upaya timor leste dalam menyelesaikan sengketa...

92
UPAYA TIMOR LESTE DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA LAUT TIMOR DENGAN AUSTRALIA PADA PERIODE 2012-2016 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh: Abid Muzammil Al-lathif 1113113000019 PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M / 1440 H

Upload: others

Post on 10-Jul-2020

7 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

UPAYA TIMOR LESTE DALAM MENYELESAIKAN

SENGKETA LAUT TIMOR DENGAN AUSTRALIA PADA

PERIODE 2012-2016

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Abid Muzammil Al-lathif

1113113000019

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1440 H

iv

ABSTRAK

Penelitian ini akan menjelaskan upaya-upaya Timor Leste dalam menyelesaikan

sengketa Laut Timor dengan Australia pada periode 2012-2016. Pemilihan

periodesasi tahun 2012 sampai dengan 2016 dikarenakan pada periode itu persoalan

mengenai penyelesaian perbatasan antara Timor Leste dan Australia mulai lebih

terstruktur dan berani. Masalah dan kontroversi yang muncul pada tahun-tahun

setelah kemerdekaan Timor Timur mengarah pada studi sengketa perbatasan antara

Timor Leste dan Australia untuk mengembangkan studi tentang proses pemulihan

dari wilayah laut Timor. Penelitian ini ditulis dengan menggunakan metode kualitatif

dengan pengumpulan data berupa analisis pustaka yang mengandalkan referensi

berupa dokumen, buku, jurnal, artikel dan berita.

Penelitian ini menggunakan Konsep kepentingan nasional, konsep diplomasi

perbatasan, konsep perbatasan dan konsep penentuan wilayah perbatasan. Melalui

empat konsep tersebut penelitian dapat menemukan banyak upaya-upaya Timor

Leste dalam proses penyelesaian perbatasan. Seperti, membangun opini publik

menggunakan diplomasi publik, melakukan diplomasi perbatasan antara kedua belah

pihak tanpa adanya pihak ketiga, menggunakan jalur hukum dibawah PBB sebagai

jalan keluar, menciptakan Dewan Batas Maritim dengan fokus menyelesaikan

persengketaan ini dan juga banyak yang lainnya.

Keyword: Upaya Timor Leste, Sengketa Perbatasan, Diplomasi, Australia, Laut

Timor

v

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahirabbil‟alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas berkah Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan lancar. Shalawat serta salam juga penulis curahkan kepada junjungan kita

Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga

akhir zaman serta menuntun kami ke jalan yang benar.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk yang teristimewa, dan tiada gantinya

kedua orang tua penulis, Alm. Abah Nadhir Lathif, Ibunda Mas‟ulatin dan Mbahbuk

Mutiah. Terima kasih Abah, Ibu dan Mbahbuk yang telah melimpahkan kasih

sayang, doa dan dukungan serta telah menanamkan semangat berjuang kepada

penulis untuk menggapai cita-cita. Tak lupa kepada saudara kandung penulis, Adik

Vina dan Adik Diana yang selalu ceria dalam keadaan apapun membuat penulis

bersemangat dalam melaksanakan studi dan menyelesaikan skripsi ini.

Selama masa studi hingga penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis

mendapat banyak bantuan dan dukungan baik secara spiritual, moral maupun ejekan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini dengan segenap hati

penulis mengucapkan terima kasih kepada yang penulis hormati dan banggakan:

1. Kepala Prodi Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Bapak Ahmad Alfajri, M.A, dan Sekretaris Prodi, Ibu

Eva Mushoffa, MHSPS.

2. Ibu Rahmi Fitriyanti, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan

sabar telah mendedikasikan waktu dan pikiran ditengah-tengah

vi

kesibukannya. Selalu memberikan arahan, motivasi, dukungan dan ilmu

kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Irfan R. Hutagalung, SH, LL., M dan Bapak Febri Dirgantara

Hasibuan, MM selaku dosen penguji dan seluruh jajaran staff dan pengajar di

Prodi Hubungan Internasional, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna dan masih banyak

kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan masukan serta kritikan yang

membangun untuk menjadikan skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.

Jakarta, 24 Januari 2019

Abid Muzammil Al-lathif

vii

DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME …………………….……………… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI …………………………………... ii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI …………………………………. iii

ABSTRAK ……………………………………………………………………….. iv

KATA PENGANTAR …………………………………………………………... v

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. vii

DAFTAR SINGKATAN ……………………………………………………….. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………….………………………………… 1

B. Pertanyaan Penelitian ………………………………………………. 7

C. Tujuan Penelitian …………………………………………………... 7

D. Manfaat Penelitian …………………………………………………. 7

E. Tinjauan Pustaka …………………………………………………… 8

F. Kerangka Konseptual …………………………………………...… 15

G. Metode Penelitian …………………………………………………. 23

H. Sistematika Penulisan ……………………………………………... 24

BAB II HUBUNGAN DAN KERJASAMA TIMOR LESTE DAN AUSTRALIA

A. Peranan Australia dalam Kemerdekaan Timor Leste ……………… 26

B. Hubungan Bilateral ………………………………………………….30

1. Pemerintahan ……………………………………………………30

2. Bantuan Pembangunan dan Manajemen ………………………. 31

3. Kerjasama Ekonomi, Perdagangan dan Investasi ……………... 32

4. Bidang Budaya dan Pendidikan ……………………………….. 34

BAB III PERSENGKETAAN LAUT TIMOR ANTARA TIMOR LESTE DAN

AUSTRALIA

A. Kondisi Umun Laut Timor ………………………………………… 36

B. Sejarah Perbatasan antara Indonesia-Australia di Laut Timor …….. 39

C. Klaim Wilayah Perbatasan di Laut Timor antara

viii

Timor Leste-Australia ………………………………………………44

D. Kerangka Hukum UNCLOS tentang Batas Maritim dan Eksplorasi

SDA………………………………………………………….……... 48

1. Konsep Landas Kontinen ……………………………………… 48

2. Konsep Zona Ekonomi Eksklusif ………………………….…... 50

BAB IV UPAYA TIMOR LESTE DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA

LAUT TIMOR DENGAN AUSTRALIA PADA PERIODE 2012-2016

A. Upaya Membangun Opini Publik ………………………………..... 54

B. Upaya Melakukan Proses Konsiliasi ….………………………..….. 61

C. Membentuk Dewan Batas Maritim ………………………………....67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………..……………... 72

B. Saran ………………………………………………………………... 74

DAFTAR PUSTAKA ……………………………..…………….……………..... xi

ix

DAFTAR SINGKATAN

ACFOA : Australian Council for Overseas Aid

ADF : Australian Defence Force

AFP : Australian Federal Police

ASIO : Australian Security Intelligence Organization

AusAID : the Australian Agency for International Development

CMATS : Certain Maritime Arragements in the Timor Sea

DIBP : Department of Immiggration and Border Protection

IBRU : International Boundary Research Unit

ICJ : International Court of Justice

ICRC : the International Committee of the Red Cross

INTERFET : International Force in East Timor

JPDA : Joing Petroleum Development Area

LNG : Liqquefied Natural Gas

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat

NSW : New South Wales

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PCA : Permanent Court of Arbitration

PDB : Produk Domestik Bruto

PM : Perdana Menteri

PTL : Perjanjian Laut Timor

RDTL : Republica Democratica de Timor Leste

STUA : Sunrise and Troubadour Unitization Agreement

TAFE : Technical and Further Education

UNCLOS : United Nations Convention on the Law of the Sea

x

UNTAET : United Nations transition in East Timor

UNTL : Universidade Nacional de Timor-Leste

ZEE : Zona Ekonomi Eksklusif

ZOC : Zone of Cooperation

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara Timor Leste sebagai suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat di

abad ke-21 dengan nama resminya Republica Democratica de Timor Leste (RDTL).

Sejak saat itu pula pemerintahan Timor Leste mulai menata urusan dalam negeri

maupun luar negerinya, termasuk persoalan mengenai sumber daya alam yang

berada di Laut Timor. Bersamaan dengan kemerdekaan yang diperoleh Timor Leste,

Australia dan Timor Leste menyepakati Perjanjian Laut Timor (PLT) untuk

menggantikan Perjanjian Laut Timor yang telah berakhir1.

Sebagai negara yang baru hadir dalam zona perpolitikan internasional, Timor

Leste tentunya harus melakukan penataan di berbagai bidang nasionalnya. Sudah

tidak asing lagi bagi negara baru pasti memiliki banyak permasalahan, seperti yang

di alami Timor Leste khususnya mengenai perbatasan Laut Timor yang diperebutkan

dengan Australia karena adanya suatu wilayah yang disebut dengan Celah Timor.

Greater Sunrise merupakan ladang minyak dan gas alam yang terbesar di kawasan

Celah Timor. Teori dua landas benua Australia merupakan dasar awal dari klaim

Australia terhadap ladang Greater Sunrise di Laut Timor yang secara geografis lebih

berdekatan dengan negara Timor Leste. Australia merasa klaim atas teritorialnya

yang sah sesuai dengan Konvensi Genewa tentang Hukum Laut 1958, sementara

1 Susan Simpson, 2014, “A Timeline of Events leading up to Timor-Leste‟s ICJ Claims

Againts Australia”, http://viewfromII2.com/2014/01/25/a-timeline-of-events-leading-up-to-timur-

leste-icj-claim-againts-australia/, diakses 22 April 2016 pukul 21.01.

2

Timor Leste merasa lebih berhak dengan konvensi PBB mengenai hukum laut

(United Nations Convention on the Law of the Sea) UNCLOS 19822.

Berkaitan dengan disepakatinya PLT pada tahun 2002, serta masih belum

disepakatinya penetapan batas maritim antara Australia dan Timor Leste,

dibentuklah Joing Petroleum Development Area (JPDA) di bawah Administrasi

Otoritas Khusus untuk Laut Timor. Sementara itu, wilayah di luar JPDA berada pada

wilayah sengketa klaim oleh kedua negara3.

Berdasarkan PLT, kedua negara bersepakat untuk mengelola Laut Timur

bersama, kekayaan minyak itu akan dibagi 90% untuk Timor Leste dan 10% untuk

Australia. Timor Leste berhak mendapatkan 100% dari kekayaan Laut Celah Timor

jika kedua negara menggunakan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang

berlaku. Ladang minyak Greater Sunrise sebagian besar berada di kawasan JPDA

sehingga kedua sepakat untuk melakukan perundingan membahas pembagian hasil

ladang itu bersama. Di dalam JPDA terdapat tiga ladang minyak, yaitu Elang

Kakatua, Bayu-Undang dan Jahal Kuda Tasi. Sedangkan ladang Laminaria Carolina

dan Bufallo berada di luar JPDA4.

Perundingan Timor Leste dan Australia Sejak tahun 2002 telah menghasilkan

tiga kesepakatan pengelolaan sumber minyak dan gas di Laut Timor, yaitu Perjanjian

Laut Timor pada tahun 2002, Sunrise and Trobadour Unitizayion Agreement

(STUA) pada tahun 2003 dan Perjanjian Certain Maritime Arragements in the Timor

Sea (CMATS) pada tahun 2006. Tiga kesepakatan tersebut, terutama Perjanjian

2 Raimundo de Fatima Alves. 2011 Upaya Timor Leste dalam Menyelesaikan Batas Wilayah

dengan Australia. Other thesis, UPN "VETERAN" YOGYAKARTA.

http://repository.upnyk.ac.id/1405/ di akses pada 23 April 2016 pukul 20.54 3 Guteriano Neves (et.al.), 2008, “LNG Sunrise di Timor-Leste: Impian, Kekayaan dan

Tantangan”, Laporan La‟o Hamutuk Institut Pemantau dan Rekonstruksi Timor Leste, hal. 11. 4 Maria Afonso de Jesus, Tasi Timor, Buletin la‟o Hamutuk oleh institute Pemantau dan

Analisis Rekonstruksi Timor Leste vol.4, no 5. Juli 2002, hal. 3

3

CMATS, menetapkan kerjasama dalam pengelolaan sumber minyak dan gas di Laut

Timor, namun tidak menyelesaikan permasalahan dasar mengenai batas-batas laut

antara kedua negara. Perjanjian CMATS dihasilkan dari suatu proses diplomatis

yang berlangsung lebih dari 30 tahun yang memperpanjang ketentuan bahwa

penyelesaian setiap sengketa perjanjian akan dilakukan melalui perundingan bilateral

dengan menunda memutuskan negara mana yang memiliki wilayah laut dan dasar

laut yang mana hingga 40-50 tahun ke depan5. Perjanjian CMATS merupakan suatu

kerangka kerja yang mengatur mekanisme pelaksanaan produksi, pembagian hasil

ekstraksi (50:50), hingga opsi-opsi pembangunan pipa proyek Greater Sunrise antara

Australia dan Timor Leste.

Australia merupakan salah satu negara pemberi bantuan dan merupakan

negara tetangga di selatan Timor Leste yang sangat maju baik secara politk, ekonomi

dan militer. Namun, pemerintah Australia menunjukkan sikap ketidakmauan untuk

membicarakan batas laut sesuai dengan hukum internasional. Hal ini menjadi

kendala dalam perundingan batas laut antara kedua negara tersebut, sehingga

pemerintah transisi Timor leste yang dibawahi United Nations transition in East

Timor (UNTAET) gagal melewati proses penyelesaian perbatasan dengan Australia,

karena Australia ingin melakukan eksplorasi dan eksploitasi ilegal minyak dan gas di

Celah Timor tanpa adanya batas wilayah dan batas dasar laut6.

Australia mengambil kebijakan untuk tidak mengambil jalur legal dalam

masalah penyelesaian sengketa dengan Timor Leste melalui badan Hukum Laut PBB

yaitu UNCLOS dan International Court of Justice (ICJ). Timor Leste terus

mendesak Australia untuk menyelesaikan sengketa melalui badan hukum Mahkamah

5 Buletin La‟o Hamutuk, “Kronologi Negosiasi laut Timor”, Perjanjian CMATS, Vol.7, No.

1, April 2006, hal.1. 6 Mauna Boer, 2000, “Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global”,. PT.

Alumni: Jakarta. hal. 42

4

Arbitrase Internasional, agar kekayaan yang ada di Laut Timur bisa digunakan Timor

Leste untuk membangun negaranya. Namun, Australia memilih jalur negosiasi

bilateral antara kedua negara untuk menyelesaikan permasalahan yang ada7.

Hubungan antarkedua negara relatif didominasi oleh Australia sebagai negara

yang banyak berperan membantu kemerdekaan Timor Leste. Peran ini ditunjukkan

dengan kontribusi Australia dalam pasukan penjaga perdamaian PBB ketika Timor

Leste menyatakan memisahkan diri dari Indonesia melalui proses referendum.

Australia dipercaya oleh PBB sebagai pemimpin pasukan penjaga perdamaian

sekaligus sebagai pemimpin Pemerintahan Sementara PBB di Timor Leste. Selama

masa kepemimpinannya ini, Timor Leste terus melakukan negosisasi dengan

Australia mengenai pembagian hasil di Laut Timor. Posisi Australia sebagai

pemimpin pasukan perdamaian tersebut secara politik dimanfaatkan oleh pemerintah

Australia untuk mencapai kepentingan ekonominya sejak awal kemerdekaan Timor

Leste8.

