universitas indonesia studi teoritik pembentukan …
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN CELAH ENERGI PADA
GRAPHENE YANG DIDOP
SKRIPSI
SYAHRIL
0706262823
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FISIKA
DEPOK
JUNI 2012
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN CELAH ENERGI PADA
GRAPHENE YANG DIDOP
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
SYAHRIL
0706262823
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FISIKA
DEPOK
JUNI 2012
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
iii Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Syahril
NPM : 0706262823
Program Studi : S1 Reguler Fisika
Judul Skripsi : Studi teoritik pembentukan celah energi pada graphene
yang didop
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sar-
jana Sains pada Program Studi S1 Reguler Fisika, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 4 Juni 2012
iv Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
MUKADIMAH
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan lanjut dan bumi (seraya berkata), Ya Robb kami, tiadalah
Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
dipeliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran:190-191)
Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah
kamu tiada memperhatikan? (QS. Adz-Dzariyat:20-21)
v Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, ridho
dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang
telah direncanakan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan pe-
ngikutnya yang selalu setia hingga akhir zaman. Skripsi ini ditulis dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sains jurusan Fisika
di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Saya menyadari bahwa dalam
pembuatan skripsi ini saya mendapatkan bantuan dan arahan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Muhammad Aziz Majidi, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah me-
nyediakan waktu, tenaga, motivasi, doa dan pikiran untuk mengarahkan saya
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Rosari Saleh selaku penguji I, atas diskusi dan pengarahan baik
dalam mengerjakan skripsi ini maupun dalam perkuliahan di kelas.
3. Dr. Imam Fachruddin selaku penguji II, atas saran dan diskusi dalam meng-
erjakan skripsi ini.
4. Dr. Suhardjo Poertadji, Selaku pembimbing akademis yang telah memberikan
motivasi baik selama kuliah maupun dalam menyusun skripsi ini.
5. Dr. Dede Djuhana dan Dr. Eng. Supriyanto, atas bantuan diskusi dan
pengarahan dalam menggunakan Matlab dan LATEX sehingga format dalam
skripsi ini dapat dibuat sesuai dengan format Universitas Indonesia.
6. Dr. Budhy Kurniawan atas motivasi dan arahan selama penulis kuliah.
7. Ayahanda (alm) Sofyan Siregar yang telah mengajarkan saya bagaimana meng-
hadapi kehidupan dengan memberikan contoh selalu bekerja keras dan tidak
mengenal lelah.
8. Ibunda Rubiah Harahap yang dengan kesabarannya selalu mengarahkan saya
untuk selalu istiqomah di jalan-Nya dan mendidik saya dengan penuh cinta
dan kasih sayang.
vi Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
9. Baginda Namora Parlindugan Siregar dan Marini siregar, sebagai saudara kan-
dung yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan dalam hal admi-
nistrasi.
10. Dahlia Harahap dan (alm) Zulkifli Alon Siregar atas motivasi dan bantuannya
dalam hal administrasi.
11. Rekan-rekan mahasiswa fisika, khususnya Iyan Subiyanto, Nur Rochman, Imam
Sadzali, La Ode Husein Z.T., Gangga R., Singkop M., Septian R.A., Nurha-
diansyah, Khari S., dan Nedya F. atas saran-saran dan diskusi selama masa
perkuliahan.
12. Guru-guru fisika SMP dan SMA saya, yang telah memperkenalkan fisika se-
bagai ilmu yang menarik dan bermanfaat.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan di sini atas dukungan dan doa
kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini.
Akhir kata saya berdoa agar Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan se-
mua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Semoga skripsi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
vii Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini;
Nama : Syahril
NPM : 0706262823
Program Studi : S1 Reguler
Departemen : Fisika
Peminatan : Fisika Zat Mampat
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Uni-
versitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Studi teoritik pembentukan celah energi pada graphene yang didop
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-
eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,
mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan
tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta
dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
viii Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama : Syahril
Program Studi : S1 Reguler Fisika
Judul Skripsi : Studi teoritik pembentukan celah energi pada graphene
yang didop
Skripsi ini berisi studi teoritik tentang pembentukan celah energi pada graphene
yang didop dengan atom-atom dari golongan III-A dan V-A. Hamiltonian model ter-
diri atas suku kinetik yang diturunkan dari pendekatan tight-binding, suku potensial
elektrostatik akibat muatan ekstra inti-inti atom impuritas, serta interaksi magnetik
Double-Exchange antara spin-spin elektron konduksi dengan momen-momen mag-
netik lokal atom-atom impuritas. Model ini diselesaikan dengan metode Dynamical
Mean Field Theory. Pada studi ini ditinjau dua kasus dengan asumsi-asumsi beri-
kut: Pertama, seluruh elektron atau hole dari atom-atom impuritas terdelokalisasi
sehingga tidak membentuk momen-momen magnetik lokal dan interaksi magnetik
tidak terjadi; Kedua, seluruh elektron atau hole dari atom-atom impuritas terlokali-
sasi dan membentuk momen-momen magnetik lokal yang berlaku sebagai pengham-
bur magnetik. Momen-momen magnetik lokal pada sublattice A dan B dianggap
membentuk konfigurasi antiferromagnetik. Hasil-hasil perhitungan kami menun-
jukkan bahwa potensial non-magnetik tidak membentuk celah energi, tetapi hanya
menghasilkan pergeseran potensial kimia sehingga mengubah sistem dari semi-metal
menjadi metal. Di lain pihak, potensial magnetik dengan konfigurasi antiferromag-
netik dapat membentuk celah energi dengan posisi potensial kimia di dalam celah
energi sehingga sistem menjadi insulator. Lebar celah energi ini meningkat dengan
bertambahnya konsentrasi impuritas. Lebih lanjut, hasil perhitungan konduktivitas
optik graphene yang didop dengan potensial magnetik menyarankan bahwa ilumina-
si foton dengan energi sedikit di atas nilai lebar celah energi dapat mengubah sifat
listrik sistem dari keadaan insulator menjadi keadaan dengan konduktivitas sedikit
lebih baik dari graphene murni.
Kata kunci:
graphene, metode tight-binding, double-exchange, DMFT, konduktivitas optik
ix Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name : Syahril
Program of Study : Undergraduate Program in Physics
Title : Theoretical study on the formation of energy gap on doped
graphene
This bachelor thesis comprehends a study on the formation of energy gap in graphene
doped with atoms from groups III-A and V-A. The model Hamiltonian consists of a
kinetic term derived from the tight-binding approximation, an electrostatic potential
arising from the extra charges of the impurity nuclei, and the Double-Exchange term
arising from the magnetic interactions between spins of the conduction electrons
and spins of the local magnetic moments of the impurity atom. The model is solved
using the method of Dynamical Mean Field Theory. In this study two cases are
considered with the following assumptions: First, all the electrons or holes of the
impurity atoms are delocalized, hence local magnetic moments are not formed, thus
the magnetic interactions do not occur; Second, all the electrons or holes of the
impurity atoms are localized, forming local magnetic moments that act as magnetic
scatterrers. The local magnetic moments of sublattices A and B are assumed to
be in antiferromagnetic configuration. Our calculation results show that the non-
magnetic potential does not cause formation of energy gap, but only shifts the
chemical potential such that the system turns from a semi-metal into a metal. On
the other hand, the magnetic potential with antiferromagnetic configuration can
result in formation of energy gap, with the chemical potential lying inside it, making
the system turns into an insulator. The energy gap width increases as the impurity
concentration increases. Further, our calculated optical conductivities of the doped
graphene with magnetic potential suggest that photon illumination at energy slightly
greater than the energy gap can change the electric property of the system from an
insulating state to a state with conductivity slightly better than that of a pure
graphene.
