universitas indonesia analisis pembentukan
TRANSCRIPT
i
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG
PROVINSI BANTEN
( Studi Kasus Kelembagaan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan
dan Kantor Arsip Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi )
DISERTASI
MUSTARI IRAWAN
NPM. 0706312651
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
KEKHUSUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
DEPOK, JULI 2015
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG
PROVINSI BANTEN
( Studi Kasus Kelembagaan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan
dan Kantor Arsip Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi )
DISERTASI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Doktor dalam Ilmu Administrasi
MUSTARI IRAWAN
NPM. 0706312651
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ILMU
ADMINISTRASI KEKHUSUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
DEPOK, JULI 2015
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
iii
PERSEMBAHAN
: Untuk kedua orang tua penulis
Sebagai kenangan kepada Istri yang setia ( almh ) Lily Tifa
Untuk Istriku dan Putra terkasih Endah Sri Lestari dan Muh. Fahrianda Mufti
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri.
Semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Mustari Irawan
NPM : 0706312651
Tanda tangan :
Tanggal : 13 Juli 2015
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
v
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM PASCA SARJANA
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING DISERTASI
Nama Peserta : Mustari Irawan
NPM : 0706312651
Judul : ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG PROVINSI
BANTEN (Studi Kasus Kelembagaan Dinas Pendidikan, Dinas
Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi)
MENYETUJUI
PROMOTOR : Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si ............. ...............
KO-PROMOTOR : Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si . ...........................
MENGETAHUI KETUA PROGRAM
Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
vi
UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI
PROGRAM PASCA SARJANA
LEMBAR PENGESAHAN
Disertasi ini diajukan oleh :
Nama : Mustari Irawan
NPM : 0706312651
Program Studi : Ilmu Administrasi
Judul : ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN
(Studi Kasus Kelembagaan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor
Arsip Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi)
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu
Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
KETUA : Dr. Arie Setiabudi Soesilo, MSc ............................
PROMOTOR : Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si ............................
KO-PROMOTOR : Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si ............................
Tim Penguji : Dr. Roy Valiant Salomo, M. Soc. Sc ............................
: Prof. Dr. Martani Huseini, MBA ................. ...........
: Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.public ............................
: Dr. Lisman Manurung, M.Si ............................
: Dr. Sodjuangon Situmorang, M.Si ............................
: Dr. Makhdum Priyatno, MA ............................
Ditetapkan di : Depok
Pada tanggal : 13 Juli 2015
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
yang telah diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan disertasi ini.
Penulisan disertasi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar
Doktor dalam bidang Ilmu Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Indonesia.
Penyelesaian disertasi ini tidak lepas dari berbagai tantangan dan kendala
sepanjang masa studi yang sudah ditempuh. Banyak masalah dan kesulitan dihadapi oleh
penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. Dalam perjalanan intelektual yang bergerak
dinamis selama penyelesaian disertasi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan,
konsultasi, bimbingan dan dorongan sehingga mampu membangkitkan dan menumbuhkan
kembali gairah dan semangat Penulis untuk dapat menyelesaikan disertasi ini di dalam
masa studi yang ada dengan segala keterbatasan. Pada kesempatan ini, penulis ingin
menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Arie Setiabudi Soesilo , MSc, selaku Dekan FISIP-UI yang telah memberikan
kesempatan dan waktu yang panjang untuk masa studi di FISIP-UI;
2. Dr. Roy V. Salomo, M.Soc.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi FISIP-UI
merangkap penguji yang dengan penuh kearifan mengajukan pertanyaan-pertanyaan;
3. Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, MSi selaku promotor dan juga Ketua Program Studi
Pasca Sarjana Departemen Ilmu Administrasi yang telah memotivasi, dan memberikan
ilmunya kepada penulis yang sangat bernilai dan bermanfaat dalam penyelesaian
disertasi ini. Kesabaran beliau dalam memberikan kesempatan untuk bimbingan dan
konsultasi kepada Penulis merupakan perhatian yang tidak ternilai harganya;
4. Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, MSi selaku kopromotor yang telah memberikan
bimbingan dan arahan yang teliti terhadap perbaikan disertasi terutama yang
berkenaan dengan SSM;
5. Seluruh para Penguji: Prof. Dr. Martani Husaeni, MBA, Prof. Dr. Eko Prasojo.
Mag.rer.public, Dr. Lisman Manurung, M.Si, Dr. Sojuangon Situmorang dan Dr.
Makhdum Priyatno, MA yang telah memberikan masukan yang sangat berarti untuk
perbaikan disertasi ini dan juga dalam mengajukan pertanyaan – pertanyaan dalam
sidang disertasi.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
viii
6. Prof. Dr. Soedarsono Hardjosoekarto, MA yang pada awal penulisan proposal
penelitian selaku kopromotor yang telah memberikan ilmu dan pemahaman tentang
Soft System Methodology (SSM);
7. Drs. Djoko Utomo, MA kepala Arsip Nasional RI (ANRI) periode tahun 2004-2009
dan M. Asichin, SH, M.Hum kepala ANRI periode tahun 2010-2013,
yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melanjutkan pendidikan S3
di Universitas Indonesia;
8. Rekan-rekan kerja Penulis, Sekretaris Utama Ibu Gina, para Deputi Ibu Dini, Pak Andi
dan Pak Taufik, terima kasih sudah memberikan keleluasaan waktu kepada Penulis
dalam menyelesaikan disertasi di tengah-tengah kesibukan kerja;
9. Saudara Ali Mahmudi beserta teman-teman yang sudah membantu dalam proses
wawancara dan pengolahan data, terutama dalam diskusi intens membahas SSM yang
tidak mudah;
10. Saudara Agus Santoso, Agung, Affan, dan Rini yang telah membantu menyelesaikan
disertasi ini serta mitra kerja para Direktur di lingkungan Deputi Konservasi.
11. Rekan-rekan satu kelas angkatan 2007/2008 dalam menempuh pendidikan doktor di
Bidang Ilmu Administrasi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
mendorong dan memberikan semangat kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan
disertasi ini.
12. Disertasi ini juga merupakan dedikasi Penulis kepada kedua orang tua tercinta yang
sudah tiada yaitu Bapak (alm) R. Machmoer dan Ibu (almh) S. Markonih dan juga
penunaian janji kepada istri penulis yang wafat karena tragedi kecelakaan di Cisarua
pada tanggal 10 Februari 2012.
13. Segenap keluarga terutama istri tercinta Endah Sri Lestari yang telah membangkitkan
kembali motivasi untuk menyelesaikan Studi Program Doktoral ini dan juga kepada
putera Penulis ananda Muh. Fahrianda Mufti yang menjadi ilham dan penyala
semangat dalam menyelesaikan studi ini.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
ix
Akhir kata, sekali lagi penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih disertai doa
semoga Allah SWT memberikan ganjaran kebaikan yang berlipat ganda atas berbagai
dukungan dan bantuan yang penulis terima. Disertasi ini sekaligus membuka ruang bagi
kemungkinan penelitian lanjutan sehingga dapat mengisi kelemahan yang belum dibahas
secara tuntas. Mohon maaf atas segala kekurangan yang ada dan semoga disertasi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan bagi kita semua. Amin ya robbal alamin.
Depok, 13 Juli 2015
Mustari Irawan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
x
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai Civitas Academica Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Mustari Irawan
NPM : 0706312651
Program Studi : Ilmu Administrasi
Kekhususan : Ilmu Administrasi Publik
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jenis Karya : Disertasi
demi pengembangngan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas
Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive royalty-free right) atas karya
ilmiah saya yang berjudul:
ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KOTA
TANGERANG PROVINSI BANTEN ( Studi Kasus Kelembagaan Dinas Pendidikan, Dinas
Kesehatan, dan Kantor Arsip Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi )
Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmediakan format, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya dan penuh rasa tanggung jawab.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal :13 Juni 2015
Yang menyatakan,
Mustari Irawan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
xi
ABSTRAK
Nama : Mustari Irawan
Program Studi : Ilmu Administrasi
Judul : Analisis Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah
Kota Tangerang Provinsi Banten ( Studi Kasus Kelembagaan
Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah
Dalam Perspektif Desentralisasi )
Masalah desentralisasi di Indonesia berkaitan dengan pengalihan urusan ke daerah yang
dimaknai dan diwujudkan dalam pembentukan organisasi perangkat daerah melalui regulasi
lokal. Organisasi perangkat daerah yang dibentuk belum sepenuhnya mengakomodir prinsip
dan karakter desentralisasi. Sebagai kota periphery dari Jakarta, kota Tangerang dijadikan
sebagai city example. Organisasi Perangkat Daerah dianalisis dengan mengadopsi konsep
hirarkhi proses kebijakan dari Broomley, berfokus pada analisis tiga level pelembagaan
regulasi, regulasi nasional pada level makro, regulasi daerah pada level meso dan mikro. Soft
Systems Methodology (SSM) digunakan sebagai analisis metodologi karena bersifat holistic
serta pendekatan kualitatif dengan sumber data melalui wawancara terhadap beberapa key
informant.
Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pada level makro, analisis penataan ulang
pembentukan organisasi perangkat daerah mengisyaratkan perlunya merevisi Undang-Undang
tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah terkait muatan tentang kelembagaan
organisasi perangkat daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan Kota. Pada level meso,
penerapan desentralisasi dilakukan dengan mengubah Peraturan Daerah sesuai dengan UU
dan PP; pada level mikro-1, organisasi efektif dapat terbentuk apabila SKPD mampu bersifat
adaptif, pimpinan yang memiliki kapabilitas dan kapasitas kompetensi dan manajemen kerja
yang didukung SDM aparatur. Pada level mikro-2, peningkatan efektifitas organisasi dapat
terbentuk apabila dilaksanakan optimalisasi struktur, tugas pokok dan fungsi organisasi yang
adaptif terhadap kebutuhan lingkungan.
Rekomendasi level makro adalah revisi dan pengesahan UU dan PP tentang Pembentukan
Organisasi Perangkat Daerah; pada level meso Peraturan Daerah tentang SKPD segera
disusun dan diformulasikan agar organisasi perangkat daerah dapat terbentuk sesuai dengan
prinsip desentralisasi; pada level mikro-1, pengembangan struktur, tugas pokok dan fungsi
secara organisasional dilakukan agar organisasi perangkat daerah dapat adaptif dengan
dinamika perubahan; pada level mikro-2, dilakukan melalui penyusunan struktur, tugas
pokok dan fungsi berdasarkan pada konsep local governance.
Kata kunci: desentralisasi, otonomi daerah, local governance, organisasi perangkat daerah,
institutional, makro, meso dan mikro.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
xii
ABSTRACT
Name : Mustari Irawan
Study Program : Administrative Science
Title : Analysis on the Formation of Local Government
Organization in Tangerang City, Banten Province
(Institutional Case Study at Local Education and Health Agencies and
Archives Office on Decentralized Perspective)
The problem of decentralization in Indonesia is related to transfer of control to local
government. This has been implemented by the formation of local government organization
under various forms of local regulations. However, this formation has not yet in line with the
principles and characteristics of decentralization. As the peripheral city, Tangerang was
considered as a city example. The organization of local government was analyzed by adopting
the Broomley’s hierarchy concept of policy process. It focused on three levels of institutional
regulation, namely national regulation on macro level, and local regulation on mezzo and
micro levels. Soft Systems Methodology (SSM) was used as the methodology analysis for its
holistic nature. Qualitative method with data source from interviews of some key informant
was also employed in this research.
The research concluded that on macro level, the analysis of reconstructing the organization
formation indicated that it is required to revise the Law on Local Government and the
Government Regulation on Organization of Local Government in accordance with the needs
of the city. On mezzo level, the implementation of decentralized system can be employed
efficiently by revising Local Regulations in accordance with the Law and the Government
Regulation; on micro-1 level, an effective formation of organization shall be formed when the
local government is adaptive and that the senior officers in that organization obtain good
capability and capacity. Moreover, they ought to develop work management which will be
supported by their staffs. On micro-2 level, the effectiveness of organization shall be achieved
when the structures, tasks and functions of organization is optimal and adaptive towards the
environment.
The recommendation of macro level is that there is a need of revising and stipulating of the
Law and Government Regulation on the Formation of Local Government Organization; on
mezzo level, it is concluded that the Local Regulation on the Local Government Organization
needs to drafted and formulated so that it can be utilized in accordance with the principles of
decentralization; on micro-1 level, the structures, tasks and functions development needs to
organized so that it will be adaptive towards the dynamic changes; on micro-2 level, there is a
need of revising structures, tasks, and functions that are based on the local governance
concept.
Keywords: decentralization, local autonomy, local governance, local government
organization, institutional, macro, mezzo and micro.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
xiii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
PERSEMBAHAN ............................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING DISERTASI ............................. v
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.............................................. x
ABSTRAK ......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL............................................................................................... xvii
DAFTAR SKEMA DAN GAMBAR ........................................................... xviii
BAB 1: PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 2
1.2 Problematika Penelitian Secara Konseptual ............................................. 11
1.3 Problematika Penelitian Secara Faktual…................................................ 13
1.4 Rumusan Masalah..................................................................................... 15
1.5 Pernyataan Penelitian ............................................................................... 22
1.6 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 22
1.7 Signifikansi Penelitian.............................................................................. 24
1.8 Pembatasan Penelitian ............................................................................. 24
1.9 Soft System Methodology sebagai Pendekatan Penelitian...................... 26
BAB 2: KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA...................... 28
2.1 Konsep dan Teori Administrasi Publik……………................................. 28
2.2 Pergeseran Kearah Good dan Dynamic Governance …........................... 40
2.3 Konsep Desentralisasi pada Pemerintahan Daerah................................. 48
2.4 Kebijakan dan Penerapan Desentralisasi................................................. 65
2.5 Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Pemerintahan Kota..................... 75
2.6 Tinjauan Organisasi Perangkat Daerah dan Tantangannya..................... 90
2.6.1 Pengembangan Organisasional .................................................... 91
2.6.2 Efektifitas dan Efisiensi Organisasional.......................................... 93
2.6.3 Konsep Kelembagaan/ Institusional................................................ 99
2.6.4 Efektifitas Kinerja Organisasi Perangkat Daerah .......................... 102
2.7. Hasil Penelitian Terdahulu dan Rasionalitas Pendekatan SSM ........... 104
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
xiv Universitas Indonesia
BAB 3: METODE PENELITIAN .................................................................. 114
3.1. Paradigma Penelitian ............................................................................... 114
3.2. Desain Penelitian .................................................................................... 115
3.3. Situasi Sosial dan Penentuan Partisipan penelitian................................. 120
3.4. Metode Pengumpulan Data dan Verifikasinya........................................ 121
3.4.1. Teknik Pengumpulan Data......................................................... 121
3.5. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 126
3.5.1. Prosedur Pengolahan Data ......................................................... 126
3.5.2. Analisis Data Kualitatif ............................................................. 127
3.5.3 Sifat Analisis Soft Systems Methodology.................................... 128
BAB 4: FAKTUALITAS KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN
PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG………………. 136
4.1 Faktualitas Desentralisasi Dalam Pembentukan Organisasi Perangkat
Daerah ………………………….………………………………………. 137
4.1.1 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Tentang
Pemerintahan Daerah Sebagai Regulasi Makro ............................. 137
4.1.2 Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota Tentang
Pembentukan OPD Sebagai Regulasi Meso dan Mikro ................. 143
4.2. Kewilayahan, Infrastruktur dan Perkembangan Sosial Ekonomi
Kota Tangerang …………………………………………………......… 148
4.3 Pengorganisasian Perangkat Daerah Kota Tangerang ........................... 161
4.4 Kinerja Umum Perangkat Kota Tangerang Menyelenggarakan Urusan.. 163
4.5 Satuan Kerja Tiga Urusan Sebagai Bidang Kajian: Pendidikan,
Kesehatan dan Kearsipan……………………………………………….. 172
4.5.1 Urusan Pendidikan .......................................................................... 173
4.5.2 Urusan Kesehatan ............................................................................ 176
4.5.3 Urusan Kearsipan ........................................................................... 179
4.6 Rangkuman Kondisi Problematika Faktual.............................................. 182
BAB 5: PENGUNGKAPAN SITUASI PROBLEMATIK........................ 184
5.1. Analisis Satu : Intervensi...................................................................... 184
5.2. Analisis Dua : Sosial ............................................................................ 186
5.2.1. Roles atau peran pada Level Makro ......................................... 188
5.2.2 Roles atau peran pada Level Meso ........................................... 189
5.2.3 Roles atau peran pada Level Mikro ........................................... 190
5.3. Analisis Tiga : Politik .......................................................................... 192
5.3.1. The Disposition of Power ....................................................... 192
5.3.2 The Nature of Power ................................................................ 194
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
xv Universitas Indonesia
5.4. Rich Picture........................................................................................... 195
5.4.1. Level Makro ............................................................................. 197
5.4.2 Level Meso ............................................................................. 213
5.4.3 Level Mikro ............................................................................ 228
BAB 6: ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG .................... 242
6.1 Root Definitions (RDS) of Relevant Purposeful Activity Systems........ 242
6.1.1. Root Definitions Penelitian........................................................ 244
6.1.2 Root Definition Satu pada Level Makro…………………..... 245
6.1.3 Root Definition Dua Pada Level Meso………………............. 248
6.1.4. Root Definition Tiga Pada Level Mikro-1............................... 250
6.1.5 Root Definition Empat Pada Level Mikro-2……………........ 253
6.2 Conceptual Models of the Systems Named
in the Root Definition …….................................................................. 255
6.2.1. Kegiatan Sistem 1: Merevisi Pasal Tentang Desentralisasi
dalam Regulasi Nasional Mengenai Pemerintahan Daerah…. 258
6.2.2 Kegiatan Sistem 2: Efektivitas Kelembagaan Organisasi
Perangkat Daerah …………………………………………...... 261
6.2.3 Kegiatan Sistem 3: Optimalisasi Fungsi dan Tugas
Pokok Institusional Perangkat Daerah …………………….... 264
6.2.4 Kegiatan Sistem 4: Peningkatan Efektivitas Kinerja Organisasi
Perangkat Daerah....................................................................... 266
6.3 Perbandingan Sejumlah Model dengan Dunia Nyata
(Comparison of Models And Reality or Real World) dan Perubahan yang
Diinginkan.................................................................................................. 270
6.3.1 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Makro.. 271
6.3.2 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Meso… 292
6.3.3 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro... 300
6.3.4. Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro-1 309
6.3.5 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro-2 313
6.4 Hasil Analisis .......................................................................................... 323
6.4.1 Dasar Regulasi....................................................................... 324
6.4.2 Hasil Analisis Substansi…..................................................... 329
6.4.3 Hasil Analisis Penelitian
(Dual Imperatives)................................................................ 333
6.4.4 Hasil Research Interest 1....................................................... 334
6.4.5 Hasil Research Interest 2............................................................ 336
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
xvi Universitas Indonesia
6.4.6 Hasil Problem Solving 1............................................................. 336
6.4.7 Hasil Problem Solving 2............................................................. 337
BAB 7: PENUTUP........................................................................................... 338
7.1 Kesimpulan................................................................................................ 338
7.2 Saran........................................................................................................... 340
DAFTAR KEPUSTAKAAN............................................................................ 343
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 354
LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................ 358
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
xvii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pencapaian Rata-rata Sasaran Tahun 2013...................................... 14
Tabel 2.1 Model Administrasi Publik............................................................. 36
Tabel 2.2 Nilai, Struktur dan Manajemen dalam Keadilan Sosial ............. 39
Tabel 2.3 Model Normatif Local Governance .............................................. 62
Tabel 2.4 Perbedaan Ciri-ciri Kota dan Bukan Kota ...................................... 80
Tabel 2.5 Perbandingan Substansial Dengan Penelitian Sebelumnya…........ 108
Tabel 2.6 Perbandingan sebagai Riset Berbasis System Thinking & SSM
dengan Penelitian Sebelumnya ………………............................. 110
Tabel 3.1 Unit-Unit yang Diteliti dalam Format Deskriptif kualitatif ….… 117
Tabel 3.2 Jumlah Informant dan Skema Wawancara……………………… 124
Tabel 3.3 Analisis Root Definition Checkland (Analisis Catwoe) ............... 132
Tabel 4.1 Jumlah Kendaraan tahun 2011 -2012............................................ 145
Tabel 4.2 Indikator Perumahan (persen) Tahun 2010 – 2012 …………….. 155
Tabel 4.3 Tipe Terminal…………………………………………………….. 157
Tabel 4.4. Angka Partisipasi Kasar………………………………………….. 174
Tabel 4.5. Angka Partisipasi Murni………………………………………….. 174
Tabel 4.6. Peningkatan Pada Sarana Kesehatan Dasar………………….….. 177
Tabel 4.7. Jumlah Kasus Penyakit…………………………….…………….. 178
Tabel 5.1. Perbandingan UU No.32/1999, UU No.32/2004
dan Usulan Peneliti ....................................................................... 209
Tabel 5.2 Pemaknaan Desentralisasi dalam PP 38//2007, PP 41//2007
Dan Pemahaman Peneliti .............................................................. 213
Tabel 6.1 Root Definition Penelitian ............................................................ 244
Tabel 6.2 CATWOE dan 3-E dalam RD-l: Pasal Tentang Desentralisasi dalam
Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Organisasi Perangkat
Daerah ........................................................................................... 245
Tabel 6.3 CATWOE dan 3-E dalam RD-2: Pembentukan Institusional
Organisasi Perangkat Daerah yang efektif ................................... 248
Tabel 6.4 CATWOE dan 3-E dalam RD-3: Optimalisasi Pengembangan Fungsi
dan Tugas Pokok Institusional Organisasi Perangkat Daerah yang
adaptif............................................................................................ 251
Tabel 6.5 CATWOE dan 3-E dalam RD-4: Peningkatan Efektivitas Kinerja
Institusional Organisasi Perangkat Daerah................................... 253
Tabel 6.6. Revisi Pasal Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ……… 289
Tabel 6.7. Perubahan Peraturan Daerah………........................………….….. 299
Tabel 6.8 Optimalisasi Efektivitas Peranan dan Tupoksi OPD ……......... … 311
Tabel 6.9. Peningkatan Efektivitas Kinerja Kelembagaan OPD ……............ 321
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
xviii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Proses Transformasi Dalam Penggunaan Metodo Sistem Lunak. 119
Gambar 3.2 Kerangka Kerja Metodologi Sistem Lunak……………..…...…. 129
Gambar 4.1 The Policy Process as a Hierarchy .......................................... 147
Gambar 5.1 Rich Picture…………………………........................................ 241
Gambar 6.1 Model Konseptual Sistem 1 ......................................................... 260
Gambar 6.2 Model Konseptual Sistem 2 ......................................................... 263
Gambar 6.3 Model konseptual sistem 3 ....................................................... 265
Gambar 6.4 Model konseptual sistem 4....................................................... 268
Gambar 6.5 Proses Pembuatan Undang-Undang......................................... 281
Gambar 6.6 Proses Usul Inisiatif s.d. Pembahasan RUU................................ 282
Gambar 6.7 Tahapan Kebijakan ..................................................................... 283
Gambar 6.8 Kebijakan Publik Menurut Pendekatan Sistem............................ 284
Gambar 6.9 Alur Pembuatan Peraturan Pemerintah........................................ 287
Gambar 6.10 Alur Penyusunan Peraturan Daerah ........................................... 292
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
1
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam Bab 1 ini diuraikan mengenai latar belakang yang menjelaskan
mengenai penerapan kebijakan desentralisasi di negara-negara berkembang. Di
Indonesia, praktik desentralisasi mengalami perubahan mengiringi dibentuknya
pemerintahan demokratis setelah lengsernya Presiden Soeharto di tahun 1998.
Dalam praktik administrasi negara, desentralisasi dipahami sebagai suatu
penguatan pemerintahan subnasional. Desentralisasi dibebani oleh harapan
penyelenggaraan administrasi publik yang lebih baik dari sebelumnya yang
cenderung sentralistis. Penyelenggaraan pemerintahan sentralistis cenderung
melemahkan pemerintahan di daerah.
Sementara itu, desentralisasi dapat dipandang sebagai reformasi yang
dapat mengokohkan perangkat pemerintahan di daerah dalam menjalankan fungsi-
fungsi pemerintahan dan pelayanan-pelayanan publik. Penerapan desentralisasi
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah
khususnya di perkotaan. Desentralisasi yang diterapkan di Indonesia
memperlihatkan kecenderungan tidak sepenuhnya mampu menguatkan kinerja
pemerintah daerah. Proses politik demokratis sebagai interaksi aktifitas manusia
(interaction of human activity) tidak senantiasa searah dengan tujuan penguatan
desentralisasi itu sendiri.
Dalam Bab ini dibahas pula secara ringkas implikasi konseptual dari
adanya kebijakan desentralisasi serta bagaimana perjalanan penjabaran 26 urusan
terkait dengan pelayanan publik yang tadinya dikelola secara terpusat kemudian
dialihkan ke daerah. Praktik penyelenggaraan pelayanan publik dengan fokus
pada kota Tangerang sebagai salah satu kota yang mengalami dinamika dan
perubahan intensif semenjak era reformasi dijadikan sebagai lokus penelitian.
Adapun cakupan studi kasus ini ialah praktik penjabaran dan pemahaman
terhadap 26 urusan pelayanan publik- yang semula dikelola pemerintah pusat-
kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi,
Kabupaten/Kota dialihkan ke daerah. Problematika pemahaman dan penjabaran
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
2
Universitas Indonesia
bidang-bidang urusan pelayanan tersebut secara terbatas diamati pada dua urusan
wajib yaitu urusan yang terkait dengan pelayanan dasar yakni urusan kesehatan
dan urusan pendidikan, serta satu urusan terkait kebutuhan spesifik yakni
kearsipan sebagai kebutuhan pilihan yang juga merupakan urusan wajib bagi
daerah. Pada Bagian akhir dijelaskan gambaran ringkas dari rasionalitas
penelitian serta rasionalitas pendekatan penelitian yakni Soft Systems Metodology
(SSM). Alasan konseptual untuk memilih lokus studi kasus di kota Tangerang dan
menganalisis proses-proses penerapan desentralisasi dengan pendekatan soft
systems methodology (SSM) dibahas secara ringkas di akhir bab ini.
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan demokrasi di negara berkembang ditandai dengan
dibangunnya model desentralisasi dalam sistem pemerintahan. Desentralisasi
sebagai suatu strategi menuju pendemokratisasian sistem politik dan percepatan
pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat menguatkan konstruksi praktik
administrasi publik di negara-negara berkembang.1 Praktik desentralisasi di
beberapa negara Asia menunjukkan variasi model yang menarik karena memiliki
perkembangan panjang, diawali dengan sistem pemerintahan sentralistik
sebagaimana dikatakan Siedentopf yang dikutip Guzman dan Reforma2. Kedua
pakar mengatakan bahwa praktik desentralisasi di negara berkembang pada
dasarnya memiliki tiga karakter. Ketiga karakteristik tersebut merupakan dampak
dari pengalaman panjang sebagai negara kolonial dan monarki, sehingga proses
desentralisasi di negara-negara dibebani tugas untuk mengejar ketertinggalan
1Strategi desentralisasi merupakan suatu konsep yang secara pelahan diakui sebagai
suatu mekanisme yang akan mendorong demokratisasi sejalan dengan distribusi kekuasaan,
sumber daya dan pelayanan yang secara rasional diberikan bagi kelompok masyarakat atau
komunitas tertentu. Desentralisasi mendemokratisasi sistem politik sehingga akan menjamin
tindakan (kebijakan) pemerintah dalam upaya responsif terhadap kebutuhan rakyat. Lihat Raul P.
de Gusman and Mila A. Reforma. “Decentralization Towards Democratization and Development
in the Asian Pasific Region.” dalam Decentralization Towards Democratization and Development.
(Manila: the Eastern Regional Organization for Public Administration, 1993). hal. 1.
2Ibid, hal.5 sebagai perbandingan lihat juga Shinichi Ichimura and Roy Bahl (Eds).
Decentralization policies in Asian Development. (Singapore: World Scientific Publishing Co ltd,
2009)
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
3
Universitas Indonesia
di era bangsa/negara periode post-colonial. Teori pembangunan tersentralistik
digunakan pada masa antara tahun 1950 dan 1960-an.3
Perhatian terhadap konsep desentralisasi dapat dipahami dalam tiga fase
perkembangan.4 Pada awal tahun 1960-an pendukung desentralisasi memfokuskan
pada penggunaan intervensi untuk membantu negara-negara koloni yang mulai
menuju transisi kemerdekaan, pencapaian keadilan politik dan pemenuhan
tuntutan barang dan jasa publik. Beberapa negara baru merdeka mencoba
mengadopsi model federal dan mempertimbangkan strategi desentralisasi
berkaitan dengan hubungan antara pusat dan kepemerintahan negara bagian.
Kebanyakan negara baru merdeka lainnya mempertimbangkan desentralisasi di
dalam model unitary state (negara kesatuan).
Perkembangan kedua konsep desentralisasi terjadi dari pertengahan
tahun 1970 sampai dengan awal 1980-an. Pemerintah negara-negara baru dan
yang lama merdeka mulai memperkenalkan program dan reformasi desentralisasi
untuk mempromosikan dan melaksanakan pembangunan seperti perbaikan
manajemen dan program dan proyek bantuan luar negeri, distribusi pertumbuhan
ekonomi yang berkeadilan dan penyediaan fasilitas bagi partisipasi masyarakat
dalam proses pembangunan. Konsep desentralisasi pada fase kedua ini, lebih
banyak diarahkan pada negara-negara dengan model negara kesatuan.
Fase terakhir berlangsung sejak pertengahan tahun 1980-an, di mana
negara maju memanfaatkan kondisi yang terstruktur untuk menekan pemerintahan
negara berkembang agar mengadopsi program-program dan reformasi
desentralisasi administratif. Konsep desentralisasi pada fase akhir ini mendorong
munculnya masyarakat madani (civil society), mendukung tumbuhnya institusi
demokratis dan merespons tuntutan etnik, agama dan nasionalisme untuk
pemerintahan sendiri atau otonomi yang lebih besar. Lebih jauh daripada itu,
desentralisasi ini dimaksudkan untuk memfasilitasi produksi dan penyediaan
barang dan pelayanan lebih efisien dan efektif serta menciptakan ekonomi yang
3Contoh praktik desentralisasi di beberapa negara Asia ditunjukkan oleh Jepang, Korea
Selatan, China, Filipina, Malaysia, Thailand, Indonesia, India, Pakistan, Bangladesh, Nepal dan Sri
Langka. Fokus kajian contoh pada dimensi kapabilitas administratif terkait dengan hukum dasar
bagi organisasi, kepemimpinan, struktur, sumberdaya finansial dan personnel. Ibid, hal.27
4Perkembangan konsep desentralisasi dalam perspektif administratif dapat dilihat dalam
Cohen dan Peterson. Administrative Decentralization. Strategis for Developing Countries.
(Connecticut: Kumarian Press, 1999), hal. 1-6.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
4
Universitas Indonesia
berorientasi pada pasar, di mana nantinya sektor publik dimungkinkan untuk dapat
diprivatisasi.
Konsep desentralisasi dalam tiga fase perkembangan ini memperoleh
perhatian para pakar dan pemikir administrasi publik di negara-negara
berkembang. Pada sisi lain konsep desentralisasi bukan tidak menimbulkan
perdebatan terutama berkenaan dengan keuntungan dan kerugian antara
pendekatan sentralisasi dan desentralisasi dalam melaksanakan tugas-tugas publik.
Perdebatan meliputi beberapa topik masalah seperti: tugas pemerintah pusat,
bentuk desentralisasi, tipe desentralisasi dan guidelines untuk merancang
desentralisasi administratif.
Sejalan dengan pemikiran Cohen dan Peterson, Cheema dan Rondinelli5
menyoroti konsep desentralisasi pada kebanyakan negara berkembang. Keduanya
menyatakan bahwa debat tentang konsep desentralisasi berkaitan dengan struktur,
peranan dan fungsi pemerintahan yang difokuskan pada efektifitas kekuasaan dan
kewenangan pusat dalam meningkatkan kemajuan sosial ekonomi dan keuntungan
serta kerugian potensial kewenangan desentralisasi kepada unit administrasi
subnasional, pemerintahan daerah atau lembaga pusat yang ada di daerah lainnya.
Konsep desentralisasi berangkat dari pemahaman bahwa desentralisasi merupakan
“the transfer of authority, responsibility, and resources – through
deconcentration, delegation or devolution – from the center to lower levels of
administration”.6
Pada tahun 1980-an Cheema dan Rondinelli7 melihat pergeseran konsep
dari desentralisasi pemerintahan (government decentralization) ke tata
pemerintahan yang terdesentralisasi (decentralized governance). Perubahan ini
tidak dapat dilepaskan dari perkembangan lingkungan strategik yang berlangsung
dengan cepat: investasi dan perdagangan internasional yang meningkat,
pertumbuhan ekonomi, interaksi sosial dan politik antar negara, inovasi teknologi
yang muncul dengan cepatnya sehingga meningkatkan lingkup dan mengurangi
biaya komunikasi dan transportasi dan mendorong penyebaran pengetahuan dan
5G. Shabbir Cheema and Dennis A. Rondinelli (Eds). Decentralizing Governance:
Emerging Concepts and Practices.( Washington, D.C: Brooking Institution Press, 2007), hal.1
6Ibid
7Ibid, hal. 3
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
5
Universitas Indonesia
informasi yang luas. Kesemua itu telah mengubah persepsi tata pemerintahan dan
fungsi-fungsi yang sesuai dari negara. Konsep tata pemerintahan menjadi meluas
tidak hanya menyangkut pemerintah (government) saja akan tetapi institusi sosial
(societal institutions) lainnya, termasuk sektor privat dan asosiasi sipil.
Tahun 1990-an the United Nations sebagaimana dikutip oleh Cheema dan
Rondinelli8 telah mencoba melakukan rekonseptualisasi terminologi governance
sebagai “the exercise of political, economic and administrative authority in
management of a country’s affairs.” Lebih lanjut the United Nations
mempersepsikan tata pemerintahan (governance) sebagai keseluruhan institusi
dan proses melalui mana pemerintah, organisasi masyarakat madani (civil society)
dan sektor privat saling berinteraksi satu sama lain dalam mengatasi masalah-
masalah publik dan di mana masyarakat mengartikulasikan kepentingan mereka,
memediasi perbedaan dan memperoleh hak sosial, politik dan ekonomi mereka.
Konsep governance dari United Nations ini sejalan dengan pendapat Bhenyamin
Hoessein yang menyatakan bahwa governance lebih mengacu pada persamaan
hubungan antara pemerintah dan warga masyarakat yang dilayani dan
dipertahankan.9
Pergeseran konsep dari local government menuju local governance juga
dikemukakan oleh Miller, Dickson dan Stoker10
. Ketiganya mengatakan bahwa
pergeseran itu merupakan perubahan dan pembangunan institusi. Otoritas lokal
yang terpilih (elected) mengikutsertakan pihak yang luas, badan yang ditunjuk dan
organisasi kemitraan dalam melaksanakan penyediaan layanan lokal, pengambilan
keputusan dan visi-visi yang strategik. Dalam konsep mereka governance
difokuskan pada lingkup pelaku baru yang luas mulai dari dunia bisnis, dari sektor
private yang voluntary dan lebih luas lagi pelaku dari masyarakat.
8Ibid, hal. 6
9Bhenyamin Hoessein. Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan Daerah: Dari
Era Orde Baru ke Era Reformasi. (Jakarta: Departemen Administrasi, FISIP-UI, 2009), hal 136.
Lebih lanjut Hoessein mengemukakan bahwa good governance menunjuk pada proses pengelolaan
pemerintahan melalui keterlibatan stakeholders yang luas dalam bidang-bidang ekonomi, sosial,
dan politik suatu negara dan pendayagunaan sumber-sumber alam, keuangan dan manusia menurut
kepentingan semua pihak dan dalam cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran,
persamaan, efisiensi, transparansi dan akuntablitas.
10
William L Miller, Malcom Dickson and Gerry Stoker. Model of Local Governance.
Public Opinion and Political Theory in Britain. (Palgrave MacMillan, 2007) hal. 11-12
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
6
Universitas Indonesia
Dalam konsep tata pemerintahan yang luas, pemahaman desentralisasi
lebih maju, tidak hanya mencakup transfer of power, authority and resources
within government akan tetapi juga the sharing of authority and resources for
shaping public policy within society. Dalam konsep ini, desentralisasi bermakna
bukan sekedar mentransfer kekuasaan, kewenangan dan sumber daya
pemerintahan, akan tetapi juga bermakna sebagai upaya membagi kewenangan
dan sumber daya untuk membangun kebijakan publik yang melibatkan
masyarakat. Desentralisasi dalam konsep seperti ini menunjukkan adanya
partisipasi dari masyarakat, khususnya dalam membuat kebijakan publik.
Dalam pemahaman konsep yang lebih luas, praktik desentralisasi tata
pemerintahan dapat dikategorikan ke dalam empat bentuk, yaitu: administratif,
politik, fiskal dan ekonomi. Cheema dan Rondinelli mengemukakan ke empat
bentuk tersebut, yang pertama ialah:
- Administratives decentralization includes deconcentration of central
government structures and bureaucracies, delegation of central
government authority and responsibility to semiautonomous agents of
the state, and decentralized cooperation of government agencies
performing similar functions through “twinning”arrangements across
national borders11
.
Sebagai proses desentralisasi administrasi, maka cakupan desentralisasi
termasuk di antaranya adalah dekonsentrasi atau melonggarkan konsentrasi-
konsentrasi di tangan pemerintah pusat. Bersamaan dengan desentralisasi
administrasi publik berlangsung proses desentralisasi demokrasi politik, yang
ditandai terutama oleh dinamika politik di tingkat daerah, termasuk adanya
intensitas konflik sebagai implikasi dari meluasnya peluang partisipasi untuk
masyarakat.
Cheema dan Rondinelli mengatakan sifat-sifat dari desentralisasi politik
sebagai berikut:
- Political decentralization includes organizational and procedures for
increasing citizen participation in selecting political representatives
and in making public policy, changes in the structure of government
11
Cheema and Rondinelli, op.cit, hal.6-7
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
7
Universitas Indonesia
through devolution of powers and authority to local units of
government.12
Bersamaan dengan desentralisasi administrasi publik dan meningkatnya
kesadaran politik sebagai konsekuensi dari dinamika politik, maka perkembangan
yang dianggap sebagai proses desentralisasi politik adalah meningkatnya power
sharing, yang di era pemerintahan sentralistis nyaris jarang terjadi, terutama
dengan meningkatnya partisipasi warga dan kebebasan berserikat. Mengenai
desentralisasi power sharing sebagai implikasi dari desentralisasi oleh Cheema
dan Rondinelli dikatakan sebagai berikut:
“Power sharing institutions within the state through federalisme,
constitutional federations or autonomous regions and institutions and
procedures allowing freedom of association and participation of civil
society organization in public decisionmaking in providing socially
beneficial services, and in mobilizing social and financial resources to
influence political decision making13
.”
Perubahan penting lainnya sebagai proses desentralisasi ialah di sektor
fiskal. Berlangsung perubahan alokasi-alokasi fiskal baik menurut wilayah maupun
menurut tingkat perangkat pemerintahan. Cheema dan Rondinelli mengatakan
sebagai berikut:
“Fiscal decentralization includes the means and mechanisms for
fiscal cooperation in sharing public revenues among all levels of
government for fiscal delegation in public revenue raising and
expenditure allocation, and for fiscal autonomy for state, regional or
local governments14
.”
Sebagai implikasi yang paling strategis dari desentralisasi, yang akan
mendorong pertumbuhan ekonomi menurut kedua pakar tersebut ialah bangkitnya
perekonomian yang merujuk kelembagaan perekonomian dengan rezim pasar.
Dengan bekerjanya sistim ekonomi pasar, maka alokasi sumber-sumber daya
dianggap akan menjadi efisien. Cheema dan Rondinelli mengatakan sebagai
berikut:
12
Ibid 13
Ibid 14
Ibid
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
8
Universitas Indonesia
“Economic decentralization includes market liberalization,
deregulation, privatization of state enterprises and public private
partnership.15
”
Secara garis besar Cheema and Rondinelli berpendapat bahwa
desentralisasi dapat membantu akselerasi pembangunan ekonomi, meningkatkan
akuntabilitas politik dan mendorong partisipasi publik dalam tata pemerintahan,
dan apabila desentralisasi diterapkan dengan tepat, maka akan memutus sumbatan
birokrasi yang hirarkis dan membantu pegawai daerah dan sektor privat untuk
memotong prosedur yang kompleks, membuat dan melaksanakan keputusan
dengan cepat. Dalam konteks tata pemerintahan yang luas, desentralisasi dianggap
sebagai cara atau jalan untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah, sektor
privat dan organisasi kemasyarakatan, dan memperluas pemberian layanan kepada
masyarakat. Desentralisasi memungkinkan tiga institusi governance, yaitu:
pemerintah, sektor privat dan organisasi masyarakat madani untuk lebih kreatif
dan inovatif dalam merespon kebutuhan masyarakat.
Sebagai kerangka pemikiran yang merujuk kepada kriteria-kriteria
terwujudnya tata-kelola pemerintahan yang baik (good governance)
penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan mendorong perubahan yang lebih
pesat di berbagai sektor. Perkembangan itu semakin menegaskan akan kebutuhan
implementasi desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagaimana
dikatakan oleh Prasojo,16
bahwa desentralisasi pada saat sekarang ini telah
menjadi asas penyelenggaraan pemerintahan yang diterima secara universal
dalam berbagai macam format implementasinya di banyak negara, terutama
negara berkembang.
Namun demikian, di tengah semakin mapannya kelembagaan-
kelembagaan politik dan administrasi publik di daerah maka tidak dapat
dikesampingkan berbagai kecenderungan, yang secara teoritis memang tidak
bertentangan dengan tujuan-tujuan desentralisasi, namun menurut beberapa
pengamat sudah tergolong anomali. Pada pemilihan umum tahun 2014 yang lalu,
belum pernah terjadi sebelumnya tingkat keterlibatan warga pada pemilihan
15 Ibid.
16
Eko Prasojo, Desentralisasi & Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal
dan Efisiensi Struktural (Jakarta: Fisip-UI, 2006) hal. 1
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
9
Universitas Indonesia
umum sangat tinggi yakni mencapai 79 %, sedangkan partisipasi politik dengan
banyaknya warga yang mencalonkan diri menjadi calon legislatif di tingkat pusat
(Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah) serta di tingkat
daerah ( DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) mencapai jumlah jutaan
orang. Sedangkan dalam hal pemekaran daerah, dalam kurun waktu sepuluh
tahun terakhir ini, jumlah perangkat kabapaten/kota meningkat dua kali lipat,
sedangkan dari segi alokasi pembiayaan kegiatan di daerah, sebagian besar
daerah/kota mengalokasikan dana untuk biaya pegawai.
Regulasi yang lebih terarah atas desentralisasi pemerintahan diatur
dengan kebijakan pemerintah Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974, yang
menurut Hoessein lebih menekankan pada efisiensi dalam pelayanan dan
pembangunan. Model ini lebih mengutamakan asas dekonsentrasi daripada
desentralisasi, sehingga mengabaikan demokrasi karena membatasi peran dan
partisipasi lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai lembaga pembuat kebijakan
lokal dan lembaga kontrol. Berakhirnya pemerintahan yang relatif otoritarian
Presiden Soeharto disusul dengan digulirkannya Undang-Undang No. 22 Tahun
1999 sebagai pengganti UU No. 5 Tahun 1974. Undang Undang ini
menitikberatkan kepada model local democracy.
Konsekuensi dari pergeseran ini adalah pengurangan dan pelangsingan
struktur organisasi hirarkhis dan “gemuk” ke model organisasi yang datar dan
langsing. Sehingga hubungan antara kabupaten/kota dan provinsi yang pada
awalnya bersifat dependent dan subordinate menjadi independent dan coordinate.
Distribusi urusan pemerintahan kepada daerah otonom yang semula dianut ultra
vires doctrine dengan merinci urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi
daerah otonom diganti dengan general competence yang merinci fungsi
pemerintahan yang menjadi kompetensi pemerintah dan provinsi. Namun UU No.
22 Tahun 1999 disadari mengandung sejumlah kelemahan di antaranya, adalah
timbulnya gejolak ketika pemerintah di tingkat provinsi dengan tingkat
kabupaten/kota sering mengalami ketegangan.
Sebagai perbaikan, diberlakukanlah UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintah pusat dan daerah dengan
melakukan pengaturan distribusi urusan pemerintahan mengalami perubahan yang
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
10
Universitas Indonesia
mendasar, yang ditunjukkan dengan ditetapkannya Peraturan pemerintah Nomor
38 Tahun 2007 yang menetapkan 26 urusan wajib yang harus diselenggarakan
oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota yang
berkaitan dengan pelayanan dasar.17
Di samping urusan wajib, ada 8 urusan
pilihan yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi karakteristik, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.18
Urusan wajib dan
urusan pilihan merupakan desentralisasi fungsi-fungsi penyelenggaraan
pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah otonom provinsi dan kota. Namun
demikian, harapan yang tertuang pada kebijakan-kebijakan di atas justru masih
dalam tanda tanya, apakah serta merta dapat berimplikasi menjadi transformasi
menyeluruh, sehingga penyelenggaraan 26 urusan mencapai taraf yang
dikehendaki, terlebih setelah 7 tahun Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun
2007 digulirkan.
Sebagai studi kasus, dalam Pembentukan organisasi perangkat daerah di
kota Tangerang didasarkan pada Peraturan Daerah kota Tangerang Nomor 1
tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah kota Tangerang. Peraturan
Daerah ini kemudian dijabarkan dalam fornulasi Perda No.3/2008 tentang
Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah, Perda No.4/2008
tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Perda No.5/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Dinas
Daerah, Perda No.6/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga
Teknis Daerah dan Perda No.7/2008 tentang Organisasi Kecamatan dan
Kelurahan. Tidak jauh berbeda dengan wilayah-wilayah yang lain, masalah yang
17Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.38/2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/
Kota Pasal 2 ayat (1) urusan pemerintahan terdiri dari 31 urusan. Dalam pasal 7 ayat (2) urusan
pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan
daerah kabupaten/kota ada 26 urusan, sedangkan menurut pasal 7 ayat (3) ada 8 urusan pilihan
yang meliputi kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral,
pariwisata, industri, perdagangan dan ketransmigrasian. Penentuan urusan pilihan ini ditentukan
oleh masing-masing pemerintahan daerah sesuai kapabilitas dan kebutuhannya.
18
Dalam UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah digunakan terminologi
urusan pemerintahan bukan kewenangan. Urusan pemerintahan lebih diartikan sebagai bidang
pemerintahan atau sektor atau bagian yang lebih kecil dari bidang atau sektor. Sementara itu,
kewenangan lebih diartikan sebagai hak untuk menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen
yang meliputi pengaturan, pengurusan dan pengawasan atas suatu urusan pemerintahan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
11
Universitas Indonesia
dihadapi oleh organisasi perangkat daerah di kota Tangerang cenderung memiliki
permasalahan terkait dengan efektifitas dan efisiensi kinerja organisasional.
Namun demikian, belum ada indikasi bahwa telah terjadi terobosan yang
signifikan dalam peningkatan kinerja perangkat kota Tangerang untuk hampir
semua urusan (26 urusan) yang sudah dilimpahkan ke daerah sebagaimana
dimaksudkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007.
Problema desentralisasi di negara-negara berkembang (developing
countries) memang telah lama menjadi fokus perhatian para pakar administrasi
negara. Memahami pengamatan para peneliti, maka tidak berlebihan pendapat
Cohen dan Peterson19
yang mengatakan bahwa lebih dari empat dekade, negara-
negara yang baru merdeka masih saja berkutat untuk memformulasikan,
mengadopsi, dan mengimplementasikan program dan reformasi desentralisasi
namun belum menunjukkan kecenderungan yang menggembirakan. Dari latar
belakang ini, diuraikan beberapa problem sebagai symptom desentralisasi yang
dilihat dalam perspektif konseptual dan faktual.
1.2 Problematika Penelitian Secara Konseptual
Masalah krusial dalam desentralisasi sangat berkaitan dengan distribusi
kewenangan dan tugas pemerintah pusat dan lokal. Alokasi kewenangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang justru ditentukan dan diawasi
pemerintah pusat, menurut Alderfer20
terletak pada taraf pemerintahan provinsi
dan kabupaten/kota (rural). Sebagaimana dikemukakan di atas, George F.
Frederickson menekankan pentingnya aspek geografi administrasi negara, karena
menurutnya keterlibatan masyarakat lokal adalah faktor kunci dalam memelihara
dan menjaga (pola) desentralisasi. Meskipun demikian, Daniel Treisman21
mengingatkan bahwa bukan semata-mata desentralisasi politis yang dibutuhkan
oleh masyarakat di daerah) tetapi justru efisiensi dan efektiftas administrasi
pemerintahan. Sehingga, meskipun reinventing government juga merefleksikan
19 Cohen and Peterson, op.cit., hal.1-6
20
Ibid, hal. 233.
21
Daniel Treisman. The Architecture of Government, Rethinking Political
Decentralization. (New-York: Cambridge, 2007) hal.11-15.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
12
Universitas Indonesia
perwujudan pemberdayaan peranan lokal (daerah) dalam sistem pemerintahan,
tetapi mengikuti Halligan dan Aulich yang dikutip Hoessein22
, bahwa model
demokrasi lokal berakar pada teori pemerintahan daerah yang dibangun menurut
teori politik, sedangkan model efisiensi struktural berakar pada teori pemerintahan
daerah yang dibangun menurut teori manajemen.23
Akan tetapi meskipun nilai-
nilai desentralisasi sudah dituangkan dalam berbagai kebijakan terkait, mulai dari
Undang-Undang sampai dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota, namun
sejumlah kecenderungan khususnya menyangkut perilaku politik dan perilaku
administrasi tidak mudah dijelaskan oleh konsep kebijakan desentralisasi.
Dengan meminjam konsep pemikiran Bromley,24
penerapan desentralisasi
dapat dipahami sebagai kebijakan publik yang memiliki tiga tingkatan berbeda
berdasarkan pada hirarkhi kebijakan. Pertama, policy level yang direpresentasikan
oleh lembaga legislatif dan yudikatf, kedua organizational level yang diperankan
oleh eksekutif dan ketiga operational level yang diperankan oleh satuan pelaksana
seperti kementerian, lembaga nonkementerian dan pemerintahan daerah.
Melalui pengembangan konsep, pemikiran Bromley diadopsi dalam
disertasi ini melalui modifikasi tahapan hirarkhi regulasi. Pada tahap regulasi yang
bersifat nasional, policy level menyangkut Undang-Undang Tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintahnya. Tahapan ini dapat
dikategorikan sebagai tingkat makro, karena merupakan regulasi yang menjadi
payung hukum dalam kebijakan desentralisasi. Pada tingkat kedua,
organizational level, merupakan tahapan regulasi pada Pemerintahan Daerah yang
dapat dikategorikan berada pada level meso. Sedangkan operational level
diadopsi sebagai regulasi pemerintahan daerah, peraturan walikota, yang terkait
dengan organisasi perangkat daerah yang dapat dipahami sebagai level mikro.
22Hoessein, op.cit., hal. 92
23
Ibid 24
Daniel W. Bromley. Economic Interests and Institutions. The Conceptual Foundations
of Public Policy. ( New-York: Basil Blackwell ltd, 1989), hal.32-33.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
13
Universitas Indonesia
1.3 Problematika Penelitian Secara Faktual
Regulasi yang ditetapkan sebelum reformasi dan praktik-praktik politik
demokratis pada masa Orde Baru tertuang pada Undang Undang Nomor 5 Tahun
1974, yang menurut Hoessein lebih menekankan pada efisiensi dalam pelayanan
publik dan pembangunan. Menyusul berakhirnya era otoritarian, maka digulirkan
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Semangat dari kebijakan ini adalah local
democracy. Konsekuensi dari pergeseran ini adalah pengurangan dan
pelangsingan struktur organisasi hirarkhis dan “gemuk” ke model organisasi yang
datar dan langsing. Sehingga hubungan antara kabupaten/kota dan provinsi yang
pada awalnya bersifat dependent dan subordinate menjadi independent dan
coordinate. Namun UU no 22 Tahun 1999 disadari mengandung sejumlah
kelemahan di antaranya adalah timbulnya gejolak ketika pemerintah di tingkat
provinsi dengan tingkat kabupaten/kotamadya sering mengalami ketegangan.
Sebagai perbaikan, diberlakukanlah UU No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintah pusat dan Daerah dengan
melakukan pengaturan distribusi urusan pemerintahan mengalami perubahan yang
mendasar, yang ditunjukkan kemudian dengan Peraturan pemerintah Nomor 38
Tahun 2007 menetapkan 26 urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh
pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota yang berkaitan
dengan pelayanan dasar. Di samping urusan wajib, ada 8 urusan pilihan yang
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi
karakteristik, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan dalam
rangka pengembangan otonomi daerah. Urusan wajib dan urusan pilihan
merupakan desentralisasi fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahan yang
dilimpahkan kepada daerah otonom provinsi dan kota. Pengalihan 26 urusan ke
tingkat daerah diharapkan sebagai terobosan untuk mengefektifkan pesan
desentralisasi. Sejumlah langkah tentu dilakukan oleh perangkat pemerintah di
daerah untuk merespons kebijakan-kebijakan desentralisasi seperti di atas.
Sebagai lokus studi kasus, Pemerintah Kota Tangerang menuangkan
responsnya pada Peraturan Daerah kota Tangerang Nomor 1 tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Daerah kota Tangerang. Peraturan Daerah ini kemudian
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
14
Universitas Indonesia
dijabarkan dalam formulasi Perda No.3/2008 tentang Pembentukan dan Susunan
Organisasi Sekretariat Daerah, Perda No.4/2008 tentang Pembentukan dan
Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Perda
No.5/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Dinas Daerah, Perda No.6/2008
tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah dan Perda
No.7/2008 tentang Organisasi Kecamatan dan Kelurahan. Dapat diduga persoalan
yang dihadapi masing-masing wilayah bervariasi, akan tetapi dalam hal peran-
peran, struktur-struktur dan proses-proses dalam organisasi perangkat daerah di
kota Tangerang cenderung memiliki permasalahan yang terkait langsung sebagai
dampak dari interaksi human activity, maka tanpa mengenali gambaran
menyeluruh dari situasi-situasi problematik tidak mudah untuk menyimpulkan
kegagalan atau kesuksesan dari kebijakan desentralisasi. Sedangkan menyangkut
dampak terhadap peningkatan kinerja perangkat kota Tangerang, diperlukan
pemahaman mendasar atas keadaan empiris, serta menurut berbagai pemahaman
para pelaku atau stakeholder terkait.
Secara empiris situasi problematik yang dihadapi oleh organisasi
perangkat daerah di kota Tangerang cenderung terkait dengan efektifitas dan
efisiensi kinerja organisasional. Gambaran hal ini dapat dilihat dalam pencapaian
rata-rata sasaran tahun 2013 dari tiga OPD Kota Tangerang, Dinas Kesehatan,
Dinas Pendidikan dan Kantor Arsip Daerah berikut:
Tabel 1.1 Pencapaian Rata-rata Sasaran Tahun 2013
No. Sasaran Satuan
Waktu
Target
%
Realisasi
%
SKPD
1. Akses dan pelayanan
kesehatan masyarakat
Tahun 100 99,98 Dinas
Kesehatan
2. Akses dan kualitas
pendidikan yang terjangkau
di seluruh jenjang
pendidikan
Tahun 100 99,52 Dinas
Pendidikan
3. Akses dan pelayanan
informasi dan data kearsipan
Tahun 100 98,5% Kantor Arsip
Daerah
Sumber: setelah diolah, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kota
Tangerang Tahun 2013
Meskipun realisasi sasaran dari ketiga SKPD ini hampir 100% atau dalam
kategori sangat tinggi, akan tetapi sesungguhnya dapat lebih dioptimalkan lagi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
15
Universitas Indonesia
hingga dapat tercapai 100% apabila kinerja ketiganya efektif. Ada beberapa
masalah yang dihadapi oleh SKPD di kota Tangerang sebagaimana dikatakan oleh
Kepala Bappeda Kota Tangerang.25
Masalah yang dihadapi memiliki kesamaan
dengan dengan beberapa organisasi perangkat daerah di beberapa kota lain pada
umumnya. Masalah organisasional dimana organisasi perangkat daerah cenderung
memiliki hirarki yang tinggi, bersifat rowing daripada steering, bersifat tambun,
SDM aparatur yang kompeten, kurang adanya kejelasan visi dan misi serta
kewenangan dan sebagainya.
1.4. Rumusan Masalah
Kota Tangerang merupakan kota yang menunjukkan perubahan dan
kemajuan yang sangat pesat sebagai daerah ekonomi dan bisnis, di samping
sebagai wilayah pemukiman dari sebagian penduduk Jakarta. Sebagai sebuah
kota26
yang berdekatan dengan kota besar yakni kota Jakarta, Tangerang
memperoleh imbas dari kompleksitas inovasi dan pertumbuhan Jakarta sebagai
sebuah sebuah kota yang mengalami pertumbuhan pesat.27
Kota Tangerang secara
pelahan tapi pasti tumbuh sebagai kota yang menjadi penyangga kota Jakarta, di
samping Depok, Bogor dan Bekasi. Sebagai sebuah kota, Tangerang mempunyai
kaitan dengan kota-kota lainnya, selain harus memperhatikan penyediaan
pelayanan umum kepada penduduk kotanya (fungsi sekunder), juga memainkan
peran fungsi primer kota itu, yaitu melaksanakan pelayanan kepada kota-kota lain
(hubungan eksternal).28
Kaitan hubungan yang saling dependensi, antara suatu
kota yang terletak di pinggir atau berdekatan dengan kota utama yang lebih besar
25
Wawancara informal dengan Bapak Yayan Sopiyan tanggal 12 Januari 2014
di kediaman Mantan Sekda Kota Tangerang.
26
Kota dapat diartikan sebagai suatu permukaan wilayah di mana terdapat pemusatan
(konsentrasi) penduduk dan berbagai jenis kegiatan ekonomi, sosial budaya dan administrasi
pemerintahan. Faktor yang ada meliputi adanya lahan geografis untuk permukiman, penduduk
dalam jumlah relatif banyak dan dominan bermatapencaharian non pertanian; mayoritas
berkegiatan sektor tersier( perdagangan, transportasi, keuangan, perbankan, pendidikan, kesehatan
dan jasa lainnya), sementara sektor pengolahan atau sektor sekunder (industri dan manufaktur)
serta pola hubungannya antar individu dalam masyarakat lebih bersifat rasional, ekonomis dan
individualistis. Lihat Rahardjo Adisasmita. Pembangunan Kota Optimum, Efisien &
Mandiri.(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal.49.
27
Mengenai inovasi dan pertumbuhan kota lihat Zoltan J. Acs. Innovation and the
Growth of Cities (Massachusetts: Edward Elgar Publishing, Inc, 2002).
28
Adisasmita 2010, op.cit., hal.50
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
16
Universitas Indonesia
pada dimensi ekonomi, sosial, administrasi dan politis seringkali disebut kota
satelit (satellite town).29
Pada sebagian permasalahan yang ada dan dihadapi kota Jakarta,
berkontribusi secara reciprocal dengan masalah yang dihadapi oleh kota
Tangerang. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam batas-batas tertentu,
permasalahan yang dihadapi oleh kota Jakarta berimplikasi terhadap pertumbuhan
dan perkembangan kota Tangerang, demikian pula sebaliknya. Meskipun tidak
dalam kesejajaran implikasi. Masalah yang dihadapi oleh kota yang sedang
tumbuh dan berkembang seperti kota Tangerang memang cenderung semakin
kompleks dan luas, baik dalam perspektif makro30
berkaitan dengan fungsi pokok
sebuah kota, maupun mikro31
yang berkaitan dengan problema sosial masyarakat
dan pelayanan fasilitas umum.
Karakteristik kota seperti yang telah diuraikan menjadi dasar pemilihan
locus dari penelitian ini. Pembentukan organisasi perangkat daerah di kota
Tangerang sangat kontekstual dengan kompleksitas perkembangan permasalahan
yang dihadapi oleh sebuah kota yang sedang tumbuh. Pembentukan organisasi
perangkat daerah di kota Tangerang merupakan masalah yang dalam perspektif
mikro berkaitan dengan pelayanan di bidang khusus yang berhadapan langsung
dengan masyarakat. Pelayanan dalam konteks ini dapat diartikan sebagai
pelaksanaan dari tugas pokok dan fungsi organisasi perangkat daerah dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, pendidikan dan
kearsipan. Pemilihan urusan kesehatan, pendidikan dan kearsipan didasarkan atas
pertimbangan legal dan pragmatis.
Secara aturan perundangan-undangan, menurut PP Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, ketiga urusan itu merupakan urusan
wajib bagi Pemerintahan Kota. Secara pragmatis, kesehatan dan pendidikan
merupakan urusan yang terkait dengan pelayanan dasar, sementara kearsipan
bukan merupakan urusan yang terkait dengan pelayanan dasar akan tetapi
mempunyai peranan penting dalam menyimpan memori kolektif daerah dan
pembinaan penyelenggaraan kearsipan pemerintahan kota.
29 Ibid, hal.52.
30
Lihat Adisasmita 2010, op.cit., hal.2
31
Ibid
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
17
Universitas Indonesia
Penjabaran konsep desentralisasi dalam urusan pemerintahan di bidang
kesehatan, pendidikan dan kearsipan di kota Tangerang, pada dasarnya
mengharuskan pemerintahan kota untuk membentuk organisasi perangkat daerah
yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang efektif. Efektif dalam pengertian,
bahwa organisasi perangkat daerah kota tersebut dapat memainkan peranan yang
signifikan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di lingkungan kota. Dalam
realitanya atau menurut Checkland dan Scholes32
sebagai real world, organisasi
perangkat daerah di kota Tangerang menghadapi beberapa permasalahan.33
Pertama, masalah yang secara umum dihadapi yaitu: (1) adanya beban
atau kelebihan fungsi dari organisasi perangkat daerah. Penggabungan beberapa
urusan dalam satu organisasi perangkat daerah menyebabkan tugas pokok menjadi
besar sehingga kinerja tidak optimal; (2) banyak pimpinan organisasi perangkat
daerah yang tidak memiliki kompetensi atau kompetensinya tidak sesuai dengan
jabatan yang diduduki; (3) di beberapa organisasi perangkat daerah, sumber daya
manusia yang ada sangat terbatas baik dilihat dalam konteks kuantitas maupun
kualitas; (4) eksternalitas yang luar biasa dari beberapa organisasi perangkat
daerah; (5) banyak organisasi perangkat daerah yang tidak atau belum memiliki
standard operating procedure (SOP) sehingga pelaksanaan kerja didasarkan pada
kebiasaan atau yang telah dilakukan sebelumnya.
Kedua, masalah yang lebih sempit terkait dengan pengangkatan pimpinan
organisasi perangkat daerah dan sistem kerja. Umum dipahami bahwa
pengangkatan beberapa pimpinan organisasi perangkat daerah karena kedekatan
dengan Walikota, jadi lebih bersifat politis dan tidak merit system. Kebanyakan
dari para pimpinan ini lebih berorientasi pada keinginan jabatan dalam konteks
pemenuhan materi, sehingga kinerja yang dibangun tidak berdasarkan komitmen
dan integritas. Sebagian besar Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) disusun oleh Bappeda, sehingga Laporan Akuntabilitas yang disusun
sesungguhnya tidak memberikan gambaran kinerja yang benar dan faktual.
Terakhir, umumnya Indikator Kinerja Utama (IKU) disusun sekedar agar ada,
yang tidak mencerminkan tugas pokok dan fungsi yang sesungguhnya dari SKPD.
32 Checkland dan Scholes, op.cit., hal.27
33Wawancara pendahuluan dengan Sekretaris Kota dan Kepala Bappeda Kota Tangerang
pada tanggal 15 November 2012.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
18
Universitas Indonesia
Padahal IKU ini menjadi indikator yang dapat digunakan untuk evaluasi kinerja
dari setiap organisasi perangkat daerah.
Dari kompleksitas permasalahan sebagaimana yang telah diuraikan
dalam latar belakang dan situasi yang dapat dianggap problematik di atas, maka
dapat dipahami ada beberapa level masalah yang berkaitan dengan pembentukan
organisasi perangkat daerah di kota Tangerang, yang harus dipahami secara
comprehensive sebagai suatu kompleksitas masalah yang hirarkhis. Tidak hanya
terkait dengan nomenklatur, tugas pokok dan fungsi OPD, akan tetapi juga dilihat
beberapa regulasi yang menjadi dasar pembentukannya sebagai realisasi dari
kebijakan desentralisasi. Artinya, masalah kebijakan desentralisasi dalam format
Undang-undang sebagai payung hukum yang dianggap berada pada level pertama
akan menentukan struktur permasalahan berikutnya. Pada level pertama di tingkat
makro, berkaitan dengan regulasi nasional tentang pemerintahan daerah terutama
terkait dengan politik desentralisasi yang menyangkut pembagian urusan. Menurut
Farouk Muhammad, Anggota Komite I DPD RI Tim Kerja UU Pemerintahan
Daerah:
“Pembagian urusan dalam UU No.32 tahun 2004 menyebabkan tidak
jelasnya politik desentralisasi sebagaimana mandat Pasal 18 UUD
1945. Bahkan, UU No.32/2004 cenderung tidak sejalan dan tidak
konsisten dengan UUD 1945 yang telah memberikan arahan jelas
bahwa pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.34
”
Lebih jauh dikatakan oleh Farouk Muhammad bahwa:
“ UU No.32/2004 mengindikasikan penganutan politik desentralisasi
yang rancu bahkan melahirkan praktik kepemerintahan yang tumpang
tindih, jauh dari prinsip good governance. Pengaturan dalam UU ini
melahirkan tanda tanya tentang apa sesungguhnya yang menjadi
kewenangan pemerintah dan pemerintahan daerah. Di satu pihak UU
ini menganut prinsip general competence dan residual power, tetapi
di lain pihak menggunakan lagi prinsip concurrent yang
mengaburkan implementasi prinsip yang disebut terdahulu.
34
Farouk Muhammad. “Kewenangan Pusat dan Daerah.” Harian Kompas 5 Juni 2014,
hal. 6. Pendapat ini merupakan pendapat anggota DPD yang menjadi Tim Kerja Revisi UU
No.32/2004 sebelum UU Pemerintahan yang baru disyahkan. Begitu juga penelitian ini telah
dilakukan jauh sebelum disahkannnya UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Sehingga beberapa data dan pendapat menjadi sumber referensi yang mendahului.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
19
Universitas Indonesia
Konsekuensinya, porsi terbesar dalam pembagian anggaran justru
dialokasikan untuk pemerintah.”35
Kejelasan pembagian urusan yang harus direvisi ini menegaskan akan
perlunya rekonseptualisasi kewenangan sentralisasi dan desentralisasi dalam
kerangka regulasi tentang pemerintahan daerah. Hal ini menjadi penting secara
makro dalam rangka penguatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah dalam kerangka otonomi yang secara agregat merupakan pilar
pembangunan nasional. Sudut pandang yang hampir sama dikemukakan oleh
Kementerian Dalam Negeri sebagai representasi dari Eksekutif, di mana
dikatakan bahwa:
“Pembagian urusan pemerintahan masih menjadi tarik menarik
antara pemerintah, provinsi dan kabupaten/ kota. Salah satu
sumbernya adalah karena ketidakjelasan UU No.32 Tahun 2004 dan
PP No.38 Tahun 2007 dalam membagi urusan antar tingkat
pemerintahan yang berbeda. Kendati UU No.32 Tahun 2004 telah
menentukan kriteria yang digunakan untuk membagi urusan, namun
dalam praktiknya, penggunaan kriteria sangat sulit dilakukan.”36
Pada dasarnya memang PP No.38 Tahun 2007 telah mencoba mengatur
urusan pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota untuk semua urusan konkuren.
Peraturan pemerintah ini menjelaskan bahwa provinsi menyelenggarakan urusan
skala provinsi, sedangkan kabupaten/kota menyelenggarakan urusan skala
kabupaten/kota. Meskipun demikian, mana urusan yang skala provinsi dan mana
urusan skala kabupaten/ kota untuk setiap sektor belum dapat dirumuskan dengan
jelas. Akibat dari hal ini adalah banyak pelaku dan pemangku kepentingan yang
kemudian memberi interpretasi yang berbeda-beda tentang mana urusan
pemerintah, provinsi dan kabupaten/ kota. Selanjutnya Kementerian Dalam
Negeri menyatakan bahwa:
35
Ibid, Farouk. 36
Dalam Negeri Republik Indonesia. “Naskah akademik Revisi Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.” Desember 2009, hal 29. Pendapat Kementerian
Dalam Negeri dalam Naskah Akademik ini menjadi dasar pemikiran dalam perubahan UU
No.32/2004 yang telah diundangkan menjadi UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
pada tanggal 2 Oktober 2014..
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
20
Universitas Indonesia
“Ketidakjelasan pembagian urusan antar susunan pemerintahan
sering menjadi sumber konflik antara daerah dengan kementerian dan
lembaga di pusat dan menimbulkan kekaburan dari konsep
desentralisasi itu sendiri. Kementerian dan LPNK sering
mengembangkan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai
dengan semangat UU No.32 Tahun 2004 dan PP No.38 Tahun 2007.
Mereka memahami pembagian urusan berdasarkan atas apa yang
sudah mereka lakukan secara rutin berdasarkan struktur
kelembagaan yang ada, bukan atas pertimbangan konsepsional
tentang pembagian peran antara pusat dan daerah dalam era
desentralisasi.
Masalah lain yang muncul dari pelaksanaan UU No.32 Tahun 2004
adalah pembagian urusan menjadi urusan wajib dan urusan pilihan
yang harus diselenggarakan daerah. Pengaturan urusan wajib dan
pilihan secara simetris kepada daerah yang berbeda karakteristik dan
lingkungannya dinilai tidak cocok. Urusan wajib seharusnya dibatasi
pada urusan pemenuhan kebutuhan dasar dan strategis yang
umumnya dihadapi oleh daerah, sedangkan urusan pilihan sebaiknya
diperluas agar dapat memberi ruang kepada daerah untuk
mengembangkan pemerintahan sesuai dengan tantangan dan
kebutuhan daerah.”37
Menurut pandangan Kementerian Dalam Negeri bahwa rekonseptualisasi
kewenangan sentralisasi dan desentralisasi memberikan perubahan mendasar
dalam penerapan otonomi daerah, terutama terkait dengan masalah kelembagaan.
Permasalahan yang dihadapi sekarang ini pada sisi kelembagaan adalah adanya
kecenderungan membengkaknya kelembagaan daerah untuk mengimbangi tekanan
birokrasi akibat terjadinya penambahan pegawai. Otonomi luas telah memberikan
peluang pemerintah daerah membengkakan struktur organisasi pemerintahan daerah
dan besarnya struktur organisasi akan menuntut adanya tambahan pegawai.
Tambahan pegawai akan menyebabkan membengkaknya biaya rutin (biaya tidak
langsung) dan akan menyisakan sedikit sekali untuk membiayai pelayanan publik
(biaya langsung).
Kementerian Dalam Negeri mengidentifikasi beberapa permasalahan pada
level makro yang terkait dengan organisasi perangkat daerah. Pertama,
kecenderungan daerah untuk membentuk organisasi perangkat daerah yang banyak
37
Ibid.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
21
Universitas Indonesia
jumlahnya dan kurang didasarkan kebutuhan nyata daerah yang bersangkutan.
Kedua, adanya orientasi pegawai daerah untuk menduduki jabatan struktural sangat
tinggi dan berlebihan. Hal ini disebabkan karena jabatan struktural dalam birokrasi
publik memiliki fungsi yang multi dimensional. Ketiga, peningkatan jabatan
fungsional kurang berkembang di dalam birokrasi daerah. Padahal jabatan
fungsional tidak menuntut organisasi yang besar, bahkan dapat memperbaiki kualitas
pelayanan pemerintah daerah melalui peningkatan kapasitas aparatur birokrasi.
Keempat, adanya kecenderungan dari Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non
Kementerian (LPNK) untuk mendesak daerah membuat struktur organisasi
sebagaimana yang ada di pusat dengan tawaran akan diberi bantuan.38
Buruknya pelayanan publik diidentifikasikan berpengaruh pada tingkat
kesejahteraan masyarakat.39
Pembengkakan organisasi juga berdampak pada
melebarnya rentang kendali (span of control) dan menimbulkan masalah
"inkoherensi institusional" karena fungsi yang seharusnya ditangani dalam satu
kesatuan unit harus diderivasi ke beberapa unit organisasi sehingga pada akhirnya
mengarah pada proliferasi birokrasi. Kondisi tersebut lebih jauh juga berpotensi
menimbulkan disharmoni atau bahkan friksi antar unit organisasi sebagai akibat
tarik-menarik kewenangan. Untuk itu pengaturan subtansial urusan bagi perangkat
daerah yang efektif harus menjadi perhatian penting dalam penyempurnaan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 200440
. Penyempurnaan UU No.32 Tahun 2004,
memberikan implikasi terhadap perubahan PP No. 41 Tahun 2007 tentang
Organisasi Perangkat Daerah. Bagi Pemerintahan Kota sendiri hal itu memberikan
implikasi terhadap penyempurnaan Peraturan Daerah tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
Pada level kedua, kebijakan dalam Peraturan Daerah yang berada di
tingkat meso berkaitan dengan pemerintahan daerah dalam memformulasikan
38
Kementerian Dalam Negeri, op.cit., hal. 143-144. 39
Kementerian Dalam Negeri. Naskah Akademik Usulan Perubahan UU No.32/2004,
2011, hal 36-37. 40
Perubahan UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU No.23/2014
telah disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 30 September 2014 dan diundangkan pada tanggal 2
Oktober 2014. Penelitian ini telah dilaksanakan jauh hari, sebelum UU No.23 Tahun 2014
diundangkan sehingga ada beberapa pemikiran yang mendahului. Perubahan juga sedang
dilaksanakan terhadap PP No.38 dan PP No.41 sebagai turunan dari UU Pemerintahan Daerah
yang baru.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
22
Universitas Indonesia
kelembagaan organisasi perangkat daerah. Fokus pada level ini tidak berada di
provinsi, akan tetapi berada pada level pemerintah kota. Di samping karena kota
sebagai daerah otonom, hal ini dimungkinkan karena tidak ada hubungan hirarkhis
subordinasi antara provinsi dan kota. Dalam manajemen pemerintahan sehari-hari,
hubungan interdepedensi dan interrelasi antar pemerintahan daerah kota adalah
keniscayaan. Secara fungsional keberadaan provinsi diharapkan dapat
memfasilitasi manajemen pemerintahan antar kota agar terjadi koherensi, sinergi,
dan integrasi dengan baik.
Di tingkat meso ini, permasalahan efektivitas organisasi perangkat daerah
di tingkat kota dilihat dalam relasi fungsional antara Peraturan Daerah dengan
organisasi perangkat daerah yang merupakan pengejawantahan desentralisasi
urusan. Di samping itu, berkaitan juga dengan relasi fungsi institusional
organisasi perangkat daerah kota Tangerang yang meliputi: kelembagaan,
anggaran, kepemimpinan, sumber daya manusia (SDM), sistem dan sarana
prasarana. Dalam level kebijakan operasional kelembagaan OPD yang berada di
tingkat mikro, berkaitan dengan kapabilitas adaptasi organisasi perangkat daerah
di kota Tangerang terhadap perkembangan lingkungan strategik, diferensiasi
fungsi dari struktur organisasi dan arah kecenderungan model pembentukan
organisasi perangkat daerah di tingkat kota yang optimal. Permasalahan di tingkat
mikro sangat berkaitan dengan arah pengembangan organisasi dan
institusionalisasi peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat daerah di
kota Tangerang. Dari apa yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan
masalah disertasi ini adalah bagaimana penataan ulang pembentukan Organisasi
Perangkat Daerah dalam tiga level kelembagaan di Kota Tangerang, Provinsi
Banten dilihat dalam perspektif desentralisasi. Dari rumusan masalah ini
kemudian dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian.
1.5 Pertanyaan Penelitian
Dari apa yang telah diuraikan dalam latar belakang dan situasi problematik
yang dihadapi oleh organisasi perangkat daerah kota Tangerang dan rumusan
masalah serta relevansi dengan metodologi penelitian yang digunakan, maka
dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
23
Universitas Indonesia
1. Bagaimanakah perubahan regulasi pada level makro yakni perubahan
UU Tentang Pemerintahan Daerah serta PP sebagai turunannya yang
menjamin terwujudnya efektivitas Peraturan Daerah dalam
pembentukan Organisasi Perangkat Daerah?
2. Bagaimana perubahan regulasi pada level meso yakni perubahan
Peraturan Daerah tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah
yang menjamin terwujudnya efektivitas kelembagaan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD)?
3. Bagaimana perubahan pada level mikro-1 yakni pembentukan
kelembagaan organisasi perangkat daerah dalam mewujudkan
optimalisasi peranan, fungsi dan tugas pokoknya?
4. Bagaimana perubahan pada level mikro-2 yakni peningkatan
efektivitas kinerja kelembagaan dari Organisasi Perangkat Daerah di
kota Tangerang?
1.6 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan perumusan permasalahan yang telah
diuraikan sebelumnya oleh peneliti, maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Melakukan analisis pada level makro yakni perubahan UU Tentang
Pemerintahan Daerah serta PP sebagai turunannya yang menjamin
terwujudnya terwujudnya efektivitas Peraturan Daerah dalam
pembentukan Organisasi Perangkat Daerah;
2. Menganalisis perubahan pada level meso yakni perubahan Peraturan
Daerah tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah yang
menjamin terwujudnya efektivitas kelembagaan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD);
3. Menganalisis perubahan pada level mikro-1 yakni pembentukan
kelembagaan organisasi perangkat daerah dalam mewujudkan
optimalisasi peranan, fungsi dan tugas pokok SKPD;
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
24
Universitas Indonesia
4. Menganalisis perubahan pada level mikro-2 yakni peningkatan
efektivitas kinerja kelembagaan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah.
1.7 Signifikansi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat. Pertama,
manfaat ilmiah. Kedua, manfaat praktis.
1. Manfaat Ilmiah
Manfaat ilmiah dari penelitian ini terdiri atas dua hal. Pertama,
untuk pengembangan ilmu administrasi publik khususnya mengenai
administrasi pemerintahan daerah yang berfokus pada konsep
desentralisasi kota. Kajian terhadap desentralisasi di lingkup pemerintahan
kota sebagai daerah otonom dalam pembentukan organisasi perangkat
masih relatif sedikit. Bagaimana proses pembentukan organisasi perangkat
daerah dan faktor-faktor dominan apa yang mempengaruhinya merupakan
kajian yang sangat menarik.
Penataan ulang institusional organisasi perangkat daerah kota yang
efektif dan rasional, yang dibangun akan menjadi prototype bagi kota-
kota lainnya di Indonesia. Kedua, penelitian ini akan memberikan
kontribusi konseptual bagi pemerintahan daerah dalam membentuk
organisasi perangkat daerah, di tingkat kota yang sesuai dengan dinamika
dan diferensiasi lingkungan dan kebutuhan masyarakat secara luas serta
mampu menjawab permasalahan yang dihadapi oleh Kota. Dalam
pembentukan organisasi perangkat daerah, pemerintah daerah dapat
mempertimbangkan hasil kajian ini sebagai referensi ilmiah.
2. Manfaat Praktis
Secara generik hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pemikiran bagi para birokrat pengambil kebijakan di
pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Bagi pemerintah pusat,
diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan struktural dalam
membangun pola relasi institusional antara pemerintah dan organisasi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
25
Universitas Indonesia
perangkat daerah kota sesuai dengan prinsip desentralisasi yang
diterapkan. Sementara itu bagi pemerintahan daerah, penataan ulang yang
dihasilkan dari kajian ini dapat digunakan oleh para pengambil keputusan
di pemerintahan daerah kota sebagai alat memformulasikan dan
mengevaluasi kebijakan pembentukan organisasi perangkat daerah yang
telah diimplementasikan.
Untuk memformulasikan suatu kebijakan, penataan ulang ini dapat
dijadikan acuan dalam perumusan kebijakan pembentukan organisasi
perangkat daerah oleh pemerintah kota lainnya. Sementara itu, untuk
evaluasi kebijakan, hal ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan penetapan dan pelaksanaan kebijakan pembentukan
organisasi perangkat daerah pada level kota untuk kemudian dilakukan
penyempurnaan yang didasarkan atas perubahan yang menyangkut nilai
fundamental dari suatu kebijakan.
1.8 Pembatasan Penelitian
Pembatasan penelitian di sini dimaknai sebagai ruang lingkup dari
penelitian yang dilakukan. Pembatasan penelitian dilakukan karena
kompleksitas karakteristik organisasi perangkat daerah di kota Tangerang.
Ruang lingkup penelitian ini adalah pembentukan organisasi perangkat
daerah di tingkat kota dengan fokus pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan, pendidikan dan kearsipan.
Implikasi dari pembatasan penelitian ini ialah fungsi SKPD dalam
menyelenggarakan pelayanan publik sesuai bidang masing-masing. SKPD
pada hakikatnya mempunyai karakteristik homogen, yaitu bertitik berat
pada fungsi pelayanan publik (public service) secara nasional. Pembentukan
SKPD di Kota Tangerang dapat dipandang sebagai varian dari pembentukan
SKPD di daerah atau kota-kota lain di seluruh Indonesia. Analisis pada
Kota Tangerang sebagai salah satu entitas pemerintah kota, lokus penelitian
mengamati SKPD sebagai organisasi penyedia pelayanan publik dasar bagi
masyarakat. Organisasi perangkat daerah merupakan organisasi yang terdiri
dari unsur pemerintahan daerah yang meliputi DPRD, Kepala Daerah dan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
26
Universitas Indonesia
Wakil serta satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Pengertian perangkat
daerah adalah unsur-unsur daerah dalam penyelenggaraan daerah.
Ruang lingkup pertama, dikaji mengenai regulasi nasional sebagai
dasar hukum dalam menjamin terwujudnya efektivitas Peraturan Daerah
sebagai suatu kebijakan dalam pembentukan Organisasi Perangkat Daerah
pada kota Tangerang. Dalam kajian ini dianalisis perubahan regulasi
nasional yang harus dilakukan terhadap Undang-Undang Pemerintahan
Daerah khususnya yang terkait dengan pengaturan organisasi perangkat
daerah. Ruang lingkup kedua adalah menganalisis efektivitas organisasi
perangkat daerah pada tingkat kota di Tangerang. Faktor-faktor
kelembagaan, kepemimpinan, sumber daya manusia dan anggaran, sistem
serta sarana dan prasarana merupakan komponen-komponen dalam ruang
lingkup kedua ini.
Dalam ruang lingkup ketiga dibatasi pada kecenderungan
pembentukan organisasi perangkat daerah yang efektif dan rasional sesuai
dengan dinamika perkembangan lingkungan. Ruang lingkup terakhir terkait
dengan peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat daerah meliputi
proses pengambilan keputusan, keterlibatan komponen pemerintahan dalam
proses pembentukan struktur organisasi. Di samping itu, oleh karena
penelitian ini, terutama dalam proses pengumpulan data, telah dilaksanakan
pada bulan Oktober 2013 maka analisis yang dikembangkan dalam disertasi
ini lebih dahulu disusun sebelum UU No.23 Tahun 2014 diundangkan.
1.9 Soft System Methodology sebagai Pendekatan Penelitian
Pembatasan juga dilakukan dalam tahapan ke 7 dari Soft System
Methodology (SSM) di mana aksi tidak diterapkan karena keterbatasan
Peneliti bukan sebagai stakeholders, di samping dibutuhkan waktu yang
cukup lama untuk menyusun aksi yang dapat dilakukan setelah dilakukan
perbandingan dan perubahan yang diinginkan. Soft Systems Methodology
menurut Checkland dan Poulter (2006:192) is an approach for tackling
problematical, messy situations of all kinds. Lebih jauh disebutkan bahwa
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
27
Universitas Indonesia
SSM is an organized way of tackling perceived problematical (social)
situations. It is an action research. Dengan demikian, di dalam penelitian
ini proses SSM, sebagaimana dikemukakan dalam Bab 3, dimodifikasi
untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan serta keterbatasan ruang dan waktu.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
28
Universitas Indonesia
BAB 2
KERANGKA TEORITIS DAN TINJAUAN PUSTAKA
Bab 2 merupakan tinjauan teoritis serta tinjauan atas riset-riset terdahulu
berkaitan dengan pokok bahasan tentang desentralisasi. Pembahasan kerangka
teori ini bertujuan untuk memaparkan desentralisasi dalam ilmu administrasi
publik, serta bagaimana perubahan-perubahan paradigma yang terjadi. Di dalam
bab ini diuraikan mengenai kenyataan praktik-praktik penerapan desentralisasi di
Indonesia yang telah menimbulkan sejumlah tanda tanya. Riset-riset yang sudah
dilakukan nampaknya belum berhasil mengungkap what dan why dibalik
permasalahan dalam penerapan pemerintahan lokal (local government). Keadaan
yang menjadi gambaran umum locus penelitian ini diterjemahkan dalam konteks
pendekatan SSM sebagai sesuatu keadaan yang secara keseluruhan masih
bersifat messy serta tidak terstruktur (ill-structured).
Pembahasan dimulai dengan menelusuri konsep desentralisasi sebagai
landasan penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta memberikan penekanan
substansial pada desentralisasi kota, konsep kota dan kemudian mengenai teori-
teori tentang organisasi. Telaahan ini mencakup eksplorasi teori ilmu
administrasi dan kemudian tinjauan atas sejumlah riset. Di bagian akhir
dipaparkan alasan mengapa SSM (Soft Sistem Methodology) dipilih sebagai
metode penelitian.
2.1. Konsep dan Teori Administrasi Publik
Gusman dan Reforma menunjukkan bahwa penerapan kebijakan
desentralisasi di negara berkembang tumbuh dengan ragam dinamika sebagai
konsekuensi penerapan konsep-konsep pemerintahan modern, yakni upaya
menerapkan demokratisasi sistem politik dan upaya untuk melakukan
pembangunan berkelanjutan.41
41Gusman dan Reforma, op.cit., hal.1
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
29
Universitas Indonesia
Nigro & Nigro juga menunjukkan bahwa praktek pemerintahan di negara
berkembang pada hakikatnya merupakan penerapan konsep-konsep ilmu
administrasi publik sebagai sebuah disiplin ilmu42
. Merefleksikan perkembangan
ilmu administrasi publik di Indonesia, Miftah Toha membagi administrasi publik
ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan periodisasi yakni administrasi publik
klasik atau administrasi publik lama (old public administration). kedua,
manajemen publik baru atau new public management, dan kemudian periode
ketiga, new public service. 43
Periodisasi administrasi publik dari Miftah Toha berakar pada sejumlah
rujukan, di antaranya adalah Jay M. Shafrits dan Albert C. Hyde44
, yang
menjelaskan perkembangan administrasi publik mulai dari Early Voices nya
Woodrow Wilson (1887), konsep birokrasi Max Weber (1922) sampai Luther
Gulick (1937), the Postwar Period dengan konsep Theory of Human Motivation
A. Maslow (1943) sampai dengan the Science of “Muddling Through” dari
Charles E. Lindblom (1959). Pada tahun 1960an, teori-teori administrasi publik
diperkaya dengan Organization and System Concept dari Daniel Katz dan Robert
L. Kahn (1966), pemikiran tentang Administrative Decentralization and Political
Power dari Herbert Kaufman (1969). Pada periode ini menarik dipahami
pemikiran dari Dwight Waldo (1968) tentang Public Administration in a Time of
Revolution. Di mana Waldo mengatakan, bahwa administrasi publik sedang hidup
di zaman yang penuh kekacauan (time of turbulence) yang tidak mampu
menjawab permasalahan sosial politik, kemiskinan dan perubahan sosial.
Dwight Waldo menjadi inspirasi atas pemikiran-pemikiran dari H.
George Frederickson (1971) tentang Toward a New Public Administration, Peter
A. Pyhrr (1977) tentang The Zero-Base Approach to Government Budgeting,
42Banyak pengertian tentang administrasi publik. Salah satu di antaranya adalah dari Felix
A. Nigro dan Lloyd G. Nigro. Modern Public Administration. (New-York: Harper & Row,
Publish, 1992) yang mengatakan bahwa karakteristik administrasi publik adalah (1) cooperative
group effort in public setting; (2) covers all three branches of government –executive, legislative
and judicial- and their interrelationships; (3) has an important role in the formulation of public
policy and is thus a part of the political process; (4) different in significant ways from private
administration; (5) closely associated with numerous private groups and individuals in providing
services to community.
43
Miftah Toha. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. (Jakarta: Kencana, 2008), hal.83
44
Jay M. Shafritz dan Albert C. Hyde. Classics of Public Administration. (California:
Cole Publishing Company, 1987)
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
30
Universitas Indonesia
tahun 1980an dan pemikiran dari Graham T. Allison (1980) tentang Public and
Private Management: Are They Fundamentally Alike in All Unimportant Respect?
Dalam konsep yang hampir sama berdasarkan pada periodisasi
perkembangannya, Nicholas Henry45
membagi administrasi publik ke dalam lima
paradigma46
. Paradigma pertama (tahun 1900-1926), yaitu the
politics/administration dichotomy. Paradigma pertama ini dilandasi oleh tulisan
dari Frank J. Goodnow (1900) tentang politics and administration. Goodnow
mengatakan bahwa pemerintah mempunyai dua fungsi yang berbeda, yaitu fungsi
politik dan fungsi administrasi. Fungsi politik berkaitan dengan pembuatan
kebijakan atau perumusan pernyataan keinginan negara, sedangkan fungsi
administrasi berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan. Paradigma ini menekankan
pada locus dari administrasi publik yang dipusatkan pada birokrasi pemerintah,
sedangkan lembaga legislatif dan yudikatif mempunyai fungsi dan tanggung
jawab merumuskan tentang apa yang menjadi keinginan negara.
Dalam paradigma kedua, the principles of administration, pusat perhatian
lebih ditekankan pada focus dari administrasi publik. Dikemukakan bahwa ada
prinsip-prinsip administrasi dalam setiap jenis organisasi apapun bentuknya.
Aspek locusnya bersifat ubikitos yaitu ada di mana-mana, ini berarti bahwa
prinsip administrasi tetap menjadi prinsip. Dalam realitanya prinsip ini ada pada
organisasi industri, bisnis maupun pemerintahan dan organisasi lainnya tanpa
melihat aspek budaya, lingkungan, tujuan ataupun jenis institusinya.
Perkembangan dari paradigma pertama dan kedua, adalah periode
tantangan (the Challenge, 1938-1947), di mana banyak para pakar administrasi
menolak konsep dikotomi politik administrasi. Muncul pemikiran, bahwa
administrasi bukanlah sesuatu yang hampa nilai (value free) atau bersifat
imparsial dan apolitis, akan tetapi sesuatu yang sarat akan nilai politik. Pada
periode ini pula beberapa pakar administrasi menyerang konsep prinsip-prinsip
administrasi. Secara umum, mereka menyalahkan penerapan nilai-nilai dan
metodologi yang melandasi prinsip-prinsip tersebut. Reaksi terhadap tantangan,
45 Nicholas Henry. Public Administration and Public Affairs. (New-York: Prentice Hall,
1980), hal. 29-55.
46
Paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar
atau cara memecahkan suatu masalah yang dianut suatu masyarakat ilmiah pada suatu masa
tertentu. Lihat Inu Kencana, dkk. Ilmu Administrasi Publik. (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal. 28.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
31
Universitas Indonesia
reaction to the challenge (1947-1950), muncul dipelopori oleh Hebert A. Simon
yang menawarkan konsep tentang proses perumusan kebijakan. Menurut Simon,
proses perumusan kebijakan merupakan hubungan konsepsional logis antara
administrasi publik dan ilmu politik. Dalam proses ini administrasi publik
mempertimbangkan langkah-langkah internal yang berkenaan dengan formulasi
dan implementasi kebijakan, sedangkan ilmu politik, mempertimbangkan
langkah-langkah eksternal yang berkenaan dengan tekanan-tekanan sosial
masyarakat yang dapat berimplikasi pada perubahan politik dan sosial.
Paradigma ketiga, public administration as political science (1950-1970),
di mana administrasi publik kembali kepada induk disiplinnya, yaitu ilmu politik,
dan locusnya adalah birokrasi pemerintahan dengan focus yang semakin
berkurang. Pada fase ketiga ini, berkembang upaya untuk membangun kembali
hubungan konsepsional antara administrasi publik dan ilmu politik. Hal ini
mengakibatkan administrasi publik kehilangan karakteristiknya, di mana lingkup
wilayah, tekanan dan pengertian terminologisnya diidentikkan dengan ilmu
politik. Dalam fase ketiga, para pakar administrasi publik terasing dari bagian
ilmu politik dan menjadi warga kelas dunia.
Dalam paradigma keempat, public administration as administrative
science (1956-1970), para pakar administrasi publik berupaya mencari alternatif
akar disiplin ilmunya yaitu ilmu administrasi. Ilmu administrasi sendiri pada
dasarnya merupakan studi kombinasi antara teori organisasi dan ilmu manajemen.
Pada paradigma keempat ini ilmu administrasi lebih dominan focusnya daripada
locusnya. Dalam fase ini pula pada tahun 1960-an berkembang apa yang disebut
sebagai organizational development sebagai bagian dari ilmu administrasi.
Konsep ini berkembang dan banyak menarik perhatian para pakar administrasi
publik. Masalah pokok yang muncul, adalah paradigma ini belum dapat mengatasi
masalah focus dari administrasi publik, apa garis pembedaan antara public
administration dan private administration. Paradigma kelima, menurut Nicholas
Henry, adalah public administration as public administration. Di dalam
paradigma ini kedudukan administrasi publik mulai berada dalam kondisi stabil,
meskipun kemudian agak berkembang dengan adanya spesialisasi baru yaitu
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
32
Universitas Indonesia
comparative public administration47
yang banyak diterapkan di negara-negara
berkembang termasuk di Indonesia. Pada fase kelima ini, Nicholas Henry
mengemukakan adanya paradigma administrasi publik yang baru, di mana focus
administrasi publik adalah teori organisasi (organization theory) dan ilmu
manajemen (management science) dan locusnya adalah kepentingan publik
(public interest) dan masalah-masalah publik (public affairs).
Miftah Toha48
menilai penjelasan-penjelasan Shafritz dan Hyde serta
Nicholas Henry, masih didominasi oleh pemikiran dari Woodrow Wilson,49
Frederick Taylor,50
Luther Gulick51
dan Herbert Simon52
, yang melihat disiplin
ilmu administrasi publik sebagai a body of knowledge yang bersifat netral dari
nilai. Ketiganya memberikan suatu model normatif yang seharusnya
dipergunakan sebagai pedoman dalam mengatur dan melaksanakan organisasi
publik. Model yang dibangun dipergunakan untuk menjelaskan peranan
administrator publik atau birokrasi pemerintah, terutama hubunganya dengan
proses politik, prinsip-prinsip efisiensi sebagai lawan dari responsivitas. Dalam
pandangan klasik, keseluruhan hal itu secara kuat dipergunakan sebagai kriteria
untuk menilai kinerja instansi publik dan untuk merancang suatu bangunan
organisasi pemerintah.
Dalam periode kedua, fokus substansialnya diarahkan pada bagaimana
menggunakan mekanisme pasar dan terminologi bisnis ke dalam sektor publik.
Dengan konsep pemikiran seperti ini, maka perlu dilakukan transformasi
kebiasaan kinerja sektor publik dari tradisi berlandaskan aturan (rule-based) dan
proses yang menggantungkan pada otoritas pejabat (authority driven process)
menjadi orientasi pasar (market-based) dan didorong untuk berkompetisi sehat
(competition-driven tactics). Dalam konsep new public management difokuskan
pada kapabilitas kepemimpinan, di mana pemimpin didorong untuk mampu
menemukan cara baru dan inovatif untuk memperoleh hasil yang maksimal atau
47Lihat juga Ferrel Heady. Public Administration, A Comparative Perspective. (New-
York: Marcel Dekker, 1991).
48
Miftah Toha, op.cit., hal.83
49
Lihat Woodrow Wilson. “The Study of Administration.”dalam Shafritz and Hyde,
op.cit., hal.10-25
50
Lihat F.W Taylor. “Scientific Management.” Ibid hal. 29-33
51
Lihat Luther Gulick. “Notes on the Theory of Organization. “Ibid hal 79-89.
52
Lihat Herbert A. Simon. “The Proverbs of Administration.” Ibid hal.164-179
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
33
Universitas Indonesia
secara efisien melakukan privatisasi terhadap fungsi-fungsi penyelenggaraan
pemerintahan. Seorang pemimpin hanya melakukan steering tidak lagi rowing,
yang terbatas di dalam menjalankan fungsi mengendalikan, memimpin dan hanya
mengarahkan pada tindakan yang bersifat strategis.
Konsep pokok dari new public management, menitikberatkan pada
mekanisme pasar dalam mengarahkan program-program publik dengan
menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang umumnya dilakukan
oleh institusi dan para birokrat pemerintah. Dengan konsep seperti ini, menurut
Christopher Hood dari London School of Economics sebagaimana dikutip Miftah
Toha53
, akan mengubah cara-cara model birokratik-publik yang tradisional ke
arah cara dan model dunia bisnis dan perkembangan pasar. Untuk dapat
meningkatkan produktivitas dan pelayanan kepada publik, pemimpin institusi
pemerintah didorong untuk memperbaiki dan lebih transparan dengan
mewujudkan akuntabilitas publik kepada masyarakat, membangun kembali visi
dan misi organisasi yang adaptif, melakukan streamlining proses dan prosedur
birokrasi serta melakukan desentralisasi proses pengambilan kebijakan.
Konsep desentralisasi di dalam perspektif new public management
dicetuskan oleh David Osborne dan Ted Gaebler54
sebagai prinsip reinventing
government kemudian dieksplor Peter Plastrik,55
dalam hal mana reinventing
government diasumsikan sebagai transformasi semangat dan kinerja
entrepreneurship ke dalam birokrasi pemerintah. Dari sepuluh pilar reinventing
government56
salah satunya adalah perlunya pemerintah melakukan desentralisasi
dalam sistem pemerintahan. Konsep desentralisasi menurut Osborne dan Gaebler
dimaksudkan untuk mendorong pengalihan wewenang dari pusat ke daerah
melalui organisasi atau sistem yang ada. Implikasi dari konsep ini adalah, pejabat
53 Miftah Toha, op.cit., hal. 75
54
David Osborne dan Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi
Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik . Terj. Abdul Rosyid (Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo, 1999)
55
David Osborne dan Peter Plastrik. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju
Pemerintahan Wiirausaha. Terj. Abdul Rosyid (Jakarta: PPM, 2004).
56
Pilar yang lain adalah pemerintah harus bersifat sebagai katalis (catalytic government),
milik masyarakat (community owned government), kompetitif (competitive government),
berorientasi misi (mission driven government), berorientasi pada hasil (result oriented
government), berorientasi pada pelanggan (costumer driven government), bersifat wiraswasta
(enterprising government), antisipatif (antipatory government) dan berorientasi pada pasar
(market oriented government).
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
34
Universitas Indonesia
atau birokrat di tingkat lokal atau daerah didorong untuk secara langsung
meningkatkan inisiatif pelayanan kepada publik.
Dalam periode ketiga, konsep the new public service, menurut Miftah
Toha57
berbeda dengan model klasik dan the new public management, lebih
menekankan pada berbagai elemen. The new public service mempunyai normatif
model yang dapat dibedakan dengan konsep-konsep lainnya. Ide dasar dari
konsep ini dibangun dari konsep-konsep: (1) teori democratic citizenship; (2)
model komunitas dan civil society; (3)organisasi humanism; (4) postmodern ilmu
administrasi publik. Empat konsep ini yang membangun perkembangan ilmu
administrasi publik. Dalam konsep pertama, menurut Sandel sebagaimana dikutip
oleh Miftah Toha58
, bahwa citizenship yang demokratis adalah adanya
keterlibatan yang aktif dari warga negara dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan.
Dalam konteks ini, warga negara tidak hanya melihat dari perspektif
individu dalam persoalan yang lebih besar, namun melihat semua persoalan dari
perspektif yang lebih luas untuk kepentingan umum, merasa ikut memiliki, dan
adanya moral bond dengan komunitasnya. Mansbridge sebagaimana dikutip
Miftah Toha59
, mengemukakan bahwa, citizenship dalam pemahaman seperti yang
dijelaskan merupakan perekat yang memperkuat kebersamaan dalam sistem
politik. Dalam perspektif seperti ini, spirit publik (political altruisme) melibatkan
dua hal yang utama dalam individu sebagai bagian dari masyarakat, yaitu
kesetiaan dan kewajiban, di mana masing-masing memainkan peranan yang
penting dalam proses pemerintahan.
Administrasi publik pada periode ketiga ini yang lebih menekankan pada
pelayanan publik60
sebenarnya juga dipengaruhi oleh pemikiran dari Osborne dan
Gaebler. Perubahan paradigma ini sangat erat kaitannya dengan isu-isu sosial,
politik dan ekonomi global yang dihadapi oleh administrasi publik di banyak
negara, terutama di negara berkembang. Pergeseran konsep ini, sebenarnya
57Miftah Toha, op.cit., hal. 84
58
Ibid, hal.86
59
Ibid
60
Menurut Lloyd D. Musolf sebagaimana dikuitip Inu Kencana dkk. op.cit., hal 26, objek
ilmu administrasi publik adalah pelayanan publik, sehingga utamanya yang dikaji adalah
keberadaan berbagai organisasi publik.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
35
Universitas Indonesia
semakin menegaskan signifikansi peranan administrasi publik di negara
berkembang.
Masalah kelembagaan yang dihadapi oleh Indonesia, bukan hanya sebatas
bagaimana administrasi publik dapat meningkatkan public service, akan tetapi
juga membangun sistem pemerintahan yang accountable dan transparan. Konsep
public administration tidak berhenti pada terminologi administrasi negara yang
mengandung makna di dalamnya, negara mempunyai dominansi peran yang besar
tanpa keterlibatan masyarakat khususnya dalam perumusan kebijakan. Pemaknaan
public administration ke dalam terminologi “administrasi publik”, mengubah
paradigma peranan negara di dalam sistem pemerintahan. Negara, meminjam
istilah Osborne, tidak lagi berperanan rowing, akan tetapi lebih steering, bersifat
koordinatif dan membina. Dengan konsep seperti ini, maka negara harus mampu
memberdayakan seluruh potensi yang ada dalam masyarakat.
Dalam pemahaman yang hampir sama Frederickson61
mengatakan, bahwa
berdasarkan corak berpikirnya, perkembangan administrasi publik dibedakan atas
lima kelompok. Kelompok pertama, adalah paradigma birokrasi klasik dengan
para pemikirnya yang utama adalah Max Weber, diawali sebelumnya oleh
Woodrow Wilson, Ferederick Taylor, Luther Gullick dan Llyandall Urwick.
Perkembangan dari birokrasi klasik, dilanjutkan dengan paradigma neo klasik
yang memfokuskan pada administrative behavior dengan para pakarnya seperti
Herbert Simon, Richard M. Cyert dan James G.A. March. Paradigma
kelembagaan, yang memfokuskan pada efektivitas institusi dan kebijakan
merupakan kelompok yang dipelopori oleh Charles E. Lindblom, James D.
Thomson, Frederick C. Mosher dan Amitai Etzioni. Kelompok keempat,
memfokuskan administrasi publik pada paradigma hubungan kemanusiaan
(human relation), dengan para pemikirnya adalah Rensis Likert, Daniel Katz dan
Robert Kahn. Kelompok kelima adalah paradigma pilihan masyarakat umum
dengan para pakarnya yaitu Vincent Ostrom, James Buchanan dan Gordon
Tullock. Lima model administrasi publik dari Frederickson dapat dilihat dalam
tabel 2.1. Dari lima model administrasi ini, Frederickson menawarkan konsep
tentang new public administration.
61 George H Frederickson, op.cit., hal. 28-30.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
36
Universitas Indonesia
Pemikiran Frederickson tentang new public administration sebenarnya
bukanlah konsep administrasi publik yang terkini. Meskipun demikian, pemikiran
Frederickson62
yang mengajukan konsep administrasi publik baru sangat menarik
untuk dipahami, karena sangat kontekstual dengan kondisi kontemporer saat ini.
Menurut Frederickson, administrasi publik baru lebih memfokuskan pada masalah
keadilan sosial (social equity) di dalam konsepnya. Hal ini berbeda dengan
administrasi publik klasik yang lebih menekankan pada aspek efisiensi, ekonomi
dan koordinasi dari pelayanan institusi pemerintah. Administrasi publik klasik
atau konvensional lebih menekankan fokus untuk menjawab pertanyaan-
pertanyaan: (1) Bagaimana kita dapat menyediakan pelayanan yang lebih baik
dengan sumber-sumber daya yang tersedia? atau (2) Bagaimana kita dapat
mempertahankan tingkat pelayanan dengan membelanjakan seminimal mumgkin
anggaran? Pertanyaan ini selalu dimunculkan dalam konteks administrasi publik
klasik, sedangkan administrasi publik baru menambahkan pertanyaan yang
kontekstual dengan kondisi sosial, yaitu apakah pelayanan dari institusi
pemerintah dapat meningkatkan keadilan sosial.
Tabel 2.1
Model Administrasi Publik
Teori dan
Teoritisi
Fokus Empiris
(Unit Analisis) Ciri-ciri
Nilai yg akan
dioptimalkan
Model
Birokrasi
Klasik
- Taylor
- Wilson
- Weber
- Gulick and
Urwick
Organisasi
- Kel. produksi
- Instansi
Pemerintah
- Biro (bureau)
- Kelompok kerja
Struktur,hirarki,pengendalia
n otoritas, dikotomi
kebijakan-administrasi rantai
perintah, kesatuan perintah,
rentang pengendalian,
pengangkatan atas
kemampuan, sentralisasi
- Efisiensi
- Ekonomi
- Efektivitas
Model
Neobirokrasi
Simon, Cyert
March, Gore
Keputusan
Positivis-logis, penelitian
ope-rasi, analisis sistem,
siberne-tika,ilmu
manajemen, produk-tivitas
Rasionalitas
Efisiensi
Ekonomi
62Ibid, hal.9-10
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
37
Universitas Indonesia
Teori dan
Teoritisi
Fokus Empiris
(Unit Analisis) Ciri-ciri
Nilai yg akan
dioptimalkan
Model
Institusi
Lindblooom
J. Thompson
Crozier
Downs
Mosher
Etzioni
Blau
Riggs
V.
Thompson
Selznick
- Keputusan
(rasional)
- Keputusan
(tambahan)
- Perilaku
organisasi
(sistem terbuka)
- Perilaku
organisasi
- Perilaku individu
dan organisasi
- Biro dan Profesi
- Perbandingan
perilaku
organisasi
(kekuasaan)
- Perilaku
organisasi
(pertukaran)
- Organisasi dan
kebudayaan
- Perilaku
organisasi
- Perilaku
organisasi
- (Organismis)
Empiris, positivis, birokrasi
adalah cerminan
kebudayaan, pola-pola
perilaku birokrasi yg
memusatkan perhatian pada
kelangsungan, kompetisi,
teknologi, rasionalitas,
inkrementalisme, kekuasaan
Ilmu “Analisa
yang netral
tentang peri-
laku
organisasi
”Inkrementali
sme
Pluralisme
Kritik
Model
Hubungan
Kemanusiaan
McGregor
Likert
Bennis
Argyris
Individu dan
kelompok kerja
Hub
pengawas/pekerja
Daya guna
pengawas/ pekerja
Perubahan perilaku
Perubahan perilaku
Hubungan antar pribadi &
antar kelompok, komunikasi,
sanksi, motivasi, perubahan,
pelatihan, pembagian
otoritas, kebenaran prosedur,
konsensus
- Kepuasam
kerja
- Perkemban
gan pribadi
- Harga diri
individu
Model
Pilihan
Publik
Ostrom
- Hubungan organi-
sasi/ klien & dis-
tribusi barang
masyarakat umum
- Desentralisasi
Antibirokratis, penerapan
logika ekonomi pada
masalah2 distribusi
pelayanan publik, analitis,
pengibaratan pasar,
- Pilihan atau
kehendak
warga
negara - Kesempatan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
38
Universitas Indonesia
Teori dan
Teoritisi
Fokus Empiris
(Unit Analisis) Ciri-ciri
Nilai yg akan
dioptimalkan
Buchanan,
Tullock
Olson
Mitchell
Frohlich,
Oppenheimer
, Young
Niskanan
struk-tur yang
tumpang tindih
- Sektor publik
seba-gai pasar
- Besarnya kel.
klien dan
distribusi pela-
yanan publik
- Distribusi
- Kepemimpinan
dan distribusi
barang
- Perjanjian
pelaksa-naan
kontrak2, desentralisasi,
tawar menawar
memperguna
kan pelayan-
an yang
sama
- Persaingan
Sumber: Frederickson, hal,28-30
Frederikson63
mengangkat isue keadilan sosial yang menekankan pada
persamaan hak dalam pelayanan pemerintahan. Keadilan sosial menurutnya juga
ditandai oleh pertanggungjawaban kepada rakyat atas keputusan-keputusan dan
pelaksanaan program pemerintah. Lebih jauh Frederikson menekankan agar
pemerintah lebih merespons kebutuhan masyarakat dan bukan kebutuhan
organisasi publik.
Dalam administrasi publik baru, pemerintah diharapkan bertindak tanpa
diskriminasi patrimonial, suku, etnik, agama atau ikatan lainnya. Sejumlah
peneliti, praktik adminisrasi publik di Indonesia masih rentan terkondisi secara
sistematis melakukan diskriminasi. Komitmen administrasi publik baru pada
keadilan sosial, menandai pergeseran paradigma. Komitmen pada keadilan sosial
tidak hanya melibatkan pemenuhan tuntutan perubahan, akan tetapi juga upaya
untuk mendapatkan bentuk organisasi dan politik yang menonjolkan kemampuan
fleksibilitas yang terus berlangsung atau perubahan yang terus terjadi secara rutin.
Untuk memperoleh struktur-struktur yang dapat diubah, administrasi publik
cenderung untuk mencoba dan menganjurkan perubahan bentuk-bentuk organisasi
birokratis, melalui penerapan konsep desentralisasi, devolusi, kontrak-kontrak,
63Ibid, hal 10.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
39
Universitas Indonesia
pengembangan organisasi dan pelibatan partisipasi yang luas dari masyarakat.
Konsep-konsep ini dibangun untuk meningkatkan potensi perubahan dan
melanjutkan perubahan dalam birokrasi serta untuk melanjutkan perubahan
kebijakan yang akan meningkatkan kemungkinan keadilan sosial. Bagaimana
konsep keadilan sosial terkait dengan nilai, struktur dan manajemen sebagai
fondasi administrasi publik baru dapat dilihat dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2
Nilai, Struktur dan Manajemen dalam Keadilan Sosial.
Nilai yg akan
Dimaksimunkan
Alat Struktur untuk
Mencapai
Alat Manajemen untuk
Mencapai
Daya Tanggap
(Responsiveness)
- Desentralisasi (politis
& administratif)
- Perjanjian
- Pengendalian atas
birokrasi
Interaksi klien yang rutin
dengan karyawan dan
manajer
Definisi manajemen tentang
demokra-si, mencakup lebih
luas dari daya tanggap
terhadap pejabat publik, juga
terhadap kelompok2
kepentingan dan minoritas2
yg tidak terorganisir.
Partisipasi pekerja
dan warga negara
dalam pembuatan
keputusan
Dewan Rukun tetangga
yang mempunyai
kekuasaan
Kelompok2 kerja yang
saling tumpang tindih
Keterlibatan pekerja
dalam proses2 keputusan
Penerimaan etika yang
mendorong hak pekerja dan
warga untuk berpar-tisipasi
dalam proses keputusan yang
langsung mempengaruhi
kehidupan mereka
Latihan dalam pengembangan
organiisasi
Keadilan sosial
(social equity)
Sistem penghasilan
berdasarkan wilayah
dengan distribusi lokal
Keluaran (output)
pelayanan masyarakat
yang disamaratakan
menurut kelas sosial
Kode etik profesional yg
memerinci keadilan
Keterlibatan manajemen pada
asas bahwa pemerintahan
mayoritas tidak merusak hak
minoritas untuk mem-peroleh
pelayanan masyarakat yang
sama
Pilihan warga
negara
Merencanakan bentuk-
bentuk pelayanan
alternatif untuk
memperluas pilihan
Tumpang tindih
Pengurangan monopoli
manajemen atas pelayanan
tertentu seperti pe-meliharaan
kesehatan atau pendidikan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
40
Universitas Indonesia
Nilai yg akan
Dimaksimunkan
Alat Struktur untuk
Mencapai
Alat Manajemen untuk
Mencapai
Perjanjian
Tanggungjawab
administrasi untuk
efektivitas program
Desentralisasi
Delegasi
Target pelaksanaan
Pengukuran pelaksanaan
bukan hanya berdasarkan
standar umum organisasi,
tetapi juga menurut kelas
sosial
Mengukur pelaksanaan untuk
siapa?
Sumber: Frederickson, hal,52-53
Ketidakadilan sosial menurut Stephen R. Chitwood sebagaimana dikutip
oleh Frederickson64
membagi pola pelayanan ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu:
(1) pelayanan yang sama bagi semua, (2) pelayanan yang sama secara
proporsional bagi semua, (3) pelayanan yang tidak sama bagi individu-individu
sesuai dengan perbedaan yang ada. Pelayanan yang sama bagi semua sangat
terbatas dalam penerapannya, karena kebanyakan pelayanan pemerintahan tidak
bisa digunakan secara sama oleh semua warga negara, karena pelayanan-
pelayanan itu pada awalnya sebenarnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan
kelompok yang terbatas. Keadilan proporsional menawarkan suatu formula untuk
distribusi pelayanan yang didasarkan atas suatu ciri tertentu yang agaknya
berkenaan dengan kebutuhan, misalnya: bantuan sosial bisa berbeda-beda
berdasarkan pada tingkat permasalahan sosial kemasyarakatan yang dihadapi. Ini
berarti pemenuhan kebutuhan akan meningkat apabila kondisinya memang
menunjukkan adanya peningkatan. Dalam pelayanan publik yang tidak sama,
Chitwood65
mengatakan, bahwa individu-individu menerima pelayanan dalam
jumlah yang sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang relevan, misalnya
kemampuan dan kebutuhan yang berbeda dari tiap-tiap individu.
Perubahan telah menjadi perhatian para pakar ilmu administrasi public,
di antaranya Reengineering Bureaucracy (Michael Hammer dan James Champy,
1994),) Strategy Benchmarking (Champ R, 1998) New Public Management
( Lynn, 1998, Stewart dan Ramson, 1994)
64Ibid, hal. 70
65
Ibid, hal. 71
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
41
Universitas Indonesia
Keterkaitan ilmu administrasi publik dengan disiplin ilmu yang lain
antara lain dikemukakan oleh Eran Vigoga (2003) yang mengatakan bahwa ada
tiga disiplin ilmu sebagai core sources dari ilmu administrasi publik, yakni (i)
political science dan political analysis; (ii) sosiologi dan cultural studies; (iii)
manajemen organisasi dan business science termasuk di dalamnya ilmu perilaku
organisasi dan human resources. Perkembangan lebih lanjut dari administrasi
publik kemudian juga mengarah pada sistem pemerintahan lokal, sebagai
konsekuensi dari penerapan pemikiran tentang desentralisasi yang tumbuh di
banyak negara berkembang.
2.2 Pergeseran Kearah Good dan Dynamic Governance
Philip J. Cooper sebagaimana dikutip oleh Warsito Utomo66
menyatakan,
bahwa otonomi atau desentralisasi67
merupakan salah satu tantangan yang
dihadapi oleh administrasi publik disamping diversity, accountability, civil
society, privatization, democratization, reengineering dan the empowering effect
of high technology. Otonomi daerah merupakan konsep dalam administrasi
pemerintahan daerah68
(local government) yang dimaknai sebagai hak, wewenang
dan kewajiban daerah otonom69
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Owen E. Hughes
sebagaimana dikutip oleh Warsito Utomo70
, menjelaskan, bahwa otonomi daerah
khususnya yang berkenaan dengan strengthening of local institution merupakan
tantangan, peluang dan kecenderungan arah sejumlah isu dari administrasi publik,
66Warsito Utomo, op.cit., hal.21
67
Terminologi otonomi daerah dan desentralisasi hakekatnya mempunyai pengertian
yang berbeda. Otonomi lebih cenderung dalam lingkup aspek politik-kekuasaan negara (political
aspect), sedangkan desentralisasi lebih cenderung berada dalam administrasi publik
(administrative aspect). Dilihat dalam konsep sharing of power kedua terminologi tersebut
mempunyai keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Artinya, jika berbicara tentang
otonomi daerah, maka akan menyangkut pula pemahaman mengenai seberapa besar wewenang
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah diberikan sebagai kewenangan daerah
demikian pula sebaliknya. Lihat Edie Toet Hendratno. Negara Kesatuan, Desentralisasi dan
Federalisme. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hal.63
68
Menurut Inu Kencana Syafiie dkk, administrasi pemerintahan daerah merupakan ruang
lingkup administrasi publik dilihat dalam hubungan, peristiwa dan gejala pemerintahan. Lihat
Syafiie, op.cit., hal 29.
69
Menurut UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah otonom adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
70
Warsito Utomo, op.cit., hal. 21
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
42
Universitas Indonesia
di samping lingkungan kultural administrasi publik, krisis atau manajemen
bencana, peningkatan akuntabilitas dalam manajemen publik, pengembangan
SDM dan mengelola ketergantungan ekonomi dan teknologi.
Cooper maupun Hughes memperlihatkan bahwa administrasi publik
menghadapi kompleksitas problema aktual dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah khususnya dalam penerapan otonomi daerah. Otonomi daerah dapat
disikapi sebagai sebuah konsep atau aktivitas yang lebih luas. Bukan hanya
dipersepsikan mengandung makna muatan technical administration atau practical
administration semata, akan tetapi juga berarti process of political interaction.
Pada tingkat lokal (daerah), konsep ini berkaitan dengan local democracy, yang
maknanya berhubungan dengan pemberdayaan (empowering) masyarakat di
tingkat daerah. Otonomi, dengan demikian dapat dilihat dari berbagai sudut71
,
yaitu: dari sudut teknik organisatoris atau administrasi, sudut politik, sudut
kultural dan sudut pembangunan.
Dalam kerangka implementasinya, otonomi daerah dapat dipahami secara
filosofis berdasarkan pada prinsip-prinsip yang harus diterapkan, yaitu sharing of
power, distribution of income dan empowering of regional administration.72
Implikasi dari pemahaman filosofis ini adalah tercapainya the ultimate goal of
autonomy, yaitu tercapainya kemandirian daerah khususnya kemandirian
masyarakat. Sehingga otonomi bukan hanya sekedar penyerahan urusan untuk
menyelenggarakan pemerintahan daerah, juga bukan hanya terbatas
menyelenggarakan urusan-urusan yang timbul sebagai akibat adanya aspirasi
masyarakat, akan tetapi merupakan kewenangan yang diberikan kepada daerah
dalam konteks negara kesatuan. Otoritas di pusat dan provinsi menjadi relatif
terbatas dan berkurang, sementara kewenangan yang luas, utuh dan nyata lebih
diberikan kepada kota. Jadi fokusnya lebih pada kewenangan untuk merencanakan
dan melaksanakan serta mengendalikan daerah untuk mencapai kemandirian.73
Otonomi daerah pada hakekatnya hendak mengubah karakteristik government
yang menitikberatkan pada otoritas penuh pemerintah kepada governance yang
71Ibid, hal.22
72
Ibid, hal.26
73
Ibid, hal.27
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
43
Universitas Indonesia
menitikberatkan pada interaksi di antara pemerintah (government), masyarakat
(society) dan swasta (profit maupun sosial).
Perubahan konsep dari government menuju governance merupakan
paradigma baru dalam administrasi publik.74
The United Nation, mengartikan
governance sebagai ”the exercise of political, economic and administrative
authority in the management of a country’s affairs”.75
Economic governance
meliputi proses-proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi aktivitas
ekonomi domestik dan interaksi antara penyelenggara ekonomi. Economic
governance mempunyai implikasi terhadap pemerataan dan peluang partisipasi
dalam pembangunan, upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas
hidup. Political governance merupakan proses pembuatan keputusan untuk
memformulasikan suatu kebijakan. Sementara itu, administrative governance
berkaitan dengan sistem implementasi proses kebijakan. Dengan demikian,
institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu: negara atau pemerintahan,
dunia usaha, dan elemen-elemen masyarakat madani yang saling berinteraksi.
Institusi pemerintahan berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang
kondusif, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan dan masyarakat
mandani aktif saling berinteraksi dalam konteks sosial, ekonomi dan politik.
Konsep dari the United Nations pada tahun 1990-an ini, kemudian
diperjelas lagi oleh The United Nations Development Program (UNDP) yang
menyatakan governance sebagai “those institutions and process sector interact
with each other in shaping public affairs and through which citizens articulate
their interests, mediate their differences and excercise their political, economic
and social right”.76
Dalam konsep governance ini, pengambilan keputusan bukan
hanya wewenang dari pemerintah, akan tetapi melibatkan warga negara yang
dimobilisasi melalui organisasi sosial dan sektor swasta. Cheema dan Rondinelli
menyebut ini sebagai democratic governance. Konsep ini memberikan mandat
kepada pemerintah untuk menciptakan atau menguatkan saluran dan mekanisme
bagi partisipasi publik dalam pengambilan keputusan sesuai dengan aturan
74Adam Ibrahim Indrawijaya. “Membangun Birokrasi Pembelajaran Sebagai Strategi
Utama Pembaharuan Administrasi Publik.”dalam Good Governance. Vol.4, No.1, Juni 2006.
75
Cheema and Rondinelli, op.cit., hal.6
76
Ibid.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
44
Universitas Indonesia
hukum, untuk meningkatkan transparansi dalam prosedur dan membangun
akuntabilitas kepada publik.
Democratic governance menegaskan, bahwa negara akan menjamin
pemilihan yang bebas dan fair, menjamin desentralisasi kekuasaan dan sumber
daya yang tepat kepada masyarakat lokal (daerah), melindungi kebebasan hukum
dan akses memperoleh keadilan, mempertahankan efektivitas fungsi civil service.
Konsep ini juga diharapkan dapat menjamin pemisahan kekuasaan secara
proporsional, menjaga akses informasi dan kebebasan media, melindungi hak
asasi mausia yang dasar, kebebasan berusaha dan berekspresi dan mendorong
kebijakan di bidang ekonomi. Secara konseptual, governance sangat mendorong
akan tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk
formulasi suatu kebijakan
Upaya untuk membangun pemerintahan yang baik, agar penyelenggaraan
pembangunan dapat berjalan dengan efektif, efisiensi dan akuntabel. World Bank
menyetarakan good governance ini dengan penyelenggaraan manajemen
pembangunan yang solid dan bertanggung jawab, yang selaras dengan demokrasi
pasar yang efisien, penghindaran ketidaktepatan alokasi dana dan investasi,
pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan
disiplin anggaran serta menciptakan kerangka kerja dan politik bagi tumbuhnya
sifat kewiraswastaan.77
Konsep good governance dapat dipahami sebagai suatu
proses tata kelola pemerintahan yang baik, dengan melibatkan stakeholders
terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial politik dan pemanfaatan
beragam sumber daya (seperti: sumber daya alam, keuangan dan manusia)
dengan menganut asas: keadilan, pemerataan, persamaan, efisiensi, transparansi
dan akuntabilitas.78
Menurut UNDP79
tahun 1997, good governance memiliki
beberapa karakteristik yaitu participation (partisipasi), rule of law (taat hukum),
transparency (transparansi), responsiveness (tanggung jawab), consensus
orientation (berorientasi pada kesepakatan), equity (keadilan), effectiveness and
77Adam Ibrahim Indrawijaya, Loc. Cit. hal. 15-16
78
Sedarmayanti. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) dan Good Corporate
Governance (Tata Kelola Perusahaan Yang Baik) (Bandung: Mandar Maju, 2007), hal.2.
79
Ibid, hal. 13
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
45
Universitas Indonesia
efficiency (efektivitas dan efisiensi), accountability (akuntabilitas), strategic
vision (visi stratejik).
Partisipasi ditandai dengan peluang bagi setiap warga berpartisipasi dalam
proses pengambilan keputusan/kebijakan, dibangun berdasarkan pada kebebasan
berkelompok, berorganisasi dan berbicara secara konstruktif, penyelenggaraan
pemerintahan yang taat kepada penegakan hukum secara adil, kedudukan yang
sama di muka hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Karakter transparansi
dibangun atas dasar kebebasan terhadap akses informasi. Informasi mengenai
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kinerja institusi pemerintah dapat
diakses oleh publik yang membutuhkan dan berkepentingan.
Secara konseptual, jajaran pejabat publik harus bersikap responsif
terhadap permasalahan sosial. Setiap kebijakan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan implikasinya kepada masyarakat. Sehingga good
governance menjadi mediasi dari kepentingan yang berbeda-beda untuk
mendapatkan pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam kaitan
dengan kebijakan yang telah diformulasikan maupun prosedur dan mekanisme
kerja yang dibangun. Keadilan dalam good governance dimaksudkan bahwa,
seluruh warga negara, tanpa pembedaan atas gender mempunyai kesempatan yang
sama untuk mengubah dan meningkatkan kesejahteraan mereka.
Good governance memperhatikan aspek efektivitas dan efisiensi di dalam
penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam proses perumusan dan
implementasi kebijakan. Dengan konsep efektivitas dan efisiensi, maka
pemanfaatan sumber daya yang ada akan benar-benar memperhitungkan
kemungkinan implikasi dari output dan outcome yang dihasilkan. Salah satu
karakter pokok dari good governance adalah akuntabilitas. Dalam konsep
akuntabilitas, setiap pembuat kebijakan dalam pemerintahan, sektor swasta dan
masyarakat bertanggung jawab secara luas kepada publik dan lembaga-lembaga
stakeholders. Akuntabilitas merupakan rekam jejak dari keseluruhan kinerja yang
harus dipertanggungjawabkan dan diketahui oleh publik. Dalam good governance,
para pejabat publik atau pemimpin memiliki pandangan dan wawasan strategis
yang luas jauh ke depan. Permasalahan yang dihadapi dan dicari solusi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
46
Universitas Indonesia
pemecahannya, bukan hanya berada pada saat sekarang, akan tetapi juga di masa
yang akan datang.
Dari perspektif administrasi publik, good governance terkait dengan
beberapa aspek.80
Pertama, terkait dengan hukum/kebijakan yang ditujukan untuk
perlindungan kebebasan sosial, politik dan ekonomi. Kedua, kompetensi dan
keterbukaan administrasi, yaitu kemampuan menyusun perencanaan dan
melakukan implementasinya secara efisien, kemampuan untuk melakukan
penyederhanaan organisasi, penciptaan disiplin dan model administratif yang
didasarkan pada keterbukaan informasi. Ketiga, berkaitan dengan desentralisasi
dan dekonsentrasi di dalam unit pemerintahan. Keempat, berkaitan dengan
peluang penciptaan pasar yang kompetitif melalui penyempurnaan mekanisme
pasar, deregulasi dan kemampuan pemerintah dalam memformulasikan kebijakan
makro ekonomi.
Terkait dengan desentralisasi, dua karakteristik good governance menjadi
suatu kebutuhan dalam negara berkembang seperti Indonesia dan diharapkan
menjadi karakter yang perlu ada dalam sistem administrasi publik.81
Dua karakter
good governance, yaitu transparansi dan akuntabilitas, menurut Sedarmayanti82
potensial untuk diciptakan melalui penerapan desentralisasi. Lebih jauh dikatakan,
bahwa desentralisasi dapat menjadi modal untuk menumbuhkan demokrasi lokal.
Dalam perkembangan lebih jauh dari konsep governance, sangat menarik
dipahami pemikiran Boon Siong Neo dan Geraldine Chen yang menawarkan
konsep dynamic governance.83
Dynamic governance merupakan kemampuan
suatu pemerintahan untuk mengatur program dan kebijakan publiknya secara
berkesinambungan sama seperti halnya perubahan cara dimana kebijakan
diformulasikan dan diimplementasikan sehingga kepentingan jangka panjang dari
bangsa dapat dicapai.84
Kemudian dikatakan bahwa,”dynamism in governance is
essential for sustained economic and social development in an uncertain and fast
80Adam Ibrahim Indrawijaya, Loc.Cit., hal 17
81
Sedarmayanti, op.cit., hal.1-2.
82
Ibid, hal 2. 83
Boon Siong Neo and Geraldine Chen. Dynamic Governance, Embedding Culture,
Capabilities and Culture in Singapore. (Singapore: World Scientific Publish .Ltd, 2007), hal. 2-3. 84
Ibid, hal. 8.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
47
Universitas Indonesia
changing environment, and in an increasingly demanding and sophisticated
society where citizens are more educated and more exposed to globalization.85
Lebih jauh dikatakan bahwa suatu governance menjadi dynamic ketika
pilihan-pilihan kebijakan sebelumnya dapat diadaptasi terhadap pembangunan
yang sedang dilakukan dalam lingkungan yang berubah cepat dan berada dalam
ketidakpastian sehingga kebijakan-kebijakan dan lembaga tetap relevan dan
efektif dalam mencapai outcomes masyarakat yang diinginkan jangka panjang.
Dynamic governance86
menyiratkan makna sebagai pendekatan proaktif terhadap
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang secara konstan mengantisipasi
pembangunan di masa yang akan datang, mengumpulkan feedback, mengevaluasi
kinerja dan belajar dari negara lain sehingga system tata kelola dan kelembagaan
tetap relevan dan efektif bagi pembangunan ekonomi dan sosial.
Dalam dynamic governance dibutuhkan kepemimpinan politis dan sektor
publik yang bekerja sama untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial yang
penting.87
Kepemimpinan politis menentukan arah kebijakan, agenda, sifat dan
lingkungan untuk sektor publik. Bagi pemerintahan daerah, kepemimpinan politis
dalam konteks kota adalah Walikota yang memainkan peranan yang sangat besar
dalam membentuk dan menentukan pimpinan OPD. Dalam kebijakan
desentralisasi konsep dynamic governance ini memberikan kesempatan kepada
pemerintah lokal (daerah) membangun demokratisasi, karena proses desentralisasi
lebih memungkinkan munculnya pemerintahan yang responsif, representatif dan
akuntabel.
Desentralisasi secara bersamaan akan menguatkan kapasitas institusi yang
berada di daerah dan membangun sistem pemerintahan yang responsif, artinya:
tidak hanya memperkuat struktur pemerintahan lokal saja, akan tetapi juga
memberikan kepercayaan bagi pemerintahan daerah untuk menjalankan pelayanan
publiknya secara akuntabel. Demokrasi kemungkinan terbangunnya di dalam
85
Ibid. Dynamism dicirikan dengan adanya idea baru, persepsi yang segar, perbaikan
berkelanjutan, aksi cepat, adaptasi yang fleksibel dan inovasi yang kreatif. Governance
merupakan hubungan antara pemerintah dan warganegara yang memungkinkan program dan
kebijakan public diformulasikan, diimplementasikan dan dievaluasi. Dalam arti yang luas, ini
merujuk pada aturan, lembaga-lembaga dan jaringan yang menentukan fungsi-fungsi dari suatu
negara atau organisasi, ibid, hal. 1 dan 7. 86
Ada tiga kapabilitas dynamic governance yaitu thinking ahead, thinking again and
thinking across. 87
Ibid, hal. 9.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
48
Universitas Indonesia
desentralisasi apabila terdapat institusionalisasi peran serta masyarakat di tingkat
lokal. Oleh karena itu masyarakat secara sistematis diberdayakan untuk ikut
terlibat dalam proses perumusan kebijakan, pengambilan keputusan dan evaluasi
program.88
2.3 Konsep Desentralisasi Pada Pemerintahan Daerah
Konsep desentralisasi selain menjadi model pembagian kekuasaan secara
vertikal antara pemerintah pusat dengan negara bagian atau pemerintah daerah di
samping sebagai asas penyelenggaraan pemerintahan, juga menjadi wujud
kongkrit dari pelaksanaan demokrasi. Wujud demokrasi ini berada baik di tataran
nasional dalam konteks pembagian kekuasaan pusat dan daerah sebagai cerminan
demokrasi nasional maupun di tataran daerah yang melibatkan peran serta atau
partisipasi masyarakat sebagai wujud demokrasi lokal. Untuk memberikan
pemahaman tentang desentralisasi yang utuh, lengkap dan komprehensif tidaklah
mudah. Banyak pengertian atau definisi yang dikemukakan oleh para pakar
pemerintahan daerah mengenai desentralisasi. Menurut David K. Hart
sebagaimana dikutip Edie Toet Hendratno,89
banyaknya definisi tentang
desentralisasi ini disebabkan karena ada beberapa disiplin ilmu dan teori yang
memberikan perhatian terhadap desentralisasi antara lain seperti ilmu administrasi
negara, ilmu politik dan teori-teori administrasi.
Dilihat secara etimologis, terminologi desentralisasi berasal dari bahasa
Latin “de” yang berarti lepas dan “centrum” yang berarti pusat, sehingga secara
harfiah dapat diartikan sebagai melepaskan dari pusat. Dalam perspektif
ketatanegaraan, yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan
kekuasaan pemerintah dari pusat kepada daerah-daerah yang mengurus rumah
tangganya sendiri (daerah otonom). Pengertian ini hampir sama dengan pendapat
Amrah Muslimin yang menyatakan bahwa, desentralisasi adalah pelimpahan
88Sedarmayanti, op.cit..
89
Hendratno, op.cit.,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
49
Universitas Indonesia
kewenangan pada badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam
daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri.90
Amrah Muslimin91
mengemukakan tiga macam desentralisasi. Pertama,
adalah desentralisasi politik, yaitu desentralisasi sebagai pengakuan adanya hak
mengenai kepentingan rumah tangga sendiri pada badan-badan politik di daerah-
daerah yang dipilih oleh rakyat dalam daerah-daerah tertentu. Kedua,
desentralisasi fungsional, yaitu desentralisasi sebagai pengakuan adanya hak pada
golongan-golongan yang mengurus satu macam atau golongan kepentingan dalam
masyarakat, baik berserikat atau tidak pada suatu daerah tertentu, misalnya Subak
di Bali. Ketiga, adalah desentralisasi kebudayaan, yang mengakui adanya hak
pada golongan kecil masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaannya sendiri
misalnya, pendidikan dan agama.
Dalam beberapa literatur, menurut Bayu Surianingrat92
, dikenal ada dua
macam desentralisasi yaitu:
1. Desentralisasi jabatan (ambtelijke decentralisatie), yaitu pemencaran
kekuasaan dari atasan kepada bawahan sehubungan dengan
kepegawaian atau jabatan (ambt) dengan maksud untuk meningkatkan
kelancaran kerja;
2. Desentralisasi kenegaraan ( staatkundige decentralisatie ), yaitu
penyerahan kekuasaan untuk mengatur daerah dalam lingkungannya
sebagai usaha mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan
negara.
Dalam pendapat yang hampir sama, Andi Mustari Pide93
, mengatakan
bahwa desentralisasi pada dasarnya adalah penyerahan kekuasaan atau wewenang
di bidang tertentu secara vertikal dari institusi atau lembaga atau pejabat yang
lebih tinggi kepada institusi atau lembaga atau fungsionaris bawahannya, sehingga
yang diserahi atau dilimpahi kekuasaan wewenang tertentu itu berhak bertindak
atas nama sendiri dalam urusan tertentu tersebut. Pengertian desentralisasi di
90Amrah Muslimin. Ikhtisar Perkembangan Otonomi Daerah 1903-1958 (Jakarta:
Jambatan, 1960), hal.4.
91
Ibid., hal.15
92
Bayu Surianingrat. Desentralisasi dan Dekonsentrasi Pemerintahan di Indonesia Suatu
Analisa (Jakarta: Dewaruci Press, 1981), Hal. 6-7.
93 Andi Mustari Pide. Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI.
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hal. 33-34.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
50
Universitas Indonesia
negara kesatuan seperti di Indonesia mengandung makna adanya penyerahan
kekuasaan dari pemerintah pusat sebagai badan publik nasional kepada
pemerintah daerah sebagai badan publik lokal. Konsep ini sejalan dengan
pemikiran Eric Barendt sebagaimana dikutip oleh Hendratno bahwa “A State with
unitary constitution may decide for a number of reasons to devolve power to
regional (or local) assemblies.94
Pada desentralisasi terjadi distribusi kekuasaan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah. Distribusi kekuasaan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu distribusi kekuasaan berdasarkan wilayah atau distribusi kekuasaan
berdasarkan fungsi-fungsi tertentu pemerintahan. Dengan demikian kekuasaan
pemerintahan lokal mempunyai dua jenis kekuasaan, yaitu kekuasaan
desentralisasi atau otonomi dan kekuasaan tugas pembantuan (medebewind).
Kekuasaan otonomi menurut Constatijn Kortman dan Paul Bovend’Eert
sebagaimana dikutip Hendratno95
, adalah kekuasaan “to regulate and
adminstrative their own affair”, sedangkan kekuasaan tugas pembantuan
merupakan, “cooperates in the implementation of policy which has been decided
by other government institutions.”
Konsep desentralisasi menurut Cheema dan Rondinelli (2007)96
dalam
buku Decentralizing Governance: Emerging Concepts and Practices, adalah “the
transfer of authority, responsibility, and resources – through deconcentration,
delegation or devolution – from the center to lower levels of administration.
Konsep ini relatif mudah dipahami, di mana dikemukakan bahwa desentralisasi
adalah pelimpahan kewenangan, tanggung jawab dan sumber daya dari pusat ke
level administrasi yang lebih rendah. Proses pelimpahan dilakukan melalui
dekonsentrasi, delegasi atau devolusi. Ketiga caranya ini merupakan format
desentralisasi menurut Cheema dan Rondinelli.
Dalam pemahaman konsep yang hampir sama, Brian C. Smith97
mengatakan bahwa dalam sistem politik negara kesatuan, desentralisasi mencakup
devolusi dan dekonsentrasi. Devolusi adalah penyerahan wewenang untuk
94Hendratno, op.cit., hal 63.
95
Ibid., hal.66
96
Cheema dan Rondinelli, op.cit., hal. 3
97
Brian C. Smith. Field Administration: An Aspect of Decentralization. (London:
Routledge and Kegan Paul, 1967), hal.1
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
51
Universitas Indonesia
mengambil keputusan dalam bidang kebijakan publik kepada lembaga perwakilan
rakyat di tingkat lokal sesuai dengan ketentuan undang-undang, sedangkan
dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang untuk mengambil keputusan
administrasi atas nama pemerintah pusat kepada pejabat di daerah yang
bertanggung jawab dalam kebijakan dalam wilayah yuridiksi tertentu.
Berkaitan dengan kebijakan, ada empat argumen pentingnya penerapan
desentralisasi di suatu negara, yaitu: (1) untuk menciptakan efisiensi
penyelenggaraan administrasi pemerintahan, (2) untuk memperluas otonomi
daerah, (3) untuk beberapa kasus sebagai strategi untuk mengatasi instabilitas
politik, dan (4) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan dan untuk mempercepat proses pembangunan daerah.
Dengan argumen ini sebagai dasar pertimbangan, Bayu Surianingrat98
mengatakan bahwa desentralisasi umumnya berkaitan dengan dua aspek yaitu
desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa:
1. desentralisasi teritorial (territoriale decentralisatie) merupakan
penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri (autonomie). Batas pengaturannya adalah mencakup
daerah;
2. desentralisasi fungsional (functionale decentralisatie) merupakan
pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu.
Batas pengaturannya antara lain adalah pendidikan dan pengairan.
Menurut Cohen dan Peterson99
ada enam pendekatan untuk
mengidentifikasi bentuk-bentuk desentralisasi. Pendekatan pertama
mengklasifikasi bentuk berdasarkan pada basis asal sejarah desentralisasi. Fokus
dari pendekatan ini mengarahkan pada salah satu bentuk dari empat pola
desentralisasi dasar, yaitu: berasal dari Perancis, Inggris, Soviet dan tradisional.
Pendekatan dalam sistem klasifikasi ini dipandang sebagai sangat sederhana dan
memiliki kelemahan dalam analisis. Pendekatan kedua, membedakan bentuk
desentralisasi berdasarkan pada hirarki dan fungsi. Menurut pandangan
pendekatan ini, desentralisasi teritorial merujuk pada transfer barang dan jasa
98Surianingrat, op.cit., hal. 6-7
99
Cohen dan Peterson, op.cit., hal. 20-22
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
52
Universitas Indonesia
yang dihasilkan dan disediakan secara tersentral kepada unit level lokal dalam
hirarki jurisdiksi pemerintahan. Desentralisasi fungsional merujuk pada transfer
tanggung jawab pusat kepada unit atau bagian di dalam, di bawah kontrol
pemerintahan atau kepada unit diluar kontrol pemerintah seperti non-
governmental organisation (NGO), atau perusahaan swasta. Masalah dari
pendekatan ini adalah terlalu elementer untuk memfasilitasi permasalahan
rancangan dan implementasi desentralisasi seperti dasar hukumnya, organisasi
struktural, pembagian kekuasaan, prosedur administratif, keuangan dan anggaran.
Penekanan pada teritori merupakan kesalahan konsep yang besar mengenai
desentralisasi, karena desentralisasi lebih difokuskan pada proses transfer dari
tugas publik sektor dari kota ke daerah.
