan meminjam telefon siswa untuk mengikuti poling. Hal ini juga
yang disayangkan oleh Mashadi terhadap kader tarbiyah. Hal ini terjadi karena
kekurang fahaman atau karena kecenderungan lebih mementingkan lembaga,
bukan dakwahnya. Lebih lanjut disebutkan bisa jadi karena proses pembinaan
yang belum matang. Hal ini terjadi karena euforia politik yang melanda kader
tarbiyah.
386
Pandangan yang setuju dengan otokritik Farid juga datang dari mantan
guru Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta, sekarang sebagai wakil ketua
Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pemalang, Abdul Muin Malilang.
Muin memandang bahwa esensi tulisan Farid tidak berporos pada penilaian
model dan sistem pembelajaran yang sudah dianut oleh madrasah Mu’allimin
dan madrasah Mu’allimat. Namun merupakan sebuah tahdzir (peringatan) bagi
warga Muhammadiyah, terutama sekolah-sekolah Muhammadiyah yang
merupakan pusat pendidikan kader secara formal bagi Muhammadiyah.
Menurutnya Farid tidak menginginkan lembaga pendidikan Muhammadiyah
385 Manhaj Tarbiyah 1427, 386 Wawancara Ustadz Mashadi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
168
menjadi “rumah singgah” bagi petualan politik yang berbaju persyarikatan dan
bertampang da’i yang tulus namun berwatak benalu.387
Solusi yang ditawarkan Farid dalam menyelesaikan masalah Madrasah
Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat terkesan radikal. Namun itu hanya
beraroma hiperbolis dan dalam kerangka keprihatinan yang cukup dalam
atas merebaknya “virus Tarbiyah” di dalam tubuh kedua madrasah
tersebut.
Lebih lanjut Muin mengatakan bahwa
388
Virus tarbiyah bukan isapan jempol bagi Farid, namun sudah merupakan
wabah bagi Muhammadiyah. Disebutkan pula bahwa virus tersebut telah
mewabah ke amal usaha Muhammadiyah di daerah-daerah baik bidang
pendidikan maupun kesehatan. Di samping itu juga mengintai personil pimpinan
persyarikatan yang masih labil ideologi Muhammadiyahnya. Sehingga bukan hal
mustahil akan munculnya generasi yang dididik oleh Muhammadiyah namun
kelak akan menjadi musuh Muhammadiyah.
389
Farid dalam tulisan tanggapannya terhadap tulisan-tulisan yang menuduh
tulisannya tanpa fakta atau sebatas opini, ia mengambarkan bahwa Gerakan
Tarbiyah sebagai gerakan dakwah berbeda dengan Muhammadiyah. Gerakan
Tarbiyah bukan hanya organisasi dakwah namun juga organisasi politik. Ia
mengutip syair Muhammad Iqbal yang mengibaratkan gerakan tarbiyah seperti
dalam tubuh burung merpati yang kecil, lunak dan jinak terdapat hati burung
garuda dan singa. Farid mengartikan istilah tersebut dengan makna gerakan
tarbiyah ini cukup lembut dan halus, namun dibalik kelemutan dan kehalusannya
tersebut muncul kader militan dengan jiwa yang membara. Sehingga Farid
menyebutkan pula bahwa kehalusan gerakan tarbiyah sulit terdeteksi oleh
sebagian orang awam, seperti siswa-siswa madrasah. Mereka malah menikmati
387 Suara Muhammadiyah, No. 15/ 91/1-15 Agustus 2006 388 Suara Muhammadiyah, No. 15/ 91/1-15 Agustus 2006 389 Suara Muhammadiyah No.10/91/16-31 Mei 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
169
adanya metode pembelajaran yang selama ini disuguhkan oleh kelompok-
kelompok tarbiyah tersebut. Dalam pandangan Farid hal ini terjadi karena ada
kemiripan antara Muhammadiyah dan Gerakan Tarbiyah sebagai organisasi
dakwah. Terkadang terlena mereka memberikan keberpihakan pada organisasi
induk.390
Model infiltrasi Gerakan Tarbiyah yang digambarkan oleh Farid lebih
mengambil strategi infiltrasi gerakan kultural. Infiltrasi model ini membuat
warga persyarikatan susah untuk membedakan antara pelaksanaan agenda resmi
madrasah dengan proses pembinaan Gerakan Tarbiyah. Berjalannya proses
infiltrasi kultural ini menurut Farid karena di topang oleh guru, musyrif dan
musyrifah, pamong atau kepala asrama dan beberapa pengurus madrasah.
Sehingga penginfiltrasian ideologi non Muhammadiyah bisa dilakukan di dalam
kelas, seperti di Mu’allimin dan di asrama seperti di Mu’allimat. Bahkan dalam
pandangan Farid, di sekolah kader tersebut ada guru yang berpendapat bahwa
Muhammadiyah itu bukan agama, ideologi kita inikan Islam, kenapa kita harus
mengikuti Muhammadiyah. Hal inilah yang membuat siswa “enggan” berpihak
ke Muhammadiyah.
391
Polemik masalah Mu’allimin dan Mu’allimat di majalah Suara
Muhammadiyah terkait dengan berkembangnya faham tarbiyah di luar faham
Muhammadiyah coba ditengahi oleh Haedar Nashir, salah satu ketua PP
Muhamamdiyah, dan segera untuk diakhiri. Upaya Haedar dalam menyelesaikan
permasalahan ini dengan mencari jalan keluar di tengah perbedaaan cara
pandang dalam mensikapi infiltrasi virus tarbiyah yang menyelinap masuk ke
dalam Muhammadiyah. Namun sikap yang diambil Haedar hanya sebatas
himbauan, seperti yang diusulkannya dalam artikelnya di Suara Muhammadiyah
No 11/91/1-15 Juni 2006. Ia menyebutkan bahwa
390 Ibid. 391 Suara Muhammadiyah No.10/91/16-31 Mei 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
170
Karena itu pula, bagi pihak-pihak yang berfaham dan ingin
mengembangkan paham dan kepentingan-kepentingan lain di luar faham
Muhammadiyah, baik di Madrasah Mu’allimin dan Madrasah Mu’allimat
maupun di amal usaha dan lingkungan Muhammadiyah pada umumnya
untuk segera menghentikan niat, kegiatan, dan ambisinya agar tidak
mengganggu tatanan persyarikatan.392
Seruan Nashir ini diarahkan untuk guru, dosen, dokter, paramedis dan
pimpinannya. Mereka dituntut untuk berkhidmat sepenuhnya kepada
Muhammadiyah, bukan membawa paham dan kepentingan lain dalam rumah
Muhammadiyah. Jika tidak cocok dengan Muhammadiyah, mereka diminta oleh
Haedar untuk berpamitan dan pergi ketempat lain yang menjadi idaman mereka.
Jelas terlihat tidak ada keberanian untuk melakukan sebuah tindakan pemecatan
atau pencopotan sebagai kader Muhammadiyah, namun hanya sebatas himbauan.
Ini menunjukkan ada keragu-raguan atau ketakutan kehilangan kader yag
potensial.
Namun padangan yang diungkapkan oleh Haedar Nashir dipandang oleh
kader Muhammadiyah lain, melalui tulisannya di Suara Muhammadiyah No
13/91/1-15 Juli 2006, masih jauh dari memuaskan, walaupun cukup melegakan.
Karena sudah ada Pimpinan Muhammadiyah mencoba mencari solusi. Dua kader
Muhammadiyah, dalam Suara Muhammadiya No.13 tahun 2006,
mengungkapkan bahwa permasalahan Gerakan Tarbiyah jangan dipandang
sebagai kasus belaka, karena kasus ini hampir menyebar di wilayah-wilayah lain.
Mereka memandang sebagai sebuah skenario besar yang dilakukan Gerakan
Tarbiyah untuk menggembosi ormas-ormas Islam, termasuk Muhammadiyah.
Pandangan mereka sejalan dengan pandangan Berger, bahwa setiap
penyimpangan yang radikal dari kelembagaan tampak sebagai suatu
penyimpangan dari suatu kenyataan. Penyimpangan itu menurut Berger sebagai
392 Suara Muhammadiyah No 11/91/1-15 Juni 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
171
suatu kebejatan moral atau karena ketidaktahuan.393
Lebih lanjut dalam Suara Muhammadiyah No 13/91/1-15 Juli 2006,
disebutkan bahwa kondisi ini, penggerogotan virus tarbiyah, sudah berlangsung
lama dan tanpa disadari oleh pemimpin Muhamamdiyah dan sekarang mereka
sudah muncul sebagai kekuatan baru yang kegiatannya sama persis seperti
Muhamamdiyah plus partai politik. Terjadinya peristiwa ini karena mereka
secara “cerdas” dan “manipulatif” berhasil menjual isu-isu dakwah, di sisi lain
warga Muhammadiyah memang gumunan, artinya gampang terpengaruh dengan
barang dagangan baru. Artinya hal ini terjadi karena orang Muhammadiyah
banyak juga yang taqlid dan sebagian lagi mujtahid. Oleh karena itu upaya
penyelesaiannya harus segera dilakukan, karena yang namanya virus tanpa
diundang pun akan terus menyelinap dan masuk kemana-mana. Oleh karena itu
pimpinan Muhamadiyah perlu mengambil sikap yang tegas dan langkah yang
konkrit, yaitu mengeluarkan suatu keputusan dari pimpinan pusat terkait dengan
kondisi seperti ini.
Muhammadiyah sebagai
suatu perangkat lembaga memiliki aturan yang berlaku umum, maka setiap
penyimpangan yang radikal dari kelembagaan tampak sebagai suatu
penyimpangan dari suatu kenyataan. Penyimpangan seperti itu sebagai suatu
kebejatan moral atau karena ketidaktahuan. Kalau karena faktor ketidaktahuan
kader Muhammadiyah jelas tidak mungkin, kalau memang ketidaktahuan berarti
Muhammadiyah ada masalah dalam proses pembinaan. Atau bisa jadi mereka
menganggap aturan yang berlaku di Muhammadiyah sudah tidak relevan lagi.
Kondisi ini mendorong kader Muhammadiyah mencari sesuatu yang baru setelah
menunggu tidak ada perubahan. Dalam kondisi seperti ini pemikiran tarbiyah
masuk dan melakukan proses eksternalisasi pemikirannya terhadap kader
Muhammadiyah.
394
393 Peter L Berger dan ThomasLuckmann, Tafsir Sosial Atas Kenyataan:Risalah tentang
Sosiologi Pengetahuan, Jakarta: LP3ES,1990, hal. 94
394 Suara Muhammadiyah No. 13/91/1-15 Juli 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
172
Alasan yang diajukan oleh Muhammadiyah, cenderung menutupi
kelemahan yang dimiliki, tanpa mau mengungkap kenapa sampai hal itu terjadi.
Berdasarkan data-data yang penulis peroleh, terlihat bahwa proses kaderisasi
Muhammadiyah terjadi proses stagnasi karena merasa sebagai sebuah organisasi
yang mapan. Seharus Muhammadiyah memperhatikan faktor-faktor yang
berkembang di luar, sehingga bisa menyesuaikan diri untuk melakukan
pengembangan. Namun yang terjadi Muhammadiyah merasa eksis dengan
kondisi yang ada. Seharusnya Muhammadiyah membuat suatu kebijakan untuk
melakukan perubahan yang sesuai dengan tujuan awal pendirian Muhammadiyah
yaitu gerakan pembaruan. Kondisi saat ini seperti menggambarkan
Muhammadiyah jumud dengan kebijakan-kebijakan yang sudah tidak sesuai
dengan perkembangan jaman, karena dalam Islam hanya Al Quran dan Sunnah
yang tidak boleh diubah.
Sikap Muhammadiyah berbeda dengan gerakan tarbiyah dalam
mensikapi kondisi lingkungan sosial masyarakatnya. Gerakan Tarbiyah sudah
beberapa kali melakukan perubahan manhaj gerakan. Manhaj tersebut
disesuaikan dengan kondisi dan situasi sosial masyarakat. Penyesuaian ini
mampu menarik kader Muhammadiyah ke dalam Gerakan Tarbiyah, sehingga
terjadi proses eksternalisasi ke dalam Gerakan Tarbiyah, memahami proses
pemikirannya hingga terjadinya proses obyektivikasi pemikiran tarbiyah dalam
lingkungan sosialnya sampai terbentuknya internalisasi pemikiran tarbiyah
dalam diri kader Muhammadiyah. Proses ini membentuk kader Muhammadiyah
menjadi kader gerakan tarbiyah. Sosok yang sebelumnya menjadi obyek
dakwah, pasca porses internalisasi berubah menjadi subyek dakwah dan
melakukan aktivitasnya di tubuh Muhammadiyah menyebarkan pemikiran
Tarbiyah.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah dalam mensikapi kondisi yang terjadi di
dalam tubuh Muhammadiyah kemudian mengambil sikap tegas dengan
mengeluarkan SKPP No. 149/Kep/I.O/B/2006 tentang Kebijakan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah Mengenai Konsolidasi Organisasi dan Amal Usaha
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
173
Muhammadiyah. SKPP tersebut merupakan suatu upaya Muhammadiyah untuk
menyelamatkan Muhammadiyah dari berbagai tindakan yang merugikan
Muhammdiyah dan membebaskannya dari pengaruh, misi, infiltrasi dan
kepentingan partai politik yang selama ini mengusung misi dakwah atau parati
politik yang bersayap dakwah.395
Infiltrasi tersebut dalam pandangan Muhammadiyah menyebabkan
komitmen kemuhammadiyahan anggotanya mengalami penurunan sehingga
salah satu tujuan revitalisasi tersebut adalah menguatkan kembali komitmen
kemuhammadiyahan di tengah pengikisan komitmen dalam menggerakan
organisasi persyarikatan. Sebagian kader Muhammdiyah beranggapan bahwa
komitmen elit Muhammadiyah semakin berkurang dalam membawa
Muhammadiyah menjadi gerakan yang maju, sehingga perlu di revitalisasi.
Secara umum revitalisasi dilakukan untuk memperkuat komitmen warga
Muhammadiyah dalam membela kepentingan persyarikatan.
396
Di sisi lain, ada sebagian elit yang melihat bahwa komitmen
kemuhamamdiyahan yang luntur, pudar dan rapuh karena adanya konflik
internal, terutama dari amal-amal usaha Muhammadiyah sehingga mendorong
pimpinan Muhammadiyah untuk meneguhkan dan menguatkan kembali
komitmen ideologisnya dalam bermuhammadiyah. Proses peneguhan dan
penguatan ideologi gerakan bertujuan untuk mampu merespon proses perubahan
yang terjadi. Aspek yang perlu direvitalisasi menurut Haedar Nashir adalah
seluruh aspek dalam Muhammadiyah, yaitu revitalisasi teologis, ideologis,
pemikiran organisasi, kepemimpinan, amal usaha dan revitalisasi aksi.
397
Revitalisasi sendiri merupakan program pasca Muktamar Muhammdiyah
Malang pada 2005. Sekalipun agenda yang direvitalisasi hampir seluruh aspek,
395 Lihat Lampiran SKPP Muhamamdiyah no 149 tahun 2006 yang diterbitkan pada
1Desember 2006 396 Syarifuddin Jurdi, Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia 1966-2006,
Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2010, hal 418. 397 Ibid. Hal ini bisa dilihat dalam tulisan Haidar Nasir di Suara Muhammadiyah no 13/
th ke 90, bulan Juli 2005
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
174
namun Haedar Nashir melihat bahwa aspek yang paling utama adalah ideologi
atau komitmen bermuhammadiyah. Menurutnya hal ini penting karena kini telah
masuk Gerakan Tarbiyah, PKS dan paham lainnya dalam Muhammadiyah.
Menurut Haidar hal ini diindikasikan dengan adanya fakta- fakta
1. Adanya aktivis sekaligus juga pekerja/ pegawai/ personil yang
beramal usaha di Muhammadiyah, yang kemudian mengembangkan
kegiatan-kegiatan tarbiyah baik secara terang-terangan atau tertutup.
2. Mereka yang bekerja di Muhammadiyah diketahui sebagai aktivis
gerakan dan partai politik Islam lainnya mengembangkan amal usaha
sejenis dengan amal usaha Muhammadiyah. Seperti Sekolah.
3. Mereka yang ada di amal usaha atau Persyarikatan Muhammadiyah
diindikasikan memiliki simpati, kecenderungan atau afiliasi pada
paham dan partai tertentu dan mengembangkan padangan yang tidak
positif terhadap Muhammadiyah. Misal Muhammadiyah bukan
Agama.
4. Adanya pembelaan dari sebagian kalangan Muhammadiyah ketika
masalah tarbiyah yang masuk dalam lingkungan Muhammadiyah
dipersoalkan. Bahkan mereka menyebutkan nilai-nilai positif tarbiyah
sembari menyalahkan Muhammadiyah.
5. Munculnya sikap dari sebagian kader Muhammadiyah yang
mempertanyakan apakah betul kehadiran Gerakan Tarbiyah dalam
tubuh Muhamamdiyah adalah virus?