Keywords:
Graphene, tight-binding, double-exchange, DMFT, optical conductivity
x Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
KATA PENGANTAR vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSUTUJUAN PUBLIKASI viii
ABSTRAK ix
DAFTAR ISI xi
DAFTAR GAMBAR xiv
1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2 Perumusan masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
1.3 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
1.4 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2 MODEL 6
2.1 Kisi Segienam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.1.1 Kisi pada ruang riil . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.1.2 Kisi pada ruang momentum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7
2.2 Metode Tight Binding . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
2.3 Hamiltonian Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2.3.1 Hamiltonian Graphene dengan Impuritas Non Magnetik . . . 11
2.3.2 Hamiltonian Graphene dengan Impuritas Magnetik . . . . . . 13
2.4 Fungsi Green . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
2.5 Densitas Keadaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
3 METODE PERHITUNGAN 17
3.1 Dynamical Mean field Theory . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
3.1.1 Algoritma DMFT Untuk Impuritas Non Magnetik . . . . . . 17
3.1.2 Algoritma DMFT Untuk Impuritas Magnetik . . . . . . . . . 19
3.1.3 Perhitungan potensial kimia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
xi Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
3.1.4 Sumasi ~k . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
3.2 Perhitungan Konduktivitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
3.2.1 Konduktivitas Optik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26
4 HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISIS 27
4.1 Densitas Keadaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
4.1.1 Tanpa Impuritas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
4.1.2 Impuritas Nonmagnetik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
4.1.3 Impuritas Magnetik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
4.2 Konduktivitas Optik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
4.2.1 Variasi Persentase Impuritas . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
4.2.2 Variasi Potensial Penghambur . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38
5 KESIMPULAN DAN SARAN 39
5.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39
5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
A DENSITAS KEADAAN DENGAN IMPURITAS MAGNETIK 41
A.1 Variasi Suhu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
A.2 Variasi Potensial Penghambur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44
A.3 Variasi persentase impuritas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48
DAFTAR ACUAN 52
xii Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
1.1 Berbagai macam kisi atom karbon. Kiri atas: graphene; kanan
atas: grafit; kiri bawah: Carbon nanotube; kanan bawah: fullere-
nes. Gambar dari referensi [5, 7] . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
2.1 Struktur kisi heksagonal graphene. Satu sel satuan (Unit Cell) tersu-
sun oleh dua atom. Vektor atom tetangga terdekat dinotasikan oleh
~δi dan vektor kisi ai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6
2.2 Kisi balik graphene. Gambar dari referensi [7] . . . . . . . . . . . . . 7
2.3 Lompatan elektron yang diperhitungkan dan yang diabaikan pada
model. Gambar dari referensi [16] . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9
2.4 Dispersi energi graphene . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2.5 Linearitas pada dispersi energi graphene . . . . . . . . . . . . . . . . 12
3.1 Ilustrasi pendekatan medan rata-rata . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
3.2 Skema penempatan elektron pengotor pada site A dan B . . . . . . 18
3.3 Diagram alir proses perhitungan DMFT. Dimulai dengan membe-
ri harga self energy∑
(ω) kemudian diselesaikan melalui loop-self-
consistent sampai diperoleh harga∑
(ω) yang konvergen. . . . . . . 20
3.4 Skema penempatan elektron dari atom pengotor dengan orientasi spin
pada site A dan B . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22
3.5 Diagram alir proses perhitungan DMFT. Dimulai dengan membe-
ri harga self energy Σ(ω) kemudian diselesaikan melalui loop-self-
consisten sampai diperoleh harga Σ(ω) konvergen. . . . . . . . . . . 23
3.6 Titik-titik pada Brillouin Zone graphene. Kanan atas: N = 12; Kiri
atas: N = 6 ; Bawah : N = 120 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25
4.1 Densitas keadaan graphene murni . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27
4.2 Densitas keadaan graphene murni dengan fungsi gelombang yang te-
lah diekspansi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28
4.3 Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, V = -1 eV
dan T = 1 ×10−3 eV . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29
4.4 Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, x = 15 %
dan V = 1 eV . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
xiii Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
4.5 Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, x = 20 %
dan T = 3 ×10−2 eV . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
4.6 Densitas keadaan dengan v = 1 eV artinya Impuritas berasal dari
atom pada golongan III A ( Boron ) dan x = 15 % . . . . . . . . . . 32
4.7 Celah Energi terhadap Suhu dengan x = 15 % . . . . . . . . . . . . 33
4.8 Kurva Staggered Magnetization terhadap Suhu . . . . . . . . . . . . 33
4.9 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan v = 1 eV dan persen
impuritasnya divariasikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34
4.10 Celah Energi terhadap persentase impuritas dengan T = 1× 10−3eV 35
4.11 Densitas keadaan dengan variasi potensial penghambur . . . . . . . 35
4.12 Konduktivitas optik dengan Variasi Persentase Impuritas . . . . . . 37
4.13 Konduktivitas optik dengan Variasi Potensial Penghambur . . . . . 38
A.1 Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 10 % . . . . . . . . . . . 41
A.2 Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 10 % . . . . . . . . . . 41
A.3 Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 15 % . . . . . . . . . . . 42
A.4 Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 15 % . . . . . . . . . . 42
A.5 Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 20 % . . . . . . . . . . . 43
A.6 Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 20 % . . . . . . . . . . 43
A.7 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 10 % . . . . . . 44
A.8 Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 10 % . . . . . . 44
A.9 Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 10 % . . . . . . 45
A.10 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 15 % . . . . . . 45
A.11 Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 15 % . . . . . . 46
A.12 Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 15 % . . . . . . 46
A.13 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 20 % . . . . . . 47
A.14 Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 20 % . . . . . . 47
A.15 Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 20 % . . . . . . 48
A.16 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan v = 1 eV . . . . . . 48
A.17 Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan v = 1 eV . . . . . . 49
A.18 Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan v = 1 eV . . . . . . 49
A.19 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan v = -1 eV . . . . . 50
A.20 Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan v = -1 eV . . . . . . 50
A.21 Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan v = -1 eV . . . . . . 51
xiv Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karbon merupakan unsur terpenting dalam penyusunan makhluk hidup. Karbon
sudah diteliti oleh ilmuan dalam jangka waktu yang lama. Sebagai contoh, peng-
gunan kayu bakar sebagai bahan bakar serta penggunaan pensil yang terbuat dari
grafit sudah dilakukan sejak tahun 1564 [1]. Selain menjadi unsur terpenting dalam
kehidupan makhluk hidup, karbon telah dieksplorasi dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi terutama dalam nano teknologi, yaitu carbon nanotube, fullerenes (C60),
grafit dan graphene[1].
Graphene adalah susunan atom karbon dengan geometri segienam seperti sarang
lebah 2D (Hexagonal Lattice) [2]. Graphene memiliki ketebalan hanya satu atom dan
berbentuk lembaran, sehingga graphene merupakan material tertipis yang pernah
ada di alam semesta [2, 3, 4].
Hingga tahun 2012, graphene merupakan allotrope karbon yang terakhir dite-
mukan yaitu pada tahun 2004 oleh A.K. Geim, sedangkan carbon nanotube sudah
ditemukan pada tahun 1990, dan fullerenes pada tahun 1980 [5]. Secara teoritik
sebenarnya graphene telah ditemukan oleh P.R. Wallace pada tahun 1947, ketika se-
dang meneliti pita energi pada grafit secara teoritik [6]. Wallace berhipotesis bahwa
apabila lapsisan-lapisan heksagonal 2D pada grafit dapat dipisahkan, maka struk-
tur pita energi lembaran heksagonal tersebut dapat diperoleh dengan metode tight
binding.
Sejak penemuannya graphene telah menjadi fokus penelitian para fisikawan ka-
rena graphene memiliki berbagai macam keunikan, sehingga sangat menarik untuk
diteliti baik secara eksperimental maupun secara teoritik [7, 8]. Sifat elektronik dari
graphene menunjukkan perilaku yang unik, yaitu tidak adanya celah energi antara
pita konduksi dan pita valensi pada kurva dispersi energi. Walaupun tidak memliki
celah energi antara pita valensi dan pita konduksi, kedua pita tersebut tidak saling
tumpang tindih (overlap) [2, 4]. Pada daerah di sekitar energi fermi (titik Dirac ),
hubungan dispersi energi sebagai fungsi vektor gelombang (~k) adalah linear, tidak
seperti material lain [9]. Pada umumnya hubungan dispersi energi sebagai fungsi
vektor gelombang (~k) adalah kuadratik. Hal ini menyebabkan sifat elektronik dari
graphene unik dibandingkan dengan semikonduktor lain.
Pada daerah tertentu di ruang k hubungan dispersi energi sebagai fungsi vektor
gelombang (~k) mirip dengan hubungan dispersi energi yang diperoleh dari persama-
an Dirac tanpa massa [4]. Hal ini dapat diartikan bahwa elektron dan hole pada
1 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 1.1: Berbagai macam kisi atom karbon. Kiri atas: graphene; kan-
an atas: grafit; kiri bawah: Carbon nanotube; kanan bawah: fullerenes.
Gambar dari referensi [5, 7]
graphene berperilaku sebagai partikel Dirac tanpa massa, sehingga elektron dan
hole memiliki mobilitas yang tinggi. Mobilitas yang tinggi menyebabkan graphene
memiliki konduktivitas listrik yang tinggi.
Hubungan dispersi energi sebagai fungsi vektor gelombang (~k) yang linear me-
nyebabkan graphene disebut dengan Quasi-Relativistic-Condensed Matter. Hal ini
menyebabkan banyak fisikawan partikel ikut berkontribusi dalam penelitian gra-
phene, dengan menggunakan teori-teori reltivistik seperti QCD dan QED [10].
Elektron yang berperilaku layaknya partikel Dirac sudah dibuktikan oleh ekspe-
rimen. Eksperimen yang dilakukan oleh Philip Kim dari Columbia University me-
nunjukkan bahwa elektron pada graphene memiliki perilaku ”relativistik” dengan
kecepatan fermi (Vf ) sebesar 1/300 kali kecepatan cahaya [11].
Karena bentuk dua dimensinya, graphene menjadi dasar terbentuknya struktur
kisi carbon nanotube, grafit dan fullerenes (C60) [2]. Walaupun graphene merupakan
dasar terbentuknya struktur kisi carbon nanotube, grafit dan fullerenes (C60), allo-
trope tersebut memiliki keunikan tersendiri. Namun, memahami graphene secara
teoritik merupakan hal yang penting karena merupakan dasar untuk mengerti sifat
2 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
elektronik dari allotrope karbon yang lain. Struktur pita energi dipengaruhi oleh be-
berapa faktor, diantaranya adalah substrat, doping, dan bias tegangan Voltage Bias.
Studi teoritik terhadap efek-efek yang mempengaruhi dispersi energi belum cukup.
Hal ini disebabkan masih banyaknya data eksperimen yang belum dapat dijelaskan
secara teoritik. Densitas keadaan dapat digunakan sebagai data pendukung bahwa
graphene murni tidak memiliki gap. Pengaruh pemberian doping pada graphene
terhadap struktur pita energi dapat dilihat dari densitas keadaan (DOS).
Graphene dapat diaplikasikan untuk komponen elektronik apabila memiliki celah
energi pada kurva dispersi energi. Motivasi untuk membentuk celah energi graphene
pada skripsi ini adalah agar graphene dapat diaplikasikan menjadi field effect tran-
sistor (FET) dan Integrated Circuit (IC) [2]. Saat ini, para ilmuwan berusaha untuk
memunculkan celah energi pada graphene. Upaya yang pernah dilakukan oleh ilmu-
an untuk memunculkan celah energi pada graphene diantaranya, mendop dengan
Hidrogen, membuat defek, mendop dengan Nitrogen, dan mendop dengan boron
[12, 13].
Ranber Singh dan kawan-kawan mencoba menimbulkan celah energi graphene
secara teoritik dengan cara membuat defek dan kekosongan pada struktur kristal
[13]. Defek dan kekosongan pada struktur kristal menyebabkan terjadinya momen
magnet yang terlokalisasi. Spin elektron di sekitar momen magnet lokal akan ber-
interaksi dengan spin elektron lain, yang menyebabkan terjadinya magnetisasi pada
graphene.
Maria Daghofer dan kawan-kawan mencoba menimbulkan celah energi graphene
secara teoritik dengan cara mendop graphene dengan impuritas magnetik [14]. Da-
ghofer menyimpulkan bahwa celah energi akan terbentuk apabila spin elektron kon-
duksi berinteraksi dengan momen magnet lokal yang berasal dari impuritas mag-
netik yang menyebabkan spin-spin pada subllatice A dan B membentuk pasangan
antiferromagnetik. Daghofer tidak mendeskripsikan golongan asal atom pengotor.
Mengontrol pola defek dan kekosongan pada sampel graphene dirasa sulit oleh
eksperimentalis, sehingga perlu metode lain untuk membentuk celah energi pada
graphene. Hal inilah yang menjadi motivasi dalam penelitian ini.
Skripsi ini akan membahas kemungkinan menimbulkan celah energi pada gra-
phene dengan cara mendop graphene dengan unsur-unsur yang dianggap memiliki
jari-jari atom hampir sama dengan karbon, seperti Boron dan Nitrogen. Jari-jari
atom pengotor diharapkan memiliki jari-jari atom yang hampir sama dengan jari-
jari atom karbon, agar atom-atom pengotor dapat mensubtitusi atom karbon. Efek
impuritas yang akan dibahas dalam skripsi ini menggunakan dua pendekatan yaitu
; Impuritas non magnetik dan impuritas magnetik. Impuritas non magnetik arti-
nya spin-spin elektron dan hole dari donor (akseptor) tidak terlokalisasi, sehingga
3 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
tidak menimbulkan interaksi antara spin elektron konduksi dengan spin elektron /
hole dari atom pengotor. Impuritas magnetik mengasumsikan bahwa spin-spin elek-
tron dan hole dari donor (akseptor) terlokalisasi, sehingga terbentuk momen magnet
lokal. Momen magnet lokal tersebut menyebabkan terjadinya interaksi antara spin-
spin elektron konduksi dengan spin elektron/hole dari atom pengotor.