Keinginan Australia untuk menguasai pengelolaan sumber daya minyak dan

gas di Celah Timor merupakan salah satu bentuk implementasi dari prioritas

kebijakan luar negeri Australia. Dalam pencapaian tujuan kebijakan luar negerinya

tersebut, Australia menerapkan unsur pengaruh melalui penggunaan tekanan politik

terhadap Timor Leste yang memiliki arti strategis bagi keamanan dan kepentingan

ekonominya. Hal ini berkaitan dengan tercapainya Perjanjian CMATS dalam

pengelolaan proyek Greater Sunrise di Laut Timor antara Australia dan Timor Leste

pada tahun 2006.

7 Rawul Yulian R. “Upaya Timor Leste dalam Penyelesaian Garis Tapal Batas dengan

Australia”. Vol.1, no.2, 2013, hal. 277 8 Rawul Yulian R. “Upaya Timor Leste dalam Penyelesaian Garis Tapal Batas dengan

Australia”. Vol.1, no.2, 2013, hal. 280

5

Perjanjian CMATS diratifikasi oleh Timor Leste bersamaan dengan

Perjanjian Penyatuan Internasional Sunrise pada 20 Februari 2007 dengan proses

yang tertutup untuk publik. Australia meratifikasi Perjanjian CMATS pada 22

Februari 2007 tanpa menunggu persetujuan parlemen mengenai periode ratifikasi

dengan pengecualian kepentingan nasional agar perjanjian ini dapat diberlakukan

pada hari berikutnya.9 Penjelasan kepentingan nasional Australia tersebut adalah

menciptakan stabilitas legal untuk eksplorasi dan eksploitasi kekayaan minyak di

Laut Timor antara Timor Leste dan Australia tanpa melanggar klaim atas batas laut.

Dalam isi perjanjian CMATS, penyelesaian sengketa CMATS berlawanan

dengan IUA, Perjanjian CMATS melarang arbitrasi atau keterlibatan yudisial kecuali

dalam satu hal yang sempit. Ia menetapkan bahwa sengketa mengenai perjanjian

CMATS diselesaikan dengan konsultasi atau perundingan, suatu proses yang hampir

selalu menguntungkan pihak yang lebih kuat. Tetapi, sengketa mengenai

pengumpulan dan pembagian pajak dari Greater Sunrise bisa diatasi oleh seorang

penasehat atau seorang penengah yang ditunjuk oleh kedua negara atau oleh satu

badan internasional yang tidak memihak10

.

Sejak 2002 kemerdekaan Timor Leste diperoleh, permasalahan yang belum

terselesaikan sampai saat ini adalah perebutan dengan penentuan batas maritim

dengan Australia. Pemerintahan Timor Leste terus berupaya untuk mendapatkan hak

kedaulatan sesuai dengan hukum Internasional. Pada Desember 2012, Menteri Luar

Negeri Timor Leste, Jose Luis Guterres, menuliskan surat resmi kepada Perdana

Menteri Australia Julia Gillard atas ketidakpuasan Timor Leste terhadap CMATS.

9 Buletin La‟o Hamutuk, “Penjelasan Terhadap Kepentingan Nasional Australia”,

Penyaringan PNTL Untuk Kembali Bertugas, Vol.8, No.2, Juni 2007, hal. 11.

10 Buletin La‟o Hamutuk, “Kronologi Negosiasi Laut Timor”, Perjanjian CMATS, Vol.7,

No. 1, April 2006, hal. 10.

6

Hal ini menjadi awal digalakkannya kembali persoalan negosiasi perbatasan dengan

Australia.

Demo besar-besaran terjadi mewarnai halaman gedung Kedutaan Australia di

Dili pada bulan Maret 2016, menuntut agar Australia melakukan perundingan ulang

terkait Celah Timor dan tidak mengambil hak kekayaan negaranya. Timor Leste

membawa sengketa maritimnya dengan Australia kepada Mahkamah Arbitrase

Internasional untuk segera diselesaikan. Pemerintah Australia mencoba meyakinkan

para hakim di Mahkamah Arbitrase bahwa soal perbatasan laut sudah dirundingkan

secara bilateral antara kedua negara pada tahun 2006. Tapi panel hakim menyatakan,

korespondensi antara Canberra dan Dili saat itu “tidak merupakan perjanjian, karena

korespondensi itu tidak mengikat secara hukum”11

.

Ketidakadilan Australia dalam penetapan pembagian wilayah Greater Sunrise

menurut Perjanjian STUA menimbulkan kontroversi yang mengundang reaksi dari

berbagai negara dan aktivis LSM yang mendukung Timor Leste. Timor Leste pun

mengajukan penyelesaian sengketa perbatasan maritim ini melalui Mahkamah

Internasional (International Court of Justice) dan sesuai Konvensi Hukum Laut PBB

(UNCLOS). Pada 21 Maret 2002, Australia menarik diri dari kasus perbatasan Laut

Timor yang dilimpahkan oleh Timor Leste kepada Mahkamah Pengadilan

Internasional dan menyatakan keinginannya untuk menyelesaikan permasalahan

melalui perundingan bilateral dengan Timor Leste12

. Hal ini menunjukkan bahwa

Australia mementingkan Kekuatan bargaining position secara diplomatik bilateral

11

Mahkamah Arbitrtase Den Haag Setuju Bahas Celah Timor,

http://www.dw.com/id/mahkamah-arbitrase-den-haag-setuju-bahas-celah-timor/a-35891068 pada 30

September 2016 pukul 15.38 12

Guteriano Neves, et.al. 2008.LNG Sunrise di Timor Leste: Impian, Kenyataan dan

Tantangan, Timor Leste: La‟o Hamutuk. hal. 94.

7

terhadap Timor Leste. Australia sebagai negara yang memiliki pengaruh politik

besar sejak lama terhadap Timor Leste menjadikan Bargaining position bagi

Australia.

B. Pertanyaan Penelitian

Dalam penjelasannya pernyataan penelitian diatas, maka akan dilakukan riset

lebih jauh dengan mengangkat pertanyaan masalah sebagai berikut, “Bagaimana

upaya Timor Leste dalam menyelesaikan sengketa Laut Timur dengan Australia

pada periode 2012-2016?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui sejauh mana sejauh mana upaya Timor Leste dalam

menyelesaikan masalah sengketa perbatasan di Laut Timor dengan

Australia pada tahun 2012-2016.

b. Untuk mengetahui proses-proses perjuangan Timor Leste dalam

menetukan batas maritim permanen di Laut Timor dengan Australia.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

a. Bagi para akademisi, dapat memberikan sumbangan pemikiran, ide atau

gagasan untuk menambah literatur atau bahan referensi pada

perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Bagi para praktisi, khususnya para pengamat ekonomi politik intenasional

sebagai bahan tambahan dalam melihat pergelokan yang terjadi pada

kasus sengketa sumber daya alam di Laut Timor.

8

c. Bagi semua pihak, sebagai sarana penambah wawasan keilmuan dan

memperkaya khazanah pengetahuan mengenai hubungan antara Timor

Leste dan Australia dalam studi kasus sengketa sumber daya alam Laut

Timor.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam Jurnal yang di tulis oleh Fiqih Dwimurti Kampau dengan judul

Kerangka Kerja Perjanjian CMATS ini mengkaji lebih dalam mengenai seluk beluk

perjanjian CMATS yang mengikat kedua belah pihak. Melihat kepentingan-

kepentingan ekonomi politik Australia terhadap Celah Timor sebagai kekuatan

menegah (Medium Power) di antara negara-negara besar merupakan major power di

antara negara-negara kawasan Asia Pasifik. Isu Timor Timur telah sejak lama

menjadi bagian dari politik dalam negeri Australia. Kepentingan politik Australia

yang paling kentara terhadap Timor Timur pertama kalinya adalah menghindari

melebarnya konflik di Timor Timur pada tahun 1970-an yang menjadi ancaman bagi

wilayah Australia. Australia menghendaki kondisi Timor Timur stabil sehingga

hubungan politik RI-Australia tidak terganggu, sehingga pada waktu itu Australia

seperti memihak dengan Indonesia dengan mengakui batas-batas wilayah di daerah

Timor Timur. Puncak pengakuan itu adalah disepakatinya pembagian Celah Timor

berdasarkan ketentuan yang disepakati kedua pihak oleh Menlu Ali Alatas dan

Menlu Gareth Evans.

Keinginan Australia untuk menguasai pengelolaan sumber daya minyak dan

gas di Celah Timor merupakan salah satu bentuk implementasi dari prioritas

kebijakan luar negeri Australia. Dalam perkembangan hubungan ekonomi politik

Timor Leste–Australia terdapat tiga perbenturan kepentingan yang intensif.

9

Pertama, keinginan Australia untuk mendapatkan akses istimewa terhadap sumber

daya alam khususnya minyak dan gas yang bertolak belakang dengan ketetapan

Timor Leste yang mengklaim dan menuntut kedaulatan atas sumber daya tersebut.

Kedua, keinginan Australia untuk membangun institusi ekonomi publik yang

berlandaskan privatisasi dan pasar terbuka yang dihalangi oleh pemerintahan

Fretilin. Ketiga, keinginan Australia untuk menjadi kekuatan utama terhalang oleh

keinginan Timor Leste yang membangun kerjasama dengan Portugis dan China.

Hubungan kerjasama antara Australia dan Timor Leste berpijak pada power

dan kemampuan diplomasi, yang terutama berkaitan dengan kondisi interdependensi

yang asimetris Dalam hal ini, Australia merupakan major power di kawasan Asia

Pasifik, sementara Timor Leste adalah bagian dari wilayah pengaruh (sphere of

influence) Australia. Australia merupakan negara yang mampu menerapkan power

yang dimilikinya untuk mencapai tujuan terhadap hubungan kerjasamanya dengan

Timor Leste.

Dalam hubungan kerjasama antara Australia dan Timor Leste, Australia

menerapkan unsur pengaruh (influence), yaitu melalui penggunaan tekanan politik.

Tekanan politik merupakan alat-alat persuasi (tanpa kekerasan) oleh Australia

terhadap Timor Leste untuk menjamin agar perilaku Timor Leste sesuai dengan

keinginan Australia. Hal ini berkaitan dengan tercapainya Perjanjian CMATS dalam

pengelolaan proyek Greater Sunrise di Laut Timor antara Australia dan Timor Leste.

Keterlibatan negara Australia terhadap kemerdekaan Timor Leste secara

tidak langsung memberikan posisi politik tersendiri bagi Australia di negara tersebut.

Posisi ini semakin dikukuhkan dengan bantuan ekonomi dari Australia terhadap

pembangunan Timor Leste yang masih perlu melakukan penataan di berbagai

bidang. Australia menggunakan kesempatan tersebut untuk mencapai tujuannya

10

dalam memperluas akses terhadap kandungan minyak dan gas ladang Greater

Sunrise. Pembagian zona kerjasama berdasarkan Perjanjian Celah Timor 1989 yang

disepakati oleh Australia dan Indonesia merupakan pencapaian yang besar bagi

Australia.

Perjanjian CMATS merupakan perjanjian bilateral, yaitu kontrak yang

ditandatangani antara dua pemerintah yang kekuatannya lebih besar dibandingkan

hukum nasional. Perjanjian-perjanjian mengenai minyak dan gas antara Timor Leste

dan Australia tidak memungkinkan satu negara untuk mundur dari kesepakatan yang

telah dicapai tanpa mempertimbangkan pemimpin politik yang berkuasa. Perjanjian

dapat dibatalkan hanya jika kedua negara sepakat membatalkannya, sesuai dengan

pasal 54 Konvensi Wina 1969 mengenai Hukum Perjanjian. Kedua pemerintah juga

dimungkinkan untuk mengubah satu perjanjian yang telah diratifikasi, yaitu dengan

menentukan satu perjanjian yang baru.

Dalam pengelolaan proyek Greater Sunrise, Perjanjian CMATS merupakan

kerangka kerja yang mengesahkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi kandungan

minyak dan gas alam di wilayah Laut Timor yang berada di luar JPDA. Perjanjian

CMATS berisi dua belas pasal, dua lampiran, dan dua surat penjelasan yang

mengubah isi Perjanjian Laut Timor 2002 dan STUA yang ditandatangani pada

tahun 2003. Pokok isi Perjanjian CMATS menjelaskan mengenai penundaan

pembahasan perbatasan laut dan pengesahan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi

sumber daya minyak dan gas alam di Greater Sunrise, jangka waktu perjanjian,

distribusi pendapatan, hak penangkapan ikan, komisi kelautan dan penyelesaian

sengketa Perjanjian CMATS.

Dalam Jurnal yang di tulis oleh Fiqih ini membahas jelas mengenai kerangka

perjanjian CMATS yang dirundingkan oleh Timor Leste dan Australia. Namun

11

kurang lengkap mengenai pasal-pasal yang tertera dalam perjanjian mengenai

pengelolahan kekayaan Laut Timor. Tidak dijelaskan pula mengenai sesuatu hal

yang dapat menggagalkan perjanjian itu sendiri. Maka dari itu merujuk ke Jurnal ini

sebagai tambahan refrensi yang tentunya akan dilengkapi.

Seperti juga dalam Jurnal Tiara Ika yang berjudul Pelanggaran Prinsip

Iktikad Baik Terhadap Negosiasi CMATS oleh Australia dijadikan acuan dalam

tinjauan pustaka. Karya ini digunakan sebagai rujukan karena merupakan satu dari

sedikit kajian yang membahas perlakuan Australia terhadap Timor Leste. Tiara

membahas mengenai pelanggaran iktikad baik terhadap negoisasi-negoisasi yang

dilakukan oleh Timor Leste.

Tiara memang hanya memfokuskan penelitiannya pada pelanggaran prinsip

iktikad pada negoisasi terhadap Timor Leste saja berupa pemasangan alat penyadap

diruangan untuk negoisasi pihak pemerintahan Timor Leste dan tidak membahas

mengenai pengingkaran janji negoisasi, sebagaimana yang akan di bahas. Tiara

menjelaskan secara detail kronologis penyadapan yang dilakukan oleh Australia,

aturan-aturan yang dilanggar serta atas dasar apa Asutralia menyadap Timor Leste.

Pada penelitian yang akan dijabarkan lebih kepada ketidakkonsistenan

Australia terhadap hukum-hukum internasional yang telah ditetapkan PBB. Timor

Leste menjadi korban kenakalan Australia dalam proses diplomasi dan perundingan

negoisasi untuk menentukan wilayah Laut Tmor, dimana di wilayah itu terdapat

kekayaan minyak yang besar. Australia menginginkan diplomasi dengan pihak

Timor Leste saja dengan alasan permasalahan ini cukup bisa diselesaikan tanpa

membawanya ke PBB, namun dengan power Australia yang lebih besar daripada

Timor Leste dimanfaatkan Australia dalam kepentingannya di Laut Timor.