Pendekatan ketiga mengidentifikasi bentuk desentralisasi melalui
permasalahan yang ditujukan dan dinilai oleh investigator. Pendekatan ini
digambarkan dalam hasil kajian dari the Berkeley Decentralization Project, yang
memfokuskan pada upaya untuk menemukan proyek dan program pembangunan
yang efektif bagi masyarakat miskin di pedesaan. Kelompok Berkeley
mengidentifikasi ada delapan bentuk desentralisasi yaitu (1) devolusi (devolution),
(2) devolusi fungsional (functional devolution), (3) organisasi kepentingan
(interest organisation), (4) dekonsentrasi prefectorial (prefectorial
deconcentraion), (5) dekonsentrasi ministerial (ministerial deconcentration), (6)
delegasi kepada badan-badan otonom (delegation to autonomous agencies), (7)
philantropy, dan (8) marketization. Permasalahan pendekatan ini ditujukan secara
khusus pada kelemahan sentralisasi yang berlebih yang bersifat elektrik dan
bergantung pada rasional administratif, politik, ekonomi dan nilai analisis
permasalahan.
Pendekatan keempat memfokuskan pada pola-pola struktur dan fungsi-
fungsi administratif yang bertanggung jawab dalam produksi dan penyediaan
barang dan pelayanan kolektif. Pendekatan ini oleh the United Nations pada tahun
1962 diidentifikasi ada empat bentuk desentralisasi yaitu (1) local-level
government systems, (2) partnership systems, (3) dual systems, dan (4) integrated
administrative systems. Problem dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
53
Universitas Indonesia
tidak terlalu analitis berkaitan dengan keanekaragaman dari desain struktural dan
fungsional yang terus meningkat dalam tiga dekade terakhir ini.
Pendekatan kelima memberikan definisi desentralisasi yang sempit secara
tipikal berdasarkan pada pengalaman satu negara. Menurut pandangan pendekatan
ini, transfer tanggung jawab, tenaga kerja dan sumber daya pada kantor-kantor
pemerintah pusat di daerah bukanlah desentralisasi. Desentralisasi hanya terjadi
ketika unit-unit pemerintah pada level lokal (1) didirikan oleh legislasi khususnya
dalam bentuk charter yang memberikan unit lokal dasar hukum dan hak-haknya,
(2) berada dilokasi di dalam batas jurisdiksi yang jelas di mana ada
masyarakatnya, kesadaran dan solidaritas, (3) diperintah oleh pejabat dan wakil-
wakil yang dipilih, (4) diberikan otoritas untuk membuat dan menegakkan aturan
lokal berkaitan dengan kepentingan sektor publik, (5) diberikan otoritas untuk
mengumpulkan pajak dan pendapatan secara legal, dan (6) diberdayakan dalam
mengelola sistem anggaran, belanja dan akunting dan mempekerjakan pegawai
yang dimiliki termasuk tanggung jawab dalam keamanan.
Pendekatan keenam mengklasifikasi bentuk-bentuk desentralisasi
didasarkan pada beberapa dasar tujuan yaitu tujuan politik, spatial, market dan
administratif. Tujuan ini memberikan perhatian khusus kepada tiga tipe
desentralisasi administratif yaitu dekonsentrasi, devolusi dan delegasi.
Desentralisasi politik secara khusus mengidentifikasi transfer kekuasaan
pengambilan keputusan kepada warga negara atau perwakilan yang dipilih.
Desentralisasi spasial merupakan istilah yang digunakan oleh para perencana
regional yang terlibat dalam memformulasikan kebijakan dan program yang
bertujuan mengurangi konsentrasi urban yang berlebihan di kota-kota melalui
peningkatan pertumbuhan regional. Peningkatan pertumbuhan ini potensial
menjadi pusat pasar manufaktur dan agrikultural. Desentralisasi pasar
memfokuskan pada penciptaan kondisi yang memungkinkan barang dan jasa
dihasilkan dan disediakan oleh mekanisme pasar yang sensitif dengan pilihan-
pilihan individu. Bentuk desentralisasi ini menjadi lebih lazim karena
kecenderungan terkini mengarah pada liberalisasi ekonomi, privatisasi dan
kematian ekonomi terpimpin.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
54
Universitas Indonesia
Pendekatan terakhir adalah desentralisasi administratif yang memfokuskan
pada distribusi kekuasaan dan fungsi yang hirarkikal dan fungsional antara
pemerintah pusat dan non pusat. Kebanyakan literatur yang membahas
desentralisasi difokuskan hanya pada satu dari empat bentuk desentralisasi yaitu
desentralisasi administratif.100
Konsep yang secara luas diterima mengenai bentuk
desentralisasi ini didasarkan pada kebijakan publik, administrasi dan kepentingan
keuangan. Cohen mengartikan desentralisasi administratif sebagai:
“the transfer of responsibility for planning, management and the
raising and allocation of resources from the central government and its
agencies to field units of government agencies, subordinate units or
levels of government, semi autonomous public authorities or
corporation, area-wide regional or functional authorities or non-
governmental private or voluntary organizations.”
Menurut Cohen dan Peterson101
ada tiga tipe desentralisasi administratif
yaitu dekonsentrasi, devolusi dan delegasi. Eko Prasojo, dkk102
menambahkan
desentralisasi administratif ini dengan medebewind atau tugas pembantuan. Tugas
pembantuan merupakan salah satu bentuk khusus desentralisasi yang diterapkan
di beberapa negara termasuk Indonesia. Dekonsentrasi merupakan transfer atau
pelimpahan otoritas fungsi-fungsi manajemen, finansial dan pengambilan
keputusan yang khusus melalui cara adminstratif kepada level yang berbeda
dibawah otoritas jurisdiksional pemerintah pusat. Dalam dekonsentrasi ini yang
menjadi penyelenggara pemerintahan adalah pemerintah pusat dan pemerintah
pusat yang ada di daerah. Pemerintah pusat yang dimaksud di sini adalah
kementerian dan lembaga sektor, sedangkan aparat pemerintah pusat yang ada di
daerah berada di kantor wilayah (Kanwil), dan kantor departemen (Kandep).
Penyelenggaraan pemerintah dalam konsep dekonsentrasi diawasi langsung oleh
pemerintah pusat.
Dalam dekonsentrasi kewenangan untuk membuat keputusan atau
kebijakan berada pada pemerintah pusat, sedangkan representasi pemerintah pusat
secara vertikal di daerah hanya melaksanakan kewenangan yang bersifat
administrasi saja. Hal ini dapat diartikan bahwa para aparat dan institusi vertikal
100Cohen dan Peterson, op.cit., hal.24
101
Ibid
102
Eko Prasojo, Irfan Ridwan Maksum dan Teguh Kurniawan, op.cit., hal. 24
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
55
Universitas Indonesia
di daerah merupakan bawahan yang juga merupakan perwakilan pemerintah pusat
yang berada di wilayah masing-masing. Dengan demikian pelimpahan otoritas
dalam konsep dekonsentrasi hanyalah bersifat mengurus dan bukan mengatur.
Sebagai konsekuensinya, intitusi vertikal yang berada di daerah sebagai
representasi pemerintah pusat di tingkat lokal hanya membuat keputusan rutin dan
melaksanakan kebijakan dan peraturan yang dibuat pemerintah pusat sesuai
dengan kondisi lokal dan arahan yang dibuat oleh pusat. Di beberapa negara,
pejabat pada institusi vertikal dalam konsep dekonsentrasi melakukan fungsi
koordinasi penyelenggaraan pemerintahan dalam wilayahnya masing-masing, di
samping menjaga stabilitas politik dan mencegah terjadinya fragementasi dalam
masyarakat.
Dalam konteks Indonesia,103
asas dekonsentrasi diwujudkan melalui
pembentukan Kantor Wilayah atau Kanwil di tingkat provinsi dan Kantor
Departemen atau Kandep di tingkat Kabupaten/ Kota. Dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, asas
dekonsentrasi hanya diterapkan pada wilayah provinsi, sedangkan pada wilayah
kabupaten/ kota tidak lagi menganut asas dekonsentrasi. Dari kenyataan seperti
ini, paling tidak dapat ditafsirkan ada dua makna. Pertama, wilayah provinsi
merupakan perpanjangan tangan pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan,
karena masih menerapkan asas dekonsentrasi. Kedua, dapat diartikan bahwa
otonomi daerah dengan asas desentralisasi yang penuh berada di tingkat
kabupaten/kota. Implikasinya hampir semua kantor departemen yang ada di
kabupaten/ kota diganti menjadi organisasi perangkat miliki daerah, kecuali pada
intitusi vertikal yang masih menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat
sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Sementara itu menurut Cohen dan Peterson104
devolusi terjadi ketika
otoritas (kewenangan) dilimpahkan oleh pemerintah pusat ke pemerintahan pada
level lokal yang dijamin di bawah peraturan perundang-undangan. Beberapa pakar
administrasi publik khususnya dalam kajian desentralisasi memahami devolusi
sebagai local government, meskipun hal itu menciptakan problem terminologi.
Terminologi devolusi umumnya banyak digunakan dalam kaitan dengan
103Eko Prasojo, dkk, Ibid., hal. 10
104
Cohen dan Peterson, op.cit., hal. 26
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
56
Universitas Indonesia
pelimpahan wewenang dari unit-unit regional atau lokal dalam sistem negara
federal. Terminologi ini kurang umum digunakan oleh negara-negara berkembang
yang menganut sistem negara kesatuan, karena terbatasnya pelimpahan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sebagaimana
dikatakan oleh Cohen dan Peterson, “devolution by developing countries that are
unitary is not common, largely because many developing countries are
characterized by weak government wary of losing political or administrative
control to local-level government units.”105
.
Meskipun demikian devolusi masih umum digunakan berkaitan dengan
administrasi dan tata kelola pemerintahan di tingkat kota (urban areas). Devolusi
umumnya berkaitan dengan kota-kota dan kabupaten yang ditentukan oleh
peraturan. Pelimpahan kewenangan dalam devolusi membutuhkan Undang-
Undang dan peraturan pendukung yang memuat hal-hal sebagai berikut:
1. grant specific local-level units corporate status;
2. establish clear jurisdiction and functional boundaries for such units;
3. transfer defined powers to plan, maka decision and manage specified
publc tasks to such units, and authorize such units to employ their own
staff
4. establish rules for the interaction of such units with other units of the
governmental system of which they are a part;
5. permit such units to raise revenue from such specifically earmarked
sources as property tax, commercial agricultural production tax
assesments, license fees, public utility charges, or from grants and loans
provided by the central ministries; and
6. authorize such units to establish and manage their own budgetary,
accounting and evaluation systems.106
Undang-Undang dan peraturan ini mengatur devolusi yang dimonitor dan
dilaksanakan oleh badan-badan administrasi pemerintahan pusat melalui
Kementerian Dalam Negeri. Apabila dijalankan secara efektif, devolusi dapat
memperluas kesempatan jangkauan tugas-tugas sektor publik untuk lebih baik
dikoordinasikan dan lebih efektif dilaksanakan. Menurut Prasojo, dkk melalui
devolusi terbentuk local self government atau pemerintahan daerah sendiri.107
105Ibid
106
Ibid, hal. 27
107
Prasojo, dkk., op.cit., hal. 11
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
57
Universitas Indonesia
Lebih jauh Prasojo mengatakan bahwa devolusi akan selalu dimulai
dengan pembentukan daerah otonom melalui Undang-Undang. Pembentukan
daerah umumnya disertai dengan pemberian kewenangan yang meliputi
kewenangan untuk mengatur (policy making) dan kewenangan mengurus (policy
implementation). Desentralisasi melahirkan otonomi daerah yang meliputi
pemerintahan daerah dalam pengertian organ, pemerintahan daerah dalam
pengertian aktivitas atau kegiatan dan teritori pemerintahan daerah. Ketentuan
seberapa banyak kewenangan yang dilimpahkan, dan bagaimana cara dan proses
pemberian kewenangan diatur melalui Undang-Undang, yang akan
membedakannya dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat.
Prasojo mengatakan bahwa semakin banyak kewenangan mengatur dan mengurus
yang diberikan kepada daerah otonom yang terbentuk maka semakin tinggi derajat
otonomi yang dimiliki satu pemerintahan daerah.108
Di Indonesia, kewenangan mengatur dalam asas devolusi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diberikan oleh pemerintah pusat
melahirkan lembaga legislatif daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Lembaga legislatif daerah ini merupakan esensi dari otonomi daerah,
karena melalui lembaga inilah peraturan daerah dibuat. Kepala Daerah, baik yang
dipilih oleh DPRD maupun dipilih langsung oleh rakyat, beserta dengan aparat
pejabatnya merupakan perangkat daerah otonom. Dalam perspektif insitusi
pemerintahan daerah para pejabat ini merupakan representasi dari organisasi
perangkat daerah. Organisasi perangkat daerah, baik dalam bentuk dinas, badan,
kantor dan kesekretariatan daerah mencerminkan urusan atau kewenangan yang
dilimpahkan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah.
Selain dekonsentasi dan devolusi, delegation (delegasi) menurut Cohen
dan Peterson merupakan satu bentuk dari desentralisasi administratif.109
Delegasi
merujuk pada pengertian “the transfer of government decision-making and
administrative authority for clearly defined tasks to organizations or firms that
are either under its indirect control or are independent.” Umumnya, delegasi
dilakukan oleh pemerintah pusat ke organisasi yang semi otonomi dan tidak
secara keseluruhan dikontrol oleh pemerintah akan tetapi dapat
108 Prasojo., dkk., Ibid, hal 12
109
Cohen dan Peterson, op.cit., hal. 27
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
58
Universitas Indonesia
dipertanggungjawabkan secara legal/hukum. Contoh dari jenis organisasi di mana
delegasi dibuat meliputi industri milik negara, perusahaan manufaktur, public
utilities, perumahan dan transportasi. Delegasi juga umum berkaitan dengan
perencanaan regional yang khusus atau area kewenangan pembangunan spesifik
dan berkaitan dengan proyek pembangunan yang kompleks. Institusi.yang
berkaitan dengan pemerintah di antaranya adalah lembaga pemasaran agrikultur,
public utilities, energi, komunikasi, pelabuhan dan sektor transportasi. Cohen dan
Peterson menyatakan bahwa delegasi tidak dibatasi bagi perusahaan-perusahaan
swasta. Menurut keduanya, banyak pakar pembangunan yang mengusulkan
delegasi bagi kelompok-kelompok kepentingan yang independen (independent
interest groups) seperti asosiasi profesional, union perdagangan, kelompok
komunitas, koperasi, asosiasi sukarela privat, LSM dan klub pemuda. Di beberapa
negara asosiasi profesional didelegasikan tanggung jawab untuk memberikan
lisensi, mengatur dan mengawasi anggota-anggota mereka.
Perkembangan konsep desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari
perubahan paradigma government menuju governance sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya. Cheema dan Rondinelli dengan jelas memberikan
deskripsi mengenai perkembangan dari desentralisasi. Lebih dari duapuluh tahun
yang lalu, berbagai negara telah melakukan reformasi dengan tujuan memperbaiki
efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan melalui pendekatan desentralisasi. Para
pakar dan peneliti menyatakan bahwa desentralisasi sebagai alat terbaik untuk
membawa pemerintah lebih dekat kepada warganegara, untuk memperbaiki
pengambilan keputusan publik dan untuk meningkatkan pemberian layanan lebih
efektif. Gelombang reformasi yang berlangsung hampir di seluruh negara
dimaksudkan untuk melimpahkan tanggung jawab dan sumber daya kepada
pemerintahan di tingkat lokal sebagai upaya membangun nilai-nilai demokratik
dan tata pemerintahan yang baik (good governance).
Dengan kata lain, desentralisasi telah muncul sebagai kecenderungan
global yang ditujukan untuk memberdayakan otonomi pada level lokal melalui
fasilitasi partisipasi warga negara dan memperbaiki pemberian layanan publik
agar lebih bertanggung jawab, efektif dan efisien. Desentralisasi, dengan
demikian, berarti model baru dari tata pemerintahan negara yang dilakukan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
59
Universitas Indonesia
melalui distribusi kekuasaan. Dari sudut pandang politik, desentralisasi berupaya
untuk meningkatkan partisipasi lokal melalui pencapaian tata pemerintahan yang
baik dan menumbuhkan nilai-nilai demokratis. Apabila desentralisasi mampu
meningkatkan keterlibatan yang lebih dari pemangku kepentingan (stakeholders),
maka efisiensi dan transparansi akan dapat diperbaiki melalui perencanaan
manajemen operasi lebih baik, karena itu pemerintah daerah didorong untuk
mendukung pemberian layanan lokal dan merespon kebutuhan lokal. Di banyak
negara berkembang dan maju, kurangnya keterlibatan pejabat publik ditambah
dengan inefisiensi institusional dan potensi untuk melakukan korupsi, membuat
sulit penerapan desentralisasi untuk mencapai keberhasilan
Pemikiran yang bergeser dari sentralisasi kepada desentralisasi seperti
yang telah banyak diuraikan di atas sebenarnya telah dimulai pada tahun 1940-an
dan 1950-an baik di negara maju maupun negara yang mulai berkembang.
Negara-negara pada dekade itu mulai melakukan desentralisasi dalam struktur
hirarki institusi pemerintahan dalam upaya memperbaiki pemberian layanan
publik lebih efisien dan memperluas layanan, tercakup juga pada unit
administratif lokal untuk lebih bertanggung jawab. Selama tahun 1970-an dan
1980-an, globalisasi telah memaksa beberapa pemerintahan untuk mengakui akan
keterbatasan dan kendala dari manajemen dan perencanaan ekonomi yang
terpusat.
Pergeseran dan perubahan selama periode yang sama dalam teori dan
strategi pembangunan dari perencanaan ekonomi terpusat dan teori trickle-down
pertumbuhan ekonomi menuju pemenuhan kebutuhan dasar manusia, tujuan
keadilan dan pertumbuhan dan pembangunan partisipasi juga telah mengarahkan
pelahan kepada konsep desentralisasi. Organisasi-organisasi bantuan internasional
telah memperkenalkan desentralisasi sebagai bagian esensial dari “pendekatan
proses” dalam pembangunan yang bergantung pada kemampuan sendiri dari
masyarakat lokal dan pemerintahan lokal. Pemerintahan pada tingkat pusat
melakukan desentralisasi untuk mempercepat pembangunan, memutus
“bottlenecks” birokratik yang seringkali muncul dari perencanaan dan manajemen
pemerintahan pusat, serta untuk membangun partisipasi agar lebih efektif
menghadap globalisasi ekonomi.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
60
Universitas Indonesia
Sampai akhir tahun 1980-an, pemerintah di banyak negara telah
menawarkan tiga bentuk desentralisasi yaitu: deconcentration (dekonsentrasi),
devolution (devolusi) dan delegation (delegasi). Dekonsentrasi memfokuskan
pada pengalihan tanggung jawab administratif dari kementerian atau departemen
di tingkat pusat kepada level administratif di tingkat lokal dan regional melalui
pembentukan kantor vertikal di daerah dan pelimpahan beberapa kewenangan
dalam pengambilan keputusan kepada pejabat di instansi vertikal. Devolusi
bertujuan untuk memperkuat pemerintahan lokal melalui pembantuan kepada
mereka kewenangan, tanggung jawab, dan sumber daya untuk menyediakan
pelayanan jasa dan infrastruktur, melindungi kesehatan dan keamanan publik, dan
memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan lokal. Melalui delegasi,
pemerintah di tingkat pusat mengalihkan kewenangan manajemen untuk fungsi-
fungsi khusus kepada organisasi semi otonomi dan perusahaan negara, lembaga
perencanaan dan pembangunan regional,
Sampai dengan pertengahan 1980-an, di mana kelemahan ekonomi
terencana yang tersentral masih berlanjut, berakhirnya perang dingin dan
pertumbuhan perdagangan dan investasi internasional yang cepat, kekuatan
ekonomi dan politik telah membentuk kembali konsep konvesional bukan hanya
konsep pembangunan ekonomi tetapi juga tata kelola pemerintahan (governance)
dan desentralisasi. Kejatuhan rejim otoriter di Amerika Latin selama tahun
1980-an di sentral dan Eropah Barat selama awal 1990-an dan penyebaran pasar
ekonomi yang cepat dan prinsip-prinsip yang lebih demokratis membawa
pembaruan dalam desentralisasi.
Lembaga-lembaga internasional seperti the International Monetary Fund,
the World Bank dan organisasi pembangunan internasional lainnya menyarankan
konsep desentralisasi sebagai bagian dari structural adjustments yang dibutuhkan
untuk merestorasi pasar, menciptakan atau menguatkan demokrasi dan
mewujudkan good governance. Pemerintah di beberapa negara ditekan oleh
kelompok-kelompok politik, etnik, agama dan budaya untuk melakukan
desentralisasi untuk otonomi yang lebih besar dalam pengambilan keputusan dan
kontrol yang lebih kuat terhadap sumber daya nasional.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
61
Universitas Indonesia
Kecenderungan pada tahun 1990-an mengarah kepada apa yang disebut
sebagai gerakan the new public management. Gerakan ini mulai memikirkan
mengenai apa yang pemerintah sebaiknya lakukan dan bagaimana melakukan
suatu perubahan. Salah satu pemikiran yang menonjol datang dari David Osborne
dan Ted Gaebler. Mereka berpendapat bahwa pemerintahan nasional, negara dan
pemerintahan lokal haruslah inovatif, market oriented, decentralized dan
memfokuskan pada kualitas pelayanan yang optimal bagi pelanggan/ masyarakat.
Pandangan new public management dalam desentralisasi difokuskan untuk
membangun pemerintahan yang didorong oleh misi daripada aturan hukum saja,
berorientasi ke hasil, bersifat seperti perusahaan, antisipatif dan berorientasi
kepada pelanggan atau masyarakat. Dalam inti dari pendekatan ini, pemerintahan
harus didesentralisasikan untuk mencapai seluruh tujuan, sehingga pelaksanaan
kerja lebih efektif. Hal ini dilakukan melalui partisipasi dan kerjasama di antara
lembaga pemerintah pada level yang berbeda dan dengan kelompok di luar
pemerintahan.
Kecenderungan konsep desentralisasi pada saat ini mencakup tidak hanya
pelimpahan kekuasaan, kewenangan dan tanggung jawab pemerintahan, akan
tetapi juga pembagian kewenangan dan sumber daya untuk membentuk kebijakan
publik beserta masyarakat. Cheema dan Rondinelli110
menyatakan bahwa konsep
desentralisasi governance dalam prakteknya dapat dikelompokan paling tidak ke
dalam empat bentuk yaitu: administrative, political, fiscal dan economic
decentralization. Karena bentuk desentralisasi menjadi lebih beragam maka perlu
diperhatikan tujuan yang hendak dicapainya. Keduanya, Cheema dan Rondinelli,
berargumen bahwa desentralisasi dapat mengakselerasi pembangunan ekonomi,
meningkatkan akuntabilitas politik, dan mewujudkan partisipasi publik dalam tata
kelola pemerintahan. Apabila desentralisasi dilaksanakan dengan tepat, maka
dapat memutuskan bottlenecks dalam birokrasi hierarki dan membantu pejabat
daerah/lokal dan sektor swasta untuk memotong prosedur yang kompleks dan
dapat membuat dan mengimplementasikan kebijakan lebih cepat. Desentralisasi
110Cheema and Rondinelli, op.cit., hal. 6-7
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
62
Universitas Indonesia
dapat meningkatkan “the financial resources of local government and provide the
flexibility to respond effectively to local needs and demands.”111
Dalam makna konteks tata kelola pemerintahan yang lebih luas, para pakar
yang mengusulkan desentralisasi melihat hal itu sebagai jalan untuk
meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah, - dan juga sektor swasta dan
organisasi masyarakat madani (civil society organizations),- serta memperluas
pelayanan kepada masyarakat. Desentralisasi memungkinkan ketiga institusi tata
kelola pemerintahan (governance institutions) – pemerintah, sektor swasta dan
organisasi masyarakat madani - untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam
memenuhi kebutuhan publik. Lebih jauh lagi, desentralisasi dapat membantu
pemerintah untuk menyeimbangkan pembangunan wilayah, memberdayakan
masyarakat, dan memobilisasi sumberdaya swasta untuk investasi dalam
infrastruktur dan fasilitas di tingkat lokal. Contoh menarik dari perubahan local
government ke local governance dapat dilihat dalam buku William L. Miller,
Malcom Dickson dan Gerry Stocker112
dalam bukunya, Model of Local
Governance, Public Opinion and Political Theory in Britain. Ringkasan
pemikirannya dapat dilihat dalam model sebagaimana dalam tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.3
Model Normatif Local Governance
Dimensions
Model Key Goals Attitude
to
Local
autonomy
Attitude to
public
participation
Key service
delivery
mechanism
Key
Political
mechanism
Localist Expression and
meeting of
local
communities
needs
Strongly in
favour
Supportive but
gives primacy to
elected
representatives
Multi functional
elected local
authorities
Representatives
politics through
local elections
Individualist
Ensuring
individual
choice and
responsiveness
in respect of
Inclined to
favour but
recognizes
need for
upper-level
Favours
consumer
consultation but
not large-scale
citizen
Competitive
range of service
specific
providers
Individual
rights as
consumer
111Ibid., hal. 7
112
William L Miller, Malcom Dickson and Gerry Stoker. Models of Local Governance,
Public Opinion and Political Theory in Britain. (London: Palgrave MacMillan, 2005).
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
63
Universitas Indonesia
services
intervention
to protect
individuals
participation
Mobilization
Developing a
politics of
change to
ensure more
effective
influence of
disadvantage
and exluded
Strongky in
favour as
part of
process of
change
Strongly in
favour
Neighbourhood-
based and
decentralized
structures
Developemental
participatory
politics
Centralist To maintain
national
standard and
the primacy of
national
democracy
Strongly
opposed
Limited value Agencies
subject to
substantial
central control
National
government
legislation,
guidance and
controls
Sumber: William L. Miller, et.al., hal. 29.
Localist model merupakan salah satu dari model yang berkaitan dengan
bentuk pemerintahan lokal yang tradisional dan umumnya dicerminkan secara
formal dalam badan dan lembaga perwakilan pemerintahan lokal. Dalam
pandangan model ini hal yang penting mengenai tata kelola pemerintahan adalah
bahwa hal itu merupakan ekspresi dari pilihan lokal (local choice). Institusi dari
pemerintah daerah harus bersifat akuntabel untuk menjamin bahwa mereka
responsif terhadap kebutuhan daerah. Para pejabat di tingkat lokal harus memiliki
otonomi yang cukup untuk membuat keputusan yang mencerminkan keinginan
masyarakat lokal daripada keinginan para pejabat daerah. Para penganut paham
localist memberikan keunggulan pada institusi perwakilan tradisional pemerintah
daerah, dalam kasus ini Inggris, kewenangan lokal yang dipilih memiliki sejumlah
tujuan. Kewenangan lokal akan mengarakan pemberian pelayaanan kepada publik
Model individualist sangat berkaitan dengan pemikiran politik hak baru
(new right political thought). Model ini menekankan tidak hanya pada fasilitasi
pilihan kolektif oleh masyarakat lokal akan tetapi juga menjamin bahwa sistem
pemerintahan daerah dirancang dalam suatu cara di mana consumer individu
dapat memperoleh hak layanannya untuk memenuhi kebutuhan personalnya.
Tujuan dari sistem ini adalah menjamin bahwa individu memperoleh pilihan
layanan yang mereka inginkan sesuai dengan apa yang mereka bayar sebagai
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
64
Universitas Indonesia
pajak. Model ini membangun kompetisi di antara penyedia layanan. Dengan
membangun pasar sebagai model, menurut pendapat pandangan ini, kekuatan
pilihan consumers akan menjamin produser untuk respon dan peduli dalam
menyediakan layanan sesuai kebutuhan individu. Pengambilan keputusan politik
kolektif dan partisipasi dalam skala besar tidak dipercaya karena dikelola sendiri
dan minoritas suara yang memanfaatkan sumberdaya dan keuntungan bagi mereka
sendiri. Tantangan kunci yang dihadapi adalah bahwa model harus dapat
memungkinkan consumers individual untuk melindungi hak dan kepentingan
masyarakat.
Model mobilization digambarkan dalam perspektif left-wing (sayap kiri).
Ada berbagai pandangan dari perspektif ini mengenai tata kelola pemerintahan
lokal (local governance). Beberapa pandangan melihat intervensi dan dominansi
pemerintah nasional untuk mengatasi keterbatasan dan ketidaksetaraan kebijakan
pada level lokal. Pemerintah daerah memberikan kesempatan untuk
mengorganisasi ketidakuntungan dan memobilisasi mereka sehingga aliansi
politik aktif dibentuk untuk mengatasi adanya ketidakadilan. Tata kelola
pemerintah lokal memberikan dasar untuk politik opposisi yang effektif. Elemen
kunci dari proses politik dalam model mobilization adalah adanya ruang cukup
untuk otonomi lokal yang memungkinkan politik lokal yang dinamik membangun
dan melibatkan kesempatan bagi partisipasi publik. Dalam kaitan dengan
pemberian pelayanan ada pilihan bagi hak-hak desentralisasi yang terstruktur pada
level vertikal di bawahnya. Instansi vertikal memberikan pelayanan yang dapat
diakses sebagai upaya untuk merespon kebutuhan masyarakat lokal.
Model terakhir, model centralist, merupakan model dari tata kelola
pemerintahan lokal yang bukan merupakan satu model politik lokal yang kuat.
Model centralist agak jarang diketemukan di dalam dunia teori politik akan tetapi
dalam dunia praktek masih banyak diterapkan, khususnya di Inggris.113
Model ini
berdasarkan pada pilihan fundamental bagi demokrasi nasional. Elemen kuncinya
adalah menjamin bahwa seluruh warga negara menerima akses sama terhadap
kualitas layanan dan standar nasional yang dibuat. Dengan demikian, otonomi
lokal sangat ditentang dan partisipasi lokal tidak mempunyai nilai tinggi. Isu
113 Ibid., hal. 31
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
65
Universitas Indonesia
kunci dalam pemberian layanan adalah bahwa lembaga penyedia layanan di
tingkat lokal merupakan subjek bagi kontrol dan arahan dari pusat untuk
menjamin bahwa tujuan nasional dapat dicapai dan target kinerja nasional dapat
dipenuhi.
Pergeseran dari local government ke local governance dalam frame of
dynamic governance telah membawa peran yang baru dari institusi, jangkauan
yang lebih luas dari pimpinan lokal yang dipilih dan bermacam praktek
desentralisasi yang diterapkan dalam otonomi daerah. Kepala Daerah atau
Walikota, sebagai pimpinan lokal cenderung bersifat politis karena dipilih
langsung oleh rakyat. Menurut Neo dan Chen114
kepemimpinan yang politis dan
kuat memberikan pengaruh terhadap perkembangan pelayanan publik. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pegeseran konsep ini cenderung membawa
kepada perubahan pemerintahan lokal dalam memberikan layanan, dan
peningkatan partisipasi masyarakat dalam tindakan (kebijakan) lokal.
2.4 Kebijakan dan Penerapan Desentralisasi
Kebijakan desentralisasi yang diterapkan di Indonesia berjalan seiring
dengan perkembangan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan
daerah yang berlaku sebagai hukum positif. Bhenyamin Hoessein dan Syarif
Hidayat sebagaimana dikutip oleh Edie Toet Hendratno115
mengatakan ada
beberapa tujuan dan sasaran negara-negara berkembang menerapkan kebijakan
desentralisasi. Berkaitan dengan tujuan desentralisasi, ada enam tujuan negara-
negara berkembang menerapkan kebijakan desentralisasi yaitu (1) untuk
pendidikan politik, (2) untuk latihan kepemimpinan politik, (3) untuk memelihara
stabilitas politik, (4) untuk mencegah konsentrasi kekuasaan di Pusat, (5) untuk
memperkuat akuntabilitas publik, dan (6) untuk meningkatkan kepekaan elit
terhadap kebutuhan masyarakat. Eko Prasojo116
yang mengutip pendapat Smith
menambahkan aspek efisiensi dan efektivitas sebagai salah satu tujuan
desentralisasi. Dasar argumennya adalah melalui desentralisasi akan mendekatkan
114
Neo and Chen, op.cit, hal. 9
115
Hendratno, op.cit., hal. 67.
116
Eko Prasojo, op.cit., hal 17
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
66
Universitas Indonesia
pemerintahan dan pembangunan kepada masyarakat. Kewenangan yang dimiliki
pemerintahan daerah ini menjadikan fungsi pemerintahan dan pelayanan menjadi
lebih efisien dan efektif, Karena pemerintahan daerah yang mengetahui secara
jelas dan rinci kebutuhan dan potensi daerahnya masing-masing, maka program
pembangunan dan pelayanan akan beroerintasi kepada kepentingan
masyarakatnya.
Sementara itu, berkaitan dengan alasan desentralisasi, ada empat alasan
penerapan kebijakan desentralisasi yaitu (1) untuk menciptakan efisiensi
penyelenggaraan administrasi pemerintahan, (2) untuk memperluas otonomi
daerah, (3) untuk beberapa kasus sebagai strategi untuk mengatasi instabilitas
politik, dan (4) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan dan untuk mempercepat proses pembangunan daerah.
Meskipun desentralisasi merupakan suatu konsep yang terus tumbuh sesuai
dengan dinamika perkembangan sistem demokrasi dan sistem pemerintahan dan
diterima secara general di negara-negara berkembang, namun dalam
pelaksanaannya desentralisasi masih menghadapi beberapa kendala permasalahan.
Ada dua permasalahan berkaitan dengan kendala desentralisasi yaitu: (1)
berkaitan dengan skala besaran wilayah operasi pemerintah daerah yang
mengakibatkan penyelenggaraan pemerintahan menjadi kurang efektif, terutama
dalam menangani berbagai persoalan sosial dan ekonomi, dan (2) adanya
ketidaktulusan di kalangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
mendudukan partisipasi masyarakat sebagai bagian penting dalam proses
pengambilan keputusan.117
Tujuan yang akan dicapai melalui desentralisasi pada tiap negara
memungkinkan berbeda, sehingga mengharuskan dibuat skala proritas tujuan
desentralisasi. Oleh karena itu, terdapat beberapa variasi berkenaan dengan skala
prioritas tujuan desentralisasi antar negara bahkan dalam antar-kurun waktu dalam
suatu negara sebagai hasil-hasil kekuatan-kekuatan yang berpengaruh. Tujuan
yang akan dicapai melalui kebijakan desentralisasi merupakan nilai-nilai dari
komunitas politik yang dapat berupa kesatuan bangsa (national unity),
pemerintahan demokrasi (democratic government), kemandirian sebagai
117 Hendratno, op.cit., hal 69
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
67
Universitas Indonesia
penjelmaan dari otonomi, efisiensi administrasi dan pembangunan sosial.118
Tujuan desentralisasi umumnya diformulasikan dalam kebijakan nasional dalam
format peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah yang
bermuatan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah.
Perkembangan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pemerintahan daerah yang substansi muatannya berkenaan dengan desentralisasi
dan otonomi daerah dalam konteks Indonesia berjalan selaras dengan dinamika
perubahan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan
penjabaran pasal 18 dalam UUD 1945. Pasal 18 yang terkait dengan otonomi
daerah telah mengalami beberapa kali amandemen khususnya Pasal 18 yang
sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi 18A dan 18B memberikan dasar
dalam penyelenggaraan desentralisasi. Menurut pasal 18 ini Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi dibagi
atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.
Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Sementara itu pasal 18A dan 18B lebih menekankan pada pengakuan
negara terhadap kekhususan dan keberagaman kesatuan-kesatuan pemerintahan
daerah. Dalam historis perkembangannya konsep dan implementasi desentralisasi
mengalami pasang surut. Sampai sekarang ini, Indonesia pernah dan telah
memiliki 7 (tujuh) Undang-Undang yang mengatur Pemerintahan Daerah yaitu
UU No.1/1945, UU No.22/1948, UU No.1/1957, UU No.18/1965, UU No.5/1974,
UU No.22/1999 dan yang terakhir UU No.32/2004 yang kemudian diamandemen
menjadi UU No.12/2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.32/2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Melalui berbagai UU ini, penyelenggaraan pemerintahan
daerah di Indonesia mengalami berbagai pertumbuhan dan juga permasalahan.119
Dilihat sejak masa orde baru, ada tiga Undang-Undang yang mengatur
tentang Pemerintahan Daerah. Pertama adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun
1974. Menurut Undang-Undang ini, daerah-daerah yang ada dalam negara dibagi-
118Bhenyamin Hoessein 2009, op.cit., hal. 91
119
Utang Rosidin. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. (Bandung: Pustaka Setia, 2011),
hal. 70.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
68
Universitas Indonesia
bagi menjadi wilayah-wilayah provinsi dan ibu kota negara. Wilayah provinsi
dibagi lagi dalam wilayah-wilayah kabupaten dan kotamadya. Kemudian, wilayah
kabupaten dan kotamadya ini dibagi lagi dalam wilayah-wilayah kecamatan. Titik
berat otonomi daerah terletak pada daerah tingakt II karena daerah tingkat II
berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi
aspirasi masyarakat.
Prinsip-prinsip otonomi daerah dalam Undang-Undang ini adalah otonomi
yang nyata dan bertanggung jawab. Pengertian nyata adalah bahwa pemberian
otonomi kepada daerah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan dan tindakan
atau kebijakan yang benar-benar dapat menjamin daerah yang bersangkutan
secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Bertanggung jawab
diartikan sebagai otonomi dapat benar-benar berjalan sesuai dengan tujuannya
yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh wilayah, sejalan dengan
pembangunan politik dan kesatuan bangsa, menjamin hubungan yang serasi antara
pemerintah pusat dan menjamin perkembangan pembangunan daerah.120
Dalam
perspektif Eko Prasojo, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 ini lebih
merupakan model structural efficiency model121
Pendekatan ini lebih
memfokuskan pada peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan.
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang menggantikan Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1974, pada prinsipnya lebih mengatur penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan asas desentralisasi yang luas.
Dalam perspektif Eko Prasojo, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 lebih
menggunakan model pendekatan local democracy model, yang menekankan pada
peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan. Pokok
pikiran dalam Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:
1. Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip
pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan
dekosentrasi adalah daerah provinsi, sedangkan daerah yang dibentuk
120Ibid, hal. 71-72.
121
Eko Prasojo, op.cit., hal. 1
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
69
Universitas Indonesia
berdasarkan asas desentralisasi adalah kabupaten dan kota. Daerah
yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi berwenang untuk
menentukan dan melaksanakan kebijakan atau inisiatif lokal
berdasarkan aspirasi masyarakatnya.
3. Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonom. Dengan
demikian, wilayah administrasi yang berada di dalam daerah
kabupaten dan kota dapat dijadikan daerah otonom atau dapat
dihapus;
4. Kecamatan dalam Undang-Undang ini kedudukannya diubah menjadi
perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.
Wilayah menurut Undang-Undang ini dibagi ke dalam daerah provinsi,
daerah kabupaten dan daerah kota yang bersifat otonom. Daerah provinsi
berkedudukan juga sebagai wilayah administrasi. Undang-Undang ini tidak
mengenal lagi istilah daerah tingkat I dan daerah tingkat II serta istilah
kotamadya, yang kemudian diubah menjadi kota. Kewenangan daerah mencakup
kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta
bidang kewenangan lain yang meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional
dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan
keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,
pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber
daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi
nasional.
Undang-Undang ini memuat prinsip-prinsip otonomi daerah sebagai
berikut:122
1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi
dan keragaman daerah;
2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab;
122
Utang Rosidin, op.cit., hal. 83
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
70
Universitas Indonesia
3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diberikan pada daerah
kabupaten dan daerah kota, sedangkan otonomi daerah provinsi
merupakan otonomi yang terbatas;
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap menjamin hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah;
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian
daerah otonom. Oleh karena itu, dalam daerah kabupaten dan daerah
kota tidak terdapat lagi wilayah administrasi. Bagi kawasan-kawasan
khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain seperti badan
otorita, kawasan pelabuhan, perumahan, kawasan industri,
perkebunan, pertambangan, kehutanan, kawasan perkotaan baru,
kawasan pariwisata dan semacamnya berlaku juga ketentuan daerah
otonom.
Undang-Undang ini memberikan implikasi positif dan negatif terhadap
kondisi daerah. Implikasi positifnya adalah adanya kemandirian daerah, terutama
kabupaten/kota untuk menentukan pembangunannya sendiri sesuai kultur,
perkembangan, dan kemampuan masyarakat setempat, sedangkan implikasi
negatifnya adalah tumbuhnya kesewenangan pemerintah daerah dalam
merumuskan kebijakannya yaitu Peraturan Daerah yang kadang merugikan
masyarakat di daerahnya dan seringkali bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Secara umum, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 banyak membawa
pertumbuhan dan kemajuan bagi daerah dan juga peningkatan layanan dan
kesejahteraan rakyat, karena pemerintah daerah diberi wewenang yang luas untuk
mengelola seluruh sumber daya, aset kekayaan daerah untuk dimanfaatkan bagi
pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada
masyarakat. Dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar ternyata
mengharuskan Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah ini untuk
menyesuaikan khususnya yang terkait dengan pemilihan kepala daerah, karena
dalam Undang-Undang ini Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
pada dasarnya memberikan otonomi yang luas kepada kabupaten/kota. Dikatakan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
71
Universitas Indonesia
sebagai otonomi yang luas, karena beberapa alasan. Pertama, urusan-urusan
rumah tangga daerah ditentukan secara kategoris dan pengembangannya diatur
dengan cara-cara tertentu pula. Kedua, apabila sistem supervisi dan pengawasan
dilakukan sedemikian rupa sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian
untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga
daerahnya. Ketiga, sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang
menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang
akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.123
Dalam penyelenggaraan otonomi
yang luas, urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah jauh lebih
banyak daripada urusan pemerintahan yang tetap menjadi kewenangan pemerintah
pusat.
Otonomi luas atau desentralisasi berangkat dari prinsip bahwa semua
urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali
yang ditentukan sebagai urusan pusat. Urusan yang dikecualikan, yang masih
menjadi urusan pemerintah pusat tidak didesentralisasikan124
adalah sebagai
berikut:
1. Politik luar negeri, yaitu urusan pengangkatan pejabat diplomatik dan
penunjukan warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga
internasional, penetapan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian
dengan negara lain, penetapan perdagangan luar negeri;
2. Pertahanan, berkenaan dengan urusan-urusan seperti mendirikan atau
membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai atau perang,
menyatakan negara dalam keadaan bahaya, membangun dan
mengembangkan sistem pertahanan negara dan menetapkan kebijakan
di bidang kemiliteran;
3. Keamanan, yaitu urusan-urusan yang berkenaan dengan kebijakan
dalam mendirikan dan membentuk kepolisian negara, kebijakan
keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar dan
melawan hukum dan menindak kelompok atau organisasi yang
menganggu keamanan;
123Utang Rosidin, op.cit., hal. 147
124
Ibid, hal. 148
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
72
Universitas Indonesia
4. Moneter dan fiskal nasional, yaitu urusan yang berkenaan dengan
penetapan kebijakan moneter/fiskal, kebijakan pencetakan, peredaran
dan pengendalian mata uang dan sebagainya;
5. Yustisi/ Hukum yaitu urusan yang berkenaan dengan penetapan
kebijakan kehakiman dan keimigrasian, mengelola atau mengatur
pemberian grasi, amnest, abolisi dan membuat Undang-Undang,
Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah dan peraturan lain yang berlaku secara nasional;
6. Agama, yaitu urusan yang berkenaan dengan kebijakan dalam
penyelenggaraan seluruh agama yang diakui, kebijakan penetapan hari
libur keagamaan yang berlaku secara nasional, pemberian hak
pengakuan terhadap keberadaan suatu agama.
Dalam pembagian urusan pemerintahan terdapat bagian urusan
pemerintahan yang bersifat concurrent yaitu urusan pemerintahan yang
penanganannya dalam bagian tertentu dapat dilaksanakan bersama antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang
bersifat concurrent terdapat bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah
pusat dan bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Untuk
mewujudkan pembagian urusan yang concurrent ditentukan kriteria yang meliputi
eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi, dengan mendasarkan pada keserasian
hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan.
Kriteria pertama adalah eksternalitas yaitu pendekatan dalam pembagian
urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan implikasi yang mungkin timbul
dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila implikasi yang
timbul bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan
kabupaten/kota, dan apabila bersifat regional menjadi kewenangan provinsi,
kemudian apabila berimplikasi secara nasional menjadi kewenangan pemerintah
pusat. Kiriteria kedua adalah akuntabilitas, yaitu pendekatan dalam pembagian
urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang
menangani suatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung
dengan implikasi dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
73
Universitas Indonesia
akuntabilitas penyelenggaraan urusan pemerintahan kepada masyarakat akan lebih
terjamin.
Kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personal,
dana dan peralatan) untuk mendapatkan ketetapan peraturan, kepastian dan
kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan Hal ini
dapat diartikan bahwa pengelolaan suatu urusan diharapkan akan lebih berdaya
guna dan berhasil guna apabila dilaksanakan oleh daerah provinsi, dan daerah
kabupaten/kota dibandingkan apabila ditangani oleh pemerintah pusat. Ukuran
berdaya guna dan berhasil guna didasarkan pada besarnya manfaat yang dapat
dirasakan oleh masyarakat lokal dan besar kecilnya resiko yang mungkin
dihadapi. Sementara itu yang dimaksud dengan keserasian hubungan adalah
bahwa pengelolaan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh tingkat
pemerintahan yang berbeda bersifat saling berhubungan (interkoneksi), saling
tergantung (interdependensi) dan saling mendukung sebagai satu kesatuan dengan
mempertimbangkan cakupan kemanfaatannya.
Kebijakan otonomi daerah dengan memberikan hak desentralisasi tidak
dengan serta merta melepaskan provinsi, kabupaten/kota dari negara kesatuan.
Kebijakan yang dbuat oleh pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya, harus didasarkan pada aspirasi yang tumbuh dan
berkembang sebagai suatu kebutuhan masyarakat lokal. Lebih jauh daripada itu,
kebijakan lokal tetap harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang
berada di atasnya. Dalam kaitan dengan menjaga keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, pemerintah diberikan kewenangan pengawasan dan
pembinaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menerapkan asas
desentralisasi khususnya di tingkat kabupaten dan kota. Hal ini dilakukan dengan
tujuan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena tidak
menutup kemungkinan dengan diberikannya keleluasaan dan kewenangan yang
luas dalam menyelenggarakan pemerintahan lokal (desentralisasi), pemerintahan
daerah mengabaikan pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.125
125 Ibid., hal.152.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
74
Universitas Indonesia
Pembinaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan
oleh pemerintah yang meliputi:126
1. koordinasi pemerintahan antar sususunan pemerintahan;
2. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;
3. pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan urusan
pemerintahan;
4. pendidikan dan pelatihan; dan
5. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemanfaatan dan evaluasi
pelaksanaan urusan pemerintahan.
Koordinasi dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, wilayah
atau provinsi. Pemberian pedoman dan standar meliputi aspek perencanaan,
pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas pengendalian dan pengawasan.
Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi dilaksanakan secara berkala atau
dalam waktu-waktu tertentu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah
maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan
pelatihan dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala
daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala
desa. Sementara perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan
evaluasi dilaksanakan secara berkala atau sewaktu-waktu dengan memperhatikan
susunan pemerintahan.
Di samping pembinaan, pemerintah pusat juga melaksanakan pengawasan
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.127
Pengawasan ini dalam
perspektif otonomi daerah di negara kesatuan, mempunyai dua sisi yang
paradoksial. Di satu sisi, pengawasan yang terlalu ketat, kaku dan sangat
prosedural birokratik akan membatasi prinsip-prinsip penyelenggaraan
pemerintahan daerah khususnya di tingkat kabupaten dan kota yang telah
menerapkan otonomi daerah atau desenntralisasi terutama dalam membangun
partisipasi masyarakat lokal. Pada sisi yang lain, pengawasan ini menjadi penting
126Ibid., hal. 152-153
127
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan
dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (4), disebutkan bahwa
pengawasan yang dimaksud adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar
Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
75
Universitas Indonesia
dalam rangka menjamin terlaksananya kebijakan pemerintah dan rencana
pembangunan pada umumnya. Berkenaan dengan organisasi pemerintahan,
pengawasan adalah suatu upaya untuk menjamin: (1) keserasian antara
penyelenggaraan tugas pemerintah oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat;
(2) kelancaran penyelenggaraan pemerintah secara berdaya guna dan berhasil
guna.
2.5. Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Pemerintahan Kota
Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pada
dasarnya dimaksudkan untuk mengakomodasi kemajemukan yang ada dalam
masyarakat. Kebutuhan masyarakat dalam seluruh aspek kehidupan seperti aspek
ekonomi, sosial, politik tidak mungkin akan terakomodir apabila sistem
penyelenggaraan administrasi publik bersifat tersentral, terlebih apabila dalam
negara yang secara geoadministrasi sangat luas wilayahnya, seperti Indonesia ini.
Oleh karena itu desentralisasi memungkinkan pemerintahan daerah mengelola
daerahnya sendiri berdasarkan pada potensi yang dimiliki untuk memenuhi
kebutuhan umum dan aspirasi politik masyarakatnya.
Dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia sekarang ini, –
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi hukum positif, – dianut
tiga bentuk daerah otonom. Pertama, provinsi yang memiliki batas-batas wilayah
yuridiksi meliputi beberapa kabupaten dan kota. Kedua, kabupaten yang secara
yuridis masyarakatnya pedesaan. Ketiga, kota yang secara yuridis masyarakatnya
bersifat perkotaan,128
Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang
Pemerintahan Daerah pasal 90, 91 dan 92 secara jelas mengatur sektor perkotaan.
Daerah kota adalah kawasan perkotaan berotonomi, sedangkan daerah kabupaten
merupakan kawasan pedesaan berotonomi.129
Hoessein sebagaimana dikutip oleh
Eko Prasojo130
mengatakan bahwa dalam daerah kota diasumsikan yuridisnya
tidak ada pemerintahan desa, sedangkan dalam daerah kota meskipun asumsi
yuridisnya bukan untuk pemerintahan kota, namun dimungkinkan terdapat
128Eko Prasojo dkk, op.cit., hal. 123
129
Ibid., hal. 124
130
Ibid
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
76
Universitas Indonesia
pemerintahan kota setingkat desa yang berupa perangkat daerah otonom
kabupaten yakni kelurahan.
Secara umum kota seringkali diartikan sebagai suatu permukaan wilayah
di mana terdapat pemusatan penduduk dan berbagai jenis kegiatan ekonomi,
sosial budaya dan administrasi pemerintah.131
Dalam arti yang lebih rinci kota
dapat digambarkan sebagai lahan geografis yang utamanya diperuntukan bagi
pemukiman. Kota mempunyai penduduk dalam jumlah relatif banyak, memiliki
lahan yang relatif terbatas luasnya, di mana mata pencaharian sebagian besar
penduduknya didominasi oleh kegiatan non pertanian. Sebagian penduduk lainnya
mempunyai kegiatan di sektor tersier yaitu perdagangan, transportasi, keuangan,
perbankan, pendidikan, kesehatan dan jasa lainnya, sedang yang lainnya pada
sektor sekunder atau pengolahan yaitu industri dan manufaktur. Kota mempunyai
pola hubungan antar individu dalam masyarakatnya lebih bersifat rasional,
ekonomis dan individualis.
Menurut Hadi Sabari Yunus132
pengertian kota dapat dilihat dari berbagai
macam perspektif yaitu: pemahaman yang menggunakan perspektif morfologi
kota (urban morphological perspective) dan perspektif legal atau yuridiksi
administratif (legal or administrative perspective). Pendekatan ini kemudian
dikembangkan menjadi enam perspektif yaitu (1) matra yuridis administratif, (2)
matra fisik morfologis; (3) matra jumlah penduduk, (4) matra kepadatan
penduduk (5) matra fungsi dalam wilayah organik dan (6) matra sosial-
ekonomi.133
Kota dalam matra yuridis administratif lebih difokuskan pada eksistensi
wilayahnya yang dibatasi oleh batas-batas yang diatur oleh Undang-Undang.
Oleh karena itu wilayahnya tidak hanya menunjukkan karakteristik kekotaan saja
baik dari segi fisik, ekonomi, sosial dan kultural, akan tetapi pada beberapa
wilayahnya sangat mungkin terlihat sifat pedesaan. Dari matra ini, kota dapat
diartikan sebagai suatu daerah tertentu dalam wilayah negara di mana
keberadaannya diatur oleh Undang-Undang (peraturan tertentu), di mana dibatasi
131Rahardjo Adisasmita, op.cit., hal. 49
132
Hadi Sabari Yunus. Manajemen Kota Perspektif Spasial. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008), hal. 9-10.
133
Ibid, hal. 10
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
77
Universitas Indonesia
oleh batas-batas administratif yang jelas, yang keberadaannya diatur oleh Undang-
Undang (peraturan tertentu dan ditetapkan berstatus sebagai kota dan
berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya dalam mengatur
wilayah kewenangannya).
Pengertian kota dilihat dari matra fisik morfologis lebih meninjau fisikal
kota, bentuk-bentuk maujudnya, tangible, yang mencerminkan dan ditandai
dengan adanya yang terlihat secara internal sesuatu kota.134
Ada tiga indikator
yang dapat digunakan untuk memahami morfologi kota, yaitu: (1) indikator
kekhasan penggunaan lahan, (2) indikator kekhasan pola bangunan dan fungsinya
serta (3) kekhasan pola sirkulasi. Ketiga indikator fisikal ini dapat dengan mudah
dikenali di lapangan baik secara langsung maupun tidak langsung.135
Dari matra
ini, kota dapat dartikan sebagai suatu daerah tertentu dengan karakteristik
pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan di mana sebagian besar
tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial,
kepadatan bangunan khususnya perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang
kompleks, dalam satuan permukiman yang kompak dan relatif besar dari satuan
permukiman kedesaan di sekitarnya.
Kota dilihat dari jumlah penduduk mengartikan kota sebagai sesuatu
wilayah dengan mendasarkan pada jumlah penduduk. Kondisi yang ada telah
memungkinkan munculnya fungsi-fungsi kekotaan atas sejumlah aglomerasi
penduduk minimal. Dengan demikian, dari sudut jumlah penduduknya kota
merupakan daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi
jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dan penduduk mana bertempat
tinggal pada satuan permukiman yang kompak.136
Dalam beberapa hal, pengertian
ini mengandung beberapa permasalahan, di antaranya dalam menentukan batas-
batas kotanya apabila sebaran permukiman yang kompak sangat besar akan tetapi
kepadatannya sangat jarang. Hal ini yang menjadi salah satu faktor sebab
mengapa masing-masing negara mempunyai batasan yang berbeda-beda dalam
menentukan urban population threshold. Faktor-faktor yang menjadi penentu
134Ibid, hal. 15.
135
Ibid
136
Ibid, hal. 20
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
78
Universitas Indonesia
adalah latar belakang historis, sistem perencanaan tata ruang dan tata wilayah,
kondisi sosial, ekonomi dan budaya.137
Dalam pengertian yang lain, kota dilihat dari matra kepadatan
penduduknya. Dari sudut pandang ini, kota adalah suatu daerah dalam wilayah
negara yang ditandai oleh sejumlah kepadatan penduduk minimal tertentu,
kepadatan penduduk mana tercatat dan teridentifikasi pada satuan permukiman
yang kompak. Dalam menghitung kepadatan penduduk perkotaan dikenal ada 3
macam teknik yaitu (1) administrative population density, (2) urban population
density, (3) housing population density. Kepadatan penduduk administrasi adalah
rasio antara jumlah penduduk yang tinggal di dalam wilayah administrasi tertentu
dengan luas wilayah administrasi yang bersangkutan. Dalam menghitung
kepadatan urban, semua kenampakan kekotaan dalam wilayah yang diamati
dihitung luasnya sebagai denominator dan semua kenampakan bukan kekotaan
secara fisikal dikeluarkan dari penghitungan. Penghitungan cara ini tetap
bersandar pada batasan wilayah administratifnya, maka jumlah penduduk yang
dikemukakan adalah penduduk satuan wilayah administratifnya, hal ini dilakukan
karena data kependudukan selalu dihitung dalam satuan wilayah administrasi
melalui sensus penduduk. Sementara itu, cara penghitungan kepadatan penduduk
berdasarkan atas daerah perumahan dilakukan dengan cara menghitung luasan
daerah yang betul-betul dimanfaatkan sebagai tempat tinggal penduduk kota
sebagai denominatornya dan daerah bukan permukiman meskipun mempunyai
kenampakan kekotaan dikeluarkan dari perhitungan.
Kota dilihat dari sudut fungsinya dalam suatu wilayah organik lebih
ditekankan peranannya dalam suatu wilayah yang luas, dalam konteks ini adalah
wilayah organik. Terminologi lain dari wilayah organik yang seringkali digunakan
adalah wilayah fungsional, wilayah heterogen dan wilayah nodal.138
Wilayah
organik adalah suatu bagian tertentu dari permukaan bumi yang dicirikhasi oleh
satu kesatuan sistem kegiatan, yang mempunyai keterkaitan fungsional satu sama
lain yang terjalin sedemikian rupa serta mempunyai satu atau lebih simpul
kegiatan. Lokasi dari simpul kegiatan inilah yang kemudian dikenal sebagai
“kota”, di mana di dalamnya terkonsentrasi berbagai kegiatan yang beragam. Kota
137Ibid, hal. 21.
138
Ibid, hal. 31
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
79
Universitas Indonesia
dalam konsep ini mempunyai fungsi sebagai kolektor maupun distributor barang
dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan internal maupun eksternal di dalam
wilayahnya.
Dari matra ini, maka kota diartikan sebagai suatu wilayah tertentu yang
berfungsi sebagai pemusatan kegiatan yang beraneka ragam dan sekaligus
berfungsi sebagai simpul kegiatan dalam peranannya sebagai kolektor dan
distributor barang dan jasa dari wilayah hinterland yang luas. Oleh karena
kegiatan kota yang sangat kompleks sifatnya, maka jalinan elemen-elemen yang
ada dalam sistem dan subsistemnya juga sangat kompleks. Jarak jangkauan sistem
kegiatan dari satu wilayah organik yang satu juga tidak sama dengan wilayah
organik yang lain. Kompleksitas sistem kegiatan yang terbentuk di dalam sebuah
kota, juga akan menimbulkan kesulitan tersendiuri dalam melakukan deliminasi
wilayah kotanya Sujarto sebagaimana dikutip oleh Hadi Sabari
Yunus139
.mengatakan bahwa dari perspektif fungsional suatu kota dapat diartikan
sebagai focal point yang merupakan pemusatan berbagai macam faktor kegiatan
(multiple functions) yang masing-masing mempunyai kekhususan/spesialisasi
yang tinggi (highly specialized activities). Kegiatan-kegiatan fungsional ini tidak
hanya berperanan melayani kebutuhan kota itu sendiri, namun juga melayani
kebutuhan kota-kota lain. Beberapa pendapat mengenai cara untuk mengenali
fungsi sesuatu kota yaitu (1) the Basic-Non Basic Method, (2) the Balance of
Payment Method, (3) the Input-Output Method dan (4) the Minimum or Average
Requirements Method. 140
Kota dalam tinjauan segi sosio-kultural sebagaimana dikatakan oleh Hadi
Sabari Yunus141
merupakan kesatuan masyarakat yang heterogen dimana
139Ibid, hal. 35
140
Ibid, hal, 37-38. The basic-non basic method merupakan cara yang digunakan untuk
mengetahui fungsi/kegiatan kota dengan melihat pekerjaan atau penghasilan yang ada, apakah
berada di atas kebutuhan kota yang bersangkutan atau tidak, sedangkan the balance of payment
method merupakan cara yang mendasarkan pada aliran uang dan kredit yang masuk ke kota dan
yang ke luar dari kota., imbangan antara aliran barang dan jasa memungkinkan untuk dikenali
tentang seberapa jauh spesialisasi kegiatan yang telah berkembang dari dalam kota yang
bersangkutan. The input-output method adalah suatu cara yang mendasarkan pada seberapa jauh
pengaruh tingkat produksi, pekerjaan dan masing-masing kategori kegiatan terhadap satu dengan
yang lainnya. The minimum or average requirements method merupakan suatu cara yang
mendasarkan pada penghitungan apakah pekerjaan atau penghasilan yang ada pada sesuatu kota
mempunyai tingkatan yang lebih besar dari standar minimum atau norma pada kebanyakan kota
sejenis.
141
Ibid, hal. 39.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
80
Universitas Indonesia
masyarakatnya mempunyai tingkat tuntutan kebutuhan yang lebih banyak
dibandingkan dengan penduduk pedesaan. Sementara itu menurut Bintarto142
, kota
adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non
alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan
yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah
belakangnya. Perwujudan kota merupakan perwujudan yang sangat spesifik dan
berbeda dengan perwujudan bukan kota. Suatu tempat disebut sebagai kota
apabila memiliki karakteristik: (1) ukurannya relatif besar, (2) permanen (3)
padat, (4) hubungan sosialnya heterogen. Perbedaan karakteristik antara kota dan
bukan kota dapat dilihat dalam tabel 2. 4 berikut:
Tabel 2.4
Perbedaan Ciri-ciri Kota dan Bukan Kota
No. Unsur Pembeda Desa Kota
1. Mata Pencaharian Agraris homogen Non Agraris homogen
2. Ruang kerja Terbuka/ lapangan Ruang tertutup
3. Musim/Cuaca Penting/ menentukan Tidak penting
4 Keahlian/
keterampilan
Umum/ menyebar Spesialisasi dan
mengelompok
5. Jarak rumah
dengan tempat
kerja
Dekat (relatif) Jauh (terpisah)
Relatif
6. Kepadatan
penduduk
Rendah Tinggi
7. Kepadatan rumah Rendah Tinggi
8. Kontak sosial Frekuensi rendah Frekuensi tinggi
9. Strata sosial Sederhana Kompleks
10. Kelembagaan Terbatas Kompleks
11. Kontrol sosial Adat/ tradisi berperanan
besar
Adat/tradisi tidak
berperan-an besar,
tetapi UU/ peratur-an
tertulis berperanan
besar
142Ibid
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
81
Universitas Indonesia
12. Sifat masyarakat Gotong royong
(Gemeinschaft/paguyuban)
Patembayan
(Geselschaft)
13. Mobilitas
penduduk
Rendah Tinggi
14. Status sosial Stabil Tidak stabil
Sumber: Hadi Sabari Yunus, hal. 41
Dalam konteks Indonesia, dilihat dari segi hukum kota dapat
dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu (1) kotamadya, (2) kotamadya
administratif, (3) kota administratif dan (4) kota.143
Kota seperti halnya
kabupaten, keberadaannya hanya ditandai oleh bagian-bagiannya yang sudah
dibangun namun kewenangan hukum pemerintah daerahnya tidak terbatas pada
daerah terbangun saja tetapi termasuk wilayah yang belum terbangun yang berada
dalam batas-batas yang sudah ditetapkan. Menurut Undang-Undang Nomor 22
tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah ada empat jenis kawasan perkotaan.
Pertama, kawasan perkotaan yang telah berstatus kota. Kedua, kawasan perkotaan
yang merupakan bagian dari kabupaten. Kawasan ini umumnya berstatus
kelurahan dan/atau kecamatan. Ketiga, kawasan perkotaan baru yang merupakan
hasil pembangunan yang mengubah kawasan perdesaan menjadi perkotaan di
kabupaten. Keempat, kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau
lebih daerah otonom yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi dan
fisik perkotaan. Sementara itu menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
pasal 199 kawasan perkotaan dapat berbentuk: (1) kota sebagai daerah otonom,
(2) bagian dari daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan, (3) bagian dari dua
atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan. Konsep
mengenai perkotaan antara UU Nomor 22 tahun 1999 dan UU Nomor 32 tahun
2004, pada prinsipnya sama, yang membedakannya adalah tidak adanya kawasan
perkotaan baru.
143Ibid, hal. 43. Kotamadya adalah sebuah kota yang jelas batas hukum kewenangan
pemerintah daerahnya, di mana sebagian wilayahnya merupakan wilayah yang terbangun, atau
masih merupakan daerah perdesaan dalam penggunaan lahannya. Kotamadya administratif adalah
sebuah kota yang tidak mempunyai dewan perwakilan rakyat, sebagai contohnya kota Batam di
pulau Batam. Kota administratif adalah sebuah kota yang meskipun dipimpin oleh seorang
Walikota, tetapi masih tetap merupakan bagian dari sebuah Daerah Tingkat II. Kota administratif
tidak mempunyai Dewan, akan tetapi batas-batas wilayah hukum walikotanya jelas ditetapkan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
82
Universitas Indonesia
Kecenderungan daerah perkotaan menunjukkan daerah terbangun (urban
area) makin bertambah luas sebagai akibat dari jumlah penduduk yang terus
bertambah. Seringkali, pada kota-kota yang tumbuh dengan pesat, luas daerah
terbangun keluar melampaui batas wilayah administratifnya sehingga batas
wilayah administrasi harus diperluas. Implikasinya, wilayah yang berdekatan
dengannya, baik kota lain maupu kabupaten bersedia untuk menyerahkan
sebagian wilayah administrasinya. Idealnya suatu kota harus mampu
mengakomodasi perkembangan kota yang sangat pesat dan dinamis di mana
mendatang, yang penuh dengan dinamika dan ketidakpastian.
Perkembangan kota di beberapa negara relatif berjalan dengan pesatnya.
Ada beberapa yang berkembang meluas secara horisontal, yaitu perkembangan
kota secara meluas yang bersifat mendatar. Orientasi perkembangan perluasan
kota menuju ke arah wilayah perbatasan yang bersifat mendatar ini memunculkan
konsep kota mendatar (horizontal city).144
Dalam kota mendatar ini, pemanfaatan
lahan perkotaan makin bertambah luas dan makin jauh dari pusat kota, yang
berarti pengaruh pusat kota menjadi semakin luas dan jauh, yang berimplikasi
terhadap nilai lahan perkotaan. Pola pengembangan kota dapat pula bersifat
menjulang ke atas atau vertikal, sehingga muncul konsep kota yang menjulang
(vertical city). Kota yang menjulang merupakan kota yang berskala besar, di mana
pembangunan gedung-gedung dan perumahan sangat padat dan umumnya
bertingkat sebagai dampak dari kesulitan dan keterbatasan lahan yang diperlukan
bahkan ada beberapa di antaranya dibangun di bawah lantai dasar. Pertumbuhan
dan besarnya kota mempunyai dampak terhadap efektivitas sistem
penyelenggaraan pemerintahan kota untuk menghasilkan eskternalitas dalam
produksi dan skala ekonomi dalam konsumsi.
Dalam penyelenggaraan desentralisasi, pelimpahan kewenangan
merupakan masalah yang sangat strategis. Hal ini disebabkan perwujudan dari
kewenangan sebagai konsekuensi dari urusan yang dilimpahkan dari pemerintah
pusat ke daerah menjadi ukuran derajat otonomi daerah yang dimiliki oleh
pemerintahan kota. Baik kabupaten maupun kota merupakan titik sentral dari
otonomi daerah. Pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah terutama
144Rahardjo Adisasmita, Ibid., hal 50.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
83
Universitas Indonesia
pada level kota dilakukan menurut ruang lingkupnya. Menurut I Made Suwandi145
penekanan pada lingkup area pada pemerintahan kota berdasarkan kriteria
eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dalam pembagian urusan dari pusat ke
daerah menunjukkan bahwa desentralisasi ditujukan untuk kemandirian daerah.
Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan
pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak atau akibat yang ditimbulkan
dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang
timbul bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan
kabupaten/kota. Sebaliknya apabila regional menjadi kewenangan provinsi dan
apabila nasional menjadi kewenangan pemerintah. Dengan dasar konsep ini, maka
penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran
dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan
pemerintahan.
Kriteria akuntabilitas sebagai kriteria kedua merupakan pendekatan dalam
pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat
pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan
yang lebih dekat dengan dampak dari urusan yang ditangani tersebut. Ini berarti
bahwa dengan kriteria akuntabilitas memungkinkan pertanggungjawaban
penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya
dengan luas, besaran dan jangkauan dari dampak yang ditimbulkan oleh
penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan, sehingga penyelenggaraan urusan
pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.
Kriteria yang ketiga adalah efisiensi yaitu memfokuskan tingkat daya
guna dan hasil guna dalam penanganan urusan yang dilimpahkan. Artinya, apabila
suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan
berhasilguna diselenggarakan oleh provinsi dan atau kabupaten/kota dibandingkan
apabila ditangani oleh Pusat, maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada
daerah provinsi dan kabupaten/kota. Sebaliknya apabila suatu bagian urusan itu
lebih bermanfaat dilaksanakan untuk kepentingan banyak daerah atau setidak-
tidaknya bersinggungan dengan banyak daerah, maka akan lebih baik bila
145I Made Suwandi. “Format Otonomi Daerah Provinsi dan Kabupaten atau Kota
Berdasarkan UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999 (Jakarta: 2003). Makalah.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
84
Universitas Indonesia
dilakukan oleh pemerintah pusat sehingga dapat diperoleh efisiensi dalam
pelaksanaan kewenangan yang ada.
Dua aspek yaitu eksternalitas dan akuntabilitas merupakan modal dasar
adanya demokratisasi di daerah otonom khususnya di kota, sedangkan aspek
efisiensi menunjukkan perlunya memilih dan membagi kewenangan yang dapat
dilimpahkan ke daerah guna memperoleh efisiensi pelaksanaannya. Dilihat dalam
perspektif kelembagaan daerah, hal tersebut merupakan upaya yang dapat
mendorong terjadinya perubahan kelembagaan daerah ke arah yang lebih
konstruktif bagi tercapainya peningkatan kapasitas pemerintah daerah.
Peningkatan ini diarahkan untuk mendorong pembangunan daerah secara optimal
yang melibatkan partisipasi publik terutama dalam formulasi kebijakan, sehingga
pemberdayaan masyarakat secara jelas dapat dilakukan. Pendekatan berbasis ini
menurut Isham dan kawan-kawan sebagaimana dikutip oleh Dwi Untoro Pudji146
merupakan sarana untuk dapat lebih baik dalam memberikan pelayanan
sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Lebih jauh dikatakan bahwa
pemerintah daerah adalah pemerintahan yang diberikan kewenangan dalam
bidang: (1) pelaksanaan kebijakan, (2) penyediaan pelayanan masyarakat, (3)
pengelolaan sumber-sumber dan (4) mengatur perangkat daerah.147
Kriteria yang hampir sama dikemukakan oleh Wolman sebagaimana
dikutip oleh Situmorang148
yang membagi kewenangan antar tingkatan
pemerintahan dengan menggunakan kriteria efisiensi dan pengelolaan
pemerintahan. Kriteria efisiensi memiliki beberapa dimensi yaitu: (1) skala
ekonomi, (2) eksternalitas, (3) potensi ekonomi dan kapasitas administrasi, (4)
keinginan atau pilihan masyarakat, (5) stabilitas ekonomi makro, (6) akuntabilitas,
(7) sosial budaya, (8) partisipasi politik. Pendapat yang hampir sama disampaikan
oleh Shah dan Qureshi sebagaimana dikutip oleh Situmorang149
bahwa ada
beberapa kriteria lain dalam pembagian wewenang antar tingkatan pemerintahan
146Dwi Untoro Pudji. Pelaksanaa Pelimpahan Kewenangan di Provinsi Daerah Khusus
Ibu Kota Jakarta, (Jakarta: FISIP-UI, 2007). Disertasi tidak dipublikasikan.
147
Sodjuangon Situmorang. Model Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Provinsi, Kabupaten dan Kota. (Jakarta: FISIP-UI, 2002). Disertasi tidak dipublikasikan, hal. 41
148
Ibid.
149
Ibid.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
85
Universitas Indonesia
yaitu eksternalitas spasial. Kriteria ini terkait dengan biaya atau manfaat yang
turut dirasakan oleh masyarakat di luar yurisdiksi penyelenggaraan pemerintahan.
Berkaitan dengan pemberian pelayanan, pemerintah daerah pada
prinsipnya harus mengedepankan efisiensi. Leach sebagaimana dikutip Dwi
Untoro Pudji150
menyimpulkan bahwa efisiensi dapat dilaksanakan apabila
pemerintahan di daerah terdapat beberapa faktor yakni: (1) kerangka kerja hukum
dan politik, (2) kebijakan fiskal, (3) transparansi dalam tindakan pemerintah, (4)
partisipasi warga dalam penyediaan jasa publik, (5) masyarakat sipil dan struktur
sosial, (6) kapasitas pemerintah daerah. Dengan demikian, efisiensi harus
didukung oleh instrumen hukum dan politik, kebijakan fiskal, partisipasi warga
dan kapasitas pemerintah yang memadai. Apabila semakin lengkap faktor
pendukung ini dimiliki oleh kota, maka semakin mungkin mencapai efisien.
Sebaliknya, semakin sedikit faktor pendukung dimiliki oleh suatu daerah maka
semakin kecil pula pencapaian efisiensi yang diharapkan.151
Di samping faktor efisiensi, perlu juga diperhatikan adanya hubungan
kewenangan yang dapat dipahami sebagai pengelolaan bagian urusan pemerintah
yang dikerjakan oleh level pemerintahan yang berbeda, bersifat saling
berhubungan (interkoneksi), saling bergantung satu sama lain (interdependensi),
dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem. Dengan adanya hubungan
antar kewenangan, maka pembagian urusan pemerintahan sebagaimana telah
diuraikan terdahulu, dapat ditempuh melalui mekanisme penyerahan dan atau
pengakuan atas usul daerah terhadap bagian urusan-urusan pemerintah yang akan
diatur dan diurusnya sehingga terbangun keserasian hubungan.152
Otonomi daerah melalui penyelenggaraan desentralisasi pada tingkat Kota
sebagaimana konsep Eko Prasojo,153
diharapkan mampu meningkatkan efisiensi
struktural dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal, mewujudkan demokrasi
lokal melalui pemberdayaan masyarakat khususnya dalam pengambilan
keputusan, di samping pembangunan keadilan dalam pelayanan publik
sebagaimana ditawarkan oleh Frederickson dengan new public administrationnya.
150Dwi Untoro Pudji, op.cit., hal. 45
151
Ibid., hal. 46
152
Ibid., hal. 45.
153
Eko Prasojo, dkk., hal. 1
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
86
Universitas Indonesia
Lebih jauh daripada itu, otonomi daerah memberikan peluang bagi pemerintahan
kota untuk mengurus dan mengatur sendiri permasalahan yang ada di lingkup
wilayahnya.
Permasalahan yang dihadapi oleh kota dalam perspektif makro menurut
Adisasmita154
dapat diidentifikasi berkaitan dengan fungsi pokok sebuah kota
yang antara lain adalah (1) kota sebagai pusat fasilitas pendidikan, kesehatan dan
budaya; (2) kota memiliki fungsi jasa distribusi (jasa perdagangan/pemasaran dan
jasa transportasi) bagi wilayah di sekitarnya; (3) kota merupakan lokasi industri
pengolahan dan jasa. Lebih lanjut dikatakan oleh Adisasmita155
bahwa
keseluruhan fungsi-fungsi tersebut dilihat dalam konteks upaya yang harus
dilakukan untuk mewujudkan kota-kota secara efektif dan efisien dalam
melaksanakan fungsinya. Efisien di sini diartikan sebagai efisiensi dalam
menyelenggarakan pelayanan umum, efisiensi dalam pembangunan prasarana dan
sarana pembangunan jalan, perumahan, drainase, sanitasi dan lainnya.
Permasalahan kota dalam perspektif mikro di antaranya adalah (1)
masalah penanganan pertumbuhan penduduk yang cepat; (2) masalah migrasi
penduduk dari desa-desa sekitarnya ke kota atau urbanisasi; (3) masalah
penyediaan lapangan pekerjaan yang makin luas; (4) kebutuhan akan lahan
perkotaan yang makin luas; (5) kebutuhan akan tersedianya fasilitas pelayanan
ekonomi (seperti pasar, pertokoan, bank, angkutan umum) dan fasilitas pelayanan
sosial (sekolah, rumah sakit, lapangan olah raga, perpustakaan dan lainnya dalam
jumlah yang cukup dan kualitas yang memadai.156
Dalam pemahaman umum, permasalahan di lingkup kota dapat
dikelompokan ke dalam beberapa problem sebagai berikut157
:
1. Keadaan lingkungan fisik perkotaan (urban setting) kurang memadai,
antara lain diindikasikan dengan laju pertumbuhan yang cepat dan
tidak berencana, penciptaan lapangan kerja yang terbatas, kebutuhan
perumahan yang meningkat, lokasi daerah industri yang tidak terarah,
penataan lahan dan ruang yang tidak efisien, kurangnya fasilitas
154 Adisasmita 2010, op.cit., hal. 2
155
Ibid
156
Ibid
157
Ibid, hal.3-4
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
87
Universitas Indonesia
umum yang nyaman dan aman seperti transportasi dan sarana rekreasi
dan yang lainnya;
2. Perencanaan dan program pembangunan kota serta koordinasi
pelaksanaannya menghadapi berbagai kelemahan. Penyebab hal ini
adalah kehidupan masyarakat yang berkembang semakin cepat, di
samping masalah yang ada sangat kompleks, yang tidak didukung
oleh kemampuan aparat birokrasi yang berkualitas dan kompeten;
3. Prasarana dan sarana perkotaan masih relatif terbatas pada satu sisi,
sedangkan di sisi lain sarana umum yang ada belum dimanfaatkan
secara optimal oleh masyarakat;
4. Belum optimalnya partisipasi masyarakat dari lapisan atas sampai
lapisan bawah untuk ikut serta terlibat dalam pembangunan kota;
5. Norma-norma tata tertib relasi sosial/masyarakat, tertib hukum dan
tertib kemasyarakatan ternyata sering tidak efektif yang disebabkan
oleh kondisi sosial ekonomi yang rendah dari heterogenitas
masyarakat kota yang berbeda seringkali mengabaikan peraturan
hukum yang berlaku.
Melalui desentralisasi yang diterapkan di tingkat kota permasalahan
yang dihadapi akan dapat diatasi secara optimal. Desentralisasi sebagai
pelimpahan urusan dari pemerintah pusat ke pemerintah kota diwujudkan secara
kelembagaan bagi urusan-urusan yang diwajibkan bagi kota. Kelembagaan, dalam
konteks ini adalah organisasi perangkat daerah, dengan demikian menjadikan
dirinya representasi dari urusan-urusan dalam penyelenggaran pemerintah daerah
sebagai implementasi dari konsep otonomi daerah. Pembagian urusan
pemerintahan bagi rumah tangga daerah tiingkat II158
menurut Handoyo
sebagaimana dikutip oleh Situmorang159
dibagi ke dalam dua kriteria. Pertama,
kriteria yang menunjuk pada kemampuan keadaan dan kebutuhan Daerah Tingkat
II, yang dapat dikelompokan sebagai kriteria umum, dan kedua, kriteria yang
menunjuk kepada sifat urusan-urusan pemerintahan dan kemanfaatan urusan
pemerintahan yang dapat dikategorikan sebagai kriteria khusus.
158Pengertian Daerah Tingkat II dalam UU No.22 tahun 1999 dan UU No. 2004 dapat
disamakan dengan Kabupaten/ Kota.
159
Situmorang, op.cit., hal. 45-46
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
88
Universitas Indonesia
Secara prinsipil, antara kriteria umum dan kriteria khusus haruslah saling
mendukung antara satu dan lain. Kriteria umum dipergunakan untuk merumuskan
jenis-jenis urusan pemerintahan yang dapat menjadi urusan rumah tangga Daerah
Tingkat II berdasarkan keadaan dan faktor-faktor yang menjadi realita
(kemampuan, keadaan dan kebutuhan). Pada sisi lain, kriteria khusus
dipergunakan untuk mengkaji ulang, apakah jenis-jenis urusan pemerintahan yang
telah sesuai dengan kriteria umum dapat diterapkan kepada suatu Daerah Tingkat
II tertentu. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, tugas pemerintah daerah adalah
mengidentifikasi permasalahan dan merumuskan kebutuhan dan aspirasi daerah,
menginventarisasi sumber daya manusia dan potensi sumber alam,
memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk memacu proses pembangunan.
Tugas yang lain adalah menyusun suatu strategi mobilisasi sumber daya (finansial
dan fisikal) serta melaksanakan program dan proyek yang mendorong
pembangunan suatu daerah, menetapkan prosedur pelaksanaan dan monitoring,
menyusun pedoman dan peraturan mengenai penggunaan sumber daya
masyarakat seperti kekayaan, aset milik publik (irigasi, bangunan umum, sekolah
dan rumah sakit) dan mengambil tindakan (kebijakan) dan mengambil tindakan
yang tepat apabila terjadi penyalahgunaan sumber daya. Dengan tugas-tugas
tersebut, pemerintah daerah kota membutuhkan suatu kewenangan yang
diformulasikan dalam konsep desentralisasi untuk melaksanakan urusan-urusan
pemerintahan.
Pembagian urusan pada pemerintah daerah kota dengan jelas diatur di
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota. Urusan kesehatan, pendidikan dan kearsipan merupakan
beberapa urusan dari sekian banyak urusan yang wajib diselenggarakan oleh
Pemerintahan Daerah Kota. Penerapan urusan ini sesungguhnya menyiratkan
secara legal – formal bahwa ketiga urusan tersebut menjadi wajib ada dalam
kelembagaan pemerintahan daerah kota, di samping memberikan penegasan akan
pentingnya ketiga urusan itu bagi penyelenggaraan pemerintahan, bagi masyarakat
dan bagi pemerintah pusat dalam lingkup yang lebih luas.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
89
Universitas Indonesia
Pembagian urusan pemerintahan bidang kesehatan, pendidikan dan
kearsipan pada tingkat kota memperlihatkan cakupan area yang harus ada pada
organisasi perangkat daerah. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No.38/2007
dapat dipahami ada beberapa fungsi yang harus ada yaitu berkaitan dengan
kebijakan teknis meliputi penetapan norma, standar dan pedoman
penyelenggaraan di lingkungan kota, pembinaan terhadap perangkat daerah kota.
Optimalisasi kelembagaan pada organisasi perangkat daerah yang ada
sebagai perwujudan dari desentralisasi urusan pemerintahan di bidang kesehatan,
pendidikan dan kearsipan sebenarnya menegaskan implementasi otonomi daerah
pada tingkat kota. Contoh menarik keterkaitan antara kota, otonomi dan
desentralisasi diuraikan oleh Carola Hein dan Pelletier dalam buku, Cities,
Autonomy, and Decentralization in Japan.160
Pada dua dekade terakhir kota-kota
di Jepang mengalami perubahan di dalam tata kelola pemerintahan kota dan
hubungan antara pusat dan wilayah penyangga/pinggiran (the periphery),
pemerintahan nasional, municipalities dan warga negara. Proses redistribusi
kekuasaan politik dan tanggung jawab keuangan yang berlangsung seperti halnya
restrukturisasi spasial merupakan kenyataan dalam hubungan antara Tokyo, ibu
kota daerah dan wilayah penyangga lainnya yang berada dalam konsep
desentralisasi dan otonomi.
Dalam memahami efektivitas organisasi perangkat daerah kota sebagai
salah satu cermin penerapan desentralisasi urusan pemerintahan bidang kesehatan,
pendidikan dan kearsipan dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan teori
organisasi. Untuk itu harus terlebih dahulu dipahami bahwa organisasi itu
merupakan sesuatu yang abstrak, sulit dilihat tapi dapat dirasakan
eksistensinya.161
Sifat abstrak organisasi dan keterkaitan dengan aspek sosial
menyebabkan cakupan organisasi menjadi sangat luas, yang berakibat bahwa studi
mengenai organisasi juga dapat dilakukan menurut berbagai sudut pandang yang
160Carola Hein dan Philippe Pelletier. Cities, Autonomy, and Decentralization in Japan.
(New-York, Routledge, 2006), hal. 1
161
Martani Huseini dan S.B. Hari Lubis. Teori Organisasi (Suatu Pendekatan Makro).
(Jakarta: PAU-UI, 2003), hal. 1. Lihat juga Mary Jo Hatch. Organization Theory. Modern
Symbolic and Postmodern Perspectives. (New-York: Oxford University Press, 1997, hal 166.
Disebutkan bahwa ada 8 dimensi struktur sosial organisasional yaitu: size, administrative
component, span of control, specialization, standardization, formalization, centralization dan
complexity.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
90
Universitas Indonesia
berbeda. Oleh karena itu muncullah bermacam pendekatan dalam teori organisasi,
yang masing-masing dipengaruhi oleh cara yang digunakan untuk melihat
masalah organisasi, seperti pendekatan aliran klasik dari Frederick W. Taylor,
neo-klasik dari Elton Mayo dan aliran modern yang dipelopori oleh Joan
Woodward melalui penelitiannya pada 100 perusahaan industry di South Essex,
Inggris.
Dalam menganalisis permasalahan organisasi terlebih dahulu harus
dipahami karakteristik umum dari organisasi. Karakateristik organisasi sangat
berkaitan dengan dimensi-dimensi organisasi yang merupakan dasar atau landasan
untuk merumuskan karakteristik tersebut. Dimensi organisasi terdiri dari dimensi
struktural dan dimensi kontekstual. Pertama, dimensi struktural merupakan
dimensi yang menggambarkan karakteristik internal suatu organisasi dengan
aspek-aspek meliputi (1) formalisasi, (2) spesialisasi, (3) standarisasi, (4)
sentralisasi, (5) hirarkhi kekuasaan, (6) kompleksitas, (7) profesionalisme,dan (8)
konfigurasi.162
Kedua, dimensi kontekstual merupakan dimensi yang
menggambarkan karakteristik suatu organisasi yang mencakup lingkungannya
dengan aspek-aspek meliputi (1) ukuran organisasi, (2) teknologi organisasi dan,
(3) elemen-elemen lingkungan.163
2.6 Tinjauan Organisasi Perangkat Daerah dan Tantangannya
Lingkungan di luar organisasi pada umumnya bersifat kompleks dan
berubah secara cepat, sehingga bagian-bagian organisasi “dipaksa” untuk
memiliki spesialisasi yang tinggi agar bisa menghadapi ketidakpastian
lingkungan. Keberhasilan di setiap bagian menuntut adanya kegiatan yang bersifat
khusus. Studi dari Paul Lawrence dan Jay Lorsch164
memberikan gambaran
bagaimana respon dari tiga bagian perusahaan yaitu Penelitian dan
Pengembangan, Produksi dan Pemasaran terhadap dinamika perubahan
lingkungan.
162Ibid., hal. 8
163
Ibid., hal. 9
164
Paul R. Lawrence dan Jay W. Lorsch. Organization and Environment, Managing
Differentiation and Integration. (Boston: Harvard University, 1967)., hal. 28-29
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
91
Universitas Indonesia
Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap bagian itu
memperlihatkan orientasi dan struktur yang berbeda agar dapat berinteraksi
dengan elemen-elemen lingkungannya. Respon organisasi terhadap lingkungan
menimbulkan suatu differensiasi pada masing-masing subsistem yang kemudian
membutuhkan adanya integrasi. Konsep differensiasi sebenarnya sejalan dengan
pemikiran Max Weber tentang karakteristik ideal type birokrasi pada salah satu
cirinya yaitu adanya pembagian kerja yang jelas di dalam organisasi. Setiap
anggota organisasi mempunyai wewenang yang seimbang dengan tugas yang
harus dijalankannya. Konsep birokrasi Max Weber diperjelaskan lagi oleh Martin
Albrow165
dengan mengemukakan bahwa birokrasi salah satunya sebagai
organisasi rasional. Dengan mengutip pendapat Peter Blau, Albrow menawarkan
konsep birokrasi sebagai organisasi yang memaksimumkan efisiensi dalam
administrasi.
2.6.1 Pengembangan Organisasional
Dalam konsep yang hampir sama dengan kajian Paul Lawrence dan Jay
Lorsch berkenaan dengan kemampuan adaptasi organisasi terhadap perubahan
lingkungan dikemukakan oleh Warren Bennis.166
Bennis memusatkan kajiannya
pada pengembangan organisasi (organizational development). Dikemukakan oleh
Bennis bahwa konsep pengembangan organisasi merupakan upaya untuk
mengadakan perubahan sehingga dapat lebih mampu menyesuaikan diri dengan
tuntutan perubahan dan juga tuntutan masyarakat yang ingin agar organisasi dapat
lebih lincah dalam memenuhi keinginan masyarakat yang selalu
berubah.167
Pengembangan organisasi merupakan perubahan dan inovasi.
Pengembangan organisasi merupakan suatu proses yang berorientasi
kepada pemecahan problem. Problem organisasi tersebut meliputi problem yang
timbul karena kurang sempurnanya susunan organisasi maupun proses kegiatan
dan interaksi dalam organisasi tersebut. Masalah-masalah tersebut terutama yang
menyangkut subsistem sosial dan teknologis, yang mempengaruhi atau
165Martin Albrow. (Terj. M.Rusli dan Totok Daryanto). Birokrasi. (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2007), hal.109.
166
Warren G. Bennis. Organization Development: Its Nature, Origins and Prospects.
(Massachusetts: Addison Wesley, 1969), hal. 2
167
Ibid., hal. 2
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
92
Universitas Indonesia
menciptakan masalah-masalah yang lainnya. Oleh karena itu, teknologi yang
digunakan dalam pengembangan organisasi selalu berorientasi pada proses, baik
proses dalam pelaksanaan tugas pekerjaan maupun proses saling mempengaruhi
dari anggota-anggota organisasi tersebut. Pengembangan organisasi dengan
demikian merupakan proses yang dimaksudkan untuk menganalisis dan
memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam proses organisasi. Pengertian
ini mengandung dua hal yang penting diperhatikan. Pertama, pengembangan
organisasi adalah proses yang dilakukan secara terus menerus. Kedua, proses
tersebut dilakukan untuk menyempurnakan proses yang terjadi dalam suatu
organisasi.
Berkaitaan dengan efektivitas organisasi, menarik dipahami konsep dari
Richard Beckhart168
mengenai pengembangan organisasi di mana dikatakan bahwa
pengembangan organisasi merupakan suatu usaha berencana mencakup organisasi
secara keseluruhan dan dikelola dari atas untuk meningkatkan efektivitas dan
kesehatan organisasi melalui intervensi berencana terhadap proses yang terjadi
dalam organisasi dengan mempergunakan pengetahuan yang berasal dari ilmu
perilaku. Rumusan Beckhart sangat menekankan pada peningkatan efektivitas dan
kesehatan organisasi dalam beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan.
Meskipun demikian, ada beberapa keterbatasan yang dapat dipahami dari rumusan
Beckhart ini. Pertama, pengembangan organisasi tidak selalu harus dikelola dari
atas, karena dapat pula dilakukan dalam satuan unit tertentu. Kedua, meskipun
penekanan pada proses yang terjadi dalam organisasi, akan tetapi tidak
membedakan secara jelas pengertian struktur, proses, budaya dan teknologi.
Pengembangan organisasi perangkat daerah di tingkat kota dapat
dilakukan dengan menata ulang fungsi-fungsi strategisnya ke dalam format
organisasional perangkat daerah kota yang dapat dilakukan melalui perubahan
kebijakan pemerintah kota. Pembentukan kembali organisasi perangkat daerah
menjadi sangat penting sebagai perwujudan penerapan urusan-urusan wajib yang
menjadi representasi dari konsep desentralisasi pada tingkat kota, dalam konteks
ini adalah kota Tangerang. Efektifitas dan efisiensi kelembagaan merupakan hal
yang sangat penting di dalam organisasi mencapai tujuan, visi dan misinya.
168
Richard Beckhard. Organization Development: Strategies and Models.(Massachusetts:
Addison-Wesley, 1969), hal. 9
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
93
Universitas Indonesia
Dalam bagian berikut diuraikan mengenai efektifitas dan efisiensi, konsep
institusional dan konsep kinerja.
2.6.2 Efektifitas dan Efisiensi Organisasional
Dasar pembentukan kelembagaan di daerah kota menurut Eko Prasojo
dkk,169
di dasarkan pada pemenuhan pelayanan sesuai dengan tingkat kebutuhan
dan upaya semakin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yang lebih
mengedepankan partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan mendorong
kemandirian. Fungsi penyelenggaraa kesehatan, pendidikan dan kearsipan dapat
dilaksanakan dengan optimal apabila organisasi perangkat daerah kota
memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip efektivitas dan efisiensi
organisasi dan rasionalitas birokrasi. Efektivitas mengandung makna yang
berkenaan dengan hasil dari penggunaan sumber-sumber daya yang dapat
diartikan sebagai menghasilkan sesuatu yang tepat sesuai dengan yang
direncanakan. Efisiensi erat kaitannya dengan penggunaan sumber daya yang
tepat atau sesuatu yang jumlahnya minimum untuk menghasilkan output dan input
yang minimal. Ukuran efisiensi seringkali dinyatakan dalam perbandingan yaitu
manfaat dibandingkan dengan biaya atau biaya dibandingkan dengan output.
Konsep efektivitas sebenarnya merujuk pada derajat pencapaian tujuan
organisasi dan apabila hal ini dikaitkan dengan penyelenggaraan urusan
pemerintah bidang kesehatan, pendidikan dan kearsipan yang dilaksanakan oleh
organisasi perangkat daerah kota, maka efektivitas merujuk kepada sejauh mana
urusan bidang kesehatan, pendidikan dan kearsipan itu dilaksanakan secara
optimal khususnya bagi pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat. Amitai
Etzioni sebagaimana dikutip oleh Dwi Utoro Pudji170
mengatakan bahwa ada tiga
indikator yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat efektivitas organisasi
yaitu: (1) produktifitas, (2) fleksibilitas, (3) tidak terdapatnya hambatan, (4) tidak
terdapat konflik dalam organisasi. Sementara itu Gibson et.al171
mengukur
efektivitas dengan indikator: (1) dalam jangka panjang memiliki kemampuan
169Eko Prasojo, dkk., hal 131.
170
Dwi Utoro Pudji, op.cit., hal 49
171
James L. Gibson, John MI dan James M. Donnely. Organization: Behavio, Structure,
Processes (New-York: Irwin Publsh, 1994), hal. 67.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
94
Universitas Indonesia
mempertahankan hidup (survival), (2) dalam jangka menengah mampu
beradaptasi dan berkembang (adaptation and development), (3) dalam jangka
pendek mampu produktif dan memberikan kepuasan (productive and satisfaction)
Pemahaman yang memadai mengenai tujuan ataupun sasaran organisasi
merupakan langkah pertama dalam menetapkan ukuran atau parameter efektivitas
organisasi. Sasaran dapat dipahami sebagai suatu keadaan atau kondisi yang ingin
dicapai oleh suatu organisasi. Berkaitan dengan itu, efektivitas organisasi dapat
dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam upaya untuk mencapai
tujuan atau sasarannya. Efektivitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep
yang luas dan mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi.
Efektivitas merupakan suatu konsep yang penting dalam teori organisasi karena
mampu memberikan deskripsi mengenai keberhasilan organisasi dalam mencapai
sasarannya.
Sementara itu, efisiensi organisasi, merupakan suatu konsep yang bersifat
lebih terbatas dan menyangkut proses internal yang terjadi dalam suatu organisasi.
Efisiensi menunjukkan banyaknya input atau sumber yang dibutuhkan oleh
organisasi untuk menghasilkan satu satuan output. Karena itu efisiensi dapat
diukur dengan membandingkan antara rasio input terhadap output. Suatu
organisasi yang mampu menghasilkan satu satuan output dengan menggunakan
sumber yang jumlahnya lebih sedikit dari yang digunakan oleh organisasi lainnya,
dapat dikatakan sebagai organisasi yang lebih efisien.
Pengukuran efektivitas organisasi dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan yaitu (1) pendekatan sasaran (goal approach) yaitu mengukur
keberhasilan organisasi dalam mencapai tingkatan output yang direncanakan,
(2) pendekatan sumber (system resources approach) yaitu mengukur keberhasilan
organisasi mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja
yang optimal, (3) pendekatan proses (process approach) yaitu bagaimana
mengukur efektifitas melalui berbagai indicator internal seperti efisiensi ataupun
iklim organisasi.
Pertama, pendekatan sasaran yang digunakan dalam pengukuran
efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran dan mengukur tingkat keberhasilan
organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Dengan demikian pendekatan ini
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
95
Universitas Indonesia
mencoba mengukur sejauh mana organisasi berhasil merealisasikan sasaran yang
hendak dicapai. Sasaran yang menjadi kriteria ukuran adalah sasaran yang
sebenarnya (operative goals). Pengukuran efektivitas dengan menggunakan
sasaran ini akan memberikan hasil yang lebih realistis daripada menggunakan
sasaran resmi (official goals).
Kedua, pendekatan sumber yang digunakan untuk mengukur efektivitas
melalui keberhasilan organisasi dalam mendapatkan berbagai macam sumber
yang dibutuhkannya. Pendekatan ini didasarkan pada teori keterbukaan sistem
organisasi terhadap lingkungannya. Organisasi mempunyai hubungan yang merata
dengan lingkungannya, karena dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang
merupakan input bagi organisasi dan sebaliknya, output yang dihasilkan
organisasi akan “dilemparkan” kepada lingkungannya. Pendekatan sumber
menggunakan beberapa dimensi untuk mengukur organisasi yaitu: (1)
kemampuan organisasi untuk memanfaatkan lingkungan dalam memperoleh
berbagai jenis sumber yang bersifat langka dan nilainya tinggi; (2) kemampuan
para pengambil keputusan dalam organisasi untuk menginterpretasikan sifat-sifat
lingkungan secara tepat; (3) kemampuan organisasi untuk menghasilkan output
tertentu dengan menggunakan sumber-sumber yang berhasil diperoleh; (4)
kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan operasionalnya sehari-hari; (5)
kemampuan organisasi untuk berekasi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan
lingkungan.
Sementara itu, pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai efisiensi
dan health condition dari organisasi internal. Pada organisasi yang efektif, proses
internal berjalan dengan lancar, kegiatan masing-masing bagian terkoordinasi
secara baik dengan produktivitas yang tinggi. Pendekatan ini tidak memperhatikan
lingkungan eksternal dan lebih memusatkan perhatian kegiatan yang dilakukan
terhadap sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi, yang menggambarkan
tingkat serta kesehatan organisasi. Pendekatan proses umumnya digunakan oleh
para penganut pendekatan human relation (neo-klasik) dalam teori organisasi,
terutama dalam meneliti hubungan antara efektivitas dengan sumber daya
manusia yang dimiliki oleh organisasi. Ada beberapa komponen yang dapat
menunjukkan tingkat efektivitas organisasi di antaranya adalah (1) perhatian
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
96
Universitas Indonesia
atasan terhadap bawahan; (2) semangat, kerjasama dan loyalitas kelompok kerja;
(3) saling percaya dan komunikasi vertical dan horizontal yang lancar antar
anggota organisasi; (1) desentralisasi dalam pengambilan keputusan.
Ketiga pendekatan dalam pengukuran efektivitas organisasi yang telah
diuraikan masing-masing mempunyai kelemahan. Setiap pendekatan hanya
mampu melakukan pengukuran terhadap suatu dimensi tertentu dari efektivitas,
akan tetapi tidak dapat memberikan gambaran yang lengkap mengenai
keseluruhan aspek dari efisiensi organisasi. Setiap pendekatan hanya mampu
memberikan gambaran mengenai satu dimensi saja dari kondisi organisasi.
Karena kelemahan ini, maka ada pendekatan lain yang menggabungkan kekuatan
ketiga pendekatan yang lebih bersifat integratif dalam pengukuran efektivitas
organisasi. Pendekatan ini berangkat dari kenyataan bahwa organisasi melakukan
bermacam kegiatan dan juga mempunyai berbagai jenis output yang berbeda.
Dalam pendapat yang hampir sama, Azhar Kasim172
mencoba
mengemukakan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap efektivitas
organisasi. Azhar Kasim dengan mengutip pendapat Scott mencoba
menyederhanakan construct efektivitas organisasi menjadi tiga model dasar yaitu:
model sistem rasional, model sistem alamiah dan model sistem terbuka. Model
sistem rasional menekankan kepada produktivitas dan efisiensi; model sistem
alamiah menekankan kepada segi moril dan kohensi (kekompakan) dari anggota
organisasi dan model sistem terbuka menekankan kepada dimensi perolehan
sumberdaya dan kemampuan mengadaptasikan diri terhadap lingkungan.
Dengan mengutip pemikiran Quinn dan Rohrbaugh, lebih lanjut Azhar
Kasim173
mengatakan bahwa ada empat model atau perspektif teoritis dari kriteria
efektivitas organisasi yaitu: model tujuan rasional (rational goal model), model
hubungan manusia (human relations model), model sistem terbuka (open system
model) dan model proses internal (internal system model). Sebagian besar teori
organisasi klasik dapat diklasifikasikan ke dalam model model tujuan rasional.
Sebagai misal, Weber yang mengatakan bahwa birokrasi merupakan alat bagi
pencapaian tujuan masyarakat melalui tindakan yang diatur secara rasional.
172
Azhar Kasim. Pengukuran Efektivitas Dalam Organisasi. (Jakarta: LP FE-UI, 1993),
hal. 86. 173
Ibid, hal. 87.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
97
Universitas Indonesia
Begitu pula dengan Fayol, Taylor, Gulick dan Urwick yang mengemukakan
bahwa organisasi harus disusun untuk mencapai tujuan-tujuan dari
pemilik/penguasa yang berada di luar organisasi yang bersangkutan. Hal yang
hampir sama, Steers dan Etzioni mengatakan bahwa efektivitas suatu organisasi
tergantung kepada seberapa jauh ia mencapai tujuan atau sasarannya. Sedangkan
Perrow mengatakan bahwa tujuan organisasi ini terdiri dari tujuan-tujuan resmi
(official goals) dan tujuan-tujuan operasi (operative goals).
Efektivitas organisasi dalam perspektif model hubungan manusia muncul
sebagai reaksi terhadap pendekatan mekanistis dari model tujuan rasional
terhadap manusia dan lingkungan kerjanya. Model ini mengkritik model tujuan
rasional karena mengabaikan unsur manusia, dimana manusia diperlakukan
sebagai suatu bagian dari mesin organisasi. Para ahli model hubungan manusia ini
lebih menekankan kepada pentingnya peranan kelompok kerja yang kecil, norma
pekerjaan dan pola perilaku informal dan tidak berencana. Dikatakan pula bahwa
perilaku dan ciri-ciri sikap tertentu dari individu dan kelompok kecil dapat
digunakan sebagai indikator efektivitas organisasi.
Model ini kemudian juga memfokuskan pada kepemimpinan dan perilaku
organisasi pada umumnya, sebagaimana Barnard mengatakan bahwa pemahaman
terhadap fungsi kepemimpinan dari eksekutif dapat memperlancar hakekat
kerjasama dalam suatu organisasi. Pendapat ini dipertegas oleh McGregor yang
berpendapat bahwa tugas penting bagi pimpinan adalah mendisain organisasi agar
mempermudah anggota-anggota organisasi mencapai tujuan sendiri dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi. Model hubungan manusia dapat disimpulkan
sebagai model yang menekankan pada moril karyawan, kepemimpinan,
pengembangan sumber daya manusia dan aspek peranan informal dari perilaku
organisasi.
Model sistem terbuka pada esensinya didasarkan pada asumsi bahwa
organisasi tergantung kepada pertukaran antara pelayanan atau barang yang
dihasilkan organisasi dengan lingkungannya agar bisa bertahan. Paradigma dasar
dari model sistem ini terdiri dari: inputs, throughputs dan outputs. Inputs meliputi
semua faktor yang dibutuhkan dari lingkungannya seperti uang, tenaga kerja,
bahan mentah dan mesin-mesin. Inputs ini diubah menjadi berbagai outputs
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
98
Universitas Indonesia
melalui proses throughputs. Kemudian pada gilirannya outputs dikembalikan lagi
kepada lingkungan.
Menurut model ini, efektivitas organisasi merupakan fungsi dari
kesesuaian disain organisasi yaitu diferensiasi dan integrasi dengan teknologi dan
lingkungan. Model ini sangat menekankan pada kemampuan organisasi untuk
bersaing dalam mendapatkan sumber daya yang langka dan berharga dari
lingkungannya demi untuk bisa bertahan hidup (survival). Kesimpulannya model
ini lebih memusatkan perhatiannya pada respon yang strategis terhadap kondisi
yang sedang menurun seperti bagaimana suatu organisasi bisa bertahan dengan
baik apabila ada pengurangan anggaran dan pembatasan penerimaan pegawai
baru.
Model proses internal pada dasarnya memusatkan perhatiannya pada
proses pengolahan informasi dan pembuatan keputusan dalam organisasi.
Pengolahan informasi dalam organisasi dipengaruhi oleh dua hal yaitu: (1)
ketidakpastian atau tidak adanya informasi dan (2) adanya interpretasi yang saling
bertentangan tentang organisasi. Kekuatan model ini adalah karena mengevaluasi
efektivitas organisasi berdasarkan proses daripada mengevaluasi berdasarkan
tujuan akhir.
Dengan mengembangkan pemikiran Quinn dan Rohrbaugh, Azhar
Kasim174
mengemukakan pendekatan nilai yang bersaingan (a competing values
approach/CVA) untuk membentuk construct efektivitas organisasi. Ada tiga
dimensi persaingan nilai yaitu: (1) dimensi nilai yang berhubungan dengan fokus
keorganisasian yang menekankan pada aspek internal, mikro seperti kesejahteraan
dan pengembangan orang-orang dalam organisasi sampai kepada penekanan
aspek eksternal, makro seperti pengembangan organisasi itu sendiri; (2) dimensi
nilai yang berhubungan dengan struktur organisasi yang menekankan pada
stabilitas sampai kepada penekanan terhadap fleksibilitas; (3) dimensi waktu yang
berhubungan dengan tujuan dan alat pencapai tujuan organusasi meliputi
penekanan terhadap pentingnya aspek proses perencanaan dan penentuan tujuan
sampai kepada penekanan terhadap hasil akhir termasuk produktivitas.
174
Ibid, hal. 92
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
99
Universitas Indonesia
Dari beberapa uraian tentang efektivitas organisasi dapat dipahami bahwa
tidak mungkin pengukuran efektivitas organisasi dilakukan hanya dengan
menggunakan kriteria tunggal. Pendekatan yang mencoba memusatkan
pengukuran efektivitas organisasi secara integratif adalah apa yang disebut dengan
pendekatan contingency. Pendekatan ini memfokuskan perhatiannya kepada
kontingensi organisasi yaitu berbagai kelompok di dalam maupun di luar
organisasi yang mempunyai kepentingan terhadap kinerja organisasi. Untuk
menganalisis efektivitas institusional organisasi perangkat daerah kota sebagai
outcome policy dari Peraturan Daerah tentang Organsasi Perangkat Daerah akan
digunakan pendekatan contingency ini.
2.6.3 Konsep Kelembagaan/ Institusional
Secara generik efektivitas organisasi perangkat daerah di kota Tangerang
dapat dipahami dalam perspektif institusi atau kelembagaan atau suatu pendekatan
yang seringkali disebut sebagai teori institusional. Organisasi perangkat daerah
merupakan kelembagaaan daerah (kota) dalam penyelenggaraan urusan-urusan
wajib, dalam hal ini urusan kesehatan, pendidikan dan kearsipan, sebagai
konsekuensi dari adanya desentralisasi. Urusan ini dibentuk dengan
mempertimbangkan esensi fungsi pemerintah daerah dalam memberikan
pelayanan publik.
Dalam pendekatan institusional, ide pokok teori institusional adalah bahwa
organisasi dibentuk oleh lingkungan institusional yang mengitarinya. Pengamatan
terhadap organisasi harus dilihat sebagai totalitas simbol, bahasa, ataupun ritual-
ritual yang melingkupinya. Oleh sebab itu institusionalisme menolak anggapan
bahwa organisasi dan konteks institusionalnya yang lebih besar bisa dipahami
dengan melakukan agregasi atas pengamatan terhadap perilaku individu. Bagi
seorang institusionalis keseluruhan (the whole) adalah lebih besar dari pada
jumlah individu (human parts).
Karena perbedaan persepsi dalam melihat organisasi ada yang
mengatakan bahwa institusionalisme bukan sebuah teori, juga bukan sebuah
disiplin ilmu walaupun didalamnya banyak disiplin ilmu seperti ekonomi,
sosiologi dan ilmu politik. Scott (2001) berpendapat bahwa institusionalisme
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
100
Universitas Indonesia
adalah madzab (school of thought), namun pakar lain mengatakan
institusionalisme adalah pendekatan umum (general approach) atau cara
memahami masalah (perspective for understanding).175
Lincoln (1985)
berpendapat bahwa institusional adalah sebuah paradigma (world view).
Terutama paradigma institusionalisme yang menolak paham rasionalitas dan
efisiensi dalam perilaku sosial. Para teoritis institusional menganggap bahwa
perilaku dalam konteks sosial dapat dipahami melalui pemahaman atas institusi.
Sayangnya secara konseptual institusipun dijelaskan dengan uraian yang berbeda-
beda. Scott176
mengartikan institusi sebagai struktur sosial multidimensi yang
dibangun dari element yang bersifat simbolis, aktivitas sosial,dan materi sumber
daya.
Saat ini banyak penelitian institusionalisme baru mengkaji pengaruh besar
institusi terhadap perilaku manusia melalui aturan dan norma yang dibangun oleh
institusi. Berkaitan dengan pengaruh individu terhadap perilaku manusia, ada
dua anggapan yaitu : pertama, menyebabkan individu berusaha memaksimalkan
manfaat aturan dalam institusi. Kedua, perilaku sekedar menjalankan tugas
sesuai aturan. Institusionalism memperkaya dengan menambahkan aspek kognitif
yaitu bahwa individu dalam institusi berperilaku tertentu bukan karena takut
pada hukuman atau karena sudah menjadi kewajiban (duty), melainkan karena
konsepsi individu tersebut mengenai norma-norma soaial dan tatanan nilai yang
ada. Dalam kenyataan institusi baru itu terpecah dalam berbagai aliran.
Ciri pembeda paradigma institusionalism adalah dalam melihat hakekat
organisasi. Idenya adalah bahwa organisasi lebih merupakan sistem sosial yang
bentuknya dipengaruhi oleh sistem simbolis, budaya dan aspek sosial yang lebih
luas dimana organisasi tersebut berada. Scott177
(1987) mengatakan bahwa
pandangan institusionalitas dan instrumentalitas adalah saling melengkapi
(komplementer). Kendati demikian kajian yang dilakukan para institusioanalis
menyatakan bahwa struktur organisasional seharusnya bukan untuk dipahami
175
James G. March and Johan P. Olsen. The New Institutionalism: Organizational Factors
in Political Life. The American Political Science Review, Vol.78, No.3 (Sep, 1984), hal. 734-749. 176
Richard W Scott. Institutions and Organizations. (London: Sage, 2001), 2nd Edition,
hal.10. 177
Richard W. Scott. “The adolescence of institutional Theory”. Administrative Science
Quarterly, 32 (4), 493.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
101
Universitas Indonesia
sebagai adaptasi rasional terhadap faktor-faktor kontingensi dialam modus
teknikal instrumentalis, tapi dengan merujuk pada norma, kewajiban legitimasi,
mitos, kepercayaan dan faktor –faktor teknikal instrumentalitas.
Analisis institusionalisme cenderung melihat parameter sosial (societal
parameters). Para institusionalis berpemikiran bahwa organisasi terbentuk oleh
kekuatan - kekuatan diluar dirinya melalui proses peniruan (mimikri) dan
ketaatan (compliance). Teori ini merupakan contoh konsep institusional
isomorphism yang terdapat pada paradigma institusional yang didalamnya berisi
macam-macam teori dan konsep yang satu dan lainnya bisa berbeda. Ada
beberapa macam madzab institusionalisme seperti institusionalism normative,
rational choice institusionalism, historical institusionalism, constructivist
institusionalism, institusionalis economic dan radical institusionalism. Empat
aliran pertama menonjol di bidang sosiologi dan politik, aliran kelima merupakan
cabang institusionalisme di bidang ekonomi, aliran keenam memiliki pengaruh di
bidang sosiologi maupun ekonomi.
Di dalam institusionalisme ada beberapa variasi metode riset. Pertama,
comparative analysis disebut juga dengan historical comparative method yaitu
peneliti melakukan analisis sosiologis dalam bentuk perbandingan proses sosial
antara dua institusi, Ada dua pendekatan comparative analysis yaitu: 1) dengan
mencari persamaan persamaan yang ada dan 2) dengan mencari perbedaan-
perbedaan yang ada. Kedua, studi kasus dengan pendekatan etnografis, yaitu
peneliti memilih sebuah institusi sebagai kasus yang akan diamati dengan
mencermati aspek sosio kultural yan g ada. Ketiga, metode riset kuantitatif , yaitu
pada umumnya bertitik tolak pada positivisme yang cenderung meneliti hanya
sebagian fenomena, pendekatan ini ditandai dengan pengembangan teori dan
hipotesa, modeling dan penggunaan data kuantitatif serta alat statistik.
Asumsi dan tiga pilar institusi telah berubah dari pendekatan yang kurang
sistematis (old institusionalism) menjadi paradigma yang sistematis dengan
kerangka pikir yang cenderung baku. Menurut March dan Olsen (2005) dalam
working paper, Elaborating The New Institutionslism, ada dua asumsi pokok
(core assumption). Asumsi pokok pertama adalah institusi menciptakan elemen-
elemen keteraturan dan prediktabilitas (daya ramal), berarti institusi adalah
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
102
Universitas Indonesia
sesuatu yang bisa dipelajari secara sistematis. Asumsi kedua adalah bahwa
terjemahan (translation) dari struktur ke tindakan politik, dan dari tindakan
menjadi perubahan yang institusional ditimbulkan oleh proses yang rutin dan bisa
dipahami. Ini berarti ada modus tindakan yang berulang dimana peneliti perlu
mempelajari upaya bagaimana dalam situasi itu kestabilan bisa terbentuk.
2.6.4 Efektifitas Kinerja Organisasi Perangkat Daerah
Efektivitas institusional organisasi perangkat daerah dengan pendekatan
institutionalisme berkaitan dengan kinerja institusi sebagai perwujudan dari
urusan-urusan pendidikan, kesehatan dan kearsipan. Kinerja satuan kerja
perangkat daerah merupakan tampilan organisasional dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsi masing-masing sebagai wujud dari desentralisasi kota. Secara
konseptual kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi yaitu kinerja pegawai
secara individu dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja
perseorangan dalam organisasi, sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil
kerja yang telah dicapai oleh suatu organisasi. Kinerja berkaitan dengan operasi,
aktivitas program dan misi organisasi.178
Dalam makna yang lain, arti kinerja dapat menggambarkan sampai
seberapa jauh suatu organisasi mencapai hasil ketika dibandingkan dengan kinerja
terdahulu (previous performance), dan sampai seberapa jauh pencapaian tujuan
dan target yang telah ditetapkan. Kinerja organisasi dapat pula diartikan sebagai
efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan yang
ditetapkan dari setiap kelompok yang saling berkaitan melalui usaha-usaha yang
sistemik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus menerus mencapai
kebutuhannya secara efektif. Rue & Byars mendefinisikan kinerja organisasi
sebagai tingkat pencapaian hasil atau “degree of accoumplishment” atau dengan
kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi.179
Dengan
demikian kinerja organisasi berhubungan dengan berbagai aktivitas dalam mata
rantai (value chain) yang ada pada organisasi.
178
Ismail Nawawi Uha. Budaya Organisasi Kepemimpinan & Kinerja. (Jakarta: Kencana,
2010), hal. 212. 179
Leslie W. Rue & Lloyd L. Byars. Management: Skills and Application, ( New-York:
McGraw-Hill, 2003), hal. 9.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
103
Universitas Indonesia
Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi sesungguhnya
memberikan informasi mengenai capaian hasil pelaksanaan dari unit-unit
organisasi, dimana organisasi memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas seluruh
aktivitas sesuai dengan tujuan organisasi. Amstrong dan Baron180
mengemukakan
bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat
dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan
kontribusi pada ekonomi.
Dari berbagai definisi kinerja organisasi di atas dapat disimpulkan bahwa
kinerja organisasi ialah hasil yang ditunjukkan oleh sebuah organisasi atau tingkat
pencapaian pelaksanaan tugas suatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran,
tujuan, misi dan visi organisasi tersebut. Tingkat pencapaian organisasi dapat
diukur melalui pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses
penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang atau jasa, kualitas barang atau jasa, perbandingan hasil kerja
dengan target dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Dalam pengukuran kinerja sangat ditentukan oleh tujuan yang ideal untuk
dicapai, sehingga dalam tahapan pengukurannya harus aktual dengan
mengidentifikasikannya terlebih dahulu ke dalam komponen operasional. Kinerja
organisasi dapat dilihat dari visi dan misi yang ada, kinerja proses dapat dilihat
dari prosedur standar operasi, dan kinerja pegawai dapat dilihat dari petunjuk
kerja manual yang ada. Sehingga penggambaran visi dan misi dari suatu
organisasi harus mampu menjelaskan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam
suatu organisasi yang dirumuskan dalam sebuah tugas pokok dan fungsi dan akan
menjadi satuan kerja dalam menciptakan aktivitas atau kegiatan pekerja atau
pegawai. Dengan demikian kinerja lebih diorientasikan pada pekerjaan itu sendiri
dalam memberikan hasil, dampak, dan manfaat bagi masyarakat maupun bagi
pegawai itu sendiri.
180
Michael Amstrong and Angela Baron. Managing Performance. (London: The
Chartered Institute of Personnel and Development, 2005), hal. 9.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
104
Universitas Indonesia
2.7 Hasil Penelitian Terdahulu dan Rasionalitas Pendekatan SSM
Penyajian hasil penelitian terdahulu dimaksudkan untuk memberikan
penegasan pentingnya pembentukan organisasi perangkat daerah pada level kota
yang dapat dipahami sebagai cerminan implementasi desentralisasi di daerah
otonom. Penelitian yang komprehensif dan mendalam tentang pembentukan
organisasi perangkat daerah di Indonesia memang relatif masih terbatas terlebih
lagi apabila dikaitkan dengan penggunaan soft system methodology sebagai
metodologi dalam penelitian. Dengan keterbatasan kesesuaian terhadap subtansi
dari penelitian ini, maka hasil penelitian terdahulu yang akan dibahas berfokus
pada pembentukan organisasi perangkat daerah, desentralisasi dan beberapa
penelitian yang menggunakan metodologi soft system methodology.
Penelitian yang paling relevan dengan penelitian ini adalah penelitian
berjudul “Pembangunan Institusi Pemeruntahan Daerah Dalam Penyediaan
Prasarana Perkotaan di Kota Malang, “ yang dilakukan oleh Bambang
Supriyono. Relevan dalam arti substansi pokoknya adalah tentang pembangunan
organisasi perangkat daerah dengan menggunakan soft system methodology.
Penelitian yang dilakukan tahun 2007 ini bertujuan mendeskripsikan dan
menganalisis kemampuan institusi pemerintahan daerah dalam melaksanakan
fungsi penyediaan prasarana perkotaan. Tujuan lainnya adalah membangun model
sistem pembangunan institusi pemerintahan daerah untuk memecahkan masalah
efektifitas institusi, masalah arah perubahan peran institusi dan masalah
institusionalisasi dalam institusi pemerintahan daerah.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan
pendekatan berpikir serba sistem (systems thinking). Pendekatan berpikir serba
sistem yang digunakan adalah metodologi penelitian sistem lunak (soft system
methodology). Hasil penelitian ini berupa beberapa rekomendasi. Pertama,
pembangunan institusi pemerintahan daerah untuk meningkatkan efektifitas
penyediaan prasarana perkotaan perlu didasarkan standarisasi yang jelas sesuai
dengan kewenangan dan fungsi yang dilimpahkan. Kedua, pemerintah daerah
perlu meningkatkan keterlibatan institusi swasta ataupun masyarakat dalam
melaksanakan fungsi penyediaan prasarana perkotaan. Ketiga, pemerintah daerah
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
105
Universitas Indonesia
perlu meningkatkan proses institusional dalam melaksanakan penyediaan
prasarana perkotaan. Keempat, pemerintah daerah perlu membangun model
sistem pembangunan institusi pemerintahan daerah dalam melaksanakan fungsi
penyediaan prasarana perkotaan disertai dengan penggunaan subsistem monitor
dan kontrol terhadap pelaksanaan fungsi tersebut.
Pada tahun 2004, Muklir mempublikasikan hasil penelitian tesisnya
dengan judul, “Restrukturisasi Institusi Dalam Rangka Reformasi Administrasi
Pemerintahan Daerah, Studi Pada Kabupaten Aceh Utara.181
” Dalam
penelitiannya digunakan pendekatan kualitatif dan model analisis interaktif.
Tujuan penelitian tesis ini adalah memperoleh gambaran yang komprehensif dan
mendalam tentang struktur institusi, sikap dan perilaku aparatur pemerintah
Kabupaten Aceh Utara dalam menyikapi otonomi khusus. Hasil penelitian
menyangkut struktur institusi yang menunjukkan bahwa pembentukan struktur
institusi pemerintahan daerah diarahkan sesuai dengan budaya lokal baik
berkaitan dengan nomenklatur maupun jabatan dalam pemerintahan.
Hal tersebut menyebabkan semakin tingginya kompleksitas, formalisasi
dan sentralisasi dalam institusi pemerintahan daerah. Perubahan sikap dan
perilaku aparatur dalam menyikapi otonomi khusus dari aspek perhatian,
pemahaman, penerimaan dan resistensi hanya terjadi di tingkat pimpinan atas
(Sagoe/Bupati), di tingkat menengah hanya sebatas perhatian, pemahaman dan
penerimaan, namun belum diwujudkan dalam bentuk retensi, sedangkan di tingkat
bawah, perhatian, pemahaman, penerimaan dan retensi masih belum optimal
karena kurangnya sosialisasi dalam penyelenggaraan otonomi khusus.
Berkaitan dengan desentralisasi, menarik untuk dipahami hasil penelitian
Sodjuangon Situmorang182
berjudul, “Model Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota yang ditulisnya tahun 2002.
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari model pembagian urusan pemerintahan
yang lebih baik diterapkan di Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan
untuk: pertama menelaah karakteristik pembagian urusan pemerintahan, provinsi
181Muklir. “Restrukturisasi Institusi Dalam Rangka Reformasi Administrasi
Pemerintahan Daerah, Studi Pada Kabupaten Aceh Utara.” Jurnal Administrasi Publik, Vol. V,
No.1 (September), 2004.
182
Situmorang, Op. Cit., 2002.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
106
Universitas Indonesia
dan kabupaten/ kota masa kini; kedua, mengidentifikasi dan menganalisis
permasalahan dan hambatan model pembagian urusan pemerintahan antara
pemerintah, provinsi dan kabupaten/ kota; dan ketiga, membangun model
pembangunan urusan pemerintahan antara pemerintah, provinsi dan kabupaten/
kota yang lebih diterapkan di Indonesia di masa yang akan datang. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa di Indonesia belum ada model yang jelas dalam pembagian
urusan pemerintahan. Direkomendasikan oleh Peneliti untuk melakukan
perubahan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan dengan turunan Peraturan
Pelaksanaan sehingga jelas pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah
pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Hampir sama dengan penelitian Situmorang, hasil penelitian Dwi Untoro
Pudji berjudul, “Pelaksanaan Pelimpahan Kewenangan di Provinsi Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta, yang ditulis tahun 2007, memberikan gambaran tentang
kewenangan urusan pemerintahan di Jakarta dengan nomenklatur Daerah
Khususnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang
proses pelimpahan kewenangan dalam bidang pendidikan, ketenagakerjaan dan
ketentraman dan ketertiban di Provinsi DKI Jakarta dan memperoleh model
pelimpahan kewenangan yang sesuai untuk dilaksanakan dalam bidang
pendidikan, ketenagakerjaan dan ketentraman dan ketertiban di Provinsi DKI
Jakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian Situmorang menunjukkan bahwa ada beberapa kewenangan
yang jelas dimiliki oleh pemerintah provinsi, akan tetapi tidak dimiliki oleh
pemerintahan di level bawahnya yaitu pemerintahan kotamadya.
Penelitian Baedowi tahun 2004, berjudul, “Implementasi Kebijakan
Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Studi Kasus di Kabupaten Kendal dan Kota
Surakarta memperlihatkan bahwa institusi dan manajemen perangkat daerah
sebagai sistem penunjang (support system) bagi implementasi kebijakan
cenderung kurang efektif dalam mewadahi fungsi dan memfasilitasi implementasi
kebijakan pendidikan bagi masyarakat, dan (kedua) aparatur dalam institusi
Dinas pendidikan sebagai pelaksana kebijakan cenderung lebih berfungsi sebagai
subordinasi dari aktor-aktor penentu kebijakan daripada sebagai mitra yang sejajar
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
107
Universitas Indonesia
tugasnya dalam melaksanakan berbagai inovasi untuk meningkatkan kualitas
pelayanan pendidikan, serta (ketiga), kemampuan aparatur pemerintah
kabupaten/kota belum cukup efektif dalam mengelola pelayanan pendidikan di
daerah.
Tiga penelitian di atas menunjukkan adanya situasi-situasi yang
problematik, yang justru masih jauh tujuan-tujuan eksploratif dari perangkat
teori-teori desentralisasi. Hal ini dia atas juga menandai adanya situasi-situasi
yang justru ill-defined sehubungan dengan kenyataan yang ditunjukkan pada
penelitian-penelitian di atas. Artinya, penelitian untuk mengungkap penerapan
desentralisasi di Indonesia masih saja diliputi oleh ketidak-jelasan,m sehingga
jika kemudian langkah-langkah perbaikan atas kebijakan-kebijakan desntralisasi,
termasuk Peraturan Pemerintah Nmor 38 Tahun 2007 berpotensi untuk
mengalami penyempurnaan.
Sehubungan dengan pendekatan system thinking, disertasi Tjuk
Sukardiman (2004) yang berjudul Rancang Bangun Model Evaluasi Kebijakan
Publik Dengan Pendekatan Agregasi Kepentingan dan Interaksi Dinamis
Stakeholders: Studi Kasus kebijakan Deregulasi Pada Sektor Angkutan Laut 1983
-2003, yang meneliti tentang dampak penetapan kebijakan PAKNOV-21,
bagaimana deviasi yang terjadi sebagai akibat penetapan kebijakan tersebut, dan
juga dikaji sejauh mana keberhasilannya, kemudian direkomendasikan rancang
bangun model dari kebijakan yang ideal untuk mengatasi permasalahan kebijakan
yang muncul sebagai akibat dari kebijakan PAKNOV-21 tersebut. Hampir sama
dengan Disertasi Sukardiman, disertasi Abi Sujak (2004) berjudul, Efektivitas
Pendekatan Berpikir Sistem Dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik: Riset
Aksi di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Wonogiri, lebih memfokuskan pada
penggunaan pendekatan berpikir sistem dalam menganalisis perumusan kebijakan
publik.
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya dapat diringkas seperti dapat dilihat dalam tabel 2.5, yang pada
esensinya memberikan gambaran secara substansial mengenai perbandingan
beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Peneliti dalam disertasi ini.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
108
Universitas Indonesia
Tabel 2.5
Perbandingan Secara Substansial Dengan Penelitian Sebelumnya
No. Aspek-aspek
Hasil Penelitian
Judul dan
Tahun
Metode Penelitian
Fokus
Penelitian
Simpulan
Penelitian
1. Bambang Supriyono
Pembangunan
Institusi
Pemerintahan
Daerah Dalam
Penyediaan
Prasarana
Perkotaan di Kota
Malang (2007)
Pendekatan
Kualitatif
dan
Pendekatan
berpikir
serba sistem
(system
thinking)
Pembangunan
OPD dalam
kaitan dengan
desentralisasi
dan otonomi
daerah
Pemda harus
membangun
standarisasi,
keterlibatan
swasta,
peningkatan
proses
institusional
& model
pembangnan
institusi
Pemda
2. Muklir
Restrukturisasi
Institusi Dalam
Rangka Reformasi
Administrasi
Pemerintahan
Daerah, Studi
Pada Kabupaten
Aceh Utara
(2004)
Pendekatan
Kualitatif
dan analisis
interaktif
Pemda:
struktur
institusi &
perilaku
aparatur
Pemerintah
Kabupaten
Pembntukan
Struktur
institusi
pemda hrs
diarahkan
sesuai
dengan
budaya
lokal,
nomenklatur
dan
jabatannnya
3. Sojuangon Situmorang
Model Pembagian
Urusan
Pemerintahan
Antara
Pemerintah
Provinsi dan
Kabupaten/ Kota
(2002)
Pendekatan
Kualitatif
Desentralisasi:
Pembagian
urusan
Di Indonesia
belum ada
model yg
jelas dlm
pembagian
urusan dan
direkomenda
sikan
perlunya
revisi UU
No.22/1999
4. Dwi Untoro
Pelaksanaan
Pelimpahan
Kewenangan di
Provinsi Daerah
Khusus Ibu Kota
Jakarta (2007)
Pendekatan
Kualitatif
Desentralisasi:
pelimpahan
kewenangan
yg sesuai di
Provinsi DKI
Ada
kewenangan
yg dimiliki
provinsi
tetapi tdk
dimiliki
pemerinthan
di bawahnya
(kotamadya)
5. Baedowi
Implementasi
Kebijakan
Otonomi Daerah
Bidang
Pendidikan, Studi
Kasus di
Kabupaten Kendal
Pendekatan
Kualitatif
dan analisis
interaktif
Otonomi
daerah:
Institusi &
kebijakan
otonomi
Institusi &
manajemen
kurang
efektif,
aparatur
cenderung
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
109
Universitas Indonesia
dan Kota
Surakarta (2004) sbg
subordinasi
&
kemmpuan
aparatur
cukup
efektif 6. Tjuk Sukardiman
Rancang Bangun
Model Evaluasi
Kebijakan Publik
Dengan
Pendekatan
Agregasi
Kepentingan dan
Interaksi Dinamis
Stakeholders:
Studi Kasus
Kebijakan
Deregulasi Pada
Sektor Angkatan
Laut 1983-2003
(2004)
Pendekatan
Kualitatif &
pendekatan
system
thinking
Kebijakan
publik sektor
angkatan laut
Rancang
bangun
model
kebijakan
utk solusi
dampak
kebijakan
7. Abi Sujak
Efektivitas
Pendekatan
Berpikir Sistem
Dalam Proses
Perumusan
Kebijakan Publik:
Riset Aksi di
Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten
Wonogiri (2004)
Pendekatan
berpikir
serba sistem
(system
thinking)
Kebijakan
publik
8. Jac Christis
Theory and
Practice of Soft
System
Methodology: A
Performance
Contradition
(2005)
Soft system
methodology
Kontradiksi
dalam SSM Perbedaan
dgn hard
system
methodology
: hakekat
metodologi-
nya &
penggunaan
sistem kata 9. Marilia Guimaraes
Pinheiro, et. al
Using Soft
System
Methodology to
Fight Againts Info
Exclusion: The
Experience of a
Brazilian
University (2006)
Soft system
methodology Info-inclusion
dlm civil
society &
level
pemerintahan
SSM
menyediakan
pendekatan
holistik dlm
analisis
masalah-
masalah
internal 10. Peneliti
Analisis
Pembentukan
Organisasi
Perangkat Daerah
Kota Tangerang
Provinsi Banten
( Studi Kasus
Kelembagaan
Pendekatan
kualitatif
dan
pendekatan
SSM
Desentralisasi:
pemaknaan
urusan di kota
dalam
pembentukan
OPD
Analisis
pembentukn
OPD hrs
dilihat secara
komprehen-
sif dan
hierarkhis:
dari level
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
110
Universitas Indonesia
Dinas Kesehatan,
Dinas Pendidikan
dan Kantor Arsip
Daerah Dalam
Perspektif
Desentralisasi)
(2014)
makro, meso
dan mikro
Sumber: Beberapa hasil penelitian terdahulu dan hasil dari Peneliti, 2014.
Pendekatan soft system methodology (SSM) dan pendekatan hard system,
pada hakikatnya menurut Peter Checkland bersifat saling mengisi. Sedangkan
dalam research paper yang ditulis oleh Jac Christis183
dibahas tentang adanya
kontradiksi dalam metodologi sistem lunak. Menurut Christis terdapat perbedaan
antara soft systems approach dan hard systems approach. Pertama dalam hakekat
metodologinya dan kedua dalam penggunaan sistem kata. Adanya berbagai
pandangan kritis terhadap SSM diakui oleh Brian Wilson. Wilson menilainya
karena kurangnya pengenalan atas asumsi yang SSM, yang pada hakikatnya
menelaah kasus-kasus atau gejala yang masih bersifat ill defined, serta
merupakan action research, riset berbasis tindakan yang betolak dari asumsi
bahwa terdapat situasi-situasi yang belum dikenali dengan baik pada
problematika yang tengah dihadapi.
Meskipun demikian, sejumlah research paper yang menggunakan SSM
diantaranya ditulis oleh Marilia Guimaraes Pinheiro, et al184
menunjukkan gejala
info-inclusion yang dinilai dapat mengarahkan tindakan-tindakan strategik
insitusional di kalangan organisasi masyarakat madani (civil society) dan juga di
organisasi sektor pemerintahan.
Tabel 2.6
Perbandingan sebagai Riset Berbasis System Thinking & SSM dengan
Penelitian Sebelumnya
No. Aspek-aspek
Hasil Penelitian
Judul dan
Tahun
Metode Penelitian
Fokus
Penelitian
Simpulan
Penelitian
183Jac Christis. “Theory and Practice of Soft System Methodology: A Performative
Contradiction”. Systems Research and Behavioral Science. John Wiley & Sons, Ltd, 2005
184
Marilia Guimaraes Pinheiro, Luis Ricardo de Figeiredo dan Luciana Oranges Cezarino.
“Using Soft System Methology to Fight Against Info Exclusion: The Experience of a Brazilian
University.” System Prac Act Res, 2006
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
111
Universitas Indonesia
1. Bambang Supriyono
Pembangunan
Institusi
Pemerintahan
Daerah Dalam
Penyediaan
Prasarana
Perkotaan di Kota
Malang (2007)
Pendekatan
Kualitatif
dan
Pendekatan
berpikir
serba sistem
(system
thinking)
Pembangunan
OPD dalam
kaitan dengan
desentralisasi
dan otonomi
daerah
Pemda harus
membangun
standarisasi,
keterlibatan
swasta,
peningkatan
proses
institusional
& model
pembangnan
institusi
Pemda
5. Baedowi
Implementasi
Kebijakan
Otonomi Daerah
Bidang
Pendidikan, Studi
Kasus di
Kabupaten Kendal
dan Kota
Surakarta (2004)
Pendekatan
Kualitatif
dan analisis
interaktif
Otonomi
daerah:
Institusi &
kebijakan
otonomi
Institusi &
manajemen
kurang
efektif,
aparatur
cenderung
sbg
subordinasi
&
kemmpuan
aparatur
cukup
efektif 6. Tjuk Sukardiman
Rancang Bangun
Model Evaluasi
Kebijakan Publik
Dengan
Pendekatan
Agregasi
Kepentingan dan
Interaksi Dinamis
Stakeholders:
Studi Kasus
Kebijakan
Deregulasi Pada
Sektor Angkatan
Laut 1983-2003
(2004)
Pendekatan
Kualitatif &
pendekatan
system
thinking
Kebijakan
publik sektor
angkatan laut
Rancang
bangun
model
kebijakan
utk solusi
dampak
kebijakan
7. Abi Sujak
Efektivitas
Pendekatan
Berpikir Sistem
Dalam Proses
Perumusan
Kebijakan Publik:
Riset Aksi di
Dinas Pendapatan
Daerah Kabupaten
Wonogiri (2004)
Pendekatan
berpikir
serba sistem
(system
thinking)
Kebijakan
publik
8. Jac Christis
Theory and
Practice of Soft
System
Methodology: A
Performance
Contradition
Soft system
methodology
Kontradiksi
dalam SSM Perbedaan
dgn hard
system
methodology
: hakekat
metodologi-
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
112
Universitas Indonesia
(2005) nya &
penggunaan
sistem kata 9. Marilia Guimaraes
Pinheiro, et. al
Using Soft
System
Methodology to
Fight Againts Info
Exclusion: The
Experience of a
Brazilian
University (2006)
Soft system
methodology Info-inclusion
dlm civil
society &
level
pemerintahan
SSM
menyediakan
pendekatan
holistik dlm
analisis
masalah-
masalah
internal 10. Peneliti
Analisis
Pembentukan
Organisasi
Perangkat Daerah
Kota Tangerang
Provinsi Banten
( Studi Kasus
Kelembagaan
Dinas Kesehatan,
Dinas Pendidikan
dan Kantor Arsip
Daerah Dalam
Perspektif
Desentralisasi)
(2014)
Pendekatan
SSM Desentralisasi:
pemaknaan
urusan di kota
dalam
pembentukan
OPD
Analisis
pembentukn
OPD hrs
dilihat secara
komprehen-
sif dan
hierarkhis:
dari level
makro, meso
dan mikro
Sumber: Beberapa hasil penelitian terdahulu dan hasil dari Peneliti, 2014.
Sebagai rangkuman, dalam paparan teoritis ini telah dibahas konsep-
konsep desentralisasi dan telah dijelaskan landasan kebijakan desentralisasi dalam
konteks penjelasan hard system. Namun jika dikaitkan dengan praktik-praktik
desentralisasi di daerah, sebagaimana diungkap dalam beberapa disertasi, masih
menyisakan banyak tanda tanya. Dalam rangka eksplorasi akademik, serta untuk
menjajagi bagaimana perjalanan kebijakan desentralisasi ke depan, maka dengan
suatu upaya action research (SSM), penelitian ini akan menghasilkan telaahan
atas situasi-situasi problematik berkenaan dengan praktik desentralisasi,
khususnya pada perangkat Daerah di Kota Tangerang.
Beberapa kerangka teoritis desentralisasi dan kebijakan penerapannya
dipahami dalam pendekatan hirarkhi kebijakan menurut Bromley.185
Bromley
mengemukakan pentingnya fondasi konseptual dan teoritis dari kebijakan publik.
Lebih jauh dikatakan bahwa kebijakan publik memiliki tiga tingkatan berbeda
yaitu policy level, organizational level dan operational level. Policy level menurut
185
Bromley, op.cit, hal. 32-33
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
113
Universitas Indonesia
Bromley direpresentasikan oleh lembaga legislatif dan yudikatif, Pada
organizational level diperankan oleh lembaga eksekutif, sementara operational
level diperankan oleh institusi pelaksana seperti kementerian, lembaga pemerintah
nonkementerian (LNPK) atau dinas-dinas dan badan-badan.
Bromley186
menguraikan adanya dua konsep dalam proses pengambilan
keputusan yaitu institutional arrangement dan penentuan batas-batas otonomi dari
formulasi suatu kebijakan. Oleh karena itu, pada masing-masing level, kebijakan
publik diwujudkan dalam bentuk institutional arrangement atau peraturan
perundang-undangan yang disesuaikan dengan tingkat hirarkhinya. Dengan
mengadopsi dan mengadaptasi pemikiran Bromley, framework kebijakan publik
dalam bentuk regulasi mengenai desentralisasi, khususnya terkait dengan
pembentukan organisasi perangkat daerah (OPD) dipahami secara hirarkhi. Dalam
level pertama yang bersifat makro berada pada regulasi nasional yaitu Undang-
Undang Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Tentang
Pembagian Urusan. Dalam level kedua yang bersifat menengah atau meso berada
pada regulasi daerah yang merupakan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur
pembentukan OPD. Regulasi tentang satuan kerja perangkat daerah (SKPD)
khusus untuk nomenklatur urusan kesehatan, pendidikan dan kearsipan
diwujudkan dan diatur dalam Peraturan Walikota (Perwal).
186
Ibid.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
114
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENELITIAN
Dalam Bab 3 ini dibahas beberapa subtansi yang berkaitan dengan metode
penelitian. Pertama dibahas mengenai paradigma yang digunakan dalam penelitian
ini. Dilanjutkan dengan membahas desain penelitian yang berfokus pada format
deskriptif kualitatif. Ketiga, dibahas mengenai situasi sosial dan penentuan key
informant. Pada bagian keempat, dibahas mengenai metode pengumpulan yang
teerkait dengan sumber data dan teknik pengumpulan data, yang dilanjutkan dengan
bagian kelima membahas prosedur pengolahan dan analisis data.
3.1. Paradigma Penelitian
Meskipun tidak secara persis penelitian ini didasarkan pada suatu paradigma
penelitian tertentu, namun secara garis besar penelitian ini merujuk pada salah satu
paradigma penelitian yaitu postpositivsm, sebagai kerangka dasar filosofis yang
menjadi pedoman penelitian. Paradigma penelitian sosial menurut Guba
sebagaimana dikutip oleh Rozan Anwar187
adalah seperangkat kepercayaan yang
melandasi tindakan sehari-hari maupun dalam kaitannya dengan pencarian
„kebenaran dalam suatu ranah keilmuan tertentu. Sementara itu, Thomas Kuhn
berpendapat bahwa setiap komunitas ilmiah selalu berpegang teguh pada suatu
paradigma penelitian tertentu, karena setiap paradigma menawarkan batasan-batasan
mengenai apa yang menjadi permasalahan pokok suatu bidang ilmu tertentu serta
bagaimana eksplorasi atas permasalahan tersebut dilakukan oleh para peneliti
terkait.188
Paradigma penelitian menjelaskan kepada ilmuwan hal-hal mendasar yang
membentuk dan memberi makna dan pemahaman kita tentang dunia. Di samping itu,
187Rozan Anwar. Pengembangan Model Tentang Pengaruh Able People dan Agile Process
terhadap Dynamic Capabilities dalam Proses Kebijakan Publik ( Studi Kasus Pelayanan Bidang
Pendidikan di Kabupaten Jembrana, Propinsi Bali). Disertasi Doktor Ilmu Administrasi Publik,
Universitas Indonesia, 2009. Tidak dipublikasikan
188
Mikhael Dua. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah Analitis, Dinamis dan Dialektis.
