universitas indonesia analisis pembentukan

478

Click here to load reader

Upload: truongbao

Post on 12-Jan-2017

664 views

Category:

Documents


198 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

i

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI

PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG

PROVINSI BANTEN

( Studi Kasus Kelembagaan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan

dan Kantor Arsip Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi )

DISERTASI

MUSTARI IRAWAN

NPM. 0706312651

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

KEKHUSUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

DEPOK, JULI 2015

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI

PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG

PROVINSI BANTEN

( Studi Kasus Kelembagaan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan

dan Kantor Arsip Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi )

DISERTASI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Doktor dalam Ilmu Administrasi

MUSTARI IRAWAN

NPM. 0706312651

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM PASCASARJANA DEPARTEMEN ILMU

ADMINISTRASI KEKHUSUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

DEPOK, JULI 2015

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

iii

PERSEMBAHAN

: Untuk kedua orang tua penulis

Sebagai kenangan kepada Istri yang setia ( almh ) Lily Tifa

Untuk Istriku dan Putra terkasih Endah Sri Lestari dan Muh. Fahrianda Mufti

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri.

Semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Mustari Irawan

NPM : 0706312651

Tanda tangan :

Tanggal : 13 Juli 2015

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

v

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM PASCA SARJANA

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING DISERTASI

Nama Peserta : Mustari Irawan

NPM : 0706312651

Judul : ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI

PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG PROVINSI

BANTEN (Studi Kasus Kelembagaan Dinas Pendidikan, Dinas

Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi)

MENYETUJUI

PROMOTOR : Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si ............. ...............

KO-PROMOTOR : Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si . ...........................

MENGETAHUI KETUA PROGRAM

Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

vi

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

PROGRAM PASCA SARJANA

LEMBAR PENGESAHAN

Disertasi ini diajukan oleh :

Nama : Mustari Irawan

NPM : 0706312651

Program Studi : Ilmu Administrasi

Judul : ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI

PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

(Studi Kasus Kelembagaan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor

Arsip Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi)

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian

persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu

Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

KETUA : Dr. Arie Setiabudi Soesilo, MSc ............................

PROMOTOR : Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si ............................

KO-PROMOTOR : Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, M.Si ............................

Tim Penguji : Dr. Roy Valiant Salomo, M. Soc. Sc ............................

: Prof. Dr. Martani Huseini, MBA ................. ...........

: Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag.rer.public ............................

: Dr. Lisman Manurung, M.Si ............................

: Dr. Sodjuangon Situmorang, M.Si ............................

: Dr. Makhdum Priyatno, MA ............................

Ditetapkan di : Depok

Pada tanggal : 13 Juli 2015

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya

yang telah diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan disertasi ini.

Penulisan disertasi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar

Doktor dalam bidang Ilmu Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Indonesia.

Penyelesaian disertasi ini tidak lepas dari berbagai tantangan dan kendala

sepanjang masa studi yang sudah ditempuh. Banyak masalah dan kesulitan dihadapi oleh

penulis dalam menyelesaikan disertasi ini. Dalam perjalanan intelektual yang bergerak

dinamis selama penyelesaian disertasi ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan,

konsultasi, bimbingan dan dorongan sehingga mampu membangkitkan dan menumbuhkan

kembali gairah dan semangat Penulis untuk dapat menyelesaikan disertasi ini di dalam

masa studi yang ada dengan segala keterbatasan. Pada kesempatan ini, penulis ingin

menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Arie Setiabudi Soesilo , MSc, selaku Dekan FISIP-UI yang telah memberikan

kesempatan dan waktu yang panjang untuk masa studi di FISIP-UI;

2. Dr. Roy V. Salomo, M.Soc.Sc selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi FISIP-UI

merangkap penguji yang dengan penuh kearifan mengajukan pertanyaan-pertanyaan;

3. Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, MSi selaku promotor dan juga Ketua Program Studi

Pasca Sarjana Departemen Ilmu Administrasi yang telah memotivasi, dan memberikan

ilmunya kepada penulis yang sangat bernilai dan bermanfaat dalam penyelesaian

disertasi ini. Kesabaran beliau dalam memberikan kesempatan untuk bimbingan dan

konsultasi kepada Penulis merupakan perhatian yang tidak ternilai harganya;

4. Prof. Dr. Amy Yayuk Sri Rahayu, MSi selaku kopromotor yang telah memberikan

bimbingan dan arahan yang teliti terhadap perbaikan disertasi terutama yang

berkenaan dengan SSM;

5. Seluruh para Penguji: Prof. Dr. Martani Husaeni, MBA, Prof. Dr. Eko Prasojo.

Mag.rer.public, Dr. Lisman Manurung, M.Si, Dr. Sojuangon Situmorang dan Dr.

Makhdum Priyatno, MA yang telah memberikan masukan yang sangat berarti untuk

perbaikan disertasi ini dan juga dalam mengajukan pertanyaan – pertanyaan dalam

sidang disertasi.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

viii

6. Prof. Dr. Soedarsono Hardjosoekarto, MA yang pada awal penulisan proposal

penelitian selaku kopromotor yang telah memberikan ilmu dan pemahaman tentang

Soft System Methodology (SSM);

7. Drs. Djoko Utomo, MA kepala Arsip Nasional RI (ANRI) periode tahun 2004-2009

dan M. Asichin, SH, M.Hum kepala ANRI periode tahun 2010-2013,

yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk melanjutkan pendidikan S3

di Universitas Indonesia;

8. Rekan-rekan kerja Penulis, Sekretaris Utama Ibu Gina, para Deputi Ibu Dini, Pak Andi

dan Pak Taufik, terima kasih sudah memberikan keleluasaan waktu kepada Penulis

dalam menyelesaikan disertasi di tengah-tengah kesibukan kerja;

9. Saudara Ali Mahmudi beserta teman-teman yang sudah membantu dalam proses

wawancara dan pengolahan data, terutama dalam diskusi intens membahas SSM yang

tidak mudah;

10. Saudara Agus Santoso, Agung, Affan, dan Rini yang telah membantu menyelesaikan

disertasi ini serta mitra kerja para Direktur di lingkungan Deputi Konservasi.

11. Rekan-rekan satu kelas angkatan 2007/2008 dalam menempuh pendidikan doktor di

Bidang Ilmu Administrasi, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah

mendorong dan memberikan semangat kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan

disertasi ini.

12. Disertasi ini juga merupakan dedikasi Penulis kepada kedua orang tua tercinta yang

sudah tiada yaitu Bapak (alm) R. Machmoer dan Ibu (almh) S. Markonih dan juga

penunaian janji kepada istri penulis yang wafat karena tragedi kecelakaan di Cisarua

pada tanggal 10 Februari 2012.

13. Segenap keluarga terutama istri tercinta Endah Sri Lestari yang telah membangkitkan

kembali motivasi untuk menyelesaikan Studi Program Doktoral ini dan juga kepada

putera Penulis ananda Muh. Fahrianda Mufti yang menjadi ilham dan penyala

semangat dalam menyelesaikan studi ini.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

ix

Akhir kata, sekali lagi penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih disertai doa

semoga Allah SWT memberikan ganjaran kebaikan yang berlipat ganda atas berbagai

dukungan dan bantuan yang penulis terima. Disertasi ini sekaligus membuka ruang bagi

kemungkinan penelitian lanjutan sehingga dapat mengisi kelemahan yang belum dibahas

secara tuntas. Mohon maaf atas segala kekurangan yang ada dan semoga disertasi ini

membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan bagi kita semua. Amin ya robbal alamin.

Depok, 13 Juli 2015

Mustari Irawan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

x

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Civitas Academica Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Mustari Irawan

NPM : 0706312651

Program Studi : Ilmu Administrasi

Kekhususan : Ilmu Administrasi Publik

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jenis Karya : Disertasi

demi pengembangngan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas

Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive royalty-free right) atas karya

ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KOTA

TANGERANG PROVINSI BANTEN ( Studi Kasus Kelembagaan Dinas Pendidikan, Dinas

Kesehatan, dan Kantor Arsip Daerah Dalam Perspektif Desentralisasi )

Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmediakan format, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan

nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya dan penuh rasa tanggung jawab.

Dibuat di : Jakarta

Pada tanggal :13 Juni 2015

Yang menyatakan,

Mustari Irawan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

xi

ABSTRAK

Nama : Mustari Irawan

Program Studi : Ilmu Administrasi

Judul : Analisis Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah

Kota Tangerang Provinsi Banten ( Studi Kasus Kelembagaan

Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah

Dalam Perspektif Desentralisasi )

Masalah desentralisasi di Indonesia berkaitan dengan pengalihan urusan ke daerah yang

dimaknai dan diwujudkan dalam pembentukan organisasi perangkat daerah melalui regulasi

lokal. Organisasi perangkat daerah yang dibentuk belum sepenuhnya mengakomodir prinsip

dan karakter desentralisasi. Sebagai kota periphery dari Jakarta, kota Tangerang dijadikan

sebagai city example. Organisasi Perangkat Daerah dianalisis dengan mengadopsi konsep

hirarkhi proses kebijakan dari Broomley, berfokus pada analisis tiga level pelembagaan

regulasi, regulasi nasional pada level makro, regulasi daerah pada level meso dan mikro. Soft

Systems Methodology (SSM) digunakan sebagai analisis metodologi karena bersifat holistic

serta pendekatan kualitatif dengan sumber data melalui wawancara terhadap beberapa key

informant.

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa pada level makro, analisis penataan ulang

pembentukan organisasi perangkat daerah mengisyaratkan perlunya merevisi Undang-Undang

tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah terkait muatan tentang kelembagaan

organisasi perangkat daerah dengan mempertimbangkan kebutuhan Kota. Pada level meso,

penerapan desentralisasi dilakukan dengan mengubah Peraturan Daerah sesuai dengan UU

dan PP; pada level mikro-1, organisasi efektif dapat terbentuk apabila SKPD mampu bersifat

adaptif, pimpinan yang memiliki kapabilitas dan kapasitas kompetensi dan manajemen kerja

yang didukung SDM aparatur. Pada level mikro-2, peningkatan efektifitas organisasi dapat

terbentuk apabila dilaksanakan optimalisasi struktur, tugas pokok dan fungsi organisasi yang

adaptif terhadap kebutuhan lingkungan.

Rekomendasi level makro adalah revisi dan pengesahan UU dan PP tentang Pembentukan

Organisasi Perangkat Daerah; pada level meso Peraturan Daerah tentang SKPD segera

disusun dan diformulasikan agar organisasi perangkat daerah dapat terbentuk sesuai dengan

prinsip desentralisasi; pada level mikro-1, pengembangan struktur, tugas pokok dan fungsi

secara organisasional dilakukan agar organisasi perangkat daerah dapat adaptif dengan

dinamika perubahan; pada level mikro-2, dilakukan melalui penyusunan struktur, tugas

pokok dan fungsi berdasarkan pada konsep local governance.

Kata kunci: desentralisasi, otonomi daerah, local governance, organisasi perangkat daerah,

institutional, makro, meso dan mikro.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

xii

ABSTRACT

Name : Mustari Irawan

Study Program : Administrative Science

Title : Analysis on the Formation of Local Government

Organization in Tangerang City, Banten Province

(Institutional Case Study at Local Education and Health Agencies and

Archives Office on Decentralized Perspective)

The problem of decentralization in Indonesia is related to transfer of control to local

government. This has been implemented by the formation of local government organization

under various forms of local regulations. However, this formation has not yet in line with the

principles and characteristics of decentralization. As the peripheral city, Tangerang was

considered as a city example. The organization of local government was analyzed by adopting

the Broomley’s hierarchy concept of policy process. It focused on three levels of institutional

regulation, namely national regulation on macro level, and local regulation on mezzo and

micro levels. Soft Systems Methodology (SSM) was used as the methodology analysis for its

holistic nature. Qualitative method with data source from interviews of some key informant

was also employed in this research.

The research concluded that on macro level, the analysis of reconstructing the organization

formation indicated that it is required to revise the Law on Local Government and the

Government Regulation on Organization of Local Government in accordance with the needs

of the city. On mezzo level, the implementation of decentralized system can be employed

efficiently by revising Local Regulations in accordance with the Law and the Government

Regulation; on micro-1 level, an effective formation of organization shall be formed when the

local government is adaptive and that the senior officers in that organization obtain good

capability and capacity. Moreover, they ought to develop work management which will be

supported by their staffs. On micro-2 level, the effectiveness of organization shall be achieved

when the structures, tasks and functions of organization is optimal and adaptive towards the

environment.

The recommendation of macro level is that there is a need of revising and stipulating of the

Law and Government Regulation on the Formation of Local Government Organization; on

mezzo level, it is concluded that the Local Regulation on the Local Government Organization

needs to drafted and formulated so that it can be utilized in accordance with the principles of

decentralization; on micro-1 level, the structures, tasks and functions development needs to

organized so that it will be adaptive towards the dynamic changes; on micro-2 level, there is a

need of revising structures, tasks, and functions that are based on the local governance

concept.

Keywords: decentralization, local autonomy, local governance, local government

organization, institutional, macro, mezzo and micro.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

xiii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

PERSEMBAHAN ............................................................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................. iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING DISERTASI ............................. v

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ vi

KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.............................................. x

ABSTRAK ......................................................................................................... xi

DAFTAR ISI ..................................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL............................................................................................... xvii

DAFTAR SKEMA DAN GAMBAR ........................................................... xviii

BAB 1: PENDAHULUAN............................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 2

1.2 Problematika Penelitian Secara Konseptual ............................................. 11

1.3 Problematika Penelitian Secara Faktual…................................................ 13

1.4 Rumusan Masalah..................................................................................... 15

1.5 Pernyataan Penelitian ............................................................................... 22

1.6 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 22

1.7 Signifikansi Penelitian.............................................................................. 24

1.8 Pembatasan Penelitian ............................................................................. 24

1.9 Soft System Methodology sebagai Pendekatan Penelitian...................... 26

BAB 2: KERANGKA TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA...................... 28

2.1 Konsep dan Teori Administrasi Publik……………................................. 28

2.2 Pergeseran Kearah Good dan Dynamic Governance …........................... 40

2.3 Konsep Desentralisasi pada Pemerintahan Daerah................................. 48

2.4 Kebijakan dan Penerapan Desentralisasi................................................. 65

2.5 Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Pemerintahan Kota..................... 75

2.6 Tinjauan Organisasi Perangkat Daerah dan Tantangannya..................... 90

2.6.1 Pengembangan Organisasional .................................................... 91

2.6.2 Efektifitas dan Efisiensi Organisasional.......................................... 93

2.6.3 Konsep Kelembagaan/ Institusional................................................ 99

2.6.4 Efektifitas Kinerja Organisasi Perangkat Daerah .......................... 102

2.7. Hasil Penelitian Terdahulu dan Rasionalitas Pendekatan SSM ........... 104

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

xiv Universitas Indonesia

BAB 3: METODE PENELITIAN .................................................................. 114

3.1. Paradigma Penelitian ............................................................................... 114

3.2. Desain Penelitian .................................................................................... 115

3.3. Situasi Sosial dan Penentuan Partisipan penelitian................................. 120

3.4. Metode Pengumpulan Data dan Verifikasinya........................................ 121

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data......................................................... 121

3.5. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 126

3.5.1. Prosedur Pengolahan Data ......................................................... 126

3.5.2. Analisis Data Kualitatif ............................................................. 127

3.5.3 Sifat Analisis Soft Systems Methodology.................................... 128

BAB 4: FAKTUALITAS KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN

PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG………………. 136

4.1 Faktualitas Desentralisasi Dalam Pembentukan Organisasi Perangkat

Daerah ………………………….………………………………………. 137

4.1.1 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Tentang

Pemerintahan Daerah Sebagai Regulasi Makro ............................. 137

4.1.2 Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota Tentang

Pembentukan OPD Sebagai Regulasi Meso dan Mikro ................. 143

4.2. Kewilayahan, Infrastruktur dan Perkembangan Sosial Ekonomi

Kota Tangerang …………………………………………………......… 148

4.3 Pengorganisasian Perangkat Daerah Kota Tangerang ........................... 161

4.4 Kinerja Umum Perangkat Kota Tangerang Menyelenggarakan Urusan.. 163

4.5 Satuan Kerja Tiga Urusan Sebagai Bidang Kajian: Pendidikan,

Kesehatan dan Kearsipan……………………………………………….. 172

4.5.1 Urusan Pendidikan .......................................................................... 173

4.5.2 Urusan Kesehatan ............................................................................ 176

4.5.3 Urusan Kearsipan ........................................................................... 179

4.6 Rangkuman Kondisi Problematika Faktual.............................................. 182

BAB 5: PENGUNGKAPAN SITUASI PROBLEMATIK........................ 184

5.1. Analisis Satu : Intervensi...................................................................... 184

5.2. Analisis Dua : Sosial ............................................................................ 186

5.2.1. Roles atau peran pada Level Makro ......................................... 188

5.2.2 Roles atau peran pada Level Meso ........................................... 189

5.2.3 Roles atau peran pada Level Mikro ........................................... 190

5.3. Analisis Tiga : Politik .......................................................................... 192

5.3.1. The Disposition of Power ....................................................... 192

5.3.2 The Nature of Power ................................................................ 194

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

xv Universitas Indonesia

5.4. Rich Picture........................................................................................... 195

5.4.1. Level Makro ............................................................................. 197

5.4.2 Level Meso ............................................................................. 213

5.4.3 Level Mikro ............................................................................ 228

BAB 6: ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI

PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG .................... 242

6.1 Root Definitions (RDS) of Relevant Purposeful Activity Systems........ 242

6.1.1. Root Definitions Penelitian........................................................ 244

6.1.2 Root Definition Satu pada Level Makro…………………..... 245

6.1.3 Root Definition Dua Pada Level Meso………………............. 248

6.1.4. Root Definition Tiga Pada Level Mikro-1............................... 250

6.1.5 Root Definition Empat Pada Level Mikro-2……………........ 253

6.2 Conceptual Models of the Systems Named

in the Root Definition …….................................................................. 255

6.2.1. Kegiatan Sistem 1: Merevisi Pasal Tentang Desentralisasi

dalam Regulasi Nasional Mengenai Pemerintahan Daerah…. 258

6.2.2 Kegiatan Sistem 2: Efektivitas Kelembagaan Organisasi

Perangkat Daerah …………………………………………...... 261

6.2.3 Kegiatan Sistem 3: Optimalisasi Fungsi dan Tugas

Pokok Institusional Perangkat Daerah …………………….... 264

6.2.4 Kegiatan Sistem 4: Peningkatan Efektivitas Kinerja Organisasi

Perangkat Daerah....................................................................... 266

6.3 Perbandingan Sejumlah Model dengan Dunia Nyata

(Comparison of Models And Reality or Real World) dan Perubahan yang

Diinginkan.................................................................................................. 270

6.3.1 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Makro.. 271

6.3.2 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Meso… 292

6.3.3 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro... 300

6.3.4. Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro-1 309

6.3.5 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro-2 313

6.4 Hasil Analisis .......................................................................................... 323

6.4.1 Dasar Regulasi....................................................................... 324

6.4.2 Hasil Analisis Substansi…..................................................... 329

6.4.3 Hasil Analisis Penelitian

(Dual Imperatives)................................................................ 333

6.4.4 Hasil Research Interest 1....................................................... 334

6.4.5 Hasil Research Interest 2............................................................ 336

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

xvi Universitas Indonesia

6.4.6 Hasil Problem Solving 1............................................................. 336

6.4.7 Hasil Problem Solving 2............................................................. 337

BAB 7: PENUTUP........................................................................................... 338

7.1 Kesimpulan................................................................................................ 338

7.2 Saran........................................................................................................... 340

DAFTAR KEPUSTAKAAN............................................................................ 343

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ 354

LAMPIRAN-LAMPIRAN............................................................................ 358

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

xvii Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pencapaian Rata-rata Sasaran Tahun 2013...................................... 14

Tabel 2.1 Model Administrasi Publik............................................................. 36

Tabel 2.2 Nilai, Struktur dan Manajemen dalam Keadilan Sosial ............. 39

Tabel 2.3 Model Normatif Local Governance .............................................. 62

Tabel 2.4 Perbedaan Ciri-ciri Kota dan Bukan Kota ...................................... 80

Tabel 2.5 Perbandingan Substansial Dengan Penelitian Sebelumnya…........ 108

Tabel 2.6 Perbandingan sebagai Riset Berbasis System Thinking & SSM

dengan Penelitian Sebelumnya ………………............................. 110

Tabel 3.1 Unit-Unit yang Diteliti dalam Format Deskriptif kualitatif ….… 117

Tabel 3.2 Jumlah Informant dan Skema Wawancara……………………… 124

Tabel 3.3 Analisis Root Definition Checkland (Analisis Catwoe) ............... 132

Tabel 4.1 Jumlah Kendaraan tahun 2011 -2012............................................ 145

Tabel 4.2 Indikator Perumahan (persen) Tahun 2010 – 2012 …………….. 155

Tabel 4.3 Tipe Terminal…………………………………………………….. 157

Tabel 4.4. Angka Partisipasi Kasar………………………………………….. 174

Tabel 4.5. Angka Partisipasi Murni………………………………………….. 174

Tabel 4.6. Peningkatan Pada Sarana Kesehatan Dasar………………….….. 177

Tabel 4.7. Jumlah Kasus Penyakit…………………………….…………….. 178

Tabel 5.1. Perbandingan UU No.32/1999, UU No.32/2004

dan Usulan Peneliti ....................................................................... 209

Tabel 5.2 Pemaknaan Desentralisasi dalam PP 38//2007, PP 41//2007

Dan Pemahaman Peneliti .............................................................. 213

Tabel 6.1 Root Definition Penelitian ............................................................ 244

Tabel 6.2 CATWOE dan 3-E dalam RD-l: Pasal Tentang Desentralisasi dalam

Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Organisasi Perangkat

Daerah ........................................................................................... 245

Tabel 6.3 CATWOE dan 3-E dalam RD-2: Pembentukan Institusional

Organisasi Perangkat Daerah yang efektif ................................... 248

Tabel 6.4 CATWOE dan 3-E dalam RD-3: Optimalisasi Pengembangan Fungsi

dan Tugas Pokok Institusional Organisasi Perangkat Daerah yang

adaptif............................................................................................ 251

Tabel 6.5 CATWOE dan 3-E dalam RD-4: Peningkatan Efektivitas Kinerja

Institusional Organisasi Perangkat Daerah................................... 253

Tabel 6.6. Revisi Pasal Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah ……… 289

Tabel 6.7. Perubahan Peraturan Daerah………........................………….….. 299

Tabel 6.8 Optimalisasi Efektivitas Peranan dan Tupoksi OPD ……......... … 311

Tabel 6.9. Peningkatan Efektivitas Kinerja Kelembagaan OPD ……............ 321

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

xviii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Proses Transformasi Dalam Penggunaan Metodo Sistem Lunak. 119

Gambar 3.2 Kerangka Kerja Metodologi Sistem Lunak……………..…...…. 129

Gambar 4.1 The Policy Process as a Hierarchy .......................................... 147

Gambar 5.1 Rich Picture…………………………........................................ 241

Gambar 6.1 Model Konseptual Sistem 1 ......................................................... 260

Gambar 6.2 Model Konseptual Sistem 2 ......................................................... 263

Gambar 6.3 Model konseptual sistem 3 ....................................................... 265

Gambar 6.4 Model konseptual sistem 4....................................................... 268

Gambar 6.5 Proses Pembuatan Undang-Undang......................................... 281

Gambar 6.6 Proses Usul Inisiatif s.d. Pembahasan RUU................................ 282

Gambar 6.7 Tahapan Kebijakan ..................................................................... 283

Gambar 6.8 Kebijakan Publik Menurut Pendekatan Sistem............................ 284

Gambar 6.9 Alur Pembuatan Peraturan Pemerintah........................................ 287

Gambar 6.10 Alur Penyusunan Peraturan Daerah ........................................... 292

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam Bab 1 ini diuraikan mengenai latar belakang yang menjelaskan

mengenai penerapan kebijakan desentralisasi di negara-negara berkembang. Di

Indonesia, praktik desentralisasi mengalami perubahan mengiringi dibentuknya

pemerintahan demokratis setelah lengsernya Presiden Soeharto di tahun 1998.

Dalam praktik administrasi negara, desentralisasi dipahami sebagai suatu

penguatan pemerintahan subnasional. Desentralisasi dibebani oleh harapan

penyelenggaraan administrasi publik yang lebih baik dari sebelumnya yang

cenderung sentralistis. Penyelenggaraan pemerintahan sentralistis cenderung

melemahkan pemerintahan di daerah.

Sementara itu, desentralisasi dapat dipandang sebagai reformasi yang

dapat mengokohkan perangkat pemerintahan di daerah dalam menjalankan fungsi-

fungsi pemerintahan dan pelayanan-pelayanan publik. Penerapan desentralisasi

bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah

khususnya di perkotaan. Desentralisasi yang diterapkan di Indonesia

memperlihatkan kecenderungan tidak sepenuhnya mampu menguatkan kinerja

pemerintah daerah. Proses politik demokratis sebagai interaksi aktifitas manusia

(interaction of human activity) tidak senantiasa searah dengan tujuan penguatan

desentralisasi itu sendiri.

Dalam Bab ini dibahas pula secara ringkas implikasi konseptual dari

adanya kebijakan desentralisasi serta bagaimana perjalanan penjabaran 26 urusan

terkait dengan pelayanan publik yang tadinya dikelola secara terpusat kemudian

dialihkan ke daerah. Praktik penyelenggaraan pelayanan publik dengan fokus

pada kota Tangerang sebagai salah satu kota yang mengalami dinamika dan

perubahan intensif semenjak era reformasi dijadikan sebagai lokus penelitian.

Adapun cakupan studi kasus ini ialah praktik penjabaran dan pemahaman

terhadap 26 urusan pelayanan publik- yang semula dikelola pemerintah pusat-

kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi,

Kabupaten/Kota dialihkan ke daerah. Problematika pemahaman dan penjabaran

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

2

Universitas Indonesia

bidang-bidang urusan pelayanan tersebut secara terbatas diamati pada dua urusan

wajib yaitu urusan yang terkait dengan pelayanan dasar yakni urusan kesehatan

dan urusan pendidikan, serta satu urusan terkait kebutuhan spesifik yakni

kearsipan sebagai kebutuhan pilihan yang juga merupakan urusan wajib bagi

daerah. Pada Bagian akhir dijelaskan gambaran ringkas dari rasionalitas

penelitian serta rasionalitas pendekatan penelitian yakni Soft Systems Metodology

(SSM). Alasan konseptual untuk memilih lokus studi kasus di kota Tangerang dan

menganalisis proses-proses penerapan desentralisasi dengan pendekatan soft

systems methodology (SSM) dibahas secara ringkas di akhir bab ini.

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan demokrasi di negara berkembang ditandai dengan

dibangunnya model desentralisasi dalam sistem pemerintahan. Desentralisasi

sebagai suatu strategi menuju pendemokratisasian sistem politik dan percepatan

pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat menguatkan konstruksi praktik

administrasi publik di negara-negara berkembang.1 Praktik desentralisasi di

beberapa negara Asia menunjukkan variasi model yang menarik karena memiliki

perkembangan panjang, diawali dengan sistem pemerintahan sentralistik

sebagaimana dikatakan Siedentopf yang dikutip Guzman dan Reforma2. Kedua

pakar mengatakan bahwa praktik desentralisasi di negara berkembang pada

dasarnya memiliki tiga karakter. Ketiga karakteristik tersebut merupakan dampak

dari pengalaman panjang sebagai negara kolonial dan monarki, sehingga proses

desentralisasi di negara-negara dibebani tugas untuk mengejar ketertinggalan

1Strategi desentralisasi merupakan suatu konsep yang secara pelahan diakui sebagai

suatu mekanisme yang akan mendorong demokratisasi sejalan dengan distribusi kekuasaan,

sumber daya dan pelayanan yang secara rasional diberikan bagi kelompok masyarakat atau

komunitas tertentu. Desentralisasi mendemokratisasi sistem politik sehingga akan menjamin

tindakan (kebijakan) pemerintah dalam upaya responsif terhadap kebutuhan rakyat. Lihat Raul P.

de Gusman and Mila A. Reforma. “Decentralization Towards Democratization and Development

in the Asian Pasific Region.” dalam Decentralization Towards Democratization and Development.

(Manila: the Eastern Regional Organization for Public Administration, 1993). hal. 1.

2Ibid, hal.5 sebagai perbandingan lihat juga Shinichi Ichimura and Roy Bahl (Eds).

Decentralization policies in Asian Development. (Singapore: World Scientific Publishing Co ltd,

2009)

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

3

Universitas Indonesia

di era bangsa/negara periode post-colonial. Teori pembangunan tersentralistik

digunakan pada masa antara tahun 1950 dan 1960-an.3

Perhatian terhadap konsep desentralisasi dapat dipahami dalam tiga fase

perkembangan.4 Pada awal tahun 1960-an pendukung desentralisasi memfokuskan

pada penggunaan intervensi untuk membantu negara-negara koloni yang mulai

menuju transisi kemerdekaan, pencapaian keadilan politik dan pemenuhan

tuntutan barang dan jasa publik. Beberapa negara baru merdeka mencoba

mengadopsi model federal dan mempertimbangkan strategi desentralisasi

berkaitan dengan hubungan antara pusat dan kepemerintahan negara bagian.

Kebanyakan negara baru merdeka lainnya mempertimbangkan desentralisasi di

dalam model unitary state (negara kesatuan).

Perkembangan kedua konsep desentralisasi terjadi dari pertengahan

tahun 1970 sampai dengan awal 1980-an. Pemerintah negara-negara baru dan

yang lama merdeka mulai memperkenalkan program dan reformasi desentralisasi

untuk mempromosikan dan melaksanakan pembangunan seperti perbaikan

manajemen dan program dan proyek bantuan luar negeri, distribusi pertumbuhan

ekonomi yang berkeadilan dan penyediaan fasilitas bagi partisipasi masyarakat

dalam proses pembangunan. Konsep desentralisasi pada fase kedua ini, lebih

banyak diarahkan pada negara-negara dengan model negara kesatuan.

Fase terakhir berlangsung sejak pertengahan tahun 1980-an, di mana

negara maju memanfaatkan kondisi yang terstruktur untuk menekan pemerintahan

negara berkembang agar mengadopsi program-program dan reformasi

desentralisasi administratif. Konsep desentralisasi pada fase akhir ini mendorong

munculnya masyarakat madani (civil society), mendukung tumbuhnya institusi

demokratis dan merespons tuntutan etnik, agama dan nasionalisme untuk

pemerintahan sendiri atau otonomi yang lebih besar. Lebih jauh daripada itu,

desentralisasi ini dimaksudkan untuk memfasilitasi produksi dan penyediaan

barang dan pelayanan lebih efisien dan efektif serta menciptakan ekonomi yang

3Contoh praktik desentralisasi di beberapa negara Asia ditunjukkan oleh Jepang, Korea

Selatan, China, Filipina, Malaysia, Thailand, Indonesia, India, Pakistan, Bangladesh, Nepal dan Sri

Langka. Fokus kajian contoh pada dimensi kapabilitas administratif terkait dengan hukum dasar

bagi organisasi, kepemimpinan, struktur, sumberdaya finansial dan personnel. Ibid, hal.27

4Perkembangan konsep desentralisasi dalam perspektif administratif dapat dilihat dalam

Cohen dan Peterson. Administrative Decentralization. Strategis for Developing Countries.

(Connecticut: Kumarian Press, 1999), hal. 1-6.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

4

Universitas Indonesia

berorientasi pada pasar, di mana nantinya sektor publik dimungkinkan untuk dapat

diprivatisasi.

Konsep desentralisasi dalam tiga fase perkembangan ini memperoleh

perhatian para pakar dan pemikir administrasi publik di negara-negara

berkembang. Pada sisi lain konsep desentralisasi bukan tidak menimbulkan

perdebatan terutama berkenaan dengan keuntungan dan kerugian antara

pendekatan sentralisasi dan desentralisasi dalam melaksanakan tugas-tugas publik.

Perdebatan meliputi beberapa topik masalah seperti: tugas pemerintah pusat,

bentuk desentralisasi, tipe desentralisasi dan guidelines untuk merancang

desentralisasi administratif.

Sejalan dengan pemikiran Cohen dan Peterson, Cheema dan Rondinelli5

menyoroti konsep desentralisasi pada kebanyakan negara berkembang. Keduanya

menyatakan bahwa debat tentang konsep desentralisasi berkaitan dengan struktur,

peranan dan fungsi pemerintahan yang difokuskan pada efektifitas kekuasaan dan

kewenangan pusat dalam meningkatkan kemajuan sosial ekonomi dan keuntungan

serta kerugian potensial kewenangan desentralisasi kepada unit administrasi

subnasional, pemerintahan daerah atau lembaga pusat yang ada di daerah lainnya.

Konsep desentralisasi berangkat dari pemahaman bahwa desentralisasi merupakan

“the transfer of authority, responsibility, and resources – through

deconcentration, delegation or devolution – from the center to lower levels of

administration”.6

Pada tahun 1980-an Cheema dan Rondinelli7 melihat pergeseran konsep

dari desentralisasi pemerintahan (government decentralization) ke tata

pemerintahan yang terdesentralisasi (decentralized governance). Perubahan ini

tidak dapat dilepaskan dari perkembangan lingkungan strategik yang berlangsung

dengan cepat: investasi dan perdagangan internasional yang meningkat,

pertumbuhan ekonomi, interaksi sosial dan politik antar negara, inovasi teknologi

yang muncul dengan cepatnya sehingga meningkatkan lingkup dan mengurangi

biaya komunikasi dan transportasi dan mendorong penyebaran pengetahuan dan

5G. Shabbir Cheema and Dennis A. Rondinelli (Eds). Decentralizing Governance:

Emerging Concepts and Practices.( Washington, D.C: Brooking Institution Press, 2007), hal.1

6Ibid

7Ibid, hal. 3

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

5

Universitas Indonesia

informasi yang luas. Kesemua itu telah mengubah persepsi tata pemerintahan dan

fungsi-fungsi yang sesuai dari negara. Konsep tata pemerintahan menjadi meluas

tidak hanya menyangkut pemerintah (government) saja akan tetapi institusi sosial

(societal institutions) lainnya, termasuk sektor privat dan asosiasi sipil.

Tahun 1990-an the United Nations sebagaimana dikutip oleh Cheema dan

Rondinelli8 telah mencoba melakukan rekonseptualisasi terminologi governance

sebagai “the exercise of political, economic and administrative authority in

management of a country’s affairs.” Lebih lanjut the United Nations

mempersepsikan tata pemerintahan (governance) sebagai keseluruhan institusi

dan proses melalui mana pemerintah, organisasi masyarakat madani (civil society)

dan sektor privat saling berinteraksi satu sama lain dalam mengatasi masalah-

masalah publik dan di mana masyarakat mengartikulasikan kepentingan mereka,

memediasi perbedaan dan memperoleh hak sosial, politik dan ekonomi mereka.

Konsep governance dari United Nations ini sejalan dengan pendapat Bhenyamin

Hoessein yang menyatakan bahwa governance lebih mengacu pada persamaan

hubungan antara pemerintah dan warga masyarakat yang dilayani dan

dipertahankan.9

Pergeseran konsep dari local government menuju local governance juga

dikemukakan oleh Miller, Dickson dan Stoker10

. Ketiganya mengatakan bahwa

pergeseran itu merupakan perubahan dan pembangunan institusi. Otoritas lokal

yang terpilih (elected) mengikutsertakan pihak yang luas, badan yang ditunjuk dan

organisasi kemitraan dalam melaksanakan penyediaan layanan lokal, pengambilan

keputusan dan visi-visi yang strategik. Dalam konsep mereka governance

difokuskan pada lingkup pelaku baru yang luas mulai dari dunia bisnis, dari sektor

private yang voluntary dan lebih luas lagi pelaku dari masyarakat.

8Ibid, hal. 6

9Bhenyamin Hoessein. Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan Daerah: Dari

Era Orde Baru ke Era Reformasi. (Jakarta: Departemen Administrasi, FISIP-UI, 2009), hal 136.

Lebih lanjut Hoessein mengemukakan bahwa good governance menunjuk pada proses pengelolaan

pemerintahan melalui keterlibatan stakeholders yang luas dalam bidang-bidang ekonomi, sosial,

dan politik suatu negara dan pendayagunaan sumber-sumber alam, keuangan dan manusia menurut

kepentingan semua pihak dan dalam cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran,

persamaan, efisiensi, transparansi dan akuntablitas.

10

William L Miller, Malcom Dickson and Gerry Stoker. Model of Local Governance.

Public Opinion and Political Theory in Britain. (Palgrave MacMillan, 2007) hal. 11-12

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

6

Universitas Indonesia

Dalam konsep tata pemerintahan yang luas, pemahaman desentralisasi

lebih maju, tidak hanya mencakup transfer of power, authority and resources

within government akan tetapi juga the sharing of authority and resources for

shaping public policy within society. Dalam konsep ini, desentralisasi bermakna

bukan sekedar mentransfer kekuasaan, kewenangan dan sumber daya

pemerintahan, akan tetapi juga bermakna sebagai upaya membagi kewenangan

dan sumber daya untuk membangun kebijakan publik yang melibatkan

masyarakat. Desentralisasi dalam konsep seperti ini menunjukkan adanya

partisipasi dari masyarakat, khususnya dalam membuat kebijakan publik.

Dalam pemahaman konsep yang lebih luas, praktik desentralisasi tata

pemerintahan dapat dikategorikan ke dalam empat bentuk, yaitu: administratif,

politik, fiskal dan ekonomi. Cheema dan Rondinelli mengemukakan ke empat

bentuk tersebut, yang pertama ialah:

- Administratives decentralization includes deconcentration of central

government structures and bureaucracies, delegation of central

government authority and responsibility to semiautonomous agents of

the state, and decentralized cooperation of government agencies

performing similar functions through “twinning”arrangements across

national borders11

.

Sebagai proses desentralisasi administrasi, maka cakupan desentralisasi

termasuk di antaranya adalah dekonsentrasi atau melonggarkan konsentrasi-

konsentrasi di tangan pemerintah pusat. Bersamaan dengan desentralisasi

administrasi publik berlangsung proses desentralisasi demokrasi politik, yang

ditandai terutama oleh dinamika politik di tingkat daerah, termasuk adanya

intensitas konflik sebagai implikasi dari meluasnya peluang partisipasi untuk

masyarakat.

Cheema dan Rondinelli mengatakan sifat-sifat dari desentralisasi politik

sebagai berikut:

- Political decentralization includes organizational and procedures for

increasing citizen participation in selecting political representatives

and in making public policy, changes in the structure of government

11

Cheema and Rondinelli, op.cit, hal.6-7

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

7

Universitas Indonesia

through devolution of powers and authority to local units of

government.12

Bersamaan dengan desentralisasi administrasi publik dan meningkatnya

kesadaran politik sebagai konsekuensi dari dinamika politik, maka perkembangan

yang dianggap sebagai proses desentralisasi politik adalah meningkatnya power

sharing, yang di era pemerintahan sentralistis nyaris jarang terjadi, terutama

dengan meningkatnya partisipasi warga dan kebebasan berserikat. Mengenai

desentralisasi power sharing sebagai implikasi dari desentralisasi oleh Cheema

dan Rondinelli dikatakan sebagai berikut:

“Power sharing institutions within the state through federalisme,

constitutional federations or autonomous regions and institutions and

procedures allowing freedom of association and participation of civil

society organization in public decisionmaking in providing socially

beneficial services, and in mobilizing social and financial resources to

influence political decision making13

.”

Perubahan penting lainnya sebagai proses desentralisasi ialah di sektor

fiskal. Berlangsung perubahan alokasi-alokasi fiskal baik menurut wilayah maupun

menurut tingkat perangkat pemerintahan. Cheema dan Rondinelli mengatakan

sebagai berikut:

“Fiscal decentralization includes the means and mechanisms for

fiscal cooperation in sharing public revenues among all levels of

government for fiscal delegation in public revenue raising and

expenditure allocation, and for fiscal autonomy for state, regional or

local governments14

.”

Sebagai implikasi yang paling strategis dari desentralisasi, yang akan

mendorong pertumbuhan ekonomi menurut kedua pakar tersebut ialah bangkitnya

perekonomian yang merujuk kelembagaan perekonomian dengan rezim pasar.

Dengan bekerjanya sistim ekonomi pasar, maka alokasi sumber-sumber daya

dianggap akan menjadi efisien. Cheema dan Rondinelli mengatakan sebagai

berikut:

12

Ibid 13

Ibid 14

Ibid

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

8

Universitas Indonesia

“Economic decentralization includes market liberalization,

deregulation, privatization of state enterprises and public private

partnership.15

Secara garis besar Cheema and Rondinelli berpendapat bahwa

desentralisasi dapat membantu akselerasi pembangunan ekonomi, meningkatkan

akuntabilitas politik dan mendorong partisipasi publik dalam tata pemerintahan,

dan apabila desentralisasi diterapkan dengan tepat, maka akan memutus sumbatan

birokrasi yang hirarkis dan membantu pegawai daerah dan sektor privat untuk

memotong prosedur yang kompleks, membuat dan melaksanakan keputusan

dengan cepat. Dalam konteks tata pemerintahan yang luas, desentralisasi dianggap

sebagai cara atau jalan untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah, sektor

privat dan organisasi kemasyarakatan, dan memperluas pemberian layanan kepada

masyarakat. Desentralisasi memungkinkan tiga institusi governance, yaitu:

pemerintah, sektor privat dan organisasi masyarakat madani untuk lebih kreatif

dan inovatif dalam merespon kebutuhan masyarakat.

Sebagai kerangka pemikiran yang merujuk kepada kriteria-kriteria

terwujudnya tata-kelola pemerintahan yang baik (good governance)

penyelenggaraan pemerintahan yang baik akan mendorong perubahan yang lebih

pesat di berbagai sektor. Perkembangan itu semakin menegaskan akan kebutuhan

implementasi desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagaimana

dikatakan oleh Prasojo,16

bahwa desentralisasi pada saat sekarang ini telah

menjadi asas penyelenggaraan pemerintahan yang diterima secara universal

dalam berbagai macam format implementasinya di banyak negara, terutama

negara berkembang.

Namun demikian, di tengah semakin mapannya kelembagaan-

kelembagaan politik dan administrasi publik di daerah maka tidak dapat

dikesampingkan berbagai kecenderungan, yang secara teoritis memang tidak

bertentangan dengan tujuan-tujuan desentralisasi, namun menurut beberapa

pengamat sudah tergolong anomali. Pada pemilihan umum tahun 2014 yang lalu,

belum pernah terjadi sebelumnya tingkat keterlibatan warga pada pemilihan

15 Ibid.

16

Eko Prasojo, Desentralisasi & Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal

dan Efisiensi Struktural (Jakarta: Fisip-UI, 2006) hal. 1

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

9

Universitas Indonesia

umum sangat tinggi yakni mencapai 79 %, sedangkan partisipasi politik dengan

banyaknya warga yang mencalonkan diri menjadi calon legislatif di tingkat pusat

(Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah) serta di tingkat

daerah ( DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota) mencapai jumlah jutaan

orang. Sedangkan dalam hal pemekaran daerah, dalam kurun waktu sepuluh

tahun terakhir ini, jumlah perangkat kabapaten/kota meningkat dua kali lipat,

sedangkan dari segi alokasi pembiayaan kegiatan di daerah, sebagian besar

daerah/kota mengalokasikan dana untuk biaya pegawai.

Regulasi yang lebih terarah atas desentralisasi pemerintahan diatur

dengan kebijakan pemerintah Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974, yang

menurut Hoessein lebih menekankan pada efisiensi dalam pelayanan dan

pembangunan. Model ini lebih mengutamakan asas dekonsentrasi daripada

desentralisasi, sehingga mengabaikan demokrasi karena membatasi peran dan

partisipasi lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai lembaga pembuat kebijakan

lokal dan lembaga kontrol. Berakhirnya pemerintahan yang relatif otoritarian

Presiden Soeharto disusul dengan digulirkannya Undang-Undang No. 22 Tahun

1999 sebagai pengganti UU No. 5 Tahun 1974. Undang Undang ini

menitikberatkan kepada model local democracy.

Konsekuensi dari pergeseran ini adalah pengurangan dan pelangsingan

struktur organisasi hirarkhis dan “gemuk” ke model organisasi yang datar dan

langsing. Sehingga hubungan antara kabupaten/kota dan provinsi yang pada

awalnya bersifat dependent dan subordinate menjadi independent dan coordinate.

Distribusi urusan pemerintahan kepada daerah otonom yang semula dianut ultra

vires doctrine dengan merinci urusan pemerintahan yang menjadi kompetensi

daerah otonom diganti dengan general competence yang merinci fungsi

pemerintahan yang menjadi kompetensi pemerintah dan provinsi. Namun UU No.

22 Tahun 1999 disadari mengandung sejumlah kelemahan di antaranya, adalah

timbulnya gejolak ketika pemerintah di tingkat provinsi dengan tingkat

kabupaten/kota sering mengalami ketegangan.

Sebagai perbaikan, diberlakukanlah UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintah pusat dan daerah dengan

melakukan pengaturan distribusi urusan pemerintahan mengalami perubahan yang

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

10

Universitas Indonesia

mendasar, yang ditunjukkan dengan ditetapkannya Peraturan pemerintah Nomor

38 Tahun 2007 yang menetapkan 26 urusan wajib yang harus diselenggarakan

oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota yang

berkaitan dengan pelayanan dasar.17

Di samping urusan wajib, ada 8 urusan

pilihan yang berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai

dengan kondisi karakteristik, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang

bersangkutan dalam rangka pengembangan otonomi daerah.18

Urusan wajib dan

urusan pilihan merupakan desentralisasi fungsi-fungsi penyelenggaraan

pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah otonom provinsi dan kota. Namun

demikian, harapan yang tertuang pada kebijakan-kebijakan di atas justru masih

dalam tanda tanya, apakah serta merta dapat berimplikasi menjadi transformasi

menyeluruh, sehingga penyelenggaraan 26 urusan mencapai taraf yang

dikehendaki, terlebih setelah 7 tahun Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun

2007 digulirkan.

Sebagai studi kasus, dalam Pembentukan organisasi perangkat daerah di

kota Tangerang didasarkan pada Peraturan Daerah kota Tangerang Nomor 1

tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah kota Tangerang. Peraturan

Daerah ini kemudian dijabarkan dalam fornulasi Perda No.3/2008 tentang

Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah, Perda No.4/2008

tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, Perda No.5/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Dinas

Daerah, Perda No.6/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga

Teknis Daerah dan Perda No.7/2008 tentang Organisasi Kecamatan dan

Kelurahan. Tidak jauh berbeda dengan wilayah-wilayah yang lain, masalah yang

17Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.38/2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/

Kota Pasal 2 ayat (1) urusan pemerintahan terdiri dari 31 urusan. Dalam pasal 7 ayat (2) urusan

pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan

daerah kabupaten/kota ada 26 urusan, sedangkan menurut pasal 7 ayat (3) ada 8 urusan pilihan

yang meliputi kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral,

pariwisata, industri, perdagangan dan ketransmigrasian. Penentuan urusan pilihan ini ditentukan

oleh masing-masing pemerintahan daerah sesuai kapabilitas dan kebutuhannya.

18

Dalam UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah digunakan terminologi

urusan pemerintahan bukan kewenangan. Urusan pemerintahan lebih diartikan sebagai bidang

pemerintahan atau sektor atau bagian yang lebih kecil dari bidang atau sektor. Sementara itu,

kewenangan lebih diartikan sebagai hak untuk menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen

yang meliputi pengaturan, pengurusan dan pengawasan atas suatu urusan pemerintahan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

11

Universitas Indonesia

dihadapi oleh organisasi perangkat daerah di kota Tangerang cenderung memiliki

permasalahan terkait dengan efektifitas dan efisiensi kinerja organisasional.

Namun demikian, belum ada indikasi bahwa telah terjadi terobosan yang

signifikan dalam peningkatan kinerja perangkat kota Tangerang untuk hampir

semua urusan (26 urusan) yang sudah dilimpahkan ke daerah sebagaimana

dimaksudkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007.

Problema desentralisasi di negara-negara berkembang (developing

countries) memang telah lama menjadi fokus perhatian para pakar administrasi

negara. Memahami pengamatan para peneliti, maka tidak berlebihan pendapat

Cohen dan Peterson19

yang mengatakan bahwa lebih dari empat dekade, negara-

negara yang baru merdeka masih saja berkutat untuk memformulasikan,

mengadopsi, dan mengimplementasikan program dan reformasi desentralisasi

namun belum menunjukkan kecenderungan yang menggembirakan. Dari latar

belakang ini, diuraikan beberapa problem sebagai symptom desentralisasi yang

dilihat dalam perspektif konseptual dan faktual.

1.2 Problematika Penelitian Secara Konseptual

Masalah krusial dalam desentralisasi sangat berkaitan dengan distribusi

kewenangan dan tugas pemerintah pusat dan lokal. Alokasi kewenangan antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang justru ditentukan dan diawasi

pemerintah pusat, menurut Alderfer20

terletak pada taraf pemerintahan provinsi

dan kabupaten/kota (rural). Sebagaimana dikemukakan di atas, George F.

Frederickson menekankan pentingnya aspek geografi administrasi negara, karena

menurutnya keterlibatan masyarakat lokal adalah faktor kunci dalam memelihara

dan menjaga (pola) desentralisasi. Meskipun demikian, Daniel Treisman21

mengingatkan bahwa bukan semata-mata desentralisasi politis yang dibutuhkan

oleh masyarakat di daerah) tetapi justru efisiensi dan efektiftas administrasi

pemerintahan. Sehingga, meskipun reinventing government juga merefleksikan

19 Cohen and Peterson, op.cit., hal.1-6

20

Ibid, hal. 233.

21

Daniel Treisman. The Architecture of Government, Rethinking Political

Decentralization. (New-York: Cambridge, 2007) hal.11-15.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

12

Universitas Indonesia

perwujudan pemberdayaan peranan lokal (daerah) dalam sistem pemerintahan,

tetapi mengikuti Halligan dan Aulich yang dikutip Hoessein22

, bahwa model

demokrasi lokal berakar pada teori pemerintahan daerah yang dibangun menurut

teori politik, sedangkan model efisiensi struktural berakar pada teori pemerintahan

daerah yang dibangun menurut teori manajemen.23

Akan tetapi meskipun nilai-

nilai desentralisasi sudah dituangkan dalam berbagai kebijakan terkait, mulai dari

Undang-Undang sampai dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota, namun

sejumlah kecenderungan khususnya menyangkut perilaku politik dan perilaku

administrasi tidak mudah dijelaskan oleh konsep kebijakan desentralisasi.

Dengan meminjam konsep pemikiran Bromley,24

penerapan desentralisasi

dapat dipahami sebagai kebijakan publik yang memiliki tiga tingkatan berbeda

berdasarkan pada hirarkhi kebijakan. Pertama, policy level yang direpresentasikan

oleh lembaga legislatif dan yudikatf, kedua organizational level yang diperankan

oleh eksekutif dan ketiga operational level yang diperankan oleh satuan pelaksana

seperti kementerian, lembaga nonkementerian dan pemerintahan daerah.

Melalui pengembangan konsep, pemikiran Bromley diadopsi dalam

disertasi ini melalui modifikasi tahapan hirarkhi regulasi. Pada tahap regulasi yang

bersifat nasional, policy level menyangkut Undang-Undang Tentang

Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintahnya. Tahapan ini dapat

dikategorikan sebagai tingkat makro, karena merupakan regulasi yang menjadi

payung hukum dalam kebijakan desentralisasi. Pada tingkat kedua,

organizational level, merupakan tahapan regulasi pada Pemerintahan Daerah yang

dapat dikategorikan berada pada level meso. Sedangkan operational level

diadopsi sebagai regulasi pemerintahan daerah, peraturan walikota, yang terkait

dengan organisasi perangkat daerah yang dapat dipahami sebagai level mikro.

22Hoessein, op.cit., hal. 92

23

Ibid 24

Daniel W. Bromley. Economic Interests and Institutions. The Conceptual Foundations

of Public Policy. ( New-York: Basil Blackwell ltd, 1989), hal.32-33.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

13

Universitas Indonesia

1.3 Problematika Penelitian Secara Faktual

Regulasi yang ditetapkan sebelum reformasi dan praktik-praktik politik

demokratis pada masa Orde Baru tertuang pada Undang Undang Nomor 5 Tahun

1974, yang menurut Hoessein lebih menekankan pada efisiensi dalam pelayanan

publik dan pembangunan. Menyusul berakhirnya era otoritarian, maka digulirkan

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999. Semangat dari kebijakan ini adalah local

democracy. Konsekuensi dari pergeseran ini adalah pengurangan dan

pelangsingan struktur organisasi hirarkhis dan “gemuk” ke model organisasi yang

datar dan langsing. Sehingga hubungan antara kabupaten/kota dan provinsi yang

pada awalnya bersifat dependent dan subordinate menjadi independent dan

coordinate. Namun UU no 22 Tahun 1999 disadari mengandung sejumlah

kelemahan di antaranya adalah timbulnya gejolak ketika pemerintah di tingkat

provinsi dengan tingkat kabupaten/kotamadya sering mengalami ketegangan.

Sebagai perbaikan, diberlakukanlah UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, kewenangan pemerintah pusat dan Daerah dengan

melakukan pengaturan distribusi urusan pemerintahan mengalami perubahan yang

mendasar, yang ditunjukkan kemudian dengan Peraturan pemerintah Nomor 38

Tahun 2007 menetapkan 26 urusan wajib yang harus diselenggarakan oleh

pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan kabupaten/kota yang berkaitan

dengan pelayanan dasar. Di samping urusan wajib, ada 8 urusan pilihan yang

berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi

karakteristik, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan dalam

rangka pengembangan otonomi daerah. Urusan wajib dan urusan pilihan

merupakan desentralisasi fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahan yang

dilimpahkan kepada daerah otonom provinsi dan kota. Pengalihan 26 urusan ke

tingkat daerah diharapkan sebagai terobosan untuk mengefektifkan pesan

desentralisasi. Sejumlah langkah tentu dilakukan oleh perangkat pemerintah di

daerah untuk merespons kebijakan-kebijakan desentralisasi seperti di atas.

Sebagai lokus studi kasus, Pemerintah Kota Tangerang menuangkan

responsnya pada Peraturan Daerah kota Tangerang Nomor 1 tahun 2008 tentang

Urusan Pemerintahan Daerah kota Tangerang. Peraturan Daerah ini kemudian

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

14

Universitas Indonesia

dijabarkan dalam formulasi Perda No.3/2008 tentang Pembentukan dan Susunan

Organisasi Sekretariat Daerah, Perda No.4/2008 tentang Pembentukan dan

Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Perda

No.5/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Dinas Daerah, Perda No.6/2008

tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah dan Perda

No.7/2008 tentang Organisasi Kecamatan dan Kelurahan. Dapat diduga persoalan

yang dihadapi masing-masing wilayah bervariasi, akan tetapi dalam hal peran-

peran, struktur-struktur dan proses-proses dalam organisasi perangkat daerah di

kota Tangerang cenderung memiliki permasalahan yang terkait langsung sebagai

dampak dari interaksi human activity, maka tanpa mengenali gambaran

menyeluruh dari situasi-situasi problematik tidak mudah untuk menyimpulkan

kegagalan atau kesuksesan dari kebijakan desentralisasi. Sedangkan menyangkut

dampak terhadap peningkatan kinerja perangkat kota Tangerang, diperlukan

pemahaman mendasar atas keadaan empiris, serta menurut berbagai pemahaman

para pelaku atau stakeholder terkait.

Secara empiris situasi problematik yang dihadapi oleh organisasi

perangkat daerah di kota Tangerang cenderung terkait dengan efektifitas dan

efisiensi kinerja organisasional. Gambaran hal ini dapat dilihat dalam pencapaian

rata-rata sasaran tahun 2013 dari tiga OPD Kota Tangerang, Dinas Kesehatan,

Dinas Pendidikan dan Kantor Arsip Daerah berikut:

Tabel 1.1 Pencapaian Rata-rata Sasaran Tahun 2013

No. Sasaran Satuan

Waktu

Target

%

Realisasi

%

SKPD

1. Akses dan pelayanan

kesehatan masyarakat

Tahun 100 99,98 Dinas

Kesehatan

2. Akses dan kualitas

pendidikan yang terjangkau

di seluruh jenjang

pendidikan

Tahun 100 99,52 Dinas

Pendidikan

3. Akses dan pelayanan

informasi dan data kearsipan

Tahun 100 98,5% Kantor Arsip

Daerah

Sumber: setelah diolah, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kota

Tangerang Tahun 2013

Meskipun realisasi sasaran dari ketiga SKPD ini hampir 100% atau dalam

kategori sangat tinggi, akan tetapi sesungguhnya dapat lebih dioptimalkan lagi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

15

Universitas Indonesia

hingga dapat tercapai 100% apabila kinerja ketiganya efektif. Ada beberapa

masalah yang dihadapi oleh SKPD di kota Tangerang sebagaimana dikatakan oleh

Kepala Bappeda Kota Tangerang.25

Masalah yang dihadapi memiliki kesamaan

dengan dengan beberapa organisasi perangkat daerah di beberapa kota lain pada

umumnya. Masalah organisasional dimana organisasi perangkat daerah cenderung

memiliki hirarki yang tinggi, bersifat rowing daripada steering, bersifat tambun,

SDM aparatur yang kompeten, kurang adanya kejelasan visi dan misi serta

kewenangan dan sebagainya.

1.4. Rumusan Masalah

Kota Tangerang merupakan kota yang menunjukkan perubahan dan

kemajuan yang sangat pesat sebagai daerah ekonomi dan bisnis, di samping

sebagai wilayah pemukiman dari sebagian penduduk Jakarta. Sebagai sebuah

kota26

yang berdekatan dengan kota besar yakni kota Jakarta, Tangerang

memperoleh imbas dari kompleksitas inovasi dan pertumbuhan Jakarta sebagai

sebuah sebuah kota yang mengalami pertumbuhan pesat.27

Kota Tangerang secara

pelahan tapi pasti tumbuh sebagai kota yang menjadi penyangga kota Jakarta, di

samping Depok, Bogor dan Bekasi. Sebagai sebuah kota, Tangerang mempunyai

kaitan dengan kota-kota lainnya, selain harus memperhatikan penyediaan

pelayanan umum kepada penduduk kotanya (fungsi sekunder), juga memainkan

peran fungsi primer kota itu, yaitu melaksanakan pelayanan kepada kota-kota lain

(hubungan eksternal).28

Kaitan hubungan yang saling dependensi, antara suatu

kota yang terletak di pinggir atau berdekatan dengan kota utama yang lebih besar

25

Wawancara informal dengan Bapak Yayan Sopiyan tanggal 12 Januari 2014

di kediaman Mantan Sekda Kota Tangerang.

26

Kota dapat diartikan sebagai suatu permukaan wilayah di mana terdapat pemusatan

(konsentrasi) penduduk dan berbagai jenis kegiatan ekonomi, sosial budaya dan administrasi

pemerintahan. Faktor yang ada meliputi adanya lahan geografis untuk permukiman, penduduk

dalam jumlah relatif banyak dan dominan bermatapencaharian non pertanian; mayoritas

berkegiatan sektor tersier( perdagangan, transportasi, keuangan, perbankan, pendidikan, kesehatan

dan jasa lainnya), sementara sektor pengolahan atau sektor sekunder (industri dan manufaktur)

serta pola hubungannya antar individu dalam masyarakat lebih bersifat rasional, ekonomis dan

individualistis. Lihat Rahardjo Adisasmita. Pembangunan Kota Optimum, Efisien &

Mandiri.(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal.49.

27

Mengenai inovasi dan pertumbuhan kota lihat Zoltan J. Acs. Innovation and the

Growth of Cities (Massachusetts: Edward Elgar Publishing, Inc, 2002).

28

Adisasmita 2010, op.cit., hal.50

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

16

Universitas Indonesia

pada dimensi ekonomi, sosial, administrasi dan politis seringkali disebut kota

satelit (satellite town).29

Pada sebagian permasalahan yang ada dan dihadapi kota Jakarta,

berkontribusi secara reciprocal dengan masalah yang dihadapi oleh kota

Tangerang. Hal ini dapat diartikan bahwa dalam batas-batas tertentu,

permasalahan yang dihadapi oleh kota Jakarta berimplikasi terhadap pertumbuhan

dan perkembangan kota Tangerang, demikian pula sebaliknya. Meskipun tidak

dalam kesejajaran implikasi. Masalah yang dihadapi oleh kota yang sedang

tumbuh dan berkembang seperti kota Tangerang memang cenderung semakin

kompleks dan luas, baik dalam perspektif makro30

berkaitan dengan fungsi pokok

sebuah kota, maupun mikro31

yang berkaitan dengan problema sosial masyarakat

dan pelayanan fasilitas umum.

Karakteristik kota seperti yang telah diuraikan menjadi dasar pemilihan

locus dari penelitian ini. Pembentukan organisasi perangkat daerah di kota

Tangerang sangat kontekstual dengan kompleksitas perkembangan permasalahan

yang dihadapi oleh sebuah kota yang sedang tumbuh. Pembentukan organisasi

perangkat daerah di kota Tangerang merupakan masalah yang dalam perspektif

mikro berkaitan dengan pelayanan di bidang khusus yang berhadapan langsung

dengan masyarakat. Pelayanan dalam konteks ini dapat diartikan sebagai

pelaksanaan dari tugas pokok dan fungsi organisasi perangkat daerah dalam

penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, pendidikan dan

kearsipan. Pemilihan urusan kesehatan, pendidikan dan kearsipan didasarkan atas

pertimbangan legal dan pragmatis.

Secara aturan perundangan-undangan, menurut PP Nomor 38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, ketiga urusan itu merupakan urusan

wajib bagi Pemerintahan Kota. Secara pragmatis, kesehatan dan pendidikan

merupakan urusan yang terkait dengan pelayanan dasar, sementara kearsipan

bukan merupakan urusan yang terkait dengan pelayanan dasar akan tetapi

mempunyai peranan penting dalam menyimpan memori kolektif daerah dan

pembinaan penyelenggaraan kearsipan pemerintahan kota.

29 Ibid, hal.52.

30

Lihat Adisasmita 2010, op.cit., hal.2

31

Ibid

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

17

Universitas Indonesia

Penjabaran konsep desentralisasi dalam urusan pemerintahan di bidang

kesehatan, pendidikan dan kearsipan di kota Tangerang, pada dasarnya

mengharuskan pemerintahan kota untuk membentuk organisasi perangkat daerah

yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang efektif. Efektif dalam pengertian,

bahwa organisasi perangkat daerah kota tersebut dapat memainkan peranan yang

signifikan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di lingkungan kota. Dalam

realitanya atau menurut Checkland dan Scholes32

sebagai real world, organisasi

perangkat daerah di kota Tangerang menghadapi beberapa permasalahan.33

Pertama, masalah yang secara umum dihadapi yaitu: (1) adanya beban

atau kelebihan fungsi dari organisasi perangkat daerah. Penggabungan beberapa

urusan dalam satu organisasi perangkat daerah menyebabkan tugas pokok menjadi

besar sehingga kinerja tidak optimal; (2) banyak pimpinan organisasi perangkat

daerah yang tidak memiliki kompetensi atau kompetensinya tidak sesuai dengan

jabatan yang diduduki; (3) di beberapa organisasi perangkat daerah, sumber daya

manusia yang ada sangat terbatas baik dilihat dalam konteks kuantitas maupun

kualitas; (4) eksternalitas yang luar biasa dari beberapa organisasi perangkat

daerah; (5) banyak organisasi perangkat daerah yang tidak atau belum memiliki

standard operating procedure (SOP) sehingga pelaksanaan kerja didasarkan pada

kebiasaan atau yang telah dilakukan sebelumnya.

Kedua, masalah yang lebih sempit terkait dengan pengangkatan pimpinan

organisasi perangkat daerah dan sistem kerja. Umum dipahami bahwa

pengangkatan beberapa pimpinan organisasi perangkat daerah karena kedekatan

dengan Walikota, jadi lebih bersifat politis dan tidak merit system. Kebanyakan

dari para pimpinan ini lebih berorientasi pada keinginan jabatan dalam konteks

pemenuhan materi, sehingga kinerja yang dibangun tidak berdasarkan komitmen

dan integritas. Sebagian besar Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

(LAKIP) disusun oleh Bappeda, sehingga Laporan Akuntabilitas yang disusun

sesungguhnya tidak memberikan gambaran kinerja yang benar dan faktual.

Terakhir, umumnya Indikator Kinerja Utama (IKU) disusun sekedar agar ada,

yang tidak mencerminkan tugas pokok dan fungsi yang sesungguhnya dari SKPD.

32 Checkland dan Scholes, op.cit., hal.27

33Wawancara pendahuluan dengan Sekretaris Kota dan Kepala Bappeda Kota Tangerang

pada tanggal 15 November 2012.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

18

Universitas Indonesia

Padahal IKU ini menjadi indikator yang dapat digunakan untuk evaluasi kinerja

dari setiap organisasi perangkat daerah.

Dari kompleksitas permasalahan sebagaimana yang telah diuraikan

dalam latar belakang dan situasi yang dapat dianggap problematik di atas, maka

dapat dipahami ada beberapa level masalah yang berkaitan dengan pembentukan

organisasi perangkat daerah di kota Tangerang, yang harus dipahami secara

comprehensive sebagai suatu kompleksitas masalah yang hirarkhis. Tidak hanya

terkait dengan nomenklatur, tugas pokok dan fungsi OPD, akan tetapi juga dilihat

beberapa regulasi yang menjadi dasar pembentukannya sebagai realisasi dari

kebijakan desentralisasi. Artinya, masalah kebijakan desentralisasi dalam format

Undang-undang sebagai payung hukum yang dianggap berada pada level pertama

akan menentukan struktur permasalahan berikutnya. Pada level pertama di tingkat

makro, berkaitan dengan regulasi nasional tentang pemerintahan daerah terutama

terkait dengan politik desentralisasi yang menyangkut pembagian urusan. Menurut

Farouk Muhammad, Anggota Komite I DPD RI Tim Kerja UU Pemerintahan

Daerah:

“Pembagian urusan dalam UU No.32 tahun 2004 menyebabkan tidak

jelasnya politik desentralisasi sebagaimana mandat Pasal 18 UUD

1945. Bahkan, UU No.32/2004 cenderung tidak sejalan dan tidak

konsisten dengan UUD 1945 yang telah memberikan arahan jelas

bahwa pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.34

Lebih jauh dikatakan oleh Farouk Muhammad bahwa:

“ UU No.32/2004 mengindikasikan penganutan politik desentralisasi

yang rancu bahkan melahirkan praktik kepemerintahan yang tumpang

tindih, jauh dari prinsip good governance. Pengaturan dalam UU ini

melahirkan tanda tanya tentang apa sesungguhnya yang menjadi

kewenangan pemerintah dan pemerintahan daerah. Di satu pihak UU

ini menganut prinsip general competence dan residual power, tetapi

di lain pihak menggunakan lagi prinsip concurrent yang

mengaburkan implementasi prinsip yang disebut terdahulu.

34

Farouk Muhammad. “Kewenangan Pusat dan Daerah.” Harian Kompas 5 Juni 2014,

hal. 6. Pendapat ini merupakan pendapat anggota DPD yang menjadi Tim Kerja Revisi UU

No.32/2004 sebelum UU Pemerintahan yang baru disyahkan. Begitu juga penelitian ini telah

dilakukan jauh sebelum disahkannnya UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Sehingga beberapa data dan pendapat menjadi sumber referensi yang mendahului.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

19

Universitas Indonesia

Konsekuensinya, porsi terbesar dalam pembagian anggaran justru

dialokasikan untuk pemerintah.”35

Kejelasan pembagian urusan yang harus direvisi ini menegaskan akan

perlunya rekonseptualisasi kewenangan sentralisasi dan desentralisasi dalam

kerangka regulasi tentang pemerintahan daerah. Hal ini menjadi penting secara

makro dalam rangka penguatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

daerah dalam kerangka otonomi yang secara agregat merupakan pilar

pembangunan nasional. Sudut pandang yang hampir sama dikemukakan oleh

Kementerian Dalam Negeri sebagai representasi dari Eksekutif, di mana

dikatakan bahwa:

“Pembagian urusan pemerintahan masih menjadi tarik menarik

antara pemerintah, provinsi dan kabupaten/ kota. Salah satu

sumbernya adalah karena ketidakjelasan UU No.32 Tahun 2004 dan

PP No.38 Tahun 2007 dalam membagi urusan antar tingkat

pemerintahan yang berbeda. Kendati UU No.32 Tahun 2004 telah

menentukan kriteria yang digunakan untuk membagi urusan, namun

dalam praktiknya, penggunaan kriteria sangat sulit dilakukan.”36

Pada dasarnya memang PP No.38 Tahun 2007 telah mencoba mengatur

urusan pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota untuk semua urusan konkuren.

Peraturan pemerintah ini menjelaskan bahwa provinsi menyelenggarakan urusan

skala provinsi, sedangkan kabupaten/kota menyelenggarakan urusan skala

kabupaten/kota. Meskipun demikian, mana urusan yang skala provinsi dan mana

urusan skala kabupaten/ kota untuk setiap sektor belum dapat dirumuskan dengan

jelas. Akibat dari hal ini adalah banyak pelaku dan pemangku kepentingan yang

kemudian memberi interpretasi yang berbeda-beda tentang mana urusan

pemerintah, provinsi dan kabupaten/ kota. Selanjutnya Kementerian Dalam

Negeri menyatakan bahwa:

35

Ibid, Farouk. 36

Dalam Negeri Republik Indonesia. “Naskah akademik Revisi Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.” Desember 2009, hal 29. Pendapat Kementerian

Dalam Negeri dalam Naskah Akademik ini menjadi dasar pemikiran dalam perubahan UU

No.32/2004 yang telah diundangkan menjadi UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

pada tanggal 2 Oktober 2014..

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

20

Universitas Indonesia

“Ketidakjelasan pembagian urusan antar susunan pemerintahan

sering menjadi sumber konflik antara daerah dengan kementerian dan

lembaga di pusat dan menimbulkan kekaburan dari konsep

desentralisasi itu sendiri. Kementerian dan LPNK sering

mengembangkan peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai

dengan semangat UU No.32 Tahun 2004 dan PP No.38 Tahun 2007.

Mereka memahami pembagian urusan berdasarkan atas apa yang

sudah mereka lakukan secara rutin berdasarkan struktur

kelembagaan yang ada, bukan atas pertimbangan konsepsional

tentang pembagian peran antara pusat dan daerah dalam era

desentralisasi.

Masalah lain yang muncul dari pelaksanaan UU No.32 Tahun 2004

adalah pembagian urusan menjadi urusan wajib dan urusan pilihan

yang harus diselenggarakan daerah. Pengaturan urusan wajib dan

pilihan secara simetris kepada daerah yang berbeda karakteristik dan

lingkungannya dinilai tidak cocok. Urusan wajib seharusnya dibatasi

pada urusan pemenuhan kebutuhan dasar dan strategis yang

umumnya dihadapi oleh daerah, sedangkan urusan pilihan sebaiknya

diperluas agar dapat memberi ruang kepada daerah untuk

mengembangkan pemerintahan sesuai dengan tantangan dan

kebutuhan daerah.”37

Menurut pandangan Kementerian Dalam Negeri bahwa rekonseptualisasi

kewenangan sentralisasi dan desentralisasi memberikan perubahan mendasar

dalam penerapan otonomi daerah, terutama terkait dengan masalah kelembagaan.

Permasalahan yang dihadapi sekarang ini pada sisi kelembagaan adalah adanya

kecenderungan membengkaknya kelembagaan daerah untuk mengimbangi tekanan

birokrasi akibat terjadinya penambahan pegawai. Otonomi luas telah memberikan

peluang pemerintah daerah membengkakan struktur organisasi pemerintahan daerah

dan besarnya struktur organisasi akan menuntut adanya tambahan pegawai.

Tambahan pegawai akan menyebabkan membengkaknya biaya rutin (biaya tidak

langsung) dan akan menyisakan sedikit sekali untuk membiayai pelayanan publik

(biaya langsung).

Kementerian Dalam Negeri mengidentifikasi beberapa permasalahan pada

level makro yang terkait dengan organisasi perangkat daerah. Pertama,

kecenderungan daerah untuk membentuk organisasi perangkat daerah yang banyak

37

Ibid.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

21

Universitas Indonesia

jumlahnya dan kurang didasarkan kebutuhan nyata daerah yang bersangkutan.

Kedua, adanya orientasi pegawai daerah untuk menduduki jabatan struktural sangat

tinggi dan berlebihan. Hal ini disebabkan karena jabatan struktural dalam birokrasi

publik memiliki fungsi yang multi dimensional. Ketiga, peningkatan jabatan

fungsional kurang berkembang di dalam birokrasi daerah. Padahal jabatan

fungsional tidak menuntut organisasi yang besar, bahkan dapat memperbaiki kualitas

pelayanan pemerintah daerah melalui peningkatan kapasitas aparatur birokrasi.

Keempat, adanya kecenderungan dari Kementerian atau Lembaga Pemerintah Non

Kementerian (LPNK) untuk mendesak daerah membuat struktur organisasi

sebagaimana yang ada di pusat dengan tawaran akan diberi bantuan.38

Buruknya pelayanan publik diidentifikasikan berpengaruh pada tingkat

kesejahteraan masyarakat.39

Pembengkakan organisasi juga berdampak pada

melebarnya rentang kendali (span of control) dan menimbulkan masalah

"inkoherensi institusional" karena fungsi yang seharusnya ditangani dalam satu

kesatuan unit harus diderivasi ke beberapa unit organisasi sehingga pada akhirnya

mengarah pada proliferasi birokrasi. Kondisi tersebut lebih jauh juga berpotensi

menimbulkan disharmoni atau bahkan friksi antar unit organisasi sebagai akibat

tarik-menarik kewenangan. Untuk itu pengaturan subtansial urusan bagi perangkat

daerah yang efektif harus menjadi perhatian penting dalam penyempurnaan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 200440

. Penyempurnaan UU No.32 Tahun 2004,

memberikan implikasi terhadap perubahan PP No. 41 Tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah. Bagi Pemerintahan Kota sendiri hal itu memberikan

implikasi terhadap penyempurnaan Peraturan Daerah tentang Organisasi Perangkat

Daerah.

Pada level kedua, kebijakan dalam Peraturan Daerah yang berada di

tingkat meso berkaitan dengan pemerintahan daerah dalam memformulasikan

38

Kementerian Dalam Negeri, op.cit., hal. 143-144. 39

Kementerian Dalam Negeri. Naskah Akademik Usulan Perubahan UU No.32/2004,

2011, hal 36-37. 40

Perubahan UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi UU No.23/2014

telah disahkan oleh Presiden RI pada tanggal 30 September 2014 dan diundangkan pada tanggal 2

Oktober 2014. Penelitian ini telah dilaksanakan jauh hari, sebelum UU No.23 Tahun 2014

diundangkan sehingga ada beberapa pemikiran yang mendahului. Perubahan juga sedang

dilaksanakan terhadap PP No.38 dan PP No.41 sebagai turunan dari UU Pemerintahan Daerah

yang baru.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

22

Universitas Indonesia

kelembagaan organisasi perangkat daerah. Fokus pada level ini tidak berada di

provinsi, akan tetapi berada pada level pemerintah kota. Di samping karena kota

sebagai daerah otonom, hal ini dimungkinkan karena tidak ada hubungan hirarkhis

subordinasi antara provinsi dan kota. Dalam manajemen pemerintahan sehari-hari,

hubungan interdepedensi dan interrelasi antar pemerintahan daerah kota adalah

keniscayaan. Secara fungsional keberadaan provinsi diharapkan dapat

memfasilitasi manajemen pemerintahan antar kota agar terjadi koherensi, sinergi,

dan integrasi dengan baik.

Di tingkat meso ini, permasalahan efektivitas organisasi perangkat daerah

di tingkat kota dilihat dalam relasi fungsional antara Peraturan Daerah dengan

organisasi perangkat daerah yang merupakan pengejawantahan desentralisasi

urusan. Di samping itu, berkaitan juga dengan relasi fungsi institusional

organisasi perangkat daerah kota Tangerang yang meliputi: kelembagaan,

anggaran, kepemimpinan, sumber daya manusia (SDM), sistem dan sarana

prasarana. Dalam level kebijakan operasional kelembagaan OPD yang berada di

tingkat mikro, berkaitan dengan kapabilitas adaptasi organisasi perangkat daerah

di kota Tangerang terhadap perkembangan lingkungan strategik, diferensiasi

fungsi dari struktur organisasi dan arah kecenderungan model pembentukan

organisasi perangkat daerah di tingkat kota yang optimal. Permasalahan di tingkat

mikro sangat berkaitan dengan arah pengembangan organisasi dan

institusionalisasi peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat daerah di

kota Tangerang. Dari apa yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan

masalah disertasi ini adalah bagaimana penataan ulang pembentukan Organisasi

Perangkat Daerah dalam tiga level kelembagaan di Kota Tangerang, Provinsi

Banten dilihat dalam perspektif desentralisasi. Dari rumusan masalah ini

kemudian dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian.

1.5 Pertanyaan Penelitian

Dari apa yang telah diuraikan dalam latar belakang dan situasi problematik

yang dihadapi oleh organisasi perangkat daerah kota Tangerang dan rumusan

masalah serta relevansi dengan metodologi penelitian yang digunakan, maka

dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

23

Universitas Indonesia

1. Bagaimanakah perubahan regulasi pada level makro yakni perubahan

UU Tentang Pemerintahan Daerah serta PP sebagai turunannya yang

menjamin terwujudnya efektivitas Peraturan Daerah dalam

pembentukan Organisasi Perangkat Daerah?

2. Bagaimana perubahan regulasi pada level meso yakni perubahan

Peraturan Daerah tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah

yang menjamin terwujudnya efektivitas kelembagaan Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD)?

3. Bagaimana perubahan pada level mikro-1 yakni pembentukan

kelembagaan organisasi perangkat daerah dalam mewujudkan

optimalisasi peranan, fungsi dan tugas pokoknya?

4. Bagaimana perubahan pada level mikro-2 yakni peningkatan

efektivitas kinerja kelembagaan dari Organisasi Perangkat Daerah di

kota Tangerang?

1.6 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan permasalahan yang telah

diuraikan sebelumnya oleh peneliti, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Melakukan analisis pada level makro yakni perubahan UU Tentang

Pemerintahan Daerah serta PP sebagai turunannya yang menjamin

terwujudnya terwujudnya efektivitas Peraturan Daerah dalam

pembentukan Organisasi Perangkat Daerah;

2. Menganalisis perubahan pada level meso yakni perubahan Peraturan

Daerah tentang Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah yang

menjamin terwujudnya efektivitas kelembagaan Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD);

3. Menganalisis perubahan pada level mikro-1 yakni pembentukan

kelembagaan organisasi perangkat daerah dalam mewujudkan

optimalisasi peranan, fungsi dan tugas pokok SKPD;

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

24

Universitas Indonesia

4. Menganalisis perubahan pada level mikro-2 yakni peningkatan

efektivitas kinerja kelembagaan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah.

1.7 Signifikansi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat. Pertama,

manfaat ilmiah. Kedua, manfaat praktis.

1. Manfaat Ilmiah

Manfaat ilmiah dari penelitian ini terdiri atas dua hal. Pertama,

untuk pengembangan ilmu administrasi publik khususnya mengenai

administrasi pemerintahan daerah yang berfokus pada konsep

desentralisasi kota. Kajian terhadap desentralisasi di lingkup pemerintahan

kota sebagai daerah otonom dalam pembentukan organisasi perangkat

masih relatif sedikit. Bagaimana proses pembentukan organisasi perangkat

daerah dan faktor-faktor dominan apa yang mempengaruhinya merupakan

kajian yang sangat menarik.

Penataan ulang institusional organisasi perangkat daerah kota yang

efektif dan rasional, yang dibangun akan menjadi prototype bagi kota-

kota lainnya di Indonesia. Kedua, penelitian ini akan memberikan

kontribusi konseptual bagi pemerintahan daerah dalam membentuk

organisasi perangkat daerah, di tingkat kota yang sesuai dengan dinamika

dan diferensiasi lingkungan dan kebutuhan masyarakat secara luas serta

mampu menjawab permasalahan yang dihadapi oleh Kota. Dalam

pembentukan organisasi perangkat daerah, pemerintah daerah dapat

mempertimbangkan hasil kajian ini sebagai referensi ilmiah.

2. Manfaat Praktis

Secara generik hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi pemikiran bagi para birokrat pengambil kebijakan di

pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Bagi pemerintah pusat,

diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan struktural dalam

membangun pola relasi institusional antara pemerintah dan organisasi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

25

Universitas Indonesia

perangkat daerah kota sesuai dengan prinsip desentralisasi yang

diterapkan. Sementara itu bagi pemerintahan daerah, penataan ulang yang

dihasilkan dari kajian ini dapat digunakan oleh para pengambil keputusan

di pemerintahan daerah kota sebagai alat memformulasikan dan

mengevaluasi kebijakan pembentukan organisasi perangkat daerah yang

telah diimplementasikan.

Untuk memformulasikan suatu kebijakan, penataan ulang ini dapat

dijadikan acuan dalam perumusan kebijakan pembentukan organisasi

perangkat daerah oleh pemerintah kota lainnya. Sementara itu, untuk

evaluasi kebijakan, hal ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat

keberhasilan penetapan dan pelaksanaan kebijakan pembentukan

organisasi perangkat daerah pada level kota untuk kemudian dilakukan

penyempurnaan yang didasarkan atas perubahan yang menyangkut nilai

fundamental dari suatu kebijakan.

1.8 Pembatasan Penelitian

Pembatasan penelitian di sini dimaknai sebagai ruang lingkup dari

penelitian yang dilakukan. Pembatasan penelitian dilakukan karena

kompleksitas karakteristik organisasi perangkat daerah di kota Tangerang.

Ruang lingkup penelitian ini adalah pembentukan organisasi perangkat

daerah di tingkat kota dengan fokus pada Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

kesehatan, pendidikan dan kearsipan.

Implikasi dari pembatasan penelitian ini ialah fungsi SKPD dalam

menyelenggarakan pelayanan publik sesuai bidang masing-masing. SKPD

pada hakikatnya mempunyai karakteristik homogen, yaitu bertitik berat

pada fungsi pelayanan publik (public service) secara nasional. Pembentukan

SKPD di Kota Tangerang dapat dipandang sebagai varian dari pembentukan

SKPD di daerah atau kota-kota lain di seluruh Indonesia. Analisis pada

Kota Tangerang sebagai salah satu entitas pemerintah kota, lokus penelitian

mengamati SKPD sebagai organisasi penyedia pelayanan publik dasar bagi

masyarakat. Organisasi perangkat daerah merupakan organisasi yang terdiri

dari unsur pemerintahan daerah yang meliputi DPRD, Kepala Daerah dan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

26

Universitas Indonesia

Wakil serta satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Pengertian perangkat

daerah adalah unsur-unsur daerah dalam penyelenggaraan daerah.

Ruang lingkup pertama, dikaji mengenai regulasi nasional sebagai

dasar hukum dalam menjamin terwujudnya efektivitas Peraturan Daerah

sebagai suatu kebijakan dalam pembentukan Organisasi Perangkat Daerah

pada kota Tangerang. Dalam kajian ini dianalisis perubahan regulasi

nasional yang harus dilakukan terhadap Undang-Undang Pemerintahan

Daerah khususnya yang terkait dengan pengaturan organisasi perangkat

daerah. Ruang lingkup kedua adalah menganalisis efektivitas organisasi

perangkat daerah pada tingkat kota di Tangerang. Faktor-faktor

kelembagaan, kepemimpinan, sumber daya manusia dan anggaran, sistem

serta sarana dan prasarana merupakan komponen-komponen dalam ruang

lingkup kedua ini.

Dalam ruang lingkup ketiga dibatasi pada kecenderungan

pembentukan organisasi perangkat daerah yang efektif dan rasional sesuai

dengan dinamika perkembangan lingkungan. Ruang lingkup terakhir terkait

dengan peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat daerah meliputi

proses pengambilan keputusan, keterlibatan komponen pemerintahan dalam

proses pembentukan struktur organisasi. Di samping itu, oleh karena

penelitian ini, terutama dalam proses pengumpulan data, telah dilaksanakan

pada bulan Oktober 2013 maka analisis yang dikembangkan dalam disertasi

ini lebih dahulu disusun sebelum UU No.23 Tahun 2014 diundangkan.

1.9 Soft System Methodology sebagai Pendekatan Penelitian

Pembatasan juga dilakukan dalam tahapan ke 7 dari Soft System

Methodology (SSM) di mana aksi tidak diterapkan karena keterbatasan

Peneliti bukan sebagai stakeholders, di samping dibutuhkan waktu yang

cukup lama untuk menyusun aksi yang dapat dilakukan setelah dilakukan

perbandingan dan perubahan yang diinginkan. Soft Systems Methodology

menurut Checkland dan Poulter (2006:192) is an approach for tackling

problematical, messy situations of all kinds. Lebih jauh disebutkan bahwa

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

27

Universitas Indonesia

SSM is an organized way of tackling perceived problematical (social)

situations. It is an action research. Dengan demikian, di dalam penelitian

ini proses SSM, sebagaimana dikemukakan dalam Bab 3, dimodifikasi

untuk dapat memenuhi tujuan-tujuan serta keterbatasan ruang dan waktu.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

28

Universitas Indonesia

BAB 2

KERANGKA TEORITIS DAN TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 merupakan tinjauan teoritis serta tinjauan atas riset-riset terdahulu

berkaitan dengan pokok bahasan tentang desentralisasi. Pembahasan kerangka

teori ini bertujuan untuk memaparkan desentralisasi dalam ilmu administrasi

publik, serta bagaimana perubahan-perubahan paradigma yang terjadi. Di dalam

bab ini diuraikan mengenai kenyataan praktik-praktik penerapan desentralisasi di

Indonesia yang telah menimbulkan sejumlah tanda tanya. Riset-riset yang sudah

dilakukan nampaknya belum berhasil mengungkap what dan why dibalik

permasalahan dalam penerapan pemerintahan lokal (local government). Keadaan

yang menjadi gambaran umum locus penelitian ini diterjemahkan dalam konteks

pendekatan SSM sebagai sesuatu keadaan yang secara keseluruhan masih

bersifat messy serta tidak terstruktur (ill-structured).

Pembahasan dimulai dengan menelusuri konsep desentralisasi sebagai

landasan penyelenggaraan pemerintahan di daerah serta memberikan penekanan

substansial pada desentralisasi kota, konsep kota dan kemudian mengenai teori-

teori tentang organisasi. Telaahan ini mencakup eksplorasi teori ilmu

administrasi dan kemudian tinjauan atas sejumlah riset. Di bagian akhir

dipaparkan alasan mengapa SSM (Soft Sistem Methodology) dipilih sebagai

metode penelitian.

2.1. Konsep dan Teori Administrasi Publik

Gusman dan Reforma menunjukkan bahwa penerapan kebijakan

desentralisasi di negara berkembang tumbuh dengan ragam dinamika sebagai

konsekuensi penerapan konsep-konsep pemerintahan modern, yakni upaya

menerapkan demokratisasi sistem politik dan upaya untuk melakukan

pembangunan berkelanjutan.41

41Gusman dan Reforma, op.cit., hal.1

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

29

Universitas Indonesia

Nigro & Nigro juga menunjukkan bahwa praktek pemerintahan di negara

berkembang pada hakikatnya merupakan penerapan konsep-konsep ilmu

administrasi publik sebagai sebuah disiplin ilmu42

. Merefleksikan perkembangan

ilmu administrasi publik di Indonesia, Miftah Toha membagi administrasi publik

ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan periodisasi yakni administrasi publik

klasik atau administrasi publik lama (old public administration). kedua,

manajemen publik baru atau new public management, dan kemudian periode

ketiga, new public service. 43

Periodisasi administrasi publik dari Miftah Toha berakar pada sejumlah

rujukan, di antaranya adalah Jay M. Shafrits dan Albert C. Hyde44

, yang

menjelaskan perkembangan administrasi publik mulai dari Early Voices nya

Woodrow Wilson (1887), konsep birokrasi Max Weber (1922) sampai Luther

Gulick (1937), the Postwar Period dengan konsep Theory of Human Motivation

A. Maslow (1943) sampai dengan the Science of “Muddling Through” dari

Charles E. Lindblom (1959). Pada tahun 1960an, teori-teori administrasi publik

diperkaya dengan Organization and System Concept dari Daniel Katz dan Robert

L. Kahn (1966), pemikiran tentang Administrative Decentralization and Political

Power dari Herbert Kaufman (1969). Pada periode ini menarik dipahami

pemikiran dari Dwight Waldo (1968) tentang Public Administration in a Time of

Revolution. Di mana Waldo mengatakan, bahwa administrasi publik sedang hidup

di zaman yang penuh kekacauan (time of turbulence) yang tidak mampu

menjawab permasalahan sosial politik, kemiskinan dan perubahan sosial.

Dwight Waldo menjadi inspirasi atas pemikiran-pemikiran dari H.

George Frederickson (1971) tentang Toward a New Public Administration, Peter

A. Pyhrr (1977) tentang The Zero-Base Approach to Government Budgeting,

42Banyak pengertian tentang administrasi publik. Salah satu di antaranya adalah dari Felix

A. Nigro dan Lloyd G. Nigro. Modern Public Administration. (New-York: Harper & Row,

Publish, 1992) yang mengatakan bahwa karakteristik administrasi publik adalah (1) cooperative

group effort in public setting; (2) covers all three branches of government –executive, legislative

and judicial- and their interrelationships; (3) has an important role in the formulation of public

policy and is thus a part of the political process; (4) different in significant ways from private

administration; (5) closely associated with numerous private groups and individuals in providing

services to community.

43

Miftah Toha. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. (Jakarta: Kencana, 2008), hal.83

44

Jay M. Shafritz dan Albert C. Hyde. Classics of Public Administration. (California:

Cole Publishing Company, 1987)

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

30

Universitas Indonesia

tahun 1980an dan pemikiran dari Graham T. Allison (1980) tentang Public and

Private Management: Are They Fundamentally Alike in All Unimportant Respect?

Dalam konsep yang hampir sama berdasarkan pada periodisasi

perkembangannya, Nicholas Henry45

membagi administrasi publik ke dalam lima

paradigma46

. Paradigma pertama (tahun 1900-1926), yaitu the

politics/administration dichotomy. Paradigma pertama ini dilandasi oleh tulisan

dari Frank J. Goodnow (1900) tentang politics and administration. Goodnow

mengatakan bahwa pemerintah mempunyai dua fungsi yang berbeda, yaitu fungsi

politik dan fungsi administrasi. Fungsi politik berkaitan dengan pembuatan

kebijakan atau perumusan pernyataan keinginan negara, sedangkan fungsi

administrasi berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan. Paradigma ini menekankan

pada locus dari administrasi publik yang dipusatkan pada birokrasi pemerintah,

sedangkan lembaga legislatif dan yudikatif mempunyai fungsi dan tanggung

jawab merumuskan tentang apa yang menjadi keinginan negara.

Dalam paradigma kedua, the principles of administration, pusat perhatian

lebih ditekankan pada focus dari administrasi publik. Dikemukakan bahwa ada

prinsip-prinsip administrasi dalam setiap jenis organisasi apapun bentuknya.

Aspek locusnya bersifat ubikitos yaitu ada di mana-mana, ini berarti bahwa

prinsip administrasi tetap menjadi prinsip. Dalam realitanya prinsip ini ada pada

organisasi industri, bisnis maupun pemerintahan dan organisasi lainnya tanpa

melihat aspek budaya, lingkungan, tujuan ataupun jenis institusinya.

Perkembangan dari paradigma pertama dan kedua, adalah periode

tantangan (the Challenge, 1938-1947), di mana banyak para pakar administrasi

menolak konsep dikotomi politik administrasi. Muncul pemikiran, bahwa

administrasi bukanlah sesuatu yang hampa nilai (value free) atau bersifat

imparsial dan apolitis, akan tetapi sesuatu yang sarat akan nilai politik. Pada

periode ini pula beberapa pakar administrasi menyerang konsep prinsip-prinsip

administrasi. Secara umum, mereka menyalahkan penerapan nilai-nilai dan

metodologi yang melandasi prinsip-prinsip tersebut. Reaksi terhadap tantangan,

45 Nicholas Henry. Public Administration and Public Affairs. (New-York: Prentice Hall,

1980), hal. 29-55.

46

Paradigma merupakan suatu cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar

atau cara memecahkan suatu masalah yang dianut suatu masyarakat ilmiah pada suatu masa

tertentu. Lihat Inu Kencana, dkk. Ilmu Administrasi Publik. (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal. 28.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

31

Universitas Indonesia

reaction to the challenge (1947-1950), muncul dipelopori oleh Hebert A. Simon

yang menawarkan konsep tentang proses perumusan kebijakan. Menurut Simon,

proses perumusan kebijakan merupakan hubungan konsepsional logis antara

administrasi publik dan ilmu politik. Dalam proses ini administrasi publik

mempertimbangkan langkah-langkah internal yang berkenaan dengan formulasi

dan implementasi kebijakan, sedangkan ilmu politik, mempertimbangkan

langkah-langkah eksternal yang berkenaan dengan tekanan-tekanan sosial

masyarakat yang dapat berimplikasi pada perubahan politik dan sosial.

Paradigma ketiga, public administration as political science (1950-1970),

di mana administrasi publik kembali kepada induk disiplinnya, yaitu ilmu politik,

dan locusnya adalah birokrasi pemerintahan dengan focus yang semakin

berkurang. Pada fase ketiga ini, berkembang upaya untuk membangun kembali

hubungan konsepsional antara administrasi publik dan ilmu politik. Hal ini

mengakibatkan administrasi publik kehilangan karakteristiknya, di mana lingkup

wilayah, tekanan dan pengertian terminologisnya diidentikkan dengan ilmu

politik. Dalam fase ketiga, para pakar administrasi publik terasing dari bagian

ilmu politik dan menjadi warga kelas dunia.

Dalam paradigma keempat, public administration as administrative

science (1956-1970), para pakar administrasi publik berupaya mencari alternatif

akar disiplin ilmunya yaitu ilmu administrasi. Ilmu administrasi sendiri pada

dasarnya merupakan studi kombinasi antara teori organisasi dan ilmu manajemen.

Pada paradigma keempat ini ilmu administrasi lebih dominan focusnya daripada

locusnya. Dalam fase ini pula pada tahun 1960-an berkembang apa yang disebut

sebagai organizational development sebagai bagian dari ilmu administrasi.

Konsep ini berkembang dan banyak menarik perhatian para pakar administrasi

publik. Masalah pokok yang muncul, adalah paradigma ini belum dapat mengatasi

masalah focus dari administrasi publik, apa garis pembedaan antara public

administration dan private administration. Paradigma kelima, menurut Nicholas

Henry, adalah public administration as public administration. Di dalam

paradigma ini kedudukan administrasi publik mulai berada dalam kondisi stabil,

meskipun kemudian agak berkembang dengan adanya spesialisasi baru yaitu

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

32

Universitas Indonesia

comparative public administration47

yang banyak diterapkan di negara-negara

berkembang termasuk di Indonesia. Pada fase kelima ini, Nicholas Henry

mengemukakan adanya paradigma administrasi publik yang baru, di mana focus

administrasi publik adalah teori organisasi (organization theory) dan ilmu

manajemen (management science) dan locusnya adalah kepentingan publik

(public interest) dan masalah-masalah publik (public affairs).

Miftah Toha48

menilai penjelasan-penjelasan Shafritz dan Hyde serta

Nicholas Henry, masih didominasi oleh pemikiran dari Woodrow Wilson,49

Frederick Taylor,50

Luther Gulick51

dan Herbert Simon52

, yang melihat disiplin

ilmu administrasi publik sebagai a body of knowledge yang bersifat netral dari

nilai. Ketiganya memberikan suatu model normatif yang seharusnya

dipergunakan sebagai pedoman dalam mengatur dan melaksanakan organisasi

publik. Model yang dibangun dipergunakan untuk menjelaskan peranan

administrator publik atau birokrasi pemerintah, terutama hubunganya dengan

proses politik, prinsip-prinsip efisiensi sebagai lawan dari responsivitas. Dalam

pandangan klasik, keseluruhan hal itu secara kuat dipergunakan sebagai kriteria

untuk menilai kinerja instansi publik dan untuk merancang suatu bangunan

organisasi pemerintah.

Dalam periode kedua, fokus substansialnya diarahkan pada bagaimana

menggunakan mekanisme pasar dan terminologi bisnis ke dalam sektor publik.

Dengan konsep pemikiran seperti ini, maka perlu dilakukan transformasi

kebiasaan kinerja sektor publik dari tradisi berlandaskan aturan (rule-based) dan

proses yang menggantungkan pada otoritas pejabat (authority driven process)

menjadi orientasi pasar (market-based) dan didorong untuk berkompetisi sehat

(competition-driven tactics). Dalam konsep new public management difokuskan

pada kapabilitas kepemimpinan, di mana pemimpin didorong untuk mampu

menemukan cara baru dan inovatif untuk memperoleh hasil yang maksimal atau

47Lihat juga Ferrel Heady. Public Administration, A Comparative Perspective. (New-

York: Marcel Dekker, 1991).

48

Miftah Toha, op.cit., hal.83

49

Lihat Woodrow Wilson. “The Study of Administration.”dalam Shafritz and Hyde,

op.cit., hal.10-25

50

Lihat F.W Taylor. “Scientific Management.” Ibid hal. 29-33

51

Lihat Luther Gulick. “Notes on the Theory of Organization. “Ibid hal 79-89.

52

Lihat Herbert A. Simon. “The Proverbs of Administration.” Ibid hal.164-179

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

33

Universitas Indonesia

secara efisien melakukan privatisasi terhadap fungsi-fungsi penyelenggaraan

pemerintahan. Seorang pemimpin hanya melakukan steering tidak lagi rowing,

yang terbatas di dalam menjalankan fungsi mengendalikan, memimpin dan hanya

mengarahkan pada tindakan yang bersifat strategis.

Konsep pokok dari new public management, menitikberatkan pada

mekanisme pasar dalam mengarahkan program-program publik dengan

menghilangkan monopoli pelayanan yang tidak efisien yang umumnya dilakukan

oleh institusi dan para birokrat pemerintah. Dengan konsep seperti ini, menurut

Christopher Hood dari London School of Economics sebagaimana dikutip Miftah

Toha53

, akan mengubah cara-cara model birokratik-publik yang tradisional ke

arah cara dan model dunia bisnis dan perkembangan pasar. Untuk dapat

meningkatkan produktivitas dan pelayanan kepada publik, pemimpin institusi

pemerintah didorong untuk memperbaiki dan lebih transparan dengan

mewujudkan akuntabilitas publik kepada masyarakat, membangun kembali visi

dan misi organisasi yang adaptif, melakukan streamlining proses dan prosedur

birokrasi serta melakukan desentralisasi proses pengambilan kebijakan.

Konsep desentralisasi di dalam perspektif new public management

dicetuskan oleh David Osborne dan Ted Gaebler54

sebagai prinsip reinventing

government kemudian dieksplor Peter Plastrik,55

dalam hal mana reinventing

government diasumsikan sebagai transformasi semangat dan kinerja

entrepreneurship ke dalam birokrasi pemerintah. Dari sepuluh pilar reinventing

government56

salah satunya adalah perlunya pemerintah melakukan desentralisasi

dalam sistem pemerintahan. Konsep desentralisasi menurut Osborne dan Gaebler

dimaksudkan untuk mendorong pengalihan wewenang dari pusat ke daerah

melalui organisasi atau sistem yang ada. Implikasi dari konsep ini adalah, pejabat

53 Miftah Toha, op.cit., hal. 75

54

David Osborne dan Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi

Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik . Terj. Abdul Rosyid (Jakarta: Pustaka Binaman

Pressindo, 1999)

55

David Osborne dan Peter Plastrik. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju

Pemerintahan Wiirausaha. Terj. Abdul Rosyid (Jakarta: PPM, 2004).

56

Pilar yang lain adalah pemerintah harus bersifat sebagai katalis (catalytic government),

milik masyarakat (community owned government), kompetitif (competitive government),

berorientasi misi (mission driven government), berorientasi pada hasil (result oriented

government), berorientasi pada pelanggan (costumer driven government), bersifat wiraswasta

(enterprising government), antisipatif (antipatory government) dan berorientasi pada pasar

(market oriented government).

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

34

Universitas Indonesia

atau birokrat di tingkat lokal atau daerah didorong untuk secara langsung

meningkatkan inisiatif pelayanan kepada publik.

Dalam periode ketiga, konsep the new public service, menurut Miftah

Toha57

berbeda dengan model klasik dan the new public management, lebih

menekankan pada berbagai elemen. The new public service mempunyai normatif

model yang dapat dibedakan dengan konsep-konsep lainnya. Ide dasar dari

konsep ini dibangun dari konsep-konsep: (1) teori democratic citizenship; (2)

model komunitas dan civil society; (3)organisasi humanism; (4) postmodern ilmu

administrasi publik. Empat konsep ini yang membangun perkembangan ilmu

administrasi publik. Dalam konsep pertama, menurut Sandel sebagaimana dikutip

oleh Miftah Toha58

, bahwa citizenship yang demokratis adalah adanya

keterlibatan yang aktif dari warga negara dalam proses penyelenggaraan

pemerintahan.

Dalam konteks ini, warga negara tidak hanya melihat dari perspektif

individu dalam persoalan yang lebih besar, namun melihat semua persoalan dari

perspektif yang lebih luas untuk kepentingan umum, merasa ikut memiliki, dan

adanya moral bond dengan komunitasnya. Mansbridge sebagaimana dikutip

Miftah Toha59

, mengemukakan bahwa, citizenship dalam pemahaman seperti yang

dijelaskan merupakan perekat yang memperkuat kebersamaan dalam sistem

politik. Dalam perspektif seperti ini, spirit publik (political altruisme) melibatkan

dua hal yang utama dalam individu sebagai bagian dari masyarakat, yaitu

kesetiaan dan kewajiban, di mana masing-masing memainkan peranan yang

penting dalam proses pemerintahan.

Administrasi publik pada periode ketiga ini yang lebih menekankan pada

pelayanan publik60

sebenarnya juga dipengaruhi oleh pemikiran dari Osborne dan

Gaebler. Perubahan paradigma ini sangat erat kaitannya dengan isu-isu sosial,

politik dan ekonomi global yang dihadapi oleh administrasi publik di banyak

negara, terutama di negara berkembang. Pergeseran konsep ini, sebenarnya

57Miftah Toha, op.cit., hal. 84

58

Ibid, hal.86

59

Ibid

60

Menurut Lloyd D. Musolf sebagaimana dikuitip Inu Kencana dkk. op.cit., hal 26, objek

ilmu administrasi publik adalah pelayanan publik, sehingga utamanya yang dikaji adalah

keberadaan berbagai organisasi publik.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

35

Universitas Indonesia

semakin menegaskan signifikansi peranan administrasi publik di negara

berkembang.

Masalah kelembagaan yang dihadapi oleh Indonesia, bukan hanya sebatas

bagaimana administrasi publik dapat meningkatkan public service, akan tetapi

juga membangun sistem pemerintahan yang accountable dan transparan. Konsep

public administration tidak berhenti pada terminologi administrasi negara yang

mengandung makna di dalamnya, negara mempunyai dominansi peran yang besar

tanpa keterlibatan masyarakat khususnya dalam perumusan kebijakan. Pemaknaan

public administration ke dalam terminologi “administrasi publik”, mengubah

paradigma peranan negara di dalam sistem pemerintahan. Negara, meminjam

istilah Osborne, tidak lagi berperanan rowing, akan tetapi lebih steering, bersifat

koordinatif dan membina. Dengan konsep seperti ini, maka negara harus mampu

memberdayakan seluruh potensi yang ada dalam masyarakat.

Dalam pemahaman yang hampir sama Frederickson61

mengatakan, bahwa

berdasarkan corak berpikirnya, perkembangan administrasi publik dibedakan atas

lima kelompok. Kelompok pertama, adalah paradigma birokrasi klasik dengan

para pemikirnya yang utama adalah Max Weber, diawali sebelumnya oleh

Woodrow Wilson, Ferederick Taylor, Luther Gullick dan Llyandall Urwick.

Perkembangan dari birokrasi klasik, dilanjutkan dengan paradigma neo klasik

yang memfokuskan pada administrative behavior dengan para pakarnya seperti

Herbert Simon, Richard M. Cyert dan James G.A. March. Paradigma

kelembagaan, yang memfokuskan pada efektivitas institusi dan kebijakan

merupakan kelompok yang dipelopori oleh Charles E. Lindblom, James D.

Thomson, Frederick C. Mosher dan Amitai Etzioni. Kelompok keempat,

memfokuskan administrasi publik pada paradigma hubungan kemanusiaan

(human relation), dengan para pemikirnya adalah Rensis Likert, Daniel Katz dan

Robert Kahn. Kelompok kelima adalah paradigma pilihan masyarakat umum

dengan para pakarnya yaitu Vincent Ostrom, James Buchanan dan Gordon

Tullock. Lima model administrasi publik dari Frederickson dapat dilihat dalam

tabel 2.1. Dari lima model administrasi ini, Frederickson menawarkan konsep

tentang new public administration.

61 George H Frederickson, op.cit., hal. 28-30.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

36

Universitas Indonesia

Pemikiran Frederickson tentang new public administration sebenarnya

bukanlah konsep administrasi publik yang terkini. Meskipun demikian, pemikiran

Frederickson62

yang mengajukan konsep administrasi publik baru sangat menarik

untuk dipahami, karena sangat kontekstual dengan kondisi kontemporer saat ini.

Menurut Frederickson, administrasi publik baru lebih memfokuskan pada masalah

keadilan sosial (social equity) di dalam konsepnya. Hal ini berbeda dengan

administrasi publik klasik yang lebih menekankan pada aspek efisiensi, ekonomi

dan koordinasi dari pelayanan institusi pemerintah. Administrasi publik klasik

atau konvensional lebih menekankan fokus untuk menjawab pertanyaan-

pertanyaan: (1) Bagaimana kita dapat menyediakan pelayanan yang lebih baik

dengan sumber-sumber daya yang tersedia? atau (2) Bagaimana kita dapat

mempertahankan tingkat pelayanan dengan membelanjakan seminimal mumgkin

anggaran? Pertanyaan ini selalu dimunculkan dalam konteks administrasi publik

klasik, sedangkan administrasi publik baru menambahkan pertanyaan yang

kontekstual dengan kondisi sosial, yaitu apakah pelayanan dari institusi

pemerintah dapat meningkatkan keadilan sosial.

Tabel 2.1

Model Administrasi Publik

Teori dan

Teoritisi

Fokus Empiris

(Unit Analisis) Ciri-ciri

Nilai yg akan

dioptimalkan

Model

Birokrasi

Klasik

- Taylor

- Wilson

- Weber

- Gulick and

Urwick

Organisasi

- Kel. produksi

- Instansi

Pemerintah

- Biro (bureau)

- Kelompok kerja

Struktur,hirarki,pengendalia

n otoritas, dikotomi

kebijakan-administrasi rantai

perintah, kesatuan perintah,

rentang pengendalian,

pengangkatan atas

kemampuan, sentralisasi

- Efisiensi

- Ekonomi

- Efektivitas

Model

Neobirokrasi

Simon, Cyert

March, Gore

Keputusan

Positivis-logis, penelitian

ope-rasi, analisis sistem,

siberne-tika,ilmu

manajemen, produk-tivitas

Rasionalitas

Efisiensi

Ekonomi

62Ibid, hal.9-10

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

37

Universitas Indonesia

Teori dan

Teoritisi

Fokus Empiris

(Unit Analisis) Ciri-ciri

Nilai yg akan

dioptimalkan

Model

Institusi

Lindblooom

J. Thompson

Crozier

Downs

Mosher

Etzioni

Blau

Riggs

V.

Thompson

Selznick

- Keputusan

(rasional)

- Keputusan

(tambahan)

- Perilaku

organisasi

(sistem terbuka)

- Perilaku

organisasi

- Perilaku individu

dan organisasi

- Biro dan Profesi

- Perbandingan

perilaku

organisasi

(kekuasaan)

- Perilaku

organisasi

(pertukaran)

- Organisasi dan

kebudayaan

- Perilaku

organisasi

- Perilaku

organisasi

- (Organismis)

Empiris, positivis, birokrasi

adalah cerminan

kebudayaan, pola-pola

perilaku birokrasi yg

memusatkan perhatian pada

kelangsungan, kompetisi,

teknologi, rasionalitas,

inkrementalisme, kekuasaan

Ilmu “Analisa

yang netral

tentang peri-

laku

organisasi

”Inkrementali

sme

Pluralisme

Kritik

Model

Hubungan

Kemanusiaan

McGregor

Likert

Bennis

Argyris

Individu dan

kelompok kerja

Hub

pengawas/pekerja

Daya guna

pengawas/ pekerja

Perubahan perilaku

Perubahan perilaku

Hubungan antar pribadi &

antar kelompok, komunikasi,

sanksi, motivasi, perubahan,

pelatihan, pembagian

otoritas, kebenaran prosedur,

konsensus

- Kepuasam

kerja

- Perkemban

gan pribadi

- Harga diri

individu

Model

Pilihan

Publik

Ostrom

- Hubungan organi-

sasi/ klien & dis-

tribusi barang

masyarakat umum

- Desentralisasi

Antibirokratis, penerapan

logika ekonomi pada

masalah2 distribusi

pelayanan publik, analitis,

pengibaratan pasar,

- Pilihan atau

kehendak

warga

negara - Kesempatan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

38

Universitas Indonesia

Teori dan

Teoritisi

Fokus Empiris

(Unit Analisis) Ciri-ciri

Nilai yg akan

dioptimalkan

Buchanan,

Tullock

Olson

Mitchell

Frohlich,

Oppenheimer

, Young

Niskanan

struk-tur yang

tumpang tindih

- Sektor publik

seba-gai pasar

- Besarnya kel.

klien dan

distribusi pela-

yanan publik

- Distribusi

- Kepemimpinan

dan distribusi

barang

- Perjanjian

pelaksa-naan

kontrak2, desentralisasi,

tawar menawar

memperguna

kan pelayan-

an yang

sama

- Persaingan

Sumber: Frederickson, hal,28-30

Frederikson63

mengangkat isue keadilan sosial yang menekankan pada

persamaan hak dalam pelayanan pemerintahan. Keadilan sosial menurutnya juga

ditandai oleh pertanggungjawaban kepada rakyat atas keputusan-keputusan dan

pelaksanaan program pemerintah. Lebih jauh Frederikson menekankan agar

pemerintah lebih merespons kebutuhan masyarakat dan bukan kebutuhan

organisasi publik.

Dalam administrasi publik baru, pemerintah diharapkan bertindak tanpa

diskriminasi patrimonial, suku, etnik, agama atau ikatan lainnya. Sejumlah

peneliti, praktik adminisrasi publik di Indonesia masih rentan terkondisi secara

sistematis melakukan diskriminasi. Komitmen administrasi publik baru pada

keadilan sosial, menandai pergeseran paradigma. Komitmen pada keadilan sosial

tidak hanya melibatkan pemenuhan tuntutan perubahan, akan tetapi juga upaya

untuk mendapatkan bentuk organisasi dan politik yang menonjolkan kemampuan

fleksibilitas yang terus berlangsung atau perubahan yang terus terjadi secara rutin.

Untuk memperoleh struktur-struktur yang dapat diubah, administrasi publik

cenderung untuk mencoba dan menganjurkan perubahan bentuk-bentuk organisasi

birokratis, melalui penerapan konsep desentralisasi, devolusi, kontrak-kontrak,

63Ibid, hal 10.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

39

Universitas Indonesia

pengembangan organisasi dan pelibatan partisipasi yang luas dari masyarakat.

Konsep-konsep ini dibangun untuk meningkatkan potensi perubahan dan

melanjutkan perubahan dalam birokrasi serta untuk melanjutkan perubahan

kebijakan yang akan meningkatkan kemungkinan keadilan sosial. Bagaimana

konsep keadilan sosial terkait dengan nilai, struktur dan manajemen sebagai

fondasi administrasi publik baru dapat dilihat dalam tabel 2.2.

Tabel 2.2

Nilai, Struktur dan Manajemen dalam Keadilan Sosial.

Nilai yg akan

Dimaksimunkan

Alat Struktur untuk

Mencapai

Alat Manajemen untuk

Mencapai

Daya Tanggap

(Responsiveness)

- Desentralisasi (politis

& administratif)

- Perjanjian

- Pengendalian atas

birokrasi

Interaksi klien yang rutin

dengan karyawan dan

manajer

Definisi manajemen tentang

demokra-si, mencakup lebih

luas dari daya tanggap

terhadap pejabat publik, juga

terhadap kelompok2

kepentingan dan minoritas2

yg tidak terorganisir.

Partisipasi pekerja

dan warga negara

dalam pembuatan

keputusan

Dewan Rukun tetangga

yang mempunyai

kekuasaan

Kelompok2 kerja yang

saling tumpang tindih

Keterlibatan pekerja

dalam proses2 keputusan

Penerimaan etika yang

mendorong hak pekerja dan

warga untuk berpar-tisipasi

dalam proses keputusan yang

langsung mempengaruhi

kehidupan mereka

Latihan dalam pengembangan

organiisasi

Keadilan sosial

(social equity)

Sistem penghasilan

berdasarkan wilayah

dengan distribusi lokal

Keluaran (output)

pelayanan masyarakat

yang disamaratakan

menurut kelas sosial

Kode etik profesional yg

memerinci keadilan

Keterlibatan manajemen pada

asas bahwa pemerintahan

mayoritas tidak merusak hak

minoritas untuk mem-peroleh

pelayanan masyarakat yang

sama

Pilihan warga

negara

Merencanakan bentuk-

bentuk pelayanan

alternatif untuk

memperluas pilihan

Tumpang tindih

Pengurangan monopoli

manajemen atas pelayanan

tertentu seperti pe-meliharaan

kesehatan atau pendidikan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

40

Universitas Indonesia

Nilai yg akan

Dimaksimunkan

Alat Struktur untuk

Mencapai

Alat Manajemen untuk

Mencapai

Perjanjian

Tanggungjawab

administrasi untuk

efektivitas program

Desentralisasi

Delegasi

Target pelaksanaan

Pengukuran pelaksanaan

bukan hanya berdasarkan

standar umum organisasi,

tetapi juga menurut kelas

sosial

Mengukur pelaksanaan untuk

siapa?

Sumber: Frederickson, hal,52-53

Ketidakadilan sosial menurut Stephen R. Chitwood sebagaimana dikutip

oleh Frederickson64

membagi pola pelayanan ke dalam tiga bentuk dasar, yaitu:

(1) pelayanan yang sama bagi semua, (2) pelayanan yang sama secara

proporsional bagi semua, (3) pelayanan yang tidak sama bagi individu-individu

sesuai dengan perbedaan yang ada. Pelayanan yang sama bagi semua sangat

terbatas dalam penerapannya, karena kebanyakan pelayanan pemerintahan tidak

bisa digunakan secara sama oleh semua warga negara, karena pelayanan-

pelayanan itu pada awalnya sebenarnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan

kelompok yang terbatas. Keadilan proporsional menawarkan suatu formula untuk

distribusi pelayanan yang didasarkan atas suatu ciri tertentu yang agaknya

berkenaan dengan kebutuhan, misalnya: bantuan sosial bisa berbeda-beda

berdasarkan pada tingkat permasalahan sosial kemasyarakatan yang dihadapi. Ini

berarti pemenuhan kebutuhan akan meningkat apabila kondisinya memang

menunjukkan adanya peningkatan. Dalam pelayanan publik yang tidak sama,

Chitwood65

mengatakan, bahwa individu-individu menerima pelayanan dalam

jumlah yang sesuai dengan perbedaan-perbedaan yang relevan, misalnya

kemampuan dan kebutuhan yang berbeda dari tiap-tiap individu.

Perubahan telah menjadi perhatian para pakar ilmu administrasi public,

di antaranya Reengineering Bureaucracy (Michael Hammer dan James Champy,

1994),) Strategy Benchmarking (Champ R, 1998) New Public Management

( Lynn, 1998, Stewart dan Ramson, 1994)

64Ibid, hal. 70

65

Ibid, hal. 71

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

41

Universitas Indonesia

Keterkaitan ilmu administrasi publik dengan disiplin ilmu yang lain

antara lain dikemukakan oleh Eran Vigoga (2003) yang mengatakan bahwa ada

tiga disiplin ilmu sebagai core sources dari ilmu administrasi publik, yakni (i)

political science dan political analysis; (ii) sosiologi dan cultural studies; (iii)

manajemen organisasi dan business science termasuk di dalamnya ilmu perilaku

organisasi dan human resources. Perkembangan lebih lanjut dari administrasi

publik kemudian juga mengarah pada sistem pemerintahan lokal, sebagai

konsekuensi dari penerapan pemikiran tentang desentralisasi yang tumbuh di

banyak negara berkembang.

2.2 Pergeseran Kearah Good dan Dynamic Governance

Philip J. Cooper sebagaimana dikutip oleh Warsito Utomo66

menyatakan,

bahwa otonomi atau desentralisasi67

merupakan salah satu tantangan yang

dihadapi oleh administrasi publik disamping diversity, accountability, civil

society, privatization, democratization, reengineering dan the empowering effect

of high technology. Otonomi daerah merupakan konsep dalam administrasi

pemerintahan daerah68

(local government) yang dimaknai sebagai hak, wewenang

dan kewajiban daerah otonom69

untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat. Owen E. Hughes

sebagaimana dikutip oleh Warsito Utomo70

, menjelaskan, bahwa otonomi daerah

khususnya yang berkenaan dengan strengthening of local institution merupakan

tantangan, peluang dan kecenderungan arah sejumlah isu dari administrasi publik,

66Warsito Utomo, op.cit., hal.21

67

Terminologi otonomi daerah dan desentralisasi hakekatnya mempunyai pengertian

yang berbeda. Otonomi lebih cenderung dalam lingkup aspek politik-kekuasaan negara (political

aspect), sedangkan desentralisasi lebih cenderung berada dalam administrasi publik

(administrative aspect). Dilihat dalam konsep sharing of power kedua terminologi tersebut

mempunyai keterkaitan yang erat dan tidak dapat dipisahkan. Artinya, jika berbicara tentang

otonomi daerah, maka akan menyangkut pula pemahaman mengenai seberapa besar wewenang

untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang telah diberikan sebagai kewenangan daerah

demikian pula sebaliknya. Lihat Edie Toet Hendratno. Negara Kesatuan, Desentralisasi dan

Federalisme. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hal.63

68

Menurut Inu Kencana Syafiie dkk, administrasi pemerintahan daerah merupakan ruang

lingkup administrasi publik dilihat dalam hubungan, peristiwa dan gejala pemerintahan. Lihat

Syafiie, op.cit., hal 29.

69

Menurut UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah otonom adalah

kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan

mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia

70

Warsito Utomo, op.cit., hal. 21

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

42

Universitas Indonesia

di samping lingkungan kultural administrasi publik, krisis atau manajemen

bencana, peningkatan akuntabilitas dalam manajemen publik, pengembangan

SDM dan mengelola ketergantungan ekonomi dan teknologi.

Cooper maupun Hughes memperlihatkan bahwa administrasi publik

menghadapi kompleksitas problema aktual dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah khususnya dalam penerapan otonomi daerah. Otonomi daerah dapat

disikapi sebagai sebuah konsep atau aktivitas yang lebih luas. Bukan hanya

dipersepsikan mengandung makna muatan technical administration atau practical

administration semata, akan tetapi juga berarti process of political interaction.

Pada tingkat lokal (daerah), konsep ini berkaitan dengan local democracy, yang

maknanya berhubungan dengan pemberdayaan (empowering) masyarakat di

tingkat daerah. Otonomi, dengan demikian dapat dilihat dari berbagai sudut71

,

yaitu: dari sudut teknik organisatoris atau administrasi, sudut politik, sudut

kultural dan sudut pembangunan.

Dalam kerangka implementasinya, otonomi daerah dapat dipahami secara

filosofis berdasarkan pada prinsip-prinsip yang harus diterapkan, yaitu sharing of

power, distribution of income dan empowering of regional administration.72

Implikasi dari pemahaman filosofis ini adalah tercapainya the ultimate goal of

autonomy, yaitu tercapainya kemandirian daerah khususnya kemandirian

masyarakat. Sehingga otonomi bukan hanya sekedar penyerahan urusan untuk

menyelenggarakan pemerintahan daerah, juga bukan hanya terbatas

menyelenggarakan urusan-urusan yang timbul sebagai akibat adanya aspirasi

masyarakat, akan tetapi merupakan kewenangan yang diberikan kepada daerah

dalam konteks negara kesatuan. Otoritas di pusat dan provinsi menjadi relatif

terbatas dan berkurang, sementara kewenangan yang luas, utuh dan nyata lebih

diberikan kepada kota. Jadi fokusnya lebih pada kewenangan untuk merencanakan

dan melaksanakan serta mengendalikan daerah untuk mencapai kemandirian.73

Otonomi daerah pada hakekatnya hendak mengubah karakteristik government

yang menitikberatkan pada otoritas penuh pemerintah kepada governance yang

71Ibid, hal.22

72

Ibid, hal.26

73

Ibid, hal.27

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

43

Universitas Indonesia

menitikberatkan pada interaksi di antara pemerintah (government), masyarakat

(society) dan swasta (profit maupun sosial).

Perubahan konsep dari government menuju governance merupakan

paradigma baru dalam administrasi publik.74

The United Nation, mengartikan

governance sebagai ”the exercise of political, economic and administrative

authority in the management of a country’s affairs”.75

Economic governance

meliputi proses-proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi aktivitas

ekonomi domestik dan interaksi antara penyelenggara ekonomi. Economic

governance mempunyai implikasi terhadap pemerataan dan peluang partisipasi

dalam pembangunan, upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kualitas

hidup. Political governance merupakan proses pembuatan keputusan untuk

memformulasikan suatu kebijakan. Sementara itu, administrative governance

berkaitan dengan sistem implementasi proses kebijakan. Dengan demikian,

institusi dari governance meliputi tiga domain, yaitu: negara atau pemerintahan,

dunia usaha, dan elemen-elemen masyarakat madani yang saling berinteraksi.

Institusi pemerintahan berfungsi menciptakan lingkungan politik dan hukum yang

kondusif, sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan dan masyarakat

mandani aktif saling berinteraksi dalam konteks sosial, ekonomi dan politik.

Konsep dari the United Nations pada tahun 1990-an ini, kemudian

diperjelas lagi oleh The United Nations Development Program (UNDP) yang

menyatakan governance sebagai “those institutions and process sector interact

with each other in shaping public affairs and through which citizens articulate

their interests, mediate their differences and excercise their political, economic

and social right”.76

Dalam konsep governance ini, pengambilan keputusan bukan

hanya wewenang dari pemerintah, akan tetapi melibatkan warga negara yang

dimobilisasi melalui organisasi sosial dan sektor swasta. Cheema dan Rondinelli

menyebut ini sebagai democratic governance. Konsep ini memberikan mandat

kepada pemerintah untuk menciptakan atau menguatkan saluran dan mekanisme

bagi partisipasi publik dalam pengambilan keputusan sesuai dengan aturan

74Adam Ibrahim Indrawijaya. “Membangun Birokrasi Pembelajaran Sebagai Strategi

Utama Pembaharuan Administrasi Publik.”dalam Good Governance. Vol.4, No.1, Juni 2006.

75

Cheema and Rondinelli, op.cit., hal.6

76

Ibid.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

44

Universitas Indonesia

hukum, untuk meningkatkan transparansi dalam prosedur dan membangun

akuntabilitas kepada publik.

Democratic governance menegaskan, bahwa negara akan menjamin

pemilihan yang bebas dan fair, menjamin desentralisasi kekuasaan dan sumber

daya yang tepat kepada masyarakat lokal (daerah), melindungi kebebasan hukum

dan akses memperoleh keadilan, mempertahankan efektivitas fungsi civil service.

Konsep ini juga diharapkan dapat menjamin pemisahan kekuasaan secara

proporsional, menjaga akses informasi dan kebebasan media, melindungi hak

asasi mausia yang dasar, kebebasan berusaha dan berekspresi dan mendorong

kebijakan di bidang ekonomi. Secara konseptual, governance sangat mendorong

akan tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan untuk

formulasi suatu kebijakan

Upaya untuk membangun pemerintahan yang baik, agar penyelenggaraan

pembangunan dapat berjalan dengan efektif, efisiensi dan akuntabel. World Bank

menyetarakan good governance ini dengan penyelenggaraan manajemen

pembangunan yang solid dan bertanggung jawab, yang selaras dengan demokrasi

pasar yang efisien, penghindaran ketidaktepatan alokasi dana dan investasi,

pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan

disiplin anggaran serta menciptakan kerangka kerja dan politik bagi tumbuhnya

sifat kewiraswastaan.77

Konsep good governance dapat dipahami sebagai suatu

proses tata kelola pemerintahan yang baik, dengan melibatkan stakeholders

terhadap berbagai kegiatan perekonomian, sosial politik dan pemanfaatan

beragam sumber daya (seperti: sumber daya alam, keuangan dan manusia)

dengan menganut asas: keadilan, pemerataan, persamaan, efisiensi, transparansi

dan akuntabilitas.78

Menurut UNDP79

tahun 1997, good governance memiliki

beberapa karakteristik yaitu participation (partisipasi), rule of law (taat hukum),

transparency (transparansi), responsiveness (tanggung jawab), consensus

orientation (berorientasi pada kesepakatan), equity (keadilan), effectiveness and

77Adam Ibrahim Indrawijaya, Loc. Cit. hal. 15-16

78

Sedarmayanti. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) dan Good Corporate

Governance (Tata Kelola Perusahaan Yang Baik) (Bandung: Mandar Maju, 2007), hal.2.

79

Ibid, hal. 13

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

45

Universitas Indonesia

efficiency (efektivitas dan efisiensi), accountability (akuntabilitas), strategic

vision (visi stratejik).

Partisipasi ditandai dengan peluang bagi setiap warga berpartisipasi dalam

proses pengambilan keputusan/kebijakan, dibangun berdasarkan pada kebebasan

berkelompok, berorganisasi dan berbicara secara konstruktif, penyelenggaraan

pemerintahan yang taat kepada penegakan hukum secara adil, kedudukan yang

sama di muka hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Karakter transparansi

dibangun atas dasar kebebasan terhadap akses informasi. Informasi mengenai

proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kinerja institusi pemerintah dapat

diakses oleh publik yang membutuhkan dan berkepentingan.

Secara konseptual, jajaran pejabat publik harus bersikap responsif

terhadap permasalahan sosial. Setiap kebijakan yang diambil harus dapat

dipertanggungjawabkan implikasinya kepada masyarakat. Sehingga good

governance menjadi mediasi dari kepentingan yang berbeda-beda untuk

mendapatkan pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam kaitan

dengan kebijakan yang telah diformulasikan maupun prosedur dan mekanisme

kerja yang dibangun. Keadilan dalam good governance dimaksudkan bahwa,

seluruh warga negara, tanpa pembedaan atas gender mempunyai kesempatan yang

sama untuk mengubah dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Good governance memperhatikan aspek efektivitas dan efisiensi di dalam

penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam proses perumusan dan

implementasi kebijakan. Dengan konsep efektivitas dan efisiensi, maka

pemanfaatan sumber daya yang ada akan benar-benar memperhitungkan

kemungkinan implikasi dari output dan outcome yang dihasilkan. Salah satu

karakter pokok dari good governance adalah akuntabilitas. Dalam konsep

akuntabilitas, setiap pembuat kebijakan dalam pemerintahan, sektor swasta dan

masyarakat bertanggung jawab secara luas kepada publik dan lembaga-lembaga

stakeholders. Akuntabilitas merupakan rekam jejak dari keseluruhan kinerja yang

harus dipertanggungjawabkan dan diketahui oleh publik. Dalam good governance,

para pejabat publik atau pemimpin memiliki pandangan dan wawasan strategis

yang luas jauh ke depan. Permasalahan yang dihadapi dan dicari solusi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

46

Universitas Indonesia

pemecahannya, bukan hanya berada pada saat sekarang, akan tetapi juga di masa

yang akan datang.

Dari perspektif administrasi publik, good governance terkait dengan

beberapa aspek.80

Pertama, terkait dengan hukum/kebijakan yang ditujukan untuk

perlindungan kebebasan sosial, politik dan ekonomi. Kedua, kompetensi dan

keterbukaan administrasi, yaitu kemampuan menyusun perencanaan dan

melakukan implementasinya secara efisien, kemampuan untuk melakukan

penyederhanaan organisasi, penciptaan disiplin dan model administratif yang

didasarkan pada keterbukaan informasi. Ketiga, berkaitan dengan desentralisasi

dan dekonsentrasi di dalam unit pemerintahan. Keempat, berkaitan dengan

peluang penciptaan pasar yang kompetitif melalui penyempurnaan mekanisme

pasar, deregulasi dan kemampuan pemerintah dalam memformulasikan kebijakan

makro ekonomi.

Terkait dengan desentralisasi, dua karakteristik good governance menjadi

suatu kebutuhan dalam negara berkembang seperti Indonesia dan diharapkan

menjadi karakter yang perlu ada dalam sistem administrasi publik.81

Dua karakter

good governance, yaitu transparansi dan akuntabilitas, menurut Sedarmayanti82

potensial untuk diciptakan melalui penerapan desentralisasi. Lebih jauh dikatakan,

bahwa desentralisasi dapat menjadi modal untuk menumbuhkan demokrasi lokal.

Dalam perkembangan lebih jauh dari konsep governance, sangat menarik

dipahami pemikiran Boon Siong Neo dan Geraldine Chen yang menawarkan

konsep dynamic governance.83

Dynamic governance merupakan kemampuan

suatu pemerintahan untuk mengatur program dan kebijakan publiknya secara

berkesinambungan sama seperti halnya perubahan cara dimana kebijakan

diformulasikan dan diimplementasikan sehingga kepentingan jangka panjang dari

bangsa dapat dicapai.84

Kemudian dikatakan bahwa,”dynamism in governance is

essential for sustained economic and social development in an uncertain and fast

80Adam Ibrahim Indrawijaya, Loc.Cit., hal 17

81

Sedarmayanti, op.cit., hal.1-2.

82

Ibid, hal 2. 83

Boon Siong Neo and Geraldine Chen. Dynamic Governance, Embedding Culture,

Capabilities and Culture in Singapore. (Singapore: World Scientific Publish .Ltd, 2007), hal. 2-3. 84

Ibid, hal. 8.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

47

Universitas Indonesia

changing environment, and in an increasingly demanding and sophisticated

society where citizens are more educated and more exposed to globalization.85

Lebih jauh dikatakan bahwa suatu governance menjadi dynamic ketika

pilihan-pilihan kebijakan sebelumnya dapat diadaptasi terhadap pembangunan

yang sedang dilakukan dalam lingkungan yang berubah cepat dan berada dalam

ketidakpastian sehingga kebijakan-kebijakan dan lembaga tetap relevan dan

efektif dalam mencapai outcomes masyarakat yang diinginkan jangka panjang.

Dynamic governance86

menyiratkan makna sebagai pendekatan proaktif terhadap

pembuatan dan pelaksanaan kebijakan yang secara konstan mengantisipasi

pembangunan di masa yang akan datang, mengumpulkan feedback, mengevaluasi

kinerja dan belajar dari negara lain sehingga system tata kelola dan kelembagaan

tetap relevan dan efektif bagi pembangunan ekonomi dan sosial.

Dalam dynamic governance dibutuhkan kepemimpinan politis dan sektor

publik yang bekerja sama untuk mencapai tujuan ekonomi dan sosial yang

penting.87

Kepemimpinan politis menentukan arah kebijakan, agenda, sifat dan

lingkungan untuk sektor publik. Bagi pemerintahan daerah, kepemimpinan politis

dalam konteks kota adalah Walikota yang memainkan peranan yang sangat besar

dalam membentuk dan menentukan pimpinan OPD. Dalam kebijakan

desentralisasi konsep dynamic governance ini memberikan kesempatan kepada

pemerintah lokal (daerah) membangun demokratisasi, karena proses desentralisasi

lebih memungkinkan munculnya pemerintahan yang responsif, representatif dan

akuntabel.

Desentralisasi secara bersamaan akan menguatkan kapasitas institusi yang

berada di daerah dan membangun sistem pemerintahan yang responsif, artinya:

tidak hanya memperkuat struktur pemerintahan lokal saja, akan tetapi juga

memberikan kepercayaan bagi pemerintahan daerah untuk menjalankan pelayanan

publiknya secara akuntabel. Demokrasi kemungkinan terbangunnya di dalam

85

Ibid. Dynamism dicirikan dengan adanya idea baru, persepsi yang segar, perbaikan

berkelanjutan, aksi cepat, adaptasi yang fleksibel dan inovasi yang kreatif. Governance

merupakan hubungan antara pemerintah dan warganegara yang memungkinkan program dan

kebijakan public diformulasikan, diimplementasikan dan dievaluasi. Dalam arti yang luas, ini

merujuk pada aturan, lembaga-lembaga dan jaringan yang menentukan fungsi-fungsi dari suatu

negara atau organisasi, ibid, hal. 1 dan 7. 86

Ada tiga kapabilitas dynamic governance yaitu thinking ahead, thinking again and

thinking across. 87

Ibid, hal. 9.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

48

Universitas Indonesia

desentralisasi apabila terdapat institusionalisasi peran serta masyarakat di tingkat

lokal. Oleh karena itu masyarakat secara sistematis diberdayakan untuk ikut

terlibat dalam proses perumusan kebijakan, pengambilan keputusan dan evaluasi

program.88

2.3 Konsep Desentralisasi Pada Pemerintahan Daerah

Konsep desentralisasi selain menjadi model pembagian kekuasaan secara

vertikal antara pemerintah pusat dengan negara bagian atau pemerintah daerah di

samping sebagai asas penyelenggaraan pemerintahan, juga menjadi wujud

kongkrit dari pelaksanaan demokrasi. Wujud demokrasi ini berada baik di tataran

nasional dalam konteks pembagian kekuasaan pusat dan daerah sebagai cerminan

demokrasi nasional maupun di tataran daerah yang melibatkan peran serta atau

partisipasi masyarakat sebagai wujud demokrasi lokal. Untuk memberikan

pemahaman tentang desentralisasi yang utuh, lengkap dan komprehensif tidaklah

mudah. Banyak pengertian atau definisi yang dikemukakan oleh para pakar

pemerintahan daerah mengenai desentralisasi. Menurut David K. Hart

sebagaimana dikutip Edie Toet Hendratno,89

banyaknya definisi tentang

desentralisasi ini disebabkan karena ada beberapa disiplin ilmu dan teori yang

memberikan perhatian terhadap desentralisasi antara lain seperti ilmu administrasi

negara, ilmu politik dan teori-teori administrasi.

Dilihat secara etimologis, terminologi desentralisasi berasal dari bahasa

Latin “de” yang berarti lepas dan “centrum” yang berarti pusat, sehingga secara

harfiah dapat diartikan sebagai melepaskan dari pusat. Dalam perspektif

ketatanegaraan, yang dimaksud dengan desentralisasi adalah penyerahan

kekuasaan pemerintah dari pusat kepada daerah-daerah yang mengurus rumah

tangganya sendiri (daerah otonom). Pengertian ini hampir sama dengan pendapat

Amrah Muslimin yang menyatakan bahwa, desentralisasi adalah pelimpahan

88Sedarmayanti, op.cit..

89

Hendratno, op.cit.,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

49

Universitas Indonesia

kewenangan pada badan-badan dan golongan-golongan dalam masyarakat dalam

daerah tertentu untuk mengurus rumah tangganya sendiri.90

Amrah Muslimin91

mengemukakan tiga macam desentralisasi. Pertama,

adalah desentralisasi politik, yaitu desentralisasi sebagai pengakuan adanya hak

mengenai kepentingan rumah tangga sendiri pada badan-badan politik di daerah-

daerah yang dipilih oleh rakyat dalam daerah-daerah tertentu. Kedua,

desentralisasi fungsional, yaitu desentralisasi sebagai pengakuan adanya hak pada

golongan-golongan yang mengurus satu macam atau golongan kepentingan dalam

masyarakat, baik berserikat atau tidak pada suatu daerah tertentu, misalnya Subak

di Bali. Ketiga, adalah desentralisasi kebudayaan, yang mengakui adanya hak

pada golongan kecil masyarakat untuk menyelenggarakan kebudayaannya sendiri

misalnya, pendidikan dan agama.

Dalam beberapa literatur, menurut Bayu Surianingrat92

, dikenal ada dua

macam desentralisasi yaitu:

1. Desentralisasi jabatan (ambtelijke decentralisatie), yaitu pemencaran

kekuasaan dari atasan kepada bawahan sehubungan dengan

kepegawaian atau jabatan (ambt) dengan maksud untuk meningkatkan

kelancaran kerja;

2. Desentralisasi kenegaraan ( staatkundige decentralisatie ), yaitu

penyerahan kekuasaan untuk mengatur daerah dalam lingkungannya

sebagai usaha mewujudkan asas demokrasi dalam pemerintahan

negara.

Dalam pendapat yang hampir sama, Andi Mustari Pide93

, mengatakan

bahwa desentralisasi pada dasarnya adalah penyerahan kekuasaan atau wewenang

di bidang tertentu secara vertikal dari institusi atau lembaga atau pejabat yang

lebih tinggi kepada institusi atau lembaga atau fungsionaris bawahannya, sehingga

yang diserahi atau dilimpahi kekuasaan wewenang tertentu itu berhak bertindak

atas nama sendiri dalam urusan tertentu tersebut. Pengertian desentralisasi di

90Amrah Muslimin. Ikhtisar Perkembangan Otonomi Daerah 1903-1958 (Jakarta:

Jambatan, 1960), hal.4.

91

Ibid., hal.15

92

Bayu Surianingrat. Desentralisasi dan Dekonsentrasi Pemerintahan di Indonesia Suatu

Analisa (Jakarta: Dewaruci Press, 1981), Hal. 6-7.

93 Andi Mustari Pide. Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad XXI.

(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hal. 33-34.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

50

Universitas Indonesia

negara kesatuan seperti di Indonesia mengandung makna adanya penyerahan

kekuasaan dari pemerintah pusat sebagai badan publik nasional kepada

pemerintah daerah sebagai badan publik lokal. Konsep ini sejalan dengan

pemikiran Eric Barendt sebagaimana dikutip oleh Hendratno bahwa “A State with

unitary constitution may decide for a number of reasons to devolve power to

regional (or local) assemblies.94

Pada desentralisasi terjadi distribusi kekuasaan antara pemerintah pusat

dengan pemerintah daerah. Distribusi kekuasaan dapat dilakukan dengan dua cara,

yaitu distribusi kekuasaan berdasarkan wilayah atau distribusi kekuasaan

berdasarkan fungsi-fungsi tertentu pemerintahan. Dengan demikian kekuasaan

pemerintahan lokal mempunyai dua jenis kekuasaan, yaitu kekuasaan

desentralisasi atau otonomi dan kekuasaan tugas pembantuan (medebewind).

Kekuasaan otonomi menurut Constatijn Kortman dan Paul Bovend’Eert

sebagaimana dikutip Hendratno95

, adalah kekuasaan “to regulate and

adminstrative their own affair”, sedangkan kekuasaan tugas pembantuan

merupakan, “cooperates in the implementation of policy which has been decided

by other government institutions.”

Konsep desentralisasi menurut Cheema dan Rondinelli (2007)96

dalam

buku Decentralizing Governance: Emerging Concepts and Practices, adalah “the

transfer of authority, responsibility, and resources – through deconcentration,

delegation or devolution – from the center to lower levels of administration.

Konsep ini relatif mudah dipahami, di mana dikemukakan bahwa desentralisasi

adalah pelimpahan kewenangan, tanggung jawab dan sumber daya dari pusat ke

level administrasi yang lebih rendah. Proses pelimpahan dilakukan melalui

dekonsentrasi, delegasi atau devolusi. Ketiga caranya ini merupakan format

desentralisasi menurut Cheema dan Rondinelli.

Dalam pemahaman konsep yang hampir sama, Brian C. Smith97

mengatakan bahwa dalam sistem politik negara kesatuan, desentralisasi mencakup

devolusi dan dekonsentrasi. Devolusi adalah penyerahan wewenang untuk

94Hendratno, op.cit., hal 63.

95

Ibid., hal.66

96

Cheema dan Rondinelli, op.cit., hal. 3

97

Brian C. Smith. Field Administration: An Aspect of Decentralization. (London:

Routledge and Kegan Paul, 1967), hal.1

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

51

Universitas Indonesia

mengambil keputusan dalam bidang kebijakan publik kepada lembaga perwakilan

rakyat di tingkat lokal sesuai dengan ketentuan undang-undang, sedangkan

dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang untuk mengambil keputusan

administrasi atas nama pemerintah pusat kepada pejabat di daerah yang

bertanggung jawab dalam kebijakan dalam wilayah yuridiksi tertentu.

Berkaitan dengan kebijakan, ada empat argumen pentingnya penerapan

desentralisasi di suatu negara, yaitu: (1) untuk menciptakan efisiensi

penyelenggaraan administrasi pemerintahan, (2) untuk memperluas otonomi

daerah, (3) untuk beberapa kasus sebagai strategi untuk mengatasi instabilitas

politik, dan (4) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses

pengambilan keputusan dan untuk mempercepat proses pembangunan daerah.

Dengan argumen ini sebagai dasar pertimbangan, Bayu Surianingrat98

mengatakan bahwa desentralisasi umumnya berkaitan dengan dua aspek yaitu

desentralisasi teritorial dan desentralisasi fungsional. Lebih lanjut dijelaskan

bahwa:

1. desentralisasi teritorial (territoriale decentralisatie) merupakan

penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri (autonomie). Batas pengaturannya adalah mencakup

daerah;

2. desentralisasi fungsional (functionale decentralisatie) merupakan

pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus fungsi tertentu.

Batas pengaturannya antara lain adalah pendidikan dan pengairan.

Menurut Cohen dan Peterson99

ada enam pendekatan untuk

mengidentifikasi bentuk-bentuk desentralisasi. Pendekatan pertama

mengklasifikasi bentuk berdasarkan pada basis asal sejarah desentralisasi. Fokus

dari pendekatan ini mengarahkan pada salah satu bentuk dari empat pola

desentralisasi dasar, yaitu: berasal dari Perancis, Inggris, Soviet dan tradisional.

Pendekatan dalam sistem klasifikasi ini dipandang sebagai sangat sederhana dan

memiliki kelemahan dalam analisis. Pendekatan kedua, membedakan bentuk

desentralisasi berdasarkan pada hirarki dan fungsi. Menurut pandangan

pendekatan ini, desentralisasi teritorial merujuk pada transfer barang dan jasa

98Surianingrat, op.cit., hal. 6-7

99

Cohen dan Peterson, op.cit., hal. 20-22

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

52

Universitas Indonesia

yang dihasilkan dan disediakan secara tersentral kepada unit level lokal dalam

hirarki jurisdiksi pemerintahan. Desentralisasi fungsional merujuk pada transfer

tanggung jawab pusat kepada unit atau bagian di dalam, di bawah kontrol

pemerintahan atau kepada unit diluar kontrol pemerintah seperti non-

governmental organisation (NGO), atau perusahaan swasta. Masalah dari

pendekatan ini adalah terlalu elementer untuk memfasilitasi permasalahan

rancangan dan implementasi desentralisasi seperti dasar hukumnya, organisasi

struktural, pembagian kekuasaan, prosedur administratif, keuangan dan anggaran.

Penekanan pada teritori merupakan kesalahan konsep yang besar mengenai

desentralisasi, karena desentralisasi lebih difokuskan pada proses transfer dari

tugas publik sektor dari kota ke daerah.

