universitas indonesia laporan praktek …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366917-pr-devina...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT. KONIMEX PHARMACEUTICAL LABORATORIES
DESA SANGGRAHAN, GROGOL, SUKOHARJO, JAWA
TENGAH
PERIODE 2 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DEVINA LIRETHA, S.Farm
1206329480
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT. KONIMEX PHARMACEUTICAL LABORATORIES
DESA SANGGRAHAN, GROGOL, SUKOHARJO, JAWA
TENGAH
PERIODE 2 SEPTEMBER – 25 OKTOBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
DEVINA LIRETHA, S.Farm.
1206329480
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
saya nyatakan dengan benar.
Nama : Devina Liretha, S.Farm
NPM : 1206329480
Tanda Tangan :
Tanggal : 11 Januari 2014
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
iv Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja
Profesi Apoteker di PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories yang dilaksanakan
selama periode 2 September – 25 Oktober 2013. Laporan ini disusun sebagai salah
satu persyaratan yang harus ditempuh untuk menyelesaikan Program Profesi
Apoteker. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat berjalan dengan lancar karena
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi dan Prof. Dr.
Yahdiana Harahap, M.S, Apt. selaku Pejabat Sementara Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013 yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan praktek kerja
profesi apoteker ini.
2. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI
dan pembimbing dari Fakultas Farmasi UI atas arahannya.
3. Drs. Lodewyk Heumasse, Apt. selaku QA Manager dan pembimbing di PT.
Konimex Pharmaceutical Laboratories yang telah meluangkan waktu untuk
berbagi ilmu dalam kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
4. Direksi PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories yang telah memberi izin dan
kesempatan untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Konimex
Pharmaceutical Laboratories.
5. Bapak Drs. J. Sunarto, Apt. selaku External Relation Pharma Manager di PT.
Konimex Pharmaceutical Laboratories yang telah memberikan arahan dalam
pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker.
6. Bapak Pitoyo Amrih yang telah memberikan bimbingan selama mengerjakan
tugas khusus di divisi Validation dan seluruh counterpart PT. Konimex
Pharmaceutical Laboratories atas ilmu dan pengalamannya.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
v Universitas Indonesia
7. Ibu Asih atas kesabaran dan ketelatenannya dalam membantu segala hal dalam
pelaksanaan kegiatan PKPA di PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories.
8. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi UI.
9. Keluarga tercinta, Papa, Mama, abang dan adik-adik atas kesabarannya, kasih
sayang, dukungan, perhatian, dan doanya untuk menyelesaikan pendidikan
profesi Apoteker dengan sebaik mungkin.
10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia angkatan LXXVII
atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan.
11. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Muhammadiyah Surakarta
atas kebersamaan dan kerjasama selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi
Apoteker di PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories.
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan Praktek Kerja Profesi ini jauh dari
sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat Penulis
harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi
pembaca yang ingin mengetahui dan mengkaji lebih dalam tentang industri farmasi.
Penulis
2013
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan
dibawah ini:
Nama : Devina Liretha, S.Farm
NPM : 1206329480
Program Studi : Apoteker
Fakultas : Farmasi
Jenis karya : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. KONIMEX
PHARMACEUTICAL LABORATORIES DESA SANGGRAHAN,
GROGOL, SUKOHARJO, JAWA TENGAH PERIODE 2 SEPTEMBER –
25 OKTOBER 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak
Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada Tanggal : 11 Januari 2014
Yang menyatakan
(Devina Liretha, S.Farm.)
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama : Devina Liretha, S. Farm
NPM : 1206329480
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Konimex
Pharmaceutical Laboratories 2 September – 25 Oktober
2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di PT. Konimex Pharmaceutical
Laboratories Desa Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah. Kegiatan
PKPA ini bertujuan agar mahasiswa profesi apoteker dapat melihat langsung
aktivitas yang berlangsung dalam suatu industri farmasi, memperoleh
pengetahuan dan wawasan tentang segala aspek yang terkait di industri farmasi
terutama dalam hal penerapan CPOB di PT. Konimex Pharmaceutical
Laboratories dan dapat memiliki pemahaman yang mendalam mengenai peran dan
tugas apoteker di industri farmasi. Tugas khusus yang diberikan berjudul
pelaksanaan dan pelaporan kualifikasi mesin mixer dan mesin bin blender di PT.
Konimex Pharmaceutical Laboratories. Tugas khusus ini bertujuan untuk
memahami prinsip kualifikasi dan melaksanaan serta menyusun laporan
Installations Qualification, Operational Qualification, dan Performance
Qualification mesin bin blender dan mesin mixer.
Kata kunci : PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories, Kualifikasi mesin bin
blender dan mesin mixer,
Tugas umum : x + 168 halaman
Tugas khusus : iv + 26 halaman; 6 tabel; 1 gambar
Daftar Acuan Tugas Umum : 4 (1993 - 2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 12 (2007 - 2013)
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name : Devina Liretha, S. Farm
NPM : 1206329480
Program Study : Apothecary profession
Title : Pharmacist Internship Program at PT. Konimex
Pharmaceutical Laboratories Period September 2nd
-
October 25th 2013
Pharmacists Professional Practice implemented in PT. Konimex Pharmaceutical
Laboratories Desa Sanggrahan, Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah. PKPA activity
is intended that students can see the direct profession pharmacists activity that
takes place in the pharmaceutical industry, gaining knowledge and insight into
everything related aspects in the pharmaceutical industry, especially in terms of
the implementation of GMP in PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories and
may have a deep understanding of the role and duties of the pharmacist in the
pharmaceutical industry. Special task given implementation and reportation of
mixer and bin blender qualification in PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories.
This particular assignment aims to understand the principles of qualification, and
implementation as well as prepare reports Installations Qualification, Operational
Qualification, and Performance Qualification bin blender and mixer machine.
Keywords : PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories, Bin Blender And
Mixer Machine Qualification
General Assignment : x + 168 pages
Specific Assignment : iv + 26 pages, 6 tables, 1 picture
Bibliography of General Assignment: 4 (1993 - 2012)
Bibliography of Specific Assignment: 12 (2007 - 2013)
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
vi Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN UMUM ............................................................................ 3
2.1 Industri Farmasi .............................................................................. 3
2.2 PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories ................................... 4
2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ................................... .... 12
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT. KONIMEX PHARMACEUTICAL
LABORATORIES ............................................................................... 36
3.1 Human Resources Organization (HRO) .......................................... 36
3.2 Pemastian Mutu ............................................................................. 38
3.3 Production Planning and Inventory Control (PPIC) ......................... 65
3.4 Plant Pharma ................................................................................. 69
3.5 Produksi Natural Product (Natpro) .................................................. 92
3.6 Research and Product Development ............................................... 100
3.7 Bagian Penelitian dan Pengembangan Produk ................................. 105
3.8 Standardization ............................................................................... 112
3.9 Logistik ......................................................................................... 115
3.10 Sistem Pengelolaan Lingkungan Hidup ........................................ 118
3.11 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ......................................... 124
3.12 Bagian Teknik (Maintenance and Utility) ..................................... 129
BAB 4. PEMBAHASAN .................................................................................. 146
4.1 Manajemen Mutu ........................................................................... 146
4.2 Personalia ....................................................................................... 147
4.3 Bangunan dan Fasilitas ................................................................... 149
4.4 Peralatan ......................................................................................... 152
4.5 Sanitasi dan Higiene ....................................................................... 154
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
vii Universitas Indonesia
4.6 Produksi ......................................................................................... 155
4.7 Pengawasan Mutu ........................................................................... 156
4.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok ......... 157
4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan
Kembali Produk ...................................................................................... 159
4.10 Dokumentasi .................................................................................. 160
4.11 Pembuatan Dan Analisis Berdasarkan Kontrak ............................... 161
4.12 Kualifikasi dan Validasi.................................................................. 162
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 164
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 164
5.2 Saran ............................................................................................... 164
DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 165
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
viii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Struktur organisasi bagian Human Resources Organization ............. 36
Gambar 3.2 Struktur organisasi Quality Assurance ............................................. 39
Gambar 3.3 Alur penerbitan dokumen baru ....................................................... 42
Gambar 3.4 Alur proses pengendalian masa kadaluarsa dokumen ....................... 44
Gambar 3.5 Struktur organisasi bagian Quality Control ...................................... 46
Gambar 3.6 Alur penerimaan barang PT. Konimex ............................................ 47
Gambar 3.7 Struktur Organisasi Validasi ............................................................ 54
Gambar 3.8 Kualifikasi model‘V’....................................................................... 57
Gambar 3.9 Mekanisme audit GMP ................................................................... 65
Gambar 3.10 Struktur organisasi bagian PPIC PT. Konimex ................................ 66
Gambar 3.11 Struktur organisasi sub divisi plant pharma ..................................... 71
Gambar 3.12 Struktur organisasi bagian Produksi Farma 1 ................................... 72
Gambar 3.13 Alur Struktur organisasi bagian Produksi Pharma II ........................ 81
Gambar 3.14 Proses pencetakan tablet dengan menggunakan mesin rotary
tablet press ………………………………………………………… 83
Gambar 3.15 Alur Produksi Tablet di PT. Konimex ............................................. 85
Gambar 3.16 Struktur organisasi bagian Produksi Farma III……………………. 86
Gambar 3.17 Skema proses produksi sediaan liquid dalam botol……………….. 88
Gambar 3.18 Skema proses produksi liquid (sirup) dalam sachet .......................... 89
Gambar 3.19 Skema proses produksi gel ............................................................. 90
Gambar 3.20 Skema proses produksi krim/salep ................................................... 90
Gambar 3.21 Skema proses produksi bedak atau powder ..................................... 91
Gambar 3.22 Struktur organisasi bagian Produksi Natural Product ...................... 92
Gambar 3.23 Skema proses produksi minyak Konicare………………………….. 94
Gambar 3.24 Skema proses produksi herbadrink………………………………… 95
Gambar 3.25 Skema proses produksi kapsul Konilife……………………………. 96
Gambar 3.26 Skema proses produksi sediaan tablet .............................................. 97
Gambar 3.27 Skema proses produksi sediaan kaplet…………………………….. 98
Gambar 3.28 Struktur organisasi RPD PT. Konimex .......................................... 101
Gambar 3.29 Alur pengembangan produk baru …………………………..……. 102
Gambar 3.30 Alur Pra- Registrasi ....................................................................... 108
Gambar 3.31 Alur registrasi produk.................................................................... 109
Gambar 3.32 Struktur organisasi Standardization PT. Konimex ......................... 112
Gambar 3.33 Struktur organisasi bagian logistik ................................................. 116
Gambar 3.34 Alur proses pemesanan dan distribusi barang ……………………. 117
Gambar 3.35 Struktur organisasi PLH PT Konimex ……...…………………….. 119
Gambar 3.36 Bagan pengolahan limbah padat ………………………………….. 121
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
ix Universitas Indonesia
Gambar 3.37 Bagan pengolahan limbah cair ....................................................... 122
Gambar 3.38 Bagan pengelolaan limbah udara…………………………………. 123
Gambar 3.39 Struktur Organisasi Tim P2K3 PT. Konimex ................................. 125
Gambar 3.40 Bagan identifikasi bahaya oleh P2K3 ............................................ 127
Gambar 3.41 Struktur organisasi bagian teknik ................................................... 129
Gambar 3.42 Skema pengolahan air PT Konimex ............................................... 135
Gambar 3.43 Komposisi MMF ........................................................................... 137
Gambar 3.44 Cara kerja multi media filter .......................................................... 137
Gambar 3.45 Metode pembersihan filter dengan metode backwash .................... 138
Gambar 3.46 Komponen dalam activated carbon filter ....................................... 138
Gambar 3.47 Komponen dan prinsip kerja softener ............................................ 139
Gambar 3.48 Proses regenerasi resin .................................................................. 139
Gambar 3.49 Komponen filter 5 µm ................................................................... 140
Gambar 3.50 Prinsip kerja reverse osmosis......................................................... 141
Gambar 3.51 Prinsip kerja CDI/ EDI .................................................................. 141
Gambar 3.52 Skema sistem udara bertekanan ..................................................... 144
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
x Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kelas ruangan dan persyaratan partikulat udara yang
diperbolehkan ..............................................................................
18
Tabel 3.1 Jenis Dokumen dan Bagian Pengendali Teknisnya di PT.
Konimex ......................................................................................
40
Tabel 3.2 Metode Sampling Raw Material yang dilakukan oleh bagian
IMI................................................
49
Tanel 3.3 Macam-macam Produk Bagian Produksi Natural Produk........... 99
Tabel 3.4 Uji stabilitas produk yang menggunakan kemasan permeable.... 104
Tabel 3.5 Uji stabilitas produk yang menggunakan kemasan impermeable 104
Tabel 3.6 Kategori sampel vs parameter (ICH, FDA) ................................. 115
Tabel 3.7 Contoh jenis dan sumber limbah yang dihasilkan di PT.
Konimex
120
Tabel 3.8 Kelas kualitas udara menurut ISO 8375-1……….…………….. 145
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan salah satu bahan penunjang dalam meningkatkan kesehatan
masyarakat khususnya di Indonesia. Industri farmasi merupakan salah satu komponen
penting yang bertanggung jawab terhadap mutu, khasiat, dan keamanan obat yang
dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia nomor HK.03.1.33.12.12.8195 tahun 2012 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik, industri farmasi adalah badan
usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan
pembuatan obat atau bahan obat (Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2012).
Sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang kesehatan yaitu
peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia melalui peningkatan sarana kesehatan
dan kebutuhan akan alat kesehatan serta obat-obatan, maka pemerintah
mengupayakan berdirinya industri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Industri
farmasi sebagai produsen obat-obatan, diharapkan dapat menghasilkan produk yang
berkualitas dan dapat memenuhi permintaan konsumen. Dunia kesehatan yang
berkembang pesat, menyebabkan suatu industri farmasi terus melakukan inovasi
dalam hal produk atau teknologi pembuatan, dengan selalu mengutamakan mutu,
khasiat, dan keamanan produk. Salah satu pedoman yang menjadi standar pembuatan
obat di Indonesia adalah pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Setiap
industri farmasi di Indonesia harus mengikuti pedoman CPOB. Dengan mengikuti
pedoman yang tertera pada CPOB, diharapkan setiap industri farmasi dapat menjamin
produk yang dihasilkan selalu konsisten serta memenuhi persyaratan safety
(keamanan), efficacy (berkhasiat), dan quality (berkualitas).
CPOB adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar
mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Setiap
industri farmasi yang baik wajib memiliki sertifikat CPOB (Badan Pengawas Obat
dan Makanan, 2012). Selain itu, dalam melaksanakan semua kegiatan di industri
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
farmasi tersebut, dibutuhkan sumber daya yang berkualitas, baik dari pihak yang
berperan maupun alat yang mendukung kegiatan tersebut. Apoteker sebagai salah
satu pihak yang terjun langsung dalam kegiatan kefarmasian diharapkan dapat
memberikan kontribusi pikiran dan tenaga yang maksimal untuk peningkatan kualitas
dan kuantitas dari produk farmasi. Oleh karena itu, setiap Apoteker wajib memiliki
pengetahuan yang berkaitan dengan produksi, pemastian mutu, dan pengawasan mutu
agar nantinya dapat berperan banyak di industri farmasi.
Berdasarkan hal tersebut, perlu diberikan pembekalan berupa praktek kerja
secara langsung bagi para calon apoteker. Pembekalan tersebut dikenal dengan
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
merupakan salah satu sarana bagi calon apoteker untuk mendapatkan pengalaman
kerja dan pemahaman yang lebih dalam tentang tugas dan fungsi Apoteker di industri
farmasi. Oleh karena itu program pendidikan Apoteker Universitas Indonesia
menjalin kerjasama dengan PT. Konimex untuk memberikan kesempatan kepada
calon Apoteker menyelenggarakan PKPA yang dilaksanakan mulai tanggal 2
September sampai dengan 25 Oktober 2013.
1.2 Tujuan Praktek Kerja
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di industri farmasi
bertujuan:
1. Mempelajari ruang lingkup profesi apoteker secara teori dan praktek sehingga
dapat memperoleh gambaran yang nyata mengenai tanggung jawab profesi
apoteker di industri farmasi.
2. Memahami penerapan prinsip-prinsip CPOB di industri farmasi dan
penerapannya di PT. Konimex.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Industri Farmasi
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 Bab 1 Pasal 1, yang dimaksud dengan industri farmasi
adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan
kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Suatu industri farmasi wajib mempunyai
izin usaha industri farmasi sebelum memulai proses produksinya. Izin usaha industri
farmasi diberikan kepada pemohon yang telah siap berproduksi sesuai persyaratan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Untuk mendapatkan izin usaha industri
farmasi, sebelumnya harus melalui tahap persetujuan prinsip. Persetujuan prinsip ini
diberikan kepada industri farmasi untuk melakukan persiapan-persiapan dan usaha
pembangunan, pengadaan dan pemasangan instalasi peralatan. Persetujuan prinsip
tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan dapat diperpanjang untuk paling
lama 1 tahun. Perusahaan yang bersangkutan wajib menyampaikan informasi
kemajuan pembangunan proyeknya setiap 6 bulan sekali kepada Direktur Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Binfar Alkes) dengan tembusan kepada
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi. Bagi industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau
penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan. Izin usaha industri
farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang
bersangkutan berproduksi.
Untuk mendapatkan izin usaha, maka industri farmasi yang ada di Indonesia
harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah telah ditetapkan oleh pemerintah.
Beberapa persyaratan tersebut seperti tercantum dibawah ini :
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas.
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat.
c. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP).
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 orang apoteker Warga Negara Indonesia
(WNI) masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan
pengawasan mutu.
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak
langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Perizinan Industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Republik Indonesia tidak harus berupa perseroan terbatas dan tidak wajib
melampirkan rencana investasi serta kegiatan pembuatan obat sebagai syarat
perolehan izin industri farmasi.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan farmasi yang telah
memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi, yaitu :
a. Membuat jumlah laporan dan nilai produksinya sekali dalam 6 (enam) bulan.
Sedangkan untuk laporan lengkap wajib dilaporkan sekali dalam setahun.
b. Menyalurkan produksinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Melaksanakan upaya keseimbangan dan kelestarian serta mencegah pencemaran
lingkungan.
d. Melaksanakan keamanan dan keselamatan alat, bahan baku, proses, hasil
produksi, pengangkutan dan keselamatan kerja.
e. Melakukan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) berupa Upaya Pengelolaan
Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).
2.2 PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories
2.2.1 Sejarah dan Perkembangan
PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories adalah perusahaan yang bergerak
dibidang produksi obat-obatan, produk alami, dan makanan ringan (kembang gula
dan biskuit). PT Konimex Pharmaceutical Laboratories didirikan pada tanggal 8 Juni
1967 oleh Djoenaedi Joesoef di Jalan Urip Sumoharjo No. 96-98 Surakarta. Produk
yang pertama diluncurkan (1967) adalah Mexaquin® (obat antimalaria), sulfa, dan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
kapsul tetrasiklin. Dua tahun kemudian, diluncurkan Konidin®
dan lima tahun
kemudian disusul dengan Inza®. Sebelumnya nama PT. Konimex adalah PT.
Kondang Sewu yang bergerak dalam bidang perdagangan obat-obatan, bahan kimia,
alat laboratorium dan alat kedokteran. Pada tahun 1971, dengan dukungan fasilitas
dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), PT. Konimex memulai memproduksi
obat-obat sendiri. Perkembangan usaha PT. Konimex cukup berkembang sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Tahun 1972, usaha bisnis terkonsentrasi
pada produksi farmasi OTC dengan kemasan 4 tablet yang berlangsung sampai
sekarang. Bisnis lainnya seperti alat kesehatan, dental equipment dan hospital
packing products tidak dilanjutkan lagi.
Memasuki usia kesepuluh, skala usaha yang semakin besar menuntut sistem
pengelolaan yang lebih profesional. Bekerja sama dengan para konsultan, tahun 1977
PT Konimex mulai melakukan pembenahan struktur dan sistem manajemen,
melaksanakan program pelatihan, serta merekrut tenaga profesional.
Pada tahun 1979, dibangunlah pabrik baru di Sanggrahan, sekitar lima
kilometer barat daya Surakarta. Setahun kemudian, 1980, di kompleks baru ini
didirikan pabrik kembang gula Nimm’s. Ini merupakan awal diversifikasi Konimex
ke industri makanan. Mengikuti peraturan pemerintah yang mengharuskan pemisahan
antara produsen obat dengan distributornya, pada tahun 1980 didirikan PT Sinar
Intermark. Kemudian, untuk memperluas jangkauan distribusi dan sejalan dengan
semakin banyaknya produk yang dipasarkan, tahun 1986, didirikanlah perusahaan
distributor yang kedua, PT Marga Nusantara Jaya.
Pada tahun 1993, PT. Konimex mendirikan PT. Solonat yang memproduksi
berbagai makanan ringan khusus dari bahan kacang-kacangan, namun seiring dengan
perkembangan produk dari bahan alam maka pabrik PT. Solonat sekarang ini
dikhususkan untuk memproduksi natural product. Tahun 1994, didirikan pabrik
biskuit Sobisco dengan produk-produk makanan seperti Snips Snaps, Choco Mania,
dan Litebite. PT. Konimex juga mengembangkan obat-obat keras dan vitamin. Dari
sediaan yang semula hanya tablet, kini menjadi berbagai variasi sediaan seperti sirup,
salep, krim, gel, bedak, kapsul, tablet effervescent, dan produk herbal alami.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Dalam hal kemasan, PT. Konimex mempelopori kemasan catch cover isi 4
yang lebih praktis, disusul kemasan blister modern isi 4. PT. Konimex juga
merupakan perusahaan farmasi pertama di Indonesia yang memproduksi obat tetes
mata kemasan sekali pakai dengan teknologi blow-fill-seal (sterile closed system).
Selain itu PT. Konimex juga telah memiliki teknologi pembuatan tablet Paramex®
yang canggih dengan sistem SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition).
Bapak Djoenaedi Joesoef memiliki falsafah “hidup bahagia”, bahagia bagi
setiap orang, bahagia bagi setiap keluarga, dan bahagia bagi seluruh bangsa. Hidup
bahagia tersebut dapat dinikmati apabila kondisi kesehatan baik. Oleh karena itu, PT.
Konimex berperan melalui usaha penyediaan obat-obat dan makanan yang
dirumuskan dalam falsafah utama “3MU”, yaitu menghasilkan produk bermutu tinggi,
mudah diperoleh, serta relatif murah harganya.
PT. Konimex selalu berorientasi untuk menghasilkan produk-produk yang
bermutu. Oleh karena itu, PT. Konimex menerapkan pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik (CPOB) dan standar internasional ISO 9001 : 2008 dari SGS untuk
memenuhi standar mutu produk yang dihasilkan. Pengawasannya dilakukan pada
setiap produksi mulai dari bahan baku sampai pengemasan sehingga produk yang
dihasilkan dapat diterima baik di dalam maupun di luar negeri. PT. Konimex
merupakan salah satu industri yang telah mendapat sertifikasi CPOB dari BPOM
yang membuktikan bahwa PT. Konimex memiliki sistem manajemen mutu yang baik,
yang akan menjaga mutu produk. Selain itu, PT. Konimex juga sudah mendapatkan
sertifikasi halal untuk produk pangan olahan seperti biskuit, wafer, dan kembang gula
dan beberapa suplemen makanan (Ever E) oleh MUI.
Saat ini produk-produk Konimex ini sudah mulai diekspor ke luar negeri,
seperti Myanmar, Malaysia, Singapura, Vietnam, Saudi Arabia, dan Nigeria. PT.
Konimex telah menerima 21 sertifikat CPOB dan 6 sertifikat CPOTB dari Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia
berdasarkan jenis dan bentuk sediaannya. Dalam memenuhi keperluan ekspor, PT.
Konimex merintis jalur distribusi Asia Pasifik dengan menunjuk distributor di
masing-masing wilayah, seperti Singapura, Malaysia, Myanmar, Kamboja, Vietnam,
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
dan Saudi Arabia. Pada 1 Januari 2013, PT. Sinar Intermark dilebur menjadi 1
dengan PT. Marga Nusantara Jaya untuk lebih mengefisiensikan cost.
Di bidang keorganisasian, PT. Konimex mendukung inisitaif karyawan,
antara lain pembentukan Paguyuban Keluarga Berencana (PKB), Paguyuban
Keluarga Sejahtera (PKS), Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI),
Koperasi Karyawan Mandiri ”SEHAT”, TPO (Tunjangan Pengobatan), AMAG
(Asuransi Multi Arta Guna), PORKAMEX, JAMSOSTEK, poliklinik, dokter
perusahaan, program pinjaman individual, program pelatihan atau diklat, dana
pensiun, perpustakaan, kesempatan untuk menunaikan ibadah haji, mushola, kantin,
social event dan Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Saat ini
jumlah karyawan di PT. Konimex kurang lebih 1.800 orang dengan komposisi
karyawan laki-laki 44% dan perempuan 56% dan tidak ada tenaga kerja asing. Jumlah
Apoteker yang dimiliki PT. Konimex saat ini sejumlah 39 orang dan sarjana lain
selain Apoteker sejumlah 151 orang.
2.2.2 Nilai Dasar PT. Konimex
Nilai-nilai dasar PT. Konimex yaitu ESI dengan kepanjangan Excellence,
Synergy, dan Integrity. Excellence in product, services, and people berarti
memberikan hasil terbaik melebihi kinerja pesaing, Sinergy berarti saling menghargai
perbedaan dan menyatukan kekuatan untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik,
dan Integrity berarti menjadi satunya kata dengan perbuatan, sesuai nilai-nilai,
kebijakan perusahaan dan kode etik profesi.
2.2.3 Visi dan Misi PT. Konimex
Visi PT. Konimex adalah menjadi pemimpin pasar dalam produk makanan
dan perawatan kesehatan di Indonesia dan tingkat regional, menjadi pemain aktif di
tingkat internasional dalam produk kesehatan dan makanan, berlandaskan iptek dan
riset pasar, dan untuk kepuasan semua stake holder.
Misi PT. Konimex antara lain sebagai berikut:
a. Memiliki produk-produk yang dikenal di dunia internasional.
b. Menyediakan produk makanan dan perawatan kesehatan.
c. Melakukan survey pasar untuk menyediakan produk-produk yang inovatif.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
d. Menjadi salah satu dari tiga besar pemegang pangsa pasar
e. Penggunaan hasil riset iptek untuk terus menciptakan dan meningkatkan value
produk bagi pelanggan dan konsumen PT. Konimex.
2.2.4 Falsafah Usaha PT. Konimex
Sebelum sampai ke tangan konsumen, produk-produk PT. Konimex telah
melewati mata rantai pemasaran yang panjang. Sejak dari tahap produksi, distribusi
hingga promosi, semuanya direncanakan secara terpadu. Semua unsur pemasaran
tersebut mengacu pada falsafah usaha 3 MU Konimex yaitu menghasilkan produk-
produk yang bermutu tinggi, mudah diperoleh, serta relatif murah harganya bagi
sebagian besar masyarakat Indonesia.
2.2.4.1 Mutu produk
Prioritas pertama adalah pada mutu produk. Karena mutu yang tinggi
merupakan jaminan bagi konsumen untuk memperoleh produk yang aman, dapat
dipercaya dan efektif. Untuk mendapatkan mutu yang memenuhi standar, PT.
Konimex menerapkan prosedur produksi sesuai Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOB) yang selalu disempurnakan. PT. Konimex merupakan salah satu dari
perusahaan farmasi di Indonesia yang telah mendapatkan sertifikasi CPOB dari
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Selanjutnya, menghadapi persaingan di era pasar bebas, PT. Konimex
menetapkan manajemen mutu yang sesuai dengan tuntutan standar internasional ISO.
Dengan demikian, produk-produk PT. Konimex juga akan diterima baik di luar
negeri. Mutu yang baik tidak bisa dilepaskan dari pelaksanaan pengendalian mutu
yang berdisiplin tinggi. Pengendalian mutu di PT. Konimex dilakukan pada setiap
tahap proses produksi. Sejak kedatangan bahan baku, pencampuran, pencetakan
hingga pengemasan produk jadi. Bahkan secara berkala, juga selalu dilakukan
pemantauan kestabilan mutu produk PT. Konimex di pasar. Semua itu dilakukan
sebagai bagian dari komitmen mengenai mutu produk. Selain sertitifikat CPOB dan
CPOTB, PT. Konimex juga sudah mempunyai sertifikat ISO 9001: 2008, sertifikat
Sanitasi-higiene, dan sertifikat Halal.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
2.2.4.2 Mudah diperoleh
Komitmen berikutnya adalah memberikan kemudahan bagi masyarakat
seluas-luasnya untuk memperoleh produk-produk PT. Konimex dimanapun mereka
berada. Oleh karenanya, bagi PT. Konimex, distribusi menjadi faktor sangat penting
dan harus dapat diandalkan. Untuk menjamin kelancaran distribusi dan memperluas
wilayah jangkauan, PT. Konimex mendirikan dua perusahaan distributor khusus,
yaitu PT Sinar Intermark dan PT Marga Nusantara Jaya, namun sekarang dilebur
menjadi satu yaitu PT Marga Nusantara Jaya. Distributor ini memiliki jaringan
cabang di hampir semua kota besar utama di Indonesia, serta dukungan oleh ratusan
armada distribusi. Melalui distributor tersebut, semua produk PT. Konimex
didistribusikan ke grosir, pasar swalayan, hingga tingkat pengecer. Di masa
mendatang, jumlah cabang akan ditambah, agar dapat menjangkau daerah pemasaran
yang lebih luas, supaya produk-produk Konimex dari Sanggrahan akan semakin
mudah diperoleh para konsumen di berbagai pelosok Indonesia. Sedangkan untuk
keperluan ekspor, telah dirintis jalur distribusi Asia Pasifik dengan menunjuk
distributor di masing-masing wilayah, seperti Singapura, Malaysia, Myanmar,
Kamboja, Vietnam dan Saudi Arabia.
2.2.4.3 Murah harganya
Komitmen ketiga dari formula 3 MU adalah kebijakan harga. Sesuai falsafah
dasarnya, produk-produk PT. Konimex memang tidak dibuat sebagai barang
eksklusif. Semakin luas masyarakat pengguna produk PT. Konimex, semakin berhasil
misi ”ikut menyehatkan bangsa”. Itu sebabnya, sekalipun dalam hal mutu produk PT.
Konimex berstandar internasional, namun dalam kebijakan harga tetap
mempertimbangkan kemampuan lokal. Kebijakan ini dimungkinkan karena PT.
Konimex selalu mengendalikan efisiensi produksi yang diimbangi dengan volume
penjualan yang tinggi. Dengan demikian, produk-produk PT. Konimex yang bermutu
akan semakin mudah dijangkau oleh konsumennya.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
2.2.5 Lokasi dan Sarana Produksi
Lokasi PT. Konimex berada di Desa Sanggrahan, Kecamatan Grogol,
Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Lokasi pabrik di PT. Konimex terpisah menjadi
3 daerah produksi yaitu Plant Pharmaceuticals, Natural Products dan Food. PT.
Konimex memiliki sarana produksi yang digunakan untuk membuat sediaan tablet,
soft capsule, tetes mata, liquid dan semisolid, natural product, serta biskuit dan
kembang gula. PT. Konimex juga memperhatikan masalah penanganan limbah dan
polusi udara agar sedapat mungkin tidak merugikan lingkungan pemukiman sekitar.
Bangunan yang terdapat di PT. Konimex terdiri dari gedung kantor, gedung
produksi, teknik, gudang, dan sarana pendukung seperti pengolahan limbah, lapangan
parkir, koperasi, dan kantin.
PT. Konimex memiliki 7 bagian produksi, yaitu :
a. Produksi Pharma I, khusus memproduksi Paramex yang menjadi produk
unggulan PT. Konimex, softcapsule, dan tetes mata.
b. Produksi Pharmai II, untuk memproduksi tablet selain Paramex seperti Inza®,
Konidin®, Inzana
®, Feminax
®, dll.
c. Produksi Pharma III, untuk memproduksi sediaan liquid dan semisolid, seperti
Siladex®, Konimag
®, Vigel
®, Zero Pain
®, Fungiderm
®, dll.
d. Produksi Natpro, untuk memproduksi Natural Product seperti Konicare, Herba
drink, dll.
e. Produksi Food I, untuk memproduksi permen, seperti Frozz, Hexos, Nano-Nano,
dll.
f. Produksi Food II, untuk memproduksi biskuit, seperti Choco Mania, Wafer
Litebite, Tini Wini Biti, dll.
g. Produksi Food III, untuk memproduksi sediaan tablet effervescent, seperti
Jesscool®, Protecal
®, dll.
Untuk menunjang proses produksi, PT. Konimex telah memiliki gudang
bahan baku, barang jadi, sistem HVAC dan unit pengolahan limbah yang dikelola
dengan baik.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
2.2.6 Jenis Produk PT. Konimex
Sejak tahun tujuh puluh, pemerintah telah melaksanakan pembangunan
diberbagai sektor sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan
kesejahteraan menyebabkan penuntutan terhadap peningkatan kualitas hidup. Hal ini
merupakan tantangan tersendiri bagi PT. Konimex. Sehingga PT. Konimex selain
memperkuat industri farmasi juga memperluas usaha ke beberapa bidang lain yang
masih dekat dengan usaha intinya.
2.2.6.1 Plant Pharma
Tulang punggung PT. Konimex merupakan divisi farmasi yang telah memiliki
121 merek produk. Mula-mula PT. Konimex memproduksi obat-obat bebas (OTC),
dan sekarang PT. Konimex mulai mengembangkan obat-obat dengan resep dokter
serta produk nonkuratif, antara lain vitamin. Sediaan yang pertama dibuat hanya
sediaan tablet, namun kini telah dibuat berbagai macam variasi sediaan seperti sirup,
salep, krim, kapsul, serta tablet effervescent. Beberapa merek produk farmasi PT.
Konimex yang populer di masyarakat antara lain Konidin®, Neo Napacin
®, Inza
®,
Inzana®, Paramex
®, Termorex
®, Anakonidin
®, Feminax
®, Fungiderm
®, Siladex
®,
Jesscool®, Protecal
®, dan Braito
®.
2.2.6.2 Kembang Gula (Nimm’s)
Produk kembang gula menjadi pilihan pertama pada saat PT. Konimex
melakukan diversifikasi usaha ke industri makanan sehat. Pilihan ini
mempertimbangan faktor peluang pasar dan mempertimbangkan manajemen produksi
kembang gula tidak jauh beda dengan farmasi. Produk kembang gula yang
dikembangkan oleh Nimm’s antara lain hard candy, chew candy, deposit candy, dan
compressed candy. Untuk mengantisipasi perkembangan permintaan pasar yang
dinamis maka divisi kembang gula Nimm’s telah dilengkapi dengan mesin-mesin
yang canggih dan mutakhir. Selain pengembangan peralatan produksi, divisi
kembang gula Nimm’s juga melakukan inovasi dalam rasa. Saat ini divisi ini telah
menghasilkan berbagai variasi kembang gula rasa unik dan sangat digemari oleh
masyarakat antara lain Hexos, Nano - Nano, dan Frozz.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
2.2.6.3 Produk Alami (Natural Products)
Selain melakukan diversifikasi usaha ke industri makanan, PT. Konimex juga
melakukan penelitian dan pengembangan produk kesehatan yang berbasiskan bahan-
bahan alami. Hal ini disebabkan masyarakat yang cenderung beralih ke pengobatan
tradisional menggunakan bahan alami. Kecenderunagan masyarakat tersebut
mendorong PT. Konimex untuk melakukan penelitian dan pengembangan produk
kesehatan yang berbasiskan bahan-bahan alami. Hingga saat ini telah ada 23 produk
berbasis bahan alami yang suda dipasarkan antara lain Konicare Minyak Telon,
Konicare Minyak Kayu Putih, Virugon, Herba Drink Sari Jahe, Sari Temulawak, dan
Kunir Asam. Dengan demikian, usaha ”ikut menyehatkan bangsa” semakin
mendekati kenyataan.
2.2.6.4 Makanan Ringan (Sobisco)
Pada tahun 1994, PT. Konimex mendirikan Sobisco sebagai langkah untuk
pemekaran usaha ke industri makanan. Sobisco adalah pabrik biskuit dan coklat yang
dilengkapi dengan fasilitas mesin-mesin canggih berkapasitas besar. Di antara
produk-produk Sobisco yang terkenal di masyarakat antara lain Snips Snaps, Tini
Wini Biti, Choco Mania, Diasweet dan Wafer Litebite.
2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
43/MENKES/SK/II/1988 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
maka setiap industri farmasi harus menerapkan persyaratan yang tercantum dalam
CPOB tersebut. CPOB menyangkut seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.
CPOB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan
obat diproduksi dan mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang
dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaan
poduk disamping persyaratan lainnya.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
Alasan penerapan CPOB oleh industri farmasi antara lain:
a. Tuntutan pemerintah
Mencegah persaingan tidak sehat di Industri Farmasi dan menjamin obat yang
dikonsumsi bermutu tinggi dan tidak membahayakan pemakainya.
b. Tuntutan konsumen
Konsumen menghendaki obat yang manjur, aman, bermutu (isi sesuai etiket,
sesuai tujuan penggunaanya, dan tidak rusak hingga pemakaian).
c. Tuntutan perusahaan
Komitmen perusahaan, citra perusahaan, kesinambungan bisnis perusahaan.
Dalam Pedoman CPOB tahun 2012, terdapat dua belas aspek yang harus
dipenuhi dalam penerapan CPOB.
2.3.1 Manajemen Mutu
Sediaan obat yang diproduksi oleh perusahaan farmasi haruslah diupayakan
agar tercapai tujuan penggunaannya, persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin
edar (registrasi), aman, bermutu tinggi, dan efektif. Yang bertangungjawab dalam hal
ini adalah suatu manajemen “Kebijakan Mutu”, didukung oleh partisipasi dan
komitmen jajaran di semua departemen di dalam dan luar perusahaan. Diperlukan
pula adanya sistem Pemastian Mutu yang bertujuan mencapai konsistensi mutu dan
dapat diandalkan, yang diterapkan secara menyeluruh berdasarkan cara pembuatan
obat yang baik (CPOB) yang terdokumentasi efektivitasnya.
Unsur dasar manajemen mutu adalah:
a. suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya; dan
b. tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat
kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan
akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan tindakan
tersebut disebut Pemastian Mutu.
Semua bagian sistem Pemastian Mutu hendaklah didukung dengan
ketersediaan personil yang kompeten, bangunan dan sarana serta peralatan yang
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
cukup dan memadai. Tambahan tanggung jawab legal hendaklah diberikan kepada
kepala Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Pemastian Mutu adalah suatu konsep luas yang mencakup semua hal baik
secara tersendiri maupun secara kolektif, yang akan memengaruhi mutu dari obat
yang dihasilkan. Pemastian Mutu adalah totalitas semua pengaturan yang dibuat
dengan tujuan untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai
dengan tujuan pemakaiannya. Setiap perkembangan tren dan perbaikan mutu selalu
perlu untuk disesuaikan dengan mutu produk yang ada saat ini. Penyesuaian secara
berkala biasanya dilakukan tiap tahun dan didokumentasikan, dengan
mempertimbangkan hasil kajian ulang sebelumnya.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOB yang berhubungan dengan
pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi
dan prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan
relevan telah dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan
serta produk yang belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya
dinilai dan dinyatakan memenuhi syarat. Setiap industri farmasi hendaklah
mempunyai fungsi Pengawasan Mutu yang independen dari bagian lain. Sumber daya
yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi
Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini
dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif.
Pemastian Mutu, Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), Pengawasan
Mutu, dan Manajemen Risiko Mutu adalah aspek manajemen mutu yang saling
terkait. Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini
dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu
hendaklah memastikan bahwa:
a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara ilmiah,
pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada perlindungan pasien;
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
b. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu
sepadan dengan tingkat risiko.
2.3.2 Personalia
Penyediaan personil, yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai, adalah
hal yang sangat penting dalam pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu
yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Personil yang tersedia haruslah
memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,
termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dalam pelaksanaan semua tugas.
Semua personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan
mutu dan kepala bagian manajemen mutu (pemastiaan mutu). Struktur organisasi
industri farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga bagian produksi, pengawasan
mutu, manajemen mutu (pemastian mutu) dipimpin oleh orang yang berbeda serta
tidak saling bertanggung jawab satu terhadap yang lain.
Industri farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang
karena tugasnya harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau
laboratorium (termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi
personil lain yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Pelatihan
diberikan secara berkesinambungan dan efektif penerapannya serta dinilai secara
berkala.
Kepala bagian Produksi hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan
terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang
memadai dalam bidang pembuatan obat dan keterampilan manajerial sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian
Produksi hendaklah diberi kewenangan dan tanggung jawab penuh dalam produksi
obat.
Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah seorang apoteker terkualifikasi
dan memperoleh pelatihan yang sesuai, memiliki pengalaman praktis yang memadai
dan keterampilan manajerial sehingga memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
secara profesional. Kepala bagian Pengawasan Mutu hendaklah diberi kewenangan
dan tanggung jawab penuh dalam pengawasan mutu.
Kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah seorang
apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, memperoleh pelatihan yang sesuai,
memiliki pengalaman praktis yang memadai dan keterampilan manajerial sehingga
memungkinkan untuk melaksanakan tugasnya secara profesional. Kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah diberi kewenangan dan tanggung
jawab penuh untuk melaksanakan tugas yang berhubungan dengan sistem mutu/
pemastian mutu.
Untuk menjamin personil memiliki kualifikasi yang dibutuhkan, industri
farmasi hendaklah memberikan pelatihan bagi seluruh personil yang karena tugasnya
harus berada di dalam area produksi, gudang penyimpanan atau laboratorium
(termasuk personil teknik, perawatan dan petugas kebersihan), dan bagi personil lain
yang kegiatannya dapat berdampak pada mutu produk. Di samping pelatihan dasar
dalam teori dan praktik CPOB, personil baru hendaklah mendapat pelatihan sesuai
dengan tugas yang diberikan. Pelatihan berkesinambungan hendaklah juga diberikan,
dan efektifitas penerapannya hendaklah dinilai secara berkala. Hendaklah tersedia
program pelatihan yang disetujui kepala bagian masing-masing. Pelatihan spesifik
hendaklah diberikan kepada personil yang bekerja di area di mana pencemaran
merupakan bahaya, misalnya area bersih atau area penanganan bahan berpotensi
tinggi, toksik atau bersifat sensitisasi.
2.3.3 Bangunan dan Fasilitas
Pelaksanaan operasi yang benar akan mudah dilaksanakan apabila bangunan
untuk pembuatan obat memiliki desain, konstruksi, serta letak yang memadai
disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik. Lokasi bangunan hendaklah dipilih
lokasi yang bebas dari pencemaran lingkungan. Selain itu bangunan mempunyai
ventilasi udara yang baik, sistem pengolahan limbah, serta menghindari terjadinya
pencemaran silang dan terlewatnya prosedur produksi yang dapat menurunkan mutu
obat.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
Persyaratan rancang bangun dan tata letak ruang yang perlu diperhatikan pada
suatu industri farmasi adalah sebagai berikut:
a. Mengikuti alur kerja produksi yang bertujuan untuk memudahkan pengawasan
suatu rangkaian produksi, mencegah kontaminasi silang, dan terhambatnya arus
kegiatan.
b. Luas ruangan kerja memadai, sehingga penempatan peralatan dan bahan-bahan
dapat teratur dan memungkinkan terlaksananya kegiatan, kelancaran arus kerja,
arus barang, arus komunikasi, dan pengawasan yang efektif.
c. Pencegahan terjadinya penggunaan kawasan produksi sebagai tempat lalu lintas
umum atau sebagai tampat penyimpanan, kecuali untuk bahan-bahan yang
sedang dalam proses.
d. Tersedianya ruangan yang terpisah untuk membersihkan peralatan dan untuk
menyimpan bahan pembersih.
e. Kamar ganti dan tempat penyimpanan pakaian berhubungan langsung dengan
daerah pengolahan tetapi terpisah dari daerah produksi.
f. Toilet tidak terbuka langsung ke arah produksi, tetapi letaknya terpisah dan
dilengkapi dengan ventilasi yang baik.
g. Konstruksi hendaklah kokoh, kedap air, dan dapat melindungi dari pengaruh
cuaca dan pengaruh lainnya, seperti masuk serta bersarangnya serangga.
h. Permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai, langit-langit, pintu, dan
jendela) hendaklah rata dan halus, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka,
mudah dibersihkan, tahan desinfektan dan tidak merupakan tempat pertumbuhan
mikroorganisme. Sudut-sudut antar dinding, lantai dan langit-langit di daerah
kritis hendaklah berbentuk lengkungan.
i. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan memiliki bak kontrol serta
ventilasi yang baik.
j. Bangunan harus dilengkapi dengan penerangan yang efektif dan mempunyai
ventilasi dengan sistem pengendalian udara untuk mencegah kontaminasi silang.
Pemasangan pipa dan instalasi lain di daerah produksi tidak menimbulkan lubang
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
yang dalam, sulit dibersihkan dan sedapat mungkin dipasang di luar daerah
produksi.
Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area
penyimpanan, koridor dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam
kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan
diperbaiki di mana perlu. Perbaikan serta perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah
dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak memengaruhi mutu obat.
Tingkat kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat hendaklah
diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum partikulat udara yang
diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan.
Tabel 2.1 Kelas ruangan dan persyaratan partikulat udara yang diperbolehkan
Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk
steril sedangkan Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk
nonsteril.
Jenis bahan untuk desain lantai juga perlu diperhatikan untuk masing-masing
area. Pada area produksi dan ruang steril, permukaan lantai dikehendaki tidak boleh
berpori sehingga beton harus dilapisi dengan epoksi atau poliuretan. Pada area
gudang, cukup digunakan beton padat yang bersifat menahan debu. Pada ruang
laboratorium, desain lantai dapat menggunakan beton berlapis vinil dengan
sambungan agar kedap air atau ubin keramik yang bersifat tahan terhadap bahan
kimia. Pada area pengemasan sekunder cukup digunakan ubin keramik.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Dinding dan langit-langit harus berplester dan tidak boleh terdapat goresan.
Pada persambungan antara lantai dan dinding tidak boleh membentuk sudut,
melainkan melengkung untuk mencegah menumpuknya debu dan memudahkan
pembersihan.
2.3.4 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki desain
dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi
dengan tepat sehingga mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari batch ke
batch dan untuk memudahkan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi
silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk
pada mutu produk.
Rancang bangun dan konstruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan,
yaitu permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau
produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorbsi yang dapat
memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
Peralatan manufaktur hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah
dibersihkan. Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang
rinci serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering. Peralatan hendaklah dipasang
sedemikian rupa untuk mencegah risiko kesalahan atau kontaminasi. Peralatan satu
sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk menghindarkan
kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan kecampurbauran produk.
Peralatan hendaklah dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
pencemaran yang dapat memengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
Kegiatan perbaikan dan perawatan hendaklah tidak menimbulkan risiko terhadap
mutu produk.
Pelaksanaan perawatan dan pemakaian suatu peralatan utama hendaklah
dicatat dalam buku log alat yang menunjukkan tanggal, waktu, produk, kekuatan dan
nomor setiap bets atau lot yang diolah dengan alat tersebut. Catatan untuk peralatan
yang digunakan khusus untuk satu produk saja dapat ditulis dalam catatan bets.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
Peralatan dan alat bantu hendaklah dibersihkan, disimpan, dan bila perlu
disanitasi dan disterilisasi untuk mencegah kontaminasi atau sisa bahan dari proses
sebelumnya yang akan memengaruhi mutu produk termasuk produk antara di luar
spesifikasi resmi atau spesifikasi lain yang telah ditentukan.
Bila peralatan digunakan untuk produksi produk dan produk antara yang sama
secara berurutan atau secara kampanye, peralatan hendaklah dibersihkan dalam
tenggat waktu yang sesuai untuk mencegah penumpukan dan sisa kontaminan (misal:
hasil urai atau tingkat mikroba yang melebihi batas). Sedangkan, peralatan umum
(tidak didedikasikan) hendaklah dibersihkan setelah digunakan memproduksi produk
yang berbeda untuk mencegah kontaminasi silang.
2.3.5 Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui
suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
Prosedur higiene perorangan termasuk persyaratan untuk mengenakan pakaian
pelindung hendaklah diberlakukan bagi semua personil yang memasuki area produksi,
baik karyawan purnawaktu, paruhwaktu atau bukan karyawan yang berada di area
pabrik, misal karyawan kontraktor, pengunjung, anggota manajemen senior dan
inspektur. Untuk menjamin perlindungan produk dari pencemaran dan untuk
keselamatan personil, hendaklah personil mengenakan pakaian pelindung yang bersih
dan sesuai dengan tugasnya termasuk penutup rambut. Pakaian kerja kotor dan lap
pembersih kotor (yang dapat dipakai ulang) hendaklah disimpan dalam wadah
tertutup hingga saat pencucian, dan bila perlu, didisinfeksi atau disterilisasi.
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaklah didesain dan
dikonstruksi dengan tepat untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hendaklah tersedia
dalam jumlah yang cukup sarana toilet dengan ventilasi yang baik dan tempat cuci
bagi personil yang letaknya mudah diakses dari area pembuatan.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
Rodentisida, insektisida, agens fumigasi dan bahan sanitasi tidak boleh
mencemari peralatan, bahan awal, bahan pengemas, bahan yang sedang diproses atau
produk jadi. Hendaklah ada prosedur tertulis untuk pemakaian rodentisida, insektisida,
fungisida, agens fumigasi, pembersih dan sanitasi yang tepat. Prosedur tertulis
tersebut hendaklah disusun dan dipatuhi untuk mencegah pencemaran terhadap
peralatan, bahan awal, wadah obat, tutup wadah, bahan pengemas dan label atau
produk jadi. Rodentisida, insektisida dan fungisida hendaklah tidak digunakan
kecuali yang sudah terdaftar dan digunakan sesuai peraturan terkait.
Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun
bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan
dalam kondisi yang bersih.
Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk memastikan bahwa
semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan. Metode
pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Udara bertekanan
dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan bila mungkin dihindarkan karena
menambah risiko pencemaran produk. Tanpa kecuali, prosedur pembersihan, sanitasi
dan higiene hendaklah divalidasi dan dievaluasi secara berkala untuk memastikan
efektivitas prosedur.
2.3.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan; dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan
produk yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan
dan izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang
kompeten.
Pembelian bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan, dan bila memungkinkan, langsung dari produsen.
Dianjurkan agar spesifikasi yang dibuat oleh pabrik pembuat untuk bahan awal
dibicarakan dengan pemasok. Sangat menguntungkan bila semua aspek produksi dan
pengawasan bahan awal tersebut, termasuk persyaratan penanganan, pemberian label
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
dan pengemasan, juga prosedur penanganan keluhan dan penolakan, dibicarakan
dengan pabrik pembuat dan pemasok.
Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat.
Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal
penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal daluwarsa bila ada. Pada
tiap penerimaan hendaklah dilakukan pemeriksaan visual tentang kondisi umum,
keutuhan wadah dan segelnya, ceceran dan kemungkinan adanya kerusakan bahan,
dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari pemasok. Sampel
diambil oleh personil dan dengan metode yang telah disetujui oleh kepala bagian
Pengawasan Mutu. Bahan awal yang diterima hendaklah dikarantina sampai disetujui
dan diluluskan untuk pemakaian oleh kepala bagian Pengawasan Mutu.
Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi dan kesimpulan
hendaklah dicatat. Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru
diadopsi, hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok
untuk pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan
menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu. Perubahan signifikan
terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan atau bahan yang dapat
memengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses hendaklah divalidasi.
Hendaklah secara kritis dilakukan revalidasi secara periodik untuk memastikan
bahwa proses dan prosedur tetap mampu mencapai hasil yang diinginkan.
Pencemaran bahan awal atau produk oleh bahan atau produk lain harus
dihindarkan. Risiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya
debu, gas, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk yang sedang diproses,
dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat risiko
pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar. Di antara
pencemar yang paling berbahaya adalah bahan yang dapat menimbulkan sensitisasi
kuat, preparat biologis yang mengandung mikroba hidup, hormon tertentu, bahan
sitotoksik, dan bahan lain berpotensi tinggi. Produk yang paling terpengaruh oleh
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
pencemaran adalah sediaan parenteral, sediaan yang diberikan dalam dosis besar
dan/atau sediaan yang diberikan dalam jangka waktu yang panjang. Tiap tahap proses,
produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan
pencemaran lain.
Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot
dengan tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan
atau produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada
tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan. Sistem
penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama tidak
dipakai secara berulang. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu
buku log. Catatan tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas
produk dan ukuran bets/lot yang bersangkutan.
Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus
produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Pengendalian
terhadap pengeluaran bahan dan produk tersebut untuk produksi, dari gudang, area
penyerahan, atau antar bagian produksi, adalah sangat penting. Hanya bahan awal,
bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh
Pengawasan Mutu dan masih belum daluwarsa yang boleh diserahkan. Untuk
menghindarkan terjadinya kecampurbauran, pencemaran silang, hilangnya identitas
dan keraguan, maka hanya bahan awal, produk antara dan produk ruahan yang terkait
dari satu bets saja yang boleh ditempatkan dalam area penyerahan. Setelah
penimbangan, penyerahan dan penandaan, bahan awal, produk antara dan produk
ruahan hendaklah diangkut dan disimpan dengan cara yang benar sehingga
keutuhannya tetap terjaga sampai saat pengolahan berikutnya.
Semua bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang
dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar
dan direkonsiliasi. Bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
hendaklah tidak dikembalikan ke gudang penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi
yang telah ditetapkan.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
dipakai. Kegiatan pembuatan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan bersamaan
atau berurutan di dalam ruang yang sama kecuali tidak ada risiko terjadinya
kecampurbauran atau pencemaran silang. Kondisi lingkungan di area pengolahan
hendaklah dipantau dan dikendalikan agar selalu berada pada tingkat yang
dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan. Sebelum kegiatan pengolahan dimulai
hendaklah diambil langkah untuk memastikan area pengolahan dan peralatan bersih
dan bebas dari bahan awal, produk atau dokumen yang tidak diperlukan untuk
kegiatan pengolahan yang akan dilakukan. Semua peralatan yang dipakai dalam
pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan
bersih secara tertulis sebelum digunakan.
Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang
tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dipertanggungjawabkan dan dilaporkan.
Semua wadah dan peralatan yang berisi produk antara hendaklah diberi label dengan
benar yang menunjukkan tahap pengolahan. Sebelum label ditempelkan, semua
penandaan terdahulu hendaklah dihilangkan. Semua produk antara dan ruahan
hendaklah diberi label.
Sebelum kegiatan pengemasan dimulai, hendaklah dilakukan pemeriksaan
untuk memastikan bahwa area kerja dan peralatan telah bersih serta bebas dari produk
lain, sisa produk lain atau dokumen lain yang tidak diperlukan untuk kegiatan
pengemasan yang bersangkutan. Kesiapan jalur pengemasan hendaklah dilaksanakan
sesuai daftar periksa yang tepat. Proses pengemasan hendaklah dilaksanakan dibawah
pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir
yang dikemas. Untuk bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan
yang jelas dan disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Langkah apa
pun yang diambil hendaklah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu
(Pemastian Mutu) dan didokumentasikan.
Untuk memastikan keseragaman bets dan keutuhan obat, prosedur tertulis
yang menjelaskan pengambilan sampel, pengujian atau pemeriksaan yang harus
dilakukan selama proses dari tiap bets produk hendaklah dilaksanakan sesuai dengan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
metode yang telah disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)
dan hasilnya dicatat. Pengawasan tersebut dimaksudkan untuk memantau hasil dan
memvalidasi kinerja dari proses produksi yang mungkin menjadi penyebab variasi
karakteristik produk dalam-proses.
2.3.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan Mutu merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat
yang Baik untuk memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai
mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua
pihak yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian
serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan
untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan
memenuhi persyaratan.
Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus
terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan Pengawasan Mutu dari Produksi dianggap hal yang fundamental
agar Pengawasan Mutu dapat melakukan kegiatan dengan memuaskan.
Tiap pemegang izin pembuatan harus mempunyai Bagian Pengawasan Mutu.
Bagian ini harus independen dari bagian lain dan di bawah tanggung jawab dan
wewenang seorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai, yang
membawahi satu atau beberapa laboratorium. Sarana yang memadai harus tersedia
untuk memastikan bahwa segala kegiatan Pengawasan Mutu dilaksanakan dengan
efektif dan dapat diandalkan.
Pengambilan sampel merupakan kegiatan penting di mana hanya sebagian
kecil saja dari satu bets yang diambil. Keabsahan kesimpulan secara keseluruhan
tidak dapat didasarkan pada pengujian yang dilakukan terhadap sampel yang tidak
mewakili satu bets. Oleh karena itu cara pengambilan sampel yang benar adalah
bagian yang penting dari sistem Pemastian Mutu.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
Sampel pembanding tiap bets produk akhir hendaklah disimpan sampai satu
tahun pasca tanggal daluwarsa. Produk akhir hendaklah disimpan dalam kemasan
akhir dan dalam kondisi yang direkomendasikan. Sampel bahan awal (di luar bahan
pelarut, gas dan air) hendaklah disimpan selama paling sedikit dua tahun pasca
pelulusan produk terkait bila stabilitasnya mengizinkan. Periode waktu ini dapat
diperpendek apabila stabilitasnya lebih singkat, sesuai spesifikasinya yang relevan.
Jumlah sampel pertinggal bahan dan produk hendaklah cukup untuk memungkinkan
pelaksanaan minimal satu pengujian ulang lengkap.
Metode analisis hendaklah divalidasi. Semua kegiatan pengujian yang
diuraikan dalam izin edar obat hendaklah dilaksanakan menurut metode yang
disetujui. Hasil pengujian yang diperoleh hendaklah dicatat dan dicek untuk
memastikan bahwa masing-masing konsisten satu dengan yang lain. Semua kalkulasi
hendaklah diperiksa dengan kritis. Hasil uji di luar spesifikasi (HULS), yang
diperoleh selama pengujian bahan atau produk, hendaklah diselidiki menurut
prosedur yang disetujui.
Setelah dipasarkan, stabilitas produk jadi hendaklah dipantau menurut
program berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua
masalah stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil disolusi) yang
berkaitan dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan. Tujuan dari program
stabilitas on-going adalah untuk memantau produk selama masa edar dan untuk
menentukan bahwa produk tetap, atau dapat diprakirakan akan tetap, memenuhi
spesifikasinya selama dijaga dalam kondisi penyimpanan yang tertera pada label.
2.3.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi
diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan
untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan
yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara obyektif.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
27
Universitas Indonesia
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada
situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi
penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan
dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit
mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat
diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.
Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) hendaklah bertanggung
jawab bersama bagian lain yang terkait untuk memberi persetujuan pemasok yang
dapat diandalkan memasok bahan awal dan bahan pengemas yang memenuhi
spesifikasi yang telah ditentukan. Hendaklah dibuat daftar pemasok yang disetujui
untuk bahan awal dan bahan pengemas. Daftar pemasok hendaklah disiapkan dan
ditinjau ulang. Hendaklah dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan
dimasukkan ke dalam daftar pemasok atau spesifikasi. Evaluasi hendaklah
mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan yang dipasok. Jika audit
diperlukan, audit tersebut hendaklah menetapkan kemampuan pemasok dalam
pemenuhan standar CPOB. Semua pemasok yang telah ditetapkan hendaklah
dievaluasi secara teratur.
2.3.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi
kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk
menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu
mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran
secara cepat dan efektif.
Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi dari
penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
kepada manajemen atau bagian yang terkait. Perhatian khusus hendaklah diberikan
untuk menetapkan apakah keluhan disebabkan oleh pemalsuan. Tiap keluhan yang
menyangkut kerusakan produk hendaklah dicatat yang mencakup rincian mengenai
asal-usul keluhan dan diselidiki secara menyeluruh dan mendalam. Kepala bagian
Pengawasan Mutu hendaklah dilibatkan dalam pengkajian masalah tersebut. Jika
produk pada suatu bets ditemukan atau diduga cacat, maka hendaklah
dipertimbangkan untuk memeriksa bets lain untuk memastikan apakah bets lain juga
terpengaruh. Khusus bets yang mengandung hasil pengolahan ulang dari bets yang
cacat hendaklah diselidiki. Setelah melakukan penyelidikan dan evaluasi terhadap
laporan dan keluhan mengenai suatu produk hendaklah dilakukan tindak lanjut.
Tindak lanjut ini mencakup:
a. Tindakan perbaikan bila diperlukan
b. Penarikan kembali satu bets atau seluruh produk akhir yang bersangkutan; dan
c. Tindakan lain yang tepat.
Badan POM hendaklah diberitahukan apabila industri farmasi
mempertimbangkan tindakan yang terkait dengan kemungkinan kesalahan pembuatan,
kerusakan produk, pemalsuan atau segala hal lain yang serius mengenai mutu produk.
Operasi penarikan kembali hendaklah mampu untuk dilakukan segera dan tiap
saat. Pelaksanaan penarikan kembali, yaitu:
a. Tindakan penarikan kembali produk hendaklah dilakukan segera setelah
diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi
yang merugikan;
b. Pemakaian produk yang berisiko tinggi terhadap kesehatan, hendaklah dihentikan
dengan cara embargo yang dilanjutkan dengan penarikan kembali dengan segera.
Penarikan kembali hendaklah menjangkau sampai tingkat konsumen;
c. Sistem dokumentasi penarikan kembali produk di industri farmasi, hendaklah
menjamin bahwa embargo dan penarikan kembali dilaksanakan secara cepat,
efektif dan tuntas; dan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
d. Pedoman dan prosedur penarikan kembali terhadap produk hendaklah dibuat
untuk memungkinkan embargo dan penarikan kembali dapat dilakukan dengan
cepat dan efektif dari seluruh mata rantai distribusi.
Produk yang ditarik kembali hendaklah diberi identifikasi dan disimpan
terpisah di area yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut.
2.3.10 Dokumentasi
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu.
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil
risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya
mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula
Pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari
kekeliruan dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan yang harus dipenuhi produk
atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama pembuatan, meliputi spesifikasi
bahan awal, bahan pengemas dan produk jadi yang disahkan dengan benar dan diberi
tanggal dan bila perlu, spesifikasi bagi produk antara dan produk ruahan.
Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Dokumen Produksi
Induk, Prosedur Pengolahan Induk dan Prosedur Pengemasan Induk (Formula
Pembuatan, Instruksi Pengolahan dan Instruksi Pengemasan) menyatakan seluruh
bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta menguraikan semua operasi
pengolahan dan pengemasan. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi
tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan, pengambilan
sampel, pengujian, dan pengoperasian peralatan. Catatan menyajikan riwayat tiap
bets produk, termasuk distribusinya dan semua keadaan yang relevan yang
berpengaruh pada mutu produk akhir.
Dokumen hendaklah didesain, disiapkan, dikaji dan didistribusikan dengan
cermat. Bagian dokumen pembuatan dan hendaklah sesuai dengan dokumen
persetujuan izin edar yang relevan. Dokumen hendaklah disetujui, ditandatangani dan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
diberi tanggal oleh personil yang sesuai dan diberi wewenang. Isi dokumen
hendaklah tidak bermakna ganda; judul, sifat dan tujuannya hendaklah dinyatakan
dengan jelas. Penampilan dokumen hendaklah dibuat rapi dan mudah dicek.
Dokumen hasil reproduksi hendaklah jelas dan terbaca. Reproduksi dokumen kerja
dari dokumen induk tidak boleh menimbulkan kekeliruan yang disebabkan proses
reproduksi.
Semua perubahan yang dilakukan terhadap pencatatan pada dokumen
hendaklah ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan hendaklah memungkinkan
pembacaan informasi semula. Di mana perlu, alasan perubahan hendaklah dicatat.
Pencatatan hendaklah dibuat atau dilengkapi pada tiap langkah yang dilakukan dan
sedemikian rupa sehingga semua aktivitas yang signifikan mengenai pembuatan obat
dapat ditelusuri. Catatan pembuatan hendaklah disimpan selama paling sedikit satu
tahun setelah tanggal daluwarsa produk jadi.
Data dapat dicatat dengan menggunakan sistem pengolahan data elektronis,
cara fotografis atau cara lain yang dapat diandalkan, namun prosedur rinci berkaitan
dengan sistem yang digunakan hendaklah tersedia, dan akurasi catatan hendaklah
dicek. Apabila dokumentasi dikelola dengan menggunakan metode pengolahan data
elektronis, hanya personil yang diberi wewenang boleh mengentri atau memodifikasi
data dalam komputer dan hendaklah perubahan dan penghapusannya dicatat; akses
hendaklah dibatasi dengan menggunakan kata sandi (password) atau dengan cara lain,
dan hasil entri dari data kritis hendaklah dicek secara independen. Catatan bets yang
disimpan secara elektronis hendaklah dilindungi dengan transfer pendukung (back-up
transfer) menggunakan pita magnet, mikrofilm, kertas atau cara lain. Adalah sangat
penting bahwa data selalu tersedia selama kurun waktu penyimpanan.
2.3.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak
tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat secara jelas yang
menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang
menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Hendaklah dibuat kontrak tertulis yang meliputi pembuatan dan/atau analisis
obat yang dikontrakkan dan semua pengaturan teknis terkait. Semua pengaturan
untuk pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak termasuk usul perubahan dalam
pengaturan teknis atau pengaturan lain hendaklah sesuai dengan izin edar untuk
produk bersangkutan. Dalam hal analisis berdasarkan kontrak, pelulusan akhir harus
diberikan oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) Pemberi Kontrak.
Pemberi Kontrak bertanggung jawab untuk menilai kompetensi Penerima
Kontrak dalam melaksanakan pekerjaan atau pengujian yang diperlukan dan
memastikan bahwa prinsip dan pedoman CPOB diikuti. Pemberi Kontrak hendaklah
menyediakan semua informasi yang diperlukan kepada Penerima Kontrak untuk
melaksanakan pekerjaan kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal
lain. Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa Penerima Kontrak memahami
sepenuhnya masalah yang berkaitan dengan produk atau pekerjaan atau pengujian
yang dapat membahayakan gedung, peralatan, personil, bahan atau produk lain.
Pemberi Kontrak hendaklah memastikan bahwa semua produk yang diproses dan
bahan yang dikirimkan oleh Penerima Kontrak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
atau produk telah diluluskan oleh kepala bagian Manajemen Mutu.
Penerima Kontrak harus mempunyai gedung dan peralatan yang cukup,
pengetahuan dan pengalaman, dan personil yang kompeten untuk melakukan
pekerjaan yang diberikan oleh Pemberi Kontrak dengan memuaskan. Pembuatan obat
berdasarkan kontrak hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi yang memiliki
sertifikat CPOB yang diterbitkan oleh Badan POM. Penerima Kontrak hendaklah
memastikan bahwa semua produk dan bahan yang diterima sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Penerima Kontrak hendaklah tidak mengalihkan pekerjaan atau
pengujian apa pun yang dipercayakan kepadanya sesuai kontrak kepada pihak ketiga,
tanpa terlebih dahulu dievaluasi dan disetujui oleh Pemberi Kontrak. Pengaturan
antara Penerima Kontrak dan pihak ketiga mana pun hendaklah memastikan bahwa
informasi pembuatan dan analisis disediakan kepada pihak ketiga dengan cara yang
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
sama seperti yang dilakukan pada awalnya antara Pemberi Kontrak dan Penerima
Kontrak.
Kontrak hendaklah dibuat antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak
dengan menetapkan tanggung jawab masing-masing pihak yang berhubungan dengan
produksi dan pengendalian mutu produk. Aspek teknis dari kontrak hendaklah dibuat
oleh personil yang kompeten yang mempunyai pengetahuan yang sesuai di bidang
teknologi farmasi, analisis dan Cara Pembuatan Obat yang Baik. Semua pengaturan
pembuatan dan analisis harus sesuai dengan izin edar dan disetujui oleh kedua belah
pihak.
Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets
produk untuk diedarkan dan memastikan bahwa tiap bets telah dibuat dan diperiksa
pemenuhannya terhadap persyaratan izin edar yang menjadi tanggung jawab penuh
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
2.3.12 Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang
dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat
memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko
hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi. Seluruh
kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi hendaklah
dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV)
atau dokumen setara.
Protokol validasi tertulis hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan
validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Protokol validasi hendaklah merinci
langkah kritis dan kriteria penerimaan. Hendaklah dibuat laporan yang mengacu pada
protokol kualifikasi dan/atau protokol validasi dan memuat ringkasan hasil yang
diperoleh, tanggapan terhadap penyimpangan yang terjadi, kesimpulan dan
rekomendasi perbaikan. Tiap perubahan terhadap rencana yang ditetapkan dalam
protokol hendaklah didokumentasikan dengan pertimbangan yang sesuai.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Kualifikasi mencakup kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi
operasional, dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi Desain (KD) adalah unsur pertama
dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem atau peralatan baru. Kualifikasi
Instalasi (KI) hendaklah dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau
yang dimodifikasi. Kualifikasi operasional (KO) hendaklah dilakukan setelah KI
selesai dilaksanakan, dikaji dan disetujui. Penyelesaian KO yang berhasil hendaklah
mencakup finalisasi kalibrasi, prosedur operasional dan prosedur pembersihan,
pelatihan operator dan persyaratan perawatan preventif. Setelah selesai KO maka
pelulusan fasilitas, sistem dan peralatan dapat dilakukan secara formal. Kualifikasi
kinerja (KK) hendaklah dilakukan setelah KI dan KO selesai dilaksanakan, dikaji dan
disetujui.
Pada umumnya validasi proses dilakukan sebelum produk dipasarkan
(validasi prospektif). Dalam keadaan tertentu, jika hal di atas tidak memungkinkan,
validasi dapat juga dilakukan selama proses produksi rutin dilakukan (validasi
konkuren). Proses yang sudah berjalan hendaklah juga divalidasi (validasi
retrospektif).
Validasi prospektif dilakukan pada 3 (tiga) bets berurutan dimana ukuran bets
yang digunakan dalam proses validasi hendaklah sama dengan ukuran bets produksi
yang direncanakan. Jika bets validasi akan dipasarkan, kondisi pembuatannya
hendaklah memenuhi ketentuan CPOB, hasil validasi tersebut hendaklah memenuhi
spesifikasi dan sesuai izin edar.
Validasi konkuren dilaksanakan dalam kondisi khusus yang dimungkinkan
bila tidak dapat menyelesaikan program validasi sebelum produksi rutin dilaksanakan.
Keputusan untuk melakukan validasi konkuren harus dijustifikasi, didokumentasikan
dan disetujui oleh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
Validasi retrospektif hanya dapat dilakukan untuk proses yang sudah mapan,
namun tidak berlaku jika terjadi perubahan formula produk, prosedur pembuatan atau
peralatan. Validasi proses hendaklah didasarkan pada riwayat produk. Sumber data
hendaklah mencakup, tetapi tidak terbatas pada Catatan Pengolahan Bets dan Catatan
Pengemasan Bets, rekaman pengawasan proses, buku log perawatan alat, catatan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
34
Universitas Indonesia
penggantian personil, studi kapabilitas proses, data produk jadi termasuk catatan data
tren dan hasil uji stabilitas. Pada umumnya, validasi retrospektif memerlukan data
dari 10 (sepuluh) sampai 30 (tiga puluh) bets berurutan untuk menilai konsistensi
proses, tapi jumlah bets yang lebih sedikit dimungkinkan bila dapat dijustifikasi.
Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk konfirmasi efektivitas
prosedur pembersihan. Penentuan batas kandungan residu suatu produk, bahan
pembersih dan pencemaran mikroba, secara rasional hendaklah didasarkan pada
bahan yang terkait dengan proses pembersihan. Batas tersebut hendaklah dapat
dicapai dan diverifikasi. Hendaklah digunakan metode analisis tervalidasi yang
memiliki kepekaan untuk mendeteksi residu atau cemaran. Batas deteksi masing-
masing metode analisis hendaklah cukup peka untuk mendeteksi tingkat residu atau
cemaran yang dapat diterima.
Biasanya validasi prosedur pembersihan dilakukan hanya untuk permukaan
alat yang bersentuhan langsung dengan produk. Hendaklah dipertimbangkan juga
untuk bagian alat yang tidak bersentuhan langsung dengan produk. Interval waktu
antara penggunaan alat dan pembersihan hendaklah divalidasi demikian juga antara
pembersihan dan penggunaan kembali. Hendaklah ditentukan metode dan interval
pembersihan. Validasi prosedur pembersihan hendaklah dilakukan tiga kali berurutan
dengan hasil yang memenuhi syarat untuk membuktikan bahwa prosedur
pembersihan tersebut telah tervalidasi.
Semua perubahan yang dapat memengaruhi mutu produk atau reprodusibilitas
proses hendaklah secara resmi diajukan, didokumentasikan dan disetujui.
Kemungkinan dampak perubahan fasilitas, sistem dan peralatan terhadap produk
hendaklah dievaluasi, termasuk analisis risiko. Hendaklah ditentukan kebutuhan dan
cakupan untuk melakukan kualifikasi dan validasi ulang.
Fasilitas, sistem, peralatan dan proses termasuk proses pembersihan
hendaklah dievaluasi secara berkala untuk konfirmasi keabsahannya. Jika tidak ada
perubahan yang signifikan terhadap status validasi, peninjauan dengan bukti bahwa
fasilitas, sistem, peralatan dan proses memenuhi persyaratan yang ditetapkan akan
kebutuhan revalidasi.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
35
Universitas Indonesia
Validasi metode analisis bertujuan untuk memastikan metode analisis sesuai
dengan tujuan penggunaanya. Dalam melakukan validasi metode analisis, harus
ditentukan status kualifikasi dan kalibrasi instrumen, ketersediaan baku pembanding,
plasebo, pereaksi, serta analis yang kompeten, terlatih dan mengerti prosedur analisis
yang akan divalidasi dan protokol validasi. Protokol validasi metode analisis
mencakup tujuan, ruang lingkup, tanggung jawab, prosedur, dan kriteria penerimaan.
Dalam validasi metode analisis, parameter yang ditentukan adalah selektivitas,
linearitas, akurasi, presisi, limit deteksi (LOD) dan limit kuantitasi (LOQ).
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
36 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS PT. KONIMEX PHARMACEUTICAL
LABORATORIES
3.1 Human Resources Organization (HRO)
Sebagaimana dicantumkan dalam CPOB bahwa personalia merupakan salah
satu aspek yang harus diterapkan di industri farmasi. Industri farmasi hendaklah
memiliki personil yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang
memadai. Sumber daya manusia sebagai komponen yang penting dalam
pembentukan dan penerapan sistem pemastian mutu dalam pembuatan obat yang
benar sehingga dihasilkan produk yang terjamin kualitas, khasiat, dan keamanannya.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan
awal serta berkesinambungan, mencakup seluruh kegiatan di industri farmasi agar
kualitas tetap terjaga. Divisi Human Resources Organization (HRO) adalah bagian
yang menangani dan bertanggung jawab terhadap personalia dan manajemen sumber
daya di PT. Konimex.
Human Resources Organization (HRO) membawahi fungsi Human Resources
yang dibagi menjadi 4 yaitu Human Resources Development (HRD), Recruitment,
Personnel, dan General Service. Masing-masing bagian memiliki peran dan tugas
yang saling mendukung dalam menumbuhkan hubungan yang baik antara karyawan
dan perusahaan. Gambar struktur organisasi Human Resources Organization (HRO)
adalah sebagai berikut :
Gambar 3.1 Struktur organisasi Human Resources Organization (HRO).
Human Resources Organization
(HRO)
HRD ManagerRecruitment
ManagerPersonnel manager
General Service Manager
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Bagian Human Resources Development (HRD) dibawah divisi Human
Resources Organization (HRO) memiliki tanggung jawab sebagai berikut :
a. Menjamin terselenggaranya pengembangan SDM yang efektif dan efisien,
dengan melakukan pelatihan dan pengembangan SDM.
b. Menjamin tersedianya informasi yang berkaitan dengan sumber daya manusia,
pengembangan dan dokumentasinya, seperti Job Responsibility/Task List, Job
Spesification, Performance Appraisal (standar kualifikasi jabatan).
c. Menjamin terselenggaranya program-program komunikasi yang sehat untuk
pembinaan SDM melalui Web HRD – Knowledge Management, giant banner,
forum diskusi, dan Majalah Internal Konimex (Kontex).
d. Menjamin tersedianya program-program perbaikan yang dilakukan terus menerus
demi tercapainya 5R : ringkas, rapi, resik, rawat, rajin.
e. Menjamin terselenggaranya kegiatan pemeliharaan terhadap SDM, melalui riset-
riset SDM, seperti: Riset Kepuasan Karyawan, Budaya Perusahaan.
Bagian recruitment di PT. Konimex memiliki tanggung jawab untuk
menyediakan SDM sesuai dengan rencana kebutuhan tahunan maupun kebutuhan
mendadak serta menjamin pengembangan alat-alat seleksi untuk pengadaan SDM.
Proses recruitment yang dilakukan sebagai berikut :
a. Paper selection yang dilakukan dengan pemeriksaan berkas surat lamaran,
Curriculum Vitae (CV), dan lain-lain.
b. Psikotest (tes psikologi)
c. Assessment Centre, contoh case study (studi kasus), diskusi kelompok, dan
presentasi. Hal ini dilakukan untuk melihat kompetensi dan respon calon
karyawan terhadap suatu kasus.
d. Interview oleh tim recruitment dan user.
e. Medical Check Up, untuk melihat kesehatan calon karyawan.
f. Setelah lolos tahap (e), calon karyawan akan dikonfirmasi kapan harus mulai
bekerja.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
38
Universitas Indonesia
Bagian personel dari divisi Human resources Organization (HRO)
bertanggung jawab untuk :
a. Memimpin terlaksananya administrasi personalia seperti asuransi karyawan
(asuransi rumah sakit dan bersalin, dana pensiun, kecelakaan), data pribadi
karyawan, gaji, tunjangan pengobatan, tunjangan lainnya, serta indeks
kedisiplinan.
b. Memimpin pelaksanaan penyediaan sarana dan hal-hal lain yang terkait dengan
kesejahteraan karyawan, seperti: pakaian seragam karyawan, poliklinik sesuai
dengan kebijakan yang berlaku, dan sebagainya.
c. Menggali, menampung, dan mencarikan solusi terhadap semua permasalahan
personil serta mengusulkan perbaikan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), sistem,
prosedur, dan peraturan yang terkait.
d. Menerjemahkan/menafsirkan arti pasal-pasal pada Perjanjian Kerja Bersama
(PKB) yang berlaku pada saat pelatihan ataupun ketika menerima pertanyaan
dari karyawan/kepala bagian/supervisor di lingkungan non-operation.
e. Memimpin pelaksanaan/melaksanakan tugas-tugas terkait dengan pelatihan-
pelatihan dan pengembangan SDM terkait antara lain induction training untuk
karyawan tingkat pelaksana, pembinaan sikap/mental dengan input tingkat
kedisiplinan dan penilaian prestasi kerja.
Bagian General Services dari divisi Human Resources Organization (HRO)
adalah merupakan bagian yang bertanggung jawab dalam penyediaan konsumsi
makan dan minum karyawan, perawatan taman di area PT. Konimex, pencucian
pakaian kerja karyawan, menjaga kebersihan fasilitas umum, dan pengelolaan limbah.
3.2 Quality Assurance (Pemastian Mutu)
Divisi quality assurance atau bagian pemastian mutu di PT. Konimex
merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan yang berkaitan
dengan pemastian mutu berkaitan dengan seluruh aspek yang terlibat dari bahan awal
produk, proses, serta produk akhir yang dihasilkan dan untuk menjamin kualitas
produk yang dihasilkan secara konsisten. Pilar-pilar yang menjadi dasar terbentuknya
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
39
Universitas Indonesia
jaminan mutu (quality assurance) adalah kebijakan mutu, standarisasi, validasi,
pengawasan mutu, pelatihan, audit, dan pegendalian dokumen. Dalam menjalankan
tugasnya, divisi QA PT. Konimex dibantu oleh bagian Document Control dan
membawahi bagian Pengawasan Mutu (Quality Control/QC), Validation, dan GMP.
Berikut struktur organisasi divisi pemastian mutu PT. Konimex :
Gambar 3.2 Struktur organisasi divisi Quality Assurance (Pemastian Mutu) di PT.
Konimex.
3.2.1 Document Control
Bagian esensial dari pemastian mutu salah satunya adalah dokumentasi yang
merupakan bagian dari sistem informasi manajemen. Dokumentasi dilakukan sebagai
kegiatan penyimpanan informasi ke dalam media menyimpan serta pengelolaannya.
Dokumen yang telah dibuat dikendalikan dengan menyimpan di tempat khusus yang
mudah diakses dan mudah diperoleh kembali. Upaya pengendalian ini dilakukan
untuk menekan penyimpangan terhadap tujuan perencanaan. Untuk mendapatkan
suatu produk yang berkualitas dan senantiasa konsisten mutunya, semua hal yang
berkaitan dengan pembuatan produk haruslah terdokumentasi, terstandar, dan
terkontrol.
Untuk mencapai visi quality assurance yang menjamin kualitas produk
Konimex, sesuai persyaratan stakeholder yang terpelihara selama siklus hidup produk,
melalui implementasi sistem manajemen mutu secara konsisten, maka dokumentasi
mempunyai misi sebagai berikut:
Quality Assurance Division Manager
Quality Control Manager
Validation Manager
GMP Manager
Document Control Officer
Penata Administrasi & Dokumentasi
Petugas Arsip
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
40
Universitas Indonesia
a. Menjaga kualitas hasil
b. Melepaskan ketergantungan organisasi pada perorangan
c. Bahan pembelajaran untuk orang baru
d. Tools audit eksternal/internal
e. Referensi untuk perbaikan ke depan
Menurut CPOB 2012, dokumen didesain, dikaji, disetujui, ditandatangani dan
diberi tanggal oleh personil berwenang, serta didistribusikan dengan cermat dan
direvisi secara berkala. Pengendalian dokumen di PT. Konimex mengikuti ISO 9001-
2008 dalam klausul 4.2.3 yang diperlukan untuk menyetujui kecukupan sebelum
diterbitkan, memastikan perubahan dan status revisi terkini, memastikan versi yang
relevan tersedia di tempat, memastikan dapat dibaca dan mudah dikenali, memastikan
dokumen eksternal diidentifikasi serta mencegah pemakaian dokumen kadaluarsa.
Secara umum, pengendalian dokumen PT Konimex terpusat pada bagian
Document Control. Namun bagian tertentu boleh mengendalikan dokumennya sendiri
(desentral) dengan sepengetahuan dari Management Representatives (QA Manager
dan Secretary of Board of Direction). Dokumen didesain, dikaji, disetujui,
ditandatangani dan diberi tanggal oleh personil yang berwenang, kemudian
didistribusikan dengan cermat, dan direview secara berkala. Dokumen yang
dikendalikan harus direview secara periodik setiap 3 tahun untuk dokumen tingkat 1,
2 dan setiap 5 tahun untuk dokumen tingkat 3 dan 4. Rekaman dokumen disimpan
selama umur produk ditambah 1 tahun untuk rekaman batch (RB) atau rencana
produksi (RP) dan 5 tahun untuk yang non RB/RP.
Beberapa jenis dokumen dan bagian pengendali teknisnya di PT Konimex
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.1 Jenis Dokumen dan Bagian Pengendali Teknisnya di PT Konimex
Jenis Dokumen Pengendali
Dokumen Eksternal Bagian yang bersangkutan
Dokumen Internal Document Control
Rekaman Bets Document Control
Rekaman Elektronik Document Control
Surat Keputusan Direksi Sekretaris Direktur
Business Process Mapping Document Control
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
41
Universitas Indonesia
Buku + CD Proyek Document Control
Hirarki dokumen di PT. Konimex dibagi menjadi 4 level, yaitu :
a. Dokumen level 1 : berupa dokumen manual mutu, yang berisi kebijakan mutu
perusahaan. Dokumen ini merupakan dokumen tertinggi dan menjadi acuan mutu
bagi dokumen-dokumen tingkat di bawahnya. Dokumen manual mutu ditinjau
kembali secara periodik setiap 3 tahun. Draft manual mutu dievaluasi oleh semua
Kepala Divisi, Management Representative, dan Direksi. Dokumen manual mutu
ditandatangani oleh Management Representative sebagai pemeriksa dokumen
dan Direktur sebagai pemberi persetujuan dokumen.
b. Dokumen level 2 : berupa dokumen sistem dan prosedur, pedoman, dan master
plan. Dokumen ini menjelaskan mengenai aktivitas atau proses dari sistem yang
berlaku, yang melibatkan sekelompok fungsi atau sekelompok kegiatan.
Dokumen level 2 ditinjau kembali secara periodik setiap 3 tahun. Contoh dari
dokumen level 2 yaitu Pedoman Internal Audit, Sistem dan Prosedur
Pengendalian Dokumen dan Rekaman, Pedoman Pengendalian Ketidaksesuaian,
dan Pedoman Permintaan Tindak Korektif dan Pencegahan. Draft dokumen level
2 dievaluasi dan diperiksa oleh atasan pembuat dokumen hingga kepala divisi
terkait, serta diberi persetujuan oleh kepala bagian yang terkait.
c. Dokumen level 3 : berupa prosedur, protokol, standar, spesifikasi, metode, dan
gambar teknis. Dokumen ini merupakan bagan atau instruksi kerja untuk
panduan menjalankan suatu kegiatan. Dokumen level 3 ditinjau kembali secara
periodik setiap 5 tahun. Draft dievaluasi oleh atasan pembuat dokumen hingga
tingkat kepala divisi dan semua bagian terkait, serta ditandatangani oleh atasan
pembuat dokumen sebagai pemeriksa dan kepala bagaian sebagai pemberi
persetujuan. Contoh dari dokumen tingkat 2 yaitu Prosedur Teknis Pengelolaan
Dokumen dan Rekaman.
d. Dokumen level 4 : berupa formulir, rekaman, check list, daftar, data, hasil, dan
rekapitulasi. Dokumen ini digunakan untuk mencatat atau merekam hasil suatu
kegiatan/proses yang dilakukan, sebagai bukti telah dilaksanakannya
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
42
Universitas Indonesia
kegiatan/proses tersebut. Peninjauan kembali dokumen level 4 dilakukan secara
periodik setiap 5 tahun.
Jenis-jenis dokumen yang dikendalikan oleh Document Control di PT.
Konimex meliputi berbagai jenis dokumen yang berhubungan langsung maupun tidak
langsung dengan proses pembuatan produk obat, yaitu :
a. Pedoman : Panduan bersama menyangkut sistem dan prosedur, yang menjelaskan
tentang sekelompok fungsi/ bagian yang terlibat dan tahapanan pekerjaan yang
harus dijalankan.
b. Prosedur : Uraian kegiatan yang harus dilakukan serta peringatan yang harus
diperhatikan berkaitan dengan pekerjaan tertentu.
c. Rekaman : Formulir isian atau catatan hasil dari pelaksanaan suatu prosedur.
d. Protokol : Uraian langkah/ tahap berkaitan dengan penelitian/ pengawasan/
validasi/ verifikasi yang akan dilakukan.
e. Standar : Uraian spesifikasi fisik/ kimia/ teknis menyangkut bahan/ produk/ alat.
f. Metode : Uraian langkah/ tahap berkaitan dengan pengujian di laboratorium.
g. Kualifikasi/ Standar Kualifikasi Personel : uraian persyaratan personel berkaitan
dengan jabatan tertentu.
Penerbitan atau pengeluaran dokumen baru di PT Konimex mengikuti alur
sebagai berikut :
Gambar 3.3 Alur penerbitan dokumen baru
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
43
Universitas Indonesia
Contoh proses dokumentasi Standard Operational Procedure (SOP) di bagian
Document Control (DC) sebagaimana gambar di atas adalah sebagai berikut:
a. Rancangan SOP yang telah disusun oleh bagian yang bersangkutan dikirimkan
ke bagian DC, kemudian bagian DC mensirkulasikan rancangan tersebut ke
bagian-bagian yang terkait untuk dievaluasi.
b. Bagian-bagian terkait mengevaluasi, memberikan komentar dan mengembalikan
rancangan SOP ke bagian DC.
c. Bagian DC mengembalikan rancangan tersebut ke bagian pembuat untuk
direvisi.
d. Setelah dilakukan revisi oleh pembuat SOP, dokumen tersebut dikirimkan ke
bagian DC untuk diminta persetujuan dari bagian-bagian yang terkait.
e. Dokumen yang telah disetujui oleh bagian-bagian yang terkait akan disimpan
oleh bagian DC beserta back up data elektroniknya dan bagian-bagian yang
terkait akan mendapatkan salinan dari dokumen tersebut. Dokumen SOP tersebut
akan dilakukan review secara periodik setiap 3 (tiga) atau 5 (lima) tahun, apabila
terjadi perubahan maka bagian dapat diminta untuk perbaikan.
Setiap dokumen yang diterbitkan di PT Konimex memiliki format isi dan
format penomoran dokumen sesuai dengan ketentuan. Pengaturan format penomoran
dokumen dilakukan dengan pemberian kode XY-Z-0-000-00, yaitu:
a. Subkode XY= bagian pembuat
b. Subkode Z= kelompok dokumen
c. Subkode 0= tingkat dokumen
d. Subkode 000= nomor urut dokumen di bagian
e. Subkode 00= status revisi dokumen
Keterangan kelompok dokumen (Z) pada format penomoran dokumen diatas
adalah sebagai berikut :
A= umum
B= bangunan
C= kalibrasi
D= validasi dan kualifikasi
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
44
Universitas Indonesia
E= bahan awal (bahan baku, pengemas)
F= produk (olahan, produk jadi)
G= reagen, pereaksi
H= mikrobiologi
I= produksi induk
J= mesin/peralatan, utilitas
K= personil
L= audit, inspeksi umum non bahan/ produk
M= K3, higiene
N= lingkungan hidup, limbah
O= pre klinis, hewan uji
Format penomoran rekaman, dilakukan dengan pemberian kode XY-000-00,
yaitu:
a. Subkode XY= bagian pembuat rekaman
b. Subkode 000= nomor urut rekaman di bagian
c. Subkode 00= status revisi rekaman
Alur proses pengendalian masa berlaku dokumen di PT. Konimex dilakukan
sesuai alur pada gambar berikut:
Cek masa berlaku dokumen
Review dokumen
Pengecekan
Ada yang kadaluwarsa?