(Maumere:Ledalero, 2007), hal. 112.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
115
Universitas Indonesia
paradigma penelitian dapat menunjukkan batasan-batasan suatu penelitian dalam
menemukan kebenaran ilmiah.
Permasalahan kebijakan desentralisasi di Indonesia di Indonesia pasca-
Soeharto masih dihadapkan kepada berbagai tantangan (Eko Prasojo, 2009). Bahkan
belum bisa disamakan sebagai demokratisasi (Henk Schulte Noordholt, 2003).
Permasalahan desentralisasi dapat dikategorikan sebagai „tidak berstruktur‟ sehingga
diperlukan pendekatan penelitian yang bersifat holistik. Oleh karena itu penelitian
diarahkan untuk mengetahui, mengeksplorasi serta menganalisis situasi-situasi yang
dikategorikan sebagai problematis. Dalam pemahaman demikian maka di dalam
penelitian ini dikemukakan adanya „conceptual problem‟ yang dirunut dari
pemahaman teoritis mengenai desentralisasi, serta „factual problem’ yang dirunut
dari pendalaman berbagai informasi terkait. Identifikasi problem dilakukan atas
berbagai persepsi para stakeholders dengan membuat rich pictures, sebagaimana
prosedur pendekatan penelitian berbasis SSM. Dengan upaya itu peneliti mendalami
bagaimana situasi problematik lembaga perangkat daerah, yang dalam hal ini diwakili
oleh SKPD dalam meningkatkan institusionalisasi sebagai langkah peningkatan
upaya SKPD untuk memenuhi tujuan-tujuan kebijakan terkait yang tertuang pada
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, yang merupakan turunan dan
operasionalisasi amandemen terhadap kebijakan desentralisasi pasca-pemerintahan
Suharto. Secara khusus, untuk membatasi cakupan atau jangkauan penelitian ini maka
lokus penelitian ini adalah pada Kota Tangerang (dikemukakan pada bab-1)
Sedangkan bidang pelayanan yang diamati adalah urusan kesehatan, pendidikan dan
kearsipan.
3.2. Desain Penelitian
Format desain penelitian ini lebih bersifat kualitatif dengan Soft System
Methodology (SSM) sebagai pendekatan holistik. Jenis penelitian ini
dikelompokkan sebagai penelitian kualitatif. Sebagai pendekatan SSM, penelitian ini
tidak saja bertujuan untuk menggambarkan situasi-situasi problematis, namun juga
merekomendasi rancangan (rekaan) - sebagai (re) konstruksi. Artinya, baik
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
116
Universitas Indonesia
penggambaran maupun rekonstruksi yang disimpulkan dakam penelitian ini
merupakan luaran dari semua proses penelitian yang inherent dengan batas-batas dari
manfaat penelitian.
Dengan SSM sebagai suatu pendekatan penelitian holistik yang dianggap
sebagai pendekatan interpretatif ( Checkland, 1990) dalam Sudarsono (2012) metoda
atau persisnya metodologi penelitian ini merupakan upaya untuk menarik realitas ke
permukaan sebagai interpretasi atas karakter, model-model, tanda atau gambaran
tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu.189
Dalam pendekatan SSM,
kondisi, situasi atau fenomena dalam penelitian ini merupakan situasi problematik
yang berkenaan dengan inefektivitas dari organisasi perangkat daerah kota
Tangerang dan menjadi real world yang nantinya akan dibandingkan dengan
kerangka/kontruksi konseptual atas situasi-situasi problematis. Dari hasil
pembandingan ini dibangun kecenderungan institusional dari organisasi perangkat
daerah kota yang efektif dan rasional.
Format deskriptif kualitatif dalam penelitian ini memakai bentuk studi
kasus. Format studi kasus memusatkan diri pada suatu unit tertentu. Situasi pada unit
tertentu itu dipercaya bersifat homogen bagi unit-unit lainnya dalam kaitannya
dengan problematika yang diamati. Pada dasarnya sifat penelitian ini adalah studi
kasus dengan tujuan melakukan eksplorasi mendalam dan secara menyeluruh. Hal
ini sesuai dengan pendapat Vredenbregt190
mengenai studi kasus yang mengatakan
bahwa sifat khas dari studi kasus adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk
mempertahankan keutuhan (wholeness) dari objek, artinya data yang dikumpulkan
dalam rangka “studi kasus,” dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi.
Penelitian ini lebih terfokus pada proses pembentukan organisasi perangkat
daerah sebagai suatu proses dari sistem tertentu. Dengan berfokus pada urusan
pendidikan, kesehatan dan kearsipan di kota di Tangerang. Proses eksplorasi dalam
189 Burhan Bungin. Analisis Data Penelitian Kualitatif. ( Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), hal. 68
190
Vredenbregt, J. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. (Jakarta: Gramedia, 1980),
hal. 38.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
117
Universitas Indonesia
penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran secara menyeluruh sebagai proses
dari human activity systems dalam organisasi perangkat daerah kota dilihat dalam
perspektif desentralisasi.
Pencarian dan rekonstruksi data mengenai fenomena pembentukan organisasi
perangkat daerah ini menyangkut tiga dimensi. Dimensi pertama adalah konstruksi
pembentukan organisasi perangkat daerah di tingkat kota yang meliputi identifikasi
atas faktor-faktor pengaruh dominan baik yang bersifat internal berkenaan dengan
aspek-aspek perkotaan dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan strategik.
Dimensi kedua adalah identifikasi dalam penggambaran world view atas efektivitas
kelembagaan organisasi perangkat daerah yang meliputi aspek fungsi struktural dan
fungsi institusional yakni: kelembagaan, anggaran, kepemimpinan, sumber daya
manusia, sistem dan sarana prasarana. Dimensi ketiga adalah penggambaran atas
kecenderungan pengembangan institusional organisasi perangkat daerah di tingkat
kota dalam mengoptimalkan fungsi kelembagaannya sebagai wujud dari
desentralisasi.
Dilihat dari bentuk unit yang diteliti dari format deskriptif kualitatif dalam
penelitian ini, maka unit-unit itu dijelaskan dalam tabel 3.1. berikut:
Tabel 3.1
Unit-unit yang Diteliti dalam Format Deskriptif Kualitatif
Format
Deskriptif
Unit yang Diteliti
Kota
Lembaga
eksekutif,
legislative
Lembaga Non
Pemerintah, Individu
Studi Kasus
Tangerang,
Provinsi Banten
Kepala Daerah,
Setda, Dinas,
Kantor,
Lembaga teknis,
DPRD
LSM
Key informant
sebagai
stakeholders
Sumber: hasil olahan peneliti.(2012)
Dalam tahap kedua penelitian dilakukan dengan menggunakan soft systems
methodology sebagai tindak lanjut dari penelitian tahap pertama. Metode ini
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
118
Universitas Indonesia
digunakan dengan tujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh suatu
lembaga. Dalam memecahkan permasalahan dilakukan melalui cara pengembangan
konsensus antara berbagai kelompok pemangku kepentingan (stakeholders) yang
terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam masalah yang ada. Metode
sistem lunak ini dapat diringkas dalam tiga tahapan.
Pertama, memahami masalah yang dihadapi (real world) oleh organisasi
perangkat daerah kota dalam menjalankan tugas dan fungsinya, melalui cara
menggali masalah yang cenderung tidak terstruktur secara kompeherensif, intens dan
mendalam, yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan strukturisasi masalah
(structured problems). Kedua, menggali persepsi dari seluruh stakeholders terkait
dengan masalah untuk membangun model cara pandang (world review models)
terhadap situasi permasalahan yang dianalisis secara sistemik. Pembangunan model
cara pandang terhadap situasi permasalahan ini dilakukan melalui pendefinisian
sistem permasalahan (root definition).
Berdasarkan pada hasil eksplorasi persepsi kemudian dibangun model
konseptual (conceptual model) dengan bantuan model sistem formal atau kerangka
berpikir serba sistem (systems thinking) yang diharapkan dapat diterapkan untuk
memecahkan masalah. Ketiga, menyempurnakan dan menguji keabsahan model
sistem formal. Penyempurnaan model dilakukan melalui pembandingan dengan
situasi permasalahan yang dihadapi (real world). Hasil penyempurnaan model ini
selanjutnya diuji keabsahannya melalui proses diskusi dengan pihak stakeholders
untuk memastikan bahwa model yang dibangun memiliki kelayakan dan keabsahan
untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh organisasi perangkat daerah kota.
Ketiga tahapan dari metodologi sistem lunak ini dilaksanakan secara sistemik
atau transformasional. Tahap memahami masalah merupakan input dari bekerjanya
sistem. Tahap penggalian persepsi dan penyusunan model konseptual merupakan
proses transformation dalam sistem. Sementara itu, tahap penyempurnaan dan
pengujian keabsahan model sistem formal untuk memecahkan masalah merupakan
output yang dihasilkan dari kinerja sistem. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa proses penggunaan soft system methodology dipersepsikan sebagai sistem, dan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
119
Universitas Indonesia
produk/substansi yang dihasilkan dari metode dalam bentuk model sistem formal
yang teruji untuk memecahkan masalah.191
Keabsahan dalam penerapan model sistem
formal untuk memecahkan masalah yang ada selalu diamati dan dikendalikan oleh
para stakeholders berdasarkan pada indikator 3E‟s (efficacy, effectiveness dan
effisiency) yang telah disepakati bersama. Jika model sistem formal dianggap tidak
relevan lagi untuk memecahkan masalah, maka model tersebut dapat diperbaiki
melalui proses transpormasional berikutnya. Proses penggunaan soft systems
methodology yang bersifat sistemik dapat dilihat dalam gambar 3.1 berikut:
Gambar 3.1
Proses Transformasi Dalam Penggunaan Metodologi Sistem Lunak
Sumber: Felipe Reis Graeni dalam Supriyono, hal, 98
191Peter Checkland. Systems Thinking, Systems Practice: Includes a 30-year restrospective
(Chichester England: John Wiley & Son, 1990), hal. 10
Proses yang tidak
diharapkan
Proses yang penelitian sistemik sesuai keinginan dan kebutuhan warga
Tantangan proses yang dihadapi dan upaya
perbaikan
Proses yang diharapkan dan
diperbaiki
Kontribusi perbaikan yang dapat dilakukan
TRANSFORMATION WHAT? OUTPUT INPUT
INPUT Efficacy (aktivitas yang dikerjakan untuk mencapai hasil)
Efficiency (penggunaan sumber daya sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang diharapkan)
Effectiveness (Transformasi untuk mencapai
tujuan jangka panjang) WHY
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
120
Universitas Indonesia
3.3. Situasi Sosial dan Penentuan Partisipan penelitian
Dalam penelitian ini merujuk Spradley sebagaimana dikutip Sugiyono192
situasi sosial (social situation) dikenali menurut pembagian atas tiga elemen yaitu:
- Tempat (place)
- Pelaku-pelaku (actors) dan
- Proses aktivitas (activitity)
Adapun tempat atau lokasi penelitian ini adalah di Kota Tangerang, Provinsi
Banten. Kota Tangerang ini dijadikan place penelitian dengan representasi
organisasi perangkat daerah dalam urusan bidang pendidikan, kesehatan dan
kearsipan karena memiliki heterogenitas permasalahan yang relatif sama. Sedangkan,
para pelakunya adalah seluruh stakeholders yang terlibat dalam proses pembentukan
organisasi perangkat daerah kota yang menyelenggarakan tiga urusan pemerintahan
di bidang pendidikan, kesehatan dan kearsipan. Dilihat dalam proses aktivitasnya
lebih menunjuk kepada kompleksitas kegiatan yang dilakukan dalam proses
pembentukan organisasi perangkat daerah kota.
Penentuan partisipan atau responden/informant dari masing-masing
stakeholders adalah bersifat purposive. Pemilihan atas partisipan/informant adalah
berdasarkan pada pertimbangan kriteria sebagai berikut:
1. Memiliki keterlibatan dalam proses pembentukan Organisasi Perangkat
Daerah khususnya yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kearsipan, pendidikan dan kesehatan di tingkat kota;
2. Memiliki kapasitas pengetahuan dan wawasan di bidang kebijakan publik
dan organisasi tata laksana daerah di tingkat kota ;
3. Memiliki kapasitas pengetahuan dan wawasan serta kemampuan dalam
urusan pemerintahan daerah.
192 Sugiyono.. Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 490.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
121
Universitas Indonesia
3.4. Metode Pengumpulan Data dan Verifikasinya
Dalam penelitian dengan pendekatan SSM, cara pengumpulan data dilakukan
atas data-data untuk membangun deskripsi situasi sosial yang dimaksud. Oleh sebab
itu titik berat metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan wawancara
dan Focus Group Discussion (FGD),sedangkan untuk data sekunder diperoleh
melalui telaah referensi buku, dokumen, laporan, catatan-catatan dan notulen rapat.
Pengumpulan data juga dilakukan dengan menelusuri buku-buku yang membahas
materi yang relevan, artikel-artikel, jurnal-jurnal melalui internet ataupun
perpustakaan.
3.4.1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan, untuk memperoleh data primer
terutama adalah wawancara. Wawancara menurut Esterberg (2002) adalah “a meeting
of two persons to exchange information and idea through question and responses,
resulting in communication and joint construction of meaning about particular
topic.” Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti
ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus
diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih
mendalam.
Vrendenbregt193
mengatakan bahwa mengumpulkan data mengenai sikap dan
kelakuan, pengalaman, cita-cita dan harapan manusia seperti dikemukakan oleh
responden atas pertanyaan peneliti (pewawancara) merupakan dasar dari teknik
wawancara. Lebih lanjut Vredenbregt menjelaskan bahwa suatu wawancara dapat
disifatkan sebagai suatu proses interaksi dan komunikasi dalam mana sejumlah
variable memainkan peranan yang penting karena kemungkinan untuk mempengaruhi
dan menentukan hasil wawancara. Teknik wawancara digunakan karena seperti
193Vredenbergt., op.cit., hal. 34
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
122
Universitas Indonesia
dikatakan oleh Pawito194
bahwa wawancara merupakan alat pengumpulan data yang
sangat penting dalam penelitian kualitatif yang melibatkan manusia sebagai subjek
(pelaku) berkaitan dengan realitas atau gejala yang dipilih untuk diteliti.
Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara yang tidak terstruktur agar
dapat digali informasi secara lebih mendalam. Sebagaimana dapat dipahami bahwa
menurut Mulyana195
wawancara sebagai teknik pengumpulan data dapat dibedakan
atas wawancara tidak berstruktur dan berstruktur. Wawancara tidak terstruktur sering
juga disebut sebagai wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara terbuka
(open ended interview) atau dikenal pula wawancara etnografis, sedangkan
wawancara terstruktur sering juga disebut dengan wawancara baku (standardized
interview), di mana susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya, -biasanya
tertulis-, dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga telah disediakan. Wawancara
terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti telah
mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.
Wawancara tak terstruktur umumnya bersifat luwes dalam arti susunan
pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat
wawancara sedang berlangsung, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pada saat
wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya (agama, suku, gender, usia, tingkat
pendidikan dan pekerjaan) dari responden yang dihadapi. Di samping wawancara
juga digunakan pengamatan (observasi) tidak berstruktur, di mana peneliti
melakukan pengembangan pengamatan secara pribadi dalam mengamati objek
penelitian. Pada pengamatan ini, yang terpenting adalah bahwa peneliti memahami
objek yang diteliti, terutama yang berkaitan dengan efektivitas organisasi perangkat
daerah. Teknik dokumenter digunakan untuk mendukung kelengkapan kajian data
yang diterapkan melalui telaah terhadap dokumen dalam bentuk surat-surat, catatan
194
Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. .( LKiS, Yogyakarta: Lkis, 2007), hal. 45
195Dedy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. (Jakarta: Rosda, 2006), hal. 56
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
123
Universitas Indonesia
dan notulen rapat, laporan pandangan dalam sidang DPRD. Sifat utama dari data ini
adalah tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti
untuk memahami hal-hal yang pernah terjadi di masa silam. Telaah literatur
digunakan untuk memperoleh data-data dari bahan-bahan yang diterbitkan, baik
secara rutin maupun berkala, terutama untuk memperkuat suatu konsep yang
ditemukan dari data di lapangan.
Teknik lain yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data adalah
Focus Group Discussion (FGD). Teknik dirancang untuk melakukan pengumpulan
data dengan menggunakan sebuah forum diskusi yang membahas tema-tema yang
telah dipersiapkan sejak awal oleh peneliti. Tujuan utama diskusi terfokus ini adalah
untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang satu tema yang dijadikan
fokus penelitian.196
Mungkin saja dalam diskusi ini peneliti belum memiliki konsep
baku tentang tema yang diteliti. Maksudnya, sejak awal peneliti ingin menggali
informasi lebih mendalam tentang apa yang sesungguhnya dipahami para informan
terkait dengan tema yang akan ditelitinya. Misalnya hal-hal yang harus digali,
diajukan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: bagaimana proses
pembentukan organisasi perangkat daerah di tingkat kota dan apa permasalahan
pokok yang dihadapi, bagaimana relasi fungsi struktural dan institusional, dan
bagaimana efektivitas institusionalnya? Teknik ini digunakan sebagai maksud untuk
melakukan cross-check dan memperkuat data yang diperoleh melalui serangkaian
wawancara.
Dilihat dari perspektif interaksionis simbolik, keseluruhan teknik pengumpulan data
ini sangat unggul dalam arti bahwa teknik-teknik tersebut memungkinkan peneliti
memadukan symbol dan interaksi, mengambil peran pihak yang diamati, memasuki dunia
sosial subyek penelitian dan mengaitkan simbol-simbol dengan dunia sosial tersebut,
merekam berbagai situasi perilaku, mengungkapkan perubahan dan proses, dan membuat
konsep-konsep yang lebih terarah. Jumlah informant yang menjadi sumber informasi dalam
penelitian ini berdasarkan kriteria yang telah diuraikan di atas beserta skema muatan data
yang akan diperoleh melalui wawancara dapat dilihat dalam table 3.2 berikut:
196 Muhammad Idrus. Metode Penelitian Ilmu Sosial.Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.
(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), hal. 110.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
124
Universitas Indonesia
Tabel 3.2
Jumlah Informant dan Skema Wawancara
No. Unit Analisis Jumlah Pokok-pokok Data yang Dikumpulkan
1. Dinas dan
Kantor
9 Orang Pembentukan organisasi perangkat daerah
- Pola pembentukan
- Faktor-faktor pengaruh: faktor internal dan
eksternal
Efektivitas organisasi perangkat daerah
- - Relasi fungsi struktural
- - Relasi fungsi institusional
-Kelembagaan
- Program dan Anggaran
-Kepemimpinan
-SDM
-Sistem/ manajemen
-Sarana dan prasarana
Arah pengembangan pembentukan
- Kapabilitas adaptasi
- Diferensiasi fungsi dan struktur
- Faktor-faktor penghambat
- Perubahan mindset dan culture set
Peningkatan Efektivitas kinerja OPD
- Partisipasi komponen pemerintahan, DPRD,
Kepala SKPD dan masyarakat
- Relasi program dengan kebijakan Walikota
- Pengambilan keputusan dan partisipasi staf
SKPD
2. Sekretariat
Daerah
4 Orang Pembentukan organisasi perangkat daerah
- Pola pembentukan
- Faktor-faktor pengaruh: faktor internal dan
eksternal
Efektivitas organisasi perangkat daerah
- - Relasi fungsi struktural
- - Relasi fungsi institusional
-Kelembagaan
- Program dan Anggaran
-Kepemimpinan
-SDM
-Sistem/ manajemen
-Sarana dan prasarana
Arah pengembangan pembentukan
- Kapabilitas adaptasi
- Diferensiasi fungsi dan struktur
- Faktor-faktor penghambat
- Perubahan mindset dan culture set
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
125
Universitas Indonesia
No. Unit Analisis Jumlah Pokok-pokok Data yang Dikumpulkan
Peningkatan Efektivitas kinerja OPD
- Partisipasi komponen pemerintahan, DPRD,
Kepala SKPD dan masyarakat
- Relasi program dengan kebijakan Walikota
- Pengambilan keputusan dan partisipasi staf
SKPD
3. DPRD 4 orang Pembentukan organisasi perangkat daerah
- Pola pembentukan
- Faktor-faktor pengaruh: faktor internal dan
eksternal
Efektivitas organisasi perangkat daerah
- - Relasi fungsi struktural
- - Relasi fungsi institusional
-Kelembagaan
- Program dan Anggaran
-Kepemimpinan
-SDM
-Sistem/ manajemen
-Sarana dan prasarana
Arah pengembangan pembentukan
- Kapabilitas adaptasi
- Diferensiasi fungsi dan struktur
- Faktor-faktor penghambat
- Perubahan mindset dan culture set
Peningkatan Efektivitas kinerja OPD
- Partisipasi komponen pemerintahan, DPRD,
Kepala SKPD dan masyarakat
- Relasi program dengan kebijakan Walikota
- Pengambilan keputusan dan partisipasi staf
SKPD
4. LSM,
Masyarakat
3 orang Pembentukan organisasi perangkat daerah
- Pola pembentukan
- Faktor-faktor pengaruh: faktor internal dan
eksternal
Efektivitas organisasi perangkat daerah
- - Relasi fungsi struktural
- - Relasi fungsi institusional
-Kelembagaan
- Program dan Anggaran
-Kepemimpinan
-SDM
-Sistem/ manajemen
-Sarana dan prasarana
Arah pengembangan pembentukan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
126
Universitas Indonesia
No. Unit Analisis Jumlah Pokok-pokok Data yang Dikumpulkan
- Kapabilitas adaptasi
- Diferensiasi fungsi dan struktur
- Faktor-faktor penghambat
- Perubahan mindset dan culture set
Peningkatan Efektivitas kinerja OPD
- Partisipasi komponen pemerintahan, DPRD,
Kepala SKPD dan masyarakat
- Relasi program dengan kebijakan Walikota
- Pengambilan keputusan dan partisipasi staf
SKPD
Sumber: Hasil olahan peneliti (2013)
3.5 Prosedur Pengolahan dan Analisis Data
Pada bagian ini diuraikan mengenai prosedur pengolahan dan analisis data
yang meliputi uraian tahapan-tahapan pengolahan data yang dilakukan dan analisis
data. Analisis data yang digunakan merupakan analisis data kualitatif dan analisis
dengan menggunakan SSM. Untuk analisis data kualitatif digunakan componential
analysis, sedangkan analisis SSM digunakan untuk menganalisis rekonstruksi
pembentukan organisasi perangkat daerah dalam tiga level yakni: makro, meso dan
mikro.
3.5.1 Prosedur Pengolahan Data
Prosedur pengolahan data merupakan penjelasan tahapan-tahapan pengolahan
data, dari data mentah dan catatan lapangan sampai data lengkap dan siap ditafsirkan,
berdasarkan penahapan dan prosedur yang sistematis. Sesuai dengan metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif, maka pengolahan datanya
dilakukan dengan cara memaparkan gejala yang diperoleh dan dianalisis secara
komprehensif dan sistematis secara bersamaan dengan pengumpulan data sesuai
dengan gejala-gejala yang diteliti. Huberman dan Miles sebagaimana dikutip
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
127
Universitas Indonesia
Muhammad Idrus197
mengajukan model tahapan pengolahan data yang disebut model
interaktif. Model ini terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian
data, dan (3) penarikan kesimpulan/ verifikasi. Selanjutnya data tersebut
diformulasikan secara deskriptif dalam bentuk kalimat-kalimat yang jelas dan logis-
sistematis.
Tahapan pengolahan data secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:
3.5.1.1. Klasifikasi Materi Data yang meliputi empat subtansi penelitian yaitu pola
pembentukan organisasi perangkat daerah, efektivitas institusional, pola
pengembangan institusi dan peningkatan efektivitas institusional yang
berasal dari hasil wawancara. Proses pengolahan meliputi:
1) Melakukan transkripsi hasil wawancara;
2) Mengelompokan hasil transkrip ke dalam masing-masing kelompok
Substansi dan key informant;
3.5.1.2. Klasifikasi berdasarkan satuan-satuan gejala yang diteliti sesuai dengan
substansi;;
3.5.1.3. Mengolah data berdasarkan keterkaitan antar komponen data, satuan gejala
dalam konteks fokus permasalahan.
3.5.2 Analisis Data Kualitatif
Analisis data kualitatif berakar pada pendekatan fenomenologi dan cenderung
menggunakan pendekatan logika induktif, di mana silogisme dibangun berdasarkan
pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan
umum. Analisis data kualitatif umumnya tidak digunakan sebagai alat mencari data
dalam arti frekuensi, akan tetapi digunakan untuk menganalisis proses sosial yang
berlangsung dan makna dari fakta-fakta yang tampak di permukaan itu. Dengan
demikian, maka analisis data kualitatif digunakan untuk memahami sebuah proses
dan fakta dan bukan sekedar untuk menjelaskan fakta tersebut. Dalam penelitian ini,
proses merujuk pada aktivitas perilaku stakeholders dalam perumusan Peraturan
Daerah tentang Organisasi Perangkat Daerah. Fakta yang dibangun akan memperjelas
197 Muhammad Idrus, op.cit., hal. 147-148.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
128
Universitas Indonesia
outcome kebijakan yang secara deskriptif menggambarkan efektivitas organisasi
perangkat Daerah. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik componential
analysis, teknik analisis yang relatif mudah dilakukan karena menggunakan
”pendekatan kontras antar elemen.” Teknik componential analysis digunakan dalam
penelitian ini untuk menganalisis unsur-unsur yang memiliki hubungan-hubungan
yang kontras satu sama lain dalam domain-domain yang telah ditentukan untuk
dianalisis secara lebih terinci. Unsur-unsur atau elemen-elemen yang kontras akan
dipilah oleh peneliti dan selanjutnya akan dicari term-term yang dapat mewadahinya.
Model tahapan analisis kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) melakukan pengkajian terhadap fenomena social, melakukan identifikasi, revisi-
revisi dan pengecekan ulang terhadap data yang ada; (2) melakukan kategorisasi
terhadap informasi yang diperoleh; (3) menelusuri dan menjelaskan kategorisasi;
(4) menjelaskan hubungan-hubungan antar kategorisasi; (c) menarik kesimpulan-
kesimpulan umum; (7) Membangun atau menjelaskan teori.
3.5.3 Sifat Analisis Soft Systems Methodology
Analisis tahap kedua dilakukan dengan menggunakan metodologi sistem
lunak (soft system methodology). Proses dalam metodologi ini meliputi tujuh tahapan
yaitu: (1) problem situation unstructured,(2) problem situation expressed,(3) root
defintion, (4) building conceptual model,(5) comparing models and reality, (6)
desirable and feasibile changes, dan (7) action to improve the problem situation.198
198 Peter Checkland, op.cit., hal. 162-183.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
129
Universitas Indonesia
Gambar 3.2
Kerangka Kerja Metodologi Sistem Lunak
Penerapan metode sistem lunak melalui beberapa tahapan sebagaimana dapat
dilihat dalam gambar 3.2 sebenarnya tidak harus dimulai dari tahap 1. Tahapan yang
digambarkan lebih cenderung mengarah pada siklus pembelajaran (learnng cycle) dan
aktivitas pemecahan masalah aktual yang lebih fleksibel. Dalam tahap 1 sampai tahap
6 digunakan sebagai acuan dalam proses analisis data dalam penelitian disertasi ini,
yaitu yang meliputi deskripsi data, analisis data dan menyusun model pengembangan
organisasi perangkat daerah..
Inti proses pendekatan metode SSM adalah membandingkan antara kondisi
nyata yang ada dengan kondisi model yang seharusnya terjadi sehingga menghasilkan
1.The Problem Situation: unstructured
6. Feasible, desirable, changes
5. Comparison of 4 with 2
4. Conseptual Models
2. The Problem Situation:
expressed
Real World
Systems Thinking about Real World
7. Action to Improve the problem situation
4a. Formal system concept
3. Root definitions of relevant
4b. Other systems thinking
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
130
Universitas Indonesia
pemahaman lebih baik atas kondisi yang dijadikan objek penelitian. Implikasinya
adalah dihasilkan beberapa ide untuk menghasilkan perbaikan melalui sejumlah aksi.
Dalam metodologi terdiri dari dua jenis kegiatan. Tahap Metode 1, 2, 5, 6 dan 7
merupakan aktifitas real world yang membutuhkan keterlibatan manusia dalam
situasi masalah.199
Sementara itu, tahapan 3, 4a, dan 4b merupakan aktifitas berpikir
serba sistem di mana memungkinkan melibatkan stakeholders dalam situasi masalah,
bergantung pada lingkungan individual dari kajian ini. SSM dilaksanakan melalui
tahapan yang diuraikan sebagai berikut:
3.5.3.1 Tahap I: Mengenali Situasi Masalah yang Tidak Terstruktur
Tahap pertama, mengeksplorasi masalah berdasarkan pengalaman peneliti
atas situasi dunia nyata yang dihadapi. dalam tahapan ini, peneliti sejumlah presumsi
tentang situasi yang mungkin terjadi. Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini
adalah mengumpulkan beragam informasi berkenaan dengan permasalahan
berdasarkan struktur dan proses yang terjadi dalam berbagai aktivitas sesuai dengan
fenomena yang diteliti. Kegiatan ini dilakukan melalui observasi, pengumpulan data
sekunder dan yang tidak kalah penting adalah melalukan wawancara secara informal.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan isu-isu tertentu, konflik-konflik, keinginan
yang diharapkan atau masalah lainnya.
3.5.3.2 Tahap II: Ekspresi Situasi Masalah
Tahap kedua, membangun deskripsi yang lebih rinci untuk membuat
gambaran yang kaya (rich picture) atas sejumlah situasi yang muncul. Gambaran
yang detail dan kaya dibuat melalui diagram, gambar atau model yang mampu
menjelaskan hubungan struktur dan proses organisasi dikaitkan dengan kondisi
lingkungan (environment) organisasi.
Struktur mencakup denah fisik, hierarki, struktur pelaporan, dan pola
komunikasi baik formal maupun informal. Proses mencakup aktivitas dasar
organisasi, seperti alokasi sumberdaya, pelaksanaan monitor, dan kontrol. Hubungan
199Peter Checkland, Ibid., hal 163
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
131
Universitas Indonesia
antara strutur dan proses kemudian diwujudkan dalam bentuk masalah, tugas-tugas
dan elemen-elemen lingkungan yang dapat dimengerti dengan mudah. Checkland
mengatakan bahwa “the relationship between structure and process, the ‘climate’of
the situation, has frequently been found to be a core characteristic of situation in
which problems are perceived.200
3.5.3.3 Tahap III: Root Definition atas Sistem yang Relevan
Pada tahap ketiga yaitu pada akhir tahapan yang nyata (the end of the
expression stage) pertanyaan yang harus dijawab adalah, what are the names of
notional systems which from the analysis phase seem relevant to problem?201
Pada
tahap kedua ini mulai meninggalkan dunia nyata. Tahap ini bertujuan menghasilkan
pernyataan atas sejumlah definisi mendasar (root definition) berbagai hal berkaitan
dengan sistem termasuk merumuskan siapa yang dapat mempengaruhi dan
terpengaruh sistem tersebut. Root definition mempunyai status hipotesis yang
berkaitan dengan perbaikan situasi masalah melalui cara perubahan-perubahan yang
diterapkan.202
Root definition harus merupakan deskripsi ringkas mengenai sistem
aktifitas manusia yang mengkaptur suatu pandangan tertentu.203
Agar analisis logik,
digunakan pendekatan yang dihasilkan Chekland,204
berupa daftar atau checklist
CATWOE, yang diuraikan pada tabel 3.3 berikut ini.
200Peter Chcekland, op.cit., hal. 166.
201
Ibid
202
Ibid, hal. 167.
203
Ibid
204
Peter Checkland and Jim Scholes, op.cit., hal. 35-36.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
132
Universitas Indonesia
Tabel 3.3
Analisis Root Definition Checkland (Analisis Catwoe)
C Customer Pihak-pihak yang diuntungkan atau dirugikan dari
kegiatan pemecahan masalah
A Actors Pihak-pihak yang melaksanakan aktivitas pemecahan
masalah
T Transformation Process Aktifitas yang mengubah masukan menjadi keluaran
institusi
W Weltanschauung(World
View)
Pemahaman berbagai pihak tentang makna yang
mendalam dari situasi permasalahan
O Owner Pihak yang dapat menghentikan aktivitas institusi
E Enviromental Constrants Hambatan dalam lingkungan sistem yang tidak dapat
dihindari.
Sumber: Peter Checkland and Jim Scholes, 1990.
Inti root definition adalah mendapatkan proses transformasi yang dapat
merubah input menjadi output. input adalah sesuatu yang bisa berujud atau abstrak,
bersifat logik atau fisik. Root definition bukan merupakan hasil ekspresi campuran.
Dengan demikian input yang bersifat kongkrit juga menghasilkan output yang juga
harus kongkrit, sedangkan input yang bersifat abstrak menghasilkan output yang juga
bersifat abstrak. Input dan output tersebut lebih baik diekspresikan sebagai kata benda
dibandingkan kata kerja. hal ini disebabkan karena aksi tidak dapat
ditransformasikan, hanya benda yang dapat ditransformasikan menjadi sesuatu yang
lain.
Lima kriteria 205
bagaimana proses ditransformasikan ini sebaiknya
dilaksanakan sebagai berikut:
a. efficacy (apakah langkah yang dilaksanakan (means) mendukung hasil
akhir (the ends)?).
b. efficiency (apakah sumber daya yang penting dan minimum
diperhatikan?).
c. effectiveness (apakah proses transformasi dapat membantu
mempertahankan tujuan untuk jangka panjang dan ada kaitannya dengan
output?).
205Ibid., hal. 42
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
133
Universitas Indonesia
d. ethicality (apakah proses transformasi berjalan secara etis?).
e. elegancy (apakah proses transformasi telah dijalankan dengan memenuhi
aspek estetika?).
3.5.3.4 Tahap IV: Membangun Model Konseptual
Tahap keempat, untuk membangun model konseptual dan sistem, mencakup
deskripsi dalam bentuk sistem dan bagaimana menghubungkan bagian-bagian yang
relevan dalam sistem tersebut. Model konseptual ini dibangun menggunakan konsep
sistem formal (formal system concept) tentang permasalahan yang dihadapi dan
upaya pemecahannya dengan menggunakan kerangka berpikir serba sistem (other
systems thinking). Sistem formal harus memenuhi persyaratan adanya komponen,
proses interaksi dan batasan lingkungan. Beberapa pertanyaan penting yang harus
dijawab dalam tahapan ini diantaranya menentukan sudut pandang konsep ideal. Oleh
karena itu, kemampuan mengidentifikasi kelompok-kelompok stakeholder yang
terlibat, dapat menghasilkan output yang berbeda-beda.
3.5.3.5 Tahap V: Perbandingan antara Model Konseptual dengan Situasi Masalah
Tahap kelima, bertujuan untuk membandingkan dan membedakan antara
model dengan kondisi nyata. Perbedaan ini selanjutnya dijadikan dasar melaksanakan
diskusi lebih jauh, misalnya berkaitan dengan bagaimana sistem yang relevan dapat
bekerja, bagaimana seharusnya bekerja atau apa kemungkinan implikasi yang
muncul. Diskusi tahap kelima memberikan kesempatan bagi peneliti untuk mengkaji
ulang atas asumsi-asumsi yang sudah dibangun.
Disebut sebagai tahap perbandingan karena merupakan bagian dari situasi
problem yang dianalisis ( pada tahap 2) yang dikaji sejalan dengan model
konseptual. Tahap ini dilakukan bersama dengan partisipan yang concern di dalam
situasi problem dengan objek yang memunculkan debat mengenai perubahan yang
mungkin diusulkan untuk menghilangkan kondisi masalah. Perbandingan merupakan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
134
Universitas Indonesia
“the point at which intuitive perceptions of the problem are brought together with the
systems constructs which the systems thinker asserts provide an epistemologically
deeper and more general acoount of the reality beneath surface appearances.206
”
3.5.3.6 Tahap VI : Perubahan Model Yang Diinginkan.
Berdasarkan diskusi pada tahap kelima, selanjutnya diidentifikasi
kemungkinan perubahan yang mungkin, didasarkan atas kebutuhan dan feasibility.
Perubahan tersebut secara teknik merupakan sebuah kondisi yang semakin baik.
sedangkan perubahan yang feasible adalah apakah secara budaya perubahan tersebut
cocok. Perubahan mencakup tiga hal, yaitu: perubahan struktur, perubahan prosedur,
dan perubahan sikap.
Perubahan struktural adalah perubahan yang dibuat sebagai bagian dari
kenyataan dalam jangka waktu yang pendek, sedangkan perubahan prosedural
merupakan perubahan terhadap elemen-elemen dinamik seperti keseluruhan aktivitas
yang berlangsung di di dalam struktur yang statis. Kedua perubahan ini cenderung
mudah untuk diklasifikasikan dan relatif mudah diimplementasikan. Sementara itu,
perubahan sikap bukan hanya dimaksudkan seperti pada pengertian sikap dari survei
para pakar perilaku organisasi, akan tetapi juga berkaitan dengan hal yang krusial tapi
berkarakter intangible berada dalam individu dan kesadaran kolektif manusia di
dalam kelompok.207
3.5.3.7 Tahap VII: Pembuatan Perubahan untuk Meningkatkan Situasi
Sejumlah perubahan yang dibutuhkan dan feasible yang berhasil didefinisikan
pada tahap keenam, selanjutnya diimplementasikan pada tahapan ketujuh. Proses
implementasi ini mencakup sejumlah langkah: (1) siapa yang akan bertanggungjawab
dalam aksi, (2) dimana dan kapan aksi itu akan dilaksanakan?, dan (3) bagaimana
206Peter Checkland, op.cit., hal. 178.
207
Ibid., hal. 181.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
135
Universitas Indonesia
dengan timetable? Perubahan sikap dan perilaku dibutuhkan untuk menghasilkan
pengaruh terhadap sistem. Tahapan ini membutuhkan komitmen dan tanggungjawab
untuk memformulasikan konsep menjadi aksi nyata. Tahap ketujuh tidak
dilaksanakan dalam penelitian ini, karena tindakan perbaikan (action to improve the
problem situation) membutuhkan waktu yang cukup lama. Di samping itu, tahapan
ini menuntut intervensi kebijakan yang berkenaan dengan kemungkinan adanya
perubahan struktur (changes in structures), perubahan prosedur (changes in
procedures) dan perubahan sikap (changes in attitudes) para stakeholers, sehingga
tidak diterapkan dalam limitasi waktu yang relatif singkat dalam penelitian ini.
Lebih lanjut Checkland dan Poulter (2006) mengatakan bahwa tujuh prinsip di
atas melandasi empat aktivitas dasar dalam investigasi SSM. Pertama, menyusun
penyelidikan dengan empat cara yaitu: (1) membuat rich picture, (2) analisis satu atau
analysis one yang disebut juga dengan analisis intervensi, (3) analisis dua atau
analysis two yang disebut dengan analisis sosial, dan (4) analisis tiga atau analysis
three yang disebut dengan analisis politik. Kedua, pembuatan model berdasarkan
hasil penyelidikan. Ketiga, menggunakan model untuk menstrukturkan perdebatan.
Terakhir, menentukan atau mengambil tindakan (defining/taking action).
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
Universitas Indonesia
BAB 4
FAKTUALITAS KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN
ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG
Kebijakan desentralisasi bertujuan untuk menguatkan pemerintahan
di daerah, terutama menguatkan sendi-sendi pemerintahan daerah melalui
penguatan peran Organisasi Perangkat Daerah, khususnya terkait dengan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Salah satu kota di provinsi Banten, yakni Kota
Tangerang merupakan kota yang pemerintahannya dianggap berhasil dalam
menyelenggarakan pemerintahan yang baik. Di tengah beberapa kasus korupsi
yang melibatkan elemen-elemen pemerintahan di provinsi Banten, Pemerintah
Kota Tangerang tidak tersangkut paut. Kemudian, atas berbagai pengukuran
kinerja, Pemerintah Kota Tangerang terbukti berhasil meraih sejumlah prestasi.
Secara akademik, keadaan demikian ini tentu perlu ditelusuri dan dilihat secara
analitis. Dalam konteks pendekatan SSM, keadaan demikian ini dapat disebut
sebagai ill structured serta bersifat messy.
Dalam Bab ini digambarkan faktualitas kebijakan desentralisasi dan
kondisi faktual Perangkat Daerah Kota Tangerang yang bertolak dari asumsi
bahwa situasi-situasi problematik menandai kinerja perangkat daerah, karena di
satu sisi menurut berbagai indikator kinerja pemerintah Kota Tangerang
menunjukkan perkembangan yang sudah memenuhi berbagai kriteria
keberhasilan, sedangkan di sisi lain, jika dilihat menurut pendekatan sistem,
belum tergambar dengan jelas bagaimana kaitan-kaitan antar sistem. Checkland
dan Poultier dalam Sudarsono (2012) melukiskan bahwa arena penelitian yang
bersifat messy dan ill structured dapat ditelusuri dengan pendekatan SSM. Dalam
penelitian ini dieksplorasi data yang diperoleh melalui penelusuran dokumen
serta hasil wawancara dengan para informan kunci yang difokuskan pada sosok-
sosok Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) serta kinerja perangkat daerah
secara umum dan kinerja tiga bidang urusan secara khusus.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
137
Universitas Indonesia
4.1 Faktualitas Desentralisasi Dalam Pembentukan Organisasi Perangkat
Daerah.
Proses pembentukan Organisasi Perangkat Daerah, sebagai fokus kajian
penelitian ini, merupakan amanat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999, yang merupakan Undang-Undang pertama tentang Pemerintah
Daerah era pasca pemerintahan Suharto, belum digunakan nomenklatur SKPD.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 hanya menyebut ‗perangkat daerah.‘
Pada pasal 60 Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa perangkat Perangkat
Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan lembaga teknis Daerah
lainnya, sesuai dengan kebutuhan Daerah. Dalam perkembangannya kemudian,
UU No.32 Tahun 2004 diamandemen menjadi UU No.23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah.
4.1.1 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Tentang Pemerintahan
Daerah Sebagai Regulasi Makro
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 nomenklatur SKPD
beberapa kali disebut, meskipun demikian UU itu tidak secara rinci menjelaskan
peran-peran dan batas-batas tugas SKPD. Ini berarti kinerja dari perangkat Daerah
sebagai elemen pelaksana kebijakan desentralisasi telah menjadi semakin penting.
Hal lain yang menunjukkan perubahan signifikan dari Undang Undang Nomor
22 Tahun 1999 pada Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 ialah penegasan
yang lebih mendalam tentang urusan pemerintahan. Sebelumnya, pada Undang
Undang Nomor 22 Tahun 1999, urusan pemerintahan belum disentuh sama sekali.
Dapat dimengerti bahwa sifat penyelenggaraan desentralisasi pemerintahan di era
Suharto yang diatur dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah lebih menitikberatkan efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan. Prof. Bhenyamin Hoessein mengatakan
penitikberatan efisiensi itu ditandai oleh banyaknya kata efisiensi pada Undang
Undang Nomor 5 Tahun 1974.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
138
Universitas Indonesia
Semenjak digulirkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999,
dinamika di berbagai daerah meluas dan di antaranya mendorong pemekaran
daerah. Interpretasi demikian ini dapat terkait dengan terdapatnya beberapa pasal
dalam Undang Undang ini mengetengahkan peningkatan status beberapa kota
administratif menjadi daerah otonom. Desentralisasi pada hakikatnya merupakan
langkah melonggarkan sifat-sifat sentralistik pemerintahan.
Berbagai analisis menyebutkan bahwa era pemerintahan pasca Suharto
dianggap menjalankan pemerintahan yang cenderung sentralistis. Anti klimaks
dari pemerintahan sentralistis itu terjadi ketika pada tahun 1999 digulirkan
Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Kebijakan
desentralisasi dengan menguatkan dimensi-dimensi otonomi pada Pemerintah
Daerah telah mendorong peralihan otoritas atas sejumlah urusan pemerintahan
dari pusat ke daerah. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok
Pemerintahan di Daerah selama ini mengekang serta menimbulkan
ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat.
Perluasan kewenangan pemerintah daerah ditandai dengan perubahan-
perubahan urusan. Dinamika di daerah-daerah ditandai kontroversi ketika
kontestasi politik di kalangan elite justru menjadikan desentralisasi sebagai alasan
untuk memekarkan jurisdiksi pemerintahan. Jumlah kabupaten meningkat drastis
semenjak Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 digulirkan. Penyelesaian
dengan pemekaran, yakni langkah memecah-mecah satuan pemerintahan belum
terbukti memperbaiki keadaan. Hal lain yang menjadi anomali adalah lonjakan
luar biasa dari jumlah usulan peraturan daerah yang diajukan ke Kementerian
Dalam negeri. Tidak sedikit di antaranya merupakan usulan perda yang tidak
masuk akal. Oleh sebab itu, sangat mungkin untuk meredam gejolak pemekaran
daerah, langkah pemberdayaan masyarakat serta usaha untuk memberi ruang bagi
partisipasi masyarakat menjadi pertimbangan terbitnya Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa
perubahan Undang Undang dalam pertimbangannya sebagai berikut:
―bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai
dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
139
Universitas Indonesia
1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan
untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta
peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,
pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.‖
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak membuat batasan yang jelas
mengenai urusan-urusan pemerintahan yang menjadi ‗domain‘ daerah. Pada Pasal
1 dinyatakan bahwa pemerintah Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta
perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
Sedangkan pada butir c disebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
disebut sebagai Badan Legislatif Daerah.
Namun demikian, kewenangan Pemerintah Daerah kurang dijelaskan
batas-batasnya, karena hanya pada pasal 7 ayat (1) disebutkan ‗Kewenangan
Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamananan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Apakah kewenangan
bidang lain? Pada ayat (2) Pasal yang sama disebutkan bahwa Kewenangan
bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang
perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro,
dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga
perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
konservasi, dan standarisasi nasional.
Penelitian ini menitikberatkan inisiatif-inisiatif penerapan desentralisasi
sebagai upaya tranformasi menuju praktik administrasi publik modern. Dalam
rangkaian kebijakan pemerintahan di daerah pasca pemerintahan Suharto
penajaman atas apa yang wajib dikerjakan oleh Pemerintah Daerah, serta siapa
yang melaksanakan telah dipertegas. Satu rumusan institusi pelaksana pada
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diberi nomenklatur Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD). Tidak banyak penjelasan mengenai SKPD pada
undang-undang ini. Dalam pasal 120 dikatakan bahwa,‖perangkat daerah
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
140
Universitas Indonesia
kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,
lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.‖ Urusan kesehatan dan
pendidikan di kota Tangerang mempunyai nomenklatur sebagai dinas daerah,
yang merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah bertanggung
jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Untuk urusan kearsipan
mempunyai nomenklatur kantor sebagai lembaga teknis yang merupakan unsur
pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
daerah yang bersifat spesifik. Susunan dan format organisasi perangkat daerah
tidak diuraikan dalam Undang-Undang ini, hanya dalam pasal 128 dikatakan
bahwa, ―susunan perangkat daerah ditetapkan dalam Perda (Peraturan Daerah)
dengan memperhatikan faktor-faktor beban tugas, cakupan wilayah dan jumlah
penduduk berpedoman pada Peraturan Pemerintah.‖
Pada tahun 2007 ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan
Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dan PP No.41 tentang
Organisasi Perangkat Daerah , yang menyebut banyak hal mengenai SKPD. Pada
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 ditegaskan mengenai
urusan-urusan pemerintah. Disebutkan bahwa dari 31 urusan pemerintahan, 26 di
antaranya merupakan urusan wajib yang dialihkan ke daerah. Urusan wajib ini
berkaitan dengan pelayanan dasar.
Di samping urusan yang dialihkan ke daerah, terdapat 7 urusan yang
merupakan kewenangan pemerintah (pusat) yakni meliputi politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Sedangkan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau
susunan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua urusan
pemerintahan di luar urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terdiri dari
31 bidang urusan pemerintahan yaitu: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan
umum; d. perumahan; e. penataan ruang; f. perencanaan pembangunan; g.
perhubungan; h. lingkungan hidup; i. pertanahan; j. kependudukan dan catatan
sipil; k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; l. keluarga berencana
dan keluarga sejahtera; m. sosial; n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian; o.
koperasi dan usaha kecil dan menengah; p. penanaman modal; q. kebudayaan dan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
141
Universitas Indonesia
pariwisata; r. kepemudaan dan olah raga; s. kesatuan bangsa dan politik dalam
negeri; t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,
perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian; u. pemberdayaan masyarakat dan
desa; v. statistik; w. kearsipan; x. perpustakaan; y. komunikasi dan informatika; z.
pertanian dan ketahanan pangan; aa. kehutanan; bb. energi dan sumber daya
mineral; cc. kelautan dan perikanan; dd. perdagangan; dan ee. perindustrian.
Sebagaimana dimungkinkan oleh ketentuan perundang—undangan
sebelumnya, pemerintah daerah dapat membentuk pelaksana baik sebagai dinas-
dinas maupun badan-badan yang dianggap daerah sesuai dengan kebutuhan
mereka. Kelembagaan SKPD diharapkan dapat mengarahkan penyelenggaraan
pemerintahan yang lebih mencerminkan desentralisasi penyelenggaraan
pemerintahan. SKPD diharapkan dapat mewujudkan tujuan-tujuan desentralisasi.
Di samping menegaskan peningkatan pelayanan, pemberdayaan serta
peran serta masyarakat, pertimbangan kedua ialah untuk mewujudkan
penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang lebih efisien dan efektif.
Instrumen penting di dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 ialah Satuan
Kerja Perangkat Daerah. Konsekuensi dari tujuan desentralisasi ialah pelimpahan
urusan-urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi
pemerintahan di berbagai tingkatan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Disebutkan dalam Peraturan terdiri dari urusan pemerintahan pusat
dan urusan pemerintahan daerah. Sebagaimana dikatakan sebagai berikut:
―Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi
hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk
mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi
kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan,
dan menyejahterakan masyarakat.‖
Dalam urusan bidang kesehatan diuraikan beberapa subbidang yaitu:
upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat
dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan.
Urusan bidang pendidikan mencakup beberapa subbidang yaitu: kebijakan
pendidikan, pembiayaan, kurikulum, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga
kependidikan dan pengendalian mutu pendidikan. Sementara itu urusan bidang
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
142
Universitas Indonesia
kearsipan diuraikan ke dalam beberapa subbidang yaitu: kebijakan kearsipan,
pembinaan, penyelamatan, pelestarian dan pengamanan, akreditasi dan sertifikasi
dan pengawasan/ supervisi.
Urusan bidang kesehatan dan pendidikan merupakan urusan wajib yang
terkait dengan pelayanan dasar, sementara urusan kearsipan merupakan urusan
wajib yang bersifat khusus sesuai dengan kebutuhan kota. Ketiga urusan ini diatur
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah/Provinsi, dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Proses perubahan yang ditimbulkan oleh
serangkaian kebijakan desentralisasi ini di satu sisi merupakan realisasi komitmen
pemerintah pusat untuk menerapkan kebijakan otonomi daerah yang lebih nyata.
Artinya, elemen-elemen daerah diharapkan dapat merespons kebijakan
desentralisasi dengan mengapresiasi rangkaian kebijakan pemerintah atas
penguatan pemerintah daerah, di antaranya memberikan dukungan yang optimal
atas berbagai regulasi dan instrumen yang dianjurkan.
Perwujudan penguatan pemerintah daerah dilaksanakan melalui
pembentukan organisasi perangkat daerah sebagai realisasi urusan yang dialihkan.
Berdasarkan PP No.41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah,
perangkat daerah kota merupakan unsur pembantu kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.
Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) merupakan OPD di luar sekretariat DPRD,
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemahaman terhadap
pengertian serumpun dari beberapa bidang urusan sebagaimana ada dalam PP
No.38 tahun 2007 cenderung diwujudkan dalam satu nomenklatur SKPD. Hal ini
mengakibatkan ada beberapa SKPD menjadi memiliki keterbatasan dalam peran,
tugas pokok dan fungsinya.
Pembatasan jumlah unit kerja yang diatur dalam PP No.41 tahun 2007
pasal 29 untuk Dinas dan pasal 30 untuk lembaga teknis daerah secara
kelembagaan menjadi hambatan psikologis dari masing-masing SKPD. Untuk
dinas terdiri atas satu sekretariat dan paling banyak empat bidang, di mana
sekretariat terdiri dari tiga subbagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
143
Universitas Indonesia
banyak tiga seksi. Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari satu subbagian tata
usaha dan kelompok jabatan fungsional. Sementara itu kantor sebagai lembaga
teknis terdiri dari satu subbagian tata usaha dan paling banyak tiga seksi.
Pengaturan ini di satu sisi, memberikan kemungkinan efisiensi penggunaan
anggaran, akan tetapi di lain sisi menjadikan kekakuan organisasional karena tidak
bertolak dari kebutuhan yang nyata dari pemerintahan daerah terkait dengan
fungsi pelayanan kepada masyarakat.
Pembentukan OPD lebih lanjut ditetapkan dengan dasar peraturan daerah
yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah. Peraturan Daerah dalam hal ini Peraturan Kota Tangerang
mengatur mengenai susunan, kedudukan, tugas pokok OPD. Melalui Peraturan
Walikota, diatur rincian tugas, fungsi dan tata kerja OPD. Proses pembentukan
jumlah OPD, status hukum, dan tupoksi dilakukan melalui procedural peraturan di
tingkat kota. Meskipun secara legalitas, proses pembentukan OPD sudah
dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan, akan tetapi penempatan
kepala OPD cenderung bersifat politis. Sebagaimana dapat dipahami dalam
berbagai persepsi yang terungkap pada wawancara atau FGD terlihat respons
seolah-olah kebijakan desentralisasi ini belum sesuai dengan harapan para
stakeholders terkait.
4.1.2 Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota Tentang Pembentukan
OPD Sebagai Regulasi Meso dan Mikro
Pembentukan dan susunan organisasi Dinas Kesehatan dan Dinas
Pendidikan disusun berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5
Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Daerah. Kedua Dinas
ini merupakan SKPD yang mempunyai fungsi memberikan pelayanan dasar
kepada masyarakat. Dinas Pendidikan mempunyai tugas pokok melaksanakan
sebagian urusan pemerintahan daerah di bidang pendidikan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan. Tugas Dinas Pendidikan menyelenggarakan
beberapa fungsi sebagai berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
144
Universitas Indonesia
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendidikan;
b. Penyelenggaraan bidang pendidikan pra sekolah, dasar dan menengah;
c. Penyelenggaraan pembelajaran siswa, kurikulum dan tenaga kependidikan;
d. Perencanaan, pengadaan serta pemeliharaan prasarana dan sarana
pendidikan;
e. Melaksanakan teknis administrative meliputi administrasi umum,
kepegawaian, keuangan, prasarana sarana dan administrasi perlengkapan.
f. Pemberdayaan sekolah dan pembinaan ketenagaan pendidikan;
g. Pembinaan pendidikan luar sekolah dan sanggar belajar;
h. Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun;
i. Penetapan kurikulum berbasis budi pekerti, budaya local dan penyelarasan
kurikulum nasional dan internasional;
j. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan berbasis keunggulan
local pada pendidikan dasar dan menengah;
k. Pemberian ijin satuan pendidikan dasar, satuan pendidikan menengah dan
penyelenggaraan pendidikan non formal;
l. Evaluasi dan pelaporan serta penyelenggaraan ketatausahaan;
m. Melaksanakan koordinasi lintas sector;
n. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya.
Susunan Dinas Pendidikan terdiri dari kepala dengan satu Sekretaris
Dinas dengan empat bidang unit kerja. Di samping itu juga terdiri dari 13 Unit
Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Dasar dan 43 UPTD SMP, SMA dan SMK
serta jabatan fungsional. Sementara itu, Dinas Kesehatan merupakan SKPD yang
mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah di
bidang kesehatan sesuai dengan asas otonomi dan tugas pembantuan. Ada
beberapa fungsi yang diselenggarakan, yaitu:
a. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan;
b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum kesehatan;
c. Melaksanakan teknis administrative meliputi administrasi umum,
kepegawaian, keuangan, sarana prasarana dan administrasi perlengkapan;
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
145
Universitas Indonesia
d. Perencanaan dan pelaksanaan informasi kesehatan serta penanganan
kesehatan masyarakat;
e. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan
rujukan;
f. Pembinaan teknis unit kerja dinas dan unit pelaksanaan teknis dinas serta
tenaga fungsional;
g. Pembinaan kesehatan keluarga dan kesehatan lingkungan serta pencegahan
dan pemberantasan penyakit;
h. Pengawasan obat dan makanan;
i. Pemberian ijin pelayanan bidang kesehatan;
j. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan bidang kesehatan;
k. Evaluasi dan pelaporan serta penyelenggaraan ketatausahaan;
l. Pengoordinasian lintas sector;
m. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Dengan penyelenggaraan fungsi di bidang kesehatan, Dinas Kesehatan
Kota Tangerang memiliki susunan organisasi yang terdiri dari: Kepala Dinas,
Sekretaris Dinas, empat bidang kesehatan, 30 UPTD Kesehatan, Laboratorium
Kesehatan Daerah dan Jabatan fungsional kesehatan. Fungsi dan susunan
organisasional Dinas Kesehatan ini mengambil format seperti Kementerian
Kesehatan di tingkat pusat. Untuk Kantor Arsip Daerah sebagai lembaga teknis
daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan daerah di bidang pengolahan arsip daerah. Kantor Arsip Daerah kota
Tangerang menyelenggarakan beberapa fungsi, berikut:
a. Perumusan kebijakan teknis pengolahan arsip daerah;
b. Pengoordinasian bidang pengolahan arsip daerah;
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pengolahan arsip daerah;
d. Pelaksanaan bidang pengolahan arsip daerah, pembinaan dan pelayanan
kearsipan;
e. Melaksanakan teknis administratif meliputi administrasi umum,
kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan sarana prasarana;
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
146
Universitas Indonesia
f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
Dibandingkan dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, susunan
Organisasional Kantor Arsip Daerah relatif lebih kecil di samping eseloneringnya
juga lebih rendah. Format Kantor Arsip Daerah tidak sepenuhnya mengambil
format dari Arsip Nasional RI, terutama dalam uraian fungsi-fungsinya. Susunan
organisasional Kantor Arsip Daerah terdiri dari Kepala Kantor, dan empat eselon
4 yaitu: Kepala Subbagian Tata Usaha, Seksi Pengolahan Arsip, Seksi Pembinaan
Kearsipan, dan Seksi Pelayanan Arsip. Lebih lanjut organisasi dan tata kerja
Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Kantor Arsip diuraikan dalam Peraturan
Walikota Tangerang Nomor 23 tahun 2008, Peraturan Walikota Tangerang
Nomor 24 Tahun 2008, dan Peraturan Walikota Tangerang Nomor 45 Tahun
2008. Peraturan Daerah tentang Pembentukan dan Susunan Dinas Pendidikan,
Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah merupakan regulasi Peraturan Daerah
yang berada di tingkat meso, sedangkan Peraturan Walikota tentang kedua Dinas
dan satu lembaga teknis, Kantor Arsip Daerah, merupakan aturan yang berada di
tingkat mikro, yang menentukan format organisasional ketiga SKPD.
Kebijakan desentralisasi dalam tiga level kelembagaan, dengan meminjam
konsep Daniel W. Bromley (lihat gambar 4.1), dicoba dipahami dengan
menggunakan pendekatan SSM (Soft System Methodology). Oleh karena ada
kondisi kontroversi yang dapat menjadi indikasi bahwa situasi-situasi
problematik dalam pembentukan OPD di kota Tangerang belum tergambarkan
dalam penjelasan yang memadai jika didekati dengan hard system methodology.
Sebagai suatu situasi yang penuh dinamika, di mana para aktor juga melakukan
berinteraksi secara holism dalam arena human activity system, maka asumsi yang
dominan adalah menandai adanya situasi yang bersifat ‗messy‘.
Pendekatan SSM tidak melakukan konfirmasi atas suatu praduga ‗benar‘
dan ‗salah‘ atau ‗baik‘ dan ‗buruk‘. Pendekatan SSM menelusuri persepsi para
client dan actor secara utuh, menampilkan suatu gambaran ‘rich picture’.
Menurut Checkland dan Poulter, atas dasar rich pictures, yang kemudian
menghasilkan roots definition. Di dalam prosedur SSM, penggambaran rich
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
147
Universitas Indonesia
pictures adalah konten Bab 5 . Melalui pendalaman atas rich pictures dihasilkan
root definitions. Untuk tahap selanjutnya dibangun model konseptual.
Gambar 4.1: The Policy Process as a Hierarchy
Sumber: Broomley, hal. 245
Sebagai gambaran menyeluruh atas faktual problem, pada bagian
selanjutnya dibahas mengenai tinjauan umum atas profil Kota Tangerang, kinerja
perangkat-perangkat daerah serta dalam penyelenggaraan pelayanan-pelayanan
dasar. Di akhir bab ini dikemukakan rangkuman mengenai kondisi problematik
faktual kota Tangerang dan tiga SKPD dengan urusan pendidikan, kesehatan dan
kearsipan.
Policy Level
Organizational Level
Operational Level
Institutional Arrangement
Institutional Arrangement
Pattern of Interaction
Outcomes
Assessment
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
148
Universitas Indonesia
4.2 Kewilayahan, Infrastruktur dan Perkembangan Sosial Ekonomi
Kota Tangerang
Sebagai wilayah yang merupakan penyangga ibukota Jakarta, dampak
kedekatan secara geografis dengan pusat pemerintahan Indonesia ikut menentukan
karakter wilayah, infrastruktur kota dan perkembangan sosio-ekonomi kota
Tangerang. Infrastruktur kota Tangerang juga tidak lepas dari sejarah kota
Tangerang jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.
Di satu sisi, kedekatan lokasi dengan ibukota Jakarta dapat menjadi
sesuatu yang bermanfaat, namun sebaliknya, limpahan masalah dari ibukota juga
tidak sedikit. Tangerang yang berdekatan dengan jurisdiksi kota Jakarta membuat
berbagai urusan pemerintahan di kota Tangerang tidak lepas dari kedekatannya
secara geografis dengan Jakarta. Kota Tangerang mengalami perubahan yang
pesat seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam konteks hubungan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Secara sistemik, kota Tangerang berbatasan langsung dengan ibukota
Jakarta. Jakarta berkedudukan sebagai daerah khusus ibukota. Keduanya yakni
kota Tangerang dan kota Jakarta dalam banyak hal cenderung saling tergantung.
Hubungan antara kota Tangerang dengan pemerintah pusat sangat mungkin
bersifat reciprocal. Pertumbuhan kota Tangerang yang pesat seiring dengan
dinamika dan perkembangan kota Jakarta secara historis juga mengalami proses
dan perkembangan yang cenderung tampak seirama.
Kota Tangerang menurut berbagai sumber disebut Tangeran.
Sebutan Tangeran ini muncul, baik dalam cacatan arsip kolonial, sumber kronik,
legenda, ataupun babad 208
. Pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda
abad ke-19, Stad Batavia dengan daerah-daerah sekelilingnya merupakan suatu
residensi (karesidenan) yang dipimpin oleh seorang residen. Sehingga, Residensi
Batavia yang kemudian saat ini menjadi wilayah DKI Jakarta adalah satu
kesatuan dengan Tangerang. Di abad ke-19 secara administratif wilayah—
208
Nana Suryana dkk. (ed). Sejarah Kabupaten Tangerang. Tangerang : Pemerintah
Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Pengabdian
Masyarakat (LPPM) UNIS Tangerang, 1992, hlm. 5. Dalam cacatan arsip Kolonial Belanda dapat
ditelusuri melalui Encyclopaedie van Nederlandsch Indie, Jilid IV, hal. 265 – 266).
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
149
Universitas Indonesia
wilayah yang menjadi pusat aktifitas pemerintah Hindia Belanda terdiri dari
sejumlah wilayah/lingkungan yang lebih kecil yang disebut dengan afdeeling209
Afdeling-afdeling tersebut adalah 210
: (i). Afdeeling Stad en Voorteden van
Batavia; (ii). Afdeeling Meester Cornelis; (iii). Afdeeling Tangerang, (iv).
Afdeeling Buitenzorg dan (v). Afdeeling Krawang.
Perubahan penting yang kemudian masih terlihat sekarang ialah
ditetapkannya cikal-bakal provinsi Jawa Barat. Dengan Staatblad nomor 378
tahun 1925 dibentuklah Provincie West Java, yang wilayahnya meliputi seluruh
Jawa Barat sekarang ini. Tindaklanjut dari ordonansi itu pemerintah Hindia
Belanda menerbitkan Staadblad nomor 382 mengenai pembentukan Regentschap
Batavia sebagai daerah otonom. Wilayah Batavia meliputi Distrik Tangerang,
Balaraja (Blaraja), dan Mauk (daerah-daerah di pinggir Kota Batavia).211
Distrik/daerah ini masing-masing dikepalai oleh seorang demang, yang kemudian
dalam kurun waktu tidak terlalu lama diubah menjadi wilayah setingkat wedana.
Kondisi ini terus berlangsung selama pemerintahan Kolonial Belanda sampai
tahun 1942, yaitu sebelum Jepang memasuki wilayah Indonesia.
Pada masa Pemerintahan Jepang, kedudukan daerah Tangerang bukan lagi
sebagai distrik melainkan sudah menjadi kabupaten. Disebut sebagai kabupaten,
Residensi Batavia dimasukkan dalam wilayah Residensi Banten. Pada masa
Jepang Residensi Banten diubah menjadi Banten Syuu. Keputusan ini
diundangkan dalam Osamu Serei no. 34, tanggal 27 Desember 1943.212
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, daerah Banten termasuk Tangerang
dimasukan dalam provinsi Jawa Barat, yang dilaksanakan berdasarkan keputusan
rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), tanggal 19 Agustus
1945.213
209
Afdeeling adalah sebuah wilayah administratif pada masa pemerintahan
kolonial Hindia Belanda setingkat Kabupaten. Administratornya dipegang oleh seorang asisten
residen. Afdeeling merupakan bagian dari suatu karesidenan. Suatu afdeling dapat terdiri dari
beberapa onderafdeling (setingkat kabupaten pada masa sekarang). 210
The Liang Gie, Pemerintahan Kota Djakarta, Jakarta : Kotapradja Djakarta Raja,
1958, hal. 31. 211
Ibid., hal. 64. 212
Nana Suryana dkk., op.cit., hal. 18. 213
Marsono, Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri, Jakarta : CV Eko Jaya, 2005, hal. 89
dan 345. Lihat juga Sekretariat Negara RI, 30 Tahun Indonesia Merdeka : 1945 – 1955, Jakarta :
Sekretariat Negara RI, 1997, hal. 23.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
150
Universitas Indonesia
Pemerintahan Indonesia pernah berbentuk federal. Pada masa Federal,
berdasarkan Staadblad nomor 64 tahun 1949, sekitar bulan Februari 1949, khusus
untuk lingkungan bekas Karesidenan Batavia terjadi perubahan dalam
administrasi pemerintahan. Saat itu daerah Batavia dan sekitarnya dijadikan
sebagai Distrik Federal. Distrik Federal ini ditetapkan sebagai satuan wilayah
dengan nama Gewest Batavia en Ommelanden, yang terbagi atas 3 (tiga) daerah
administratif,214
yaitu: (a). Wilayah dari Stadsgemeente Batavia; (b). Residentie
Ommelanden van Batavia, dan (c). Onderdistrict Duizent-Eilanden.
Sehubungan dengan pembagian daerah administratif tersebut, maka
wilayah Tangerang dimasukan dalam wilayah Residentie Ommelanden van
Batavia, yang terbagi atas 2 (dua) distrik, dan masing-masing dibagi lagi atas 3
(tiga) onderdistrik, sebagai berikut 215
.
a. Distrik Tangerang Ilir, terdiri atas :
1) Onderdistrik Cengkareng.
2) Onderdistrik Batuceper.
3) Onderdistrik Teluknaga.
b. Distrik Tangerang Udik, terdiri atas :
1) Onderdistrik Tangerang.
2) Onderdistrik Cipondoh.
3) Onderdistrik Serpong.
Sejak dilaksanakannya pengakuan kedaulatan atas wilayah Republik
Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949, maka 8 (delapan) bulan kemudian
yaitu pada tanggal 17 Agustus 1950, wilayah Indonesia bukan lagi menjadi
Negara Republik Indonesia Serikat (NRIS) melainkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Konsekuensi dari keputusan itu, daerah Tengerang mengalami
perubahan dan bukan lagi Onderdistrik, melainkan Kabupaten,216
atau Daerah
Swatantra Tingkat II.217
Tangerang berkedudukan di bawah provinsi Jawa Barat.
214
The Liang Gie, op.,cit., hal. 128. 215
Ibid., hlm. 129; Lihat juga Nana Suryana, op.cit., hal. 122. 216
Ibid., hal. 142. 217
Lihat Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948, tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah. Dalam Undang Undang tersebut, wilayah Indonesia dibagi atas 3 (tiga) daerah otonom,
yang meliputiprovinsi atau Daerah Swatantra Tingkat I, Kabupaten atau Daerah Swatantra Tingkat
II, dan kota kecil, desa dan lain-lain.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
151
Universitas Indonesia
Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 50 Tahun 1982 tentang Pembentukan Kota Administratif
Tangerang. Peraturan Pemerintah ini kemudian diperkuat dengan dikeluarkannya
Undang Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Tangerang menjadi
Kotamadya Daerah Tingkat II pada tanggal 27 Februari 1993. Peresmian sebagai
Daerah Kotamadya Tingkat II dilakukan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 28
Februari 1993.218
Sejak itu Tangerang bukan lagi berkedudukan sebagai
kabupaten melainkan kotamadya, yang dipimpin oleh seorang Walikota.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang tahun 2010,
wilayah Kota Tangerang memiliki luas kurang lebih 184,24 Km2 (termasuk di
dalamnya Bandara Soekarno – Hatta seluas kurang lebih 19,69 Km2). Secara
administratif Kota Tangerang terbagi atas 13 Kecamatan219
dan 104 kelurahan.
Pada tahun 2007, Rukun Warga (RW) sebanyak 901, dan Rukun Tetangga (RT)
4.292. Namun pada tahun 2012, terjadi peningkatan dalam jumlah RW menjadi
960 dan RT menjadi 4.721 RT. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang
meningkat dan adanya perpindahan penduduk dari daerah lainnya ke Kota
Tangerang, mengakibatkan perlu dibentuknya RW dan RT yang baru untuk
mempermudah dalam menata lingkungan di masyarakat.
Secara geografis Kota Tangerang terletak antara 60 6
1 sampai 6
0 13
1
Lintang Selatan (LS) dan 1060 36
1 sampai 106
0 42
1 Bujur Timur (BT), dengan
batas wilayah sebagai berikut220
:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga dan
Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang;
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug, Serpong, dan
Pondok Aren, Kabupaten Tangerang;
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan,
DKI Jakarta;
218
Badan Perencana Daerah, Profil Daerah Kota Tangerang, Tangerang : Pemerintah Kota
Tangerang, 2008, hal. 4. 219
Adapun 13 Kecamatan yang dimaksud adalah Ciledug, Larangan, Karang Tengah,
Cipondoh, Pinang, Tangerang, Karawaci, Cibodas, Jatiuwung, Periuk, Neglasari, Batuceper, dan
Benda. 220
Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota
Tangerang Tahun 2011, Buku II, Jilid I, tahun 2012, hal. 4.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
152
Universitas Indonesia
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pasar Kemis dan
Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tengerang.
Dilihat dari topografis, Kota Tangerang sebagian berada pada ketinggian
10 – 30 m di atas permukaan laut, sedangkan tingkat kemiringan tanah antara 0 –
30%. Kota Tangerang ini dilalui oleh 3 (tiga) sungai, yaitu Cisadane, Kali Angke,
dan Kali Cirarab. Dengan adanya sungai-sungai ini dan curah hujan yang tinggi
dengan rata-rata curah hujan, yaitu 1.858,23 mm per bulan selama 176 hari, maka
sebagian daerah Kota Tangerang selalu terendam banjir, khususnya di daerah-
daerah yang mempunyai dataran yang rendah. Upaya untuk mengurangi luapan air
sungai selalu dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang dengan mempertinggi
tanggul di sepanjang aliran Sungai Cisadane.
Sejak terbentuknya Tangerang menjadi kotamadya, pembangunan
infrastruktur kota berlangsung pesat. Pelayanan-pelayanan di bidang pendidikan,
kesehatan, perkerjaan umum, urusan perumahan, dan urusan perhubungan, serta
prasarana dan sarana lainnya mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini
tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD). Akan tetapi, pertumbuhan penduduk yang pesat telah
menjadi masalah tersendiri bagi daerah Tangerang. Jumlah penduduk kota
Tangerang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.
Infrastruktur kota diperlihatkan oleh panjang jalan dengan keadaan
panjang jalan untuk seluruh kota Tangerang pada tahun 2013 sepanjang 186,58
km, yakni jalan utama 115,13 km, jalan konektor 71,06 km dan jalan lingkungan
353 km.221
Petumbuhan panjang jalan kota memang terkait erat dengan posisinya
yang berbatasan dengan kota Jakarta. Sehingga beban jalan raya dan jalan-jalan
konektor tidak lepas dari banyaknya warga Tangerang yang bekerja di Jakarta.
Pembangunan jalan utama, konektor maupun lingkungan akan terus
menerus dilakukan mengingat bahwa setiap tahunnya jumlah kendaraan yang
berada maupun melintasi Kota Tangerang mulai dari mobil pribadi, mobil
221
Kota Tangerang Dalam Angka Tahun 2013, hal. 314 - 321.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
153
Universitas Indonesia
penumpang umum, mobil barang maupun sepeda motor memiliki kecenderungan
mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari data-data di bawah ini222
:
Tabel 4.1 Jumlah Kendaraan tahun 2011 - 2012
No. Jenis Kendaraan Tahun
2011 2012
1 Sedan dan sejenisnya 10.422 14.655
2 Jeep dan sejenisnya 3.990 5.485
3 Minibus dan sejenisnya 44.349 56.099
4 Mikrobus dan sejenisnya 907 1.208
5 Bis dan sejenisnya 409 658
6 Pick Up dan sejenisnya 6.182 11.232
7 Sepeda motor 478.022 501.563
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang, 2013.
Dari data tersebut terlihat bahwa secara umum setiap tahunnya di daerah
tersebut terjadi peningkatan jumlah kendaraan. Dari beberapa kendaraan yang
terdapat dalam data tersebut, sepeda motor merupakan kendaraan yang jumlahnya
paling banyak penggunanya apabila dibandingkan dengan kendaraan lainnya.
Apabila dihitung dengan menggunakan prosentase, maka pada tahun 2012 jumlah
sepeda motor naik prosentase sekitar 5% dari tahun 2011.
Dengan tingginya kenaikan volume kendaraan sepeda motor yang berada
di daerah itu, maka sudah selayaknya apabila Pemerintah Kota Tangerang harus
semaksimal mungkin untuk memberikan kemudahan dalam penggunaan jalan,
pelayanan surat-surat kendaraan, pelebaran jalan, dan kelancaran akses
transportasi bagi kendaraan sepeda motor. Demikian juga dengan jenis kendaraan
lain, baik umum maupun pribadi yang berdasarkan data-data di atas terjadi
peningkatan juga walaupun vokume kenaikannya tidak setinggi kendaraan sepeda
motor namun perlu mendapat perhatian yang sama.
Di samping pembangunan jalan, sarana lainnya yang dibangun adalah
saluran drainase/gorong-gorong dan turap/talud/bronjong. Pembangunan
drainase/gorong-gorong dan turap/talud/bronjong ini diarahkan untuk mengurangi
titik-titik genangan banjir dan berfungsi juga untuk memperlancar air. Daerah-
222
Badan Perencana Daerah, op.cit., hal. 191.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
154
Universitas Indonesia
daerah yang menjadi fokus pembangunan drainase atau gorong-gorong adalah
jalan-jalan utama, lingkungan serta daerah-daerah yang sering terkena banjir
terutama sepanjang bantaran sungai Cisadane. Dengan adanya pembangunan
tersebut di atas diharapkan akan terjadi pengurangan air pada daerah-daerah
tersebut. Dengan demikian, jalan-jalan utama, lingkungan maupun masyarakat
yang tinggal di sepanjang bantaran sungai Cisadane tidak perlu kuatir lagi akan
kebanjiran.
Pada tahun 2010 – 2012, Pemerintah Kota Tangerang telah membangun
drainase/gorong-gorong sepanjang 27.000 m, dengan perbandingan pada tahun
2010 (8.000 m), 2011 (9.000 m) dan, 2012 (10.000 M). Setiap tahun terjadi
kenaikan rata-rata sebesar 12%. Demikian juga dengan pembangunan
turap/talud/bronjong yang setiap tahunnya mengalami kenaikan, tahun 2010 (600
m), 2011 (1.800 m), dan 2012 (2.500 m). Antara tahun 2010 – 2011 terjadi
kenaikan sebesar 300% dan antara tahun 2011 – 2012 terjadi kenaikan sebesar
160%:223
Pembangunan saluran-saluran ini pada dasarnya adalah sebagai bentuk
perwujudan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terutama bagi
masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Cisadane. Selain itu, sangat
menguntungkan bagi masyarakat setempat karena dapat memperlancar air yang
kadangkala tergenang pada saat musim hujan juga dapat mengurangi banjir yang
seringkali datang. Dengan adanya pembangunan saluran ini diharapkan tidak ada
lagi daerah-daerah yang terkena genangan air dan masyarakat dapat hidup dengan
tenang dan nyaman tanpa gangguan banji.
Berdasarkan amandemen Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28
dinyatakan bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh karena itu
setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan
hidup yang baik dan sehat. Dengan amanat Undang Undang Dasar 1945 tersebut,
maka Pemerintah Kota Tangerang berupaya semaksimal mungkin untuk
mewujudkan kebutuhan perumahan yang layak huni bagi masyarakat di
wilayahnya, terutama bagi mereka yang belum memiliki rumah. Tentunya hal ini
merupakan tantangan yang harus diimplementasikan dengan segera, agar
223
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Walikota Tangerang
Tahun 2009 - 2013., hal. 488 – 4.90.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
155
Universitas Indonesia
masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut dapat menempati rumah itu dengan
layak dan tidak perlu lagi tinggal di daerah yang kumuh dan kotor.
Salah satu langkah yang ditempuh adalah membangun Rumah Susun
Sederhana Sewa (Rasunawa). Pelaksanaan kegiatan pembangunan rasunawa ini
dimulai pada tahun 1995. Adanya kerjasama yang baik antara Pemerintah Kota
Tangerang dengan H. Navis (pemilik kontrakan dan tokoh masyarakat Kota
Tangerang) dan mengambil dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) telah dibangun sebanyak 2 (dua) blok dengan jumlah kamar sebanyak 96
kamar. Dalam perkembangannya sampai tahun 2012 telah dibangun sebanyak 14
blok rasunawa, dengan jumlah kamar seluruhnya sebanyak 828 kamar (1.656
orang)224
.
Persoalan kependudukan di kota Tangerang dan kota-kota yang
merupakan penyangga Jakarta ditandai dengan beban yang tinggi dalam hal
penyediaan rumah hunian. Meskipun Pemerintah Kota Tangerang telah berusaha
mendorong pengadaan rumah-rumah hunian namun realitas di lapangan, yang
ditandai dengan jumlah pemukiman liar yang tidak layak huni, seperti bedeng-
bedeng sekitar pabrik, rumah-rumah di bantaran sungai, rumah-rumah yang
dibangun pada lahan-lahan kosong masih cukup tinggi.
Berdasarkan data tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, presentase
kepemilikan rumah sendiri mengalami penurunan pada tahun 211 dan peningkatan
kembali pada tahun 2012, sedangkan kontrak, sewa maupun lainnya mengalami
penurunan. Lihat indikator perumahan di Kota Tangerang pada table di bawah ini.
Tabel 4.2 Indikator Perumahan (persen) Tahun 2010 - 2012
No Status Penguasaan
Bangunan Tempat Tinggal
Tahun
2010 2011 2012
1 Milik Sendiri 53.7 53.6 63.58
2 Kontrak 5 3.1 1.6
3 Sewa 30.5 30.4 26.41
4 Lainnya 10.8 12.9 8.41
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tangerang, 2013.
224
Kota Tangerang Dalam Angka 2013, op.cit., hal. 206.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
156
Universitas Indonesia
Dengan membandingkan antara jumlah rumah milik sendiri dengan
kontrak, sewa, dan lainnya terlihat, bahwa orang yang memiliki rumah sendiri
jumlah prosentasenya lebih besar dibandingkan dengan kontrak, sewa, dan
lainnya. Peningkatan ini belum menunjukkan adanya peningkatan yang
signifikan, terlepas dari adanya kesungguhan Pemerintah Kota Tangerang untuk
mengatasi masalah perumahan. Di sektor perhubungan yang merupakan salah satu
urusan yang paling vital dalam menggerakan perekonomian pada suatu wilayah,
tidak mudah untuk memahami peningkatannya. Dengan lancarnya perhubungan,
antara daerah yang satu dengan lainnya, baik di darat, laut maupun udara, maka
tentunya hal ini akan membawa dampak yang positif bagi kemajuan dan
perkembangan suatu wilayah. Dapat dibayangkan apabila sektor perhubungan ini
mengalami kelambatan dan stagnasi, tentu akan banyak terjadi kesemrawutan dan
ketidakteraturan di segala bidang. Agar hal ini tidak terjadi, maka diperlukan
suatu kebijakan pemerintah yang menjamin terciptanya urusan perhubungan yang
baik dan menguntungkan masyarakat.
Saat ini di lingkungan Kota Tangerang terdapat 1( satu) bandara udara
internasional yang terletak di daerah Cengkareng. Bandara tersebut sudah
beroperasi sejak tahun 1984 dan menempati lahan seluas 1.800 ha (hektar). Dalam
perkembangannya, bandara tersebut telah memikiki 3 (tiga) terminal penerbangan,
baik penerbangan luar negeri, domestik, dan haji. Renovasi bangunan dan
perbaikan yang lainnya terus menerus diupayakan agar lalu lintas orang, barang,
kendaraan yang mengarah ke bandara dan sebaiknya berjalan dengan baik dan
lancar tanpa gangguan apapun.
Untuk menunjang kelancaran dan ketertiban lalu lintas ke bandara, dalam
kota maupun luar kota, Pemerintah Kota Tangerang telah membangun terminal
dengan tipe A, B, dan C. Tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan antar kota antarprovinsi dan/atau lalu lintas batas negara, angkutan kota
dalamprovinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Tipe B berfungsi melayani
kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalamprovinsi, angkutan kota
dan/atau angkutan pedesaan. Tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk
angkutan pedesaan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
157
Universitas Indonesia
Tahun 2006 Pemerintah Kota Tangerang telah membangun sebanyak 5
(lima) terminal, sedangkan pada tahun 2009 membangun 2 (dua) terminal untuk
bus way, sehingga jumlahnya kini menjadi 7 (tujuh) terminal (lihat tabel 4.6.).
Terminal tersebut telah dilengkapi berbagai fasilitas yang berguna untuk
menunjang kebutuhan masyarakat pengguna terminal, antara lain : pelataran
kedatangan bus, pelataran parkir bus, kantor terminal, ruang tunggu untuk
penumpang, toilet, pelataran parkir penumpang, jalan lingkungan, papan
pengumuman, kios, pelataran keberangkatan bus, pelataran tunggu penumpang,
menara pengawas, kafetaria, musholla, ruang perwakilan agen, taman, dan lain-
lain. Untuk terminal tipe A mempunyai fasilitas yang lengkap, tipe B semi
lengkap, dan tipe C kurang lengkap. Dalam tabel di bawah hanya diperlihatkan
mengenai tipe terminal dan luas penggunaan lahan.225
Tabel 4.3 Tipe Terminal
No. Terminal Tipe Luas (M2)
1 Poris Plawad A 49.000
2 Cimone B 2.500
3 Ciledug B 6.800
4 Cibodasari C 2.821
5 Pasar Baru C 1.600
6 Bus Way A -
7 Bus Way A -
Sumber : Dinas Perhubungan Kota Tangerang, 2006 dan 2013.
Dengan berdasarkan data-data di atas terlihat, bahwa terminal tipe A
menempati lahan yang luas dengan fasilitas yang lengkap. Hal ini menunjukan
bahwa terminal tersebut mempunyai fungsi yang lebih besar dibanding dengan
terminal tipe B dan C. Namun demikian dapat dikatakan dengan dibangunnya
terminal tipe A, B dan C, menunjukan bahwa Pemerintah Kota Tengerang sedini
mungkin telah berupaya untuk mengantisipasi akan terjadinya peningkatan jumlah
kendaraan umum yang berada di wilayah itu. Dengan dibangunnya terminal
225
Badan Perencana Daerah, op.cit., hal. 189.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
158
Universitas Indonesia
tersebut, diharapkan dapat menampung seluruh kendaraan umum, baik yang
berasal dari dalam maupun luar kota. Selain itu, agar masyarakat dapat dengan
mudah mempergunakan seluruh fasilitas yang terdapat dalam terminal tersebut
dan menumpang kendaraan umum yang berada pada terminal-terminal yang telah
disediakan.
Hal lain yang perlu diperhatikan dengan dibangunnya terminal-terminal
tersebut adalah dengan memperbanyak pemasangan rambu-rambu lalu lintas
disepanjang jalan utama, jalan konektor, jalan perumahan maupun jalan
lingkungan. Hal ini tentunya untuk mempermudah pengguna jalan agar tidak
tersesat. Semakin banyak rambu lalu lintas yang dipasang pada tempat-tempat
yang dianggap perlu, maka akan semakin mudah bagi pengguna jalan untuk
sampai ke tempat tujuan. Selain itu, Pemerintah Kota Tangerang membangun
halte-halte tempat pemberhentian bus untuk menurunkan penumpang. Pada tahun
2006 telah dibangun sebanyak 18 halte, dengan perincian : 8 (delapan)
ditempatkan pada jalan nasional, 7 (tujuh) berada di jalanprovinsi, dan 3 (tiga)
berada pada jalan kota226
dan pada tahun 2009 telah dibangun 2 (dua) halte untuk
bus way. Sampai saat ini halte-halte tersebut masih dalam kondisi baik, karena
selalu dipelihara dan diawasi setiap waktu. Penggiatan pembangunan halte ini
terus menerus dilakukan karena pada waktu-waktu sebelumnya banyak kendaraan
umum yang menurunkan dan menaikan penumpang pada tempat-tempat yang
dilarang, bahkan disembarang tempat. Tentunya hal ini terkesan sangat semrawut
dan mengganggu pengguna jalan lain. Dengan kondisi demikian, maka untuk
mempermudah pengawasan bagi kendaraan umum yang akan menaikan dan
menurunkan penumpang, maka upaya pembangunan halte pada tempat-tempat
yang disediakan oleh pemerintah terus digalakkan demi terjaminnya keamanan
dan ketentraman. Dengan semakin banyak dibangunkan halte-halte ini, maka para
penumpang dapat turun dan naik bus pada tempat yang disediakan, tidak berebut
dan tertib sesuai dengan aturan.
Pembangunan jembatan penyeberang dan zebra cross tidak lepas dari
perhatian Pemerintah Kota Tangerang. Adanya jembatan penyeberang ini sangat
penting, karena para pengguna jalan dapat dengan mudah untuk menyeberang ke
226
Ibid., hal. 193 dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan
Walikota Tangerang Tahun 2009 – 2013, hlm 4.203.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
159
Universitas Indonesia
jalan lain dan tidak mengganggu kendaraan yang melewati jalan itu. Selain itu,
dapat menjamin keselamatan bagi pengguna jalan, sedangkan penggunaan zebra
cross lebih ditekankan pada tempat-tempat tertentu, antara lain sekolahan, pusat
perbelanjaan, pasar, dan perkantoran. Biasanya tempat-tempat yang terdapat zebra
cross selalu ada petugas yang membantu orang yang ingin menyeberang ke
tempat lain. Hal ini dilakukan agar orang-orang yang menyeberang itu terjamin
keselamatannya sampai tempat tujuan.
Di samping terminal, Pemerintah Kota Tangerang membangun pula 4
(empat) stasiun kereta api yang terdapat di dalam kota, yaitu Stasiun Kereta Api
Tangerang, Tanah Tinggi, Batu Ceper, dan Poris. Dibangunnya stasiun kereta api
tersebut pada dasarnya adalah untuk memudahkan masyarakat menggunakan
moda transportasi selain kendaraan umum. Selain itu, kereta api digunakan juga
memperlancar pengangkutan penumpang jarak jauh yang apabila menggunakan
kendaraan umum atau pribadi membutuhkan waktu yang lama. Namun dengan
kereta api jarak waktu yang ditempuh semakin cepat.
Selama kurun antara tahun 2010 – 2012 para penumpang yang
menggunakan kereta api sebanyak 3.965.494 orang227
. Dengan melihat jumlah
penumpang tersebut menunjukan bahwa masyarakat membutuhkan kenyamanan
dan keselamatan dalam melakukan perjalanan, tepat waktu untuk sampai ke
tempat tujuan serta dengan biaya yang relatif murah. Apabila dibandingkan antara
penumpang yang menggunakan kendaraan umum dengan kereta api, maka
sebagian besar kecenderungan masyarakat lebih memilih kereta api dengan
berbagai alasan yang telah disebutkan di atas.
Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa Pemerintah Kota
Tangerang selalu berupaya keras meningkatkan moda transportasi yang dapat
mengangkut penumpang dalam jumlah yang besar dan terjamin keamanan
maupun keselamatannya. Penggunaan kereta api ini tentunya sangat membantu
pemerintah dalam mengurangi jumlah penumpang yang mengggunakan kendaraan
umum dan sekaligus mengurangi tingkat kemacetan yang mungkin terjadi
sewaktu waktu.
227
Kota Tangerang Dalam Angka Tahun 2011, hal. 277. Lihat juga Kota Tangerang
Dalam Angka Tahun 2013, op.cit., hal. 326.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
160
Universitas Indonesia
Prasarana dan sarana lainnya yang dibangun oleh Pemerintah Kota
Tangerang adalah membangun pintu-pintu pengendali banjir dan tanggul-tanggul
di sepanjang aliran sungai yang senantiasa meluap. Upaya lainnya adalah
meningkatkan kualitas lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS), menambah dan
memperbaiki saluran-saluran drainase, meningkatkan dan memelihara daerah
resapan air, dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan
dan kelestarian lingkungan228
. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi dan
mencegah terjadinya banjir yang seringkali terjadi terutama di dataran rendah.
Kota Tangerang mempunyai tingkat kemiringan lahan sekitar 3 %.
Terhadap risiko banjir, kondisi ini sangat tidak menguntungkan. Aliran air yang
berada di wilayah Tangerang cenderung tidak dapat mengalir dengan cepat
menuju laut. Akibatnya setiap musim hujan tiba, maka sebagian daerah yang
dialiri oleh sungai selalu kebanjiran. Dengan dilaksanakannya pembangunan
seperti yang telah disebutkan di atas, maka diharapkan akan mengurangi debit air
sungai yang mengalir ke jalan, perumahan maupun lingkungan lainnya.
Pemerintah Kota Tangerang juga menghadapi masalah pembuangan
sampah. Untuk mengurangi tumpukan sampah yang terjadi setiap harinya, maka
pemerintah menerapkan sistem pengolahan sampah dengan menggunakan 2 (dua)
langkah. Pertama, sampah yang dihasilkan dari sumbernya sampai dengan masuk
ke dalam Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sebagai tanggung jawab
masyarakat. Kedua, sampah dari TPS diangkat ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) pada jalur yang telah ditetapkan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota
Tangerang229
. Selain itu, untuk mengurangi tumpukan sampah yang mungkin
terjadi di TPA, pemerintah mengembangkan pengolahan sampah menjadi kompos
untuk dipergunakan sebagai pupuk. Dengan langkah seperti ini diharapkan
sampah dapat terkelola dengan baik, tidak menimbulkan bau yang
berkepanjangan, dan tidak mengganggu masyarakat. Dampak lain yang
ditimbulkan dengan langkah ini adalah masyarakat semakin cenderung tertib dan
teratur dalam membuang sampah dan sampah tidak dibuang disembarang tempat
lagi. Implikasinya adalah diharapkan Kota Tangerang semakin hari semakin
bersih dan jauh dari polusi sampah.
228
Ibid., hal. 169. 229
Ibid., hlm. 176.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
161
Universitas Indonesia
4.3 Pengorganisasian Perangkat Daerah Kota Tangerang
Perangkat Daerah dapat dibentuk sendiri oleh pemerintah kota dengan
mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota
Tangerang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kota Tangerang
maka Tangerang dibagi dalam beberapa urusan yang diimplementasikan dalam
kewenangan dan tugas SKPD dalam membantu kelancaran pelaksanaan tugas-
tugas kepala daerah yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Lembaga Teknis Daerah,
Dinas Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan230
Dukungan staf kepada pimpinan daerah dikelola oleh pejabat daerah
dengan jabatan Sekretariat Daerah. Keputusan Walikota Nomor 1 Tahun 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kota Tangerang
menetapkan bahwa Sekretariat Daerah merupakan unsur staf pemerintah daerah
yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang berada di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Walikota. Tugas pokok Sekretaris Daerah adalah
membantu Walikota dalam melaksanakan tugas di bidang penyelenggaraan
pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana serta memberikan
pelayanan administratif kepada seluruh perangkat daerah, dengan tugas tugas
pokok Sekretaris Daerah yang menjalankan fungsi-fungsi :
- Pengkoordinasian perumusan kebijakan Pemerintah Daerah;
- Penyelenggaraan administrasi pemerintahan;
- Pengendalian sengendalian sumberdaya, aparatur, keuangan,
prasarana dan sarana Pemerintah Daerah; dan
- Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan Walikota sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Sebagai unit tugas eksekutif, sesuai dengan standar pemerintahan setingkat
provinsi atau kota membentuk dinas-dinas. Dinas Daerah merupakan unsur
pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris
230
Perda No.3/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah,
Perda No.4/2008tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, Perda No.5/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Dinas Daerah, Perda
No.6/2008 tentangPembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah dan Perda
No.7/2008 tentang Organisasi Kecamatan dan Kelurahan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
162
Universitas Indonesia
Daerah. Dinas Daerah ini melaksanakan tugas pokok dan fungsi operasional pada
bidang-bidang tertentu sesuai dengan tanggung jawabnya. Terdapat 13 Dinas
Daerah yang berada pada lingkungan Kota Tangerang, yaitu : Dinas Kesehatan,
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pertanian, Dinas Tata Kota, Dinas
Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan dan Pemukiman, Dinas Perhubungan, Dinas
Ketenagakerjaan, Dinas Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas
Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pariwisata, Dinas Ketentraman dan
Ketertiban, serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Lembaga Teknis Daerah terdiri atas 4 (empat) Badan dan 6 (enam) Kantor
yang dikepalai seorang Kepala Badan dan Kepala Kantor sebagai unsur penunjang
yang membantu Walikota dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah untuk
bidang-bidang tertentu. Kepala Badan dan Kepala Kantor berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Badan Daerah
terdiri atas : Badan Perencana Daerah, Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah,
Badan Kepegawaian dan Diklat, dan Badan Pengawas Daerah, sedangkan Kantor
Daerah terdiri atas : Kantor Arsip Daerah, Kantor Perpustakaan Umum, Kantor
Pemadaman Kebakaran, Kantor Penanaman Modal dan Perizinan, Kantor
Pemberdayaan Masyarakat, dan Kantor Pengolahan Data Elektronik.
Unit-unit yang mengkordinasikan pelaksanaan fungsi-fungsi dibagi
dalam berbagai tugas-tugas menurut sub wilayah Kota, yaitu kecamatan.
Kecamatan merupakan perangkat daerah yang dipimpin oleh seorang camat,
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui Sekretaris
Daerah. Organisasi kecamatan terdiri atas : Camat, Sekretariat Kecamatan, dan 4
(empat) seksi. Terdapat 13 kecamatan yang terdapat dalam lingkungan
Pemerintah Kota Tangerang, yaitu : Tangerang, Jatiuwung, Batuceper, Benda,
Cipondoh, Ciledug, Karawaci, Periuk, Cibodas, Neglasari, Pinang, Karang
Tengah, dan Larangan.
Setiap kecamatan dipecah menjadi sejumlah satuan wilayah kelurahan.
Kelurahan merupakan perangkat daerah yang dipimpin oleh seorang lurah, berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat. Organisasi kelurahan terdiri atas
: Lurah, Sekretariat Kelurahan, dan 4 (empat) seksi. Terdapat 104 kelurahan yang
terdapat dalam lingkungan Pemerintah Kota Tangerang.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
163
Universitas Indonesia
4.4 Kinerja Umum Perangkat Kota Tangerang Menyelenggarakan Urusan
Tingkat pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah Kota Tangerang
dalam waktu 5 (lima) tahun 2009 – 2013 menunjukkan bahwa kinerja yang telah
dilakukan oleh para pejabat daerah, pejabat fungsional, dan staf di lingkungan
Pemerintah Kota Tangerang cenderung meningkat, meskipun belum optimal. Hal
ini dapat dilihat dari pemerataan pembangunan di segala bidang, baik politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan yang saling
berkesinambungan antara sektor yang satu dengan lainnya. Tentu saja
keberhasilan ini sangat didukung oleh sumber daya alam dan manusia yang
tersedia di kota itu. Upaya ini terus menerus selalu ditingkatkan agar ke depannya
kota Tangerang ini dapat menjadi kota dengan pertumbuhan ekonomi yang baik
dan diharapkan menjadi barometer bagi kota lainnya di Indonesia. Untuk dapat
mengetahui lebih jauh mengenai kinerja yang telah dilakukan selama ini oleh para
pejabat daerah, fungsional, dan staf di lingkungan Pemerintah Kota Tangerang,
maka dalam penulisan disertasi ini dilihat dari berbagai bidang seperti yang telah
disebutkan di atas.
Bidang ekonomi merupakan pijakan dan berperan sangat penting dalam
kehidupan di masyarakat, karena bidang ini dapat menghidupkan dan
melancarkan bidang lainnya. Pertumbuhan investasi, baik Penanaman Modal
Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) telah membawa
dampak yang baik bagi Pemerintah Kota Tangerang. Nilai investasi PMA selama
tahun 2012 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2011. Pada tahun
2012 realisasi nilai PMA tercatat sebesar 8.04 miliar US$ dengan jumlah proyek
sebanyak 5 proyek, sedangkan pada tahun 2011 terdapat 7 proyek dengan nilai
investasi sebesar 1.63 miliar US$. Pada tahun 2012 tidak ada investasi PMDN.231
Pertumbuhan nilai investasi PMA ini sangat berhubungan erat dengan
kinerja yang telah dilakukan oleh seluruh aparat yang ada serta peningkatan
kualitas pelayanan terutama yang berkaitan dengan berbagai bentuk perijinan
yang semakin dipermudah pengurusannya agar setiap perusahaan atau apapun
jenis usaha lainnya mudah untuk mengurusnya. Tanpa adanya kinerja yang tinggi,
231
Statistik Daerah Kota Tangerang Tahun 2013, hal. 18.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
164
Universitas Indonesia
yang dilakukan oleh para aparat pemerintah, maka kemungkinan besar
pertumbuhan bidang ekonomipun belum tentu mengalami kemajuan seperti yang
diinginkan. Kerja keras serta pelayanan yang baik untuk kepentingan masyarakat,
maka membawa dampak yang baik bagi eksistensi pemerintah kota Tangerang.
Namun demikian, pertumbuhan yang terjadi tidak dapat dilepaskan juga
dari komoditas unggulan pada bidang pertanian, perikanan, dan peternakan yang
menjadi kompetensi dari kota Tangerang. Upaya lainnya yang dilakukan adalah
mengoptimalkan belanja modal apabila dibandingkan dengan belanja rutin yang
sangat diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan adanya
sinkronisasi antara kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah dengan
kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.
Meningkatnya pertumbuhan koperasi dan usaha kecil dan menengah telah
membawa dampak yang positif juga bagi kehidupan masyarakat Kota Tangerang.
Berdasarkan data yang tercatat pada statistik bahwa pada tahun 2010 telah
terdapat sebanyak 1.060 unit koperasi dengan jumlah anggota, manajer, karyawan
sebanyak 145.104 orang, sedangkan pada tahun 2012 terdapat 1.123 unit koperasi
dengan jumlah anggota, manajer, dan karyawan sebanyak 171.359 orang232
.
Terjadinya peningkatan ini sangat erat kaitannya dengan upaya yang dilakukan
oleh Pemerintah Kota Tangerang, yaitu untuk terus menerus meningkatkan
aktivitas koperasi dengan melaksanakan penyuluhan, konsultasi manajemen, dan
pengesahan badan hukum. Upaya lainnya yang telah dilakukan adalah berusaha
untuk melakukan bimbingan dan arahan secara rutin bagi koperasi-koperasi yang
tidak aktif. Dengan langkah demikian diharapkan koperasi-koperasi tersebut pada
akhirnya akan melaksanakan kegiatan yang lebih proaktif sesuai dengan arahan
yang diberikan oleh para pengurus atau pemangku ekonomi lainnya.
Dengan melihat upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Tangerang selama kurun waktu di atas, antara lain terdapatnya pertumbuhan
koperasi selalu meningkat setiap tahunnya, berkurangnya koperasi-koperasi yang
tidak aktif, serta peningkatan dalam jumlah kepengurusan koperasi menunjukan
bahwa kinerja dan pelayanan yang telah dilakukan oleh para perangkat daerah
maupun pengurus koperasi sesuai dengan harapan masyarakat. Selain itu, semakin
232
Kota Tangerang Dalam Angka Tahun 2012, hal. 380. Lihat juga Kota Tangerang
Dalam Angka, op.cit., hal. 392.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
165
Universitas Indonesia
banyak sumber daya yang terdapat pada koperasi akan mempermudah masyarakat
dalam melakukan transaksi keuangan atau peminjaman. Selama kurun waktu
tahun 2009 - 2013, keberhasilan pencapaian target sasaran pembangunan
berdasarkan indikator sasaran dalam bidang ekonomi sebesar 91% - 100% (sangat
tinggi).233
Kota Tangerang merupakan salah satu kota penyangga kota Jakarta yang
dihuni oleh berbagai macam penduduk, relatif banyak, sangat beragam. Dengan
kondisi seperti ini tentunya Kota Tangerang rawan akan hal-hal yang
berhubungan dengan politik maupun unsur lainnya. Kehidupan politik dan
demokrasi relatif lebih dinamis dibanding pada masa-masa sebelumnya. Dalam
perkembangannya, kehidupan politik yang berlangsung di Kota Tangerang banyak
menunjukan kemajuan yang berarti. Hal ini telah dimulai sejak Tangerang resmi
dijadikan sebagai Kota. Pelayanan publik di bidang politik yang ditangani oleh
Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri berjalan dengan baik. Hal ini
didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota
Tangerang tahun 2009 – 2013 dengan pencapaian tujuan ―Menciptakan
Pemerintahan yang Efektif dan Efisien‖, yang merupakan bagi dari Misi 1 (satu),
yaitu mewujudkan dan menguatkan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dan ―Meningkatkan Kualitas Pembangunan yang Menjamin
Keberlanjutan Daya Dukung Lingkungan, yang merupakan bagian dari Misi 5
(lima), yaitu mendorong terwujudnya pembangunan yang berkerlanjutan
(sustainable development).234
Berdasarkan hal di atas dapat dikatakan bahwa urusan kesatuan bangsa dan
politik dalam negeri diselenggarakan untuk mendukung sasaran pembangunan,
yaitu terselenggaranya pemerintahan yang menciptakan keamanan, ketertiban, dan
ketrentaman masyarakat dan terlindunginya generasi muda dari ancaman narkoba,
dengan jalan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahayanya
narkoba serta terjalinnya koordinasi dan kerjasama secara integrasi yang
233
Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah Kota
Tangerang Tahun 2013, hal. 3-14.
234
Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Pertanggungjawaban Walikota Tangerang
Tahun 2011, Buku II (Jilid 2), tahun 2012, hal. 4-481.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
166
Universitas Indonesia
dilakukan kepada Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, Dinas
Porbudpar serta Pihak Kepolisian Resort Tangerang.
Kinerja lainnya yang dilakukannya adalah berusaha sebaik mungkin untuk
mencegah timbulnya konflik sosial yang terjadi di masyarakat dengan jalan
melakukan kegiatan peningkatan kerjasama dengan aparat keamanan dalam teknik
pencegahan kejahatan sebagai sarana memfasilitasi Komunitas Intelijen Daerah,
peningkatan toleransi dan kerukunan dalam kehidupan beragama sebagai wadah
koordinasi antar tokoh agama, serta melakukan koodinasi dengan pihak kepolisian
melalui kegiatan pengemanan lebaran/operasi ketupat, pengaman natal dan tahun
baru, dan pemantauan/pengendalian di 6 (enam) zona rawan ketertiban umum dan
pengamanan di 6 (enam) zona rawan ketertiban umum.235
Di samping kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan di atas, sosialisasi
dalam rangka penyelenggaraan pilkada pertama yang dilakukannya pada tahun
2008 mulai digiatkan. Hal ini tentu saja untuk mendukung terlaksananya pilkada
dengan baik dan lancar agar penyelenggaraan pilkada pertama tersebut dapat
berhasil dengan sukses dan lancar tanpa adanya hambatan yang merintanginya.
Upaya yang telah dilakukannya ini ternyata cukup berhasil, di mana selama
berlangsungnya pemilihan walikota pertama sebagian besar masyarakat Kota
Tangerang sudah dapat menjalankan demokrasinya dengan baik. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa kinerja yang dilakukan oleh aparat Pemerintah
Kota Tangerang di bidang politik semakin lama semakin membaik.
Sukses dan lancarnya penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)
ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari peranan Komisi Pemilihan Umum
(KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), para simpatisan, dan masyarakat
Kota Tangerang yang sudah semakin dewasa dalam menyikapi berlangsungnya
acara itu. Mereka sudah dapat menentukan sendiri pemimpinnya sesuai dengan
hati nuraninya, tanpa adanya ancaman atau desakan dari pihak-pihak yang
berkepentingan. Selama kurun waktu tahun 2009 - 2013, keberhasilan pencapaian
target sasaran pembangunan berdasarkan indikator sasaran terselenggaranya
235
Ibid., hal. 4-483.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
167
Universitas Indonesia
pemerintahan yang menciptakan keamanan, ketertiban, dan ketentraman
masyarakat sebesar 91% - 100% (sangat tinggi).236
Selama kurun waktu antara tahun 2009 – 2013 kinerja di bidang sosial,
antara lain pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat menunjukan
hasil yang baik. Tingkat keberhasilan ini tentu saja berkaitan langsung dengan
RPJMD Kota Tangerang yaitu mewujudkan sumber daya manusia Kota
Tangerang yang unggul, berkualitas, dan sejahtera, yang merupakan bagian dari
Misi 3 (tiga), yaitu meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan
kesejahteraan sosial.237
Peningkatan dalam bidang pendidikan ini terlihat dengan
adanya kenaikan dari tahun ke tahun, baik yang berkaitan langsung dengan jumlah
murid, guru, bangunan sekolah, serta prasarana dan sarana maupun kebutuhan
akan perlengkapan sekolah, yaitu buku pelajaran, baik SD/MI, SMP/MTsn,
SMA/SMK/MI ataupun Perguruan Tinggi. Adanya peningkatan tersebut tentu saja
tidak dapat dilepaskan dari tujuan penyelenggaraan pendidikan di Kota
Tangerang. Selain itu, upaya keberhasilan inipun merupakan perwujudan
pelayanan dan kinerja yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka
memajukan bidang pendidikan yang semakin lama menunjukan keberhasilannya.
Bidang kesehatan diselenggarakan sebagai bagi dari RPJMD Kota
Tangerang Tahun 2009 – 2013, dengan tujuan yang ingin dicapai adalah
mewujudkan sumber daya manusia Kota Tangerang yang unggul, berkualitas, dan
sejahtera, yang merupakan bagian dari Misi 3 (tiga), yaitu meningkatkan kualitas
pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial, sedangkan sasaran pokoknya
adalah meningkatkanya akses dan pelayanan kesehatan masyarakat.238
Keberhasilan yang telah dicapai dalam bidang kesehatan adalah meningkatkan
pengadaan prasarana dan sarana kesehatan, antara lain penyediaan tenaga dokter
atau medis dan juru rawat pada rumah sakit, puskesmas, Pondok Bersalin Desa
(Polindes), Pondok Kesehatan Masyarakat (Poskesdes) maupun unit kesehatan
yang lain mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring dengan
236
Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah Kota
Tangerang Tahun 2013, op.cit.,hal. 3-14.
237
Pemerintahan Kota Tangerang, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota
Tangerang Tahun 2011, Buku I, Tahun 2012, hal. xxxiv
238
Ibid., hal. xxxiv.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
168
Universitas Indonesia
peningkatan itu, terjadi peningkatan pula dalam hal penyediaan obat-obatan,
bangsal-bangsal, peralatan rumah sakit, dan kamar-kamar inap.
Untuk mencapai keberhasilan dalam peningkatan di bidang kesehatan
bukanlah hal yang mudah, namun perlu perjuangan. Berkat kerja keras dan kinerja
yang dilakukan oleh aparat Pemerintah Kota Tangerang, maka keberhasilan
tersebut dapat dicapai sesuai dengan yang diinginkan. Namun demikian
keberhasilan ini didukung pula oleh koordinasi secara intensif dan
berksenambungan antar unit terkait. Adanya saling membantu antara unit yang
satu dengan lainnya dan dukungan dari berbagai komponen masyarakat dapat
memudahkan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan.
Dengan adanya peningkatan kinerja yang dilakukan oleh aparat Kota
Tangerang terutama dalam kebersihan perumahan dan lingkungan serta
terpenuhinya prasarana dan sarana kesehatan yang memadai, maka secara
langsung pelayanan publik di bidang kesehatan kini sudah berjalan dengan baik.
Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Tangerang sangat antusias dan
serius dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Semakin banyak
penduduk Kota Tangerang yang sehat, maka kota tersebut semakin jauh dari
penyakit-penyakit yang menjangkitnya.
Kegiatan yang telah dicapai pada bidang kesejahteraan sosial lainnya,
antara lain pemberdayaan eks penyandang penyakit sosial, pembinaan
penyandang cacat dan penyakit kejiwaan, pelatihan ketrampilan berusaha bagi
keluarga miskin, serta penanganan masalah-masalah strategis yang menyangkut
tanggap cepat darurat dan kejadian luar biasa (bencana alam) telah menunjukkan
tingkat keberhasilan yang semakin lama semakin baik. Hal ini dapat dilihat dari
peningkatan cakupan pembinaan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial
dan anak jalanan sebesar 5.45%.239
Hal ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari
adanya keterikatan kerjama sama yang terjalin antar komponen masyakarat, antara
lain Petugas Sosial Masyarakat (PSM) yang telah membimbing, menggerakkan,
dan mendampingi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial, mengusahakan
bantuan peralatan, pelatihan ketrampilan bagi keluarga miskin, bekerja sama
dengan dinas yang terkait dalam rangka mengembangkan pelatihan bagi anak
239
Pemerintah Kota Tangerang, op.cit.,hal. 4-385.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
169
Universitas Indonesia
terlantar dan anak jalanan. Selain itu, kinerja dan peranan aparat Pemerintah Kota
Tangerang yang senantiasa memberikan pelayanan yang baik merupakan daya
dorong yang kuat dalam rangka mencapai keberhasilan tersebut.
Demikian juga dengan kinerja dan pelayanan aparat Pemerintah Kota
Tangerang dalam bidang tanggap darurat dapat ditunjukkan dengan pemberian
bantuan bahan pangan dan bahan bakar untuk mesin penyedot air di lokasi-lokasi
banjir, evaluasi korban bencana, dan distribusi bantuan kepada korban bencana.
Namun demikian tidak selamanya kinerja dan pelayanan itu memberikan hasil
yang baik, karena adanya bebarapa hambatan yang ditemui, antara lain : masih
minimnya peralatan evakuasi yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Tangerang dan
belum tersedianya Standar Operasional Prosedur (SOP) penanggulangan bencana,
khususnya SOP pemberian bantuan dan evakuasi kepada korban berncana.
Hambatan-hambatan ini bukan merupakan halangan bagi aparat
Pemerintah Kota Tangerang. Kinerja akan selalu ditunjukan dalam rangka
pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan serta pelayanan akan selalu
diberikan demi tercapainya keberhasilan. Hal inilah yang menjadi dorongan kuat
bagi aparat Pemerintah Kota Tangerang dalam melakukan kegiatan pelayanan
kepada masyarakat. Selama kurun waktu tahun 2009 - 2013, keberhasilan
pencapaian target sasaran pembangunan berdasarkan indikator sasaran sebesar
91% - 100% (sangat tinggi).240
Penyelenggaraan bidang budaya merupakan bagian dari RPJMD Kota
Tangerang, dengan pencapaian tujuan mendorong pertumbuhan sektor unggulan
yang berbasis sumberdaya lokal, yang merupakan bagian ke 2 (dua) dari Misi,
yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi.241
Sasaran pokok yang ingin dicapai
melalui unsure kebudayaan adalah terpenuhinya peran sektor tersier sebagai
stimulant pertumbuhan ekonomi kota.
Berdasarkan perkembangan yang ada, kinerja dan pelayanan aparat Kota
Tangerang dalam bidang kebudayaan semakin hari semakin baik. Hal ini dapat
terlihat dari penyelenggaraan kegiatan pelestarian budaya kota, inventarisasi
budaya kota, pengembangan kesenian dan kebudayaan daerah serta sanggar seni
240
Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah Kota
Tangerang Tahun 2013, hal. 3-15. 241
Ibid., hal. xliv
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
170
Universitas Indonesia
budaya dan melakukan perbaikan gedung kesenian yang mulai mengalami
kerusakan. Tentu saja pelaksanaan kegiatan ini tidak dapat dilepaskan dari peran
serta unit terkait dalam mensukseskan kegiatan-kegiatan yangt berkaitan langsung
dengan kebudayaan. Semakin banyak dukungan dari berbagai pihak, maka
pengembangan kebudayaan yang berlangsung di Kota Tangerang semakin
menunjukan eksistensinya.
Selama kurun waktu tahun 2009 - 2013, keberhasilan pencapaian target
sasaran pembangunan berdasarkan indikator sasaran sebesar 91% - 100% (sangat
tinggi).242
Keberhasilan ini tentu saja sangat erat kaitannya dengan keberhasilan
dalam membangun peradaban baru melalui nilai-nilai budaya lokal yang dapat
dilakukan melalui identifikasi, inventarisasi, eksplorasi, dan ekspose budaya
berbagai event atau pameran kebudayaan, baik di dalam maupun di luar negeri.
Melalui kegiatan ini diharapkan akan mengubah pola pikir masyarakat tentang
Budaya Kota Tangerang dan tentunya masyarakat akan turut serta dalam
melestarikan ragam budaya yang telah ada sejak masa lalu atau tercipta kemudian.
Selain itu, pengenalan budaya lokal kepada generasi muda diharapkan akan
membawa dampak yang positif bagi pengembangan budaya pada masa
mendatang. Dengan mempertahankan adat tradisi dan budaya lokal yang ada,
tentunya hal ini merupakan kekayaan tersendiri yang patut untuk dipertahankan
dan dilestarikan secara turun temurun.
Kinerja yang dilakukan oleh aparat Pemerintah Kota Tangerang bukan
berhenti sampai disitu saja, pelestarian terhadap budaya lokal terus menerus
dilakukan dengan mempertahankannya melalui perlindungan resmi yang
disyahkan Undang-Undang. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa dalam
perkembangannya banyak terjadi pengambilalihan budaya-budaya lokal oleh
negara-negara lain. Agar hal itu tidak terjadi, maka sudah sepatutnya apabila
Pemerintah Kota Tangerang mencantumkan berbagai karya cipta budaya lokal
melalui Undang- Undang Cagar Budaya atau pencatatan sebagai aset bangsa.
Pelayanan di bidang kebudayaan dan pariwisata kepada masyarakat tetap
dilakukan melalui beberapa kegiatan yang dilakukan, antara lain pengelolaan
keragaman budaya dengan maksud agar dapat membentuk karakter warga Kota
242
Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah Kota
Tangerang Tahun 2013, hal. 3-91.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
171
Universitas Indonesia
Tangerang yang modern, beradab, dan religius, mengembangkan kesenian dan
kebudayaan daerah dengan orientasi meningkatkan kreatifitas pelajar dalam
berolah seni untuk peningkatan kemajuan di masa mendatang, serta peningkatan
fasilitas penyelenggaraan festival budaya daerah yang sekaligus dapat
dimanfaatkan pula untuk kepentingan pariwisata. Selain itu, pelayanan lainnya
yang telah dilakukan oleh aparat Pemerintah Kota Tangerang dalam
mengembangkan misi budaya adalah pengirimam misi kebudayaan ke berbagai
daerah atau negara dengan maksud untuk memperkenalkan budaya lokal Kota
Tangerang, pengembangan kerjasama kebudayaan serta pengadaan fasilitas
prasarana dan sarana budaya maupun pemeliharaannya.
Dengan berdasar kepada tingkat keberhasilan dalam peningkatan dan
pengembangan kebudayaan dan pariwisata, maka dapat dikatakan bahwa kinerja
dan pelayanan aparat Pemerintah Kota Tangerang dalam melakukan pelestarian
budaya lokal dan tempat-tempat pariwisata untuk kepentingan generasi
mendatang merupakan wujud pengabdian yang patut dihargai dan didukung oleh
segenap lapisan masyarakat. Ketersediaan prasarana dan sarana yang memadai di
bidang pekerjaan umum dan perhubungan yang dikelola secara efisien akan
menciptakan peningkatakan aksesibilitas dan kinerja sistem transportasi yang
baik, sehinga kegiatan industri, perdagangan dan jasa yang menjadi sector
unggulan di Kota Tangerang akan terus berkembang dan akan member penguatan
pada bidang yang lainnya. Pada sisi lainnya, adanya peningkatan prasarana dan
sarana perkotaan yang memadai, akan mampu meminimalisir terjadinya bencana
serta dapat meningkatkan kemajuan perkembangan kota.
Upaya ini tentu saja merupakan hasil kinerja dan pelayanan yang
dilakukan oleh aparat Kota Tangerang yang selama kurun waktu antara tahun
2009 – 2013 telah menunjukan keberhasilannya dalam membangun kota yang
damai dan sejahtera. Di mana kemacetan yang sering terjadi pada waktu-waktu
yang lalu, kini secara bertahap berangsur-angsur berkurang. Oleh karena
Pemerintah Kota Tangerang telah banyak memperlebar jalan kota, perumahan dan
lingkungan, terminal-terminal bus dan angkutan kota, jembatan penyeberangan
serta halte-halte yang sangat membantu bagi pera pejalan kaki yang akan
menyeberang maupun menunggu bus.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
172
Universitas Indonesia
Demikian juga dengan tersedianya pemukiman yang layak huni yang
memadai, sangat membantu masyarakat Kota Tangerang dalam memiliki rumah
yang diidamkannya. Hal ini sesuai tujuan yang ingin dicapai Pemerintah Kota
Tangerang dalam RPJMD, yaitu meningkatkan penyediaan dan pelayanan
infrastruktur untuk meningkatkan kualitas pemukiman perkotaan, yang
merupakan bagian ke-4 (empat) dari Misi, yaitu meningkatkan kualitas dan
kuantitas infrastruktur dan pelayanan publik, dan meningkatkan kualitas
pembangunan yang menjamin keberlanjutan daya dukung lingkungan, yang
merupakan bagian dari Misi 4 (empat), yaitu mendorong terwujudnya
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).243
Dengan berdasar pada tujuan tersebut, maka aparat Pemerintah Kota
Tangerang berupaya keras melaksanakan pembangunan pemukiman layak huni
yang diperuntukan bagi masyarakat terutama bagi mereka yang belum memiliki
rumah dan golongan kecil. Berkat kegigihan, kinerja dan pelayanan yang baik,
maka kurun waktu antara tahun 2009 – 2013 pembangunan perumahan layak huni
telah berhasil diwujudkan. Tentu saja hal ini tidak dapat dilepaskan dari peran
serta pemerintah daerah dan orang per orang pemilik tanah yang telah rela
tanahnya dijual kepada pemerintah untuk dibangun perumahan layanan huni untuk
kepentingan masyarakat secara luas.
Keberhasilan pembangunan pemukiman layak huni ini tentu saja didukung
oleh pemerintah daerah dan berbagai komponen masyarakat. Tanpa dukungan dan
bantuan pemerintah daerah dan mesyarakat, maka nilai keberhasilan tidak akan
dapat terwujud sebagaimana mestinya. Untuk itu, adanya kolaborasi dan
koordinasi yang baik antara pemangku kepentingan akan memuluskan jalan yang
akan dicapai dan mengurangi hambatan dan gesekan yang terjadi.
4.5 Satuan Kerja tiga Urusan sebagai Bidang Kajian: Pendidikan,
Kesehatan dan Kearsipan
Dalam Bagian ini diuraikan tiga urusan yang menjadi substansi kajian dari
locus kota Tangerang, yakni urusan pendidikan, kesehatan dan kearsipan.
243 Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota
Tangerang Tahun 2011, op.cit., hal. xxxv – xxxvi.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
173
Universitas Indonesia
Ketiganya merupakan urusan wajib bagi pemerintah kota Tangerang sesuai
dengan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan PP No.38
Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota.
4.5.1 Urusan Pendidikan
Dalam salah satu kalimat yang terdapat pada pembukaan Undang Undang
Dasar (UUD) 1945 dinyatakan bahwa negara melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalimat yang mengamanatkan peran
pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tertuang pada UD 1945,
pasal 30 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pengajaran. Pada amandemen tahun 2002 UUD 1945 perubahan ke-4, pasal
mengenai pendidikan dirubah menjadi pasal 31 yang berbunyi ―Setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan‖. Terkandung makna bahwa pendidikan
itu adalah hak setiap warga negara, sehingga tanpa kecuali, termasuk pemerintah
Kota Tangerang berkewajiban untuk memenuhi hak warga negara untuk
mendapatkan pendidikan.
Kinerja Pemerintah Kota Tangerang diperlihatkan dengan menggunakan
Angka Partisipasi Kasar (APK)244
dan Angka Partisipasi Murni (APM)245
.
Dengan menggunakan tolok ukur tersebut terlihat bahwa telah terjadi
peningkatan jumlah anak yang bersekolah antara tahun 2011 – 2013246
, seperti
yang tertera pada tabel di bawah ini :
244
Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan indikator yang berguna untuk mengukur
daya serap penduduk usia tertentu untuk bersekolah di jenjang pendidikan yang sesuai dengan usia
tersebut. 245
Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan indikator yang berguna untuk mengukur
daya serap penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu untuk bersekolah di jenjang
pendidikan yang sesuai dengan batasan usianya. 246
Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kota
Tangerang, Tahun 2012., hal. 3 – 116.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
174
Universitas Indonesia
Tabel 4.4. Angka Partisipasi Kasar
No. Sekolah Tahun
2010 2011 2012
1 SD/MI 121.08 107.08 108.81
2 SMP/MTs 110.64 94.95 98.30
3 SMA/MA/SMK 98.66 82.01 83.11
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Tangerang, 2011 - 2013.
Tabel 4.5. Angka Partisipasi Murni
No. Sekolah Tahun
2010 2011 2012
1 SD/MI 100.52 90.18 93.60
2 SMP/MTs 93.78 81.78 86.54
3 SMA/MA/SMK 80.18 68.49 68.56
Sumber : Dinas Pendidikan Kota Tangerang, 2011 - 2013.
Dari data di atas terlihat bahwa baik APK maupun APM pada SD/MI,
SMP/MTs maupun SMA/MA/SMK mengalami penurunan. Namun demikian,
kecenderungan dari data time series tidak dapat dijadikan dasar untuk menilai
penurunan kinerja. Bukan tidak mungkin adanya angka yang menandai
penurunan misalnya karena banyaknya siswa yang tidak melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi, atau mungkin saja—dengan posisi Kota Tangerang
yang langsung berbatasan dengan Jakarta membuka peluang anak didik
meneruskan pendidikan di Jakarta atau di kota yang berdekatan lainnya.
Meskipun alokasi anggaran pemerintah untuk pendidikan telah mencapai
proporsi signifikan yakni 20 %, namun pengelola di tingkat daerah masih
mengeluhkan bahwa anggaran belum mencukupi. Hal ini dikemukakan oleh
informan Hj. sebagai berikut:
―…. kalau faktor yang menghambat, mungkin ya. Ee....masalah keuangan
juga tidak bisa mengatakan sudah sangat sempurna, masih sangat
membutuhkan juga…‖
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
175
Universitas Indonesia
Urusan Bidang Pendidikan menjadi salah satu pelayanan dasar penting
setelah kesehatan. Peningkatan kinerjanya membutuhkan kualitas sumber daya
manusia. Hal ini diakui oleh narasumber dari pihak Pemerintah Kota yang
mengatakan:
―…. memang walau suatu organisasi itu mau maju dari semua bidang,
dari semua unsur dari semua perangkat SDMnya itu juga harus menunjang,
nah disini sedang-sedang saja. Yang menghambat banget nggak, tapi yang
saya.. apa yang saya rasakan ee, … SDM itu kalau yang saya amati di
Dinas Pendidikan itu sudah harus serba tahu.‖
Merefleksikan, suatu organisasi sebagai suatu arena human activity
system, Checkland Dan Puouter (2006) mengemukakan bahwa institusi dapat
berkembang dan kemudian menciptakan tujuan-tujuan sendiri. Sehingga,
meskipun alokasi anggaran sudah signifikan, namun dengan meningkatnya
aspirasi dan daftar tujuan-tujuan lembaga, dapat berdampak pada kebutuhan atas
sumberdaya yang lebih besar.
Penelusuran atas situasi-situasi problematik, cakupan urusan pendidikan
tidak saja mencakup penyelenggaraan pendidikan formal, tetapi juga pendidikan
informal. Indikator di atas menandai adanya kemajuan-kemajuan tersebut di
antara ialah perluasan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi seperti
ketersediaan wifi. Dari sudut pandang yang berbeda, penggiat LSM pak JI
mengatakan bahwa:
―… Kalau (fasilitas wifi) ke dinas sudah sangat cukup. Tidak ada yang
tidak punya. Sangat cukup dia. Yang tidak cukup adalah ketika saya minta
di lingkungan lingkungan perkantoran (swasta) dan pendidikan pak.‖
Lebih lanjut, ketika diteruskan apakah informan berpandangan bahwa
pelayanan wifi sebagai pelayanan publik dalam konteks pendidikan non formal,
penggiat LSM tersebut meneruskan:
―Betul, Saya minta ditaruh wifi disini. Termasuk di Masjid Al A’zhom.
Bapak lihat setiap malam minggu, itu ramai banget jadi wisata malam di
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
176
Universitas Indonesia
masjid Al A’zhom itu di lingkungan Puspen. Minta wifi di situ, karena kita
punya yang hampir, hampir 1 trilyun itu tidak bisa dikelola. Kita punya
saving banyak banget pak. Artinya adalah pelayanan publik tidak harus
semata kepada fisik. Hubungan pada persoalan informasi, teknologi,
internet itupun juga adalah menjadi kebutuhan masyarakat, itu
terobosan.‖
Demikian juga dengan terselenggaranya penyediaan prasarana dan sarana
pendidikan yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta telah berjalan dengan
baik meski belum optimal maupun publikasi-publikasi di bidang pendidikan yang
disampaikan oleh Pemerintah Kota Tangerang telah membuka mata dan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi putra dan putri mereka dan masa
depannya. Selain itu, peningkatan itu disebabkan juga oleh meningkatnya akses
masyarakat terhadap pendidikan dasar dan meningkatnya siswa dari luar Kota
Tangerang yang bersekolah di Kota Tengerang.
4.5.2 Urusan Kesehatan
Berbeda dengan Dinas Pendidikan, Kinerja pelayanan di sektor kesehatan
menurut informan tidak termasuk dalam kategori yang sulit. Hal ini dikemukakan
oleh narasumber dari Dinas Kesehatan yang mengatakan:
―…. kebetulan bicara SKPD tadi ada urusan wajib ada urusan
pilihan. Dinas kesehatan adalah urusan wajib yang sangat jelas
bahkan SPMnya saja sudah ada. Jadi sebenarnya kita tidak terlalu
sulit. … Kesehatan urusan wajib pengembangannya tidak terlalu
sulit, kita tinggal susun fungsi tugas dan sebagainya. Kemudian kita
plotting. Kemudian kita rapatkan. Semua dari bawah kemudian kita
usulkan ke Bapeda.”
Perkembangan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh bagaimana unit-unit
tugas terkait menjalankan fungsi-fungsinya. Sebagai suatu arena human-activity
system (HAS), tidak jauh beda dengan pelaksanaan urusan pendidikan, maka hal
yang relatif sama juga terlihat pada sektor pelayanan kesehatan. Sebagaimana
menjadi karakter dari HAS, bahwa kelompok-kelompok juga merespons
sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang narasumber dalam FGD yang
diselenggarakan di Tangerang, Banten.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
177
Universitas Indonesia
―…. sebetulnya tidak perlu saya jawab, karena dari awal sudah jelas
mana bagiannya Dinas Kesehatan bekerja, menyusun ininya eee, struktur,
fungsi, tugas dan lain sebagainya itu kita susun dulu, kemudian kita
sampaikan ke dalam eee, galeri politik, eeeee..”
Kesehatan ini merupakan salah satu layanan dasar yang sangat penting
bagi masyarakat. Masyarakat yang sehat tentunya akan membawa dampak yang
baik bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Pemerintah Kota
Tangerang sangat peduli dan turut andil yang sebesar-besarnya untuk
kepentingan masyarakat di wilayahnya. Pembangunan dan peningkatan fasilitas
serta prasarana dan sarana di bidang kesehatan, baik rumah sakit, puskesmas,
Pondok Bersalin Desa (Polindes), Pondok Kesehatan Desa (Poskesdes) maupun
unit kesehatan yang lain menjadi hal yang utama untuk diprioritaskan termasuk
penyediaan dokter, pelayanan kepada orang sakit, pemberian obat-obatan, maupun
kebutuhan lain yang diperlukan oleh rumah sakit maupun puskesmas.
Berdasarkan data statistik Pemerintah Kota Tangerang tahun 2011 – 2013,
telah terjadi peningkatan pada sarana kesehatan dasar, seperti tertera pada grafik
di bawah ini247
:
Tabel 4.6. Peningkatan Pada Sarana Kesehatan Dasar
1100
1105
1110
1115
1120
1125
1130
1135
1140
2010 2011 2012
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang, 2013
247
Ibid., hal. 33.
1112
1130
1136
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
178
Universitas Indonesia
Dengan melihat grafik tersebut terlihat bahwa jumlah sarana kesehatan
dasar mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa
konsentrasi Pemerintah Kota Tangerang terhadap kesehatan masyarakat
menunjukan perkembangan terutama penyediaan rumah sakit, puskesmas, Pondok
Bersalin Desa (Polindes), Pondok Kesehatan Desa (Poskesdes) maupun unit
kesehatan yang lain mengalami peningkatan pula dari 1112 unit (tahun 2010)
menjadi 1136 unit (tahun 2012). Demikian juga, secara umum kecenderungan
kesehatan terhadap penderita penyakit, antara lain : HIV-AIDS, kusta, campak,
dan demam berdarah belum menunjukkan penurunan secara baik. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar masyarakat Kota Tangerang belum menyadari
sepenuhnya akan pentingnya kesehatan tubuh dan kebersihan lingkungan.
Gambaran lengkap dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.7 Jumlah Kasus Penyakit
No. Sekolah Tahun
2010 2011 2012
1 HIV-AIDS 99 orang 163 orang 148 orang
2 Kusta 5 orang 81 orang 180 orang
3 Campak 945 orang 412 orang 722 orang
4 Demam Berdarah 1.041 orang 66 orang 319 orang
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang, 2013.
Meskipun dalam angka-angka terlihat kemajuan yang cukup pesat,
namun angka-angka tersebut tidak mereflesikan problematika yang menjadi
perhatian kalangan Perangkat Daerah. Saat ini Kota Tangerang, dengan
penduduk lebih dari 2 juta jiwa belum memiliki rumah sakit umum.
Merencanakan dan mendirikan rumah sakit membutuhkan upaya yang besar.
Kekecewaan bahwa rumah sakit umum belum berdiri di Kota Tangerang
terungkap dalam penjelasan salah seorang penggiat LSM Bapak IJ, yang
menunjukkan suatu kondisi atau situasi problematik sebagaimana dapat
dipahami berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
179
Universitas Indonesia
―.... kebetulan untuk pelayanan kesehatan pemda kota pernah
kerjasama dengan 32 rumah sakit yang ada di kota Tangerang besar
maupun kecil, swasta. Karena kita belum punya rumah sakit umum, dan
rumah sakit umum sekarang sedang dikerjakan di gudang TNI, dan
sekarang pun juga biayanya 200 milyar, dan sekarang pun juga adalah ada
persoalan disana. Dan bulan Juni kemarin, pemda kota Tangerang defisit
kerja sama itu hampir 50 milyar pak. Bulan Juni, sehingga punya hutang
dengan 32 lembaga pelayanan kesehatan itu, baik rumah sakit dan
sebagainya itu hampir 50 milyar pak, bulan Juni.‖
4.5.3 Urusan Kearsipan
Pelayanan urusan kearsipan merupakan layanan yang diberikan
pemerintah kepada masyarakat luas, tidak saja kepada penduduk dan instansi
pemerintah, tetapi juga kepada sektor bisnis. Dalam konteks pelayanan yang
semakin diperlukan penduduk, penyelenggaraan pelayanan arsip seringkali tidak
memperoleh prioritas perangkat pemerintah di daerah/kota. Lebih lanjut,
administrasi suatu daerah dipandang baik apabila kearsipannya juga baik. Hal ini
menandakan bahwa bidang kearsipan dapat menjadi tolok ukur bagi suatu daerah
dalam mengurus kearsipannya, terutama yang berkaitan langsung dengan
administrasi.
Sehubungan dengan upaya untuk memenuhi standar yang dikehendaki
oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, untuk urusan suatu bidang
baru seperti kearsipan, bisa saja menghadapi sejumlah masalah. Informan
penelitian, Wibisono mengatakan: ‗Kalau pembentukan SKPD baru mungkin
agak sulit, karena akan memilah pekerjaannya dan dipegang siapa saja‘. Akan
tetapi berbeda dengan kebanyakan pemerintah daerah, di mana urusan kearsipan
dan perpustakaan dijadikan satu, maka sebagai perangkat Daerah Kota,
Tangerang sejak lama sudah memisahkannya. Hal ini dikemukakan oleh mantan
Sekretaris Wilayah Kota Tangerang sebagai berikut:
―..... arsip itu menurut hemat kita kan waktu itu terjadi suatu kasus
yang menurut penelitian kita memperoleh arsip-arsip apa aset yang
penting tercecer ke mana-mana. Oleh itu dengan pertimbangan itu
jadi kantor sendiri..... Nah arsip itu pertimbangannya seperti itu. Jadi
arsip ini menjadi bagian penting.‖
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
180
Universitas Indonesia
Pada saat ini Pemerintah Kota Tangerang sedang antusias melakukan
pemeliharaan dan perawatan arsip yang tersimpan pada Kantor Arsip Daerah
(KAD) maupun yang masih berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Namun demikian semua kegiatan yang menyangkut bidang kearsipan tidak
selamanya berjalan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terkait
langsung dengan kendala yang dihadapi, antara lain :
1) Sebagian besar SKPD belum menyerahkan arsip inaktifnya ke
KAD;
2) Kurangnya koordinasi antara unit kerja terkait yang
berhubungan dengan bidang kearsipan;
3) Masih minimnya publikasi di bidang kearsipan kepada lembaga
lainnya.
Meskipun terdapat beberapa kendala, namun hal ini tidak mengurangi
kinerja yang dilakukan oleh para pegawai KAD dengan melakukan pendekatan
secara intensif dan terus menerus terhadap para pimpinan SKPD yang memang
belum memahami secara keseluruhan akan pentingnya arsip. Selain itu, para
pegawai arsip banyak melakukan sosialisasi mengenai pentingnya penyimpanan
dan pemeliharaan arsip ke berbagai SKPD.
Untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh bidang kearsipan,
Pemerintah Kota Tangerang telah melakukan berbagai upaya, antara lain :
pengadaan jabatan fungsional kearsipan, pengelola kearsipan yang akan
ditempatkan pada unit-unit kerja, serta prasarana dan sarana kearsipan. Pada tahun
2008 sebanyak 158 orang pengelola kearsipan telah ditempatkan pada berbagai
unit kerja se Kota Tangerang dan 230 unit rak arsip dengan perincian : 126 unit
rak digunakan sebagai sarana pengelolaan arsip pada KAD dan 104
didistribusikan sebagai sarana pengelolaan arsip di tingkat kelurahan, sedangkan
sarana lainnya seperti filing cabinet didistribusikan ke kecamatan, kelurahan, dan
puskesmas248
. Pengadaan parasarana dan sarana pada tahun 2008 ini lebih banyak
apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang kurang dari jumlah
itu. Demikian juga dengan jabatan fungsional kearsipan dan pengelola kearsipan.
Dengan adanya penambahan prasarana dan sarana kearsipan ini diharapkan SKPD
248
Badan Perencana Daerah, op.cit., hal. 226 – 227.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
181
Universitas Indonesia
di lingkungan Kota Tangerang dapat mengelola arsipnya dengan baik termasuk
menyimpan, memelihara dan menyerahkan arsip inaktifnya ke KAD.
Berdasarkan RPJMD tahun 2009 – 2013, tujuan yang ingin dicapai dalam
bidang kearsipan adalah menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien, yang
merupakan bagi dari Misi 1 (satu), yaitu mewujudkan dan menguatkan tata
pemerintahan yang baik (good governance).249
Sedangkan sasaran pokok yang
ingin dicapai adalah tercapainya manajemen pemerintahan yang baik. Semakin
meningkatnya kegiatan pemerintahan dan pembangunan, maka semakin banyak
dokumen yang tercipta. Oleh karena dokumen itu sangat penting dalam
pengelolaan administrasi pemerintah, maka sudah selayaknya apabila dokumen
tersebut dipelihara, dirawat, dilindungi, dan dilestarikan demi kepentingan
generasi masa mandatang. Selain itu, baiknya administrasi pemerintahan terlihat
dari pengelolaan kearsipannya.
Pokok utama dari tujuan pengelolaan dan pelayanan kearsipan adalah
untuk menyelamatkan dan melestarikan arsip sebagai sumber informasi dan bahan
pertanggungjawaban pemerintah daerah dan penyediaan layanan informasi
kearsipan bagi pengguna atau masyarakat yang membutuhkan.250
Karena dengan
tersedianya arsip ini, pemerintah daerah dapat mengambil referensi kebijakan
yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Lancarnya administrasi pemerintah dapat dilihat dari penyimpanan,
pemeliharaan, penyelamatan, dan pelestarian arsipnya. Apabila hal tersebut tidak
dilakukan sebagaimana mestinya, maka kekacauan dalam pengelolaan
administrasi akan terus ditemui dan hal itu tentu saja akan berpengaruh langsung
terhadap jalannya pemerintahan. Pengelolaan arsip yang baik akan menghasilkan
administrasi dan pertanggungjawaban yang baik.
Dalam hal ini aparat Pemerintah Kota Tangerang telah menunjukkan
perubahan kinerja dan pelayanan yang membaik dalam bidang kearsipan. Hal ini
terlihat dari capaian tingkat kecepatan pelayanan informasi kearsipan daerah yang
pada tahun 2011 sebesar 6 (enam) jam atau meningkat dibandingkan pada tahun
2010 selama 12 jam dan 2009 selama 24 jam.251
Dengan mengacu pada hal
249 Ibid., hal. 1.
250
Pemerintah Kota Tangerang, op.cit., hal 4 – 627. 251
Ibid., hal. 4 – 628.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
182
Universitas Indonesia
tersebut, kini pelayanan informasi kearsipan semakin cepat diperoleh dan
pengguna tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan. Kecepatan dalam memperoleh informasi itu tentu saja tidak
dapat dilepaskan dari tertibnya penyimpanan dan pengembalian arsip setelah
dipinjam yang dikelola oleh para fungsional kearsipan. Meskipun kinerja bidang
kearsipan sudah baik, akan tetapi belum rata-rata capaian sasarannya belum
100%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja KAD belum sepenuhnya dapat
dikatakan efektif.