Pendekatan ketiga mengidentifikasi bentuk desentralisasi melalui

permasalahan yang ditujukan dan dinilai oleh investigator. Pendekatan ini

digambarkan dalam hasil kajian dari the Berkeley Decentralization Project, yang

memfokuskan pada upaya untuk menemukan proyek dan program pembangunan

yang efektif bagi masyarakat miskin di pedesaan. Kelompok Berkeley

mengidentifikasi ada delapan bentuk desentralisasi yaitu (1) devolusi (devolution),

(2) devolusi fungsional (functional devolution), (3) organisasi kepentingan

(interest organisation), (4) dekonsentrasi prefectorial (prefectorial

deconcentraion), (5) dekonsentrasi ministerial (ministerial deconcentration), (6)

delegasi kepada badan-badan otonom (delegation to autonomous agencies), (7)

philantropy, dan (8) marketization. Permasalahan pendekatan ini ditujukan secara

khusus pada kelemahan sentralisasi yang berlebih yang bersifat elektrik dan

bergantung pada rasional administratif, politik, ekonomi dan nilai analisis

permasalahan.

Pendekatan keempat memfokuskan pada pola-pola struktur dan fungsi-

fungsi administratif yang bertanggung jawab dalam produksi dan penyediaan

barang dan pelayanan kolektif. Pendekatan ini oleh the United Nations pada tahun

1962 diidentifikasi ada empat bentuk desentralisasi yaitu (1) local-level

government systems, (2) partnership systems, (3) dual systems, dan (4) integrated

administrative systems. Problem dari pendekatan ini adalah bahwa pendekatan ini

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

53

Universitas Indonesia

tidak terlalu analitis berkaitan dengan keanekaragaman dari desain struktural dan

fungsional yang terus meningkat dalam tiga dekade terakhir ini.

Pendekatan kelima memberikan definisi desentralisasi yang sempit secara

tipikal berdasarkan pada pengalaman satu negara. Menurut pandangan pendekatan

ini, transfer tanggung jawab, tenaga kerja dan sumber daya pada kantor-kantor

pemerintah pusat di daerah bukanlah desentralisasi. Desentralisasi hanya terjadi

ketika unit-unit pemerintah pada level lokal (1) didirikan oleh legislasi khususnya

dalam bentuk charter yang memberikan unit lokal dasar hukum dan hak-haknya,

(2) berada dilokasi di dalam batas jurisdiksi yang jelas di mana ada

masyarakatnya, kesadaran dan solidaritas, (3) diperintah oleh pejabat dan wakil-

wakil yang dipilih, (4) diberikan otoritas untuk membuat dan menegakkan aturan

lokal berkaitan dengan kepentingan sektor publik, (5) diberikan otoritas untuk

mengumpulkan pajak dan pendapatan secara legal, dan (6) diberdayakan dalam

mengelola sistem anggaran, belanja dan akunting dan mempekerjakan pegawai

yang dimiliki termasuk tanggung jawab dalam keamanan.

Pendekatan keenam mengklasifikasi bentuk-bentuk desentralisasi

didasarkan pada beberapa dasar tujuan yaitu tujuan politik, spatial, market dan

administratif. Tujuan ini memberikan perhatian khusus kepada tiga tipe

desentralisasi administratif yaitu dekonsentrasi, devolusi dan delegasi.

Desentralisasi politik secara khusus mengidentifikasi transfer kekuasaan

pengambilan keputusan kepada warga negara atau perwakilan yang dipilih.

Desentralisasi spasial merupakan istilah yang digunakan oleh para perencana

regional yang terlibat dalam memformulasikan kebijakan dan program yang

bertujuan mengurangi konsentrasi urban yang berlebihan di kota-kota melalui

peningkatan pertumbuhan regional. Peningkatan pertumbuhan ini potensial

menjadi pusat pasar manufaktur dan agrikultural. Desentralisasi pasar

memfokuskan pada penciptaan kondisi yang memungkinkan barang dan jasa

dihasilkan dan disediakan oleh mekanisme pasar yang sensitif dengan pilihan-

pilihan individu. Bentuk desentralisasi ini menjadi lebih lazim karena

kecenderungan terkini mengarah pada liberalisasi ekonomi, privatisasi dan

kematian ekonomi terpimpin.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

54

Universitas Indonesia

Pendekatan terakhir adalah desentralisasi administratif yang memfokuskan

pada distribusi kekuasaan dan fungsi yang hirarkikal dan fungsional antara

pemerintah pusat dan non pusat. Kebanyakan literatur yang membahas

desentralisasi difokuskan hanya pada satu dari empat bentuk desentralisasi yaitu

desentralisasi administratif.100

Konsep yang secara luas diterima mengenai bentuk

desentralisasi ini didasarkan pada kebijakan publik, administrasi dan kepentingan

keuangan. Cohen mengartikan desentralisasi administratif sebagai:

“the transfer of responsibility for planning, management and the

raising and allocation of resources from the central government and its

agencies to field units of government agencies, subordinate units or

levels of government, semi autonomous public authorities or

corporation, area-wide regional or functional authorities or non-

governmental private or voluntary organizations.”

Menurut Cohen dan Peterson101

ada tiga tipe desentralisasi administratif

yaitu dekonsentrasi, devolusi dan delegasi. Eko Prasojo, dkk102

menambahkan

desentralisasi administratif ini dengan medebewind atau tugas pembantuan. Tugas

pembantuan merupakan salah satu bentuk khusus desentralisasi yang diterapkan

di beberapa negara termasuk Indonesia. Dekonsentrasi merupakan transfer atau

pelimpahan otoritas fungsi-fungsi manajemen, finansial dan pengambilan

keputusan yang khusus melalui cara adminstratif kepada level yang berbeda

dibawah otoritas jurisdiksional pemerintah pusat. Dalam dekonsentrasi ini yang

menjadi penyelenggara pemerintahan adalah pemerintah pusat dan pemerintah

pusat yang ada di daerah. Pemerintah pusat yang dimaksud di sini adalah

kementerian dan lembaga sektor, sedangkan aparat pemerintah pusat yang ada di

daerah berada di kantor wilayah (Kanwil), dan kantor departemen (Kandep).

Penyelenggaraan pemerintah dalam konsep dekonsentrasi diawasi langsung oleh

pemerintah pusat.

Dalam dekonsentrasi kewenangan untuk membuat keputusan atau

kebijakan berada pada pemerintah pusat, sedangkan representasi pemerintah pusat

secara vertikal di daerah hanya melaksanakan kewenangan yang bersifat

administrasi saja. Hal ini dapat diartikan bahwa para aparat dan institusi vertikal

100Cohen dan Peterson, op.cit., hal.24

101

Ibid

102

Eko Prasojo, Irfan Ridwan Maksum dan Teguh Kurniawan, op.cit., hal. 24

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

55

Universitas Indonesia

di daerah merupakan bawahan yang juga merupakan perwakilan pemerintah pusat

yang berada di wilayah masing-masing. Dengan demikian pelimpahan otoritas

dalam konsep dekonsentrasi hanyalah bersifat mengurus dan bukan mengatur.

Sebagai konsekuensinya, intitusi vertikal yang berada di daerah sebagai

representasi pemerintah pusat di tingkat lokal hanya membuat keputusan rutin dan

melaksanakan kebijakan dan peraturan yang dibuat pemerintah pusat sesuai

dengan kondisi lokal dan arahan yang dibuat oleh pusat. Di beberapa negara,

pejabat pada institusi vertikal dalam konsep dekonsentrasi melakukan fungsi

koordinasi penyelenggaraan pemerintahan dalam wilayahnya masing-masing, di

samping menjaga stabilitas politik dan mencegah terjadinya fragementasi dalam

masyarakat.

Dalam konteks Indonesia,103

asas dekonsentrasi diwujudkan melalui

pembentukan Kantor Wilayah atau Kanwil di tingkat provinsi dan Kantor

Departemen atau Kandep di tingkat Kabupaten/ Kota. Dengan diberlakukannya

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, asas

dekonsentrasi hanya diterapkan pada wilayah provinsi, sedangkan pada wilayah

kabupaten/ kota tidak lagi menganut asas dekonsentrasi. Dari kenyataan seperti

ini, paling tidak dapat ditafsirkan ada dua makna. Pertama, wilayah provinsi

merupakan perpanjangan tangan pusat dalam penyelenggaraan pemerintahan,

karena masih menerapkan asas dekonsentrasi. Kedua, dapat diartikan bahwa

otonomi daerah dengan asas desentralisasi yang penuh berada di tingkat

kabupaten/kota. Implikasinya hampir semua kantor departemen yang ada di

kabupaten/ kota diganti menjadi organisasi perangkat miliki daerah, kecuali pada

intitusi vertikal yang masih menjadi perpanjangan tangan pemerintah pusat

sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Sementara itu menurut Cohen dan Peterson104

devolusi terjadi ketika

otoritas (kewenangan) dilimpahkan oleh pemerintah pusat ke pemerintahan pada

level lokal yang dijamin di bawah peraturan perundang-undangan. Beberapa pakar

administrasi publik khususnya dalam kajian desentralisasi memahami devolusi

sebagai local government, meskipun hal itu menciptakan problem terminologi.

Terminologi devolusi umumnya banyak digunakan dalam kaitan dengan

103Eko Prasojo, dkk, Ibid., hal. 10

104

Cohen dan Peterson, op.cit., hal. 26

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

56

Universitas Indonesia

pelimpahan wewenang dari unit-unit regional atau lokal dalam sistem negara

federal. Terminologi ini kurang umum digunakan oleh negara-negara berkembang

yang menganut sistem negara kesatuan, karena terbatasnya pelimpahan

kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, sebagaimana

dikatakan oleh Cohen dan Peterson, “devolution by developing countries that are

unitary is not common, largely because many developing countries are

characterized by weak government wary of losing political or administrative

control to local-level government units.”105

.

Meskipun demikian devolusi masih umum digunakan berkaitan dengan

administrasi dan tata kelola pemerintahan di tingkat kota (urban areas). Devolusi

umumnya berkaitan dengan kota-kota dan kabupaten yang ditentukan oleh

peraturan. Pelimpahan kewenangan dalam devolusi membutuhkan Undang-

Undang dan peraturan pendukung yang memuat hal-hal sebagai berikut:

1. grant specific local-level units corporate status;

2. establish clear jurisdiction and functional boundaries for such units;

3. transfer defined powers to plan, maka decision and manage specified

publc tasks to such units, and authorize such units to employ their own

staff

4. establish rules for the interaction of such units with other units of the

governmental system of which they are a part;

5. permit such units to raise revenue from such specifically earmarked

sources as property tax, commercial agricultural production tax

assesments, license fees, public utility charges, or from grants and loans

provided by the central ministries; and

6. authorize such units to establish and manage their own budgetary,

accounting and evaluation systems.106

Undang-Undang dan peraturan ini mengatur devolusi yang dimonitor dan

dilaksanakan oleh badan-badan administrasi pemerintahan pusat melalui

Kementerian Dalam Negeri. Apabila dijalankan secara efektif, devolusi dapat

memperluas kesempatan jangkauan tugas-tugas sektor publik untuk lebih baik

dikoordinasikan dan lebih efektif dilaksanakan. Menurut Prasojo, dkk melalui

devolusi terbentuk local self government atau pemerintahan daerah sendiri.107

105Ibid

106

Ibid, hal. 27

107

Prasojo, dkk., op.cit., hal. 11

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

57

Universitas Indonesia

Lebih jauh Prasojo mengatakan bahwa devolusi akan selalu dimulai

dengan pembentukan daerah otonom melalui Undang-Undang. Pembentukan

daerah umumnya disertai dengan pemberian kewenangan yang meliputi

kewenangan untuk mengatur (policy making) dan kewenangan mengurus (policy

implementation). Desentralisasi melahirkan otonomi daerah yang meliputi

pemerintahan daerah dalam pengertian organ, pemerintahan daerah dalam

pengertian aktivitas atau kegiatan dan teritori pemerintahan daerah. Ketentuan

seberapa banyak kewenangan yang dilimpahkan, dan bagaimana cara dan proses

pemberian kewenangan diatur melalui Undang-Undang, yang akan

membedakannya dengan kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat.

Prasojo mengatakan bahwa semakin banyak kewenangan mengatur dan mengurus

yang diberikan kepada daerah otonom yang terbentuk maka semakin tinggi derajat

otonomi yang dimiliki satu pemerintahan daerah.108

Di Indonesia, kewenangan mengatur dalam asas devolusi dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diberikan oleh pemerintah pusat

melahirkan lembaga legislatif daerah atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD). Lembaga legislatif daerah ini merupakan esensi dari otonomi daerah,

karena melalui lembaga inilah peraturan daerah dibuat. Kepala Daerah, baik yang

dipilih oleh DPRD maupun dipilih langsung oleh rakyat, beserta dengan aparat

pejabatnya merupakan perangkat daerah otonom. Dalam perspektif insitusi

pemerintahan daerah para pejabat ini merupakan representasi dari organisasi

perangkat daerah. Organisasi perangkat daerah, baik dalam bentuk dinas, badan,

kantor dan kesekretariatan daerah mencerminkan urusan atau kewenangan yang

dilimpahkan pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah.

Selain dekonsentasi dan devolusi, delegation (delegasi) menurut Cohen

dan Peterson merupakan satu bentuk dari desentralisasi administratif.109

Delegasi

merujuk pada pengertian “the transfer of government decision-making and

administrative authority for clearly defined tasks to organizations or firms that

are either under its indirect control or are independent.” Umumnya, delegasi

dilakukan oleh pemerintah pusat ke organisasi yang semi otonomi dan tidak

secara keseluruhan dikontrol oleh pemerintah akan tetapi dapat

108 Prasojo., dkk., Ibid, hal 12

109

Cohen dan Peterson, op.cit., hal. 27

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

58

Universitas Indonesia

dipertanggungjawabkan secara legal/hukum. Contoh dari jenis organisasi di mana

delegasi dibuat meliputi industri milik negara, perusahaan manufaktur, public

utilities, perumahan dan transportasi. Delegasi juga umum berkaitan dengan

perencanaan regional yang khusus atau area kewenangan pembangunan spesifik

dan berkaitan dengan proyek pembangunan yang kompleks. Institusi.yang

berkaitan dengan pemerintah di antaranya adalah lembaga pemasaran agrikultur,

public utilities, energi, komunikasi, pelabuhan dan sektor transportasi. Cohen dan

Peterson menyatakan bahwa delegasi tidak dibatasi bagi perusahaan-perusahaan

swasta. Menurut keduanya, banyak pakar pembangunan yang mengusulkan

delegasi bagi kelompok-kelompok kepentingan yang independen (independent

interest groups) seperti asosiasi profesional, union perdagangan, kelompok

komunitas, koperasi, asosiasi sukarela privat, LSM dan klub pemuda. Di beberapa

negara asosiasi profesional didelegasikan tanggung jawab untuk memberikan

lisensi, mengatur dan mengawasi anggota-anggota mereka.

Perkembangan konsep desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari

perubahan paradigma government menuju governance sebagaimana telah

diuraikan sebelumnya. Cheema dan Rondinelli dengan jelas memberikan

deskripsi mengenai perkembangan dari desentralisasi. Lebih dari duapuluh tahun

yang lalu, berbagai negara telah melakukan reformasi dengan tujuan memperbaiki

efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan melalui pendekatan desentralisasi. Para

pakar dan peneliti menyatakan bahwa desentralisasi sebagai alat terbaik untuk

membawa pemerintah lebih dekat kepada warganegara, untuk memperbaiki

pengambilan keputusan publik dan untuk meningkatkan pemberian layanan lebih

efektif. Gelombang reformasi yang berlangsung hampir di seluruh negara

dimaksudkan untuk melimpahkan tanggung jawab dan sumber daya kepada

pemerintahan di tingkat lokal sebagai upaya membangun nilai-nilai demokratik

dan tata pemerintahan yang baik (good governance).

Dengan kata lain, desentralisasi telah muncul sebagai kecenderungan

global yang ditujukan untuk memberdayakan otonomi pada level lokal melalui

fasilitasi partisipasi warga negara dan memperbaiki pemberian layanan publik

agar lebih bertanggung jawab, efektif dan efisien. Desentralisasi, dengan

demikian, berarti model baru dari tata pemerintahan negara yang dilakukan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

59

Universitas Indonesia

melalui distribusi kekuasaan. Dari sudut pandang politik, desentralisasi berupaya

untuk meningkatkan partisipasi lokal melalui pencapaian tata pemerintahan yang

baik dan menumbuhkan nilai-nilai demokratis. Apabila desentralisasi mampu

meningkatkan keterlibatan yang lebih dari pemangku kepentingan (stakeholders),

maka efisiensi dan transparansi akan dapat diperbaiki melalui perencanaan

manajemen operasi lebih baik, karena itu pemerintah daerah didorong untuk

mendukung pemberian layanan lokal dan merespon kebutuhan lokal. Di banyak

negara berkembang dan maju, kurangnya keterlibatan pejabat publik ditambah

dengan inefisiensi institusional dan potensi untuk melakukan korupsi, membuat

sulit penerapan desentralisasi untuk mencapai keberhasilan

Pemikiran yang bergeser dari sentralisasi kepada desentralisasi seperti

yang telah banyak diuraikan di atas sebenarnya telah dimulai pada tahun 1940-an

dan 1950-an baik di negara maju maupun negara yang mulai berkembang.

Negara-negara pada dekade itu mulai melakukan desentralisasi dalam struktur

hirarki institusi pemerintahan dalam upaya memperbaiki pemberian layanan

publik lebih efisien dan memperluas layanan, tercakup juga pada unit

administratif lokal untuk lebih bertanggung jawab. Selama tahun 1970-an dan

1980-an, globalisasi telah memaksa beberapa pemerintahan untuk mengakui akan

keterbatasan dan kendala dari manajemen dan perencanaan ekonomi yang

terpusat.

Pergeseran dan perubahan selama periode yang sama dalam teori dan

strategi pembangunan dari perencanaan ekonomi terpusat dan teori trickle-down

pertumbuhan ekonomi menuju pemenuhan kebutuhan dasar manusia, tujuan

keadilan dan pertumbuhan dan pembangunan partisipasi juga telah mengarahkan

pelahan kepada konsep desentralisasi. Organisasi-organisasi bantuan internasional

telah memperkenalkan desentralisasi sebagai bagian esensial dari “pendekatan

proses” dalam pembangunan yang bergantung pada kemampuan sendiri dari

masyarakat lokal dan pemerintahan lokal. Pemerintahan pada tingkat pusat

melakukan desentralisasi untuk mempercepat pembangunan, memutus

“bottlenecks” birokratik yang seringkali muncul dari perencanaan dan manajemen

pemerintahan pusat, serta untuk membangun partisipasi agar lebih efektif

menghadap globalisasi ekonomi.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

60

Universitas Indonesia

Sampai akhir tahun 1980-an, pemerintah di banyak negara telah

menawarkan tiga bentuk desentralisasi yaitu: deconcentration (dekonsentrasi),

devolution (devolusi) dan delegation (delegasi). Dekonsentrasi memfokuskan

pada pengalihan tanggung jawab administratif dari kementerian atau departemen

di tingkat pusat kepada level administratif di tingkat lokal dan regional melalui

pembentukan kantor vertikal di daerah dan pelimpahan beberapa kewenangan

dalam pengambilan keputusan kepada pejabat di instansi vertikal. Devolusi

bertujuan untuk memperkuat pemerintahan lokal melalui pembantuan kepada

mereka kewenangan, tanggung jawab, dan sumber daya untuk menyediakan

pelayanan jasa dan infrastruktur, melindungi kesehatan dan keamanan publik, dan

memformulasikan dan mengimplementasikan kebijakan lokal. Melalui delegasi,

pemerintah di tingkat pusat mengalihkan kewenangan manajemen untuk fungsi-

fungsi khusus kepada organisasi semi otonomi dan perusahaan negara, lembaga

perencanaan dan pembangunan regional,

Sampai dengan pertengahan 1980-an, di mana kelemahan ekonomi

terencana yang tersentral masih berlanjut, berakhirnya perang dingin dan

pertumbuhan perdagangan dan investasi internasional yang cepat, kekuatan

ekonomi dan politik telah membentuk kembali konsep konvesional bukan hanya

konsep pembangunan ekonomi tetapi juga tata kelola pemerintahan (governance)

dan desentralisasi. Kejatuhan rejim otoriter di Amerika Latin selama tahun

1980-an di sentral dan Eropah Barat selama awal 1990-an dan penyebaran pasar

ekonomi yang cepat dan prinsip-prinsip yang lebih demokratis membawa

pembaruan dalam desentralisasi.

Lembaga-lembaga internasional seperti the International Monetary Fund,

the World Bank dan organisasi pembangunan internasional lainnya menyarankan

konsep desentralisasi sebagai bagian dari structural adjustments yang dibutuhkan

untuk merestorasi pasar, menciptakan atau menguatkan demokrasi dan

mewujudkan good governance. Pemerintah di beberapa negara ditekan oleh

kelompok-kelompok politik, etnik, agama dan budaya untuk melakukan

desentralisasi untuk otonomi yang lebih besar dalam pengambilan keputusan dan

kontrol yang lebih kuat terhadap sumber daya nasional.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

61

Universitas Indonesia

Kecenderungan pada tahun 1990-an mengarah kepada apa yang disebut

sebagai gerakan the new public management. Gerakan ini mulai memikirkan

mengenai apa yang pemerintah sebaiknya lakukan dan bagaimana melakukan

suatu perubahan. Salah satu pemikiran yang menonjol datang dari David Osborne

dan Ted Gaebler. Mereka berpendapat bahwa pemerintahan nasional, negara dan

pemerintahan lokal haruslah inovatif, market oriented, decentralized dan

memfokuskan pada kualitas pelayanan yang optimal bagi pelanggan/ masyarakat.

Pandangan new public management dalam desentralisasi difokuskan untuk

membangun pemerintahan yang didorong oleh misi daripada aturan hukum saja,

berorientasi ke hasil, bersifat seperti perusahaan, antisipatif dan berorientasi

kepada pelanggan atau masyarakat. Dalam inti dari pendekatan ini, pemerintahan

harus didesentralisasikan untuk mencapai seluruh tujuan, sehingga pelaksanaan

kerja lebih efektif. Hal ini dilakukan melalui partisipasi dan kerjasama di antara

lembaga pemerintah pada level yang berbeda dan dengan kelompok di luar

pemerintahan.

Kecenderungan konsep desentralisasi pada saat ini mencakup tidak hanya

pelimpahan kekuasaan, kewenangan dan tanggung jawab pemerintahan, akan

tetapi juga pembagian kewenangan dan sumber daya untuk membentuk kebijakan

publik beserta masyarakat. Cheema dan Rondinelli110

menyatakan bahwa konsep

desentralisasi governance dalam prakteknya dapat dikelompokan paling tidak ke

dalam empat bentuk yaitu: administrative, political, fiscal dan economic

decentralization. Karena bentuk desentralisasi menjadi lebih beragam maka perlu

diperhatikan tujuan yang hendak dicapainya. Keduanya, Cheema dan Rondinelli,

berargumen bahwa desentralisasi dapat mengakselerasi pembangunan ekonomi,

meningkatkan akuntabilitas politik, dan mewujudkan partisipasi publik dalam tata

kelola pemerintahan. Apabila desentralisasi dilaksanakan dengan tepat, maka

dapat memutuskan bottlenecks dalam birokrasi hierarki dan membantu pejabat

daerah/lokal dan sektor swasta untuk memotong prosedur yang kompleks dan

dapat membuat dan mengimplementasikan kebijakan lebih cepat. Desentralisasi

110Cheema and Rondinelli, op.cit., hal. 6-7

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

62

Universitas Indonesia

dapat meningkatkan “the financial resources of local government and provide the

flexibility to respond effectively to local needs and demands.”111

Dalam makna konteks tata kelola pemerintahan yang lebih luas, para pakar

yang mengusulkan desentralisasi melihat hal itu sebagai jalan untuk

meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah, - dan juga sektor swasta dan

organisasi masyarakat madani (civil society organizations),- serta memperluas

pelayanan kepada masyarakat. Desentralisasi memungkinkan ketiga institusi tata

kelola pemerintahan (governance institutions) – pemerintah, sektor swasta dan

organisasi masyarakat madani - untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam

memenuhi kebutuhan publik. Lebih jauh lagi, desentralisasi dapat membantu

pemerintah untuk menyeimbangkan pembangunan wilayah, memberdayakan

masyarakat, dan memobilisasi sumberdaya swasta untuk investasi dalam

infrastruktur dan fasilitas di tingkat lokal. Contoh menarik dari perubahan local

government ke local governance dapat dilihat dalam buku William L. Miller,

Malcom Dickson dan Gerry Stocker112

dalam bukunya, Model of Local

Governance, Public Opinion and Political Theory in Britain. Ringkasan

pemikirannya dapat dilihat dalam model sebagaimana dalam tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3

Model Normatif Local Governance

Dimensions

Model Key Goals Attitude

to

Local

autonomy

Attitude to

public

participation

Key service

delivery

mechanism

Key

Political

mechanism

Localist Expression and

meeting of

local

communities

needs

Strongly in

favour

Supportive but

gives primacy to

elected

representatives

Multi functional

elected local

authorities

Representatives

politics through

local elections

Individualist

Ensuring

individual

choice and

responsiveness

in respect of

Inclined to

favour but

recognizes

need for

upper-level

Favours

consumer

consultation but

not large-scale

citizen

Competitive

range of service

specific

providers

Individual

rights as

consumer

111Ibid., hal. 7

112

William L Miller, Malcom Dickson and Gerry Stoker. Models of Local Governance,

Public Opinion and Political Theory in Britain. (London: Palgrave MacMillan, 2005).

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

63

Universitas Indonesia

services

intervention

to protect

individuals

participation

Mobilization

Developing a

politics of

change to

ensure more

effective

influence of

disadvantage

and exluded

Strongky in

favour as

part of

process of

change

Strongly in

favour

Neighbourhood-

based and

decentralized

structures

Developemental

participatory

politics

Centralist To maintain

national

standard and

the primacy of

national

democracy

Strongly

opposed

Limited value Agencies

subject to

substantial

central control

National

government

legislation,

guidance and

controls

Sumber: William L. Miller, et.al., hal. 29.

Localist model merupakan salah satu dari model yang berkaitan dengan

bentuk pemerintahan lokal yang tradisional dan umumnya dicerminkan secara

formal dalam badan dan lembaga perwakilan pemerintahan lokal. Dalam

pandangan model ini hal yang penting mengenai tata kelola pemerintahan adalah

bahwa hal itu merupakan ekspresi dari pilihan lokal (local choice). Institusi dari

pemerintah daerah harus bersifat akuntabel untuk menjamin bahwa mereka

responsif terhadap kebutuhan daerah. Para pejabat di tingkat lokal harus memiliki

otonomi yang cukup untuk membuat keputusan yang mencerminkan keinginan

masyarakat lokal daripada keinginan para pejabat daerah. Para penganut paham

localist memberikan keunggulan pada institusi perwakilan tradisional pemerintah

daerah, dalam kasus ini Inggris, kewenangan lokal yang dipilih memiliki sejumlah

tujuan. Kewenangan lokal akan mengarakan pemberian pelayaanan kepada publik

Model individualist sangat berkaitan dengan pemikiran politik hak baru

(new right political thought). Model ini menekankan tidak hanya pada fasilitasi

pilihan kolektif oleh masyarakat lokal akan tetapi juga menjamin bahwa sistem

pemerintahan daerah dirancang dalam suatu cara di mana consumer individu

dapat memperoleh hak layanannya untuk memenuhi kebutuhan personalnya.

Tujuan dari sistem ini adalah menjamin bahwa individu memperoleh pilihan

layanan yang mereka inginkan sesuai dengan apa yang mereka bayar sebagai

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

64

Universitas Indonesia

pajak. Model ini membangun kompetisi di antara penyedia layanan. Dengan

membangun pasar sebagai model, menurut pendapat pandangan ini, kekuatan

pilihan consumers akan menjamin produser untuk respon dan peduli dalam

menyediakan layanan sesuai kebutuhan individu. Pengambilan keputusan politik

kolektif dan partisipasi dalam skala besar tidak dipercaya karena dikelola sendiri

dan minoritas suara yang memanfaatkan sumberdaya dan keuntungan bagi mereka

sendiri. Tantangan kunci yang dihadapi adalah bahwa model harus dapat

memungkinkan consumers individual untuk melindungi hak dan kepentingan

masyarakat.

Model mobilization digambarkan dalam perspektif left-wing (sayap kiri).

Ada berbagai pandangan dari perspektif ini mengenai tata kelola pemerintahan

lokal (local governance). Beberapa pandangan melihat intervensi dan dominansi

pemerintah nasional untuk mengatasi keterbatasan dan ketidaksetaraan kebijakan

pada level lokal. Pemerintah daerah memberikan kesempatan untuk

mengorganisasi ketidakuntungan dan memobilisasi mereka sehingga aliansi

politik aktif dibentuk untuk mengatasi adanya ketidakadilan. Tata kelola

pemerintah lokal memberikan dasar untuk politik opposisi yang effektif. Elemen

kunci dari proses politik dalam model mobilization adalah adanya ruang cukup

untuk otonomi lokal yang memungkinkan politik lokal yang dinamik membangun

dan melibatkan kesempatan bagi partisipasi publik. Dalam kaitan dengan

pemberian pelayanan ada pilihan bagi hak-hak desentralisasi yang terstruktur pada

level vertikal di bawahnya. Instansi vertikal memberikan pelayanan yang dapat

diakses sebagai upaya untuk merespon kebutuhan masyarakat lokal.

Model terakhir, model centralist, merupakan model dari tata kelola

pemerintahan lokal yang bukan merupakan satu model politik lokal yang kuat.

Model centralist agak jarang diketemukan di dalam dunia teori politik akan tetapi

dalam dunia praktek masih banyak diterapkan, khususnya di Inggris.113

Model ini

berdasarkan pada pilihan fundamental bagi demokrasi nasional. Elemen kuncinya

adalah menjamin bahwa seluruh warga negara menerima akses sama terhadap

kualitas layanan dan standar nasional yang dibuat. Dengan demikian, otonomi

lokal sangat ditentang dan partisipasi lokal tidak mempunyai nilai tinggi. Isu

113 Ibid., hal. 31

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

65

Universitas Indonesia

kunci dalam pemberian layanan adalah bahwa lembaga penyedia layanan di

tingkat lokal merupakan subjek bagi kontrol dan arahan dari pusat untuk

menjamin bahwa tujuan nasional dapat dicapai dan target kinerja nasional dapat

dipenuhi.

Pergeseran dari local government ke local governance dalam frame of

dynamic governance telah membawa peran yang baru dari institusi, jangkauan

yang lebih luas dari pimpinan lokal yang dipilih dan bermacam praktek

desentralisasi yang diterapkan dalam otonomi daerah. Kepala Daerah atau

Walikota, sebagai pimpinan lokal cenderung bersifat politis karena dipilih

langsung oleh rakyat. Menurut Neo dan Chen114

kepemimpinan yang politis dan

kuat memberikan pengaruh terhadap perkembangan pelayanan publik. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa pegeseran konsep ini cenderung membawa

kepada perubahan pemerintahan lokal dalam memberikan layanan, dan

peningkatan partisipasi masyarakat dalam tindakan (kebijakan) lokal.

2.4 Kebijakan dan Penerapan Desentralisasi

Kebijakan desentralisasi yang diterapkan di Indonesia berjalan seiring

dengan perkembangan peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan

daerah yang berlaku sebagai hukum positif. Bhenyamin Hoessein dan Syarif

Hidayat sebagaimana dikutip oleh Edie Toet Hendratno115

mengatakan ada

beberapa tujuan dan sasaran negara-negara berkembang menerapkan kebijakan

desentralisasi. Berkaitan dengan tujuan desentralisasi, ada enam tujuan negara-

negara berkembang menerapkan kebijakan desentralisasi yaitu (1) untuk

pendidikan politik, (2) untuk latihan kepemimpinan politik, (3) untuk memelihara

stabilitas politik, (4) untuk mencegah konsentrasi kekuasaan di Pusat, (5) untuk

memperkuat akuntabilitas publik, dan (6) untuk meningkatkan kepekaan elit

terhadap kebutuhan masyarakat. Eko Prasojo116

yang mengutip pendapat Smith

menambahkan aspek efisiensi dan efektivitas sebagai salah satu tujuan

desentralisasi. Dasar argumennya adalah melalui desentralisasi akan mendekatkan

114

Neo and Chen, op.cit, hal. 9

115

Hendratno, op.cit., hal. 67.

116

Eko Prasojo, op.cit., hal 17

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

66

Universitas Indonesia

pemerintahan dan pembangunan kepada masyarakat. Kewenangan yang dimiliki

pemerintahan daerah ini menjadikan fungsi pemerintahan dan pelayanan menjadi

lebih efisien dan efektif, Karena pemerintahan daerah yang mengetahui secara

jelas dan rinci kebutuhan dan potensi daerahnya masing-masing, maka program

pembangunan dan pelayanan akan beroerintasi kepada kepentingan

masyarakatnya.

Sementara itu, berkaitan dengan alasan desentralisasi, ada empat alasan

penerapan kebijakan desentralisasi yaitu (1) untuk menciptakan efisiensi

penyelenggaraan administrasi pemerintahan, (2) untuk memperluas otonomi

daerah, (3) untuk beberapa kasus sebagai strategi untuk mengatasi instabilitas

politik, dan (4) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses

pengambilan keputusan dan untuk mempercepat proses pembangunan daerah.

Meskipun desentralisasi merupakan suatu konsep yang terus tumbuh sesuai

dengan dinamika perkembangan sistem demokrasi dan sistem pemerintahan dan

diterima secara general di negara-negara berkembang, namun dalam

pelaksanaannya desentralisasi masih menghadapi beberapa kendala permasalahan.

Ada dua permasalahan berkaitan dengan kendala desentralisasi yaitu: (1)

berkaitan dengan skala besaran wilayah operasi pemerintah daerah yang

mengakibatkan penyelenggaraan pemerintahan menjadi kurang efektif, terutama

dalam menangani berbagai persoalan sosial dan ekonomi, dan (2) adanya

ketidaktulusan di kalangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk

mendudukan partisipasi masyarakat sebagai bagian penting dalam proses

pengambilan keputusan.117

Tujuan yang akan dicapai melalui desentralisasi pada tiap negara

memungkinkan berbeda, sehingga mengharuskan dibuat skala proritas tujuan

desentralisasi. Oleh karena itu, terdapat beberapa variasi berkenaan dengan skala

prioritas tujuan desentralisasi antar negara bahkan dalam antar-kurun waktu dalam

suatu negara sebagai hasil-hasil kekuatan-kekuatan yang berpengaruh. Tujuan

yang akan dicapai melalui kebijakan desentralisasi merupakan nilai-nilai dari

komunitas politik yang dapat berupa kesatuan bangsa (national unity),

pemerintahan demokrasi (democratic government), kemandirian sebagai

117 Hendratno, op.cit., hal 69

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

67

Universitas Indonesia

penjelmaan dari otonomi, efisiensi administrasi dan pembangunan sosial.118

Tujuan desentralisasi umumnya diformulasikan dalam kebijakan nasional dalam

format peraturan perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah yang

bermuatan mengenai desentralisasi dan otonomi daerah.

Perkembangan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

pemerintahan daerah yang substansi muatannya berkenaan dengan desentralisasi

dan otonomi daerah dalam konteks Indonesia berjalan selaras dengan dinamika

perubahan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan

penjabaran pasal 18 dalam UUD 1945. Pasal 18 yang terkait dengan otonomi

daerah telah mengalami beberapa kali amandemen khususnya Pasal 18 yang

sudah diamandemen dan ditambahkan menjadi 18A dan 18B memberikan dasar

dalam penyelenggaraan desentralisasi. Menurut pasal 18 ini Negara Kesatuan

Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi dibagi

atas Kabupaten dan Kota yang masing-masing mempunyai pemerintahan daerah.

Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

Sementara itu pasal 18A dan 18B lebih menekankan pada pengakuan

negara terhadap kekhususan dan keberagaman kesatuan-kesatuan pemerintahan

daerah. Dalam historis perkembangannya konsep dan implementasi desentralisasi

mengalami pasang surut. Sampai sekarang ini, Indonesia pernah dan telah

memiliki 7 (tujuh) Undang-Undang yang mengatur Pemerintahan Daerah yaitu

UU No.1/1945, UU No.22/1948, UU No.1/1957, UU No.18/1965, UU No.5/1974,

UU No.22/1999 dan yang terakhir UU No.32/2004 yang kemudian diamandemen

menjadi UU No.12/2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.32/2004 tentang

Pemerintahan Daerah. Melalui berbagai UU ini, penyelenggaraan pemerintahan

daerah di Indonesia mengalami berbagai pertumbuhan dan juga permasalahan.119

Dilihat sejak masa orde baru, ada tiga Undang-Undang yang mengatur

tentang Pemerintahan Daerah. Pertama adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun

1974. Menurut Undang-Undang ini, daerah-daerah yang ada dalam negara dibagi-

118Bhenyamin Hoessein 2009, op.cit., hal. 91

119

Utang Rosidin. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. (Bandung: Pustaka Setia, 2011),

hal. 70.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

68

Universitas Indonesia

bagi menjadi wilayah-wilayah provinsi dan ibu kota negara. Wilayah provinsi

dibagi lagi dalam wilayah-wilayah kabupaten dan kotamadya. Kemudian, wilayah

kabupaten dan kotamadya ini dibagi lagi dalam wilayah-wilayah kecamatan. Titik

berat otonomi daerah terletak pada daerah tingakt II karena daerah tingkat II

berhubungan langsung dengan masyarakat sehingga lebih mengerti dan memenuhi

aspirasi masyarakat.

Prinsip-prinsip otonomi daerah dalam Undang-Undang ini adalah otonomi

yang nyata dan bertanggung jawab. Pengertian nyata adalah bahwa pemberian

otonomi kepada daerah didasarkan pada faktor-faktor, perhitungan dan tindakan

atau kebijakan yang benar-benar dapat menjamin daerah yang bersangkutan

secara nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Bertanggung jawab

diartikan sebagai otonomi dapat benar-benar berjalan sesuai dengan tujuannya

yaitu melancarkan pembangunan yang tersebar di seluruh wilayah, sejalan dengan

pembangunan politik dan kesatuan bangsa, menjamin hubungan yang serasi antara

pemerintah pusat dan menjamin perkembangan pembangunan daerah.120

Dalam

perspektif Eko Prasojo, Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 ini lebih

merupakan model structural efficiency model121

Pendekatan ini lebih

memfokuskan pada peningkatan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan

pemerintahan.

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang menggantikan Undang-

Undang Nomor 5 tahun 1974, pada prinsipnya lebih mengatur penyelenggaraan

pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan asas desentralisasi yang luas.

Dalam perspektif Eko Prasojo, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 lebih

menggunakan model pendekatan local democracy model, yang menekankan pada

peningkatan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan dan pembangunan. Pokok

pikiran dalam Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:

1. Sistem ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip

pembagian kewenangan berdasarkan asas desentralisasi dalam

kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;

2. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan

dekosentrasi adalah daerah provinsi, sedangkan daerah yang dibentuk

120Ibid, hal. 71-72.

121

Eko Prasojo, op.cit., hal. 1

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

69

Universitas Indonesia

berdasarkan asas desentralisasi adalah kabupaten dan kota. Daerah

yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi berwenang untuk

menentukan dan melaksanakan kebijakan atau inisiatif lokal

berdasarkan aspirasi masyarakatnya.

3. Daerah di luar provinsi dibagi dalam daerah otonom. Dengan

demikian, wilayah administrasi yang berada di dalam daerah

kabupaten dan kota dapat dijadikan daerah otonom atau dapat

dihapus;

4. Kecamatan dalam Undang-Undang ini kedudukannya diubah menjadi

perangkat daerah kabupaten dan daerah kota.

Wilayah menurut Undang-Undang ini dibagi ke dalam daerah provinsi,

daerah kabupaten dan daerah kota yang bersifat otonom. Daerah provinsi

berkedudukan juga sebagai wilayah administrasi. Undang-Undang ini tidak

mengenal lagi istilah daerah tingkat I dan daerah tingkat II serta istilah

kotamadya, yang kemudian diubah menjadi kota. Kewenangan daerah mencakup

kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam bidang politik

luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta

bidang kewenangan lain yang meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional

dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan

keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara,

pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber

daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi

nasional.

Undang-Undang ini memuat prinsip-prinsip otonomi daerah sebagai

berikut:122

1. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan

memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi

dan keragaman daerah;

2. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan

bertanggung jawab;

122

Utang Rosidin, op.cit., hal. 83

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

70

Universitas Indonesia

3. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diberikan pada daerah

kabupaten dan daerah kota, sedangkan otonomi daerah provinsi

merupakan otonomi yang terbatas;

4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara

sehingga tetap menjamin hubungan yang serasi antara pusat dan

daerah serta antar daerah;

5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian

daerah otonom. Oleh karena itu, dalam daerah kabupaten dan daerah

kota tidak terdapat lagi wilayah administrasi. Bagi kawasan-kawasan

khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak lain seperti badan

otorita, kawasan pelabuhan, perumahan, kawasan industri,

perkebunan, pertambangan, kehutanan, kawasan perkotaan baru,

kawasan pariwisata dan semacamnya berlaku juga ketentuan daerah

otonom.

Undang-Undang ini memberikan implikasi positif dan negatif terhadap

kondisi daerah. Implikasi positifnya adalah adanya kemandirian daerah, terutama

kabupaten/kota untuk menentukan pembangunannya sendiri sesuai kultur,

perkembangan, dan kemampuan masyarakat setempat, sedangkan implikasi

negatifnya adalah tumbuhnya kesewenangan pemerintah daerah dalam

merumuskan kebijakannya yaitu Peraturan Daerah yang kadang merugikan

masyarakat di daerahnya dan seringkali bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Secara umum, Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 banyak membawa

pertumbuhan dan kemajuan bagi daerah dan juga peningkatan layanan dan

kesejahteraan rakyat, karena pemerintah daerah diberi wewenang yang luas untuk

mengelola seluruh sumber daya, aset kekayaan daerah untuk dimanfaatkan bagi

pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada

masyarakat. Dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar ternyata

mengharuskan Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah ini untuk

menyesuaikan khususnya yang terkait dengan pemilihan kepala daerah, karena

dalam Undang-Undang ini Kepala Daerah dilakukan oleh DPRD.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

pada dasarnya memberikan otonomi yang luas kepada kabupaten/kota. Dikatakan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

71

Universitas Indonesia

sebagai otonomi yang luas, karena beberapa alasan. Pertama, urusan-urusan

rumah tangga daerah ditentukan secara kategoris dan pengembangannya diatur

dengan cara-cara tertentu pula. Kedua, apabila sistem supervisi dan pengawasan

dilakukan sedemikian rupa sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian

untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga

daerahnya. Ketiga, sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang

menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang

akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.123

Dalam penyelenggaraan otonomi

yang luas, urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah jauh lebih

banyak daripada urusan pemerintahan yang tetap menjadi kewenangan pemerintah

pusat.

Otonomi luas atau desentralisasi berangkat dari prinsip bahwa semua

urusan pemerintahan pada dasarnya menjadi urusan rumah tangga daerah, kecuali

yang ditentukan sebagai urusan pusat. Urusan yang dikecualikan, yang masih

menjadi urusan pemerintah pusat tidak didesentralisasikan124

adalah sebagai

berikut:

1. Politik luar negeri, yaitu urusan pengangkatan pejabat diplomatik dan

penunjukan warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga

internasional, penetapan kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian

dengan negara lain, penetapan perdagangan luar negeri;

2. Pertahanan, berkenaan dengan urusan-urusan seperti mendirikan atau

membentuk angkatan bersenjata, menyatakan damai atau perang,

menyatakan negara dalam keadaan bahaya, membangun dan

mengembangkan sistem pertahanan negara dan menetapkan kebijakan

di bidang kemiliteran;

3. Keamanan, yaitu urusan-urusan yang berkenaan dengan kebijakan

dalam mendirikan dan membentuk kepolisian negara, kebijakan

keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar dan

melawan hukum dan menindak kelompok atau organisasi yang

menganggu keamanan;

123Utang Rosidin, op.cit., hal. 147

124

Ibid, hal. 148

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

72

Universitas Indonesia

4. Moneter dan fiskal nasional, yaitu urusan yang berkenaan dengan

penetapan kebijakan moneter/fiskal, kebijakan pencetakan, peredaran

dan pengendalian mata uang dan sebagainya;

5. Yustisi/ Hukum yaitu urusan yang berkenaan dengan penetapan

kebijakan kehakiman dan keimigrasian, mengelola atau mengatur

pemberian grasi, amnest, abolisi dan membuat Undang-Undang,

Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang, Peraturan

Pemerintah dan peraturan lain yang berlaku secara nasional;

6. Agama, yaitu urusan yang berkenaan dengan kebijakan dalam

penyelenggaraan seluruh agama yang diakui, kebijakan penetapan hari

libur keagamaan yang berlaku secara nasional, pemberian hak

pengakuan terhadap keberadaan suatu agama.

Dalam pembagian urusan pemerintahan terdapat bagian urusan

pemerintahan yang bersifat concurrent yaitu urusan pemerintahan yang

penanganannya dalam bagian tertentu dapat dilaksanakan bersama antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap urusan yang

bersifat concurrent terdapat bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah

pusat dan bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Untuk

mewujudkan pembagian urusan yang concurrent ditentukan kriteria yang meliputi

eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi, dengan mendasarkan pada keserasian

hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan.

Kriteria pertama adalah eksternalitas yaitu pendekatan dalam pembagian

urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan implikasi yang mungkin timbul

dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila implikasi yang

timbul bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan

kabupaten/kota, dan apabila bersifat regional menjadi kewenangan provinsi,

kemudian apabila berimplikasi secara nasional menjadi kewenangan pemerintah

pusat. Kiriteria kedua adalah akuntabilitas, yaitu pendekatan dalam pembagian

urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang

menangani suatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsung

dengan implikasi dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan demikian,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

73

Universitas Indonesia

akuntabilitas penyelenggaraan urusan pemerintahan kepada masyarakat akan lebih

terjamin.

Kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan

pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya sumber daya (personal,

dana dan peralatan) untuk mendapatkan ketetapan peraturan, kepastian dan

kecepatan hasil yang harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan Hal ini

dapat diartikan bahwa pengelolaan suatu urusan diharapkan akan lebih berdaya

guna dan berhasil guna apabila dilaksanakan oleh daerah provinsi, dan daerah

kabupaten/kota dibandingkan apabila ditangani oleh pemerintah pusat. Ukuran

berdaya guna dan berhasil guna didasarkan pada besarnya manfaat yang dapat

dirasakan oleh masyarakat lokal dan besar kecilnya resiko yang mungkin

dihadapi. Sementara itu yang dimaksud dengan keserasian hubungan adalah

bahwa pengelolaan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh tingkat

pemerintahan yang berbeda bersifat saling berhubungan (interkoneksi), saling

tergantung (interdependensi) dan saling mendukung sebagai satu kesatuan dengan

mempertimbangkan cakupan kemanfaatannya.

Kebijakan otonomi daerah dengan memberikan hak desentralisasi tidak

dengan serta merta melepaskan provinsi, kabupaten/kota dari negara kesatuan.

Kebijakan yang dbuat oleh pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan

prinsip otonomi seluas-luasnya, harus didasarkan pada aspirasi yang tumbuh dan

berkembang sebagai suatu kebutuhan masyarakat lokal. Lebih jauh daripada itu,

kebijakan lokal tetap harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang

berada di atasnya. Dalam kaitan dengan menjaga keutuhan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, pemerintah diberikan kewenangan pengawasan dan

pembinaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menerapkan asas

desentralisasi khususnya di tingkat kabupaten dan kota. Hal ini dilakukan dengan

tujuan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena tidak

menutup kemungkinan dengan diberikannya keleluasaan dan kewenangan yang

luas dalam menyelenggarakan pemerintahan lokal (desentralisasi), pemerintahan

daerah mengabaikan pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.125

125 Ibid., hal.152.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

74

Universitas Indonesia

Pembinaan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan

oleh pemerintah yang meliputi:126

1. koordinasi pemerintahan antar sususunan pemerintahan;

2. pemberian pedoman dan standar pelaksanaan urusan pemerintahan;

3. pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi pelaksanaan urusan

pemerintahan;

4. pendidikan dan pelatihan; dan

5. perencanaan, penelitian, pengembangan, pemanfaatan dan evaluasi

pelaksanaan urusan pemerintahan.

Koordinasi dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, wilayah

atau provinsi. Pemberian pedoman dan standar meliputi aspek perencanaan,

pelaksanaan, tata laksana, pendanaan, kualitas pengendalian dan pengawasan.

Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi dilaksanakan secara berkala atau

dalam waktu-waktu tertentu, baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah

maupun kepada daerah tertentu sesuai dengan kebutuhan. Pendidikan dan

pelatihan dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala

daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala

desa. Sementara perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan dan

evaluasi dilaksanakan secara berkala atau sewaktu-waktu dengan memperhatikan

susunan pemerintahan.

Di samping pembinaan, pemerintah pusat juga melaksanakan pengawasan

terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.127

Pengawasan ini dalam

perspektif otonomi daerah di negara kesatuan, mempunyai dua sisi yang

paradoksial. Di satu sisi, pengawasan yang terlalu ketat, kaku dan sangat

prosedural birokratik akan membatasi prinsip-prinsip penyelenggaraan

pemerintahan daerah khususnya di tingkat kabupaten dan kota yang telah

menerapkan otonomi daerah atau desenntralisasi terutama dalam membangun

partisipasi masyarakat lokal. Pada sisi yang lain, pengawasan ini menjadi penting

126Ibid., hal. 152-153

127

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan

dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (4), disebutkan bahwa

pengawasan yang dimaksud adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar

Pemerintahan Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan

peraturan perundang-undangan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

75

Universitas Indonesia

dalam rangka menjamin terlaksananya kebijakan pemerintah dan rencana

pembangunan pada umumnya. Berkenaan dengan organisasi pemerintahan,

pengawasan adalah suatu upaya untuk menjamin: (1) keserasian antara

penyelenggaraan tugas pemerintah oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat;

(2) kelancaran penyelenggaraan pemerintah secara berdaya guna dan berhasil

guna.

2.5. Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Pemerintahan Kota

Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia pada

dasarnya dimaksudkan untuk mengakomodasi kemajemukan yang ada dalam

masyarakat. Kebutuhan masyarakat dalam seluruh aspek kehidupan seperti aspek

ekonomi, sosial, politik tidak mungkin akan terakomodir apabila sistem

penyelenggaraan administrasi publik bersifat tersentral, terlebih apabila dalam

negara yang secara geoadministrasi sangat luas wilayahnya, seperti Indonesia ini.

Oleh karena itu desentralisasi memungkinkan pemerintahan daerah mengelola

daerahnya sendiri berdasarkan pada potensi yang dimiliki untuk memenuhi

kebutuhan umum dan aspirasi politik masyarakatnya.

Dalam sistem pemerintahan daerah di Indonesia sekarang ini, –

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi hukum positif, – dianut

tiga bentuk daerah otonom. Pertama, provinsi yang memiliki batas-batas wilayah

yuridiksi meliputi beberapa kabupaten dan kota. Kedua, kabupaten yang secara

yuridis masyarakatnya pedesaan. Ketiga, kota yang secara yuridis masyarakatnya

bersifat perkotaan,128

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 Tentang

Pemerintahan Daerah pasal 90, 91 dan 92 secara jelas mengatur sektor perkotaan.

Daerah kota adalah kawasan perkotaan berotonomi, sedangkan daerah kabupaten

merupakan kawasan pedesaan berotonomi.129

Hoessein sebagaimana dikutip oleh

Eko Prasojo130

mengatakan bahwa dalam daerah kota diasumsikan yuridisnya

tidak ada pemerintahan desa, sedangkan dalam daerah kota meskipun asumsi

yuridisnya bukan untuk pemerintahan kota, namun dimungkinkan terdapat

128Eko Prasojo dkk, op.cit., hal. 123

129

Ibid., hal. 124

130

Ibid

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

76

Universitas Indonesia

pemerintahan kota setingkat desa yang berupa perangkat daerah otonom

kabupaten yakni kelurahan.

Secara umum kota seringkali diartikan sebagai suatu permukaan wilayah

di mana terdapat pemusatan penduduk dan berbagai jenis kegiatan ekonomi,

sosial budaya dan administrasi pemerintah.131

Dalam arti yang lebih rinci kota

dapat digambarkan sebagai lahan geografis yang utamanya diperuntukan bagi

pemukiman. Kota mempunyai penduduk dalam jumlah relatif banyak, memiliki

lahan yang relatif terbatas luasnya, di mana mata pencaharian sebagian besar

penduduknya didominasi oleh kegiatan non pertanian. Sebagian penduduk lainnya

mempunyai kegiatan di sektor tersier yaitu perdagangan, transportasi, keuangan,

perbankan, pendidikan, kesehatan dan jasa lainnya, sedang yang lainnya pada

sektor sekunder atau pengolahan yaitu industri dan manufaktur. Kota mempunyai

pola hubungan antar individu dalam masyarakatnya lebih bersifat rasional,

ekonomis dan individualis.

Menurut Hadi Sabari Yunus132

pengertian kota dapat dilihat dari berbagai

macam perspektif yaitu: pemahaman yang menggunakan perspektif morfologi

kota (urban morphological perspective) dan perspektif legal atau yuridiksi

administratif (legal or administrative perspective). Pendekatan ini kemudian

dikembangkan menjadi enam perspektif yaitu (1) matra yuridis administratif, (2)

matra fisik morfologis; (3) matra jumlah penduduk, (4) matra kepadatan

penduduk (5) matra fungsi dalam wilayah organik dan (6) matra sosial-

ekonomi.133

Kota dalam matra yuridis administratif lebih difokuskan pada eksistensi

wilayahnya yang dibatasi oleh batas-batas yang diatur oleh Undang-Undang.

Oleh karena itu wilayahnya tidak hanya menunjukkan karakteristik kekotaan saja

baik dari segi fisik, ekonomi, sosial dan kultural, akan tetapi pada beberapa

wilayahnya sangat mungkin terlihat sifat pedesaan. Dari matra ini, kota dapat

diartikan sebagai suatu daerah tertentu dalam wilayah negara di mana

keberadaannya diatur oleh Undang-Undang (peraturan tertentu), di mana dibatasi

131Rahardjo Adisasmita, op.cit., hal. 49

132

Hadi Sabari Yunus. Manajemen Kota Perspektif Spasial. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2008), hal. 9-10.

133

Ibid, hal. 10

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

77

Universitas Indonesia

oleh batas-batas administratif yang jelas, yang keberadaannya diatur oleh Undang-

Undang (peraturan tertentu dan ditetapkan berstatus sebagai kota dan

berpemerintahan tertentu dengan segala hak dan kewajibannya dalam mengatur

wilayah kewenangannya).

Pengertian kota dilihat dari matra fisik morfologis lebih meninjau fisikal

kota, bentuk-bentuk maujudnya, tangible, yang mencerminkan dan ditandai

dengan adanya yang terlihat secara internal sesuatu kota.134

Ada tiga indikator

yang dapat digunakan untuk memahami morfologi kota, yaitu: (1) indikator

kekhasan penggunaan lahan, (2) indikator kekhasan pola bangunan dan fungsinya

serta (3) kekhasan pola sirkulasi. Ketiga indikator fisikal ini dapat dengan mudah

dikenali di lapangan baik secara langsung maupun tidak langsung.135

Dari matra

ini, kota dapat dartikan sebagai suatu daerah tertentu dengan karakteristik

pemanfaatan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan di mana sebagian besar

tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial,

kepadatan bangunan khususnya perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang

kompleks, dalam satuan permukiman yang kompak dan relatif besar dari satuan

permukiman kedesaan di sekitarnya.

Kota dilihat dari jumlah penduduk mengartikan kota sebagai sesuatu

wilayah dengan mendasarkan pada jumlah penduduk. Kondisi yang ada telah

memungkinkan munculnya fungsi-fungsi kekotaan atas sejumlah aglomerasi

penduduk minimal. Dengan demikian, dari sudut jumlah penduduknya kota

merupakan daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi

jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dan penduduk mana bertempat

tinggal pada satuan permukiman yang kompak.136

Dalam beberapa hal, pengertian

ini mengandung beberapa permasalahan, di antaranya dalam menentukan batas-

batas kotanya apabila sebaran permukiman yang kompak sangat besar akan tetapi

kepadatannya sangat jarang. Hal ini yang menjadi salah satu faktor sebab

mengapa masing-masing negara mempunyai batasan yang berbeda-beda dalam

menentukan urban population threshold. Faktor-faktor yang menjadi penentu

134Ibid, hal. 15.

135

Ibid

136

Ibid, hal. 20

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

78

Universitas Indonesia

adalah latar belakang historis, sistem perencanaan tata ruang dan tata wilayah,

kondisi sosial, ekonomi dan budaya.137

Dalam pengertian yang lain, kota dilihat dari matra kepadatan

penduduknya. Dari sudut pandang ini, kota adalah suatu daerah dalam wilayah

negara yang ditandai oleh sejumlah kepadatan penduduk minimal tertentu,

kepadatan penduduk mana tercatat dan teridentifikasi pada satuan permukiman

yang kompak. Dalam menghitung kepadatan penduduk perkotaan dikenal ada 3

macam teknik yaitu (1) administrative population density, (2) urban population

density, (3) housing population density. Kepadatan penduduk administrasi adalah

rasio antara jumlah penduduk yang tinggal di dalam wilayah administrasi tertentu

dengan luas wilayah administrasi yang bersangkutan. Dalam menghitung

kepadatan urban, semua kenampakan kekotaan dalam wilayah yang diamati

dihitung luasnya sebagai denominator dan semua kenampakan bukan kekotaan

secara fisikal dikeluarkan dari penghitungan. Penghitungan cara ini tetap

bersandar pada batasan wilayah administratifnya, maka jumlah penduduk yang

dikemukakan adalah penduduk satuan wilayah administratifnya, hal ini dilakukan

karena data kependudukan selalu dihitung dalam satuan wilayah administrasi

melalui sensus penduduk. Sementara itu, cara penghitungan kepadatan penduduk

berdasarkan atas daerah perumahan dilakukan dengan cara menghitung luasan

daerah yang betul-betul dimanfaatkan sebagai tempat tinggal penduduk kota

sebagai denominatornya dan daerah bukan permukiman meskipun mempunyai

kenampakan kekotaan dikeluarkan dari perhitungan.

Kota dilihat dari sudut fungsinya dalam suatu wilayah organik lebih

ditekankan peranannya dalam suatu wilayah yang luas, dalam konteks ini adalah

wilayah organik. Terminologi lain dari wilayah organik yang seringkali digunakan

adalah wilayah fungsional, wilayah heterogen dan wilayah nodal.138

Wilayah

organik adalah suatu bagian tertentu dari permukaan bumi yang dicirikhasi oleh

satu kesatuan sistem kegiatan, yang mempunyai keterkaitan fungsional satu sama

lain yang terjalin sedemikian rupa serta mempunyai satu atau lebih simpul

kegiatan. Lokasi dari simpul kegiatan inilah yang kemudian dikenal sebagai

“kota”, di mana di dalamnya terkonsentrasi berbagai kegiatan yang beragam. Kota

137Ibid, hal. 21.

138

Ibid, hal. 31

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

79

Universitas Indonesia

dalam konsep ini mempunyai fungsi sebagai kolektor maupun distributor barang

dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan internal maupun eksternal di dalam

wilayahnya.

Dari matra ini, maka kota diartikan sebagai suatu wilayah tertentu yang

berfungsi sebagai pemusatan kegiatan yang beraneka ragam dan sekaligus

berfungsi sebagai simpul kegiatan dalam peranannya sebagai kolektor dan

distributor barang dan jasa dari wilayah hinterland yang luas. Oleh karena

kegiatan kota yang sangat kompleks sifatnya, maka jalinan elemen-elemen yang

ada dalam sistem dan subsistemnya juga sangat kompleks. Jarak jangkauan sistem

kegiatan dari satu wilayah organik yang satu juga tidak sama dengan wilayah

organik yang lain. Kompleksitas sistem kegiatan yang terbentuk di dalam sebuah

kota, juga akan menimbulkan kesulitan tersendiuri dalam melakukan deliminasi

wilayah kotanya Sujarto sebagaimana dikutip oleh Hadi Sabari

Yunus139

.mengatakan bahwa dari perspektif fungsional suatu kota dapat diartikan

sebagai focal point yang merupakan pemusatan berbagai macam faktor kegiatan

(multiple functions) yang masing-masing mempunyai kekhususan/spesialisasi

yang tinggi (highly specialized activities). Kegiatan-kegiatan fungsional ini tidak

hanya berperanan melayani kebutuhan kota itu sendiri, namun juga melayani

kebutuhan kota-kota lain. Beberapa pendapat mengenai cara untuk mengenali

fungsi sesuatu kota yaitu (1) the Basic-Non Basic Method, (2) the Balance of

Payment Method, (3) the Input-Output Method dan (4) the Minimum or Average

Requirements Method. 140

Kota dalam tinjauan segi sosio-kultural sebagaimana dikatakan oleh Hadi

Sabari Yunus141

merupakan kesatuan masyarakat yang heterogen dimana

139Ibid, hal. 35

140

Ibid, hal, 37-38. The basic-non basic method merupakan cara yang digunakan untuk

mengetahui fungsi/kegiatan kota dengan melihat pekerjaan atau penghasilan yang ada, apakah

berada di atas kebutuhan kota yang bersangkutan atau tidak, sedangkan the balance of payment

method merupakan cara yang mendasarkan pada aliran uang dan kredit yang masuk ke kota dan

yang ke luar dari kota., imbangan antara aliran barang dan jasa memungkinkan untuk dikenali

tentang seberapa jauh spesialisasi kegiatan yang telah berkembang dari dalam kota yang

bersangkutan. The input-output method adalah suatu cara yang mendasarkan pada seberapa jauh

pengaruh tingkat produksi, pekerjaan dan masing-masing kategori kegiatan terhadap satu dengan

yang lainnya. The minimum or average requirements method merupakan suatu cara yang

mendasarkan pada penghitungan apakah pekerjaan atau penghasilan yang ada pada sesuatu kota

mempunyai tingkatan yang lebih besar dari standar minimum atau norma pada kebanyakan kota

sejenis.

141

Ibid, hal. 39.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

80

Universitas Indonesia

masyarakatnya mempunyai tingkat tuntutan kebutuhan yang lebih banyak

dibandingkan dengan penduduk pedesaan. Sementara itu menurut Bintarto142

, kota

adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non

alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan

yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah

belakangnya. Perwujudan kota merupakan perwujudan yang sangat spesifik dan

berbeda dengan perwujudan bukan kota. Suatu tempat disebut sebagai kota

apabila memiliki karakteristik: (1) ukurannya relatif besar, (2) permanen (3)

padat, (4) hubungan sosialnya heterogen. Perbedaan karakteristik antara kota dan

bukan kota dapat dilihat dalam tabel 2. 4 berikut:

Tabel 2.4

Perbedaan Ciri-ciri Kota dan Bukan Kota

No. Unsur Pembeda Desa Kota

1. Mata Pencaharian Agraris homogen Non Agraris homogen

2. Ruang kerja Terbuka/ lapangan Ruang tertutup

3. Musim/Cuaca Penting/ menentukan Tidak penting

4 Keahlian/

keterampilan

Umum/ menyebar Spesialisasi dan

mengelompok

5. Jarak rumah

dengan tempat

kerja

Dekat (relatif) Jauh (terpisah)

Relatif

6. Kepadatan

penduduk

Rendah Tinggi

7. Kepadatan rumah Rendah Tinggi

8. Kontak sosial Frekuensi rendah Frekuensi tinggi

9. Strata sosial Sederhana Kompleks

10. Kelembagaan Terbatas Kompleks

11. Kontrol sosial Adat/ tradisi berperanan

besar

Adat/tradisi tidak

berperan-an besar,

tetapi UU/ peratur-an

tertulis berperanan

besar

142Ibid

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

81

Universitas Indonesia

12. Sifat masyarakat Gotong royong

(Gemeinschaft/paguyuban)

Patembayan

(Geselschaft)

13. Mobilitas

penduduk

Rendah Tinggi

14. Status sosial Stabil Tidak stabil

Sumber: Hadi Sabari Yunus, hal. 41

Dalam konteks Indonesia, dilihat dari segi hukum kota dapat

dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu (1) kotamadya, (2) kotamadya

administratif, (3) kota administratif dan (4) kota.143

Kota seperti halnya

kabupaten, keberadaannya hanya ditandai oleh bagian-bagiannya yang sudah

dibangun namun kewenangan hukum pemerintah daerahnya tidak terbatas pada

daerah terbangun saja tetapi termasuk wilayah yang belum terbangun yang berada

dalam batas-batas yang sudah ditetapkan. Menurut Undang-Undang Nomor 22

tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah ada empat jenis kawasan perkotaan.

Pertama, kawasan perkotaan yang telah berstatus kota. Kedua, kawasan perkotaan

yang merupakan bagian dari kabupaten. Kawasan ini umumnya berstatus

kelurahan dan/atau kecamatan. Ketiga, kawasan perkotaan baru yang merupakan

hasil pembangunan yang mengubah kawasan perdesaan menjadi perkotaan di

kabupaten. Keempat, kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau

lebih daerah otonom yang berbatasan sebagai satu kesatuan sosial, ekonomi dan

fisik perkotaan. Sementara itu menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

pasal 199 kawasan perkotaan dapat berbentuk: (1) kota sebagai daerah otonom,

(2) bagian dari daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan, (3) bagian dari dua

atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan. Konsep

mengenai perkotaan antara UU Nomor 22 tahun 1999 dan UU Nomor 32 tahun

2004, pada prinsipnya sama, yang membedakannya adalah tidak adanya kawasan

perkotaan baru.

143Ibid, hal. 43. Kotamadya adalah sebuah kota yang jelas batas hukum kewenangan

pemerintah daerahnya, di mana sebagian wilayahnya merupakan wilayah yang terbangun, atau

masih merupakan daerah perdesaan dalam penggunaan lahannya. Kotamadya administratif adalah

sebuah kota yang tidak mempunyai dewan perwakilan rakyat, sebagai contohnya kota Batam di

pulau Batam. Kota administratif adalah sebuah kota yang meskipun dipimpin oleh seorang

Walikota, tetapi masih tetap merupakan bagian dari sebuah Daerah Tingkat II. Kota administratif

tidak mempunyai Dewan, akan tetapi batas-batas wilayah hukum walikotanya jelas ditetapkan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

82

Universitas Indonesia

Kecenderungan daerah perkotaan menunjukkan daerah terbangun (urban

area) makin bertambah luas sebagai akibat dari jumlah penduduk yang terus

bertambah. Seringkali, pada kota-kota yang tumbuh dengan pesat, luas daerah

terbangun keluar melampaui batas wilayah administratifnya sehingga batas

wilayah administrasi harus diperluas. Implikasinya, wilayah yang berdekatan

dengannya, baik kota lain maupu kabupaten bersedia untuk menyerahkan

sebagian wilayah administrasinya. Idealnya suatu kota harus mampu

mengakomodasi perkembangan kota yang sangat pesat dan dinamis di mana

mendatang, yang penuh dengan dinamika dan ketidakpastian.

Perkembangan kota di beberapa negara relatif berjalan dengan pesatnya.

Ada beberapa yang berkembang meluas secara horisontal, yaitu perkembangan

kota secara meluas yang bersifat mendatar. Orientasi perkembangan perluasan

kota menuju ke arah wilayah perbatasan yang bersifat mendatar ini memunculkan

konsep kota mendatar (horizontal city).144

Dalam kota mendatar ini, pemanfaatan

lahan perkotaan makin bertambah luas dan makin jauh dari pusat kota, yang

berarti pengaruh pusat kota menjadi semakin luas dan jauh, yang berimplikasi

terhadap nilai lahan perkotaan. Pola pengembangan kota dapat pula bersifat

menjulang ke atas atau vertikal, sehingga muncul konsep kota yang menjulang

(vertical city). Kota yang menjulang merupakan kota yang berskala besar, di mana

pembangunan gedung-gedung dan perumahan sangat padat dan umumnya

bertingkat sebagai dampak dari kesulitan dan keterbatasan lahan yang diperlukan

bahkan ada beberapa di antaranya dibangun di bawah lantai dasar. Pertumbuhan

dan besarnya kota mempunyai dampak terhadap efektivitas sistem

penyelenggaraan pemerintahan kota untuk menghasilkan eskternalitas dalam

produksi dan skala ekonomi dalam konsumsi.

Dalam penyelenggaraan desentralisasi, pelimpahan kewenangan

merupakan masalah yang sangat strategis. Hal ini disebabkan perwujudan dari

kewenangan sebagai konsekuensi dari urusan yang dilimpahkan dari pemerintah

pusat ke daerah menjadi ukuran derajat otonomi daerah yang dimiliki oleh

pemerintahan kota. Baik kabupaten maupun kota merupakan titik sentral dari

otonomi daerah. Pembagian urusan antara pemerintah pusat dan daerah terutama

144Rahardjo Adisasmita, Ibid., hal 50.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

83

Universitas Indonesia

pada level kota dilakukan menurut ruang lingkupnya. Menurut I Made Suwandi145

penekanan pada lingkup area pada pemerintahan kota berdasarkan kriteria

eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dalam pembagian urusan dari pusat ke

daerah menunjukkan bahwa desentralisasi ditujukan untuk kemandirian daerah.

Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan

pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak atau akibat yang ditimbulkan

dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. Apabila dampak yang

timbul bersifat lokal, maka urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan

kabupaten/kota. Sebaliknya apabila regional menjadi kewenangan provinsi dan

apabila nasional menjadi kewenangan pemerintah. Dengan dasar konsep ini, maka

penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran

dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan

pemerintahan.

Kriteria akuntabilitas sebagai kriteria kedua merupakan pendekatan dalam

pembagian urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat

pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan

yang lebih dekat dengan dampak dari urusan yang ditangani tersebut. Ini berarti

bahwa dengan kriteria akuntabilitas memungkinkan pertanggungjawaban

penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya

dengan luas, besaran dan jangkauan dari dampak yang ditimbulkan oleh

penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan, sehingga penyelenggaraan urusan

pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih terjamin.

Kriteria yang ketiga adalah efisiensi yaitu memfokuskan tingkat daya

guna dan hasil guna dalam penanganan urusan yang dilimpahkan. Artinya, apabila

suatu bagian urusan dalam penanganannya dipastikan akan lebih berdayaguna dan

berhasilguna diselenggarakan oleh provinsi dan atau kabupaten/kota dibandingkan

apabila ditangani oleh Pusat, maka bagian urusan tersebut diserahkan kepada

daerah provinsi dan kabupaten/kota. Sebaliknya apabila suatu bagian urusan itu

lebih bermanfaat dilaksanakan untuk kepentingan banyak daerah atau setidak-

tidaknya bersinggungan dengan banyak daerah, maka akan lebih baik bila

145I Made Suwandi. “Format Otonomi Daerah Provinsi dan Kabupaten atau Kota

Berdasarkan UU No.22 tahun 1999 dan UU No.25 tahun 1999 (Jakarta: 2003). Makalah.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

84

Universitas Indonesia

dilakukan oleh pemerintah pusat sehingga dapat diperoleh efisiensi dalam

pelaksanaan kewenangan yang ada.

Dua aspek yaitu eksternalitas dan akuntabilitas merupakan modal dasar

adanya demokratisasi di daerah otonom khususnya di kota, sedangkan aspek

efisiensi menunjukkan perlunya memilih dan membagi kewenangan yang dapat

dilimpahkan ke daerah guna memperoleh efisiensi pelaksanaannya. Dilihat dalam

perspektif kelembagaan daerah, hal tersebut merupakan upaya yang dapat

mendorong terjadinya perubahan kelembagaan daerah ke arah yang lebih

konstruktif bagi tercapainya peningkatan kapasitas pemerintah daerah.

Peningkatan ini diarahkan untuk mendorong pembangunan daerah secara optimal

yang melibatkan partisipasi publik terutama dalam formulasi kebijakan, sehingga

pemberdayaan masyarakat secara jelas dapat dilakukan. Pendekatan berbasis ini

menurut Isham dan kawan-kawan sebagaimana dikutip oleh Dwi Untoro Pudji146

merupakan sarana untuk dapat lebih baik dalam memberikan pelayanan

sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Lebih jauh dikatakan bahwa

pemerintah daerah adalah pemerintahan yang diberikan kewenangan dalam

bidang: (1) pelaksanaan kebijakan, (2) penyediaan pelayanan masyarakat, (3)

pengelolaan sumber-sumber dan (4) mengatur perangkat daerah.147

Kriteria yang hampir sama dikemukakan oleh Wolman sebagaimana

dikutip oleh Situmorang148

yang membagi kewenangan antar tingkatan

pemerintahan dengan menggunakan kriteria efisiensi dan pengelolaan

pemerintahan. Kriteria efisiensi memiliki beberapa dimensi yaitu: (1) skala

ekonomi, (2) eksternalitas, (3) potensi ekonomi dan kapasitas administrasi, (4)

keinginan atau pilihan masyarakat, (5) stabilitas ekonomi makro, (6) akuntabilitas,

(7) sosial budaya, (8) partisipasi politik. Pendapat yang hampir sama disampaikan

oleh Shah dan Qureshi sebagaimana dikutip oleh Situmorang149

bahwa ada

beberapa kriteria lain dalam pembagian wewenang antar tingkatan pemerintahan

146Dwi Untoro Pudji. Pelaksanaa Pelimpahan Kewenangan di Provinsi Daerah Khusus

Ibu Kota Jakarta, (Jakarta: FISIP-UI, 2007). Disertasi tidak dipublikasikan.

147

Sodjuangon Situmorang. Model Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Provinsi, Kabupaten dan Kota. (Jakarta: FISIP-UI, 2002). Disertasi tidak dipublikasikan, hal. 41

148

Ibid.

149

Ibid.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

85

Universitas Indonesia

yaitu eksternalitas spasial. Kriteria ini terkait dengan biaya atau manfaat yang

turut dirasakan oleh masyarakat di luar yurisdiksi penyelenggaraan pemerintahan.

Berkaitan dengan pemberian pelayanan, pemerintah daerah pada

prinsipnya harus mengedepankan efisiensi. Leach sebagaimana dikutip Dwi

Untoro Pudji150

menyimpulkan bahwa efisiensi dapat dilaksanakan apabila

pemerintahan di daerah terdapat beberapa faktor yakni: (1) kerangka kerja hukum

dan politik, (2) kebijakan fiskal, (3) transparansi dalam tindakan pemerintah, (4)

partisipasi warga dalam penyediaan jasa publik, (5) masyarakat sipil dan struktur

sosial, (6) kapasitas pemerintah daerah. Dengan demikian, efisiensi harus

didukung oleh instrumen hukum dan politik, kebijakan fiskal, partisipasi warga

dan kapasitas pemerintah yang memadai. Apabila semakin lengkap faktor

pendukung ini dimiliki oleh kota, maka semakin mungkin mencapai efisien.

Sebaliknya, semakin sedikit faktor pendukung dimiliki oleh suatu daerah maka

semakin kecil pula pencapaian efisiensi yang diharapkan.151

Di samping faktor efisiensi, perlu juga diperhatikan adanya hubungan

kewenangan yang dapat dipahami sebagai pengelolaan bagian urusan pemerintah

yang dikerjakan oleh level pemerintahan yang berbeda, bersifat saling

berhubungan (interkoneksi), saling bergantung satu sama lain (interdependensi),

dan saling mendukung sebagai satu kesatuan sistem. Dengan adanya hubungan

antar kewenangan, maka pembagian urusan pemerintahan sebagaimana telah

diuraikan terdahulu, dapat ditempuh melalui mekanisme penyerahan dan atau

pengakuan atas usul daerah terhadap bagian urusan-urusan pemerintah yang akan

diatur dan diurusnya sehingga terbangun keserasian hubungan.152

Otonomi daerah melalui penyelenggaraan desentralisasi pada tingkat Kota

sebagaimana konsep Eko Prasojo,153

diharapkan mampu meningkatkan efisiensi

struktural dalam penyelenggaraan pemerintahan lokal, mewujudkan demokrasi

lokal melalui pemberdayaan masyarakat khususnya dalam pengambilan

keputusan, di samping pembangunan keadilan dalam pelayanan publik

sebagaimana ditawarkan oleh Frederickson dengan new public administrationnya.

150Dwi Untoro Pudji, op.cit., hal. 45

151

Ibid., hal. 46

152

Ibid., hal. 45.

153

Eko Prasojo, dkk., hal. 1

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

86

Universitas Indonesia

Lebih jauh daripada itu, otonomi daerah memberikan peluang bagi pemerintahan

kota untuk mengurus dan mengatur sendiri permasalahan yang ada di lingkup

wilayahnya.

Permasalahan yang dihadapi oleh kota dalam perspektif makro menurut

Adisasmita154

dapat diidentifikasi berkaitan dengan fungsi pokok sebuah kota

yang antara lain adalah (1) kota sebagai pusat fasilitas pendidikan, kesehatan dan

budaya; (2) kota memiliki fungsi jasa distribusi (jasa perdagangan/pemasaran dan

jasa transportasi) bagi wilayah di sekitarnya; (3) kota merupakan lokasi industri

pengolahan dan jasa. Lebih lanjut dikatakan oleh Adisasmita155

bahwa

keseluruhan fungsi-fungsi tersebut dilihat dalam konteks upaya yang harus

dilakukan untuk mewujudkan kota-kota secara efektif dan efisien dalam

melaksanakan fungsinya. Efisien di sini diartikan sebagai efisiensi dalam

menyelenggarakan pelayanan umum, efisiensi dalam pembangunan prasarana dan

sarana pembangunan jalan, perumahan, drainase, sanitasi dan lainnya.

Permasalahan kota dalam perspektif mikro di antaranya adalah (1)

masalah penanganan pertumbuhan penduduk yang cepat; (2) masalah migrasi

penduduk dari desa-desa sekitarnya ke kota atau urbanisasi; (3) masalah

penyediaan lapangan pekerjaan yang makin luas; (4) kebutuhan akan lahan

perkotaan yang makin luas; (5) kebutuhan akan tersedianya fasilitas pelayanan

ekonomi (seperti pasar, pertokoan, bank, angkutan umum) dan fasilitas pelayanan

sosial (sekolah, rumah sakit, lapangan olah raga, perpustakaan dan lainnya dalam

jumlah yang cukup dan kualitas yang memadai.156

Dalam pemahaman umum, permasalahan di lingkup kota dapat

dikelompokan ke dalam beberapa problem sebagai berikut157

:

1. Keadaan lingkungan fisik perkotaan (urban setting) kurang memadai,

antara lain diindikasikan dengan laju pertumbuhan yang cepat dan

tidak berencana, penciptaan lapangan kerja yang terbatas, kebutuhan

perumahan yang meningkat, lokasi daerah industri yang tidak terarah,

penataan lahan dan ruang yang tidak efisien, kurangnya fasilitas

154 Adisasmita 2010, op.cit., hal. 2

155

Ibid

156

Ibid

157

Ibid, hal.3-4

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

87

Universitas Indonesia

umum yang nyaman dan aman seperti transportasi dan sarana rekreasi

dan yang lainnya;

2. Perencanaan dan program pembangunan kota serta koordinasi

pelaksanaannya menghadapi berbagai kelemahan. Penyebab hal ini

adalah kehidupan masyarakat yang berkembang semakin cepat, di

samping masalah yang ada sangat kompleks, yang tidak didukung

oleh kemampuan aparat birokrasi yang berkualitas dan kompeten;

3. Prasarana dan sarana perkotaan masih relatif terbatas pada satu sisi,

sedangkan di sisi lain sarana umum yang ada belum dimanfaatkan

secara optimal oleh masyarakat;

4. Belum optimalnya partisipasi masyarakat dari lapisan atas sampai

lapisan bawah untuk ikut serta terlibat dalam pembangunan kota;

5. Norma-norma tata tertib relasi sosial/masyarakat, tertib hukum dan

tertib kemasyarakatan ternyata sering tidak efektif yang disebabkan

oleh kondisi sosial ekonomi yang rendah dari heterogenitas

masyarakat kota yang berbeda seringkali mengabaikan peraturan

hukum yang berlaku.

Melalui desentralisasi yang diterapkan di tingkat kota permasalahan

yang dihadapi akan dapat diatasi secara optimal. Desentralisasi sebagai

pelimpahan urusan dari pemerintah pusat ke pemerintah kota diwujudkan secara

kelembagaan bagi urusan-urusan yang diwajibkan bagi kota. Kelembagaan, dalam

konteks ini adalah organisasi perangkat daerah, dengan demikian menjadikan

dirinya representasi dari urusan-urusan dalam penyelenggaran pemerintah daerah

sebagai implementasi dari konsep otonomi daerah. Pembagian urusan

pemerintahan bagi rumah tangga daerah tiingkat II158

menurut Handoyo

sebagaimana dikutip oleh Situmorang159

dibagi ke dalam dua kriteria. Pertama,

kriteria yang menunjuk pada kemampuan keadaan dan kebutuhan Daerah Tingkat

II, yang dapat dikelompokan sebagai kriteria umum, dan kedua, kriteria yang

menunjuk kepada sifat urusan-urusan pemerintahan dan kemanfaatan urusan

pemerintahan yang dapat dikategorikan sebagai kriteria khusus.

158Pengertian Daerah Tingkat II dalam UU No.22 tahun 1999 dan UU No. 2004 dapat

disamakan dengan Kabupaten/ Kota.

159

Situmorang, op.cit., hal. 45-46

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

88

Universitas Indonesia

Secara prinsipil, antara kriteria umum dan kriteria khusus haruslah saling

mendukung antara satu dan lain. Kriteria umum dipergunakan untuk merumuskan

jenis-jenis urusan pemerintahan yang dapat menjadi urusan rumah tangga Daerah

Tingkat II berdasarkan keadaan dan faktor-faktor yang menjadi realita

(kemampuan, keadaan dan kebutuhan). Pada sisi lain, kriteria khusus

dipergunakan untuk mengkaji ulang, apakah jenis-jenis urusan pemerintahan yang

telah sesuai dengan kriteria umum dapat diterapkan kepada suatu Daerah Tingkat

II tertentu. Dalam penyelenggaraan pemerintahan, tugas pemerintah daerah adalah

mengidentifikasi permasalahan dan merumuskan kebutuhan dan aspirasi daerah,

menginventarisasi sumber daya manusia dan potensi sumber alam,

memperkirakan dana yang dibutuhkan untuk memacu proses pembangunan.

Tugas yang lain adalah menyusun suatu strategi mobilisasi sumber daya (finansial

dan fisikal) serta melaksanakan program dan proyek yang mendorong

pembangunan suatu daerah, menetapkan prosedur pelaksanaan dan monitoring,

menyusun pedoman dan peraturan mengenai penggunaan sumber daya

masyarakat seperti kekayaan, aset milik publik (irigasi, bangunan umum, sekolah

dan rumah sakit) dan mengambil tindakan (kebijakan) dan mengambil tindakan

yang tepat apabila terjadi penyalahgunaan sumber daya. Dengan tugas-tugas

tersebut, pemerintah daerah kota membutuhkan suatu kewenangan yang

diformulasikan dalam konsep desentralisasi untuk melaksanakan urusan-urusan

pemerintahan.

Pembagian urusan pada pemerintah daerah kota dengan jelas diatur di

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota. Urusan kesehatan, pendidikan dan kearsipan merupakan

beberapa urusan dari sekian banyak urusan yang wajib diselenggarakan oleh

Pemerintahan Daerah Kota. Penerapan urusan ini sesungguhnya menyiratkan

secara legal – formal bahwa ketiga urusan tersebut menjadi wajib ada dalam

kelembagaan pemerintahan daerah kota, di samping memberikan penegasan akan

pentingnya ketiga urusan itu bagi penyelenggaraan pemerintahan, bagi masyarakat

dan bagi pemerintah pusat dalam lingkup yang lebih luas.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

89

Universitas Indonesia

Pembagian urusan pemerintahan bidang kesehatan, pendidikan dan

kearsipan pada tingkat kota memperlihatkan cakupan area yang harus ada pada

organisasi perangkat daerah. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No.38/2007

dapat dipahami ada beberapa fungsi yang harus ada yaitu berkaitan dengan

kebijakan teknis meliputi penetapan norma, standar dan pedoman

penyelenggaraan di lingkungan kota, pembinaan terhadap perangkat daerah kota.

Optimalisasi kelembagaan pada organisasi perangkat daerah yang ada

sebagai perwujudan dari desentralisasi urusan pemerintahan di bidang kesehatan,

pendidikan dan kearsipan sebenarnya menegaskan implementasi otonomi daerah

pada tingkat kota. Contoh menarik keterkaitan antara kota, otonomi dan

desentralisasi diuraikan oleh Carola Hein dan Pelletier dalam buku, Cities,

Autonomy, and Decentralization in Japan.160

Pada dua dekade terakhir kota-kota

di Jepang mengalami perubahan di dalam tata kelola pemerintahan kota dan

hubungan antara pusat dan wilayah penyangga/pinggiran (the periphery),

pemerintahan nasional, municipalities dan warga negara. Proses redistribusi

kekuasaan politik dan tanggung jawab keuangan yang berlangsung seperti halnya

restrukturisasi spasial merupakan kenyataan dalam hubungan antara Tokyo, ibu

kota daerah dan wilayah penyangga lainnya yang berada dalam konsep

desentralisasi dan otonomi.

Dalam memahami efektivitas organisasi perangkat daerah kota sebagai

salah satu cermin penerapan desentralisasi urusan pemerintahan bidang kesehatan,

pendidikan dan kearsipan dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan teori

organisasi. Untuk itu harus terlebih dahulu dipahami bahwa organisasi itu

merupakan sesuatu yang abstrak, sulit dilihat tapi dapat dirasakan

eksistensinya.161

Sifat abstrak organisasi dan keterkaitan dengan aspek sosial

menyebabkan cakupan organisasi menjadi sangat luas, yang berakibat bahwa studi

mengenai organisasi juga dapat dilakukan menurut berbagai sudut pandang yang

160Carola Hein dan Philippe Pelletier. Cities, Autonomy, and Decentralization in Japan.

(New-York, Routledge, 2006), hal. 1

161

Martani Huseini dan S.B. Hari Lubis. Teori Organisasi (Suatu Pendekatan Makro).

(Jakarta: PAU-UI, 2003), hal. 1. Lihat juga Mary Jo Hatch. Organization Theory. Modern

Symbolic and Postmodern Perspectives. (New-York: Oxford University Press, 1997, hal 166.

Disebutkan bahwa ada 8 dimensi struktur sosial organisasional yaitu: size, administrative

component, span of control, specialization, standardization, formalization, centralization dan

complexity.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

90

Universitas Indonesia

berbeda. Oleh karena itu muncullah bermacam pendekatan dalam teori organisasi,

yang masing-masing dipengaruhi oleh cara yang digunakan untuk melihat

masalah organisasi, seperti pendekatan aliran klasik dari Frederick W. Taylor,

neo-klasik dari Elton Mayo dan aliran modern yang dipelopori oleh Joan

Woodward melalui penelitiannya pada 100 perusahaan industry di South Essex,

Inggris.

Dalam menganalisis permasalahan organisasi terlebih dahulu harus

dipahami karakteristik umum dari organisasi. Karakateristik organisasi sangat

berkaitan dengan dimensi-dimensi organisasi yang merupakan dasar atau landasan

untuk merumuskan karakteristik tersebut. Dimensi organisasi terdiri dari dimensi

struktural dan dimensi kontekstual. Pertama, dimensi struktural merupakan

dimensi yang menggambarkan karakteristik internal suatu organisasi dengan

aspek-aspek meliputi (1) formalisasi, (2) spesialisasi, (3) standarisasi, (4)

sentralisasi, (5) hirarkhi kekuasaan, (6) kompleksitas, (7) profesionalisme,dan (8)

konfigurasi.162

Kedua, dimensi kontekstual merupakan dimensi yang

menggambarkan karakteristik suatu organisasi yang mencakup lingkungannya

dengan aspek-aspek meliputi (1) ukuran organisasi, (2) teknologi organisasi dan,

(3) elemen-elemen lingkungan.163

2.6 Tinjauan Organisasi Perangkat Daerah dan Tantangannya

Lingkungan di luar organisasi pada umumnya bersifat kompleks dan

berubah secara cepat, sehingga bagian-bagian organisasi “dipaksa” untuk

memiliki spesialisasi yang tinggi agar bisa menghadapi ketidakpastian

lingkungan. Keberhasilan di setiap bagian menuntut adanya kegiatan yang bersifat

khusus. Studi dari Paul Lawrence dan Jay Lorsch164

memberikan gambaran

bagaimana respon dari tiga bagian perusahaan yaitu Penelitian dan

Pengembangan, Produksi dan Pemasaran terhadap dinamika perubahan

lingkungan.

162Ibid., hal. 8

163

Ibid., hal. 9

164

Paul R. Lawrence dan Jay W. Lorsch. Organization and Environment, Managing

Differentiation and Integration. (Boston: Harvard University, 1967)., hal. 28-29

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

91

Universitas Indonesia

Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setiap bagian itu

memperlihatkan orientasi dan struktur yang berbeda agar dapat berinteraksi

dengan elemen-elemen lingkungannya. Respon organisasi terhadap lingkungan

menimbulkan suatu differensiasi pada masing-masing subsistem yang kemudian

membutuhkan adanya integrasi. Konsep differensiasi sebenarnya sejalan dengan

pemikiran Max Weber tentang karakteristik ideal type birokrasi pada salah satu

cirinya yaitu adanya pembagian kerja yang jelas di dalam organisasi. Setiap

anggota organisasi mempunyai wewenang yang seimbang dengan tugas yang

harus dijalankannya. Konsep birokrasi Max Weber diperjelaskan lagi oleh Martin

Albrow165

dengan mengemukakan bahwa birokrasi salah satunya sebagai

organisasi rasional. Dengan mengutip pendapat Peter Blau, Albrow menawarkan

konsep birokrasi sebagai organisasi yang memaksimumkan efisiensi dalam

administrasi.

2.6.1 Pengembangan Organisasional

Dalam konsep yang hampir sama dengan kajian Paul Lawrence dan Jay

Lorsch berkenaan dengan kemampuan adaptasi organisasi terhadap perubahan

lingkungan dikemukakan oleh Warren Bennis.166

Bennis memusatkan kajiannya

pada pengembangan organisasi (organizational development). Dikemukakan oleh

Bennis bahwa konsep pengembangan organisasi merupakan upaya untuk

mengadakan perubahan sehingga dapat lebih mampu menyesuaikan diri dengan

tuntutan perubahan dan juga tuntutan masyarakat yang ingin agar organisasi dapat

lebih lincah dalam memenuhi keinginan masyarakat yang selalu

berubah.167

Pengembangan organisasi merupakan perubahan dan inovasi.

Pengembangan organisasi merupakan suatu proses yang berorientasi

kepada pemecahan problem. Problem organisasi tersebut meliputi problem yang

timbul karena kurang sempurnanya susunan organisasi maupun proses kegiatan

dan interaksi dalam organisasi tersebut. Masalah-masalah tersebut terutama yang

menyangkut subsistem sosial dan teknologis, yang mempengaruhi atau

165Martin Albrow. (Terj. M.Rusli dan Totok Daryanto). Birokrasi. (Yogyakarta: Tiara

Wacana, 2007), hal.109.

166

Warren G. Bennis. Organization Development: Its Nature, Origins and Prospects.

(Massachusetts: Addison Wesley, 1969), hal. 2

167

Ibid., hal. 2

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

92

Universitas Indonesia

menciptakan masalah-masalah yang lainnya. Oleh karena itu, teknologi yang

digunakan dalam pengembangan organisasi selalu berorientasi pada proses, baik

proses dalam pelaksanaan tugas pekerjaan maupun proses saling mempengaruhi

dari anggota-anggota organisasi tersebut. Pengembangan organisasi dengan

demikian merupakan proses yang dimaksudkan untuk menganalisis dan

memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam proses organisasi. Pengertian

ini mengandung dua hal yang penting diperhatikan. Pertama, pengembangan

organisasi adalah proses yang dilakukan secara terus menerus. Kedua, proses

tersebut dilakukan untuk menyempurnakan proses yang terjadi dalam suatu

organisasi.

Berkaitaan dengan efektivitas organisasi, menarik dipahami konsep dari

Richard Beckhart168

mengenai pengembangan organisasi di mana dikatakan bahwa

pengembangan organisasi merupakan suatu usaha berencana mencakup organisasi

secara keseluruhan dan dikelola dari atas untuk meningkatkan efektivitas dan

kesehatan organisasi melalui intervensi berencana terhadap proses yang terjadi

dalam organisasi dengan mempergunakan pengetahuan yang berasal dari ilmu

perilaku. Rumusan Beckhart sangat menekankan pada peningkatan efektivitas dan

kesehatan organisasi dalam beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan.

Meskipun demikian, ada beberapa keterbatasan yang dapat dipahami dari rumusan

Beckhart ini. Pertama, pengembangan organisasi tidak selalu harus dikelola dari

atas, karena dapat pula dilakukan dalam satuan unit tertentu. Kedua, meskipun

penekanan pada proses yang terjadi dalam organisasi, akan tetapi tidak

membedakan secara jelas pengertian struktur, proses, budaya dan teknologi.

Pengembangan organisasi perangkat daerah di tingkat kota dapat

dilakukan dengan menata ulang fungsi-fungsi strategisnya ke dalam format

organisasional perangkat daerah kota yang dapat dilakukan melalui perubahan

kebijakan pemerintah kota. Pembentukan kembali organisasi perangkat daerah

menjadi sangat penting sebagai perwujudan penerapan urusan-urusan wajib yang

menjadi representasi dari konsep desentralisasi pada tingkat kota, dalam konteks

ini adalah kota Tangerang. Efektifitas dan efisiensi kelembagaan merupakan hal

yang sangat penting di dalam organisasi mencapai tujuan, visi dan misinya.

168

Richard Beckhard. Organization Development: Strategies and Models.(Massachusetts:

Addison-Wesley, 1969), hal. 9

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

93

Universitas Indonesia

Dalam bagian berikut diuraikan mengenai efektifitas dan efisiensi, konsep

institusional dan konsep kinerja.

2.6.2 Efektifitas dan Efisiensi Organisasional

Dasar pembentukan kelembagaan di daerah kota menurut Eko Prasojo

dkk,169

di dasarkan pada pemenuhan pelayanan sesuai dengan tingkat kebutuhan

dan upaya semakin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yang lebih

mengedepankan partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan mendorong

kemandirian. Fungsi penyelenggaraa kesehatan, pendidikan dan kearsipan dapat

dilaksanakan dengan optimal apabila organisasi perangkat daerah kota

memperhatikan dan menerapkan prinsip-prinsip efektivitas dan efisiensi

organisasi dan rasionalitas birokrasi. Efektivitas mengandung makna yang

berkenaan dengan hasil dari penggunaan sumber-sumber daya yang dapat

diartikan sebagai menghasilkan sesuatu yang tepat sesuai dengan yang

direncanakan. Efisiensi erat kaitannya dengan penggunaan sumber daya yang

tepat atau sesuatu yang jumlahnya minimum untuk menghasilkan output dan input

yang minimal. Ukuran efisiensi seringkali dinyatakan dalam perbandingan yaitu

manfaat dibandingkan dengan biaya atau biaya dibandingkan dengan output.

Konsep efektivitas sebenarnya merujuk pada derajat pencapaian tujuan

organisasi dan apabila hal ini dikaitkan dengan penyelenggaraan urusan

pemerintah bidang kesehatan, pendidikan dan kearsipan yang dilaksanakan oleh

organisasi perangkat daerah kota, maka efektivitas merujuk kepada sejauh mana

urusan bidang kesehatan, pendidikan dan kearsipan itu dilaksanakan secara

optimal khususnya bagi pemenuhan kebutuhan pelayanan masyarakat. Amitai

Etzioni sebagaimana dikutip oleh Dwi Utoro Pudji170

mengatakan bahwa ada tiga

indikator yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat efektivitas organisasi

yaitu: (1) produktifitas, (2) fleksibilitas, (3) tidak terdapatnya hambatan, (4) tidak

terdapat konflik dalam organisasi. Sementara itu Gibson et.al171

mengukur

efektivitas dengan indikator: (1) dalam jangka panjang memiliki kemampuan

169Eko Prasojo, dkk., hal 131.

170

Dwi Utoro Pudji, op.cit., hal 49

171

James L. Gibson, John MI dan James M. Donnely. Organization: Behavio, Structure,

Processes (New-York: Irwin Publsh, 1994), hal. 67.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

94

Universitas Indonesia

mempertahankan hidup (survival), (2) dalam jangka menengah mampu

beradaptasi dan berkembang (adaptation and development), (3) dalam jangka

pendek mampu produktif dan memberikan kepuasan (productive and satisfaction)

Pemahaman yang memadai mengenai tujuan ataupun sasaran organisasi

merupakan langkah pertama dalam menetapkan ukuran atau parameter efektivitas

organisasi. Sasaran dapat dipahami sebagai suatu keadaan atau kondisi yang ingin

dicapai oleh suatu organisasi. Berkaitan dengan itu, efektivitas organisasi dapat

dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam upaya untuk mencapai

tujuan atau sasarannya. Efektivitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep

yang luas dan mencakup berbagai faktor di dalam maupun di luar organisasi.

Efektivitas merupakan suatu konsep yang penting dalam teori organisasi karena

mampu memberikan deskripsi mengenai keberhasilan organisasi dalam mencapai

sasarannya.

Sementara itu, efisiensi organisasi, merupakan suatu konsep yang bersifat

lebih terbatas dan menyangkut proses internal yang terjadi dalam suatu organisasi.

Efisiensi menunjukkan banyaknya input atau sumber yang dibutuhkan oleh

organisasi untuk menghasilkan satu satuan output. Karena itu efisiensi dapat

diukur dengan membandingkan antara rasio input terhadap output. Suatu

organisasi yang mampu menghasilkan satu satuan output dengan menggunakan

sumber yang jumlahnya lebih sedikit dari yang digunakan oleh organisasi lainnya,

dapat dikatakan sebagai organisasi yang lebih efisien.

Pengukuran efektivitas organisasi dapat dilakukan melalui beberapa

pendekatan yaitu (1) pendekatan sasaran (goal approach) yaitu mengukur

keberhasilan organisasi dalam mencapai tingkatan output yang direncanakan,

(2) pendekatan sumber (system resources approach) yaitu mengukur keberhasilan

organisasi mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan untuk mencapai kinerja

yang optimal, (3) pendekatan proses (process approach) yaitu bagaimana

mengukur efektifitas melalui berbagai indicator internal seperti efisiensi ataupun

iklim organisasi.

Pertama, pendekatan sasaran yang digunakan dalam pengukuran

efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran dan mengukur tingkat keberhasilan

organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Dengan demikian pendekatan ini

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

95

Universitas Indonesia

mencoba mengukur sejauh mana organisasi berhasil merealisasikan sasaran yang

hendak dicapai. Sasaran yang menjadi kriteria ukuran adalah sasaran yang

sebenarnya (operative goals). Pengukuran efektivitas dengan menggunakan

sasaran ini akan memberikan hasil yang lebih realistis daripada menggunakan

sasaran resmi (official goals).

Kedua, pendekatan sumber yang digunakan untuk mengukur efektivitas

melalui keberhasilan organisasi dalam mendapatkan berbagai macam sumber

yang dibutuhkannya. Pendekatan ini didasarkan pada teori keterbukaan sistem

organisasi terhadap lingkungannya. Organisasi mempunyai hubungan yang merata

dengan lingkungannya, karena dari lingkungan diperoleh sumber-sumber yang

merupakan input bagi organisasi dan sebaliknya, output yang dihasilkan

organisasi akan “dilemparkan” kepada lingkungannya. Pendekatan sumber

menggunakan beberapa dimensi untuk mengukur organisasi yaitu: (1)

kemampuan organisasi untuk memanfaatkan lingkungan dalam memperoleh

berbagai jenis sumber yang bersifat langka dan nilainya tinggi; (2) kemampuan

para pengambil keputusan dalam organisasi untuk menginterpretasikan sifat-sifat

lingkungan secara tepat; (3) kemampuan organisasi untuk menghasilkan output

tertentu dengan menggunakan sumber-sumber yang berhasil diperoleh; (4)

kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan operasionalnya sehari-hari; (5)

kemampuan organisasi untuk berekasi dan menyesuaikan diri terhadap perubahan

lingkungan.

Sementara itu, pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai efisiensi

dan health condition dari organisasi internal. Pada organisasi yang efektif, proses

internal berjalan dengan lancar, kegiatan masing-masing bagian terkoordinasi

secara baik dengan produktivitas yang tinggi. Pendekatan ini tidak memperhatikan

lingkungan eksternal dan lebih memusatkan perhatian kegiatan yang dilakukan

terhadap sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi, yang menggambarkan

tingkat serta kesehatan organisasi. Pendekatan proses umumnya digunakan oleh

para penganut pendekatan human relation (neo-klasik) dalam teori organisasi,

terutama dalam meneliti hubungan antara efektivitas dengan sumber daya

manusia yang dimiliki oleh organisasi. Ada beberapa komponen yang dapat

menunjukkan tingkat efektivitas organisasi di antaranya adalah (1) perhatian

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

96

Universitas Indonesia

atasan terhadap bawahan; (2) semangat, kerjasama dan loyalitas kelompok kerja;

(3) saling percaya dan komunikasi vertical dan horizontal yang lancar antar

anggota organisasi; (1) desentralisasi dalam pengambilan keputusan.

Ketiga pendekatan dalam pengukuran efektivitas organisasi yang telah

diuraikan masing-masing mempunyai kelemahan. Setiap pendekatan hanya

mampu melakukan pengukuran terhadap suatu dimensi tertentu dari efektivitas,

akan tetapi tidak dapat memberikan gambaran yang lengkap mengenai

keseluruhan aspek dari efisiensi organisasi. Setiap pendekatan hanya mampu

memberikan gambaran mengenai satu dimensi saja dari kondisi organisasi.

Karena kelemahan ini, maka ada pendekatan lain yang menggabungkan kekuatan

ketiga pendekatan yang lebih bersifat integratif dalam pengukuran efektivitas

organisasi. Pendekatan ini berangkat dari kenyataan bahwa organisasi melakukan

bermacam kegiatan dan juga mempunyai berbagai jenis output yang berbeda.

Dalam pendapat yang hampir sama, Azhar Kasim172

mencoba

mengemukakan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap efektivitas

organisasi. Azhar Kasim dengan mengutip pendapat Scott mencoba

menyederhanakan construct efektivitas organisasi menjadi tiga model dasar yaitu:

model sistem rasional, model sistem alamiah dan model sistem terbuka. Model

sistem rasional menekankan kepada produktivitas dan efisiensi; model sistem

alamiah menekankan kepada segi moril dan kohensi (kekompakan) dari anggota

organisasi dan model sistem terbuka menekankan kepada dimensi perolehan

sumberdaya dan kemampuan mengadaptasikan diri terhadap lingkungan.

Dengan mengutip pemikiran Quinn dan Rohrbaugh, lebih lanjut Azhar

Kasim173

mengatakan bahwa ada empat model atau perspektif teoritis dari kriteria

efektivitas organisasi yaitu: model tujuan rasional (rational goal model), model

hubungan manusia (human relations model), model sistem terbuka (open system

model) dan model proses internal (internal system model). Sebagian besar teori

organisasi klasik dapat diklasifikasikan ke dalam model model tujuan rasional.

Sebagai misal, Weber yang mengatakan bahwa birokrasi merupakan alat bagi

pencapaian tujuan masyarakat melalui tindakan yang diatur secara rasional.

172

Azhar Kasim. Pengukuran Efektivitas Dalam Organisasi. (Jakarta: LP FE-UI, 1993),

hal. 86. 173

Ibid, hal. 87.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

97

Universitas Indonesia

Begitu pula dengan Fayol, Taylor, Gulick dan Urwick yang mengemukakan

bahwa organisasi harus disusun untuk mencapai tujuan-tujuan dari

pemilik/penguasa yang berada di luar organisasi yang bersangkutan. Hal yang

hampir sama, Steers dan Etzioni mengatakan bahwa efektivitas suatu organisasi

tergantung kepada seberapa jauh ia mencapai tujuan atau sasarannya. Sedangkan

Perrow mengatakan bahwa tujuan organisasi ini terdiri dari tujuan-tujuan resmi

(official goals) dan tujuan-tujuan operasi (operative goals).

Efektivitas organisasi dalam perspektif model hubungan manusia muncul

sebagai reaksi terhadap pendekatan mekanistis dari model tujuan rasional

terhadap manusia dan lingkungan kerjanya. Model ini mengkritik model tujuan

rasional karena mengabaikan unsur manusia, dimana manusia diperlakukan

sebagai suatu bagian dari mesin organisasi. Para ahli model hubungan manusia ini

lebih menekankan kepada pentingnya peranan kelompok kerja yang kecil, norma

pekerjaan dan pola perilaku informal dan tidak berencana. Dikatakan pula bahwa

perilaku dan ciri-ciri sikap tertentu dari individu dan kelompok kecil dapat

digunakan sebagai indikator efektivitas organisasi.

Model ini kemudian juga memfokuskan pada kepemimpinan dan perilaku

organisasi pada umumnya, sebagaimana Barnard mengatakan bahwa pemahaman

terhadap fungsi kepemimpinan dari eksekutif dapat memperlancar hakekat

kerjasama dalam suatu organisasi. Pendapat ini dipertegas oleh McGregor yang

berpendapat bahwa tugas penting bagi pimpinan adalah mendisain organisasi agar

mempermudah anggota-anggota organisasi mencapai tujuan sendiri dalam rangka

pencapaian tujuan organisasi. Model hubungan manusia dapat disimpulkan

sebagai model yang menekankan pada moril karyawan, kepemimpinan,

pengembangan sumber daya manusia dan aspek peranan informal dari perilaku

organisasi.

Model sistem terbuka pada esensinya didasarkan pada asumsi bahwa

organisasi tergantung kepada pertukaran antara pelayanan atau barang yang

dihasilkan organisasi dengan lingkungannya agar bisa bertahan. Paradigma dasar

dari model sistem ini terdiri dari: inputs, throughputs dan outputs. Inputs meliputi

semua faktor yang dibutuhkan dari lingkungannya seperti uang, tenaga kerja,

bahan mentah dan mesin-mesin. Inputs ini diubah menjadi berbagai outputs

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

98

Universitas Indonesia

melalui proses throughputs. Kemudian pada gilirannya outputs dikembalikan lagi

kepada lingkungan.

Menurut model ini, efektivitas organisasi merupakan fungsi dari

kesesuaian disain organisasi yaitu diferensiasi dan integrasi dengan teknologi dan

lingkungan. Model ini sangat menekankan pada kemampuan organisasi untuk

bersaing dalam mendapatkan sumber daya yang langka dan berharga dari

lingkungannya demi untuk bisa bertahan hidup (survival). Kesimpulannya model

ini lebih memusatkan perhatiannya pada respon yang strategis terhadap kondisi

yang sedang menurun seperti bagaimana suatu organisasi bisa bertahan dengan

baik apabila ada pengurangan anggaran dan pembatasan penerimaan pegawai

baru.

Model proses internal pada dasarnya memusatkan perhatiannya pada

proses pengolahan informasi dan pembuatan keputusan dalam organisasi.

Pengolahan informasi dalam organisasi dipengaruhi oleh dua hal yaitu: (1)

ketidakpastian atau tidak adanya informasi dan (2) adanya interpretasi yang saling

bertentangan tentang organisasi. Kekuatan model ini adalah karena mengevaluasi

efektivitas organisasi berdasarkan proses daripada mengevaluasi berdasarkan

tujuan akhir.

Dengan mengembangkan pemikiran Quinn dan Rohrbaugh, Azhar

Kasim174

mengemukakan pendekatan nilai yang bersaingan (a competing values

approach/CVA) untuk membentuk construct efektivitas organisasi. Ada tiga

dimensi persaingan nilai yaitu: (1) dimensi nilai yang berhubungan dengan fokus

keorganisasian yang menekankan pada aspek internal, mikro seperti kesejahteraan

dan pengembangan orang-orang dalam organisasi sampai kepada penekanan

aspek eksternal, makro seperti pengembangan organisasi itu sendiri; (2) dimensi

nilai yang berhubungan dengan struktur organisasi yang menekankan pada

stabilitas sampai kepada penekanan terhadap fleksibilitas; (3) dimensi waktu yang

berhubungan dengan tujuan dan alat pencapai tujuan organusasi meliputi

penekanan terhadap pentingnya aspek proses perencanaan dan penentuan tujuan

sampai kepada penekanan terhadap hasil akhir termasuk produktivitas.

174

Ibid, hal. 92

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

99

Universitas Indonesia

Dari beberapa uraian tentang efektivitas organisasi dapat dipahami bahwa

tidak mungkin pengukuran efektivitas organisasi dilakukan hanya dengan

menggunakan kriteria tunggal. Pendekatan yang mencoba memusatkan

pengukuran efektivitas organisasi secara integratif adalah apa yang disebut dengan

pendekatan contingency. Pendekatan ini memfokuskan perhatiannya kepada

kontingensi organisasi yaitu berbagai kelompok di dalam maupun di luar

organisasi yang mempunyai kepentingan terhadap kinerja organisasi. Untuk

menganalisis efektivitas institusional organisasi perangkat daerah kota sebagai

outcome policy dari Peraturan Daerah tentang Organsasi Perangkat Daerah akan

digunakan pendekatan contingency ini.

2.6.3 Konsep Kelembagaan/ Institusional

Secara generik efektivitas organisasi perangkat daerah di kota Tangerang

dapat dipahami dalam perspektif institusi atau kelembagaan atau suatu pendekatan

yang seringkali disebut sebagai teori institusional. Organisasi perangkat daerah

merupakan kelembagaaan daerah (kota) dalam penyelenggaraan urusan-urusan

wajib, dalam hal ini urusan kesehatan, pendidikan dan kearsipan, sebagai

konsekuensi dari adanya desentralisasi. Urusan ini dibentuk dengan

mempertimbangkan esensi fungsi pemerintah daerah dalam memberikan

pelayanan publik.

Dalam pendekatan institusional, ide pokok teori institusional adalah bahwa

organisasi dibentuk oleh lingkungan institusional yang mengitarinya. Pengamatan

terhadap organisasi harus dilihat sebagai totalitas simbol, bahasa, ataupun ritual-

ritual yang melingkupinya. Oleh sebab itu institusionalisme menolak anggapan

bahwa organisasi dan konteks institusionalnya yang lebih besar bisa dipahami

dengan melakukan agregasi atas pengamatan terhadap perilaku individu. Bagi

seorang institusionalis keseluruhan (the whole) adalah lebih besar dari pada

jumlah individu (human parts).

Karena perbedaan persepsi dalam melihat organisasi ada yang

mengatakan bahwa institusionalisme bukan sebuah teori, juga bukan sebuah

disiplin ilmu walaupun didalamnya banyak disiplin ilmu seperti ekonomi,

sosiologi dan ilmu politik. Scott (2001) berpendapat bahwa institusionalisme

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

100

Universitas Indonesia

adalah madzab (school of thought), namun pakar lain mengatakan

institusionalisme adalah pendekatan umum (general approach) atau cara

memahami masalah (perspective for understanding).175

Lincoln (1985)

berpendapat bahwa institusional adalah sebuah paradigma (world view).

Terutama paradigma institusionalisme yang menolak paham rasionalitas dan

efisiensi dalam perilaku sosial. Para teoritis institusional menganggap bahwa

perilaku dalam konteks sosial dapat dipahami melalui pemahaman atas institusi.

Sayangnya secara konseptual institusipun dijelaskan dengan uraian yang berbeda-

beda. Scott176

mengartikan institusi sebagai struktur sosial multidimensi yang

dibangun dari element yang bersifat simbolis, aktivitas sosial,dan materi sumber

daya.

Saat ini banyak penelitian institusionalisme baru mengkaji pengaruh besar

institusi terhadap perilaku manusia melalui aturan dan norma yang dibangun oleh

institusi. Berkaitan dengan pengaruh individu terhadap perilaku manusia, ada

dua anggapan yaitu : pertama, menyebabkan individu berusaha memaksimalkan

manfaat aturan dalam institusi. Kedua, perilaku sekedar menjalankan tugas

sesuai aturan. Institusionalism memperkaya dengan menambahkan aspek kognitif

yaitu bahwa individu dalam institusi berperilaku tertentu bukan karena takut

pada hukuman atau karena sudah menjadi kewajiban (duty), melainkan karena

konsepsi individu tersebut mengenai norma-norma soaial dan tatanan nilai yang

ada. Dalam kenyataan institusi baru itu terpecah dalam berbagai aliran.

Ciri pembeda paradigma institusionalism adalah dalam melihat hakekat

organisasi. Idenya adalah bahwa organisasi lebih merupakan sistem sosial yang

bentuknya dipengaruhi oleh sistem simbolis, budaya dan aspek sosial yang lebih

luas dimana organisasi tersebut berada. Scott177

(1987) mengatakan bahwa

pandangan institusionalitas dan instrumentalitas adalah saling melengkapi

(komplementer). Kendati demikian kajian yang dilakukan para institusioanalis

menyatakan bahwa struktur organisasional seharusnya bukan untuk dipahami

175

James G. March and Johan P. Olsen. The New Institutionalism: Organizational Factors

in Political Life. The American Political Science Review, Vol.78, No.3 (Sep, 1984), hal. 734-749. 176

Richard W Scott. Institutions and Organizations. (London: Sage, 2001), 2nd Edition,

hal.10. 177

Richard W. Scott. “The adolescence of institutional Theory”. Administrative Science

Quarterly, 32 (4), 493.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

101

Universitas Indonesia

sebagai adaptasi rasional terhadap faktor-faktor kontingensi dialam modus

teknikal instrumentalis, tapi dengan merujuk pada norma, kewajiban legitimasi,

mitos, kepercayaan dan faktor –faktor teknikal instrumentalitas.

Analisis institusionalisme cenderung melihat parameter sosial (societal

parameters). Para institusionalis berpemikiran bahwa organisasi terbentuk oleh

kekuatan - kekuatan diluar dirinya melalui proses peniruan (mimikri) dan

ketaatan (compliance). Teori ini merupakan contoh konsep institusional

isomorphism yang terdapat pada paradigma institusional yang didalamnya berisi

macam-macam teori dan konsep yang satu dan lainnya bisa berbeda. Ada

beberapa macam madzab institusionalisme seperti institusionalism normative,

rational choice institusionalism, historical institusionalism, constructivist

institusionalism, institusionalis economic dan radical institusionalism. Empat

aliran pertama menonjol di bidang sosiologi dan politik, aliran kelima merupakan

cabang institusionalisme di bidang ekonomi, aliran keenam memiliki pengaruh di

bidang sosiologi maupun ekonomi.

Di dalam institusionalisme ada beberapa variasi metode riset. Pertama,

comparative analysis disebut juga dengan historical comparative method yaitu

peneliti melakukan analisis sosiologis dalam bentuk perbandingan proses sosial

antara dua institusi, Ada dua pendekatan comparative analysis yaitu: 1) dengan

mencari persamaan persamaan yang ada dan 2) dengan mencari perbedaan-

perbedaan yang ada. Kedua, studi kasus dengan pendekatan etnografis, yaitu

peneliti memilih sebuah institusi sebagai kasus yang akan diamati dengan

mencermati aspek sosio kultural yan g ada. Ketiga, metode riset kuantitatif , yaitu

pada umumnya bertitik tolak pada positivisme yang cenderung meneliti hanya

sebagian fenomena, pendekatan ini ditandai dengan pengembangan teori dan

hipotesa, modeling dan penggunaan data kuantitatif serta alat statistik.

Asumsi dan tiga pilar institusi telah berubah dari pendekatan yang kurang

sistematis (old institusionalism) menjadi paradigma yang sistematis dengan

kerangka pikir yang cenderung baku. Menurut March dan Olsen (2005) dalam

working paper, Elaborating The New Institutionslism, ada dua asumsi pokok

(core assumption). Asumsi pokok pertama adalah institusi menciptakan elemen-

elemen keteraturan dan prediktabilitas (daya ramal), berarti institusi adalah

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

102

Universitas Indonesia

sesuatu yang bisa dipelajari secara sistematis. Asumsi kedua adalah bahwa

terjemahan (translation) dari struktur ke tindakan politik, dan dari tindakan

menjadi perubahan yang institusional ditimbulkan oleh proses yang rutin dan bisa

dipahami. Ini berarti ada modus tindakan yang berulang dimana peneliti perlu

mempelajari upaya bagaimana dalam situasi itu kestabilan bisa terbentuk.

2.6.4 Efektifitas Kinerja Organisasi Perangkat Daerah

Efektivitas institusional organisasi perangkat daerah dengan pendekatan

institutionalisme berkaitan dengan kinerja institusi sebagai perwujudan dari

urusan-urusan pendidikan, kesehatan dan kearsipan. Kinerja satuan kerja

perangkat daerah merupakan tampilan organisasional dalam menjalankan tugas

pokok dan fungsi masing-masing sebagai wujud dari desentralisasi kota. Secara

konseptual kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi yaitu kinerja pegawai

secara individu dan kinerja organisasi. Kinerja pegawai adalah hasil kerja

perseorangan dalam organisasi, sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil

kerja yang telah dicapai oleh suatu organisasi. Kinerja berkaitan dengan operasi,

aktivitas program dan misi organisasi.178

Dalam makna yang lain, arti kinerja dapat menggambarkan sampai

seberapa jauh suatu organisasi mencapai hasil ketika dibandingkan dengan kinerja

terdahulu (previous performance), dan sampai seberapa jauh pencapaian tujuan

dan target yang telah ditetapkan. Kinerja organisasi dapat pula diartikan sebagai

efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk memenuhi kebutuhan yang

ditetapkan dari setiap kelompok yang saling berkaitan melalui usaha-usaha yang

sistemik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus menerus mencapai

kebutuhannya secara efektif. Rue & Byars mendefinisikan kinerja organisasi

sebagai tingkat pencapaian hasil atau “degree of accoumplishment” atau dengan

kata lain, kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi.179

Dengan

demikian kinerja organisasi berhubungan dengan berbagai aktivitas dalam mata

rantai (value chain) yang ada pada organisasi.

178

Ismail Nawawi Uha. Budaya Organisasi Kepemimpinan & Kinerja. (Jakarta: Kencana,

2010), hal. 212. 179

Leslie W. Rue & Lloyd L. Byars. Management: Skills and Application, ( New-York:

McGraw-Hill, 2003), hal. 9.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

103

Universitas Indonesia

Berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi sesungguhnya

memberikan informasi mengenai capaian hasil pelaksanaan dari unit-unit

organisasi, dimana organisasi memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas seluruh

aktivitas sesuai dengan tujuan organisasi. Amstrong dan Baron180

mengemukakan

bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat

dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan

kontribusi pada ekonomi.

Dari berbagai definisi kinerja organisasi di atas dapat disimpulkan bahwa

kinerja organisasi ialah hasil yang ditunjukkan oleh sebuah organisasi atau tingkat

pencapaian pelaksanaan tugas suatu organisasi dalam upaya mewujudkan sasaran,

tujuan, misi dan visi organisasi tersebut. Tingkat pencapaian organisasi dapat

diukur melalui pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses

penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah

ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam

menghasilkan barang atau jasa, kualitas barang atau jasa, perbandingan hasil kerja

dengan target dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan.

Dalam pengukuran kinerja sangat ditentukan oleh tujuan yang ideal untuk

dicapai, sehingga dalam tahapan pengukurannya harus aktual dengan

mengidentifikasikannya terlebih dahulu ke dalam komponen operasional. Kinerja

organisasi dapat dilihat dari visi dan misi yang ada, kinerja proses dapat dilihat

dari prosedur standar operasi, dan kinerja pegawai dapat dilihat dari petunjuk

kerja manual yang ada. Sehingga penggambaran visi dan misi dari suatu

organisasi harus mampu menjelaskan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam

suatu organisasi yang dirumuskan dalam sebuah tugas pokok dan fungsi dan akan

menjadi satuan kerja dalam menciptakan aktivitas atau kegiatan pekerja atau

pegawai. Dengan demikian kinerja lebih diorientasikan pada pekerjaan itu sendiri

dalam memberikan hasil, dampak, dan manfaat bagi masyarakat maupun bagi

pegawai itu sendiri.

180

Michael Amstrong and Angela Baron. Managing Performance. (London: The

Chartered Institute of Personnel and Development, 2005), hal. 9.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

104

Universitas Indonesia

2.7 Hasil Penelitian Terdahulu dan Rasionalitas Pendekatan SSM

Penyajian hasil penelitian terdahulu dimaksudkan untuk memberikan

penegasan pentingnya pembentukan organisasi perangkat daerah pada level kota

yang dapat dipahami sebagai cerminan implementasi desentralisasi di daerah

otonom. Penelitian yang komprehensif dan mendalam tentang pembentukan

organisasi perangkat daerah di Indonesia memang relatif masih terbatas terlebih

lagi apabila dikaitkan dengan penggunaan soft system methodology sebagai

metodologi dalam penelitian. Dengan keterbatasan kesesuaian terhadap subtansi

dari penelitian ini, maka hasil penelitian terdahulu yang akan dibahas berfokus

pada pembentukan organisasi perangkat daerah, desentralisasi dan beberapa

penelitian yang menggunakan metodologi soft system methodology.

Penelitian yang paling relevan dengan penelitian ini adalah penelitian

berjudul “Pembangunan Institusi Pemeruntahan Daerah Dalam Penyediaan

Prasarana Perkotaan di Kota Malang, “ yang dilakukan oleh Bambang

Supriyono. Relevan dalam arti substansi pokoknya adalah tentang pembangunan

organisasi perangkat daerah dengan menggunakan soft system methodology.

Penelitian yang dilakukan tahun 2007 ini bertujuan mendeskripsikan dan

menganalisis kemampuan institusi pemerintahan daerah dalam melaksanakan

fungsi penyediaan prasarana perkotaan. Tujuan lainnya adalah membangun model

sistem pembangunan institusi pemerintahan daerah untuk memecahkan masalah

efektifitas institusi, masalah arah perubahan peran institusi dan masalah

institusionalisasi dalam institusi pemerintahan daerah.

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan

pendekatan berpikir serba sistem (systems thinking). Pendekatan berpikir serba

sistem yang digunakan adalah metodologi penelitian sistem lunak (soft system

methodology). Hasil penelitian ini berupa beberapa rekomendasi. Pertama,

pembangunan institusi pemerintahan daerah untuk meningkatkan efektifitas

penyediaan prasarana perkotaan perlu didasarkan standarisasi yang jelas sesuai

dengan kewenangan dan fungsi yang dilimpahkan. Kedua, pemerintah daerah

perlu meningkatkan keterlibatan institusi swasta ataupun masyarakat dalam

melaksanakan fungsi penyediaan prasarana perkotaan. Ketiga, pemerintah daerah

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

105

Universitas Indonesia

perlu meningkatkan proses institusional dalam melaksanakan penyediaan

prasarana perkotaan. Keempat, pemerintah daerah perlu membangun model

sistem pembangunan institusi pemerintahan daerah dalam melaksanakan fungsi

penyediaan prasarana perkotaan disertai dengan penggunaan subsistem monitor

dan kontrol terhadap pelaksanaan fungsi tersebut.

Pada tahun 2004, Muklir mempublikasikan hasil penelitian tesisnya

dengan judul, “Restrukturisasi Institusi Dalam Rangka Reformasi Administrasi

Pemerintahan Daerah, Studi Pada Kabupaten Aceh Utara.181

” Dalam

penelitiannya digunakan pendekatan kualitatif dan model analisis interaktif.

Tujuan penelitian tesis ini adalah memperoleh gambaran yang komprehensif dan

mendalam tentang struktur institusi, sikap dan perilaku aparatur pemerintah

Kabupaten Aceh Utara dalam menyikapi otonomi khusus. Hasil penelitian

menyangkut struktur institusi yang menunjukkan bahwa pembentukan struktur

institusi pemerintahan daerah diarahkan sesuai dengan budaya lokal baik

berkaitan dengan nomenklatur maupun jabatan dalam pemerintahan.

Hal tersebut menyebabkan semakin tingginya kompleksitas, formalisasi

dan sentralisasi dalam institusi pemerintahan daerah. Perubahan sikap dan

perilaku aparatur dalam menyikapi otonomi khusus dari aspek perhatian,

pemahaman, penerimaan dan resistensi hanya terjadi di tingkat pimpinan atas

(Sagoe/Bupati), di tingkat menengah hanya sebatas perhatian, pemahaman dan

penerimaan, namun belum diwujudkan dalam bentuk retensi, sedangkan di tingkat

bawah, perhatian, pemahaman, penerimaan dan retensi masih belum optimal

karena kurangnya sosialisasi dalam penyelenggaraan otonomi khusus.

Berkaitan dengan desentralisasi, menarik untuk dipahami hasil penelitian

Sodjuangon Situmorang182

berjudul, “Model Pembagian Urusan Pemerintahan

Antara Pemerintah, Provinsi, dan Kabupaten/ Kota yang ditulisnya tahun 2002.

Tujuan dari penelitian ini adalah mencari model pembagian urusan pemerintahan

yang lebih baik diterapkan di Indonesia. Secara khusus penelitian ini bertujuan

untuk: pertama menelaah karakteristik pembagian urusan pemerintahan, provinsi

181Muklir. “Restrukturisasi Institusi Dalam Rangka Reformasi Administrasi

Pemerintahan Daerah, Studi Pada Kabupaten Aceh Utara.” Jurnal Administrasi Publik, Vol. V,

No.1 (September), 2004.

182

Situmorang, Op. Cit., 2002.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

106

Universitas Indonesia

dan kabupaten/ kota masa kini; kedua, mengidentifikasi dan menganalisis

permasalahan dan hambatan model pembagian urusan pemerintahan antara

pemerintah, provinsi dan kabupaten/ kota; dan ketiga, membangun model

pembangunan urusan pemerintahan antara pemerintah, provinsi dan kabupaten/

kota yang lebih diterapkan di Indonesia di masa yang akan datang. Pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa di Indonesia belum ada model yang jelas dalam pembagian

urusan pemerintahan. Direkomendasikan oleh Peneliti untuk melakukan

perubahan UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan dengan turunan Peraturan

Pelaksanaan sehingga jelas pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah

pusat, provinsi dan kabupaten/kota.

Hampir sama dengan penelitian Situmorang, hasil penelitian Dwi Untoro

Pudji berjudul, “Pelaksanaan Pelimpahan Kewenangan di Provinsi Daerah

Khusus Ibu Kota Jakarta, yang ditulis tahun 2007, memberikan gambaran tentang

kewenangan urusan pemerintahan di Jakarta dengan nomenklatur Daerah

Khususnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang

proses pelimpahan kewenangan dalam bidang pendidikan, ketenagakerjaan dan

ketentraman dan ketertiban di Provinsi DKI Jakarta dan memperoleh model

pelimpahan kewenangan yang sesuai untuk dilaksanakan dalam bidang

pendidikan, ketenagakerjaan dan ketentraman dan ketertiban di Provinsi DKI

Jakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian Situmorang menunjukkan bahwa ada beberapa kewenangan

yang jelas dimiliki oleh pemerintah provinsi, akan tetapi tidak dimiliki oleh

pemerintahan di level bawahnya yaitu pemerintahan kotamadya.

Penelitian Baedowi tahun 2004, berjudul, “Implementasi Kebijakan

Otonomi Daerah Bidang Pendidikan, Studi Kasus di Kabupaten Kendal dan Kota

Surakarta memperlihatkan bahwa institusi dan manajemen perangkat daerah

sebagai sistem penunjang (support system) bagi implementasi kebijakan

cenderung kurang efektif dalam mewadahi fungsi dan memfasilitasi implementasi

kebijakan pendidikan bagi masyarakat, dan (kedua) aparatur dalam institusi

Dinas pendidikan sebagai pelaksana kebijakan cenderung lebih berfungsi sebagai

subordinasi dari aktor-aktor penentu kebijakan daripada sebagai mitra yang sejajar

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

107

Universitas Indonesia

tugasnya dalam melaksanakan berbagai inovasi untuk meningkatkan kualitas

pelayanan pendidikan, serta (ketiga), kemampuan aparatur pemerintah

kabupaten/kota belum cukup efektif dalam mengelola pelayanan pendidikan di

daerah.

Tiga penelitian di atas menunjukkan adanya situasi-situasi yang

problematik, yang justru masih jauh tujuan-tujuan eksploratif dari perangkat

teori-teori desentralisasi. Hal ini dia atas juga menandai adanya situasi-situasi

yang justru ill-defined sehubungan dengan kenyataan yang ditunjukkan pada

penelitian-penelitian di atas. Artinya, penelitian untuk mengungkap penerapan

desentralisasi di Indonesia masih saja diliputi oleh ketidak-jelasan,m sehingga

jika kemudian langkah-langkah perbaikan atas kebijakan-kebijakan desntralisasi,

termasuk Peraturan Pemerintah Nmor 38 Tahun 2007 berpotensi untuk

mengalami penyempurnaan.

Sehubungan dengan pendekatan system thinking, disertasi Tjuk

Sukardiman (2004) yang berjudul Rancang Bangun Model Evaluasi Kebijakan

Publik Dengan Pendekatan Agregasi Kepentingan dan Interaksi Dinamis

Stakeholders: Studi Kasus kebijakan Deregulasi Pada Sektor Angkutan Laut 1983

-2003, yang meneliti tentang dampak penetapan kebijakan PAKNOV-21,

bagaimana deviasi yang terjadi sebagai akibat penetapan kebijakan tersebut, dan

juga dikaji sejauh mana keberhasilannya, kemudian direkomendasikan rancang

bangun model dari kebijakan yang ideal untuk mengatasi permasalahan kebijakan

yang muncul sebagai akibat dari kebijakan PAKNOV-21 tersebut. Hampir sama

dengan Disertasi Sukardiman, disertasi Abi Sujak (2004) berjudul, Efektivitas

Pendekatan Berpikir Sistem Dalam Proses Perumusan Kebijakan Publik: Riset

Aksi di Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Wonogiri, lebih memfokuskan pada

penggunaan pendekatan berpikir sistem dalam menganalisis perumusan kebijakan

publik.

Dari beberapa hasil penelitian terdahulu sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya dapat diringkas seperti dapat dilihat dalam tabel 2.5, yang pada

esensinya memberikan gambaran secara substansial mengenai perbandingan

beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Peneliti dalam disertasi ini.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

108

Universitas Indonesia

Tabel 2.5

Perbandingan Secara Substansial Dengan Penelitian Sebelumnya

No. Aspek-aspek

Hasil Penelitian

Judul dan

Tahun

Metode Penelitian

Fokus

Penelitian

Simpulan

Penelitian

1. Bambang Supriyono

Pembangunan

Institusi

Pemerintahan

Daerah Dalam

Penyediaan

Prasarana

Perkotaan di Kota

Malang (2007)

Pendekatan

Kualitatif

dan

Pendekatan

berpikir

serba sistem

(system

thinking)

Pembangunan

OPD dalam

kaitan dengan

desentralisasi

dan otonomi

daerah

Pemda harus

membangun

standarisasi,

keterlibatan

swasta,

peningkatan

proses

institusional

& model

pembangnan

institusi

Pemda

2. Muklir

Restrukturisasi

Institusi Dalam

Rangka Reformasi

Administrasi

Pemerintahan

Daerah, Studi

Pada Kabupaten

Aceh Utara

(2004)

Pendekatan

Kualitatif

dan analisis

interaktif

Pemda:

struktur

institusi &

perilaku

aparatur

Pemerintah

Kabupaten

Pembntukan

Struktur

institusi

pemda hrs

diarahkan

sesuai

dengan

budaya

lokal,

nomenklatur

dan

jabatannnya

3. Sojuangon Situmorang

Model Pembagian

Urusan

Pemerintahan

Antara

Pemerintah

Provinsi dan

Kabupaten/ Kota

(2002)

Pendekatan

Kualitatif

Desentralisasi:

Pembagian

urusan

Di Indonesia

belum ada

model yg

jelas dlm

pembagian

urusan dan

direkomenda

sikan

perlunya

revisi UU

No.22/1999

4. Dwi Untoro

Pelaksanaan

Pelimpahan

Kewenangan di

Provinsi Daerah

Khusus Ibu Kota

Jakarta (2007)

Pendekatan

Kualitatif

Desentralisasi:

pelimpahan

kewenangan

yg sesuai di

Provinsi DKI

Ada

kewenangan

yg dimiliki

provinsi

tetapi tdk

dimiliki

pemerinthan

di bawahnya

(kotamadya)

5. Baedowi

Implementasi

Kebijakan

Otonomi Daerah

Bidang

Pendidikan, Studi

Kasus di

Kabupaten Kendal

Pendekatan

Kualitatif

dan analisis

interaktif

Otonomi

daerah:

Institusi &

kebijakan

otonomi

Institusi &

manajemen

kurang

efektif,

aparatur

cenderung

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

109

Universitas Indonesia

dan Kota

Surakarta (2004) sbg

subordinasi

&

kemmpuan

aparatur

cukup

efektif 6. Tjuk Sukardiman

Rancang Bangun

Model Evaluasi

Kebijakan Publik

Dengan

Pendekatan

Agregasi

Kepentingan dan

Interaksi Dinamis

Stakeholders:

Studi Kasus

Kebijakan

Deregulasi Pada

Sektor Angkatan

Laut 1983-2003

(2004)

Pendekatan

Kualitatif &

pendekatan

system

thinking

Kebijakan

publik sektor

angkatan laut

Rancang

bangun

model

kebijakan

utk solusi

dampak

kebijakan

7. Abi Sujak

Efektivitas

Pendekatan

Berpikir Sistem

Dalam Proses

Perumusan

Kebijakan Publik:

Riset Aksi di

Dinas Pendapatan

Daerah Kabupaten

Wonogiri (2004)

Pendekatan

berpikir

serba sistem

(system

thinking)

Kebijakan

publik

8. Jac Christis

Theory and

Practice of Soft

System

Methodology: A

Performance

Contradition

(2005)

Soft system

methodology

Kontradiksi

dalam SSM Perbedaan

dgn hard

system

methodology

: hakekat

metodologi-

nya &

penggunaan

sistem kata 9. Marilia Guimaraes

Pinheiro, et. al

Using Soft

System

Methodology to

Fight Againts Info

Exclusion: The

Experience of a

Brazilian

University (2006)

Soft system

methodology Info-inclusion

dlm civil

society &

level

pemerintahan

SSM

menyediakan

pendekatan

holistik dlm

analisis

masalah-

masalah

internal 10. Peneliti

Analisis

Pembentukan

Organisasi

Perangkat Daerah

Kota Tangerang

Provinsi Banten

( Studi Kasus

Kelembagaan

Pendekatan

kualitatif

dan

pendekatan

SSM

Desentralisasi:

pemaknaan

urusan di kota

dalam

pembentukan

OPD

Analisis

pembentukn

OPD hrs

dilihat secara

komprehen-

sif dan

hierarkhis:

dari level

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

110

Universitas Indonesia

Dinas Kesehatan,

Dinas Pendidikan

dan Kantor Arsip

Daerah Dalam

Perspektif

Desentralisasi)

(2014)

makro, meso

dan mikro

Sumber: Beberapa hasil penelitian terdahulu dan hasil dari Peneliti, 2014.

Pendekatan soft system methodology (SSM) dan pendekatan hard system,

pada hakikatnya menurut Peter Checkland bersifat saling mengisi. Sedangkan

dalam research paper yang ditulis oleh Jac Christis183

dibahas tentang adanya

kontradiksi dalam metodologi sistem lunak. Menurut Christis terdapat perbedaan

antara soft systems approach dan hard systems approach. Pertama dalam hakekat

metodologinya dan kedua dalam penggunaan sistem kata. Adanya berbagai

pandangan kritis terhadap SSM diakui oleh Brian Wilson. Wilson menilainya

karena kurangnya pengenalan atas asumsi yang SSM, yang pada hakikatnya

menelaah kasus-kasus atau gejala yang masih bersifat ill defined, serta

merupakan action research, riset berbasis tindakan yang betolak dari asumsi

bahwa terdapat situasi-situasi yang belum dikenali dengan baik pada

problematika yang tengah dihadapi.

Meskipun demikian, sejumlah research paper yang menggunakan SSM

diantaranya ditulis oleh Marilia Guimaraes Pinheiro, et al184

menunjukkan gejala

info-inclusion yang dinilai dapat mengarahkan tindakan-tindakan strategik

insitusional di kalangan organisasi masyarakat madani (civil society) dan juga di

organisasi sektor pemerintahan.

Tabel 2.6

Perbandingan sebagai Riset Berbasis System Thinking & SSM dengan

Penelitian Sebelumnya

No. Aspek-aspek

Hasil Penelitian

Judul dan

Tahun

Metode Penelitian

Fokus

Penelitian

Simpulan

Penelitian

183Jac Christis. “Theory and Practice of Soft System Methodology: A Performative

Contradiction”. Systems Research and Behavioral Science. John Wiley & Sons, Ltd, 2005

184

Marilia Guimaraes Pinheiro, Luis Ricardo de Figeiredo dan Luciana Oranges Cezarino.

“Using Soft System Methology to Fight Against Info Exclusion: The Experience of a Brazilian

University.” System Prac Act Res, 2006

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

111

Universitas Indonesia

1. Bambang Supriyono

Pembangunan

Institusi

Pemerintahan

Daerah Dalam

Penyediaan

Prasarana

Perkotaan di Kota

Malang (2007)

Pendekatan

Kualitatif

dan

Pendekatan

berpikir

serba sistem

(system

thinking)

Pembangunan

OPD dalam

kaitan dengan

desentralisasi

dan otonomi

daerah

Pemda harus

membangun

standarisasi,

keterlibatan

swasta,

peningkatan

proses

institusional

& model

pembangnan

institusi

Pemda

5. Baedowi

Implementasi

Kebijakan

Otonomi Daerah

Bidang

Pendidikan, Studi

Kasus di

Kabupaten Kendal

dan Kota

Surakarta (2004)

Pendekatan

Kualitatif

dan analisis

interaktif

Otonomi

daerah:

Institusi &

kebijakan

otonomi

Institusi &

manajemen

kurang

efektif,

aparatur

cenderung

sbg

subordinasi

&

kemmpuan

aparatur

cukup

efektif 6. Tjuk Sukardiman

Rancang Bangun

Model Evaluasi

Kebijakan Publik

Dengan

Pendekatan

Agregasi

Kepentingan dan

Interaksi Dinamis

Stakeholders:

Studi Kasus

Kebijakan

Deregulasi Pada

Sektor Angkatan

Laut 1983-2003

(2004)

Pendekatan

Kualitatif &

pendekatan

system

thinking

Kebijakan

publik sektor

angkatan laut

Rancang

bangun

model

kebijakan

utk solusi

dampak

kebijakan

7. Abi Sujak

Efektivitas

Pendekatan

Berpikir Sistem

Dalam Proses

Perumusan

Kebijakan Publik:

Riset Aksi di

Dinas Pendapatan

Daerah Kabupaten

Wonogiri (2004)

Pendekatan

berpikir

serba sistem

(system

thinking)

Kebijakan

publik

8. Jac Christis

Theory and

Practice of Soft

System

Methodology: A

Performance

Contradition

Soft system

methodology

Kontradiksi

dalam SSM Perbedaan

dgn hard

system

methodology

: hakekat

metodologi-

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

112

Universitas Indonesia

(2005) nya &

penggunaan

sistem kata 9. Marilia Guimaraes

Pinheiro, et. al

Using Soft

System

Methodology to

Fight Againts Info

Exclusion: The

Experience of a

Brazilian

University (2006)

Soft system

methodology Info-inclusion

dlm civil

society &

level

pemerintahan

SSM

menyediakan

pendekatan

holistik dlm

analisis

masalah-

masalah

internal 10. Peneliti

Analisis

Pembentukan

Organisasi

Perangkat Daerah

Kota Tangerang

Provinsi Banten

( Studi Kasus

Kelembagaan

Dinas Kesehatan,

Dinas Pendidikan

dan Kantor Arsip

Daerah Dalam

Perspektif

Desentralisasi)

(2014)

Pendekatan

SSM Desentralisasi:

pemaknaan

urusan di kota

dalam

pembentukan

OPD

Analisis

pembentukn

OPD hrs

dilihat secara

komprehen-

sif dan

hierarkhis:

dari level

makro, meso

dan mikro

Sumber: Beberapa hasil penelitian terdahulu dan hasil dari Peneliti, 2014.

Sebagai rangkuman, dalam paparan teoritis ini telah dibahas konsep-

konsep desentralisasi dan telah dijelaskan landasan kebijakan desentralisasi dalam

konteks penjelasan hard system. Namun jika dikaitkan dengan praktik-praktik

desentralisasi di daerah, sebagaimana diungkap dalam beberapa disertasi, masih

menyisakan banyak tanda tanya. Dalam rangka eksplorasi akademik, serta untuk

menjajagi bagaimana perjalanan kebijakan desentralisasi ke depan, maka dengan

suatu upaya action research (SSM), penelitian ini akan menghasilkan telaahan

atas situasi-situasi problematik berkenaan dengan praktik desentralisasi,

khususnya pada perangkat Daerah di Kota Tangerang.

Beberapa kerangka teoritis desentralisasi dan kebijakan penerapannya

dipahami dalam pendekatan hirarkhi kebijakan menurut Bromley.185

Bromley

mengemukakan pentingnya fondasi konseptual dan teoritis dari kebijakan publik.

Lebih jauh dikatakan bahwa kebijakan publik memiliki tiga tingkatan berbeda

yaitu policy level, organizational level dan operational level. Policy level menurut

185

Bromley, op.cit, hal. 32-33

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

113

Universitas Indonesia

Bromley direpresentasikan oleh lembaga legislatif dan yudikatif, Pada

organizational level diperankan oleh lembaga eksekutif, sementara operational

level diperankan oleh institusi pelaksana seperti kementerian, lembaga pemerintah

nonkementerian (LNPK) atau dinas-dinas dan badan-badan.

Bromley186

menguraikan adanya dua konsep dalam proses pengambilan

keputusan yaitu institutional arrangement dan penentuan batas-batas otonomi dari

formulasi suatu kebijakan. Oleh karena itu, pada masing-masing level, kebijakan

publik diwujudkan dalam bentuk institutional arrangement atau peraturan

perundang-undangan yang disesuaikan dengan tingkat hirarkhinya. Dengan

mengadopsi dan mengadaptasi pemikiran Bromley, framework kebijakan publik

dalam bentuk regulasi mengenai desentralisasi, khususnya terkait dengan

pembentukan organisasi perangkat daerah (OPD) dipahami secara hirarkhi. Dalam

level pertama yang bersifat makro berada pada regulasi nasional yaitu Undang-

Undang Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Tentang

Pembagian Urusan. Dalam level kedua yang bersifat menengah atau meso berada

pada regulasi daerah yang merupakan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur

pembentukan OPD. Regulasi tentang satuan kerja perangkat daerah (SKPD)

khusus untuk nomenklatur urusan kesehatan, pendidikan dan kearsipan

diwujudkan dan diatur dalam Peraturan Walikota (Perwal).

186

Ibid.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

114

Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

Dalam Bab 3 ini dibahas beberapa subtansi yang berkaitan dengan metode

penelitian. Pertama dibahas mengenai paradigma yang digunakan dalam penelitian

ini. Dilanjutkan dengan membahas desain penelitian yang berfokus pada format

deskriptif kualitatif. Ketiga, dibahas mengenai situasi sosial dan penentuan key

informant. Pada bagian keempat, dibahas mengenai metode pengumpulan yang

teerkait dengan sumber data dan teknik pengumpulan data, yang dilanjutkan dengan

bagian kelima membahas prosedur pengolahan dan analisis data.