Alasan mendope graphene dengan unsur yang berasal dari golongan V A dan
III A adalah untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan dalam sifat-sifat
listrik ataupun transport mengingat kedua golongan tersebut memberikan interaksi
Coulomb yang berbeda. Apabila didop dengan golongan III A interaksi Coulomb
antara ion dengan elektron dianggap menjadi lebih positif relatif terhadap interaksi
elektron dengan ion sebelum didop, sehingga potensial penghambur menjadi positif
[13]. Sebaliknya, apabila didop dengan golongan V A, maka interaksi Coulomb
antara ion dengan elektron dianggap menjadi lebih negatif relatif terhadap interaksi
elektron dengan ion sebelum didop, sehingga potensial penghambur bernilai negatif.
Pada penelitian ini akan disertakan perhitungan konduktivitas optik graphene
sebagai data pendukung, karena data konduktivitas optik dapet menggambarkan si-
fat elektronik dari sistem. Selain sebagai data pendukung, aplikasi tertentu pada bi-
dang optoelektronika membutuhkan data konduktivitas optik, karena konduktivitas
optik dapat menjelaskan gambaran umum tentang transpor sistem baik konduktivi-
tas DC maupun AC, sehingga kami merasa perlu untuk menghitung konduktivitas
optik.
1.2 Perumusan masalah
Sifat elektronik dari graphene telah banyak dipelajari oleh para ilmuan, namun
upaya untuk membentuk celah energi pada graphene dengan cara yang sederha-
na belum banyak yang berhasil. Suatu model sederhana yang dapat menyebabkan
terbentuknya celah energi pada graphene menjadi hal yang penting, karena dapat
mengungkapkan fenomena-fenomena fisis yang terjadi pada proses pembentukan ce-
lah energi secara teoritik. Skripsi ini akan membahas pembentukan celah energi
pada graphene dengan Hamiltonian terdiri atas bagian kinetik yang diperoleh dari
pendekatan metode tight binding dan bagian interaksi akibat keberadaan impuritas
magnetik dan non magnetik. Pengaruh dari suku interaksi dimasukkan ke dalam
self energy yang dihitung dengan metode dynamical mean field theory (DMFT).
Pendekatan tight binding yang kami gunakan dalam membentuk suku kinetik Ha-
miltonian hanya melibatkan lompatan (hopping) elektron antar tetangga terdekat
saja dan mengabaikan hopping elektron ke tetangga yang lebih jauh.
4 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
1.3 Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat komputasi teoritik. Penelitian ini menggunakan perangkat
lunak Fortran 90/95 untuk melakukan perhitungan. Tahapan-tahapan yang akan
dilakukan dalam penelitian ini adalah ;
1. Formulasi Hamiltonian
Menurunkan Hamiltonian graphene murni dengan metode Tight Binding de-
ngan memperhatikan struktur kisi heksagonal. Memformulasikan Hamiltonian
model dengan memperhitungkan doping sebagai suku gangguan.
2. Perhitungan Self Energy
Menerapkan Fungsi Green dan Dynamical Mean Field Theory (DMFT) untuk
menentukan Self Energy dari graphene yang sudah didop kemudian hasilnya
digunakan untuk menghitung DOS.
3. DOS
Menerapkan Fungsi Green untuk menentukan Density of State (DOS) dari
graphene murni, maupun graphene yang sudah didop, sehingga pengaruh do-
ping terhadap sistem dapat dianalisis.
4. Perhitungan dan Analisis Konduktivitas Optik
Konduktivitas optik dihitung secara teoritik dengan menggunakan DMFT,
kemudian hasilnya dianalisis dengan membandingakan dengan hasil-hasil eks-
perimen yang sudah ada atau hasil-hasil teoritik dari peneliti lain.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme terbentuknya celah ener-
gi pada graphene yang didop melalui pemodelan teoritik. Faktor-faktor yang me-
nentukan terbentuknya celah energi, mempengaruhi besarnya lebar celah energi,
serta potensial kimia yang menentukan sifat transport pada sistem akan dianalisis.
Manisfestasi munculnya celah energi dianalisis melalui perilaku kurva DOS dan kon-
duktivitas optik yang dihasilkan. Prediksi teoritik sifat-sifat transpor dari graphene
dapat mendorong para eksperimentalis untuk memverifikasi di laboratorium.
5 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
BAB 2
MODEL
2.1 Kisi Segienam
2.1.1 Kisi pada ruang riil
Graphene merupakan susunan atom karbon yang tersusun dalam bentuk selembar
segienam seperti sarang lebah [2]. Gambar 2.1 merupakan visualisasi dari graphene.
Gambar 2.1: Struktur kisi heksagonal graphene. Satu sel satuan (Unit Cell)
tersusun oleh dua atom. Vektor atom tetangga terdekat dinotasikan oleh ~δi
dan vektor kisi ai
Pada sudut-sudut segienam terdapat atom yang memberikan kontribusi 13 atom,
sehingga satu sel satuan (unit cell) graphene memiliki dua atom, yang dibedakan
dengan warna biru (Sublattice (A)) dan merah (Sublattice (B)) seperti pada Gambar
2.1. Jarak antara atom merah dan atom biru disebut panjang ikatan antar atom
karbon c. Jarak antara sesama atom merah atau sesama atom biru didefinisikan
sebagai a, memiliki panjang c√
3. Mengacu kepada Gambar 2.1 vektor Posisi atom-
atom biru terdekat dari satu atom merah secara geometri dirumuskan menjadi
6 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
~δ1 = (a√
3
6,a
2) ~δ2 = (
a√
3
6,−a
2) ~δ3 = (
a√
3
3, 0) (2.1)
Vektor-vektor posisi atom-atom pada sublattice A dalam hal skripsi ini dinotasikan
dengan warna biru terhadap atom pada sublattice A terdekatnya adalah
~a1 = (a√
3
2,a
2) ~a2 = (
a√
3
2,−a
2) (2.2)
Luas sel satuan pada kisi segienam adalah
A = a2 sinπ
3=
√3
2a2 (2.3)
2.1.2 Kisi pada ruang momentum
Kisi balik merupakan kisi yang berada dalam ruang momentum. Brilloun Zone
dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti menentukan sel satuan pada kisi
riil, yaitu dengan metode Wigner-Seitz. Sel satuan dari kisi balik graphene memiliki
bentuk segienam, namun memiliki orientasi arah yang berbeda dengan kisi pada
kisi riil seperti terlihat pada Gambar 2.2. Vektor-vektor posisi atom pada kisi balik
Gambar 2.2: Kisi balik graphene. Gambar dari referensi [7]
(reciprocal lattice) dirumuskan menjadi
~b1 = 2π~a2 × ~zA
= 2π(1√3, 1) ~b2 = 2π
~a1 × ~zA
= 2π(1√3,−1) (2.4)
7 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Berdasarkan eksperimen diffraksi sinar−x diketahui bahwa panjang ikatan antar
atom karbon dalam kisi graphene adalah a 1,42 A[15]. Untuk penyederhanaan
dalam perhitungan teoritik a diberi nilai satu.
2.2 Metode Tight Binding
Metode tight binding merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk meng-
hitung struktur pita energi dimana interaksi Coulomb antar sesama elektron diabai-
kan. Metode ini menggunakan sekumpulan pendekatan dari fungsi gelombang yang
berdasarkan superposisi dari fungsi-fungsi gelombang atom yang terisolasi dan ber-
ada pada setiap atom. Metode ini mengasumsikan bahwa elektron-elektron terikat
kuat pada atom-atomnya masing-masing. Adapun pengaruh interaksi Coulomb an-
tar elektron di suatu atom dengan atom-atom tetangganya hanya diperhitungkan
pada level perturbasi orde pertama.
Nilai-nilai eigen dari Hamitonian menunjukkan spektrum energi sistem. Kurva
energi terhadap momentum (k) disebut sebagai kurva dispersi energi. Penurunan
rumus dispersi energi graphene, pertama kali dilakukan oleh P.R. Wallace pada ta-
hun 1947, ketika sedang mempelajari sifat elektronik dari grafit [6]. Pada penelitian
ini dilakukan penyederhanaan untuk menurunkan suku kinetik Hamiltonian yaitu,
hanya memperhitungkan lompatan elektron antar tetangga terdekat (nearest nei-
ghbor) saja, dan mengabaikan lompatan elektron ke tetangga terdekat selanjutnya.
Lompatan elektron yang diperhitungkan hanya melibatkan atom tetangga terde-
kat yang diwakili oleh vektor-vektor translasi ~δ1, ~δ2, dan ~δ3, seperti terlihat pada
Gambar 2.3. Penurunan formasi hamiltonian diperoleh dari referensi [15].
Bentuk Hamiltonian dari metode tight binding yang ditulis dalam notasi kuan-
tisasi kedua dan ruang momentum (k) adalah
H0 = −t∑n,δi
a†nbn+δi + anb†n+δi
(2.5)
t adalah hopping integral yang secara fisis menjelaskan energi yang dibutuhkan elek-
tron untuk melompat dari atom pada sublattice A (yang digambarkan dengan ling-
karan biru) dan atom pada sublattice B yang digambarkan dengan lingkaran merah.
Apabila t bernilai nol, artinya elektron tidak dapat melompat, karena tidak me-
miliki energi kinetik yang cukup. Untuk mempermudah perhitungan t diberi nilai
satu. an, bn+δi adalah operator annihlasi pada atom sublattice A dan B, sedangkan
a†n , b†n+δi
adalah operator kreasi. Hamiltonian pada Persamaan (2.5) dapat ditulis
dalam bentuk matrik menjadi
H0 = −t∑n,δi
(a†n b†n+δi
)( 0 1
1 0
)(an
bn+δi
)(2.6)
8 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 2.3: Lompatan elektron yang diperhitungkan dan yang diabaikan pada
model. Gambar dari referensi [16]
Hamiltonian dalam representasi ruang riil pada Persamaan (2.6) tidak dalam bentuk
diagonal sehingga tidak secara langsung dapat menunjukkan spektrum energinya.