Pemahaman dan apresiasi terhadap arsip di negeri ini harus diakui masih
belum proporsional sesuai dengan peran dan fungsi arsip itu sendiri, sehingga
pembinaan kearsipan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Persepsi informan
tergambar sebagai berikut ini:
― …. alasan yang paling utama adalah dia tidak ngerti apa fungsinya arsip,
ya pertanyaaannya ada, alasan yang paling utama apa itu arsip, padahal itu
kekayaan sejarah,yang bisa merekam sejarah, yang bisa mengakuntabilitas
sejarah, yang bisa menginformasikan kepada turun temurun, dia belum
mengerti betapa hebatnya kekayaan arsip itu..‖
4.6 Rangkuman Kondisi Problematika Faktual.
Di satu sisi, indikator-indikator kinerja menunjukkan rangkaian
keberhasilan yang telah terwujud sepanjang penerapan kebijakan desentralisasi di
Kota Tangerang. Hal ini diperlihatkan oleh adanya peningkatan signifikan
penyediaan prasarana dan sarana di urusan bidang pendidikan, kesehatan dan
kearsipan. Alokasi-alokasi sumber daya manusia yang memenuhi syarat juga
sudah terlaksana. Bahkan dari segi alokasi keuangan, Pemerintah Kota Tangerang
pernah menghasilkan saving sampai dengan Rp 1 triliun. Hal ini dtandai dengan
indikator kinerja di mana pada kurun waktu tahun 2009 - 2013, keberhasilan
pencapaian target sasaran pembangunan berdasarkan indikator sasaran tercapainya
manajemen pemerintah yang baik sebesar 91% - 100% (sangat tinggi).252
Namun apakah kinerja masing-masing SKPD telah tercapai dan memenuhi
harapan? Sebagaimana terungkap dari informan dengan latar belakang LSM,
252
Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah Kota
Tangerang Tahun 2013, op.cit., hal. 3-14.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
183
Universitas Indonesia
ternyata rumah sakit umum pemerintah misalnya justru belum tersedia di Kota
Tangerang. Di bidang urusan pendidikan, jumlah sekolah cukup tinggi, namun
bagaimana dengan pendidikan non formal?. Penggiat masyarakat madani
menunjukkan suatu ironi bahwa seluruh kantor pemerintah sudah memanfaatkan
teknologi komunikasi seperti penyediaan wifi untuk mengakses internet. Tetapi
bagaimana dengan tempat-tempat komunitas setempat berkumpul, seperti di
tempat ibadah atau lokasi aktifitas sosial lainnya yang belum disediakan fasilitas
wifi? Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan situasi problematik yang dapat
diungkap melalui pendekatan SSM.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
184
BAB 5
PENGUNGKAPAN SITUASI PROBLEMATIK
Soft System Methodology (SSM) merupakan pendekatan holistic dalam
upaya memahami situasi-situasi problematis yang bersifat messy dalam rangka
menjelaskan dan menemukan pokok-pokok solusi. Pendekatan SSM sebagaimana
dikatakan oleh Checkland dan Poulter253
bertolak dari penggambaran rich pictures
dengan serangkaian telaahan atas persepsi para stakeholders, yang kemudian
diteruskan untuk membangun definisi-definisi akar (root definition). Checkland
merumuskan tiga tahapan dalam pengungkapan situasi problematik pada
pendekatan SSM, yakni Analisis Satu sebagai analisis yang bersifat intervensi,
Analisis Dua sebagai analisis sosial dan Analisis Tiga sebagai analisis politik.
5.1 Analisis Satu: Intervensi
Analisis satu adalah analisis budaya (cultural stream) yaitu intervensi atau
interaksi peran antara client, problem solver dan problem owner. Intervensi
dalam Analisis Satu ini merupakan upaya memasuki situasi problematik dengan
menggunakan SSM sehingga dapat diperoleh situasi yang ada.Praktisi SSM
mengelola kegiatan dan mengintervensi lingkungan situasi dengan maksud
melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Untuk itu ada dua dimensi utama yang
penting untuk disadari dalam intervensi ini, yakni pertama adalah dimensi peran
dan kedua dimensi proses dan content (isi).
Checkland dan Scholes (1990) serta Checkland dan Poulter (2006)
mengemukakan bahwa dalam langkah awal pengenalan situasi problematik
(Analisis Satu) dilakukan dengan penetapan 3 (tiga) pihak yang berperan sangat
penting dalam kaitannya dengan situasi problematik yang menjadi kajian. Dalam
dimensi peran sangat penting untuk diketahui adanya pihak atau orang atau
sekelompok orang yang menjadi penyebab terjadinya intervensi254
, yaitu:
253Checkland and Poulter. Learning for Action. A Short Definitive Account of Soft
Systems Methodology and its use for Practitioners, Teachers and Students. (West Sussex: John
Wiley & Sons Ltd, 2009), hal. 27-38.
254
Ibid, hal. 28.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
185
1) Pertama adalah seseorang, atau pihak tertentu dimana keberadaannya
sangat menentukan terjadinya intervensi. Pihak atau orang dalam peran ini
disebut 'client'. Dalam konteks disertasi ini, client adalah peneliti atau
Praktisi SSM sendiri itu;
2) Kedua adalah adalah seseorang, atau pihak tertentu yang melakukan
investigasi. Pihak atau orang dalam peran ini disebut 'practitioner'. Dalam
konteks disertasi ini, practitioner yang dimaksud ini adalah juga peneliti
atau Praktisi SSM sendiri;
3) Ketiga adalah beberapa orang atau pihak yang peduli atau menikmati
outcome dari upaya mengatasi situasi masalah. Pihak atau orang dalam
peran ini disebut „owner of the issue(s) addressed'. Dalam konteks
disertasi ini, 'owner of the issue(s) addressed' dimaksud adalah Pemerintah
Kota Tangerang (Walikota dan Sekretaris Daerah), DPRD (Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah) Kota Tangerang, Dinas Pendidikan (Disdik)
Kota Tangerang, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang, KAD
(Kantor Arsip Daerah) Kota Tangerang dan Organisasi Kemasyarakatan
(Ormas) atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Dimensi kedua dari Analisis Satu adalah dimensi proses (process) dan isi
(content), atau dikenal dengan SSM (p) dan SSM (c). SSM (p) adalah tentang
bagaimana mendayagunakan SSM dalam proses penelitian, kajian, pengamatan
atas situasi problematis, sementara SSM (c) adalah tentang bagaimana
mendayagunakan SSM dalam upaya mengatasi kandungan, isi atau content dari
situasi masalah itu sendiri.
Menurut Checkland dan Poulter (2006), yang menjadi penekanan dalam
penetapan ketiga pihak yang berkepentingan ini adalah peran (roles), bukan orang
atau sekelompok orang yang bersangkutan.Hal ini karena seseorang atau
sekelompok orang tersebut bisa berada dalam satu peran atau lebih. Misalnya,
seseorang yang berperan sebagai pemilik isu-isu bisa juga sebagai praktisi kalau
memang dia sendiri yang melakukan proses penelitian berbasis aksi dengan
menggunakan SSM.
Dalam konteks situasi problematik pada disertasi ini, peneliti pertama
memosisikan diri sebagai client sekaligus practitioner dengan aktivitasnya
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
186
masing-masing setiap peran.Kedua adalah dengan mengaplikasikan dimensi
proses dan content dalam upaya mengatasi situasi masalah. Untuk tujuan yang
dimaksud, dengan kejelasan peran dan cakupan analisis, peneliti mengawali
intervensinya dengan melakukan penelusuran dan komunikasi intensif guna
memahami situasi masalah dengan menggunakan model Nee255
, dimana dari
analisis intenvensi ini diperoleh sistem pertama yang di dalamnya terdapat
struktur dan proses yang menggambarkan:
1) Proses dan isi rekonseptualisasi pembentukan organisasi perangkat daerah
atau SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam perspektif
desentralisasi pada 3 (tiga) tiga level kelembagaan di NKRI (Negara
Kesatuan Republik Indonesia) sebagai hasil dari proses dinamis para actor
dan ownernya sehingga pembentukan organisasi perangkat daerah yang
dibutuhkan dapat direkonstruksi proses dan isinya pada tiga level
kelembagaan.
2) Analisis pada tiga level kelembagaan dalam pembentukan organisasi
perangkat daerah yang dibutuhkan sebagai hasil dari proses dinamis para
actor dan ownernya, sehingga proses pembentukan SKPD dalam
perspektif desentralisasi di NKRI dapat direkonseptualisasikan proses dan
isinya pada tiga level kelembagaan.
5.1.2 Analisis Dua: Sosial
Analisis Dua (Sosial) merupakan tindak lanjut (follow up) dari Analisis
Satu (Intervensi).Checkland dan Poulter (2006) menyatakan bahwa dalam
melakukan intervensi, dan melakukan upaya mengatasi situasi masalah dilakukan
dengan memperkenalkan perubahan.Oleh karena itu, indera dan kepekaan akan
realitas sosial mutlak harus dimiliki agar dapat efektif dalam memasuki situasi dan
lingkungan sosial, dimensi budaya menjadi sangat penting untuk dimasukkan
dalam pertimbangan demi berhasilnya proses sosialisasi dan menghasilkan output
yang diinginkan. Dengan demikian, untuk mengatasi situasi masalah tidak hanya
dengan memenuhi aspek'arguably desirable', yakni satu upaya perubahan yang
255Victor Nee.New Institutionalism in Economic and Sociology.Princetown University
Press, 2003.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
187
memenuhi unsur 'culturally feasible', secara konseptual sangat diperlukan, akan
tetapi juga bahwa perubahan budaya layak haruslah dan dapat diterima komunitas
setempat. Dua kondisi ini adalah sebuah keniscayaan, mutlak harus ada, meskipun
pemahaman akan budaya memiliki perbedaan satu sama lain.Pemahaman situasi
sosial dikaitkan dengan budaya setempat menjadi penting agar pemilihan sistem
yang relevan dari aktivitas manusia atau aktivitas yang punya maksud benar-benar
relevan dengan upaya mengatasi situasi masalah dalam dunia nyata
(Hardjosoekarto, 2012). Dalam tujuh tahap baku SSM (Checkland, 1999), tegas
dinyatakan bahwa perubahan yang hendak dilakukan harus memenuhi kondisi
'arguably desirable' dan 'culturally feasible' dimaksud.
Konsep budaya belum mendapatkan kesepakatan antar pakar, sehingga
tidak memiliki tekstur sosial bakunya sendiri. Oleh karena itu, Checkland dan
Poulter (2006) menawarkan sebuah model dinamis, yakni satu model yang terdiri
dari tiga elemen, dimana elemen-elemennya secara kontinyu membantu,
menciptakan, dan memodifiksai dua elemen lain secara sistemik. Tiga elemen
dimaksud terdiri dari roles, norms, dan values.
Roles atau peran adalah posisi sosial yang menandai adanya perbedaan di
antara anggota kelompok atau organisasi. Boleh jadi dari beberapa yang ada,
seorang di antara mereka dikenali secara formal sebagai chief executive, manajer,
akuntan, kepala bidang, kepala seksi, dan lain-lain, tetapi dalam budaya setempat,
peran informal mereka juga terbentuk. Selain peran formal seseorang dalam
organisasi formal pemerintahan maupun dunia usaha, peran informal seseorang
yang diakui dalam budaya lokal menunjukan kepada kita tentang jati diri orang
tersebut.
Norms atau norma-norma adalah perilaku yang diharapkan dapat
dimainkan seseorang yang terkait dan dapat membantu mengartikan tentang
sebuah peran. Pemikiran banyak orang akan berperilaku terpuji. Values atau nilai-
nilai adalah standard, yakni melalui kriteria dimana perilaku dalam peran
mendapatkan penilaian baik sesuai norma yang ada dan peran yang melekat
padanya.Dari ketiga pemahaman tersebut jelas kiranya bahwa ketiga elemen
dalam Analisis Dua(Sosial) yakni roles, norms, dan values memiliki keterikatan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
188
satu sama lain yang sangat dinamis dan demikian eratnya, dan berubah setiap saat
seiring dengan perubahan yang terjadi dalam dunia nyata.
Atas dasar uraian dan penjelasan di atas, peneliti dalam disertasi ini
melakukan Analisis Sistem Sosial pada sistem yang ada terkait dengan perspektif
desentralisasi dalam pembentukan organisasi perangkat daerah yang salah satu
komponennya adalah pimpinan yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan di
Indonesia. Adapun rujukan penelitian dilihat dari tiga level kelembagaan yaitu
makro, meso, dan mikro.
5.2.1. Roles atau peran pada Level Makro
Level Makro adalah level dimana regulasi nasional dirumuskan,
diformulasikan, ditetapkan, dan diberlakukan atau diundangkan. Regulasi nasional
yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan nasional.Dalam konteks
analisis, fokus disertasi ini yang dimaksud itu adalah Undang-Undang
No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.41/2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Pembentukan organisasi perangkat
daerah atau SKPD dalam perspektif desentralisasi termasuk di dalamnya pimpinan
yang diusulkan untuk ada di dalamnya. Dalam level makro ini pemerintahan pusat
adalah Eksekutif yang direpresentasikan oleh Kementerian Dalam Negeri dan
Legislatif oleh DPR dan DPD.
Para pihak yang memiliki peran terkait dengan formulasi konsep
desentralisasi dalam peraturan perundang-undangan pada level makro adalah
Kementerian Dalam Negeri dan DPR dan atau DPD. Kedua institusi ini
mempunyai peranan yang sangat besar dalam memformulasikan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan Pemerintahan Daerah khususnya
berkenaan dengan organisasi perangkat daerah yang dilihat dalam perspektif
desentralisasi.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
189
5.2.1.1 Pemerintah Pusat
Representasi Pemerintah Pusat dalam konteks penelitian ini adalah DPR
dan DPD serta Eksekutif yang diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri.
Kementerian Dalam Negeri mempunyai peranan yang sangat besar dalam
melakukan evaluasi, pembinaan dan juga penyempurnaan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan pemerintahan daerah. Usulan penyempurnaan
secara umum berasal dari kementerian ini. Kajian awal dilakukan dengan
menyusun Naskah Akademik yang berfokus pada alasan perlunya perubahan
suatu undang-undang dan analisis daftar inventaris masalah (DIM).
Pembahasan lebih lanjut dilakukan setelah usulan draft undang-undang
disusun dilakukan oleh DPR. Pembahasan secara bersama juga melibatkan
beberapa kementerian dan lembaga yang terkait. Persetujuan akan diberikan oleh
Presiden sebagai kepala pemerintahan (Eksekutif) dengan mempertimbangkan
masukan dan pendapat dari Kementerian Dalam Negeri.
5.2.1.2 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) memiliki 3 (tiga) fungsi, yakni
legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam kaitannya dengan konsep
desentralisasi, fungsi legislasi memiliki kaitan utama dengan penyusunan UU
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pelaksananya yang terkait dengan UU
tersebut. Peranan DPR sangat besar dalam pembahasan draft sebuah UU.
Seringkali juga dilakukan dalam perumusan ini uji kepentingan publik ke
masyarakat, untuk mengetahui dan menyerap masukan-masukan terutama yang
berasal dari pemerintahan daerah, baik provinsi, kabupaten/kota.
5.2.2. Roles atau Peran pada Level Meso
Level Meso adalah level kelembagaan dimana regulasi nasional dijabarkan
lebih lanjut dalam bentuk kebijakan dalam level di bawah undang-undang. Para
pihak yang memiliki peran dalam kaitannya dengan desentralisasi dan
penempatan pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan di Indonesia dan
rujukan penelitian dalam level Meso dalam disertasi ini adalah Pemerintahan Kota
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
190
Tangerang yang meliputi Walikota dan Sekretaris Kota serta Sekretariat yang
meliputi: (1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda); (2) Biro
Hukum Pemkot; dan (3) Biro Organisasi dan Ketatalaksanan (Ortala) Pemerintah
KotaTangerang.
Berbeda dengan identifikasi kelembagaan dalam level makro, level
kelembagaan dalam level meso ini adalah mengenai pembentukan secara
institusional efektivitas kelembagaan organisasi daerah yang efektif sebagai
perwujudan dari desentralisasi.Dalam konteks ini peranan pemerintahan daerah
sangat besar terutama dalam melaksanakan koordinasi dengan Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri).Peran kordinasi antara lembaga dengan Kemendagri
adalah dalam rangka penerapan prinsip desentralisasi dalam kaitannya dengan
otonomi daerah.Peran Kemendagri sangat krusial karena dalam banyak dimensi
pemerintahan daerah menjadi teritori binaannya, sehingga mengintrodusir
desentralisasi dalam birokrasi pemerintahan daerah tidak lepas dari peran
pembinaannya itu.
5.2.3. Roles atau Peran pada Level Mikro
Level Mikro adalah level dimana regulasi nasional dan manajerial
dioperasionalkan dalam level teknis-operasional. Dalam level kelembagaan, level
mikro direpresentasikan oleh: (1) Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Tangerang; (2)
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang dan (3) Kantor Arsip Daerah (KAD)
Kota Tangerang.
Selain itu, pada level ini keterlibatan lembaga-lembaga pendukung
demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan yang berada di luar pemerintahan
akan tetapi dapat menjadi corong langsung suara rakyat yaitu Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) atau Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), baik skala nasional
yang membuka cabangnya di daerah maupun organisasi lokal yang fokus pada
pemasalahan di wilayah tersebut. Perannya sebagai check and balance dan fungsi
kontrol masyarakat terhadap pemerintah sangat strategis dan vital.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
191
5.1.3.1. Norms atau Norma-norma
Norma-norma dalam level makro adalah ketaatan, ketundukpatuhan pada
norma, azas, dan kode etik dalam pembuatan undang-undang bagi Pernerintah dan
DPR RI sebagaimana telah dibuatnya sendiri. Dalam konteks disertasi ini, hal
yang sama berlaku juga bagi Pemerintah Kota (Walikota beserta segenap
jajarannya, termasuk Sekda) yang harus tunduk pada undang-undang dan
peraturan di bawahnya termasuk PP (Peraturan Pemerintah) dan DPRD Kota
Tangerang yang telah mengeluarkan berbagai Perda (Peraturan Daerah).
Norma-norma dalam level meso adalah komitmen antar masing-masing
lembaga untuk melaksanakan koordinasi secara periodik dengan menghadiri
setiap forum koordinasi sebagai perwujudan kesepakatan dan komitmen bersama
antara masing-masing lembaga sebagai perwujudan kesepakatan dan komitmen
dengan Kementerian Dalam Negeri.
Norma-norma dalam level Mikro adalah ketaatan, ketunduk-patuhan pada
aturan, azas, dan kepatuhan dalam pembuatan rencana dan pelaksanaan rencana
penempatan pejabat.
5.1.3.2. Values atau Nilai-nilai
Nilai-nilai dalam level Makro adalah independen, profesional, dalam arti
tidak ada kepentingan kelompok, partai, maupun titipan dalam proses pembuatan
UU maupun PP, transparansi, dan non-partisan dalam arti tidak ada transaksi
ekonomi dalam negosisasi pemuatan pasal demi kepentingan konstituen,
siapapun, maupun pihak manapun.
Nilai-nilai dalam level Meso adalah komitmen, kepedulian, kepekaan,
kesadaran, dan kebersamaan antar masing-masing lembaga untuk melaksanakan
kordinasi secara periodik dengan menghadiri setiap diadakan forum kordinasi
sebagai perwujudan kesepakatan dan komitmen bersama dengan Kemendagri.
Nilai-nilai dalam level Mikro adalah kejujuran, dalam arti tidak ada kepentingan
kelompok atau partisan dalam proses penempatan pejabat, transparansi,
profesionalitas, kemandirian, dan kebersamaan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
192
5.3 Analisis Tiga: Politik
Dalam rangka menemukan (finding out) situasi yang problematis, dimensi
politik memiliki kontribusi sangat besar untuk menentukan sesuatu bisa terjadi
atau tidak terjadi. Analisis Tiga memfokuskan perhatiannya pada disposisi atau
pembagian kekuasaan (the disposition of power) dan proses disposisi tersebut
(the nature of Power). Fokus ini merupakan elemen sangat kuat dalam
menentukan dan menjelaskan pemahaman 'culturally feasible' karena dalam
kenyataannya sebenarnya politik adalah bagian dari kultur sosial masyarakat, dan
oleh karena itu seharusnya masuk dalam Analisis Dua (Sosial). Namun menjadi
analisis tersendiri karena fitrah (the state-of-the-art) keberadaannya dan
peranannya yang sangat penting dan kuat.
5.3.1 The Disposition of Power
Pada dasarnya disposisi kekuasaan adalah jawaban komoditas kekuasaan
itu sendiri yang jabarannya atas pertanyaan utama adalah tentang bagaimana
kekuasaan diperoleh (obtained), digunakan (used), dipertahankan (defended),
diestafetkan atau diserahkan (passed on) atau suksesi, dan lengser dengan
terhormat dari kekuasaan (relinquish).
5.3.1.1 The Disposition of Power dalam Level Makro
Pemerintah RI memiliki legitimasi tinggi karena keberadaannya diperoleh
melalui kemenangannya dalam pemilihan umum yang sangat demokratis. Karena
concentration of power and responsibility upon the president, posisi ini memiliki
dampak strategis dalam semua dimensi kenegaraan, apalagi sekedar mengenai
undang-undang kepegawaian. Kebutuhan akan undang-undang mengenai
pemerintahan daerah yang baru sudah merupakan keniscayaan, sehingga dengan
kekuasaan yang dimilikinya sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dilakukan.Pada
skala lebih kecil dan level di bawahnya, hal yang serupa juga terjadi di
Pemerintah Kota Tangerang. Kepala Daerah yang terpilih secara demokratis
melalui Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) langsung, tentunya memiliki
legitimasi yang kuat untuk menjalankan pemerintahan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
193
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dipilih melalui
pemilihan umum yang juga demokratis sehingga ketiga fungsinya dapat
dilaksanakan secara optimal dalam alam demokrasi dewasa ini.Sinyalemen
banyak pihak yang mengatakan bahwa pendulum politik dewasa ini tengah
bergerak dan berada pada posisi 'legislative heavy' dari periode sebelumnya pada
posisi 'executive heavy' selama tiga dekade, kiranya merupakan disposition of
power alami yang sudah merupakan sebuah keniscayaan. DPR memegang
kekuasaan tertinggi atas pembuatan undang-undang. Hal serupa juga berlaku pada
DPRD Kota Tangerang yang para anggotanya juga dipilih secara demokratis,
sehingga diharapkan dapat menjalankan tiga peran dan fungsinya yaitu legislasi,
hak budget dan kontrol secara optimal.
5.3.1.2 The Disposition of Power dalam Level Meso
Masing-masing pimpinan lembaga terkait memiliki disposition of Power
atas eksistensi mereka masing-masing. Bentuknya antara lain adalah dalam
melaksanakan kordinasi, yakni secara periodik menghadiri setiap forum kordinasi
sebagai perwujudan kesepakatan dan komitmen bersama dengan Menteri Dalam
Negeri. Kekuasaan tertinggi untuk menjabarkan kebijakan pemerintah dalam
bidangdesentralisasi berada di tangan mereka, khususnya dalam membuat dan
menuangkan peraturan mengenai desentralisasi dalam Negara kesatuan dan
penempatan pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam satu
peraturan pemerintah (PP) yang kemudian dijabarkan lebih jauh ke dalam
Peraturan Daerah ( Perda ).
5.3.1.3 The Disposition of Power dalam Level Mikro
Walikota dan Sekretariat kota, yang terdiri dari Sekretaris Daerah (Sekda),
Asisten Sekda Bidang Pemerintahan, Asisten Sekda bidang Administrasi, dan
para SKPD yang berasal dari Dinas dan Kantor serta DPRD merupakan unsur-
unsur utama dalam Organisasi Perangkat Daerah yang diatur oleh undang-undang.
Untuk penempatan pejabat, peranan dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah juga
sangat penting.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
194
5.3.2 The Nature of Power
The nature of power adalah kewenangan yang melekat dan sah pada para
aktor karena pemilihan maupun penunjukkan melalui keputusan formal.Dengan
kewenangan yang dimilikinya itu, mereka memilki legitimasi untuk atau dalam
menjalankan kekuasaan.
5.3.2.1 The Nature of Power dalam Level Makro
Pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR RI) memiliki legitimasi mutlak dalam membuat Undang-Undang dimana di
dalamnya dimuat tentang desentralisasi dan penempatan pejabat yang memiliki
kompetensi yang dibutuhkan, atau paling tidak menugaskan pemerintah untuk
membuat ketentuan dan peraturan tentang itu.Dalam konteks penelitian ini, terkait
dengan pemerintahan daerah, maka peranan Walikota dan perangkat daerah
lainnya serta DPRD Kota Tangerang sangatlah penting dan menentukan.
5.3.2.2 The Nature of Power dalam Level Meso
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memiliki otoritas dan
kapabilitas dalam menjabarkan Undang-Undang dalam bentuk kebijakan sehingga
dihasilkan struktur tata kelola guna pemerintahan melalui kordinasi periodik
dalam menjamin tercapainyaprinsip-prinsip desentralisasi Negara Kesatuan RI di
antaranya dalam penempatan pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan.
Kemampuan ini melalui kewenangan Pemerintah Daerah dengan prinsip
desentralisasi berkaitan dengan peran level meso dalam mewadahi dan
memfasilitasi aspirasi dan penerapan prinsip desentralisasi dan penempatan
pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan sehingga terbangun kerangka
kelembagaan dalam mencapai kesepakatan (collective action) dan kesepahaman
(monitoring and enforcement) melalui pemanfaatan jaringan sebagai tata kelola
untuk menerapkan prinsip desentralisasi secara efektif dan efisien.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
195
5.3.2.3 The Nature of Power dalam Level Mikro
Para pimpinan SKPD beserta segenap jajarannya, antara lain Dinas
Pendidikan (Disdik), Dinas Kesehatan (Dinkes), Kantor Arsip Daerah (KAD) dan
lainnya memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh Kota Tangerang. SKPD ini
memiliki kemampuan untuk memperkuat keterlekatan (embeddedness) pada
hubungan sosial dan norma untuk menjamin tercapainya pelayanan masyarakat
yang optimal. Hal itu dapat dipenuhi jika dilakukan oleh orang-orang yang
memiliki kompetensi yang dibutuhkan dimaksud.
5.1.4 Rich Picture
Rich Picture adalah cara mengungkapkan situasi dunia nyata yang
dianggap problematis yang lazim digunakan dalam SSM (Hardjosoekarto, 2012).
Sesuai dengan namanya, maka di dalamnya tergambarkan semua pemangku
kepentingan berikut peran dan perhatian pokok mereka.Meskipun diekspresikan
dalam bentuk gambar yang menyerupai gambar kartun dan diekspresikan dalam
bentuk diagram, namun rich picture bukanlah 'diagram as such' melainkan sebuah
'appreciation of the problem situation and the utility of the picture is not in the
picture itself, but in the process of constructing the picture. However, it is
recognised that the rich picture diagram can also be a useful alternative to a
textual description of a problem situation: it may for instance sufficiently convey
the description of the situation to the thirdparty'.(Checkland dan Scholes, 1990).
Horan (2000) menyebutkan bahwa rich picture merupakan alat
komunikasi yang paling umum dan paling fleksibel dalam melakukan proses
pembelajaran dengan para mahasiswa. Beberapa hal yang menurutnya merupakan
keunggulan rich picture, yaitu: (1) bentuknya grafis; (2) tidak menuntut
kemampuan artistik yang tinggi; (3) bebas dari tuntutan bahasa (kecuali substansi
tekstual); (4) dapat dibuat secara sederhana maupun sangat lengkap yang dapat
memberikan informasi dari yang ringan sampai informasi keseluruhan system; (5)
mudah diperbaiki; (6) sangat mudah dibuat baik oleh individu maupun kelompok;
(7) tidak memerlukan keahlian untuk menginterpretasikan; (8) tidak ada
pembatasan dari segi isi gambar, kecuali lingkungan kultural; (9) dapat
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
196
menyajikan berbagai informasi seperti politik, konflik, emosi, dll; (10)
menyajikan informasi sebagai dasar untuk komunikasi dan negosiasi.
Penuangan pemikiran, ide, gagasan, hubungan, proses, interaksi, dalam
gambar sebagai media untuk memberikan gambaran akan 'complexity situation'
tentang isu yang tengah menjadi pusat perhatian lebih efektif bila dibandingkan
dengan narasi kata-kata. Gambar adalah medium yang baik dalam
memperlihatkan hubungan dibanding dengan narasi linear. Gambar atau simbol
pada rich picture menunjukkan hubungan dan penilaian, pencarian simbol yang
dapat mewakili perasaan yang akan disampaikan mengenai situasi masalah, dan
mengindikasikan hubungan yang relevan dengan solusi dari situasi permasalahan.
Selain itu, rich picture juga mengindikasikan ringkasan hubungan antar situasi.
Oleh karena itu dalam menyusun rich picture tidak ada teknik formal atau klasik
dan keterampilan menggambar khusus yang digunakan, karena rich picture
adalah pemaparan situasi problematik secara lengkap, maka rich picture akan
membantu peneliti dalam melakukan penelitian (Checkland and Poulter,2006).
Sementara itu, Wong dan Howard (1998) menyarankan digunakannya
cara pembuatan rich picture yang partisipatif dengan mengemukakan beberapa
teknik, seperti curah pendapat (brainstorming), pembahasan pada papan cerita
(storyboarding), dan penyusunan draft prototype (paper-based
prototyping).Sebagai media penggambaran situasi problem yang tengah diteliti,
rich picture dibuat untuk dan/atau dalam rangka menjawab dua pertanyaan
kompleks berikut guna menangkap serba sistem aktivitas manusia atau human
activity systems dalam topik yang tengah dibahas (Checkland dan Poulter,
2006).Pertama, sumber daya apa yang tersedia, dalam proses operasi seperti apa,
dalam kerangka prosedur perencanaan seperti apa, dalam stuktur seperti apa,
dalam lingkungan apa dan sistem yang lebih luas apa, dan oleh siapa. Kedua,
bagaimana pendayagunaan sumberdaya dimonitor dan dikendalikan.
Jawaban atas kedua pertanyaan di atas memang penting untuk dielaborasi
dalam gambar rich picture, namun kedua pertanyaan tersebut tidak menjadi
rujukan resmi dan standar dalam SSM. Bukan hanya jawaban atas kedua
pertanyaan tersebut sebagai sumber informasi dalam rich picture. Pengetahuan
akan situasi yang terkumpul menjadi sumber formal untuk memulai mencoret-
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
197
coret menjadi gambar sederhana akan situasi masalah. Pengetahuan dapat
diperoleh melalui pembicaraan kepada orang yang mengerti akan data dan
informasi yang dibutuhkan, dengan melakukan interview formal, menghadiri
pertemuan, membaca dokumen, dan lain-lain.
Formula CPO, Client, Practitioner, dan Owner of the issue(s) addressed
tetap menjadi rujukan dalam menyusun rich picture, yaitu: (1) harus ada orang,
atau sekelompok orang atau pihak yang menyebabkan terjadinya investigasi dan
dilaksanakannya intervensi (Client), dan orang atau pihak ini harus tergambar
dalam rich picture; (2) harus ada orang, atau sekelompok orang atau pihak yang
melakukan investigasi (practitioner); dan (3) ketiga harus ada orang, atau
sekelompok orang atau pihak yang menjadi pemilik isu (owner of the issue (s)
addressed atau issue(s) owner). Pemilik issue memegang peran penting karena
mempresentasikan investigasi penelitian dan paling berkepentingan terhadap
hasil investigasi penelitian.
Dalam konteks penelitian disertasi ini, dari keseluruhan tiga level
kelembagaan, issue owners-nya adalah Pemerintah RI, DPR RI, Kemendagri,
Pemerintah Kota Tangerang, dan beberapa Organisasi Perangkat Daerah Kota
Tangerang serta LSM.
5.4.1 Level Makro
Rich picture level makro direpresentasikan dengan realita bahwa NKRI
merupakan suatu entitas yang sangat pluralis atau majemuk. Satu entitas yang
dilihat dalam perspektif geografi, demografi, sejarah, etnik, kultur tidaklah
homogen melainkan sebuah keniscayaan yang amat heterogen. Oleh karena itu
keberlakuan standar dalam wujud kebijakan publik, peraturan perundang-
undangan tentang desentralisasi memerlukan penyesuaian dengan kondisi daerah
masing-masing yang potensial akan keberagaman sumberdaya, etnik dan kearifan
lokal. Pembentukan SKPD di level daerah khususnya di tingkat kota, sudah
seharusnya mampu menampung gagasan dan prinsip ini.
Untuk membentuk SKPD yang mampu memberikan peningkatan
kesejahteraan dan pelayanan yang optimal kepada masyarakat di butuhkan
birokrasi rasional yang adaptif terhadap lingkungan.Lingkungan politik,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
198
ekonomi, dan kultural birokrasi sekarang ini membutuhkan peraturan
perundangan yang mampu menjamin adanya imparsialitas dari aparatur negara
yang berwawasan nasional, dan sistem manajemen aparatur yang terbuka dan
mengacu pada perspektif desentralisasi. Dalam disertasi ini tidak akan berfokus
pada penjelasan Undang-Undang mengenai itu sendiri, melainkan bagian atau
pasal mengenai desentralisasi yang diusulkan untuk ada di dalamnya.
Rich picture level makro mencoba mengakomodir perkembangan
lingkungan strategis.Selain itu rich picture ini juga mengakomodir desentralisasi
sebagaimana dimuat dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.Para
aktor dalam level ini di tingkat pusat adalah Pemerintah dan DPR RI, sedangkan
di tingkat daerah adalah Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota.
Hal serupa berlaku juga di Kota Tangerang. Pernyataan Agus Dwiyanto (2012: x)
tentang “kapabilitas birokrasi” sebagaimana dikutip di bawah ini dapat dijadikan
rujukan untuk memperjelas kondisi tersebut.
"Dalam kehidupan politik, perbaikan kinerja birokrasi pelayanan
publik akan memiliki implikasi luas, terutama dalam memperbaiki
tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya
kinerja birokrasi selama ini menjadi salah satu faktor penting yang
mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah."
Banyak langkah yang mesti direncanakan, dilakukan, dan dinilai secara
sistematis dan konsisten. Dalam konteks ini, penataan sumber daya
organisasional dan aparatur menjadi hal yang sangat penting dilakukan.Terlebih
lagi di era otonomi daerah seperti sekarang.Penataan sumber daya aparatur yang
professional dalam manajemen otonomi daerah merupakan suatu yang harus
diprioritaskan. Karena reformasi bidang administrasi pemerintahan
mengharapkan hadirnya pemerintahan yang lebih berkualitas, lebih mampu
mengemban fungsi-fungsi pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan
pembangunan sosial ekonomi.
Oleh karena itu, prinsip desentralisasi menjadi suatu hal yang sangat
penting.Pengaturan yang tidak jelas dan tegas tentang bagaimana mekanisme
pengangkatan dan penempatan aparat sipil pada birokrasi satuan kerja perangkat
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
199
daerah menimbulkan kondisi kinerja yang tidak optimal, tidak terbuka, dan tidak
berbasis pada kompetensi. Hal ini yang masih terjadi di Indonesia, seperti yang
dikemukakan oleh Agus Dwiyanto, sebagai berikut:
"Pemegang jabatan publik tidak lagi ditentukan oleh mereka yang
kompeten dan memenuhi kualifikasi, tetapi oleh mereka yang mampu
membayar dan/ atau dekat dengan elit politik dan birokrasi di daerah"
(Agus Dwiyanto, dalam Seminar Membangun Kapabilitas Birokrasi,
Bappenas)
Terkait dengan pembentukan SKPD di Kota Tangerang, maka beberapa
penjelasan sebagai hasil wawancara dengan mantan Sekda (Sekretaris Daerah)
Kota Tangerang, Hary Mulya Zein, pada tanggal 3 November 2013 dapat
memperjelas kondisi tersebut.
Sebagaimana dapat dipahami bahwa Pemerintah Kota Tangerang
membentuk SKPD yang secara langsung memberikan pelayanan langsung kepada
masyarakat dan implikasinya secara jelas dan nyata dirasakan secara struktural
yaitu Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan.Menurut informasi dari mantan
Sekda, bahwa kedua Dinas itu yang mendesak untuk diprioritaskan karena
menyangkut langsung kepentingan untuk pelayanan kepada masyarakat luas
(public services). Berikut petikan wawancaranya:
“Karena lebih kepada fokus bentuk pelayanan publik, pelayanan yang
bergaul langsung dengan masyarakat. Yang ketiga adalah kantor
arsip. Ini sebetulnya memang awalnya kantor arsip.Dua SKPD,
intinya adalah bagaimana proses pembentukan dari e…ketiga SKPD
itu atau secara umum bagaimana proses. Ya kalau secara normatif
memang kita kita merefer pada e…apa namanya PP seperti biasalah
normatif.”
Apabila dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi pembentukan
SKPD,indikasi serta korelasinya secara organisasional terhadap kinerja
Pemerintah Kota Tangerang. Berikut petikan wawancaranya:
“Kalau orang-orang daerah ini para perencana organisasilah gitu di
daerah dia pasti apa namanya sabdo pandito gitu.Artinya nggak ada
pertimbangan misalnya, “kenapa begini kenapa begitu.Ya aturan. Itu
yang melekat pada birokrasi dan tidak ada satu kreativitas karena
kreativitas di Indonesia akan terjerembab kepada persoalan hukum
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
200
nantinya. Kalau misalnya uang ada aliran APBD nah ketika diperiksa
sudah kena.Itulah yang membuat pejabat-pejabat daerah patron client
tidak ada suatu kreativitas. Kalaupun orang pusat ini, pusat itu hanya
bertugas menyusun standar, norma, dan prosedur. Orang pusat bikin
surat harus dilaksanakan gitu kan masa bodo mau jungkir balik.
Harusnya ini saya kembali mencontohkan ini ya e…pemilu bukan
karena saya mengaitkan. Karena terjadi satu persengketaan karena
peraturan yang tidak jelas, peraturan yang multi tafsir, membuat apa
para pelaksana di daerah itu adalah e…apa namanya loyalitas mati.
Karena sesungguhnya Undang-Undang desentralisasi sehingga daerah
bisa mempunyai kreativitas, daerah mempunyai inovasi-inovasi yang
lain. Ini yang membuatnya, nah kaitan dengan bagaimana penyusunan
organisasi daerah itukan ya tentunya berpatokan kepada rukun
penjabarannya apa tuh, undang-undang PP itukan. Padahal
sesungguhnya juga undang-undang dan PP tidak apa ya menyajikan
secara detail. Ada suatu terjadi begini ketika ada suatu layanan
misalnya reklame BPP Badan Pelayanan Perizinan mengambil duit dia
kalau terjadi masalah itu mah urusan Satpol PP dan Dinas Tata Kota.
Terjadi perseteruan padahal harusnya inikan suatu sistem kan dibangun
dibentuk dinas ini tentunya walikota jadi penengah juga. Akhirnya
amanat dari peraturan daerah, amanat peraturan walikota tidak
efektif.Ini tafsiran-tafsiran pejabat-pejabat di daerah seperti itu”.
`Hal tersebut sebenarnya ada keterkaitannya dengan peranan Walikota
dalam pembentukan SKPD dan pengangkatan pejabatnya, karena sudah menjadi
kecenderungan di banyak daerah bahwa Walikota terpilih pasti akan mengangkat
orang-orang yang dianggap layak untuk membantu menjalankan kinerja
pemerintahan.Pertimbangan kelayakan tersebut sangat relatif karena disesuaikan
dengan target-target dan program yang telah dicanangkan sebelumnya. Berikut
petikan wawancaranya:
“Ya itu seperti itu. Di lingkungan internal kita didiskusikan dengan
walikota, mungkin Pak walikota ada kepentingan-kepentingan bahkan
saya satu minggu waktu itu di Puncak tuh membicarakan soal perizinan
dengan supaya digabung kan. Kemudian tanda tangan langsung
dilarikan ke walikota tanpa ada melalui prosedur Sekda gitukan. Nah
ini sebenarnya perizinan kan di situkan diinterpretasikan kepala
daerah ada need-nya itukan Sekda jangan ikut-ikut, ini urusan gua.
Nah dengan dewan juga intens. Dan dewan juga melibatkan hearing
juga dengan stakeholder gitukan, bukan hanya di intern SKPD bahkan
waktu itu Dewan yang dulu ada dinas namanya Perumahan dan
Pemukiman karena apa namanya kepala dinasnya waktu itu dia tidak
komulatif akhirnya dilebur. Karena menurut ini kita tim bahwa Dinas
Pemukiman dan Perumahan ini masih relevan karena Tangerang ini
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
201
kan kalau lihat zoningnya itukan ngurusin rumah, pemukiman
dileburlah dia.”
Bila ditelaah lebih jauh tentang pemilihan para pejabat yang akan
menduduki posisi top management di masing-masing SKPD, maka
mekanismenya dapat ditelusuri berdasarkan pengalaman mantan Sekda. Berikut
petikan wawancaranya:
“Kalau kita berdasarkan pengalaman jadi Sekda.Jadi kita melihat
karier gitu Pak dari bawah, khusus mengenai dinas-dinas khusus yang
tadi kependidikan tentunya orang yang paham betul terhadap
belantara wilayah pekerjaannya, spesifikasi pekerjaannya, ranah
pekerjaannya. Ya kita misalnya dokter ya kan banyak berhubungan
dengan rumah sakit. Jadi terhadap dinas-dinas kayak inspektorat dia
harus dari auditor jadi paham betul. Karena bukan pembentukan
organisasi di daerah itu bukan bagi-bagi kekuasaan.Nah dari dulu
saya berpandangan seperti itu.Saya banyak berselisih paham dengan
Pak Wahidin, Pak Wahidin itukan kadang-kadang melibatkan ada
parameter politik.Dia membantu nggak waktu gua nyalonin? Ah gak
bantu Pak. Ah udah jangan kan gitukan”.
Terkait dengan realitas politik, terutama mekanisme pemilihan kepala
daerah secara langsung (Pilkada).Hal yang lumrah terjadi transaksi politik yang
berujung distribusi kekuasaan, khususnya posisi-posisi strategis. Hal itu tentunya
juga terjadi di Kota Tangerang, dimana tidak tertutup kemungkinan anggota tim
sukses kemudian menjadi kepala SKPD. Berikut petikan wawancaranya:
“Saya bemperi, saya tes, psikotes semua untuk bahan ketika dia
menempatkan seseorang kan ada rahasia publik itu, “itu mah hanya
me…apa namanya menempatkan orang-orang yang politik balas budi.”
Kata Pak Wahidin, siapa bilang, saya pakai di psikotes apa segala. Dia
nggak tahu bahwa itu adalah membemperi dia untuk tidak menempatkan
ini tidak berprasangka nepotisme kan makanya saya waktu itu. Pokoknya
kita terhadap badan-badan apa dinas atau badan atau kantor yang
punya kualifikasi khusus itu ditempatkan orang-orang yang
berkompetensi itu.‟
Kesimpulan dari wawancara yang telah disampaikan sebelumnya adalah
bahwa faktor yang paling mempengaruhi dalam pembentukan SKPD dan
pengangkatan para pejabatnya adalah faktor politik.SKPD dibentuk sebagai
pengejawantahan dari janji dan program politik yang telah disampaikan oleh
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
202
Walikota terpilih pada saat kampanye kepada masyarakat terutama konstituennya.
Adapun pengangkatan para pejabatnya juga sangat dipengaruhi faktor
pertimbangan politik untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para
penyokong dan tim sukses yang tentunya sudah terjadi kesepakatan politik jauh-
jauh hari sebelum Walikota terpilih menduduki jabatannya setelah memenangkan
Pilkada.Dalam perspektif lainnya, masih pada level makro, informasi terkait
pembentukan SKPD dapat dilihat pada hasil wawancara dengan para anggota
DPRD Kota Tangerang, terutama dengan Komisi I yang membidangi pembuatan
berbagai Perda (Peraturan Daerah) terkait dengan pembentukan organisasi
perangkat daerah.
Wawancara telah dilakukan dengan beberapa anggota Komisi I DPRD
Kota Tangerang, yaitu (1) Afanuddin, (Sekretaris Komisi I) pada tanggal 8
November 2013 di Kantor DPRD Kota Tangerang; (2) Gatot Purwanto, (Ketua
Komisi I) pada tanggal 9 November 2013 di Hotel Aston Kota Tangerang; dan (3)
Basri, (Kepala Bagian Biro Rumah Tangga) pada tanggal 7 November 2013 di
Kantor DPRD Kota Tangerang.Penjelasan yang terkait dengan proses
pembentukan organisasi perangkat daerah, mulai dari awal sampai dengan
penetapannya dalam Perda (Peraturan Daerah) untuk Dinas Pendidikan (Disdik),
Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Kantor Arsip Daerah (KAD). Pendapat dalam
wawancara dengan para anggota DPRD Kota Tangerang, sebagai berikut:
Menurut salah satu anggota DPRD Kota Tangerang, H. Affanuddin,
beliau menjelaskan sebagaimanan tersebut di bawah ini:
“Ya, kalau untuk Dinas Pendidikan saya pikir memang dia kan SOTKnya
sudah dibentuk, baik SOTKnya dan juga memang diatur sama PP 41 dan
juga kalau Dinas Kesehatan itu memang hakikatnya di Kota Tangerang
memang sudah cukup baik, dengan adanya puskesmas-puskesmas yang
memang ke depannya kita juga akan menjadi buat penyaringan,
penyaringan dalam artian katagori penyakit yang akan kita limpahkan ke
rumah sakit umum daerah, jadi saya kedepannya juga berharap untuk
puskesmas-puskesmas yang memang ada di kecamatan-kecamtan itu bisa
menseleksi, sehingga apakah ini dapat dirujuk dengan rumah sakit umum
ataupun tidak. Kalau hal-hal penyakit-penyakit yang memang bisa
dikategorikan kecil bisa ditangani oleh puskesmas itu saya pikir itu yang
harus dicover oleh puskesmas.kalau Dinas Pendidikan kita kemarin
memang tidak banyak merubah yaitu masih mengacu kepada perda-perda
yang teradahulu, karena SOTK yang memang ada di dinas itu memang
sudah cukup efektif. Ya kalau sistem pembentukannnya ini kan ada
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
203
mekanisme yang memang dikaji dulu sebelum dibentuk kebutuhan di
dalam satu daerah, bagaimana dengan mekanisme, harapannya ya
mungkin mengacu pada peraturan-peraturan perundang-undangan yang
berlaku, itu tentang pembentukan perangkat kerjanya.”
Sedangkan menurut pendapat anggota DPRD lainnya, H. Basri, beliau
menyampaikan pandangannya sebagai berikut:
“Proses pembentukannya? Diawali melalui perda yang diusulkan oleh
pemerintah, dalam hal ini eksekutif, Walikota menyampaikan Raperda
tersebut (Rencana Peraturan Daerah) mengenai perangkat daerah
misalkan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kantor apa ajalah, itu
prosesnya, ke sekretariat DPRD itu hanya usulan, dari eksekutif kepada
DPRD, nanti di DPRD itu dibahas juga dengan eksekutif atau juga
dengan SKPD terkait, atau juga dibahas dengan tokoh masyarakat atau
pihak lain, pihak lain yang berkepentingan dengan SKPD yang
bersangkutan. Misal SKPD PDK penting apa di buat Dinas PDK, kita
juga dari DPRD maksudnya mengundang juga pihak-pihak terkait dalam
pembahasan Raperda itu. Jadi proses awalnya itu, Walikota (kalau disini
Walikota ya).
Dari pendapat anggota DPRD ini dapat dipahami bahwa Peraturan Daerah
pertama kali diusulkan oleh eksekutif daerah, dalam hal ini Walikota melalui
Sekretariat DPRD. Di DPRD kota Tangerang, rancangan ini dibahas bersama
SKPD terkait dan tokoh masyarakat dan pihak terkait lainnya. Peranan SKPD di
sini sangat besar sekali terutama dalam memberikan masukan tentang signifikansi
dari SKPD yang diusulkan. Dalam fase ini Walikota memberikan penjelasan di
depan sidang DPRD sebagaimana dikatakan lebih lanjut sebagai berikut:
“Walikota menyampaikan penjelasan rancangan peraturan daerah
mengenai pembentukan SKPD tadi, di rapat paripurna, dihadapan
anggota dewan, dan pejabat-pejabat yang terkait nah setelah itu
diparipurnakan, nanti ada pemandangan umum dari dewan, dari fraksi,
terutama pemandangan umum fraksi mengenai penjelasan walikota atas
rancangan perda. Rancangan perda mengenai pembentukan SKPD,
setelah itu rapat paripurna lagi, nanti ada jawaban dari walikota, tadi kan
penjelasan oleh walikota pertamanya, paripurna yang kedua pandangan
umum, setelah ada pandangan umum nanti ada jawaban dari walikota.
Anggota dewan aja, minta masukan semua anggota dewan disitu, setelah
tadi dibahas dengan tokoh masyarakat tokoh SKPD, terakhir.Nah setelah
paripurna finalisasi.Difinalkan, baru nanti disampaikan kembali di rapat
paripurna dengan Walikota ditetapkan sebagai perda, jadi nanti terakhir
itu penandatanganan kesepakatan penetapan Raperda menjadi Perda tadi
pendidikan dan lainnya. Setelah dijawab oleh Walikota, baru ada
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
204
pembahasan, tahap pembahasan, pembahasan dengan SKPD terkait
dengan tokoh masyarakat, dengan pihak ke 3 dengan pihak-pihak lain
yang diperlukan, mengenai pentingnya dibentuk organisasi tersebut.
Setelah dibahas beberapa lama, dewan nanti membuat kesimpulan di
laporan akhir, nanti dirapat gabungan dulu, biasanya itu dibahasnya oleh
pansus (panitia khusus) setelah membahas ya nanti di rapat gabungan
semua anggota dewan rapat lagi tapi buka rapat paripurna umum,
paripurna internal.”
Proses lebih lanjut dilakukan melalui sidang paripurna, pemandangan
umum dari setiap fraksi. Kegiatan rapat pembahasan bisa dilaksanakan beberapa
kali sehingga nanti ditetapkan kesepakatan untuk kemudian difinalisasikan. Bila
kajiannya dikaitkan dengan proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok
masing-masing SKPD (Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip
Daerah), maka gambaran pandangan para anggota DPRD, sebagai berikut:
Menurut H. Affanuddin, sebagai salah satu anggota Komisi I DPRD Kota
Tangerang, pandangan beliau sebagai berikut:
“Ya kalau penyusunan itu kan tergantung dari tingkat kebutuhannya,
e..berapa sih yang dibutuhkan sama Dinas Pendidikan. Kalau untuk
membuat strukturnya itu kan saya pikir itu dinas-dinas terkait yang
memang e..mengetahui berapa yang harus mereka butuhkan pangkat dan
struktur seperti apa polanya itu yang memang mereka butuhkan dari
tingkat kecamatan yang mungkin, yang mungkin yah ada pembantu,
tingkat pendidikan kan ada UPT, UPTD yah, kalau di Puskesmas, e..
kalau di Dinas Kesehatan mungkin puskesmas-puskesmas dan sekarang
dibantu dengan posyandu-posyandu yaitu mungkin e.. salah satu
keterkaitan ada beberapa dinas yang terkait. Kalau Kantor Arsip memang
Kantornya sudah tetap ya. Ada, istilahnya itu memang kantor yang
menaruh seluruh arsip-arsip yang berkaitan dengan masalah pemerintah
daerah Kota Tangerang.”
Penyusunan organisasional SKPD sangat bergantung pada tingkat
kebutuhan masing-masing sesuai dengan pola peraturan perundang-undangan.
Sedangkan menurut pandangan H. Basri, yang juga berada di komisi yang sama,
beliau menyampaikan informasi sebagai berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
205
“Kalau penyusunan struktur itu urusan Walikota.Pengisiannya oleh
Walikota.Jadi kalau dengan membahas, rencana membantu Dinas
Pendidikan, setelah dibentuk Dinas Pendidikan strukturnya bagaimana?
Ada Kepala, ada Sekretaris, ada Kabid-kabid, ada Kasi-Kasi misalnya, itu
hanya kerangkanya saja, adapun nanti mengisi orang-orangnya itu
Walikota.”
Secara lebih mendalam, ada beberapa faktor yang menjadi penentu dalam
proses pembentukan organisasi perangkat daerah, baik faktor internal maupun
eksternal. Faktor-faktor internalnya sebagaimana tergambar dari penjelasan para
angota DPRD, sebagai berikut:
Menurut H. Affanuddin sebagai berikut:
“Pertama faktor yang paling penting, faktor tingkat kebutuhan
masyarakat, jadi kita membentuk salah satu antar satuan kerja itu, itu
memang kita harus bisa mengetahui tingkat pelayanan masyarakat sejauh
mana, apakah sudah memuaskan atau tidak, kebutuhan masyarakatnya,
kenapa itu bisa didirikan UPTD seperti Dinas Pendidikan. Itu bisa
membantu, karena banyaknya sekolah-sekolah yang ada di wilayah Kota
Tangerang baik negeri maupun swasta, jadi harus dipantau dan juga
mungkin permasalahan kesehatan itu sendiri, dan tadi posyandu,.
puskesmas, ini mungkin yang memang kita ketahui seberapa jauh tingkat
kepuasan sehingga itulah menjadi salah satu indikator bagaimana kita
menyusun faktor dari kantor penyelenggaraan pemerintah daerah. Iya,
tadi itulah indikator-indikatornya masalah faktor pelayanan pada
dasarnya begitu.”
Sedangkan menurut H. Basri sebagai berikut :
“Jadi biasanya internal itu leading sector, leading sector untuk Raperda,
Raperda itu biasanya di eksekutif, dipihak walikota, itu bagian hukum,
atau SKPD terkait, katakanlah misalnya Dinas Pendidikan, punya apa
namanya, kantor pengen ditingkatkan, kantor itu biasanya yang
merencanakan awal, rencana awal yang menentukan ini polanya begini,
begini, begini, nanti dimasukkan ke dalam Prolegda yang di eksekutif,
dari sana bagian hukum ni, misalnya ketuanya Pak Sekda, nanti dari sana
dibahas, setelah dibahas baru jadi rancangan baru disampaikan ke DPRD
Kota, jadi leading sectornya mungkin yang menentukan maksudnya itu
dari SKPD awal, yang punya gagasan awal.
Peranan leading sector dalam hal ini SKPD, sangat besar dalam
mengajukan usulan nomenklatur organisasi. Usulan unit organisasi harus
dimasukan ke dalam Prolegda di eksekutif, yang berada di Bagian Hukum
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
206
Sekretariat pemerintahan daerah. Proses kegiatan dikoordinasi oleh Sekretaris
Daerah yang bertanggung jawab kepada Walikota. Sebagaimana disampaikan oleh
anggota DPRD sebagai berikut:
“Seperti kita, sekretariat DPRD minta penambahan-penambahan yang
namanya kasubag, dalam struktur organisasi minta penambahan kasubag,
nah leadingnya itu berarti dari kita, dari sekretariat, kenapa kita butuh
itu, butuh kasubag? Karena kan sangat diperlukan, sangat dipentingkan
dan sangat dibutuhkan sekali, kita usulkan ke tim Prolegda tadi yang ada
di eksekutif, Walikota, nah ketuanya Pak Sekda, dan Sekretarisnya bagian
hukum, dan lainnya ang terkait disitu. Disitu dibahas seperti tadi di
dalam, baru nanti diusulkan jadi Raperda, yang mengusulkannya yang
menyampaikan nanti Pak Walikota, sampaikan ke Dewan, padahal punya
kita kan? Disampaikan ke Dewan baru persetujuan bersama, gitu.Baru
dua orang tuh, dua orang Kasubag kosong yang mengisinya siapa bukan
Dewan, yang mengisinya nanti dari Walikota, siapa menyusun siapa gitu.”
Di samping faktor kebutuhan terutama yang terkait dengan pelayanan
publik sebagai faktor internal, yang sangat menentukan bagaimana postur
organisasional SKPD, ada faktor eksternal yang menjadi penentu dan harus
diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah. Hal ini
dapat dipahami dari wawancara dengan H. Affanudin, sebagai berikut:
“Faktor-faktor eksternal, yang dari masyarakat. Kalau internal itu kan
memang e..faktor yang dibentuk dari SKPD-SKPD terkait yang
menentukan eksternal kan masyarakat. Jadi kita harus melibatkan sejauh
mana dibutuhkan atau tidak, ini kita tidak terlepas daripada aspirasi
masyarakat.”
Faktor yang bersifat eksternal lebih berasal dari aspirasi masyarakat.
Pendapat, masukan dan keinginan seperti apa nomenklatur SKPD itu menjadi
faktor yang memberikan pengaruh. Secara subtansial, faktor kelulusan menjadi
indikator yang dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas
pokok orgainisasi Dinas Pendidikan sebagaimana pendapat Affanuddin sebagai
berikut:
“Tingkat kelulusan salah satu indikator, dan itu kan harus kita ketahui,
jadi berapa tingkat kelulusan, tingkat kelulusan itu sehingga kita bisa
membentuk daripada faktor-faktor yang memang berkaitan dengan Dinas
Pendidikan karena kan orientasi untuk pendidikan itu kan mesti angka
kelulusan-angka kelulusan. Itu yang memang tidak terpisahkan juga salah
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
207
satunya.E.. ini indikator untuk pembentukan-pembentukan dalam
organisasi pendidikan mungkin itu saja.”
Sedangkan untuk Dinas Kesehatan H. Basri mengatakan sebagai berikut :
“Waduh, tentang kesehatan?Saya kurang paham kalau itu, biasanya kita
itu membutuhkan dua seksi atau dua kasubag, itu sesuai dengan
kebutuhan kita, kita misalkan disini kasubag verifikasi, kasubag verifikasi
sangat dibutuhkan untuk kelancaran administrasi keuangan, ga ada di situ
kasubag verifikasi maka.Diadakan, nah kita usulkan. Mungkin juga di
SKPD yang lain seperti itu, kenapa diperlukan struktur itu, bagian badan
ini, nah mungkin ada kebutuhan-kebutuhan yang mendesak yang harus
ditangani oleh SKPD yang bersangkutan, jadi sifatnya umum, kalau
itukan sub-sub dari dinas ini, dinas ini, itu mah silahkan masing-masing
dinas kan punya alasan tertentu, saya ambil contoh yang ada di
sekretariat DPRD, kita membutuhkan 2 kasubag karena itu memang
diperlukan, satu kasubag pelaksanaan, kedua kasubag verifikasi yang
sebelumnya dijabat oleh kasubag yang lain, padahal menurut fungsi dan
tugas itu sangat berat, maka perlu dibentuk itu.”
Di samping itu bagi Dinas Kesehatan, ada beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi di
dinas tersebut. Berikut pandangan beberapa anggota DPRD Kota Tangerang,
sebagai berikut:
Menurut H. Affanuddin, sbb:
“Pertama, jumlah penduduk, memang ini indikator sejauh mana tingkat
pelayanan tentang sarana kesehatannya, sarana kesehatan ini kan seperti
posyandu dan puskesmas sehingga apakah ini kita layak mendirikan salah
satu puskesmas, Bisa saja di salah satu kecamatan ketika memang
penduduknya sangat padat.Ini bisa saja kita dirikan misalnya dua
puskesmas, lebih dari satu. Sementara ini kan saya lihat juga memang kan
ada beberapa satu kecamatan, satu puskesmasnya ya Pak, sehingga tidak
menutup kemungkinan, bila akan dibentuk puskesmas pembantu juga.”
Sedangkan menurut pandangan H. Basri, sbb:
“Iya, begitu, yang lain juga mungkin begitu. Satu itu di bawah dulu,
keduanya ada juga tuh, faktor eksternalnya undang-undang, pemerintah
menghendak iadanya dinas ini, dinas ini, sementara kita belum terbentuk,
faktor luar tetapi berdasarkan ketentuan yang lebih tinggi, kalau yang
dulu ada begitu, sebelum struktur baru yang ada ini kita mengacu kepada
struktur yang lama, makanya dengan pertimbangannya karena undang-
undang menghendaki begitu.”
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
208
Untuk pembentukan Dinas Kesehatan tampaknya faktor substansial yang
menonjol adalah jumlah penduduk dan tingkat kesehatan, dari sudut legal terkait
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagai pertimbangan.
Hal serupa juga tidak kalah penting untuk didalami, yaitu faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi
KAD (Kantor Arsip Daerah). Gambarannya dapat dipahami dari hasil wawancara
dengan H. Affanudin, sebagai berikut:
“Kalau untuk Kantor Arsip Daerah, sejauh ini ada beberapa pemilahan-
pemilahan atau permasalahan-permasalahan atau bidang-bidang yang
memang diarsipkan oleh daerah Kota Tangerang, mungkin ya masalah
pendataan kependudukan, data kepegawaian, data laju inflasi, data yang
macam-macam ini sejauh mana perkembangan-perkembangan dari data-
data tersebut yang memang kita tampung di kantor arsip daerah, saya
pikir untuk kantor arsip daerah itu kantor yang sangat vital. Hakikatnya
sangat vital karena dia memang yang mengumpulkan seluruh arsip dari
tahun 58 mungkin masih ada. Ini kan memang sangat rancu, karena
daerah Kota Tangerang ini kan daerah pemekaran, daerah pemekaran
dari kabupaten menjadi e.. Kota Tangerang, tahun 93 kalau gak salah itu.
Tanggal 8 Oktober tahun 1993 itu kan pemekaran Kota Tangerang,
sehingga kan kantor arsip ini juga sangat berperan penting mendukung
juga e..berperan penting walaupun hakikatnya pun selam ini kan
dikesampingkan. Iya, karena hakikatnya ini menjadi salah satu jantung
pemerintah kita seperti kita kehilangan data beberapa masyarakat kami
saja, Pada waktu beberapa hari yang lalu kami kehilangan data tentang
permasalahan tanah karena di wilayah kita. Ini kan kita melihat kan BPN
belum tentu tanah yang disertifikatkan itu ada datanya di kantor arsip.
Karena faktor itulah bengkok tidak tercantum di data BPN, tapi ada di
kantor arsip, inilah hal yang penting, cukup dijumlah data penduduk, data
penyidik itu kan masuk semuanya baik, walaupun nanti bermuara pada
penyelenggara hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan pemilu atau
yang lainnya, arsip saya pikir sangat penting, sangat penting. Memang ini
yang mengumpulkan data-data tentang Kota Tangerang, tetapi sejauh
mana dari tingkat kebutuhannya. Ini kita lihat sejauh mana juga data-data
yang masuk di kantor arsip, ya!”
Hasil wawancara ini memberikan penjelasan bahwa pembentukan Kantor
Arsip Kota merupakan suatu kebutuhan akan tersedianya data yang lengkap
tentang kewilayahan dan penduduk. Di samping karena kearsipan salah satu
urusan wajib yang diatur dalam PP No.31/2007 tentang Pembagian Urusan. Dari
beberapa pendapat sebagaimana yang telah diuraikan memang yang kemudian
dapat dipahami adalah bahwa Pimpinan SKPD dituntut untuk memiliki
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
209
kapabilitas yang tinggi dalam mewujudkan pemerintahan yang efisien dan efektif
sehingga nantinya akan mampu memberi pelayanan publik yang berkelas dunia,
dan menjawab tantangan global yang semakin kompetitif. Desentralisasi
pemerintahan daerah pada level makro dapat dipersandingkan antara UU.32
Tahun 1999, UU. No. 32 Tahun 2004256
dan usulan Peneliti dapat dipahami
sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1. Perbandingan UU No.32/1999, UU No.32/2004
dan Usulan Peneliti
Konsep UU No.32/1999 UU No.32/2004 Usulan Peneliti
Pemerintah
Pusat
Perangkat NKRI yg terdiri
dari Presiden beserta para
menteri menurut asas
desentralisasi
Presiden memegang
kekuasaan
pemerintahan negara
RI sbgmn dlm UUD
1945
Presiden dibantu oleh
menteri-menteri yg ber-
tanggung jawab atas suatu
urusan pemerintahan.
Menteri berkewenangan
untuk melakukan binwas
kpd daerah.
Desentra-
Lisasi
Penyerahan wewenang
pemerintahan oleh
Pemerintah kepada daerah
otonom dalam kerangka
NKRI
Penyerahan wewenang
pemerintahan oleh
pemerintah kepada
daerah otonom utk
mengatur dan
mengurus urusan
pemerintahan dalam
sistem NKRI
Pemerintah bertanggung
jawab dlm penetapan
kebijakan nasional utk
menjaga harmonisasi,
sinkronisasi antara
pemerintah-daerah &
daerah-daerah.Pemerintah
berwenang utk melak-
sanakan urusan yg
menimbulkan eksterna-
litas yg bersifat lintas
provinsi & negara
Dekon-
Sentrasi
Pelimpahan wewenang
dari pemerintah pusat
kepada gubernur sbg wakil
pemerintah dan/atau
perangkat pusat di daerah
Pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh
pemerintah kpd
Gubernur sbg wakil
dan/ atau kpd instansi
vertikal wilayah
tertentu
Adanya pengaturan tugas-
tugas urusan pemerinta-
han umum yg hrs dilak-
sanakan gubernur, bupati,
walikota& pelimpahan
dari walikota ke camat
Tugas
Pembantuan
Penugasan dari pemerintah
kepada daerah dan desa,
dari daerah ke desa untuk
melaksanakan tugas
tertentu yg disertai
pembiayaan, sarana &
prasarana serta SDM
dengan kewajiban
melaporkan
Penugasan dari
pemerintah kpd daerah
dan/atau desa dari
pemerintah provinsi
kpd kabupaten/kota
dan/ atau desa serta
dari pemerintah
kabupaten/kota kepada
desa utk melaksanakan
Pelaksanaan tugas
pembantuan belum jelas,
oleh karena itu diperlukan
kriteria dan konsekuensi
yang jelas dalam
pemberian tugas
pembantuan.
256
Penelitian ini telah dilaksanakan jauh sebelum ditetapkannya penyempurnaan UU No.
32/2004 menjadi UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penyempurnaan ini memberikan
implikasi penyempurnaan terhadap turunannya yaitu Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten/Kota serta PP No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Penyempurnaan turunan UU ini sedang dalam proses penyusunan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
210
pelaksanaannya &
mempertanggungjawabkan
kpd ybs
tugas tertentu
Otonomi
Daerah
Kewenangan daerah
otonom utk mengatur dan
mengurus kepentingan
masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri
berdasar aspirasi
masyarakat sesuai dgn
peraturan per-UU
Hak, wewenang dan
kewajiban daerah
otonom utk mengatur
& mengurus sendiri
urusan pemetintahan
dan kepentingan
setempat sesuai dgn
peraturan per-UU-an
Provinsi memiliki
kewenangan utk mengatur
dan mengurus
desentralisasi yg menjadi
urusannya, lintas
kabupaten/ kota dan/
urusan yg dampaknya
melewati batas kabupaten/
kota
Daerah
Otonom
Kesatuan masyarakat
hukum yg mempunyai
batas wilayah tertentu,
berwenang mengatur &
mengurus kepentingan
masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam NKRI
Kesatuan masyarakat
hukum yg mempunyai
batas wilayah yg
berwenang mengatur
dan mengurus urusan
pemerintahan dan
kepentingan
masyarakat setempat
menurut prakarsa
sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat
dalam NKRI
Kesatuan masyarakat
hukum yg mempunyai
batas wilayah yg
berwenang mengatur dan
mengurus urusan
pemerintahan dan
kepentingan masyarakat
setempat menurut
prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi
masyarakat & dikepalai
oleh kepala daerah dalam
NKRI
Wilayah
Administrasi
Wilayah kerja Gubernur
Selaku wakil pemerintah
Wilayah kerja Gubernur
selaku wakil pemerintah
Kelurahan Wilayah kerja lurah sbg
perangkat daerah
kabupaten dan/ atau dae-
rah kota di bawah
kecamatan
Wilayah kerja lurah
sebagai perangkat daerah
di tingkat kota di bawah
kecamatan
Pemerintah
Daerah
Kepala daerah beserta
perangkat daerah otonom
yg lain sbg badan ekseku-
tif daerah
Gubernur, Bupati atau
Walikota dan
perangkat daerah sbg
unsur penyelenggara
Pemda
Perlu diatur keberadaan
muspida sbg forum
koordinasi antara
pimpinan daerah &
pimpinan instansi verti-
kal,disamping kejelasan
peran Gubernur, Bupati
atau Walikota dan
perangkat daerah sbg
unsur penyelenggara
Pemda
Pemerintahan
Daerah
Penyelenggaraan Pemda
Otonom oleh Pemda dan
DPRD dan/ atau daerah
kota di bawah kecamatan
Penyelenggaraan
urusan pemerintahan
oleh pemerintah daerah
dan DPRD menurut
asas otonomi dan tugas
pembantuan dgn
prinsip otonomi dan
tugas pembantuan dgn
prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem
NKRI
Perlu diatur dg jelas ke-
Dudukan dan hub antara
DPRD dan kepala daerah
sebagai unsur
penyelenggara daerah
sehingga dapat menjamin
terjadi check and balance
dlm hubungan keduanya
utk mewujudkan kese-
kesejahteraan rakyat.
Desa Kesatuan wilayah
masyarakat hukum yg me-
Miliki kewenangan utk
mengatur menurut asas
Kesatuan masyarakat
hukum yg memiliki
batas2 wilayah yg
berwenang utk meng-
Telah di atur dalam UU
khusus tentang Desa.
Desa termasuk ke dalam
community self
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
211
desentralisasi atur dan mengurus
kepentingan masya-
rakat setempat ber-
dasarkan asal usul &
adat istiadat setempat
yg diakui & dihormati
dlm sistem pem NKRI
government atau
pemerintahan yang
berbasis komunitas
melaksanakan hal yg
terkait dgn adat istiadat &
tradisi dan bukan local
self government seperti
halnya provinsi,
kabupaten/ kota.
Sumber: setelah diolah, UU No.32/1999 dan UU No.32/2004
Dari perbandingan sebagaimana dijelaskan di atas, langkah restrukturisasi
dalam pengaturan urusan pemerintahan selayaknya dilakukan terhadap Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004257
. Restrukturisasi dilakukan dengan menata
kembali arsitektur pembagian urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
Pertama, konsep yang digunakan untuk membagi urusan pemerintahan menjadi
urusan eksklusif atau absolut dan urusan konkuren. Urusan eksklusif merupakan
urusan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sedangkan
urusan konkuren adalah urusan yang dapat diatur oleh pemeruntah dan atau
daerah yang penentuannya dilakukan dengan kriteria tertentu. Kedua, perlu
dipertimbangkan untuk memperjelas cara penyelenggaraan urusan pusat dengan
menentukan urusan yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Pusat sendiri
secara langsung dengan menggunakan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.
Dalam konteks ini, dekonsentrasi dapat dibatasi hanya pada urusan eksklusif dan
urusan konkuren yang didasarkan kriteria tertentu dilaksanakan oleh Pemerintah
Pusat sebagai urusan pemerintah pusat.
Dalam pembagian urusan, pengaturan yang jelas dapat membedakan
antara urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib seharusnya dibedakan
menjadi dua kelompok urusan yaitu urusan yang terkait dengan pelayanan dasar
masyarakat yang secara minimal harus dapat diakomodir, dan urusan wajib yang
terkait dengan kebijakan nasional. Urusan wajib yang terkait dengan pelayanan
dasar harus didasarkan pada standar pelayanan minimal (SPM) yang dibuat oleh
pemerintah, sementara urusan wajib yang terkait dengan kepentingan pemerintah
257
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 telah diubah menjadi UU No.23 Tahun 2014 dan
disahkan oleh Presiden tanggal 30 September 2014, diundangkan pada tanggal 2 Oktober 2014.
Pendapat ini disusun sebelum UU No.32 tahun 2004 disahkan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
212
dilaksanakan berdasarkan standar yang diatur dalam norma standar prosedur
kriteria (NSPK) yang dibuat oleh pemerintah.
Penyelenggaraan urusan pilihan diorientasikan untuk pengembangan
keunggulan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat. Pengambilan
keputusan untuk menentukan urusan pilihan yang akan dikelola oleh daerah dapat
didasarkan pada struktur besaran pendapatan daerah, mata pencaharian penduduk
dan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada di daerah. Penyelenggaraan urusan
pilihan yang ditentukan oleh daerah harus sinergik dan terintegrasi dengan
kebijakan nasional. Daerah agar lebih berfokus dalam melaksanakan urusan wajib
dan pilihan sehingga sesuai dengan prioritas dan potensi unggulan daerah,
selayaknya mempertimbangkan untuk melakukan pemetaan (mapping) baik oleh
pusat maupun daerah terhadap setiap urusan pemerintahan tersebut. Pembagian
urusan harus dilakukan secara tepat dengan menggunakan kriteria yang jelas,
rasional dan proporsional sesuai dengan kompetensi dan sumber daya yang ada
pada masing-masing daerah.
Pembagian urusan dalam Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah
UU No.32 tahun 2004 ini secara hierarkhis dijabarkan ke dalam peraturan
pelaksana yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 danuntuk
kelembagaannya atau organisasi perangkat daerahnya ke dalam PP 41 Tahun
2007. Kedua PP ini258
yang merupakan perwujudan dari konsep desentralisasi
dalam perspektif institusional dapat dipahami oleh Peneliti sebagaimana dapat
dilihat dalam tabel 5.2 berikut:
258
Kedua Peraturan Pemerintah ini sekarang dalam proses penyempurnaan oleh eksekutif.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
213
Tabel 5.2 Pemaknaan Desentralisasi dalam PP 38/2007, PP 41/2007
Dan Pemahaman Peneliti
PP 38//2007 PP 41//2007 Pemahaman Peneliti
Distribusi urusan
pemerintahan antara
pemerintah pusat, provinsi
dan kabupaten/kota
dituangkan ke dalam
bentuk Peraturan
pemerintah No. 38
Tahun 2007. Peraturan ini
merupakan kebijakan
publik yang memperjelas
dan mempertegas batas
urusan pemerintahan antara
pemerintah, provinsi,
kabupaten/kota. Ada 26
urusan wajib yang harus
diselenggarakan oleh
pemerintahan daerah
provinsi dan pemerintahan
kabupaten/kota yang
berkaitan dengan pelayanan
dasar. Di samping urusan
wajib, ada 8 urusan pilihan
yang berpotensi untuk
meningkatkan
kesejahteraan masyarakat
sesuai dengan kondisi
karakteristik, kekhasan dan
potensi unggulan daerah
dalam rangka
pengembangan otonomi
daerah.
Keseluruhan urusan
dimaknai oleh
kabupaten//kota ke dalam
format organisasi perangkat
daerah yang harus dibentuk
secara berbeda. Pembedaan
kelembagaan perangkat
daerah di kabupaten/kota
memang tidak dapat
dilepaskan dari bagaimana
masing-masing daerah
menafsirkan Peraturan
Pemerintah No. 41 tahun
2007 tentang Organisasi
Perangkat Daerah, di
samping persepsi dan
kebutuhan terhadap urgensi
pelayanan publik bagi
kabupaten/ kota. Urgensi
pelayanan kesehatan,
pendidikan dan kearsipan
sebagai urusan wajib dalam
Peraturan Pemerintah
No.38/2007 ini sebenarnya
sejalan dengan beberapa
Undang-Undang yang
terkait.
Heterogenitas kondisi
kabupaten/kota yang berbeda,
menyebabkan penafsiran
penyelenggaraan urusan sebagai
implementasi dari Peraturan
Pemerintah No.41 tahun 2007
antara kabupaten/kota yang ada
di Indonesia tidaklah sama.
Faktor-faktor yang menjadi
pertimbangan di dalam
membentuk organisasi perangkat
daerah dituangkan ke dalam
Peraturan Daerah. Dalam
perspektif kebijakan publik,
kebutuhan akan organisasi
perangkat daerah yang efektif,
efisien dan rasional, merupakan
masalah atau isu kebijakan yang
dipertimbangkan untuk masuk ke
dalam systemic agenda daerah
untuk diformulasikan ke dalam
suatu kebijakan publik yang
hierarkhi levelnya berada pada
tingkat lokal.
Sumber: PP No.38 tahun 2007 dan PP No.41 tahun 2007
5.4.2. Level Meso
Rich picture level meso informasinya diperoleh dari para aktor dalam level
ini.Fokusnya adalah kelembagaan organisasi perangkat daerah termasuk di
dalamnya pimpinan SKPD dan para Stafnya. Selain berkoordinasi dalam
penetapan dimensi desentralisasiadalah penuangannya juga koordinasi tentang
pelaksanaan peraturan pemerintah. Selama ini peraturan tentang desentralisasi
masih belum mampu mengakomodir kepentingan dan kebutuhan daerah dan
belum bisa mengatasi masalah kepegawaian.Oleh karena itu perlu adanya
reformasi regulasi.Desentralisasi yang diterapkan melalui UU No.32 Tahun 2004
sesungguhnya haruslah sejalan dengan UU No. 43 Tahun 1999 (kini menjadi UU
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
214
No.5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara) berkaitan dengan masalah
penempatan pejabat yang harus sesuai dengan kompetensi berdasarkan merit
system.
Dalam hubungannya dengan desentralisasi, penempatan dan pengaturan
pegawai negeri sipil yang kompeten dilakukan secara sistematis agar terjamin
keserasian pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Informasi dari pemangku
kepentingan tentang desentralisasi dalam Negara Kesatuan RI yang diwujudkan
dalam penempatan pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan, butir-
butirnya antara lain bahwa rekrutmen terbuka telah mulai diperkenalkan tahun
2012. Pengumunan dilakukan secara terbuka (open recruitment) melalui media
massa cetak maupun on-line, termasuk proses yang harus dilakukan para calon.
Dengan demikian azas kesamaan dalam memperoleh kesempatan (equality of
opportunity) terpenuhi.
Untuk menganalisis lebih jauh tentang kondisi nyata di lapangan terkait
desentralisasi di kota khususnya mengenai pembentukan organisasi perangkat
daerah atau SKPD, maka dilakukan wawancara dengan beberapa organ
Pemerintah Kota Tangerangantara lain (1) Bappeda (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah); (2) Biro Hukum Pemkot Tangerang; dan (3) Biro Ortala
(Organisasi dan Ketatalaksanaan) Pemkot Tangerang.Wawancara dengan
Bappeda telah dilakukan dengan nara sumber Kepala Bappeda Kota Tangerang,
Yayan Sopiyan, di Kantor Bappeda Kota Tangerang.
Dalam konteks yang serupa, wawancara selanjutnya dilakukan dengan
Biro Hukum Pemerintah Kota Tangerang yang diwakili oleh nara sumber: (1)
Indri Astuti, (Kabag Hukum Setda Kota Tangerang); (2) Budi D. Arief,
(Kasubbag Dokumentasi dan Pengkajian Produk Hukum Setda Kota Tangerang);
dan Diki Rizki Abadi, (Kasubbag Produk Hukum Setda Kota Tangerang).
Untuk lebih memperdalam kajian, maka wawancara juga dilakukan kepada
beberapa narasumber.Dalam wawancaranya ini para aktor menjelaskan bahwa
proses pembentukan organisasi perangkat daerah, mulai dari awal sampai dengan
penetapannya dalam Perda (Peraturan Daerah) sebagaimana tergambar dalam
hasil wawancara dengan Yayan Sopian sebagai Kepala Bappeda Kota Tangerang
sebagai berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
215
“Sebetulnya pembentukan organisasi perangkat daerah dimulai dari
peraturan kepala daerah No. 47 dan peraturan pemerintah No. 38 bahwa
kota Tangerang itu mengalami kejenuhan organisasi, karena memang
pada tahun 2003 dari pihak pemerintah mengeluarkan PP No. 8 tahun
2003 yang sebetulnya adalah pengganti dari PP No. 54, nah kota
Tangerang pada saat itu tidak melaksanakan penataan organisasi karena
menganggap penataan kota Tangerang masih relevan dengan PP No. 8
itu. Namun demikian mulai dari tahun 2004, 2005 dan 2006 kita sudah
mulai melakukan pengkajian diorganisasi dan yang kebetulan juga pada
tahun 2007 keluar PP 41 dan keluar PP 38 tentang pembagian urusan
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan setelah itu baru
kita optimal melaksanakan restrukturisasi organisasi.
Pendapat dari Kepala Bappeda ini memberikan pemahaman bahwa
pembentukan organisasi perangkat daerah didasarkan pada PP No.38/2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Sebelumnya Pemerintah Kota
Tangerang tidak berdasarkan pada PP No.8 tahun 2003 karena menganggap OPD
nya sudah sesuai dengan kebutuhan. Beberapa tahun setelah itu, pemerintah Kota
melakukan kajian untuk mengubah OPD yang ada, dan hampir dalam waktu
yang bersamaan Pemerintah mengeluarkan PP No.38 dan PP No.41 tahun 2007
sebagai turunan dari UU No.32 tahun 2004. Pemerintah kota Tangerang
melakukan penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Organisasi,
sebagaimana dikatakan oleh Kepala Bappeda ini berikut:
“Ada beberapa yang dilakukan yaitu pertama kita harus menerbitkan
PERDA tentang organisasi namun begitu pembentukan dengan
didasarkan dari PP 41 itu haruslah didasarkan oleh kebutuhan daerah itu
sendiri. Walaupun di dalam PP 41 itu sudah diberikan plafon yaitu pola
maksimun, pola menengah dan pola minimum.Kota Tangerang sendiri jika
dilihat dari luas wilayah bisa dikatakan tidak begitu luas tapi kalau dilihat
dari anggaran pendapatan belanja daerah sudah di atas 1 trilyun
sehingga kalau kita klasifikasikan pada saat itu kota Tangerang bisa
dimasukan dalam pola maksimum dengan 18 dinas, 4 asisten daerah, 14
bagian, dan lain sebagainya dan hal itu terdapat dalam PP. Dengan
demikian karena didasarkan oleh adanya kebutuhan, pada saat
pembentukan kota Tangerang hanya mengambil pola menengah dengan
hanya dibentuk 15 dinas karena memang membentuk organisasi tidak
hanya membagi-bagi jabatan tetapi yang harus dilakukan itu adalah
bahwa sejauh mana kebutuhan organisasi itu dapat melayani masyarakat
bukan masalah politik semata.”
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
216
Pendapat dari narasumber yang paham akan organisasi, karena banyak
terlibat dalam perumusan pembentukan SKPD ini, memberikan gambaran bahwa
Peraturan Pemerintah No.41/2007 merupakan dasar hukum bagi pemerintah kota
Tangerang dalam pembentukan OPD. Meskipun PP memberikan ruang bagi
pemerintah kota Tangerang untuk membentuk OPD berpola maksimum, karena
memenuhi salah satu kriteria - APBD diatas 1 trilyun – akan tetapi Pemerintah
Kota memilih pola menengah dengan melihat kebutuhan masyarakat. Pemilihan
pola menengah ini juga memberikan gambaran bahwa Pemerintah kota Tangerang
memberikan makna terhadap konsep desentralisasi sesuai dengan pemahaman
kebutuhan, dan tidak semata-mata berdasarkan aturan secara legal. Dasar
alasannya dapat dipahami dari wawancara dengan narasumber sebagai berikut:
“Oleh karena itu jika dilihat dari konsepsi kepala dinas dari kepentingan
organisasi orang itu akan kehilangan jabatan, kemudian dari pada itu
kita membuat kajian akademik, dan dari kajian tersebut maka muncullah
kebutuhan-kebutuhan akan adanya dinas-dinas di kota
Tangerang.Sebetulnya kota Tangerang sendiri sebetulnya hanya memiliki
13 dinas. Kemudian kita proses analisis kelembagaan tersebut
berdasarkan ukuran beban kerja agar jangan sampai terjadi kekurangan
dan kelebihan dalam proses urusan-urusannya. Maka kita tidak
menggunakan strategi plafon artinya bebas menentukan bidang
urusannya, namun demikian kami tetap menggunakan kebijakan agar
dalam dinas tidak boleh lebih dari 3 bidang ditambah dengan 1 sekretaris.
Kemudian kita olah organisasi ini dengan berbagai perumpunan-
perumpunan dan itu tercantum dalam PP 38 yang memungkinkan
penggabungan bagian urusan dalam 1 SKPD ada juga pemecahan dalam
1 urusan dipecah dalam berbagai SKPD kalau bebannya berat.”
Penyusunan akan kebutuhan organisasi perangkat daerah dirumuskan di
dalam suatu naskah akademik (NA), yang kemudian memberikan gambaran
kebutuhan akan adanya OPD di kota Tangerang. Hal ini dilakukan melalui proses
analisis berdasarkan ukuran beban kerja, dan juga mempertimbangkan aspek
perumpunan urusan, sehingga memberikan ruang kemungkinan satu urusan
dipecah menjadi SKPD atau digabung ke dalam satu SKPD. Sebagai contoh lebih
lanjut disampaikan oleh narasumber sebagai berikut:
“Dalam kaitannya dengan kantor arsip, kami melihat bahwa masih
adanya perumpunan dengan perpustakaan dan karena memandang bahwa
arsip adalah bagian penting dari bagian ini maka kami buatkan menjadi 1
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
217
urusan dalam satu kantor dalam komposisi 3 seksi dan 1 kasubbag TU
dan kepala. Dalam kaitannya dengan pembentukan SKPD/urusan
pemerintahan pastilah berhubungan perda/peraturan tertentu harus
diposisikan dengan dewan daerah.Dalam fase ini didatangkan juga para
ahli dan sebagai hasilnya terbentuklah perda No. 3,4,5,6 dan 7.Bentuk
perda tersebut kita bagi dalam bentuk rumpun urusan. Yang pertama
perda kesekretariatan, sekwan, dinas, lembaga teknis(kantor/badan), dan
kecamatan dan kelurahan. Hal itu baru kerangka dalam membuat
organisasi dengan tupoksi sampai dengan kewenangan jabatannya yang
yang sudah ada.Langkah yang kedua adalah kita tidak cukup hanya perda
saja, karena dalam hal operasionalisasi keorganisasiannya tersebut harus
membuat OTK nya. Supaya terjadi siapa berbuat apa?.Maka kita
membuat 41 Peraturan Walikota.Dan dibawah kesekretariatan karena itu
mengiringi langkah SKPD masing-masing.”
Sementara itu, Indri Astuti, sebagai Kabag Hukum Setda Kota Tangerang,
mengungkapkan beberapa informasi yang dapat dipahami sebagai penegasan dari
pendapat Kepala Bappeda sebelumnya, sebagai berikut:
“Untuk penyusunan Raperda kota Tangerang sebetulnya tidak lagi bagian
hukum yang menyusun naskah akademik sesuai dengan Permendagri 13
Tahun 2006 tentang pengelolaan keuangan daerah, SKPD itu diberikan
sloting anggaran yang salah satunya adalah penyusunan raperda. Dan
sejak tahun 2008 karena dimulainya di kotaTangerang, kita sudah
melakukan berbagai perubahan. SKPD itu diberikan kewenangan untuk
menyusun naskah akademik raperda. Na setelah itu dibuatlah dokumen
pelaksanaan anggaran (DPA) mereka menyusun, lalu dibuat tim na
teman-teman bagian hukum pada penyusunan raperda itu masuk. Mereka
melakukan pembahasan.Ada yang melibatkan konsultan adapula yang
swakelola.”
Pendapat Kabag Hukum ini memberikan pemahaman bahwa setiap SKPD
diberikan kewenangan dalam penyusunan NA Raperda.Kemudian setiap SKPD
membentuk sebuah Tim yang secara khusus melakukan pembahasan dengan
melibatkan konsultan atau secara swakelola. Proses lebih lanjut dikatakan sebagai
berikut:
“Setelah dilakukan raperda draf awal dan akhir baru itu masuk kebagian
hukum. Dibagian hukum tetap dilakukan pembahasan dengan tim
prolegda, dibahas, setelah itu ekspos didepan pa walikota setelah ok,
diterima dan diajukan ke dewan. Dalam kaitannya dengan proses
pengusulan ke dewan yang melakukan alasan-alasan dilakukan bersama-
sama dengan instansi terkait. Jadi raperda itu sebetulnya kebutuhan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
218
SKPD, secara materi hukum atau redaksinya kemungkinan kita.Sebagian
besar raperda disetujui, namun ada beberapa raperda yang sempat
dikembalikan terkait adanya kekurangan data dan fakta pelaksanaan
rancangan kegiatan.Raperda dibagi dalam dua hal yaitu raperda inisiatif
(yang diusulkan DPRD) dan raperda dari bagian hukum/pemerintah
daerah/eksekutif. Satu perda biasanya dibutuhkan waktu tergantung,
biasanya lama dalam proses penyusunan tergantung kedalaman materi
karena tidak semuanya sama. Biasanya yang agak lama berkisar dari 4
jenis raperda APBD, Penataan ruang, pajak dan retribusi.Kota
Tangerang sudah sepakat dengan adanya raperda harus disertakan
dengan naskah akademik, kecuali dengan raperda perubahan.Untuk yang
perubahan hanya perlu kajian saja.”
Sedangkan Bapak Prajanto, sebagai Pejabat di Biro Organisasi dan
Ketatalaksanaan Pemerintah Kota Tagerang, memberikan keterangan yang
mempertegas kembali tentang proses pembentukan struktur SKPD di kota
Tangerang. Pendapatnya ini memberikan pemahaman bahwa tidak ada tugas
pokok dan fungsi (Tupoksi) SKPD yang saling tumpang tindih sebagaimana
tergambar dalam wawancara sebagai berikut :
“Semua pembentukan struktur yang ada di kota Tangerang haruslah
berlandaskan peraturan yang ada. Yang paling utama adalah UU 32
tahun 2004 ttg pemerintahan daerah, PP No 38 Tahun 2007 tentang
pembagian urusan pemerintah pusat dan daerah provinsi dan
pemerintahan kota/kabupaten dan yang paling menentukan adalah PP No
41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah karena semua tupoksi
perangkat daerah itu terlingkupi dalam aturan tersebut. Kalau kita lihat
dari peraturan-peraturan yang ada sebenarnya tidak ada tumpang tindih
hanya saja mungkin persepsi si pemangku jabatan yang merasa kok ada
tumpang tindih. Dalam halnya tentang pemerintahan daerah
sesungguhnya hanya ada satu kewenangan yaitu Walikota, dan dalam hal
membantu tugas dan fungsinya dibantu dalam berbagai dinas, badan, dan
kantor yang mempunyai tugas yang telah terspesialisasi berdasarkan
beban dan rencana kerja yang telah diatur. Dengan begitu ketika dalam
pelaksanaanya perlu adanya koordinasi secara menyeluruh agar tidak
adanya rencana kerja yang tumpang tindih”.
Selanjutnya apabila ditelusuri lebih dalam lagi, maka akan tergambar lebih
jelas bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok masing-
masing SKPD di KotaTangerang, sebagaimanadapat dipahami dalam beberapa
wawancara. Pendapat berikut disampaikan oleh. Yayan Sopian, sebagai pejabat
Bappeda:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
219
“Mengenai usulan pembentukan organisasi, pa Wali menginstruksikan
bahwa organisasi harus menggunakan kacamata kuda, artinya silahkan
masukan/usulan disampaikan tapi itu harus berjalan seriring dengan PP
41 dan 38.Sehingga dalam kajian itu kami juga melibatkan SKPD-SKPD
terkait. Karena kami berprinsip kalau organisasi itu diusulkan maka
seluruh SKPD akan membentuk kebanyak-banyaknya urusan sehingga
menjadi banyak urusan. Dan kalau usulannya memang mendesak dan baik
untuk organisasi yang kita buat.Mengenai kebutuhan setiap SKPD
ditunjang melalui anjab (analisis jabatan, pen), sehingga kebutuhan-
kebutuhan per masing kelompok baik jabatan fungsional dan jabatan
struktural disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.Dan itu pula dapat
dikategorisasikan analisis beban kerja dan pegawai yang mampu
melaksanakannya. Dalam pelaksanaanya kegiatan ini agak terkendala
dalam hal implikasinya di lapangan jika dihitung akan banyak pengawai
pemerintah, hal itu di siasati dengan diperbantukannya tenaga TKK dan
Sukwan dalam membantu kerja pemerintah yang dalam hal ini SKPD
yang beban kerjanya berat dan butuh tenaga banyak.Dalam memenuhi
kebutuhan kerja perlu adanya ABK disertai dengan SOTK nya. Termasuk
didalamnya adalah sadar prosedurnya, sehingga diperlukan adanya SOP.
Bahkan dalam kaitannya dengan pelayanan publik itu untuk bisa
mempunyai ISO.Termasuk didalamnya dalam halnya dengan membuat
rumpun jabatan fungsional.”
Dalam pembentukan suatu SKPD melalui suatu kajian yang melibatkan
SKPD lainnya yang terkait. Hal ini dilakukan untuk menghindari Tupoksi yang
tumpang tindih, juga untuk saling menguatkan dalam koordinasi.Kebutuhan
SKPD secara organisasional dijabarkan dalam jabatan struktural dan fungsional
yang berdasarkan analisis jabatan, analisis beban kerja, yang kemudian dapat
diringkas ke dalam suatu struktur organisasi tata kerja (SOTK) masing-masing
organisasi. Dalam kaitan dengan format hukum yang mengaturnya dapat
dipahami sebagaimana pandangan Indri Astuti sebagai Pejabatdari Biro Hukum:
“Dalam kaitannya dengan penyusunan produk hukum, ada terdapat perda
dan perwal, kedudukan dari keduanya merupakan ketentuan yang
mengatur kegiatan di kotaTangerang. Suatu saat perwal itu bisa berdiri
sendiri sesuai batas kewenangan dan koridor PP 38 tahun 2007 tentang
urusan kewenangan pemerintah daerah dan yang lain bahwa perwal itu
bisa menjadi bagian dari Perda tetapi lebih detail juklak dan juknisnya.
Yang membedakan kalau perda ada ketentuan pidana sedangkan perwal
tidak ada ketentuan pidana paling sebatas sanksi adminstrasi”.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
220
Adapun faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi penentu dan
harus diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah
tergambar dari hasil wawancara dengan para tokoh dan pejabat, sebagai berikut.
Menurut Yayan Sopian, disampaikan bahwa:
“Penentuan organisasi ini didasari dengan adanya telaah akademis yang
berupa naskah akademis, kemudian kita juga berkoordinasi dengan para
pihak yang terkait.Karena itu diperlukan dalam membuat tata laksana
juga kita melaksanakan studi banding seperti dalam kasus membentuk unit
pelaksanaa pelayanan terpadu.Tetapi dalam prinsipnya penetuan dasar
pembentukan organisasi adalah berdasar pada peraturan perundang-
undangan.Permasalahan tumpang tindih kegiatan dan rencana antar unit
mungkin saja terjadi, mungkin saja orang tersebut belum paham
organisasi. Sebagai contoh organisasi mempunyai tiga peran, ada
organisasi yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, organisasi
yang berbasis pada pelayanan masyarakat dan organisasi yang bersifat
enterplainer artinya bersifat penghasil sumber daya seperti pajak dll,
kembali lagi pada pertanyaan di atas masalah tumpang tindih
kewenangan dapat diantisipasi melalui kewenangan rumpun objek
urusannya. Sehingga kesalahan kewenangan tersebut disebabkan tidak
bisa mengklasifikasikan objek sasaran kerja yang sesuai dengan
kesepakatan bersama.”
Sedangkan menurut Indri Astuti dari Biro Hukum menyatakan:
“Dalam kaitannya dengan hal yang menjadi penentu proses penyusunan
produk hukum adalah diperlukan adanya sosialisasi secara intensif
mengenai dasar-dasar hukum di kota Tangerang sehingga masing-masing
unit mengetahui kegiatan dan dasar hukum yang melingkupinya.
Sosialisasi itu bisa dilaksanakan baik itu saat sebelum maupun sesudah
penyusunan. Pada saat penyusunan dilakukan FDG (Focus Discussion
Group) dan kebanyakan diundang adalah dari unsur masyarakat,
akademisi, alim ulama, LSM, dll. Terutama terkait perihal yang akan
diperundang-undangkan.”
Pendapat sedikit berbeda disampaikan oleh Bapak Prajanto dari Biro Ortala)
menyatakan:
“Faktor yang menjadi penentu dalam proses pembentukan organisasi
perangkat daerah secara tidak langsung ada dari dewan atau dari
lembaga terkait. Bahkan dalam pembentukan perangkat daerah kemarin
seperti pembentukan dinas pemuda dan olahraga kemarin lebih pada
keinginan DPRD pada waktu itu dan mungkin untuk mengakomodir
keinginan-keinginan ORMAS-ORMAS yang ada pada waktu itu. Tapi bagi
kami juga tidak masalah karena memang sebuah keharusan yang harus
ada.Dan selama ini ketika ada kegiatan penataan kelembagaan itu
biasanya kita minta masukan dahulu dari SKPD terkait. Biasanya kita
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
221
meminta 3 alternatif dan dari alternatif tersebut kita pelajari mana yang
paling baik setelah itu baru kita ekspos di depan kepala daerah sebelum
diajukan ke DPRD”.
Terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan
peraturan atau produk hukum lainnya.Adapun faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penyusunan produk hukum untuk Tupoksi organisasi
tergambar dari hasil beberapa wawancara.Menurut pendapat dari Indri Astuti,
(Biro Hukum) sebagai berikut:
“Hal yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan produk hukum
adalah perlu adanya alasan yang kuat baik dari segi tujuan kegiatan
maupun dasar hukum yang melingkupinya”.
Selain produk hukum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
penyusunan organisasi perangkat daerah. Berikut ini faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi,
sebagaimana tergambar dalam wawancara dengan Bapak Prajanto(Biro Ortala) :
“Biasanya satuan kerja yang memiliki tugas dan fungsi yang hampir
sama, kami satukan dalam satu rumpun sehingga memungkinkan adanya
kemudahan koordinasi. Dan kegiatan tersebut terlingkupi dalam Tupoksi
Sekda”.
Walikota telah membuat ketentuan tentang fungsi dan tugas pokok
perangkat organiasi daerah.Berikut ini pandangan dari para pejabat tentang
bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah dapat
dijalankan sesuai dengan Keputusan Walikota. Menurut keterangan dari Yayan
Sopian(Bappeda) :
“Perihal fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah
dijalankan berdasarkan arahan dan masukan dari kepala daerah
pemerintahan dimana arahan tersebut biasanya terdapat perda serta
dilengkapi dengan sosialisasi dan koordinasi intensif dari pihak SKPD
dan setiap seksi dari pemerintahan daerah kotaTangerang.”
Sedangkan menurut Budi D. Arief(Biro Hukum) :
“Perihal fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah
dijalankan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.”
Keterangan lebih rinci disampaikan oleh Bapak Prajanto(Biro Ortala) :
“Sejauh ini fungsi dari aparatur kelembagaan berwenang melakukan
evaluasi kelembagaan di lingkungan kota Tangerang dan apabila ada hal-
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
222
hal yang harus di perbaiki, kita lakukan telaah dan diajukan kepada
kepala daerah. Dalam kaitannya dengan pembentukan lembaga baru,
biasanya kita melakukan studi banding dengan lembaga-lembaga terkait
dan daerah-daerah yang kira-kira mempunyai karakteristiknya hampir
sama dengan kota Tangerang sehingga dalam kaitan ini pencapaian
kesempurnaan lembaga yang akan diajukan. Bahkan pernah kepala
daerah dalam kaitannya dengan pembentukan lembaga baru menanyakan
ada tidak didaerah lain lembaga seperti ini, sehingga jangan sampai
dalam pembentukannya di kota Tangerang nantinya justru tidak dapat
menjalankan tugasnya dengan baik bahkan akan terjadi tumpang tindih
dengan lembaga yang sudah ada”.
Setiap organisasi dalam operasionalisasinya pasti mengalami tantangan
dan hambatan. Dalam konteks organisasi perangkat daerah di Kota Tangerang,
faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat dalam menjalankan fungsi dan
tugas pokok tersebut antara lain disampaikan dalam hasil wawancara di bawah ini:
Menurut pandangan Yayan Sopian(Bappeda):
“Yang menjadi kendala adalah kurangnya sumber daya/pegawai karena
kota Tangerang belum bisa menambah dari segi kuantitas karena masih
dianggap cukup karena tenaga kontraknya banyak sampai 2800 orang
sedangkan TKK sudah habis”.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Diki Rizki Abadi (Biro Hukum) :
“Penghambat dalam menjalankan fungsi dan tugas pokok hanya di legal
drafter yang kurang karena bahasanya dalam usulan adalah bahasa
teknisnya saja”.
Setiap organisasi perangkat daerah, dalam hal ini biasa disebut SKPD
(Satuan Kerja Peragkat Daerah) kinerjanya sangat dipengaruhi oleh
pimpinannya.Oleh karena itu penentuan pimpinan SKPD menjadi penting untuk
mendapatkan perhatian serius. Wawancara berikut menjelaskan bagaimana proses
penentuan dan pengangkatan kepala SKPD di Kota Tangerang. Menurut
pandangan dari Yayan Sopian(Bappeda) sebagai berikut:
“Proses penentuan dan pengangkatan kepala SKPD pada waktu itu
berjalan dengan baik, sebagaimana proses organisasi. Dalam arahan
pakWalikota sendiri memberikan kewenangan kepada bagian organisasi
untuk menganalisis.Pada saat itu juga masukan dari beliau menempatkan
kompetensi dan pendidikan pimpinan untuk dijadikan standar. Dan perlu
diketahui bahwa proses pengangkatan kepala SKPD baru dilaksanakan
dengan penilaian Baperjakat yang sangat ketat hasilnya adalah
pengangkatan kepala/pimpinan baru berdasarkan penilian Baperjakat
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
223
sangat-sangat baik dan tepat meskipun ada saja kekurangannya menurut
kacamata yang lain dan saya rasakan pun sama tidak ada yang 100%
sempurna dalam organisasi. Tapi saya akui persoalan-persoalan ini akan
kami evaluasi dan perbaharui misalnya tentang bagaimana job tender.
Juga bagaimana menempatkan bahwa system pola karier betul-betul
menjadi harapan setiap pegawai. Dan ketika saya membuat system karier
di kotaTangerang ini polanya tidak ada ketentuan di pusat tentang system
karier yang akan dilakukan. Na mungkin ini akan berjalan dengan adanya
UU Aparatur Sipil Negara sehingga membuka lebar wacana system karier
tersebut. Dan ditambah seperti lembaga non kementerian lainnya sudah
mulai job tender.”
Kepala SKPD memiliki peran sangat stategis dalam menjalankan roda
organisasi pemerintahan.Oleh karena itu, orang yang dipilih harus benar-benar
mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Hal itu diawali dari proses
pemilihannya, termasuk dalam menyusun pertimbangan-pertimbangan yang
dijadikan ukuran. Berikut ini pernyataan tentang beberapa hal yang menjadi
pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi Kepala dari masing-masing
SKPD.Menurut pandangan Yayan Sopyan (Kepala Bappeda), sebagai berikut:
“Pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi Kepala adalah
baperjakat, DUK dan berbagai hal lainnya yang menunjang kompetensi
masing-masing SKPD dan juga track record pekerjaan serta adanya
factor “X”.
Selanjutnya terkait dengan perjalanan organisasi perangkat daerah
kedepan, merupakan hal menarik untuk dicermati bagaimana proses penyusunan
program, kegiatan dan anggaran dari masing- masing SKPD. Berikut pandangan
dari Yayan Sopian(Kepala Bappeda) sebagai berikut:
“Proses penyusunan program, kegiatan dan anggaran dari masing-
masing SKPD biasanya melalui proses pengajuan terlebih dahulu, lalu
masuk dalam bagian perencanaan dan nantinya akan diekspos dalam
kegiatan yang melibatkan pemerintah daerah dan dewan di kota
Tangerang.”
Informasi tambahan dari Diki Rizki Abadi(Biro Hukum), sbb:
“Dalam kaitannya penyusunan program, dan kegiatan biasanya ada
masukan dari SKPD ke bagian organisasi”.
Setiap organisasi memerlukan perencanaan anggaran yang jelas dan
predictable.Demikian pula halnya dengan masing-masing SKPD.Namun dalam
penyusunan anggaran -terutama terkait besaran anggaran- harus berdasarkan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
224
landasan yang jelas.Berikut adalah informasi dari beberapa pejabat terkait tentang
beberapa hal yang menjadi landasan dalam penentuan besaran anggaran dari
masing- masing SKPD.Menurut informasi dari Yayan Sopian(Bappeda), sebagai
berikut:
“Landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing- masing
SKPD adalah banyaknya kegiatan dari SKPD yang sesuai dengan
rencana program yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran
berikutnya.”
Sedangkan Bapak Prajanto (Biro Ortala), menyatakan bahwa:
“Dalam kaitannya dengan penentuan anggaran kerja di kebanyakan
setiap SKPD tiap tahun terjadi mengalami penambahan anggaran yang
didasarkan pada kebutuhan rencana kinerja yang telah diajukan
sebelumnya”.
Selain kepala SKPD, hal yang penting dan menentukan kualitas kinerja
organisasi perangkat daerah adalah pegawai (SDM).Berikut adalah informasi
tentang kondisi saat ini.Bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas dari pegawai
(SDM) yang meliputi pejabat struktural (selain kepala SKPD), staff umum dan
pejabat fungsional.
Menurut Yayan Sopian(Bappeda) sebagai berikut:
“Dari berbagai kondisi pegawai saya melihatnya bahwa kota Tangerang
ini harus melakukan mismate/ penukaran kompetensi dengan alasan
promosi/mutasi masih sarat dengan hal-hal yang diluar kendali dari
bagian kepegawaian akibat “bawaan” sehingga dari perspektif organisasi
ada yang meleset dan tidak tepat sasaran.”
Kepala SKPD memegang peranan penting.Pegawai (SDM) juga sangat
menentukan kinerja organisasi.Namun yang tidak kalah penting untuk
diperhatikan dengan seksama adalah manajemen kerja.Berikut ini hasil
wawancara dengan beberapa pihak terkait tentang bagaimana manajemen kerja
(mekanisme, prosedur dan sistem kerja) di masing-masing SKPD.Yayan Sopian
dari Bappeda menjelaskan bahwa:
“Manajemen kerja di masing-masing SKPD biasanya dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta adanya
SOP dari setiap kegiatan yang melingkupi.Dan dalam kegiatannya system
kerja dilaksanakan biasanya mengalir begitu saja tergantung dari atasan
masing-masing SKPD.”
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
225
Budi D. Arief dari Biro Hukum memberikan tambahan informasi, sbb:
“Manajemen kerja dilingkungan kota Tangerang saya kira sudah cukup
mewadahi dari keseluruhan kegiatan”.
Kesuksesan manajemen kerja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik
internal maupun eksternal. Petikan hasil wawancara berikut ini memberikan
gambaran tentang faktor-faktor intenal yang dominan menentukan dalam
pengembangan manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD.Menurut
pandangan dari Yayan Sopian dari Bappeda sebagai berikut:
“Faktor intenal dominan yang menentukan dalam pengembangan
manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD adalah adanya
SDM yang mampu menangkap maksud dan tujuan dari kegiatan dari unit
masing-masing.”
Pada kesempatan lain, Bapak Prajanto dariBiro Ortala menambahkan bahwa:
“Kalau dilihat secara komprehensif, semestinya bagian kelembagaan
hendaknya diberikan porsi lebih dalam kaitannya dengan membantu tugas
kepala daerah menjalankan kewenangannya. Bahkan dalam
seminar/pertemuan yang saya ikuti, kalau kepala daerah itu cerdas beliau
akan menempatkan bagian organisasi sebagai “tangan kanannya” karena
seluruh perangkat daerah itu dilahirkan dari bagian organisasi. Dan pada
pelaksanaannya di kotaTangerang, ada yang memposisikan bagian
organisasi sebagai bagian penting ada yang cukup penting bahkan ada
yang mengangap sebagai hal yang biasa-biasa saja”.
Salah satu faktor penting dan menentukan kesuksesan manajemen adalah
ketersediaan sarana dan prasarana kerja yang memadai.Kondisi di Kota
Tangerang tergambar dari informasi beberapa pihak terkait sarana dan prasarana
kerja (peralatan manual dan teknologi informasi) dari masing-masing SKPD.
Berikut adalah petikan hasil wawancaranya dengan Budi D. Arief(Biro Hukum)
yang menjelaskan bahwa:
“Dari segi sarana dan prasarana kerja, menurut saya sudah sangat
memadai. Dan itu juga tergantung bagaimana cara dari masing-masing
SKPD menggunakannya.”
Kepemimpinan yang efektif, SDM berkualitas, sarana dan prasarana yang
memadai akan menjadi bagian yang sangat penting dalam menjalankan kinerja
pelayanan kepada masyarakat. Beberapa informasi berikut ini menjelaskan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
226
bagaimana kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD dengan dasar indikator
kinerja yang telah ditetapkan.Menurut pihak yang terlibat langsung dalam
perencanaan pembangunan kota, yaitu Bapak Yayan Sopian, selaku Kepala
Bappeda. Beliau menjelaskan bahwa:
“Dari segi pelayanan, menurut saya sudah dilaksanakan dengan baik,
namun yang namanya pelayanan pastilah ada kekurangan di sana-sini,
dan itu harap dimaklumi.Tapi kami berusahan menjalankan pelayanan ini
menjadi lebih baik.”
Sedangkan menurut Budi D. Arief, SH (Biro Hukum), mengatakan bahwa:
“Sebagai pelayan masyarakat, kinerja pelayanan hendaknya diletakan
dalam sebuah tempat penting atau lebih tepatnya adalah hal yang utama,
keberhasilan kinerja tentunya didasarkan oleh indikator kerja yang
terukur.Saya kira untuk tataran Kota Tangerang sendiri, menurut saya
sudah bisa dikatakan baik, meskipun masih banyak kekurangan disana-
sininya”.
Pandangan yang sedikit berbeda disampaikan oleh Prajanto dari Biro Ortala
sebagai berikut:
“Selama ini setiap bulan ada rapat evaluasi kegiatan sepertinya kinerja
pelayanan dari masing-masing SKPD tidak ada masalah. Hanya saja
beberapa SKPD yang mengeluh kantor kesatuan bangsa dan perlindungan
masyarakat karena dengan posisi sebagai kantor mereka susah
menyelenggarakan kegiatan apa lagi kalau harus berkoordinasi dengan
provinsi ke pusat ya mungkin karena mereka hanya eselon 3 mungkin
minder”.
Pemerintah baik pusat maupun daerah telah menetapkan berbagai
indikator kesuksesan pelayanan kepada masyarakat.Dalam konteks Kota
Tangerang, berikut ini adalah petikan wawancara tentang kinerja pelayanan dari
masing-masing SKPD dengan dasar indikator kinerja yang telah ditetapkan.Ada
banyak faktor yang mempengaruhi kinerja SKPD.Tentunya setiap daerah berbeda-
beda.Dalam konteks Kota Tangerang, berikut ini adalah petikan hasil wawancara
kepada beberapa pihak terkait tentang faktor-faktor yang menentukan dan
memberikan pengaruh terhadap kinerja dari masing-masing SKPD.Menurut
Yayan Sopian dari Bappeda dikatakan sebagai berikut:
“Hal-hal yang menentukan pengaruh kinerja masing-masing SKPD
adalah adanya kesesuaian antara rencana kerja dengan kegiatan yang
dijalankan dan dalam perjalanannya disertai dengan evaluasi kegiatan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
227
sehingga dikemudian hari dapat menjadi dasar kegiatan yang ber out put
sama dimasa yang akan datang”.
Sedangkan menurut Budi D. Arief(Biro Hukum), sebagai berikut:
“Menurut saya adalah kurangnya pemahaman tentang unitnya, biasanya
orang-orang ini agak sulit untuk cepat beradaptasi dengan llingkungan
barunya, dan ini terjadi ketika ada pegawai yang baru mutasi‟.
Pernyataan juga dari Prajanto(Biro Ortala) sebagai berikut:
“Dari bagian keorganisasian, secara rutin dalam satu kali masa
pemerintahan kita melaksanakan supervisi kelembagaan ya secara
umumnya adalah evaluasi dalam dalam waktu yang tidak lama kemarin
kita melaksanakan pembinaan kelembagaan intinya kita mencari masukan
dengan cara mengirim kuisioner maupun turun langsung ke unit terkait”.
Adanya faktor-faktor penghambat kinerja organisasi merupakan sebuah
keniscayan.Namun bukan berarti tidak dipersiapkan langkah antisipasinya.Berikut
ini adalah kutipan wawancara beberapa pihak yang mencoba menyampaikan
solusi antisipatif dalam mengatasi faktor-faktor yang menghambat optimalisasi
tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD.Pandangan dari Yayan Sopian dari
Bappeda sebagai berikut:
“Perlu adanya integrasi lebih lanjut dari berbagai SKPD yang notabene
satu rumpun agar dapat melakukan kinerja sesuai dengan arahan atasan
dan langkah evaluasi serta antisipatif terhadap UU dari pusat dan
sinergisitas tata kelola pemerintahan daerah baik dari aspek
kelembagaannya, tata laksananya maupun sumber dayanya.Diadakannya
sosialisasi dan penginformasian kerja diseluruh masyarakat sehingga
kinerja aparatur dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat di kota
Tangerang.”
Sedangkan menurut Budi D. Arief (Biro Hukum), solusi yang disampaikan
sebagai berikut:
“Solusi antisipatifnya menurut saya perlu adanya perimbangan beban
kerja secara merata, agar dapat melaksanakan kerja secara optimal”.
Solusi lainnya yang disampaikan oleh. Prajanto dari Biro Ortala sebagai berikut:
“Solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang menghambat
optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD adalah dengan
adanya koordinasi antar berbagai SKPD agar tidak terjadi tumpang
tindih kegiatan”.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
228
5.4.3 Level Mikro
Bahan rich picture level mikro diperoleh dari wawancara dengan para
actor dalam level ini. Fokusnya adalah optimalisasi dan arah
peningkatanefektivitas organisasi perangkat daerah yang adaptif dan tentang
penempatan pejabat yang terjadi, serta memiliki kompetensi yang dibutuhkan
atau seharusnya terjadi. Para aktor dimaksud adalah:(1) Dinas Pendidikan
(Disdik); (2) Dinas Kesehatan (Dinkes); (3) Kantor Arsip Daerah (KAD); dan (4)
aktivis Ormas/LSM di Kota Tangerang.
Wawancara dengan Kantor Dinas pendidikan Pemerintah Kota Tangerang
yang diwakili oleh nara sumber: (1) Hj. Masyati Yulia (Sekretaris Dinas
Pendidikan Kota Tangerang ); (2) H. Nurdin, (Bidang Pendidikan Dasar Dinas
Pendidikan Kota Tangerang); dan (3) H. Jarkasih (Kepala Subag Perencanaan
Dinas Pendidikan Kota Tangerang).Sedangkan wawancara dengan Dinas
Kesehatan Kota Tangerang yang diwakili oleh nara sumber: (1) Henny
Herlina(Kepala Bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota Tangerang); (2) Sukarno
Abdul Jabbar (Staf Subag Umum & Kepegawaian Dinas Kesehatan Kota
Tangerang); (3) Televisianingsih Dwi Kentjana (Kepala Bidang Pengembangan
Sumber Daya Dinas Kesehatan Kota Tangerang); dan (4) Ahmad Yunus Gunawan
Wibisono (SekretarisDinas Kesehatan Kota Tangerang).Adapun wawancara
dengan Kantor Arsip Daerah Kota Tangerang yang diwakili oleh nara sumber: (1)
Hilman (Kasi Bidang Pengolahan Arsip pada Kantor Arsip Kota Tangerang); dan
(2) Zaini (Kasi Bidang Pelayanan Arsip pada Kantor Arsip Kota Tangerang)..
Berikut petikan hasil wawancara dengan beberapa SKPD terkait proses
penyusunan struktur, fungsi, dan tugas Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan
Kantor Arsip Daerah. Dijelaskan secara gamblang oleh beberapa nara
sumber yang mewakili ketiga SKPD tersebut diatas. Menurut H. Nurdin, dari
Dinas Pendidikan (Disdik) sebagai berikut:
“Itukan melalui Perda ya.Baik diusulkan oleh pihak pemerintah eksekutif
jadi Walikota menyampaikan Raperda dan sebagainya. Rencana
Peraturan Daerah, Perangkat Daerah, Dinas PDK, Dinas Arsip, nanti
prosesnya ke sekretariat DPRD itu hanya usulan dari eksekutif atau
dengan SKPD terkait atau juga dibahas juga dengan eksekutif atau
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
229
dengan SKPD terkait atau juga dibahas dengan tokoh masyarakat atau
pihak lain yang berkepentingan dengan SKPD yang bersangkutan.
Mengenai pentingnya dinas SKPD untuk membentuk PDK. Kita dari
DPRD maksudnya mengundang juga pihak terkait dalam pembahasan
Raperda itu. Jadi proses awalnya itu walikota kalau disini menyampaikan
penjelasan Rencana Rancangan Peraturan Daerah mengenai
pembentukan SKPD di rapat paripurna di hadapan anggota Dewan dan
para undangan, para pejabat-pejabat terkait termasuk tokoh masyarakat.
Nah setelah itu di paripurna akan mendengar pandangan umum.
Pemandangan umum dari Dewan dari fraksi, mengenai penjelasan
walikota atas rancangan perda mengenai SKPD tadi.Setelah itu rapat
paripurna lagi nanti ada jawaban dari Walikota. Tadi kan penjelasan oleh
Walikota pertamanya. Paripurna kedua adalah pandangan umum.Setelah
ada pandangan umum baru nanti ada jawaban dari walikota. Setelah
dijawab oleh walikota baru ada pembahasan, ini tahap pembahasan,
dengan SKPD terkait, dengan tokoh masyarakat, dengan pihak ke 3,
dengan pihak lain yang diperlukan, mengenai pentingnya dibentuk
organisasi tersebut. “
Dari pendapat ini dapat dipahami bahwa Walikota sebagai kepala Daerah
dan Pimpinan Eksekutif Daerah mengajukan rancangan peraturan daerah
(Raperda) yang berasal dari SKPD ke Sekretariat DPRD. Penjelasan awal
disampaikan oleh Walikota di depan sidang paripurna DPRD. Kemudian
dilanjutkan dengan pandangan umum dari masing-maing fraksi. Pandangan umum
merupakan respon dari penjelasan Walikota, yang kemudian akan memberikan
jawaban atas pandangan setiap fraksi. Pendapat selanjutnya sebagaimana
disampaikan sebagai berikut:
“Setelah itu dibahas beberapa lama dewan nanti membuat kesimpulan di
laporan terakhir di rapat gabungan dulu, gabungan. Biasanya dibahas
oleh pansus (panitia khusus).Setelah membahas nanti di rapat dibahas
anggota dewan bukan paripurna umum.Paripurna internal anggota dewan
ada minta masukan semua.Setelah itu tadi dibahas tokoh masyarakat
dengan SKPD.Terkait setelah paripurna finalisasi difinalkan baru
disampaikan kembali di rapat paripurna dengan walikota ditetapkan
sebagai Perda.Jadi penanda tanganan kesepakatan penetapan Raperda
menjadi Perda tadi.Kalau penyusunan struktur itu urusan walikota, jadi
kalau dewan membahas rencana dibentuk Dinas Pendidikan setelah
dibentuk Dinas Pendidikan strukturnya bagaimana ada kepala, ada
sekretaris ada kabid-kabid, ada kasi-kasi itu hanya kerangkanya saja,
adapun ada yang mengisi orang-orangnya adalah walikota.Jadi oleh
walikota dibahasnya masalah kerangka, struktur, masalahnya pengisinya
oleh walikota”.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
230
Sedangkan menurut H. Jarkasih dari Disdik :
“Untuk proses penyusunan struktur organisasi melalui SOTK kita memang
ada team-team penyusun jadi yang diambil mungkin dari masing-masing
bidang. Saya juga sebenarnya tidak termasuk dalam penyusunan bidang
cuman yang saya lihat di situ ada team yang menyusun tugas pokok dan
fungsi masing-masing bagian kan ya.. di dalam suatu itu draf dulu,
penyusunan draf kemudian diajukan ke bagian hukum. Setelah itu oke acc
baru dituangkan ke Perda SOTK”.
Pandangan sedikit berbeda disampaikan oleh para pejabat di lingkungan
Dinas Kesehatan.Menurut Henny Herlina dari Dinas Kesehatan (Dinkes)dikatakan
bahwa:
“Kalau secara langsung mungkin ya tidak ikut menyusun ya secara
langsung, tapi mungkin sempat dulu saya ingat tuh kita diminta aja sih.
Struktur, struktur organisasi tapi kan polanya suda dari sana. Polanya
sudah ada dari Ortala. Bahwa memang kita pola misal Kabid berapa
kasih berapa gitu.. Polanya sudah dari sana sebenarnya. Kita mengacu
kepada yang diserahkan oleh Ortala.Jadi memang kita menyisik aja sih
sebenarnya ada dimana-mana.”
Sedangkan Sukarno Abdul Jabbar, Amg juga dari Dinkes menyatakan bahwa:
“Pembentukan struktur dan juga fungsi, tugas fungsi yah Dinas Kesehatan
itu ada di Perwal 24 tahun 2008 disitu, nah untuk proses-proses
bagaimana pembentukannya memang kita ini hanya mengikuti Perwal,
gitu jadi fungsi pokoknya sudah ada disitu, e . . . struktur organisasinya
juga sudah ada disitu, di bawah sekertariat ada tiga SubBag, di bidang
Dinas Kesehatan itu ada empat yang membawahi seksi-seksi apa saja juga
sudah ada sampai tugas pokok fungsinya juga ada di situ, terus kemudian
Kepala Subaknya atau Kepala Seksinya dibantu oleh siapapun itu sudah
ada disitu juga. Jadi memang kita sudah . . . nah untuk membentuk itu
memang ada bagiannya disini, ada yang namanya bagian Ortalak, bagian
Organisasi Dan Tata Laksana itu ada di Puspem, Pusat Pemerintahan di
lantai tiga, nah itu beliau yang merumuskan.”
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
231
Menurut Televisianingsih Dwi Kentjana dikatakan bahwa:
“Penyusunan struktur fungsi dan tugas Dinas Kesehatan, untuk
strukturnya ada langsung ke walikota kemudian ke SKPD-SKPD, dari
wali kota ke wakil wali kota terus ....terus baru ke Dinas-Dinas Kesehatan,
itu strukturnya ada disitu, SKPD-SKPD. Kedua Fungsinya Sesuai dengan
namanya yah Dinas kesehatan ya pasti berfungsi untuk memberikan
kesehatan, untuk perencanaan, kemudian untuk kesehatan-kesehatan Kota
Tangerang, masyarakat Kota Tangerang.”
Dari beberapa pendapat para narasumber dapat dipahami bahwa
penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) berdasarkan pada
Peraturan Daerah (Perda) yang kemudian dituangkan ke dalam Peraturan
Walikota (Perwal) yang merupakan hasil dari pembahasan dengan DPRD, SKPD
dan beberapa pihak terkait. Penyusunan SOTK Dinas Kesehatan tidak jauh
berbeda dengan pembentukan Kantor Arsip Daerah. Sebagaimana dikatakan oleh
salah satu pejabat di KAD Kota Tangerang, Hilman, yang menyatakan bahwa:
“Proses pembentukan organisasi kantor arsip daerah kota adalah
pemecahan dari sekretariat dari bagian umum pada saat itu mungkin
karena kaitannya dengan dikeluarkannya PP 41 atau bagaimana sehingga
kantor arsip ini perlu dipisahkan dan itu pula yang menjadikan
pengalihan sebagian tupoksi dari bagian umum kepada bagian arsip maka
dibentuklah kantor arsip tahun 2001 yang pada saat itu masih belum
punya gedung, bentuknya gudang yang disekat-sekat.”
Sedangkan rekan sejawatnya, Zaini, menyampaikan pendapatnya:
“Awal dari pembentukan kantor arsip kota Tangerang menumpang di
kantor PKK (gedung Nyi Mas Melati), yang merupakan basement dari
gedung tersebut.”
Ada banyak faktor penyebab yang melatarbelakangi pembentukan
organisasi perangkat daerah, baik internal maupun eksternal. Adapun faktor-faktor
internal yang menjadi penentu dan harus diperhatikan dalam proses pembentukan
organisasi perangkat daerah, antara lain dalam wawancara dengan beberapa
pejabat SKPD. Menurut Ibu Masyati Yulia dari Dinas Pendidikan dikatakan
bahwa:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
232
“Kalau menurut saya faktor internalnya itu, kan itu kan kalau organisasi
itu membuat bidang-bidang ya? Bidang-bidang dan juga disambungkan
dengan sekolah-sekolah yang ada. Makanya apa sih yang ee... faktor-
faktor penentunya, disini itu apa yang paling istilahnya, waktu itu
posisinya kan disini banyak pembangunan, waktu dulu kan diisi banyak
pembangunan, waktu dulu kan banyak pembangunan disini waktu dulu
konon katanya ada yang kasih sarana dan prasarana, karena
pembangunan dulu nya, adanya di Dinas Pendidikan. Nah itu, itu kan, itu
kan termasuk, dilihat waktu itu”.
Pendapat lain juga datang dari para pejabat di Dinas Kesehatan (Dinkes),
sebagai berikut, menurut Henny Herlina, beliau menyatakan bahwa:
“Itu dari kami mungkin kapasitasnya. Terus dari personil-personil Dinas
Kesehatan aja sih seperti kapasitas dan kompetensi yang harus kita
perhatikan. Itu faktor internal.”
Faktor internal sangat terkait dengan penentuan fungsi dari unit kerja yang
diselaraskan dengan jumlah bidang yang dibentuk. Di samping itu kapasitas SDM
juga menjadi faktor yang memberikan pengaruh terhadap unit kerja. Sementara
volume pekerjaan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor
yang mempengaruhi pembentukan OPD, sebagaimana dikatakan oleh pejabat dari
KAD (Kantor Arsip Daerah), Bapak Hilman yang menyatakan bahwa:
“Alasan pembentukan KAD mungkin karena volume pekerjaan yang
semakin besar disamping kaitannya dengan PP 41 dan juga mungkin
karena kaitannya dengan otonomi daerah dimana diberikan kewenangan
kepada daerah itu sehingga dibentuklah kantor arsip. saya kurang tahu
persis pasti pembentukan KAD tentang masukan pimpinan atau telaah
dari bawah karena pada saat itu cikal bakal arsip itu belum ada mungkin
pemerintah daerah sengaja membentuk dulu baru kemudian
dikembangkan. Hal ini kemungkinan pembentukan KAD terutama hal
yang berkaitan dengan arsip belum begitu dipahami. Hal-hal lain yang
menjadi perhatian dari pembentukan adalah adanya kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi dan konsep administrasi sehingga memungkinkan
adanya pemberkasan terutama kearsipan yang harus dikelola secara
khusus.”
Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal yang ikut
berpengaruh.Faktor -faktor eksternal apa yang menjadi penentu dan harus
diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah tersebut
tergambar dari beberapawawancara. Pandangan dari para pengambil keputusan di
Disdik (Dinas Pendidikan), sebagai berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
233
Menurut H. Jarkasih, beliau mengatakan bahwa:
“Menyesuaikan dengan daerah masing-masing jadi daerah apa masing
daerah itu kan berbeda-beda ya. Nanti di eksternalnya itu.Untuk daerah
Kota Tangerang itu kita perlu ada tambahan di dalam tugas pokok fungsi
yang harus, seharusnya mengacu dengan pusat kita harus ada yang
kebutuhan internal kita dari eskternal terutama di lingkungan
eksternya.Supaya masuk ke dalam tugas pokok dan fungsi yang harus kita
buat itu salah satunya faktor eksternalnya”.
Adapun pandangan dan informasi dari pejabat Dinas Kesehatan (Dinkes) yang
lain, sebagaimana disampaikan oleh Henny Herlina sebagai berikut:
“Yang faktor eksternal mungkin ya.. Kebutuhan misalnya dari Depkes
seperti apa kita harus mengacu kesana juga sih. Di Depkesnya ada
struktur, Misalkan jangan sampai kita alurnya atas nggak ada begitu.Jadi
kalau di Depkes ada Dirjen P2PL kita juga menyesuaikan kesana
gitu.Memang ada awal-awal kita juga tidak ada kesamaan dengan
provinsi gitu, ada ketidaksamaan, sehingga ada beberapa program juga
tidak tercantol aja disana.”
Proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok dari SKPD dapat
dijelaskan sebagaimana tertuang dalam wawancara dengan Drs. Hilman dari
KAD (Kantor Arsip Daerah), pernyataannya sebagai berikut:
“Pada saat masuk KAD Kota Tangerang, saya yang merupakan pegawai
yang diberikan tugas belajar di bidang kearsipan yang bekerjasama
dengan UNPAD Bandung begitu lulus tidak langsung ditempatkan pada
unit kearsipan sehingga tidak begitu mengetahui proses penyusunan
struktur dan fungsi dari KAD ini. Bahkan pertama kali ditempatkan di
dinas pasar kota Tangerang. Dari berbagai instansi akhirnya pada saat
kepala kantor arsipnya Pa Syamsul dan pada saat itu masih ada 2 (dua)
seksi yaitu seksi pengolahan dan seksi pembinaan. Dan karena adanya
kebijakan pemkot tentang penyesuaian dari PP 41 tentang organisasi
perangkat daerah kita menjadi 4 seksi dan 3 seksi kearsipan dan 1
kasubag TU. Dari yang awalnya bergerak dalam bidang teknis menjadi
ada pengelolaan ketatausahaan.Dan pergantian struktur itu baru satu kali
berubah dan berdasarkan keputusan Wali Kota.Susunannya yaitu Kepala
Kantor (eselonering 3a), kasubbag TU (eselonering 4a) dan kepala seksi
(seksi pengolahan, seksi pelayanan dan seksi pembinaan) serta jabatan
fungsional.Dengan jumlah pegawai 27 orang namun posisi saat ini hanya
19 orang. Mengenai jabatan fungsional, hal ini menjadi permasalahan
tersendiri yaitu mengenai pengajuan jabatan fungsional dengan
dikirimkannya 30 orang sebagai peserta diklat arsiparis dan hasil dari
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
234
pengajuan ini sudah sampai dengan dewan agar segera diberikan
tunjangan dalam bentuk kewajiban dan hak untuk jabatan fungsional ini.
Hanya pemrosesan mengenai jabatan fungsional ini terbentur dari
masalah politis/pemilihan Walikota sehingga menjadi “lama”.
Secara umum, faktor -faktor yang harus dipertimbangkan dalam
penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi SKPD, menurut
pandangan beberapa nara sumber sebagaimana disampaikan oleh beberapa
pejabatdi lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Tangerang.Menurut H.
Nurdin sebagai berikut:
“Dinas Kesehatan saya kurang paham, biasanya kita tuh membutuhkan
misalnya tambah 2 seksi atau 2 kasubag itu sesuai dengan kebutuhan kita,
kita misalnya di sini yang bantuk kasubag verifikasi sangat dibutuhkan
atau diperlukan untuk kelancaran administrasi keuangan. Tidak ada
kasubag itu verifikasi..mungkin di SKPD pun begitu, karena kalau
diperlukan struktur ini atau bagian badan ini nah mungkin ada
kebutuhan-kebutuhan yang mendesak. Takut ditangani oleh SKPD yang
kosong. Ini sifatnya umum, kalau kan tidak, sub-sub dinas ini dinia ini, itu
silahkan langsung saja. Dinas kan punya alasan, ada, saya ambil contoh
di skretariat DPRD kita membutuhkan 2 kasubag karena memang itu
diperlukan 1 kasubag di perencanaan, kerja kasubagverifikasi, ya
sebelumnya dijaga oleh kasubag yang lain begitu. Padahal menurut fungsi
dan tugas itu sangat berat maka perlu dibentuk itu."
Sedangkan menurut H. Jarkasih, beliau mengatakan bahwa:
“Faktor yang harus dipertimbangkan ya..ini faktor yang harus
dipertimbangkan itu, pertama tadi struktur organisasi pusat, kemudian..
kebutuhan daerah itu sendiri kemudian juga di dalamnya itu sendiri
kepala poksi itu bidang pelayanannya itu juga harus masuk kedalas SOTK
yang akan dibentuk”.
Pandangan juga datang dari Hj. Masyati Yulia sebagai berikut:
“Kalau fungsi dan tugas pokoknya kita kan sudah ada SOTKnya,
SOTKnya sudah dijabarkan, dari mulai tugas pokok Kepala Dinas sampai
dengan kasi, disitu sudah dijabarkan, nah untuk staffnya, itulah yang
disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, yakan? DIbidangnya masing-
masing, uraiannya tetapi harus tetap mengacu kepada SOTK yang ada”.
Dari Dinas Kesehatan (Dinkes) muncul beberapa pernyataan dan informasi,
sebagai berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
235
Menurut Henny Herlina, pernyataan beliau sebagai berikut:
“Dari SDM yang ada.Atau yang pertimbangkan struktur fungsi dan tugas
pokok.Kalau itu memang sudah ada disana ya.Ya itu yang harus kita
pertimbangkan.”
Pejabat lainnya,Sukarno Abdul Jabbar, menyatakan bahwa:
“Betul, jadi memang kita mempertimbangankan juga, tidak bisa satu terus
kemudian dengan beban kerja yang kecil,ya itulah pertimbangan itu saja
sih, tapi selebih-selebihya ya memang bagian Ortala yang membawahi itu
berdasarkan analisis jabatan kita, sampai staff semuanya sudah dianalisis
jabatannya sudah, sampai analisis beban kerjanya juga sampai staff
semuanya sudah.”
Pandangan juga datang dari Televisianingsih Dwi Kentjana, sebagai berikut;
“Tadi kembali lagi ya jadi faktor-faktornya kan maksudnya dari SDMnya
kita pikirkan, dari kepangkatannya, dari pekerjaannya itu bisa kita lihat
apakah itu layak kualasifikasinya yang dipersyaratkan. Iya, bekerja kalau
ngga kualifait juga ngga bisa, misalnya kalau kualifait tapi dari sisi
kepangkatan belum memenuhi kepangkatannya, yak an ada aturan-
aturannya kan, kalau ini pangkatnya harus ini, kalau itu pangkatnya
minimal harus ini itu, dari sisi itu.”
Adapun KAD (Kantor Arsip Daerah) memberikan beberapa pendapat dan
informasisebagai hasil wawancara dengan Drs. Hilman sebagai berikut:
“Dalam hal penyusunan, yang saya dengar, karena yang hadir adalah
pimpinan, kita mengusulkan dibentuknya badan, namun dikarenakan akan
terjadi kesenjangan maka diurungkan. Padahal yang mengusulkan
terjadinya penyusunan/ pengusulan itu adalah orang dari dalam, bahkan
saya sendiri memberikan masukan kepada pimpinan bahwa kita kalau
menjadi badan arsip mungkin “bisa” saja apabila kita mempunyai 3 hal
dalam indikator dasar ini. Artinya dukungan 3 unsur utama yaitu
manajemen, keuangan dan sumber daya sudah dikatakan baik.Untuk
kedua unsur pertama bisa dikatakan baik namun untuk unsur sumber daya
terutama masalah tenaga fungsional arsiparis bisa dikatakan kita masih
minim. Dan karena syarat utama dalam hal peningkatan dari kantor
menjadi badan agak sedikit rumit maka kita hanya mengusulkan 1 seksi.
Dalam hal mengusulkan tersebut maka disetujui penambahan
tersebut.Menurut saya untuk perubahan dari kantor menjadi badan
menurut hemat saya masih mungkin diundur karena skala beban dan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
236
tanggung jawab yang masih bisa tertangani dan belum maksimalnya
jumlah tenaga arsiparis.”
Selain dengan Disdik, Dinkes dan KAD, pada level mikro juga ada
LSM/ORMAS. Wawancara juga dilakukan dengan Organisasi Kemasyarakatan
(Ormas) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) di Kota Tangerang yang
diwakili oleh nara sumber: (1) Ibnu Jandi (Direktur LSM Kebijakan Publik Kota
Tangerang); (2) Rusdi Alam(Sekjen KNPI Kota Tangerang); (3) H.M.
Naisan(Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Tangerang).Dalam
pandangan LSM/ORMAS, proses pembentukan organisasi perangkat daerah,
mulai dari awal sampai dengan penetapannya dalam Perda, terutama untuk Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah Kota Tangerang,
sebagaimana tergambar dari beberapa wawancara.Menurut pandangan Ibnu
Jandi(LSM Kebijakan Publik), sebagai berikut:
”Oke.. di kota Tangerang ni ya, kebetulan saya adalah salah satu bidang
organ bidang lebih lanjut di kota Tangerang.. Nah untuk dinas pendidikan
sebagai SKPD itu bersamaan dengan adanya Undang-Undang No. 2
tahun sembilan sembilan kotif menjadi Kota Tangerang, sekarang sudah
menjadi kota Tangerang berdasarkan UU no 2 tahun 1999, itu secara
harfiah lalu bersamaan dengan undang-undang lain, trus perkembangan
sekarang adalah ada pembentukan organisasi strategis tadi saya lupa PP
20 tahun 2008 saya lupa itu, yang jelas adalah ada pembenahan dari
profesional atau reformasi birokrasi di tingkat SKPD ya bukan hanya di
kota saja, itu langsung ditekankan oleh ORTALA, organisasi tata
laksananaan, organisasi tata laksanaan ini dia melihat efektifitas dari
SKPD agar SKPD itu efektif atau tidak. Itu adalah perdanya nomor
berapa saya ngga tahu nih! He.he.. pasti ada perdanya ya? Karena ngga
hafal nanti dicari buku saja pasti berhubungan perdata dari seluruh
SKPD tersebut. Yang sekarang dinas pendidikan adalah kemarin krodit
problem kita adalah sdh melahirkan hampir 221 sekolah jadi kurang
efisien di Tangerang dari saat itu tahun 2000 sampai dengan tahun 1010
kalau ngga salah. Itu Dinas Pendidikan.”
Terkait dengan proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok
masing-masing SKPD (Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip
Daerah). Berikut adalah petikan wawancaranya.Ibnu Jandi menyatahan bahwa:
“Prosesnya kalau tidak salah pernah diskusi dengan ORTALA , pada saat
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
237
(tidak terdengar suara mengecil ) lebih kepada struktur kebutuhan
organisasi dulu Pak artinya membentuk plan organisasi dulu baru
mengsisi pada SDMnya. Yang sangat disayangkan adalah kompetensi
SDMnya tidak sebagaimana mestinya yang diharapkan SKPD tersebut
baik dinas pendidikan, kesehatan maupun arsip. Karena saya tidak salah
seperti dinas pendidikan saya ngga tahu seperti apa kompetensinya yang
saya harapkan dia adalah minimal dia adalah sarjana pemerintahan.
Kesehatan dulu juga sama apalagi arsip sekarang tidak berdasarkan
kompetensi gitu... Organnyakan? Dan itu adalah sangat kerepotan di
ortala...dan SKPD ortala itulah yang menentukan kebutuhan organisasi."
Beberapa LSM juga concern menyoroti beberapa hal yang berpotensi
mengganggu kinerja organisasi perangkat daerah. Salah satunya dengan
mengamati faktor-faktor internal yang menjadi penentu dan harus diperhatikan
dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah. Ibnu Jandi menyatakan
pemikirannya sebagai berikut.
“Faktor Internalnya seperti yang saya katakan tadi adalah bukan pada
kompetensinya mungkin hanya pada kebutuhan pada loyalitas, bukan
pada kebutuhan fungsi. Faktor eksternalnya begini... kebutuhan dari
masyarakat itu lebih pada idealis atau sistem itu kadangkala yang menjadi
Gap. Kalau masyarakat adalah melihanya yang idealis makanya ada gap
di situ. Dan yang ke tiga adalah ditingkat internal ngga pernah ada
nyambung ketika PERDA ini dilahirkan. Umpanya adalah adakah hering
tentang persoalan berdirinya SKPD minta pendapat dengan masyarakat
sebesar apa yang dibutuhkan, seperti maaf kalau saya contohkan ke
tangsel , kebetulan tangsel mau mendengar, saya katakan ” anda tidak
perlu membikin apa namya.. ee..apa namaya pengairan apa sih namaya
dinas pertanian, kalaupun ada cukup ada orangnya tidak harus banyak.
Ini pertama dan yang kedua adalah BPKAD keuangan anda tidak perlu
menggunakan pola maksimal karena baru gunakan saja pola minimal, sya
katakan seperti itu. Nah ini yang pernah nyambung ketika kota Tangerang
memiliki SKPD bagaimana pendapat masyarakat ngga pernah hal itu
terjadi dengar pendapat dengan masyarakat itu terjalin sehingga wajar
kalau biaya pegawai di SKPD itu 50% rata2, Tangsel kebetulan mau
dengar dia hanya 25% gaji pegawainya, dia mau dengar saya, dan dia
merasakan manfaatnya. Sekarang paling bagus sebanten kalau kita ukur
dari APBD adalah dan kebetulan paling kecil adalah kota tangsel. Itu
Pak.”
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
238
Lebih lanjut H.M. Naisandari Ormas Muhammadiyah Cabang Kota
Tangerang, menyatakan bahwa:
“Ya . . . ya yang pasti visi misi ke depan kan harus jelas, sebab tujuan
negara kalau kita kembali kepada asas kenegaraan keadilan
kesejahteraan terlaksana, nah kalau tadi pertanyaannya seperti itu ya
saya kira harapan kami sebagai warga masyarakat, ya pembentukan
struktur organisasi harus menyentuh hasilnya itu kepada masyarakat
nantinya ya . . . sementara ini kan cuma sebagai simbol-simbol saja, janji-
janji baik dipolitik, diPilkada, Pilgub, kalau Pilpres mah . . . ngga sampai
ke daerah itu yah, nah itu kan saingan simbol-simbol, lipstik saja yah,
memang ada perubahan, mereka kan ngomong akan ada perubahan untuk
keluarga kan, perubahan untuk kelompok, tapi perubahan di masyarakat?
Ya kita ngga usah jauh-jauh lah, Gubernur-gubernur kita sekarang
bermasalah, kan gitu? Ini juga . . . ya sekarang masyarakat kan sudah jeli
kan.”