3.1. Paradigma Penelitian

Meskipun tidak secara persis penelitian ini didasarkan pada suatu paradigma

penelitian tertentu, namun secara garis besar penelitian ini merujuk pada salah satu

paradigma penelitian yaitu postpositivsm, sebagai kerangka dasar filosofis yang

menjadi pedoman penelitian. Paradigma penelitian sosial menurut Guba

sebagaimana dikutip oleh Rozan Anwar187

adalah seperangkat kepercayaan yang

melandasi tindakan sehari-hari maupun dalam kaitannya dengan pencarian

„kebenaran dalam suatu ranah keilmuan tertentu. Sementara itu, Thomas Kuhn

berpendapat bahwa setiap komunitas ilmiah selalu berpegang teguh pada suatu

paradigma penelitian tertentu, karena setiap paradigma menawarkan batasan-batasan

mengenai apa yang menjadi permasalahan pokok suatu bidang ilmu tertentu serta

bagaimana eksplorasi atas permasalahan tersebut dilakukan oleh para peneliti

terkait.188

Paradigma penelitian menjelaskan kepada ilmuwan hal-hal mendasar yang

membentuk dan memberi makna dan pemahaman kita tentang dunia. Di samping itu,

187Rozan Anwar. Pengembangan Model Tentang Pengaruh Able People dan Agile Process

terhadap Dynamic Capabilities dalam Proses Kebijakan Publik ( Studi Kasus Pelayanan Bidang

Pendidikan di Kabupaten Jembrana, Propinsi Bali). Disertasi Doktor Ilmu Administrasi Publik,

Universitas Indonesia, 2009. Tidak dipublikasikan

188

Mikhael Dua. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah Analitis, Dinamis dan Dialektis.

(Maumere:Ledalero, 2007), hal. 112.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

115

Universitas Indonesia

paradigma penelitian dapat menunjukkan batasan-batasan suatu penelitian dalam

menemukan kebenaran ilmiah.

Permasalahan kebijakan desentralisasi di Indonesia di Indonesia pasca-

Soeharto masih dihadapkan kepada berbagai tantangan (Eko Prasojo, 2009). Bahkan

belum bisa disamakan sebagai demokratisasi (Henk Schulte Noordholt, 2003).

Permasalahan desentralisasi dapat dikategorikan sebagai „tidak berstruktur‟ sehingga

diperlukan pendekatan penelitian yang bersifat holistik. Oleh karena itu penelitian

diarahkan untuk mengetahui, mengeksplorasi serta menganalisis situasi-situasi yang

dikategorikan sebagai problematis. Dalam pemahaman demikian maka di dalam

penelitian ini dikemukakan adanya „conceptual problem‟ yang dirunut dari

pemahaman teoritis mengenai desentralisasi, serta „factual problem’ yang dirunut

dari pendalaman berbagai informasi terkait. Identifikasi problem dilakukan atas

berbagai persepsi para stakeholders dengan membuat rich pictures, sebagaimana

prosedur pendekatan penelitian berbasis SSM. Dengan upaya itu peneliti mendalami

bagaimana situasi problematik lembaga perangkat daerah, yang dalam hal ini diwakili

oleh SKPD dalam meningkatkan institusionalisasi sebagai langkah peningkatan

upaya SKPD untuk memenuhi tujuan-tujuan kebijakan terkait yang tertuang pada

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, yang merupakan turunan dan

operasionalisasi amandemen terhadap kebijakan desentralisasi pasca-pemerintahan

Suharto. Secara khusus, untuk membatasi cakupan atau jangkauan penelitian ini maka

lokus penelitian ini adalah pada Kota Tangerang (dikemukakan pada bab-1)

Sedangkan bidang pelayanan yang diamati adalah urusan kesehatan, pendidikan dan

kearsipan.

3.2. Desain Penelitian

Format desain penelitian ini lebih bersifat kualitatif dengan Soft System

Methodology (SSM) sebagai pendekatan holistik. Jenis penelitian ini

dikelompokkan sebagai penelitian kualitatif. Sebagai pendekatan SSM, penelitian ini

tidak saja bertujuan untuk menggambarkan situasi-situasi problematis, namun juga

merekomendasi rancangan (rekaan) - sebagai (re) konstruksi. Artinya, baik

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

116

Universitas Indonesia

penggambaran maupun rekonstruksi yang disimpulkan dakam penelitian ini

merupakan luaran dari semua proses penelitian yang inherent dengan batas-batas dari

manfaat penelitian.

Dengan SSM sebagai suatu pendekatan penelitian holistik yang dianggap

sebagai pendekatan interpretatif ( Checkland, 1990) dalam Sudarsono (2012) metoda

atau persisnya metodologi penelitian ini merupakan upaya untuk menarik realitas ke

permukaan sebagai interpretasi atas karakter, model-model, tanda atau gambaran

tentang kondisi, situasi ataupun fenomena tertentu.189

Dalam pendekatan SSM,

kondisi, situasi atau fenomena dalam penelitian ini merupakan situasi problematik

yang berkenaan dengan inefektivitas dari organisasi perangkat daerah kota

Tangerang dan menjadi real world yang nantinya akan dibandingkan dengan

kerangka/kontruksi konseptual atas situasi-situasi problematis. Dari hasil

pembandingan ini dibangun kecenderungan institusional dari organisasi perangkat

daerah kota yang efektif dan rasional.

Format deskriptif kualitatif dalam penelitian ini memakai bentuk studi

kasus. Format studi kasus memusatkan diri pada suatu unit tertentu. Situasi pada unit

tertentu itu dipercaya bersifat homogen bagi unit-unit lainnya dalam kaitannya

dengan problematika yang diamati. Pada dasarnya sifat penelitian ini adalah studi

kasus dengan tujuan melakukan eksplorasi mendalam dan secara menyeluruh. Hal

ini sesuai dengan pendapat Vredenbregt190

mengenai studi kasus yang mengatakan

bahwa sifat khas dari studi kasus adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk

mempertahankan keutuhan (wholeness) dari objek, artinya data yang dikumpulkan

dalam rangka “studi kasus,” dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang terintegrasi.

Penelitian ini lebih terfokus pada proses pembentukan organisasi perangkat

daerah sebagai suatu proses dari sistem tertentu. Dengan berfokus pada urusan

pendidikan, kesehatan dan kearsipan di kota di Tangerang. Proses eksplorasi dalam

189 Burhan Bungin. Analisis Data Penelitian Kualitatif. ( Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2007), hal. 68

190

Vredenbregt, J. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. (Jakarta: Gramedia, 1980),

hal. 38.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 136: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

117

Universitas Indonesia

penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran secara menyeluruh sebagai proses

dari human activity systems dalam organisasi perangkat daerah kota dilihat dalam

perspektif desentralisasi.

Pencarian dan rekonstruksi data mengenai fenomena pembentukan organisasi

perangkat daerah ini menyangkut tiga dimensi. Dimensi pertama adalah konstruksi

pembentukan organisasi perangkat daerah di tingkat kota yang meliputi identifikasi

atas faktor-faktor pengaruh dominan baik yang bersifat internal berkenaan dengan

aspek-aspek perkotaan dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan strategik.

Dimensi kedua adalah identifikasi dalam penggambaran world view atas efektivitas

kelembagaan organisasi perangkat daerah yang meliputi aspek fungsi struktural dan

fungsi institusional yakni: kelembagaan, anggaran, kepemimpinan, sumber daya

manusia, sistem dan sarana prasarana. Dimensi ketiga adalah penggambaran atas

kecenderungan pengembangan institusional organisasi perangkat daerah di tingkat

kota dalam mengoptimalkan fungsi kelembagaannya sebagai wujud dari

desentralisasi.

Dilihat dari bentuk unit yang diteliti dari format deskriptif kualitatif dalam

penelitian ini, maka unit-unit itu dijelaskan dalam tabel 3.1. berikut:

Tabel 3.1

Unit-unit yang Diteliti dalam Format Deskriptif Kualitatif

Format

Deskriptif

Unit yang Diteliti

Kota

Lembaga

eksekutif,

legislative

Lembaga Non

Pemerintah, Individu

Studi Kasus

Tangerang,

Provinsi Banten

Kepala Daerah,

Setda, Dinas,

Kantor,

Lembaga teknis,

DPRD

LSM

Key informant

sebagai

stakeholders

Sumber: hasil olahan peneliti.(2012)

Dalam tahap kedua penelitian dilakukan dengan menggunakan soft systems

methodology sebagai tindak lanjut dari penelitian tahap pertama. Metode ini

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 137: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

118

Universitas Indonesia

digunakan dengan tujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh suatu

lembaga. Dalam memecahkan permasalahan dilakukan melalui cara pengembangan

konsensus antara berbagai kelompok pemangku kepentingan (stakeholders) yang

terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam masalah yang ada. Metode

sistem lunak ini dapat diringkas dalam tiga tahapan.

Pertama, memahami masalah yang dihadapi (real world) oleh organisasi

perangkat daerah kota dalam menjalankan tugas dan fungsinya, melalui cara

menggali masalah yang cenderung tidak terstruktur secara kompeherensif, intens dan

mendalam, yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan strukturisasi masalah

(structured problems). Kedua, menggali persepsi dari seluruh stakeholders terkait

dengan masalah untuk membangun model cara pandang (world review models)

terhadap situasi permasalahan yang dianalisis secara sistemik. Pembangunan model

cara pandang terhadap situasi permasalahan ini dilakukan melalui pendefinisian

sistem permasalahan (root definition).

Berdasarkan pada hasil eksplorasi persepsi kemudian dibangun model

konseptual (conceptual model) dengan bantuan model sistem formal atau kerangka

berpikir serba sistem (systems thinking) yang diharapkan dapat diterapkan untuk

memecahkan masalah. Ketiga, menyempurnakan dan menguji keabsahan model

sistem formal. Penyempurnaan model dilakukan melalui pembandingan dengan

situasi permasalahan yang dihadapi (real world). Hasil penyempurnaan model ini

selanjutnya diuji keabsahannya melalui proses diskusi dengan pihak stakeholders

untuk memastikan bahwa model yang dibangun memiliki kelayakan dan keabsahan

untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh organisasi perangkat daerah kota.

Ketiga tahapan dari metodologi sistem lunak ini dilaksanakan secara sistemik

atau transformasional. Tahap memahami masalah merupakan input dari bekerjanya

sistem. Tahap penggalian persepsi dan penyusunan model konseptual merupakan

proses transformation dalam sistem. Sementara itu, tahap penyempurnaan dan

pengujian keabsahan model sistem formal untuk memecahkan masalah merupakan

output yang dihasilkan dari kinerja sistem. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa proses penggunaan soft system methodology dipersepsikan sebagai sistem, dan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 138: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

119

Universitas Indonesia

produk/substansi yang dihasilkan dari metode dalam bentuk model sistem formal

yang teruji untuk memecahkan masalah.191

Keabsahan dalam penerapan model sistem

formal untuk memecahkan masalah yang ada selalu diamati dan dikendalikan oleh

para stakeholders berdasarkan pada indikator 3E‟s (efficacy, effectiveness dan

effisiency) yang telah disepakati bersama. Jika model sistem formal dianggap tidak

relevan lagi untuk memecahkan masalah, maka model tersebut dapat diperbaiki

melalui proses transpormasional berikutnya. Proses penggunaan soft systems

methodology yang bersifat sistemik dapat dilihat dalam gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1

Proses Transformasi Dalam Penggunaan Metodologi Sistem Lunak

Sumber: Felipe Reis Graeni dalam Supriyono, hal, 98

191Peter Checkland. Systems Thinking, Systems Practice: Includes a 30-year restrospective

(Chichester England: John Wiley & Son, 1990), hal. 10

Proses yang tidak

diharapkan

Proses yang penelitian sistemik sesuai keinginan dan kebutuhan warga

Tantangan proses yang dihadapi dan upaya

perbaikan

Proses yang diharapkan dan

diperbaiki

Kontribusi perbaikan yang dapat dilakukan

TRANSFORMATION WHAT? OUTPUT INPUT

INPUT Efficacy (aktivitas yang dikerjakan untuk mencapai hasil)

Efficiency (penggunaan sumber daya sebaik-baiknya untuk mencapai hasil yang diharapkan)

Effectiveness (Transformasi untuk mencapai

tujuan jangka panjang) WHY

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 139: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

120

Universitas Indonesia

3.3. Situasi Sosial dan Penentuan Partisipan penelitian

Dalam penelitian ini merujuk Spradley sebagaimana dikutip Sugiyono192

situasi sosial (social situation) dikenali menurut pembagian atas tiga elemen yaitu:

- Tempat (place)

- Pelaku-pelaku (actors) dan

- Proses aktivitas (activitity)

Adapun tempat atau lokasi penelitian ini adalah di Kota Tangerang, Provinsi

Banten. Kota Tangerang ini dijadikan place penelitian dengan representasi

organisasi perangkat daerah dalam urusan bidang pendidikan, kesehatan dan

kearsipan karena memiliki heterogenitas permasalahan yang relatif sama. Sedangkan,

para pelakunya adalah seluruh stakeholders yang terlibat dalam proses pembentukan

organisasi perangkat daerah kota yang menyelenggarakan tiga urusan pemerintahan

di bidang pendidikan, kesehatan dan kearsipan. Dilihat dalam proses aktivitasnya

lebih menunjuk kepada kompleksitas kegiatan yang dilakukan dalam proses

pembentukan organisasi perangkat daerah kota.

Penentuan partisipan atau responden/informant dari masing-masing

stakeholders adalah bersifat purposive. Pemilihan atas partisipan/informant adalah

berdasarkan pada pertimbangan kriteria sebagai berikut:

1. Memiliki keterlibatan dalam proses pembentukan Organisasi Perangkat

Daerah khususnya yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di

bidang kearsipan, pendidikan dan kesehatan di tingkat kota;

2. Memiliki kapasitas pengetahuan dan wawasan di bidang kebijakan publik

dan organisasi tata laksana daerah di tingkat kota ;

3. Memiliki kapasitas pengetahuan dan wawasan serta kemampuan dalam

urusan pemerintahan daerah.

192 Sugiyono.. Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabeta, 2005), hal. 490.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 140: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

121

Universitas Indonesia

3.4. Metode Pengumpulan Data dan Verifikasinya

Dalam penelitian dengan pendekatan SSM, cara pengumpulan data dilakukan

atas data-data untuk membangun deskripsi situasi sosial yang dimaksud. Oleh sebab

itu titik berat metode pengumpulan data dalam penelitian ini dengan wawancara

dan Focus Group Discussion (FGD),sedangkan untuk data sekunder diperoleh

melalui telaah referensi buku, dokumen, laporan, catatan-catatan dan notulen rapat.

Pengumpulan data juga dilakukan dengan menelusuri buku-buku yang membahas

materi yang relevan, artikel-artikel, jurnal-jurnal melalui internet ataupun

perpustakaan.

3.4.1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan, untuk memperoleh data primer

terutama adalah wawancara. Wawancara menurut Esterberg (2002) adalah “a meeting

of two persons to exchange information and idea through question and responses,

resulting in communication and joint construction of meaning about particular

topic.” Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti

ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus

diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam.

Vrendenbregt193

mengatakan bahwa mengumpulkan data mengenai sikap dan

kelakuan, pengalaman, cita-cita dan harapan manusia seperti dikemukakan oleh

responden atas pertanyaan peneliti (pewawancara) merupakan dasar dari teknik

wawancara. Lebih lanjut Vredenbregt menjelaskan bahwa suatu wawancara dapat

disifatkan sebagai suatu proses interaksi dan komunikasi dalam mana sejumlah

variable memainkan peranan yang penting karena kemungkinan untuk mempengaruhi

dan menentukan hasil wawancara. Teknik wawancara digunakan karena seperti

193Vredenbergt., op.cit., hal. 34

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 141: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

122

Universitas Indonesia

dikatakan oleh Pawito194

bahwa wawancara merupakan alat pengumpulan data yang

sangat penting dalam penelitian kualitatif yang melibatkan manusia sebagai subjek

(pelaku) berkaitan dengan realitas atau gejala yang dipilih untuk diteliti.

Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara yang tidak terstruktur agar

dapat digali informasi secara lebih mendalam. Sebagaimana dapat dipahami bahwa

menurut Mulyana195

wawancara sebagai teknik pengumpulan data dapat dibedakan

atas wawancara tidak berstruktur dan berstruktur. Wawancara tidak terstruktur sering

juga disebut sebagai wawancara mendalam, wawancara intensif, wawancara terbuka

(open ended interview) atau dikenal pula wawancara etnografis, sedangkan

wawancara terstruktur sering juga disebut dengan wawancara baku (standardized

interview), di mana susunan pertanyaannya sudah ditetapkan sebelumnya, -biasanya

tertulis-, dengan pilihan-pilihan jawaban yang juga telah disediakan. Wawancara

terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, apabila peneliti telah

mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.

Wawancara tak terstruktur umumnya bersifat luwes dalam arti susunan

pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat

wawancara sedang berlangsung, disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pada saat

wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya (agama, suku, gender, usia, tingkat

pendidikan dan pekerjaan) dari responden yang dihadapi. Di samping wawancara

juga digunakan pengamatan (observasi) tidak berstruktur, di mana peneliti

melakukan pengembangan pengamatan secara pribadi dalam mengamati objek

penelitian. Pada pengamatan ini, yang terpenting adalah bahwa peneliti memahami

objek yang diteliti, terutama yang berkaitan dengan efektivitas organisasi perangkat

daerah. Teknik dokumenter digunakan untuk mendukung kelengkapan kajian data

yang diterapkan melalui telaah terhadap dokumen dalam bentuk surat-surat, catatan

194

Pawito. Penelitian Komunikasi Kualitatif. .( LKiS, Yogyakarta: Lkis, 2007), hal. 45

195Dedy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. (Jakarta: Rosda, 2006), hal. 56

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 142: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

123

Universitas Indonesia

dan notulen rapat, laporan pandangan dalam sidang DPRD. Sifat utama dari data ini

adalah tak terbatas pada ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada peneliti

untuk memahami hal-hal yang pernah terjadi di masa silam. Telaah literatur

digunakan untuk memperoleh data-data dari bahan-bahan yang diterbitkan, baik

secara rutin maupun berkala, terutama untuk memperkuat suatu konsep yang

ditemukan dari data di lapangan.

Teknik lain yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data adalah

Focus Group Discussion (FGD). Teknik dirancang untuk melakukan pengumpulan

data dengan menggunakan sebuah forum diskusi yang membahas tema-tema yang

telah dipersiapkan sejak awal oleh peneliti. Tujuan utama diskusi terfokus ini adalah

untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang satu tema yang dijadikan

fokus penelitian.196

Mungkin saja dalam diskusi ini peneliti belum memiliki konsep

baku tentang tema yang diteliti. Maksudnya, sejak awal peneliti ingin menggali

informasi lebih mendalam tentang apa yang sesungguhnya dipahami para informan

terkait dengan tema yang akan ditelitinya. Misalnya hal-hal yang harus digali,

diajukan dalam pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut: bagaimana proses

pembentukan organisasi perangkat daerah di tingkat kota dan apa permasalahan

pokok yang dihadapi, bagaimana relasi fungsi struktural dan institusional, dan

bagaimana efektivitas institusionalnya? Teknik ini digunakan sebagai maksud untuk

melakukan cross-check dan memperkuat data yang diperoleh melalui serangkaian

wawancara.

Dilihat dari perspektif interaksionis simbolik, keseluruhan teknik pengumpulan data

ini sangat unggul dalam arti bahwa teknik-teknik tersebut memungkinkan peneliti

memadukan symbol dan interaksi, mengambil peran pihak yang diamati, memasuki dunia

sosial subyek penelitian dan mengaitkan simbol-simbol dengan dunia sosial tersebut,

merekam berbagai situasi perilaku, mengungkapkan perubahan dan proses, dan membuat

konsep-konsep yang lebih terarah. Jumlah informant yang menjadi sumber informasi dalam

penelitian ini berdasarkan kriteria yang telah diuraikan di atas beserta skema muatan data

yang akan diperoleh melalui wawancara dapat dilihat dalam table 3.2 berikut:

196 Muhammad Idrus. Metode Penelitian Ilmu Sosial.Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.

(Jakarta: Penerbit Erlangga, 2009), hal. 110.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 143: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

124

Universitas Indonesia

Tabel 3.2

Jumlah Informant dan Skema Wawancara

No. Unit Analisis Jumlah Pokok-pokok Data yang Dikumpulkan

1. Dinas dan

Kantor

9 Orang Pembentukan organisasi perangkat daerah

- Pola pembentukan

- Faktor-faktor pengaruh: faktor internal dan

eksternal

Efektivitas organisasi perangkat daerah

- - Relasi fungsi struktural

- - Relasi fungsi institusional

-Kelembagaan

- Program dan Anggaran

-Kepemimpinan

-SDM

-Sistem/ manajemen

-Sarana dan prasarana

Arah pengembangan pembentukan

- Kapabilitas adaptasi

- Diferensiasi fungsi dan struktur

- Faktor-faktor penghambat

- Perubahan mindset dan culture set

Peningkatan Efektivitas kinerja OPD

- Partisipasi komponen pemerintahan, DPRD,

Kepala SKPD dan masyarakat

- Relasi program dengan kebijakan Walikota

- Pengambilan keputusan dan partisipasi staf

SKPD

2. Sekretariat

Daerah

4 Orang Pembentukan organisasi perangkat daerah

- Pola pembentukan

- Faktor-faktor pengaruh: faktor internal dan

eksternal

Efektivitas organisasi perangkat daerah

- - Relasi fungsi struktural

- - Relasi fungsi institusional

-Kelembagaan

- Program dan Anggaran

-Kepemimpinan

-SDM

-Sistem/ manajemen

-Sarana dan prasarana

Arah pengembangan pembentukan

- Kapabilitas adaptasi

- Diferensiasi fungsi dan struktur

- Faktor-faktor penghambat

- Perubahan mindset dan culture set

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 144: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

125

Universitas Indonesia

No. Unit Analisis Jumlah Pokok-pokok Data yang Dikumpulkan

Peningkatan Efektivitas kinerja OPD

- Partisipasi komponen pemerintahan, DPRD,

Kepala SKPD dan masyarakat

- Relasi program dengan kebijakan Walikota

- Pengambilan keputusan dan partisipasi staf

SKPD

3. DPRD 4 orang Pembentukan organisasi perangkat daerah

- Pola pembentukan

- Faktor-faktor pengaruh: faktor internal dan

eksternal

Efektivitas organisasi perangkat daerah

- - Relasi fungsi struktural

- - Relasi fungsi institusional

-Kelembagaan

- Program dan Anggaran

-Kepemimpinan

-SDM

-Sistem/ manajemen

-Sarana dan prasarana

Arah pengembangan pembentukan

- Kapabilitas adaptasi

- Diferensiasi fungsi dan struktur

- Faktor-faktor penghambat

- Perubahan mindset dan culture set

Peningkatan Efektivitas kinerja OPD

- Partisipasi komponen pemerintahan, DPRD,

Kepala SKPD dan masyarakat

- Relasi program dengan kebijakan Walikota

- Pengambilan keputusan dan partisipasi staf

SKPD

4. LSM,

Masyarakat

3 orang Pembentukan organisasi perangkat daerah

- Pola pembentukan

- Faktor-faktor pengaruh: faktor internal dan

eksternal

Efektivitas organisasi perangkat daerah

- - Relasi fungsi struktural

- - Relasi fungsi institusional

-Kelembagaan

- Program dan Anggaran

-Kepemimpinan

-SDM

-Sistem/ manajemen

-Sarana dan prasarana

Arah pengembangan pembentukan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 145: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

126

Universitas Indonesia

No. Unit Analisis Jumlah Pokok-pokok Data yang Dikumpulkan

- Kapabilitas adaptasi

- Diferensiasi fungsi dan struktur

- Faktor-faktor penghambat

- Perubahan mindset dan culture set

Peningkatan Efektivitas kinerja OPD

- Partisipasi komponen pemerintahan, DPRD,

Kepala SKPD dan masyarakat

- Relasi program dengan kebijakan Walikota

- Pengambilan keputusan dan partisipasi staf

SKPD

Sumber: Hasil olahan peneliti (2013)

3.5 Prosedur Pengolahan dan Analisis Data

Pada bagian ini diuraikan mengenai prosedur pengolahan dan analisis data

yang meliputi uraian tahapan-tahapan pengolahan data yang dilakukan dan analisis

data. Analisis data yang digunakan merupakan analisis data kualitatif dan analisis

dengan menggunakan SSM. Untuk analisis data kualitatif digunakan componential

analysis, sedangkan analisis SSM digunakan untuk menganalisis rekonstruksi

pembentukan organisasi perangkat daerah dalam tiga level yakni: makro, meso dan

mikro.

3.5.1 Prosedur Pengolahan Data

Prosedur pengolahan data merupakan penjelasan tahapan-tahapan pengolahan

data, dari data mentah dan catatan lapangan sampai data lengkap dan siap ditafsirkan,

berdasarkan penahapan dan prosedur yang sistematis. Sesuai dengan metode yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif, maka pengolahan datanya

dilakukan dengan cara memaparkan gejala yang diperoleh dan dianalisis secara

komprehensif dan sistematis secara bersamaan dengan pengumpulan data sesuai

dengan gejala-gejala yang diteliti. Huberman dan Miles sebagaimana dikutip

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 146: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

127

Universitas Indonesia

Muhammad Idrus197

mengajukan model tahapan pengolahan data yang disebut model

interaktif. Model ini terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian

data, dan (3) penarikan kesimpulan/ verifikasi. Selanjutnya data tersebut

diformulasikan secara deskriptif dalam bentuk kalimat-kalimat yang jelas dan logis-

sistematis.

Tahapan pengolahan data secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut:

3.5.1.1. Klasifikasi Materi Data yang meliputi empat subtansi penelitian yaitu pola

pembentukan organisasi perangkat daerah, efektivitas institusional, pola

pengembangan institusi dan peningkatan efektivitas institusional yang

berasal dari hasil wawancara. Proses pengolahan meliputi:

1) Melakukan transkripsi hasil wawancara;

2) Mengelompokan hasil transkrip ke dalam masing-masing kelompok

Substansi dan key informant;

3.5.1.2. Klasifikasi berdasarkan satuan-satuan gejala yang diteliti sesuai dengan

substansi;;

3.5.1.3. Mengolah data berdasarkan keterkaitan antar komponen data, satuan gejala

dalam konteks fokus permasalahan.

3.5.2 Analisis Data Kualitatif

Analisis data kualitatif berakar pada pendekatan fenomenologi dan cenderung

menggunakan pendekatan logika induktif, di mana silogisme dibangun berdasarkan

pada hal-hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan

umum. Analisis data kualitatif umumnya tidak digunakan sebagai alat mencari data

dalam arti frekuensi, akan tetapi digunakan untuk menganalisis proses sosial yang

berlangsung dan makna dari fakta-fakta yang tampak di permukaan itu. Dengan

demikian, maka analisis data kualitatif digunakan untuk memahami sebuah proses

dan fakta dan bukan sekedar untuk menjelaskan fakta tersebut. Dalam penelitian ini,

proses merujuk pada aktivitas perilaku stakeholders dalam perumusan Peraturan

Daerah tentang Organisasi Perangkat Daerah. Fakta yang dibangun akan memperjelas

197 Muhammad Idrus, op.cit., hal. 147-148.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 147: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

128

Universitas Indonesia

outcome kebijakan yang secara deskriptif menggambarkan efektivitas organisasi

perangkat Daerah. Teknik analisis yang digunakan adalah teknik componential

analysis, teknik analisis yang relatif mudah dilakukan karena menggunakan

”pendekatan kontras antar elemen.” Teknik componential analysis digunakan dalam

penelitian ini untuk menganalisis unsur-unsur yang memiliki hubungan-hubungan

yang kontras satu sama lain dalam domain-domain yang telah ditentukan untuk

dianalisis secara lebih terinci. Unsur-unsur atau elemen-elemen yang kontras akan

dipilah oleh peneliti dan selanjutnya akan dicari term-term yang dapat mewadahinya.

Model tahapan analisis kualitatif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) melakukan pengkajian terhadap fenomena social, melakukan identifikasi, revisi-

revisi dan pengecekan ulang terhadap data yang ada; (2) melakukan kategorisasi

terhadap informasi yang diperoleh; (3) menelusuri dan menjelaskan kategorisasi;

(4) menjelaskan hubungan-hubungan antar kategorisasi; (c) menarik kesimpulan-

kesimpulan umum; (7) Membangun atau menjelaskan teori.

3.5.3 Sifat Analisis Soft Systems Methodology

Analisis tahap kedua dilakukan dengan menggunakan metodologi sistem

lunak (soft system methodology). Proses dalam metodologi ini meliputi tujuh tahapan

yaitu: (1) problem situation unstructured,(2) problem situation expressed,(3) root

defintion, (4) building conceptual model,(5) comparing models and reality, (6)

desirable and feasibile changes, dan (7) action to improve the problem situation.198

198 Peter Checkland, op.cit., hal. 162-183.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 148: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

129

Universitas Indonesia

Gambar 3.2

Kerangka Kerja Metodologi Sistem Lunak

Penerapan metode sistem lunak melalui beberapa tahapan sebagaimana dapat

dilihat dalam gambar 3.2 sebenarnya tidak harus dimulai dari tahap 1. Tahapan yang

digambarkan lebih cenderung mengarah pada siklus pembelajaran (learnng cycle) dan

aktivitas pemecahan masalah aktual yang lebih fleksibel. Dalam tahap 1 sampai tahap

6 digunakan sebagai acuan dalam proses analisis data dalam penelitian disertasi ini,

yaitu yang meliputi deskripsi data, analisis data dan menyusun model pengembangan

organisasi perangkat daerah..

Inti proses pendekatan metode SSM adalah membandingkan antara kondisi

nyata yang ada dengan kondisi model yang seharusnya terjadi sehingga menghasilkan

1.The Problem Situation: unstructured

6. Feasible, desirable, changes

5. Comparison of 4 with 2

4. Conseptual Models

2. The Problem Situation:

expressed

Real World

Systems Thinking about Real World

7. Action to Improve the problem situation

4a. Formal system concept

3. Root definitions of relevant

4b. Other systems thinking

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 149: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

130

Universitas Indonesia

pemahaman lebih baik atas kondisi yang dijadikan objek penelitian. Implikasinya

adalah dihasilkan beberapa ide untuk menghasilkan perbaikan melalui sejumlah aksi.

Dalam metodologi terdiri dari dua jenis kegiatan. Tahap Metode 1, 2, 5, 6 dan 7

merupakan aktifitas real world yang membutuhkan keterlibatan manusia dalam

situasi masalah.199

Sementara itu, tahapan 3, 4a, dan 4b merupakan aktifitas berpikir

serba sistem di mana memungkinkan melibatkan stakeholders dalam situasi masalah,

bergantung pada lingkungan individual dari kajian ini. SSM dilaksanakan melalui

tahapan yang diuraikan sebagai berikut:

3.5.3.1 Tahap I: Mengenali Situasi Masalah yang Tidak Terstruktur

Tahap pertama, mengeksplorasi masalah berdasarkan pengalaman peneliti

atas situasi dunia nyata yang dihadapi. dalam tahapan ini, peneliti sejumlah presumsi

tentang situasi yang mungkin terjadi. Kegiatan yang dilakukan pada tahapan ini

adalah mengumpulkan beragam informasi berkenaan dengan permasalahan

berdasarkan struktur dan proses yang terjadi dalam berbagai aktivitas sesuai dengan

fenomena yang diteliti. Kegiatan ini dilakukan melalui observasi, pengumpulan data

sekunder dan yang tidak kalah penting adalah melalukan wawancara secara informal.

Tujuannya adalah untuk mendapatkan isu-isu tertentu, konflik-konflik, keinginan

yang diharapkan atau masalah lainnya.

3.5.3.2 Tahap II: Ekspresi Situasi Masalah

Tahap kedua, membangun deskripsi yang lebih rinci untuk membuat

gambaran yang kaya (rich picture) atas sejumlah situasi yang muncul. Gambaran

yang detail dan kaya dibuat melalui diagram, gambar atau model yang mampu

menjelaskan hubungan struktur dan proses organisasi dikaitkan dengan kondisi

lingkungan (environment) organisasi.

Struktur mencakup denah fisik, hierarki, struktur pelaporan, dan pola

komunikasi baik formal maupun informal. Proses mencakup aktivitas dasar

organisasi, seperti alokasi sumberdaya, pelaksanaan monitor, dan kontrol. Hubungan

199Peter Checkland, Ibid., hal 163

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 150: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

131

Universitas Indonesia

antara strutur dan proses kemudian diwujudkan dalam bentuk masalah, tugas-tugas

dan elemen-elemen lingkungan yang dapat dimengerti dengan mudah. Checkland

mengatakan bahwa “the relationship between structure and process, the ‘climate’of

the situation, has frequently been found to be a core characteristic of situation in

which problems are perceived.200

3.5.3.3 Tahap III: Root Definition atas Sistem yang Relevan

Pada tahap ketiga yaitu pada akhir tahapan yang nyata (the end of the

expression stage) pertanyaan yang harus dijawab adalah, what are the names of

notional systems which from the analysis phase seem relevant to problem?201

Pada

tahap kedua ini mulai meninggalkan dunia nyata. Tahap ini bertujuan menghasilkan

pernyataan atas sejumlah definisi mendasar (root definition) berbagai hal berkaitan

dengan sistem termasuk merumuskan siapa yang dapat mempengaruhi dan

terpengaruh sistem tersebut. Root definition mempunyai status hipotesis yang

berkaitan dengan perbaikan situasi masalah melalui cara perubahan-perubahan yang

diterapkan.202

Root definition harus merupakan deskripsi ringkas mengenai sistem

aktifitas manusia yang mengkaptur suatu pandangan tertentu.203

Agar analisis logik,

digunakan pendekatan yang dihasilkan Chekland,204

berupa daftar atau checklist

CATWOE, yang diuraikan pada tabel 3.3 berikut ini.

200Peter Chcekland, op.cit., hal. 166.

201

Ibid

202

Ibid, hal. 167.

203

Ibid

204

Peter Checkland and Jim Scholes, op.cit., hal. 35-36.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 151: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

132

Universitas Indonesia

Tabel 3.3

Analisis Root Definition Checkland (Analisis Catwoe)

C Customer Pihak-pihak yang diuntungkan atau dirugikan dari

kegiatan pemecahan masalah

A Actors Pihak-pihak yang melaksanakan aktivitas pemecahan

masalah

T Transformation Process Aktifitas yang mengubah masukan menjadi keluaran

institusi

W Weltanschauung(World

View)

Pemahaman berbagai pihak tentang makna yang

mendalam dari situasi permasalahan

O Owner Pihak yang dapat menghentikan aktivitas institusi

E Enviromental Constrants Hambatan dalam lingkungan sistem yang tidak dapat

dihindari.

Sumber: Peter Checkland and Jim Scholes, 1990.

Inti root definition adalah mendapatkan proses transformasi yang dapat

merubah input menjadi output. input adalah sesuatu yang bisa berujud atau abstrak,

bersifat logik atau fisik. Root definition bukan merupakan hasil ekspresi campuran.

Dengan demikian input yang bersifat kongkrit juga menghasilkan output yang juga

harus kongkrit, sedangkan input yang bersifat abstrak menghasilkan output yang juga

bersifat abstrak. Input dan output tersebut lebih baik diekspresikan sebagai kata benda

dibandingkan kata kerja. hal ini disebabkan karena aksi tidak dapat

ditransformasikan, hanya benda yang dapat ditransformasikan menjadi sesuatu yang

lain.

Lima kriteria 205

bagaimana proses ditransformasikan ini sebaiknya

dilaksanakan sebagai berikut:

a. efficacy (apakah langkah yang dilaksanakan (means) mendukung hasil

akhir (the ends)?).

b. efficiency (apakah sumber daya yang penting dan minimum

diperhatikan?).

c. effectiveness (apakah proses transformasi dapat membantu

mempertahankan tujuan untuk jangka panjang dan ada kaitannya dengan

output?).

205Ibid., hal. 42

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 152: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

133

Universitas Indonesia

d. ethicality (apakah proses transformasi berjalan secara etis?).

e. elegancy (apakah proses transformasi telah dijalankan dengan memenuhi

aspek estetika?).

3.5.3.4 Tahap IV: Membangun Model Konseptual

Tahap keempat, untuk membangun model konseptual dan sistem, mencakup

deskripsi dalam bentuk sistem dan bagaimana menghubungkan bagian-bagian yang

relevan dalam sistem tersebut. Model konseptual ini dibangun menggunakan konsep

sistem formal (formal system concept) tentang permasalahan yang dihadapi dan

upaya pemecahannya dengan menggunakan kerangka berpikir serba sistem (other

systems thinking). Sistem formal harus memenuhi persyaratan adanya komponen,

proses interaksi dan batasan lingkungan. Beberapa pertanyaan penting yang harus

dijawab dalam tahapan ini diantaranya menentukan sudut pandang konsep ideal. Oleh

karena itu, kemampuan mengidentifikasi kelompok-kelompok stakeholder yang

terlibat, dapat menghasilkan output yang berbeda-beda.

3.5.3.5 Tahap V: Perbandingan antara Model Konseptual dengan Situasi Masalah

Tahap kelima, bertujuan untuk membandingkan dan membedakan antara

model dengan kondisi nyata. Perbedaan ini selanjutnya dijadikan dasar melaksanakan

diskusi lebih jauh, misalnya berkaitan dengan bagaimana sistem yang relevan dapat

bekerja, bagaimana seharusnya bekerja atau apa kemungkinan implikasi yang

muncul. Diskusi tahap kelima memberikan kesempatan bagi peneliti untuk mengkaji

ulang atas asumsi-asumsi yang sudah dibangun.

Disebut sebagai tahap perbandingan karena merupakan bagian dari situasi

problem yang dianalisis ( pada tahap 2) yang dikaji sejalan dengan model

konseptual. Tahap ini dilakukan bersama dengan partisipan yang concern di dalam

situasi problem dengan objek yang memunculkan debat mengenai perubahan yang

mungkin diusulkan untuk menghilangkan kondisi masalah. Perbandingan merupakan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 153: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

134

Universitas Indonesia

“the point at which intuitive perceptions of the problem are brought together with the

systems constructs which the systems thinker asserts provide an epistemologically

deeper and more general acoount of the reality beneath surface appearances.206

3.5.3.6 Tahap VI : Perubahan Model Yang Diinginkan.

Berdasarkan diskusi pada tahap kelima, selanjutnya diidentifikasi

kemungkinan perubahan yang mungkin, didasarkan atas kebutuhan dan feasibility.

Perubahan tersebut secara teknik merupakan sebuah kondisi yang semakin baik.

sedangkan perubahan yang feasible adalah apakah secara budaya perubahan tersebut

cocok. Perubahan mencakup tiga hal, yaitu: perubahan struktur, perubahan prosedur,

dan perubahan sikap.

Perubahan struktural adalah perubahan yang dibuat sebagai bagian dari

kenyataan dalam jangka waktu yang pendek, sedangkan perubahan prosedural

merupakan perubahan terhadap elemen-elemen dinamik seperti keseluruhan aktivitas

yang berlangsung di di dalam struktur yang statis. Kedua perubahan ini cenderung

mudah untuk diklasifikasikan dan relatif mudah diimplementasikan. Sementara itu,

perubahan sikap bukan hanya dimaksudkan seperti pada pengertian sikap dari survei

para pakar perilaku organisasi, akan tetapi juga berkaitan dengan hal yang krusial tapi

berkarakter intangible berada dalam individu dan kesadaran kolektif manusia di

dalam kelompok.207

3.5.3.7 Tahap VII: Pembuatan Perubahan untuk Meningkatkan Situasi

Sejumlah perubahan yang dibutuhkan dan feasible yang berhasil didefinisikan

pada tahap keenam, selanjutnya diimplementasikan pada tahapan ketujuh. Proses

implementasi ini mencakup sejumlah langkah: (1) siapa yang akan bertanggungjawab

dalam aksi, (2) dimana dan kapan aksi itu akan dilaksanakan?, dan (3) bagaimana

206Peter Checkland, op.cit., hal. 178.

207

Ibid., hal. 181.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 154: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

135

Universitas Indonesia

dengan timetable? Perubahan sikap dan perilaku dibutuhkan untuk menghasilkan

pengaruh terhadap sistem. Tahapan ini membutuhkan komitmen dan tanggungjawab

untuk memformulasikan konsep menjadi aksi nyata. Tahap ketujuh tidak

dilaksanakan dalam penelitian ini, karena tindakan perbaikan (action to improve the

problem situation) membutuhkan waktu yang cukup lama. Di samping itu, tahapan

ini menuntut intervensi kebijakan yang berkenaan dengan kemungkinan adanya

perubahan struktur (changes in structures), perubahan prosedur (changes in

procedures) dan perubahan sikap (changes in attitudes) para stakeholers, sehingga

tidak diterapkan dalam limitasi waktu yang relatif singkat dalam penelitian ini.

Lebih lanjut Checkland dan Poulter (2006) mengatakan bahwa tujuh prinsip di

atas melandasi empat aktivitas dasar dalam investigasi SSM. Pertama, menyusun

penyelidikan dengan empat cara yaitu: (1) membuat rich picture, (2) analisis satu atau

analysis one yang disebut juga dengan analisis intervensi, (3) analisis dua atau

analysis two yang disebut dengan analisis sosial, dan (4) analisis tiga atau analysis

three yang disebut dengan analisis politik. Kedua, pembuatan model berdasarkan

hasil penyelidikan. Ketiga, menggunakan model untuk menstrukturkan perdebatan.

Terakhir, menentukan atau mengambil tindakan (defining/taking action).

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 155: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

Universitas Indonesia

BAB 4

FAKTUALITAS KEBIJAKAN DESENTRALISASI DAN

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG

Kebijakan desentralisasi bertujuan untuk menguatkan pemerintahan

di daerah, terutama menguatkan sendi-sendi pemerintahan daerah melalui

penguatan peran Organisasi Perangkat Daerah, khususnya terkait dengan Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Salah satu kota di provinsi Banten, yakni Kota

Tangerang merupakan kota yang pemerintahannya dianggap berhasil dalam

menyelenggarakan pemerintahan yang baik. Di tengah beberapa kasus korupsi

yang melibatkan elemen-elemen pemerintahan di provinsi Banten, Pemerintah

Kota Tangerang tidak tersangkut paut. Kemudian, atas berbagai pengukuran

kinerja, Pemerintah Kota Tangerang terbukti berhasil meraih sejumlah prestasi.

Secara akademik, keadaan demikian ini tentu perlu ditelusuri dan dilihat secara

analitis. Dalam konteks pendekatan SSM, keadaan demikian ini dapat disebut

sebagai ill structured serta bersifat messy.

Dalam Bab ini digambarkan faktualitas kebijakan desentralisasi dan

kondisi faktual Perangkat Daerah Kota Tangerang yang bertolak dari asumsi

bahwa situasi-situasi problematik menandai kinerja perangkat daerah, karena di

satu sisi menurut berbagai indikator kinerja pemerintah Kota Tangerang

menunjukkan perkembangan yang sudah memenuhi berbagai kriteria

keberhasilan, sedangkan di sisi lain, jika dilihat menurut pendekatan sistem,

belum tergambar dengan jelas bagaimana kaitan-kaitan antar sistem. Checkland

dan Poultier dalam Sudarsono (2012) melukiskan bahwa arena penelitian yang

bersifat messy dan ill structured dapat ditelusuri dengan pendekatan SSM. Dalam

penelitian ini dieksplorasi data yang diperoleh melalui penelusuran dokumen

serta hasil wawancara dengan para informan kunci yang difokuskan pada sosok-

sosok Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) serta kinerja perangkat daerah

secara umum dan kinerja tiga bidang urusan secara khusus.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 156: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

137

Universitas Indonesia

4.1 Faktualitas Desentralisasi Dalam Pembentukan Organisasi Perangkat

Daerah.

Proses pembentukan Organisasi Perangkat Daerah, sebagai fokus kajian

penelitian ini, merupakan amanat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 22

Tahun 1999, yang merupakan Undang-Undang pertama tentang Pemerintah

Daerah era pasca pemerintahan Suharto, belum digunakan nomenklatur SKPD.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 hanya menyebut ‗perangkat daerah.‘

Pada pasal 60 Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa perangkat Perangkat

Daerah terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan lembaga teknis Daerah

lainnya, sesuai dengan kebutuhan Daerah. Dalam perkembangannya kemudian,

UU No.32 Tahun 2004 diamandemen menjadi UU No.23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah.

4.1.1 Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Tentang Pemerintahan

Daerah Sebagai Regulasi Makro

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 nomenklatur SKPD

beberapa kali disebut, meskipun demikian UU itu tidak secara rinci menjelaskan

peran-peran dan batas-batas tugas SKPD. Ini berarti kinerja dari perangkat Daerah

sebagai elemen pelaksana kebijakan desentralisasi telah menjadi semakin penting.

Hal lain yang menunjukkan perubahan signifikan dari Undang Undang Nomor

22 Tahun 1999 pada Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 ialah penegasan

yang lebih mendalam tentang urusan pemerintahan. Sebelumnya, pada Undang

Undang Nomor 22 Tahun 1999, urusan pemerintahan belum disentuh sama sekali.

Dapat dimengerti bahwa sifat penyelenggaraan desentralisasi pemerintahan di era

Suharto yang diatur dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang

Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah lebih menitikberatkan efisiensi

penyelenggaraan pemerintahan. Prof. Bhenyamin Hoessein mengatakan

penitikberatan efisiensi itu ditandai oleh banyaknya kata efisiensi pada Undang

Undang Nomor 5 Tahun 1974.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 157: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

138

Universitas Indonesia

Semenjak digulirkannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999,

dinamika di berbagai daerah meluas dan di antaranya mendorong pemekaran

daerah. Interpretasi demikian ini dapat terkait dengan terdapatnya beberapa pasal

dalam Undang Undang ini mengetengahkan peningkatan status beberapa kota

administratif menjadi daerah otonom. Desentralisasi pada hakikatnya merupakan

langkah melonggarkan sifat-sifat sentralistik pemerintahan.

Berbagai analisis menyebutkan bahwa era pemerintahan pasca Suharto

dianggap menjalankan pemerintahan yang cenderung sentralistis. Anti klimaks

dari pemerintahan sentralistis itu terjadi ketika pada tahun 1999 digulirkan

Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Kebijakan

desentralisasi dengan menguatkan dimensi-dimensi otonomi pada Pemerintah

Daerah telah mendorong peralihan otoritas atas sejumlah urusan pemerintahan

dari pusat ke daerah. Undang Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok

Pemerintahan di Daerah selama ini mengekang serta menimbulkan

ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat.

Perluasan kewenangan pemerintah daerah ditandai dengan perubahan-

perubahan urusan. Dinamika di daerah-daerah ditandai kontroversi ketika

kontestasi politik di kalangan elite justru menjadikan desentralisasi sebagai alasan

untuk memekarkan jurisdiksi pemerintahan. Jumlah kabupaten meningkat drastis

semenjak Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 digulirkan. Penyelesaian

dengan pemekaran, yakni langkah memecah-mecah satuan pemerintahan belum

terbukti memperbaiki keadaan. Hal lain yang menjadi anomali adalah lonjakan

luar biasa dari jumlah usulan peraturan daerah yang diajukan ke Kementerian

Dalam negeri. Tidak sedikit di antaranya merupakan usulan perda yang tidak

masuk akal. Oleh sebab itu, sangat mungkin untuk meredam gejolak pemekaran

daerah, langkah pemberdayaan masyarakat serta usaha untuk memberi ruang bagi

partisipasi masyarakat menjadi pertimbangan terbitnya Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa

perubahan Undang Undang dalam pertimbangannya sebagai berikut:

―bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai

dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 158: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

139

Universitas Indonesia

1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan

untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui

peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta

peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi,

pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam

sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.‖

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak membuat batasan yang jelas

mengenai urusan-urusan pemerintahan yang menjadi ‗domain‘ daerah. Pada Pasal

1 dinyatakan bahwa pemerintah Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta

perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.

Sedangkan pada butir c disebutkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

disebut sebagai Badan Legislatif Daerah.

Namun demikian, kewenangan Pemerintah Daerah kurang dijelaskan

batas-batasnya, karena hanya pada pasal 7 ayat (1) disebutkan ‗Kewenangan

Daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali

kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamananan, peradilan,

moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain. Apakah kewenangan

bidang lain? Pada ayat (2) Pasal yang sama disebutkan bahwa Kewenangan

bidang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang

perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro,

dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga

perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,

pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,

konservasi, dan standarisasi nasional.

Penelitian ini menitikberatkan inisiatif-inisiatif penerapan desentralisasi

sebagai upaya tranformasi menuju praktik administrasi publik modern. Dalam

rangkaian kebijakan pemerintahan di daerah pasca pemerintahan Suharto

penajaman atas apa yang wajib dikerjakan oleh Pemerintah Daerah, serta siapa

yang melaksanakan telah dipertegas. Satu rumusan institusi pelaksana pada

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 diberi nomenklatur Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD). Tidak banyak penjelasan mengenai SKPD pada

undang-undang ini. Dalam pasal 120 dikatakan bahwa,‖perangkat daerah

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 159: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

140

Universitas Indonesia

kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah,

lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.‖ Urusan kesehatan dan

pendidikan di kota Tangerang mempunyai nomenklatur sebagai dinas daerah,

yang merupakan unsur pelaksana otonomi daerah. Dinas daerah bertanggung

jawab kepada kepala daerah melalui Sekretaris Daerah. Untuk urusan kearsipan

mempunyai nomenklatur kantor sebagai lembaga teknis yang merupakan unsur

pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan

daerah yang bersifat spesifik. Susunan dan format organisasi perangkat daerah

tidak diuraikan dalam Undang-Undang ini, hanya dalam pasal 128 dikatakan

bahwa, ―susunan perangkat daerah ditetapkan dalam Perda (Peraturan Daerah)

dengan memperhatikan faktor-faktor beban tugas, cakupan wilayah dan jumlah

penduduk berpedoman pada Peraturan Pemerintah.‖

Pada tahun 2007 ditetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun

2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan

Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota dan PP No.41 tentang

Organisasi Perangkat Daerah , yang menyebut banyak hal mengenai SKPD. Pada

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 ditegaskan mengenai

urusan-urusan pemerintah. Disebutkan bahwa dari 31 urusan pemerintahan, 26 di

antaranya merupakan urusan wajib yang dialihkan ke daerah. Urusan wajib ini

berkaitan dengan pelayanan dasar.

Di samping urusan yang dialihkan ke daerah, terdapat 7 urusan yang

merupakan kewenangan pemerintah (pusat) yakni meliputi politik luar negeri,

pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.

Sedangkan urusan pemerintahan yang dibagi bersama antar tingkatan dan/atau

susunan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah semua urusan

pemerintahan di luar urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang terdiri dari

31 bidang urusan pemerintahan yaitu: a. pendidikan; b. kesehatan; c. pekerjaan

umum; d. perumahan; e. penataan ruang; f. perencanaan pembangunan; g.

perhubungan; h. lingkungan hidup; i. pertanahan; j. kependudukan dan catatan

sipil; k. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak; l. keluarga berencana

dan keluarga sejahtera; m. sosial; n. ketenagakerjaan dan ketransmigrasian; o.

koperasi dan usaha kecil dan menengah; p. penanaman modal; q. kebudayaan dan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 160: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

141

Universitas Indonesia

pariwisata; r. kepemudaan dan olah raga; s. kesatuan bangsa dan politik dalam

negeri; t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,

perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian; u. pemberdayaan masyarakat dan

desa; v. statistik; w. kearsipan; x. perpustakaan; y. komunikasi dan informatika; z.

pertanian dan ketahanan pangan; aa. kehutanan; bb. energi dan sumber daya

mineral; cc. kelautan dan perikanan; dd. perdagangan; dan ee. perindustrian.

Sebagaimana dimungkinkan oleh ketentuan perundang—undangan

sebelumnya, pemerintah daerah dapat membentuk pelaksana baik sebagai dinas-

dinas maupun badan-badan yang dianggap daerah sesuai dengan kebutuhan

mereka. Kelembagaan SKPD diharapkan dapat mengarahkan penyelenggaraan

pemerintahan yang lebih mencerminkan desentralisasi penyelenggaraan

pemerintahan. SKPD diharapkan dapat mewujudkan tujuan-tujuan desentralisasi.

Di samping menegaskan peningkatan pelayanan, pemberdayaan serta

peran serta masyarakat, pertimbangan kedua ialah untuk mewujudkan

penyelenggaraan pemerintahan di daerah yang lebih efisien dan efektif.

Instrumen penting di dalam Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 ialah Satuan

Kerja Perangkat Daerah. Konsekuensi dari tujuan desentralisasi ialah pelimpahan

urusan-urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi

pemerintahan di berbagai tingkatan dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia. Disebutkan dalam Peraturan terdiri dari urusan pemerintahan pusat

dan urusan pemerintahan daerah. Sebagaimana dikatakan sebagai berikut:

―Urusan pemerintahan adalah fungsi-fungsi pemerintahan yang menjadi

hak dan kewajiban setiap tingkatan dan/atau susunan pemerintahan untuk

mengatur dan mengurus fungsi-fungsi tersebut yang menjadi

kewenangannya dalam rangka melindungi, melayani, memberdayakan,

dan menyejahterakan masyarakat.‖

Dalam urusan bidang kesehatan diuraikan beberapa subbidang yaitu:

upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat

dan perbekalan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan manajemen kesehatan.

Urusan bidang pendidikan mencakup beberapa subbidang yaitu: kebijakan

pendidikan, pembiayaan, kurikulum, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga

kependidikan dan pengendalian mutu pendidikan. Sementara itu urusan bidang

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 161: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

142

Universitas Indonesia

kearsipan diuraikan ke dalam beberapa subbidang yaitu: kebijakan kearsipan,

pembinaan, penyelamatan, pelestarian dan pengamanan, akreditasi dan sertifikasi

dan pengawasan/ supervisi.

Urusan bidang kesehatan dan pendidikan merupakan urusan wajib yang

terkait dengan pelayanan dasar, sementara urusan kearsipan merupakan urusan

wajib yang bersifat khusus sesuai dengan kebutuhan kota. Ketiga urusan ini diatur

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah/Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Proses perubahan yang ditimbulkan oleh

serangkaian kebijakan desentralisasi ini di satu sisi merupakan realisasi komitmen

pemerintah pusat untuk menerapkan kebijakan otonomi daerah yang lebih nyata.

Artinya, elemen-elemen daerah diharapkan dapat merespons kebijakan

desentralisasi dengan mengapresiasi rangkaian kebijakan pemerintah atas

penguatan pemerintah daerah, di antaranya memberikan dukungan yang optimal

atas berbagai regulasi dan instrumen yang dianjurkan.

Perwujudan penguatan pemerintah daerah dilaksanakan melalui

pembentukan organisasi perangkat daerah sebagai realisasi urusan yang dialihkan.

Berdasarkan PP No.41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah,

perangkat daerah kota merupakan unsur pembantu kepala daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah,

sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.

Satuan kerja perangkat daerah (SKPD) merupakan OPD di luar sekretariat DPRD,

sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pemahaman terhadap

pengertian serumpun dari beberapa bidang urusan sebagaimana ada dalam PP

No.38 tahun 2007 cenderung diwujudkan dalam satu nomenklatur SKPD. Hal ini

mengakibatkan ada beberapa SKPD menjadi memiliki keterbatasan dalam peran,

tugas pokok dan fungsinya.

Pembatasan jumlah unit kerja yang diatur dalam PP No.41 tahun 2007

pasal 29 untuk Dinas dan pasal 30 untuk lembaga teknis daerah secara

kelembagaan menjadi hambatan psikologis dari masing-masing SKPD. Untuk

dinas terdiri atas satu sekretariat dan paling banyak empat bidang, di mana

sekretariat terdiri dari tiga subbagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 162: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

143

Universitas Indonesia

banyak tiga seksi. Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari satu subbagian tata

usaha dan kelompok jabatan fungsional. Sementara itu kantor sebagai lembaga

teknis terdiri dari satu subbagian tata usaha dan paling banyak tiga seksi.

Pengaturan ini di satu sisi, memberikan kemungkinan efisiensi penggunaan

anggaran, akan tetapi di lain sisi menjadikan kekakuan organisasional karena tidak

bertolak dari kebutuhan yang nyata dari pemerintahan daerah terkait dengan

fungsi pelayanan kepada masyarakat.

Pembentukan OPD lebih lanjut ditetapkan dengan dasar peraturan daerah

yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi

Perangkat Daerah. Peraturan Daerah dalam hal ini Peraturan Kota Tangerang

mengatur mengenai susunan, kedudukan, tugas pokok OPD. Melalui Peraturan

Walikota, diatur rincian tugas, fungsi dan tata kerja OPD. Proses pembentukan

jumlah OPD, status hukum, dan tupoksi dilakukan melalui procedural peraturan di

tingkat kota. Meskipun secara legalitas, proses pembentukan OPD sudah

dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan, akan tetapi penempatan

kepala OPD cenderung bersifat politis. Sebagaimana dapat dipahami dalam

berbagai persepsi yang terungkap pada wawancara atau FGD terlihat respons

seolah-olah kebijakan desentralisasi ini belum sesuai dengan harapan para

stakeholders terkait.

4.1.2 Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota Tentang Pembentukan

OPD Sebagai Regulasi Meso dan Mikro

Pembentukan dan susunan organisasi Dinas Kesehatan dan Dinas

Pendidikan disusun berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 5

Tahun 2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Daerah. Kedua Dinas

ini merupakan SKPD yang mempunyai fungsi memberikan pelayanan dasar

kepada masyarakat. Dinas Pendidikan mempunyai tugas pokok melaksanakan

sebagian urusan pemerintahan daerah di bidang pendidikan berdasarkan asas

otonomi dan tugas pembantuan. Tugas Dinas Pendidikan menyelenggarakan

beberapa fungsi sebagai berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 163: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

144

Universitas Indonesia

a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendidikan;

b. Penyelenggaraan bidang pendidikan pra sekolah, dasar dan menengah;

c. Penyelenggaraan pembelajaran siswa, kurikulum dan tenaga kependidikan;

d. Perencanaan, pengadaan serta pemeliharaan prasarana dan sarana

pendidikan;

e. Melaksanakan teknis administrative meliputi administrasi umum,

kepegawaian, keuangan, prasarana sarana dan administrasi perlengkapan.

f. Pemberdayaan sekolah dan pembinaan ketenagaan pendidikan;

g. Pembinaan pendidikan luar sekolah dan sanggar belajar;

h. Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 12 tahun;

i. Penetapan kurikulum berbasis budi pekerti, budaya local dan penyelarasan

kurikulum nasional dan internasional;

j. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan berbasis keunggulan

local pada pendidikan dasar dan menengah;

k. Pemberian ijin satuan pendidikan dasar, satuan pendidikan menengah dan

penyelenggaraan pendidikan non formal;

l. Evaluasi dan pelaporan serta penyelenggaraan ketatausahaan;

m. Melaksanakan koordinasi lintas sector;

n. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas

pokok dan fungsinya.

Susunan Dinas Pendidikan terdiri dari kepala dengan satu Sekretaris

Dinas dengan empat bidang unit kerja. Di samping itu juga terdiri dari 13 Unit

Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan Dasar dan 43 UPTD SMP, SMA dan SMK

serta jabatan fungsional. Sementara itu, Dinas Kesehatan merupakan SKPD yang

mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah di

bidang kesehatan sesuai dengan asas otonomi dan tugas pembantuan. Ada

beberapa fungsi yang diselenggarakan, yaitu:

a. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan;

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum kesehatan;

c. Melaksanakan teknis administrative meliputi administrasi umum,

kepegawaian, keuangan, sarana prasarana dan administrasi perlengkapan;

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 164: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

145

Universitas Indonesia

d. Perencanaan dan pelaksanaan informasi kesehatan serta penanganan

kesehatan masyarakat;

e. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan

rujukan;

f. Pembinaan teknis unit kerja dinas dan unit pelaksanaan teknis dinas serta

tenaga fungsional;

g. Pembinaan kesehatan keluarga dan kesehatan lingkungan serta pencegahan

dan pemberantasan penyakit;

h. Pengawasan obat dan makanan;

i. Pemberian ijin pelayanan bidang kesehatan;

j. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan bidang kesehatan;

k. Evaluasi dan pelaporan serta penyelenggaraan ketatausahaan;

l. Pengoordinasian lintas sector;

m. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

Dengan penyelenggaraan fungsi di bidang kesehatan, Dinas Kesehatan

Kota Tangerang memiliki susunan organisasi yang terdiri dari: Kepala Dinas,

Sekretaris Dinas, empat bidang kesehatan, 30 UPTD Kesehatan, Laboratorium

Kesehatan Daerah dan Jabatan fungsional kesehatan. Fungsi dan susunan

organisasional Dinas Kesehatan ini mengambil format seperti Kementerian

Kesehatan di tingkat pusat. Untuk Kantor Arsip Daerah sebagai lembaga teknis

daerah mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan

kebijakan daerah di bidang pengolahan arsip daerah. Kantor Arsip Daerah kota

Tangerang menyelenggarakan beberapa fungsi, berikut:

a. Perumusan kebijakan teknis pengolahan arsip daerah;

b. Pengoordinasian bidang pengolahan arsip daerah;

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pengolahan arsip daerah;

d. Pelaksanaan bidang pengolahan arsip daerah, pembinaan dan pelayanan

kearsipan;

e. Melaksanakan teknis administratif meliputi administrasi umum,

kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan sarana prasarana;

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 165: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

146

Universitas Indonesia

f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas

dan fungsinya.

Dibandingkan dengan Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, susunan

Organisasional Kantor Arsip Daerah relatif lebih kecil di samping eseloneringnya

juga lebih rendah. Format Kantor Arsip Daerah tidak sepenuhnya mengambil

format dari Arsip Nasional RI, terutama dalam uraian fungsi-fungsinya. Susunan

organisasional Kantor Arsip Daerah terdiri dari Kepala Kantor, dan empat eselon

4 yaitu: Kepala Subbagian Tata Usaha, Seksi Pengolahan Arsip, Seksi Pembinaan

Kearsipan, dan Seksi Pelayanan Arsip. Lebih lanjut organisasi dan tata kerja

Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Kantor Arsip diuraikan dalam Peraturan

Walikota Tangerang Nomor 23 tahun 2008, Peraturan Walikota Tangerang

Nomor 24 Tahun 2008, dan Peraturan Walikota Tangerang Nomor 45 Tahun

2008. Peraturan Daerah tentang Pembentukan dan Susunan Dinas Pendidikan,

Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah merupakan regulasi Peraturan Daerah

yang berada di tingkat meso, sedangkan Peraturan Walikota tentang kedua Dinas

dan satu lembaga teknis, Kantor Arsip Daerah, merupakan aturan yang berada di

tingkat mikro, yang menentukan format organisasional ketiga SKPD.

Kebijakan desentralisasi dalam tiga level kelembagaan, dengan meminjam

konsep Daniel W. Bromley (lihat gambar 4.1), dicoba dipahami dengan

menggunakan pendekatan SSM (Soft System Methodology). Oleh karena ada

kondisi kontroversi yang dapat menjadi indikasi bahwa situasi-situasi

problematik dalam pembentukan OPD di kota Tangerang belum tergambarkan

dalam penjelasan yang memadai jika didekati dengan hard system methodology.

Sebagai suatu situasi yang penuh dinamika, di mana para aktor juga melakukan

berinteraksi secara holism dalam arena human activity system, maka asumsi yang

dominan adalah menandai adanya situasi yang bersifat ‗messy‘.

Pendekatan SSM tidak melakukan konfirmasi atas suatu praduga ‗benar‘

dan ‗salah‘ atau ‗baik‘ dan ‗buruk‘. Pendekatan SSM menelusuri persepsi para

client dan actor secara utuh, menampilkan suatu gambaran ‘rich picture’.

Menurut Checkland dan Poulter, atas dasar rich pictures, yang kemudian

menghasilkan roots definition. Di dalam prosedur SSM, penggambaran rich

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 166: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

147

Universitas Indonesia

pictures adalah konten Bab 5 . Melalui pendalaman atas rich pictures dihasilkan

root definitions. Untuk tahap selanjutnya dibangun model konseptual.

Gambar 4.1: The Policy Process as a Hierarchy

Sumber: Broomley, hal. 245

Sebagai gambaran menyeluruh atas faktual problem, pada bagian

selanjutnya dibahas mengenai tinjauan umum atas profil Kota Tangerang, kinerja

perangkat-perangkat daerah serta dalam penyelenggaraan pelayanan-pelayanan

dasar. Di akhir bab ini dikemukakan rangkuman mengenai kondisi problematik

faktual kota Tangerang dan tiga SKPD dengan urusan pendidikan, kesehatan dan

kearsipan.

Policy Level

Organizational Level

Operational Level

Institutional Arrangement

Institutional Arrangement

Pattern of Interaction

Outcomes

Assessment

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 167: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

148

Universitas Indonesia

4.2 Kewilayahan, Infrastruktur dan Perkembangan Sosial Ekonomi

Kota Tangerang

Sebagai wilayah yang merupakan penyangga ibukota Jakarta, dampak

kedekatan secara geografis dengan pusat pemerintahan Indonesia ikut menentukan

karakter wilayah, infrastruktur kota dan perkembangan sosio-ekonomi kota

Tangerang. Infrastruktur kota Tangerang juga tidak lepas dari sejarah kota

Tangerang jauh sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.

Di satu sisi, kedekatan lokasi dengan ibukota Jakarta dapat menjadi

sesuatu yang bermanfaat, namun sebaliknya, limpahan masalah dari ibukota juga

tidak sedikit. Tangerang yang berdekatan dengan jurisdiksi kota Jakarta membuat

berbagai urusan pemerintahan di kota Tangerang tidak lepas dari kedekatannya

secara geografis dengan Jakarta. Kota Tangerang mengalami perubahan yang

pesat seiring dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam konteks hubungan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Secara sistemik, kota Tangerang berbatasan langsung dengan ibukota

Jakarta. Jakarta berkedudukan sebagai daerah khusus ibukota. Keduanya yakni

kota Tangerang dan kota Jakarta dalam banyak hal cenderung saling tergantung.

Hubungan antara kota Tangerang dengan pemerintah pusat sangat mungkin

bersifat reciprocal. Pertumbuhan kota Tangerang yang pesat seiring dengan

dinamika dan perkembangan kota Jakarta secara historis juga mengalami proses

dan perkembangan yang cenderung tampak seirama.

Kota Tangerang menurut berbagai sumber disebut Tangeran.

Sebutan Tangeran ini muncul, baik dalam cacatan arsip kolonial, sumber kronik,

legenda, ataupun babad 208

. Pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda

abad ke-19, Stad Batavia dengan daerah-daerah sekelilingnya merupakan suatu

residensi (karesidenan) yang dipimpin oleh seorang residen. Sehingga, Residensi

Batavia yang kemudian saat ini menjadi wilayah DKI Jakarta adalah satu

kesatuan dengan Tangerang. Di abad ke-19 secara administratif wilayah—

208

Nana Suryana dkk. (ed). Sejarah Kabupaten Tangerang. Tangerang : Pemerintah

Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang bekerjasama dengan Lembaga Penelitian Pengabdian

Masyarakat (LPPM) UNIS Tangerang, 1992, hlm. 5. Dalam cacatan arsip Kolonial Belanda dapat

ditelusuri melalui Encyclopaedie van Nederlandsch Indie, Jilid IV, hal. 265 – 266).

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 168: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

149

Universitas Indonesia

wilayah yang menjadi pusat aktifitas pemerintah Hindia Belanda terdiri dari

sejumlah wilayah/lingkungan yang lebih kecil yang disebut dengan afdeeling209

Afdeling-afdeling tersebut adalah 210

: (i). Afdeeling Stad en Voorteden van

Batavia; (ii). Afdeeling Meester Cornelis; (iii). Afdeeling Tangerang, (iv).

Afdeeling Buitenzorg dan (v). Afdeeling Krawang.

Perubahan penting yang kemudian masih terlihat sekarang ialah

ditetapkannya cikal-bakal provinsi Jawa Barat. Dengan Staatblad nomor 378

tahun 1925 dibentuklah Provincie West Java, yang wilayahnya meliputi seluruh

Jawa Barat sekarang ini. Tindaklanjut dari ordonansi itu pemerintah Hindia

Belanda menerbitkan Staadblad nomor 382 mengenai pembentukan Regentschap

Batavia sebagai daerah otonom. Wilayah Batavia meliputi Distrik Tangerang,

Balaraja (Blaraja), dan Mauk (daerah-daerah di pinggir Kota Batavia).211

Distrik/daerah ini masing-masing dikepalai oleh seorang demang, yang kemudian

dalam kurun waktu tidak terlalu lama diubah menjadi wilayah setingkat wedana.

Kondisi ini terus berlangsung selama pemerintahan Kolonial Belanda sampai

tahun 1942, yaitu sebelum Jepang memasuki wilayah Indonesia.

Pada masa Pemerintahan Jepang, kedudukan daerah Tangerang bukan lagi

sebagai distrik melainkan sudah menjadi kabupaten. Disebut sebagai kabupaten,

Residensi Batavia dimasukkan dalam wilayah Residensi Banten. Pada masa

Jepang Residensi Banten diubah menjadi Banten Syuu. Keputusan ini

diundangkan dalam Osamu Serei no. 34, tanggal 27 Desember 1943.212

Setelah

Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, daerah Banten termasuk Tangerang

dimasukan dalam provinsi Jawa Barat, yang dilaksanakan berdasarkan keputusan

rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), tanggal 19 Agustus

1945.213

209

Afdeeling adalah sebuah wilayah administratif pada masa pemerintahan

kolonial Hindia Belanda setingkat Kabupaten. Administratornya dipegang oleh seorang asisten

residen. Afdeeling merupakan bagian dari suatu karesidenan. Suatu afdeling dapat terdiri dari

beberapa onderafdeling (setingkat kabupaten pada masa sekarang). 210

The Liang Gie, Pemerintahan Kota Djakarta, Jakarta : Kotapradja Djakarta Raja,

1958, hal. 31. 211

Ibid., hal. 64. 212

Nana Suryana dkk., op.cit., hal. 18. 213

Marsono, Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri, Jakarta : CV Eko Jaya, 2005, hal. 89

dan 345. Lihat juga Sekretariat Negara RI, 30 Tahun Indonesia Merdeka : 1945 – 1955, Jakarta :

Sekretariat Negara RI, 1997, hal. 23.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 169: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

150

Universitas Indonesia

Pemerintahan Indonesia pernah berbentuk federal. Pada masa Federal,

berdasarkan Staadblad nomor 64 tahun 1949, sekitar bulan Februari 1949, khusus

untuk lingkungan bekas Karesidenan Batavia terjadi perubahan dalam

administrasi pemerintahan. Saat itu daerah Batavia dan sekitarnya dijadikan

sebagai Distrik Federal. Distrik Federal ini ditetapkan sebagai satuan wilayah

dengan nama Gewest Batavia en Ommelanden, yang terbagi atas 3 (tiga) daerah

administratif,214

yaitu: (a). Wilayah dari Stadsgemeente Batavia; (b). Residentie

Ommelanden van Batavia, dan (c). Onderdistrict Duizent-Eilanden.

Sehubungan dengan pembagian daerah administratif tersebut, maka

wilayah Tangerang dimasukan dalam wilayah Residentie Ommelanden van

Batavia, yang terbagi atas 2 (dua) distrik, dan masing-masing dibagi lagi atas 3

(tiga) onderdistrik, sebagai berikut 215

.

a. Distrik Tangerang Ilir, terdiri atas :

1) Onderdistrik Cengkareng.

2) Onderdistrik Batuceper.

3) Onderdistrik Teluknaga.

b. Distrik Tangerang Udik, terdiri atas :

1) Onderdistrik Tangerang.

2) Onderdistrik Cipondoh.

3) Onderdistrik Serpong.

Sejak dilaksanakannya pengakuan kedaulatan atas wilayah Republik

Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949, maka 8 (delapan) bulan kemudian

yaitu pada tanggal 17 Agustus 1950, wilayah Indonesia bukan lagi menjadi

Negara Republik Indonesia Serikat (NRIS) melainkan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI). Konsekuensi dari keputusan itu, daerah Tengerang mengalami

perubahan dan bukan lagi Onderdistrik, melainkan Kabupaten,216

atau Daerah

Swatantra Tingkat II.217

Tangerang berkedudukan di bawah provinsi Jawa Barat.

214

The Liang Gie, op.,cit., hal. 128. 215

Ibid., hlm. 129; Lihat juga Nana Suryana, op.cit., hal. 122. 216

Ibid., hal. 142. 217

Lihat Undang Undang Nomor 22 Tahun 1948, tentang Pokok-pokok Pemerintahan

Daerah. Dalam Undang Undang tersebut, wilayah Indonesia dibagi atas 3 (tiga) daerah otonom,

yang meliputiprovinsi atau Daerah Swatantra Tingkat I, Kabupaten atau Daerah Swatantra Tingkat

II, dan kota kecil, desa dan lain-lain.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 170: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

151

Universitas Indonesia

Pada tahun 1982, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 50 Tahun 1982 tentang Pembentukan Kota Administratif

Tangerang. Peraturan Pemerintah ini kemudian diperkuat dengan dikeluarkannya

Undang Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Tangerang menjadi

Kotamadya Daerah Tingkat II pada tanggal 27 Februari 1993. Peresmian sebagai

Daerah Kotamadya Tingkat II dilakukan Menteri Dalam Negeri pada tanggal 28

Februari 1993.218

Sejak itu Tangerang bukan lagi berkedudukan sebagai

kabupaten melainkan kotamadya, yang dipimpin oleh seorang Walikota.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tangerang tahun 2010,

wilayah Kota Tangerang memiliki luas kurang lebih 184,24 Km2 (termasuk di

dalamnya Bandara Soekarno – Hatta seluas kurang lebih 19,69 Km2). Secara

administratif Kota Tangerang terbagi atas 13 Kecamatan219

dan 104 kelurahan.

Pada tahun 2007, Rukun Warga (RW) sebanyak 901, dan Rukun Tetangga (RT)

4.292. Namun pada tahun 2012, terjadi peningkatan dalam jumlah RW menjadi

960 dan RT menjadi 4.721 RT. Hal ini disebabkan jumlah penduduk yang

meningkat dan adanya perpindahan penduduk dari daerah lainnya ke Kota

Tangerang, mengakibatkan perlu dibentuknya RW dan RT yang baru untuk

mempermudah dalam menata lingkungan di masyarakat.

Secara geografis Kota Tangerang terletak antara 60 6

1 sampai 6

0 13

1

Lintang Selatan (LS) dan 1060 36

1 sampai 106

0 42

1 Bujur Timur (BT), dengan

batas wilayah sebagai berikut220

:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluknaga dan

Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang;

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug, Serpong, dan

Pondok Aren, Kabupaten Tangerang;

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Jakarta Barat dan Jakarta Selatan,

DKI Jakarta;

218

Badan Perencana Daerah, Profil Daerah Kota Tangerang, Tangerang : Pemerintah Kota

Tangerang, 2008, hal. 4. 219

Adapun 13 Kecamatan yang dimaksud adalah Ciledug, Larangan, Karang Tengah,

Cipondoh, Pinang, Tangerang, Karawaci, Cibodas, Jatiuwung, Periuk, Neglasari, Batuceper, dan

Benda. 220

Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota

Tangerang Tahun 2011, Buku II, Jilid I, tahun 2012, hal. 4.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 171: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

152

Universitas Indonesia

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Pasar Kemis dan

Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tengerang.

Dilihat dari topografis, Kota Tangerang sebagian berada pada ketinggian

10 – 30 m di atas permukaan laut, sedangkan tingkat kemiringan tanah antara 0 –

30%. Kota Tangerang ini dilalui oleh 3 (tiga) sungai, yaitu Cisadane, Kali Angke,

dan Kali Cirarab. Dengan adanya sungai-sungai ini dan curah hujan yang tinggi

dengan rata-rata curah hujan, yaitu 1.858,23 mm per bulan selama 176 hari, maka

sebagian daerah Kota Tangerang selalu terendam banjir, khususnya di daerah-

daerah yang mempunyai dataran yang rendah. Upaya untuk mengurangi luapan air

sungai selalu dilakukan oleh Pemerintah Kota Tangerang dengan mempertinggi

tanggul di sepanjang aliran Sungai Cisadane.

Sejak terbentuknya Tangerang menjadi kotamadya, pembangunan

infrastruktur kota berlangsung pesat. Pelayanan-pelayanan di bidang pendidikan,

kesehatan, perkerjaan umum, urusan perumahan, dan urusan perhubungan, serta

prasarana dan sarana lainnya mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini

tentunya tidak dapat dilepaskan dari peran pemerintah daerah, Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah (DPRD). Akan tetapi, pertumbuhan penduduk yang pesat telah

menjadi masalah tersendiri bagi daerah Tangerang. Jumlah penduduk kota

Tangerang mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Infrastruktur kota diperlihatkan oleh panjang jalan dengan keadaan

panjang jalan untuk seluruh kota Tangerang pada tahun 2013 sepanjang 186,58

km, yakni jalan utama 115,13 km, jalan konektor 71,06 km dan jalan lingkungan

353 km.221

Petumbuhan panjang jalan kota memang terkait erat dengan posisinya

yang berbatasan dengan kota Jakarta. Sehingga beban jalan raya dan jalan-jalan

konektor tidak lepas dari banyaknya warga Tangerang yang bekerja di Jakarta.

Pembangunan jalan utama, konektor maupun lingkungan akan terus

menerus dilakukan mengingat bahwa setiap tahunnya jumlah kendaraan yang

berada maupun melintasi Kota Tangerang mulai dari mobil pribadi, mobil

221

Kota Tangerang Dalam Angka Tahun 2013, hal. 314 - 321.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 172: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

153

Universitas Indonesia

penumpang umum, mobil barang maupun sepeda motor memiliki kecenderungan

mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat dari data-data di bawah ini222

:

Tabel 4.1 Jumlah Kendaraan tahun 2011 - 2012

No. Jenis Kendaraan Tahun

2011 2012

1 Sedan dan sejenisnya 10.422 14.655

2 Jeep dan sejenisnya 3.990 5.485

3 Minibus dan sejenisnya 44.349 56.099

4 Mikrobus dan sejenisnya 907 1.208

5 Bis dan sejenisnya 409 658

6 Pick Up dan sejenisnya 6.182 11.232

7 Sepeda motor 478.022 501.563

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang, 2013.

Dari data tersebut terlihat bahwa secara umum setiap tahunnya di daerah

tersebut terjadi peningkatan jumlah kendaraan. Dari beberapa kendaraan yang

terdapat dalam data tersebut, sepeda motor merupakan kendaraan yang jumlahnya

paling banyak penggunanya apabila dibandingkan dengan kendaraan lainnya.

Apabila dihitung dengan menggunakan prosentase, maka pada tahun 2012 jumlah

sepeda motor naik prosentase sekitar 5% dari tahun 2011.

Dengan tingginya kenaikan volume kendaraan sepeda motor yang berada

di daerah itu, maka sudah selayaknya apabila Pemerintah Kota Tangerang harus

semaksimal mungkin untuk memberikan kemudahan dalam penggunaan jalan,

pelayanan surat-surat kendaraan, pelebaran jalan, dan kelancaran akses

transportasi bagi kendaraan sepeda motor. Demikian juga dengan jenis kendaraan

lain, baik umum maupun pribadi yang berdasarkan data-data di atas terjadi

peningkatan juga walaupun vokume kenaikannya tidak setinggi kendaraan sepeda

motor namun perlu mendapat perhatian yang sama.

Di samping pembangunan jalan, sarana lainnya yang dibangun adalah

saluran drainase/gorong-gorong dan turap/talud/bronjong. Pembangunan

drainase/gorong-gorong dan turap/talud/bronjong ini diarahkan untuk mengurangi

titik-titik genangan banjir dan berfungsi juga untuk memperlancar air. Daerah-

222

Badan Perencana Daerah, op.cit., hal. 191.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 173: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

154

Universitas Indonesia

daerah yang menjadi fokus pembangunan drainase atau gorong-gorong adalah

jalan-jalan utama, lingkungan serta daerah-daerah yang sering terkena banjir

terutama sepanjang bantaran sungai Cisadane. Dengan adanya pembangunan

tersebut di atas diharapkan akan terjadi pengurangan air pada daerah-daerah

tersebut. Dengan demikian, jalan-jalan utama, lingkungan maupun masyarakat

yang tinggal di sepanjang bantaran sungai Cisadane tidak perlu kuatir lagi akan

kebanjiran.

Pada tahun 2010 – 2012, Pemerintah Kota Tangerang telah membangun

drainase/gorong-gorong sepanjang 27.000 m, dengan perbandingan pada tahun

2010 (8.000 m), 2011 (9.000 m) dan, 2012 (10.000 M). Setiap tahun terjadi

kenaikan rata-rata sebesar 12%. Demikian juga dengan pembangunan

turap/talud/bronjong yang setiap tahunnya mengalami kenaikan, tahun 2010 (600

m), 2011 (1.800 m), dan 2012 (2.500 m). Antara tahun 2010 – 2011 terjadi

kenaikan sebesar 300% dan antara tahun 2011 – 2012 terjadi kenaikan sebesar

160%:223

Pembangunan saluran-saluran ini pada dasarnya adalah sebagai bentuk

perwujudan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terutama bagi

masyarakat yang tinggal di bantaran sungai Cisadane. Selain itu, sangat

menguntungkan bagi masyarakat setempat karena dapat memperlancar air yang

kadangkala tergenang pada saat musim hujan juga dapat mengurangi banjir yang

seringkali datang. Dengan adanya pembangunan saluran ini diharapkan tidak ada

lagi daerah-daerah yang terkena genangan air dan masyarakat dapat hidup dengan

tenang dan nyaman tanpa gangguan banji.

Berdasarkan amandemen Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28

dinyatakan bahwa rumah adalah salah satu hak dasar rakyat dan oleh karena itu

setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan

hidup yang baik dan sehat. Dengan amanat Undang Undang Dasar 1945 tersebut,

maka Pemerintah Kota Tangerang berupaya semaksimal mungkin untuk

mewujudkan kebutuhan perumahan yang layak huni bagi masyarakat di

wilayahnya, terutama bagi mereka yang belum memiliki rumah. Tentunya hal ini

merupakan tantangan yang harus diimplementasikan dengan segera, agar

223

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Walikota Tangerang

Tahun 2009 - 2013., hal. 488 – 4.90.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 174: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

155

Universitas Indonesia

masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut dapat menempati rumah itu dengan

layak dan tidak perlu lagi tinggal di daerah yang kumuh dan kotor.

Salah satu langkah yang ditempuh adalah membangun Rumah Susun

Sederhana Sewa (Rasunawa). Pelaksanaan kegiatan pembangunan rasunawa ini

dimulai pada tahun 1995. Adanya kerjasama yang baik antara Pemerintah Kota

Tangerang dengan H. Navis (pemilik kontrakan dan tokoh masyarakat Kota

Tangerang) dan mengambil dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah

(APBD) telah dibangun sebanyak 2 (dua) blok dengan jumlah kamar sebanyak 96

kamar. Dalam perkembangannya sampai tahun 2012 telah dibangun sebanyak 14

blok rasunawa, dengan jumlah kamar seluruhnya sebanyak 828 kamar (1.656

orang)224

.

Persoalan kependudukan di kota Tangerang dan kota-kota yang

merupakan penyangga Jakarta ditandai dengan beban yang tinggi dalam hal

penyediaan rumah hunian. Meskipun Pemerintah Kota Tangerang telah berusaha

mendorong pengadaan rumah-rumah hunian namun realitas di lapangan, yang

ditandai dengan jumlah pemukiman liar yang tidak layak huni, seperti bedeng-

bedeng sekitar pabrik, rumah-rumah di bantaran sungai, rumah-rumah yang

dibangun pada lahan-lahan kosong masih cukup tinggi.

Berdasarkan data tahun 2011 sampai dengan tahun 2013, presentase

kepemilikan rumah sendiri mengalami penurunan pada tahun 211 dan peningkatan

kembali pada tahun 2012, sedangkan kontrak, sewa maupun lainnya mengalami

penurunan. Lihat indikator perumahan di Kota Tangerang pada table di bawah ini.

Tabel 4.2 Indikator Perumahan (persen) Tahun 2010 - 2012

No Status Penguasaan

Bangunan Tempat Tinggal

Tahun

2010 2011 2012

1 Milik Sendiri 53.7 53.6 63.58

2 Kontrak 5 3.1 1.6

3 Sewa 30.5 30.4 26.41

4 Lainnya 10.8 12.9 8.41

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Tangerang, 2013.

224

Kota Tangerang Dalam Angka 2013, op.cit., hal. 206.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 175: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

156

Universitas Indonesia

Dengan membandingkan antara jumlah rumah milik sendiri dengan

kontrak, sewa, dan lainnya terlihat, bahwa orang yang memiliki rumah sendiri

jumlah prosentasenya lebih besar dibandingkan dengan kontrak, sewa, dan

lainnya. Peningkatan ini belum menunjukkan adanya peningkatan yang

signifikan, terlepas dari adanya kesungguhan Pemerintah Kota Tangerang untuk

mengatasi masalah perumahan. Di sektor perhubungan yang merupakan salah satu

urusan yang paling vital dalam menggerakan perekonomian pada suatu wilayah,

tidak mudah untuk memahami peningkatannya. Dengan lancarnya perhubungan,

antara daerah yang satu dengan lainnya, baik di darat, laut maupun udara, maka

tentunya hal ini akan membawa dampak yang positif bagi kemajuan dan

perkembangan suatu wilayah. Dapat dibayangkan apabila sektor perhubungan ini

mengalami kelambatan dan stagnasi, tentu akan banyak terjadi kesemrawutan dan

ketidakteraturan di segala bidang. Agar hal ini tidak terjadi, maka diperlukan

suatu kebijakan pemerintah yang menjamin terciptanya urusan perhubungan yang

baik dan menguntungkan masyarakat.

Saat ini di lingkungan Kota Tangerang terdapat 1( satu) bandara udara

internasional yang terletak di daerah Cengkareng. Bandara tersebut sudah

beroperasi sejak tahun 1984 dan menempati lahan seluas 1.800 ha (hektar). Dalam

perkembangannya, bandara tersebut telah memikiki 3 (tiga) terminal penerbangan,

baik penerbangan luar negeri, domestik, dan haji. Renovasi bangunan dan

perbaikan yang lainnya terus menerus diupayakan agar lalu lintas orang, barang,

kendaraan yang mengarah ke bandara dan sebaiknya berjalan dengan baik dan

lancar tanpa gangguan apapun.

Untuk menunjang kelancaran dan ketertiban lalu lintas ke bandara, dalam

kota maupun luar kota, Pemerintah Kota Tangerang telah membangun terminal

dengan tipe A, B, dan C. Tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk

angkutan antar kota antarprovinsi dan/atau lalu lintas batas negara, angkutan kota

dalamprovinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan. Tipe B berfungsi melayani

kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalamprovinsi, angkutan kota

dan/atau angkutan pedesaan. Tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk

angkutan pedesaan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 176: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

157

Universitas Indonesia

Tahun 2006 Pemerintah Kota Tangerang telah membangun sebanyak 5

(lima) terminal, sedangkan pada tahun 2009 membangun 2 (dua) terminal untuk

bus way, sehingga jumlahnya kini menjadi 7 (tujuh) terminal (lihat tabel 4.6.).

Terminal tersebut telah dilengkapi berbagai fasilitas yang berguna untuk

menunjang kebutuhan masyarakat pengguna terminal, antara lain : pelataran

kedatangan bus, pelataran parkir bus, kantor terminal, ruang tunggu untuk

penumpang, toilet, pelataran parkir penumpang, jalan lingkungan, papan

pengumuman, kios, pelataran keberangkatan bus, pelataran tunggu penumpang,

menara pengawas, kafetaria, musholla, ruang perwakilan agen, taman, dan lain-

lain. Untuk terminal tipe A mempunyai fasilitas yang lengkap, tipe B semi

lengkap, dan tipe C kurang lengkap. Dalam tabel di bawah hanya diperlihatkan

mengenai tipe terminal dan luas penggunaan lahan.225

Tabel 4.3 Tipe Terminal

No. Terminal Tipe Luas (M2)

1 Poris Plawad A 49.000

2 Cimone B 2.500

3 Ciledug B 6.800

4 Cibodasari C 2.821

5 Pasar Baru C 1.600

6 Bus Way A -

7 Bus Way A -

Sumber : Dinas Perhubungan Kota Tangerang, 2006 dan 2013.

Dengan berdasarkan data-data di atas terlihat, bahwa terminal tipe A

menempati lahan yang luas dengan fasilitas yang lengkap. Hal ini menunjukan

bahwa terminal tersebut mempunyai fungsi yang lebih besar dibanding dengan

terminal tipe B dan C. Namun demikian dapat dikatakan dengan dibangunnya

terminal tipe A, B dan C, menunjukan bahwa Pemerintah Kota Tengerang sedini

mungkin telah berupaya untuk mengantisipasi akan terjadinya peningkatan jumlah

kendaraan umum yang berada di wilayah itu. Dengan dibangunnya terminal

225

Badan Perencana Daerah, op.cit., hal. 189.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 177: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

158

Universitas Indonesia

tersebut, diharapkan dapat menampung seluruh kendaraan umum, baik yang

berasal dari dalam maupun luar kota. Selain itu, agar masyarakat dapat dengan

mudah mempergunakan seluruh fasilitas yang terdapat dalam terminal tersebut

dan menumpang kendaraan umum yang berada pada terminal-terminal yang telah

disediakan.

Hal lain yang perlu diperhatikan dengan dibangunnya terminal-terminal

tersebut adalah dengan memperbanyak pemasangan rambu-rambu lalu lintas

disepanjang jalan utama, jalan konektor, jalan perumahan maupun jalan

lingkungan. Hal ini tentunya untuk mempermudah pengguna jalan agar tidak

tersesat. Semakin banyak rambu lalu lintas yang dipasang pada tempat-tempat

yang dianggap perlu, maka akan semakin mudah bagi pengguna jalan untuk

sampai ke tempat tujuan. Selain itu, Pemerintah Kota Tangerang membangun

halte-halte tempat pemberhentian bus untuk menurunkan penumpang. Pada tahun

2006 telah dibangun sebanyak 18 halte, dengan perincian : 8 (delapan)

ditempatkan pada jalan nasional, 7 (tujuh) berada di jalanprovinsi, dan 3 (tiga)

berada pada jalan kota226

dan pada tahun 2009 telah dibangun 2 (dua) halte untuk

bus way. Sampai saat ini halte-halte tersebut masih dalam kondisi baik, karena

selalu dipelihara dan diawasi setiap waktu. Penggiatan pembangunan halte ini

terus menerus dilakukan karena pada waktu-waktu sebelumnya banyak kendaraan

umum yang menurunkan dan menaikan penumpang pada tempat-tempat yang

dilarang, bahkan disembarang tempat. Tentunya hal ini terkesan sangat semrawut

dan mengganggu pengguna jalan lain. Dengan kondisi demikian, maka untuk

mempermudah pengawasan bagi kendaraan umum yang akan menaikan dan

menurunkan penumpang, maka upaya pembangunan halte pada tempat-tempat

yang disediakan oleh pemerintah terus digalakkan demi terjaminnya keamanan

dan ketentraman. Dengan semakin banyak dibangunkan halte-halte ini, maka para

penumpang dapat turun dan naik bus pada tempat yang disediakan, tidak berebut

dan tertib sesuai dengan aturan.

Pembangunan jembatan penyeberang dan zebra cross tidak lepas dari

perhatian Pemerintah Kota Tangerang. Adanya jembatan penyeberang ini sangat

penting, karena para pengguna jalan dapat dengan mudah untuk menyeberang ke

226

Ibid., hal. 193 dan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan

Walikota Tangerang Tahun 2009 – 2013, hlm 4.203.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 178: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

159

Universitas Indonesia

jalan lain dan tidak mengganggu kendaraan yang melewati jalan itu. Selain itu,

dapat menjamin keselamatan bagi pengguna jalan, sedangkan penggunaan zebra

cross lebih ditekankan pada tempat-tempat tertentu, antara lain sekolahan, pusat

perbelanjaan, pasar, dan perkantoran. Biasanya tempat-tempat yang terdapat zebra

cross selalu ada petugas yang membantu orang yang ingin menyeberang ke

tempat lain. Hal ini dilakukan agar orang-orang yang menyeberang itu terjamin

keselamatannya sampai tempat tujuan.

Di samping terminal, Pemerintah Kota Tangerang membangun pula 4

(empat) stasiun kereta api yang terdapat di dalam kota, yaitu Stasiun Kereta Api

Tangerang, Tanah Tinggi, Batu Ceper, dan Poris. Dibangunnya stasiun kereta api

tersebut pada dasarnya adalah untuk memudahkan masyarakat menggunakan

moda transportasi selain kendaraan umum. Selain itu, kereta api digunakan juga

memperlancar pengangkutan penumpang jarak jauh yang apabila menggunakan

kendaraan umum atau pribadi membutuhkan waktu yang lama. Namun dengan

kereta api jarak waktu yang ditempuh semakin cepat.

Selama kurun antara tahun 2010 – 2012 para penumpang yang

menggunakan kereta api sebanyak 3.965.494 orang227

. Dengan melihat jumlah

penumpang tersebut menunjukan bahwa masyarakat membutuhkan kenyamanan

dan keselamatan dalam melakukan perjalanan, tepat waktu untuk sampai ke

tempat tujuan serta dengan biaya yang relatif murah. Apabila dibandingkan antara

penumpang yang menggunakan kendaraan umum dengan kereta api, maka

sebagian besar kecenderungan masyarakat lebih memilih kereta api dengan

berbagai alasan yang telah disebutkan di atas.

Dengan demikian tidak dapat dipungkiri bahwa Pemerintah Kota

Tangerang selalu berupaya keras meningkatkan moda transportasi yang dapat

mengangkut penumpang dalam jumlah yang besar dan terjamin keamanan

maupun keselamatannya. Penggunaan kereta api ini tentunya sangat membantu

pemerintah dalam mengurangi jumlah penumpang yang mengggunakan kendaraan

umum dan sekaligus mengurangi tingkat kemacetan yang mungkin terjadi

sewaktu waktu.

227

Kota Tangerang Dalam Angka Tahun 2011, hal. 277. Lihat juga Kota Tangerang

Dalam Angka Tahun 2013, op.cit., hal. 326.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 179: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

160

Universitas Indonesia

Prasarana dan sarana lainnya yang dibangun oleh Pemerintah Kota

Tangerang adalah membangun pintu-pintu pengendali banjir dan tanggul-tanggul

di sepanjang aliran sungai yang senantiasa meluap. Upaya lainnya adalah

meningkatkan kualitas lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS), menambah dan

memperbaiki saluran-saluran drainase, meningkatkan dan memelihara daerah

resapan air, dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan

dan kelestarian lingkungan228

. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi dan

mencegah terjadinya banjir yang seringkali terjadi terutama di dataran rendah.

Kota Tangerang mempunyai tingkat kemiringan lahan sekitar 3 %.

Terhadap risiko banjir, kondisi ini sangat tidak menguntungkan. Aliran air yang

berada di wilayah Tangerang cenderung tidak dapat mengalir dengan cepat

menuju laut. Akibatnya setiap musim hujan tiba, maka sebagian daerah yang

dialiri oleh sungai selalu kebanjiran. Dengan dilaksanakannya pembangunan

seperti yang telah disebutkan di atas, maka diharapkan akan mengurangi debit air

sungai yang mengalir ke jalan, perumahan maupun lingkungan lainnya.

Pemerintah Kota Tangerang juga menghadapi masalah pembuangan

sampah. Untuk mengurangi tumpukan sampah yang terjadi setiap harinya, maka

pemerintah menerapkan sistem pengolahan sampah dengan menggunakan 2 (dua)

langkah. Pertama, sampah yang dihasilkan dari sumbernya sampai dengan masuk

ke dalam Tempat Pembuangan Sampah (TPS) sebagai tanggung jawab

masyarakat. Kedua, sampah dari TPS diangkat ke Tempat Pembuangan Akhir

(TPA) pada jalur yang telah ditetapkan menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota

Tangerang229

. Selain itu, untuk mengurangi tumpukan sampah yang mungkin

terjadi di TPA, pemerintah mengembangkan pengolahan sampah menjadi kompos

untuk dipergunakan sebagai pupuk. Dengan langkah seperti ini diharapkan

sampah dapat terkelola dengan baik, tidak menimbulkan bau yang

berkepanjangan, dan tidak mengganggu masyarakat. Dampak lain yang

ditimbulkan dengan langkah ini adalah masyarakat semakin cenderung tertib dan

teratur dalam membuang sampah dan sampah tidak dibuang disembarang tempat

lagi. Implikasinya adalah diharapkan Kota Tangerang semakin hari semakin

bersih dan jauh dari polusi sampah.

228

Ibid., hal. 169. 229

Ibid., hlm. 176.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 180: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

161

Universitas Indonesia

4.3 Pengorganisasian Perangkat Daerah Kota Tangerang

Perangkat Daerah dapat dibentuk sendiri oleh pemerintah kota dengan

mendapat persetujuan Menteri Dalam Negeri. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Tangerang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Kota Tangerang

maka Tangerang dibagi dalam beberapa urusan yang diimplementasikan dalam

kewenangan dan tugas SKPD dalam membantu kelancaran pelaksanaan tugas-

tugas kepala daerah yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Lembaga Teknis Daerah,

Dinas Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan230

Dukungan staf kepada pimpinan daerah dikelola oleh pejabat daerah

dengan jabatan Sekretariat Daerah. Keputusan Walikota Nomor 1 Tahun 2001

tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kota Tangerang

menetapkan bahwa Sekretariat Daerah merupakan unsur staf pemerintah daerah

yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang berada di bawah dan bertanggung

jawab langsung kepada Walikota. Tugas pokok Sekretaris Daerah adalah

membantu Walikota dalam melaksanakan tugas di bidang penyelenggaraan

pemerintahan, administrasi, organisasi dan tata laksana serta memberikan

pelayanan administratif kepada seluruh perangkat daerah, dengan tugas tugas

pokok Sekretaris Daerah yang menjalankan fungsi-fungsi :

- Pengkoordinasian perumusan kebijakan Pemerintah Daerah;

- Penyelenggaraan administrasi pemerintahan;

- Pengendalian sengendalian sumberdaya, aparatur, keuangan,

prasarana dan sarana Pemerintah Daerah; dan

- Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan Walikota sesuai dengan

tugas dan fungsinya.

Sebagai unit tugas eksekutif, sesuai dengan standar pemerintahan setingkat

provinsi atau kota membentuk dinas-dinas. Dinas Daerah merupakan unsur

pelaksana Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris

230

Perda No.3/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Daerah,

Perda No.4/2008tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Sekretariat Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah, Perda No.5/2008 tentang Pembentukan dan Susunan Dinas Daerah, Perda

No.6/2008 tentangPembentukan dan Susunan Organisasi Lembaga Teknis Daerah dan Perda

No.7/2008 tentang Organisasi Kecamatan dan Kelurahan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 181: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

162

Universitas Indonesia

Daerah. Dinas Daerah ini melaksanakan tugas pokok dan fungsi operasional pada

bidang-bidang tertentu sesuai dengan tanggung jawabnya. Terdapat 13 Dinas

Daerah yang berada pada lingkungan Kota Tangerang, yaitu : Dinas Kesehatan,

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pertanian, Dinas Tata Kota, Dinas

Pekerjaan Umum, Dinas Perumahan dan Pemukiman, Dinas Perhubungan, Dinas

Ketenagakerjaan, Dinas Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas

Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pariwisata, Dinas Ketentraman dan

Ketertiban, serta Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.

Lembaga Teknis Daerah terdiri atas 4 (empat) Badan dan 6 (enam) Kantor

yang dikepalai seorang Kepala Badan dan Kepala Kantor sebagai unsur penunjang

yang membantu Walikota dalam penyelenggaraan Pemerintah Daerah untuk

bidang-bidang tertentu. Kepala Badan dan Kepala Kantor berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Badan Daerah

terdiri atas : Badan Perencana Daerah, Badan Keuangan dan Kekayaan Daerah,

Badan Kepegawaian dan Diklat, dan Badan Pengawas Daerah, sedangkan Kantor

Daerah terdiri atas : Kantor Arsip Daerah, Kantor Perpustakaan Umum, Kantor

Pemadaman Kebakaran, Kantor Penanaman Modal dan Perizinan, Kantor

Pemberdayaan Masyarakat, dan Kantor Pengolahan Data Elektronik.

Unit-unit yang mengkordinasikan pelaksanaan fungsi-fungsi dibagi

dalam berbagai tugas-tugas menurut sub wilayah Kota, yaitu kecamatan.

Kecamatan merupakan perangkat daerah yang dipimpin oleh seorang camat,

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada walikota melalui Sekretaris

Daerah. Organisasi kecamatan terdiri atas : Camat, Sekretariat Kecamatan, dan 4

(empat) seksi. Terdapat 13 kecamatan yang terdapat dalam lingkungan

Pemerintah Kota Tangerang, yaitu : Tangerang, Jatiuwung, Batuceper, Benda,

Cipondoh, Ciledug, Karawaci, Periuk, Cibodas, Neglasari, Pinang, Karang

Tengah, dan Larangan.

Setiap kecamatan dipecah menjadi sejumlah satuan wilayah kelurahan.

Kelurahan merupakan perangkat daerah yang dipimpin oleh seorang lurah, berada

di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat. Organisasi kelurahan terdiri atas

: Lurah, Sekretariat Kelurahan, dan 4 (empat) seksi. Terdapat 104 kelurahan yang

terdapat dalam lingkungan Pemerintah Kota Tangerang.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 182: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

163

Universitas Indonesia

4.4 Kinerja Umum Perangkat Kota Tangerang Menyelenggarakan Urusan

Tingkat pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah Kota Tangerang

dalam waktu 5 (lima) tahun 2009 – 2013 menunjukkan bahwa kinerja yang telah

dilakukan oleh para pejabat daerah, pejabat fungsional, dan staf di lingkungan

Pemerintah Kota Tangerang cenderung meningkat, meskipun belum optimal. Hal

ini dapat dilihat dari pemerataan pembangunan di segala bidang, baik politik,

ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan yang saling

berkesinambungan antara sektor yang satu dengan lainnya. Tentu saja

keberhasilan ini sangat didukung oleh sumber daya alam dan manusia yang

tersedia di kota itu. Upaya ini terus menerus selalu ditingkatkan agar ke depannya

kota Tangerang ini dapat menjadi kota dengan pertumbuhan ekonomi yang baik

dan diharapkan menjadi barometer bagi kota lainnya di Indonesia. Untuk dapat

mengetahui lebih jauh mengenai kinerja yang telah dilakukan selama ini oleh para

pejabat daerah, fungsional, dan staf di lingkungan Pemerintah Kota Tangerang,

maka dalam penulisan disertasi ini dilihat dari berbagai bidang seperti yang telah

disebutkan di atas.

Bidang ekonomi merupakan pijakan dan berperan sangat penting dalam

kehidupan di masyarakat, karena bidang ini dapat menghidupkan dan

melancarkan bidang lainnya. Pertumbuhan investasi, baik Penanaman Modal

Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) telah membawa

dampak yang baik bagi Pemerintah Kota Tangerang. Nilai investasi PMA selama

tahun 2012 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun 2011. Pada tahun

2012 realisasi nilai PMA tercatat sebesar 8.04 miliar US$ dengan jumlah proyek

sebanyak 5 proyek, sedangkan pada tahun 2011 terdapat 7 proyek dengan nilai

investasi sebesar 1.63 miliar US$. Pada tahun 2012 tidak ada investasi PMDN.231

Pertumbuhan nilai investasi PMA ini sangat berhubungan erat dengan

kinerja yang telah dilakukan oleh seluruh aparat yang ada serta peningkatan

kualitas pelayanan terutama yang berkaitan dengan berbagai bentuk perijinan

yang semakin dipermudah pengurusannya agar setiap perusahaan atau apapun

jenis usaha lainnya mudah untuk mengurusnya. Tanpa adanya kinerja yang tinggi,

231

Statistik Daerah Kota Tangerang Tahun 2013, hal. 18.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 183: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

164

Universitas Indonesia

yang dilakukan oleh para aparat pemerintah, maka kemungkinan besar

pertumbuhan bidang ekonomipun belum tentu mengalami kemajuan seperti yang

diinginkan. Kerja keras serta pelayanan yang baik untuk kepentingan masyarakat,

maka membawa dampak yang baik bagi eksistensi pemerintah kota Tangerang.

Namun demikian, pertumbuhan yang terjadi tidak dapat dilepaskan juga

dari komoditas unggulan pada bidang pertanian, perikanan, dan peternakan yang

menjadi kompetensi dari kota Tangerang. Upaya lainnya yang dilakukan adalah

mengoptimalkan belanja modal apabila dibandingkan dengan belanja rutin yang

sangat diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan adanya

sinkronisasi antara kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah dengan

kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat.

Meningkatnya pertumbuhan koperasi dan usaha kecil dan menengah telah

membawa dampak yang positif juga bagi kehidupan masyarakat Kota Tangerang.

Berdasarkan data yang tercatat pada statistik bahwa pada tahun 2010 telah

terdapat sebanyak 1.060 unit koperasi dengan jumlah anggota, manajer, karyawan

sebanyak 145.104 orang, sedangkan pada tahun 2012 terdapat 1.123 unit koperasi

dengan jumlah anggota, manajer, dan karyawan sebanyak 171.359 orang232

.

Terjadinya peningkatan ini sangat erat kaitannya dengan upaya yang dilakukan

oleh Pemerintah Kota Tangerang, yaitu untuk terus menerus meningkatkan

aktivitas koperasi dengan melaksanakan penyuluhan, konsultasi manajemen, dan

pengesahan badan hukum. Upaya lainnya yang telah dilakukan adalah berusaha

untuk melakukan bimbingan dan arahan secara rutin bagi koperasi-koperasi yang

tidak aktif. Dengan langkah demikian diharapkan koperasi-koperasi tersebut pada

akhirnya akan melaksanakan kegiatan yang lebih proaktif sesuai dengan arahan

yang diberikan oleh para pengurus atau pemangku ekonomi lainnya.

Dengan melihat upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota

Tangerang selama kurun waktu di atas, antara lain terdapatnya pertumbuhan

koperasi selalu meningkat setiap tahunnya, berkurangnya koperasi-koperasi yang

tidak aktif, serta peningkatan dalam jumlah kepengurusan koperasi menunjukan

bahwa kinerja dan pelayanan yang telah dilakukan oleh para perangkat daerah

maupun pengurus koperasi sesuai dengan harapan masyarakat. Selain itu, semakin

232

Kota Tangerang Dalam Angka Tahun 2012, hal. 380. Lihat juga Kota Tangerang

Dalam Angka, op.cit., hal. 392.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 184: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

165

Universitas Indonesia

banyak sumber daya yang terdapat pada koperasi akan mempermudah masyarakat

dalam melakukan transaksi keuangan atau peminjaman. Selama kurun waktu

tahun 2009 - 2013, keberhasilan pencapaian target sasaran pembangunan

berdasarkan indikator sasaran dalam bidang ekonomi sebesar 91% - 100% (sangat

tinggi).233

Kota Tangerang merupakan salah satu kota penyangga kota Jakarta yang

dihuni oleh berbagai macam penduduk, relatif banyak, sangat beragam. Dengan

kondisi seperti ini tentunya Kota Tangerang rawan akan hal-hal yang

berhubungan dengan politik maupun unsur lainnya. Kehidupan politik dan

demokrasi relatif lebih dinamis dibanding pada masa-masa sebelumnya. Dalam

perkembangannya, kehidupan politik yang berlangsung di Kota Tangerang banyak

menunjukan kemajuan yang berarti. Hal ini telah dimulai sejak Tangerang resmi

dijadikan sebagai Kota. Pelayanan publik di bidang politik yang ditangani oleh

Urusan Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri berjalan dengan baik. Hal ini

didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota

Tangerang tahun 2009 – 2013 dengan pencapaian tujuan ―Menciptakan

Pemerintahan yang Efektif dan Efisien‖, yang merupakan bagi dari Misi 1 (satu),

yaitu mewujudkan dan menguatkan tata pemerintahan yang baik (good

governance) dan ―Meningkatkan Kualitas Pembangunan yang Menjamin

Keberlanjutan Daya Dukung Lingkungan, yang merupakan bagian dari Misi 5

(lima), yaitu mendorong terwujudnya pembangunan yang berkerlanjutan

(sustainable development).234

Berdasarkan hal di atas dapat dikatakan bahwa urusan kesatuan bangsa dan

politik dalam negeri diselenggarakan untuk mendukung sasaran pembangunan,

yaitu terselenggaranya pemerintahan yang menciptakan keamanan, ketertiban, dan

ketrentaman masyarakat dan terlindunginya generasi muda dari ancaman narkoba,

dengan jalan meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai bahayanya

narkoba serta terjalinnya koordinasi dan kerjasama secara integrasi yang

233

Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah Kota

Tangerang Tahun 2013, hal. 3-14.

234

Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Pertanggungjawaban Walikota Tangerang

Tahun 2011, Buku II (Jilid 2), tahun 2012, hal. 4-481.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 185: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

166

Universitas Indonesia

dilakukan kepada Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, Dinas

Porbudpar serta Pihak Kepolisian Resort Tangerang.

Kinerja lainnya yang dilakukannya adalah berusaha sebaik mungkin untuk

mencegah timbulnya konflik sosial yang terjadi di masyarakat dengan jalan

melakukan kegiatan peningkatan kerjasama dengan aparat keamanan dalam teknik

pencegahan kejahatan sebagai sarana memfasilitasi Komunitas Intelijen Daerah,

peningkatan toleransi dan kerukunan dalam kehidupan beragama sebagai wadah

koordinasi antar tokoh agama, serta melakukan koodinasi dengan pihak kepolisian

melalui kegiatan pengemanan lebaran/operasi ketupat, pengaman natal dan tahun

baru, dan pemantauan/pengendalian di 6 (enam) zona rawan ketertiban umum dan

pengamanan di 6 (enam) zona rawan ketertiban umum.235

Di samping kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan di atas, sosialisasi

dalam rangka penyelenggaraan pilkada pertama yang dilakukannya pada tahun

2008 mulai digiatkan. Hal ini tentu saja untuk mendukung terlaksananya pilkada

dengan baik dan lancar agar penyelenggaraan pilkada pertama tersebut dapat

berhasil dengan sukses dan lancar tanpa adanya hambatan yang merintanginya.

Upaya yang telah dilakukannya ini ternyata cukup berhasil, di mana selama

berlangsungnya pemilihan walikota pertama sebagian besar masyarakat Kota

Tangerang sudah dapat menjalankan demokrasinya dengan baik. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa kinerja yang dilakukan oleh aparat Pemerintah

Kota Tangerang di bidang politik semakin lama semakin membaik.

Sukses dan lancarnya penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari peranan Komisi Pemilihan Umum

(KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), para simpatisan, dan masyarakat

Kota Tangerang yang sudah semakin dewasa dalam menyikapi berlangsungnya

acara itu. Mereka sudah dapat menentukan sendiri pemimpinnya sesuai dengan

hati nuraninya, tanpa adanya ancaman atau desakan dari pihak-pihak yang

berkepentingan. Selama kurun waktu tahun 2009 - 2013, keberhasilan pencapaian

target sasaran pembangunan berdasarkan indikator sasaran terselenggaranya

235

Ibid., hal. 4-483.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 186: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

167

Universitas Indonesia

pemerintahan yang menciptakan keamanan, ketertiban, dan ketentraman

masyarakat sebesar 91% - 100% (sangat tinggi).236

Selama kurun waktu antara tahun 2009 – 2013 kinerja di bidang sosial,

antara lain pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat menunjukan

hasil yang baik. Tingkat keberhasilan ini tentu saja berkaitan langsung dengan

RPJMD Kota Tangerang yaitu mewujudkan sumber daya manusia Kota

Tangerang yang unggul, berkualitas, dan sejahtera, yang merupakan bagian dari

Misi 3 (tiga), yaitu meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, dan

kesejahteraan sosial.237

Peningkatan dalam bidang pendidikan ini terlihat dengan

adanya kenaikan dari tahun ke tahun, baik yang berkaitan langsung dengan jumlah

murid, guru, bangunan sekolah, serta prasarana dan sarana maupun kebutuhan

akan perlengkapan sekolah, yaitu buku pelajaran, baik SD/MI, SMP/MTsn,

SMA/SMK/MI ataupun Perguruan Tinggi. Adanya peningkatan tersebut tentu saja

tidak dapat dilepaskan dari tujuan penyelenggaraan pendidikan di Kota

Tangerang. Selain itu, upaya keberhasilan inipun merupakan perwujudan

pelayanan dan kinerja yang dilakukan pemerintah daerah dalam rangka

memajukan bidang pendidikan yang semakin lama menunjukan keberhasilannya.

Bidang kesehatan diselenggarakan sebagai bagi dari RPJMD Kota

Tangerang Tahun 2009 – 2013, dengan tujuan yang ingin dicapai adalah

mewujudkan sumber daya manusia Kota Tangerang yang unggul, berkualitas, dan

sejahtera, yang merupakan bagian dari Misi 3 (tiga), yaitu meningkatkan kualitas

pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial, sedangkan sasaran pokoknya

adalah meningkatkanya akses dan pelayanan kesehatan masyarakat.238

Keberhasilan yang telah dicapai dalam bidang kesehatan adalah meningkatkan

pengadaan prasarana dan sarana kesehatan, antara lain penyediaan tenaga dokter

atau medis dan juru rawat pada rumah sakit, puskesmas, Pondok Bersalin Desa

(Polindes), Pondok Kesehatan Masyarakat (Poskesdes) maupun unit kesehatan

yang lain mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Seiring dengan

236

Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah Kota

Tangerang Tahun 2013, op.cit.,hal. 3-14.

237

Pemerintahan Kota Tangerang, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota

Tangerang Tahun 2011, Buku I, Tahun 2012, hal. xxxiv

238

Ibid., hal. xxxiv.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 187: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

168

Universitas Indonesia

peningkatan itu, terjadi peningkatan pula dalam hal penyediaan obat-obatan,

bangsal-bangsal, peralatan rumah sakit, dan kamar-kamar inap.

Untuk mencapai keberhasilan dalam peningkatan di bidang kesehatan

bukanlah hal yang mudah, namun perlu perjuangan. Berkat kerja keras dan kinerja

yang dilakukan oleh aparat Pemerintah Kota Tangerang, maka keberhasilan

tersebut dapat dicapai sesuai dengan yang diinginkan. Namun demikian

keberhasilan ini didukung pula oleh koordinasi secara intensif dan

berksenambungan antar unit terkait. Adanya saling membantu antara unit yang

satu dengan lainnya dan dukungan dari berbagai komponen masyarakat dapat

memudahkan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan.

Dengan adanya peningkatan kinerja yang dilakukan oleh aparat Kota

Tangerang terutama dalam kebersihan perumahan dan lingkungan serta

terpenuhinya prasarana dan sarana kesehatan yang memadai, maka secara

langsung pelayanan publik di bidang kesehatan kini sudah berjalan dengan baik.

Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Tangerang sangat antusias dan

serius dalam meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Semakin banyak

penduduk Kota Tangerang yang sehat, maka kota tersebut semakin jauh dari

penyakit-penyakit yang menjangkitnya.

Kegiatan yang telah dicapai pada bidang kesejahteraan sosial lainnya,

antara lain pemberdayaan eks penyandang penyakit sosial, pembinaan

penyandang cacat dan penyakit kejiwaan, pelatihan ketrampilan berusaha bagi

keluarga miskin, serta penanganan masalah-masalah strategis yang menyangkut

tanggap cepat darurat dan kejadian luar biasa (bencana alam) telah menunjukkan

tingkat keberhasilan yang semakin lama semakin baik. Hal ini dapat dilihat dari

peningkatan cakupan pembinaan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial

dan anak jalanan sebesar 5.45%.239

Hal ini tentu saja tidak dapat dilepaskan dari

adanya keterikatan kerjama sama yang terjalin antar komponen masyakarat, antara

lain Petugas Sosial Masyarakat (PSM) yang telah membimbing, menggerakkan,

dan mendampingi masyarakat dalam usaha kesejahteraan sosial, mengusahakan

bantuan peralatan, pelatihan ketrampilan bagi keluarga miskin, bekerja sama

dengan dinas yang terkait dalam rangka mengembangkan pelatihan bagi anak

239

Pemerintah Kota Tangerang, op.cit.,hal. 4-385.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 188: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

169

Universitas Indonesia

terlantar dan anak jalanan. Selain itu, kinerja dan peranan aparat Pemerintah Kota

Tangerang yang senantiasa memberikan pelayanan yang baik merupakan daya

dorong yang kuat dalam rangka mencapai keberhasilan tersebut.

Demikian juga dengan kinerja dan pelayanan aparat Pemerintah Kota

Tangerang dalam bidang tanggap darurat dapat ditunjukkan dengan pemberian

bantuan bahan pangan dan bahan bakar untuk mesin penyedot air di lokasi-lokasi

banjir, evaluasi korban bencana, dan distribusi bantuan kepada korban bencana.

Namun demikian tidak selamanya kinerja dan pelayanan itu memberikan hasil

yang baik, karena adanya bebarapa hambatan yang ditemui, antara lain : masih

minimnya peralatan evakuasi yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Tangerang dan

belum tersedianya Standar Operasional Prosedur (SOP) penanggulangan bencana,

khususnya SOP pemberian bantuan dan evakuasi kepada korban berncana.

Hambatan-hambatan ini bukan merupakan halangan bagi aparat

Pemerintah Kota Tangerang. Kinerja akan selalu ditunjukan dalam rangka

pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan serta pelayanan akan selalu

diberikan demi tercapainya keberhasilan. Hal inilah yang menjadi dorongan kuat

bagi aparat Pemerintah Kota Tangerang dalam melakukan kegiatan pelayanan

kepada masyarakat. Selama kurun waktu tahun 2009 - 2013, keberhasilan

pencapaian target sasaran pembangunan berdasarkan indikator sasaran sebesar

91% - 100% (sangat tinggi).240

Penyelenggaraan bidang budaya merupakan bagian dari RPJMD Kota

Tangerang, dengan pencapaian tujuan mendorong pertumbuhan sektor unggulan

yang berbasis sumberdaya lokal, yang merupakan bagian ke 2 (dua) dari Misi,

yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi.241

Sasaran pokok yang ingin dicapai

melalui unsure kebudayaan adalah terpenuhinya peran sektor tersier sebagai

stimulant pertumbuhan ekonomi kota.

Berdasarkan perkembangan yang ada, kinerja dan pelayanan aparat Kota

Tangerang dalam bidang kebudayaan semakin hari semakin baik. Hal ini dapat

terlihat dari penyelenggaraan kegiatan pelestarian budaya kota, inventarisasi

budaya kota, pengembangan kesenian dan kebudayaan daerah serta sanggar seni

240

Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah Kota

Tangerang Tahun 2013, hal. 3-15. 241

Ibid., hal. xliv

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 189: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

170

Universitas Indonesia

budaya dan melakukan perbaikan gedung kesenian yang mulai mengalami

kerusakan. Tentu saja pelaksanaan kegiatan ini tidak dapat dilepaskan dari peran

serta unit terkait dalam mensukseskan kegiatan-kegiatan yangt berkaitan langsung

dengan kebudayaan. Semakin banyak dukungan dari berbagai pihak, maka

pengembangan kebudayaan yang berlangsung di Kota Tangerang semakin

menunjukan eksistensinya.

Selama kurun waktu tahun 2009 - 2013, keberhasilan pencapaian target

sasaran pembangunan berdasarkan indikator sasaran sebesar 91% - 100% (sangat

tinggi).242

Keberhasilan ini tentu saja sangat erat kaitannya dengan keberhasilan

dalam membangun peradaban baru melalui nilai-nilai budaya lokal yang dapat

dilakukan melalui identifikasi, inventarisasi, eksplorasi, dan ekspose budaya

berbagai event atau pameran kebudayaan, baik di dalam maupun di luar negeri.

Melalui kegiatan ini diharapkan akan mengubah pola pikir masyarakat tentang

Budaya Kota Tangerang dan tentunya masyarakat akan turut serta dalam

melestarikan ragam budaya yang telah ada sejak masa lalu atau tercipta kemudian.

Selain itu, pengenalan budaya lokal kepada generasi muda diharapkan akan

membawa dampak yang positif bagi pengembangan budaya pada masa

mendatang. Dengan mempertahankan adat tradisi dan budaya lokal yang ada,

tentunya hal ini merupakan kekayaan tersendiri yang patut untuk dipertahankan

dan dilestarikan secara turun temurun.

Kinerja yang dilakukan oleh aparat Pemerintah Kota Tangerang bukan

berhenti sampai disitu saja, pelestarian terhadap budaya lokal terus menerus

dilakukan dengan mempertahankannya melalui perlindungan resmi yang

disyahkan Undang-Undang. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa dalam

perkembangannya banyak terjadi pengambilalihan budaya-budaya lokal oleh

negara-negara lain. Agar hal itu tidak terjadi, maka sudah sepatutnya apabila

Pemerintah Kota Tangerang mencantumkan berbagai karya cipta budaya lokal

melalui Undang- Undang Cagar Budaya atau pencatatan sebagai aset bangsa.

Pelayanan di bidang kebudayaan dan pariwisata kepada masyarakat tetap

dilakukan melalui beberapa kegiatan yang dilakukan, antara lain pengelolaan

keragaman budaya dengan maksud agar dapat membentuk karakter warga Kota

242

Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah Kota

Tangerang Tahun 2013, hal. 3-91.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 190: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

171

Universitas Indonesia

Tangerang yang modern, beradab, dan religius, mengembangkan kesenian dan

kebudayaan daerah dengan orientasi meningkatkan kreatifitas pelajar dalam

berolah seni untuk peningkatan kemajuan di masa mendatang, serta peningkatan

fasilitas penyelenggaraan festival budaya daerah yang sekaligus dapat

dimanfaatkan pula untuk kepentingan pariwisata. Selain itu, pelayanan lainnya

yang telah dilakukan oleh aparat Pemerintah Kota Tangerang dalam

mengembangkan misi budaya adalah pengirimam misi kebudayaan ke berbagai

daerah atau negara dengan maksud untuk memperkenalkan budaya lokal Kota

Tangerang, pengembangan kerjasama kebudayaan serta pengadaan fasilitas

prasarana dan sarana budaya maupun pemeliharaannya.

Dengan berdasar kepada tingkat keberhasilan dalam peningkatan dan

pengembangan kebudayaan dan pariwisata, maka dapat dikatakan bahwa kinerja

dan pelayanan aparat Pemerintah Kota Tangerang dalam melakukan pelestarian

budaya lokal dan tempat-tempat pariwisata untuk kepentingan generasi

mendatang merupakan wujud pengabdian yang patut dihargai dan didukung oleh

segenap lapisan masyarakat. Ketersediaan prasarana dan sarana yang memadai di

bidang pekerjaan umum dan perhubungan yang dikelola secara efisien akan

menciptakan peningkatakan aksesibilitas dan kinerja sistem transportasi yang

baik, sehinga kegiatan industri, perdagangan dan jasa yang menjadi sector

unggulan di Kota Tangerang akan terus berkembang dan akan member penguatan

pada bidang yang lainnya. Pada sisi lainnya, adanya peningkatan prasarana dan

sarana perkotaan yang memadai, akan mampu meminimalisir terjadinya bencana

serta dapat meningkatkan kemajuan perkembangan kota.

Upaya ini tentu saja merupakan hasil kinerja dan pelayanan yang

dilakukan oleh aparat Kota Tangerang yang selama kurun waktu antara tahun

2009 – 2013 telah menunjukan keberhasilannya dalam membangun kota yang

damai dan sejahtera. Di mana kemacetan yang sering terjadi pada waktu-waktu

yang lalu, kini secara bertahap berangsur-angsur berkurang. Oleh karena

Pemerintah Kota Tangerang telah banyak memperlebar jalan kota, perumahan dan

lingkungan, terminal-terminal bus dan angkutan kota, jembatan penyeberangan

serta halte-halte yang sangat membantu bagi pera pejalan kaki yang akan

menyeberang maupun menunggu bus.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 191: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

172

Universitas Indonesia

Demikian juga dengan tersedianya pemukiman yang layak huni yang

memadai, sangat membantu masyarakat Kota Tangerang dalam memiliki rumah

yang diidamkannya. Hal ini sesuai tujuan yang ingin dicapai Pemerintah Kota

Tangerang dalam RPJMD, yaitu meningkatkan penyediaan dan pelayanan

infrastruktur untuk meningkatkan kualitas pemukiman perkotaan, yang

merupakan bagian ke-4 (empat) dari Misi, yaitu meningkatkan kualitas dan

kuantitas infrastruktur dan pelayanan publik, dan meningkatkan kualitas

pembangunan yang menjamin keberlanjutan daya dukung lingkungan, yang

merupakan bagian dari Misi 4 (empat), yaitu mendorong terwujudnya

pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).243

Dengan berdasar pada tujuan tersebut, maka aparat Pemerintah Kota

Tangerang berupaya keras melaksanakan pembangunan pemukiman layak huni

yang diperuntukan bagi masyarakat terutama bagi mereka yang belum memiliki

rumah dan golongan kecil. Berkat kegigihan, kinerja dan pelayanan yang baik,

maka kurun waktu antara tahun 2009 – 2013 pembangunan perumahan layak huni

telah berhasil diwujudkan. Tentu saja hal ini tidak dapat dilepaskan dari peran

serta pemerintah daerah dan orang per orang pemilik tanah yang telah rela

tanahnya dijual kepada pemerintah untuk dibangun perumahan layanan huni untuk

kepentingan masyarakat secara luas.

Keberhasilan pembangunan pemukiman layak huni ini tentu saja didukung

oleh pemerintah daerah dan berbagai komponen masyarakat. Tanpa dukungan dan

bantuan pemerintah daerah dan mesyarakat, maka nilai keberhasilan tidak akan

dapat terwujud sebagaimana mestinya. Untuk itu, adanya kolaborasi dan

koordinasi yang baik antara pemangku kepentingan akan memuluskan jalan yang

akan dicapai dan mengurangi hambatan dan gesekan yang terjadi.

4.5 Satuan Kerja tiga Urusan sebagai Bidang Kajian: Pendidikan,

Kesehatan dan Kearsipan

Dalam Bagian ini diuraikan tiga urusan yang menjadi substansi kajian dari

locus kota Tangerang, yakni urusan pendidikan, kesehatan dan kearsipan.

243 Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota

Tangerang Tahun 2011, op.cit., hal. xxxv – xxxvi.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 192: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

173

Universitas Indonesia

Ketiganya merupakan urusan wajib bagi pemerintah kota Tangerang sesuai

dengan UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan PP No.38

Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota.

4.5.1 Urusan Pendidikan

Dalam salah satu kalimat yang terdapat pada pembukaan Undang Undang

Dasar (UUD) 1945 dinyatakan bahwa negara melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan

umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. Kalimat yang mengamanatkan peran

pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa tertuang pada UD 1945,

pasal 30 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan

pengajaran. Pada amandemen tahun 2002 UUD 1945 perubahan ke-4, pasal

mengenai pendidikan dirubah menjadi pasal 31 yang berbunyi ―Setiap warga

negara berhak mendapatkan pendidikan‖. Terkandung makna bahwa pendidikan

itu adalah hak setiap warga negara, sehingga tanpa kecuali, termasuk pemerintah

Kota Tangerang berkewajiban untuk memenuhi hak warga negara untuk

mendapatkan pendidikan.

Kinerja Pemerintah Kota Tangerang diperlihatkan dengan menggunakan

Angka Partisipasi Kasar (APK)244

dan Angka Partisipasi Murni (APM)245

.

Dengan menggunakan tolok ukur tersebut terlihat bahwa telah terjadi

peningkatan jumlah anak yang bersekolah antara tahun 2011 – 2013246

, seperti

yang tertera pada tabel di bawah ini :

244

Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan indikator yang berguna untuk mengukur

daya serap penduduk usia tertentu untuk bersekolah di jenjang pendidikan yang sesuai dengan usia

tersebut. 245

Angka Partisipasi Murni (APM) merupakan indikator yang berguna untuk mengukur

daya serap penduduk usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu untuk bersekolah di jenjang

pendidikan yang sesuai dengan batasan usianya. 246

Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kota

Tangerang, Tahun 2012., hal. 3 – 116.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 193: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

174

Universitas Indonesia

Tabel 4.4. Angka Partisipasi Kasar

No. Sekolah Tahun

2010 2011 2012

1 SD/MI 121.08 107.08 108.81

2 SMP/MTs 110.64 94.95 98.30

3 SMA/MA/SMK 98.66 82.01 83.11

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Tangerang, 2011 - 2013.

Tabel 4.5. Angka Partisipasi Murni

No. Sekolah Tahun

2010 2011 2012

1 SD/MI 100.52 90.18 93.60

2 SMP/MTs 93.78 81.78 86.54

3 SMA/MA/SMK 80.18 68.49 68.56

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Tangerang, 2011 - 2013.

Dari data di atas terlihat bahwa baik APK maupun APM pada SD/MI,

SMP/MTs maupun SMA/MA/SMK mengalami penurunan. Namun demikian,

kecenderungan dari data time series tidak dapat dijadikan dasar untuk menilai

penurunan kinerja. Bukan tidak mungkin adanya angka yang menandai

penurunan misalnya karena banyaknya siswa yang tidak melanjutkan pendidikan

ke jenjang yang lebih tinggi, atau mungkin saja—dengan posisi Kota Tangerang

yang langsung berbatasan dengan Jakarta membuka peluang anak didik

meneruskan pendidikan di Jakarta atau di kota yang berdekatan lainnya.

Meskipun alokasi anggaran pemerintah untuk pendidikan telah mencapai

proporsi signifikan yakni 20 %, namun pengelola di tingkat daerah masih

mengeluhkan bahwa anggaran belum mencukupi. Hal ini dikemukakan oleh

informan Hj. sebagai berikut:

―…. kalau faktor yang menghambat, mungkin ya. Ee....masalah keuangan

juga tidak bisa mengatakan sudah sangat sempurna, masih sangat

membutuhkan juga…‖

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 194: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

175

Universitas Indonesia

Urusan Bidang Pendidikan menjadi salah satu pelayanan dasar penting

setelah kesehatan. Peningkatan kinerjanya membutuhkan kualitas sumber daya

manusia. Hal ini diakui oleh narasumber dari pihak Pemerintah Kota yang

mengatakan:

―…. memang walau suatu organisasi itu mau maju dari semua bidang,

dari semua unsur dari semua perangkat SDMnya itu juga harus menunjang,

nah disini sedang-sedang saja. Yang menghambat banget nggak, tapi yang

saya.. apa yang saya rasakan ee, … SDM itu kalau yang saya amati di

Dinas Pendidikan itu sudah harus serba tahu.‖

Merefleksikan, suatu organisasi sebagai suatu arena human activity

system, Checkland Dan Puouter (2006) mengemukakan bahwa institusi dapat

berkembang dan kemudian menciptakan tujuan-tujuan sendiri. Sehingga,

meskipun alokasi anggaran sudah signifikan, namun dengan meningkatnya

aspirasi dan daftar tujuan-tujuan lembaga, dapat berdampak pada kebutuhan atas

sumberdaya yang lebih besar.

Penelusuran atas situasi-situasi problematik, cakupan urusan pendidikan

tidak saja mencakup penyelenggaraan pendidikan formal, tetapi juga pendidikan

informal. Indikator di atas menandai adanya kemajuan-kemajuan tersebut di

antara ialah perluasan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi seperti

ketersediaan wifi. Dari sudut pandang yang berbeda, penggiat LSM pak JI

mengatakan bahwa:

―… Kalau (fasilitas wifi) ke dinas sudah sangat cukup. Tidak ada yang

tidak punya. Sangat cukup dia. Yang tidak cukup adalah ketika saya minta

di lingkungan lingkungan perkantoran (swasta) dan pendidikan pak.‖

Lebih lanjut, ketika diteruskan apakah informan berpandangan bahwa

pelayanan wifi sebagai pelayanan publik dalam konteks pendidikan non formal,

penggiat LSM tersebut meneruskan:

―Betul, Saya minta ditaruh wifi disini. Termasuk di Masjid Al A’zhom.

Bapak lihat setiap malam minggu, itu ramai banget jadi wisata malam di

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 195: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

176

Universitas Indonesia

masjid Al A’zhom itu di lingkungan Puspen. Minta wifi di situ, karena kita

punya yang hampir, hampir 1 trilyun itu tidak bisa dikelola. Kita punya

saving banyak banget pak. Artinya adalah pelayanan publik tidak harus

semata kepada fisik. Hubungan pada persoalan informasi, teknologi,

internet itupun juga adalah menjadi kebutuhan masyarakat, itu

terobosan.‖

Demikian juga dengan terselenggaranya penyediaan prasarana dan sarana

pendidikan yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta telah berjalan dengan

baik meski belum optimal maupun publikasi-publikasi di bidang pendidikan yang

disampaikan oleh Pemerintah Kota Tangerang telah membuka mata dan kesadaran

masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi putra dan putri mereka dan masa

depannya. Selain itu, peningkatan itu disebabkan juga oleh meningkatnya akses

masyarakat terhadap pendidikan dasar dan meningkatnya siswa dari luar Kota

Tangerang yang bersekolah di Kota Tengerang.

4.5.2 Urusan Kesehatan

Berbeda dengan Dinas Pendidikan, Kinerja pelayanan di sektor kesehatan

menurut informan tidak termasuk dalam kategori yang sulit. Hal ini dikemukakan

oleh narasumber dari Dinas Kesehatan yang mengatakan:

―…. kebetulan bicara SKPD tadi ada urusan wajib ada urusan

pilihan. Dinas kesehatan adalah urusan wajib yang sangat jelas

bahkan SPMnya saja sudah ada. Jadi sebenarnya kita tidak terlalu

sulit. … Kesehatan urusan wajib pengembangannya tidak terlalu

sulit, kita tinggal susun fungsi tugas dan sebagainya. Kemudian kita

plotting. Kemudian kita rapatkan. Semua dari bawah kemudian kita

usulkan ke Bapeda.”

Perkembangan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh bagaimana unit-unit

tugas terkait menjalankan fungsi-fungsinya. Sebagai suatu arena human-activity

system (HAS), tidak jauh beda dengan pelaksanaan urusan pendidikan, maka hal

yang relatif sama juga terlihat pada sektor pelayanan kesehatan. Sebagaimana

menjadi karakter dari HAS, bahwa kelompok-kelompok juga merespons

sebagaimana dikemukakan oleh salah seorang narasumber dalam FGD yang

diselenggarakan di Tangerang, Banten.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 196: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

177

Universitas Indonesia

―…. sebetulnya tidak perlu saya jawab, karena dari awal sudah jelas

mana bagiannya Dinas Kesehatan bekerja, menyusun ininya eee, struktur,

fungsi, tugas dan lain sebagainya itu kita susun dulu, kemudian kita

sampaikan ke dalam eee, galeri politik, eeeee..”

Kesehatan ini merupakan salah satu layanan dasar yang sangat penting

bagi masyarakat. Masyarakat yang sehat tentunya akan membawa dampak yang

baik bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Pemerintah Kota

Tangerang sangat peduli dan turut andil yang sebesar-besarnya untuk

kepentingan masyarakat di wilayahnya. Pembangunan dan peningkatan fasilitas

serta prasarana dan sarana di bidang kesehatan, baik rumah sakit, puskesmas,

Pondok Bersalin Desa (Polindes), Pondok Kesehatan Desa (Poskesdes) maupun

unit kesehatan yang lain menjadi hal yang utama untuk diprioritaskan termasuk

penyediaan dokter, pelayanan kepada orang sakit, pemberian obat-obatan, maupun

kebutuhan lain yang diperlukan oleh rumah sakit maupun puskesmas.

Berdasarkan data statistik Pemerintah Kota Tangerang tahun 2011 – 2013,

telah terjadi peningkatan pada sarana kesehatan dasar, seperti tertera pada grafik

di bawah ini247

:

Tabel 4.6. Peningkatan Pada Sarana Kesehatan Dasar

1100

1105

1110

1115

1120

1125

1130

1135

1140

2010 2011 2012

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang, 2013

247

Ibid., hal. 33.

1112

1130

1136

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 197: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

178

Universitas Indonesia

Dengan melihat grafik tersebut terlihat bahwa jumlah sarana kesehatan

dasar mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa

konsentrasi Pemerintah Kota Tangerang terhadap kesehatan masyarakat

menunjukan perkembangan terutama penyediaan rumah sakit, puskesmas, Pondok

Bersalin Desa (Polindes), Pondok Kesehatan Desa (Poskesdes) maupun unit

kesehatan yang lain mengalami peningkatan pula dari 1112 unit (tahun 2010)

menjadi 1136 unit (tahun 2012). Demikian juga, secara umum kecenderungan

kesehatan terhadap penderita penyakit, antara lain : HIV-AIDS, kusta, campak,

dan demam berdarah belum menunjukkan penurunan secara baik. Hal ini

disebabkan karena sebagian besar masyarakat Kota Tangerang belum menyadari

sepenuhnya akan pentingnya kesehatan tubuh dan kebersihan lingkungan.

Gambaran lengkap dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut ini:

Tabel 4.7 Jumlah Kasus Penyakit

No. Sekolah Tahun

2010 2011 2012

1 HIV-AIDS 99 orang 163 orang 148 orang

2 Kusta 5 orang 81 orang 180 orang

3 Campak 945 orang 412 orang 722 orang

4 Demam Berdarah 1.041 orang 66 orang 319 orang

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang, 2013.

Meskipun dalam angka-angka terlihat kemajuan yang cukup pesat,

namun angka-angka tersebut tidak mereflesikan problematika yang menjadi

perhatian kalangan Perangkat Daerah. Saat ini Kota Tangerang, dengan

penduduk lebih dari 2 juta jiwa belum memiliki rumah sakit umum.

Merencanakan dan mendirikan rumah sakit membutuhkan upaya yang besar.

Kekecewaan bahwa rumah sakit umum belum berdiri di Kota Tangerang

terungkap dalam penjelasan salah seorang penggiat LSM Bapak IJ, yang

menunjukkan suatu kondisi atau situasi problematik sebagaimana dapat

dipahami berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 198: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

179

Universitas Indonesia

―.... kebetulan untuk pelayanan kesehatan pemda kota pernah

kerjasama dengan 32 rumah sakit yang ada di kota Tangerang besar

maupun kecil, swasta. Karena kita belum punya rumah sakit umum, dan

rumah sakit umum sekarang sedang dikerjakan di gudang TNI, dan

sekarang pun juga biayanya 200 milyar, dan sekarang pun juga adalah ada

persoalan disana. Dan bulan Juni kemarin, pemda kota Tangerang defisit

kerja sama itu hampir 50 milyar pak. Bulan Juni, sehingga punya hutang

dengan 32 lembaga pelayanan kesehatan itu, baik rumah sakit dan

sebagainya itu hampir 50 milyar pak, bulan Juni.‖

4.5.3 Urusan Kearsipan

Pelayanan urusan kearsipan merupakan layanan yang diberikan

pemerintah kepada masyarakat luas, tidak saja kepada penduduk dan instansi

pemerintah, tetapi juga kepada sektor bisnis. Dalam konteks pelayanan yang

semakin diperlukan penduduk, penyelenggaraan pelayanan arsip seringkali tidak

memperoleh prioritas perangkat pemerintah di daerah/kota. Lebih lanjut,

administrasi suatu daerah dipandang baik apabila kearsipannya juga baik. Hal ini

menandakan bahwa bidang kearsipan dapat menjadi tolok ukur bagi suatu daerah

dalam mengurus kearsipannya, terutama yang berkaitan langsung dengan

administrasi.

Sehubungan dengan upaya untuk memenuhi standar yang dikehendaki

oleh Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, untuk urusan suatu bidang

baru seperti kearsipan, bisa saja menghadapi sejumlah masalah. Informan

penelitian, Wibisono mengatakan: ‗Kalau pembentukan SKPD baru mungkin

agak sulit, karena akan memilah pekerjaannya dan dipegang siapa saja‘. Akan

tetapi berbeda dengan kebanyakan pemerintah daerah, di mana urusan kearsipan

dan perpustakaan dijadikan satu, maka sebagai perangkat Daerah Kota,

Tangerang sejak lama sudah memisahkannya. Hal ini dikemukakan oleh mantan

Sekretaris Wilayah Kota Tangerang sebagai berikut:

―..... arsip itu menurut hemat kita kan waktu itu terjadi suatu kasus

yang menurut penelitian kita memperoleh arsip-arsip apa aset yang

penting tercecer ke mana-mana. Oleh itu dengan pertimbangan itu

jadi kantor sendiri..... Nah arsip itu pertimbangannya seperti itu. Jadi

arsip ini menjadi bagian penting.‖

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 199: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

180

Universitas Indonesia

Pada saat ini Pemerintah Kota Tangerang sedang antusias melakukan

pemeliharaan dan perawatan arsip yang tersimpan pada Kantor Arsip Daerah

(KAD) maupun yang masih berada pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Namun demikian semua kegiatan yang menyangkut bidang kearsipan tidak

selamanya berjalan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terkait

langsung dengan kendala yang dihadapi, antara lain :

1) Sebagian besar SKPD belum menyerahkan arsip inaktifnya ke

KAD;

2) Kurangnya koordinasi antara unit kerja terkait yang

berhubungan dengan bidang kearsipan;

3) Masih minimnya publikasi di bidang kearsipan kepada lembaga

lainnya.

Meskipun terdapat beberapa kendala, namun hal ini tidak mengurangi

kinerja yang dilakukan oleh para pegawai KAD dengan melakukan pendekatan

secara intensif dan terus menerus terhadap para pimpinan SKPD yang memang

belum memahami secara keseluruhan akan pentingnya arsip. Selain itu, para

pegawai arsip banyak melakukan sosialisasi mengenai pentingnya penyimpanan

dan pemeliharaan arsip ke berbagai SKPD.

Untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh bidang kearsipan,

Pemerintah Kota Tangerang telah melakukan berbagai upaya, antara lain :

pengadaan jabatan fungsional kearsipan, pengelola kearsipan yang akan

ditempatkan pada unit-unit kerja, serta prasarana dan sarana kearsipan. Pada tahun

2008 sebanyak 158 orang pengelola kearsipan telah ditempatkan pada berbagai

unit kerja se Kota Tangerang dan 230 unit rak arsip dengan perincian : 126 unit

rak digunakan sebagai sarana pengelolaan arsip pada KAD dan 104

didistribusikan sebagai sarana pengelolaan arsip di tingkat kelurahan, sedangkan

sarana lainnya seperti filing cabinet didistribusikan ke kecamatan, kelurahan, dan

puskesmas248

. Pengadaan parasarana dan sarana pada tahun 2008 ini lebih banyak

apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang kurang dari jumlah

itu. Demikian juga dengan jabatan fungsional kearsipan dan pengelola kearsipan.

Dengan adanya penambahan prasarana dan sarana kearsipan ini diharapkan SKPD

248

Badan Perencana Daerah, op.cit., hal. 226 – 227.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 200: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

181

Universitas Indonesia

di lingkungan Kota Tangerang dapat mengelola arsipnya dengan baik termasuk

menyimpan, memelihara dan menyerahkan arsip inaktifnya ke KAD.

Berdasarkan RPJMD tahun 2009 – 2013, tujuan yang ingin dicapai dalam

bidang kearsipan adalah menciptakan pemerintahan yang efektif dan efisien, yang

merupakan bagi dari Misi 1 (satu), yaitu mewujudkan dan menguatkan tata

pemerintahan yang baik (good governance).249

Sedangkan sasaran pokok yang

ingin dicapai adalah tercapainya manajemen pemerintahan yang baik. Semakin

meningkatnya kegiatan pemerintahan dan pembangunan, maka semakin banyak

dokumen yang tercipta. Oleh karena dokumen itu sangat penting dalam

pengelolaan administrasi pemerintah, maka sudah selayaknya apabila dokumen

tersebut dipelihara, dirawat, dilindungi, dan dilestarikan demi kepentingan

generasi masa mandatang. Selain itu, baiknya administrasi pemerintahan terlihat

dari pengelolaan kearsipannya.

Pokok utama dari tujuan pengelolaan dan pelayanan kearsipan adalah

untuk menyelamatkan dan melestarikan arsip sebagai sumber informasi dan bahan

pertanggungjawaban pemerintah daerah dan penyediaan layanan informasi

kearsipan bagi pengguna atau masyarakat yang membutuhkan.250

Karena dengan

tersedianya arsip ini, pemerintah daerah dapat mengambil referensi kebijakan

yang telah dilaksanakan sebelumnya.