6. Adanya keresahan di sejumlah daerah mengenai kehadiran
pengembangan paham dan gerakan Islam tarbiyah di lingkungan
Muhammadiyah, baik di persyarikatan maupun di amal usahanya.398
Surat Keputusan PP Muhammadiyah pun akhirnya disambut oleh
organisasi-organisasi otonom (Ortom) mereka, mulai dari Aisyiah, Nasyiatul
Aisyiyah, Ikatan Pemuda Muhammadiyah. Ikatan Remaja Muhammadiah,
398 Haedar Nashir, Manifestasi Gerakan Tarbiyah: bagaimana sikap Muhamadiyah?,
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
175
Hizbul Wathan dan Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah. Mereka merapatkan
barisan dan mencoba menyiapkan “jurus-jurus” penangkal dalam menghadapi
infiltrasi ideologi tarbiyah. Bahwa mereka harus melihat dari mana pintu
masuknya gerakan Islam lain tersebut ke dalam Ortom Muhamadiyah. Mereka
melihat bahwa pemikiran Tarbiyah bisa masuk ke Muhammadiyah dan ortomnya
karena sangat sempit ruang pengembangan religiusitas bagi kadernya. Sehingga
kader yang tidak terpenuhi kebutuhan religiusitasnya, lari ke gerakan tarbiyah
yang menawarkan kebutuhan itu. Untuk itu harus dibuka seluas mungkin ruang
religiusitas bagi kader-kader ortom Muhammadiyah. Meminjam bahasanya
Farid, Seorang ingin makan nasi diberi roti. Meskipun sama-sama kenyang, tapi
roti tersebut belum menjadi representasi dari keinginan awal orag tersebut.
Hasilnya muncul disharmoni di Muhammadiyah dalam mengembangkan
gagasan keislaman dengan mengatasi kebutuhan riil kader anggotanya.399
Sejalan dengan pendapat Farid di atas, kaderisasi Muhammadiyah selama
ini dilakukan dengan materi kemuhammadiyahan
400
Syarifuddin Jurdi dalam “Muhammdiyah dalam Dinamika Politik
Indonesia” menyebutkan adanya indikasi pengambil alihan amal usaha
Muhammadiyah dibeberapa daerah. Untuk kasus wilayah Jabodetabek, tokoh
Muhammadiyah Depok, K.H. Wazir Nuri menyebutkan bahwa
lebih menekankan kepada
keorganisasian dibandingkan penanaman nilai religiusitas, sedangkan di luar,
kondisi riil di masyarakat sedang booming dengan semangat berislam.
Muhammadiyah sebagai organisasi pembaru seharusnya merespon kondisi ini
dengan cepat. Karena kondisi seperti ini diperebutkan oleh organisasi
pergerakan Islam untuk berperan menanamkan pemahaman Islam ke masyarakat
yang sedang gandrung terhadap Islam.
399 Suara Muhammadiyah, No. 04 th 91/16-28 Februari 2006. 400 Materi yang diberikan dalam Kemuhammadiyahan, Organisasi Muhamadiyah dan
Pengorganisasiannya, Permusyawaratan dalam Muhammadiyah, Majelis-majelis dalam Muhammadiyah, dan kewajiban siswa Muhammaidyah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
176
Memang amal usaha Muhammadiyah mengalami penurunan terutama
sekolah, karena munculnya sekolah-sekolah lain. Kalau dahulu hanya ada
satu sekolah SMP Muhammadiyah di Pondokcina, (dekat stasiun
Pondokcina, sekarang jadi UI). Sekarang pindah ke Beji Timur. Sekarang
di Beji saja banyak sekolah sehingga mulai berkurang yang sekolah di
Muhammadiyah, walaupun masih ada yang fanatik ke sekolah
Muhammadiyah 401
Lebih lanjut ia menyebutkan bahwa di Depok tidak ada upaya
pengambilalihan amal usaha Muhammadiyah oleh kader-kader tarbiyah. Apalagi
sekolah, munculnya Sekolah Islam Terpadu (sekolah IT) menurutnya tidak
mengambil alih amal usaha Muhammadiyah, mereka ada pasarnya sendiri. Lebih
lanjut, Wajir mengatakab bahwa yang sekolah di sekolah tersebut umumnya
adalah simpatisan atau kader Tarbiyah, dan tidak merugikan Muhammadiyah
dengan hadirnya sekolah-sekolah tersebut.
402
Terkait dengan SKPP yang memaksa kader Muhammadiyah harus
memilih antara Muhammadiyah atau Tarbiyah/ PKS. Kondisi ini sama seperti
Muhammadiyah yang dihadapkan pada pilihan SI atau Muhammadiyah, ketika
SI menerapkan disiplin partai pada tahun 1921. Kader Muhamamdiyah memilih
keluar dari SI. Hal yang sama dilakukan oleh Muhammadiyah kepada kadernya,
yang harus memilih Muhammadiyah atau memilih ke gerakan tarbiyah/ PKS.
Berdasarkan wawancara dengan Hilman Roshad, ada kasus yang cukup menarik
terjadi di kota Garut pasca penerapan SKPP. Masjid Ranting Muhammadiyah
menjadi sepi pasca penetapan SKPP, karena yang biasa mengisi kegiatan adalah
anak-anak muda Muhammadiyah kader Tarbiyah. Kondisi ini menyebabkan
pimpinan rating Muhammadiyah setempat meminta mereka kembali untuk
mengisi kegiatan di Masjid tersebut.
403
401 Wawancara dengan KH Wazir Nuri 402 Wawancara dengan H Wazir Nuri 403 Wawancara Hilman Roshad
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
177
Mengenai infiltrasi Gerakan Tarbiyah terhadap Muhammadiyah,
kalangan Muhammadiyah memandang bahwa Gerakan Tarbiyah belum
memahami etika berorganisasi dan sikap saling menghormati sesama gerakan
Islam atau minimal menjaga ukhuwah islamiyah dalam pengembangan
organisasinya. Dalam pandangan Muhammadiyah, Gerakan Tarbiyah dalam
alam demokrasi saat ini memiliki hak hidup dan eksis untuk mengembangkan
kegiatannya, namun bukan berarti harus bebas dan leluasa keluar masuk
kelingkungan organisasi lain, termasuk di Muhammadiyah.
Data lapangan yang diperoleh penulis, sikap Muhammadiyah ini berawal
dari kekecewaan mereka terhadap dukungan kader tarbiyah, melalui PKS, dalam
pencalonan Amin Rais sebagai presiden. Amin dalam pertemuan dengan kader
PAN (Partai Amanat Nasional) Banyuwangi mengatakan bahwa “mereka itu
pernah menipu, PKS Partaiku Amin Rais Presiden Ku. Sepertinya ia, tapi pada
saatnya pencapresan ia lebih memilih ke Wiranto.”404
Terkait dengan pernyataan Amin Rais tersebut, Yusuf Supendi dalam
kumpulan surat-suratnya, menyatakan bahwa dukungan terhadap pencapresan
Amin Rais, Musyawarah Majelis Syuro PKS III menetapkan Amin Rais sebagai
calon presiden yang didukung oleh PKS. Hasil pemungutan suara menunjukkan
hasil, Amin Rais memperoleh 70% suara (33 suara), Wiranto 20% suara (9
suara), Hamzah Haz memperoleh 2.5% (1 suara) dan abstain 7.5% suara (3
suara). Namun Bayan (pengumuman) dari Majelis Syuro PKS terlambat
dikeluarkan dan rekomendasinya tidak mengikat. Hal ini membuat Amin Rais
kecewa. Amin mengatakan bahwa
“ tolong waspadai ada partai yang bertopeng dakwah tetapi itu tingkah
lakunya luar biasa.” ..sepanjang sejarah Muhammadiyah berhadapan
dengan partai politik, sejak Masyumi, sejak dulu jaman Pak Harto sampai
dengan Reformasi, itu partai-partai ingin suara Muhammadiyah itu
404 Transkrip ceramah Amin Rais, di depan kader PAN Banyuwangi pada 8 September
2006.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
178
diberikan ke partai itu, ada PAN, PBB, Golkar. Tetapi ada partai yang
tidak hanya menginginkan suara Muhammadiyah, tetapi mengambil
masjidnya, sekolahnya, rumah sakitnya. Partai itu adalah partai dakwah
tadi.405
Sebelumnya bisa dikatakan hubungan Gerakan Tarbiyah dengan
Muhammadiyah berjalan beriringan atau istilah Haedar berhimpitan. Namun
Pasca dikeluarkannya bayan tersebut hubungan Gerakan Tarbiyah dengan
Muhammadiyah jadi tidak harmonis. Sehingga kader-kader Muhammadiyah
yang juga menjadi kader tarbiyah dihadapkan pada pilihan antara
Muhammadiyah atau gerakan tarbiyah/ PKS.
Kondisi seperti itu sejalan dengan pandangan K.H. Ghazalie dalam NU
Online menyebutkan bahwa yang banyak digerogoti oleh kalangan tarbiyah
adalah Muhammadiyah karena dalam Gerakan Tarbiyah banyak kader
Muhammadiyahnya.406 Bisa jadi apa yang dikatakan oleh KH Ghazali benar,
namun tidak sedikit pula kader-kader NU yang masuk dalam gerakan tarbiyah.
Kecemasan kedua organiasi ini semakin muncul penetrasi penyebaran paham
keislaman Gerakan Tarbiyah, melalui PKS sudah sampai di tingkat keluarga-
keluarga warga dua organisai keagamaan tersebut.407
Apa yang dikhawatirkan Amin Rais, dengan pernyataan bukan hanya
suaranya yang diambil namun sekolahnya, masjidnya dan rumah sakitnya,
sebenarnya bukan pengambilan secara fisik baik sekolah, masjid atau rumah
sakit. Namun yang terjadi adalah adanya kader-kader tarbiyah yang beraktivitas
di amal usaha Muhammadiyah, melakukan pembinaan tarbiyah di sekolah-
sekolah, di masjid-masjid dan rumah sakit Muhammadiyah. Di sekolah yang
ditarbiyah adalah murid-muridnya, di masjid yag ditarbiyah jamaahnya, dan di
rumah sakit yang ditarbiyah karyawannya. Hal ini sejalan dengan prinsip
405 Ibid. 406 NU Online, wawancara khusus dengan KH Ghazali oleh NU Online (tokoh NU). Dia
adalah penulis buku Ideologi Kaum Fundamentalis Trans Pakistan Mesir. 407 Taswirul Afkar, No. 21, tahun 2007, hal. 3.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
179
wajibatu da’iyah, kewajiban seorang dai, karena setiap kader tarbiyah adalah dai,
minimal bagi dirinya, keluarganya dan masyarakat di lingkungannya. Hal ini
yang disesali oleh Haedar Nashir, seharusnya kepentingan ukhuwah dan izzul
islam wa almuslimin lebih diutamakan. Sehingga seharusnya setiap organisasi
dan gerakan di tubuh umat Islam saling menghormati dan tidak mencampuri dan
berekspansi satu sama lain.408
Pernyataan Haedar ini didukung oleh Mashadi
409
Jika ada anggota PKS yang menjadi guru di Muhammadiyah,
bekerjalah secara profesional. Jika ia berhasil ya akan dikenal. Jika ia
hanya mengenalkan nilai-nilai Islam saya kira tidak ada masalah.
Menjadi masalah ketika ia orientasinya adalah karena lembaga, PKS.
Kemudian ia mengajak-ajak warga Muhammadiyah masuk PKS, yah ini
jadi masalah. Doktrin Ikhwan itu (sebutan untuk IM) itu yah dakwah
Islam.
bahwa rusaknya
hubungan Gerakan Tarbiyah dengan Muhamadiyah memang berjalan pasca
Gerakan Tarbiyah, memasuki ranah politik. Masuknya Gerakan Tarbiyah ke
ranah politik membuat sebagian kader tarbiyah, sangat berorientasi kepada
lembaga atau institusi. Lebih lanjut menurut Mashadi, kalau orientasinya tetap
dakwah Islam, sebenarnya tidak akan memunculkan masalah.
Lebih lanjut ia mencontohkan bahwa
410
Pernyataan Mashadi ini sejalan dengan Wazir Nuri, mantan ketua PDM
Depok, tidak ada masalah dengan Gerakan Tarbiyah, lebih lanjut ia mengatakan
bahwa
Anak-anak saya semuanya ikut tarbiyah. Saya merasa
diuntungkan karena saya tidak perlu capai-capai mendidik mereka
408 Haedar Nashir, Manifestasi..., hal. 66. 409 Satu diantara beberapa kader Tarbiyah yang “mengundurkan” diri karena sudah tidak
sefaham dengan kebijakan yang diambil oleh partai. 410 Wawancara Ustadz Mashadi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
180
dengan Islam. Mereka mendapatkannya di tarbiyah. Namun setelah
Tarbiyah masuk ke ranah politik saya jadi kurang respek. Yah tau
sendirilah politik itu seperti apa.411
Hal ini seperti yang ungkapkan oleh Dwi Fahrial. Ia mengatakan bahwa
ketika ia mengajar di sekolah Muhammadiyah, (MTS Muhammadiyah
Kukusan), ia mencoba menanamkan pemahaman Islam kepada siswanya. Ia juga
mencoba menerapkan pembinaan ala Tarbiyah dalam aktivitas pembinaan IPM.
Ternyata cara penyampaiannya membuat anggota IPM lebih bergairah belajar
Islam. Dwi Fahrial juga menambahkan bahwa apa yang dilakukannya tidak
untuk mengajak mereka keluar dari Muhammadiyah, hanya berkeinginan
memberikan pemahaman Islam kepada teman-teman dengan gaya yang berbeda,
yaitu diskusi dan bedah buku. Karena selama ini yang diajarkan dalam
kemuhammadiyahan adalah sejarah Muhammadiyah, kaderisasi organisasi, dan
pemahaman tentang kemuhammadiyaan, bukan pemahaman Islam secara
mendasar dan menyeluruh.
412
Pernyataan Dwi Fahrial disokong oleh mantan Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Depok era 2005-2010, yang juga merupakan ayah dari Dwi
Fahrial H. Wajir Nuri mengatakan bahwa secara pribadi dirinya merasa
diuntungkan dengan keterlibatan anak-anaknya dalam gerakan tarbiyah. Ia tidak
harus susah-susah mendidik anaknya tentang Islam. Anak-anaknya mendapatkan
pemahaman keislaman dari gerakan tarbiyah. Jadi di gerakan tarbiyah, Dwi
Fahrial memperoleh apa yang tidak diperoleh di Muhammadiyah.
413
411 Wawancara Ustadz. Wazir Nuri 412 Wawancara dengan Dwi Fahrial 413 Wawancara dengan Haji Wazir Nuri.
Hal ini pula
yang dirasakan oleh anggota-anggota IMM bahwa kader-kader Muhammadiyah
yang ingin mengembangkan nilai-nilai religiusitas agak sulit terpenuhi di
organisasi otonom-otonom Muhammadiyah, sehingga ia mencari di tempat lain.
Meminjam istilah Farid, logikanya seorang yang ingin makan nasi tapi diberi
roti. Meskipun sama-sama kenyang, namun roti tersebut belum menjadi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
181
representasi awal orang tersebut. Maka munculnya disharmoni di
Muhammadiyah karena dalam mengembangkan gagasan keislamannya tidak
mengatasi kebutuhan riil kadernya. Bentuk kesenjangan inilah yang harus
dijadikan refleksi kritis pimpinan Muhammadiyah.414
4.2. Nahdlatul Ulama
Dampaknya sekalipun
SKPP telah diterbitkan pada Desember 2006, hingga kini SKPP tersebut belum
bisa diimplementasikan secara efektif dan menyelesaikan masalah yang ada.
NU merupakan ormas Islam terbesar di Indonesia. Organisasi ini dirikan
pada 16 Rajab 1344 atau bertepatan dengan 31 Januari 1926. Pendirian NU ini
merupakan respon terhadap masuknya faham pembaruan Islam dari Saudi Arabia
ke Nusantara, yang dibawa oleh jamaah haji yang pulang dari tanah suci. Sejak
akhir abad XIX, semakin banyak jamaah haji yang datang dari Hindia Belanda
pasca dibukanya Terusan Suez pada 1869. Semakin banyaknya calon jamaah haji
Hindia Belanda yang datang ke tanah suci dan kemudian kembali ke tanah air
setidaknya membawa pengaruh terhadap kehidupan beragama di Hindia
Belanda. Ditambah lagi kondisi saat itu di Timur Tengah pada umumnya dan di
Saudi Arabia pada khususnya, sedang berkembang gerakan keagamaan yang
berorientasi pada pembaruan dan pemurnian agama, baik itu aliran Salafi
(Wahhabi) maupun gerakan Pan Islamisme. Kecenderungan mengarah pada
pembaruan bidang agama, pendidikan dan sosial. Setidaknya ada jamaah haji
yang mengadopsi pengaruh perkembangan pemikiran tersebut dan dibawa ke
tanah air. Ada yang mengambil inspirasi untuk melakukan pembaruan dalam
bidang agama dan ada pula yang mengambil gagasan pembaruan di bidang
pendidikan dan sosial. 415
Gerakan pembaruan agama yang muncul pada saat itu memunculkan
respon dikalangan pesatren, mereka bergejolak sebab faham yang masuk tersebut
menganggap bahwa tradisi pesantren yang sudah ada selama ini akan dianggap
414 Suara Muhammadiyah, No.04, th.91/ 16-28 Februari 2006 415 Yon Machmudi, Sejarah dan Profil Ormas-ormas Islam di Indonesia, Jakarta:
PKTTI, 2013, hal. 82-83.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
182
bid’ah. Dalam pandangan NU faham tersebut dianggap telah membatasi mazhab
dan menghancurkan warisan peradaban.416 Beberapa ulama tradisional dengan
sikap yang bijak mengambil semangat pembaruan Islam dengan menekankan
pada bidang pendidikan dan memahamkan Islam secara gradual. Mereka
melakukan pembaruan dengan tetap menghormati tradisi yang berlaku di
masyarakat dan secara berkelanjutan mengajarkan Islam kepada masyarakat agar
mampu menjalankan nilai-nilai Islam dengan baik. Mereka berprinsip bahwa
ajaran Islam yang baik tidak harus diajarkan dengan cara mengubah sistem
tradisi yang ada, namun mereka lebih memanfaatkan tradisi yang ada untuk
mengajarkan Islam sehingga mengurangi penolakan atau pertentangan yang
mungkin akan muncul. Sosok Ulama yang berfikir dengan pola ini adalah
Hasyim Asy’ari dan Wahab Hasbullah.417
Sikap penolakan tersebut membuat kalangan santri dikeluarkan dari
anggota Kongres Al Islam pada 1925 di Yogyakarta. Dalam Kongres Islam
Internasional Muktamar Alam Islami yang dilaksanakan di Makkah kelompok
inipun tidak diiukutsertakan. Kalangan pesantren akhirnya membentuk
kelompok tersendiri bernama Komite Hejaz yang dipimpin oleh KH Wahab
Hasbullah. Komite ini menyuarakan kebebasan bermazhab. Dari komite ini
kemudian muncul inisiatif dari para ulama pengasuh pondok pesantren untuk
membentuk Nahdlatul Ulama. Tokoh penting yang berperan dalam
Kondisi seperti itu memunculkan pergesekan antara ulama yang
mempertahankan tradisi dan ulama yang mengajarkan pentingnya pemurnian
agama dari tradisi lokal hingga menimbulkan perdebatan yang panjang.