Adapun faktor-faktor eksternal yang menjadi penentu dan harus
diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah, menurut
para penggerak LSM tergambar dalam hasil wawancara sebagai berikut:
Menurut Naisan sebagai berikut:
“Saya kira terutama yang menyangkut pendidikan dan pemasyarakatan,
kalau di dalam bahasa agama Liqoro Battina Asha Battina Lii Jirronina,
kan begitu kan? Dan ini apa benar atau tidak menurut pandangan secara
umum, cari kekeluarga dulu, nah”
Sementara itu, khusus terkait dengan Dinas Pendidikan, ternyata LSM juga
menaruh perhatian besar. Menurut beberapa tokoh LSM tersebut, faktor-faktor
yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok
orgainisasi Dinas Pendidikan menurut pandangan Ibnu Jandi sebagai berikut:
”Fungsi efektivitas dari dinas kesehatan jelas adalah optimalisasi
pelayanan yang maksimal untuk masyarakat, kesehatan masyarakat ya..
kalau untuk pendidikan jelas untuk lebih menigkatkan pendidikan itu
murah berkualitas terjangkau. Untuk arsip daerah adalah saya pernah
mengusulkan jangan terlalu banyak menggunakan hardware, katakanlah
kalau arsip perangkat Itnya atau perangkat softwarenya itu membutuhkan
website. Jadi jangan terlalu banya menggunakan arsip benda mati,
gunakan software. Yang kedua saya pernah sampaikan ke arsip adalah,
Tolong membuat integrasi arsip jakarta barangkali bisa, karena arsip
amat sangat dibutuhkan yang bonafit, Arsip sendiri adalah dimana
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
239
sekarang sangat slow motion atau lemah. Dan saya sangat menyayangkan
itu. Yang ke 5 arsip daerah adalah ketika dia tidak punya ee..eksekusi
pada persoalan undang2. Orang mudah minta dokumen ( hiii tertawa)
padahal Undang no 14 tahun 2008 sudah mengisyaratkan itu diantaranya
, tapi tetap saja lemah. Itu adalah hal yang sangat spesifik persoalannya.
Mudah2an saya tidak retorika ya Pak.”
Pandangan lain juga datang dari Naisan sebagai berikut:
“Begini, begini pak, kita melihat masyarakat kita ini . . . kan dengan
adanya Askes-Askeskin, Pendidikan gratis, menandakan bahwa memang
di kita itu masih butuh, masih banyak orang yang membutuhkan itu. Nah
untuk itu, pertama juga kita lihat dari, kalau ke level kota . . . kota
Tangerang kan wali kotanya ya Pak yah? Artinya memilih orang itu harus
memang yang mampu untuk melihat visi misi ke depannya tadi pak, Visi
misinya itu, kalau lah memang bicara soal kesehatan, mbok ya . . . e . . .
kalau sekarang program Askeskin sedang digalakan, itukan masih banyak
rumah sakit yang menolak. Dan itu setelah saya teliti, kenapa rumah sakit
menolak . . . Karena hutang Pemerintah besar. Ada memang tinggal
beberapa Rumah sakit yang masih menampung itu, karena memang dia
punya modal besar. Pertama Sumber Daya pak tadi, yang jelas visi misi
kedepan. Apa sih yang akan dicapai? Jadi target, ada input, ada out put,
ada outcome, kan kira-kira seperti itu. Targrt yang mau dicapai
sebetulnya apa sih? Mau menjadikan orang Indonesia atau orang
Tangerang mau cerdas pendidikannya, mau menjadikan orang Tangerang
ini menjadi sehat? Itukan butuh pemikiran yang luar biasa Pak! Saya kira
itu Pak. Jadi pertama tadi nanti dari struktural yang itu harus betul-betul
nyambung gitu pak. Ini kan sekarang terjadi semodel apa yah . . . ngga
nyambung gitu loh Pak. Di Puskesmas melakukan ini, Kepala Dinasnya
seperti ini, Kepala Dinas mau melakukan ini, tau-tau kebijakan dari Wali
Kotanya berbeda, kan itu Pak? Nah ini kira-kira seperti itu Pak, kira-
kira.”
Demikian pula dengan Dinas Kesehatan.Dalam wawancara kali ini beberapa
LSM menyampaikan masukannya tentang faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi
Dinas Kesehatan. Petikan wawancaranya dengan Ibnu Jandi sebagai berikut:
“Fungsi efektifitas dari dinas kesehatan jelas adalah optimalisasi
pelayanan yang maksimal untuk masyarakat, kesehatan masyarakat ya..
kalau untuk pendidikan jelas untuk lebih menigkatkan pendidikan itu
murah berkualitas terjangkau. Untuk arsip daerah adalah saya pernah
mengusulkan jangan terlalu banyak menggunakan hardware, katakanlah
kalau arsip perangkat Itnya atau perangkat softwarenya itu membutuhkan
website. Jadi jangan terlalu banya menggunakan arsip benda mati,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
240
gunakan software. Yang kedua saya pernah sampaikan ke arsip adalah,
Tolong membuat integrasi arsip jakarta barangkali bisa, karena asrsip
amat santa dibutuhkan yang bonafit, Arsip sendiri adalah dmana sekarang
sangat2 slow motion atau lemah. Dan saya sangat menyayangkan itu.
Yang ke 5 arsip daerah adalah ketika dia tidak punya ee..eksekusi pada
persoalan undang2. Orang mudah minta dokumen ( hiii tertawa) padahal
Undang no 14 tahun 2008 sudah mengisyaratkan itu diantaranya , tapi
tetap saja lemah. Itu adalah hal yang sangat spesifik persoalannya.
Mudah2an saya tidak retorika ya Pak”.
Berdasarkan pemaparan data-data di atas, maka rich picture dari
pembentukan SKPD dalam perspektif desentralisasi di NKRI dengan studi kasus
di Kota Tangerang pada 3 (tiga) level kelembagaan adalah sebagaimana dapat
dilihat pada gambar 5.1:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
241
Gambar 5.1 : Rich Picture
Ketidakjelasan pembagian urusan antar susunan pemerintahan menimbulkan kekaburan dari konsep desentralisasi itu sendiri Organisasi perangkat daerah memiliki posisi yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintah daerah Desain struktur mekanisme kerja dan kualitas aparatur sangat menentukan kinerja daerah
Pengembangan birokrasi di daerah harus mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi, efektifitas dan kemudahan interaksi
Pembagian Dalam Urusan Dalam UU No 32/2004, Menyebabkan Tidak
Jalannya Politik Desentralisasi
Pengaturan Dalam UU Ini Melahirkan Praktik Kepemerintahan Yang
Tumpah Tindih Jauh Dari Prinsip Good Govermance
ANALISIS
PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH
KOTA TANGGERANG
PROVINSI BANTEN
“padahal sesungguhnya juga undang-undang dan PP tidak ada yang menyajikan secara detail”
“pokoknya terhadap badan-badan dan dinas atau kantor yang punya klasifikasi khusus itu ditempatkan orang yang berkompetensi itu”
Terjadi Permasalahan Realisasi Anggaran Program Kerja Dalam
Bidang Fisik
Kepala SKPD Sering Diwakilkan Kepesertaanya Dalam
Palatihan-Pelatihan
Masalah Kualitas Dan Kompetensi Aparat Birokrasi
Mereformasi aturan layanan sipil yang sudah tidak cocok
lagi dengan kondisi sekarang Pemkot membentuk standar No 1 tahun 2008 adanya 26 urusan wajib & 7 urusan pilihan sebagai dasar menyusun organisasi dinas badan maupun kantor
Pada dasarnya pembentukan organisasi berdasar PP No 32/2004, untuk pembagian urusan tugas pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota
Penunjukkan kepala SKPD didominasi oleh kepentingan dan target dari walikota terpilih, sehingga tidak memperhatikan aspek-aspek pengalaman maupun kompetensi
Kota tanggerang pengeluaran untuk gaji PNSnya tinggi, karena struktur yang gemuk
Kota tanggerang maju seperti ini, karena peran swasta yang men-dominasi sektor ekonomi dan pembangunan infrastruktur kota
Ketidakjelasan nasib karyawan honorer dilingkungan pemerintah kota tangerang
Kok gak ada koordinasi sih untuk pembinaan pejabat daerah
PP No.41/2007 menjadi dasar pembentukan perda-perda yang terkait
dengan perang daerah, yaitu perda No:4,5,6,7/2008, tentang pembentukan
Badan, kantor, dinas & Sekretariat
DINKES harus diberi kewenangan dalam menyusun struktur organisasi internal,
karena mengakomodir kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
Kualitas SDM tidak sesuai dengan kebutuhan yang
diperlukan
Kesulitan merubah minset PNS DISDIK dari masyarakat
menjadi melayani masyarakat
Penempatan pejabat Struktural SKPD kurang
memperhatikan aspek-aspek legal yang sudah diatur dalam
peraturan Baperjakat UU No 32/2004 tentang
Pemerintah Daerah, dimana desentralisasi menciptakan peluang “raja kecil”di Kota
Tanggerang
Pemerintah
Pemerintah
DPD-RI
PEMKOT TANGERANG DPRD KOTA TANGERANG
BIRO ORTALA KOTA TANGERANG
BIRO HUKUM KOTA TANGERANG
BAPPEDA KOTA TANGERANG
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
242
BAB 6
ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG
Sebagaimana dapat dipahami bahwa dalam 7 (tujuh) proses standar dari
SSM, Chekland (1981) membagi tahapan SSM menjadi dua bagian, yakni Real
World dan Systems Thinking about Real World. Real World terdiri dari 5 (lima)
bagian/tahap, yakni tahap ke-l, tahap ke-2, tahap ke-5, tahap ke-6, dan tahap ke-7,
dan Systems Thinking about Real World terdiri dari dua tahap, yakni tahap ke-3,
dan tahap ke-4. Tahap ketiga adalah Root Definitions (RDs) of Relevant
Purposeful Activity Systems, dan tahap ke-4 adalah Conceptual Models of the
Systems (holons)named in the Root Definitions. Analisis pembentukan OPD Kota
Tangerang dibahas berdasarkan pada 3 level kelembagaan dengan mengadopsi
konsep Bromley sebagaimana dijelaskan secara ringkas dalam Bab 1, 2 dan 4.
6.1 Root Definitions (RDS) of Relevant Purposeful Activity Systems
Root definitions adalah deskripsi terstruktur dari sebuah sistem aktivitas
manusia yang relevan dengan situasi problematis yang menjadi perhatian di dalam
penelitian SSM yang berbasis tindakan. Selalu ditegaskan tentang sistem yang
relevan, karena di dalam SSM yang dilakukan bukanlah merumuskan sistem atau
serba sistem apa yang akan direkayasa atau yang akan diperbaiki, melainkan
sistem mana yang relevan dengaan situasi yang problematis dunia nyata yang
akan digunakan sebagai alat untuk membantu merumuskan langkah perbaikan,
penyempumaan, atau perubahan situasi dunia nyata tersebut.
Root definition merupakan sebuah pernyataan yang jelas tentang aktivitas
yang terjadi atau mungkin terjadi.di dalam organisasi yang tengah diteliti
(Hardjosoekarto, 2012" p.89-90). Checkland dan Scholes (199C, p.288)
mengatakan bahwa root definition adalah "conscise verbal definitions expressing
the nature of purposeful activity systems regarded as relevan to exploring the
problem situation", dimana metafora 'root' menunjukkan bahwa "this is only me,
core way of describing the system" (Checkland dan Poulter, 2006, p.38)".
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
243
Ditegaskan oleh Chekcland (1999, p.155) bahwa "at the end of expression stage
we answer the question, not; What system needs to be engineered or improved?
but: What are the names of notional systerffis which from the analysis phase
seem relevant to the problem?". Lebih lanjut dikatakan oleh Checkland bahwa
upaya menjawab pertanyaan itu harus dilakukan dengan hati-hati dan dinyatakan
secara eksplisit, secara tertulis melalui diskusi terbuka supaya benar-benar dapat
dipilih sebuah sistem atau sejumlah sistem yang benar-benar relevan dengan
situasi yang problematis. Pililhan atas sistem apa yang akan dipilih merupakan
cerminan dari sebuah sudut pandang tertentu tentang situasi masalah.
Teknik perumusan root definition tertuang dalam skema "to do X by Y in
order to achieve Z '(Checkland dan Scholes, 1990, p.36), atau "to do P by in
order to achieve R" (Checkland dan Poulter, 2006, p.39).Dalam kaitannya dengan
penelitian ini, penulis menstrukturkan real world dalam tiga level sistem yang
paling relevan, yakni makro, messo, dan mikro. Penelitian dalam disertasi ini
disamping sebagai penelitian yang mengkaji untuk kepentingan penelitian itu
sendiri juga untuk pemecahan masalah sekaligus (research interest and problem
solving interest). Kedua kepentingan ini dapat dilakukan sekaligus "ruor cnly
does this help dispel the criticism of AR that it is arguably facilitates just like
consultancy, but it researchers in being much more explicit about the reflection
and learning process that seems to be part of the essence of AR" (McKay dan
Marshall, 2001, p.57).
Root definition dibuat menjadi 4 (empat) dengan memperhatikan analisis
CATWOE untuk menganalisis proses transformasi masing-masing level
kelembagaan, dimana level makro terdiri dari 1 (satu) root definition dengan
nama revisi peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah yang
mengatur pembentukan organisasi perangkat daerah. Level messo terdiri dari 1
(satu ) root definition dengan nama efektivitas organisasi perangkat daerah
sebagai wujud desentralisas. Sedangkan level mikro terdiri dari 2 (dua) root
defintions yaitu (1) optimalisasi efektivitas organisasi perangkat daerah yang
adaptif; (2) yaitu dengan nama arah peningkatan efektivitas kinerja organisasi
perangkat daerah.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
244
6.1.1. Root Definitions Penelitian
Adapun root definitions penelitian selengkapnya adalah sebagaimana
tertuang dalam Tabel 6.1. berikut:
Tabel 6.1. Root Definition Penelitian
LEVEL NAMA RD HUMAN ACTIVITY SYSTEMS RD #
MA
KR
O
Revisi
UU 32/2004
dan Revisi
Peraturan
Pemerintah
Tentang
Pembentukan
Organisasi
Perangkat
Daerah
PP No. 38/07
PP No. 41/07
Sistem yang dimiliki dan dioperasikan oleh
peneliti dalam mengidentifikasi unsur-unsur
desentralisasi di NKRI dalam wujud hukum
formal dan konvensi informal kenegaraan dalam
bentuk UU tentang Pemerintahan Daerah (P)
dengan menggunakan SSM untuk mengeksplorasi
penyusunan PP tentang Pembagian Kewenangan
antara Pusat dan Daerah; dan PP tentang
Organisasi Perangkat Daerah (Q) untuk
membangun kerangka kelembagaan level makro
dalam rangka menjamin tercapainya konsep
desentralisasi yang penuh (R)
RD 1
ME
SO
Pembentukan
SKPD yang
efektif
berdasarkan
PERDA sesuai
prinsip
desentralisasi.
Sistem yang dimiliki dan dioperasikan oleh
Pemerintah Kota Tangerang untuk membentuk
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang efektif dalam
memformulasikan konsep desentralisasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (P) melalui
mekanisme penerbitan Perda (Peraturan Daerah)
dan kordinasi dengan DPRD (Q) untuk
memberikan pedoman OPD yang tepat dan
dibutuhkan dalam satu pemerintahan daerah (R)
RD 2
MIK
RO
Pengembangan
Struktur, Tugas
Pokok dan
Fungsi yang
adaptif
Sistem yang dimiliki dan dioperasikan oleh
Pemerintah Kota Tangerang untuk menata Satuan
Kerja Perangkat Daerah dalam memformulasikan
prinsip desentralisasi kota di Tangerang (P)
melaluipenyusunan struktur, tupoksi
organisasional SKPD (Q) untuk membantu
tercapainya optimalisasi SKPD sehingga bisa
bersifat adaptif terhadap lingkungan dalam suatu
pemeintahan daerah. (R)
RD 3
Peningkatan
efektifitas
kinerja
organisasi
perangkat
daerah
Sistem yang dimiliki dan dioperasikan oleh
Pemerintah Kota Tangerang dalam rangka
meningkatkan efektivitas kinerja OPD (P) melalui
optimalisasi pengambilan keputusan, penggunaan
prosedur dan partisipasi staf(Q) untuk mencapai
OPD yang efektif dalam penyelengaraan
pemerintahan daerah khususnya di bidang
pelayanan publik. (R).
RD 4
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
245
6.1.2. Root Definition Satu pada Level Makro
Root definition Satu untuk level makro berupa sistem yang dimiliki dan
dioperasikan oleh peneliti dalam mengidentifikasi unsur-unsur desentralisasi di
NKRI dalam wujud hukum formal dan konvensi informal kenegaraan dalam
bentuk UU tentang Pemerintahan Daerah (P) dengan menggunakan SSM untuk
mengeksplorasi penyusunan PP tentang Pembagian Kewenangan antara Pusat dan
Daerah; dan PP tentang Organisasi Perangkat Daerah (Q) untuk membangun
kerangka kelembagaan level makro dalam rangka menjamin tercapainya konsep
desentralisasi yang penuh (R).
Tabel 6.2 CATWOE dan 3-E dalam RD-l: Pasal Tentang Desentralisasi
dalam Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Organisasi
Perangkat Daerah
Customers Pemerintah RI, DPR RI, Walikota dan DPRD Kota
Actors Peneliti (Academic Advisors, SSM Practitioner, Academic
Reviewers), UI
Transformation
Mengubah pasal-pasal tentang desentralisasi yang masih
terbatas (parsial) menjadi pasal-pasal tentang desentralisasi
yang lebih komprehensif khususnya yang terkait dengan
organisasi perangkat daerah ke dalam peraturan Perundang-
undangan mengenai Pemerintahan Daerah
Weltanschauung
(worldview)
Pasal tentang desentralisasi Negara kesatuan yang lebih
komprehensif dalam Peraturan Perundang-undangan mengenai
Organisasi Perangkat Daerah sangat penting untuk dapat
membangun sistem pelayanan optimal kepada masyarakat.
Owners Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia
Environment Pihak yang menginginkan dimasukkannya pasal-pasal
desentralisasi Negara kesatuan dalam Peraturan Perundang-
undangan mengenai Pemerintahan Daerah.
Efikasi
Keberadaan pasal-pasal desentralisasi Negara kesatuan dalam
Peraturan Perundang-undangan mengenai Pemerintahan
Daerah yang komprehensif harus terealisasi.
Efisiensi Menggunakan sumberdaya (keuangan, energi, dan waktu) yang
minimum dan hasil yang maksimum.
Efektif
Terakomodasikannya pasal desentralisasi Negara kesatuan
dalam Peraturan Perundang-undangan mengenai Pemerintahan
Daerah.
Root Definition Satu merupakan gambaran yang menurut penilaian peneliti
paling relevan untuk sistem pada level makro, yang bertujuan untuk membangun
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
246
kerangka kelembagaan level makro. Dalam hal ini dilakukan dalam rangka
mengidentifikasi unsur-unsur desentralisasi dalam Negara kesatuan yang
diwujudkan dalam hukum formal dan konvensi informal kenegaraan dalam bentuk
UU dengan menggunakan SSM untuk mengeksplorasi penyempumaan Peraturan
Perundang-undangan mengenai Pemerintahan Daerah yang dapat menjamin
tercapainya desentralisasi dalam pembentukan organisasi perangkat daerah.
Transformasi dalam Catwoe ini dilakukan dengan memasukan pasal-pasal
yang dapat mengurangi politisasi birokrasi di daerah. Ada kecenderungan para
aparat birokrasi ikut terlibat dalam pemenangan calon kepala daerah dalam
Pilkada. Dampak dari ini adalah banyak aparat birokrasi terlibat dalam
pemenangan salah satu calon, yang nantinya dengan harapan apabila calonnya
terpilih akan memperoleh kedudukan yang lebih baik dalam birokrasi di daerah.
Untuk menampung para pendukungnya, kepala daerah terpilih seringkali
mengembangkan struktur birokrasi di daerah. Kedua, perlu adanya pasal yang
mengatur jabatan struktural agar efektif. Oleh karena struktur yang besar dan
kompleks juga cenderung membutuhkan biaya yang tinggi, struktur yang besar
dan kompleks sehingga cenderung menghambat interaksi antara pemerintah dan
masyarakatnya. Akibatnya pelayanan publik menjadi semakin rumit dan panjang.
Ketiga, perlu adanya muatan yang mengatur tentang evaluasi kinerja secara
periodik yang menilai ketepatan antara struktur birokrasi dengan visi dan misi
daerah.
Konsep transformasi dalam Catwoe ini didukung dengan kerangka
pemikiran dan pendapat Kementerian Dalam Negeri sebagaimana dikatakan
sebagai berikut:
“Organisasi perangkat daerah memiliki posisi yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
daerah.Desain, struktur, mekanisme kerja, dan kualitas aparatur sangat
menentukan kinerja daerah. Seberapa tepat daerah merancang desain, struktur
dan proses kerja sehingga mampu menjalankan fungsi secara efisien, efektif
dan sinergis menjadi kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan
daerah.”289
289
Kementerian Dalam Negeri 2009, op.cit.,hal. 43-44.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
247
Penyempurnaan peraturan perundang-undangan tentang Pemerintahan
Daerah khususnya yang terkait dengan ketentuan organisasi perangkat daerah
dengan demikian menjadi upaya yang layak dilakukan untuk mentransformasi
suatu perubahan. Dari sudut worldview, muatan pasal yang dapat dimasukan
terkait dengan pengaturan tentang norma, kriteria dan standar dalam
pengembangan organisasi perangkat daerah. Kedua, pengaturan harus dapat
mendorong daerah untuk dapat membentuk organisasi perangkat yang sesuai
dengan kewenangan yang dimiliki, karakteristik potensi dan kebutuhan daerah,
kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber daya aparatur dan
pengembangan pola kemitraan antar daerah serta dengan pihak ketiga.290
Lebih lanjut dikatakan oleh Kementerian Dalam Negeri beberapa
pemikiran usulan yang diusulkan sebagai berikut:
“Perlu juga disusun pengaturan yang mendorong daerah melakukan
analisis jabatan dan menjadikannya sebagai dasar dalam mereformasi perangkat
pemerintahannya.Analisis jabatan harus dapat memberi informasi kepada daerah
tentang kebutuhan jabatan, klasifikasi jabatan, standar kompetensi jabatan,
sistem renumerasi dan sistem informasi kepegawaian.”291
Ketiga, dalam perubahan pengaturan organisasi perangkat daerah, juga
harus dimasukan pasal mengenai pengembangan jabatan fungsional secara
signifikan, sehingga daerah dapat mengurangi tekanan untuk membuat struktur
gemuk agar dapat jabatan fungsional juga dapat membantu pengembangan
profesionalisme pegawai daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan daerah.
Keempat, perlu adanya pasal yang mengatur insentif berbasis kinerja sehingga
orientasi pegawai daerah yang cenderung ingin selalu menduduki jabatan
structural dapat berubah. Kelima, konsekuensi dari pengaturan ini adalah perlu
adanya pengaturan yang membatasi besaran anggaran untuk belanja
pegawai.Pengaturan hal ini dapat dilakukan dengan menentukan besaran proporsi
anggaran belanja pegawai terhadap APBD.292
290
Ibid, hal. 46 291
Ibid. 292
Ibid.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
248
6.1.3 Root Definition Dua Pada Level Meso
Root Definition Dua untuk level Meso berupa sistem yang dimiliki dan
dioperasikan oleh Pemerintah Kota Tangerang untuk membentuk Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang efektif dalam menerapkan konsep desentralisasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia (P) melalui mekanisme penerbitan Perda (Peraturan
Daerah) dan kordinasi secara dengan DPRD (Q) untuk memberikan pedoman
OPD yang tepat dan dibutuhkan dalam satu pemerintahan daerah (R).
Tabel 6.3 CATWOE dan 3-E dalam RD-2: Pembentukan Kelembagaan
Organisasi Perangkat Daerah yang efektif
Customers Pemerintah RI, Kemendagri, dan Pemerintah Kota Tangerang
Actors SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) dan Kemendagri
Transformation
Mengubah Peraturan Daerah untuk memuat pasal-pasal
yang mendorong pembentukan SKPD agar menjadi efektif
dan efisien dengan pertimbangan kebutuhan internal SKPD
di Kota Tangerang: dari belum ada menjadi ada, dari
kurang optimal menjadi lebih optimal;
Memberdayakan aspirasi eksternal masyarakat terkait
kebutuhan SKPD: dari belum ada menjadi ada dan dari
kurang optimal meniadi lebih optimal.
Weltanschauung
(worldview)
Terbentuknya organisasi perangkat daerah yang sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat. SKPD yang terbentuk
kinerjanya professional dan berkualitas, sehingga dapat
memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.
Owners Kemendagri dan Pemerintah Kota
Environment Pihak yang tidak menginginkan terbentuknya organisasi
perangkat daerah/SKPD yang professional dan berkualitas,
serta mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada
masyarakat luas.
Efikasi
Terciptanya kinerja SKPD yang professional dan berkualitas
dan terjaminnya pelayanan kepada masyarakat.
Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu)
yang minimum
Efektif
Tercapainya pembentukan SKPD yang sesuai dengan
kebutuhan, professional dan berkualitas.
Root Definition Dua adalah gambaran yang peneliti nilai paling relevan
untuk sistem pada level messo, yang bertujuan untuk membangun kerangka
kelembagaan level messo berupa terbentuknya organisasi perangkat daerah yang
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
249
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. SKPD yang terbentuk
kinerjanya professional dan berkualitas, sehingga dapat memberikan pelayanan
yang optimal kepada masyarakat. Transformasi dalam Catwoe dilakukan dengan
mengubah Peraturan Daerah untuk memuat pasal-pasal yang mendorong
pembentukan SKPD agar menjadi efektif dan efisien dengan pertimbangan
kebutuhan internal SKPD di Kota Tangerang. Peraturan daerah harus diubah
secara incremental, Perda tidak hanya mengatur nomenklatur dan struktur SKPD
saja, tetapi juga pertimbangan dimensi lainnya yaitu: tata nilai, personal,
pembangunan sistem sinergi antar instansi pemerintah. Peraturan daerah tidak
hanya menyangkut format dan susunan kelembagaan, tetapi juga pengaturan
subtansi masing-masing SKPD.
Gambaran pada root definition Dua ini diperkuat oleh pendapat anggota
DPRD komisi 1, Bapak Gatot dalam Focus Group Discussion yang mengatakan:
“Mengenai faktor internal kembali pimpinan daerah masing-
masingkan seperti itu apa yang menjadi pertimbangan Pak Wahidin
mengenai tipe minimal yang diperlukan waktu itu efektif.Tapi begitu
ada pula yang mengatakan itu efektif ada pula yang bilang
tidak.Sehingga diperlukan peraturan tambahan.”293
Sementara terkait dengan faktor eksternal dikatakan sebagai berikut:
“….kalau faktor eksternal sesuai kebutuhan masyarakat dan daerah-
daerah di luar kota Tangerang. Seyogyanya itukan bersinergikan.
Bersinergi dengan pemerintah kota dengan pemerintah kabupaten,
pemerintah Tangerang Selatan atau dengan provinsi. Agar program-
programnya bersinergi, jangan sampai terjadi program pemerintah
provinsi kadang-kadang tidak nyambung, itu harus bersinergi ke
depannya.”294
Pendapat ini memberikan gambaran secara implisit mengenai
signifikannya perubahan peraturan perundang-undangan di level kota dalam
pembentukan organisasi perangkat daerah dengan faktor pertimbangan terkait
dengan efektivitas kelembagaan. Lebih lanjut dikatakan:
293
Pendapat dalam Focus Group Discussion hari Kamis Tanggal 14 November 2013 di
Ruang VIP RM Pondok Selera Tangerang.
294Ibid.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
250
“….ke depannya diharapkan kota Tangerang ini jadi contoh daerah
lain dalam memilih organisasinya secara normative dengan orang-
orangnya berkemampuan secara profesi. Tapi yang ditempatkan itu
sesuai kriteria yang ada yang bidang ini harus punya kemampuan
seperti ini, bidang ini punya kemampuan seperti ini dan lain
sebagainya.”295
Terkait dengan pelayanan masyarakat dari organisasi perangkat daerah
pejabat dari Bappeda kota Tangerang menyampaikan pendapatnya sebagai
berikut:
“….namun pada kondisi saat ini dengan adanya standar pelayanan
minimal dari pemerintah pusat yaitu lima belas standar pelayanan
minimal, mau tidak mau pemerintah daerah harus menerapkan
standar pelayanan minimal tersebut dan target-target yang harus
dicapai oleh organisasi perangkat daerah. Saat ini Bappeda sedang
mengkaji ada indicator dari SKPD itu kinerja program atau
kegiatan.Sehingga dalam satu SKPD itu dalam melaksanakan kinerja
tugas pokok dan fungsinya ada indikator kinerjanya, artinya ada
target yang harus dicapai.296
”
Kemudian lebih lanjut dikatakan bahwa kedepan yang diharapkan
dalam penataan ulang struktur di pemerintah mungkin memang perlu
pemetaan kembali perlu, penyusunan kembali kebutuhan organisasi seefisien
mungkin sehingga kaya fungsi dan lebih bermanfaat dalam peningkatan
pelayanan untuk masyarakat.297
Pada dasarnya pendapat ini menyiratkan akan
perlunya melakukan transformasi peraturan perundang-undangan di tingkat
lokal terkait dengan pembentukan organisasi perangkat daerah.
6.1.4. Root Definition Tiga Pada Level Mikro-1
Root Definition Tiga untuk level Mikro berupa Sistem yang dimiliki dan
dioperasikan oleh Pemerintah Kota Tangerang untuk menata Satuan Kerja
Perangkat Daerah dalam memformulasikan prinsip desentralisasi kota di Negara
Kesatuan Republik Indonesia (P) melalui penyusunan struktur, tupoksi
organisasional SKPD (Q) untuk membantu tercapainya optimalisasi SKPD
295
Ibid 296
Ibid 297
Ibid
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
251
sehingga bisa bersifat adaptif terhadap lingkungan dalam suatu pemeintahan
daerah. (R)
Tabel 6.4 CATWOE dan 3-E dalam RD-3: Optimalisasi Pengembangan
Fungsi danTugas Pokok Institusional Organisasi Perangkat Daerah yang
adaptif
Customers Pemerintah RI, Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah/Kota
Actors Peneliti (Academic Advisors, SSM Practitioner, Academic
Reviewers), UI
Transformation Mengubah fungsi dan tugas pokok SKPD: dari yang semula
kurang optimal (belum sesuai dengan kebutuhan) menjadi lebih
optimal (sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi) melalui
pengembangan pedoman pembentukan SKPD.
Weltanschauung
(worldview)
Eksplorasi daya guna dan optimalisasi kinerja SKPD dalam
memberikan layanan kepada masyarakat sesuai dengan fungsi
dan tugas pokoknya. Harapannya terbentuk SKPD yang
professional, berkualitas, dan kompeten dalam melayani
masyarakat.
Owners Pemerintah RI, Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah
Environment Pihak yang tidak menginginkan terjadinya perbaikan kinerja
dan optimalisasi fungsi dan tugas pokok SKPD
Efikasi
Pejabat yang mampu mengelola SKPD secara baik dan
professional serta menjaga kualitas pelayanan kepada
masyarakat sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya.
Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu)
yang minimum untuk hasil yang optimum.
Efektif Terciptanya kinerja SKPD yang optimal dan berkualitas dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Root Definition Tiga merupakan gambaran yang peneliti nilai paling
relevan untuk sistem pada level mikro, yang bertujuan untuk melakukan
eksplorasi daya guna dan optimalisasi kinerja SKPD dalam memberikan layanan
kepada masyarakat sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya.Harapannya
terbentuk SKPD yang professional, berkualitas, dan kompeten dalam melayani
masyarakat, yang meliputi pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.
Transformasi dalam Catwoe dilakukan dengan mengubah fungsi dan tugas pokok
SKPD: dari yang semula kurang optimal (belum sesuai dengan kebutuhan)
menjadi lebih optimal (sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi). Hal ini dapat
dilakukan dengan menyempurnakan Peraturan Waikota (Perwal) yang bermuatan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
252
pengaturan tentang visi dan misi, penyusunan standar indikator kinerja utama
yang sesuai dengan Tupoksi, dan pedoman pemantauan, penilaian, dan evaluasi
kinerja OPD.
Dari data primer yang diperoleh dari lapangan, sebagaimana dikatakan
oleh anggota DPRD kota Tangerang dapat disimpulkan bahwa tugas pokok dan
fungsi organisasi perangkat daerah sudah sejalan dengan keputusan walikota
secara umum, tapi belum dapat dikatakan optimal. Pejabat ini mengatakan bahwa:
“Kalau secara keseluruhan, perspektif kita secara umum fungsi dan
tugas dari perangkat daerah sesuai dengan keputusan Walikota.Secara
umum sudah dijalankan Itu yang kami lihat, kalau ya baik ya baik,
sempurna sih belumlah.”298
Dalam kaitan dengan kinerja organisasi perangkat daerah umumnya yang
dirasakan masih belum optimal adalah koordinasi secara internal dan eksternal
antar organisasi perangkat daerah. Faktor koordinasi ini seringkali menjadi
penghambat dalam pelaksanaan program dan kegiatan organisasi perangkat
daerah.299
Sebagaimana dikatakan anggota DPRD dalam petikan wawancara
berikut:
“….dan faktor yang jadi penghambat dalam menjalankan tugas pokok
dan fungsi tersebut. Ini yang sering kami kritik kepada teman-teman
legislative ee..teman-teman eksekutif. Itupun koordinasi,
koordinasi.Jadi koordinasi baru SKPD atau mungkin dalam SKPD itu
sendiri.Kadang-kadang yang menjadi faktor penghambat.”300
Pendapat ini diperjelas oleh Pejabat dari Biro Hukum yang mengatakan
bahwa:
“…..bagaimana pelaksanaan tugas oleh masing-masing SKPD
haruslah diberikan payung, diberikan satu pedoman, sehingga dalam
pelaksanaan tugas yang pertama berdasarkan Undang-Undang yang
berlaku. Yang kedua adalah fungsinya untuk pelindung, melindungi
daripada aparatur daerah, melindungi daripada masyarakat dari
kemungkinan terjadinya penyimpangan di dalam pelaksanaan kerja..e
tugas pokok sehari-hari…”301
298
Ibid 299
Pendapat dr. AY Gunawan Wibisono dari Dinas Kesehatan dalam FGD, Ibid. 300
Pendapat H. Gatot, Ibid. 301
Pendapat Budi D. Arief, Ibid.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
253
Pendapat yang lain dari Pejabat Dinas Kesehatan mengatakan bahwa ada
struktur yang sepertinya sudah dipatenkan yaitu kesekretariatan. Semua SKPD
menerapkan struktur ini sebagai representasi dari fungsi fasilitatif yang sama, baik
itu Dinas maupun Kantor. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan pengaturan
lebih lanjut agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan secara optimal. Penghambat
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang lain adalah masalah yang terkait dengan
rekruitmen pegawai, yang seringkali tidak sesuai dengan formasi kebutuhan
organisasi perangkat daerah.302
6.1.5. Root Definition Empat Pada Level Mikro-2
Root Definition Empat berupa Sistem yang dimiliki dan dioperasikan oleh
Pemerintah Kota Tangerang dalam rangka meningkatkan efektivitas kinerja OPD
(P) melalui optimalisasi pengambilan keputusan, penggunaan prosedur dan
partisipasi staf (Q) untuk mencapai OPD yang efektif dalam penyelengaraan
pemerintahan daerah khususnya di bidang pelayanan publik. (R).
Tabel 6.5. CATWOE dan 3-E dalam RD-4: Peningkatan Efektivitas Kinerja
Institusional Organisasi Perangkat Daerah
Customers Pemerintah RI, Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah
Actors Peneliti (Academic Advisors, SSM Practitioner, Academic
Reviewers), UI
Transformation Meningkatkan efektivitas kelembagaan OPD dalam
memberikan pelayanan kepada publik melalui pemberdayaan
unsur-unsur dalam masyarakat dalam pengambilan keputusan
dan para staf dalam pelaksanaan kerja di masing-masing
SKPD.
Weltanschauung
(worldview)
Eksplorasi daya guna dalam pemilihan dan penempatan pejabat
daerah yang mampu meningkatkan efektifitas kinerja
organisasional SKPD. Hal itu sangat penting dalam rangka
memperoleh pejabat yang berkualitas, mampu bekerja secara
efektif dan optimal dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat..
Owners Pemerintah RI, Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah
Environment Pihak yang tidak menginginkan terjadinya peningkatan
efektivitas kinerja organisasional SKPD dan optimalisasi
pelayanan kepada masyarakat.
Efikasi Pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk
302
Pendapat dr. AY Gunawan Wibisono, Ibid.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
254
meningkatkan efektivitas kinerja organisasional SKPD dan
optimalisasi pelayanan kepada masyarakat.
Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu)
yang minimum dan hasil yang optimum.
Efektif Tercapainya sistem pengangkatan pejabat berbasis kompetensi
dalam peningkatan efektivitas kinerja organisasi dan
optimalisasi pelayanan kepada masyarakat.
Root definition empat merupakan gambaran yang peneliti nilai paling relevan
untuk sistem pada level mikro-2, yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kinerja
OPD melalui optimalisasi pengambilan keputusan, penggunaan prosedur dan partisipasi
staf untuk mencapai OPD yang efektif dalam penyelengaraan pemerintahan daerah
khususnya di bidang pelayanan publik. Transformasi dalam Catwoe dapat dilakukan
melalui penyempurnaan Perwal yang bermuatan pengaturan tentang: komponen struktur
organisasi, pembagian kerja/ spesialisasi sesuai dengan kebutuhan, saling menunjang,
jelas wewenang tugas dan tanggung jawabnya serta tidak tumpang tindih. Di samping itu,
perlu adanya muatan tentang sebaran dan tingkatan dalam organisasi yang
memungkinkan dilaksanakannya pengawasan yang efektif, adanya pedoman, petunjuk
teknis, SOP, prosedur, dan mekanisme kerja. Untuk mendorong para staf SKPD,
Pimpinan harus membangun suatu kebijakan internal yang memberi keleluasan bagi
bawahan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan.
Dari data hasil lapangan yang diperoleh melalui FGD dan wawancara
dengan para key informant memperkuat gambaran analisis Catwoe untuk root
definition empat. Pendapat seorang pejabat Bappeda yang terlibat langsung dalam
pembentukan organisasi perangkat daerah mengatakan:
“Tugas pemerintah daerah terutama pada bagian organisasi adalah
membuat rencana kerja, standar operasional, prosedur tata laksana
dan bagaimana pelayanan kepada masyarakat.”303
Dalam upaya peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat daerah
lebih lanjut dikatakan:
“keterlibatan staf di lingkungan SKPD seringkali dilakukan, hal ini
merupakan langkah utama karena yang mengerti pelaksanaan
kegiatan biasanya staf, bukan berarti pimpinan tidak mengetahui,
namun ini menjadikan pemikiran-pemikiran dari lebih baiknya
kegiatan di masa yang akan datang. “
303
Pendapat Kepala Bappeda Tanggal 11 November 2013.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
255
Masukan dari masyarakat yang berfungsi sebagai proses pengawasan dan
peningkatan kinerja organisasi perangkat daerah dijelaskan oleh Pejabat Bappeda
sebagai berikut:
“Sejauh ini masukan dari masyarakat yang bersifat konstruktif akan
dikaji oleh pimpinan daerah dan dewan, apabila masukan tersebut
dikategorikan baik maka dimungkinkan menjadi masukan untuk
pemerintahan kota Tangerang. Upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat adalah dengan melakukan
kegiatan sesuai dengan kinerja masing-masing unit terutama hal-hal
yang berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat.”
Menarik pendapat dari Pejabat dari lingkungan Sekretariat DPRD kota
Tangerang berkaitan dengan peran dan posisi SKPD di masa yang akan datang.
Sebagaimana dikatakan olehnya sebagai berikut:
“…..jadi orientasinya kita harus ke depan, semua SKPD itu jangan
terpaku kepada program yang sekarang, tetapi bagaimana kita yang
menciptakan kegiatan untuk masyarakat ini duapuluh tahun ke depan,
minimal, SDM harus mampu…jadi tidak terpaku kepada program satu
tahunan tetapi harus berubah ke depan mau bikin apa. Jadi pimpinan
SKPD saya kira, harapan semua juga punya visioner jangkauan ke
depan itu jauh, tidak hanya kepentingan sesaat, apalagi kepentingan-
kepentingan tertentu.”
Dari beberapa pendapat yang terkait dengan peningkatan efektivitas kinerja
institusional organisasi perangkat daerah dirumuskan analisis Catwoe pada
transformasinya yang diorientasikan pada perubahan organisasional yang bersifat
internal seperti rencana kerja, standar operasional, prosedur tata laksana
sedangkan yang bersifat eksternal terkait dengan pengawasan dan masukan
positif dari DPRD kota Tangerang.
6.2 Conceptual Models of the Systems Named in the Root Definition
Inti dari systems thinking dalam SSM adalah pembuatan model konseptual
sebagai sarana intelektual yang digunakan untuk membahas dan mendiskusikan
situasi dunia nyata yang dianggap problematis (Hardjosekarto, 2012, p.103).
Model dalam SSM adalah sejumlah model dari sistem atau serba sistem aktivitas
manusia atau aktivitas yang punya maksud. Model dari sistem atau serba sistem
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
256
aktivitas manusia atau aktivitas yang punya maksud merupakan sarana untuk
mengeksplorasi realitas, bukan sekedar mendeskripsikannya (Checkland dan
Scholes, 1990, p.63).
Checkland (1999) juga mengatakan bahwa model konseptual adalah
model yang menggambarkan kegiatan sistem, dimana elemennya adalah kata
kerja, dan kegiatan tersebut dibuat berdasarkan root definition dan sruktur kata
kerja yang mengacu pada logic base. Wilson (2001) menambahkan bahwa setiap
model harus relevan dengan situasi tertentu yang dimodelkan, namun harus
diingat bahwa model bukanlah mewakili situasi. Jika substansi root definition
berkaitan dengan pertanyaan apa itu system? (what the system is?), maka model
konseptual berkaitan dengan pertanyaan apa yang harus sistem itu lakukan? (what
the system must do to be the one defined?).
Membuat model konseptual memiliki aturannya sendiri, Wilson (2001)
mengemukakan 4 (empat) aturan dalam membuat model konseptual, yakni:
1) Peraturan nomor 1 (satu) berisi pernyataan bahwa model konseptual harus
dikonstruksi dari kata-kata yang tertulis dalam root definition tanpa
mengaitkan kembali dengan situasi tertentu. Memasukkan sejumlah
aktivitas atau sejumlah kelompok aktivitas di dalam model konseptual
harus didukung oleh kata-kata atau frase di dalam root definition.
2) Peraturan nomor 2 (dua) adalah pengingat bahwa karena setiap kegiatan
dalam model konseptual dapat menjadi sumber pengembangan root
definition untuk menganalisis sistem yang relevan dan model konseptual
yang lebih rinci, maka harus digunakan kata-kata yang cukup untuk
menggambarkan secara tepat aktivitas-aktivitas dalam proses transformasi
yang dijelaskan.
3) Peraturan nomor 3 (tiga) adalah pengingat juga bahwa dibandingkan
dengan sistem formal, model konseptual harus bisa
dipertanggungjawabkan. Konsekuensi dari peraturan ini adalah bahwa
harus ada hubungan yang cukup, khususnya terkait dengan ketersediaan
sumber daya, dan paling tidak harus ada satu subsistem “monitor dan
control” di dalam model konseptual yang dibuat.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
257
4) Peraturan nomor 4 (empat) penjelasan bahwa panah dalam model
konseptual pada dasarnya bersifat hubungan ketergantungan yang logis
dan harus berdasarkan format yang konsisten. Misalnya panah yang
menandakan ketergantungan akumulatif, seperti antara informasi kinerja
kegiatan dan informasi kendala, mungkin memiliki format dan label yang
berbeda dalam menggambarkan isinya. Ketergantungan sesaat, seperti
ketergantungan dengan sasaran yang tidak diketahui, juga harus dibuat
dalam bentuk format berbeda. Prinsipnya, panah yang nampak sama harus
berarti sama. Panah dua kepala tidak diperkenankan.
Dalam pembuatan model konseptual secara garis besar, Checkland dan
Poulter (2006) dan Wilson (2001) dalam Hardjosoekarto (2012, p.105))
menyarankan dilakukannya langkah-langkah sebagai berikut :
1) Susun garis besar pedoman PQR, CATWOE, dan RD.
2) Tulis tiga aktivitas kelompok, masing-masing:
(1) Kelompok aktivitas yang terkait dengan sesuatu yang
ditransformasikan;
(2) Kelompok aktivitas yang terkait dengan pihak yang melakukan
transformasi;
(3) Kelompok aktivitas yang terkait dengan entitas yang mengalami
transformasi.
3) Dalam menuliskan aktivitas gunakan kata kerja aktif dan kata benda yang
bisa diukur.
4) Hubungkan aktivitas-aktivitas tersebut dengan anak panah yang
menandakan ketergantungan satu aktivitas dengan aktivitas yang lain.
5) Tambahkan tiga kriteria monitoring dan kontrol atas kinerja dari proses
transformasi yang berlangsung.
6) Teliti sekali lagi model sistem aktivitas manusia yang sudah dibuat
tersebut dengan menggunakan kriteria atau tolak ukur PQR, CATWOE,
dan RD.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
258
Checkland dan Poulter (2006) memberikan tips dalam membuat model
konseptual, khususnya saat menulis aktivitas dari sistem aktivitas yang punya
maksud, yakni:
1) Gunakan pasangan kata kerja dengan kata benda;
2) Gunakan batasan aktivitas sebanyak 7 (tujuh) plus minus 2 (dua) aktivitas
untuk setiap sistem yang dibuat modelnya;
3) Aturan batasan aktivitas sebanyak 7 (tujuh) plus minus 2 (dua) boleh
dilanggar bila memang diperlukan.
Pada tahapan ini, peneliti menggunakan pendapat Nee (2003:55) bahwa
institusi bukan sekedar mengatur yang formal dan informal yang berlaku untuk
membangun model konseptual, tetapi merujuk pada real world. Dalam kondisi
demikian sangat disadari bahwa gagasan systems thinking menjadi penting untuk
dipahami keberlakuannya pada tahap ini. Checkland (2006) menyatakan bahwa
systems thinking didasari atas dua pasang gagasan, yakni emergent properties
berpasangan dengan hierarchy (disebut juga layer structure), dan communication
berpasangan dengan control (Checkland, 1999).
6.2.1 Kegiatan Sistem 1: Merevisi Pasal Tentang Desentralisasi dalam
Regulasi Nasional Mengenai Pemerintahan Daerah
Karena revisi UU mengenai Pemerintah Daerah sudah ditetapkan dan
sudah selesai, maka usulan untuk membuat desentralisasi dimuat dalam UU
dimaksud fokus pada desentralisasi itu sendiri, bukan tentang proses pengusulan
UU. Prosesnya sebagai berikut:
1) Memberikan masukan tentang substansi pasal tentang desentralisasi dalam
Peraturan Perundang-undangan mengenai Pemerintahan Daerah kepada
pemerintah;
2) Memberikan masukan kepada DPR, baik melalui pengiriman surat
maupun bertemu langsung dengan para penentu kebijakan pada kedua
lembaga dimaksud, dengan menyertakan argumen akademik dalam bentuk
naskah.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
259
3) Merumuskan rancangan pasal-pasal terkait desentralisasi beserta norma-
normanya;
4) Mengkaji UU tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku, memberikan
masukan kepada DPR dan Pemerintah. Esensi sebenarnya adalah bahwa
gagasan tentang desentralisasi bukan tanpa dasar, dan sudah merupakan
kebutuhan.
5) Memproses RUU sesuai prosedur legislasi yang diatur UU. Langkah ini
meskipun sudah menjadi ranah penggagas UU mengenai Pemerintahan
Daerah, namun seyogyanya peneliti perlu melakukan kawalan atau
memonitor apakah gagasan tentang desentralisasi tetap ada, masuk,
dan/atau mengikuti perkembangan UU itu sendiri. Lihat Gambar 6.1
Model Konseptual Sistem 1 berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
260
Merumuskan rancangan pasal-pasal
terkait desentralisasi beserta norma-
normanya
Memberikan masukkan kepada DPR, baik
melalui pengiriman surat maupun
bertemu langsung dengan para penentu
kebijakan pada kedua lembaga dimaksud,
dengan menyertakan argumen akademik
dalam bentuk naskah
Mengkaji UU tentang Pemerintahan
Daerah yang berlaku, memberikan
masukan kepada DPR dan
Pemerintah.Esensi sebenarnya adalah
bahwa gagasan tentang desentralisasi
bukan tanpa dasar, dan sudah merupakan
kebutuhan.
Memproses RUU sesuai prosedur legislasi yang diatur
UU.Langkah ini meskipun sudah menjadi teritori
penggagas UU mengenai Pemerintahan Daerah, namun
seyogyanya peneliti perlu melakukan kawalan atau
memonitor apakah gagasan tentang desentralisasi tetap
ada, masuk, dan/atau mengikuti perkembangan UU itu
sendiri.
Monitoring 1-5
Take Control
Define Criteria 3E
Memberikan masukan tentang substansi pasal tentang desentralisasi dalam peraturan perundang-undangan mengenai pemerintah daerah kepada pemerintah
Gambar 6.1. Model Konseptual Sistem 1
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
261
Model Konseptual Sistem I didasarkan pada root definition I bertujuan
untuk membangun kerangka kelembagaan level makro dalam rangka
mengidentifikasi unsur-unsur desentralisasi dalam Negara kesatuan yang
diwujudkan dalam hukum formal dan konvensi informasi kenegaraan dalam
bentuk UU dengan menggunakan SSM untuk mengeksplorasi penyempumaan
Peraturan Perundang-undangan mengenai Pemerintahan Daerah yang dapat
menjamin tercapainya otonomi daerah dan prinsip desentralisasi di level kota.
Berhasil atau tidaknya model konseptual sistem 1 dapat diukur melalui
criteria 3E sebagai berikut:
Efikasi Keberadaan pasal-pasal desentralisasi negara kesatuan dalam
Peraturan Peraturan Perundang-undangan mengenai
Pemerintahan Daerah harus terealisir
Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu) yang
minimum dengan hasil maksimum
Efektivitas Tersusunnya pasal desentralisasi dalam Peraturan Perundang-
undangan mengenai Pemerintahan Daerah
Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memiliki
kewenangan untuk membuat Peraturan Perundang-undangan dimana di dalamnya
termuat tentang desentralisasi sehingga pembentukan organisasi perangkat daerah
dapat mempertimbangkan faktor-faktor kebutuhan dan karakteristik potensi
daerah, di samping mengatur penempatan pejabat yang memiliki kompetensi yang
dibutuhkan dapat secara formal dan nasional terdokumentasikan dalam UU, atau
paling tidak menugaskan pemerintah untuk membuat ketentuan dan peraturan
tentang desentralisasi dalam UU dimaksud. Pemerintah RI dan DPR RI memiliki
otoritas dankapabilitas untuk itu.
6.2.2. Kegiatan Sistem 2: Efektivitas Kelembagaan Organisasi Perangkat
Daerah
Dalam model konseptual 2 ini, upaya pembentukan kelembagaanSKPD
yang efektif merupakan hal yang mutlak diperlukan sebagai wujud dari
desentralisasi. Terbentuknya organisasi perangkat daerah yang sesuai dengan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat kinerjanya diharapkan bisa lebih professional
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
262
dan berkualitas, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada
masyarakat.
Tujuan kegiatan ini dapat dicapai melalui langkah-langkah dengan
sistematika sebagai berikut. :
1) Mencermati pembentukan organisasi perangkat daerah dalam perspektif
desentralisasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan
mengenai Pemerintahan Daerah.
2) Menginventarisir berbagai peraturan perundang-undangan dimana
didalamnya membahas mengenai Pemerintahan Daerah dalam kaitannya
dengan desentralisasi.
3) Rapat koordinasi para pemangku kepentingan (stake holders) untuk:
(1) Identifikasi kebiijakan yang telah ada//berlaku (existing);
(2) Penyusunan program kebijakan kedepan;
(3) Penetapan kompetensi SDM (Sumberdaya Manusia) yang akan
menjalankannya.
4) Mengadakan rapat kordinasi untuk mengidentifikasi berbagai kebijakan
yang berkaitan dengan pembentukan organisasi perangkat daerah dalam
perspektif desentralisasi.
5) Menyepakati gagasan desentralisasi dalam Peraturan Daerah. Langkah
yang dapat dilakukan adalah membuat pokok-pokok legal drafting tentang
pembentukan organisasi perangkat daerah dalam perspektif desentralisasi;
6) Melakukan rapat koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait untuk
membahas tentang optimalisasi efektivitas kinerja Pemerintahan Daerah.
Model konseptual sistem 2 dapat dilihat dalam gambar 6.2 berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
263
Gambar 6.2 Model Konseptual Sistem 2
Mencermati pembentukan
organisasi perangkat daerah
dalam perspektif
desentralisasi sebagaimana
diatur dalam Peraturan
Peraturan Perundang-
undangan
mengenaiPemerintahan
Daerah.
Menginventarisir berbagai
peraturan perundang-undangan
dimana didalamnya membahas
mengenai Pemerintahan Daerah
dalam kaitannya dengan
desentralisasi.
Rapat koordinasi para pemangku
kepentingan (stake holders) untuk:
a. Identifikasi kebiijakan yang
telah ada//berlaku (existing);
b. Penyusunan kriteria efktivitas
OPD – manajemen atau
system kerjanya dan
kompetensi SDM.
Mengadakan rapat kordinasi untuk
mengidentifikasi berbagai
kebijakan yang berkaitan dengan
pembentukan organisasi perangkat
daerah dalam perspektif
desentralisasi.
Menyepakati gagasan
desentralisasi dalam Peraturan
Pemerintah. Langkah yang
dapat dilakukan adalah
membuat pokok-pokok legal
drafting tentang pembentukan
organisasi perangkat daerah
dalam perspektif desentralisasi;
Melakukan rapat koordinasi
dengan berbagai pihak yang
terkait untuk membahas tentang
optimalisasi efektivitas kinerja
Pemerintahan Daerah.
Monitoring 1 - 8
Take Control
Define Criteria 3E
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
264
Universitas Indonesia
Berhasil atau tidaknya model konseptual sistem 3 dapat diukur melalui kriteria
3E sebagaiberikut:
Efikasi Efektivitas kelembagaan organisasi perangkat daerah harus
tercipta yang mencerminkan desentralisasi di level pemerintahan
kota..
Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu yang
minimum) yang tepat dan akurat
Efektivitas Tercapainya kelembagaan organisasi perangkat daerah yang
efektif
6.2.3 Kegiatan Sistem 3: Optimalisasi Fungsi dan Tugas Pokok Institusional
Organisasi Perangkat Daerah
Dalam sistem 3 (tiga) yakni Optimalisasi Fungsi dan Tugas Pokok
Institusional Organisasi Perangkat Daerah level Mikro, kegiatannya adalah
sebagai berikut :
1) Memetakan fungsi dan tugas pokok yang berlaku sesuai dengan
pengaturan desentralisasi dalam Peraturan Perundang-undangan tentang
Organisasi Perangkat Daerah.
2) Merumuskan rancangan fungsi dan tugas pokok berdasarkan pengaturan
desentralisasi dalam Peraturan Perundang-undangan tentang Organisasi
Perangkat Daerah.
3) Membahas rancangan fungsi dan tugas pokok Organisasi Perangkat
Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan khususnya
Peraturan Daerah.
4) Membahas rancangan Peraturan Daerah tentang Organisasi Perangkat
Daerah.
5) Menetapkan Peraturan Daerah mengenai Organisasi Perangkat Daerah;
6) Menerapkan Peraturan Daerah dalam mengembangkan Organisasi
Perangkat Daerah.
Gambar 6.3 model konseptual sistem 3 adalah sebagai berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
265
Universitas Indonesia
Gambar 6.3. Model Konseptual Sistem 3
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
266
Universitas Indonesia
Model Konseptual Sistem 3 didasarkan pada root definition 3 dengan
tujuan untuk membangun kerangka kelembagaan level mikro dalam rangka
mengoptimalkan fungsi dan tugas pokok institusional organisasi perangkat daerah
yang diwujudkan melalui pengaturan dalam peraturan daerah tentang organisasi
perangkat daerah sebagai implementasi dari desentralisasi.
Berhasil atau tidaknya model konseptual sistem 3 dapat diukur melalui
kriteria 3-E sebagai berikut:
Efikasi Rencana membentuk peraturan daerah yang mengatur secara
generik fungsi dan tugas pokok organisasi perangkat daerah.
Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu) yang
minimum
Efektivitas Terciptanya fungsi dan tugas pokok organisasi perangkat yang
tertuang dalam Peraturan Daerah.
6.2.4 Kegiatan Sistem 4: Peningkatan Efektivitas Kinerja Organisasi
Perangkat Daerah
Dalam sistem 4 (empat) yakni Peningkatan Efektivitas Kinerja Organisasi
Perangkat Daerah pada level mikro berupa eksplorasi daya struktur, tugas pokok
dan fungsi organisasional dan juga dalam pemilihan dan penempatan pejabat
daerah yang mampu meningkatkan efektivitas kinerja organisasional organisasi
perangkat daerah. Hal itu sangat penting dalam rangka memperoleh pejabat yang
berkualitas, mampu bekerja secara efektif dan optimal dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Dalam sistem ini, kegiatan yang dilakukan adalah
sebagai berikut.:
1) Menyusun kebijakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku;
2) Melaksanakan kebijakan secara konsisten berdasarkan Peraturan yang
berlaku;
3) Memberdayakan SDM (Sumberdaya Manusia) yang berkualitas;
4) Melaksanakan program sesuai dengan SOP (Standard Operating
Procedure);
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
267
Universitas Indonesia
5) Menggunakan anggaran secara efisien sesuai dengan pedoman dan
peraturan yang berlaku;
6) Melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan bahwa
organisasi perangkat daerah berjalan optimal dalam melayani
masyarakat;
7) Melakukan Monitoring dan Evaluasi Eksternal oleh masyarakat dan
DPRD;
8) Mengolah masukan internal dan eksternal menjadi kriteria peningkatan
kinerja OPD;
Model konseptual sistem 4 dapat dilihat dalam gambar 6.4 sebagai
berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
268
Universitas Indonesia
Gambar 6.4 Model Konseptual Sistem 4
Menyusun kebijakan sesuai
dengan Peraturan
Perundang-undangan yang
berlaku;
Melaksanakan kebijakan
secara konsisten berdasarkan
Peratutanyang berlaku;
Memberdayakan SDM
(Sumberdaya Manusia) yang
berkualitas
Melaksanakan program
sesuai dengan SOP
Menggunakan anggaran
secara efisien sesuai dengan
pedoman dan peraturan yang
berlaku;
Melakukan monitoring dan
evaluasi internal Pemerintah
Daerah.
Melakukan Monitoring dan
Evaluasi Eksternal oleh
masyarakat danDPRD
Mengolah masukan internal dan eksternal menjadi kriteria peningkatan kinerja OPD.
Monitoring 1 – 8
Take Control
Define Criteria
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
269
Universitas Indonesia
Model Konseptual Sistem 4 didasarkan pada root definition 4 dengan
tujuan analisis meningkatkan efektivitas kinerja organisasi perangkat daerah untuk
mencapai fungsi dan tugas pokok yang optimal dalam rangka memberikan
pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat dalam konteks desentralisasi
pemerintahan kota. Berhasil atau tidaknya model konseptual sistem 4 dapat
diukur melalui kriteria 3E sebagai berikut:
Efikasi Peran kepala OPD dalam mengelola fungsi dan tugas pokok
organisasional dalam rangka memberikan pelayanan umum,
kesejahteraan masyarakat, dan daya saing daerah yang dilakukan
secara optimal.
Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu) yang
minimum
Efektivitas Terciptanya peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat
daerah.
Dalam model Konseptual Sistem 4 ini, peran Kepala Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) sangat besar dalam mengelola fungsi dan tugas pokok masing-
masing SKPD, terutama dalam memberikan pelayanan umum dan kesejahteraan
masyarakat serta membangun daya saing daerah dalam konteks desentralisasi
pemerintahan kota.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
270
Universitas Indonesia
6.3. Perbandingan Sejumlah Model dengan Dunia Nyata (Comparison of
Models And Reality or Real World) dan Perubahan yang diinginkan
Perbandingan model dengan dunia nyata merupakan kelanjutan
pentahapan SSM dari bagian penjelasan sebelumnya yakni root definition dan
conceptual model, dimana conceptual models yang sudah ditentukan
dibandingkan dengan dunia nyata. Tahap ini dilakukan dengan maksud untuk
menghasilkan argumentasi tentang persepsi dan perubahan yang dianggap
menguntungkan. Checkland dan Scholes304
mengemukakan adanya 4 (empat)
cara untuk membandingkan sejumlah model konseptual dengan dunia nyata, yaitu
1) informal discussion, 2) formal questioning, 3) scenario writing based on
'operating' the models, and 4) trying to model the real world in the same structure
as the conceptual model. Apabila model konseptual tidak menggambarkan real
world, maka dapat dilakukan dua pilihan yaitu:
1. Apa yang tidak ditemukan pada realitas bisa menjadi rekomendasi bagi
perubahan,
2. Apa yang tidak ditemukan pada realitas, dan peneliti tidak mampu menjawab
pertanyaan penelitian, maka peneliti bisa kembali ke tahapan dua untuk
kembali melakukan proses pengumpulan data, dan melakukan tahapan
berikutnya, yakni rich picture, root definition, membuat daftar kegiatan, serta
membuat conseptual model.
Pada tahap comparison ini, model konseptual dibandingkan dengan
theoretical framework yang sesuai dengan research interest maupun problem
solving interest. Perbandingan memuat aktivitas model konseptual yang berasal
dari pendapat dan pandangan dari key informant dan beberapa teori dan
pandangan yang berasal pakar pemerintahan daerah terutama pakar desentralisasi
seperti Cheema dan Rondinelli.
304Checkland and Scholes, hal. 43
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
271
Universitas Indonesia
6.3.1 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Makro
Diskursus dan pembahasan tentang kebijakan desentralisasi sangat
menarik sebagaimana diungkapkan dalam suatu penelitian yang berkaitan dengan
pembentukan organisasi perangkat daerah.305
"Penerapan kebijakan desentralisasi merupakan landasan normatif bagi
perubahan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, termasuk dalam hal
perubahan kewenangan baik di tingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi, maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Perubahan kewenangan ini
berimplikasi pada perubahan beban tugas dan struktur organisasi yang
melaksanakan kewenangan-kewenangan tersebut yang pada gilirannya
menuntut dilakukannya penataan kelembagaan pemerintahan di daerah.
Penataan kelembagaan pemerintahan daerah merupakan konsekuensi logis
dari perubahan mendasar sistem pemerintahan daerah sebagaimana
digariskan dalam kebijakan desentralisasi. Otonomi organisasi menjadi
salah satu faktor penting untuk menjamin pelaksanaan otonomi daerah
secara keseluruhan. Dalam melaksanakan otonomi organisasi, pemerintah
daerah harus memiliki kepekaan dan rasionalitas terhadap kebutuhan dan
permasalahan dalam wilayahnya. Karena itu, pemerintah daerah harus
memiliki hak untuk menentukan jumlah satuan perangkat (dinas, badan dan
lembaga) sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, baik
kemampuan keuangan maupun sumber daya manusia yang tersedia."
Dalam upaya membentuk organisasi kelembagaan pemerintah
daerah yang responsif terhadap perkembangan zaman dan tuntutan
masyarakat yang makin beragam, maka upaya awal yang dapat dilakukan
adalah dengan mengevaluasi kelembagaan pemerintah daerah yang selama ini
diterapkan. Evaluasi menjadi langkah yang sangat penting terkait organisasi
perangkat daerah yang mampu memberikan pelayanan secara optimal. Kondisi
pelayanan publik secara umum pada birokrasi di Indonesia memang masih belum
memuaskan,sebagaimana dikatakan oleh Agus Dwiyanto306
:
“Kondisi pelayanan publik di Indonesia sekarang ini dinilai belum cukup
memuaskan. Tidak dapat disangkal, berbagai penyakit birokrasi publik di
Indonesia menjadi disfungsional dalam menjalankan misinya baik sebagai
agen pelayanan maupun sebagai agen perubahan. Sebagai agen pelayanan,
birokrasi public belum mampu menjadikan dirinya sebagai kekuatan yang
dapat memberikan nilai tambah terhadap efisiensi nasional, kesejahteraan
305Universitas Padjadjaran. Naskah akademik Penataan Organisasi Perangkat Daerah
Provinsi Jawa Barat, Bandung, 2007.
306Agus Dwiyanto.dkk. 2007. “Kinerja Tata Pemerintahan Daerah,”
Yogyakarta: PSKKUGM.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
272
Universitas Indonesia
rakyat, dan keadilan sosial. Birokrasi publik juga belum mampu menjadikan
dirinya sebagai agen perubahan karena keberadaannya justru sering
mencerminkan sosoknya sebagai bagian dari status quo. Dalam kondisi
seperti itu tidak mengherankan apabila krisis kepercayaan publik terhadap
institusi birokrasi dan aparaturnya menjadi keniscayaan belaka."
Dalam konteks pelayanan publik di berbagai kasus di Indonesia
menunjukkan masih banyaknya keluhan serta ketidakpuasan terhadap kualitas
aparatur pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan publiknya,
terutama bila dikaitkan dengan kewajiban untuk memperhatikan asas-asas
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (principle of good governance). Tidak
jarang pula bahwa rendahnya kualitas pelayanan publik ini pada gilirannya
menjadi penyebab timbulnya kasus-kasus yang dapat dikategorikan sebagai
maladministrasi (maladministration).307
Meningkat dan berkembangnya tuntutan pelayanan publik yang harus
dilakukan oleh birokrasi terutama pada lingkup Pemerintahan Daerah telah
membuat peta dan domain pelayanan publik menjadi sangat penting, meski dalam
perspektif praktis masih cenderung dilaksanakan dalam mekanisme yang berbasis
mekanistik. Dalam kaitan ini masih terdapat beberapa unit pelayanan pada
organisasi perangkat daerah yang bersifat sangat kaku dalam menerapkan
prosedur yang baku dan ketat, sehingga seringkali membawa dampak yang tidak
sesuai dengan tuntutan masyarakat dengan apa yang ditampilkan oleh birokrasi.308
Sebagai antisipatif beberapa langkah harus direncanakan, dilakukan, dan
dinilai secara sistematis dan konsisten untuk dapat membangun pelayanan publik
yang lebih optimal. Dalam konteks ini, rekonstruksi kelembagaan organisasi
perangkat daerah yang berkenaan dengan kelembagaan, SDM, sistem manajemen
dan prosedur kerja, program dan anggaran, menjadi hal yang sangat penting
dilakukan. Penataan ulang kelembagaan (institusional) organisasi perangkat
daerah pada level pemerintahan kota diharapkan dapat memberikan ruang yang
cukup bagi tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam proses perumusan kebijakan,
mendorong pemerintahan kota yang bersih, demokratis dan mampu meningkatkan
kesejahteraan rakyat, di samping memberikan peluang yang besar dalam
307
Nawawi."Analisis tentang Profesionalisme Aparatur dalam Pelayanan Publik di Era
Otonomi Daerah, Vol. 8, No.2, Juni 2007, Hal. 183.
308
Ibid.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
273
Universitas Indonesia
membangun hubungan formal dan informal yang erat antara pemerintahan
daerah dan masyarakat.
Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa substansi dan lingkup
permasalahan yang dihadapi oleh pemerintahan kota terkait dengan organisasi
perangkat daerah demikian kompleks dan komprehensif. Implikasinya adalah
upaya untuk mencari solusi dan merumuskan altematif kebijakan terkait
pembentukan organisasi perangkat daerah ini juga bersifat komprehensif. Namun,
yang perlu digarisbawahi disini adalah bahwa solusi dan rumusan alternatif
kebijakan tersebut harus memiliki relevansi yang jelas dan langsung dengan
konsep desentralisasi dalam framework of local governance. Untuk membahas
sekaligus merumuskan masukan bagi pembentukan organisasi perangkat daerah
diperlukan sejumlah konsep-konsep kunci yang relevan dan bersifat terbuka
untuk didiskusikan.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah menganalisis dan mengkaji
kembali apa yang menjadi penyebab buruknya organisasi perangkat daerah
terutama dalam memberikan pelayanan publik di Indonesia. Keberhasilan
beberapa negara, dalam lingkup local government, seperti negara Skandinavia,
atau negara Asia Timur seperti Korea Selatan dan Jepang dalam mereformasi
birokrasinya ternyata tidak mudah ditiru oleh Indonesia. Realitas menunjukan
kualitas postur, sosok, dan kinerja birokrasi publik antara di Indonesia dan di
negara-negara tersebut sangat jauh berbeda. Negara-negara maju mampu
membangun sosok birokrasi yang professional, memiliki imegritas, serta mampu
mendorong terjadinya transformasi dan pembangunan good governance.
Sebaliknya postur dan kinerja birokrasi di Indonesia masih jauh dari yang dicita-
citakan bangsa.309
Selama ini Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah No.32/ 2004
relatif belum menegaskan dan memberikan jawaban yang kuat untuk memberikan
solusi yang sesuai dan menjadikan birokrasi sebagai institusi yang professional.
Perekrutan pegawai sebagai proses awal selama ini belum benar-benar mampu
menghasilkan pegawai yang kompeten, kredibel, dan berintegritas. Pemilihan,
penunjukan dan penetapan Kepala SKPD di beberapa pemerintahan Kota lebih
309Dwiyanto. op.cit., hal.1.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
274
Universitas Indonesia
bersifat politis. Pada umumnya prinsip meritokrasi belum diterapkan dalam
penetapan Kepala SKPD, demikian pula dalam pemilihan dan perekrutmenan
aparatur sipil negara. Dalam undang-undang mengenai kepegawaian yang berlaku
di Indonesia saat ini, UU No.43 tahun 1999 tentang perubahan UU Nomor 8
Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, istilah meritokrasi tidak muncul
dalam bagian, pasal, diktum, maupun penjelasannya.
Memasukan prinsip-prinsip meritokrasi ke dalam Rancangan Undang-
Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun revisi UU Pemerintahan Daerah310
menjadi suatu upaya yang sangat penting untuk mendapatkan sumber daya
manusia pengelola birokrasi pada semua level pemerintahan yang berkualitas.
Keberhasilan Jepang, China dan India, serta empat macan Asia lainnya, Korea
Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura, salah satunya didukung oleh adopsi
sistem meritokrasi. Penerapan prinsip merit system mencakup bidang perencanaan
sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, penempatan pegawai atau mutasi
dan promosi, manajemen kinerja pegawai, dan manajemen kompensasi. Stahl
dalam buku Public Personnel Administration, menyatakankan beberapa syarat
meritokrasi yaiiu: informasi, kesamaan kesempatan, standar yang tidak mengada-
ada, peringkat sebagai refieksi kemampuan, dan adanya transparansi.311
Suatu Undang-Undang diformulasikan karena memiliki dasar hukum yang
menjadi payungnya, diperintahkan secara eksplisit dalam UUD 1945, ataupun
karena tuntutan dari kebutuhan publik yang luas. Namun demikian, penyusun UU,
dalam hal ini termasuk Presiden, tetap memiliki dasar hukum sehingga memiliki
legitimasi untuk mengajukan maupun mengesahkan UU sesuai dengan pasal 20
ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: "setiap rancangan undang-undang dibahas
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan
bersama."
Selain dasar hukum, pembentukan sebuah UU juga memiliki alasan lain.
Pertama kalau UU itu merupakan UU yang mengalami perubahan atau
penyempumaan, umumnya dikarenakan UU sebelumnya sudah tidak sesuai lagi
310
Penelitian dalam disertasi ini sudah dilaksanakan jauh sebelum UU No.5 Tahun 2014
Tentang Aparatur Sipil Negara dan UU Pemerintahan Daerah No.23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah disahkan.
311
Glenn O. Stahl. Public Personnel Administration. London: Harper & Row, 1971, hal.
75
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
275
Universitas Indonesia
dengan perkembangan jaman. Kalau UU baru, maka karena perintah UUD,
inisiatif anggota dewan karena merupakan salah satu hak anggota dewan, (pasal
21 ayat (1) UUD 1945), maupun atas dasar aspirasi masyarakat yang kemudian
disalurkan melalui DPR.312
UU yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah saat ini adalah UU No.
32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Disertasi ini lebih memfokuskan
perhatiannya pada Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang terkait
dengan konsep desentralisasi daerah yang berfokus pada pemerintahan kota.
Penyempurnaan UU ini menjadi sangat penting terkait dengan pengaturan
kawasan perkotaan. Dalam usulan revisi UU No.32 tahun 2004, pemerintah
melalui Kementeterian Dalam Negeri menyatakan bahwa:
"Dinamika pelaksanaan desentralisasi pemerintahan menimbulkan
beberapa pertanyaan penting tentang bentuk desentralisasi yang
seharusnya dikembangkan di Indonesia. Apakah desentralisasi di Indonesia
sebaiknya terbatas pada desentralisasi wilayah,sebagaimana yang selama
ini dilakukan, atau termasuk juga desentralisasi fungsional seperti pendapat
Rondinelli? Apakah desentralisasi terpisah dari dekonsentrasi dan tugas
pembantuan, sebagaimana yang digunakan di Indonesia, atau mengikuti
klasifikasi Cheema dan Rondinelli yang mengklasifikasi desentralisasi ke
dalam berbagai cara, yaitu: dekonsentrasi, delegasi dan devolusi? Apakah
desentralisasi yang dikembangkan di Indonesia tetap mengikuti praktik
yang selama ini dilakukan di negara-negara kesatuan, yang melimpahkan
kewenangannya sebagian besar pada kabupaten/kota? Ataukah,
pelimpahan kewenangan kepada provinsi perlu diperbesar seperti yang
terjadi pada negara-negara yang menganut sistem pemerintahan federal?
Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tentu penting untuk menjadi bahan
pemikiran bersama dalam mengembangkan kebijakan desentralisasi di
Indonesia.
Fakta bahwa desentralisasi di banyak negara belum mampu menghasilkan
bukti yang solid dan kokoh untuk mendorong kemajuan daerah, partisipasi
masyarakat, dan kesejahteraan warga menyadarkan banyak pihak tentang
pentingnya model desentralisasi dan otonomi daerah disesuaikan dengan
kondisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi masing-masing negara.
Walaupun desentralisasi menjadi strategi pembangunan yang umum
dilakukan di banyak negara maju dan berkembang pasca tahun 1980an,
namun cerita keberhasilan desentralisasi sering bersifat unik dan
kontekstual. Keberhasilan desentralisasi dalam memperbaiki kehidupan
warganya tidak berlaku umum dan tidak dapat dianggap sebagai sesuatu
312Makhdum Priyatno. Rekonstruksi Meritokrasi Dalam Penempatan Pejabat di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. FISIP - UI. Disertasi tidak dipublikasikan, 2013.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
276
Universitas Indonesia
yang taken for granted. Beberapa penelitian telah mengingatkan akan risiko
penggunaan desentralisasi sebagai panacea dalam memecahkan masalah
pembangunan dan pelayanan publik di negara sedang berkembang, yang
cenderung menyederhanakan masalah. Segelintir peneliti mulai
mempertanyakan asumsi yang mengklaim bahwa desentralisasidapat
memperbaiki pemberian pelayanan di tingkat lokal (Agrawal & Gibson,
1999; Larson, 2002; Andersson, dkk., 2004; Deininger & Mpuga, 2005).
Sementara peneliti yang lain seperti Andrews dan Vries (2007)
membuktikan bahwa pengalaman Brazil, Rusia, Jepang, dan Swedia dalam
melaksanakan desentralisasi ternyata menghasilkan pengalaman yang
berbeda terkait dengan dampaknya terhadap partisipasi publik.”
Pendapat ini memberikan gambaran dan ruang pemahaman yang lebih jauh
mengenai kebijakan desentralisasi yang diterapkan di negara berkembang seperti
Indonesia. Masalah yang menjadi diskursus berkaitan dengan konsep
terminologi, subtansi, format dari disentralisasi yang diterapkan pada negara
kesatuan dan negara federasi. Menarik untuk dipahami adalah bahwa model
desentralisasi harus dengan bijak mempertimbangkan kondisi sosial, budaya,
politik dan ekonomi dari negara masing-masing. Lebih jauh Kementerian Dalam
Negeri mengatakan bahwa:
“Memang tidak semua negara mengalami kemajuan setelah melaksanakan
desentralisasi. Di beberapa negara, desentralisasi justru telah membuka
kesempatan untuk rent-seeking dan korupsi (Treisman, 2000; Oyono, 2004,
Tambulasi & Kayuni, 2007). Keberhasilan desentralisasi memperbaiki
kesejahteraan rakyat di daerah sangat tergantung pada kesesuaian bentuk,
cakupan dan besaran kewenangan yang dialihkan ke daerah, cara
pelaksanaan desentralisasi dengan kapasitas pemerintah daerah, dukungan
kementerian dan lembaga sektoral, serta kekuatan masyarakat sipil di
daerah. Namun demikian, dampak yang berbeda-beda yang dialami banyak
negara lain dalam melaksanakan desentralisasi tidak perlu membuat
Indonesia menjadi ragu-ragu dalam melaksanakan desentralisasi dan
otonomi daerah. Desentralisasi sudah menjadi pilihan anak-anak bangsa,
bukan hanya sekarang ini, tetapi bahkan sejak para pendiri bangsa di masa
lalu. Kondisi demografis, sosial budaya, dan geografis yang memiliki
variabilitas yang tinggi antar daerah, menjadikan desentralisasi sebagai
keniscayaan. Pilihan para pendiri bangsa di masa lalu terhadap
desentralisasi dan otonomi daerah menunjukan kearifan mereka terhadap
tingginya kemajemukan bangsa. Indonesia yang memiliki wilayah yang
sangat luas dan membentangi begitu banyak pulau yang terpisah satu
dengan lainnya, dan dengan etnisitas, budaya, dan tingkat sosial ekonomi
yang berbeda-beda membutuhkan pemerintah daerah yang otonom serta
memiliki kapasitas untuk merespon dinamika lokal yang kompleks.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
277
Universitas Indonesia
Pemerintahan daerah yang seperti ini hanya dapat dikembangkan melalui
desentralisasi. “
Desentralisasi memang tidak hanya memberikan cerita kemajuan dan
keberhasilan, akan tetapi juga kritik dan permasalahan yang sangat mengganggu
dalam implementasinya seperti yang disinyalir oleh Treisman. Ada beberapa
indikasi bahwa keberhasilan penerapan desentralisasi sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor di antaranya adalah kesesuaian bentuk, cakupan dan besaran
kewenangan yang dialihkan ke pemerintahan daerah, cara pelaksanaan, dukungan
kementeian dan lembaga sektoral serta kekuatan masyarakat sipil sebagai elemen
kontrol sosial.
Mencermati kerangka konseptual revisi UU No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan ini menjadi menarik karena ada beberapa substansi yang tidak
diatur dalam UU ini. Secara konseptual saja ini seharusnya menjadi pengungkit
perubahan substansial agar UU Pemerintahan Daerah menjadi
kontekstualterhadap kondisi faktual di banyak daerah, yang belum sepenuhnya
menerapkan konsep desentralisasi dalam pembentukan organisasi perangkat
daerahnya. Beberapa subtansi yang menjadi sorotan dan sangat perlu
dipertimbangkan untuk menjadi bagian penting dari revisi UU No.32 tahun 2009
tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:
1. Pembentukan daerah otonom;
2. Pembagian urusan dan peran Gubernur sebagai wakil pemerintah;
3. Penyelenggara pemerintahan Daerah (KDH, DPRD dan Perangkat Daerah);
4. Aparatur daerah;
5. Peraturan Daerah dan peraturan Kepala daerah;
6. Perencanaan pembangunan daerah;
7. Keuangan daerah;
8. Pelayanan publik;
9. Partisipasi masyarakat;
10. Kawasan perkotaan;
11. Kawasan khusus;
12. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD);
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
278
Universitas Indonesia
13. Inovasi daerah.313
Usulan perubahan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
pada esensinya memberikan penguatan terhadap implementasi desentralisasi
daerah yang berfokus pada pendistribusian alokasi pembangunan, pemberdayaan
partisipasi masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perubahan ini
berfokus pada pengembangan desentralisasi di Indonesia yang perlu
memperhatikan kondisi-kondisi yang diperlukan bagi keberhasilan desentralisasi
itu sendiri dan berbagai konteks kekinian yang terjadi di Indonesia. Pemerintah
menyampaikan konsep usulan beberapa perubahannya.314
Pertama, desentralisasi
yang dikembangkan adalah desentralisasi dalam negara kesatuan. Pilihan negara
kesatuan telah termuat jelas dalam konstitusi dan masih menjadi konsensus
politik. Walaupun konsep negara kesatuan mengalami dinamika dan penyesuaian
sesuai dengan tantangan yang dihadapi, desentralisasi dalam negara kesatuan
memiliki ciri yang berbeda dengan desentralisasi dalam negara yang menganut
sistem federal. Dalam negara kesatuan, desentralisasi, umumnya, hanya terjadi
dalam kewenangan eksekutif, bukan dalam kewenangan legislatif dan yudisial.
Pemerintahan daerah tidak memiliki kompetensi legislatif dan yudisial.
Di dalam negara kesatuan tidak ada shared soverignity. Kedaulatan hanya
ada di tangan negara, bukan ada di daerah. Implikasinya, di negara kesatuan hanya
ada satu lembaga legislatif yang berkedudukan di pusat. Lembaga perwakilan
rakyat di daerah (DPRD) hanya memiliki regulatory power untuk membuat
peraturan daerah yang tidak bertentangan dengan produk lembaga legislatif (DPR)
dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Penyelenggara negara dan
atau Presiden sebagai kepala pemerintahan dapat melakukan tinjauan-ulang
terhadap peraturan daerah dan membatalkannya jika bertentangan dengan undang-
undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan memilih
menjadi negara kesatuan yang desentralistik, Indonesia memiliki konstruksi
hubungan pusat dan daerah yang berbeda dengan konstruksi yang ada di dalam
sistem federal. Dalam negara kesatuan, daerah (provinsi atau kabupaten/kota)
313Kementerian Dalam Negeri. Naskah Akademik Revisi UU No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, hal. 29.
314
Ibid, hal. 19
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
279
Universitas Indonesia
umumnya dibentuk oleh negara (pusat) melalui peraturan perundang-undangan
tertentu.
Karena itu, daerah memperoleh kewenangan dari negara, bukan
sebaliknya. Negara melalui Undang-Undang dapat membentuk dan membubarkan
daerah, melimpahkan atau menarik kembali kewenangan dan fungsi yang
dilimpahkan ke daerah. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintahan daerah
adalah kewenangan eksekutif yang dimiliki oleh Presiden, bukan kewenangan
penyelenggara negara lainnya. UUD 1945 memberi kekuasaan pemerintahan
tertinggi pada presiden. Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi,
Presiden harus mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pemerintahan
nasional, termasuk yang dilakukan oleh pemerintahan daerah. Karena itu,
Presiden memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Kedua,
sebagaimana dinyatakan dalam konstitusi (UUD 1945 pasal 18 dan 18A),
Indonesia menganut sistem multi-tiers government (pemerintahan dengan
susunan ganda).
Pilihan untuk memiliki multi-tiers government dapat dijustifikasi melalui
keuntungan komparatif (comparative advantages) dari keberadaan pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota,mengingat tidak semua urusan yang
didesentralisasikan dapat dikelola secara efisien dan efektif oleh kabupaten/kota.
Sebagian dari urusan yang didesentralisasikan dalam bidang pendidikan,
kesehatan, pengelolaan lingkungan, kehutanan, sarana dan prasarana, dan
pengembangan wilayah, akan lebih efisien dan efektif jika dikelola oleh
pemerintah provinsi,meskipun desentralisasi pemerintahan di negara-negara
kesatuan umumnya lebih banyak diserahkan kepada pemerintahan
kabupaten/kota, terutama menyangkut penyelenggaraan pelayanan pemenuhan
kebutuhan dasar.
Apabila desentralisasi pemerintahan di masa mendatang tetap diberikan
kepada sebagian besar kepada kabupaten/kota, maka penerapan prinsip
subsidiaritas harus menjadi pertimbangan utama dalam melakukan pembagian
urusan pemerintahan. Ketika subsidiaritas berbenturan dengan kriteria lainnya,
misalnya efisiensi, maka prinsip subsidiaritas menjadi superior. Pertimbangannya,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
280
Universitas Indonesia
yang paling dekat dengan warga adalah yang paling tahu tentang kebutuhan
warganya, mudah dikontrol oleh warga, dan memudahkan warga untuk terlibat
dalam penyelenggaraannya. Kriteria dan prinsip dalam pembagian urusan perlu
dirumuskan dengan jelas dan dimasukan ke dalam konstitusi sehingga tidak
mudah untuk dirubah demi kepentingan sempit dan jangka pendek. Cara ini
diharapkan mampu mempercepat terwujudnya tata kepemerintahan yang
demokratis di tingkat lokal.
Di negara kesatuan yang memiliki multi-tiers government, walaupun tidak
ada hubungan hirarkhis antara provinsi dengan kabupaten/kota, secara fungsional
hubungan hirarkis antar keduanya sulit dihindari. Dalam manajemen
pemerintahan sehari-hari, hubungan interdepedensi dan interelasi antar
pemerintahan kabupaten/kota adalah keniscayaan. Dari sisi fungsional,
keberadaan provinsi diperlukan untuk memfasilitasi manajemen pemerintahan
antar kabupaten/kota agar terjadi koherensi, sinergi dan terintegrasi dengan baik.
Apalagi ketika provinsi juga diperlakukan sebagai wilayah administratif, di mana
kepala daerahnya diberi tugas sebagai wakil pusat di daerah, maka hubungan
hirarkis fungsional antara provinsi dan kabupaten/kota menjadi tak terelakkan.
Hubungan antar keduanya perlu ditata dengan baik sehingga keberadaan keduanya
mampu menciptakan sinergi dan komplementaritas yang menguntungkan
warganya.
Sinergi dan komplementaritas antara pemerintahan provinsi dan
kabupaten/kota hanya dapat dilakukan kalau pembagian urusan antar keduanya
jelas dan terumuskan dengan baik. Untuk itu, undang-undang tentang
pemerintahan daerah perlu mengarahkan peran pemerintahan kabupaten/kota
sebagai penyelenggara urusan pemenuhan kebutuhan dasar dengan
memperhatikan keuntungan komparatifnya daripada dengan pemerintah provinsi.
Sementara itu, provinsi sebagai daerah otonom diarahkan sebagai penyelenggara
pelayanan yang memiliki eksternalitas lintas kabupaten/kota dan pembangunan
wilayah.
Pembagian urusan yang jelas, dalam negara kesatuan yang memiliki multi-
tiers government, menjadi sangat penting perannya dalam membangun negara
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
281
Universitas Indonesia
kesatuan yang solid dan kokoh. Penguatan peran provinsi perlu diimbangi juga
dengan penguatan peran gubernur sebagai wakil pusat. Pengalaman sejarah
pemerintahan Indonesia menunjukkan bahwa penguatan peran provinsi sebagai
daerah otonom sering menimbulkan kekhawatiran tentang risiko munculnya
gerakan separatisme. Pemberian peran tambahan kepada kepala daerah provinsi
sebagai wakil pemerintah pusat dapat mengurangi kekhawatiran terhadap
munculnya ancaman separatisme. Proses penyusunan Undang-Undang
sebagaimana diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan yang kemudian disempurnakan melalui UU
Nomor 12 Tahun 2011 dapat dilihat dalam gambar 6.5 berikut:
Gambar 6.5 Proses Pembuatan Undang-Undang
Sumber: Diolah dari UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
RUU DARI DPR - RI
RUU DARI PRESIDEN
RUU DARI DPD
DUA TINGKAT
PEMBICARAAN DI DPR RI
DI SETUJUI DPR
DITANDATANGANI PRESIDEN
UNDANG-UNDANG
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
282
Universitas Indonesia
Dari gambar di atas dapat dipahami bahwa awal usulan rancanngan dapat berasal
dari Pemerintah yang disampaikan oleh Presiden, atau melalui DPR RI atau dari
Dewan Perwakilan Daerah. Pembahasan kemudian dilakukan melalui serangkain
pembicaraan. Gambaran tentang usul inisiatif RUU sampai pembahasan di DPR
dalam pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan ini dapat dilihat dalam
Gambar 6.6 berikut:
Gambar 6.6 Proses Usul Inisiatif s.d. Pembahasan RUU
Sumber: Diolah dari UU No. 12 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan
Proses pembentukan Undang-Undang pada prinsipnya melalui tahapan
yang hampir sama dengan revisi Undang-Undang. Ada saling keterkaitan antara
eksekutif dan legislatif dalam proses formulasi sebuah UU. Undang-Undang pada
dasarnya merupakan suatu kebijakan publik yang bersifat nasional dan
pemberlakuannya mencakup seluruh wilayah dan komponen masyarakat. Secara
konseptual, perumusan Undang-Undang di Indonesia sebagai suatu kebijakan
Usul inisiatif RUU dapat berasal dari: sekurangnya 13 org anggota DPR atau komisi, gabungan komisi atau Baleg
Disampaikan kepada Pimpinan
DPR disertai daftar nama & tanda
tangan pengusul & nama fraksinya
Pada rapat paripurna,
ketua rapat
memberitahukan &
membagikan usul
inisiatif RUU kepada
para para anggota DPR
Pimpinan DPR
menyampaikan RUU
kpd Presiden utk
Presiden menunjuk
Menteri yang akan
mewakili ybs dalam
pembahasan RUU &
kpd Pimpinan DPD jika
RUU yg diusulkan
terkait dengan DPD
Disetujui dg perubahan, DPR menugaskan kpd Komisi, Baleg /
Pansus utk menyempurnakan
RUU
Disetujui tanpa
perubahan
Pembahasan di DPR Tingkat 1 Tingkat II
Rapat paripurna
memutuskan apakah
usul RUU terserbut
dapat diterima
menjadi RUU usul
DPR atau tidak
setelah diberikan
kesempatan kepada
fraksi utk
memberikan
pendapatnya
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
283
Universitas Indonesia
publik dapat dipahami melalui model tahapan seperti yang dikemukakan oleh
Ripley315
berikut:
Gambar 6.7 Tahapan Kebijakan
Tahapan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.7 menunjukkan
secara generik suatu proses kebijakan publik dalam format alur yang ringkas.
Undang-Undang yang disusun, apakah dalam konteks baru ataupun revisi bisa
dibandingkan dengan model kebijakan publik sebagai mana yang ditawarkan
Ripley. Dalam pendekatan yang lain, Anderson316
menawarkan model lain dari
kebijakan publik yang mengaitkan dengan lingkungan, sebagaimana dapat dilihat
dalam Gambar 6.8 berikut.
315
Randall B Ripley. Policy Implementation and Bureaucracy. Nelson-Hall Publisher,
Chicago. 1986. 316
James E. Anderson. 1979. Public Policy Making, Holt, Rinehart and Wistom, New-
York, hal.16.
Penyusunan Agenda
Formulasi &
Legitimasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan
Evaluasi Terhdp
Implementasi Kinerja
& dampak Kebijakan
Kebijakan Baru
Kinerja Dampak Kebijakan
Tindakan Kebijakan
Kebijakan
Agenda Pemerintah
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
284
Universitas Indonesia
Gambar 6.8 Kebijakan Publik Menurut Pendekatan Sistem
Dengan memahami beberapa konsep kebijakan publik sebagaimana telah
diuraikan di atas, akan memberikan kemudahan bagi stakeholders terutama
pemerintah untuk melaksanakan penyempurnaan terhadap UU No.32 Tahun 2004
L
I
N
G
K
U
N
G
A
N
Sistem
Ekologi
Sistem
sosial
internasion
nal
Social
Systems
Sistem
Politik
Internasion
al
Sistem
Ekologi
internasio
nal
Sistem
Biologi
Sistem
Persona
litas
Lingku
ngan
Domes
tik
Lingku
ngan
Internas
ional
I
N
P
U
T
Tuntut
an
Dukung
an
Sistem
Politik
Umpan
Balik
Informal
Konversi
Tuntutan
Menja
di
Outpu
t
Umpan
Balik
Informal
O
T
O
R
I
T
A
S
OUT
PUT
Umpan Balik
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
285
Universitas Indonesia
tentang Pemerintahan Daerah. Penyempurnaan UU No.32 tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana diusulkan pemerintah melalui Kementerian
Dalam Negeri, salah satu fokusnya terkait dengan pengembangan muatan tentang
kawasan perkotaan. Ada alasan yang logis mengapa muatan ini perlu dimasukan.
Pemerintah melihat pemberdayaan kota sebagai daerah otonom, bukan hanya
memberikan ruang luas bagi penerapan desentralisasi, akan tetapi juga akan
membangun suatu suatu tata kelola pemerintahan yang lebih baik (good
governance). Hal ini hanya mungkin terjadi, apabila Peraturan Pemerintah sebagai
peraturan pelaksana dari UU itu memberikan penguatan.
Belum adanya pengaturan yang memadai tentang kawasan perkotaan
membuat pertumbuhan kawasan perkotaan yang sangat pesat kurang dapat
dioptimalkan untuk kepentingan masyarakat luas dan pemerintah daerah.
Munculnya kawasan perkotaan baru yang berdampingan dengan kawasan
perdesaan, sebagai akibat dari maraknya industri perumahan, menimbulkan
masalah sosial, ekonomi, dan pemerintahan yang perlu diselesaikan oleh
pemerintah daerah. Tidak adanya undang-undang yang mengatur tentang
perkotaan dan kelembagaan yang mengurus kawasan tersebut sering membuat
pemerintah daerah gagal mengelola kawasan perkotaan untuk kepentingan publik.
UU No. 32 Tahun2004 dan UU No. 26 Tahun 2007 belum mengatur tentang
kelembagaan dan pengelolaan kawasan perkotaan. Kelembagaan dan pengelolaan
kawasan perkotaan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2009, tetapi
peraturan pemerintah tersebut belum mengatur tipologi kota yang sangat
bervariasi, terutama dilihat dari jumlah penduduknya,dan implikasinya terhadap
bentuk kelembagaan pengelolaan kawasan perkotaan. Beberapa pengaturan yang
relevan dalam PP No. 34 Tahun 2009 dan implikasinya terhadap kelembagaan
pengelolaan kawasan perkotaan perlu dimasukan ke dalam revisi UU No. 32
Tahun 2004.
Dengan usulan perubahan UU No.32 tahun 2004, maka dengan sendirinya
PP No. 41 Tahun tentang Organisasi Perangkat Daerah diharapkan dapat
menyesuaikan dan mengakomodir perubahan yang ada, sebagai upaya untuk
menata ulang (rekonstruksi) kelembagaan organisasi perangkat daerah. Adanya
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
286
Universitas Indonesia
PP No.41 Tahun 2007 tidak dengan secara otomatis menjadikan penyelenggaraan
pemerintahan daerah terutama dalam memberikan pelayanan publik menjadi
optimal. Menurut Sedarmayanti (2010: 324) ”ditemukan fakta tentang adanya
kecenderungan organisasi perangkat daerah yang terlalu besar dan kurang
didasarkan pada kebutuhan nyata di daerah yang membawa implikasi pada
pembengkakan organisasi perangkat daerah secara signifikan.” Hal ini jelas
membawa pengaruh kepada inefisiensi alokasi anggaran yang tersedia di masing –
masing daerah. Misalnya, Dana Alokasi Umum (DAU) yang semestinya untuk
kepentingan belanja pegawai, pembangunan, dan pemeliharaan sarana dan
prasarana pelayanan publik, sebagian besar digunakan membiayai birokrasi
pemerintahan daerah.
Lebih jauh Sedarmayanti mengemukakan bahwa selain menimbulkan
inefisiensi penggunaan sumberdaya, pembengkakan organisasi menimbulkan
semakin melebar rentang kendali dan kurang terintegrasi pengelolaan/
pengendalian karena fungsi yang seharusnya ditangani dalam suatu kesatuan unit
harus dibagi ke beberapa unit organisasi yang mengarah kepada membengkaknya
birokrasi (2010:325). Dilihat dari bagaimana suatu Peraturan Pemerintah disusun,
diformulasikan dan ditetapkan akan dapat dipahami seberapa dominan public
interest di dalam PP itu. Apakah PP dibuat secara konseptual dengan
mengakomodir konsep local governance yang melibatkan tiga pilar tata kelola
pemerintahan yaitu: pemerintah, swasta dan masyarakat? Hal ini sangat
signifikan untuk memberikan penekanan tentang keterlibatan atau partisipasi
masyarakat. Gambar 6.9 memberikan pemahaman bagaimana alur dari
perumusan sebuah Peraturan Pemerintah.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
287
Universitas Indonesia
Gambar 6.9 Alur Pembuatan Peraturan Pemerintah
1. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dilakukan dalam suatu program penyusunan Peraturan Pemerintah
2. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah memuat daftar judul dan pokok matri muatan rancangan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya
3. Perencanaan dimaksud ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun
4. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di Bidang Hukum
5. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintahan ditetapkan dengan Keputusan Presiden
6. Rancangan Peraturan Pemerintah berasal dari Kementerian dan atau Lembaga Pemerintahan Non-Kementerian sesuai dengan bidang tugasnya
7. Dalam keadaan tertentu, kementerian atau lembaga pemerintahan non kementerian dapat mengajukan rancangan Peraturan Pemerintah di luar perencanaan Penyusunan Peraturan Pemerintah.
8. Rancangan Peraturan Pemerintah dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dibuat berdasarkan kebutuhan Undang-undang atau putusan Mahkamah Agung
9. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah diatur dengan Peraturan Presiden
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
288
Universitas Indonesia
Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 dimaksudkan untuk mengatur
organisasi perangkat daerah yang dapat dibentuk oleh pemerintahan kota. Dalam
prakteknya ternyata masing-masing pemerintahan kota memberikan respon yang
berbeda. Hal ini dapat dipahami karena masing-masing kota memiliki karakter
kewilayahan dan fungsional yang heterogen. Kekeliruan yang relatif signifikan
dari desain penataan kelembagaan di daerah berdasarkan PP 41/2007 adalah
karena PP ini lebih melihat persoalan kelembagaan semata-mata sebagai persoalan
struktur kelembagaan yang kaku. Standarisasi yang ketat yang dibuat oleh PP ini
tidak mempertimbangkan dimensi lain dari kelembagaan daerah seperti aparatur,
system tata laksana, dan nilai dasar organisasi. Hal ini terlihat dari esensi
kebijakan yang lebih menekankan pada tiga hal: (1) penyeragaman nomenklatur
kelembagaan daerah; (2) penentuan jumlah kelembagaan daerah yang berbasis
pada hasil perhitungan atas variable jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah
APBD; (3) dan perumpunan kelembagaan daerah, meskipun juga menentukan
beberapa perubahan lain seperti perubahan eselonisasi pejabat daerah dan lain
sebagainya.Berbagai ketentuan di atas pada gilirannya menimbulkan konsekuensi
besar bagi kelembagaan daerah.
Pada kasus Kota Yogyakarta sebagai contoh komparatif, yang
mengakomodir peraturan tersebut sepenuhnya sehingga mengakibatkan
perubahan struktur kelembagaan secara signifikan. Hal ini karena dari 12 dinas
yang ada, hanya terdapat 10 dinas yang sesuai dengan rumpun yang telah
ditetapkan oleh PP. Demikian juga, dari 11 lembaga teknis daerah yang ada di
Kota Yogyakarta, hanya 7 yang sesuai dengan perumpunan. Dari sekian dinas
dan lembaga teknis daerah yang sesuai dengan perumpunan, banyak di antaranya
juga tidak akan menjadi utuh melainkan harus mengalami restrukturisasi dalam
bentuk perubahan bentuk lembaga dinas menjadi badan/kantor atau sebaliknya,
pemecahan instansi, peleburan, maupun pembentukan instansi-instansi baru.
Peraturan Pemerintah ini secara konseptual memang harus diantisipasi
untuk dilakukan perubahan. Perubahan incremental harus dilakukan dengan
landasan bahwa kebijakan penataan kelembagaan harus dipahami bukan semata-
matamengubah nomenklatur dan strukturkelembagaan daerah, namun juga
memperhitungkan dimensi kelembagaan lainnya, mulai dari tata nilai, personal,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
289
Universitas Indonesia
dan pembangunan sistem sinergi antar instansi pemerintahan. Untuk itu, proses
penataan kelembagaan harus diletakkan dalam kerangka proses kebijakan. Dalam
kerangka inilah keterlibatan dan dukungan semua pihak yang berkaitan dengan
kebutuhan penataan sangat diperlukan. Dengan demikian, kebijakan menjadi hasil
dari proses negosiasi untuk menghasilkan keputusan yang responsif terhadap
persoalan yang dihadapai.Sehubungan dengan itu, kebutuhan untuk merancang
instrumentasi kebijakan penataan kelembagaan menjadi sebuah keharusan.Untuk
kasus Kota Yogyakarta misalnya, instrumentasi kebijakan penataan kelembagaan
yang diusulkan secara berturut-turut adalah sebagai berikut: menyusun agenda
setting yang dilakukan melalui serangkaian sosialisasi wacana penataan
kelembagaan kepada pihak-pihak yang terkait; mobilisasi dukungan dari berbagai
pihak; pelembagaan pilihan kebijakan; penguatan daya dukung keuangan,SDM,
dan sarana prasarana; serta monitoring dan evaluasi terhadap pilihan kebijakan.
Perbandingan antara model konseptual dan real world (dunia nyata) pada level
makro dapat dilihat dalam tabel 6.6 berikut:
Tabel 6.6 Revisi Pasal Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah
(research interest 1)
No Aktifitas Model
Konseptual
Real World Keterangan Deskripsi
Aktifitas
Keluaran (Output)
Aktifitas Idea atau Nilai
01 Memasukan pasal
tentang
Desentralisasi
khususnya terkait
dengan
Pembentukan
Organisasi
Perangkat Daerah
(OPD)
* Memberikan
masukan ttg substa-
Si desentralisasi
dalam peraturan
per-UU-an Pemda
kpd pemerintah
khusus terkait
pembentukan OPD
* Memberikan
masukan kepada
DPR dan para
penentu kebijakan
*Menelaah
UU
No.32/2004,
*PP No.38
/2007 dan
- Perangkat daerah
kabupaten/kota terdiri atas
sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas
daerah, lembaga teknis
daerah, kecamatan dan
kelurahan (pasal 120 ayat 2)
- Susunan OPD ditetapkan
dalam Perda dengan
memperhatikan factor-faktor
tertentu dan berpedoman
pada PP (pasal 128 ayat 1)
-urusan pemerintahan terdi-
Ri atas urusan pem yg
sepenuhnya menjadi kewe-
nangan pem & urusan pem
yg dibagi bersama antar
tingkatan dan/atau susunan
pem (psl 2 ayat 1)
-urusan pem terdiri atas 31
bidang urusan termasuk
Dalam lampiran
diuraikan rincian
kewenangan
urusan
pendidikan,
kesehatan dan
kearsipan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
290
Universitas Indonesia
dg dasar NA yg
akademik
* Mengkaji UU
Pemda yg lalu,
memberikan
masukan kepada
DPR dan
pemerintah
* Memproses
masukan sesuai
prosedur legislasi
yang diatur UU
melalui saran
rekomendasi &
monitor tentang ide
atau gasgasan
desentralisasi
*PP No.
41/2007
- UU No.23/
2014
pendidikan, kesehatan dan
kearsipan (psl 2 ayat 4)
-pembentukan OPD
ditetapkan dengan Perda
dengan berpedoman pada PP
ini (psl 2 ayat 1)
-Perda mengatur mengenai
susunan, kedudukan, tugas
pokok OPD (psl 2 ayat 2)
-Rincian tugas, fungsi dan
tata kerja diatur lebih lanjut
dengan peraturan
gub/bupati/ walikota (psl 2
ayat 3)
-kepala daerah dan DPRD
dlm menyelenggarakan
urusan pemerintahan dibantu
oleh perangkat daerah
-perangkat daerah diisi oleh
pegawai ASN (psl 208 ayat
1 & 2)
-perangkat daerah kabupaten
/kota terdiri atas: secretariat
Daerah, secretariat DPRD,
inspektorat, dinas, badan &
kecamatan (psl 209 ayat 2)
-hubungan kerja perangkat
daerah kabupaten/kota
bersfat koordinatif dan
fungsional (psl 210 )
Berbeda dg
regulasi yg lama,
Rincian kewena-
ngan dibagi
dalam ketentuan
PP, dlm UU ini
hal tsb tertuang
dlm lampiran
Konstruksi
Peneliti
-pengaturan menyangkut
tentang NSPK, yg dpt men-
dorong daerah utk dpt mem-
bentuk OPD sesuai dgn ke-
wenangan, karakteristik
potensi & kebutuhan daerah,
kemampuan keuangan
daerah, ketersediaan sumber
daya aparatur & pola
kemitraan
-muatan yg mengatur daerah
utk melakukan analisis
jabatan
-muatan yg mengatur ttg ja-
batan fungdional
Anjab
memberikan in-
formasi ttg ke-
butuhan jabatan,
klasifikasi
jabatan, standar
kompetensi
jabatan, system
renumerasi &
system informasi
kepegawaian
daerah dpt
mengurangi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
291
Universitas Indonesia
-muatan yg mengatur
insentif berbasis kinerja
-muatan yg mengatur pem-
Batasan besaran anggaran
utk belanja pegawai.
tekanan utk
membuat
struktur gemuk
dan
pengembangan
profesionalisme
pegawai dlm
memberikan
pelayanaan
publik
mengubah para-
digma pegawai
yg cenderung
ingin menduduki
jabatan
structural
anggaran utk
belanja pegawai
setidaknya tidak
melebihi besaran
anggaran yg
disediakan untuk
pelayanan public
agar ada
peningkatan dlm
memberikan
pelayanan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
292
Universitas Indonesia
6.3.2 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Meso
Kebijakan Daerah untuk menjabarkan Peraturan Pemerintah ini umumnya
dalam bentuk Peraturan Daerah yang dibuat bersama antara Walikota melalui
Sekretaris Daerah secara teknis dan DPRD. Alur formulasi penyusunan Peraturan
Daerah dapat dilihat dalam Gambar 6.10
Gambar 6.10 Alur Penyusunan Peraturan Daerah
Dari Gambar 6.10 ini dapat dipahami bagaimana model penyusunan
Peraturan Daerah, yang menjadi dasar hukum bagi pembentukan organisasi
perangkat daerah di banyak pemerintahan kota. Bila model tersebut dibandingkan
dengan data yang diperoleh dari lapangan yang berasal dari Sekretaris Daerah
Kota dan hasil FGD (focus group discussion), maka dapat diuraikan sebagai
berikut:
Menurut Mantan Sekretaris Daerah Kota Tangerang yang terlibat dalam
penyusunan Peraturan Daerah dalam konteks pembentukan organisasi perangkat
daerah dikatakan:
“Di lingkungan internal kita didiskusikan dengan walikota, mungkin Pak
walikota ada kepentingan-kepentingan bahkan saya satu minggu waktu itu
di Puncak tuh membicarakan soal perizinan dengan supaya digabung kan.
Kemudian tanda tangan langsung dilarikan ke walikota tanpa ada melalui
prosedur Sekda gitukan. Nah ini sebenarnya perizinan kan di situkan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
293
Universitas Indonesia
diinterpretasikan kepala daerah ada need-nya itukan Sekda jangan ikut-
ikut, ini urusan gua. Nah dengan dewan juga intens. Dan dewan juga
melibatkan hearing juga dengan stakeholder gitukan, bukan hanya di
intern SKPD bahkan waktu itu Dewan…(tidak jelas) yang dulu ada dinas
namanya Perumahan dan Pemukiman karena apa namanya kepala
dinasnya waktu itu dia tidak komulatif akhirnya dilebur. Karena menurut
ini kita tim bahwa Dinas Pemukiman dan Perumahan ini masih relevan
karena Tangerang ini kan kalau lihat zoningnya itukan ngurusin rumah,
pemukiman dileburlah dia.”
Dari hasil FGD pada tanggal 14 November 2013, Budi D Arief dari Biro
Hukum menyampaikan:
“Saya mencoba menjawab dari sisi hukum, Pada dasarnya pembentukan
organisasi itu berasal dari amanah peraturan pemerintah PP no. 32 tahun
2004. Peruntukannya adalah pembagianurusan tugas pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota yaitu PP 38 Tahun
2007. Dari sinilah kemudian sudh diatur apapun masing2 tugas
pemerintah daerah urusan apa saja. Kemudian kita dibuat peraturan
pemerintah daerah no. 1 tahun 2008, tentang pembagian tugas turunan.
Disini ada pembagian tugas yang sifatnya wajib maupun pilihan. Ini
kemudian yang dijadikan dasar pembentukan organisasi perangkat daerah
yg sifatnya wajib maupun pilihan. Kemudian yang sifanya teknis
pembentukan organisasi daerah ini diatur dalam PP no. 41 tahun 2007.
Nah inilah yang menjadi dasar yang akhirnya dibentuk perda2 yg terkait
dengan perangkat daerah masing2 kota. Yang terbaru itu ada perda no
3,4 5,6 ,7 tahun 2008, masing mengatur tentang pembentukan badan,
kantor, dinas, sekretariat. Setelah itu turunannya adalah terbitlah
perturan wali kota dari masing SKPD. Inilah mungkin sudut pandang saya
dari perspektif hukum saja khususnya pembentukan SKPD di kota
Tangerang.”
Dalam pendapat yang lain Gatot Purwanto menyatakan bahwa:
“Kalau mengenai pola pembentukan organisasi, seperti yang disampaikan
pak budi, karena beliau sering rapat kerja pemerintahan dengan komisi
satu, secara formatif memang seperti itu, sesuai dengan urutan2 internal
peraturan yg ada. Saya ngga hafal urutannya, yg saya hafal kalau mau
ketemu dr wibisono aja nih... ( bercanda) kalau urutan2 undang2 satu
persatu saya ngga hafal. Memang seperti itu secara normatif kita sudah
menjalankan sesuai dengan peraturan perundang2an no 38, dan no 41.
Mengenai faktor internal kembali pimpinan daerah masing2kan seperti
itu, apa yg menjadi pertimbangan pak wahidin mengenai penentuan tipe
minimal yang diperlukan waktu itu efektif. Tapi begitu ada pula yang
mengatakan itu efektif adapula yang bilang tidak. Sehingga diperlukan
peraturan tambahan, Bila diambil contoh misalnya, kami belum masuk
waktu itu, seperti melikuidasi bidang perkim krn waktu itu belum dibilang
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
294
Universitas Indonesia
penting karena waktu itu gedung belum berkembang seperti sekarang, tapi
karena ada pengembang yang ngemplang dan lain sebagainya maka
peraturanya bisa ditingkatkan menjadi bidang. Jadi semua dibuat
berdasarkan keperluan dan kepentingan masyarakat. Apalagi ??. Saya
masuk tahun 2009 waktu itu kota tangerang menggunakan pola minimal,
dengan jumlah penduduk seperti itu dan kebutuhan seperti itu dsb.. ini
yang ngomong menteri dalam negeri nih, dari kementerian dalam negeri
mengatakan pola ini tahun 2009 efektif.”
Secara normatif memang pola pembentukan SKPD didasarkan pada
peraturan daerah yang dirumuskan antara Walikota dan DPRD. Ada yang
menarik adalah bahwa meskipun sudah berdasarkan pada Peraturan Daerah
dalam pembentukan SKPD, harus ada tambahan peraturan lain yang didasarkan
pada tingkat kebutuhan kota Tangerang. Lebih lanjut dikatakan bahwa:
“Nah kalau kedepannya diharapkan kota Tangerang ini jadi contoh gitu
loh!jadi contoh daerah lain dalam memilih organisasinya secara normatif
dengan orang2nya berkemampuan secara profesi ya! Tapi yang
ditempatkan itu sesuai kriteria yang ada yang bidang ini harus punya
kemampuan seperti ini, bidang ini punya kemampuan seperti ini dan lain
sebgainya. Jadi yang dirasakan kota tangerang kalau pengembangan
sudah dilakukan, kalau faktor internal kembali bagaimana kepala daerah
mendrive sesuai dengan undang2 daerah yang berlaku, kalau faktor
ekternal sesuai kebutuhan masyarakat dan daerah2 diluar kota
Tangerang. Seyogyanya itukan bersinergikan ? bersinergi dengan
pemerintah kota, dengan pemerintah kabupaten, pemerintah tangsel atau
dengan provinsi. Agar program2nya bersinergi, jangan sampai terjadi
program pemerintah provinsi kadang2 ngga nyambung, itu harus
bersinergi kedepannya.”
Dari pendapat pejabat ini dapat dipahami bahwa dalam pembentukan
SKPD tidak hanya berkaitan dengan struktur dan fungsi kelembagaan saja, akan
tetapi juga dengan penempatan SDM yang harus professional sesuai dengan
kriteria bidang masing-masing. Peranan walikota sangat besar sekali dalam
mendorong kinerja SKPD. Pertimbangan eksternal terkait dengan kebutuhan
masyarakat menjadi suatu keharusan, di samping perlunya sinergitas dengan
pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten. Sinergitas ini sangat perlu
agar ada keselarasan di antara program dan kegiatan yang direncanakan dan akan
dilaksanakan.
Pendapat dari Dinas Kesehatan dalam kaitan dengan pola pembentukan
organisasi perangkat daerah, Yunus Gunawan Wibisono mengatakan:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
295
Universitas Indonesia
“Kalau mengenai urutan2nya dari sisi hukum memang seperti itu,
kemudian dalam proses ditambahkan pula oleh wali dan berkali-kali kita ke
mendagri untuk sosialisasi sehingga kita menggunakan pola itu denagn
kriteria PAD, kalau ngga salah ya, jumlah penduduk, indeks pertumbuhan
pembangunan, luas wilayah dsb. Dan akhirnya kita boleh menentukan
berapa banyak SKPD yang dibentuk. Mengenai faktor-faktor internal saya
sangat setuju sekali memang tergantung dengan kebutuhannya. Sebagai
contoh waktu itu kita tidak membuat rumah sakit, karena mind setnya
rumah sakit itu hight cost memang. Pada waktu awalpun saya pertama kali
masuk, waktu itu kepala dinasnya pak Nuriman, waktu minta masukan
memang kita tidak mau bikin rumah sakit karena hight cost. cuma
tergantung seberapa berani pemerintah akan bisa daerah mensubsidi, bila
rumah sakit itu akan menjadi penghasil PAD dari unsur sosialnya karena
memang higt cost. Kebetulan teman2 dewan studi banding ke pontianak dan
kota lainnya, ke rumah sakitnya dan memang rugi kalau dibangun, dan kita
menyimpulkan kebutuhannya memang ngga perlu waktu itu. Dan kita
memiliki rumah sakit swasta yang bisa diberdayakan. Ngomong2 jeleknya
ngapain mikirin orang kaya, jadi bagaimana caranya kita bisa mikirin
orang miskin melalui pemberdayaan rumah sakit yang ada, makanya rumah
sakit waktu itu ngga dibentuk. Pertimbangan lainnya kenapa rumah sakit
ngga dibentuk waktu itu adalah karena ada unsur2 internal yang lain yaitu
karena perlunya tenaga, tenaganya juga ngga butuh tenaga yang luar
biasa, tiap sistem, tiap bagian itukan memerlukan tenaga yang sangat
banyak, yang notabene tenaga ini harus diangkat oleh pemerintah daerah
secara utuh, karena pola pengangkatnya pegawai itu masih melalui
Menpan dan RB kuotanya, sehingga akan menjadi hambatan kalau
dibangun.”
Pendapat dari Pejabat Dinas Kesehatan ini, mendukung pendapat dari key
informan sebelumnya, Gatot Purwanto. Pada dasarnya sepakat bahwa dalam
pembentukan SKPD yang harus menjadi pertimbangan utama adalah kebutuhan
masyarakat akan pelayanan, dalam hal ini adalah kebutuhan pelayanan kesehatan.
Ada yang menarik dari pernyataan key informan ini. Meskipun pelayanan
kesehatan itu sangat penting sebagai kebutuhan dasar, akan tetapi belum
dianggap perlu untuk membangun suatu rumah sakit. Disebabkan karena
penyediaan SDM yang masih sangat terbatas dan harus melalui persetujuan
Kementerian PAN dan RB. Lebih jauh dikatakan sebagai berikut:
“Berkembang sekarang kebutuhannya sudah beda lagi ya pak haji, ternyata
saat ini perlu juga sementara pemerintah daerah sangat mendukung kalau
memang harus dibiayai sangat besar ngga masalah dengan kemampuan
faktor internalnya kita mampu duit banyak. Jadi faktor2 pembentukan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
296
Universitas Indonesia
organisasi itu situasional pada saat itu tergantung, jg takut dibilang
kedepanya tidak visioner karena kedepanya butuh, ngapain kedepannya
butuh dibuat sekarang kalau cuma pekerja tidak bekerja, nanti saja
dibentuk, toh peraturan juga bisa diubah atau dikembangkan. Selama
eksekutif dan legilatif berjalan bersama ngga masalah itu.
Kemudian pada Pertanyaan pertama pembentukan struktur SKPD,
kebetulan bicara SKPD tadi ada urusan wajib ada urusan pilihan. Dinas
kesehatan adalah urusan wajib yang sangat jelas bahkan SPMnya saja
sudah ada. Jadi sebenarnya kita tidak terlalu sulit. Kalau pembentukan
SKPD baru mungkin agak sulit, karna akan memilah pekerjaannya dan
dipegang siapa saja. kesehatan urusan wajib pengembangannya tidak
terlalu sulit, kita tinggal susun fungsi tugas dsb kemudian kita floting,
kemudian kita rapatkan semua dari bawah kemudian kita usulkan ke
Bapeda. Kemudian disana diolah dan itu dirapatkan beberapa kali dan saya
ikut terus waktu itu, itu bbrp kali dikomentari bbrp SKPD jangan sampai
pekerjaan saya jg dikerjakan oleh orang lain. Itukan tidak mungkin,
walaupun mungkin nanti setelah jadipun tetap ada aplikasinya yang bisa
aja tumpang tindih. Jadi kalau proses pembentukan SKPD menurut kami
dari dinas kesehatan sudah runut dari mulai dasar aturan terus sampai
kebijakan memperhatikan faktor internal eksternal, menurut saya sudah
benar. “
Dari pendapat pejabat Dinas Kesehatan ini dapat disimpulkan bahwa dalam
penyusunan struktur organisasi SKPD didasarkan pada urusan yang jelas dan wajib
sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah. Khusus untuk Dinas Kesehatan tugas
pokok dan fungsi kelembagaan didasarkan pada SPM yang sudah standar dibuat oleh
Pemerintah. Penyusunan struktur kelembagaan dimulai dari bawah kemudian dibahas
secara bersama, setelah diusulkan ke Bappeda. Dari Badan Perancang Pembangunan
Daerah yang diwakili oleh Ibu Hastuti Handayani dikatakan:
“Tadi telah disampaikan oleh biro hukum, dinas kesehatan maupun DPRD
mengenai proses pembentukan SKPD, memang seyogyanya ketika
membentuk organisasi itu proses pembentukan struktur seperti apa begitu?
Dengan dasar hukum yang ada telah disampaikan sebelumnya, kota
Tangerang juga membentuk standar no 1 tahun 2008 ya pak budi, dengan
adanya 26 urusan wajib dan 7 urusan pilihan. dengan itulah dasar urusan
wajib dan urusan pilihan tersebutlah pemerintah kota tangerang
membentuk organisasi dinas2, badan maupun kantor dan urusan
pemilihannya kita lembaga dalam dinas, namun tidak semua urusan itu
dibentuk satu organisasi ketika dipandang perlu beberapa urusan ini bisa
digabungkan dlm satu organisasi sbg contoh badan pemberdayaan
masyarakat dan keluarga berencana itu disitu ada beberapa urusan. Pada
prinsipnya pemerintah kota tangerang membentuk struktur organisasi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
297
Universitas Indonesia
tersebut dengan prinsip faktor follow the function artinya struktur yang ada
mengikuti fungsi shg jangan sampai organisasi dibentuk terjadilah tumpang
tindih seperti yang disampaikan oleh dr Wibi tadi shg jauh dari efektif
maupun efisien, namun pd kondisi saat ini dengan adanya standar
pelayanan minimal dari pemerintah pusat yaitu 15 standar pelayanan
minimal ya pak, nah itu mau tidak mau pemerintah daerah harus
menerapkan standar pelayanan minimal tersebut dan target2 yang harus
diolah organisasi perangkat daerah.”
Pendapat pejabat Bappeda, Hastuti, agaknya memberikan penguatan
terhadap pendapat yang disampaikan oleh pejabat Dinas Kesehatan. Pendapatnya
memberikan penegasan dan kejelasan dalam pembentukan SKPD yang
menekankan pada pada efektivitas kelembagaan. Menurutnya, satu urusan bisa
saja digabung untuk menghindari adanya tumpang tindih dalam fungsi-fungsinya.
Pembentukan struktur kelembagaan didasarkan pada prinsip factor follow the
function, artinya struktur yang ada harus mengikuti fungsi agar SKPD yang
dibentuk tidak terjadi tumpeng tindih. Lebih lanjut Hastuti mengatakan sebagai
berikut:
“Saat ini BAPEDA sedang mengkaji ada indikator dari SKPD itu kinerja
program atau kegiatan. Sehingga dalam satu SKPD itu dalam
melaksanakan kinerja tugas pokok dan fungsinya ada indikator kinerjanya,
artinya ada target yang harus dicapai. Sehingga semua orang sudah punya
beban dan tugasnya masing2 termasuk target kinerja yang harus dicapai di
setiap pelaksanaan tugasnya. Selain itu jg faktor2 yg harus
dipertimbangkan dalam menyusunan struktur tugas pokok organisasi kota
tangerang kami memandang selain pembentukan tata urutan kelembagaan
tadi juga pembentukan ketatalaksanaan. Nah memang ketatalaksananaan
ini adalah sektor sekretariat daerah dalam hal ini bagian organisasi. Tapi
bagian organisasi tidak bekerja sendiri, mereka tetap meminta pendapat,
pandangan dari berbagai SKPD yang ada dan mereka juga melakukan
analisa jabatan pak. Ketika organisasi dibentuk tapi, jabatan dibentuk tapi
dia tidak tahu fungsinya apa? ikut sumbang analisa jabatan, dibentuk
analisa beban kerja ada sifatnya pelayanan ada standar operasional
prosedur, pelayanan minimal dll itu di pemerintah kota tangerang sudah
terbentuk.”
Dalam pembentukan SKPD yang harus dipertimbangkan adalah pentingnya
Indicator bagi kinerja kelembagaan, di samping nomenklaturnya yang sesuai
dengan urusan wajib atau pilihan. Aspek lain adalah perhatian kepada
ketatalaksanaan SKPD. Dikatakan bahwa dalam pembentukan SKPD agar jelas
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
298
Universitas Indonesia
tugas pokok dan fungsinya maka harus dilakukan analisis jabatan dan analisis
beban kerja. Ini berarti bahwa masalah nomenklatur kelembagaan dan
ketatalaksanaan harus dibangun agar SKPD menjadi efektif dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsi organisasional. Di samping itu, hal penting lain yang
harus diperhatikan dikatakan oleh Hastuti sebagai berikut:
“Dan beberapa SKPD juga sudah menyusun Standar operasional prosedur
untuk melaksanakan tugasnya. Dan juga selain itu lembaga sudah dibentuk
kemudian sumber daya manusianya. Dibutuhkanya sumber daya manusia
maka dbutuhkan anggaran pembiayaan, nah itu tingkat kebutuhan
organisasi yang komperensif. Di kota tangerang itu menggunakan prinsip
hemat struktur kaya fungsi, jadi strukturnya minimal tapi fungsinya
maksimal seperti itu. Nah kedepan yg diharapkan dalam menataan ulang
struktur di pemerintah mungkin memang perlu pemetaan kembali perlu,
penyusunan kembali kebutuhan organisasi seifisien mungkin sehingga kaya
fungsi dan lebih bermanfaat dalam peningkatan pelayanan untuk
masyarakat. Seperti itu mungkin yang saya sampaikan. “
Dari beberapa data lapangan yang disampaikan oleh sejumlah key
informant, dapat dipahami beberapa hal. Pertama, bahwa pembentukan organisasi
perangkat daerah di kota Tangerang dilakukan melalui Perda, yang
penyusunannya didasarkan pada prosedur yang ditetapkan Pemerintah melalui PP
No.41 tahun 2007 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Kedua, dalam
penyusunan SKPD harus mempertimbangkan efektivitas kelembagaan
(nomenklatur) dan ketatalaksaan seperti analisis jabatan, analisis beban kerja,
standard operating procedure, yang lebih berprinsip pada kebutuhan oganisasi
yang komprehensif sesuai dengan prinsip hemat struktur kaya fungsi.
Perbandingan antara model konseptual dan real world (dunia nyata) pada level
meso dapat dilihat dalam tabel 6.7 berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
299
Universitas Indonesia
Tabel 6.7. Perubahan Peraturan Daerah (research interest 2)
No Aktifitas Model
Konseptual
Real World Keterangan Deskripsi
Aktifitas
Keluaran (Output)
Aktifitas Idea atau Nilai
01. Efektifitas
kelembagaan
Organisasi
Perangkat Daerah
(OPD)
*Mencermati
pembentukan
OPD dalam
perspektif
desentralisasi
*Mengiventarisir
berbagai
peraturan per-
UU-an yg
membahas Pemda
terkait
desentralisasi
*Rapat koordinasi
dgn stakeholders:
(1) Identifikasi
kebijakan yg telah
ada (existing)
(2)Penyusunan
program
kebijakan ke
depan
(3)Penetapan
kompetensi SDM
*Mengadakan
rapat koordinasi
utk membahas
berbagai
kebijakan terkait
pembentukan
OPD dalam
perspektif
desentralisasi
*Menyepakati
gagasan
desentralisasi dlm
Perda dgn mem –
Buat pokok-
Menelaah:
*Peraturan
Daerah kota
Tangerang
No. 5 tahun
2008
Tentang
Pembentukan
dan Susunan
OPD Kota
Tangerang
*Peraturan
Daerah kota
Tangerang
No.6 Tahun
2008
Tentang
Pembentukan
dan Susunan
Organisasi
Lembaga
Teknis
Daerah
- Dinas daerah merupakan
unsur pelaksana otonomi
daerah dan tugas
perbantuan
- Dinas daerah dipimpin
oleh Kepala Dinas
(Psl 3 ayat 1 & 2)
-Dinas pendidikan
mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian
urusan pemerintahan
daerah di bidang
pendidikan, berdasarkan
atas otonomi dan tugas
pembantuan (Psl 4 ayat 1)
-Dinas Kesehatan
mempunyai tugas pokok
melaksanakan sebagian
urusan pendidikan daerah
di bidang kesehatan
berdasarkan asas otonomi
dan tugas pembantuan
-Kantor terdiri dari:
1) Kantor Arsip Daerah
2) Kantor Perpustakaan
Daerah
3) Kantor Kesatuan Bang-
sa & Perlindungan Ma-
syarakat
4) Kantor Penelitian,
Pengembangan &
Statistik
(Psl 2 ayat 1)
-Lembaga teknis daerah
merupakan unsur
pendukung Pemda yang
dipimpin oleh seorang
Kepala dan berada di
bawah serta
bertanggungjawab kepala
Walikota melalui
Sekretaris Daerah.
(Psl 3 ayat 3)
- Perda ini
hanya
mengatur
bentuk dan
susunan OPD,
sementera
rincian tugas
pokok dan
fungsinya tidak
terurai
-pengaturan
substansi
urusan
pendidikan &
kesehatan tidak
diuraikan
- Perda ini
hanya
mengatur
bentuk dan
susunan OPD,
sementera
rincian tugas
pokok dan
fungsinya tidak
terurai
-pengaturan
substansi
urusan
kearsipan tidak
diuraikan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
300
Universitas Indonesia
pokok legal
drafting ttg OPD
*Membahas rapat
koordinasi dgn
berbagai pihak
terkait utk mem-
Bahas
optimalisasi
efektivitas kinerja
Pemda
Konstruksi
Peneliti
-Perda harus diubah
secara incremental.
-Perda tidak hanya
mengatur nomenklatur &
struktur saja
-Pertimbangan: dimensi
lainnya, tata nilai,
personal, pembangunan
system sinergi antar
instansi pemerintah
-Perda tidak hanya
menyangkut format &
susunan OPD, tetapi juga
pengaturan subtansi
masing-masing SKPD
6.3.3 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro
Birokrasi di banyak pemerintahan daerah merupakan ujung tombak dalam
memberikan pelayanan publik. Beberapa pakar administrasi menyimpulkan
bahwa “birokrasi di Indonesia belum menunjukkan perubahan yang signifikan.”
Hal ini disebabkan karena banyak hal, salah satunya adalah besarnya pengaruh
politik dan kepentingan lainnya dalam birokrasi tersebut seperti yang diungkapkan
oleh Qodri (2010:4) bahwa “selama ini birokrasi hanya dijadikan bulan-bulanan
yang sarat dengan sorotan politik, kepentingan, dan profesionalisme.” Perrow
dalam Andin317
menyatakan bahwa dalam bentuk ideal birokrasi tidak pernah
dapat diwujudkan karena :
1. Ketidakmampuan memilih antara kepentingan pribadi atau golongan dan
kepentingan organisasi;
317
Andin Niantina Primasari. " Pengaruh Restrukturisasi Organisasi Terhadap Efektivitas
Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura,
Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Pesisir Selatan."Artikel. Universitas Andalas, 2011 hal.2
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
301
Universitas Indonesia
2. Ketidakluwesan birokrasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan
yang berlangsung cepat dan terus menerus.
Sejalan dengan pandangan di atas, Agus Dwiyanto (2006:224)
menjelaskan bahwa “harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi
pada pelanggan sebagaimana birokrasi di negara maju masih sulit untuk
diwujudkan.” Pada prinsipnya, birokrasi merupakan lini terdepan pelayanan
terhadap masyarakat. Untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik mengharuskan
birokrasi merumuskan misinya dengan jelas. Hal ini sekaligus juga untuk menata
kembali struktur pemerintah dan birokrasi. Struktur pemerintah dan birokrasi
sangat kompleks dan tidak jelas, karena misi dan struktur tugas dan fungsi tidak
pernah dirumuskan dengan jelas. Akibatnya tumpang tindih dan benturan misi,
tugas dan fungsi antar kementerian, lembaga nonkementerian, dan kantor menteri
negara di pusat, antar dinas, kantor dan badan di provinsi dan kabupaten menjadi
tontonan yang dengan mudah ditemui dalam penyelenggaraan kegiatan
pemerintah dan pelayanan publik.
Dengan memperjelas misi setiap organisasi, maka budaya birokrasi yang
yang melakukan kegiatan di luar misi tersebut dapat dihindari. Pengembangan
birokrasi yang berorientasi pada misi ini akan berdampak optimal dalam
memperbaiki pelayanan publik jika diikuti dengan restrukturisasi birokrasi.
Bromley dalam Andin 318
menilai bahwa birokrasi dalam menggarap proses
kerjanya selama ini masih belum mampu melaksanakan proses kerja yang pas dan
memadai, terutama untuk memaksimalkan hasil pekerjaannya karena disebabkan
oleh kendala-kendala eksogen (exogeneous constraints). Untuk itulah dipandang
perlu mengisi kandungan normatif pada institusi ini (normative content of
institution) untuk dapat memampukan birokrasi menggarap faktor-faktor eksternal
yang tidak sepenuhnya relevan bagi pengetrapan analisa “Pareto Optimum” yang
mengurangi resiko kerugian faktor-faktor non ekonomis melalui inovasi praktik
keputusan sebagai pilihan inti hipotesa aksi yang menyatakan bahwa jika
perubahan konsep institusi pemerintahan/ birokrasi dilakukan (the changes in
institution arrangement governing), maka tujuan pemerintahan yang asasi dapat
dicapai dan dalam suasana kekinian (contemporary relevance).
318
Ibid, hal. 3
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
302
Universitas Indonesia
Sedarmayanti319
menyatakan bahwa ditemukan fakta tentang adanya
kecendrungan organisasi perangkat daerah yang terlalu besar dan kurang
didasarkan pada kebutuhan nyata di daerah yang membawa implikasi pada
pembengkakan organisasi perangkat daerah secara signifikan.” Hal ini jelas
membawa pengaruh kepada inefisiensi alokasi anggaran yang tersedia di masing –
masing daerah. Misalnya, Dana Alokasi Umum (DAU) yang semestinya untuk
kepentingan belanja pegawai, pembangunan, dan pemeliharaan sarana dan
prasarana pelayanan publik, sebagian besar digunakan membiayai birokrasi
pemerintahan daerah.
Selain menimbulkan efisiensi penggunaan sumberdaya, pembengkakan
organisasi menimbulkan semakin melebar rentang kendali dan kurang terintegrasi
pengelolaan/pengendalian karena fungsi yang seharusnya ditangani dalam suatu
kesatuan unit harus dibagi ke beberapa unit organisasi yang mengarah kepada
membengkaknya birokrasi. Berkaitan dengan efektivitas organisasi perangkat
daerah berdasar Peraturan Daerah sesuai prinsip desentralisasi dapat diuraikan
informasi dari beberapa key informant. Dari anggota DPRD disampaikan
pendapat sebagai berikut:
“Kalau secara keseluruhan, perspektif kita tapi secara umum yang kami liat
e… fungsi dan tugas dari perangkat daerah, sesuai dengan keputusan
Walikota, itu secara umum sudah dijalankan. Itu yang kami liat, kalau ya
baik-baik, sempurna sih belumlah ya. Jadi yang kami liat seperti itu,
persoalan selalu ada.. kan selalu dinamis ya…Dan factor yang e.. factor-
faktor yang jadi penghambat dalam menjalankan tugas, fungís dan tugas
pokok tersebut. Ini yang sering kami kritik kepada teman-teman legislatif..e
teman-teman eksekutif, itupun koordinasi, koordinasi. Jadi koordinasi baru
SKPD atau mungkin dalam SKPD sendiri Madang-kadang ( tidak jelas )
yang menjadi factor penghambat. Bagaimana proses penentuan dan
pengangkatan kepala SKPD… kalau normatifnya kita ini adanya
BAPERJAKAT “Badan Pertimbangan Pangkat dan Jabatan” ini yang
selalu, yang saya dengar, yang selalu saya liat sendiri.. selama ini rapatpun
seminggu sekali. Seminggu sekali Baperjakat dan mempertimbangkan
kriteria-kriteria, mereka menempatkan kepala SKPD kota Tangerang.
Kalau persoalan itu miring kanan, miring kiri biasalah ya..ya kan kenapa
yang dipilih pak Wibisono, kok bukan saya kan, ha..ha..ha..artinya kalau
secara normatif kenapa kok ya..mungkin e..seorang pemimpin pilih yang
dekat..Pak Harto dulu Pilih yang dekat-dekat dia, itu jamak..kalau nggak
dekat susah di atur kan situ..pusing , kecuali kalau partai politik jangan
dekat-dekat semua..”
319Sedarmayanti, op.cit., hal. 324
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
303
Universitas Indonesia
Pendapat dari anggota DPRD ini memberikan gambaran bahwa secara
umum fungsi dan tugas SKPD sudah dijalankan sesuai dengan aturan normatif
yaitu keputusan Walikota. Meskipun demikian, dianggap masih belum sempurna.
Faktor yang menjadi penghambat dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi
adalah kurangnya koordinasi internal dan antar SKPD. Masalah lain adalah
terkait dengan pengangkatan kepala SKPD, yang belum sepenuhnya berdasarkan
pada kriteria dan pertimbangan Baperjakat. Kepala SKPD diangkat berdasarkan
pada kedekatan dan keeratan hubungan dengan Walikota. Pertimbangan pokok
untuk penunjukan kepala SKPD menurut anggota DPRD dikatakan sebagai
berikut:
“Ya.. jadi apa lagi. Sekarang semua, semua pegawai pemerintah mungkin
hampir semua, harus membuat ( tidak jelas ) integritas.. jadi integriti itu
Sangat penting di, mungkin bukan hanya di Kota Tangerang saja, dan
kompetisi dan sebagainya… mungkin itu sementara..”
Menurut Saudara Yunus G. Wibisono dari Dinas Kesehatan dikemukakan
sebagai berikut:
“Menurut kami bahwa fungsi dan tugas pokok dari perangkat e.. kesehatan.
Kita sudah jalankan sesuai dengan keputusan Walikota Tangerang.
E…sudah seluruhnya e…sesuai dengan apa yang menjadi TUPOKSI hingga
tiap-tiap bidang, tiap seksi, Cuma mungkin e.. ada 2 hal yang jadi ganjelan,
kalau saya pribadi bukan saya pribadi ya…Dinas kesehatan kan, itu
ganjelannya bahwa struktur itu sudah ada yang di patentan yaitu
Kesekretariatan. Tergantung suatu SKPD sama semua ya…sama semua
yaitu Ka.Subag keuangan, Ka.Subag umum dan kepegawaianmenjadi satu,
perencanaan Ka.Subag perencanaan e..disini kalau dulunya 4 menjadi 3
karena pola minimal. E..kalau 4 nya umum dan kepegawaian mejadi satu.
Mungkin di beberapa SKPD tidak jadi masalah tapi kalau kesehatan. Bagi
Dinas pendidikan mungkin yang punya BOLO nya itu buanyakk..itu akan
menjadi masalah.
Apalagi untuk Kesehatan, ternyata dari ( tidak jelas ) Dinas pendidikan
ngurus pegawai itu lebih repot karena pe..apa..naik pangkat fungsional,
kalau dulu kan Cuma satu jenisnya ya.. guru aja ya kan? Mau guru PMP,
guru apa itu, kan angka kreditnya sama e..begitu kesehatan dengan jenis
yang sama pula ada 8..32 jenis tapi karena fungsional ada 18. Gizi
kreditnya, perhitugannya berbeda. Dokter, perawat, dokter gigi. Eh ya kan,
kalau dokter umum ngurus gigi nggak dapat poin tapi kalau dokter gigi
dapat ya…perawat, perawat gigi, bidan dan seterusnya itu, itu sampai
sekian banyaknya walaupun hanya súper 5 nya kita tetap lebih repot. Jadi
umum dan kepegawaian kalau mungkin ( tidak jelas ) dengan SKPD yang
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
304
Universitas Indonesia
lain punya banyak pegawai, itu gak mungkin disatukan. Bagian umum juga
banyak yang kena diarepak, karena dia, kenapa? Karena e.. untuk
barangnya aja itu udah repot. Misalnya tadi contoh sekolah, sekolah
pengadaan bangku, meja atau kursi meja. 20 sekolah, umumnya banyak.
Itemnya Cuma 2, kursi sama meja.. Baik kalau kesehatan sekali pengadaan
minoritas itu 27 sampai 47 macam yang kecil-kecil dan itu satu-satu, dan
makanya terlambat. Kita masukin..bagian aset juga pusing.. itu hambatan
banget. Makanya itu harusnya nggak bisa secara umum disamakan kalau
menurut saya. Bukan kesehatan ajalah..ya ada beberapa Dinas lain yang
kayak begini, nggak tau ya karena saya tidak mendalami. Tapi minimal (
tidak jelas ) kayak guru apa…pendidikan itu harus kita…e..inikan.. Nah..itu
yang kayak begitu mungkin harusnya di pertimbangkan juga ya…”
Pendapat dari pejabat Dinas Kesehatan, Yunus G. Wibisono, memberikan
penegasan yang hampir sama dengan pendapat anggota DPRD bahwa secara
umum SKPD telah menjalankan tugas pokok dan fungsi kelembagaan sesuai
dengan Keputusan Walikota. Hambatan yang ada terkait dengan struktur
organisasional yang sepertinya distandarkan akan tetapi tidak melihat kebutuhan
organisasi, di samping masalah SDM yang sangat majemuk kualitas dan
kuantitasnya. Berkaitan dengan faktor yang dominan menjadi penghambat dalam
menjalan fungsi dan tugas pokok, beliau menyatakan:
“Kemudian faktor yang dominan yang menjadi penghambat dalam
menjalankan fungsi dan tugas pokok ya.. Yang pertama: kalau kita di Dinas
kesehatan, yang pertama adalah rekrutmen pegawai ya..penghambat
rekrutmen pegawai karena rekrutmen pegawai bukan dikita ya.. rekrutmen
pegawai masih di Menpan, jadi seperti kita mau mendirikan Rumah Sakit,
perlu tenaga berapa itu, tapi tidak ada pengangkatan pegawai karena tidak
memenuhi syarat apalah, sehingga tidak ada. Itu mau darimana
pegawainya. Dan untuk kesehatan itu kan beda-beda, beda-beda tenaganya
itu. Tadi seperti Gizi, ini-ini, macem-macem jadi memang perlu. Perlu ya
menurut saya sih.. mungkin nggak tau juga ya..kalau kesehatan rekrutmen
pegawai, tapi paling nggak itu memang harus ada pengangkatan yang
rutin, dengan perhitungan kebutuhan-kebutuhan yang pas. E… jadi
penghambat pertama tadi itu, ini apa SDM nya. Kalau duit sih, waduh…
jangan ditanya deh..ya bukannya saya sombong, kalau Kota Tangerang itu
kaya. Orang kita Cuma ngusulin 70 Miliar aja, dikasih 150 Miliar sama
Dewan. Iya betul.. untuk penanganan orang miskin, saya nggak ada ini.