Untuk mendiagonalisasikan Hamiltonian tersebut perlu dilakukan transformasi Fo-
urier dari ruang riil ke ruang k. Jumlah sel satuan dinyatakan oleh N . Transformasi
Fourier yang digunakan
aa =1
N
∑k
eikaa(k), ba+δi =1
N
∑k
eik(a+δi)b(k) (2.7)
Subtitusi Persamaan (2.7) ke dalam Persamaan (2.5) akan menghasilkan
∑n,δi
anb†n+δi =
1
N2
∑k
∑q
∑n,δi
ei(k−q)n e−iqδi a(k)b(q)† =∑k
a(k)b(k)†∑δi
e−ikδi
∑n,δi
a†nbn+δi =1
N2
∑k
∑q
∑n,δi
ei(q−k)n eiqδi a(k)†b(q) =∑k
a(k)†b(k)∑δi
eikδi (2.8)
Fungsi ϕ(k) didefinisikan sebagai
ϕ(k) ≡ −t∑δi
e−ikδi ϕ∗(k) ≡ −t∑δi
eikδi (2.9)
Persamaan (2.9) disubtitusi kedalam Persamaan (2.8) akan diperoleh hasil
9 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
∑n,δi
anb†n+δi =
∑k
a(k)b(k)†ϕ(k)
∑n,δi
a†nbn+δi =∑k
a(k)†b(k)ϕ∗(k) (2.10)
Dengan memasukan nilai δi dari persamaan (2.1) hasil sumasi terhadap δi pada
Persamaan (2.9) menjadi
ϕ(k) = −t [ eikxa/√3 + 2e−ikxa/(2
√3) cos(
kya
2) ] (2.11)
Selanjutnya, hasil sumasi Persamaan (2.10) diaplikasikan ke dalam Hamiltonian pa-
da Persamaan (2.5) sehingga Hamiltonian dapat diekspresikan sebagai
H0 =∑k
Φ†(k)H0Φ(k), Φ†(k) =(a(k)† b(k)†
)(2.12)
di mana;
H0(k) =
(0 ϕ∗(k)
ϕ(k) 0
)(2.13)
Dispersi energi, yaitu energi sebagai fungsi k dapat diturunkan dengan mencari nilai
eigen dari hamiltonian H. Mencari nilai eigen dari hamiltonian H dapat dilakukan
dengan cara mendiagonalisasikan H0 sehingga akan diperoleh
ε(k) = ±t
√1 + 4 cos2(
kya
2) + 4 cos(
kya
2) cos(
√3kxa
2) (2.14)
Kurva dispersi energi Graphene dapat divisualisasikan berdasarkan persamaan (2.14)
seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.
Pada titik Dirac fungsi ϕ(k) bernilai nol, sehingga kx = 0 dan ky = 2π3a . Titik-
titik dengan energi nol tersebut adalah κ , κ, = ± 2πa ( 0, 23 ). Apabila Gambar
2.4 dibesarkan pada daerah di sekitar titik κ maka akan terlihat bahwa hubungan
antara energi ε(k) dengan nilai k adalah linear seperti terlihat pada gambar 2.5.
Hal ini cocok dengan hubungan dispersi energi graphene yang diperoleh dari per-
samaan Dirac dan metode Density Functional Theory (DFT). Keunikan tersebut
menyebabkan graphene disebut sebagai Quasi-Relativistic-Condensed Matter.
Dengan menerapkan ekspansi Taylor 2D pada Persamaan (2.14) sampai orde
linear, maka energi sebagai fungsi k dapat ditulis menjadi persamaan linear
ε(k) = ±hvf |k| k =√k2x + k2y (2.15)
vf adalah kecepatan partikel elektron dalam kisi graphene, yang dirumuskan ;
vf =
√3ta
2h(2.16)
10 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 2.4: Dispersi energi graphene
2.3 Hamiltonian Model
Perhitungan pemberian pengotor dilakukan dengan dua pendekatan dengan asumsi-
asumsi sebagai berikut: Pertama, seluruh elektron atau hole dari atom-atom impu-
ritas terdelokalisasi sehingga tidak membentuk momen-momen magnetik lokal dan
interaksi magnetik tidak terjadi; Kedua, seluruh elektron atau hole dari atom-atom
impuritas terlokalisasi dan membentuk momen-momen magnetik lokal yang berlaku
sebagai penghambur magnetik.
2.3.1 Hamiltonian Graphene dengan Impuritas Non Magnetik
Graphene yang didop artinya ada sebagian dari atom karbon pada suatu sel satuan
yang digantikan oleh atom lain. Atom-atom pengotor diasumsikan akan mensubti-
tusi atom karbon, sehingga atom-atom pengotor harus memiliki jari-jari atom yang
hampir sama dengan jari-jari atom karbon. Berdasarkan sistem periodik unsur-
unsur, karbon berada pada golongan IV A dan memiliki nomor atom 6, sehingga
memiliki 6 proton . Boron berasal dari golongan III A dan memiliki no atom 5, se-
hingga memiliki 5 proton. Nitrogen berasal dari golongan V A dan bernomor atom
7, sehinggaa memiliki 7 proton. Apabila karbon didop dengan Boron, maka interak-
si Coulomb antara elektron dengan ion, akan menjadi lebih positif relatif terhadap
11 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 2.5: Linearitas pada dispersi energi graphene
interaksi Coulomb antara elektron dengan ion sebelum didop. Hal ini menyebabkan
nilai potensial penghambur (V) pada keadaan ini adalah positif. Sebaliknya, apabila
Karbon didop dengan Nitrogen, maka interaksi antara elektron dengan ion menja-
di negatif relatif terhadap interaksi Coulomb antara elektron dengan ion sebelum
didop, sehingga nilai potensial penghambur (V) menjadi negatif.
Meski tanpa memperhitungkan interaksi magnetik, pemberian impuritas diduga
akan mempengaruhi perilaku densitas keadaan. Perubahan perilaku densitas ke-
adan akibat doping diduga akan mempengaruhi konduktivitas optik dari graphene.
Secara matematis, pemberian doping akan diperhitungkan pada suku self energy.
Hamiltonian graphene yang belum didop diberi nama H0. Suku gangguan yang
berupa dope akan menjadi H1.
H = H0 +H1 (2.17)
Dengan mengacu kepada Persamaan (2.6), Hamiltonian pada Persamaan (2.17) da-
12 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
pat dirumuskan menjadi
H = − t∑n, δi
(a†n b†n+δi
)( 0 1
1 0
)(an
bn+δi
)
+∑
n ∈ Impuritas, δi
(a†n b†n+δi
)Vn
(an
bn+δi
)(2.18)
Satu sel satuan graphene terdapat dua atom, yaitu atom pada sublattice A dan
sublattice B. Penyebaran atom impuritas pada sel satuan graphene dapat diperhi-
tungkan secara statistik. Jika graphene didop dengan konsentrasi pengotor sebesar
x, maka atom-atom tersebut akan terdistribusi menjadi: (1 − x)2 atom yang tidak
masuk ke dalam kisi, x(1 − x) atom yang masuk ke sublattice A, x(1 − x) atom
yang masuk sublattice B, dan x2 atom yang masuk ke sublattice A dan B secara
bersamaan. Suku Vn pada Persaman (2.18) dapat dirumuskan menjadi
V (0)n =
(0 0
0 0
)
V (A)n =
(V 0
0 0
)
V (B)n =
(0 0
0 V
)
V (AB)n =
(V 0
0 V
)(2.19)
V merupakan scattering potential (potensial penghambur) yang nilainya bergantung
pada Golongan atom pengotor.
2.3.2 Hamiltonian Graphene dengan Impuritas Magnetik
Pemberian doping dengan memperhitungkan interaksi magnetik artinya seluruh
elektron atau hole dari atom-atom impuritas terlokalisasi dan membentuk momen-
momen magnetik lokal yang berlaku sebagai penghambur magnetik. Mekanisme
interaksi spin-spin elektron konduksi dengan momen-momen magnetik lokal atom
pengotor diwakili dengan mekanisme Double Exchange. Spin elektron bebas dan
hole dari atom karbon digunakan pendekatan kuantum, namun spin elektron mau-
pun hole dari atom donor yang terlokalisasi menggunakan pendekatan klasik. Hal
13 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
ini menyebabkan pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini disebut sebagai pen-
dekatan semiklasik. Spin elektron dan hole dari atom karbon dirumuskan menjadi
beberapa matriks Pauli
σx =h
2
(1 0
0 1
)
sx =h
2
∑α,β
a†ασxaβ (2.20)
σy =h
2
(0 −ii 0
)
sy =h
2
∑α,β
a†ασyaβ (2.21)
σz =h
2
(1 0
0 −1
)
sz =h
2
∑α,β
a†ασzaβ (2.22)
Spin elektron dan hole dari atom donor yang terlokalisasi pada site tertentu diru-
muskan secara klasik menjadi
Sx = S sin θ cosφ
Sy = S sin θ sinφ
Sz = S cos θ (2.23)
Hamiltonian dari mekanisme Double Exchange dapat dirumuskan menjadi
HDE = −∑i
J ~Si • ~si
= −J (Sxsx + Sysy + Szsz) (2.24)
Secara lengkap Hamiltonian graphene dengan memperhitungkan impuritas magnetik
dan non magnetik dapat ditulis menjadi
H = JhS
2
(cos θ sin θ(cosφ− i sinφ)e−iφ
sin θ(cosφ+ i sinφ)eiφ − cosφ
)(2.25)
14 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
2.4 Fungsi Green
Jika derajat kebebasan spin dan sublattice diabaikan, fungsi Green dengan memper-
hitungkan suku interaksi dapat ditulis sebagai
GR(~k, z) = limη→0+
1
z + iη − ε(~k)− Σ(~k, z)(2.26)
di mana η adalah suatu angka positif yang bernilai sangat kecil (mendekati nol).
ε(k) adalah energi sebagai fungsi k seperti pada Persamaan (2.15). Σ(~k, z) disebut
self energy merupakan suatu fungsi yang mewakili suku-suku interaksi seperti; do-
ping, bias tegangan, dan lain-lain. Perhitungan fungsi Green dan Self Energy akan
diselesaikan secara self-consistent. Pada model penelitian kami, terdapat 4 derajat
kebebasan yang harus diperhitungkan yaitu 2 dari 2 sublattice A dan B, serta 2
dari spin up dan spin down. Fungsi Green yang telah digeneralisasi dengan derajat
kebebasan lebih dari satu, akan berbentuk matriks seperti pada Persamaan (2.27).
Pada model kami ukuran matriks adalah 2 × 2 jika tidak memperhitungkan inte-
raksi magnetik, dan 4× 4 jika memperhitungkan interaksi magnetik. Persamaan ini
merupakan definisi fungsi Green yang diperoleh dari persamaan Dyson [17]
[G(~k, z)] = [z[I]− [ε(~k)]− [Σ(~k, z)]]−1 (2.27)
2.5 Densitas Keadaan
Densitas keadaan adalah banyaknya keadaan per interval energi dari sistem. Densi-
tas keadaan yang tinggi pada tingkat energi tertentu berarti bahwa pada level energi
tersebut terdapat banyak keadaan. Densitas keadaan nol artinya pada tingkat ener-
gi tersebut tidak ada keadaan yang memenuhi solusi Hamiltonian sistem. Densitas
keadaan dapat menujukkan apakah suatu sistem memiliki celah energi atau tidak.