Masih berlaku?
Tarik dan musnahkan yang lama
Distribusikan yang baru
Penarikan dan pemusnahan
Tidak
- Beri cross bila tidak berlaku- Buat revisi bila ada perubahan- Ubah tanggal bila masih berlaku
Ya
Tidak
Ada
Gambar 3.4 Alur Pengendalian Masa Berlaku Dokumen
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
Pengendalian masa berlaku dokumen dilakukan secara periodik untuk
mememastikan bahwa dokumen yang beredar adalah dokumen yang terkini/mutakhir.
Dua bulan sebelum masa berlaku dokumen habis (expired), bagian Document
Control akan mengirimkan memo kepada bagian pembuat dokumen untuk melakukan
peninjauan ulang (review) terhadap dokumen yang akan segera expired tersebut.
Dalam waktu paling lama 1 bulan sejak menerima memo, bagian tersebut diberi
kesempatan melakukan review, dan mengirimkan hasilnya berupa draft ke bagian
Document Control. Apabila dalam waktu 1 bulan sejak memo dikirimkan bagaian
tersebut belum mengirimkan hasil review, maka Document Control akan menerbitkan
memo kedua yang ditujukan kepada kepala divisi. Dalam review dokumen oleh
bagian terkait, setiap dokumen yang tidak berlaku akan diberi tanda cross, sedangkan
dokumen yang masih berlaku akan diubah tanggalnya. Apabila dokumen masih
berlaku tetapi terdapat perubahan isi, maka akan dibuat revisi dokumen tersebut.
Dokumen yang sudah tidak berlaku akan ditarik dan dimusnahkan duplikatnya,
sedangkan dokumen yang masih berlaku, maka dokumen yang lama ditarik dan
dimusnahkan dan dokumen baru akan didistribusikan.
Dalam pengendaliannya Document Control menggunakan aplikasi komputer
untuk mempermudah dan mempercepat recall data. Hal ini dibutuhkan karena
banyaknya permintaan informasi dokumen dan rekaman yang membutuhkan waktu
lama jika dilakukan secara manual. Aplikasi dokumen kontrol ini memberikan
peluang desentralisasi akses informasi dokumen dan paperless distribution. Aplikasi
komputer ini memiliki alamat server dan jendela login untuk memasukkan username
dan password. Pencarian dokumen dipermudah dengan memasukkan kunci judul dan
sub nomor. Keuntungan aplikasi dokumen kontrol yaitu praktis dan cepat untuk
mengetahui nomor, judul, tanggal terbit dan status dokumen, isi dokumen, rekaman
yang menyertai, distribusi dokumen, dokumen yang diterima suatu bagian, daftar
semua dokumen/rekaman dan sosialisasi dokumen.
Document Control masih mengalami kesulitan dalam aplikasi sistem ini di
lapangan, yaitu waktu evaluasi draft dan persetujuan belum dapat memenuhi dua hari
per orang, dokumen yang sudah tidak berlaku belum dapat sepenuhnya terambil dari
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
46
Universitas Indonesia
titik penggunaan, dan dokumen kadaluarsa belum dapat sepenuhnya ditinjau ulang
tepat waktu.
3.2.2 Quality Control (QC)
Bagian yang bertanggung jawab mengendalikan semua tindakan selama
manufacturing untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan secara konsisten
memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan adalah bagian Quality Control (QC).
Tanggung jawab bagian QC di PT. Konimex antara lain:
a. Memastikan semua material (bahan baku) dan packaging material memenuhi
standar kualitas perusahaan dan spesifikasi.
b. Melakukan inspeksi, testing (pengujian), dan identifikasi untuk memastikan
bahwa produk PT. Konimex yang diproduksi memenuhi standar.
c. Memberikan informasi monthly review dan annual review.
d. Melakukan investigasi terhadap temuan-temuan bermasalah ketika dilakukan
testing dan inspeksi.
e. Melakukan studi “on going stability” untuk semua produk jadi.
f. Melakukan review terhadap komplain, saran terkait kualitas serta melakukan
pengawasan terhadap tindakan perbaikan jika diperlukan.
g. Mengambil bagian dalam studi validasi dan audit vendor.
Quality Control Manager di PT. Konimex membawahi IMI (Incoming
Material Inspection) & Microbiology, IPC I, IPC II, dan QC Food Supervisor seperti
tampak dalam diagram struktur organisasi di berikut :
Gambar 3.5 Struktur Organisasi QC
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Adapun peran masing-masing bagian antara lain:
a. IMI & Mikrobiologi: melakukan inspeksi terhadap barang datang (incoming
material) serta pengujian mikrobiologis, kontrol HVAC, purified water di line
produksi I, dan penanganan limbah cair.
b. IPC I: Menangani line Produksi I dan menangani complain kualitas serta studi
“on going stability”.
c. IPC II: Menangani line Produksi II & III dan mengontrol HVAC serta purified
water di line Produksi II & III.
Pemeriksaan yang dilakukan oleh QC di PT. Konimex meliputi :
3.2.2.1. Pemeriksaan barang datang
Pada PT. Konimex dilakukan pemeriksaan terhadap semua material yang baru
tiba dari supplier (bahan baku, bahan kemas, dan bahan kimia lain terkait proses).
Pemeriksaan tersebut berfungsi untuk mengetahui kesesuaian kualitas barang yang
datang dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Alur penerimaan barang di
PT.Konimex adalah sebagai berikut:
Gambar 3.6 Alur Penerimaan Barang PT. Konimex
Raw material dan packaging material dari supplier di terima oleh bagian
gudang PT. Konimex dan dilakukan pemeriksaan fisik barang untuk mengetahui
kesesuaian barang yang dipesan dengan pesanan pembelian dan surat jalan yang
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
48
Universitas Indonesia
meliputi nama barang, jumlah, data supplier, expired date product, dan tanggal
pengiriman barang ke pabrik.
Material tersebut kemudian disimpan dalam karantina di gudang untuk
dilakukan pemeriksaan terhadap prosedur penerimaannya oleh bagian pembelian.
Apabila prosedur pembeliannya tidak benar maka barang dikembalikan kepada
supplier dan apabila prosedur pembeliannya sudah benar maka akan diberi BPB
(Bukti Penerimaan Barang) kepada supplier. Barang yang sudah diterima selanjutnya
dilakukan sampling oleh bagian QC. Bagian QC melakukan inspeksi dan testing
terhadap barang yang datang kemudian dilakukan labeling dan recording.
Dari hasil pemeriksaan yang diperoleh apabila barang yang datang tidak
memenuhi spesifikasi maka barang tersebut dikembalikan kepada supplier atau
dimusnahkan (sesuai ketentuan dengan supplier) dan apabila barang yang dating
tersebut memenuhi spesifikasi maka barang tersebut dimasukkan dan disimpan di
gudang untuk selanjutnya dapat digunakan dalam proses produksi.
Tindakan sampling yang dilakukan oleh QC memungkinkan terjadinya
kerusakan atau kontaminasi bahan yang disampling, oleh karena itu pemeriksaan QC
tidak dilakukan pada setiap tahapan namun hanya dilakukan pada titik kritis tertentu.
Perusakan karena dalam proses sampling harus membuka wadah yang
memungkinkan kerusakan zat aktif apabila kontak dengan luar terutama ada bahan
yang tidak stabil. Kontaminasi bisa terjadi karena dalam proses sampling
membutuhkan alat, dan alat yang digunakan bisa mengkontaminasi bahan.
3.2.2.2 Penanganan Bahan Baku (Raw Material)
Bagian IMI melakukan sampling dan testing terhadap bahan baku (raw
material) yang datang. Inspeksi yang dilakukan meliputi kondisi pengemas,
pengecekan secara visual, dan pengecekan informasi yang tertera pada label yang
diberikan oleh supplier. Testing yang dilakukan bagian IMI terhadap barang yang
datang meliputi pemeriksaan kemurnian, identitas dan pemeriksaan karakteristik yang
lain. Proses pengendalian selalu dianalisis terhadap baku pembanding yang telah
memiliki CoA. Bahan baku diambil di ruang sampling untuk mencegah terjadinya
kontaminasi dari luar terhadap bahan baku.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
49
Universitas Indonesia
Ruang sampling yang ada di PT.Konimex merupakan ruang kelas 100.000
(grey area). Ruang sampling diperiksa jumlah partikel dan mikroba setiap bulannya
untuk menjaga ruangan tetap dalam kondisi yang dipersyaratkan sehingga bahan baku
tidak tercemari oleh partikel dan mikroba. Ruang sampling hanya dapat digunakan
ketika dalam kondisi bersih dan memenuhi spesifikasi yang dipersyaratkan. Dalam
proses sampling dilakukan oleh personil yang telah terkualifikasi supaya tidak terjadi
kesalahan dalam proses sampling dan personil juga wajib menggunakan pakaian
khusus grey area dengan tujuan bahan baku tidak tercemari oleh partikel – partikel
yang dibawa oleh personil sampling.
Sampling dilakukan dengan alat yang disebut Bayonet, dengan pengambilan
sampel di bagian permukaan untuk sampel yang representatif. Bayonet merupakan
alat yang berbentuk seperti bambu runcing yang terbuat dari stainless steel. Alat
sampling yang lain yaitu three zone sampler yang dapat digunakan tidak hanya untuk
mengambil sampel di permukaan tetapi juga dapat digunakan untuk pengambilan
sampel dari atas, tengah hingga ke bagian wadah.
Metode yang digunakan dalam melakukan sampling bahan baku oleh bagian
IMI disesuaikan dengan tingkat kestabilan bahan. Bahan baku yang sifatnya stabil
akan langsung dilakukan sampling begitu kedatangan dan 2 tahun setelahnya
dilakukan pengujian kembali. Bahan baku yang tidak stabil hanya diambil satu wadah
dari total wadah yang datang. Sedangkan bahan baku yang sifatnya sangat tidak stabil
tidak dilakukan sampling setelah barang datang. Bahan ini akan diberikan label
karantina dan baru akan disampling 1 minggu sebelum proses produksi. Metode
sampling bahan baku dapat dilihat panda tabel berikut:
Tabel 3.2 Metode Sampling Raw Material yang dilakukan oleh bagian IMI
Kategori Segera Setelah Kedatangan
Raw Material
Satu minggu sebelum
proses Produksi
A (Stabil) N + 1 0 *)
B ( Tidak stabil) 1 N‟ + 1
C(Sangat tidak stabil) 0 N‟ + 1
Keterangan : *) = Setelah dua tahun harus di tes ulang, N = Jumlah Kontainer
N‟= Jumlah kontainer yang diperlukan untuk proses
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
50
Universitas Indonesia
Dalam melakukan uji identifikasi banyak menyebabkan limbah, untuk
mengantisipasi hal tersebut PT. Konimex menggunakan pengganti uji identifikasi
dengan sistem finger print. Alat tersebut mampu mengidentifikasi bahan tanpa harus
merusak plastik kemasan bahan karena kemampuannya menembus hingga ketebalan
tertentu. Alat ini menggunakan sinar Raman dengan panjang gelombang yang luas
sehingga mampu mendeteksi hampir semua senyawa organik. Data hasil uji
identifikasi langsung terekam dan dapat dipindahkan ke komputer. Dengan
menggunakan alat tersebut juga dapat mempersingkat waktu untuk identifikasi.
3.2.2.3 Penanganan bahan pengemas (packaging material)
Inspeksi yang meliputi kondisi pengemas, warna, desain, dan pengecekan
spesifikasi informasi. Pengujian yang dilakukan meliputi pemeriksaan bobot
pengemas (gramasi), bonding strength, dan ukuran pengemas. Metode sampling yang
digunakan untuk bahan pengemas menggunakan Military Standard 105E, sedangkan
untuk jenis kemasan roll diambil 1,5 m pertama sebagai sampelnya. Dalam proses
sampling, ada beberapa kriteria kerusakan, yaitu defect (0%), critical (1%), mayor
(6,5%), dan minor (10%). Kriteria Konimex tersebut ditetapkan oleh QC atas
persetujuan supplier. Cacat pada kriteria critical dinilai lebih mengganggu dalam
produksi daripada kriteria mayor dan minor sehingga kriteria penerimaan critical
lebih ketat, yakni 1%, artinya dalam satu kali barang datang, kerusakan yang
termasuk dalam critical hanya boleh 1 % secara statistik.
Bahan pengemas primer disampling di ruang khusus sampling yang
merupakan grey area. Bahan pengemas sekunder tidak perlu di ruang khusus.
Sebagai dasar pemeriksaan bahan pengemas antara lain kesesuaian warna, desain,
banyak tidaknya coretan pada kemasan, dll. Dilakukan juga uji beban, kekuatan
pengemas, dan ukuran. Bahan pengemas yang lulus QC disimpan di gudang sesuai
dengan kondisi penyimpanannya, sedangkan bahan pengemas yang ditolak
ditempatkan terpisah yaitu di area rejected untuk segera dikembalikan ke supplier
sesuai perjanjian.
3.2.2.4 Pengujian mikrobiologi dan lingkungan
Pengujian mikrobiologi yang dilakukan meliputi:
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
51
Universitas Indonesia
a. TAMC (Total Aerobic Microbial Count), dilakukan menggunakan media yang
tidak selektif, yaitu TSA (Triptic Soy Agar) dengan metode pour plate,
diinkubasi selama 24-48 jam dan dihitung jumlah total kolon mikroba aerobik
yang tumbuh. Satuan hasil yang didapat ialah CFU (Colony Forming Unit)
dengan satuan CFU/gram atau CFU/ml
b. Identifikasi mikroba, lebih spesifik untuk yang pathogen (E. coli, Pseudomonas
aeruginosa)
c. Potensi antibiotik, dengan metode Minimum Inhibitory Concentration (MIC)
atau kadar hambat minimum (KHM)
d. Uji Sterilitas, khusus untuk produk steril (tetes mata). Sampel yang digunakan
minimal 20 botol. Sampel ditanam pada media dan diinkubasi selama 7 hari. Jika
tetap jernih maka dinyatakan sampel steril.
e. Efektivitas antimikroba, untuk mengetahui efektivitas pengawet setelah kemasan
dibuka
f. Uji Limbah cair (BOD, COD). Adapun sampel yang digunakan untuk pengujian
antara lain: air sumur dalam, purified water, water for injection, limbah cair, raw
material dan produk jadi, lab scale product, serta HVAC.
Pengecekan mikroba pada ruangan dengan persyaratan mikroba menggunakan
cawan papan untuk area produksi non steril dan menggunakan Biological Air
Sampler (diletakkan di bawah HEPA filter) pada area produksi steril, pengecekan
partikel di ruangan dengan persyaratan partikel menggunakan alat particle counter.
Sampel-sampel yang dilakukan pengujian oleh bagian mikrobiologi dan
lingkungan, yaitu :
a. Deep well water (air sumur dalam), pengecekan dilakukan setiap bulan
b. Purified water (air murni), untuk pengolahan produksi, pengecekan dilakukan
setiap point of use
c. Water for Injection (WFI), untuk pengolahan produk steril, setiap hari selama
produksi
d. Waste water (air limbah), setiap minggu
e. Bahan awal dan produk jadi
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
52
Universitas Indonesia
f. Produk skala laboratorium
g. HVAC, meliputi kelembaban, jumlah partikel, mikroba, dan kapang diruang
produksi
3.2.2.5 In Process Control (IPC)
Laboratorium QC terbagi dua yaitu laboratorium pusat dan laboratorium
satelit. Pada setiap line produksi terdapat laboratorium yang bertugas pada
pemeriksaan IPC. Pada line pharma 3 terdapat tambahan laboratorium mikrobiologi,
dikarenakan sifat bahan yang diproduksi berupa sediaan semi solid yang sangat
rentan terkontaminasi oleh suatu mikroba. Perintah untuk melakukan pengambilan
dan pemeriksaan sampel diberikan oleh bagian produksi berupa selembar kertas yaitu
Rekaman Batch (RB) kecil yang berisi keterangan nama sampel dan macam-macam
uji yang akan dilakukan tetapi untuk penentuan macam-macam uji ditentukan oleh
Divisi Quality Control.
In process control pada PT. Konimex dibagi menjadi dua bagian besar yaitu
IPC 1 yang bertugas dalam menangani sampel dari produksi pharma line 1, sampel
stabilitas dan keluhan apabila terdapat keluhan yang berhubungan dengan mutu
produk dan IPC 2 yang bertugas dalam menangani sampel dari produksi pharma line
2 dan pharma line 3 yaitu sampel non tablet. Pada kontrol kualitas produksi tablet
terdapat empat titik yang menjadi perhatian IPC, yaitu :
a. Granulasi, parameter kadar air perlu diuji dengan moisture analyzer. Kadar air
merupakan titik kritis pada pembuatan tablet karena mempengaruhi sifat alir
bahan. Dengan sifat alir yang baik maka akan mempermudah dalam proses
pentabletan.
b. Lubrikasi, dilakukan identifikasi dan penetapan kadar.
c. Tableting, dilakukan pengecekan berupa penampilan visual, keseragaman bobot,
kekerasan tablet, uji disolusi dan waktu hancur. Untuk tablet coating, selain
dilakukan pemeriksaan pada tahap akhir juga dilakukan pemeriksaan terhadap
tablet intinya. Pada tablet effervescent dilakukan pemeriksaan pada suhu 250 C
dalam 20 mL air, waktu hancurnya harus < 3 menit. Uji juga dilakukan
menggunakan alat vakum untuk mengetahui kadar air pada tablet effervescent.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
53
Universitas Indonesia
d. Stripping, pemeriksaan yang dilakukan pada kemasan strip tablet adalah uji
kebocoran yang dilakukan dengan vakum dan metilen biru untuk memastikan
bahwa kemasan tidak mengalami kebocoran sehingga benar–benar mampu
melindungi & menjamin stabilitas produk.
Kontrol kualitas produksi sediaan liquid dan semisolid terdapat 3 titik
sampling yaitu:
a. Mixing (pengujian pH, viskositas, osmolality test khusus tetes mata, dan
penetapan kadar).
b. Filling (volume, leakage test/ uji kebocoran, dan torque test/ uji kekencangan
tutup botol), dan pengecekan kemasan.
c. Uji tahap akhir meliputi pemeriksaan: fisik produk, kadar zar aktif, serta
pemeriksaan kandungan mikroba. Baku pembanding yang digunakan adalah dari
produk sebelumnya yang telah sesuai dengan spesifikasi.
Kemasan pada produk cair, ada 2 jenis uji kebocoran yaitu botol dengan
diberikan tekanan tertentu (600 mmHg) dan untuk sachet dilakukan Bursting Testing
yaitu dengan pemberian beban 80 kg selama 2 menit.
Bagian IPC juga melakukan pengujian on going stability. Pengujian dilakukan
secara periodik dalam hitungan bulan, yaitu pada bulan ke-0, 3, 6, 12, 24, ED dan ED
+ 1. Temperature yang digunakan 30C. uji yang dilakukan antara lain: penetapan
kadar, tampilan fisik, pH, kekerasan, kerapuhan, disolusi, viskositas, mikrobiologi
(untuk beberapa produk). Semua batch dari seluruh jenis produk selalu diambil
sampel sebagai retained sample atau sampel pertinggal. Sampel pertinggal disimpan
selama ED + 1 tahun dan ini digunakan sebagai bantuan untuk penelusuran bila ada
keluhan dari masyarakat tentang produk tersebut dan pemeriksaan oleh Badan POM.
Kontrol kualitas membantu perusahaan untuk mengurangi biaya-biaya
produksi sehingga menjadi efisien dan efektif. Contoh biaya yang dapat ditekan,
yaitu :
a. Internal failure cost, antara lain: reject, rework, reinspection, retest, wastage/
scrap, trouble shooting, sorting substandard material.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
54
Universitas Indonesia
b. Eksternal failure cost Eksternal failure cost yang disebabkan oleh recall,
complaint, dan pengembalian yang disebabkan oleh permasalahan kualitas.
3.2.3 Validation
Berdasarkan CPOB 2012, pengertian validasi merupakan tindakan pembuktian
tiap-tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan/peralatan,
mekanisme, dalam produksi dan pengawasan yang senantiasa dilakukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan. Bagian Validation di PT. Konimex berada di bawah
divisi QA dengan obyek validasi seperti kualifikasi bahan baku, kualifikasi bahan
pengemas, kualifikasi bangunan, kualifikasi peralatan (penunjang & pembuatan),
validasi proses, validasi pembersihan, dan pemeliharaan validasi. Kualifikasi bahan
baku dan validasi metode analisis merupakan tanggung jawab bagian
Standardization, sedangkan kualifikasi bahan pengemas menjadi tanggung jawab
bagian RPD. Struktur organisasi validasi adalah sebagai berikut:
Gambar 3.7 Struktur Organisasi Validasi
3.2.3.1 Perencanaan Validasi
Kegiatan validasi direncanakan, dirinci, dan didokumentasikan dalam
Rencana Induk Validasi (RIV) atau Validation Master Plan (VMP). RIV merupakan
dokumen rencana pelaksanaan total atau individu, yang berisi cakupan, organisasi,
alur proses, dokumen yang diperlukan, jadwal dan penanggung jawab, serta status
kegiatan. Pada RIV disajikan info program kerja validasi dan rincian jadwal kerja.
Setelah RIV, dibuat protokol validasi yang merinci mengenai rancangan
tertulis dan kriteria penerimaan validasi yang telah disetujui oleh semua bagian yang
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
55
Universitas Indonesia
terkait. Pelaksanaan validasi dilakukan dengan pengumpulan dan perekaman data,
verifikasi dan dilakukan pengujian. Kemudian, dilakukan evaluasi dengan data
berupa grafik atau data statistik.
Pembuatan laporan validasi mengacu pada protokol validasi, berisi
rangkuman hasil, evaluasi, analisis penyimpangan, kesimpulan dan rekomendasi
perbaikan (saran). Apabila ada perubahan dari protokol yang telah dibuat maka harus
didokumentasikan disertai dengan alasan perubahan.
3.2.3.2 Kualifikasi
Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa fasilitas, sistem, peralatan
selalu bekerja sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan memberi hasil yang
konsisten. Jika validasi lebih terkait dengan proses, maka kualifikasi terkait dengan
unsur dalam suatu proses atau metode seperti alat, bahan, personil, fasilitas dan
sistem sehingga sebelum dilakukan validasi, perlu dipastikan bahwa unsur-unsur
dalam suatu metode atau proses tersebut telah terkualifikasi. Kualifikasi yang
dilakukan oleh bagian Validasi PT. Konimex adalah kualifikasi peralatan, sistem, dan
fasilitas yang kontak langsung dengan produk sehingga akan mempengaruhi kualitas
produk.
Kualifikasi bangunan PT. Konimex dilakukan untuk membuktikan bahwa
bangunan sesuai dengan persyaratan dalam CPOB dan memastikan bahwa bangunan
atau ruangan tidak mencemari produk. Kualifikasi bangunan meliputi desain
bangunan; konstruksi dinding, lantai, langit-langit; pengaturan perbedaan tekanan
antar ruang; pengaturan cahaya ruang; pengaturan suhu dan kelembaban ruang; dan
system tata udara ruangan.
Kualifikasi peralatan dilakukan sebagai tindakan untuk memberikan bukti
terdokumentasi bahwa mesin, sistem dan peralatan dapat berjalan sesuai dengan
spesifikas/kegunaannya. Kualifikasi peralatan meliputi Kualifikasi Desain (Design
Qualification/DQ), instalasi (Instalation Qualification/IQ), operasi (Operational
Qualification/OQ), dan kinerja (Performance Qualification/PQ). Kualifikasi
dilakukan terhadap mesin baru dan mesin lama. Kualifikasi pada mesin baru
dilakukan untuk membuktikan spesifikasi (IQ, OQ, PQ) dan mesin harus dapat
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
56
Universitas Indonesia
memenuhi kebutuhan proses. Dan kualifikasi pada mesin lama (existing) dilakukan
untuk mendokumentasikan spesifikasi, pengumpulan informasi, menentukan
spesifikasi dan mesin telah memenuhi kebutuhan proses.
Peralatan yang akan dikualifikasi ditentukan berdasarkan pengaruh langsung
terhadap kualitas produk. Di PT. Konimex, kualifikasi peralatan dikakukan terhadap
sistem yang memiliki pengaruh langsung (direct impact system) terhadap kualitas
produk, namun yang tidak berpengaruh langsung (indirect impact system) terhadap
kualitas produk juga tetap diperhatikan.
Berdasarkan kualifikasi model „V‟, tahapan awal kualifikasi dimulai dengan
pembuatan User Requirement Specifications (URS) yang merupakan turunan dari
RIV. URS berisi tentang uraian mengenai keinginan pengguna, kapasitas yang
dibutuhkan, teknis, aspek ekonomis dan kesesuaian dengan CPOB atau standar lain
yang berlaku. Functional Specifications (FS) berisi rancangan fungsi yang diinginkan
untuk mencapai URS seperti operasi, sistem kontrol/operasi, sistem alarm dan safety.
Kemudian dilakukan pembuatan System Specification (SS) yang berisi tentang
spesifikasi komponen, instrumen, alat kontrol (hardware dan software) untuk
mencapai FS.
Sebelum dilakukan konstruksi, perlu dibuat Design Qualification (DQ) yang
berarti tindakan pembuktian untuk menjamin bahwa dokumen SS menjelaskan FS
dan TS menjelaskan mengenai URS. Rancangan komponen, instrumen, alat kontrol
baik hardware maupun software untuk mencapai FS atau dengan kata lain, DQ
merupakan dokumen verifikasi desain peralatan yang diinginkan. DQ dibuat untuk
persiapan IQ, OQ, dan PQ.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
57
Universitas Indonesia
Gambar 3.8 Kualifikasi Model„V‟
Instalation Qualification (IQ) merupakan dokumentasi verifikasi instalasi
peralatan, fasilitas atau sistem baru atau yang telah dimodifikasi sesuai dengan
spesifikasi dan gambar teknik desain yang telah dibuat. IQ merupakan pembuktian
dari SS. Operational Qualification (OQ) pembuktian dari FS dan dilakukan setelah
IQ dikaji dan disetujui. OQ merupakan dokumentasi verifikasi fasilitas, sistem atau
peralatan telah berfungsi sesuai dengan rancangan pada rentang operasi yang
disetujui dan mencakup pengujian berdasarkan pengetahuan proses, sistem dan
peralatan, serta pengujian beberapa kondisi yang mencakup batas operasi atas dan
bawah (termasuk sistem safety dan alarm). Performance Qualification (PQ)
dilakukan setelah IQ dan OQ dikaji dan disetujui yang kadang dilakukan bersamaan
dengan OQ. PQ pembuktian dari URS yang telah dibuat dan merupakan
dokumentasi verifikasi bahwa fasilitas, sistem atau peralatan bisa bekerja efektif dan
memberi keterulangan hasil yang baik sesuai dengan metode spesifikasi dan proses
yang telah disetujui. Cakupan dari PQ adalah pengujian dengan menggunakan bahan,
simulasi dan pengujian beberapa kondisi mencakup batas operasional atas dan bawah.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
58
Universitas Indonesia
3.2.3.3 Kalibrasi
Kalibrasi merupakan serangkaian operasi yang menetapkan (di bawah kondisi
tertentu) hubungan antara nilai yang ditunjukan oleh instrumen pengukuran atau
sistem pengukuran atau nilai yang diwakili oleh bahan pengukur atau bahan acuan
dan nilai yang berhubungan dengan jumlah yang direalisasikan oleh standar acuan
yang mampu telusur ke standar nasional atau internasional.. Tujuan dilakukan
kalibrasi adalah untuk mendapatkan indikasi kesalahan atau koreksi dari instrumen
pengukuran, sistem pengukuran atau bahan pengukur, mendapatkan estimasi
ketidakpastian pengukuran, dan menjamin bahwa hasil pengukuran mampu tertelusur
pada standar nasional maupun internasional. Hasil dari kalibrasi alat akan diterbitkan
dalam suatu dokumen yang disebut “Sertifikat Kalibrasi” atau “Laporan Kalibrasi”.
Hasil kalibrasi dapat menunjukan suatu faktor kalibrasi atau kurva kalibrasi dan dapat
menetapkan sifat metrologi, seperti kepekaan, histerisis, kelamabatan reaksi, atau
kestabilan nol. Alat ukur standar kerja dikalibrasi dengan alat ukur standar yang
proses kalibrasinya dilakukan oleh pihak luar (laboratorium kalibrasi) yang telah
terakreditasi ISO 17025 : 2005 oleh KAN. Periode kalibrasi dapat ditentukan dengan
dasar rekomendasi dari pihak lain, karakteristik alat, dampak hasil ukur, dan sistem
dari suatu pekerjaan.
Alat yang dapat dikalibrasi adalah alat yang memiliki kriteria:
a. Mempunyai satuan.
b. Kritis untuk: mutu produk, keamanan manusia, operasi mesin.
c. Akurasi tinggi.
d. Disebut dalam dokumentasi (SOP dan catatan).
e. Kesepakatan dengan pemilik.
Dalam melakukan kegiatan kalibrasi, diperlukan standar untuk pengukuran
(kalibrator), personil pelaksana kalibrasi, prosedur atau metode yang digunakan untuk
kalibrasi, dan lingkungan serta penunjang kalibrasi. Kalibrator sudah dikalibrasi
dengan level yang lebih tinggi dan dilengkapi dengan sertifikat kalibrasi. Personil
pelaksana kalibrasi harus terkualifikasi, memiliki kompetensi, telah diberikan
pendidikan, pelatihan dan ketrampilan yang relevan, mengetahui uraian tugas dengan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
59
Universitas Indonesia
jelas, serta telah diberi kewenangan untuk melaukan kalibrasi. Prosedur atau metode
kalibrasi harus sederhana, cepat, spesifik, ekonomis, dan memiliki akurasi yang tinggi.
Prosedur atau metode kalibrasi bisa berasal dari metode baku, metode yang
dikembangkan oleh laboratorium ataupun terbitan dari ahli metrologis. Lingkungan
dan penunjang kalibrasi perlu memperhatikan antara lain partikel debu, magnet,
tekanan udara, suhu, vibrasi, dan lain-lain yang dapat mempengaruhi hasil kalibrasi.
Pelaksanaan kalibrasi alat dan instrumen di PT Konimex dilakukan oleh divisi
kalibrasi yang berada di bawah bagian Validasi.
3.2.3.4 Validasi Proses
Validasi proses menurut CPOB 2012 adalah tindakan pembuktian dan
didokumentasi bahwa proses yang dilakukan dalam batas parameter yang telah
ditetapkan bisa bekerja secera efektif dan memberikan hasil yang terulang untuk
menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang
ditetapkan sebelumnya. Tujuan validasi proses adalah untuk memenuhi regulasi,
sebagai dokumentasi tertulis bahwa proses konsisten, lebih menjamin mutu obat yang
dihasilkan, dan meningkatkan kepercayaan konsumen.
Pendekatan metode validasi yang digunakan untuk validasi proses ada tiga
yakni :
a. Validasi prospektif, yaitu validasi proses produksi yang dilakukan sebelum
produksi rutin dari produk yang akan dijual (produk baru). Pendataan dilakukan
dengan sampling. Sampel yang digunakan adalah 3 bets skala produksi berurutan
dengan kondisi komponen, peralatan, dan prosedur yang sama.
b. Validasi konkuren, yaitu validasi proses produksi yang dilakukan saat pembuatan
rutin produk yang dijual (produk existing). Pendataan dilakukan dengan
sampling. Sampel yang digunakan adalah 3 bets skala produksi berurutan dengan
kondisi komponen, peralatan, dan prosedur yang sama.
c. Validasi retrospektif, yaitu validasi proses produksi yang dilakukan oleh produk
yang telah dipasarkan dan sudah tidak terjadi perubahan formula, prosedur, dan
peralatan. Pendataan berasal dari catatan pengolahan dan pengemasan bets,
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
60
Universitas Indonesia
rekaman pengawasan proses, data produk jadi dari 10-50 bets yang berurutan
dengan proses yang sama.
Validasi yang dilakukan di PT. Konimex adalah validasi konkuren, yaitu
dilakukan terhadap produk existing dengan mengamati parameter pada tiap proses
yang dianggap kritis. Parameter yang diamati pada tiap proses yaitu Critical Process
Parameter (CPP) dan Critical Quality Attribute (CQA). CPP merupakan parameter
kritis yang bisa mempengaruhi kualitas produk, sedangkan CQA merupakan sifat-
sifat fisika kimia yang dikendalikan dalam rentang tertentu. Lingkup validasi proses
yang ada di PT. Konimex adalah penimbangan, proses pengolahan, hingga
pengemasan primer.
Langkah pelaksanaan validasi proses adalah sebagai berikut:
a. Menentukan produk yang akan divalidasi.
b. Mengumpulkan informasi mengenai produk, seperti formula, metode analisa,
fasilitas, sistem dan peralatan, pengemas, dan lain-lain.
c. Membuat protokol validasi, yang antara lain berisi latar belakang, tujuan,
cakupan, definisi (bila perlu), kualifikasi produk, kualifikasi peralatan dan sistem
penunjang, kualifikasi ruangan, prosedur (proses produksi, sampling, dan kriteria
penerimaan), penanggung jawab, jadwal validasi, informasi, rekaman, informasi
histori, dan referensi.
d. Pelaksanaan validasi, meliputi pemeriksaan jadwal produksi, pemeriksaan
dokumen yang digunakan dalam protokol validasi dengan dokumen yang ada di
produksi, pemeriksaan prasyarat validasi yaitu kualifikasi dan kalibrasi,
pengamatan parameter kritis, dan pengambilan sampel dengan jumlah sesuai
kebutuhan.
e. Pengujian sampel, dilakukan di bagian QC.
f. Analisa hasil pengujian, antara lain dengan mereview adanya pengaruh sumber
bahan baku, membandingkan nilai CPP standar dengan CPP aktual,
membandingkan spesifikasi dengan CQA aktual, menganalisis statistik nilai uji
CQA aktual, menghitung indeks kapabilitas proses, dan diagram kontrol dengan
batas spesifikasi atau 3 SD.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
61
Universitas Indonesia
g. Pembuatan laporan, secara garis besar terdiri atas pendahuluan, hasil evaluasi,
kesimpulan dan saran.
h. Re-validasi, dilakukan secara periodik setiap 5 tahun sekali dan apabila ada
perubahan yang signifikan pada sistem proses. Apabila tidak ada perubahan
maka re-validasi dapat dilihat dari annual review dan/atau validasi retrospektif,
sedangkan jika terjadi perubahan maka re-validasi dapat menggunakan validasi
konkuren.
3.2.3.5 Validasi Pembersihan
Menurut CPOB 2012, validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk
konfirmasi efektivitas prosedur pembersihan. Validasi pembersihan bertujuan untuk
membuktikan dan mendokumentasikan bahwa prosedur pembersihan yang ada
mampu membersihkan peralatan secara konsisten dari residu produk, deterjen dan
mikroba hingga batas yang dapat diterima secara konsisten. Kontaminasi dapat
berasal dari residu bahan aktif dan eksipien dan/atau hasil uraiannya; residu bahan
pembersih; kontaminan mikroba dan jamur; dan lingkungan. Mesin yang
membutuhkan validasi pembersihan adalah mesin yang memproduksi produk lebih
dari satu jenis (non-dedicated).
Proses pelaksanaan validasi pembersihan dimulai dari pengumpulan informasi.
Informasi yang dibutuhkan yaitu sebagai berikut :
a. Evaluasi peralatan/mesin dan kekhususan penggunaannya, seperti kalibrasi
mesin/alat yang berpengaruh terhadap proses pembersiha, kualifikasi mesin,
seperti luas permukaan kontak produk dan jenis permukaan alat, serta identifikasi
lokasi worst case, seperti lokasi yang permukaan kasar, material dapat
mengadsorbsi produk, sudut mati pipa, kemungkinan terjadi penumpukan
produk, dan sulit dijangkau.
b. Evaluasi produk dan pengelompokkan berdasarkan prosedur pembersihan,
dengan membuat Quality Risk Management (QRM) berdasarkan pada sifat
produk dan matriks produk-mesin. Total nilai QRM didapatkan dari nilai
kesulitan dibersihkan (occurance), kelarutan dan dosis terapi/dosis toksik
(severity), dan frekuensi produksi (detectability). Melalui QRM tersebut, akan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
62
Universitas Indonesia
didapatkan nilai kriteria worst case, yang kemudian akan dibandingkan dengan
nilai QRM masing-masing produk, sehingga akan didapatkan produk yang
termasuk dalam worst case dan memerlukan validasi pembersihan.
c. Evaluasi prosedur pembersihan, diantaranya pembersihan alat dilakukan secara
manual atau Cleaning In Place (CIP), alat dan bahan pembersih yang digunakan,
dan parameter kritis dalam prosedur pembersihan.
d. Evaluasi sampling dan pengujian, metode sampling dalam validasi pembersihan,
ada 2 yaitu: rinse, sampling dilakukan dengan mengambil sampel dari sisa
bilasan hasil proses pencucian mesin (CIP, WIP); swab, sampel diambil dengan
mengoles/usap pada lokasi worst case yang telah ditentukan areanya. Usapan
dilakukan menggunakan nilon dan media pelarut.
Kemudian akan dilakukan perihitungan nilai Maximum Allowance Carry Over
(MACO), ada 2 jenis penentuan MACO yaitu MACO ppm dan MACO dosis,
MACO yang dipilih adalah MACO yang paling kecil nilainya.
Setelah informasi terkumpul maka disusun protokol validasi pembersihan
mesin yang dilanjutkan dengan pelaksanaan validasi pembersihan dan evaluasi hasil.
Protokol yang telah terselesaikan memungkinkan dilakukan pelaksanaan validasi
pembersihan yang dilakukan pada 3 proses pembersihan berturut-turut. Sampel yang
diperoleh pada pelaksanaan validasi diberikan kepada bagian QC untuk dilakukan
analisis. Setelah hasil dari QC keluar, bagian validasi akan menganalisis data tersebut
dan membuat laporan.
Terdapat tiga kriteria penerimaan:
a. Visual : dari 3 kali proses pembersihan tidak terlihat sisa produk pada permukaan
mesin/peralatan.
b. Swab/Rinse : dari 3 kali proses pembersihan tidak terlihat bercak pada
permukaan alat swab atau air bilasan jernih, sisa residu setelah pembersihan
mesin/peralatan dari produk tidak melebihi MACO untuk batch berikutnya.
c. Mikroorganise : mikroorganisme tidak melebihi 80 cfu/25 cm2.
Pelaksanaan validasi pembersihan dilakukan berdasarkan jadwal pembersihan
mesin/alat. Evaluasi hasil dilihat setelah 3 kali pembersihan apakah sudah memenuhi
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
63
Universitas Indonesia
persyaratan kroiteria penerimaan. Apabila tidak memenuhi kriteria penerimaan
dilakukan perbaikan prosedur pembersihan (validasi ulang). Jika tidak
memungkinkan diperoleh prosedur yang valid, maka dilakukan verifikasi
pembersihan setiap selesai pembersihan.
Tahap terakhir adalah pemantauan status validasi, di mana revalidasi periodik
dilakukan setiap 5 tahun sekali atau jika terjadi perubahan dalam proses produksi
maupun prosedur pembersihan.
3.2.3.6 Pemeliharaan Validasi
Pemeliharaan validasi bertujuan untuk menjamin agar unsur-unsur pembuatan
yang meliputi bahan baku, pengemas, alat, pengujian, proses, pembersihan dan lain
sebagainya, tetap valid. Pemeliharaan validasi harus terdokumentasi, seperti catatan
operasi dan pembersihan (produksi, QC), maintenance (technical service), audit atau
inspeksi diri, penggantian, perbaikan, dan modifikasi.
Revalidasi di PT. Konimex dilakukan secara periodik (5 tahun sekali). Validasi ulang
dapat dilakukan dalam tiap periode satu kali (periodik), jika terjadi penyimpangan
(insidentil) dan jika terdapat prosedur Permintaan Perubahan (P2) atau Change
Control karena adanya perubahan formula, proses, kondisi operasi, mesin
(penggantian atau penambahan mesin), pindah, dan keperluan install ulang.
Bagian-bagian yang terkait pemeliharaan validasi yaitu bagian validation, technical
service, produksi, RPD, standardization, PRPD, QC, dan QA.
3.2.4 Good Manufacturing Practices (GMP)
Bagian GMP di PT. Konimex memastikan aspek-aspek yang ada pada CPOB
diterapkan demi tercapainya produk yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan
konsumen dan aman bagi konsumen, serta dapat menjadi promosi untuk
meningkatkan pangsa pasar. Penerapan CPOB mulai dari manajemen mutu,
personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,
pengawasan mutu, inspeksi diri, audit mutu, dan audit & persetujuan pemasok,
penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali, dokumentasi, analisis
berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi. CPOB perlu diterapkan untuk
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
64
Universitas Indonesia
mencegah persaingan yang tidak sehat pada Industri Farmasi, menjamin dan
menghasilkan obat yang bermutu tinggi, aman bagi konsumen, serta merupakan
komitmen dari perusahaan. Tanggung jawab bagian GMP yaitu :
a. Menjamin tersedianya sistem prosedur, mekanisme dan pelaksanaan serta
pengelolaan semua dokumen terkait audit GMP, Hazard Analysis of Critical
Control Point (HACCP), Halal, Lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dan International Standard Organization (ISO).
b. Menjamin tersedianya sistem prosedur serta terselenggaranya pelatihan GMP
bagi karyawan baru dan calon pemegang jabatan baru, serta pelatihan GMP
lainnya di lingkup operasi.
Selain itu, bagian GMP memiliki kebijakan untuk melakukan inspeksi diri
atau audit GMP di setiap bagian baik produksi obat, obat tradisional maupun
makanan minimal 1 tahun sekali dan terjadwal. Inspeksi akan dilakukan secara
mendadak apabila terdapat keluhan mengenai produk yang dihasilkan. Fungsi
inspeksi diri untuk evaluasi penerapan CPOB dan jika belum sesuai akan dilakukan
pembinaan lebih lanjut. Tim auditor berpedoman pada CPOB untuk farmasi, CPOTB
untuk obat tradisional, dan CPMB atau CPPOB untuk makanan. Mekanisme audit
GMP terdiri dari lima tahap, sebagai berikut:
Gambar 3.9 Mekanisme audit GMP
a. Perencanaan, yaitu merencanakan aspek-aspek yang akan diaudit sesuai dengan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
65
Universitas Indonesia
pedoman yang berlaku. Perencanaan yang dilakukan seperti perencanaan bagian
yang akan diaudit, jadwal periode audit, cakupan audit dan tim auditor yang
bertugas. Perencanaan tersebut dibuat setahun sekali oleh GMP manager.
b. Persiapan yang dilakukan diantaranya mempelajari riwayat audit sebelumnya
dari bagian yang akan diaudit, melakukan pembagian tugas, dan membuat
checklist untuk mempermudah dalam melakukan audit.
c. Pelaksanaan, bagian GMP melaksanakan audit ke semua bagian terkait, sesuai
dengan perencanaan audit yang telah disetujui oleh GMP manager.
d. Pelaporan, bagian GMP membuat hasil laporan audit ke bagian yang telah
diaudit.
e. Tindak lanjut, berupa PTKP (Permintaan Tindakan Korektif dan Pencegahan)
yang dibuat dan dilakukan oleh bagian yang diaudit. Tugas GMP untuk
mengevaluasi apakah tindakan korektif dan pencegahan telah dilakukan sesuai
dengan PTKP yang telah dibuat.
3.3 Production Planning and Inventory Control (PPIC)
PPIC di PT. Konimex bertugas untuk menghitung kebutuhan bahan untuk
kemudian diserahkan ke bagian pembelian sehingga PPIC hanya menangani
persediaan bahan baku dan pengemas. Bagian PPIC di PT. Konimex dipimpin oleh
seorang manajer yang dibantu oleh PPIC officer yang membawahi kepala inventory
control bahan baku dan pengemas serta kepala seksi gudang 1, 2, dan 3. Gudang 1
untuk penyimpanan bahan baku dan pengemas tablet, gudang 2 untuk sirup, dan
gudang 3 untuk natural product. Inventory control tidak berhubungan langsung
dengan barang dan bertugas untuk membuat perhitungan perencanaan dan persediaan,
sedangkan bagian gudanglah yang berhubungan langsung dengan barang. Struktur
oganisasi PPIC adalah sebagai berikut :
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
66
Universitas Indonesia
Gambar 3.10 Struktur Organisasi Bagian PPIC PT. Konimex
Fungsi PPIC adalah menyelaraskan kebutuhan antara bagian marketing,
produksi, keuangan dan bagian lain yang terkait agar diperoleh efisiensi kerja dan
produktivitas yang baik. Pada umumnya bagian pemasaran lebih menyukai
persediaan bahan baku dan pengemas yang besar untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan agar tidak terjadi stock out karena ketidak-pastian permintaan pasar.
Bagian produksi juga menyukai persediaan yang besar untuk kelancaran produksinya.