Lancarnya administrasi pemerintah dapat dilihat dari penyimpanan,

pemeliharaan, penyelamatan, dan pelestarian arsipnya. Apabila hal tersebut tidak

dilakukan sebagaimana mestinya, maka kekacauan dalam pengelolaan

administrasi akan terus ditemui dan hal itu tentu saja akan berpengaruh langsung

terhadap jalannya pemerintahan. Pengelolaan arsip yang baik akan menghasilkan

administrasi dan pertanggungjawaban yang baik.

Dalam hal ini aparat Pemerintah Kota Tangerang telah menunjukkan

perubahan kinerja dan pelayanan yang membaik dalam bidang kearsipan. Hal ini

terlihat dari capaian tingkat kecepatan pelayanan informasi kearsipan daerah yang

pada tahun 2011 sebesar 6 (enam) jam atau meningkat dibandingkan pada tahun

2010 selama 12 jam dan 2009 selama 24 jam.251

Dengan mengacu pada hal

249 Ibid., hal. 1.

250

Pemerintah Kota Tangerang, op.cit., hal 4 – 627. 251

Ibid., hal. 4 – 628.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 201: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

182

Universitas Indonesia

tersebut, kini pelayanan informasi kearsipan semakin cepat diperoleh dan

pengguna tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh informasi

yang dibutuhkan. Kecepatan dalam memperoleh informasi itu tentu saja tidak

dapat dilepaskan dari tertibnya penyimpanan dan pengembalian arsip setelah

dipinjam yang dikelola oleh para fungsional kearsipan. Meskipun kinerja bidang

kearsipan sudah baik, akan tetapi belum rata-rata capaian sasarannya belum

100%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja KAD belum sepenuhnya dapat

dikatakan efektif.

Pemahaman dan apresiasi terhadap arsip di negeri ini harus diakui masih

belum proporsional sesuai dengan peran dan fungsi arsip itu sendiri, sehingga

pembinaan kearsipan belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Persepsi informan

tergambar sebagai berikut ini:

― …. alasan yang paling utama adalah dia tidak ngerti apa fungsinya arsip,

ya pertanyaaannya ada, alasan yang paling utama apa itu arsip, padahal itu

kekayaan sejarah,yang bisa merekam sejarah, yang bisa mengakuntabilitas

sejarah, yang bisa menginformasikan kepada turun temurun, dia belum

mengerti betapa hebatnya kekayaan arsip itu..‖

4.6 Rangkuman Kondisi Problematika Faktual.

Di satu sisi, indikator-indikator kinerja menunjukkan rangkaian

keberhasilan yang telah terwujud sepanjang penerapan kebijakan desentralisasi di

Kota Tangerang. Hal ini diperlihatkan oleh adanya peningkatan signifikan

penyediaan prasarana dan sarana di urusan bidang pendidikan, kesehatan dan

kearsipan. Alokasi-alokasi sumber daya manusia yang memenuhi syarat juga

sudah terlaksana. Bahkan dari segi alokasi keuangan, Pemerintah Kota Tangerang

pernah menghasilkan saving sampai dengan Rp 1 triliun. Hal ini dtandai dengan

indikator kinerja di mana pada kurun waktu tahun 2009 - 2013, keberhasilan

pencapaian target sasaran pembangunan berdasarkan indikator sasaran tercapainya

manajemen pemerintah yang baik sebesar 91% - 100% (sangat tinggi).252

Namun apakah kinerja masing-masing SKPD telah tercapai dan memenuhi

harapan? Sebagaimana terungkap dari informan dengan latar belakang LSM,

252

Pemerintah Kota Tangerang, Laporan Akuntabilitas Kineja Instansi Pemerintah Kota

Tangerang Tahun 2013, op.cit., hal. 3-14.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 202: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

183

Universitas Indonesia

ternyata rumah sakit umum pemerintah misalnya justru belum tersedia di Kota

Tangerang. Di bidang urusan pendidikan, jumlah sekolah cukup tinggi, namun

bagaimana dengan pendidikan non formal?. Penggiat masyarakat madani

menunjukkan suatu ironi bahwa seluruh kantor pemerintah sudah memanfaatkan

teknologi komunikasi seperti penyediaan wifi untuk mengakses internet. Tetapi

bagaimana dengan tempat-tempat komunitas setempat berkumpul, seperti di

tempat ibadah atau lokasi aktifitas sosial lainnya yang belum disediakan fasilitas

wifi? Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan situasi problematik yang dapat

diungkap melalui pendekatan SSM.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 203: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

184

BAB 5

PENGUNGKAPAN SITUASI PROBLEMATIK

Soft System Methodology (SSM) merupakan pendekatan holistic dalam

upaya memahami situasi-situasi problematis yang bersifat messy dalam rangka

menjelaskan dan menemukan pokok-pokok solusi. Pendekatan SSM sebagaimana

dikatakan oleh Checkland dan Poulter253

bertolak dari penggambaran rich pictures

dengan serangkaian telaahan atas persepsi para stakeholders, yang kemudian

diteruskan untuk membangun definisi-definisi akar (root definition). Checkland

merumuskan tiga tahapan dalam pengungkapan situasi problematik pada

pendekatan SSM, yakni Analisis Satu sebagai analisis yang bersifat intervensi,

Analisis Dua sebagai analisis sosial dan Analisis Tiga sebagai analisis politik.

5.1 Analisis Satu: Intervensi

Analisis satu adalah analisis budaya (cultural stream) yaitu intervensi atau

interaksi peran antara client, problem solver dan problem owner. Intervensi

dalam Analisis Satu ini merupakan upaya memasuki situasi problematik dengan

menggunakan SSM sehingga dapat diperoleh situasi yang ada.Praktisi SSM

mengelola kegiatan dan mengintervensi lingkungan situasi dengan maksud

melakukan sesuatu untuk mengatasinya. Untuk itu ada dua dimensi utama yang

penting untuk disadari dalam intervensi ini, yakni pertama adalah dimensi peran

dan kedua dimensi proses dan content (isi).

Checkland dan Scholes (1990) serta Checkland dan Poulter (2006)

mengemukakan bahwa dalam langkah awal pengenalan situasi problematik

(Analisis Satu) dilakukan dengan penetapan 3 (tiga) pihak yang berperan sangat

penting dalam kaitannya dengan situasi problematik yang menjadi kajian. Dalam

dimensi peran sangat penting untuk diketahui adanya pihak atau orang atau

sekelompok orang yang menjadi penyebab terjadinya intervensi254

, yaitu:

253Checkland and Poulter. Learning for Action. A Short Definitive Account of Soft

Systems Methodology and its use for Practitioners, Teachers and Students. (West Sussex: John

Wiley & Sons Ltd, 2009), hal. 27-38.

254

Ibid, hal. 28.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 204: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

185

1) Pertama adalah seseorang, atau pihak tertentu dimana keberadaannya

sangat menentukan terjadinya intervensi. Pihak atau orang dalam peran ini

disebut 'client'. Dalam konteks disertasi ini, client adalah peneliti atau

Praktisi SSM sendiri itu;

2) Kedua adalah adalah seseorang, atau pihak tertentu yang melakukan

investigasi. Pihak atau orang dalam peran ini disebut 'practitioner'. Dalam

konteks disertasi ini, practitioner yang dimaksud ini adalah juga peneliti

atau Praktisi SSM sendiri;

3) Ketiga adalah beberapa orang atau pihak yang peduli atau menikmati

outcome dari upaya mengatasi situasi masalah. Pihak atau orang dalam

peran ini disebut „owner of the issue(s) addressed'. Dalam konteks

disertasi ini, 'owner of the issue(s) addressed' dimaksud adalah Pemerintah

Kota Tangerang (Walikota dan Sekretaris Daerah), DPRD (Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah) Kota Tangerang, Dinas Pendidikan (Disdik)

Kota Tangerang, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang, KAD

(Kantor Arsip Daerah) Kota Tangerang dan Organisasi Kemasyarakatan

(Ormas) atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Dimensi kedua dari Analisis Satu adalah dimensi proses (process) dan isi

(content), atau dikenal dengan SSM (p) dan SSM (c). SSM (p) adalah tentang

bagaimana mendayagunakan SSM dalam proses penelitian, kajian, pengamatan

atas situasi problematis, sementara SSM (c) adalah tentang bagaimana

mendayagunakan SSM dalam upaya mengatasi kandungan, isi atau content dari

situasi masalah itu sendiri.

Menurut Checkland dan Poulter (2006), yang menjadi penekanan dalam

penetapan ketiga pihak yang berkepentingan ini adalah peran (roles), bukan orang

atau sekelompok orang yang bersangkutan.Hal ini karena seseorang atau

sekelompok orang tersebut bisa berada dalam satu peran atau lebih. Misalnya,

seseorang yang berperan sebagai pemilik isu-isu bisa juga sebagai praktisi kalau

memang dia sendiri yang melakukan proses penelitian berbasis aksi dengan

menggunakan SSM.

Dalam konteks situasi problematik pada disertasi ini, peneliti pertama

memosisikan diri sebagai client sekaligus practitioner dengan aktivitasnya

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 205: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

186

masing-masing setiap peran.Kedua adalah dengan mengaplikasikan dimensi

proses dan content dalam upaya mengatasi situasi masalah. Untuk tujuan yang

dimaksud, dengan kejelasan peran dan cakupan analisis, peneliti mengawali

intervensinya dengan melakukan penelusuran dan komunikasi intensif guna

memahami situasi masalah dengan menggunakan model Nee255

, dimana dari

analisis intenvensi ini diperoleh sistem pertama yang di dalamnya terdapat

struktur dan proses yang menggambarkan:

1) Proses dan isi rekonseptualisasi pembentukan organisasi perangkat daerah

atau SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dalam perspektif

desentralisasi pada 3 (tiga) tiga level kelembagaan di NKRI (Negara

Kesatuan Republik Indonesia) sebagai hasil dari proses dinamis para actor

dan ownernya sehingga pembentukan organisasi perangkat daerah yang

dibutuhkan dapat direkonstruksi proses dan isinya pada tiga level

kelembagaan.

2) Analisis pada tiga level kelembagaan dalam pembentukan organisasi

perangkat daerah yang dibutuhkan sebagai hasil dari proses dinamis para

actor dan ownernya, sehingga proses pembentukan SKPD dalam

perspektif desentralisasi di NKRI dapat direkonseptualisasikan proses dan

isinya pada tiga level kelembagaan.

5.1.2 Analisis Dua: Sosial

Analisis Dua (Sosial) merupakan tindak lanjut (follow up) dari Analisis

Satu (Intervensi).Checkland dan Poulter (2006) menyatakan bahwa dalam

melakukan intervensi, dan melakukan upaya mengatasi situasi masalah dilakukan

dengan memperkenalkan perubahan.Oleh karena itu, indera dan kepekaan akan

realitas sosial mutlak harus dimiliki agar dapat efektif dalam memasuki situasi dan

lingkungan sosial, dimensi budaya menjadi sangat penting untuk dimasukkan

dalam pertimbangan demi berhasilnya proses sosialisasi dan menghasilkan output

yang diinginkan. Dengan demikian, untuk mengatasi situasi masalah tidak hanya

dengan memenuhi aspek'arguably desirable', yakni satu upaya perubahan yang

255Victor Nee.New Institutionalism in Economic and Sociology.Princetown University

Press, 2003.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 206: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

187

memenuhi unsur 'culturally feasible', secara konseptual sangat diperlukan, akan

tetapi juga bahwa perubahan budaya layak haruslah dan dapat diterima komunitas

setempat. Dua kondisi ini adalah sebuah keniscayaan, mutlak harus ada, meskipun

pemahaman akan budaya memiliki perbedaan satu sama lain.Pemahaman situasi

sosial dikaitkan dengan budaya setempat menjadi penting agar pemilihan sistem

yang relevan dari aktivitas manusia atau aktivitas yang punya maksud benar-benar

relevan dengan upaya mengatasi situasi masalah dalam dunia nyata

(Hardjosoekarto, 2012). Dalam tujuh tahap baku SSM (Checkland, 1999), tegas

dinyatakan bahwa perubahan yang hendak dilakukan harus memenuhi kondisi

'arguably desirable' dan 'culturally feasible' dimaksud.

Konsep budaya belum mendapatkan kesepakatan antar pakar, sehingga

tidak memiliki tekstur sosial bakunya sendiri. Oleh karena itu, Checkland dan

Poulter (2006) menawarkan sebuah model dinamis, yakni satu model yang terdiri

dari tiga elemen, dimana elemen-elemennya secara kontinyu membantu,

menciptakan, dan memodifiksai dua elemen lain secara sistemik. Tiga elemen

dimaksud terdiri dari roles, norms, dan values.

Roles atau peran adalah posisi sosial yang menandai adanya perbedaan di

antara anggota kelompok atau organisasi. Boleh jadi dari beberapa yang ada,

seorang di antara mereka dikenali secara formal sebagai chief executive, manajer,

akuntan, kepala bidang, kepala seksi, dan lain-lain, tetapi dalam budaya setempat,

peran informal mereka juga terbentuk. Selain peran formal seseorang dalam

organisasi formal pemerintahan maupun dunia usaha, peran informal seseorang

yang diakui dalam budaya lokal menunjukan kepada kita tentang jati diri orang

tersebut.

Norms atau norma-norma adalah perilaku yang diharapkan dapat

dimainkan seseorang yang terkait dan dapat membantu mengartikan tentang

sebuah peran. Pemikiran banyak orang akan berperilaku terpuji. Values atau nilai-

nilai adalah standard, yakni melalui kriteria dimana perilaku dalam peran

mendapatkan penilaian baik sesuai norma yang ada dan peran yang melekat

padanya.Dari ketiga pemahaman tersebut jelas kiranya bahwa ketiga elemen

dalam Analisis Dua(Sosial) yakni roles, norms, dan values memiliki keterikatan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 207: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

188

satu sama lain yang sangat dinamis dan demikian eratnya, dan berubah setiap saat

seiring dengan perubahan yang terjadi dalam dunia nyata.

Atas dasar uraian dan penjelasan di atas, peneliti dalam disertasi ini

melakukan Analisis Sistem Sosial pada sistem yang ada terkait dengan perspektif

desentralisasi dalam pembentukan organisasi perangkat daerah yang salah satu

komponennya adalah pimpinan yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan di

Indonesia. Adapun rujukan penelitian dilihat dari tiga level kelembagaan yaitu

makro, meso, dan mikro.

5.2.1. Roles atau peran pada Level Makro

Level Makro adalah level dimana regulasi nasional dirumuskan,

diformulasikan, ditetapkan, dan diberlakukan atau diundangkan. Regulasi nasional

yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan nasional.Dalam konteks

analisis, fokus disertasi ini yang dimaksud itu adalah Undang-Undang

No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah No.41/2007

tentang Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Pembentukan organisasi perangkat

daerah atau SKPD dalam perspektif desentralisasi termasuk di dalamnya pimpinan

yang diusulkan untuk ada di dalamnya. Dalam level makro ini pemerintahan pusat

adalah Eksekutif yang direpresentasikan oleh Kementerian Dalam Negeri dan

Legislatif oleh DPR dan DPD.

Para pihak yang memiliki peran terkait dengan formulasi konsep

desentralisasi dalam peraturan perundang-undangan pada level makro adalah

Kementerian Dalam Negeri dan DPR dan atau DPD. Kedua institusi ini

mempunyai peranan yang sangat besar dalam memformulasikan peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan Pemerintahan Daerah khususnya

berkenaan dengan organisasi perangkat daerah yang dilihat dalam perspektif

desentralisasi.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 208: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

189

5.2.1.1 Pemerintah Pusat

Representasi Pemerintah Pusat dalam konteks penelitian ini adalah DPR

dan DPD serta Eksekutif yang diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri.

Kementerian Dalam Negeri mempunyai peranan yang sangat besar dalam

melakukan evaluasi, pembinaan dan juga penyempurnaan peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan pemerintahan daerah. Usulan penyempurnaan

secara umum berasal dari kementerian ini. Kajian awal dilakukan dengan

menyusun Naskah Akademik yang berfokus pada alasan perlunya perubahan

suatu undang-undang dan analisis daftar inventaris masalah (DIM).

Pembahasan lebih lanjut dilakukan setelah usulan draft undang-undang

disusun dilakukan oleh DPR. Pembahasan secara bersama juga melibatkan

beberapa kementerian dan lembaga yang terkait. Persetujuan akan diberikan oleh

Presiden sebagai kepala pemerintahan (Eksekutif) dengan mempertimbangkan

masukan dan pendapat dari Kementerian Dalam Negeri.

5.2.1.2 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) memiliki 3 (tiga) fungsi, yakni

legislasi, anggaran, dan pengawasan. Dalam kaitannya dengan konsep

desentralisasi, fungsi legislasi memiliki kaitan utama dengan penyusunan UU

Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pelaksananya yang terkait dengan UU

tersebut. Peranan DPR sangat besar dalam pembahasan draft sebuah UU.

Seringkali juga dilakukan dalam perumusan ini uji kepentingan publik ke

masyarakat, untuk mengetahui dan menyerap masukan-masukan terutama yang

berasal dari pemerintahan daerah, baik provinsi, kabupaten/kota.

5.2.2. Roles atau Peran pada Level Meso

Level Meso adalah level kelembagaan dimana regulasi nasional dijabarkan

lebih lanjut dalam bentuk kebijakan dalam level di bawah undang-undang. Para

pihak yang memiliki peran dalam kaitannya dengan desentralisasi dan

penempatan pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan di Indonesia dan

rujukan penelitian dalam level Meso dalam disertasi ini adalah Pemerintahan Kota

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 209: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

190

Tangerang yang meliputi Walikota dan Sekretaris Kota serta Sekretariat yang

meliputi: (1) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda); (2) Biro

Hukum Pemkot; dan (3) Biro Organisasi dan Ketatalaksanan (Ortala) Pemerintah

KotaTangerang.

Berbeda dengan identifikasi kelembagaan dalam level makro, level

kelembagaan dalam level meso ini adalah mengenai pembentukan secara

institusional efektivitas kelembagaan organisasi daerah yang efektif sebagai

perwujudan dari desentralisasi.Dalam konteks ini peranan pemerintahan daerah

sangat besar terutama dalam melaksanakan koordinasi dengan Kementerian

Dalam Negeri (Kemendagri).Peran kordinasi antara lembaga dengan Kemendagri

adalah dalam rangka penerapan prinsip desentralisasi dalam kaitannya dengan

otonomi daerah.Peran Kemendagri sangat krusial karena dalam banyak dimensi

pemerintahan daerah menjadi teritori binaannya, sehingga mengintrodusir

desentralisasi dalam birokrasi pemerintahan daerah tidak lepas dari peran

pembinaannya itu.

5.2.3. Roles atau Peran pada Level Mikro

Level Mikro adalah level dimana regulasi nasional dan manajerial

dioperasionalkan dalam level teknis-operasional. Dalam level kelembagaan, level

mikro direpresentasikan oleh: (1) Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Tangerang; (2)

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Tangerang dan (3) Kantor Arsip Daerah (KAD)

Kota Tangerang.

Selain itu, pada level ini keterlibatan lembaga-lembaga pendukung

demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan yang berada di luar pemerintahan

akan tetapi dapat menjadi corong langsung suara rakyat yaitu Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) atau Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), baik skala nasional

yang membuka cabangnya di daerah maupun organisasi lokal yang fokus pada

pemasalahan di wilayah tersebut. Perannya sebagai check and balance dan fungsi

kontrol masyarakat terhadap pemerintah sangat strategis dan vital.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 210: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

191

5.1.3.1. Norms atau Norma-norma

Norma-norma dalam level makro adalah ketaatan, ketundukpatuhan pada

norma, azas, dan kode etik dalam pembuatan undang-undang bagi Pernerintah dan

DPR RI sebagaimana telah dibuatnya sendiri. Dalam konteks disertasi ini, hal

yang sama berlaku juga bagi Pemerintah Kota (Walikota beserta segenap

jajarannya, termasuk Sekda) yang harus tunduk pada undang-undang dan

peraturan di bawahnya termasuk PP (Peraturan Pemerintah) dan DPRD Kota

Tangerang yang telah mengeluarkan berbagai Perda (Peraturan Daerah).

Norma-norma dalam level meso adalah komitmen antar masing-masing

lembaga untuk melaksanakan koordinasi secara periodik dengan menghadiri

setiap forum koordinasi sebagai perwujudan kesepakatan dan komitmen bersama

antara masing-masing lembaga sebagai perwujudan kesepakatan dan komitmen

dengan Kementerian Dalam Negeri.

Norma-norma dalam level Mikro adalah ketaatan, ketunduk-patuhan pada

aturan, azas, dan kepatuhan dalam pembuatan rencana dan pelaksanaan rencana

penempatan pejabat.

5.1.3.2. Values atau Nilai-nilai

Nilai-nilai dalam level Makro adalah independen, profesional, dalam arti

tidak ada kepentingan kelompok, partai, maupun titipan dalam proses pembuatan

UU maupun PP, transparansi, dan non-partisan dalam arti tidak ada transaksi

ekonomi dalam negosisasi pemuatan pasal demi kepentingan konstituen,

siapapun, maupun pihak manapun.

Nilai-nilai dalam level Meso adalah komitmen, kepedulian, kepekaan,

kesadaran, dan kebersamaan antar masing-masing lembaga untuk melaksanakan

kordinasi secara periodik dengan menghadiri setiap diadakan forum kordinasi

sebagai perwujudan kesepakatan dan komitmen bersama dengan Kemendagri.

Nilai-nilai dalam level Mikro adalah kejujuran, dalam arti tidak ada kepentingan

kelompok atau partisan dalam proses penempatan pejabat, transparansi,

profesionalitas, kemandirian, dan kebersamaan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 211: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

192

5.3 Analisis Tiga: Politik

Dalam rangka menemukan (finding out) situasi yang problematis, dimensi

politik memiliki kontribusi sangat besar untuk menentukan sesuatu bisa terjadi

atau tidak terjadi. Analisis Tiga memfokuskan perhatiannya pada disposisi atau

pembagian kekuasaan (the disposition of power) dan proses disposisi tersebut

(the nature of Power). Fokus ini merupakan elemen sangat kuat dalam

menentukan dan menjelaskan pemahaman 'culturally feasible' karena dalam

kenyataannya sebenarnya politik adalah bagian dari kultur sosial masyarakat, dan

oleh karena itu seharusnya masuk dalam Analisis Dua (Sosial). Namun menjadi

analisis tersendiri karena fitrah (the state-of-the-art) keberadaannya dan

peranannya yang sangat penting dan kuat.

5.3.1 The Disposition of Power

Pada dasarnya disposisi kekuasaan adalah jawaban komoditas kekuasaan

itu sendiri yang jabarannya atas pertanyaan utama adalah tentang bagaimana

kekuasaan diperoleh (obtained), digunakan (used), dipertahankan (defended),

diestafetkan atau diserahkan (passed on) atau suksesi, dan lengser dengan

terhormat dari kekuasaan (relinquish).

5.3.1.1 The Disposition of Power dalam Level Makro

Pemerintah RI memiliki legitimasi tinggi karena keberadaannya diperoleh

melalui kemenangannya dalam pemilihan umum yang sangat demokratis. Karena

concentration of power and responsibility upon the president, posisi ini memiliki

dampak strategis dalam semua dimensi kenegaraan, apalagi sekedar mengenai

undang-undang kepegawaian. Kebutuhan akan undang-undang mengenai

pemerintahan daerah yang baru sudah merupakan keniscayaan, sehingga dengan

kekuasaan yang dimilikinya sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dilakukan.Pada

skala lebih kecil dan level di bawahnya, hal yang serupa juga terjadi di

Pemerintah Kota Tangerang. Kepala Daerah yang terpilih secara demokratis

melalui Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) langsung, tentunya memiliki

legitimasi yang kuat untuk menjalankan pemerintahan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 212: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

193

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dipilih melalui

pemilihan umum yang juga demokratis sehingga ketiga fungsinya dapat

dilaksanakan secara optimal dalam alam demokrasi dewasa ini.Sinyalemen

banyak pihak yang mengatakan bahwa pendulum politik dewasa ini tengah

bergerak dan berada pada posisi 'legislative heavy' dari periode sebelumnya pada

posisi 'executive heavy' selama tiga dekade, kiranya merupakan disposition of

power alami yang sudah merupakan sebuah keniscayaan. DPR memegang

kekuasaan tertinggi atas pembuatan undang-undang. Hal serupa juga berlaku pada

DPRD Kota Tangerang yang para anggotanya juga dipilih secara demokratis,

sehingga diharapkan dapat menjalankan tiga peran dan fungsinya yaitu legislasi,

hak budget dan kontrol secara optimal.

5.3.1.2 The Disposition of Power dalam Level Meso

Masing-masing pimpinan lembaga terkait memiliki disposition of Power

atas eksistensi mereka masing-masing. Bentuknya antara lain adalah dalam

melaksanakan kordinasi, yakni secara periodik menghadiri setiap forum kordinasi

sebagai perwujudan kesepakatan dan komitmen bersama dengan Menteri Dalam

Negeri. Kekuasaan tertinggi untuk menjabarkan kebijakan pemerintah dalam

bidangdesentralisasi berada di tangan mereka, khususnya dalam membuat dan

menuangkan peraturan mengenai desentralisasi dalam Negara kesatuan dan

penempatan pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan dalam satu

peraturan pemerintah (PP) yang kemudian dijabarkan lebih jauh ke dalam

Peraturan Daerah ( Perda ).

5.3.1.3 The Disposition of Power dalam Level Mikro

Walikota dan Sekretariat kota, yang terdiri dari Sekretaris Daerah (Sekda),

Asisten Sekda Bidang Pemerintahan, Asisten Sekda bidang Administrasi, dan

para SKPD yang berasal dari Dinas dan Kantor serta DPRD merupakan unsur-

unsur utama dalam Organisasi Perangkat Daerah yang diatur oleh undang-undang.

Untuk penempatan pejabat, peranan dan fungsi Badan Kepegawaian Daerah juga

sangat penting.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 213: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

194

5.3.2 The Nature of Power

The nature of power adalah kewenangan yang melekat dan sah pada para

aktor karena pemilihan maupun penunjukkan melalui keputusan formal.Dengan

kewenangan yang dimilikinya itu, mereka memilki legitimasi untuk atau dalam

menjalankan kekuasaan.

5.3.2.1 The Nature of Power dalam Level Makro

Pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

(DPR RI) memiliki legitimasi mutlak dalam membuat Undang-Undang dimana di

dalamnya dimuat tentang desentralisasi dan penempatan pejabat yang memiliki

kompetensi yang dibutuhkan, atau paling tidak menugaskan pemerintah untuk

membuat ketentuan dan peraturan tentang itu.Dalam konteks penelitian ini, terkait

dengan pemerintahan daerah, maka peranan Walikota dan perangkat daerah

lainnya serta DPRD Kota Tangerang sangatlah penting dan menentukan.

5.3.2.2 The Nature of Power dalam Level Meso

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memiliki otoritas dan

kapabilitas dalam menjabarkan Undang-Undang dalam bentuk kebijakan sehingga

dihasilkan struktur tata kelola guna pemerintahan melalui kordinasi periodik

dalam menjamin tercapainyaprinsip-prinsip desentralisasi Negara Kesatuan RI di

antaranya dalam penempatan pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan.

Kemampuan ini melalui kewenangan Pemerintah Daerah dengan prinsip

desentralisasi berkaitan dengan peran level meso dalam mewadahi dan

memfasilitasi aspirasi dan penerapan prinsip desentralisasi dan penempatan

pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan sehingga terbangun kerangka

kelembagaan dalam mencapai kesepakatan (collective action) dan kesepahaman

(monitoring and enforcement) melalui pemanfaatan jaringan sebagai tata kelola

untuk menerapkan prinsip desentralisasi secara efektif dan efisien.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 214: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

195

5.3.2.3 The Nature of Power dalam Level Mikro

Para pimpinan SKPD beserta segenap jajarannya, antara lain Dinas

Pendidikan (Disdik), Dinas Kesehatan (Dinkes), Kantor Arsip Daerah (KAD) dan

lainnya memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh Kota Tangerang. SKPD ini

memiliki kemampuan untuk memperkuat keterlekatan (embeddedness) pada

hubungan sosial dan norma untuk menjamin tercapainya pelayanan masyarakat

yang optimal. Hal itu dapat dipenuhi jika dilakukan oleh orang-orang yang

memiliki kompetensi yang dibutuhkan dimaksud.

5.1.4 Rich Picture

Rich Picture adalah cara mengungkapkan situasi dunia nyata yang

dianggap problematis yang lazim digunakan dalam SSM (Hardjosoekarto, 2012).

Sesuai dengan namanya, maka di dalamnya tergambarkan semua pemangku

kepentingan berikut peran dan perhatian pokok mereka.Meskipun diekspresikan

dalam bentuk gambar yang menyerupai gambar kartun dan diekspresikan dalam

bentuk diagram, namun rich picture bukanlah 'diagram as such' melainkan sebuah

'appreciation of the problem situation and the utility of the picture is not in the

picture itself, but in the process of constructing the picture. However, it is

recognised that the rich picture diagram can also be a useful alternative to a

textual description of a problem situation: it may for instance sufficiently convey

the description of the situation to the thirdparty'.(Checkland dan Scholes, 1990).

Horan (2000) menyebutkan bahwa rich picture merupakan alat

komunikasi yang paling umum dan paling fleksibel dalam melakukan proses

pembelajaran dengan para mahasiswa. Beberapa hal yang menurutnya merupakan

keunggulan rich picture, yaitu: (1) bentuknya grafis; (2) tidak menuntut

kemampuan artistik yang tinggi; (3) bebas dari tuntutan bahasa (kecuali substansi

tekstual); (4) dapat dibuat secara sederhana maupun sangat lengkap yang dapat

memberikan informasi dari yang ringan sampai informasi keseluruhan system; (5)

mudah diperbaiki; (6) sangat mudah dibuat baik oleh individu maupun kelompok;

(7) tidak memerlukan keahlian untuk menginterpretasikan; (8) tidak ada

pembatasan dari segi isi gambar, kecuali lingkungan kultural; (9) dapat

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 215: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

196

menyajikan berbagai informasi seperti politik, konflik, emosi, dll; (10)

menyajikan informasi sebagai dasar untuk komunikasi dan negosiasi.

Penuangan pemikiran, ide, gagasan, hubungan, proses, interaksi, dalam

gambar sebagai media untuk memberikan gambaran akan 'complexity situation'

tentang isu yang tengah menjadi pusat perhatian lebih efektif bila dibandingkan

dengan narasi kata-kata. Gambar adalah medium yang baik dalam

memperlihatkan hubungan dibanding dengan narasi linear. Gambar atau simbol

pada rich picture menunjukkan hubungan dan penilaian, pencarian simbol yang

dapat mewakili perasaan yang akan disampaikan mengenai situasi masalah, dan

mengindikasikan hubungan yang relevan dengan solusi dari situasi permasalahan.

Selain itu, rich picture juga mengindikasikan ringkasan hubungan antar situasi.

Oleh karena itu dalam menyusun rich picture tidak ada teknik formal atau klasik

dan keterampilan menggambar khusus yang digunakan, karena rich picture

adalah pemaparan situasi problematik secara lengkap, maka rich picture akan

membantu peneliti dalam melakukan penelitian (Checkland and Poulter,2006).

Sementara itu, Wong dan Howard (1998) menyarankan digunakannya

cara pembuatan rich picture yang partisipatif dengan mengemukakan beberapa

teknik, seperti curah pendapat (brainstorming), pembahasan pada papan cerita

(storyboarding), dan penyusunan draft prototype (paper-based

prototyping).Sebagai media penggambaran situasi problem yang tengah diteliti,

rich picture dibuat untuk dan/atau dalam rangka menjawab dua pertanyaan

kompleks berikut guna menangkap serba sistem aktivitas manusia atau human

activity systems dalam topik yang tengah dibahas (Checkland dan Poulter,

2006).Pertama, sumber daya apa yang tersedia, dalam proses operasi seperti apa,

dalam kerangka prosedur perencanaan seperti apa, dalam stuktur seperti apa,

dalam lingkungan apa dan sistem yang lebih luas apa, dan oleh siapa. Kedua,

bagaimana pendayagunaan sumberdaya dimonitor dan dikendalikan.

Jawaban atas kedua pertanyaan di atas memang penting untuk dielaborasi

dalam gambar rich picture, namun kedua pertanyaan tersebut tidak menjadi

rujukan resmi dan standar dalam SSM. Bukan hanya jawaban atas kedua

pertanyaan tersebut sebagai sumber informasi dalam rich picture. Pengetahuan

akan situasi yang terkumpul menjadi sumber formal untuk memulai mencoret-

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 216: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

197

coret menjadi gambar sederhana akan situasi masalah. Pengetahuan dapat

diperoleh melalui pembicaraan kepada orang yang mengerti akan data dan

informasi yang dibutuhkan, dengan melakukan interview formal, menghadiri

pertemuan, membaca dokumen, dan lain-lain.

Formula CPO, Client, Practitioner, dan Owner of the issue(s) addressed

tetap menjadi rujukan dalam menyusun rich picture, yaitu: (1) harus ada orang,

atau sekelompok orang atau pihak yang menyebabkan terjadinya investigasi dan

dilaksanakannya intervensi (Client), dan orang atau pihak ini harus tergambar

dalam rich picture; (2) harus ada orang, atau sekelompok orang atau pihak yang

melakukan investigasi (practitioner); dan (3) ketiga harus ada orang, atau

sekelompok orang atau pihak yang menjadi pemilik isu (owner of the issue (s)

addressed atau issue(s) owner). Pemilik issue memegang peran penting karena

mempresentasikan investigasi penelitian dan paling berkepentingan terhadap

hasil investigasi penelitian.

Dalam konteks penelitian disertasi ini, dari keseluruhan tiga level

kelembagaan, issue owners-nya adalah Pemerintah RI, DPR RI, Kemendagri,

Pemerintah Kota Tangerang, dan beberapa Organisasi Perangkat Daerah Kota

Tangerang serta LSM.

5.4.1 Level Makro

Rich picture level makro direpresentasikan dengan realita bahwa NKRI

merupakan suatu entitas yang sangat pluralis atau majemuk. Satu entitas yang

dilihat dalam perspektif geografi, demografi, sejarah, etnik, kultur tidaklah

homogen melainkan sebuah keniscayaan yang amat heterogen. Oleh karena itu

keberlakuan standar dalam wujud kebijakan publik, peraturan perundang-

undangan tentang desentralisasi memerlukan penyesuaian dengan kondisi daerah

masing-masing yang potensial akan keberagaman sumberdaya, etnik dan kearifan

lokal. Pembentukan SKPD di level daerah khususnya di tingkat kota, sudah

seharusnya mampu menampung gagasan dan prinsip ini.

Untuk membentuk SKPD yang mampu memberikan peningkatan

kesejahteraan dan pelayanan yang optimal kepada masyarakat di butuhkan

birokrasi rasional yang adaptif terhadap lingkungan.Lingkungan politik,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 217: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

198

ekonomi, dan kultural birokrasi sekarang ini membutuhkan peraturan

perundangan yang mampu menjamin adanya imparsialitas dari aparatur negara

yang berwawasan nasional, dan sistem manajemen aparatur yang terbuka dan

mengacu pada perspektif desentralisasi. Dalam disertasi ini tidak akan berfokus

pada penjelasan Undang-Undang mengenai itu sendiri, melainkan bagian atau

pasal mengenai desentralisasi yang diusulkan untuk ada di dalamnya.

Rich picture level makro mencoba mengakomodir perkembangan

lingkungan strategis.Selain itu rich picture ini juga mengakomodir desentralisasi

sebagaimana dimuat dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah.Para

aktor dalam level ini di tingkat pusat adalah Pemerintah dan DPR RI, sedangkan

di tingkat daerah adalah Pemerintah Kabupaten/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota.

Hal serupa berlaku juga di Kota Tangerang. Pernyataan Agus Dwiyanto (2012: x)

tentang “kapabilitas birokrasi” sebagaimana dikutip di bawah ini dapat dijadikan

rujukan untuk memperjelas kondisi tersebut.

"Dalam kehidupan politik, perbaikan kinerja birokrasi pelayanan

publik akan memiliki implikasi luas, terutama dalam memperbaiki

tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya

kinerja birokrasi selama ini menjadi salah satu faktor penting yang

mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada

pemerintah."

Banyak langkah yang mesti direncanakan, dilakukan, dan dinilai secara

sistematis dan konsisten. Dalam konteks ini, penataan sumber daya

organisasional dan aparatur menjadi hal yang sangat penting dilakukan.Terlebih

lagi di era otonomi daerah seperti sekarang.Penataan sumber daya aparatur yang

professional dalam manajemen otonomi daerah merupakan suatu yang harus

diprioritaskan. Karena reformasi bidang administrasi pemerintahan

mengharapkan hadirnya pemerintahan yang lebih berkualitas, lebih mampu

mengemban fungsi-fungsi pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat, dan

pembangunan sosial ekonomi.

Oleh karena itu, prinsip desentralisasi menjadi suatu hal yang sangat

penting.Pengaturan yang tidak jelas dan tegas tentang bagaimana mekanisme

pengangkatan dan penempatan aparat sipil pada birokrasi satuan kerja perangkat

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 218: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

199

daerah menimbulkan kondisi kinerja yang tidak optimal, tidak terbuka, dan tidak

berbasis pada kompetensi. Hal ini yang masih terjadi di Indonesia, seperti yang

dikemukakan oleh Agus Dwiyanto, sebagai berikut:

"Pemegang jabatan publik tidak lagi ditentukan oleh mereka yang

kompeten dan memenuhi kualifikasi, tetapi oleh mereka yang mampu

membayar dan/ atau dekat dengan elit politik dan birokrasi di daerah"

(Agus Dwiyanto, dalam Seminar Membangun Kapabilitas Birokrasi,

Bappenas)

Terkait dengan pembentukan SKPD di Kota Tangerang, maka beberapa

penjelasan sebagai hasil wawancara dengan mantan Sekda (Sekretaris Daerah)

Kota Tangerang, Hary Mulya Zein, pada tanggal 3 November 2013 dapat

memperjelas kondisi tersebut.

Sebagaimana dapat dipahami bahwa Pemerintah Kota Tangerang

membentuk SKPD yang secara langsung memberikan pelayanan langsung kepada

masyarakat dan implikasinya secara jelas dan nyata dirasakan secara struktural

yaitu Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan.Menurut informasi dari mantan

Sekda, bahwa kedua Dinas itu yang mendesak untuk diprioritaskan karena

menyangkut langsung kepentingan untuk pelayanan kepada masyarakat luas

(public services). Berikut petikan wawancaranya:

“Karena lebih kepada fokus bentuk pelayanan publik, pelayanan yang

bergaul langsung dengan masyarakat. Yang ketiga adalah kantor

arsip. Ini sebetulnya memang awalnya kantor arsip.Dua SKPD,

intinya adalah bagaimana proses pembentukan dari e…ketiga SKPD

itu atau secara umum bagaimana proses. Ya kalau secara normatif

memang kita kita merefer pada e…apa namanya PP seperti biasalah

normatif.”

Apabila dikaitkan dengan faktor yang mempengaruhi pembentukan

SKPD,indikasi serta korelasinya secara organisasional terhadap kinerja

Pemerintah Kota Tangerang. Berikut petikan wawancaranya:

“Kalau orang-orang daerah ini para perencana organisasilah gitu di

daerah dia pasti apa namanya sabdo pandito gitu.Artinya nggak ada

pertimbangan misalnya, “kenapa begini kenapa begitu.Ya aturan. Itu

yang melekat pada birokrasi dan tidak ada satu kreativitas karena

kreativitas di Indonesia akan terjerembab kepada persoalan hukum

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 219: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

200

nantinya. Kalau misalnya uang ada aliran APBD nah ketika diperiksa

sudah kena.Itulah yang membuat pejabat-pejabat daerah patron client

tidak ada suatu kreativitas. Kalaupun orang pusat ini, pusat itu hanya

bertugas menyusun standar, norma, dan prosedur. Orang pusat bikin

surat harus dilaksanakan gitu kan masa bodo mau jungkir balik.

Harusnya ini saya kembali mencontohkan ini ya e…pemilu bukan

karena saya mengaitkan. Karena terjadi satu persengketaan karena

peraturan yang tidak jelas, peraturan yang multi tafsir, membuat apa

para pelaksana di daerah itu adalah e…apa namanya loyalitas mati.

Karena sesungguhnya Undang-Undang desentralisasi sehingga daerah

bisa mempunyai kreativitas, daerah mempunyai inovasi-inovasi yang

lain. Ini yang membuatnya, nah kaitan dengan bagaimana penyusunan

organisasi daerah itukan ya tentunya berpatokan kepada rukun

penjabarannya apa tuh, undang-undang PP itukan. Padahal

sesungguhnya juga undang-undang dan PP tidak apa ya menyajikan

secara detail. Ada suatu terjadi begini ketika ada suatu layanan

misalnya reklame BPP Badan Pelayanan Perizinan mengambil duit dia

kalau terjadi masalah itu mah urusan Satpol PP dan Dinas Tata Kota.

Terjadi perseteruan padahal harusnya inikan suatu sistem kan dibangun

dibentuk dinas ini tentunya walikota jadi penengah juga. Akhirnya

amanat dari peraturan daerah, amanat peraturan walikota tidak

efektif.Ini tafsiran-tafsiran pejabat-pejabat di daerah seperti itu”.

`Hal tersebut sebenarnya ada keterkaitannya dengan peranan Walikota

dalam pembentukan SKPD dan pengangkatan pejabatnya, karena sudah menjadi

kecenderungan di banyak daerah bahwa Walikota terpilih pasti akan mengangkat

orang-orang yang dianggap layak untuk membantu menjalankan kinerja

pemerintahan.Pertimbangan kelayakan tersebut sangat relatif karena disesuaikan

dengan target-target dan program yang telah dicanangkan sebelumnya. Berikut

petikan wawancaranya:

“Ya itu seperti itu. Di lingkungan internal kita didiskusikan dengan

walikota, mungkin Pak walikota ada kepentingan-kepentingan bahkan

saya satu minggu waktu itu di Puncak tuh membicarakan soal perizinan

dengan supaya digabung kan. Kemudian tanda tangan langsung

dilarikan ke walikota tanpa ada melalui prosedur Sekda gitukan. Nah

ini sebenarnya perizinan kan di situkan diinterpretasikan kepala

daerah ada need-nya itukan Sekda jangan ikut-ikut, ini urusan gua.

Nah dengan dewan juga intens. Dan dewan juga melibatkan hearing

juga dengan stakeholder gitukan, bukan hanya di intern SKPD bahkan

waktu itu Dewan yang dulu ada dinas namanya Perumahan dan

Pemukiman karena apa namanya kepala dinasnya waktu itu dia tidak

komulatif akhirnya dilebur. Karena menurut ini kita tim bahwa Dinas

Pemukiman dan Perumahan ini masih relevan karena Tangerang ini

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 220: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

201

kan kalau lihat zoningnya itukan ngurusin rumah, pemukiman

dileburlah dia.”

Bila ditelaah lebih jauh tentang pemilihan para pejabat yang akan

menduduki posisi top management di masing-masing SKPD, maka

mekanismenya dapat ditelusuri berdasarkan pengalaman mantan Sekda. Berikut

petikan wawancaranya:

“Kalau kita berdasarkan pengalaman jadi Sekda.Jadi kita melihat

karier gitu Pak dari bawah, khusus mengenai dinas-dinas khusus yang

tadi kependidikan tentunya orang yang paham betul terhadap

belantara wilayah pekerjaannya, spesifikasi pekerjaannya, ranah

pekerjaannya. Ya kita misalnya dokter ya kan banyak berhubungan

dengan rumah sakit. Jadi terhadap dinas-dinas kayak inspektorat dia

harus dari auditor jadi paham betul. Karena bukan pembentukan

organisasi di daerah itu bukan bagi-bagi kekuasaan.Nah dari dulu

saya berpandangan seperti itu.Saya banyak berselisih paham dengan

Pak Wahidin, Pak Wahidin itukan kadang-kadang melibatkan ada

parameter politik.Dia membantu nggak waktu gua nyalonin? Ah gak

bantu Pak. Ah udah jangan kan gitukan”.

Terkait dengan realitas politik, terutama mekanisme pemilihan kepala

daerah secara langsung (Pilkada).Hal yang lumrah terjadi transaksi politik yang

berujung distribusi kekuasaan, khususnya posisi-posisi strategis. Hal itu tentunya

juga terjadi di Kota Tangerang, dimana tidak tertutup kemungkinan anggota tim

sukses kemudian menjadi kepala SKPD. Berikut petikan wawancaranya:

“Saya bemperi, saya tes, psikotes semua untuk bahan ketika dia

menempatkan seseorang kan ada rahasia publik itu, “itu mah hanya

me…apa namanya menempatkan orang-orang yang politik balas budi.”

Kata Pak Wahidin, siapa bilang, saya pakai di psikotes apa segala. Dia

nggak tahu bahwa itu adalah membemperi dia untuk tidak menempatkan

ini tidak berprasangka nepotisme kan makanya saya waktu itu. Pokoknya

kita terhadap badan-badan apa dinas atau badan atau kantor yang

punya kualifikasi khusus itu ditempatkan orang-orang yang

berkompetensi itu.‟

Kesimpulan dari wawancara yang telah disampaikan sebelumnya adalah

bahwa faktor yang paling mempengaruhi dalam pembentukan SKPD dan

pengangkatan para pejabatnya adalah faktor politik.SKPD dibentuk sebagai

pengejawantahan dari janji dan program politik yang telah disampaikan oleh

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 221: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

202

Walikota terpilih pada saat kampanye kepada masyarakat terutama konstituennya.

Adapun pengangkatan para pejabatnya juga sangat dipengaruhi faktor

pertimbangan politik untuk mengakomodasi berbagai kepentingan para

penyokong dan tim sukses yang tentunya sudah terjadi kesepakatan politik jauh-

jauh hari sebelum Walikota terpilih menduduki jabatannya setelah memenangkan

Pilkada.Dalam perspektif lainnya, masih pada level makro, informasi terkait

pembentukan SKPD dapat dilihat pada hasil wawancara dengan para anggota

DPRD Kota Tangerang, terutama dengan Komisi I yang membidangi pembuatan

berbagai Perda (Peraturan Daerah) terkait dengan pembentukan organisasi

perangkat daerah.

Wawancara telah dilakukan dengan beberapa anggota Komisi I DPRD

Kota Tangerang, yaitu (1) Afanuddin, (Sekretaris Komisi I) pada tanggal 8

November 2013 di Kantor DPRD Kota Tangerang; (2) Gatot Purwanto, (Ketua

Komisi I) pada tanggal 9 November 2013 di Hotel Aston Kota Tangerang; dan (3)

Basri, (Kepala Bagian Biro Rumah Tangga) pada tanggal 7 November 2013 di

Kantor DPRD Kota Tangerang.Penjelasan yang terkait dengan proses

pembentukan organisasi perangkat daerah, mulai dari awal sampai dengan

penetapannya dalam Perda (Peraturan Daerah) untuk Dinas Pendidikan (Disdik),

Dinas Kesehatan (Dinkes) dan Kantor Arsip Daerah (KAD). Pendapat dalam

wawancara dengan para anggota DPRD Kota Tangerang, sebagai berikut:

Menurut salah satu anggota DPRD Kota Tangerang, H. Affanuddin,

beliau menjelaskan sebagaimanan tersebut di bawah ini:

“Ya, kalau untuk Dinas Pendidikan saya pikir memang dia kan SOTKnya

sudah dibentuk, baik SOTKnya dan juga memang diatur sama PP 41 dan

juga kalau Dinas Kesehatan itu memang hakikatnya di Kota Tangerang

memang sudah cukup baik, dengan adanya puskesmas-puskesmas yang

memang ke depannya kita juga akan menjadi buat penyaringan,

penyaringan dalam artian katagori penyakit yang akan kita limpahkan ke

rumah sakit umum daerah, jadi saya kedepannya juga berharap untuk

puskesmas-puskesmas yang memang ada di kecamatan-kecamtan itu bisa

menseleksi, sehingga apakah ini dapat dirujuk dengan rumah sakit umum

ataupun tidak. Kalau hal-hal penyakit-penyakit yang memang bisa

dikategorikan kecil bisa ditangani oleh puskesmas itu saya pikir itu yang

harus dicover oleh puskesmas.kalau Dinas Pendidikan kita kemarin

memang tidak banyak merubah yaitu masih mengacu kepada perda-perda

yang teradahulu, karena SOTK yang memang ada di dinas itu memang

sudah cukup efektif. Ya kalau sistem pembentukannnya ini kan ada

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 222: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

203

mekanisme yang memang dikaji dulu sebelum dibentuk kebutuhan di

dalam satu daerah, bagaimana dengan mekanisme, harapannya ya

mungkin mengacu pada peraturan-peraturan perundang-undangan yang

berlaku, itu tentang pembentukan perangkat kerjanya.”

Sedangkan menurut pendapat anggota DPRD lainnya, H. Basri, beliau

menyampaikan pandangannya sebagai berikut:

“Proses pembentukannya? Diawali melalui perda yang diusulkan oleh

pemerintah, dalam hal ini eksekutif, Walikota menyampaikan Raperda

tersebut (Rencana Peraturan Daerah) mengenai perangkat daerah

misalkan Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kantor apa ajalah, itu

prosesnya, ke sekretariat DPRD itu hanya usulan, dari eksekutif kepada

DPRD, nanti di DPRD itu dibahas juga dengan eksekutif atau juga

dengan SKPD terkait, atau juga dibahas dengan tokoh masyarakat atau

pihak lain, pihak lain yang berkepentingan dengan SKPD yang

bersangkutan. Misal SKPD PDK penting apa di buat Dinas PDK, kita

juga dari DPRD maksudnya mengundang juga pihak-pihak terkait dalam

pembahasan Raperda itu. Jadi proses awalnya itu, Walikota (kalau disini

Walikota ya).

Dari pendapat anggota DPRD ini dapat dipahami bahwa Peraturan Daerah

pertama kali diusulkan oleh eksekutif daerah, dalam hal ini Walikota melalui

Sekretariat DPRD. Di DPRD kota Tangerang, rancangan ini dibahas bersama

SKPD terkait dan tokoh masyarakat dan pihak terkait lainnya. Peranan SKPD di

sini sangat besar sekali terutama dalam memberikan masukan tentang signifikansi

dari SKPD yang diusulkan. Dalam fase ini Walikota memberikan penjelasan di

depan sidang DPRD sebagaimana dikatakan lebih lanjut sebagai berikut:

“Walikota menyampaikan penjelasan rancangan peraturan daerah

mengenai pembentukan SKPD tadi, di rapat paripurna, dihadapan

anggota dewan, dan pejabat-pejabat yang terkait nah setelah itu

diparipurnakan, nanti ada pemandangan umum dari dewan, dari fraksi,

terutama pemandangan umum fraksi mengenai penjelasan walikota atas

rancangan perda. Rancangan perda mengenai pembentukan SKPD,

setelah itu rapat paripurna lagi, nanti ada jawaban dari walikota, tadi kan

penjelasan oleh walikota pertamanya, paripurna yang kedua pandangan

umum, setelah ada pandangan umum nanti ada jawaban dari walikota.

Anggota dewan aja, minta masukan semua anggota dewan disitu, setelah

tadi dibahas dengan tokoh masyarakat tokoh SKPD, terakhir.Nah setelah

paripurna finalisasi.Difinalkan, baru nanti disampaikan kembali di rapat

paripurna dengan Walikota ditetapkan sebagai perda, jadi nanti terakhir

itu penandatanganan kesepakatan penetapan Raperda menjadi Perda tadi

pendidikan dan lainnya. Setelah dijawab oleh Walikota, baru ada

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 223: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

204

pembahasan, tahap pembahasan, pembahasan dengan SKPD terkait

dengan tokoh masyarakat, dengan pihak ke 3 dengan pihak-pihak lain

yang diperlukan, mengenai pentingnya dibentuk organisasi tersebut.

Setelah dibahas beberapa lama, dewan nanti membuat kesimpulan di

laporan akhir, nanti dirapat gabungan dulu, biasanya itu dibahasnya oleh

pansus (panitia khusus) setelah membahas ya nanti di rapat gabungan

semua anggota dewan rapat lagi tapi buka rapat paripurna umum,

paripurna internal.”

Proses lebih lanjut dilakukan melalui sidang paripurna, pemandangan

umum dari setiap fraksi. Kegiatan rapat pembahasan bisa dilaksanakan beberapa

kali sehingga nanti ditetapkan kesepakatan untuk kemudian difinalisasikan. Bila

kajiannya dikaitkan dengan proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok

masing-masing SKPD (Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip

Daerah), maka gambaran pandangan para anggota DPRD, sebagai berikut:

Menurut H. Affanuddin, sebagai salah satu anggota Komisi I DPRD Kota

Tangerang, pandangan beliau sebagai berikut:

“Ya kalau penyusunan itu kan tergantung dari tingkat kebutuhannya,

e..berapa sih yang dibutuhkan sama Dinas Pendidikan. Kalau untuk

membuat strukturnya itu kan saya pikir itu dinas-dinas terkait yang

memang e..mengetahui berapa yang harus mereka butuhkan pangkat dan

struktur seperti apa polanya itu yang memang mereka butuhkan dari

tingkat kecamatan yang mungkin, yang mungkin yah ada pembantu,

tingkat pendidikan kan ada UPT, UPTD yah, kalau di Puskesmas, e..

kalau di Dinas Kesehatan mungkin puskesmas-puskesmas dan sekarang

dibantu dengan posyandu-posyandu yaitu mungkin e.. salah satu

keterkaitan ada beberapa dinas yang terkait. Kalau Kantor Arsip memang

Kantornya sudah tetap ya. Ada, istilahnya itu memang kantor yang

menaruh seluruh arsip-arsip yang berkaitan dengan masalah pemerintah

daerah Kota Tangerang.”

Penyusunan organisasional SKPD sangat bergantung pada tingkat

kebutuhan masing-masing sesuai dengan pola peraturan perundang-undangan.

Sedangkan menurut pandangan H. Basri, yang juga berada di komisi yang sama,

beliau menyampaikan informasi sebagai berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 224: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

205

“Kalau penyusunan struktur itu urusan Walikota.Pengisiannya oleh

Walikota.Jadi kalau dengan membahas, rencana membantu Dinas

Pendidikan, setelah dibentuk Dinas Pendidikan strukturnya bagaimana?

Ada Kepala, ada Sekretaris, ada Kabid-kabid, ada Kasi-Kasi misalnya, itu

hanya kerangkanya saja, adapun nanti mengisi orang-orangnya itu

Walikota.”

Secara lebih mendalam, ada beberapa faktor yang menjadi penentu dalam

proses pembentukan organisasi perangkat daerah, baik faktor internal maupun

eksternal. Faktor-faktor internalnya sebagaimana tergambar dari penjelasan para

angota DPRD, sebagai berikut:

Menurut H. Affanuddin sebagai berikut:

“Pertama faktor yang paling penting, faktor tingkat kebutuhan

masyarakat, jadi kita membentuk salah satu antar satuan kerja itu, itu

memang kita harus bisa mengetahui tingkat pelayanan masyarakat sejauh

mana, apakah sudah memuaskan atau tidak, kebutuhan masyarakatnya,

kenapa itu bisa didirikan UPTD seperti Dinas Pendidikan. Itu bisa

membantu, karena banyaknya sekolah-sekolah yang ada di wilayah Kota

Tangerang baik negeri maupun swasta, jadi harus dipantau dan juga

mungkin permasalahan kesehatan itu sendiri, dan tadi posyandu,.

puskesmas, ini mungkin yang memang kita ketahui seberapa jauh tingkat

kepuasan sehingga itulah menjadi salah satu indikator bagaimana kita

menyusun faktor dari kantor penyelenggaraan pemerintah daerah. Iya,

tadi itulah indikator-indikatornya masalah faktor pelayanan pada

dasarnya begitu.”

Sedangkan menurut H. Basri sebagai berikut :

“Jadi biasanya internal itu leading sector, leading sector untuk Raperda,

Raperda itu biasanya di eksekutif, dipihak walikota, itu bagian hukum,

atau SKPD terkait, katakanlah misalnya Dinas Pendidikan, punya apa

namanya, kantor pengen ditingkatkan, kantor itu biasanya yang

merencanakan awal, rencana awal yang menentukan ini polanya begini,

begini, begini, nanti dimasukkan ke dalam Prolegda yang di eksekutif,

dari sana bagian hukum ni, misalnya ketuanya Pak Sekda, nanti dari sana

dibahas, setelah dibahas baru jadi rancangan baru disampaikan ke DPRD

Kota, jadi leading sectornya mungkin yang menentukan maksudnya itu

dari SKPD awal, yang punya gagasan awal.

Peranan leading sector dalam hal ini SKPD, sangat besar dalam

mengajukan usulan nomenklatur organisasi. Usulan unit organisasi harus

dimasukan ke dalam Prolegda di eksekutif, yang berada di Bagian Hukum

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 225: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

206

Sekretariat pemerintahan daerah. Proses kegiatan dikoordinasi oleh Sekretaris

Daerah yang bertanggung jawab kepada Walikota. Sebagaimana disampaikan oleh

anggota DPRD sebagai berikut:

“Seperti kita, sekretariat DPRD minta penambahan-penambahan yang

namanya kasubag, dalam struktur organisasi minta penambahan kasubag,

nah leadingnya itu berarti dari kita, dari sekretariat, kenapa kita butuh

itu, butuh kasubag? Karena kan sangat diperlukan, sangat dipentingkan

dan sangat dibutuhkan sekali, kita usulkan ke tim Prolegda tadi yang ada

di eksekutif, Walikota, nah ketuanya Pak Sekda, dan Sekretarisnya bagian

hukum, dan lainnya ang terkait disitu. Disitu dibahas seperti tadi di

dalam, baru nanti diusulkan jadi Raperda, yang mengusulkannya yang

menyampaikan nanti Pak Walikota, sampaikan ke Dewan, padahal punya

kita kan? Disampaikan ke Dewan baru persetujuan bersama, gitu.Baru

dua orang tuh, dua orang Kasubag kosong yang mengisinya siapa bukan

Dewan, yang mengisinya nanti dari Walikota, siapa menyusun siapa gitu.”

Di samping faktor kebutuhan terutama yang terkait dengan pelayanan

publik sebagai faktor internal, yang sangat menentukan bagaimana postur

organisasional SKPD, ada faktor eksternal yang menjadi penentu dan harus

diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah. Hal ini

dapat dipahami dari wawancara dengan H. Affanudin, sebagai berikut:

“Faktor-faktor eksternal, yang dari masyarakat. Kalau internal itu kan

memang e..faktor yang dibentuk dari SKPD-SKPD terkait yang

menentukan eksternal kan masyarakat. Jadi kita harus melibatkan sejauh

mana dibutuhkan atau tidak, ini kita tidak terlepas daripada aspirasi

masyarakat.”

Faktor yang bersifat eksternal lebih berasal dari aspirasi masyarakat.

Pendapat, masukan dan keinginan seperti apa nomenklatur SKPD itu menjadi

faktor yang memberikan pengaruh. Secara subtansial, faktor kelulusan menjadi

indikator yang dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas

pokok orgainisasi Dinas Pendidikan sebagaimana pendapat Affanuddin sebagai

berikut:

“Tingkat kelulusan salah satu indikator, dan itu kan harus kita ketahui,

jadi berapa tingkat kelulusan, tingkat kelulusan itu sehingga kita bisa

membentuk daripada faktor-faktor yang memang berkaitan dengan Dinas

Pendidikan karena kan orientasi untuk pendidikan itu kan mesti angka

kelulusan-angka kelulusan. Itu yang memang tidak terpisahkan juga salah

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 226: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

207

satunya.E.. ini indikator untuk pembentukan-pembentukan dalam

organisasi pendidikan mungkin itu saja.”

Sedangkan untuk Dinas Kesehatan H. Basri mengatakan sebagai berikut :

“Waduh, tentang kesehatan?Saya kurang paham kalau itu, biasanya kita

itu membutuhkan dua seksi atau dua kasubag, itu sesuai dengan

kebutuhan kita, kita misalkan disini kasubag verifikasi, kasubag verifikasi

sangat dibutuhkan untuk kelancaran administrasi keuangan, ga ada di situ

kasubag verifikasi maka.Diadakan, nah kita usulkan. Mungkin juga di

SKPD yang lain seperti itu, kenapa diperlukan struktur itu, bagian badan

ini, nah mungkin ada kebutuhan-kebutuhan yang mendesak yang harus

ditangani oleh SKPD yang bersangkutan, jadi sifatnya umum, kalau

itukan sub-sub dari dinas ini, dinas ini, itu mah silahkan masing-masing

dinas kan punya alasan tertentu, saya ambil contoh yang ada di

sekretariat DPRD, kita membutuhkan 2 kasubag karena itu memang

diperlukan, satu kasubag pelaksanaan, kedua kasubag verifikasi yang

sebelumnya dijabat oleh kasubag yang lain, padahal menurut fungsi dan

tugas itu sangat berat, maka perlu dibentuk itu.”

Di samping itu bagi Dinas Kesehatan, ada beberapa faktor yang harus

dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi di

dinas tersebut. Berikut pandangan beberapa anggota DPRD Kota Tangerang,

sebagai berikut:

Menurut H. Affanuddin, sbb:

“Pertama, jumlah penduduk, memang ini indikator sejauh mana tingkat

pelayanan tentang sarana kesehatannya, sarana kesehatan ini kan seperti

posyandu dan puskesmas sehingga apakah ini kita layak mendirikan salah

satu puskesmas, Bisa saja di salah satu kecamatan ketika memang

penduduknya sangat padat.Ini bisa saja kita dirikan misalnya dua

puskesmas, lebih dari satu. Sementara ini kan saya lihat juga memang kan

ada beberapa satu kecamatan, satu puskesmasnya ya Pak, sehingga tidak

menutup kemungkinan, bila akan dibentuk puskesmas pembantu juga.”

Sedangkan menurut pandangan H. Basri, sbb:

“Iya, begitu, yang lain juga mungkin begitu. Satu itu di bawah dulu,

keduanya ada juga tuh, faktor eksternalnya undang-undang, pemerintah

menghendak iadanya dinas ini, dinas ini, sementara kita belum terbentuk,

faktor luar tetapi berdasarkan ketentuan yang lebih tinggi, kalau yang

dulu ada begitu, sebelum struktur baru yang ada ini kita mengacu kepada

struktur yang lama, makanya dengan pertimbangannya karena undang-

undang menghendaki begitu.”

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 227: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

208

Untuk pembentukan Dinas Kesehatan tampaknya faktor substansial yang

menonjol adalah jumlah penduduk dan tingkat kesehatan, dari sudut legal terkait

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sebagai pertimbangan.

Hal serupa juga tidak kalah penting untuk didalami, yaitu faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi

KAD (Kantor Arsip Daerah). Gambarannya dapat dipahami dari hasil wawancara

dengan H. Affanudin, sebagai berikut:

“Kalau untuk Kantor Arsip Daerah, sejauh ini ada beberapa pemilahan-

pemilahan atau permasalahan-permasalahan atau bidang-bidang yang

memang diarsipkan oleh daerah Kota Tangerang, mungkin ya masalah

pendataan kependudukan, data kepegawaian, data laju inflasi, data yang

macam-macam ini sejauh mana perkembangan-perkembangan dari data-

data tersebut yang memang kita tampung di kantor arsip daerah, saya

pikir untuk kantor arsip daerah itu kantor yang sangat vital. Hakikatnya

sangat vital karena dia memang yang mengumpulkan seluruh arsip dari

tahun 58 mungkin masih ada. Ini kan memang sangat rancu, karena

daerah Kota Tangerang ini kan daerah pemekaran, daerah pemekaran

dari kabupaten menjadi e.. Kota Tangerang, tahun 93 kalau gak salah itu.

Tanggal 8 Oktober tahun 1993 itu kan pemekaran Kota Tangerang,

sehingga kan kantor arsip ini juga sangat berperan penting mendukung

juga e..berperan penting walaupun hakikatnya pun selam ini kan

dikesampingkan. Iya, karena hakikatnya ini menjadi salah satu jantung

pemerintah kita seperti kita kehilangan data beberapa masyarakat kami

saja, Pada waktu beberapa hari yang lalu kami kehilangan data tentang

permasalahan tanah karena di wilayah kita. Ini kan kita melihat kan BPN

belum tentu tanah yang disertifikatkan itu ada datanya di kantor arsip.

Karena faktor itulah bengkok tidak tercantum di data BPN, tapi ada di

kantor arsip, inilah hal yang penting, cukup dijumlah data penduduk, data

penyidik itu kan masuk semuanya baik, walaupun nanti bermuara pada

penyelenggara hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan pemilu atau

yang lainnya, arsip saya pikir sangat penting, sangat penting. Memang ini

yang mengumpulkan data-data tentang Kota Tangerang, tetapi sejauh

mana dari tingkat kebutuhannya. Ini kita lihat sejauh mana juga data-data

yang masuk di kantor arsip, ya!”

Hasil wawancara ini memberikan penjelasan bahwa pembentukan Kantor

Arsip Kota merupakan suatu kebutuhan akan tersedianya data yang lengkap

tentang kewilayahan dan penduduk. Di samping karena kearsipan salah satu

urusan wajib yang diatur dalam PP No.31/2007 tentang Pembagian Urusan. Dari

beberapa pendapat sebagaimana yang telah diuraikan memang yang kemudian

dapat dipahami adalah bahwa Pimpinan SKPD dituntut untuk memiliki

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 228: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

209

kapabilitas yang tinggi dalam mewujudkan pemerintahan yang efisien dan efektif

sehingga nantinya akan mampu memberi pelayanan publik yang berkelas dunia,

dan menjawab tantangan global yang semakin kompetitif. Desentralisasi

pemerintahan daerah pada level makro dapat dipersandingkan antara UU.32

Tahun 1999, UU. No. 32 Tahun 2004256

dan usulan Peneliti dapat dipahami

sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 5.1 berikut:

Tabel 5.1. Perbandingan UU No.32/1999, UU No.32/2004

dan Usulan Peneliti

Konsep UU No.32/1999 UU No.32/2004 Usulan Peneliti

Pemerintah

Pusat

Perangkat NKRI yg terdiri

dari Presiden beserta para

menteri menurut asas

desentralisasi

Presiden memegang

kekuasaan

pemerintahan negara

RI sbgmn dlm UUD

1945

Presiden dibantu oleh

menteri-menteri yg ber-

tanggung jawab atas suatu

urusan pemerintahan.

Menteri berkewenangan

untuk melakukan binwas

kpd daerah.

Desentra-

Lisasi

Penyerahan wewenang

pemerintahan oleh

Pemerintah kepada daerah

otonom dalam kerangka

NKRI

Penyerahan wewenang

pemerintahan oleh

pemerintah kepada

daerah otonom utk

mengatur dan

mengurus urusan

pemerintahan dalam

sistem NKRI

Pemerintah bertanggung

jawab dlm penetapan

kebijakan nasional utk

menjaga harmonisasi,

sinkronisasi antara

pemerintah-daerah &

daerah-daerah.Pemerintah

berwenang utk melak-

sanakan urusan yg

menimbulkan eksterna-

litas yg bersifat lintas

provinsi & negara

Dekon-

Sentrasi

Pelimpahan wewenang

dari pemerintah pusat

kepada gubernur sbg wakil

pemerintah dan/atau

perangkat pusat di daerah

Pelimpahan wewenang

pemerintahan oleh

pemerintah kpd

Gubernur sbg wakil

dan/ atau kpd instansi

vertikal wilayah

tertentu

Adanya pengaturan tugas-

tugas urusan pemerinta-

han umum yg hrs dilak-

sanakan gubernur, bupati,

walikota& pelimpahan

dari walikota ke camat

Tugas

Pembantuan

Penugasan dari pemerintah

kepada daerah dan desa,

dari daerah ke desa untuk

melaksanakan tugas

tertentu yg disertai

pembiayaan, sarana &

prasarana serta SDM

dengan kewajiban

melaporkan

Penugasan dari

pemerintah kpd daerah

dan/atau desa dari

pemerintah provinsi

kpd kabupaten/kota

dan/ atau desa serta

dari pemerintah

kabupaten/kota kepada

desa utk melaksanakan

Pelaksanaan tugas

pembantuan belum jelas,

oleh karena itu diperlukan

kriteria dan konsekuensi

yang jelas dalam

pemberian tugas

pembantuan.

256

Penelitian ini telah dilaksanakan jauh sebelum ditetapkannya penyempurnaan UU No.

32/2004 menjadi UU No.23/2014 tentang Pemerintahan Daerah. Penyempurnaan ini memberikan

implikasi penyempurnaan terhadap turunannya yaitu Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan

Kabupaten/Kota serta PP No.41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.

Penyempurnaan turunan UU ini sedang dalam proses penyusunan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 229: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

210

pelaksanaannya &

mempertanggungjawabkan

kpd ybs

tugas tertentu

Otonomi

Daerah

Kewenangan daerah

otonom utk mengatur dan

mengurus kepentingan

masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri

berdasar aspirasi

masyarakat sesuai dgn

peraturan per-UU

Hak, wewenang dan

kewajiban daerah

otonom utk mengatur

& mengurus sendiri

urusan pemetintahan

dan kepentingan

setempat sesuai dgn

peraturan per-UU-an

Provinsi memiliki

kewenangan utk mengatur

dan mengurus

desentralisasi yg menjadi

urusannya, lintas

kabupaten/ kota dan/

urusan yg dampaknya

melewati batas kabupaten/

kota

Daerah

Otonom

Kesatuan masyarakat

hukum yg mempunyai

batas wilayah tertentu,

berwenang mengatur &

mengurus kepentingan

masyarakat setempat

menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi

masyarakat dalam NKRI

Kesatuan masyarakat

hukum yg mempunyai

batas wilayah yg

berwenang mengatur

dan mengurus urusan

pemerintahan dan

kepentingan

masyarakat setempat

menurut prakarsa

sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat

dalam NKRI

Kesatuan masyarakat

hukum yg mempunyai

batas wilayah yg

berwenang mengatur dan

mengurus urusan

pemerintahan dan

kepentingan masyarakat

setempat menurut

prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi

masyarakat & dikepalai

oleh kepala daerah dalam

NKRI

Wilayah

Administrasi

Wilayah kerja Gubernur

Selaku wakil pemerintah

Wilayah kerja Gubernur

selaku wakil pemerintah

Kelurahan Wilayah kerja lurah sbg

perangkat daerah

kabupaten dan/ atau dae-

rah kota di bawah

kecamatan

Wilayah kerja lurah

sebagai perangkat daerah

di tingkat kota di bawah

kecamatan

Pemerintah

Daerah

Kepala daerah beserta

perangkat daerah otonom

yg lain sbg badan ekseku-

tif daerah

Gubernur, Bupati atau

Walikota dan

perangkat daerah sbg

unsur penyelenggara

Pemda

Perlu diatur keberadaan

muspida sbg forum

koordinasi antara

pimpinan daerah &

pimpinan instansi verti-

kal,disamping kejelasan

peran Gubernur, Bupati

atau Walikota dan

perangkat daerah sbg

unsur penyelenggara

Pemda

Pemerintahan

Daerah

Penyelenggaraan Pemda

Otonom oleh Pemda dan

DPRD dan/ atau daerah

kota di bawah kecamatan

Penyelenggaraan

urusan pemerintahan

oleh pemerintah daerah

dan DPRD menurut

asas otonomi dan tugas

pembantuan dgn

prinsip otonomi dan

tugas pembantuan dgn

prinsip otonomi seluas-

luasnya dalam sistem

NKRI

Perlu diatur dg jelas ke-

Dudukan dan hub antara

DPRD dan kepala daerah

sebagai unsur

penyelenggara daerah

sehingga dapat menjamin

terjadi check and balance

dlm hubungan keduanya

utk mewujudkan kese-

kesejahteraan rakyat.

Desa Kesatuan wilayah

masyarakat hukum yg me-

Miliki kewenangan utk

mengatur menurut asas

Kesatuan masyarakat

hukum yg memiliki

batas2 wilayah yg

berwenang utk meng-

Telah di atur dalam UU

khusus tentang Desa.

Desa termasuk ke dalam

community self

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 230: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

211

desentralisasi atur dan mengurus

kepentingan masya-

rakat setempat ber-

dasarkan asal usul &

adat istiadat setempat

yg diakui & dihormati

dlm sistem pem NKRI

government atau

pemerintahan yang

berbasis komunitas

melaksanakan hal yg

terkait dgn adat istiadat &

tradisi dan bukan local

self government seperti

halnya provinsi,

kabupaten/ kota.

Sumber: setelah diolah, UU No.32/1999 dan UU No.32/2004

Dari perbandingan sebagaimana dijelaskan di atas, langkah restrukturisasi

dalam pengaturan urusan pemerintahan selayaknya dilakukan terhadap Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004257

. Restrukturisasi dilakukan dengan menata

kembali arsitektur pembagian urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.

Pertama, konsep yang digunakan untuk membagi urusan pemerintahan menjadi

urusan eksklusif atau absolut dan urusan konkuren. Urusan eksklusif merupakan

urusan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, sedangkan

urusan konkuren adalah urusan yang dapat diatur oleh pemeruntah dan atau

daerah yang penentuannya dilakukan dengan kriteria tertentu. Kedua, perlu

dipertimbangkan untuk memperjelas cara penyelenggaraan urusan pusat dengan

menentukan urusan yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Pusat sendiri

secara langsung dengan menggunakan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

Dalam konteks ini, dekonsentrasi dapat dibatasi hanya pada urusan eksklusif dan

urusan konkuren yang didasarkan kriteria tertentu dilaksanakan oleh Pemerintah

Pusat sebagai urusan pemerintah pusat.

Dalam pembagian urusan, pengaturan yang jelas dapat membedakan

antara urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib seharusnya dibedakan

menjadi dua kelompok urusan yaitu urusan yang terkait dengan pelayanan dasar

masyarakat yang secara minimal harus dapat diakomodir, dan urusan wajib yang

terkait dengan kebijakan nasional. Urusan wajib yang terkait dengan pelayanan

dasar harus didasarkan pada standar pelayanan minimal (SPM) yang dibuat oleh

pemerintah, sementara urusan wajib yang terkait dengan kepentingan pemerintah

257

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 telah diubah menjadi UU No.23 Tahun 2014 dan

disahkan oleh Presiden tanggal 30 September 2014, diundangkan pada tanggal 2 Oktober 2014.

Pendapat ini disusun sebelum UU No.32 tahun 2004 disahkan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 231: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

212

dilaksanakan berdasarkan standar yang diatur dalam norma standar prosedur

kriteria (NSPK) yang dibuat oleh pemerintah.

Penyelenggaraan urusan pilihan diorientasikan untuk pengembangan

keunggulan daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan rakyat. Pengambilan

keputusan untuk menentukan urusan pilihan yang akan dikelola oleh daerah dapat

didasarkan pada struktur besaran pendapatan daerah, mata pencaharian penduduk

dan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada di daerah. Penyelenggaraan urusan

pilihan yang ditentukan oleh daerah harus sinergik dan terintegrasi dengan

kebijakan nasional. Daerah agar lebih berfokus dalam melaksanakan urusan wajib

dan pilihan sehingga sesuai dengan prioritas dan potensi unggulan daerah,

selayaknya mempertimbangkan untuk melakukan pemetaan (mapping) baik oleh

pusat maupun daerah terhadap setiap urusan pemerintahan tersebut. Pembagian

urusan harus dilakukan secara tepat dengan menggunakan kriteria yang jelas,

rasional dan proporsional sesuai dengan kompetensi dan sumber daya yang ada

pada masing-masing daerah.

Pembagian urusan dalam Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah

UU No.32 tahun 2004 ini secara hierarkhis dijabarkan ke dalam peraturan

pelaksana yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 38 Tahun 2007 danuntuk

kelembagaannya atau organisasi perangkat daerahnya ke dalam PP 41 Tahun

2007. Kedua PP ini258

yang merupakan perwujudan dari konsep desentralisasi

dalam perspektif institusional dapat dipahami oleh Peneliti sebagaimana dapat

dilihat dalam tabel 5.2 berikut:

258

Kedua Peraturan Pemerintah ini sekarang dalam proses penyempurnaan oleh eksekutif.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 232: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

213

Tabel 5.2 Pemaknaan Desentralisasi dalam PP 38/2007, PP 41/2007

Dan Pemahaman Peneliti

PP 38//2007 PP 41//2007 Pemahaman Peneliti

Distribusi urusan

pemerintahan antara

pemerintah pusat, provinsi

dan kabupaten/kota

dituangkan ke dalam

bentuk Peraturan

pemerintah No. 38

Tahun 2007. Peraturan ini

merupakan kebijakan

publik yang memperjelas

dan mempertegas batas

urusan pemerintahan antara

pemerintah, provinsi,

kabupaten/kota. Ada 26

urusan wajib yang harus

diselenggarakan oleh

pemerintahan daerah

provinsi dan pemerintahan

kabupaten/kota yang

berkaitan dengan pelayanan

dasar. Di samping urusan

wajib, ada 8 urusan pilihan

yang berpotensi untuk

meningkatkan

kesejahteraan masyarakat

sesuai dengan kondisi

karakteristik, kekhasan dan

potensi unggulan daerah

dalam rangka

pengembangan otonomi

daerah.

Keseluruhan urusan

dimaknai oleh

kabupaten//kota ke dalam

format organisasi perangkat

daerah yang harus dibentuk

secara berbeda. Pembedaan

kelembagaan perangkat

daerah di kabupaten/kota

memang tidak dapat

dilepaskan dari bagaimana

masing-masing daerah

menafsirkan Peraturan

Pemerintah No. 41 tahun

2007 tentang Organisasi

Perangkat Daerah, di

samping persepsi dan

kebutuhan terhadap urgensi

pelayanan publik bagi

kabupaten/ kota. Urgensi

pelayanan kesehatan,

pendidikan dan kearsipan

sebagai urusan wajib dalam

Peraturan Pemerintah

No.38/2007 ini sebenarnya

sejalan dengan beberapa

Undang-Undang yang

terkait.

Heterogenitas kondisi

kabupaten/kota yang berbeda,

menyebabkan penafsiran

penyelenggaraan urusan sebagai

implementasi dari Peraturan

Pemerintah No.41 tahun 2007

antara kabupaten/kota yang ada

di Indonesia tidaklah sama.

Faktor-faktor yang menjadi

pertimbangan di dalam

membentuk organisasi perangkat

daerah dituangkan ke dalam

Peraturan Daerah. Dalam

perspektif kebijakan publik,

kebutuhan akan organisasi

perangkat daerah yang efektif,

efisien dan rasional, merupakan

masalah atau isu kebijakan yang

dipertimbangkan untuk masuk ke

dalam systemic agenda daerah

untuk diformulasikan ke dalam

suatu kebijakan publik yang

hierarkhi levelnya berada pada

tingkat lokal.

Sumber: PP No.38 tahun 2007 dan PP No.41 tahun 2007

5.4.2. Level Meso

Rich picture level meso informasinya diperoleh dari para aktor dalam level

ini.Fokusnya adalah kelembagaan organisasi perangkat daerah termasuk di

dalamnya pimpinan SKPD dan para Stafnya. Selain berkoordinasi dalam

penetapan dimensi desentralisasiadalah penuangannya juga koordinasi tentang

pelaksanaan peraturan pemerintah. Selama ini peraturan tentang desentralisasi

masih belum mampu mengakomodir kepentingan dan kebutuhan daerah dan

belum bisa mengatasi masalah kepegawaian.Oleh karena itu perlu adanya

reformasi regulasi.Desentralisasi yang diterapkan melalui UU No.32 Tahun 2004

sesungguhnya haruslah sejalan dengan UU No. 43 Tahun 1999 (kini menjadi UU

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 233: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

214

No.5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara) berkaitan dengan masalah

penempatan pejabat yang harus sesuai dengan kompetensi berdasarkan merit

system.

Dalam hubungannya dengan desentralisasi, penempatan dan pengaturan

pegawai negeri sipil yang kompeten dilakukan secara sistematis agar terjamin

keserasian pembinaan Pegawai Negeri Sipil. Informasi dari pemangku

kepentingan tentang desentralisasi dalam Negara Kesatuan RI yang diwujudkan

dalam penempatan pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan, butir-

butirnya antara lain bahwa rekrutmen terbuka telah mulai diperkenalkan tahun

2012. Pengumunan dilakukan secara terbuka (open recruitment) melalui media

massa cetak maupun on-line, termasuk proses yang harus dilakukan para calon.

Dengan demikian azas kesamaan dalam memperoleh kesempatan (equality of

opportunity) terpenuhi.

Untuk menganalisis lebih jauh tentang kondisi nyata di lapangan terkait

desentralisasi di kota khususnya mengenai pembentukan organisasi perangkat

daerah atau SKPD, maka dilakukan wawancara dengan beberapa organ

Pemerintah Kota Tangerangantara lain (1) Bappeda (Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah); (2) Biro Hukum Pemkot Tangerang; dan (3) Biro Ortala

(Organisasi dan Ketatalaksanaan) Pemkot Tangerang.Wawancara dengan

Bappeda telah dilakukan dengan nara sumber Kepala Bappeda Kota Tangerang,

Yayan Sopiyan, di Kantor Bappeda Kota Tangerang.

Dalam konteks yang serupa, wawancara selanjutnya dilakukan dengan

Biro Hukum Pemerintah Kota Tangerang yang diwakili oleh nara sumber: (1)

Indri Astuti, (Kabag Hukum Setda Kota Tangerang); (2) Budi D. Arief,

(Kasubbag Dokumentasi dan Pengkajian Produk Hukum Setda Kota Tangerang);

dan Diki Rizki Abadi, (Kasubbag Produk Hukum Setda Kota Tangerang).

Untuk lebih memperdalam kajian, maka wawancara juga dilakukan kepada

beberapa narasumber.Dalam wawancaranya ini para aktor menjelaskan bahwa

proses pembentukan organisasi perangkat daerah, mulai dari awal sampai dengan

penetapannya dalam Perda (Peraturan Daerah) sebagaimana tergambar dalam

hasil wawancara dengan Yayan Sopian sebagai Kepala Bappeda Kota Tangerang

sebagai berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 234: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

215

“Sebetulnya pembentukan organisasi perangkat daerah dimulai dari

peraturan kepala daerah No. 47 dan peraturan pemerintah No. 38 bahwa

kota Tangerang itu mengalami kejenuhan organisasi, karena memang

pada tahun 2003 dari pihak pemerintah mengeluarkan PP No. 8 tahun

2003 yang sebetulnya adalah pengganti dari PP No. 54, nah kota

Tangerang pada saat itu tidak melaksanakan penataan organisasi karena

menganggap penataan kota Tangerang masih relevan dengan PP No. 8

itu. Namun demikian mulai dari tahun 2004, 2005 dan 2006 kita sudah

mulai melakukan pengkajian diorganisasi dan yang kebetulan juga pada

tahun 2007 keluar PP 41 dan keluar PP 38 tentang pembagian urusan

antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan setelah itu baru

kita optimal melaksanakan restrukturisasi organisasi.

Pendapat dari Kepala Bappeda ini memberikan pemahaman bahwa

pembentukan organisasi perangkat daerah didasarkan pada PP No.38/2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan. Sebelumnya Pemerintah Kota

Tangerang tidak berdasarkan pada PP No.8 tahun 2003 karena menganggap OPD

nya sudah sesuai dengan kebutuhan. Beberapa tahun setelah itu, pemerintah Kota

melakukan kajian untuk mengubah OPD yang ada, dan hampir dalam waktu

yang bersamaan Pemerintah mengeluarkan PP No.38 dan PP No.41 tahun 2007

sebagai turunan dari UU No.32 tahun 2004. Pemerintah kota Tangerang

melakukan penyusunan Peraturan Daerah (Perda) tentang Organisasi,

sebagaimana dikatakan oleh Kepala Bappeda ini berikut:

“Ada beberapa yang dilakukan yaitu pertama kita harus menerbitkan

PERDA tentang organisasi namun begitu pembentukan dengan

didasarkan dari PP 41 itu haruslah didasarkan oleh kebutuhan daerah itu

sendiri. Walaupun di dalam PP 41 itu sudah diberikan plafon yaitu pola

maksimun, pola menengah dan pola minimum.Kota Tangerang sendiri jika

dilihat dari luas wilayah bisa dikatakan tidak begitu luas tapi kalau dilihat

dari anggaran pendapatan belanja daerah sudah di atas 1 trilyun

sehingga kalau kita klasifikasikan pada saat itu kota Tangerang bisa

dimasukan dalam pola maksimum dengan 18 dinas, 4 asisten daerah, 14

bagian, dan lain sebagainya dan hal itu terdapat dalam PP. Dengan

demikian karena didasarkan oleh adanya kebutuhan, pada saat

pembentukan kota Tangerang hanya mengambil pola menengah dengan

hanya dibentuk 15 dinas karena memang membentuk organisasi tidak

hanya membagi-bagi jabatan tetapi yang harus dilakukan itu adalah

bahwa sejauh mana kebutuhan organisasi itu dapat melayani masyarakat

bukan masalah politik semata.”

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 235: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

216

Pendapat dari narasumber yang paham akan organisasi, karena banyak

terlibat dalam perumusan pembentukan SKPD ini, memberikan gambaran bahwa

Peraturan Pemerintah No.41/2007 merupakan dasar hukum bagi pemerintah kota

Tangerang dalam pembentukan OPD. Meskipun PP memberikan ruang bagi

pemerintah kota Tangerang untuk membentuk OPD berpola maksimum, karena

memenuhi salah satu kriteria - APBD diatas 1 trilyun – akan tetapi Pemerintah

Kota memilih pola menengah dengan melihat kebutuhan masyarakat. Pemilihan

pola menengah ini juga memberikan gambaran bahwa Pemerintah kota Tangerang

memberikan makna terhadap konsep desentralisasi sesuai dengan pemahaman

kebutuhan, dan tidak semata-mata berdasarkan aturan secara legal. Dasar

alasannya dapat dipahami dari wawancara dengan narasumber sebagai berikut:

“Oleh karena itu jika dilihat dari konsepsi kepala dinas dari kepentingan

organisasi orang itu akan kehilangan jabatan, kemudian dari pada itu

kita membuat kajian akademik, dan dari kajian tersebut maka muncullah

kebutuhan-kebutuhan akan adanya dinas-dinas di kota

Tangerang.Sebetulnya kota Tangerang sendiri sebetulnya hanya memiliki

13 dinas. Kemudian kita proses analisis kelembagaan tersebut

berdasarkan ukuran beban kerja agar jangan sampai terjadi kekurangan

dan kelebihan dalam proses urusan-urusannya. Maka kita tidak

menggunakan strategi plafon artinya bebas menentukan bidang

urusannya, namun demikian kami tetap menggunakan kebijakan agar

dalam dinas tidak boleh lebih dari 3 bidang ditambah dengan 1 sekretaris.

Kemudian kita olah organisasi ini dengan berbagai perumpunan-

perumpunan dan itu tercantum dalam PP 38 yang memungkinkan

penggabungan bagian urusan dalam 1 SKPD ada juga pemecahan dalam

1 urusan dipecah dalam berbagai SKPD kalau bebannya berat.”

Penyusunan akan kebutuhan organisasi perangkat daerah dirumuskan di

dalam suatu naskah akademik (NA), yang kemudian memberikan gambaran

kebutuhan akan adanya OPD di kota Tangerang. Hal ini dilakukan melalui proses

analisis berdasarkan ukuran beban kerja, dan juga mempertimbangkan aspek

perumpunan urusan, sehingga memberikan ruang kemungkinan satu urusan

dipecah menjadi SKPD atau digabung ke dalam satu SKPD. Sebagai contoh lebih

lanjut disampaikan oleh narasumber sebagai berikut:

“Dalam kaitannya dengan kantor arsip, kami melihat bahwa masih

adanya perumpunan dengan perpustakaan dan karena memandang bahwa

arsip adalah bagian penting dari bagian ini maka kami buatkan menjadi 1

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 236: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

217

urusan dalam satu kantor dalam komposisi 3 seksi dan 1 kasubbag TU

dan kepala. Dalam kaitannya dengan pembentukan SKPD/urusan

pemerintahan pastilah berhubungan perda/peraturan tertentu harus

diposisikan dengan dewan daerah.Dalam fase ini didatangkan juga para

ahli dan sebagai hasilnya terbentuklah perda No. 3,4,5,6 dan 7.Bentuk

perda tersebut kita bagi dalam bentuk rumpun urusan. Yang pertama

perda kesekretariatan, sekwan, dinas, lembaga teknis(kantor/badan), dan

kecamatan dan kelurahan. Hal itu baru kerangka dalam membuat

organisasi dengan tupoksi sampai dengan kewenangan jabatannya yang

yang sudah ada.Langkah yang kedua adalah kita tidak cukup hanya perda

saja, karena dalam hal operasionalisasi keorganisasiannya tersebut harus

membuat OTK nya. Supaya terjadi siapa berbuat apa?.Maka kita

membuat 41 Peraturan Walikota.Dan dibawah kesekretariatan karena itu

mengiringi langkah SKPD masing-masing.”

Sementara itu, Indri Astuti, sebagai Kabag Hukum Setda Kota Tangerang,

mengungkapkan beberapa informasi yang dapat dipahami sebagai penegasan dari

pendapat Kepala Bappeda sebelumnya, sebagai berikut:

“Untuk penyusunan Raperda kota Tangerang sebetulnya tidak lagi bagian

hukum yang menyusun naskah akademik sesuai dengan Permendagri 13

Tahun 2006 tentang pengelolaan keuangan daerah, SKPD itu diberikan

sloting anggaran yang salah satunya adalah penyusunan raperda. Dan

sejak tahun 2008 karena dimulainya di kotaTangerang, kita sudah

melakukan berbagai perubahan. SKPD itu diberikan kewenangan untuk

menyusun naskah akademik raperda. Na setelah itu dibuatlah dokumen

pelaksanaan anggaran (DPA) mereka menyusun, lalu dibuat tim na

teman-teman bagian hukum pada penyusunan raperda itu masuk. Mereka

melakukan pembahasan.Ada yang melibatkan konsultan adapula yang

swakelola.”

Pendapat Kabag Hukum ini memberikan pemahaman bahwa setiap SKPD

diberikan kewenangan dalam penyusunan NA Raperda.Kemudian setiap SKPD

membentuk sebuah Tim yang secara khusus melakukan pembahasan dengan

melibatkan konsultan atau secara swakelola. Proses lebih lanjut dikatakan sebagai

berikut:

“Setelah dilakukan raperda draf awal dan akhir baru itu masuk kebagian

hukum. Dibagian hukum tetap dilakukan pembahasan dengan tim

prolegda, dibahas, setelah itu ekspos didepan pa walikota setelah ok,

diterima dan diajukan ke dewan. Dalam kaitannya dengan proses

pengusulan ke dewan yang melakukan alasan-alasan dilakukan bersama-

sama dengan instansi terkait. Jadi raperda itu sebetulnya kebutuhan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 237: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

218

SKPD, secara materi hukum atau redaksinya kemungkinan kita.Sebagian

besar raperda disetujui, namun ada beberapa raperda yang sempat

dikembalikan terkait adanya kekurangan data dan fakta pelaksanaan

rancangan kegiatan.Raperda dibagi dalam dua hal yaitu raperda inisiatif

(yang diusulkan DPRD) dan raperda dari bagian hukum/pemerintah

daerah/eksekutif. Satu perda biasanya dibutuhkan waktu tergantung,

biasanya lama dalam proses penyusunan tergantung kedalaman materi

karena tidak semuanya sama. Biasanya yang agak lama berkisar dari 4

jenis raperda APBD, Penataan ruang, pajak dan retribusi.Kota

Tangerang sudah sepakat dengan adanya raperda harus disertakan

dengan naskah akademik, kecuali dengan raperda perubahan.Untuk yang

perubahan hanya perlu kajian saja.”

Sedangkan Bapak Prajanto, sebagai Pejabat di Biro Organisasi dan

Ketatalaksanaan Pemerintah Kota Tagerang, memberikan keterangan yang

mempertegas kembali tentang proses pembentukan struktur SKPD di kota

Tangerang. Pendapatnya ini memberikan pemahaman bahwa tidak ada tugas

pokok dan fungsi (Tupoksi) SKPD yang saling tumpang tindih sebagaimana

tergambar dalam wawancara sebagai berikut :

“Semua pembentukan struktur yang ada di kota Tangerang haruslah

berlandaskan peraturan yang ada. Yang paling utama adalah UU 32

tahun 2004 ttg pemerintahan daerah, PP No 38 Tahun 2007 tentang

pembagian urusan pemerintah pusat dan daerah provinsi dan

pemerintahan kota/kabupaten dan yang paling menentukan adalah PP No

41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah karena semua tupoksi

perangkat daerah itu terlingkupi dalam aturan tersebut. Kalau kita lihat

dari peraturan-peraturan yang ada sebenarnya tidak ada tumpang tindih

hanya saja mungkin persepsi si pemangku jabatan yang merasa kok ada

tumpang tindih. Dalam halnya tentang pemerintahan daerah

sesungguhnya hanya ada satu kewenangan yaitu Walikota, dan dalam hal

membantu tugas dan fungsinya dibantu dalam berbagai dinas, badan, dan

kantor yang mempunyai tugas yang telah terspesialisasi berdasarkan

beban dan rencana kerja yang telah diatur. Dengan begitu ketika dalam

pelaksanaanya perlu adanya koordinasi secara menyeluruh agar tidak

adanya rencana kerja yang tumpang tindih”.

Selanjutnya apabila ditelusuri lebih dalam lagi, maka akan tergambar lebih

jelas bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok masing-

masing SKPD di KotaTangerang, sebagaimanadapat dipahami dalam beberapa

wawancara. Pendapat berikut disampaikan oleh. Yayan Sopian, sebagai pejabat

Bappeda:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 238: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

219

“Mengenai usulan pembentukan organisasi, pa Wali menginstruksikan

bahwa organisasi harus menggunakan kacamata kuda, artinya silahkan

masukan/usulan disampaikan tapi itu harus berjalan seriring dengan PP

41 dan 38.Sehingga dalam kajian itu kami juga melibatkan SKPD-SKPD

terkait. Karena kami berprinsip kalau organisasi itu diusulkan maka

seluruh SKPD akan membentuk kebanyak-banyaknya urusan sehingga

menjadi banyak urusan. Dan kalau usulannya memang mendesak dan baik

untuk organisasi yang kita buat.Mengenai kebutuhan setiap SKPD

ditunjang melalui anjab (analisis jabatan, pen), sehingga kebutuhan-

kebutuhan per masing kelompok baik jabatan fungsional dan jabatan

struktural disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.Dan itu pula dapat

dikategorisasikan analisis beban kerja dan pegawai yang mampu

melaksanakannya. Dalam pelaksanaanya kegiatan ini agak terkendala

dalam hal implikasinya di lapangan jika dihitung akan banyak pengawai

pemerintah, hal itu di siasati dengan diperbantukannya tenaga TKK dan

Sukwan dalam membantu kerja pemerintah yang dalam hal ini SKPD

yang beban kerjanya berat dan butuh tenaga banyak.Dalam memenuhi

kebutuhan kerja perlu adanya ABK disertai dengan SOTK nya. Termasuk

didalamnya adalah sadar prosedurnya, sehingga diperlukan adanya SOP.

Bahkan dalam kaitannya dengan pelayanan publik itu untuk bisa

mempunyai ISO.Termasuk didalamnya dalam halnya dengan membuat

rumpun jabatan fungsional.”

Dalam pembentukan suatu SKPD melalui suatu kajian yang melibatkan

SKPD lainnya yang terkait. Hal ini dilakukan untuk menghindari Tupoksi yang

tumpang tindih, juga untuk saling menguatkan dalam koordinasi.Kebutuhan

SKPD secara organisasional dijabarkan dalam jabatan struktural dan fungsional

yang berdasarkan analisis jabatan, analisis beban kerja, yang kemudian dapat

diringkas ke dalam suatu struktur organisasi tata kerja (SOTK) masing-masing

organisasi. Dalam kaitan dengan format hukum yang mengaturnya dapat

dipahami sebagaimana pandangan Indri Astuti sebagai Pejabatdari Biro Hukum:

“Dalam kaitannya dengan penyusunan produk hukum, ada terdapat perda

dan perwal, kedudukan dari keduanya merupakan ketentuan yang

mengatur kegiatan di kotaTangerang. Suatu saat perwal itu bisa berdiri

sendiri sesuai batas kewenangan dan koridor PP 38 tahun 2007 tentang

urusan kewenangan pemerintah daerah dan yang lain bahwa perwal itu

bisa menjadi bagian dari Perda tetapi lebih detail juklak dan juknisnya.

Yang membedakan kalau perda ada ketentuan pidana sedangkan perwal

tidak ada ketentuan pidana paling sebatas sanksi adminstrasi”.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 239: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

220

Adapun faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi penentu dan

harus diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah

tergambar dari hasil wawancara dengan para tokoh dan pejabat, sebagai berikut.

Menurut Yayan Sopian, disampaikan bahwa:

“Penentuan organisasi ini didasari dengan adanya telaah akademis yang

berupa naskah akademis, kemudian kita juga berkoordinasi dengan para

pihak yang terkait.Karena itu diperlukan dalam membuat tata laksana

juga kita melaksanakan studi banding seperti dalam kasus membentuk unit

pelaksanaa pelayanan terpadu.Tetapi dalam prinsipnya penetuan dasar

pembentukan organisasi adalah berdasar pada peraturan perundang-

undangan.Permasalahan tumpang tindih kegiatan dan rencana antar unit

mungkin saja terjadi, mungkin saja orang tersebut belum paham

organisasi. Sebagai contoh organisasi mempunyai tiga peran, ada

organisasi yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, organisasi

yang berbasis pada pelayanan masyarakat dan organisasi yang bersifat

enterplainer artinya bersifat penghasil sumber daya seperti pajak dll,

kembali lagi pada pertanyaan di atas masalah tumpang tindih

kewenangan dapat diantisipasi melalui kewenangan rumpun objek

urusannya. Sehingga kesalahan kewenangan tersebut disebabkan tidak

bisa mengklasifikasikan objek sasaran kerja yang sesuai dengan

kesepakatan bersama.”

Sedangkan menurut Indri Astuti dari Biro Hukum menyatakan:

“Dalam kaitannya dengan hal yang menjadi penentu proses penyusunan

produk hukum adalah diperlukan adanya sosialisasi secara intensif

mengenai dasar-dasar hukum di kota Tangerang sehingga masing-masing

unit mengetahui kegiatan dan dasar hukum yang melingkupinya.

Sosialisasi itu bisa dilaksanakan baik itu saat sebelum maupun sesudah

penyusunan. Pada saat penyusunan dilakukan FDG (Focus Discussion

Group) dan kebanyakan diundang adalah dari unsur masyarakat,

akademisi, alim ulama, LSM, dll. Terutama terkait perihal yang akan

diperundang-undangkan.”

Pendapat sedikit berbeda disampaikan oleh Bapak Prajanto dari Biro Ortala)

menyatakan:

“Faktor yang menjadi penentu dalam proses pembentukan organisasi

perangkat daerah secara tidak langsung ada dari dewan atau dari

lembaga terkait. Bahkan dalam pembentukan perangkat daerah kemarin

seperti pembentukan dinas pemuda dan olahraga kemarin lebih pada

keinginan DPRD pada waktu itu dan mungkin untuk mengakomodir

keinginan-keinginan ORMAS-ORMAS yang ada pada waktu itu. Tapi bagi

kami juga tidak masalah karena memang sebuah keharusan yang harus

ada.Dan selama ini ketika ada kegiatan penataan kelembagaan itu

biasanya kita minta masukan dahulu dari SKPD terkait. Biasanya kita

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 240: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

221

meminta 3 alternatif dan dari alternatif tersebut kita pelajari mana yang

paling baik setelah itu baru kita ekspos di depan kepala daerah sebelum

diajukan ke DPRD”.

Terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan

peraturan atau produk hukum lainnya.Adapun faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan dalam penyusunan produk hukum untuk Tupoksi organisasi

tergambar dari hasil beberapa wawancara.Menurut pendapat dari Indri Astuti,

(Biro Hukum) sebagai berikut:

“Hal yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan produk hukum

adalah perlu adanya alasan yang kuat baik dari segi tujuan kegiatan

maupun dasar hukum yang melingkupinya”.

Selain produk hukum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi

penyusunan organisasi perangkat daerah. Berikut ini faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi,

sebagaimana tergambar dalam wawancara dengan Bapak Prajanto(Biro Ortala) :

“Biasanya satuan kerja yang memiliki tugas dan fungsi yang hampir

sama, kami satukan dalam satu rumpun sehingga memungkinkan adanya

kemudahan koordinasi. Dan kegiatan tersebut terlingkupi dalam Tupoksi

Sekda”.

Walikota telah membuat ketentuan tentang fungsi dan tugas pokok

perangkat organiasi daerah.Berikut ini pandangan dari para pejabat tentang

bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah dapat

dijalankan sesuai dengan Keputusan Walikota. Menurut keterangan dari Yayan

Sopian(Bappeda) :

“Perihal fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah

dijalankan berdasarkan arahan dan masukan dari kepala daerah

pemerintahan dimana arahan tersebut biasanya terdapat perda serta

dilengkapi dengan sosialisasi dan koordinasi intensif dari pihak SKPD

dan setiap seksi dari pemerintahan daerah kotaTangerang.”

Sedangkan menurut Budi D. Arief(Biro Hukum) :

“Perihal fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah

dijalankan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.”

Keterangan lebih rinci disampaikan oleh Bapak Prajanto(Biro Ortala) :

“Sejauh ini fungsi dari aparatur kelembagaan berwenang melakukan

evaluasi kelembagaan di lingkungan kota Tangerang dan apabila ada hal-

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 241: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

222

hal yang harus di perbaiki, kita lakukan telaah dan diajukan kepada

kepala daerah. Dalam kaitannya dengan pembentukan lembaga baru,

biasanya kita melakukan studi banding dengan lembaga-lembaga terkait

dan daerah-daerah yang kira-kira mempunyai karakteristiknya hampir

sama dengan kota Tangerang sehingga dalam kaitan ini pencapaian

kesempurnaan lembaga yang akan diajukan. Bahkan pernah kepala

daerah dalam kaitannya dengan pembentukan lembaga baru menanyakan

ada tidak didaerah lain lembaga seperti ini, sehingga jangan sampai

dalam pembentukannya di kota Tangerang nantinya justru tidak dapat

menjalankan tugasnya dengan baik bahkan akan terjadi tumpang tindih

dengan lembaga yang sudah ada”.

Setiap organisasi dalam operasionalisasinya pasti mengalami tantangan

dan hambatan. Dalam konteks organisasi perangkat daerah di Kota Tangerang,

faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat dalam menjalankan fungsi dan

tugas pokok tersebut antara lain disampaikan dalam hasil wawancara di bawah ini:

Menurut pandangan Yayan Sopian(Bappeda):

“Yang menjadi kendala adalah kurangnya sumber daya/pegawai karena

kota Tangerang belum bisa menambah dari segi kuantitas karena masih

dianggap cukup karena tenaga kontraknya banyak sampai 2800 orang

sedangkan TKK sudah habis”.

Pendapat berbeda disampaikan oleh Diki Rizki Abadi (Biro Hukum) :

“Penghambat dalam menjalankan fungsi dan tugas pokok hanya di legal

drafter yang kurang karena bahasanya dalam usulan adalah bahasa

teknisnya saja”.

Setiap organisasi perangkat daerah, dalam hal ini biasa disebut SKPD

(Satuan Kerja Peragkat Daerah) kinerjanya sangat dipengaruhi oleh

pimpinannya.Oleh karena itu penentuan pimpinan SKPD menjadi penting untuk

mendapatkan perhatian serius. Wawancara berikut menjelaskan bagaimana proses

penentuan dan pengangkatan kepala SKPD di Kota Tangerang. Menurut

pandangan dari Yayan Sopian(Bappeda) sebagai berikut:

“Proses penentuan dan pengangkatan kepala SKPD pada waktu itu

berjalan dengan baik, sebagaimana proses organisasi. Dalam arahan

pakWalikota sendiri memberikan kewenangan kepada bagian organisasi

untuk menganalisis.Pada saat itu juga masukan dari beliau menempatkan

kompetensi dan pendidikan pimpinan untuk dijadikan standar. Dan perlu

diketahui bahwa proses pengangkatan kepala SKPD baru dilaksanakan

dengan penilaian Baperjakat yang sangat ketat hasilnya adalah

pengangkatan kepala/pimpinan baru berdasarkan penilian Baperjakat

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 242: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

223

sangat-sangat baik dan tepat meskipun ada saja kekurangannya menurut

kacamata yang lain dan saya rasakan pun sama tidak ada yang 100%

sempurna dalam organisasi. Tapi saya akui persoalan-persoalan ini akan

kami evaluasi dan perbaharui misalnya tentang bagaimana job tender.

Juga bagaimana menempatkan bahwa system pola karier betul-betul

menjadi harapan setiap pegawai. Dan ketika saya membuat system karier

di kotaTangerang ini polanya tidak ada ketentuan di pusat tentang system

karier yang akan dilakukan. Na mungkin ini akan berjalan dengan adanya

UU Aparatur Sipil Negara sehingga membuka lebar wacana system karier

tersebut. Dan ditambah seperti lembaga non kementerian lainnya sudah

mulai job tender.”

Kepala SKPD memiliki peran sangat stategis dalam menjalankan roda

organisasi pemerintahan.Oleh karena itu, orang yang dipilih harus benar-benar

mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Hal itu diawali dari proses

pemilihannya, termasuk dalam menyusun pertimbangan-pertimbangan yang

dijadikan ukuran. Berikut ini pernyataan tentang beberapa hal yang menjadi

pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi Kepala dari masing-masing

SKPD.Menurut pandangan Yayan Sopyan (Kepala Bappeda), sebagai berikut:

“Pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi Kepala adalah

baperjakat, DUK dan berbagai hal lainnya yang menunjang kompetensi

masing-masing SKPD dan juga track record pekerjaan serta adanya

factor “X”.

Selanjutnya terkait dengan perjalanan organisasi perangkat daerah

kedepan, merupakan hal menarik untuk dicermati bagaimana proses penyusunan

program, kegiatan dan anggaran dari masing- masing SKPD. Berikut pandangan

dari Yayan Sopian(Kepala Bappeda) sebagai berikut:

“Proses penyusunan program, kegiatan dan anggaran dari masing-

masing SKPD biasanya melalui proses pengajuan terlebih dahulu, lalu

masuk dalam bagian perencanaan dan nantinya akan diekspos dalam

kegiatan yang melibatkan pemerintah daerah dan dewan di kota

Tangerang.”

Informasi tambahan dari Diki Rizki Abadi(Biro Hukum), sbb:

“Dalam kaitannya penyusunan program, dan kegiatan biasanya ada

masukan dari SKPD ke bagian organisasi”.

Setiap organisasi memerlukan perencanaan anggaran yang jelas dan

predictable.Demikian pula halnya dengan masing-masing SKPD.Namun dalam

penyusunan anggaran -terutama terkait besaran anggaran- harus berdasarkan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 243: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

224

landasan yang jelas.Berikut adalah informasi dari beberapa pejabat terkait tentang

beberapa hal yang menjadi landasan dalam penentuan besaran anggaran dari

masing- masing SKPD.Menurut informasi dari Yayan Sopian(Bappeda), sebagai

berikut:

“Landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing- masing

SKPD adalah banyaknya kegiatan dari SKPD yang sesuai dengan

rencana program yang akan dilaksanakan pada tahun anggaran

berikutnya.”

Sedangkan Bapak Prajanto (Biro Ortala), menyatakan bahwa:

“Dalam kaitannya dengan penentuan anggaran kerja di kebanyakan

setiap SKPD tiap tahun terjadi mengalami penambahan anggaran yang

didasarkan pada kebutuhan rencana kinerja yang telah diajukan

sebelumnya”.

Selain kepala SKPD, hal yang penting dan menentukan kualitas kinerja

organisasi perangkat daerah adalah pegawai (SDM).Berikut adalah informasi

tentang kondisi saat ini.Bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas dari pegawai

(SDM) yang meliputi pejabat struktural (selain kepala SKPD), staff umum dan

pejabat fungsional.

Menurut Yayan Sopian(Bappeda) sebagai berikut:

“Dari berbagai kondisi pegawai saya melihatnya bahwa kota Tangerang

ini harus melakukan mismate/ penukaran kompetensi dengan alasan

promosi/mutasi masih sarat dengan hal-hal yang diluar kendali dari

bagian kepegawaian akibat “bawaan” sehingga dari perspektif organisasi

ada yang meleset dan tidak tepat sasaran.”

Kepala SKPD memegang peranan penting.Pegawai (SDM) juga sangat

menentukan kinerja organisasi.Namun yang tidak kalah penting untuk

diperhatikan dengan seksama adalah manajemen kerja.Berikut ini hasil

wawancara dengan beberapa pihak terkait tentang bagaimana manajemen kerja

(mekanisme, prosedur dan sistem kerja) di masing-masing SKPD.Yayan Sopian

dari Bappeda menjelaskan bahwa:

“Manajemen kerja di masing-masing SKPD biasanya dilaksanakan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta adanya

SOP dari setiap kegiatan yang melingkupi.Dan dalam kegiatannya system

kerja dilaksanakan biasanya mengalir begitu saja tergantung dari atasan

masing-masing SKPD.”

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 244: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

225

Budi D. Arief dari Biro Hukum memberikan tambahan informasi, sbb:

“Manajemen kerja dilingkungan kota Tangerang saya kira sudah cukup

mewadahi dari keseluruhan kegiatan”.

Kesuksesan manajemen kerja sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik

internal maupun eksternal. Petikan hasil wawancara berikut ini memberikan

gambaran tentang faktor-faktor intenal yang dominan menentukan dalam

pengembangan manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD.Menurut

pandangan dari Yayan Sopian dari Bappeda sebagai berikut:

“Faktor intenal dominan yang menentukan dalam pengembangan

manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD adalah adanya

SDM yang mampu menangkap maksud dan tujuan dari kegiatan dari unit

masing-masing.”

Pada kesempatan lain, Bapak Prajanto dariBiro Ortala menambahkan bahwa:

“Kalau dilihat secara komprehensif, semestinya bagian kelembagaan

hendaknya diberikan porsi lebih dalam kaitannya dengan membantu tugas

kepala daerah menjalankan kewenangannya. Bahkan dalam

seminar/pertemuan yang saya ikuti, kalau kepala daerah itu cerdas beliau

akan menempatkan bagian organisasi sebagai “tangan kanannya” karena

seluruh perangkat daerah itu dilahirkan dari bagian organisasi. Dan pada

pelaksanaannya di kotaTangerang, ada yang memposisikan bagian

organisasi sebagai bagian penting ada yang cukup penting bahkan ada

yang mengangap sebagai hal yang biasa-biasa saja”.

Salah satu faktor penting dan menentukan kesuksesan manajemen adalah

ketersediaan sarana dan prasarana kerja yang memadai.Kondisi di Kota

Tangerang tergambar dari informasi beberapa pihak terkait sarana dan prasarana

kerja (peralatan manual dan teknologi informasi) dari masing-masing SKPD.

Berikut adalah petikan hasil wawancaranya dengan Budi D. Arief(Biro Hukum)

yang menjelaskan bahwa:

“Dari segi sarana dan prasarana kerja, menurut saya sudah sangat

memadai. Dan itu juga tergantung bagaimana cara dari masing-masing

SKPD menggunakannya.”

Kepemimpinan yang efektif, SDM berkualitas, sarana dan prasarana yang

memadai akan menjadi bagian yang sangat penting dalam menjalankan kinerja

pelayanan kepada masyarakat. Beberapa informasi berikut ini menjelaskan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 245: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

226

bagaimana kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD dengan dasar indikator

kinerja yang telah ditetapkan.Menurut pihak yang terlibat langsung dalam

perencanaan pembangunan kota, yaitu Bapak Yayan Sopian, selaku Kepala

Bappeda. Beliau menjelaskan bahwa:

“Dari segi pelayanan, menurut saya sudah dilaksanakan dengan baik,

namun yang namanya pelayanan pastilah ada kekurangan di sana-sini,

dan itu harap dimaklumi.Tapi kami berusahan menjalankan pelayanan ini

menjadi lebih baik.”

Sedangkan menurut Budi D. Arief, SH (Biro Hukum), mengatakan bahwa:

“Sebagai pelayan masyarakat, kinerja pelayanan hendaknya diletakan

dalam sebuah tempat penting atau lebih tepatnya adalah hal yang utama,

keberhasilan kinerja tentunya didasarkan oleh indikator kerja yang

terukur.Saya kira untuk tataran Kota Tangerang sendiri, menurut saya

sudah bisa dikatakan baik, meskipun masih banyak kekurangan disana-

sininya”.

Pandangan yang sedikit berbeda disampaikan oleh Prajanto dari Biro Ortala

sebagai berikut:

“Selama ini setiap bulan ada rapat evaluasi kegiatan sepertinya kinerja

pelayanan dari masing-masing SKPD tidak ada masalah. Hanya saja

beberapa SKPD yang mengeluh kantor kesatuan bangsa dan perlindungan

masyarakat karena dengan posisi sebagai kantor mereka susah

menyelenggarakan kegiatan apa lagi kalau harus berkoordinasi dengan

provinsi ke pusat ya mungkin karena mereka hanya eselon 3 mungkin

minder”.

Pemerintah baik pusat maupun daerah telah menetapkan berbagai

indikator kesuksesan pelayanan kepada masyarakat.Dalam konteks Kota

Tangerang, berikut ini adalah petikan wawancara tentang kinerja pelayanan dari

masing-masing SKPD dengan dasar indikator kinerja yang telah ditetapkan.Ada

banyak faktor yang mempengaruhi kinerja SKPD.Tentunya setiap daerah berbeda-

beda.Dalam konteks Kota Tangerang, berikut ini adalah petikan hasil wawancara

kepada beberapa pihak terkait tentang faktor-faktor yang menentukan dan

memberikan pengaruh terhadap kinerja dari masing-masing SKPD.Menurut

Yayan Sopian dari Bappeda dikatakan sebagai berikut:

“Hal-hal yang menentukan pengaruh kinerja masing-masing SKPD

adalah adanya kesesuaian antara rencana kerja dengan kegiatan yang

dijalankan dan dalam perjalanannya disertai dengan evaluasi kegiatan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 246: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

227

sehingga dikemudian hari dapat menjadi dasar kegiatan yang ber out put

sama dimasa yang akan datang”.

Sedangkan menurut Budi D. Arief(Biro Hukum), sebagai berikut:

“Menurut saya adalah kurangnya pemahaman tentang unitnya, biasanya

orang-orang ini agak sulit untuk cepat beradaptasi dengan llingkungan

barunya, dan ini terjadi ketika ada pegawai yang baru mutasi‟.

Pernyataan juga dari Prajanto(Biro Ortala) sebagai berikut:

“Dari bagian keorganisasian, secara rutin dalam satu kali masa

pemerintahan kita melaksanakan supervisi kelembagaan ya secara

umumnya adalah evaluasi dalam dalam waktu yang tidak lama kemarin

kita melaksanakan pembinaan kelembagaan intinya kita mencari masukan

dengan cara mengirim kuisioner maupun turun langsung ke unit terkait”.

Adanya faktor-faktor penghambat kinerja organisasi merupakan sebuah

keniscayan.Namun bukan berarti tidak dipersiapkan langkah antisipasinya.Berikut

ini adalah kutipan wawancara beberapa pihak yang mencoba menyampaikan

solusi antisipatif dalam mengatasi faktor-faktor yang menghambat optimalisasi

tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD.Pandangan dari Yayan Sopian dari

Bappeda sebagai berikut:

“Perlu adanya integrasi lebih lanjut dari berbagai SKPD yang notabene

satu rumpun agar dapat melakukan kinerja sesuai dengan arahan atasan

dan langkah evaluasi serta antisipatif terhadap UU dari pusat dan

sinergisitas tata kelola pemerintahan daerah baik dari aspek

kelembagaannya, tata laksananya maupun sumber dayanya.Diadakannya

sosialisasi dan penginformasian kerja diseluruh masyarakat sehingga

kinerja aparatur dapat dirasakan secara nyata oleh masyarakat di kota

Tangerang.”

Sedangkan menurut Budi D. Arief (Biro Hukum), solusi yang disampaikan

sebagai berikut:

“Solusi antisipatifnya menurut saya perlu adanya perimbangan beban

kerja secara merata, agar dapat melaksanakan kerja secara optimal”.

Solusi lainnya yang disampaikan oleh. Prajanto dari Biro Ortala sebagai berikut:

“Solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang menghambat

optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD adalah dengan

adanya koordinasi antar berbagai SKPD agar tidak terjadi tumpang

tindih kegiatan”.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 247: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

228

5.4.3 Level Mikro

Bahan rich picture level mikro diperoleh dari wawancara dengan para

actor dalam level ini. Fokusnya adalah optimalisasi dan arah

peningkatanefektivitas organisasi perangkat daerah yang adaptif dan tentang

penempatan pejabat yang terjadi, serta memiliki kompetensi yang dibutuhkan

atau seharusnya terjadi. Para aktor dimaksud adalah:(1) Dinas Pendidikan

(Disdik); (2) Dinas Kesehatan (Dinkes); (3) Kantor Arsip Daerah (KAD); dan (4)

aktivis Ormas/LSM di Kota Tangerang.

Wawancara dengan Kantor Dinas pendidikan Pemerintah Kota Tangerang

yang diwakili oleh nara sumber: (1) Hj. Masyati Yulia (Sekretaris Dinas

Pendidikan Kota Tangerang ); (2) H. Nurdin, (Bidang Pendidikan Dasar Dinas

Pendidikan Kota Tangerang); dan (3) H. Jarkasih (Kepala Subag Perencanaan

Dinas Pendidikan Kota Tangerang).Sedangkan wawancara dengan Dinas

Kesehatan Kota Tangerang yang diwakili oleh nara sumber: (1) Henny

Herlina(Kepala Bidang P2PL Dinas Kesehatan Kota Tangerang); (2) Sukarno

Abdul Jabbar (Staf Subag Umum & Kepegawaian Dinas Kesehatan Kota

Tangerang); (3) Televisianingsih Dwi Kentjana (Kepala Bidang Pengembangan

Sumber Daya Dinas Kesehatan Kota Tangerang); dan (4) Ahmad Yunus Gunawan

Wibisono (SekretarisDinas Kesehatan Kota Tangerang).Adapun wawancara

dengan Kantor Arsip Daerah Kota Tangerang yang diwakili oleh nara sumber: (1)

Hilman (Kasi Bidang Pengolahan Arsip pada Kantor Arsip Kota Tangerang); dan

(2) Zaini (Kasi Bidang Pelayanan Arsip pada Kantor Arsip Kota Tangerang)..

Berikut petikan hasil wawancara dengan beberapa SKPD terkait proses

penyusunan struktur, fungsi, dan tugas Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan

Kantor Arsip Daerah. Dijelaskan secara gamblang oleh beberapa nara

sumber yang mewakili ketiga SKPD tersebut diatas. Menurut H. Nurdin, dari

Dinas Pendidikan (Disdik) sebagai berikut:

“Itukan melalui Perda ya.Baik diusulkan oleh pihak pemerintah eksekutif

jadi Walikota menyampaikan Raperda dan sebagainya. Rencana

Peraturan Daerah, Perangkat Daerah, Dinas PDK, Dinas Arsip, nanti

prosesnya ke sekretariat DPRD itu hanya usulan dari eksekutif atau

dengan SKPD terkait atau juga dibahas juga dengan eksekutif atau

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 248: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

229

dengan SKPD terkait atau juga dibahas dengan tokoh masyarakat atau

pihak lain yang berkepentingan dengan SKPD yang bersangkutan.

Mengenai pentingnya dinas SKPD untuk membentuk PDK. Kita dari

DPRD maksudnya mengundang juga pihak terkait dalam pembahasan

Raperda itu. Jadi proses awalnya itu walikota kalau disini menyampaikan

penjelasan Rencana Rancangan Peraturan Daerah mengenai

pembentukan SKPD di rapat paripurna di hadapan anggota Dewan dan

para undangan, para pejabat-pejabat terkait termasuk tokoh masyarakat.

Nah setelah itu di paripurna akan mendengar pandangan umum.

Pemandangan umum dari Dewan dari fraksi, mengenai penjelasan

walikota atas rancangan perda mengenai SKPD tadi.Setelah itu rapat

paripurna lagi nanti ada jawaban dari Walikota. Tadi kan penjelasan oleh

Walikota pertamanya. Paripurna kedua adalah pandangan umum.Setelah

ada pandangan umum baru nanti ada jawaban dari walikota. Setelah

dijawab oleh walikota baru ada pembahasan, ini tahap pembahasan,

dengan SKPD terkait, dengan tokoh masyarakat, dengan pihak ke 3,

dengan pihak lain yang diperlukan, mengenai pentingnya dibentuk

organisasi tersebut. “

Dari pendapat ini dapat dipahami bahwa Walikota sebagai kepala Daerah

dan Pimpinan Eksekutif Daerah mengajukan rancangan peraturan daerah

(Raperda) yang berasal dari SKPD ke Sekretariat DPRD. Penjelasan awal

disampaikan oleh Walikota di depan sidang paripurna DPRD. Kemudian

dilanjutkan dengan pandangan umum dari masing-maing fraksi. Pandangan umum

merupakan respon dari penjelasan Walikota, yang kemudian akan memberikan

jawaban atas pandangan setiap fraksi. Pendapat selanjutnya sebagaimana

disampaikan sebagai berikut:

“Setelah itu dibahas beberapa lama dewan nanti membuat kesimpulan di

laporan terakhir di rapat gabungan dulu, gabungan. Biasanya dibahas

oleh pansus (panitia khusus).Setelah membahas nanti di rapat dibahas

anggota dewan bukan paripurna umum.Paripurna internal anggota dewan

ada minta masukan semua.Setelah itu tadi dibahas tokoh masyarakat

dengan SKPD.Terkait setelah paripurna finalisasi difinalkan baru

disampaikan kembali di rapat paripurna dengan walikota ditetapkan

sebagai Perda.Jadi penanda tanganan kesepakatan penetapan Raperda

menjadi Perda tadi.Kalau penyusunan struktur itu urusan walikota, jadi

kalau dewan membahas rencana dibentuk Dinas Pendidikan setelah

dibentuk Dinas Pendidikan strukturnya bagaimana ada kepala, ada

sekretaris ada kabid-kabid, ada kasi-kasi itu hanya kerangkanya saja,

adapun ada yang mengisi orang-orangnya adalah walikota.Jadi oleh

walikota dibahasnya masalah kerangka, struktur, masalahnya pengisinya

oleh walikota”.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 249: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

230

Sedangkan menurut H. Jarkasih dari Disdik :

“Untuk proses penyusunan struktur organisasi melalui SOTK kita memang

ada team-team penyusun jadi yang diambil mungkin dari masing-masing

bidang. Saya juga sebenarnya tidak termasuk dalam penyusunan bidang

cuman yang saya lihat di situ ada team yang menyusun tugas pokok dan

fungsi masing-masing bagian kan ya.. di dalam suatu itu draf dulu,

penyusunan draf kemudian diajukan ke bagian hukum. Setelah itu oke acc

baru dituangkan ke Perda SOTK”.

Pandangan sedikit berbeda disampaikan oleh para pejabat di lingkungan

Dinas Kesehatan.Menurut Henny Herlina dari Dinas Kesehatan (Dinkes)dikatakan

bahwa:

“Kalau secara langsung mungkin ya tidak ikut menyusun ya secara

langsung, tapi mungkin sempat dulu saya ingat tuh kita diminta aja sih.

Struktur, struktur organisasi tapi kan polanya suda dari sana. Polanya

sudah ada dari Ortala. Bahwa memang kita pola misal Kabid berapa

kasih berapa gitu.. Polanya sudah dari sana sebenarnya. Kita mengacu

kepada yang diserahkan oleh Ortala.Jadi memang kita menyisik aja sih

sebenarnya ada dimana-mana.”

Sedangkan Sukarno Abdul Jabbar, Amg juga dari Dinkes menyatakan bahwa:

“Pembentukan struktur dan juga fungsi, tugas fungsi yah Dinas Kesehatan

itu ada di Perwal 24 tahun 2008 disitu, nah untuk proses-proses

bagaimana pembentukannya memang kita ini hanya mengikuti Perwal,

gitu jadi fungsi pokoknya sudah ada disitu, e . . . struktur organisasinya

juga sudah ada disitu, di bawah sekertariat ada tiga SubBag, di bidang

Dinas Kesehatan itu ada empat yang membawahi seksi-seksi apa saja juga

sudah ada sampai tugas pokok fungsinya juga ada di situ, terus kemudian

Kepala Subaknya atau Kepala Seksinya dibantu oleh siapapun itu sudah

ada disitu juga. Jadi memang kita sudah . . . nah untuk membentuk itu

memang ada bagiannya disini, ada yang namanya bagian Ortalak, bagian

Organisasi Dan Tata Laksana itu ada di Puspem, Pusat Pemerintahan di

lantai tiga, nah itu beliau yang merumuskan.”

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 250: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

231

Menurut Televisianingsih Dwi Kentjana dikatakan bahwa:

“Penyusunan struktur fungsi dan tugas Dinas Kesehatan, untuk

strukturnya ada langsung ke walikota kemudian ke SKPD-SKPD, dari

wali kota ke wakil wali kota terus ....terus baru ke Dinas-Dinas Kesehatan,

itu strukturnya ada disitu, SKPD-SKPD. Kedua Fungsinya Sesuai dengan

namanya yah Dinas kesehatan ya pasti berfungsi untuk memberikan

kesehatan, untuk perencanaan, kemudian untuk kesehatan-kesehatan Kota

Tangerang, masyarakat Kota Tangerang.”

Dari beberapa pendapat para narasumber dapat dipahami bahwa

penyusunan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) berdasarkan pada

Peraturan Daerah (Perda) yang kemudian dituangkan ke dalam Peraturan

Walikota (Perwal) yang merupakan hasil dari pembahasan dengan DPRD, SKPD

dan beberapa pihak terkait. Penyusunan SOTK Dinas Kesehatan tidak jauh

berbeda dengan pembentukan Kantor Arsip Daerah. Sebagaimana dikatakan oleh

salah satu pejabat di KAD Kota Tangerang, Hilman, yang menyatakan bahwa:

“Proses pembentukan organisasi kantor arsip daerah kota adalah

pemecahan dari sekretariat dari bagian umum pada saat itu mungkin

karena kaitannya dengan dikeluarkannya PP 41 atau bagaimana sehingga

kantor arsip ini perlu dipisahkan dan itu pula yang menjadikan

pengalihan sebagian tupoksi dari bagian umum kepada bagian arsip maka

dibentuklah kantor arsip tahun 2001 yang pada saat itu masih belum

punya gedung, bentuknya gudang yang disekat-sekat.”

Sedangkan rekan sejawatnya, Zaini, menyampaikan pendapatnya:

“Awal dari pembentukan kantor arsip kota Tangerang menumpang di

kantor PKK (gedung Nyi Mas Melati), yang merupakan basement dari

gedung tersebut.”

Ada banyak faktor penyebab yang melatarbelakangi pembentukan

organisasi perangkat daerah, baik internal maupun eksternal. Adapun faktor-faktor

internal yang menjadi penentu dan harus diperhatikan dalam proses pembentukan

organisasi perangkat daerah, antara lain dalam wawancara dengan beberapa

pejabat SKPD. Menurut Ibu Masyati Yulia dari Dinas Pendidikan dikatakan

bahwa:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 251: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

232

“Kalau menurut saya faktor internalnya itu, kan itu kan kalau organisasi

itu membuat bidang-bidang ya? Bidang-bidang dan juga disambungkan

dengan sekolah-sekolah yang ada. Makanya apa sih yang ee... faktor-

faktor penentunya, disini itu apa yang paling istilahnya, waktu itu

posisinya kan disini banyak pembangunan, waktu dulu kan diisi banyak

pembangunan, waktu dulu kan banyak pembangunan disini waktu dulu

konon katanya ada yang kasih sarana dan prasarana, karena

pembangunan dulu nya, adanya di Dinas Pendidikan. Nah itu, itu kan, itu

kan termasuk, dilihat waktu itu”.

Pendapat lain juga datang dari para pejabat di Dinas Kesehatan (Dinkes),

sebagai berikut, menurut Henny Herlina, beliau menyatakan bahwa:

“Itu dari kami mungkin kapasitasnya. Terus dari personil-personil Dinas

Kesehatan aja sih seperti kapasitas dan kompetensi yang harus kita

perhatikan. Itu faktor internal.”

Faktor internal sangat terkait dengan penentuan fungsi dari unit kerja yang

diselaraskan dengan jumlah bidang yang dibentuk. Di samping itu kapasitas SDM

juga menjadi faktor yang memberikan pengaruh terhadap unit kerja. Sementara

volume pekerjaan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor

yang mempengaruhi pembentukan OPD, sebagaimana dikatakan oleh pejabat dari

KAD (Kantor Arsip Daerah), Bapak Hilman yang menyatakan bahwa:

“Alasan pembentukan KAD mungkin karena volume pekerjaan yang

semakin besar disamping kaitannya dengan PP 41 dan juga mungkin

karena kaitannya dengan otonomi daerah dimana diberikan kewenangan

kepada daerah itu sehingga dibentuklah kantor arsip. saya kurang tahu

persis pasti pembentukan KAD tentang masukan pimpinan atau telaah

dari bawah karena pada saat itu cikal bakal arsip itu belum ada mungkin

pemerintah daerah sengaja membentuk dulu baru kemudian

dikembangkan. Hal ini kemungkinan pembentukan KAD terutama hal

yang berkaitan dengan arsip belum begitu dipahami. Hal-hal lain yang

menjadi perhatian dari pembentukan adalah adanya kemajuan ilmu

pengetahuan, teknologi dan konsep administrasi sehingga memungkinkan

adanya pemberkasan terutama kearsipan yang harus dikelola secara

khusus.”

Selain faktor internal, ada pula faktor eksternal yang ikut

berpengaruh.Faktor -faktor eksternal apa yang menjadi penentu dan harus

diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah tersebut

tergambar dari beberapawawancara. Pandangan dari para pengambil keputusan di

Disdik (Dinas Pendidikan), sebagai berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 252: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

233

Menurut H. Jarkasih, beliau mengatakan bahwa:

“Menyesuaikan dengan daerah masing-masing jadi daerah apa masing

daerah itu kan berbeda-beda ya. Nanti di eksternalnya itu.Untuk daerah

Kota Tangerang itu kita perlu ada tambahan di dalam tugas pokok fungsi

yang harus, seharusnya mengacu dengan pusat kita harus ada yang

kebutuhan internal kita dari eskternal terutama di lingkungan

eksternya.Supaya masuk ke dalam tugas pokok dan fungsi yang harus kita

buat itu salah satunya faktor eksternalnya”.

Adapun pandangan dan informasi dari pejabat Dinas Kesehatan (Dinkes) yang

lain, sebagaimana disampaikan oleh Henny Herlina sebagai berikut:

“Yang faktor eksternal mungkin ya.. Kebutuhan misalnya dari Depkes

seperti apa kita harus mengacu kesana juga sih. Di Depkesnya ada

struktur, Misalkan jangan sampai kita alurnya atas nggak ada begitu.Jadi

kalau di Depkes ada Dirjen P2PL kita juga menyesuaikan kesana

gitu.Memang ada awal-awal kita juga tidak ada kesamaan dengan

provinsi gitu, ada ketidaksamaan, sehingga ada beberapa program juga

tidak tercantol aja disana.”

Proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok dari SKPD dapat

dijelaskan sebagaimana tertuang dalam wawancara dengan Drs. Hilman dari

KAD (Kantor Arsip Daerah), pernyataannya sebagai berikut:

“Pada saat masuk KAD Kota Tangerang, saya yang merupakan pegawai

yang diberikan tugas belajar di bidang kearsipan yang bekerjasama

dengan UNPAD Bandung begitu lulus tidak langsung ditempatkan pada

unit kearsipan sehingga tidak begitu mengetahui proses penyusunan

struktur dan fungsi dari KAD ini. Bahkan pertama kali ditempatkan di

dinas pasar kota Tangerang. Dari berbagai instansi akhirnya pada saat

kepala kantor arsipnya Pa Syamsul dan pada saat itu masih ada 2 (dua)

seksi yaitu seksi pengolahan dan seksi pembinaan. Dan karena adanya

kebijakan pemkot tentang penyesuaian dari PP 41 tentang organisasi

perangkat daerah kita menjadi 4 seksi dan 3 seksi kearsipan dan 1

kasubag TU. Dari yang awalnya bergerak dalam bidang teknis menjadi

ada pengelolaan ketatausahaan.Dan pergantian struktur itu baru satu kali

berubah dan berdasarkan keputusan Wali Kota.Susunannya yaitu Kepala

Kantor (eselonering 3a), kasubbag TU (eselonering 4a) dan kepala seksi

(seksi pengolahan, seksi pelayanan dan seksi pembinaan) serta jabatan

fungsional.Dengan jumlah pegawai 27 orang namun posisi saat ini hanya

19 orang. Mengenai jabatan fungsional, hal ini menjadi permasalahan

tersendiri yaitu mengenai pengajuan jabatan fungsional dengan

dikirimkannya 30 orang sebagai peserta diklat arsiparis dan hasil dari

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 253: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

234

pengajuan ini sudah sampai dengan dewan agar segera diberikan

tunjangan dalam bentuk kewajiban dan hak untuk jabatan fungsional ini.

Hanya pemrosesan mengenai jabatan fungsional ini terbentur dari

masalah politis/pemilihan Walikota sehingga menjadi “lama”.

Secara umum, faktor -faktor yang harus dipertimbangkan dalam

penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi SKPD, menurut

pandangan beberapa nara sumber sebagaimana disampaikan oleh beberapa

pejabatdi lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Tangerang.Menurut H.

Nurdin sebagai berikut:

“Dinas Kesehatan saya kurang paham, biasanya kita tuh membutuhkan

misalnya tambah 2 seksi atau 2 kasubag itu sesuai dengan kebutuhan kita,

kita misalnya di sini yang bantuk kasubag verifikasi sangat dibutuhkan

atau diperlukan untuk kelancaran administrasi keuangan. Tidak ada

kasubag itu verifikasi..mungkin di SKPD pun begitu, karena kalau

diperlukan struktur ini atau bagian badan ini nah mungkin ada

kebutuhan-kebutuhan yang mendesak. Takut ditangani oleh SKPD yang

kosong. Ini sifatnya umum, kalau kan tidak, sub-sub dinas ini dinia ini, itu

silahkan langsung saja. Dinas kan punya alasan, ada, saya ambil contoh

di skretariat DPRD kita membutuhkan 2 kasubag karena memang itu

diperlukan 1 kasubag di perencanaan, kerja kasubagverifikasi, ya

sebelumnya dijaga oleh kasubag yang lain begitu. Padahal menurut fungsi

dan tugas itu sangat berat maka perlu dibentuk itu."

Sedangkan menurut H. Jarkasih, beliau mengatakan bahwa:

“Faktor yang harus dipertimbangkan ya..ini faktor yang harus

dipertimbangkan itu, pertama tadi struktur organisasi pusat, kemudian..

kebutuhan daerah itu sendiri kemudian juga di dalamnya itu sendiri

kepala poksi itu bidang pelayanannya itu juga harus masuk kedalas SOTK

yang akan dibentuk”.

Pandangan juga datang dari Hj. Masyati Yulia sebagai berikut:

“Kalau fungsi dan tugas pokoknya kita kan sudah ada SOTKnya,

SOTKnya sudah dijabarkan, dari mulai tugas pokok Kepala Dinas sampai

dengan kasi, disitu sudah dijabarkan, nah untuk staffnya, itulah yang

disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, yakan? DIbidangnya masing-

masing, uraiannya tetapi harus tetap mengacu kepada SOTK yang ada”.

Dari Dinas Kesehatan (Dinkes) muncul beberapa pernyataan dan informasi,

sebagai berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 254: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

235

Menurut Henny Herlina, pernyataan beliau sebagai berikut:

“Dari SDM yang ada.Atau yang pertimbangkan struktur fungsi dan tugas

pokok.Kalau itu memang sudah ada disana ya.Ya itu yang harus kita

pertimbangkan.”

Pejabat lainnya,Sukarno Abdul Jabbar, menyatakan bahwa:

“Betul, jadi memang kita mempertimbangankan juga, tidak bisa satu terus

kemudian dengan beban kerja yang kecil,ya itulah pertimbangan itu saja

sih, tapi selebih-selebihya ya memang bagian Ortala yang membawahi itu

berdasarkan analisis jabatan kita, sampai staff semuanya sudah dianalisis

jabatannya sudah, sampai analisis beban kerjanya juga sampai staff

semuanya sudah.”

Pandangan juga datang dari Televisianingsih Dwi Kentjana, sebagai berikut;

“Tadi kembali lagi ya jadi faktor-faktornya kan maksudnya dari SDMnya

kita pikirkan, dari kepangkatannya, dari pekerjaannya itu bisa kita lihat

apakah itu layak kualasifikasinya yang dipersyaratkan. Iya, bekerja kalau

ngga kualifait juga ngga bisa, misalnya kalau kualifait tapi dari sisi

kepangkatan belum memenuhi kepangkatannya, yak an ada aturan-

aturannya kan, kalau ini pangkatnya harus ini, kalau itu pangkatnya

minimal harus ini itu, dari sisi itu.”

Adapun KAD (Kantor Arsip Daerah) memberikan beberapa pendapat dan

informasisebagai hasil wawancara dengan Drs. Hilman sebagai berikut:

“Dalam hal penyusunan, yang saya dengar, karena yang hadir adalah

pimpinan, kita mengusulkan dibentuknya badan, namun dikarenakan akan

terjadi kesenjangan maka diurungkan. Padahal yang mengusulkan

terjadinya penyusunan/ pengusulan itu adalah orang dari dalam, bahkan

saya sendiri memberikan masukan kepada pimpinan bahwa kita kalau

menjadi badan arsip mungkin “bisa” saja apabila kita mempunyai 3 hal

dalam indikator dasar ini. Artinya dukungan 3 unsur utama yaitu

manajemen, keuangan dan sumber daya sudah dikatakan baik.Untuk

kedua unsur pertama bisa dikatakan baik namun untuk unsur sumber daya

terutama masalah tenaga fungsional arsiparis bisa dikatakan kita masih

minim. Dan karena syarat utama dalam hal peningkatan dari kantor

menjadi badan agak sedikit rumit maka kita hanya mengusulkan 1 seksi.

Dalam hal mengusulkan tersebut maka disetujui penambahan

tersebut.Menurut saya untuk perubahan dari kantor menjadi badan

menurut hemat saya masih mungkin diundur karena skala beban dan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 255: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

236

tanggung jawab yang masih bisa tertangani dan belum maksimalnya

jumlah tenaga arsiparis.”

Selain dengan Disdik, Dinkes dan KAD, pada level mikro juga ada

LSM/ORMAS. Wawancara juga dilakukan dengan Organisasi Kemasyarakatan

(Ormas) dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) di Kota Tangerang yang

diwakili oleh nara sumber: (1) Ibnu Jandi (Direktur LSM Kebijakan Publik Kota

Tangerang); (2) Rusdi Alam(Sekjen KNPI Kota Tangerang); (3) H.M.

Naisan(Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Tangerang).Dalam

pandangan LSM/ORMAS, proses pembentukan organisasi perangkat daerah,

mulai dari awal sampai dengan penetapannya dalam Perda, terutama untuk Dinas

Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah Kota Tangerang,

sebagaimana tergambar dari beberapa wawancara.Menurut pandangan Ibnu

Jandi(LSM Kebijakan Publik), sebagai berikut:

”Oke.. di kota Tangerang ni ya, kebetulan saya adalah salah satu bidang

organ bidang lebih lanjut di kota Tangerang.. Nah untuk dinas pendidikan

sebagai SKPD itu bersamaan dengan adanya Undang-Undang No. 2

tahun sembilan sembilan kotif menjadi Kota Tangerang, sekarang sudah

menjadi kota Tangerang berdasarkan UU no 2 tahun 1999, itu secara

harfiah lalu bersamaan dengan undang-undang lain, trus perkembangan

sekarang adalah ada pembentukan organisasi strategis tadi saya lupa PP

20 tahun 2008 saya lupa itu, yang jelas adalah ada pembenahan dari

profesional atau reformasi birokrasi di tingkat SKPD ya bukan hanya di

kota saja, itu langsung ditekankan oleh ORTALA, organisasi tata

laksananaan, organisasi tata laksanaan ini dia melihat efektifitas dari

SKPD agar SKPD itu efektif atau tidak. Itu adalah perdanya nomor

berapa saya ngga tahu nih! He.he.. pasti ada perdanya ya? Karena ngga

hafal nanti dicari buku saja pasti berhubungan perdata dari seluruh

SKPD tersebut. Yang sekarang dinas pendidikan adalah kemarin krodit

problem kita adalah sdh melahirkan hampir 221 sekolah jadi kurang

efisien di Tangerang dari saat itu tahun 2000 sampai dengan tahun 1010

kalau ngga salah. Itu Dinas Pendidikan.”

Terkait dengan proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok

masing-masing SKPD (Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip

Daerah). Berikut adalah petikan wawancaranya.Ibnu Jandi menyatahan bahwa:

“Prosesnya kalau tidak salah pernah diskusi dengan ORTALA , pada saat

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 256: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

237

(tidak terdengar suara mengecil ) lebih kepada struktur kebutuhan

organisasi dulu Pak artinya membentuk plan organisasi dulu baru

mengsisi pada SDMnya. Yang sangat disayangkan adalah kompetensi

SDMnya tidak sebagaimana mestinya yang diharapkan SKPD tersebut

baik dinas pendidikan, kesehatan maupun arsip. Karena saya tidak salah

seperti dinas pendidikan saya ngga tahu seperti apa kompetensinya yang

saya harapkan dia adalah minimal dia adalah sarjana pemerintahan.

Kesehatan dulu juga sama apalagi arsip sekarang tidak berdasarkan

kompetensi gitu... Organnyakan? Dan itu adalah sangat kerepotan di

ortala...dan SKPD ortala itulah yang menentukan kebutuhan organisasi."

Beberapa LSM juga concern menyoroti beberapa hal yang berpotensi

mengganggu kinerja organisasi perangkat daerah. Salah satunya dengan

mengamati faktor-faktor internal yang menjadi penentu dan harus diperhatikan

dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah. Ibnu Jandi menyatakan

pemikirannya sebagai berikut.

“Faktor Internalnya seperti yang saya katakan tadi adalah bukan pada

kompetensinya mungkin hanya pada kebutuhan pada loyalitas, bukan

pada kebutuhan fungsi. Faktor eksternalnya begini... kebutuhan dari

masyarakat itu lebih pada idealis atau sistem itu kadangkala yang menjadi

Gap. Kalau masyarakat adalah melihanya yang idealis makanya ada gap

di situ. Dan yang ke tiga adalah ditingkat internal ngga pernah ada

nyambung ketika PERDA ini dilahirkan. Umpanya adalah adakah hering

tentang persoalan berdirinya SKPD minta pendapat dengan masyarakat

sebesar apa yang dibutuhkan, seperti maaf kalau saya contohkan ke

tangsel , kebetulan tangsel mau mendengar, saya katakan ” anda tidak

perlu membikin apa namya.. ee..apa namaya pengairan apa sih namaya

dinas pertanian, kalaupun ada cukup ada orangnya tidak harus banyak.

Ini pertama dan yang kedua adalah BPKAD keuangan anda tidak perlu

menggunakan pola maksimal karena baru gunakan saja pola minimal, sya

katakan seperti itu. Nah ini yang pernah nyambung ketika kota Tangerang

memiliki SKPD bagaimana pendapat masyarakat ngga pernah hal itu

terjadi dengar pendapat dengan masyarakat itu terjalin sehingga wajar

kalau biaya pegawai di SKPD itu 50% rata2, Tangsel kebetulan mau

dengar dia hanya 25% gaji pegawainya, dia mau dengar saya, dan dia

merasakan manfaatnya. Sekarang paling bagus sebanten kalau kita ukur

dari APBD adalah dan kebetulan paling kecil adalah kota tangsel. Itu

Pak.”