12

Adapun yang terakhir dalam Jurnal Rawul Yulian Rahman dengan judul

Upaya Timor Leste dalam menyelesaikan Garis Tapal dengan Australia. Dalam

jurnal ini membahas mengenai upaya-upaya yang dilakukan Timor Leste dalam

menyelesaikan sengketa Laut Timor dengan Australia. Timor Leste sebagai negara

merdeka dan bertetangga dengan Australia dan Indonesia tentu menginginkan garis

batas antar negara tetangganya agar mendapat pengakuan dari dunia internasional.

Maka dari itu Timor Leste perlu mengadakan diplomasi terhadap Australia untuk

membicarakan mengenai perbatasan laut antara kedua negara tepatnya di laut Timor,

supaya kekayaan yang terkandung dilaut Timor bisa digunakan untuk pembangunan

politik dan ekonomi di Timor Leste.

Australia sebagai negara tetangga Timor Leste terus menerus berusaha untuk

memperluas akses pada ladang minyak dan gas di Laut Timor. Australia mengeklaim

bahwa Australia mendapatkan bagian yang lebih banyak karena mengacu pada

prinsip hokum yang berlaku sekarang, yang menetapkan perbatasan itu

dipertengahan antara garis pantai kedua negara. Tetapi bukannya memutuskan sesuai

dengan hukum atau melalui penengahan oleh pihak ketiga yang tidak memihak,

Australia mendesakkan perundingan bilateral. Ini memungkinkan perbedaan

kekuatan ekonomi dan politik dua negara mempengaruhi hasilnya, dan sangat

menguntungkan negara yang lebih kuat.

Hubungan Timor Leste dengan Australia, sementara waktu dijalankan oleh

UNTAET. Perundingan-perundingan mengenai batas wilayah kedaulatan Timor

Leste di Laut Timor pada masa ini diwakili UNTAET. Menteri Luar Negeri

Australia Alexande Downer, mengatakan bahwa tujuan dari pembicaraan dengan

pemerintah sementara Timor Leste adalah untuk mencapai kesepakatan dalam

13

menempatkan kesepakatan Celah Timor ke dalam kekuasaan Timor Leste yang telah

merdeka.

Hubungan antar kedua negara relatif didominasi oleh Australia sebagai

negara yang banyak berperan membantu kemerdekaan Timor Leste. Peran ini

ditunjukkan dengan kontribusi Australia dalam pasukan penjaga perdamaian PBB

ketika Timor Leste menyatakan memisahkan diri dari Indonesia melalui proses

referendum / jajak pendapat. Australia dipercaya oleh PBB sebagai pemimpin

pasukan penjaga perdamaian sekaligus sebagai pemimpin pemerintahan sementara

PBB di Timor Leste. Selama masa kepemimpinannya ini, Timor Leste terus

melakukan negoisasi dengan Australia mengenai pembagian hasil di Laut Timor.

Posisi Australia sebagai pemimpin pasukan perdamaian tersebut secara politik

dimanfaatkan oleh Pemerintah Australia untuk mencapai kepentingan ekonominya

sejak awal kemerdekaan Timor Leste.

Pembicaraan pertama mengenai perbatasan diadakan di Darwin pada tanggal

12 November 2003. Timor Leste mengajukan usul untuk mengadakan pertemuan

bulanan hingga permasalahan perbatasan diselesaikan, tetapi Australia hanya mau

bertemu setiap enam bulan, dengan alasan mereka tidak mempunyai cukup uang dan

orang untuk terus membahas persoalan batas perairan itu.

Dalam berbagai negoisasi, perwakilan Timor Leste menghendaki adanya

penentuan hak rakyat Timor Leste berdasarkan hukum internasional yang berlaku

yaitu UNCLOS, bukan berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat antara Australia

dan Indonesia tentang Celah Timor. Berdasarkan UNCLOS, Timor Leste harus

mendapatkan sebagian besar minyak dan gas alam yang ada di Celah Timor sejak

kemerdekaannya. Namun pada kenyataannya Australia menolak untuk mengadakan

negoisasi mengenai batas laut.

14

Sengketa wilayah perbatasan ini masih belum melihatkan hasil yang

permanen untuk kemakmuran bangsanya. Australia menolak membicarakan masalah

batas laut dalam beberapa kali perundingan dengan alasan bahwa harus melibatkan

Indonesia, sementara mantan menteri luar negeri Wirajuda menyatakan bahwa

Indonesia tidak ada urusan lagi di Celah Timor, maka melalui menteri luar negeri

Timor Leste Jose Ramos Horta menawarkan suatu penyelesaian kreatif bahwa Timor

Leste akan mengabaikan persoalan batas laut dengan Australia jika pembagian hasil

ladang minyak paling besar atau setidaknya masing masing mendapatkan 50 % dari

wilayah yang di sengketakan yaitu Celah Timor.

Selama ini Timor-Leste dan Australia telah membuat klaim perairan namun

belum dapat membatasi perbatasan perairannya, termasuk di wilayah Laut Timor

dimana Greater Sunrise berada. Padahal kalau dilihat berdasarkan batas equidistance

atau median line (batas pertengahan), Greater Sunrise ini juga menjadi milik negara

baru ini. Australia selama ini mencoba memaksa Timor Leste untuk melupakan

penentuan batas wilayah maritim sehingga mereka bisa mengklaim, produksi, untuk

membuat ketentuan-ketentuan bagi eksploitasi yang tidak terpisahkan di Celah

Timor.

Dalam Jurnal ini menganalisa upaya Timor Leste dalam penyelesaian garis

tapal batas dengan Australia pada tahun-tahun dimana Timor Leste belum cukup

lama mendapatkan kemerdekaan. Jurnal ini akan menjadi acuan untuk meneruskan

penelitiannya mengenai upaya Timor Leste dalam menuntut haknya, pada periode

2012-2016, karena pada masa ini pergejolakan mulai bengakit kembali dari pihak

Timor Leste.

Secara sistematis tentunya data-data yang akan dibutuhkan berbeda dengan

data yang telah ada. Di tiap-tiap sub bab akan diuraikan lebih jelas dan merinci, agar

15

pembaca bisa mengerti dengan baik maksud tulisan tersebut. Skripsi ini akan

membahas lebih rinci mengenai upaya-upaya penyelesaian sengketa Celah Timor,

Proses pengajuan sengketa ke Mahkamah Internasional dan lain halnya kepada

rintangan-rintangan yang ada.

F. Kerangka Konseptual

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini menggunakan empat

konsep yaitu, konsep kepentingan nasional, konsep perbatasan, konsep diplomasi

perbatasan, dan konsep penentuan wilayah perbatasan negara. Untuk membahas

upaya Timor Leste dalam menyelesaikan sengketa Laut Timur dengan Australia

pada 2012-2016 analisis skripsi ini dikembangkan dengan melihat dinamika

hubungan kedua negara.

1. Konsep Kepentingan Nasional

Dalam kepentingan nasional, peran „negara‟ sebagai aktor yang mengambil

keputusan dan memerankan peranan penting dalam pergaulan internasional berpengaruh

bagi masyarakat dalam negerinya. Demikian pentingnya karena ini yang akan menjadi

kemaslahatan bagi masyarakat yang berkehidupan di wilayah tersebut. Seorang ahli,

Thomas Hobbes menyimpulkan bahwa negara dipandang sebagai pelindung wilayah,

penduduk, dan cara hidup yang khas dan berharga. Demikian karena negara merupakan

sesuatu yang esensial bagi kehidupan warga negaranya. Tanpa negara dalam menjamin

alat-alat maupun kondisi-kondisi keamanan ataupun dalam memajukan kesejahteraan,

16

kehidupan masyarakat jadi terbatasi13. Sehingga ruang gerak yang dimiliki oleh suatu

bangsa menjadi kontrol dari sebuah negara.

Kepentingan nasional tercipta dari kebutuhan suatu negara. Kepentingan ini

dapat dilihat dari kondisi internalnya, baik dari kondisi politik-ekonomi, militer, dan

sosial-budaya. Kepentingan juga didasari akan suatu „power‟ yang ingin diciptakan

sehingga negara dapat memberikan dampak langsung bagi pertimbangan negara agar

dapat pengakuan dunia. Peran suatu negara dalam memberikan bahan sebagai dasar dari

kepentingan nasional tidak dipungkiri akan menjadi kacamata masyarakat internasional

sebagai negara yang menjalin hubungan yang terlampir dari kebijakan luar negerinya.

Dengan demikian, kepentingan nasional secara konseptual dipergunakan untuk

menjelaskan perilaku politik luar negeri dari suatu negara14.

Adanya kepentingan nasional memberikan gambaran bahwa terdapat aspek-

aspek yang menjadi identitas dari negara. Hal tersebut dapat dilihat dari sejauh mana

fokus negara dalam memenuhi target pencapaian demi kelangsungan bangsanya. Dari

identitas yang diciptakan dapat dirumuskan apa yang menjadi target dalam waktu dekat,

bersifat sementara ataupun juga demi kelangsungan jangka panjang. Hal demikian juga

seiring dengan seberapa penting identitas tersebut apakah sangat penting maupun

sebagai hal yang tidak terlalu penting.

Dalam dunia internasional, kerjasama juga merupakan tindakan yang dipandang

sebagai panggung atau arena dalam tuntutan-tuntutan yang mana membahas mengenai

kepentingan akan aktor-aktor yang disebabkan karena keterbatasan yang melekat dalam

diri negara yang menjalin kerjasama. Sehingga dalam hal ini negara berusaha

13

Robert Jackson dan Georg Sorensen. 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional.

Pustaka Pelajar:Yogyakarta. hal. 89

14

P.Anthonius Sitepu. 2011. Studi Hubungan Internasional. Graha Ilmu: Yogyakarta.

hal.163

17

menggunakan kepentingan nasional sebagai komponen yang dirumuskan dan kemudian

diperjuangkan dalam sebuah „relation‟.

Dalam studi kasus sengketa Laut Timor antara Timor Leste dengan Australia,

adalah karena didasari dengan kepentingan-kepentingan suatu negara yang terlibat.

Australia sebagai negara yang memiliki pengaruh besar terhadap Timor Leste memiliki

banyak kepentingan atas perbatasannya di Laut Timor. Kepentingan ekonomi sangat

dominan dalam kasus ini karena Laut Timor memiliki ladang minyak dan gas yang

sangat besar. Australia tentunya tidak ingin kesempatan mendapatkan hasil banyak dari

eksploitasi minyak dan gas terlewatkan. Australia memiliki ruang gerak yang bebas dan

berkuasa karena lawan negosiasinya merupakan negara yang baru saja merdeka dari

Indonesia.

Timor Leste selain memiliki kepentingan ekonomi juga memiliki kepentingan

geografis wilayahnya yang belum didapatkan. Secara hukum internasional Timor Leste

mengetahui bahwa jika perbatasan Laut Timor didapatkan secara permanen maka Timor

Leste akan mendapatkan ladang minyak dan gas tanpa berambisi menguasainya. Disisi

lain Timor Leste menginginkan hak kewenangan atas kedaulatan yang belum didapatkan

diperbatasan maritimnya.

2. Konsep Perbatasan (Hukum Internasional)

Perbatasan merupakan salah satu manifestasi penting dalam suatu garis

imajiner di atas permukaan bumi dan suatu garis yang memisahkan suatu daerah

lainnya15

. Dalam hal ini ada empat sengketa yang muncul di wilayah perbatasan,

yaitu:

15

Starke, J. G. 1989. “Pengantar Hukum Internasional”, Sinar Grafika: Jakarta. hal. 244

18

1. Positional Dispute yaitu sengketa yang terjadi akibat adanya perbedaan

interprestasi mengenai dokumen legal atau adanya perubahan di lokasi yang berupa

perubahan tanda-tanda fisik yang dipakai sebagai perbatasan.

2. Teritorial Dispute yaitu sengketa yang terjadi ketika dua atau lebih negara

mengklaim satu wilayah yang sama sebagai wilayahnya atau bagian dari wilayahnya.

Hal ini terjadi karena alasan sejarah atau kepentingan geografis.

3. Functional Dispute yaitu sengketa yang terjadi adanya pergerakan orang-orang

atau barang-barang karena yang tidak dijaga ketat.

4. Transboundary Resource Dispute adalah sengketa yang muncul karena adanya

eksploitasi sumber daya alam oleh negara lain dan merugikan negara lain di

perbatasan.

Suatu perbatasan semata-mata adalah suatu tanah perbatasan. Bagi ahli

strategi, yang penting adalah ada atau tidak adanya kepentingan, bagi pelaksanaan

pemerintah, tanah perbatasan itulah mungkin yang menjadi permasalahan, yaitu

menyangkut batas dari kewenanganya16

.

Perbatasan antara dua negara yang menjadi penting artinya dalam hukum.

Hal ini disebabkan karena perbatasan itulah kedaulatan masing-masing negara

berakhir. Sementara itu, penyelenggaran kedaulatan negara di kawasan ini sudah

mulai dipengaruhi oleh hukum internasional17

. Suatu negara dalam menjalankan

kedaulatan hanya sampai pada batas-batas wilayahnya. Di bagian lain dari garis

batas di sini, batas-batas wilayah hanya berfungsi sebagai alat pemisah yang dapat

16

Starke, J. G. 1989. “Pengantar Hukum Internasional”, Sinar Grafika: Jakarta. hal. 245 17

Wila. R. C. Mamixon. 2006. “Konsepsi Hukum dalam Pengaturan dan Pengelolaan

Wilayah Perbatasan Antarnegara”, PT. Alumni: Bandung. hal. 235

19

memisahkan wilayah satu negara dengan wilayah negara lain, sekaligus dapat

mengakhiri kedaulatan dari negara–negara yang saling berbatasan18

.

Perjanjian tentang perbatasan mengikat para pihak (parties) pada sebelah-

menyebelah perbatasan. Perbatasan wilayah negara begitu pentingnya sehingga

perjanjian yang mengatur tentang perbatasan tetap berlaku dan dihormati, baik itu

dalam keadaan damai maupun negara dalam keadaan tidak bersahabat atau perang.

Pemerintah Timor Leste menganggap sangat penting masalah perbatasan

yang belum selesai dengan Australia karena, sebagai negara yang baru merdeka

Timor Leste berhak untuk mendapatkan ha katas perbatasannya guna mendapatkan

kedaulatan yang benar-benar nyata dalam wilayahnya. Diluar dari kepentingan

politik dan ekonomi, pemerintah Timor Leste menuntut hak dari kewenangannya

mendapatkan garis perbatasan yang permanen dengan negara-negara tetangganya

terutama dengan Australia.

3. Konsep Diplomasi Perbatasan

Diplomasi merupakan aktivitas pemerintah yang tidak hanya merupakan

pembuatan kebijakan sekaligus pelaksanaannya19

. Diplomasi perbatasan (Border

Diplomacy) merupakan pelaksanaan politik luar negeri dalam rangka penanganan

masalah perbatasan yang mencakup batas wilayah negara darat dan laut serta

pengelolaan berbagai masalah perbatasan yang berdimensi internasional20

.