Densitas keadaan juga dapat digunakan sebagai parameter untuk menentukan tipe
semikonduktor, yaitu dengan memperhatikan letak potensial kimia relatif terhadap
celah energi. Hubungan antara densitas keadaan dengan fungsi Green dapat dije-
laskan sebagai berikut
DOS(ω) =1
N
∑~k
δ(ω − ε(~k)) (2.28)
15 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
di mana fungsi δ(ω − ε(~k)) dapat direpresentasikan sebagai berikut
δ(ω − ε(~k)) = limη→0+
η
(ω − ε(~k))2 + η2
= limη→0+
− 1
πIm
1
ω + iη − εk
= − 1
πIm
1
ω + i0+ − ε(k)
= − 1
πGR(~k, ω) (2.29)
Dengan mensubtitusi Persaman (2.29) ke dalam Persamaan (2.28) akan diperoleh
densitas keadaan
DOS =1
N
∑k
− 1
πImGR(k, ω) (2.30)
Persamaan (2.30) apabila digeneralisasi dengan derajat kebebasan lebih dari satu,
akan membentuk
DOS(ω) = − 1
N
∑k
1
πImTr[GR(k, ω)] (2.31)
Sumasi terhadap k dilakukan dengan memasukkan nilai k yang terdapat pada
Brillouin Zone karena daerah tersebut sudah mewakili semua kemungkinan keadaan
yang dimiliki oleh sistem kisi graphene.
16 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
BAB 3
METODE PERHITUNGAN
3.1 Dynamical Mean field Theory
Metode mean field theory dapat digunakan untuk mereduksi permasalahan banyak
partikel (Many Body Problem) menjadi permasalahan satu partikel yang dipenga-
ruhi oleh medan rata-rata, seperti dalam ilustrasi Gambar 3.1. Satu site yang akan
diperhatikan, dianggap terpengaruh oleh medan rata-rata dari site yang lain. Si-
te yang lain dianggap mengalami hal yang sama. Prosedur perhitungan dengan
menggunakan DMFT dilakukan dengan merata-ratakan besaran yang merupakan
besaran dinamis (dynamic), dalam hal ini fungsi Green. Secara sederhana pende-
katan DMFT adalah mereduksi kebergantungan Σ terhadap ~k sehingga Σ hanya
bergantung terhadap ω [18].
Gambar 3.1: Ilustrasi pendekatan medan rata-rata
3.1.1 Algoritma DMFT Untuk Impuritas Non Magnetik
Metode perhitungan DMFT mula-mula dilakukan dengan memberikan nilai tebakan
Σ(~k, ω). Nilai tebakan dari self energy selanjutnya digunakan untuk menghitung
nilai fungsi Green
17 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
[G(~k, ω)] = [(ω + i0+)[I]− [ε(~k)]− [Σ(ω)]]−1 (3.1)
Selanjutnya proses perhitungan [G(ω)] yang bertujuan untuk mereduksi ketergan-
tungan fungsi Green terhadap ~k
[G(ω)] =1
N
∑~k
[G(~k, ω)] (3.2)
Selanjutnya adalah proses perhitungan fungsi Green dalam pengaruh medan rata-
rata.
[Gmf (ω)] = [[G(ω)]−1 + [Σ(ω)]]−1 (3.3)
Atom-atom donor berpeluang mengisi sublattice A, sublattice B, sublattice A dan
B, serta ada beberapa atom pendonor yang tidak mengisi sublattice A maupun
B seperti terlihat dalam Gambar (3.2). Fungsi Green lokal untuk masing-masing
keadaan tersebut berbeda. Fungsi-fungsi Green lokalnya dapat ditulis menjadi
Gambar 3.2: Skema penempatan elektron pengotor pada site A dan B
18 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
[G(0)loc(ω)] = [Gmf (ω)]
[G(A)loc (ω)] = [[Gmf (ω)]−1 − [V (A)]]−1
[G(B)loc (ω)] = [[Gmf (ω)]−1 − [V (B)]]−1
[G(AB)loc (ω)] = [[Gmf (ω)]−1 − [V (AB)]]−1 (3.4)
Fungsi-fungsi Green lokal tersebut akan dirata-ratakan, sehingga akan diperoleh
fungsi Green lokal rata-rata
[Gloc]ave = (1− x)2 [G(0)loc(ω)] + x(1− x) [G
(A)loc (ω)]
+ x(1− x) [G(B)loc (ω)] + x2 [G
(AB)loc (ω)] (3.5)
Proses terakhir adalah perhitungan self energy
[Σ(ω)] = [Gmf (ω)]−1 − [Gloc]−1ave (3.6)
Kemudian hasil perhitungan self energy dibandingkan dengan self energy tebakan.
Apabila selisihnya sangat kecil, maka perhitungan selesai karena dianggap sudah
mencapai konvergensi. Apabila selisihnya masih cukup besar, maka proses per-
hitungan akan terus dilakukan sampai terjadi proses konvergensi dengan metode
iterasi. Gambar lengkap dari metode perhitungan DMFT dengan impuritas non
magnetik dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Proses perhitungan pertama dengan menggunakan self-energy tebakan sama de-
ngan nol, nilai fungsi Green yang dipengaruhi oleh medan rata-rata dapat digunakan
untuk menghitung densitas keadaan sistem tanpa adanya impuritas. Densitas kea-
daan dengan memperhitungkan impuritas non magnetik dapat dihitung dari fungsi
Green lokal rata-rata setelah permasalah self-energy terselesaikan.
3.1.2 Algoritma DMFT Untuk Impuritas Magnetik
Perhitungan self enegy untuk sistem yang telah didop dengan memperhitungkan
interaksi magnetik dilakukan pada dua domain frekuensi, yaitu; domain frekuensi
riil dan domain frekuensi Matsubara. Domain frekuensi riil dirumuskan dengan
z = ω+ i0+ dan domain frekuensi Matsubara yang dirumuskan z = iωn+µ, dengan
µ adalah potensial kimia. Nilai frekuensi Matsubara untuk fermion ωn dirumuskan
menjadi
ωn = (2n+ 1)πT (3.7)
19 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Mulai dengan
memasukan
Σ(𝜔)
tebakan
𝐺(𝑘,𝜔) = (𝜔 + 𝑖0+) 𝑖 − 𝜖(𝑘) − Σ(𝜔) −1
𝐺 (𝑤) = 𝐺(𝑘,𝜔)
𝑘
𝐺𝑚𝑓(𝜔)
= 𝐺 (𝜔) −1 + (𝜔) −1
𝐺𝑙𝑜𝑐(0)
(𝜔) = 𝐺𝑚𝑓(𝜔)
𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐴)
(𝜔) = 𝐺𝑚𝑓(𝜔) −1
− 𝑉(𝐴) −1
𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐵)
(𝜔) = 𝐺𝑚𝑓(𝜔) −1
− 𝑉(𝐵) −1
𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐴𝐵)
(𝜔) = 𝐺𝑚𝑓(𝜔) −1
− 𝑉(𝐴𝐵) −1
+ 𝑥(1 − 𝑥) 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐴)(𝜔)
+ 𝑥(1 − 𝑥) 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐵)
(𝜔)
+ 𝑥2 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐴𝐵)
(𝜔) }
𝐺𝑙𝑜𝑐 𝑎𝑣𝑒 = { (1 − 𝑥)2 𝐺𝑙𝑜𝑐(0)
(𝜔)
(𝜔) = 𝐺𝑚𝑓(𝜔) −1
− 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝜔) 𝑎𝑣𝑒−1
Gambar 3.3: Diagram alir proses perhitungan DMFT. Dimulai dengan mem-
beri harga self energy∑
(ω) kemudian diselesaikan melalui loop-self-consistent
sampai diperoleh harga∑
(ω) yang konvergen.
20 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
dengan n = 0, 1, 2, ... dan T adalah suhu.
Pada proses iterasi Matsubara frekuensi, potensial kimia dihitung setiap satu
iterasi, karena nilai potensial kimia dibutuhkan untuk iterasi selanjutnya. Metode
perhitungan DMFT mula-mula dilakukan dengan memberikan nilai Self Energy te-
bakan Σ(~k, ω). Nilai tebakan Self Energy kemudian digunakan untuk menghitung
fungsi Green
[G(~k, z)] = [z[I]− [ε(~k)]− [Σ(z)]]−1 (3.8)
Selanjutnya proses perhitungan [G(z)] yang bertujuan untuk menghilangkan keter-
gantungan fungsi Green teerhadap terhadap ~k
[G(z)] =1
N
∑~k
[G(~k, z)] (3.9)
Perhitungan selanjutnya adalah perhitungan fungsi Green dalam pengaruh medan
rata-rata, yang dirumuskan meenjadi
[Gmf (z)] = [[G(ω)]−1 + [∑
(z)]]−1 (3.10)
Elektron-elektron dari atom-atom pengotor berpeluang untuk
a Tidak terlokalisasi pada sublattice A maupun B dengan peluang (1− x)2
b Terlokalisasi pada sublattice A dengan peluang x(1− x)
c Terlokalisasi pada sublattice B dengan peluang x(1− x)
d Terlokalisasi pada sublattice A dan B dengan peluang x2.
Fungsi Green lokal dari masing-masing keadaan di atas dapat dirumuskan men-
jadi
[Gαloc(z, Vα, θ,Φ)] = [[Gmf (z)]−1 + [
∑loc
(z)]]−1 (3.11)
Dengan α adalah indeks statistik yang menunjukkan peluang dari atom pengotor
untuk mengisi site pada graphene. Proses selanjutnya adalah perhitungan Effective
Action dengan rumus
Sαeff (V α, θ) = −∞∑−∞
ln det[Gloc(i+ ωn + µ, V, θ,Φ)]eiωn+0+(3.12)
Setelah menghitung effective action , proses selanjutnya adalah menghitung fungsi
partisi lokal
Z(V α) =
∫d(cos θ)dθe−Seff (V α, θ) (3.13)
21 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 3.4: Skema penempatan elektron dari atom pengotor dengan orientasi
spin pada site A dan B
Proses perhitungan probabilitas dengan melibatkan fungsi partisi
Pα(V α, θ) =e−Seff (V
α,θ)∑α
∫d(cos θ)dθe−Seff (V α, θ)
(3.14)
Proses selanjutnya perhitungan fungsi Green rata-rata
[Gave(z)] =∑
Wα(x)
∫d(cos θ)[Gαloc(z, V
α, θ)]Pα(V α, θ) (3.15)
Wα(x) merupakan faktor pemberat statistik yang dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Proses perhitungan self energy∑(z) = [Gmf (z)]−1 − [Gave(z)]
−1 (3.16)
Hasil perhitungan self energy akan dibandingkan dengan self energy tebakan. Apabi-
la selisihnya lebih kecil atau sama dengan toleransi, maka perhitungan selesai karena
sistem sudah konvergensi. Apabila selisihnya masih cukup besar, maka self energy
hasil perhitungan akan dikalikan dengan mixing, kemudian dijumlahkan dengan self
energy tebakan awal, hasilnya akan digunakan sebagai self energy tebakan. Pro-
ses perhitungan lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.5. Nilai Σ(ω) tebakan awal
adalah nol.
