up 1 blok 21

16
TUGAS INDIVIDU BLOK 21 Penyakit Unggas Unit Pembelajaran 1 “Layer Periode Produksi Mati Mendadak” Nama : Monica Kuswandari H.P NIM : 11/315854/KH/7138 Kelompok : 10 FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Upload: monica-kuswandari-hadi-pertiwi

Post on 21-Nov-2015

223 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

FKH

TRANSCRIPT

TUGAS INDIVIDU

BLOK 21Penyakit UnggasUnit Pembelajaran 1Layer Periode Produksi Mati Mendadak

Nama : Monica Kuswandari H.P

NIM : 11/315854/KH/7138

Kelompok : 10

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014A. LEARNING OBJECTIVEMengetahui penyakit infeksius saluran pernafasan pada unggas meliputi etiologi, patogenesis, gejala klinis, perubahan patologis, diagnosa, dan pengobatannya.

B. PEMBAHASAN

Penyakit infeksius saluran pernafasan pada unggas

1. Newcastle Disease (ND)a. EtiologiPenyakit ND disebabkan oleh virus dari familiaParamyxoviridae, genusAvian Paramyxovirustype 1 (APMV1). Virus tersebut termasuk kelompok virus ssRNA polaritas negative, beramplop, berbentuk pleumorfik biasanya berbentuk bulat dengan diameter 100-500 nm (Yuniati, 2012).Sifat virus ND ini relatif tahan terhadap pemanasan, dapat bertahan selama berbulan bulan di temperatur kamar bahkan dapat bertahan selama 1 tahun pada temperatur 4C, menggumpalkan butir darah merah, di bawah sinar ultra violet akan mati dalam dua detik, mudah mati dalam keadaan sekitar yang tidak stabil dan rentan terhadap zat-zat kimia, seperti : kaporit, besi, klor dan lain-lain. Desinfektan yang peka untuk ND, antara lainNaOH 2%, Formalin (1 2%), Phenol-lisol 3%, alkohol 95 dan 70%, fumigasi dengan Kalium permanganat (PK) 1 : 5000.Cemaran virus di kandang berasal dari hewan yang terinfeksi ND melalui feses, leleran dari hidung dan mulut yang jatuh ke lantai kandang (Quinn, 2007).Genom virus ini mempunyai 6 protein penyusun utama yaitu Nucleocapsid protein (N), Phosphoprotein (P), Matrix protein (M), Fusion protein (F), Hemagglutinin-neuraminidase protein (HN) dan Large polymerase protein (L) (De Leeuw dan Peeters, 1999).Berdasarkan virulensi, ND dibedakan menjadi tiga galur, antara lain :1) Galur velogenik : galur virus yang paling ganas, ditandai dengan penyakit yang bersifat akut. Dengan angka sakit dan angka kematian hewan yang tinggi dapat mencapai 100%.2) Galur mesogenik : adalah galur virus dengan virulensi yang sedang, ditandai dengan gejala klinis yang menciri serta angka sakit dan angka kematian antara 40% 50%.3) Galur lentogenik : gejala penyakitnya lebih ringan dibandingkan dengan galur mesogenik, gejala penyakit sangat sedikit sampai bersifat sub- klinis terutama pada hewan dewasa (Yuniati, 2012).b. PatogenesisVirus ND ditularkan melalui pernafasan sewaktu ayam menghirup udara yang telah tercemari virus. Penularan penyakit ND secara aerosol dapat terjadi meskipun jaraknya cukup jauh, yakni 64 meter dari sumber infeksi. Penularan secara kontak langsung terjadi dari ayam sakit ke ayam peka disekitarnya dalam 1 kandang. Meskipun sangat jarang, penularan penyakit juga dapat terjadi melalui telur akibat kulit telur terkontaminasi oleh feses yang telah mengandung virus ND.Penularan secara oral pada unggas juga bisa terjadi karena pakan unggas dan air minum telah tercemari oleh leleran hidung dan leleran mulut dari ayam terinfeksi. Masa inkubasi virus ND velogenik adalah 2-6 hari (Yuniati, 2012).Virus bereplikasi pada epitel mukosa saluran pernafasan bagian atas dan saluran pencernaan.Selanjutnya penyebaran virus ND melalui aliran darah yang disebut dengan viremia primer. Selanjutnya virus menyebar melalui aliran darah menuju ke ginjal dan sumsum tulang yang menyebabkan viremia skunder, kemudian menuju organ predileksi seperti usus, paru paru, dan sistem syaraf pusat.Hal ini menyebabkan infeksi pada organ paru-paru, usus dan sistem saraf pusat. Sulit bernafas timbul karena penyumbatan paru-paru dan kerusakan pada pusat pernafasan di otak(Yuniati, 2012).c. Gejala Klinis