Diplomasi perbatasan ini mempunyai tiga elemen penting (disarikan dari Arif

18

Wila. R. C. Mamixon. 2006. “Konsepsi Hukum dalam Pengaturan dan Pengelolaan

Wilayah Perbatasan Antarnegara”, PT. Alumni: Bandung. hal. 266 19

S.L. Roy, 1999, “Diplomasi”, Rajawali Press: Jakarta, hal. 5 20

Arif Havas Oegroseno, “Status Hukum Pulau-Pulau Terluar Indonesia”, hal. 13

www.Deplu.go.id di akses pada 23 November 2018 pukul 22.35

20

Havas Oegroseno, 2006:14-15)21

, yaitu :

1. Dengan persetujuan (by agreement): dilakukan melalui negosiasi sebagai

sebuah kewajiban hukum yang diatur dalam hukum nasional dan hukum

internasional. Dalam hal ini, perang bukan sebuah opsi.

2. Berdasarkan hukum internasional: maksudnya, hukum internasional dijadikan

sebagai dasar dalam penetapan perbatasan. Hukum internasional ini dapat

berupa konvensi-konvensi yang relevan, putusan hakim, dan putusan arbitrasi.

3. Mencapai “equitable result”: maksudnya adalah bahwa hasil penetapan

perbatasan akan memberikan dampak just,impartial, and fair.

Dengan demikian, Diplomasi Perbatasan (Border Diplomacy) merupakan

upaya yang dilakukan oleh pemerintah suatu negara untuk menjamin kedaulatannya

melalui pengelolaan wilayah perbatasan. Upaya pemerintah dalam rangka

menyelenggarakan diplomasi perbatasan ini tentunya tidak dapat dilihat dari segi

hukum dan keamanannya saja, melainkan juga harus dilihat dari segi ekonominya.

Agar dapat diakui sebagai negara merdeka dan berdaulat, maka suatu negara

membutuhkan wilayah yang batas-batasnya jelas. Hal ini perlu dilakukan karena

konflik yang muncul di wilayah perbatasan, bahkan pada perbatasan yang sudah

jelas status hukumnya, biasanya dipicu oleh persoalan sosial dan ekonominya22

.

Pada permasalahan di atas, maka persoalan yang menyebabkan munculnya

permasalahan di perbatasan atau sengketa perbatasan dipicu tidak hanya oleh

ketidakjelasan dasar hukum atau perbedaan persepsi mengenai status perbatasan,

melainkan juga dapat dipicu masalah sosial ekonomi di wilayah perbatasan.

21

Arif Havas Oegroseno, “Status Hukum Pulau-Pulau Terluar Indonesia”, hal. 13

www.Deplu.go.id di akses pada 23 November 2018 pukul 22.35 22

Evi Rachmawati, Diplomasi Perbatasan Dalam Rangka Mempertahankan Kedaulatan

NKRI, Dalam Madu Ludiro, dkk. 2010. Mengelola Perbatasan Indonesia Di Dunia Tanpa Batas: Isu,

Permasalahan dan pilihan kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 91

21

Kegiatan ekonomi tersebut berupa perdagangan atau pengungsian. Karena itu

diplomasi perbatasan dapat diharapkan mengacu pada pertumbuhan dan

pengembangan ekonomi sosial di wilayah perbatasan sehingga mampu mengurangi

perbedaan sosial ekonomi di wilayah perbatasan23

.

Dalam hal ini upaya diplomasi perbatasan bagi pemerintah Timor Leste harus

benar-benar diperhatikan guna mendapatkan garis batas dengan Australia.

Berlandaskan hukum internasional yang menjadi acuan pemerintah Timor Leste

dalam menjalani upaya penyelesaian perbatasan dengan Australia. Pemerintah Timor

Leste dapat melakukan diplomasi perbatasan dengan Australia tanpa melibatkan

pihak ketiga apabila negosiasi berjalan dengan adil dan terbuka. Namun, jika

diplomasi kedua negara tidak mendapatkan hasil yang adil sesuai hukum

internasional maka setiap negara berhak menunjuk pihak ketiga, yakni Mahkamah

Arbitrase untuk memediasi kedua negara dalam mencapai tujuan negosiasi.

4. Konsep Penentuan Wilayah Perbatasan Negara

1. Delitimasi

Delimitasi adalah Penetapan Garis Batas antara dua negara yang sebagian

wilayahnya overlaping di laut. International Boundary Research Unit (IBRU)

mengemukakan bahwa pemerintah di seluruh dunia secara langsung maupun tidak

telah sepakat bahwa batas maritim yang terdefinisikan dengan jelas merupakan hal

yang penting bagi hubungan internasional yang baik dan pengelolaan laut yang

efektif24

. Proses ini dilakukan melalui diplomasi perbatasan antar kedua negara yang

23

Evi Rachmawati, Diplomasi Perbatasan Dalam Rangka Mempertahankan Kedaulatan

NKRI, Dalam Madu Ludiro, dkk. 2010. Mengelola Perbatasan Indonesia Di Dunia Tanpa Batas: Isu,

Permasalahan dan pilihan kebijakan. Yogyakarta: Graha Ilmu. hal. 91 24

Susanto Atriyon Julzarika, “Jurnal Ilmiah Geomatika”, Vol. 16 No. 1, Agustus 2010, hal.

35

22

berbatasan. Penetapan garis batas ini pun harus merujuk kepada prinsip dalam

penentuan perbatasan darat, dan rezim hukum laut dalam penentuan perbatasan di

laut.

Saat ini diperlukan penetapan dan penegasan batas maritim terutama dalam

pengelolaan laut. Apalagi jika terbentuk negara baru seperti Timor Leste. Sebagai

negara merdeka, Timor Leste memiliki sejumlah kewajiban dan tantangan

internasional, salah satunya delimitasi batas maritim internasional. Penentuan batas

sangat penting untuk menjamin kejelasan dan kepastian yurisdiksi. Hal ini dapat

memberikan keuntungan, misal dalam memfasilitasi pengelolaan lingkungan laut

secara efektif dan berkesinambungan serta peningkatan keamanan maritim (maritime

security). Perjanjian batas maritim akan memberikan jaminan hak negara pantai

untuk mengakses dan mengelola sumberdaya maritim hayati maupun non-hayati.

2. Demarkasi

Demarkasi atau penegasan batas di lapangan merupakan tahapan selanjutnya

setelah garis batas ditetapkan oleh Pemerintah negara yang saling berbatasan. Dalam

konteks ini, perbatasan sudah didefinisikan secara teknis melalui pemberian

tanda/patok perbatasan, baik perbatasan alamiah maupun buatan (artifisial). Hal itu

sejalan dengan pengetian perbatasan itu sendiri25

.

Pada kenyataannya suatu negara pantai akan berdekatan dengan negara lain

sehingga tidak mungkin suatu negara dapat melakukan klaim tanpa mengganggu

negara tetangganya. Sebagai contoh Timor Leste dan Australia yang berjarak kurang

dari 400 mil laut, akan mengalami tumpang tindih klaim untuk ZEE dan landas

kontinen karena masing-masing negara berhak mengklaim 200 mil laut ZEE dan

25

Susanto Atriyon Julzarika, “Jurnal Ilmiah Geomatika”, Vol. 16 No. 1, Agustus 2010, hal.

35

23

landas kontinen dengan lebar tertentu. Dalam hal terjadinya tumpang tindih klaim

inilah, kedua negara yang terlibat dituntut untuk melakukan delimitasi batas maritim.

G. Metode Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian kualitatif yang bersifat

deskriptif dengan studi pustaka26

. Penelitian ini akan berusaha untuk

menggambarkan, mencatat, menganalisa serta mengiterpretasikan peristiwa yang

terjadi antara Timor Leste dan Australia. Sesuai dengan jenis penelitian, maka jenis

data yang akan digunakan adalah data-data kualitatif.

2. Teknik pengumpulan data

Tekhnik pengumpulan data yang akan digunakan adalah telaah pustaka

(library research) berupa data sekunder, yaitu pengumpulan data dengan menelaah

sejumlah literatur baik berupa buku-buku, jurnal, dokumen, surat kabar, makalah dan

artikel yang berkaitan dengan masalah tersebut. Untuk lebih memperdalami upaya-

upaya Timor Leste terhadap eksploitasi Laut Timur oleh Australia dan berfokus pada

periode 2012 – 2016, jadi diharuskan untuk update berita-berita terkini terkait upaya

Timor Leste.

Adapun tempat-tempat yang diharapkan dapat menjadi sumber informasi data

dalam penelitian, yakni:

a. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

b. Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah

26

Creswell John. 1994. Research Design “ Qualitative & Quatitative Approach ‖‟‟, London

SAGE Publications. hal.116

24

c. Perpustakaan Indonesia

d. Kedutaan Besar Timor Leste dan Australia di Indonesia

3. Teknik Analisis Data

Tekhnik analisa data yang digunakan bersifat kualitatif, yaitu data yang

diperoleh berupa bukan berupa numerik atau data-data yang berbentuk angka

melalui beberapa faktor-faktor yang relevan dengan penelitian ini, yakni

menjelaskan dan menganalisis data yang berhasil ditemukan. Data ini diperoleh

melalui studi kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan

metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan

penelitian27

.

Menurut Miles dan Huberman, terdapat tiga teknik analisis data kualitatif.

Pertama, reduksi data dengan analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu serta mengorganisasi data sehingga

kesimpulan akhir dapat di ambil. Kedua, Penyajian data dengan melakukan kegiatan

ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya

penarikan kesimpulan. Ketiga, penarikan kesimpulan merupakan teknik akhir untuk

mengambil tindakan setelah mengetahui hasil analisis28

.

H. Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan disusun secara sistematis yang berbagi dalam lima BAB dan

beberapa sub-bab. BAB I terdiri dari latar belakang masalah, pertanyaan masalah,

27

Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan ‖, Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.

hal. 3

28 Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, 2010. Terampil Mengolah Data Kualitatif

Dengan NVIVO. Prenada Media Group : Jakarta. hal. 16

25

tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, metode

penelitian serta sistematika penulisan.

Dalam II kedua menjelaskan mengenai hubungan bilateral antara Timor

Leste-Australia dalam beberapa bidang, seperti bidang ekonomi, bidang keamanan,

bidang kemiliteran serta bidang pendidikan maupun bidang kesehatan.

Kemudian pada III ketiga akan dijelaskan tentang persengketaan Laut Timor

antara Timor Leste-Australia. Meliputi, Kondisi batas-batas wilayah garis tapal,

kekayaan yang terkandung dalam Laut Timor, Perjanjian-perjanjian kedua negara

dalam mengelola Laut Timor hingga sengketa kepemilikan Laut Timor.

Selanjutnya di BAB IV ini akan di ulas menggunakan analisis konseptual

dalam melihat upaya-upaya Timor Leste untuk dapat menyelesaikan persengketaan

wilayah ini dengan Australia. Di tinjau dari beberapa konseptual kepentingan

nasional, konsep-konsep perbatasan dalam hukum internasional, diplomasi-

diplomasi perbatasan dan konsep penentuan wilayah perbatasan negara.

BAB V menjadi bab penutup yang akan memuat isi kesimpulan dari

pembahasan yang telah ditulis dengan jelas dan saran yang seharusnya diberikan.

26

BAB II

HUBUNGAN DAN KERJASAMA TIMOR LESTE-AUSTRALIA

A. Peranan Australia dalam kemerdekaan Timor Leste

Di era tahun 1970-an, Australia memiliki rasa khawatir terhadap keberadaan

Timor Leste yang saat itu di anggap sudah terpengaruhi oleh ideologi komunis.

Mengingat, saat itu tengah terjadi perang dingin antara blok barat dan blok timur.

Australia yang merupakan bagian dari sekutu blok barat merasa khawatir terhadap

ancaman komunis yang mulai menyebar di Timor Leste. Karena Australia

merupakan negara yang berbatasan langsung dengan wilayah Timor Leste. Akhirnya

pada tahun 1975 Indonesia berhasil menginvasi Timor Leste dan memasukkan Timor

Leste menjadi bagian dari negara Indonesia sekaligus memberantas komunis di

wilayah tersebut dengan bantuan dan dukungan dari negara-negara barat termasuk

Australia29

.

Namun di tahun-tahun 1990-an Australia merasa cemas tentang legalitas

statusnya sebagai pemegang hak yang sah untuk melakukan eksploitasi minyak dan

gas di Celah Timor. Karena pada saat itu status kesepakatan Celah Timor yang telah

memberikan hak legal terhadap Australia untuk melakukan eksplorasi minyak dan

gas di Celah Timor banyak dipertanyakan tentang kelegalitasannya. Terlebih banyak

desakan dari dunia Internasional tentang pelanggaran HAM yang dilakukan

Indonesia terhadap Timor Leste, dan juga tuntutan PBB yang tidak pernah mengakui

29

H.D. Anderson. 1984. „Australia-Indonesia Relations‟ dalam Regional Dimesnions of Indonesia- Australia Relations. Jakarta : CSIS. hal. 13.

27

kedaulatan Indonesia terhadap Timor Leste, agar Timor Leste menjadi negara yang

merdeka30

.

Selain itu pada tahun 1991, Portugal menuntut haknya dengan mengadukan

Australia ke pengadilan Internasional, dengan tuduhan bahwa perjanjian atau

kesepakatan Celah Timor itu tidak sah dan merugikan bagi Portugal ataupun bagi

rakyat Timor Leste secara material. Dengan tekanan dari yang luar biasa dari dunia

Internasional untuk kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia, di mana Australia

merasa ikut bertanggung jawab atas invasi yang dilakukan oleh Indonesia terhadap

Timor Leste31

.

Selain kepentingan ekonomi tersebut, ternyata Australia juga mempunyai

kepentingan politik dibalik pemberian dukungan terhadap rakyat Timor Leste dari

kekuasaan Indonesia. Kepentingan politik tersebut adalah Australia ingin

menunjukan terhadap Indonesia dan dunia bahwa Australia merupakan negara yang

patut diperhitungkan dalam kancah politik internasional. Australia ingin menunjukan

bahwa eksistensinya sebagai aliansi Amerika Serikat, mampu menjalankan tugasnya

sebagai pengaman di kawasan Asia tenggara32

.

Sementara itu bentuk dukungan yang dilakukan Australia terhadap

kemerdekaan Timor Leste diantaranya adalah, pertama Menteri John Howard yang

terkenal rasis mengirim surat ke Presiden Habibie yang mengusulkan agar Indonesia

30

At the launch of the book East Timor in Transistion 1998-2000: An Australian Policy

Challenge‟ https://foreignminister.gov.au/speeches/2001/010717_et.html diakses pada 24 Januari

2019 pukul 17.01 31

Johan Kusuma, Ardli. DINAMIKA KEPENTINGAN AUSTRALIA TERHADAP TIMOR

LESTE DARI TAHUN 1975 – 1999. Dosen Program Studi Ilmu Hubungan

Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas 17 Agustus 1945

Jakarta. hal. 14

32 Prambont, M. 2010. Lepasnya Timor Timur. http://mu-jalin.com/2010/04/lepasnya-timor-

timur.html di akses pada 29 Mei 2018

28

memberi otonomi ke Timor Timur. Howard bahkan memaparkan bahwa otonomi

adalah pelangkahan bagi rakyat setempat yang akan merdeka beberapa tahun

kemudian. Surat Howard memuat syarat yang menegaskan bahwa akhir kelaknya

jajak pendapat akan terjadi, inilah bagian yang oleh pemerintah Indonesia dianggap

sebagai batang tubuh surat itu. Howard ternyata yakin bahwa kebanyakan orang

Timor Timur menginginkan kemerdekaan33

.