Perdebatan yang sering diangkat di antara dua kelompok ini adalah masalah
bid’ah, ijtihad, madzhab dan masalah-masalah fiqih lainnya. Bahkan
permasalahan ini pernah didiskusikan oleh tokoh-tokoh mereka untuk mencari
solusi penyelesaian perbedaan yang ada. Namun karena masing-masing tetap
dengan pendiriannya akhirnya tidak menemukan solusi,
416 Republika, Ahad 27 Januari 2013, hal 15 417 Yon Machmudi, Sejarah dan Profil..., Op.Cit.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
183
pengembangan NU menjadi organisasi yang eksis adalah KH Muhammad
Hasyim Asy’ari, KH Abdu Wahab Hasbullah dan KH Bisri Syansuri. 418
Pada masa awal pembentukan NU, KH Hasyim Asy’ari yang merupakan
Rais Akbar ( pemimpin NU pertama) merumuskan dua kitab sebagai prinsip
dasar organsasi. Warga NU dalam melakukan gerak langkahnya berpedoman
pada kitab yang ditulis oleh Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari tersebut. Kedua
kitab tersebut adalah Qanun Asasi (prinsip dasar) dan I’tiqad Ahlussunnah Wal
Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam kittah NU, yang
dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berfikir, dan bertindak baik
dalam bidang sosial, keagamaan maupun politik.
419
NU menganut faham keagamaan Ahlussunah Wal Jamaah. Faham ini
menekankan bahwa sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara kaum
ekstrem aqli (rasionalis) dan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Dalam bidang
Fiqih, NU mengikuti empat mazhab fiqih yaitu Hanafi, Maliki, Syafii dan
Hanbali. Sementara untuk bidang tasawuf, NU mengembangkan metode Al
Ghazali dan Junaidi al Baghdadi yang mengintegrasikan antara tasawuf dan
syariat.
420
Basis pendukung NU diperkirakan mencapai lebih dari 40 juta orang.
421
418 Ibid. 419 Republika, Ahad 27 Januari 2013, hal 15 420 Ibid. 421 Data ini diperoleh hingga tahun 2013. Ibid.
Jika sebelumnya basis anggota NU di dominasi kalangan dari sektor pertanian di
pedesaan, saat ini mereka berasal dari beragam profesi dan saat ini cukup
dominan pula basis NU dari sektor perburuhan di perkotaan. Namun demikian
pada umumnya mereka mempunyai ikatan yang cukup kuat dengan dunia
pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat Indonesia dan juga cagar
budaya bagi NU. Hal yang senada diungkapkan oleh K.H. Burhan, dari
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
184
Pesantren Qotrunnada Depok, bahwa kaderisasi NU ada pada pesantren. Melalui
pesantrenlah mereka menanamkan pemikiran NU pada santri-santri.422
Sebagai salah satu organisasi Islam yang sudah cukup tua di Indonesia,
sudah tentu kiprahnya sudah cukup banyak dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Selain memperjuangkan kebebasan mazhab, NU juga merupakan
organisasi yang melakukan gerakan pribumisasi Islam. NU merupakan
organisasi yang paling vokal dalam gerakan Islam kultural dan masyarakat
madani di Indonesia.
Walaupun pada awalnya NU bergerak hanya dalam ranah keagamaan,
dalam perjalannya NU pun berkiprah dalam bidang pendidikan dan ekonomi.
NU juga memiliki lembaga-lembaga yang fokus di bidang kajian tertentu,
Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU), Lembaga Pendidikan Maarif
Nahdlatul Ulama (LP Maarif NU), Rabithah Ma'ahid al Islamiyah (RMI),
Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU), Lembaga Pengembangan
Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU), Lembaga Kemaslahatan Keluarga
Nahdlatul Ulama (LKKNU), Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya
Manusia (LAKPESDAM), Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul
Ulama (LPBHNU), Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia (LESBUMI),
Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZISNU),
Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama (LWPNU), Lembaga Ta'mir
Masjid Nahdlatul Ulama (LTMNU), dan Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama
(LKNU).423
Namun kemuculan gerakan Islam transnasional di Indonesia pasca
reformasi, terutama Gerakan Tarbiyah, dengan sayap politiknya, yang
dipengaruhi pemikiran IM membuat NU sebagai organisasi Islam terbesar di
Indonesia merasa khawatir akan ideologi yang dibawanya. Ideologi Islam
transnasional merujuk pada ideologi keagamaan lintas negara yang datang dari
422 Wawancara dengan Kiai Haji Burhan 423 Republika, 27 Januari 2013
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
185
luar dan dikembangkan di Indonesia. Ideologi Islam transnasional ini menurut
Hasyim Muzadi datang dari Timur Tengah. Kelompok seperti Majelis
Mujahidin, Ikhawanul Muslimin, dan Al-Qaeda disebut sebagai kelompok yang
dikategorikan ideologi transnasional dari Timur Tengah.424
Menurut Gus Dur, kelompok “garis keras” Islam di Indonesia
dipengaruhi oleh gerakan Islam transnasional dari Timur Tengah, terutama
Wahhabi dan IM atau gabungan keduanya. Mereka, termasuk sayap
politiknya,
425 menyimpan agenda yang berbeda dari organisasi Islam moderat
seperti Muhammadiyah, NU dan organisasi berhaluan kebangsaan. IM telah
mengubah wajah Islam di Indonesia menjadi penuh kebencian.426
Hal senada juga diungkapkan Ketua Pengurus Pusat Lembaga Bahtsul
Masail Nahdlatul Ulama (PP LBM) NU, Gozalie Said bahwa Gerakan
transnasional mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
berupaya mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan juga UUD 1945.
Dengan tegas Gozalie menyebutkan bahwa “Saya kira kalau gerakan mereka
sukses, ya otomatis negara ini diubah, otomatis tidak negara kesatuan, tidak
UUD 1945, mesti diubah karena memang sudah begitu programnya.”
427
Terkait dengan ideologi transnasional, Gozalie mendefinisikan sebagai
gerakan Islam yang berada di tanah air tetapi dikendalikan dari luar. Ia
menyebutkan contohnya Ikhwanul Muslimin kedudukan Al Mursyidul Aam-nya
berkedudukan di Mesir, Hizbut Tahrir yang pemimpinnya berkedudukan di
Yordania atau Syiah dari Iran.
428
Kekhawatian terhadap gerakan transnasional juga diungkapkan oleh Kiai
Nuril Huda. Kiai Nuril menegaskan bahwa NU khawatir akan eksistensi Negara
424 NU Online, 15 Mei 2007 425 Penulis berasumsi bahwa sayap politik dari gerakan transnasional adalah PKS dari
kalangan Tarbiyah. Seperti yang penulis jelaskan di bab III. 426 Ibid. Hal. 20. 427 NU Online, Jumat 22 Juni 2007. 428 Ibid
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
186
Kesatuan Republik Indonesia, (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Hal ini dikarenakan ideologi Islam transnasional itu bukan gerakan keagamaan
namun merupakan gerakan politik yang bercita-cita menjadikan Indonesia
sebagai negara Islam.429 Pernyataan ini pun disokong oleh Kiai Hasyim Muzadi
yang berpendapat bahwa pemerintah sudah seharusnya mencegah masuknya
ideologi trasnnasional ke Indonesia karena akan merusak Indonesia dan NU.430
Ideologi Islam di Timur Tengah antara lain Ikhwanul Muslimin, Majelis
Mujahidin, Al Qaeda dan sebagainya, tapi ideologi Islam itu bukan Islam,
karena Islam sebagai agama bukan gerakan kepentingan, apalagi
politis.
Menurut Hasyim Islam itu adalah agama bukan ideologi. Karena itu apa yang
terjadi di Timur Tengah selama ini bukan agama tetapi masalah ideologi Islam.
Lebih lanjut Hasyim menyebutkan bahwa
431
Hasyim juga mengingatkan perlu adanya kewaspadaan pada gerakan
transnasional yang menjadi ancaman NKRI. Menurut Hasyim, NU sejak awal
tetap konsisten menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara. Pasalnya bagi NU,
substansi Pancasila sudah merupakan bagian dari kaidah ushuliyah. Hasyim juga
menilai bahwa mereka yang mengikuti paham transnasional tidak memahami
sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Perjuangan merebut kemerdekaan
merupakan hasil jerih payah dari semua pejuang bangsa Indonesia tanpa pandang
bulu.
432
Kalau Hasyim memperhatikan materi-materi Tarbiyah yang disampaikan
ada materi tentang tokoh-tokoh pejuang Islam Indonesia dan juga tokoh
pergerakan kebangsaan Islam Indonesia. Jadi kader Tarbiyah juga dibekali
429 NU Online 27 Februari 2007 430 NU Online 27 April 2007 431 Ibid. 432 Ibid
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
187
wawasan kebangsaan dan sejarah perjuangan bangsanya. Walaupun baru dari
sudut pandang tokoh-tokoh Islam dan organisasi-organisasi Islam.433
Terkait dengan pandangan bahwa IM adalah gerakan politik sudah
diprediksi Al Banna di awal-awal pendiriannya, karena pada masa itu pun ada
kalangan yang mengatakan bahwa IM adalah dakwah politik dan para
pendukungnya pun terdiri dari para politikus, dan IM punya kepentingan lain di
balik dakwahnya itu.
434
Sungguh ketika kami menyeru kalian, ada Al Quran di tangan
kanan kami dan sunah di tangan kiri kami, serta jejak kaum salaf yang
saleh dari putra-putra terbaik umat adalah panutan kami. Kami hanya
menyeru kalian kepada Islam, kepada ajaran-ajarannya dan kepada
hukum-hukumnya. Jika seruan ini dianggap politik maka itulah politik
kami, jika orang yang menyeru kalian kepada itu semua dikatakan
politikus maka –alhamdulillah—kami adalah politikus yang ulung.
Pemahaman seperti ini sejalan pula dengan pemikiran
Hasyim. Al Banna menanggapi pemikiran ini dengan mengatakan bahwa
435
Lebih jauh Al Banna juga menegaskan “bahwa kalau kami dikatakan
sebagai politikus, dalam arti memiliki perhatian terhadap umat, kami yakin
bahwa kekuatan tanfidziyah termasuk bagian dari ajaran dan hukum Islam.” Al
Banna juga menekankan bahwa “kebebasan politik dan kehormatan nasionalisme
adalah bagian dari rukun dan kewajiban Islam. Karena kami berjuang untuk
menyempurnaan kemerdekaan dan memperbaiki badan pemerintahan”. Cara
yang kami lakukan adalah cara yang konstitusonal, agar dakwah ini memiliki
suara di lembaga pemerintahan dan didukung oleh kekuatan eksekutif. Oleh
karena itu calon ikhwan akan maju dalam pemilihan anggota DPR jika
diperlukan.
436
433 Lihat lampiran kurikulum Manhaj Tarbiyah 1433. 434 Al Banna, Risalah Pergerakan Vol. I, hal 18. 435 Ibid. 436 Al Banna, Majmuatur Rasail, Vol, II hal. 82.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
188
Terkait dengan sikap IM terhadap pemerintah, Al Banna menyebutkan
bahwa “IM bersikap layaknya seorang penasihat yang menginginkan kebaikan
dan kelurusan”. Al Banna juga menjelaskan bahwa “Oleh karena itu IM telah
mengajukan kepada pemerintah Mesir konsep perbaikan menyangkut berbagai
persoalan hidup di negara Mesir. Kami sudah mengingatkan pemerintah untuk
memperbaiki perangkatnya yaitu dengan memilih orang-orang yang berkualitas”.
Namun lebih lanjut Al Banna mengatakan bahwa “usaha yang mana yang telah
diselesaikan? Tidak ada dan akan tetap tidak ada selama kita tidak ada
keberanian untuk melakukan revolusi”. Namun demikian kami tetap bersikap
sebagai penasihat”.437
Dengan memperhatikan pernyataan Al Banna di atas, maka sikap IM
terhadap pemerintah dan politik tidak bertujuan langsung mendirikan sebuah
kekhilafahan. Namun kecenderungan yang ada lebih mendudukan diri sebagai
partner pemerintah. Terkait dengan revolusi, IM pernah terlibat dalam revolusi
Juli 1952 ketika bersama Nasher menggulingkan raja Mesir dengan harapan akan
ada perubahan. Namun ketika kebijakan yang dijalankan Nasher sama dengan
penguasa sebelumnya, IM tidak bergabung dalam pemerintahan Nasher. (lihat
dalam bab sebelumnya).
Terkait hubungan Islam dan politik Amin Rais, dalam Prisma edisi
khusus yang terbit pada tahun 1984, mengatakan bahwa tidak bisa memandang
sejarah Islam dengan sudut pandang sejarah kristen/ Barat. Sepanjang sejarah
kejayaan Islam, tidak pernah memisahkan antara Agama dan Negara atau agama
dan politik. Sedangkan dalam sejarah Kristen atau Barat, agama dan negara
sepanjang sejarahnya dipisahkan.438
Prinsip yang disebutkan oleh Amin Rais sejalan dengan prinsip dakwah
IM dan juga Gerakan Tarbiyah di Indonesia. Namun Gerakan Tarbiyah di
Indonesia lebih dahulu membangun sayap politik dibandingkan dengan IM yang
437 Ibid, 438 Prisma Edisi Khusus 1984.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
189
baru mempunyai sayap politik pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa
Gerakan Tarbiyah dalam mengambil kebijakan tidak selalu mengadopsi
kebijakan IM di Mesir, namun menyesuaikan dengan kondisi dan situasi yang
ada di Indonesia. Dari data yang penulis peroleh, dalam Grand Desain Gerakan
Tarbiyah 2010 terkait dengan rencana pembentukan Partai Politik. Ini
menunjukkan bahwa Gerakan Tarbiyah mempunyai rencana pembentukan Partai
Politik, namun realitas sosial yang terjadi pada tahun 1998 mendorong gerakan
ini membuat partai lebih cepat. Kebijakan pembuatan partai ini diikuti dengan
perubahan Manhaj Tarbiyah 1994 menjadi Manhaj Tarbiyah 1421. Manhaj ini
terus diperbarui menjadi Manhaj Tarbiyah 1427 dan yang terakhir Manhaj
Tarbiyah 1433.
Dengan demikian Transformasi Gerakan Tarbiyah ke ranah politik
dengan membentuk PK(S) ada suatu ketergesahan. Hal ini sejalan dengan apa
yang diungkapkan oleh Mashadi, ketergesahan pembentukan PKS ini membuat
beberapa kebijakan yang dibuat PKS keluar dari jalur nilai-nilai Islam yang
menjadi dasar pergerakan.439
Terkait dengan padangan Gerakan Tarbiyah dengan politik dan
pemerintahan, tidak bisa di pungkiri bahwa latar belakang perkembangan
dakwah IM berbeda dengan latar belakang kelahiran Gerakan Tarbiyah,
walaupun ada sisi-sisi kesamaan. Sebagai sebuah gerakan yang berjejaring
transnasional IM memberi warna terhadap pemikiran Gerakan Tarbiyah di
Indonesia. Penulis menyebutkan di bab sebelumnya bahwa pemikiran IM
dibawah oleh alumni-alumni Timur Tengah dengan proses yang panjang. Berger
dalam teori rekonstruksi sosial menyebutkan pula bahwa realitas sosial yang
dihadapi di masyarakat sangat mempengaruhi pola pemikiran Gerakan Tarbiyah.
Hal ini sejalan pula dengan kebijakan pemikiran IM bahwa pelaksanaan
Penulis pun melihat bahwa hal itu terjadi karena
Manhaj yang terkait dengan partai baru disusun belakangan pasca pembentukan
partai.
439 Wawancara dengan Ustadz Mashadi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
190
pemikiran IM di setiap negara sangat disesuaikan dengan kondisi di wilayah
masing-masing. Berger juga menyebutkan bahwa jika hanya memahami teks-
teks sosial semata maka yang akan muncul adalah radikalisme pemikiran.
Namun ketika terjadi proses obyektivikasi dengan kehidupan sosial di
masyarakat Indonesia yang majemuk maka akan terjadi suatu proses pemahaman
yang lebih baik sehingga ketika terjadi suatu proses internalisasi, nilai-nilai
realitas sosial yang hidup di masyarakat pun ikut mempengaruhinya.
Hal tersebut terjadi di Gerakan Tarbiyah, seperti penulis ungkap dalam
bab sebelumnya bahwa hal ini terlihat dari perubahan-perubahan dalam Manhaj
Tarbiyah dari Manhaj Tarbiyah T1 dan T2 ke Manhaj Tarbiyah 1994. Sosok
kader Tarbiyah dibentuk untuk bisa berinteraksi dengan masyarakat dengan
menawarkan solusi alternatif, seperti sistem pendidikan, dengan munculnya
sekolah-sekolah IT misalnya. Hal ini berbeda dengan masa awal pertumbuhan
Gerakan Tarbiyah di tahun 1980an, dimana para aktivis Tarbiyah memiliki latar
belakang organisasi yang berbeda-beda440
Di sisi lain, PK(S), sayap politik Gerakan Tarbiyah, mengubah jargon
dan strategi perolehan suaranya. Ketika masih Partai Keadilan, jargon partai
Islam sangat kuat, dengan seruan mengkampanyekan penerapan syariat Islam.