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 257: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

238

Lebih lanjut H.M. Naisandari Ormas Muhammadiyah Cabang Kota

Tangerang, menyatakan bahwa:

“Ya . . . ya yang pasti visi misi ke depan kan harus jelas, sebab tujuan

negara kalau kita kembali kepada asas kenegaraan keadilan

kesejahteraan terlaksana, nah kalau tadi pertanyaannya seperti itu ya

saya kira harapan kami sebagai warga masyarakat, ya pembentukan

struktur organisasi harus menyentuh hasilnya itu kepada masyarakat

nantinya ya . . . sementara ini kan cuma sebagai simbol-simbol saja, janji-

janji baik dipolitik, diPilkada, Pilgub, kalau Pilpres mah . . . ngga sampai

ke daerah itu yah, nah itu kan saingan simbol-simbol, lipstik saja yah,

memang ada perubahan, mereka kan ngomong akan ada perubahan untuk

keluarga kan, perubahan untuk kelompok, tapi perubahan di masyarakat?

Ya kita ngga usah jauh-jauh lah, Gubernur-gubernur kita sekarang

bermasalah, kan gitu? Ini juga . . . ya sekarang masyarakat kan sudah jeli

kan.”

Adapun faktor-faktor eksternal yang menjadi penentu dan harus

diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah, menurut

para penggerak LSM tergambar dalam hasil wawancara sebagai berikut:

Menurut Naisan sebagai berikut:

“Saya kira terutama yang menyangkut pendidikan dan pemasyarakatan,

kalau di dalam bahasa agama Liqoro Battina Asha Battina Lii Jirronina,

kan begitu kan? Dan ini apa benar atau tidak menurut pandangan secara

umum, cari kekeluarga dulu, nah”

Sementara itu, khusus terkait dengan Dinas Pendidikan, ternyata LSM juga

menaruh perhatian besar. Menurut beberapa tokoh LSM tersebut, faktor-faktor

yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok

orgainisasi Dinas Pendidikan menurut pandangan Ibnu Jandi sebagai berikut:

”Fungsi efektivitas dari dinas kesehatan jelas adalah optimalisasi

pelayanan yang maksimal untuk masyarakat, kesehatan masyarakat ya..

kalau untuk pendidikan jelas untuk lebih menigkatkan pendidikan itu

murah berkualitas terjangkau. Untuk arsip daerah adalah saya pernah

mengusulkan jangan terlalu banyak menggunakan hardware, katakanlah

kalau arsip perangkat Itnya atau perangkat softwarenya itu membutuhkan

website. Jadi jangan terlalu banya menggunakan arsip benda mati,

gunakan software. Yang kedua saya pernah sampaikan ke arsip adalah,

Tolong membuat integrasi arsip jakarta barangkali bisa, karena arsip

amat sangat dibutuhkan yang bonafit, Arsip sendiri adalah dimana

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 258: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

239

sekarang sangat slow motion atau lemah. Dan saya sangat menyayangkan

itu. Yang ke 5 arsip daerah adalah ketika dia tidak punya ee..eksekusi

pada persoalan undang2. Orang mudah minta dokumen ( hiii tertawa)

padahal Undang no 14 tahun 2008 sudah mengisyaratkan itu diantaranya

, tapi tetap saja lemah. Itu adalah hal yang sangat spesifik persoalannya.

Mudah2an saya tidak retorika ya Pak.”

Pandangan lain juga datang dari Naisan sebagai berikut:

“Begini, begini pak, kita melihat masyarakat kita ini . . . kan dengan

adanya Askes-Askeskin, Pendidikan gratis, menandakan bahwa memang

di kita itu masih butuh, masih banyak orang yang membutuhkan itu. Nah

untuk itu, pertama juga kita lihat dari, kalau ke level kota . . . kota

Tangerang kan wali kotanya ya Pak yah? Artinya memilih orang itu harus

memang yang mampu untuk melihat visi misi ke depannya tadi pak, Visi

misinya itu, kalau lah memang bicara soal kesehatan, mbok ya . . . e . . .

kalau sekarang program Askeskin sedang digalakan, itukan masih banyak

rumah sakit yang menolak. Dan itu setelah saya teliti, kenapa rumah sakit

menolak . . . Karena hutang Pemerintah besar. Ada memang tinggal

beberapa Rumah sakit yang masih menampung itu, karena memang dia

punya modal besar. Pertama Sumber Daya pak tadi, yang jelas visi misi

kedepan. Apa sih yang akan dicapai? Jadi target, ada input, ada out put,

ada outcome, kan kira-kira seperti itu. Targrt yang mau dicapai

sebetulnya apa sih? Mau menjadikan orang Indonesia atau orang

Tangerang mau cerdas pendidikannya, mau menjadikan orang Tangerang

ini menjadi sehat? Itukan butuh pemikiran yang luar biasa Pak! Saya kira

itu Pak. Jadi pertama tadi nanti dari struktural yang itu harus betul-betul

nyambung gitu pak. Ini kan sekarang terjadi semodel apa yah . . . ngga

nyambung gitu loh Pak. Di Puskesmas melakukan ini, Kepala Dinasnya

seperti ini, Kepala Dinas mau melakukan ini, tau-tau kebijakan dari Wali

Kotanya berbeda, kan itu Pak? Nah ini kira-kira seperti itu Pak, kira-

kira.”

Demikian pula dengan Dinas Kesehatan.Dalam wawancara kali ini beberapa

LSM menyampaikan masukannya tentang faktor-faktor yang harus

dipertimbangkan dalam penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi

Dinas Kesehatan. Petikan wawancaranya dengan Ibnu Jandi sebagai berikut:

“Fungsi efektifitas dari dinas kesehatan jelas adalah optimalisasi

pelayanan yang maksimal untuk masyarakat, kesehatan masyarakat ya..

kalau untuk pendidikan jelas untuk lebih menigkatkan pendidikan itu

murah berkualitas terjangkau. Untuk arsip daerah adalah saya pernah

mengusulkan jangan terlalu banyak menggunakan hardware, katakanlah

kalau arsip perangkat Itnya atau perangkat softwarenya itu membutuhkan

website. Jadi jangan terlalu banya menggunakan arsip benda mati,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 259: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

240

gunakan software. Yang kedua saya pernah sampaikan ke arsip adalah,

Tolong membuat integrasi arsip jakarta barangkali bisa, karena asrsip

amat santa dibutuhkan yang bonafit, Arsip sendiri adalah dmana sekarang

sangat2 slow motion atau lemah. Dan saya sangat menyayangkan itu.

Yang ke 5 arsip daerah adalah ketika dia tidak punya ee..eksekusi pada

persoalan undang2. Orang mudah minta dokumen ( hiii tertawa) padahal

Undang no 14 tahun 2008 sudah mengisyaratkan itu diantaranya , tapi

tetap saja lemah. Itu adalah hal yang sangat spesifik persoalannya.

Mudah2an saya tidak retorika ya Pak”.

Berdasarkan pemaparan data-data di atas, maka rich picture dari

pembentukan SKPD dalam perspektif desentralisasi di NKRI dengan studi kasus

di Kota Tangerang pada 3 (tiga) level kelembagaan adalah sebagaimana dapat

dilihat pada gambar 5.1:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 260: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

241

Gambar 5.1 : Rich Picture

Ketidakjelasan pembagian urusan antar susunan pemerintahan menimbulkan kekaburan dari konsep desentralisasi itu sendiri Organisasi perangkat daerah memiliki posisi yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintah daerah Desain struktur mekanisme kerja dan kualitas aparatur sangat menentukan kinerja daerah

Pengembangan birokrasi di daerah harus mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi, efektifitas dan kemudahan interaksi

Pembagian Dalam Urusan Dalam UU No 32/2004, Menyebabkan Tidak

Jalannya Politik Desentralisasi

Pengaturan Dalam UU Ini Melahirkan Praktik Kepemerintahan Yang

Tumpah Tindih Jauh Dari Prinsip Good Govermance

ANALISIS

PEMBENTUKAN ORGANISASI

PERANGKAT DAERAH

KOTA TANGGERANG

PROVINSI BANTEN

“padahal sesungguhnya juga undang-undang dan PP tidak ada yang menyajikan secara detail”

“pokoknya terhadap badan-badan dan dinas atau kantor yang punya klasifikasi khusus itu ditempatkan orang yang berkompetensi itu”

Terjadi Permasalahan Realisasi Anggaran Program Kerja Dalam

Bidang Fisik

Kepala SKPD Sering Diwakilkan Kepesertaanya Dalam

Palatihan-Pelatihan

Masalah Kualitas Dan Kompetensi Aparat Birokrasi

Mereformasi aturan layanan sipil yang sudah tidak cocok

lagi dengan kondisi sekarang Pemkot membentuk standar No 1 tahun 2008 adanya 26 urusan wajib & 7 urusan pilihan sebagai dasar menyusun organisasi dinas badan maupun kantor

Pada dasarnya pembentukan organisasi berdasar PP No 32/2004, untuk pembagian urusan tugas pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota

Penunjukkan kepala SKPD didominasi oleh kepentingan dan target dari walikota terpilih, sehingga tidak memperhatikan aspek-aspek pengalaman maupun kompetensi

Kota tanggerang pengeluaran untuk gaji PNSnya tinggi, karena struktur yang gemuk

Kota tanggerang maju seperti ini, karena peran swasta yang men-dominasi sektor ekonomi dan pembangunan infrastruktur kota

Ketidakjelasan nasib karyawan honorer dilingkungan pemerintah kota tangerang

Kok gak ada koordinasi sih untuk pembinaan pejabat daerah

PP No.41/2007 menjadi dasar pembentukan perda-perda yang terkait

dengan perang daerah, yaitu perda No:4,5,6,7/2008, tentang pembentukan

Badan, kantor, dinas & Sekretariat

DINKES harus diberi kewenangan dalam menyusun struktur organisasi internal,

karena mengakomodir kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan

Kualitas SDM tidak sesuai dengan kebutuhan yang

diperlukan

Kesulitan merubah minset PNS DISDIK dari masyarakat

menjadi melayani masyarakat

Penempatan pejabat Struktural SKPD kurang

memperhatikan aspek-aspek legal yang sudah diatur dalam

peraturan Baperjakat UU No 32/2004 tentang

Pemerintah Daerah, dimana desentralisasi menciptakan peluang “raja kecil”di Kota

Tanggerang

Pemerintah

Pemerintah

DPD-RI

PEMKOT TANGERANG DPRD KOTA TANGERANG

BIRO ORTALA KOTA TANGERANG

BIRO HUKUM KOTA TANGERANG

BAPPEDA KOTA TANGERANG

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 261: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

242

BAB 6

ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI

PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG

Sebagaimana dapat dipahami bahwa dalam 7 (tujuh) proses standar dari

SSM, Chekland (1981) membagi tahapan SSM menjadi dua bagian, yakni Real

World dan Systems Thinking about Real World. Real World terdiri dari 5 (lima)

bagian/tahap, yakni tahap ke-l, tahap ke-2, tahap ke-5, tahap ke-6, dan tahap ke-7,

dan Systems Thinking about Real World terdiri dari dua tahap, yakni tahap ke-3,

dan tahap ke-4. Tahap ketiga adalah Root Definitions (RDs) of Relevant

Purposeful Activity Systems, dan tahap ke-4 adalah Conceptual Models of the

Systems (holons)named in the Root Definitions. Analisis pembentukan OPD Kota

Tangerang dibahas berdasarkan pada 3 level kelembagaan dengan mengadopsi

konsep Bromley sebagaimana dijelaskan secara ringkas dalam Bab 1, 2 dan 4.

6.1 Root Definitions (RDS) of Relevant Purposeful Activity Systems

Root definitions adalah deskripsi terstruktur dari sebuah sistem aktivitas

manusia yang relevan dengan situasi problematis yang menjadi perhatian di dalam

penelitian SSM yang berbasis tindakan. Selalu ditegaskan tentang sistem yang

relevan, karena di dalam SSM yang dilakukan bukanlah merumuskan sistem atau

serba sistem apa yang akan direkayasa atau yang akan diperbaiki, melainkan

sistem mana yang relevan dengaan situasi yang problematis dunia nyata yang

akan digunakan sebagai alat untuk membantu merumuskan langkah perbaikan,

penyempumaan, atau perubahan situasi dunia nyata tersebut.

Root definition merupakan sebuah pernyataan yang jelas tentang aktivitas

yang terjadi atau mungkin terjadi.di dalam organisasi yang tengah diteliti

(Hardjosoekarto, 2012" p.89-90). Checkland dan Scholes (199C, p.288)

mengatakan bahwa root definition adalah "conscise verbal definitions expressing

the nature of purposeful activity systems regarded as relevan to exploring the

problem situation", dimana metafora 'root' menunjukkan bahwa "this is only me,

core way of describing the system" (Checkland dan Poulter, 2006, p.38)".

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 262: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

243

Ditegaskan oleh Chekcland (1999, p.155) bahwa "at the end of expression stage

we answer the question, not; What system needs to be engineered or improved?

but: What are the names of notional systerffis which from the analysis phase

seem relevant to the problem?". Lebih lanjut dikatakan oleh Checkland bahwa

upaya menjawab pertanyaan itu harus dilakukan dengan hati-hati dan dinyatakan

secara eksplisit, secara tertulis melalui diskusi terbuka supaya benar-benar dapat

dipilih sebuah sistem atau sejumlah sistem yang benar-benar relevan dengan

situasi yang problematis. Pililhan atas sistem apa yang akan dipilih merupakan

cerminan dari sebuah sudut pandang tertentu tentang situasi masalah.

Teknik perumusan root definition tertuang dalam skema "to do X by Y in

order to achieve Z '(Checkland dan Scholes, 1990, p.36), atau "to do P by in

order to achieve R" (Checkland dan Poulter, 2006, p.39).Dalam kaitannya dengan

penelitian ini, penulis menstrukturkan real world dalam tiga level sistem yang

paling relevan, yakni makro, messo, dan mikro. Penelitian dalam disertasi ini

disamping sebagai penelitian yang mengkaji untuk kepentingan penelitian itu

sendiri juga untuk pemecahan masalah sekaligus (research interest and problem

solving interest). Kedua kepentingan ini dapat dilakukan sekaligus "ruor cnly

does this help dispel the criticism of AR that it is arguably facilitates just like

consultancy, but it researchers in being much more explicit about the reflection

and learning process that seems to be part of the essence of AR" (McKay dan

Marshall, 2001, p.57).

Root definition dibuat menjadi 4 (empat) dengan memperhatikan analisis

CATWOE untuk menganalisis proses transformasi masing-masing level

kelembagaan, dimana level makro terdiri dari 1 (satu) root definition dengan

nama revisi peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah yang

mengatur pembentukan organisasi perangkat daerah. Level messo terdiri dari 1

(satu ) root definition dengan nama efektivitas organisasi perangkat daerah

sebagai wujud desentralisas. Sedangkan level mikro terdiri dari 2 (dua) root

defintions yaitu (1) optimalisasi efektivitas organisasi perangkat daerah yang

adaptif; (2) yaitu dengan nama arah peningkatan efektivitas kinerja organisasi

perangkat daerah.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 263: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

244

6.1.1. Root Definitions Penelitian

Adapun root definitions penelitian selengkapnya adalah sebagaimana

tertuang dalam Tabel 6.1. berikut:

Tabel 6.1. Root Definition Penelitian

LEVEL NAMA RD HUMAN ACTIVITY SYSTEMS RD #

MA

KR

O

Revisi

UU 32/2004

dan Revisi

Peraturan

Pemerintah

Tentang

Pembentukan

Organisasi

Perangkat

Daerah

PP No. 38/07

PP No. 41/07

Sistem yang dimiliki dan dioperasikan oleh

peneliti dalam mengidentifikasi unsur-unsur

desentralisasi di NKRI dalam wujud hukum

formal dan konvensi informal kenegaraan dalam

bentuk UU tentang Pemerintahan Daerah (P)

dengan menggunakan SSM untuk mengeksplorasi

penyusunan PP tentang Pembagian Kewenangan

antara Pusat dan Daerah; dan PP tentang

Organisasi Perangkat Daerah (Q) untuk

membangun kerangka kelembagaan level makro

dalam rangka menjamin tercapainya konsep

desentralisasi yang penuh (R)

RD 1

ME

SO

Pembentukan

SKPD yang

efektif

berdasarkan

PERDA sesuai

prinsip

desentralisasi.

Sistem yang dimiliki dan dioperasikan oleh

Pemerintah Kota Tangerang untuk membentuk

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang efektif dalam

memformulasikan konsep desentralisasi Negara

Kesatuan Republik Indonesia (P) melalui

mekanisme penerbitan Perda (Peraturan Daerah)

dan kordinasi dengan DPRD (Q) untuk

memberikan pedoman OPD yang tepat dan

dibutuhkan dalam satu pemerintahan daerah (R)

RD 2

MIK

RO

Pengembangan

Struktur, Tugas

Pokok dan

Fungsi yang

adaptif

Sistem yang dimiliki dan dioperasikan oleh

Pemerintah Kota Tangerang untuk menata Satuan

Kerja Perangkat Daerah dalam memformulasikan

prinsip desentralisasi kota di Tangerang (P)

melaluipenyusunan struktur, tupoksi

organisasional SKPD (Q) untuk membantu

tercapainya optimalisasi SKPD sehingga bisa

bersifat adaptif terhadap lingkungan dalam suatu

pemeintahan daerah. (R)

RD 3

Peningkatan

efektifitas

kinerja

organisasi

perangkat

daerah

Sistem yang dimiliki dan dioperasikan oleh

Pemerintah Kota Tangerang dalam rangka

meningkatkan efektivitas kinerja OPD (P) melalui

optimalisasi pengambilan keputusan, penggunaan

prosedur dan partisipasi staf(Q) untuk mencapai

OPD yang efektif dalam penyelengaraan

pemerintahan daerah khususnya di bidang

pelayanan publik. (R).

RD 4

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 264: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

245

6.1.2. Root Definition Satu pada Level Makro

Root definition Satu untuk level makro berupa sistem yang dimiliki dan

dioperasikan oleh peneliti dalam mengidentifikasi unsur-unsur desentralisasi di

NKRI dalam wujud hukum formal dan konvensi informal kenegaraan dalam

bentuk UU tentang Pemerintahan Daerah (P) dengan menggunakan SSM untuk

mengeksplorasi penyusunan PP tentang Pembagian Kewenangan antara Pusat dan

Daerah; dan PP tentang Organisasi Perangkat Daerah (Q) untuk membangun

kerangka kelembagaan level makro dalam rangka menjamin tercapainya konsep

desentralisasi yang penuh (R).

Tabel 6.2 CATWOE dan 3-E dalam RD-l: Pasal Tentang Desentralisasi

dalam Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur Organisasi

Perangkat Daerah

Customers Pemerintah RI, DPR RI, Walikota dan DPRD Kota

Actors Peneliti (Academic Advisors, SSM Practitioner, Academic

Reviewers), UI

Transformation

Mengubah pasal-pasal tentang desentralisasi yang masih

terbatas (parsial) menjadi pasal-pasal tentang desentralisasi

yang lebih komprehensif khususnya yang terkait dengan

organisasi perangkat daerah ke dalam peraturan Perundang-

undangan mengenai Pemerintahan Daerah

Weltanschauung

(worldview)

Pasal tentang desentralisasi Negara kesatuan yang lebih

komprehensif dalam Peraturan Perundang-undangan mengenai

Organisasi Perangkat Daerah sangat penting untuk dapat

membangun sistem pelayanan optimal kepada masyarakat.

Owners Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Environment Pihak yang menginginkan dimasukkannya pasal-pasal

desentralisasi Negara kesatuan dalam Peraturan Perundang-

undangan mengenai Pemerintahan Daerah.

Efikasi

Keberadaan pasal-pasal desentralisasi Negara kesatuan dalam

Peraturan Perundang-undangan mengenai Pemerintahan

Daerah yang komprehensif harus terealisasi.

Efisiensi Menggunakan sumberdaya (keuangan, energi, dan waktu) yang

minimum dan hasil yang maksimum.

Efektif

Terakomodasikannya pasal desentralisasi Negara kesatuan

dalam Peraturan Perundang-undangan mengenai Pemerintahan

Daerah.

Root Definition Satu merupakan gambaran yang menurut penilaian peneliti

paling relevan untuk sistem pada level makro, yang bertujuan untuk membangun

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 265: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

246

kerangka kelembagaan level makro. Dalam hal ini dilakukan dalam rangka

mengidentifikasi unsur-unsur desentralisasi dalam Negara kesatuan yang

diwujudkan dalam hukum formal dan konvensi informal kenegaraan dalam bentuk

UU dengan menggunakan SSM untuk mengeksplorasi penyempumaan Peraturan

Perundang-undangan mengenai Pemerintahan Daerah yang dapat menjamin

tercapainya desentralisasi dalam pembentukan organisasi perangkat daerah.

Transformasi dalam Catwoe ini dilakukan dengan memasukan pasal-pasal

yang dapat mengurangi politisasi birokrasi di daerah. Ada kecenderungan para

aparat birokrasi ikut terlibat dalam pemenangan calon kepala daerah dalam

Pilkada. Dampak dari ini adalah banyak aparat birokrasi terlibat dalam

pemenangan salah satu calon, yang nantinya dengan harapan apabila calonnya

terpilih akan memperoleh kedudukan yang lebih baik dalam birokrasi di daerah.

Untuk menampung para pendukungnya, kepala daerah terpilih seringkali

mengembangkan struktur birokrasi di daerah. Kedua, perlu adanya pasal yang

mengatur jabatan struktural agar efektif. Oleh karena struktur yang besar dan

kompleks juga cenderung membutuhkan biaya yang tinggi, struktur yang besar

dan kompleks sehingga cenderung menghambat interaksi antara pemerintah dan

masyarakatnya. Akibatnya pelayanan publik menjadi semakin rumit dan panjang.

Ketiga, perlu adanya muatan yang mengatur tentang evaluasi kinerja secara

periodik yang menilai ketepatan antara struktur birokrasi dengan visi dan misi

daerah.

Konsep transformasi dalam Catwoe ini didukung dengan kerangka

pemikiran dan pendapat Kementerian Dalam Negeri sebagaimana dikatakan

sebagai berikut:

“Organisasi perangkat daerah memiliki posisi yang sangat penting

dalam menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan

daerah.Desain, struktur, mekanisme kerja, dan kualitas aparatur sangat

menentukan kinerja daerah. Seberapa tepat daerah merancang desain, struktur

dan proses kerja sehingga mampu menjalankan fungsi secara efisien, efektif

dan sinergis menjadi kunci keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan

daerah.”289

289

Kementerian Dalam Negeri 2009, op.cit.,hal. 43-44.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 266: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

247

Penyempurnaan peraturan perundang-undangan tentang Pemerintahan

Daerah khususnya yang terkait dengan ketentuan organisasi perangkat daerah

dengan demikian menjadi upaya yang layak dilakukan untuk mentransformasi

suatu perubahan. Dari sudut worldview, muatan pasal yang dapat dimasukan

terkait dengan pengaturan tentang norma, kriteria dan standar dalam

pengembangan organisasi perangkat daerah. Kedua, pengaturan harus dapat

mendorong daerah untuk dapat membentuk organisasi perangkat yang sesuai

dengan kewenangan yang dimiliki, karakteristik potensi dan kebutuhan daerah,

kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber daya aparatur dan

pengembangan pola kemitraan antar daerah serta dengan pihak ketiga.290

Lebih lanjut dikatakan oleh Kementerian Dalam Negeri beberapa

pemikiran usulan yang diusulkan sebagai berikut:

“Perlu juga disusun pengaturan yang mendorong daerah melakukan

analisis jabatan dan menjadikannya sebagai dasar dalam mereformasi perangkat

pemerintahannya.Analisis jabatan harus dapat memberi informasi kepada daerah

tentang kebutuhan jabatan, klasifikasi jabatan, standar kompetensi jabatan,

sistem renumerasi dan sistem informasi kepegawaian.”291

Ketiga, dalam perubahan pengaturan organisasi perangkat daerah, juga

harus dimasukan pasal mengenai pengembangan jabatan fungsional secara

signifikan, sehingga daerah dapat mengurangi tekanan untuk membuat struktur

gemuk agar dapat jabatan fungsional juga dapat membantu pengembangan

profesionalisme pegawai daerah untuk meningkatkan kualitas pelayanan daerah.

Keempat, perlu adanya pasal yang mengatur insentif berbasis kinerja sehingga

orientasi pegawai daerah yang cenderung ingin selalu menduduki jabatan

structural dapat berubah. Kelima, konsekuensi dari pengaturan ini adalah perlu

adanya pengaturan yang membatasi besaran anggaran untuk belanja

pegawai.Pengaturan hal ini dapat dilakukan dengan menentukan besaran proporsi

anggaran belanja pegawai terhadap APBD.292

290

Ibid, hal. 46 291

Ibid. 292

Ibid.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 267: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

248

6.1.3 Root Definition Dua Pada Level Meso

Root Definition Dua untuk level Meso berupa sistem yang dimiliki dan

dioperasikan oleh Pemerintah Kota Tangerang untuk membentuk Satuan Kerja

Perangkat Daerah yang efektif dalam menerapkan konsep desentralisasi Negara

Kesatuan Republik Indonesia (P) melalui mekanisme penerbitan Perda (Peraturan

Daerah) dan kordinasi secara dengan DPRD (Q) untuk memberikan pedoman

OPD yang tepat dan dibutuhkan dalam satu pemerintahan daerah (R).

Tabel 6.3 CATWOE dan 3-E dalam RD-2: Pembentukan Kelembagaan

Organisasi Perangkat Daerah yang efektif

Customers Pemerintah RI, Kemendagri, dan Pemerintah Kota Tangerang

Actors SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) dan Kemendagri

Transformation

Mengubah Peraturan Daerah untuk memuat pasal-pasal

yang mendorong pembentukan SKPD agar menjadi efektif

dan efisien dengan pertimbangan kebutuhan internal SKPD

di Kota Tangerang: dari belum ada menjadi ada, dari

kurang optimal menjadi lebih optimal;

Memberdayakan aspirasi eksternal masyarakat terkait

kebutuhan SKPD: dari belum ada menjadi ada dan dari

kurang optimal meniadi lebih optimal.

Weltanschauung

(worldview)

Terbentuknya organisasi perangkat daerah yang sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat. SKPD yang terbentuk

kinerjanya professional dan berkualitas, sehingga dapat

memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat.

Owners Kemendagri dan Pemerintah Kota

Environment Pihak yang tidak menginginkan terbentuknya organisasi

perangkat daerah/SKPD yang professional dan berkualitas,

serta mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada

masyarakat luas.

Efikasi

Terciptanya kinerja SKPD yang professional dan berkualitas

dan terjaminnya pelayanan kepada masyarakat.

Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu)

yang minimum

Efektif

Tercapainya pembentukan SKPD yang sesuai dengan

kebutuhan, professional dan berkualitas.

Root Definition Dua adalah gambaran yang peneliti nilai paling relevan

untuk sistem pada level messo, yang bertujuan untuk membangun kerangka

kelembagaan level messo berupa terbentuknya organisasi perangkat daerah yang

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 268: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

249

sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. SKPD yang terbentuk

kinerjanya professional dan berkualitas, sehingga dapat memberikan pelayanan

yang optimal kepada masyarakat. Transformasi dalam Catwoe dilakukan dengan

mengubah Peraturan Daerah untuk memuat pasal-pasal yang mendorong

pembentukan SKPD agar menjadi efektif dan efisien dengan pertimbangan

kebutuhan internal SKPD di Kota Tangerang. Peraturan daerah harus diubah

secara incremental, Perda tidak hanya mengatur nomenklatur dan struktur SKPD

saja, tetapi juga pertimbangan dimensi lainnya yaitu: tata nilai, personal,

pembangunan sistem sinergi antar instansi pemerintah. Peraturan daerah tidak

hanya menyangkut format dan susunan kelembagaan, tetapi juga pengaturan

subtansi masing-masing SKPD.

Gambaran pada root definition Dua ini diperkuat oleh pendapat anggota

DPRD komisi 1, Bapak Gatot dalam Focus Group Discussion yang mengatakan:

“Mengenai faktor internal kembali pimpinan daerah masing-

masingkan seperti itu apa yang menjadi pertimbangan Pak Wahidin

mengenai tipe minimal yang diperlukan waktu itu efektif.Tapi begitu

ada pula yang mengatakan itu efektif ada pula yang bilang

tidak.Sehingga diperlukan peraturan tambahan.”293

Sementara terkait dengan faktor eksternal dikatakan sebagai berikut:

“….kalau faktor eksternal sesuai kebutuhan masyarakat dan daerah-

daerah di luar kota Tangerang. Seyogyanya itukan bersinergikan.

Bersinergi dengan pemerintah kota dengan pemerintah kabupaten,

pemerintah Tangerang Selatan atau dengan provinsi. Agar program-

programnya bersinergi, jangan sampai terjadi program pemerintah

provinsi kadang-kadang tidak nyambung, itu harus bersinergi ke

depannya.”294

Pendapat ini memberikan gambaran secara implisit mengenai

signifikannya perubahan peraturan perundang-undangan di level kota dalam

pembentukan organisasi perangkat daerah dengan faktor pertimbangan terkait

dengan efektivitas kelembagaan. Lebih lanjut dikatakan:

293

Pendapat dalam Focus Group Discussion hari Kamis Tanggal 14 November 2013 di

Ruang VIP RM Pondok Selera Tangerang.

294Ibid.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 269: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

250

“….ke depannya diharapkan kota Tangerang ini jadi contoh daerah

lain dalam memilih organisasinya secara normative dengan orang-

orangnya berkemampuan secara profesi. Tapi yang ditempatkan itu

sesuai kriteria yang ada yang bidang ini harus punya kemampuan

seperti ini, bidang ini punya kemampuan seperti ini dan lain

sebagainya.”295

Terkait dengan pelayanan masyarakat dari organisasi perangkat daerah

pejabat dari Bappeda kota Tangerang menyampaikan pendapatnya sebagai

berikut:

“….namun pada kondisi saat ini dengan adanya standar pelayanan

minimal dari pemerintah pusat yaitu lima belas standar pelayanan

minimal, mau tidak mau pemerintah daerah harus menerapkan

standar pelayanan minimal tersebut dan target-target yang harus

dicapai oleh organisasi perangkat daerah. Saat ini Bappeda sedang

mengkaji ada indicator dari SKPD itu kinerja program atau

kegiatan.Sehingga dalam satu SKPD itu dalam melaksanakan kinerja

tugas pokok dan fungsinya ada indikator kinerjanya, artinya ada

target yang harus dicapai.296

Kemudian lebih lanjut dikatakan bahwa kedepan yang diharapkan

dalam penataan ulang struktur di pemerintah mungkin memang perlu

pemetaan kembali perlu, penyusunan kembali kebutuhan organisasi seefisien

mungkin sehingga kaya fungsi dan lebih bermanfaat dalam peningkatan

pelayanan untuk masyarakat.297

Pada dasarnya pendapat ini menyiratkan akan

perlunya melakukan transformasi peraturan perundang-undangan di tingkat

lokal terkait dengan pembentukan organisasi perangkat daerah.

6.1.4. Root Definition Tiga Pada Level Mikro-1

Root Definition Tiga untuk level Mikro berupa Sistem yang dimiliki dan

dioperasikan oleh Pemerintah Kota Tangerang untuk menata Satuan Kerja

Perangkat Daerah dalam memformulasikan prinsip desentralisasi kota di Negara

Kesatuan Republik Indonesia (P) melalui penyusunan struktur, tupoksi

organisasional SKPD (Q) untuk membantu tercapainya optimalisasi SKPD

295

Ibid 296

Ibid 297

Ibid

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 270: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

251

sehingga bisa bersifat adaptif terhadap lingkungan dalam suatu pemeintahan

daerah. (R)

Tabel 6.4 CATWOE dan 3-E dalam RD-3: Optimalisasi Pengembangan

Fungsi danTugas Pokok Institusional Organisasi Perangkat Daerah yang

adaptif

Customers Pemerintah RI, Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah/Kota

Actors Peneliti (Academic Advisors, SSM Practitioner, Academic

Reviewers), UI

Transformation Mengubah fungsi dan tugas pokok SKPD: dari yang semula

kurang optimal (belum sesuai dengan kebutuhan) menjadi lebih

optimal (sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi) melalui

pengembangan pedoman pembentukan SKPD.

Weltanschauung

(worldview)

Eksplorasi daya guna dan optimalisasi kinerja SKPD dalam

memberikan layanan kepada masyarakat sesuai dengan fungsi

dan tugas pokoknya. Harapannya terbentuk SKPD yang

professional, berkualitas, dan kompeten dalam melayani

masyarakat.

Owners Pemerintah RI, Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah

Environment Pihak yang tidak menginginkan terjadinya perbaikan kinerja

dan optimalisasi fungsi dan tugas pokok SKPD

Efikasi

Pejabat yang mampu mengelola SKPD secara baik dan

professional serta menjaga kualitas pelayanan kepada

masyarakat sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya.

Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu)

yang minimum untuk hasil yang optimum.

Efektif Terciptanya kinerja SKPD yang optimal dan berkualitas dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Root Definition Tiga merupakan gambaran yang peneliti nilai paling

relevan untuk sistem pada level mikro, yang bertujuan untuk melakukan

eksplorasi daya guna dan optimalisasi kinerja SKPD dalam memberikan layanan

kepada masyarakat sesuai dengan fungsi dan tugas pokoknya.Harapannya

terbentuk SKPD yang professional, berkualitas, dan kompeten dalam melayani

masyarakat, yang meliputi pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.

Transformasi dalam Catwoe dilakukan dengan mengubah fungsi dan tugas pokok

SKPD: dari yang semula kurang optimal (belum sesuai dengan kebutuhan)

menjadi lebih optimal (sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi). Hal ini dapat

dilakukan dengan menyempurnakan Peraturan Waikota (Perwal) yang bermuatan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 271: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

252

pengaturan tentang visi dan misi, penyusunan standar indikator kinerja utama

yang sesuai dengan Tupoksi, dan pedoman pemantauan, penilaian, dan evaluasi

kinerja OPD.

Dari data primer yang diperoleh dari lapangan, sebagaimana dikatakan

oleh anggota DPRD kota Tangerang dapat disimpulkan bahwa tugas pokok dan

fungsi organisasi perangkat daerah sudah sejalan dengan keputusan walikota

secara umum, tapi belum dapat dikatakan optimal. Pejabat ini mengatakan bahwa:

“Kalau secara keseluruhan, perspektif kita secara umum fungsi dan

tugas dari perangkat daerah sesuai dengan keputusan Walikota.Secara

umum sudah dijalankan Itu yang kami lihat, kalau ya baik ya baik,

sempurna sih belumlah.”298

Dalam kaitan dengan kinerja organisasi perangkat daerah umumnya yang

dirasakan masih belum optimal adalah koordinasi secara internal dan eksternal

antar organisasi perangkat daerah. Faktor koordinasi ini seringkali menjadi

penghambat dalam pelaksanaan program dan kegiatan organisasi perangkat

daerah.299

Sebagaimana dikatakan anggota DPRD dalam petikan wawancara

berikut:

“….dan faktor yang jadi penghambat dalam menjalankan tugas pokok

dan fungsi tersebut. Ini yang sering kami kritik kepada teman-teman

legislative ee..teman-teman eksekutif. Itupun koordinasi,

koordinasi.Jadi koordinasi baru SKPD atau mungkin dalam SKPD itu

sendiri.Kadang-kadang yang menjadi faktor penghambat.”300

Pendapat ini diperjelas oleh Pejabat dari Biro Hukum yang mengatakan

bahwa:

“…..bagaimana pelaksanaan tugas oleh masing-masing SKPD

haruslah diberikan payung, diberikan satu pedoman, sehingga dalam

pelaksanaan tugas yang pertama berdasarkan Undang-Undang yang

berlaku. Yang kedua adalah fungsinya untuk pelindung, melindungi

daripada aparatur daerah, melindungi daripada masyarakat dari

kemungkinan terjadinya penyimpangan di dalam pelaksanaan kerja..e

tugas pokok sehari-hari…”301

298

Ibid 299

Pendapat dr. AY Gunawan Wibisono dari Dinas Kesehatan dalam FGD, Ibid. 300

Pendapat H. Gatot, Ibid. 301

Pendapat Budi D. Arief, Ibid.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 272: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

253

Pendapat yang lain dari Pejabat Dinas Kesehatan mengatakan bahwa ada

struktur yang sepertinya sudah dipatenkan yaitu kesekretariatan. Semua SKPD

menerapkan struktur ini sebagai representasi dari fungsi fasilitatif yang sama, baik

itu Dinas maupun Kantor. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan pengaturan

lebih lanjut agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan secara optimal. Penghambat

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi yang lain adalah masalah yang terkait dengan

rekruitmen pegawai, yang seringkali tidak sesuai dengan formasi kebutuhan

organisasi perangkat daerah.302

6.1.5. Root Definition Empat Pada Level Mikro-2

Root Definition Empat berupa Sistem yang dimiliki dan dioperasikan oleh

Pemerintah Kota Tangerang dalam rangka meningkatkan efektivitas kinerja OPD

(P) melalui optimalisasi pengambilan keputusan, penggunaan prosedur dan

partisipasi staf (Q) untuk mencapai OPD yang efektif dalam penyelengaraan

pemerintahan daerah khususnya di bidang pelayanan publik. (R).

Tabel 6.5. CATWOE dan 3-E dalam RD-4: Peningkatan Efektivitas Kinerja

Institusional Organisasi Perangkat Daerah

Customers Pemerintah RI, Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah

Actors Peneliti (Academic Advisors, SSM Practitioner, Academic

Reviewers), UI

Transformation Meningkatkan efektivitas kelembagaan OPD dalam

memberikan pelayanan kepada publik melalui pemberdayaan

unsur-unsur dalam masyarakat dalam pengambilan keputusan

dan para staf dalam pelaksanaan kerja di masing-masing

SKPD.

Weltanschauung

(worldview)

Eksplorasi daya guna dalam pemilihan dan penempatan pejabat

daerah yang mampu meningkatkan efektifitas kinerja

organisasional SKPD. Hal itu sangat penting dalam rangka

memperoleh pejabat yang berkualitas, mampu bekerja secara

efektif dan optimal dalam memberikan pelayanan kepada

masyarakat..

Owners Pemerintah RI, Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah

Environment Pihak yang tidak menginginkan terjadinya peningkatan

efektivitas kinerja organisasional SKPD dan optimalisasi

pelayanan kepada masyarakat.

Efikasi Pejabat yang memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk

302

Pendapat dr. AY Gunawan Wibisono, Ibid.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 273: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

254

meningkatkan efektivitas kinerja organisasional SKPD dan

optimalisasi pelayanan kepada masyarakat.

Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu)

yang minimum dan hasil yang optimum.

Efektif Tercapainya sistem pengangkatan pejabat berbasis kompetensi

dalam peningkatan efektivitas kinerja organisasi dan

optimalisasi pelayanan kepada masyarakat.

Root definition empat merupakan gambaran yang peneliti nilai paling relevan

untuk sistem pada level mikro-2, yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas kinerja

OPD melalui optimalisasi pengambilan keputusan, penggunaan prosedur dan partisipasi

staf untuk mencapai OPD yang efektif dalam penyelengaraan pemerintahan daerah

khususnya di bidang pelayanan publik. Transformasi dalam Catwoe dapat dilakukan

melalui penyempurnaan Perwal yang bermuatan pengaturan tentang: komponen struktur

organisasi, pembagian kerja/ spesialisasi sesuai dengan kebutuhan, saling menunjang,

jelas wewenang tugas dan tanggung jawabnya serta tidak tumpang tindih. Di samping itu,

perlu adanya muatan tentang sebaran dan tingkatan dalam organisasi yang

memungkinkan dilaksanakannya pengawasan yang efektif, adanya pedoman, petunjuk

teknis, SOP, prosedur, dan mekanisme kerja. Untuk mendorong para staf SKPD,

Pimpinan harus membangun suatu kebijakan internal yang memberi keleluasan bagi

bawahan untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan.

Dari data hasil lapangan yang diperoleh melalui FGD dan wawancara

dengan para key informant memperkuat gambaran analisis Catwoe untuk root

definition empat. Pendapat seorang pejabat Bappeda yang terlibat langsung dalam

pembentukan organisasi perangkat daerah mengatakan:

“Tugas pemerintah daerah terutama pada bagian organisasi adalah

membuat rencana kerja, standar operasional, prosedur tata laksana

dan bagaimana pelayanan kepada masyarakat.”303

Dalam upaya peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat daerah

lebih lanjut dikatakan:

“keterlibatan staf di lingkungan SKPD seringkali dilakukan, hal ini

merupakan langkah utama karena yang mengerti pelaksanaan

kegiatan biasanya staf, bukan berarti pimpinan tidak mengetahui,

namun ini menjadikan pemikiran-pemikiran dari lebih baiknya

kegiatan di masa yang akan datang. “

303

Pendapat Kepala Bappeda Tanggal 11 November 2013.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 274: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

255

Masukan dari masyarakat yang berfungsi sebagai proses pengawasan dan

peningkatan kinerja organisasi perangkat daerah dijelaskan oleh Pejabat Bappeda

sebagai berikut:

“Sejauh ini masukan dari masyarakat yang bersifat konstruktif akan

dikaji oleh pimpinan daerah dan dewan, apabila masukan tersebut

dikategorikan baik maka dimungkinkan menjadi masukan untuk

pemerintahan kota Tangerang. Upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan partisipasi masyarakat adalah dengan melakukan

kegiatan sesuai dengan kinerja masing-masing unit terutama hal-hal

yang berkaitan dengan pelayanan kepada masyarakat.”

Menarik pendapat dari Pejabat dari lingkungan Sekretariat DPRD kota

Tangerang berkaitan dengan peran dan posisi SKPD di masa yang akan datang.

Sebagaimana dikatakan olehnya sebagai berikut:

“…..jadi orientasinya kita harus ke depan, semua SKPD itu jangan

terpaku kepada program yang sekarang, tetapi bagaimana kita yang

menciptakan kegiatan untuk masyarakat ini duapuluh tahun ke depan,

minimal, SDM harus mampu…jadi tidak terpaku kepada program satu

tahunan tetapi harus berubah ke depan mau bikin apa. Jadi pimpinan

SKPD saya kira, harapan semua juga punya visioner jangkauan ke

depan itu jauh, tidak hanya kepentingan sesaat, apalagi kepentingan-

kepentingan tertentu.”

Dari beberapa pendapat yang terkait dengan peningkatan efektivitas kinerja

institusional organisasi perangkat daerah dirumuskan analisis Catwoe pada

transformasinya yang diorientasikan pada perubahan organisasional yang bersifat

internal seperti rencana kerja, standar operasional, prosedur tata laksana

sedangkan yang bersifat eksternal terkait dengan pengawasan dan masukan

positif dari DPRD kota Tangerang.

6.2 Conceptual Models of the Systems Named in the Root Definition

Inti dari systems thinking dalam SSM adalah pembuatan model konseptual

sebagai sarana intelektual yang digunakan untuk membahas dan mendiskusikan

situasi dunia nyata yang dianggap problematis (Hardjosekarto, 2012, p.103).

Model dalam SSM adalah sejumlah model dari sistem atau serba sistem aktivitas

manusia atau aktivitas yang punya maksud. Model dari sistem atau serba sistem

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 275: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

256

aktivitas manusia atau aktivitas yang punya maksud merupakan sarana untuk

mengeksplorasi realitas, bukan sekedar mendeskripsikannya (Checkland dan

Scholes, 1990, p.63).

Checkland (1999) juga mengatakan bahwa model konseptual adalah

model yang menggambarkan kegiatan sistem, dimana elemennya adalah kata

kerja, dan kegiatan tersebut dibuat berdasarkan root definition dan sruktur kata

kerja yang mengacu pada logic base. Wilson (2001) menambahkan bahwa setiap

model harus relevan dengan situasi tertentu yang dimodelkan, namun harus

diingat bahwa model bukanlah mewakili situasi. Jika substansi root definition

berkaitan dengan pertanyaan apa itu system? (what the system is?), maka model

konseptual berkaitan dengan pertanyaan apa yang harus sistem itu lakukan? (what

the system must do to be the one defined?).

Membuat model konseptual memiliki aturannya sendiri, Wilson (2001)

mengemukakan 4 (empat) aturan dalam membuat model konseptual, yakni:

1) Peraturan nomor 1 (satu) berisi pernyataan bahwa model konseptual harus

dikonstruksi dari kata-kata yang tertulis dalam root definition tanpa

mengaitkan kembali dengan situasi tertentu. Memasukkan sejumlah

aktivitas atau sejumlah kelompok aktivitas di dalam model konseptual

harus didukung oleh kata-kata atau frase di dalam root definition.

2) Peraturan nomor 2 (dua) adalah pengingat bahwa karena setiap kegiatan

dalam model konseptual dapat menjadi sumber pengembangan root

definition untuk menganalisis sistem yang relevan dan model konseptual

yang lebih rinci, maka harus digunakan kata-kata yang cukup untuk

menggambarkan secara tepat aktivitas-aktivitas dalam proses transformasi

yang dijelaskan.

3) Peraturan nomor 3 (tiga) adalah pengingat juga bahwa dibandingkan

dengan sistem formal, model konseptual harus bisa

dipertanggungjawabkan. Konsekuensi dari peraturan ini adalah bahwa

harus ada hubungan yang cukup, khususnya terkait dengan ketersediaan

sumber daya, dan paling tidak harus ada satu subsistem “monitor dan

control” di dalam model konseptual yang dibuat.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 276: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

257

4) Peraturan nomor 4 (empat) penjelasan bahwa panah dalam model

konseptual pada dasarnya bersifat hubungan ketergantungan yang logis

dan harus berdasarkan format yang konsisten. Misalnya panah yang

menandakan ketergantungan akumulatif, seperti antara informasi kinerja

kegiatan dan informasi kendala, mungkin memiliki format dan label yang

berbeda dalam menggambarkan isinya. Ketergantungan sesaat, seperti

ketergantungan dengan sasaran yang tidak diketahui, juga harus dibuat

dalam bentuk format berbeda. Prinsipnya, panah yang nampak sama harus

berarti sama. Panah dua kepala tidak diperkenankan.

Dalam pembuatan model konseptual secara garis besar, Checkland dan

Poulter (2006) dan Wilson (2001) dalam Hardjosoekarto (2012, p.105))

menyarankan dilakukannya langkah-langkah sebagai berikut :

1) Susun garis besar pedoman PQR, CATWOE, dan RD.

2) Tulis tiga aktivitas kelompok, masing-masing:

(1) Kelompok aktivitas yang terkait dengan sesuatu yang

ditransformasikan;

(2) Kelompok aktivitas yang terkait dengan pihak yang melakukan

transformasi;

(3) Kelompok aktivitas yang terkait dengan entitas yang mengalami

transformasi.

3) Dalam menuliskan aktivitas gunakan kata kerja aktif dan kata benda yang

bisa diukur.

4) Hubungkan aktivitas-aktivitas tersebut dengan anak panah yang

menandakan ketergantungan satu aktivitas dengan aktivitas yang lain.

5) Tambahkan tiga kriteria monitoring dan kontrol atas kinerja dari proses

transformasi yang berlangsung.

6) Teliti sekali lagi model sistem aktivitas manusia yang sudah dibuat

tersebut dengan menggunakan kriteria atau tolak ukur PQR, CATWOE,

dan RD.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 277: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

258

Checkland dan Poulter (2006) memberikan tips dalam membuat model

konseptual, khususnya saat menulis aktivitas dari sistem aktivitas yang punya

maksud, yakni:

1) Gunakan pasangan kata kerja dengan kata benda;

2) Gunakan batasan aktivitas sebanyak 7 (tujuh) plus minus 2 (dua) aktivitas

untuk setiap sistem yang dibuat modelnya;

3) Aturan batasan aktivitas sebanyak 7 (tujuh) plus minus 2 (dua) boleh

dilanggar bila memang diperlukan.

Pada tahapan ini, peneliti menggunakan pendapat Nee (2003:55) bahwa

institusi bukan sekedar mengatur yang formal dan informal yang berlaku untuk

membangun model konseptual, tetapi merujuk pada real world. Dalam kondisi

demikian sangat disadari bahwa gagasan systems thinking menjadi penting untuk

dipahami keberlakuannya pada tahap ini. Checkland (2006) menyatakan bahwa

systems thinking didasari atas dua pasang gagasan, yakni emergent properties

berpasangan dengan hierarchy (disebut juga layer structure), dan communication

berpasangan dengan control (Checkland, 1999).

6.2.1 Kegiatan Sistem 1: Merevisi Pasal Tentang Desentralisasi dalam

Regulasi Nasional Mengenai Pemerintahan Daerah

Karena revisi UU mengenai Pemerintah Daerah sudah ditetapkan dan

sudah selesai, maka usulan untuk membuat desentralisasi dimuat dalam UU

dimaksud fokus pada desentralisasi itu sendiri, bukan tentang proses pengusulan

UU. Prosesnya sebagai berikut:

1) Memberikan masukan tentang substansi pasal tentang desentralisasi dalam

Peraturan Perundang-undangan mengenai Pemerintahan Daerah kepada

pemerintah;

2) Memberikan masukan kepada DPR, baik melalui pengiriman surat

maupun bertemu langsung dengan para penentu kebijakan pada kedua

lembaga dimaksud, dengan menyertakan argumen akademik dalam bentuk

naskah.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 278: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

259

3) Merumuskan rancangan pasal-pasal terkait desentralisasi beserta norma-

normanya;

4) Mengkaji UU tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku, memberikan

masukan kepada DPR dan Pemerintah. Esensi sebenarnya adalah bahwa

gagasan tentang desentralisasi bukan tanpa dasar, dan sudah merupakan

kebutuhan.

5) Memproses RUU sesuai prosedur legislasi yang diatur UU. Langkah ini

meskipun sudah menjadi ranah penggagas UU mengenai Pemerintahan

Daerah, namun seyogyanya peneliti perlu melakukan kawalan atau

memonitor apakah gagasan tentang desentralisasi tetap ada, masuk,

dan/atau mengikuti perkembangan UU itu sendiri. Lihat Gambar 6.1

Model Konseptual Sistem 1 berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 279: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

260

Merumuskan rancangan pasal-pasal

terkait desentralisasi beserta norma-

normanya

Memberikan masukkan kepada DPR, baik

melalui pengiriman surat maupun

bertemu langsung dengan para penentu

kebijakan pada kedua lembaga dimaksud,

dengan menyertakan argumen akademik

dalam bentuk naskah

Mengkaji UU tentang Pemerintahan

Daerah yang berlaku, memberikan

masukan kepada DPR dan

Pemerintah.Esensi sebenarnya adalah

bahwa gagasan tentang desentralisasi

bukan tanpa dasar, dan sudah merupakan

kebutuhan.

Memproses RUU sesuai prosedur legislasi yang diatur

UU.Langkah ini meskipun sudah menjadi teritori

penggagas UU mengenai Pemerintahan Daerah, namun

seyogyanya peneliti perlu melakukan kawalan atau

memonitor apakah gagasan tentang desentralisasi tetap

ada, masuk, dan/atau mengikuti perkembangan UU itu

sendiri.

Monitoring 1-5

Take Control

Define Criteria 3E

Memberikan masukan tentang substansi pasal tentang desentralisasi dalam peraturan perundang-undangan mengenai pemerintah daerah kepada pemerintah

Gambar 6.1. Model Konseptual Sistem 1

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 280: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

261

Model Konseptual Sistem I didasarkan pada root definition I bertujuan

untuk membangun kerangka kelembagaan level makro dalam rangka

mengidentifikasi unsur-unsur desentralisasi dalam Negara kesatuan yang

diwujudkan dalam hukum formal dan konvensi informasi kenegaraan dalam

bentuk UU dengan menggunakan SSM untuk mengeksplorasi penyempumaan

Peraturan Perundang-undangan mengenai Pemerintahan Daerah yang dapat

menjamin tercapainya otonomi daerah dan prinsip desentralisasi di level kota.

Berhasil atau tidaknya model konseptual sistem 1 dapat diukur melalui

criteria 3E sebagai berikut:

Efikasi Keberadaan pasal-pasal desentralisasi negara kesatuan dalam

Peraturan Peraturan Perundang-undangan mengenai

Pemerintahan Daerah harus terealisir

Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu) yang

minimum dengan hasil maksimum

Efektivitas Tersusunnya pasal desentralisasi dalam Peraturan Perundang-

undangan mengenai Pemerintahan Daerah

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memiliki

kewenangan untuk membuat Peraturan Perundang-undangan dimana di dalamnya

termuat tentang desentralisasi sehingga pembentukan organisasi perangkat daerah

dapat mempertimbangkan faktor-faktor kebutuhan dan karakteristik potensi

daerah, di samping mengatur penempatan pejabat yang memiliki kompetensi yang

dibutuhkan dapat secara formal dan nasional terdokumentasikan dalam UU, atau

paling tidak menugaskan pemerintah untuk membuat ketentuan dan peraturan

tentang desentralisasi dalam UU dimaksud. Pemerintah RI dan DPR RI memiliki

otoritas dankapabilitas untuk itu.

6.2.2. Kegiatan Sistem 2: Efektivitas Kelembagaan Organisasi Perangkat

Daerah

Dalam model konseptual 2 ini, upaya pembentukan kelembagaanSKPD

yang efektif merupakan hal yang mutlak diperlukan sebagai wujud dari

desentralisasi. Terbentuknya organisasi perangkat daerah yang sesuai dengan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat kinerjanya diharapkan bisa lebih professional

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 281: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

262

dan berkualitas, sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada

masyarakat.

Tujuan kegiatan ini dapat dicapai melalui langkah-langkah dengan

sistematika sebagai berikut. :

1) Mencermati pembentukan organisasi perangkat daerah dalam perspektif

desentralisasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan

mengenai Pemerintahan Daerah.

2) Menginventarisir berbagai peraturan perundang-undangan dimana

didalamnya membahas mengenai Pemerintahan Daerah dalam kaitannya

dengan desentralisasi.

3) Rapat koordinasi para pemangku kepentingan (stake holders) untuk:

(1) Identifikasi kebiijakan yang telah ada//berlaku (existing);

(2) Penyusunan program kebijakan kedepan;

(3) Penetapan kompetensi SDM (Sumberdaya Manusia) yang akan

menjalankannya.

4) Mengadakan rapat kordinasi untuk mengidentifikasi berbagai kebijakan

yang berkaitan dengan pembentukan organisasi perangkat daerah dalam

perspektif desentralisasi.

5) Menyepakati gagasan desentralisasi dalam Peraturan Daerah. Langkah

yang dapat dilakukan adalah membuat pokok-pokok legal drafting tentang

pembentukan organisasi perangkat daerah dalam perspektif desentralisasi;

6) Melakukan rapat koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait untuk

membahas tentang optimalisasi efektivitas kinerja Pemerintahan Daerah.

Model konseptual sistem 2 dapat dilihat dalam gambar 6.2 berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 282: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

263

Gambar 6.2 Model Konseptual Sistem 2

Mencermati pembentukan

organisasi perangkat daerah

dalam perspektif

desentralisasi sebagaimana

diatur dalam Peraturan

Peraturan Perundang-

undangan

mengenaiPemerintahan

Daerah.

Menginventarisir berbagai

peraturan perundang-undangan

dimana didalamnya membahas

mengenai Pemerintahan Daerah

dalam kaitannya dengan

desentralisasi.

Rapat koordinasi para pemangku

kepentingan (stake holders) untuk:

a. Identifikasi kebiijakan yang

telah ada//berlaku (existing);

b. Penyusunan kriteria efktivitas

OPD – manajemen atau

system kerjanya dan

kompetensi SDM.

Mengadakan rapat kordinasi untuk

mengidentifikasi berbagai

kebijakan yang berkaitan dengan

pembentukan organisasi perangkat

daerah dalam perspektif

desentralisasi.

Menyepakati gagasan

desentralisasi dalam Peraturan

Pemerintah. Langkah yang

dapat dilakukan adalah

membuat pokok-pokok legal

drafting tentang pembentukan

organisasi perangkat daerah

dalam perspektif desentralisasi;

Melakukan rapat koordinasi

dengan berbagai pihak yang

terkait untuk membahas tentang

optimalisasi efektivitas kinerja

Pemerintahan Daerah.

Monitoring 1 - 8

Take Control

Define Criteria 3E

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 283: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

264

Universitas Indonesia

Berhasil atau tidaknya model konseptual sistem 3 dapat diukur melalui kriteria

3E sebagaiberikut:

Efikasi Efektivitas kelembagaan organisasi perangkat daerah harus

tercipta yang mencerminkan desentralisasi di level pemerintahan

kota..

Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu yang

minimum) yang tepat dan akurat

Efektivitas Tercapainya kelembagaan organisasi perangkat daerah yang

efektif

6.2.3 Kegiatan Sistem 3: Optimalisasi Fungsi dan Tugas Pokok Institusional

Organisasi Perangkat Daerah

Dalam sistem 3 (tiga) yakni Optimalisasi Fungsi dan Tugas Pokok

Institusional Organisasi Perangkat Daerah level Mikro, kegiatannya adalah

sebagai berikut :

1) Memetakan fungsi dan tugas pokok yang berlaku sesuai dengan

pengaturan desentralisasi dalam Peraturan Perundang-undangan tentang

Organisasi Perangkat Daerah.

2) Merumuskan rancangan fungsi dan tugas pokok berdasarkan pengaturan

desentralisasi dalam Peraturan Perundang-undangan tentang Organisasi

Perangkat Daerah.

3) Membahas rancangan fungsi dan tugas pokok Organisasi Perangkat

Daerah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan khususnya

Peraturan Daerah.

4) Membahas rancangan Peraturan Daerah tentang Organisasi Perangkat

Daerah.

5) Menetapkan Peraturan Daerah mengenai Organisasi Perangkat Daerah;

6) Menerapkan Peraturan Daerah dalam mengembangkan Organisasi

Perangkat Daerah.

Gambar 6.3 model konseptual sistem 3 adalah sebagai berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 284: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

265

Universitas Indonesia

Gambar 6.3. Model Konseptual Sistem 3

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 285: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

266

Universitas Indonesia

Model Konseptual Sistem 3 didasarkan pada root definition 3 dengan

tujuan untuk membangun kerangka kelembagaan level mikro dalam rangka

mengoptimalkan fungsi dan tugas pokok institusional organisasi perangkat daerah

yang diwujudkan melalui pengaturan dalam peraturan daerah tentang organisasi

perangkat daerah sebagai implementasi dari desentralisasi.

Berhasil atau tidaknya model konseptual sistem 3 dapat diukur melalui

kriteria 3-E sebagai berikut:

Efikasi Rencana membentuk peraturan daerah yang mengatur secara

generik fungsi dan tugas pokok organisasi perangkat daerah.

Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu) yang

minimum

Efektivitas Terciptanya fungsi dan tugas pokok organisasi perangkat yang

tertuang dalam Peraturan Daerah.

6.2.4 Kegiatan Sistem 4: Peningkatan Efektivitas Kinerja Organisasi

Perangkat Daerah

Dalam sistem 4 (empat) yakni Peningkatan Efektivitas Kinerja Organisasi

Perangkat Daerah pada level mikro berupa eksplorasi daya struktur, tugas pokok

dan fungsi organisasional dan juga dalam pemilihan dan penempatan pejabat

daerah yang mampu meningkatkan efektivitas kinerja organisasional organisasi

perangkat daerah. Hal itu sangat penting dalam rangka memperoleh pejabat yang

berkualitas, mampu bekerja secara efektif dan optimal dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Dalam sistem ini, kegiatan yang dilakukan adalah

sebagai berikut.:

1) Menyusun kebijakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan

yang berlaku;

2) Melaksanakan kebijakan secara konsisten berdasarkan Peraturan yang

berlaku;

3) Memberdayakan SDM (Sumberdaya Manusia) yang berkualitas;

4) Melaksanakan program sesuai dengan SOP (Standard Operating

Procedure);

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 286: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

267

Universitas Indonesia

5) Menggunakan anggaran secara efisien sesuai dengan pedoman dan

peraturan yang berlaku;

6) Melakukan monitoring dan evaluasi untuk memastikan bahwa

organisasi perangkat daerah berjalan optimal dalam melayani

masyarakat;

7) Melakukan Monitoring dan Evaluasi Eksternal oleh masyarakat dan

DPRD;

8) Mengolah masukan internal dan eksternal menjadi kriteria peningkatan

kinerja OPD;

Model konseptual sistem 4 dapat dilihat dalam gambar 6.4 sebagai

berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 287: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

268

Universitas Indonesia

Gambar 6.4 Model Konseptual Sistem 4

Menyusun kebijakan sesuai

dengan Peraturan

Perundang-undangan yang

berlaku;

Melaksanakan kebijakan

secara konsisten berdasarkan

Peratutanyang berlaku;

Memberdayakan SDM

(Sumberdaya Manusia) yang

berkualitas

Melaksanakan program

sesuai dengan SOP

Menggunakan anggaran

secara efisien sesuai dengan

pedoman dan peraturan yang

berlaku;

Melakukan monitoring dan

evaluasi internal Pemerintah

Daerah.

Melakukan Monitoring dan

Evaluasi Eksternal oleh

masyarakat danDPRD

Mengolah masukan internal dan eksternal menjadi kriteria peningkatan kinerja OPD.

Monitoring 1 – 8

Take Control

Define Criteria

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 288: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

269

Universitas Indonesia

Model Konseptual Sistem 4 didasarkan pada root definition 4 dengan

tujuan analisis meningkatkan efektivitas kinerja organisasi perangkat daerah untuk

mencapai fungsi dan tugas pokok yang optimal dalam rangka memberikan

pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat dalam konteks desentralisasi

pemerintahan kota. Berhasil atau tidaknya model konseptual sistem 4 dapat

diukur melalui kriteria 3E sebagai berikut:

Efikasi Peran kepala OPD dalam mengelola fungsi dan tugas pokok

organisasional dalam rangka memberikan pelayanan umum,

kesejahteraan masyarakat, dan daya saing daerah yang dilakukan

secara optimal.

Efisiensi Menggunakan sumber daya (keuangan, energi, dan waktu) yang

minimum

Efektivitas Terciptanya peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat

daerah.

Dalam model Konseptual Sistem 4 ini, peran Kepala Organisasi Perangkat

Daerah (OPD) sangat besar dalam mengelola fungsi dan tugas pokok masing-

masing SKPD, terutama dalam memberikan pelayanan umum dan kesejahteraan

masyarakat serta membangun daya saing daerah dalam konteks desentralisasi

pemerintahan kota.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 289: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

270

Universitas Indonesia

6.3. Perbandingan Sejumlah Model dengan Dunia Nyata (Comparison of

Models And Reality or Real World) dan Perubahan yang diinginkan

Perbandingan model dengan dunia nyata merupakan kelanjutan

pentahapan SSM dari bagian penjelasan sebelumnya yakni root definition dan

conceptual model, dimana conceptual models yang sudah ditentukan

dibandingkan dengan dunia nyata. Tahap ini dilakukan dengan maksud untuk

menghasilkan argumentasi tentang persepsi dan perubahan yang dianggap

menguntungkan. Checkland dan Scholes304

mengemukakan adanya 4 (empat)

cara untuk membandingkan sejumlah model konseptual dengan dunia nyata, yaitu

1) informal discussion, 2) formal questioning, 3) scenario writing based on

'operating' the models, and 4) trying to model the real world in the same structure

as the conceptual model. Apabila model konseptual tidak menggambarkan real

world, maka dapat dilakukan dua pilihan yaitu:

1. Apa yang tidak ditemukan pada realitas bisa menjadi rekomendasi bagi

perubahan,

2. Apa yang tidak ditemukan pada realitas, dan peneliti tidak mampu menjawab

pertanyaan penelitian, maka peneliti bisa kembali ke tahapan dua untuk

kembali melakukan proses pengumpulan data, dan melakukan tahapan

berikutnya, yakni rich picture, root definition, membuat daftar kegiatan, serta

membuat conseptual model.

Pada tahap comparison ini, model konseptual dibandingkan dengan

theoretical framework yang sesuai dengan research interest maupun problem

solving interest. Perbandingan memuat aktivitas model konseptual yang berasal

dari pendapat dan pandangan dari key informant dan beberapa teori dan

pandangan yang berasal pakar pemerintahan daerah terutama pakar desentralisasi

seperti Cheema dan Rondinelli.

304Checkland and Scholes, hal. 43

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 290: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

271

Universitas Indonesia

6.3.1 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Makro

Diskursus dan pembahasan tentang kebijakan desentralisasi sangat

menarik sebagaimana diungkapkan dalam suatu penelitian yang berkaitan dengan

pembentukan organisasi perangkat daerah.305

"Penerapan kebijakan desentralisasi merupakan landasan normatif bagi

perubahan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, termasuk dalam hal

perubahan kewenangan baik di tingkat Pemerintah Pusat, Pemerintah

Provinsi, maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Perubahan kewenangan ini

berimplikasi pada perubahan beban tugas dan struktur organisasi yang

melaksanakan kewenangan-kewenangan tersebut yang pada gilirannya

menuntut dilakukannya penataan kelembagaan pemerintahan di daerah.

Penataan kelembagaan pemerintahan daerah merupakan konsekuensi logis

dari perubahan mendasar sistem pemerintahan daerah sebagaimana

digariskan dalam kebijakan desentralisasi. Otonomi organisasi menjadi

salah satu faktor penting untuk menjamin pelaksanaan otonomi daerah

secara keseluruhan. Dalam melaksanakan otonomi organisasi, pemerintah

daerah harus memiliki kepekaan dan rasionalitas terhadap kebutuhan dan

permasalahan dalam wilayahnya. Karena itu, pemerintah daerah harus

memiliki hak untuk menentukan jumlah satuan perangkat (dinas, badan dan

lembaga) sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah, baik

kemampuan keuangan maupun sumber daya manusia yang tersedia."

Dalam upaya membentuk organisasi kelembagaan pemerintah

daerah yang responsif terhadap perkembangan zaman dan tuntutan

masyarakat yang makin beragam, maka upaya awal yang dapat dilakukan

adalah dengan mengevaluasi kelembagaan pemerintah daerah yang selama ini

diterapkan. Evaluasi menjadi langkah yang sangat penting terkait organisasi

perangkat daerah yang mampu memberikan pelayanan secara optimal. Kondisi

pelayanan publik secara umum pada birokrasi di Indonesia memang masih belum

memuaskan,sebagaimana dikatakan oleh Agus Dwiyanto306

:

“Kondisi pelayanan publik di Indonesia sekarang ini dinilai belum cukup

memuaskan. Tidak dapat disangkal, berbagai penyakit birokrasi publik di

Indonesia menjadi disfungsional dalam menjalankan misinya baik sebagai

agen pelayanan maupun sebagai agen perubahan. Sebagai agen pelayanan,

birokrasi public belum mampu menjadikan dirinya sebagai kekuatan yang

dapat memberikan nilai tambah terhadap efisiensi nasional, kesejahteraan

305Universitas Padjadjaran. Naskah akademik Penataan Organisasi Perangkat Daerah

Provinsi Jawa Barat, Bandung, 2007.

306Agus Dwiyanto.dkk. 2007. “Kinerja Tata Pemerintahan Daerah,”

Yogyakarta: PSKKUGM.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 291: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

272

Universitas Indonesia

rakyat, dan keadilan sosial. Birokrasi publik juga belum mampu menjadikan

dirinya sebagai agen perubahan karena keberadaannya justru sering

mencerminkan sosoknya sebagai bagian dari status quo. Dalam kondisi

seperti itu tidak mengherankan apabila krisis kepercayaan publik terhadap

institusi birokrasi dan aparaturnya menjadi keniscayaan belaka."

Dalam konteks pelayanan publik di berbagai kasus di Indonesia

menunjukkan masih banyaknya keluhan serta ketidakpuasan terhadap kualitas

aparatur pemerintahan dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan publiknya,

terutama bila dikaitkan dengan kewajiban untuk memperhatikan asas-asas

penyelenggaraan pemerintahan yang baik (principle of good governance). Tidak

jarang pula bahwa rendahnya kualitas pelayanan publik ini pada gilirannya

menjadi penyebab timbulnya kasus-kasus yang dapat dikategorikan sebagai

maladministrasi (maladministration).307

Meningkat dan berkembangnya tuntutan pelayanan publik yang harus

dilakukan oleh birokrasi terutama pada lingkup Pemerintahan Daerah telah

membuat peta dan domain pelayanan publik menjadi sangat penting, meski dalam

perspektif praktis masih cenderung dilaksanakan dalam mekanisme yang berbasis

mekanistik. Dalam kaitan ini masih terdapat beberapa unit pelayanan pada

organisasi perangkat daerah yang bersifat sangat kaku dalam menerapkan

prosedur yang baku dan ketat, sehingga seringkali membawa dampak yang tidak

sesuai dengan tuntutan masyarakat dengan apa yang ditampilkan oleh birokrasi.308

Sebagai antisipatif beberapa langkah harus direncanakan, dilakukan, dan

dinilai secara sistematis dan konsisten untuk dapat membangun pelayanan publik

yang lebih optimal. Dalam konteks ini, rekonstruksi kelembagaan organisasi

perangkat daerah yang berkenaan dengan kelembagaan, SDM, sistem manajemen

dan prosedur kerja, program dan anggaran, menjadi hal yang sangat penting

dilakukan. Penataan ulang kelembagaan (institusional) organisasi perangkat

daerah pada level pemerintahan kota diharapkan dapat memberikan ruang yang

cukup bagi tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam proses perumusan kebijakan,

mendorong pemerintahan kota yang bersih, demokratis dan mampu meningkatkan

kesejahteraan rakyat, di samping memberikan peluang yang besar dalam

307

Nawawi."Analisis tentang Profesionalisme Aparatur dalam Pelayanan Publik di Era

Otonomi Daerah, Vol. 8, No.2, Juni 2007, Hal. 183.

308

Ibid.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 292: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

273

Universitas Indonesia

membangun hubungan formal dan informal yang erat antara pemerintahan

daerah dan masyarakat.

Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa substansi dan lingkup

permasalahan yang dihadapi oleh pemerintahan kota terkait dengan organisasi

perangkat daerah demikian kompleks dan komprehensif. Implikasinya adalah

upaya untuk mencari solusi dan merumuskan altematif kebijakan terkait

pembentukan organisasi perangkat daerah ini juga bersifat komprehensif. Namun,

yang perlu digarisbawahi disini adalah bahwa solusi dan rumusan alternatif

kebijakan tersebut harus memiliki relevansi yang jelas dan langsung dengan

konsep desentralisasi dalam framework of local governance. Untuk membahas

sekaligus merumuskan masukan bagi pembentukan organisasi perangkat daerah

diperlukan sejumlah konsep-konsep kunci yang relevan dan bersifat terbuka

untuk didiskusikan.

Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah menganalisis dan mengkaji

kembali apa yang menjadi penyebab buruknya organisasi perangkat daerah

terutama dalam memberikan pelayanan publik di Indonesia. Keberhasilan

beberapa negara, dalam lingkup local government, seperti negara Skandinavia,

atau negara Asia Timur seperti Korea Selatan dan Jepang dalam mereformasi

birokrasinya ternyata tidak mudah ditiru oleh Indonesia. Realitas menunjukan

kualitas postur, sosok, dan kinerja birokrasi publik antara di Indonesia dan di

negara-negara tersebut sangat jauh berbeda. Negara-negara maju mampu

membangun sosok birokrasi yang professional, memiliki imegritas, serta mampu

mendorong terjadinya transformasi dan pembangunan good governance.

Sebaliknya postur dan kinerja birokrasi di Indonesia masih jauh dari yang dicita-

citakan bangsa.309

Selama ini Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah No.32/ 2004

relatif belum menegaskan dan memberikan jawaban yang kuat untuk memberikan

solusi yang sesuai dan menjadikan birokrasi sebagai institusi yang professional.

Perekrutan pegawai sebagai proses awal selama ini belum benar-benar mampu

menghasilkan pegawai yang kompeten, kredibel, dan berintegritas. Pemilihan,

penunjukan dan penetapan Kepala SKPD di beberapa pemerintahan Kota lebih

309Dwiyanto. op.cit., hal.1.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 293: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

274

Universitas Indonesia

bersifat politis. Pada umumnya prinsip meritokrasi belum diterapkan dalam

penetapan Kepala SKPD, demikian pula dalam pemilihan dan perekrutmenan

aparatur sipil negara. Dalam undang-undang mengenai kepegawaian yang berlaku

di Indonesia saat ini, UU No.43 tahun 1999 tentang perubahan UU Nomor 8

Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, istilah meritokrasi tidak muncul

dalam bagian, pasal, diktum, maupun penjelasannya.

Memasukan prinsip-prinsip meritokrasi ke dalam Rancangan Undang-

Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun revisi UU Pemerintahan Daerah310

menjadi suatu upaya yang sangat penting untuk mendapatkan sumber daya

manusia pengelola birokrasi pada semua level pemerintahan yang berkualitas.

Keberhasilan Jepang, China dan India, serta empat macan Asia lainnya, Korea

Selatan, Taiwan, Hongkong, dan Singapura, salah satunya didukung oleh adopsi

sistem meritokrasi. Penerapan prinsip merit system mencakup bidang perencanaan

sumber daya manusia, rekrutmen dan seleksi, penempatan pegawai atau mutasi

dan promosi, manajemen kinerja pegawai, dan manajemen kompensasi. Stahl

dalam buku Public Personnel Administration, menyatakankan beberapa syarat

meritokrasi yaiiu: informasi, kesamaan kesempatan, standar yang tidak mengada-

ada, peringkat sebagai refieksi kemampuan, dan adanya transparansi.311

Suatu Undang-Undang diformulasikan karena memiliki dasar hukum yang

menjadi payungnya, diperintahkan secara eksplisit dalam UUD 1945, ataupun

karena tuntutan dari kebutuhan publik yang luas. Namun demikian, penyusun UU,

dalam hal ini termasuk Presiden, tetap memiliki dasar hukum sehingga memiliki

legitimasi untuk mengajukan maupun mengesahkan UU sesuai dengan pasal 20

ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi: "setiap rancangan undang-undang dibahas

oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapatkan persetujuan

bersama."

Selain dasar hukum, pembentukan sebuah UU juga memiliki alasan lain.

Pertama kalau UU itu merupakan UU yang mengalami perubahan atau

penyempumaan, umumnya dikarenakan UU sebelumnya sudah tidak sesuai lagi

310

Penelitian dalam disertasi ini sudah dilaksanakan jauh sebelum UU No.5 Tahun 2014

Tentang Aparatur Sipil Negara dan UU Pemerintahan Daerah No.23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah disahkan.

311

Glenn O. Stahl. Public Personnel Administration. London: Harper & Row, 1971, hal.

75

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 294: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

275

Universitas Indonesia

dengan perkembangan jaman. Kalau UU baru, maka karena perintah UUD,

inisiatif anggota dewan karena merupakan salah satu hak anggota dewan, (pasal

21 ayat (1) UUD 1945), maupun atas dasar aspirasi masyarakat yang kemudian

disalurkan melalui DPR.312

UU yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah saat ini adalah UU No.

32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Disertasi ini lebih memfokuskan

perhatiannya pada Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang terkait

dengan konsep desentralisasi daerah yang berfokus pada pemerintahan kota.

Penyempurnaan UU ini menjadi sangat penting terkait dengan pengaturan

kawasan perkotaan. Dalam usulan revisi UU No.32 tahun 2004, pemerintah

melalui Kementeterian Dalam Negeri menyatakan bahwa:

"Dinamika pelaksanaan desentralisasi pemerintahan menimbulkan

beberapa pertanyaan penting tentang bentuk desentralisasi yang

seharusnya dikembangkan di Indonesia. Apakah desentralisasi di Indonesia

sebaiknya terbatas pada desentralisasi wilayah,sebagaimana yang selama

ini dilakukan, atau termasuk juga desentralisasi fungsional seperti pendapat

Rondinelli? Apakah desentralisasi terpisah dari dekonsentrasi dan tugas

pembantuan, sebagaimana yang digunakan di Indonesia, atau mengikuti

klasifikasi Cheema dan Rondinelli yang mengklasifikasi desentralisasi ke

dalam berbagai cara, yaitu: dekonsentrasi, delegasi dan devolusi? Apakah

desentralisasi yang dikembangkan di Indonesia tetap mengikuti praktik

yang selama ini dilakukan di negara-negara kesatuan, yang melimpahkan

kewenangannya sebagian besar pada kabupaten/kota? Ataukah,

pelimpahan kewenangan kepada provinsi perlu diperbesar seperti yang

terjadi pada negara-negara yang menganut sistem pemerintahan federal?

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini tentu penting untuk menjadi bahan

pemikiran bersama dalam mengembangkan kebijakan desentralisasi di

Indonesia.

Fakta bahwa desentralisasi di banyak negara belum mampu menghasilkan

bukti yang solid dan kokoh untuk mendorong kemajuan daerah, partisipasi

masyarakat, dan kesejahteraan warga menyadarkan banyak pihak tentang

pentingnya model desentralisasi dan otonomi daerah disesuaikan dengan

kondisi sosial, budaya, politik, dan ekonomi masing-masing negara.

Walaupun desentralisasi menjadi strategi pembangunan yang umum

dilakukan di banyak negara maju dan berkembang pasca tahun 1980an,

namun cerita keberhasilan desentralisasi sering bersifat unik dan

kontekstual. Keberhasilan desentralisasi dalam memperbaiki kehidupan

warganya tidak berlaku umum dan tidak dapat dianggap sebagai sesuatu

312Makhdum Priyatno. Rekonstruksi Meritokrasi Dalam Penempatan Pejabat di Negara

Kesatuan Republik Indonesia. FISIP - UI. Disertasi tidak dipublikasikan, 2013.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 295: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

276

Universitas Indonesia

yang taken for granted. Beberapa penelitian telah mengingatkan akan risiko

penggunaan desentralisasi sebagai panacea dalam memecahkan masalah

pembangunan dan pelayanan publik di negara sedang berkembang, yang

cenderung menyederhanakan masalah. Segelintir peneliti mulai

mempertanyakan asumsi yang mengklaim bahwa desentralisasidapat

memperbaiki pemberian pelayanan di tingkat lokal (Agrawal & Gibson,

1999; Larson, 2002; Andersson, dkk., 2004; Deininger & Mpuga, 2005).

Sementara peneliti yang lain seperti Andrews dan Vries (2007)

membuktikan bahwa pengalaman Brazil, Rusia, Jepang, dan Swedia dalam

melaksanakan desentralisasi ternyata menghasilkan pengalaman yang

berbeda terkait dengan dampaknya terhadap partisipasi publik.”

Pendapat ini memberikan gambaran dan ruang pemahaman yang lebih jauh

mengenai kebijakan desentralisasi yang diterapkan di negara berkembang seperti

Indonesia. Masalah yang menjadi diskursus berkaitan dengan konsep

terminologi, subtansi, format dari disentralisasi yang diterapkan pada negara

kesatuan dan negara federasi. Menarik untuk dipahami adalah bahwa model

desentralisasi harus dengan bijak mempertimbangkan kondisi sosial, budaya,

politik dan ekonomi dari negara masing-masing. Lebih jauh Kementerian Dalam

Negeri mengatakan bahwa:

“Memang tidak semua negara mengalami kemajuan setelah melaksanakan

desentralisasi. Di beberapa negara, desentralisasi justru telah membuka

kesempatan untuk rent-seeking dan korupsi (Treisman, 2000; Oyono, 2004,

Tambulasi & Kayuni, 2007). Keberhasilan desentralisasi memperbaiki

kesejahteraan rakyat di daerah sangat tergantung pada kesesuaian bentuk,

cakupan dan besaran kewenangan yang dialihkan ke daerah, cara

pelaksanaan desentralisasi dengan kapasitas pemerintah daerah, dukungan

kementerian dan lembaga sektoral, serta kekuatan masyarakat sipil di

daerah. Namun demikian, dampak yang berbeda-beda yang dialami banyak

negara lain dalam melaksanakan desentralisasi tidak perlu membuat

Indonesia menjadi ragu-ragu dalam melaksanakan desentralisasi dan

otonomi daerah. Desentralisasi sudah menjadi pilihan anak-anak bangsa,

bukan hanya sekarang ini, tetapi bahkan sejak para pendiri bangsa di masa

lalu. Kondisi demografis, sosial budaya, dan geografis yang memiliki

variabilitas yang tinggi antar daerah, menjadikan desentralisasi sebagai

keniscayaan. Pilihan para pendiri bangsa di masa lalu terhadap

desentralisasi dan otonomi daerah menunjukan kearifan mereka terhadap

tingginya kemajemukan bangsa. Indonesia yang memiliki wilayah yang

sangat luas dan membentangi begitu banyak pulau yang terpisah satu

dengan lainnya, dan dengan etnisitas, budaya, dan tingkat sosial ekonomi

yang berbeda-beda membutuhkan pemerintah daerah yang otonom serta

memiliki kapasitas untuk merespon dinamika lokal yang kompleks.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 296: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

277

Universitas Indonesia

Pemerintahan daerah yang seperti ini hanya dapat dikembangkan melalui

desentralisasi. “

Desentralisasi memang tidak hanya memberikan cerita kemajuan dan

keberhasilan, akan tetapi juga kritik dan permasalahan yang sangat mengganggu

dalam implementasinya seperti yang disinyalir oleh Treisman. Ada beberapa

indikasi bahwa keberhasilan penerapan desentralisasi sangat dipengaruhi oleh

beberapa faktor di antaranya adalah kesesuaian bentuk, cakupan dan besaran

kewenangan yang dialihkan ke pemerintahan daerah, cara pelaksanaan, dukungan

kementeian dan lembaga sektoral serta kekuatan masyarakat sipil sebagai elemen

kontrol sosial.

Mencermati kerangka konseptual revisi UU No.32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan ini menjadi menarik karena ada beberapa substansi yang tidak

diatur dalam UU ini. Secara konseptual saja ini seharusnya menjadi pengungkit

perubahan substansial agar UU Pemerintahan Daerah menjadi

kontekstualterhadap kondisi faktual di banyak daerah, yang belum sepenuhnya

menerapkan konsep desentralisasi dalam pembentukan organisasi perangkat

daerahnya. Beberapa subtansi yang menjadi sorotan dan sangat perlu

dipertimbangkan untuk menjadi bagian penting dari revisi UU No.32 tahun 2009

tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut:

1. Pembentukan daerah otonom;

2. Pembagian urusan dan peran Gubernur sebagai wakil pemerintah;

3. Penyelenggara pemerintahan Daerah (KDH, DPRD dan Perangkat Daerah);

4. Aparatur daerah;

5. Peraturan Daerah dan peraturan Kepala daerah;

6. Perencanaan pembangunan daerah;

7. Keuangan daerah;

8. Pelayanan publik;

9. Partisipasi masyarakat;

10. Kawasan perkotaan;

11. Kawasan khusus;

12. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD);

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 297: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

278

Universitas Indonesia

13. Inovasi daerah.313

Usulan perubahan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

pada esensinya memberikan penguatan terhadap implementasi desentralisasi

daerah yang berfokus pada pendistribusian alokasi pembangunan, pemberdayaan

partisipasi masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Perubahan ini

berfokus pada pengembangan desentralisasi di Indonesia yang perlu

memperhatikan kondisi-kondisi yang diperlukan bagi keberhasilan desentralisasi

itu sendiri dan berbagai konteks kekinian yang terjadi di Indonesia. Pemerintah

menyampaikan konsep usulan beberapa perubahannya.314

Pertama, desentralisasi

yang dikembangkan adalah desentralisasi dalam negara kesatuan. Pilihan negara

kesatuan telah termuat jelas dalam konstitusi dan masih menjadi konsensus

politik. Walaupun konsep negara kesatuan mengalami dinamika dan penyesuaian

sesuai dengan tantangan yang dihadapi, desentralisasi dalam negara kesatuan

memiliki ciri yang berbeda dengan desentralisasi dalam negara yang menganut

sistem federal. Dalam negara kesatuan, desentralisasi, umumnya, hanya terjadi

dalam kewenangan eksekutif, bukan dalam kewenangan legislatif dan yudisial.

Pemerintahan daerah tidak memiliki kompetensi legislatif dan yudisial.

Di dalam negara kesatuan tidak ada shared soverignity. Kedaulatan hanya

ada di tangan negara, bukan ada di daerah. Implikasinya, di negara kesatuan hanya

ada satu lembaga legislatif yang berkedudukan di pusat. Lembaga perwakilan

rakyat di daerah (DPRD) hanya memiliki regulatory power untuk membuat

peraturan daerah yang tidak bertentangan dengan produk lembaga legislatif (DPR)

dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Penyelenggara negara dan

atau Presiden sebagai kepala pemerintahan dapat melakukan tinjauan-ulang

terhadap peraturan daerah dan membatalkannya jika bertentangan dengan undang-

undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan memilih

menjadi negara kesatuan yang desentralistik, Indonesia memiliki konstruksi

hubungan pusat dan daerah yang berbeda dengan konstruksi yang ada di dalam

sistem federal. Dalam negara kesatuan, daerah (provinsi atau kabupaten/kota)

313Kementerian Dalam Negeri. Naskah Akademik Revisi UU No.32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, hal. 29.

314

Ibid, hal. 19

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 298: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

279

Universitas Indonesia

umumnya dibentuk oleh negara (pusat) melalui peraturan perundang-undangan

tertentu.

Karena itu, daerah memperoleh kewenangan dari negara, bukan

sebaliknya. Negara melalui Undang-Undang dapat membentuk dan membubarkan

daerah, melimpahkan atau menarik kembali kewenangan dan fungsi yang

dilimpahkan ke daerah. Kewenangan yang diberikan kepada pemerintahan daerah

adalah kewenangan eksekutif yang dimiliki oleh Presiden, bukan kewenangan

penyelenggara negara lainnya. UUD 1945 memberi kekuasaan pemerintahan

tertinggi pada presiden. Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi,

Presiden harus mempertanggungjawabkan penyelenggaraan pemerintahan

nasional, termasuk yang dilakukan oleh pemerintahan daerah. Karena itu,

Presiden memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap

penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Kedua,

sebagaimana dinyatakan dalam konstitusi (UUD 1945 pasal 18 dan 18A),

Indonesia menganut sistem multi-tiers government (pemerintahan dengan

susunan ganda).

Pilihan untuk memiliki multi-tiers government dapat dijustifikasi melalui

keuntungan komparatif (comparative advantages) dari keberadaan pemerintah

provinsi dan kabupaten/kota,mengingat tidak semua urusan yang

didesentralisasikan dapat dikelola secara efisien dan efektif oleh kabupaten/kota.

Sebagian dari urusan yang didesentralisasikan dalam bidang pendidikan,

kesehatan, pengelolaan lingkungan, kehutanan, sarana dan prasarana, dan

pengembangan wilayah, akan lebih efisien dan efektif jika dikelola oleh

pemerintah provinsi,meskipun desentralisasi pemerintahan di negara-negara

kesatuan umumnya lebih banyak diserahkan kepada pemerintahan

kabupaten/kota, terutama menyangkut penyelenggaraan pelayanan pemenuhan

kebutuhan dasar.

Apabila desentralisasi pemerintahan di masa mendatang tetap diberikan

kepada sebagian besar kepada kabupaten/kota, maka penerapan prinsip

subsidiaritas harus menjadi pertimbangan utama dalam melakukan pembagian

urusan pemerintahan. Ketika subsidiaritas berbenturan dengan kriteria lainnya,

misalnya efisiensi, maka prinsip subsidiaritas menjadi superior. Pertimbangannya,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 299: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

280

Universitas Indonesia

yang paling dekat dengan warga adalah yang paling tahu tentang kebutuhan

warganya, mudah dikontrol oleh warga, dan memudahkan warga untuk terlibat

dalam penyelenggaraannya. Kriteria dan prinsip dalam pembagian urusan perlu

dirumuskan dengan jelas dan dimasukan ke dalam konstitusi sehingga tidak

mudah untuk dirubah demi kepentingan sempit dan jangka pendek. Cara ini

diharapkan mampu mempercepat terwujudnya tata kepemerintahan yang

demokratis di tingkat lokal.

Di negara kesatuan yang memiliki multi-tiers government, walaupun tidak

ada hubungan hirarkhis antara provinsi dengan kabupaten/kota, secara fungsional

hubungan hirarkis antar keduanya sulit dihindari. Dalam manajemen

pemerintahan sehari-hari, hubungan interdepedensi dan interelasi antar

pemerintahan kabupaten/kota adalah keniscayaan. Dari sisi fungsional,

keberadaan provinsi diperlukan untuk memfasilitasi manajemen pemerintahan

antar kabupaten/kota agar terjadi koherensi, sinergi dan terintegrasi dengan baik.

Apalagi ketika provinsi juga diperlakukan sebagai wilayah administratif, di mana

kepala daerahnya diberi tugas sebagai wakil pusat di daerah, maka hubungan

hirarkis fungsional antara provinsi dan kabupaten/kota menjadi tak terelakkan.

Hubungan antar keduanya perlu ditata dengan baik sehingga keberadaan keduanya

mampu menciptakan sinergi dan komplementaritas yang menguntungkan

warganya.

Sinergi dan komplementaritas antara pemerintahan provinsi dan

kabupaten/kota hanya dapat dilakukan kalau pembagian urusan antar keduanya

jelas dan terumuskan dengan baik. Untuk itu, undang-undang tentang

pemerintahan daerah perlu mengarahkan peran pemerintahan kabupaten/kota

sebagai penyelenggara urusan pemenuhan kebutuhan dasar dengan

memperhatikan keuntungan komparatifnya daripada dengan pemerintah provinsi.

Sementara itu, provinsi sebagai daerah otonom diarahkan sebagai penyelenggara

pelayanan yang memiliki eksternalitas lintas kabupaten/kota dan pembangunan

wilayah.

Pembagian urusan yang jelas, dalam negara kesatuan yang memiliki multi-

tiers government, menjadi sangat penting perannya dalam membangun negara

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 300: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

281

Universitas Indonesia

kesatuan yang solid dan kokoh. Penguatan peran provinsi perlu diimbangi juga

dengan penguatan peran gubernur sebagai wakil pusat. Pengalaman sejarah

pemerintahan Indonesia menunjukkan bahwa penguatan peran provinsi sebagai

daerah otonom sering menimbulkan kekhawatiran tentang risiko munculnya

gerakan separatisme. Pemberian peran tambahan kepada kepala daerah provinsi

sebagai wakil pemerintah pusat dapat mengurangi kekhawatiran terhadap

munculnya ancaman separatisme. Proses penyusunan Undang-Undang

sebagaimana diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan yang kemudian disempurnakan melalui UU

Nomor 12 Tahun 2011 dapat dilihat dalam gambar 6.5 berikut:

Gambar 6.5 Proses Pembuatan Undang-Undang

Sumber: Diolah dari UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan

RUU DARI DPR - RI

RUU DARI PRESIDEN

RUU DARI DPD

DUA TINGKAT

PEMBICARAAN DI DPR RI

DI SETUJUI DPR

DITANDATANGANI PRESIDEN

UNDANG-UNDANG

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 301: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

282

Universitas Indonesia

Dari gambar di atas dapat dipahami bahwa awal usulan rancanngan dapat berasal

dari Pemerintah yang disampaikan oleh Presiden, atau melalui DPR RI atau dari

Dewan Perwakilan Daerah. Pembahasan kemudian dilakukan melalui serangkain

pembicaraan. Gambaran tentang usul inisiatif RUU sampai pembahasan di DPR

dalam pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan ini dapat dilihat dalam

Gambar 6.6 berikut:

Gambar 6.6 Proses Usul Inisiatif s.d. Pembahasan RUU

Sumber: Diolah dari UU No. 12 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan

Proses pembentukan Undang-Undang pada prinsipnya melalui tahapan

yang hampir sama dengan revisi Undang-Undang. Ada saling keterkaitan antara

eksekutif dan legislatif dalam proses formulasi sebuah UU. Undang-Undang pada

dasarnya merupakan suatu kebijakan publik yang bersifat nasional dan

pemberlakuannya mencakup seluruh wilayah dan komponen masyarakat. Secara

konseptual, perumusan Undang-Undang di Indonesia sebagai suatu kebijakan

Usul inisiatif RUU dapat berasal dari: sekurangnya 13 org anggota DPR atau komisi, gabungan komisi atau Baleg

Disampaikan kepada Pimpinan

DPR disertai daftar nama & tanda

tangan pengusul & nama fraksinya

Pada rapat paripurna,

ketua rapat

memberitahukan &

membagikan usul

inisiatif RUU kepada

para para anggota DPR

Pimpinan DPR

menyampaikan RUU

kpd Presiden utk

Presiden menunjuk

Menteri yang akan

mewakili ybs dalam

pembahasan RUU &

kpd Pimpinan DPD jika

RUU yg diusulkan

terkait dengan DPD

Disetujui dg perubahan, DPR menugaskan kpd Komisi, Baleg /

Pansus utk menyempurnakan

RUU

Disetujui tanpa

perubahan

Pembahasan di DPR Tingkat 1 Tingkat II

Rapat paripurna

memutuskan apakah

usul RUU terserbut

dapat diterima

menjadi RUU usul

DPR atau tidak

setelah diberikan

kesempatan kepada

fraksi utk

memberikan

pendapatnya

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 302: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

283

Universitas Indonesia

publik dapat dipahami melalui model tahapan seperti yang dikemukakan oleh

Ripley315

berikut:

Gambar 6.7 Tahapan Kebijakan

Tahapan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.7 menunjukkan

secara generik suatu proses kebijakan publik dalam format alur yang ringkas.

Undang-Undang yang disusun, apakah dalam konteks baru ataupun revisi bisa

dibandingkan dengan model kebijakan publik sebagai mana yang ditawarkan

Ripley. Dalam pendekatan yang lain, Anderson316

menawarkan model lain dari

kebijakan publik yang mengaitkan dengan lingkungan, sebagaimana dapat dilihat

dalam Gambar 6.8 berikut.

315

Randall B Ripley. Policy Implementation and Bureaucracy. Nelson-Hall Publisher,

Chicago. 1986. 316

James E. Anderson. 1979. Public Policy Making, Holt, Rinehart and Wistom, New-

York, hal.16.

Penyusunan Agenda

Formulasi &

Legitimasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi Terhdp

Implementasi Kinerja

& dampak Kebijakan

Kebijakan Baru

Kinerja Dampak Kebijakan

Tindakan Kebijakan

Kebijakan

Agenda Pemerintah

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 303: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

284

Universitas Indonesia

Gambar 6.8 Kebijakan Publik Menurut Pendekatan Sistem

Dengan memahami beberapa konsep kebijakan publik sebagaimana telah

diuraikan di atas, akan memberikan kemudahan bagi stakeholders terutama

pemerintah untuk melaksanakan penyempurnaan terhadap UU No.32 Tahun 2004

L

I

N

G

K

U

N

G

A

N

Sistem

Ekologi

Sistem

sosial

internasion

nal

Social

Systems

Sistem

Politik

Internasion

al

Sistem

Ekologi

internasio

nal

Sistem

Biologi

Sistem

Persona

litas

Lingku

ngan

Domes

tik

Lingku

ngan

Internas

ional

I

N

P

U

T

Tuntut

an

Dukung

an

Sistem

Politik

Umpan

Balik

Informal

Konversi

Tuntutan

Menja

di

Outpu

t

Umpan

Balik

Informal

O

T

O

R

I

T

A

S

OUT

PUT

Umpan Balik

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 304: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

285

Universitas Indonesia

tentang Pemerintahan Daerah. Penyempurnaan UU No.32 tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah sebagaimana diusulkan pemerintah melalui Kementerian

Dalam Negeri, salah satu fokusnya terkait dengan pengembangan muatan tentang

kawasan perkotaan. Ada alasan yang logis mengapa muatan ini perlu dimasukan.

Pemerintah melihat pemberdayaan kota sebagai daerah otonom, bukan hanya

memberikan ruang luas bagi penerapan desentralisasi, akan tetapi juga akan

membangun suatu suatu tata kelola pemerintahan yang lebih baik (good

governance). Hal ini hanya mungkin terjadi, apabila Peraturan Pemerintah sebagai

peraturan pelaksana dari UU itu memberikan penguatan.

Belum adanya pengaturan yang memadai tentang kawasan perkotaan

membuat pertumbuhan kawasan perkotaan yang sangat pesat kurang dapat

dioptimalkan untuk kepentingan masyarakat luas dan pemerintah daerah.

Munculnya kawasan perkotaan baru yang berdampingan dengan kawasan

perdesaan, sebagai akibat dari maraknya industri perumahan, menimbulkan

masalah sosial, ekonomi, dan pemerintahan yang perlu diselesaikan oleh

pemerintah daerah. Tidak adanya undang-undang yang mengatur tentang

perkotaan dan kelembagaan yang mengurus kawasan tersebut sering membuat

pemerintah daerah gagal mengelola kawasan perkotaan untuk kepentingan publik.

UU No. 32 Tahun2004 dan UU No. 26 Tahun 2007 belum mengatur tentang

kelembagaan dan pengelolaan kawasan perkotaan. Kelembagaan dan pengelolaan

kawasan perkotaan diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2009, tetapi

peraturan pemerintah tersebut belum mengatur tipologi kota yang sangat

bervariasi, terutama dilihat dari jumlah penduduknya,dan implikasinya terhadap

bentuk kelembagaan pengelolaan kawasan perkotaan. Beberapa pengaturan yang

relevan dalam PP No. 34 Tahun 2009 dan implikasinya terhadap kelembagaan

pengelolaan kawasan perkotaan perlu dimasukan ke dalam revisi UU No. 32

Tahun 2004.

Dengan usulan perubahan UU No.32 tahun 2004, maka dengan sendirinya

PP No. 41 Tahun tentang Organisasi Perangkat Daerah diharapkan dapat

menyesuaikan dan mengakomodir perubahan yang ada, sebagai upaya untuk

menata ulang (rekonstruksi) kelembagaan organisasi perangkat daerah. Adanya

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 305: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

286

Universitas Indonesia

PP No.41 Tahun 2007 tidak dengan secara otomatis menjadikan penyelenggaraan

pemerintahan daerah terutama dalam memberikan pelayanan publik menjadi

optimal. Menurut Sedarmayanti (2010: 324) ”ditemukan fakta tentang adanya

kecenderungan organisasi perangkat daerah yang terlalu besar dan kurang

didasarkan pada kebutuhan nyata di daerah yang membawa implikasi pada

pembengkakan organisasi perangkat daerah secara signifikan.” Hal ini jelas

membawa pengaruh kepada inefisiensi alokasi anggaran yang tersedia di masing –

masing daerah. Misalnya, Dana Alokasi Umum (DAU) yang semestinya untuk

kepentingan belanja pegawai, pembangunan, dan pemeliharaan sarana dan

prasarana pelayanan publik, sebagian besar digunakan membiayai birokrasi

pemerintahan daerah.

Lebih jauh Sedarmayanti mengemukakan bahwa selain menimbulkan

inefisiensi penggunaan sumberdaya, pembengkakan organisasi menimbulkan

semakin melebar rentang kendali dan kurang terintegrasi pengelolaan/

pengendalian karena fungsi yang seharusnya ditangani dalam suatu kesatuan unit

harus dibagi ke beberapa unit organisasi yang mengarah kepada membengkaknya

birokrasi (2010:325). Dilihat dari bagaimana suatu Peraturan Pemerintah disusun,

diformulasikan dan ditetapkan akan dapat dipahami seberapa dominan public

interest di dalam PP itu. Apakah PP dibuat secara konseptual dengan

mengakomodir konsep local governance yang melibatkan tiga pilar tata kelola

pemerintahan yaitu: pemerintah, swasta dan masyarakat? Hal ini sangat

signifikan untuk memberikan penekanan tentang keterlibatan atau partisipasi

masyarakat. Gambar 6.9 memberikan pemahaman bagaimana alur dari

perumusan sebuah Peraturan Pemerintah.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 306: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

287

Universitas Indonesia

Gambar 6.9 Alur Pembuatan Peraturan Pemerintah

1. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dilakukan dalam suatu program penyusunan Peraturan Pemerintah

2. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah memuat daftar judul dan pokok matri muatan rancangan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya

3. Perencanaan dimaksud ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun

4. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah dikoordinasikan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di Bidang Hukum

5. Perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintahan ditetapkan dengan Keputusan Presiden

6. Rancangan Peraturan Pemerintah berasal dari Kementerian dan atau Lembaga Pemerintahan Non-Kementerian sesuai dengan bidang tugasnya

7. Dalam keadaan tertentu, kementerian atau lembaga pemerintahan non kementerian dapat mengajukan rancangan Peraturan Pemerintah di luar perencanaan Penyusunan Peraturan Pemerintah.

8. Rancangan Peraturan Pemerintah dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dibuat berdasarkan kebutuhan Undang-undang atau putusan Mahkamah Agung

9. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan penyusunan Peraturan Pemerintah diatur dengan Peraturan Presiden

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 307: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

288

Universitas Indonesia

Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007 dimaksudkan untuk mengatur

organisasi perangkat daerah yang dapat dibentuk oleh pemerintahan kota. Dalam

prakteknya ternyata masing-masing pemerintahan kota memberikan respon yang

berbeda. Hal ini dapat dipahami karena masing-masing kota memiliki karakter

kewilayahan dan fungsional yang heterogen. Kekeliruan yang relatif signifikan

dari desain penataan kelembagaan di daerah berdasarkan PP 41/2007 adalah

karena PP ini lebih melihat persoalan kelembagaan semata-mata sebagai persoalan

struktur kelembagaan yang kaku. Standarisasi yang ketat yang dibuat oleh PP ini

tidak mempertimbangkan dimensi lain dari kelembagaan daerah seperti aparatur,

system tata laksana, dan nilai dasar organisasi. Hal ini terlihat dari esensi

kebijakan yang lebih menekankan pada tiga hal: (1) penyeragaman nomenklatur

kelembagaan daerah; (2) penentuan jumlah kelembagaan daerah yang berbasis

pada hasil perhitungan atas variable jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah

APBD; (3) dan perumpunan kelembagaan daerah, meskipun juga menentukan

beberapa perubahan lain seperti perubahan eselonisasi pejabat daerah dan lain

sebagainya.Berbagai ketentuan di atas pada gilirannya menimbulkan konsekuensi

besar bagi kelembagaan daerah.

Pada kasus Kota Yogyakarta sebagai contoh komparatif, yang

mengakomodir peraturan tersebut sepenuhnya sehingga mengakibatkan

perubahan struktur kelembagaan secara signifikan. Hal ini karena dari 12 dinas

yang ada, hanya terdapat 10 dinas yang sesuai dengan rumpun yang telah

ditetapkan oleh PP. Demikian juga, dari 11 lembaga teknis daerah yang ada di

Kota Yogyakarta, hanya 7 yang sesuai dengan perumpunan. Dari sekian dinas

dan lembaga teknis daerah yang sesuai dengan perumpunan, banyak di antaranya

juga tidak akan menjadi utuh melainkan harus mengalami restrukturisasi dalam

bentuk perubahan bentuk lembaga dinas menjadi badan/kantor atau sebaliknya,

pemecahan instansi, peleburan, maupun pembentukan instansi-instansi baru.

Peraturan Pemerintah ini secara konseptual memang harus diantisipasi

untuk dilakukan perubahan. Perubahan incremental harus dilakukan dengan

landasan bahwa kebijakan penataan kelembagaan harus dipahami bukan semata-

matamengubah nomenklatur dan strukturkelembagaan daerah, namun juga

memperhitungkan dimensi kelembagaan lainnya, mulai dari tata nilai, personal,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 308: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

289

Universitas Indonesia

dan pembangunan sistem sinergi antar instansi pemerintahan. Untuk itu, proses

penataan kelembagaan harus diletakkan dalam kerangka proses kebijakan. Dalam

kerangka inilah keterlibatan dan dukungan semua pihak yang berkaitan dengan

kebutuhan penataan sangat diperlukan. Dengan demikian, kebijakan menjadi hasil

dari proses negosiasi untuk menghasilkan keputusan yang responsif terhadap

persoalan yang dihadapai.Sehubungan dengan itu, kebutuhan untuk merancang

instrumentasi kebijakan penataan kelembagaan menjadi sebuah keharusan.Untuk

kasus Kota Yogyakarta misalnya, instrumentasi kebijakan penataan kelembagaan

yang diusulkan secara berturut-turut adalah sebagai berikut: menyusun agenda

setting yang dilakukan melalui serangkaian sosialisasi wacana penataan

kelembagaan kepada pihak-pihak yang terkait; mobilisasi dukungan dari berbagai

pihak; pelembagaan pilihan kebijakan; penguatan daya dukung keuangan,SDM,

dan sarana prasarana; serta monitoring dan evaluasi terhadap pilihan kebijakan.

Perbandingan antara model konseptual dan real world (dunia nyata) pada level

makro dapat dilihat dalam tabel 6.6 berikut:

Tabel 6.6 Revisi Pasal Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah

(research interest 1)

No Aktifitas Model

Konseptual

Real World Keterangan Deskripsi

Aktifitas

Keluaran (Output)

Aktifitas Idea atau Nilai

01 Memasukan pasal

tentang

Desentralisasi

khususnya terkait

dengan

Pembentukan

Organisasi

Perangkat Daerah

(OPD)

* Memberikan

masukan ttg substa-

Si desentralisasi

dalam peraturan

per-UU-an Pemda

kpd pemerintah

khusus terkait

pembentukan OPD

* Memberikan

masukan kepada

DPR dan para

penentu kebijakan

*Menelaah

UU

No.32/2004,

*PP No.38

/2007 dan

- Perangkat daerah

kabupaten/kota terdiri atas

sekretariat daerah,

sekretariat DPRD, dinas

daerah, lembaga teknis

daerah, kecamatan dan

kelurahan (pasal 120 ayat 2)

- Susunan OPD ditetapkan

dalam Perda dengan

memperhatikan factor-faktor

tertentu dan berpedoman

pada PP (pasal 128 ayat 1)

-urusan pemerintahan terdi-

Ri atas urusan pem yg

sepenuhnya menjadi kewe-

nangan pem & urusan pem

yg dibagi bersama antar

tingkatan dan/atau susunan

pem (psl 2 ayat 1)

-urusan pem terdiri atas 31

bidang urusan termasuk

Dalam lampiran

diuraikan rincian

kewenangan

urusan

pendidikan,

kesehatan dan

kearsipan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 309: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

290

Universitas Indonesia

dg dasar NA yg

akademik

* Mengkaji UU

Pemda yg lalu,

memberikan

masukan kepada

DPR dan

pemerintah

* Memproses

masukan sesuai

prosedur legislasi

yang diatur UU

melalui saran

rekomendasi &

monitor tentang ide

atau gasgasan

desentralisasi

*PP No.

41/2007

- UU No.23/

2014

pendidikan, kesehatan dan

kearsipan (psl 2 ayat 4)

-pembentukan OPD

ditetapkan dengan Perda

dengan berpedoman pada PP

ini (psl 2 ayat 1)

-Perda mengatur mengenai

susunan, kedudukan, tugas

pokok OPD (psl 2 ayat 2)

-Rincian tugas, fungsi dan

tata kerja diatur lebih lanjut

dengan peraturan

gub/bupati/ walikota (psl 2

ayat 3)

-kepala daerah dan DPRD

dlm menyelenggarakan

urusan pemerintahan dibantu

oleh perangkat daerah

-perangkat daerah diisi oleh

pegawai ASN (psl 208 ayat

1 & 2)

-perangkat daerah kabupaten

/kota terdiri atas: secretariat

Daerah, secretariat DPRD,

inspektorat, dinas, badan &

kecamatan (psl 209 ayat 2)

-hubungan kerja perangkat

daerah kabupaten/kota

bersfat koordinatif dan

fungsional (psl 210 )

Berbeda dg

regulasi yg lama,

Rincian kewena-

ngan dibagi

dalam ketentuan

PP, dlm UU ini

hal tsb tertuang

dlm lampiran

Konstruksi

Peneliti

-pengaturan menyangkut

tentang NSPK, yg dpt men-

dorong daerah utk dpt mem-

bentuk OPD sesuai dgn ke-

wenangan, karakteristik

potensi & kebutuhan daerah,

kemampuan keuangan

daerah, ketersediaan sumber

daya aparatur & pola

kemitraan

-muatan yg mengatur daerah

utk melakukan analisis

jabatan

-muatan yg mengatur ttg ja-

batan fungdional

Anjab

memberikan in-

formasi ttg ke-

butuhan jabatan,

klasifikasi

jabatan, standar

kompetensi

jabatan, system

renumerasi &

system informasi

kepegawaian

daerah dpt

mengurangi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 310: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

291

Universitas Indonesia

-muatan yg mengatur

insentif berbasis kinerja

-muatan yg mengatur pem-

Batasan besaran anggaran

utk belanja pegawai.

tekanan utk

membuat

struktur gemuk

dan

pengembangan

profesionalisme

pegawai dlm

memberikan

pelayanaan

publik

mengubah para-

digma pegawai

yg cenderung

ingin menduduki

jabatan

structural

anggaran utk

belanja pegawai

setidaknya tidak

melebihi besaran

anggaran yg

disediakan untuk

pelayanan public

agar ada

peningkatan dlm

memberikan

pelayanan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 311: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

292

Universitas Indonesia

6.3.2 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Meso

Kebijakan Daerah untuk menjabarkan Peraturan Pemerintah ini umumnya

dalam bentuk Peraturan Daerah yang dibuat bersama antara Walikota melalui

Sekretaris Daerah secara teknis dan DPRD. Alur formulasi penyusunan Peraturan

Daerah dapat dilihat dalam Gambar 6.10

Gambar 6.10 Alur Penyusunan Peraturan Daerah

Dari Gambar 6.10 ini dapat dipahami bagaimana model penyusunan

Peraturan Daerah, yang menjadi dasar hukum bagi pembentukan organisasi

perangkat daerah di banyak pemerintahan kota. Bila model tersebut dibandingkan

dengan data yang diperoleh dari lapangan yang berasal dari Sekretaris Daerah

Kota dan hasil FGD (focus group discussion), maka dapat diuraikan sebagai

berikut:

Menurut Mantan Sekretaris Daerah Kota Tangerang yang terlibat dalam

penyusunan Peraturan Daerah dalam konteks pembentukan organisasi perangkat

daerah dikatakan:

“Di lingkungan internal kita didiskusikan dengan walikota, mungkin Pak

walikota ada kepentingan-kepentingan bahkan saya satu minggu waktu itu

di Puncak tuh membicarakan soal perizinan dengan supaya digabung kan.

Kemudian tanda tangan langsung dilarikan ke walikota tanpa ada melalui

prosedur Sekda gitukan. Nah ini sebenarnya perizinan kan di situkan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 312: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

293

Universitas Indonesia

diinterpretasikan kepala daerah ada need-nya itukan Sekda jangan ikut-

ikut, ini urusan gua. Nah dengan dewan juga intens. Dan dewan juga

melibatkan hearing juga dengan stakeholder gitukan, bukan hanya di

intern SKPD bahkan waktu itu Dewan…(tidak jelas) yang dulu ada dinas

namanya Perumahan dan Pemukiman karena apa namanya kepala

dinasnya waktu itu dia tidak komulatif akhirnya dilebur. Karena menurut

ini kita tim bahwa Dinas Pemukiman dan Perumahan ini masih relevan

karena Tangerang ini kan kalau lihat zoningnya itukan ngurusin rumah,

pemukiman dileburlah dia.”

Dari hasil FGD pada tanggal 14 November 2013, Budi D Arief dari Biro

Hukum menyampaikan:

“Saya mencoba menjawab dari sisi hukum, Pada dasarnya pembentukan

organisasi itu berasal dari amanah peraturan pemerintah PP no. 32 tahun

2004. Peruntukannya adalah pembagianurusan tugas pemerintah pusat,

pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota yaitu PP 38 Tahun

2007. Dari sinilah kemudian sudh diatur apapun masing2 tugas

pemerintah daerah urusan apa saja. Kemudian kita dibuat peraturan

pemerintah daerah no. 1 tahun 2008, tentang pembagian tugas turunan.

Disini ada pembagian tugas yang sifatnya wajib maupun pilihan. Ini

kemudian yang dijadikan dasar pembentukan organisasi perangkat daerah

yg sifatnya wajib maupun pilihan. Kemudian yang sifanya teknis

pembentukan organisasi daerah ini diatur dalam PP no. 41 tahun 2007.

Nah inilah yang menjadi dasar yang akhirnya dibentuk perda2 yg terkait

dengan perangkat daerah masing2 kota. Yang terbaru itu ada perda no

3,4 5,6 ,7 tahun 2008, masing mengatur tentang pembentukan badan,

kantor, dinas, sekretariat. Setelah itu turunannya adalah terbitlah

perturan wali kota dari masing SKPD. Inilah mungkin sudut pandang saya

dari perspektif hukum saja khususnya pembentukan SKPD di kota

Tangerang.”

Dalam pendapat yang lain Gatot Purwanto menyatakan bahwa:

“Kalau mengenai pola pembentukan organisasi, seperti yang disampaikan

pak budi, karena beliau sering rapat kerja pemerintahan dengan komisi

satu, secara formatif memang seperti itu, sesuai dengan urutan2 internal

peraturan yg ada. Saya ngga hafal urutannya, yg saya hafal kalau mau

ketemu dr wibisono aja nih... ( bercanda) kalau urutan2 undang2 satu

persatu saya ngga hafal. Memang seperti itu secara normatif kita sudah

menjalankan sesuai dengan peraturan perundang2an no 38, dan no 41.

Mengenai faktor internal kembali pimpinan daerah masing2kan seperti

itu, apa yg menjadi pertimbangan pak wahidin mengenai penentuan tipe

minimal yang diperlukan waktu itu efektif. Tapi begitu ada pula yang

mengatakan itu efektif adapula yang bilang tidak. Sehingga diperlukan

peraturan tambahan, Bila diambil contoh misalnya, kami belum masuk

waktu itu, seperti melikuidasi bidang perkim krn waktu itu belum dibilang

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 313: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

294

Universitas Indonesia

penting karena waktu itu gedung belum berkembang seperti sekarang, tapi

karena ada pengembang yang ngemplang dan lain sebagainya maka

peraturanya bisa ditingkatkan menjadi bidang. Jadi semua dibuat

berdasarkan keperluan dan kepentingan masyarakat. Apalagi ??. Saya

masuk tahun 2009 waktu itu kota tangerang menggunakan pola minimal,

dengan jumlah penduduk seperti itu dan kebutuhan seperti itu dsb.. ini

yang ngomong menteri dalam negeri nih, dari kementerian dalam negeri

mengatakan pola ini tahun 2009 efektif.”

Secara normatif memang pola pembentukan SKPD didasarkan pada

peraturan daerah yang dirumuskan antara Walikota dan DPRD. Ada yang

menarik adalah bahwa meskipun sudah berdasarkan pada Peraturan Daerah

dalam pembentukan SKPD, harus ada tambahan peraturan lain yang didasarkan

pada tingkat kebutuhan kota Tangerang. Lebih lanjut dikatakan bahwa:

“Nah kalau kedepannya diharapkan kota Tangerang ini jadi contoh gitu

loh!jadi contoh daerah lain dalam memilih organisasinya secara normatif

dengan orang2nya berkemampuan secara profesi ya! Tapi yang

ditempatkan itu sesuai kriteria yang ada yang bidang ini harus punya

kemampuan seperti ini, bidang ini punya kemampuan seperti ini dan lain

sebgainya. Jadi yang dirasakan kota tangerang kalau pengembangan

sudah dilakukan, kalau faktor internal kembali bagaimana kepala daerah

mendrive sesuai dengan undang2 daerah yang berlaku, kalau faktor

ekternal sesuai kebutuhan masyarakat dan daerah2 diluar kota

Tangerang. Seyogyanya itukan bersinergikan ? bersinergi dengan

pemerintah kota, dengan pemerintah kabupaten, pemerintah tangsel atau

dengan provinsi. Agar program2nya bersinergi, jangan sampai terjadi

program pemerintah provinsi kadang2 ngga nyambung, itu harus

bersinergi kedepannya.”

Dari pendapat pejabat ini dapat dipahami bahwa dalam pembentukan

SKPD tidak hanya berkaitan dengan struktur dan fungsi kelembagaan saja, akan

tetapi juga dengan penempatan SDM yang harus professional sesuai dengan

kriteria bidang masing-masing. Peranan walikota sangat besar sekali dalam

mendorong kinerja SKPD. Pertimbangan eksternal terkait dengan kebutuhan

masyarakat menjadi suatu keharusan, di samping perlunya sinergitas dengan

pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten. Sinergitas ini sangat perlu

agar ada keselarasan di antara program dan kegiatan yang direncanakan dan akan

dilaksanakan.

Pendapat dari Dinas Kesehatan dalam kaitan dengan pola pembentukan

organisasi perangkat daerah, Yunus Gunawan Wibisono mengatakan:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 314: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

295

Universitas Indonesia

“Kalau mengenai urutan2nya dari sisi hukum memang seperti itu,

kemudian dalam proses ditambahkan pula oleh wali dan berkali-kali kita ke

mendagri untuk sosialisasi sehingga kita menggunakan pola itu denagn

kriteria PAD, kalau ngga salah ya, jumlah penduduk, indeks pertumbuhan

pembangunan, luas wilayah dsb. Dan akhirnya kita boleh menentukan

berapa banyak SKPD yang dibentuk. Mengenai faktor-faktor internal saya

sangat setuju sekali memang tergantung dengan kebutuhannya. Sebagai

contoh waktu itu kita tidak membuat rumah sakit, karena mind setnya

rumah sakit itu hight cost memang. Pada waktu awalpun saya pertama kali

masuk, waktu itu kepala dinasnya pak Nuriman, waktu minta masukan

memang kita tidak mau bikin rumah sakit karena hight cost. cuma

tergantung seberapa berani pemerintah akan bisa daerah mensubsidi, bila

rumah sakit itu akan menjadi penghasil PAD dari unsur sosialnya karena

memang higt cost. Kebetulan teman2 dewan studi banding ke pontianak dan

kota lainnya, ke rumah sakitnya dan memang rugi kalau dibangun, dan kita

menyimpulkan kebutuhannya memang ngga perlu waktu itu. Dan kita

memiliki rumah sakit swasta yang bisa diberdayakan. Ngomong2 jeleknya

ngapain mikirin orang kaya, jadi bagaimana caranya kita bisa mikirin

orang miskin melalui pemberdayaan rumah sakit yang ada, makanya rumah

sakit waktu itu ngga dibentuk. Pertimbangan lainnya kenapa rumah sakit

ngga dibentuk waktu itu adalah karena ada unsur2 internal yang lain yaitu

karena perlunya tenaga, tenaganya juga ngga butuh tenaga yang luar

biasa, tiap sistem, tiap bagian itukan memerlukan tenaga yang sangat

banyak, yang notabene tenaga ini harus diangkat oleh pemerintah daerah

secara utuh, karena pola pengangkatnya pegawai itu masih melalui

Menpan dan RB kuotanya, sehingga akan menjadi hambatan kalau

dibangun.”

Pendapat dari Pejabat Dinas Kesehatan ini, mendukung pendapat dari key

informan sebelumnya, Gatot Purwanto. Pada dasarnya sepakat bahwa dalam

pembentukan SKPD yang harus menjadi pertimbangan utama adalah kebutuhan

masyarakat akan pelayanan, dalam hal ini adalah kebutuhan pelayanan kesehatan.

Ada yang menarik dari pernyataan key informan ini. Meskipun pelayanan

kesehatan itu sangat penting sebagai kebutuhan dasar, akan tetapi belum

dianggap perlu untuk membangun suatu rumah sakit. Disebabkan karena

penyediaan SDM yang masih sangat terbatas dan harus melalui persetujuan

Kementerian PAN dan RB. Lebih jauh dikatakan sebagai berikut:

“Berkembang sekarang kebutuhannya sudah beda lagi ya pak haji, ternyata

saat ini perlu juga sementara pemerintah daerah sangat mendukung kalau

memang harus dibiayai sangat besar ngga masalah dengan kemampuan

faktor internalnya kita mampu duit banyak. Jadi faktor2 pembentukan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 315: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

296

Universitas Indonesia

organisasi itu situasional pada saat itu tergantung, jg takut dibilang

kedepanya tidak visioner karena kedepanya butuh, ngapain kedepannya

butuh dibuat sekarang kalau cuma pekerja tidak bekerja, nanti saja

dibentuk, toh peraturan juga bisa diubah atau dikembangkan. Selama

eksekutif dan legilatif berjalan bersama ngga masalah itu.

Kemudian pada Pertanyaan pertama pembentukan struktur SKPD,

kebetulan bicara SKPD tadi ada urusan wajib ada urusan pilihan. Dinas

kesehatan adalah urusan wajib yang sangat jelas bahkan SPMnya saja

sudah ada. Jadi sebenarnya kita tidak terlalu sulit. Kalau pembentukan

SKPD baru mungkin agak sulit, karna akan memilah pekerjaannya dan

dipegang siapa saja. kesehatan urusan wajib pengembangannya tidak

terlalu sulit, kita tinggal susun fungsi tugas dsb kemudian kita floting,

kemudian kita rapatkan semua dari bawah kemudian kita usulkan ke

Bapeda. Kemudian disana diolah dan itu dirapatkan beberapa kali dan saya

ikut terus waktu itu, itu bbrp kali dikomentari bbrp SKPD jangan sampai

pekerjaan saya jg dikerjakan oleh orang lain. Itukan tidak mungkin,

walaupun mungkin nanti setelah jadipun tetap ada aplikasinya yang bisa

aja tumpang tindih. Jadi kalau proses pembentukan SKPD menurut kami

dari dinas kesehatan sudah runut dari mulai dasar aturan terus sampai

kebijakan memperhatikan faktor internal eksternal, menurut saya sudah

benar. “

Dari pendapat pejabat Dinas Kesehatan ini dapat disimpulkan bahwa dalam

penyusunan struktur organisasi SKPD didasarkan pada urusan yang jelas dan wajib

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah. Khusus untuk Dinas Kesehatan tugas

pokok dan fungsi kelembagaan didasarkan pada SPM yang sudah standar dibuat oleh

Pemerintah. Penyusunan struktur kelembagaan dimulai dari bawah kemudian dibahas

secara bersama, setelah diusulkan ke Bappeda. Dari Badan Perancang Pembangunan

Daerah yang diwakili oleh Ibu Hastuti Handayani dikatakan:

“Tadi telah disampaikan oleh biro hukum, dinas kesehatan maupun DPRD

mengenai proses pembentukan SKPD, memang seyogyanya ketika

membentuk organisasi itu proses pembentukan struktur seperti apa begitu?

Dengan dasar hukum yang ada telah disampaikan sebelumnya, kota

Tangerang juga membentuk standar no 1 tahun 2008 ya pak budi, dengan

adanya 26 urusan wajib dan 7 urusan pilihan. dengan itulah dasar urusan

wajib dan urusan pilihan tersebutlah pemerintah kota tangerang

membentuk organisasi dinas2, badan maupun kantor dan urusan

pemilihannya kita lembaga dalam dinas, namun tidak semua urusan itu

dibentuk satu organisasi ketika dipandang perlu beberapa urusan ini bisa

digabungkan dlm satu organisasi sbg contoh badan pemberdayaan

masyarakat dan keluarga berencana itu disitu ada beberapa urusan. Pada

prinsipnya pemerintah kota tangerang membentuk struktur organisasi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 316: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

297

Universitas Indonesia

tersebut dengan prinsip faktor follow the function artinya struktur yang ada

mengikuti fungsi shg jangan sampai organisasi dibentuk terjadilah tumpang

tindih seperti yang disampaikan oleh dr Wibi tadi shg jauh dari efektif

maupun efisien, namun pd kondisi saat ini dengan adanya standar

pelayanan minimal dari pemerintah pusat yaitu 15 standar pelayanan

minimal ya pak, nah itu mau tidak mau pemerintah daerah harus

menerapkan standar pelayanan minimal tersebut dan target2 yang harus

diolah organisasi perangkat daerah.”

Pendapat pejabat Bappeda, Hastuti, agaknya memberikan penguatan

terhadap pendapat yang disampaikan oleh pejabat Dinas Kesehatan. Pendapatnya

memberikan penegasan dan kejelasan dalam pembentukan SKPD yang

menekankan pada pada efektivitas kelembagaan. Menurutnya, satu urusan bisa

saja digabung untuk menghindari adanya tumpang tindih dalam fungsi-fungsinya.

Pembentukan struktur kelembagaan didasarkan pada prinsip factor follow the

function, artinya struktur yang ada harus mengikuti fungsi agar SKPD yang

dibentuk tidak terjadi tumpeng tindih. Lebih lanjut Hastuti mengatakan sebagai

berikut:

“Saat ini BAPEDA sedang mengkaji ada indikator dari SKPD itu kinerja

program atau kegiatan. Sehingga dalam satu SKPD itu dalam

melaksanakan kinerja tugas pokok dan fungsinya ada indikator kinerjanya,

artinya ada target yang harus dicapai. Sehingga semua orang sudah punya

beban dan tugasnya masing2 termasuk target kinerja yang harus dicapai di

setiap pelaksanaan tugasnya. Selain itu jg faktor2 yg harus

dipertimbangkan dalam menyusunan struktur tugas pokok organisasi kota

tangerang kami memandang selain pembentukan tata urutan kelembagaan

tadi juga pembentukan ketatalaksanaan. Nah memang ketatalaksananaan

ini adalah sektor sekretariat daerah dalam hal ini bagian organisasi. Tapi

bagian organisasi tidak bekerja sendiri, mereka tetap meminta pendapat,

pandangan dari berbagai SKPD yang ada dan mereka juga melakukan

analisa jabatan pak. Ketika organisasi dibentuk tapi, jabatan dibentuk tapi

dia tidak tahu fungsinya apa? ikut sumbang analisa jabatan, dibentuk

analisa beban kerja ada sifatnya pelayanan ada standar operasional

prosedur, pelayanan minimal dll itu di pemerintah kota tangerang sudah

terbentuk.”

Dalam pembentukan SKPD yang harus dipertimbangkan adalah pentingnya

Indicator bagi kinerja kelembagaan, di samping nomenklaturnya yang sesuai

dengan urusan wajib atau pilihan. Aspek lain adalah perhatian kepada

ketatalaksanaan SKPD. Dikatakan bahwa dalam pembentukan SKPD agar jelas

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 317: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

298

Universitas Indonesia

tugas pokok dan fungsinya maka harus dilakukan analisis jabatan dan analisis

beban kerja. Ini berarti bahwa masalah nomenklatur kelembagaan dan

ketatalaksanaan harus dibangun agar SKPD menjadi efektif dalam menjalankan

tugas pokok dan fungsi organisasional. Di samping itu, hal penting lain yang

harus diperhatikan dikatakan oleh Hastuti sebagai berikut:

“Dan beberapa SKPD juga sudah menyusun Standar operasional prosedur

untuk melaksanakan tugasnya. Dan juga selain itu lembaga sudah dibentuk

kemudian sumber daya manusianya. Dibutuhkanya sumber daya manusia

maka dbutuhkan anggaran pembiayaan, nah itu tingkat kebutuhan

organisasi yang komperensif. Di kota tangerang itu menggunakan prinsip

hemat struktur kaya fungsi, jadi strukturnya minimal tapi fungsinya

maksimal seperti itu. Nah kedepan yg diharapkan dalam menataan ulang

struktur di pemerintah mungkin memang perlu pemetaan kembali perlu,

penyusunan kembali kebutuhan organisasi seifisien mungkin sehingga kaya

fungsi dan lebih bermanfaat dalam peningkatan pelayanan untuk

masyarakat. Seperti itu mungkin yang saya sampaikan. “

Dari beberapa data lapangan yang disampaikan oleh sejumlah key

informant, dapat dipahami beberapa hal. Pertama, bahwa pembentukan organisasi

perangkat daerah di kota Tangerang dilakukan melalui Perda, yang

penyusunannya didasarkan pada prosedur yang ditetapkan Pemerintah melalui PP

No.41 tahun 2007 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri. Kedua, dalam

penyusunan SKPD harus mempertimbangkan efektivitas kelembagaan

(nomenklatur) dan ketatalaksaan seperti analisis jabatan, analisis beban kerja,

standard operating procedure, yang lebih berprinsip pada kebutuhan oganisasi

yang komprehensif sesuai dengan prinsip hemat struktur kaya fungsi.

Perbandingan antara model konseptual dan real world (dunia nyata) pada level

meso dapat dilihat dalam tabel 6.7 berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 318: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

299

Universitas Indonesia

Tabel 6.7. Perubahan Peraturan Daerah (research interest 2)

No Aktifitas Model

Konseptual

Real World Keterangan Deskripsi

Aktifitas

Keluaran (Output)

Aktifitas Idea atau Nilai

01. Efektifitas

kelembagaan

Organisasi

Perangkat Daerah

(OPD)

*Mencermati

pembentukan

OPD dalam

perspektif

desentralisasi

*Mengiventarisir

berbagai

peraturan per-

UU-an yg

membahas Pemda

terkait

desentralisasi

*Rapat koordinasi

dgn stakeholders:

(1) Identifikasi

kebijakan yg telah

ada (existing)

(2)Penyusunan

program

kebijakan ke

depan

(3)Penetapan

kompetensi SDM

*Mengadakan

rapat koordinasi

utk membahas

berbagai

kebijakan terkait

pembentukan

OPD dalam

perspektif

desentralisasi

*Menyepakati

gagasan

desentralisasi dlm

Perda dgn mem –

Buat pokok-

Menelaah:

*Peraturan

Daerah kota

Tangerang

No. 5 tahun

2008

Tentang

Pembentukan

dan Susunan

OPD Kota

Tangerang

*Peraturan

Daerah kota

Tangerang

No.6 Tahun

2008

Tentang

Pembentukan

dan Susunan

Organisasi

Lembaga

Teknis

Daerah

- Dinas daerah merupakan

unsur pelaksana otonomi

daerah dan tugas

perbantuan

- Dinas daerah dipimpin

oleh Kepala Dinas

(Psl 3 ayat 1 & 2)

-Dinas pendidikan

mempunyai tugas pokok

melaksanakan sebagian

urusan pemerintahan

daerah di bidang

pendidikan, berdasarkan

atas otonomi dan tugas

pembantuan (Psl 4 ayat 1)

-Dinas Kesehatan

mempunyai tugas pokok

melaksanakan sebagian

urusan pendidikan daerah

di bidang kesehatan

berdasarkan asas otonomi

dan tugas pembantuan

-Kantor terdiri dari:

1) Kantor Arsip Daerah

2) Kantor Perpustakaan

Daerah

3) Kantor Kesatuan Bang-

sa & Perlindungan Ma-

syarakat

4) Kantor Penelitian,

Pengembangan &

Statistik

(Psl 2 ayat 1)

-Lembaga teknis daerah

merupakan unsur

pendukung Pemda yang

dipimpin oleh seorang

Kepala dan berada di

bawah serta

bertanggungjawab kepala

Walikota melalui

Sekretaris Daerah.

(Psl 3 ayat 3)

- Perda ini

hanya

mengatur

bentuk dan

susunan OPD,

sementera

rincian tugas

pokok dan

fungsinya tidak

terurai

-pengaturan

substansi

urusan

pendidikan &

kesehatan tidak

diuraikan

- Perda ini

hanya

mengatur

bentuk dan

susunan OPD,

sementera

rincian tugas

pokok dan

fungsinya tidak

terurai

-pengaturan

substansi

urusan

kearsipan tidak

diuraikan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 319: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

300

Universitas Indonesia

pokok legal

drafting ttg OPD

*Membahas rapat

koordinasi dgn

berbagai pihak

terkait utk mem-

Bahas

optimalisasi

efektivitas kinerja

Pemda

Konstruksi

Peneliti

-Perda harus diubah

secara incremental.

-Perda tidak hanya

mengatur nomenklatur &

struktur saja

-Pertimbangan: dimensi

lainnya, tata nilai,

personal, pembangunan

system sinergi antar

instansi pemerintah

-Perda tidak hanya

menyangkut format &

susunan OPD, tetapi juga

pengaturan subtansi

masing-masing SKPD

6.3.3 Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro

Birokrasi di banyak pemerintahan daerah merupakan ujung tombak dalam

memberikan pelayanan publik. Beberapa pakar administrasi menyimpulkan

bahwa “birokrasi di Indonesia belum menunjukkan perubahan yang signifikan.”

Hal ini disebabkan karena banyak hal, salah satunya adalah besarnya pengaruh

politik dan kepentingan lainnya dalam birokrasi tersebut seperti yang diungkapkan

oleh Qodri (2010:4) bahwa “selama ini birokrasi hanya dijadikan bulan-bulanan

yang sarat dengan sorotan politik, kepentingan, dan profesionalisme.” Perrow

dalam Andin317

menyatakan bahwa dalam bentuk ideal birokrasi tidak pernah

dapat diwujudkan karena :

1. Ketidakmampuan memilih antara kepentingan pribadi atau golongan dan

kepentingan organisasi;

317

Andin Niantina Primasari. " Pengaruh Restrukturisasi Organisasi Terhadap Efektivitas

Pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura,

Peternakan dan Perkebunan Kabupaten Pesisir Selatan."Artikel. Universitas Andalas, 2011 hal.2

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 320: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

301

Universitas Indonesia

2. Ketidakluwesan birokrasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan

yang berlangsung cepat dan terus menerus.

Sejalan dengan pandangan di atas, Agus Dwiyanto (2006:224)

menjelaskan bahwa “harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi

pada pelanggan sebagaimana birokrasi di negara maju masih sulit untuk

diwujudkan.” Pada prinsipnya, birokrasi merupakan lini terdepan pelayanan

terhadap masyarakat. Untuk memperbaiki kinerja pelayanan publik mengharuskan

birokrasi merumuskan misinya dengan jelas. Hal ini sekaligus juga untuk menata

kembali struktur pemerintah dan birokrasi. Struktur pemerintah dan birokrasi

sangat kompleks dan tidak jelas, karena misi dan struktur tugas dan fungsi tidak

pernah dirumuskan dengan jelas. Akibatnya tumpang tindih dan benturan misi,

tugas dan fungsi antar kementerian, lembaga nonkementerian, dan kantor menteri

negara di pusat, antar dinas, kantor dan badan di provinsi dan kabupaten menjadi

tontonan yang dengan mudah ditemui dalam penyelenggaraan kegiatan

pemerintah dan pelayanan publik.

Dengan memperjelas misi setiap organisasi, maka budaya birokrasi yang

yang melakukan kegiatan di luar misi tersebut dapat dihindari. Pengembangan

birokrasi yang berorientasi pada misi ini akan berdampak optimal dalam

memperbaiki pelayanan publik jika diikuti dengan restrukturisasi birokrasi.

Bromley dalam Andin 318

menilai bahwa birokrasi dalam menggarap proses

kerjanya selama ini masih belum mampu melaksanakan proses kerja yang pas dan

memadai, terutama untuk memaksimalkan hasil pekerjaannya karena disebabkan

oleh kendala-kendala eksogen (exogeneous constraints). Untuk itulah dipandang

perlu mengisi kandungan normatif pada institusi ini (normative content of

institution) untuk dapat memampukan birokrasi menggarap faktor-faktor eksternal

yang tidak sepenuhnya relevan bagi pengetrapan analisa “Pareto Optimum” yang

mengurangi resiko kerugian faktor-faktor non ekonomis melalui inovasi praktik

keputusan sebagai pilihan inti hipotesa aksi yang menyatakan bahwa jika

perubahan konsep institusi pemerintahan/ birokrasi dilakukan (the changes in

institution arrangement governing), maka tujuan pemerintahan yang asasi dapat

dicapai dan dalam suasana kekinian (contemporary relevance).

318

Ibid, hal. 3

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 321: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

302

Universitas Indonesia

Sedarmayanti319

menyatakan bahwa ditemukan fakta tentang adanya

kecendrungan organisasi perangkat daerah yang terlalu besar dan kurang

didasarkan pada kebutuhan nyata di daerah yang membawa implikasi pada

pembengkakan organisasi perangkat daerah secara signifikan.” Hal ini jelas

membawa pengaruh kepada inefisiensi alokasi anggaran yang tersedia di masing –

masing daerah. Misalnya, Dana Alokasi Umum (DAU) yang semestinya untuk

kepentingan belanja pegawai, pembangunan, dan pemeliharaan sarana dan

prasarana pelayanan publik, sebagian besar digunakan membiayai birokrasi

pemerintahan daerah.

Selain menimbulkan efisiensi penggunaan sumberdaya, pembengkakan

organisasi menimbulkan semakin melebar rentang kendali dan kurang terintegrasi

pengelolaan/pengendalian karena fungsi yang seharusnya ditangani dalam suatu

kesatuan unit harus dibagi ke beberapa unit organisasi yang mengarah kepada

membengkaknya birokrasi. Berkaitan dengan efektivitas organisasi perangkat

daerah berdasar Peraturan Daerah sesuai prinsip desentralisasi dapat diuraikan

informasi dari beberapa key informant. Dari anggota DPRD disampaikan

pendapat sebagai berikut:

“Kalau secara keseluruhan, perspektif kita tapi secara umum yang kami liat

e… fungsi dan tugas dari perangkat daerah, sesuai dengan keputusan

Walikota, itu secara umum sudah dijalankan. Itu yang kami liat, kalau ya

baik-baik, sempurna sih belumlah ya. Jadi yang kami liat seperti itu,

persoalan selalu ada.. kan selalu dinamis ya…Dan factor yang e.. factor-

faktor yang jadi penghambat dalam menjalankan tugas, fungís dan tugas

pokok tersebut. Ini yang sering kami kritik kepada teman-teman legislatif..e

teman-teman eksekutif, itupun koordinasi, koordinasi. Jadi koordinasi baru

SKPD atau mungkin dalam SKPD sendiri Madang-kadang ( tidak jelas )

yang menjadi factor penghambat. Bagaimana proses penentuan dan

pengangkatan kepala SKPD… kalau normatifnya kita ini adanya

BAPERJAKAT “Badan Pertimbangan Pangkat dan Jabatan” ini yang

selalu, yang saya dengar, yang selalu saya liat sendiri.. selama ini rapatpun

seminggu sekali. Seminggu sekali Baperjakat dan mempertimbangkan

kriteria-kriteria, mereka menempatkan kepala SKPD kota Tangerang.

Kalau persoalan itu miring kanan, miring kiri biasalah ya..ya kan kenapa

yang dipilih pak Wibisono, kok bukan saya kan, ha..ha..ha..artinya kalau

secara normatif kenapa kok ya..mungkin e..seorang pemimpin pilih yang

dekat..Pak Harto dulu Pilih yang dekat-dekat dia, itu jamak..kalau nggak

dekat susah di atur kan situ..pusing , kecuali kalau partai politik jangan

dekat-dekat semua..”

319Sedarmayanti, op.cit., hal. 324

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 322: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

303

Universitas Indonesia

Pendapat dari anggota DPRD ini memberikan gambaran bahwa secara

umum fungsi dan tugas SKPD sudah dijalankan sesuai dengan aturan normatif

yaitu keputusan Walikota. Meskipun demikian, dianggap masih belum sempurna.

Faktor yang menjadi penghambat dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi

adalah kurangnya koordinasi internal dan antar SKPD. Masalah lain adalah

terkait dengan pengangkatan kepala SKPD, yang belum sepenuhnya berdasarkan

pada kriteria dan pertimbangan Baperjakat. Kepala SKPD diangkat berdasarkan

pada kedekatan dan keeratan hubungan dengan Walikota. Pertimbangan pokok

untuk penunjukan kepala SKPD menurut anggota DPRD dikatakan sebagai

berikut:

“Ya.. jadi apa lagi. Sekarang semua, semua pegawai pemerintah mungkin

hampir semua, harus membuat ( tidak jelas ) integritas.. jadi integriti itu

Sangat penting di, mungkin bukan hanya di Kota Tangerang saja, dan

kompetisi dan sebagainya… mungkin itu sementara..”

Menurut Saudara Yunus G. Wibisono dari Dinas Kesehatan dikemukakan

sebagai berikut:

“Menurut kami bahwa fungsi dan tugas pokok dari perangkat e.. kesehatan.

Kita sudah jalankan sesuai dengan keputusan Walikota Tangerang.

E…sudah seluruhnya e…sesuai dengan apa yang menjadi TUPOKSI hingga

tiap-tiap bidang, tiap seksi, Cuma mungkin e.. ada 2 hal yang jadi ganjelan,

kalau saya pribadi bukan saya pribadi ya…Dinas kesehatan kan, itu

ganjelannya bahwa struktur itu sudah ada yang di patentan yaitu

Kesekretariatan. Tergantung suatu SKPD sama semua ya…sama semua

yaitu Ka.Subag keuangan, Ka.Subag umum dan kepegawaianmenjadi satu,

perencanaan Ka.Subag perencanaan e..disini kalau dulunya 4 menjadi 3

karena pola minimal. E..kalau 4 nya umum dan kepegawaian mejadi satu.

Mungkin di beberapa SKPD tidak jadi masalah tapi kalau kesehatan. Bagi

Dinas pendidikan mungkin yang punya BOLO nya itu buanyakk..itu akan

menjadi masalah.

Apalagi untuk Kesehatan, ternyata dari ( tidak jelas ) Dinas pendidikan

ngurus pegawai itu lebih repot karena pe..apa..naik pangkat fungsional,

kalau dulu kan Cuma satu jenisnya ya.. guru aja ya kan? Mau guru PMP,

guru apa itu, kan angka kreditnya sama e..begitu kesehatan dengan jenis

yang sama pula ada 8..32 jenis tapi karena fungsional ada 18. Gizi

kreditnya, perhitugannya berbeda. Dokter, perawat, dokter gigi. Eh ya kan,

kalau dokter umum ngurus gigi nggak dapat poin tapi kalau dokter gigi

dapat ya…perawat, perawat gigi, bidan dan seterusnya itu, itu sampai

sekian banyaknya walaupun hanya súper 5 nya kita tetap lebih repot. Jadi

umum dan kepegawaian kalau mungkin ( tidak jelas ) dengan SKPD yang

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 323: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

304

Universitas Indonesia

lain punya banyak pegawai, itu gak mungkin disatukan. Bagian umum juga

banyak yang kena diarepak, karena dia, kenapa? Karena e.. untuk

barangnya aja itu udah repot. Misalnya tadi contoh sekolah, sekolah

pengadaan bangku, meja atau kursi meja. 20 sekolah, umumnya banyak.

Itemnya Cuma 2, kursi sama meja.. Baik kalau kesehatan sekali pengadaan

minoritas itu 27 sampai 47 macam yang kecil-kecil dan itu satu-satu, dan

makanya terlambat. Kita masukin..bagian aset juga pusing.. itu hambatan

banget. Makanya itu harusnya nggak bisa secara umum disamakan kalau

menurut saya. Bukan kesehatan ajalah..ya ada beberapa Dinas lain yang

kayak begini, nggak tau ya karena saya tidak mendalami. Tapi minimal (

tidak jelas ) kayak guru apa…pendidikan itu harus kita…e..inikan.. Nah..itu

yang kayak begitu mungkin harusnya di pertimbangkan juga ya…”

Pendapat dari pejabat Dinas Kesehatan, Yunus G. Wibisono, memberikan

penegasan yang hampir sama dengan pendapat anggota DPRD bahwa secara

umum SKPD telah menjalankan tugas pokok dan fungsi kelembagaan sesuai

dengan Keputusan Walikota. Hambatan yang ada terkait dengan struktur

organisasional yang sepertinya distandarkan akan tetapi tidak melihat kebutuhan

organisasi, di samping masalah SDM yang sangat majemuk kualitas dan

kuantitasnya. Berkaitan dengan faktor yang dominan menjadi penghambat dalam

menjalan fungsi dan tugas pokok, beliau menyatakan:

“Kemudian faktor yang dominan yang menjadi penghambat dalam

menjalankan fungsi dan tugas pokok ya.. Yang pertama: kalau kita di Dinas

kesehatan, yang pertama adalah rekrutmen pegawai ya..penghambat

rekrutmen pegawai karena rekrutmen pegawai bukan dikita ya.. rekrutmen

pegawai masih di Menpan, jadi seperti kita mau mendirikan Rumah Sakit,

perlu tenaga berapa itu, tapi tidak ada pengangkatan pegawai karena tidak

memenuhi syarat apalah, sehingga tidak ada. Itu mau darimana

pegawainya. Dan untuk kesehatan itu kan beda-beda, beda-beda tenaganya

itu. Tadi seperti Gizi, ini-ini, macem-macem jadi memang perlu. Perlu ya

menurut saya sih.. mungkin nggak tau juga ya..kalau kesehatan rekrutmen

pegawai, tapi paling nggak itu memang harus ada pengangkatan yang

rutin, dengan perhitungan kebutuhan-kebutuhan yang pas. E… jadi

penghambat pertama tadi itu, ini apa SDM nya. Kalau duit sih, waduh…

jangan ditanya deh..ya bukannya saya sombong, kalau Kota Tangerang itu

kaya. Orang kita Cuma ngusulin 70 Miliar aja, dikasih 150 Miliar sama

Dewan. Iya betul.. untuk penanganan orang miskin, saya nggak ada ini.