Dengan pengiriman surat oleh Howard kepada Habibie yang berisi tentang

desakannya agar Indonesia mmberikan kemerdekaan terhadap Timor Leste, Howard

ingin menunjukan kepada rakyat Timor Leste bahwa sebenarnya Australia

mendukung keinginan rakyat Timor Leste untuk mendapatkan kemerdekaan dari

Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mendapat simpatik dari Timor Leste untuk

melancarkan kepentingannya atas minyak dan gas di Celah Timor34

.

Selain itu Australia juga memberikan dukungan kepada Pemerintahan de

facto Fretilin yang pada prinsipnya memberikan akses kepada perwakilan pemberi

bantuan untuk pergi ke seluruh wilayah Timor Leste. Dalam prakteknya, perwakilan

utama menyediakan bantuan pangan kepada masyarakat, ICRC membatasi kegiatan

bantuannya ke wilayah di sekitar Dilli, dengan dukungan yang disediakan Australian

Council for Overseas Aid (ACFOA) dan didistribusikan oleh Fretilin di daerah

wilayah kekuasaan mereka. Dengan kata lain dukungan berupa bantuan langsung

yang bersangkutan dengan kebutuhan sehari-hari juga diberikan oleh Australia

terhadap masyarakat Timor Leste. Dan seharusnya Timor Leste dari awal sudah

sadar bahwa dalam memberikan atau menerima bantuan, negara-negara dihadapkan

33

Dachoni, R. 2007. Menguak Kembali Lepasnya Timor Timur.

http://raj3s4.com/2007/10/menguak-kembali-lepasnya-timor-timur.html di akses pada 29 Mei 2018 34

Dachoni, R. 2007. Menguak Kembali Lepasnya Timor Timur.

http://raj3s4.com/2007/10/menguak-kembali-lepasnya-timor-timur.html di akses pada 29 Mei 2018

29

kepada persoalan-persoalan politik dan persoalan-persoalan ekonomi. Sehingga

dalam pemberian bantuan suatu negara menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang

bersifat benar-benar politik35

.

Hal ini jelas menunjukan bahwa Australia mempunyai keinginan menguasai

sumber minyak di celah Timor. Akses terhadap energi ini tak bisa disangkal menjadi

pendorong semangat Australia campur tangan dalam menangani gejolak di Timor

Timur pasca jajak pendapat. Minyak yang dilukiskan sangat besar kandungannya di

perbatasan Timor Leste dan Australia merupakan aset penting bagi perkembangan

ekonomi masa depan negeri Australia.

Dengan segala upaya internasional dan juga usaha-usaha Australia untuk

mendukung kemerdekaan Timor Leste, Akhirnya pada tanggal 5 Mei 1999,

Perserikatan Bangsa Bangsa, Indonesia dan Portugis menandatangani perjanjian

Tripartit yang menyatakan bahwa PBB akan menyeleggarakan jajak pendapat di

Timor Timur. Rakyat diminta memilih apakah Timor Timur tetap menjadi bagian

dari Indonesia ataukah Timor Timur menjadi negara merdeka. Pada tanggal 30

Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih merdeka (78,5%)36

.

Pengumuman hasil pemilihan umum tersebut diikuti dengan kekerasan yang

meluas oleh unsur-unsur pro integrasi yang eksis bergabung dengan Indonesia.

Australia memainkan peranan pokok dalam memobilisasi tanggapan internasional

terhadap krisis kemanusiaan di Timor Timur. Jakarta menyetujui keterlibatan

angkatan internasional pemeliharaan keamanan di kawasan ini. Kekuatan

35

Makarim. Z.A. dkk. 2003. Hari-Hari Terakhir Timor Timur. Sebuah Kesaksian.

Jakarta: Sportif Media Informasindo. hal. 24. 36

At the launch of the book East Timor in Transistion 1998-2000: An Australian Policy

Challenge‟ https://foreignminister.gov.au/speeches/2001/010717_et.html diakses pada 24 Januari

2019 pukul 17.43

30

internasional di Timor Timur atau International Force in East Timor (INTERFET)

telah berhasil dikirim ke Timor Timur dan menjalankan tugasnya untuk

mengembalikan perdamaian dan keamanan di kawasan tersebut. Australia diminta

oleh PBB untuk memimpin angkatan internasional, dan menerima tugas ini. Pada

tanggal 20 Oktober 1999, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut

keputusan penyatuan Timor Timur dengan Indonesia37

.

Dengan keputusan MPR Indonesia yang mencabut keputusan penyatuan

Timor Timur dengan Indonesia, menandai mulainya kemerdekaan sebuah negara

baru yang bernama Timr Leste yang didapatkan dengan dukungan internasional dan

usaha-usaha yang dilakukan negara tetangganya yaitu Australia dengan segala

kemampuannya untuk mendesak Jakarta untuk memberikan kemerdekaan terhadap

Timor Leste. Dengan kepentingan yang luar biasa terhadap minyak dan gas di Celah

Timor yang di balut dengan alasan kemanusiaan.

B. Hubungan Bilateral

Timor Leste-Australia sejak kemerdekaan diperoleh oleh Timor Leste telah

melakukan hubungan bilateral antara keduanya demi membangun negara terutama

Timor Leste yang baru saja merdeka. Hubungan bilateral kedua negara sangat

beraneka ragam di semua elemen pemerintahan, perokonomian, pembangunan

infrastruktur sampai dengan pembangunan sumber daya manusia.

1. Pemerintahan

Anggota Parlemen Australia di tingkat Federal, Negara Bagian dan Wilayah

telah melakukan kunjungan ke Timor Leste pada waktu yang berbeda sejak tahun

37

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

NOMOR V/MPR/1999 TAHUN 1999 TENTANG PENENTUAN PENDAPAT DI TIMOR TIMUR

31

2000. Mulai sekarang dan di masa depan kunjungan ini harus di dorong untuk

dilakukan setidaknya setiap tahun. Timor Leste adalah demokrasi muda dan

membutuhkan interaksi berkelanjutan dari tetangganya, Australia, dan lembaga-

lembaga demokrasi utama untuk lebih memperkuat dan mengkonsolidasikan

demokrasi, keamanan dan perdamaian. Interaksi rutin antara Legislator kedua negara

untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman dan membangun persahabatan di tingkat

kelembagaan dan pribadi, bekerja sama dalam pengembangan keterampilan dan

peran pendampingan terutama untuk Parlemen Timor Leste. Pada tahun 2012

Perdana Menteri Xanana Gusmao telah melakukan kunjungan kenegaraan ke

Pemerintahan Australia bertemu dengan Perdana Menteri Australia Julia Gaillard.

Dengan pembahasan seputar kenegaraan, persahabatan dan perdamaian38

.

2. Bantuan Pembangunan dan Manajemen

Australia saat ini adalah donor bantuan pembangunan terbesar untuk Timor

Leste melalui AusAID dan ini termasuk kerja sama dari berbagai Departemen

Pemerintah, ADF, AFP, DIBP, dll. Tingkat Bantuan Pembangunan ini harus

dipertahankan untuk melanjutkan pembangunan kapasitas, penguatan dan

mengkonsolidasikan institusi negara di semua sektor terutama sektor keadilan dan

keamanan termasuk pembangunan pedesaan di mana setidaknya 70% dari populasi

tinggal. Penting juga untuk meningkatkan beasiswa bagi siswa Timor Leste untuk

belajar di Australia baik pada tingkat tersier maupun teknis dan pendidikan lanjutan.

Yang terakhir harus di anggap sebagai prioritas dan lebih banyak siswa Timor Leste

38

Embassy Of The Democratic Republic Of Timor-Leste, Inquiry into Australia‟s

Relationship with Timor Leste, Submission No. 46.

32

harus di dorong dan memberikan kesempatan untuk mengambil studi keterampilan

perdagangan di TAFE Australia39

.

3. Kerjasama Ekonomi, Perdagangan dan Investasi

A. Timor Sea Treaty (TST), Joint Petroleum Development Area (JPDA) and

Certain Maritime Arrangement in the Timor Sea (CMATS)

Timor Leste dan Australia berbagi sumber daya minyak & gas di JPDA di

bawah TST di mana perusahaan Conoco Phillips memproduksi minyak & gas dari

Lapangan Bayu-Undan dengan saluran pipa hilir ke pabrik pemrosesan LNG di

Darwin. Ekonomi wilayah pengembangan telah bergerak secara astronomis sejak

saat itu dengan semua industri rekanan dan ribuan pekerjaan untuk Wilayah Utara.

Kedua negara diuntungkan oleh royalti dan pendapatan pajak sebesar 90% untuk

Timor-Leste dan 10% untuk Australia40

.

Mengenai pengembangan Greater Sunrise oleh Woodside and Joint Venture

Partners masih dalam proses negosiasi yang sedang berlangsung diharapkan akan

menghasilkan buah di masa depan. Timor Leste telah membuat pandangannya

diketahui bahwa ia menginginkan pipa hilir ke pantai di Beaco, pantai selatan Timor-

Leste untuk pemrosesan LNG. TLNG di Beaco akan membentuk bagian dari

pembangunan infrastruktur dan ekonomi seluruh wilayah pantai selatan dengan basis

pasokan di barat daya di Suai, Petrokimia dan Kilang di pusat Betano dan Pabrik

Pemrosesan Gas di tenggara di Beaco Viqueque. Pengembangan pantai selatan akan

menghasilkan ribuan pekerjaan dari pendirian tiga kota besar Nova Suai, Nova

39

Embassy Of The Democratic Republic Of Timor-Leste, Inquiry into Australia‟s

Relationship with Timor Leste, Submission No. 46.

40 Guteriano Neves, et.al., LNG Sunrise di Timor Leste: Impian, Kenyataan dan Tantangan,

(Timor Leste: La‟o Hamutuk, 2008)., hal. 94.

33

Betano dan Nova Viqueque plus pengembangan infrastruktur dan industri terkait.

Perkembangan ekonomi darat ini juga akan menghasilkan kepercayaan di Timor

Leste bagi investor internasional lainnya untuk mengikuti investasi asing langsung

ke sektor-sektor ekonomi lainnya41

.

B. Investasi

Mengenai kegiatan ekonomi darat, Australia harus membuka dan Kantor

Austrade di Dili untuk memberikan dukungan, memfasilitasi dan mendorong lebih

banyak Perusahaan Australia termasuk memberikan beberapa insentif pajak bagi

mereka untuk berinvestasi di Timor Leste dalam infrastruktur utama Pekerjaan Sipil,

Sumber Daya Mineral, Pariwisata dan Pertanian. Investasi dalam dua yang terakhir

akan menghasilkan ribuan pekerjaan di mana 16.000 pemuda meninggalkan sekolah

setiap tahun dan pindah ke pasar tenaga kerja. Timor Leste memiliki populasi muda

dengan 55% di bawah usia 25 tahun42

.

Badan energi ini juga dapat menjadi ancaman potensial bagi keamanan

nasional jika sumber daya manusia dengan energi yang sangat besar ini tidak

dimanfaatkan dan disalurkan untuk penggunaan positif yang lebih besar. Investasi

swasta asing dan kemajuan ekonomi sangat penting untuk menghasilkan pekerjaan

dan pendapatan bagi masyarakat, terutama kaum muda dan peningkatan standar

hidup mereka akan mendukung keberlanjutan Demokrasi, Perdamaian, dan

Keamanan. Kepentingan strategis Australia untuk mendorong bisnisnya berinvestasi

lebih banyak di daratan Timor Leste dan di anggap memiliki kepentingan di negara

41

Guteriano Neves, et.al., LNG Sunrise di Timor Leste: Impian, Kenyataan dan Tantangan,

(Timor Leste: La‟o Hamutuk, 2008)., hal. 94. 42

Acordo de planeamento estrategico para o desenvolvimento Timor-Leste – Australia,

https://dfat.gov.au/about-us/publications/Documents/strategic-planning-agreement-portuguese.pdf

diakses pada 19 Januari 2019 pukul 10.00

34

itu dan pemain aktif dalam pembangunan jangka panjang Timor Leste. Kalau tidak,

ruang darat yang tersedia untuk investasi akan ditempati oleh perusahaan lain di

kawasan Asia terutama dari China yang sama-sama bersemangat untuk berinvestasi

dalam ekonomi rakyat Timor Leste43

.

4. Bidang Budaya dan Pendidikan

A. Masyarakat Timor Leste yang tinggal di Australia

Setidaknya ada 20.000 komunitas Timor yang tinggal di Australia dengan

sekitar 8.000 di Victoria dan 6.000 di New South Wales (NSW) dan sisanya tersebar

di negara bagian dan wilayah lain. Mereka semua datang ke Australia sebagai

pengungsi pada awal tahun tujuh puluhan dan delapan puluhan selama pendudukan

Indonesia dan Timor Leste. Masyarakat Timor Leste berterima kasih atas sambutan

Australia yang murah hati dan memungkinkan mereka untuk menetap dan

menjadikan Australia rumah kedua mereka44

.

Banyak anggota masyarakat Timor Leste khususnya mereka yang tidak

memiliki hipotek bank tinggi telah kembali ke Timor-Leste, dan ada pula beberapa

orang memainkan peran aktif dalam pemerintah ketika para Menteri dan yang lain

bekerja dalam pelayanan sipil, LSM dan bisnis yang semuanya berkontribusi pada

sosial negara. Dalam arti mereka memainkan peran menjembatani serta

memfasilitasi pemahaman lintas budaya antara kedua negara45

.

43

Embassy Of The Democratic Republic Of Timor-Leste, Inquiry into Australia‟s

Relationship with Timor Leste, Submission No. 46. 44

Orcamento Geral Orcamento Geral Orcamento Geral do Estado 2016,

https://www.mof.gov.tl/wp-

content/uploads/2016/03/Budget_Book_5_DPMU_Portuguese_reviewed_-

draft_final_10_Oct_FormattedRO_20121012.pdf di akses pada 19 Januari 2019 pukul 15.17 45

Orcamento Geral Orcamento Geral Orcamento Geral do Estado 2016,

https://www.mof.gov.tl/wp-

35

B. Masyarakat Australia yang tinggal dan bekerja di Timor Leste

Demikian juga ada sekitar 2.000 orang Australia jika tidak lebih tinggal dan

bekerja di Timor Leste, baik untuk pemerintah, LSM atau bisnis. Orang-orang

Australia ini juga memainkan peran penghubung yang sangat penting dalam

pemahaman lintas budaya antara Australia dan Timor Leste. Sudah ada sejumlah

Universitas seperti Charles Darwin, Universitas Victoria, Universitas Melbourne dan

Universitas Sydney dan Anggota Universitas lainnya di Australia termasuk beberapa

TAFE yang telah membuat hubungan dengan Universitas Nasional Timor-Leste -

Universidade Nacional de Timor-Leste (UNTL) dan lainnya. Hubungan dan

pertukaran budaya, pendidikan, dan ilmiah harus di dorong secara pro-aktif di semua

tingkatan lebih dari Australia yang penting untuk memainkan peran pendampingan

dan pengasuhan bagi lembaga-lembaga pendidikan tinggi teknis dan belajar tinggi di

Timor Leste termasuk bahasa Inggris46

.

content/uploads/2016/03/Budget_Book_5_DPMU_Portuguese_reviewed_-

draft_final_10_Oct_FormattedRO_20121012.pdf di akses pada 19 Januari 2019 pukul 15.17 46

Australia – Estrategia para Timor-Leste 2009 a 2014, https://dfat.gov.au/about-

us/publications/Documents/timor-country-strategy-port.pdf di akses pada 19 Januari 2019 pukul 14.03

36

BAB III

PERSENGKETAAN LAUT TIMOR ANTARA TIMOR LESTE

DENGAN AUSTRALIA

A. Kondisi Umum Laut Timor

Laut Timor atau biasa di sebut dengan Celah Timor yang terkenal

mempunyai kekayaan minyak, terletak diantara kawasan perairan Timor Leste,

Indonesia dan Australia. Wilayah perairan ini menjadi rebutan antara Timor Leste

dengan Australia karena menyimpan minyak dan gas yang luar biasa di dasar

lautnya47

. Kedua negara tersebut saling mengklaim terhadap kepemilikan wilayah

Laut Timor Timur sehingga seringkali terjadi konflik yang menjadi sorotan dunia

internasional sehingga nama laut timur semakin terkenal.