Gejala klinis tergantung pada tingkat virulensi virus dan dapat bervariasi:

1) Virus velogenik

Indikasi awal adalah kematian tiba-tiba. Kemudian, gejala seperti depresi, kelemahan, lesu, diare hijau, pembengkakan wajah, dan gejala saraf, berakhir dengan keletihan dan kematian. Hejala lain yaitu pemuntiran leher, paralisis kaki dan posisi melengkung tubuh. Mortalitas mencapai 100% pada anak ayam. Pada layer, gejala awal adalah telur tanpa kerabang atau kerabang tipis, diikuti berhentinya produksi telur (Vegad, 2007).2) Virus mesogenik Infeksi virus mesogenik biasanya menyebabkan penyakit respirasi berat dan gejala pernafasan. Pada unggas dewasa terjadi penurunan produksi telur selama beberapa bulan, mortalitas rendah.

3) Virus lentogenik

Infeksi virus lentogenik tidak menyebabkan penyakit, atau hanya tekanan pernafasan ringan.

(Vegad, 2007)Perubahan patologi yang tampak pada pemeriksaan postmortem antara lain:

Hemoragi pinpoint pada bagian ujung glandula di proventrikulus

Pembesaran dan hemoragi ceka tonsil

Lesi hemoragi pada dinding intestinal (pada agregat limfoid)

Nekrosis limfa pada permukaan luar dan pada permukaan potongan

Kongesti terlihat pada trakea, sering bersamaan dengan hemoragi. Kantung udara dapat meradang dan tampak suram dan kongesti. Airsac bahkan dapat berisi materi pengkejuan (caseous).

(Vegad, 2007)

d. Diagnosa

Gejala penyakit ini tidak spesifik sehingga harus dipastikan dengan isolasi virus dan serologi. Virus dapat diisolasi dari limpa, otak atau paru-paru melalui inokulasi alantois dari telur berembrio umur 10 hari, virus dibedakan dengan yang lainnya dengan menggunakan uji penghambatan-jerapan darah dan penghambatan hemaglutinasi. Penentuan virulensi sangat diperlukan untuk isolat lapangan. Sebagai tambahan atas indeks kerusakan syaraf dan rataan waktu kematian dari embrio ayam, juga dipakai pembentukan plak dalam keadaan ada atau tidak adanya tripsin pada sel ayam. Uji penghambatan-hemaglutinasi digunakan dalam diagnosis dan pemantauan penyakit ND kronis di negara tempat bentuk penyakit ini merupakan endemis(Yuniati, 2012).e. Pengobatan dan Pencegahan

Tidak ada pengobatan untuk penyakit ND. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi teratur dengan vaksin live atau killed. Akan tetapi pada kondisi di lapangan hanya vaksinasi tidak efektif untuk mencegah ND. Kontrol harus dibarengi dengan higiene yang baik, manajemen yang baik, dan praktik biosekuriti yang baik (Vegad, 2007).2. Infectious Bronchitis (IB)a. Etiologi

Infectious Bronchitis (IB) disebabkan oleh coronavirus, positive sense SS RNA. Beberapa serotipe berbeda diketahui ada. Virus mampu bertahan di luar tubuh unggas pada kondisi lingkungan peternakan selama beberapa minggu hingga beberapa bulan. Akan tetapi mudah terbunuh oleh desinfektan umum (Vegad, 2007).b. Patogenesis

Penyebaran virus ini melalui udara, manusia ataupun material terkontaminasi, maupun melalui karier (unggas yang membawa infeksi tanpa menunjukkan gejala) (Vegad, 2007).

c. Gejala Klinis

Bentuk repirasi merupakan yang paling umum terjadi pada semua umur. Gejalanya yaitu suara pernafasan abnormal, sulit bernafas yang berat, bersin, leleran hidung yang berair, dan kadang-kadang leleran mata dan pembengkakan wajah.