Namun bagian keuangan menghendaki persediaan sekecil mungkin karena persediaan
adalah uang (modal) yang berhenti. Di sinilah peran PPIC dalam menyelaraskan
asumsi, keinginan, kebutuhan bagian-bagian lain yang bisa menimbulkan
permasalahan, sehingga persediaan harus dikelola sebaik mungkin ditinjau dari
kepentingan perusahaan secara keseluruhan.
Pengadaan persediaan perlu dilakukan untuk mengantisipasi ketidakpastian
dari supplier, permintaan/kebutuhan, dan tenggang waktu serta agar pemesanan lebih
ekonomis. Ketidakpastian jumlah pasokan bahan baku/pengemas dari supplier,
ketidakpastian jumlah permintaan oleh bagian produksi/marketing, maupun
ketidakpastian tenggang waktu barang datang menjadikan masalah bagi kelancaran
PPIC Manager
Inv. Control bahan baku
admin bahan baku
Inv. Control pengemas
admin pengemas
Ka. Seksi gudang 1
admin gudang
petugas angkat
Ka. Seksi gudang 2
admin gudang
petugas angkat
Ka. Seksi gudang 3
admin gudang
petugas angkat
PPIC Officer
Admin PPIC
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
67
Universitas Indonesia
kegiatan produksi, dengan adanya bagian pengelolaan persediaan maka kerugian –
kerugian yang diakibatkan oleh faktor-faktor tersebut mampu dikendalikan.
Ada 3 jenis gudang yang dikelola PPIC yaitu :
a. Gudang biasa, untuk bahan baku yang tidak perlu suhu khusus
b. Gudang berpendingin udara (AC), untuk bahan yang perlu suhu khusus, seperti
vitamin, kemasan berupa rol supaya tidak terjadi delaminasi. Di PT. Konimex,
gudang ini memiliki suhu maksimal 25oC
c. Gudang api, untuk bahan yang mudah terbakar, seperti alkohol.
Gudang biasa dan gudang berpendingin terletak di dalam bangunan pabrik,
sedangkan gudang api terletak di luar banguanan pabrik dan harus terpisah dari
bangunan pabrik. Pest control pada gudang PPIC adalah dengan pemberian jebakan
tikus berupa lem di pojok – pojok ruang dan lampu untuk menarik serangga terbang
di depan pintu gudang.
PPIC memiliki tujuan untuk mencapai tingkat persediaan yang optimum. Hal-
hal yang harus diperhatikan antara lain barang – barang apa saja yang harus diadakan
terkait prioritas barang yang akan diadakan dan kebutuhan bagian lain; kapan
pemesanan harus dilakukan dengan memperhitungkan lead time; berapa jumlah
pesanan yang harus dibuat; dan sistem pengendalian seperti apa yang dibutuhkan.
Pola permintaan di PT. Konimex mengikuti pola dependent demand item
bukan independent demand item, yaitu kebutuhan barang ditentukan oleh permintaan
barang lain. Di PT. Konimex sistem pengendalian persediaan yang digunakan adalah
Material Requirement Planning (MRP) yang merupakan rencana kebutuhan bahan
untuk mengetahui informasi mengenai bahan apa saja yang harus dipesan, berapa
jumlahnya, serta kapan waktu pemesanannya. Dalam menetukan MRP, perlu
memperhatikan :
a. Saldo awal yang dihitung dari saldo akhir tahun sebelumnya.
b. Buffer/safety stock yang dihitung berdasarkan fluktuasi pemakaian. Buffer stock
yang ditetapkan oleh PT. Konimex adalah untuk 1 bulan produksi. Buffer stock
digunakan untuk antisipasi jika barang terlambat datang dan jika barang yang
datang ditolak oleh QC.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
68
Universitas Indonesia
c. Outstanding order, yaitu barang yang terlambat datang.
d. Lead time, yaitu waktu yang dibutuhkan dari barang dipesan hingga barang
sampai.
e. Jadwal penerimaan.
f. Minimum order.
PPIC PT. Konimex merencanakan persediaan untuk 5 bulan ke depan
dikarenakan lead time yang diperlukan adalah 3 bulan. Untuk menghitung bahan
baku dan pengemas diperlukan data 2 pihak yaitu permintaan barang jadi oleh
logistik berupa Rencana Permintaan Produksi (RPP) dan dari RPD berupa formula.
Kebutuhan akan bahan dirumuskan dalam Proyeksi Persediaan dengan
mempertimbangkan saldo awal, outstanding order, jadwal penerimaan, buffer stock,
lead time, dan minimum order.
Alur pengadaan dan penerimaan barang dimulai dari PPIC menyerahkan
Permintaan Pembelian (PP) kepada bagian purchasing untuk dibuat Order Pembelian
(OP). Bagian purchasing mengirimkan OP kepada supplier kemudian barang dikirim
ke industri, setelah PPIC menerima barang lalu dilakukan cross check barang datang
dengan OP dan melakukan input data di komputer. Barang disimpan di area karantina
di gudang dan PPIC mengeluarkan Bukti Penerimaan Barang (BPB) dan diberikan
kepada supplier untuk penagihan. Data BPB secara inline akan terdistribusi ke bagian
purchasing dan QC. QC akan melakukan pemeriksaan barang datang dan jika barang
sudah sesuai spesifikasi yang diharapkan maka QC akan memberi label lolos QC.
Hasil pemeriksaan QC akan dilaporkan dalam bentuk Nota Hasil Pemeriksaan Barang
(NPHB) dan diserahkan kepada bagian purchasing dan PPIC.
Alur permintaan dan pengembalian bahan baku dan pengemas oleh bagian
produksi dimulai dari permintaan transfer barang dari gudang ke area produksi
dengan mengirimkan Nota Transfer Barang Gudang – Produksi (NTB G-P) kepada
bagian PPIC. Setelah menerima NTB G-P maka PPIC akan melakukan cek, setelah
diterima PPIC akan mengirim NTB G-P ke gudang dan akan dilakukan pemindahan
barang dari gudang ke area produksi. Jika dalam proses produksi masih ada sisa
bahan, maka bagian produksi akan membuat Permohonan Pemeriksaan Barang
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
69
Universitas Indonesia
(PmPB) dan diserahkan ke bagian QC untuk dilakukan pemeriksaan terhadap sisa
bahan tersebut. Kemudian QC akan mengeluarkan hasil pemeriksaan dalam bentuk
Nota Hasil Pemeriksaan Barang (NPHB). Jika kondisi sisa barang dikatakan masih
baik, maka bagian produksi akan membuat Nota Transfer Barang Produksi – Gudang
(NTB P-G) dan dikirimkan ke PPIC, kemudian sisa bahan akan disimpan kembali di
gudang.
Ketika bahan baku atau pengemas yang baru datang tidak lulus pemeriksaan
QC karena tidak sesuai spesifikasi yang telah ditentukan, maka bahan baku atau
pengemas tersebut akan diklaim ke supplier. Untuk fisik barangnya ada 2 perlakuan,
yaitu:
a. Barang dikirim kembali ke supplier.
b. Barang dimusnahkan di Konimex atas permintaan supplier (untuk pengemas).
3.4 Plant Pharma
Bagian Produksi merupakan bagian yang bertugas dalam proses pembuatan
barang jadi. Bagian produksi berperan penting daslam menghasilkan produk jadi
yang berkualitas, aman, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya, karena tahapan
proses produksi menjadi aspek sangat kritis dalam menghasilkan mutu produk.
Divisi Operation di PT Konimex dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu produksi
makanan (food) dan produksi sediaan farmasi (pharma). Bagian produksi farmasi
berada di bawah divisi Operation dan Sub divisi Plant Pharma. Bagian produksi
farmasi dibagi menjadi 3 jalur berdasarkan jenis produk yang dihasilkannya, yaitu :
Farmasi 1 yang memproduksi Paramex, tetes mata, dan softcapsule; Farmasi 2 yang
memproduksi sediaan solid/tablet selain Paramex; Farmasi 3 yang memproduksi
sediaan liquid dan semisolid. Selain itu juga terdapat bagian Natural Product yang
memproduksi produk-produk herbal. Produksi makanan dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu bagian produksi food I (permen), bagian produksi food II (biskuit), bagian
produksi food III (food suplement dan effervescent).
Proses produksi obat di PT Konimex dilakukan dengan mengikuti prosedur-
prosedur baku yang telah ditetapkan untuk menjamin produk yang dihasilkan selalu
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
70
Universitas Indonesia
memiliki mutu yang baik dan konsisten. Proses produksi produk obat menerapkan
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), sedangkan proses produksi produk-produk
herbal menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Dalam kegiatan produksi terdapat :
a. Input, merupakan semua alat, bahan, lingkungan, material, energi, dan personel
yang telah lolos spesifikasi dan kualitas yang telah ditetapkan.
b. Proses, merupakan umpan balik informasi untuk mengetahui apakah input
tersebut sudah menghasilkan output yang baik. Di dalam proses produksi terdapat
SOP, sistem mutu, inventory, dan kapasitas produksi. Proses yang dilakukan harus
seefisien mungkin tetapi harus tetap menghailkan output yang berkualitas.
c. Output, harus memenuhi spesifikasi dari Quality Control (QC). Output diukur
dengan beberapa key performance indicator (KPI), yang menjelaskan mengenai
unsur-unsur quality, cost, delivery, safety, morale, dan flexibility.
Tugas pokok bagian produksi antara lain adalah :
a. Melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan permintaan pasar dengan
spesifikasi yang sesuai dengan jumlah yang tepat dan biaya seefisien mungkin
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
b. Melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga
mampu menghasilkan produk sesuai spesifikasi secara konsisten (quality),
menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi persyaratan mutu dengan biaya
serendah mungkin (cost), menjamin ketersediaan produk pada saat pelanggan
membutuhkan artinya menghasilkan produk sesuai spesifikasi dalam jenis,
jumlah, dan waktu yang telah disepakati (delivery/availability), menyesuaikan
diri terhadap tuntutan perubahan spesifikasi produk, perubahan volume produk,
perubahan waktu penyerahan, maupun perubahan “product mix” (flexibility).
Bagian produksi PT.Konimex dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai
Production Manager yang bertanggung jawab langsung pada Plant Manager, adapun
fungsi plant manager adalah fungsi koordinasi, fungsi alokasi dan fungsi sinergi.
a. Fungsi koordinasi.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
71
Universitas Indonesia
Koordinasi merupakan aktifitas dan fungsi manajemen yang dilakukan untuk
mengusahakan terjadinya kerjasama yang selaras dan tertib mengarah pada
tercapainya tujuan organisasi secara menyeluruh. Penerapan koordinasi sebagai
fungsi yang diemban oleh plant pharma adalah mengusahakan dan memastikan
terjadinya kerjasama yang selaras dan tertib antara produksi pharma 1 sampai
dengan technical service agar tercapai tujuan produksi sesuai dengan yang
diinginkan.
b. Fungsi alokasi
Alokasi bisa diartikan sebagai penentuan banyaknya sesuatu hal yang disediakan
untuk sesuatu tempat. Fungsi yang diemban plant pharma dalam hal ini adalah
menentukan banyaknya barang dan tenaga kerja atau dana/investasi yang
disediakan untuk tiap bagian produksi setelah melalui koordinasi dengan bagian-
bagian tersebut.
c. Fungsi sinergi
Sinergi bisa diartikan saling menghargai perbedaan dan menyatukan kekuatan
untuk menghasilkan kinerja yang lebih baik.
Gambar 3.11 Struktur Organisasi Sub Divisi Plant Pharma
Bagian produksi melibatkan berbagai bagian yang lain untuk menjalankan
proses produksi. Bagian produksi memiliki hubungan antar fungsi dengan bagian
lain. Hubungan bagian produksi dengan bagian lainnya sebagai berikut :
a. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian PPIC
Bagian PPIC akan menerjemahkan permintaan produk dari Logistik dari satuan
unit ke satuan bets. Bagian PPIC akan memberikan Rencana Permintaan Produk
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
72
Universitas Indonesia
ke bagian produksi untuk disusun menjadi jadwal produksi rutin. Kemudian
bagian PPIC harus memastikan ketersediaan bahan yang ada di gudang dan
memberitahukannya ke bagian produksi, karena bagian produksi tidak akan
bekerja jika bahan baku yang dibutuhkan tidak tersedia.
b. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian Pembelian
Bagian pembelian akan memenuhi pembelian rutin produksi untuk kategori
investasi mesin, peralatan, dan bahan habis terpakai produksi yang telah terinci.
c. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian Quality Control
Bagian Quality Control bekerja sama dengan bagian produksi dalam hal
pengawasan mutu produk yang dihasilkan. Bagian QC melakukan pemeriksaan
pada awal, tengah, dan akhir proses produksi. Bagian QC harus memeriksa
produk ruahan, produk antara, dan produk jadi yang dihasilkan oleh bagian
produksi untuk memastikan sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan.
Bagian QC memeriksa setiap bahan sisa produksi jika ingin dikembalikan ke
bagian gudang untuk memastikan bahwa barang yang dikembalikan ke gudang
masih dalam keadaan yang baik. Apabila ada retur barang dari gudang untuk
diproses kembali di bagian produksi maka barang yang diretur tersebut harus
diperiksa dulu oleh bagian QC apakah masih bisa untuk diproses kembali atau
tidak. Bila barang yang diretur tersebut sudah tidak dalam keadaan baik maka
ada 2 kemungkinan, pertama melihat waktu kadaluarsa tersebut, apakah bisa
diretur ke vendor-nya ataupun dimusnahkan.
d. Hubungan Bagian Produksi dengan Research and Product Development (RPD)
Bagian RPB membuat formula dan pengembangan produk baru. Produk yang
telah dikembangkan harus diproduksi dengan skala produksi terlebih dahulu.
Bagian RPD dan produksi bekerja sama dalam pengembangan produk untuk
tahap skala produksi. Bagian RPD juga harus membuat petunjuk skala produksi
(yang sudah diuji sejumlah 3 bets berturut-turut dan hasilnya bagus) dan
menyerahkan ke bagian produksi.
e. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian General Service (GS)
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
73
Universitas Indonesia
Bagian General Service bertugas dalam laundry pakaian karyawan, menyediakan
antar jemput bagi karyawan yang shift malam, penyediaan makanan dan minum,
kebersihan toilet, pengelolaan limbah, dan pembasmian hama. Bagian GS
merupakan penunjang bagi bagian produksi.
f. Hubungan Bagian Produksi dengan Koordinator Pembangunan Gedung (KPG)
Bagian KPG bertugas untuk melakukan perbaikan bangunan di bagian produksi.
g. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian Validasi
Sebelum memulai produksi harus dipastikan bahwa semua peralatan sudah
terkualifikasi. Peralatan produksi yang akan digunakan harus sudah terkualifikasi
yaitu dengan melakukan kualifikasi instalasi yaitu untuk menjamin bahwa semua
peralatan sudah terpasang dengan baik sesuai dengan spesifikasi dan juga
dilakukan kualifikasi operasional yaitu untuk menjamin bahwa peralatan yang
telah terpasang tersebut dapat beroperasi dengan baik. Semua kegiatan tersebut
wajib didokumentasikan. Selain peralatan juga dilakukan validasi proses yang
meliputi semua hal yang berkaitan dengan proses produksi untuk menjamin
bahwa semua proses produksi yang dijalankan telah sesuai dengan prosedur dan
reproducible.
h. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian Human Research Development
(HRD)/ Human Research Organization (HRO)
Bagian HRD/HRO bertugas untuk mengadakan pelatihan (training) untuk
meningkatkan kualitas dan kinerja karyawan. Pada akhir tahun bagian HRD akan
membagikan form ke masing-masing bagian yang akan diisi mengenai hal-hal
apa saja yang diperlukan untuk dilakukan pelatihan sesuai dengan analisa
kesenjangan kompetensi (AKK), kemudian bagian produksi akan mengisi di
form tersebut mengenai hal-hal apa saja yang perlu untuk dilakukan pelatihan
pada karyawan. Bagian HRD yang akan menyusun jadwal pelatihan yang
dilakukan. Selain itu juga bagian HRD akan memutuskan untuk perekrutan
karyawan baru, bilamana pada bagian produksi mengalami kekurangan staf.
i. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian Factory Personnel (FP)
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
74
Universitas Indonesia
Bagian produksi berhubungan dengan bagian Factory Personnel dalam hal
pengajuan cuti, tunjangan pengobatan karyawan bagian produksi, dan permintaan
tenaga kerja.
j. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian Teknik (BT)
Bagian teknik melakukan perawatan dan perbaikan mesin-mesin bagian
produksi. Bagian teknik juga bertugas melatih dan mengajarkan operator agar
dapat melakukan perawatan sendiri/autonomous maintenance (seperti mengganti
oli mesin jika sudah waktunya).
k. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3)
Bagian K3 bertugas untuk memberikan pengetahuan kepada karyawan
bagaimana bekerja dengan hati-hati dan resiko bahaya yang mungkin dapat
terjadi pada pekerjaan. Setiap bulan pada tanggal 12 diadakan ”safety meeting”
di tiap-tiap bagian untuk menyampaikan materi dari bagian K3 tersebut kepada
pekerja dengan tujuan untuk mengurangi terjadinya kecelakaan kerja (Zero
Accident) dan meningkatkan kesadaran diri dari para pekerja untuk selalu
berhati-hati.
l. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian Good Manufacturing Practice
(GMP)
Bagian GMP akan bertugas untuk melakukan audit apakah bagian produksi telah
melakukan proses produksi sesuai dengan CPOB. Jika ditemukan adanya
penyimpangan, maka bagian produksi harus memperbaikinya. Jadwal audit
sudah diterbitkan satu tahun sebelumnya, sehingga tidak menggangu proses
produksi berlangsung.
m. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian Manajemen Audit (MA)
Bagian Manajemen Audit akan memeriksa tiap akhir tahun (stock opname) yaitu
dengan cara mencocokkan antara kartu stok barang (administrasi) dengan fisik
barang, dan juga mengaudit semua dokumen bagian produksi. Sebagai contoh:
Di gudang harusnya bahan x sisa 5 kg, akan tetapi ditemui sebanyak 10 kg. Hal
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
75
Universitas Indonesia
ini mungkin saja terjadi, bisa disebabkan berlebihan dari supplier atau
menimbangnya salah.
n. Hubungan Bagian Produksi dengan Bagian Document Control (DC)
Tiap-tiap dokumen (prosedur pengoperasian/pembersihan mesin, SOP) yang
dimiliki oleh bagian produksi akan disimpan di bagian Document Control,
apabila bagian produksi membutuhkan untuk memperbanyak maka harus
meminta bagian DC untuk menggandakannya. Bagian DC juga mempunyai tugas
untuk menarik dokumen yang lama jika telah beredar dokumen yang baru
sehingga tidak ada dua dokumen sejenis yang beredar.
3.4.1 Produksi Pharma 1
Bagian produksi farmasi 1 merupakan bagian yang bertugas memproduksi
tablet Paramex, tetes mata, dan softcapsule. Paramex merupakan produk unggulan PT
Konimex dengan tingkat pemasaran yang tinggi sehingga diproduksi terpisah dengan
sediaan tablet lain menggunakan fasilitas khusus agar dapat diproduksi dalam jumlah
lebih besar. Proses produksi Paramex bersifat in-line dan dilakukan dalam sistem
tertutup di mana semua bahan baku baik zat aktif maupun eksipien dilewatkan
melalui sistem tertutup seperti pipa. Produksi Paramex menggunakan prinsip make to
stock yang berarti Paramex di produksi untuk memenuhi stok di gudang bukan
berdasarkan make to order yakni di produksi sesuai dengan permintaan. Fasilitas
produksi Paramex dibuat dalam 1 line khusus dengan fasilitas yang terpasang pada
gedung 5 lantai.
Bagian Produksi Pharma 1 dikepalai oleh seorang Manajer Produksi yang
membawahi Kepala Seksi Proses dan Kepala Seksi Kemasan Sekunder (Verpak).
Kepala Seksi Proses bertanggungjawab dalam pelaksanaan produksi dari bahan baku
hingga menjadi produk jadi, sedangkan Kepala Seksi Kemasan Sekunder (Verpak)
bertanggungjawab dalam proses pengemasan sekunder dan tersier produk jadi.
Struktur organisasi bagian Produksi Farma 1 dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
76
Universitas Indonesia
Gambar 3.12 Struktur organisasi bagian Produksi Farma 1
Proses produksi Paramex dibangun dengan desain yang menjaga kualitas
produk. Hal ini dibuktikan dengan penggunaan teknologi SCADA system
(Supervisory Control And Data Acquisition) di mana seluruh sistem di kontrol
dengan komputer yang terintegrasi dan data-data yang ada dikontrol dan dibaca
secara real time sehingga pengawasan dapat dilakukan di tempat terpisah (Control
Room), selain di area produksi itu sendiri. Dengan sistem SCADA, SOP pengolahan
yang dalam sistem konvensional berupa hardcopy telah dimasukkan ke sistem
komputer yang terprogram. Parameter-parameter proses juga dapat dimasukkan
sehingga konsistensi proses produksi dapat dikontrol. Personel yang menjalankan
proses juga tidak dapat sembarangan karena setiap kali melakukan proses diawali
dengan memasukkan password dan user identification yang telah disesuaikan dengan
wewenangnya masing-masing. Analisa terhadap kualitas proses dan hasil produksi
juga mudah dilakukan karena semua sudah terekam dalam database yang ada.
Berikut beberapa fungsi yang dapat dijalankan oleh sistem SCADA:
a. Perencanaan produksi
Perencanaan meliputi perencanaan bahan baku, formulasi, tahapan proses,
parameter proses, sistem dan prosedur pengoperasian mesin, operator, dan lain
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
77
Universitas Indonesia
sebagainya. Semua proses perencanaan ini telah diprogram sehingga dapat
dipastikan proses selalu terjadi dengan konsisten dari waktu ke waktu.
b. Pengaturan permintaan
Semua SOP yang terkait perintah kerja alur proses sudah tersusun dalam
komputer sehingga setiap urutannya dapat terukur dan terpantau dengan jelas.
c. Pencatatan elektronik
Semua tahapan kegiatan, parameter proses, dan output dalam proses produksi
terekam dalam bentuk elektronik secara real-time.
d. Tanda tangan elektronik
Berita acara tertulis yang perlu ditandatangani oleh penanggung jawab telah
terwakili dengan sistem user management. Jadi setiap orang yang mengakses dan
melakukan sesuatu terhadap sistem, harus mengisi identitas dan memasukkan
password.
e. Audit
Audit yang efektif dipengaruhi oleh suatu sistem yang traceability (setiap
kejadian dapat tertelusur) dan accountability (setiap kegiatan secara kronologis
bisa dipertanggung jawabkan). Sistem SCADA telah mengakomodasi hal ini.
f. Pencatatan nomor rekaman produksi elektronik
Sistem SCADA telah mengakomodasi rekaman proses produksi secara elektronik
dalam bentuk softcopy yang setiap saat bisa dicetak untuk bukti tertulis.
Proses produksi Paramex berlangsung menggunakan fasilitas produksi di
gedung secara vertikal, yaitu proses berawal di lantai paling tinggi (lantai 5) dan
berakhir dengan pengemasan di paling bawah (lantai 1). Proses produksi Paramex
menggunakan metode granulasi basah dengan tahapan berikut :
a. Predispensing
Tahap presdispensing merupakan tahap awal dalam produksi Paramex, yaitu
pengayakan (shieving) dan penghalusan bahan (milling). Proses predispensing
dilakukan di lantai 5 yang memiliki 3 station predispensing. Bahan dalam kemasan
asli dipindahkan ke dalam bin/container yang memiliki sistem pengenalan otomatis
(barcode system) sehingga bin/container yang berisi bahan baku tertentu tidak akan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
78
Universitas Indonesia
tertukar atau salah teridentifikasi. Bahan baku yang melewati sistem predispensing ini
juga akan diperiksa melalui metal detector untuk mengidentifikasi adanya
kontaminan yang berupa bahan logam. Bila terdapat logam, muncul metal alarm, dan
aliran bahan baku dari lantai lima berhenti. Katup pada saluran tersebut menutup
secara otomatis. Hasil predispensing ditampung pada bin di lantai empat. Jumlah
material yang masuk ke dalam bin akan ditimbang dan dicatat jumlahnya secara
otomatis. Station predispensing ini terdiri dari 3 station aktif, yaitu predispensing A,
B dan C dan hanya digunakan untuk bahan baku yang jumlahnya besar.
b. Dispensing
Proses dispensing merupakan proses penimbangan bahan-bahan yang
dibutuhkan sesuai dengan formula. Untuk 5 bahan baku terbesar (hasil dari proses
predispensing), penimbangan dilakukan di stasiun dispensing, dimana penimbangan
dilakukan secara otomatis melalui moving scale. Bahan baku lain yang jumlahnya
sedikit/kecil seperti bahan baku untuk binder, lubricant, dan lain-lain, penimbangan
dilakukan secara manual melalui stasiun Mandos (Manual Dosing). Pada ruang
dispensing di lantai 4, Dispensing bin berjalan sepanjang moving scale untuk
mengambil bahan baku dari lantai lima secara gravitasi. Beberapa bahan baku untuk
satu bets akan langsung ditampung dalam satu bin/container. Pendosisan diatur
dengan screw feeder dan penimbangan dilakukan secara otomatis sesuai formula.
Setelah semua komponen bahan baku masuk dalam dispensing bin berupa IBC
Blending, campuran serbuk dialirkan menuju granulator di lantai tiga.
c. Granulasi
Metode granulasi yang digunakan dalam pembuatan tablet Paramex adalah
granulasi basah, sehingga perlu dilakukan pembuatan secara terpisah terlebih dahulu
terhadap larutan pengikat. Campuran serbuk yang ada di lantai 4 mengalir turun ke
lantai 3 menuju granulator. Larutan pengikat yang telah disiapkan dimasukkan ke
dalam granulator jenis high shear granulation mixer atau high shear mixer (HSM).
Granul basah hasil proses HSM langsung ditranfer ke mesin Fluid Bed Dryer (FBD)
setelah melewati Wet Mill (pengecilan ukuran granul basah). Pengeringan granul
dengan mesin FBD dilakukan di lantai 2. Prinsip dari FBD adalah membuat udara di
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
79
Universitas Indonesia
dalam menjadi vakum sehingga granul akan naik ke atas, seketika itu juga udara
kering dan panas akan masuk dari bawah untuk melakukan proses pengeringan.
Setelah selesai proses pengeringan, granul kering tersebut akan dialirkan ke lantai 1.
d. Mixing (Pencampuran dengan Lubrikan)
Pencampuran granul kering dengan lubrikan dilakukan di lantai 1.
Pencampuran dengan lubrikan disertai dengan proses weighing secara otomatis,
selanjutnya dilakukan pencampuran dimana bagian yang berputar adalah bin. Setelah
campuran granul dan lubrikan homogen, kemudian produk antara tersebut akan
kembali dinaikkan ke lantai 2 sebagai WIP (work in process) untuk dilakukan proses
pencetakan tablet.
e. Tabletting (Pencetakan Tablet)
Produk antara hasil pencampuran granul dan lubrikan dialirkan kembali dari
lantai 2 menuju ke mesin tabletting yang ada di lantai 1. Mesin yang digunakan untuk
pencetakan tablet adalah mesin rotary yang diatur secara terkomputerisasi. Parameter
yang harus diperhatikan adalah keseragaman bobot tablet, ketebalan, kekerasan, dan
berat tablet. Ketebalan tablet tergantung volum pengisian dan bulk density. Pada
mesin pencetak tablet juga dilengkapi dengan metal detector untuk memastikan tablet
bebas dari logam.
f. Stripping (Pengemasan)
Tablet yang telah terbentuk selanjutnya dipindahkan ke dalam mesin stripping
untuk pengemasan primer. Tablet dikemas dengan kemasan strip (alu-alu) yang tiap
strip berisi 4 tablet. Setiap strip tablet selanjutnya dikemas sekunder dengan
pemberian catch cover disertai dengan penulisan tanggal kadaluarsa. Selanjutnya
setiap catch cover dikemas tersier dengan box dan disimpan dalam kardus.
Selain produksi Paramex, bagian Produksi Farma 1 juga memproduksi tetes
mata dan softcapsule. Produk tetes mata merupakan produk steril sehingga
produksinya dilakukan di ruang steril dengan persyaratan jumlah partikel dan
mikroba yang dipantau dengan ketat. Pengisian produk tetes mata dilakukan di ruang
kelas A dengan latar belakang ruang kelas B. Produksi tetes mata menggunakan
metode sterilisai filtasi dan teknologi Aseptic Blow-Fill-Seal System dengan mesin
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
80
Universitas Indonesia
Automatic Liquid Packaging (ALP). Sistem ini memungkinkan proses pembentukan
kemasan primer, pengisian produk, dan penyegelan produk berlajalan secara langusng
serempak dan otomatis sehingga menjaga sterilitas produk. Kemasan primer yang
digunakan untuk produk tetes mata dibuat langsung saat melakukan produksi, di
mana biji resin dipanaskan kemudian di-blow sehingga terjadi pelelehan kemudian
dicetak, kemudian produk obat dimasukkan ke dalam wadah tersebut, dan selanjutnya
produk ditutup/disegel secara otomatis. Proses ini dibuat secara otomatis dan
berurutan untuk menjaga aseptisitas dari produk tersebut. Pembersihan dan sterilisasi
wadah yang digunakan dalam produksi tetes mata menggunakan metode Cleaning In
Place (CIP) dan Sterilization In Place (SIP). Beberapa produk tetes mata yang
dihasilkan oleh PT Konimex antara lain : Ximex Opticom®
, Ximex Koniflox®
,
Ximex Optixitrol®
, Ximex Konigen®
, Ximex Cylowam®
, Braito Tears®
, dan Braito®
.
PT. Konimex membuat sediaan soft capsule berupa vitamin E dalam
cangkang yang terbuat dari rumput laut. Contoh produk ini adalah Ever E. Produk
Ever E ini telah mendapatkan sertifikat Halal dari MUI.
Kontruksi ruangan untuk softcapsule dibuat dengan suhu dan Rh yang rendah
yang terkendali. Suhu dan Rh yang rendah dihasilkan dengan sistem HVAC sehingga
keadaan ini tidak merusak cangkang kapsul. Proses pembuatan produk dimulai dari
proses penimbangan kemudian melting (peleburan cangkang) dan fill preparation.
Pengondisian ruangan pada tahap ini disesuaikan dengan standard perusahaaan.
Tahap selanjutnya adalah tahap enkapsulasi (penutupan), shaping dan drying.
Ruangan disesuaikan dengan kondisi khusus pengepakan. Sistem air yang digunakan
adalah sistem purified water. Sertifikat CPOB untuk lini produksi softcapsule sudah
tersedia (diterbitkan oleh BPOM).
3.4.2 Produksi Pharma II
Bagian Produksi Farmasi II di PT. Konimex dikhususkan untuk memproduksi
sediaan solid tablet selain Paramex®
. Produk yang dihasilkan antara lain Paramex Flu
dan Batuk®
, Inza®
, Inzana®
, Konidin®
, Konvermex®
, Feminax®, Askamex
®, Renovit
®,
dan Neo Napacin. Struktur organisasi pada bagian Produksi Farmasi II di PT.
Konimex dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
81
Universitas Indonesia
Gambar 3.13 Struktur organisasi bagian Produksi Pharma II
Proses produksi di bagian Produksi Farma II berjalan secara horizontal pada
satu lantai bangunan. Bangunan untuk produksi di farma II telah memenuhi ketentuan
CPOB dengan meletakan satu alat/mesin pada satu ruang untuk menghindari
kontaminasi silang. Ruang proses juga diatur sedemikian rupa sehingga letak ruang
disesuaikan dengan alur proses produksi yang dilaksanakan. Hal tersebut dilakukan
untuk meningkatkan efisiensi proses produksi. Tugas bagian produksi adalah
melaksanakan kegiatan produksi sesuai rencana produksi dengan kualitas, jumlah,
jenis dan waktu yang sesuai dengan biaya seoptimal mungkin. Selain itu, tugas
produksi juga melaksanakan kegiatan produksi sesuai dengan peraturan yang berlaku
(CPOB, K3, dan lain-lain).
Metode pembuatan sediaan tablet umumnya ada 2 jenis, yaitu metode
granulasi dan metode cetak langsung. Metode granulasi sendiri ada 2 jenis, yaitu
granulasi basah (WG) dan metode granulasi kering (DG). Pertimbangan pemilihan
metode pembuatan tablet dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain faktor bahan baku
obat (kompresibilitas, sifat alir, kompatibilitas, stabilitas terhadap air maupun panas,
dan lain-lain), dan faktor alat atau fasilitas produksi. Metode cetak langsung
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
82
Universitas Indonesia
digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki kompresibilitas dan sifat alir yang baik
dan bersifat tidak stabil terhadap panas dan air. Dengan menggunakan metode cetak
langsung, waktu yang diperlukan untuk proses lebih cepat dan menggunakan tenaga
kerja serta peralatan kerja yang lebih sedikit. Metode granulasi digunakan untuk
bahan yang memiliki sifat kompresibilitas dan sifat alir yang buruk, namun stabil
terhadap panas dan tidak terurai oleh air. Sebagian besar produk tablet PT. Konimex
menggunakan metode granulasi basah.
Mesin yang digunakan untuk proses granulasi pada Produksi Pharma II antara
lain high shear mixer (HSM) dan fluid bed granulator. Prinsip dari HSM adalah
pencampuran dan pengecilan ukuran (granul) dengan kecepatan tinggi. HSM
digunakan untuk proses granulasi. Pada HSM terdapat impeller yang berfungsi
sebagai pengaduk, chopper (pemecah granul), nozzle (penyemprot cairan pengikat),
dan saluran untuk jalan keluarnya granul yang sudah selesai digranulasi. Granul yang
sudah jadi kemudian dipindahkan ke mesin FBD untuk proses pengeringan granul.
Tujuan pengeringan adalah untuk memperoleh kadar air yang seragam dengan
waktu yang singkat. Selama proses pengeringan, ada 3 tahap yang dialami oleh
granul yaitu:
a. Fase 1: granul mulai mengalami proses pemanasan. Suhu granul akan terus naik
hingga suhu titik tertentu.
b. Fase 2: merupakan proses terjadinya penguapan air yang terkandung di dalam
granul. Pada fase 2 ini, temperatur produk/granul tetap.
c. Fase 3: merupakan fase pengeringan granul. Pada fase ini dicari temperatur end-
point sehingga menghasilkan kadar air yang diinginkan.
Setelah proses FBD selesai, ada IPC yang dilakukan oleh pihak QC, yaitu
pengecekan kadar air di dalam granul. Jika kadar air yang terkadung di dalam granul
sudah sesuai spesifikasi, granul dilanjutkan ke tahap lubrikasi dan pencetakan.
Lubrikasi merupakan proses pencampuran masa granul dengan bahan
tambahan lainnya terutama bahan pelicin atau antara semua bahan aktif dengan bahan
tambahan lainnya sehingga didapatkan campuran yang homogen. Lubrikasi dilakukan
setelah proses granulasi dengan mencampur granul yang telah terbentuk dengan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
83
Universitas Indonesia
bahan tambahan lainnya terutama bahan pelicin. Mesin yang digunakan dalam proses
lubrikasi antara lain double cone mixer, cube mixer, v-mixer, dan IBC-blending.
Setelah proses lubrikasi, dilanjutkan dengan proses tabletting atau mengubah granul
menjadi sediaan kempa cetak melalui proses kompresi.
Proses kompresi dapat dilakukan dengan menggunakan rotary tablet press.
Mesin ini terdiri dari upper dan lower punch, dies, cam (rel yang digunakan punch
sebagai jalur), feeder, scraper and tail over die (digunakan untuk meratakan
permukaan dies yang diisi dengan granul), weight control, precompression roll
(untuk mengurangi jumlah udara karena udara dapat menyebabkan terjadinya
capping), main compression roll, dan ejection cam.
Gambar 3.14 Proses pencetakan tablet dengan menggunakan mesin rotary tablet
press
Pada saat proses tableting terdapat metal detector pada mesin produksi. Metal
detector ini akan menyingkirkan tablet-tablet yang mengandung logam. Setelah tahap
tableting selesai maka dihasilkan tablet yang akan siap dikemas primer. Tablet yang
dihasilkan memiliki persyaratan spesifikasi sebagai berikut:
a. Kuat dan tahan terhadap goncangan dan kikisan selama proses pembuatan,
pengemasan dan distribusi (hardness dan friability).
b. Memenuhi keseragaman berat maupun keseragaman kadar zat berkhasiat (sesuai
persyaratan dalam Farmakope).
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
84
Universitas Indonesia
c. Segera dapat diserap oleh tubuh (bioavailable) diukur dari uji waktu hancur dan
uji waktu larut/disolusi.
d. Memiliki penampilan yang baik dan memiliki karakteristik bentuk warna dan
atau penandaan lain yang diperlukan untuk identifikasi.
e. Stabil secara fisik dan kimia selama penyimpanan.
Penyalutan merupakan suatu pelapisan inti tablet sehingga menghasilkan
tablet yang lebih elegan. Salah satu tablet yang mengalami proses coating di Konimex
adalah Renovit®. Beberapa alasan suatu tablet perlu di coating antara lain:
a. Stabilitas : Coating dapat meningkatkan stabilitas obat karena kemampuan
proteksinya terhadap udara, cahaya, kelembaban dan interaksi bahan yang tidak
tersatukan.
b. Pasien : Keuntungan bagi pasien karena coating dapat menutup rasa dan bau
yang tidak enak sehingga memudahkan pasien untuk menelan.
c. Proses produksi : Coating akan membuat sifat luncur tablet lebih baik dan bebas
debu sehingga memudahkan penanganan dan pengemasan. Selain itu, coating
juga memudahkan identifikasi lewat warna coating.
d. Penampakan : Coating dapat meningkatkan penampilan obat melalui warna-
warna yang menarik mata serta dapat membuat tablet tampak berkilau.
e. Pelepasan obat : Bahan coating juga dapat digunakan untuk mengatur pelepasan
obat (agar obat lepas lambat dan lepas tunda atau lepas di saluran usus).
Setelah tablet jadi, dilanjutkan ke tahap pengemasan primer. Pengemasan
selain berfungsi sebagai pelindung produk juga sekaligus difungsikan sebagai media
informasi obat dan juga sebagai salah satu unsur penting pemasaran produk. Macam-
macam pengemasan primer pada produk Pharma II ini antara lain blister, strip, dan
botol. Pengemasan primer untuk bahan kemas blister dan strip dilakukan dengan
mesin, namun pengemasan primer untuk bahan kemas botol, seperti Renovit®,
pengemasan dilakukan manual oleh personil dengan bantuan alat khusus sehingga
kesalahan saat memasukkan tablet tiap botol bisa dimimalkan.
Secara umum, gambaran granulasi basah di PT. Konimex seperti gambar di
bawah ini :
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
85
Universitas Indonesia
Gambar 3.15 Alur Produksi Tablet di PT. Konimex
Pada produksi Pharma II ini, alat-alat dan mesin yang digunakan tidak
dedicated sepeti di paraline (Paramex® line). Ketika penggantian produk, harus
dilakukan pembersihan mesin dan alat untuk menghindari kontaminasi dari bahan
sebelumnya. Prosedur pembersihan alat memerlukan waktu. Manajemen waktu perlu
dipikirkan agar semua permintaan produksi dapat selesai tepat waktu.
3.4.3 Produksi Pharma III
Bagian Produksi Farma III bertugas untuk memproduksi produk-produk
sediaan semisolid dan likuid. Jalur Produksi Pharma III memiliki fasilitas tersendiri
yang terpisah dari fasilitas produksi sediaan solid/tablet. Struktur organisasi pada
bagian Produksi Pharma III di PT Konimex dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
86
Universitas Indonesia
Gambar 3.16 Struktur organisasi bagian Produksi Farma III
Produksi Farma 3 PT. Konimex dibagi menjadi 8 jalur yaitu :
Jalur 1: Sirup botol gelas 150 ml
Jalur 2: Sirup botol plastik 30 ml
Jalur 3: Sirup botol plastik 60 ml
Jalur 4: Sirup botol plastik kotak 30 dan 60 ml, suspensi botol, sirup botol gelas, dan
sirup obat ethical
Jalur 5: Sirup dan suspensi sachet
Jalur 6: Salep/semi solid
Jalur 7 : Kosmetik
Jalur 8 : Powder
Proses produksi sediaan semisolid dan likuid di bagian Produksi Farma III
kebanyakan menggunakan closed system yang bertujuan untuk mengurangi risiko
terkena kontaminan dari luar. Untuk pengecekan dari pihak QC pun dibatasi disaat
penerimaan bahan baku, pengisian, dan pengemasan. Hal ini juga bertujuan untuk
meminimalkan kontaminasi yang terjadi. Perbedaan jalur 1-8 adalah berdasarkan
teknologi produksi yang digunakan.
3.4.3.1. Pembuatan Sediaan Liquid (Sirup)
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
87
Universitas Indonesia
Pada proses pembuatan sediaan liquid, bahan baku terlebih dahulu dicek oleh
QC. Bahan baku ditimbang sesuai formula yang telah ditentukan. Kemudian
dilakukan pencampuran dengan menggunakan mesin mixer. Sebelum dilakukan
pengisian dengan menggunakan filling machine, dilakukan penyaringan pada cairan
produk. Botol dibeli sudah dalam keadaan clean pack dan sebelum dipakai ada proses
blow and suck yang dilakukan dengan cara botol diberi udara bertekanan kemudian
dihisap kembali sehingga tidak memerlukan pencucian ulang. Tujuannya agar
kemasan yang digunakan bersih dan bebas dari kontaminan (serpihan-serpihan
plastik). Tutup kemasan dicuci terlebih dahulu dengan purified water agar tidak
mengkontaminasi produk yang dihasilkan.
Botol yang digunakan berbahan dasar PET yang memiliki kualitas lebih baik
dari PP. Botol PET ini bisa di daur ulang, tidak mudah pecah karena benturan dan
dapat menjaga stabilitas produk. Setelah filling selesai dan tutup sudah terpasang,
dilakukan pemberian pelabelan, pemberian nomor batch dan waktu kadaluwarsa yang
dilakukan otomatis dengan mesin. Tahap pengemasan sekunder (etiket, sendok sirup,
brosur, shrink box, shrink cap dan karton box) dilakukan secara manual. Bahan kemas
primer dan sekunder harus lolos QC. Setelah 1 batch selesai dikemas, produk
memiliki status karantina. Setelah dinyatakan lulus pemeriksaan QC, produk diberi
label lolos QC, dan dipindahkan ke dalam gudang barang jadi.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
88
Universitas Indonesia
Gambar 3.17 Skema proses produksi sediaan liquid dalam botol
Pembuatan sediaan yang dikemas dalam sachet tidak berbeda jauh dengan
sediaan yang dikemas dalam botol. Perbedaannya adalah pada jenis bahan pengemas,
adanya proses penghalusan bahan dan penyaringan dan mesin filling. Bahan
pengemas yang digunakan di line ini adalah roll sachet. Sebelum ditimbang, bahan
padat yang sukar larut harus digerus terlebih dahulu untuk memperbesar luas
permukaan dan mempermudah kelarutan bahan tersebut. Setelah itu, bahan-bahan
dicampur homogen dan disaring, produk dimasukan ke sachet dengan menggunakan
liquid filling and sacheting machine.
Pada kemasan sachet terdapat eyemark (batas potong antar sachet) dan tear
notch. Tear notch merupakan tempat bantu robekan saat membuka kemasan.
Pengemasan sekunder (show box dan karton box) dilakukan manual. Jika produk
tidak memenuhi spesifikasi lolos QC, proses rework pada produk sachet tidak boleh
dilakukan. Hal ini dikarenakan kemasan sachet lebih rentan terhadap mikroba.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
89
Universitas Indonesia
Contoh sediaan liquid dalam kemasan sachet di PT. Konimex adalah Konimag®,
yang merupakan salah satu produk PT. Konimex yang sukses di eksport ke Vietnam.
Gambar 3.18 Skema proses produksi liquid (sirup) dalam sachet
3.4.3.2. Pembuatan Sediaan Krim, Salep, dan Gel
Pada awal alur proses pembuatan sediaan krim dan gel, bahan baku terlebih
dahulu dicek oleh bagian QC. Bahan baku ditimbang sesuai formula yang telah
ditentukan. Kemudian dilakukan pencampuran fase minyak dan fase air dengan
menggunakan mesin mixer. Sebelum dilakukan pengisian dengan menggunakan
filling machine, campuran kedua fase diatas bisa ditambahkan parfum (bila perlu)
dengan menggunakan mixer. Tube dan tutup sudah di cleanpack yang merupakan
kemasan primer agar tidak mengkontaminasi produk yang dihasilkan. Jika kemasan
dan tutup sudah cleanpack maka tidak perlu dicuci lagi. Kemasan primer dan
sekunder sebelum digunakan harus telah diperiksa oleh bagian QC. Setelah
keseluruhan proses dinyatakan lulus uji oleh bagian QC, maka produk tersebut
disimpan di dalam gudang barang jadi sebelum didistribusikan kepada konsumen.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
90
Universitas Indonesia
Gambar 3.19 Skema proses produksi gel
Gambar 3.20 Skema proses produksi krim/salep
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
91
Universitas Indonesia
3.4.3.3 Pembuatan Sediaan Bedak atau Powder
Bahan baku yang telah lolos uji QC diayak dengan nomor mesh tertentu
terlebih dahulu sebelum ditimbang. Untuk produksi powder yang paling menentukan
adalah di bagian pengayakan. Dikarenakan jika pengayakan tidak sesuai maka tidak
didapatkan powder yang ukuran partikelnya sesuai spesifikasi yang telah ditentukan.