Namun ketika hal ini gagal, tokoh PKS kemudian membaca realitas sosial yang
ada pada masyarakat Indonesia dan mengubah strategi. Sehingga pada pemilu
dan manhaj belum memberikan
panduan penyampaian materi-materi Tarbiyah. Kondisi tersebut membawa
dampak dalam penyampaian materi penjelasannya sesuai dengan latar belakang
organisasi mereka dari yang lembut hingga yang fundamentalis. Bahkan mereka
yang berlatar belakang mantan sekoci yang cara penyampainya sangat semangat
cenderung keras, semua disebut thagut. Gejala-gejala ini dalam pengamatan
penulis berangsur berkurang ketika diterapkannya Manhaj Tarbiyah 1994, dan
juga seiring dengan kondisi politik Orde Baru yang mulai merangkul Islam.
440 Kader-kader Tarbiyah berlatar organisasi yang berbeda-beda, ada yang dari HMI, PII,
Muhammadiyah, NU, Al Irsyad, Matlaur Anwar, Persis dan PUI, bahkan ada yang mantan NII.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
191
2004, PKS mengubah strategi perolehan suaranya, tidak hanya jargon Islam
namun juga jargon lainnya. Jargon mereka pun berubah menjadi bersih, peduli
dan profesional. Jargon tersebut membawa dampak yang signifikan, PKS
memperoleh kenaikan suara yang signfikan. Kondisi ini terus dilakukan PKS
dengan mengubah dirinya menjadi partai terbuka dan mewacanakan calon
legislatif non-muslim untuk daerah-daerah minoritas Islam.
Seorang kader yang mantan sekoci menuturkan bahwa kondisi politik
pemerintah Orde Baru yang cenderung represif mendorong kami berfikir
mempunyai pemerintahan sendiri untuk menjalankan aturan-aturan Islam.
Namun seiring perubahan kondisi politik yang semakin kondusif terhadap Islam
di tahun 1990an, membawa dampak pada perubahan penyampaian materi ke
kader. Apalagi ketika Manhaj Tarbiyah 1994 berubah ke Manhaj Tarbiyah 1421,
ketika aktivis Tarbiyah memasuki mihwar muasasi, awalnya upaya-upaya untuk
menerapkan syariat Islam secara formal masih diusung seperti mengajukan
kembali piagam Jakarta dalam upaya amandemen UUD 1945 pada tahun 2000.
Namun ketika Manhaj Tarbiyah 1427 mulai diterapkan upaya penerapan syariat
Islam secara formal mulai tidak terlihat. Menurut pengamatan penulis hal ini
ditopang oleh perubahan tujuan dakwah mereka yang sudah mengadopsi lebih
banyak nilai-nilai kultural kehidupan masyarakat Indonesia. Dari 7 tujuan
dakwah Tarbiyah seperti yang penulis jelaskan di bab sebelumnya terlihat ada
tujuan yang ikut menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dan
menempatkannya di atas perbedaan suku, golongan serta agama, dan memelihara
kemaslahatan Islam dan kaum muslimin serta memotivasi mereka memiliki
tanggung jawab bagi kedamaian dan kejayaan bangsa. Tujuan dakwah ini baru
dimasukkan dalam Manhaj Tarbiyah 1427. Sosok tokoh yang mengusung tujuan
ini kalau kita melihat pada sayap politik Gerakan Tarbiyah, tahun
dikeluarkannya Manhaj tersebut pada era Hidayat Nurwahid sebagai Presiden
Partai dan Hilmi Aminuddin Selaku Ketua Dewan Syuro Partai.441
441 Lihat Lampiran Pebandingkan Manhaj Tarbiyah 1421 dan 1427.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
192
Sepanjang sejarah Indonesia, pemikiran transnasional agak sulit
diterapkan secara penuh. Sebagai kasus pada masa pergerakan, pemikiran Pan
Islamisme yang ditawarkan oleh Persis tidak begitu laku ketika di bawa ke dalam
Sarekat Islam, sehingga pemikiran tentang khilafah pun sulit untuk diterima di
Sarekat Islam.
Hilmi Aminuddin dalam dialog kebangsaan di hotel Sahid, Jakarta pada
26 Agustus 2008 menyebutkan bahwa tidak ada dikotomi antara nasionalis dan
islamis. Dalam satu obrolannya dengan Taufik Kiemas dia mengatakan bahwa:
Kita masih terjebak dengan paradigma lama terkait dengan
dikotomi nasionalis dan islamis. kalau bahasanya kerakyatan maka akan
disebut ekstrem kiri, kalau bahasanya keummatan akan disebut ekstrem
kanan, lalu kalau yang moderat menggunakan bahasa kebangsaan.
Padahal obyeknya itu-itu juga. Kata “rakyat” dan “umat”. Itu adalah
sama-sama berasal dari bahasa Arab, yang dimaksud adalah bangsa juga.
Makanya untuk apa kita dikotomis terhadap kerakyatan dan keumatan.
Lebih lanjut Hilmi mengatakan sudah selayaknya kita memang
harus selalu kerja sama. Sebagaimana sebaiknya kita juga melakukan
kerja sama dengan seluruh komponen bangsa. Lintas partai, lintas ormas,
lintas komunitas budaya dan komunitas sosial.442
Hilmi juga menyebutkan bahwa, penanaman tentang cinta tanah
air sudah ditanamkan sejak kader tingkat pemula. Yaitu penanamn
doktrin-doktrin masalah cinta, yaitu cinta yang dibingkai oleh batas-batas
geografis maupun demografis. Karena kecintaan kepada bangsa dan
tanah air adalah suatu hal yang fitri. Karena cinta kepada bangsa dan
tanah air adalah suatu hal yang pasti ada pada mahluk. Dasar inilah yang
mendorong Gerakan Tarbiyah dan juga PKS menanamkan doktrin-
442 Hilmi Aminuddin, Wawasan Nasionalisme dan Kebangsaan Kita, Sekjend. DPP
PKS, 2009, hal. 9
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
193
doktrinnya tentang cinta kepada tanah air, kepada bangsa sejak menjadi
kader pemula.443
Lebih jauh Hilmi juga menyebutkan bahwa semangat kebangsaan yang
dikembangkan adalah semangat kebangsaan yang menghargai bangsa-bangsa
lain, bukan yang meremehkan dan mendiskreditkan. Karena semangat
kebersamaan dan kerja sama dalam kehidupan kebangsaan harus dikembangkan
dalam konteks semangat kebersamaan dan semangat kerja sama dalam
kehidupan global. Kebersamaan itu bisa terjalin jika forum-forum dialog,
berkomunikasi dan bemusyawarah terus digalakkan, dan yang dibutuhkan untuk
berjalannya ini menurut Hilmi adalah adanya ijabiyatur ru’yah atau positive
thinking antara yang satu dengan yang lain.
444
Jadi kecurigaan Hasyim pada khususnya dan tokoh NU pada umumnya
menjadi kurang beralasan kalau kalangan gerakan transnasional, khususnya
Gerakan Tarbiyah akan mengubah NKRI menjadi negara Islam. Hal ini
ditambah lagi kalau kita memperhatikan nota kesepahaman antara Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono dengan PKS pasca pemilihan Presiden tahun 2004,
Salah satunya menekankan mempertahankan kedaulatan NKRI. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Mashadi bahwa dalam pembentukannya PKS tidak memiliki
agenda terselubung membentuk khilafah islamiyah. Konstruksi bentuk dan dasar
negara tetap, sejauh nilai-nilai Islam bisa terlaksana. Tarbiyah tetap seperti air
mengalir, akan terus berdakwah mendidik masyarakat dengan cara damai,
masyarakat sendiri yang akan menentukan.
445
Terkait dengan penerapan syariat Islam, Rais Aam PB NU pada masa
Hasyim sebagai ketua PB NU, KH Sahal Mahfudz, berkeyakinan bahwa syariat
Islam dapat diimplementasikan tanpa harus menunggu atau melalui institusi
formal. Lebih lanjut Kiai Sahal menegaskan bahwa NU lebih mengidealkan
substansi nilai-nilai syariah terimplementasi di dalam masyarakat ketimbang
443 Ibid. hal. 16. 444 Ibid, hal. 21. 445 Wawancara Ustadz Mashadi.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
194
mengidealisasikan dalam institusi.446 NU dapat membuktikan bahwa
universalitas Islam dapat diterapkan tanpa harus menyingkirkan budaya lokal.
Gus Dur lebih menekankan bahwa gerakan transnasional mereka berusaha keras
menolak budaya dan tradisi lokal. Mereka ingin menggantinya dengan budaya
asing Timur Tengah, terutama kebiasaan Wahabi-Ikhwanul Muslimin.447
Namun terkait dengan implementasi nilai-nilai Islam/ syariat Islam dalam
kehidupan bermasyarakat apa yang diputuskan PB NU, seperti pernyataan, K.H.
Sahal Mahfudz dan Gus Dur yang menolak formalisasi syariat Islam ternyata
tidak serta merta diikuti oleh kiai di daerah-daerah. Kiai di daerah-daerah justru
sebagian menjadi pendukung utama dari formaslisasi syariat Islam. Ini berarti
bahwa dalam tubuh NU sendiri belum terang terkait visi politiknya. Kondisi ini
berbeda dengan organisasi gerakan Islam baru, semisal PKS dan HTI. Dua
organisasi ini dari pusat sampai daerah mempunyai satu suara.
448
Terkait dengan penerapan syariat Islam, Gerakan Tarbiyah maupun PKS
sebenarnya sejalan dengan pendapat Sahal Mahfudz, bahwa syariat Islam dapat
diimplementasikan tanpa harus menunggu atau melalui institusi formal. Bisa
diperhatikan dari perda-perda yang ada tidak ada satu pun yang ditetapkan oleh
pemerintah daerah yang dipimpin oleh PKS. Bisa diperhatikan dari tabel di
bawah ini.
Tabel 3: Daftar Perda Syariat Islam di Jawa Barat 449
Propinsi
Kabupaten/ Kota
Bentuk / Isi
Jawa Barat Indramayu 1. Perda No.7/ 1999 tentang Prostitusi 2. Perda No. 30/ 2001 tentang pelarangan predaran minuman
keras 3. Surat Edaran Bupati Wajib Busana Muslimah
Cianjur 1. Surat edaran Bupati No. 025/3643/org tentang anjuran berbusana muslim/muslimah pada hari kerja
2. SK Bupati no 36/ 2001 tentang pendirian Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Syariat Islam
3. Surat Edaran Bupati No. 551/2717/ASSDA.I/9/2001 tentang aparatur negara berakhlakul karimah dan masyarakat
446 NU Online, 28 Juli 2006. 447 Abdurrahman Wahid, Ilusi Negara Islam, hal. 19. 448 “Indonesia Pasar Bebas Ideologi Islam”, dalam Taswirul Afkar, edisi 21, tahun 2007. 449 Sumber dari Taswirul Afkar No. 20 tahun 2006, hal. 142-143
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
195
marhamah 4. Perda No. 7 tahun 2007 tentang pengelolaan Zakat 5. Perda no 21 tahun 2000 tentang larangan pelacuran
Garut 1. Perda No. 6/2000 tentang Kesusilaan 2. Surat Edaran Bupati tahun 2000 tentang jilbabisasi karyawan
Pemda 3. Perda No. 1/ 2003 tentag pengelolaan Zakat
Tasikmalaya 1. Surat Edaran Bupati no. 451/ SE/04/Sos/2001 tentang peningkatan kualitas keimanan dan ketakwaan yang berisi anjuran untuk memakai pakaian seragam sesuai dengan ketentuan yang menutup aurat bagi siswa SD, SLTP, SMU/SMK, lembaga pendidikan kursus dan perguruan tinggi beragama Islam.
Sumber : Taswirul Afkar No. 20 tahun 2006, hal. 142-143
Perda-perda di Jawa Barat ini muncul sebelum gubernurnya dipimpin
oleh tokoh PKS, Ahmad Heriawan. Ini menunjukkan bahwa tanpa keterlibatan
PKS penetapan perda dan edaran bupati tersebut. Bahkan saat ini sendiri
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Daerah Kota DepoK,
tidak mengeluarkan perda dan surat edaran Bupati terkait dengan penerapan
syariat Islam. Jadi ketakutan Gus Dur tidak beralasan jika ditujukan kepada PKS
yang nota mengadopsi pemikiran Ikhwanul Muslimin.
Kekhawatiran lain kalangan NU adalah terkait dengan Khilafah
Islamiyah yang didengung-dengungkan oleh gerakan transnasional. Konsep
Khilafah Islamiyah yang diajukan oleh kalangan gerakan transnasional, menurut
Hasyim konsepnya tidak pernah jelas. Ia menegaskan bahwa
Konsep pemerintahan Islam (Khilafah Islamiyah) tidak pernah jelas
bagaimana bentuk dan mekanisme pendiriannya. Kejelasan konsep
tersebut hanyalah selalu mengganggu dan mempersoalkan keabsahan
sebuah negara yang merdeka dan berdaulat....
Hingga saat ini tidak ada satupun negara didunia yang menerapkan
sistem kenegaraan dan sistem pemerintahan berdasarkan Islam. Bahkan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
196
di negara-negara berpenduduk sebagian besar muslim sekalipun, sangat
beragam bentuk negara dan sistem pemerintahannya.450
Lebih lanjut Hasyim menyebutkan bahwa Khilafah Islamiyah itu
sebenarnya gerakan politik, bukan gerakan keagamaan. Karena di situ lebih
kental aspek politiknya dari pada agama, ibadah, dan ubudiyah-nya. Hasyim
menekan bahwa yang difokuskan adalah sistem kenegaraan bukan bagaimana
membuat masjid, madrasah, menciptakan kesejahteraan umat dan sebagainya.
451
Pandangan Hasyim ini sejalan dengan keputusan Bahtsul Masail PBNU terkait
dengan Khilafah Islamiyah bahwa Khilafah islamiyah tidak memiliki rujukan
teologis baik di dalam Al Quran maupun hadits.452
Kekhawatiran lain NU terhadap gerakan transnasional adalah pengambil
alihan masjid NU oleh gerakan Islam transnasional. Terkait dengan hal ini K.H.
Hasyim mengatakan bahwa di Indonesia ideologi transnasional dapat tumbuh
dengan subur karena kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mendukung
tumbuhnya organisasi tersebut. Kekhawatiran tersebut menurut Hasyim terbukti
ketika masjid-masjid NU telah diambil alih secara serampangan oleh kelompok
yang mengatasnamakan Islam. Pengambil alihan masjid itu berbentuk pengambil
alihan para takmir masjid yang selama ini dikelola NU.
453
Hasyim Muzadi sendiri melihat bahwa fenomena pengambilalihan masjid
ini karena kelompok yang mengaku Islam tersebut tidak mampu membangun
masjid sendiri. Lebih tegas lagi Hasyim Muzadi mengatakan bahwa
Karena mereka tidak mampu membuat masjid sendiri, kemudian
mengambil alih masjid milik orang lain, terus dipidatoin disitu untuk
politisasi. Kan maksudnya begitu. Yang dirugikan akhirnya kan NU.454
450 NU Online, 13 Agustus 2007. 451 NU Online, 5 September 2006
452 Lihat Lampiran tentang Bahtsul Masail 453 NU Online 25 Mei 2006. Pukul 02.11 454 NU Online 5 September 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
197
Untuk itu kemudian Hasyim Muzadi menginstruksikan kepada jajaran pengurus
NU untuk mewaspadai munculnya kelompok lain yang masuk di masjid-masjid
milik NU. Hasyim juga lebih lanjut mengindikasikan bahwa mereka secara
keyakinan sudah tidak segaris dengan NU. Mereka adalah kelompok yang ingin
mendirikan negara Islam.
Hal senada juga diungkapkan oleh K.H. Masdar F Mas’udi, Rais Syuriah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kiai Masdar mengatakan bahwa
Saya mendapat laporan, masjid-masjid milik warga NU, terutama di
daerah-daerah banyak yang diambil alih oleh kelompok yang mengklaim
dirinya paling Islam. Alasannya, karena NU dianggap ahli bid’ah dan
beraliran sesat,455
Kiai Masdar lebih lanjut mengatakan bahwa pengambilalihan yang
dimaksud adalah berbentuk penggantian para takmir masjid yang selama ini diisi
oleh warga nadliyin. Hal ini membawa dampak digantinya tradisi ritual
keagamaan khas NU.
456
Masih menurut Kiai Masdar, Warga NU tidak pernak memberikan label
terhadap masjid yang dibangun bersama. Kiai Masdar juga menrukan kepada
warga NU untuk mengambil kembali masjid-masjid tersebut. Karena masjid
tersebut adalah hak NU. Sehingga ia mengatakan “ warga NU harus mengambil
haknya”.
Masdar juga menyadari bahwa masjid-masjid tersebut
memang tidak ada label NU, namun masjid-masjid tersebut tidak sedikit yang
dibangun bersama-sama oleh warga NU dan itu merupakan hak warga NU.
457
Wujud nyata tindakan NU atas kekhawatiran dengan nasib masjid-masjid
milik warga nahdliyin diambil alih kelompok lain yang mengatasnamakan Islam,
PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) berinisiatif melakukan
455 NU Online 25 Mei 2006. 456 NU Online, 16 Mei 2007 457 NU Online, 25 Mei 2006
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
198
perebutan kembali masjid-masjid dengan mengumpulkan para pemimpin majelis
ta’lim se-Jabotabek. 458
Menurut Gozalie Said, masjid-masjid yang diambil alih oleh kalangan
transnasional adalah masjid-masjid yang tidak terawat aktivitasnya, mereka
masuk ke dalam masjid tersebut dan mengaktifkan kembali aktivitas di masjid
tersebut. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa “ tapi saya kira ambil manfaatnya
saja. Kalau tidak gitu, NU kan tidur terus”.