Pada tahun 1972, Indonesia dan Australia menandatangani Perjanjian 1972

dalam pembahasan mengenai batas dasar laut dengan prinsip landas kontinental yang

sekarang tidak diberlakukan lagi, dan membuat batas dasar laut lebih dekat dengan

Indonesia dari pada Australia48

. Sesuai dengan isi dokumen perjanjian perbatasan

yang disepakati antara Indonesia-Australia di wilayah Laut Timor dan Arafura yang

ditandatangani di Jakarta pada 09 Oktober 197249

. Portugal (sebagai penguasa

kolonial Timor Leste pada saat itu) menolak untuk ikut dalam perundingan tersebut

47 “Latar Belakang Sejarah Laut Timor”, Buletin Lao Hamutuk. Vol. 4. No. 3-4, Agustus

2003, hal. 1. 48

Kusumaatmaja, Mochtar. 1992. Perjanjian Indonesia-Australia di Celah Timor. Hal. 220. 49

Agreement Between The Government Of The Common Wealth Of Australia And The

Government Of The Republic Of Indonesia Establishing Certain Seabed Boundaries In The Area Of

The Timor And Arafura Seas, Supplementary To The Agreement Of 18 May 1971

37

maka pembuatan batas tidak terselesaikan, dan akhirnya muncul celah yang tak

berbatas yang dinamakan “Celah Timor atau Timor Gap”50

.

Dengan kekayaan alam Laut Timor yang merupakan beranda Samudra

Hindia terletak antara Timor Leste dan Australia Bagian Utara (Northern Territory)

dan di sisi timurnya di himpit oleh Laut Arafura yang menjadi beranda Samudra

Pasifik dengan luas Laut Timor sekitar 3.000 mil2. Laut yang terdalam adalah Palung

Timor yang terletak di bagian utara yang mencapai 3,3 km. Bagian lainnya agak

dangkal rata-rata kedalamannya kurang dari 200 meter. Laut ini merupakan tempat

utama munculnya badai tropis dan topan. Meskipun demikian laut ini merupakan

surga bagi ikan- ikan di mana sejak dulu kala para nelayan dari Pulau Rote, Flores,

Alor, Buton, Sabu, Madura, Timor Leste dan Maluku telah melaut ke perairan ini51

.

Dari hasil hasil laut yang telah dimanfaatkan ini menandakan Laut Timor sangat

kaya akan ikan seperti pelangis besar (ikan tuna, cakalang, tongkol, tenggiri), ikan

demersal (kerapu, kakap, ekor kuning, napoleon wrasse, nonikan (lobster, udang

putih, dan cumi cumi)52

.

Laut Timor merupakan wilayah perairan yang memiliki potensi besar dalam

peningkatan perekonomian negara. Tidak hanya berupa kekayaan hayati dan nabati

yang ada dalam massa air laut, tetapi juga bahan tambang mineral yang dikandung

air laut, lapisan dasar laut lepas pantai dan laut dalam. Celah Timor kaya akan

tambang, Pulau Menville yang berada di Celah Timor memiliki unsur bebatuan yang

50

“Latar Belakang Sejarah Laut Timor”, Buletin Lao Hamutuk. Vol. 4. No. 3-4, Agustus

2003, hal. 2.

51

Kupang (Antara News), 30 September 2009,

https://www.antaranews.com/berita/111934/laut-timor-dan-kisah-tragis-nelayan-tradisional-indonesia

di akses pada 28 November 2018 pukul 16.09 52 Kupang (Antara News), 30 September 2009,

https://www.antaranews.com/berita/111934/laut-timor-dan-kisah-tragis-nelayan-tradisional-indonesia

di akses pada 28 November 2018 pukul 16.09

38

mengandung berlian. Akan tetapi sumber kekayaan yang lebih besar yaitu cadangan

minyak dan gas bumi53

.

Gambar I. A.1 Posisi Celah Timor

The Permanent Court of Arbitration

Sumber: Maritime Boundary Office, http://www.gfm.tl/ di akses pada 25 Oktober 2018

Celah Timor tergolong dangkal, kecuali ada lipatan-lipatan sempit yang

disebut dengan Timor Though, sekitar 50 mil2

di lepas pantai selatan Timor Leste.

Ladang minyak dan gas yang substansial ditemukan didalam cekungan Bonaparte,

sebuah zona prospektif yang membentang dari Australia hingga Timor Though.

Adapun zona yang paling prospek minyak dan gas yang paling menguntungkan

terdapat di bagian utara cekungan ini, yakni mendekati wilayah Timor Leste.

Kawasan lapang Greather Sunrise berada di jarak 73 mil2

dari lepas pantai Timor

Leste54

.

Celah Timor diperkirakan memiliki cadangan migas yang sangat besar.

Ditemukan pada tahun 1974, Greater Sunrise merupakan ladang migas terbesar di

53

Wahyono S.K, 2009. Indonesia Negara Maritim. Jakarta: Teraju. hal. 23. 54

Maritime Boundary Office, http://www.gfm.tl/ di akses pada 25 Oktober 2018 pukul 15.32

39

wilayah ini dengan perkiraan cadangan gas 5,13 triliun kubik yang setara dengan

sepertiga konsumsi gas global per tahun. Dengan perkiraan harga saat ini, potensi

Liquified Natural Gas (LNG) Greater Sunrise akan bernilai sekitar 50 miliar dolar.

Selain itu, Greater Sunrise juga memiliki cadangan minyak yang cukup besar, yaitu

sekitar 225,9 juta barel dengan nilai mencapai 15 miliar dolar55

. Penyelesaian

sengketa Laut Timor yang selama ini telah menjadi penghambat pemanfaatan ladang

migas Greater Sunrise dengan demikian akan membuka potensi pendapatan bagi

Australia dan Timor Leste hingga mencapai 65 miliar dolar. Cadangan migas ladang

Greater Sunrise mencapai 23 kali lipat Produk Domestik Bruto (PDB) Timor Leste56

.

B. Sejarah Perbatasan antara Indonesia-Australia di Laut Timor

Indonesia dan Australia pada pertengahan tahun 1971 menandatangani

perjanjian pertama mengenai batas landas kontinen di Laut Timor. Sebagaimana di

dalam perjanjian ini memuat mengenai batas-batas bawah air tententu di Laut

Arafura antara provinsi Irian Jaya dan Australia. Setelah itu pada tahun 1972 di

sepakati lagi mengenai batas maritim landas kontinen yang membatasi Indonesia

dengan Australia di Laut Arafura dan Laut Timor. Perjanjian ini berdasarkan

ketentuan Konvensi Jenewa 1958 tentang Landas Kontinen yang dalam pasal 1

menetapkan batas landas kontinen berada pada kedalaman laut 200 M57

.

Berintegrasinya Timor Timur ke dalam wilayah kedaulatan Indonesia, maka

peluang Indonesia dalam menyempurnakan batas landas kontinennya dengan

Australia terbuka. Australia menekankan perhatiannya kepada Palung Timor yang

55 Cleary, P. 2007, Shakedown: Australia‟s Grab for Timor Oil, Allen & Unwin. Hal. 7

56 “Penyelesaian Sengketa Celah Timor dan Implikasinya Bagi Indonesia”. Pusat Penelitian

Badan Keahlian DPR RI. Vol. X. No. 06. Maret 2018. hal. 9.

57

Kusumaatmaja, Mochtar. 1992. Perjanjian Indonesia-Australia di Celah Timor. Hal. 220

40

berada di selatan Pantai Timor Timur, mengingat Palung Timor merupakan wilayah

yang memiliki kedalam 3.300 M. Indonesia menuntut agar keputusan ini

menggunakan prinsip garis tengah atau median line yang ditarik dari pantai selatan

Timor Timur dan pantai utara Australia. Adapun hasil yang disepakati dalam

perjanjian 1972 adalah garis batas yang terletak sedikit di sebelah selatan Palung

Timor58

. Dalam perjanjian 1972, wilayah laut timor yang berada di selatan Pulau

Timor tidak tercakup karena pada saat itu masih dibawah kekuasaan Pemerintahan

Portugis sehingga kejelasan batas laut masih belum tuntas.

Pada tahun 1975, Timor Timur melakukan deklarasi kemerdekaan dari

Portugal dan secara resmi pada tahun 1976 menjadi bagian wilayah dari Indonesia

sebagai provinsi ke-27 ditandai dengan UU No. 7 tahun 1976 yang dikeluarkan oleh

Presiden Soeharto59

. Dalam hal ini telah membuka jalan baru bagi Indonesia dan

Australia untuk negosiasi perjanjian baru terkait garis batas di Laut Timor. Pada

1989 Indonesia dan Australia menyepakati Perjanjian Celah Timor dengan tujuan

mengatur zona kerjasama antara para pihak dan mengizinkan kerjasama eksplorasi

serta eksploitasi sumber daya mineral yang ada di Celah Timor tanpa mengurangi

batas maritim yang telah disepakati pada tahun 197260

.

Perjanjian Celah Timor ini diasumsikan sebagai kesepakatan sementara yang

dimaksudkan hanya untuk memungkinkan ekplorasi dan eksploitasi sumber daya

mineral yang ada di Laut Timor. Selain itu, perjanjian ini menciptakan sebuah sistem

58 MARITIME LEGISLATION AMENDMENT ACT 1994 No. 20, 1994,

https://www.legislation.gov.au/Details/C2004A04696 di akses pada 19 Februari 2019 pukul 20.42 59

Simatupang, Abdi Nelson. PERAN COMMISSION OF TRUTH AND

FRIENDSHIPDALAM NORMALISASI HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA –REPUBLIK

DEMOKRATIK TIMOR LESTE. JOM FISIP Volume 4 No. 2 Oktober 2017. Hal. 4. 60

Treaty between Australia and the Republic of Indonesia on the Zone of Cooperation in an

Area between the Indonesian Province of East Timor and Northern Australia [Timor Gap Treaty],

http://www.austlii.edu.au/au/other/dfat/treaties/1991/9.html di akses pada 19 Februari 2019 pukul

20.48

41

kerjasama dengan administrasi pajak dan bea cukai, perlindungan lingkungan,

penelitian ilmiah, keselamataan, serta menyediakan layanan kontrol lalu lintas

udara61

.

Dalam Perjanjian Celah Timor, para pihak harus patuh terhadap batas

wilayah laut yang telah disepakati pada perjanjian 1972. Zona kerjasama yang

dimuat dalam Perjanjian Celah Timur dibagi menjadi tiga bidang yang berbeda,

yakni bagian A, bagian B dan bagian C. Zona A adalah satu-satunya wilayah

eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral, dimana hasil dari pendapatan dibagi

rata antara para pihak, yakni 50:50. Zona B berada lebih dekat ke pantai utara

Australia yang batas pada selatan zona B dibatas dengan garis 200 mil terhitung dari

garis pantai wilayah Timor Timur dan pada batas garis utara zona B berada pada

batas selatan pada zona A. Aturan dalam zona B ini, Australia wajib membayar

pajak sebesar 10% dari pendapatan yang dikumpulkan dizona tersebut setiap

tahunnya. Sedangkan pada C berada diutara zona A dan lebih mendekati wilayah

pantai Timor Timur. Begitupun di zona C berlaku sebaliknya, Indonesia wajib

membayar pajak 10% kepada Australia62

.

61

Treaty between Australia and the Republic of Indonesia on the Zone of Cooperation in an

Area between the Indonesian Province of East Timor and Northern Australia [Timor Gap Treaty],

http://www.austlii.edu.au/au/other/dfat/treaties/1991/9.html di akses pada 19 Februari 2019 pukul

20.48 62

Google Earth Map for the Timor Sea Maritime Boundary Dispute

http://Google%20Earth%20Map%20for%20the%20Timor%20Sea%20Maritime%20Boundary%20Di

spute%20_%20The%20View%20From%20LL2.html di akses pada 18 Februari 2019 pukul 18.03

42

Gambar I. A.2 Garis perbatasan Laut Timor

Sumber: Google Earth Map for the Timor Sea Maritime Boundary Dispute

https://viewfromll2.com/2014/03/17/google-earth-map-for-the-timor-sea-maritime-boundary-dispute/

diakses pada 24 Januari 2018 pukul 16.06

Setelah Timor Timur menjadi bagian dari wilayah Indonesia, kini Australia

harus melakukan perundingan kembali dengan Indonesia. Dalam perundingan

perbatasan yang berlangsung saat itu, Indonesia berpegang teguh pada prinsip garis

tengah sebagai batas landas kontinen kedua negara. Prinsip ini kemudian dapat

diperkuat oleh Konvensi Hukum Laut yang baru (1982) menetapkan bahwa landas

kontinen negara pantai/ kepulauan minimal 200 mil laut dari garis pangkal laut

wilayah, tanpa dipengaruhi oleh kenyataan ada tidaknya palung (trough/ trench)

seperti Palung Timor. Pada dasarnya yang membatasi hanya suatu median line yang

membagi landas kontinen atau dasar laut antara Indonesia dan Australia63

.

Australia menandatangani tetapi belum meratifikasi mengenai Konvensi

Hukum Laut tahun 1982 dan tetap menggunakan prinsip kedalaman 200 M sesuai

Konvensi Genewa 1958. Australia menganggap batas landas kontinen dengan

63

Kusumaatmaja, Mochtar. 1992. Perjanjian Indonesia-Australia di Celah Timor. hal. 222

43

Indonesia merupakan kelanjutan yang alami dari pantainya dan terputus di Palung

Timor. Dalam hal ini klaim tentang batas laut terjadi di wilayah Laut Timor, yakni

prinsip median line sebagai pedoman Indonesia, sedangkan Australia membawa

tuntutan terhadap keberadaan Palung Timor64

.