Setelah homogen, campuran tersebut diayak kembali, dan kemudian dicampur dengan
parfum. Campuran diayak kembali dengan mesh tertentu dan selanjutnya masuk ke
tahap filling ke dalam kemasan primer.
Titik kritis pada produksi bedak adalah pada tahap pengayakan. Pengayakan
dilakukan beberapa kali. Pengayakan bertujuan untuk mendapatkan ukuran partikel
yang diharapkan. Kemasan primer dan sekunder yang digunakan harus lolos QC
sebelum digunakan. Kemasan primer berupa botol dan tutup yang berada dalam
keadaan clean pack. Kemasan sekunder berupa shrink box, kartu kemasan dan karton
box.
Gambar 3.21 Skema proses produksi bedak atau powder
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
92
Universitas Indonesia
3.5 Produksi Natural Product (Natpro)
Produksi natural product di PT. Konimex merupakan bagian yang
memproduksi produk yang berasal dari bahan alam, yaitu Minyak Konicare,
Herbadrink, kapsul, dan tablet (granulasi basah). Tempat dan fasilitas Produksi
Natpro terletak pada gedung dan lokasi tersendiri yang terpisah dari tempat produksi
farmasi (obat) dan makanan sehingga dapat memperkecil terjadinya kontaminasi
silang dengan produk tidak sejenis dan pengembangan produknya lebih
terkonsentrasi. Karena perkembangan industri natural product (bahan alam) yang
berkembang cukup pesat di Indonesia dan di PT Konimex sendiri, maka ke depannya
bagian Produksi Natural Product akan dikembangkan menjadi perusahaan tersendiri
yang merupakan anak perusahaan PT Konimex dengan nama PT Solonat.
Pelaksanaan produksi Natpro dipimpin oleh seorang Apoteker yang menjabat
sebagai Manajer Produksi Natpro. Manajer Produksi Natpro dibantu penata
administrasi dan Kepala Seksi Proses serta Kepala Seksi Kemasan Sekunder (Verpak).
Kepala Seksi Proses menangani proses produksi hingga pengemasan primer,
sedangkan Kepala Seksi Kemasan Sekunder (Verpak) menangani proses pengemasan
sekunder.
Gambar 3.22 Struktur organisasi bagian Produksi Natural Product
Ka. Sie Kemasan
Sekunder
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
93
Universitas Indonesia
Setiap tahapan dalam proses produksi Natpro di PT. Konimex mengikuti
prinsip CPOTB sehingga mutu produk yang dihasilkan dapat terjamin. Hal ini
dibuktikan dengan diperolehnya sertifikat CPOTB untuk produk cairan obat dalam,
cairan obat luar, salep/krim, granul instan, tablet/kaplet, dan kapsul. Produksi Natpro
juga telah memperoleh sertifikat ISO 9001 : 2008. Selain itu, PT. Konimex juga
berpartisipasi dalam mapping pelaksanaan CPOTB 2011.
Produk yang dihasilkan oleh produksi Natpro dapat dikategorikan berdasarkan
jenis produknya, yaitu jamu, food suplement, makanan, quasi dan kosmetik. Apabila
dikategorikan berdasarkan bentuk sediaannya, maka bagian produksi Natpro
memproduksi cairan obat luar, cairan obat dalam, serbuk/granul, tablet/kaplet dan
kapsul. Bahan alam yang digunakan sebagai bahan baku produk merupakan bahan
segar yang didatangkan dari supplier maupun didapatkan dari kebun PT. Konimex.
Bahan alam yang didatangkan dari supplier terdiri dari bahan mentah berupa
simplisia tanaman obat ataupun bahan olahan berupa ekstrak kental atau ekstrak
serbuk. Beberapa alur produksi produk jadi yang ada di bagian produksi Natpro
antara lain sebagai berikut :
3.5.1 Pembuatan Produk Minyak Konicare
Produk Konicare terdiri dari beberapa varian produk, yaitu minyak telon
Konicare, minyak kayu putih Konicare ,minyak gosok Konicare, dan minyak angin
Konicare. Semua jenis produk tersebut merupakan bahan minyak yang berbahan baku
berupa minyak pula. Bahan baku dari supplier yang telah lolos uji QC, yaitu masing-
masing jenis minyak disaring agar terbebas dari kontaminan. Selanjutnya bahan baku-
bahan baku yang telah disaring ditimbang sesuai dengan formula dan komposisi
masing-masing produk, kemudian dicampurkan dalam mixing tank sehingga menjadi
produk yang homogen. Minyak yang telah menjadi campuran selanjutnya diisikan
atau dikemas ke dalam botol sebagai kemasan primer. Sebelum dikemas sekunder
dan disimpan di gudang, produk harus diperiksa terlebih dahulu dan dinyatakan lolos
oleh bagian QC.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
94
Universitas Indonesia
Gambar 3.23 Skema proses produksi minyak Konicare
3.5.2 Pembuatan Herbadrink
Bahan baku yang telah dicek oleh bagian QC dapat digunakan untuk proses
produksi. Bahan baku diayak dengan ayakan mesh tertentu kemudian semua bahan
ditimbang sesuai formula. Kemudian bahan-bahan dimasukkan ke dalam container
FBD, dispray dengan larutan slim sampai terbentuk granul, dan diayak dengan mesh
12. Granul dikeringkan sampai kadar air sesuai dengan persyaratan. Granul dikemas
dengan sacheting machine dan dicek oleh bagian QC. Kemudian diberi kemasan
sekunder (dimasukkan dus kecil dan karton box) kemudian diperiksa kembali oleh
bagian QC. Macam-macam herbadrink yang dibuat oleh Natpro yaitu sari jahe, kunyit
asam, sari temulawak, chrysanthemum, beras kuncir, kunyit asam sirih plus madu,
dan feminax lancar haid.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
95
Universitas Indonesia
Gambar 3.24 Skema proses produksi herbadrink
3.5.3 Pembuatan Kapsul Konilife
Bahan baku yang telah dicek oleh bagian QC dapat digunakan untuk proses
produksi. Bahan baku diayak dengan ayakan mesh tertentu kemudian semua bahan
ditimbang sesuai formula. Semua bahan dimasukkan ke dalam mixer. Campuran
tersebut diisikan ke dalam kapsul dengan menggunakan capsule filling mechine.
Kemudian dilakukan pengemasan primer dan dicek bagian QC. Lalu diberi kemasan
sekunder (dimasukkan dus kecil dan karton box) kemudian diperiksa kembali oleh
QC. Selanjutnya dilakukan pengemasan sekunder (sticker label, shrink/show box,dan
karton box). Pengecekan yang dilakukan QC adalah pada tahap pencampuran,
kapsulasi, pengemasan primer dan pengemasan sekunder. Produk yang telah
diperiksa oleh QC dan hasilnya sesuai dengan spesifikasi dimasukkan kedalam
Gudang Barang Jadi (GBJ). Macam-macam kapsul Konilife yang dibuat oleh Natpro
yaitu Prosmeto®, Imunea
®, Redaxin
®, Livergard
®, Glucotrim
®, Vision
® dan Focus
®.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
96
Universitas Indonesia
Gambar 3.25 Skema proses produksi kapsul Konilife
3.5.4 Pembuatan Tablet
Bahan baku yang telah dicek oleh QC dapat digunakan untuk proses produksi.
Bahan baku diayak dengan ayakan mesh tertentu kemudian semua bahan ditimbang
sesuai formula. Masukkan bahan-bahan kedalam container FBD, dan dispray dengan
larutan slim sampai terbentuk granul, ayak dengan mesh 12. Granul dikeringkan
sampai kadar air sesuai dengan persyaratan. Granul dicampur dengan lubrikasi
didalam mixer dan dicek QC. Massa tersebut kemudian dicetak menjadi tablet dan
dicek QC. Tablet dikemas dalam strip dengan mesin strip dan dicek QC. Kemudian
diberi kemasan sekunder (dimasukkan dus kecil dan karton box) kemudian diperiksa
kembali oleh QC. Kemasan primer dan sekunder sebelum digunakan harus telah
diperiksa oleh QC.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
97
Universitas Indonesia
Gambar 3.26 Skema proses produksi sediaan tablet
3.5.5 Pembuatan Kaplet
Bahan baku yang telah dicek oleh QC dapat digunakan untuk proses produksi.
Bahan baku diayak dengan ayakan mesh tertentu kemudian semua bahan ditimbang
sesuai formula. Bahan baku kemudian di granulasi dan dikeringkan. Kemudian
bahan-bahan dicampur dan dilakukan pemeriksaan oleh QC. Setelah itu, dicetak dan
diperiksa lagi oleh QC. Setelah kaplet dicetak kemudian dicoating untuk kemudian
diperiksa lagi oleh QC. Kaplet lalu dikemas dalam blister dengan menggunakan
mesin blister dan diperiksa QC. Kemudian diberi kemasan sekunder (dimasukkan
show box dan karton box) kemudian diperiksa kembali oleh QC. Kemasan primer
dan sekunder sebelum digunakan harus telah diperiksa oleh QC.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
98
Universitas Indonesia
Gambar 3.27 Skema proses produksi sediaan kaplet
Produksi Natpro di PT.Konimex telah dilaksanankan dengan berpedoman
pada Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan ISO 9001-2008
dengan adanya audit oleh bagian GMP. Mutu dibangun oleh proses produksi dengan
prinsip jangan menerima barang yang cacat, jangan menghasilkan barang yang cacat,
dan jangan meneruskan barang yang cacat. Artinya sejak penerimaan bahan baku dan
selama proses produksi, mutu harus selalu diutamakan dengan cara menghindari
keberadaan barang cacat. Selanjutnya, barang yang telah diproduksi harus diseleksi
agar tidak ada barang cacat yang didistribusikan atau barang rusak selama proses
distribusi yang pada akhirnya akan sampai ke tangan konsumen. Pemeriksaan untuk
mengontrol kualitas produk dilakukan oleh pihak internal produksi dan juga bagian
QC.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
99
Universitas Indonesia
Tabel 3.3 Macam-macam Produk Bagian Produksi Natural Produk
No Nama Produk Bentuk Sediaan Kategori Kemasan
1 Konicare minyak kayu putih Cairan obat luar TR Botol PET 30 ml,
60 ml, 125 m
2 Konicare minyak telon Cairan obat luar TR Botol PET 30 ml,
60 ml, 125 ml
3 Konicare Minyak gosok Cairan obat luar TR Botol kaca 30 ml,
60 ml
4 Minyak angin Cairan obat luar QD Botol kaca 5ml,
10 ml, 20 ml
5 Konicare Minyak Kayu
Putih Ekspor
Cairan obat luar TR Botol PET 30 ml,
60 ml
6 Konicare Minyak Telon
Ekspor
Cairan obat luar TR Botol PET 30 ml,
60 ml
7 Herbadrink Chrysanthemum Serbuk/ granul TR Sachet @ 18 g
8 Herbadrink Kunyit Asam Serbuk/ granul TR Sachet @ 25 g
9 Herbadrink Sari Jahe Serbuk/ granul TR Sachet @ 22 g
10 Herbadrink Sari Noni Serbuk/ granul TR Sachet @ 18 g
11 Herbadrink Sari Temulawak Serbuk/ granul TR Sachet @ 18 g
12 Herbadrink Beras Kencur Serbuk/ granul TR Sachet @ 18 g
13 Herbadrink Kunyit Asam
Sirih Plus Madu
Serbuk/ granul TR Sachet @ 25 g
14 Herbadrink Feminax Lancar
Haid Sugar Free
Serbuk/ granul TR Sachet @ 25 g
15 Konilife Imunea Kapsul SD Botol plastik
opaque
16 Konilife Livergard Kapsul SD Botol plastik
opaque
17 Konilife Redaxin Kapsul TR Botol plastik
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
100
Universitas Indonesia
opaque
18 Konilife Prosmeto Kapsul SD Botol plastik
opaque
19 Konilife Vision Kapsul SD Botol plastik
opaque
20 Konilife Glucotrim Kapsul SD Botol plastik
opaque
21 Konilife Focus Kapsul SD Botol plastik
opaque
22 Nefromex Kapsul TR Strip @ 6 kapsul
23 Kurkumex sirup Cairan obat dalam SD Botol kaca 60 ml
24 Optihealth Kapsul SD Strip @ 6 kapsul
25 Kurkumex kaplet Kaplet SD Blister @ 10
kaplet
26 Konicare Minyak Telon
Plus
Cairan obat luar TR Botol PET 30 ml,
60 ml, 125 ml
3.6 Research Product and Development (RPD)
Bagian Research Product and Development (RPD) adalah bagian yang
memiliki tanggung jawab dalam pengembangan produk baru. Pengembangan produk
baru berarti merealisasikan ide menjadi produk. RPD tidak hanya mengembangkan
produk yang belum dipasarkan namun juga pengembangan existing product
(pengembangan produk baik dalam cara produksi, perubahan formulasi atau
perubahan kemasan). Dalam menjalankan tugasnya, bagian RPD tidak hanya
bertanggung jawab pada proses pembuatan produk skala lab dan skala pilot, namun
juga bertangung jawab hingga skala produksi.
Kegiatan RPD farmasi meliputi:
a. Pengembangan produk baru. Pengembangan produk baru berawal dari ide.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
101
Universitas Indonesia
b. Reformulasi terhadap bahan baku, proses atau kombinasi keduanya. Reformulasi
bisanya dilakukan pada existing product, misalnya perlu dilakukan reformulasi
agar menurunkan susut, meningkatkan efisienasi atau perbaikan terhadap
komplain yang masuk
c. Menambah jumlah approved vendor bahan baku dan bahan pengemas
(multisourcing).
RPD PT. Konimex dibagi menjadi 3 bagian besar yaitu Product Development
Executive (PDE), Product Development Officer (PDO), Packaging Development
Officer (PcDO), dan Medical Office (MO). Struktur organisasi RPD PT. Konimex
dapat dilihat pada gambar 3.28 berikut ini :
Gambar 3.28 Struktur organisasi RPD PT. Konimex
3.6.1 Product Development Officer (PDO)
Product Development Officer (PDO) bertanggung jawab terhadap
pengembangan produk baru. Diawali dengan adanya ide untuk mengembangkan
suatu produk. Ide produk baru dapat berasal dari semua bagian. Ide tersebut diolah di
Bagian New Brand Development (NBD) dan jika feasible akan dikembangkan
menjadi Produk Baru. Feasible atau tidaknya pengembangan suatu produk ditinjau
dari Trend Product, Market Size, Market Growth, kebijakan perusahaan dan lain-lain.
Ide Produk Baru tersebut dituang dalam Formulir Rancangan Produk Baru ( FRPB )
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
102
Universitas Indonesia
dan diusulkan ke Direksi untuk dikembangkan menjadi Produk Baru. Secara garis
besar, flowchart ( alur ) pengembangan produk ditunjukkan pada gambar 3.29.
Gambar 3.29 Alur pengembangan produk baru
Setelah FRPB disetujui oleh direksi, pengembangan produk baru boleh dilakukan.
Tahap tahap pengembangan produk/formulasi adalah sebagai berikut :
a. Pre-formulasi
Pada tahap preformulasi hal-hal yang dilakukan adalah studi bahan aktif. Studi
bahan aktif meliputi studi mengenai sifat-sifat bahan, mengeliminasi bahan-
bahan yang tidak boleh digunakan, dosis maksimum pemberian dan lain
sebagainya. Selain studi bahan aktif, juga dilakukan studi mengenai metode/cara
pembuatan dan studi mengenai bahan tambahan yang akan digunakan.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
103
Universitas Indonesia
b. Formulasi tahap A
Pada formulasi tahap A ini merupakan pembuatan suatu prototipe dari masing-
masing formula yang ada. Pembuatan dibuat dalam skala kecil sejumlah cukup
untuk dilakukan pengujian. Uji yang dilakukan pada tahap A ini adalah uji
organoleptis/ uji panel, yaitu uji rasa, aroma dan warna. Di sini bagian marketing
ikut memberikan saran manakah formula yang cocok dipasarkan di masyarakat.
Pada formulasi tahap A ini masih cukup banyak formula yang dicoba dibuat.
c. Formulasi tahap B
Formula-formula yang sudah dibuat di tahap A akan di pilah-pilah mana yang
masuk dalam kriteria produk yang cocok untuk dikembangkan. Formula yang
diterima akan masuk ke tahap B. Pada tahap B ini, masing-masing formula
dibuat dengan jumlah yang mencukupi untuk uji dan pengujian yang dilakukan
adalah uji stabilitas dipercepat (accelerated). Hasil dari tahap B ini adalah
menemukan 1 formula yang menjadi kandidat yang akan dikembangkan
d. Skala pilot
Formulasi tahap B akan menghasilkan satu formula yang baik. Satu formula yang
baik ini selanjutnya dilanjutkan ke skala pilot. Produk hasil skala pilot ini
nantinya akan digunakan untuk pendaftaran/registrasi obat. Jumlah produksi
skala pilot adalah 1/10 dari jumlah skala produksi. Uji stabilitas yang dilakukan
pada skala pilot ini adalah uji stabilitas real time dan accelerated. Alat yang
digunakan untuk produksi skala pilot ini bisa menggunakan alat yang ada di
bagian produksi atau prototype mesin produksi yang ada di laboratorium. Produk
hasil dari skala pilot ini tidak boleh dikomersialkan.
e. Skala produksi
Produksi dilakukan bila obat sudah diregistrasi. Produk yang boleh
dikomersialkan hanyalah produk pada tahap skala produksi.
Uji stabilitas disesuaikan dengan aturan yang berlaku seperti yang tertera pada
tabel 3.4 dan 3.5
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
104
Universitas Indonesia
Tabel 3.4 Uji stabilitas produk yang menggunakan kemasan permeable
Jenis
Pengujian
Kondisi
penyimpanan
Jangka waktu
minimal untuk
registrasi
Titik
Sampling
Jangka
Panjang
( Real Time )
(30 ± 2)°C, RH (75
± 5)% 6 bulan
0,3,6,9,12,18,2
4,36 dst hingga
max 60 bulan
Jangka Pendek
( Accelerated )
(40 ± 2)°C, RH (75
± 5)% 6 bulan 0,3,6
Tabel 3.5 Uji stabilitas produk yang menggunakan kemasan impermeable
Jenis
Pengujian
Kondisi
penyimpanan
Jangka waktu
minimal untuk
registrasi
Titik
Sampling
Jangka
Panjang
( Real Time )
(30 ± 2)°C 6 bulan
0,3,6,9,12,18,2
4,36 dst hingga
max 60 bulan
Jangka Pendek
( Accelerated ) (40 ± 2)°C 6 bulan 0,3,6
3.6.2 Packaging Development Officer (PcDO)
PcDO bertanggung jawab untuk penyediaan bahan kemasan yang sesuai
dengan permintaan bagian Marketing, dengan mempertimbangkan kemampuan
proses yang dimiliki dan bekerjasama dengan PDO mengevaluasi kompatibilitas
kemasan dengan produk yang dikemas.
Kemasan membantu dalam melindungi produk, namun juga dapat menjadi
aspek estetika produk sehingga pasien yakin ketika mereka mengkonsumsi obat
terutama obat-obat OTC. Penggolongan kemasan dibedakan menjadi :
1. Kemasan primer (kemasan yang kontak dengan produk), misalnya :
a. Rigid packaging : botol (botol kaca, botol plastik)
b. Collapsible packaging : tube (tube logam, tube plastik)
c. Flexible packaging : strip, sachet
2. Kemasan sekunder (tidak kontak produk, bisa menambah proteksi terhadap
produk atau memiliki kegunaan lain), misal :
a. Paper : brosur, catch cover
b. Box : doos, showbox
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
105
Universitas Indonesia
c. Karton box
Dalam pengembangan bahan kemas perlu mempertimbangkan beberapa hal
agar kemasan dapat menjalankan fungsinya. Pemilihan bahan kemas perlu
memperhatikan beberapa aspek, yaitu:
a. Target pasien (kenyamanan penggunaan obat oleh pasien, cara pemberian obat,
kondisi penyakit, tingkat ekonomi target pasien),
b. Stabilitas produk (kemampuan kemasan melindungi produk, kompatibilitas
produk dengan kemasannya, daerah pemasaran produk)
c. Aspek komersil (desain, kemasan yang sedang trend, faktor keamanan saat
pemasaran, segi ekonomis), dan
d. Pertimbangan regulasi (lokal atau global).
Pengembangan bahan kemasan produk dimulai setelah diperolehnya Nomor
Ijin Edar (NIE). Bagian Marketing akan mengirimkan artwork/rancangan kemasan
kepada PcDO. Selanjutnya PcDO melakukan pemeriksaan kesesuaian artwork yang
dikirim tersebut dengan NIE yang berlaku. Jika artwork telah sesuai dengan NIE,
maka PcDO mengirimkan artwork tersebut kepada supplier dan sebagai balasannya
supplier akan mengirimkan proof print kemasan kepada PcDO. Kemasan yang
digunakan harus bermutu baik. Bahan kemasan harus mampu melindungi produk dari
suhu, lembab, udara, cahaya, serta kompatibel dengan bahan yang dikemas. Oleh
karena itu, setiap kemasan selalu diperiksa terlebih dahulu. Selain memeriksa bahan
pengemas, PcDO bertugas memeriksa penandaan pada proof print apakah sudah
sesuai dengan permintaan awal dan sesuai pula dengan NIE yang dikeluarkan BPOM,
sedangkan bagian Marketing bertugas mengevaluasi layout dan warna apakah sudah
sesuai dengan yang diinginkan. Jika semua sudah sesuai, maka PcDO akan
mengeluarkan Spesifikasi Bahan Kemas (SBK) sebagai acuan bagian Pembelian
untuk menerbitkan PP (Permintaan Pembelian) dan sebagai acuan supplier untuk
melakukan pencetakan sesuai order.
Jumlah bahan kemasan yang diperlukan untuk suatu produk tertuang dalam
Formula Bahan Kemas (FBK). FBK mencakup semua jenis bahan kemasan yang
dipakai untuk suatu produk beserta jumlahnya untuk kebutuhan 1 batch produk.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
106
Universitas Indonesia
Output dari PcDO antara lain:
a. Tatacara pemeriksaan bahan kemas
b. Spesifikasi bahan kemas dan formula
c. Dokumen proses pengemasan
d. Informasi bahan kemas
3.6.3 Process Development Executive (PDE)
Process Development Executive ( PDE ) bertanggung jawab melaksanakan
Scaling Up dan optimasi proses produksi produk baru yang formulasinya sudah
diselesaikan oleh PDO. Selain itu PDE juga bertanggung jawab
mengimplementasikan di Bagian Produksi, perubahan proses yang sudah berhasil
dilakukan di laboratorium untuk produk existing. Perubahan yang dilakukan terhadap
produk existing, umumnya disebabkan oleh :
a. Permintaan internal Bagian Marketing karena adanya keluhan terhadap produk
b. Permintaan BPOM
c. Efisiensi biaya produksi
d. Perbaikan kualitas
e. Penyederhanaan proses produksi.
3.6.4 Medical Officer (MO)
Medical Officer (MO) bertanggung jawab terhadap pembuatan product
knowledge, melatih marketing dan tenaga penjual, pemantuan pharmacovigilance.
Bersama-sama dengan PDO menyusun formulir informasi produk.
3.7 PRPD Registration
Penanganan urusan registrasi produk di PT.Konimex ditangani oleh bagian
registration. Peran dan tanggung jawab Regristration Officer meliputi:
a. Menjamin terlaksananya dan terkoordinasinya kegiatan pendaftaran produk baru
dan perubahan dari produk lama
b. Menjamin tatacara pendaftaran produk di internal dan eksternal dan harus
mengikuti perubahan regulasi terbaru
c. Menjamin terlaksananya operasional permintaan dan perlindungan HAKI atas
produk
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
107
Universitas Indonesia
Setiap produk yang diproduksi oleh industri obat tidak boleh diedarkan
sebelum mendapatkan izin edar dari BPOM. Nomor izin edar (NIE) didapatkan
dengan mendaftarkan produk ke BPOM. Produk yang sudah mendapatkan NIE
memiliki jaminan kualitas, efikasi, dan keamanan obat karena telah dilakukan
evaluasi oleh BPOM mengenai aspek mutu (proses produksi CPOB, bahan baku,
kemasan, produk jadi, spesifikasi dan metode pengujian sesuai standar), penandaan
(informasi lengkap, obyektif, yang menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional,
aman), efikasi dan keamanan keamanan (uji pra klinik dan uji klinik fase I, II, dan III
untuk obat baru).
Pendaftaran produk baru ditujukan kepada Direktorat Penilaian BPOM pada
deputi yang berbeda – beda berdasarkan jenis produknya, yaitu produk terapetik dan
Peralatan Kerja Rumah Tangga (PKRT) pada Deputi I; produk suplemen makanan,
Obat Tradisional, kuasi pada Deputi II; dan produk pangan olahan dan minuman
pada Deputi III. Untuk tata cara proses pendaftaran produk secara terperinci bisa
diakses melalui website resmi BPOM (www.pom.go.id) lalu pilih e-registration dan
isi Formulir Antrian Registrasi Obat dengan mengakses www.antrianobat.co
kemudian submit dan akan mendapatkan nomor antrian pendaftaran produk.
Ada dua tahapan dalam proses registrasi obat, yaitu pra-registrasi dan
registrasi (registrasi baru, registrasi variasi, dan registrasi ulang) yang akan dibahas
secara rinci sebagai berikut :
3.7.1 Tahap pra-registrasi
Pra registrasi dilakukan untuk penapisan registrasi produk, penentuan
kategori registrasi produk, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi, dan
penentuan serta kelengkapan dokumen registrasi. Jika data telah mencukupi maka
akan diterbitkan surat Hasil Pra Registrasi. Proses pra registrasi hanya dilakukan
untuk registrasi obat dengan kategori registrasi baru dan registrasi variasi major
(VaMa). Alur Pra- Registrasi dapat dilihat pada gambar 8.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
108
Universitas Indonesia
Gambar 3.30 Alur Pra- Registrasi
Kelengkapan dokumen pra-registrasi harus sesuai dengan persyaratan dari
BPOM. Dokomen yang harus disertakan dalam pra-registrasi adalah sebagai berikut:
a. Ringkasan Informasi Produk (RIP), meliputi nama obat, bentuk sediaan,
kekuatan sediaan, kemasan, formula, indikasi, produsen.
b. Mutu dan Teknologi, meliputi spesifikasi dan sertifikat analisis bahan baku,
spesifikasi produk jadi, protokol validasi proses dan metode analisa, serta
protokol uji stabilitas obat jadi.
c. Administratif, meliputi sertifikat CPOB dan izin industri.
Tahap pra-registrasi dilakukan untuk pendaftaran beberapa kategori produk
obat. Kategori – kategori obat yang didaftarkan dalam pra registrasi adalah kategori 1
(obat baru, produk biologi), kategori 2 (obat copy), kategori 3 (sediaan lain yang
mengandung obat), dan kategori 4 (variasi mayor).
3.7.2 Tahap registrasi
Registrasi dibedakan menjadi 3 macam yaitu registrasi baru, registrasi
regitrasi variasi, dan registrasi ulang. Alur registrasi dapat dilihat pada gambar 3.30.
a. Registrasi baru, merupakan registrasi produk yang belum mempunyai izin edar.
Ada 3 kategori untuk registrasi baru, yaitu :
Kategori 1 : registrasi obat baru dan produk biologi.
Kategori 2 : registrasi obat copy. „
Kategori 3 : registrasi sediaan lain yang mengandung obat.
PENYERAHAN DOKUMEN
PRA- REGISTRASI + BIAYA
EVALUASI
KONSULTASI
HASIL PRA- REGISTRASI
(secara tertulis)
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
109
Universitas Indonesia
b. Registrasi variasi, merupakan registrasi produk yang telah memiliki izin edar di
Indonesia yang mengalami perubahan aspek termasuk perubahan formulasi,
metoda, proses pembuatan, spesifikasi untuk obat dan bahan baku, wadah,
kemasan, dan penandaan. Registrasi variasi dikategorikan menjadi :
Kategori 4 : registasi variasi major (VaMa), adalah registrasi variasi yang
berpengaruh bermakna terhadap aspek khasiat, keamanan, atau mutu obat.
Kategori 5 : registrasi variasi minor yang memerlukan persetujuan (VaMi-B),
adalahregistrasi variasi yang tidak termasuk kategori registrasi variasi minor
dengan notifikasi maupun variasi major.
Kategori 6 : registrasi variasi minor dengan notifikasi (VaMi-A), registrasi
variasi yangberpengaruh minimal atau tidak berpengaruh sama sekali terhadap
aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu obat, serta tidak merubah informasi
padasertifikat izin edar.
Gambar 3.31 Alur registrasi produk
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
110
Universitas Indonesia
c. Registrasi ulang, merupakan registrasi untuk produk yang mempunyai izin edar
yang telah habis masa berlakunya (5 tahun). Katogori untuk registrasi ulang
adalah kategori
Penyusunan dokumen registrasi harus disusun menurut halaman dan
penomoran yang berurutan, serta setiap dokumen dipisahkan oleh kertas pembatas.
Format yang digunakan adalah ASEAN Common Technical Dossier (ACTD). Dalam
format ACTD, dokumen registrasi yang wajib diserahkan ke BPOM terdiri dari
empat bagian. Bagian I berupa tabel yang berisi data administratif dan informasi
produk. Bagian II berupa dokumen kualitas (Quality Document, Overal Summary and
Report). Bagian III berupa dokumen non klinik (Nonclinical, Overview, Summary
and Study Report). Bagian IV berupa dokumen klinik (Clinical, Overview, Summary
and Study Report). Untuk registrasi obat copy, baik obat generik dan nama dagang
dokumen registrasi yang diserahkan ke BPOM hanya bagian I dan bagian II saja.
Alur penyerahan berkas registrasi diawali dengan penyerahan dokumen
registrasi (disket+formulir), hasil pra-registrasi, dan bukti pembayaran ke loket
registrasi. Kemudian dilakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen registrasi. Bila
dokumen belum lengkap maka dokumen dikembalikan untuk dilengkapi namun bila
sudah lengkap maka akan memperoleh tanda terima dan dilakukan proses selanjutnya
yaitu proses evaluasi.
Berdasarkan UU No. 15/Tahun 2001, merek adalah suatu tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf – huruf, angka – angka, susunan warna atau kombinasi
dari unsur – unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang dan jasa. Merek berfungsi untuk tanda pengenal barang
atau jasa yang diproduksi dan atau diperdagangkan, alat promosi, jaminan atas
kualitas barang atau jasa, dan menunjukkan asal barang atau jasa yang diproduksi dan
atau diperdagangkan. Merek harus didaftarkan untuk mendapatkan sertifikat merek
yang menunjukkan pemilik yang berhak atas merek tersebut, mencegah pihak lain
menggunakan merek tersebut/merek lain yang sama pada pokoknya, dan sebagai
upaya penolakan terhadap pendaftaran merek lain yang sama pada pokoknya.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
111
Universitas Indonesia
Berdasarkan PP No 24, 31 Maret 1993, merek terbagi atas beberapa kelas
yaitu kelas barang terdiri dari 34 kelas (1 – 34) dan kelas jasa terdiri dari 8 kelas (35 –
42). Kelas barang yang terkait dengan produk farmasi dan natpro di PT. Konimex
adalah kelas 3, 5 dan 32. Berikut adalah keterangannya :
a. Kelas 3 : Sediaan pemutih dan zat-zat lainnya untuk mencuci : sediaan
untukmembersihkan, mengkilatkan, membuang lemak danmenggosok; sabun-
sabun; wangi-wangian, minyak-minyak sari, kosmetik, losion rambut; bahan-
bahan pemeliharaan gigi. Contohnya adalah Konicare minyak kayu putih dan
Konicare minyak telon
b. Kelas 5 : Sediaan hasil farmasi, ilmu kehewanan dan saniter; bahan-bahanuntuk
berpantang makan/diet yang disesuaikan untuk pemakaian medis, makanan bayi,
plester-plester, bahan-bahan pembalut, bahan-bahan untuk menambal gigi, bahan
pembuat gigi palsu, pembasmi kuman, sediaan untuk membasmi binatang
perusak, jamur, tumbuh-tumbuhan. Contohnya adalah seluruh produk farmasi,
obat tradisional (Osteogard), dan food suplemen (ever E).
c. Kelas 32 : Bir dan jenis-jenis bir; air mineral dan air soda dan minuman bukan
alkohol lainnya, minuman-minuman dari buah danperasan buah; sirop-sirop dan
sediaan-sediaan lain untuk membuat minuman. Contohnya adalah Herbadrink,
Jesscool, dan ever B.
HAKI merupakan hak monopoli untuk memperbanyak karya cipta dalam
jangka waktu tertentu. HaKI didapatkan dengan mendaftarkan produk ke Direktur
Jendral Hak Kekayaan Industri (Dirjen HKI) di Kementerian Hak Asasi Manusia
(HAM). HaKI bertujuan untuk melindungi produk, misalnya perlindungan merek.
HaKI berhak menolak pendaftaran merek dikarenakan pemohon tidak beritikad baik;
bertentangan dengan UU, moralitas agama, kesusilaan, dan ketertiban umum; tidak
memiliki daya pembeda; telah menjadi milik umum; dan merupakan keterangan dari
barang/jasa misalnya seperti obat-obat generik.
Jangka waktu perlindungan hukum terhadap merek terdaftar adalah 10 tahun dan
permohonan perpanjangan diajukan dalam jangka waktu 12 bulan sebelum
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
112
Universitas Indonesia
berakhirnya waktu perlindungan terhadap merek tersebut. Hal ini diatur dalam
Undang-Undang Merek Nomor 15 tahun 2001 tentang perlindungan terhadap merek.
3.8 Standardization
Visi Standardization adalah menjadi laboratorium yang handal dan terpercaya
dengan berbasis riset dan teknologi demi kepuasan pelanggan. Fungsi dan tugas
pokok Standardization adalah memeriksa sampel bahan baku dan produk,
metolisa/standar kualitas produk (SKP), membuat spesifikasi bahan baku, membuat
baku pembanding laboratorium, dan mengelola laboratorium hewan.
Pada bagian Standardization ini terdapat beberapa kebijakan yang harus
diikuti, yaitu:
a. Metode analisis harus divalidasi terlebih dahulu sebelum disahkan dan
diserahkan ke bagian QC untuk pemeriksaan rutin.
b. Metode analisis yang dikembangkan harus dapat diterapkan oleh bagian QC
dengan peralatan yang terdapat pada bagian QC.
c. Spesifikasi bahan baku sedapat mungkin diambil dari/sesuai dengan buku acuan
resmi yang diakui Depkes dan BPOM.
Gambar 3.32 Struktur organisasi Standardization PT. Konimex
Petugas Analisa Lab
Petugas Lab. Hewan
Petugas Analisa Lab
STD manajer
Penata Administrasi STD
STD Officer Bahan baku
STD Officer Produk
Analyst assistant
Analyst
Analyst assistant
Analyst
Laboran
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
113
Universitas Indonesia
Dokumen yang ada di bagian Standardization adalah dokumen level 2, 3 dan
4. Dokumen level 2 berupa pedoman riset dan validasi. pedoman pembuatan SBB dan
pedoman pembuatan SKP. Dokumen level 3 berupa SKP, SBB dan spesifikasi WIP.
Dokumen level 4 berupa sertifikat baku pembanding, formulir pemeriksaan, lembar
hasil analisa.
Bagian Standardization dibagi menjadi 2 seksi, yaitu seksi bahan baku dan
seksi produk. Kegiatan seksi bahan baku adalah sebagai berikut:
a. Melakukan pemeriksaan sampel bahan baku/WIP
b. Melakukan research dan validasi metode analisa untuk pengujian bahan baku
c. Menyiapkan dokumen pendaftaran yang berhubungan dengan pemeriksaan bahan
baku
d. Membuat Spesifikasi Bahan Baku (SBB)
e. Membuat baku pembanding sekunder beserta sertifikat
Alur kerja pemeriksaan bahan baku dimulai dari permintaan bagian RPD
untuk memeriksa sampel bahan baku. Sampel bahan baku bisa dari supplier bahan
baku atau ekstrak hasil RPD. Seksi bahan baku akan mengecek apakah sudah tersedia
metolisa untuk sampel tersebut. Jika sudah tersedia, maka analisa bisa segera
dilakukan dan hasil analisis dibuat dalam lembar analisa bahan baku. Jika belum
tersedia, maka akan dilakukan research. Ada 2 macam research yaitu research kadar
dan non kadar. Research kadar juga ada 2 macam, yaitu penetapan kadar yang
memerlukan baku primer (misalnya HPLC) dan penetapan kadar yang tidak
memerlukan baku primer (misalnya titrasi). Metode analisa harus sudah divalidasi
terlebih dahulu sebelum digunakan untuk memeriksa sampel. Hasil pemeriksaan
selanjutnya dilaporkan kembali ke peminta, yaitu pihak RPD.
Alur kerja pembuatan sertifikat baku pembanding sekunder di mulai dari
pembelian baku primer, misalnya baku primer USP. Baku primer ini digunakan untuk
membakukan sampel, sehingga sampel tersebut dapat digunakan sebagai baku
sekunder. Metode yang digunakan untuk membakukan baku sekunder harus sudah
divalidasi. Baku sekunder tersebut diperiksa parameter-parameternya kemudian
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
114
Universitas Indonesia
dibuat sertifikat baku pembanding sekundernya. Baku pembanding sekunder ini dapat
digunakan untuk analisis QC sehari-harinya.
Pembuatan Spesifikasi Bahan Baku (SBB) diawali dari bahan baku baru.
Bahan baku yang baru harus dibuat spesifikasinya sehingga bagian seksi bahan baku
akan melakukan riset, research metode analisa dan pemeriksaan bahan baku. Metode
tersebut kemudian divalidasi dahulu. Data hasil validasi metode analisa dituliskan
dalam Laporan Riset dan Verifikasi bahan baku. Setelah itu, SBB dapat dibuat yang
kemudian dicek dan dievaluasi. Jika ada yang perlu di revisi segera dilakukan revisi.
Setelah direvisi, SBB harus mendapatkan persetujuan akhir. Setelah mendapat
persetujuan akhir SBB bisa didistribusikan dan digunakan secara rutin oleh QC.
Kegiatan seksi produk jadi antara lain:
a. Melakukan pemeriksaan sampel dan stabilitas formulasi dari RPD
b. Melakukan research dan validasi metode analisa untuk pengujian produk
c. Menyiapkan dokumen pendaftaran yang berhubungan dengan pemeriksaan
produk
d. Membuat Standar Kualitas Produk
e. Melakukan pengujian di laboratorium hewan
Dalam melakukan validasi metode analisa, tindakan awal yang dilakukan
adalah pencarian metode. Metode-metode tersebut didapatkan melalui kompendia
resmi, misalnya: United States Pharmacopeia (USP), British Pharmacopeia (BP),
dan Farmakope Indonesia (FI). Apabila metode pengujian terdapat dalam Kompendia
maka metode tersebut dapat digunakan, dengan melakukan verifikasi terlebih dahulu.
Sedangkan untuk metode pengujian yang tidak terdapat dalam Kompendia, maka
dilakukan pencarian metode melalui optimasi dan validasi. Selanjutnya hasil tersebut
akan dimasukkan dalam Standar Kualitas Produk (SKP), kemudian dilakukan transfer
metode ke bagian QC.
Macam-macam parameter validasi yaitu akurasi, presisi, spesifisitas, batas
deteksi (LOD), batas kuantitasi (LOQ), linieritas, rentang, ruggedness. Berdasarkan
ICH (International Conference Harmonization), parameter tersebut dilakukan
tergantung kategori.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
115
Universitas Indonesia
Tabel 3.6 Kategori sampel vs parameter (ICH, FDA)
Karakteristik
Kinerja
Analitik
Kategori 1
Kategori 2
Kategori 3 Kategori
4 Kuantitatif Uji batas
Akurasi + + * * -
Presisi + + - + -
Spesifisitas + + + * +
LOD - - + * -
LOQ - + - * -
Linearitas + + - * -
Rentang + + * * -
Keterangan:
Kategori 1 : prosedur analisa untuk penetapan kadar komponen utama dalam bahan
baku atau bahan aktif (termasuk pengawet) dalam sediaan obat
Kategori 2 : prosedur analisa untuk penetapan cemaran dalam bahan baku obat atau
senyawa hasil degradasi dalam sediaan obat jadi.
Kategori 3 : prosedur analisa untuk penetapan karakteristik kinerja sediaan (misal
disolusi, pelepasan obat)
Kategori 4 : prosedur analisa untuk identifikasi
+ : parameter yang perlu dilakukan; – : tidak perlu dilakukan:; * : menandakan bila
perlu.
3.9 Logistik
Bagian logistik di PT Konimex bertanggung jawab terhadap persediaan
barang jadi, rencana permintaan produksi, proses penyimpanan dan distribusi barang
jadi, serta proses penyimpanan dan distribusi barang-barang material promosi.
Pengiriman barang jadi ke distributor dengan menggunakan ekspeditur. PT. Konimex
memiliki beberapa armada pengiriman barang jadi ke distributor dan jika dibutuhkan
maka menggunakan jasa ekspeditur lain.
Bagian logistik dipimpin oleh manajer logistik yang membawahi 6 kepala
seksi gudang. Manajer logistik tidak hanya membawahi gudang produk farmasi
namun juga gudang produk candy, Sobisco, natural product, dan material promosi.
Untuk produk farmasi tablet dan produk semisolid – liquid gudangnya berada di
lokasi yang berbeda.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
116
Universitas Indonesia
Gambar 3.33 Struktur organisasi bagian logistik
Dari struktur organisasi, bagian logistik bertanggung jawab terhadap gudang
barang jadi. Adapun kegiatan yang dilakukan bagian logistik di gudang barang jadi
meliputi:
a. Menerima barang jadi dari bagian produksi.
b. Melakukan penataan dan penyimpanan barang jadi sesuai FIFO dan FEFO
c. Melakukan pengiriman barang jadi ke distributor sesuai permintaan.
d. Melakukan kegiatan administrasi pergudangan
e. Menerima pengembalian barang jadi dari distributor.
Salah satu tanggung jawab dari bagian logistik adalah terkait distribusi barang
jadi. Alur proses pemesanan dan distribusi barang adalah sebagai berikut:
Logistic Manajer
Ka.Sie GBJ Farma I
Penata Adm
Pet. Angkat
Ka.Sie GBJ Farma II
Penata Adm
Pet. Angkat
Ka.Sie GBJ Candy
Penata Adm
Pet. Angkat
Ka.Sie GBJ Sobisco
Penata Adm
Pet. Angkat
Ka.Sie GBJ Natpro
Penata Adm
Pet. Angkat
Ka.Sie Gd Material Promosi
Penata Adm
Pet. Angkat
Logistic Controller
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
117
Universitas Indonesia
Gambar 3.34 Alur proses pemesanan dan distribusi barang
Proses di atas diawali dari permintaan pelanggan akan produk dari PT
Konimex. Pelanggan (apotek, toko obat, grosir) akan memesan barang ke distributor
cabang. Selanjutnya distributor cabang akan melakukan pemesanan barang ke
distributor pusat. Distributor pusat akan menghubungi bagian logistik dari pihak PT
Konimex untuk memesan barang. Bagian logistik akan melakukan perhitungan
terhadap sisa persediaan barang jadi, buffer stock yang ada di gudang, serta
menghitung kebutuhan barang jadi. Selanjutnya bagian logistik membuat Rencana
Permintaan Produksi (RPP) dan menyerahkannya ke bagian PPIC. PPIC akan
mengecek persediaan bahan baku dan membuat Rencana Produksi (RP). RP tersebut
diserahkan ke bagian produksi yang selanjutnya bagian produksi melakukan produksi
dan menghasilkan barang jadi. Barang jadi yang dihasilkan oleh bagian produksi akan
dikirimkan ke bagian logistik yang selanjutnya dikirimkan ke distributor cabang.
Dalam melaksanakan fungsinya, bagian logistik bekerja sama dengan bagian-
bagian lain. Kerja sama tersebut antara lain sebagai berikut:
Pelanggan
Distributor Cabang
Distributor Pusat
PT Konimex
Distributor Cabang
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
118
Universitas Indonesia
a. Bagian Logistik dengan PPIC
Bagian logistik bekerja sama dengan bagian PPIC dalam hal penyerahan
Rencana Permintaan Produksi (RPP) Tahunan dan RPP rolling selama lima
bulan. Bagian logistik juga bekerja sama dalam hal penerimaan rencana produksi
bulanan dan realisasi produksi bulanan.
b. Bagian Logistik dengan Bagian Produksi
Bagian logistik menerima barang jadi dari bagian produksi dan menyerahkan
barang jadi yang akan diproses kembali ke bagian produksi.
c. Bagian Logistik dengan Quality Control (QC)
Bagian logistik meminta QC untuk memeriksakan barang jadi yang tersedia di
gudang barang jadi. Setelah barang jadi diperiksa oleh QC, hasil pemeriksaannya
diserahkan ke bagian logistik.
d. Bagian Logistik dengan Distributor
Bagian logistik menerima rencana permintaan barang jadi dari distributor,
menerima permintaan pengiriman barang jadi dari distributor, mengirimkan
barang jadi ke distributor, dan menerima barang pengembalian dari distributor.
e. Bagian Logistik dengan General Service (GS)
Bagaian GS memenuhi kebutuhan bagian logistik terkait alat tulis dan
perlengkapan kantor; penyediaan alat transportasi untuk pengiriman barang jadi
dan material promosi; serta pemusnahan barang jadi yang rusak.
f. Bagian Logistik dengan Keuangan
Bagian keuangan berperan dalam proses pembayaran biaya jasa ekspedisi dan
biaya tenaga angkat.
g. Bagian Logistik dengan Expeditur
Bagian expeditur berperan dalam hal pengangkutan barang jadi ke distributor.