459
Kasus berbeda untuk Masjid Al Hidayah di jalan Kapuk Pondokcina.
Masjid ini sama kasusnya dengan dua tempat ibadah sebelumnya dikelola oleh
orang-orang tua dan TPA-nya dikelola oleh remaja-remaja penduduk asli tempat
itu yang juga aktivis Gerakan Tarbiyah. Namun pasca pemilihan umum tahun
2004, hubungan antara “pengurus” masjid dengan pengelola TPA mulai ada
masalah. Perlu menjadi catatan dalam pemilu 1999, RW 03 merupakan satu-
satunya TPS yang dimenangkan oleh PK (Partai Keadilan) dan ketua DKM
masjid tersebut adalah tim sukses salah satu partai besar. Kasus ini membuat
TPA yang dikelola oleh aktivis tarbiyah untuk “keluar” dari Masjid karena
dianggap membawa politik ke dalam masjid. Akhirnya TPA di pindah ke rumah
Dalam pengamatan penulis
dilapangan hampir sebagian besar masjid-masjid NU yang takmir masjidnya
kelola oleh orang-orang tua, tanpa keteribatan generasi Muda. Aktivitas masjid
yang dijalankan hanya sebatas ibada-ibadah maghdoh, sedangkan taklim masjid
sangat kurang, kalau pun ada itu di bulan ramadhan, atau taklim ibu-ibu kalau
ada kegiatan hari-hari besar Islam. Sebagai contoh masjid dan mushola yang jadi
pengamatan penulis di lingkungan Depok teletak di wilayah Pondokcina dan
Beji Timur. Di dua tempat ibadah tersebut (Musholla Haqqul Yaqin Pondokcina
dan Masjid Baiturrahim Beji Timur) aktivitas yang ada adalah TPA, itu pun
dikelola oleh pemuda aktivis Tarbiyah yang memang penduduk asli di wilayah
sekitar. Namun tidak menjadi masalah dan berjalan apa adanya.
458 Ibid. 459 Ibid
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
199
di samping masjid milik penduduk setempat yang kemudian diwakafkan,
sekarang menjadi TPA Bina Mujtama.460
Terkait dengan pengambilalihan masjid, Hasyim menyebutkan karena
mereka tidak mampu membuat masjid sendiri, kemudian mengambil alih masjid
milik orang lain, kemudian di ceramahin di situ untuk politisasi. Pernyataan ini
didukung pula oleh Gozalie bahwa programnya masjid yang akan dikuasai
adalah masjid-masjid tingkat kabupaten, terutama oleh HTI. Kalau Ikhwanul
Muslimin, yang partai politiknya PKS, yang berasal dari gerakan usrah,
Tarbiyah Islamiyah yang di kampus-kampus itu yang digerogotikan
Muhammadiyah, karena banyak kader Muhammadiyahnya. Mereka umumya
membuat masjid yang memang disediakan untuk kegiatan mereka.
461 Penulis
sejalan dengan pendapat Ghazalie, dalam pengamatan penulis ada beberapa
Masjid yang pembangunannya difasilitasi oleh aktivis Tarbiyah dengan
menghubungkan ke yayasan yang membantu pembangunan masjid dengan dana
bantuan penuh dari Yayasan Hilal Ahmar. Salah satu masjidnya berada kukusan
dan Beji Timur. Dan umumnya mereka beraktivitas di masjid-masjid yang
mereka bangun.462
Namun dalam penelusuran penulis, pengambilan dalam arti kontak fisik
tidak ditemukan. Misalnya saja untuk masjid Al Huda Komplek Timah
Cimanggis Depok, berdasarkan data yang penulis peroleh tidak ada perebutan
dalam pemilihan takmir. Pengurus takmir yang lama selesai dan menyerahkan
pada pemilihan jamaah masjid. Hasilnya terpilih orang-orang yang memang
bukan dari kalangan nahdliyin. Namun tidak menjadi masalah bahkan masjid
460 Informasi dari Ibu Ayani dan Ibu Ros, pengelola TPA Bina Mujtama. 461 NU Online, 2 Juli 2007 462 Berdasarkan wawancara dengan Abu Surkim, para aktivis Tarbiyah pada umumnya
dan khususnya alumni Timur Tengah sudah memiliki jaringan bantuan pembangunan Masjid. Hal ini sebenarnya bisa dilakukan oleh semua alumni Timur Tengah. Menurutnya karena aktivis tarbiyah lebih cepat merespon, maka ia yang dapat. NU dan Muhammadiyah pun sebenarnya bisa mengakses ini. Beberapa Lembaga tersebut antara lain IIRO (Ighosah Islamic Relief Organitation), Abu Dhabi yang pasca perang teluk berubah menjadi Hilal Ahmar, Bina Umah (Quwait) berubah menjadi Jamiyah Rahmah Islah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
200
tersebut sekarang jadi lebih besar dengan aktivitas masjid yang bisa dikatakan
berjalan dengan rutin. Memang pada awalnya yang meramaikan adalah
kalangan Tarbiyah untuk aktvitas kursus mengajar Al Quran, taklim rutin yang
dijalankan oleh aktivis Tarbiyah yang juga berasal dari kalangan NU, yaitu Dr.
Muslih Abdul Karim.463
Ada suatu pandangan menarik yang disebutkan oleh kader Tarbiyah
untuk kasus Depok. Depok sebagai daerah urban banyak pendatang, banyak
mesjid besar namun kosong karena pengurusnya juga adalah para pekerja yang
pergi pagi pulang malam. Sebagai kader yang masih muda, dia melihat
kesempatan ada lahan dakwah yang kosong dan belum termanfaatkan, maka
dibuatlah program aktivitas masjid yang tentunya seijin dengan takmir masjid.
Mereka senang-senang aja. Seharusnya ada kerja sama seperti ini yang tua sibuk
dengan kerjaannya yang muda membantu menghidupkan masjid.
464 Tidak ada
masalah, inilah yang disebut oleh K.H. Gozalie bahwa masjid-masjid yang tidak
terawat aktivitasnya. Tentunya NU diuntungkan jadi bangun tidak tidur terus.465
Gerakan mereka sudah sangat luas dan hampir merata diseluruh daerah,
tidak hanya daerah yang berbasis Nahdliyin. Jika NU tak segera
mengambil sikap tegas, maka bukan mustahil tradisi keagamaan yang
dijalankan Warga Nahdliyin selama ini akan hilang.
Selain terkait dengan pengambil alihan masjid, kekhawatiran yang
muncul dikalangan NU adalah tradisi keagamaan yang dijalankan oleh warga
Nahdliyin selama ini akan hilang. Seperti yang diungkapkan oleh KH Nuril
Huda dalam NU Online
466
463 Dr. Muslih Abdul Karim,merupakan salah satu penggagas Subuh Keliling di Depok.
Oleh kalangan Tarbiyah ia dianggap masih kental dengan ke NU-annya, namun oleh kalangan NU sudah tidak lagi menjalankan tradisi-tradisi NU.
464 Wawancara Hilman Roshad 465 NU Online , 22 Juni 2007. 466 NU Online, 2 Februari 2007
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
201
Mensikapi kondisi yang demikian pada 25 Februari 2007 Pimpinan Pusat
Lembaga Dakwah NU mengeluarkan maklumat yan berisi tentang peneguhan
kembali terhadap ajaran dan amaliyah Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang
selama ini dijalankan oleh warga nahdliyin.467
.... kami menyadari dengan sepenuh hati, bahwa dewasa ini telah tumbuh
dan berkembang gejala pemikiran dan gerakan keislaman melalui
praktek-praktek keagamaan yang dapat melunturkan nilai-nilai
AhlussunnahWal Jama’ah ala NU, maka dengan ini kami menyatakan: ..
senantiasa menjalankan amaliah ibadah Ahlussunnah Wal Jama’ah ala
NU, melestarikan praktek-praktek dan tradisi keagamaan salafus shalih,
seperti sala-salat sunnat, salat tarawih 20 rakaat, wirid, salawat, qunut,
talqin, ziarah kubur, tahlil, manaqib, ratib, maulid nabi, haul dan
istighosah, serta toleran terhadap tradisi budaya yang sesuai dengan nilai-
nilai Islam sebagai bagian dari dakwah ahlussunnah Wal Jama’ah ala
NU.
Maklumat ini merupakan respon
yang muncul atas tuduhan sesat terhadap ajaran dan amaliyah NU. Salah satu isi
maklumat tersebut
468
Satu hal yang cukup menarik adalah apa yang dilakukan oleh Rabithath
al-Ma’ahid al-Islamiyah Nadlatul Ulama (RMI NU) yang mengumpulkan para
pimpinan pondok pesantren se Indonesia di Asrama Haji Pondok Gede pada 18-
21 Mei 2007. Agenda yang dibahas adalah masalah munculnya ideologi
transnasional yang dinilai juga mengancam keberadaan pondok pesantren. Hal
ini seperti yang dikatakan oleh Wakil Ketua Pimpinan Pusat RMI NU, Abdul
Adhim. Ia mengatakan bahwa
Ideologi transnasional atau ideologi ‘impor’ dari luar negeri itu dinilai
telah mengancam keutuhan bangsa dan pesantren.... ideologi tersebut
kebanyakan tidak sesuai dengan kondisi sosial dan budaya setempat.
467 NU Online, 27 Februari 2007 468 Ibid.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
202
“Islam Indonesia yang didakwahkan Walisongo itu kan penuh semangat
toleransi dan santun. Nah, ideologi Islam transnasional itu datang dengan
tidak santun, dengan teriakan Allahu Akbar sambil pecahkan kaca.469
Kekhawatiran yang berlebihan adalah ketika mereka ketakutan akan
kehilangan pesantren-pesantren yang mereka miliki. Sebenarnya bukan masalah
akan kehilangan pesantren namun munculnya sekolah-sekolah boarding school
yang dikembangkan oleh kalangan Tarbiyah yang semakin memperoleh tempat
dikalangan masyarakat karena model pengelolaan yang lebih modern dengan
memadukan nilai-nilai Islam dan ilmu pengetahuan umum. Bahkan boarding
school ini tidak hanya diminati oleh kalangan tarbiyah, namun juga oleh orang-
orang awam baik dari kalangan NU maupun Muhammadiyah.
Kekhawatiran NU pada umumnya terkait dengan masalah aset-aset yang
mereka miliki seperti masjid-masjid yang dikelola oleh mereka merasa terambil
setelah para takmir masjid bukan lagi dari kalangan mereka. Pengambilalihan ini
memunculkan ketakutan akan hilangnya tradisi keagamaan yang biasa mereka
jalankan di masjid-masjid mereka.
Satu sisi lain adalah ketika mereka mengecap gerakan Islam transnasional
bukan suatu gerakan keagamaan namun lebih cenderung gerakan politik atau
kepentingan. Sepertinya NU menyamaratakan semua gerakan transnasional,
karena di lapangan NU tidak bisa membedakan mana Gerakan Tarbiyah, mana
HTI atau mana gerakan Salafy, dan mana yang Wahhabi. Hal ini tergambar daam
dialog yang penulis lakukan dengan kepala sekolah di pesantren Qatrun nada
Cipayung Depok. Penulis mencoba menanyakan siapa sih yang berada dibalik
kelompok itu? Yah mereka sama saja, HTI itu ke PKS, Salafi itu ke PKS dan
Wahhabi itu ke PKS. Padahal ketiga gerakan ini memiki landasan gerak yang
berbeda. Pandangan ini difahami sama oleh semua struktur NU, walaupun
keadaan di masyarakat berbeda. Kalau kita melihat latar belakang pendirian NU
di wilayah Jawa Timur yang dalam sejarahnya orientasi hubungannya (fasted
469 NU Online, 16 Mei 2007.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
203
interest) lebih cenderung bapakisme.(Harold Crouch menyebutnya patron clien)
Apa yang dikatakan orang tua itu tidak pernah salah. Sebagai contoh kasus apa
pun yang terjadi dengan akan mendukung mati-matian Gus Dur. Hanya di NU
yang menyebut tokohnya sebagai waliyullah. Sehingga ketika tokohnya
mengatakan tidak maka semua ke bawahnya mengatakan tidak. Sehingga ketika
tokohnya mengatakan transansional bermasalah maka sampai bawahnya sama,
begitu juga hal-hal lain.
Pandangan cukup menarik adalah diungkapkan oleh KH Gozalie yang
menganggap bahwa NU sudah terlalu asyik dengan kondisi yang ada sehingga
seperti NU tertidur pulas. Lebih lanjut Gozali menyatakan bahwa ada baiknya
munculnya Gerakan Tarbiyah bagi NU, NU jadi terbangun tidak tertidur
pulas.470 Lebih lanjut dalam pandangan Ghazali, kalau pemikiran gerakan IM
yang partai politiknya jadi PKS, yang berasal dari gerakan Usrah, Tarbiyah
Islamiyah di kampus-kampus itu, yang digerogotikan Muhammadiyah karena
banyak kader Muhammdiyahnya. Mereka tidak mengambil alih masjid, tapi
mereka membuat masjid untuk kegiatan mereka sendiri.471
Dalam penelitian penulis, Ada dua faktor yang menyebabkan NU dan
tokohnya mempermasalahkan Gerakan Tarbiyah dan dengan sayap politiknya,
PKS, yaitu faktor tokoh-tokoh PKS sebagain besar alumni Timur Tengah dan
faktor ekspansi PKS. Faktor sebagian besar tokoh PKS lulusan Timur Tengah
lebih khusus Arab Saudi menjadi masalah karena PKS diidentikan dengan
pembawa faham Wahabi. NU memandang Wahabi sebagai “musuh abadi”,
karena pendirian mereka terkait dengan faktor ini. Sehingga Mereka
berpandangan bahwa PKS seperti Wahabi, yang suka mengtakfirkan orang.
472
470 NU Online, wawancara khusus dengan KH Ghazali oleh NU Online (tokoh NU ).
Dia adalah penulis buku Ideologi Kaum Fundamentalis Trans Pakistan Mesir. 471 Ibid.
Menurut Mashadi, hal tersebut kemudian didepolitisasi oleh NU dengan
menyebut PKS sebagai pembawa faham gerakan Islam transnasional. Faktor
472 Lihat kembali sikap IM terhadap orang yang suka mentakfirkan orang yang sudah bersyahadat. Karena representasi pemikiran PKS berasal dari IM.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
204
lain, politisi yang dari NU atau NU sendiri mulai terancam ketika PKS mulai
melakukan ekspansi yang semakin intensif, terutama menjelang pemilu 2004 dan
2009, dan PKS muncul menjadi kekuatan politik. Dampaknya PKS mulai
mendapat dukungan di wilayah-wilayah basis PKS, misalnya Jawa Timur, Jawa
Tengah dan Sulawesi. Di Wilayah-wilayah tersebut, terutama Jawa Timur
merupakan basis NU. Persoalan NU berbeda dengan Muhammadiyah, ada
perbedaan pemahaman tauhid. Sehingga kalangan NU mengatakan bahwa
Muhammadiyah saja tidak bisa menerima warganya masuk PKS sekalipun segi
pemahamannya tidak berbeda. Istilahnya Muhamamdiyah dan PKS masih
sepaham tapi beda rumah, Bagi kalangan Nahdliyin, persoalan menjadi lebih
jauh. Perpindahan warga Nahdliyin ke tenda hitam kuning, PKS, akan lebih
disesali oleh kalangan nahdliyin, karena perpindahan in tidak sebatas pindah
rumah, namun beralih keyakinan. 473
Di samping faktor teologis, di balik kegigihan PKS dalam melakukan
ekspansi untuk meningkatkan jumlah konstituen, PKS membutuhkan banyak
dukungan suara untuk memperkuat posisi tawar mereka, semakin banyak
pendukung semakin kuat posisi tawar mereka. Semakin kuat posisi tawar mereka
semakin kuat pengaruh dan perannya. Di sisi lain NU, demikian juga
Muhammadiyah, punya kepentingan yang sama dengan PKS. Sehingga
kekhawatiran mereka sama dengan PKS. Semakin besar PKS, dengan sendirinya
akan menggeser hak-hak istimewa yang selama ini dimiliki NU dan
Muhammadiyah di bidang kehidupan politik, sosial dan budaya.
474
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa setiap pemilu atau pilkada
NU dan Muhammadiyah sering kali diiming-imingi oleh partai-partai politik
agar mendapatkan dukungan suara dari para pengikut dua organisasi tersebut.
Kadang NU dan Muhammadiyah sendiri mengkondisikan diri agar partai-partai
politik tersebut soan dan membujuknya.
473 E. Shobirin, “ Berebut Pengikut di Akar Rumput”, dalam Taswirul Afkar, No. 21,
tahun 2007. 474 Seperti yang diungkap oleh Mashadi dan juga Shobirin dalam Taswirul Afkar.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
205
Penggerogotan PKS terhadap pengikut kedua organisasi keagamaan
terbesar di Indonesia tersebut memang tidak serta merta meminggirkan keduanya
dari perebutan pegaruh. Namun kegigihan, keteguhan dan keuletan PKS dalam
melakukan ekspansi, perekrutan dan pembinaan bisa menjadi ancaman
tersendiri.475 Efektivitas rekrutmen PKS yang berbasis sistem stelsel seperti
sebuah jaringan MLM, sistem kaderisasi dan penegakan disiplin organisasinya
sulit ditiru oleh partai lain maupun organisasi sosial keagamaan yang lain. 476
Baik Haedar maupun Sobirin menyebutkan bahwa tidak ada yang
berhak melarang Gerakan Tarbiyah/ PKS dan juga organisasi Islam lainnya
dalam menyebarkan faham dan dakwahnya untuk mengajak pengikut ormas
lainnya menjadi warga mereka. Munculnya kekuatan baru ini menjadi tantangan
bagi organisasi keagamaan yang sudah ada, terutama NU dan Muhammadiyah
untuk semakin meningkatkan pelayanan terhadap kebutuhan warganya masing-
masing menjaid lebih baik lagi. Sobirin menyebutkan bahwa NU dan
Muhammadiyah sudah terlena dengan kemampuannya dan sudah lama kurang
memperdulikan warganya.