Pada bentuk reproduksi, terjadi penurunan produksi telur hingga 50%. Produksi telur dapat normal kembali dalam 3-4 minggu, tetapi terjadi penurunan kualitas telur. Telur menjadi kecil, berubah bentuk, tanpa kerabang, atau memiliki deposit kalsium pada permukaan. Albumen kehilangan viskositas sehingga menjadi tipis dan berair tanpa pemisahan yang jelas antara albumen tebal dan tipis pada telur segar normal.

Pada ginjal, terjadi depresi yang terlihat biasanya dengan gejala respirasi, dan mortalitas setinggi 30 % dalam bentuk yang ganas (Vegad, 2007).

Perubahan patologi yang terjadi adalah edema mukosa trakea, hilangnya cilia, sel epitel membulat dan mengelupas, serta infiltrasi minor heterofil dan limfosit dalam 18 jam pasca infeksi. Hiperplasia diikuti oleh infiltrasimasif lamina propria oleh sel limfoid dan pembentukan dalam jumlah besar pusat germinal, yang tetap ada hingga 8 hari. Bila airsac ikut serta, terjadi edema, sel epitel deskuamasi, dan beberapa eksudat fibrin dalam 24 jam (Saif, 2008). Pada infeksi ginjal, terjadi infiltirasi limfositik interstisial dengan degenerasi granuler, vakuolisasi dan nekrosis epitelium tubuler, bersama dengan akumulasi urat dan material nekrosis pada lumen. Pada ureter terjadi metaplasia dan nekrosis epitelium yang mengelupas ke dalam lumen. Gejala klinis dan pengujian postmortem dapat bersifat sugestif, tetapi bukan merupakan diagnosa.

(Vegad, 2007)d. Diagnosa

Diagnosa dapat dilakukan dengan isolasi virus serta pengujian antibodi (Vegad, 2009).

e. Pengobatan dan PencegahanTidak ada pengobatan spesifik untuk IB. Bila terjadi multiinfeksi, gunakan antibiotik untuk E. coli dan mycoplasma. Pada bentuk ginjal, berikan elektrolit pada air minum. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi serta praktik manajemen peternakan yang baik (Vegad, 2007).

3. Infectious Coryzaa. Etiologi

Penyakit ini disebabkan olehAvibacterium paragallinarum, yang merupakan bakteri gram-negatif, berbentuk coccobasil, tercat polar, non-motil, tidak membentuk spora, dan fakultatif anaerob.Avibacterium paragallinarumterdiri atas sejumlah strain dengan antigenisitas yang berbeda dan paling sedikit 3 serotipe, yaitu A, B, dan C telah dikarakterisasi secara terperinci(Tabbu, 2000).b. Patogenesis

Penularan hanya terjadi secara horizontal.Ayam yang menderita infeksi kronis atau carrier merupakan sumber utama penularan penyakit. Di samping ayam, penyakit ini juga telah ditularkan pada burung merak, ayam mutiara, dan burung puyuh. Infeksius coryza terutama ditemukan pada saat pergantian musim atau berhubungan dengan adanya berbagai jenis stres, misalnya akibat cuaca, lingkungan kandang, nutrisi, perlakuan vaksinasi dan penyakit imunosupresif. Penularan secara langsung dapat terjadi melalui kontak antar ayam sakit atau carrier dengan ayam lain yang peka. Penularan dapat juga terjadi secara tidak langsung melalui pakan, peralatan atau pekerja kandang yang tercemar bakteri penyebab infectious coryza(Tabbu, 2000).c. Gejala Klinis

Masa inkubasinya pendek 24-26jam. Gejala awal, bersin, adanya eksudat di rongga hidung, dan berbau busuk. Pembengkakaan pial. Ngorok. Terganggu makan & minumnya. Produksi menurun. Mengalami diare. Morbiditas tinggi, mortalitas rendah(Tabbu, 2000).d. Perubahan Patologi

Terjadi keradangan kataralis akut pada membran mukosa kavum nasi & sinus, konjungtivitis kataralis, serta edema subkutan(Tabbu, 2000).f. Diagnosa