Penjelasan sederhana dari perhitungan self energy yang melibatkan impuritas
magnetik adalah sebagai berikut, mula-mula sistem diberikan medan magnet H yang
22 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Mulai dengan
memasukan
Σ( 𝑧)
tebakan
𝐺 𝑘 , 𝑧 = 𝑧 𝑖 − 𝜖 𝑘 − Σ(𝑧) −1
𝐺 (𝑧) =1
𝑁 𝐺 𝑘 , 𝑧
𝑘
𝐺𝑚𝑓(𝑧) = 𝐺 (𝜔) −1 + (𝑧) −1
𝐺𝑙𝑜𝑐(𝛼)(𝑧,𝑉,𝜃 𝜙) = 𝐺𝑚𝑓(𝑧)
−1− (𝑧)𝑙𝑜𝑐
−1
𝑃(𝛼)(𝑉, 𝜃) =exp −𝑆𝑒𝑓𝑓(𝑉,𝜃)
∫ 𝑑(cos𝜃) exp −𝑆𝑒𝑓𝑓(𝑉,𝜃) 𝛼
(𝑧) = 𝐺𝑚𝑓(𝑧) −1
− 𝐺𝑎𝑣𝑒 (𝑧) −1
𝑆𝑒𝑓𝑓(𝛼) (𝑉,𝜃) = ln det 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝑖𝜔𝑛 + 𝜇,𝑉,𝜃,𝜙) × exp(𝑖𝜔𝑛0
+)𝑛=+∞𝑛=−∞
𝐺𝑎𝑣𝑒(𝑧) = 𝑤𝛼(𝑥)
𝛼
∫ 𝑑(cos 𝜃) 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝛼)(𝑧,𝑉,𝜃) 𝑃(𝛼)(𝑉,𝜃)
Gambar 3.5: Diagram alir proses perhitungan DMFT. Dimulai dengan mem-
beri harga self energy Σ(ω) kemudian diselesaikan melalui loop-self-consisten
sampai diperoleh harga Σ(ω) konvergen.
mengkopel spin pada sublattice A dan sublattice B dalam arah yang berlawanan,
kemudian seiring proses iterasi medan magnet tersebut diperkecil, sehingga pada
akhir iterasi medan magnet H bernilai nol. Medan magnet ini dimaksudkan untuk
memicu terbentuknya konfigurasi antiferromagnetik antara spin pada sublattice A
23 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
dan spin pada sublattice B. Besarnya magnetisasi diukur pada satu sublattice saja
disebut staggered Magnetization.
3.1.3 Perhitungan potensial kimia
Potensial kimia merupakan parameter statistik yang berkait dengan energi tertinggi
yang terisi oleh elektron. Pada suhu Nol Kelvin nilai potensial kimia sama dengan
energi Fermi. Letak potensial kimia pada kurva densitas keadaan dapat dijadikan
parameter apakah suatu sistem merupakan semikonduktor tipe P, tipe N, insulator
atau konduktor. Pemberian doping diduga dapat menyebabkan bergesernya nilai
potensial kimia, sehingga letak potensial kimia perlu dihitung. Nilai potensial kimia
µ yang akan dihitung harus memenuhi hubungan dalam Persamaan (3.17). Integrasi
dari densitas keadaan adalah jumlah seluruh keadaan (state). Elektron memenuhi
distribusi Fermi-Dirac, sehingga sebelum dilakukan Integrasi densitas keadaan harus
dikalikan dengan Fungsi Distribusi Fermion terlebih dahulu. Densitas keadaan yang
dikalikan dengan fungsi distribusi fermion artinya adalah seluruh keadaan (state)
yang diizinkan pada sistem.
L(µ) = nfilling −∫ ∞−∞
dω DOS(ω)1
e(hω−µ)kT + 1
= 0 (3.17)
nfilling adalah besarnya nilai pengisian elektron pada distribusi fermion. Pendekatan
impuritas nonmagnetik nilai nfilling untuk V = 1 adalah 1− 2x dan untuk V = −1
adalah 1+2x, sedangkan untuk pendekatan impuritas magnetik nilai nfilling adalah
dua. Untuk mendapatkan nilai potensial kimia, Persamaan 3.17 harus terpenuhi,
dengan cara menggunakan metode pencarian akar bisection.
3.1.4 Sumasi ~k
Persamaan DOS terdapat kebergantungan terhadap ~k. Sumasi ~k dilakukan dengan
mengambil titik sebanyak-banyaknya pada Brillouin Zone. Titik-titik pada Brillo-
uin zone yang diambil harus membentuk geometri yang sama. Titik yang diambil
memiliki tiga kategori, yaitu; berada di sudut-sudut segienam, berada di sisi-sisi segi
enam, dan berada di dalam segienam. Titik-titik yang berada pada sudut segienam
memiliki faktor pemberat 13 karena titik tersebut dimiliki oleh tiga sel satuan, ka-
rena memilki enam sudut, maka titik yang diambil adalah enam dan memberikan
kontribusi dua atom. Titik-titik yang berada pada sisi-sisi segi enam memiliki fak-
tor pemberat 12 karena titik tersebut dimiliki oleh dua sel satuan. Banyaknya titik
yang digunakan pada sisi segienam adalah 6 × (N − 1). Titik-titik yang berada di
dalam segienam memiliki faktor pemberat 1 karena titik tersebut dimiliki oleh satu
sel satuan. Semakin banyak titik-titik yang dipergunakan, maka Brillouin zone akan
24 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 3.6: Titik-titik pada Brillouin Zone graphene. Kanan atas: N = 12;
Kiri atas: N = 6 ; Bawah : N = 120
sangat rapat, sehingga titik-titik tersebut seolah-olah tidak diskrit melainkan kon-
tinu. Semakin banyak titik yang digunakan, maka hasil perhitungan akan semakin
baik, namu kosekuensinya adalah waktu perhitungan akan semakin lama. Gambar
3.6 merupakan visualisasi pengambilan titik pada Brillouin Zone. Banyaknya kisi
dalam satu sel satuan dapat dihitung dengan rumus∑f(~k) =
f(m,n)w(m,n)∑m,nw(m,n)
(3.18)
Perhitungan yang melibatkan sumasi ~k dalam skripsi ini, menggunakan N=120 yang
diilustrasikan dalam Gambar 3.6. Pengambilan titik pada Brilouin zone dilakukan
karena titik-titik pada Brilouin zone dalam metode DMFT dianggap mewakili selu-
ruh titik-titik pada sampel graphene.
25 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
3.2 Perhitungan Konduktivitas
3.2.1 Konduktivitas Optik
Konduktivitas optik AC dapat dihitung dengan menggunakan teori respon linear
(Linear Response Theory). Rumus konduktivitas optik dari Teori Respon Linear
menurut referensi [20] adalah
σα,β(ω) =πe2
had
∫dν
(f(ν, T )− f(ν + ω, T )
ω
)
× 1
N
∑k
Tr[να(k)][A(k, ν)][νβ(k)][A(k, ν + ω)] (3.19)
Self energy yang telah diperoleh dari perhitungan Densitas keadaan akan digunakan
kembali untuk menghitung konduktivitas optik. Apabila diambil limit ω = 0 maka
konduktivitas yang dihitung disebut konduktvitas DC, berdasaarkan referensi [19]
adalah
σα,β(ω = 0) =πe2
3ha
∫ ∞−∞
dνf(ν) {1− f(ν)}
T
∑~k
Tr[(vy
k).Ak(ν).vy
k).Ak(ν)
](3.20)
Dengan e = muatan elektron , h = konstanta planck dan, a = konstanta kisi. α, β
adalah tensor ruang kartesian.
26 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
BAB 4
HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISIS
4.1 Densitas Keadaan
Densitas keadaan (DOS) merupakan besaran yang penting dalam bidang fisika zat
padat, karena kurva DOS dapat menujukkan sifat elektronik sistem. Kurva DOS
pada penelitian ini digabungkan dengan kurva potensial kimia, agar sifat elektronik
dari sistem dapat diketahui. Pada Sub bab ini akan dibahas hasil perhitungan
densitas keadaan beserta analisis dalam terbentuknya celah energi.
4.1.1 Tanpa Impuritas
Kurva hasil perhitungan densitas keadaan graphene murni tanpa impuritas menun-
jukkan bahwa graphene tidak memiliki celah energi antara pita valensi dengan pita
konduksi seperti terlihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1: Densitas keadaan graphene murni
Hal ini sesuai dengan dispersi energi yang telah diturunkan pada Bab Model
Perhitungan Gambar 2.4. Kurva densitas keadaan pada Gambar 4.1 terlihat ku-
rang halus, hal ini disebabkan penggunaan Nk 120, yang cukup sedikit. Apabila
Nk diperbesar hasil yang diperoleh akan semakin halus, namun waktu perhitungan
menjadi sangat lama.
27 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Pada daerah frekuensi di atas 3 eV dan di bawah - 3 eV DOS bernilai nol
artinya pada daerah tersebut tidak terdapat keadaan (state). Perhitungan densitas
keadaan tanpa diberikan impuritas dilakukan dengan menggunakan seluruh fungsi
ϕ tanpa dieskpansi linear. Apabila fungsi ϕ diekspansikan linear terlebih dahulu,
maka densitas keadaan yang diperoleh akan berbentuk seperti pada Gambar 4.2
Gambar 4.2: Densitas keadaan graphene murni dengan fungsi gelombang yang
telah diekspansi
Gambar 4.1 memiliki normalisasi 4 sedangkan Gambar 4.2 memiliki normalisasi
2. Pada kurva Densitas keadaan normalisasi merupakan luas dari kurva, yang berarti
jumlah dari seluruh keadaan. Titik nol eV disebut dengan pseudo-gap, yang berarti
titik pertemuan antara pita valensi dan pita konduksi.
4.1.2 Impuritas Nonmagnetik
Perhitungan densitas keadaan dengan impuritas nonmagnetik menggunakan nor-
malisasi dua. Densitas keadaan dengan melibatkan impuritas nonmagnetik artinya
atom-atom pengotor hanya mensubtitusi atom karbon dan spin-spin elektron/hole
dari atom pengotor dianggap tidak terlokalisasi sehingga tidak membentuk momen
magnet. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak menimbulk-
an celah energi pada graphene. Walaupun tidak terbentuk celah energi, namun
letak potensial kimia dan pseudo-gap bergeser, sehingga sifat elektronik dari sistem
berubah.