Dalam melanjutkan kepentingannya di Laut Timor, Australia terus

melakukan negosiasi dengan Timor Leste mengenai pembagian hasil di Laut Timor

sejak Timor Leste melakukan referendum dari Indonesia. Australia dipercaya oleh

PBB sebagai pemimpin pasukan penjaga perdamaian sekaligus sebagai pemimpin

pemerintahan sementara PBB di Timor Leste melalui The United Nations

Transitional Administration in East Timor (UNTAET) yang menggantikan posisi

Indonesia sejak tahun 199965

.

Pasca referendum, selama pemerintahan transisi PBB (UNTAET), Australia

dan Timor Leste menyadari pentingnya minyak di dasar laut bagi masa depan Timor

Leste sehingga kontak-kontrak perusahaan minyak dipertahankan dan eksplorasi di

Laut Timor dilanjutkan agar Timor Leste menerima pendapatan dari minyak dan gas

tersebut. Selaku pemerintah Timor Timur, UNTAET menandatangani dokumen

Pertukaran Nota dengan Australia untuk tetap melanjutkan kesepakatan Celah Timor

antara Australia dan Indonesia, namun posisi Indonesia ditempati oleh Timor

Leste66

.

64

Kusumaatmaja, Mochtar. 1992. Perjanjian Indonesia-Australia di Celah Timor. hal. 223 65 “Negosiasi UNTAET dengan Australia”.

http://id.www.org./Administrator_Perserikatan_Bangsa_Bangsa_untuk_Timor_Timur di akses pada

18 Februari 2019 pukul 21.02

66 “Negosiasi UNTAET dengan Australia”.

http://id.www.org./Administrator_Perserikatan_Bangsa_Bangsa_untuk_Timor_Timur di akses pada

18 Februari 2019 pukul 21.02

44

C. Klaim Wilayah Perbatasan di Laut Timor antara Timor Leste-Australia

Perselisihan panjang mengenai perbatasan di Laut Timor antara Timor Leste

dengan Australia sejak Timor Leste resmi merdeka pada 2002. Kedua negara saling

mengklaim perbatasan yang didasarkan pada UNCLOS pasal 57 dan pasal 77 yang

mengatur perbatasan maritim menggunakan prinsip ZEE dan prinsip Landas

Kontinen. Timor Leste mengklaim 200 mil dari garis pantai selatan Timor Leste

merupakan wilayah yang sah sesuai ketentuan Hukum Laut 1982 menjadi wilayah

ZEE nya. Begitupun Australia mengklaim wilayah lautnya sepanjang 200 mil dari

garis pantainya dan menerapkan prinsip landas kontinen. Namun, Timor Leste dan

Australia berdampingan di Laut Timor dengan jarak yang tidak lebih dari 400 mil,

akibatnya terjadi tumpang tindih saling klaim di laut tersebut67

.

Dalam pasal 57 disebutkan bahwa ZEE tidak boleh melebihi 200 mil laut dari

garis pangkal lebar laut teritorial diukur. Artinya wilayah laut ZEE suatu negara

dapat diakui jika wilayah laut tidak lebih dari 200 mil tersebut. Sedangkan dalam

pasal 77 memberikan kewenangan kepada negara pantai pada landas kontinennya

untuk tujuan mengeksplorasi serta mengeksploitasinya sumber kekayaan alam

didalamnya. Pasal ini juga menjelaskan bahwa wilayah landas kontinen sifatnya

eksklusif dalam pengertian bahwa jika negara pantai tidak mengeksplorasinya

maupun mengeksploitasi sumber daya alamnya, tidak ada seorang atau suatu negara

pun dapat melakukan aktifitas atau melakukan klaim atas landas kontinen tersebut

tanpa persetujuan dari negara pantai68

.

67 Cleary, P. 2007, Shakedown: Australia‟s Grab for Timor Oil, Allen & Unwin. Hal. 4

68 United Nations Convention on the Law of the Sea, opened for signature 10 December

1982, 1833 UNTS 3 (entered into force 16 November 1994) art 57 & 77 („UNCLOS‟).

45

Klaim yang tumpang tindih seperti yang dilakukan oleh Timor Leste dan

Australia harus diajukan dan ditentukan oleh kesepakatan berdasarkan hukum

internasional yang berlaku. Ketika negara yang bersangkutan dipisahkan dengan

jarak yang kurang dari 400 mil, memungkinkan untuk menggunakan prinsip median

line agar mendapatkan pembagian batas yang sama. Prinsip ini sering digunakan

oleh Indonesia dalam bernegosiasi dengan negara-negara tetangganya, termasuk

pada tahun 2004 Indonesia melakukan negosiasi dengan Australia dan Selandia

Baru69

.

Australia tidak akan melakukan ketentuan prinsip median line dengan Timor

Leste, karena itu akan membuat Australia akan kehilangan kendalinya diwilayah

Greater Sunrise. Sebagai gantinya, Australia berupaya untuk mereplika ketentuannya

dengan Indonesia pada 1972 yang menjadi satu-satunya contoh menyelesaikan klaim

yang tumpang tindih tanpa harus menggunakan prinsip garis tengah70

.

Timor Leste terbengkalai dalam menghadapi ketidakpastian hukum atas

klaim yang masih tumpang tindih di Laut Timor, sehingga mengajak Australia untuk

menyelesaikan masalah ini ke Mahkamah Internasional karena forum ini diharapkan

menjadi solusi yang adil bagi Timor Leste. Namun, pada bulan Maret 2002 Australia

menarik diri dari yurisdiksi Mahkamah Internasional dalam hal yurisdiksi dasar laut.

Hal ini membuat waktu penetapan batas laut tertunda dan hingga akhirnya Australia

69

Lundahl, M. & Sjöholm, F. 2008, „The oil resources of Timor-Leste: Curse or Blessing?‟,

The Pacific Review, vol 21, no. 1, hal. 67-86 70

Lundahl, M. & Sjöholm, F. 2008, „The oil resources of Timor-Leste: Curse or Blessing?‟,

The Pacific Review, vol 21, no. 1, hal. 67-86

46

mengajak Timor Leste pada perundingan bilateral untuk menyelesaikan klaim dari

masing-masing pihak71

.

Pada saat kemerdekaan Timor Leste bulan Mei 2002, Timor Leste dan

Australia telah menandatangani perjanjian tentang Laut Timor yang dinamakan

Perjanjian Laut Timor Perjanjian ini disusun dan disertai nota kesepahaman serentak

bahwa sepakat untuk segera bernegosiasi dan beriktikad baik dalam perjanjian

eksplrorasi sumber daya alam. Perjanjian Laut Timor merupakan solusi sementara

yang dibentuk untuk mengatur batas-batas wilayah Laut Timor, dengan demikian

Australia tidak mempunyai wewenang penuh dalam mengeksplorasi kekayaan alam

di Laut Timor72

.

Perjanjian ini menggantikan berlakunya Perjanjian Celah Timor yang

ditandatangani oleh Australia dan Indonesia pada 11 Desember 1989 yang tidak lagi

berlaku dikarenakan wilayah Timor Leste tidak lagi menjadi bagian dari Indonesia.

Dengan ini Timor Leste menggantikan posisi Indonesia di dalam Perjanjian Celah

Timor tetapi memiliki sedikit perbedaan dari sebelumnya. Perbedaan yang signifikan

antara Perjanjian Celah Timor dan Perjanjian Laut Timor adalah bahwa perjanjian

yang baru hanya menciptakan Joint Petroleum Develoment Area (JPDA), dengan

pembagian bahwa Timor Leste mendapat 90% dan Australia mendapat 10% dari

pendapatan yang berasal dari wilayah tersebut73

.

Secara garis besar Perjanjian Laut Timor hanya dibentuk untuk kerjasama

eksplrorasi dan eksploitasi sumber daya alam tang berada didalamnya, bukan solusi

71

Lundahl, M. & Sjöholm, F. 2008, „The oil resources of Timor-Leste: Curse or Blessing?‟,

The Pacific Review, vol 21, no. 1, hal. 67-86 72

Jornal da República of Timor-Leste website, Resolution N.º 2/2003

http://www.jornal.gov.tl/?mod=artigo&id=1297 , di akses pada 09 November 2018 pukul 16.34 73

Indonesian Journal of International Law. TIMOR SEA TREATY. Vol. 14 No. 3 April 2017.

Hal. 424

47

dalam perbatasan maritim. Sesuai yang dijelaskan pada pasal 22 dalam perjanjian ini

bahwa perjanjian akan berlaku sampai ada delimitasi dasar laut secara permanen atau

selama 30 tahun dari tanggal berlakunya. Harus ditekankan bahwa Perjanjian Laut

Timor tidak merugikan klaim perbatasan diwilayah Laut Timor antara para pihak74

.

Adapun jika ada pelanggaran dalam penerapan Timor Sea Treaty, harus

diselesaikan diselesaikan dengan negoisasi, konsultasi atau diserahkan ke majelis

arbitrase internasional. Dalam perjanjian ini tidak menyebutkan untuk setiap pihak

harus segera menyelesaikan batas laut secara permanen, namun hal ini muncul dari

implikasi sifat perjanjian yang sementara. Selain itu, para pihak yang bersangkutan

harus tunduk dan patuh pada kesepakan yang telah di buat demi kelangsungan ber

negara yang sejahtera75

.

Pada tahun 2006 Timor Leste dan Australia membuat perjanjian lagi yang

didasarkan pada pengelolaan ladang Greater Sunrise karena ladang ini diluar wilayah

JPDA yang sudah berjalan kerjasamanya diantara para pihak dan diatur dalam

Perjanjian Laut Timor 2002. Perjanjian ini dinamakan perjanjian CMATS (Certain

Maritime Arragemenys in the Timor Sea) yang mulai berlaku pada 23 Februari

200776

.

Perjanjian CMATS menghindarkan bagi kedua belah pihak untuk

bernegosiasi secara permanen batas maritim dalam periode CMATS berlangsung,

yakni lima puluh tahun. Menyoroti bahwa para pihak tidak berkewajiban untuk

74

National Petrol Authority of Timor-Leste website, Timor Sea Treaty, http://www.anptl.

org/webs/anptlweb.nsf/vwAll/ResourceTimor%20Sea%20Treaty/$File/Timor%20Sea%20Treaty.pdf?

openelement, di akses pada 09 November 2018 pukul 22.00 75 National Petrol Authority of Timor-Leste website, Timor Sea Treaty, http://www.anptl.

org/webs/anptlweb.nsf/vwAll/ResourceTimor%20Sea%20Treaty/$File/Timor%20Sea%20Treaty.pdf?

openelement, di akses pada 09 November 2018 pukul 22.00 76

Australian Government website, http://www.comlaw.gov.au/Details/C2004C01300 di

akses pada 09 November 2018 pukul 16.45

48

merundingkan batas-batas laut permanen untuk periode perjanjian ini. Perjanjian ini

secara durasi telah mengubah pasal 22 dari Timor Sea Treaty mengenai durasi,

sehingga ada korelasi dengan perjanjian CMATS. Perjanjian ini juga memiliki

disposisi terkait eksploitasi hulu minyak bumi yang terletak di dalam area unit, serta

menetapkan bahwa pendapatan harus di bagi rata77

.

Ditinjau dari berbagai perjanjian yang telah dilakukan antara Timor Leste dan

Australia, bahwa persoalan batas maritim selalu dikesampingkan. Australia

memberikan pengaruh besar terhadap Timor Leste dalam setiap perundingan yang

sudah berlangsung terkait kerjasama eksploitasi minyak di Laut Timor. Australia

memberikan doktrin terhadap Timor Leste bahwa kerjasama minyak lebih

menguntungkan daripada harus menyelesaikan batas permanen di Laut Timor.

Sehingga pada tahun 2012 Timor Leste mulai melakukan upaya-upaya agar

perbatasan maritim secara permanen segera terselesaikan.

D. Kerangka hukum UNCLOS tentang Batas Maritim dan eksplorasi Sumber

Daya Alam

UNCLOS mendefinisikan konsep landas kontinen dan Zona Ekonomi

Eksklusif (ZEE) sebagai penjelasan penting untuk memahami hukum di Laut Timor.

Sebagaimana yang dijelaskan dibawah ini:

1. Konsep Landas Kontinen

Dalam UNCLOS pada pasal 76 ayat 1 menyebutkan bahwa “landas kontinen

suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah di bawahnya dari daerah dibawah

laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah

77 National Petrol Authority of Timor-Leste website, Timor Sea Treaty, http://www.anptl.

org/webs/anptlweb.nsf/vwAll/ResourceTimor%20Sea%20Treaty/$File/Timor%20Sea%20Treaty.pdf?

openelement, di akses pada 09 November 2018 pukul 22.00

49

daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen atau hingga suatu jarak 200 mil laut

garis pangkal sebagaimana lebar laut teritorial di ukur dalam hal pinggiran luar tepi

kontinen tidak mencapai jarak tersebut”78

.

Zona landas kontinen adalah wilayah yurisdiksi maritim, dan merupakan

bagian dari hukum kebiasaan internasional79

di bawah proklamasi Truman 28

September 1945,80

yang membela bahwa “hak-hak negara diperpanjang di atas

landas kontinen fisik yang berdekatan ke garis pantai suatu negara”81

.

Negara pesisir menjalankan hak berdaulat eksklusif atas landas kontinennya

untuk tujuan mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alamnya. Hak-hak

ini sudah melekat, tidak seperti ZEE, mereka tidak harus diproklamirkan dan tidak

bergantung pada kependudukan82

.

Berdasarkan definisi yang disebutkan, bahwasanya dalam kasus di mana dua

negara atau lebih tidak mengakui berlawanan atau berdekatan satu sama lain,

memiliki kurang dari 400 mil, seperti yang terjadi antara Timor Leste dan Australia.

Permasalahan akan timbul dalam hal batas-batas landas kontinen, karena itu

menyangkut kedaulatan suatu negara.

Konsep landas kontinen sangat penting untuk membatasi dasar laut saat

Australia dan Indonesia telah menandatangani perjanjian internasional diatasnya.

Penentuan batas antara Timor Leste dan Australia ternyata tidak sesuai yang

78

The United Nations website, United Nations Convention on the Law of the Sea,

http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf, article 76, di akses

pada 29 November 2018 pukul 23.11 79

Customary International Law is defined as “Rules derived from general practice among the

states together with opinio juris” Anthony Aust, Handbok of International Law, Cambridge

University Press, 2nd

Edition, 2010, hal. 5 80

Malcom N. Shaw QC, International Law, Cambridge University Press, 5th Edition, 2003,

hal. 522 81

Petrotimor website, in the matter of East Timor‟s maritime boundaries opinion, by

Vaughan Lowe, Christopher Carleton and Christopher Ward, http://www.petrotimor.com/lglop.html,

di akses pada 29 November 2018 82

Anthony Aust, Handbok of International Law, Cambridge University Press, 2nd Edition,

2010, hal. 287

50

diharapkan. Membuat dalih garis tengah, namun yang terjadi batas dasar laut

didirikan lebih dekat dengan Timor Leste daripada Ausralia.