Diagnosa dapat diteguhkan berdasarkan gejala klinis yang terlihat, perubahan patologik oleh snot (in vivo) inokulasi pada ayam, dan eksudat pada ayam. Uji serologis juga bisa dilakukan untuk meneguhkan diagnosa(Tabbu, 2000).g. PengobatanTerapi dengan antibiotik, antibakteri, obat kombinasi (flumekuin maupun kuinolon), serta multivitamin(Tabbu, 2000).4. Chronic Respiratory Disease (CRD)

a. EtiologiMycoplasmosis atau Cronic Respiratory Disease (CRD) merupakan suatu penyakit saluran pernafasan menular pada ayam yang disebabkan olehMycoplasma gallinarum. Penyakit ini bersifat akut pada ayam-ayam muda sedangkan pada ayam dewasa bersifat laten dan kronis(Calnek, 2003).Pertumbuhan koloniMycoplasma gallisepticumagak lambat berkisar 4-7 hari, pada suhu 370 Cdengan PH 7,8, namum pewarnaan Giemsa dari sedimen yang disentrifugasi memperlihatkan karakteristikMycoplasma gallisepticumberbentuk pleomorfik dan subkultur pada media padat menghasilkan koloni-koloni cocoid dengan ukuran 0,25-0,50 mikron, bersifat Gram negatif. Bentuk koloninya jernih dengan yang menebal dibagian tengahnya dan kalau dilihat dibawah mikroskop menyerupai bentuk-bentuk mata sapi, organisme ini dapat hidup secara aerob dan gakultatif anaerob(Quinn, 2007).Mycoplasma gallisepticummampu memfermentasi glukosa, organisme ini juga mampu menghemadsorbsi butir eritrosit ayam. Untuk menentukan spesies-spesies Mycoplasma dapat diidentifikasikan dengan cara biokimia dan serologi. Antigen CF dari Mycoplasma adalah glikolipid.Antigen untuk tes ELISA adalah protein. Beberapa spesiel mempunyai lebih dari 1 serotipe.Mycoplasma gallisepticumdapat hidup pada feses ayam selama 1-3 hari pada suhu 2000C, pada kuning telur selama 18 minggu dengan suhu 30oC atau 6 minggu pada suhu 200C. kuman ini tetap efektif pada chorio allantois selama 4 hari pada suhu 370C. Tetap hidup dalam kaldu biakan selama 2-4 tahun jika disimpan pada suhu 300C (Quinn, 2007).b. Patogenesis