Makanya kalau soal cari barang ini-itu dan bisalah kasarnya.. misalnya
fisik bisa, dalamnya bisa begitu, bisa begitu cepet. Misalnya bikin khusus
perawatan bisa, tapi begitu pegawainya ah...ini ni..karena bukan kita. Kita
punya ketergantungan sama orang lain gitu, dengan instansi lain yang di
pusat...Itu dari hambatan, nah jenisnya tadi seperti apa, misalnya jenis-
jenisnya ya..e..seperti perkembangannya, ini sebelum pemikiran Rumah
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
305
Universitas Indonesia
Sakit untuk pelayanan orang miskin, ternyata pelayanan orang miskin itu e..
dengan sistem pembayaran dan sebagainya itu, harus punya tenaga
Asuransi Kesehatan sebetulnya. Karena deteksi, satu deteksi kita itu sama
dengan Direktur 36 Asuransi. Betul itu.. kemaren langsung diomongin di
depan Walikota, jadi memang begitu repotnya dan kita puya tenaga ahli
asuransi berapa..Lah kan belum, begitu mau diangkat kan nggak ada. Kita
mengharapkan kadang-kadang dari pemerintah, kalau ada dari pemerintah
kita langsung tangkap tuh. Langsung saya pergi ke BP apa..BKPP, ini kita
butuh tenaga ini.. dilihat bukan.. ya udah nggak apa-apa gitu. Tapi nggak,
kita fear ya memang kebutuhan. Jadi itu faktor yang dominan. Itu yang
utama adalah e..tadi terutama adalah rekrutmen pegawai.”
Dari pendapat dengan ilustrasi panjang lebar ini, dapat dipahami secara
ringkas bahwa kendala pokok yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan sangat
berkaitan dengan rekruitmen pegawai. Dinas tidak dapat menentukan formasi
secara mandiri, karena pengadaan pegawai ditentukan oleh Kementerian PAN dan
RB. Padahal Dinas Kesehatan membutuhkan beragam jabatan fungsional yang
terkait dengan kesehatan, misalnya tenaga Asuransi Kesehatan. Bagi Dinas
Kesehatan, anggaran bukanlah masalah yang pokok, karena hampir setiap ajuan
anggaran senantiasa disetujui bahkan malah seringkali dinaikan. Berkaitan dengan
pimpinan SKPD dikatakan lebih lanjut oleh beliau sebagai berikut:
“Kemudian juga bahwa untuk menjalankan fungsi, kita larinya dari tujuan,
ke segala macam sampai akhirnya dari ini itu terus lari ke program, ke
kegiatan. Hambatan kita salah satunya kegiatan. Kegiatan itu harus
munculnya sesuai dengan PERMENDAGRI .. gitu ya bu Bapeda ya..Nah bu
Bapeda juga nih kadang pusing juga. Kita maunya sih namanya diganti,
tapi nggak ada gitu pak..nah itu loh ya... itu salah satu faktor dan tugas
pokon yang menjadi hambatan. Nah..kalau untuk pengangkatan kepala
SKPD ini saya nggak tau, karena saya bukan yang ngangkat. Tapi secara
normatif memang melalui apa namanya e.. BAPERJAKAT, kalau yang
dibawah kepala SKPD..kalau kita ngusulin nggak..e..saya kan di
sekretariatan itu kita usulin, memang nanti masalah penilaian dia (
Baperjakat ) mungkin orang ini punya plus atau minus itu dah lain ya.. jadi
melalui Baperjakat e..kalau fungsi dan tugas pokok dalam penentuan untuk
menjadi kepala dari masing-masing SKPD. Kesehatan khususnya, memang
ada beberapa syarat ya ..contohnya untuk Direktur, untuk direktur itu
dalam e..surat Dirjen. Dari dirjen itu jelas ada e..pedoman itu. Direktur itu
harus sarjana KeRumah Sakitan , jadi dokter umpamanya, nah kemudian
untuk Dinas kepala Dinas, juga kesehatan, tidak termasuk sih. Tapi akan
terkait dengan aturan lain misalnya dalam hal perijinan yang di sahkan
oleh...kalau saya dokter jadi disahkan oleh dokter. Jadi seharusnya yang
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
306
Universitas Indonesia
jadi kepala dinas itu dari dokter itu. Tapi yang menguasai akutansi.. iya
sebagai pengguna anggaran kalau nggak pakai akutansi , harus siap-siap
diborgol. Harus menguasai akutansi, manajemen, dan good relation yang
baik gitu. Jadi pertimbangan pokoknya menurut saya harus orang
kesehatan, jangan sampai kayak kemaren dari tempat lain, beda lagi.
Ahirnya ya tunggu saja kehancuran kalau begitu..tapi bukan, bukan saya
ya. Kesehatan ya mungkin itu tadi ya.. terimakasih..”.
Menurut Hastuti Handayani dari Bappeda dikatakan bahwa masalah yang
dihadapi oleh kebanyakan SKPD adalah koordinasi, integrasi dan implementasi.
Oleh karena perlunya setiap SKPD melakukan koordinasi secara intens,
sebagaimana disampaikan sebagai betikut:
“Ketika suatu organisasi itu dibentuk, itu juga memperhatikan Kiss:
Koordinsasi, integrasi, implementasi kiss dan itu sangat koordinasi. Itu
sangat gampang di ucapkan tapi pada pelaksana itu sangat sulit diterapkan.
Bapeda itu bagian koordinator, e..urusan wajib maupun urusan pilihan
yang ada di pemerintahan kota tangerang dalam hal perencanaan
pembangunan, kami itu sering sekali e.. untuk koordinasi sampai sehari
mungkin dr. Wibi itu beberapa kali di hubungi oleh koordinatornya. Dalam
hal ini kita e.. data ini mana untuk perncanaan ini mana. Data
pendukungnya ya tiap mengajukan perencanaan penganggaran..jadi
memang Bapeda itu sampai laporannya sudah sering kali rapat koordinasi.
Artinya kami sebagai koordinator untuk urusan yang ada di pemerintah
kota. Setiap bidang membawahi beberapa SKPD yang ada dan itu
melakukan koordinasi secara intens dalam e..baik dalam perencanaan
maupun penyusunan perencanaan penganggaran sampai ketika
pembahasan KUA ( tidak jelas ) selalu didampingi oleh temen-temen
Bapeda atau kami menyebutnya jadi mereka mendampingi SKPD ketika
berhadapan dengan DPRD, seperti itu.. dan memang koordinasi itu sulit
untuk e... gampang diucapkan tapi sulit di terapkan.Kalau selanjutnya tadi
faktor penghambat dalam menjalankan fungsi, tadi mungkin sekalian dalam
hal koordinasinya karena memang kenyataannya seperti itu. Namun itu
tidak menjadi kendala lagi. Kota Tangerang sepertinya dengan adanya
berbagai ( tidak jelas ) sepertinya dengan kendala-kendala itu menjadi
sebuah tantangan bagi aparat.”
Sebagaimana pendapat dari beberapa key informant sebelumnya, pejabat
Bappeda ini juga menganggap bahwa pengangkatan kepala SKPD itu adalah hak
preogratif dari walikota, seperti yang dikatakan berikut:
“Kemudian penentuan pengangkatan kepala SKPD yang pasti kalau
menerapkan sebenarnya menjadi hak preroregatif pejabat pemerintah dan
kepegawaian dan Baperjakat ya pak, dalam hal ini kan pejabat pemerintah
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
307
Universitas Indonesia
dan kepegawaian itu adalah Walikota. Mungkin kedepan ada visi dari
undang-undang ASN, kita juga belum tau kapan akan bisa, bahwa
pembenahan kepegawaian adalah secara struktural tertinggi di daerah
tersebut. Nah.. dalam menempatkan orang kami, kami masih meyakinilah
bahwa tetap memperhatikan kalau dulu The right man on the right place,
tapi sekarang agak bergeser menjadi The best man on the right place. Nah
kami berharap bisa mengangkat orang, tetap memperhatikan kompetensi
dan kemampuannya. Baik dari sisi kemanajerial dan kemampuan –
kemampuan teknis dari tuntutan sehingga dia mampu membawa apa
memimpin SKPD yang menjadi tanggungjawabnya mungkin cukup aja
terimakasih...”
Meskipun dikatakan bahwa pengangkatan kepala SKPD merupakan hak
preogratif Walikota, akan tetapi pejabat Bappeda ini menganggap pentingnya
prinsip the best man on the right place. Ada pendapat yang menarik di mana
diusulkan bahwa pejabat yang menjadi pembina kepegawaian bukan Walikota,
akan tetapi pejabat struktur tertinggi atau Sekretaris kota. Lebih jauh dikatakan
mengenai pentingnya pertimbangan kompetensi dan kemampuan baik dari sisi
manajerial dan kemampuan teknis. Kemudian dari perspektif hukum terkait
dengan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD dikatakan oleh pejabat Biro Hukum,
Budi Arief, sebagai berikut:
“Perspektif dari bagian hukum kami melihat memang apa yang sudah
dilakukan oleh pemerintah kota daerah Tangerang dalam langkah
melaksanakan tugas pokok,fungsi pelayanan publik yang sebaik-baiknya
atau pelayanan tim atau masyarakat, kepala daerah dalam membuat suatu
sistem,sistem koordinasi seperti dikatakan bahwa koordinasi itu mudah
diucapkan,sulit dilaksanakan.Tapi sistem itu sudah ada jadi seperti
bagaiman kepala daerah setiap hari senin itu melakukan evaluasi terhadap
kinerja masing – masing SKPD.Setiap satu minggu sekali mengumpulkan
project – project, melakukan evaluasi pelaksanaan tugas selama satu
minggu.Kemudian ada kegiatan evaluasi bulanan ya,evaluasi pembangunan
jadi dilaksanakan oleh seluruh SKPD,perwakilan SKPD melakukan
evaluasi sampai sejauh mana program,pelaksanaan program pembangunan
selama satu bulan,ini sistem ini sudah.ya...kembali lagi seoerti disampaikan
oleh pak Gatot tadi memang tidak bisa dikatakan 100%,tetapi upaya –
upaya untuk mencapai 100% itu terus dilakukan,nah bagian hukum
memiliki satu perannya adalah bagaimana pelaksanaan tugas oleh masing
– masing SKPD ini haruslah diberikan payung,diberikan satu
pedoman,sehingga dalam pelaksanaan tugas yang pertama berdasarkan
undang – undang yang berlaku.Yang kedua adalah fungsinya untuk
pelindung,melindungi daripada aparatur daerah,melindungi daripada
masyarakat dari kemugkinan terjadinya penyimpangan didalam
pelaksanaan kerja tugas pokok sehari – hari, karena itu untuk mengurangi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
308
Universitas Indonesia
terjadinya hambatan yang menjadi beban tugas. Salah satu kegiatan bagian
hukum adalah melakukan evaluasi & kajian terhadap produk hukum di
masing – masing SKPD.”
Menurut pejabat Biro Hukum ini, untuk melaksanakan tugas pokok dan
fungsi SKPD, Walikota membuat suatu sistem koordinasi. Koordinasi ini
dilaksanakan dengan mengadakan rapat pada setiap hari Senin untuk melakukan
evaluasi. Dikatakan kemudian, pentingnya disusun suatu pedoman evaluasi yang
komprehensif untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi SKPD. Lebih jauh dikatakan oleh Budi Arief
sebagai pejabat Biro Hukum sebagai berikut:
“Jadi pak,kami melakukan evaluasi terkait produk – produk hukum di
masing – masing SKPD.memang kenyataannya kami menemukan beberapa
persoalan yang dihadapi oleh masing – masing SKPD, terkait dengan
pelaksanaan tugas yang mejadi dasarnya yaitu satunya belum lengkapnya
PERDA,belum adanya PERDA,peraturan walikota atau peraturan
pelaksanaan teknisnya belum dibuat sehingga menyulitkan juga didalam
pelaksanaan tugas.Nah dari evaluasi kemudian kita lakukan kajian kita
kemudian membuat suatu rekomendasi agar SKPD ini ,kemuadian segera
melakukan upaya – upaya untuk melengkapi produk hukum daerahnya
sehingga memudahkan pelaksanaan tugas di masing – masing
SKPD.termasuk bagaimana dukungan daripada pimpinan daerah untuk
mendorong bagaimana kerja SKPD untuk melengkapi kelengkapan produk
hukum daerah.Nah kami mohon membuat suatu surat edaran untuk
melengkapi perangkat hukum daerahnya,agar dalam pelaksanaan tugas
dapat berjalan dengan sebaik – baiknya.Terkait nomor e.....3&4 ini rasanya
sudah kebijakan pimpinan dalam hal ini „Baperjakat‟ kemudian analisis
jabatan ya ada yah,analisis jabatan.A.......kemudian ABK ya jadi memang
mekanismenya ada.Cuma seperti yang disamapaikan oleh pak Bambang
tadi ada kewenangan atau perintah dari kepala daerah untuk menentukan
para pendamping atau para pembantunya,mungkin itu....”
Dari beberapa pendapat key informant dalam FGD dapat diambil beberapa
kesimpulan bahwa tugas pokok dan fungsi SKPD sudah dapat dijalankan sesuai
keputusan Walikota, meskipun belum dirasakan optimal dan tingkat efektivitas
yang belum tinggi. Hambatan yang muncul terkait dengan kemampuan
melaksanakan koordinasi secara internal dan eksternal dengan SKPD lainnya.
Pengangkatan Kepala SKPD umumnya dianggap merupakan hak preogratif
Walikota. Ada memang pengangkatan Kepala SKPD yang lebih bersifat politis.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
309
Universitas Indonesia
Mereka yang dekat dengan Walikota, umumnya diangkat sebagai bagian dari rasa
terima kasih dalam mendukung Walikota dalam pemilihan kepala daerah.
6.3.4. Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro-1
Kecenderungan pengembangan struktur organisasi dan tata kerja
organisasi perangkat daerah secara konseptual selaras dengan pendekatan miskin
struktur kaya fungsi yang berarti bahwa suatu organisasi yang kecil namun
memiliki fungsi yang besar. Menurut Ancok dalam Jurnal Pamong Praja
(2008:78) “keunggulan kompetitif organisasi antara lain ditentukan oleh struktur
ramping “lean dan mean” atau dengan kata lain sering disebut miskin struktur
kaya fungsi.” Artinya organisasi yang besar dapat menciptakan ketidakefisienan
dalam berbagai hal. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa restrukturisasi
organisasi yang dilakukan merupakan salah satu bentuk harapan dan keinginan
pengefektifan fungsi pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan
fungsi organisasi pemerintahan itu sendiri. Melalui restrukturisasi diharapkan
fungsi pemerintahan akan semakin efektif dan efisien.
Sedarmayanti (2010:323) menjelaskan bahwa “penataan kelembagaan
penyelenggaraan pemerintah daerah hendaknya dilakukan dengan sungguh-
sungguh sehingga penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berjalan lebih
efektif dan efisien. Perubahan dan penataan kelembagaan terkenal dengan istilah
reinvention yaitu transformasi dasar sistem pemerintahan dan organisasi
pemerintahan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi dan kemampuan
beradaptasi dan berinovasi, sehingga tidak hanya memperbaiki efektivitas yang
ada, namun juga menciptakan kelembagaan yang mampu memperbaiki efektivitas
bila lingkungannya berubah.“
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa dalam penataan kelembagaan
khususnya organisasi perangkat daerah, struktur organisasi mempunyai peranan
yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Beberapa
pendapat dari hasil wawancara dengan para key informant memperlihatkan
kondisi yang diinginkan. Terkait dengan kemampuan adaptasi dari SKPD
diutarakan oleh Televisianingsih Dwi Kencana dari Dinas Kesehatan sebagai
berikut:
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
310
Universitas Indonesia
“Buat beradaptasi ya tentunya kita sebagai suatu perangkat SKPD ya
tentunya harus mengikuti perkembangan jaman yah, ada program-
program baru yang belum tercakup ya kita kabarkan, kita usulkan
sehingga masuk kedalam ya tadi itu kode rekening sehingga bisa kita
anggarkan, karena kalau sudah kita anggarkan programnya belum masuk
kita ngga bisa menganggarkan, jadi kita usulkan adanya program baru di
usulkan masuk kemana ini. Ya kita perlu pembahasannya tidak hanya di
Dinas Kesehatan, pembahasannya dari Bapeda, Nah terus setelah ketemu
judul program kerjanya, daftar, baru kita bikin anggaran. “
Pandangan lain dikemukakan oleh Drs. H. Nurdin dari Dinas Pendidikan
yang mengaitkan dengan perkembangan teknologi, seperti dikatakan berikut:
“Kita Dinas Pendidikan dengan kondisi seperti itu jaman ini kita juga
harus bisa betul-betul mengikuti jaman. Jadi kita juga kadang-kadang kita
memang saat emergensi bagaimana kita dapat tetapi katanya surat kita
yang penting belakangan, ya naik dulu, ada rapat melalui sms, sekarang
ini jaman IT, kita pergunakan.”
Pendapat yang sedikit berbeda disampaikan oleh Afanudin dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang lebih melihat pada kemampuan adaptasi SKPD
dari faktor pimpinan, sebagaimana dikatakan berikut:
“Saya pikir kalau untuk adaptasi mereka juga sangat luwes ya. Ada dinas
yang memang tidak luwes juga ada dan itu, ya memang backgroundnya
tidak sesuai dengan penempatan sehingga hanya kabidnya yang jalan.
Dan biasanya kalau yang dipaksakan itu tidak lama karena teman-
temannya juga sangat kritis, kala bisa penyesuaian, kita sama-sama saya
pikir ga masalah, tidak bertahan lama, teman-teman pun lebh kritis dalam
menyikapi program-program SKPD.”
Pendapat yang lain dikemukakan oleh Kepala Sekretariat DPRD Kota
Tangerang, dikaitkan dengan pola kepemimpinan dari kepala SKPD, sebagai-
mana disampaikan berikut:
“Pimpinan itukan kita harus demokratis, artinya tidak ada lagi kita
sebagai pimpinan, sebagai kepala yang egosentris, merasa ingin
dihormati, ingin di.. (berfikir) ingin di lebih-lebihkan.”
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
311
Universitas Indonesia
Dari beberapa pendapat key informant berkaitan dengan arah
pengembangan organisasi perangkat daerah pada level mikro-1, umumnya mereka
berkeinginan SKPD harus mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan dan
perubahan zaman. Perkembangan teknologi informasi sangat diharapkan dapat
diterapkan oleh SKPD. Kecepatan teknologi informasi dalam menunjang proses
kinerja merupakan salah satu yang diharapkan oleh para SKPD. Di samping
kehadiran pimpinan yang demokratis merupakan harapan yang sangat diinginkan.
Perbandingan antara model konseptual dan real world (dunia nyata) pada level
mikro-1 dapat dilihat dalam tabel 6.8 berikut:
Tabel 6.8 Optimalisasi Efektivitas Peranan dan Tupoksi OPD
(problem solving 1)
No Aktifitas Model
Konseptual
Real World
Keterangan Deskripsi
Aktifitas
Keluaran (Output)
Aktifitas Idea atau
Nilai 01. Mengubah tugas
pokok dan fungsi
SKPD agar
optimalisasi
kinerja melalui
perubahan
Peraturan
Walikota
*Memetakan
tugas pokok dan
fungsi yang
berlaku sesuai
dengan
pengaturan
desentralisasi
*Merumuskan
rancangan tupoksi
berdasarkan
pengaturan
desentralisasi
*Membahas ran –
cangan Tupoksi
OPD sesuai
dengan Perda
*Membahas ran–
Menelaah:
*Peraturan
Walikota
Tangerang
Nomor 23 Tahun
2008 Tentang
Organusasi dan
Tata Kerja Dinas
Pendidikan
*Peraturan
Walikota
Tangerang
Nomor 24 Tahun
2008 Tentang
Organusasi dan
Tata Kerja Dinas
-Dalam Perwal ini
diatur susunan dan
jumlah unit kerja dan
UPTD di Dinas
Pendidikan (Psl 2 ayat
1)
-Kepala Dinas mem –
Punyai tugas pokok
memimpin, mengatur,
mengendalikan, dan
mengoordinasikan
seluruh kegiatan
penyelenggaraan tugas
dan fungsi Dinas
dalam
penyelenggaraan
urusan daerah yg
berkenaan dengan
pendidikan (Psl 3
ayat1)
-Dalam Perwal ini
diatur susunan dan
jumlah unit kerja dan
UPTD di Dinas
Kesehatan (Psl 2 ayat
1)
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
312
Universitas Indonesia
cangan Perda ttg
OPD
*menerapkan
Perda dalam
mengembangkan
OPD
Kesehatan
*Peraturan
Walikota
Tangerang
Nomor 45 Tahun
2008 Tentang
Organusasi dan
Tata Kerja
Kantor Arsip
Daerah
-Kepala Dinas mem –
punyai tugas pokok
memimpin, mengatur,
mengendalikan, dan
mengoordinasikan
seluruh kegiatan
penyelenggaraan tugas
dan fungsi Dinas
dalam
penyelenggaraan
urusan daerah yg
berkenaan dengan
kesehatan (Psl 3
ayat1)
--Dalam Perwal ini
diatur susunan dan
jumlah unit kerja
Kantor Arsip Daerah
(Psl 2 ayat 1)
-Kepala Dinas mem –
punyai tugas pokok
memimpin, mengatur,
mengendalikan, dan
mengoordinasikan
penyelenggaraan tugas
dan fungsi Kantor
sesuai dengan visi dan
misi Walikota di
bidang arsip daerah
sebagaimana
terjabarkan dalam
rencana pembangunan
jangka menengah
daerah
Usulan Konsep
Peneliti
-Perlunya Perwal yang
bermuatan pengaturan
tentang:
*Visi dan Misi OPD
*Penyusunan standar
indicktor kinerja
utama yg sesuai
dengan Tupoksi OPD
Visi & misi
menjadi arah
program &
kegiatan OPD
IKU menjadi
kriteria antara
rencana dan
realisasi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
313
Universitas Indonesia
*Pedoman
pemantauan,
penilaian, dan evaluasi
kinerja OPD
Pedoman ini
dojadikan
sebagai aturan
untuk menjaga
kinerja agar
tetap sesuai
dengan visi
dan misi OPD
5.3.5. Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro-2
Secara konseptual peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat
daerah dapat dilakukan apabila komponen-komponen struktur organisasi yang
mendukung disusun dengan baik antara pembagian kerja atau spesialisasi disusun
sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas wewenang tugas dan
tanggung jawabnya, tidak tumpang tindih, sebaran dan tingkatan dalam organisasi
memungkinkan dilakukannya pengawasan yang efektif. Dengan demikian akan
memberikan pengaruh positif terhadap pencapaian kualitas pelayanan. Akan tetapi
apabila struktur organisasi tidak disusun dengan baik maka akan dapat
menghambat kualitas pelayanan publik yang baik. Sementara itu ketidakjelasan
visi dan misi akan memberi peluang intervensi kepentingan lain di luar organisasi,
serta mengancam netralitas dan menghambat tercapainya birokrasi egalitarian
yang memihak kepentingan rakyat.
Gerloff dalam Andin320
menyarankan konsep penyusunan struktur yang
konsisten (structural consistency) sebagai prinsip atau pemandu desain organisasi
agar tidak terjadi gejala disfungsional, mengingat bahwa jati diri/esensi birokrasi
mempunyai tujuan yag berwawasan publik. Hal ini berarti dalam proses
restrukturisasi SKPD yang dilakukan oleh pemerintah daerah, penyusunan
struktur yang konsisten sangat dibutuhkan agar semua organisasi yang terbentuk
dapat berfungsi dengan baik dan sempurna. Menurut Weber321
, organisasi
birokrasi yang baik dapat digunakan sebagai pendekatan efektif untuk mengontrol
pekerjaan manusia, sehingga sampai pada sasarannya. Organisasi yang baik
mempunyai struktur yang jelas, tentang kekuasaan dan orang yang mempunyai
320
Ibid, hal. 8 321
Ibid, hal. 9
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
314
Universitas Indonesia
kekuasaan mempunyai pengaruh, sehingga dapat memberikan perintah untuk
mendistribusikan tugas kepada orang lain.
Pandangan tentang peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat
daerah disampaikan oleh beberapa key informant. Pertama disampaikan Gatot
Purwanto sebagai Ketua Komisi I DPRD Kota Tangerang, meskipun pada
awalnya yang bersangkutan seperti tidak paham. Dikatakan oleh beliau:
“Kalau saya sebagai anggota dewan tidak tahu persis di dalamnya,
penetapan itu berdasarkan ada sifatnya sudah normative, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Misalnya menjadi hak preogratif
RAPERDA (nyambung atau enggak, gak tahu lah)…. Sesuai dengan
jawaban yang sudah saya berikan, kalau ditanyakan tentang RAPERDA
dilahirkan dari SKPD yang berhubungan dengan RAPERDA, misalnya eee,
PERDA tentang Rumah Sakit, nah itu, waktu itu, pak dokter ya? Seperti itu,
nanti di bawa ke BALEGDA (Badan Legislatif Daerah), itu disampaikan ke
anggota dewan, di sana ada pak Budi (pakar Hukum), ada ibu eeee, “the
best man on the best place”, ….. hahahahahaha…. (peserta FGD tertawa),
dari BAPPEDA, dan lain sebagainya, kalau RAPERDA Seperti itu. Tetapi
kalau mengenai pembentukan struktur organisasi, kita ketemu dengan
anggota SKPD, waktu yang kami lakukan melalui pertemuan formal
maupun informal, selama kepemimpinan Pak Wahidin Halim, akibat
modelnya gak perlu saya ceritakanlah, atau boleh saya ceritakan?
“Bollleeehh paaak” (peserta FGD serempak menjawab). Jadi cara pak
Wahidin itu menilai, bagaimana ini?, bagaimana ini?, bagaimana ini?...
(sambil memperagakan bertanya dengan kawan-kawan di sekitarnya),
seperti itu untuk menilai.”
Pendapat dari Ketua Komisi 1 DPRD ini menyiratkan bahwa dalam
penyusunan rancangan peraturan daerah, DPRD membahas secara bersama-sama
dengan SKPD terkait. Hasil pembahasan formal selanjutnya dibawa ke Badan
Legislatif Daerah. Untuk pembentukan SKPD ini kemudian dibahas dan
dibicarakan lagi dengan Walikota beserta anggota DPRD seperti yang dikatakan
sebagai berikut:
“Misalnya dia membentuk struktur seperti ini, (sembari memperagakan
dengan tangan sebuah struktur organisasi), bagaimana pendapat Anda?
Bagaimana pendapat Anda? Karena saya juga pernah ikut terlibat, saya
ditanyakan seperti ini, perndapat saya bagaimana…, pendapat saya
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
315
Universitas Indonesia
bagaimana, memang ada taktik yang berbeda dilakukan untuk memintakan
pendapat heeemmm, seperti itu. Emmmm… kalau ada yang tidak
menyampaiakn pendapat, ditanya, “apa dan kenapa kok gak ngomong”,
kalau diem saja, apa pendapatnya?.Seperti tadi yang telah disampaikan
oleh pak Budi, eee…, dalam pertemuan sebulan sekali, tiga bulan sekali,
kalau proses pemantauan, … kota Tangerang, eee ada yang namayan
evaluasi, evaluasi perschedule dari masing-masing komisi bertemu dengan
mitra kerja, SKPD, Dinas-dinas terkait, di samping tidak menutup
kemungkinan, yang saya menyebutnya, Spot-spot waktu tertentu, kadang-
kadang kita mendapat masukkan dari LSM, Media, SKPD lain, kami
melakukan pemantauan langsung, kadang-kadang kita ke Dinas yang
bersangkutan, tetapi kalau ke kantornya langsung jarang, kalau saya
hampir enggak pernah kan? Kadang-kadang kalau kita terjun langsung ke
lapangan, ditanyain “wahh mau ngapain nih?” misalkan ke pak Dokter,
“pak Gatot mau nagih apa mau ngapain nih?”
Pendapat yang lebih merupakan penguatan apa yang telah disampaikan key
informant sebelumnya diberikan oleh dr. Ahmad Yunus G Wibisono dari Dinas
Kesehatan sebagai berikut:
“Dari awal sudah jelas mana bagiannya Dinas Kesehatan berkerja,
menyusun ininya eee, struktur, fungsi, tugas dan lain sebagainya itu kita
susun dulu, kemudian kita sampaikan ke dalam eee, galeri politik, eeeee..
ORTALA kemudian dibicarakan dengan seluruh SKPD. Sehingga muncul
RAPERDA seperti tadi yang diucapkan oleh bapak H Gatot, mulai dari apa
tadi, eee.. PROLEGDA dan seterusnya, sampai hearing-hearing sampai
muncul keputusan Raperda menjadi Perda.Kemudian ee proses pemantauan
pimpinan daerah tadi udah, sama ya, proses pemantauan pimpinan itu ada
rapat evaluasi, langsung, surat kaleng, surat elektronik (e-mail : Red) eee,
website dan lain sebagainya itu suatu bukti fungsi pemnatauan, fungsi
monitoring dan evaluasi dari pimpinan Daerah dan anggota DPRD persis
seperti yang diutarakan oleh bapak H Gatot, memang seperti itu eee.. kita
ada Triwulanannya, masing-masing komisi yang membawahi, kemudian
eee, juga ada hearing-hearing, itu juga puinya ekses juga, kebetulan juga
ada PERDA, sekalian juga sambil meningkatkan, ada ekstra waktu, jika
PERDA nya beres, kita bicarakan juga tentang SKPD, sambil menyelam
minum air- lah.”
Pendapat dari pejabat Dinas Kesehatan, dr. Yunus G Wibisono, memberikan
penambahan mengenai proses perumusan Raperda. Dikatakan olehnya bahwa
Raperda harus masuk ke dalam program legislasi daerah (Prolegda), untuk
kemudian dibahas secara periodik dalam rapat dengan pendapat. Pimpinan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
316
Universitas Indonesia
Daerah, dalam hal ini Walikota, dalam proses pembahasannya juga melakukan
pemantauan dan evaluasi. Ada yang menarik dari apa yang disampaikan oleh
pejabat Dinas Kesehatan ini, di mana dikatakan bahwa kalau terkait dengan
substansi fungsi SKPD, pimpinan meminta pendapat dan masukan dari staf atau
bawahan termasuk pula dari tim khusus atau staf ahli, sebagaimana disampaikan
beliau berikut:
“Kemudian… bagaimana prosedur secara… dst (pertanyaan kuesioner)..
jadi gini, kalau di SKPD, kalau kita mau mengambil keputusan itu tentang
apa dulu? Kalau sifatnya sangat teknis, harus jujur diakui bahwa, yang
paling tahu adalah level di bawah, jadi pasti akan dimintakan pendapat
untuk yang sifatnya teknis, kaya saya, ketika dimintakan bicara tentang gizi
buruk, mungkin lebih tahu di seksi gizi masyarakat dari pada saya. Saya
lebih umum, jadi pada saat mengambil keputusan, baik kita rapatkan, eee
dan terutama kita akan mendengarkan, dari eee… tim apa, yang ahlinyalah
kasarnya, walaupun dia hanya staff, atau pejabat esselon 4,
pertimbangannya kalau kepala Dinas kami kan, itu biasanya akan minta
pendapat lagi dari sekretaris dan , bidang-bidang, terutama menyangkut
bidang yang membawahi,”nah ini apa ini? Mau diambil keputusannya”.
Pendapat yang disampaikan oleh Budi Arief, pejabat dari Biro Hukum sebagai
berikut:
“Mungkin sebetulnya berbicara tentang ini, tadi sudah disampaikan oleh
Pak Gatot maupun dr. Wibi, sebelum Undang-undang nomor 10 tahun
2004, tentang pembentukan peraturan perundang-undangan kemudian
diubah nomor 12 tahun 2011. Memang setiap program itu disusun oleh
bagian hukum, tapi kemudian e...dengan adanya ketentuan yang baru ini,
penyusunan draft awal pembuatan sebuah produk hukum daerah diusulkan
oleh masing-masing SKPD pemerakarsa disebutnya. Karena mereka inilah
yang lebih tahu secara teknis tentang apa kebutuhan dari masing-masing
SKPD nya. Nah, itu yang pertama kemudian baru draft penyusunan ini
kemudian diusulkan ya kepada staff di daerah melalui bagian hukum, untuk
dilakukan pembahasan dan apabila disetujui oleh pimpinan atau kepala
daerah, maka ditentukan dalam Raperda atau program, nah ini
mekanismenya seperti itu, sampai dengan dilakukan pembahasan dengan
dewan, kemudian ditetapkan secara bersama-sama antara legislatif dengan
kepala daerah.”
Dari pendapat Pejabat Biro Hukum ini dapat dipahami bahwa sebagai
sebuah produk hukum, Peraturan Daerah terkait dengan pembentukan organisasi
perangkat daerah secara normatif berawal dari inisiatif SKPD sebagai pemrakarsa.
Hal ini disebabkan secara teknis SKPD lebih memahami apa yang menjadi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
317
Universitas Indonesia
kebutuhan dari masing-masing SKPD. Draft yang disusun disampaikan ke Bagian
Hukum untuk dibahas dan ditelaah bersama SKPD pengusul. Setelah itu
disampaikan ke DPRD untuk masuk ke dalam Program Legislasi Daerah.
Penetapan dilakukan secara bersama-sama antara DPRD dan Walikota. Berkenaan
dengan pelaksanaan lanjut dari proses perumusan Peraturan Daerah dimaksud,
dikatakan oleh beliau sebagai berikut:
“Dan pertanyaan kedua, bagaimana Kepala Daerah menentukan proses
yang dijalankan. Jadi e . . . Kepala Daerah, dalam hal ini melakukan proses
pemantauan. Namun yang terpenting Pak Gatot dari Komisi 1 dan
perangkat yang lain melakukan hearing secara berkala dan pemantauan
dilapangan terkait masing-masing SKPD dalam rangka pelayanan publik.
Kemudian bagaimana pengambilan keputusan menggunakan prosedur?
Sebetulnya apa yang disampaikan Dokter Wibi itu adalah demikian, artinya
pengambilan kebijakan e . . . memang Pimpinan akan bertanya kepada
orang yang ahli di bidangnnya, artinya . . . apa . . . artinya bidang yang
semata-mata, perangkat yang sifatnya tekhnik sifatnya yang membutuhkan
pimpinan tidak begitu saja mengambil kebijakan, tetapi paling tidak kepada
wahana yang khususnya e . . . bagian hukum yang merupakan bagian dari
SKPD daerah dimana tetap dengan kebijakan-kebijakan kepala daerah,
Walikota, apabila Walikota membutuhkan pendapat hukum maka beliau
akan memposisikan telaah bagian atau akan dibahas. Nah ini adalah tugas
daripada . . . khususnya hukum, Pemerintah yang membawa, kemudian
turun di bagian ini, kita lakukan kajian, kemudian kita buat pembahasan,
kemudian kita lakukan koordinasi, kita buat pengkajian, pengkajian
terhadap Walikota terkait dengan apa yang beliau tanyakan, setelah itu
kebijakan ada.”
Pendapat yang lebih panjang disampaikan oleh Hastuti Handayani dari
Bappeda terkait dengan bagaimana suatu program SKPD disusun yang
inisiatifnya berasal dari SKPD, sebagaimana disampaikan berikut:
“Cuma saya akan berbicara implementasi tentang struktur organisasi dasar
hukum kalau kami BAPEDA menjalankan program dari BAPEDA karena
tadi temen-temen sudah menjalankan program dari Raperda menjadi
Perda. Itu pasti tetep ada multi konflik ya…ya pak Budi ya. Nah, kami
bicara implementasi itu, kalau di program BAPEDA, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah, hal kami menulis dokumen-dokumen perencanaan
itu kami sangat-sangat melibatkan peran serta masyarakat. Contoh dalam
perencanaan Musrembang? ( Musyawarah Rencana Pembangunan ) nah
kami selalu meminta diawali dari rembug warga, nah rembug warga
sampai tingkat Musrembang Kelurahan, kemudian Musrembang kelurahan
nanti sampai ke tingkat yang lebih tinggi, Musrembang tingkat Kecamatan e
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
318
Universitas Indonesia
. . . sampai ke Musrenbang bapak yang ada.Nah itu masyarakat sangat kita
libatkan dan dalam hal ini juga anggota DPRD.....”
Proses evaluasi terhadap progres program dan kegiatan yang telah disusun
dilakukan secara periodik, di mana Walikota memberikan pengarahan kepada
seluruh Kepala SKPD. Pengarahan Walikota kemudian ditindaklanjuti oleh
seluruh Kepala SKPD kepada seluruh staf dan anak buah. Penjelasan hal tersebut
disampaikan oleh beliau sebagai berikut:
“Tapi biasanya setelah kepala SKPD Kopi Morning dengan Pak Walikota
itu pasti ditindaklanjuti, Kepala SKPD akan mengumpulkan kembali e . . .
baik Kepala Bidangnya, sekretaris, Ka.Subdik, ataupun Ka.Subag itu
dikumpulkan kembali untuk menyampaikan arahan-arahan tekhnik dari
Walikota dan akan ditindak lanjuti terhadap e . . . pelaksana tugas. Selain
itu juga ada evaluasi kegiatan, evaluasi kegiatan ini biasanya setiap bulan
dilaksanakan e . . . ditingkat Kota dan ini sangat komprehensif pak. Disitu
biasanya ada eksekutif bidang (sambil tertawa) forum ini sangat-sangat . . .
karena ini dipimpin langsung oleh Pak walikota . . . disini oleh kepala
SKPD menjelaskan Progres, program, atau kegiatan untuk yang sudah
dilaksanakan sejauh mana e . . . apa kendalanya, permasalahannya dan
diusahakan disitu juga sudah dapat solusinya jadi ketika kembali ke SKPD
tidak ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan.”
Pembahasan evaluasi program juga dilaksanakan secara internal oleh
masing-masing SKPD yang membahas mengenai capaian kinerja kegiatan dan
kinerja individu. Menurut Pejabat Bappeda ini, sangat penting membangun
kerjasama para pegawai dengan latar belakang dan karakteristik yang berbeda-
beda, sebagaimana disampaikan berikut:
“Nah biasanya kami, SKPD-SKPD sebelum adanya evaluasi ditingkat Kota,
nah kami secara internal di SKPD itu juga mengadakan rapat evaluasi
persiapan, pra-pra evaluasi ditingkat Kota, seperti itu . . . Jadi e . . . proses
capaian kinerja kegiatan, kinerja individu itu sudah dapat terekam dan itu
menjadi bahan e . . . ketika pimpinan e . . . mengikuti rapat evaluasi
ditingkat Kota, itu untuk pertanyaan nomer dua, dan untuk pertanyaan
nomer tiga adalah bagaimana pengambilan keputusan . . . Ada budaya
organisasi di kawan kami, di Bapeda memang secara struktural tidak
terlalu banyak, kami hanya 55 orang tapi memang berbagai karakteristik
dan latar belakang pendidikan yang berbeda sehingga kami warna-warni.
Tapi kami berorganisasi bahwa bekerjasama itu sangat dibutuhkan dan
dikedepankan jadi, tidak ada aku, saya, tapi adanya kita dalam berbagai
hal ada juga e . . . dalam hal breafing internal biasanya e . . . pimpinan itu
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
319
Universitas Indonesia
mendengarkan pendapat dari para bawahan atau masukan apapun jadi kita
tidak melihat dari strukturalnya tapi masukan apa yang akan disampaikan.
Ada juga tradisi kami di Bappeda, kayaknya dari tadi menyebutkan kata-
kata istilah ha….ha….ha… karena Bappeda itu SKPD adalah badan format
daerah, sebuah perencanaan dikumpulkan oleh SKPD, Bapeda pasti akan
diberikan format yang akan diisi. Intinya sih sebenarnya itu
e…..menunjukan rencana SKPD nya ataupun capai-capaian ditingkat
SKPD nya.”
Ada yang sangat menarik disampaikan oleh Pejabat dari Bappeda ini
mengenai budaya organisasi. Secara periodik pada hari jumat dilaksanakan
pertemuan informal yang mereka sebut sebagai, Jumat Pagi Informasi Unggulan.
Disingkat dengan akronim Jumpa Inul. Budaya organisasi ini menjadi varian yang
tumbuh dalam SKPD di kota Tangerang. Pendapatnya dapat dipahami sebagai
berikut:
“Ada satu budaya organisasi di kami, yang ada pada kami yaitu
mengistilahkannya JUMPAINUL “Jumat Pagi Informasi Unggulan” jadi
setiap hari jumat kami biasanya memanfaatkan, ketika selesai olahraga 1
atau 2 jam sebelum masuk sholat jumat, biasanya kami dan teman-teman
yang mengikuti Diklat keluar daerah ataupun di tingkat pusat seperti
Bappenas akan sharing informasi disitu. Dia akan transfer ke teman-teman
yang tidak ikut Diklat, sehingga kami semua menjadi tau. Apa sih informasi
yang dia dapatkan, tidak hanya e….informasi ketika Diklat. Termasuk
teman-teman yang mungkin kunjungan ke Kabupaten, atau kota e….
mungkin waktu kunjungan kerja atau studi kooperatif e….nah dia akan
menyampaikan e….apa mengambil prinsip ambil yang baik buang yang
buruk, kita coba sesuatu yang baru seperti itu yang diajarkan. Nah, Bapeda
selalu mencoba seperti itu, ketika ada sesuatu yang baik kita coba e….
kreatifitaskan lagi sehingga e….. muncul ide-ide dari teman-teman kita,
dari itu menjadi sebuah pemikiran, dari e….kepala pimpinan dan terusteran
kepala pimpinan kami Pak Sofyan, dan kebetulan sebelumnya, sebelum
menjadi kepala Bapenas hádala menjadi kepala bagian organisasi dan
beliau memang e…. manajemen apa..manajemen SDM memang Sangat
konsen terhadap peningkatan SDM. Mengembangkan diri, ini suatu
keuntungan bagi kami sebagai kepala Bapeda, sehingga tidak ada kendala.
Ketika e…peningkatan SDM, pemanfaatan-pemanfaatan biaya visual
ataupun e…banyak sekali keuntungan-keuntungan yang kita ambil.
Mungkin demikian e… untuk gambaran singkat organisasi kami mudah-
mudahan cukup untuk e….informasi pada hari ini, terimakasih….”
Dari pendapat beberapa key informant sebagaimana telah diuraikan di atas
dapat diringkas ke dalam beberapa simpulan. Pertama, dalam proses
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
320
Universitas Indonesia
pembentukan struktur organisasi perangkat daerah dalam format Peraturan Daerah
terlibat beberapa pihak yaitu: SKPD pemrakarsa, Biro Hukum, Bappeda, DPRD
dan masyarakat. Kedua, pemantauan dilakukan oleh Walikota secara periodik
dengan mengundang para Kepala SKPD untuk memberikan paparan terhadap
progres dari program dan kegiatan masing-masing SKPD. Pada momen tertentu
DPRD seringkali juga diundang untuk bersama-sama melakukan evaluasi. Ketiga,
dalam pengambilan keputusan memang berada sepenuhnya di tangan Walikota,
meskipun masukan dan pendapat dapat berasal dari para staf SKPD yang secara
teknis-subtansial lebih paham.
Pada sisi yang lain, secara informal Peneliti melakukan pembicaraan
dengan Kepala Bappeda Kota Tangerang dan dapat diperoleh informasi bahwa
ada keinginan yang besar untuk melakukan penataan ulang organisasi perangkat
daerah. Menurut Kepala Bappeda bahwa organisasi perangkat daerah sebaiknya
mengubah beberapa aspek organisasional untuk dapat meningkatkan kinerjanya.
Aspek yang dimaksud adalah kelembagaan OPD yang tidak memiliki hirarki yang
tinggi, harus sudah bersifat steering daripada rowing. Tidak bersifat organisasi
yang gemuk, dan didukung oleh sumber daya aparatur yang kompeten. Kemudian
memiliki kejelasan kewenangan tugas yang jelas, tidak tumpang tindih. Terakhir,
adalah adanya visi dan misi yang jelas dan memahami fungsi koordinasi,
integrasi, simplikasi dan sinkronisasi dalam penyelenggaran pemerintahan
terutama dalam memberikan pelayanan publik.
Secara konseptual menurut Prahalad dan Hamel sebagai dikutip
Priyatno322
bahwa Organisasi harus mempunyai kompetensi yang perlu
(necessary competencies) dan kompetensi yang membedakan (differentiating
competencies). Kompetensi-kompetensi yang perlu adalah semua kompetensi
yang menciptakan nilai, sedangkan kompetensi yang membedakan adalah
kompetensi-kompetensi x yang memberi organisasi tertentu atau kelompok
organisasi suatu posisi kompetitif (misalnya penguasaan pasar, reputasi ilmiah).
Hamel dan Prahalad323
menambahkan bahwa organisasi perlu memperhatikan
keberhasilannya di masa depan sebagai persiapan untuk pengembangandan kerja
sama kompetensi untuk meraih keunggulan produk dan jasa yang baru. Dengan
322
Priyatno, hal.234 323
Ibid, hal
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
321
Universitas Indonesia
begitu, strategi daya saing pasar masa depan mengharuskan para manajer puncak
suatu organisasi untuk menyesuaikan kompetensi inti organisasi dan strategi serta
kerja sama pengelolaan sumber daya untuk keberhasilannya. Perbandingan antara
model konseptual dan real world (dunia nyata) pada level mikro-2 dapat dilihat
dalam tabel 6.9 berikut:
Tabel 6.9 Peningkatan Efektivitas Kinerja Kelembagaan OPD (problem
solving 2)
No Aktifitas Model
Konseptual
Real World
Keterangan Deskripsi
Aktifitas
Keluaran (Output)
Aktifitas Idea atau
Nilai
01. Peningkatan
Efektivitas
Kinerja OPD
*Menyusun
kebijakan (Perda)
Sesuai dengan
peraturan per-
UU-an yg berlaku
*Melaksanakan
kebijakan secara
konsisten
berdasarkan
peraturan yang
berlaku
*Memberdayakan
SDM yg
berkualitas
*Melaksanakan
program sesuai
SOP
*Menggunakan
anggaran secara
efisien
*Melakukan
monitoring dan
evaluasi
*Melakukan
monitoring dan
evaluasi eksternal
oleh DPRD dan
Menelaah:
*Peraturan
Walikota
Tangerang
Nomor 23
Tahun 2008
Tentang
Organusasi dan
Tata Kerja Dinas
Pendidikan
*Peraturan
Walikota
Tangerang
Nomor 24
Tahun 2008
Tentang
Organusasi dan
Tata Kerja Dinas
Kesehatan
-Dalam Perwal ini
diatur susunan dan
jumlah unit kerja dan
UPTD di Dinas
Pendidikan (Psl 2 ayat
1)
-Kepala Dinas mem –
punyai tugas pokok
memimpin, mengatur,
mengendalikan, dan
mengoordinasikan
seluruh kegiatan
penyelenggaraan
tugas dan fungsi
Dinas dalam
penyelenggaraan
urusan daerah yg
berkenaan dengan
pendidikan (Psl 3
ayat1)
-Dalam Perwal ini
diatur susunan dan
jumlah unit kerja dan
UPTD di Dinas
Kesehatan (Psl 2 ayat
1)
-Kepala Dinas mem–
punyai tugas pokok
memimpin, mengatur,
mengendalikan, dan
mengoordinasikan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
322
Universitas Indonesia
masyarakat
*Mengolah
masukan internal
dan eksternal utk
peningkatan
kinerja OPD
*Peraturan
Walikota
Tangerang
Nomor 45
Tahun 2008
Tentang
Organusasi dan
Tata Kerja
Kantor Arsip
Daerah
seluruh kegiatan
penyelenggaraan
tugas dan fungsi
Dinas dalam
penyelenggaraan
urusan daerah yg
berkenaan dengan
kesehatan (Psl 3
ayat1)
--Dalam Perwal ini
diatur susunan dan
jumlah unit kerja
Kantor Arsip Daerah
(Psl 2 ayat 1)
-Kepala Kantor mem-
punyai tugas pokok
memimpin, mengatur,
mengendalikan, dan
mengoordinasikan
penyelenggaraan
tugas dan fungsi
Kantor sesuai dengan
visi dan misi Walikota
di bidang arsip daerah
sebagaimana
terjabarkan dalam
rencana pembangunan
jangka menengah
daerah
Usulan Konsep
Peneliti -Perlunya Perwal yang
bermuatan pengaturan
tentang:
-komponen struktur
organisasi disusun
dengan baik:
pembagian kerja/
spesialisasi sesuai dgn
kebutuhan, saling
menunjang, jelas
wewenang tugas dan
tanggung jawabnya,
tidak tumpang tindih
-Struktur
organisasi yang
konsisten
merupakan
prinsip desain
organisasi agar
tidak terjadi
disfungsional
-Struktur yg
konsisten sangat
dibutuhkan agar
organisasi yg
terbentuk
berfungsi
dengan baik dan
sempurna
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
323
Universitas Indonesia
-sebaran dan tingkatan
dalam organisasi
memungkinkan
pengawasan efektif
dilakukan
-pengaturan
partisipasi staf dlm
pengambilan
keputusan
-Perlunya pengaturan
pimpinan OPD dalam
bentuk:
- pedoman, juknis,
SOP, prosedur dan
mekanisme kerja
-menurut Weber
org bi –
rokrasi yg baik
dpt digunakan
sbg pendekatan
efektif utk
mengontrol
pekerjaan
manusia smp
pada sasaran
-organisasi yg
baik mempunyai
struktur yg jelas,
kekuasaan dan
orang yg
mempunyai
pengaruh dan
kekuasaan
sehingga dpt
mendistribusikan
tugas pada orang
lain
6.4 Hasil Analisis
Secara teoritis terdapat elemen-elemen dasar yang bersifat generik dalam
institusi pemerintahan daerah dalam menerapkan kebijakan desentralisasi. Dua di
antara tujuh elemen dasar adalah urusan pemerintahan dan kelembagaan.324
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mencoba memperjelas pembagian urusan
pemerintahan dan tetap dalam koridor otonomi luas (general competence) yang
ada di tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 38 Tahun 2007 sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 mencoba melakukan pembagian urusan pemerintahan antara
Pemerintah Pusat, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah
kabupaten/kota. Ada 31 urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah dalam
konsep otonomi daerah yang seluas-luasnya sebagaimana diamanatkan dalam
Pasal 18 ayat (5) UUD 1945.
324
Elemen lainnya adalah masalah personil, keuangan daerah, perwakilan daerah,
pelayanan publik dan pengawasan. Lih. Kementerian Dalam Negeri, Naskah Akademik tahun
2011
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
324
Universitas Indonesia
6.4.1 Dasar Regulasi
Ada tiga kriteria yang dipakai sebagai pedoman dalam pembagian urusan
pemerintahan tersebut. Kriteria tersebut adalah kriteria eksternalitas, akuntabilitas
dan efisiensi. Untuk kelembagaan, diatur dalam PP No.41 Tahun 2007 Tentang
Organisasi Perangkat Daerah. Urusan-urusan yang ada dalam PP No.38 Tahun
2007, seringkali dimaknai dalam format nomenklatur kelembagaan berdasarkan
kesamaan rumpun urusan-urusan. Kewenangan daerah tidak mungkin dapat
dilaksanakan kalau tidak diakomodasikan dalam kelembagaan daerah. Untuk
konteks Indonesia, ada dua kelembagaan penting yang membentuk pemerintahan
daerah yaitu: kelembagaan untuk pejabat politik yaitu kelembagaan kepala daerah
dan DPRD; dan kelembagaan untuk pejabat karir yang terdiri dari organisasi
perangkat daerah (dinas, badan, kantor, sekretariat, kecamatan, kelurahan dll).
Hasil dari analisis, konseptualisasi model dan rekonstruksi –penataan
ulang- pembentukan organisasi perangkat daerah difokuskan pada tiga regulasi.
Konsep ini diadopsi dari hirarkhi regulasi Broomley yang diuraikan ke dalam
regulasi nasional, peraturan daerah dan peraturan walikota. Pembentukan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di kota Tangerang berdasarkan hasil penelitian
sesuai UU No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menunjukkan bahwa
ada kecenderungan membengkaknya kelembagaan daerah untuk mengimbangi
tekanan birokrasi, terutama dari kepala daerah terpilih, akibatnya terjadi
penempatan kepala SKPD yang bersifat politis, di samping terjadi penambahan
pegawai. Otonomi luas telah memberikan peluang pemerintah daerah untuk
membengkakkan struktur organisasi pemerintahan daerah sehingga besarnya
struktur organisasi membutuhkan adanya penambahan pegawai. Kondisi ini
kemudian menyebabkan membengkaknya biaya rutin (biaya tidak langsung) dan
secara relatif mengurangi biaya langsung dalam rangka membiayai pelayanan
publik.
Beberapa permasalahan, khusus berkaitan dengan SKPD, yang terjadi
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai UU No.32 tahun 2004
meyebabkan pemerintahan daerah berjalan kurang efektif. Oleh karena itu
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
325
Universitas Indonesia
diperlukan kebijakan yang bersifat affirmative untuk meningkatkan efektivitas
pemerintahan daerah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan
desentralisasi memperbaiki kesejahteraan rakyat di daerah sangat tergantung pada
kesesuaian bentuk, cakupan dan besaran kewenangan yang dialihkan ke daerah,
dan cara pelaksanaan desentralisasi dengan kapasitas pemerintahan daerah,
dukungan kementerian dan lembaga sektoral dan kekuatan masyarakat sipil di
daerah.
6.4.1.1 Undang - Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai Regulasi
Nasional
Regulasi nasional, dalam bentuk UU No.32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahah daerah dan peraturan pelaksananya, PP No.38 dan PP No.41 Tahun
2007, sebenarnya sudah merupakan revisi dari UU Pemerintahan Daerah
sebelumnya yaitu UU No.22 tahun 1999, akan tetapi UU No.32 tahun 2004 ini
masih memunculkan beberapa masalah. Dalam pelaksanaannya, masalah yang
muncul adalah berkaitan dengan pengaturan urusan wajib dan urusan pilihan yang
ditentukan secara simetris kepada daerah yang berbeda karakteristik dan
lingkungannya. Urusan wajib seharusnya dibatasi pada urusan pemenuhan
kebutuhan dasar dan strategis yang umumnya dihadapi oleh daerah, sedangkan
urusan pilihan sebaiknya diperluas agar dapat memberi ruang yang lebih luas
kepada daerah untuk mengembangkan pemerintahan sesuai dengan tantangan dan
kebutuhan daerah. Ketidakjelasan pembagian urusan antar susunan pemerintahan
seringkali menjadi sumber konflik antara daerah dengan kementerian dan lembaga
di pusat sehingga menimbulkan kekaburan dari konsep desentralisasi itu sendiri.
Undang-Undang No.32 tahun 2004 dijabarkan dalam PP No.38 Tahun
2007 yang mengatur urusan pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota untuk
semua urusan konkuren. Peraturan pemerintah ini menjelaskan bahwa provinsi
menyelenggarakan urusan skala provinsi, sedangkan kabupaten/ kota
menyelenggarakan urusan skala kabupaten/kota. Namun meskipun demikian,
mana urusan yang skala provinsi dan mana urusan skala kabupaten/kota untuk
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
326
Universitas Indonesia
setiap sector belum dapat dirumuskan dengan jelas. Implikasinya, banyak pelaku
dan stakeholders yang memberikan interpretasi yang berbeda-beda tentang mana
urusan pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota. Terkait dengan pembentukan
OPD, urusan yang memberi ruang interpretasi berbeda ini diperjelas oleh PP
No.41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Namun, dalam
implementasinya urusan-urusan ini ditafsirkan berbeda dalam pembentukan
nomenklatur OPD.
Dalam perspektif kebijakan, sebagaimana kerangka hierarkhi kebijakan
Broomley, UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah perlu ditinjau
dan disesuaikan dengan perkembangan situasi-situasi problematik yang ada dalam
pemerintahan daerah. Perubahan UU ini, memberikan implikasi keharusan
penyesuaian bagi dua peraturan pemerintah. Ada beberapa muatan yang
direkomendasikan untuk menyempurnakan UU No.32 Tahun 2004. Pertama,
adanya restrukturisasi pengaturan mengenai pembagian urusan pemerintahan
dengan mengubah konsep yang digunakan untuk membagi urusan pemerintahan
menjadi urusan eksklusif dan urusan konkuren berdasarkan kriteria tertentu yang
diatur. Kedua, perlu adanya pengaturan yang jelas mengenai urusan wajib dan
urusan pilihan. Urusan wajib dibedakan antara urusan yang terkait dengan
kebutuhan dasar masyarakat sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan urusan
wajib yang terkait dengan kebijakan nasional strategis sesuai Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria (NSPK) pemerintah.
Ketiga, perlu disusun pengaturan yang jelas mengenai penyelenggaraan
urusan pilihan untuk mengembangkan keunggulan daerah dalam rangka
peningkatan kesejahteraan rakyat. Keempat, perlu adanya pengaturan mengenai
fungsi pemantauan, supervisi dan fasilitasi penyelenggaraan urusan oleh Gubernur
sebagai wakil pemerintah pusat terhadap kabupaten/kota, dan provinsi oleh
pemerintah pusat. Kelima, perlu adanya pengaturan yang memberi ruang bagi
daerah untuk membuat standar pelayanan daerah yang tidak bertentangan dengan
SPM, mengingat variabilitas antar daerah penyelenggaraan urusan dasar sangat
tinggi.
Untuk penyempurnaan perangkat daerah, ada beberapa muatan yang
direkomendasikan. Pertama, memasukan pasal-pasal yang dapat mengurangi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
327
Universitas Indonesia
politisasi birokrasi di daerah. Ada kecenderungan para aparat birokrasi ikut
terlibat dalam pemenangan calon kepala daerah dalam Pilkada. Dampak dari ini
adalah banyak aparat birokrasi terlibat dalam pemenangan salah satu calon, yang
nantinya dengan harapan apabila calonnya terpilih akan memperoleh kedudukan
yang lebih baik dalam birokrasi di daerah. Untuk menampung para
pendukungnya, kepala daerah terpilih seringkali mengembangkan struktur
birokrasi di daerah.
Kedua, perlu adanya pasal yang mengatur jabatan struktural agar efektif.
Oleh karena struktur yang besar dan kompleks juga cenderung membutuhkan
biaya yang tinggi, struktur yang besar dan kompleks sehingga cenderung
menghambat interaksi antara pemerintah dan masyarakatnya. Akibatnya
pelayanan publik menjadi semakin rumit dan panjang. Ketiga, perlu adanya
muatan yang mengatur tentang evaluasi kinerja secara periodik yang menilai
ketepatan antara struktur birokrasi dengan visi dan misi daerah.
Disertasi ini telah disusun jauh sebelum ditetapkannya perubahan UU
No.32 Tahun 2004 menjadi UU No.23 Tahun 2014. Ada klasifikasi urusan
pemerintahan yang telah diakomodir, meskipun dengan istilah berbeda. Urusan
eksklusif dimaknai sebagai urusan absolut, yaitu urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (ayat 9 pasal 1 d an 2).
Untuk urusan pendidikan dan kesehatan sama seperti dalam UU No.32 tahun 2004
yaitu sebagai urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar,
sedangkan urusan kearsipan merupakan urusan wajib yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar. Undang-Undang No.23 tahun 2014 ini sebagian sudah memuat
dalam beberapa pasal yang direkomendasikan. Untuk Perangkat Kota, tidak lagi
ada perangkat daerah dengan nomenklatur Kantor (pasal 29 ayat 2). Hanya
memang pengaturan nomenklaturnya tidak diatur kedalam PP, tetapi melalui
pedoman dari kementerian/LNPK yang membidangi urusan pemerintahan
tersebut.
Hal ini tampaknya lebih disebabkan dalam UU ini telah diatur rincian
dari setiap urusan. Urusan pendidikan dan kesehatan tidak serinci uraiannya
seperti dalam PP No. 38 tahun 2007, sedangkan urusan kearsipan telah
disesuaikan dengan UU No.43 tahun 2009. Menarik juga untuk dipahami dalam
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
328
Universitas Indonesia
Undang-Undang ini adalah berkaitan dengan pengaturan persyaratan sebagai
Kepala SKPD. Untuk menjadi Kepala SKPD disyaratkan memiliki kompetensi
teknis, manajerial dan sosial kultural, di samping kompetensi pemerintahan.
Kepala SKPD disyaratkan harus merupakan seorang pegawai negeri sipil (pasal
234 ayat 1). Muatan lain yang belum terakomodir dalam UU No.23 tahun 2014
berkaitan pengaturan NSPK dalam pengembangan OPD, muatan yang
mengharuskan perangkat daerah melakukan analisis jabatan, pengembangan
jabatan fungsional dan pemberian insentif berbasis kinerja.
6.4.1.2 Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota Sebagai Regulasi Daerah
Regulasi daerah meliputi Peraturan Daerah (Perda) yang merupakan
ketentuan peraturan yang mengatur tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi
Perangkat Daerah Kota Tangerang dan Peraturan Walikota yang mengatur
Organisasi dan Tata Kerja SKPD, baik berbentuk Dinas maupun Kantor.
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun2008 ada lima belas Dinas
termasuk di dalamnya Dinas Pendidikan dan Kesehatan, sedangkan untuk
Lembaga Teknis sesuai Perda No. 6 tahun 2008 yang terdiri dari 11 lembaga
teknis berbentuk Badan, Inspektorat, Satuan Pamong Praja dan Kantor.
Peraturan Daerah ini harus memuat pasal-pasal yang mendorong
pembentukan SKPD agar menjadi efektif dan efisien dengan mempertimbangkan
kebutuhan internal pemerintahan kota dan memenuhi aspirasi masyarakat,
sebagaimana dikatakan oleh anggota DPRD dalam FGD sebagai berikut:
“mengenai factor internal kembali pimpinan daerah masing-masing kan
seperti itu apa yang menjadi pertimbangan Pak Wahidin mengenai tipe
minimal yang diperlukan waktu itu efektif…..”325
Lebih lanjut dikatakan bahwa:
“…..kalau faktor eksternal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
daerah-daerah di luar kota Tangerang. Seyogyanya itukan
bersinergikan…”326
325
Anggota DPRD Komisi 1 dalam FGD tanggal 14 November 2013, di Tangerang 326
Ibid.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
329
Universitas Indonesia
Peraturan daerah juga harus mendorong penempatan sumber daya manusia
dan pimpinan kepala SKPD yang memiliki kompetensi sebagaimana dikatakan
lebih lanjut sebagai berikut:
“….ke depannya diharapkan kota Tangerang ini jadi contoh daerah lain
dalam memilih organisasinya secara normatif dengan orang-orangnya
berkemampuan secara profesi…..”327
Peraturan Daerah (Perda) merupakan urutan terakhir dalam tata urut
perundangan-undangan yang mengatur pemerintahan daerah. Secara hierakhi
Perda ini kemudian direalisasikan ke dalam Peraturan Walikota. Perda yang
disusun seharusnya dapat mengakomodir dan mengatasi hambatan yang terkait
beberapa hal, yaitu: kapasitas sumber daya aparatur yang tidak merata; distribusi
aparatur yang tidak berdasarkan kompetensi dan merit system; analisis jabatan
yang tidak maksimal dan lemahnya mekanisme hubungan antar instansi sebagai
akibat dari pola relasi antar lembaga daerah yang eksklusif sehingga menyulitkan
kebutuhan koordinasi. Dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah pasal 212 dikatakan bahwa pembentukan dan susunan perangkat daerah
ditetapkan dengan Perda, sementara dalam pasal 232 ketentuan lebih lanjut
mengenai perangkat daerah diatur dengan peraturan pemerintah. Kedua pasal ini
tampaknya seperti bersinggungan dan juga bertolak belakang. Oleh karena itu
penjabarannya ke dalam Perda harus sejalan dengan kedua pasal tersebut
6.4.2. Hasil Analisis Substansi
Penentuan dan pemberian nama akan sistem yang relevan (selecting and
naming relevan systems) merupakan proses tersendiri dalam penggunaan SSM,
dari beberapa system yang ada, peneliti sebagai SSM practiotioner memilih 4
sistem saja, yakni revisi regulasi nasional tentang Pemerintahan Daerah
khususnya terkait muatan tentang kelembagaan OPD, perubahan Perda tentang
pembentukan dan susunan organisasi perangkat daerah, optimalisasi peranan,
327
Ibid
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
330
Universitas Indonesia
fungsi dan tugas pokok SKPD dan peningkatan efektivitas kinerja kelembagaan
SKPD.
6.4.2.1. Muatan Tentang OPD ke dalam Regulasi Nasional Mengenai
Pemerintahan Daerah.
Revisi terhadap UU No.32 Tahun 2004 bukan hanya berfokus pertama
pada pembagian urusan, akan tetapi juga pada muatan tentang pembentukan
OPD di tingkat kota. Rekonseptualisasi muatan tentang pembentukan OPD
dihasilkan melalui satu proses yang bermula dari root definitions yang kemudian
dijabarkan dalam model konseptual dikontrol dan dianalis dengan Catwoe dan 3
E, termasuk level kegiatan untuk masing-masing model.
Muatan tentang pembentukan OPD direkomendasikan dengan
mempertimbangkan beberapa aspek pengaturan. Pertama, perlu adanya pasal-
pasal tentang NSPK yang mendorong pembentukan OPD sesuai dengan
kewenangan yang dimiliki, karakteristik potensi dan kebutuhan daerah,
kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber daya aparatur dan pola
kemitraan. Di samping itu juga perlu pengaturan yang mendorong daerah
melakukan analisis jabatan, pengembangan jabatan fungsional dan insentif
berbasis kinerja.
6.4.2.2 Perubahan Perda tentang pembentukan OPD
Peraturan Daerah tentang pembentukan OPD di kota Tangerang
berdasarkan hasil wawancara telah berpedoman pada peraturan pemerintah.
Secara normatif perumusan ini sudah sesuai dengan prosedur. Lebih jauh
daripada itu yang juga penting, bukan semata dari aspek legalitas prosedural,
akan tetapi juga adalah rumusan tentang Perda harus berangkat dari kebutuhan
masyarakat dan karakteristik kota Tangerang. Masalah yang cenderung bersifat
politis, yaitu ketimpangan antara visi politik kepala daerah dengan kecepatan
respons birokrasi yang tidak sejalan sudah harus dapat dihilangkan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
331
Universitas Indonesia
Perubahan kebijakan dalam format Perda, harus dilakukan secara
incremental. Perubahan ini dilakukan dengan dasar bahwa kebijakan
pembentukan SKPD harus dipahami bukan semata-mata mengubah nomenklatur
dan struktur kelembagaan saja, namun juga memperhitungkan dimensi lainnya
mulai dari tata nilai, personal dan pembangunan sistem sinergi antar instansi
pemerintah. Regulasi tentang SKPD tidak hanya menyangkut format dan susunan
organisasi perangkat daerah, akan tetapi juga substansi dari masing-masing
SKPD. Peraturan daerah tentang substansi pendidikan, kesehatan dan urusan harus
disusun untuk dapat memberikan arah bagi ketiga SKPD tersebut. Sebagai contoh,
urusan kearsipan harus memiliki Perda khusus kearsipan yang berdasarkan pada
UU No.43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, di samping merujuk pula pada UU
No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
6.4.2.3 Optimalisasi efektivitas peranan, fungsi, dan tugas pokok SKPD
Optimalisasi peranan, fungsi dan tugas pokok Dinas Pendidikan, Dinas
Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah didasarkan pada efektivitas implementasi
Peraturan Walikota tentang Organisasi dan Tata Kerja SKPD. Organisasi dan Tata
Kerja merupakan kerangka organisasional yang menjadi panduan bagi SKPD dalam
melaksanakan Tupoksinya. Kunci utama agar SKPD dapat berjalan efektif sangat
terkait dengan kualitas sumber daya manusianya sebagaimana disampaikan oleh
Kepala Bappeda berikut:
“…yang menjadi kendala adalah kurangnya sumber daya atau pegawai
karena kota Tangerang belum bisa menambah dari segi kuantitas karena
masih dianggap cukup karena tenaga kontraknya banyak sampai 2800
orang sedangkan TKK sudah habis.”
Lebih lanjut dikatakan bahwa:
“faktor internal dominan yang menentukan dalam pengembangan
manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD adalah adanya
SDM yang mampu menangkap maksud dan tujuan dari kegiatan dari unit
masing-masing.”
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
332
Universitas Indonesia
Yang paling diharapkan berperanan dalam meningkatkan efektivitas SKPD adalah
pimpinan SKPD. Pimpinan yang diinginkan sebagaimana disampaikan oleh Kepala
Sekretariat DPRD kota Tangerang, berikut:
“ Pimpinan itukan kita harus demokratis, artinya tidak ada lagi kita
sebagai pimpinan, sebagai kepala yang egosentris, merasa ingin
dihormati, ingin dilebih-lebihkan.”
Satuan Kerja Perangkat Daerah diharapkan mampu menyesuaikan diri
dengan perkembangan dan perubahan zaman. Perkembangan teknologi informasi
diharapkan dapat diterapkan oleh SKPD. Kecepatan teknologi informasi dalam
mendukung proses kinerja merupakan salah satu yang diharapkan oleh SKPD, di
samping kehadiran pimpinan yang demokratis merupakan harapan yang sangat
diinginkan.
6.4.2.4. Peningkatan efektivitas kinerja kelembagaan SKPD.
Kebijakan dalam format Peraturan Walikota memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan efektivitas kinerja OPD, apabila dalam
implementasinya mendorong tersusunnya komponen-komponen struktur yang
berfungsi dengan baik sesuai dengan visi dan misi organisasi. Hal ini dapat
terbangun, apabila adanya pembagian kerja atau spesialisasi unit kerja yang
disusun sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas wewenang tugas
dan tanggung jawabnya, tidak tumpeng tindih. Sebaran dan tingkatan dalam
organisasi memungkinkan dilakukannya pengawasan yang efektif.
Untuk meningkatkan efektivitas kinerja SKPD khususnya Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Kantor Arsip Daerah di samping adanya
Peraturan Walikota yang mengatur organisasi dan tata kerja kelembagaan, juga
dibutuhkan Peraturan Walikota yang mempunyai fungsi melakukan pemantauan
dan evaluasi penilaian terhadap kinerja. Hal ini dapat dilakukan oleh inspektorat
atau unit khusus yang berada di bawah Sekretaris Kota. Oleh karena itu harus
dibangun beberapa instrument, mulai dari kejelasan visi dan misi, renstra,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
333
Universitas Indonesia
program dan kegiatan serta indikator keberhasilan kinerja seperti indikator kinerja
utama (IKU) dan strategi pencapaiannya.
6.4.3. Hasil Analisis Penelitian (Dual Imperatives)
Meskipun tidak terlalu rigid, penelitian dalam disertasi ini menggunakan
pendekatan dual imperatives yakni research interest dan problem solving interest
sebagai intensi dari riset tindakan (action research). Hal ini disebabkan peneliti
ingin mengembangkan kepentingan riset untuk kemanfaatan birokrasi
pemerintahan daerah dalam membangun dalam arti memperbaiki,
menyempurnakan, maupun mengembangkan prinsip dan konsep desentralisasi, di
samping untuk mengatasi masalah yang considered problematic. Muhammad
Yaumi dan Muljono Damopolii328
menyatakan bahwa riset tindakan ditandai
dengan pendekatan systematic inquiry yang memiliki ciri, prinsip, pedoman,
prosedur yang harus memenuhi kriteria tertentu. Dikatakan lebih lanjut bahwa
riset tindakan merupakan suatu proses demokratis dan partisipatorik yang
menyangkut pengembangan pengetathuan praktis dalam upaya mencari tujuan
yang bermanfaat demi kemaslahatan kehidupan di dunia.329
Sementara itu Hardjosoekarto (2012) mengatakan bahwa sebagain besar
literatur tentang riset tindakan mengartikan riset tindakan dalam konteks proses
pembelajaran seraya melaksanakan sesuatu (learning by doing) dan utamanya
untuk keperluan pemecahan masalah atau problem solving. Kendatipun demikian,
menurut O‟Brien (1998) proses pemecahan masalah dengan riset tindakan ini
dapat dibedakan dari proses pemecahan masalah dalam pengertian sehari-hari,
termasuk pemecahan masalah dalam konteks konsultansi dan praktik professional,
yaitu dalam hal penekanannya pada studi saintifik (scientific study).330
Menurut
Hardjosoekarto (2012), peneliti dalam suatu riset tindakan melakukan kajian
terhadap masalah yang akan dipecahkannya dengan cara yang sistematik dan
menjamin bahwa intervensi yang dilakukan dilandasi oleh pertimbangan teoritis
328
Muhammad Yaumi dan Muljono Damopolii. Action Research. Teori, Model, dan
Aplikasi. (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group), 2014, hal. 3-4. 329
Ibid. 330
Priyatno, op.cit, hal.304.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
334
Universitas Indonesia
tertentu. Maknanya, proses pemecahan masalah di dalam suatu organisasi dapat
dibedakan antara pemecahan masalah yang berbasis riset tindakan dengan
pemecahan masalah yang tidak berbasis riset tindakan. Selain didasarkan pada
penahapan proses tertentu, pemecahan masalah yang berbasis riset tindakan ini
didasarkan juga pada pertimbangan teoritis tertentu.
Untuk memperoleh hasil kedua kategori riset tindakan tersebut, ada 4
sistem yang dianggap relevan, yakni perubahan regulasi nasional tentang
pemerintahan daerah, perubahan Perda tentang pembentukan OPD, optimalisasi
efektivitas peranan, fungsi, dan tugas pokok SKPD, dan peningkatan efektivitas
kinerja kelembagaan SKPD. Dari keempat sistem dimaksud, peneliti menentukan
sistem yang masuk kategori research interest adalah perubahan regulasi nasional
tentang pemerintahan daerah, perubahan Perda tentang pembentukan OPD,
sementara sistem yang masuk dalam kategori problem solving adalah optimalisasi
efektivitas peranan, fungsi, dan tugas pokok SKPD, dan peningkatan efektivitas
kinerja kelembagaan SKPD.
6.4.4. Hasil Research Interest 1
Research interest 1 adalah memperbaiki muatan tentang pembentukan
OPD ke dalam Undang-Undang Pemerintahan daerah dan juga peraturan
turunannya. Secara konseptual, muatan yang perlu ada pengaturannnya
menyangkut tentang NSPK, yang dapat mendorong daerah untuk dapat
membentuk OPD yang sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, karakteristik
potensi dan kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber
daya aparatur, dan pengembangan pola kemitraan antara daerah. Kedua, muatan
yang mengatur daerah untuk melakukan analisis jabatan sebagai dasar dalam
mereformasi aparatur dan perangkat pemerintahannya. Analisis jabatan ini
memberikan informasi tentang kebutuhan jabatan, klasifikasi jabatan, standar
kompetensi jabatan, system renumerasi dan sisistem informasi kepegawaian.
Muatan lain yang harus diatur berkaitan dengan pengaturan tentang
jabatan fungsional. Apabila daerah mampu mengembangkan jabatan secara
fungsional secara signifikan, maka daerah dapat mengurangi tekanan untuk
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
335
Universitas Indonesia
membuat struktur gemuk di samping memberi kesempatan pengembangan
profesionalisme pegawai dalam meningkatkan pelayanan publik. Ke empat, perlu
adanya pengaturan tentang insentif berbasis kinerja sehingga dapat mengubah
paradigm pegawai daerah yang cenderung untuk menduduki jabatan structural
dapat berubah. Insentif berbasis kinerja harus didukung dengan adanya ukuran
kinerja yang jelas dan standar. Pada muatan terakhir, perlu adanya pengaturan
yang membatasi besaran anggaran untuk belanja pegawai. Anggaran untuk
belanja pegawai setidaknya tidak melebihi besaran anggaran yang disediakan
untuk pelayanan publik.
Muatan-muatan ini terutama menyangkut NSPK sebagian sudah
terakomodir dalam UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Hanya
untuk kriteria bagi pembentukan OPD belum sepenuhnya termuat dalam UU
tentang pemerintahan daerah yang baru ini. Kriteria pembagian urusan dari
masing-masing urusan tidak dengan serta merta memberikan kejelasan tentang
format SKPD. Uraian yang lebih lanjut dalam bentuk PP - sebagaimana dalam
regulasi sebelumya yaitu UU No.32 Tahun 2004 melalui PP No.38 dan PP No.41
Tahun 2007 - seharusnya disusun untuk memberikan kepada setiap daerah untuk
mengembangkan kelembagaan daerahnya.
Hasil research interest 1 adalah berupa pembuatan kebijakan publik
dalam bentuk regulasi nasional,- Undang-Undang dan Peraturan Penerintah - yang
di dalamnya terdapat muatan-muatan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
Pemikiran atau usul memasukkan sebuah gagasan penting dalam satu kebijakan
publik memerlukan mekanismenya sendiri, mengikuti sistem yang sudah berjalan,
atau melalui pihak-pihak yang berkepentingan terhadap proses legislasi secara
legal prosedural. Dalam konteks disertasi ini, maka pandangan baru yang tersebut
sudah terakomodir ke dalam UU Tentang Pemerintahan Daerah yaitu UU No.23
Tahun 2014, sementara PP nya yang mengatur lebih rinci lagi sesuai amanat UU
belum lagi disusun.,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
336
Universitas Indonesia
6.4.5. Hasil Research Interest 2
Research interest 2 adalah perubahan Perda tentang pembentukan OPD.
Konsepnya adalah bahwa Perda belum sepenuhnya mengatur pembentukan dan
susunan OPD secara komprehensif, tidak hanya mengurai urusan-urusan ke dalam
SKPD dengan nomenklatur yang standar (meskipun PP sebagai turunan UU
NO.23/2014 yang mengatur pembentukan OPD belum ada). Hasil kepentingan
riset ini adalah adanya Perda yang mengatur pembentukan OPD dengan
memperhatikan kebutuhan dan karakteristik potensi daerah. Peraturan daerah juga
harus memuat kewenangan substansi dari urusan-urusan yang diuraikan dari
Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU. Peraturan daerah tentang
substansi urusan pendidikan, kesehatan, dan arsip daerah selayaknya dirumuskan
untuk menjadi dasar kerja yang bersifat mengarahkan program dan kegiatan
SKPD.
6.4.6. Hasil Problem Solving 1
Problem solving 1 adalah optimalisasi efektivitas peranan, fungsi, dan
tugas pokok SKPD. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa esensi problem
solving adalah memperbaiki, menyempurnakan, maupun mengembangkan/
meningkatkan situasi masalah sehingga setelah melalui kaidah ilmiah tertentu
yang membedakannya dengan proses konsultansi diperoleh hasil dari masalah
telah diperbaiki, disempurnakan, maupun dikembangkan atau ditingkatkan dari
penyelesaiannya. Kinerja dari SKPD di kota Tangerang, khususnya Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah dari data sekunder
memperlihatkan kondisi yang sangat baik. Meskipun demikian, apabila dilihat
lebih jauh dan mendalam ada beberapa kinerja yang sebenarnya dapat
dioptimalisasikan.
Penentuan indikator kinerja utama (IKU) yang kurang akurat dan tidak
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi cenderung menghilangkan kondisi kinerja
yang sesungguhnya. Oleh karena itu penyusunan pedoman standar tentang IKU
harus dikembangkan sebagai panduan bagi SKPD. Di samping harus disusun pula
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
337
Universitas Indonesia
visi dan misi yang jelas dari masing-masing SKPD. Peraturan Walikota yang
mengatur pemantauan, penilaian dan evaluasi harus disusun agar kinerja SKPD
terjaga efektivitasnya. Hasil problem solving 1 menunnjukkan bahwa instrument
instrument kelembagaan yang terkait dengan efektivitas kinerja harus disusun dan
disinergikan dengan program dan kegiatan SKPD. Insttumen ini harus disusun ke
dalam Peraturan Walikota.
6.4.7. Hasil Problem Solving 2
Problem solving 2 adalah peningkatan efektivitas kinerja kelembagaan
SKPD. Peraturan Walikota yang ada belum memuat pengaturan untuk
meningkatkan efektivitas kinerja kelembagaan SKPD. Pengaturan tentang
keterlibatan staf dalam pengambilan keputusan terutama dalam penyusunan
program dan kegiatan memberikan pengaruh terhadap kinerja SKPD.
Hasil problem solving 2 menunjukkan bahwa untuk dapat meningkatkan
efektivitas kinerja SKPD adalah melalui peraturan dari masing-masing SKPD
dengan payung hukumnya Peraturan Walikota. Peraturan pimpinan SKPD dalam
bentuk pedoman, petunjuk teknis, SOP, prosedur dan mekanisme kerja menjadi
pengungkit untuk meningkatkan kinerja masing-masing SKPD. Prosesnya dimulai
pada level meso dengan perubahan Perda tentang pembentukan dan susunan OPD,
kemudian di level mikro melalui penguatan Peraturan Walikota dan Peraturan
Pimpinan SKPD.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
338
Universitas Indonesia
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Analisis pembentukan organisasi perangkat daerah di Kota Tangerang
tidak hanya dipahami terbatas hanya pada perubahan format struktur dan organisasi
saja. Akan tetapi dilihat dalam lingkup pemahaman yang luas dan komprehensif
yaitu Peraturan perundang-undangan yang menjadi payungnya: Undang-Undang
Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan
Peraturan Walikota. Dengan mengadopsi dan mengadaptasi konsep level kebijakan
Broomley menjadi tiga level kelembagaan, dan kemudian digunakan Soft Systems
Methodology (SSM) dengan beberapa modifikasi dan pembatasan untuk mendekati
dan menelusuri situasi-situasi problematis sehubungan dengan proses-proses terkait
pembentukan organisasi perangkat daerah di Kota Tangerang provinsi Banten,
Oleh karena itu analisisnya mencoba melihat pada tiga level kelembagaan: makro,
meso dan mikro. Dengan dasar Kota Tangerang sebagai locus penelitian menjadi
varian bagi kota-kota lainnya di Indonesia dalam menerapkan kebijakan
desentralisasi, maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:
1. Analisis perubahan di level makro pada tataran regulasi nasional dilakukan
melalui analisis terhadap perubahan Undang-Undang No.32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah secara komprehensif 331
terutama terkait dengan
pengaturan tentang Organisasi Perangkat Daerah yang memberikan ruang bagi
perubahan Peraturan Pemerintahan Tentang Organisasi Perangkat Daerah yang
menjadi dasar pelaksanaan penyusunan Peraturan Daerah Kota Tangerang
dalam membentuk Organisasi Perangkat Daerah. Fokus perubahan
mempertimbangkan karakteristik kota dengan dasar bukan hanya kewilayahan
akan tetapi juga fungsional. Muatan regulasi mengatur perancangan desain dan
struktur organisasi yang berdasarkan pada urusan wajib terkait pelayanan dasar
331
Penelitian ini telah dilaksanakan sebelum disahkannya UU No.32/2004 menjadi UU
No.23/2014 pada tanggal 30 September oleh Presiden RI. Oleh karena itu, kesimpulan dari
disertasi ini merupakan pendapat yang mencoba melihat penyempurnaan UU No.32/2004 sebagai
bagian dari analisis makro dalam perspektif desentralisasi.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
339
Universitas Indonesia
yang menjadi prioritas dan urusan pilihan sesuai dengan potensi unggulan
daerah, disamping mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas dan
kemudahan interaksi.
2. Analisis perubahan di level meso pada tataran regulasi daerah dilakukan melalui
analisis terhadap penyempurnaan Peraturan Daerah (Perda) yang berdasarkan
pada ketentuan pengaturan tentang Pemerintahan Daerah khususnya yang
berkenaan dengan pembentukan Organisasi Perangkat Daerah. Pengembangan
pengaturan daerah berfokus pada aspek kelembagaan yang sesuai dengan
kebutuhan dan potensi kota, pimpinan SKPD yang profesional dan kompeten
tidak bersifat politis, sumber daya manusia yang memiliki kompetensi berdasar
merit system dan berfokus pada jabatan fungsional, program yang sesuai
dengan visi dan misi SKPD dan kemampuan anggaran daerah.
3. Analisis terhadap perubahan struktur, tugas pokok dan fungsi pada Organisasi
Perangkat Daerah di tiga SKPD, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan
Kantor Arsip Daerah pada level mikro-1 diwujudkan melalui optimalisasi
perubahan peranan, fungsi dan tugas pokok institusional dari Organisasi
Perangkat Daerah sehingga SKPD mampu bersifat adaptif, pimpinan yang
memiliki kapabilitas dan kapasitas kompetensi dan manajemen kerja yang jelas
dengan didukung perubahan SDM aparatur;
4. Analisis terhadap peningkatan efektivitas kinerja Organisasi Perangkat Daerah
pada level mikro-2 dilakukan melalui optimalisasi struktur, tugas pokok dan
fungsi organisasi yang adaptif terhadap kebutuhan lingkungan internal dan
eksternal. Lingkungan internal terkait dengan tingkat kebutuhan, potensi kota
dan peningkatan anggaran untuk program Dinas Pendidikan, Dinas kesehatan,
dan Kantor Arsip Daerah. Sedangkan lingkungan eksternal berkaitan dengan
pelayanan publik dalam menyelenggarakan program dan kegiatan sesuai
dengan masing-masing SKPD.
7.2 Saran
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
340
Universitas Indonesia
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, maka ada beberapa
saran yang dapat direkomendasikan dalam disertasi ini sebagai berikut:
1. Pada level makro, Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007
Tentang Organisasi Perangkat Daerah direkomendasikan direvisi untuk
memperluas dan menampung beberapa aspek heterogenitas masing-
masing kota. Beberapa pokok pemikiran dapat dipertimbangkan masuk
dalam revisi peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
a. Perlu adanya pengaturan tentang norma, kriteria dan standar dalam
pengembangan Organisasi Perangkat Daerah. Pengaturan yang
mendorong daerah untuk dapat membentuk organisasi perangkat yang
sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, karakteristik potensi dan
kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan
sumber daya aparatur dan pengembangan bentuk kemitraan antar
daerah serta dengan pihak ketiga;
b. Perlu adanya pengetatan struktur organisasi perangkat daerah agar
mempunyai struktur organisasi sesuai dengan prioritas kebutuhan
pelayanan dasar serta sektor unggulan yang potensial dikembangkan
di daerah.
c. Perlu adanya muatan yang mengatur daerah untuk melakukan analisis
jabatan sebagai dasar dalam mereformasi aparatur dan perangkat
pemerintahannya. Analisis jabatan ini memberikan informasi tentang
kebutuhan jabatan, klasifikasi jabatan, standar kompetensi jabatan,
sistem renumerasi dan sisistem informasi kepegawaian.
d. Perlu adanya muatan lain yang harus diatur berkaitan dengan
pengaturan tentang jabatan fungsional. Apabila daerah mampu
mengembangkan jabatan secara fungsional secara signifikan,
maka daerah dapat mengurangi tekanan untuk membuat struktur
gemuk di samping memberi kesempatan pengembangan
profesionalisme pegawai dalam meningkatkan pelayanan publik.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
341
Universitas Indonesia
e. Perlu adanya pengaturan tentang insentif berbasis kinerja
sehingga dapat mengubah paradigm pegawai daerah yang
cenderung untuk menduduki jabatan struktural dapat berubah.
Insentif berbasis kinerja harus didukung dengan adanya ukuran kinerja
yang jelas dan standar.
f. Perlu adanya pengaturan yang membatasi besaran anggaran untuk
belanja pegawai. Anggaran untuk belanja pegawai setidaknya
tidak melebihi besaran anggaran yang disediakan untuk pelayanan
publik.
2. Pada level meso dengan perubahan regulasi nasional berkenaan dengan
Pemerintahan Daerah khususnya dalam pembentukan organissai perangkat
daerah maka pemerintah daerah direkomendasikan untuk menyesuaikan
Peraturan Daerah tentang SKPD sehingga organisasi perangkat daerah
dapat terbentuk sesuai dengan prinsip desentralisasi. Oleh karena itu
direkomendasikan untuk disusun pengaturan yang mendorong pemerintah
daerah melakukan analisis jabatan dan menjadikannya sebagai dasar dalam
mereformasi perangkat pemerintahannya. Analisis jabatan sebaiknya dapat
memberikan informasi tentang kebutuhan jabatan, klasifikasi jabatan,
standar kompetensi jabatan, sistem renumerasi dan sistem informasi
kepegawaian.
3. Pada level mikro-1 dengan penyempurnaan Peraturan Daerah,
pengembangan tugas pokok, fungsi dan peranan organisasional SKPD
agar dapat adaptif dengan dinamika perubahan dilakukan melalui upaya
peningkatan kapabilitas dan kapasitas kompetensi pimpinan melalui
seleksi terbuka tidak bersifat politis, perbaikan manajemen kerja,
peningkatan kualitas SDM aparatur berdasarkan merit system. Di samping
itu, pengembangan jabatan fungsional secara signifikan merupakan
rekomendasi direktif yang memberi kemungkinan pengurangan tekanan
yang ada, yang membuat struktur gemuk karena menampung tenaga kerja
atau pegawai dengan jumlah cukup besar. Selain itu dengan
pengembangan jabatan fungsional akan dapat meningkatkan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
342
Universitas Indonesia
profesionalisme pegawai pemerintah kota, yang berimplikasi pada
peningkatan kualitas pelayanan daerah kepada masyarakat. Sejalan dengan
itu, pemerintah daerah juga direkomendasikan untuk menyusun
pengaturan yang membatasi besaran anggaran belanja pegawai sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingan, karakteristik dan potensi kota
sehingga proporsi anggaran untuk pelayanan publik dapat meningkat.
4. Pada level mikro-2 peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat
dilakukan melalui penyusunan visi dan misi yang selaras dengan tugas
pokok dan fungsi berdasarkan pada konsep local governance, di mana
SKPD harus lebih terbuka, transparan, akuntabel, professional dan
melayani. Penyusunan visi dan misi yang jelas dari SKPD, secara
bersamaan juga disusun standar penilaian dan evaluasi kinerja
(performance review) atau indikator kerja utama yang secara periodik
menilai ketepatan antara struktur birokrasi dengan visi dan misi daerah.
Implikasinya, daerah akan dapat mengembangkan struktur birokrasi yang
sesuai dengan kebutuhan daerah dan berantisipasi pada kepentingan
jangka panjang. Di samping itu dibutuhkan peraturan pimpinan SKPD
yang terkait dengan substansi urusan dan pengaturan yang bersifat teknik
procedural mekanisme dan aturan kerja yang jelas dan terpola sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing SKPD.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
353
RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
1. Nama Lengkap : Mustari Irawan
2. NIP : 19590621 198703 1 001
3. Tempat dan Tanggal lahir : Jakarta, 21 Juni 1959
4. Pangkat/ Golongan Ruang : Pembina Utama Madya, IV/d
5. Jabatan : Kepala Arsip Nasional RI
6. Agama : Islam
7.
8.
Alamat Rumah
Rumah Dinas
: Jl. Teratai VI No.10, Kompleks
Larangan Indah, Cileduk.
: Jl. Ampera II No.13, Cilandak Timur
Kemang, Jakarta-Selatan 12560
9. Status Perkawinan : Menikah
II. Riwayat Pekerjaan
1. Direktur Akreditasi dan Profesi Kearsipan, Deputi Bidang Pembinaan
Kearsipan tahun 2007 – 2008.
2. Kepala Pusat Pengkajian & Pengembangan Sistem Kearsipan, Deputi
Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem Kearsipan tahun
2008 2009.
3. Direktur Pengolahan, Deputi Bidang Konservasi Arsip tahun
2009 – 2011.
4. Deputi Bidang Konservasi Arsip tahun 2011 – Des 2013.
5. Kepala Arsip Nasional RI tahun Des 2013 – Sekarang.
6. President of Sarbica ( Southeast Asia Regional Branch of International
Council on Archives/ICA) 2014 – 2016.
III. Riwayat Mengajar
1. STIE IPWI Jakarta 1999 – 2012
2. Universitas Az Zahra 1997 - 2008
3. STIMA Yaksi 1998 - 2005
4. Stiami Jakarta 1998 - 2007
5. Universitas Padjadjaran 1997 - 2005
6. STIA-LAN Jakarta 2000 - 2009
7. FIB (Fak.Sastra) UI 1999 - 2007
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
354
IV. Riwayat Pendidikan
A. Pendidikan Umum
1. SI, Universitas Indonesia jurusan Administrasi Publik tahun lulus 1986.
2. S2, University of the Philippines jurusan Public Administration tahun lulus
1995
3. Program Doktoral Universitas Indonesia jurusan Administrasi Publik (2008),
B. Struktural
1. SEPALA (DiklatPim IV) tahun lulus 1992
2. SPAMA (Diklatpim III) tahun lulus 1999
3. DiklatPim II tahun lulus 2008
4. DiklatPim I tahun lulus 2010
V. Pengembangan Kapabilitas
A. Seminar, Workshop, Konperensi, Penataran dan Pelatihan
1. Sebagai panitia dan peserta Konferensi X Sarbica (Southeast Asian
Regional Branch International Council On Archives) di ANRI tahun 1995.
2. Pengajar Pelatihan Manajemen Arsip Dinamis di Universitas Indonesia
tahun 1996.
3. Peserta Lokakarya Nasional Proyek Evaluasi dan Perencanaan Sumber
Daya Lahan II di Bakosurtanal tahun 1997.
4. Penatar Penataran Arsiparis, di IKIP Medan tahun 1997.
5. Pengajar Pelatihan Manajemen Arsip Dinamis di Universitas Indonesia
tahun 1997.
6. Pengajar Pelatihan Manajemen Arsip Dinamis di Universitas Indonesia
tahun 1997.
7. Pemakalah Seminar Pembukaan Program Studi Kearsipan FISIP UT tahun
1999.
8. Penyusun Lokakarya Penyusunan GBPP STIA LAN RI tahun 1999.
9. Peserta Seminar Paradigma Baru Manajemen Diklat Inti Pesan
Conferences tahun 2000.
10. Peserta Seminar Manajemen Arsip/ Dokumen di ANRI tahun 2000.
11. Panitia Seminar Nasional Aspek Legal Dokumen Perusahaan Hasil Alih
Media di ANRI & MMI tahun 2001.
12. Peserta Seminar, “Dampak Deregulasi Pendidikan Terhadap Pendidikan
Tinggi di Indonesia Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia,
Jakarta tahun 2003
13. Instruktur Pelatihan Manajemen Rekod di UI tahun 2002
14. Participant International Seminar On “The Implementation of Information
Technology on Records and Archives Management”, ANRI&ICA tahun
2003.
15. Pembicara Lokakarya Profesionalisme Penanganan Administrasi
Perkantoran dalam Perspektif Manajemen Modern Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya tahun 2004
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
355
16. Peserta Records Management Seminar “Managing Information in Times of
Change” di National Archives of Singapore tahun 2004.
17. Pembicara Pelatihan “Tata Persuratan dan Tata Kearsipan Dinamis”,
RS Persahabatan tahun 2004.
18. Pembicara Seminar “Aplikasi Teknologi Kearsipan”, LIPI tahun 2005
19. Participant International Gathering on Tsunami and Archives: The
Unexpected Possibilities, ANRI&ICA tahun 2006
20. Peserta Forum Komunikasi “Strategi dalam Memerangi KKN untuk
mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik, Bersih dan berwibawa”, ANRI
& Kemenpan tahun 2007.
21. Peserta Workshop Jabatan Fungsional Arsiparis, ANRI tahun 2007.
22. Moderator International Archives Training “Acquisition: Policy and
Strategic Implementation” ANRI tahun 2007.
23. Peserta Sarasehan dan Orientasi Kearsipan, ANRI tahun 2007.
24. Participant Series Lecture on “The Use of Archives and Historians and
Archives”, ANRI tahun 2007.
25. Participant International Archival Training, ANRI & SARBICA tahun
2008.
26. Pembicara Sosialisasi UU No.8 Tahun 1997 Tentang Dokumen
Perusahaan, BPAD Provinsi Riau tahun 2008.
27. Narasumber Sosialisasi Pengelolaan Perpustakaan dan Dokumentasi,
Badan Pengembangan SDM Kelautan & Perikanan, Dep. Kelautan &
Perikanan tahun 2009.
28. Participant Summercourse on Archives Studies, Diponegoro University
tahun 2009.
29. Peserta Focus Group Discussion (FGD), “Kurikulum Program Studi Ilmu
Administrasi Negara” FISIP-UI", FISIP UI tahun 2009.
30. Participant International Seminar on the Management of Electronic
Records, SARBICA tahun 2011.
31. Pembicara Seminar Nasional Kearsipan “Arsip sebagai Memori Kolektif
Perguruan Tinggi dan Sumber Penelitian.”, Pascasarjana UGM tahun 2011
32. Participant International Seminar and Conference on a Change of Climate,
ICA tahun 2012
33. Speaker International Conference & Workshop, “Making You Know”,
Faculty of Humanities, UI tahun 2012
34. Speaker International Seminar of SARBICA, ANRI, tahun 2013.
35. President of SARBICA (Dewan Kearsipan Dunia Cabang Asia Tenggara),
2014-2016.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
356
B. Pembinaan Profesi
1. Konsultasi Pengembangan Sistem, Manual, Pola Klasifikasi, dan Jadwal
Retensi Arsip (JRA) pada Kementerian Dalam Negeri, Pendidikan
Nasional, Agama, Luar Negeri, Perindustrian dan BRR, Provinsi Jawa
tengah, seta Provinsi Banten.
2. Konsultasi Pengembangan Sistem, Manual, Pola Klasifikasi, dan Jadwal
Retensi Arsip (JRA) pada Perusahaan Pelindo II, Pelindo III, PT Badak,
PT Exelcomindo, Bank Mandiri, serta Bank Internasional Indonesia.
3. Ceramah Nara sumber dan Pengajar Kearsipan pada Kementerian Dalam
Negeri, Luar Negeri, Agama, Perindustrian, Pendidikan Nasional,
Perhubungan, Kominfo, Pertanian, Perikanan dan Kelautan, Kesehatan,
Hukum dan HAM, SetNeg dan MA
4. Ceramah Nara sumber dan Pengajar Kearsipan pada Provinsi: Sumut,
Riau, Kepri, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Lampung, Bangka
Belitung, Banten, DKI, Jabar, Jateng, Jatim, DIY, Kalbar, Kalteng, Kalsel,
Kaltim,Kalimantan Utara, Bali, NTB, NTT, Sulut, Sulsel,Sulbar,
Gorontalo, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat;
5. Ceramah Nara sumber dan Pengajar Kearsipan pada Perguruan Tinggi: UI,
Unpad Bandung, ITS, Surabaya, Universitas Negeri Malang, Universitas
Airlangga, Universitas Sriwijaya, IKIP Medan, IAIN Imam Bonjol Padang
dan STIA-LAN.
VI. HASIL KARYA TULIS, MAKALAH, ARTIKEL DAN BUKU MODUL
1. Penataan Arsip Elektronik (suatu Pemikiran Awal, Buletin Arsip, ANRI
1990, Artikel Utama
2. Teknologi Informasi dan Arsip Elektronik: Suatu pemahaman Awal,
Jurnal Kearsipan, UGM1999. Artikel Utama.
3. Manajemen Arsip Bisnis Pada Perusahaan, Modul Kearsipan, ANRI, 2000 ,
Modul Diklat Kearsipan.
4. Manajemen Arsip Dinamis: Suatu Pendekatan Kearsipan, Majalah Badar,
Prov Jawa-Timur, 2001, Artikel Utama
5. Transparansi Informasi dan Fungsi Arsip Dalam Mewujudkan Good
Governance, Majalah Badar, Prov Jawa-Timur, 2007 Artikel Utama
6. Pengelolaan Arsip Pada Lembaga Kearsipan Daerah Kabupaten dan Kota
Dalam Perspektig Otonomi Daerah, Jurnal Penelitian Kearsipan, ANRI,
2006, hasil Penelitian.
7. Fungsi Arsip Dalam Membangun Good Governance, Majalah Kearsipan,
ANRI, 2008, Artikel laporan utama.
8. Parpol Butuh Pemimpin Transformasional, Harian Indopos, 17 April 2009,
Artikel Opini.
9. Membangun Partai Politik Masa Depan, Harian Merdeka, 29 April 2009,
Artikel Opini
10. Koalisi Parpol dan Netralitas Birokrasi, Harian Indopos, 30 April 2009,
Artikel Opini
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
357
11. Dokumen Pemilu Jejak Demokrasi, Harian Republika, 4 Juli 2009,
Artikel Opini
12. (Bukan) Bangsa Amnesia, Harian Republika, 7 Nopember 2009,
Artikel Opini
13. UU Kearsipan: Menjaga Identitas dan Jatidiri Bangsa (Sebuah Catatan
Kaki), Majalah Kearsipan, ANRI, 2009, Artikel Laporan Utama.
14. Kebijakan Pembentukan Lembaga Kearsipan Provinsi Dalam Peningkatan
Efektifitas Pengelolaan Arsip: Suatu Kajian Teoritis, Jurnal Penelitian
Kearsipan, ANRI, 2009, Hasil Kajian.
15. Perancangan Jadwal Retensi Arsip, Buku Materi Pokok D IV Univ.
Terbuka, 2009, Buku.
16. Arsip dan Kebijakan Publik , Majalah Kearsipan, ANRI, 2010, Artikel
laporan utama.
17. Beberapa Pemikiran Administrasi Publik, Good Governance dan Urgensi
Kearsipan dalam mewujudkan Demokratisasi, Orasi Ilmiah pada Sekolah
Tinggi Ilmu Administrasi Kawula Muda, 20110, Orasi Ilmiah.
18. Beberapa Pemikiran Administrasi Publik, Good Governance dan
Signifikansi Kearsipan dalam Membangun Demokratisasi, Jurnal Penelitian
Kearsipan, ANRI, 2011, Hasil Kajian.
19. Administrasi Publik, Good Governance dan Urgensi Kearsipan dalam
Membangun Demokratisasi, International Conference & Workshop,
“Making You Know.”,2012, UI, Paper.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
LAMPIRAN
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
359
PEDOMAN WAWANCARA UMUM
ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI
PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN
Pedoman wawancara meliputi 4 (empat) substansi. Pertama, pola
pembentukan oganisasi perangkat daerah pada level kota. Kedua, efektivitas
organizational organisasi perangkat daerah, meliputi faktor-faktor yang
mempengaruhi yang mempengaruhinya. Ketiga, implikasi proses pembentukan
terhadap arah pengembangan organisasi perangkat daerah dan terakhir terkait
dengan peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah
Wawancara dilakukan pada beberapa kelompok key informant. Pertama,
kelompok legislatif daerah yang terlibat dalam proses pembentukan organisasi
perangkat daerah khususnya pada SKPD yang menjadi obyek penelitian meliputi:
pimpinan dan anggota komisi I DPRD kota Tangerang. Kedua, key informan di
lingkungan Sekretariat Kota yaitu: Sekretaris Kota, dan beberapa jajaran yang
terkait dengan perumusan organisasi perangkat daerah. Ketiga, Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SKPD) yaitu: Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor
Arsip Daerah. Terakhir adalah komponen masyarakat yang meliputi: institusi
sosial, LSM dan tokoh masyarakat. Tujuan wawancara adalah untuk memperoleh
data tentang pembentukan organisasi perangkat daerah yang terkait dengan
pelayanan.
Pola pembentukan organisasi:
1. Bagaimana proses pembentukan organisasi perangkat daerah, mulai dari
awal sampai dengan penetapannya dalam Perda?:
Dinas Pendidikan
Dinas Kesehatan
Kantor Arsip Kota
2. Bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok
masing-masing SKPD ( Dinas pendidikan, dinas kesehatan
dan kantor arsip)?
3. Faktor-faktor internal apa yang menjadi penentu dan harus diperhatikan
dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?
4. Faktor-faktor eksternal apa yang menjadi penentu dan harus diperhatikan
dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?
5. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,
fungsi dan tugas pokok organisasi Dinas Pendidikan?
6. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,
fungsi dan tugas pokok organisasi Dinas Kesehatan?
7. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,
fungsi dan tugas pokok organisasi Kantor Arsip Daerah?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
360
Efektivitas Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah:
1. Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah
dijalankan sesuai dengan Keputusan Walikota Tangerang meliputi ketiga
SKPD tersebut?
2. Apa faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat dalam menjalankan
fungsi dan tugas pokok tersebut?
3. Bagaimana proses penentuan dan pengangkatan kepala dari ketiga SKPD
(Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah)?
4. Apa yang menjadi pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi
Kepala dari masing-masing SKPD?
5. Bagaimana proses penyusunan program, kegiatan dan anggaran dari
masing-masing SKPD?
6. Apa yang menjadi landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing-
masing SKPD?
7. Bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas dari pegawai (SDM) yang
meliputi pejabat struktural (selain kepala SKPD), staff umum dan pejabat
fungsional?
8. Bagaimana manajemen kerja (mekanisme, prosedur dan sistem kerja) di
masing-masing SKPD?
9. Faktor-faktor intenal apa yang dominan menentukan dalam pengembangan
manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD?
10. Bagaimana sarana dan prasarana kerja (peralatan manual dan teknologi
informasi) dari masing-masing SKPD?
11. Bagaimana kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD dengan dasar
indikator kinerja yang telah ditetapkan?
12. Faktor-faktor apa yang menentukan dan memberikan pengaruh terhadap
kinerja dari masing-masing SKPD?
13. Bagaimana solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang
menghambat optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD?
Arah pengembangan Organisasi Perangkat Daerah:
1. Bagaimana kapabilitas adaptasi dari masing-masing SKPD terutama terkait
dengan struktur, fungsi dan tugas pokok terhadap dinamika perubahan
lingkungan?
2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam penyesuaian atau
adaptasi organisasional dari masing-masing SKPD?
3. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan
keterlibatan pemerintahan daerah (Sekretariat daerah dan jajarannya,
masing-masing SKPD).
4. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan
keterlibatan DPRD dan kalangan masyarakat?
5. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan
kapasitas Kepala dari masing-masing SKPD?
6. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan
kapasitas SDM yang ada dari masing-masing SKPD?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
361
7. Bagaimana upaya untuk meningkatkan program dan anggaran dari masing-
masing SKPD?
8. Bagaimana upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan manajemen kerja
dari masing-masing SKPD?
9. Bagaimana mengubah mind set dan culture set dari para pegawai yang
berada di masing-masing SKPD?
10. Bagaimana harapan prediktif dari kinerja masing-masing SKPD di masa
yang akan datang?
Peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah
1. Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintahan dalam proses
pembentukan struktur organisasi perangkat daerah mulai dari penyusunan
Raperda hingga ditetapkan menjadi Perda?
2. Bagaimana proses pemantauan dari Pimpinan Daerah dan DPRD terhadap
pelaksanaan kerja dari masing-masing SKPD?
3. Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan para
staf dalam proses pelaksanaan kerja di masing-masing SKPD?
4. Bagaimana peranan masyarakat (LSM, institusi sosial, tokoh masyarakat)
dalam memperbaiki kondisi SKPD yang memberikan pelayanan?
5. Bagaimana pemerintah daerah kota merespon seluruh masukan dari
masyarakat dalam upaya untuk memperbaiki kinerja organisasional SKPD?
6. Bagaimana relasi antara program dari masing-masing SKPD dengan
kebijakan Pimpinan Daerah (Walikota).
7. Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan kinerja masing-masing SKPD?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
362
PEDOMAN WAWANCARA UNTUK DPRD TANGERANG
ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN
Pedoman wawancara meliputi 4 (empat) substansi. Pertama, pola
pembentukan oganisasi perangkat daerah pada level kota. Kedua, efektivitas
organizational organisasi perangkat daerah, meliputi faktor-faktor yang
mempengaruhi yang mempengaruhinya. Ketiga, implikasi proses pembentukan
terhadap arah pengembangan organisasi perangkat daerah dan terakhir terkait
dengan peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah
Wawancara dilakukan pada beberapa kelompok informan. Pertama,
kelompok legislatif daerah yang terlibat dalam proses pembentukan organisasi
perangkat daerah khususnya pada SKPD yang menjadi obyek penelitian meliputi:
pimpinan dan anggota komisi I DPRD kota Tangerang. Kedua, key informan di
lingkungan Sekretariat Kota yaitu: Sekretaris Kota, dan beberapa jajaran yang
terkait dengan perumusan organisasi perangkat daerah. Ketiga, Satuan Kerja
Pemerintah Daerah (SKPD) yaitu: Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor
Arsip Daerah. Terakhir adalah komponen masyarakat yang meliputi: institusi
sosial, LSM dan tokoh masyarakat. Tujuan wawancara adalah untuk memperoleh
data tentang pembentukan organisasi perangkat daerah yang terkait dengan
pelayanan.
Pola pembentukan organisasi:
1. Bagaimana proses pembentukan organisasi perangkat daerah, mulai dari
awal sampai dengan penetapannya dalam Perda?:
Dinas Pendidikan
Dinas Kesehatan
Kantor Arsip Kota
2. Bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok masing-
masing SKPD ( Dinas pendidikan, dinas kesehatan dan kantor arsip)?
3. Faktor-faktor internal apa yang menjadi penentu dan harus diperhatikan
dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?
4. Faktor-faktor eksternal apa yang menjadi penentu dan harus diperhatikan
dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?
5. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,
fungsi dan tugas pokok organisasi Dinas Pendidikan?
6. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,
fungsi dan tugas pokok organisasi Dinas Kesehatan?
7. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,
fungsi dan tugas pokok organisasi Kantor Arsip Daerah?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
363
Efektivitas Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah:
1. Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah
dijalankan sesuai dengan Keputusan Walikota Tangerang meliputi ketiga
SKPD tersebut?
2. Apa faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat dalam menjalankan
fungsi dan tugas pokok tersebut?
3. Bagaimana proses penentuan dan pengangkatan kepala dari ketiga SKPD
(Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah)?
4. Apa yang menjadi pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi
Kepala dari masing-masing SKPD?
5. Bagaimana proses penyusunan program, kegiatan dan anggaran dari
masing-masing SKPD?
6. Apa yang menjadi landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing-
masing SKPD?
7. Bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas dari pegawai (SDM) yang
meliputi pejabat struktural (selain kepala SKPD), staff umum dan pejabat
fungsional?
8. Bagaimana manajemen kerja (mekanisme, prosedur dan sistem kerja) di
masing-masing SKPD?
9. Faktor-faktor intenal apa yang dominan menentukan dalam pengembangan
manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD?
10. Bagaimana sarana dan prasarana kerja (peralatan manual dan teknologi
informasi) dari masing-masing SKPD?
11. Bagaimana kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD dengan dasar
indikator kinerja yang telah ditetapkan?
12. Faktor-faktor apa yang menentukan dan memberikan pengaruh terhadap
kinerja dari masing-masing SKPD?
13. Bagaimana solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang
menghambat optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD?
Arah pengembangan Organisasi Perangkat Daerah:
1. Bagaimana kapabilitas adaptasi dari masing-masing SKPD terutama terkait
dengan struktur, fungsi dan tugas pokok terhadap dinamika perubahan
lingkungan?
2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam penyesuaian atau
adaptasi organisasional dari masing-masing SKPD?
3. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan
keterlibatan pemerintahan daerah (Sekretariat daerah dan jajarannya,
masing-masing SKPD).
4. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan
keterlibatan DPRD dan kalangan masyarakat?
5. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan
kapasitas Kepala dari masing-masing SKPD?
6. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan
kapasitas SDM yang ada dari masing-masing SKPD?
7. Bagaimana upaya untuk meningkatkan program dan anggaran dari masing-
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
364
masing SKPD?
8. Bagaimana upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan manajemen kerja
dari masing-masing SKPD?
9. Bagaimana mengubah mind set dan culture set dari para pegawai yang
berada di masing-masing SKPD?
10. Bagaimana harapan prediktif dari kinerja masing-masing SKPD di masa
yang akan datang?
Peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah
1. Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintahan dalam proses
pembentukan struktur organisasi perangkat daerah mulai dari penyusunan
Raperda hingga ditetapkan menjadi Perda?
2. Bagaimana proses pemantauan dari Pimpinan Daerah dan DPRD terhadap
pelaksanaan kerja dari masing-masing SKPD?
3. Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan para
staf dalam proses pelaksanaan kerja di masing-masing SKPD?
4. Bagaimana peranan masyarakat (LSM, institusi sosial, tokoh masyarakat)
dalam memperbaiki kondisi SKPD yang memberikan pelayanan?
5. Bagaimana pemerintah daerah kota merespon seluruh masukan dari
masyarakat dalam upaya untuk memperbaiki kinerja organisasional SKPD?
6. Bagaimana relasi antara program dari masing-masing SKPD dengan
kebijakan Pimpinan Daerah (Walikota).
7. Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan kinerja masing-masing SKPD?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
365
TRANSKRIPSI FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH
KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN
MC : Robby Sukatni (Rob)
Pemandu Diskusi : Ali Ahmudi (Ali)
Peneliti Utama : Mustari Irawan (Mir)
Pembimbing (ANRI) : Agus Santoso (Asan)
Agung Ismawarno (Awar)
Peserta :
1. DPRD ( Komisi I) : H Gatot Purwanto (Gat)
2. Bapeda : Hastuti Handayani (Han) dan S. Vijaya Kusuma
(Vik) 3. Biro Hukum : Budi D. Arief (Bud)
4. Dinas Kesehatan : dr. Ahmad Yunus Gunawan Wibisono (Wib).
5. K. Arsip Daerah : Hilman (Hil)
Notulensi : Supriyadi, Wahyuli, Heriadi Taliwang
Juru Kamera : Huson RIaji SIppan
Tempat diskusi : Ruang Vip RM Podok Selera, Tangerang.
Hari, tanggal : Kamis, 14 Nov 2013, Jam 15.30 s.d 17.30 WIB
Isi Diskusi :
Sambutan Bpk Agus Santoso :
Saya atas nama dan mewakili Pak Mustari, beliau menyampaikan maaf
karena tidak bisa menghadiri diskusi ini karena sedang menyusun MoU
keperluannya ke Portugal.
Berkaitan dengan masalah yg diskusikan pada sore ini , Pada prinsipnya
adalah bagaimana peneliti inginkan justru bagaiman mengawali
mengembangkan sebuah organisasi yg bertujuan bagaimana organisasi ini
bisa mengetahui titik kelemahannya maupun kelebihannya.
Pada prinsipnya ini bukan pendapat perorangan melainkan organisasi2
barangkali arsip nasional memerlukan datanya.
Untuk kedepannya monoh kesediaannya bpk/ibu sekalian untuk bisa
diwawncari kembali bila sekiranya masih ada data atau informasi yang
pelru kami lengkapi. Namun sejauh bapka/ibu sekalian telah bekerjasama
dengan baik dan untuk terima kasih.
Sesion I : Pola pembentukan organisasi
1. Bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi, dan tugas SKPD kota
Tangerang?
2. Faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi penentu dan harus
diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah
tersebut?
3. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,
fungsi dan tugas pokok organisasi SKPD Kota tangerang?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
366
Jawaban atas pertanyaan Bab I :
Bud : Saya mencoba menjawab dari sisi hukum, Pada dasarnya pembentukan
organisasi itu berasal dari amanah perturan pemerintah PP no. 2
tahun 2004. Peruntukannya adalah pembagianurusan tugas pemerintah
pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten atau kota yaitu PP
38 Tahun 2007. Dari sinilah kemudian sudh diatur apapun masing2
tugas pemerintah daerah urusan apa saja. Kemudian kita dibuat
peraturan pemerintah daerah no. 1 tahun 2008, tentang pembagian
tugas turunan. Disini ada pembagian tugas yang sifatnya wajib
maupun pilihan. Ini kemudian yang dijadikan dasar pembentukan
organisasi perangkat daerah yg sifatnya wajib maupun pilihan.
Kemudian yang sifanya teknis pembentukan organisasi daerah ini
diatur dalam PP no. 41 tahun 2009. Nah inilah yang menjadi dasar
yang akhirnya dibentuk perda2 yg terkait dengan perangkat daerah
masing2 kota. Yang terbaru itu ada perda no 3,4 5,6 ,7 tahun 2008,
masing mengatur tentang pembentukan badan, kantor, dinas,
sekretariat. Setelah itu turunannya adalah terbitlah perturan wali kota
dari masing SKPD. Inilah mungkin sudut pandang saya dari perspektif
hukum saja khususnya pembentkan SKPD di kota tangerang.
Gat : Kalau mengenai pola pembentukan organisasi, seperti yang
disampaikan pak budi, karena beliau sering rapat kerja pemerintahan
dengan komisi satu, secara formatif memang seperti itu, sesuai dengan
urutan2 internal peraturan yg ada. Saya ngga hafal urutannya, yg saya
hafal kalau mau ketemu dr wibisono aja nih... ( bercanda) kalau
urutan2 undang2 satu persatu saya ngga hafal. Memang seperti itu
secara normatif kita sudah menjalankan sesuai dengan peraturan
perundang2an no 38, dan no 41. Mengenai faktor internal kembali
pimpinan daerah masing2kan seperti itu, apa yg menjadi
pertimbangan pak wahidin mengenai penentuan tipe minimal yang
diperlukan waktu itu efektif. Tapi begitu ada pula yang mengatakan itu
efektif adapula yang bilang tidak. Sehingga diperlukan peraturan
tambahan, Bila diambil contoh misalnya, kami belum masuk waktu itu,
seperti melikuidasi bidang perkim krn waktu itu belum dibilang penting
karena waktu itu gedung belum berkembang seperti sekarang, tapi
karena ada pengembang yang ngemplang dan lain sebagainya maka
peraturanya bisa ditingkatkan menjadi bidang. Jadi semua dibuat
berdasarkan keperluan dan kepentingan masyarakat. Apalagi ??. Saya
masuk tahun 2009 waktu itu kota tangerang menggunakan pola
minimal, dengan jumlah penduduk seperti itu dan kebutuhan seperti itu
dsb.. ini yang ngomong menteri dalam negeri nih, dari kementerian
dalam negeri mengatakan pola ini tahun 2009 efektif. Nah kalau
kedepanya diharapkan kota tangerang ini jadi contoh gitu loh!jadi
contoh daerah lain dalam memilih organisasinya secara normatif
dengan orang2nya berkemampuan secara profesi ya! Tapi yang
ditempatkan itu sesuai kriteria yang ada yang bidang ini harus punya
kemampuan seperti ini, bidang ini punya kemampuan seperti ini dan
lain sebgainya. Jadi yang dirasakan kota tangerang kalau
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
367
pengembangan sudah dilakukan, kalau faktor internal kembali
bagaimana kepala daerah mendrive sesuai dengan undang2 daerah
yang berlaku, kalau faktor ekternal sesuai kebutuhan masyarakat dan
daerah2 diluar kota tangerang. Seyogyanya itukan bersinergikan ?
berseinergi dengan pemerintah kota, dengan pemerintah kabupaten,
pemerintah tangsel atau dengan propinsi. Agar program2nya
bersinergi, jangan sampai terjadi program pemerintah propinsi
kadang2 ngga nyambung, itu harus bersinergi kedepannya.
Wib : Assalam.... kalau mengenai urutan2nya dari sisi hukum memang
seperti itu, kemudian dalam proses ditambahkan pula oleh wali dan
berkali-kali kita ke mendagri untuk sosialisasi sehingga kita
menggunakan pola itu denagn kriteria PAD, kalau ngga salah ya,
jumlah penduduk, indeks pertumbunhan pembangunan, luas wilayah
dsb. Dan akhirnya kita boleh menentukan berapa banyak SKPD yang
dibentuk. Mengenai faktor2 internal saya sangat setuju sekali memang
tergantung dengan kebutuhannya. Sebagai contoh waktu itu kita tidak
membuat rumah sakit, krn mind setnya rumah sakit itu hight cost
memang. Pada waktu awalpun sy pertama kali masuk, waktu itu kepala
dinasnya pak Nuriman, waktu minta masukan memang kita tidak mau
bikin rumah sakit karena hight cost. cuma tergantung seberapa berani
pemerintah akan bisa daerah mensubsidi, bila rumah sakit itu akan
menjadi penghasil PAD dari unsur sosialnya karena memang higt cost.
Kebetulan teman2 dewan studi banding ke pontianak dan kota lainnya,
ke rumah sakitnya dan memang rugi kalau dibangun, dan kita
menyimpulkan kebutuhannya memang ngga perlu waktu itu. Dan kita
memiliki rumah sakit swasta yang bisa diberdayakan. Ngomong2
jeleknya ngapain mikirin orang kaya, jadi bgmana caranya kita bisa
mikirin orang miskin melalui pemberdayaan rumah sakit yang ada,
makanya rumah sakit waktu itu ngga dibentuk. Pertimbangan lainnya
knapa rumah sakit ngga dibentuk waktu itu adalah karena ada unsur2
internal yang lain yaitu karena perlunya tenaga, tenaganya juga ngga
butuh tenaga yang luar biasa, tiap sistem, tiap bagian itukan
memerlukan tenaga yang sangat banyak, yang notabene tenaga ini
harus diangkat oleh pemerintah daerah secara utuh, karena pola
pengangkatnya pegawai itu masih melalui menpan RW kuotanya,
sehingga akan menjadi hambatan kalau dibangun. Berkembang
sekarang kebutuhannya sudah beda lagi ya pakhaji, ternyata saat ini
perlu juga sementara pemerintah daerah sangat mendukung kalau
memang harus dibiayai sangat besar ngga masalah dengan
kemampuan faktor internalnya kita mampu duit banyak. Jadi faktor2
pembentukan organisasi itu situasional pada saat itu tergantung, jg
takut dibilang kedepanya tidak visioner karena kedepanya butuh,
ngapain kedepannya butuh dibuat sekarang kalau Cuma pekerja tidak
bekerja, nanti saja dibentuk, toh peraturan juga bisa dirubah atau
dikembangkan. Selama eksekutif dan legilatif berjalan bersama ngga
masalah itu.
Kemudian pada Pertanyaan pertama pem bentukan struktur SKPD,
kebetulan bicara SKPD tadi ada urusan wajib ada urusan pilihan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
368
Dinas kesehatan adalah urusan wajib yang sangat jelas bahkan
SPMnya saja sudah ada. Jadi sebenarnya kita tidak terlalu sulit. Kalau
pembentukan SKPD baru mungkin agak sulit, karna akan memilah
pekerjaannya dan dipegang siapa saja. kesehatan urusan wajib
pengembangannya tidak terlalu sulit, kita tinggal susun fungsi tugas
dsb kemudian kita floting, kemudian kita rapatkan semua dari bawah
kemudian kita usulkan ke Bapeda. Kemudian disana diolah dan itu
dirapatkan beberapa kali dan saya ikut terus waktu itu, itu bbrp kali
dikomentari bbrp SKPD jangan sampai pekerjaan saya jg dikerjakan
oleh orang lain. Itukan tidak mungkin, walaupun mungkin nanti setelah
jadipun tetap ada aplikasinya yang bisa aja tumpang tindih. Jadi kalau
prose pembentukan SKPD menurut kami dari dinas kesehatan sudah
runut dari mulai dasar aturan terus sampai kebijakan memperhatikan
faktor internal ekterna, menurut saya sudah benar.
Han : Assalam... Sebelumnya mohon maaf karena bpk yahya tidak bisa hadir,
tapi bersamaan hari ini kota tangerang mendapatkan penghargaan
suasti saba wirerda, penghargaan hanya satu2nya di indonesia
sehingga tambah satu lagi prestasi untuk kota tangerang, ini sejarah
kota tangerang yang didalamnya ada dinas kesehatan, hukum, bapeda
dan SKPD2 yang lain. Tadi telah disampaikan oleh biro hukum, dinas
kesehatan maupun DPRD mengenai proses pembentukan SKPD,
memang seyogyanya ketika membentuk organisasi itu proses
pembentukan struktur seperti apa begitu? Dengan dasar hukum yang
ada telah disampaikan sebelumnya, kota tangerang juga membentuk
standar no 1 tahun 2008 ya pak budi, dengan adanya 26 urusan wajib
dan 7 urusan pilihan. dengan itulah dasar urusan wajib dan urusan
pilihan tersebutlah pemerintah kota tangerang membentuk organisasi
dinas2, badan maupun kantor dan urusan pemilihannya kita lembagai
dalam dinas, namun tidak semua urusan itu dibentuk satu organisasi
ketika dipandang perlu beberapa urusan ini bisa digabungkan dlm satu
organisasi sbg contoh badan pemberdayaan masyarakat dan keluarga
berencana itu disitu ada beberapa urusan. Pada prinsipnya pemerintah
kota tangerang membentuk struktur organisasi tsb dg prinsip faktor
follow the function artinya struktur yg ada mengikuti fungsi shg jangan
sampai organisasi dibentuk terjadilah tumpang tindih seperti yang
disampaikan oleh dr wibi tadi shg jauh dari efektif maupun efisien,
namun pd kondisi saat ini dengan adanya standar pelayanan minimal
dari pemerintah pusat yaitu 15 standar pelayanan minimal ya pak, nah
itu mau tidak mau pemerintah daerah harus menerapkan standar
pelayanan minimal tersebut dan target2 yang harus di oleh organisasi
perangkat daerah. Saat ini BAPEDA sedang mengkaji ada indikator
dari SKPD itu kinerja program atau kegiatan. Sehingga dalam satu
SKPD itu dalam melaksanakan kinerja tugas pokok dan fungsinya ada
indikator kinerjanya, artinya ada target yang harus dicapai. Sehingga
semua orang sudah punya beban dan tugasnya masing2 termasuk
target kinerja yang harus dicapai di setiap pelaksanaan tugasnya.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
369
Selain itu jg faktor2 yg harus dipertimbangkan dalam menyusunan
struktur tugas pokok organisasi kota tangerang kami memandang
selain pembentukan tata urutan kelembagaan tadi juga pembetukan
ketatalaksanaan. Nah memang ketata laksananaan ini adalah sektor
sekretariat daerah dalam hal ini bagian organisasi. Tapi bagian
organisasi tidak bekerja sendiri, mereka tetap meminta pendapat,
pandangan dari berbagai SKPD yang ada dan mereka juga melakukan
analisa jabatan pak. Ketika Organisasi dibentuk tapi, jabatan dibentuk
tapi dia tidak tahu fungsinya apa? ikut sumbang analisa jabatan,
dibentuk analisa beban kerja ada sifatnya pelayanan ada standar
operasional prosedur, pelayanan minimal dll itu di pemerintah kota
tangerang sudah terbentuk. Dan beberapa SKPD juga sudah menyusun
Standar operasional prosedur untuk melaksanakan tugasnya. Dan juga
selain itu lembaga sudah dibentuk kemudian sumber daya manusianya.
Dibutuhkanya sumber daya manusia maka dbutuhkan anggaran
pembiayaan, nah itu tingkat kebutuhan organisasi yang komperensif.
Di kota tangerang itu menggunakan prinsip hemat struktur kaya fungsi,
jadi strukturnya minimal tapi fungsinya maksimal seperti itu. Nah
kedepan yg diharapkan dalam menataan ulang struktur di pemerintah
mungkin memang perlu pemetaan kembali perlu, penyusunan kembali
kebutuhan organisasi seifisien mungkin sehingga kaya fungsi dan lebih
bermanfaat dalam peningkatan pelayanan untuk masyarakat. Seperti
itu mungkin yang saya sampaikan.
Hil : Assalam.... singkat saja jawabnya urusan wajib pak. Cuman mungkin
kalau lebih terstruktur jawaban kesmua pertanyaan ini sudah dijawab
lengkap tadi. Pertanyaan yang disampaikan kepada saya pada saat
wawancara, bukan pada perencanaan struktur secara umum, tapi
langsung menukik pada SKPD saya sendiri. Saya jelaskan sama seperti
tadi pak budi kaitan dengan PP 41, termasuk pembentukan organisasi
di kota tangerang.
Yang kedua tentang faktor internal saya jawab sesuai dengan jawaban
saya waktu wawancara yang lalu karena ini penelitian, saya sampaikan
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
imbasnya juga kepada volume pekerjaan khususnya masalah kearsipan
dan terutama masalah yang berkembang saat ini, namun sebenarnya
saya tidak bicara tentang kearsipan nih pak, karena orang ANRI
memang sudah ahlinya. Sebenarnya saya tinggal duduk manis aja nih
pak, mengenai sistematika penyusunan struktur sdh ada bapeda, ANRI
juga orangtuanya saya jadi bagaimana gitu? Tapi minimal itulah yang
saya sampaikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan
imbasnya juga pada perkembangan organisasi yg pada akhirnya
volume pekerjaan juga semakin banyak, maka perlulah suatu perangkat
daerah, seperti yg disampaikan pak dokter sesuai dengan kemampuan
daerah itu sendiri. Itu saja pak yang saya sampaikan, kurang lebihnya
mohon maaf. Wasalam.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
370
Sesion II : EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN ORGANISASI PERANGKAT
DAERAH
1. Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah
tersebut dijalankan sesuai dengan keputusan walikota Tangerang?
2. Faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat dalam menjalankan
fungsi dan tugas pokok tersebut?
3. Bagaimana proses penentuan dan pengangkatan kepala dari SKPD kota
Tangerang?
4. Apa yang menjadi pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi
kepala dari masing-masing SKPD?
Gat : Terimakasih pak, yang mana dulu nih.. Kalau secara keseluruhan,
perspektif kita tapi secara umum yang kami liat e… fungsi dan tugas dari
perangkat daerah, sesuai dengan keputusan Walikota, itu secara umum
sudah dijalankan. Itu yang kami liat, kalau ya baik-baik, sempurna sih
belumlah ya. Jadi yang kami liat seperti itu, persoalan selalu ada.. kan
selalu dinamis ya…Dan factor yang e.. factor-faktor yang jadi
penghambat dalam menjalankan tugas, fungís dan tugas pokok tersebut.
Ini yang sering kami kritik kepada teman-teman legislatif..e teman-teman
eksekutif, itupun koordinasi, koordinasi. Jadi koordinasi baru SKPD atau
mungkin dalam SKPD sendiri Madang-kadang ( tidak jelas ) yang
menjadi factor penghambat.
Bagaimana proses penentuan dan pengangkatan kepala SKPD… kalau
normatifnya kita ini adanya BAPERJAKAT “Badan Pertimbangan
Pangkat dan Jabatan” ini yang selalu, yang saya dengar, yang selalu
saya liat sendiri.. selama ini rapatpun seminggu sekali. Seminggu sekali
Baperjakat dan mempertimbangkan kriteria-kriteria, mereka
menempatkan kepala SKPD kota Tangerang. Kalau persoalan itu miring
kanan, miring kiri biasalah ya..ya kan kenapa yang dipilih pak Wibisono,
kok bukan saya kan, ha..ha..ha..artinya akalau secara normatif kenapa
kok ya..mungkin e..seorang pemimpin Pili yang dekat..Pak Harto dulu
Pilih yang dekat-dekat dia, itu jamak..kalau nggak dekat susah di atur
kan situ..pusing , kecuali kalau partai politik jangan dekat-dekat semua..
Apalagi..
Pak Ali : Pertimbangan pokok…
Gat : Ya.. jadi apa lagi Sekarang semua, semua pegawai pemerintah mungkin
hampir semua, harus membuat ( tidak jelas ) integritas.. jadi integriti itu
Sangat penting di, mungkin bukan hanya di Kota Tangerang saja, dan
kompetisi dan sebagainya… mungkin itu sementara..
Wib : Ya terimakasih, e..jadi menurut kami bahwa fungís dan tugas pokok
dari perangkat e.. kesehatan. Kita sudah jalankan sesuai dengan
keputusan Walikota Tangerang. E…sudah seluruhnya e…sesuai dengan
apa yang menjadi TUPOKSI hingga tiap-tiap bidang, tiap seksi, Cuma
mungkin e.. ada 2 hal yang jadi ganjelan, kalau saya pribadi bukan saya
pribadi ya…Dinas kesehatan kan, itu ganjelannya bahwa struktur itu
sudah ada yang di patentan yaitu Kesekretariatan. Tergantung suatu
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
371
SKPD sama semua ya…sama semua yaitu Ka.Subag keuangan,
Ka.Subag umum dan kepegawaianmenjadi satu, perencanaan Ka.Subag
perencanaan e..disini kalau dulunya 4 menjadi 3 karena pola minimal.
E..kalau 4 nya umum dan kepegawaian mejadi satu. Mungkin di
beberapa SKPD tidak jadi masalah tapi kalau kesehatan. Bagi Dinas
pendidikan mungkin yang punya BOLO nya itu buanyakk..itu akan
menjadi masalah. Apalagi untuk Kesehatan, ternyata dari ( tidak jelas )
Dinas pendidikan ngurus pegawai itu lebih repot karena pe..apa..naik
pangkat fungsional, kalau dulu kan Cuma satu jenisnya ya.. guru aja ya
kan? Mau guru PMP, guru apa itu, kan angka kreditnya sama e..begitu
kesehatan dengan jenis yang sama pula ada 8..32 jenis tapi karena
fungsional ada 18. Gizi kreditnya, perhitugannya berbeda. Dokter,
perawat, dokter gigi. Eh ya kan, kalau dokter umum ngurus gigi nggak
dapat poin tapi kalau dokter gigi dapat ya…perawat, perawat gigi, bidan
dan seterusnya itu, itu sampai sekian banyaknya walaupun hanya súper 5
nya kita tetap lebih repot. Jadi umum dan kepegawaian kalau mungkin (
tidak jelas ) dengan SKPD yang lain punya banyak pegawai, itu gak
mungkin disatukan. Bagian umum juga banyak yang kena diarepak,
karena dia, kenapa? Karena e.. untuk barangnya aja itu udah repot.
Misalnya tadi contoh sekolah, sekolah pengadaan bangku, meja atau
kursi meja. 20 sekolah, umumnya banyak. Itemnya Cuma 2, cursi sama
meja.. Baik kalau kesehatan sekali pengadaan minoritas itu 27 sampai
47 macam yang kecil-kecil dan itu satu-satu, dan makanya terlambat.
Kita masukin..bagian aset juga pusing.. itu hambatan banget. Makanya
itu harusnya nggak bisa secara umum disamakan kalau menurut saya.
Bukan kesehatan ajalah..ya ada beberapa Dinas lain yang kayak begini,
nggak tau yakarena saya tidak mendalami. Tapi minimal ( tidak jelas )
kayak guru apa…pendidikan itu harus kita…e..inikan.. Nah..itu yang
kayak begitu mungkin harusnya di pertimbangkan juga ya…
Kemudian factor yang dominan yang menjadi penghambat dalam
menjalankan fungís dan tugas pokok ya.. Yang pertama: kalau kita di
Dinas kesehatan, yang pertama hádala rekrutmen pegawai
ya..penghambat rekrutmen pegawai karena rekrutmen pegawai bukan
dikita ya.. rekrutmen pegawai masih di Menean, jadi seperti kita mau
mendirikan Rumah Sakit, perlu tenaga berapa itu, tapi tidak ada
pengangkatan pegawai karena tidak memenuhi syarat apalah, sehingga
tidak ada. Itu mau darimana pegawainya. Dan untuk kesehatan itu kan
beda-beda, beda-beda tenaganya itu. Tadi seperti Gizi, ini-ini, macem-
macem jadi memang perlu. Perlu ya menurut saya sih.. mungkin nggak
tau juga ya..kalau kesehatan rekrutmen pegawai, tapi paling nggak itu
memang harus ada pengangkatan yang rutin, dengan perhitungan
kebutuhan-kebutuhan yang pas. E… jadi penghambat pertama tadi itu,
ini apa SDM nya. Kalau duit sih, waduh… jangan ditanya deh..ya
bukannya saya sombong, kalau Kota Tangerang itu kaya. Orang kita
Cuma ngusulin 70 Miliar aja, dikasih 150 Miliar sama Dewan. Iya
betul.. untuk penanganan orang miskin, saya nggak ada ini. Makanya
kalau soal cari barang ini-itu dan bisalah kasarnya.. misalnya fisik bisa,
dalamnya bisa begitu, bisa begitu cepet. Misalnya bikin khusus
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
372
perawatan bisa, tapi begitu pegawainya ah...ini ni..karena bukan kita.
Kita punya ketergantungan sama orang lain gitu, dengan instansi lain
yang di pusat...Itu dari hambatan, nah jenisnya tadi seperti apa,
misalnya jenis-jenisnya ya..e..seperti perkembangannya, ini sebelum
pemikiran Rumah Sakit untuk pelayanan orang miskin, ternyata
pelayanan orang miskin itu e.. dengan sistem pembayaran dan
sebagainya itu, harus punya tenaga Asuransi Kesehatan sebetulnya.
Karena deteksi, satu deteksi kita itu sama dengan Direktur 36 Asuransi.
Betul itu.. kemaren langsung diomongin di depan Walikota, jadi memang
begitu repotnya dan kita puya tenaga ahli asuransi berapa..Lah kan
belum, begitu mau diangkat kan nggak ada. Kita mengharapkan kadang-
kadang dari pemerintah, kalau ada dari pemerintah kita langsung
tangkap tuh. Langsung saya pergi ke BP apa..BKPP, ini kita butuh
tenaga ini.. dilihat bukan.. ya udah nggak apa-apa gitu. Tapi nggak, kita
fear ya memang kebutuhan. Jadi itu faktor yang dominan. Itu yang utama
adalah e..tadi terutama adalah rekrutmen pegawai. Kemudian juga
bahwa untuk menjalankan fungsi, kita larinya dari tujuan, ke segala
macam sampai ahirnya dari ini itu terus lari ke program, ke kegiatan.
Hambatan kita salah satunya kegiatan. Kegiatan itu harus munculnya
sesuai dengan PERMENDAGRI .. gitu ya bu Bapeda ya..Nah bu Bapeda
juga nih kadang pusing juga. Kita maunya sih namanya diganti, tapi
nggak ada gitu pak..nah itu loh ya... itu sala satu faktor dan tugas pokon
yang menjadi hambatan. Nah..kalau untuk pengangkatan kepala SKPD
ini saya nggak tau, karena saya bukan yang ngangkat. Tapi secara
normatif memang melalui apa namanya e.. BAPERJAKAT, kalau yang
dibawah kepala SKPD..kalau kita ngusulin nggak..e..saya kan di
sekretariatan itu kita usulin, memang nanti masalah penilaian dia (
Baperjakat ) mungkin orang ini punya plus atau minus itu dah lain ya..
jadi melalui Baperjakat e..kalau fungsi dan tugas pokok dalam
penentuan untuk menjadi kepala dari masing-masing SKPD. Kesehatan
khususnya, memang ada bebrapa syarat ya ..contohnya untuk Direktur,
untuk direktur itu dalam e..surat Dirjen. Dari dirjen itu jelas ada
e..pedoman itu. Direktur itu harus sarjana KeRumah Sakitan , jadi
dokter umpamanya, nah kemudian untuk Dinas kepala Dinas, juga
kesehatan, tidak termasuk sih. Tapi akan terkait dengan aturan lain
misalnya dalam hal perijinan yang di sahkan oleh...kalau saya dokter
jadi disahkan oleh dokter. Jadi seharusnya yang jadi kepala dinas itu
dari dokter itu. Tapi yang menguasai akutansi.. iya sebagai pengguna
anggaran kalau nggak pakai akutansi , harus siap-siap diborgol. Harus
menguasai akutansi, manajemen, dan good relation yang baik gitu. Jadi
pertimbangan pokoknya menurut saya harus orang kesehatan, jangan
sampai kayak kemaren dari tempat lain, beda lagi. Ahirnya ya tunggu
saja kehancuran kalau begitu..tapi bukan, bukan saya ya. Kesehatan ya
mungkin itu tadi ya.. terimakasih...
Han : Terimakasih pak, tadi ada satu yang ketinggalan dari berbagai
pandangan ya pak.. e apa suatu ( tidak jelas ) ketika suatu organisasi itu
dibentuk, itu juga memperhatikan Kiss: Koordinsasi, integrasi,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
373
implementasi kiss ( tidak jelas ) dan itu sangat koordinasi. Itu sangat
gampang di ucapkan tapi pada pelaksana itu sangat sulit diterapkan.
Bapeda itu bagian koordinator, e..urusan wajib maupun urusan pilihan
yang ada di pemerintahan kota tangerang dalam hal perencanaan
pembangunan, kami itu sering sekali e.. untuk koordinasi sampai sehari
mungkin dr. Wibi itu beberapa kali di hubungi oleh koordinatornya.
Dalam hal ini kita e.. data ini mana untuk perncanaan ini mana. Data
pendukungnya ya.. tiap mengajukan e...perencanaan penganggaran..jadi
memang e..Bapeda itu sampai laporannya sudah sering kali rapat
koordinasi. Artinya kami sebagai koordinator e...untuk urusan yang ada
di pemerintah kota. Setiap bidang membawahi beberapa SKPD yang ada
dan itu melakukan koordinasi secara intens dalam e..baik dalam
perencanaan maupun e...penyusunan perencanaan penganggaran
sampai ketika pembahasan KUA ( tidak jelas ) selalu didampingi oleh
temen-temen Bapeda atau kami menyebutnya ( tidak jelas ) jadi mereka
mendampingi SKPD ketika berhadapan dengan e.. DPRD, seperti itu..
dan memang koordinasi itu sulit untuk e... gampang diucapkan tapi sulit
di terapkan.
Kalau selanjutnya tadi e...faktor penghambat dalam menjalankan fungsi,
tadi mungkin sekalian dalam hal koordinasinya karena memang
e...kenyataannya seperti itu. Namun e..itu tidak menjadi kendala lagi.
Kota tangerang sepertinya dengan adanya berbagai ( tidak jelas )
sepertinya dengan kendala-kendala itu menjadi sebuah tantangan bagi
aparat.
Kemudian e..penentuan pengangkatan kepala SKPD yang pasti kalau
menerapkan e...sebenarnya menjadi hak preroregatif pejabat pemerintah
dan kepegawaian dan Baperjakat ya pak, dalam hal ini kan pejabat
pemerintah dan kepegawaian itu adalah Walikota. Mungkin kedepan ada
visi dari undang-undang ASM, kita juga belum tau kapan akan bisa,
bahwa pembenahan kepegawaian adalah secara struktural tertinggi di
daerah tersebut. Nah.. dalam menempatkan orang kami, kami masih
meyakinilah bahwa tetap memperhatikan kalau dulu The right man on
the right place, tapi sekarang agak bergeser menjadi The best man on the
right place. Nah kami berharap bisa mengangkat orang, tetap
memperhatikan kompetensi dan kemampuannya. Baik dari sisi
kemanajerial dan kemampuan –kemampuan teknis dari tuntutan
sehingga dia mampu e..membawa apa e...memimpin SKPD yang menjadi
tanggungjawabnya. E... mungkin cukup aja terimakasih...