477 Mereka gagal melayani warganya, hal ini terbukti
dengan banyaknya warga mereka masuk ke organisasi lainnya. Kondisi ini
dimanfaatkan PKS untuk menyebarkan fahamnya dan merebut dukungan
mereka. Jika hal ini berlangsung terus secara konsisten bisa jadi Gerakan
Tarbiyah dan PKS menjadi organisasi besar. Konsekuensi ini yang sebenarnya
ditakuti oleh warga NU pada khususnya dan Muhammadiyah pada umumnya,
karena akan menimbulkan konsekuensi perubahan kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.478
475 Perhatikan lampiran 9 dan 10, sebuah bentuk kontrol mereka terhadap kader dan
aktivisnya. Hal ini jarang dimiliki oleh organisasi sosial politik lainnya.
476 Perhatikan lampiran 8 bagaimana seorang kader tarbiyah yang juga aktivis PKS akan terseleksi dengan ketat untuk bisa mencapai tingkatan tertentu.
477 Haedar Nashir, Manifestasi. Op.Cit. dan Sobirin dalam Taswirul Afkar. 478 NU ketakutan PKS akan mengubah bentuk negara dan ideologi negara.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
BAB V
KESIMPULAN
Seperti yang telah disebut dalam bab I, studi ini bermaksud untuk
menjawab mengapa Gerakan Tarbiyah begitu menarik bagi kelompok/ organisasi
mahasiswa muslim khususnya dunia kampus? Namun dicurigai sebagai gerakan
transnasional yang ingin mengubah tradisi dan budaya lokal dengan tradisi dan
budaya Timur Tengah. Mengapa muncul kekhawatiran Muhamamdiyah terhadap
perkembangan Gerakan Tarbiyah. Benarkah Gerakan Tarbiyah bermaksud
mengubah agama menjadi ideologi negara dalam arti mengganti Pancasila
dengan Islam, seperti yang dituduhkan NU.
Munculnya sikap dan pandangan terhadap perkembangan gerakan
keagamaan transnasional dari kalangan tokoh gerakan dakwah di Indonesia
adalah sebuah fenomena yang menarik. Pasca runtuhnya pemerintahan Orde
Baru, aktivis Islam yang sebelumnya termarjinalisasi bergeser mempunyai ruang
gerak yang semakin leluasa dalam mengkespresikan pandangan dan pemikiran
mereka. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya Gerakan Islam Baru (New Islamic
Movement). Pemikiran organisasi ini berasal dari organisasi pergerakan Islam di
Timur Tengah yang dikenal dengan pemikiran transnasional. Organisasi Islam
Baru yang mengadopsi pemikiran Islam transnasional dari Timur Tengah adalah
salah satunya Gerakan Tarbiyah.
Menjawab pertanyaan terkait apakah Gerakan Tarbiyah dikatakan
sebagai gerakan transnasional yang akan mengubah tradisi budaya lokal dengan
budaya Timur Tengah? Sejalan dengan pemikiran Mark R Amstuz, gerakan
transnasional pola gerakannya tidak dapat dipetakan dalam batas-batas politik
konvensional. Batas-batas ini tidak lagi memadai, sebab gerakan ini berkembang
sejalan dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan transportasi dunia.
Hubungannya tidak lagi melalui pemerintahan melainkan antar warga negara
dari sebuah negara dengan warga negara lain. Gerakan Tarbiyah dalam
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
207
perkembangan dan pertumbuhan awal tidak melibatkan aktor pemerintah dalam
memasukan pemikiran gerakan Ikhwanul Muslimin dari Mesir. Peran awal yang
nyata membawa pemikiran ini tidak bisa dipungkiri terletak pada Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia dalam melakukan pembinaan Mahasiswa melalui
gerakan dakwah kampus. Dewan Dakwah melakukan hubungan langsung
dengan unversitas-universitas di Timur Tengah baik di Mesir maupun di dunia
Arab. Dewan Dakwah mengirimkan calon-calon mahasiswa ke universitas-
universitas tersebut memanfaatkan jaringan yang dimiliki oleh Moh. Natsir.
Alumni-alumni ini yang kemudian mengembangkan dakwah kampus bersama
Immaduddin Abdurrahim melalui LKD/LMD/ SII dengan pola pembinaan yang
mengadopsi pembinaan Ikhwanul Muslimin, yang disebut sebagai usrah.
Di sisi lain David Kowaleski menyebutkan bahwa gerakan transnasional
merupakan suatu organisasi, bukan suatu assosiasi. Organisasi transnasional
anggotanya berasal dari beberapa negara. Mereka mengorganisasi dan
memperluas pengaruhnya dari satu tempat. Gerakan dakwah kampus pasca
terjadi diskontinuitas pembinaan oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia,
pembinaannya diambil alih oleh alumni Timur Tengah, kelompok Hilmi
Aminuddin, yang membawa pemikiran Ikhwanul Muslimin. Hal ini terbukti dari
pola pembinaan usrah yang telah digunakan sebelumnya semakin diformalkan
dengan materi-materi pembinaan yang diadopsi dari IM. Jika gerakan usrah yang
dikembangkan oleh Immaduddin hanya menggunakan pola pembinaan Ikhwanul
Muslimin, oleh Hilmi Aminuddin dan kelompoknya semakin diperkaya dengan
materi yang digunakan oleh Ikhwanul Muslimin dalam pembinaannya. Karena
kondisi politik yang tidak memungkinkan melanjutkan penggunaan nama usrah,
gerakan ini berubah menjadi gerakan tarbiyah.
Satu hal yang cukup menarik materi-materi pembinaan Ikhwanul
Muslimin yang diadopsi oleh Gerakan Tarbiyah dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan medan dakwah di Indonesia. Dari sinilah pertama kali dikembangkan
materi dengan pola rasmul bayan. Mereka menetapkannya menjadi satu manhaj
pembinaan mereka, yang dikenal dengan manhaj tarbiyah T1 dan T2. Manhaj ini
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
208
semakin disempurnakan hingga saat ini menjadi manhaj tarbiyah 1433, setelah
mengalami beberapa kali perubahan. Materi-materi yang diberikan masih tetap
mengacu dari materi-materi yang digunakan oleh Ikhwanul Muslimin dalam
pembinaannya. Namun dalam penyampaiannya tetap disesuaikan dengan
kondisi realitas masyarakat Indonesia. Jadi secara materi pembinaan gerakan
tarbiyah mengacu kepada materi pembinaan Ikhwanul Muslimin, namun dalam
pembinaannya tetap menggunakan jaringan lokal. Sebagai contoh seorang kader
tarbiyah yang menjalani pendidikan ke luar negeri, pembinaannya tetap
dilakukan oleh jaringan gerakan tarbiyah, dan pelaporan pembinaanya pun tetap
ke gerakan tarbiyah, namun materi yang disampaikan tetap sama dengan materi
pembinaan IM. Gerakan Tarbiyah tidak tergantung dengan struktur IM di Mesir
dan mereka lebih cenderung mengembangkan diri dengan memperhatikan
realitas sosial yang ada di masyarakat.
Bisa dikatakan bahwa Gerakan Tarbiyah merupakan gerakan
transnasional yang terbatas. Karena IM Mesir tidak memiliki kewenangan penuh
mengontrol aktivitas Gerakan Tarbiyah. Seorang Muroqib Am hanya
menjalankan fungsi kontrol ketika organisasi yang menjadi bagian dari IM
mengalami masalah, itupun hanya berfungsi sebagai mediator untuk
menyelesaikan masalah.
Untuk memahami pola perubahan perilaku seseorang dalam beragama,
penulis menggunakan konsep Berger mengenai Social Contruction of Reality.
Berger dalam menghubungkan subyektif dan obyektif mengunakan dialektika
Hegel, melalui eksternalisasi-obyektivasi-intenralisasi. Gerakan Tarbiyah
mengalami proses eksternalisai dalam melakukan aktivitasnya. Gerakan
Tarbiyah melakukan penyesuaian diri dengan dunia sosio-kulturalnya sebagai
produk manusia. Proses ekternalisasi ini terus berjalan dan membawa Gerakan
Tarbiyah mengalami proses interaksi yang dilembagakan atau mengalami
institusionalisasi, di sinilah terjadi proses obyektivasi. Pasca proses obyektivasi
seorang individu/ lembaga mengidentivikasi diri ditengah lembaga-lembaga
sosial atau organisasi sosial dimana individu atau lembaga tersebut menjadi
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
209
bagian/ anggotanya. Di sinilah Gerakan Tarbiyah mengalami suatu proses
perubahan sebagai sebuah organisasi transnasional. Artinya Gerakan Tarbiyah
tidak sama namun sejenis dengan Ikhwanul Muslimin sebagai induknya.
Artinya, Gerakan Tarbiyah dalam melakukan aktivitas maupun kebijakan-
kebijakannya tidak akan sama dengan kebijakan Ikhwanul Muslimin, namun
menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia. Hal ini terlihat dari
perubahan-perubahan yang dilakukan oleh Gerakan Tarbiyah. Sebagai contoh
bagaimana para intelektual Gerakan Tarbiyah memanfaatkan kemampuan
intelektualnya dalam mebaca realita sosial yang ada, seperti mereka mengubah
manhaj-manhaj mereka menyesuaikan dengan realitas sosial yang ada dalam
kebijakan-kebijakannya atau ketika para intelektual Gerakan Tarbiyah membaca
realitas sosial masyarakat pasca runtuhnya Orde Baru dengan membentuk Partai
Politik. Ini jelas tidak akan sama dengan apa yang dilakukan di Mesir.
Kata transnasional Islam sering kali ditafsirkan dalam arti yang
peyoratif. Karena itu gerakan-gerakan keagamaan Islam transnasional selalu
dianggap orang sebagai gerakan yang agak negatif, seperti ekslusif, militan atau
memakai cara-cara yang tidak demokratis. Hal ini karena Gerakan Islam
Transnasional diidentikan dengan gerakan Fundamentalisme Islam dan radikal.
Gerakan Tarbiyah merupakan gerakan keagamaan yang memiliki karakteristik
yang menggabungkan gerakan pembaru, yang tidak terjebak dalam ifrath
(ekstrem kanan) dan tafrith (ekstrem kiri) ini terlihat dari karakteris dakwahnya.
Gerakan Tarbiyah merupakan gerakan Islam yang tidak memisahkan antara
agama dan politik dalam aktivitasnya. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya
sayap Gerakan Tarbiyah yang bernama Partai Keadilan (Sejahtera). Jadi
pernyataan Hasyim Muzadi terakit dengan gerakan transnasional terhadap
gerakan tariyah tidak terbukti.
Dalam perjalanannya Gerakan Tarbiyah mendapat tanggapan positif dan
negatif. Tanggapan positif datang dari kalangan muda, baik kalangan muda
kampus, sekolah maupun di organisasi kemasyarakatan. Di kampus terlihat
makin maraknya ADK (aktivis dakwah kampus) dan di sekolah dengan
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
210
fenomena rohisnya melalui ADS (aktivis dakwah sekolah). Bahkan pada awal
pergerakannya di awal tahun 1980-an sampai akhir 1990-an Gerakan Tarbiyah
mendapat tanggap positif dari kalangan Muhammadiyah karena berhimpitan
pemikirannya. Hal ini terlihat dalam aktivitas ibadah mereka, misalnya dalam
menetapkan awal dan akhir bulan ramadhan, awal bulan syawal dan tanggal 10
Dzulhijah. Kini aktivis tarbiyah setelah aktif dalam politik lebih cenderung
mengikuti keputusan pemerintah. Bagi mereka ini permasalahan tersebut hanya
khilafiat, demi menjaga persatuan. Namun ini menjadi satu pandangan berbeda
bagi Muhamadiyah sehingga hubungan mereka dengan Muhammadiyah menjadi
renggang, bahkan akhirnya memandang negatif.
Pandangan negatif terhadap Gerakan Tarbiyah mulai muncul pada
pertengahan tahun 2000an. Kemunculan mereka dalam kancah politik nasional
memunculkan kekhawatiran baik dari kalangan Muhammadiyah maupun bagi
kalangan Nahdlatul Ulama karena dinilai oleh tokoh-tokoh organisasi
Muhammadiyah dan NU akan membahayakan atau medekonstruksi otoritas
mereka.
Infiltrasi Gerakan Tarbiyah digambarkan oleh kalangan Muhammadiyah
sebagai ‘virus tarbiyah. Virus memberi kesan negatif sehingga Gerakan
Tarbiyah dianggap sesuatu yang berbahaya.” Penulis berkesimpulan bahwa
persentuhan Muhammadiyah dengan aktivis tarbiyah di awal tahun 1980an
hingga akhir tahun 1990an membuat hubungan mereka dekat dan merasa
pemikirannya berhimpitan sehingga mereka tidak menyadari adanya suatu proses
eksternalisasi kader-kader muda Muhammadiyah terhadap pemikiran tarbiyah.
Kondisi ini terjadi karena kondisi Muhammadiyah yang merasa sudah mapan
sebagai suatu organisasi besar, sehingga faktor kekurangan yang disebabkan
perkembangan kondisi sosial masyarakat kurang terperhatikan oleh
Muhammadiyah. Kondisi ini difahami betul oleh Gerakan Tarbiyah sehingga
mereka melakukan perubahan-perubahan metode dakwah mereka ini terlihat dari
perubahan manhaj yang mereka miliki. Kondisi ini mendorong kader
Muhammadiyah yang merasa kurang terpenuhi nilai religiusitasnya lebih tertarik
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
211
mengikuti pembinaan melalui Gerakan Tarbiyah. Karena pembinaan melalui
kemuhammadiyahan hanya terkait dengan masalah organisasi Muhammadiyah,
padahal kondisi sosial masyarakat Indonesia pada awal tahun 1980an hingga
akhir 1990an sedang mengalami ghirah (semangat) keislaman.
Penulis juga melihat bahwa sikap kekhawatiran Muhammadiyah ini
muncul pasca Gerakan Tarbiyah mengembangkan sayap politiknya menjadi
PK(S) yang banyak merekrut generasi muda Muhammadiyah menjadi aktivis
Tarbiyah dan aktivis PKS. Bahkan tidak sedikit dari mereka adalah anak-anak
tokoh Muhammadiyah. Namun dalam perkembangan ada kader-kader tarbiyah
yang dalam menjalankan dakwahnya di Muhammadiyah yang lebih menonjolkan
kepentingan organisasi atau lembaga (kepartaian) sehingga membuat
Muhammadiyah merasa khawatir dengan keberadaan mereka dalam
Muhamamdiyah.
Infiltrasi Gerakan Tarbiyah dalam tubuh Muhammadiyah menyebabkan
konflik internal di dalam tubuh Muhammadiyah yang akhirnya membuat
komitmen bermuhammadiyah kader-kadernya mulai luntur, pudar dan rapuh.
Hal ini terbukti dengan upaya PP Muhammadiyah yang mengeluarkan SKPP
tentang konsolidasi organisasi dan amal usaha Muhammadiyah.
Hal ini semakin meruncing ketika dukungan kepada pencapresan Amin
Rais, Majelis Syuro PKS terlambat mengeluarkan bayan terkait dukungan
terhadap Amin dan ketika bayan keluar, dukungan terhadap Amin Rais tidak
mengikat kader PKS. Hal ini membuat Muhammadiya terutama Amin Rais
kecewa. Amin kemudian mengkampanekan ke Muhammadiyah dengan
mengatakan “tolong waspadai ada partai bertopeng dakwah (sebutan untuk PKS)
tapi itu tingkah lakunya “luar biasa”. Mereka bukan hanya mengambil kader-
kader Muhammadiyah, namun juga sekolah Muhamamdiyah, masjid
Muhamamdiyah, dan rumah sakit Muhammadiyah.
Nahdlatul Ulama lebih cenderung mengkhawatirkan ideologi
transnasional yang dianut oleh Gerakan Tarbiyah, bahwa ideologi transnasional
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
212
akan mengancam keutuhan NKRI dan berupaya mengganti UUD 45 dan
Pancasila dengan ideologi yang baru, ideologi yang mereka bawa dan akan
menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara Islam dengan sistem kekhilafahan.
Nahdlatul Ulama, yang menganggap bahwa Gerakan Tarbiyah membawa
pemikiran transnasional dari Timur Tengah sering diidentikan dengan gerakan
Wahhabi yang suka mentakfirkan muslim lainnya. Pandangan ini dibantah
dengan pemikiran Al Banna tekait pandangan IM terhadap pentakfiran sesama
muslim yang pernah mengucapkan syahadat berarti menghalalkan dan menyia-
nyiakan darahnya. Ini suatu perkara yang sangat berbahaya. Hal ini sebenarnya
adalah pengulangan sejarah dengan apa yang terjadi pada tahun 1920an yang
kemudian menjadi alasan pembentukan NU karena perbedaan pendapat dengan
kalangan pembaru yang dipengaruhi pemikiran Wahhabi.
Di sisi lain Gerakan Tarbiyah terlihat mampu mengambil sebagian cara
pandang umat Islam dalam memperjuangkan agama dan juga politiknya melalui
PKS. Tidak bisa di pungkiri bahwa mayoritas pemikir politik PKS berasal dari
kalangan Tarbiyah. Jadi terlihat bahwa gerakan mereka betul seperti apa yang
dikatakan oleh Hasyim Muzadi bahwa gerakan mereka adalah gerakan politik.