Makanya kalau soal cari barang ini-itu dan bisalah kasarnya.. misalnya

fisik bisa, dalamnya bisa begitu, bisa begitu cepet. Misalnya bikin khusus

perawatan bisa, tapi begitu pegawainya ah...ini ni..karena bukan kita. Kita

punya ketergantungan sama orang lain gitu, dengan instansi lain yang di

pusat...Itu dari hambatan, nah jenisnya tadi seperti apa, misalnya jenis-

jenisnya ya..e..seperti perkembangannya, ini sebelum pemikiran Rumah

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 324: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

305

Universitas Indonesia

Sakit untuk pelayanan orang miskin, ternyata pelayanan orang miskin itu e..

dengan sistem pembayaran dan sebagainya itu, harus punya tenaga

Asuransi Kesehatan sebetulnya. Karena deteksi, satu deteksi kita itu sama

dengan Direktur 36 Asuransi. Betul itu.. kemaren langsung diomongin di

depan Walikota, jadi memang begitu repotnya dan kita puya tenaga ahli

asuransi berapa..Lah kan belum, begitu mau diangkat kan nggak ada. Kita

mengharapkan kadang-kadang dari pemerintah, kalau ada dari pemerintah

kita langsung tangkap tuh. Langsung saya pergi ke BP apa..BKPP, ini kita

butuh tenaga ini.. dilihat bukan.. ya udah nggak apa-apa gitu. Tapi nggak,

kita fear ya memang kebutuhan. Jadi itu faktor yang dominan. Itu yang

utama adalah e..tadi terutama adalah rekrutmen pegawai.”

Dari pendapat dengan ilustrasi panjang lebar ini, dapat dipahami secara

ringkas bahwa kendala pokok yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan sangat

berkaitan dengan rekruitmen pegawai. Dinas tidak dapat menentukan formasi

secara mandiri, karena pengadaan pegawai ditentukan oleh Kementerian PAN dan

RB. Padahal Dinas Kesehatan membutuhkan beragam jabatan fungsional yang

terkait dengan kesehatan, misalnya tenaga Asuransi Kesehatan. Bagi Dinas

Kesehatan, anggaran bukanlah masalah yang pokok, karena hampir setiap ajuan

anggaran senantiasa disetujui bahkan malah seringkali dinaikan. Berkaitan dengan

pimpinan SKPD dikatakan lebih lanjut oleh beliau sebagai berikut:

“Kemudian juga bahwa untuk menjalankan fungsi, kita larinya dari tujuan,

ke segala macam sampai akhirnya dari ini itu terus lari ke program, ke

kegiatan. Hambatan kita salah satunya kegiatan. Kegiatan itu harus

munculnya sesuai dengan PERMENDAGRI .. gitu ya bu Bapeda ya..Nah bu

Bapeda juga nih kadang pusing juga. Kita maunya sih namanya diganti,

tapi nggak ada gitu pak..nah itu loh ya... itu salah satu faktor dan tugas

pokon yang menjadi hambatan. Nah..kalau untuk pengangkatan kepala

SKPD ini saya nggak tau, karena saya bukan yang ngangkat. Tapi secara

normatif memang melalui apa namanya e.. BAPERJAKAT, kalau yang

dibawah kepala SKPD..kalau kita ngusulin nggak..e..saya kan di

sekretariatan itu kita usulin, memang nanti masalah penilaian dia (

Baperjakat ) mungkin orang ini punya plus atau minus itu dah lain ya.. jadi

melalui Baperjakat e..kalau fungsi dan tugas pokok dalam penentuan untuk

menjadi kepala dari masing-masing SKPD. Kesehatan khususnya, memang

ada beberapa syarat ya ..contohnya untuk Direktur, untuk direktur itu

dalam e..surat Dirjen. Dari dirjen itu jelas ada e..pedoman itu. Direktur itu

harus sarjana KeRumah Sakitan , jadi dokter umpamanya, nah kemudian

untuk Dinas kepala Dinas, juga kesehatan, tidak termasuk sih. Tapi akan

terkait dengan aturan lain misalnya dalam hal perijinan yang di sahkan

oleh...kalau saya dokter jadi disahkan oleh dokter. Jadi seharusnya yang

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 325: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

306

Universitas Indonesia

jadi kepala dinas itu dari dokter itu. Tapi yang menguasai akutansi.. iya

sebagai pengguna anggaran kalau nggak pakai akutansi , harus siap-siap

diborgol. Harus menguasai akutansi, manajemen, dan good relation yang

baik gitu. Jadi pertimbangan pokoknya menurut saya harus orang

kesehatan, jangan sampai kayak kemaren dari tempat lain, beda lagi.

Ahirnya ya tunggu saja kehancuran kalau begitu..tapi bukan, bukan saya

ya. Kesehatan ya mungkin itu tadi ya.. terimakasih..”.

Menurut Hastuti Handayani dari Bappeda dikatakan bahwa masalah yang

dihadapi oleh kebanyakan SKPD adalah koordinasi, integrasi dan implementasi.

Oleh karena perlunya setiap SKPD melakukan koordinasi secara intens,

sebagaimana disampaikan sebagai betikut:

“Ketika suatu organisasi itu dibentuk, itu juga memperhatikan Kiss:

Koordinsasi, integrasi, implementasi kiss dan itu sangat koordinasi. Itu

sangat gampang di ucapkan tapi pada pelaksana itu sangat sulit diterapkan.

Bapeda itu bagian koordinator, e..urusan wajib maupun urusan pilihan

yang ada di pemerintahan kota tangerang dalam hal perencanaan

pembangunan, kami itu sering sekali e.. untuk koordinasi sampai sehari

mungkin dr. Wibi itu beberapa kali di hubungi oleh koordinatornya. Dalam

hal ini kita e.. data ini mana untuk perncanaan ini mana. Data

pendukungnya ya tiap mengajukan perencanaan penganggaran..jadi

memang Bapeda itu sampai laporannya sudah sering kali rapat koordinasi.

Artinya kami sebagai koordinator untuk urusan yang ada di pemerintah

kota. Setiap bidang membawahi beberapa SKPD yang ada dan itu

melakukan koordinasi secara intens dalam e..baik dalam perencanaan

maupun penyusunan perencanaan penganggaran sampai ketika

pembahasan KUA ( tidak jelas ) selalu didampingi oleh temen-temen

Bapeda atau kami menyebutnya jadi mereka mendampingi SKPD ketika

berhadapan dengan DPRD, seperti itu.. dan memang koordinasi itu sulit

untuk e... gampang diucapkan tapi sulit di terapkan.Kalau selanjutnya tadi

faktor penghambat dalam menjalankan fungsi, tadi mungkin sekalian dalam

hal koordinasinya karena memang kenyataannya seperti itu. Namun itu

tidak menjadi kendala lagi. Kota Tangerang sepertinya dengan adanya

berbagai ( tidak jelas ) sepertinya dengan kendala-kendala itu menjadi

sebuah tantangan bagi aparat.”

Sebagaimana pendapat dari beberapa key informant sebelumnya, pejabat

Bappeda ini juga menganggap bahwa pengangkatan kepala SKPD itu adalah hak

preogratif dari walikota, seperti yang dikatakan berikut:

“Kemudian penentuan pengangkatan kepala SKPD yang pasti kalau

menerapkan sebenarnya menjadi hak preroregatif pejabat pemerintah dan

kepegawaian dan Baperjakat ya pak, dalam hal ini kan pejabat pemerintah

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 326: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

307

Universitas Indonesia

dan kepegawaian itu adalah Walikota. Mungkin kedepan ada visi dari

undang-undang ASN, kita juga belum tau kapan akan bisa, bahwa

pembenahan kepegawaian adalah secara struktural tertinggi di daerah

tersebut. Nah.. dalam menempatkan orang kami, kami masih meyakinilah

bahwa tetap memperhatikan kalau dulu The right man on the right place,

tapi sekarang agak bergeser menjadi The best man on the right place. Nah

kami berharap bisa mengangkat orang, tetap memperhatikan kompetensi

dan kemampuannya. Baik dari sisi kemanajerial dan kemampuan –

kemampuan teknis dari tuntutan sehingga dia mampu membawa apa

memimpin SKPD yang menjadi tanggungjawabnya mungkin cukup aja

terimakasih...”

Meskipun dikatakan bahwa pengangkatan kepala SKPD merupakan hak

preogratif Walikota, akan tetapi pejabat Bappeda ini menganggap pentingnya

prinsip the best man on the right place. Ada pendapat yang menarik di mana

diusulkan bahwa pejabat yang menjadi pembina kepegawaian bukan Walikota,

akan tetapi pejabat struktur tertinggi atau Sekretaris kota. Lebih jauh dikatakan

mengenai pentingnya pertimbangan kompetensi dan kemampuan baik dari sisi

manajerial dan kemampuan teknis. Kemudian dari perspektif hukum terkait

dengan pelaksanaan tugas dan fungsi SKPD dikatakan oleh pejabat Biro Hukum,

Budi Arief, sebagai berikut:

“Perspektif dari bagian hukum kami melihat memang apa yang sudah

dilakukan oleh pemerintah kota daerah Tangerang dalam langkah

melaksanakan tugas pokok,fungsi pelayanan publik yang sebaik-baiknya

atau pelayanan tim atau masyarakat, kepala daerah dalam membuat suatu

sistem,sistem koordinasi seperti dikatakan bahwa koordinasi itu mudah

diucapkan,sulit dilaksanakan.Tapi sistem itu sudah ada jadi seperti

bagaiman kepala daerah setiap hari senin itu melakukan evaluasi terhadap

kinerja masing – masing SKPD.Setiap satu minggu sekali mengumpulkan

project – project, melakukan evaluasi pelaksanaan tugas selama satu

minggu.Kemudian ada kegiatan evaluasi bulanan ya,evaluasi pembangunan

jadi dilaksanakan oleh seluruh SKPD,perwakilan SKPD melakukan

evaluasi sampai sejauh mana program,pelaksanaan program pembangunan

selama satu bulan,ini sistem ini sudah.ya...kembali lagi seoerti disampaikan

oleh pak Gatot tadi memang tidak bisa dikatakan 100%,tetapi upaya –

upaya untuk mencapai 100% itu terus dilakukan,nah bagian hukum

memiliki satu perannya adalah bagaimana pelaksanaan tugas oleh masing

– masing SKPD ini haruslah diberikan payung,diberikan satu

pedoman,sehingga dalam pelaksanaan tugas yang pertama berdasarkan

undang – undang yang berlaku.Yang kedua adalah fungsinya untuk

pelindung,melindungi daripada aparatur daerah,melindungi daripada

masyarakat dari kemugkinan terjadinya penyimpangan didalam

pelaksanaan kerja tugas pokok sehari – hari, karena itu untuk mengurangi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 327: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

308

Universitas Indonesia

terjadinya hambatan yang menjadi beban tugas. Salah satu kegiatan bagian

hukum adalah melakukan evaluasi & kajian terhadap produk hukum di

masing – masing SKPD.”

Menurut pejabat Biro Hukum ini, untuk melaksanakan tugas pokok dan

fungsi SKPD, Walikota membuat suatu sistem koordinasi. Koordinasi ini

dilaksanakan dengan mengadakan rapat pada setiap hari Senin untuk melakukan

evaluasi. Dikatakan kemudian, pentingnya disusun suatu pedoman evaluasi yang

komprehensif untuk menghindari kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi SKPD. Lebih jauh dikatakan oleh Budi Arief

sebagai pejabat Biro Hukum sebagai berikut:

“Jadi pak,kami melakukan evaluasi terkait produk – produk hukum di

masing – masing SKPD.memang kenyataannya kami menemukan beberapa

persoalan yang dihadapi oleh masing – masing SKPD, terkait dengan

pelaksanaan tugas yang mejadi dasarnya yaitu satunya belum lengkapnya

PERDA,belum adanya PERDA,peraturan walikota atau peraturan

pelaksanaan teknisnya belum dibuat sehingga menyulitkan juga didalam

pelaksanaan tugas.Nah dari evaluasi kemudian kita lakukan kajian kita

kemudian membuat suatu rekomendasi agar SKPD ini ,kemuadian segera

melakukan upaya – upaya untuk melengkapi produk hukum daerahnya

sehingga memudahkan pelaksanaan tugas di masing – masing

SKPD.termasuk bagaimana dukungan daripada pimpinan daerah untuk

mendorong bagaimana kerja SKPD untuk melengkapi kelengkapan produk

hukum daerah.Nah kami mohon membuat suatu surat edaran untuk

melengkapi perangkat hukum daerahnya,agar dalam pelaksanaan tugas

dapat berjalan dengan sebaik – baiknya.Terkait nomor e.....3&4 ini rasanya

sudah kebijakan pimpinan dalam hal ini „Baperjakat‟ kemudian analisis

jabatan ya ada yah,analisis jabatan.A.......kemudian ABK ya jadi memang

mekanismenya ada.Cuma seperti yang disamapaikan oleh pak Bambang

tadi ada kewenangan atau perintah dari kepala daerah untuk menentukan

para pendamping atau para pembantunya,mungkin itu....”

Dari beberapa pendapat key informant dalam FGD dapat diambil beberapa

kesimpulan bahwa tugas pokok dan fungsi SKPD sudah dapat dijalankan sesuai

keputusan Walikota, meskipun belum dirasakan optimal dan tingkat efektivitas

yang belum tinggi. Hambatan yang muncul terkait dengan kemampuan

melaksanakan koordinasi secara internal dan eksternal dengan SKPD lainnya.

Pengangkatan Kepala SKPD umumnya dianggap merupakan hak preogratif

Walikota. Ada memang pengangkatan Kepala SKPD yang lebih bersifat politis.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 328: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

309

Universitas Indonesia

Mereka yang dekat dengan Walikota, umumnya diangkat sebagai bagian dari rasa

terima kasih dalam mendukung Walikota dalam pemilihan kepala daerah.

6.3.4. Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro-1

Kecenderungan pengembangan struktur organisasi dan tata kerja

organisasi perangkat daerah secara konseptual selaras dengan pendekatan miskin

struktur kaya fungsi yang berarti bahwa suatu organisasi yang kecil namun

memiliki fungsi yang besar. Menurut Ancok dalam Jurnal Pamong Praja

(2008:78) “keunggulan kompetitif organisasi antara lain ditentukan oleh struktur

ramping “lean dan mean” atau dengan kata lain sering disebut miskin struktur

kaya fungsi.” Artinya organisasi yang besar dapat menciptakan ketidakefisienan

dalam berbagai hal. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa restrukturisasi

organisasi yang dilakukan merupakan salah satu bentuk harapan dan keinginan

pengefektifan fungsi pemerintah dalam rangka melaksanakan tugas pokok dan

fungsi organisasi pemerintahan itu sendiri. Melalui restrukturisasi diharapkan

fungsi pemerintahan akan semakin efektif dan efisien.

Sedarmayanti (2010:323) menjelaskan bahwa “penataan kelembagaan

penyelenggaraan pemerintah daerah hendaknya dilakukan dengan sungguh-

sungguh sehingga penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat berjalan lebih

efektif dan efisien. Perubahan dan penataan kelembagaan terkenal dengan istilah

reinvention yaitu transformasi dasar sistem pemerintahan dan organisasi

pemerintahan untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi dan kemampuan

beradaptasi dan berinovasi, sehingga tidak hanya memperbaiki efektivitas yang

ada, namun juga menciptakan kelembagaan yang mampu memperbaiki efektivitas

bila lingkungannya berubah.“

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa dalam penataan kelembagaan

khususnya organisasi perangkat daerah, struktur organisasi mempunyai peranan

yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Beberapa

pendapat dari hasil wawancara dengan para key informant memperlihatkan

kondisi yang diinginkan. Terkait dengan kemampuan adaptasi dari SKPD

diutarakan oleh Televisianingsih Dwi Kencana dari Dinas Kesehatan sebagai

berikut:

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 329: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

310

Universitas Indonesia

“Buat beradaptasi ya tentunya kita sebagai suatu perangkat SKPD ya

tentunya harus mengikuti perkembangan jaman yah, ada program-

program baru yang belum tercakup ya kita kabarkan, kita usulkan

sehingga masuk kedalam ya tadi itu kode rekening sehingga bisa kita

anggarkan, karena kalau sudah kita anggarkan programnya belum masuk

kita ngga bisa menganggarkan, jadi kita usulkan adanya program baru di

usulkan masuk kemana ini. Ya kita perlu pembahasannya tidak hanya di

Dinas Kesehatan, pembahasannya dari Bapeda, Nah terus setelah ketemu

judul program kerjanya, daftar, baru kita bikin anggaran. “

Pandangan lain dikemukakan oleh Drs. H. Nurdin dari Dinas Pendidikan

yang mengaitkan dengan perkembangan teknologi, seperti dikatakan berikut:

“Kita Dinas Pendidikan dengan kondisi seperti itu jaman ini kita juga

harus bisa betul-betul mengikuti jaman. Jadi kita juga kadang-kadang kita

memang saat emergensi bagaimana kita dapat tetapi katanya surat kita

yang penting belakangan, ya naik dulu, ada rapat melalui sms, sekarang

ini jaman IT, kita pergunakan.”

Pendapat yang sedikit berbeda disampaikan oleh Afanudin dari Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah yang lebih melihat pada kemampuan adaptasi SKPD

dari faktor pimpinan, sebagaimana dikatakan berikut:

“Saya pikir kalau untuk adaptasi mereka juga sangat luwes ya. Ada dinas

yang memang tidak luwes juga ada dan itu, ya memang backgroundnya

tidak sesuai dengan penempatan sehingga hanya kabidnya yang jalan.

Dan biasanya kalau yang dipaksakan itu tidak lama karena teman-

temannya juga sangat kritis, kala bisa penyesuaian, kita sama-sama saya

pikir ga masalah, tidak bertahan lama, teman-teman pun lebh kritis dalam

menyikapi program-program SKPD.”

Pendapat yang lain dikemukakan oleh Kepala Sekretariat DPRD Kota

Tangerang, dikaitkan dengan pola kepemimpinan dari kepala SKPD, sebagai-

mana disampaikan berikut:

“Pimpinan itukan kita harus demokratis, artinya tidak ada lagi kita

sebagai pimpinan, sebagai kepala yang egosentris, merasa ingin

dihormati, ingin di.. (berfikir) ingin di lebih-lebihkan.”

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 330: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

311

Universitas Indonesia

Dari beberapa pendapat key informant berkaitan dengan arah

pengembangan organisasi perangkat daerah pada level mikro-1, umumnya mereka

berkeinginan SKPD harus mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan dan

perubahan zaman. Perkembangan teknologi informasi sangat diharapkan dapat

diterapkan oleh SKPD. Kecepatan teknologi informasi dalam menunjang proses

kinerja merupakan salah satu yang diharapkan oleh para SKPD. Di samping

kehadiran pimpinan yang demokratis merupakan harapan yang sangat diinginkan.

Perbandingan antara model konseptual dan real world (dunia nyata) pada level

mikro-1 dapat dilihat dalam tabel 6.8 berikut:

Tabel 6.8 Optimalisasi Efektivitas Peranan dan Tupoksi OPD

(problem solving 1)

No Aktifitas Model

Konseptual

Real World

Keterangan Deskripsi

Aktifitas

Keluaran (Output)

Aktifitas Idea atau

Nilai 01. Mengubah tugas

pokok dan fungsi

SKPD agar

optimalisasi

kinerja melalui

perubahan

Peraturan

Walikota

*Memetakan

tugas pokok dan

fungsi yang

berlaku sesuai

dengan

pengaturan

desentralisasi

*Merumuskan

rancangan tupoksi

berdasarkan

pengaturan

desentralisasi

*Membahas ran –

cangan Tupoksi

OPD sesuai

dengan Perda

*Membahas ran–

Menelaah:

*Peraturan

Walikota

Tangerang

Nomor 23 Tahun

2008 Tentang

Organusasi dan

Tata Kerja Dinas

Pendidikan

*Peraturan

Walikota

Tangerang

Nomor 24 Tahun

2008 Tentang

Organusasi dan

Tata Kerja Dinas

-Dalam Perwal ini

diatur susunan dan

jumlah unit kerja dan

UPTD di Dinas

Pendidikan (Psl 2 ayat

1)

-Kepala Dinas mem –

Punyai tugas pokok

memimpin, mengatur,

mengendalikan, dan

mengoordinasikan

seluruh kegiatan

penyelenggaraan tugas

dan fungsi Dinas

dalam

penyelenggaraan

urusan daerah yg

berkenaan dengan

pendidikan (Psl 3

ayat1)

-Dalam Perwal ini

diatur susunan dan

jumlah unit kerja dan

UPTD di Dinas

Kesehatan (Psl 2 ayat

1)

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 331: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

312

Universitas Indonesia

cangan Perda ttg

OPD

*menerapkan

Perda dalam

mengembangkan

OPD

Kesehatan

*Peraturan

Walikota

Tangerang

Nomor 45 Tahun

2008 Tentang

Organusasi dan

Tata Kerja

Kantor Arsip

Daerah

-Kepala Dinas mem –

punyai tugas pokok

memimpin, mengatur,

mengendalikan, dan

mengoordinasikan

seluruh kegiatan

penyelenggaraan tugas

dan fungsi Dinas

dalam

penyelenggaraan

urusan daerah yg

berkenaan dengan

kesehatan (Psl 3

ayat1)

--Dalam Perwal ini

diatur susunan dan

jumlah unit kerja

Kantor Arsip Daerah

(Psl 2 ayat 1)

-Kepala Dinas mem –

punyai tugas pokok

memimpin, mengatur,

mengendalikan, dan

mengoordinasikan

penyelenggaraan tugas

dan fungsi Kantor

sesuai dengan visi dan

misi Walikota di

bidang arsip daerah

sebagaimana

terjabarkan dalam

rencana pembangunan

jangka menengah

daerah

Usulan Konsep

Peneliti

-Perlunya Perwal yang

bermuatan pengaturan

tentang:

*Visi dan Misi OPD

*Penyusunan standar

indicktor kinerja

utama yg sesuai

dengan Tupoksi OPD

Visi & misi

menjadi arah

program &

kegiatan OPD

IKU menjadi

kriteria antara

rencana dan

realisasi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 332: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

313

Universitas Indonesia

*Pedoman

pemantauan,

penilaian, dan evaluasi

kinerja OPD

Pedoman ini

dojadikan

sebagai aturan

untuk menjaga

kinerja agar

tetap sesuai

dengan visi

dan misi OPD

5.3.5. Perbandingan dan Perubahan yang Diinginkan Level Mikro-2

Secara konseptual peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat

daerah dapat dilakukan apabila komponen-komponen struktur organisasi yang

mendukung disusun dengan baik antara pembagian kerja atau spesialisasi disusun

sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas wewenang tugas dan

tanggung jawabnya, tidak tumpang tindih, sebaran dan tingkatan dalam organisasi

memungkinkan dilakukannya pengawasan yang efektif. Dengan demikian akan

memberikan pengaruh positif terhadap pencapaian kualitas pelayanan. Akan tetapi

apabila struktur organisasi tidak disusun dengan baik maka akan dapat

menghambat kualitas pelayanan publik yang baik. Sementara itu ketidakjelasan

visi dan misi akan memberi peluang intervensi kepentingan lain di luar organisasi,

serta mengancam netralitas dan menghambat tercapainya birokrasi egalitarian

yang memihak kepentingan rakyat.

Gerloff dalam Andin320

menyarankan konsep penyusunan struktur yang

konsisten (structural consistency) sebagai prinsip atau pemandu desain organisasi

agar tidak terjadi gejala disfungsional, mengingat bahwa jati diri/esensi birokrasi

mempunyai tujuan yag berwawasan publik. Hal ini berarti dalam proses

restrukturisasi SKPD yang dilakukan oleh pemerintah daerah, penyusunan

struktur yang konsisten sangat dibutuhkan agar semua organisasi yang terbentuk

dapat berfungsi dengan baik dan sempurna. Menurut Weber321

, organisasi

birokrasi yang baik dapat digunakan sebagai pendekatan efektif untuk mengontrol

pekerjaan manusia, sehingga sampai pada sasarannya. Organisasi yang baik

mempunyai struktur yang jelas, tentang kekuasaan dan orang yang mempunyai

320

Ibid, hal. 8 321

Ibid, hal. 9

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 333: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

314

Universitas Indonesia

kekuasaan mempunyai pengaruh, sehingga dapat memberikan perintah untuk

mendistribusikan tugas kepada orang lain.

Pandangan tentang peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat

daerah disampaikan oleh beberapa key informant. Pertama disampaikan Gatot

Purwanto sebagai Ketua Komisi I DPRD Kota Tangerang, meskipun pada

awalnya yang bersangkutan seperti tidak paham. Dikatakan oleh beliau:

“Kalau saya sebagai anggota dewan tidak tahu persis di dalamnya,

penetapan itu berdasarkan ada sifatnya sudah normative, sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Misalnya menjadi hak preogratif

RAPERDA (nyambung atau enggak, gak tahu lah)…. Sesuai dengan

jawaban yang sudah saya berikan, kalau ditanyakan tentang RAPERDA

dilahirkan dari SKPD yang berhubungan dengan RAPERDA, misalnya eee,

PERDA tentang Rumah Sakit, nah itu, waktu itu, pak dokter ya? Seperti itu,

nanti di bawa ke BALEGDA (Badan Legislatif Daerah), itu disampaikan ke

anggota dewan, di sana ada pak Budi (pakar Hukum), ada ibu eeee, “the

best man on the best place”, ….. hahahahahaha…. (peserta FGD tertawa),

dari BAPPEDA, dan lain sebagainya, kalau RAPERDA Seperti itu. Tetapi

kalau mengenai pembentukan struktur organisasi, kita ketemu dengan

anggota SKPD, waktu yang kami lakukan melalui pertemuan formal

maupun informal, selama kepemimpinan Pak Wahidin Halim, akibat

modelnya gak perlu saya ceritakanlah, atau boleh saya ceritakan?

“Bollleeehh paaak” (peserta FGD serempak menjawab). Jadi cara pak

Wahidin itu menilai, bagaimana ini?, bagaimana ini?, bagaimana ini?...

(sambil memperagakan bertanya dengan kawan-kawan di sekitarnya),

seperti itu untuk menilai.”

Pendapat dari Ketua Komisi 1 DPRD ini menyiratkan bahwa dalam

penyusunan rancangan peraturan daerah, DPRD membahas secara bersama-sama

dengan SKPD terkait. Hasil pembahasan formal selanjutnya dibawa ke Badan

Legislatif Daerah. Untuk pembentukan SKPD ini kemudian dibahas dan

dibicarakan lagi dengan Walikota beserta anggota DPRD seperti yang dikatakan

sebagai berikut:

“Misalnya dia membentuk struktur seperti ini, (sembari memperagakan

dengan tangan sebuah struktur organisasi), bagaimana pendapat Anda?

Bagaimana pendapat Anda? Karena saya juga pernah ikut terlibat, saya

ditanyakan seperti ini, perndapat saya bagaimana…, pendapat saya

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 334: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

315

Universitas Indonesia

bagaimana, memang ada taktik yang berbeda dilakukan untuk memintakan

pendapat heeemmm, seperti itu. Emmmm… kalau ada yang tidak

menyampaiakn pendapat, ditanya, “apa dan kenapa kok gak ngomong”,

kalau diem saja, apa pendapatnya?.Seperti tadi yang telah disampaikan

oleh pak Budi, eee…, dalam pertemuan sebulan sekali, tiga bulan sekali,

kalau proses pemantauan, … kota Tangerang, eee ada yang namayan

evaluasi, evaluasi perschedule dari masing-masing komisi bertemu dengan

mitra kerja, SKPD, Dinas-dinas terkait, di samping tidak menutup

kemungkinan, yang saya menyebutnya, Spot-spot waktu tertentu, kadang-

kadang kita mendapat masukkan dari LSM, Media, SKPD lain, kami

melakukan pemantauan langsung, kadang-kadang kita ke Dinas yang

bersangkutan, tetapi kalau ke kantornya langsung jarang, kalau saya

hampir enggak pernah kan? Kadang-kadang kalau kita terjun langsung ke

lapangan, ditanyain “wahh mau ngapain nih?” misalkan ke pak Dokter,

“pak Gatot mau nagih apa mau ngapain nih?”

Pendapat yang lebih merupakan penguatan apa yang telah disampaikan key

informant sebelumnya diberikan oleh dr. Ahmad Yunus G Wibisono dari Dinas

Kesehatan sebagai berikut:

“Dari awal sudah jelas mana bagiannya Dinas Kesehatan berkerja,

menyusun ininya eee, struktur, fungsi, tugas dan lain sebagainya itu kita

susun dulu, kemudian kita sampaikan ke dalam eee, galeri politik, eeeee..

ORTALA kemudian dibicarakan dengan seluruh SKPD. Sehingga muncul

RAPERDA seperti tadi yang diucapkan oleh bapak H Gatot, mulai dari apa

tadi, eee.. PROLEGDA dan seterusnya, sampai hearing-hearing sampai

muncul keputusan Raperda menjadi Perda.Kemudian ee proses pemantauan

pimpinan daerah tadi udah, sama ya, proses pemantauan pimpinan itu ada

rapat evaluasi, langsung, surat kaleng, surat elektronik (e-mail : Red) eee,

website dan lain sebagainya itu suatu bukti fungsi pemnatauan, fungsi

monitoring dan evaluasi dari pimpinan Daerah dan anggota DPRD persis

seperti yang diutarakan oleh bapak H Gatot, memang seperti itu eee.. kita

ada Triwulanannya, masing-masing komisi yang membawahi, kemudian

eee, juga ada hearing-hearing, itu juga puinya ekses juga, kebetulan juga

ada PERDA, sekalian juga sambil meningkatkan, ada ekstra waktu, jika

PERDA nya beres, kita bicarakan juga tentang SKPD, sambil menyelam

minum air- lah.”

Pendapat dari pejabat Dinas Kesehatan, dr. Yunus G Wibisono, memberikan

penambahan mengenai proses perumusan Raperda. Dikatakan olehnya bahwa

Raperda harus masuk ke dalam program legislasi daerah (Prolegda), untuk

kemudian dibahas secara periodik dalam rapat dengan pendapat. Pimpinan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 335: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

316

Universitas Indonesia

Daerah, dalam hal ini Walikota, dalam proses pembahasannya juga melakukan

pemantauan dan evaluasi. Ada yang menarik dari apa yang disampaikan oleh

pejabat Dinas Kesehatan ini, di mana dikatakan bahwa kalau terkait dengan

substansi fungsi SKPD, pimpinan meminta pendapat dan masukan dari staf atau

bawahan termasuk pula dari tim khusus atau staf ahli, sebagaimana disampaikan

beliau berikut:

“Kemudian… bagaimana prosedur secara… dst (pertanyaan kuesioner)..

jadi gini, kalau di SKPD, kalau kita mau mengambil keputusan itu tentang

apa dulu? Kalau sifatnya sangat teknis, harus jujur diakui bahwa, yang

paling tahu adalah level di bawah, jadi pasti akan dimintakan pendapat

untuk yang sifatnya teknis, kaya saya, ketika dimintakan bicara tentang gizi

buruk, mungkin lebih tahu di seksi gizi masyarakat dari pada saya. Saya

lebih umum, jadi pada saat mengambil keputusan, baik kita rapatkan, eee

dan terutama kita akan mendengarkan, dari eee… tim apa, yang ahlinyalah

kasarnya, walaupun dia hanya staff, atau pejabat esselon 4,

pertimbangannya kalau kepala Dinas kami kan, itu biasanya akan minta

pendapat lagi dari sekretaris dan , bidang-bidang, terutama menyangkut

bidang yang membawahi,”nah ini apa ini? Mau diambil keputusannya”.

Pendapat yang disampaikan oleh Budi Arief, pejabat dari Biro Hukum sebagai

berikut:

“Mungkin sebetulnya berbicara tentang ini, tadi sudah disampaikan oleh

Pak Gatot maupun dr. Wibi, sebelum Undang-undang nomor 10 tahun

2004, tentang pembentukan peraturan perundang-undangan kemudian

diubah nomor 12 tahun 2011. Memang setiap program itu disusun oleh

bagian hukum, tapi kemudian e...dengan adanya ketentuan yang baru ini,

penyusunan draft awal pembuatan sebuah produk hukum daerah diusulkan

oleh masing-masing SKPD pemerakarsa disebutnya. Karena mereka inilah

yang lebih tahu secara teknis tentang apa kebutuhan dari masing-masing

SKPD nya. Nah, itu yang pertama kemudian baru draft penyusunan ini

kemudian diusulkan ya kepada staff di daerah melalui bagian hukum, untuk

dilakukan pembahasan dan apabila disetujui oleh pimpinan atau kepala

daerah, maka ditentukan dalam Raperda atau program, nah ini

mekanismenya seperti itu, sampai dengan dilakukan pembahasan dengan

dewan, kemudian ditetapkan secara bersama-sama antara legislatif dengan

kepala daerah.”

Dari pendapat Pejabat Biro Hukum ini dapat dipahami bahwa sebagai

sebuah produk hukum, Peraturan Daerah terkait dengan pembentukan organisasi

perangkat daerah secara normatif berawal dari inisiatif SKPD sebagai pemrakarsa.

Hal ini disebabkan secara teknis SKPD lebih memahami apa yang menjadi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 336: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

317

Universitas Indonesia

kebutuhan dari masing-masing SKPD. Draft yang disusun disampaikan ke Bagian

Hukum untuk dibahas dan ditelaah bersama SKPD pengusul. Setelah itu

disampaikan ke DPRD untuk masuk ke dalam Program Legislasi Daerah.

Penetapan dilakukan secara bersama-sama antara DPRD dan Walikota. Berkenaan

dengan pelaksanaan lanjut dari proses perumusan Peraturan Daerah dimaksud,

dikatakan oleh beliau sebagai berikut:

“Dan pertanyaan kedua, bagaimana Kepala Daerah menentukan proses

yang dijalankan. Jadi e . . . Kepala Daerah, dalam hal ini melakukan proses

pemantauan. Namun yang terpenting Pak Gatot dari Komisi 1 dan

perangkat yang lain melakukan hearing secara berkala dan pemantauan

dilapangan terkait masing-masing SKPD dalam rangka pelayanan publik.

Kemudian bagaimana pengambilan keputusan menggunakan prosedur?

Sebetulnya apa yang disampaikan Dokter Wibi itu adalah demikian, artinya

pengambilan kebijakan e . . . memang Pimpinan akan bertanya kepada

orang yang ahli di bidangnnya, artinya . . . apa . . . artinya bidang yang

semata-mata, perangkat yang sifatnya tekhnik sifatnya yang membutuhkan

pimpinan tidak begitu saja mengambil kebijakan, tetapi paling tidak kepada

wahana yang khususnya e . . . bagian hukum yang merupakan bagian dari

SKPD daerah dimana tetap dengan kebijakan-kebijakan kepala daerah,

Walikota, apabila Walikota membutuhkan pendapat hukum maka beliau

akan memposisikan telaah bagian atau akan dibahas. Nah ini adalah tugas

daripada . . . khususnya hukum, Pemerintah yang membawa, kemudian

turun di bagian ini, kita lakukan kajian, kemudian kita buat pembahasan,

kemudian kita lakukan koordinasi, kita buat pengkajian, pengkajian

terhadap Walikota terkait dengan apa yang beliau tanyakan, setelah itu

kebijakan ada.”

Pendapat yang lebih panjang disampaikan oleh Hastuti Handayani dari

Bappeda terkait dengan bagaimana suatu program SKPD disusun yang

inisiatifnya berasal dari SKPD, sebagaimana disampaikan berikut:

“Cuma saya akan berbicara implementasi tentang struktur organisasi dasar

hukum kalau kami BAPEDA menjalankan program dari BAPEDA karena

tadi temen-temen sudah menjalankan program dari Raperda menjadi

Perda. Itu pasti tetep ada multi konflik ya…ya pak Budi ya. Nah, kami

bicara implementasi itu, kalau di program BAPEDA, Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah, hal kami menulis dokumen-dokumen perencanaan

itu kami sangat-sangat melibatkan peran serta masyarakat. Contoh dalam

perencanaan Musrembang? ( Musyawarah Rencana Pembangunan ) nah

kami selalu meminta diawali dari rembug warga, nah rembug warga

sampai tingkat Musrembang Kelurahan, kemudian Musrembang kelurahan

nanti sampai ke tingkat yang lebih tinggi, Musrembang tingkat Kecamatan e

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 337: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

318

Universitas Indonesia

. . . sampai ke Musrenbang bapak yang ada.Nah itu masyarakat sangat kita

libatkan dan dalam hal ini juga anggota DPRD.....”

Proses evaluasi terhadap progres program dan kegiatan yang telah disusun

dilakukan secara periodik, di mana Walikota memberikan pengarahan kepada

seluruh Kepala SKPD. Pengarahan Walikota kemudian ditindaklanjuti oleh

seluruh Kepala SKPD kepada seluruh staf dan anak buah. Penjelasan hal tersebut

disampaikan oleh beliau sebagai berikut:

“Tapi biasanya setelah kepala SKPD Kopi Morning dengan Pak Walikota

itu pasti ditindaklanjuti, Kepala SKPD akan mengumpulkan kembali e . . .

baik Kepala Bidangnya, sekretaris, Ka.Subdik, ataupun Ka.Subag itu

dikumpulkan kembali untuk menyampaikan arahan-arahan tekhnik dari

Walikota dan akan ditindak lanjuti terhadap e . . . pelaksana tugas. Selain

itu juga ada evaluasi kegiatan, evaluasi kegiatan ini biasanya setiap bulan

dilaksanakan e . . . ditingkat Kota dan ini sangat komprehensif pak. Disitu

biasanya ada eksekutif bidang (sambil tertawa) forum ini sangat-sangat . . .

karena ini dipimpin langsung oleh Pak walikota . . . disini oleh kepala

SKPD menjelaskan Progres, program, atau kegiatan untuk yang sudah

dilaksanakan sejauh mana e . . . apa kendalanya, permasalahannya dan

diusahakan disitu juga sudah dapat solusinya jadi ketika kembali ke SKPD

tidak ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan.”

Pembahasan evaluasi program juga dilaksanakan secara internal oleh

masing-masing SKPD yang membahas mengenai capaian kinerja kegiatan dan

kinerja individu. Menurut Pejabat Bappeda ini, sangat penting membangun

kerjasama para pegawai dengan latar belakang dan karakteristik yang berbeda-

beda, sebagaimana disampaikan berikut:

“Nah biasanya kami, SKPD-SKPD sebelum adanya evaluasi ditingkat Kota,

nah kami secara internal di SKPD itu juga mengadakan rapat evaluasi

persiapan, pra-pra evaluasi ditingkat Kota, seperti itu . . . Jadi e . . . proses

capaian kinerja kegiatan, kinerja individu itu sudah dapat terekam dan itu

menjadi bahan e . . . ketika pimpinan e . . . mengikuti rapat evaluasi

ditingkat Kota, itu untuk pertanyaan nomer dua, dan untuk pertanyaan

nomer tiga adalah bagaimana pengambilan keputusan . . . Ada budaya

organisasi di kawan kami, di Bapeda memang secara struktural tidak

terlalu banyak, kami hanya 55 orang tapi memang berbagai karakteristik

dan latar belakang pendidikan yang berbeda sehingga kami warna-warni.

Tapi kami berorganisasi bahwa bekerjasama itu sangat dibutuhkan dan

dikedepankan jadi, tidak ada aku, saya, tapi adanya kita dalam berbagai

hal ada juga e . . . dalam hal breafing internal biasanya e . . . pimpinan itu

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 338: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

319

Universitas Indonesia

mendengarkan pendapat dari para bawahan atau masukan apapun jadi kita

tidak melihat dari strukturalnya tapi masukan apa yang akan disampaikan.

Ada juga tradisi kami di Bappeda, kayaknya dari tadi menyebutkan kata-

kata istilah ha….ha….ha… karena Bappeda itu SKPD adalah badan format

daerah, sebuah perencanaan dikumpulkan oleh SKPD, Bapeda pasti akan

diberikan format yang akan diisi. Intinya sih sebenarnya itu

e…..menunjukan rencana SKPD nya ataupun capai-capaian ditingkat

SKPD nya.”

Ada yang sangat menarik disampaikan oleh Pejabat dari Bappeda ini

mengenai budaya organisasi. Secara periodik pada hari jumat dilaksanakan

pertemuan informal yang mereka sebut sebagai, Jumat Pagi Informasi Unggulan.

Disingkat dengan akronim Jumpa Inul. Budaya organisasi ini menjadi varian yang

tumbuh dalam SKPD di kota Tangerang. Pendapatnya dapat dipahami sebagai

berikut:

“Ada satu budaya organisasi di kami, yang ada pada kami yaitu

mengistilahkannya JUMPAINUL “Jumat Pagi Informasi Unggulan” jadi

setiap hari jumat kami biasanya memanfaatkan, ketika selesai olahraga 1

atau 2 jam sebelum masuk sholat jumat, biasanya kami dan teman-teman

yang mengikuti Diklat keluar daerah ataupun di tingkat pusat seperti

Bappenas akan sharing informasi disitu. Dia akan transfer ke teman-teman

yang tidak ikut Diklat, sehingga kami semua menjadi tau. Apa sih informasi

yang dia dapatkan, tidak hanya e….informasi ketika Diklat. Termasuk

teman-teman yang mungkin kunjungan ke Kabupaten, atau kota e….

mungkin waktu kunjungan kerja atau studi kooperatif e….nah dia akan

menyampaikan e….apa mengambil prinsip ambil yang baik buang yang

buruk, kita coba sesuatu yang baru seperti itu yang diajarkan. Nah, Bapeda

selalu mencoba seperti itu, ketika ada sesuatu yang baik kita coba e….

kreatifitaskan lagi sehingga e….. muncul ide-ide dari teman-teman kita,

dari itu menjadi sebuah pemikiran, dari e….kepala pimpinan dan terusteran

kepala pimpinan kami Pak Sofyan, dan kebetulan sebelumnya, sebelum

menjadi kepala Bapenas hádala menjadi kepala bagian organisasi dan

beliau memang e…. manajemen apa..manajemen SDM memang Sangat

konsen terhadap peningkatan SDM. Mengembangkan diri, ini suatu

keuntungan bagi kami sebagai kepala Bapeda, sehingga tidak ada kendala.

Ketika e…peningkatan SDM, pemanfaatan-pemanfaatan biaya visual

ataupun e…banyak sekali keuntungan-keuntungan yang kita ambil.

Mungkin demikian e… untuk gambaran singkat organisasi kami mudah-

mudahan cukup untuk e….informasi pada hari ini, terimakasih….”

Dari pendapat beberapa key informant sebagaimana telah diuraikan di atas

dapat diringkas ke dalam beberapa simpulan. Pertama, dalam proses

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 339: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

320

Universitas Indonesia

pembentukan struktur organisasi perangkat daerah dalam format Peraturan Daerah

terlibat beberapa pihak yaitu: SKPD pemrakarsa, Biro Hukum, Bappeda, DPRD

dan masyarakat. Kedua, pemantauan dilakukan oleh Walikota secara periodik

dengan mengundang para Kepala SKPD untuk memberikan paparan terhadap

progres dari program dan kegiatan masing-masing SKPD. Pada momen tertentu

DPRD seringkali juga diundang untuk bersama-sama melakukan evaluasi. Ketiga,

dalam pengambilan keputusan memang berada sepenuhnya di tangan Walikota,

meskipun masukan dan pendapat dapat berasal dari para staf SKPD yang secara

teknis-subtansial lebih paham.

Pada sisi yang lain, secara informal Peneliti melakukan pembicaraan

dengan Kepala Bappeda Kota Tangerang dan dapat diperoleh informasi bahwa

ada keinginan yang besar untuk melakukan penataan ulang organisasi perangkat

daerah. Menurut Kepala Bappeda bahwa organisasi perangkat daerah sebaiknya

mengubah beberapa aspek organisasional untuk dapat meningkatkan kinerjanya.

Aspek yang dimaksud adalah kelembagaan OPD yang tidak memiliki hirarki yang

tinggi, harus sudah bersifat steering daripada rowing. Tidak bersifat organisasi

yang gemuk, dan didukung oleh sumber daya aparatur yang kompeten. Kemudian

memiliki kejelasan kewenangan tugas yang jelas, tidak tumpang tindih. Terakhir,

adalah adanya visi dan misi yang jelas dan memahami fungsi koordinasi,

integrasi, simplikasi dan sinkronisasi dalam penyelenggaran pemerintahan

terutama dalam memberikan pelayanan publik.

Secara konseptual menurut Prahalad dan Hamel sebagai dikutip

Priyatno322

bahwa Organisasi harus mempunyai kompetensi yang perlu

(necessary competencies) dan kompetensi yang membedakan (differentiating

competencies). Kompetensi-kompetensi yang perlu adalah semua kompetensi

yang menciptakan nilai, sedangkan kompetensi yang membedakan adalah

kompetensi-kompetensi x yang memberi organisasi tertentu atau kelompok

organisasi suatu posisi kompetitif (misalnya penguasaan pasar, reputasi ilmiah).

Hamel dan Prahalad323

menambahkan bahwa organisasi perlu memperhatikan

keberhasilannya di masa depan sebagai persiapan untuk pengembangandan kerja

sama kompetensi untuk meraih keunggulan produk dan jasa yang baru. Dengan

322

Priyatno, hal.234 323

Ibid, hal

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 340: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

321

Universitas Indonesia

begitu, strategi daya saing pasar masa depan mengharuskan para manajer puncak

suatu organisasi untuk menyesuaikan kompetensi inti organisasi dan strategi serta

kerja sama pengelolaan sumber daya untuk keberhasilannya. Perbandingan antara

model konseptual dan real world (dunia nyata) pada level mikro-2 dapat dilihat

dalam tabel 6.9 berikut:

Tabel 6.9 Peningkatan Efektivitas Kinerja Kelembagaan OPD (problem

solving 2)

No Aktifitas Model

Konseptual

Real World

Keterangan Deskripsi

Aktifitas

Keluaran (Output)

Aktifitas Idea atau

Nilai

01. Peningkatan

Efektivitas

Kinerja OPD

*Menyusun

kebijakan (Perda)

Sesuai dengan

peraturan per-

UU-an yg berlaku

*Melaksanakan

kebijakan secara

konsisten

berdasarkan

peraturan yang

berlaku

*Memberdayakan

SDM yg

berkualitas

*Melaksanakan

program sesuai

SOP

*Menggunakan

anggaran secara

efisien

*Melakukan

monitoring dan

evaluasi

*Melakukan

monitoring dan

evaluasi eksternal

oleh DPRD dan

Menelaah:

*Peraturan

Walikota

Tangerang

Nomor 23

Tahun 2008

Tentang

Organusasi dan

Tata Kerja Dinas

Pendidikan

*Peraturan

Walikota

Tangerang

Nomor 24

Tahun 2008

Tentang

Organusasi dan

Tata Kerja Dinas

Kesehatan

-Dalam Perwal ini

diatur susunan dan

jumlah unit kerja dan

UPTD di Dinas

Pendidikan (Psl 2 ayat

1)

-Kepala Dinas mem –

punyai tugas pokok

memimpin, mengatur,

mengendalikan, dan

mengoordinasikan

seluruh kegiatan

penyelenggaraan

tugas dan fungsi

Dinas dalam

penyelenggaraan

urusan daerah yg

berkenaan dengan

pendidikan (Psl 3

ayat1)

-Dalam Perwal ini

diatur susunan dan

jumlah unit kerja dan

UPTD di Dinas

Kesehatan (Psl 2 ayat

1)

-Kepala Dinas mem–

punyai tugas pokok

memimpin, mengatur,

mengendalikan, dan

mengoordinasikan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 341: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

322

Universitas Indonesia

masyarakat

*Mengolah

masukan internal

dan eksternal utk

peningkatan

kinerja OPD

*Peraturan

Walikota

Tangerang

Nomor 45

Tahun 2008

Tentang

Organusasi dan

Tata Kerja

Kantor Arsip

Daerah

seluruh kegiatan

penyelenggaraan

tugas dan fungsi

Dinas dalam

penyelenggaraan

urusan daerah yg

berkenaan dengan

kesehatan (Psl 3

ayat1)

--Dalam Perwal ini

diatur susunan dan

jumlah unit kerja

Kantor Arsip Daerah

(Psl 2 ayat 1)

-Kepala Kantor mem-

punyai tugas pokok

memimpin, mengatur,

mengendalikan, dan

mengoordinasikan

penyelenggaraan

tugas dan fungsi

Kantor sesuai dengan

visi dan misi Walikota

di bidang arsip daerah

sebagaimana

terjabarkan dalam

rencana pembangunan

jangka menengah

daerah

Usulan Konsep

Peneliti -Perlunya Perwal yang

bermuatan pengaturan

tentang:

-komponen struktur

organisasi disusun

dengan baik:

pembagian kerja/

spesialisasi sesuai dgn

kebutuhan, saling

menunjang, jelas

wewenang tugas dan

tanggung jawabnya,

tidak tumpang tindih

-Struktur

organisasi yang

konsisten

merupakan

prinsip desain

organisasi agar

tidak terjadi

disfungsional

-Struktur yg

konsisten sangat

dibutuhkan agar

organisasi yg

terbentuk

berfungsi

dengan baik dan

sempurna

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 342: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

323

Universitas Indonesia

-sebaran dan tingkatan

dalam organisasi

memungkinkan

pengawasan efektif

dilakukan

-pengaturan

partisipasi staf dlm

pengambilan

keputusan

-Perlunya pengaturan

pimpinan OPD dalam

bentuk:

- pedoman, juknis,

SOP, prosedur dan

mekanisme kerja

-menurut Weber

org bi –

rokrasi yg baik

dpt digunakan

sbg pendekatan

efektif utk

mengontrol

pekerjaan

manusia smp

pada sasaran

-organisasi yg

baik mempunyai

struktur yg jelas,

kekuasaan dan

orang yg

mempunyai

pengaruh dan

kekuasaan

sehingga dpt

mendistribusikan

tugas pada orang

lain

6.4 Hasil Analisis

Secara teoritis terdapat elemen-elemen dasar yang bersifat generik dalam

institusi pemerintahan daerah dalam menerapkan kebijakan desentralisasi. Dua di

antara tujuh elemen dasar adalah urusan pemerintahan dan kelembagaan.324

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mencoba memperjelas pembagian urusan

pemerintahan dan tetap dalam koridor otonomi luas (general competence) yang

ada di tingkat daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Peraturan Pemerintah

(PP) Nomor 38 Tahun 2007 sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 mencoba melakukan pembagian urusan pemerintahan antara

Pemerintah Pusat, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah

kabupaten/kota. Ada 31 urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah dalam

konsep otonomi daerah yang seluas-luasnya sebagaimana diamanatkan dalam

Pasal 18 ayat (5) UUD 1945.

324

Elemen lainnya adalah masalah personil, keuangan daerah, perwakilan daerah,

pelayanan publik dan pengawasan. Lih. Kementerian Dalam Negeri, Naskah Akademik tahun

2011

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 343: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

324

Universitas Indonesia

6.4.1 Dasar Regulasi

Ada tiga kriteria yang dipakai sebagai pedoman dalam pembagian urusan

pemerintahan tersebut. Kriteria tersebut adalah kriteria eksternalitas, akuntabilitas

dan efisiensi. Untuk kelembagaan, diatur dalam PP No.41 Tahun 2007 Tentang

Organisasi Perangkat Daerah. Urusan-urusan yang ada dalam PP No.38 Tahun

2007, seringkali dimaknai dalam format nomenklatur kelembagaan berdasarkan

kesamaan rumpun urusan-urusan. Kewenangan daerah tidak mungkin dapat

dilaksanakan kalau tidak diakomodasikan dalam kelembagaan daerah. Untuk

konteks Indonesia, ada dua kelembagaan penting yang membentuk pemerintahan

daerah yaitu: kelembagaan untuk pejabat politik yaitu kelembagaan kepala daerah

dan DPRD; dan kelembagaan untuk pejabat karir yang terdiri dari organisasi

perangkat daerah (dinas, badan, kantor, sekretariat, kecamatan, kelurahan dll).

Hasil dari analisis, konseptualisasi model dan rekonstruksi –penataan

ulang- pembentukan organisasi perangkat daerah difokuskan pada tiga regulasi.

Konsep ini diadopsi dari hirarkhi regulasi Broomley yang diuraikan ke dalam

regulasi nasional, peraturan daerah dan peraturan walikota. Pembentukan Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di kota Tangerang berdasarkan hasil penelitian

sesuai UU No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menunjukkan bahwa

ada kecenderungan membengkaknya kelembagaan daerah untuk mengimbangi

tekanan birokrasi, terutama dari kepala daerah terpilih, akibatnya terjadi

penempatan kepala SKPD yang bersifat politis, di samping terjadi penambahan

pegawai. Otonomi luas telah memberikan peluang pemerintah daerah untuk

membengkakkan struktur organisasi pemerintahan daerah sehingga besarnya

struktur organisasi membutuhkan adanya penambahan pegawai. Kondisi ini

kemudian menyebabkan membengkaknya biaya rutin (biaya tidak langsung) dan

secara relatif mengurangi biaya langsung dalam rangka membiayai pelayanan

publik.

Beberapa permasalahan, khusus berkaitan dengan SKPD, yang terjadi

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai UU No.32 tahun 2004

meyebabkan pemerintahan daerah berjalan kurang efektif. Oleh karena itu

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 344: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

325

Universitas Indonesia

diperlukan kebijakan yang bersifat affirmative untuk meningkatkan efektivitas

pemerintahan daerah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Keberhasilan

desentralisasi memperbaiki kesejahteraan rakyat di daerah sangat tergantung pada

kesesuaian bentuk, cakupan dan besaran kewenangan yang dialihkan ke daerah,

dan cara pelaksanaan desentralisasi dengan kapasitas pemerintahan daerah,

dukungan kementerian dan lembaga sektoral dan kekuatan masyarakat sipil di

daerah.

6.4.1.1 Undang - Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai Regulasi

Nasional

Regulasi nasional, dalam bentuk UU No.32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahah daerah dan peraturan pelaksananya, PP No.38 dan PP No.41 Tahun

2007, sebenarnya sudah merupakan revisi dari UU Pemerintahan Daerah

sebelumnya yaitu UU No.22 tahun 1999, akan tetapi UU No.32 tahun 2004 ini

masih memunculkan beberapa masalah. Dalam pelaksanaannya, masalah yang

muncul adalah berkaitan dengan pengaturan urusan wajib dan urusan pilihan yang

ditentukan secara simetris kepada daerah yang berbeda karakteristik dan

lingkungannya. Urusan wajib seharusnya dibatasi pada urusan pemenuhan

kebutuhan dasar dan strategis yang umumnya dihadapi oleh daerah, sedangkan

urusan pilihan sebaiknya diperluas agar dapat memberi ruang yang lebih luas

kepada daerah untuk mengembangkan pemerintahan sesuai dengan tantangan dan

kebutuhan daerah. Ketidakjelasan pembagian urusan antar susunan pemerintahan

seringkali menjadi sumber konflik antara daerah dengan kementerian dan lembaga

di pusat sehingga menimbulkan kekaburan dari konsep desentralisasi itu sendiri.

Undang-Undang No.32 tahun 2004 dijabarkan dalam PP No.38 Tahun

2007 yang mengatur urusan pemerintah, provinsi, dan kabupaten/kota untuk

semua urusan konkuren. Peraturan pemerintah ini menjelaskan bahwa provinsi

menyelenggarakan urusan skala provinsi, sedangkan kabupaten/ kota

menyelenggarakan urusan skala kabupaten/kota. Namun meskipun demikian,

mana urusan yang skala provinsi dan mana urusan skala kabupaten/kota untuk

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 345: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

326

Universitas Indonesia

setiap sector belum dapat dirumuskan dengan jelas. Implikasinya, banyak pelaku

dan stakeholders yang memberikan interpretasi yang berbeda-beda tentang mana

urusan pemerintah, provinsi dan kabupaten/kota. Terkait dengan pembentukan

OPD, urusan yang memberi ruang interpretasi berbeda ini diperjelas oleh PP

No.41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Namun, dalam

implementasinya urusan-urusan ini ditafsirkan berbeda dalam pembentukan

nomenklatur OPD.

Dalam perspektif kebijakan, sebagaimana kerangka hierarkhi kebijakan

Broomley, UU No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah perlu ditinjau

dan disesuaikan dengan perkembangan situasi-situasi problematik yang ada dalam

pemerintahan daerah. Perubahan UU ini, memberikan implikasi keharusan

penyesuaian bagi dua peraturan pemerintah. Ada beberapa muatan yang

direkomendasikan untuk menyempurnakan UU No.32 Tahun 2004. Pertama,

adanya restrukturisasi pengaturan mengenai pembagian urusan pemerintahan

dengan mengubah konsep yang digunakan untuk membagi urusan pemerintahan

menjadi urusan eksklusif dan urusan konkuren berdasarkan kriteria tertentu yang

diatur. Kedua, perlu adanya pengaturan yang jelas mengenai urusan wajib dan

urusan pilihan. Urusan wajib dibedakan antara urusan yang terkait dengan

kebutuhan dasar masyarakat sesuai Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan urusan

wajib yang terkait dengan kebijakan nasional strategis sesuai Norma, Standar,

Prosedur dan Kriteria (NSPK) pemerintah.

Ketiga, perlu disusun pengaturan yang jelas mengenai penyelenggaraan

urusan pilihan untuk mengembangkan keunggulan daerah dalam rangka

peningkatan kesejahteraan rakyat. Keempat, perlu adanya pengaturan mengenai

fungsi pemantauan, supervisi dan fasilitasi penyelenggaraan urusan oleh Gubernur

sebagai wakil pemerintah pusat terhadap kabupaten/kota, dan provinsi oleh

pemerintah pusat. Kelima, perlu adanya pengaturan yang memberi ruang bagi

daerah untuk membuat standar pelayanan daerah yang tidak bertentangan dengan

SPM, mengingat variabilitas antar daerah penyelenggaraan urusan dasar sangat

tinggi.

Untuk penyempurnaan perangkat daerah, ada beberapa muatan yang

direkomendasikan. Pertama, memasukan pasal-pasal yang dapat mengurangi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 346: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

327

Universitas Indonesia

politisasi birokrasi di daerah. Ada kecenderungan para aparat birokrasi ikut

terlibat dalam pemenangan calon kepala daerah dalam Pilkada. Dampak dari ini

adalah banyak aparat birokrasi terlibat dalam pemenangan salah satu calon, yang

nantinya dengan harapan apabila calonnya terpilih akan memperoleh kedudukan

yang lebih baik dalam birokrasi di daerah. Untuk menampung para

pendukungnya, kepala daerah terpilih seringkali mengembangkan struktur

birokrasi di daerah.

Kedua, perlu adanya pasal yang mengatur jabatan struktural agar efektif.

Oleh karena struktur yang besar dan kompleks juga cenderung membutuhkan

biaya yang tinggi, struktur yang besar dan kompleks sehingga cenderung

menghambat interaksi antara pemerintah dan masyarakatnya. Akibatnya

pelayanan publik menjadi semakin rumit dan panjang. Ketiga, perlu adanya

muatan yang mengatur tentang evaluasi kinerja secara periodik yang menilai

ketepatan antara struktur birokrasi dengan visi dan misi daerah.

Disertasi ini telah disusun jauh sebelum ditetapkannya perubahan UU

No.32 Tahun 2004 menjadi UU No.23 Tahun 2014. Ada klasifikasi urusan

pemerintahan yang telah diakomodir, meskipun dengan istilah berbeda. Urusan

eksklusif dimaknai sebagai urusan absolut, yaitu urusan pemerintahan yang

sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat (ayat 9 pasal 1 d an 2).

Untuk urusan pendidikan dan kesehatan sama seperti dalam UU No.32 tahun 2004

yaitu sebagai urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar,

sedangkan urusan kearsipan merupakan urusan wajib yang tidak berkaitan dengan

pelayanan dasar. Undang-Undang No.23 tahun 2014 ini sebagian sudah memuat

dalam beberapa pasal yang direkomendasikan. Untuk Perangkat Kota, tidak lagi

ada perangkat daerah dengan nomenklatur Kantor (pasal 29 ayat 2). Hanya

memang pengaturan nomenklaturnya tidak diatur kedalam PP, tetapi melalui

pedoman dari kementerian/LNPK yang membidangi urusan pemerintahan

tersebut.

Hal ini tampaknya lebih disebabkan dalam UU ini telah diatur rincian

dari setiap urusan. Urusan pendidikan dan kesehatan tidak serinci uraiannya

seperti dalam PP No. 38 tahun 2007, sedangkan urusan kearsipan telah

disesuaikan dengan UU No.43 tahun 2009. Menarik juga untuk dipahami dalam

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 347: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

328

Universitas Indonesia

Undang-Undang ini adalah berkaitan dengan pengaturan persyaratan sebagai

Kepala SKPD. Untuk menjadi Kepala SKPD disyaratkan memiliki kompetensi

teknis, manajerial dan sosial kultural, di samping kompetensi pemerintahan.

Kepala SKPD disyaratkan harus merupakan seorang pegawai negeri sipil (pasal

234 ayat 1). Muatan lain yang belum terakomodir dalam UU No.23 tahun 2014

berkaitan pengaturan NSPK dalam pengembangan OPD, muatan yang

mengharuskan perangkat daerah melakukan analisis jabatan, pengembangan

jabatan fungsional dan pemberian insentif berbasis kinerja.

6.4.1.2 Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota Sebagai Regulasi Daerah

Regulasi daerah meliputi Peraturan Daerah (Perda) yang merupakan

ketentuan peraturan yang mengatur tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi

Perangkat Daerah Kota Tangerang dan Peraturan Walikota yang mengatur

Organisasi dan Tata Kerja SKPD, baik berbentuk Dinas maupun Kantor.

Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun2008 ada lima belas Dinas

termasuk di dalamnya Dinas Pendidikan dan Kesehatan, sedangkan untuk

Lembaga Teknis sesuai Perda No. 6 tahun 2008 yang terdiri dari 11 lembaga

teknis berbentuk Badan, Inspektorat, Satuan Pamong Praja dan Kantor.

Peraturan Daerah ini harus memuat pasal-pasal yang mendorong

pembentukan SKPD agar menjadi efektif dan efisien dengan mempertimbangkan

kebutuhan internal pemerintahan kota dan memenuhi aspirasi masyarakat,

sebagaimana dikatakan oleh anggota DPRD dalam FGD sebagai berikut:

“mengenai factor internal kembali pimpinan daerah masing-masing kan

seperti itu apa yang menjadi pertimbangan Pak Wahidin mengenai tipe

minimal yang diperlukan waktu itu efektif…..”325

Lebih lanjut dikatakan bahwa:

“…..kalau faktor eksternal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan

daerah-daerah di luar kota Tangerang. Seyogyanya itukan

bersinergikan…”326

325

Anggota DPRD Komisi 1 dalam FGD tanggal 14 November 2013, di Tangerang 326

Ibid.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 348: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

329

Universitas Indonesia

Peraturan daerah juga harus mendorong penempatan sumber daya manusia

dan pimpinan kepala SKPD yang memiliki kompetensi sebagaimana dikatakan

lebih lanjut sebagai berikut:

“….ke depannya diharapkan kota Tangerang ini jadi contoh daerah lain

dalam memilih organisasinya secara normatif dengan orang-orangnya

berkemampuan secara profesi…..”327

Peraturan Daerah (Perda) merupakan urutan terakhir dalam tata urut

perundangan-undangan yang mengatur pemerintahan daerah. Secara hierakhi

Perda ini kemudian direalisasikan ke dalam Peraturan Walikota. Perda yang

disusun seharusnya dapat mengakomodir dan mengatasi hambatan yang terkait

beberapa hal, yaitu: kapasitas sumber daya aparatur yang tidak merata; distribusi

aparatur yang tidak berdasarkan kompetensi dan merit system; analisis jabatan

yang tidak maksimal dan lemahnya mekanisme hubungan antar instansi sebagai

akibat dari pola relasi antar lembaga daerah yang eksklusif sehingga menyulitkan

kebutuhan koordinasi. Dalam UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah pasal 212 dikatakan bahwa pembentukan dan susunan perangkat daerah

ditetapkan dengan Perda, sementara dalam pasal 232 ketentuan lebih lanjut

mengenai perangkat daerah diatur dengan peraturan pemerintah. Kedua pasal ini

tampaknya seperti bersinggungan dan juga bertolak belakang. Oleh karena itu

penjabarannya ke dalam Perda harus sejalan dengan kedua pasal tersebut

6.4.2. Hasil Analisis Substansi

Penentuan dan pemberian nama akan sistem yang relevan (selecting and

naming relevan systems) merupakan proses tersendiri dalam penggunaan SSM,

dari beberapa system yang ada, peneliti sebagai SSM practiotioner memilih 4

sistem saja, yakni revisi regulasi nasional tentang Pemerintahan Daerah

khususnya terkait muatan tentang kelembagaan OPD, perubahan Perda tentang

pembentukan dan susunan organisasi perangkat daerah, optimalisasi peranan,

327

Ibid

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 349: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

330

Universitas Indonesia

fungsi dan tugas pokok SKPD dan peningkatan efektivitas kinerja kelembagaan

SKPD.

6.4.2.1. Muatan Tentang OPD ke dalam Regulasi Nasional Mengenai

Pemerintahan Daerah.

Revisi terhadap UU No.32 Tahun 2004 bukan hanya berfokus pertama

pada pembagian urusan, akan tetapi juga pada muatan tentang pembentukan

OPD di tingkat kota. Rekonseptualisasi muatan tentang pembentukan OPD

dihasilkan melalui satu proses yang bermula dari root definitions yang kemudian

dijabarkan dalam model konseptual dikontrol dan dianalis dengan Catwoe dan 3

E, termasuk level kegiatan untuk masing-masing model.

Muatan tentang pembentukan OPD direkomendasikan dengan

mempertimbangkan beberapa aspek pengaturan. Pertama, perlu adanya pasal-

pasal tentang NSPK yang mendorong pembentukan OPD sesuai dengan

kewenangan yang dimiliki, karakteristik potensi dan kebutuhan daerah,

kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber daya aparatur dan pola

kemitraan. Di samping itu juga perlu pengaturan yang mendorong daerah

melakukan analisis jabatan, pengembangan jabatan fungsional dan insentif

berbasis kinerja.

6.4.2.2 Perubahan Perda tentang pembentukan OPD

Peraturan Daerah tentang pembentukan OPD di kota Tangerang

berdasarkan hasil wawancara telah berpedoman pada peraturan pemerintah.

Secara normatif perumusan ini sudah sesuai dengan prosedur. Lebih jauh

daripada itu yang juga penting, bukan semata dari aspek legalitas prosedural,

akan tetapi juga adalah rumusan tentang Perda harus berangkat dari kebutuhan

masyarakat dan karakteristik kota Tangerang. Masalah yang cenderung bersifat

politis, yaitu ketimpangan antara visi politik kepala daerah dengan kecepatan

respons birokrasi yang tidak sejalan sudah harus dapat dihilangkan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 350: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

331

Universitas Indonesia

Perubahan kebijakan dalam format Perda, harus dilakukan secara

incremental. Perubahan ini dilakukan dengan dasar bahwa kebijakan

pembentukan SKPD harus dipahami bukan semata-mata mengubah nomenklatur

dan struktur kelembagaan saja, namun juga memperhitungkan dimensi lainnya

mulai dari tata nilai, personal dan pembangunan sistem sinergi antar instansi

pemerintah. Regulasi tentang SKPD tidak hanya menyangkut format dan susunan

organisasi perangkat daerah, akan tetapi juga substansi dari masing-masing

SKPD. Peraturan daerah tentang substansi pendidikan, kesehatan dan urusan harus

disusun untuk dapat memberikan arah bagi ketiga SKPD tersebut. Sebagai contoh,

urusan kearsipan harus memiliki Perda khusus kearsipan yang berdasarkan pada

UU No.43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, di samping merujuk pula pada UU

No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

6.4.2.3 Optimalisasi efektivitas peranan, fungsi, dan tugas pokok SKPD

Optimalisasi peranan, fungsi dan tugas pokok Dinas Pendidikan, Dinas

Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah didasarkan pada efektivitas implementasi

Peraturan Walikota tentang Organisasi dan Tata Kerja SKPD. Organisasi dan Tata

Kerja merupakan kerangka organisasional yang menjadi panduan bagi SKPD dalam

melaksanakan Tupoksinya. Kunci utama agar SKPD dapat berjalan efektif sangat

terkait dengan kualitas sumber daya manusianya sebagaimana disampaikan oleh

Kepala Bappeda berikut:

“…yang menjadi kendala adalah kurangnya sumber daya atau pegawai

karena kota Tangerang belum bisa menambah dari segi kuantitas karena

masih dianggap cukup karena tenaga kontraknya banyak sampai 2800

orang sedangkan TKK sudah habis.”

Lebih lanjut dikatakan bahwa:

“faktor internal dominan yang menentukan dalam pengembangan

manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD adalah adanya

SDM yang mampu menangkap maksud dan tujuan dari kegiatan dari unit

masing-masing.”

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 351: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

332

Universitas Indonesia

Yang paling diharapkan berperanan dalam meningkatkan efektivitas SKPD adalah

pimpinan SKPD. Pimpinan yang diinginkan sebagaimana disampaikan oleh Kepala

Sekretariat DPRD kota Tangerang, berikut:

“ Pimpinan itukan kita harus demokratis, artinya tidak ada lagi kita

sebagai pimpinan, sebagai kepala yang egosentris, merasa ingin

dihormati, ingin dilebih-lebihkan.”

Satuan Kerja Perangkat Daerah diharapkan mampu menyesuaikan diri

dengan perkembangan dan perubahan zaman. Perkembangan teknologi informasi

diharapkan dapat diterapkan oleh SKPD. Kecepatan teknologi informasi dalam

mendukung proses kinerja merupakan salah satu yang diharapkan oleh SKPD, di

samping kehadiran pimpinan yang demokratis merupakan harapan yang sangat

diinginkan.

6.4.2.4. Peningkatan efektivitas kinerja kelembagaan SKPD.

Kebijakan dalam format Peraturan Walikota memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap peningkatan efektivitas kinerja OPD, apabila dalam

implementasinya mendorong tersusunnya komponen-komponen struktur yang

berfungsi dengan baik sesuai dengan visi dan misi organisasi. Hal ini dapat

terbangun, apabila adanya pembagian kerja atau spesialisasi unit kerja yang

disusun sesuai dengan kebutuhan, dapat saling menunjang, jelas wewenang tugas

dan tanggung jawabnya, tidak tumpeng tindih. Sebaran dan tingkatan dalam

organisasi memungkinkan dilakukannya pengawasan yang efektif.

Untuk meningkatkan efektivitas kinerja SKPD khususnya Dinas

Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Kantor Arsip Daerah di samping adanya

Peraturan Walikota yang mengatur organisasi dan tata kerja kelembagaan, juga

dibutuhkan Peraturan Walikota yang mempunyai fungsi melakukan pemantauan

dan evaluasi penilaian terhadap kinerja. Hal ini dapat dilakukan oleh inspektorat

atau unit khusus yang berada di bawah Sekretaris Kota. Oleh karena itu harus

dibangun beberapa instrument, mulai dari kejelasan visi dan misi, renstra,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 352: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

333

Universitas Indonesia

program dan kegiatan serta indikator keberhasilan kinerja seperti indikator kinerja

utama (IKU) dan strategi pencapaiannya.

6.4.3. Hasil Analisis Penelitian (Dual Imperatives)

Meskipun tidak terlalu rigid, penelitian dalam disertasi ini menggunakan

pendekatan dual imperatives yakni research interest dan problem solving interest

sebagai intensi dari riset tindakan (action research). Hal ini disebabkan peneliti

ingin mengembangkan kepentingan riset untuk kemanfaatan birokrasi

pemerintahan daerah dalam membangun dalam arti memperbaiki,

menyempurnakan, maupun mengembangkan prinsip dan konsep desentralisasi, di

samping untuk mengatasi masalah yang considered problematic. Muhammad

Yaumi dan Muljono Damopolii328

menyatakan bahwa riset tindakan ditandai

dengan pendekatan systematic inquiry yang memiliki ciri, prinsip, pedoman,

prosedur yang harus memenuhi kriteria tertentu. Dikatakan lebih lanjut bahwa

riset tindakan merupakan suatu proses demokratis dan partisipatorik yang

menyangkut pengembangan pengetathuan praktis dalam upaya mencari tujuan

yang bermanfaat demi kemaslahatan kehidupan di dunia.329

Sementara itu Hardjosoekarto (2012) mengatakan bahwa sebagain besar

literatur tentang riset tindakan mengartikan riset tindakan dalam konteks proses

pembelajaran seraya melaksanakan sesuatu (learning by doing) dan utamanya

untuk keperluan pemecahan masalah atau problem solving. Kendatipun demikian,

menurut O‟Brien (1998) proses pemecahan masalah dengan riset tindakan ini

dapat dibedakan dari proses pemecahan masalah dalam pengertian sehari-hari,

termasuk pemecahan masalah dalam konteks konsultansi dan praktik professional,

yaitu dalam hal penekanannya pada studi saintifik (scientific study).330

Menurut

Hardjosoekarto (2012), peneliti dalam suatu riset tindakan melakukan kajian

terhadap masalah yang akan dipecahkannya dengan cara yang sistematik dan

menjamin bahwa intervensi yang dilakukan dilandasi oleh pertimbangan teoritis

328

Muhammad Yaumi dan Muljono Damopolii. Action Research. Teori, Model, dan

Aplikasi. (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group), 2014, hal. 3-4. 329

Ibid. 330

Priyatno, op.cit, hal.304.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 353: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

334

Universitas Indonesia

tertentu. Maknanya, proses pemecahan masalah di dalam suatu organisasi dapat

dibedakan antara pemecahan masalah yang berbasis riset tindakan dengan

pemecahan masalah yang tidak berbasis riset tindakan. Selain didasarkan pada

penahapan proses tertentu, pemecahan masalah yang berbasis riset tindakan ini

didasarkan juga pada pertimbangan teoritis tertentu.

Untuk memperoleh hasil kedua kategori riset tindakan tersebut, ada 4

sistem yang dianggap relevan, yakni perubahan regulasi nasional tentang

pemerintahan daerah, perubahan Perda tentang pembentukan OPD, optimalisasi

efektivitas peranan, fungsi, dan tugas pokok SKPD, dan peningkatan efektivitas

kinerja kelembagaan SKPD. Dari keempat sistem dimaksud, peneliti menentukan

sistem yang masuk kategori research interest adalah perubahan regulasi nasional

tentang pemerintahan daerah, perubahan Perda tentang pembentukan OPD,

sementara sistem yang masuk dalam kategori problem solving adalah optimalisasi

efektivitas peranan, fungsi, dan tugas pokok SKPD, dan peningkatan efektivitas

kinerja kelembagaan SKPD.

6.4.4. Hasil Research Interest 1

Research interest 1 adalah memperbaiki muatan tentang pembentukan

OPD ke dalam Undang-Undang Pemerintahan daerah dan juga peraturan

turunannya. Secara konseptual, muatan yang perlu ada pengaturannnya

menyangkut tentang NSPK, yang dapat mendorong daerah untuk dapat

membentuk OPD yang sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, karakteristik

potensi dan kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber

daya aparatur, dan pengembangan pola kemitraan antara daerah. Kedua, muatan

yang mengatur daerah untuk melakukan analisis jabatan sebagai dasar dalam

mereformasi aparatur dan perangkat pemerintahannya. Analisis jabatan ini

memberikan informasi tentang kebutuhan jabatan, klasifikasi jabatan, standar

kompetensi jabatan, system renumerasi dan sisistem informasi kepegawaian.

Muatan lain yang harus diatur berkaitan dengan pengaturan tentang

jabatan fungsional. Apabila daerah mampu mengembangkan jabatan secara

fungsional secara signifikan, maka daerah dapat mengurangi tekanan untuk

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 354: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

335

Universitas Indonesia

membuat struktur gemuk di samping memberi kesempatan pengembangan

profesionalisme pegawai dalam meningkatkan pelayanan publik. Ke empat, perlu

adanya pengaturan tentang insentif berbasis kinerja sehingga dapat mengubah

paradigm pegawai daerah yang cenderung untuk menduduki jabatan structural

dapat berubah. Insentif berbasis kinerja harus didukung dengan adanya ukuran

kinerja yang jelas dan standar. Pada muatan terakhir, perlu adanya pengaturan

yang membatasi besaran anggaran untuk belanja pegawai. Anggaran untuk

belanja pegawai setidaknya tidak melebihi besaran anggaran yang disediakan

untuk pelayanan publik.

Muatan-muatan ini terutama menyangkut NSPK sebagian sudah

terakomodir dalam UU No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Hanya

untuk kriteria bagi pembentukan OPD belum sepenuhnya termuat dalam UU

tentang pemerintahan daerah yang baru ini. Kriteria pembagian urusan dari

masing-masing urusan tidak dengan serta merta memberikan kejelasan tentang

format SKPD. Uraian yang lebih lanjut dalam bentuk PP - sebagaimana dalam

regulasi sebelumya yaitu UU No.32 Tahun 2004 melalui PP No.38 dan PP No.41

Tahun 2007 - seharusnya disusun untuk memberikan kepada setiap daerah untuk

mengembangkan kelembagaan daerahnya.

Hasil research interest 1 adalah berupa pembuatan kebijakan publik

dalam bentuk regulasi nasional,- Undang-Undang dan Peraturan Penerintah - yang

di dalamnya terdapat muatan-muatan sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

Pemikiran atau usul memasukkan sebuah gagasan penting dalam satu kebijakan

publik memerlukan mekanismenya sendiri, mengikuti sistem yang sudah berjalan,

atau melalui pihak-pihak yang berkepentingan terhadap proses legislasi secara

legal prosedural. Dalam konteks disertasi ini, maka pandangan baru yang tersebut

sudah terakomodir ke dalam UU Tentang Pemerintahan Daerah yaitu UU No.23

Tahun 2014, sementara PP nya yang mengatur lebih rinci lagi sesuai amanat UU

belum lagi disusun.,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 355: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

336

Universitas Indonesia

6.4.5. Hasil Research Interest 2

Research interest 2 adalah perubahan Perda tentang pembentukan OPD.

Konsepnya adalah bahwa Perda belum sepenuhnya mengatur pembentukan dan

susunan OPD secara komprehensif, tidak hanya mengurai urusan-urusan ke dalam

SKPD dengan nomenklatur yang standar (meskipun PP sebagai turunan UU

NO.23/2014 yang mengatur pembentukan OPD belum ada). Hasil kepentingan

riset ini adalah adanya Perda yang mengatur pembentukan OPD dengan

memperhatikan kebutuhan dan karakteristik potensi daerah. Peraturan daerah juga

harus memuat kewenangan substansi dari urusan-urusan yang diuraikan dari

Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU. Peraturan daerah tentang

substansi urusan pendidikan, kesehatan, dan arsip daerah selayaknya dirumuskan

untuk menjadi dasar kerja yang bersifat mengarahkan program dan kegiatan

SKPD.

6.4.6. Hasil Problem Solving 1

Problem solving 1 adalah optimalisasi efektivitas peranan, fungsi, dan

tugas pokok SKPD. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa esensi problem

solving adalah memperbaiki, menyempurnakan, maupun mengembangkan/

meningkatkan situasi masalah sehingga setelah melalui kaidah ilmiah tertentu

yang membedakannya dengan proses konsultansi diperoleh hasil dari masalah

telah diperbaiki, disempurnakan, maupun dikembangkan atau ditingkatkan dari

penyelesaiannya. Kinerja dari SKPD di kota Tangerang, khususnya Dinas

Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah dari data sekunder

memperlihatkan kondisi yang sangat baik. Meskipun demikian, apabila dilihat

lebih jauh dan mendalam ada beberapa kinerja yang sebenarnya dapat

dioptimalisasikan.

Penentuan indikator kinerja utama (IKU) yang kurang akurat dan tidak

sesuai dengan tugas pokok dan fungsi cenderung menghilangkan kondisi kinerja

yang sesungguhnya. Oleh karena itu penyusunan pedoman standar tentang IKU

harus dikembangkan sebagai panduan bagi SKPD. Di samping harus disusun pula

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 356: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

337

Universitas Indonesia

visi dan misi yang jelas dari masing-masing SKPD. Peraturan Walikota yang

mengatur pemantauan, penilaian dan evaluasi harus disusun agar kinerja SKPD

terjaga efektivitasnya. Hasil problem solving 1 menunnjukkan bahwa instrument

instrument kelembagaan yang terkait dengan efektivitas kinerja harus disusun dan

disinergikan dengan program dan kegiatan SKPD. Insttumen ini harus disusun ke

dalam Peraturan Walikota.

6.4.7. Hasil Problem Solving 2

Problem solving 2 adalah peningkatan efektivitas kinerja kelembagaan

SKPD. Peraturan Walikota yang ada belum memuat pengaturan untuk

meningkatkan efektivitas kinerja kelembagaan SKPD. Pengaturan tentang

keterlibatan staf dalam pengambilan keputusan terutama dalam penyusunan

program dan kegiatan memberikan pengaruh terhadap kinerja SKPD.

Hasil problem solving 2 menunjukkan bahwa untuk dapat meningkatkan

efektivitas kinerja SKPD adalah melalui peraturan dari masing-masing SKPD

dengan payung hukumnya Peraturan Walikota. Peraturan pimpinan SKPD dalam

bentuk pedoman, petunjuk teknis, SOP, prosedur dan mekanisme kerja menjadi

pengungkit untuk meningkatkan kinerja masing-masing SKPD. Prosesnya dimulai

pada level meso dengan perubahan Perda tentang pembentukan dan susunan OPD,

kemudian di level mikro melalui penguatan Peraturan Walikota dan Peraturan

Pimpinan SKPD.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 357: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

338

Universitas Indonesia

BAB 7

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Analisis pembentukan organisasi perangkat daerah di Kota Tangerang

tidak hanya dipahami terbatas hanya pada perubahan format struktur dan organisasi

saja. Akan tetapi dilihat dalam lingkup pemahaman yang luas dan komprehensif

yaitu Peraturan perundang-undangan yang menjadi payungnya: Undang-Undang

Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah, dan

Peraturan Walikota. Dengan mengadopsi dan mengadaptasi konsep level kebijakan

Broomley menjadi tiga level kelembagaan, dan kemudian digunakan Soft Systems

Methodology (SSM) dengan beberapa modifikasi dan pembatasan untuk mendekati

dan menelusuri situasi-situasi problematis sehubungan dengan proses-proses terkait

pembentukan organisasi perangkat daerah di Kota Tangerang provinsi Banten,

Oleh karena itu analisisnya mencoba melihat pada tiga level kelembagaan: makro,

meso dan mikro. Dengan dasar Kota Tangerang sebagai locus penelitian menjadi

varian bagi kota-kota lainnya di Indonesia dalam menerapkan kebijakan

desentralisasi, maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Analisis perubahan di level makro pada tataran regulasi nasional dilakukan

melalui analisis terhadap perubahan Undang-Undang No.32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah secara komprehensif 331

terutama terkait dengan

pengaturan tentang Organisasi Perangkat Daerah yang memberikan ruang bagi

perubahan Peraturan Pemerintahan Tentang Organisasi Perangkat Daerah yang

menjadi dasar pelaksanaan penyusunan Peraturan Daerah Kota Tangerang

dalam membentuk Organisasi Perangkat Daerah. Fokus perubahan

mempertimbangkan karakteristik kota dengan dasar bukan hanya kewilayahan

akan tetapi juga fungsional. Muatan regulasi mengatur perancangan desain dan

struktur organisasi yang berdasarkan pada urusan wajib terkait pelayanan dasar

331

Penelitian ini telah dilaksanakan sebelum disahkannya UU No.32/2004 menjadi UU

No.23/2014 pada tanggal 30 September oleh Presiden RI. Oleh karena itu, kesimpulan dari

disertasi ini merupakan pendapat yang mencoba melihat penyempurnaan UU No.32/2004 sebagai

bagian dari analisis makro dalam perspektif desentralisasi.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 358: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

339

Universitas Indonesia

yang menjadi prioritas dan urusan pilihan sesuai dengan potensi unggulan

daerah, disamping mempertimbangkan prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas dan

kemudahan interaksi.

2. Analisis perubahan di level meso pada tataran regulasi daerah dilakukan melalui

analisis terhadap penyempurnaan Peraturan Daerah (Perda) yang berdasarkan

pada ketentuan pengaturan tentang Pemerintahan Daerah khususnya yang

berkenaan dengan pembentukan Organisasi Perangkat Daerah. Pengembangan

pengaturan daerah berfokus pada aspek kelembagaan yang sesuai dengan

kebutuhan dan potensi kota, pimpinan SKPD yang profesional dan kompeten

tidak bersifat politis, sumber daya manusia yang memiliki kompetensi berdasar

merit system dan berfokus pada jabatan fungsional, program yang sesuai

dengan visi dan misi SKPD dan kemampuan anggaran daerah.

3. Analisis terhadap perubahan struktur, tugas pokok dan fungsi pada Organisasi

Perangkat Daerah di tiga SKPD, Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan dan

Kantor Arsip Daerah pada level mikro-1 diwujudkan melalui optimalisasi

perubahan peranan, fungsi dan tugas pokok institusional dari Organisasi

Perangkat Daerah sehingga SKPD mampu bersifat adaptif, pimpinan yang

memiliki kapabilitas dan kapasitas kompetensi dan manajemen kerja yang jelas

dengan didukung perubahan SDM aparatur;

4. Analisis terhadap peningkatan efektivitas kinerja Organisasi Perangkat Daerah

pada level mikro-2 dilakukan melalui optimalisasi struktur, tugas pokok dan

fungsi organisasi yang adaptif terhadap kebutuhan lingkungan internal dan

eksternal. Lingkungan internal terkait dengan tingkat kebutuhan, potensi kota

dan peningkatan anggaran untuk program Dinas Pendidikan, Dinas kesehatan,

dan Kantor Arsip Daerah. Sedangkan lingkungan eksternal berkaitan dengan

pelayanan publik dalam menyelenggarakan program dan kegiatan sesuai

dengan masing-masing SKPD.

7.2 Saran

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 359: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

340

Universitas Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, maka ada beberapa

saran yang dapat direkomendasikan dalam disertasi ini sebagai berikut:

1. Pada level makro, Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 2007

Tentang Organisasi Perangkat Daerah direkomendasikan direvisi untuk

memperluas dan menampung beberapa aspek heterogenitas masing-

masing kota. Beberapa pokok pemikiran dapat dipertimbangkan masuk

dalam revisi peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

a. Perlu adanya pengaturan tentang norma, kriteria dan standar dalam

pengembangan Organisasi Perangkat Daerah. Pengaturan yang

mendorong daerah untuk dapat membentuk organisasi perangkat yang

sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, karakteristik potensi dan

kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan

sumber daya aparatur dan pengembangan bentuk kemitraan antar

daerah serta dengan pihak ketiga;

b. Perlu adanya pengetatan struktur organisasi perangkat daerah agar

mempunyai struktur organisasi sesuai dengan prioritas kebutuhan

pelayanan dasar serta sektor unggulan yang potensial dikembangkan

di daerah.

c. Perlu adanya muatan yang mengatur daerah untuk melakukan analisis

jabatan sebagai dasar dalam mereformasi aparatur dan perangkat

pemerintahannya. Analisis jabatan ini memberikan informasi tentang

kebutuhan jabatan, klasifikasi jabatan, standar kompetensi jabatan,

sistem renumerasi dan sisistem informasi kepegawaian.

d. Perlu adanya muatan lain yang harus diatur berkaitan dengan

pengaturan tentang jabatan fungsional. Apabila daerah mampu

mengembangkan jabatan secara fungsional secara signifikan,

maka daerah dapat mengurangi tekanan untuk membuat struktur

gemuk di samping memberi kesempatan pengembangan

profesionalisme pegawai dalam meningkatkan pelayanan publik.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 360: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

341

Universitas Indonesia

e. Perlu adanya pengaturan tentang insentif berbasis kinerja

sehingga dapat mengubah paradigm pegawai daerah yang

cenderung untuk menduduki jabatan struktural dapat berubah.

Insentif berbasis kinerja harus didukung dengan adanya ukuran kinerja

yang jelas dan standar.

f. Perlu adanya pengaturan yang membatasi besaran anggaran untuk

belanja pegawai. Anggaran untuk belanja pegawai setidaknya

tidak melebihi besaran anggaran yang disediakan untuk pelayanan

publik.

2. Pada level meso dengan perubahan regulasi nasional berkenaan dengan

Pemerintahan Daerah khususnya dalam pembentukan organissai perangkat

daerah maka pemerintah daerah direkomendasikan untuk menyesuaikan

Peraturan Daerah tentang SKPD sehingga organisasi perangkat daerah

dapat terbentuk sesuai dengan prinsip desentralisasi. Oleh karena itu

direkomendasikan untuk disusun pengaturan yang mendorong pemerintah

daerah melakukan analisis jabatan dan menjadikannya sebagai dasar dalam

mereformasi perangkat pemerintahannya. Analisis jabatan sebaiknya dapat

memberikan informasi tentang kebutuhan jabatan, klasifikasi jabatan,

standar kompetensi jabatan, sistem renumerasi dan sistem informasi

kepegawaian.

3. Pada level mikro-1 dengan penyempurnaan Peraturan Daerah,

pengembangan tugas pokok, fungsi dan peranan organisasional SKPD

agar dapat adaptif dengan dinamika perubahan dilakukan melalui upaya

peningkatan kapabilitas dan kapasitas kompetensi pimpinan melalui

seleksi terbuka tidak bersifat politis, perbaikan manajemen kerja,

peningkatan kualitas SDM aparatur berdasarkan merit system. Di samping

itu, pengembangan jabatan fungsional secara signifikan merupakan

rekomendasi direktif yang memberi kemungkinan pengurangan tekanan

yang ada, yang membuat struktur gemuk karena menampung tenaga kerja

atau pegawai dengan jumlah cukup besar. Selain itu dengan

pengembangan jabatan fungsional akan dapat meningkatkan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 361: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

342

Universitas Indonesia

profesionalisme pegawai pemerintah kota, yang berimplikasi pada

peningkatan kualitas pelayanan daerah kepada masyarakat. Sejalan dengan

itu, pemerintah daerah juga direkomendasikan untuk menyusun

pengaturan yang membatasi besaran anggaran belanja pegawai sesuai

dengan kebutuhan dan kepentingan, karakteristik dan potensi kota

sehingga proporsi anggaran untuk pelayanan publik dapat meningkat.

4. Pada level mikro-2 peningkatan efektivitas kinerja organisasi perangkat

dilakukan melalui penyusunan visi dan misi yang selaras dengan tugas

pokok dan fungsi berdasarkan pada konsep local governance, di mana

SKPD harus lebih terbuka, transparan, akuntabel, professional dan

melayani. Penyusunan visi dan misi yang jelas dari SKPD, secara

bersamaan juga disusun standar penilaian dan evaluasi kinerja

(performance review) atau indikator kerja utama yang secara periodik

menilai ketepatan antara struktur birokrasi dengan visi dan misi daerah.

Implikasinya, daerah akan dapat mengembangkan struktur birokrasi yang

sesuai dengan kebutuhan daerah dan berantisipasi pada kepentingan

jangka panjang. Di samping itu dibutuhkan peraturan pimpinan SKPD

yang terkait dengan substansi urusan dan pengaturan yang bersifat teknik

procedural mekanisme dan aturan kerja yang jelas dan terpola sesuai

dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing SKPD.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 362: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

353

RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

1. Nama Lengkap : Mustari Irawan

2. NIP : 19590621 198703 1 001

3. Tempat dan Tanggal lahir : Jakarta, 21 Juni 1959

4. Pangkat/ Golongan Ruang : Pembina Utama Madya, IV/d

5. Jabatan : Kepala Arsip Nasional RI

6. Agama : Islam

7.

8.

Alamat Rumah

Rumah Dinas

: Jl. Teratai VI No.10, Kompleks

Larangan Indah, Cileduk.

: Jl. Ampera II No.13, Cilandak Timur

Kemang, Jakarta-Selatan 12560

9. Status Perkawinan : Menikah

II. Riwayat Pekerjaan

1. Direktur Akreditasi dan Profesi Kearsipan, Deputi Bidang Pembinaan

Kearsipan tahun 2007 – 2008.

2. Kepala Pusat Pengkajian & Pengembangan Sistem Kearsipan, Deputi

Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem Kearsipan tahun

2008 2009.

3. Direktur Pengolahan, Deputi Bidang Konservasi Arsip tahun

2009 – 2011.

4. Deputi Bidang Konservasi Arsip tahun 2011 – Des 2013.

5. Kepala Arsip Nasional RI tahun Des 2013 – Sekarang.

6. President of Sarbica ( Southeast Asia Regional Branch of International

Council on Archives/ICA) 2014 – 2016.

III. Riwayat Mengajar

1. STIE IPWI Jakarta 1999 – 2012

2. Universitas Az Zahra 1997 - 2008

3. STIMA Yaksi 1998 - 2005

4. Stiami Jakarta 1998 - 2007

5. Universitas Padjadjaran 1997 - 2005

6. STIA-LAN Jakarta 2000 - 2009

7. FIB (Fak.Sastra) UI 1999 - 2007

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 363: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

354

IV. Riwayat Pendidikan

A. Pendidikan Umum

1. SI, Universitas Indonesia jurusan Administrasi Publik tahun lulus 1986.

2. S2, University of the Philippines jurusan Public Administration tahun lulus

1995

3. Program Doktoral Universitas Indonesia jurusan Administrasi Publik (2008),

B. Struktural

1. SEPALA (DiklatPim IV) tahun lulus 1992

2. SPAMA (Diklatpim III) tahun lulus 1999

3. DiklatPim II tahun lulus 2008

4. DiklatPim I tahun lulus 2010

V. Pengembangan Kapabilitas

A. Seminar, Workshop, Konperensi, Penataran dan Pelatihan

1. Sebagai panitia dan peserta Konferensi X Sarbica (Southeast Asian

Regional Branch International Council On Archives) di ANRI tahun 1995.

2. Pengajar Pelatihan Manajemen Arsip Dinamis di Universitas Indonesia

tahun 1996.

3. Peserta Lokakarya Nasional Proyek Evaluasi dan Perencanaan Sumber

Daya Lahan II di Bakosurtanal tahun 1997.

4. Penatar Penataran Arsiparis, di IKIP Medan tahun 1997.

5. Pengajar Pelatihan Manajemen Arsip Dinamis di Universitas Indonesia

tahun 1997.

6. Pengajar Pelatihan Manajemen Arsip Dinamis di Universitas Indonesia

tahun 1997.

7. Pemakalah Seminar Pembukaan Program Studi Kearsipan FISIP UT tahun

1999.

8. Penyusun Lokakarya Penyusunan GBPP STIA LAN RI tahun 1999.

9. Peserta Seminar Paradigma Baru Manajemen Diklat Inti Pesan

Conferences tahun 2000.

10. Peserta Seminar Manajemen Arsip/ Dokumen di ANRI tahun 2000.

11. Panitia Seminar Nasional Aspek Legal Dokumen Perusahaan Hasil Alih

Media di ANRI & MMI tahun 2001.

12. Peserta Seminar, “Dampak Deregulasi Pendidikan Terhadap Pendidikan

Tinggi di Indonesia Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Mandala Indonesia,

Jakarta tahun 2003

13. Instruktur Pelatihan Manajemen Rekod di UI tahun 2002

14. Participant International Seminar On “The Implementation of Information

Technology on Records and Archives Management”, ANRI&ICA tahun

2003.

15. Pembicara Lokakarya Profesionalisme Penanganan Administrasi

Perkantoran dalam Perspektif Manajemen Modern Institut Teknologi

Sepuluh Nopember Surabaya tahun 2004

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 364: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

355

16. Peserta Records Management Seminar “Managing Information in Times of

Change” di National Archives of Singapore tahun 2004.

17. Pembicara Pelatihan “Tata Persuratan dan Tata Kearsipan Dinamis”,

RS Persahabatan tahun 2004.

18. Pembicara Seminar “Aplikasi Teknologi Kearsipan”, LIPI tahun 2005

19. Participant International Gathering on Tsunami and Archives: The

Unexpected Possibilities, ANRI&ICA tahun 2006

20. Peserta Forum Komunikasi “Strategi dalam Memerangi KKN untuk

mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik, Bersih dan berwibawa”, ANRI

& Kemenpan tahun 2007.

21. Peserta Workshop Jabatan Fungsional Arsiparis, ANRI tahun 2007.

22. Moderator International Archives Training “Acquisition: Policy and

Strategic Implementation” ANRI tahun 2007.

23. Peserta Sarasehan dan Orientasi Kearsipan, ANRI tahun 2007.

24. Participant Series Lecture on “The Use of Archives and Historians and

Archives”, ANRI tahun 2007.

25. Participant International Archival Training, ANRI & SARBICA tahun

2008.

26. Pembicara Sosialisasi UU No.8 Tahun 1997 Tentang Dokumen

Perusahaan, BPAD Provinsi Riau tahun 2008.

27. Narasumber Sosialisasi Pengelolaan Perpustakaan dan Dokumentasi,

Badan Pengembangan SDM Kelautan & Perikanan, Dep. Kelautan &

Perikanan tahun 2009.

28. Participant Summercourse on Archives Studies, Diponegoro University

tahun 2009.

29. Peserta Focus Group Discussion (FGD), “Kurikulum Program Studi Ilmu

Administrasi Negara” FISIP-UI", FISIP UI tahun 2009.

30. Participant International Seminar on the Management of Electronic

Records, SARBICA tahun 2011.

31. Pembicara Seminar Nasional Kearsipan “Arsip sebagai Memori Kolektif

Perguruan Tinggi dan Sumber Penelitian.”, Pascasarjana UGM tahun 2011

32. Participant International Seminar and Conference on a Change of Climate,

ICA tahun 2012

33. Speaker International Conference & Workshop, “Making You Know”,

Faculty of Humanities, UI tahun 2012

34. Speaker International Seminar of SARBICA, ANRI, tahun 2013.

35. President of SARBICA (Dewan Kearsipan Dunia Cabang Asia Tenggara),

2014-2016.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 365: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

356

B. Pembinaan Profesi

1. Konsultasi Pengembangan Sistem, Manual, Pola Klasifikasi, dan Jadwal

Retensi Arsip (JRA) pada Kementerian Dalam Negeri, Pendidikan

Nasional, Agama, Luar Negeri, Perindustrian dan BRR, Provinsi Jawa

tengah, seta Provinsi Banten.

2. Konsultasi Pengembangan Sistem, Manual, Pola Klasifikasi, dan Jadwal

Retensi Arsip (JRA) pada Perusahaan Pelindo II, Pelindo III, PT Badak,

PT Exelcomindo, Bank Mandiri, serta Bank Internasional Indonesia.

3. Ceramah Nara sumber dan Pengajar Kearsipan pada Kementerian Dalam

Negeri, Luar Negeri, Agama, Perindustrian, Pendidikan Nasional,

Perhubungan, Kominfo, Pertanian, Perikanan dan Kelautan, Kesehatan,

Hukum dan HAM, SetNeg dan MA

4. Ceramah Nara sumber dan Pengajar Kearsipan pada Provinsi: Sumut,

Riau, Kepri, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Lampung, Bangka

Belitung, Banten, DKI, Jabar, Jateng, Jatim, DIY, Kalbar, Kalteng, Kalsel,

Kaltim,Kalimantan Utara, Bali, NTB, NTT, Sulut, Sulsel,Sulbar,

Gorontalo, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat;

5. Ceramah Nara sumber dan Pengajar Kearsipan pada Perguruan Tinggi: UI,

Unpad Bandung, ITS, Surabaya, Universitas Negeri Malang, Universitas

Airlangga, Universitas Sriwijaya, IKIP Medan, IAIN Imam Bonjol Padang

dan STIA-LAN.

VI. HASIL KARYA TULIS, MAKALAH, ARTIKEL DAN BUKU MODUL

1. Penataan Arsip Elektronik (suatu Pemikiran Awal, Buletin Arsip, ANRI

1990, Artikel Utama

2. Teknologi Informasi dan Arsip Elektronik: Suatu pemahaman Awal,

Jurnal Kearsipan, UGM1999. Artikel Utama.

3. Manajemen Arsip Bisnis Pada Perusahaan, Modul Kearsipan, ANRI, 2000 ,

Modul Diklat Kearsipan.

4. Manajemen Arsip Dinamis: Suatu Pendekatan Kearsipan, Majalah Badar,

Prov Jawa-Timur, 2001, Artikel Utama

5. Transparansi Informasi dan Fungsi Arsip Dalam Mewujudkan Good

Governance, Majalah Badar, Prov Jawa-Timur, 2007 Artikel Utama

6. Pengelolaan Arsip Pada Lembaga Kearsipan Daerah Kabupaten dan Kota

Dalam Perspektig Otonomi Daerah, Jurnal Penelitian Kearsipan, ANRI,

2006, hasil Penelitian.

7. Fungsi Arsip Dalam Membangun Good Governance, Majalah Kearsipan,

ANRI, 2008, Artikel laporan utama.

8. Parpol Butuh Pemimpin Transformasional, Harian Indopos, 17 April 2009,

Artikel Opini.

9. Membangun Partai Politik Masa Depan, Harian Merdeka, 29 April 2009,

Artikel Opini

10. Koalisi Parpol dan Netralitas Birokrasi, Harian Indopos, 30 April 2009,

Artikel Opini

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 366: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

357

11. Dokumen Pemilu Jejak Demokrasi, Harian Republika, 4 Juli 2009,

Artikel Opini

12. (Bukan) Bangsa Amnesia, Harian Republika, 7 Nopember 2009,

Artikel Opini

13. UU Kearsipan: Menjaga Identitas dan Jatidiri Bangsa (Sebuah Catatan

Kaki), Majalah Kearsipan, ANRI, 2009, Artikel Laporan Utama.

14. Kebijakan Pembentukan Lembaga Kearsipan Provinsi Dalam Peningkatan

Efektifitas Pengelolaan Arsip: Suatu Kajian Teoritis, Jurnal Penelitian

Kearsipan, ANRI, 2009, Hasil Kajian.

15. Perancangan Jadwal Retensi Arsip, Buku Materi Pokok D IV Univ.

Terbuka, 2009, Buku.

16. Arsip dan Kebijakan Publik , Majalah Kearsipan, ANRI, 2010, Artikel

laporan utama.

17. Beberapa Pemikiran Administrasi Publik, Good Governance dan Urgensi

Kearsipan dalam mewujudkan Demokratisasi, Orasi Ilmiah pada Sekolah

Tinggi Ilmu Administrasi Kawula Muda, 20110, Orasi Ilmiah.

18. Beberapa Pemikiran Administrasi Publik, Good Governance dan

Signifikansi Kearsipan dalam Membangun Demokratisasi, Jurnal Penelitian

Kearsipan, ANRI, 2011, Hasil Kajian.

19. Administrasi Publik, Good Governance dan Urgensi Kearsipan dalam

Membangun Demokratisasi, International Conference & Workshop,

“Making You Know.”,2012, UI, Paper.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 367: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

LAMPIRAN

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 368: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

359

PEDOMAN WAWANCARA UMUM

ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI

PERANGKAT DAERAH KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

Pedoman wawancara meliputi 4 (empat) substansi. Pertama, pola

pembentukan oganisasi perangkat daerah pada level kota. Kedua, efektivitas

organizational organisasi perangkat daerah, meliputi faktor-faktor yang

mempengaruhi yang mempengaruhinya. Ketiga, implikasi proses pembentukan

terhadap arah pengembangan organisasi perangkat daerah dan terakhir terkait

dengan peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah

Wawancara dilakukan pada beberapa kelompok key informant. Pertama,

kelompok legislatif daerah yang terlibat dalam proses pembentukan organisasi

perangkat daerah khususnya pada SKPD yang menjadi obyek penelitian meliputi:

pimpinan dan anggota komisi I DPRD kota Tangerang. Kedua, key informan di

lingkungan Sekretariat Kota yaitu: Sekretaris Kota, dan beberapa jajaran yang

terkait dengan perumusan organisasi perangkat daerah. Ketiga, Satuan Kerja

Pemerintah Daerah (SKPD) yaitu: Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor

Arsip Daerah. Terakhir adalah komponen masyarakat yang meliputi: institusi

sosial, LSM dan tokoh masyarakat. Tujuan wawancara adalah untuk memperoleh

data tentang pembentukan organisasi perangkat daerah yang terkait dengan

pelayanan.

Pola pembentukan organisasi:

1. Bagaimana proses pembentukan organisasi perangkat daerah, mulai dari

awal sampai dengan penetapannya dalam Perda?:

Dinas Pendidikan

Dinas Kesehatan

Kantor Arsip Kota

2. Bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok

masing-masing SKPD ( Dinas pendidikan, dinas kesehatan

dan kantor arsip)?

3. Faktor-faktor internal apa yang menjadi penentu dan harus diperhatikan

dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?

4. Faktor-faktor eksternal apa yang menjadi penentu dan harus diperhatikan

dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?

5. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,

fungsi dan tugas pokok organisasi Dinas Pendidikan?

6. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,

fungsi dan tugas pokok organisasi Dinas Kesehatan?

7. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,

fungsi dan tugas pokok organisasi Kantor Arsip Daerah?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 369: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

360

Efektivitas Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah:

1. Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah

dijalankan sesuai dengan Keputusan Walikota Tangerang meliputi ketiga

SKPD tersebut?

2. Apa faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat dalam menjalankan

fungsi dan tugas pokok tersebut?

3. Bagaimana proses penentuan dan pengangkatan kepala dari ketiga SKPD

(Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah)?

4. Apa yang menjadi pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi

Kepala dari masing-masing SKPD?

5. Bagaimana proses penyusunan program, kegiatan dan anggaran dari

masing-masing SKPD?

6. Apa yang menjadi landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing-

masing SKPD?

7. Bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas dari pegawai (SDM) yang

meliputi pejabat struktural (selain kepala SKPD), staff umum dan pejabat

fungsional?

8. Bagaimana manajemen kerja (mekanisme, prosedur dan sistem kerja) di

masing-masing SKPD?

9. Faktor-faktor intenal apa yang dominan menentukan dalam pengembangan

manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD?

10. Bagaimana sarana dan prasarana kerja (peralatan manual dan teknologi

informasi) dari masing-masing SKPD?

11. Bagaimana kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD dengan dasar

indikator kinerja yang telah ditetapkan?

12. Faktor-faktor apa yang menentukan dan memberikan pengaruh terhadap

kinerja dari masing-masing SKPD?

13. Bagaimana solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang

menghambat optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD?

Arah pengembangan Organisasi Perangkat Daerah:

1. Bagaimana kapabilitas adaptasi dari masing-masing SKPD terutama terkait

dengan struktur, fungsi dan tugas pokok terhadap dinamika perubahan

lingkungan?

2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam penyesuaian atau

adaptasi organisasional dari masing-masing SKPD?

3. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan

keterlibatan pemerintahan daerah (Sekretariat daerah dan jajarannya,

masing-masing SKPD).

4. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan

keterlibatan DPRD dan kalangan masyarakat?

5. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan

kapasitas Kepala dari masing-masing SKPD?

6. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan

kapasitas SDM yang ada dari masing-masing SKPD?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 370: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

361

7. Bagaimana upaya untuk meningkatkan program dan anggaran dari masing-

masing SKPD?

8. Bagaimana upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan manajemen kerja

dari masing-masing SKPD?

9. Bagaimana mengubah mind set dan culture set dari para pegawai yang

berada di masing-masing SKPD?

10. Bagaimana harapan prediktif dari kinerja masing-masing SKPD di masa

yang akan datang?

Peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah

1. Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintahan dalam proses

pembentukan struktur organisasi perangkat daerah mulai dari penyusunan

Raperda hingga ditetapkan menjadi Perda?

2. Bagaimana proses pemantauan dari Pimpinan Daerah dan DPRD terhadap

pelaksanaan kerja dari masing-masing SKPD?

3. Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan para

staf dalam proses pelaksanaan kerja di masing-masing SKPD?

4. Bagaimana peranan masyarakat (LSM, institusi sosial, tokoh masyarakat)

dalam memperbaiki kondisi SKPD yang memberikan pelayanan?

5. Bagaimana pemerintah daerah kota merespon seluruh masukan dari

masyarakat dalam upaya untuk memperbaiki kinerja organisasional SKPD?

6. Bagaimana relasi antara program dari masing-masing SKPD dengan

kebijakan Pimpinan Daerah (Walikota).

7. Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk

meningkatkan kinerja masing-masing SKPD?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 371: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

362

PEDOMAN WAWANCARA UNTUK DPRD TANGERANG

ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

Pedoman wawancara meliputi 4 (empat) substansi. Pertama, pola

pembentukan oganisasi perangkat daerah pada level kota. Kedua, efektivitas

organizational organisasi perangkat daerah, meliputi faktor-faktor yang

mempengaruhi yang mempengaruhinya. Ketiga, implikasi proses pembentukan

terhadap arah pengembangan organisasi perangkat daerah dan terakhir terkait

dengan peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah

Wawancara dilakukan pada beberapa kelompok informan. Pertama,

kelompok legislatif daerah yang terlibat dalam proses pembentukan organisasi

perangkat daerah khususnya pada SKPD yang menjadi obyek penelitian meliputi:

pimpinan dan anggota komisi I DPRD kota Tangerang. Kedua, key informan di

lingkungan Sekretariat Kota yaitu: Sekretaris Kota, dan beberapa jajaran yang

terkait dengan perumusan organisasi perangkat daerah. Ketiga, Satuan Kerja

Pemerintah Daerah (SKPD) yaitu: Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor

Arsip Daerah. Terakhir adalah komponen masyarakat yang meliputi: institusi

sosial, LSM dan tokoh masyarakat. Tujuan wawancara adalah untuk memperoleh

data tentang pembentukan organisasi perangkat daerah yang terkait dengan

pelayanan.

Pola pembentukan organisasi:

1. Bagaimana proses pembentukan organisasi perangkat daerah, mulai dari

awal sampai dengan penetapannya dalam Perda?:

Dinas Pendidikan

Dinas Kesehatan

Kantor Arsip Kota

2. Bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok masing-

masing SKPD ( Dinas pendidikan, dinas kesehatan dan kantor arsip)?

3. Faktor-faktor internal apa yang menjadi penentu dan harus diperhatikan

dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?

4. Faktor-faktor eksternal apa yang menjadi penentu dan harus diperhatikan

dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?

5. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,

fungsi dan tugas pokok organisasi Dinas Pendidikan?

6. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,

fungsi dan tugas pokok organisasi Dinas Kesehatan?

7. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,

fungsi dan tugas pokok organisasi Kantor Arsip Daerah?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 372: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

363

Efektivitas Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah:

1. Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah

dijalankan sesuai dengan Keputusan Walikota Tangerang meliputi ketiga

SKPD tersebut?

2. Apa faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat dalam menjalankan

fungsi dan tugas pokok tersebut?

3. Bagaimana proses penentuan dan pengangkatan kepala dari ketiga SKPD

(Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kantor Arsip Daerah)?

4. Apa yang menjadi pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi

Kepala dari masing-masing SKPD?

5. Bagaimana proses penyusunan program, kegiatan dan anggaran dari

masing-masing SKPD?

6. Apa yang menjadi landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing-

masing SKPD?

7. Bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas dari pegawai (SDM) yang

meliputi pejabat struktural (selain kepala SKPD), staff umum dan pejabat

fungsional?

8. Bagaimana manajemen kerja (mekanisme, prosedur dan sistem kerja) di

masing-masing SKPD?

9. Faktor-faktor intenal apa yang dominan menentukan dalam pengembangan

manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD?

10. Bagaimana sarana dan prasarana kerja (peralatan manual dan teknologi

informasi) dari masing-masing SKPD?

11. Bagaimana kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD dengan dasar

indikator kinerja yang telah ditetapkan?

12. Faktor-faktor apa yang menentukan dan memberikan pengaruh terhadap

kinerja dari masing-masing SKPD?

13. Bagaimana solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang

menghambat optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD?

Arah pengembangan Organisasi Perangkat Daerah:

1. Bagaimana kapabilitas adaptasi dari masing-masing SKPD terutama terkait

dengan struktur, fungsi dan tugas pokok terhadap dinamika perubahan

lingkungan?

2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam penyesuaian atau

adaptasi organisasional dari masing-masing SKPD?

3. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan

keterlibatan pemerintahan daerah (Sekretariat daerah dan jajarannya,

masing-masing SKPD).

4. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan

keterlibatan DPRD dan kalangan masyarakat?

5. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan

kapasitas Kepala dari masing-masing SKPD?

6. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan

kapasitas SDM yang ada dari masing-masing SKPD?

7. Bagaimana upaya untuk meningkatkan program dan anggaran dari masing-

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 373: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

364

masing SKPD?

8. Bagaimana upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan manajemen kerja

dari masing-masing SKPD?

9. Bagaimana mengubah mind set dan culture set dari para pegawai yang

berada di masing-masing SKPD?

10. Bagaimana harapan prediktif dari kinerja masing-masing SKPD di masa

yang akan datang?

Peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah

1. Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintahan dalam proses

pembentukan struktur organisasi perangkat daerah mulai dari penyusunan

Raperda hingga ditetapkan menjadi Perda?

2. Bagaimana proses pemantauan dari Pimpinan Daerah dan DPRD terhadap

pelaksanaan kerja dari masing-masing SKPD?

3. Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan para

staf dalam proses pelaksanaan kerja di masing-masing SKPD?

4. Bagaimana peranan masyarakat (LSM, institusi sosial, tokoh masyarakat)

dalam memperbaiki kondisi SKPD yang memberikan pelayanan?

5. Bagaimana pemerintah daerah kota merespon seluruh masukan dari

masyarakat dalam upaya untuk memperbaiki kinerja organisasional SKPD?

6. Bagaimana relasi antara program dari masing-masing SKPD dengan

kebijakan Pimpinan Daerah (Walikota).

7. Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk

meningkatkan kinerja masing-masing SKPD?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 374: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

365

TRANSKRIPSI FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

ANALISIS PEMBENTUKAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH

KOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

MC : Robby Sukatni (Rob)

Pemandu Diskusi : Ali Ahmudi (Ali)

Peneliti Utama : Mustari Irawan (Mir)

Pembimbing (ANRI) : Agus Santoso (Asan)

Agung Ismawarno (Awar)

Peserta :

1. DPRD ( Komisi I) : H Gatot Purwanto (Gat)

2. Bapeda : Hastuti Handayani (Han) dan S. Vijaya Kusuma

(Vik) 3. Biro Hukum : Budi D. Arief (Bud)

4. Dinas Kesehatan : dr. Ahmad Yunus Gunawan Wibisono (Wib).

5. K. Arsip Daerah : Hilman (Hil)

Notulensi : Supriyadi, Wahyuli, Heriadi Taliwang

Juru Kamera : Huson RIaji SIppan

Tempat diskusi : Ruang Vip RM Podok Selera, Tangerang.

Hari, tanggal : Kamis, 14 Nov 2013, Jam 15.30 s.d 17.30 WIB

Isi Diskusi :

Sambutan Bpk Agus Santoso :

Saya atas nama dan mewakili Pak Mustari, beliau menyampaikan maaf

karena tidak bisa menghadiri diskusi ini karena sedang menyusun MoU

keperluannya ke Portugal.

Berkaitan dengan masalah yg diskusikan pada sore ini , Pada prinsipnya

adalah bagaimana peneliti inginkan justru bagaiman mengawali

mengembangkan sebuah organisasi yg bertujuan bagaimana organisasi ini

bisa mengetahui titik kelemahannya maupun kelebihannya.

Pada prinsipnya ini bukan pendapat perorangan melainkan organisasi2

barangkali arsip nasional memerlukan datanya.

Untuk kedepannya monoh kesediaannya bpk/ibu sekalian untuk bisa

diwawncari kembali bila sekiranya masih ada data atau informasi yang

pelru kami lengkapi. Namun sejauh bapka/ibu sekalian telah bekerjasama

dengan baik dan untuk terima kasih.

Sesion I : Pola pembentukan organisasi

1. Bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi, dan tugas SKPD kota

Tangerang?

2. Faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi penentu dan harus

diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah

tersebut?

3. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,

fungsi dan tugas pokok organisasi SKPD Kota tangerang?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 375: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

366

Jawaban atas pertanyaan Bab I :

Bud : Saya mencoba menjawab dari sisi hukum, Pada dasarnya pembentukan

organisasi itu berasal dari amanah perturan pemerintah PP no. 2

tahun 2004. Peruntukannya adalah pembagianurusan tugas pemerintah

pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten atau kota yaitu PP

38 Tahun 2007. Dari sinilah kemudian sudh diatur apapun masing2

tugas pemerintah daerah urusan apa saja. Kemudian kita dibuat

peraturan pemerintah daerah no. 1 tahun 2008, tentang pembagian

tugas turunan. Disini ada pembagian tugas yang sifatnya wajib

maupun pilihan. Ini kemudian yang dijadikan dasar pembentukan

organisasi perangkat daerah yg sifatnya wajib maupun pilihan.

Kemudian yang sifanya teknis pembentukan organisasi daerah ini

diatur dalam PP no. 41 tahun 2009. Nah inilah yang menjadi dasar

yang akhirnya dibentuk perda2 yg terkait dengan perangkat daerah

masing2 kota. Yang terbaru itu ada perda no 3,4 5,6 ,7 tahun 2008,

masing mengatur tentang pembentukan badan, kantor, dinas,

sekretariat. Setelah itu turunannya adalah terbitlah perturan wali kota

dari masing SKPD. Inilah mungkin sudut pandang saya dari perspektif

hukum saja khususnya pembentkan SKPD di kota tangerang.

Gat : Kalau mengenai pola pembentukan organisasi, seperti yang

disampaikan pak budi, karena beliau sering rapat kerja pemerintahan

dengan komisi satu, secara formatif memang seperti itu, sesuai dengan

urutan2 internal peraturan yg ada. Saya ngga hafal urutannya, yg saya

hafal kalau mau ketemu dr wibisono aja nih... ( bercanda) kalau

urutan2 undang2 satu persatu saya ngga hafal. Memang seperti itu

secara normatif kita sudah menjalankan sesuai dengan peraturan

perundang2an no 38, dan no 41. Mengenai faktor internal kembali

pimpinan daerah masing2kan seperti itu, apa yg menjadi

pertimbangan pak wahidin mengenai penentuan tipe minimal yang

diperlukan waktu itu efektif. Tapi begitu ada pula yang mengatakan itu

efektif adapula yang bilang tidak. Sehingga diperlukan peraturan

tambahan, Bila diambil contoh misalnya, kami belum masuk waktu itu,

seperti melikuidasi bidang perkim krn waktu itu belum dibilang penting

karena waktu itu gedung belum berkembang seperti sekarang, tapi

karena ada pengembang yang ngemplang dan lain sebagainya maka

peraturanya bisa ditingkatkan menjadi bidang. Jadi semua dibuat

berdasarkan keperluan dan kepentingan masyarakat. Apalagi ??. Saya

masuk tahun 2009 waktu itu kota tangerang menggunakan pola

minimal, dengan jumlah penduduk seperti itu dan kebutuhan seperti itu

dsb.. ini yang ngomong menteri dalam negeri nih, dari kementerian

dalam negeri mengatakan pola ini tahun 2009 efektif. Nah kalau

kedepanya diharapkan kota tangerang ini jadi contoh gitu loh!jadi

contoh daerah lain dalam memilih organisasinya secara normatif

dengan orang2nya berkemampuan secara profesi ya! Tapi yang

ditempatkan itu sesuai kriteria yang ada yang bidang ini harus punya

kemampuan seperti ini, bidang ini punya kemampuan seperti ini dan

lain sebgainya. Jadi yang dirasakan kota tangerang kalau

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 376: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

367

pengembangan sudah dilakukan, kalau faktor internal kembali

bagaimana kepala daerah mendrive sesuai dengan undang2 daerah

yang berlaku, kalau faktor ekternal sesuai kebutuhan masyarakat dan

daerah2 diluar kota tangerang. Seyogyanya itukan bersinergikan ?

berseinergi dengan pemerintah kota, dengan pemerintah kabupaten,

pemerintah tangsel atau dengan propinsi. Agar program2nya

bersinergi, jangan sampai terjadi program pemerintah propinsi

kadang2 ngga nyambung, itu harus bersinergi kedepannya.

Wib : Assalam.... kalau mengenai urutan2nya dari sisi hukum memang

seperti itu, kemudian dalam proses ditambahkan pula oleh wali dan

berkali-kali kita ke mendagri untuk sosialisasi sehingga kita

menggunakan pola itu denagn kriteria PAD, kalau ngga salah ya,

jumlah penduduk, indeks pertumbunhan pembangunan, luas wilayah

dsb. Dan akhirnya kita boleh menentukan berapa banyak SKPD yang

dibentuk. Mengenai faktor2 internal saya sangat setuju sekali memang

tergantung dengan kebutuhannya. Sebagai contoh waktu itu kita tidak

membuat rumah sakit, krn mind setnya rumah sakit itu hight cost

memang. Pada waktu awalpun sy pertama kali masuk, waktu itu kepala

dinasnya pak Nuriman, waktu minta masukan memang kita tidak mau

bikin rumah sakit karena hight cost. cuma tergantung seberapa berani

pemerintah akan bisa daerah mensubsidi, bila rumah sakit itu akan

menjadi penghasil PAD dari unsur sosialnya karena memang higt cost.

Kebetulan teman2 dewan studi banding ke pontianak dan kota lainnya,

ke rumah sakitnya dan memang rugi kalau dibangun, dan kita

menyimpulkan kebutuhannya memang ngga perlu waktu itu. Dan kita

memiliki rumah sakit swasta yang bisa diberdayakan. Ngomong2

jeleknya ngapain mikirin orang kaya, jadi bgmana caranya kita bisa

mikirin orang miskin melalui pemberdayaan rumah sakit yang ada,

makanya rumah sakit waktu itu ngga dibentuk. Pertimbangan lainnya

knapa rumah sakit ngga dibentuk waktu itu adalah karena ada unsur2

internal yang lain yaitu karena perlunya tenaga, tenaganya juga ngga

butuh tenaga yang luar biasa, tiap sistem, tiap bagian itukan

memerlukan tenaga yang sangat banyak, yang notabene tenaga ini

harus diangkat oleh pemerintah daerah secara utuh, karena pola

pengangkatnya pegawai itu masih melalui menpan RW kuotanya,

sehingga akan menjadi hambatan kalau dibangun. Berkembang

sekarang kebutuhannya sudah beda lagi ya pakhaji, ternyata saat ini

perlu juga sementara pemerintah daerah sangat mendukung kalau

memang harus dibiayai sangat besar ngga masalah dengan

kemampuan faktor internalnya kita mampu duit banyak. Jadi faktor2

pembentukan organisasi itu situasional pada saat itu tergantung, jg

takut dibilang kedepanya tidak visioner karena kedepanya butuh,

ngapain kedepannya butuh dibuat sekarang kalau Cuma pekerja tidak

bekerja, nanti saja dibentuk, toh peraturan juga bisa dirubah atau

dikembangkan. Selama eksekutif dan legilatif berjalan bersama ngga

masalah itu.

Kemudian pada Pertanyaan pertama pem bentukan struktur SKPD,

kebetulan bicara SKPD tadi ada urusan wajib ada urusan pilihan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 377: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

368

Dinas kesehatan adalah urusan wajib yang sangat jelas bahkan

SPMnya saja sudah ada. Jadi sebenarnya kita tidak terlalu sulit. Kalau

pembentukan SKPD baru mungkin agak sulit, karna akan memilah

pekerjaannya dan dipegang siapa saja. kesehatan urusan wajib

pengembangannya tidak terlalu sulit, kita tinggal susun fungsi tugas

dsb kemudian kita floting, kemudian kita rapatkan semua dari bawah

kemudian kita usulkan ke Bapeda. Kemudian disana diolah dan itu

dirapatkan beberapa kali dan saya ikut terus waktu itu, itu bbrp kali

dikomentari bbrp SKPD jangan sampai pekerjaan saya jg dikerjakan

oleh orang lain. Itukan tidak mungkin, walaupun mungkin nanti setelah

jadipun tetap ada aplikasinya yang bisa aja tumpang tindih. Jadi kalau

prose pembentukan SKPD menurut kami dari dinas kesehatan sudah

runut dari mulai dasar aturan terus sampai kebijakan memperhatikan

faktor internal ekterna, menurut saya sudah benar.

Han : Assalam... Sebelumnya mohon maaf karena bpk yahya tidak bisa hadir,

tapi bersamaan hari ini kota tangerang mendapatkan penghargaan

suasti saba wirerda, penghargaan hanya satu2nya di indonesia

sehingga tambah satu lagi prestasi untuk kota tangerang, ini sejarah

kota tangerang yang didalamnya ada dinas kesehatan, hukum, bapeda

dan SKPD2 yang lain. Tadi telah disampaikan oleh biro hukum, dinas

kesehatan maupun DPRD mengenai proses pembentukan SKPD,

memang seyogyanya ketika membentuk organisasi itu proses

pembentukan struktur seperti apa begitu? Dengan dasar hukum yang

ada telah disampaikan sebelumnya, kota tangerang juga membentuk

standar no 1 tahun 2008 ya pak budi, dengan adanya 26 urusan wajib

dan 7 urusan pilihan. dengan itulah dasar urusan wajib dan urusan

pilihan tersebutlah pemerintah kota tangerang membentuk organisasi

dinas2, badan maupun kantor dan urusan pemilihannya kita lembagai

dalam dinas, namun tidak semua urusan itu dibentuk satu organisasi

ketika dipandang perlu beberapa urusan ini bisa digabungkan dlm satu

organisasi sbg contoh badan pemberdayaan masyarakat dan keluarga

berencana itu disitu ada beberapa urusan. Pada prinsipnya pemerintah

kota tangerang membentuk struktur organisasi tsb dg prinsip faktor

follow the function artinya struktur yg ada mengikuti fungsi shg jangan

sampai organisasi dibentuk terjadilah tumpang tindih seperti yang

disampaikan oleh dr wibi tadi shg jauh dari efektif maupun efisien,

namun pd kondisi saat ini dengan adanya standar pelayanan minimal

dari pemerintah pusat yaitu 15 standar pelayanan minimal ya pak, nah

itu mau tidak mau pemerintah daerah harus menerapkan standar

pelayanan minimal tersebut dan target2 yang harus di oleh organisasi

perangkat daerah. Saat ini BAPEDA sedang mengkaji ada indikator

dari SKPD itu kinerja program atau kegiatan. Sehingga dalam satu

SKPD itu dalam melaksanakan kinerja tugas pokok dan fungsinya ada

indikator kinerjanya, artinya ada target yang harus dicapai. Sehingga

semua orang sudah punya beban dan tugasnya masing2 termasuk

target kinerja yang harus dicapai di setiap pelaksanaan tugasnya.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 378: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

369

Selain itu jg faktor2 yg harus dipertimbangkan dalam menyusunan

struktur tugas pokok organisasi kota tangerang kami memandang

selain pembentukan tata urutan kelembagaan tadi juga pembetukan

ketatalaksanaan. Nah memang ketata laksananaan ini adalah sektor

sekretariat daerah dalam hal ini bagian organisasi. Tapi bagian

organisasi tidak bekerja sendiri, mereka tetap meminta pendapat,

pandangan dari berbagai SKPD yang ada dan mereka juga melakukan

analisa jabatan pak. Ketika Organisasi dibentuk tapi, jabatan dibentuk

tapi dia tidak tahu fungsinya apa? ikut sumbang analisa jabatan,

dibentuk analisa beban kerja ada sifatnya pelayanan ada standar

operasional prosedur, pelayanan minimal dll itu di pemerintah kota

tangerang sudah terbentuk. Dan beberapa SKPD juga sudah menyusun

Standar operasional prosedur untuk melaksanakan tugasnya. Dan juga

selain itu lembaga sudah dibentuk kemudian sumber daya manusianya.

Dibutuhkanya sumber daya manusia maka dbutuhkan anggaran

pembiayaan, nah itu tingkat kebutuhan organisasi yang komperensif.

Di kota tangerang itu menggunakan prinsip hemat struktur kaya fungsi,

jadi strukturnya minimal tapi fungsinya maksimal seperti itu. Nah

kedepan yg diharapkan dalam menataan ulang struktur di pemerintah

mungkin memang perlu pemetaan kembali perlu, penyusunan kembali

kebutuhan organisasi seifisien mungkin sehingga kaya fungsi dan lebih

bermanfaat dalam peningkatan pelayanan untuk masyarakat. Seperti

itu mungkin yang saya sampaikan.

Hil : Assalam.... singkat saja jawabnya urusan wajib pak. Cuman mungkin

kalau lebih terstruktur jawaban kesmua pertanyaan ini sudah dijawab

lengkap tadi. Pertanyaan yang disampaikan kepada saya pada saat

wawancara, bukan pada perencanaan struktur secara umum, tapi

langsung menukik pada SKPD saya sendiri. Saya jelaskan sama seperti

tadi pak budi kaitan dengan PP 41, termasuk pembentukan organisasi

di kota tangerang.

Yang kedua tentang faktor internal saya jawab sesuai dengan jawaban

saya waktu wawancara yang lalu karena ini penelitian, saya sampaikan

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang

imbasnya juga kepada volume pekerjaan khususnya masalah kearsipan

dan terutama masalah yang berkembang saat ini, namun sebenarnya

saya tidak bicara tentang kearsipan nih pak, karena orang ANRI

memang sudah ahlinya. Sebenarnya saya tinggal duduk manis aja nih

pak, mengenai sistematika penyusunan struktur sdh ada bapeda, ANRI

juga orangtuanya saya jadi bagaimana gitu? Tapi minimal itulah yang

saya sampaikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan

imbasnya juga pada perkembangan organisasi yg pada akhirnya

volume pekerjaan juga semakin banyak, maka perlulah suatu perangkat

daerah, seperti yg disampaikan pak dokter sesuai dengan kemampuan

daerah itu sendiri. Itu saja pak yang saya sampaikan, kurang lebihnya

mohon maaf. Wasalam.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 379: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

370

Sesion II : EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN ORGANISASI PERANGKAT

DAERAH

1. Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah

tersebut dijalankan sesuai dengan keputusan walikota Tangerang?

2. Faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat dalam menjalankan

fungsi dan tugas pokok tersebut?

3. Bagaimana proses penentuan dan pengangkatan kepala dari SKPD kota

Tangerang?

4. Apa yang menjadi pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi

kepala dari masing-masing SKPD?

Gat : Terimakasih pak, yang mana dulu nih.. Kalau secara keseluruhan,

perspektif kita tapi secara umum yang kami liat e… fungsi dan tugas dari

perangkat daerah, sesuai dengan keputusan Walikota, itu secara umum

sudah dijalankan. Itu yang kami liat, kalau ya baik-baik, sempurna sih

belumlah ya. Jadi yang kami liat seperti itu, persoalan selalu ada.. kan

selalu dinamis ya…Dan factor yang e.. factor-faktor yang jadi

penghambat dalam menjalankan tugas, fungís dan tugas pokok tersebut.

Ini yang sering kami kritik kepada teman-teman legislatif..e teman-teman

eksekutif, itupun koordinasi, koordinasi. Jadi koordinasi baru SKPD atau

mungkin dalam SKPD sendiri Madang-kadang ( tidak jelas ) yang

menjadi factor penghambat.

Bagaimana proses penentuan dan pengangkatan kepala SKPD… kalau

normatifnya kita ini adanya BAPERJAKAT “Badan Pertimbangan

Pangkat dan Jabatan” ini yang selalu, yang saya dengar, yang selalu

saya liat sendiri.. selama ini rapatpun seminggu sekali. Seminggu sekali

Baperjakat dan mempertimbangkan kriteria-kriteria, mereka

menempatkan kepala SKPD kota Tangerang. Kalau persoalan itu miring

kanan, miring kiri biasalah ya..ya kan kenapa yang dipilih pak Wibisono,

kok bukan saya kan, ha..ha..ha..artinya akalau secara normatif kenapa

kok ya..mungkin e..seorang pemimpin Pili yang dekat..Pak Harto dulu

Pilih yang dekat-dekat dia, itu jamak..kalau nggak dekat susah di atur

kan situ..pusing , kecuali kalau partai politik jangan dekat-dekat semua..

Apalagi..

Pak Ali : Pertimbangan pokok…

Gat : Ya.. jadi apa lagi Sekarang semua, semua pegawai pemerintah mungkin

hampir semua, harus membuat ( tidak jelas ) integritas.. jadi integriti itu

Sangat penting di, mungkin bukan hanya di Kota Tangerang saja, dan

kompetisi dan sebagainya… mungkin itu sementara..

Wib : Ya terimakasih, e..jadi menurut kami bahwa fungís dan tugas pokok

dari perangkat e.. kesehatan. Kita sudah jalankan sesuai dengan

keputusan Walikota Tangerang. E…sudah seluruhnya e…sesuai dengan

apa yang menjadi TUPOKSI hingga tiap-tiap bidang, tiap seksi, Cuma

mungkin e.. ada 2 hal yang jadi ganjelan, kalau saya pribadi bukan saya

pribadi ya…Dinas kesehatan kan, itu ganjelannya bahwa struktur itu

sudah ada yang di patentan yaitu Kesekretariatan. Tergantung suatu

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 380: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

371

SKPD sama semua ya…sama semua yaitu Ka.Subag keuangan,

Ka.Subag umum dan kepegawaianmenjadi satu, perencanaan Ka.Subag

perencanaan e..disini kalau dulunya 4 menjadi 3 karena pola minimal.

E..kalau 4 nya umum dan kepegawaian mejadi satu. Mungkin di

beberapa SKPD tidak jadi masalah tapi kalau kesehatan. Bagi Dinas

pendidikan mungkin yang punya BOLO nya itu buanyakk..itu akan

menjadi masalah. Apalagi untuk Kesehatan, ternyata dari ( tidak jelas )

Dinas pendidikan ngurus pegawai itu lebih repot karena pe..apa..naik

pangkat fungsional, kalau dulu kan Cuma satu jenisnya ya.. guru aja ya

kan? Mau guru PMP, guru apa itu, kan angka kreditnya sama e..begitu

kesehatan dengan jenis yang sama pula ada 8..32 jenis tapi karena

fungsional ada 18. Gizi kreditnya, perhitugannya berbeda. Dokter,

perawat, dokter gigi. Eh ya kan, kalau dokter umum ngurus gigi nggak

dapat poin tapi kalau dokter gigi dapat ya…perawat, perawat gigi, bidan

dan seterusnya itu, itu sampai sekian banyaknya walaupun hanya súper 5

nya kita tetap lebih repot. Jadi umum dan kepegawaian kalau mungkin (

tidak jelas ) dengan SKPD yang lain punya banyak pegawai, itu gak

mungkin disatukan. Bagian umum juga banyak yang kena diarepak,

karena dia, kenapa? Karena e.. untuk barangnya aja itu udah repot.

Misalnya tadi contoh sekolah, sekolah pengadaan bangku, meja atau

kursi meja. 20 sekolah, umumnya banyak. Itemnya Cuma 2, cursi sama

meja.. Baik kalau kesehatan sekali pengadaan minoritas itu 27 sampai

47 macam yang kecil-kecil dan itu satu-satu, dan makanya terlambat.

Kita masukin..bagian aset juga pusing.. itu hambatan banget. Makanya

itu harusnya nggak bisa secara umum disamakan kalau menurut saya.

Bukan kesehatan ajalah..ya ada beberapa Dinas lain yang kayak begini,

nggak tau yakarena saya tidak mendalami. Tapi minimal ( tidak jelas )

kayak guru apa…pendidikan itu harus kita…e..inikan.. Nah..itu yang

kayak begitu mungkin harusnya di pertimbangkan juga ya…

Kemudian factor yang dominan yang menjadi penghambat dalam

menjalankan fungís dan tugas pokok ya.. Yang pertama: kalau kita di

Dinas kesehatan, yang pertama hádala rekrutmen pegawai

ya..penghambat rekrutmen pegawai karena rekrutmen pegawai bukan

dikita ya.. rekrutmen pegawai masih di Menean, jadi seperti kita mau

mendirikan Rumah Sakit, perlu tenaga berapa itu, tapi tidak ada

pengangkatan pegawai karena tidak memenuhi syarat apalah, sehingga

tidak ada. Itu mau darimana pegawainya. Dan untuk kesehatan itu kan

beda-beda, beda-beda tenaganya itu. Tadi seperti Gizi, ini-ini, macem-

macem jadi memang perlu. Perlu ya menurut saya sih.. mungkin nggak

tau juga ya..kalau kesehatan rekrutmen pegawai, tapi paling nggak itu

memang harus ada pengangkatan yang rutin, dengan perhitungan

kebutuhan-kebutuhan yang pas. E… jadi penghambat pertama tadi itu,

ini apa SDM nya. Kalau duit sih, waduh… jangan ditanya deh..ya

bukannya saya sombong, kalau Kota Tangerang itu kaya. Orang kita

Cuma ngusulin 70 Miliar aja, dikasih 150 Miliar sama Dewan. Iya

betul.. untuk penanganan orang miskin, saya nggak ada ini. Makanya

kalau soal cari barang ini-itu dan bisalah kasarnya.. misalnya fisik bisa,

dalamnya bisa begitu, bisa begitu cepet. Misalnya bikin khusus

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 381: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

372

perawatan bisa, tapi begitu pegawainya ah...ini ni..karena bukan kita.

Kita punya ketergantungan sama orang lain gitu, dengan instansi lain

yang di pusat...Itu dari hambatan, nah jenisnya tadi seperti apa,

misalnya jenis-jenisnya ya..e..seperti perkembangannya, ini sebelum

pemikiran Rumah Sakit untuk pelayanan orang miskin, ternyata

pelayanan orang miskin itu e.. dengan sistem pembayaran dan

sebagainya itu, harus punya tenaga Asuransi Kesehatan sebetulnya.

Karena deteksi, satu deteksi kita itu sama dengan Direktur 36 Asuransi.

Betul itu.. kemaren langsung diomongin di depan Walikota, jadi memang

begitu repotnya dan kita puya tenaga ahli asuransi berapa..Lah kan

belum, begitu mau diangkat kan nggak ada. Kita mengharapkan kadang-

kadang dari pemerintah, kalau ada dari pemerintah kita langsung

tangkap tuh. Langsung saya pergi ke BP apa..BKPP, ini kita butuh

tenaga ini.. dilihat bukan.. ya udah nggak apa-apa gitu. Tapi nggak, kita

fear ya memang kebutuhan. Jadi itu faktor yang dominan. Itu yang utama

adalah e..tadi terutama adalah rekrutmen pegawai. Kemudian juga

bahwa untuk menjalankan fungsi, kita larinya dari tujuan, ke segala

macam sampai ahirnya dari ini itu terus lari ke program, ke kegiatan.

Hambatan kita salah satunya kegiatan. Kegiatan itu harus munculnya

sesuai dengan PERMENDAGRI .. gitu ya bu Bapeda ya..Nah bu Bapeda

juga nih kadang pusing juga. Kita maunya sih namanya diganti, tapi

nggak ada gitu pak..nah itu loh ya... itu sala satu faktor dan tugas pokon

yang menjadi hambatan. Nah..kalau untuk pengangkatan kepala SKPD

ini saya nggak tau, karena saya bukan yang ngangkat. Tapi secara

normatif memang melalui apa namanya e.. BAPERJAKAT, kalau yang

dibawah kepala SKPD..kalau kita ngusulin nggak..e..saya kan di

sekretariatan itu kita usulin, memang nanti masalah penilaian dia (

Baperjakat ) mungkin orang ini punya plus atau minus itu dah lain ya..

jadi melalui Baperjakat e..kalau fungsi dan tugas pokok dalam

penentuan untuk menjadi kepala dari masing-masing SKPD. Kesehatan

khususnya, memang ada bebrapa syarat ya ..contohnya untuk Direktur,

untuk direktur itu dalam e..surat Dirjen. Dari dirjen itu jelas ada

e..pedoman itu. Direktur itu harus sarjana KeRumah Sakitan , jadi

dokter umpamanya, nah kemudian untuk Dinas kepala Dinas, juga

kesehatan, tidak termasuk sih. Tapi akan terkait dengan aturan lain

misalnya dalam hal perijinan yang di sahkan oleh...kalau saya dokter

jadi disahkan oleh dokter. Jadi seharusnya yang jadi kepala dinas itu

dari dokter itu. Tapi yang menguasai akutansi.. iya sebagai pengguna

anggaran kalau nggak pakai akutansi , harus siap-siap diborgol. Harus

menguasai akutansi, manajemen, dan good relation yang baik gitu. Jadi

pertimbangan pokoknya menurut saya harus orang kesehatan, jangan

sampai kayak kemaren dari tempat lain, beda lagi. Ahirnya ya tunggu

saja kehancuran kalau begitu..tapi bukan, bukan saya ya. Kesehatan ya

mungkin itu tadi ya.. terimakasih...

Han : Terimakasih pak, tadi ada satu yang ketinggalan dari berbagai

pandangan ya pak.. e apa suatu ( tidak jelas ) ketika suatu organisasi itu

dibentuk, itu juga memperhatikan Kiss: Koordinsasi, integrasi,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 382: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

373

implementasi kiss ( tidak jelas ) dan itu sangat koordinasi. Itu sangat

gampang di ucapkan tapi pada pelaksana itu sangat sulit diterapkan.

Bapeda itu bagian koordinator, e..urusan wajib maupun urusan pilihan

yang ada di pemerintahan kota tangerang dalam hal perencanaan

pembangunan, kami itu sering sekali e.. untuk koordinasi sampai sehari

mungkin dr. Wibi itu beberapa kali di hubungi oleh koordinatornya.

Dalam hal ini kita e.. data ini mana untuk perncanaan ini mana. Data

pendukungnya ya.. tiap mengajukan e...perencanaan penganggaran..jadi

memang e..Bapeda itu sampai laporannya sudah sering kali rapat

koordinasi. Artinya kami sebagai koordinator e...untuk urusan yang ada

di pemerintah kota. Setiap bidang membawahi beberapa SKPD yang ada

dan itu melakukan koordinasi secara intens dalam e..baik dalam

perencanaan maupun e...penyusunan perencanaan penganggaran

sampai ketika pembahasan KUA ( tidak jelas ) selalu didampingi oleh

temen-temen Bapeda atau kami menyebutnya ( tidak jelas ) jadi mereka

mendampingi SKPD ketika berhadapan dengan e.. DPRD, seperti itu..

dan memang koordinasi itu sulit untuk e... gampang diucapkan tapi sulit

di terapkan.

Kalau selanjutnya tadi e...faktor penghambat dalam menjalankan fungsi,

tadi mungkin sekalian dalam hal koordinasinya karena memang

e...kenyataannya seperti itu. Namun e..itu tidak menjadi kendala lagi.

Kota tangerang sepertinya dengan adanya berbagai ( tidak jelas )

sepertinya dengan kendala-kendala itu menjadi sebuah tantangan bagi

aparat.