Bud : E......Terima kasih sepertinya sudah cukup lengkap tadi ya......dari pak
Gatot, pak dr.Wibi & bu Handa, baik saya juga mau belajar kissnya itu
tadi....ya cuman e....dalam tataran e.....perspektif dari bagian hukum
kami melihat memang apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota
daerah Tangerang dalam langkah melaksanakan tugas pokok,fungsi
pelayanan publik yang sebaik-baiknya atau pelayanan tim atau
masyarakat,kepala daerah dalam membuat suatu sistem,sistem
koordinasi seperti dikatakan bahwa koordinasi itu mudah di
ucapkan,sulit dilaksanakan.Tapi sistem itu sudah ada jadi seperti
bagaiman kepala daerah setiap hari senin itu melakukan evaluasi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
374
terhadap kinerja masing – masing SKPD.Setiap satu minggu sekali
mengumpulkan project – project,melakukan evaluasi e.....pelaksanaan
tugas selama satu minggu.Kemudian ada kegiatan evaluasi bulanan
ya,evaluasi pembangunan e.....jadi dilaksanakan oleh seluruh
SKPD,perwakilan SKPD melakukan evaluasi sampai sejauh mana
program,pelaksanaan program pembangunan selama satu bulan,ini
sistem ini sudah.ya...kembali lagi seoerti disampaikan oleh pak Gatot
tadi memang tidak bisa dikatakan 100%,tetapi upaya – upaya untuk
mencapai 100% itu terus dilakukan,nah bagian hukum memiliki satu
perannya adalah bagaimana e.....pelaksanaan tugas oleh masing –
masing SKPD ini haruslah diberikan payung,diberikan satu
pedoman,sehingga dalam pelaksanaan tugas yang pertama berdasarkan
undang – undang yang berlaku.Yang kedua adalah fungsinya untuk
pelindung,melindungi daripada aparatur daerah,melindungi daripada
masyarakat dari kemugkinan terjadinya penyimpangan didalam
pelaksanaan kerja e....tugas pokok sehari – hari,e.....karena itu e....untuk
mengurangi terjadinya hambatan yang menjadi beban tugas. Salah satu
kegiatan bagian hukum adalah melakukan evaluasi & kajian terhadap
produk hukum di masing – masing SKPD. Jadi pak,kami melakukan
evaluasi terkait produk – produk hukum di masing – masing
SKPD.memang kenyataannya kami menemukan beberapa persoalan
yang dihadapi oleh masing – masing SKPD, terkait dengan pelaksanaan
tugas yang mejadi dasarnya yaitu satunya belum lengkapnya
PERDA,belum adanya PERDA,peraturan walikota atau peraturan
pelaksanaan teknisnya belum dibuat sehingga menyulitkan juga didalam
pelaksanaan tugas.Nah dari evaluasi kemudian kita e.....lakukan kajian
e....kita kemudian membuat suatu rekomendasi agar SKPD ini
,kemuadian e......segera melakukan upaya – upaya untuk melengkapi
produk hukum daerahnya sehingga memudahkan pelaksanaan tugas di
masing – masing SKPD.termasuk bagaimana dukungan daripada
pimpinan daerah untuk mendorong bagaimana kerja SKPD untuk
melengkapi e.....kelengkapan produk hukum daerah.Nah kami mohon
membuat suatu surat edaran untuk melengkapi perangkat hukum
daerahnya,agar dalam pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan sebaik
– baiknya.Terkait nomor e.....3&4 ini rasanya sudah kebijakan pimpinan
dalam hal ini „Baperjakat‟ e.....kemudian analisis jabatan ya ada
yah,analisis jabatan.A.......kemudian ABK ya jadi memang mekanismenya
ada.Cuma seperti yang disamapaikan oleh pak Bambang tadi e....ada
kewenangan atau perintah dari kepala daerah untuk menentukan
e......para pendamping atau para pembantunya,mungkin itu....
Hil : Ya terima kasih .....klarifikasi pak,dari sejak sejak awal disebutkan
kepala kantor,saya bukan kepala kantor arsip pak,saya e......kepala seksi
ha....ha.....ha.......kalau kepala kantor arsip ya knowledgenya juga harus
sesuai ya disesuaikan dengan e....kepala seksi
Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah
secara umum memang sudah dijalankan gitu yah,banyak dari apa
namanya e.......regulasi yang ada baik itu dari e......lembaga tertinggi
kami yaitu ANRI dengan ada undang – undang 43 nya,ada kemungkinan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
375
dari SOTK kota tangerang tahun 2008 tentang kantor Arsip. Secara
umum sudah dijalankan,dituangkan sebagaimana kaitannya dari misi –
misi extra,kemudian program dan kegiatan e.......dijalankan secara
umum begitu dan sudah gitu.e.......kemudian juga bahkan e.......langsung
menuji kepada tugas pokok dan fungsinya juga.Staff khusus sudah
dibagi habis pak,jabatan – jabatan staff itu sudah dibagi habis begitu
yah.E.......sampai pemegang ini,pemegang itu dan sebagainya gitu
yah,sudah dibagi habis,truss kemudian juga ya laporan kerja harian juga
sebetulnya dibuat gitu. Tapi e......ada sedikit hambatan karena pusing
kalau setiap jam dikantor katanya gitu kan,setiap dikantor apa ya
akhirnya tersendat – sendat lah,tetap berjalan begitu yah,e.......kemudian
juga apa e......berdasarkan SOTK itu sebagai salah satu kewenangan kita
membina kepada suatu SKPD sudah dijalankan.Sosialisasi tentang
apapun sesui dengan undang – undang tertinggi,sesuai dengan Perda
tentang kearsipan sudah dijalankan.namun mengingai kepada
pertanyaan yang kedua apabila ditanya apa faktor – faktor penghambat
ya tetap adalah pak,gitu yah.Sebagaimana yang awal saya sampaikan
dalam e.......sebuah organisasi seperti itu ada satu,ada
managemnet,Organisasi didalamnya,ada sumber daya
manusia,Finance,ada managemnet juga.urusan finance mungkin ngga
e......apa ada hambatan karena pemerintah daerah mendukung
sekali.management juga sangat mendukung.Kemudian kepada SDM
mungkin,SDM e.......mengenai SDM kearsipan ini gimana yah...langka
ha..ha...ha.....langka jarang gitu,jadi barang antik gitu pak yah
e........terus apa namanya untuk pendidikan,kompetensi juga dalam
masalah kearsipan ini sebagaimana saya sampaikan dikota tangerang
itu hanya ada lulusan kearsipan 7,kebetulan 7 yang 2 pindah ke
kabupaten,yang 1 ditempatkan di SKPD lain yang 3 ada dikantor arsip.
Itu saya menangani masalah kearsipan sesuai dengan (tidak jelas) setara
D3 kota tangerang dalam masalah kearsipannya gitu kan yah,itu juga
merupakan hambatan yang dapat saya sampaikan. Kenapa sih gitu dari
ANRI,dari lembaga tertinggi yang khusus menangani masalah kearsipan
ini.adakan lagi kerjasama dengan perguruan tinggi supaya mencetak
tenaga – tenaga arsip samapai setara S1 atau S2 gitu.e........dan daerah
kita apa namanya e......mengadakan suatu kerjasama gitu,sehingga arsip
ini e......orang bisa melihat lah exsistensi daripada arsip.Itu
sebagaimana ditentukan didalam e.......peraturan ANRI tentang nilai
guna arsip.apabila itu kita kaji pak,kaitannya juga mengenai SOTK itu
sangat universal sekali gitu yah,nah itu hambatan – hambatan dalam
menjalankan fungsi dan tugas pokok dan kenyataannya seperti yang saya
sampaikan gitu, ada baperjakat,ada apa lah, the best apalah tadi..saya
ngga ngerti atau the right man on the right place gitu ya pak yah..atau
ada juga like dislike kan,jangan ngga ada like kemudian di dislike gitu
kan.Itukan tetap juga menjadi satu bumerang buat kita meskipun dari
awal sistem ada yang itu tapi penghambat menjadi suatu........Baperjakat
gitukan ya tidak menutup masalah,baperjakat dimana juga ada,dimana –
mana juga ada,tapi ya apa itu kebijakan pimpinan atau kaitannya
dengan masalah politik.gitu juga tidak begitu berbicara banyak,karena
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
376
itu merupakan suatu hambatan juga gitu yah,terus proses penentuan dan
pengangkatan kepala SKPD,itu merupakan kebijakan dari pimpinan
gitu.Kecuali nomor 3&4 ini ya minimallah kalau orang mau e......jago
masak jangan nyuruh tukang menjadi chefnya,gitukan minimal yang
diberikanlah atau punya basic e......tukang masak gitukan.Dia melajar
menu,dia belajar apa gitu,selanjutnya ya mungkin tadi
baperjakat,kebijakan,like dislike,the best man on apa
tadi...ah...itulah.yang nomor 4 tidak ikut menjawab silakan dilanjutkan
terima kasih wasalammualaikum wr,wb.
Sesion III : Institusionalisasi Peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat
daerah.
1. Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintah dalam proses
pembentukan struktur organisasi masing-masing SKPD kota tangerang
mulai dari penyusunan raperda hingga ditetapkan menjadi perda?
2. Bagaimana proses pemantauan dari pimpinan daerah dan DPRD terhadap
pelaksanaan kerja dari masing-masing SKPD kota tangerang?
3. Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan
para staff dalam proses pelaksanaan kerja di SKPD kota tangerang?
Jawaban diskusi :
Gat : ya kalau saya sebagai anggota dewan tidak tahu persis di dalamnya,
penetapan itu berdasarkan ada sifatnya sudah normative, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Misalnya menjadi hak prerogative
RAPERDA (nyambung atau enggak, gak tahu lah)…. Sesuai dengan
jawaban yang sudah saya berikan, kalau ditanyakan tentang RAPERDA
dilahirkan dari SKPD yang berhubungan dengan RAPERDA, misalnya
eee, PERDA tentang Rumah Sakit, nah itu, waktu itu, pak dokter ya?
Seperti itu, nanti di bawa ke BALEGDA (Badan Legislatif Daerah), itu
simapaikan ke anggota dewan, di sana ada pak Budi (poakar Hukum),
ada ibu eeee, “the best man on the best place”, ….. hahahahahaha….
(peserta FGD tertawa), dari BAPPEDA, dan lain sebagainya, kalau
RAPERDA Seperti itu. Tetapi kalau mengenai pembentukan struktur
organisasi, kita ketemu dengan anggota SKPD, waktu yang kami lakukan
melalui pertemuan formal maupun informal, selama kepemimpinan Pak
Wahidin Halim, akibat modelnya gak perlu saya ceritakanlah, atau
boleh saya ceritakan? “Bollleeehh paaak” (peserta FGD serempak
menjawab). Jadi cara pak wahidin itu menilai, bagaimana ini?,
bagaimana ini?, bagaimana ini?... (sambil memperagakan bertanya
dengan kawan-kawan di sekitarnya), seperti itu untuk menilai. Misalnya
dia membentuk struktur seperti ini, (sembari memperagakan dengan
tangan sebuah struktur organisasi), bagaimana pendapat Anda?
Bagaimana pendapat Anda? Karena saya juga pernah ikut terlibat, saya
ditanyakan seperti ini, perndapat saya bagaimana…, pendapat saya
bagaimana, memang ada taktik yang berbeda dilakukan untuk
memintakan pendapat heeemmm, seperti itu. Emmmm… kalau ada yang
tidak menyampaiakn pendapat, ditanya, “apa dan kenapa kok gak
ngomong”, kalau diem saja, apa pendapatnya?. Seperti tadi yang telah
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
377
disampaikan oleh pak Budi, eee…, dalam pertemuan sebulan sekali, tiga
bulan sekali, kalau proses pemantauan, … kota Tangerang, eee ada yang
namayan evaluasi, evaluasi perschedule dari masing-masing komisi
bertemu dengan mitra kerja, SKPD, Dinas-dinas terkait, di samping
tidak menutup kemungkinan, yang saya menyebutnya, Spot-spot waktu
tertentu, kadang-kadang kita mendapat masukkan dari LSM, Media,
SKPD lain, kami melakukan pemantauan langsung, kadang-kadang kita
ke Dinas yang bersangkutan, tetapi kalau ke kantornya langsung jarang,
kalau saya hamper enggak pernah kan? Kadang-kadang kalau kita
terjun langsung ke lapangan, ditanyain “wahh mau ngapain nih?”
misalkan ke pak Dokter, “pak Gatot mau nagih apa mau ngapain nih?”
hahahahaha….. (peserta FGD serempak tertawa), nah itu yang selalu
kita jaga. Bagaimana ….(juudul pertanyaan kuisioner), kami…, kami,
kalau yang diceritakannya sih bagus, tapi kami tidak tahu didalamnya,
yang tahukan kepala dinasnya sendiri, eee pak widi, pak budi yang sudah
diputuskan oleh SKPD masing-masing. Nahhh, sementara, itu saja.
Wassalamu‟alaikum wr wb.
Wibi : Terimakasih…… jadi kalau keterlibatan kompononen…. Dst
(pertanyaan kuisioner) … SOTK, sebetulnya tidak perlu saya jawab,
karena dari awal sudah jelas mana bagiannya Dinas KEsehatan
berkerja, menyusun ininya eee, struktur, fungsi, tugas dan lain
sebagainya itu kita susun dulu, kemudian kita sampaikan ke dalam eee,
galeri politik, eeeee.. ORTALA kemudian dibicarakan dengan seluruh
SKPD. Sehingga muncul RAPERDA seperti tadi yang diucapkan oleh
bapak H Gatot, mulai dari apa tadi, eee.. PROLEGDA dan seterusnya,
sampai hearing-hearing sampai muncul keputusan Raperda menjadi
Perda. Kemudian ee proses pemantauian pimpinan daerah tadi udah,
sama ya, proses pemantauan pimpinan itu ada rapat evaluasi, langsung,
surat kaleng, surat elektronik (e-mail : Red) eee, website dan lain
sebagainya itu suatu bukti fungsi pemnatauan, fungsi monitoring dan
evaluasi dari pimpinan Daerah dan anggota DPRD persis seperti yang
diutarakan oleh bapak H Gatot, memang seperti itu eee.. kita ada
Triwulanannya, masing-masing komisi yang membawahi, kemudian eee,
juga ada hearing-hearing, itu juga puinya ekses juga, kebetulan juga ada
PERDA, sekalian juga sambil meningkatkan, ada ekstra waktu, jika
PERDA nya beres, kita bicarakan juga tentang SKPD, sambil menyelam
minum air lah. Kemudian… bagaimana prosedur secara… dst
(pertanyaan kuisioner).. jadi gini, kalau di SKPD, kalau kita mau
mengambil keputusan itu tentang apa dulu? Kalau sifatnya sangat teknis,
harus jujur diakui bahwa, yang paling tahu adalah level di bawah, jadi
pasti akan dimintakan pendapat untuk yang sifatnya teknis, kaya saya,
ketika dimintakan bicara tentang gizi buruk, mungkin lebioh tahu si seksi
gizi masyarakat dari pada saya. Saya lebih umum, jadi pada saat
mengambil keputusan, baik kita rapatkan, eee dan terutama kita akan
mendengarkan, dari eee… tim apa, yang ahlinyalah kasarnya, walaupun
dia hanya staff, atau pejabat esselon 4, pertimbangannya kalau kepala
Dinas kami kan, itu biasanya akan minta pendapat lagi dari sekretaris
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
378
da nee, bidang-bidang, terutama menyangkut bidang yang
membawahi,”nah ini apa ini? Mau diambil keputusannya”. Ya demikian.
Bud : E . . . mungkin sebetulnya berbicara tentang ini, tadi sudah
disampaikan oleh Pak Gatot maupun dr. Wibi, sebelum Undang-undang
nomor 10 tahun 2004, tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan kemudian dirubah nomor 12 tahun 2011. Memang setiap
program itu disusun oleh bagian hukum, tapi kemudian e...dengan
adanya ketentuan yang baru ini, penyusunan draft awal pembuatan
sebuah produk hukum daerah diusulkan oleh masing-masing SKPD
pemerakarsa disebutnya. Karena mereka inilah yang lebih tahu secara
teknis tentang apa kebutuhan dari masing-masing SKPD nya. Nah, itu
yang pertama kemudian baru draft penyusunan ini kemudian diusulkan
ya kepada staff di daerah melalui bagian hukum, untuk dilakukan
pembahasan dan apabila disetujui oleh pimpinan atau kepala daerah,
maka ditentukan dalam Raperda atau program, nah ini mekanismenya
seperti itu, sampai dengan dilakukan pembahasan dengan dewan,
kemudian ditetapkan secara bersama-sama antara legislatif dengan
(Tidak jelas 01:53:35) sendiri. Dan pertanyaan kedua, bagaimana
Kepala Daerah menentukan proses (Tidak jelas 01:53:49) yang
dijalankan. Jadi e . . . Kepala Daerah, dalam hal ini melakukan proses
pemantauan. Namun yang terpenting Pak Gatot dari Komisi 1 dan
perangkat yang lain melakukan hearing secara berkala dan pemantauan
dilapangan terkait masing-masing SKPD dalam rangka pelayanan
publik. Kemudian bagaimana pengambilan keputusan menggunakan
prosedur? Sebetulnya apa yang disampaikan Dokter Wibi itu adalah
demikian, artinya pengambilan kebijakan e . . . memang Pimpinan akan
bertanya kepada orang yang ahli di bidangnnya, artinya . . . apa . . .
artinya bidang yang semata-mata, perangkat yang sifatnya tekhnik
sifatnya yang membutuhkan pimpinan tidak begitu saja mengambil
kebijakan, tetapi paling tidak kepada wahana yang khususnya e . . .
bagian hukum yang merupakan bagian dari SKPD daerah dimana tetap
dengan kebijakan-kebijakan kepala daerah, walikota, apabila Walikota
membutuhkan pendapat hukum maka beliau akan memposisikan telaah
bagian atau akan dibahas. Nah ini asdalah tugas daripada . . .
khususnya hukum, Pemerintah yang membawa (Tidak jelas 01:55:30)
kemudian turun di bagian ini, kita lakukan kajian, kemudian kita buat
pembahasan, kemudian kita lakukan koordinasi, kita buat pengkajian,
pengkajian terhadap walikota terkait dengan apa yang beliau tanyakan,
setelah itu kebijakan ada di (Tidak jelas 01:56:02) nah ini . . .
mekanisme ini berjalan secara sejalan, artinya di tingkat daerah apabila
membutuhkan hal-hal terkait hukum, membutuhkan hal-hal hukum,
seperti itu.
Hil : Terimakasih, E . . . keterlibatan e . . . sebagai komponen untuk
kepentingan arsip kemudian, baik pak, kami prosedur pernah
menerangkan tentang pembuatan apa e . . . (Tidak jelas 01:58:55) untuk
urusan pemerintah. Buat kami perlu komunikasi dengan bagian
pemerintahan, begitu juga dengan bagian itu didapat dalam sebuah
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
379
forum kemudian ada sistem didalam komputer itu kemudian ada new
comment. Kemudian new comment dari masing-masing itu kemudian ada
kembali, yang pada akhirnya setelah menjadi surat dinas bagian hukum
kemudian bagian hukum kepada DPRD seperti itu yah. Tapi kalau
biasanya kan yang untuk pembuatan Perda itu kan ada kerjasama dari
DPRD gitu. Tapi yang saya alami sekarang tetap dari Disdik, tunjangan,
semuanya Pak yang saya buat dari eksekutif, kemudian nanti dikaji di
dewan. Yang kedua saya tidak terkait di awal itu oleh itu di ini tadi juga,
tadi e . . . bartanya, tentang pengambilan keputusan di Kota Tangerang
bahkan dijalankan yang memutuskan hari libur yang nyelip-nyelip itu
kita e . . . di Kota Tangerang itu pasti itu Inspektorat datang, yang
seperti itu, itu pasti ada gitu. Saya ke Bandung saja kemarin ngga jadi
gitu memang rutin apabila dilaksanakan betul, kaya kemarin juga terjadi
seperti itu ya, ya kita manusiawi ya, ya efek seperti itu itu kan ada celah
yang seperti itu, itu dibutuhkan eksistensi juga ikut ngobrol, keterlibatan
pelaksanaan kemudian tadi sudah saya sampaikan kemudian faktor
psikologi itu sudah dalambaik pengambilan keputusan, penggunaan
prosedur, keterlibatan tetap tidak perlu diperhatikan kemudian oh dia
arsip, kemudian kita perintahkan itu kan terus, sudah kerja terus,
kemudian kita siap sudah dikasih gaji itu ka, jadi mungkin belum makan
nih, itukan contoh kecilnya . . . contoh kecilnya, tekhniknya bapak yang
lebih tahu, itu adalah keputusan . . . itu artinya apayang saya sampaikan
kurang lebihnya mohon maaf, Wassalamualaikum Wr. Wb.
Han : “ Terima kasih Pak, saya mau menjawab atau mengutip suatu dari, dari
narasumber tadi yang kami dapat ya…pak ya…jadi saya gak ngulas lagi,
Cuma saya akan berbicara implementasi tentang struktur organisasi
dasar hukum kalau kami BAPEDA menjalankan program dari BAPEDA
karena tadi temen-temen sudah menjalankan program dari Raperda
menjadi Perda. Itu pasti tetep ada multi konflik ya…ya pak Budi ya.
Nah, kami bicara implementasi itu, kalau di program BAPEDA, Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah, hal kami menulis dokumen-
dokumen peraencanaan itu kami sangat-sangat melibatkan peran serta
masyarakat. Contoh dalam perencanaan Musrembang? ( Musyawarah
Rencana Pembangunan ) nah kami selalu meminta diawali dari rembug
warga, nah rembug warga sampai tingkat Musrembang Kelurahan,
kemudian Musrembang kelurahan nanti sampai ke tingkat yang lebih
tinggi, Musrembang tingkat Kecamatan e . . . sampai ke Musrembang
bapak yang ada ( Tidak jelas 02:03:00) nah itu masyarakat sangat kita
libatkan dan dalam hal ini juga anggota DPRD itu biasanya e . . . selalu
hadir ketika e . . . rapat Musrembang baik di tingkat kelurahan sampai
ke tingkat Kota. Jadi memang usulan rencana rencana pembangunan itu,
semuanya itu, tidak ada . . . bahkan kamipun meminta lepada DPRD
ketika menghadiri Musrembang, hasil reses dari itu diarahkan juga
masuk ke dalam Musrembang itu. Jadi masyarakat jangan sampai kamu
tidak mengusulkan ini, kok ada usulan ini, gitu. . . . Saya bicara dengan
Bapak (02:03:51) kami sangat melibatkan peran serta masyarakat,
sangat-sangat kami e . . . libatkan. Yang kedua tadi e . . . proses
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
380
pemantauan pimpinan daerah. Tadi sudah dijelaskan juga bahwa
evaluasi e . . . mingguan mungkin kopi morning istilahnya ya Pak Budi
untuk evaluasi kepala SKPD. Tapi biasanya estela kepala SKPD Kopi
Morning dengan Pak Walikota itu pasti ditindaklanjuti, Kepala SKPD
akan mengumpulkan kembali e . . . baik Kepala Bidangnya, sekertaris,
Ka.Subdik, ataupun Ka.Subag itu dikumpulkan kembali untuk
menyampaikan arahan-arahan tekhnik dari Walikota dan akan ditindak
lanjuti terhadap e . . . pelaksana tugas. Selain itu juga ada evaluasi
kegiatan, evaluasi kegiatan ini biasanya setiap bulan dilaksanakan e . . .
ditingkat Kota dan ini Sangat Kooperensive pak. Disitu biasanya ada
eksekutiv bidang (sambil tertawa) forum ini sangat-sangat . . . karena ini
dipimpin langsung oleh Pak walikota . . . disini oleh kepala SKPD
menjelaskan Progres, program, atau kegiatan untuk yang sudah
dilaksanakan sejauh mana e . . . apa kendalanya, permasalahannya dan
diusahakan disitu juga sudah dapat solusinya jadi ketika kembali ke
SKPD tidak ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan. Nah
biasanya kami, SKPD-SKPD sebelum adanya evaluasi ditingkat Kota,
nah kami secara internal di SKPD itu juga mengadakan rapat evaluasi
persiapan, pra-pra evaluasi ditingkat Kota, seperti itu . . . Jadi e . . .
proses capaian kinerja kegiatan, kinerja individu itu sudah dapat
terekam dan itu menjadi bahan e . . . ketika pimpinan e . . . mengikuti
rapat evaluasi ditingkat Kota, itu untuk pertanyaan nomer dua, dan
untuk pertanyaan nomer tiga adalah bagaimana pengambilan keputusan
. . . Ada budaya organisasi di kawan kami, di Bapeda memang secara
struktural tidak terlalu banyak, kami hanya 55 orang tapi memang
berbagai karakteristik dan latar belakang pendidikan yang berbeda
sehingga kami warna-warni. Tapi kami berorganisasi bahwa
bekerjasama itu sangat dibutuhkan dan dikedepankan jadi, tidak ada
aku, saya, tapi adanya kita dalam berbagai hal ada juga e . . . dalam hal
breafing internal biasanya e . . . pimpinan itu mendengarkan pendapat
dari para bawahan atau masukan apapun jadi kita tidak melihat dari
strukturalnya tapi masukan apa yang akan disampaikan. Ada juga tradisi
kami di Bípeda, kayakya dari tadi menyebutkan kata-kata istilah
ha….ha….ha… karena Bípeda itu SKPD adalah badan format daerah,
sebuah perencanaan dikumpulkan oleh SKPD, Bapeda pasti akan
diberikan format yang akan diisi. Intinya sih sebenarnya itu
e…..menunjukan rencana SKPD nya ataupun capai-capaian ditingkat
SKPD nya. Ada satu budaya organisasi dikami, yang ada pada kami
yaitu mengistilahkannya JUMPAINUL “Jumat Pagi Informasi
Unggulan” jadi setiap hari jumat kami biasanya memanfaatkan, ketika
estela olahraga 1 atau 2 jam sebelum masuk sholat jumat, biasanya kami
dan teman-teman yang mengikuti Diklat keluar daerah ataupun di
tingkat pusat seperti BAPERNAS akan Sharing informasi disitu. Dia
akan transfer ke teman-teman yang tidak ikut Diklat, sehingga kami
semua menjadi tau. Apa sih informasi yang dia dapatkan, tidak hanya
e….informasi ketika Diklat. Termasuk teman-teman yang mungkin
kunjungan ke Kabupaten, atau kota e…. mungkin waktu kunjungan kerja
atau studi kooperatif e….nah dia akan menyampaikan e….apa
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
381
mengambil prinsip ambil yang baik buang yang buruk, kita coba sesuatu
yang baru seperti itu yang diajarkan. Nah, Bapeda selalu mencoba
seperti itu, ketika ada sesuatu yang baik kita coba e…. kreatifitaskan lagi
sehingga e….. muncul ide-ide dari teman-teman kita, dari itu menjadi
sebuah pemikiran, dari e….kepala pimpinan dan terusteran kepala
pimpinan kami Pak Sofyan, dan kebetulan sebelumnya, sebelum menjadi
kepala Bapenas hádala menjadi kepala bagian organisasi dan beliau
memang e…. manajemen apa..manajemen SDM memang Sangat konsen
terhadap peningkatan SDM. Mengembangkan diri, ini suatu keuntungan
bagi kami sebagai kepala Bapeda, sehingga tidak ada kendala. Ketika
e…peningkatan SDM, pemanfaatan-pemanfaatan biaya visual ataupun
e…banyak sekali keuntungan-keuntungan yang kita ambil. Mungkin
demikian e… untuk gambaran singkat organisasi kami mudah-mudahan
cukup untuk e….informasi pada hari ini, terimakasih….
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
382
TRANSKRIPSI WAWANCARA
SEKRETARIS KOTA TANGERANG PERIODE 2004-2012
Tema : Analisis Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah
Tanggal : 3 November 2013
Tempat : Rumah Kediaman Mantan Sekda
Narasumber : Harry Mulya Zein (H)
Pewawancara : Mustari Irawan (MI)
Agus Santoso (A)
MI : Pertama yang ingin diketahui adalah bagaimana proses pembentukan
SKPD itu fokus pada dua dinas, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan.
H : Kenapa itu?
MI : Karena lebih kepada fokus bentuk pelayanan publik, pelayanan yang
bergaul langsung dengan masyarakat. Yang ketiga adalah kantor arsip.
Ini sebetulnya memang awalnya kantor arsip, tapi karena apa karena
promotornya menginginkan lebih jauh lagi ditambah jadi luas.Dua
SKPD, intinya adalah bagaimana proses pembentukan dari e…ketiga
SKPD itu atau secara umum bagaimana proses.
H : Ya kalau secara normatif memang kita kita merefer pada e…apa
namanya PP seperti biasalah normatif. Apakah yang ingin diketahui
yang manifesnya oleh kepala Bapak Mustari ini apa? Saya pengin tahu
dulu jadi nanti….
MI : Jadi apa faktor yang mempengaruhi kemudian apa indikasi dari korelasi
itu secara organisasional apakah dalam sistem….
H : Kalau orang-orang daerah ini para perencana organisasilah gitu di
daerah dia pasti apa namanya sabdo pandito gitu. Artinya nggak ada
pertimbangan misalnya, “kenapa begini kenapa begitu.”
MI : Berdasarkan aturan.
H : Ya aturan. Itu yang melekat pada birokrasi dan tidak ada satu kreativitas
karena kreativitas di Indonesia akan terjerembab kepada persoalan
hukum nantinya. Kalau misalnya uang ada aliran APBD nah ketika
diperiksa udah kena. Itulah yang membuat pejabat-pejabat daerah patron
clien tidak ada suatu kreativitas. Kalaupun orang pusat ini, pusat itu
hanya bertugas menyusun standar, norma, dan prosedur. Orang pusat
bikin surat harus dilaksanakan gitu kan masa bodo mau jungkir balik.
Harusnya ini saya kembali mencontohkan ini ya e…pemilu bukan karena
saya mengaitkan. Karena terjadi satu persengketaan karena peraturan
yang tidak jelas, peraturan yang multi tafsir, membuat apa para
pelaksana di daerah itu adalah e…apa namanya loyalitas mati. Karena
sesungguhnya e…undang-undang desentralisasi sehingga daerah bisa
mempunyai kreativitas, daerah mempunyai inovasi-inovasi yang lain. Ini
yang membuatnya, nah kaitan dengan bagaimana penyusunan organisasi
daerah itukan ya tentunya berpatokan kepada rukun penjabarannya apa
tuh, undang-undang PP itukan. Padahal sesungguhnya juga undang-
undang dan PP tidak apa ya menyajikan secara detail. Ada suatu terjadi
begini ketika ada suatu layanan misalnya reklame BPP Badan Pelayanan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
383
Perizinan ngambil duit dia kalau terjadi masalah itu mah urusan Satpol
PP dan Dinas Tata Kota. Terjadi perseteruan padahal harusnya inikan
suatu sistem kan dibangun dibentuk dinas ini tentunya walikota jadi
penengah juga. Akhirnya amanat dari peraturan daerah, amanat
peraturan walikota tidak efektif. Ini tafsiran-tafsiran pejabat-pejabat di
daerah seperti itu.
MI : Kan wali seperti yang perdalah SKPD. Itu proses awalnya seperti apa?
Apakah setiap….
H : Begini, pertama dibentuklah ada umpamanya e…tim yang diketuai oleh
Sekda langsung.
MI : Terdiri dari?
H : Semua terlibat baik itu SKPD yang akan dilebur, SKPD yang tidak
dilebur dilibatkan semua.
MI : Itu stakeholder-nya itu.
H : Iya dan masyarakat. Kita uji publik melibatkan LSM, pemerhati apa
namanya.
MI : LSMnya misalnya apa
H : BEST.
MI : Apa itu?
H : BEST itu ada singkatan pokoknya kayak….banyak LSM-LSM hanya
e…apa namanya kinerjanya itu mencari duitlah dari proyek.
MI : Tukang meres. Ada nggak nama yang bisa dijadikan narasumber waktu
wawancara.
H : Papirok itu sebetulnya mah salah satunya si Imron tim suksesnya Aswi
itu.
MI : Ya nggak apa-apa inikan dengan politik, Imron gitu ya.
H : Jangan Imron. Ada Wawan namanya. Kantornya di….(tidak jelas)
MI : Terus kaitannya.
H : Ya itu seperti itu. Di lingkungan internal kita dididkusikan dengan
walikota, mungkin Pak walikota ada kepentingan-kepentingan bahkan
saya satu minggu waktu itu di Puncak tuh membicarakan soal perizinan
dengan supaya digabung kan. Kemudian tanda tangan langsung
dilarikan ke walikota tanpa ada melalui prosedur Sekda gitukan. Nah ini
sebenarnya perizinan kan di situkan diinterpretasikan kepala daerah ada
need-nya itukan Sekda jangan ikut-ikut, ini urusan gua. Nah dengan
dewan juga intens. Dan dewan juga melibatkan hearing juga dengan
stakeholder gitukan, bukan hanya di intern SKPD bahkan waktu itu
Dewan…(tidak jelas) yang dulu ada dinas namanya Perumahan dan
Pemukiman karena apa namanya kepala dinasnya waktu itu dia tidak
komulatif akhirnya dilebur. Karena menurut ini kita tim bahwa Dinas
Pemukiman dan Perumahan ini masih relevan karena Tangerang ini kan
kalau lihat zoningnya itukan ngurusin rumah, pemukiman dileburlah dia.
MI : Kan contohnya misalkan kalau di kantor arsip dari beberapa daerah
kantor arsip digabung dengan perpustakaan. Kenapa di kota Tangerang
kok dijadiin sendiri.
H : Nah dari sini arsip itu menurut hemat kita kan waktu itu terjadi suatu
kasus yang menurut penelitian kita memperoleh arsip-arsip apa aset yang
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
384
penting tercecer ke mana-mana. Oleh itu dengan pertimbangan itu jadi
kantor sendiri, untuk perpustakaan karena memang waktu itu ingin
meningkatkan pelayanan pendidikan salah satunya adalah perpustakaan.
Bahkan perpustakaan ini agar seluruh kecamatan ada untuk masyarakat
yang dibangun oleh pemerintah kemudian juga dikelola oleh masyarakat.
Kemudian setiap harinya dikontrol oleh perpustakaan. Nah arsip itu
pertimbangannya seperti itu. Jadi arsip ini menjadi bagian penting.
MI : Itu eselon berapa arsip?
H : Eselon III.
MI : Kalau dinas IIB? Terus kalau yang Dinas Kesehatan dia tidak
digabungkan dengan yang lain BKKBN?
H : Ya sebetulnya dinas kesehatan juga menjadi bagian dari kita karena
berasumsi bahwa Dinas Kesehatan adalah merupakan layanan dasar.
Makanya kita utamakan mengelola sepenuhnya di bidang kesehatan.
BKKBN kan dulu waktu jaman-jaman Orba gitukan adalah lembaga
konseling masyarakat. Ya memang ada sih cantolan kegiatan di Dinas
Kesehatan bagaimana membina Pos Yandu ya terkait juga gitu.
MI : Kalau yang pendidikan?
H : Sama juga. Kan kita bisa melihat pendidikan kan kalau kita lihat
pelajaran apa yang terjadi di pusat terjadi di daerah, daerah bayangan
pusat.
MI : Imitasilah ya.
H : Kalau sekarang kan nggak begitu apa namanya…(tidak jelas). Terus ada
desentralisasi yang nggak murni. Jadi terkait dengan Dinas Kesehatan
seperti itu. Ini concern bahkan sekarang penganggaran alkes diperbesar.
MI : Masih Pak Rudy.
H : Udah wafat.
MI : Kapan?
H : Udah beberapa bulan.
MI : Saya wawancara masih Pak Rudy. Sekarang siapa?
H : Pltnya ada sih.
MI : Sekretariat DPRD kemudian yang di apa…(tidak jelas). Seperti ini
contohnya di Dinas Kesehatan di dinas Pendidikan dan juga mungkin
yang lalu Kantor Arsip itu pimpinannya itu gimana proses e…
H : Rekruitmen?
MI : Ya bukan rekruitmen, proses penyelidikannya sampai diangkat.
H : Pengangkatannya? Ya kalau Dinas Kesehatan ya tentunya bukan kita
memang bisa aja.
MI : Kalau pendidikan?
H : Kita harus bedakan tergantung user-nya itu, walikotanya gitu kan. tapi
yang jelas bahwa kita e…apa namanya eselon IIB ini prosedurnya kan
harus ada rekomendasi dari gubernur kan, tapi itu biasanya itu tidak
menjadi keharusanlah, ganti, ganti aja gitu kan.
MI : Pemilihan orangnya bagaimana?
H : Kalau kita berdasarkan pengalaman jadi sekda. Jadi kita melihat karier
gitu Pak dari bawah, khusus mengenai dinas-dinas khusus yang tadi
kependidikan tentunya orang yang paham betul terhadap belantara
wilayah pekerjaannya, spesifikasi pekerjaannya, ranah pekerjaannya. Ya
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
385
kita misalnya dokter ya kan banyak berhubungan dengan rumah sakit.
Jadi terhadap dinas-dinas kayak inspektorat dia harus dari auditor jadi
paham betul. Karena bukan pembentukan organisasi di daerah itu bukan
bagi-bagi kekuasaan. Nah dari dulu saya berpandangan seperti itu. Saya
banyak berselisih paham dengan Pak Wahidin, Pak Wahidin itukan
kadang-kadang melibatkan ada parameter politik. Dia membantu nggak
waktu gua nyalonin? Ah gak bantu Pak. Ah udah jangan kan gitukan.
MI : Ada nggak yang jadi tim sukses kemudian jadi kepala dinas?
H : Saya bemperi saya tes, psikotes semua untuk bahan ketika dia
menempatkan seseorang kan ada rahasia publik itu, “itu mah hanya
me…apa namanya menempatkan orang-orang yang politik balas budi.”
Kata Pak Wahidin, siapa bilang, saya pakai di psikotes apa segala. Dia
nggak tahu bahwa itu adalah membemperi dia untuk tidak menempatkan
ini tidak berprasangka nepotisme kan makanya saya waktu itu. Pokoknya
kita terhadap badan-badan apa dinas atau badan atau kantor yang punya
kualifikasi khusus itu ditempatkan orang-orang yang berkopetensi itu.
MI : Itu dari internal SKPD yang bersangkutan atau dari luar?
H : Dari luar misalnya Dinas Pendidikan yang memang berkecimpung
dulunya pernah jadi guru.
MI : Dulu pernah jadi Kepala Dinas Pendidikan Pak?
H : Saya dulu kan jamannya Pak Thamrin. Nah ketika saya itu saya set up
seperti itu, tadinya Pak Wahidin nggak setuju, “ngapain sih.” Tapi biarin
aja dia ngomong apa tapi saya bicara kompetensi. Tapi memang orang
yang menset up seperti nggak dipakai.
MI : Sekarang kembali ke tiga SKPD ya kemarin katakanlah Pak Rudy
kemudian Bapak…(tidak jelas). Pak Hery tiga orang itu bisa
dikategorikan sesuai nggak sebagai kepala yang tadi dikatakan tadi
dikatakan tadi?
H : Sesuai. Pertama mungkin Pak ….(tidak jelas) dia juga sudah doktor.
MI : Doktor.
H : Doktor. Sama dengan saya mengikuti saya.
MI : Dari mana itu?
H : Unpad.
MI : Oh Unpad.
H : Cuman dia MPd kan dan SPd juga karena background guru. Walaupun
memang kepala dinas itu adalah seorang menejer, waktu saya juga
sebenarnya yang penting di subdis apa namanya di kabid-kabidnya kalau
kabid-kabidnya punya kompetensi nggak masalah ini. Ya yang jelas
waktu saya dua tahun saya menjabat Kepala Dinas Pendidikan anak
buah saya salah satunya Tabrani. Tabrani waktu itu eselon IV. Jadi tetep
kita menghargai, jadi rekruitment kita itu kalau tidak ada dari intern
dinas itu sendiri kita cari dari luar yang punya hubungan ini. Tapi sangat
amanatkan sekali pertama dinas e…keuangan dan aset daerah ya harus
punya kualifikasi ngerti dengan akutansi makanya dia tahunya calon itu
dia sebagai dulunya auditor dari BPKP.
Politik tidak menjamin juga karena yang namanya seorang birokrat
di…(tidak jelas) harus punya antara perasaan dan rasional harus tetap
main ya. Ketika dia memimpin keuangan tidak didukung oleh stafnya
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
386
karena apa dia kaku gitu. Ya tentunya ya memang secara pikiran ya
harus seperti itu, tapi ketika ini udah di stafnya melejit banyak dukungan-
dukungan Kejaksaan, akhirnya terkait ke saya, saya dipanggil oleh
Kejaksaan waktu itu. Saya jelaskan deposito karena kita on the track dan
saya juga walaupun saya bukan dari akutansi saya belajar. “Bagaimana
sih yang namanya keuangan pemilik rumah makan sama ajalah
perbedaan operator organisasi kan, organisasi publik dan swasta kan
berbeda.” Yang jelas saya yang mengendalikan.
Tapi posisi seorang sekda memang betul-betul paham belantara
organisasi, kepegawaian, kemudian juga layanan. Dan kita juga teratur
komunikasi dengan dewan karena dewan juga menentukan legislasi. Toh
dia juga ini, tapi yang terjadi saya sepuluh tahun jadi sekda itu
komunikasi dengan dewan. Kan terjadi korupsi segala misalnya nanti
jadi masalah kalau saya mah nggak mau, karena saya berpandangan
kalau memang misalnya katakanlah ini tidak menjadi masalah hukum lha
saya boleh-boleh saja, artinya mensiasati. Dewan kan biasanya maunya
instan saja kalau mau, penginnya diuntungkan apalagi kalau misalnya
meluluskan anggaran, anggaran dia nggak boleh dikoreksi, anggaran
kita dikoreksi sama dia.
MI : Nah itu tadi kaitannya dengan anggaran, setiap SKPD kan pasti ada
anggarannya yang merupakan jatah dari kue yang besar untuk kota
Tangerang. Nah ini kira-kira anggaran ini kita proses penyusunannya
mulai dari ajuan sampai ke persiapan anggaran tiga SKPD karena
fokusnya tiga SKPD, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, serta
Kantor Arsip itu gimana?
H : Pertama panduannya adalah bagaimana ada renja.
MI : Renja.
H : Terus kemudian juga baru visi, visi yang besar ya walikota dan wakil ya.
Kemudian juga diturunkan ke visi kota, kemudian visi dinas itu sendiri.
MI : Masing-masing dinas dan kota punya visi misi.
H : Visi misi cuman mungkin ini sub komponen saja daripada ini kan. Kalau
bahasa visi biasanya normatiflah. Ya normatif nggak bisa diuji seperti ini
dilakukan pengujian, tapi yang jelas bahwa anggaran ada mungkin
panduannya setiap tahun dikeluarkan oleh Mendagri Sekmen ya setiap
tahun itu berubah ubah gitu kan. Harus mengacu pada RPJM ini kan, ya
samalah di kita juga RPJM RPJP juga ada RKPD apa namanya
Rencana Kerja Pemerintah dan Daerah kan. Di Dinas juga kayak di
Setda kita punya rencana tahun ini apa, saya sering mengkritik, biasanya
kan tahun lalu itu-itu lagi. Jadi tidak ada kreativitas saya bongkar tuh.
MI : Itunya usulannya?
H : Iya usulannya. Itu lagi itu lagi ya tentunya itu kan harus kita kritisi coba
out putnya di mana? Lima tahun ke depan pengin jadi apa? Lha saya
teliti apa bahkan ribuan kegiatan kan itu ada laporan induk kegiatan.
Tapi yang jelas prinsip-prinsipnya saja sehingga tidak bertentangan
dengan permen dengan ini dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
secara keseluruhan kemudian juga yang dari usulan beliau-beliau
dengan warga. Walikota melakukan dengan dialog dengan RT/RW
maksudnya untuk apa sih sebenarnya keinginan masyarakat, apa sih
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
387
kebutuhan masyarakat, apa sih yang menjadi kendala. Dan memang
masyarakat…dan dinas juga punya program nah harusnya memang yang
baik itu kita nyatu dengan dewan. Biasanya yang yang lebih apa bahasa
Sundanya itu yang sulit diatur gitu dewan. Dewan itu dari nyusun
anggaran itu di penghujung. “Wah ini jalan ke rumah saya ke konstituen
saya belum dialusin masukin-masukin.” Nah itu kadang-kadang akhirnya
PU harus mengusulkan ulang harus ini, kalau nggak diakomodir nggak
dicap APBDnya. Padahal sesungguhnya ketika dimulai berjalannya
anggaran, penyusunan anggaran dilibatkan tuh dewan. Dewan diundang
pada saat Musrenbang tidak memberikan arti apa-apa, biasanya
difinalisasi.
MI : Untuk penentuan anggaran itu adakah unsur politis seperti Pak wahidin
misalkan atau kepala daerah dalam hal ini walikota dia punya satu
program andalan ketika dia kampanye lha ini ketika dia harus
direalisasikan oleh SKPD.
H : Ya jelas itu.
MI : Ada?
H : Ada targetnya, ada target dia secara walikota secara pribadi, target
secara visi, dan target secara mungkin masyarakat ke depan seperti apa
yang sesuai dengan visi dia.
MI : Nah ini kembali sedikit, mungkin kembali sedikit saya potong e…masih
kelembagaan. Kan setiap SKPD pasti punya struktur organisasi ada
tugas pokok dan fungsi nah ini di samping itu merupakan kebutuhan dari
pemerintah daerah, kira-kira faktor apa yang menentukan dalam
penentuan struktur organisasi tugas pokok dari tiga SKPD tadi?
H : Saya sering ngomong kepada SKPD kepada masyarakat. Jadi suatu
badan suatu lembaga, suatu institusi pemerintah secara resmi dibentuk
harus berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Jangan misalkan nggak
ada laut di sini ada Dinas Kelautan kalau ekstrimnya. Tapi yang jelas itu
juga harus kita cermati harus hitung jangan sampai terjadi…(tidak
jelas). Jadi tentunya pernah dilakukan survei sampai sekarang itu yang
saya membuat apa namanya kerja sama dengan LSI.
MI : Lembaga Survei indonesia?
H : Iya. Danny JA waktu itu. Terhadap layanan kita yang kita lihat. Itu LSI
menunjukkan hasil surveinya 87% waktu itu tahun 2005 eh 2007
menyebutkan bahwa masyarakat puas terhadap layanan kita. Ini artinya
kepercayaan trust masyarakat kepada pemerintah daerah begitu besar
sehingga apa sisi dampak positifnya, yaitu pembayaran pajak kewajiban
masyarakat tidak lagi ada intimidasi, tekanan, PBB tiap tahun tepat
target tanpa harus di apa namanya di threat oleh camat/lurah nggak.
Dan camat/lurah dilepaskan dari itu tadi debt collector gitu kan.
Sekarang ada SKPD namanya Wilayah Pajak Wilayah Timur dan Barat
gitu. Kita mengarah pada profesionalisme kalaupun masih jauh dari
harapan, banyak pegawai, banyak yang nganggur juga.Saya ingin dulu
memimpikan setiap pegawai itu ada report ngerjain apa aja.
MI : Setiap hari?
H : Kalau ngelamun tulis itu ngelamun gitu kan. Mengetik berapa produknya,
itu nggak jalan. Setiap apel saya umumkan tuh kalau yang tidak masuk
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
388
itu kemudian saya menggagas dipotong 3% dari penghasilannya.
Maksudnya bukan pengin kita melakukan penyiksaan, ada satu respon
yang pada kinerja, tapi alhamdulillahnya ada mindset ada perubahan
mindset-nya ya nggak maulah kalau misalnya atasan, “coba kirim uang
ke sini.” Nggak mau dia bendahara karena kita yakin siapa kek kalau itu
menyalahi ungkapkan gitu.
MI : Kan di dalam SKPD pasti ada tugas pokok dan fungsi kemudian paling
pokok adalah SDM ada SDM. Lha menurut rancangan Pak Hary sebagai
sekda waktu itu kira-kira SDM yang ada pada tiga SKPD itu Dinas
Kesehatan, Pendidikan, dan Kantor Arsip apakah sudah secara kualitas
apakah sudah memang bisa dipertanggungjawabkan terus secara
kuantitas apakah memang sudah cukup atau perlu di atau gimana atau
ada suatu keinginan Pak Hary yang lebih jauh lagi daripada itu?
H : Kalau saya sebenarnya kalau pegawai negeri ini tidak dituntut spesifikasi
apa namanya kompetensi omong kosong itu semua bisa kita pelajari.
Saya juga bisa jadi kepala Dinas Kesehatan misalnya gitu kan. Tapi yang
jelas bahwa kita ingin membuktikan di sini dia sebagai menejer kalau
menejer kan melihat gunung, “o itu gunung bentuknya kerucut.‟ Tidak
lagi misalnya apa namanya e…secara detail, tapi tidak berlaku sekarang.
Seorang sekda yang hanya duduk di balik meja aja dia harus mengerti
karena pada akhirnya pencairan uang negara itu uang 10.000 aja tanda
tangan sekda kan gitu kan. Sangat sulit dong Pak untuk kita bisa
mengendalikan. Sebagai pengguna anggaran kan. Tapi yang apa
namanya kembali ke agama Rasulullah membangun peradaban kita dia
tidak pernah di dalam benaknya itu membangun negara Islam, tapi
bagaimana membangun…
MI : Masyarakat.
H : Masyarakat yang berakhlak mulia kan akhlakul karimah gitu kan. Nah
akhlakul karimah itu apa? Akhlak Rasulullah yang Qurani yang tentunya
berdasarkan pada firman-firman Allah gitu kan. Nah ini orientasi saya
10 tahun saya membangun ini kan merubah mindset alhamdulillah sudah
tercapai.
MI : Caranya bagaimana merubah mindset?
H : Pertama kita lakukan pembinaan. Saya pernah menyatakan begini, saya
mau pergi ke Bandung, saya kahirnya nggak jadi tuh uangnya sudah
dipersiapkan, “balikin.” Itu bendahara tadinya bengong, “lho kok
dibalikin?” “Ya balikin saya tidak berangkat.” Saya mendidik gitu kan,
nah ulahnya terkenal saya tuh di sekretariat, “oh Pak hary seperti itu.”
Kalau saya pinjem, pinjem ya kembalikan gitu kan. Jadi kalau dulu
mungkin ya ambil ya udah, “SPJ sama kamu.” Fiktif kan misalnya nitip
dong misalnya Mustari ke Bandung juga.” Nggak begitu, saya yang didik
tuh alhamdulillah terjadi perubahan gitu. Jadi tidak lagi misalnya
bahkan saya juga di kadang-kadang, “Pak Sekda kan dulu nggak
berangkat.” Nah saya seneng tuh walaupun mau ngusik gitu kan kalau
orang yang tidak siap ya karena saya mendidik seperti itu, “ o iya ya o
iya ya.” Artinya kita berarti sudah ada impact apa namanya penyajian
kebenaran. Jadi seorang sekretaris daerah tidak lagi walaupun apakah
itu eselon I kek eselon II, kasus Andi Malarangeng apa karena menteri
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
389
tidak pembiaran, pembiaran itu adalah korupsi kan melakukan
pembiaran crime of commission.
MI : Dia juga ikut terlibat di dalamnya.
H : Kalau kita misalnya saksi yang hadir. Makanya saya kan ketika ada
banyak proyek-proyek atau kegiatan di…di…sekretariat daerah, “ini apa
coba kamu apa outputnya?” Jangan kamu ngusuli tapi nggak ngerti.
Kalau ini abuabu jangan dicairkan, saya tidak berani mencairkan itu
karena ini bertabrakan. Nah usulan-usulan makanya antara kelembagan
dengan anggaran itukan harus matching jangan sampai tugas Kesbang
Linmas seperti apa sih tupoksinya o ngurusin partai politik. Ada berapa
persen yang sudah dilakukan dengan partai politik, kalau ada aliran
dana kepada partai politik sudahkan kamu lakukan suatu
e…pengawasan, konseling, apa itu harus terukur gitu. Makanya ketika
saya debat debat kandidat di TV One kata…..(tidak jelas), “saya ingin
menciptakan program RW mart.” RW mart itu apa lembaga-lembaga
usaha kayak Alfamart gitukan di RW-RW. Saya bilang gini, “Pak Sobri
kan lembaga RW itu RT bukan lembaga ekonomi masak uang dibagi-
bagikan seperti itu aja.” Dia bilang, “ hibah itukan bisa di pake untuk
umrah, “dia bilang begitu” tapi posisi anggaran di mana… kan dana
invenstasi harus balik ke APBB bukan uang di hamburkan begitu harus
kembali dalam 1 tahun, misalnya digulir 1 harus balik lagi, klo
masyarakat makan apa pemberian dari pemerintah banyak simultan RT
RW, sebenarnya maksudnya untuk penguatan kapasistas Lembaga, RT
Juga didik bintek RT RW bagaimana membuat surat..
MI : saya mo tahu apakah setiap di SKPD ada semacam SOP untuk mengatur
kerja Prosedur kerja
H : udah..kita ada program oleh bagian organisasi tentang standar operation
prosedur semua SKPD cuman bertahap sudah ada Badan Implain
pimpinan, sekretaris daerah, bahkan sudah dapat ISO 2 tahun ISO 2001-
2008 kemarin itu sebelum saya mengakhiri maksudnya saya penunjukan
bahwa kita itu layanan birokrasi pemerintah kecepatan ,ketepatan bisa
memuaskan masyarakat
MI : klo dinas kesehatan dah ada ISO blom?
H : blom kayak
MI : tapi mereka punya SOP?
H : SOP punya,
MI : ketentuan harus punya SOP itu apakah diatur oleh ada ketetapan
keputusan walikota dari ato… memang di serahkan
H : ga jelas
MI : musti dari pimpinan sendiri walikota ada suatu ketentuan mengharuskan
skpd harus bikn SOP?
H : iya ada.. karena sangat rentan terhadap kritik public complain dr
masyarakat terutama pada layanan yang bersentuhan langsung pada
masyarakat oleh karena kita juga mengaju pada UUD 25 tentang
layanan public, hampir seluruh sudah memiliki SOP, nanti d tanyakan
pada pa‟ yayan… layanan pendidikan,kesehatan, pemandam kebakaran
pokoknya yang bersentuhan pada masyarakat
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
390
MI : saya ingin tahu keterkaitan antara SKPD dgn layanan apakah ada
sinnergi ato masing2 berjalan sendiri ato peranan Sekda disitu sangat
besar sekali?
H : Ooh engga, saya sistemnya forman informan artinya bagaimana
memberdayakan, bahkan asisten saja, saya berdayakan. Kalau dulu
mungkin surat undangan harus ditanda tangani sekda, saya pernah jadi
asisten 1, Pak Sujana itu saya lewatin, marah dia..”gimana sih !”terus
surat, pernah saya bikin surat ke BPN, artinya kartu, Pak Thamrin
marah waktu itu.Saya mohon maaf Pak, inihanya pengusulan aja, nah
gitu kan.nah disini, nah akhirnya sejak itu adalah ada suatu pembagian,
pembagian kewenangan lah ibaratnya, hanya memang pembagian
kewenangan setelah Pak Wahidin tuh enggak di efektifkan. Kaya
misalnya…walaupun memang tupoksinya itu dibunyikan. Tapi kan
kadang-kadang…aah gitu, kita kan masih berpola feodalisme itu
heh.Udah jelas bahwa itu adalah makanan kita. Apalagi pada dinas-
dinas yang melayani ada disitu ada transaksi uangnyalah gitu. Atau
misalnya transaksi yang yang membuat rentan masyarakat, itu kadang-
kadang juga ketakutan. Tapi tupoksinya tidak tumpang tindihlah gitu.
MI : Tapi ada ga relasional antara dan sifat dan sinergitas antara SKPD
SKPD dengan SKPD yang lain ?
H : kita seperti yang telah saya omongin tadi, bahwa ada layanan tamu.yang
satu nertibin, yang satu ngeluarkan ijin, kadang kadang tidak metching.
Ketika ada complain main salah-salahan, nah akhirnya walikota
mengumpulkan.”Nah udah begini aja”, kaya misalnya pengelolaan air
tanah. Nah disitu Muhtarom sebagai dinas pendapatan dia kan hanya
narik-narikin intinya aja, retribusinya.sementara yang ngecek ini apa,
meteran itu dinas PU, jadinya kebelakang. Harusnya anggarkan dong
kalau ada aktifitas seperti itu yah. Ini mungkin karena larinya kepada
pribadi. Nah akhirnya terjadi keributan tuh, walikota menjembatani,
udah akhirnya ada suatu surat bersama, apa bukan surat bersama, oleh
walikota
MI : Menurut Pak Hari, kembali kepada tiga SKPD tadi, menurut pengamatan
Pak Hari, 3 SKPD ini sudah efektif belum didalam melaksanakan
tupoksinya? Kalau sudah, apa yang mesti dilakukan untuk
meningkatkannya ?
H : Yang pertama, saya ingin membangkitkan, bahwa misi ini tuh, kan dulu
mah ada suatu stigma, yah mengapa Arsip mesti ngurusin surat, paling
juga mah ngurusin pejabatnya kena TBC, nah kita Alhamdulillah antara
wahidin dengan saya waktu itu satu visi, bagaimana kita memberdayakan
arsip itu agar menjadi bagian penting. Kebutuhan pembentukan lembaga
itu memang dibutuhkan dan harus diberdayakan…..hidup segan mati tak
mau, nah seperti itu. Jadi intinya itu dulu kita rubah mindsetnya.
Makanya arsip itu ada jabatan fungsional yah, arsiparis. Nah itu kan
artinya kearah profesionalisme kan, jangan kita memandang ngejar-
ngejar jabatan structural katanya. Kaya hilman katanya, “Pak, saya
seumur-umur di eselon IV. Man, saya juga mah berhenti jadi Sekda.
Maka dia dipanggil kekantor jadi nara sumber. Jadi sebetulnya ngga ada
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
391
namanya, wah ini dipinggirkan, ini anak tiri, engga ada. Kita sudah
mengarah kepada profesionalisme pelayanan.
MI : Kalau kedepannya, walaupun sebentar lagi Pak Hari sudah tidak menjadi
sekda, kita enggak tau nasib yang akan datang. Sebelumnya apa sih yang
diharapkan kedepannya untuk SKPD ini agar lebih efektif?
H : Saya ingin, kita itu organisasi pemerintah daerah yang gemuk, gitu. Tetap
ramping sesuai dengan…artinya.kita memang tidak…kita tidak
memasang maksimal, apa namanya, tipe maksimal ya, bahkan
sebenarnya Eselon II itu harusnya ada dua lagi, bisa dua lagi, menurut
amanat PP, tapi tidak kita poll kan. Jadi bagaimana kita mengoptimalkan
ini aja, yang disini aja, intinya mengkayakan fungsinya, gitu heh. Tapi
hampir terstruktur, semua omong-omongan seperti itu, inilah masih klise,
tapi kita coba, dan kemudian juga tergantung pemimpinnya, artinya
kepala daerah. Saya juga tau mungkin bukan belakangan aja, harus
sehingga 5 tahun sudah diajari lah,gitu kan. Tentunya juga dia dari latar
belakang swasta dan jurusan Amerika. Nih, harapan seperti itu,
jadi,Terus penempatan pegawai juga, saya setuju tuh ada open leading
yah, artinya Job Timer lah, pada ruang-ruang yang punya kompetensi,
kita pilih, ga musti semua kan, kalo 25 lurah ama ini semua kita lihat
yang kompetensinya, misalnya perizinan. Kalo saya, impian saya kalo
saya jadi walikota, ada jabatan-jabatan yang punya spesifikasi dan itu
adalah kita buka minimal di intern, ngga keluar. Sehingga disitu ada
tidak macEt kariernya. Jenjang kariernya nggak macEt. Ada orang yang
punya kemampuan baik, moralitas moralnya baik, karena dia kurang
“congeah”, kurang memberikan perhatian kepada atasan, dia terganjal.
MI : Apakah sekarang ini kan kosong yah di kantor arsip, kepalanya nggak
ada. Kalau misalkan Pak Hari menjadi walikota, apakah akan dilakukan
open leading, atau yah dipilih aja dari internal atau dari eksternal yang
kira kira punya kompetensi ?
H : Saya lihat dulu, kita karena manajemen kepegawaian dipemerintah itu
berbeda, karena kita juga sudah akan melakukan ……jadi pertama, kita
juga sebenarnya mindset pegawai kita, apa namanya, inovasi seperti itu
masih belum popular, mungkin ketika saya waktu menggagas mengenai
improvement, itu juga ada reaksi dari pemborong local(resistensi), apa
ini katanya, over acting, terus kata …., pak ini gimana pak, “udah la,
her, kita tunda dulu, karena pemborong-pemborong kita, apa…ketika Arif
datang tuh, Arif nanya, wah dia pengen ini lah, system IT kan dia ini,
akhirnya diberdayakanlah oleh Aidin…..karena konsepnya udah
kita………duluan, jadi …karena bagaimanapun juga, karena diyakini,
seluruh Kabupaten Kota provinsi di Indonesia ini saya yakin masih
bingung, apa namanya ….., ya, ada judgement Kepala Daerah, ada
judgement kedekatan, ada …udah. Tapi yang jelas andaikata Alloh
menempatkan saya, pada jabatan jabatan yang menjadi sentral itu harus
ada satu keseriusan kita mengisi …
MI : Jabatan sentral contohnya apa ?
H : ya itu tadi, kaitannya dengan layanan masyarakat langsung, seperti
perijinan, terus kemudian juga Dinas Dukcapil, Kependudukan, terus
kemudian juga, memang tidak, belum menjamin juga ketika menjadi…,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
392
saya pernah punya pengalaman, dulu kepala sekolah itu saya lakukan
tes, yang waktu saya Dinas Pendidikan
MI : Kepala sekolah apa ?
H : ……dari SD sampai SMA, SMK, saya tes. Tapi tadinya reaksi tuh,‟ih, ini
kok kepala dinas.?”, tapi apa yang terjadi, ada salah satu kepala sekolah
ketika tes bagus. Itu direkomendasikan bahwa dia “good” apabila jadi
kepala sekolah. Tapi apa yang terjadi setelah jadi kepala sekolah dia
nggak bisa. Leadership nggak ada .
MI : Barangkali yang keliru adalah instrument, instrument arsip. Karena yang
dilihat intelegensinya aja barangkali. Tidak dilihat manajerial, tidak
dilihat …..
H : Oke lah saya inget. Eh, bukan instrument itu kan uda diuji sebenarnya,
udah diuji, premis beratnya udah diuji secara ini …secara keilmuan.
MI : Ya, diuji secara keilmuan, tapi secara praktisnya kan belum.
H : Ya kan begini nih. Calon kepala sekolah itu yang diutamakan adalah, dia
pernah menjadi Wakasek, Wakil Kepala Sekolah, nah ada
pengalamannya.
MI : Jadi untuk yang Dinas …..
H : Nah ketika dia naik jadi pemimpin, itu, jadi manajer, ternyata tidak
menunjukan, dia mungkin ada mendua kepribadian kan bisa aja kan.
MI : Karena dia berada dalam zona aman, berada dalam zona aman. Saya
sekarang sudah jadi kepala dinas, buat apa saya pikir yang susah-susah,
toh susah atau mudah gaji sama gitu kan. Itu di zona aman. Jadi dia
tidak bisa keluar dari zona itu tidak mau berfikir kreatif
H : Ya, ya mungkin saya juga ….. Pikir saya dengan di tes, ada satu kita buka
tuh, yang tadinya ada praktek-praktek nepotisme, KKN lah ibaratnya, itu
kita…, bahkan ada yang menantang, ah, jangan harap saya jadi kepala
sekolah, kalo selama systemnya begini mah aah, itu mah omong kosong.
Nah, ketika saya buka,” yieess”, terperangah dia.
MI : Itu tahun berapa ?
H : Hmm, tahun 2002.
MI : Berarti sudah sebelum euphoria ?
H : Iya, ……..dites.
MI : Berarti harus ikut ya.
H : Iya, saya tuh ingin membuktikan seperti itu, kemudian juga, kepala
sekolah, dulu begini, apa bedanya sebenarnya, SMA dengan SMK. Toh
kalo jadi kepala sekolah, manajer sekolah, kan ? nggak, hah ? lain pak,
katanya. SMK itu. Karena dia mendidiknya dia mengelola murid-
muridnya yang punya spesifikasi ini. Lah ini kan kita sekolah kok.
Bagaimana dia mengurus kurikulum, kurikulumnya udah ada, terus
program pengajarannya udah ada, ininya ada, gitu kan, tinggal
ngejalanin, kepala sekolah, mah. Kumpulin guru, gitu kan. Lain, pak.
Jadi, kepala sekolah SMK, dengan sekolah umum itu berbeda. Nah terus
bagaimana. Saya dulu pengen begini nih, kepala, mantan kepala sekolah
SMP bisa dia jadi kepala sekolah SMA, sama juga murid-muridnya.
Ternyata terbentur Permen apa, Mendiknas. Jadi kalau kita tidak
sepenuhnya bisa menerapkan yang ini, pasti. Kaya ijtihad, ijtihad itukan
artinya berpatokan pada Al-Qur‟an dan hadist, gitu kan. Tetap kita
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
393
menjalaninya kesitu. Kalau kita mengada-ada, sholat dzuhur empat
rokaat, tambahin ah, habis Alloh mungkin, dipuji oleh Alloh, enggak bisa
kaya gitu, saya pikir itu. Jadi didaerah, apalagi sekarang ini ditengah
KPK, jadi orang tiarap semua. Jadi hah udah, kalo.. Makanya, waktu itu
penyusunan anggaran,” jangan mengada-ada”, kalau ini memang
amanatnya Per-Men, amanatnya Undang-Undang Keuangan, nah udah,
kita ini, nah kalo kreatifitas misalnya ini, penyusunan program kegiatan
ya kita, jangan sampai terjadi …..ya gitu. Itu aja mungkin harapannya.
MI : Ini mungkin terakhir Pak, Pak Sekda. Menurut Pak Hari, apakah Dinas
Pendidikan, Dinas Kesehatan dan juga kantor Arsip sudah bisa
memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan baik atau tidak ? Yah,
sampai sekaranglah sejauh yang Pak Hari lihat ?
H : Secara umum tentunya dia sudah sesuai dengan tupoksi ya (bokeng-
bokeng), tapi ada bagian-bagian yang masih juga merasakan ketidak
puasan. Dalam perencanaan anggaran, kaya kemarin itu kita
membebaskan warga kota, dijamin oleh APBD, dilayani, kalau yang
menderita sakit, kelas dua, kelas tiga, kelas tiga tuh kan, apa yang terjadi
? sekarang ini terjadi pembengkakan. Kita anggarkan limapuluh miliar,
udah habis sebelum Desember, ya kan terjadi pembengkakan. Kenapa
terjadi pembengkakan, karena rumah sakit tidak ada satu control dan
kemudian juga rumah sakit, kan nggak ada, kita sakit nih, ketika kita
datang ke apotek, enggak ada di sana, paling juga, setengah aja yah?
Setengah gitu kan. Tidak pernah kita mengerti, kok ini amoxilin harganya
disana mah sekian perak, ini kok, enggak ada setengah. Paling juga kita
setengah ya setengah, gitu kan. Nah, kita juga apakah menyakini Rumah
Sakit, makanya program saya waktu itu, yang waktu visi, misi itu,
bagaimana menciptakan layanan kesehatan, kita lebih mengoptimalkan
manajemen layanan yang menggunakan IT, Misalnya, saya ada yang
sakit nih teman saya, Sari Asih, kosong gak, ada yang kosong gak, udah
tertera tuh disitu. Ooh, Sari Asih kosong. Sekarang mau pergi, penuh.
MI : Sekarang belum, ya ?
H : Belum, karena … Nah, kemudian juga Misalnya, Mustari sakit flu.
Karena dia dijamin oleh APBD, kata rumah sakitnya,”ooh ini harus
periksa jantung …. Ketika klaim kepada kita sekian juta, ya udah enggak
pernah kita, ini. Memang secara akuntansi benar, tapi secara materiil,
disitu terjadi praktek apa namanya, kolusi. Jadi kembali lagi kalau
kinerja kita tupoksi, ya mungkin apa, dia sudah mendengarkan. Tapi dia
belum memberikan suatu inovasi dan kreativitas yang sesuai dengan
tupoksi dia. Katakanlah, disitu aja, gitukan. Tidak lagi …ah, seorang
pegawai itu, yang baik kan harus punya keingin tahuan. Didalam internal
lembaga itu harus ada yang mendiagnosis, seperti apa itu organisasinya,
memang adaptif. Bukan hanya adaptif, Bagaimana kita organisasi
menciptakan organisasi internal yang tetap belajar. Daan growing
organisasi itu. Itu yang, kalau bahasa konsep itu nggak ngerti saya, tapi
bagaimana bahasa dilapangan itu, kita ciptakan manajemen leader,
kepala dinas yang memiliki kreatifitas, kemudian mau mengontrol,
“mana sih tuh?” ini dokumennya apa. Nah, yang saya alami
Alhamdulillah seperti tahun saya jadi Sekda di secretariat daerah. Setiap
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
394
kali pemeriksaan BPK ya nggak ada masalah, karena saya
mengamankan itu …, sah. Setiap minggu saya evaluasi saya panggil tuh
pimpinan proyek, PPK-PPK, kemudian bendahara, kamu gimana, kamu
gimana, kamu gimana. Sudah kamu ini. Terus juga kemudian secara
besar setiap bulan, eh setiap tiga bukan dilakukan oleh Sudin. Ini apa
artinya, antara perencanaan dengan pelaksanaan harus diurut. Dan
pengendaliannya. Itu saja.
MI : Sementara cukup Pak Hari.
A : Ini tadi berkaitan dengan masalah pegawai. Itu ada nggak terbersit suka
dan tidak suka dalam pemilihan seseorang?
H : Ya, sesungguhnya gini ya, ingin saya katakan. Bukan berarti saya ingin
menjelekkan Wahidin, okelah udahlah. Saya memang, Undang-Undang
43 tentang Kepegawaian, Undang-Undang 32, isinya ada kekembaran,
kembar. Dalam Undang-Undang 32 menyebutkan bahwa Pembina
kepegawaian adalah Walikota, Bupati, Gubernur. Pembina pegawai
sekretaris daerah, jadi ada kembar, yang kerjanya itu-itu juga. Nah jadi,
oke, Wahidin adalah birokrat, makanya dia mainnya tau. Tapi kalau yang
Bupati atau Walikota yang bukan dari birokrat yang birokrat kadang-
kadang suka merespon. Sebetulnya disini ada lembaga Baperjakat.
Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan. Inikan hanya sebatas
membuat daftar nominasi para pegawai yang akan dipromosikan, yang
akan dimutasikan, dan yang akan dinon-jobkan. Ketika ini diputuskan,
nah kita sodorkan, Pembina kepegawaian Pak Walikota, ah, ya udah ini
aja. Kadang-kadang diluar itu gitu kan. Bagaimana kita mau mencoba
untuk … Saya sudah bolak-balik, bahkan biang keributannya disini,
antara Bupati, Walikota dengan Sekda. Nah makanya seluruh Sekda-
sekda Indonesia ini menuntut agar dilakukan, pemimpin atau leadernya
pegawai itu adalah Sekda atau camat.
MI : Dan ini tercantum dalam Undang-Undang ASN.
H : Ya, tapi bupati juga nggak apa-apa, tapi penganggarannya kan dia yang
megang. Nah akhirnya terjadi bentrokkan. Nah sampai mampus juga
nggak akan ini.. Nah disini. Dan Undang-Undang 43 semangatnya masih
Undang-Undang 574, Undang-Undang kepegawaian itu, 99.
Semangatnya 574, sementara sekarang UU pemerintah daerahnya
Undang-Undang 32 dan desentralisasi, kan nggak nyambung tuh.
Akhirnya perlu diapa namanya, direview. Nah ini memang perseteruan
antara UI dengan UGM. Kalau UGM ya udah bagian-bagian mana aja
yang dari UU 43 yang diperbaharui. Kalau UI pengennya dirubah tuh,
sreett. Kedudukan Sekda, sekarang nih, apa bedanya coba, Sekda, kalau
melakukan sekuriti kok pake berhenti, sementara kepala daerah cuti, ini
tidak menimbulkan anggaran, coba begini kan jadinya, luluh lantah
selama bertahun-tahun 25 tahun saya bekerja luluh lantah saya. Tapi
biarlah ini adalah perjalanan berharga buat saya. Saya tidak menyesali
sih pada apa yang saya kerjakan. Tapi saya lebih tau gitu.
MI : Katanya kasusnya ada banyak ? seperti Sekda yang ikut … kemudian
yang nggak jelas statusnya, seperti Provinsi Jawa Tengah, ikut juga ?
H : Inilah yang seharusnya dipikirkan. Saya sudah 50 tahun enggak mungkin
lagi kan saya mulai dari awal lagi. Itulah kesulitan Depdagri katanya.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
395
Bapak kan gelar udah doctor, pangkat udah IVb, mau kepake katanya.
Banyak juga yang disukai jabatan structural. Bukan saya mau dijabatan
fungsional aja.
MI : Kitanya harus siap jabatan fungsional.
H : Mau tidak mau bos. Kita mengarah kesana. Saya melihat dari mulai saya
ditempatkan dimana saja nih, saya nyupir sendiri, ngelayani sendiri
bahkan saya ngetik sendiri maksudnya saya alam bawah sadar saya
ketika saya kehilangan begini udah nggak biasa, kemampuan ajudan
enggak diangkat. Saya kerjain sendiri, dan udah saya udah siap-siap
gitu. Semua mobil-mobil dinas saya kembalikan. Saya ingin
mencontohkan bahwa kita iniloh kita, tidak punya hak lagi. Nah, kembali
ke Baperjakat, itu karena kadang-kadang judgement kepala daerah
sebagai Pembina kepegawaian berseberangan dengan …aah, enggak ada
disitu prakteknya Kalo di provinsi itu ada praktek uang misalnya mau
nggak ngeluarkan sekian uang… Itu lah yang saya ingin dalam
gambaran saya. Kalo masih begitu nggak akan maju. Pas terjadi masa
surat misalnya apa harus pakai duit, apa coba, situ kan udah terima gaji,
udah terima tunjangan, saya SK, ada enam ribu, delapan ribu tenaga
kenaikan pangkat, tepat waktu saya, tidak ada dalam benak saya. Waktu
jaman Nanang Komara dikabupaten, satu SK dihargai tuh kalo nggak
salah limapuluh ribu apa berapa? Coba lucu kan, Astaghfirullahaladzim,
hah? Kan lucu. Lagian kan jadi …. Kita kan udah terima gaji, fasilitas
kita kendaraan, ini. Tau yah, enggak maen dong yang begituan ngapain
lagian buat apa ? Nah, CPNS, saya rekrutmen CPNS saya berdiri tegak,
udah pake … Tapi mohon maaf, enggak bisa melakukan ini, bahkan ada
yang kirim uang,”tolong Pak Hari bawa uang ini”, saya enggak akan
loloskan anak itu. Saya ancam begitu, maksudnya kita apa sih, kita
mendzalimi kalau kita misalnya meminta uang orang yang mau kerja. Itu
yang selama ini saya sering mengalaminya. Yang penting saya lurus,
Ahamdulillah, bukan berarti saya bersih, enggak. Saya ingin, demi anak
bangsa kita, kalaupun saya, mungkin nanti tidak bertemu didunia
diakhirat kelak, Saya ingin mewariskan anak cucu kita nanti pewaris
kita. Dan secara idealnya walaupun saya tidak punya apa-apa
Alhamdulillah yang penting kita sehat, kita jadi terhormat, dan semua
orang memandang Pak Hari tidak kalah, dia katanya karena kalah uang
aja. Jadi intinya kembali kalau penilaian subyektif sangat besar.
Sepanjang tidak ada belum ada perubahan Undang-Undang dan saya
juga sudah tidak diberdayakan, bagaimana style daripada Kepala
Daerah itu sendiri. Kalau style daripada Kepala Daerah itu sendiri
memberdayakan, Karena Muhidin ini tidak ada target pribadi, ya udah
saya ikhlaskan apa yang sudah. Tapi yang jelas sudah saya ingin
menanamkan system. Dari tahun 2006 kita WTP, dan pertama kali WTP
adalah otak, bahkan saya presentasi didepan seluruh Sekda-sekda
seluruh Indonesia. Saya presentasi waktu itu. Saya duduknya dengan
Dirjen Keuangan. Waktu itu ditanya Semua banyak yang belajar dikita.
Kalaupun pemeriksaan BPK itu masih sampling, tapi buat kita ada suatu
kebanggan tersendiri. Jadi kembali kepada manajemen replacement,
promosi dan sepanjang Undang-Undangnya belum berubah. Tetapi kalau
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
396
misalnya Undang-Undangnya berubah, harapan organisasi, layanan
semakin baik, kemudian juga kinerja semakin baik, tidak korup, akan
terjadi.
A : Satu lagi barangkali. Barangkali bisa dibandingkan Pak dengan orang
yang promosinya itu melihat daripada kinerja dan promosi yang jual beli
tadi, itu dari kasat mata kacamata Bapak itu tingkat keberhasilannya apa
bisa dilihat secara langsung ?
H : Tapi hampir separuh kami menunjukkan berhasil, mindsetnya bagus, dan
kita juga harus merelakan itu. Karena kita misalnya pengen begini, hah.
Itu kita harus punya visi itu. Nah kadang-kadang sulit. Nah, pejabat
didaerah, kepala daerah, kalau kita tidak nyembah-nyembah gitu, hah,
gue kerjain nih, Nah itu kita harus pertama kita membuat aturan begitu,
kita harus sadar dulu. Nah saya kaya saya dikritik oleh bawahan, lah
Bapak, kan ini begini kemaren. Oh iya, saya minta maaf. Saya tidak
pernah terhina saya mengucapkan minta maaf. Tapi Alhamdulillah
semua bawahan-bawahan saya dari mulai bendahara, kabag. Keuangan
angkat topi kepada saya. Kalau misalkan saya minjam uang, minjam
uang dong?“iya Pak”, langsung saya kembalikan. Nih, kemarin saya
pinjam. Jadi saya tidak pernah, pinjam is pinjam, kemudian juga hak
saya ya hak saya. Saya pikir itu, jadi intinya itu dulu, jadi tetap semua
ditentukan oleh komandannya. Kalau komandannya masih punya ambigu,
kemudian juga hipokrit, jangan harap tuh anak buah mengikutinya.
Kadang-kadang sulit kita kan, nih maunya apa sih. Ada saya pernah di
Australi ketemu dengan ajudannya Bupati. Bupatinya itu apa namanya
pola pemimpinnya bukan eksekutif. Pola reseptor. Jadi nggak mau
pusing. Semua di-acc. Tapi accnya ada yang keatas, acc mendatar, ada
yang acc kebawah. Ini artinya kalau acc keatas bicarakan dulu. Kalau
mendatar itu betul-betul acc tuh, memang disetujui. Kalau kebawah itu
ditolak. Itu bertabrakkan dengan dibawahnya. Itu tidak gentleman.
Seorang pemimpin leader itu mau tidak mau. Itu salah, itu benar, ini.
Kan tiga fungsi pemimpin itu. Satu oke, setuju, dua pending, tiga tolak,
tiga doing tuh, dan empat marahin, Kadang-kadang marahnya nggak
ngerti, apasih maunya, dia tuh kagak ngerti. Tapi saya sih target saya
Alhamdulillah tercapai. Kalaupun ya secara materi, ya Alhamdulillah lah
yang penting kesatu sehat, anak saya sudah sekolah. Jadi target keluarga
… Dan saya dimanapun ya, saya dicamat, kalau camat maupun orang-
orang berfikir, wah mobil banyak, tanah banyak, istri banyak. Tapi
Alhamdulillah saya dari camat dapat S2, jadi sekda dapat S3, itu saja.
Kalau sekarang sudah keluar dari sekda di S3 mungkin tergopoh-gopoh
gitu kan, mobil juga kan, kemarin kan masih menggunakan fasilitas
Negara, tentunya Negara ya untuk apa namanya untuk kecerdasan sih ya
nggak ada salahnya kan bukan korupsi itu kan bagamana kita untuk juga
pengabdian kepada organisasi itu gitu. Itu saya pikir. Nah, bicara puas
atau tidak puas, kinerja para dinas itu …. Apa yang diomongin oleh
walikota kalaupun enggak rasional kadang-kadang, pak ini pak, atut juga
ente, bagaimana manafsirkannya, kalau tafsiran saya tuh begini nih. Tapi
tafsiran ada yang manifest ada yang laten gitu kan. Sangat sulit kayanya
untuk, tersembunyi gitu kan. Tapi yang jelas target-target saya, banyak
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
397
mungkin penghargaan yang kita dapati, adipura, kencana, kemudian juga
e-gov, e-government, terus kemudian juga ekonomi kreatif, kita
mendapatkan penghargaan bahwa daerah yang kreatif, kemudian
kebersihan, pelayanan kesehatan, pendidikan, bukan itu sebenarnya yang
kita cari, tetapi perubahan mindset. Nggak tau lah nanti mungkin siapa
yang jadi walikota, kalau Hari mungkin bisa melanjutkan. Tetapi perlu
didukung oleh, ya bukan saya menguatkan diri saya, suatu daerah perlu
didukung oleh Sekda yang punya kompetensi dan integritas. Kalau tanpa
itu, mana. Mungkin, Memang dia WTP, tapi WTP jadi-jadian, WTP
belilah jadinya, kan. Manalagi, Serang, itu kan dipaksakan aja, tapi
sehingga, di kita Alhamdulillah saya tidur nyenyak. Setelah saya
tunjukkan bahwa kita apa namanya, LSM ngomong, membengkak nih,
agak membengkak katanya, pejabatnya keringatan, kalau saya mah
nggak, ditepis ama kita apa LSM. Mau minta duit kan, gitu aja. Akhirnya
dia, terhadap kritik-kritik, katanya gitu. Karena patuh. Kita udah
terbaik, udah melayani, kalaupun memang masih sampling. Tapi minimal
substansinya sudah kita peroleh. Itu mungkin.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
398
TRANSKRIPSI WAWANCARA
PEMERINTAHAN KOTA TANGERANG
(BAGIAN DPRD)
Peneliti Utama : Mustari Irawan
Narasumber : H. Basri
Jabatan : Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD Kota Tangerang
Tempat : Kantor DPRD Kota Tangerang
Tanggal : Kamis, 7 November 2013
T : Assalamu‟alaikum Wr. Wb. Pak Haji, bisa kita mulai?
J : Silahkan.
T : Bismillahirohmanirrohiim, ee.. untuk pertanyaan wawancara ini kami bagi
menjadi 4 bagian, Insya Allah setiap bagian itu terdiri dari pertanyaan-
pertanyaan, kemudian pertanyaan pertama itu tentang pembentukan
organisasi, jadi, mohon dijawab nanti sepengetahuan Pak Haji saja, tidak
apa namanya, yang Pak Haji pahami dan yang Pak Haji laksanakan.
Pertanyaan pertama Pak Haji, e.. bagaimanan proses pembentukan
organisasi perangkat daerah dimulai dari awal sampai dengan
penetapannya dalam perda, meskipun 3 SKPD : Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan, Kantor Arsip Daerah? Bagaimana menurut Pak Haji proses
pembentukannya?
J : Proses pembentukannya? Diawali melalui perda yang diusulkan oleh
pemerintah, dalam hal ini eksekutif, Walikota menyampaikan Raperda
tersebut (Rencana Peraturan Daerah) mengenai perangkat daerah misalkan
Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kantor apa ajalah, itu prosesnya, ke
sekretariat DPRD itu hanya usulan, dari eksekutif kepada DPRD, nanti di
DPRD itu dibahas juga dengan eksekutifatau juga dengan SKPD terkait,
atau juga dibahas dengan tokoh masyarakat atau pihak lain, pihak lain
yang berkepentingan dengan SKPD yang bersangkutan.
T : Baik.
J : Misal SKPD PDK penting apa di buat Dinas PDK, kita juga dari DPRD
maksudnya mengundang juga pihak-pihak terkait dalam pembahasan
Raperda itu.
T : Dalam pembahasan Raperda berarti mereka diundang?
J : Diundang.
Jadi proses awalnya itu, Walikota (kalau disini Walikota ya)
T : Baik.
J : Walikota menyampaikan penjelasan rancangan peraturan daerah mengenai
pembentukan SKPD tadi, di rapat paripurna, dihadapan anggota dewan,
dan pejabat-pejabat yang terkait nah setelah itu diparipurnakan, nanti ada
pemandangan umum dari dewan, dari fraksi, terutama pemandangan umum
fraksi mengenai penjelasan walikota atas rancangan perda mengenai.
T : SKPD?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
399
J : Rancangan perda mengenai pembentukan SKPD, setelah itu rapat
paripurna lagi, nanti ada jawaban dari walikota, tadi kan penjelasan oleh
walikota pertamanya, paripurna yang kedua pandangan umum, setelah ada
pandangan umum nanti ada jawaban dari walikota.
T : Siap!
J : Setelah dijawab oleh Walikota, baru ada pembahasan, tahap pembahasan,
pembahasan dengan SKPD terkait dengan tokoh masyarakat, dengan pihak
ke 3 dengan pihak-pihak lain yang diperlukan, mengenai pentingnya
dibentuk organisasi tersebut. Setelah dibahas beberapa lama, dewan nanti
membuat kesimpulan di laporan akhir, nanti dirapat gabungan dulu,
biasanya itu dibahasnya oleh pansus (panitia khusus) setelah membahas ya
nanti di rapat gabungan semua anggota dewan rapat lagi tapi buka rapat
paripurna umum, paripurna internal.
T : Siap!
J : Anggota dewan aja, minta masukan semua anggota dewan disitu, setelah
tadi dibahas dengan tokoh masyarakat tokoh SKPD, terakhir. Nah setelah
paripurna finalisasi. Difinalkan, baru nanti disampaikan kembali di rapat
paripurna dengan Walikota ditetapkan sebagai perda, jadi nanti terakhir itu
penandatanganan kesepakatan penetpaan Raperda menjadi Perda tadi
pendidikan dan lainnya.
T : Kalau kemudian penyusunan strukturnya Pak Haji? Penyusunan struktur
dari SKPD itu apakah kemudian dibahas dalam rapat itu juga?
J : Kalau penyusunan struktur itu urusan Walikota.
T : Urusan Walikota sendiri ya?
J : Jadi kalau dengan membahas, rencana membantu Dinas Pendidikan,
setelah dibentuk Dinas Pendidikan strukturnya bagaimana? Ada Kepala,
ada Sekretaris, ada Kabid-kabid, ada Kasi-Kasi misalnya, itu hanya
kerangkanya saja, adapun nanti mengisi orang-orangnya itu Walikota.
T : Oo, jadi disinipun dibahas masalah kerangka?
J : Kerangka aja, struktur.
T : Struktur, masalah posisi?
J : Pengisiannya oleh Walikota.
T : Siap! Oke, nah pertanyaan selanjutnya Pak Haji kalau faktor internal yang
menjadi penentu, yang harus diperhatikan dalam pembentukan organisasi
SKPD itu apa? Faktor internal yang harus diperhatikan?
J : Faktor internal itu apa?
T : Faktor internal yang jadi penentu, misalkan internal itu dari lingkungan
SKPD itu sendiri, ee dari lingkungan DPRD sendiri.
J : Yang mengusulkannya maksudnya?
T : Iya faktor internalnya.
J : Jadi biasanya internal itu leading sector, leading sector untuk Raperda,
Raperda itu biasanya di eksekutif, dipihak walikota, itu bagian hukum, atau
SKPD terkait, katakanlah misalnya Dinas Pendidikan, punya apa namanya,
kantor pengen ditingkatkan , kantor itu biasanya yang merencanakan awal,
rencana awal yang menentukan ini polanya begini, begini, begini, nanti
dimasukkan ke dalam Prolegda yang di eksekutif, dari sana bagian hukum
ni, misalnya ketuanya Pak Sekda, nanti dari sana dibahas, setelah dibahas
baru jadi rancangan baru disampaikan ke DPRD Kota, jadi leading
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
400
sectornya mungkin yang menentukan maksudnya itu dari SKPD awal, yang
punya gagasan awal. Seperti kita, sekretariat DPRD minta penambahan-
penambahan yang namanya kasubag, dalam struktur organisasi minta
penambahan kasubag, nah leadingnya itu berarti dari kita, dari sekretariat,
kenapa kita butuh itu, butuh kasubag? Karena kan sangat diperlukan,
sangat dipentingkan dan sangat dibuuhkan sekali, kita usulkan ke tim
Prolegda tadi yang ada di eksekutif, Walikota, nah ketuanya Pak Sekda, dan
Sekretarisnya bagian hukum, dan lainnya ang terkait disitu. Disitu dibahas
seperti tadi di dalam, baru nanti diusulkan jadi Raperda, yang
mengusulkannya yang menyampaikan nanti Pak Walikota, sampaikan ke
Dewan, padahal punya kita kan? Disampaikan ke Dewan baru persetujuan
bersama, gitu. Baru dua orang tuh, dua orang Kasubag kosong yang
mengisinya siapa bukan Dewan, yang mengisinya nanti dari Walikota,
siapa menyusun siapa gitu.
T : Jadi kewenangan Walikota?
J : Iya, leading sectornya dari awal SKPD yang terkait yang membutuhkan itu.
T : Itu tadi berbicara tentang faktor internal, kalau faktor eksternal diluar
SKPD, Walikota, maupun DPRD, ada faktor eksternal gak di lain itu?
Misalkan untuk pembentukan organisasi perangkat daerah? Eksternalnya?
J : Sejauh ini, gak ada gitu, belum-belum kita lihat.
T : Misalkan dari masyarakat, LSM.
J : Iyah, belum-belum ada.
T : Belum ada ya?
J : Belum.
T : Baik-baik Pak Haji, kemudian faktor yang dipertimbangkan dalam
penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok Dinas Kesehatan?
J : Dinas Kesehatan?
T : He em, Dinas Kesehatan, yang harus diperhatikan dalam penyusunan
struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi dari Dinas Kesehatan?
J : Waduh, tentang kesehatan? Saya kurang paham kalau itu, biasanya kita itu
membutuhkan dua seksi atau dua kasubag, itu sesuai dengan kebutuhan
kita, kita misalkan disini kasubag verifikasi, kasubag verifikasi sangat
dibutuhkan untuk kelancaran administrasi keuangan, ga ada di situ kasubag
verifikasi maka.
T : Diadakan?
J : Diadakan, nah kita usulkan. Mungkin juga di SKPD yang lain seperti itu,
kenapa diperlukan struktur itu, bagian badan ini, nah mungkin ada
kebutuhan-kebutuhan yang mendesak yang harus ditangani oleh SKPD
yang bersangkutan, jadi sifatnya umum, kalau itukan sub-sub dari dinas ini,
dinas ini, itu mah silahkan masing-masing dinas kan punya alasan tertentu,
saya ambil contoh yang ada di sekretariat DPRD, kita membutuhkan 2
kasubag karena itu memang diperlukan, satu kasubag pelaksanaan, kedua
kasubag verifikasi yang sebelumnya di jabat oleh kasubag yang lain,
padahal menurut fungsi dan tugas itu sangat berat, maka perlu dibentuk itu.
T : Ada usulan untuk membentuk itu.
J : Iya, begitu, yang lain juga mungkin begitu.
T : Artinya ketika mau menyusun struktur tersebut, fungsi dan tugas pokok, apa
namanya Tupoksi lah ya.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
401
J : Ya.
T : Organisasi dalam fungsinya itu, ada usulan bawah Pak Haji?
J : Iya dari bawah.
T : Button up?
J : Sati itu di bawah dulu, keduanya ada juga tuh, faktor eksternalnya undang-
undang, pemerintah menghendak iadanya dinas ini, dinas ini, sementara
kita belum terbentuk, faktor luar tetapi berdasarkan ketentuan yang lebih
tinggi, kalau yang dulu ada begitu, sebelum struktur baru yang ada ini kita
mengacu kepada struktur yang lama, makanya dengan pertimbangannya
karena undang-undang menghendaki begitu.
T : Pertanyaan selanjutnya Pak Haji, bagaimana struktur, fungsi dan tugas
pokok dari organisasi perangkat daerah dijalankan, sesuai dengan
keputusan Walikota Tangerang, misalkan Walikota Tangerang sudah
menentukan tugas pokoknya organisasi perangkat daerah kemudian SKPD
menjalankannya seperti apa pelaksanaannya?
J : Itu sudah ada program kegiatannya masing-masing, jadi SKPD itu tidak
sekedar dibentuk tetapi dia juga punya program, ada rencana strategisnya,
ada rencana kegiatan, rencana itu juga mengacu kepada, ee.. rencana
umum yang dibuat oleh pemda Walikota, misalnya dia itu ada rencana lima
tahunan, nah kita juga masing-masing SKPD ini membuat rencana program
tahunan, yang namanya Renstra itu Rencana Program Strategi mengacu ke
situ. Kita membuat program yang mengacu kepada program umum yang
disampaikan Walikota, kan sekrang Gubernur, Walikota lima tahun sekali.
Program ini nih, nah kita harus mengacu kesitu, tidak bisa mengajukan
program sendiri-sendiri, tetap kita harus mengacu kepada RDJM yang
dibuat oleh Walikota, karena itukan janji beliau waktu itu kan. Waktu..
T : Visi misi dulu ya?
J : Iya visi misinya, lima tahun, Renstra itu dibuat oleh SKPD masing-masing,
nah setelah dibahas rencana kerja satu tahun masing-masing, diajukan ke
kita, nanti dibuat anggarannya kan, nah dibuat anggarannya nanti
ditetapkan adanya Rencana Anggaran Tahunan, RAPB, kalau di atas
RAPBN lah. Rencana itu berdasarkan program yang akan dilaksanakan
selama satu tahun, mau program apa, kegiatan apa dengan biaya ini, nah
itu harus diputuskan dalam rapat dewan itu, dan diputus. Jadi kita punya
kegiatan, punya naggaran, baru setelah disahkan anggota dewan kita punya
jalan. Ya itu, jalannya kegiatan selama satu tahun karena adanya
anggaran, mau disitu jadi pimpinan kita, sampai sejauh mana kita
melaksanakan kegiatan ini sesuai dengan rencana dan anggaran yang
disiapkan.
T : Artinya begini Pak Haji, (mohon maaf saya potong) kalau yang menjadi
landasan ditentukannya anggaran sebuah SKPD, ee.. tadi termasuk..
J : Usulan!
T : Usulan.
J : Jadi kita mengusulkan untuk kegiatan misalnya kesekretariatan, ATK, kita
mengadakan berapa kegiatan, barang apa misalnya, cetak, pakaian itu
harus diusulkan.
T : Budgeting mungkin Pak Haji ya?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
402
J : Budgeting, dibahas juga oleh tim anggaran masing-masing, pertama oleh
SKPD, anggaran sekretaris, yaitu ketuanya Pak Sekda, kemudian tim
anggaran dewan. Jadi awalan dulu, ya usulan kegiatan usulan anggaran ya
dari SKPD dulu. Nanti dibahas di tim anggaran, kata tim skretariat
anggaran di sana, ini tidak perlu ini tidak perlu kita tidak bisa apa-apa,
kalau tidak bisa mempertahankan argumentasinya dengan rasional.
T : Apakah kemudian ketika anggaran sudah dikeluarkan, berjalan sesuai
rencana atau tidak Pak Haji?
J : Itu tergantung masing-masing SKPD, makanya SKPD kan ada pengawasan,
kalau kita kan inspektorat sampai sejauh mana SKPD merencanakan
sampai dengan program-program dilaksanakan. Bahkan pelaksanaannya
juga dijadwalkan, mau triwulan ke berapa? Triwulan I, Triwulan II,
Triwulan III, Triwulan IV, atau mau bulan apa dilaksanakan misalnya, itu
juga suatu penilaian. Nah di akhirnya evaluasinya itu ada di pengawasan
(inspektorat) sampai sejauh mana SKPD tersebut melaksanakan kegiatan,
melaksanakan anggaran, kalau misalkan dia ada penyimpangan-
penyimpangannya itu yang nanti akan dipertanyakan, (penyakit di situ kan)
T : Ada pertanyaan, kenapa gak berjalan? Anggaran ada.
J : Berjalan bisa berjalan, tetapi kenapa tidak sesuai dengan spek, itu
dievaluasi akhir.
T : Kalau kita bertanya, jika sudah berjalan kemudian, ada yang tidak
berjalan, ada penghambat, sudah pernah belum terjadi, ketika misalnya
faktor-faktor yang menghambat?
J : Ada saja.. ada saja, macam-macam penghambatnya, contoh kegiatan dalam
bentuk proyek, proyek ini ada dalam bentuk fisik dan non fisik, kalau non
fisik seperti kegiatan pengadaan barang, ATK, kegiatan kecil-kecillah yang
habis misalnya kemasalah pengadaan. Tapi kalau fisik itu kan bangunan
segala macam. Bangunan bisa saja tidak dilaksanakan, faktor
penghambatnya banyak, bahannya, misalnya waktu perencanaan harga
kayu borneo sekian, ternyata pas mau dibangun harganya lebih tinggi dari
harga yang ditentukan awal, karena kita kan merencanakan 2014 sudah
dari sekarang. Masing-masing SKPD mempersiapkan mau membentuk apa,
membangun apa, melaksanakan kegiatan apa, dengan nilai uang sekian,
termasuk komputer, komputernya juga sering begitu, kita merencanakan
pengadaan komputer sekian merk „A‟, harga sekian dengan penjunjukan
pas waktu mau direalisasikan barang itu tidak ada.
T : Bahkan bisa berubah harga.
J : Nah iya berubah harga, harga yang sekarang pas mau belanja harganya
mahal gak bisa, barangnya tidak ada kan susah.
T : Jika seperti itu dipending?
J : Bisa dipending, bisa dirubah anggarannya untuk tahun yang akan datang.
T : Di evaluasi mungkin Pak?
J : Evaluasi, diperubahan harga.
T : Baik Pak Haji, kemudian ada, ee.., kita mau bertanya nih, ketika SKPD
dipimpin oleh kepala (kring..kring.. kring.. telepon Pak Haji berdering),
kemudian terjadi percakapan telepon.
Pernah gak terjadi Pak Haji, dalam proses realisasi program, faktor
masalah sendiri itu masalah dari Kepala SKPDnya? Perorangan?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
403
J : Belum pernah, karena apa yang kita rencanakan itu sebelumnya dirapatkan
dulu dengan SKPD, kita rapatkan dulu, ini tahun 2014 mau bikin apa?
Program kita kegiatannya apa saja, kemudian nilai berapa? Kemudian nilai
uang tersebut untuk apa saja rinciannya, rasional gak? Itu kan berarti dari
pimpinan, katakanlah kita, misalkan dari kepala, ke sekretaris, ke seksi, ke
anggota, ke PPTK semua kumpul di situ, berembug di situ, jadi kalau kita
aman-aman saja, jalan-jalan saja.
T : Nah selama ini berarti kalau kemudian bisa diambil kesimpulan tidak
adanya masalah ya dengan kepala ya? Nah yang mau saya tanyakan itu,
proses pengangkatan Kepala SKPD sendiri bagaimana?
J : Oleh Walikota, biasanya itu mau ada tim. Tim Baperjakat di Walikota.
T : Faktor penentunya apa?
J : Ya banyak penilaian, banyak syaratnya itu mah : prestasi, pendidikan,
kinerjanya bagus, pengalamannya bagus, dan juga memenuhi syarat, itu
mah yang menilai disana, di kantor Walikota.
T : Oke oke.
J : Kalau saya mah dimana saja ditempatkan terima sajalah.
T : Sami‟na Waatho‟na.
J : Selama memberi kemaslahatan bukan kemudhorotan.
T : Betul, betul. Dari sisi SDM yang meliputi struktural, selain Kepala SKPD,
staff umum dan pejabat fungsional itu, kondisi kualitas dan kuantitas saat
ini bagaimana? Untuk Kota Tangerang?
J : Waduh, saya kalau untuk Kota Tangerang terlalu jauh ya, itu harus
Walikota yang ngomongnya, saya lingkup kantor saya aja nih DPRD.
T : Oke, siap Pak Haji.
J : Atau Khusus bagian saya, bagian umum, memang relatif, artinya kebutuhan
yang kita inginkan itu kadang-kadang tidak sesuai dengan kenyataan, kita
misalnya butuh tenaga arsipan tapi mereka diberikan pendidikan, diberikan
keterampilan, tetapi kadang-kadang mreka juga kurang mendalami (apatis)
gitu kan? Susah, kita mamu membutuhkan tenaga perencana diambil dari
perencanaan, tetapi pas kita ambil di sini, kadang mereka juga
meninggalkan keahliannya, terpengaruh oleh faktor lainlah, sehingga
profesionalisme di sini, kadang-kadang susah, jadi kebutuhan yang kita
perlukan itu tidak sesuai dengan SDM yang ada, kadang-kadang begitu.
T : Nah berkenaan dengan manajemen kerja dari masing-masing SKPD, Dinas
Pendidikan Dinas Kesehatan, Arsip Daerah?
J : Nah itu penilaian Walikota lagi ini, kalau begitu saja jadi Walikota ini.
T : Insya Allah (bersemangat)
J : Ini tuh minimal yang jawab Sekda, sekalipun kita bisa menjawab tapi kan
melampaui tugas.
T : Pandangan dari anggota dewan Pak Haji.
J : Tentunya harus Ketua Dewan yang ngomongnya.
T : Begitu ya (he he he.. tertawa kecil)
J : Bisa saja kita menilai tapi kan bukan kewenangan kita, apa yang kita
sampaikan tidak relevan.
T : Kalau pertanyaan dilanjut faktor-faktor internal apa yang dominan dalam
menentukan pengembangan manajemen kerja masing SKPD?
J : Yaa SDMnya itu!
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
404
T : SDM ya? Siap!
J : Jadi mohon maaf nih, kita melihatnya bukan dari scoope Walikotanya,
tetapi kota yang di lingkungan kita, tapi kondisi itu pada umumnya begitu,
tetapi kita tidak menilai secara khusus, hanya pertandingan saja, kondisi
internal di sekretariat DPRD yang lain juga itdak jauh berbeda, tapi faktor
SDM, yang lain juga membutuhkan SDM.
T : Selain faktor SDM?
J : SDM dominan, tidak mungkin profesional kalau SDMnya tidak profesional.
T : Berarti dari SDMnya, siap! Kemudian kalau dari sarana prasarana Pak
Haji?
J : kalau dari sarana prasarana umumnya sudah punya kantor semua, semua
sudah cukuplah.
T : Sudah cukup ya? Baik, baik, baik. Ada pertanyaan lagi Pak Haji?
J : Peningkatan? Dikita aja nih kantor DPRD perlu gedung tersendiri
sebetulnya, karena keadaan seperti sekarang ini kurang memadai gitulah.
T : Kalau dari sisi teknologi informasinya Pak Haji? IT?
J : ITnya sudah bagus.
T : Bagus ya.
J : Karena kita punya infokom, dinas informasi komunikasi, pengadaan barang
dan jasa kita juga melalui lelang elektronik, begitukan sudah bagus, tinggal
yang kurang SDMnyaa, ada yang sudah cukup SDMnya, tetapi pada
umumnya SDM memang kurang.
T : Dari sisi SDMnya Pak Haji ya?
J : SDM kurang, personelnya itu ya, orangnya mungkin banyak.
T : Kuantitasnya banyak, cuma kualitasnya perlu dipertanyakan, kemudian kita
mau tanyakan pengaruh kinerja positif dari masing-masing SKPD
ditentukan oleh faktor-faktor apa?
J : Kinerja?
T : He eh, faktor-faktor positif yang memberikan kinerja dari masing-masing
SKPD.
J : Saya kira banyak faktor, saya tidak melihat ke jauh lagi untuk masalah ini,
pertama : keteladanan dari pimpinan, artinya bagaimana kita memajukan
suatu organisasi, tidak hanya harus semua lini itu gerak, gitu kan. Nah di
sini faktor pimpinan memanaje, jadi seorang pimpinan bisa bukan pintar
memanaje anak buahnya sehingga suatu organisasi, manajemen ya
memanaje. Keduanya : mungkin ada unsur keterbukaan dari pimpinan, ya
kalau yang paling banyak rezekinya staf di bawah juga mencicipi lah.
T : Insya Allah naik haji Pak Haji, yakan, amin.
J : Ketiganya : ada rasa tahu diri, saya sebagai staff tidak akan melampaui
baik segi keinginan maupun penampilan pimpinan kita, ya rumongso gitu,
sebagai staff tahu diri, karena di situ ada etika, norma, sopan santun,
bagaimana kita harus bersikap bagaimana kita harus bertindak, artinya
kita kompaklah, SKPD itu kompak, karena ada juga menurut penilaian
saya, ada saja yang namanya staff ugal-ugalan, melebihi gayanya itu,
melebihi pimpinan, nah itu yang tidak tahu diri.
T : Nah kalau ada yang seperti itu, solusi antisipatifnya yang menghambat
kerja apa?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
405
J : Solusinya pembinaan dari atasan lah, pengawasan langsung, waskta
(pengawasan melekat) bukan pengawasan tidak hanya dari eksternal saja,
eskternal inspektorat, PPK, atau dari pemeriksa yang lainnya lah, tetapi
yang paling penting nih dari atasan langsung, atasan langsung itu harus
memberikan teladan, teladan yang baik kepada bawahannya, tidak hanya
sekedar ingin, ingin diturut, ingin di ini, tetapi perilaku kepemimpinannya
dia itu kurang mencerminkan seorang pemimpin, ada ajakan?
T : Artinya kalau saya boleh ambil kesimpulan itu sama juga dengan proses
adaptasi Pak Haji, misal dalam suatu kondisi tertentu dia beradaptasi,
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, tidak kemudian proses adaptasi
tersebut, bagaimana kapasitas dan kapabilitas dari masing-masing SKPD?
J : Pimpinan itukan kita harus demokratis, artinya tidak ada lagi kita sebagai
pimpinan, sebagai kepala yang egosentris, merasa ingin dihormati, ingin
di.. (berfikir) ingin di lebih-lebihkan.
T : Baik Pak Haji.
J : Saya, kita bukan jamannya lagi, kita kan sebagai aparat kan pelayan yah,
artinya pelayanan masyarakat sesuai dengan ketentuan bukan pelayan
babu, kan gitu kan?
T : Iya!
J : Jadikan ada batasan-batasannya, saya kira faktor keteladananlah, faktor
kepemimpinan, jangan sampai, dan lagi pimpinan jangan merasa suatu saat
dia harus ada guyub, ada kebersamaan, katakanlah kita setahun sekali
refreshinglah, setahun bersama jadikan.
T : Indah betul (menanggapi)
J : Nah itu, kita sudah praktekkan, outbound, tidak mengenal pimpinan, tidak
mengenal bawahan, menngkat rasa persatuan kesatuan, persaudaraan,
meningkatkan kekeluargaan, itulah selama kita mengatasi harus hormat
terus, tunduk terus, cobalah kita bisa kekeluargaannya di tingkatkan.
T : Nah ada pertanyaan lagi nih Pak Haji, SKPD bisa di pantau dari Sekretaris
Daerah, DPRD, atau masing-masing SKPD sendiri bisa memantaunya. Saat
ini menurut Pak Haji bagaimana keterlibatan DPRD, SKPD sendiri
terhadap SKPD yang lain, terhadap pemantauan.
J : Bukan masalah pemantauan, kalau kita dalam masalah tugas, prinsip-
prinsip SKPD yang menilai kita kan Walikota, yang berwenang kan
Walikota, adapaun unsur pengawasan, pengawasan ini dalam pelaksanaan
kegiatan kita sampai sejauh mana, kegiatan kita dengan perencanaan yang
telah ditentukan yang memeriksa kita itu di samping atasan ada juga yang
lainnya, inspektorat, ada juga DPRDnya. Peran DPRDnya misalnya
melalui hearing-hearing, melalui reses, jadi mereka juga melihat sampai
sejauh mana pelaksanaan kegiatan program yang sudah dirancangkan bisa
dilaksanakan dengan baik kelihatan di situ. Kalau DPRD itu dalam
hearing-hearing, hearing komisi.
T : Peran dari DPRD dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masing-
masing Kepala SKPD?
J : Dalam hearing itu.
T : Dalam hearing?
J : Dalam hearing ketahuan, sebagai dinas tenaga kerja apa sih tujuannya.
T : Peningkatannya maksudnya, ada pelatihan atau apa?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
406
J : Kalau dulu, pas ada evaluasi Pak Walikota mengatakan ini cukup bagus,
Kepala Dinas ini cukup bagus tetapi pas hearing dengan anggota dewan,
Pak Walikota mengusulkan, mungkin melalui pendidikan, diklat, itu bisa
begitu.
T : Berkaitan dengan program itu, kan ada anggaran Pak Haji?
J : Ya.
T : Proses meningkatkan program sekaligus anggarannya selama ini terjadi
dari masing-masing SKPD selama ini terjadi itu seperti apa?
J : Maksudnya? Kalau peningkatan yang berupa pelatihan, diklat itu kita
sudah terkoordinasi di badan pendidikan dan kepegawaian (BKP). SKPD
yang didiklatkan apa saja, itu sudah terkoordinasi dibadan itu,
kepegawaian dan diklat, anggarannya di situ, jadi masing-masing SKPD
sudah di situ anggarannya, adapun yang bersifat khusus, yang melibatkan
Kepala Dinas dan jajarannya, contoh di sini aja, ini menyangkut masalah
bagaimana mengelola efektifitas keuangan, atau bagaimana memikirkan
efektifitas manajemen keuangan, dulu pernah mengadakan diklat itu, diklat
peningkatan, peningkatan wawasan, peningkatan pengalaman, semua staff
kita, nah itu dianggarkan di kita, itukan anggarannya kecil.
T : Kalau misalkan dari DPRD itu, mau mengusulkan program dan anggaran,
kira-kira yang mereka lakukan apa Pak Haji?
J : Buka program ada anggarannya, kalau dewan mau melaksanakan kegiatan,
kegiatan apa? Fisik? Kalau fisik melalui SKPD terkait, dinas bangunan,
dinas tata kota, dinas PU, dinas kebersihan. Dewan nih misalnya punya
reses, dengar pendapat dengan masyarakat, di suatu wilayah, di dapilnya,
perlu dibangun ruang terbuka hijau, ruang terbuka hijau ini harusnya siapa
nih yang melaksanakannya, apakah dinas bangunan, dinas tata kota, dinas
PU atau dinas kebersihan? Kan dia punya. Begitu hearing dengan Kepala
SKPD, kan dia panggil, itu di wilayah I, kebersihan RTHnya kurang, coba
tolong dibangun, karena ada masukan dari masyarakat, coba masukkan
program kamu.
T : Ooo begitu.
J : Jadi dia tidak lewat tidak punya program sendiri, tetapi dari SKPD itu
sendiri.
T : Jadi?
J : Aspirasi masyarakat, di SKPD tersebut, nanti membuat program, RKA
(Rencana Kegiatan Anggaran) melalui SKPD terkait.
T : Ini Pak Haji ada satu pertanyaan mendasar, bagaimana cara merubah
mind set dan culture set dari SKPD itu bagaimana?
J : Itukan berbagai macam kegiatan kan dilakukan sesuai dengan fungsi dari
SKPD masing-masing. Jadi kembali kepada tadi, program yang diinginkan
oleh visi dan misi Walikota 5 tahun ke depan bagaimana caranya
mewujudkannya itukan melalui program yang dilakkan di SKPD masing-
masing, jadi mind set disitu kita kembali ke arah mana, apa yang psikis atau
fisik yang diinginkan itukan strateginya tergantung di SKPD masing-
masing.
T : Dari sisi dewan sendiri gak bisa merubah?
J : Gak bisa, itukan dari sisi masing-masing, dari ataskan fungsinya
pembinaan, pengawasan, kembali kepada masing-masing SKPD. Karena
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
407
yang menilai kan Walikota, SKPD ini nih, dinas ini kelemahannya,
tergantung dari pihak Walikota.
T : Pak Haji asli Tangerang?
J : Ya.
T : Alhamdulillah, berarti Pak Haji punya harapan terhadap kinerja SKPD ke
depan? Apa harapan pak haji ke depan?
J : Ya jelas, ke depannya SKPD itu berfikiran jauh, kita itu sudah menetapkan
Perda tentang RT RW (Rencana Tata Ruang Wilayah), ini 20 tahun ke
depan, 2032. Itu orientasinya, jadi orientasinya kita harus ke depan, semua
SKPD itu jangan terpaku kepada program yang sekarang, tetapi bagaimana
kita yang akan menciptakan kegiatan untuk masyarakat ini 20 tahun ke
depan (minimal) SDM harus mampu, terus ahli planologi, ahli bangunan,
harus diterapkan, jadi tidak terpaku kepada program satu tahunan, tetapi
harus berubah ke depan mau bikin apa nih? Dinas perhubungan utnuk
transportasi, dinas tata kota (pemerataan wilayah) lihat tata kota, kondisi
yang ada, eksisting yang ada bagaimana 20 tahun ke depan, mau dibikin
apa di pojok sana, mau dibikin apa di pojok sini, nanti yang dilaksanakan
oleh masing-masing SKPD terkait. Misalkan PU, dia bikin jembatan mau
berapa ratus ke depan, mau dimana aja? Dampaknya nanti bagaimana
terhadap lingkungan bagaimana? Jadi pimpinan SKPD saya kira, harapan
semua juga punya visioner jangakauan ke depan itu jauh, tidak hanya
kepentingan sesaat, apalagi kepentingan-kepentingan, kepentingan tertentu.
T : Keterlibatan komponen pemerintah dalam proses pembentukan struktur
organisasi kepala dewan mulai dari Raperda sampai ditetapkan Perda
bagaimana prosesnya Pak Haji?
J : Apa tadi? Kan sudah disebut tadi, Rancangan Perda dari SKPD terkait,
diusulkan ke Prolegda, ketuanya Sekda, dibahas di sana, digodok di sana
baru jadi Raperda, setalah jadi Raperda baru disampaikan oleh Walikota
kepada Dewan, di Dewan dibahas di pandangan umum, dibahas dengan
pihak terkait jadi, kemudian di tanda tangani oleh Walikota dan DPRD,
baru dilaksanakan.
T : Itu termasuk srukturnya?
J : Ya kalau termasuk strukturnya struktur, jika sudah menjadi Perda, tinggal
sosialisasi di sana (kantor Walikota).
T : Kalau pengambilan keputusan penggunaan prosedur, keterlibatan para staf
di masing-masing SKPD? Bagaimana Pak Haji?
J : Itu tadi, soalnya kita katakan rapat, rapat internal di kantor, yang dipimpin
kepala dinas, kepala bagian, kepala badan, merencanakan suatu kegiatan,
direncanakan di situ, dimatangkan di situ anggarannya berapa? Di situ kita
di SKPD diputuskan, jadi masing-masing SKPD, masing-masing staff ini
punya suara, untuk memberikan masukan-masukan , silakan mau masukan
lengkap, nanti dibahas di situ, sebelum ini disampaikan nanti ke Prolegda
dewan.
T : Berarti yang di seluruh anggota SKPD itu termasuk karyawan atau seluruh
anggota fungsional?
J : Pegawai, PNSlah, kalau dikita itu, ada kepala, sebagai pengguna
anggaran, kemudian ada anggaran-anggaran sekian, sebagai PPK (Pejabat
Pembuat Komitmen) ada juga kasubag sebagai PPTK, lengkap acara
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
408
kegiatannya, ada juga staffnya, staff yang mendukung kelancaran tugas
kerja masing-masing PPTK, nah itu kita libatkan. Bila saja seorang
kasubag, kita libatkan sebagai pelaksana teknis kegiatan, dia kurang
menguasai tetapi staff ada yang lebih menguasai, nah itu menerima
masukan-masukan. Contoh: di saya jadi sekretariat DPRD, kita punya satu
kegiatan yang namanya program asuransi kesehatan dewan, adanya
asuransi-asuransi, nah kadang-kadang sebagai kasubagnya kan baru, dia
tidak tahu item-item yang diperlukan oleh dewan berdasarkan pengalaman,
mana yang banyak dibutuhkan, mana yang tidak dibutuhkan, asuransi itu
perusahaan, dia mencari keuntungan, yang jarang digunakan ini benefitnya
ditingkatkan, sementara yang sering digunakan nilainya dikecilkan. Kan
banyak yang protes, lalu PTKnya gak paham ya sudah all ajalah begitu.
Kelahiran, kelahiran ditinggikan, sementara, dia sudah tahu, anggota
dewan yang hamil, yang PUS (Pasangan Usia Subur) itu berapa orang,
dari 50 dewan katakan 10 orang, itu biayanya ditinggikan, sementara rawat
inap yang semua pake dikecilkan. Nah staff memberikan masukan.
T : Peran LSM, institusi sosial, tokoh masyarakat dalam meningkatkan kualitas
pelayanan SKPD?
J : Saya belum tahu, karena itu di bagian perijinan, karena sekarang itu era
keterbukaan. Semua orang banyak mengkritisi, kita aja di dewan, koak
dewan kerjaannya jalan mulu, berarti itu kritiskan, padahal itu sudah ada
anggarannya, kalau tidak digunakan berarti studi banding, sebelum Perda
ini ditetapkan studi banding, ke pusat, jadi peran LSM di semua struktur
saya kira ada.
T : Selam ini jika LSM memberikan masukan ke depan, ada gak masukan-
masukannya itu dilaksanakan?
J : Belum ada, kerena semua aspirasi itu sudah diwakilkan oleh masing-
masing SKPD, misalkan pembuatan jalan SKPD PU, pendidikan SKPD
pendidikan, kesehatan SKPD kesehatan, termasuk anggarannya
ditingkatkan terus, memberikan pelayanan kegiatan pengobatan gratis.
J : Pemerintah kota merespon masukan dari masyarakat itu bagaimana sih?
T : Ada, kalau di kita itu melalui dewan bisa di reses, reses kan menampung
usul dan aspirasi masyarakat, dari eksekutif melalui kecamatan yang
disebut Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) dari kelurahan,
dibahas di kecamatan, di tingkat kota, ada juga suara yang ditampung
melalui kunjungan Walikota, walikota turun langsung ke masyarakat,
aspirasi yang didapat tadi dimasukkan ke musyawarah tingkat kota.
T : Artinya realisasinya selama ini bagaimana Pak Haji?
J : Realisasinya bagus.
T : Relasi antara masing-masing SKPD dengan kebijakan Pemda, bagaimana
relasinya? Apakah bertolak belakang? Atau saling sinergis? Relasi antara
SKPD dengan kebijakan pemerintah daerah?
J : Itu sebenarnya di koordinator bagian perencanaan, ada badan
perencanaan pembangunan, tadi setiap kegiatan yang diusulkan dalam
bentuk usulan/ rencana pembangunan. Tadi kan sudah dibahas, di masing-
masing SKPD sudah dibahas, kegitan ini dengan anggarannya sekian,
setelah itu kita akan masukkan kesana, ke eksekutif, ke bapeda, bapeda juga
menyeleksi, ada juga Dalbang (Pengendalian Pembangunan) sebelum
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
409
disahkan di.. disamping diseleksi dengan Bapeda dan Dalbang. Kita juga
bertemu dengan tim verifikasi, asistensi anamanya, tim asistensi itu terdiri
dari orang bapeda, dalbang, inspektorat, kita melaksanakan kegiatan ini,
anggarannya sekian, ini perinciannya, bagaimana rasional? Rasional!
Semua kantor SKPD begitu, di asistensi, semua sudah terekap semua oleh
mereka dilapor ke Walikota.
T : Agar tidak bertentangan?
J : Ya! Nantikan Walikota ada fungsi supervisi juga, pengwasan kata Walikota
sudah semua, masuk semua masuk, tapi ada kekurangannya ini nih,
jembatannya kurang, wah kenapa gak dimasukkan nih PU, PU panggil!
Bikin RKAnya. Jadi sinergi. SKPD itu semua sudah tercover di sana, antara
Bapeda dan DalBang, sudah ter (tidak jelas 50:00) antara kita rencana
awal, yang disebut asistensi. Maka akan dilaksanakan tahun yang akan
datang, global dibaca oleh Walikota, berapa anggarannya, sekian trilyun,
ini semua sudah lengkap, maka ketuk palu.
T : Pertanyaan selanjutnya Pak Haji nih, ee.., DPRD merupakan perwakilan
dari rakyat kemudian agar masyarakat ini aktif untuk memantau SKPD,
kemudian meningkatkan kerja masing-masing SKPD, upaya yang dilakukan
oleh DPRD sendiri?
J : yah itu dalam bentuk hearing itu, melalui komisi, komisi kan ada komisi
bidang pemerintahan, komisi bidang ekonomi pembangunan, ada bidang
kesehatan. Nah di situ dia bisa mantau, SKPD yang bagus, SKPD mana
yang benar-benar serius, SKPD mana yang kurang bagus, kan dia tahu
juga, nah dia juga nantinya memberikan masukan kepada Walikota, ini Pak
SKPD ini.
T : Ada evaluasi ya Pak?
J : Nah ada evaluasi.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
410
TRANSKRIPSI WAWANCARA
LINGKUNGAN BAPPEDA
PENELITI UTAMA
Mustari Irawan
PEWAWANCARA
1. Mustari Irawan
2. Agus Santoso
3. Agung Ismawarno
NARASUMBER
1. Bp. Yayan Sopiyan (Kepala Bappeda Kota Tanggerang). (Yay)
Pola pembentukan organisasi:
1. Bagaimana proses pembentukan organisasi perangkat daerah, mulai dari awal
sampai dengan penetapannya dalam Perda?
Yay : sebetulnya pembentukan organisasi perangkat daerah dimulai
dari peraturan kepala daerah No. 47 dan peraturan pemerintah
No. 38 bahwa kota tanggerang itu mengalami kejenuhan
organisasi, karena memang pada tahun 2003 dari pihak
pemerintah mengeluarkan PP No. 8 tahun 2003 yang sebetulnya
adalah pengganti dari PP No. 54, na kota tanggerang pada saat
itu tidak melaksanakan penataan organisasi karena menganggap
penataan kota tanggerang masih relevan dengan PP No. 8 itu.
Namun demikian mulai dari tahun 2004, 2005 dan 2006 kita
sudah mulai melakukan pengkajian diorganisasi dan yang
kebetulan juga pada tahun 2007 keluar PP 41 dan keluar PP 38
tentang pembagian urusan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah dan setelah itu baru kita optimal
melaksanakan restrukturisasi organisasi
Ada beberapa yang dilakukan yaitu pertama kita harus
menerbitkan PERDA tentang organisasi namun begitu
pembentukan dengan didasarkan dari PP 41 itu haruslah
didasarkan oleh kebutuhan daerah itu sendiri. Walaupun di
dalam PP 41 itu sudah diberikan plapon yaitu pola maksimun,
pola menengah dan pola minimum.
Kota tanggerang sendiri jika dilihat dari luas wilayah bisa
dikatakan tidak begitu luas tapi kalau dilihat dari anggaran
pendapatan belanja daerah sudah di atas 1 trilyun sehingga
kalau kita klasifikasikan pada saat itu kota tanggerang bisa
dimasukan dalam pola maksimum dengan 18 dinas, 4 asisten
daerah, 14 bagian, dan lain sebagainya dan hal itu terdapat
dalam PP. Dengan demikian karena didasarkan oleh adanya
kebutuhan, pada saat pembentukan kota tanggerang hanya
mengambil pola menengah dengan hanya dibentuk 15 dinas
karena memang membentuk organisasi tidak hanya membagi-
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
411
bagi jabatan tetapi yang harus dilakukan itu adalah bahwa
sejauh mana kebutuhan organisasi itu dapat melayani
masyarakat bukan masalah politik semata. Oleh karena itu jika
dilihat dari konsepsi kepala dinas dari kepentingan organisasi
orang itu akan kehilangan jabatan, kemudian dari pada itu kita
membuat kajian akademik, dan dari kajian tersebut maka
muncullah kebutuhan-kebutuhan akan adanya dinas-dinas di
kota tanggerang.
Sebetulnya kota tanggerang sendiri sebetulnya hanya
memiliki 13 dinas. Kemudian kita proses analisis kelembagaan
tersebut berdasarkan ukuran beban kerja agar jangan sampai
terjadi kekurangan dan kelebihan dalam proses urusan-
urusannya. Maka kita tidak menggunakan strategi platpom
artinya bebas menentukan bidang urusannya, namun demikian
kami tetap menggunakan kebijakan agar dalam dinas tidak boleh
lebih dari 3 bidang ditambah dengan 1 sekretaris. Kemudian kita
olah organisasi ini dengan berbagai perumpunan-perumpunan
dan itu tercantum dalam PP 38 yang memungkinkan
penggabungan bagian urusan dalam 1 SKPD ada juga
pemacahan dalam 1 urusan dipecah dalam berbagai SKPD
kalau bebannya berat.
Dalam kaitannya dengan kantor arsip, kami melihat bahwa
masih adanya perumpunan dengan perpustakaan dan karena
memandang bahwa arsip adalah bagian penting dari bagian ini
maka kami buatkan menjadi 1 urusan dalam satu kantor dalam
komposisi 3 seksi dan 1 kasubbag TU dan kepala. Dalam
kaitannya dengan pembentukan SKPD/urusan pemerintahan
pastilah berhubungan perda/peraturan tertentu harus
diposisikan dengan dewan daerah. Dalam fase ini didatangkan
juga para ahli dan sebagai hasilnya terbentuklah perda No.
3,4,5,6 dan 7.
Bentuk perda tersebut kita bagi dalam bentuk rumpun
urusan. Yang pertama perda kesekretariatan, sekwan, dinas,
lembaga teknis(kantor/badan), dan kecamatan dan kelurahan.
Hal itu baru kerangka dalam membuat organisasi dengan
tupoksi sampai dengan kewenangan jabatannya yang yang sudah
ada.
Langkah yang kedua adalah kita tidak cukup hanya perda
saja, karena dalam hal operasionalisasi keorganisasiannya
tersebut harus membuat OTK nya. Supaya terjadi siapa berbuat
apa?. Maka kita membuat 41 Peraturan Walikota. Dan dibawah
kesekretariatan karena itu mengiringi langkah SKPD masing-
masing.
2. Bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok masing-masing
SKPD?
Yay : Mengenai usulan pembentukan organisasi, pa wali
menginstruksikan bahwa organisasi harus menggunakan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
412
kacamata kuda, artinya silahkan masukan/usulan disampaikan
tapi itu harus berjalan seriring dengan PP 41 dan 38. Sehingga
dalam kajian itu kami juga melibatkan SKPD-SKPD terkait.
Karena kami berprinsip kalau organisasi itu diusulkan maka
seluruh SKPD akan membentuk kebanyak-banyaknya urusan
sehingga menjadi banyak urusan. Dan kalau usulannya memang
mendesak dan baik untuk organisasi yang kita buat.
Mengenai kebutuhan setiap SKPD ditunjang melalui anjab,
sehingga kebutuhan-kebutuhan per masing kelompok baik
jabatan fungsional dan jabatan structural disesuaikan dengan
kebutuhan yang ada. Dan itu pula dapat dikatagorisasikan
analisis beban kerja dan pegawai yang mampu
melaksanakannya. Dalam pelaksanaanya kegiatan ini agak
terkendala dalam hal implikasinya di lapangan jika dihitung
akan banyak pengawai pemerintah, hal itu di siasati dengan
diperbantukannya tenaga TKK dan sukwan dalam membantu
kerja pemerintah yang dalam hal ini SKPD yang beban kerjanya
berat dan butuh tenaga banyak.
Dalam memenuhi kebutuhan kerja perlu adanya ABK
disertai dengan SOTK nya. Termasuk didalamnya adalah sadar
prosedurnya, sehingga diperlukan adanya SOP. Bahkan dalam
kaitannya dengan pelayanan public itu untuk bisa mempunyai
ISO. Termasuk didalamnya dalam halnya dengan membuat
rumpun jabatan fungsional.
3. Faktor-faktor internal dan eksternal apa yang menjadi penentu dan harus
diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?
Yay : Penentuan organisasi ini didasari dengan adanya telaah
akademis yang berupa naskah akademis, kemudian kita juga
berkoordinasi dengan para pihak yang terkait. Karena itu
diperlukan dalam membuat tata laksana juga kita melaksanakan
studi banding seperti dalam kasus membentuk unit pelaksanaa
pelayanan terpadu. Tetapi dalam prinsipnya penetuan dasar
pembentukan organisasi adalah berdasar pada peraturan
perundang-undangan
Permasalahan tumpang tindih kegiatan dan rencana antar
unit mungkin saja terjadi, mungkin saja orang tersebut belum
paham organisasi. Sebagai contoh organisasi mempunyai tiga
peran, ada organisasi yang berbasis pada pemberdayaan
masyarakat, organisasi yang berbasis pada pelayanan
masyarakat dan organisasi yang bersifat enterplainer artinya
bersifat penghasil sumber daya seperti pajak dll, kembali lagi
pada pertanyaan di atas masalah tumpang tindih kewenangan
dapat diantisipasi melalui kewenangan rumpun objek urusannya.
Sehingga kesalahan kewenangan tersebut disebabkan tidak bisa
mengklasifikasikan objek sasaran kerja yang sesuai dengan
kesepakatan bersama.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
413
Efektivitas Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah:
1. Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah dijalankan
sesuai dengan Keputusan Walikota Tangerang tersebut?
Yay : Perihal fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah
dijalankan berdasarkan arahan dan masukan dari kepala daerah
pemerintahan dimana arahan tersebut biasanya terdapat perda
serta dilengkapi dengan sosialisasi dan koordinasi intensif dari
pihak SKPD dan setiap seksi dari pemerintahan daerah kota
tanggerang.
2. Apa faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat dalam menjalankan
fungsi dan tugas pokok tersebut?
Yay : Yang menjadi kendala adalah kurangnya sumber daya/pegawai
karena kota tanggerang belum bisa menambah dari segi
kuantitas karena masih dianggap cukup karena tenaga
kontraknya banyak sampai 2800 orang sedangkan TKK sudah
habis.
3. Bagaimana proses penentuan dan pengangkatan kepala
Yay : Proses penentuan dan pengangkatan kepala SKPD pada waktu
itu berjalan dengan baik, sebagaimana proses organisasi. Dalam
arahan pa wali kota sendiri memberikan kewenangan kepada
bagian organisasi untuk menganalisis. Pada saat itu juga
masukan dari beliau menempatkan kompetensi dan pendidikan
pimpinan untuk dijadikan standar. Dan perlu diketahui bahwa
proses pengangkatan kepala SKPD baru dilaksanakan dengan
penilaian Baperjakat yang sangat ketat hasilnya adalah
pengangkatan kepala/pimpinan baru berdasarkan penilian
Baperjakat sangat-sangat baik dan tepat meskipun ada saja
kekurangannya menurut kacamata yang lain dan saya rasakan
pun sama tidak ada yang 100% sempurna dalam organisasi.
Tapi saya akui persoalan-persoalan ini akan kami evaluasi dan
perbaharui misalnya tentang bagaimana job tender. Juga
bagaimana menempatkan bahwa system pola karier betul-betul
menjadi harapan setiap pegawai. Dan ketika saya membuat
system karier di kota tanggerang ini polanya tidak ada ketentuan
di pusat tentang system karier yang akan dilakukan. Na mungkin
ini akan berjalan dengan adanya UU Aparatur Sipil Negara
sehingga membuka lebar wacana system karier tersebut. Dan
ditambah seperti lembaga non kementerian lainnya sudah mulai
job tender.
4. Apa yang menjadi pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi Kepala
dari masing-masing SKPD?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
414
Yay : Pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi Kepala
adalah baperjakat, DUK dan berbagai hal lainnya yang
menunjang kompetensi masing-masing SKPD dan juga track
record pekerjaan serta adanya factor “X”.
5. Bagaimana proses penyusunan program, kegiatan dan anggaran dari masing-
masing SKPD?
Yay : Proses penyusunan program, kegiatan dan anggaran dari
masing- masing SKPD biasanya melalui proses pengajuan
terlebih dahulu, lalu masuk dalam bagian perencanaan dan
nantinya akan diekspos dalam kegiatan yang melibatkan
pemerintah daerah dan dewan di kota tanggerang.
6. Apa yang menjadi landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing-
masing SKPD?
Yay : Landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing-
masing SKPD adalah banyaknya kegiatan dari SKPD yang
sesuai dengan rencana program yang akan dilaksanakan pada
tahun anggaran berikutnya.
7. Bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas dari pegawai (SDM) yang meliputi
pejabat struktural (selain kepala SKPD), staff umum dan pejabat fungsional?
Yay : Dari berbagai kondisi pegawai saya melihatnya bahwa kota
tanggerang ini harus melakukan mismate/ penukaran kompetensi
dengan alasan promosi/mutasi masih sarat dengan hal-hal yang
diluar kendali dari bagian kepegawaian akibat “bawaan”
sehingga dari perspektif organisasi ada yang meleset dan tidak
tepat sasaran.
8. Bagaimana manajemen kerja (mekanisme, prosedur dan sistem kerja) di
masing-masing SKPD?
Yay : Manajemen kerja di masing-masing SKPD biasanya
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, serta adanya SOP dari setiap kegiatan yang melingkupi.
Dan dalam kegiatannya system kerja dilaksanakan biasanya
mengalir begitu saja tergantung dari atasan masing-masing
SKPD.
9. Faktor-faktor intenal apa yang dominan menentukan dalam pengembangan
manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD?
Yay : Faktor intenal dominan yang menentukan dalam pengembangan
manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD adalah
adanya SDM yang mampu menangkap maksud dan tujuan dari
kegiatan dari unit masing-masing.
11. Bagaimana kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD dengan dasar
indikator kinerja yang telah ditetapkan?
Yay : Dari segi pelayanan, menurut saya sudah dilaksanakan dengan
baik, namun yang namanya pelayanan pastilah ada kekurangan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
415
di sana-sini, dan itu harap dimaklumi. Tapi kami berusahan
menjalankan pelayanan ini menjadi lebih baik.
12. Faktor-faktor apa yang menentukan dan memberikan pengaruh terhadap
kinerja dari masing-masing SKPD?
Yay : Hal-hal yang menentukan pengaruh kinerja masing-masing
SKPD adalah adanya kesesuaian antara rencana kerja dengan
kegiatan yang dijalankan dan dalam perjalannya disertai dengan
evaluasi kegiatan sehingga dikemudian hari dapat menjadi dasar
kegiatan yang ber out put sama dimasa yang akan datang.
13. Bagaimana solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang
menghambat optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD?
Yay : Perlu adanya integrasi lebih lanjut dari berbagai SKPD yang
notabene satu rumpun agar dapat melakukan kinerja sesuai
dengan arahan atasan dan langkah evaluasi serta antisipatif
terhadap UU dari pusat dan sinergisitas tata kelola
pemerintahan daerah baik dari aspek kelembagaannya, tata
laksananya maupun sumber dayanya.
Diadakannya sosialisasi dan penginformasian kerja
diseluruh masyarakat sehingga kinerja aparatur dapat dirasakan
secara nyata oleh masyarakat di kota tanggerang
Pola arah pengembangan Organisasi Perangkat Daerah:
1. Bagaimana kapabilitas adaptasi dari masing-masing SKPD terutama terkait
dengan struktur, fungsi dan tugas pokok terhadap dinamika perubahan
lingkungan?
Yay : Saya melihat dari perspektif organisasi berjalan secara baik dan
awalnya mungkin masih dalam tahap pembelajaran. Sehingga
banyak yang beranggapan ini bertubrukan dengan itu dan lain
sebagainya. Dan kita lakukan pembinaan organisasi dan itu
sudah diprogramkan dan itu dijadikan bahan evaluasi dari
bagian organisasi.
2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam penyesuaian atau adaptasi
organisasional dari masing-masing SKPD?
Yay : Hal penghambat dalam penyesuaian atau adaptasi
organisasional adalah adanya hubungan yang kurang harmonis
antar pegawai dalam hal kegiatan antar SKPD sehingga terjadi
tumpang tindih pekerjaan dan upaya sinkronisasi dari berbagai
institusi di lembaga daerah.
Proses pilkada menurut saya justru merusak kebersamaan
dan keharmonisan aparatur dalam menjalankan tupoksinya, bisa
dibayangkan adanya gesekan politik yang terlalu kental.
3. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan keterlibatan
pemerintahan daerah (Sekretariat daerah dan jajarannya, masing-masing SKPD).
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
416
Yay : Dari kajian akademis dengan dasar anjab dan ABK yang
dilakukan oleh aparatur daerah dengan berkoordinasi dengan
pihak terkait maka arah pengembangan tentunya sudah
tercantum dalam naskah akademik yang didalamnya terdapat
tujuan dari pengembangan selanjutnya.
4. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan keterlibatan
DPRD dan kalangan masyarakat?
Yay : Dalam pengembangan organisasional SKPD peran DPRD dan
instansi terlihat dalam PROLEGDA dan BALEGDA dimana
terdapat masukan-masukan dalam kaitannya dengan
pengembangan SKPD terkait dan itu juga terkait dengan kajian
akademisnya.
Perjalanan pengembangan kegiatan itu haruslah selalu
dimasukan dalam rencana pembangunan jangka panjang daerah
sehingga ketika adanya perubahan kepala daerah makan
sasaran yang akan dicapai kemungkinan tidak akan jauh dari
rencana jangka panjang daerah ini. Dan hal ini kami PERDA
kan. Sesuatu yang menarik adalah pimpinan boleh berganti tapi
system tetap berjalan.
5. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan
kapasitas Kepala dari masing-masing SKPD?
Yay : Hal dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas
Kepala adalah bekerja sinergis dengan bawahan untuk
menjalankan program sesuai dengan rencananya disertai
dengan ilmu pengetahuan yang kompeten dibidangnya.
6. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas
SDM yang ada dari masing-masing SKPD?
Yay : upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan
kapasitas SDM adalah pertama menjalankan secara maksimal
tupoksi, melaksanakan kegiatan, mendukung tugas pimpinan.
Sementara yang dikerjakan sekarang adalah bukan tupoksi tapi
proyek yang dijalankan.
7. Bagaimana upaya untuk meningkatkan program dan anggaran dari masing-
masing SKPD?
Yay : Upaya untuk meningkatkan program dikaitkan dengan
mekanisme peningkatan SDM di kota tanggerang mengadakan
diklat-diklat secara periodic. Baik itu secara teknis maupun
keorganisasian maksudnya pihak-pihak SKPD mempunyai
kewenangan secara teknis dalam memunculkan program yang
akan dilaksanakan. Kami berusaha mendorong peningkatan
kualitas SDM dengan banyaknya mengadakan diklat yang
diadakan dengan kerjasama pihak pusat maupun upaya
peningkatan melalui jenjang sekolah resmi. Dan hasil dari
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
417
program ini hasilnya diiharapkan akan menunjang dan
memperbaiki kinerja di instansinya.
Dalam kaitannya dengan anggaran, di kota tanggerang
mulai sekarang membuat RPJMD dan RENSTRA sehingga
memungkinkan adanya rencana kerja yang direncanakan dengan
jelas. Dan hal ini mulai dari sekarang. Dan itu mengalir begitu
saja, jika ada hal-hal yang agak sulit dimengerti maka kepala
SKPDnya kami panggil dan memberikan konfirmasi. Sepanjang
kegiatan tersebut terdapat dalam dokumen perencanaan maka
dari pihak saya akan mengabulkan. Besaran anggaran
disesuaikan dengan kebutuhan.
8. Bagaimana upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan manajemen kerja dari
masing-masing SKPD?
Yay : Dalam berbagai permasalahan yang ada, dalam tahun berjalan
tentunya dilakukan proses evaluasi sehingga bermuara dengan
diadakannya ekspos/pertemuan dari seluruh SKPD. Sehingga
dalam pertemuan tersebut didapat objek format dan obyek
matrialnya sehingga pihak SKPD dapat mengetahui langkah-
langkah efektif kinerja dengan berbagai urusan-urusannya.
9. Bagaimana mengubah mind set dan culture set dari para pegawai yang berada
dimasing-masing SKPD?
Yay : Proses pembelajaran di BAPEDA ini dimulai ketika ada
pembagian kerja secara jelas, dimana terdapat siapa
mengerjakan apa. Pembagian kerja ini baru didapat ketika saya
menjabat sebagai kepala BAPEDE. Dan ini baru terjadi pertama
kalinya. Karena dalam jabatan ini saya menjadi pimpinan yang
diusia yang masih dibilang muda. Dari seluruh eselon 3 disini
semuanya adalah bekas atasan saya waktu saya masih menjadi
staf. Namun demikian upaya saling menghargai antar pegawai
haruslah di tempatkan pada urusan yang paling tinggi, dengan
demikian pembagian kerja sudah harus diterapkan di lembaga
ini. Sehingga tidak dari urusan yang kecil-kecil dikerjakan oleh
kepala.
10. Bagaimana harapan prediktif dari kinerja masing-masing SKPD di masa yang
akan datang?
Yay : Harapan prediktif adalah dengan dilakukannya pembagian kerja
yang jelas dan jangan membuat “senjang” beban kerja antar
pegawai sehingga dapat terlaksananya kinerja secara efektif.
Perubahan prilaku pegawai di kota tanggerang seperti
yang telah dicanangkan oleh pa wali seperti menerapkan 5 sifat
akhlakul karimah diantaranya saling mengingatkan sesama
aparatur, selain itu pengembangan peningkatan SDM dalam
rangka pendiklatan maupun pendidikan adalah benar-benar
orang yang mau, sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal,
adanya kurikulum yang mampu menjembatani kemajuan jaman
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
418
tanpa harus meninggalkan hakekat budi pekerti kita sebagai
manusia.
Sebuah keinginan kami sebenarnya adalah mengubah
prilaku birokrasi aparatur kota tanggerang dengan adanya
kurikulum pendidikan yang menjunjung akhlakul karimah.
Peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah
1. Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintahan dalam proses
pembentukan struktur organisasi perangkat daerah mulai dari penyusunan
Raperda hingga ditetapkan menjadi Perda?