Mycoplasmagallinarumpatogen memilliki bentuk seperti botol atau filament serta memiliki kutup (polartip) yang special, yang menghubungkan secara adhesi dengan sel inangnya. Struktur ini merupakan kelompok yang kompleks dari protein interaktif, adhesin dan protein ini kaya akan proline yang mempengaruhi pembungkusan dan penyatuan protein-protein dimana hal itu penting untuk proses adhesi terhadap sel.Mycoplasma gallinarummenempel pada permukaan sel yang bersilia dan yang non silia melalui sel mukosa juga dan glikolipid sulfa (Calnek, 2003).c. Gejala KlinisGejala-gejala klinis dari penyakit ini ditandai dengan keluarnya eksudat dari hidung yang mula-mula berwarna kuning dan encer (sereous), tetapi lama-lama berubah menjadi kental dan bernanah dengan bau yang khas (mukopurulent). Bagian paruh disekitar hidung kotor atau berkerak oleh sisa pakan yang menempel pada eksudat. Sinus infraorbitalis membengkak, yang ditandai dengan pembengkakan sekitar mata dan muka.Kadang-kadang suara ngorok terdengar dan ayam penderita agak sulit bernafas. Penurunan nafsu makan dan diare sering terjadi, sehingga pertumbuhan ayam menjadi terhambat dan kerdil (Calnek, 2003).d. PengobatanBanyak strainMycoplasmaseperti jugaMycoplasma gallinarumresisten terhadap cephalosporin dan Vancomisin.Antibiotik yang dapat diberikan adalah golongan macrolide seperti spiramycin maupun antibotik tetrasiklin (Calnek, 2003).5. Aspergillosisa. EtiologiPenyakit ini disebabkan oleh jamurAspergillus nigerdanAspergillus fumigatus.Wabah yang hebat terjadi pada penetasan yang bisa menimbulkan kematian dengan angka mortalitas hingga 15% pada anak ayam 2 minggu awal pemeliharaan. Pada ayam yang masih hidup penyakit menyebabkan pertumbuhan terganggu dan terjadi asites komplek. Aspergillusfumigatustumbuh pada bahan-bahan organik yang sedang membusuk dalam kandang ayam atau mesin penetas. Bisa tumbuh pula pada litter dan pakan ayam, pada komponen tanamangramineae(padi-padian), seperti pada batang/daun padi, tebu, jagung dan alng-alang. Kondisiaerobik, kelembaban dan suhu yang optimal di daerah tropis menyebabkan jamur akan tumbuh baik.Angin pada saat musim pancaroba bisa membawa spora jamur ke areal peternakan (Calnek, 2003).JamurAspergillus sp.ini mempunyai kepala konidium yang khas, yaitu memperlihatkan struktur yang halus. Jamur ini tumbuh pada suhu kamar, mempunyai masa inkubasi 2-5 hari dan pertama yang terbentuk adalah filamen-filamen putih, kemudian berubah menjadi biru kehijauan serta menghasilkan spora.Aspergillusmenghasilkan beberapa jenis toksin misalnya sitotoksin dan karsinogenik (penyebab kanker). Jenis toksin aflatoksin lebih beracun daripada yang lain, bersifat toksik akut terhadap hati, otak, ginjal, jantung, dan menyebabkan infeksi kronis karsinogen pada hati. Pada ayam yang terserangaspergillosisditandai dengan dipsnea, nervus, anorexia dan warna kehitaman pada jengger, jamur juga dapat menyerang otak dan selaputnya (Calnek, 2003).b. PatogenesisPenularanpenyakit terjadi akibat menghirup sejumlah sporaAspergillus yang berasal dari pakan atau litter.KejadianAspergilosisdi mesin penetasan merupakan indikasi tingkat sanitasi dan menejemen suatu perusahaan pembibitan.Aspergillusbisa menembus kulit telur, terutama telur yang kotor apalagi retak,sehinggaterjadi kematian embrio saat umur 16 hari inkubasi atau jika berhasil menetas, maka akan menghasilkan DOC yang lemah dengan paru-paru dan kantung udara terinfeksiAspergillus.DOC yang demikian menderitabrooder pneumonia.Tingkat kematian DOC rata-rata 5 10%, tingkat kematian tertinggi adalah 30% (Calnek, 2003).c. Gejala KlinisUnggas yang terserang menunjukkan tanda-tanda sulit bernapas, gasping. kecepatan pernapasan meningkat. Gejala lain yang sering muncul, antara lain : mencret, napsumakan menurun, pucat, kurus dan pertumbuhan lambat. Mata membenkak sebelah atau keduanya, jika infeksi terjadi di mata. Jamur juga bisa menyerang otak sehingga terlihat gejala-gejala syaraf, seperti kekakuan, tremor (gemetaran), kepala diletakkan pada punggung dan lumpuh (Calnek, 2003).Ditemukanbenjolan-benjolan atau sarang perkejuan berwarna kuning sampai abu-abu dalam Trakhea, paru-paru, kantong hawa dan tenggorokan. Sering juga ditemukan dalam perut, hati dan bagian tubuh yang lain (Calnek, 2003).d. PengobatanTindakan pengobatan yang bisa dilakukan adalah pemberian Fungisidin, dapat diberikan secara aerosol, melalui penyemprotan dengan sprayer atau pemberian Thiabendazole 0,2% per oral melalui pakan. Ayam dapat diberikan terapi dengan 0,5 gram sodium atau Calcium Propionate pada tiap 50 galon air minum(Calnek, 2003).DAFTAR PUSTAKA

Calnek., 2003.Disease of Poultry.Iowa :Iowa State PressDe Leeuwe, O.S. and Peeters, B. 1999. Complete nucleotide sequence of Newcastle disease virus: evidence for theexistence of a new genus within the subfamily Paramyxovirinae. J. Gen. Virol. 80: 131 136.Quinn, P.J., Markey, B.K., Carter, M.E., Donnelly, W.J.C., Leonard, F.C. 2007.Veterinary Microbiology and Microbial Disease. Iowa : Blackwell Science

Tabbu, C, R., 2000,Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Penyakit Bakterial, Mikal, dan Viral,Yogyakarta :Penerbit Kanisisus

Yuniati, G. A. 2012.Penyakit Virus Unggas. Bali : Udayana University PressVegad, J.L. 2007. A Colour Atlas of Poultry Diseases: An Aid for Farmers and Poultry Professionals. Uttar Pradesh : International Book Distributing Co