Kemudian e..penentuan pengangkatan kepala SKPD yang pasti kalau

menerapkan e...sebenarnya menjadi hak preroregatif pejabat pemerintah

dan kepegawaian dan Baperjakat ya pak, dalam hal ini kan pejabat

pemerintah dan kepegawaian itu adalah Walikota. Mungkin kedepan ada

visi dari undang-undang ASM, kita juga belum tau kapan akan bisa,

bahwa pembenahan kepegawaian adalah secara struktural tertinggi di

daerah tersebut. Nah.. dalam menempatkan orang kami, kami masih

meyakinilah bahwa tetap memperhatikan kalau dulu The right man on

the right place, tapi sekarang agak bergeser menjadi The best man on the

right place. Nah kami berharap bisa mengangkat orang, tetap

memperhatikan kompetensi dan kemampuannya. Baik dari sisi

kemanajerial dan kemampuan –kemampuan teknis dari tuntutan

sehingga dia mampu e..membawa apa e...memimpin SKPD yang menjadi

tanggungjawabnya. E... mungkin cukup aja terimakasih...

Bud : E......Terima kasih sepertinya sudah cukup lengkap tadi ya......dari pak

Gatot, pak dr.Wibi & bu Handa, baik saya juga mau belajar kissnya itu

tadi....ya cuman e....dalam tataran e.....perspektif dari bagian hukum

kami melihat memang apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah kota

daerah Tangerang dalam langkah melaksanakan tugas pokok,fungsi

pelayanan publik yang sebaik-baiknya atau pelayanan tim atau

masyarakat,kepala daerah dalam membuat suatu sistem,sistem

koordinasi seperti dikatakan bahwa koordinasi itu mudah di

ucapkan,sulit dilaksanakan.Tapi sistem itu sudah ada jadi seperti

bagaiman kepala daerah setiap hari senin itu melakukan evaluasi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 383: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

374

terhadap kinerja masing – masing SKPD.Setiap satu minggu sekali

mengumpulkan project – project,melakukan evaluasi e.....pelaksanaan

tugas selama satu minggu.Kemudian ada kegiatan evaluasi bulanan

ya,evaluasi pembangunan e.....jadi dilaksanakan oleh seluruh

SKPD,perwakilan SKPD melakukan evaluasi sampai sejauh mana

program,pelaksanaan program pembangunan selama satu bulan,ini

sistem ini sudah.ya...kembali lagi seoerti disampaikan oleh pak Gatot

tadi memang tidak bisa dikatakan 100%,tetapi upaya – upaya untuk

mencapai 100% itu terus dilakukan,nah bagian hukum memiliki satu

perannya adalah bagaimana e.....pelaksanaan tugas oleh masing –

masing SKPD ini haruslah diberikan payung,diberikan satu

pedoman,sehingga dalam pelaksanaan tugas yang pertama berdasarkan

undang – undang yang berlaku.Yang kedua adalah fungsinya untuk

pelindung,melindungi daripada aparatur daerah,melindungi daripada

masyarakat dari kemugkinan terjadinya penyimpangan didalam

pelaksanaan kerja e....tugas pokok sehari – hari,e.....karena itu e....untuk

mengurangi terjadinya hambatan yang menjadi beban tugas. Salah satu

kegiatan bagian hukum adalah melakukan evaluasi & kajian terhadap

produk hukum di masing – masing SKPD. Jadi pak,kami melakukan

evaluasi terkait produk – produk hukum di masing – masing

SKPD.memang kenyataannya kami menemukan beberapa persoalan

yang dihadapi oleh masing – masing SKPD, terkait dengan pelaksanaan

tugas yang mejadi dasarnya yaitu satunya belum lengkapnya

PERDA,belum adanya PERDA,peraturan walikota atau peraturan

pelaksanaan teknisnya belum dibuat sehingga menyulitkan juga didalam

pelaksanaan tugas.Nah dari evaluasi kemudian kita e.....lakukan kajian

e....kita kemudian membuat suatu rekomendasi agar SKPD ini

,kemuadian e......segera melakukan upaya – upaya untuk melengkapi

produk hukum daerahnya sehingga memudahkan pelaksanaan tugas di

masing – masing SKPD.termasuk bagaimana dukungan daripada

pimpinan daerah untuk mendorong bagaimana kerja SKPD untuk

melengkapi e.....kelengkapan produk hukum daerah.Nah kami mohon

membuat suatu surat edaran untuk melengkapi perangkat hukum

daerahnya,agar dalam pelaksanaan tugas dapat berjalan dengan sebaik

– baiknya.Terkait nomor e.....3&4 ini rasanya sudah kebijakan pimpinan

dalam hal ini „Baperjakat‟ e.....kemudian analisis jabatan ya ada

yah,analisis jabatan.A.......kemudian ABK ya jadi memang mekanismenya

ada.Cuma seperti yang disamapaikan oleh pak Bambang tadi e....ada

kewenangan atau perintah dari kepala daerah untuk menentukan

e......para pendamping atau para pembantunya,mungkin itu....

Hil : Ya terima kasih .....klarifikasi pak,dari sejak sejak awal disebutkan

kepala kantor,saya bukan kepala kantor arsip pak,saya e......kepala seksi

ha....ha.....ha.......kalau kepala kantor arsip ya knowledgenya juga harus

sesuai ya disesuaikan dengan e....kepala seksi

Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah

secara umum memang sudah dijalankan gitu yah,banyak dari apa

namanya e.......regulasi yang ada baik itu dari e......lembaga tertinggi

kami yaitu ANRI dengan ada undang – undang 43 nya,ada kemungkinan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 384: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

375

dari SOTK kota tangerang tahun 2008 tentang kantor Arsip. Secara

umum sudah dijalankan,dituangkan sebagaimana kaitannya dari misi –

misi extra,kemudian program dan kegiatan e.......dijalankan secara

umum begitu dan sudah gitu.e.......kemudian juga bahkan e.......langsung

menuji kepada tugas pokok dan fungsinya juga.Staff khusus sudah

dibagi habis pak,jabatan – jabatan staff itu sudah dibagi habis begitu

yah.E.......sampai pemegang ini,pemegang itu dan sebagainya gitu

yah,sudah dibagi habis,truss kemudian juga ya laporan kerja harian juga

sebetulnya dibuat gitu. Tapi e......ada sedikit hambatan karena pusing

kalau setiap jam dikantor katanya gitu kan,setiap dikantor apa ya

akhirnya tersendat – sendat lah,tetap berjalan begitu yah,e.......kemudian

juga apa e......berdasarkan SOTK itu sebagai salah satu kewenangan kita

membina kepada suatu SKPD sudah dijalankan.Sosialisasi tentang

apapun sesui dengan undang – undang tertinggi,sesuai dengan Perda

tentang kearsipan sudah dijalankan.namun mengingai kepada

pertanyaan yang kedua apabila ditanya apa faktor – faktor penghambat

ya tetap adalah pak,gitu yah.Sebagaimana yang awal saya sampaikan

dalam e.......sebuah organisasi seperti itu ada satu,ada

managemnet,Organisasi didalamnya,ada sumber daya

manusia,Finance,ada managemnet juga.urusan finance mungkin ngga

e......apa ada hambatan karena pemerintah daerah mendukung

sekali.management juga sangat mendukung.Kemudian kepada SDM

mungkin,SDM e.......mengenai SDM kearsipan ini gimana yah...langka

ha..ha...ha.....langka jarang gitu,jadi barang antik gitu pak yah

e........terus apa namanya untuk pendidikan,kompetensi juga dalam

masalah kearsipan ini sebagaimana saya sampaikan dikota tangerang

itu hanya ada lulusan kearsipan 7,kebetulan 7 yang 2 pindah ke

kabupaten,yang 1 ditempatkan di SKPD lain yang 3 ada dikantor arsip.

Itu saya menangani masalah kearsipan sesuai dengan (tidak jelas) setara

D3 kota tangerang dalam masalah kearsipannya gitu kan yah,itu juga

merupakan hambatan yang dapat saya sampaikan. Kenapa sih gitu dari

ANRI,dari lembaga tertinggi yang khusus menangani masalah kearsipan

ini.adakan lagi kerjasama dengan perguruan tinggi supaya mencetak

tenaga – tenaga arsip samapai setara S1 atau S2 gitu.e........dan daerah

kita apa namanya e......mengadakan suatu kerjasama gitu,sehingga arsip

ini e......orang bisa melihat lah exsistensi daripada arsip.Itu

sebagaimana ditentukan didalam e.......peraturan ANRI tentang nilai

guna arsip.apabila itu kita kaji pak,kaitannya juga mengenai SOTK itu

sangat universal sekali gitu yah,nah itu hambatan – hambatan dalam

menjalankan fungsi dan tugas pokok dan kenyataannya seperti yang saya

sampaikan gitu, ada baperjakat,ada apa lah, the best apalah tadi..saya

ngga ngerti atau the right man on the right place gitu ya pak yah..atau

ada juga like dislike kan,jangan ngga ada like kemudian di dislike gitu

kan.Itukan tetap juga menjadi satu bumerang buat kita meskipun dari

awal sistem ada yang itu tapi penghambat menjadi suatu........Baperjakat

gitukan ya tidak menutup masalah,baperjakat dimana juga ada,dimana –

mana juga ada,tapi ya apa itu kebijakan pimpinan atau kaitannya

dengan masalah politik.gitu juga tidak begitu berbicara banyak,karena

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 385: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

376

itu merupakan suatu hambatan juga gitu yah,terus proses penentuan dan

pengangkatan kepala SKPD,itu merupakan kebijakan dari pimpinan

gitu.Kecuali nomor 3&4 ini ya minimallah kalau orang mau e......jago

masak jangan nyuruh tukang menjadi chefnya,gitukan minimal yang

diberikanlah atau punya basic e......tukang masak gitukan.Dia melajar

menu,dia belajar apa gitu,selanjutnya ya mungkin tadi

baperjakat,kebijakan,like dislike,the best man on apa

tadi...ah...itulah.yang nomor 4 tidak ikut menjawab silakan dilanjutkan

terima kasih wasalammualaikum wr,wb.

Sesion III : Institusionalisasi Peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat

daerah.

1. Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintah dalam proses

pembentukan struktur organisasi masing-masing SKPD kota tangerang

mulai dari penyusunan raperda hingga ditetapkan menjadi perda?

2. Bagaimana proses pemantauan dari pimpinan daerah dan DPRD terhadap

pelaksanaan kerja dari masing-masing SKPD kota tangerang?

3. Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan

para staff dalam proses pelaksanaan kerja di SKPD kota tangerang?

Jawaban diskusi :

Gat : ya kalau saya sebagai anggota dewan tidak tahu persis di dalamnya,

penetapan itu berdasarkan ada sifatnya sudah normative, sesuai dengan

peraturan perundang-undangan. Misalnya menjadi hak prerogative

RAPERDA (nyambung atau enggak, gak tahu lah)…. Sesuai dengan

jawaban yang sudah saya berikan, kalau ditanyakan tentang RAPERDA

dilahirkan dari SKPD yang berhubungan dengan RAPERDA, misalnya

eee, PERDA tentang Rumah Sakit, nah itu, waktu itu, pak dokter ya?

Seperti itu, nanti di bawa ke BALEGDA (Badan Legislatif Daerah), itu

simapaikan ke anggota dewan, di sana ada pak Budi (poakar Hukum),

ada ibu eeee, “the best man on the best place”, ….. hahahahahaha….

(peserta FGD tertawa), dari BAPPEDA, dan lain sebagainya, kalau

RAPERDA Seperti itu. Tetapi kalau mengenai pembentukan struktur

organisasi, kita ketemu dengan anggota SKPD, waktu yang kami lakukan

melalui pertemuan formal maupun informal, selama kepemimpinan Pak

Wahidin Halim, akibat modelnya gak perlu saya ceritakanlah, atau

boleh saya ceritakan? “Bollleeehh paaak” (peserta FGD serempak

menjawab). Jadi cara pak wahidin itu menilai, bagaimana ini?,

bagaimana ini?, bagaimana ini?... (sambil memperagakan bertanya

dengan kawan-kawan di sekitarnya), seperti itu untuk menilai. Misalnya

dia membentuk struktur seperti ini, (sembari memperagakan dengan

tangan sebuah struktur organisasi), bagaimana pendapat Anda?

Bagaimana pendapat Anda? Karena saya juga pernah ikut terlibat, saya

ditanyakan seperti ini, perndapat saya bagaimana…, pendapat saya

bagaimana, memang ada taktik yang berbeda dilakukan untuk

memintakan pendapat heeemmm, seperti itu. Emmmm… kalau ada yang

tidak menyampaiakn pendapat, ditanya, “apa dan kenapa kok gak

ngomong”, kalau diem saja, apa pendapatnya?. Seperti tadi yang telah

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 386: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

377

disampaikan oleh pak Budi, eee…, dalam pertemuan sebulan sekali, tiga

bulan sekali, kalau proses pemantauan, … kota Tangerang, eee ada yang

namayan evaluasi, evaluasi perschedule dari masing-masing komisi

bertemu dengan mitra kerja, SKPD, Dinas-dinas terkait, di samping

tidak menutup kemungkinan, yang saya menyebutnya, Spot-spot waktu

tertentu, kadang-kadang kita mendapat masukkan dari LSM, Media,

SKPD lain, kami melakukan pemantauan langsung, kadang-kadang kita

ke Dinas yang bersangkutan, tetapi kalau ke kantornya langsung jarang,

kalau saya hamper enggak pernah kan? Kadang-kadang kalau kita

terjun langsung ke lapangan, ditanyain “wahh mau ngapain nih?”

misalkan ke pak Dokter, “pak Gatot mau nagih apa mau ngapain nih?”

hahahahaha….. (peserta FGD serempak tertawa), nah itu yang selalu

kita jaga. Bagaimana ….(juudul pertanyaan kuisioner), kami…, kami,

kalau yang diceritakannya sih bagus, tapi kami tidak tahu didalamnya,

yang tahukan kepala dinasnya sendiri, eee pak widi, pak budi yang sudah

diputuskan oleh SKPD masing-masing. Nahhh, sementara, itu saja.

Wassalamu‟alaikum wr wb.

Wibi : Terimakasih…… jadi kalau keterlibatan kompononen…. Dst

(pertanyaan kuisioner) … SOTK, sebetulnya tidak perlu saya jawab,

karena dari awal sudah jelas mana bagiannya Dinas KEsehatan

berkerja, menyusun ininya eee, struktur, fungsi, tugas dan lain

sebagainya itu kita susun dulu, kemudian kita sampaikan ke dalam eee,

galeri politik, eeeee.. ORTALA kemudian dibicarakan dengan seluruh

SKPD. Sehingga muncul RAPERDA seperti tadi yang diucapkan oleh

bapak H Gatot, mulai dari apa tadi, eee.. PROLEGDA dan seterusnya,

sampai hearing-hearing sampai muncul keputusan Raperda menjadi

Perda. Kemudian ee proses pemantauian pimpinan daerah tadi udah,

sama ya, proses pemantauan pimpinan itu ada rapat evaluasi, langsung,

surat kaleng, surat elektronik (e-mail : Red) eee, website dan lain

sebagainya itu suatu bukti fungsi pemnatauan, fungsi monitoring dan

evaluasi dari pimpinan Daerah dan anggota DPRD persis seperti yang

diutarakan oleh bapak H Gatot, memang seperti itu eee.. kita ada

Triwulanannya, masing-masing komisi yang membawahi, kemudian eee,

juga ada hearing-hearing, itu juga puinya ekses juga, kebetulan juga ada

PERDA, sekalian juga sambil meningkatkan, ada ekstra waktu, jika

PERDA nya beres, kita bicarakan juga tentang SKPD, sambil menyelam

minum air lah. Kemudian… bagaimana prosedur secara… dst

(pertanyaan kuisioner).. jadi gini, kalau di SKPD, kalau kita mau

mengambil keputusan itu tentang apa dulu? Kalau sifatnya sangat teknis,

harus jujur diakui bahwa, yang paling tahu adalah level di bawah, jadi

pasti akan dimintakan pendapat untuk yang sifatnya teknis, kaya saya,

ketika dimintakan bicara tentang gizi buruk, mungkin lebioh tahu si seksi

gizi masyarakat dari pada saya. Saya lebih umum, jadi pada saat

mengambil keputusan, baik kita rapatkan, eee dan terutama kita akan

mendengarkan, dari eee… tim apa, yang ahlinyalah kasarnya, walaupun

dia hanya staff, atau pejabat esselon 4, pertimbangannya kalau kepala

Dinas kami kan, itu biasanya akan minta pendapat lagi dari sekretaris

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 387: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

378

da nee, bidang-bidang, terutama menyangkut bidang yang

membawahi,”nah ini apa ini? Mau diambil keputusannya”. Ya demikian.

Bud : E . . . mungkin sebetulnya berbicara tentang ini, tadi sudah

disampaikan oleh Pak Gatot maupun dr. Wibi, sebelum Undang-undang

nomor 10 tahun 2004, tentang pembentukan peraturan perundang-

undangan kemudian dirubah nomor 12 tahun 2011. Memang setiap

program itu disusun oleh bagian hukum, tapi kemudian e...dengan

adanya ketentuan yang baru ini, penyusunan draft awal pembuatan

sebuah produk hukum daerah diusulkan oleh masing-masing SKPD

pemerakarsa disebutnya. Karena mereka inilah yang lebih tahu secara

teknis tentang apa kebutuhan dari masing-masing SKPD nya. Nah, itu

yang pertama kemudian baru draft penyusunan ini kemudian diusulkan

ya kepada staff di daerah melalui bagian hukum, untuk dilakukan

pembahasan dan apabila disetujui oleh pimpinan atau kepala daerah,

maka ditentukan dalam Raperda atau program, nah ini mekanismenya

seperti itu, sampai dengan dilakukan pembahasan dengan dewan,

kemudian ditetapkan secara bersama-sama antara legislatif dengan

(Tidak jelas 01:53:35) sendiri. Dan pertanyaan kedua, bagaimana

Kepala Daerah menentukan proses (Tidak jelas 01:53:49) yang

dijalankan. Jadi e . . . Kepala Daerah, dalam hal ini melakukan proses

pemantauan. Namun yang terpenting Pak Gatot dari Komisi 1 dan

perangkat yang lain melakukan hearing secara berkala dan pemantauan

dilapangan terkait masing-masing SKPD dalam rangka pelayanan

publik. Kemudian bagaimana pengambilan keputusan menggunakan

prosedur? Sebetulnya apa yang disampaikan Dokter Wibi itu adalah

demikian, artinya pengambilan kebijakan e . . . memang Pimpinan akan

bertanya kepada orang yang ahli di bidangnnya, artinya . . . apa . . .

artinya bidang yang semata-mata, perangkat yang sifatnya tekhnik

sifatnya yang membutuhkan pimpinan tidak begitu saja mengambil

kebijakan, tetapi paling tidak kepada wahana yang khususnya e . . .

bagian hukum yang merupakan bagian dari SKPD daerah dimana tetap

dengan kebijakan-kebijakan kepala daerah, walikota, apabila Walikota

membutuhkan pendapat hukum maka beliau akan memposisikan telaah

bagian atau akan dibahas. Nah ini asdalah tugas daripada . . .

khususnya hukum, Pemerintah yang membawa (Tidak jelas 01:55:30)

kemudian turun di bagian ini, kita lakukan kajian, kemudian kita buat

pembahasan, kemudian kita lakukan koordinasi, kita buat pengkajian,

pengkajian terhadap walikota terkait dengan apa yang beliau tanyakan,

setelah itu kebijakan ada di (Tidak jelas 01:56:02) nah ini . . .

mekanisme ini berjalan secara sejalan, artinya di tingkat daerah apabila

membutuhkan hal-hal terkait hukum, membutuhkan hal-hal hukum,

seperti itu.

Hil : Terimakasih, E . . . keterlibatan e . . . sebagai komponen untuk

kepentingan arsip kemudian, baik pak, kami prosedur pernah

menerangkan tentang pembuatan apa e . . . (Tidak jelas 01:58:55) untuk

urusan pemerintah. Buat kami perlu komunikasi dengan bagian

pemerintahan, begitu juga dengan bagian itu didapat dalam sebuah

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 388: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

379

forum kemudian ada sistem didalam komputer itu kemudian ada new

comment. Kemudian new comment dari masing-masing itu kemudian ada

kembali, yang pada akhirnya setelah menjadi surat dinas bagian hukum

kemudian bagian hukum kepada DPRD seperti itu yah. Tapi kalau

biasanya kan yang untuk pembuatan Perda itu kan ada kerjasama dari

DPRD gitu. Tapi yang saya alami sekarang tetap dari Disdik, tunjangan,

semuanya Pak yang saya buat dari eksekutif, kemudian nanti dikaji di

dewan. Yang kedua saya tidak terkait di awal itu oleh itu di ini tadi juga,

tadi e . . . bartanya, tentang pengambilan keputusan di Kota Tangerang

bahkan dijalankan yang memutuskan hari libur yang nyelip-nyelip itu

kita e . . . di Kota Tangerang itu pasti itu Inspektorat datang, yang

seperti itu, itu pasti ada gitu. Saya ke Bandung saja kemarin ngga jadi

gitu memang rutin apabila dilaksanakan betul, kaya kemarin juga terjadi

seperti itu ya, ya kita manusiawi ya, ya efek seperti itu itu kan ada celah

yang seperti itu, itu dibutuhkan eksistensi juga ikut ngobrol, keterlibatan

pelaksanaan kemudian tadi sudah saya sampaikan kemudian faktor

psikologi itu sudah dalambaik pengambilan keputusan, penggunaan

prosedur, keterlibatan tetap tidak perlu diperhatikan kemudian oh dia

arsip, kemudian kita perintahkan itu kan terus, sudah kerja terus,

kemudian kita siap sudah dikasih gaji itu ka, jadi mungkin belum makan

nih, itukan contoh kecilnya . . . contoh kecilnya, tekhniknya bapak yang

lebih tahu, itu adalah keputusan . . . itu artinya apayang saya sampaikan

kurang lebihnya mohon maaf, Wassalamualaikum Wr. Wb.

Han : “ Terima kasih Pak, saya mau menjawab atau mengutip suatu dari, dari

narasumber tadi yang kami dapat ya…pak ya…jadi saya gak ngulas lagi,

Cuma saya akan berbicara implementasi tentang struktur organisasi

dasar hukum kalau kami BAPEDA menjalankan program dari BAPEDA

karena tadi temen-temen sudah menjalankan program dari Raperda

menjadi Perda. Itu pasti tetep ada multi konflik ya…ya pak Budi ya.

Nah, kami bicara implementasi itu, kalau di program BAPEDA, Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah, hal kami menulis dokumen-

dokumen peraencanaan itu kami sangat-sangat melibatkan peran serta

masyarakat. Contoh dalam perencanaan Musrembang? ( Musyawarah

Rencana Pembangunan ) nah kami selalu meminta diawali dari rembug

warga, nah rembug warga sampai tingkat Musrembang Kelurahan,

kemudian Musrembang kelurahan nanti sampai ke tingkat yang lebih

tinggi, Musrembang tingkat Kecamatan e . . . sampai ke Musrembang

bapak yang ada ( Tidak jelas 02:03:00) nah itu masyarakat sangat kita

libatkan dan dalam hal ini juga anggota DPRD itu biasanya e . . . selalu

hadir ketika e . . . rapat Musrembang baik di tingkat kelurahan sampai

ke tingkat Kota. Jadi memang usulan rencana rencana pembangunan itu,

semuanya itu, tidak ada . . . bahkan kamipun meminta lepada DPRD

ketika menghadiri Musrembang, hasil reses dari itu diarahkan juga

masuk ke dalam Musrembang itu. Jadi masyarakat jangan sampai kamu

tidak mengusulkan ini, kok ada usulan ini, gitu. . . . Saya bicara dengan

Bapak (02:03:51) kami sangat melibatkan peran serta masyarakat,

sangat-sangat kami e . . . libatkan. Yang kedua tadi e . . . proses

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 389: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

380

pemantauan pimpinan daerah. Tadi sudah dijelaskan juga bahwa

evaluasi e . . . mingguan mungkin kopi morning istilahnya ya Pak Budi

untuk evaluasi kepala SKPD. Tapi biasanya estela kepala SKPD Kopi

Morning dengan Pak Walikota itu pasti ditindaklanjuti, Kepala SKPD

akan mengumpulkan kembali e . . . baik Kepala Bidangnya, sekertaris,

Ka.Subdik, ataupun Ka.Subag itu dikumpulkan kembali untuk

menyampaikan arahan-arahan tekhnik dari Walikota dan akan ditindak

lanjuti terhadap e . . . pelaksana tugas. Selain itu juga ada evaluasi

kegiatan, evaluasi kegiatan ini biasanya setiap bulan dilaksanakan e . . .

ditingkat Kota dan ini Sangat Kooperensive pak. Disitu biasanya ada

eksekutiv bidang (sambil tertawa) forum ini sangat-sangat . . . karena ini

dipimpin langsung oleh Pak walikota . . . disini oleh kepala SKPD

menjelaskan Progres, program, atau kegiatan untuk yang sudah

dilaksanakan sejauh mana e . . . apa kendalanya, permasalahannya dan

diusahakan disitu juga sudah dapat solusinya jadi ketika kembali ke

SKPD tidak ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan. Nah

biasanya kami, SKPD-SKPD sebelum adanya evaluasi ditingkat Kota,

nah kami secara internal di SKPD itu juga mengadakan rapat evaluasi

persiapan, pra-pra evaluasi ditingkat Kota, seperti itu . . . Jadi e . . .

proses capaian kinerja kegiatan, kinerja individu itu sudah dapat

terekam dan itu menjadi bahan e . . . ketika pimpinan e . . . mengikuti

rapat evaluasi ditingkat Kota, itu untuk pertanyaan nomer dua, dan

untuk pertanyaan nomer tiga adalah bagaimana pengambilan keputusan

. . . Ada budaya organisasi di kawan kami, di Bapeda memang secara

struktural tidak terlalu banyak, kami hanya 55 orang tapi memang

berbagai karakteristik dan latar belakang pendidikan yang berbeda

sehingga kami warna-warni. Tapi kami berorganisasi bahwa

bekerjasama itu sangat dibutuhkan dan dikedepankan jadi, tidak ada

aku, saya, tapi adanya kita dalam berbagai hal ada juga e . . . dalam hal

breafing internal biasanya e . . . pimpinan itu mendengarkan pendapat

dari para bawahan atau masukan apapun jadi kita tidak melihat dari

strukturalnya tapi masukan apa yang akan disampaikan. Ada juga tradisi

kami di Bípeda, kayakya dari tadi menyebutkan kata-kata istilah

ha….ha….ha… karena Bípeda itu SKPD adalah badan format daerah,

sebuah perencanaan dikumpulkan oleh SKPD, Bapeda pasti akan

diberikan format yang akan diisi. Intinya sih sebenarnya itu

e…..menunjukan rencana SKPD nya ataupun capai-capaian ditingkat

SKPD nya. Ada satu budaya organisasi dikami, yang ada pada kami

yaitu mengistilahkannya JUMPAINUL “Jumat Pagi Informasi

Unggulan” jadi setiap hari jumat kami biasanya memanfaatkan, ketika

estela olahraga 1 atau 2 jam sebelum masuk sholat jumat, biasanya kami

dan teman-teman yang mengikuti Diklat keluar daerah ataupun di

tingkat pusat seperti BAPERNAS akan Sharing informasi disitu. Dia

akan transfer ke teman-teman yang tidak ikut Diklat, sehingga kami

semua menjadi tau. Apa sih informasi yang dia dapatkan, tidak hanya

e….informasi ketika Diklat. Termasuk teman-teman yang mungkin

kunjungan ke Kabupaten, atau kota e…. mungkin waktu kunjungan kerja

atau studi kooperatif e….nah dia akan menyampaikan e….apa

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 390: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

381

mengambil prinsip ambil yang baik buang yang buruk, kita coba sesuatu

yang baru seperti itu yang diajarkan. Nah, Bapeda selalu mencoba

seperti itu, ketika ada sesuatu yang baik kita coba e…. kreatifitaskan lagi

sehingga e….. muncul ide-ide dari teman-teman kita, dari itu menjadi

sebuah pemikiran, dari e….kepala pimpinan dan terusteran kepala

pimpinan kami Pak Sofyan, dan kebetulan sebelumnya, sebelum menjadi

kepala Bapenas hádala menjadi kepala bagian organisasi dan beliau

memang e…. manajemen apa..manajemen SDM memang Sangat konsen

terhadap peningkatan SDM. Mengembangkan diri, ini suatu keuntungan

bagi kami sebagai kepala Bapeda, sehingga tidak ada kendala. Ketika

e…peningkatan SDM, pemanfaatan-pemanfaatan biaya visual ataupun

e…banyak sekali keuntungan-keuntungan yang kita ambil. Mungkin

demikian e… untuk gambaran singkat organisasi kami mudah-mudahan

cukup untuk e….informasi pada hari ini, terimakasih….

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 391: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

382

TRANSKRIPSI WAWANCARA

SEKRETARIS KOTA TANGERANG PERIODE 2004-2012

Tema : Analisis Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah

Tanggal : 3 November 2013

Tempat : Rumah Kediaman Mantan Sekda

Narasumber : Harry Mulya Zein (H)

Pewawancara : Mustari Irawan (MI)

Agus Santoso (A)

MI : Pertama yang ingin diketahui adalah bagaimana proses pembentukan

SKPD itu fokus pada dua dinas, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan.

H : Kenapa itu?

MI : Karena lebih kepada fokus bentuk pelayanan publik, pelayanan yang

bergaul langsung dengan masyarakat. Yang ketiga adalah kantor arsip.

Ini sebetulnya memang awalnya kantor arsip, tapi karena apa karena

promotornya menginginkan lebih jauh lagi ditambah jadi luas.Dua

SKPD, intinya adalah bagaimana proses pembentukan dari e…ketiga

SKPD itu atau secara umum bagaimana proses.

H : Ya kalau secara normatif memang kita kita merefer pada e…apa

namanya PP seperti biasalah normatif. Apakah yang ingin diketahui

yang manifesnya oleh kepala Bapak Mustari ini apa? Saya pengin tahu

dulu jadi nanti….

MI : Jadi apa faktor yang mempengaruhi kemudian apa indikasi dari korelasi

itu secara organisasional apakah dalam sistem….

H : Kalau orang-orang daerah ini para perencana organisasilah gitu di

daerah dia pasti apa namanya sabdo pandito gitu. Artinya nggak ada

pertimbangan misalnya, “kenapa begini kenapa begitu.”

MI : Berdasarkan aturan.

H : Ya aturan. Itu yang melekat pada birokrasi dan tidak ada satu kreativitas

karena kreativitas di Indonesia akan terjerembab kepada persoalan

hukum nantinya. Kalau misalnya uang ada aliran APBD nah ketika

diperiksa udah kena. Itulah yang membuat pejabat-pejabat daerah patron

clien tidak ada suatu kreativitas. Kalaupun orang pusat ini, pusat itu

hanya bertugas menyusun standar, norma, dan prosedur. Orang pusat

bikin surat harus dilaksanakan gitu kan masa bodo mau jungkir balik.

Harusnya ini saya kembali mencontohkan ini ya e…pemilu bukan karena

saya mengaitkan. Karena terjadi satu persengketaan karena peraturan

yang tidak jelas, peraturan yang multi tafsir, membuat apa para

pelaksana di daerah itu adalah e…apa namanya loyalitas mati. Karena

sesungguhnya e…undang-undang desentralisasi sehingga daerah bisa

mempunyai kreativitas, daerah mempunyai inovasi-inovasi yang lain. Ini

yang membuatnya, nah kaitan dengan bagaimana penyusunan organisasi

daerah itukan ya tentunya berpatokan kepada rukun penjabarannya apa

tuh, undang-undang PP itukan. Padahal sesungguhnya juga undang-

undang dan PP tidak apa ya menyajikan secara detail. Ada suatu terjadi

begini ketika ada suatu layanan misalnya reklame BPP Badan Pelayanan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 392: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

383

Perizinan ngambil duit dia kalau terjadi masalah itu mah urusan Satpol

PP dan Dinas Tata Kota. Terjadi perseteruan padahal harusnya inikan

suatu sistem kan dibangun dibentuk dinas ini tentunya walikota jadi

penengah juga. Akhirnya amanat dari peraturan daerah, amanat

peraturan walikota tidak efektif. Ini tafsiran-tafsiran pejabat-pejabat di

daerah seperti itu.

MI : Kan wali seperti yang perdalah SKPD. Itu proses awalnya seperti apa?

Apakah setiap….

H : Begini, pertama dibentuklah ada umpamanya e…tim yang diketuai oleh

Sekda langsung.

MI : Terdiri dari?

H : Semua terlibat baik itu SKPD yang akan dilebur, SKPD yang tidak

dilebur dilibatkan semua.

MI : Itu stakeholder-nya itu.

H : Iya dan masyarakat. Kita uji publik melibatkan LSM, pemerhati apa

namanya.

MI : LSMnya misalnya apa

H : BEST.

MI : Apa itu?

H : BEST itu ada singkatan pokoknya kayak….banyak LSM-LSM hanya

e…apa namanya kinerjanya itu mencari duitlah dari proyek.

MI : Tukang meres. Ada nggak nama yang bisa dijadikan narasumber waktu

wawancara.

H : Papirok itu sebetulnya mah salah satunya si Imron tim suksesnya Aswi

itu.

MI : Ya nggak apa-apa inikan dengan politik, Imron gitu ya.

H : Jangan Imron. Ada Wawan namanya. Kantornya di….(tidak jelas)

MI : Terus kaitannya.

H : Ya itu seperti itu. Di lingkungan internal kita dididkusikan dengan

walikota, mungkin Pak walikota ada kepentingan-kepentingan bahkan

saya satu minggu waktu itu di Puncak tuh membicarakan soal perizinan

dengan supaya digabung kan. Kemudian tanda tangan langsung

dilarikan ke walikota tanpa ada melalui prosedur Sekda gitukan. Nah ini

sebenarnya perizinan kan di situkan diinterpretasikan kepala daerah ada

need-nya itukan Sekda jangan ikut-ikut, ini urusan gua. Nah dengan

dewan juga intens. Dan dewan juga melibatkan hearing juga dengan

stakeholder gitukan, bukan hanya di intern SKPD bahkan waktu itu

Dewan…(tidak jelas) yang dulu ada dinas namanya Perumahan dan

Pemukiman karena apa namanya kepala dinasnya waktu itu dia tidak

komulatif akhirnya dilebur. Karena menurut ini kita tim bahwa Dinas

Pemukiman dan Perumahan ini masih relevan karena Tangerang ini kan

kalau lihat zoningnya itukan ngurusin rumah, pemukiman dileburlah dia.

MI : Kan contohnya misalkan kalau di kantor arsip dari beberapa daerah

kantor arsip digabung dengan perpustakaan. Kenapa di kota Tangerang

kok dijadiin sendiri.

H : Nah dari sini arsip itu menurut hemat kita kan waktu itu terjadi suatu

kasus yang menurut penelitian kita memperoleh arsip-arsip apa aset yang

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 393: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

384

penting tercecer ke mana-mana. Oleh itu dengan pertimbangan itu jadi

kantor sendiri, untuk perpustakaan karena memang waktu itu ingin

meningkatkan pelayanan pendidikan salah satunya adalah perpustakaan.

Bahkan perpustakaan ini agar seluruh kecamatan ada untuk masyarakat

yang dibangun oleh pemerintah kemudian juga dikelola oleh masyarakat.

Kemudian setiap harinya dikontrol oleh perpustakaan. Nah arsip itu

pertimbangannya seperti itu. Jadi arsip ini menjadi bagian penting.

MI : Itu eselon berapa arsip?

H : Eselon III.

MI : Kalau dinas IIB? Terus kalau yang Dinas Kesehatan dia tidak

digabungkan dengan yang lain BKKBN?

H : Ya sebetulnya dinas kesehatan juga menjadi bagian dari kita karena

berasumsi bahwa Dinas Kesehatan adalah merupakan layanan dasar.

Makanya kita utamakan mengelola sepenuhnya di bidang kesehatan.

BKKBN kan dulu waktu jaman-jaman Orba gitukan adalah lembaga

konseling masyarakat. Ya memang ada sih cantolan kegiatan di Dinas

Kesehatan bagaimana membina Pos Yandu ya terkait juga gitu.

MI : Kalau yang pendidikan?

H : Sama juga. Kan kita bisa melihat pendidikan kan kalau kita lihat

pelajaran apa yang terjadi di pusat terjadi di daerah, daerah bayangan

pusat.

MI : Imitasilah ya.

H : Kalau sekarang kan nggak begitu apa namanya…(tidak jelas). Terus ada

desentralisasi yang nggak murni. Jadi terkait dengan Dinas Kesehatan

seperti itu. Ini concern bahkan sekarang penganggaran alkes diperbesar.

MI : Masih Pak Rudy.

H : Udah wafat.

MI : Kapan?

H : Udah beberapa bulan.

MI : Saya wawancara masih Pak Rudy. Sekarang siapa?

H : Pltnya ada sih.

MI : Sekretariat DPRD kemudian yang di apa…(tidak jelas). Seperti ini

contohnya di Dinas Kesehatan di dinas Pendidikan dan juga mungkin

yang lalu Kantor Arsip itu pimpinannya itu gimana proses e…

H : Rekruitmen?

MI : Ya bukan rekruitmen, proses penyelidikannya sampai diangkat.

H : Pengangkatannya? Ya kalau Dinas Kesehatan ya tentunya bukan kita

memang bisa aja.

MI : Kalau pendidikan?

H : Kita harus bedakan tergantung user-nya itu, walikotanya gitu kan. tapi

yang jelas bahwa kita e…apa namanya eselon IIB ini prosedurnya kan

harus ada rekomendasi dari gubernur kan, tapi itu biasanya itu tidak

menjadi keharusanlah, ganti, ganti aja gitu kan.

MI : Pemilihan orangnya bagaimana?

H : Kalau kita berdasarkan pengalaman jadi sekda. Jadi kita melihat karier

gitu Pak dari bawah, khusus mengenai dinas-dinas khusus yang tadi

kependidikan tentunya orang yang paham betul terhadap belantara

wilayah pekerjaannya, spesifikasi pekerjaannya, ranah pekerjaannya. Ya

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 394: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

385

kita misalnya dokter ya kan banyak berhubungan dengan rumah sakit.

Jadi terhadap dinas-dinas kayak inspektorat dia harus dari auditor jadi

paham betul. Karena bukan pembentukan organisasi di daerah itu bukan

bagi-bagi kekuasaan. Nah dari dulu saya berpandangan seperti itu. Saya

banyak berselisih paham dengan Pak Wahidin, Pak Wahidin itukan

kadang-kadang melibatkan ada parameter politik. Dia membantu nggak

waktu gua nyalonin? Ah gak bantu Pak. Ah udah jangan kan gitukan.

MI : Ada nggak yang jadi tim sukses kemudian jadi kepala dinas?

H : Saya bemperi saya tes, psikotes semua untuk bahan ketika dia

menempatkan seseorang kan ada rahasia publik itu, “itu mah hanya

me…apa namanya menempatkan orang-orang yang politik balas budi.”

Kata Pak Wahidin, siapa bilang, saya pakai di psikotes apa segala. Dia

nggak tahu bahwa itu adalah membemperi dia untuk tidak menempatkan

ini tidak berprasangka nepotisme kan makanya saya waktu itu. Pokoknya

kita terhadap badan-badan apa dinas atau badan atau kantor yang punya

kualifikasi khusus itu ditempatkan orang-orang yang berkopetensi itu.

MI : Itu dari internal SKPD yang bersangkutan atau dari luar?

H : Dari luar misalnya Dinas Pendidikan yang memang berkecimpung

dulunya pernah jadi guru.

MI : Dulu pernah jadi Kepala Dinas Pendidikan Pak?

H : Saya dulu kan jamannya Pak Thamrin. Nah ketika saya itu saya set up

seperti itu, tadinya Pak Wahidin nggak setuju, “ngapain sih.” Tapi biarin

aja dia ngomong apa tapi saya bicara kompetensi. Tapi memang orang

yang menset up seperti nggak dipakai.

MI : Sekarang kembali ke tiga SKPD ya kemarin katakanlah Pak Rudy

kemudian Bapak…(tidak jelas). Pak Hery tiga orang itu bisa

dikategorikan sesuai nggak sebagai kepala yang tadi dikatakan tadi

dikatakan tadi?

H : Sesuai. Pertama mungkin Pak ….(tidak jelas) dia juga sudah doktor.

MI : Doktor.

H : Doktor. Sama dengan saya mengikuti saya.

MI : Dari mana itu?

H : Unpad.

MI : Oh Unpad.

H : Cuman dia MPd kan dan SPd juga karena background guru. Walaupun

memang kepala dinas itu adalah seorang menejer, waktu saya juga

sebenarnya yang penting di subdis apa namanya di kabid-kabidnya kalau

kabid-kabidnya punya kompetensi nggak masalah ini. Ya yang jelas

waktu saya dua tahun saya menjabat Kepala Dinas Pendidikan anak

buah saya salah satunya Tabrani. Tabrani waktu itu eselon IV. Jadi tetep

kita menghargai, jadi rekruitment kita itu kalau tidak ada dari intern

dinas itu sendiri kita cari dari luar yang punya hubungan ini. Tapi sangat

amanatkan sekali pertama dinas e…keuangan dan aset daerah ya harus

punya kualifikasi ngerti dengan akutansi makanya dia tahunya calon itu

dia sebagai dulunya auditor dari BPKP.

Politik tidak menjamin juga karena yang namanya seorang birokrat

di…(tidak jelas) harus punya antara perasaan dan rasional harus tetap

main ya. Ketika dia memimpin keuangan tidak didukung oleh stafnya

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 395: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

386

karena apa dia kaku gitu. Ya tentunya ya memang secara pikiran ya

harus seperti itu, tapi ketika ini udah di stafnya melejit banyak dukungan-

dukungan Kejaksaan, akhirnya terkait ke saya, saya dipanggil oleh

Kejaksaan waktu itu. Saya jelaskan deposito karena kita on the track dan

saya juga walaupun saya bukan dari akutansi saya belajar. “Bagaimana

sih yang namanya keuangan pemilik rumah makan sama ajalah

perbedaan operator organisasi kan, organisasi publik dan swasta kan

berbeda.” Yang jelas saya yang mengendalikan.

Tapi posisi seorang sekda memang betul-betul paham belantara

organisasi, kepegawaian, kemudian juga layanan. Dan kita juga teratur

komunikasi dengan dewan karena dewan juga menentukan legislasi. Toh

dia juga ini, tapi yang terjadi saya sepuluh tahun jadi sekda itu

komunikasi dengan dewan. Kan terjadi korupsi segala misalnya nanti

jadi masalah kalau saya mah nggak mau, karena saya berpandangan

kalau memang misalnya katakanlah ini tidak menjadi masalah hukum lha

saya boleh-boleh saja, artinya mensiasati. Dewan kan biasanya maunya

instan saja kalau mau, penginnya diuntungkan apalagi kalau misalnya

meluluskan anggaran, anggaran dia nggak boleh dikoreksi, anggaran

kita dikoreksi sama dia.

MI : Nah itu tadi kaitannya dengan anggaran, setiap SKPD kan pasti ada

anggarannya yang merupakan jatah dari kue yang besar untuk kota

Tangerang. Nah ini kira-kira anggaran ini kita proses penyusunannya

mulai dari ajuan sampai ke persiapan anggaran tiga SKPD karena

fokusnya tiga SKPD, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, serta

Kantor Arsip itu gimana?

H : Pertama panduannya adalah bagaimana ada renja.

MI : Renja.

H : Terus kemudian juga baru visi, visi yang besar ya walikota dan wakil ya.

Kemudian juga diturunkan ke visi kota, kemudian visi dinas itu sendiri.

MI : Masing-masing dinas dan kota punya visi misi.

H : Visi misi cuman mungkin ini sub komponen saja daripada ini kan. Kalau

bahasa visi biasanya normatiflah. Ya normatif nggak bisa diuji seperti ini

dilakukan pengujian, tapi yang jelas bahwa anggaran ada mungkin

panduannya setiap tahun dikeluarkan oleh Mendagri Sekmen ya setiap

tahun itu berubah ubah gitu kan. Harus mengacu pada RPJM ini kan, ya

samalah di kita juga RPJM RPJP juga ada RKPD apa namanya

Rencana Kerja Pemerintah dan Daerah kan. Di Dinas juga kayak di

Setda kita punya rencana tahun ini apa, saya sering mengkritik, biasanya

kan tahun lalu itu-itu lagi. Jadi tidak ada kreativitas saya bongkar tuh.

MI : Itunya usulannya?

H : Iya usulannya. Itu lagi itu lagi ya tentunya itu kan harus kita kritisi coba

out putnya di mana? Lima tahun ke depan pengin jadi apa? Lha saya

teliti apa bahkan ribuan kegiatan kan itu ada laporan induk kegiatan.

Tapi yang jelas prinsip-prinsipnya saja sehingga tidak bertentangan

dengan permen dengan ini dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah

secara keseluruhan kemudian juga yang dari usulan beliau-beliau

dengan warga. Walikota melakukan dengan dialog dengan RT/RW

maksudnya untuk apa sih sebenarnya keinginan masyarakat, apa sih

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 396: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

387

kebutuhan masyarakat, apa sih yang menjadi kendala. Dan memang

masyarakat…dan dinas juga punya program nah harusnya memang yang

baik itu kita nyatu dengan dewan. Biasanya yang yang lebih apa bahasa

Sundanya itu yang sulit diatur gitu dewan. Dewan itu dari nyusun

anggaran itu di penghujung. “Wah ini jalan ke rumah saya ke konstituen

saya belum dialusin masukin-masukin.” Nah itu kadang-kadang akhirnya

PU harus mengusulkan ulang harus ini, kalau nggak diakomodir nggak

dicap APBDnya. Padahal sesungguhnya ketika dimulai berjalannya

anggaran, penyusunan anggaran dilibatkan tuh dewan. Dewan diundang

pada saat Musrenbang tidak memberikan arti apa-apa, biasanya

difinalisasi.

MI : Untuk penentuan anggaran itu adakah unsur politis seperti Pak wahidin

misalkan atau kepala daerah dalam hal ini walikota dia punya satu

program andalan ketika dia kampanye lha ini ketika dia harus

direalisasikan oleh SKPD.

H : Ya jelas itu.

MI : Ada?

H : Ada targetnya, ada target dia secara walikota secara pribadi, target

secara visi, dan target secara mungkin masyarakat ke depan seperti apa

yang sesuai dengan visi dia.

MI : Nah ini kembali sedikit, mungkin kembali sedikit saya potong e…masih

kelembagaan. Kan setiap SKPD pasti punya struktur organisasi ada

tugas pokok dan fungsi nah ini di samping itu merupakan kebutuhan dari

pemerintah daerah, kira-kira faktor apa yang menentukan dalam

penentuan struktur organisasi tugas pokok dari tiga SKPD tadi?

H : Saya sering ngomong kepada SKPD kepada masyarakat. Jadi suatu

badan suatu lembaga, suatu institusi pemerintah secara resmi dibentuk

harus berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Jangan misalkan nggak

ada laut di sini ada Dinas Kelautan kalau ekstrimnya. Tapi yang jelas itu

juga harus kita cermati harus hitung jangan sampai terjadi…(tidak

jelas). Jadi tentunya pernah dilakukan survei sampai sekarang itu yang

saya membuat apa namanya kerja sama dengan LSI.

MI : Lembaga Survei indonesia?

H : Iya. Danny JA waktu itu. Terhadap layanan kita yang kita lihat. Itu LSI

menunjukkan hasil surveinya 87% waktu itu tahun 2005 eh 2007

menyebutkan bahwa masyarakat puas terhadap layanan kita. Ini artinya

kepercayaan trust masyarakat kepada pemerintah daerah begitu besar

sehingga apa sisi dampak positifnya, yaitu pembayaran pajak kewajiban

masyarakat tidak lagi ada intimidasi, tekanan, PBB tiap tahun tepat

target tanpa harus di apa namanya di threat oleh camat/lurah nggak.

Dan camat/lurah dilepaskan dari itu tadi debt collector gitu kan.

Sekarang ada SKPD namanya Wilayah Pajak Wilayah Timur dan Barat

gitu. Kita mengarah pada profesionalisme kalaupun masih jauh dari

harapan, banyak pegawai, banyak yang nganggur juga.Saya ingin dulu

memimpikan setiap pegawai itu ada report ngerjain apa aja.

MI : Setiap hari?

H : Kalau ngelamun tulis itu ngelamun gitu kan. Mengetik berapa produknya,

itu nggak jalan. Setiap apel saya umumkan tuh kalau yang tidak masuk

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 397: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

388

itu kemudian saya menggagas dipotong 3% dari penghasilannya.

Maksudnya bukan pengin kita melakukan penyiksaan, ada satu respon

yang pada kinerja, tapi alhamdulillahnya ada mindset ada perubahan

mindset-nya ya nggak maulah kalau misalnya atasan, “coba kirim uang

ke sini.” Nggak mau dia bendahara karena kita yakin siapa kek kalau itu

menyalahi ungkapkan gitu.

MI : Kan di dalam SKPD pasti ada tugas pokok dan fungsi kemudian paling

pokok adalah SDM ada SDM. Lha menurut rancangan Pak Hary sebagai

sekda waktu itu kira-kira SDM yang ada pada tiga SKPD itu Dinas

Kesehatan, Pendidikan, dan Kantor Arsip apakah sudah secara kualitas

apakah sudah memang bisa dipertanggungjawabkan terus secara

kuantitas apakah memang sudah cukup atau perlu di atau gimana atau

ada suatu keinginan Pak Hary yang lebih jauh lagi daripada itu?

H : Kalau saya sebenarnya kalau pegawai negeri ini tidak dituntut spesifikasi

apa namanya kompetensi omong kosong itu semua bisa kita pelajari.

Saya juga bisa jadi kepala Dinas Kesehatan misalnya gitu kan. Tapi yang

jelas bahwa kita ingin membuktikan di sini dia sebagai menejer kalau

menejer kan melihat gunung, “o itu gunung bentuknya kerucut.‟ Tidak

lagi misalnya apa namanya e…secara detail, tapi tidak berlaku sekarang.

Seorang sekda yang hanya duduk di balik meja aja dia harus mengerti

karena pada akhirnya pencairan uang negara itu uang 10.000 aja tanda

tangan sekda kan gitu kan. Sangat sulit dong Pak untuk kita bisa

mengendalikan. Sebagai pengguna anggaran kan. Tapi yang apa

namanya kembali ke agama Rasulullah membangun peradaban kita dia

tidak pernah di dalam benaknya itu membangun negara Islam, tapi

bagaimana membangun…

MI : Masyarakat.

H : Masyarakat yang berakhlak mulia kan akhlakul karimah gitu kan. Nah

akhlakul karimah itu apa? Akhlak Rasulullah yang Qurani yang tentunya

berdasarkan pada firman-firman Allah gitu kan. Nah ini orientasi saya

10 tahun saya membangun ini kan merubah mindset alhamdulillah sudah

tercapai.

MI : Caranya bagaimana merubah mindset?

H : Pertama kita lakukan pembinaan. Saya pernah menyatakan begini, saya

mau pergi ke Bandung, saya kahirnya nggak jadi tuh uangnya sudah

dipersiapkan, “balikin.” Itu bendahara tadinya bengong, “lho kok

dibalikin?” “Ya balikin saya tidak berangkat.” Saya mendidik gitu kan,

nah ulahnya terkenal saya tuh di sekretariat, “oh Pak hary seperti itu.”

Kalau saya pinjem, pinjem ya kembalikan gitu kan. Jadi kalau dulu

mungkin ya ambil ya udah, “SPJ sama kamu.” Fiktif kan misalnya nitip

dong misalnya Mustari ke Bandung juga.” Nggak begitu, saya yang didik

tuh alhamdulillah terjadi perubahan gitu. Jadi tidak lagi misalnya

bahkan saya juga di kadang-kadang, “Pak Sekda kan dulu nggak

berangkat.” Nah saya seneng tuh walaupun mau ngusik gitu kan kalau

orang yang tidak siap ya karena saya mendidik seperti itu, “ o iya ya o

iya ya.” Artinya kita berarti sudah ada impact apa namanya penyajian

kebenaran. Jadi seorang sekretaris daerah tidak lagi walaupun apakah

itu eselon I kek eselon II, kasus Andi Malarangeng apa karena menteri

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 398: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

389

tidak pembiaran, pembiaran itu adalah korupsi kan melakukan

pembiaran crime of commission.

MI : Dia juga ikut terlibat di dalamnya.

H : Kalau kita misalnya saksi yang hadir. Makanya saya kan ketika ada

banyak proyek-proyek atau kegiatan di…di…sekretariat daerah, “ini apa

coba kamu apa outputnya?” Jangan kamu ngusuli tapi nggak ngerti.

Kalau ini abuabu jangan dicairkan, saya tidak berani mencairkan itu

karena ini bertabrakan. Nah usulan-usulan makanya antara kelembagan

dengan anggaran itukan harus matching jangan sampai tugas Kesbang

Linmas seperti apa sih tupoksinya o ngurusin partai politik. Ada berapa

persen yang sudah dilakukan dengan partai politik, kalau ada aliran

dana kepada partai politik sudahkan kamu lakukan suatu

e…pengawasan, konseling, apa itu harus terukur gitu. Makanya ketika

saya debat debat kandidat di TV One kata…..(tidak jelas), “saya ingin

menciptakan program RW mart.” RW mart itu apa lembaga-lembaga

usaha kayak Alfamart gitukan di RW-RW. Saya bilang gini, “Pak Sobri

kan lembaga RW itu RT bukan lembaga ekonomi masak uang dibagi-

bagikan seperti itu aja.” Dia bilang, “ hibah itukan bisa di pake untuk

umrah, “dia bilang begitu” tapi posisi anggaran di mana… kan dana

invenstasi harus balik ke APBB bukan uang di hamburkan begitu harus

kembali dalam 1 tahun, misalnya digulir 1 harus balik lagi, klo

masyarakat makan apa pemberian dari pemerintah banyak simultan RT

RW, sebenarnya maksudnya untuk penguatan kapasistas Lembaga, RT

Juga didik bintek RT RW bagaimana membuat surat..

MI : saya mo tahu apakah setiap di SKPD ada semacam SOP untuk mengatur

kerja Prosedur kerja

H : udah..kita ada program oleh bagian organisasi tentang standar operation

prosedur semua SKPD cuman bertahap sudah ada Badan Implain

pimpinan, sekretaris daerah, bahkan sudah dapat ISO 2 tahun ISO 2001-

2008 kemarin itu sebelum saya mengakhiri maksudnya saya penunjukan

bahwa kita itu layanan birokrasi pemerintah kecepatan ,ketepatan bisa

memuaskan masyarakat

MI : klo dinas kesehatan dah ada ISO blom?

H : blom kayak

MI : tapi mereka punya SOP?

H : SOP punya,

MI : ketentuan harus punya SOP itu apakah diatur oleh ada ketetapan

keputusan walikota dari ato… memang di serahkan

H : ga jelas

MI : musti dari pimpinan sendiri walikota ada suatu ketentuan mengharuskan

skpd harus bikn SOP?

H : iya ada.. karena sangat rentan terhadap kritik public complain dr

masyarakat terutama pada layanan yang bersentuhan langsung pada

masyarakat oleh karena kita juga mengaju pada UUD 25 tentang

layanan public, hampir seluruh sudah memiliki SOP, nanti d tanyakan

pada pa‟ yayan… layanan pendidikan,kesehatan, pemandam kebakaran

pokoknya yang bersentuhan pada masyarakat

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 399: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

390

MI : saya ingin tahu keterkaitan antara SKPD dgn layanan apakah ada

sinnergi ato masing2 berjalan sendiri ato peranan Sekda disitu sangat

besar sekali?

H : Ooh engga, saya sistemnya forman informan artinya bagaimana

memberdayakan, bahkan asisten saja, saya berdayakan. Kalau dulu

mungkin surat undangan harus ditanda tangani sekda, saya pernah jadi

asisten 1, Pak Sujana itu saya lewatin, marah dia..”gimana sih !”terus

surat, pernah saya bikin surat ke BPN, artinya kartu, Pak Thamrin

marah waktu itu.Saya mohon maaf Pak, inihanya pengusulan aja, nah

gitu kan.nah disini, nah akhirnya sejak itu adalah ada suatu pembagian,

pembagian kewenangan lah ibaratnya, hanya memang pembagian

kewenangan setelah Pak Wahidin tuh enggak di efektifkan. Kaya

misalnya…walaupun memang tupoksinya itu dibunyikan. Tapi kan

kadang-kadang…aah gitu, kita kan masih berpola feodalisme itu

heh.Udah jelas bahwa itu adalah makanan kita. Apalagi pada dinas-

dinas yang melayani ada disitu ada transaksi uangnyalah gitu. Atau

misalnya transaksi yang yang membuat rentan masyarakat, itu kadang-

kadang juga ketakutan. Tapi tupoksinya tidak tumpang tindihlah gitu.

MI : Tapi ada ga relasional antara dan sifat dan sinergitas antara SKPD

SKPD dengan SKPD yang lain ?

H : kita seperti yang telah saya omongin tadi, bahwa ada layanan tamu.yang

satu nertibin, yang satu ngeluarkan ijin, kadang kadang tidak metching.

Ketika ada complain main salah-salahan, nah akhirnya walikota

mengumpulkan.”Nah udah begini aja”, kaya misalnya pengelolaan air

tanah. Nah disitu Muhtarom sebagai dinas pendapatan dia kan hanya

narik-narikin intinya aja, retribusinya.sementara yang ngecek ini apa,

meteran itu dinas PU, jadinya kebelakang. Harusnya anggarkan dong

kalau ada aktifitas seperti itu yah. Ini mungkin karena larinya kepada

pribadi. Nah akhirnya terjadi keributan tuh, walikota menjembatani,

udah akhirnya ada suatu surat bersama, apa bukan surat bersama, oleh

walikota

MI : Menurut Pak Hari, kembali kepada tiga SKPD tadi, menurut pengamatan

Pak Hari, 3 SKPD ini sudah efektif belum didalam melaksanakan

tupoksinya? Kalau sudah, apa yang mesti dilakukan untuk

meningkatkannya ?

H : Yang pertama, saya ingin membangkitkan, bahwa misi ini tuh, kan dulu

mah ada suatu stigma, yah mengapa Arsip mesti ngurusin surat, paling

juga mah ngurusin pejabatnya kena TBC, nah kita Alhamdulillah antara

wahidin dengan saya waktu itu satu visi, bagaimana kita memberdayakan

arsip itu agar menjadi bagian penting. Kebutuhan pembentukan lembaga

itu memang dibutuhkan dan harus diberdayakan…..hidup segan mati tak

mau, nah seperti itu. Jadi intinya itu dulu kita rubah mindsetnya.

Makanya arsip itu ada jabatan fungsional yah, arsiparis. Nah itu kan

artinya kearah profesionalisme kan, jangan kita memandang ngejar-

ngejar jabatan structural katanya. Kaya hilman katanya, “Pak, saya

seumur-umur di eselon IV. Man, saya juga mah berhenti jadi Sekda.

Maka dia dipanggil kekantor jadi nara sumber. Jadi sebetulnya ngga ada

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 400: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

391

namanya, wah ini dipinggirkan, ini anak tiri, engga ada. Kita sudah

mengarah kepada profesionalisme pelayanan.

MI : Kalau kedepannya, walaupun sebentar lagi Pak Hari sudah tidak menjadi

sekda, kita enggak tau nasib yang akan datang. Sebelumnya apa sih yang

diharapkan kedepannya untuk SKPD ini agar lebih efektif?

H : Saya ingin, kita itu organisasi pemerintah daerah yang gemuk, gitu. Tetap

ramping sesuai dengan…artinya.kita memang tidak…kita tidak

memasang maksimal, apa namanya, tipe maksimal ya, bahkan

sebenarnya Eselon II itu harusnya ada dua lagi, bisa dua lagi, menurut

amanat PP, tapi tidak kita poll kan. Jadi bagaimana kita mengoptimalkan

ini aja, yang disini aja, intinya mengkayakan fungsinya, gitu heh. Tapi

hampir terstruktur, semua omong-omongan seperti itu, inilah masih klise,

tapi kita coba, dan kemudian juga tergantung pemimpinnya, artinya

kepala daerah. Saya juga tau mungkin bukan belakangan aja, harus

sehingga 5 tahun sudah diajari lah,gitu kan. Tentunya juga dia dari latar

belakang swasta dan jurusan Amerika. Nih, harapan seperti itu,

jadi,Terus penempatan pegawai juga, saya setuju tuh ada open leading

yah, artinya Job Timer lah, pada ruang-ruang yang punya kompetensi,

kita pilih, ga musti semua kan, kalo 25 lurah ama ini semua kita lihat

yang kompetensinya, misalnya perizinan. Kalo saya, impian saya kalo

saya jadi walikota, ada jabatan-jabatan yang punya spesifikasi dan itu

adalah kita buka minimal di intern, ngga keluar. Sehingga disitu ada

tidak macEt kariernya. Jenjang kariernya nggak macEt. Ada orang yang

punya kemampuan baik, moralitas moralnya baik, karena dia kurang

“congeah”, kurang memberikan perhatian kepada atasan, dia terganjal.

MI : Apakah sekarang ini kan kosong yah di kantor arsip, kepalanya nggak

ada. Kalau misalkan Pak Hari menjadi walikota, apakah akan dilakukan

open leading, atau yah dipilih aja dari internal atau dari eksternal yang

kira kira punya kompetensi ?

H : Saya lihat dulu, kita karena manajemen kepegawaian dipemerintah itu

berbeda, karena kita juga sudah akan melakukan ……jadi pertama, kita

juga sebenarnya mindset pegawai kita, apa namanya, inovasi seperti itu

masih belum popular, mungkin ketika saya waktu menggagas mengenai

improvement, itu juga ada reaksi dari pemborong local(resistensi), apa

ini katanya, over acting, terus kata …., pak ini gimana pak, “udah la,

her, kita tunda dulu, karena pemborong-pemborong kita, apa…ketika Arif

datang tuh, Arif nanya, wah dia pengen ini lah, system IT kan dia ini,

akhirnya diberdayakanlah oleh Aidin…..karena konsepnya udah

kita………duluan, jadi …karena bagaimanapun juga, karena diyakini,

seluruh Kabupaten Kota provinsi di Indonesia ini saya yakin masih

bingung, apa namanya ….., ya, ada judgement Kepala Daerah, ada

judgement kedekatan, ada …udah. Tapi yang jelas andaikata Alloh

menempatkan saya, pada jabatan jabatan yang menjadi sentral itu harus

ada satu keseriusan kita mengisi …

MI : Jabatan sentral contohnya apa ?

H : ya itu tadi, kaitannya dengan layanan masyarakat langsung, seperti

perijinan, terus kemudian juga Dinas Dukcapil, Kependudukan, terus

kemudian juga, memang tidak, belum menjamin juga ketika menjadi…,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 401: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

392

saya pernah punya pengalaman, dulu kepala sekolah itu saya lakukan

tes, yang waktu saya Dinas Pendidikan

MI : Kepala sekolah apa ?

H : ……dari SD sampai SMA, SMK, saya tes. Tapi tadinya reaksi tuh,‟ih, ini

kok kepala dinas.?”, tapi apa yang terjadi, ada salah satu kepala sekolah

ketika tes bagus. Itu direkomendasikan bahwa dia “good” apabila jadi

kepala sekolah. Tapi apa yang terjadi setelah jadi kepala sekolah dia

nggak bisa. Leadership nggak ada .

MI : Barangkali yang keliru adalah instrument, instrument arsip. Karena yang

dilihat intelegensinya aja barangkali. Tidak dilihat manajerial, tidak

dilihat …..

H : Oke lah saya inget. Eh, bukan instrument itu kan uda diuji sebenarnya,

udah diuji, premis beratnya udah diuji secara ini …secara keilmuan.

MI : Ya, diuji secara keilmuan, tapi secara praktisnya kan belum.

H : Ya kan begini nih. Calon kepala sekolah itu yang diutamakan adalah, dia

pernah menjadi Wakasek, Wakil Kepala Sekolah, nah ada

pengalamannya.

MI : Jadi untuk yang Dinas …..

H : Nah ketika dia naik jadi pemimpin, itu, jadi manajer, ternyata tidak

menunjukan, dia mungkin ada mendua kepribadian kan bisa aja kan.

MI : Karena dia berada dalam zona aman, berada dalam zona aman. Saya

sekarang sudah jadi kepala dinas, buat apa saya pikir yang susah-susah,

toh susah atau mudah gaji sama gitu kan. Itu di zona aman. Jadi dia

tidak bisa keluar dari zona itu tidak mau berfikir kreatif

H : Ya, ya mungkin saya juga ….. Pikir saya dengan di tes, ada satu kita buka

tuh, yang tadinya ada praktek-praktek nepotisme, KKN lah ibaratnya, itu

kita…, bahkan ada yang menantang, ah, jangan harap saya jadi kepala

sekolah, kalo selama systemnya begini mah aah, itu mah omong kosong.

Nah, ketika saya buka,” yieess”, terperangah dia.

MI : Itu tahun berapa ?

H : Hmm, tahun 2002.

MI : Berarti sudah sebelum euphoria ?

H : Iya, ……..dites.

MI : Berarti harus ikut ya.

H : Iya, saya tuh ingin membuktikan seperti itu, kemudian juga, kepala

sekolah, dulu begini, apa bedanya sebenarnya, SMA dengan SMK. Toh

kalo jadi kepala sekolah, manajer sekolah, kan ? nggak, hah ? lain pak,

katanya. SMK itu. Karena dia mendidiknya dia mengelola murid-

muridnya yang punya spesifikasi ini. Lah ini kan kita sekolah kok.

Bagaimana dia mengurus kurikulum, kurikulumnya udah ada, terus

program pengajarannya udah ada, ininya ada, gitu kan, tinggal

ngejalanin, kepala sekolah, mah. Kumpulin guru, gitu kan. Lain, pak.

Jadi, kepala sekolah SMK, dengan sekolah umum itu berbeda. Nah terus

bagaimana. Saya dulu pengen begini nih, kepala, mantan kepala sekolah

SMP bisa dia jadi kepala sekolah SMA, sama juga murid-muridnya.

Ternyata terbentur Permen apa, Mendiknas. Jadi kalau kita tidak

sepenuhnya bisa menerapkan yang ini, pasti. Kaya ijtihad, ijtihad itukan

artinya berpatokan pada Al-Qur‟an dan hadist, gitu kan. Tetap kita

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 402: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

393

menjalaninya kesitu. Kalau kita mengada-ada, sholat dzuhur empat

rokaat, tambahin ah, habis Alloh mungkin, dipuji oleh Alloh, enggak bisa

kaya gitu, saya pikir itu. Jadi didaerah, apalagi sekarang ini ditengah

KPK, jadi orang tiarap semua. Jadi hah udah, kalo.. Makanya, waktu itu

penyusunan anggaran,” jangan mengada-ada”, kalau ini memang

amanatnya Per-Men, amanatnya Undang-Undang Keuangan, nah udah,

kita ini, nah kalo kreatifitas misalnya ini, penyusunan program kegiatan

ya kita, jangan sampai terjadi …..ya gitu. Itu aja mungkin harapannya.

MI : Ini mungkin terakhir Pak, Pak Sekda. Menurut Pak Hari, apakah Dinas

Pendidikan, Dinas Kesehatan dan juga kantor Arsip sudah bisa

memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan baik atau tidak ? Yah,

sampai sekaranglah sejauh yang Pak Hari lihat ?

H : Secara umum tentunya dia sudah sesuai dengan tupoksi ya (bokeng-

bokeng), tapi ada bagian-bagian yang masih juga merasakan ketidak

puasan. Dalam perencanaan anggaran, kaya kemarin itu kita

membebaskan warga kota, dijamin oleh APBD, dilayani, kalau yang

menderita sakit, kelas dua, kelas tiga, kelas tiga tuh kan, apa yang terjadi

? sekarang ini terjadi pembengkakan. Kita anggarkan limapuluh miliar,

udah habis sebelum Desember, ya kan terjadi pembengkakan. Kenapa

terjadi pembengkakan, karena rumah sakit tidak ada satu control dan

kemudian juga rumah sakit, kan nggak ada, kita sakit nih, ketika kita

datang ke apotek, enggak ada di sana, paling juga, setengah aja yah?

Setengah gitu kan. Tidak pernah kita mengerti, kok ini amoxilin harganya

disana mah sekian perak, ini kok, enggak ada setengah. Paling juga kita

setengah ya setengah, gitu kan. Nah, kita juga apakah menyakini Rumah

Sakit, makanya program saya waktu itu, yang waktu visi, misi itu,

bagaimana menciptakan layanan kesehatan, kita lebih mengoptimalkan

manajemen layanan yang menggunakan IT, Misalnya, saya ada yang

sakit nih teman saya, Sari Asih, kosong gak, ada yang kosong gak, udah

tertera tuh disitu. Ooh, Sari Asih kosong. Sekarang mau pergi, penuh.

MI : Sekarang belum, ya ?

H : Belum, karena … Nah, kemudian juga Misalnya, Mustari sakit flu.

Karena dia dijamin oleh APBD, kata rumah sakitnya,”ooh ini harus

periksa jantung …. Ketika klaim kepada kita sekian juta, ya udah enggak

pernah kita, ini. Memang secara akuntansi benar, tapi secara materiil,

disitu terjadi praktek apa namanya, kolusi. Jadi kembali lagi kalau

kinerja kita tupoksi, ya mungkin apa, dia sudah mendengarkan. Tapi dia

belum memberikan suatu inovasi dan kreativitas yang sesuai dengan

tupoksi dia. Katakanlah, disitu aja, gitukan. Tidak lagi …ah, seorang

pegawai itu, yang baik kan harus punya keingin tahuan. Didalam internal

lembaga itu harus ada yang mendiagnosis, seperti apa itu organisasinya,

memang adaptif. Bukan hanya adaptif, Bagaimana kita organisasi

menciptakan organisasi internal yang tetap belajar. Daan growing

organisasi itu. Itu yang, kalau bahasa konsep itu nggak ngerti saya, tapi

bagaimana bahasa dilapangan itu, kita ciptakan manajemen leader,

kepala dinas yang memiliki kreatifitas, kemudian mau mengontrol,

“mana sih tuh?” ini dokumennya apa. Nah, yang saya alami

Alhamdulillah seperti tahun saya jadi Sekda di secretariat daerah. Setiap

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 403: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

394

kali pemeriksaan BPK ya nggak ada masalah, karena saya

mengamankan itu …, sah. Setiap minggu saya evaluasi saya panggil tuh

pimpinan proyek, PPK-PPK, kemudian bendahara, kamu gimana, kamu

gimana, kamu gimana. Sudah kamu ini. Terus juga kemudian secara

besar setiap bulan, eh setiap tiga bukan dilakukan oleh Sudin. Ini apa

artinya, antara perencanaan dengan pelaksanaan harus diurut. Dan

pengendaliannya. Itu saja.

MI : Sementara cukup Pak Hari.

A : Ini tadi berkaitan dengan masalah pegawai. Itu ada nggak terbersit suka

dan tidak suka dalam pemilihan seseorang?

H : Ya, sesungguhnya gini ya, ingin saya katakan. Bukan berarti saya ingin

menjelekkan Wahidin, okelah udahlah. Saya memang, Undang-Undang

43 tentang Kepegawaian, Undang-Undang 32, isinya ada kekembaran,

kembar. Dalam Undang-Undang 32 menyebutkan bahwa Pembina

kepegawaian adalah Walikota, Bupati, Gubernur. Pembina pegawai

sekretaris daerah, jadi ada kembar, yang kerjanya itu-itu juga. Nah jadi,

oke, Wahidin adalah birokrat, makanya dia mainnya tau. Tapi kalau yang

Bupati atau Walikota yang bukan dari birokrat yang birokrat kadang-

kadang suka merespon. Sebetulnya disini ada lembaga Baperjakat.

Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan. Inikan hanya sebatas

membuat daftar nominasi para pegawai yang akan dipromosikan, yang

akan dimutasikan, dan yang akan dinon-jobkan. Ketika ini diputuskan,

nah kita sodorkan, Pembina kepegawaian Pak Walikota, ah, ya udah ini

aja. Kadang-kadang diluar itu gitu kan. Bagaimana kita mau mencoba

untuk … Saya sudah bolak-balik, bahkan biang keributannya disini,

antara Bupati, Walikota dengan Sekda. Nah makanya seluruh Sekda-

sekda Indonesia ini menuntut agar dilakukan, pemimpin atau leadernya

pegawai itu adalah Sekda atau camat.

MI : Dan ini tercantum dalam Undang-Undang ASN.

H : Ya, tapi bupati juga nggak apa-apa, tapi penganggarannya kan dia yang

megang. Nah akhirnya terjadi bentrokkan. Nah sampai mampus juga

nggak akan ini.. Nah disini. Dan Undang-Undang 43 semangatnya masih

Undang-Undang 574, Undang-Undang kepegawaian itu, 99.

Semangatnya 574, sementara sekarang UU pemerintah daerahnya

Undang-Undang 32 dan desentralisasi, kan nggak nyambung tuh.

Akhirnya perlu diapa namanya, direview. Nah ini memang perseteruan

antara UI dengan UGM. Kalau UGM ya udah bagian-bagian mana aja

yang dari UU 43 yang diperbaharui. Kalau UI pengennya dirubah tuh,

sreett. Kedudukan Sekda, sekarang nih, apa bedanya coba, Sekda, kalau

melakukan sekuriti kok pake berhenti, sementara kepala daerah cuti, ini

tidak menimbulkan anggaran, coba begini kan jadinya, luluh lantah

selama bertahun-tahun 25 tahun saya bekerja luluh lantah saya. Tapi

biarlah ini adalah perjalanan berharga buat saya. Saya tidak menyesali

sih pada apa yang saya kerjakan. Tapi saya lebih tau gitu.

MI : Katanya kasusnya ada banyak ? seperti Sekda yang ikut … kemudian

yang nggak jelas statusnya, seperti Provinsi Jawa Tengah, ikut juga ?

H : Inilah yang seharusnya dipikirkan. Saya sudah 50 tahun enggak mungkin

lagi kan saya mulai dari awal lagi. Itulah kesulitan Depdagri katanya.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 404: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

395

Bapak kan gelar udah doctor, pangkat udah IVb, mau kepake katanya.

Banyak juga yang disukai jabatan structural. Bukan saya mau dijabatan

fungsional aja.

MI : Kitanya harus siap jabatan fungsional.

H : Mau tidak mau bos. Kita mengarah kesana. Saya melihat dari mulai saya

ditempatkan dimana saja nih, saya nyupir sendiri, ngelayani sendiri

bahkan saya ngetik sendiri maksudnya saya alam bawah sadar saya

ketika saya kehilangan begini udah nggak biasa, kemampuan ajudan

enggak diangkat. Saya kerjain sendiri, dan udah saya udah siap-siap

gitu. Semua mobil-mobil dinas saya kembalikan. Saya ingin

mencontohkan bahwa kita iniloh kita, tidak punya hak lagi. Nah, kembali

ke Baperjakat, itu karena kadang-kadang judgement kepala daerah

sebagai Pembina kepegawaian berseberangan dengan …aah, enggak ada

disitu prakteknya Kalo di provinsi itu ada praktek uang misalnya mau

nggak ngeluarkan sekian uang… Itu lah yang saya ingin dalam

gambaran saya. Kalo masih begitu nggak akan maju. Pas terjadi masa

surat misalnya apa harus pakai duit, apa coba, situ kan udah terima gaji,

udah terima tunjangan, saya SK, ada enam ribu, delapan ribu tenaga

kenaikan pangkat, tepat waktu saya, tidak ada dalam benak saya. Waktu

jaman Nanang Komara dikabupaten, satu SK dihargai tuh kalo nggak

salah limapuluh ribu apa berapa? Coba lucu kan, Astaghfirullahaladzim,

hah? Kan lucu. Lagian kan jadi …. Kita kan udah terima gaji, fasilitas

kita kendaraan, ini. Tau yah, enggak maen dong yang begituan ngapain

lagian buat apa ? Nah, CPNS, saya rekrutmen CPNS saya berdiri tegak,

udah pake … Tapi mohon maaf, enggak bisa melakukan ini, bahkan ada

yang kirim uang,”tolong Pak Hari bawa uang ini”, saya enggak akan

loloskan anak itu. Saya ancam begitu, maksudnya kita apa sih, kita

mendzalimi kalau kita misalnya meminta uang orang yang mau kerja. Itu

yang selama ini saya sering mengalaminya. Yang penting saya lurus,

Ahamdulillah, bukan berarti saya bersih, enggak. Saya ingin, demi anak

bangsa kita, kalaupun saya, mungkin nanti tidak bertemu didunia

diakhirat kelak, Saya ingin mewariskan anak cucu kita nanti pewaris

kita. Dan secara idealnya walaupun saya tidak punya apa-apa

Alhamdulillah yang penting kita sehat, kita jadi terhormat, dan semua

orang memandang Pak Hari tidak kalah, dia katanya karena kalah uang

aja. Jadi intinya kembali kalau penilaian subyektif sangat besar.

Sepanjang tidak ada belum ada perubahan Undang-Undang dan saya

juga sudah tidak diberdayakan, bagaimana style daripada Kepala

Daerah itu sendiri. Kalau style daripada Kepala Daerah itu sendiri

memberdayakan, Karena Muhidin ini tidak ada target pribadi, ya udah

saya ikhlaskan apa yang sudah. Tapi yang jelas sudah saya ingin

menanamkan system. Dari tahun 2006 kita WTP, dan pertama kali WTP

adalah otak, bahkan saya presentasi didepan seluruh Sekda-sekda

seluruh Indonesia. Saya presentasi waktu itu. Saya duduknya dengan

Dirjen Keuangan. Waktu itu ditanya Semua banyak yang belajar dikita.

Kalaupun pemeriksaan BPK itu masih sampling, tapi buat kita ada suatu

kebanggan tersendiri. Jadi kembali kepada manajemen replacement,

promosi dan sepanjang Undang-Undangnya belum berubah. Tetapi kalau

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 405: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

396

misalnya Undang-Undangnya berubah, harapan organisasi, layanan

semakin baik, kemudian juga kinerja semakin baik, tidak korup, akan

terjadi.

A : Satu lagi barangkali. Barangkali bisa dibandingkan Pak dengan orang

yang promosinya itu melihat daripada kinerja dan promosi yang jual beli

tadi, itu dari kasat mata kacamata Bapak itu tingkat keberhasilannya apa

bisa dilihat secara langsung ?

H : Tapi hampir separuh kami menunjukkan berhasil, mindsetnya bagus, dan

kita juga harus merelakan itu. Karena kita misalnya pengen begini, hah.

Itu kita harus punya visi itu. Nah kadang-kadang sulit. Nah, pejabat

didaerah, kepala daerah, kalau kita tidak nyembah-nyembah gitu, hah,

gue kerjain nih, Nah itu kita harus pertama kita membuat aturan begitu,

kita harus sadar dulu. Nah saya kaya saya dikritik oleh bawahan, lah

Bapak, kan ini begini kemaren. Oh iya, saya minta maaf. Saya tidak

pernah terhina saya mengucapkan minta maaf. Tapi Alhamdulillah

semua bawahan-bawahan saya dari mulai bendahara, kabag. Keuangan

angkat topi kepada saya. Kalau misalkan saya minjam uang, minjam

uang dong?“iya Pak”, langsung saya kembalikan. Nih, kemarin saya

pinjam. Jadi saya tidak pernah, pinjam is pinjam, kemudian juga hak

saya ya hak saya. Saya pikir itu, jadi intinya itu dulu, jadi tetap semua

ditentukan oleh komandannya. Kalau komandannya masih punya ambigu,

kemudian juga hipokrit, jangan harap tuh anak buah mengikutinya.

Kadang-kadang sulit kita kan, nih maunya apa sih. Ada saya pernah di

Australi ketemu dengan ajudannya Bupati. Bupatinya itu apa namanya

pola pemimpinnya bukan eksekutif. Pola reseptor. Jadi nggak mau

pusing. Semua di-acc. Tapi accnya ada yang keatas, acc mendatar, ada

yang acc kebawah. Ini artinya kalau acc keatas bicarakan dulu. Kalau

mendatar itu betul-betul acc tuh, memang disetujui. Kalau kebawah itu

ditolak. Itu bertabrakkan dengan dibawahnya. Itu tidak gentleman.

Seorang pemimpin leader itu mau tidak mau. Itu salah, itu benar, ini.

Kan tiga fungsi pemimpin itu. Satu oke, setuju, dua pending, tiga tolak,

tiga doing tuh, dan empat marahin, Kadang-kadang marahnya nggak

ngerti, apasih maunya, dia tuh kagak ngerti. Tapi saya sih target saya

Alhamdulillah tercapai. Kalaupun ya secara materi, ya Alhamdulillah lah

yang penting kesatu sehat, anak saya sudah sekolah. Jadi target keluarga

… Dan saya dimanapun ya, saya dicamat, kalau camat maupun orang-

orang berfikir, wah mobil banyak, tanah banyak, istri banyak. Tapi

Alhamdulillah saya dari camat dapat S2, jadi sekda dapat S3, itu saja.

Kalau sekarang sudah keluar dari sekda di S3 mungkin tergopoh-gopoh

gitu kan, mobil juga kan, kemarin kan masih menggunakan fasilitas

Negara, tentunya Negara ya untuk apa namanya untuk kecerdasan sih ya

nggak ada salahnya kan bukan korupsi itu kan bagamana kita untuk juga

pengabdian kepada organisasi itu gitu. Itu saya pikir. Nah, bicara puas

atau tidak puas, kinerja para dinas itu …. Apa yang diomongin oleh

walikota kalaupun enggak rasional kadang-kadang, pak ini pak, atut juga

ente, bagaimana manafsirkannya, kalau tafsiran saya tuh begini nih. Tapi

tafsiran ada yang manifest ada yang laten gitu kan. Sangat sulit kayanya

untuk, tersembunyi gitu kan. Tapi yang jelas target-target saya, banyak

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 406: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

397

mungkin penghargaan yang kita dapati, adipura, kencana, kemudian juga

e-gov, e-government, terus kemudian juga ekonomi kreatif, kita

mendapatkan penghargaan bahwa daerah yang kreatif, kemudian

kebersihan, pelayanan kesehatan, pendidikan, bukan itu sebenarnya yang

kita cari, tetapi perubahan mindset. Nggak tau lah nanti mungkin siapa

yang jadi walikota, kalau Hari mungkin bisa melanjutkan. Tetapi perlu

didukung oleh, ya bukan saya menguatkan diri saya, suatu daerah perlu

didukung oleh Sekda yang punya kompetensi dan integritas. Kalau tanpa

itu, mana. Mungkin, Memang dia WTP, tapi WTP jadi-jadian, WTP

belilah jadinya, kan. Manalagi, Serang, itu kan dipaksakan aja, tapi

sehingga, di kita Alhamdulillah saya tidur nyenyak. Setelah saya

tunjukkan bahwa kita apa namanya, LSM ngomong, membengkak nih,

agak membengkak katanya, pejabatnya keringatan, kalau saya mah

nggak, ditepis ama kita apa LSM. Mau minta duit kan, gitu aja. Akhirnya

dia, terhadap kritik-kritik, katanya gitu. Karena patuh. Kita udah

terbaik, udah melayani, kalaupun memang masih sampling. Tapi minimal

substansinya sudah kita peroleh. Itu mungkin.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 407: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

398

TRANSKRIPSI WAWANCARA

PEMERINTAHAN KOTA TANGERANG

(BAGIAN DPRD)

Peneliti Utama : Mustari Irawan

Narasumber : H. Basri

Jabatan : Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD Kota Tangerang

Tempat : Kantor DPRD Kota Tangerang

Tanggal : Kamis, 7 November 2013

T : Assalamu‟alaikum Wr. Wb. Pak Haji, bisa kita mulai?

J : Silahkan.

T : Bismillahirohmanirrohiim, ee.. untuk pertanyaan wawancara ini kami bagi

menjadi 4 bagian, Insya Allah setiap bagian itu terdiri dari pertanyaan-

pertanyaan, kemudian pertanyaan pertama itu tentang pembentukan

organisasi, jadi, mohon dijawab nanti sepengetahuan Pak Haji saja, tidak

apa namanya, yang Pak Haji pahami dan yang Pak Haji laksanakan.

Pertanyaan pertama Pak Haji, e.. bagaimanan proses pembentukan

organisasi perangkat daerah dimulai dari awal sampai dengan

penetapannya dalam perda, meskipun 3 SKPD : Dinas Kesehatan, Dinas

Pendidikan, Kantor Arsip Daerah? Bagaimana menurut Pak Haji proses

pembentukannya?

J : Proses pembentukannya? Diawali melalui perda yang diusulkan oleh

pemerintah, dalam hal ini eksekutif, Walikota menyampaikan Raperda

tersebut (Rencana Peraturan Daerah) mengenai perangkat daerah misalkan

Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kantor apa ajalah, itu prosesnya, ke

sekretariat DPRD itu hanya usulan, dari eksekutif kepada DPRD, nanti di

DPRD itu dibahas juga dengan eksekutifatau juga dengan SKPD terkait,

atau juga dibahas dengan tokoh masyarakat atau pihak lain, pihak lain

yang berkepentingan dengan SKPD yang bersangkutan.

T : Baik.

J : Misal SKPD PDK penting apa di buat Dinas PDK, kita juga dari DPRD

maksudnya mengundang juga pihak-pihak terkait dalam pembahasan

Raperda itu.

T : Dalam pembahasan Raperda berarti mereka diundang?

J : Diundang.

Jadi proses awalnya itu, Walikota (kalau disini Walikota ya)

T : Baik.

J : Walikota menyampaikan penjelasan rancangan peraturan daerah mengenai

pembentukan SKPD tadi, di rapat paripurna, dihadapan anggota dewan,

dan pejabat-pejabat yang terkait nah setelah itu diparipurnakan, nanti ada

pemandangan umum dari dewan, dari fraksi, terutama pemandangan umum

fraksi mengenai penjelasan walikota atas rancangan perda mengenai.

T : SKPD?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 408: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

399

J : Rancangan perda mengenai pembentukan SKPD, setelah itu rapat

paripurna lagi, nanti ada jawaban dari walikota, tadi kan penjelasan oleh

walikota pertamanya, paripurna yang kedua pandangan umum, setelah ada

pandangan umum nanti ada jawaban dari walikota.

T : Siap!

J : Setelah dijawab oleh Walikota, baru ada pembahasan, tahap pembahasan,

pembahasan dengan SKPD terkait dengan tokoh masyarakat, dengan pihak

ke 3 dengan pihak-pihak lain yang diperlukan, mengenai pentingnya

dibentuk organisasi tersebut. Setelah dibahas beberapa lama, dewan nanti

membuat kesimpulan di laporan akhir, nanti dirapat gabungan dulu,

biasanya itu dibahasnya oleh pansus (panitia khusus) setelah membahas ya

nanti di rapat gabungan semua anggota dewan rapat lagi tapi buka rapat

paripurna umum, paripurna internal.

T : Siap!

J : Anggota dewan aja, minta masukan semua anggota dewan disitu, setelah

tadi dibahas dengan tokoh masyarakat tokoh SKPD, terakhir. Nah setelah

paripurna finalisasi. Difinalkan, baru nanti disampaikan kembali di rapat

paripurna dengan Walikota ditetapkan sebagai perda, jadi nanti terakhir itu

penandatanganan kesepakatan penetpaan Raperda menjadi Perda tadi

pendidikan dan lainnya.

T : Kalau kemudian penyusunan strukturnya Pak Haji? Penyusunan struktur

dari SKPD itu apakah kemudian dibahas dalam rapat itu juga?

J : Kalau penyusunan struktur itu urusan Walikota.

T : Urusan Walikota sendiri ya?

J : Jadi kalau dengan membahas, rencana membantu Dinas Pendidikan,

setelah dibentuk Dinas Pendidikan strukturnya bagaimana? Ada Kepala,

ada Sekretaris, ada Kabid-kabid, ada Kasi-Kasi misalnya, itu hanya

kerangkanya saja, adapun nanti mengisi orang-orangnya itu Walikota.

T : Oo, jadi disinipun dibahas masalah kerangka?

J : Kerangka aja, struktur.

T : Struktur, masalah posisi?

J : Pengisiannya oleh Walikota.

T : Siap! Oke, nah pertanyaan selanjutnya Pak Haji kalau faktor internal yang

menjadi penentu, yang harus diperhatikan dalam pembentukan organisasi

SKPD itu apa? Faktor internal yang harus diperhatikan?

J : Faktor internal itu apa?

T : Faktor internal yang jadi penentu, misalkan internal itu dari lingkungan

SKPD itu sendiri, ee dari lingkungan DPRD sendiri.

J : Yang mengusulkannya maksudnya?

T : Iya faktor internalnya.

J : Jadi biasanya internal itu leading sector, leading sector untuk Raperda,

Raperda itu biasanya di eksekutif, dipihak walikota, itu bagian hukum, atau

SKPD terkait, katakanlah misalnya Dinas Pendidikan, punya apa namanya,

kantor pengen ditingkatkan , kantor itu biasanya yang merencanakan awal,

rencana awal yang menentukan ini polanya begini, begini, begini, nanti

dimasukkan ke dalam Prolegda yang di eksekutif, dari sana bagian hukum

ni, misalnya ketuanya Pak Sekda, nanti dari sana dibahas, setelah dibahas

baru jadi rancangan baru disampaikan ke DPRD Kota, jadi leading

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 409: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

400

sectornya mungkin yang menentukan maksudnya itu dari SKPD awal, yang

punya gagasan awal. Seperti kita, sekretariat DPRD minta penambahan-

penambahan yang namanya kasubag, dalam struktur organisasi minta

penambahan kasubag, nah leadingnya itu berarti dari kita, dari sekretariat,

kenapa kita butuh itu, butuh kasubag? Karena kan sangat diperlukan,

sangat dipentingkan dan sangat dibuuhkan sekali, kita usulkan ke tim

Prolegda tadi yang ada di eksekutif, Walikota, nah ketuanya Pak Sekda, dan

Sekretarisnya bagian hukum, dan lainnya ang terkait disitu. Disitu dibahas

seperti tadi di dalam, baru nanti diusulkan jadi Raperda, yang

mengusulkannya yang menyampaikan nanti Pak Walikota, sampaikan ke

Dewan, padahal punya kita kan? Disampaikan ke Dewan baru persetujuan

bersama, gitu. Baru dua orang tuh, dua orang Kasubag kosong yang

mengisinya siapa bukan Dewan, yang mengisinya nanti dari Walikota,

siapa menyusun siapa gitu.

T : Jadi kewenangan Walikota?

J : Iya, leading sectornya dari awal SKPD yang terkait yang membutuhkan itu.

T : Itu tadi berbicara tentang faktor internal, kalau faktor eksternal diluar

SKPD, Walikota, maupun DPRD, ada faktor eksternal gak di lain itu?

Misalkan untuk pembentukan organisasi perangkat daerah? Eksternalnya?

J : Sejauh ini, gak ada gitu, belum-belum kita lihat.

T : Misalkan dari masyarakat, LSM.

J : Iyah, belum-belum ada.

T : Belum ada ya?

J : Belum.

T : Baik-baik Pak Haji, kemudian faktor yang dipertimbangkan dalam

penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok Dinas Kesehatan?

J : Dinas Kesehatan?

T : He em, Dinas Kesehatan, yang harus diperhatikan dalam penyusunan

struktur, fungsi dan tugas pokok organisasi dari Dinas Kesehatan?

J : Waduh, tentang kesehatan? Saya kurang paham kalau itu, biasanya kita itu

membutuhkan dua seksi atau dua kasubag, itu sesuai dengan kebutuhan

kita, kita misalkan disini kasubag verifikasi, kasubag verifikasi sangat

dibutuhkan untuk kelancaran administrasi keuangan, ga ada di situ kasubag

verifikasi maka.

T : Diadakan?

J : Diadakan, nah kita usulkan. Mungkin juga di SKPD yang lain seperti itu,

kenapa diperlukan struktur itu, bagian badan ini, nah mungkin ada

kebutuhan-kebutuhan yang mendesak yang harus ditangani oleh SKPD

yang bersangkutan, jadi sifatnya umum, kalau itukan sub-sub dari dinas ini,

dinas ini, itu mah silahkan masing-masing dinas kan punya alasan tertentu,

saya ambil contoh yang ada di sekretariat DPRD, kita membutuhkan 2

kasubag karena itu memang diperlukan, satu kasubag pelaksanaan, kedua

kasubag verifikasi yang sebelumnya di jabat oleh kasubag yang lain,

padahal menurut fungsi dan tugas itu sangat berat, maka perlu dibentuk itu.

T : Ada usulan untuk membentuk itu.

J : Iya, begitu, yang lain juga mungkin begitu.

T : Artinya ketika mau menyusun struktur tersebut, fungsi dan tugas pokok, apa

namanya Tupoksi lah ya.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 410: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

401

J : Ya.

T : Organisasi dalam fungsinya itu, ada usulan bawah Pak Haji?

J : Iya dari bawah.

T : Button up?

J : Sati itu di bawah dulu, keduanya ada juga tuh, faktor eksternalnya undang-

undang, pemerintah menghendak iadanya dinas ini, dinas ini, sementara

kita belum terbentuk, faktor luar tetapi berdasarkan ketentuan yang lebih

tinggi, kalau yang dulu ada begitu, sebelum struktur baru yang ada ini kita

mengacu kepada struktur yang lama, makanya dengan pertimbangannya

karena undang-undang menghendaki begitu.

T : Pertanyaan selanjutnya Pak Haji, bagaimana struktur, fungsi dan tugas

pokok dari organisasi perangkat daerah dijalankan, sesuai dengan

keputusan Walikota Tangerang, misalkan Walikota Tangerang sudah

menentukan tugas pokoknya organisasi perangkat daerah kemudian SKPD

menjalankannya seperti apa pelaksanaannya?

J : Itu sudah ada program kegiatannya masing-masing, jadi SKPD itu tidak

sekedar dibentuk tetapi dia juga punya program, ada rencana strategisnya,

ada rencana kegiatan, rencana itu juga mengacu kepada, ee.. rencana

umum yang dibuat oleh pemda Walikota, misalnya dia itu ada rencana lima

tahunan, nah kita juga masing-masing SKPD ini membuat rencana program

tahunan, yang namanya Renstra itu Rencana Program Strategi mengacu ke

situ. Kita membuat program yang mengacu kepada program umum yang

disampaikan Walikota, kan sekrang Gubernur, Walikota lima tahun sekali.

Program ini nih, nah kita harus mengacu kesitu, tidak bisa mengajukan

program sendiri-sendiri, tetap kita harus mengacu kepada RDJM yang

dibuat oleh Walikota, karena itukan janji beliau waktu itu kan. Waktu..

T : Visi misi dulu ya?

J : Iya visi misinya, lima tahun, Renstra itu dibuat oleh SKPD masing-masing,

nah setelah dibahas rencana kerja satu tahun masing-masing, diajukan ke

kita, nanti dibuat anggarannya kan, nah dibuat anggarannya nanti

ditetapkan adanya Rencana Anggaran Tahunan, RAPB, kalau di atas

RAPBN lah. Rencana itu berdasarkan program yang akan dilaksanakan

selama satu tahun, mau program apa, kegiatan apa dengan biaya ini, nah

itu harus diputuskan dalam rapat dewan itu, dan diputus. Jadi kita punya

kegiatan, punya naggaran, baru setelah disahkan anggota dewan kita punya

jalan. Ya itu, jalannya kegiatan selama satu tahun karena adanya

anggaran, mau disitu jadi pimpinan kita, sampai sejauh mana kita

melaksanakan kegiatan ini sesuai dengan rencana dan anggaran yang

disiapkan.

T : Artinya begini Pak Haji, (mohon maaf saya potong) kalau yang menjadi

landasan ditentukannya anggaran sebuah SKPD, ee.. tadi termasuk..

J : Usulan!

T : Usulan.

J : Jadi kita mengusulkan untuk kegiatan misalnya kesekretariatan, ATK, kita

mengadakan berapa kegiatan, barang apa misalnya, cetak, pakaian itu

harus diusulkan.

T : Budgeting mungkin Pak Haji ya?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 411: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

402

J : Budgeting, dibahas juga oleh tim anggaran masing-masing, pertama oleh

SKPD, anggaran sekretaris, yaitu ketuanya Pak Sekda, kemudian tim

anggaran dewan. Jadi awalan dulu, ya usulan kegiatan usulan anggaran ya

dari SKPD dulu. Nanti dibahas di tim anggaran, kata tim skretariat

anggaran di sana, ini tidak perlu ini tidak perlu kita tidak bisa apa-apa,

kalau tidak bisa mempertahankan argumentasinya dengan rasional.

T : Apakah kemudian ketika anggaran sudah dikeluarkan, berjalan sesuai

rencana atau tidak Pak Haji?

J : Itu tergantung masing-masing SKPD, makanya SKPD kan ada pengawasan,

kalau kita kan inspektorat sampai sejauh mana SKPD merencanakan

sampai dengan program-program dilaksanakan. Bahkan pelaksanaannya

juga dijadwalkan, mau triwulan ke berapa? Triwulan I, Triwulan II,

Triwulan III, Triwulan IV, atau mau bulan apa dilaksanakan misalnya, itu

juga suatu penilaian. Nah di akhirnya evaluasinya itu ada di pengawasan

(inspektorat) sampai sejauh mana SKPD tersebut melaksanakan kegiatan,

melaksanakan anggaran, kalau misalkan dia ada penyimpangan-

penyimpangannya itu yang nanti akan dipertanyakan, (penyakit di situ kan)

T : Ada pertanyaan, kenapa gak berjalan? Anggaran ada.

J : Berjalan bisa berjalan, tetapi kenapa tidak sesuai dengan spek, itu

dievaluasi akhir.

T : Kalau kita bertanya, jika sudah berjalan kemudian, ada yang tidak

berjalan, ada penghambat, sudah pernah belum terjadi, ketika misalnya

faktor-faktor yang menghambat?

J : Ada saja.. ada saja, macam-macam penghambatnya, contoh kegiatan dalam

bentuk proyek, proyek ini ada dalam bentuk fisik dan non fisik, kalau non

fisik seperti kegiatan pengadaan barang, ATK, kegiatan kecil-kecillah yang

habis misalnya kemasalah pengadaan. Tapi kalau fisik itu kan bangunan

segala macam. Bangunan bisa saja tidak dilaksanakan, faktor

penghambatnya banyak, bahannya, misalnya waktu perencanaan harga

kayu borneo sekian, ternyata pas mau dibangun harganya lebih tinggi dari

harga yang ditentukan awal, karena kita kan merencanakan 2014 sudah

dari sekarang. Masing-masing SKPD mempersiapkan mau membentuk apa,

membangun apa, melaksanakan kegiatan apa, dengan nilai uang sekian,

termasuk komputer, komputernya juga sering begitu, kita merencanakan

pengadaan komputer sekian merk „A‟, harga sekian dengan penjunjukan

pas waktu mau direalisasikan barang itu tidak ada.

T : Bahkan bisa berubah harga.

J : Nah iya berubah harga, harga yang sekarang pas mau belanja harganya

mahal gak bisa, barangnya tidak ada kan susah.

T : Jika seperti itu dipending?

J : Bisa dipending, bisa dirubah anggarannya untuk tahun yang akan datang.

T : Di evaluasi mungkin Pak?

J : Evaluasi, diperubahan harga.

T : Baik Pak Haji, kemudian ada, ee.., kita mau bertanya nih, ketika SKPD

dipimpin oleh kepala (kring..kring.. kring.. telepon Pak Haji berdering),

kemudian terjadi percakapan telepon.

Pernah gak terjadi Pak Haji, dalam proses realisasi program, faktor

masalah sendiri itu masalah dari Kepala SKPDnya? Perorangan?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 412: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

403

J : Belum pernah, karena apa yang kita rencanakan itu sebelumnya dirapatkan

dulu dengan SKPD, kita rapatkan dulu, ini tahun 2014 mau bikin apa?

Program kita kegiatannya apa saja, kemudian nilai berapa? Kemudian nilai

uang tersebut untuk apa saja rinciannya, rasional gak? Itu kan berarti dari

pimpinan, katakanlah kita, misalkan dari kepala, ke sekretaris, ke seksi, ke

anggota, ke PPTK semua kumpul di situ, berembug di situ, jadi kalau kita

aman-aman saja, jalan-jalan saja.

T : Nah selama ini berarti kalau kemudian bisa diambil kesimpulan tidak

adanya masalah ya dengan kepala ya? Nah yang mau saya tanyakan itu,

proses pengangkatan Kepala SKPD sendiri bagaimana?

J : Oleh Walikota, biasanya itu mau ada tim. Tim Baperjakat di Walikota.

T : Faktor penentunya apa?

J : Ya banyak penilaian, banyak syaratnya itu mah : prestasi, pendidikan,

kinerjanya bagus, pengalamannya bagus, dan juga memenuhi syarat, itu

mah yang menilai disana, di kantor Walikota.

T : Oke oke.

J : Kalau saya mah dimana saja ditempatkan terima sajalah.

T : Sami‟na Waatho‟na.

J : Selama memberi kemaslahatan bukan kemudhorotan.

T : Betul, betul. Dari sisi SDM yang meliputi struktural, selain Kepala SKPD,

staff umum dan pejabat fungsional itu, kondisi kualitas dan kuantitas saat

ini bagaimana? Untuk Kota Tangerang?

J : Waduh, saya kalau untuk Kota Tangerang terlalu jauh ya, itu harus

Walikota yang ngomongnya, saya lingkup kantor saya aja nih DPRD.

T : Oke, siap Pak Haji.

J : Atau Khusus bagian saya, bagian umum, memang relatif, artinya kebutuhan

yang kita inginkan itu kadang-kadang tidak sesuai dengan kenyataan, kita

misalnya butuh tenaga arsipan tapi mereka diberikan pendidikan, diberikan

keterampilan, tetapi kadang-kadang mreka juga kurang mendalami (apatis)

gitu kan? Susah, kita mamu membutuhkan tenaga perencana diambil dari

perencanaan, tetapi pas kita ambil di sini, kadang mereka juga

meninggalkan keahliannya, terpengaruh oleh faktor lainlah, sehingga

profesionalisme di sini, kadang-kadang susah, jadi kebutuhan yang kita

perlukan itu tidak sesuai dengan SDM yang ada, kadang-kadang begitu.

T : Nah berkenaan dengan manajemen kerja dari masing-masing SKPD, Dinas

Pendidikan Dinas Kesehatan, Arsip Daerah?

J : Nah itu penilaian Walikota lagi ini, kalau begitu saja jadi Walikota ini.

T : Insya Allah (bersemangat)

J : Ini tuh minimal yang jawab Sekda, sekalipun kita bisa menjawab tapi kan

melampaui tugas.

T : Pandangan dari anggota dewan Pak Haji.

J : Tentunya harus Ketua Dewan yang ngomongnya.

T : Begitu ya (he he he.. tertawa kecil)

J : Bisa saja kita menilai tapi kan bukan kewenangan kita, apa yang kita

sampaikan tidak relevan.

T : Kalau pertanyaan dilanjut faktor-faktor internal apa yang dominan dalam

menentukan pengembangan manajemen kerja masing SKPD?

J : Yaa SDMnya itu!

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 413: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

404

T : SDM ya? Siap!

J : Jadi mohon maaf nih, kita melihatnya bukan dari scoope Walikotanya,

tetapi kota yang di lingkungan kita, tapi kondisi itu pada umumnya begitu,

tetapi kita tidak menilai secara khusus, hanya pertandingan saja, kondisi

internal di sekretariat DPRD yang lain juga itdak jauh berbeda, tapi faktor

SDM, yang lain juga membutuhkan SDM.

T : Selain faktor SDM?

J : SDM dominan, tidak mungkin profesional kalau SDMnya tidak profesional.

T : Berarti dari SDMnya, siap! Kemudian kalau dari sarana prasarana Pak

Haji?

J : kalau dari sarana prasarana umumnya sudah punya kantor semua, semua

sudah cukuplah.

T : Sudah cukup ya? Baik, baik, baik. Ada pertanyaan lagi Pak Haji?

J : Peningkatan? Dikita aja nih kantor DPRD perlu gedung tersendiri

sebetulnya, karena keadaan seperti sekarang ini kurang memadai gitulah.

T : Kalau dari sisi teknologi informasinya Pak Haji? IT?

J : ITnya sudah bagus.

T : Bagus ya.

J : Karena kita punya infokom, dinas informasi komunikasi, pengadaan barang

dan jasa kita juga melalui lelang elektronik, begitukan sudah bagus, tinggal

yang kurang SDMnyaa, ada yang sudah cukup SDMnya, tetapi pada

umumnya SDM memang kurang.

T : Dari sisi SDMnya Pak Haji ya?

J : SDM kurang, personelnya itu ya, orangnya mungkin banyak.

T : Kuantitasnya banyak, cuma kualitasnya perlu dipertanyakan, kemudian kita

mau tanyakan pengaruh kinerja positif dari masing-masing SKPD

ditentukan oleh faktor-faktor apa?

J : Kinerja?

T : He eh, faktor-faktor positif yang memberikan kinerja dari masing-masing

SKPD.

J : Saya kira banyak faktor, saya tidak melihat ke jauh lagi untuk masalah ini,

pertama : keteladanan dari pimpinan, artinya bagaimana kita memajukan

suatu organisasi, tidak hanya harus semua lini itu gerak, gitu kan. Nah di

sini faktor pimpinan memanaje, jadi seorang pimpinan bisa bukan pintar

memanaje anak buahnya sehingga suatu organisasi, manajemen ya

memanaje. Keduanya : mungkin ada unsur keterbukaan dari pimpinan, ya

kalau yang paling banyak rezekinya staf di bawah juga mencicipi lah.

T : Insya Allah naik haji Pak Haji, yakan, amin.

J : Ketiganya : ada rasa tahu diri, saya sebagai staff tidak akan melampaui

baik segi keinginan maupun penampilan pimpinan kita, ya rumongso gitu,

sebagai staff tahu diri, karena di situ ada etika, norma, sopan santun,

bagaimana kita harus bersikap bagaimana kita harus bertindak, artinya

kita kompaklah, SKPD itu kompak, karena ada juga menurut penilaian

saya, ada saja yang namanya staff ugal-ugalan, melebihi gayanya itu,

melebihi pimpinan, nah itu yang tidak tahu diri.

T : Nah kalau ada yang seperti itu, solusi antisipatifnya yang menghambat

kerja apa?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 414: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

405

J : Solusinya pembinaan dari atasan lah, pengawasan langsung, waskta

(pengawasan melekat) bukan pengawasan tidak hanya dari eksternal saja,

eskternal inspektorat, PPK, atau dari pemeriksa yang lainnya lah, tetapi

yang paling penting nih dari atasan langsung, atasan langsung itu harus

memberikan teladan, teladan yang baik kepada bawahannya, tidak hanya

sekedar ingin, ingin diturut, ingin di ini, tetapi perilaku kepemimpinannya

dia itu kurang mencerminkan seorang pemimpin, ada ajakan?

T : Artinya kalau saya boleh ambil kesimpulan itu sama juga dengan proses

adaptasi Pak Haji, misal dalam suatu kondisi tertentu dia beradaptasi,

sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, tidak kemudian proses adaptasi

tersebut, bagaimana kapasitas dan kapabilitas dari masing-masing SKPD?

J : Pimpinan itukan kita harus demokratis, artinya tidak ada lagi kita sebagai

pimpinan, sebagai kepala yang egosentris, merasa ingin dihormati, ingin

di.. (berfikir) ingin di lebih-lebihkan.

T : Baik Pak Haji.

J : Saya, kita bukan jamannya lagi, kita kan sebagai aparat kan pelayan yah,

artinya pelayanan masyarakat sesuai dengan ketentuan bukan pelayan

babu, kan gitu kan?

T : Iya!

J : Jadikan ada batasan-batasannya, saya kira faktor keteladananlah, faktor

kepemimpinan, jangan sampai, dan lagi pimpinan jangan merasa suatu saat

dia harus ada guyub, ada kebersamaan, katakanlah kita setahun sekali

refreshinglah, setahun bersama jadikan.

T : Indah betul (menanggapi)

J : Nah itu, kita sudah praktekkan, outbound, tidak mengenal pimpinan, tidak

mengenal bawahan, menngkat rasa persatuan kesatuan, persaudaraan,

meningkatkan kekeluargaan, itulah selama kita mengatasi harus hormat

terus, tunduk terus, cobalah kita bisa kekeluargaannya di tingkatkan.

T : Nah ada pertanyaan lagi nih Pak Haji, SKPD bisa di pantau dari Sekretaris

Daerah, DPRD, atau masing-masing SKPD sendiri bisa memantaunya. Saat

ini menurut Pak Haji bagaimana keterlibatan DPRD, SKPD sendiri

terhadap SKPD yang lain, terhadap pemantauan.

J : Bukan masalah pemantauan, kalau kita dalam masalah tugas, prinsip-

prinsip SKPD yang menilai kita kan Walikota, yang berwenang kan

Walikota, adapaun unsur pengawasan, pengawasan ini dalam pelaksanaan

kegiatan kita sampai sejauh mana, kegiatan kita dengan perencanaan yang

telah ditentukan yang memeriksa kita itu di samping atasan ada juga yang

lainnya, inspektorat, ada juga DPRDnya. Peran DPRDnya misalnya

melalui hearing-hearing, melalui reses, jadi mereka juga melihat sampai

sejauh mana pelaksanaan kegiatan program yang sudah dirancangkan bisa

dilaksanakan dengan baik kelihatan di situ. Kalau DPRD itu dalam

hearing-hearing, hearing komisi.

T : Peran dari DPRD dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masing-

masing Kepala SKPD?

J : Dalam hearing itu.

T : Dalam hearing?

J : Dalam hearing ketahuan, sebagai dinas tenaga kerja apa sih tujuannya.

T : Peningkatannya maksudnya, ada pelatihan atau apa?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 415: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

406

J : Kalau dulu, pas ada evaluasi Pak Walikota mengatakan ini cukup bagus,

Kepala Dinas ini cukup bagus tetapi pas hearing dengan anggota dewan,

Pak Walikota mengusulkan, mungkin melalui pendidikan, diklat, itu bisa

begitu.

T : Berkaitan dengan program itu, kan ada anggaran Pak Haji?

J : Ya.

T : Proses meningkatkan program sekaligus anggarannya selama ini terjadi

dari masing-masing SKPD selama ini terjadi itu seperti apa?

J : Maksudnya? Kalau peningkatan yang berupa pelatihan, diklat itu kita

sudah terkoordinasi di badan pendidikan dan kepegawaian (BKP). SKPD

yang didiklatkan apa saja, itu sudah terkoordinasi dibadan itu,

kepegawaian dan diklat, anggarannya di situ, jadi masing-masing SKPD

sudah di situ anggarannya, adapun yang bersifat khusus, yang melibatkan

Kepala Dinas dan jajarannya, contoh di sini aja, ini menyangkut masalah

bagaimana mengelola efektifitas keuangan, atau bagaimana memikirkan

efektifitas manajemen keuangan, dulu pernah mengadakan diklat itu, diklat

peningkatan, peningkatan wawasan, peningkatan pengalaman, semua staff

kita, nah itu dianggarkan di kita, itukan anggarannya kecil.

T : Kalau misalkan dari DPRD itu, mau mengusulkan program dan anggaran,

kira-kira yang mereka lakukan apa Pak Haji?

J : Buka program ada anggarannya, kalau dewan mau melaksanakan kegiatan,

kegiatan apa? Fisik? Kalau fisik melalui SKPD terkait, dinas bangunan,

dinas tata kota, dinas PU, dinas kebersihan. Dewan nih misalnya punya

reses, dengar pendapat dengan masyarakat, di suatu wilayah, di dapilnya,

perlu dibangun ruang terbuka hijau, ruang terbuka hijau ini harusnya siapa

nih yang melaksanakannya, apakah dinas bangunan, dinas tata kota, dinas

PU atau dinas kebersihan? Kan dia punya. Begitu hearing dengan Kepala

SKPD, kan dia panggil, itu di wilayah I, kebersihan RTHnya kurang, coba

tolong dibangun, karena ada masukan dari masyarakat, coba masukkan

program kamu.

T : Ooo begitu.

J : Jadi dia tidak lewat tidak punya program sendiri, tetapi dari SKPD itu

sendiri.

T : Jadi?

J : Aspirasi masyarakat, di SKPD tersebut, nanti membuat program, RKA

(Rencana Kegiatan Anggaran) melalui SKPD terkait.

T : Ini Pak Haji ada satu pertanyaan mendasar, bagaimana cara merubah

mind set dan culture set dari SKPD itu bagaimana?

J : Itukan berbagai macam kegiatan kan dilakukan sesuai dengan fungsi dari

SKPD masing-masing. Jadi kembali kepada tadi, program yang diinginkan

oleh visi dan misi Walikota 5 tahun ke depan bagaimana caranya

mewujudkannya itukan melalui program yang dilakkan di SKPD masing-

masing, jadi mind set disitu kita kembali ke arah mana, apa yang psikis atau

fisik yang diinginkan itukan strateginya tergantung di SKPD masing-

masing.

T : Dari sisi dewan sendiri gak bisa merubah?

J : Gak bisa, itukan dari sisi masing-masing, dari ataskan fungsinya

pembinaan, pengawasan, kembali kepada masing-masing SKPD. Karena

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 416: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

407

yang menilai kan Walikota, SKPD ini nih, dinas ini kelemahannya,

tergantung dari pihak Walikota.

T : Pak Haji asli Tangerang?

J : Ya.

T : Alhamdulillah, berarti Pak Haji punya harapan terhadap kinerja SKPD ke

depan? Apa harapan pak haji ke depan?

J : Ya jelas, ke depannya SKPD itu berfikiran jauh, kita itu sudah menetapkan

Perda tentang RT RW (Rencana Tata Ruang Wilayah), ini 20 tahun ke

depan, 2032. Itu orientasinya, jadi orientasinya kita harus ke depan, semua

SKPD itu jangan terpaku kepada program yang sekarang, tetapi bagaimana

kita yang akan menciptakan kegiatan untuk masyarakat ini 20 tahun ke

depan (minimal) SDM harus mampu, terus ahli planologi, ahli bangunan,

harus diterapkan, jadi tidak terpaku kepada program satu tahunan, tetapi

harus berubah ke depan mau bikin apa nih? Dinas perhubungan utnuk

transportasi, dinas tata kota (pemerataan wilayah) lihat tata kota, kondisi

yang ada, eksisting yang ada bagaimana 20 tahun ke depan, mau dibikin

apa di pojok sana, mau dibikin apa di pojok sini, nanti yang dilaksanakan

oleh masing-masing SKPD terkait. Misalkan PU, dia bikin jembatan mau

berapa ratus ke depan, mau dimana aja? Dampaknya nanti bagaimana

terhadap lingkungan bagaimana? Jadi pimpinan SKPD saya kira, harapan

semua juga punya visioner jangakauan ke depan itu jauh, tidak hanya

kepentingan sesaat, apalagi kepentingan-kepentingan, kepentingan tertentu.

T : Keterlibatan komponen pemerintah dalam proses pembentukan struktur

organisasi kepala dewan mulai dari Raperda sampai ditetapkan Perda

bagaimana prosesnya Pak Haji?

J : Apa tadi? Kan sudah disebut tadi, Rancangan Perda dari SKPD terkait,

diusulkan ke Prolegda, ketuanya Sekda, dibahas di sana, digodok di sana

baru jadi Raperda, setalah jadi Raperda baru disampaikan oleh Walikota

kepada Dewan, di Dewan dibahas di pandangan umum, dibahas dengan

pihak terkait jadi, kemudian di tanda tangani oleh Walikota dan DPRD,

baru dilaksanakan.

T : Itu termasuk srukturnya?

J : Ya kalau termasuk strukturnya struktur, jika sudah menjadi Perda, tinggal

sosialisasi di sana (kantor Walikota).

T : Kalau pengambilan keputusan penggunaan prosedur, keterlibatan para staf

di masing-masing SKPD? Bagaimana Pak Haji?

J : Itu tadi, soalnya kita katakan rapat, rapat internal di kantor, yang dipimpin

kepala dinas, kepala bagian, kepala badan, merencanakan suatu kegiatan,

direncanakan di situ, dimatangkan di situ anggarannya berapa? Di situ kita

di SKPD diputuskan, jadi masing-masing SKPD, masing-masing staff ini

punya suara, untuk memberikan masukan-masukan , silakan mau masukan

lengkap, nanti dibahas di situ, sebelum ini disampaikan nanti ke Prolegda

dewan.

T : Berarti yang di seluruh anggota SKPD itu termasuk karyawan atau seluruh

anggota fungsional?

J : Pegawai, PNSlah, kalau dikita itu, ada kepala, sebagai pengguna

anggaran, kemudian ada anggaran-anggaran sekian, sebagai PPK (Pejabat

Pembuat Komitmen) ada juga kasubag sebagai PPTK, lengkap acara

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 417: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

408

kegiatannya, ada juga staffnya, staff yang mendukung kelancaran tugas

kerja masing-masing PPTK, nah itu kita libatkan. Bila saja seorang

kasubag, kita libatkan sebagai pelaksana teknis kegiatan, dia kurang

menguasai tetapi staff ada yang lebih menguasai, nah itu menerima

masukan-masukan. Contoh: di saya jadi sekretariat DPRD, kita punya satu

kegiatan yang namanya program asuransi kesehatan dewan, adanya

asuransi-asuransi, nah kadang-kadang sebagai kasubagnya kan baru, dia

tidak tahu item-item yang diperlukan oleh dewan berdasarkan pengalaman,

mana yang banyak dibutuhkan, mana yang tidak dibutuhkan, asuransi itu

perusahaan, dia mencari keuntungan, yang jarang digunakan ini benefitnya

ditingkatkan, sementara yang sering digunakan nilainya dikecilkan. Kan

banyak yang protes, lalu PTKnya gak paham ya sudah all ajalah begitu.

Kelahiran, kelahiran ditinggikan, sementara, dia sudah tahu, anggota

dewan yang hamil, yang PUS (Pasangan Usia Subur) itu berapa orang,

dari 50 dewan katakan 10 orang, itu biayanya ditinggikan, sementara rawat

inap yang semua pake dikecilkan. Nah staff memberikan masukan.

T : Peran LSM, institusi sosial, tokoh masyarakat dalam meningkatkan kualitas

pelayanan SKPD?

J : Saya belum tahu, karena itu di bagian perijinan, karena sekarang itu era

keterbukaan. Semua orang banyak mengkritisi, kita aja di dewan, koak

dewan kerjaannya jalan mulu, berarti itu kritiskan, padahal itu sudah ada

anggarannya, kalau tidak digunakan berarti studi banding, sebelum Perda

ini ditetapkan studi banding, ke pusat, jadi peran LSM di semua struktur

saya kira ada.

T : Selam ini jika LSM memberikan masukan ke depan, ada gak masukan-

masukannya itu dilaksanakan?

J : Belum ada, kerena semua aspirasi itu sudah diwakilkan oleh masing-

masing SKPD, misalkan pembuatan jalan SKPD PU, pendidikan SKPD

pendidikan, kesehatan SKPD kesehatan, termasuk anggarannya

ditingkatkan terus, memberikan pelayanan kegiatan pengobatan gratis.

J : Pemerintah kota merespon masukan dari masyarakat itu bagaimana sih?

T : Ada, kalau di kita itu melalui dewan bisa di reses, reses kan menampung

usul dan aspirasi masyarakat, dari eksekutif melalui kecamatan yang

disebut Musrenbang (Musyawarah Rencana Pembangunan) dari kelurahan,

dibahas di kecamatan, di tingkat kota, ada juga suara yang ditampung

melalui kunjungan Walikota, walikota turun langsung ke masyarakat,

aspirasi yang didapat tadi dimasukkan ke musyawarah tingkat kota.

T : Artinya realisasinya selama ini bagaimana Pak Haji?

J : Realisasinya bagus.

T : Relasi antara masing-masing SKPD dengan kebijakan Pemda, bagaimana

relasinya? Apakah bertolak belakang? Atau saling sinergis? Relasi antara

SKPD dengan kebijakan pemerintah daerah?

J : Itu sebenarnya di koordinator bagian perencanaan, ada badan

perencanaan pembangunan, tadi setiap kegiatan yang diusulkan dalam

bentuk usulan/ rencana pembangunan. Tadi kan sudah dibahas, di masing-

masing SKPD sudah dibahas, kegitan ini dengan anggarannya sekian,

setelah itu kita akan masukkan kesana, ke eksekutif, ke bapeda, bapeda juga

menyeleksi, ada juga Dalbang (Pengendalian Pembangunan) sebelum

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 418: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

409

disahkan di.. disamping diseleksi dengan Bapeda dan Dalbang. Kita juga

bertemu dengan tim verifikasi, asistensi anamanya, tim asistensi itu terdiri

dari orang bapeda, dalbang, inspektorat, kita melaksanakan kegiatan ini,

anggarannya sekian, ini perinciannya, bagaimana rasional? Rasional!

Semua kantor SKPD begitu, di asistensi, semua sudah terekap semua oleh

mereka dilapor ke Walikota.

T : Agar tidak bertentangan?

J : Ya! Nantikan Walikota ada fungsi supervisi juga, pengwasan kata Walikota

sudah semua, masuk semua masuk, tapi ada kekurangannya ini nih,

jembatannya kurang, wah kenapa gak dimasukkan nih PU, PU panggil!

Bikin RKAnya. Jadi sinergi. SKPD itu semua sudah tercover di sana, antara

Bapeda dan DalBang, sudah ter (tidak jelas 50:00) antara kita rencana

awal, yang disebut asistensi. Maka akan dilaksanakan tahun yang akan

datang, global dibaca oleh Walikota, berapa anggarannya, sekian trilyun,

ini semua sudah lengkap, maka ketuk palu.

T : Pertanyaan selanjutnya Pak Haji nih, ee.., DPRD merupakan perwakilan

dari rakyat kemudian agar masyarakat ini aktif untuk memantau SKPD,

kemudian meningkatkan kerja masing-masing SKPD, upaya yang dilakukan

oleh DPRD sendiri?

J : yah itu dalam bentuk hearing itu, melalui komisi, komisi kan ada komisi

bidang pemerintahan, komisi bidang ekonomi pembangunan, ada bidang

kesehatan. Nah di situ dia bisa mantau, SKPD yang bagus, SKPD mana

yang benar-benar serius, SKPD mana yang kurang bagus, kan dia tahu

juga, nah dia juga nantinya memberikan masukan kepada Walikota, ini Pak

SKPD ini.

T : Ada evaluasi ya Pak?

J : Nah ada evaluasi.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 419: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

410

TRANSKRIPSI WAWANCARA

LINGKUNGAN BAPPEDA

PENELITI UTAMA

Mustari Irawan

PEWAWANCARA

1. Mustari Irawan

2. Agus Santoso

3. Agung Ismawarno

NARASUMBER

1. Bp. Yayan Sopiyan (Kepala Bappeda Kota Tanggerang). (Yay)

Pola pembentukan organisasi:

1. Bagaimana proses pembentukan organisasi perangkat daerah, mulai dari awal

sampai dengan penetapannya dalam Perda?

Yay : sebetulnya pembentukan organisasi perangkat daerah dimulai

dari peraturan kepala daerah No. 47 dan peraturan pemerintah

No. 38 bahwa kota tanggerang itu mengalami kejenuhan

organisasi, karena memang pada tahun 2003 dari pihak

pemerintah mengeluarkan PP No. 8 tahun 2003 yang sebetulnya

adalah pengganti dari PP No. 54, na kota tanggerang pada saat

itu tidak melaksanakan penataan organisasi karena menganggap

penataan kota tanggerang masih relevan dengan PP No. 8 itu.

Namun demikian mulai dari tahun 2004, 2005 dan 2006 kita

sudah mulai melakukan pengkajian diorganisasi dan yang

kebetulan juga pada tahun 2007 keluar PP 41 dan keluar PP 38

tentang pembagian urusan antara pemerintah pusat dengan

pemerintah daerah dan setelah itu baru kita optimal

melaksanakan restrukturisasi organisasi

Ada beberapa yang dilakukan yaitu pertama kita harus

menerbitkan PERDA tentang organisasi namun begitu

pembentukan dengan didasarkan dari PP 41 itu haruslah

didasarkan oleh kebutuhan daerah itu sendiri. Walaupun di

dalam PP 41 itu sudah diberikan plapon yaitu pola maksimun,

pola menengah dan pola minimum.

Kota tanggerang sendiri jika dilihat dari luas wilayah bisa

dikatakan tidak begitu luas tapi kalau dilihat dari anggaran

pendapatan belanja daerah sudah di atas 1 trilyun sehingga

kalau kita klasifikasikan pada saat itu kota tanggerang bisa

dimasukan dalam pola maksimum dengan 18 dinas, 4 asisten

daerah, 14 bagian, dan lain sebagainya dan hal itu terdapat

dalam PP. Dengan demikian karena didasarkan oleh adanya

kebutuhan, pada saat pembentukan kota tanggerang hanya

mengambil pola menengah dengan hanya dibentuk 15 dinas

karena memang membentuk organisasi tidak hanya membagi-

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 420: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

411

bagi jabatan tetapi yang harus dilakukan itu adalah bahwa

sejauh mana kebutuhan organisasi itu dapat melayani

masyarakat bukan masalah politik semata. Oleh karena itu jika

dilihat dari konsepsi kepala dinas dari kepentingan organisasi

orang itu akan kehilangan jabatan, kemudian dari pada itu kita

membuat kajian akademik, dan dari kajian tersebut maka

muncullah kebutuhan-kebutuhan akan adanya dinas-dinas di

kota tanggerang.

Sebetulnya kota tanggerang sendiri sebetulnya hanya

memiliki 13 dinas. Kemudian kita proses analisis kelembagaan

tersebut berdasarkan ukuran beban kerja agar jangan sampai

terjadi kekurangan dan kelebihan dalam proses urusan-

urusannya. Maka kita tidak menggunakan strategi platpom

artinya bebas menentukan bidang urusannya, namun demikian

kami tetap menggunakan kebijakan agar dalam dinas tidak boleh

lebih dari 3 bidang ditambah dengan 1 sekretaris. Kemudian kita

olah organisasi ini dengan berbagai perumpunan-perumpunan

dan itu tercantum dalam PP 38 yang memungkinkan

penggabungan bagian urusan dalam 1 SKPD ada juga

pemacahan dalam 1 urusan dipecah dalam berbagai SKPD

kalau bebannya berat.

Dalam kaitannya dengan kantor arsip, kami melihat bahwa

masih adanya perumpunan dengan perpustakaan dan karena

memandang bahwa arsip adalah bagian penting dari bagian ini

maka kami buatkan menjadi 1 urusan dalam satu kantor dalam

komposisi 3 seksi dan 1 kasubbag TU dan kepala. Dalam

kaitannya dengan pembentukan SKPD/urusan pemerintahan

pastilah berhubungan perda/peraturan tertentu harus

diposisikan dengan dewan daerah. Dalam fase ini didatangkan

juga para ahli dan sebagai hasilnya terbentuklah perda No.

3,4,5,6 dan 7.

Bentuk perda tersebut kita bagi dalam bentuk rumpun

urusan. Yang pertama perda kesekretariatan, sekwan, dinas,

lembaga teknis(kantor/badan), dan kecamatan dan kelurahan.

Hal itu baru kerangka dalam membuat organisasi dengan

tupoksi sampai dengan kewenangan jabatannya yang yang sudah

ada.

Langkah yang kedua adalah kita tidak cukup hanya perda

saja, karena dalam hal operasionalisasi keorganisasiannya

tersebut harus membuat OTK nya. Supaya terjadi siapa berbuat

apa?. Maka kita membuat 41 Peraturan Walikota. Dan dibawah

kesekretariatan karena itu mengiringi langkah SKPD masing-

masing.

2. Bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok masing-masing

SKPD?

Yay : Mengenai usulan pembentukan organisasi, pa wali

menginstruksikan bahwa organisasi harus menggunakan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 421: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

412

kacamata kuda, artinya silahkan masukan/usulan disampaikan

tapi itu harus berjalan seriring dengan PP 41 dan 38. Sehingga

dalam kajian itu kami juga melibatkan SKPD-SKPD terkait.

Karena kami berprinsip kalau organisasi itu diusulkan maka

seluruh SKPD akan membentuk kebanyak-banyaknya urusan

sehingga menjadi banyak urusan. Dan kalau usulannya memang

mendesak dan baik untuk organisasi yang kita buat.

Mengenai kebutuhan setiap SKPD ditunjang melalui anjab,

sehingga kebutuhan-kebutuhan per masing kelompok baik

jabatan fungsional dan jabatan structural disesuaikan dengan

kebutuhan yang ada. Dan itu pula dapat dikatagorisasikan

analisis beban kerja dan pegawai yang mampu

melaksanakannya. Dalam pelaksanaanya kegiatan ini agak

terkendala dalam hal implikasinya di lapangan jika dihitung

akan banyak pengawai pemerintah, hal itu di siasati dengan

diperbantukannya tenaga TKK dan sukwan dalam membantu

kerja pemerintah yang dalam hal ini SKPD yang beban kerjanya

berat dan butuh tenaga banyak.

Dalam memenuhi kebutuhan kerja perlu adanya ABK

disertai dengan SOTK nya. Termasuk didalamnya adalah sadar

prosedurnya, sehingga diperlukan adanya SOP. Bahkan dalam

kaitannya dengan pelayanan public itu untuk bisa mempunyai

ISO. Termasuk didalamnya dalam halnya dengan membuat

rumpun jabatan fungsional.

3. Faktor-faktor internal dan eksternal apa yang menjadi penentu dan harus

diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?

Yay : Penentuan organisasi ini didasari dengan adanya telaah

akademis yang berupa naskah akademis, kemudian kita juga

berkoordinasi dengan para pihak yang terkait. Karena itu

diperlukan dalam membuat tata laksana juga kita melaksanakan

studi banding seperti dalam kasus membentuk unit pelaksanaa

pelayanan terpadu. Tetapi dalam prinsipnya penetuan dasar

pembentukan organisasi adalah berdasar pada peraturan

perundang-undangan

Permasalahan tumpang tindih kegiatan dan rencana antar

unit mungkin saja terjadi, mungkin saja orang tersebut belum

paham organisasi. Sebagai contoh organisasi mempunyai tiga

peran, ada organisasi yang berbasis pada pemberdayaan

masyarakat, organisasi yang berbasis pada pelayanan

masyarakat dan organisasi yang bersifat enterplainer artinya

bersifat penghasil sumber daya seperti pajak dll, kembali lagi

pada pertanyaan di atas masalah tumpang tindih kewenangan

dapat diantisipasi melalui kewenangan rumpun objek urusannya.

Sehingga kesalahan kewenangan tersebut disebabkan tidak bisa

mengklasifikasikan objek sasaran kerja yang sesuai dengan

kesepakatan bersama.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 422: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

413

Efektivitas Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah:

1. Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah dijalankan

sesuai dengan Keputusan Walikota Tangerang tersebut?

Yay : Perihal fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah

dijalankan berdasarkan arahan dan masukan dari kepala daerah

pemerintahan dimana arahan tersebut biasanya terdapat perda

serta dilengkapi dengan sosialisasi dan koordinasi intensif dari

pihak SKPD dan setiap seksi dari pemerintahan daerah kota

tanggerang.

2. Apa faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat dalam menjalankan

fungsi dan tugas pokok tersebut?

Yay : Yang menjadi kendala adalah kurangnya sumber daya/pegawai

karena kota tanggerang belum bisa menambah dari segi

kuantitas karena masih dianggap cukup karena tenaga

kontraknya banyak sampai 2800 orang sedangkan TKK sudah

habis.

3. Bagaimana proses penentuan dan pengangkatan kepala

Yay : Proses penentuan dan pengangkatan kepala SKPD pada waktu

itu berjalan dengan baik, sebagaimana proses organisasi. Dalam

arahan pa wali kota sendiri memberikan kewenangan kepada

bagian organisasi untuk menganalisis. Pada saat itu juga

masukan dari beliau menempatkan kompetensi dan pendidikan

pimpinan untuk dijadikan standar. Dan perlu diketahui bahwa

proses pengangkatan kepala SKPD baru dilaksanakan dengan

penilaian Baperjakat yang sangat ketat hasilnya adalah

pengangkatan kepala/pimpinan baru berdasarkan penilian

Baperjakat sangat-sangat baik dan tepat meskipun ada saja

kekurangannya menurut kacamata yang lain dan saya rasakan

pun sama tidak ada yang 100% sempurna dalam organisasi.

Tapi saya akui persoalan-persoalan ini akan kami evaluasi dan

perbaharui misalnya tentang bagaimana job tender. Juga

bagaimana menempatkan bahwa system pola karier betul-betul

menjadi harapan setiap pegawai. Dan ketika saya membuat

system karier di kota tanggerang ini polanya tidak ada ketentuan

di pusat tentang system karier yang akan dilakukan. Na mungkin

ini akan berjalan dengan adanya UU Aparatur Sipil Negara

sehingga membuka lebar wacana system karier tersebut. Dan

ditambah seperti lembaga non kementerian lainnya sudah mulai

job tender.

4. Apa yang menjadi pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi Kepala

dari masing-masing SKPD?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 423: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

414

Yay : Pertimbangan pokok dalam penentuan untuk menjadi Kepala

adalah baperjakat, DUK dan berbagai hal lainnya yang

menunjang kompetensi masing-masing SKPD dan juga track

record pekerjaan serta adanya factor “X”.

5. Bagaimana proses penyusunan program, kegiatan dan anggaran dari masing-

masing SKPD?

Yay : Proses penyusunan program, kegiatan dan anggaran dari

masing- masing SKPD biasanya melalui proses pengajuan

terlebih dahulu, lalu masuk dalam bagian perencanaan dan

nantinya akan diekspos dalam kegiatan yang melibatkan

pemerintah daerah dan dewan di kota tanggerang.

6. Apa yang menjadi landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing-

masing SKPD?

Yay : Landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing-

masing SKPD adalah banyaknya kegiatan dari SKPD yang

sesuai dengan rencana program yang akan dilaksanakan pada

tahun anggaran berikutnya.

7. Bagaimana kondisi kualitas dan kuantitas dari pegawai (SDM) yang meliputi

pejabat struktural (selain kepala SKPD), staff umum dan pejabat fungsional?

Yay : Dari berbagai kondisi pegawai saya melihatnya bahwa kota

tanggerang ini harus melakukan mismate/ penukaran kompetensi

dengan alasan promosi/mutasi masih sarat dengan hal-hal yang

diluar kendali dari bagian kepegawaian akibat “bawaan”

sehingga dari perspektif organisasi ada yang meleset dan tidak

tepat sasaran.

8. Bagaimana manajemen kerja (mekanisme, prosedur dan sistem kerja) di

masing-masing SKPD?

Yay : Manajemen kerja di masing-masing SKPD biasanya

dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

berlaku, serta adanya SOP dari setiap kegiatan yang melingkupi.

Dan dalam kegiatannya system kerja dilaksanakan biasanya

mengalir begitu saja tergantung dari atasan masing-masing

SKPD.

9. Faktor-faktor intenal apa yang dominan menentukan dalam pengembangan

manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD?

Yay : Faktor intenal dominan yang menentukan dalam pengembangan

manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD adalah

adanya SDM yang mampu menangkap maksud dan tujuan dari

kegiatan dari unit masing-masing.

11. Bagaimana kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD dengan dasar

indikator kinerja yang telah ditetapkan?

Yay : Dari segi pelayanan, menurut saya sudah dilaksanakan dengan

baik, namun yang namanya pelayanan pastilah ada kekurangan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 424: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

415

di sana-sini, dan itu harap dimaklumi. Tapi kami berusahan

menjalankan pelayanan ini menjadi lebih baik.

12. Faktor-faktor apa yang menentukan dan memberikan pengaruh terhadap

kinerja dari masing-masing SKPD?

Yay : Hal-hal yang menentukan pengaruh kinerja masing-masing

SKPD adalah adanya kesesuaian antara rencana kerja dengan

kegiatan yang dijalankan dan dalam perjalannya disertai dengan

evaluasi kegiatan sehingga dikemudian hari dapat menjadi dasar

kegiatan yang ber out put sama dimasa yang akan datang.

13. Bagaimana solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang

menghambat optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD?

Yay : Perlu adanya integrasi lebih lanjut dari berbagai SKPD yang

notabene satu rumpun agar dapat melakukan kinerja sesuai

dengan arahan atasan dan langkah evaluasi serta antisipatif

terhadap UU dari pusat dan sinergisitas tata kelola

pemerintahan daerah baik dari aspek kelembagaannya, tata

laksananya maupun sumber dayanya.

Diadakannya sosialisasi dan penginformasian kerja

diseluruh masyarakat sehingga kinerja aparatur dapat dirasakan

secara nyata oleh masyarakat di kota tanggerang

Pola arah pengembangan Organisasi Perangkat Daerah:

1. Bagaimana kapabilitas adaptasi dari masing-masing SKPD terutama terkait

dengan struktur, fungsi dan tugas pokok terhadap dinamika perubahan

lingkungan?

Yay : Saya melihat dari perspektif organisasi berjalan secara baik dan

awalnya mungkin masih dalam tahap pembelajaran. Sehingga

banyak yang beranggapan ini bertubrukan dengan itu dan lain

sebagainya. Dan kita lakukan pembinaan organisasi dan itu

sudah diprogramkan dan itu dijadikan bahan evaluasi dari

bagian organisasi.

2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam penyesuaian atau adaptasi

organisasional dari masing-masing SKPD?

Yay : Hal penghambat dalam penyesuaian atau adaptasi

organisasional adalah adanya hubungan yang kurang harmonis

antar pegawai dalam hal kegiatan antar SKPD sehingga terjadi

tumpang tindih pekerjaan dan upaya sinkronisasi dari berbagai

institusi di lembaga daerah.

Proses pilkada menurut saya justru merusak kebersamaan

dan keharmonisan aparatur dalam menjalankan tupoksinya, bisa

dibayangkan adanya gesekan politik yang terlalu kental.

3. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan keterlibatan

pemerintahan daerah (Sekretariat daerah dan jajarannya, masing-masing SKPD).

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 425: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

416

Yay : Dari kajian akademis dengan dasar anjab dan ABK yang

dilakukan oleh aparatur daerah dengan berkoordinasi dengan

pihak terkait maka arah pengembangan tentunya sudah

tercantum dalam naskah akademik yang didalamnya terdapat

tujuan dari pengembangan selanjutnya.

4. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan keterlibatan

DPRD dan kalangan masyarakat?

Yay : Dalam pengembangan organisasional SKPD peran DPRD dan

instansi terlihat dalam PROLEGDA dan BALEGDA dimana

terdapat masukan-masukan dalam kaitannya dengan

pengembangan SKPD terkait dan itu juga terkait dengan kajian

akademisnya.

Perjalanan pengembangan kegiatan itu haruslah selalu

dimasukan dalam rencana pembangunan jangka panjang daerah

sehingga ketika adanya perubahan kepala daerah makan

sasaran yang akan dicapai kemungkinan tidak akan jauh dari

rencana jangka panjang daerah ini. Dan hal ini kami PERDA

kan. Sesuatu yang menarik adalah pimpinan boleh berganti tapi

system tetap berjalan.

5. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan

kapasitas Kepala dari masing-masing SKPD?

Yay : Hal dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas

Kepala adalah bekerja sinergis dengan bawahan untuk

menjalankan program sesuai dengan rencananya disertai

dengan ilmu pengetahuan yang kompeten dibidangnya.

6. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas

SDM yang ada dari masing-masing SKPD?

Yay : upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan

kapasitas SDM adalah pertama menjalankan secara maksimal

tupoksi, melaksanakan kegiatan, mendukung tugas pimpinan.

Sementara yang dikerjakan sekarang adalah bukan tupoksi tapi

proyek yang dijalankan.

7. Bagaimana upaya untuk meningkatkan program dan anggaran dari masing-

masing SKPD?

Yay : Upaya untuk meningkatkan program dikaitkan dengan

mekanisme peningkatan SDM di kota tanggerang mengadakan

diklat-diklat secara periodic. Baik itu secara teknis maupun

keorganisasian maksudnya pihak-pihak SKPD mempunyai

kewenangan secara teknis dalam memunculkan program yang

akan dilaksanakan. Kami berusaha mendorong peningkatan

kualitas SDM dengan banyaknya mengadakan diklat yang

diadakan dengan kerjasama pihak pusat maupun upaya

peningkatan melalui jenjang sekolah resmi. Dan hasil dari

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 426: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

417

program ini hasilnya diiharapkan akan menunjang dan

memperbaiki kinerja di instansinya.

Dalam kaitannya dengan anggaran, di kota tanggerang

mulai sekarang membuat RPJMD dan RENSTRA sehingga

memungkinkan adanya rencana kerja yang direncanakan dengan

jelas. Dan hal ini mulai dari sekarang. Dan itu mengalir begitu

saja, jika ada hal-hal yang agak sulit dimengerti maka kepala

SKPDnya kami panggil dan memberikan konfirmasi. Sepanjang

kegiatan tersebut terdapat dalam dokumen perencanaan maka

dari pihak saya akan mengabulkan. Besaran anggaran

disesuaikan dengan kebutuhan.

8. Bagaimana upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan manajemen kerja dari

masing-masing SKPD?

Yay : Dalam berbagai permasalahan yang ada, dalam tahun berjalan

tentunya dilakukan proses evaluasi sehingga bermuara dengan

diadakannya ekspos/pertemuan dari seluruh SKPD. Sehingga

dalam pertemuan tersebut didapat objek format dan obyek

matrialnya sehingga pihak SKPD dapat mengetahui langkah-

langkah efektif kinerja dengan berbagai urusan-urusannya.

9. Bagaimana mengubah mind set dan culture set dari para pegawai yang berada

dimasing-masing SKPD?

Yay : Proses pembelajaran di BAPEDA ini dimulai ketika ada

pembagian kerja secara jelas, dimana terdapat siapa

mengerjakan apa. Pembagian kerja ini baru didapat ketika saya

menjabat sebagai kepala BAPEDE. Dan ini baru terjadi pertama

kalinya. Karena dalam jabatan ini saya menjadi pimpinan yang

diusia yang masih dibilang muda. Dari seluruh eselon 3 disini

semuanya adalah bekas atasan saya waktu saya masih menjadi

staf. Namun demikian upaya saling menghargai antar pegawai

haruslah di tempatkan pada urusan yang paling tinggi, dengan

demikian pembagian kerja sudah harus diterapkan di lembaga

ini. Sehingga tidak dari urusan yang kecil-kecil dikerjakan oleh

kepala.

10. Bagaimana harapan prediktif dari kinerja masing-masing SKPD di masa yang

akan datang?

Yay : Harapan prediktif adalah dengan dilakukannya pembagian kerja

yang jelas dan jangan membuat “senjang” beban kerja antar

pegawai sehingga dapat terlaksananya kinerja secara efektif.

Perubahan prilaku pegawai di kota tanggerang seperti

yang telah dicanangkan oleh pa wali seperti menerapkan 5 sifat

akhlakul karimah diantaranya saling mengingatkan sesama

aparatur, selain itu pengembangan peningkatan SDM dalam

rangka pendiklatan maupun pendidikan adalah benar-benar

orang yang mau, sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal,

adanya kurikulum yang mampu menjembatani kemajuan jaman

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 427: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

418

tanpa harus meninggalkan hakekat budi pekerti kita sebagai

manusia.

Sebuah keinginan kami sebenarnya adalah mengubah

prilaku birokrasi aparatur kota tanggerang dengan adanya

kurikulum pendidikan yang menjunjung akhlakul karimah.

Peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah

1. Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintahan dalam proses

pembentukan struktur organisasi perangkat daerah mulai dari penyusunan

Raperda hingga ditetapkan menjadi Perda?

Yay : Tugas dari pemerintah terutama pada bagian organisasi adalah

membuat rencana kerja, standar operasional, prosedur tata

laksana dan bagaimana pelayanan kepada masyarakat

2. Bagaimana proses pemantauan dari Pimpinan Daerah dan DPRD terhadap

pelaksanaan kerja dari masing-masing SKPD?