28 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Variasi Persentase Impuritas
Variasi perhitungan densitas keadaan dengan suhu dan potensial penghambur dija-
ga tetap hasilnya menunjukkan bahwa, semakin besar persentase impuritas, maka
letak potensial kimia semakin menjauhi pseudo-gap. Gambar 4.3 merupakan kurva
densitas keadaan graphene yang didop oleh Nitorgen. Hasil menunjukkan bahwa
potensial kimia berada pada ω di atas pseudo-gap, hal ini menunjukkan bahwa sifat
elektronik sistem berubah dari semi-metal menjadi logam. Gambar 4.3 memperli-
Gambar 4.3: Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, V =
-1 eV dan T = 1 ×10−3 eV
hatkan, semakin besar persentase impuritas, maka pseudo-gap semakin bergeser ke
kiri, sementara potensial kimianya semakin bergeser ke kanan. Hal ini dapat difaha-
mi bahwa semakin besar persentase impuritas, semakin banyak atom-atom pengotor
yang mensubtitusi atom karbon, sehingga elektron-elektron konduksi akan semakin
banyak, yang menyebabkan sifat elektronik sistem menjadi logam.
Variasi Suhu
Variasi perhitungan densitas keadaan dengan persentase impuritas dan potensial
penghambur dijaga konstan, sedangkan suhu divariasikan, hasil menunjukkan bah-
wa, semakin tinggi suhu perbedaan yang dihasilkan tidak terlalu signifikan. Gambar
4.4 memperlihatkan bahwa, pada pendekatan impuritas non-magnetik, suhu tidak
terlalu berpengaruh terhadap bergesernya pseudo-gap maupun potensial kimia. Hal
29 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.4: Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, x =
15 % dan V = 1 eV
ini disebabkan atom-atom pengotor hanya mensubtitusi atom karbon. Elektron/hole
dari atom pengotor tidak terlokalisasi sehingga tidak menimbulkan interaksi mag-
netik, sehingga pengaruh suhu tidak terlalu bermakna pada pendekatan ini. Sifat
elektronik sistem yang sudah didop baik suhu rendah maupun suhu tinggi berada
pada fasa logam.
Variasi Potensial Penghambur
Potensial penghambur menjadi parameter golongan asal atom impuritas. Apabi-
la potensial penghambur bernilai satu, maka atom impuritas adalah Boron, dan
bernilai negatif satu, atom impuritas adalah Nitrogen. Hasil perhitungan densitas
keadaan terlihat bahwa, untuk V = 1 eV dan V = -1 eV membetuk pola simetris
pada kurva densitas keadaan. Baik V = 1 eV maupun V = -1 eV tidak terben-
tuk adanya celah energi, namun pergeseran potensial kimia terlihat konsisten dan
simetris. Pada Kurva densitas keadaan Gambar 4.5 saat V = 1 eV potensial kimia
berada pada ω = −1 eV dan saat V = -1 eV potensial kimia berada pada ω = 1eV.
Hasil menunjukkan bahwa seolah-olah kurva sebelah kiri dan kanan, merupakan
hasil pencerminan denan sumbu cermin pada ω = 0eV .
30 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.5: Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, x =
20 % dan T = 3 ×10−2 eV
4.1.3 Impuritas Magnetik
Pemberian impuritas magnetik terhadap Graphene menyebabkan adanya perubahan
pada DOS. Impuritas magnetik artinya elektron/hole dari atom pengotor terlokali-
sasi dan membentuk momen magnet. Momen-momen magnetik lokal pada sublattice
A dan B membentuk konfigurasi antiferromgantik. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa semua konfigurasi variabel dari persen impuritas (x), potensial penghambur
(V) hingga suhu (T) menunjukkan bahwa sifat elektronik sistem berubah dari semi-
metal menjadi insulator. Dikatakan demikian karena, potensial kimia tepat berada
pada celah energi. Proses perhitungan densitas keadaan dengan impuritas magne-
tik, menggunakan normalisasi empat. Kurva lengkap dari densitas keadaan dapat
dilihat pada Lampiran.
Variasi Suhu
Suhu sangat berpengaruh terhadap besarnya celah energi . Pada Gambar 4.6 dapat
dilihat bahwa impuritas 15 % menimbulkan adanya celah energi dan potensial kimia
tepat berada pada celah energi , sehingga sietem berada dalam keadaan insulator.
Pada daerah diatas potensial kimia terlihat adanya pola kenaikkan kurva di 2.3 eV
sampai dengan 3.3 eV. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah keadaaan pita konduksi
bertambah. Jumlah Keadaan pita valensi juga bertambah terlihat dengan adanya
31 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
penambahan luas kurva pada daerah di bawah potensial kimia, yaitu disekitar -0.8
eV sampai dengan 0 eV. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin besar
Gambar 4.6: Densitas keadaan dengan v = 1 eV artinya Impuritas berasal
dari atom pada golongan III A ( Boron ) dan x = 15 %
suhu, maka celah energi yang terbentuk semakin kecil, seperti terlihat pada Gambar
4.7. Pada suhu rendah elektron memiliki keteraturan yang tinggi karena memiliki
energi yang rendah dan staggered magnetization yang besar, sehingga dimungkink-
an berada pada keadaan yang stabil dan elektron-elektron pada sublattice A dan B
dengan mudah membentuk pasangan antiferromagnetik sehingga celah energi akan
bernilai besar. Besar staggered magnetization dapat dijadikan parameter penga-
ruh suhu terhadap besarnyanya celah energi yang terbentuk. Gambar 4.8 staggered
magnetization bernilai besar pada saat suhu rendah, dan semakin mengecil pada
saat suhu dinaikan. Pada suhu 3 × 10−2eV dan 5 × 10−2eV staggered magneti-
zation bernilai kecil sekali, sehingga kemungkinan sistem sudah berada dalam fasa
paramagnetik. Artinya pada suhu tinggi elektron/hole dari atom pengotor sulit un-
tuk terlokalisasi karena memiliki energi termal yang cukup tinggi. Elektron/hole
yang sulit terlokalisasi menyebabkan konfigurasi antiferromagnetik yang terbentuk
sedikit, sehingga celah energi yang terbentuk cukup kecil. Sebaliknya, pada suhu
rendah elektron/hole dari atom pengotor memiliki energi termal rendah, sehingga
dapat terlokalisasi dan membentu momen magnet. Momen magnet tersebut me-
nyebabkan terbentuknya fasa antiferromagnetik antara sublattice A dan B, sehingga
celah energi yang terbentuk cukup besar.
32 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.7: Celah Energi terhadap Suhu dengan x = 15 %
Gambar 4.8: Kurva Staggered Magnetization terhadap Suhu
33 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.9: Densitas keadaan dengan T = 1 × 10−3 eV dan v = 1 eV dan
persen impuritasnya divariasikan
Variasi Persen Impuritas
Hal yang mempengaruhi sistem setelah suhu adalah persen impuritas. Persen impu-
ritas adalah suatu besaran yang menunjukkan rasio antara atom pengotor terhadap
seluruh atom karbon. Kurva densitas keadaan dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa pada suhu yang sama, semakin besar persen impuritas, maka besar celah
energi yang terbentuk juga akan semakin besar. Pada Gambar 4.10 terlihat bahwa
baik V = 1 eV maupun V = -1 eV, menunjukkan perilaku yang sama yaitu, semakin
besar persen impuritas magnetik, maka celah energi yang terbentuk akan semakin
besar. Hal ini disebabkan oleh pada saat persentase impuritas besar, maka semakin
banyak elektron yang terlokalisasi untuk membentuk momen magnet lokal. Momen
magnet lokal tersebut berusaha untuk membuat spin-spin elektron pada sublattice
A dan B untuk saling terbalik, sehingga terbentuk fasa antiferromagnetik. Hal ini
menyebabkan, pada impuritas yang tinggi celah energi yang terbentuk cukup besar.
Inset pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa dari 10 % hingga 20 % terbentuk celah
energi.
Variasi Potensial Penghambur
Potensial penghambur scattering potential pada penelitian ini merupakan suatu be-
saran yang digunakan untuk membedakan golongan asal impuritas. Apabila po-
tensial penghambur ( V = 1 ) maka impuritas berasal dari golongan III A, dan (
V = -1) impuritas berasal dari golongan V A. Hasil menunjukkan bahwa apabila
34 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.10: Celah Energi terhadap persentase impuritas dengan T = 1 ×10−3eV
Gambar 4.11: Densitas keadaan dengan variasi potensial penghambur
35 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
potensial pengahambur bernilai positif, maka celah energi yang terbentuk berada
pada nilai energi positif, serta letak potensial kimia berada pada nilai energi positif
juga. Sebaliknya, apabila potensial penghambur bernilai negatif, maka celah energi
dan potensial kimia akan berada pada nilai energi negatif seperti pada Gambar 4.11.
Kurva densitas keadaan dengan potensial penghambur V =1 eV dan potensial peng-
hambur V =-1 eV dapat dikatakan simetri. Apabila dilihat lebih jelas, sebenarnya
hasil yang diperoleh masih kurang simetri, hal ini kemungkinan disebabkan oleh ke-
salahan numerik yang sulit dihindari. Gambar 4.11 menunjukkan bahwa potensial
kimia tepat berada pada celah energi sehingga baik didop dengan Boron maupun
Nitrogen, sifat elektronik sistem berubah dari semimetal menjadi insulator.
4.2 Konduktivitas Optik
Konduktivitas Optik merupakan besaran tensor. σxx artinya gelombang elektro-
magnetik diberikan pada arah sumbu x, kemudian diukur di sumbu x. σxy artinya
gelombang elektromagnetik diberikan pada arah sumbu-x, kemudian pengukuran
dilakukan pada arah sumbu-y, pada perhitungan konduktivitas ini, besar σxy sama
dengan σyx. σyy artinya gelombang elektromagnetik diberikan pada arah sumbu-y
kemudian diukur di sumbu-y. Konduktivitas optik yang dihitung pada skripsi ini
hanya konduktivitas optik bare, bare linear, dan impuritas magnetik. Konduktivi-
tas optik untuk impuritas nonmagnetik tidak dihitung, karena densitas keadaanya
tidak menunjukkan pola akan adanya celah energi. Tensor konduktivitas optik yang
ditampilkan pada skripsi ini, hanya konduktivitas pada arah ruang yy. Alasanya
karena arah yy sesuai denga arah ikatan antar atom karbon. Data konduktivitas
yang ditampilkan pada skripsi ini telah dinormalisasi dengan σ0 yang merupakan
konduktivitas universal pada sistem graphene.