3.10 Sistem Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sistem pengelolaan lingkungan hidup di PT Konimex sesuai dengan falsafah
umum PT Konimex, yaitu hidup bahagia untuk semua orang. Arti dari falsafah
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
119
Universitas Indonesia
tersebut adalah tidak menyusahkan orang lain dengan limbah yang dihasilkan.
Adapun tujuan pengelolaan lingkungan hidup PT Konimex, antara lain:
a. Mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.
b. Meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan yang timbul akibat kegiatan
pabrik.
c. Tersedianya dokumentasi dan informasi pengolahan lingkungan yang
dilaksanakan terhadap kemungkinan dampak.
Struktur organisasi Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH) adalah sebagai berikut:
Gambar 3.35 Struktur organisasi PLH PT Konimex
Tugas dan tanggung jawab organisasi pengelolaan lingkungan hidup, yaitu:
a. Mempertahankan kualitas lingkungan sesuai kriteria baku mutu lingkungan yang
ditetapkan.
b. Mengikuti perkembangan peraturan serta teknologi di bidang lingkungan hidup
dan menerapkan dalam pengelolaan lingkungan hidup di PT Konimex.
Setiap kegiatan produksi dan kegiatan lain di PT Konimex dapat
menghasilkan limbah. Limbah tersebut berupa limbah padat, cair, dan gas. Jika
limbah tersebut tidak dikelola dengan baik maka akan berdampak buruk terhadap
Ketua I : Lodewyk Heumasse; Ketua II : Tanto Nugroho
Penatalaksanaan Pemeriksaan Limbah
(Willybrordus , Sugiyarto)
Penatalaksanaan Perawatan Sarana Limbah
(Endra Nugrahadi W., Y. Gunawan, Tjokrohandoyo)
Penatalaksanaan Pengolahan Limbah
(Eriwati)
Internal Audit (Dewi Sarastuti)
Sekretaris (Tri Hascaryo)
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
120
Universitas Indonesia
lingkungan dan personil. Contoh jenis dan sumber limbah yang dihasilkan di PT
Konimex adalah sebagai berikut:
Tabel 3.7 Contoh jenis dan sumber limbah yang dihasilkan di PT. Konimex
No. Jenis Limbah Sumber Limbah
1 Kertas, Karton, Plastik Kantor, Bekas Kemasan
2 Roll Allufoil, Cellophane Susut Produksi
3 Botol, Kaleng, Drum Bekas Kemasan
4 Debu Proses Produksi
5 Bahan obat produk Pemusnahan Obat
Dasar hukum dalam pengolaan lingkungan di PT. Konimex antara lain : UU
No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.
36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Perda Propinsi Jateng No. 10/2004 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Industri Farmasi. Pengelolaan limbah di PT. Konimex dibedakan
menjadi 3 macam berdasarkan bentuk limbah yang dihasilkan yaitu pengolahan untuk
limbah padat, limbah udara, dan limbah cair.
3.10.1 Sistem Pengelolaan Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan oleh PT Konimex, antara lain: debu dari ruang
produksi; debu dari lantai; debu dari mesin; sisa hasil pemusnahan bahan baku dan
obat; limbah kemasan; kertas, karton, dan plastik; serta botol, drum, kaleng, roll
alifoil. Bagan pengelolaan limbah padat di PT Konimex dapat dilihat pada gambar
3.36.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
121
Universitas Indonesia
Gambar 3.36 Bagan pengolahan limbah padat
Debu yang berasal dari ruang produksi, lantai, dan mesin selanjutnya
dilakukan pembakaran di Multi Stage Burner. Pembakaran dilakukan secara
bertingkat dimana pembakaran pertama menggunakan suhu 3000C. Selanjutnya
dilakukan pembakaran kembali pada suhu 900-10000C. Pembakaran tersebut tidak
menghasilkan asap sehingga tidak mencemari lingkungan. Sisa pembakaran tersebut
berupa abu yang selanjutnya abu tersebut disimpan pada tempat penyimpanan
sementara bahan berbahaya dan beracun, sebelum diserahkan ke pihak ketiga yang
memiliki izin untuk dikelola.
Limbah kemasan, kertas, karton, dibakar menggunakan tungku yang terbuat
dari bata tahan api dan mempunyai cerobong setinggi 24 m. hasil pembakaran dari
tungku dibuang ke tempat pembuangan umum. Limbah berupa botol, drum, kaleng,
dan roll alufoil dijual.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
122
Universitas Indonesia
3.10.2 Sistem Pengelolaan Limbah Cair
Limbah cair yang dihasilkan di PT Konimex berasal dari pabrik, workshop,
dan limbah domestik. Bagan pengelolaan limbah cair di PT Konimex adalah sebagai
berikut:
Gambar 3.37 Bagan pengolahan limbah cair
Sistem pengelolaan limbah cair di PT Konimex merupakan sistem yang
terbuka sehingga air hujan dapat masuk ke dalam sistem ini. Air hujan dan kondesat
steam akan langsung masuk ke dalam badan air. Limbah workshop merupakan
limbah yang dihasilkan dari pelumas mesin sehingga limbah tersebut mengandung
minyak atau oli. Oleh karena itu, limbah workshop dialirkan terlebih dahulu ke sistem
oil trap dimana minyak atau oli akan terperangkap di dalam sistem ini, sedangkan air
akan terus mengalir ke sistem berikutnya. Limbah pabrik, workshop, dan domestik
selanjutnya akan mengalir ke sumpitch dimana sumpitch berbentuk kolam yang
bertingkat dan setiap tingkatannya terdapat penyaring. Limbah cair yang berasal dari
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
123
Universitas Indonesia
sumpitch akan dialirkan ke multi cell aerated lagoon berupa kolam dan berjumlah 9
buah, setiap kolam dilengkapi dengan aerator. Proses aerasi adalah penguraian
senyawa organik oleh bakteri aerob. Adapun tujuan dari mengalirkan gas di multi cell
aerated lagoon adalah untuk menghilangkan bau dari air sehingga udara berbau akan
segera dilepaskan ke udara. Limbah cair yang berasal dari kolam ini akan dialirkan ke
kolam yang memiliki sistem sludge trap. Di kolam tersebut akan terjadi proses
pengendapan. Endapan yang terbentuk secara rutin akan diambil dan dibawa ke TPS-
B3. Cairan yang berada di sludge trap akan dialirkan ke kolam yang bernama fish
pond. Kolam fish pond merupakan kolam yang berisi ikan dimana ikan tersebut
merupakan suatu indicator bahwa air yang dihasilkan tidak berbahaya dan beracun.
Air dari kolam fish pond akan dialirkan ke badan air yang nantinya dialirkan ke
sungai atau keluar PT Konimex.
3.10.3 Sistem Pengelolaan Limbah Udara
Bagan pengelolaan limbah udara di PT Konimex adalah sebagai berikut:
Gambar 3.38 Bagan pengelolaan limbah udara
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
124
Universitas Indonesia
Limbah udara yang dikelola di PT Konimex salah satunya terkait dengan bunyi atau
getaran. Bunyi yang berasal dari compressor,chiller, fan, AC, generator listrik, dan
mesin produksi diredam dengan menggunakan partial enclosure ,yaitu berupa
penanaman tanaman rambat pada pagar pabrik. Selain partial enclosure, mesin
produksi juga dilengkapi dengan silencer. Silencer merupakan alat berupa jacket yang
digunakan untuk meredam suara mesin produksi yang bising agar tidak mengganggu
kesehatan pendengaran para pekerja.
3.11 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Di PT Konimex, keselamatan dan kesehatan kerja merupakan tanggung jawab
perusahaan dan karyawan yang harus dipenuhi. Keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi produktifitas kerja. Tujuan
utama K3 PT. Konimex antara lain : angka kecelakaan nihil; terciptanya kondisi
lingkungan kerja yang aman, sehat dan nyaman; serta terbentuknya cara dan sikap
kerja yang aman. Banyaknya potensi berbahaya yang dapat terjadi di area kerja
industri. Sehingga sangat diperlukan adanya suatu tim yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan dan pengawasan K3 di area masing-masing.
Komitmen perusahaan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, area kerja
yang luas dan pekerjaan, kondisi lingkungan serta potensi bahaya yang beragam
mendorong PT. Konimex membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (P2K3) yang bertugas mengkoordinir penanganan masalah yang terkait dengan
keselamatan dan kesehatan kerja. P2K3 bertanggung jawab untuk mengelola dan
menjamin lingkungan kerja yang aman dan sehat. Adapun peran P2K3 di PT
Konimex, yaitu:
a. Mendukung pelaksanaan dan pengawasan K3 di masing-masing bagian.
b. Membentuk budaya selamat yang menekankan bahwa keselamatan bukan
sebagai suatu biaya yang merugikan.
c. Mempermudah komunikasi masalah K3.
d. Membantu menghimpun dan memecahkan masalah K3.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
125
Universitas Indonesia
Tim P2K3 dibentuk oleh perusahaan dan disahkan oleh Kakanwil Depnaker
Provinsi Jawa Tengah dengan mengikuti dasar-dasar hukum yang ada, seperti UU
No. 1 tahun 1970 mengenai Keselamatan Kerja dan UU No. 13 tahun 2003 mengenai
Ketenagakerjaan. Struktur organisasi P2K3 PT. Konimex sebagai berikut :
Gambar 3.39 Struktur Organisasi Tim P2K3 PT. Konimex
Sistem manajemen K3 di PT Konimex terbagi atas empat elemen, antara lain:
a. Plan, meliputi:
i. Identifikasi bahaya; penilaian risiko; dan penetapan tindakan pengendalian
terhadap semua aktivitas, produk, prosedur, pekerjaan, dan sarana
pendukung yang terdapat di tempat kerja.
ii. Menerapkan peraturan perundangan dan persyaratan yang relevan untuk
dijadikan acuan pelaksanaan K3.
iii. Penetapan tujuan dan sasaran K3 tahunan guna memenuhi kebijakan k3
perusahaan.
iv. Penyusunan rencana anggaran tahunan dalam hal pelaksanaan sasaran
bidang K3.
b. Do, meliputi:
i. Penetapan struktur organisasi dan tanggung jawab.
ii. Pelatihan sumber daya manusia dan adanya kompensasi kerja.
Wakil Ketua
(GM Operation)
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
126
Universitas Indonesia
iii. Menetukan persyaratan atau kompetensi khusus terhadap karyawan yang
beraktivitas dengan atau pada lingkungan kerja berbahaya.
iv. Menciptakan sistem komunikasi untuk memastikan bahwa informasi K3
dapat dilaksanakan dengan baik oleh karyawan dan pihak luar.
v. Menetapkan persyaratan pengendalian dokumen yang berkaitan denga
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
vi. Pengendalian risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
vii. Menyusun prosedur menghadapi keadaan darurat yang dapat mengancam
keselamatan karyawan.
viii. Menetapkan kebutuhan sarana dan prasarana K3.
ix. Persiapaan penanggulangan keadaan darurat, seperti mengidentifikasi
kondisi darurat dan rencana penanggulangannya; pembuatan prosedur
komunikasi; serta melakukan penijauan kembali secara berkala.
c. Check, meliputi:
i. Setiap bagian melakukan pengukuran dan evaluasi terhadap aktivitas
pekerjaan dan lingkungan kerja yang berisiko terhadap K3 secara periodik.
ii. Melakukan investigasi dan tindakan koreksi terhadap ketidaksesuaian yang
ada.
iii. Menetapkan metode pencatatan K3 yang meliputi perundangan, potensi
bahaya, factor lingkungan, program, tanggung jawap pekerjaan, catatan
pelatihan, catatan inspeksi atau ketidaksesuaian, dan semua kegiatan
administrasi K3.
iv. Audit secara sistematis dan independen.
d. Action, meliputi:
i. Melakukan evaluasi efektivitas penerapan sistem manajemen keselamatan
dan kesehatan kerja (SMK3) serta kebutuhan untuk mengubah SMK.
ii. Melakukan tinjauan manajemen.
iii. Melakukan continuous improvement, meliputi preventiveaction dan
corrective action.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
127
Universitas Indonesia
Ada 5 hierarki pengendalian bahaya , yaitu :
a. Eliminasi, menghilangkan bahaya yang mungkin terjadi.
b. Substitusi, penggantian dengan yang berisiko lebih kecil. Substitusi dilakukan
jika eliminasi tidak dapat dilakukan
c. Isolasi, peralatan diberi penghalang supaya memperkecil terjadinya risiko, misal
untuk mengurungi panas, mesin dilapisi dengan glass wool. Isolasi dilakukan jika
eliminasi dan substitusi tidak mungkin dilakukan
d. Administratif, mengendalikan personil, misalnya menggunakan sistem sanksi
e. Alat Pelindung Diri (APD), untuk membatasi terjadinya resiko pada personil.
Gambar 3.40 Bagan identifikasi bahaya oleh P2K3
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh P2K3, yaitu:
a. Pertemuan rutin 6 bulan sekali atau insidentil.
b. Membentuk coordinator K3, regu penanggulangan bahaya kebakaran, dan
evaluasi di seksi kerja.
c. Pelaporan bulanan K3 dari seksi kerja dikirim ke secretariat P2K3
d. Mendukung pelaksanaan K3 sehari-hari di masing-masing bagian.
e. Memberikan masukan atau informasi ke K3.
Implementasi program-program K3/ P2K3 PT Konimex:
a. Program Keselamatan Kerja
i. Analisa Bahaya Lingkungan Kerja
ii. Analisa Bahaya Pekerjaan
iii. Inspeksi atau Audit
iv. Perbaikan Lingkungan Kerja
Identifikasi Bahaya
Analisa Kecelakaan
Kerja
Analisa Bahaya
Pekerjaan
Work PermitAnalisa Bahaya
Lingkungan Kerja
Analisa Bahaya Khusus
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
128
Universitas Indonesia
v. Work Permit
vi. Ergonomi
vii. Penyediaan Alat Pelindung Diri/ Sarana K3/ Rambu-Rambu K3
viii. Fire Protection & Fire Drill
ix. Analisa dan Statistik Kecelakaan Kerja
x. 5R (Ringkas, Resik, Rapi, Rawat, dan Rajin) sebagai Preventive Action
xi. Zero Accident Campaign
b. Program Kesehatan Kerja
i. Sarana Kesehatan Karyawan (Jamsostek, Tunjangan Kesehatan, Asuransi
Rawat Inap, dll
ii. Pemeriksaan Kesehatan (Awal, Berkala, atau Khusus)
c. Higiene Perusahaan
i. Pengukuran dan Perbaikan Faktor Higiene di Lingkungan
ii. Pemasangan Alat untuk Perbaikan Kondisi Kerja
iii. Pemantauan Gizi Kerja
iv. Sanitasi Lingkungan
d. Pengelolaan Lingkungan Hidup
i. Penghijauan Pabrik
ii. Pengolahan Limbah
e. Media Pendidikan dan Pembinaan K3
i. Pelatihan K3,
ii. Penilaian Kinerja Karyawan Menggunakan Aspek K3,
iii. Safety Meeting,
iv. Safety Information,
v. Safety & Health Supplement,
vi. Knowledge Management,
vii. Giant Banner, dll
f. Pendidikan dan Pelatihan K3
i. Internal (Orientasi K3 untuk karyawan baru, dasar-dasar K3, K3 gudang, dll)
ii. Eksternal (Depnaker, Balai Hiperkes, Perguruan Tinggi, dll)
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
129
Universitas Indonesia
g. Penyelenggaraan Safety Meeting
i. Pertemuan K3 antara Kepala Bagian atau Kepala Seksi dengan seluruh anak
buahnya.
ii. Dilakukan setiap tanggal 12.
Merupakan media informasi K3 ke karyawan dan forum sumbang saran masalah K3
di bagian.
3.12 Bagian Teknik (Maintenance dan Utility)
Suatu industri farmasi memiliki fasilitas peralatan atau utilitas yang
digunakan untuk mendukung keberlangsungan kegiatan produksi obat, oleh karena
itu dibutuhkan suatu bagian yang bertanggung jawab dalam pembelian, perawatan,
perbaikan, penelitian, dan pengawasan kualitas alat atau utilitas yaitu bagian
Technical Service. PT. Konimex membedakan Technical Service menjadi 2, yaitu
Technical Service Food (di bagian makanan dan permen) dan Technical Service
Pharma (di bagian plant Pharma).
Bagian teknik merupakan bagian yang sangat penting yang dapat menunjang
semua kegiatan atau proses produksi di PT Konimex. Bagian teknik berperan dalam
hal perawatan semua mesin di area produksi, kantor, gudang, serta utilitas.
Struktur organisasi dari bagian teknik adalah sebagai berikut:
Gambar 3.41 Struktur organisasi bagian teknik
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
130
Universitas Indonesia
Administration officer membawahi KaSie Gudang Spare part yang bertugas
mengurus semua administrasi di bagian teknik termasuk inventaris sparepart yang
ada di gudang dan melayani permintaan servis semua bagian di PT Konimex,
laporan-laporan anggaran, proyek, Man Hour teknisi, dan Overall Equipment
Effectiveness (OEE). Dalam menjalankan tugasnya, Ka Sie Gudang Spare part
dibantu oleh Penata Administrasi (PA) yang bertugas membuat draft, dokumentasi,
dan pelaporan.
Engineer berperan dalam melakukan pengkajian terkait proyek besar,
membantu proyek yang sedang berjalan, melakukan studi kelayakan proyek,
membantu pengkajian pengembangan dan melakukan modifikasi bila diperlukan.
Engineer tersebut tidak turun langsung ke bagian operasionalnya, tetapi hanya
membuat konsep yang matang.
Project Assistant Technical merupakan teknisi senior dalam proyek
modifikasi mesin atau peralatan yang setara dengan supervisor berperan dalam hal
pengerjaan proyek-proyek kecil, tetapi tidak ikut dalam proses pengkajian seperti
yang dilakukan engineer.
Technical Service Officer bertugas membantu dalam koordinasi lapangan
sesuai bagiannya yaitu Production atau Utility. Technical Service Officer Production
berperan dalam menangani mesin- mesin produksi, sedangkan Technical Service
Officer Utility berperan dalam menangani mesin-mesin utilitas seperti HVAC,
compressed air, purified water, dll. Tanggung jawab TSO Production meliputi
pengecekan rutin terkait mesin-mesin produksi, RPD, peralatan QC. TSO Production
membawahi chief technician production I, II, III dan workshop mekanik. TSO Utility
bertanggung jawab dalam pengecekan rutin terkait utilitas/mesin-mesin pendukung
dan elektrikal seperti AC, HVAC, steam, boiler, power generator, pipa-pipa, instalasi
compressed air, instalasi kelistrikan, pompa air, dan lain sebagainya. TSO Utility
membawahi chief technician mechanical utility I dan II serta elektro.
Maintenance alat dan kebutuhan servis atau laporan terkait permasalahan
teknis dari bagian lain ke bagian teknik bisa dikomunikasikan melalui E-SS atau
Electronic Surat Service yang merupakan sebuah server online internal yang
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
131
Universitas Indonesia
digunakan di PT. Konimex. Penggunaan sistem online bertujuan mengurangi
penggunaan kertas dan memudahkan pengelolaan rekaman-rekaman data dan bersifat
terpusat.
Penata Administratif (PA) akan melakukan cek di server e-SS tiap 10 menit
sekali untuk mengetahui apakah ada permintaan servis yang masuk. Jika ada pesan
yang masuk kemudian PA Teknik akan menentukan jenis servisnya. Dalam program
ini melayani 4 jenis servis, yaitu:
a. Servis, yaitu melayani perbaikan mesin yang rusak (breakdown).
b. Preventif, yaitu melayani perawatan mesin untuk mencegah kerusakan. Untuk
beberapa kasus dapat dilakukan autonomus maintenance, artinya melakukan
preventif sendiri yang dilakukan oleh operator mesin di lapangan tersebut untuk
melihat kerusakan-kerusakan kecil, misalnya memberi pelumas tiap minggu.
c. Instalasi, yaitu melayani pemasangan alat termasuk modifikasi mesin, namun
harus mendapat persetujuan dari manager atau minimal bagian officer.
d. Lain-lain, yaitu melayani permintaan yang tidak terkait dengan produktivitas
seperti permintaan meeting dari bagian lain di PT Konimex.
Di PT Konimex, skala prioritas untuk kriteria mesin dan efektifitas biaya
menjadi pertimbangan untuk pemilihan sistem manajemen maintenance mesin.
Berdasarkan urgensinya, mesin dapat dibagi 2, yaitu mesin utama urgent dan mesin
tidak urgent.
3.12.1 Total Productive Maintenance (TPM)
Salah satu hal yang terpenting dari bagian teknik adalah proses maintenance.
Maintenance atau pemeliharaan adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menjaga
agar performa mesin tidak turun atau usaha untuk mempertahankan mesin seperti
pada kondisi awalnya sehingga seluruh proses dan aspek dalam produksi tetap efektif
dan efisien, serta mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan.
PT. Konimex telah mempelajari perkembangan konsep maintenance yang
sederhana dan terus menerus diperbaiki sehingga akhirnya memilih konsep TPM
(Total Productive Maintenance). Adapun secara umum perkembangan konsep
maintenance tersebut adalah sebagai berikut :
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
132
Universitas Indonesia
a. Breakdown Maintenance (BM)
BM merupakan perbaikan yang dilakukan setelah alat mengalami kerusakan.
Salah satu contohnya adalah perbaikan mesin tableting.
b. Corrective Maintenance (CM)
CM adalah mengatasi kerusakan sambil melakukan perbaikan agar kerusakan
yang sama tidak timbul kembali dan mudah untuk dilakukan inspeksi.
c. Preventive Maintenance (PM)
PM adalah inspeksi secara berkala saat mesin tidak dioperasikan. Inspeksi
bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan mesin atau memeriksa
kemungkinan adanya gejala kerusakan mesin. Inspeksi tersebut dapat berlanjut
ke proses perbaikan jika ditemukan tanda-tanda kerusakan.
d. Predictive Maintenance (PdM)
PdM merupakan proses monitoring terhadap mesin dimana hasil monitoring
tersebut digunakan sebagai dasar keputusan pemeliharaan saat kerusakan
kemungkinan akan muncul.
e. Productive Maintenance
Pemeliharaan ini merupakan pemeliharaan yang didasarkan atas perspektif
ekonomi apakah suatu mesin masih bisa diperbaiki atau mesin tersebut tidak
digunakan kembali. Jika biaya untuk perbaikan ternyata lebih besar dibandingkan
dengan hasil produk yang didapat, maka kemungkinan mesin tersebut tidak
digunakan kembali.
f. Reliability-Centered Maintenance (RCM)
RCM adalah suatu proses analitis yang digunakan untuk menetapkan strategi
manajemen kegagalan yang tepat untuk memastikan operasional yang aman dan
efisien terhadap asset fisik yang digunakan dalam kondisi operasional tertentu.
Konsep RCM ini umumnya digunakan di perusahaan transportasi udara dan laut
yang lebih mengedepankan efek kegagalan dalam proses pertimbangan
pemeliharaannya. Tujuan dari RCM ini adalah menghindari atau mengurangi
konsekuensi dari kegagalan dan tidak selalu harus menghindari atau berupaya
meniadakan kegagalan.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
133
Universitas Indonesia
g. Total Productive Maintenance (TPM)
TPM merupakan suatu konsep perawatan peralatan, mesin, dan utilitas yang
diaplikasikan pada PT. Konimex. TPM merupakan gabungan beberapa pilar
konsep maintenance yang dilandasi prinsip 5R (ringkas, rapi, resik, rawat, rajin)
TPM adalah strategi pemeliharaan yang tidak hanya melihat departemen
pemeliharaan saja sebagai sumber dayanya, tetapi juga melibatkan seluruh sumber
daya perusahaan. Kata total dalam TPM di PT Konimex mempunyai tiga arti, yaitu:
a. Total Produktivitas, meningkatkan semua aspek output dan mengendalikan
semua aspek input.
b. Total Sistem Perawatan, meliputi maintenance prevention, maintainability
improvement, preventive maintenance, dan risk base inspection.
c. Total Partisipasi, melibatkan semua bagian dalam satu lingkup perusahaan dan
melibetkan semua tingkatan jabatan.
Ketiga arti kata total di atas bertujuan Zero ABCD, yaitu zero accident, zero
breakdown, zero crisis, dan zero defect. Zero accident bertujuan untuk
meminimalkan terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh mesin. Zero
breakdown bertujuan untuk meminimalkan terjadinya kerusakan pada mesin. Zero
crisis bertujuan untuk meminimalkan terjadinya krisis pada mesin. Zero defect
bertujuan untuk meminimalkan terjadinya kerusakan pada produk yang disebabkan
oleh mesin.
Konsep TPM mengandung delapan pilar, yaitu:
a. Focused Improvement
Pilar ini berarti lebih dahulu mengerjakan pemeliharaan pada hal yang kritis atau
lebih dahulu memperbaiki hal yang mempunyai dampak yang paling besar
dibandingkan memperbaiki hal yang lain.
b. Autonomous Maintenance
Pilar ini berarti pemeliharaan dan monitoring kondisi mesin dilakukan oleh
operator yang menjalankan mesin karena biasanya operator akan lebih
mengatahui keadaan mesin tersebut apakah masih baik atau perlu untuk
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
134
Universitas Indonesia
diperbaiki. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalkan kerusakan mesin yang
lebih parah.
c. Planned Maintenance
Pilar ini berarti bahwa pemeliharaan harus dilakukan secara terencana dimana
semua pemeliharaan harus dibuat terlebih dahulu jadwal pemeliharaan, meliputi
waktu dan petugas yang bertugas melakukan pemeliharaan.
d. Trained Operator & Technician
Operator dan teknisi di PT Konimex sudah terlatih. Hal tersebut ditunjukkan
dengan adanya serfifikat dari masing-masing operator dan teknisi. Jika seorang
pegawai tidak memiliki sertifikat, maka tidak diperbolehkan untuk
mengoperasikan atau memperbaiki mesin.
e. Early Equipment Management
Semua peralatan yang berada d PT Konimex telah terkualifikasi dan tervalidasi
sehingga memungkinkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
f. Quality Maintenance
Setiap mesin di PT Konimex selalu dipantau hasilnya. Mesin- mesin tersebut
selalu dipantau dalam hal kualitas produk yang dihasilkan. Pihak teknisi
mengusahakan bahwa mesin-mesin tersebut tidak akan berdampak buruk
terhadap kualitas produk yang dihasilkan.
g. Support & Administration
Bagian teknik juga perlu dukungan dari bagian lain seperti bagian pembelian,
gudang, pemastian dan pengawasan mutu, dll.
h. Safety
Konsep safety dalam TPM meliputi tiga hal, yaitu safety for operator, safety for
environment, dan safety for patient.
3.12.2 Purified Water System
Salah satu tanggung jawab dari bagian teknik terkait utilitas dalam hal ini
adalah sistem pemurnian air. Kebutuhan akan air murni merupakan perhatian penting
di suatu industri farmasi. PT. Konimex manfaatkan air sebagai bahan baku proses dan
untuk tujuan pembersihan (cleaning) sehingga pengelolaannya perlu diperhatikan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
135
Universitas Indonesia
dengan baik.. Pengelolaan air yang baik secara tidak langsung akan menghasilkan
produk yang baik pula. Adapun fungsi air pada bagian produksi adalah untuk bahan
baku proses produksi, washing in place (WIP) yaitu pencucian dengan campur tangan
personil untuk melakukan pembersihan pada titik tertentu pada mesin yang sulit
untuk dibersihkan, cleaning in place (CIP) yaitu pencucian automatic tanpa campur
tangan personil,dan sanitation in place (SIP) yaitu pencucian dengan menggunakan
air panas suhu 80 °C. Adapun skema proses pengolahan air di PT Konimex adalah
sebagai berikut:
Gambar 3.42 Skema pengolahan air PT Konimex
Definisi air murni (purified water) menurut bachteriologist adalah air yang
tidak mengandung bakteri, sedangkan air murni menurut perusahaan air minum
adalah air yang sama standarnya dengan air PDAM. Air yang digunakan sebagai
bahan baku proses produksi ada 2 jenis, yaitu purified water (PW) dan water for
injection (WFI). Sebagian besar proses produksi di PT. Konimex menggunakan PW,
sedangkan WFI digunakan untuk pembuatan produk steril. WFI diperoleh dari proses
filtrasi dan destilasi PW. Purified water pada PT. Konimex adalah air yang bebas dari
partikel padat, cemaran logam, kontaminan kimia, maupun bebas dari bakteri. Air
perlu dilakukan pengolahan karena kandungan dalam air tanah bersifat inkonsisten
Sumur Dalam (120 m)
Ground Tank (buffer sementara)
Tower
Purified Water System
Purified Water
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
136
Universitas Indonesia
atau terdiri dari berbagai macam zat seperti logam, batu, gas, debu, bakteri, dll. Air
terbagi menjadi 4 macam, yaitu:
a. Acid Water, yaitu air yang bercampur dengan zat pengasam.
b. Hard Water, yaitu air yang bercampur dengan Magnesium dan Kalsium.
c. Iron Water, yaitu air yang bercampur dengan besi.
d. Dirty Water, yaitu air yang bercampur dengan lumpur.
Menurut USP, WHO, BP, EUP, dan SNI, air murni adalah air yang memenuhi
persyaratan berikut ini adalah: pH: 5,0 – 7,0; Chloride: 0,5 mg/l; Sulfate: 10,0 mg/l;
Ammonia: 0,1 mg/l; Calcium: 1,0 mg/l; Karbondioksida: 5,0 mg/l; Logam berat: 0,1
mg/l (Cu); Oxidizable Substrate: lolos permanganate test; Total solids: 10,0 mg/l;
Total bakteria: 100,0 cfu/ml (50 cfu/ml); Pirogen: 0,0 IU/ml (tambahan untuk
persyaratan WFI)
Tahapan pengolahan air dari feed water menjadi purified water di PT.
Konimex melewati beberapa treatment penting. Metode pemurnian airnya
menggunakan metode filtrasi. Tahapan yang harus dilalui oleh air tanah yang
ditampung di tower hingga menjadi air murni adalah sebagai berikut:
a. Multi Media Filter (MMF)
Tujuan filtrasi adalah mengurangi kekeruhan air dan menyaring partikel dengan
diameter ≥ 10 µm. Air tanah yang berasal dari tower dipompa melewati MMF.
Prinsip yang digunakan MMF adalah prinsip pengendapan terdiri dari beberapa filter
dengan porositas 6-12 mm; 2,4 – 4,8 mm; 1,2-2,4 mm; dan 0,6-1,2 mm. Multi Media
Filter (MMF) merupakan filter yang berlapis-lapis tersusun dari (dari atas ke bawah)
lapisan – lapisan : pasir halus, batuan kecil halus (fine garnet), batuan kecil medium
(coarse garnet), batuan besar medium (medium gravel), batuan besar (coarse gravel).
Gambaran komposisi dari MMF adalah sebagai berikut:
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
137
Universitas Indonesia
Gambar 3.43 Komposisi MMF
Cara kerja filter ini dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3.44 Cara kerja multi media filter
Ketika jumlah endapannya semakin banyak, maka hal tersebut dapat menutupi
filter dan filter akan jenuh (blocking). Jika terjadi blocking maka proses filtrasi tidak
akan berjalan lancar. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan adalah mengambil
kotoran secara manual, kemudian dilakukan backwash. Backwash merupakan sistem
pembersihan filter dimana air akan dialirkan ke arah sebaliknya sehingga kotoran
yang berada di sela-sela filter akan terdorong untuk keluar dan filter dapat digunakan
kembali untuk menyaring. Gambaran metode backwash dapat dilihat pada gambar
berikut ini:
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
138
Universitas Indonesia
Gambar 3.45 Metode pembersihan filter dengan metode backwash
b. Activated Carbon Filter (ACF)
Tahap berikutnya setelah air melewati MMF, air akan dipompakan melewati
ACF. Air yang melewati ACF akan dihilangkan kandungan klorin dan bahan-bahan
yang mengandung senyawa organic yang tidak terlarut. Tujuan dari dihilangkannya
klorin adalah karena klorin dapat merusak resin dan membran pada softener, sehingga
filtrasi dengan karbon aktif menjadi syarat sebelum air masuk ke dalam softener. Di
dalam ACF juga terdapat proses penghilangan rasa dan bau menggunakan prinsip
adsorbsi klorin, material organik, serta mikroba dan metabolitnya. Karbon akan
menjadi jenuh jika digunakan terus-menerus, oleh karena itu diperlukan regenerasi.
Ada 2 cara regenerasi media filter ini, yaitu dengan pemanasan di oven pada suhu
>100°C atau dengan mengganti karbon filter baru. Komponen dalam ACF dapat
dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.46 Komponen dalam activated carbon filter
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
139
Universitas Indonesia
c. Softener
Softener merupakan filter yang berfungsi untuk menghilangkan kesadahan
atau menghilangkan kandungan ion Ca2+
dan Mg2+
. Di dalam filter ini terdapat resin
yang berfungsi untuk mengikat kedua ion tersebut. Oleh karena itu, air yang dialirkan
ke dalam filter ini harus bebas klorin karena klorin dapat merusak resin. Komponen
prinsip kerja softener dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.47 Komponen dan prinsip kerja softener
Ketika resin sudah dalam keadaan jenuh, maka perlu dilakukan regenerasi.
Proses regenerasi resin adalah dengan menambahkan larutan NaCl ke dalam softener.
Ion-ion seperti Ca2+
dan Mg2+
akan berikatan dengan ion Cl- membentuk endapan.
Endapan tersebut nantinya akan dibuang. Proses regenerasi resin dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 3.48 Proses regenerasi resin
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
140
Universitas Indonesia
d. Filter 5 µm
Setelah melewati softener, air akan dipompa melewati filter 5 µm. Tujuan dari
filtrasi ini adalah untuk menyaring partikel dengan ukuran > 5 µm. Filter ini adalah
syarat agar air boleh masuk ke dalam tahap Reverse Osmosis (RO) karena untuk
masuk ke dalam RO air harus sudah terbebas dari kandungan partikel dan
mikroorganisme yang berukuran > 5 µm. Filter yang telah jenuh oleh kotoran akan
diganti dengan filter baru. Adapun komponen dari filter 5 µm dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 3.49 Komponen filter 5 µm
e. Reverse Osmosis (RO)
Prinsip kerja RO sebenarnya mirip osmosis, namun dibalik dan menggunakan
tekanan (dipaksa). Osmosis terjadi secara alami yaitu berpindahnya solven (air) dari
larutan berkonsentrasi rendah menuju ke konsentrasi tinggi melalui membran
semipermeabel. Sedangkan RO adalah berpindahnya solven dari larutan
berkonsentrasi tinggi menuju konsentrasi rendah, namun tidak bisa terjadi secara
alami sehingga perlu didorong menggunakan pompa. RO mampu menyaring hingga
99% mikroorganisme, partikel, pirogen, dan senyawa organik yang memiliki bobot
molekul > 300 dalton. Air yang membawa partikel – partikel kotoran dibuang
melalui saluran pembuangan sehingga membran tidak cepat rusak akibat blocking
dari kotoran. Prinsip kerja dari RO dapat dilihat pada gambar berikut:
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
141
Universitas Indonesia
Gambar 3.50 Prinsip kerja reverse osmosis
f. Continuous De-Ionozation (CDI)/ Electro De-Ionization (EDI)
Setelah melewati sistem RO, air akan dipompa ke sistem CDI/ EDI. Di sistem
tersebut, air akan dihilangkan ionnya. Sistem ini merupakan alat yang khusus
menghilangkan ion dengan menggunakan arus DC, tidak menggunakan bahan kimia
eksternal, menggunakan elektroda sebagai pengikat ion. Ada dua elektroda yaitu
elektroda postif untuk menarik anion dan elektroda negatif untuk menarik kation. Di
dekat masing – masing elektroda terdapat membran selektif permeabel untuk
mencegah keluarnya ion – ion yang sudah menempel di elektroda. Prinsip kerja dari
CDI/ EDI dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 3.51 Prinsip kerja CDI/ EDI
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
142
Universitas Indonesia
Air yang telah melalui CDI atau EDI merupakan air murni. Air tersebut
dipompa ke tangki penyimpanan (storage tank). Air yang berada di tangki
penyimpanan tersebut akan disirkulasikan selama 24 jam dalam seminggu agar air
tersebut tidak menjadi tempat tumbuh bakteri. Aliran air murni yang disirkulasikan
tersebut adalah aliran turbulen. Sebelum disirkulasikan ke bagian produksi
pembuatan sirup, air akan dialirkan melewati sistem pemanas dan ditampung pada
tangki yang bersuhu 800C-85
0C. Selain itu, pemurniaan air di PT Konimex juga
terdapat sistem pembunuh bakteri menggunakan ozon dan sinar UV. Air murni yang
berasal dari tangki penyimpanan air murni akan ditembakkan unsur O membentuk O3.
O3 tersebut memiliki kemampuan merusak asam nukleat bakteri sehingga bakteri
tersebut akan mati. Air yang mangandung O3 tersebut berbahaya jika dikonsumsi oleh
manusia. Oleh karena itu, air yang mengandung O3 tersebut harus dilewatkan ke sinar
UV agar O3 dapat dipecah menjadi O2 kembali.
3.12.3 Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC)
Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC) merupakan suatu sistem
pengendalian udara supaya kondisinya sesuai dengam yang diinginkan atau
dibutuhkan. Adapun yang bisa dikondisikan dari sistem HVAC adalah suhu
(panas/dingin), kelembapan udara (humidifier/dehumidifier), dan kontaminan udara
(filter, HEPA filter). Udara yang terlalu lembap merupakan lingkungan bagi
tumbuhnya jamur dan bakteri. Udara yang terlalu kering bisa menyebabkan iritasi
saluran pernapasan. Udara luar tentunya tidak bersih dan mengandung partikel
kontaminan, manusia juga melepaskan partikel sehingga ruangan pun tercemar oleh
partikel – partikel tersebut. Hal tersebut dapat mengganggu kondisi udara di dalam
ruangan sehingga perlu adanya pengendalian untuk mengkondisikan udara ruangan
supaya memenuhi syarat kelembapan, suhu, dan kontaminasi partikel sesuai aturan
CPOB.
HVAC merupakan suatu sistem, sehingga ada bagian yang menjalankan
fungsi tertentu untuk mendukung jalannya sistem tersebut. Bagian – bagian tersebut
antara lain :
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
143
Universitas Indonesia
a. Sistem air conditioning (AC) atau chiller untuk mengatur suhu udara yang akan
masuk ke dalam ruangan atau udara yang ada di dalam ruangan.
b. Dehumidifier untuk mengatur kelembapan udara yang akan masuk ke dalam
ruangan.
c. Filter untuk mengatur jumlah partikel yang masuk dalam saluran udara dan
masuk ke dalam ruangan.
Jenis udara di dalam clean room dibagi menjadi dua, yaitu make up air yang
berasal dari udara luar dan recirculating air (udara sirkulasi) yang terus menerus
diputar di dalam clean room secara unidirectional/laminer ataupun
multidirectional/turbulen. Udara yang berasal dari luar (fresh air) akan masuk ke
dalam sistem Air handling Unit (AHU). Sistem AHU terdiri dari beberapa bagian,
yaitu pre filter, medium filter, cooling coil, dan fan. Kemudian udara tersebut
dialirkan menuju ruangan dimana setiap ruangan telah memiliki HEPA filter. Udara
yang keluar dari HEPA filter merupakan udara yang bersih dan layak digunakan pada
ruangan produksi dan ruangan kerja. Di dalam ruangan produksi terdapat beberapa
jenis kelas dimana setiap kelasnya mempunyai ukuran filter yang berbeda-beda.
Kelas tertinggi adalah kelas A dimana pada kelas tersebut aliran udaranya harus
laminar.
3.12.4 Compressed Air System (CAS)
Compressed air system merupakan sistem pengolahan udara bertekanan, yang
dihasilkan dari kompresor yang diperlukan untuk beragam kebutuhan, seperti sebagai
penggerak instrument, servis, dan kebutuhan khusus pada laboratorium. Compressed
Air merupakan salah satu utilitas kritis lain yang penting di sebuah industri farmasi.
Skema dari suatu sistem udara bertekanan dapat dilihat pada gambar berikut:
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
144
Universitas Indonesia
Gambar 3. 52 Skema sistem udara bertekanan
Sistem compressed air akan bekerja dengan mengambil udara dari luar
melalui penghisap. Udara akan melewati filter sebelum masuk ke dalam compressor.
Di dalam compressor terdapat ulir atau screw yang akan menekan udara sehingga
dihasilkan udara dengan tekanan tinggi. Selanjutnya udara bertekanan akan
ditampung dalam pressure tank dan diproses ke refrigerant dryer. Dalam refrigerant
dryer udara akan dikeringkan (dipisahkan dari uap air) dengan cara mendinginkannya.
Adanya penurunan temperatur akan membuat sebagian besar uap air dalam udara
bertekanan mengembun. Udara yang masih panas akan dilewatkan pada kondensor
dalam refrigerant dryer dan keluar sebagai udara yang dingin. Dari udara bertekanan
dan uap air yang dihasilkan ada kemungkinan terkontaminasi dengan oli pelumas
dalam compressor, maka harus melewati oil separator untuk memisahkan udara
bertekanan dengan oli. Kemudian akan dibagi dua jalur, yaitu untuk udara bertekanan
yang digunakan untuk yang kontak langsung dengan produk dan tidak kontak
langsung dengan produk.
Untuk udara bertekanan yang kontak langsung dengan produk, akan melalui
dessicant dryer. Dessicant dryer berfungsi untuk menyerap uap air dan
menghilangkan bau. Dessicant dryer terdiri dari dua tabung yang bekerja secara
bergantian. Tabung pertama akan mengambil uap air dari udara bertekanan,
kemudian lama-lama akan menjadi jenuh. Saat sudah jenuh maka sistem berganti ke
tabung kedua. Tabung kedua akan mengambil uap air, sementara tabung pertama
akan mengeluarkan uap air yang telah jenuh. Udara bertekanan yang dihasilkan dari
dessicant dryer sudah berupa udara bertekanan yang kering. Selanjutnya akan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
145
Universitas Indonesia
melewati particle separator untuk dipisahkan partikelnya, sehingga tercapai kelas
tertentu seperti yang dipersyaratkan ISO 8573 – 1 dan disupai ke bagian yang
membutuhkan. Kelas kualitas udara menurut ISO 8375-1 adalah sebagai berikut:
Tabel 3.8 Kelas kualitas udara menurut ISO 8375-1
Aplikasi Kelas
Jumlah maksimal
partikel padat per m3 Dewpoint
(0C)
Kandungan
minyak
(mg/m3) 0,1-0,5 µ
0,5-1
µ
1-5
µ
Kontak Produk 1.2.1 100 1 0 -40 0,01
Tidak Kontak
Produk 2.4.1 100000 1000 10 3 0,01
Makanan dan
Kontak dengan
Permukaan
Makanan
2.2.1 100000 1000 10 -40 0,01
Tidak Kontak-
Beresiko Tinggi 2.2.1 100000 1000 10 -40 0,01
Untuk udara bertekanan yang tidak kontak langsung dengan produk setelah
melewati oil separator, akan langsung melewati particle separator untuk dipisahkan
partikelnya sehingga tercapai kelas tertentu seperti yang dipersyaratkan ISO 8573 – 1.
Kualitas compressed air ditentukan oleh jumlah partikel, dew point, dan
jumlah oli dalam volume tertentu. Dew point merupakan suhu saat uap air mulai
mengembun. Udara bertekanan memiliki kerapatan yang tinggi sehingga udara
bertekanan memiliki dew point yang lebih rendah daripada udara atmosfer. Semakin
kecil dew point, maka uap air yang diembunkan semakin banyak.
Di PT Konimex, kelas kualitas udara yang digunakan untuk produksi obat
adalah kelas 1.2.1. Umumnya, untuk mendapatkan udara yang berkualitas
menggunakan tiga mekanisme utama, yaitu, filtrasi, adsorbsi, dan oil trap. Semua
mekanisme tersebut terdapat pula pada sistem udara bertekanan di PT Konimex.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
146 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1. Manajemen Mutu
Industri farmasi harus membuat obat sesuai dengan tujuan penggunaannya,
memenuhi persyaratan yang tercantum di dokumen izin edar, dan dari segi kualitas,
keamanan, dan manfaat tidak menimbulkan risiko yang membahayakan
penggunanya. Manajemen industri farmasi bertanggung jawab untuk mencapai tujuan
tersebut melalui suatu kebijakan mutu perusahaan yang memerlukan partisipasi dan
komitmen dari semua departemen dalam perusahaan, termasuk pemasok dan
distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh, dan diterapkan secara
benar. Mutu perlu dicapai secara konsisten sehingga diperlukan Pemastian Mutu yang
didesain dan diterapkan serta mencakup CPOB termasuk Pengawasan Mutu dan
Manajemen Risiko Mutu. Semua harus didokumentasikan dan dilihat efektivitasnya.