Yay : Tugas dari pemerintah terutama pada bagian organisasi adalah
membuat rencana kerja, standar operasional, prosedur tata
laksana dan bagaimana pelayanan kepada masyarakat
2. Bagaimana proses pemantauan dari Pimpinan Daerah dan DPRD terhadap
pelaksanaan kerja dari masing-masing SKPD?
Yay : Pemantauan dari Pimpinan Daerah dan DPRD terhadap
pelaksanaan kerja biasanya dilakukan sambil berjalannya
kegiatan. Dan adanya pemantauan tersebut secara tidak
langsung pimpinan daerah melaksanakan dengan bekerjasama
dengan pihak-pihak inspektorat dan bagian lain yang terkait
dengan pelaksanaan kegiatan.
3. Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan para
staf dalam proses pelaksanaan kerja di masing-masing SKPD?
Yay : Keterlibatan Staf dilingkungan SKPD sering kali dilakukan, hal
ini merupakan langkah utama karena yang mengerti
pelaksanaan kegiatan biasanya staf, bukan berarti pimpinan
tidak mengetahui, namun ini menjadikan pemikiran-pemikiran
baru dari lebih baiknya kegiatan dimasa yang akan datang.
4. Bagaimana peranan masyarakat (LSM, institusi sosial, tokoh masyarakat)
dalam memperbaiki kondisi SKPD yang memberikan pelayanan?
Yay : Sejauh yang saya tahu, dikarenakan saya hanya dapat masukan
dari berbagai unit-unit pelayanan, peranan masyarakat dalam
memperbaiki pelayanan sangat optimal. Hal ini dilakukan
dengan memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan
dan kemajuan kota tanggerang.
5. Bagaimana pemerintah daerah kota merespon seluruh masukan dari masyarakat
dalam upaya untuk memperbaiki kinerja organisasional SKPD?
Yay : Sejauh ini masukan dari masyarakat yang bersifat kontruktif akan
dikaji oleh pimpinan daerah dan dewan, apabila masukan
tersebut dikatagorikan baik maka dimungkinkan menjadi
masukan untuk pemerintahan kota tanggerang
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
419
6. Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan kinerja masing-masing SKPD?
Yay : Sejauh ini upaya yang dilakukan adalah meningkatkan partisipasi
masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan sesuai dengan
kinerja masing-masing unit terutama hal-hal yang berkaitan
dengan pelayanan kepada masyarakat.
TRANSKRIPSI WAWANCARA
BAGIAN ORGANISASI TATA LAKSANA
PENELITI UTAMA : Mustari Irawan
PEWAWANCARA
1. Mustari Irawan
2. Agus Santoso
3. Agung Ismawarno
NARASUMBER
4. Bp. Prajanto (Pra) (Kasi Bidang Kelembagaan dan Organisasi
Sekretariat Kota Tanggerang).
Pendahuluan
Wawancara dengan bagian organisasi ini dilaksanakan untuk melengkapi
hal-hal yang belum jelas mengenai susunan organisasi terutama dalam kaitannya
dari proses susunan keorganisasian, sehingga tidak menjangkau permasalahan unit
terkecil (seperti pertanyaan kepala lembaga).
Pola pembentukan organisasi:
1. Bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok masing-masing
SKPD?
Pra : Semua pembentukan struktur yang ada di kota tanggerang
haruslah berlandaskan peraturan yang ada. Yang paling utama
adalah UU 32 tahun 2004 ttg pemerintahan daerah, PP No 38
Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah pusat dan
daerah provinsi dan pemerintahan kota/kabupaten dan yang
paling menentukan adalah PP No 41 tahun 2007 tentang
organisasi perangkat daerah karena semua tupoksi perangkat
daerah itu terlingkupi dalam aturan tersebut. Kalau kita lihat
dari peraturan-peraturan yang ada sebenarnya tidak ada
tumpang tindih hanya saja mungkin persepsi si pemangku
jabatan yang merasa kok ada tumpang tindih. Dalam halnya
tentang pemerintahan daerah sesungguhnya hanya ada satu
kewenangan yaitu Walikota, dan dalam hal membantu tugas dan
fungsinya dibantu dalam berbagai dinas, badan, dan kantor yang
mempunyai tugas yang telah terspesialisasi berdasarkan beban
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
420
dan rencana kerja yang telah diatur. Dengan begitu ketika dalam
pelaksanaanya perlu adanya koordinasi secara menyeluruh agar
tidak adanya rencana kerja yang tumpang tindih.
2. Faktor-faktor internal dan eksternal apa yang menjadi penentu dan harus
diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?
Pra : Faktor yang menjadi penentu dalam proses pembentukan
organisasi perangkat daerah secara tidak langsung ada dari
dewan atau dari lembaga terkait. Bahkan dalam pembentukan
perangkat daerah kemarin seperti pembentukan dinas pemuda
dan olahraga kemarin lebih pada keinginan DPRD pada waktu
itu dan mungkin untuk mengakomodir keinginan-keinginan
ORMAS-ORMAS yang ada pada waktu itu. Tapi bagi kami juga
tidak masalah karena memang sebuah keharusan yang harus
ada. Dan selama ini ketika ada kegiatan penataan kelembagaan
itu biasanya kita minta masukan dahulu dari SKPD terkait.
Biasanya kita meminta 3 alternatif dan dari alternatif tersebut
kita pelajari mana yang paling baik setelah itu baru kita ekspos
di depan kepala daerah sebelum diajukan ke DPRD.
3. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,
fungsi dan tugas pokok organisasi?
Pra : Biasanya satuan kerja yang memiliki tugas dan fungsi yang
hampir sama, kami satukan dalam satu rumpun sehingga
memungkinkan adanya kemudahan koordinasi. Dan kegiatan
tersebut terlingkupi dalam Tupoksi Sekda.
Efektivitas Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah:
1. Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah dijalankan
sesuai dengan Keputusan Walikota Tangerang?
Pra : Sejauh ini fungsi dari aparatur kelembagaan berwenang
melakukan evaluasi kelembagaan di lingkungan kota tanggerang
dan apabila ada hal-hal yang harus di perbaiki, kita lakukan
telaah dan diajukan kepada kepala daerah.
Dalam kaitannya dengan pembentukan lembaga baru,
biasanya kita melakukan studi banding dengan lembaga-
lembaga terkait dan daerah-daerah yang kira-kira mempunyai
karakteristiknya hampir sama dengan kota tanggerang sehingga
dalam kaitan ini pencapaian kesempurnaan lembaga yang akan
diajukan. Bahkan pernah kepala daerah dalam kaitannya dengan
pembentukan lembaga baru menanyakan ada tidak didaerah lain
lembaga seperti ini, sehingga jangan sampai dalam
pembentukannya di kota tanggerang nantinya justru tidak dapat
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
421
menjalankan tugasnya dengan baik bahkan akan terjadi tumpang
tindih dengan lembaga yang sudah ada.
2. Apa yang menjadi landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing-
masing SKPD?
Pra : Dalam kaitannya dengan penentuan anggaran kerja di
kebanyakan setiap SKPD tiap tahun terjadi mengalami
penambahan anggaran yang didasarkan pada kebutuhan
rencana kinerja yang telah diajukan sebelumnya.
3. Faktor-faktor intenal apa yang dominan menentukan dalam pengembangan
manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD?
Pra : Kalau dilihat secara komprehensif, semestinya bagian
kelembagaan hendaknya diberikan porsi lebih dalam kaitannya
dengan membantu tugas kepala daerah menjalankan
kewenangannya. Bahkan dalam seminar/pertemuan yang saya
ikuti, kalau kepala daerah itu cerdas beliau akan menempatkan
bagian organisasi sebagai “tangan kanannya” karena seluruh
perangkat daerah itu dilahirkan dari bagian organisasi.
Dan pada pelaksanaannya di kota tanggerang, ada yang
memposisikan bagian organisasi sebagai bagian penting ada
yang cukup penting bahkan ada yang mengangap sebagai hal
yang biasa-biasa saja.
4. Bagaimana kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD dengan dasar
indikator kinerja yang telah ditetapkan?
Pra : Selama ini setiap bulan ada rapat evaluasi kegiatan sepertinya
kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD tidak ada masalah.
Hanya saja beberapa SKPD yang mengeluh kantor kesatuan
bangsa dan perlindungan masyarakat karena dengan posisi
sebagai kantor mereka susah menyelanggarakan kegiatan apa
lagi kalau harus berkoordinasi dengan provinsi ke pusat ya
mungkin karena mereka hanya eselon 3 mungkin minder.
5. Faktor-faktor apa yang menentukan dan memberikan pengaruh terhadap kinerja
dari masing-masing SKPD?
Pra : Dari bagian keorganisasian, secara rutin dalam satu kali masa
pemerintahan kita melaksanakan supervisi kelembagaan ya
secara umumnya adalah evaluasi dalam dalam waktu yang tidak
lama kemarin kita malaksanakan pembinaan kelembagaan
intinya kita mencari masukan dengan cara mengirim kuisioner
maupun turun langsung ke unit terkait.
6. Bagaimana solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang
menghambat optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD?
Pra : Solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang
menghambat optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
422
SKPD adalah dengan adanya koordinasi antar berbagai SKPD
agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan.
Pola arah pengembangan Organisasi Perangkat Daerah:
1. Bagaimana kapabilitas adaptasi dari masing-masing SKPD terutama terkait
dengan struktur, fungsi dan tugas pokok terhadap dinamika perubahan
lingkungan?
Pra : Menurut saya perubahan akan adanya perkembangan
pemerintahan daerah seharusnya berjalan seiring dengan
rencana jangka panjang dari tujuan pemerintahan. Sehingga
tidak terjadi setiap perubahan kepala pemerintahan, maka
berubah pula tujuan pemerintahannya. Memang sudah
semestinya tujuan dari pemerintahan daerah seharusnya
berlandaskan rencana jangka panjang pembangunan daerah
yang sudah ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Dalam
perubahan ini saya kira diperlukan sebagai posisi tawar dari
komposisi politik dari percaturan politik PILKADA. Namun
perlu adanya batasan-batasan perubahan agar tidak ada
“pembelokan” arah pembangunan secara mutlak. Artinya
perubahan bukan berarti tidak diperbolehkan namun ada
batasan tertentu agar rencana tujuan pembangunan tetap
berjalan.
2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam penyesuaian atau adaptasi
organisasional dari masing-masing SKPD?
Pra : Hambatan dari bagian ini adalah kekurangan SDM, tupoksi yang
dibilang kurang jelas, kurang operasional, padahal itu bukan
disebabkan tupoksinya tapi kemampuan SDMnya yang kurang
bagus.
3. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan keterlibatan
pemerintahan daerah (Sekretariat daerah dan jajarannya, masing-masing SKPD).
Pra : Dalam pengembangan organisasional SKPD biasanya tim dari
kelembagaan meminta data dan keinginan dari SKPD terkait
sehingga kami mengetahui keinginan dari unit tersebut.
Biasanya masukan dari SKPD adalah mengenai struktur
kelembagaan. Dari kepala sampai ke struktural yang terbawah
tidak sampai usulan fungsional yang terkait. Na kalau usulan
fungsional tersebut ada dalam usulan beban kerja. Dan usulan
tersebut biasanya mendekati apa yang diinginkan dan ini
menjadikan dasar dari bagian kelembagaan meskipun ada
sedikit perubahan-perubahan tetapi tidak banyak.
4. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan
kapasitas Kepala dari masing-masing SKPD?
Pra : Untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas Kepala biasanya
kita memberikan masukan yang sebaiknya diangkat dalam
jabatan ini adalah yang seperti begini, latar belakang
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
423
pendidikan ini, mempunyai diklat seperti ini, pengalamannya
begini. Cuma ya begitu tidak semua yang kita susun diikuti.
Cuma dalam pemilihan kepala kan ada unsur politisnya.
5. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas
SDM yang ada dari masing-masing SKPD?
Pra : Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan
kapasitas SDM adalah meningkatkan SDM, yang sebaiknya
diangkat dalam jabatan ini adalah yang seperti begini, latar
belakang pendidikan ini, mempunyai diklat seperti ini,
pengalamannya begini. Cuma ya begitu tidak semua yang kita
susun diikuti.
6. Bagaimana upaya untuk meningkatkan program dan anggaran dari masing-
masing SKPD?
Pra : Untuk memudahkan urusan, terdapat keluhan dari kasubbag TU
karena kalau di dinas/badan yang namanya ke TU an itu dipecah
menjadi 3 subbag (keuangan, umum kepegawaian, dan
perencanaan) na kalau di kantor ketiga urusan itu menyatu
dalam satu orang itu yang menurutnya berat. Mereka meminta
seperti yang ada di kecamatan. Na mungkin jikalau semua
keluhan tersebut merata bisa dimungkinkan kantor-kantor
tersebut dapat dijadikan satu badan di lingkungan pemerintahan
daerah.
7. Bagaimana upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan manajemen kerja dari
masing-masing SKPD?
Pra : Upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan manajemen kerja
dari masing-masing SKPD biasanya dari kami itu ada tim
asistensi dari bagian organisasi, bagian perencanaan setda,
dinas keuangan daerah, BAPEDA.
8. Bagaimana harapan prediktif dari kinerja masing-masing SKPD di masa yang
akan datang?
Pra : Kegiatan pemerintahan hendaknya tidak bertemu dalam satu
kegiatan/urusan yang mempunyai output sama sehingga
masyarakat dapat merasakan keberadaan pemerintah daerah.
Institusionalisasi peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah
1. Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintahan dalam proses
pembentukan struktur organisasi perangkat daerah mulai dari penyusunan
Raperda hingga ditetapkan menjadi Perda?
Pra : Keterlibatan berbagai komponen pemerintahan dalam proses
pembentukan struktur organisasi perangkat daerah sangat besar.
Terutama dalam hal penentuan dinas/kantor ketahanan pangan
kota tanggerang. Karena adanya alasan dari dewan akhirnya
dipisahkan dari dinas pertanian.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
424
2. Bagaimana proses pemantauan dari Pimpinan Daerah dan DPRD terhadap
pelaksanaan kerja dari masing-masing SKPD?
Pra : Selama ini dukungan dari pimpinan daerah dan DPRD sangat
baik.
3. Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan para
staf dalam proses pelaksanaan kerja di masing-masing SKPD?
Pra : Pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan para
staf dalam proses pelaksanaan kerja dilakukan dengan meminta
masukan dari unit terkait dalam kaitanya dengan mengajukan
program kegiatan.
4. Bagaimana relasi antara program dari masing-masing SKPD dengan kebijakan
Pimpinan Daerah (Walikota).
Pra : Sebisa mungkin relasi antara program dan kebijakan pimpinan
hendaknya berjalan seiring. Tanpa ada kegiatan yang tumpang
tindih sasaran.
5. Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan kinerja masing-masing SKPD?
Pra : Upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
meningkatkan kinerja masing-masing SKPD biasanya dari sisi
anggarannya yang selalu meningkat setiap tahunnya.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
425
TRANSKRIPSI WAWANCARA
DINAS PENDIDIKAN
Pewawancara : Mustari Irawan
Narasumber : Hj. Masyati Yulia, SH (J)
Jabatan : Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Tangerang
Tempat : Ruang Kerja Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Tangerang
Tanggal : Senin, 11 November 2013
T : Berkaitan dengan pola pembentukan organisasi SKPD Dinas Pendidikan,
proses penyusunan, struktur, fungsi dan tugas-tugas pokok Dinas
Pendidikan ini bagaimana proses penyusunannya Bu Haji?
J : Berkaitan dengan pola pembentukan organisasi SKPD Dinas Pendidikan,
proses penyusunan, struktur, fungsi dan tugas-tugas pokok Dinas
Pendidikan ini bagaimana proses penyusunannya Bu Haji?
J : Proses pembentukan?
T : Ya. Penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok Dinas Pendidikan.
J : Saya berkata jujur ya?
T : ya Bu Haji silahkan.
J : Dalam penyusunan, untuk penyusunan struktur orang yang ada di Dinas
Pendidikan ini saya tidak tahu.
T : Baik Bu Haji.
J : Masalahnya saya belum masuk ke sini, saya masih di inspektorat, saya baru
masuk sini kan dua tahun yang lalu, sedangkan dibentuknya Dinas
Pendidikan ini dari tahun 2000. Jadi struktur organisasinya saya nggak
tahu, awal pembuatan itu yang membentuk adalah organisasi ya. Jadi
struktur pembuatan organisasi ini adalah organisasi, jadi akan lebih tepat
bertanya ke organisasi.
T : Organisasi mungkin yang tepat ke Pak Kadis mungkin ya?
J : Gak, organisasi aja, organisasi yang membentuk.
T : Ortala berarti ya?
J : Iya, Ortala.
T : Lebih tepat kesana ya?
J : Iya, jadi dia yang membuat, kalau kita kan istilahnya pelaksana,
melaksanakan, tapi kalau organisasinya ya tentunya masukan-masukan dari
para kepala bidang mungkin, untuk itu menurut saya seperti itu sih.
T : Secara normatifnya seperti itu ya Bu Haji ya?
J : Iya normatifnya seperti itu.
T : Baik.
Kemudian pertanyaan ke-2 Bu Haji, faktor-faktor internal apa yang
menjadi penentu dan di perhatikan dalam pembentukan organisasi SUPD
Dinas Pendidikan Bu Haji?
J : Faktor-faktor internal?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
426
T : Baik, yang harus diperhatikan dalam, apa namanya menjadi penentu dalam
proses penentuan organisasi perangkat daerah dari SKPD Pendidikan?
J : Kalau menurut saya faktor internalnya itu, kan itu kan kalau organisasi itu
membuat bidang-bidang ya? Bidang-bidang dan juga disambungkan
dengan sekolah-sekolah yang ada. Makanya apa sih yang ee... faktor-faktor
penentunya, disini itu apa yang paling istilahnya, waktu itu posisinya kan
disini banyak pembangunan, waktu dulu kan diisi banyak pembangunan,
waktu dulu kan banyak pembangunan disini waktu dulu konon katanya ada
yang kasih sarana dan prasarana, karena pembangunan dulu nya, adanya
di Dinas Pendidikan. Nah itu, itu kan, itu kan termasuk, dilihat waktu itu.
T : Berdasarkan standar kebutuhan mungkin Bu Haji?
J : Iya standar kebutuhannya yang waktu itu pembangunan, kebetulan waktu
itu pembentukan yang membuat adalah organisasi-organisasi karena
pembentukan waktu itu kan. Saya sepengetahuan saya saja ya, saya takut
salah, nanti karena dia ada pertimbangan adanya kabid dilema, adanya
kabid dilidas, adanya kabid PMYTU, adanya kabinet PLS, pasti adanya
kabid-kabid tersebut dengan peritimbangan-pertimbangan, apa, kenapa
seperti ini kan, tapi itdak, ee.. mengacu kepada ketentuan pusat.
T : Oo.. berarti mengacu kepada kota nan pusat?
J : Iya harus mengacu kepada ketentuan itu, dan juga tadi kata saya dilihat
dari keutuhan saat itu.
T : Oke Bu Haji, kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya Bu Haji, Faktor-faktor
eksternal yang menjadi penentukan kalau tadi kan faktor internal, kalau
faktor eksternal ini kira-kira apa? Di luar dari Dinas Pendidikan, diluar
dari apa namanya Peraturan Pemerintah, ekternalnya misalkan apa Bu
Haji?
J : Untuk membuat organisasi ini?
T : Heem.. Iya.
J : Faktor eksternalnya, ee.. Kalau menurut saya diliat dari segi kewenangan,
kewenangan yang kita laani, mmm kalau menurut saya ke situ juga.
Kewenanganyang kita layani, misalnya disinikan sekolah cukup banyak,
berartikan oh ini untuk menangani kurikulum, tarus itu kan ee..
T : Betul, betul betul.
J : Seperti itu kalau menurut saya.
T : Ya baik, dilanjutkan pertanyaannya Bu Haji.
J : Itu antara lain?
T : Tadi kalau menurut bahasa itunya, jadi ditentukan oleh pelayanan yang kita
lakukan Bu Haji ya. Nah kemudian, kalau fungsi pokok tugas dari OPD, ee..
apakah sudah kemudian tugas-tugas yang tidak dijalankan oleh SKPD
Dinas Pendidikan ini, ee.. sesuai dengan keputusan Walikota Tangerang Bu
Haji? Kemudian bagaimana fungsi dan tugas pokoknya?
J : Kalau fungsi dan tugas pokoknya kita kan sudah ada SOTKnya, SOTKnya
sudah dijabarkan, dari mulai tugas pokok Kepala Dinas sampai dengan
kasi, disitu sudah dijabarkan, nah untuk staffnya, itulah yang disesuaikan
dengan kebutuhan yang ada, yakan? Dibidangnya masing-masing,
uraiannya tetapi harus tetap mengacu kepada SOTK yang ada.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
427
T : Nah, kemudian ketika sudah disusun sedemikian rupa oleh SOTK struktur
dan sebagainya, tugas, wewenang dan tanggung jawab, yang selama ini
terjadi itu ada permasalahan tidak Bu Haji?
J : Ada.
T : Ada permasalahan selalu ya?
J : Permasalahan contohnya seperti ini, disini adanya, ee.. bidang PLS, bidang
PLS itu kurang pas lagi ya karena kan disitukan adanya untuk PAUD, tapi
di bidang DIKDAS kan ada juga TK. Nah itu kan permasalahan efisien
juga, apa sih? Dia jadi tumpang tindih, harusnya dikerjakan saja, jadi
harus ada perubahan SOTK itu.
T : Faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat, ee.. dalam menjalankan
fungsi dan tugas pokok tersebut apa Bu Haji? Faktor dominan yang
menjadi penghambat selama ini dalam proses kegiatan organisasi di Dinas
Pendidikan?
J : Faktor yang menghambat ya?
T : Ya.
J : Saya harus berkata jujur apa?
T : Iya bu, hehehe (tertawa pelan)
J : Kalau faktor yang menghambat, mungkin ya. Ee....masalah keuangan juga
tidak bisa mengatakan sudah sangat sempurna, masih sangat membutuhkan
juga, memang walau suatu organisasi itu mau maju dari semua bidang, dari
semua unsur dari semua perangkat SDMnya itu juga harus menunjang, nah
disini sedang-sedang saja. Yang menghambat banget nggak, tapi yang
saya.. apayah.. yang saya rasakan ee.. ini.. kembali kepada SDM kali ya.
SDM itu kalau yang saya amati di Dinas Pendidikan itu sudah harus serba
tahu.
T : Baik, baik, baik.
J : Harus serba tahu, jadi dituntut dengan pengetahuan dan pengalaman juga.
T : Skill mungkin Bu Haji?
J : ya tentu, pengetahuan dan pengalaman skill kan? Dan tentu kemauan yang
keras gitu ya.
T : Siap Bu Haji.
J : Jadi kalau faktor-faktor penghambat secara umum, menghambat banget
nggak.
T : Tetapi teteap bisa berjalan roda organisasi.
J : Karena tidak ada penghambat itu, ini kan maucari masalah kan?
T : Betul, betul Bu Haji.
J : Judulnya apa sih ini?
T : Begini Bu Haji.
J : Supaya bisa mengarahkan.
T : Siap! “Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang
Provinsi Banten Studi Kasus Efektifitas dalam Perspektif Desentralisasi”
Tadi otonomi daerah.
J : Lebih baik ke organisasi tuh.
T : Sudah, ada beberapa kawan-kawan, jadi kita itulah domainnya ke beberapa
Ortala, teru ke DPRD, kemarin ke Pak Joko dan Pak Heri, Ketua Komisi
Pak Gatot kita kejar kesana, terus Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
428
J : Oh jadi itu ya.
T : He em, SKPDnya termasuk Bu Haji, dilanjut Bu Haji ya? Bagaimana
ketentuan proses pengangkatan dari Dinas Pendidikan Bu Haji? Prosesnya
seperti apa?
J : Proses penentuan Kepala Dinas?
T : He eh. Penentuan dan Pengangkatan.
J : Aduh saya gak bisa, bukan kewenangan saya.
T : Yang sudah terjadi (11:19)
J : Saya menjawab itu takut salah, menanyakannya ke BPKP.
T : BPKP ya?
J : Itukan kepegawaian, kepegawaian yang lebih pas, saya gak.. (11:29)
T : Oke, kemudian yang menjadi pertimbangan pokok untuk menjadi Kepala
Dinas Pendidikan?
J : Kepala apa?
T : Faktor yang pokok yang dipertimbangkan.
J : Kan, di jenjang karir itu sudah ada aturannya ya, kalau gak salah sudah
ada aturan. Untuk posisi eselon 2 dia itu harus mampu ini, ini , ini. Itu ada
aturannya.
T : Ooo.. baik.. eselon.
J : Ada aturannya eselon tiga, dia meinimal harus ini, dan juga ee.. dia bisa
memecahkan suatu masalahkan, dan juga dia bisa berbahasa inggris, itu
sadah ada, adanya di BKPP, sudah ada Perwalnya di BKPP.
T : BKPP ya? Coba kami cari.
J : Kalau gak salah Perwal atau apa,k itu sudah ada ketentuannya, seorang
eselon 3 harus mampu seperti ini ini , ini ada kriterianya, walaupun
prakteknya mungkin, prakteknya tidak sperti itu mungkin.
T : Idealisnya seperti itu?
J : He eh.. sudah ada Ketentuannya.
T : Nah kemudian yang perlu kami tanyakan selanjutnya adalah, bagaimana
proses penyusunan program kegiatanan dan anggaran Dinas Pendidikan?
J : Kalau penyusunan program ya, penyusan program itu, ee.. kalu dari
sekolah kan kita tidak luput dari sekolah ya.
T : Karena memang stake holdernya sekolah?
J : He eh.. Jadi karena ada anggaran sekolah, pertama dari sekolah itu,
sekolah memperlihatkan dari EDS (Evaluasi Diri Sekolah), dari evaluasi
diri sekolah, sekolah itu pemprogramkan, dia kan dari 8 standar, mulai dari
standar isi, standar proses, di standar proses itu dia melaksanakan, dia
melihat dari hasil evaluasi diri tadi, dilihat, dia memprogramkan, diusulkan
ke kami, kalau dari program sini itu untuk program.. sekolahnya tetap
melalui kita, program kita ya cukup banyak sih kalau program kita.
T : Nah, yang menjadi pertanyaan kita, penyusunan program dan kegiatan
anggarannya, ee.. bagaimana Bu Haji, dia ada proses, apa yang dilakukan,
penyusunan program?
J : Kan kalau program itu, kan kita sudah membuat progam 1 triwulan,
program 1 tahun, program 5 tahun, jangka panjang, jangka pendek,
program tahunan, kita program tahunanp, program tahunan itu apa yang
harus kita lakukan? Misalnya bidang sekretariat, sekretariat itu kan, ee...
dia istilahnya, apa yang menjadi kebutuhan dinas, ya.. kebutuhan dinas,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
429
misalnya apa.. ini, itu dan misalnya apa dikmen, dibidang dikmen itu apa
saja nih kebutuhan yang dibutuhkan oleh sekolah, apa yang dibutuhkan
oleh sekolah gitu, itulah yang dimasukkan ke dalam program, program
dikmen maupun dikdas, misalnya sekolah tidak ada kursi, di program tuh
pengadaan kursi, sekolah ada rusah, diprogram untuk rehab, yakan? Sudah
itu misalnkan sekarang lagi hangat-hangatnya kurikulum 2013, dia
memprogramkan bagaimana ini, ee... untuk mengetahui kurikulum 2013,
berarti program PMPTKnya adanya sosialisasi kurikulum 2013, jadi
sebenarnya begitu sesuai dengan bidangnya masin-masing, program
banyak banget.
T : He he he (ketawa kecil), kemudian yang kita mau tanyakan adalah untuk,
ee.. landasan dalam penentuan secara nasional dia sudah harus nasional
20 % dari APBD ya, kita bahkan sudah lebih. Subhanallah.. mantap..
mantap.. mantap.. hemm..
J : Kita sudah lebih.
T : Untuk Dinas Pendidikan Kota Tangerang ya Bu Haji, hasilnya bagus-bagus
Bu Haji, saya kemarin kan keliling-keliling juga.
J : Keberhasilan kita bisa dilihat dari kelulusan, untuk provinsi banten kita
rangking I, baik kelulusan maupun nilai.
T : Baik kualitas maupun kuantitas Bu Haji ya?
J : Ada yang nilai pelajaran tertingginya tangsel, tapi kita yang unggul rata-
ratanya.
T : Baik, baik, kemudian, ee.. sekarang yang mau saya tanyakan adalah,
kondisi kualitas dan kuantitas dari Sumber Daya Manusia yang meliputi
pejabat struktural, selain Kepala SKPD, ee.. diantaranya staff umum dan
pejabat fungsional, menurut Bu Haji bagaimana kondisinya sekarang?
J : Pejabat umum dan?
T : Pejabat umum dan staff fungsional.
J : Yang ditanyanya apanya?
T : Kondisi kualitas dan kuantitas , kualitas seperti apa, dan kuantitasnya
bagaimana?
J : Kualitasnya berarti?
T : Mutunya.
J : Mutunya, ya.. sedang-sedang saja.
T : Kalau kuantitasnya?
J : Cukup ya, sudah terisi masalahnya, sudah mencukupi, tetapi untuk sekolah
sekarang banyak yang pensiun, yang pensiun-pensiun itu kami belum
mendapatkan gantinya 9 itu, kalau segi kemampuan dibilang ini.. juga, gak
tapi berjalan, kalau harapan saya mah inginnya yang saya katakan tadi,
yang namanya eselon 3 dia sudah mampu.
T : Ada standar kemampuan?
J : Ada standar kemampuan yang harus dipenuhi, seperti itu.
T : Harusnya memang mengacu kepada, ee.. aturan baku dari dinas.. apa
namanya?
J : Ada kriteria yang harus ditempuh, ya mungkin yang namanya jabatan juga
susah juga ya, bukan saja di Kota Tangerang tetapi di semua kota sama
saja, apalagi yang dikaitkan dengan politik. Kalau untuk Kota Tangerang
tidak terjadi seperti itu, cuman banyak kita tuh, kalau mau menerapkan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
430
seperti yang diinginkan di dalam draft ASN itu kayaknya memang belum sih
ya, ASN.
T : ASN maksudnya?
J : Aparatur Sipil Negara, ya kan draft ASN saling dituntutnya kan kalau mau
bersih profesionalisme, profesional seorang pegawai di tuntutnya mulai
dari penerimaan pegawai 19:08. CPNS kan.
T : Baik-baik, secara kualitasnya disaring sedemikian rupa?
J : Seperti itu.
T : Sesuai dengan standar.
J : Sesuai, tapi kan untuk di Indonesia belum bisa menerapkan itu kan.
T : Dilanjut kepertanyaan selanjutnya Bu Haji, bagaimana manajemen kerja?
J : Kalau sistem kerja dan mekanisme itu sudah sesuai dengan prosedur, di
setiap saya contoh kan tinggal diambil aja nanti, surat misalnya, surat
masuk dulu, e.. kebagian umum, dari bagian umum itu, ee.. diinikan ke
kadis, turun lagi ke saya baru langsung ke bidang, bidang menindak lanjuti
paraf dulu ke saya baru ke ini, itu kan sebetulnya prosedurnya, prosedur
sudah ya. Mekanisme juga ya sudah seperti itu tidak isilahnya pembagian
tugas tidak ditentukan pada satu bidang.
T : Ada kabid, ada kasi.
J : Sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
T : Kalau penentuan kabid kasi tadi berdasarkan dengan kebutuhan Bu Haji
ya, ada yang kabid tadi Bu Haji bilang, kabid SMK, ada kabid.. kalau SMK
itu termasuk kabid?
J : Ya, dikmen.
T : Dikmen?
Ya, dikmen, gak ada kabid SMU sendiri?
J : Gak ada, disini gak ada seperti itu, nah dasar pertimbangannya saya gak
tahu, waktu itu ya posisinya.
T : Baik, baik, kemudian faktor internal yang dominan menentukan
perkembangan manajemen kerja Bu Haji, untuk dinas pendidikan?
J : Faktor?
T : Internal, yang dominan.
J : Apa ya? Kalau faktor internal ya, yang pentingkan sarana, prasarana, itu
kan harus ada awalnya kan, tentu juga di tunjang dengan, dengan inilah,
kalau pemerintah kota disini perhatiaannya cukup besar, walaupun tidak
sama dengan jaketnya, di banten cukup diperhatikan gitu.
T : Lebih di atas rata-ratalah ya?
J : Iya, lebih di atas rata-rata.
T : Kemudian ketika tadi bicara tentang sarana prasarana kerja, ee.. kalau
kondisi sarana, prasarana kita saat ini di Dinas Pendidikan Kota
Tangerang bagaimana Bu Haji?
J : Ya para kabid sudah punya mobil.
T : Alhamdulillah.
J : Dan bahkan kasipun sudah, sebagian sudah, pengawas sudah punya motor,
cuman kita ini gedung, terus terang saja, gedung yang belum memadai
karena personil kita cukup banyak, tapi rencananya Pak Walikota
menginginkan satu gedung ini (Gedung Cisadane : Red) untuk Dinas
Pendidikan.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
431
T : Wow, yang lainnya?
J : yang lainnya mungkin di tempat lain.
T : ADa dibuatkan?
J : Dibuatkan, jadi ini baru rencana-rencana aja itu, rencana di ini, karena
personil kita cukup banyak supaya bisa representatif.
T : Betul, betul, biar kerjanya optimalkan?
J : Optimal, sekarang kerjanya kan huuh sarananya, untuk arsip-arsip, (sambil
menunjuk tumpukan-tumpukan arsip)
T : He he he.. (tertawa pelan memperhatikan keadaan ruangan)
Kemudian, bagaimana kinerja dari Dinas Pendidikan dengan dasar indikasi
kerja yang telah ditetapkan?
J : Apa?
T : Ee.. Bagaimana ee.. kinerja dari Dinas Pendidikan, berdasarkan indikator
kerja yang telah ditetapkan? Misalkan Kepala sudah menunjukkan
indikator kerjanya seperti ini, seperti ini, nah terus realisasinya seperti apa
Bu Haji?
J : Yaa.. kita kan, Kepala Dinas kita kan harus selangkah kalau gerak Kepala
Dinasnya maju jalan ya anak buahnya harus maju jalan, jadi ya seperti itu.
T : Oke, kemudian faktor apa yang menentukan dalam meningkatkan kinerja
dari Dinas Pendidikan?
J : Ya, yang pengaruh pertama memang, ee.. kenyamanan kerja ya,
kenyamanan kerja menurut saya, kenyaman kerja, dan juga antara
pimpinan dan bawahan harus saling ee...
T : Harmonis mungkin Bu Haji?
J : yaa itu, harus saling apa ya? Mengerti satu sama lain.
T : Baik, oke. Kemudian ee.. untuk, tadi kita sudah bicara tentang penghambat,
Bu Haji ada solusi untuk antisipasinya Bu Haji, ada masalah kemudian
solusi antisipastifnya, untuk mengatasi masalah?
J : Masalah saya tadi apa?
T : Masalah yang tadi misalkan gedung misalkan, teruskan ada apa yang tadi
dikatakan kualitas dan sumber daya manusianya.
J : Kan seperti gedung, gedung kan tadi sudah saya usulkan, sudah kita
usalkan, ee..itu akan terealisasi bahkan untuk gedung ini untuk kita, itu dan
juga SDMnya, SDMnya namanya kurang-kurang sedikit dimana-mana
sama, tapi kan kita dengan pelatihan-pelatihan kita dorong.
T : Ada pelatihan Bu Haji ya?
J : Iya, ada pelatihan kita doang, seperti itu dimana-mana ya saya rasa SDM
itu memang tergantung juga dengan kemauan. Cuma untuk mengatasi hal-
hal seperti itu tadi kan kita ada juga ya.. pelatihan-pelatihan tentunya ya.
T : Baik, nah begini Bu Haji, kalau kita melihat kondisi jaman kan berubah-
rubah, ada perubahan teknologi, perubahan sosial budaya, kemudian yang
menjadi pertanyaan buat kami adalah bagaimana kapasitas dan kapabilitas
adaptasi dari Dinas Pendidikan untuk merespon perubahan lingkungan ini?
J : Perubahan lingkungan apa? Perubahan IT?
T : Ya, kemudian adanya perubahan, dan apa namanya perubahan dari sisi
teknologi, dari sisi sosial budaya?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
432
J : Kalau perubahan-perubahan misalnya, bidang IT, khususnya sekolah yang
ada di kota Tangerang yang negeri kami baru merancang yang negeri ini
kita sudah setiap ruangan itu pakai multimedia.
T : Baik, ada responnya?
J : Juga guru-guru, dengan adanya multimedia kita adakan kursus, dengan
adanya multimedia sendiri pelatihan multimedia, nah itu seperti itu, dengan
adanya misalnya perkembangan-perkembangan yang lain, kita juga ee..
Sudah mengambil langkah misalnya ada kerja sama-kerja sama.
T : Baik. Oke. Kemudian begini Bu Haji, itu tadi kan perubahan lingkungan
secara positif iBu Haji, tetapi kan kita melihat sekarang degradasi moral
anak-anak kita, anak-anak kita kemarin misalkan, sebagai contoh, mohon
maaf, anak smp negeri..
T : empat.
J : ya SMP Negeri empat seperti itu, nah itu termasuk perubahan lingkungan
Bu Haji, artinya termasuk salah satu dampak negatif dari perubahan
lingkungan, nah yang menjadi pertanyaan buat kami adalah, bagaimana
kapasitas dan kapabilitas adaptasi dari Dinas Pendidikan Kota Tangerang
untuk merespon perubahan seperti itu?
T : Ya perubahan, kita itu, kemarin dengan adanya seperti itu, kita disini sudah
ada program tetap, program tetap itu rutin pelajar, jadi 2 bulan sekali kita
mengadakan razia pelajar, dan juta kita berkoordinasi dengan dinas terkait,
dinas terkait itu berkolaborasi ya.
J : he em baik.
J : Misalnya dengan kesehatan, piket, kejujuran, kita itu supaya anak-anak itu
dituntut misalnya tidak boleh merokok, kita gunakan perda tidak boleh
merokok, di kawasan tanpa rokok, boleh merokok di kawasan tanpa rokok,
itu semua, semua masyarakat tidak boleh merokok di kawasan tanpa rokok,
untuk anak sekolah tidak diperkenankan merokok di kawasan tanpa rokok
dan di kawasan luar kawasan tanpa rokok.
T : Untuk anak sekolah?
J : ya! Itu juga kita sudah keluarkan perdanya, jadi sudah ada seperti itu
langkah-langkah yang kita buat, ee.. anak-anak misalnya yang, ee.. itu
sosialisasi sudah kita lakukan ya, sosialisasi jangan sampai terjadi hal-hal
yang tidak diiinginkan.
(Tiba-tiba mati lampu)
T : Astaghfirullahal‟azhim
(Yaa.. mati lampu lagi (suara pegawai perempuan berteriak spontan))
T : Masih bisa dilanjut Bu Haji?
J : Iya boleh.
T : Kemudian ketika ada permasalahan seperti itu, ee.. faktor-faktor yang
menjadi penghambat apa Bu Haji?
J : Faktor menghambat?
T : Ya, untuk merespon, ee.. apa namanya, perubahan lingkungan itu?
J : Kayaknya kita gak, menghambat, menghambat itu gak juga menghambat
sih. Menghambatnya gak ada, kita sudah kejadian seperti itu, kemarin
Kepala Sekolah itu kita sosialisasikan coba diantisipasi anak-anak sekolah
itu, dia diisi dengan kegiatan-kegiatan positif, jangan sampai anak-anak itu
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
433
melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu, makanya kegiatan ekstrakurikuler
seperti itu ditekankan untuk diawasi pembimbing.
T : Baik, tidak dilepas begitu saja?
J : Iya, diawasi!
T : Sudah mandiri dilepas (he he he.. ketawa kecil) Baik.. baik.. baik.. ee...
Nah sekarang untuk pengembangan organisasi Dinas Pendidikan, yang
menjadi pertanyaan buat saya adalah, bagaimana peran pemerintah
daerah, khususnya sekretaris daerah dan jajarannya, bagaimana Bu Haji?
J : Untuk mengembangkan apa?
T : Untuk pengembangan organisasi Dinas Pendidikan, peran dari Walikota ini
bagaimana? Khususnya Sekda dan jajarannya.
J : Kalau kita itu dari mulai walikota, wakil walikota dan juga sekretaris
daerah itu sangat care dengan dunia pendidikan, yang buktinya anggaran
pendidikan itu melebihi dari anggaran nasional. Yah, dan perlu juga
diketahui bahwa pada tahun 2005 kalau gak salah, 2005 apa 2000.. Sekitar
itu, kita ini ada pembangunan 221 sekolah sekaligus.
T : 221 sekolah?
J : Iya! Itukan luar biasa, tidak pernah terjadi di indonesia kan? Itu semua
bertingkat.
T : Jenjang SD, SMP, SMA-SMK?
J : Iya, semuanya bertingkat, sekaligu dalam tahun yang sama, kan jarang
terjadi hal seperti itu, jadi memang Pak Walikota Tangerang baik manta
Pak Wahidin Halim, apalagi itu yang sekarang, itu sangat, ee.. ini e..
konsen sekali dengan dunia pendidikan. Pendidikan itu di nomor satukan
begitu.
T : Alhamdulillah, senang saya mendengarnya.
J : Jadi dia kependidikan itu memang sangat-sangat diperhatikan gitu?
T : Nah ketika tadi kita sudah dengan dari Pemda, perannya seperti itu, kalau
DPRD bagaimana Bu Haji?
J : DPRD mendukung, kalau dunia pendidikan itu mendukung banget, jadi
kami itu, nggak-nggak.. tidak terlalu, nah ini kan program yang diinginkan
Pak Walikota sekarang ini, tetapi baru wacana ya, tetapi sudah
dilontarkannya.
T : Proses pembentukan?
J : Ya. Penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok Dinas Pendidikan.
T : Saya berkata jujur ya?
T : ya Bu Haji silahkan.
J : Dalam penyusunan, untuk penyusunan struktur orang yang ada di Dinas
Pendidikan ini saya tidak tahu.
T : Baik Bu Haji.
J : Masalahnya saya belum masuk ke sini, saya masih di inspektorat, saya baru
masuk sini kan dua tahun yang lalu, sedangkan dibentuknya Dinas
Pendidikan ini dari tahun 2000. Jadi struktur organisasinya saya nggak
tahu, awal pembuatan itu yang membentuk adalah organisasi ya. Jadi
struktur pembuatan organisasi ini adalah organisasi, jadi akan lebih tepat
bertanya ke organisasi.
T : Organisasi mungkin yang tepat ke Pak Kadis mungkin ya?
J : Gak, organisasi aja, organisasi yang membentuk.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
434
T : Ortala berarti ya?
J : Iya, Ortala.
T : Lebih tepat kesana ya?
J : Iya, jadi dia yang membuat, kalau kita kan istilahnya pelaksana,
melaksanakan, tapi kalau organisasinya ya tentunya masukan-masukan dari
para kepala bidang mungkin, untuk itu menurut saya seperti itu sih.
T : Secara normatifnya seperti itu ya Bu Haji ya?
J : Iya normatifnya seperti itu.
T : Baik.
Kemudian pertanyaan ke-2 Bu Haji, faktor-faktor internal apa yang
menjadi penentu dan di perhatikan dalam pembentukan organisasi SUPD
Dinas Pendidikan Bu Haji?
J : Faktor-faktor internal?
T : Baik, yang harus diperhatikan dalam, apa namanya menjadi penentu dalam
proses penentuan organisasi perangkat daerah dari SKPD Pendidikan?
J : Kalau menurut saya faktor internalnya itu, kan itu kan kalau organisasi itu
membuat bidang-bidang ya? Bidang-bidang dan juga disambungkan
dengan sekolah-sekolah yang ada. Makanya apa sih yang ee... faktor-faktor
penentunya, disini itu apa yang paling istilahnya, waktu itu posisinya kan
disini banyak pembangunan, waktu dulu kan diisi banyak pembangunan,
waktu dulu kan banyak pembangunan disini waktu dulu konon katanya ada
yang kasih sarana dan prasarana, karena pembangunan dulu nya, adanya
di Dinas Pendidikan. Nah itu, itu kan, itu kan termasuk, dilihat waktu itu.
T : Berdasarkan standar kebutuhan mungkin Bu Haji?
J : Iya standar kebutuhannya yang waktu itu pembangunan, kebetulan waktu
itu pembentukan yang membuat adalah organisasi-organisasi karena
pembentukan waktu itu kan. Saya sepengetahuan saya saja ya, saya takut
salah, nanti karena dia ada pertimbangan adanya kabid dilema, adanya
kabid dilidas, adanya kabid PMYTU, adanya kabinet PLS, pasti adanya
kabid-kabid tersebut dengan peritimbangan-pertimbangan, apa, kenapa
seperti ini kan, tapi itdak, ee.. mengacu kepada ketentuan pusat.
T : Oo.. berarti mengacu kepada kota nan pusat?
J : Iya harus mengacu kepada ketentuan itu, dan juga tadi kata saya dilihat
dari keutuhan saat itu.
T : Oke Bu Haji, kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya Bu Haji, Faktor-faktor
eksternal yang menjadi penentukan kalau tadi kan faktor internal, kalau
faktor eksternal ini kira-kira apa? Di luar dari Dinas Pendidikan, diluar
dari apa namanya Peraturan Pemerintah, ekternalnya misalkan apa Bu
Haji?
T : Untuk membuat organisasi ini?
J : Heem.. Iya.
T : Faktor eksternalnya, ee.. Kalau menurut saya diliat dari segi kewenangan,
kewenangan yang kita laani, mmm kalau menurut saya ke situ juga.
Kewenanganyang kita layani, misalnya disinikan sekolah cukup banyak,
berartikan oh ini untuk menangani kurikulum, tarus itu kan ee..
T : Betul, betul betul.
J : Seperti itu kalau menurut saya.
T : Ya baik, dilanjutkan pertanyaannya Bu Haji.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
435
J : Itu antara lain?
T : Tadi kalau menurut bahasa itunya, jadi ditentukan oleh pelayanan yang kita
lakukan Bu Haji ya. Nah kemudian, kalau fungsi pokok tugas dari OPD, ee..
apakah sudah kemudian tugas-tugas yang tidak dijalankan oleh SKPD
Dinas Pendidikan ini, ee.. sesuai dengan keputusan Walikota Tangerang Bu
Haji? Kemudian bagaimana fungsi dan tugas pokoknya?
T : Kalau fungsi dan tugas pokoknya kita kan sudah ada SOTKnya, SOTKnya
sudah dijabarkan, dari mulai tugas pokok Kepala Dinas sampai dengan
kasi, disitu sudah dijabarkan, nah untuk staffnya, itulah yang disesuaikan
dengan kebutuhan yang ada, yakan? Dibidangnya masing-masing,
uraiannya tetapi harus tetap mengacu kepada SOTK yang ada.
T : Nah, kemudian ketika sudah disusun sedemikian rupa oleh SOTK struktur
dan sebagainya, tugas, wewenang dan tanggung jawab, yang selama ini
terjadi itu ada permasalahan tidak Bu Haji?
J : Ada.
T : Ada permasalahan selalu ya?
J : Permasalahan contohnya seperti ini, disini adanya, ee.. bidang PLS, bidang
PLS itu kurang pas lagi ya karena kan disitukan adanya untuk PAUD, tapi
di bidang DIKDAS kan ada juga TK. Nah itu kan permasalahan efisien
juga, apa sih? Dia jadi tumpang tindih, harusnya dikerjakan saja, jadi
harus ada perubahan SOTK itu.
T : Faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat, ee.. dalam menjalankan
fungsi dan tugas pokok tersebut apa Bu Haji? Faktor dominan yang
menjadi penghambat selama ini dalam proses kegiatan organisasi di Dinas
Pendidikan?
J : Faktor yang menghambat ya?
T : Ya.
J : Saya harus berkata jujur apa?
T : Iya bu, hehehe (tertawa pelan)
J : Kalau faktor yang menghambat, mungkin ya. Ee....masalah keuangan juga
tidak bisa mengatakan sudah sangat sempurna, masih sangat membutuhkan
juga, memang walau suatu organisasi itu mau maju dari semua bidang, dari
semua unsur dari semua perangkat SDMnya itu juga harus menunjang, nah
disini sedang-sedang saja. Yang menghambat banget nggak, tapi yang
saya.. apayah.. yang saya rasakan ee.. ini.. kembali kepada SDM kali ya.
SDM itu kalau yang saya amati di Dinas Pendidikan itu sudah harus serba
tahu.
T : Baik, baik, baik.
J : Harus serba tahu, jadi dituntut dengan pengetahuan dan pengalaman juga.
T : Skill mungkin Bu Haji?
J : ya tentu, pengetahuan dan pengalaman skill kan? Dan tentu kemauan yang
keras gitu ya.
T : Siap Bu Haji.
J : Jadi kalau faktor-faktor penghambat secara umum, menghambat banget
nggak.
T : Tetapi teteap bisa berjalan roda organisasi.
J : Karena tidak ada penghambat itu, ini kan maucari masalah kan?
T : Betul, betul Bu Haji.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
436
J : Judulnya apa sih ini?
T : Begini Bu Haji.
J : Supaya bisa mengarahkan.
T : Siap! “Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang
Provinsi Banten Studi Kasus Efektifitas dalam Perspektif Desentralisasi”
Tadi otonomi daerah.
J : Lebih baik ke organisasi tuh.
T : Sudah, ada beberapa kawan-kawan, jadi kita itulah domainnya ke beberapa
Ortala, teru ke DPRD, kemarin ke Pak Joko dan Pak Heri, Ketua Komisi
Pak Gatot kita kejar kesana, terus Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan.
T : Oh jadi itu ya.
J : He em, SKPDnya termasuk Bu Haji, dilanjut Bu Haji ya? Bagaimana
ketentuan proses pengangkatan dari Dinas Pendidikan Bu Haji? Prosesnya
seperti apa?
J : Proses penentuan Kepala Dinas?
T : He eh. Penentuan dan Pengangkatan.
J : Aduh saya gak bisa, bukan kewenangan saya.
T : Yang sudah terjadi (11:19)
J : Saya menjawab itu takut salah, menanyakannya ke BPKP.
T : BPKP ya?
J : Itukan kepegawaian, kepegawaian yang lebih pas, saya gak.. (11:29)
T : Oke, kemudian yang menjadi pertimbangan pokok untuk menjadi Kepala
Dinas Pendidikan?
J : Kepala apa?
T : Faktor yang pokok yang dipertimbangkan.
J : Kan, di jenjang karir itu sudah ada aturannya ya, kalau gak salah sudah
ada aturan. Untuk posisi eselon 2 dia itu harus mampu ini, ini , ini. Itu ada
aturannya.
T : Ooo.. baik.. eselon.
J : Ada aturannya eselon tiga, dia meinimal harus ini, dan juga ee.. dia bisa
memecahkan suatu masalahkan, dan juga dia bisa berbahasa inggris, itu
sadah ada, adanya di BKPP, sudah ada Perwalnya di BKPP.
T : BKPP ya? Coba kami cari.
J : Kalau gak salah Perwal atau apa,k itu sudah ada ketentuannya, seorang
eselon 3 harus mampu seperti ini ini , ini ada kriterianya, walaupun
prakteknya mungkin, prakteknya tidak sperti itu mungkin.
T : Idealisnya seperti itu?
J : He eh.. sudah ada Ketentuannya.
T : Nah kemudian yang perlu kami tanyakan selanjutnya adalah, bagaimana
proses penyusunan program kegiatanan dan anggaran Dinas Pendidikan?
J : Kalau penyusunan program ya, penyusan program itu, ee.. kalu dari
sekolah kan kita tidak luput dari sekolah ya.
T : Karena memang stake holdernya sekolah?
J : He eh.. Jadi karena ada anggaran sekolah, pertama dari sekolah itu,
sekolah memperlihatkan dari EDS (Evaluasi Diri Sekolah), dari evaluasi
diri sekolah, sekolah itu pemprogramkan, dia kan dari 8 standar, mulai dari
standar isi, standar proses, di standar proses itu dia melaksanakan, dia
melihat dari hasil evaluasi diri tadi, dilihat, dia memprogramkan, diusulkan
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
437
ke kami, kalau dari program sini itu untuk program.. sekolahnya tetap
melalui kita, program kita ya cukup banyak sih kalau program kita.
T : Nah, yang menjadi pertanyaan kita, penyusunan program dan kegiatan
anggarannya, ee.. bagaimana Bu Haji, dia ada proses, apa yang dilakukan,
penyusunan program?
J : Kan kalau program itu, kan kita sudah membuat progam 1 triwulan,
program 1 tahun, program 5 tahun, jangka panjang, jangka pendek,
program tahunan, kita program tahunanp, program tahunan itu apa yang
harus kita lakukan? Misalnya bidang sekretariat, sekretariat itu kan, ee...
dia istilahnya, apa yang menjadi kebutuhan dinas, ya.. kebutuhan dinas,
misalnya apa.. ini, itu dan misalnya apa dikmen, dibidang dikmen itu apa
saja nih kebutuhan yang dibutuhkan oleh sekolah, apa yang dibutuhkan
oleh sekolah gitu, itulah yang dimasukkan ke dalam program, program
dikmen maupun dikdas, misalnya sekolah tidak ada kursi, di program tuh
pengadaan kursi, sekolah ada rusah, diprogram untuk rehab, yakan? Sudah
itu misalnkan sekarang lagi hangat-hangatnya kurikulum 2013, dia
memprogramkan bagaimana ini, ee... untuk mengetahui kurikulum 2013,
berarti program PMPTKnya adanya sosialisasi kurikulum 2013, jadi
sebenarnya begitu sesuai dengan bidangnya masin-masing, program
banyak banget.
T : He he he (ketawa kecil), kemudian yang kita mau tanyakan adalah untuk,
ee.. landasan dalam penentuan secara nasional dia sudah harus nasional
20 % dari APBD ya, kita bahkan sudah lebih. Subhanallah.. mantap..
mantap.. mantap.. hemm..
J : Kita sudah lebih.
T : Untuk Dinas Pendidikan Kota Tangerang ya Bu Haji, hasilnya bagus-bagus
Bu Haji, saya kemarin kan keliling-keliling juga.
J : Keberhasilan kita bisa dilihat dari kelulusan, untuk provinsi banten kita
rangking I, baik kelulusan maupun nilai.
T : Baik kualitas maupun kuantitas Bu Haji ya?
J : Ada yang nilai pelajaran tertingginya tangsel, tapi kita yang unggul rata-
ratanya.
T : Baik, baik, kemudian, ee.. sekarang yang mau saya tanyakan adalah,
kondisi kualitas dan kuantitas dari Sumber Daya Manusia yang meliputi
pejabat struktural, selain Kepala SKPD, ee.. diantaranya staff umum dan
pejabat fungsional, menurut Bu Haji bagaimana kondisinya sekarang?
J : Pejabat umum dan?
T : Pejabat umum dan staff fungsional.
J : Yang ditanyanya apanya?
T : Kondisi kualitas dan kuantitas , kualitas seperti apa, dan kuantitasnya
bagaimana?
J : Kualitasnya berarti?
T : Mutunya.
J : Mutunya, ya.. sedang-sedang saja.
T : Kalau kuantitasnya?
J : Cukup ya, sudah terisi masalahnya, sudah mencukupi, tetapi untuk sekolah
sekarang banyak yang pensiun, yang pensiun-pensiun itu kami belum
mendapatkan gantinya 9 itu, kalau segi kemampuan dibilang ini.. juga, gak
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
438
tapi berjalan, kalau harapan saya mah inginnya yang saya katakan tadi,
yang namanya eselon 3 dia sudah mampu.
T : Ada standar kemampuan?
J : Ada standar kemampuan yang harus dipenuhi, seperti itu.
T : Harusnya memang mengacu kepada, ee.. aturan baku dari dinas.. apa
namanya?
J : Ada kriteria yang harus ditempuh, ya mungkin yang namanya jabatan juga
susah juga ya, bukan saja di Kota Tangerang tetapi di semua kota sama
saja, apalagi yang dikaitkan dengan politik. Kalau untuk Kota Tangerang
tidak terjadi seperti itu, cuman banyak kita tuh, kalau mau menerapkan
seperti yang diinginkan di dalam draft ASN itu kayaknya memang belum sih
ya, ASN.
T : ASN maksudnya?
J : Aparatur Sipil Negara, ya kan draft ASN saling dituntutnya kan kalau mau
bersih profesionalisme, profesional seorang pegawai di tuntutnya mulai
dari penerimaan pegawai 19:08. CPNS kan.
T : Baik-baik, secara kualitasnya disaring sedemikian rupa?
T : Seperti itu.
T : Sesuai dengan standar.
J : Sesuai, tapi kan untuk di Indonesia belum bisa menerapkan itu kan.
T : Dilanjut kepertanyaan selanjutnya Bu Haji, bagaimana manajemen kerja?
J : Kalau sistem kerja dan mekanisme itu sudah sesuai dengan prosedur, di
setiap saya contoh kan tinggal diambil aja nanti, surat misalnya, surat
masuk dulu, e.. kebagian umum, dari bagian umum itu, ee.. diinikan ke
kadis, turun lagi ke saya baru langsung ke bidang, bidang menindak lanjuti
paraf dulu ke saya baru ke ini, itu kan sebetulnya prosedurnya, prosedur
sudah ya. Mekanisme juga ya sudah seperti itu tidak isilahnya pembagian
tugas tidak ditentukan pada satu bidang.
T : Ada kabid, ada kasi.
J : Sesuai dengan tupoksinya masing-masing.
T : Kalau penentuan kabid kasi tadi berdasarkan dengan kebutuhan Bu Haji
ya, ada yang kabid tadi Bu Haji bilang, kabid SMK, ada kabid.. kalau SMK
itu termasuk kabid?
J : Ya, dikmen.
T : Dikmen?
Ya, dikmen, gak ada kabid SMU sendiri?
J : Gak ada, disini gak ada seperti itu, nah dasar pertimbangannya saya gak
tahu, waktu itu ya posisinya.
T : Baik, baik, kemudian faktor internal yang dominan menentukan
perkembangan manajemen kerja Bu Haji, untuk dinas pendidikan?
J : Faktor?
T : Internal, yang dominan.
J : Apa ya? Kalau faktor internal ya, yang pentingkan sarana, prasarana, itu
kan harus ada awalnya kan, tentu juga di tunjang dengan, dengan inilah,
kalau pemerintah kota disini perhatiaannya cukup besar, walaupun tidak
sama dengan jaketnya, di banten cukup diperhatikan gitu.
T : Lebih di atas rata-ratalah ya?
J : Iya, lebih di atas rata-rata.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
439
T : Kemudian ketika tadi bicara tentang sarana prasarana kerja, ee.. kalau
kondisi sarana, prasarana kita saat ini di Dinas Pendidikan Kota
Tangerang bagaimana Bu Haji?
J : Ya para kabid sudah punya mobil.
T : Alhamdulillah.
J : Dan bahkan kasipun sudah, sebagian sudah, pengawas sudah punya motor,
cuman kita ini gedung, terus terang saja, gedung yang belum memadai
karena personil kita cukup banyak, tapi rencananya Pak Walikota
menginginkan satu gedung ini (Gedung Cisadane : Red) untuk Dinas
Pendidikan.
T : Wow, yang lainnya?
J : yang lainnya mungkin di tempat lain.
T : ADa dibuatkan?
J : Dibuatkan, jadi ini baru rencana-rencana aja itu, rencana di ini, karena
personil kita cukup banyak supaya bisa representatif.
T : Betul, betul, biar kerjanya optimalkan?
J : Optimal, sekarang kerjanya kan huuh sarananya, untuk arsip-arsip, (sambil
menunjuk tumpukan-tumpukan arsip)
T : He he he.. (tertawa pelan memperhatikan keadaan ruangan)
Kemudian, bagaimana kinerja dari Dinas Pendidikan dengan dasar indikasi
kerja yang telah ditetapkan?
J : Apa?
T : Ee.. Bagaimana ee.. kinerja dari Dinas Pendidikan, berdasarkan indikator
kerja yang telah ditetapkan? Misalkan Kepala sudah menunjukkan
indikator kerjanya seperti ini, seperti ini, nah terus realisasinya seperti apa
Bu Haji?
J : Yaa.. kita kan, Kepala Dinas kita kan harus selangkah kalau gerak Kepala
Dinasnya maju jalan ya anak buahnya harus maju jalan, jadi ya seperti itu.
T : Oke, kemudian faktor apa yang menentukan dalam meningkatkan kinerja
dari Dinas Pendidikan?
J : Ya, yang pengaruh pertama memang, ee.. kenyamanan kerja ya,
kenyamanan kerja menurut saya, kenyaman kerja, dan juga antara
pimpinan dan bawahan harus saling ee...
T : Harmonis mungkin Bu Haji?
J : yaa itu, harus saling apa ya? Mengerti satu sama lain.
T : Baik, oke. Kemudian ee.. untuk, tadi kita sudah bicara tentang penghambat,
Bu Haji ada solusi untuk antisipasinya Bu Haji, ada masalah kemudian
solusi antisipastifnya, untuk mengatasi masalah?
J : Masalah saya tadi apa?
T : Masalah yang tadi misalkan gedung misalkan, teruskan ada apa yang tadi
dikatakan kualitas dan sumber daya manusianya.
J : Kan seperti gedung, gedung kan tadi sudah saya usulkan, sudah kita
usalkan, ee..itu akan terealisasi bahkan untuk gedung ini untuk kita, itu dan
juga SDMnya, SDMnya namanya kurang-kurang sedikit dimana-mana
sama, tapi kan kita dengan pelatihan-pelatihan kita dorong.
T : Ada pelatihan Bu Haji ya?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
440
J : Iya, ada pelatihan kita doang, seperti itu dimana-mana ya saya rasa SDM
itu memang tergantung juga dengan kemauan. Cuma untuk mengatasi hal-
hal seperti itu tadi kan kita ada juga ya.. pelatihan-pelatihan tentunya ya.
T : Baik, nah begini Bu Haji, kalau kita melihat kondisi jaman kan berubah-
rubah, ada perubahan teknologi, perubahan sosial budaya, kemudian yang
menjadi pertanyaan buat kami adalah bagaimana kapasitas dan kapabilitas
adaptasi dari Dinas Pendidikan untuk merespon perubahan lingkungan ini?
J : Perubahan lingkungan apa? Perubahan IT?
T : Ya, kemudian adanya perubahan, dan apa namanya perubahan dari sisi
teknologi, dari sisi sosial budaya?
J : Kalau perubahan-perubahan misalnya, bidang IT, khususnya sekolah yang
ada di kota Tangerang yang negeri kami baru merancang yang negeri ini
kita sudah setiap ruangan itu pakai multimedia.
T : Baik, ada responnya?
J : Juga guru-guru, dengan adanya multimedia kita adakan kursus, dengan
adanya multimedia sendiri pelatihan multimedia, nah itu seperti itu, dengan
adanya misalnya perkembangan-perkembangan yang lain, kita juga ee..
Sudah mengambil langkah misalnya ada kerja sama-kerja sama.
T : Baik. Oke. Kemudian begini Bu Haji, itu tadi kan perubahan lingkungan
secara positif iBu Haji, tetapi kan kita melihat sekarang degradasi moral
anak-anak kita, anak-anak kita kemarin misalkan, sebagai contoh, mohon
maaf, anak smp negeri..
J : empat.
T : ya SMP Negeri empat seperti itu, nah itu termasuk perubahan lingkungan
Bu Haji, artinya termasuk salah satu dampak negatif dari perubahan
lingkungan, nah yang menjadi pertanyaan buat kami adalah, bagaimana
kapasitas dan kapabilitas adaptasi dari Dinas Pendidikan Kota Tangerang
untuk merespon perubahan seperti itu?
J : Ya perubahan, kita itu, kemarin dengan adanya seperti itu, kita disini sudah
ada program tetap, program tetap itu rutin pelajar, jadi 2 bulan sekali kita
mengadakan razia pelajar, dan juta kita berkoordinasi dengan dinas terkait,
dinas terkait itu berkolaborasi ya.
T : he em baik.
J : Misalnya dengan kesehatan, piket, kejujuran, kita itu supaya anak-anak itu
dituntut misalnya tidak boleh merokok, kita gunakan perda tidak boleh
merokok, di kawasan tanpa rokok, boleh merokok di kawasan tanpa rokok,
itu semua, semua masyarakat tidak boleh merokok di kawasan tanpa rokok,
untuk anak sekolah tidak diperkenankan merokok di kawasan tanpa rokok
dan di kawasan luar kawasan tanpa rokok.
T : Untuk anak sekolah?
J : ya! Itu juga kita sudah keluarkan perdanya, jadi sudah ada seperti itu
langkah-langkah yang kita buat, ee.. anak-anak misalnya yang, ee.. itu
sosialisasi sudah kita lakukan ya, sosialisasi jangan sampai terjadi hal-hal
yang tidak diiinginkan.
(Tiba-tiba mati lampu)
T : Astaghfirullahal‟azhim
(Yaa.. mati lampu lagi (suara pegawai perempuan berteriak spontan))
T : Masih bisa dilanjut Bu Haji?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
441
J : Iya boleh.
T : Kemudian ketika ada permasalahan seperti itu, ee.. faktor-faktor yang
menjadi penghambat apa Bu Haji?
J : Faktor menghambat?
T : Ya, untuk merespon, ee.. apa namanya, perubahan lingkungan itu?
J : Kayaknya kita gak, menghambat, menghambat itu gak juga menghambat
sih. Menghambatnya gak ada, kita sudah kejadian seperti itu, kemarin
Kepala Sekolah itu kita sosialisasikan coba diantisipasi anak-anak sekolah
itu, dia diisi dengan kegiatan-kegiatan positif, jangan sampai anak-anak itu
melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu, makanya kegiatan ekstrakurikuler
seperti itu ditekankan untuk diawasi pembimbing.
T : Baik, tidak dilepas begitu saja?
J : Iya, diawasi!
T : Sudah mandiri dilepas (he he he.. ketawa kecil) Baik.. baik.. baik.. ee...
Nah sekarang untuk pengembangan organisasi Dinas Pendidikan, yang
menjadi pertanyaan buat saya adalah, bagaimana peran pemerintah
daerah, khususnya sekretaris daerah dan jajarannya, bagaimana Bu Haji?
J : Untuk mengembangkan apa?
T : Untuk pengembangan organisasi Dinas Pendidikan, peran dari Walikota ini
bagaimana? Khususnya Sekda dan jajarannya.
J : Kalau kita itu dari mulai walikota, wakil walikota dan juga sekretaris
daerah itu sangat care dengan dunia pendidikan, yang buktinya anggaran
pendidikan itu melebihi dari anggaran nasional. Yah, dan perlu juga
diketahui bahwa pada tahun 2005 kalau gak salah, 2005 apa 2000.. Sekitar
itu, kita ini ada pembangunan 221 sekolah sekaligus.
T : 221 sekolah?
J : Iya! Itukan luar biasa, tidak pernah terjadi di indonesia kan? Itu semua
bertingkat.
T : Jenjang SD, SMP, SMA-SMK?
J : Iya, semuanya bertingkat, sekaligu dalam tahun yang sama, kan jarang
terjadi hal seperti itu, jadi memang Pak Walikota Tangerang baik manta
Pak Wahidin Halim, apalagi itu yang sekarang, itu sangat, ee.. ini e..
konsen sekali dengan dunia pendidikan. Pendidikan itu di nomor satukan
begitu.
T : Alhamdulillah, senang saya mendengarnya.
J : Jadi dia kependidikan itu memang sangat-sangat diperhatikan gitu?
T : Nah ketika tadi kita sudah dengan dari Pemda, perannya seperti itu, kalau
DPRD bagaimana Bu Haji?
J : DPRD mendukung, kalau dunia pendidikan itu mendukung banget, jadi
kami itu, nggak-nggak.. tidak terlalu, nah ini kan program yang diinginkan
Pak Walikota sekarang ini, tetapi baru wacana ya, tetapi sudah
dilontarkannya.
T : Apa upaya-upaya untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas Kepala
Dinas Pendidikan?
J : Ya kan kalau di sini itu sudah rutin, untuk eselon 3, 4 dan Kepala Dinas itu
ada pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh BKPP. Ya itu terus untuk
meningkatkan kepemimpinan misalnya, itupun sudah ada seperti itu. Dan
juga di sinikan di dinas kita ini untuk meningkatkan kemampuannya dari
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
442
mulai staf dengan yang lain kita setiap tahun mengadakan untuk work shop,
berapa hari ya.. nah kita manggil nih, yang baru. Misalnya kepres 70, itu
kita ini respon. Jadi jangan sampai aturan baru.
T : Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan
kapasitas SDM yang ada di Dinas Pendidikan?
J : Yaitu yang dilakukan sama, yaitu pelatihan-pelatihan kita selalu ada intinya
kita punya inisiatif untuk saling bekerja sama dalam melakukan tugas.
T : Bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas program dan anggaran dari
Dinas Pendidikan?
J : Kalau anggaran yang untuk pelatihan tadi di BKPP itu yang mengadakan,
kita diundang oleh yang itu. Kalau untuk internalnya kita ada, atau minta
ke dewan untuk dialokasikan, kita kan mengajukan ke kegiatan tadi.
T : Bagaimana mengubah mind set dan culture set dari para pegawai yang
berada di Dinas Pendidikan?
J : Memang itukan merubah mental, kalau mental ya.. agak sulit ya jadi
merubah mind setnya saya menekan merubah diri dulu masing-masing.
Terutama dari diri saya sendiri. Saya mencontohkan misalnya apa? Nah
itukan pada dilihat, nah dari situ, untuk merubah min set ini banyak ya.
Saya rubah sedikit, jangan sampai tidak bisa, walaupun saya ga bisa, tapi
ini harus begini, coba selalu buka internet apa ini untuk aturan-aturan ini.
Jadi ya sedikit-sedikit sih nyobanya. Maksud saya seperti itu.
T : Bagaimana harapan prediktif dari kinerja Dinas Pendidikan di masa yang
akan datang?
J : Ya harapan saya semoga, termasuk diri saya sendiri itu kita lebih proaktif.
Istilahnya kita selalu baca aturan-aturanlah, kita buang mind set- mind set
yang sudah lama itu kalau mind set yang lama itu kita harus dilayani,
padahal kita harus melayani kan? Nah mungkin mind set-mind set seperti
itu harus dirubah.
J : Itu yang harus kita hilangkan dan juga memang biasanya kalau inikan
masih semuanya kadang-kadang yang tanda tangan sedikit aja sudah uang,
nah mind set seperti itu harus di buang sedikit-sedikit. Jamannya sudah
berbeda. Tidak bisa lagi memakai cara seperti itu dan buang mind ser
seperti itu.
T : Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintah dalam proses
pembentukan struktur organisasi Dinas Pendidikan muali dari penyusunan
Raperda hingga ditetapkan menjadi Perda?
J : Pertanyaan minta diulang ga jelas.
Iya itu unsur terkait, yang dalam hal ini adalah bagian organisasi hukum,
untuk Dinas Pendidikan ini, nah tentunya lihat dengan aturan yang ada kan
harus mengacu kepada aturan yang ada, ya di rapatkanlah dengan ini, yang
paling-paling dari dinas itu sendiri.
T : Bagaimana proses pemantauan dari pimpinan daerah dan DPRD terhadap
pelaksanaan kerja Dinas Pendidikan?
J : Oh itu masih bagus sekali, pertama 3 bulan sekali, sudah didatangi.
Dievaluasi kerjaannya. Tiga bulan sekali kita di evaluasi dan Dinas
Pendidikan mana yang kita dan juga memang kita di sini di Kota
Tangerang ini bagus banget. Setiap senin itu kan rapat jadi apa aja
masalahnya dibahas. Rapat dengan walikota, jadi masalah tiap minggu
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
443
dikumpul, itu sudah harus dipecahkan, ini makanya di sini itu ya kan Bapak
lihat sendiri, nah seperti itu rapat evaluasi sebulan sekali, kalau rapat
kepala dinas tiap minggu, itu dari kepala daerah itu sudah harus rapat, jadi
dikemukakan apa ini masalah-masalah yang belum dipecahkan jadi kita
dipantau dibimbing. Laporan aja kita misalnya keuangan dinas mana yang
terlambat sampai tanggal 10, itu sudah , sudah datang walikota. Wali
langsung dinas itu ditegor langsung agar tidak terlambat itu sudah biasa
dalam hal itu. Misalnya dinas mana yang nyimpen duitnya dalam brangkas
itu melebihi ketentuan, itukan langsung terlihat Pak, itu langsung disuratin
tu pak. Jadi seperti itu memang, makanya seluruh Indonesia itu rata-rata
studi bandingnya ke Kota Tangerang. Kan belum ada yang namanya 6 kali
berturut-turut untuk Kota Kabupaten.
T : Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur keterlibatan
para staf dalam proses pelaksanaan kerja di Dinas Pendidikan?
J : Pengambilan keputusan itu tetap dari bawah itu tetap memberikan input ya
Pak. Karena dia yang menangani artinya kita ditanya dulu memberikan
input kepada pimpinan secara jenjang. Itu pimpinan yang mengambil
kesimpulan. Yang jadi misalnya laporan. Jadi kalau kata saya kalau
pimpinannya gerak jalan otomatis semua bergerak jalan semua.
T : Bagaimana peranan masyarakat (LSM, Institusi, Tokoh Masyarakat) dalam
memperbaiki kondisi kinerja Dinas Pendidikan yang memberikan
pelayanan?
J : Di sini yang memang sangat proaktif, kali ya. Yang nama LSM, jadi Bapak
dengar sendiri yang nama di dunia pendidikan itu paling banyak sarapan
pagi LSM itu. Paling banyak itu yang namanya Dinas Pendidikan,
kesehatan. Pokoknya dimana seluruh Indonesia ada LSM. LSM itu seperti
wartawan, itu kita sih biasa-biasa aja sih. Silahkan lakukan itu beliau ada
hak untuk melakukan itu. Kan pengawasan itu bukan saja dari internal tapi
juga dari eksternal. Kalau internal ya dari Inspektorat, BPK, BPKP, nah
juga dari LSM, wartawan itukan bentuk-bentuk alasan.
T : Bagaimana Pemerintah memperbaiki kinerja organisasional daerah Kota
Tangerang merespon yang memberi masukan dari masyarakat dalam upaya
memperbaiki organisasional Dinas Pendidikan?
J : Kan masukan dari LSM itu baik media, ataupun walikota. Kan di Kota
Tangerang ini sudah ada “Hallo Walikota”, jadi silahkan mau masuk apa
saja dari kritikan-kritikan. Hallo Walikota bentuknya koran, di website juga
ada, jadi silahkan masukan apa yang harus menjadikan keluhan baru
dibagikan ke SKPD yang ada. Ini surat tanya jawab, bagaimana
sebenarnya.
T : Bagaimana relasi antara program dan kegiatan dari Dinas Pendidikan
dengan kebijakan pimpinan daerah (Walikota)?
J : Ya itu berjalan aja, berjalan yang pokoknya kita berkoordinasi apa yang
menjadi, ini kan kita dengan Asda (Asisten Daerah) itu kan bentuknya kan
dia juga, lingkup-lingkup ininya dengan Dinas Pendidikan.
T : Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakt untuk
meningkatkan kinerja Dinas Pendidikan?
J : DPRD itu selalu, kalau mau meningkatkan kinerja dunia pendidikan,
masukan-masukan waktu itu di tadi melalui hearing, kalau ada inikan dia
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
444
juga makanya tiga bulan sekali apa yang harus di memberikan masukan
seperti itu, dan kadang telpon, jadi memang perhatiannya cukup besar.
T : Baik, alhamdulillahirobbil alamin. Pertanyaan sudah selesai. Sekian terima
kasih. Wassalam.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
445
TRANSKRIPSI WAWANCARA
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT
Peneliti Utama : Mustari Irawan
Narasumber : Ibnu Jandi, S.Sos, MM (J)
Jabatan : Direktur LSM KebJakan Publik Kota Tangerang
Tempat : Radio EMC Tangerang
Tanggal : Rabu, 6 November 2013
T : Terima kasih Pak Ibnu Jandi atas kesdiaannya untuk menjadi responden
kami, ada 1,2,3,4 pokok pertanyaan yang akan kami sampaikan totalnya
tidak sampai 200 sih!
T : Pertanyaan pertama seputar pola pembentukan organisasi SKPD itu sendiri
pak, pertanyaannya adalah : bagaimana proses pembentukan organisasi
perangkat daerah dari awal hingga penetapannya dalam perda, khususnya
yang kami survai saat ini adalah dinas pendidikan dinas kesehatan dan
kantor arsip daerah. Mungkin ini pertanyaan yang sifatnya sangat umum ya
pak yaitu proses pembentukan organisasi perangkat daerah itu sendiri
khususnya di kota tangerang seperti apa?
J : Oke.. di kota tangerang ni ya, kebetulan saya adalah salah satu bidang
organ bidang lebih lanjut di kota tangerang.. Nah untuk dinas pendidikan
sebagai SKPD itu bersamaan dengan adanya Undang-Undang No. 2 tahun
sembilan sembilan kotif menjadi Kota tangerang, sekarang sudah menjadi
kota tangerang berdasarkan UU no 2 tahun 1999, itu secara harfiah lalu
bersamaan dengan undang-undang lain, trus perkembangan sekarang
adalah ada pembentukan organisasi strategis tadi saya lupa PP 20 tahun
2008 saya lupa itu, yang jelas adalah ada pembenahan dari profesional
atau reformasi birokrasi di tingkat SKPD ya bukan hanya di kota saja, itu
langsung ditekankan oleh ORTALA, organisasi tata laksananaan, organisasi
tata laksanaan ini dia melihat efektifitas dari SKPD agar SKPD itu efektif
atau tidak. Itu adalh perdanya nomor brapa saya ngga tahu nih! He.he..
pasti ada perdanya ya? Karena ngga hafal nanti dicari buku saja pasti
berhubungan perdata dari seluruh SKPD tersebut. Yang sekarang dinas
pendidikan adalah kemarin krodit problem kita adalah sdh melahirkan
hampir 221 sekolah jadi kurang efisien di tangerang dari saat itu tahun
2000 sampai dengan tahun 1010 kalau ngga salah. Itu dina s pendidikan .
T : Dinas yang lain pak seperti apa namanya dinas kesehatan dan arsip
daerah?
J : Kalau Kesehatan sama ya! Reformasi birokrasi juga sama Cuma kalau
memang arsip daerah kebetulan di depan kita nih eh.. perpustakaan ya!
Lupa lupa. Kalau arsip daerah ini saya kurang agak paham ya kapan
berdirinya ? saya kurang agak paham, kapan berdirinya saya juga tidak
tahu kalau ngga salah belum lama berdirinya sejak walikota pak wahidin
halim yang kedua kalinya.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
446
T : Itu proses pembentukan organisasi, kalau penyusunan struktur dan fungsi2
di SKPD itu sendiri prosesnya seperti apa pak?
J : Prosesnya kalau tidak salah pernah diskusi dengan ORTALA , pada saat(
tidak terdengar suara mengecil ) lebih kepada struktur kebutuhan
organisasi dulu pak artinya membentuk plan organisasi dulu baru mengsisi
pada SDMnya. Yang sangat disayangkan adalah kompetensi SDMnya tidak
sebagaimana mestinya yang diharapkan SKPD tersebut baik dinas
pendidikan, kesehatan maupun arsip. Karena saya tidak salah seperti dinas
pendidikan saya ngga tahu seperti apa kompetensinya yang saya harapkan
dia adalah minimal dia adalah sarjana pemerintahan. Kesehatan dulu juga
sama apalagi arsip sekarang tidak berdasarkan kompetensi gitu...
Organnyakan? Dan itu adalah sangat kerepotan di ortala...dan SKPD
ortala itulah yang menentukan kebutuhan organisasi.
T : Berhubungan dengan faktor2 pak e.. tentunya dalam menyusun organisasi
perangkat daerah ada faktor yg diperhatikan. Kalau untuk pembentukannya
itu sendiri faktor internal dan eksternalnya apa saja yang harus
dipertimbangkan?
J : Faktor Internalnya seperti yang saya katakan tadi adalah bukan pada
kompetensinya mungkin hanya pada kebutuhan pada loyalitas, bukan pada
kebutuhan fungsi. Faktor eksternalnya begini... kebutuhan dari masyarakat
itu lebih pada idealis atau sistem itu kadangkala yang menjadi Gap. Kalau
masyarakat adalah melihanya yang idealis makanya ada gap di situ. Dan
yang ke tiga adalah ditingkat internal ngga pernah ada nyambung ketika
PERDA ini dilahirkan. Umpanya adalah adakah hering tentang persoalan
berdirinya SKPD minta pendapat dengan masyarakat sebesar apa yang
dibutuhkan, seperti maaf kalau saya contohkan ke tangsel , kebetulan
tangsel mau mendengar, saya katakan ” anda tidak perlu membikin apa
namya.. ee..apa namaya pengairan apa sih namaya dinas pertanian,
kalaupun ada cukup ada orangnya tidak harus banyak. Ini pertama dan
yang kedua adalah BPKAD keuangan anda tidak perlu menggunakan pola
maksimal karena baru gunakan saja pola minimal, sya katakan seperti itu.
Nah ini yang pernah nyambung ketika kota tangerang memiliki SKPD
bagaimana pendapat masyarakat ngga pernah hal itu terjadi dengar
pendapat dengan masyarakat itu terjalin sehingga wajar kalau biaya
pegawai di SKPD itu 50% rata2, Tangsel kebetulan mau dengar dia hanya
25% gaji pegawainya, dia mau dengar saya, dan dia merasakan
manfaatnya. Sekarang paling bagus sebanten kalau kita ukur dari APBD
adalah dan kebetulan paling kecil adalah kota tangsel. Itu pak.
T : Faktor apa saja yang perlu diperhatikan di masing@ SKPD dalam
menyusunan struktur dan fungsinya?
J : Fungsi efektifitas dari dinas kesehatan jelas adalah optimalisasi pelayanan
yang maksimal untuk masyrakat, kesehatan masyarakat ya.. kalau untuk
pendidikan jelas untuk lebih menigkatkan pendidikan itu murah berkualitas
terjangkau. Untuk arsip daerah adalah saya pernah mengusulkan jangan
terlalu banyak menggunakan hardware, katakanlah kalau arsip perangkat
Itnya atau perangkat softwarenya itu membutuhkan website. Jadi jangan
terlalu banya menggunakan arsip benda mati, gunakan software. Yang
kedua saya pernah sampaikan ke arsip adalah, Tolong membuat integrasi
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
447
arsip jakarta barangkali bisa, karena asrsip amat santa dibutuhkan yang
bonafit, Arsip sendiri adalah dmana sekarang sangat2 slow motion atau
lemah. Dan saya sangat menyayangkan itu. Ynag ke 5 arsip daerah adalah
ketika dia tidak punya ee..eksekusi pada persoalan undang2. Orang mudah
minta dokumen ( hiii tertawa) padahal Undang no 14 tahun 2008 sudah
mengisyaratkan itu diantaranya , tapi tetap saja lemah. Itu adalah hal yang
sangat spesifik persoalannya. Mudah2an saya tidak retorika ya pak.
T : Untuk memajukan arsip pak. Baik itu tadi mengenai pola pembentukan
organisasi pak, yang poin kedua.
J : saya minta maaf kalau saya tidak hafal tentang Undang no 14 tahun 2008.
T : baik nanti kita cari sendiri
J : Termasuk perda ya? Barangkali punya emai, nanti perda yang saya katakan
tadi saya kasih via email.
T : baik nanti saya kasi ke bapak boleh ?
J : termasuk nama bpk2 ini ya! Kasih kertas.. terus
T : baik yang kedua mengenai efektifitas kerja lembaga SKPD itu sendiri pak.
Yang pertma kami tanyakan adalah bagaimana fungsi dan tugas pokok
perangkat daerah dJalankan sesuai dengan keputusan walikota? Terlebih
pada ketiga SKPD tadi pak, apakah sudah dJalankan sesuai yang
diinginkan atau diputuskan walikota?
J : Teknisnya tentunya pasti pada penjabaran SK kepala daerah ya! Karena
Sknya sudah ada teknisnya pasti pada penjabaran SK terhadap SOP (
standar operasional prosedur) semua lembaga pemerintah pasti sama.
Ndilalahnya yang amat saya sayangkan adalah tidak ada yang namanya
kemampuan untuk inovasi, inovasi dari seluruh SKPD terhadap kebJakan
dari walikota tersebut. Lebih kepada persoalan adalah bagaimana
pimpinannya, padahal SDM sudah berlebih-lebihan, kelemahan sih lebih
kepada kebJakan pimpinan, bukan bagaimana SKPD itu berinovasi, ia kan
punya visi misi kerjanya sudah harus lebih lebih mengembangkan pola
kerjanya tidak harus terpaku pada perundang-undangan progres yang
dicapai seperti apa, saya pikir dinkes dan dikkes ini bisa melakukanya,
tetapi ngga. Lebih pendekatanya kepada loyalitas semata, bukan
produktifitas sehingga fungsinya dinas kesehatan harus cepat
mengembangkan sayapnya, harus lebih berinovasi, pendidikanpun juga
harus demikian , ketika diambil sekolah untuk sekup sekolah fisikly sudah
selesai tuh, bagaimana menyelesaikan pengembangan persoalan itu secara
efetif..ya! itukan fungsi. Fungsinya ada outcome ada hasil pendidikannya
sangat berkualitas. Lebih kepada loyaliatas, padahal mereka punya
otoritasasikan, coba SKPD otorisasikan ?
T : jadi faktor dominannya yang menghambat kreatifitas itu apa pak?
J : Ya Kreatifitas yang lemah tidak punya tawar, tidak punya daya konsep ,
tidak punya terobosan, tidak ada inovasi.
T : berarti sangat tergantung kepada kepala SKPD ya pak?
J : kepada Kepala Daerah, tergantung kepala daerah... kalaupun umpama
begini ya dinas pendidikan, fisik sudah ada bagaimana kualitas pendidikan
ini murah terjangkau dan berkualitas , konsepnya sudah dibikin, tetapi
begitu disampaikan kepada kepala daerah itu seolah dia tidak bisa lagi
bergerak.. harusnya kepala SKPD itu mampu berargumentasi kepada
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
448
kepala daerah, sehingga fungsi dia adalah membuat keputusan yang tiap
tahun ada evaluasi mengenai yang bener-bener mencengangkan atau
.....spektakulerlah..track ada tool yang ada disitu. Ini data-data dari
mana....he...he..
T : Atau memang ada yang kurang dari kepela daerah dalam mengangkat
kepala SKPD ini terutama di dinas pendidikan dinas kesehatan dan arsip
daerah, apa sebenarnya kalau boleh dibilang kok belum bisa berinovasi
menjalankan tugas kepala daerah ini. Proses menentukan kepala SKPD
sebenarnya masih kurang dmana pak?
J : Saya kira kalau SDM SKPD sudah cukup ya, cukup walaupun right man on
the right job belum terpenuhi, tapi saya yakin mereka punya gaya
managerial masing2. Ndilalahnya adalh daya cengkeram kebJakan kepala
daerah ini lebih dominan. Bukan kepada SKPD itu bisa berinovasi atau
tidak mereka mau kok berkompetisi, mereka bisa kok bikin konsep , tapi
daya kretifitas psikologis dia pada akhirnya mentok pada kebJakan kepala
derah itu sendiri. Psikologis ini sangat kuat. Kepala daerahnya bukan
kepala SKPDnya, sebenarnya SKPDnya mampu, namun psikologisnya kalau
kepala daerah bilang yang sudah anati dulu, ya sudah dia tidak punya daya
tawwr lagi ya sudah diam.
T : Nah dengan penasehat-penasehatnya itunpak, apakah tidak mendapakan
masukan-masukan atau input kepada kepala daerah?
J : kebetulan kepala daerahnya One Man show pada saat itu. Ha..( tertawa)
karena saya memaksakan kepada sekda pada waktu itu, anda harus jadi top
manager. Dan dinas harus menjadi manager tehnis.
T : jadi pertimbangan pokoknya apa nih dalam pemilihan SKPD ini?
J : lebih kepada loyalitas pak. Ini anaknya baik ngga , ini anaknya loyal ngga?
Bukan right man on the right job atau right man on the right place yang ada
right man on the wae...ha...(tertawa)
T : menkajubkan pak. Nah kalau proses penyusunan program dan anggaran di
SKPD ini selama ini seperti apa pak?
J : saya setuju pertanyaan ini dan saya suka pertanyaan ini. Masalah anggaran
ya pak. Seharusnya seluruh SKPD ini commit dengan Musrembang, commit
setiap tahun ada musrembang ini adalah pemborosan. Data musrembang
adalah data yang harus dJalankan, itu yang pertama, yang kedua adalah
saat penganggaran, Plafon penganggaran ini sudah distel sedemikian rupa,
tidak melihat dari pertanyaan tadi fungsi SKPD apa. kepada fungsi
anggaran diperda. Sehingga ada kelonggaran antara program dan budget
yang ada. Sya bilang “ uang yang mengikuti program atau program yang
mengikuti program ?” harunyakan program.. eh.. uang yang mengikuti
program bukan program yang mengikuti uang. Karena kebutuhan
masyarakatkan yang dikedepankan. Yang ketiga saya katakan adalah kalau
memang harus selalu dengan uang lalu apa fungsi yang dikatakan dalam
strategi. Strategi itukan yang harus disampaikan dan itu butuh uang. Seperti
pada tender sudah di set sedemikian rupa sesuai anggaran. Itu proses
dalam penganggaran dinas2 SKPD sehingga BBHnya bukan pada
kepentingan musrembang. Lebih kepada apa yang proporsional dari
kepentingan masing-masing. Sehingga uang itu tetap berfungsi kepada
SKPD masing2. Kalau bukan karena pihak ketiga, kota tangerang tidak
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
449
akan seperti ini betul sangat dominan. Suka atau tidak suka bapak mau
lewat silahkan, dominannya itu adalah pihak swasta ngga mungkin
pemerintah membangun sebanyak itukan? He..he..
T : peran LSM seperti bapak tadi sagat dominan, adakah suara bapak yang
bapak sumbangkan atau bapak sarankan kepada pihak penasehat
musremabang ? katakanlah gubernur atau apa?
J : kebetulan pak saya dulu pembahasan APBD saya ikut, kalau suara saya
tidak ada maka tidak bantuan APBD. Persisi seperti sekarang. Saya
berhenti mengkritisi APBD tahun 2011, dari seluruh APBD yang ada di
Banten tahun 2010 s/d 2011 termasuk anggaran di kota tangerang .
Anggaran di kota tangerang saya masuk langsung, saya bikin konsepnya
saya bikin analisis trend selama 5 tahun. tahun 2008 s/d tahun 2013 itu saya
bikin trend APBD seperti apa, termasuk dinas pendidikan , berpa banyak
dia selama 5 tahun membangun infra struktur fisik dan berapa
menghabiskan biaya itu saya berikan kepada pak walikota dan saya bikin
trennya bahwa anda sudah menghabsikan anggaran selama lima tahun,
pendidikan, pembagunan jalan segala macam dan saya bikin trennya dan
anda sudah menghabisakn uang selama lima tahun bearapa dan hasilnya
apa? saya mengkritik kepada... apa .. pengambil kebJakan.
T : kembali ke masalah spesifik di SKPD pak, dalam menetukan anggaran di
SKPD ini faktornya apa sih pak?
J : teorinyakan value for maney , action efektif ekonomis. Uang harus sangat2
berfungsi pada persoalan ini. SKPD seluruh yang ada di kota tangerang
bukan kepada fungsi SKPDnya , kepada fungsi brapa anda punya proyeknya
gitu.. yang saya katakan tadi , ditakar oleh Bapeda, plafon anggaran tadi
itu. Bukan pada persoalan fungsi diannya. Kalau programnya 10 proyek
tapi anggaranya hanya cukup 5 proyek 5 program, ya sudah 5 program.
Tapi kalau kita bikin skala line 5 tahun dia sampe ngga ? kalau unsur
pendidikan non sence akan tercapai. Ya betul sekali kalau kita bicara
statistik kita harus punya data sesuai, kita harus punya disiplin. Pkoknya 10
proyek harus selesai dalam kurun waktu 5 tahun. Yang perlu kita samakan
kalau kita bicara kesehatan ada 6000 orang sakit , maka dalam 5 tahun
tidak ada orang sakit lagi. Atau sakit kronis menjadi tidak kronis. Harusnya
seperti itu pak.
J : ..Saya bilang uang yang mengikuti program atau program yang mengikuti
uang, harusnya kan program, eh uang yang mengikuti program bukannya
program yang mengikuti uang. Karena kebutuhan masyarakat kan.
Masyarakat kan tidak butuh uang, butuh program. Yang ketiga adalah kalau
memang adalah harus selalu dengan uang lalu apa fungsi yang dikatakan
adalah strategi, strategi itu hanya tahu adalah SKPD dan dia butuh uang
atau uang itu sudah diplafon dan sudah ditakar oleh Bapeda. Itu proses
dalam penganggaran di setiap SKPD. Sehingga DPAnya itu adalah bukan
kepada kepentingan apa hasil buslembang, tapi kepentingan pada apa yang
sangat proporsional kepentingan dari mereka masing-masing. Sehingga
uang itu untuk berperilaku fungsi kepada SKPDnya masing-masing adalah
tidak pernah terjadi, sehingga pembangunannya adalah slow motion. Kalau
bukan karena pihak ketiga di kota Tangerang gak mungkin seperti ini. Betul
gak ?
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
450
T : Yang jelas apa yang kita inginkan.
J : Betul. Sangat dominan. Suka atau tidak suka pak penglewat silakan ya
dominannya itu adalah pihak swasta atau pemerintah? Gak mungkin kan
pemerintah bisa membangun semewah itu kan? Iya..
T : Selanjutnya Pak. Terus gimana?
J : Silakan Pak silakan.
T : Pak, peran LSM seperti bapak tadi mengatakan ini pertanyaan sangat
menarik yang bapak katakan. Terus adakah suara-suara bapak, yang bapak
sumbangkan atau bapak sarankan kepada penasehat-penasehat disekitar
ee.. katakanlah gubernur dan (tidak jelas)
J : Kebetulan pak, ee.. untuk persoalan anggaran daerah APBD, kalau saya
tidak menyuarakan maka Banten tidak ada suara APBD seperti persis
sekarang saya berhenti mengkritisi APBD Banten tahun 2011, saya berhenti
mengkritisi APBD Banten pada tahun 2011. Jadi seluruh SK APBD yang
ada di Banten tahun 2010, 2011 sudah saya rubah sedemikian rupa agar
anggaran itu adalah lebih kepada Banten selatan, termasuk adalah
anggaran di kota tangerang. Anggaran di kota Tangerang adalah saya
masuk langsung, gitu kan, saya bikin konsepnya, saya bikin analisisnya,
saya bikin analisis tren selama 5 tahun umpamanya tahun 2008 sampai
tahun 2013 itu saya bikin, tren APBD seperti apa, termasuk dinas
pendidikan. Sudah berapa banyak selama 5 tahun dia bikin infrastruktur
fisik, sudah berapa menghabiskan biaya, itu saya berikan kepada walikota,
pendidikan, infrastruktur jalan segala macam, saya bikin trennya itu, bahwa
anda sudah menghabiskan uang selama 5 tahun ini hasilnya apa? Saya
mengkritik adalah langsung kepada rohnya atau kepada apa?
T : Pengambil kebJakan.
J : Pengambil kebJakan, itu yang saya bikin selalu analisa detail analisanya.
T : Kembali ke masalah yang lebih spesifik di SKPD pak. Sebenarnya
penentuan besarnya anggaran di SKPD ini landasannya apa sih pak?
Faktornya apa sih?
J : Iya. Teorinya kan value for money, action efektif ekonomis. Money follow
function. Uang harus sangat-sangat berfungsi kepada persoalan itu. SKPD
seluruh yang ada di kota tangerang, bukan kepada fungsi SKPDnya, kepada
fungsi berapa anda punya program proyek. Yang saya katakana tadi ditakar
oleh Bapeda plaform anggaran tadi itu. Bukan kepada pelaksanaan fungsi
dianya. Kalau dia punya 10 proyek tapi alokasi anggarannya hanyalah
cukup untuk 5 proyek, 5 program ya sudah 5 program. Lalu kalau kita bikin
skala legal 5 tahun dia sampai gak kalo dibutuhkan 10 pendidikan harus
selesai sampai 5 tahun.
T : Non sense itu semua. Mustahil.
J : Betul.
T : Berarti tetap down pak ya? Apa..
J : Iya benar sekali. Kita maaf, kalau kita bicara statistik, kita harus punya
data yang harus selesai. Kita harus punya disiplin. Pokoknya 10 proyek, ini
harus selesai dalam jangka 5 tahun. Yang harus diselamatkan ketika bicara
di bidang kesehatan. Dari 6000 orang sakit maka 5 tahun ini adalah tidak
ada
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
451
6000 itu yang sakit lagi. Atau sakit kronis menjadi dekronis. Gitu. Iya, lah
kan harus begitu pak.
T : Biar ada peningkatan.
J : Iya.
T : Nah, selanjutnya pak, lebih ke dalam lagi mengenai kualitas dan kuantitas
SDM yang ada di dinas pak, yang di SKPD tadi terutama di pendidikan,
kesehatan dan arsip daerah. Diluar kepalanya, selama ini kualitas dan
kuantitasnya seperti apa mungkin yang bapak tahu berhubungan dengan
fisik?
J : Kalau kuantitasnya dulu aja pak ya, terlalu banyak. Gemuk weh.
T : Kegemukan pak ya.
J : Maaf kalau saya bicara sama Pak Wahidin ya, Walikotanya. Pak ini 52%
gajinya, udah dong kurangin saya tanya gitu. Gini aja besar banget.
Kualitasnya tidak menjamin akan seperti apa yang dibutuhkan oleh SKP.
T : Tidak sesuai pak. Tidak berbanding lurus dengan kuantitas.
J : Iya benar. Tidak berbanding lurus, saya setuju.
T : Kemudian manajemen kerjanya, di manage masing-masing itu
mekanismenya seperti apa pak?
J : Yang saya sesalkan orang bicara reformasi, birokrasi, patron clean ya,
patron menu. Adalah lebih kepada benar-benar adalah bukan seperti tadi,
adalah bukan kepada bagaimana tertantang setiap SKPD. Patronnya itu
sudah di gugat sedemikian rupa, bahwa seluruh SKPD seluruh Indonesia ini
yang memang punya patron. Ya. Karena pemerintahan kerjanya sudah ada
struktur, sudah ada .. apa namanya tabel?
T : SOP.
J : Adalah lebih kepada pada bukan kepada persoalan itu, lebih kepada patron
saja. Udah kalalu memang patronnya begini ya begini aja. Itu kan budaya
orde baru kan? Orde reformasi harus udah ilang yang kaya gitu kan? Gitu
lho.
T : Tidak mau berubah ya pak ya?
J : Iya reformasi birokrasi gimana sih?
T : Begitu sentralnya kepala daerah kalau seperti itu pak ya?
J : Pak sejamnya pak wahidin memang sangat panjang sekali. Kan kalau
birokrasi, reformasi birokrasi kan mudah, memudahkan pelayanan,
menyederhanakan pelayanan, sederhana dan kualitas.
T : Kemudian, kalau faktor-faktor internal yang dominan pak dalam
mengembangkan manajemen kerja di SKPD itu faktornya apa aja saya
tanya?
J : Yang sangat dominan?
T : Iya yang diperlukan.
J : Dominannya di apanya pak?
T : Di manajemen kerja ee.. berarti di bawahnya kepala pak.
J : Teknisnya ya? Teknis manajemennya yang sangat dominan mempengaruhi
adalah SKPD. Maksud saya kepala dinas. Maksud saya kepala dinas.
Karena kepala dinas ini adalah psikologisnya, kepala dinas ini
psikologisnya adalah dia sudah sangat terpengaruh stigma, stigmanya
terpengaruh kepada pimpinan. Sehingga anak buah hebat bikin proposal,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
452
anak buah hebat bikin perencanaan, anak buah hebat bikin inovasi, ketika
terbentur dengan kepala dinas ke atas, yaaahh. Mentok.
T : Iya iya baik. Kemudian, yang kalau mengenai sarana dan prasarana yang
ada di SKPD selama ini ee.. menurut bapak apakah sudah sangat mumpuni,
atau sangat cukup atau masih ada yang perlu ditingkatkan?
J : Ini juga pada akhirnya yang Pak Wahidin sadar sesadarnya sebagai
Walikota Tangerang, sarana prasarana yang ada saya katakan waktu itu
bukan dengan kompetensi dan kemampuan (tidak jelas) yang berkualitas itu
akhirnya satu tahun terakhir pak wahidin baru sadar. Kalau gitu, sarana
dan prasarana ini mubazir jadinya, mubazir, mubazir. Saya bilang begini,
kebetulan saya membina Lebak tahun 2006 sampai tahun 2007, saya
katakan begini, kalau Lebak dia butuh mobil daya jelajah karena berbukit
dan berpegunungan, kalau kota Tangerang pakai sepeda pakai becak
nyampe karena daerahnya tidak berbukit berpegunungan. Artinya adalah
sarana prasarana kendaraan tidak harus terlalu mewah.
T : Iya.
J : Oh aturan begini. Aturan mengatakan tapi efisiensi kebJakan kepala daerah
adalah tidak boleh memanjakan SKPD tersebut. Sarana Prasarana yang
ada di kota Tangerang sangat mewah pak. Sangat mewah. Gak ada yang
tidak punya mobil dinas. Mobil dinas. Gak ada yang tidak punya motor,
kendaraan roda dua maksud saya.
T : Dan itu semua mendukung kinerja pak?
J : Sangat mendukung, kalau untuk kinerja sangat sarana prasarana itu
mendukung. Persoalannya sejauh mana efektif kendaraan itu bisa
digunakan, komputer itu bisa digunakan smart komputer itu bisa digunakan
seperti apa. Iya kan? Kalau bicara kompetensi jangan-jangan Ibnu Jandi ini
tidak ngerti komputer tapi komputernya ada ya tidak bergerak ini komputer.
T : Tidak bermanfaat kan?
J : Ya artinya begitu. Banyak, banyak sampai saya marah kan. Kenapa marah?
Kendaraan dinas plat merah dibikin plat item. Ini malah gak (tidak jelas)
gitu.
T : Ya betul pak. Memang yang saya tahu itu banyak mobil-mobil dinas itu
digandakan nomernya pak.
J : Iya. Saya bilang ini mana pernah. Saya bilang gitu. Pak kalau maen suruh
datang ke kantor kalau mau maen ke saya bawa (tidak jelas) nya ya ke
kantor. Saya bilang, ini sudah seperti peternakan kendara, peternakan
mobil saya bilang gitu. Ini terlalu banyak gitu kan. Maaf sebentar, disitulah
perbedaan yang saya rasakan.
T : Kalau yang prasarana yang berhubungan dengan teknologi informasi pak,
yang mendukung?
J : Saya yang sangat marah tentang masalah IT ini. Saya minta bahwa kita, eh
sebentar, yang tadi itu pak wahidin sadar, pada akhirnya dia berani
mensaving tahun 2013 ini adalah (tidak jelas) saving sampai 700 milyar
lakukan. Makanya tahun 2012 dJor sampai 700 milyar. Ketika saya
katakana tadi itu. Dan saya minta alat teknologi. Bapak alat teknologi di
bidang apa, IT bukan?
T : Iya.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
453
J : IT. Komputer katakan atau apa namanya internet misalnya. Ini kebutuhan
untuk publik atau kebutuhan untuk?
T : Dinas pak.
J : Kalau ke dinas sudah sangat cukup. Tidak ada yang tidak punya. Sangat
cukup dia. Yang tidak cukup adalah ketika saya minta di lingkungan ini
lingkungan perkantoran dan pendidikan pak.
T : Umum berarti ini pak? Fasilitas umum ya. Umum ya?
J : Betul. Saya minta ditaro wifi disini. Termasuk di Masjid Al A‟zhom. Bapak
lihat setiap malam minggu, itu ramai banget jadi wisata malam di masjid Al
A‟zhom itu di lingkungan Puspen. Minta wifi disitu, karena kita punya yang
hampir, hampir 1 trilyun itu tidak bisa dikelola. Kita punya saving banyak
banget pak. Artinya adalah pelayanan publik tidak harus semata kepada
fisikly. Hubungan pada persoalan informasi, teknologi, internet itupun juga
adalah menjadi kebutuhan masyarakat, itu terobosan. Sampai sekarang
engga pak.
T : kembali ke pertanyaan e…disini pak, e…pertanyaaan adalah bagaimana
kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD yang kita tanyakan tadi yaitu
pendidikan, kesehatan, dan arsip daerah kalau diukur dengan indikator
kinerja yang ada yang telah ditetapkan?
J : (batuk) kebetulan untuk pelayanan kesehatan pemda pernah kerjasama
pemda kota tangerang pernah kerjasama dengan 32 rumah sakit yang ada
di kota tangerang besar maupun kecil, swasta,
T : Betul
J : karena kita belum punya rumah sakit umum, dan rumah sakit umum
sekarang sedang dikerjakan di gudang TNI, dan sekarang pun juga 200
milyar, dan sekarang pun juga adalah ada persoalan disana, dan bulan juni
kemarin, pemda kota tangerang defisit kerja sama itu hampir 50 milyar
pak bulan juni, sehingga punya hutang dengan 32 lembaga pelayanan
kesehatan itu, baik rumah sakit dan sebagainya itu hampir 50 milyar pak,
bulan juni,
T : setengah tahun
J : apa bisa dibayangin ketika tanya bagaimana program ini direncanakan
kayak tadi, itu buktinya
T : berarti perencanaanya ya ya ya ya
J : bulan juni sudah defisit, bayangkan pak bulan agustus itu punya hutang
hampir 50 milyar, itu buktinya, dan itu di stop oleh Pak Wahidin Halim
T : kesehatan ya pak kesehatan ya
J : kita kan bisa membedakan siapa yang nakal, kesehatan gratis yang dJamin
oleh pemda, pendidikan kan, tadi kesehatan sekarang pendidikan,
pendidikan saya katakan itu, sudah bisa ga pendidikan ini digratiskan,
karena kita punya uang banyak, SD, SMP, SMA, ayo kita gratiskan, kita
ditunjang oleh BOS dan segala macam, ayo kita gratiskan, pendidikan,
kesehatan, terus Arsip, arsip kalau arsip kembali kayak tadi, gunakan
perangkat teknologi, disana minim sekali, bapak silahkan kasih, kasihan
disana pak, antara ada dan tiada, antara ada dan tiada
T : pakai lagu nih
J : perkataannya ada, Arsip daerah ada, ada
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
454
T : kalau diberikan budget yang lumayan besar katakanlah, tapi kalau tidak
digunakan secara e..maksimal, mungkin juga bermasalah juga buat arsip
sendiri
J : itu, itu bisa dJadikan alasan, alasan yang paling utama adalah dia tidak
ngerti apa fungsinya arsip, ya pertanyaaannya ada, alasan yang paling
utama apa itu arsip, padahal itu kekayaan sejarah,yang bisa merekam
sejarah, yang bisa mengakuntabilitas sejarah, yang bisa menginformasikan
kepada turun temurun, dia belum mengerti berapa hebatnya kekayaan arsip
itu, ya itu dia, nah makanya Manajemen Arsip guru Jakarta turun gitu,
karena dulu saya pernah dididik masalah arsip, karena dulu pernah dididik
masalah persoalan apa namanya arsip dididik barang dan jasa
T : mudah- mudahan nanti jadi bahan pertimbangan untuk arsip nasional?
J : betul pak, iya pak giliran arsip glek kan
T : Baik Pak, selanjutnya nih, Faktor apa yang bisa menentukan pengaruh
J : Faktor yang paling terasa dominan adalah (tidak jelas) loyalitas bukan
produktivitas,sekali lagi loyalitas bukan produktivitas, dituntut oleh
produktivitas, itu orang terangsang adrenalinnya kerja-kerja
T : terpacu pak
J : terpacu
T : sebenarnya solusi antisipatifnya apa pak kalau faktor penghambatnya
seperti itu?
J : reward and punishment itu adalah perlu pak, sehingga punya perlombaan,
sehingga perlu punya kebJakan, transparansi oleh pemimpin top
managernya yaitu kepala daerah, transparannya, berikan kompetensi,kalau
di Jakarta lelang jabatan
T : kalau disini lelang jabatan udah pak?
J : kagak ada pak pak itu saya bilang, suka dan tidak suka kan
T : persaingan pak, Baik itu tadi rangkaian bagian kedua yang ada di kita
J : diminum dulu dong,
T : bapak dulu, bapak istirahat dulu
J : saya mah gampang,saya tuan rumah
e…yang ketiga ini mengenai pola arah pengembangan organisasi itu
sendiri, yang pertama yang ingin kami dapat jawabannya adalah
bagaimana kapabilitas adaptasi dari masing-masing ini SKPD terutama
terkait dengan struktur terhadap tugas pokok dinamika perubahan ini,
kapabilitas adaptasinya seperti apa pak?
J : pertama harus dilakukan,yaitu yang harus dilakukan oleh seluruh
pemerintahan daerah khususnya kota tangerang, itu harus melakukan
evaluasi dalam rapat kerja,seluruh SKPD harus mampu melakukan evaluasi
dalam rapat kerja, bukan rapat mingguan atau rapat bulanan, seluruh
SKPD harus mampu melakukan evaluasi dalam rapat kerja, bukan rapat
minggu membuat efektivitas SKPD, yang kedua adalah monitoring dan
evaluasi atau monev, itu benar-benar pada persoalan detail di setiap
jenjang jabatan dalam SKPD, mana yang produktif, mana yang boros dan
segala macam, itu ada di Raker Pak, bohong kalau bapak punya
pertanyaan, itu hanya dJawabnya adalah pada masalah retorika, bekerja
pada aturan semua mati, bekerja yang proporsional dan professional, yang
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
455
professional dan proporsional, di seluruh organisasi juga dan itu harus
dilakukan pak dengan cara seperti itu
T : terkait dengan kemampuan e…SKPD ini dalam apa mengikuti perubahan
dinamika lingkungan, atau yang diharapkan oleh lingkungan itu seperti apa
pak? Sepertinya kalau bapak yang jelaskan di awal tadi semua sudah ada
seperti ada Top Ground, kemampuan yang mungkin kurang maksimal dari
SKPD ini dalam menanggapi kebutuhan yang berkembang di lingkungan?
J : Seperti yang katakan tadi seluruh SKPD di Indonesia ini kalau bekerja
dengan peraturan mati Pak, yang kita butuhkan adalah apa yang
dibutuhkan lingkungan ini, kalau bekerja sesuai peraturan semuanya mati,
kalau bekerja sesuai lingkungan semuanya mati, itulah peraturan, itulah
hukum, bukan SKPD yang menentukan kebutuhannya, bukan SKPD yang
menentukan kebutuhannya, bukan SKPD yang menentukan kebutuhannya,
lingkungan itu yang harus diikuti, mereka bikin jalan becek sebelah sana,
lingkungan itu yang harus diikuti pak,kebutuhan lingkungan kan, jangan
lingkungan SKPD, sebanyak-banyaknya proyek, lingkungan masyarakat
antara rekam jajak yang harus tercatat dengan data, itu kan maksudnya
lingkungan, jangan dibalik pak, lingkungan SKPD, ya itu ,masyarakat
mengikuti lingkungan SKPD, dibalik pak lingkungan masyarakat yang harus
diamini oleh SKPD, sekarang dibalik, bagaimana SKPD, bagaimana SKPD,
di samping sehingga itu menjadi lingkungan sehingga terbalik, SKPD
pengin jalan
T : sebenarnya faktornya apa yang mengahambat jadi terbalik ini adaptasinya?
J : faktor yang paling terasa adalah kuatnya fresor politik dari kepentingan
anggota dewan, disamping kepala daerah saat dia reses, ketika dia minta
proyek, pilitik sehingga hasil muselinbang adalah data lingkungan, adalah
data yang tidak dapat diajak berbicara, yang berbicara anggota dewan, itu
yang paling kerasa
T : padahal suara dewan adalah suara rakyat
J : Ketika dia meminta proyek, itu yang paling kerasa, kan dia bagian dari
representasikan, kalau dia reses, rese itu harusnya suplemen atau hasil
muselinbang ditambah dengan hasil reses, kebalik pak hasil muselinbang
dikalahkan dengan hasil reses, sehingga sebentar tahun 2006 kita
menemukan hampir 49 milyar, itu adalah program siluman
T : Tahun berapa Pak?
J : Tahun 2006
T : selama lima tahun
J : satu tahun kemarin, dan sampai sekarang Pak Wahidin tidak berani lagi, di
kabupaten tangerang itu terjadi, saya kebetulan tenaga ahli di kabupaten
tangerang,dan saya pernah jadi tenaga ahli di DKI, dan pertanyaan dari
bapak ini, ini semua kejadian pak, dari pertanyaan pertama semua kejadian
pak
T : Kemudian e…untuk pengembangan organisasi SKPD pemerintah daerah ini
perannanya seperti apa pak, keterlibatannya seperti apa, seperti SEKDA
dan jajarannya Pemerintah daerah keterlibatannya separti apa?
keterlibatannya seperti apa?
J : Saya setuju Pak, harusnya pemilik oraganisasi ini SEDA ke bawah,
kebJakan besar makro, pemilik organisasi ini sekda pak, adalah
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
456
dominasinya adalah kepala daerah, ketika SEKDA meminta organisasi ini
tidak terlalu gemuk dan segala macam, umpamanya, dia kalah dengan
kepala daerah, ketika SEKDA tidak terlalu gemuk dan segala macam,
T : karena SEKDA jabatan karir ya pak
karena merasa kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat
J : Itu yang salah pak, itu yang salah, karena politik yang paling kuat adalah
politik birokrasi, siapapun yang menjadi kepala daerah harus bergandeng
dengan SEKDA, Anda menjadi kepala daerah, urusan SDM,urusan
organisasi harus konsultasikan pada saya, nah pemilik organisasi dia
gimana sih
T : tapi di Tangerang itu ada ga seperti yang Bapak katakan?
J : Justru itu yang saya sesalkan, ya presiden, kepala daerah kan datang dan
pergi
T : tadi kan SEKDA, kalau perannya DPRD itu bagaimana?
J : Peran DPRD ini adalah dia sok tahu, dia sok tahu, dia adalah orang yang
ga tahu tapi sok tahu, tapi lebih keapada permainan politiknya, bukan
organisasinya, tapi SKPD lebih sangat diwarnai oleh keapla daerah, dewan
sangat kecil perannya, untuk pengembangan organisasi SKPD di Kota
Tangerang,
T : dia datang dan pergi,ada giliran dari partai begini
SKPD ada peningkatan kapabilitas, adakah upaya-upaya yang mungkin
bapak sudah lihat dari usaha SKPD itu sendiri dari peningkatan kepala
SKPD nya?
J : setahu saya pak untuk bimbingan teknis atau in house training, bimbingan
teknis namanya, setiap tahun itu ada, bukan peningkatan bintek, ndilalah
tapi hanya sekedar seremonial, bintek yang penting saya hadir maka yang
saya kirim adalah anda, jadi hadir di bintek in house training itu sudah
T : apakah itu sudah membudaya
J : Itu sudah membudaya, karena salah satunya adalah pemberi materi,
kebetulan saya salah satu pemateri, ketika saya maka kepala dinas TU, saya
marah, kebetulan saya salah salah pemateri
T : kalau upaya yang dilakukan untuk pengembangan SDM di bawah tingkatan
SKPD sendiri bagaimana Pak? Apakah rutin atau ada yang menggantikan?
J : kalau di internalnya jarang, kalau sekolah itu adalah, itu makro ya, kecuali
ada diskusi-diskusi
T : Bagaimana upaya untuk meningkatkan program dan anggaran di masing-
masing SKPD?
J : Jadi trendnya begini Pak, trend itu adalah, saya kan suka bilang begini,
Pencapaian program kalau sepuluh program dia sampai akhitr tahun bisa
mencapai sepuluh program ga? pencapaian program dia bisa mencapai
sepuluh program ga? Ndilalahnya adalah banyak yang tidak mencapai
sepuluh program, makanya ada perencanaan awal dan perencanaan akhir,
perencaan awal ada sepuluh program perencanaan akhir ada sepuluh
program terealisasi ga? Paling delapan puluh persen, sehingga bagaimana
anggaran, kita jangan bicara kualitas, sekarang bicara kualitas program,
kualitas program jarang sekali dilihat, tapi adalah penyelesaian
programnya saja, anggaran ini pada akhirnya,anggaran ini akhirnya bukan
pada (tidak jelas), kita jangan bicara kualitas deh, karena di Lebak saya
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
457
bicara sepeti itu, sudah jangan bicara kualitas, kita bicara penyelesaiannya
dulu, di Lebak saya ini sedang terjadi di Banten, Banten kalau SEKDA nya
handal, tidak butuh kepala daerahnya bodoh atua pintar, Lebak dan
Pandeglang, kebetulan sekarang saya sedang menangani Pandeglang
T : Kemudian bagaimana upaya yang terbaik untuk memperbaiki dan
meningkatkan manajemen kerja dari SKPD?
J : Yang pertama adalah good will dari kepala daerah, Yang kedua adalah
approach management, sentuhan management dia, bukan pada pendekatan,
jangan pendekatan struktural, pendekatan manajerial saja, jadi Jangan
upaya sentuhan manusiawi seorang manager, yang ketiganya sama,jangan
merasa dia sebagai kepala dinas, tadi pendekatan struktural, pendekatan
kinerja, itu pak perbaikannya
T : Ini kan kalau dari kepala daerah ke kepala SKPD, dari tingkatnya yang di
bawah SKPD, kadang budaya kerjanya, atau mindsetnya belum bisa
mengikuti
J : Cara mengubah lebih keapda etos kerja, ini yang sering adalah tidak
digunakan, merubah dia budaya malas menjadi tidak malas,kan
pengangguran terselubung itu pak, bapak kan orang PNS sudah diajarkan
semua
T : pertanyaan selanjutnya, Faktor-faktor yang mempengaruhi ke depannya
untuk meningkatkan kualitas, harapan bapak secara prediktif kinerja SKPD
seperti apa?
J : kita butuh SEKDA yang handal, kita ga butuh kepala daerahnya siapa? sel
dia adalah asisten, dan dia pandai, dan dia hebat, seperti Banten, tidak
butuh Gubernurnya bodoh atau pintar, Sekda adalah pengendali organizer
teknis managerial, tidak peduli Presidennya siapa?kita butuh Setneg yang
kuat
T : Selama ini di Tangerang?
J : tidak, itu kepalanya saja saya marahin, SEKDA yang kemudian diharapkan
itu ditujuk sendiri, loyalitasnya?
J : ini kan pertanyaan ideal kita sepakati ini organisasi pemerintahan,
ketidaksepakatannya adalah,tetap kita benahi adalah SETDA, dia kan
Baperjakat, dan memang berhubungan langsung, di beberapa instansi ada
wawancara juga, Baperjakatnya lemah, bagian kepegawaiannya adalah
sekretarisnya
T : baik pak kita sudah menyelesaikan tiga tahap, tinggal satu tahap lagi, ada
tujuh pertanyaan, berhubungan dengan kefektifan kerja, bagaimana
keterlibatan berbagai komponen pemerintah dalam proses pembentukan
struktur organisasi kepala daerah dari raperda hingga ditetapkan menjadi
perda?
J : Di seluruh SKPD di semua institusi itu yang saya lihat N A nya pak, naskah
Akademiknya lemah sekali, ketika ini lemah, ndilalalhnya tu poksinya
dinas,contoh pak DISBUDPAR, dia marah-marahnya minta ampun, selama
anda tentang kesenian tidak masuk dalam RPJMB,anda tidak akan dapat
anggaran,tarohan sama saya,seluruhnya terlibat,tapi ketika itu jadi,ini yang
paling bahaya pak,bener gak, job description itu sudah dibikin sedemikian
rupa, lemahnya minta ampun,dinas akademik itu dJabarkan pak
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
458
T : bagaimana proses pemantauan dari pimpinan daerah dan DPRD dalam
kinerja SKPD?
J : kalah pak, malah bisa dipengaruhi,apa yang kita inginkan,ketika itu SKPD
melawan,berarti kemampuan untuk melawan punya,artinya SKPD belum
tentu produktif,dia sadar tahu SKPDnya,kita ga masuk dalam RPJMB,kita
ga bisa ngapa-ngapain, terus Bapak lihat televisi Banten,ada ga SKPD
ketika Cisadanenya sedimentasinya pengendapannya kuat?,padahal SKPD
sudah mengatakan itu
T : Bagaimana pemgambilan keputusan penggunaan prosedur dalam
menggunakan prosedur terlibat apakah semua terlibat?kalau terlibat
keterlibatannya seperti apa?
J : adalah punya jenjang etika,di luar dari adalah pengambil
keputusannya,ketika mereka adalah diskusi,tentang besok dinas kebersihan
menyelesaikan persoalan rumah sakit umum daerah, sekarang sedang ada
masalah,karena pengawas dari, PPPK adalah berbenturan,padahal mereka
diajak semua,semua sudah keluar dari rel itu,ada nanti ketika eksekusinya
pengawasan sekarang , sekarang seolah-olah ada diskresi sementara yang
paling lemah,tidak ada risalah,tidak ada referensi,yang pasti ada paraf,
rumah sakit umum daerah sedang bermasalah sekarang,
T : Berdasarkan apa pak pengambilan keputusan itu?
J : lebih kepada penekanan jabatan
T : pelayanan dalam memperbaiki kondisi?
J : paling contoh paling gampang 32 rumah sakit untuk pelayanan kesehatan,
bulan juni adalah sudah dihentikan, bulan agustus sudah dihentikan, tolong
itu diaudit ulang,kita peran sertanya dari masyarakat adalah aktif, jangan
sampai pelayanan dJadikan korban
T : Bagaimana pemerintah daerah merespon dari masyarakat?
J : dia buktikan umpanya adalah ternyata pendidikan tidak jalan apa namnya
buku-buku, di internalnyamereka adalah mengumpulkan seluruh kepala
dinas yang bersentuhan dengan masyarakat lebih berkualitasnya adalah
jangan abai
T : itu artinya pemerintah daerah responnya cukup baik?
J : ya
T : relasi antar program masing-masing SKPD dari walikota apakah berjalan
sangat baik tadi hubungannya dari LSM atau tokoh masyarakat?
J : sangat tidak realistis, ini SD berapa pak? 4 dan 5 karena ini akan dibongkar
oleh Tangerang City,artinya adalah ketika ini tidak realistis,kenapa harus
mengorbankan dunia pendidikan, kenapa harus mengedepankan dunia
bisnis,gue lebih memilih dunia pendidikan, korbankan tangerang city,ini
salah satu yang kami pertahankan,akhirnya SKPDnya dunia pendidikan ada
hubungannya dengan masyarakat,dia akhirnya bikin
diperbanyak,selokannya diperluas segala macam, kalau bisa SD itu
dJadikan pemanis
T : Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat,
dalam meningkatkan kinerja SKPD tadi?
J : terus terang saja selama sepuluh tahun terakhir sangat buruk, mengadakan
hering aja ga?hiring apapun ga?kecuali saya bikin inisiatif sendiri,
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
459
termasuk membuat PERDA inisiaitf aja ga,DPRD yang buruk,jarang
melibatkan masyarakat
T : hearing sendiri tidak dilakukan?
J : sangat tidak dilakukan
T : Baik Terima kasih Banyak, rangkaian pertanyaan sudah kita selsesaikan
J : mudah-mudahan nyambung ni
T : Insya ALLAH Pak, kita ada rekaman dan Insya ALLAH akan buat dalam
bentuk transkip, dan sebagai puncaknya kita akan bikin forum Grup
Diskusi, tanggal 14 november minggu depan, di Rumah Makan Pondok
Selera di ajalan apa itu?
J : Dimiyati
T : karena kita juga mengundang Kepala Dinas Pendidikan, hampir semua
kepala dinas kita undang, kemudian anggota DPRd dari Komisi I, kita juga
rencana akan mengundang Pak Wahidin Halim dan SEKDA
J : Pak Hari Mulya Zein,yang kalau yang sekarang kan Pak Rahmansyah,
minta nama sama e-mail
T : bisa ditulis disini pak? Siap saya dulu atau…bisa tulis disini pak? untuk
surat tugas kami,kami mohon kesediaanya,untuk menandatangani,kalau
kami sudah mewawancarai
J : tanggal sudah ada, cukup ini saja, nama bapak?
T : wahyuli
J : pak robby saya ingin ikut organisasi
J : boleh bapak dengan senang hati saya sangat menunggu tu senang sekali
pak kalau mau izin Sholat dimana ya Pak,belum sholat ashar
T : ada,ada
J : ada masjid disana
disini saja deh, tanggung ini sudah jam berapa takut ini Ya ALLAH
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
343
Universitas Indonesia
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Adisasmita, Rahardjo.2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
_________________. 2010. Pembangunan Kota Optimum, Efisien & Mandiri
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ahmadi, Rulam. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Albrow, Martin. 2007. (Terj. M. Rusli dan Totok Daryanto). Birokrasi. Yogyakarta:
Tiara
Wacana Alderfer, Harold F. 1964. Local Government In Developing Countries.New-
York: McGraw-Hill.
Amstrong, Michael and Angela Baron. 2005. Managing Performance. London: The
Chartered Institute of Personnel and Development.
Anderson, James E. Public Policy Making. New-York: Holt Richard and Winston
Banfield, Edward C.1974. The Unheavenly City Revisited. Boston: Little Brown and
Company.
Beckhard, Rikhard. 1969 Organization Development: Strategies and Models.
Massachusetts: Addison-Wesley.
Birkland, Thomas A.2001. An Introduction to The Policy Process. New-York: M.E.
Sharpe.
Bungin, Burhan.2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
________________. 2007 Penelitian Kualitatif Komunikasi , Ekonomi, Kebijakan
Publik Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2007.
Burns, Danny, Robin Hambleton and Paul Hogett. 1994. The Politics of
Decentralization. London: The MacMillan Limited.
Carlson, Randal. 1999. “Creating Technology Policy: A Systematic Model”
NASSP Bulletin, Sage Publish.
Checkland, Peter. 1990. Systems Thinking, Systems Practice: Includes a 30-year
restrospective. Chichester England: John Wiley & Son, 1990.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
344
Universitas Indonesia
_________________. and Jim Scholes.1990. Soft Systems Methodology in Action.
Chichester England: John Wiley & Son Ltd.
_________________. and John Poulter. 2006. Learning for Action. A Short Definitive of
Soft Systems Methodology and its use for Practitioners, Teachers and Students.
Chichester England: John Wiley & Son Ltd.
Cheema, G. Shabbir and Dennis A. Rondinelli (Ed.). 2007. Decentralizing Governance,
Emerging Concepts and Practices. Washington D.C: Brooking Institution
Press.
Cohen, John M and Stephen B. Peterson. 1999. Administrative Decentralization.
Connecticut: Kumarian Press.
Correa, Charles. 1989. The New Landscape. Urbanisation in the Third World.
Singapore: Oversea Printing Supplies, Ltd.
Creswell, John W. 1994. Research Design. New-York: Sage Publishing.
Daniels, P.W. (Ed.). 1991. Services and Metropolitan Development. New-York:
Routledge.
Danim, Sudarwan. 2005. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Denzin, Norman K. And Yvonna S. 2005 Lincoln. Qualitative Research. 3th
Edition London: Sage Publish.
Djohan, Djohermansyah. 2003. Kebijakan Otonomi Daerah. Jakarta: Yarsif
Watampone.
Doucet, Clive. 2007. Urban Meltdown. Cities, Climate Change and Politics as Usual.
British Columbia: New Society Publishers.
Dua, Mikhael. 2007. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah Analitis, Dinamis dan
Dialektis.Yogyakarta: Ledalero
Dunn, William N. (Penyunt: Muhadjir Darwin). 1999. Analisis Kebijakan Publik.
Ed..kedua, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, .
Duranti, Alessandro. 2005. “On Theories and Models.” Discourse Studies. Sage
Publish.
Dwiyanto, Agus, dkk. 2003a. “Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah,”
Yogyakarta: PSKK UGM
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
345
Universitas Indonesia
Dwiyanto, Agus, dkk. 2003b. Teladan dan Pantangan Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: PSKK UGM
Dwiyanto, Agus 2007. Apakah kepercayaan publik masih menjadi modal sosial
kita?Analisis terhadap data Government Assessment Survey 2006, Makalah
Seminar Bulanan PSKK UGM
Dwiyanto, Agus, dkk. 2007b. “Kinerja Tata Pemerintahan Daerah,” Yogyakarta:
PSKKUGM.
Dye, Thomas R. 2002. Understanding Public Policy. London: Prentice Hall.
Easton, David. 1953. The Political System. New-York: Knopf.
Ellitan, Lena dan Lina Anatan. 2009. Manajemen Inovasi Transformasi Menuju
Organisasi Kelas Dunia. Bandung: Alfabeta.
Emzir. 2011. Analisis Data. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.RajaGrafindo
Persada.
Esterberg, Kristin G. 2002. Qualitative Methods in Social Research. New-York:
McGraw-Hill.
Fodor, Eben.1999. Better Not Bigger. How to Take Control of Urban Growth and
Improve Your Community. British Columbia: New Society Publishers.
Forrester, Jay W. 1999. Urban Dynamics. Massachusetts: MIT Press.
Frederickson, H. George. 1998. New Public Administration. Alabama: the University
of Alabama Press.
Freire, Mila and Richard Stren (Ed).2001. The Challenge of Urban Government.
Policies and Practices. Washington, D.C: The World Bank Institute.
The Liang Gie. 1958. Pemerintahan Kota Djakarta. Jakarta : Kotapradja Djakarta
Raja.
Grava, Sigurd.2004. Urban Transportation Systems. New-Jersey: McGrawhill.
Grindle, Merilee S. 2007. Going Local, Decentralization, Democration, and the
Promise of Good Governance. New-Jersey: Princeton University Press.
Guba, Egon G. and Yvonna S. Lincoln.1994. “Competing Paradigms in Qualitative
Research, “ dalam Norman K. Denzim and Yvonna S. Lincoln (eds). Handbook of
Qualitative Research. California: Sage Publish.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
346
Universitas Indonesia
Hatch, Mary Jo. 1997. Organization Theory. Modern Symbolic and Postmodern
Perspectives. New-York: Oxford Press.
Healey, Patsy. 2007. Urban Complexity and Spatial Strategies. Towards a Relational
Planning for Our Ttimes. New-York: Routledge.
Hein, Carola and Philippe Pelletier. 2006. Cities, Autonomy, and Decentralization in
Japan. New-York: Routledge.
Hendratno, Edie Toet.2009. Negara Kesatuan, Desentralisasi, dan Federalisme.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Henry, Nicholas, 1975. Public Administration and Public Affairs. New-Jersey:
Prentice Hall.
Howlett, Michael and M. Ramesh.1995. Studying Public Policy: Policy Cycles and
Policy Subsystems, New-York: Oxford Press.
Hussein, Bhenyamin. 2005. “Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Provinsi dan Kabupaten/Kota.”Makalah dalam Semiloka Evaluasi Kebijakan
Dana Dekonsentrasi, Departemen Keuangan RI, Jakarta 2-3 Juni 2005.
________________.2007. “Pemerintahan Umum Dalam Konteks Hubungan Pusat
dan Daerah.” Makalah dalam Seminar Nasional MIPI dan APPSI Jakarta,
24 Februari 2007.
_________________.2007. “Hubungan Antara Pusat dan Daerah.”Makalah dalam
Forum Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan
HAM, Surabaya, 14-16 Mei 2007.
_________________.2007. “Arah Kebijakan Pembangunan Hukum Di Bidang
Penyelenggaraan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ( Hubungan Kewenangan
Antara Pusat Dan Daerah).” Makalah dalam Seminar Badan Pembinaan
Hukum Nasional, Jakarta 29 – 31 Mei 2007.
__________________.2007. ”Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah dan
Daerah Otonom.” Makalah dalam Seminar Nasional, Departemen Ilmu
Administrasi FISIP-UI, Depok 22 November 2007.
___________________.2008. “Format Dekonsentrasi Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah di Indonesia. “Makalah dalam Lokakarya Nasional MIPI
dan APPSI, Jakarta, 28 Maret 2008.
Marsono. 2005. Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri, Jakarta : CV Eko Jaya.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
347
Universitas Indonesia
Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial.Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif.Jakarta: Penerbit Erlangga.
Jeddawi, Murtir. 2008. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Total
Media.
Jones, Charles O. 1977. An Introduction to the Study of Public Policy.California:
Wadsworth Publishing Company.
Kaho, Josef Riwu.2002. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kasim, Azhar. 1993. Pengukuran Efektivitas Dalam Organisasi.Jakarta: PAU Ilmu-
ilmu Sosial Universitas Indonesia.
Kast and Rosenzweig. 1984. Organization and Management: A System and
Contingency Approach. Fourth Edition. New-York: McGraw-Hill.
Kementerian Dalam Negeri.2011. Naskah Akademik Usulan Perubahan UU
No.32/2004.
Kennedy, Jay and Cherryl Schauder.1998. Records Management: a Guide to Corporate
Record Keeping. Melbourne: Addison Wesley Longman, 1998.
Khisty, C. Jotin. 1995. “Soft Systems Methodology As Learning And Management
Tool.” Journal of Urban Planning and Development. Vol.121, No.3 September.
Kolb, Bonita M. 2006. Tourism Marketing for Cities and Towns Using Branding and
Events to Attract Tourists.Massachusetts: Heinemann Publish.
Konig, Thomas. 2005. “The Unit of Analysis, the Nature of Policy Spaces and the
Model Approach.” Journal of Theoritical Politics..
Lawrence, Paul R. dan Jay W. Lorsch. 1967 Organization and Environment. Boston:
Harvard University.
Longworth, Norman. 2006. Learning Cities, Learning Regions, Learning Communities.
New-York: Routledge.
Lubis, Hari dan Martani Huseini.2009 Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Makro
Jakarta: PAU - UI.
Lundgren, Terry D. dan Carol A. 1989. Lundgren. Records Management in the
Computer Age. Boston: Kent Publishing.
Maani, Kambiz E. 2000. System Thinking Modelling. New-Zealand, Person Companies.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
348
Universitas Indonesia
Maksum, Irfan Ridwan. 2007. Desentralisasi Dalam Pengelolaan Air Irigasi Tersier.
Disertasi tidak dipublikasikan. Depok; Universitas Indonesia.
March, James G. and Johan P. Olsen. 1984. The New Institutionalism: Organizational
Factors in Political Life. The American Political Science Review, Vol.78, No.3
Sep, 1984.
Mardalis. 2002. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi
Aksara.
Massie, Joseph L.1987. Essentials of Management. Fourth Edition. New-Jersey:
Prentice Hall.
Miller, William L, Malcolm Dickson and Gerry Stoker. Model of Local Governance,
Public Opinion and Political Theory in Britain. London: Palgrave, MacMillan.
Ming, Zhang (Ed.). 2010. Competitiveness and Growth in Brazilian Cities. Washington:
World Bank.
Moleong, Lexy, J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Morphet, Janice. 2008. Modern Local Government. California: Sage Publication Inc.
Muslimin, Amrah. 1960. Ikhtisar Perkembangan Otonomi Daerah 1903-1958 Jakarta:
Penerbit Jambatan.
Mustopadidjaja, AR. 1992. Studi Kebijakan: Perkembangan dan Penerapannya
Dalam Rangka Administrasi dan Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-
UI.
Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Rosda.
Nas, Peter J.M (Ed). 2005. Directors of Urban Change in Asia. New-York: Routledge.
Nasution. 1988. Metode Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
Nasution, Faisal Akbar. 2009. Pemerintahan Daerah dan Sumber-sumber Pendapatan
Asli Daerah. Jakarta: Sofmedia.
Neal, Peter. 2003. Urban Villages and The Making of Communities. New-York: Spon
Press.
Nee, Victor. 2003. New Institutionalism in Economic and Sociology. Princetown
University Press.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
349
Universitas Indonesia
Neuman, Lawrence W. 2000. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches, Boston: Allyn and Bacon,
Parsons, Wayne. (Terj: Tri Wibowo). 2008. Public Policy: Pengantar Teori dan
Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana.
Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. LKiS, Yogyakarta
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat
Daerah Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Pide, Andi Mustari. 1999. Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad
XXI. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Podger, Owen, et.al 2002. Beberapa Gagasan Dalam Penyelenggaraan Otonomi
Daerah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Porter, Michael E. 2007. Dynamic Governance. Embedding Culture, Capabilities and
Change in Singapore. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd
Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian.
2012. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Prasojo, Eko, Irfan Ridwan Maksum dan Teguh Kurniawan. 2006. Desentralisasi &
Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural,
Jakarta: FISIP-UI.
Priyatno, Makhdum. Rekonstruksi Meritokrasi Dalam Penempatan Pejabat di Negara
Kesatuan Republik Indonesia. FISIP - UI. Disertasi tidak dipublikasikan,
Pudji, Dwi Untoro. 2007. Pelaksanaan Pelimpahan Kewenangan Di Provinsi Daerah
Khusus Ibu Kota Jakarta. Disertasi tidak dipublikasikan. Depok: Universitas
Indonesia.
Rae, Douglas W. 2003. City, Urbanism and Its End. Virginia: Yale University.
Rist, Ray C. 1995. Policy Evaluation: Linking Theory to Practice. Vermont: Edward
Elgar Publishing.
Rue, Leslie W. & Lloyd L. Byars.2003 Management: Skills and Application, New-
York: McGraw-Hill.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
350
Universitas Indonesia
Sadyohutomo, Mulyono.2009. Manajemen Kota dan Wilayah. Realita & Tantangan.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Salomo, Roy Valiant. 2006. Scenario Planning Reformasi Administrasi Pemerintah
Subnasional Di Indonesia: Sebuah Grand Strategy Menuju Tahun 2025. Disertasi
tidak dipublikasikan. Depok: Universitas Indonesia.
Schwartz, Candy and Peter Hernon.1993. Records Management and the Library Issues
and Practices. New-Jersey: Ablex Publish.
Scott, Richard W. 2001. Institutions and Organizations. London: Sage, 2001, 2nd
Edition.
Scott, Richard W.2001. “The adolescence of institutional Theory”. Administrative
Science Quarterly, 32 (4),
Sevilla, Consuela G, et.al ( terj. Alimuddin Tuwu ). 1993. Pengantar Metode
Penelitian. Jakarta: UI Press.
Shinichi Ichimura and Roy Bahl.2009. Decentralizing Policies In Asian Development.
New-Jersey: World Scientific Publishing.
Singarimbun, Masri & Sofian Effendi, (Ed.). 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta:
LP3ES.
Situmorang, Sodjuangon. 2002. Model Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah,Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Disertasi tidak Dipublikasikan.
Depok : Universitas Indonesia.
Smith, Brian C. 1967. Field Administration: An Aspect of Decentralization. London:
Routledge and Kegan Paul.
Soetriono dan SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.
Yogyakarta: Penerbit Andi
Steers, Richard M. 1977. Effectivitas Organisasi. (Terj: Magdalena Jamin). Jakarta:
LPPM.
Stevenson, Deborah. 2003. Cities and Urban Cultures. Philadelphia: McGraw Hill.
Stoker, Gerry. 1991. The Politics of Local Government. 2nd
edition. London: The
MacMillan Ltd
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
351
Universitas Indonesia
Strauss, Anselm and Juliet Corbin. 2007. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Prosedur,
Teknik dan Teori Grounded. (Penyadur Djunaidi Ghony). Surabaya: PT Bina
Ilmu.
Supriyono, Bambang. 2007. Pembangunan Institusi Pemerintahan Daerah Dalam
Penyediaan Prasarana Perkitaan di Kota Malang. Disertasi tidak dipublikasikan.
Jakarta: FISIP-UI.
Surianingrat, Bayu.1981. Desentralisasi dan Dekonsentrasi Pemerintahan di Indonesia
Suatu Analisa. Jakarta: Dewaruci Press.
Suryana, Nana. (ed) 1992.. Sejarah Kabupaten Tangerang. Tangerang : Pemerintah
Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang bekerjasama dengan Lembaga Penelitian
Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNIS Tangerang.
Susiloadi, Priyanto. 2007. “Konsep dan Isu Desentralisasi Dalam Manajemen
Pemerintahan di Indonesia.”Dalam Spirit Publik Volume 3 Nomor 2 Oktober
2007.
Syafiie, Inu Kencana, Djamaludin Tanjung dan Supardan Modeong. 1999. Ilmu
Adminiistrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.
Treisman, Daniel. 2007. The Architecture of Government. Rethinking Political
Decentralization. New-York: Cambridge University Press.
Uha, Ismail Nawawi. 2010. Budaya Organisasi Kepemimpinan & Kinerja. Jakarta:
Kencana.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sinar
Grafika, 2008.
Utomo, Warsito. 2009. Administrasi Publik Baru Indonesia. Perubahan Paradigma
dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Vredenbregt, J. 1980. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia.
Wallace, Patricia E, Jo Ann dan Schbert Dexter. 1992. Records Management:
Integrated Information Systems New-Jersey: Prentice Hall.
Warwick, Jon. 2008. “A Case Study Using Soft Systems Methodology in the Evolution
of a Mathematics Module.” TMME. Vol. 5 No. 2 & 3, pp. 269-290.
Wibawa, Samodra, et.al.1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: RajaGrafindo
Persada.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.
352
Universitas Indonesia
Widodo, Joko. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi, Analisis
Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.
Yaumi, Muhammad dan Damopolii, Mulyono. 2014 Action Research. Teori, Model
dan Aplikasi. Jakarta: Kencana
Yunus, Hadi Sabari. 2008. Manajemen Kota, Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Zoltan J.ACS. 2002. Innovation and the Growth of Cities. Massachusetts: Edward Elgar
Publishing Ltd.
Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.