Yay : Pemantauan dari Pimpinan Daerah dan DPRD terhadap

pelaksanaan kerja biasanya dilakukan sambil berjalannya

kegiatan. Dan adanya pemantauan tersebut secara tidak

langsung pimpinan daerah melaksanakan dengan bekerjasama

dengan pihak-pihak inspektorat dan bagian lain yang terkait

dengan pelaksanaan kegiatan.

3. Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan para

staf dalam proses pelaksanaan kerja di masing-masing SKPD?

Yay : Keterlibatan Staf dilingkungan SKPD sering kali dilakukan, hal

ini merupakan langkah utama karena yang mengerti

pelaksanaan kegiatan biasanya staf, bukan berarti pimpinan

tidak mengetahui, namun ini menjadikan pemikiran-pemikiran

baru dari lebih baiknya kegiatan dimasa yang akan datang.

4. Bagaimana peranan masyarakat (LSM, institusi sosial, tokoh masyarakat)

dalam memperbaiki kondisi SKPD yang memberikan pelayanan?

Yay : Sejauh yang saya tahu, dikarenakan saya hanya dapat masukan

dari berbagai unit-unit pelayanan, peranan masyarakat dalam

memperbaiki pelayanan sangat optimal. Hal ini dilakukan

dengan memberikan kontribusi positif terhadap perkembangan

dan kemajuan kota tanggerang.

5. Bagaimana pemerintah daerah kota merespon seluruh masukan dari masyarakat

dalam upaya untuk memperbaiki kinerja organisasional SKPD?

Yay : Sejauh ini masukan dari masyarakat yang bersifat kontruktif akan

dikaji oleh pimpinan daerah dan dewan, apabila masukan

tersebut dikatagorikan baik maka dimungkinkan menjadi

masukan untuk pemerintahan kota tanggerang

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 428: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

419

6. Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk

meningkatkan kinerja masing-masing SKPD?

Yay : Sejauh ini upaya yang dilakukan adalah meningkatkan partisipasi

masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan sesuai dengan

kinerja masing-masing unit terutama hal-hal yang berkaitan

dengan pelayanan kepada masyarakat.

TRANSKRIPSI WAWANCARA

BAGIAN ORGANISASI TATA LAKSANA

PENELITI UTAMA : Mustari Irawan

PEWAWANCARA

1. Mustari Irawan

2. Agus Santoso

3. Agung Ismawarno

NARASUMBER

4. Bp. Prajanto (Pra) (Kasi Bidang Kelembagaan dan Organisasi

Sekretariat Kota Tanggerang).

Pendahuluan

Wawancara dengan bagian organisasi ini dilaksanakan untuk melengkapi

hal-hal yang belum jelas mengenai susunan organisasi terutama dalam kaitannya

dari proses susunan keorganisasian, sehingga tidak menjangkau permasalahan unit

terkecil (seperti pertanyaan kepala lembaga).

Pola pembentukan organisasi:

1. Bagaimana proses penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok masing-masing

SKPD?

Pra : Semua pembentukan struktur yang ada di kota tanggerang

haruslah berlandaskan peraturan yang ada. Yang paling utama

adalah UU 32 tahun 2004 ttg pemerintahan daerah, PP No 38

Tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah pusat dan

daerah provinsi dan pemerintahan kota/kabupaten dan yang

paling menentukan adalah PP No 41 tahun 2007 tentang

organisasi perangkat daerah karena semua tupoksi perangkat

daerah itu terlingkupi dalam aturan tersebut. Kalau kita lihat

dari peraturan-peraturan yang ada sebenarnya tidak ada

tumpang tindih hanya saja mungkin persepsi si pemangku

jabatan yang merasa kok ada tumpang tindih. Dalam halnya

tentang pemerintahan daerah sesungguhnya hanya ada satu

kewenangan yaitu Walikota, dan dalam hal membantu tugas dan

fungsinya dibantu dalam berbagai dinas, badan, dan kantor yang

mempunyai tugas yang telah terspesialisasi berdasarkan beban

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 429: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

420

dan rencana kerja yang telah diatur. Dengan begitu ketika dalam

pelaksanaanya perlu adanya koordinasi secara menyeluruh agar

tidak adanya rencana kerja yang tumpang tindih.

2. Faktor-faktor internal dan eksternal apa yang menjadi penentu dan harus

diperhatikan dalam proses pembentukan organisasi perangkat daerah?

Pra : Faktor yang menjadi penentu dalam proses pembentukan

organisasi perangkat daerah secara tidak langsung ada dari

dewan atau dari lembaga terkait. Bahkan dalam pembentukan

perangkat daerah kemarin seperti pembentukan dinas pemuda

dan olahraga kemarin lebih pada keinginan DPRD pada waktu

itu dan mungkin untuk mengakomodir keinginan-keinginan

ORMAS-ORMAS yang ada pada waktu itu. Tapi bagi kami juga

tidak masalah karena memang sebuah keharusan yang harus

ada. Dan selama ini ketika ada kegiatan penataan kelembagaan

itu biasanya kita minta masukan dahulu dari SKPD terkait.

Biasanya kita meminta 3 alternatif dan dari alternatif tersebut

kita pelajari mana yang paling baik setelah itu baru kita ekspos

di depan kepala daerah sebelum diajukan ke DPRD.

3. Apa faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan struktur,

fungsi dan tugas pokok organisasi?

Pra : Biasanya satuan kerja yang memiliki tugas dan fungsi yang

hampir sama, kami satukan dalam satu rumpun sehingga

memungkinkan adanya kemudahan koordinasi. Dan kegiatan

tersebut terlingkupi dalam Tupoksi Sekda.

Efektivitas Kelembagaan Organisasi Perangkat Daerah:

1. Bagaimana fungsi dan tugas pokok dari organisasi perangkat daerah dijalankan

sesuai dengan Keputusan Walikota Tangerang?

Pra : Sejauh ini fungsi dari aparatur kelembagaan berwenang

melakukan evaluasi kelembagaan di lingkungan kota tanggerang

dan apabila ada hal-hal yang harus di perbaiki, kita lakukan

telaah dan diajukan kepada kepala daerah.

Dalam kaitannya dengan pembentukan lembaga baru,

biasanya kita melakukan studi banding dengan lembaga-

lembaga terkait dan daerah-daerah yang kira-kira mempunyai

karakteristiknya hampir sama dengan kota tanggerang sehingga

dalam kaitan ini pencapaian kesempurnaan lembaga yang akan

diajukan. Bahkan pernah kepala daerah dalam kaitannya dengan

pembentukan lembaga baru menanyakan ada tidak didaerah lain

lembaga seperti ini, sehingga jangan sampai dalam

pembentukannya di kota tanggerang nantinya justru tidak dapat

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 430: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

421

menjalankan tugasnya dengan baik bahkan akan terjadi tumpang

tindih dengan lembaga yang sudah ada.

2. Apa yang menjadi landasan dalam penentuan besaran anggaran dari masing-

masing SKPD?

Pra : Dalam kaitannya dengan penentuan anggaran kerja di

kebanyakan setiap SKPD tiap tahun terjadi mengalami

penambahan anggaran yang didasarkan pada kebutuhan

rencana kinerja yang telah diajukan sebelumnya.

3. Faktor-faktor intenal apa yang dominan menentukan dalam pengembangan

manajemen kerja di masing-masing di lingkungan SKPD?

Pra : Kalau dilihat secara komprehensif, semestinya bagian

kelembagaan hendaknya diberikan porsi lebih dalam kaitannya

dengan membantu tugas kepala daerah menjalankan

kewenangannya. Bahkan dalam seminar/pertemuan yang saya

ikuti, kalau kepala daerah itu cerdas beliau akan menempatkan

bagian organisasi sebagai “tangan kanannya” karena seluruh

perangkat daerah itu dilahirkan dari bagian organisasi.

Dan pada pelaksanaannya di kota tanggerang, ada yang

memposisikan bagian organisasi sebagai bagian penting ada

yang cukup penting bahkan ada yang mengangap sebagai hal

yang biasa-biasa saja.

4. Bagaimana kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD dengan dasar

indikator kinerja yang telah ditetapkan?

Pra : Selama ini setiap bulan ada rapat evaluasi kegiatan sepertinya

kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD tidak ada masalah.

Hanya saja beberapa SKPD yang mengeluh kantor kesatuan

bangsa dan perlindungan masyarakat karena dengan posisi

sebagai kantor mereka susah menyelanggarakan kegiatan apa

lagi kalau harus berkoordinasi dengan provinsi ke pusat ya

mungkin karena mereka hanya eselon 3 mungkin minder.

5. Faktor-faktor apa yang menentukan dan memberikan pengaruh terhadap kinerja

dari masing-masing SKPD?

Pra : Dari bagian keorganisasian, secara rutin dalam satu kali masa

pemerintahan kita melaksanakan supervisi kelembagaan ya

secara umumnya adalah evaluasi dalam dalam waktu yang tidak

lama kemarin kita malaksanakan pembinaan kelembagaan

intinya kita mencari masukan dengan cara mengirim kuisioner

maupun turun langsung ke unit terkait.

6. Bagaimana solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang

menghambat optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing SKPD?

Pra : Solusi antisipatifnya dalam mengatasi faktor-faktor yang

menghambat optimalisasi tugas dan fungsi pokok masing-masing

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 431: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

422

SKPD adalah dengan adanya koordinasi antar berbagai SKPD

agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan.

Pola arah pengembangan Organisasi Perangkat Daerah:

1. Bagaimana kapabilitas adaptasi dari masing-masing SKPD terutama terkait

dengan struktur, fungsi dan tugas pokok terhadap dinamika perubahan

lingkungan?

Pra : Menurut saya perubahan akan adanya perkembangan

pemerintahan daerah seharusnya berjalan seiring dengan

rencana jangka panjang dari tujuan pemerintahan. Sehingga

tidak terjadi setiap perubahan kepala pemerintahan, maka

berubah pula tujuan pemerintahannya. Memang sudah

semestinya tujuan dari pemerintahan daerah seharusnya

berlandaskan rencana jangka panjang pembangunan daerah

yang sudah ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Dalam

perubahan ini saya kira diperlukan sebagai posisi tawar dari

komposisi politik dari percaturan politik PILKADA. Namun

perlu adanya batasan-batasan perubahan agar tidak ada

“pembelokan” arah pembangunan secara mutlak. Artinya

perubahan bukan berarti tidak diperbolehkan namun ada

batasan tertentu agar rencana tujuan pembangunan tetap

berjalan.

2. Faktor-faktor apa yang menjadi penghambat dalam penyesuaian atau adaptasi

organisasional dari masing-masing SKPD?

Pra : Hambatan dari bagian ini adalah kekurangan SDM, tupoksi yang

dibilang kurang jelas, kurang operasional, padahal itu bukan

disebabkan tupoksinya tapi kemampuan SDMnya yang kurang

bagus.

3. Untuk pengembangan organisasional SKPD, bagaimana peran dan keterlibatan

pemerintahan daerah (Sekretariat daerah dan jajarannya, masing-masing SKPD).

Pra : Dalam pengembangan organisasional SKPD biasanya tim dari

kelembagaan meminta data dan keinginan dari SKPD terkait

sehingga kami mengetahui keinginan dari unit tersebut.

Biasanya masukan dari SKPD adalah mengenai struktur

kelembagaan. Dari kepala sampai ke struktural yang terbawah

tidak sampai usulan fungsional yang terkait. Na kalau usulan

fungsional tersebut ada dalam usulan beban kerja. Dan usulan

tersebut biasanya mendekati apa yang diinginkan dan ini

menjadikan dasar dari bagian kelembagaan meskipun ada

sedikit perubahan-perubahan tetapi tidak banyak.

4. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan

kapasitas Kepala dari masing-masing SKPD?

Pra : Untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas Kepala biasanya

kita memberikan masukan yang sebaiknya diangkat dalam

jabatan ini adalah yang seperti begini, latar belakang

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 432: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

423

pendidikan ini, mempunyai diklat seperti ini, pengalamannya

begini. Cuma ya begitu tidak semua yang kita susun diikuti.

Cuma dalam pemilihan kepala kan ada unsur politisnya.

5. Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas

SDM yang ada dari masing-masing SKPD?

Pra : Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan

kapasitas SDM adalah meningkatkan SDM, yang sebaiknya

diangkat dalam jabatan ini adalah yang seperti begini, latar

belakang pendidikan ini, mempunyai diklat seperti ini,

pengalamannya begini. Cuma ya begitu tidak semua yang kita

susun diikuti.

6. Bagaimana upaya untuk meningkatkan program dan anggaran dari masing-

masing SKPD?

Pra : Untuk memudahkan urusan, terdapat keluhan dari kasubbag TU

karena kalau di dinas/badan yang namanya ke TU an itu dipecah

menjadi 3 subbag (keuangan, umum kepegawaian, dan

perencanaan) na kalau di kantor ketiga urusan itu menyatu

dalam satu orang itu yang menurutnya berat. Mereka meminta

seperti yang ada di kecamatan. Na mungkin jikalau semua

keluhan tersebut merata bisa dimungkinkan kantor-kantor

tersebut dapat dijadikan satu badan di lingkungan pemerintahan

daerah.

7. Bagaimana upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan manajemen kerja dari

masing-masing SKPD?

Pra : Upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan manajemen kerja

dari masing-masing SKPD biasanya dari kami itu ada tim

asistensi dari bagian organisasi, bagian perencanaan setda,

dinas keuangan daerah, BAPEDA.

8. Bagaimana harapan prediktif dari kinerja masing-masing SKPD di masa yang

akan datang?

Pra : Kegiatan pemerintahan hendaknya tidak bertemu dalam satu

kegiatan/urusan yang mempunyai output sama sehingga

masyarakat dapat merasakan keberadaan pemerintah daerah.

Institusionalisasi peningkatan efektifitas kinerja organisasi perangkat daerah

1. Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintahan dalam proses

pembentukan struktur organisasi perangkat daerah mulai dari penyusunan

Raperda hingga ditetapkan menjadi Perda?

Pra : Keterlibatan berbagai komponen pemerintahan dalam proses

pembentukan struktur organisasi perangkat daerah sangat besar.

Terutama dalam hal penentuan dinas/kantor ketahanan pangan

kota tanggerang. Karena adanya alasan dari dewan akhirnya

dipisahkan dari dinas pertanian.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 433: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

424

2. Bagaimana proses pemantauan dari Pimpinan Daerah dan DPRD terhadap

pelaksanaan kerja dari masing-masing SKPD?

Pra : Selama ini dukungan dari pimpinan daerah dan DPRD sangat

baik.

3. Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan para

staf dalam proses pelaksanaan kerja di masing-masing SKPD?

Pra : Pengambilan keputusan, penggunaan prosedur, keterlibatan para

staf dalam proses pelaksanaan kerja dilakukan dengan meminta

masukan dari unit terkait dalam kaitanya dengan mengajukan

program kegiatan.

4. Bagaimana relasi antara program dari masing-masing SKPD dengan kebijakan

Pimpinan Daerah (Walikota).

Pra : Sebisa mungkin relasi antara program dan kebijakan pimpinan

hendaknya berjalan seiring. Tanpa ada kegiatan yang tumpang

tindih sasaran.

5. Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk

meningkatkan kinerja masing-masing SKPD?

Pra : Upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk

meningkatkan kinerja masing-masing SKPD biasanya dari sisi

anggarannya yang selalu meningkat setiap tahunnya.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 434: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

425

TRANSKRIPSI WAWANCARA

DINAS PENDIDIKAN

Pewawancara : Mustari Irawan

Narasumber : Hj. Masyati Yulia, SH (J)

Jabatan : Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Tangerang

Tempat : Ruang Kerja Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Tangerang

Tanggal : Senin, 11 November 2013

T : Berkaitan dengan pola pembentukan organisasi SKPD Dinas Pendidikan,

proses penyusunan, struktur, fungsi dan tugas-tugas pokok Dinas

Pendidikan ini bagaimana proses penyusunannya Bu Haji?

J : Berkaitan dengan pola pembentukan organisasi SKPD Dinas Pendidikan,

proses penyusunan, struktur, fungsi dan tugas-tugas pokok Dinas

Pendidikan ini bagaimana proses penyusunannya Bu Haji?

J : Proses pembentukan?

T : Ya. Penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok Dinas Pendidikan.

J : Saya berkata jujur ya?

T : ya Bu Haji silahkan.

J : Dalam penyusunan, untuk penyusunan struktur orang yang ada di Dinas

Pendidikan ini saya tidak tahu.

T : Baik Bu Haji.

J : Masalahnya saya belum masuk ke sini, saya masih di inspektorat, saya baru

masuk sini kan dua tahun yang lalu, sedangkan dibentuknya Dinas

Pendidikan ini dari tahun 2000. Jadi struktur organisasinya saya nggak

tahu, awal pembuatan itu yang membentuk adalah organisasi ya. Jadi

struktur pembuatan organisasi ini adalah organisasi, jadi akan lebih tepat

bertanya ke organisasi.

T : Organisasi mungkin yang tepat ke Pak Kadis mungkin ya?

J : Gak, organisasi aja, organisasi yang membentuk.

T : Ortala berarti ya?

J : Iya, Ortala.

T : Lebih tepat kesana ya?

J : Iya, jadi dia yang membuat, kalau kita kan istilahnya pelaksana,

melaksanakan, tapi kalau organisasinya ya tentunya masukan-masukan dari

para kepala bidang mungkin, untuk itu menurut saya seperti itu sih.

T : Secara normatifnya seperti itu ya Bu Haji ya?

J : Iya normatifnya seperti itu.

T : Baik.

Kemudian pertanyaan ke-2 Bu Haji, faktor-faktor internal apa yang

menjadi penentu dan di perhatikan dalam pembentukan organisasi SUPD

Dinas Pendidikan Bu Haji?

J : Faktor-faktor internal?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 435: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

426

T : Baik, yang harus diperhatikan dalam, apa namanya menjadi penentu dalam

proses penentuan organisasi perangkat daerah dari SKPD Pendidikan?

J : Kalau menurut saya faktor internalnya itu, kan itu kan kalau organisasi itu

membuat bidang-bidang ya? Bidang-bidang dan juga disambungkan

dengan sekolah-sekolah yang ada. Makanya apa sih yang ee... faktor-faktor

penentunya, disini itu apa yang paling istilahnya, waktu itu posisinya kan

disini banyak pembangunan, waktu dulu kan diisi banyak pembangunan,

waktu dulu kan banyak pembangunan disini waktu dulu konon katanya ada

yang kasih sarana dan prasarana, karena pembangunan dulu nya, adanya

di Dinas Pendidikan. Nah itu, itu kan, itu kan termasuk, dilihat waktu itu.

T : Berdasarkan standar kebutuhan mungkin Bu Haji?

J : Iya standar kebutuhannya yang waktu itu pembangunan, kebetulan waktu

itu pembentukan yang membuat adalah organisasi-organisasi karena

pembentukan waktu itu kan. Saya sepengetahuan saya saja ya, saya takut

salah, nanti karena dia ada pertimbangan adanya kabid dilema, adanya

kabid dilidas, adanya kabid PMYTU, adanya kabinet PLS, pasti adanya

kabid-kabid tersebut dengan peritimbangan-pertimbangan, apa, kenapa

seperti ini kan, tapi itdak, ee.. mengacu kepada ketentuan pusat.

T : Oo.. berarti mengacu kepada kota nan pusat?

J : Iya harus mengacu kepada ketentuan itu, dan juga tadi kata saya dilihat

dari keutuhan saat itu.

T : Oke Bu Haji, kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya Bu Haji, Faktor-faktor

eksternal yang menjadi penentukan kalau tadi kan faktor internal, kalau

faktor eksternal ini kira-kira apa? Di luar dari Dinas Pendidikan, diluar

dari apa namanya Peraturan Pemerintah, ekternalnya misalkan apa Bu

Haji?

J : Untuk membuat organisasi ini?

T : Heem.. Iya.

J : Faktor eksternalnya, ee.. Kalau menurut saya diliat dari segi kewenangan,

kewenangan yang kita laani, mmm kalau menurut saya ke situ juga.

Kewenanganyang kita layani, misalnya disinikan sekolah cukup banyak,

berartikan oh ini untuk menangani kurikulum, tarus itu kan ee..

T : Betul, betul betul.

J : Seperti itu kalau menurut saya.

T : Ya baik, dilanjutkan pertanyaannya Bu Haji.

J : Itu antara lain?

T : Tadi kalau menurut bahasa itunya, jadi ditentukan oleh pelayanan yang kita

lakukan Bu Haji ya. Nah kemudian, kalau fungsi pokok tugas dari OPD, ee..

apakah sudah kemudian tugas-tugas yang tidak dijalankan oleh SKPD

Dinas Pendidikan ini, ee.. sesuai dengan keputusan Walikota Tangerang Bu

Haji? Kemudian bagaimana fungsi dan tugas pokoknya?

J : Kalau fungsi dan tugas pokoknya kita kan sudah ada SOTKnya, SOTKnya

sudah dijabarkan, dari mulai tugas pokok Kepala Dinas sampai dengan

kasi, disitu sudah dijabarkan, nah untuk staffnya, itulah yang disesuaikan

dengan kebutuhan yang ada, yakan? Dibidangnya masing-masing,

uraiannya tetapi harus tetap mengacu kepada SOTK yang ada.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 436: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

427

T : Nah, kemudian ketika sudah disusun sedemikian rupa oleh SOTK struktur

dan sebagainya, tugas, wewenang dan tanggung jawab, yang selama ini

terjadi itu ada permasalahan tidak Bu Haji?

J : Ada.

T : Ada permasalahan selalu ya?

J : Permasalahan contohnya seperti ini, disini adanya, ee.. bidang PLS, bidang

PLS itu kurang pas lagi ya karena kan disitukan adanya untuk PAUD, tapi

di bidang DIKDAS kan ada juga TK. Nah itu kan permasalahan efisien

juga, apa sih? Dia jadi tumpang tindih, harusnya dikerjakan saja, jadi

harus ada perubahan SOTK itu.

T : Faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat, ee.. dalam menjalankan

fungsi dan tugas pokok tersebut apa Bu Haji? Faktor dominan yang

menjadi penghambat selama ini dalam proses kegiatan organisasi di Dinas

Pendidikan?

J : Faktor yang menghambat ya?

T : Ya.

J : Saya harus berkata jujur apa?

T : Iya bu, hehehe (tertawa pelan)

J : Kalau faktor yang menghambat, mungkin ya. Ee....masalah keuangan juga

tidak bisa mengatakan sudah sangat sempurna, masih sangat membutuhkan

juga, memang walau suatu organisasi itu mau maju dari semua bidang, dari

semua unsur dari semua perangkat SDMnya itu juga harus menunjang, nah

disini sedang-sedang saja. Yang menghambat banget nggak, tapi yang

saya.. apayah.. yang saya rasakan ee.. ini.. kembali kepada SDM kali ya.

SDM itu kalau yang saya amati di Dinas Pendidikan itu sudah harus serba

tahu.

T : Baik, baik, baik.

J : Harus serba tahu, jadi dituntut dengan pengetahuan dan pengalaman juga.

T : Skill mungkin Bu Haji?

J : ya tentu, pengetahuan dan pengalaman skill kan? Dan tentu kemauan yang

keras gitu ya.

T : Siap Bu Haji.

J : Jadi kalau faktor-faktor penghambat secara umum, menghambat banget

nggak.

T : Tetapi teteap bisa berjalan roda organisasi.

J : Karena tidak ada penghambat itu, ini kan maucari masalah kan?

T : Betul, betul Bu Haji.

J : Judulnya apa sih ini?

T : Begini Bu Haji.

J : Supaya bisa mengarahkan.

T : Siap! “Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang

Provinsi Banten Studi Kasus Efektifitas dalam Perspektif Desentralisasi”

Tadi otonomi daerah.

J : Lebih baik ke organisasi tuh.

T : Sudah, ada beberapa kawan-kawan, jadi kita itulah domainnya ke beberapa

Ortala, teru ke DPRD, kemarin ke Pak Joko dan Pak Heri, Ketua Komisi

Pak Gatot kita kejar kesana, terus Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 437: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

428

J : Oh jadi itu ya.

T : He em, SKPDnya termasuk Bu Haji, dilanjut Bu Haji ya? Bagaimana

ketentuan proses pengangkatan dari Dinas Pendidikan Bu Haji? Prosesnya

seperti apa?

J : Proses penentuan Kepala Dinas?

T : He eh. Penentuan dan Pengangkatan.

J : Aduh saya gak bisa, bukan kewenangan saya.

T : Yang sudah terjadi (11:19)

J : Saya menjawab itu takut salah, menanyakannya ke BPKP.

T : BPKP ya?

J : Itukan kepegawaian, kepegawaian yang lebih pas, saya gak.. (11:29)

T : Oke, kemudian yang menjadi pertimbangan pokok untuk menjadi Kepala

Dinas Pendidikan?

J : Kepala apa?

T : Faktor yang pokok yang dipertimbangkan.

J : Kan, di jenjang karir itu sudah ada aturannya ya, kalau gak salah sudah

ada aturan. Untuk posisi eselon 2 dia itu harus mampu ini, ini , ini. Itu ada

aturannya.

T : Ooo.. baik.. eselon.

J : Ada aturannya eselon tiga, dia meinimal harus ini, dan juga ee.. dia bisa

memecahkan suatu masalahkan, dan juga dia bisa berbahasa inggris, itu

sadah ada, adanya di BKPP, sudah ada Perwalnya di BKPP.

T : BKPP ya? Coba kami cari.

J : Kalau gak salah Perwal atau apa,k itu sudah ada ketentuannya, seorang

eselon 3 harus mampu seperti ini ini , ini ada kriterianya, walaupun

prakteknya mungkin, prakteknya tidak sperti itu mungkin.

T : Idealisnya seperti itu?

J : He eh.. sudah ada Ketentuannya.

T : Nah kemudian yang perlu kami tanyakan selanjutnya adalah, bagaimana

proses penyusunan program kegiatanan dan anggaran Dinas Pendidikan?

J : Kalau penyusunan program ya, penyusan program itu, ee.. kalu dari

sekolah kan kita tidak luput dari sekolah ya.

T : Karena memang stake holdernya sekolah?

J : He eh.. Jadi karena ada anggaran sekolah, pertama dari sekolah itu,

sekolah memperlihatkan dari EDS (Evaluasi Diri Sekolah), dari evaluasi

diri sekolah, sekolah itu pemprogramkan, dia kan dari 8 standar, mulai dari

standar isi, standar proses, di standar proses itu dia melaksanakan, dia

melihat dari hasil evaluasi diri tadi, dilihat, dia memprogramkan, diusulkan

ke kami, kalau dari program sini itu untuk program.. sekolahnya tetap

melalui kita, program kita ya cukup banyak sih kalau program kita.

T : Nah, yang menjadi pertanyaan kita, penyusunan program dan kegiatan

anggarannya, ee.. bagaimana Bu Haji, dia ada proses, apa yang dilakukan,

penyusunan program?

J : Kan kalau program itu, kan kita sudah membuat progam 1 triwulan,

program 1 tahun, program 5 tahun, jangka panjang, jangka pendek,

program tahunan, kita program tahunanp, program tahunan itu apa yang

harus kita lakukan? Misalnya bidang sekretariat, sekretariat itu kan, ee...

dia istilahnya, apa yang menjadi kebutuhan dinas, ya.. kebutuhan dinas,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 438: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

429

misalnya apa.. ini, itu dan misalnya apa dikmen, dibidang dikmen itu apa

saja nih kebutuhan yang dibutuhkan oleh sekolah, apa yang dibutuhkan

oleh sekolah gitu, itulah yang dimasukkan ke dalam program, program

dikmen maupun dikdas, misalnya sekolah tidak ada kursi, di program tuh

pengadaan kursi, sekolah ada rusah, diprogram untuk rehab, yakan? Sudah

itu misalnkan sekarang lagi hangat-hangatnya kurikulum 2013, dia

memprogramkan bagaimana ini, ee... untuk mengetahui kurikulum 2013,

berarti program PMPTKnya adanya sosialisasi kurikulum 2013, jadi

sebenarnya begitu sesuai dengan bidangnya masin-masing, program

banyak banget.

T : He he he (ketawa kecil), kemudian yang kita mau tanyakan adalah untuk,

ee.. landasan dalam penentuan secara nasional dia sudah harus nasional

20 % dari APBD ya, kita bahkan sudah lebih. Subhanallah.. mantap..

mantap.. mantap.. hemm..

J : Kita sudah lebih.

T : Untuk Dinas Pendidikan Kota Tangerang ya Bu Haji, hasilnya bagus-bagus

Bu Haji, saya kemarin kan keliling-keliling juga.

J : Keberhasilan kita bisa dilihat dari kelulusan, untuk provinsi banten kita

rangking I, baik kelulusan maupun nilai.

T : Baik kualitas maupun kuantitas Bu Haji ya?

J : Ada yang nilai pelajaran tertingginya tangsel, tapi kita yang unggul rata-

ratanya.

T : Baik, baik, kemudian, ee.. sekarang yang mau saya tanyakan adalah,

kondisi kualitas dan kuantitas dari Sumber Daya Manusia yang meliputi

pejabat struktural, selain Kepala SKPD, ee.. diantaranya staff umum dan

pejabat fungsional, menurut Bu Haji bagaimana kondisinya sekarang?

J : Pejabat umum dan?

T : Pejabat umum dan staff fungsional.

J : Yang ditanyanya apanya?

T : Kondisi kualitas dan kuantitas , kualitas seperti apa, dan kuantitasnya

bagaimana?

J : Kualitasnya berarti?

T : Mutunya.

J : Mutunya, ya.. sedang-sedang saja.

T : Kalau kuantitasnya?

J : Cukup ya, sudah terisi masalahnya, sudah mencukupi, tetapi untuk sekolah

sekarang banyak yang pensiun, yang pensiun-pensiun itu kami belum

mendapatkan gantinya 9 itu, kalau segi kemampuan dibilang ini.. juga, gak

tapi berjalan, kalau harapan saya mah inginnya yang saya katakan tadi,

yang namanya eselon 3 dia sudah mampu.

T : Ada standar kemampuan?

J : Ada standar kemampuan yang harus dipenuhi, seperti itu.

T : Harusnya memang mengacu kepada, ee.. aturan baku dari dinas.. apa

namanya?

J : Ada kriteria yang harus ditempuh, ya mungkin yang namanya jabatan juga

susah juga ya, bukan saja di Kota Tangerang tetapi di semua kota sama

saja, apalagi yang dikaitkan dengan politik. Kalau untuk Kota Tangerang

tidak terjadi seperti itu, cuman banyak kita tuh, kalau mau menerapkan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 439: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

430

seperti yang diinginkan di dalam draft ASN itu kayaknya memang belum sih

ya, ASN.

T : ASN maksudnya?

J : Aparatur Sipil Negara, ya kan draft ASN saling dituntutnya kan kalau mau

bersih profesionalisme, profesional seorang pegawai di tuntutnya mulai

dari penerimaan pegawai 19:08. CPNS kan.

T : Baik-baik, secara kualitasnya disaring sedemikian rupa?

J : Seperti itu.

T : Sesuai dengan standar.

J : Sesuai, tapi kan untuk di Indonesia belum bisa menerapkan itu kan.

T : Dilanjut kepertanyaan selanjutnya Bu Haji, bagaimana manajemen kerja?

J : Kalau sistem kerja dan mekanisme itu sudah sesuai dengan prosedur, di

setiap saya contoh kan tinggal diambil aja nanti, surat misalnya, surat

masuk dulu, e.. kebagian umum, dari bagian umum itu, ee.. diinikan ke

kadis, turun lagi ke saya baru langsung ke bidang, bidang menindak lanjuti

paraf dulu ke saya baru ke ini, itu kan sebetulnya prosedurnya, prosedur

sudah ya. Mekanisme juga ya sudah seperti itu tidak isilahnya pembagian

tugas tidak ditentukan pada satu bidang.

T : Ada kabid, ada kasi.

J : Sesuai dengan tupoksinya masing-masing.

T : Kalau penentuan kabid kasi tadi berdasarkan dengan kebutuhan Bu Haji

ya, ada yang kabid tadi Bu Haji bilang, kabid SMK, ada kabid.. kalau SMK

itu termasuk kabid?

J : Ya, dikmen.

T : Dikmen?

Ya, dikmen, gak ada kabid SMU sendiri?

J : Gak ada, disini gak ada seperti itu, nah dasar pertimbangannya saya gak

tahu, waktu itu ya posisinya.

T : Baik, baik, kemudian faktor internal yang dominan menentukan

perkembangan manajemen kerja Bu Haji, untuk dinas pendidikan?

J : Faktor?

T : Internal, yang dominan.

J : Apa ya? Kalau faktor internal ya, yang pentingkan sarana, prasarana, itu

kan harus ada awalnya kan, tentu juga di tunjang dengan, dengan inilah,

kalau pemerintah kota disini perhatiaannya cukup besar, walaupun tidak

sama dengan jaketnya, di banten cukup diperhatikan gitu.

T : Lebih di atas rata-ratalah ya?

J : Iya, lebih di atas rata-rata.

T : Kemudian ketika tadi bicara tentang sarana prasarana kerja, ee.. kalau

kondisi sarana, prasarana kita saat ini di Dinas Pendidikan Kota

Tangerang bagaimana Bu Haji?

J : Ya para kabid sudah punya mobil.

T : Alhamdulillah.

J : Dan bahkan kasipun sudah, sebagian sudah, pengawas sudah punya motor,

cuman kita ini gedung, terus terang saja, gedung yang belum memadai

karena personil kita cukup banyak, tapi rencananya Pak Walikota

menginginkan satu gedung ini (Gedung Cisadane : Red) untuk Dinas

Pendidikan.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 440: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

431

T : Wow, yang lainnya?

J : yang lainnya mungkin di tempat lain.

T : ADa dibuatkan?

J : Dibuatkan, jadi ini baru rencana-rencana aja itu, rencana di ini, karena

personil kita cukup banyak supaya bisa representatif.

T : Betul, betul, biar kerjanya optimalkan?

J : Optimal, sekarang kerjanya kan huuh sarananya, untuk arsip-arsip, (sambil

menunjuk tumpukan-tumpukan arsip)

T : He he he.. (tertawa pelan memperhatikan keadaan ruangan)

Kemudian, bagaimana kinerja dari Dinas Pendidikan dengan dasar indikasi

kerja yang telah ditetapkan?

J : Apa?

T : Ee.. Bagaimana ee.. kinerja dari Dinas Pendidikan, berdasarkan indikator

kerja yang telah ditetapkan? Misalkan Kepala sudah menunjukkan

indikator kerjanya seperti ini, seperti ini, nah terus realisasinya seperti apa

Bu Haji?

J : Yaa.. kita kan, Kepala Dinas kita kan harus selangkah kalau gerak Kepala

Dinasnya maju jalan ya anak buahnya harus maju jalan, jadi ya seperti itu.

T : Oke, kemudian faktor apa yang menentukan dalam meningkatkan kinerja

dari Dinas Pendidikan?

J : Ya, yang pengaruh pertama memang, ee.. kenyamanan kerja ya,

kenyamanan kerja menurut saya, kenyaman kerja, dan juga antara

pimpinan dan bawahan harus saling ee...

T : Harmonis mungkin Bu Haji?

J : yaa itu, harus saling apa ya? Mengerti satu sama lain.

T : Baik, oke. Kemudian ee.. untuk, tadi kita sudah bicara tentang penghambat,

Bu Haji ada solusi untuk antisipasinya Bu Haji, ada masalah kemudian

solusi antisipastifnya, untuk mengatasi masalah?

J : Masalah saya tadi apa?

T : Masalah yang tadi misalkan gedung misalkan, teruskan ada apa yang tadi

dikatakan kualitas dan sumber daya manusianya.

J : Kan seperti gedung, gedung kan tadi sudah saya usulkan, sudah kita

usalkan, ee..itu akan terealisasi bahkan untuk gedung ini untuk kita, itu dan

juga SDMnya, SDMnya namanya kurang-kurang sedikit dimana-mana

sama, tapi kan kita dengan pelatihan-pelatihan kita dorong.

T : Ada pelatihan Bu Haji ya?

J : Iya, ada pelatihan kita doang, seperti itu dimana-mana ya saya rasa SDM

itu memang tergantung juga dengan kemauan. Cuma untuk mengatasi hal-

hal seperti itu tadi kan kita ada juga ya.. pelatihan-pelatihan tentunya ya.

T : Baik, nah begini Bu Haji, kalau kita melihat kondisi jaman kan berubah-

rubah, ada perubahan teknologi, perubahan sosial budaya, kemudian yang

menjadi pertanyaan buat kami adalah bagaimana kapasitas dan kapabilitas

adaptasi dari Dinas Pendidikan untuk merespon perubahan lingkungan ini?

J : Perubahan lingkungan apa? Perubahan IT?

T : Ya, kemudian adanya perubahan, dan apa namanya perubahan dari sisi

teknologi, dari sisi sosial budaya?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 441: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

432

J : Kalau perubahan-perubahan misalnya, bidang IT, khususnya sekolah yang

ada di kota Tangerang yang negeri kami baru merancang yang negeri ini

kita sudah setiap ruangan itu pakai multimedia.

T : Baik, ada responnya?

J : Juga guru-guru, dengan adanya multimedia kita adakan kursus, dengan

adanya multimedia sendiri pelatihan multimedia, nah itu seperti itu, dengan

adanya misalnya perkembangan-perkembangan yang lain, kita juga ee..

Sudah mengambil langkah misalnya ada kerja sama-kerja sama.

T : Baik. Oke. Kemudian begini Bu Haji, itu tadi kan perubahan lingkungan

secara positif iBu Haji, tetapi kan kita melihat sekarang degradasi moral

anak-anak kita, anak-anak kita kemarin misalkan, sebagai contoh, mohon

maaf, anak smp negeri..

T : empat.

J : ya SMP Negeri empat seperti itu, nah itu termasuk perubahan lingkungan

Bu Haji, artinya termasuk salah satu dampak negatif dari perubahan

lingkungan, nah yang menjadi pertanyaan buat kami adalah, bagaimana

kapasitas dan kapabilitas adaptasi dari Dinas Pendidikan Kota Tangerang

untuk merespon perubahan seperti itu?

T : Ya perubahan, kita itu, kemarin dengan adanya seperti itu, kita disini sudah

ada program tetap, program tetap itu rutin pelajar, jadi 2 bulan sekali kita

mengadakan razia pelajar, dan juta kita berkoordinasi dengan dinas terkait,

dinas terkait itu berkolaborasi ya.

J : he em baik.

J : Misalnya dengan kesehatan, piket, kejujuran, kita itu supaya anak-anak itu

dituntut misalnya tidak boleh merokok, kita gunakan perda tidak boleh

merokok, di kawasan tanpa rokok, boleh merokok di kawasan tanpa rokok,

itu semua, semua masyarakat tidak boleh merokok di kawasan tanpa rokok,

untuk anak sekolah tidak diperkenankan merokok di kawasan tanpa rokok

dan di kawasan luar kawasan tanpa rokok.

T : Untuk anak sekolah?

J : ya! Itu juga kita sudah keluarkan perdanya, jadi sudah ada seperti itu

langkah-langkah yang kita buat, ee.. anak-anak misalnya yang, ee.. itu

sosialisasi sudah kita lakukan ya, sosialisasi jangan sampai terjadi hal-hal

yang tidak diiinginkan.

(Tiba-tiba mati lampu)

T : Astaghfirullahal‟azhim

(Yaa.. mati lampu lagi (suara pegawai perempuan berteriak spontan))

T : Masih bisa dilanjut Bu Haji?

J : Iya boleh.

T : Kemudian ketika ada permasalahan seperti itu, ee.. faktor-faktor yang

menjadi penghambat apa Bu Haji?

J : Faktor menghambat?

T : Ya, untuk merespon, ee.. apa namanya, perubahan lingkungan itu?

J : Kayaknya kita gak, menghambat, menghambat itu gak juga menghambat

sih. Menghambatnya gak ada, kita sudah kejadian seperti itu, kemarin

Kepala Sekolah itu kita sosialisasikan coba diantisipasi anak-anak sekolah

itu, dia diisi dengan kegiatan-kegiatan positif, jangan sampai anak-anak itu

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 442: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

433

melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu, makanya kegiatan ekstrakurikuler

seperti itu ditekankan untuk diawasi pembimbing.

T : Baik, tidak dilepas begitu saja?

J : Iya, diawasi!

T : Sudah mandiri dilepas (he he he.. ketawa kecil) Baik.. baik.. baik.. ee...

Nah sekarang untuk pengembangan organisasi Dinas Pendidikan, yang

menjadi pertanyaan buat saya adalah, bagaimana peran pemerintah

daerah, khususnya sekretaris daerah dan jajarannya, bagaimana Bu Haji?

J : Untuk mengembangkan apa?

T : Untuk pengembangan organisasi Dinas Pendidikan, peran dari Walikota ini

bagaimana? Khususnya Sekda dan jajarannya.

J : Kalau kita itu dari mulai walikota, wakil walikota dan juga sekretaris

daerah itu sangat care dengan dunia pendidikan, yang buktinya anggaran

pendidikan itu melebihi dari anggaran nasional. Yah, dan perlu juga

diketahui bahwa pada tahun 2005 kalau gak salah, 2005 apa 2000.. Sekitar

itu, kita ini ada pembangunan 221 sekolah sekaligus.

T : 221 sekolah?

J : Iya! Itukan luar biasa, tidak pernah terjadi di indonesia kan? Itu semua

bertingkat.

T : Jenjang SD, SMP, SMA-SMK?

J : Iya, semuanya bertingkat, sekaligu dalam tahun yang sama, kan jarang

terjadi hal seperti itu, jadi memang Pak Walikota Tangerang baik manta

Pak Wahidin Halim, apalagi itu yang sekarang, itu sangat, ee.. ini e..

konsen sekali dengan dunia pendidikan. Pendidikan itu di nomor satukan

begitu.

T : Alhamdulillah, senang saya mendengarnya.

J : Jadi dia kependidikan itu memang sangat-sangat diperhatikan gitu?

T : Nah ketika tadi kita sudah dengan dari Pemda, perannya seperti itu, kalau

DPRD bagaimana Bu Haji?

J : DPRD mendukung, kalau dunia pendidikan itu mendukung banget, jadi

kami itu, nggak-nggak.. tidak terlalu, nah ini kan program yang diinginkan

Pak Walikota sekarang ini, tetapi baru wacana ya, tetapi sudah

dilontarkannya.

T : Proses pembentukan?

J : Ya. Penyusunan struktur, fungsi dan tugas pokok Dinas Pendidikan.

T : Saya berkata jujur ya?

T : ya Bu Haji silahkan.

J : Dalam penyusunan, untuk penyusunan struktur orang yang ada di Dinas

Pendidikan ini saya tidak tahu.

T : Baik Bu Haji.

J : Masalahnya saya belum masuk ke sini, saya masih di inspektorat, saya baru

masuk sini kan dua tahun yang lalu, sedangkan dibentuknya Dinas

Pendidikan ini dari tahun 2000. Jadi struktur organisasinya saya nggak

tahu, awal pembuatan itu yang membentuk adalah organisasi ya. Jadi

struktur pembuatan organisasi ini adalah organisasi, jadi akan lebih tepat

bertanya ke organisasi.

T : Organisasi mungkin yang tepat ke Pak Kadis mungkin ya?

J : Gak, organisasi aja, organisasi yang membentuk.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 443: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

434

T : Ortala berarti ya?

J : Iya, Ortala.

T : Lebih tepat kesana ya?

J : Iya, jadi dia yang membuat, kalau kita kan istilahnya pelaksana,

melaksanakan, tapi kalau organisasinya ya tentunya masukan-masukan dari

para kepala bidang mungkin, untuk itu menurut saya seperti itu sih.

T : Secara normatifnya seperti itu ya Bu Haji ya?

J : Iya normatifnya seperti itu.

T : Baik.

Kemudian pertanyaan ke-2 Bu Haji, faktor-faktor internal apa yang

menjadi penentu dan di perhatikan dalam pembentukan organisasi SUPD

Dinas Pendidikan Bu Haji?

J : Faktor-faktor internal?

T : Baik, yang harus diperhatikan dalam, apa namanya menjadi penentu dalam

proses penentuan organisasi perangkat daerah dari SKPD Pendidikan?

J : Kalau menurut saya faktor internalnya itu, kan itu kan kalau organisasi itu

membuat bidang-bidang ya? Bidang-bidang dan juga disambungkan

dengan sekolah-sekolah yang ada. Makanya apa sih yang ee... faktor-faktor

penentunya, disini itu apa yang paling istilahnya, waktu itu posisinya kan

disini banyak pembangunan, waktu dulu kan diisi banyak pembangunan,

waktu dulu kan banyak pembangunan disini waktu dulu konon katanya ada

yang kasih sarana dan prasarana, karena pembangunan dulu nya, adanya

di Dinas Pendidikan. Nah itu, itu kan, itu kan termasuk, dilihat waktu itu.

T : Berdasarkan standar kebutuhan mungkin Bu Haji?

J : Iya standar kebutuhannya yang waktu itu pembangunan, kebetulan waktu

itu pembentukan yang membuat adalah organisasi-organisasi karena

pembentukan waktu itu kan. Saya sepengetahuan saya saja ya, saya takut

salah, nanti karena dia ada pertimbangan adanya kabid dilema, adanya

kabid dilidas, adanya kabid PMYTU, adanya kabinet PLS, pasti adanya

kabid-kabid tersebut dengan peritimbangan-pertimbangan, apa, kenapa

seperti ini kan, tapi itdak, ee.. mengacu kepada ketentuan pusat.

T : Oo.. berarti mengacu kepada kota nan pusat?

J : Iya harus mengacu kepada ketentuan itu, dan juga tadi kata saya dilihat

dari keutuhan saat itu.

T : Oke Bu Haji, kita lanjut ke pertanyaan selanjutnya Bu Haji, Faktor-faktor

eksternal yang menjadi penentukan kalau tadi kan faktor internal, kalau

faktor eksternal ini kira-kira apa? Di luar dari Dinas Pendidikan, diluar

dari apa namanya Peraturan Pemerintah, ekternalnya misalkan apa Bu

Haji?

T : Untuk membuat organisasi ini?

J : Heem.. Iya.

T : Faktor eksternalnya, ee.. Kalau menurut saya diliat dari segi kewenangan,

kewenangan yang kita laani, mmm kalau menurut saya ke situ juga.

Kewenanganyang kita layani, misalnya disinikan sekolah cukup banyak,

berartikan oh ini untuk menangani kurikulum, tarus itu kan ee..

T : Betul, betul betul.

J : Seperti itu kalau menurut saya.

T : Ya baik, dilanjutkan pertanyaannya Bu Haji.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 444: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

435

J : Itu antara lain?

T : Tadi kalau menurut bahasa itunya, jadi ditentukan oleh pelayanan yang kita

lakukan Bu Haji ya. Nah kemudian, kalau fungsi pokok tugas dari OPD, ee..

apakah sudah kemudian tugas-tugas yang tidak dijalankan oleh SKPD

Dinas Pendidikan ini, ee.. sesuai dengan keputusan Walikota Tangerang Bu

Haji? Kemudian bagaimana fungsi dan tugas pokoknya?

T : Kalau fungsi dan tugas pokoknya kita kan sudah ada SOTKnya, SOTKnya

sudah dijabarkan, dari mulai tugas pokok Kepala Dinas sampai dengan

kasi, disitu sudah dijabarkan, nah untuk staffnya, itulah yang disesuaikan

dengan kebutuhan yang ada, yakan? Dibidangnya masing-masing,

uraiannya tetapi harus tetap mengacu kepada SOTK yang ada.

T : Nah, kemudian ketika sudah disusun sedemikian rupa oleh SOTK struktur

dan sebagainya, tugas, wewenang dan tanggung jawab, yang selama ini

terjadi itu ada permasalahan tidak Bu Haji?

J : Ada.

T : Ada permasalahan selalu ya?

J : Permasalahan contohnya seperti ini, disini adanya, ee.. bidang PLS, bidang

PLS itu kurang pas lagi ya karena kan disitukan adanya untuk PAUD, tapi

di bidang DIKDAS kan ada juga TK. Nah itu kan permasalahan efisien

juga, apa sih? Dia jadi tumpang tindih, harusnya dikerjakan saja, jadi

harus ada perubahan SOTK itu.

T : Faktor-faktor dominan yang menjadi penghambat, ee.. dalam menjalankan

fungsi dan tugas pokok tersebut apa Bu Haji? Faktor dominan yang

menjadi penghambat selama ini dalam proses kegiatan organisasi di Dinas

Pendidikan?

J : Faktor yang menghambat ya?

T : Ya.

J : Saya harus berkata jujur apa?

T : Iya bu, hehehe (tertawa pelan)

J : Kalau faktor yang menghambat, mungkin ya. Ee....masalah keuangan juga

tidak bisa mengatakan sudah sangat sempurna, masih sangat membutuhkan

juga, memang walau suatu organisasi itu mau maju dari semua bidang, dari

semua unsur dari semua perangkat SDMnya itu juga harus menunjang, nah

disini sedang-sedang saja. Yang menghambat banget nggak, tapi yang

saya.. apayah.. yang saya rasakan ee.. ini.. kembali kepada SDM kali ya.

SDM itu kalau yang saya amati di Dinas Pendidikan itu sudah harus serba

tahu.

T : Baik, baik, baik.

J : Harus serba tahu, jadi dituntut dengan pengetahuan dan pengalaman juga.

T : Skill mungkin Bu Haji?

J : ya tentu, pengetahuan dan pengalaman skill kan? Dan tentu kemauan yang

keras gitu ya.

T : Siap Bu Haji.

J : Jadi kalau faktor-faktor penghambat secara umum, menghambat banget

nggak.

T : Tetapi teteap bisa berjalan roda organisasi.

J : Karena tidak ada penghambat itu, ini kan maucari masalah kan?

T : Betul, betul Bu Haji.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 445: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

436

J : Judulnya apa sih ini?

T : Begini Bu Haji.

J : Supaya bisa mengarahkan.

T : Siap! “Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah Kota Tangerang

Provinsi Banten Studi Kasus Efektifitas dalam Perspektif Desentralisasi”

Tadi otonomi daerah.

J : Lebih baik ke organisasi tuh.

T : Sudah, ada beberapa kawan-kawan, jadi kita itulah domainnya ke beberapa

Ortala, teru ke DPRD, kemarin ke Pak Joko dan Pak Heri, Ketua Komisi

Pak Gatot kita kejar kesana, terus Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan.

T : Oh jadi itu ya.

J : He em, SKPDnya termasuk Bu Haji, dilanjut Bu Haji ya? Bagaimana

ketentuan proses pengangkatan dari Dinas Pendidikan Bu Haji? Prosesnya

seperti apa?

J : Proses penentuan Kepala Dinas?

T : He eh. Penentuan dan Pengangkatan.

J : Aduh saya gak bisa, bukan kewenangan saya.

T : Yang sudah terjadi (11:19)

J : Saya menjawab itu takut salah, menanyakannya ke BPKP.

T : BPKP ya?

J : Itukan kepegawaian, kepegawaian yang lebih pas, saya gak.. (11:29)

T : Oke, kemudian yang menjadi pertimbangan pokok untuk menjadi Kepala

Dinas Pendidikan?

J : Kepala apa?

T : Faktor yang pokok yang dipertimbangkan.

J : Kan, di jenjang karir itu sudah ada aturannya ya, kalau gak salah sudah

ada aturan. Untuk posisi eselon 2 dia itu harus mampu ini, ini , ini. Itu ada

aturannya.

T : Ooo.. baik.. eselon.

J : Ada aturannya eselon tiga, dia meinimal harus ini, dan juga ee.. dia bisa

memecahkan suatu masalahkan, dan juga dia bisa berbahasa inggris, itu

sadah ada, adanya di BKPP, sudah ada Perwalnya di BKPP.

T : BKPP ya? Coba kami cari.

J : Kalau gak salah Perwal atau apa,k itu sudah ada ketentuannya, seorang

eselon 3 harus mampu seperti ini ini , ini ada kriterianya, walaupun

prakteknya mungkin, prakteknya tidak sperti itu mungkin.

T : Idealisnya seperti itu?

J : He eh.. sudah ada Ketentuannya.

T : Nah kemudian yang perlu kami tanyakan selanjutnya adalah, bagaimana

proses penyusunan program kegiatanan dan anggaran Dinas Pendidikan?

J : Kalau penyusunan program ya, penyusan program itu, ee.. kalu dari

sekolah kan kita tidak luput dari sekolah ya.

T : Karena memang stake holdernya sekolah?

J : He eh.. Jadi karena ada anggaran sekolah, pertama dari sekolah itu,

sekolah memperlihatkan dari EDS (Evaluasi Diri Sekolah), dari evaluasi

diri sekolah, sekolah itu pemprogramkan, dia kan dari 8 standar, mulai dari

standar isi, standar proses, di standar proses itu dia melaksanakan, dia

melihat dari hasil evaluasi diri tadi, dilihat, dia memprogramkan, diusulkan

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 446: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

437

ke kami, kalau dari program sini itu untuk program.. sekolahnya tetap

melalui kita, program kita ya cukup banyak sih kalau program kita.

T : Nah, yang menjadi pertanyaan kita, penyusunan program dan kegiatan

anggarannya, ee.. bagaimana Bu Haji, dia ada proses, apa yang dilakukan,

penyusunan program?

J : Kan kalau program itu, kan kita sudah membuat progam 1 triwulan,

program 1 tahun, program 5 tahun, jangka panjang, jangka pendek,

program tahunan, kita program tahunanp, program tahunan itu apa yang

harus kita lakukan? Misalnya bidang sekretariat, sekretariat itu kan, ee...

dia istilahnya, apa yang menjadi kebutuhan dinas, ya.. kebutuhan dinas,

misalnya apa.. ini, itu dan misalnya apa dikmen, dibidang dikmen itu apa

saja nih kebutuhan yang dibutuhkan oleh sekolah, apa yang dibutuhkan

oleh sekolah gitu, itulah yang dimasukkan ke dalam program, program

dikmen maupun dikdas, misalnya sekolah tidak ada kursi, di program tuh

pengadaan kursi, sekolah ada rusah, diprogram untuk rehab, yakan? Sudah

itu misalnkan sekarang lagi hangat-hangatnya kurikulum 2013, dia

memprogramkan bagaimana ini, ee... untuk mengetahui kurikulum 2013,

berarti program PMPTKnya adanya sosialisasi kurikulum 2013, jadi

sebenarnya begitu sesuai dengan bidangnya masin-masing, program

banyak banget.

T : He he he (ketawa kecil), kemudian yang kita mau tanyakan adalah untuk,

ee.. landasan dalam penentuan secara nasional dia sudah harus nasional

20 % dari APBD ya, kita bahkan sudah lebih. Subhanallah.. mantap..

mantap.. mantap.. hemm..

J : Kita sudah lebih.

T : Untuk Dinas Pendidikan Kota Tangerang ya Bu Haji, hasilnya bagus-bagus

Bu Haji, saya kemarin kan keliling-keliling juga.

J : Keberhasilan kita bisa dilihat dari kelulusan, untuk provinsi banten kita

rangking I, baik kelulusan maupun nilai.

T : Baik kualitas maupun kuantitas Bu Haji ya?

J : Ada yang nilai pelajaran tertingginya tangsel, tapi kita yang unggul rata-

ratanya.

T : Baik, baik, kemudian, ee.. sekarang yang mau saya tanyakan adalah,

kondisi kualitas dan kuantitas dari Sumber Daya Manusia yang meliputi

pejabat struktural, selain Kepala SKPD, ee.. diantaranya staff umum dan

pejabat fungsional, menurut Bu Haji bagaimana kondisinya sekarang?

J : Pejabat umum dan?

T : Pejabat umum dan staff fungsional.

J : Yang ditanyanya apanya?

T : Kondisi kualitas dan kuantitas , kualitas seperti apa, dan kuantitasnya

bagaimana?

J : Kualitasnya berarti?

T : Mutunya.

J : Mutunya, ya.. sedang-sedang saja.

T : Kalau kuantitasnya?

J : Cukup ya, sudah terisi masalahnya, sudah mencukupi, tetapi untuk sekolah

sekarang banyak yang pensiun, yang pensiun-pensiun itu kami belum

mendapatkan gantinya 9 itu, kalau segi kemampuan dibilang ini.. juga, gak

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 447: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

438

tapi berjalan, kalau harapan saya mah inginnya yang saya katakan tadi,

yang namanya eselon 3 dia sudah mampu.

T : Ada standar kemampuan?

J : Ada standar kemampuan yang harus dipenuhi, seperti itu.

T : Harusnya memang mengacu kepada, ee.. aturan baku dari dinas.. apa

namanya?

J : Ada kriteria yang harus ditempuh, ya mungkin yang namanya jabatan juga

susah juga ya, bukan saja di Kota Tangerang tetapi di semua kota sama

saja, apalagi yang dikaitkan dengan politik. Kalau untuk Kota Tangerang

tidak terjadi seperti itu, cuman banyak kita tuh, kalau mau menerapkan

seperti yang diinginkan di dalam draft ASN itu kayaknya memang belum sih

ya, ASN.

T : ASN maksudnya?

J : Aparatur Sipil Negara, ya kan draft ASN saling dituntutnya kan kalau mau

bersih profesionalisme, profesional seorang pegawai di tuntutnya mulai

dari penerimaan pegawai 19:08. CPNS kan.

T : Baik-baik, secara kualitasnya disaring sedemikian rupa?

T : Seperti itu.

T : Sesuai dengan standar.

J : Sesuai, tapi kan untuk di Indonesia belum bisa menerapkan itu kan.

T : Dilanjut kepertanyaan selanjutnya Bu Haji, bagaimana manajemen kerja?

J : Kalau sistem kerja dan mekanisme itu sudah sesuai dengan prosedur, di

setiap saya contoh kan tinggal diambil aja nanti, surat misalnya, surat

masuk dulu, e.. kebagian umum, dari bagian umum itu, ee.. diinikan ke

kadis, turun lagi ke saya baru langsung ke bidang, bidang menindak lanjuti

paraf dulu ke saya baru ke ini, itu kan sebetulnya prosedurnya, prosedur

sudah ya. Mekanisme juga ya sudah seperti itu tidak isilahnya pembagian

tugas tidak ditentukan pada satu bidang.

T : Ada kabid, ada kasi.

J : Sesuai dengan tupoksinya masing-masing.

T : Kalau penentuan kabid kasi tadi berdasarkan dengan kebutuhan Bu Haji

ya, ada yang kabid tadi Bu Haji bilang, kabid SMK, ada kabid.. kalau SMK

itu termasuk kabid?

J : Ya, dikmen.

T : Dikmen?

Ya, dikmen, gak ada kabid SMU sendiri?

J : Gak ada, disini gak ada seperti itu, nah dasar pertimbangannya saya gak

tahu, waktu itu ya posisinya.

T : Baik, baik, kemudian faktor internal yang dominan menentukan

perkembangan manajemen kerja Bu Haji, untuk dinas pendidikan?

J : Faktor?

T : Internal, yang dominan.

J : Apa ya? Kalau faktor internal ya, yang pentingkan sarana, prasarana, itu

kan harus ada awalnya kan, tentu juga di tunjang dengan, dengan inilah,

kalau pemerintah kota disini perhatiaannya cukup besar, walaupun tidak

sama dengan jaketnya, di banten cukup diperhatikan gitu.

T : Lebih di atas rata-ratalah ya?

J : Iya, lebih di atas rata-rata.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 448: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

439

T : Kemudian ketika tadi bicara tentang sarana prasarana kerja, ee.. kalau

kondisi sarana, prasarana kita saat ini di Dinas Pendidikan Kota

Tangerang bagaimana Bu Haji?

J : Ya para kabid sudah punya mobil.

T : Alhamdulillah.

J : Dan bahkan kasipun sudah, sebagian sudah, pengawas sudah punya motor,

cuman kita ini gedung, terus terang saja, gedung yang belum memadai

karena personil kita cukup banyak, tapi rencananya Pak Walikota

menginginkan satu gedung ini (Gedung Cisadane : Red) untuk Dinas

Pendidikan.

T : Wow, yang lainnya?

J : yang lainnya mungkin di tempat lain.

T : ADa dibuatkan?

J : Dibuatkan, jadi ini baru rencana-rencana aja itu, rencana di ini, karena

personil kita cukup banyak supaya bisa representatif.

T : Betul, betul, biar kerjanya optimalkan?

J : Optimal, sekarang kerjanya kan huuh sarananya, untuk arsip-arsip, (sambil

menunjuk tumpukan-tumpukan arsip)

T : He he he.. (tertawa pelan memperhatikan keadaan ruangan)

Kemudian, bagaimana kinerja dari Dinas Pendidikan dengan dasar indikasi

kerja yang telah ditetapkan?

J : Apa?

T : Ee.. Bagaimana ee.. kinerja dari Dinas Pendidikan, berdasarkan indikator

kerja yang telah ditetapkan? Misalkan Kepala sudah menunjukkan

indikator kerjanya seperti ini, seperti ini, nah terus realisasinya seperti apa

Bu Haji?

J : Yaa.. kita kan, Kepala Dinas kita kan harus selangkah kalau gerak Kepala

Dinasnya maju jalan ya anak buahnya harus maju jalan, jadi ya seperti itu.

T : Oke, kemudian faktor apa yang menentukan dalam meningkatkan kinerja

dari Dinas Pendidikan?

J : Ya, yang pengaruh pertama memang, ee.. kenyamanan kerja ya,

kenyamanan kerja menurut saya, kenyaman kerja, dan juga antara

pimpinan dan bawahan harus saling ee...

T : Harmonis mungkin Bu Haji?

J : yaa itu, harus saling apa ya? Mengerti satu sama lain.

T : Baik, oke. Kemudian ee.. untuk, tadi kita sudah bicara tentang penghambat,

Bu Haji ada solusi untuk antisipasinya Bu Haji, ada masalah kemudian

solusi antisipastifnya, untuk mengatasi masalah?

J : Masalah saya tadi apa?

T : Masalah yang tadi misalkan gedung misalkan, teruskan ada apa yang tadi

dikatakan kualitas dan sumber daya manusianya.

J : Kan seperti gedung, gedung kan tadi sudah saya usulkan, sudah kita

usalkan, ee..itu akan terealisasi bahkan untuk gedung ini untuk kita, itu dan

juga SDMnya, SDMnya namanya kurang-kurang sedikit dimana-mana

sama, tapi kan kita dengan pelatihan-pelatihan kita dorong.

T : Ada pelatihan Bu Haji ya?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 449: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

440

J : Iya, ada pelatihan kita doang, seperti itu dimana-mana ya saya rasa SDM

itu memang tergantung juga dengan kemauan. Cuma untuk mengatasi hal-

hal seperti itu tadi kan kita ada juga ya.. pelatihan-pelatihan tentunya ya.

T : Baik, nah begini Bu Haji, kalau kita melihat kondisi jaman kan berubah-

rubah, ada perubahan teknologi, perubahan sosial budaya, kemudian yang

menjadi pertanyaan buat kami adalah bagaimana kapasitas dan kapabilitas

adaptasi dari Dinas Pendidikan untuk merespon perubahan lingkungan ini?

J : Perubahan lingkungan apa? Perubahan IT?

T : Ya, kemudian adanya perubahan, dan apa namanya perubahan dari sisi

teknologi, dari sisi sosial budaya?

J : Kalau perubahan-perubahan misalnya, bidang IT, khususnya sekolah yang

ada di kota Tangerang yang negeri kami baru merancang yang negeri ini

kita sudah setiap ruangan itu pakai multimedia.

T : Baik, ada responnya?

J : Juga guru-guru, dengan adanya multimedia kita adakan kursus, dengan

adanya multimedia sendiri pelatihan multimedia, nah itu seperti itu, dengan

adanya misalnya perkembangan-perkembangan yang lain, kita juga ee..

Sudah mengambil langkah misalnya ada kerja sama-kerja sama.

T : Baik. Oke. Kemudian begini Bu Haji, itu tadi kan perubahan lingkungan

secara positif iBu Haji, tetapi kan kita melihat sekarang degradasi moral

anak-anak kita, anak-anak kita kemarin misalkan, sebagai contoh, mohon

maaf, anak smp negeri..

J : empat.

T : ya SMP Negeri empat seperti itu, nah itu termasuk perubahan lingkungan

Bu Haji, artinya termasuk salah satu dampak negatif dari perubahan

lingkungan, nah yang menjadi pertanyaan buat kami adalah, bagaimana

kapasitas dan kapabilitas adaptasi dari Dinas Pendidikan Kota Tangerang

untuk merespon perubahan seperti itu?

J : Ya perubahan, kita itu, kemarin dengan adanya seperti itu, kita disini sudah

ada program tetap, program tetap itu rutin pelajar, jadi 2 bulan sekali kita

mengadakan razia pelajar, dan juta kita berkoordinasi dengan dinas terkait,

dinas terkait itu berkolaborasi ya.

T : he em baik.

J : Misalnya dengan kesehatan, piket, kejujuran, kita itu supaya anak-anak itu

dituntut misalnya tidak boleh merokok, kita gunakan perda tidak boleh

merokok, di kawasan tanpa rokok, boleh merokok di kawasan tanpa rokok,

itu semua, semua masyarakat tidak boleh merokok di kawasan tanpa rokok,

untuk anak sekolah tidak diperkenankan merokok di kawasan tanpa rokok

dan di kawasan luar kawasan tanpa rokok.

T : Untuk anak sekolah?

J : ya! Itu juga kita sudah keluarkan perdanya, jadi sudah ada seperti itu

langkah-langkah yang kita buat, ee.. anak-anak misalnya yang, ee.. itu

sosialisasi sudah kita lakukan ya, sosialisasi jangan sampai terjadi hal-hal

yang tidak diiinginkan.

(Tiba-tiba mati lampu)

T : Astaghfirullahal‟azhim

(Yaa.. mati lampu lagi (suara pegawai perempuan berteriak spontan))

T : Masih bisa dilanjut Bu Haji?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 450: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

441

J : Iya boleh.

T : Kemudian ketika ada permasalahan seperti itu, ee.. faktor-faktor yang

menjadi penghambat apa Bu Haji?

J : Faktor menghambat?

T : Ya, untuk merespon, ee.. apa namanya, perubahan lingkungan itu?

J : Kayaknya kita gak, menghambat, menghambat itu gak juga menghambat

sih. Menghambatnya gak ada, kita sudah kejadian seperti itu, kemarin

Kepala Sekolah itu kita sosialisasikan coba diantisipasi anak-anak sekolah

itu, dia diisi dengan kegiatan-kegiatan positif, jangan sampai anak-anak itu

melakukan kegiatan-kegiatan seperti itu, makanya kegiatan ekstrakurikuler

seperti itu ditekankan untuk diawasi pembimbing.

T : Baik, tidak dilepas begitu saja?

J : Iya, diawasi!

T : Sudah mandiri dilepas (he he he.. ketawa kecil) Baik.. baik.. baik.. ee...

Nah sekarang untuk pengembangan organisasi Dinas Pendidikan, yang

menjadi pertanyaan buat saya adalah, bagaimana peran pemerintah

daerah, khususnya sekretaris daerah dan jajarannya, bagaimana Bu Haji?

J : Untuk mengembangkan apa?

T : Untuk pengembangan organisasi Dinas Pendidikan, peran dari Walikota ini

bagaimana? Khususnya Sekda dan jajarannya.

J : Kalau kita itu dari mulai walikota, wakil walikota dan juga sekretaris

daerah itu sangat care dengan dunia pendidikan, yang buktinya anggaran

pendidikan itu melebihi dari anggaran nasional. Yah, dan perlu juga

diketahui bahwa pada tahun 2005 kalau gak salah, 2005 apa 2000.. Sekitar

itu, kita ini ada pembangunan 221 sekolah sekaligus.

T : 221 sekolah?

J : Iya! Itukan luar biasa, tidak pernah terjadi di indonesia kan? Itu semua

bertingkat.

T : Jenjang SD, SMP, SMA-SMK?

J : Iya, semuanya bertingkat, sekaligu dalam tahun yang sama, kan jarang

terjadi hal seperti itu, jadi memang Pak Walikota Tangerang baik manta

Pak Wahidin Halim, apalagi itu yang sekarang, itu sangat, ee.. ini e..

konsen sekali dengan dunia pendidikan. Pendidikan itu di nomor satukan

begitu.

T : Alhamdulillah, senang saya mendengarnya.

J : Jadi dia kependidikan itu memang sangat-sangat diperhatikan gitu?

T : Nah ketika tadi kita sudah dengan dari Pemda, perannya seperti itu, kalau

DPRD bagaimana Bu Haji?

J : DPRD mendukung, kalau dunia pendidikan itu mendukung banget, jadi

kami itu, nggak-nggak.. tidak terlalu, nah ini kan program yang diinginkan

Pak Walikota sekarang ini, tetapi baru wacana ya, tetapi sudah

dilontarkannya.

T : Apa upaya-upaya untuk meningkatkan kapabilitas dan kapasitas Kepala

Dinas Pendidikan?

J : Ya kan kalau di sini itu sudah rutin, untuk eselon 3, 4 dan Kepala Dinas itu

ada pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh BKPP. Ya itu terus untuk

meningkatkan kepemimpinan misalnya, itupun sudah ada seperti itu. Dan

juga di sinikan di dinas kita ini untuk meningkatkan kemampuannya dari

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 451: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

442

mulai staf dengan yang lain kita setiap tahun mengadakan untuk work shop,

berapa hari ya.. nah kita manggil nih, yang baru. Misalnya kepres 70, itu

kita ini respon. Jadi jangan sampai aturan baru.

T : Apa upaya-upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kapabilitas dan

kapasitas SDM yang ada di Dinas Pendidikan?

J : Yaitu yang dilakukan sama, yaitu pelatihan-pelatihan kita selalu ada intinya

kita punya inisiatif untuk saling bekerja sama dalam melakukan tugas.

T : Bagaimana upaya untuk meningkatkan kualitas program dan anggaran dari

Dinas Pendidikan?

J : Kalau anggaran yang untuk pelatihan tadi di BKPP itu yang mengadakan,

kita diundang oleh yang itu. Kalau untuk internalnya kita ada, atau minta

ke dewan untuk dialokasikan, kita kan mengajukan ke kegiatan tadi.

T : Bagaimana mengubah mind set dan culture set dari para pegawai yang

berada di Dinas Pendidikan?

J : Memang itukan merubah mental, kalau mental ya.. agak sulit ya jadi

merubah mind setnya saya menekan merubah diri dulu masing-masing.

Terutama dari diri saya sendiri. Saya mencontohkan misalnya apa? Nah

itukan pada dilihat, nah dari situ, untuk merubah min set ini banyak ya.

Saya rubah sedikit, jangan sampai tidak bisa, walaupun saya ga bisa, tapi

ini harus begini, coba selalu buka internet apa ini untuk aturan-aturan ini.

Jadi ya sedikit-sedikit sih nyobanya. Maksud saya seperti itu.

T : Bagaimana harapan prediktif dari kinerja Dinas Pendidikan di masa yang

akan datang?

J : Ya harapan saya semoga, termasuk diri saya sendiri itu kita lebih proaktif.

Istilahnya kita selalu baca aturan-aturanlah, kita buang mind set- mind set

yang sudah lama itu kalau mind set yang lama itu kita harus dilayani,

padahal kita harus melayani kan? Nah mungkin mind set-mind set seperti

itu harus dirubah.

J : Itu yang harus kita hilangkan dan juga memang biasanya kalau inikan

masih semuanya kadang-kadang yang tanda tangan sedikit aja sudah uang,

nah mind set seperti itu harus di buang sedikit-sedikit. Jamannya sudah

berbeda. Tidak bisa lagi memakai cara seperti itu dan buang mind ser

seperti itu.

T : Bagaimana keterlibatan berbagai komponen pemerintah dalam proses

pembentukan struktur organisasi Dinas Pendidikan muali dari penyusunan

Raperda hingga ditetapkan menjadi Perda?

J : Pertanyaan minta diulang ga jelas.

Iya itu unsur terkait, yang dalam hal ini adalah bagian organisasi hukum,

untuk Dinas Pendidikan ini, nah tentunya lihat dengan aturan yang ada kan

harus mengacu kepada aturan yang ada, ya di rapatkanlah dengan ini, yang

paling-paling dari dinas itu sendiri.

T : Bagaimana proses pemantauan dari pimpinan daerah dan DPRD terhadap

pelaksanaan kerja Dinas Pendidikan?

J : Oh itu masih bagus sekali, pertama 3 bulan sekali, sudah didatangi.

Dievaluasi kerjaannya. Tiga bulan sekali kita di evaluasi dan Dinas

Pendidikan mana yang kita dan juga memang kita di sini di Kota

Tangerang ini bagus banget. Setiap senin itu kan rapat jadi apa aja

masalahnya dibahas. Rapat dengan walikota, jadi masalah tiap minggu

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 452: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

443

dikumpul, itu sudah harus dipecahkan, ini makanya di sini itu ya kan Bapak

lihat sendiri, nah seperti itu rapat evaluasi sebulan sekali, kalau rapat

kepala dinas tiap minggu, itu dari kepala daerah itu sudah harus rapat, jadi

dikemukakan apa ini masalah-masalah yang belum dipecahkan jadi kita

dipantau dibimbing. Laporan aja kita misalnya keuangan dinas mana yang

terlambat sampai tanggal 10, itu sudah , sudah datang walikota. Wali

langsung dinas itu ditegor langsung agar tidak terlambat itu sudah biasa

dalam hal itu. Misalnya dinas mana yang nyimpen duitnya dalam brangkas

itu melebihi ketentuan, itukan langsung terlihat Pak, itu langsung disuratin

tu pak. Jadi seperti itu memang, makanya seluruh Indonesia itu rata-rata

studi bandingnya ke Kota Tangerang. Kan belum ada yang namanya 6 kali

berturut-turut untuk Kota Kabupaten.

T : Bagaimana pengambilan keputusan, penggunaan prosedur keterlibatan

para staf dalam proses pelaksanaan kerja di Dinas Pendidikan?

J : Pengambilan keputusan itu tetap dari bawah itu tetap memberikan input ya

Pak. Karena dia yang menangani artinya kita ditanya dulu memberikan

input kepada pimpinan secara jenjang. Itu pimpinan yang mengambil

kesimpulan. Yang jadi misalnya laporan. Jadi kalau kata saya kalau

pimpinannya gerak jalan otomatis semua bergerak jalan semua.

T : Bagaimana peranan masyarakat (LSM, Institusi, Tokoh Masyarakat) dalam

memperbaiki kondisi kinerja Dinas Pendidikan yang memberikan

pelayanan?

J : Di sini yang memang sangat proaktif, kali ya. Yang nama LSM, jadi Bapak

dengar sendiri yang nama di dunia pendidikan itu paling banyak sarapan

pagi LSM itu. Paling banyak itu yang namanya Dinas Pendidikan,

kesehatan. Pokoknya dimana seluruh Indonesia ada LSM. LSM itu seperti

wartawan, itu kita sih biasa-biasa aja sih. Silahkan lakukan itu beliau ada

hak untuk melakukan itu. Kan pengawasan itu bukan saja dari internal tapi

juga dari eksternal. Kalau internal ya dari Inspektorat, BPK, BPKP, nah

juga dari LSM, wartawan itukan bentuk-bentuk alasan.

T : Bagaimana Pemerintah memperbaiki kinerja organisasional daerah Kota

Tangerang merespon yang memberi masukan dari masyarakat dalam upaya

memperbaiki organisasional Dinas Pendidikan?

J : Kan masukan dari LSM itu baik media, ataupun walikota. Kan di Kota

Tangerang ini sudah ada “Hallo Walikota”, jadi silahkan mau masuk apa

saja dari kritikan-kritikan. Hallo Walikota bentuknya koran, di website juga

ada, jadi silahkan masukan apa yang harus menjadikan keluhan baru

dibagikan ke SKPD yang ada. Ini surat tanya jawab, bagaimana

sebenarnya.

T : Bagaimana relasi antara program dan kegiatan dari Dinas Pendidikan

dengan kebijakan pimpinan daerah (Walikota)?

J : Ya itu berjalan aja, berjalan yang pokoknya kita berkoordinasi apa yang

menjadi, ini kan kita dengan Asda (Asisten Daerah) itu kan bentuknya kan

dia juga, lingkup-lingkup ininya dengan Dinas Pendidikan.

T : Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakt untuk

meningkatkan kinerja Dinas Pendidikan?

J : DPRD itu selalu, kalau mau meningkatkan kinerja dunia pendidikan,

masukan-masukan waktu itu di tadi melalui hearing, kalau ada inikan dia

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 453: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

444

juga makanya tiga bulan sekali apa yang harus di memberikan masukan

seperti itu, dan kadang telpon, jadi memang perhatiannya cukup besar.

T : Baik, alhamdulillahirobbil alamin. Pertanyaan sudah selesai. Sekian terima

kasih. Wassalam.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 454: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

445

TRANSKRIPSI WAWANCARA

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT

Peneliti Utama : Mustari Irawan

Narasumber : Ibnu Jandi, S.Sos, MM (J)

Jabatan : Direktur LSM KebJakan Publik Kota Tangerang

Tempat : Radio EMC Tangerang

Tanggal : Rabu, 6 November 2013

T : Terima kasih Pak Ibnu Jandi atas kesdiaannya untuk menjadi responden

kami, ada 1,2,3,4 pokok pertanyaan yang akan kami sampaikan totalnya

tidak sampai 200 sih!

T : Pertanyaan pertama seputar pola pembentukan organisasi SKPD itu sendiri

pak, pertanyaannya adalah : bagaimana proses pembentukan organisasi

perangkat daerah dari awal hingga penetapannya dalam perda, khususnya

yang kami survai saat ini adalah dinas pendidikan dinas kesehatan dan

kantor arsip daerah. Mungkin ini pertanyaan yang sifatnya sangat umum ya

pak yaitu proses pembentukan organisasi perangkat daerah itu sendiri

khususnya di kota tangerang seperti apa?

J : Oke.. di kota tangerang ni ya, kebetulan saya adalah salah satu bidang

organ bidang lebih lanjut di kota tangerang.. Nah untuk dinas pendidikan

sebagai SKPD itu bersamaan dengan adanya Undang-Undang No. 2 tahun

sembilan sembilan kotif menjadi Kota tangerang, sekarang sudah menjadi

kota tangerang berdasarkan UU no 2 tahun 1999, itu secara harfiah lalu

bersamaan dengan undang-undang lain, trus perkembangan sekarang

adalah ada pembentukan organisasi strategis tadi saya lupa PP 20 tahun

2008 saya lupa itu, yang jelas adalah ada pembenahan dari profesional

atau reformasi birokrasi di tingkat SKPD ya bukan hanya di kota saja, itu

langsung ditekankan oleh ORTALA, organisasi tata laksananaan, organisasi

tata laksanaan ini dia melihat efektifitas dari SKPD agar SKPD itu efektif

atau tidak. Itu adalh perdanya nomor brapa saya ngga tahu nih! He.he..

pasti ada perdanya ya? Karena ngga hafal nanti dicari buku saja pasti

berhubungan perdata dari seluruh SKPD tersebut. Yang sekarang dinas

pendidikan adalah kemarin krodit problem kita adalah sdh melahirkan

hampir 221 sekolah jadi kurang efisien di tangerang dari saat itu tahun

2000 sampai dengan tahun 1010 kalau ngga salah. Itu dina s pendidikan .

T : Dinas yang lain pak seperti apa namanya dinas kesehatan dan arsip

daerah?

J : Kalau Kesehatan sama ya! Reformasi birokrasi juga sama Cuma kalau

memang arsip daerah kebetulan di depan kita nih eh.. perpustakaan ya!

Lupa lupa. Kalau arsip daerah ini saya kurang agak paham ya kapan

berdirinya ? saya kurang agak paham, kapan berdirinya saya juga tidak

tahu kalau ngga salah belum lama berdirinya sejak walikota pak wahidin

halim yang kedua kalinya.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 455: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

446

T : Itu proses pembentukan organisasi, kalau penyusunan struktur dan fungsi2

di SKPD itu sendiri prosesnya seperti apa pak?

J : Prosesnya kalau tidak salah pernah diskusi dengan ORTALA , pada saat(

tidak terdengar suara mengecil ) lebih kepada struktur kebutuhan

organisasi dulu pak artinya membentuk plan organisasi dulu baru mengsisi

pada SDMnya. Yang sangat disayangkan adalah kompetensi SDMnya tidak

sebagaimana mestinya yang diharapkan SKPD tersebut baik dinas

pendidikan, kesehatan maupun arsip. Karena saya tidak salah seperti dinas

pendidikan saya ngga tahu seperti apa kompetensinya yang saya harapkan

dia adalah minimal dia adalah sarjana pemerintahan. Kesehatan dulu juga

sama apalagi arsip sekarang tidak berdasarkan kompetensi gitu...

Organnyakan? Dan itu adalah sangat kerepotan di ortala...dan SKPD

ortala itulah yang menentukan kebutuhan organisasi.

T : Berhubungan dengan faktor2 pak e.. tentunya dalam menyusun organisasi

perangkat daerah ada faktor yg diperhatikan. Kalau untuk pembentukannya

itu sendiri faktor internal dan eksternalnya apa saja yang harus

dipertimbangkan?

J : Faktor Internalnya seperti yang saya katakan tadi adalah bukan pada

kompetensinya mungkin hanya pada kebutuhan pada loyalitas, bukan pada

kebutuhan fungsi. Faktor eksternalnya begini... kebutuhan dari masyarakat

itu lebih pada idealis atau sistem itu kadangkala yang menjadi Gap. Kalau

masyarakat adalah melihanya yang idealis makanya ada gap di situ. Dan

yang ke tiga adalah ditingkat internal ngga pernah ada nyambung ketika

PERDA ini dilahirkan. Umpanya adalah adakah hering tentang persoalan

berdirinya SKPD minta pendapat dengan masyarakat sebesar apa yang

dibutuhkan, seperti maaf kalau saya contohkan ke tangsel , kebetulan

tangsel mau mendengar, saya katakan ” anda tidak perlu membikin apa

namya.. ee..apa namaya pengairan apa sih namaya dinas pertanian,

kalaupun ada cukup ada orangnya tidak harus banyak. Ini pertama dan

yang kedua adalah BPKAD keuangan anda tidak perlu menggunakan pola

maksimal karena baru gunakan saja pola minimal, sya katakan seperti itu.

Nah ini yang pernah nyambung ketika kota tangerang memiliki SKPD

bagaimana pendapat masyarakat ngga pernah hal itu terjadi dengar

pendapat dengan masyarakat itu terjalin sehingga wajar kalau biaya

pegawai di SKPD itu 50% rata2, Tangsel kebetulan mau dengar dia hanya

25% gaji pegawainya, dia mau dengar saya, dan dia merasakan

manfaatnya. Sekarang paling bagus sebanten kalau kita ukur dari APBD

adalah dan kebetulan paling kecil adalah kota tangsel. Itu pak.

T : Faktor apa saja yang perlu diperhatikan di masing@ SKPD dalam

menyusunan struktur dan fungsinya?

J : Fungsi efektifitas dari dinas kesehatan jelas adalah optimalisasi pelayanan

yang maksimal untuk masyrakat, kesehatan masyarakat ya.. kalau untuk

pendidikan jelas untuk lebih menigkatkan pendidikan itu murah berkualitas

terjangkau. Untuk arsip daerah adalah saya pernah mengusulkan jangan

terlalu banyak menggunakan hardware, katakanlah kalau arsip perangkat

Itnya atau perangkat softwarenya itu membutuhkan website. Jadi jangan

terlalu banya menggunakan arsip benda mati, gunakan software. Yang

kedua saya pernah sampaikan ke arsip adalah, Tolong membuat integrasi

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 456: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

447

arsip jakarta barangkali bisa, karena asrsip amat santa dibutuhkan yang

bonafit, Arsip sendiri adalah dmana sekarang sangat2 slow motion atau

lemah. Dan saya sangat menyayangkan itu. Ynag ke 5 arsip daerah adalah

ketika dia tidak punya ee..eksekusi pada persoalan undang2. Orang mudah

minta dokumen ( hiii tertawa) padahal Undang no 14 tahun 2008 sudah

mengisyaratkan itu diantaranya , tapi tetap saja lemah. Itu adalah hal yang

sangat spesifik persoalannya. Mudah2an saya tidak retorika ya pak.

T : Untuk memajukan arsip pak. Baik itu tadi mengenai pola pembentukan

organisasi pak, yang poin kedua.

J : saya minta maaf kalau saya tidak hafal tentang Undang no 14 tahun 2008.

T : baik nanti kita cari sendiri

J : Termasuk perda ya? Barangkali punya emai, nanti perda yang saya katakan

tadi saya kasih via email.

T : baik nanti saya kasi ke bapak boleh ?

J : termasuk nama bpk2 ini ya! Kasih kertas.. terus

T : baik yang kedua mengenai efektifitas kerja lembaga SKPD itu sendiri pak.

Yang pertma kami tanyakan adalah bagaimana fungsi dan tugas pokok

perangkat daerah dJalankan sesuai dengan keputusan walikota? Terlebih

pada ketiga SKPD tadi pak, apakah sudah dJalankan sesuai yang

diinginkan atau diputuskan walikota?

J : Teknisnya tentunya pasti pada penjabaran SK kepala daerah ya! Karena

Sknya sudah ada teknisnya pasti pada penjabaran SK terhadap SOP (

standar operasional prosedur) semua lembaga pemerintah pasti sama.

Ndilalahnya yang amat saya sayangkan adalah tidak ada yang namanya

kemampuan untuk inovasi, inovasi dari seluruh SKPD terhadap kebJakan

dari walikota tersebut. Lebih kepada persoalan adalah bagaimana

pimpinannya, padahal SDM sudah berlebih-lebihan, kelemahan sih lebih

kepada kebJakan pimpinan, bukan bagaimana SKPD itu berinovasi, ia kan

punya visi misi kerjanya sudah harus lebih lebih mengembangkan pola

kerjanya tidak harus terpaku pada perundang-undangan progres yang

dicapai seperti apa, saya pikir dinkes dan dikkes ini bisa melakukanya,

tetapi ngga. Lebih pendekatanya kepada loyalitas semata, bukan

produktifitas sehingga fungsinya dinas kesehatan harus cepat

mengembangkan sayapnya, harus lebih berinovasi, pendidikanpun juga

harus demikian , ketika diambil sekolah untuk sekup sekolah fisikly sudah

selesai tuh, bagaimana menyelesaikan pengembangan persoalan itu secara

efetif..ya! itukan fungsi. Fungsinya ada outcome ada hasil pendidikannya

sangat berkualitas. Lebih kepada loyaliatas, padahal mereka punya

otoritasasikan, coba SKPD otorisasikan ?

T : jadi faktor dominannya yang menghambat kreatifitas itu apa pak?

J : Ya Kreatifitas yang lemah tidak punya tawar, tidak punya daya konsep ,

tidak punya terobosan, tidak ada inovasi.

T : berarti sangat tergantung kepada kepala SKPD ya pak?

J : kepada Kepala Daerah, tergantung kepala daerah... kalaupun umpama

begini ya dinas pendidikan, fisik sudah ada bagaimana kualitas pendidikan

ini murah terjangkau dan berkualitas , konsepnya sudah dibikin, tetapi

begitu disampaikan kepada kepala daerah itu seolah dia tidak bisa lagi

bergerak.. harusnya kepala SKPD itu mampu berargumentasi kepada

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 457: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

448

kepala daerah, sehingga fungsi dia adalah membuat keputusan yang tiap

tahun ada evaluasi mengenai yang bener-bener mencengangkan atau

.....spektakulerlah..track ada tool yang ada disitu. Ini data-data dari

mana....he...he..

T : Atau memang ada yang kurang dari kepela daerah dalam mengangkat

kepala SKPD ini terutama di dinas pendidikan dinas kesehatan dan arsip

daerah, apa sebenarnya kalau boleh dibilang kok belum bisa berinovasi

menjalankan tugas kepala daerah ini. Proses menentukan kepala SKPD

sebenarnya masih kurang dmana pak?

J : Saya kira kalau SDM SKPD sudah cukup ya, cukup walaupun right man on

the right job belum terpenuhi, tapi saya yakin mereka punya gaya

managerial masing2. Ndilalahnya adalh daya cengkeram kebJakan kepala

daerah ini lebih dominan. Bukan kepada SKPD itu bisa berinovasi atau

tidak mereka mau kok berkompetisi, mereka bisa kok bikin konsep , tapi

daya kretifitas psikologis dia pada akhirnya mentok pada kebJakan kepala

derah itu sendiri. Psikologis ini sangat kuat. Kepala daerahnya bukan

kepala SKPDnya, sebenarnya SKPDnya mampu, namun psikologisnya kalau

kepala daerah bilang yang sudah anati dulu, ya sudah dia tidak punya daya

tawwr lagi ya sudah diam.

T : Nah dengan penasehat-penasehatnya itunpak, apakah tidak mendapakan

masukan-masukan atau input kepada kepala daerah?

J : kebetulan kepala daerahnya One Man show pada saat itu. Ha..( tertawa)

karena saya memaksakan kepada sekda pada waktu itu, anda harus jadi top

manager. Dan dinas harus menjadi manager tehnis.

T : jadi pertimbangan pokoknya apa nih dalam pemilihan SKPD ini?

J : lebih kepada loyalitas pak. Ini anaknya baik ngga , ini anaknya loyal ngga?

Bukan right man on the right job atau right man on the right place yang ada

right man on the wae...ha...(tertawa)

T : menkajubkan pak. Nah kalau proses penyusunan program dan anggaran di

SKPD ini selama ini seperti apa pak?

J : saya setuju pertanyaan ini dan saya suka pertanyaan ini. Masalah anggaran

ya pak. Seharusnya seluruh SKPD ini commit dengan Musrembang, commit

setiap tahun ada musrembang ini adalah pemborosan. Data musrembang

adalah data yang harus dJalankan, itu yang pertama, yang kedua adalah

saat penganggaran, Plafon penganggaran ini sudah distel sedemikian rupa,

tidak melihat dari pertanyaan tadi fungsi SKPD apa. kepada fungsi

anggaran diperda. Sehingga ada kelonggaran antara program dan budget

yang ada. Sya bilang “ uang yang mengikuti program atau program yang

mengikuti program ?” harunyakan program.. eh.. uang yang mengikuti

program bukan program yang mengikuti uang. Karena kebutuhan

masyarakatkan yang dikedepankan. Yang ketiga saya katakan adalah kalau

memang harus selalu dengan uang lalu apa fungsi yang dikatakan dalam

strategi. Strategi itukan yang harus disampaikan dan itu butuh uang. Seperti

pada tender sudah di set sedemikian rupa sesuai anggaran. Itu proses

dalam penganggaran dinas2 SKPD sehingga BBHnya bukan pada

kepentingan musrembang. Lebih kepada apa yang proporsional dari

kepentingan masing-masing. Sehingga uang itu tetap berfungsi kepada

SKPD masing2. Kalau bukan karena pihak ketiga, kota tangerang tidak

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 458: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

449

akan seperti ini betul sangat dominan. Suka atau tidak suka bapak mau

lewat silahkan, dominannya itu adalah pihak swasta ngga mungkin

pemerintah membangun sebanyak itukan? He..he..

T : peran LSM seperti bapak tadi sagat dominan, adakah suara bapak yang

bapak sumbangkan atau bapak sarankan kepada pihak penasehat

musremabang ? katakanlah gubernur atau apa?

J : kebetulan pak saya dulu pembahasan APBD saya ikut, kalau suara saya

tidak ada maka tidak bantuan APBD. Persisi seperti sekarang. Saya

berhenti mengkritisi APBD tahun 2011, dari seluruh APBD yang ada di

Banten tahun 2010 s/d 2011 termasuk anggaran di kota tangerang .

Anggaran di kota tangerang saya masuk langsung, saya bikin konsepnya

saya bikin analisis trend selama 5 tahun. tahun 2008 s/d tahun 2013 itu saya

bikin trend APBD seperti apa, termasuk dinas pendidikan , berpa banyak

dia selama 5 tahun membangun infra struktur fisik dan berapa

menghabiskan biaya itu saya berikan kepada pak walikota dan saya bikin

trennya bahwa anda sudah menghabsikan anggaran selama lima tahun,

pendidikan, pembagunan jalan segala macam dan saya bikin trennya dan

anda sudah menghabisakn uang selama lima tahun bearapa dan hasilnya

apa? saya mengkritik kepada... apa .. pengambil kebJakan.

T : kembali ke masalah spesifik di SKPD pak, dalam menetukan anggaran di

SKPD ini faktornya apa sih pak?

J : teorinyakan value for maney , action efektif ekonomis. Uang harus sangat2

berfungsi pada persoalan ini. SKPD seluruh yang ada di kota tangerang

bukan kepada fungsi SKPDnya , kepada fungsi brapa anda punya proyeknya

gitu.. yang saya katakan tadi , ditakar oleh Bapeda, plafon anggaran tadi

itu. Bukan pada persoalan fungsi diannya. Kalau programnya 10 proyek

tapi anggaranya hanya cukup 5 proyek 5 program, ya sudah 5 program.

Tapi kalau kita bikin skala line 5 tahun dia sampe ngga ? kalau unsur

pendidikan non sence akan tercapai. Ya betul sekali kalau kita bicara

statistik kita harus punya data sesuai, kita harus punya disiplin. Pkoknya 10

proyek harus selesai dalam kurun waktu 5 tahun. Yang perlu kita samakan

kalau kita bicara kesehatan ada 6000 orang sakit , maka dalam 5 tahun

tidak ada orang sakit lagi. Atau sakit kronis menjadi tidak kronis. Harusnya

seperti itu pak.

J : ..Saya bilang uang yang mengikuti program atau program yang mengikuti

uang, harusnya kan program, eh uang yang mengikuti program bukannya

program yang mengikuti uang. Karena kebutuhan masyarakat kan.

Masyarakat kan tidak butuh uang, butuh program. Yang ketiga adalah kalau

memang adalah harus selalu dengan uang lalu apa fungsi yang dikatakan

adalah strategi, strategi itu hanya tahu adalah SKPD dan dia butuh uang

atau uang itu sudah diplafon dan sudah ditakar oleh Bapeda. Itu proses

dalam penganggaran di setiap SKPD. Sehingga DPAnya itu adalah bukan

kepada kepentingan apa hasil buslembang, tapi kepentingan pada apa yang

sangat proporsional kepentingan dari mereka masing-masing. Sehingga

uang itu untuk berperilaku fungsi kepada SKPDnya masing-masing adalah

tidak pernah terjadi, sehingga pembangunannya adalah slow motion. Kalau

bukan karena pihak ketiga di kota Tangerang gak mungkin seperti ini. Betul

gak ?

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 459: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

450

T : Yang jelas apa yang kita inginkan.

J : Betul. Sangat dominan. Suka atau tidak suka pak penglewat silakan ya

dominannya itu adalah pihak swasta atau pemerintah? Gak mungkin kan

pemerintah bisa membangun semewah itu kan? Iya..

T : Selanjutnya Pak. Terus gimana?

J : Silakan Pak silakan.

T : Pak, peran LSM seperti bapak tadi mengatakan ini pertanyaan sangat

menarik yang bapak katakan. Terus adakah suara-suara bapak, yang bapak

sumbangkan atau bapak sarankan kepada penasehat-penasehat disekitar

ee.. katakanlah gubernur dan (tidak jelas)

J : Kebetulan pak, ee.. untuk persoalan anggaran daerah APBD, kalau saya

tidak menyuarakan maka Banten tidak ada suara APBD seperti persis

sekarang saya berhenti mengkritisi APBD Banten tahun 2011, saya berhenti

mengkritisi APBD Banten pada tahun 2011. Jadi seluruh SK APBD yang

ada di Banten tahun 2010, 2011 sudah saya rubah sedemikian rupa agar

anggaran itu adalah lebih kepada Banten selatan, termasuk adalah

anggaran di kota tangerang. Anggaran di kota Tangerang adalah saya

masuk langsung, gitu kan, saya bikin konsepnya, saya bikin analisisnya,

saya bikin analisis tren selama 5 tahun umpamanya tahun 2008 sampai

tahun 2013 itu saya bikin, tren APBD seperti apa, termasuk dinas

pendidikan. Sudah berapa banyak selama 5 tahun dia bikin infrastruktur

fisik, sudah berapa menghabiskan biaya, itu saya berikan kepada walikota,

pendidikan, infrastruktur jalan segala macam, saya bikin trennya itu, bahwa

anda sudah menghabiskan uang selama 5 tahun ini hasilnya apa? Saya

mengkritik adalah langsung kepada rohnya atau kepada apa?

T : Pengambil kebJakan.

J : Pengambil kebJakan, itu yang saya bikin selalu analisa detail analisanya.

T : Kembali ke masalah yang lebih spesifik di SKPD pak. Sebenarnya

penentuan besarnya anggaran di SKPD ini landasannya apa sih pak?

Faktornya apa sih?

J : Iya. Teorinya kan value for money, action efektif ekonomis. Money follow

function. Uang harus sangat-sangat berfungsi kepada persoalan itu. SKPD

seluruh yang ada di kota tangerang, bukan kepada fungsi SKPDnya, kepada

fungsi berapa anda punya program proyek. Yang saya katakana tadi ditakar

oleh Bapeda plaform anggaran tadi itu. Bukan kepada pelaksanaan fungsi

dianya. Kalau dia punya 10 proyek tapi alokasi anggarannya hanyalah

cukup untuk 5 proyek, 5 program ya sudah 5 program. Lalu kalau kita bikin

skala legal 5 tahun dia sampai gak kalo dibutuhkan 10 pendidikan harus

selesai sampai 5 tahun.

T : Non sense itu semua. Mustahil.

J : Betul.

T : Berarti tetap down pak ya? Apa..

J : Iya benar sekali. Kita maaf, kalau kita bicara statistik, kita harus punya

data yang harus selesai. Kita harus punya disiplin. Pokoknya 10 proyek, ini

harus selesai dalam jangka 5 tahun. Yang harus diselamatkan ketika bicara

di bidang kesehatan. Dari 6000 orang sakit maka 5 tahun ini adalah tidak

ada

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 460: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

451

6000 itu yang sakit lagi. Atau sakit kronis menjadi dekronis. Gitu. Iya, lah

kan harus begitu pak.

T : Biar ada peningkatan.

J : Iya.

T : Nah, selanjutnya pak, lebih ke dalam lagi mengenai kualitas dan kuantitas

SDM yang ada di dinas pak, yang di SKPD tadi terutama di pendidikan,

kesehatan dan arsip daerah. Diluar kepalanya, selama ini kualitas dan

kuantitasnya seperti apa mungkin yang bapak tahu berhubungan dengan

fisik?

J : Kalau kuantitasnya dulu aja pak ya, terlalu banyak. Gemuk weh.

T : Kegemukan pak ya.

J : Maaf kalau saya bicara sama Pak Wahidin ya, Walikotanya. Pak ini 52%

gajinya, udah dong kurangin saya tanya gitu. Gini aja besar banget.

Kualitasnya tidak menjamin akan seperti apa yang dibutuhkan oleh SKP.

T : Tidak sesuai pak. Tidak berbanding lurus dengan kuantitas.

J : Iya benar. Tidak berbanding lurus, saya setuju.

T : Kemudian manajemen kerjanya, di manage masing-masing itu

mekanismenya seperti apa pak?

J : Yang saya sesalkan orang bicara reformasi, birokrasi, patron clean ya,

patron menu. Adalah lebih kepada benar-benar adalah bukan seperti tadi,

adalah bukan kepada bagaimana tertantang setiap SKPD. Patronnya itu

sudah di gugat sedemikian rupa, bahwa seluruh SKPD seluruh Indonesia ini

yang memang punya patron. Ya. Karena pemerintahan kerjanya sudah ada

struktur, sudah ada .. apa namanya tabel?

T : SOP.

J : Adalah lebih kepada pada bukan kepada persoalan itu, lebih kepada patron

saja. Udah kalalu memang patronnya begini ya begini aja. Itu kan budaya

orde baru kan? Orde reformasi harus udah ilang yang kaya gitu kan? Gitu

lho.

T : Tidak mau berubah ya pak ya?

J : Iya reformasi birokrasi gimana sih?

T : Begitu sentralnya kepala daerah kalau seperti itu pak ya?

J : Pak sejamnya pak wahidin memang sangat panjang sekali. Kan kalau

birokrasi, reformasi birokrasi kan mudah, memudahkan pelayanan,

menyederhanakan pelayanan, sederhana dan kualitas.

T : Kemudian, kalau faktor-faktor internal yang dominan pak dalam

mengembangkan manajemen kerja di SKPD itu faktornya apa aja saya

tanya?

J : Yang sangat dominan?

T : Iya yang diperlukan.

J : Dominannya di apanya pak?

T : Di manajemen kerja ee.. berarti di bawahnya kepala pak.

J : Teknisnya ya? Teknis manajemennya yang sangat dominan mempengaruhi

adalah SKPD. Maksud saya kepala dinas. Maksud saya kepala dinas.

Karena kepala dinas ini adalah psikologisnya, kepala dinas ini

psikologisnya adalah dia sudah sangat terpengaruh stigma, stigmanya

terpengaruh kepada pimpinan. Sehingga anak buah hebat bikin proposal,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 461: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

452

anak buah hebat bikin perencanaan, anak buah hebat bikin inovasi, ketika

terbentur dengan kepala dinas ke atas, yaaahh. Mentok.

T : Iya iya baik. Kemudian, yang kalau mengenai sarana dan prasarana yang

ada di SKPD selama ini ee.. menurut bapak apakah sudah sangat mumpuni,

atau sangat cukup atau masih ada yang perlu ditingkatkan?

J : Ini juga pada akhirnya yang Pak Wahidin sadar sesadarnya sebagai

Walikota Tangerang, sarana prasarana yang ada saya katakan waktu itu

bukan dengan kompetensi dan kemampuan (tidak jelas) yang berkualitas itu

akhirnya satu tahun terakhir pak wahidin baru sadar. Kalau gitu, sarana

dan prasarana ini mubazir jadinya, mubazir, mubazir. Saya bilang begini,

kebetulan saya membina Lebak tahun 2006 sampai tahun 2007, saya

katakan begini, kalau Lebak dia butuh mobil daya jelajah karena berbukit

dan berpegunungan, kalau kota Tangerang pakai sepeda pakai becak

nyampe karena daerahnya tidak berbukit berpegunungan. Artinya adalah

sarana prasarana kendaraan tidak harus terlalu mewah.

T : Iya.

J : Oh aturan begini. Aturan mengatakan tapi efisiensi kebJakan kepala daerah

adalah tidak boleh memanjakan SKPD tersebut. Sarana Prasarana yang

ada di kota Tangerang sangat mewah pak. Sangat mewah. Gak ada yang

tidak punya mobil dinas. Mobil dinas. Gak ada yang tidak punya motor,

kendaraan roda dua maksud saya.

T : Dan itu semua mendukung kinerja pak?

J : Sangat mendukung, kalau untuk kinerja sangat sarana prasarana itu

mendukung. Persoalannya sejauh mana efektif kendaraan itu bisa

digunakan, komputer itu bisa digunakan smart komputer itu bisa digunakan

seperti apa. Iya kan? Kalau bicara kompetensi jangan-jangan Ibnu Jandi ini

tidak ngerti komputer tapi komputernya ada ya tidak bergerak ini komputer.

T : Tidak bermanfaat kan?

J : Ya artinya begitu. Banyak, banyak sampai saya marah kan. Kenapa marah?

Kendaraan dinas plat merah dibikin plat item. Ini malah gak (tidak jelas)

gitu.

T : Ya betul pak. Memang yang saya tahu itu banyak mobil-mobil dinas itu

digandakan nomernya pak.

J : Iya. Saya bilang ini mana pernah. Saya bilang gitu. Pak kalau maen suruh

datang ke kantor kalau mau maen ke saya bawa (tidak jelas) nya ya ke

kantor. Saya bilang, ini sudah seperti peternakan kendara, peternakan

mobil saya bilang gitu. Ini terlalu banyak gitu kan. Maaf sebentar, disitulah

perbedaan yang saya rasakan.

T : Kalau yang prasarana yang berhubungan dengan teknologi informasi pak,

yang mendukung?

J : Saya yang sangat marah tentang masalah IT ini. Saya minta bahwa kita, eh

sebentar, yang tadi itu pak wahidin sadar, pada akhirnya dia berani

mensaving tahun 2013 ini adalah (tidak jelas) saving sampai 700 milyar

lakukan. Makanya tahun 2012 dJor sampai 700 milyar. Ketika saya

katakana tadi itu. Dan saya minta alat teknologi. Bapak alat teknologi di

bidang apa, IT bukan?

T : Iya.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 462: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

453

J : IT. Komputer katakan atau apa namanya internet misalnya. Ini kebutuhan

untuk publik atau kebutuhan untuk?

T : Dinas pak.

J : Kalau ke dinas sudah sangat cukup. Tidak ada yang tidak punya. Sangat

cukup dia. Yang tidak cukup adalah ketika saya minta di lingkungan ini

lingkungan perkantoran dan pendidikan pak.

T : Umum berarti ini pak? Fasilitas umum ya. Umum ya?

J : Betul. Saya minta ditaro wifi disini. Termasuk di Masjid Al A‟zhom. Bapak

lihat setiap malam minggu, itu ramai banget jadi wisata malam di masjid Al

A‟zhom itu di lingkungan Puspen. Minta wifi disitu, karena kita punya yang

hampir, hampir 1 trilyun itu tidak bisa dikelola. Kita punya saving banyak

banget pak. Artinya adalah pelayanan publik tidak harus semata kepada

fisikly. Hubungan pada persoalan informasi, teknologi, internet itupun juga

adalah menjadi kebutuhan masyarakat, itu terobosan. Sampai sekarang

engga pak.

T : kembali ke pertanyaan e…disini pak, e…pertanyaaan adalah bagaimana

kinerja pelayanan dari masing-masing SKPD yang kita tanyakan tadi yaitu

pendidikan, kesehatan, dan arsip daerah kalau diukur dengan indikator

kinerja yang ada yang telah ditetapkan?

J : (batuk) kebetulan untuk pelayanan kesehatan pemda pernah kerjasama

pemda kota tangerang pernah kerjasama dengan 32 rumah sakit yang ada

di kota tangerang besar maupun kecil, swasta,

T : Betul

J : karena kita belum punya rumah sakit umum, dan rumah sakit umum

sekarang sedang dikerjakan di gudang TNI, dan sekarang pun juga 200

milyar, dan sekarang pun juga adalah ada persoalan disana, dan bulan juni

kemarin, pemda kota tangerang defisit kerja sama itu hampir 50 milyar

pak bulan juni, sehingga punya hutang dengan 32 lembaga pelayanan

kesehatan itu, baik rumah sakit dan sebagainya itu hampir 50 milyar pak,

bulan juni,

T : setengah tahun

J : apa bisa dibayangin ketika tanya bagaimana program ini direncanakan

kayak tadi, itu buktinya

T : berarti perencanaanya ya ya ya ya

J : bulan juni sudah defisit, bayangkan pak bulan agustus itu punya hutang

hampir 50 milyar, itu buktinya, dan itu di stop oleh Pak Wahidin Halim

T : kesehatan ya pak kesehatan ya

J : kita kan bisa membedakan siapa yang nakal, kesehatan gratis yang dJamin

oleh pemda, pendidikan kan, tadi kesehatan sekarang pendidikan,

pendidikan saya katakan itu, sudah bisa ga pendidikan ini digratiskan,

karena kita punya uang banyak, SD, SMP, SMA, ayo kita gratiskan, kita

ditunjang oleh BOS dan segala macam, ayo kita gratiskan, pendidikan,

kesehatan, terus Arsip, arsip kalau arsip kembali kayak tadi, gunakan

perangkat teknologi, disana minim sekali, bapak silahkan kasih, kasihan

disana pak, antara ada dan tiada, antara ada dan tiada

T : pakai lagu nih

J : perkataannya ada, Arsip daerah ada, ada

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 463: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

454

T : kalau diberikan budget yang lumayan besar katakanlah, tapi kalau tidak

digunakan secara e..maksimal, mungkin juga bermasalah juga buat arsip

sendiri

J : itu, itu bisa dJadikan alasan, alasan yang paling utama adalah dia tidak

ngerti apa fungsinya arsip, ya pertanyaaannya ada, alasan yang paling

utama apa itu arsip, padahal itu kekayaan sejarah,yang bisa merekam

sejarah, yang bisa mengakuntabilitas sejarah, yang bisa menginformasikan

kepada turun temurun, dia belum mengerti berapa hebatnya kekayaan arsip

itu, ya itu dia, nah makanya Manajemen Arsip guru Jakarta turun gitu,

karena dulu saya pernah dididik masalah arsip, karena dulu pernah dididik

masalah persoalan apa namanya arsip dididik barang dan jasa

T : mudah- mudahan nanti jadi bahan pertimbangan untuk arsip nasional?

J : betul pak, iya pak giliran arsip glek kan

T : Baik Pak, selanjutnya nih, Faktor apa yang bisa menentukan pengaruh

J : Faktor yang paling terasa dominan adalah (tidak jelas) loyalitas bukan

produktivitas,sekali lagi loyalitas bukan produktivitas, dituntut oleh

produktivitas, itu orang terangsang adrenalinnya kerja-kerja

T : terpacu pak

J : terpacu

T : sebenarnya solusi antisipatifnya apa pak kalau faktor penghambatnya

seperti itu?

J : reward and punishment itu adalah perlu pak, sehingga punya perlombaan,

sehingga perlu punya kebJakan, transparansi oleh pemimpin top

managernya yaitu kepala daerah, transparannya, berikan kompetensi,kalau

di Jakarta lelang jabatan

T : kalau disini lelang jabatan udah pak?

J : kagak ada pak pak itu saya bilang, suka dan tidak suka kan

T : persaingan pak, Baik itu tadi rangkaian bagian kedua yang ada di kita

J : diminum dulu dong,

T : bapak dulu, bapak istirahat dulu

J : saya mah gampang,saya tuan rumah

e…yang ketiga ini mengenai pola arah pengembangan organisasi itu

sendiri, yang pertama yang ingin kami dapat jawabannya adalah

bagaimana kapabilitas adaptasi dari masing-masing ini SKPD terutama

terkait dengan struktur terhadap tugas pokok dinamika perubahan ini,

kapabilitas adaptasinya seperti apa pak?

J : pertama harus dilakukan,yaitu yang harus dilakukan oleh seluruh

pemerintahan daerah khususnya kota tangerang, itu harus melakukan

evaluasi dalam rapat kerja,seluruh SKPD harus mampu melakukan evaluasi

dalam rapat kerja, bukan rapat mingguan atau rapat bulanan, seluruh

SKPD harus mampu melakukan evaluasi dalam rapat kerja, bukan rapat

minggu membuat efektivitas SKPD, yang kedua adalah monitoring dan

evaluasi atau monev, itu benar-benar pada persoalan detail di setiap

jenjang jabatan dalam SKPD, mana yang produktif, mana yang boros dan

segala macam, itu ada di Raker Pak, bohong kalau bapak punya

pertanyaan, itu hanya dJawabnya adalah pada masalah retorika, bekerja

pada aturan semua mati, bekerja yang proporsional dan professional, yang

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 464: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

455

professional dan proporsional, di seluruh organisasi juga dan itu harus

dilakukan pak dengan cara seperti itu

T : terkait dengan kemampuan e…SKPD ini dalam apa mengikuti perubahan

dinamika lingkungan, atau yang diharapkan oleh lingkungan itu seperti apa

pak? Sepertinya kalau bapak yang jelaskan di awal tadi semua sudah ada

seperti ada Top Ground, kemampuan yang mungkin kurang maksimal dari

SKPD ini dalam menanggapi kebutuhan yang berkembang di lingkungan?

J : Seperti yang katakan tadi seluruh SKPD di Indonesia ini kalau bekerja

dengan peraturan mati Pak, yang kita butuhkan adalah apa yang

dibutuhkan lingkungan ini, kalau bekerja sesuai peraturan semuanya mati,

kalau bekerja sesuai lingkungan semuanya mati, itulah peraturan, itulah

hukum, bukan SKPD yang menentukan kebutuhannya, bukan SKPD yang

menentukan kebutuhannya, bukan SKPD yang menentukan kebutuhannya,

lingkungan itu yang harus diikuti, mereka bikin jalan becek sebelah sana,

lingkungan itu yang harus diikuti pak,kebutuhan lingkungan kan, jangan

lingkungan SKPD, sebanyak-banyaknya proyek, lingkungan masyarakat

antara rekam jajak yang harus tercatat dengan data, itu kan maksudnya

lingkungan, jangan dibalik pak, lingkungan SKPD, ya itu ,masyarakat

mengikuti lingkungan SKPD, dibalik pak lingkungan masyarakat yang harus

diamini oleh SKPD, sekarang dibalik, bagaimana SKPD, bagaimana SKPD,

di samping sehingga itu menjadi lingkungan sehingga terbalik, SKPD

pengin jalan

T : sebenarnya faktornya apa yang mengahambat jadi terbalik ini adaptasinya?

J : faktor yang paling terasa adalah kuatnya fresor politik dari kepentingan

anggota dewan, disamping kepala daerah saat dia reses, ketika dia minta

proyek, pilitik sehingga hasil muselinbang adalah data lingkungan, adalah

data yang tidak dapat diajak berbicara, yang berbicara anggota dewan, itu

yang paling kerasa

T : padahal suara dewan adalah suara rakyat

J : Ketika dia meminta proyek, itu yang paling kerasa, kan dia bagian dari

representasikan, kalau dia reses, rese itu harusnya suplemen atau hasil

muselinbang ditambah dengan hasil reses, kebalik pak hasil muselinbang

dikalahkan dengan hasil reses, sehingga sebentar tahun 2006 kita

menemukan hampir 49 milyar, itu adalah program siluman

T : Tahun berapa Pak?

J : Tahun 2006

T : selama lima tahun

J : satu tahun kemarin, dan sampai sekarang Pak Wahidin tidak berani lagi, di

kabupaten tangerang itu terjadi, saya kebetulan tenaga ahli di kabupaten

tangerang,dan saya pernah jadi tenaga ahli di DKI, dan pertanyaan dari

bapak ini, ini semua kejadian pak, dari pertanyaan pertama semua kejadian

pak

T : Kemudian e…untuk pengembangan organisasi SKPD pemerintah daerah ini

perannanya seperti apa pak, keterlibatannya seperti apa, seperti SEKDA

dan jajarannya Pemerintah daerah keterlibatannya separti apa?

keterlibatannya seperti apa?

J : Saya setuju Pak, harusnya pemilik oraganisasi ini SEDA ke bawah,

kebJakan besar makro, pemilik organisasi ini sekda pak, adalah

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 465: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

456

dominasinya adalah kepala daerah, ketika SEKDA meminta organisasi ini

tidak terlalu gemuk dan segala macam, umpamanya, dia kalah dengan

kepala daerah, ketika SEKDA tidak terlalu gemuk dan segala macam,

T : karena SEKDA jabatan karir ya pak

karena merasa kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat

J : Itu yang salah pak, itu yang salah, karena politik yang paling kuat adalah

politik birokrasi, siapapun yang menjadi kepala daerah harus bergandeng

dengan SEKDA, Anda menjadi kepala daerah, urusan SDM,urusan

organisasi harus konsultasikan pada saya, nah pemilik organisasi dia

gimana sih

T : tapi di Tangerang itu ada ga seperti yang Bapak katakan?

J : Justru itu yang saya sesalkan, ya presiden, kepala daerah kan datang dan

pergi

T : tadi kan SEKDA, kalau perannya DPRD itu bagaimana?

J : Peran DPRD ini adalah dia sok tahu, dia sok tahu, dia adalah orang yang

ga tahu tapi sok tahu, tapi lebih keapada permainan politiknya, bukan

organisasinya, tapi SKPD lebih sangat diwarnai oleh keapla daerah, dewan

sangat kecil perannya, untuk pengembangan organisasi SKPD di Kota

Tangerang,

T : dia datang dan pergi,ada giliran dari partai begini

SKPD ada peningkatan kapabilitas, adakah upaya-upaya yang mungkin

bapak sudah lihat dari usaha SKPD itu sendiri dari peningkatan kepala

SKPD nya?

J : setahu saya pak untuk bimbingan teknis atau in house training, bimbingan

teknis namanya, setiap tahun itu ada, bukan peningkatan bintek, ndilalah

tapi hanya sekedar seremonial, bintek yang penting saya hadir maka yang

saya kirim adalah anda, jadi hadir di bintek in house training itu sudah

T : apakah itu sudah membudaya

J : Itu sudah membudaya, karena salah satunya adalah pemberi materi,

kebetulan saya salah satu pemateri, ketika saya maka kepala dinas TU, saya

marah, kebetulan saya salah salah pemateri

T : kalau upaya yang dilakukan untuk pengembangan SDM di bawah tingkatan

SKPD sendiri bagaimana Pak? Apakah rutin atau ada yang menggantikan?

J : kalau di internalnya jarang, kalau sekolah itu adalah, itu makro ya, kecuali

ada diskusi-diskusi

T : Bagaimana upaya untuk meningkatkan program dan anggaran di masing-

masing SKPD?

J : Jadi trendnya begini Pak, trend itu adalah, saya kan suka bilang begini,

Pencapaian program kalau sepuluh program dia sampai akhitr tahun bisa

mencapai sepuluh program ga? pencapaian program dia bisa mencapai

sepuluh program ga? Ndilalahnya adalah banyak yang tidak mencapai

sepuluh program, makanya ada perencanaan awal dan perencanaan akhir,

perencaan awal ada sepuluh program perencanaan akhir ada sepuluh

program terealisasi ga? Paling delapan puluh persen, sehingga bagaimana

anggaran, kita jangan bicara kualitas, sekarang bicara kualitas program,

kualitas program jarang sekali dilihat, tapi adalah penyelesaian

programnya saja, anggaran ini pada akhirnya,anggaran ini akhirnya bukan

pada (tidak jelas), kita jangan bicara kualitas deh, karena di Lebak saya

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 466: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

457

bicara sepeti itu, sudah jangan bicara kualitas, kita bicara penyelesaiannya

dulu, di Lebak saya ini sedang terjadi di Banten, Banten kalau SEKDA nya

handal, tidak butuh kepala daerahnya bodoh atua pintar, Lebak dan

Pandeglang, kebetulan sekarang saya sedang menangani Pandeglang

T : Kemudian bagaimana upaya yang terbaik untuk memperbaiki dan

meningkatkan manajemen kerja dari SKPD?

J : Yang pertama adalah good will dari kepala daerah, Yang kedua adalah

approach management, sentuhan management dia, bukan pada pendekatan,

jangan pendekatan struktural, pendekatan manajerial saja, jadi Jangan

upaya sentuhan manusiawi seorang manager, yang ketiganya sama,jangan

merasa dia sebagai kepala dinas, tadi pendekatan struktural, pendekatan

kinerja, itu pak perbaikannya

T : Ini kan kalau dari kepala daerah ke kepala SKPD, dari tingkatnya yang di

bawah SKPD, kadang budaya kerjanya, atau mindsetnya belum bisa

mengikuti

J : Cara mengubah lebih keapda etos kerja, ini yang sering adalah tidak

digunakan, merubah dia budaya malas menjadi tidak malas,kan

pengangguran terselubung itu pak, bapak kan orang PNS sudah diajarkan

semua

T : pertanyaan selanjutnya, Faktor-faktor yang mempengaruhi ke depannya

untuk meningkatkan kualitas, harapan bapak secara prediktif kinerja SKPD

seperti apa?

J : kita butuh SEKDA yang handal, kita ga butuh kepala daerahnya siapa? sel

dia adalah asisten, dan dia pandai, dan dia hebat, seperti Banten, tidak

butuh Gubernurnya bodoh atau pintar, Sekda adalah pengendali organizer

teknis managerial, tidak peduli Presidennya siapa?kita butuh Setneg yang

kuat

T : Selama ini di Tangerang?

J : tidak, itu kepalanya saja saya marahin, SEKDA yang kemudian diharapkan

itu ditujuk sendiri, loyalitasnya?

J : ini kan pertanyaan ideal kita sepakati ini organisasi pemerintahan,

ketidaksepakatannya adalah,tetap kita benahi adalah SETDA, dia kan

Baperjakat, dan memang berhubungan langsung, di beberapa instansi ada

wawancara juga, Baperjakatnya lemah, bagian kepegawaiannya adalah

sekretarisnya

T : baik pak kita sudah menyelesaikan tiga tahap, tinggal satu tahap lagi, ada

tujuh pertanyaan, berhubungan dengan kefektifan kerja, bagaimana

keterlibatan berbagai komponen pemerintah dalam proses pembentukan

struktur organisasi kepala daerah dari raperda hingga ditetapkan menjadi

perda?

J : Di seluruh SKPD di semua institusi itu yang saya lihat N A nya pak, naskah

Akademiknya lemah sekali, ketika ini lemah, ndilalalhnya tu poksinya

dinas,contoh pak DISBUDPAR, dia marah-marahnya minta ampun, selama

anda tentang kesenian tidak masuk dalam RPJMB,anda tidak akan dapat

anggaran,tarohan sama saya,seluruhnya terlibat,tapi ketika itu jadi,ini yang

paling bahaya pak,bener gak, job description itu sudah dibikin sedemikian

rupa, lemahnya minta ampun,dinas akademik itu dJabarkan pak

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 467: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

458

T : bagaimana proses pemantauan dari pimpinan daerah dan DPRD dalam

kinerja SKPD?

J : kalah pak, malah bisa dipengaruhi,apa yang kita inginkan,ketika itu SKPD

melawan,berarti kemampuan untuk melawan punya,artinya SKPD belum

tentu produktif,dia sadar tahu SKPDnya,kita ga masuk dalam RPJMB,kita

ga bisa ngapa-ngapain, terus Bapak lihat televisi Banten,ada ga SKPD

ketika Cisadanenya sedimentasinya pengendapannya kuat?,padahal SKPD

sudah mengatakan itu

T : Bagaimana pemgambilan keputusan penggunaan prosedur dalam

menggunakan prosedur terlibat apakah semua terlibat?kalau terlibat

keterlibatannya seperti apa?

J : adalah punya jenjang etika,di luar dari adalah pengambil

keputusannya,ketika mereka adalah diskusi,tentang besok dinas kebersihan

menyelesaikan persoalan rumah sakit umum daerah, sekarang sedang ada

masalah,karena pengawas dari, PPPK adalah berbenturan,padahal mereka

diajak semua,semua sudah keluar dari rel itu,ada nanti ketika eksekusinya

pengawasan sekarang , sekarang seolah-olah ada diskresi sementara yang

paling lemah,tidak ada risalah,tidak ada referensi,yang pasti ada paraf,

rumah sakit umum daerah sedang bermasalah sekarang,

T : Berdasarkan apa pak pengambilan keputusan itu?

J : lebih kepada penekanan jabatan

T : pelayanan dalam memperbaiki kondisi?

J : paling contoh paling gampang 32 rumah sakit untuk pelayanan kesehatan,

bulan juni adalah sudah dihentikan, bulan agustus sudah dihentikan, tolong

itu diaudit ulang,kita peran sertanya dari masyarakat adalah aktif, jangan

sampai pelayanan dJadikan korban

T : Bagaimana pemerintah daerah merespon dari masyarakat?

J : dia buktikan umpanya adalah ternyata pendidikan tidak jalan apa namnya

buku-buku, di internalnyamereka adalah mengumpulkan seluruh kepala

dinas yang bersentuhan dengan masyarakat lebih berkualitasnya adalah

jangan abai

T : itu artinya pemerintah daerah responnya cukup baik?

J : ya

T : relasi antar program masing-masing SKPD dari walikota apakah berjalan

sangat baik tadi hubungannya dari LSM atau tokoh masyarakat?

J : sangat tidak realistis, ini SD berapa pak? 4 dan 5 karena ini akan dibongkar

oleh Tangerang City,artinya adalah ketika ini tidak realistis,kenapa harus

mengorbankan dunia pendidikan, kenapa harus mengedepankan dunia

bisnis,gue lebih memilih dunia pendidikan, korbankan tangerang city,ini

salah satu yang kami pertahankan,akhirnya SKPDnya dunia pendidikan ada

hubungannya dengan masyarakat,dia akhirnya bikin

diperbanyak,selokannya diperluas segala macam, kalau bisa SD itu

dJadikan pemanis

T : Bagaimana upaya DPRD dalam meningkatkan partisipasi masyarakat,

dalam meningkatkan kinerja SKPD tadi?

J : terus terang saja selama sepuluh tahun terakhir sangat buruk, mengadakan

hering aja ga?hiring apapun ga?kecuali saya bikin inisiatif sendiri,

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 468: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

459

termasuk membuat PERDA inisiaitf aja ga,DPRD yang buruk,jarang

melibatkan masyarakat

T : hearing sendiri tidak dilakukan?

J : sangat tidak dilakukan

T : Baik Terima kasih Banyak, rangkaian pertanyaan sudah kita selsesaikan

J : mudah-mudahan nyambung ni

T : Insya ALLAH Pak, kita ada rekaman dan Insya ALLAH akan buat dalam

bentuk transkip, dan sebagai puncaknya kita akan bikin forum Grup

Diskusi, tanggal 14 november minggu depan, di Rumah Makan Pondok

Selera di ajalan apa itu?

J : Dimiyati

T : karena kita juga mengundang Kepala Dinas Pendidikan, hampir semua

kepala dinas kita undang, kemudian anggota DPRd dari Komisi I, kita juga

rencana akan mengundang Pak Wahidin Halim dan SEKDA

J : Pak Hari Mulya Zein,yang kalau yang sekarang kan Pak Rahmansyah,

minta nama sama e-mail

T : bisa ditulis disini pak? Siap saya dulu atau…bisa tulis disini pak? untuk

surat tugas kami,kami mohon kesediaanya,untuk menandatangani,kalau

kami sudah mewawancarai

J : tanggal sudah ada, cukup ini saja, nama bapak?

T : wahyuli

J : pak robby saya ingin ikut organisasi

J : boleh bapak dengan senang hati saya sangat menunggu tu senang sekali

pak kalau mau izin Sholat dimana ya Pak,belum sholat ashar

T : ada,ada

J : ada masjid disana

disini saja deh, tanggung ini sudah jam berapa takut ini Ya ALLAH

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 469: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

343

Universitas Indonesia

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adisasmita, Rahardjo.2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

_________________. 2010. Pembangunan Kota Optimum, Efisien & Mandiri

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Ahmadi, Rulam. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Albrow, Martin. 2007. (Terj. M. Rusli dan Totok Daryanto). Birokrasi. Yogyakarta:

Tiara

Wacana Alderfer, Harold F. 1964. Local Government In Developing Countries.New-

York: McGraw-Hill.

Amstrong, Michael and Angela Baron. 2005. Managing Performance. London: The

Chartered Institute of Personnel and Development.

Anderson, James E. Public Policy Making. New-York: Holt Richard and Winston

Banfield, Edward C.1974. The Unheavenly City Revisited. Boston: Little Brown and

Company.

Beckhard, Rikhard. 1969 Organization Development: Strategies and Models.

Massachusetts: Addison-Wesley.

Birkland, Thomas A.2001. An Introduction to The Policy Process. New-York: M.E.

Sharpe.

Bungin, Burhan.2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

________________. 2007 Penelitian Kualitatif Komunikasi , Ekonomi, Kebijakan

Publik Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2007.

Burns, Danny, Robin Hambleton and Paul Hogett. 1994. The Politics of

Decentralization. London: The MacMillan Limited.

Carlson, Randal. 1999. “Creating Technology Policy: A Systematic Model”

NASSP Bulletin, Sage Publish.

Checkland, Peter. 1990. Systems Thinking, Systems Practice: Includes a 30-year

restrospective. Chichester England: John Wiley & Son, 1990.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 470: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

344

Universitas Indonesia

_________________. and Jim Scholes.1990. Soft Systems Methodology in Action.

Chichester England: John Wiley & Son Ltd.

_________________. and John Poulter. 2006. Learning for Action. A Short Definitive of

Soft Systems Methodology and its use for Practitioners, Teachers and Students.

Chichester England: John Wiley & Son Ltd.

Cheema, G. Shabbir and Dennis A. Rondinelli (Ed.). 2007. Decentralizing Governance,

Emerging Concepts and Practices. Washington D.C: Brooking Institution

Press.

Cohen, John M and Stephen B. Peterson. 1999. Administrative Decentralization.

Connecticut: Kumarian Press.

Correa, Charles. 1989. The New Landscape. Urbanisation in the Third World.

Singapore: Oversea Printing Supplies, Ltd.

Creswell, John W. 1994. Research Design. New-York: Sage Publishing.

Daniels, P.W. (Ed.). 1991. Services and Metropolitan Development. New-York:

Routledge.

Danim, Sudarwan. 2005. Pengantar Studi Penelitian Kebijakan. Jakarta: Bumi

Aksara.

Denzin, Norman K. And Yvonna S. 2005 Lincoln. Qualitative Research. 3th

Edition London: Sage Publish.

Djohan, Djohermansyah. 2003. Kebijakan Otonomi Daerah. Jakarta: Yarsif

Watampone.

Doucet, Clive. 2007. Urban Meltdown. Cities, Climate Change and Politics as Usual.

British Columbia: New Society Publishers.

Dua, Mikhael. 2007. Filsafat Ilmu Pengetahuan, Telaah Analitis, Dinamis dan

Dialektis.Yogyakarta: Ledalero

Dunn, William N. (Penyunt: Muhadjir Darwin). 1999. Analisis Kebijakan Publik.

Ed..kedua, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, .

Duranti, Alessandro. 2005. “On Theories and Models.” Discourse Studies. Sage

Publish.

Dwiyanto, Agus, dkk. 2003a. “Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah,”

Yogyakarta: PSKK UGM

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 471: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

345

Universitas Indonesia

Dwiyanto, Agus, dkk. 2003b. Teladan dan Pantangan Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, Yogyakarta: PSKK UGM

Dwiyanto, Agus 2007. Apakah kepercayaan publik masih menjadi modal sosial

kita?Analisis terhadap data Government Assessment Survey 2006, Makalah

Seminar Bulanan PSKK UGM

Dwiyanto, Agus, dkk. 2007b. “Kinerja Tata Pemerintahan Daerah,” Yogyakarta:

PSKKUGM.

Dye, Thomas R. 2002. Understanding Public Policy. London: Prentice Hall.

Easton, David. 1953. The Political System. New-York: Knopf.

Ellitan, Lena dan Lina Anatan. 2009. Manajemen Inovasi Transformasi Menuju

Organisasi Kelas Dunia. Bandung: Alfabeta.

Emzir. 2011. Analisis Data. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT.RajaGrafindo

Persada.

Esterberg, Kristin G. 2002. Qualitative Methods in Social Research. New-York:

McGraw-Hill.

Fodor, Eben.1999. Better Not Bigger. How to Take Control of Urban Growth and

Improve Your Community. British Columbia: New Society Publishers.

Forrester, Jay W. 1999. Urban Dynamics. Massachusetts: MIT Press.

Frederickson, H. George. 1998. New Public Administration. Alabama: the University

of Alabama Press.

Freire, Mila and Richard Stren (Ed).2001. The Challenge of Urban Government.

Policies and Practices. Washington, D.C: The World Bank Institute.

The Liang Gie. 1958. Pemerintahan Kota Djakarta. Jakarta : Kotapradja Djakarta

Raja.

Grava, Sigurd.2004. Urban Transportation Systems. New-Jersey: McGrawhill.

Grindle, Merilee S. 2007. Going Local, Decentralization, Democration, and the

Promise of Good Governance. New-Jersey: Princeton University Press.

Guba, Egon G. and Yvonna S. Lincoln.1994. “Competing Paradigms in Qualitative

Research, “ dalam Norman K. Denzim and Yvonna S. Lincoln (eds). Handbook of

Qualitative Research. California: Sage Publish.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 472: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

346

Universitas Indonesia

Hatch, Mary Jo. 1997. Organization Theory. Modern Symbolic and Postmodern

Perspectives. New-York: Oxford Press.

Healey, Patsy. 2007. Urban Complexity and Spatial Strategies. Towards a Relational

Planning for Our Ttimes. New-York: Routledge.

Hein, Carola and Philippe Pelletier. 2006. Cities, Autonomy, and Decentralization in

Japan. New-York: Routledge.

Hendratno, Edie Toet.2009. Negara Kesatuan, Desentralisasi, dan Federalisme.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Henry, Nicholas, 1975. Public Administration and Public Affairs. New-Jersey:

Prentice Hall.

Howlett, Michael and M. Ramesh.1995. Studying Public Policy: Policy Cycles and

Policy Subsystems, New-York: Oxford Press.

Hussein, Bhenyamin. 2005. “Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,

Provinsi dan Kabupaten/Kota.”Makalah dalam Semiloka Evaluasi Kebijakan

Dana Dekonsentrasi, Departemen Keuangan RI, Jakarta 2-3 Juni 2005.

________________.2007. “Pemerintahan Umum Dalam Konteks Hubungan Pusat

dan Daerah.” Makalah dalam Seminar Nasional MIPI dan APPSI Jakarta,

24 Februari 2007.

_________________.2007. “Hubungan Antara Pusat dan Daerah.”Makalah dalam

Forum Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Hukum dan

HAM, Surabaya, 14-16 Mei 2007.

_________________.2007. “Arah Kebijakan Pembangunan Hukum Di Bidang

Penyelenggaraan Desentralisasi dan Otonomi Daerah ( Hubungan Kewenangan

Antara Pusat Dan Daerah).” Makalah dalam Seminar Badan Pembinaan

Hukum Nasional, Jakarta 29 – 31 Mei 2007.

__________________.2007. ”Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah dan

Daerah Otonom.” Makalah dalam Seminar Nasional, Departemen Ilmu

Administrasi FISIP-UI, Depok 22 November 2007.

___________________.2008. “Format Dekonsentrasi Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah di Indonesia. “Makalah dalam Lokakarya Nasional MIPI

dan APPSI, Jakarta, 28 Maret 2008.

Marsono. 2005. Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri, Jakarta : CV Eko Jaya.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 473: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

347

Universitas Indonesia

Muhammad Idrus. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial.Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif.Jakarta: Penerbit Erlangga.

Jeddawi, Murtir. 2008. Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah. Yogyakarta: Total

Media.

Jones, Charles O. 1977. An Introduction to the Study of Public Policy.California:

Wadsworth Publishing Company.

Kaho, Josef Riwu.2002. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Kasim, Azhar. 1993. Pengukuran Efektivitas Dalam Organisasi.Jakarta: PAU Ilmu-

ilmu Sosial Universitas Indonesia.

Kast and Rosenzweig. 1984. Organization and Management: A System and

Contingency Approach. Fourth Edition. New-York: McGraw-Hill.

Kementerian Dalam Negeri.2011. Naskah Akademik Usulan Perubahan UU

No.32/2004.

Kennedy, Jay and Cherryl Schauder.1998. Records Management: a Guide to Corporate

Record Keeping. Melbourne: Addison Wesley Longman, 1998.

Khisty, C. Jotin. 1995. “Soft Systems Methodology As Learning And Management

Tool.” Journal of Urban Planning and Development. Vol.121, No.3 September.

Kolb, Bonita M. 2006. Tourism Marketing for Cities and Towns Using Branding and

Events to Attract Tourists.Massachusetts: Heinemann Publish.

Konig, Thomas. 2005. “The Unit of Analysis, the Nature of Policy Spaces and the

Model Approach.” Journal of Theoritical Politics..

Lawrence, Paul R. dan Jay W. Lorsch. 1967 Organization and Environment. Boston:

Harvard University.

Longworth, Norman. 2006. Learning Cities, Learning Regions, Learning Communities.

New-York: Routledge.

Lubis, Hari dan Martani Huseini.2009 Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Makro

Jakarta: PAU - UI.

Lundgren, Terry D. dan Carol A. 1989. Lundgren. Records Management in the

Computer Age. Boston: Kent Publishing.

Maani, Kambiz E. 2000. System Thinking Modelling. New-Zealand, Person Companies.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 474: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

348

Universitas Indonesia

Maksum, Irfan Ridwan. 2007. Desentralisasi Dalam Pengelolaan Air Irigasi Tersier.

Disertasi tidak dipublikasikan. Depok; Universitas Indonesia.

March, James G. and Johan P. Olsen. 1984. The New Institutionalism: Organizational

Factors in Political Life. The American Political Science Review, Vol.78, No.3

Sep, 1984.

Mardalis. 2002. Metode Penelitian (Suatu Pendekatan Proposal). Jakarta: Bumi

Aksara.

Massie, Joseph L.1987. Essentials of Management. Fourth Edition. New-Jersey:

Prentice Hall.

Miller, William L, Malcolm Dickson and Gerry Stoker. Model of Local Governance,

Public Opinion and Political Theory in Britain. London: Palgrave, MacMillan.

Ming, Zhang (Ed.). 2010. Competitiveness and Growth in Brazilian Cities. Washington:

World Bank.

Moleong, Lexy, J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Morphet, Janice. 2008. Modern Local Government. California: Sage Publication Inc.

Muslimin, Amrah. 1960. Ikhtisar Perkembangan Otonomi Daerah 1903-1958 Jakarta:

Penerbit Jambatan.

Mustopadidjaja, AR. 1992. Studi Kebijakan: Perkembangan dan Penerapannya

Dalam Rangka Administrasi dan Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-

UI.

Mulyana, Deddy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu

Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Rosda.

Nas, Peter J.M (Ed). 2005. Directors of Urban Change in Asia. New-York: Routledge.

Nasution. 1988. Metode Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Nasution, Faisal Akbar. 2009. Pemerintahan Daerah dan Sumber-sumber Pendapatan

Asli Daerah. Jakarta: Sofmedia.

Neal, Peter. 2003. Urban Villages and The Making of Communities. New-York: Spon

Press.

Nee, Victor. 2003. New Institutionalism in Economic and Sociology. Princetown

University Press.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 475: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

349

Universitas Indonesia

Neuman, Lawrence W. 2000. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative

Approaches, Boston: Allyn and Bacon,

Parsons, Wayne. (Terj: Tri Wibowo). 2008. Public Policy: Pengantar Teori dan

Praktik Analisis Kebijakan. Jakarta: Kencana.

Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. LKiS, Yogyakarta

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Antara

Pemerintah, Pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota, Jakarta: Sinar

Grafika, 2008.

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat

Daerah Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

Pide, Andi Mustari. 1999. Otonomi Daerah dan Kepala Daerah Memasuki Abad

XXI. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Podger, Owen, et.al 2002. Beberapa Gagasan Dalam Penyelenggaraan Otonomi

Daerah di Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Porter, Michael E. 2007. Dynamic Governance. Embedding Culture, Capabilities and

Change in Singapore. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd

Prastowo, Andi. Metode Penelitian Kualitatif Dalam Perspektif Rancangan Penelitian.

2012. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Prasojo, Eko, Irfan Ridwan Maksum dan Teguh Kurniawan. 2006. Desentralisasi &

Pemerintahan Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural,

Jakarta: FISIP-UI.

Priyatno, Makhdum. Rekonstruksi Meritokrasi Dalam Penempatan Pejabat di Negara

Kesatuan Republik Indonesia. FISIP - UI. Disertasi tidak dipublikasikan,

Pudji, Dwi Untoro. 2007. Pelaksanaan Pelimpahan Kewenangan Di Provinsi Daerah

Khusus Ibu Kota Jakarta. Disertasi tidak dipublikasikan. Depok: Universitas

Indonesia.

Rae, Douglas W. 2003. City, Urbanism and Its End. Virginia: Yale University.

Rist, Ray C. 1995. Policy Evaluation: Linking Theory to Practice. Vermont: Edward

Elgar Publishing.

Rue, Leslie W. & Lloyd L. Byars.2003 Management: Skills and Application, New-

York: McGraw-Hill.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 476: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

350

Universitas Indonesia

Sadyohutomo, Mulyono.2009. Manajemen Kota dan Wilayah. Realita & Tantangan.

Jakarta: PT Bumi Aksara.

Salomo, Roy Valiant. 2006. Scenario Planning Reformasi Administrasi Pemerintah

Subnasional Di Indonesia: Sebuah Grand Strategy Menuju Tahun 2025. Disertasi

tidak dipublikasikan. Depok: Universitas Indonesia.

Schwartz, Candy and Peter Hernon.1993. Records Management and the Library Issues

and Practices. New-Jersey: Ablex Publish.

Scott, Richard W. 2001. Institutions and Organizations. London: Sage, 2001, 2nd

Edition.

Scott, Richard W.2001. “The adolescence of institutional Theory”. Administrative

Science Quarterly, 32 (4),

Sevilla, Consuela G, et.al ( terj. Alimuddin Tuwu ). 1993. Pengantar Metode

Penelitian. Jakarta: UI Press.

Shinichi Ichimura and Roy Bahl.2009. Decentralizing Policies In Asian Development.

New-Jersey: World Scientific Publishing.

Singarimbun, Masri & Sofian Effendi, (Ed.). 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta:

LP3ES.

Situmorang, Sodjuangon. 2002. Model Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

Pemerintah,Provinsi, dan Kabupaten/Kota. Disertasi tidak Dipublikasikan.

Depok : Universitas Indonesia.

Smith, Brian C. 1967. Field Administration: An Aspect of Decentralization. London:

Routledge and Kegan Paul.

Soetriono dan SRDm Rita Hanafie. 2007. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian.

Yogyakarta: Penerbit Andi

Steers, Richard M. 1977. Effectivitas Organisasi. (Terj: Magdalena Jamin). Jakarta:

LPPM.

Stevenson, Deborah. 2003. Cities and Urban Cultures. Philadelphia: McGraw Hill.

Stoker, Gerry. 1991. The Politics of Local Government. 2nd

edition. London: The

MacMillan Ltd

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 477: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

351

Universitas Indonesia

Strauss, Anselm and Juliet Corbin. 2007. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Prosedur,

Teknik dan Teori Grounded. (Penyadur Djunaidi Ghony). Surabaya: PT Bina

Ilmu.

Supriyono, Bambang. 2007. Pembangunan Institusi Pemerintahan Daerah Dalam

Penyediaan Prasarana Perkitaan di Kota Malang. Disertasi tidak dipublikasikan.

Jakarta: FISIP-UI.

Surianingrat, Bayu.1981. Desentralisasi dan Dekonsentrasi Pemerintahan di Indonesia

Suatu Analisa. Jakarta: Dewaruci Press.

Suryana, Nana. (ed) 1992.. Sejarah Kabupaten Tangerang. Tangerang : Pemerintah

Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang bekerjasama dengan Lembaga Penelitian

Pengabdian Masyarakat (LPPM) UNIS Tangerang.

Susiloadi, Priyanto. 2007. “Konsep dan Isu Desentralisasi Dalam Manajemen

Pemerintahan di Indonesia.”Dalam Spirit Publik Volume 3 Nomor 2 Oktober

2007.

Syafiie, Inu Kencana, Djamaludin Tanjung dan Supardan Modeong. 1999. Ilmu

Adminiistrasi Publik. Jakarta: Rineka Cipta.

Treisman, Daniel. 2007. The Architecture of Government. Rethinking Political

Decentralization. New-York: Cambridge University Press.

Uha, Ismail Nawawi. 2010. Budaya Organisasi Kepemimpinan & Kinerja. Jakarta:

Kencana.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Sinar

Grafika, 2008.

Utomo, Warsito. 2009. Administrasi Publik Baru Indonesia. Perubahan Paradigma

dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Vredenbregt, J. 1980. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Gramedia.

Wallace, Patricia E, Jo Ann dan Schbert Dexter. 1992. Records Management:

Integrated Information Systems New-Jersey: Prentice Hall.

Warwick, Jon. 2008. “A Case Study Using Soft Systems Methodology in the Evolution

of a Mathematics Module.” TMME. Vol. 5 No. 2 & 3, pp. 269-290.

Wibawa, Samodra, et.al.1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: RajaGrafindo

Persada.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.

Page 478: UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PEMBENTUKAN

352

Universitas Indonesia

Widodo, Joko. 2005. Analisis Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasi, Analisis

Proses Kebijakan Publik. Malang: Bayumedia Publishing.

Yaumi, Muhammad dan Damopolii, Mulyono. 2014 Action Research. Teori, Model

dan Aplikasi. Jakarta: Kencana

Yunus, Hadi Sabari. 2008. Manajemen Kota, Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Zoltan J.ACS. 2002. Innovation and the Growth of Cities. Massachusetts: Edward Elgar

Publishing Ltd.

Analisis pembentukan..., Mustari Irawan, FISIP UI, 2015.