PT Konimex sebagai salah satu industri farmasi besar di Indonesia telah
berupaya membangun mutu produknya dengan prinsip manajemen mutu yang baik.
PT Konimex bahkan berkomitmen penuh dalam menghasilkan produk yang bermutu
dengan dituangkan dalam salah satu filosofi PT Konimex, yaitu 3 Mu : Mutu, Mudah,
dan Murah. Filosofi perusahaan tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam
penerapan sistem manajemen mutu perusahaan yang baik. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya struktur organisasi dan pembagian fungsi kerja perusahaan dengan
jelas, serta didukung oleh adanya korelasi yang baik antara bagian manajemen,
pemastian mutu (QA), CPOB/cGMP, pengawasan mutu (QC), dan pengkajian mutu
produk, tersedianya sumber daya manusia yang kompeten dan telah terkualifikasi
dengan baik, bangunan dan fasilitas yang memadai dan telah terkualifikasi, serta
prosedur kerja yang telah tervalidasi dan terdokumentasi dengan baik. PT. Konimex
juga telah menerapkan manajemen resiko mutu untuk menjamin kualitas produk
terjaga mulai dari bahan awal, proses, hingga menjadi produk jadi. Manajemen resiko
mutu sudah diterapkan di divisi GMP, QA, dan Validation.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
147
Universitas Indonesia
Selain itu, komitmen dalam penerapan manajemen mutu juga dibuktikan
dengan penyediaan bahan baku dan bahan pengemas yang berkualitas sesuai dengan
spesifikasi, pengawasan kualitas bahan/produk yang ketat,adanya mekanisme audit
internal, dan adanya dokumentasi dari seluruh aspek kegiatan yang terkelola dengan
baik. Dalam memproduksi produk obat berupa sediaan farmasi, PT Konimex telah
memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Sementara dalam
memproduksi produk obat tradisional (natural product), PT Konimex telah
memperoleh sertifikat Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Selain
itu, PT. Konimex juga mendapatkan sertifikat ISO 9001 tahun 2008 dan penerapan
manajemen mutu di PT. Konimex sudah baik sesuai dengan CPOB 2012.
4.2. Personalia
Sumber daya manusia merupakan unsur sangat penting dalam suatu indusri
farmasi. Industri farmasi harus memiliki personil yang terkualifikasi dalam jumlah
yang memadai untuk melaksanakan semua tugas dengan baik. Setiap personil harus
mampu memahami tugas dan tanggung jawabnya. Seluruh personil juga harus
memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan awal dan berkesinambungan,
termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaannya. Tiap
personil di industri farmasi juga harus memiliki deskripsi tugas dan tidak dibebani
tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat.
PT Konimex telah memiliki personil/sumber daya manusia yang berkompeten
dan berpengalaman dalam jumlah yang memadai. Setiap personil yang bekerja di PT
Konimex harus memenuhi Standar Kualifikasi Personil (SKP) yang telah ditetapkan
untuk setiap posisi/jabatan. Dengan demikian setiap personil memiliki kompetensi
yang baik dalam melaksanakan tugas dan pekerjaaannya.
Manajemen sumber daya manusia yang dilakukan oleh PT. Konimex dimulai
dari rekruitmen, pelatihan, beserta semua aspek-aspeknya yang dapat digunakan
untuk memenuhi kebutuhan personalia sesuai dengan persyaratan CPOB. Divisi
Recruitment, bertanggungjawab dalam penyediaan personil atau tenaga kerja
berkualitas sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Setiap personil yang bekerja di PT
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
148
Universitas Indonesia
Konimex telah melalui serangkaian ujian masuk yang cukup ketat untuk menilai
kemampuan dan kualifikasi setiap calon karyawan serta kesehatan fisik maupun
mental. Kualitas dan kompetensi personil yang bekerja di PT Konimex, tidak hanya
ditentukan oleh input personil/tenaga kerja yang berkualitas, melainkan juga oleh
proses pelatihan dan pengembangan yang berkesinambungan. Bagian HRO PT
Konimex senantiasa melakukan pelatihan dan pengembangan kompetensi karyawan
yang diwujudkan dalam kegiatan training, pelatihan, diskusi, dan lomba secara
periodik dan berkelanjutan. PT Konimex juga memiliki semboyan 5R yang
diterapkan masing-masing personil dalam melakukan pekerjaannya yaitu ringkas,
rapi, resik, rawat, dan rajin.
Pedoman CPOB mensyaratkan adanya struktur organisasi yang jelas dalam
insustri farmasi. Selain itu juga diwajibkan adanya personil kunci dalam suatu
industri farmasi yang terdiri dari kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan
mutu, dan kepada bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Posisi/jabatan tersebut
harus dijabat oleh personil yang bekerja purna waktu dan harus dijabat oleh orang
yang berbeda yang tidak saling bertanggungjawab satu dengan lainnya. Hal ini telah
diterapkan dengan baik di PT Konimex, dimana PT Konimex telah memiliki struktur
organisasi perusahaan yang jelas dengan pembagian/deskripsi tugas yang jelas setiap
bagiannya.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) setiap personil di PT Konimex telah
diperhatikan dengan baik. Untuk mengangani keselamatan dan kesehatan kerja setiap
personil/karyawan, dibentuklah Panita Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(P2K3) yang bertugas mengelola dan mengkoordinasikan semua upaya yang
berkaitan dengan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di PT Konimex.
Penerapan K3 yang berjalan dengan baik dapat melindungi setiap personil/karyawan
dari resiko bahaya yang ada dalam pekerjaannya. Pelaksanaan K3 yang baik bagi
personil di PT Konimex dapat dilihat dari setiap Standar Operasional Prosedur (SOP)
yang ada. Pada bagian produksi misalnya, setiap personil yang bekerja di ruang
produksi wajib mengenakan pakaian khusus dan masker untuk melindungi personil
dari resiko bahaya pekerjaan.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
149
Universitas Indonesia
PT. Konimex selalu berusaha menjaga agar kondisi kesehatan
personil/karyawannya selalu baik. Oleh karena itu, PT. Konimex menciptakan
suasana yang kondusif, aman dan nyawan saat bekerja. Pemeriksaan kesehatan untuk
menjaga kondisi kesehatan personil/karyawan dilakukan secara rutin. Dimulai dari
pemeriksaan kesehatan pada saat penerimaan karyawan, kemudian kesehatan
karyawan terus dijaga melalui pemeriksaan secara berkala setiap 6 bulan sekali.
Pemeriksaan khusus dilakukan untuk personil yang bekerja di tempat-tempat yang
berisiko tinggi, misalnya di tempat yang bising karena operasi mesin atau di tempat
yang memiliki kontak dengan debu yang tinggi seperti ruang timbang. Pemeriksaan
khusus tersebut meliputi pemeriksaaan audiometri dan spirometri.
4.3. Bangunan dan Fasilitas
Pedoman CPOB mensyaratkan agar bangunan dan fasilitas untuk pembuatan
obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, letak yang memadai serta disesuaikan
kondisinya agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja, pembersihan, dan
pemeliharaan yang baik. Rancang bangun dan tata letak ruang hendaklah dapat
mencegah risiko terjadinya kekeliruan, tercampurnya obat atau komponen obat yang
berbeda, kemungkinan terjadinya kontaminasi silang oleh obat atau bahan-bahan
lain, serta risiko terlewatnya salah satu langkah dalam proses produksi. Selain itu
bangunan serta fasilitas hendaklah dibersihkan dan jika perlu didesinfeksi sesuai
prosedur tertulis yang rinci.
4.3.1. Lokasi
PT. Konimex terletak di Desa Sanggrahan, Kabupaten Sukoharjo, yang
merupakan daerah yang bebas dari banjir dan bukan merupakan daerah rawan gempa.
Lokasi PT Konimex cukup jauh dari kawasan industri lain sehingga risiko
pencemaran dari industri lain relatif sangat kecil.
4.3.2. Konstruksi Bangunan
PT. Konimex merancang dan membangun gedung pabrik agar dapat
melindungi dari pengaruh cuaca, banjir, dan rembesan air melalui tanah. Permukaan
lantai, dinding, langit-langit, dan pintu dibuat kedap air, licin, bebas dari retakan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
150
Universitas Indonesia
sehingga mudah dilakukan pembersihan dan tidak terdapat sambungan untuk
mengurangi pelepasan atau pengumpulan partikel dan mencegah pertumbuhan
mikroba. Konstruksi lantai pada PT. Konimex telah mengikuti persyaratan yang
terdapat dalam CPOB dimana untuk gudang jenis bahan yang dipakai untuk
konstruksi lantai adalah beton padat yang bersifat menahan debu. Pada ruang
produksi, digunakan beton yang dilapisi cat epoksi dimana permukaannya licin dan
tidak berpori sehingga mudah dibersihkan. Pada ruang pengemasan serta
laboratorium menggunakan ubin keramik yang tahan terhadap bahan kimia dan
goresan. Pada pertemuan antara dinding, langit-langit, dan lantai tidak terdapat
sambungan, tidak membentuk siku, dan berbentuk lengkung (hospital shape) untuk
mengurangi resiko menumpuknya partikel/debu, pertumbuhan mikroba, dan
memudahkan pembersihan. Pipa-pipa dibuat dari bahan stainless steel yang bersifat
inert.
4.3.3. Rancang Bangun dan Tata Ruang
Rancangan bangunan PT. Konimex telah memenuhi persyaratan CPOB
melalui penerapan line (jalur produksi) untuk masing-masing produk, dimana satu
jalur produksi mencakup semua tahap pengolahan serta pengemasan suatu produk
sehingga kemuungkinan terjadinya kontaminasi silang dapat dihindari. Ruangan-
ruangan pabrik juga dibuat dengan pengaturan sirkulasi udara dan tekanan udara,
serta jumlah partikel yang berbeda-beda sesuai dengan kategori ruangannya.
Berdasarkan tekanan udara dan jumlah partikel, ruang produksi di PT. Konimex
dibedakan menjadi A, B, C, dan D. Ruangan-ruangan tersebut memiliki gradasi
perbedaan tekanan udara menurun sekitar 10-15 Pascal dari kelas A ke kelas D. Hal
ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi antar ruangan. Sebagai penghubung
antara ruang/kelas yang berbeda disediakan ruang penyangga atau buffer, sedangkan
untuk jalur masuk barang dapat melalui pass box. Air shower terdapat pada setiap
pintu masuk menuju area produksi. Lalu lintas dalam ruang produksi di PT. Konimex
dilakukan melalui koridor agar lalu lintas barang maupun orang tidak mengganggu
proses produksi. Pada ruang produksi multi produk menganut prinsip koridor bersih
dengan cara membuat tekanan koridor lebih besar dari tekanan area proses produksi
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
151
Universitas Indonesia
sehingga kontaminan yang berasal dari ruang proses tidak akan tercampur dengan
kontaminan dari ruangan lain karena aliran udara bergerak dari koridor menuju ruang
proses.
4.3.4. Sistem Tata Udara
Sistem tata udara PT. Konimex di desain untuk memenuhi persyaratan CPOB
dimana beberapa parameter seperti cahaya, suhu, kelembapan udara, kontaminasi
mikroba, kontaminasi partikel, aliran, dan tekanan udara diatur sesuai dengan
persyaratan yang telah ditetapkan. Pengaturan tata udara tersebut menggunakan
sistem AHU (Air Handling Unit) dimana parameter yang dibutuhkan untuk setiap
ruangan berbeda tergantung dari kelas kebersihan dari ruangan tersebut. Perbedaaan
tersebut terlihat dari jumlah partikel yang diizinkan dalam suatu ruangan. Untuk
mengatur perbedaan jumlah partikel, PT. Konimex mengkondisikan pertukaran udara
dari tiap ruangan per jamnya yaitu 20 kali per jam dan juga mengatur filter akhir yang
digunakan. Untuk mengatur pertukaran udara, digunakan control damper yang dapat
mengatur jumlah udara yang dapat masuk ke suatu ruangan, sedangkan untuk
mengatur ukuran partikel digunakan berbagai macam filter akhir sesuai dengan
kebutuhan. Filter yang umumnya digunakan adalah HEPA Filter dengan sistem
terminal atau sistem sentral. Umumnya PT. Konimex menggunakan HEPA Filter
sistem terminal pada masing-masing ruangan produksi demi penjaminan mutu
produk. Untuk mengatur kelembaban udara ruang, dilakukan dengan menggunakan
humidifier dan dehumidifier.
4.3.5. Sistem Pengolahan Air
Sistem pengolahan air di PT. Konimex telah memenuhi persyaratan CPOB
dimana air yang akan digunakan untuk keperluan produksi yang diperoleh dari air
tanah diolah dengan beberapa tahapan terlebih dahulu agar memenuhi persyaratan
yang ditetapkan menjadi air murni (purified water). Persyaratan air untuk produk
steril menggunakan water for injection yang diperoleh dengan cara mendestilasi
purified water menggunakan sistem destilasi bertingkat dengan efisiensi tinggi dan
penggunaan sistem panas.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
152
Universitas Indonesia
4.4. Peralatan
Peralatan yang berhubungan dengan proses produksi atau proses pembuatan
obat di PT. Konimex menjadi tanggung jawab dari bagian produksi, bagian teknik,
dan validasi. Pedoman CPOB mensyaratkan peralatan untuk membuat obat harus
memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, serta ditempatkan
dan dikualifikasi dengan tepat. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar mutu obat
terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan
pembersihan serta perawatan dari peralatan tersebut.
Spesifikasi material pembentuk peralatan dipertimbangkan dengan baik agar
memenuhi persyaratan serta aman saat digunakan, misalnya untuk alat produksi yang
kontak langsung dengan produk dipilih alat dengan permukaan yang inert. Spesifikasi
alat yang diinginkan harus tercantum dalam URS (User Requirements Specification).
URS ini pada awalnya dibuat oleh bagian produksi berupa kalimat yang berisi output
yang diinginkan yang kemudian akan diterjemahkan oleh bagian teknik menjadi suatu
URS yang lengkap yang akan diberikan kepada pemasok alat yang terkait.
Peralatan produksi diberi nomor untuk memudahkan dalam pencatatan
batch produksi. Peralatan yang akan dimodifikasi harus melalui persetujuan dan tidak
boleh mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Setiap perbaikan yang dilakukan
terhadap peralatan didokumentasikan supaya mudah dalam penelusuran jika terjadi
masalah di kemudian hari.
Lokasi instalasi peralatan juga perlu diperhatikan dalam beberapa hal, antara
lain kesesuaian ukuran ruang dan besar alat, kekuatan lantai, fasilitas listrik,
mempertimbangkan area yang cukup untuk perawatan atau pembersihan, ketersediaan
utilitas penunjang, alat terpasang dengan instruksi yang jelas, dan ada jarak yang
cukup antar alat. Peralatan di PT. Konimex telah ditempatkan pada jarak yang cukup
untuk mencegah terjadinya kesesakan dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga
mencegah terjadinya kekeliruan dan kontaminasi dan menerapankan konsep through
the wall installation, dimana hanya mesin yang digunakan langsung untuk proses
produksi saja yang ada di area produksi.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
153
Universitas Indonesia
Bagian lain seperti mesin, panel elektrik, dan utilitas lainnya terpisah dan
masuk ke area teknik. Dalam hal penandaan peralatan, setiap alat harus memiliki
tanda dan nomor identitas yang jelas. Nomor dicantumkan di dalam semua perintah
untuk menunjukkan unit atau peralatan tersebut yang digunakan. Tanda tersebut juga
berlaku pada pipa, penandaan harus jelas menandakan isi dan arah aliran pipa. Di PT.
Konimex hal ini juga telah diterapkan dengan baik, setiap peralatan sudah memiliki
label yang jelas dan tertempel pada alat yang dimaksud.
Dalam hal kebersihan peralatan, prosedur tetap pembersihan harus tersedia
dalam menjaga kebersihan untuk masing-masing peralatan dan dilakukan pencatatan
setiap kegiatan pembersihan dalam log book, serta menempelkan status kebersihan
pada alat. PT. Konimex telah menyediakan prosedur pembersihan untuk masing-
masing alat dan prosedur tersebut telah menjadi prosedur resmi yang harus
dilaksanakan oleh operator dari masing-masing alat. Secara sistem, cara
membersihkan peralatan dapat dilakukan baik secara manual atau menggunakan
sistem CIP (Cleaning in Place). Pembersihan di produksi farmasi 1 sudah
menggunakan cara elektronik, yaitu sistem akan memberikan peringatan apabila tiba
waktunya untuk melakukan proses pembersihan, apabila tidak dilakukan sistem akan
berhenti. Pembersihan di produksi farmasi 2 dan farmasi 3 masih menggunakan cara
dan catatan manual.
Peralatan yang digunakan untuk proses produksi dan proses yang terkait
lainnya telah berada dalam keadaan terkualifikasi dengan kondisi yang baik. Setiap
peralatan baru perlu dilakukan kualifikasi, yaitu Instalation Qualification (IQ),
Operational Qualification (OQ), dan Performance Qualification (PQ). Kalibrasi
dilakukan terhadap peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji,
dan mencatat pada periode tertentu yang sudah ditetapkan oleh orang yang telah
tersertifikasi. Begitu pula dengan mesin dan sistem-sistem penunjang seperti pure
steam, dust collector system, dan Heating Ventilating and Air Conditioning (HVAC)
telah tervalidasi untuk menjamin kualitas produk secara konsisten.
Perawatan mesin dan peralatan dilakukan secara periodik oleh bagian
Technical Service Pharma divisi Production. Operator mesin juga telah diberi
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
154
Universitas Indonesia
kewenangan melakukan autonomous manintenance yaitu teknisi yang melakukan
perawatan dan perbaikan terhadap kerusakan-kerusakan kecil yang terjadi pada alat
setelah mendapatkan pelatihan dan pendampingan oleh bagian teknik. Begitu pula
dengan perawatan dan perbaikan peralatan penunjang seperti HVAC, Compressed
Air, dan Water Treatment dilakukan secara periodik oleh bagian Technical Service
Pharma divisi Utility.
4.5. Sanitasi dan Higiene
Pada saat awal rekruitmen pegawai di PT Konimex, setiap calon pergawai
diwajibkan untuk memeriksa kesehatannya. Selain di awal rekruitmen, setiap pegawai
akan diperiksa kembali kesehatannya secara rutin. Pemeriksaannya meliputi,
pemeriksaan kesehatan secara umum, pemeriksaan pendengaran, pemeriksaan
pernapasan, dll.
Tertuang dalam salah satu motto 5R yaitu resik, para personil PT Konimex
telah dibiasakan untuk mencuci tangan terlebih dahulu sebelum mulai melakukan
aktivitas pembuatan produk. Kebiasaan tersebut dilakukan agar personil tidak
mencemari produk pada saat proses pembuatan suatu produk. Para personil pun telah
menggunakan pakaian pelindung sebelum masuk ke area pembuatan produk. Alat
pelindung diri (APD) yang digunakan para personil meliputi penutup kepala, rambut,
dan telinga; penutup hidung, serta sarung tangan dan sepatu. Pakaian kerja yang kotor
secara rutin dibersihkan oleh bagian General Service.
Dalam hal bangunan dan fasilitas, PT Konimex telah mendesain dan
mengkonstruksi bangunannya untuk memudahkan sanitasi yang baik. Hal tersebut
dibuktikan dengan desain bangunan yang mudah untuk dibersihkan. Toilet pun
jumlahnya sudah mencukupi, serta dilengkapi dengan ventilasi yang baik dan tempat
cuci yang letaknya mudah diakses oleh personil. PT Konimex juga telah
menyediakan kantin dan area merokok sehingga meminimalkan proses pencemaran
ke produk. Prosedur pembersihan dan sanitasi peralatan untuk proses produksi telah
divalidasi dan ditaati, serta didokumentasikan dengan baik.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
155
Universitas Indonesia
4.6. Produksi
Proses produksi yang dilakukan di PT Konimex telah mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan di CPOB sehingga produk yang dihasilkannya merupakan
produk yang bermutu, memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Setiap
proses produksinya pun telah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Hal tersebut dibuktikan dengan adanya sertifikat operator yang bertugas menjalankan
mesin produksi. Personil yang tidak memiliki sertifikat tidak diperbolehkan
mengoperasikan mesin produksi.
Bahan awal telah ditangani dengan baik. Bahan awal yang masuk ke gudang
bahan baku PT Konimex senantiasa dilakukan pengecekan terhadap bahan baku
tersebut apakah telah sesuai dan telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Selain
itu, setiap bahan baku yang masuk segera diberi label. Setiap bahan awal yang masuk
akan disampling dan dianalisis oleh bagian QC dan standardisasi. Bahan baku yang
tidak sesuai standar akan dikembalikan ke pemasok atau dimusnahkan. Pada saat
proses pembelian bahan awal bagian yang dilibatkan adalah bagian PPIC dan bagian
pembelian. Bahan awal dibeli pada pemasok yang telah disetujui dan memenuhi
spesifikasi. Bahan awal yang masuk dan yang keluar dari gudang bahan baku
sensntiasa dilakukan pencatatan. Catatan tersebut meliputi nama zat, nomor bets atau
lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan, dan tanggal daluwarsa.
Bahan baku dan produk jadi telah dikarantina secara fisik dan administratif.
Bahan baku dan produk jadi juga disimpan di tempat yang sesuai untuk mencegah
terjadinya kerusakan akibat penyimpanan yang tidak baik. Hal tersebut salah satunya
dibuktikan dengan adanya gudang api dan gudang berpendingin dimana gudang api
berisi bahan yang mudah terbakar, sedangkan gudang berpendingin berisi bahan yang
mudah rusak karena kelembaban atau bahan tertentu yang memang membutuhkan
keadaan yang dingin.
Setiap penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk
antara, dan produk ruahan telah didokumentasikan dengan dengan baik menggunakan
sistem komputer sehingga dengan adanya sistem tersebut, proses pencatatan menjadi
semakin mudah dan rapi. Selain itu, sistem tersebut juga dapat mendukung program
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
156
Universitas Indonesia
Go Green dimana dapat mengurangi konsumsi kertas. Setiap prosedur penimbangan
dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan telah
memiliki prosedur yang tertulis.
Proses pengolahan produk yang berbeda tidak dilakukan bersamaan pada alat
dan ruang kerja yang sama. Produk berbeda yang menggunakan alat dan ruang kerja
yang sama diproses secara bergantian. Setiap akan berganti produk, selalu dilakukan
permbersihan yang telah tervalidasi sehingga dapat dipastikan proses produksi
sebelumnya tidak mencemari proses produksi setelahnya. Selama pengolahan, semua
bahan, wadah, peralatan atau mesin produksi, serta ruang kerja telah diberi label.
Label yang digunakan cukup jelas, tidak bermakna ganda, dan menggunakan label
berwarna sehingga meminimalkan terjadinya kesalahan selama proses pengolahan
sampai terbentuk produk jadi.
Setiap proses pembuatan suatu produk harus selalu dipastikan bahwa metode
pembuatan yang digunakan telah tervalidasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan validasi
proses untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan adalah produk yang bermutu
dan aman. Setiap perubahan yang signifikan terkait proses produksi, telah dilakukan
mekanisme revalidasi atau proses validasi ulang untuk memastikan bahwa proses dan
prosedur secara konsisten mampu mencapai hasil yang diinginkan.
4.7. Pengawasan Mutu
Semua personil, bangunan dan fasilitas, serta peralatan laboratorium QC di PT
Konimex telah sesuai untuk jenis tugas yang ditentukan dan skala pembuatan obat.
Bahan-bahan yang digunakan untuk proses pengujian, seperti reagen telah disimpan
pada tempat yang sesuai agar aman dan tidak mencemari produk atau lingkungan PT
Konimex. Selain reagen, baku pembanding pun telah deisimpan pada tempat yang
sesuai persyaratan. Setiap bahan dan alat yang digunakan di laboratorium QC telah
diberi label untuk meminimalkan terjadinya kesalahan. Bagian QC selalu bertugas
dalm setiap proses pengambilan sampel yang nantinya akan dianalisis apakah suatu
bahan atau produk jadi telah sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan atau
belum. Pemeriksaan sampel oleh QC dimulai saat bahan awal datang ke gudang PT
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
157
Universitas Indonesia
Konimex, selama proses pembuatan produk, sampai produk jadi yang siap untuk
dipasarkan. Semua prosedur sampling tersebut pastinya telah tervalidasi. Personil
yang melakukan pengambilan sampel juga merupakan personil yang telah terampil
dan terlatih sehingga proses sampling yang dilakukan hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan.
Dalam hal proses pengujian sampel, bagian QC telah menggunakan metode
analisis yang telah tervalidasi. Adapun sumber-sumber metode yang digunakan
berasal dari compendial maupun modifikasi dari compendial tersebut. Semua hasil
pengujian sampel tersebut pun pasti dilakukan pencatatan dan pengecekan untuk
memastikan konsistensi dari metode analias yang digunakan. Setiap hasil uji di luar
spesifikasi selalu dilakukan pengkajian dan analisis kembali penyebabnya.
Bagian QC tidak hanya bekerja pada ruang lingkup produksi saja tetapi juga
terkait limbah yang dihasilkan oleh PT Konimex. Bagian QC akan secara rutin
memeriksa sampel air ayng terdapat pada tempat pengolahan limbah, hal tersebut
dilakukan untuk memeriksa apakah air yang dihasilkan dari pengolahan limbah
tersebut berbahaya terhadap lingkungan sekitarnya atau tidak.
Di PT Konimex, bagian QC juga ikut terlibat dalam program on going
stability. Bagian QC akan memeriksa kestabilan suatu produk pada bulan ke-0, 3, 6,
12, 24, tanggal daluwarsa, dan tanggal daluwarsa + 1 tahun. Selain itu, bagian QC
juga berperan dalam penanganan sampel pertinggal. Hal tersebut penting sebagai
upaya korektif jika terdapat keluhan dari masyarakat.
4.8. Inspeksi Diri, Audit Mutu, dan Audit Pemasok
Inspeksi diri dan audit mutu di PT Konimex dilakukan oleh bagian GMP yang
berada di bawah bagian QA. Bagian GMP melakukan inspeksi internal dan audit
mutu bertujuan untuk mengeveluasi apakah semua aspek produksi dan pengawasan
mutu di PT Konimex telah memenuhi ketentuan CPOB serta dilakukan secara rutin
atau pada situasi khusus seperti terjadi penarikan kembali obat. Aspek-aspek yang
diinspeksi dan diaudit meliputi aspek personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk
personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
158
Universitas Indonesia
pengemas, dan produk jadi (peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses,
pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higiene, program validasi dan
revalidasi, kalibrasi alat, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan,
pengawasan label, hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan, dll).
Inspeksi diri dan audit mutu dilakukan di setiap bagian secara berkala
minimal satu tahun sekali dan tidak bersifat mendadak kecuali pada situasi khusus
seperti adanya keluhan terhadap produk obat. Hal ini dikarenakan inspeksi diri atau
audit internal di PT. Konimex bukan ditujukan untuk mencari-cari kesalahan dalam
pelaksanaan CPOB melainkan untuk mengevaluasi apakah sistem yang ada pada
masing-masing bagian di PT. Konimex sudah dijalankan dengan benar dan sesuai
dengan CPOB. Apabila belum sesuai, maka akan diadakan pembinaan. Setelah itu,
dibuatlah catatan hasil audit. Catatan tersebut selajutnya dianalisis apakah perlu
dilakukan perbaikan atau pencegahan. Perlu atau tidaknya dilakukan perbaikan atau
pencegahan di PT Konimex tercantum dalam PTKP (Permintaan Tindakan Koreksi
dan Pencegahan). Terdapat tiga kategori dalam PTKP, yaitu mayor, minor, dan
observasi. Kemudian bagian yang diinspeksi dan diaudit melakukan perbaikan atau
pencegahan sesuai deadline yang mereka tentukan sendiri waktunya. Bagian GMP
akan datang kembali ke bagian tersebut untuk melakuakan audit dan inspeksi kembali
terhadap hal-hal yang perlu dilakukan perbaikan atau pencegahan. Data hasil inspeksi
dan audit selanjutnya dismpan dan dijadikan acuan pada proses inspeksi dan audit
berikutnya. Data hasil tersebut setelah 5 tahun akan dikaji kembali dan dilakukan
pemusnahan. Inspeksi dan audit tersebut dilakukan secara berkala.
PT Konimex juga diinspeksi dan diaudit oleh pihak eksternal, dalam hal ini
adalah BPOM. BPOM akan menginspeksi dan mengaudit dengan atau tanpa
pemberitahuan langsung ke pihak PT Konimex. Umumnya, BPOM akan
menginspeksi dan mengaudit setiap satu tahun sekali. Jika menurut BPOM terdapat
hal-hal yang perlu diperbaiki atau dicegah, maka yang menentukan deadline
perbaikan dalah pihak PT Konimex sendiri.
PT Konimex juga melakukan audit terhadap pemasok yang telah bekerja sama
dengan pihak PT Konimex. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan secara
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
159
Universitas Indonesia
langsung cara pengolahan pemasok dalam proses penyediaan bahan baku yang
diinginkan oleh pihak PT Konimex. Selain itu, audit terhadap pemasok juga
dilakukan untuk menjamin bahwa bahan baku yang dipesan merupanan bahan yang
berkualitas.
4.9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk
Keluhan terhadap obat yang ditangani PT. Konimex berasal dari dalam
maupun luar perusahaan. Keluhan dari dalam perusahaan berasal dari bagian
produksi, pengawasan mutu, bagian pemasaran dan bagian logistik. Keluhan dari luar
perusahaan dapat berasal dari distributor, dokter, apoteker, rumah sakit/klinik,
pemerintah, pasien, dan media massa. Keluhan terhadap obat dari luar dapat dibagi
menjadi dua jenis yaitu keluhan mutu teknis yang berasal dari pihak ketiga mengenai
obat yang beredar di pasaran dan keluhan medis mengenai cacat kualitas yang
berhubungan dengan reaksi obat yang tidak diinginkan. Dalam menangani keluhan,
bagian QA bertanggung jawab untuk menangani keluhan termasuk koordinasi dalam
investigasi dan respon terhadap keluhan. Kemudian keputusan tindak lanjut terhadap
keluhan tersebut dilakukan oleh QA.
Penarikan kembali produk adalah suatu proses penarikan kembali dari satu
atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dalam peredaran. Penarikan
kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu dan tidak memenuhi
syarat kualitas atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius
serta berisiko terhadap kesehatan.
PT. Konimex membagi produk kembalian menjadi dua jenis yaitu obat
kadaluwarsa dan obat yang cacat atau rusak. Produk kembalian diterima PT.
Konimex melalui distributornya. Pabrik akan menerima melalui gudang obat jadi.
Obat yang diterima akan diperiksa kelengkapannya, kemudian bagian QC melakukan
pemeriksaan sesuai prosedur yang berlaku. Barang yang diterima diperiksa
jumlahnya, nomor bets, dan dibandingkan dengan contoh sampel pertinggal.
Penyimpanan contoh sampel pertinggal dilakukan sesuai dengan persyaratan
penyimpanan obat yang tertera pada label atau etiket. Contoh sampel pertinggal
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
160
Universitas Indonesia
disimpan sampai tanggal kadaluarsa obat + 1 tahun, setelah itu dimusnahkan. Jika
produk kembalian tersebut sudah kedaluwarsa, maka akan dimusnahkan.
Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk (recall),
di PT. Konimex telah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam CPOB. Penanganan
keluhan ada di bawah wewenang bagian QA. Jika berkaitan dengan mutu produk dan
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, maka bagian QA akan dibantu oleh bagian
QC. Jawaban QA atas keluhan disampaikan ke marketing dalam waktu 6 hari kerja
dan untuk keluhan yang mendesak diberikan dalam waktu 4 hari kerja. Jika
diperlukan adanya penarikan produk yang telah beredar, maka bagian marketing akan
melakukan penarikan dengan bantuan distributor dan harus sesuai dengan prosedur
tertulis yang mengatur segala tindakan penarikan kembali yang dibuat oleh bagian
QC.
4.10. Dokumentasi
Dokumentasi yang jelas adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap
personil menerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga
memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena
hanya mengandalkan komunikasi lisan. CPOB menghendaki dokumentasi meliputi
spesifikasi (spesifikasi bahan awal, pengemas, produk ruahan, produk antara dan
produk jadi), dokumen produksi (dokumen produksi induk, prosedur produksi induk,
catatan produksi bets), prosedur dan catatan mengenai penerimaan, pengambilan
sampel, dan pengujian.
PT. Konimex sejak awal berusaha menerapkan sistem dokumentasi sesuai
dengan persyaratan CPOB dengan membentuk bagian Document Control di bawah
bagian QA untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan mengelola dokumen.
Penataan dokumen dilakukan secara sistematis untuk memudahkan pencarian
dokumen. Semua yang dilakukan dalam pembuatan produk harus terdokumentasi,
sesuai dengan prinsip dalam CPOB “tulis apa yang akan dilakukan, lakukan apa yang
tertulis, dan tulis apa yang telah dilakukan”. Melalui sistem komputer terintegrasi,
pendokumentasian di PT. Konimex telah dilakukan secara sistematis untuk
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
161
Universitas Indonesia
memudahkan pencarian dokumen. PT. Konimex menyadari bahwa aspek
dokumentasi merupakan suatu hal yang penting untuk ketertelusuran suatu proses
produksi maka dibuat pembagian level dokumen dari level satu hingga empat
berdasarkan tingkat kepentingannya dan dilakukan review secara berkala. Review
dilakukan setiap 3 tahun untuk dokumen level 2 dan setiap 5 tahun untuk dokumen
level 3 dan 4. Umur penyimpanan dokumen disesuaikan dengan umur produk yaitu
umur produk ditambah 1 tahun dan paling lama 5 tahun.
Pemegang dokumen juga dibatasi untuk pihak-pihak tertentu yang memang
terkait dengan dokumen tersebut untuk menjamin aspek kerahasiaan dari dokumen.
Untuk dokumen asli, seluruhnya dipegang oleh bagian Document Control, kecuali
beberapa dokumen tertentu milik bagian penelitian produk dan pengembangan proses
yang sifat kerahasiaannya harus benar-benar terjaga. Dokumen salinan yang dapat
dimiliki oleh pihak terkait tetap terjaga kerahasiannya karena selalu dicatat, dikontrol
dan harus telah mendapat cap dari bagian Document Control. Untuk dokumen dalam
bentuk softcopy dapat diakses terbatas oleh karyawan yang memiliki user name dan
password serta memiliki akses ke dokumen tersebut sehingga kerahasiaan dokumen
tetap terjaga. Proses pemutakhiran dokumen juga dilakukan di PT. Konimex. Dengan
demikian, PT.Konimex telah menerapkan prinsip dokumentasi yang baik sesuai
dengan CPOB.
4.11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Pembuatan dan analisa berdasarkan kontrak dilakukan apabila sebuah pabrik
ingin agar produknya dibuat oleh pabrik lain. Hal ini dapat disebabkankarena pabrik
yang ingin membuat produk tersebut tidak memiliki fasilitas yang memadai untuk
membuat produk tersebut. Dalam CPOB dijelaskan tanggung jawab dan kewajiban
dari masing–masing pihak baik pemberi kontrak maupun penerima kontrak. Selain itu
juga dijelaskan mengenai isi yang terkandung dalam sebuah kontrak. Mulai awal
tahun ini, PT. Konimex mempunyai kebijakan untuk tidak membuat obat di pabrik
lain atau pun menerima permintaan pembuatan obat dari parbik lain. Oleh karena itu
tidak terdapat pembahasan mengenai elemen CPOB ini.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
162
Universitas Indonesia
4.12. Kualifikasi dan Validasi
Cakupan kegiatan kualifikasi dan validasi di PT Konimex meliputi kualifikasi
bahan baku, kualifikasi bahan pengemas, kualifikasi bangunan, kualifikasi peralatan,
validasi proses, validasi pembersihan, dan pemeliharaan validasi. Kegiatan kualifikasi
dan validasi tersebut dilakukan oleh bagian validasi, sedangkan kegiatan validasi
metode analisis dilakukan oleh bagian standardisasi. Bagian validasi berada di bawah
koordinasi bagian QA (Quality Assurance).
Validasi proses di PT konimex dilakukan pada produk baru, produk lama
yang sering diproduksi, dan produk yang telah memiliki SOP produksi. Pendekatan
validasi yang dilakukan oleh PT konimex lebih memprioritaskan validasi prospektif
dibandingkan validasi konkuren dan validasi retrospektif.
Ruang lingkup validasi proses di PT Konimex meliputi proses penimbangan,
pengolahan, dan pengemasan primer. Proses pengemasan sekunder belum dapat
dilakukan karena keterbatasan waktu dan personel. Langkah pelaksanaan validasi
proses yaitu dimulai dari menentukan produk yang akan divalidasi, mengumpulkan
informasi, membuat protokol validasi, melaksanakan validasi (pengamatan parameter
dan pengambilan sampel), menguji sampel, analisis hasil pengujian, membuat
laporan, dan memantau status validasi apakah perlu dilakukan revalidasi atau tidak.
Validasi merupakan bagian yang penting dari CPOB untuk menjamin bahwa
produk obat yang dihasilkan mempunyai kualitas yang konsisten. Validasi adalah
suatu tindakan pembuktian yang sesuai dengan prinsip-prinsip dari CPOB bahwa
prosedur, proses, peralatan, bahan-bahan, aktivitas atau sistem berfungsi sesuai
dengan yang disyaratkan. Kegiatan validasi dan kualifikasi yang ada di PT. Konimex
telah dikoordinasi dan dilaksanakan dengan baik oleh bagian validasi. Hal ini terlihat
dengan adanya jadwal yang jelas setiap tahunnya terhadap validasi yang akan
dilakukan berikut parameter dan prosedurnya melalui penyusunan Rencana Induk
Validasi (Validation Master Plan) dan protokol validasi.
Bagian validasi PT Konimex juga melakukan kualifikasi terhadap peralatan
dan fasilitas produksi yang mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan. Kualifikasi
yang dilakukan yaitu kualifikasi desain, kualifikasi instalasi, kualifikasi operasional,
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
163
Universitas Indonesia
dan kualifikasi kinerja. Kualifikasi tersebut memastikan bahwa alat tersebut telah
dipasang dan dapat dioperasikan dengan baik serta telah mencapai kinerjanya.
PT. Konimex juga melakukan kalibrasi alat ukur untuk menghindari dan
mengurangi kesalahan pembacaan data yang dapat berakibat pada mutu produk yang
dihasilkan. Kalibrasi yang dilakukan di PT. Konimex diupayakan hingga mencapai
hasil yang baik atau baik dengan koreksi namun masih dapat digunakan. Khusus alat-
alat yang sangat mempengaruhi mutu produk, jika setelah dikalibrasi masih terdapat
faktor koreksi yang hampir tidak dapat ditoleransi maka diupayakan adanya
perbaikan hingga didapat kondisi yang baik. Selain melakukan kalibrasi sendiri, PT
Konimex juga berkerjasama dengan pihak ketiga yang menyediakan jasa kalibrasi
alat.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
164 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories
telah membantu mahasiswa profesi apoteker dalam memahami mengenai
tanggung jawab profesi apoteker di industri farmasi. Profesi Apoteker memiliki
peranan yang penting dalam suatu industri farmasi yaitu menduduki posisi kunci
sebagai tenaga profesional farmasi khususnya dalam bidang produksi,
pengawasan mutu serta pemastian mutu. Hal ini bertujuan untuk menjamin
kualitas produk obat yang dihasilkan.
b. PT. Konimex telah menerapkan aspek-aspek CPOB dalam rangka menghasilkan
produk yang berkualitas, meliputi aspek manajemen mutu, personalia, bangunan
dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu,
inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan
kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, kualifikasi dan validasi.
Semua proses dan prosedur telah dilaksanakan berdasarkan konsep CPOB.
Aspek-aspek CPOB telah diimplementasikan serta terdokumentasi dengan baik
dan teratur.
5.2 Saran
PT. Konimex Pharmaceutical Laboratories diharapkan tetap mampu
melakukan seluruh kegiatan produksi obat yang berpedoman pada Cara Pembuatan
Obat yang Baik (CPOB), sehingga tetap dihasilkan produk yang memiliki keamanan,
kualitas dan kemanfaatan yang maksimal bagi masyarakat.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
165 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2012). Pedoman Cara Pembuatan Obat yang
Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Kementerian Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Konimex Pharmaceutical Laboratories. (2009). Selayang Pandang Perjalanan
Panjang. www.konimex.com, diakses tanggal 17 Oktober 2013 pkl 09.25 WIB.
Pemerintah Republik Indonesia. (1993). Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1993
tentang Kelas Barang atau Jasa bagi Pendaftaran Merek. Jakarta: Pemerintah
Republik Indonesia.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PELAKSANAAN DAN PELAPORAN KUALIFIKASI MESIN
MIXER DAN MESIN BIN BLENDER DI PT. KONIMEX
PHARMACEUTICAL LABORATORIES
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DEVINA LIRETHA, S.Farm.
1206329480
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3
2.1 Kualifikasi dan Validasi.................................................................. 3
2.2 Quality Risk Management (QRM) ................................................ 7
2.3 OEE (Overall Equipment Effectiveness) ................................... ...... 8
2.4 Mesin Bin Blender 400 L ................................... ............................. 10
2.5 Mesin Mixer 245 L ................................... ...................................... 12
BAB 3. METODOLOGI PENGAJIAN ............................................................ 14
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tugas Khusus ............................... 14
3.2 Pelaksanaan dan Pembuatan Laporan Kualifikasi ........................... 14
BAB 4. PEMBAHASAN .................................................................................. 15
4.1 Mesin Mixer .................................................................................. 15
4.2 Mesin Bin Blender ......................................................................... 19
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 25
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 25
5.2 Saran ............................................................................................... 25
DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 26
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
iii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram OEE (Overall Equipment Effectiveness) ............................ 9
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
iv Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Pendataan Parameter Kerja Mesin Mixer …………………….. 17
Tabel 4.2 Evaluasi Parameter Kinerja Mesin Mixer................................... 18
Tabel 4.3 Hasil Pendataan Parameter Kerja Mesin Mixer.......................... 19
Tanel 4.4 Hasil Evaluasi Parameter Kinerja Mesin Mixer.......................... 19
Tabel 4.5 Hasil Pendataan Parameter Kerja Mesin Bin Blender................ 23
Tabel 4.6 Hasil Evaluasi Parameter Kinerja Mesin Bin Blender………… 23
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, industri obat
wajib menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian pembuatan. CPOB
memastikan bahwa obat dan obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten
untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. . Untuk itu
obat yang dihasilkan harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan
(safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan pengobatan.
Industri obat wajib berpedoman pada Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
dalam pelaksanaan seluruh aspek industrinya agar produk yang dibuat memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaan dan
keamanannya. CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi
yang perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Hal kritis dalam pembuatan yang berpengaruh terhadap proses dan
mutu produk antara lain verifikasi bahan awal, kualifikasi peralatan penunjang dan
produksi, bangunan, validasi proses pembuatan, proses pembersihan, dan pengawasan
mutu yang digunakan, serta kualifikasi personil yang terlibat dalam pembuatan
produk obat. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk
menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi (BPOM RI, 2012).
Peralatan termasuk aspek CPOB yang merupakan hal kritis yang harus
diperhatikan dengan baik terkait dengan pembuatan produk. Peralatan untuk
pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang
memadai dan harus dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat senantiasa seragam
dari bets ke bets. Kualifikasi dilakukan pada mesin, peralatan, maupun fasilitas yang
berpengaruh langsung pada produk. Kualifikasi terdiri dari Design Qualification
(DQ), Installation Qualification (IQ), Operational Qualification (OQ), dan
Performance Qualification (PQ) (BPOM RI, 2012).
Mesin mixer dan bin blender merupakan salah satu mesin yang penting dalam
pembuatan tablet, yang menyangkut pada faktor kritis pembuatan tablet. Mesin mixer
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
digunakan untuk mengubah campuran bahan baku dalam bentuk serbuk menjadi
granul basah di Bagian Production Pharma II (tablet) PT. Konimex. Sedangkan bin
blender digunakan untuk mencampur bahan baku dalam bentuk serbuk, yang
biasanya adalah hasil dari proses fluid bed drying, dengan bahan zat aktif dan atau
fase luar menjadi campuran granul tinggal cetak. Untuk itu, sebelum digunakan
mesin harus digunakan kualifikasi untuk memastikan alat terpasang dengan baik dan
sesuai spesifikasi sehingga dapat menghasilkan produk yang terjaga kualitasnya
(product quality) dan aman bagi pengguna obat (patient safety) (Konimex, 2013).