Bahkan Ghozalie Said mengatakan bahwa Gerakan tarbiyah mengancam
keutuhan negara dan berupaya mengganti Pancasila dan UUD 1945. Sehingga
kalangan NU umumnya mengambil kesimpulan bahwa kalau Gerakan Tarbiyah
sukses otomatis negara ini diubah.
Melalui dialektika Berger terkait dengan teori rekonstruksi berlaku pada
gerakan Tarbiyah. Pemikiran IM yang mereka adopsi di awal tahun 1980an,
ternyata mengalami perubahan pasca mereka memasuki mihwar sya’bi. Kondisi
sosial masyarakat Indonesia mengubah pola pikir aktivis tarbiyah yang pada
awal tahun 1980an bersikap menentang pemikiran Nurcholis Majid yang
mendapat dukungan Orde Baru. Bahkan menyebut penguasa Orde Baru sebaga
toghut. Namun perubahan sikap penguasa Orde Baru mengubah pula sikap
mereka menjadi lebih menerima. Gerakan tarbiyah tetap mempunyai pemikiran
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
213
tetap membentuk organisasi formal untuk melakukan dakwah Islam. Ini jelas
walaupun dipengaruhi oleh pemikiran IM, Gerakan Tarbiyah sangat dipengaruhi
pula oleh realita sosial masyarakat Indonesia.
Dalam perkembangan di awal 1980an, Gerakan Tarbiyah menanggapi
cukup emosional kondisi politik yang ada. Namun pasca memasuki Mihwar
Sya’bi, sikap ini semakin melunak dalam mensikapi perkembangan dakwah di
masyarakat. Pasca melewati Mihwar Tanzhim, penulis mensejajarkannya dengan
proses eksternalisainya Berger, aktivis mengalami proses pembentukan
pemikiran yang dipengaruhi oleh IM. Namun ketika memasuki mihwar Sya’bi
mereka bersentuhan langsung dengan masyarakat yang pada awalnya mengalami
benturan-benturan dengan realita sosial masyarakat Indonesia sehingga terjadi
proses obyektivikasi. Ketika proses internalisasi berjalan, bukan semata
pemikiran IM yang masuk namun juga memahami realitas sosial masyarakat
Indonesia. Walaupun pada masa Orde Baru pembentukan Partai Politik suatu
hal yang mustahil, namun intelektual Gerakan Tarbiyah telah membuat desain
pembentukan parpol pada tahun 2010. Walaupun akhirnya intelektual Gerakan
Tarbiyah dihadapkan dengan situasi yang memaksa mereka mengambil
kebijakan pembentukan partai politik.
Konklusi penulis didukung data dilapangan bahwa para pemegang
kekuasaan yang berasal dari kader-kader tarbiyah tidak memanfaatkan
kesempatan sebagai penguasa untuk membuat perda atau keputusan tentang
penerapan syariat Islam. Kita bisa melihat ini di wilayah yang gubernurnya atau
bupati atau walikotanya yang berasal dari kader tarbiyah. Bisa menjadi acuan
adalah kota Depok yang sudah dua periode pemerintahannya dikuasai oleh kader
Tarbiyah yang berasal dari NU, baik walikotanya maupun wakil walikotanya.
Pemerintah kota Depok tidak melakukan formalisasi syariat Islam dalam perda-
perda yang dibuat.
Jadi penulis menyimpulkan bahwa gerak dakwah Gerakan Tarbiyah saat
ini lebih mengambil gerak dakwah kultural, ia bisa menerima tahlilan, maulid
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
214
nabi dan lain-lain aktivitas ibadah yang biasa dilakukan oleh kalangan Nahdliyin.
Hal ini yang dikatakan Muhammadiyah sebagai ajaran yang berbeda dan kadang
disebut sebagai wacana politik oleh kalangan Muhammadiyah. Hal ini akhirnya
membuat hubungan “baik” gerakan tarbiyah dengan Muhammaidyah “bercerai”.
Jadi ketakutan NU akan hilangnya budaya yang sudah dikembangkan
oleh NU sampai saat ini belum terbukti, karena masjid-masjid NU yang
aktivitasnya diisi oleh aktivis tarbiyah masih tetap bisa berjalan. Tidak bisa di
pungkiri bahwa mazhab yang umum digunakan oleh kalangan umat Islam
Indonesia dengan berbagai organisasi sosial keagamaanya adalah Mazhab Syafii,
tak terkecuali aktivis Gerakan Tarbiyah. Sehingga sebaiknya ummat Islam di
Indonesia harus melakukan suatu kerja sama untuk hal-hal yang disepakati dan
saling menghormati hal-hal yang berbeda.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
215
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR SUMBER
A. Sumber Primer
Dokumen
Manhaj Tarbiyah 1421: Materi-materi Gerakan Tarbiyah Jilid 1
Manhaj Tarbiyah 1421: Materi-materi Gerakan Tarbiyah Jilid 2
Manhaj Tarbiyah 1421: Materi-materi Gerakan Tarbiyah Jilid 3
Manhaj Tarbiyah 1421: Materi-materi Gerakan Tarbiyah Jilid 4
Manhaj Tarbiyah 1427: Kurikulum Gerakan Tarbiyah 1427
Manhaj Tarbiyah 1433: Kurikulum Gerakan Tarbiyah 1433 Jilid 1
Manhaj Tarbiyah 1433: Kurikulum Gerakan Tarbiyah 1433 Jilid 2
Manhaj Tarbiyah 1433: Kurikulum Gerakan Tarbiyah 1433 Jilid 3
Manhaj Tarbiyah 1433: Kurikulum Gerakan Tarbiyah 1433 Jilid 4
Manhaj Tarbiyah T1 dan T2: materi-materi Gerakan Tarbiyah yang digunakan
hingga tahun 1994. Materi A hingga Materi M
Surat Keputusan PP Muhammadiyah no. 149/Kep/I.O/B/2006 tentang Kebijakan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengenai konsolidasi organisasi dan
amal usaha Muhammadiyah.
Keputusan Majelis Bahtsul Masa‟il Nahdlatul Ulama tentang Khilafah dan
Formalisasi Syariah
SK Mendikbud No. 37/U/1979 tentang bentuk susunan lembaga/ Organisasi
Kemahasiswaan di Lingkungan Perguruan Tinggi Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
SK Mendikbud No, 0156/U/1978 tentang Normalisasi Kehidupan kampus
Surat Kabar dan Majalah
NU Online, 2006 – 2010
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
216
Republika, 2007
Tempo, 1984, 1986
Suara Muhammadiyah, 2005, 2006, 2007, 2009, 2010.
Prisma Edisi Khusus, 1984
Majalah Mahasiswa, No 16 tahun III
Taswirul Afkar, 2006 dan 2007
Wawancara
1. Ustad Rahmat Abdullah (almarhum), wawancara dilakukan oleh Saiful
Hamiwanto, 27 Oktober 2007 (tokoh Awal tarbiyah)
2. Ustad Aus Hidayat wawancara dilakukan oleh Whahyuda, tahun 2009
(Aktivis tarbiyah kampus angkatan 1980)
3. K.H. Wazir Nuri Wawancara dilakukan oleh Abdurakhman, tahun 2011
(tokoh Muhammadiyah Depok, Ketua PDM hingga tahun 1995- 2005,
anak pendiri Muhammadiyah Depok)
4. Ustad H. Suryadi Wawancara dilakukan oleh Abdurakhman, tahun
2011(Tokoh Masyarakat Depok dari kalangan NU)
5. Ledia Hanifa, Wawancara dilakukan oleh Prima dan Susi, 2009 (aktivis
Tarbiyah sejak SMA, Angkatan 89)
6. Mustafa Kamal, Wawancara dilakukan oleh Fathul Bari, 2009 (Aktivis
Tarbiyah sejak SMA, Angkatan 89)
7. Ustadz Burhan, Wawancara oleh Abdurakhman, 2013 (ketua PCNU
Depok)
8. Faisal, Wawancara oleh Whahyudha, 2009 (aktivis Rohis angkatan 1984)
9. Ustadz Ali Fikiri Piyar, M.A., Wawancara oleh Abdurakhman, 2013
(aktivis Tarbiyah alumni Saudi Arabia, angkatan 1980an, latar belakang
NU)
10. Ustadz Hilman Roshad, Lc., Wawancara oleh Abdurakhman, 2013
(aktivis Tarbiyah alumni Saudi Arabia, angkatan1980an, latar
belakang Persis)
11. Ustadz Mashadi, Wawancara oleh Abdurakhman, 2013, (aktivis DDII,
aktivis PII, mantan aktivis Tarbiyah)
12. Ustadz Abdullah Muaz, Wawancara oleh Abdurakhman, 2013, (aktivis
Tarbiyah pengembang lembaga pendidikan SIT)
13. Ustadz Dwi Fahrial, Wawancara oleh Abdurakhman, 2013, (aktivis
Tarbyah, pengembang lembaga pendidikan SIT, latar belakang
Muhammadiyah, mantan ketua IPM Depok)
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
217
B. Sumber Sekunder
Buku dan Jurnal
Abaza, Mona. Pendidikan Islam dan Pergeseran Orientasi: Studi Kasus Alumni
di Al Azhar. Jakarta: LP3ES. 1999.
Abdul Halim Mahmud, Ali. Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin,
Jakarta: Intermedia. 2004
Abdurrahman, Muhammad Khalid. Soal-Jawab Seputar Gerakan Islam, Jakarta:
Pustaka Thoriqul Izzah, 1994.
Abdussomad, “Islam dan Politik Dalam Era Orba: Format Baru Nasionalisme
Islam dan Implikasi Politiknya.” Dalam Masyarakat Indonesia,
Jakarta: LIPI, Jilid XXI, No.2 tahun 1994
Abidin Amir, Zainal. Peta Islam Politik Pasca Soeharto. Jakarta: LP3ES, 2003
Al Banna, Hasan, Memoar Hasan Al Banna, Solo: Era Inter Media, 2006
Al Banna, Hasan. Majmu‟atur Rasail, Vol. 1, Solo: Era Adicitra Intermedia,
2012
Al Banna, Hasan. Majmu‟atur Rasail, Vol. 2, Solo: Era Adicitra Intermedia,
2012
Al Banna, Hasan. Kumpulan Risalah Dakwan Hasan Al Banna,Vol 1, Jakarta: Al
I‟tishom Cahaya Umat, 2005
Al Banna, Hasan. Kumpulan Risalah Dakwan Hasan Al Banna,Vol 2, Jakarta: Al
I‟tishom Cahaya Umat, 2005
Al Banna, Hasan. Kumpulan Risalah Dakwan Hasan Al Banna,Vol 3, Jakarta: Al
I‟tishom Cahaya Umat, 2005
Ali, As‟ad Said. Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa. Jakarta:
LP3ES. 2009.
Ali, Fachri dan Bachiar Effendy. Merambah Jalan baru Islam, Bandung: Mizan,
1986
Al-Wasyli, Abdullah bin Qasim, Syarah Ushul „Isrin: Menyelami Samudra 20
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
218
Prinsip Hasan Al Banna, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011
Amir, Zainal Abidin. Peta Islam Politik Pasca-Soeharto, Jakarta: LP3ES, 2003.
Amstrong, Karen. Berperang Demi Tuhan. Jakarta: Serambi, 2001.
Amstutz , Mark R. International Conflict and Cooperation: An Introduction to
World Politics, New York: Mc.Graw-Hill College
Anwar Bachtiar, Tiar dan Pepen Ipan Fauzan. Persis dan Politik: Sejarah
Pemikiran dan Aksi Politik Persis 1923-1997. Jakarta: Pembela
Islam. 2012
Anwar, A. Syafii. Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia: Sebuah Kajian Tentang
Cendikiawan Muslim Orba. Jakarta: Paramadina, 1995.
Asshidiqie, Jimly. (ed). Bang Imad: Pemikiran dan Dakwahnya. Jakarta: Gema
Insani Press. 2002.
As-Siisi, Abbas, Bersama Kafilah Ikhwan, Jakarta: Al Itishom, 2005
Asyur, Ahmad Isa, Ceramah-ceramah Hasan Al Banna jilid 1-2, Solo: Era Inter
Media, 2006
Aziz, Jum‟ah Amin Abdul, Tarikh Al Ikhwan Al Muslimiun Jilid 1-3, Solo: Era
Inter Media, 2005
Azra, Azyumardi, Islam Reformis: Dinamika Intelektual dan Gerakan, Jakarta:
Rajawali Press, 1999
Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam: dari Fundamentalisme,
Modernisme hingga Postmodernisme. Jakarta: Paramadina, 1996
Barton, Greg. Gerakan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme
Nurcholis Madjid, Johan Effendi, Ahmad Wahib dan
Abdurrahman Wahid. (terj. Nanang Naqiq) Jakarta: Paramadina.
Basrowi, Sukidin, Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro, Surabaya :
Insan Cendekian, 2002
Berger, Peter L dan Thomas Luckmann, Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Risalah
tentang Sosiologi Pengetahuan, Jakarta: LP3ES, 1990
Boisard, Marcel A. Humanisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1980.
Dahrendorf, Ralf . Class dan Class Conflict in Industrial Society, Stanford, Calif:
Stanford Universty Press, 1959
Damanik, Ali Said, Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 tahun gerakan
Tarbiyah di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2002.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
219
Dawam Rahardjo, M. Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa:
Risalah Cendekiawan Muslim. Bandung: Mizan, 1993.
Donzel, E.Van; Islamic Desk Reference、Netherlands: E.J. Brill, 1994
Efendi, Djohan dan Ismet Natsir (ed), Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan
Harian Ahmad Wahib, Jakarta: LP3ES, 1981
Effendi, Bachtiar: Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan praktik
Politik Islam di Indonesia. (terj. Ihsan Ali Fauzi) Jakarta:
Paramadina, 1998
Elposito, John L. Dinamika Kebangkitan Islam: Watak, Proses dan Tantangan.
Jakarta: Rajawali Press, 1993.
Esposito, John L. Ancaman Islam: Mitos atau Realitas? (terj. Alwiyah
Abdurrahman), Bandung: Mizan, 1996
Falk, Richard, “A Study of Future World, Free Press 1975” dalam Mochtar
Mas‟oed, Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan
Methodologi: Model Hubungan State Centric dan Hubungan
Transnasional, LP3ES, 1990
Fatwa, A.M. Satu Islam Multi Partai: Membangun Integritas di Tengah
Pluralitas. Bandung: Mizan, 2000
Fealy, Greg dan Anthony Bubalo. Jejak Kafilah, Pengaruh Radikalisme Timur
Tengah di Indonesia. Bandung Mizan.
Fealy, Greg dan Greg Barton. (ed). Tradisionalisme Radikal: Persinggungan
NU-Negara. Yogyakarta: LkiS, 1997.
Haneman, Samuel dan Henk Schulte Nordholt (ed).Indonesia in Transition
Rethinking „Civil Society‟, „Religion‟, „Crisis‟.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004.
Hawkesworth, Mary and Maurice Kogan,(editor) Encyclopedia of Government
and Politics (vol.2), London: Routledge, 1993
Hwang, Julie Chernov, Umat Bergerak: Mobilisasi Damai Kaum Islamis di
Indonesia, Malaysia, dan Turki. Jakarta: Freedom Institute, 2011
Iskandar, Muhammad. Para Pengemban Amanah: Pergulatan Pemikiran Kiai
dan Ulama Jawa Barat, 1900-1950, Yogyakarta: Mata Bangsa,
2001.
Jabi, Husain bin Muhammad bin Ali, Menuju Jama‟atul Muslimin, Jakarta:
Robbani Press, 2011
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
220
Jindan, Khalid Ibrahim. Teori Politik Islam: Telaah Kritis Ibnu Taimiyah
tentang Pemerintahan Islam. (terj. Masrohim). Surabaya: Risalah
Gusti, 1995.
Jurdi, Syarifuddin. Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia, 1966-
2006. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Karim, M. Rusdi. Negara dan Peminggiran Politik Islam. Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1999
Karni , Asrori S. Hajatan Demokrasi: Potret Jurnalistik Pemilu Langsung
Simpul Islam Indonesia dari Moderat hingga Garis Keras,
Jakarta: Gatra, 2006.
Kuntowijoyo, Dinamika Internal Umat Islam Indonesia, Jakarta: LSIP, 1994
Lembaga Kajian Manhaj Tarbiyah, Modul Tarbiyah Islamiyah jilid 1-3, Jakarta:
Robbani Press, 2009
Luth, Thohir. Mohammad Natsir Dakwah dan Pemikirannya. Jakarta: Gema
Insani Press, 1999.
Maarif, A. Syafii. Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia. Bandung:
Mizan, 1993
Machmudi, Yon, Sejarah dan Profil Ormas-ormas Islam di Indonesia, Jakarta:
PKTTI, 2013
Machmudi, Yon. Islamising Indonesia: The Rise of Jemaah Tarbiyah and The
Prosperous Justice Party, Canbera: ANU Press, 2008
Madjid, Nurcholish. “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah
Integrasi Umat” dalam Pembaruan Pemikiran Islam, Jakarta:
Islamic Research Centre, 1970.
Madjid, Nurcholish. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan
1989
Mahmud , Ali Abdul Halim. Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin,
Solo: Era Inter Media, 2004,
Mitchell, Richard Paul. Masyarakat Al Ikhwan Al Muslimun: Gerakan Dakwah
Al Ikhwan di Mata Cendikiawan Barat, Solo: Era Intermedia:
2005
Mu‟arif (ed). Muhammadiyah dan Wahhabisme: Mengurai Titik Temu dan Titik
Seteru. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah. 2012.
Nashir, Haedar. Kristalisasi Ideologi dan Komitmen Bemuhammadiyah.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
221
Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2007.