4.2.1 Variasi Persentase Impuritas
Konduktivitas Optik untuk graphene tanpa impuritas dengan fungsi ϕ yang telah
diekspansikan linear, menunjukkan pola lurus dari 0 eV hingga sekitar 4.2 eV. Berda-
sarkan literatur nilai tersebut adalah konduktivitas universal yang besarnya adalahe2
h [9]. Apabila dilihat Secara fisis pada rentang energi tersebut merupakan rentang
energi foton yang cukup untuk mengeksitasi elektron/hole dari pita valensi ke pita
konduksi pada sistem graphene. Sebaliknya, pada daerah dengan frekuensi iluminasi
foton diatas 6 eV, diperoleh hasil bahwa konduktivitas optik dari sistem adalah nol
eV. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi sebesar 6 eV terlalu besar untuk mengek-
sitasi elektron/hole dari pita valensi ke pita konduksi pada sistem graphene. Besar
konduktivitas optik graphene murni baik dengan pendekatan tight binding murni
36 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.12: Konduktivitas optik dengan Variasi Persentase Impuritas
maupun pendekatan tight binding dengan ϕ yang telah diekspansikan linear pada
frekuensi foton yang rendah menunjukkan angka yang cukup tinggi. Konduktivitas
optik dari graphene yang telah didop menunjukkan fenomena yang unik. Konduk-
tivitas pada saat tidak ada ilmuninasi dari foton ( frekuensi nol ) disebut dengan
konduktivitas DC. Hasil perhitungan dari Konduktivitas DC menunjukkan bahwa
konduktivitas dari graphene yang didop memiliki konduktivitas yang sangat rendah,
sehingga sistem berada dalam fasa insulator. Hal ini dapat dijadikan sebagai data
pendukung dari densitas keadaan yang menyimpulkan hasil yang serupa. Perhitung-
an densitas keadaan juga menunjukkan bahwa graphene yang sudah didop berada
pada insulator.
Hal yang menarik, ketika graphene yang sudah didop mendapatkan iluminasi
dari foton sebesar celah energi ( sekitar 0,2 eV ), konduktivitas optik dari graphene
berubah drastis. Hasil menunjukkan bahwa dengan memberikan iluminasi sebesar
0,2 eV konduktivitas berubah menjadi sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dari gra-
phene murni.
Iluminasi foton dengan frekuensi sekitar 2 eV merupakan frekuensi yang cukup,
untuk membuat graphene yang sudah didop memiliki konduktivitas optik dipuncak
tertinggi. Pada daerah dengan frekuensi iluminasi foton sebesar celah energi ( seki-
37 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
tar 0,2 eV ) terlihat bahwa semakin besar persentase impuritas, maka konduktivitas
sistem graphene yang sudah didop akan semakin tinggi. Uniknya pada daerah Ilu-
minasi foton dengan frekuensi sekitar 2 eV fenomena yang terjadi adalah sebaliknya,
semakin besar persentase impuritas, maka konduktivitas optik yang diperoleh akan
lebih kecil.
4.2.2 Variasi Potensial Penghambur
Konduktivitas optik sistem graphene yang didop dengan Boron maupun Nitrogen
memperoleh pola yang tidak jauh berbeda. Fenomena konduktivitas DC yang ren-
dah, sehingga dikategorikan insulator terjadi pada saat graphene didop oleh Boron
maupun Nitrogen. Kurva konduktivitas menunjukkan pada saat iluminasi foton
sama dengan besar celah energi, konduktivitas bernilai sangat tinggi, bahkan le-
bih tinggi dari konduktivitas gaphene murni. Gambar 4.13 menunjukkan bahwa
Gambar 4.13: Konduktivitas optik dengan Variasi Potensial Penghambur
graphene yang didop oleh Boron maupun Nitrogen memiliki konduktivitas optik
terbesar pada saat frekuensi iluminasi foton sebesar 2 eV.
38 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil-hasil perhitungan pada skripsi ini, kami dapat menarik beberapa
kesimpulan. Densitas keadaan (DOS) graphene murni tidak menunjukkan adanya
celah energi antara pita konduksi dengan pita valensi pada struktur energi. Gra-
phene yang didop dengan Boron maupun Nitrogen dengan pendekatan impuritas
nonmagnetik tidak menyebabkan terbentuknya celah energi. Pemberian impuritas
nonmagnetik hanya menyebabkan potensial kimia bergeser. Apabila potensial peng-
hambur bernilai positif, maka potensial kimia bergeser semakin negatif. Sebaliknya,
apabila potensial penghambur bernilai negatif, maka potensial kimia bergeser sema-
kin positif. Pemberian impuritas nonmagnetik menyebabkan sifat elektronik sistem
berubah dari semimetal menjadi logam. Apabila dibandingkan kurva densitas kea-
daan graphene yang didop Nitrogen dengan kurva densitas keadaan graphene yang
didop dengan Boron menunjukkan pola yang simetris dengan sumbu simetris berada
pada pseudo-gap graphene murni ( ω = 0 eV ).
Graphene yang didop dengan boron maupun Nitrogen dengan pendekatan Impu-
ritas magnetik menunjukkan terbentuknya celah energi. Hasil menunjukkan bahwa
semakin besar persentase impuritas, maka besar celah energi yang terbentuk akan
semakin besar. Hasil juga menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, maka celah
energi yang terbentuk akan semakin kecil. Baik didop dengan Nitrogen maupun
Boron, kurva densitas keadaan sama-sama simetris. Konfigurasi parameter yang
menimbulkan celah energi terbesar dalam skripsi ini adalah suhu rendah 1 × 10−3
eV dan persentase impuritas yang besar X = 20 %. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa potensial kimia terletak pada celah energi, sehingga sifat elektronik berubah
dari semimetal menjadi insulator.
Kurva konduktivitas optik yang merupakan data pendukung sifat elektronik sis-
tem menujukkan bahwa, tanpa iluminasi foton (konduktivitas DC) diperoleh hasil
graphene yang didop dengan impuritas magnetik dari Boron maupun Nitrogen me-
miliki konduktivitas yang sangat rendah sehingga sifat elektroniknya adalah insula-
tor. Hasil perhitungan konduktivitas optik menunjukkan, pada saat diberi iluminasi
foton dengan frekuensi sebesar celah energi, konduktivitas graphene yang sudah di-
dop Nitrogen maupun Boron berubah menjadi sangat besar, bankan lebih besar dari
konduktivitas graphene murni.
39 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Aplikasi yang dimungkinkan dari sifat optik graphene yang didop Boron ma-
upun Nitrogen adalah saklar cahaya dan LDR (Light Dependent Resistor). Hal
ini disebabkan pada saat tidak ada iluminasi foton (konduktivitas DC) graphene
yang sudah didop bersifat insulator dan pada saat diberikan iluminasi foton dengan
frekuensi sebesar celah energi, konduktivitasnya menjadi cukup besar.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil-hasil penelitian, kami memiliki beberapa saran untuk memperba-
iki model agar model yang dibuat dapat lebih mewakili keadaan nyata. Penelitian
selanjutnya disarankan untuk membuat Model dengan cara menggabungkan pende-
katan impuritas magnetik dan pendekatan impuritas nonmagnetik. Kami menduga
apabila kedua pendekatan tersebut digabungkan, ada hal-hal menarik yang akan
ditemui tentang sifat elektronik sistem. Ada baiknya penelitian selanjutnya, model
hasil perhitungan dibandingkan dengan data eksperimen, sehingga kesesuaiannya
dapat dianalisis. Mengingat besarnya perhitungan komputasi untuk merealisasikan
model gabungan tersebut, sebaiknya perhitungan komputasi menggunakan cluster
computer.
40 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
[1] Pencils and pencils lead. (2001, October 15). Chemical and Engineering News,
P.35.
[2] Geim, A.K., dan Novoselov, K.S. (2007). The rise of graphene. Nature Materials
Vol. 6.
[3] Lin, Y.M., et al. (2010). 100-GHz Transistors from Wafer-Scale Epitaxial Gra-
phene. Science Vol. 327.
[4] Geim, A.K. (2009). Graphene: Status and Prospects. Science Vol. 324.
[5] Castro Neto, A.H. (2010). The carbon new age. Materialstoday Magazine vo-
lume 13 Number 3.
[6] Wallace, P.R. (1947). The Band Theory of Graphite. Physical Review Letter
vol. 71, number 9.
[7] Castro Neto, A.H., et al. (2009). The Electronic Properties of graphene. Reviews
of Modern Physics vol. 81, 109.
[8] Novoselov, K.S., et al. (2004). Electric Field Effect in Atomically Thin Carbon
Films. Science 306:666
[9] Bernad, J.Z., Zulicke, U., dan Ziegler, K. (2010). AC trasport properties of
single and bilayer graphene. arXiv:1001.3239v1.
[10] Zhang, Chun-Xu, et al. (2011). Dynamical fermion mass generation and exciton
spectra in graphene. Physical Review B 83, 115438.
[11] Efetov, Dmitri k., dan Kim, Philip. (2010). Controlling Electron-Phonon Inte-
ractions in Graphene at Ultrahigh Carrier Densities. Physical Review Letters
105, 256805.
[12] Casolo, Simone et al. (2008). Understanding adsorption of Hydrogen atoms on
graphene. arXiv:0808.1312v1.
[13] Singh, Ranber, dan Kroll, Peter. (2009). Magnetism in graphene due to single-
atom defects: dependence on the concentration and packing geometry of defe-
cts. Journal of Physics Condensed Matter. 196002.
52 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
[14] Daghofer, Maria, et al. (2010). Spin-polarized semiconductor induced by mag-
netic impurities in graphene. Physical Review B 82, 121405(R).
[15] Saito, R., Dresselhaus, G., dan Dresselhaus, M.S. (1998). Physical Properties
of Carbon Nanotubes. London : Imperial College Press.
[16] Stauber,T., et al. (2008). Optical conductivty of graphene in the visible region
of the spectrum. Physical Review B 78, 085432.
[17] Doniach, S., dan Sondheimer, E.H. (1998). Green’s Functions for Solid State
Physicist. London : Imperial College Press.
[18] Georges, A. et al. (1996). Dynamical mean-field theory of strongly correlated
fermion systems and the limit of infinite dimensions. Reviews of Modern Physics
vol. 68, 13.
[19] Majidi, A.M., et al.(2011). Theory of high-energy optical and the of oxygens in
manganites. Physical Review B 84, 075136.
[20] Kubo, R. (1957). Statistical-Mechanical Theory of Irreversible Processes. I. Ge-
neral Theory and Simple Applications to Magnetic and Conduction Problems.
Journal of the Physical Society of Japan Vol. 12, Number 6, Page 570-586.
53 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN A
DENSITAS KEADAAN DENGAN IMPURITAS MAGNETIK
A.1 Variasi Suhu
Gambar A.1: Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 10 %
Gambar A.2: Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 10 %
41 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar A.3: Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 15 %
Gambar A.4: Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 15 %
42 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar A.5: Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 20 %
Gambar A.6: Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 20 %
43 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
A.2 Variasi Potensial Penghambur
Gambar A.7: Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 10 %
Gambar A.8: Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 10 %
44 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar A.9: Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 10 %
Gambar A.10: Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 15 %
45 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar A.11: Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 15 %
Gambar A.12: Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 15 %
46 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar A.13: Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 20 %
Gambar A.14: Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 20 %
47 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar A.15: Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 20 %
A.3 Variasi persentase impuritas
Gambar A.16: Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan v = 1 eV
48 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar A.17: Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan v = 1 eV
Gambar A.18: Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan v = 1 eV
49 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar A.19: Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan v = -1 eV
Gambar A.20: Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan v = -1 eV
50 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012
Gambar A.21: Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan v = -1 eV
51 Universitas Indonesia
Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012