Untuk memahami, mematuhi, dan menjalankan kualifikasi tersebut, maka
pada PKPA periode September-Oktober 2013 ini diberikan tugas khusus untuk
melaksanakan kualifikasi mesin atau peralatan di fasilitas produksi Farmasi II sebagai
bekal bagi calon Apoteker. Kualifikasi yang harus dilakukan adalah terhadap mesin
mixer 245 L dan mesin blender 400 L untuk pembuatan produk tablet. Tugas yang
dilakukan adalah melaksanakan kualifikasi mesin berdasarkan protokol yang sudah
ada, kemudian membuat laporan kualifikasi. Kualifikasi yang dilakukan merupakan
rekualifikasi akibat adanya perubahan protokol kualifikasi mesin, sehingga mesin
harus dikualifikasi ulang.
1.2 Tujuan Praktek Kerja
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di industri farmasi
bertujuan:
a. Memahami prinsip kualifikasi dan melaksanaan serta menyusun laporan
Installations Qualification, Operational Qualification, dan Performance
Qualification mesin bin blender dan mesin mixer.
b. Memahami dan melakukan perhitungan OEE (Overall Equipment Effectiveness)
sebagai atribut untuk mengevaluasi kinerja mesin.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualifikasi dan Validasi
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa
tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem, perlengkapan atau mekanisme yang
digunakan dalam produksi dan pengawasan akan senantiasa mencapai hasil yang
diinginkan (BPOM RI, 2012). Tujuan dari validasi yaitu untuk mendapatkan bukti
terdokumentasi yang menjamin bahwa suatu proses spesifik akan menghasilkan
produk dengan spesifikasi mutu yang ditetapkan secara konsisten. Validasi
merupakan regulasi pemerintah (US Code of Federal Regulations, the EU 'Rules
Governing Medicinal Products in The European Community, CPOB 2012) yang
harus dilakukan oleh industri farmasi pada semua aspek proses termasuk peralatan,
sistem komputer, fasilitas, utilitas. Validasi membuat proses menjadi lebih efisien
dengan mengurangi rework, reject, pemborosan, dll sehingga dapat mengurangi biaya.
Validasi merupakan bagian dari Penjaminan Mutu (Quality Assurance) sebagai upaya
untuk memberikan jaminan terhadap khasiat (efficacy), kualitas (quality), dan
keamanan (safety) produk-produk industri farmasi. (Cole and Bennet, 2003). Jenis-
jenis validasi yang terdapat dalam CPOB 2012:
a. Kualifikasi mesin, peralatan produksi dan sarana penunjang, yaitu kegiatan
pembuktian (dokumentasi) bahwa perlengkapan, fasilitas atau sistem yang
digunakan dalam proses/sistem akan bekerja dengan kriteria yang diinginkan
secara konsisten. Kegiatan kualifikasi merupakan rangkaian dari kegiatan
validasi.
b. Validasi metode analisa, yaitu suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa
parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.
c. Validasi proses produksi, yaitu tindakan pembuktian yang didokumentasikan
bahwa proses yang dilakukan dalam batas parameter yang ditetapkan dapat
bekerja secara efektif dan memberi hasil yang dapat terulang untuk menghasilkan
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
produk jadi yang memenuhi spesifikasi dan atribut mutu yang ditetapkan
sebelumnya.
d. Validasi pembersihan, yaitu tindakan pembuktian yang didokumentasikan bahwa
prosedur pembersihan yang disetujui akan senantiasa menghasilkan peralatan
bersih untuk pengolahan obat.
e. Validasi ulang (revalidasi), yaitu suatu pengulangan validasi proses untuk
memastikan bahwa perubahan proses/peralatan dilakukan sesuai prosedur
pengendalian perubahan dan tidak mempengaruhi karakteristik proses dan mutu
produk.
Kualifikasi menurut EC Guide to Good Manufacturing Practice adalah
tindakan memastikan bahwa peralatan bekerja dengan benar sesuai hasil yang
diinginkan, konsepnya biasanya digabungkan bersama validasi (Huber, 2007). Semua
peralatan dan sistem penunjang peralatan perlu dikualifikasi untuk membuktikan
bahwa semua peralatan yang dipasang dapat berfungsi secara normal sesuai dengan
spesifikasinya. Peralatan yang perlu dikualifikasi adalah peralatan yang digunakan
dalam proses produksi, pengujian, penyimpanan dan juga termasuk peralatan
cadangan (Cole and Bennet, 2003).
Aktivitas kualifikasi peralatan meliputi:
1. Kualifikasi desain (Design Qualification)
Tujuan dilakukannya KD adalah untuk menjamin & mendokumentasikan
bahwa sistem atau mesin/ peralatan atau bangunan yang akan diinstalasi atau
dibangun (rancang bangun) sesuai dengan ketentuan atau spesifikasi yang diatur
dalam ketentuan CPOB yang berlaku. Sasaran/target dilakukan kualifikasi desain
adalah :
a. Memastikan bahwa sistem atau peralatan yang akan dipasang atau akan diinstal
sesuai dengan persyaratan CPOB yang berlaku (GMP compliance).
b. Memastikan bahwa sistem atau peralatan yang akan dipasang atau akan diinstal
memperhatikan aspek-aspek keamanan dan kemudahan operasional.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
c. Memastikan bahwa sistem atau peralatan mendapat kesesuaian pesanan kepada
vendor dan yang akan dipasang atau akan diinstal telah dilengkapi dengan modul
desain, gambar teknis, dan spesifikasi produk secara lengkap
d. Memastikan spesifikasi kebutuhan pengguna (URS) telah memadai ditafsirkan
dalam proses desain dan desain sesuai dengan GMP.
2. Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification)
KI dilakukan dengan tujuan untuk menjamin & mendokumentasikan bahwa
sistem atau peralatan yang diinstalasi sesuai dengan spesifikasi yang tertera pada
dokumen pembelian, manual alat yang bersangkutan dan pemasangannya dilakukan
memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan. Sasaran/target dilakukan kualifikasi
instalasi, yaitu :
a. Memastikan bahwa sistem mekanis telah terpasang semua, dan pastikan telah
terdokumentasi selama konstruksi dan instalasi sistem.
b. Memastikan bahwa bahan dan konstruksi peralatan telah sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan (jenis baja anti karat, kemudahan pembersihan,
dan lain-lain).
c. Memastikan ketersediaan perlengkapan pengawasan (alat kontrol) dan
pemantauan (monitor) sesuai dengan penggunaannya.
d. Memastikan sistem atau peralatan aman dioperasikan serta tersedia sistem atau
peralatan pengaman yang sesuai.
e. Memastikan bahwa sistem penunjang, misalnya listrik, air, udara, dll telah
tersedia dalam kualitas dan kuantitas yang memadai sesuai dengan
penggunaannya.
f. Memastikan bahwa kondisi instalasi dan sistem penunjang telah tersedia dan
terpasang dengan benar.
g. Memastikan bahwa instrumen kritis telah terkalibrasi sesuai standard.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
3. Kualifikasi operasional (Operational Qualification)
Kualifikasi operasional hendaklah dilakukan setelah KI selesai dilaksanakan,
dikaji dan disetujui. KO mencakup tapi tidak terbatas pada hal berikut (BPOM,
2012) :
a. Pengujian yang perlu dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, sistem
dan peralatan; dan
b. Pengujian yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas
operasional atas dan bawah, sering dikenal sebagai kondisi terburuk (worst case).
c. KO dilakukan dengan tujuan untuk menjamin & mendokumentasikan bahwa
sistem atau peralatan yang telah diinstalasi bekerja (beroperasi) sesuai dengan
spesifikasi yang diinginkan.
d. Sasaran/Target dilakukan KO, yaitu:
e. Memastikan bahwa sistem atau peralatan bekerja sesuai rencana desain dan
spesifikasi.
f. Memastikan bahwa kapasitas mesin atau peralatan secara actual dan operasional
telah sesuai dengan rencana design yang telah ditentukan.
g. Memastikan bahwa parameter operasi yang berdampak terhadap kualitas produk
akhir telah bekerja sesuai dengan rancangan design yang telah ditentukan.
h. Memastikan bahwa langkah operasi (urutan tata cara kerja) berdasarkan petunjuk
operasional, telah sesuai dengan waktu dan peristiwa dalam operasi secara
berurutan.
Penyelesaian formal KO hendaklah mencakup kalibrasi, prosedur
pengoperasian dan pembersihan, pelatihan operator dan ketentuan perawatan
preventif. Penyelesaian KO fasilitas, sistem dan peralatan hendaklah dilengkapi
dengan persetujuan tertulis (BPOM RI, 2012).
4. Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification)
Performance qualification (PQ) adalah tindakan untuk memastikan dan
menyediakan bukti terdokumentasi bahwa peralatan atau sistem penunjang mampu
berfungsi sesuai spesifikasi yang ditentukan. Sasaran/target dilakukan KO yaitu :
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
a. Memastikan bahwa sistem atau peralatan bekerja sesuai rencana desain dan
spesifikasi.
b. Memastikan bahwa kapasitas mesin atau peralatan secara aktual dan operasional
telah sesuai dengan rencana desain yang telah ditentukan.
c. Memastikan bahwa parameter operasi yang berdampak terhadap kualitas produk
akhir telah bekerja sesuai dengan rancangan desain yang telah ditentukan.
d. Memastikan bahwa langkah operasi (urutan tata cara kerja) berdasarkan petunjuk
operasional, telah sesuai dengan waktu dan peristiwa dalam operasi secara
berurutan.
Untuk menyelesaikan kualifikasi kinerja perlu untuk memeriksa sejumlah
batch berturut-turut atau berjalan. Kualifikasi kinerja ini juga harus
mempertimbangkan variabilitas yang diharapkan untuk menunjukkan bahwa hal
tersebut tidak mempengaruhi kualitas produk, misal worst case.
IQ, OQ, dan PQ sangat penting dilakukan, karena merupakan cara teknik yang
baik untuk mendokumentasikan dan menjelaskan instalasi unit mesin atau peralatan
dan mendemonstrasikan operasional mesin atau peralatan, dokumen ini digunakan
sebagai dasar untuk studi validasi proses.
2.2 Quality Risk Management (QRM)
Quality Risk Management adalah sebuah alat yang sudah dipakai secara luas
dalam berbagai bidang industri, yang memberi petunjuk secara kuantitatif dan
obyektif sebuah sistem, subsistem, atau komponen memiliki kemungkinan
(probability) tingkat resiko tertentu terhadap munculnya hal kritis, dalam hal ini
adalah yang bisa menimbulkan ketidaksesuaian kualitas (quality harm) beserta
tingkat kegawatannya (severity of that harm).
Proses QRM terdiri dari risk assessment, risk control dan risk review.
Keseluruhan proses tersebut membutuhkan risk communication dan dibantu dengan
risk management tools dalam menganalisa tingkatan resiko-resiko yang muncul,
pencegahan dan penanganan resiko tersebut. Sedangkan risk control dan risk review
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
dilakukan dalam bentuk pembuatan semua dokumen yang dibutuhkan untuk proses
kualifikasi, tahapan pelaksanaan kualifikasi, dan hal-hal yang perlu dilakukan untuk
pemeliharaan kualifikasi.
Metode yang digunakan dalam penentuan Quality Risk Management secara
keseluruhan ada beberapa metode, yaitu FMEA, FMECA, FTA, HACCP, HAZOP,
PHA, dan Risk ranking dan filtering. Penentuan Risk assesment yang paling sesuai
digunakan di PT Konimex adalah FMECA (Failure Mode, Effects, and Critically).
Kelebihan metode FMECA ini adalah FMECA dapat langsung mengetahui resiko
tertingginya. Pada tool FMECA diperluas dengan menggabungkan severity,
probability, dan detectability, sehingga dapat diketahui resiko tertingginya. FMECA
juga dapat mengidentifikasi tempat dimana tindakan pencegahan perlu dilakukan
untuk meminimalisir resiko (ICH, 2005).
2.3 OEE (Overall Equipment Effectiveness)
PQ (Performance Qualification) untuk mesin mixer dan bin blender dilakukan
dengan menggunakan atribut OEE (Overall Equipment Effectiveness). OEE
merupakan metode yang digunakan sebagai alat ukur guna menjaga peralatan pada
kondisi ideal dengan menghapuskan 6 kerugian besar (six big losses) dari peralatan.
Pengukuran OEE ini didasarkan pada pengukuran tiga rasio utama, yaitu (The
Manufacturer, 2009):
a. Availibility Ratio, merupakan suatu rasio yang menggambarkan pemanfaatan
waktu yang tersedia untuk kegiatan operasi mesin atau peralatan. Rasio ini
diperoleh dari perbandingan antara waktu dimana mesin benar-benar berjalan
(tidak termasuk waktu setup dan kerusakan mesin ataupun pemberhentian mesin
karena faktor eksternal selagi proses berjalan) dengan waktu dimana mesin
dijadwalkan untuk beroperasi.
b. Performance Ratio, yaitu merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan
mesin dalam menghasilkan produk. Rasio ini diperoleh dari perbandingan antara
output aktual dengan output target sesuai dengan pengaturan kecepatan pada
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
mesin. Rasio ini dapat mendeteksi jika kecepatan mesin lebih rendah daripada
kecepatan pengaturannya.
c. Quality Ratio, merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan peralatan
dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang diinginkan. Rasio
ini diperoleh dari pebandingan antara jumlah produk baik dengan total produk
yang dihasilkan oleh mesin.
Gambar 2.1 Diagram OEE (Overall Equipment Effectiveness)
Perhitungan OEE sangat bergantung pada kemampuan mengumpulan data.
Jika data yang terkumpul tidak dapat dipercaya, maka nilai OEE yang dihitung
mungkin tidak dapat menggambarkan penggunaan mesin yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, penting untuk mengetahui hubungan status mesin dengan klasifikasi losses.
Tiap perusahaan mungkin memiliki klasifikasi losses yang bebeda terkait dengan
tingkat akurasi dan kemampuan pengumpulan data. Namun secara umum, ada 6
kerugian besar (six big losses) yang dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan,
antara lain (The Manufacturer, 2009):
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
a. Breakdown (kerusakan mesin/alat)
b. Setup, dan adjustment (pemasangan san penyetelan).
c. Speed losses, terdiri dari idling dan minor stoppage losses disebabkakn oleh
kejadian-kejadian seperti pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin,
ketiadaan operator atau ketidaksiapan bahan.
d. Reduced speed losses, terjadi karena kecepatan aktual mesin lebih rendah
daripada pengaturan kecepatan mesin.
e. Process defect, yaitu kerugian karena adanya produk cacat maupun karena kerja
produk yang diproses ulang.
f. Reduced yield losses, disebabkan oleh material yang tidak terpakai atau sampah
bahan baku.
2.4 Mesin Bin Blender 400 L
Mesin bin blender digunakan untuk pencampuran kering bahan serbuk atau
lubrikasi pada proses pembuatan tablet. Umumnya adalah serbuk kering dari proses
Fluid Bed Drying, dicampur dengan bahan aktif dan atau fase luar menjadi campuran
granul tinggal cetak untuk diproses ke mesin cetak (Konimex, 2013).
Prinsip mesin ini adalah mencampur dengan metode “fall and roll”. Mesin
didesain menggunakan konsep “Through the wall installation” (memisahkan antara
area tekhnik untuk kegiatan pemeliharaan, dan area proses untuk kegiatan proses
yang terkondisi ruangannya untuk melindungi produk), main drive, gear box, pompa
hidrolik, panel elektrik dipasang di area tekhnik. Untuk memisahkan technical area
dan area proses, digunakan cover stainless steel SUS 304 tebal 2 mm, hairline finish.
Terdiri dari 2 bagian yang dikencangkan dengan baut stainless steel counter sink.
Semua part di area proses menggunakan material stainless steel atau dicover dengan
stainless steel SUS 304. Konstruksi mesin di technical area menggunakan mild steel
dicat dicover stainless steel SUS 304 tebal 2 mm hair line finish dengan bukaan 3
pintu (Konimex, 2013).
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
Main shaft menggunakan carbon steel membentuk sudut 15o terhadap
horizontal. Koneksi antara main shaft dan rotating frame menggunakan flange yang
dikencangkan dengan conical bolt. Shaft dilengkapi dengan 2 bearing yang juga
berfungsi untuk support terhadap beban shaft, fork dan rotating frame. Shaft pada
area proses dicover dengan stainless steel SUS 304 (Konimex, 2013).
Door safety key digunakan sebagai pengaman pada pintu ruangan. Sebelum
menjalankan mesin, pintu ruangan harus dikunci dengan door safety key, kunci ini
hanya bisa dilepas pada saat posisi terkunci, proses mixing dapat dijalankan setelah
kunci terpasang di operating panel (Konimex, 2013).
Gambaran operasional mesin, yaitu :
a. IBC (Intermediate Bulk Container) Bin (200L maupun 400L) didesain memiliki
geometri yang memungkinkan untuk dicekam oleh mesin ini.
b. Bin kemudian diletakkan dan dicekam diantara fork atas dan fork bawah dengan
pencekaman menggunakan hidrolik. Pencekaman Bin menggunakan sistem
keamanan dengan menjaga tekanan hidrolik dan adanya sensor proximity yang
selalu memastikan adanya Bin.
c. Kemudian Bin diputar baik dengan perintah manual atau perdasarkan program
yang bisa ditentukan besar kecepatan putarnya, dan lama waktu putaran. Shaft
pemutar dilengkapi sensor encoder dan proximity yang menjamin bin akan
berhenti pada posisi yang seharusnya saat berhenti berputar.
d. Bin yang memiliki desain geometri tertentu, dan diputar dengan kecepatan
tertentu akan menimbulkan efek pencampuran bahan yang terdapat di dalam Bin.
Efektifitas pencampuran akan ditentukan oleh setting kecepatan putar dan lama
waktu pemutaran Bin (waktu mixing).
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
2.5 Mesin Mixer 245 L
Mesin Diosna V 245A digunakan untuk mengubah campuran bahan baku
dalam bentuk serbuk menjadi granul basah untuk pembuatan tablet. Bagian utama
mesin, yaitu :
a. Base yang memegang motor dan mixing kontainer/bowl, sebagai rumah belt
drive, gear box dan main drive/ motor. Semuanya terpasang di bawah platform
dan berada di technical area.
b. Mixing kontainer/bowl, dengan dasar datar dan dinding tapering ke atas, di-
mounted pada bearing housing. Terpasang di atas base-plate kerangka platform.
Berfungsi untuk menampung bahan yang akan dicampur.
c. Lid/tutup mixer, pada lid mixer terdapat port rotary spray ball/spray nozzle, port
feeding bahan baku, sight glass, tiang dudukan bag filter, dan port kecil.
d. Pada bibir lid mixer terpasang seal dust proof (material silicon rubber food
grade). Lid bowl dapat dibuka dengan melepas 2 handle pengencang manual
untuk proses feeding bahan dan pembersihan mesin (Konimex, 2013).
Peralatan mixing (mixing tools) adalah impeller three bladed (mixer)
terpasang pada main shaft di tengah dasar bowl, berotasi berlawanan dengan arah
jarum jam secara sentris dalam mixing kontainer/bowl. Antara body impeller dengan
main shaft penggerak terdapat o-ring rubber seal (EPDM) yang dilapisi plat stainless
3 lapis, untuk mencegah kebocoran air cuci dan membatasi jarak aman antara
permukaan blades/impeller dengan permukaan bagian bawah/bottom bowl sehingga
tidak terjadi gesekan/goresan saat beroperasi. Motor chopper terpasang lateral/sejajar
dengan kontainer/bowl dan dipakai untuk menggerakkan rotating shear cutter (4
blades) dalam mixing kontainer. Shear cutter langsung terpasang pada shaft stump
motor (Konimex, 2013).
Terpasang perlengkapan tambahan berupa inverter yang terhubung untuk
pengaturan speed mixer-I. Inverter digunakan untuk membantu proses unloading
granul basah pada wetsizing. Dilengkapi “switch process/unloading” untuk
mengaktifkan fungsi inverter dan speed mixer saat unloading dapat diatur melalui
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
analog potesiometer yang terpasang di panel operasi. Proses wet sizing existing yang
dilakukan secara manual dengan tangan dan menggunakan screen di siever,
dimodifikasi dengan penggantian sistem wet sizing inline dan granul hasil sizing
langsung ditampung di kontainer (Konimex, 2013).
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
14 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENGAJIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Tugas Khusus
Praktik kerja profesi apoteker (PKPA) dilaksanakan di PT. Konimex Solo
pada divisi validation dari tanggal 23 September-18 Oktober 2013.
3.2 Pelaksanaan dan Pembuatan Laporan Kualifikasi
Pelaksanaan kualifikasi dimulai dengan kualifikasi instalasi meliputi
pemeriksaan sistem/komponen kritis mesin, instrumentasi dan kontrol, spesifikasi
sistem penunjang dan pemeriksaan, dan spesifikasi keamanan dan check list.
Kualifikasi instalasi dilakukan dengan metode verifikasi secara visual. Selanjutnya
dilakukan kualifikasi operasional yang dilaksanakan dengan cara memeriksa setiap
komponen pada mesin apakah sesuai dengan fungsi yang tercantum pada Protokol
Operational Qualification. Kemudian baru dilakukan kualifikasi kinerja meliputi uji
pemastian performa sistem agar dapat konsisten dan memenuhi persyaratan
spesifikasi pada protokol PQ (performance qualification). Penilaian kinerja dilakukan
dengan menggunakan terminologi/atribut OEE (overall equipment effectiveness).
Kualifikasi yang telah dilakukan kemudian dilaporkan secara objektif dan apa adanya
ke dalam format laporan yang telah tersedia.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
15 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Salah satu kegiatan validasi di PT. Konimex adalah kualifikasi peralatan.
Kualifikasi peralatan ini dilakukan baik terhadap mesin lama maupun mesin baru.
Pada mesin lama, kualifikasi dilakukan untuk mendokumentasikan spesifikasi dan
pengumpulan informasi mesin apakah masih memenuhi kebutuhan untuk proses
produksi. Sedangkan kualifikasi peralatan pada mesin baru dilakukan untuk
membuktikan dan mendemonstrasikan apakah spesifikasi mesin baru tersebut dapat
memenuhi kebutuhan proses produksi.
Kualifikasi ulang dapat dilakukan karena kualifikasi rutin setiap 5 tahun atau
karena ada perubahan. Kualifikasi peralatan yang dilakukan untuk tugas khusus
PKPA ini merupakan kualifikasi ulang karena perubahan protokol. Pelaksanaan
kualifikasi mesin mixer dan bin blender dilakukan di produksi pharma II PT.
Konimex dan didampingi oleh teknisi validasi.
4.1 Mesin Mixer
4.1.1 Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification)
Pelaksanaan kualifikasi dimulai dengan kualifikasi instalasi mesin mixer di
produksi pharma II PT. Konimex. Tujuan kualifikasi instalasi ini adalah untuk
memastikan hasil instalasi mesin mixer sesuai dengan spesifikasi teknis di dalam
protokol dan terdokumentasi, aman sesuai K3, memenuhi kriteria pemeriksaan yang
dinyatakan dalam protokol kualifikasi, serta dokumen teknis dan perawatan.
Pengecekan yang dilakukan meliputi kesesuaian spesifikasi mesin, cek
sistem/komponen kritis mesin, cek komponen mesin, cek instrumentasi dan kontrol,
serta cek mesin dan peralatan pendukung.
Untuk komponen kritis yang menjadi objek kualifikasi, dilakukan analisis
resiko berdasarkan quality risk management (QRM) yang berlaku di PT. Konimex.
Metode yang digunakan untuk analisis resiko ini adalah metode FMECA (failure,
mode, effect, dan critically analysis). Sistem/komponen kritis mesin yang menjadi
objek kualifikasi adalah bowl mixer, container, mixing tool, chopper, discharge tube,
wet mill, binder pressure tank, CIP piping system. Semua komponen ini adalah
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
komponen yang bersentuhan/kontak dengan produk. Analisis resiko mutu ini sudah
dilakukan saat pembuatan protokol, sehingga pada saat melakukan kualifikasi hanya
dilakukan pemeriksaan terhadap komponen yang dinyatakan kritis terhadap produk.
Dalam kualifikasi instalasi juga dilakukan kualifikasi terhadap mesin dan
peralatan pendukung seperti pengecekan compressed air, pengecekan sistem purified
water, spesifikasi dan instalasi dust collector, instalasi elektrikal, instalasi mekanikal,
sistem listrik, keamanan (suhu ekstrim, tekanan ekstrim, bahaya listrik, benda
bergerak, tingkat kebisingan, lingkungan fisik, desain ergonomis), dan item
keselamatan yang lain.
Kualifikasi instalasi juga meliputi pengecekan dokumen yang berkaitan
dengan mesin, berupa manual book, dokumen operating instruction, dokumen
technical data, serta dokumen-dokumen pemeliharaan mesin. Pemeriksaan terhadap
dokumen dilakukan dengan mengakses secara online menggunakan ID address dan
password dari officer. Operator yang menjalankan mesin ini juga dicek dokumen
pelatihannya untuk memastikan operator yang mengoperasikan mesin adalah operator
yang terkualifikasi.
Hasil kualifikasi instalasi mesin mixer menunjukkan semua sistem dan
perangkat terpasang dengan baik dan sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam
protokol kualifikasi instalasi mesin mixer. Dokumen yang terkait dengan mesin dapat
ditelusuri dan operator yang mengoperasikan mesin merupakan operator yang terlatih
dan terkualifikasi.
4.1.2 Kualifikasi Operasional (Operational Qualification)
Kualifikasi operasional dilakukan untuk memastikan mesin/sistem pada
operating panel memenuhi persyaratan pengguna dan berfungsi sesuai dengan
spesifikasi serta aman sesuai K3. Kualifikasi operasional dilakukan dengan
melakukan test switch dan tombol pada operating panel untuk memastikan semua
tombol berfungsi dengan baik sesuai dengan spesifikasi. Dilakukan juga test
safety/working sequence/alarm, untuk memastikan tombol emergency dapat berfungsi
saat kondisi darurat.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
Kualifikasi operasional menunjukkan bahwa mesin dapat beroperasi sesuai
dengan spesifikasi dalam protokol kualifikasi operasional. Kualifikasi dilakukan pada
saat mesin sedang beroperasi dan telah dilakukan pengecekan terhadap tombol
operating panel, tetapi test fungsi safety dan emergency stop tidak dilakukan.
4.1.3 Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification)
Kualifikasi kinerja diawali dengan pengaturan parameter kritis mesin mixer,
yaitu waktu (menit) mixer dan chopper speed I dan waktu mixer dan chopper speed II.
Kemudian dilakukan pendataan parameter kinerja untuk mendapatkan data, sehingga
dapat dilakukan perhitungan sesuai terminologi OEE (Overall Equipment
Effectiveness). Pengambilan data (Tabel 1) dilakukan selama 3 hari berturut-turut
dengan minimal loading time per hari 4 jam atau 3 kali pengambilan data dari
akumulasi operasi selama minimal 12 jam loading time.
Tabel 4.1 Pendataan Parameter Kerja Mesin Mixer
No Parameter
Data 1 Data 2 Data 3
Hari: Senin Hari: Selasa Hari: Rabu
Tgl: 7 Okt 2013 Tgl: 8 Okt 2013 Tgl: 9 Okt 2013
Hasil pencatatan
1 Loading time (menit) 65 240 56
2 Set-up (menit) 1 3 0
3 Set-down (menit) 0 0 0
4 Adjustment (menit) 0 0 7
5 Downtime (menit) 0 5 0
6 Idling (menit) 39 146 15
7 Minor stoppages (menit) 0 0 0
8 Produk di dalam spek - - -
9 Produk di luar spek - - -
Hasil Perhitungan
1 Availability (%) 98,46 96,67 87,50
2 Performance efficiency (%) 63,48 63,48 63,48
3 Rate of quality (%) 100 100 100
4 OEE (%) 62,50 61,37 55,55
Availability didapatkan dari perbandingan antara operating time dengan
loading time. Dimana,
Availability = 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑚𝑒
𝐿𝑜𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑚𝑒 x 100 %
Operating time merupakan waktu mesin beroperasi dikurangi waktu untuk set-up,
set-down, breakdown, dan adjustment oleh operator (bila ada). Sementara loading
time adalah waktu total mesin beroperasi atau total waktu pengamatan terhadap mesin.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
Performance efficiency (PE) merupakan net operating time dibagi dengan
operating time.
Performance efficiency = 𝑁𝑒𝑡 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑚𝑒
𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑚𝑒 x 100%
Net operating time adalah operating time dikurangi waktu idle, minor stop, dan
reduce speed. Dengan penurunan dari perbandingan tersebut, secara sederhana PE
dapat dihitung dengan,
Performance efficiency = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝐷𝑖𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑀𝑒𝑠𝑖𝑛 x 100%
Rate of quality (ROQ) didapatkan dari perbandingan sebagai berikut:
Rate of quality =𝑉𝑎𝑙𝑢𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑚𝑒
𝑁𝑒𝑡 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑇𝑖𝑚𝑒 x 100%
Valuable operating time adalah net operating time dikurangi reject dan rework.
Sedangkan untuk menghitung OEE dilakukan dengan mengalikan Availability,
PE, dan ROQ. Sehingga didapatkan angka dalam persen (%).
Selanjutnya dilakukan evaluasi parameter kinerja. Setiap parameter dicatat
data hasil perhitungannya (data worst-case) dan dibandingkan dengan kriteria
penerimaannya (memenuhi atau tidak). Kriteria penerimaan ditentukan berdasarkan
data tahun sebelumnya.
Tabel 4.2 Evaluasi Parameter Kinerja Mesin Mixer
No Parameter Hasil perhitungan (data
worst case) Kriteria penerimaan (Y/N)
1 Availability (%) 94,21% > 80% Y
2 Performance efficiency (%) 63,48% > 80% N
3 Rate of quality (%) 100% > 98,0 % Y
4 OEE (%) 59,81% > 70% N
4.1.4 Laporan Kualifikasi Mesin Mixer
Kualifikasi yang telah dilakukan kemudian dilaporkan dalam form yang
berbeda untuk masing-masing kualifikasi. Jadi, setelah dilakukan kualifikasi akan
didapatkan 3 laporan yaitu, laporan kualifikasi instalasi, laporan kualifikasi
operasional, dan laporan kualifikasi kinerja.
Hasil kualifikasi instalasi menunjukkan bahwa semua instrumen dan
komponen mesin terpasang dengan baik sesuai dengan spesifikasi yang terdapat
dalam protokol. Semua item spesifikasi telah memenuhi standard yang ditetapkan.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Dalam laporan ini juga terdapat obyek kualifikasi yang perlu diawasi, yaitu timer. Hal
ini dikarenakan sistem tersebut merupakan objek kalibrasi yang harus dilakukan
kalibrasi ulang sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Selain itu, dikarenakan
mesin mixer ini merupakan mesin existing, dokumen mesin yang terdapat di bagian
document control sudah tidak lengkap, tetapi dokumen penting mengenai manual
book, serta instruksi operasional masih ada.
Hasil kualifikasi operasional menunjukkan semua item yang diuji dapat
beroperasi dengan baik sesuai fungsi masing-masing. Semua hasil kualifikasi
dituliskan dalam laporan secara objektif dan apa adanya.
Kualifikasi kinerja terhadap mesin mixer menunjukkan hasil seperti pada tabel
2 dan evaluasi parameter kinerja mesin mixer seperti tabel 3 berikut:
Tabel 4.3 Hasil Pendataan Parameter Kerja Mesin Mixer
No Parameter
Data 1 Data 2 Data 3
Hari: Senin Hari: Selasa Hari: Rabu
Tgl: 7 Okt 2013 Tgl: 8 Okt 2013 Tgl: 9 Okt 2013
Hasil pencatatan
1 Loading time (menit) 65 240 56
2 Set-up (menit) 1 3 0
3 Set-down (menit) 0 0 0
4 Adjustment (menit) 0 0 7
5 Downtime (menit) 0 5 0
6 Idling (menit) 39 146 15
7 Minor stoppages (menit) 0 0 0
8 Produk di dalam spek - - -
9 Produk di luar spek - - -
Hasil Perhitungan
1 Availability (%) 98,46 96,67 87,50
2 Performance efficiency
(%) 63,48 63,48 63,48
3 Rate of quality (%) 100 100 100
4 OEE (%) 62,50 61,37 55,55
Tabel 4.4 Hasil Evaluasi Parameter Kinerja Mesin Mixer
No Parameter Hasil perhitungan
(data worst case)
Kriteria
penerimaan (Y/N)
1 Availability (%) 94,21% > 80% Y
2 Performance efficiency (%) 63,48% > 80% N
3 Rate of quality (%) 100% > 98,0 % Y
4 OEE (%) 59,81% > 70% N
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
Dari tabel terlihat bahwa hanya availability dan ratio of quality yang
memenuhi kriteria penerimaan. Parameter performance efficiency dapat dijustifikasi
merupakan atribut yang bersifat beneficiery karena hanya mempengaruhi aspek
bisnis-proses dan tidka terkait secara langsung dengan aspek mutu. Sehingga,
kualifikasi secara keseluruhan bisa dinyatakan memenuhi kriteria penerimaan dengan
beberapa catatan yang dipertimbangkan untuk ditindaklanjuti. Sedangkan ratio of
quality bersifat mandatory yang harus dipenuhi kriteria penerimaannya.
OEE tidak memenuhi kriteria penerimaan karena nilai dari performance
efficiency yang kecil akibat penggunaan kapasitas mesin yang tidak maksimal. Untuk
itu, perlu dipertimbangkan volume per bets untuk memaksimalkan kapasitas mesin.
Selain itu, rendahnya nilai performance efficiency dikarenakan idle setelah proses
mixing yang terlalu lama. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah kontainer untuk
menampung granul basah hasil mixing. Proses mixing dengan mesin mixer yang
menghasilkan granul basah dan proses pengeringan dengan mesin fluid bed dryer
yang menghasilkan granul kering berada di ruangan yang sama dan letak mesin yang
berdekatan karena proses yang berkelanjutan. Akibatnya, discharge produk dari
mesin mixer juga bergantung pada ketersediaan kontainer untuk proses pengeringan
dengan fluid bed dryer. Oleh karena proses pengeringan granul pada fluid bed dryer
membutuhkan waktu yang cukup lama, dan proses mixing di mesin mixer yang cukup
singkat, menyebabkan antrian kontainer untuk proses pengeringan. Idle tersebut pada
dasarnya tidak berpengaruh terhadap kualitas produk. Sehingga, hasil evaluasi secara
rata-rata parameter kinerja mesin pada saat dilakukan pendataan menunjukkan bahwa
mesin memenuhi kriteria penerimaan kinerja dengan catatan seperti yang diuraikan
diatas. Deviasi yang ada dalam kualifikasi ini dijustifikasi tidak berdampak terhadap
kualitas produk dan keselamatan pasien.
4.2 Mesin Bin Blender
4.2.1 Kualifikasi Instalasi (Installation Qualification)
Sama halnya dengan kualifikasi instalasi pada mesin mixer, kualifikasi mesin
ini juga melakukan beberapa pengecekan berupa uji kesesuaian spesifikasi mesin, cek
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
sistem/komponen kritis mesin, cek sistem penggerak mesin, cek sistem elektrikal dan
kontrol, cek sistem hidrolik, cek instrumentasi dan kontrol, dan cek mesin dan
peralatan pendukung.
Analisa resiko juga dilakukan dengan metode FMECA (Failure Mode, Effect,
dan Critically Analysis). Sistem/komponen kritis mesin yang menjadi obyek
kualifikasi adalah sistem penggerak mesin (motor, brake, gearbox, housing and
bearing), sistem elektrikal dan kontrol, dan sistem hidrolik.
Pengujian terhadap instrumentasi dan kontrol dari mesin ini, perlu dicatat
mengenai tipe kontrol serta sertifikat kalibrasi dari instrumen kritis mesin. Tipe
kontrol mesin bin blender adalah otomatis, dengan kontroler PC sehingga diperlukan
validasi komputer. Instrumen kritis dari mesin bin blender adalah timer yang telah
terkalibrasi dengan baik. Mesin ini juga dilengkapi dengan emergency stop, yang
apabila terjadi kondisi darurat maka terdapat tombol “emergency stop” untuk
mematikan mesin.
Kualifikasi instalasi termasuk didalamnya dilakukan kualifikasi terhadap
mesin dan peralatan pendukung seperti pengecekan instalasi elektrikal, dust collector,
dan mekanikal, sistem penunjang (sistem listrik), keamanan (suhu ekstrim, tekanan
ekstrim, bahaya listrik, benda bergerak, tingkat kebisingan, lingkungan fisik, desain
ergonomis) dan item keselamatan lainnya.
Kualifikasi instalasi juga melakukan pengecekan terhadap dokumen mesin
yang berupa manual book, serta dokumen dokumen pemeliharaan mesin (prosedur
pengoperasian, prosedur pembersihan mesin, standar analisa bahaya pekerjaan, check
list bin blender, dan daftar riwayat mesin). Semua dokumen mengenai mesin Bin
Blender masih ada dan lengkap. Kualifikasi ini juga melakukan pengecekan terhadap
operator yang menjalankan mesin dengan melihat dokumen pelatihan operator
terhadap mesin sehingga dapat ditentukan bahwa operator terkualifikasi.
4.2.2 Kualifikasi Operasional (Operational Qualification)
Kualifikasi operasional mesin ini dilakukan dengan test switch, dan tombol
pada operating panel serta dilakukan uji akses mesin terhadap beberapa level
(operator, engineer, supervisor). Pengujian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
masing-masing tombol/menu yang terdapat pada operating panel berfungsi sesuai
dengan spesifikasi. Protokol sudah menyatakan secara jelas kriteria penerimaan
masing-masing tombol.
Hasil pemeriksaan kualifikasi operasional mesin Bin Blender menunjukkan
bahwa mesin tersebut dapat beroperasi sesuai dengan spesifikasinya dan adanya
penyimpangan dalam pengoperasiannya dicatat sebagai informasi tambahan.
Kualifikasi dilakukan saat mesin beroperasi dan telah dilakukan pengecekan terhadap
tombol operating panel dan alarm tetapi test fungsi safety tidak dilakukan untuk
tombol emergency. Hasil dari kualifikasi operasional ini dirangkum dalam satu
bentuk laporan hasil kualifikasi operasional.
4.2.3 Kualifikasi Kinerja (Performance Qualification)
Kualifikasi kinerja mesin bin blender juga dilakukan hampir sama dengan
mesin mixer. Kualifikasi kinerja diawali dengan pengaturan parameter kritis mesin
bin blender, yaitu waktu (menit) dan kecepatan putar mesin (rpm). Setelah dilakukan
setting awal, selanjutnya dilakukan pendataan parameter kinerja untuk mendapatkan
data, sehingga dapat dilakukan perhitungan sesuai terminologi OEE (Overall
Equipment Effectiveness). Pengambilan data dilakukan selama 3 hari berturut-turut
dengan minimal loading time per hari 4 jam atau 3 kali pengambilan data dari
akumulasi operasi selama minimal 12 jam loading time. Parameter yang diamati juga
sama dengan parameter pada mesin mixer yang ditunjukkan pada tabel 4.1 dan 4.2.
4.2.4 Laporan Kualifikasi Mesin Bin Blender
Kualifikasi instalasi menunjukkan bahwa mesin telah terpasang dengan baik
dan memenuhi spesifikasi yang terdapat dalam protokol kualifikasi. Untuk kualifikasi
operasional dengan menggunakan akses level, hanya dapat dilakukan dengan
menggunakan akses level operator dan level engineer.
Hasil kualifiksi kinerja mesin bin blender dapat dilihat dari tabel 4.5 dan 4.6
berikut:
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Tabel 4.5 Hasil Pendataan Parameter Kerja Mesin Bin Blender
No Parameter
Data 1 Data 2 Data 3
Hari: Rabu Hari: Kamis Hari: Jumat
Tgl: 9 Okt 2013 Tgl: 10 Okt 2013 Tgl: 11 Okt 2013
Hasil pencatatan
1 Loading time (menit) 153 88 96
2 Set-up (menit) 1 3 2
3 Set-down (menit) 56 3 47
4 Adjustment (menit) 0 0 0
5 Downtime (menit) 0 0 0
6 Idling (menit) 10 0 0
7 Minor stoppages (menit) 2 10 4
8 Produk di dalam spek - - -
9 Produk di luar spek - - -
Hasil Perhitungan
1 Availability (%) 63,40 93,18 48,96
2 Performance efficiency (%)
54,08 54,08 54,08
3 Rate of quality (%) 100 100 100
4 OEE (%) 34,29 50,39 26,48
Tabel 4.6 Hasil Evaluasi Parameter Kinerja Mesin Bin Blender
No Parameter Hasil perhitungan
(data worst case)
Kriteria
penerimaan (Y/N)
1 Availability (%) 68,51% > 80% N
2 Performance efficiency (%) 54,08% > 70% N
3 Rate of quality (%) 100 % > 98,0% Y
4 OEE (%) 37,05% > 50% N
Hasil kualifikasi kinerja mesin bin blender menunjukkan bahwa hanya Ratio
of Quality yang memenuhi kriteria penerimaan. Parameter Availability dan
Performance Efficiency dijustifikasi merupakan atribut yang bersifat beneficiary
karena hanya mempengaruhi aspek bisnis-proses, tidak terkait secara langsung
dengan aspek mutu. Sehingga, kualifikasi secara keseluruhan bisa dinyatakan
memenuhi kriteria penerimaan dengan beberapa catatan yang dipertimbangkan untuk
ditindaklanjuti. Ratio of Quality bersifat mandatory yang harus dipenuhi kriteria
penerimaannya.
OEE tidak memenuhi kriteria penerimaan karena nilai dari performance
efficiency yang kecil akibat penggunaan kapasitas mesin yang tidak maksimal.
Rendahnya nilai performance efficiency juga dikarenakan idle pada proses sebelum
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
blending. Idle tersebut disebabkan karena terbatasnya jumlah bin untuk proses
blending dan terbatasnya operator untuk memasukkan bahan ke dalam bin. Perlu
dipertimbangkan volume per bets untuk memaksimalkan kapasitas bin. Hasil evaluasi
secara rata-rata parameter kinerja mesin pada saat dilakukan pendataan menunjukkan
bahwa mesin memenuhi kriteria penerimaan kinerja dengan catatan seperti yang
diuraikan diatas. Deviasi yang ada dalam kualifikasi ini dijustifikasi tidak berdampak
terhadap kualitas produk dan keselamatan pasien.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
25 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Kualifikasi instalasi dan kualifikasi operasional mesin bin blender dan mesin
mixer telah dilaksanakan dengan baik dan memenuhi spesifikasi sesuai protokol
kualifikasi.
b. Berdasarkan perhitungan dengan atribut OEE, kualifikasi kinerja mesin mixer
dan mesin bin blender menunjukkan bahwa mesin memenuhi kriteria penerimaan
kinerja dengan catatan yang akan ditindak lanjuti oleh bagian Produksi Farmasi
II PT. Konimex.
5.2 Saran
Perlu dilakukan peninjauan ulang mengenai hal-hal yang terlibat pada proses
produksi (seperti volume per bets, peralatan penunjang produksi, jumlah tenaga kerja,
dll) agar kinerja mesin dapat lebih baik lagi dalam memenuhi parameter kriteria
keberterimaan kualifikasi kinerja sehingga proses produksi menjadi efektif dan
efisien.
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014
26 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
BPOM RI, 2012. Cara Pembuatan Obat yang Baik. BPOM RI. Jakarta.
Cole, G and Bennet, B., 2003. Pharmaceutical Production An Enginnering Guide.
Institution of Chemical Engineers (IchemE): London.
European Commision. 2003. The Rules Governing Medical Products In European
Union: Good Manufacturing Practices Vol. 4.
(http://ec.europa.eu/enterprise/pharmaceutical/evdralex/homev4.htm, diakses
tanggal 20 Oktober 2013).
Huber, L., 2007. Validation and Qualification in Analytical Laboratories. Informa
Healthcare: USA.
International Conference of Harmonisation. 2005. Guidance for Industry: Q9 Quality
Risk Management. USA
Konimex, 2013. Protokol Kualifikasi Instalasi Mesin Bin Blender 400 L. PT.
Konimex Pharmaceutical Laboratories. Sukoharjo.
Konimex, 2013. Protokol Kualifikasi Kinerja Mesin Bin Blender 400 L. PT. Konimex
Pharmaceutical Laboratories. Sukoharjo.
Konimex, 2013. Protokol Kualifikasi Operasional Mesin Bin Blender 400 L. PT.
Konimex Pharmaceutical Laboratories. Sukoharjo.
Konimex, 2013. Protokol Kualifikasi Instalasi Mesin Mixer 245 L . PT. Konimex
Pharmaceutical Laboratories. Sukoharjo.
Konimex, 2013. Protokol Kualifikasi Kinerja Mesin Mixer 245 L . PT. Konimex
Pharmaceutical Laboratories. Sukoharjo.
Konimex, 2013. Protokol Kualifikasi Operasional Mesin Mixer 245 L . PT. Konimex
Pharmaceutical Laboratories. Sukoharjo.
The Manufacturer, 2009. Overall Equipment Effectiveness (OEE)-Problem Solved
(http://www.themanufacturer.com/uk/content/9913/Overall_Equipment_Effecti
veness_%28OEE%29_%97_Problem_solved, diakses tanggal 21 Oktober
2013).
Laporan praktek….., Devina Liretha, FFar UI, 2014