Nashir, Haedar. Manifestasi Gerakan Tarbiyah: Bagaimana Sikap
Muhammadiyah, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2010
Nashir, Haedar. Meneguhkan Kembali Gerakan Muhammadiyah, Malang: UM
Malang Press, MPK PP Muhammadiyah dan Suara
Muhammadiyah, 2005.
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam Indonesia 1900-1942. Jakarta: LP3ES,
1988
Nugroho Notosusanto. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (suatu
pengalaman). Jakarta: Yayasan Idayu, 1978.
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat, Dasar-dasar Gerakan
Muhammadiyah, Bandung: PW Muhammadiyah Jabar, 2009
Pringgodigdo, AK. Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia, Jakarta: Dian Rakyat,
1986.
R. Amstutz, Mark. International Conflict and Cooperation: An Introduction to
World Politics. New York: Mc.Graw-Hill College. 1999.
Rahmat, M. Imdadun, Ideologi Politik PKS: dari Masjid Kampus ke Gedung
Parlemen, Yogyakarta: LkiS, 2008.
Rais, M. Amien. Gerakan-gerakan Islam Internasional dan Pengaruhnya bagi
Gerakan Islam Indonesia. Prisma. Arah Baru Islam:Suaran
Angkatan Muda.
Robinson, Chase F. Islamic historiography、New York : Cambridge, 2004
Saidi, Ridwan. Kelompok Cipayung HMI, GMKI, PMKRI, GMNI-PMII: Analisis
Gerakan Kebersamaan dan Pemikiran Ormas Mahasiswa Pasca
Aksi Tritura 1966, Jakarta: LSIP, 1995
Salim GP, Arskal. Partai Islam dan Relasi Agama-Negara. Jakarta: IAIN Syarif
Hidayatullah.
Sanit, Arbi. Pergolakan Melawan Kekuasaan: Gerakan Mahasiswa antara Aksi
Moral dan Politik, Yogyakarta: Pustakan Pelajar, 1999,
Singerman, Diane. „Dunia Gerakan Sosial Islamis yang berjejaring‟, dalam
Gerakan Sosial Islam, editor Quintan Wictorowicz, Jakarta:
Gading Publisistik dan Paramadina,
Soekanto, Sitaresmi S. Pemenangan Pemilu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di
Indonesia 1999-2009 dan Adelet Ve Kalkinma (AKP) di Turki
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
222
2002-2007: Studi Perbandingan. Disertasi Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. 2012.
Suara Muhammadiyah, Muhammadiyah dan Wahhabisme: Mengurai titik temu
dan titik seteru, Yogyakarta: Suara Muhammadiya, 2012
Sukma, Rizal dan Clara Joewono. Gerakan dan Pemikiran Islam Indonesia
Kontemporer. Jakarta: CSIS, 2007.
Syamakh, Amer. Al Ikhwan Al Muslimun: Siapa Kami dan Apa yang Kami
Inginkan, Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011
Syukur, Abdul. Gerakan Usrah di Indonesia: Peristiwa Lampung 1989,
Yogyakarta: Ombak, 2003.
Teba ,Sudirman. Islam Orde Baru: Perubahan Politik dan Keagamaan,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 1993
Thaba, Abdul Aziz. Islam dan Negara dalam Politik Orba (1966-1994). Jakarta:
GIP, 1996..
Tim Litbang KOMPAS, Partai-partai Politik Indonesia. Jakarta: KOMPAS,
1999.
Universitas Paramadina, Menembus Batas Tradisi, Menuju Masa Depan Yang
Membebaskan: Refleksi Atas Pemikiran Nurcholis Madjid,
Jakarta: Kompas, 2006
Wahid, Abdurrahman (ed.), Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam
Transnasional di Indonesia, Jakarta: The Wahid Institut, 2009
Watt, Montgomery. Politik Islam dalam Lintasan Sejarah. (terj. Hasan Ali dan
Munthaha Azhari). Jakarta: Perhimpunan Pengembangan
Pesantren dan Masyarakat (P3M).
Zamjani, Irsyad. Sekularisasi Setengah Hati: Politik islam Indonesia dalam
Periode Formatif. Jakarta: Dian Rakyat, 2009.
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
316
UNIVERSITAS INDONESIA
DAFTAR INDEKS
A Abdurrahman Wahid ------------- 4, 6, 71, 191, 215 Abu Ridho ----------------------------------- 77, 94, 115 Ahlussunnah Waljamaah ------------------------- vi, 7 Ahmad Dahlan --- 7, 104, 148, 149, 155, 159, 161 Aktivis Dakwah Kampus ---------- iv, 23, 78, 84, 97 Al Azhar -------------- 44, 68, 76, 77, 112, 142, 214 Al Manar ----------------------------------------------- 44 Amin Rais --------- 18, 87, 145, 174, 175, 185, 208 Arab Saudi ------------------------ 2, 7, 106, 114, 200 Aswaja ---------------------------------------------- 7, 197
B
Badan Koordinasi Kemahasiswaan -------------- 19 Bahtsul Masail -------------------------------- 182, 193 BKK -------------------------- iv, 19, 85, 86, 87, 88, 90
D
Darul Ulum -------------------------------------------- 45 Daud Yusuf ---------------------------------------- 84, 85 Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia ---- ii, 72, 73,
105, 204 Din Syamsuddin ------------------------------ 152, 153
F Fikrah ---------------------------------------- ii, vi, 54, 55 Forum Silaturahim Aktivis Dakwah Kampus --- 96,
103
G Gamal Abdul Nasser --------------------------------- 15 Gerakan Dakwah Kampus -------- ii, iv, 83, 96, 139 Gerakan Islam Baru -------------------------- 2, 5, 203 Gerakan Islam Transnasional --- vii, xii, xiii, 4, 37,
206, 219 Gerakan Tarbiyah -- vii, ix, xiii, ii, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9,
10, 11, 12, 13, 14, 20, 22, 23, 24, 25, 27, 30, 31, 32, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 54, 72, 83, 91, 92, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 115, 116, 119, 120, 121, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 130,
137, 138, 139, 140, 141, 142, 143, 146, 147, 156, 163, 164, 165, 166, 167, 169, 171, 173, 175, 176, 181, 185, 186, 187, 188, 189, 190, 191, 195, 199, 200, 201, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 211, 212, 218
GKMI ----------------------------------------------------- 86 GMNI ------------------------------------------ iv, 86, 218 Golkar -------------------------------- iv, 144, 146, 174
H Haedar Nashir --- 7, 8, 42, 92, 125, 149, 150, 151,
166, 167, 170, 171, 175, 176, 202 Halaqah ----------------------------------------------- 133 Hasan Al Banna 14, 40, 43, 46, 47, 48, 50, 57, 60,
67, 68, 69, 70, 77, 92, 95, 115, 214, 215 Hasan Hudaibi ----------------------------------------- 60 Hasyim Ashari --------------------------------------- 104 Hasyim Muzadi -- 5, 12, 14, 32, 38, 181, 182, 193,
206, 209 Hilmi Aminuddin -- xiii, xiv, 2, 23, 37, 97, 98, 101,
102, 105, 106, 107, 108, 109, 142, 188, 189, 204
Himpunan Mahasiswa Islam -------------- iv, 21, 74 Hizbut Tahrir ------------------ iv, 5, 42, 63, 140, 182 Hizbut Tahrir Indonesia ------------------------------ iv HMI -- iv, 21, 74, 83, 86, 88, 89, 93, 94, 101, 187,
218 HT 5, 6, 63 HTI ----------------------- iv, 2, 63, 101, 191, 195, 199
I IAIN ----------------------------------------- 98, 107, 218 Ideologi --- 2, 56, 92, 97, 116, 149, 175, 181, 183,
191, 198, 200, 217, 218 Ikhwanul Muslimin -- vii, xiii, xiv, i, ii, iv, 2, 14, 26,
27, 37, 40, 41, 42, 43, 46, 50, 51, 52, 54, 59, 62, 77, 92, 95, 115, 143, 182, 183, 191, 192, 195, 204, 206, 214, 217
Imaduddin Abdurrahim ------------------- 74, 76, 93 Indonesia vii, xiii, xiv, ii, iv, v, 3, 4, 5, 6, 7, 14, 16,
17, 18, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 37, 40, 41, 42, 54, 57, 63, 68, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 83, 88, 89, 91, 92, 94, 96, 97, 102, 103,
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
317
104, 105, 108, 110, 112, 113, 114, 115, 116, 120, 133, 140, 141, 142, 143, 144, 146, 147, 150, 170, 172, 178, 180, 181, 182, 183, 185, 186, 187, 188, 191, 193, 198, 201, 203, 204, 206, 208, 209, 210, 211, 214, 215, 216, 217, 218, 219
Institut Pertanian Bogor ------------------------------ iv Institut Teknologi Bandung --------------------- iv, 18 IPB ----------------------------------- iv, 22, 27, 76, 108 Islam - i, ii, vii, viii, xi, xii, xiii, ii, iv, v, vi, ix, 2, 3, 4,
5, 6, 7, 8, 9, 11, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 36, 37, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 50, 51, 53, 54, 55, 56, 60, 61, 62, 63, 65, 66, 67, 68,른69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 87, 88, 89, 91, 92, 93, 94, 95, 98, 99, 101, 103, 104, 105, 106, 108, 110, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 123, 124, 125, 126, 127, 131, 132, 135, 136, 137, 139, 141, 142, 144, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 163, 164, 166, 167, 169, 171, 172, 173, 176, 177, 178, 179, 180, 181, 182, 183, 184, 185, 186, 187, 188, 190, 191, 192, 193, 194, 195, 198, 199, 200, 201, 203, 206, 209, 210, 211, 214, 215, 216, 217, 218, 219
ITB ----- iv, 18, 20, 21, 27, 74, 93, 94, 96, 108, 115
J JSIT --------------------------------------------------- iv, 24
K Kairo ---------------------------------- 45, 47, 48, 49, 77 Katibah ----------------------------------------- vi, 58, 95 Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia 140 Kritik----------------------------------------------------- 39 Kurikulum ------------------- 112, 114, 125, 130, 212
L LDK --- iv, 23, 92, 96, 97, 101, 103, 109, 112, 125,
139, 140 LDMI ------------------------------------------- 21, 93, 94 Lembaga Dakwah Kampus ---- iv, 27, 92, 139, 140 Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam ---- 21, 89, 93 LIPIA ------------------------------ iv, 23, 106, 112, 114 Liqo -------------------------------------------vi, 107, 156 LKD ------------------------ 20, 21, 23, 89, 90, 94, 204 LMD xiii, xiv, iv, 20, 21, 23, 76, 89, 90, 94, 95, 204
M M. Imdaddun Rahmat ------------------------------- 29 M. Natsir ---------------------------- 17, 70, 73, 74, 76 Madinah ---------------------- 2, 8, 77, 106, 115, 127 Majelis Mujahidin Indonesia --------------------- iv, 5 Manhaj Tarbiyah ----- 3, 11, 12, 38, 103, 109, 110,
111, 112, 117, 119, 120, 126, 129, 130, 132, 134, 137, 138, 163, 164, 183, 186, 187, 188, 212, 217
Masjid Salman ITB --------------------- 20, 76, 89, 95 Masyumi --- x, iv, 16, 17, 30, 71, 72, 76, 104, 142,
174 Mesir - ii, 2, 14, 15, 16, 26, 29, 41, 43, 44, 45, 46,
49, 51, 53, 56, 57, 66, 67, 68, 69, 70, 78, 92, 108, 109, 110, 112, 113, 115, 175, 182, 184, 185, 200, 204, 205, 206
MMI ---------------------------------------------------- iv, 5 Moh. Natsir -------------------------- 38, 74, 104, 204 Muayyid --------------- 110, 125, 128, 131, 132, 133 Muhammad Rasyid Ridha -------------------------- 44 Muhammadiyah - vii, ix, xiii, xiv, ii, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 25, 27, 32, 33, 37, 38, 39, 41, 42, 57, 74, 81, 92, 101, 104, 124, 125, 128, 136, 137, 146, 147, 148, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 176, 177, 182, 187, 196, 199, 200, 201, 202, 207, 208, 211, 212, 213, 214, 217, 218, 219
Muntanzhim ---------------------- 129, 131, 132, 133 Muntasib -------------------------- 129, 131, 132, 133 Muwashofat ----------------------------------- 126, 130
N Nadwah ------------------------------------ vii, 112, 133 Nahdlatul Ulama --- vii, xiii, xiv, ii, iv, v, 2, 3, 5, 12,
25, 27, 32, 41, 105, 178, 179, 181, 182, 193, 194, 207, 209, 212
NDI ----------------------------------- iv, 93, 95, 97, 108 NKK ---------------------- iv, 19, 84, 85, 86, 87, 88, 90 NKRI -------------- iv, 5, 14, 146, 182, 183, 190, 209 Normalisasi Kegiatan Kampus ----------------- iv, 19 Nurcholish Madjid - 17, 18, 37, 40, 78, 79, 80, 81,
82, 83, 93
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
318
O Orba ---2, 5, 16, 17, 18, 20, 28, 37, 40, 41, 70, 71,
72, 76, 78, 79, 80, 81, 84, 85, 86, 88, 89, 99, 108, 141, 214, 215, 219
Orde Baru ----- ii, 2, 70, 79, 93, 94, 187, 188, 203, 206, 209, 210, 219
Orde Lama --------------------------------------------- 70 Orla -------------------------------------------------- 70, 72
P PAN --------------------------- 144, 145, 146, 162, 174 Pancasila --- 16, 18, 25, 28, 45, 51, 56, 63, 71, 78,
182, 183, 203, 209, 214 Partai Keadilan -- xiii, v, 3, 20, 23, 30, 72, 97, 111,
116, 141, 142, 187, 195, 206, 215, 218 Partai Keadilan Sejahtera xiii, 3, 30, 97, 116, 218 Partai Wafd ---------------------------------------- 44, 48 PBB ----------------------------------------- 69, 144, 174 PDI P---------------------------------------------------- 144 Pemuda Islam Indonesia ----------------------------- iv PII x, iv, 3, 38, 74, 83, 86, 99, 187, 213 PK v, 6, 30, 31, 72, 111, 141, 142, 143, 144, 186,
187, 195, 208 PKS - xiii, xiv, 2, 3, 6, 14, 19, 30, 31, 37, 38, 39, 40,
41, 57, 72, 92, 97, 98, 99, 105, 115, 116, 125, 127, 140, 143, 144, 145, 146, 164, 171, 173, 174, 175, 176, 182, 186, 187, 189, 190, 191, 192, 195, 199, 200, 201, 202, 208, 209, 218
PKTTI --------------------------------------- 29, 178, 217 PMII --------------------------------------- v, 86, 88, 218 PMKRI ------------------------------------------ v, 86, 218 PPP -------------------------------- v, 28, 144, 146, 162
R
Rihlah ---------------------------------------------------- vii RMI NU --------------------------------------------- v, 198
S Sayid Qutb --------------------------------------------- 96 SDIT-------------------------------------------------- v, 137 SII 20, 21, 23, 89, 90, 94, 95, 204 Soeharto --- 2, 6, 16, 27, 28, 36, 72, 93, 141, 214,
215 Suara Muhammadiyah ix, 7, 8, 10, 12, 38, 41, 42,
92, 149, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158, 159, 160, 161, 162, 165, 166, 167, 168, 170, 171, 172, 177, 213, 217, 218, 219
T Tamhidi ---------------------------- 110, 131, 132, 133 Tarbiyah i, ii, vii, ix, xii, xiii, xiv, ii, vii, ix, 2, 3, 4, 8,
11, 13, 20, 22, 23, 24, 25, 29, 30, 35, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 51, 52, 58, 59, 83, 92, 97, 99, 100, 101, 102, 103, 104, 105, 107, 108, 109, 110, 112, 117, 119, 120, 123, 124, 125, 126, 127, 128, 129, 130, 131, 132, 133, 134, 135, 136, 138, 139, 140, 141, 147, 155, 156, 159, 160, 161, 163, 165, 166, 167, 169, 172, 173, 175, 176, 177, 182, 183, 185, 186, 187, 188, 190, 195, 196, 199, 200, 202, 203, 204, 205, 206, 207, 208, 209, 210, 213, 214, 215, 217
Tarbiyah Jamahiriyah ------------------------------ 120 Tarbiyah Nukhbawiyah ---------------------------- 120 Taswirul Afkar - 41, 119, 175, 191, 192, 201, 202,
213 Timur Tengah ix, 2, 4, 6, 8, 22, 23, 25, 29, 32, 36,
38, 40, 43, 70, 76, 77, 94, 96, 97, 104, 105, 106, 107, 109, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 178, 181, 182, 183, 186, 191, 196, 200, 203, 204, 209, 216
Transnasional --------------- i, ii, 5, 26, 41, 103, 216
U UI ix, v, 20, 22, 23, 27, 29, 40, 76, 94, 95, 96, 98,
99, 101, 107, 108, 109, 137, 139, 173 Umar Tilmitsani --------------------------------------- 15 UNHAS ---------------------------------------- v, 22, 108 Universitas Indonesia ------iii, vii, xii, v, 36, 97, 99,
107, 111, 139, 218 Universitas Sumatera Utara -------------------------- v Usrahvi, 16, 22, 49, 51, 58, 72, 95, 108, 133, 156,
200, 219 USU -------------------------------------------- v, 22, 108 UUD 45 ------------------------------------------------ 209
V Virus tarbiyah ---------------------------------- 156, 165
W Wahabi -------------- 4, 6, 7, 42, 113, 147, 191, 200
Y Yon Machmudi ---- ix, 30, 105, 140, 143, 178, 179 Yoyoh Yusroh ----------------------------------- 98, 107
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
206
UNIVERSITAS INDONESIA
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.
207
Gerakan tarbiyah..., Abdurakhman, FIB UI, 2015.