Pemerintahan Australia mengklaim bedasarkan hasil geologi dan dalam

mengembangkan dua interpretasi dari pasal 1 dan 6 Konvensi Jenewa 1958 tentang

landas kontinen mengenai batas-batas internasional dan didasarkan pada

perpanjangan benua Australia kearah utara sampai ke Celah Timor, di bawah

perpanjangan alami yang dikembangkan di North Sea Continental Shelf Case

(Jerman versus Denmark dan Jerman versus Belanda)83

.

Kebijakan ini telah dipertentangkan tidak hanya oleh Indonesia tetapi juga

oleh Portugal. Sejak awal negosiasi, Portugal enggan untuk menerima klaim

Australia tentang batas-batas Celah Timor yang didefinisikan dalam perjanjian

antara Australia dan Indonesia.

2. Konsep Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

D alam konvensi hukum laut 1982, ZEE di atur dalam bagian kelima, dimana

ZEE didefinisikan sebagai suatu daerah di luar dan berdampingan dengan laut

teritorial, yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan berdasarkan hak-

hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain,

diatur oleh ketentuan-ketentuan yang relevan84

.

ZEE diartikan sebagai suatu daerah di luar teritorial yang lebarnya tidak

boleh melebihi 200 mil di ukur dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur

lebar laut teritorial. Berlakunya konsep ZEE merupakan pranata hukum laut

Internasional yang masih baru. Dalam Konferensi Hukum Laut yang diprakarsai oleh

83

Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea, the Timor Sea Treaty and the Timor

Gap, 1972-2007 http://www.laohamutuk.org/Oil/Boundary/JSCT/sub6RKing.pdf, di akses pada 29

November 2018 pukul 00.35 84

Pasal 55 UNCLOS 1982

51

PBB pada 1973 sampai 1982, ZEE ini dibahas secara mendalam dan intensif sebagai

salah satu agenda acara konferensi dan disepakati serta dituangkan di dalam bab V

pasal 55-57 Konvensi Hukum Laut Internasional 198285

.

Barbara Kiwatowska dalam bukunya The 200 Mile Exclusive Economic Zone

in the Law of the Law menjelaskan bahwa:

“The Economic Exclusive Zone is an area beyond and adjacent to the territorial

sea that extends up to 200 miles from the territorial sea baselines, in which the

coastal states has sovereign rights with regard to all natural resources and

other activities for economic exploitation and exploration, as well as jurisdiction

with regard to artificial island, scientific research and the marine environment

protection, and other right and duties provided for the law of the sea convention.

All states enjoy in the EZZ navigational and other communications freedoms,

and the land-locked and other”86

.

Beberapa negara berkembang akan manaruh perhatian khusus pada

penentuan ZEE, karena itu bersifat sangat penting untuk memanfaatkan kekayaan

ZEE dalam sumber daya alam maupun perikanan. Timor Leste dan Australia

memiliki kasus demikian, saling klaim dan belum bisa menentukan batas-batas ZEE

mereka. Dasar hukum yang diberikan oleh ZEE adalah tambahan atau alternatif

untuk hak yang timbul dari hak landas kontinen.

Timor Leste sebagai negara yang berdaulat berhak menentukan wilayah

perbatasannya atas laut, darat dan udara. Sebagaimana yang terjadi di Laut Timor

antara Timor Leste dan Australia yang belum tuntas dalam membatasi wilayah

maritimnya. Klaim yang tumpang tindih terjadi karena kedua negara memiliki

prinsip batas wilayah yang berbeda dalam menentukan batas maritim. Timor Leste

mengklaim batas maritimnya sesuai dengan UNCLOS 1982 dengan menggunakan

85

Setiadi, Ignasius Yogi Widianto. 2014. Upaya Negara Indonesia dalam Menangani

Masalah Illegal Fishing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Jurnal Hukum Fakultas Hukum

Universitas Atmajaya Jogjakarta 86

Barbara Kiwatowska. 1989. The 200 Mile Exclusive Economic Zone in the Law of the

Law. Martinus Nijhoff Publishers: Dordrecht. hal. 43

52

prinsip ZEE, Namun klaim itu dipatahkan dengan klaim yang di buat oleh Australia

dengan menggunakan prinsip Landas Kontinen.

Australia berpendapat bahwa Palung Timor yang berada di selatan pantai

Timor Leste menjadi titik akhir landas kontinen Timor Leste, Sehingga wilayah laut

yang berada diselatan Palung Timor seharusnya menjadi wilayahnya. Namun hal itu

pula dapat terbantahkan dengan klaim ZEE yang diciptakan oleh Timor Leste dalam

pembagian wilayah maritim, yakni sejauh 200 mil dari garis lebar laut teritorial

diukur. Timor Leste juga berpendapat apabila jarak antara kedua negara tidak lebih

dari 400 mil, maka solusi yang harus digunakan adalah prinsip median line.

53

BAB IV

UPAYA TIMOR LESTE DALAM MENYELESAIKAN

SENGKETA LAUT TIMOR DENGAN AUSTRALIA PADA

PERIODE 2012-2016

Bab ini akan menjelaskan bagaimana upaya Timor Leste dalam

memperjuangkan kepentingan nasionalnya terkait penetapan wilayah batas maritim

yang permanen dengan Australia pada periode 2012-2016. Terhitung sejak Timor

Leste resmi sebagai negara yang berdaulat pada tahun 2002, permasalahan batas

wilayah dengan Australia belum menemukan hasil yang resmi sesuai ketentuan

hukum. Dalam penelitian ini akan difokuskan kepada upaya Timor Leste pada

periode 2012-2016, Karena pada periode itu Timor Leste telah melakukan berbagai

tindakan seperti membangun opini publik, melakukan proses konsiliasi hingga

membentuk Dewan Khusus untuk batas maritim.

Analisa dalam skripsi ini menggunakan empat kerangka konseptual yakni,

Konsep Kepentingan Nasional, Konsep Diplomasi Perbatasan, Konsep Penentuan

Wilayah Perbatasan Negara dan Konsep Perbatasan. Konsep ini akan digunakan

dalam menjelaskan upaya-upaya Timor Leste yang sudah dilakukan dalam periode

2012-2016. Dalam hal upaya opini publik akan dijelaskan menggunakan konsep

diplomasi perbatasan, upaya melakukan proses konsiliasi akan dijelaskan

menggunakan konsep penentuan wilayah perbatasan negara, serta upaya membentuk

dewan batas maritim akan dikaitkan dengan konsep perbatasan.

Penulis akan menjelaskan upaya-upaya Timor Leste disetiap sub bab, dengan

demikian akan mudah dipahami disetiap upaya yang dilakukan Timor Leste tersebut.

Adapun upayanya adalah sebagai berikut:

54

A. Upaya Membangun Opini Publik

Wacana perjuangan dan perlawanan memberikan kesinambungan dan

stabilitas dari masa lalu hingga saat ini. Sejarah Timor Leste dengan kolonialisme

mulai membentuk identitas, kepentingan, dan interaksi yang berbasis dalam

perjuangan negara Timor Leste. Selanjutnya, motivasi di balik strategi kebijakan luar

negeri Timor Leste tentang masalah Laut Timor, dan retorika yang digunakan juga di

motivasi oleh kepentingan politik domestik.

Dalam pembahasan ini, penulis akan menggunakan konsep diplomasi

perbatasan yang merupakan pelaksanaan politik luar negeri dalam rangka

penanganan masalah perbatasan yang mencakup batas wilayah negara darat dan laut

serta pengelolaan berbagai masalah perbatasan yang berdimensi internasional87

.

Sebagai praktik dalam terwujudnya diplomasi perbatasan, maka digunakannya

konsep diplomasi publik dalam menjawab permasalahan tersebut.

Dalam diplomasi publik perlu dipahami bahwa proses diplomasinya tidak

hanya di luar negeri tapi juga di dalam negeri. Evan Potte (2006) mengatakan bahwa

permasalahan diplomasi publik tidak hanya tantangan terhadap kebijakan luar negeri,

tetapi juga merupakan tantangan nasional. Esensi dari diplomasi publik adalah

„membuat orang lain berada di pihak anda‟, sedangkan permasalahan dalam

diplomasi publik adalah bagaimana mempengaruhi opini dan perilaku orang lain.

dalam hal ini, yang di maksud orang bukan hanya pemangku kebijakan, melainkan

khalayak atau publik88

.

87

Arif Havas Oegroseno, “Status Hukum Pulau-Pulau Terluar Indonesia”, hal. 13

www.Deplu.go.id di akses pada 23 November 2018 pukul 22.35 88

Potter, Evan. 2006. Branding Canada: Projecting Canada's Soft Power through Public

Diplomacy. Montreal: McGill-Queen‟s University Press. hal. 7

55

Dorongan Timor Leste atas opini yang dominan dalam diplomasi publiknya

untuk menargetkan ruang publik Australia memiliki sejumlah stigma. Yang pertama

adalah bahwa Timor Leste menarik secara signifikan pada persepsi masa lalu dan

saat ini tentang perjuangan Timor Leste untuk pengakuan dan peran Australia dalam

kemerdekaan politik Timor Leste (baik secara simbolis, dan dalam hal kemerdekaan

nyata atau aktual). Yang kedua adalah cara perwakilan politik Timor Leste

memanfaatkan opini publik yang lebih luas secara konsisten di tuntut oleh para

aktivis masyarakat sipil yang telah lama mendukung batas-batas maritim permanen

dan kesepakatan yang lebih baik untuk Timor Leste89

.

Dalam memanfaatkan opini yang semakin luas terkait dengan perselisihan

Laut Timor, Pemerintahan Timor Leste berupaya untuk mempertahankan gelombang

opini ini sebagai lanjutan dari gerakan kemerdekaan Timor Leste. Opini ini

membangkitkan kepercayaan bahwa kedaulatan Timor Leste tetap tidak lengkap

tanpa batas-batas laut yang permanen, dengan demikian perjuangan untuk pengakuan

kedaulatan terus berlanjut bahkan setelah menjadi diakui secara internasional sebagai

negara berdaulat pada tahun 2002.

Perdana Menteri Timor Leste saat ini Rui Maria de Araujo baru-baru ini

berpendapat di media Australia bahwa 'menetapkan batas-batas permanen adalah

masalah prioritas nasional untuk Timor Leste sebagai langkah terakhir dalam

89 Allard, T. „East Timor takes Australia to UN over sea border‟, Sydney Morning Herald, 11

April 2016. https://www.smh.com.au/by/tom-allard-hvezk di akses pada 21 Januari 2019 pukul 20.00

WIB

56

mewujudkan kedaulatan kita sebagai negara merdeka'90

. Dalam pidatonya di

Februari 2016, Dr Araujo berpendapat bahwa batas laut permanen adalah91

:

langkah terakhir dalam mewujudkan kedaulatan penuh kita

sebagai negara yang merdeka. Dari sudut pandang kami, ini

adalah fase kedua dan terakhir dari upaya kami untuk pembebasan

Timor Leste. Sudah hampir empat belas tahun sejak pemulihan

kemerdekaan kita. Kami telah membuat kemajuan luar biasa.

Kami telah membuat pembangunan sosial-ekonomi yang luar

biasa - kami telah membangun fondasi negara, dan pembangunan

bangsa. Kami telah pindah dari negara yang rapuh ke arah

pembangunan yang kuat di berbagai bidang. Tapi, perjuangan kita

untuk kedaulatan tidak akan berakhir sampai kita mengklaim

kedaulatan maritim kita.

Dalam deklarasi publik lainnya, Dr Araujo juga menegaskan bahwa batas-

batas maritim permanen diperlukan bagi Timor Leste untuk mewujudkan kedaulatan

penuh bagi negara baru yang bisa dibanggakan. Hal ini telah menjadi opini sentral

dari kampanye diplomasi publik Timor Leste ketika para pemimpin berusaha untuk

mendorong masyarakat Australia untuk memberikan tekanan pada Australia agar

mengubah kebijakannya.

Gagasan ini adalah batas akhir dari kampanye kemerdekaan Timor Leste

telah di dukung oleh Duta Besar Timor Leste untuk Australia, Abel Guterres, yang

secara terbuka menyatakan „itu adalah bagian penting bagi Timor Leste dalam

menyelesaikan kemerdekaan dan kedaulatannya, seperti yang masing-masing negara

ingin lakukan. Ada kesadaran besar di negara itu tentang masalah perbatasan laut.

90

Allard, T. „East Timor takes Australia to UN over sea border‟, Sydney Morning Herald, 11

April 2016. https://www.smh.com.au/by/tom-allard-hvezk di akses pada 21 Januari 2019 pukul 20.00

WIB 91

Araujo, R. 2016b. Speech by His Excellency the Prime Minister Dr Rui Maria de Araujo

on the occasion of the launch of the maritime boundary office website, Dili Government Palace: 29

February 2016.

57

Bagi Timor Leste ini adalah perjuangan lain untuk kemerdekaan penuh dan

kedaulatan kita atas daratan dan lautan'92

. Menurut Duta Besar Guterres:

setiap orang sadar, Anda perlu memahami bahwa generasi

Timor-Leste saat ini adalah orang-orang yang berperang

dengan Indonesia. Kami merasa sedih bahwa kami butuh 24

tahun dan hilangnya seperempat juta orang (untuk mengakhiri)

perjuangan ini dengan tetangga utara kami. Sekarang kita

harus melakukan perjuangan lain dengan tetangga selatan kita

karena hanya menolak untuk duduk dan menegosiasikan

perbatasan dengan kita. Jadi kita harus berjuang dan berjuang

lagi, tetapi kali ini lebih bersifat intelektual daripada darah

dan air mata93

.

Memahami mengapa opini publik ini dibutuhkan Timor Leste untuk

menumbuhkan kembali semangat perjuangan warisan masa lalu. Nasionalisme anti-

kolonial yang berkembang melalui perlawanan terhadap pendudukan Indonesia terus

menjadi bagian integral dari identitas nasional Timor, dan peran dalam gerakan

perlawanan terus memberikan pelajaran politik tersendiri kepada seriap individu94

.

Di dalam negeri, kemudian opini 'perjuangan kedaulatan' melayani berbagai

tujuan politik: mereka menyatukan dan memobilisasi publik Timor Leste, mereka

memberikan pengalih perhatian dari tantangan sosial-ekonomi yang signifikan yang

dihadapi bangsa dan dari kritik mengenai alokasi sumber daya, dan membantu dalam

mengkonsolidasikan kekuatan elit politik Timor Leste95

. Dalam hal tujuan kebijakan

92

Weir, B. 2016. „Interview: Ambassador Abel Guterres‟. The Diplomat. 20 April 2016.

http://thediplomat.com/2016/04/interview-ambassador-abel-guterres/, di akses pada 05 Desember

2018 pukul 21.04 93

Weir, B. 2016. „Interview: Ambassador Abel Guterres‟. The Diplomat. 20 April 2016.

http://thediplomat.com/2016/04/interview-ambassador-abel-guterres/, di akses pada 05 Desember

2018 pukul 21.23 94

Leach, M. 2015. „The Politics of History in Timor-Leste‟. In S.Ingram, L. Kent and A.

McWilliam (eds) A New Era? Timor-Leste After the UN, Canberra: Australian National University

Press. hal. 41. 95

Strating, R. 2016. „What‟s behind Timor-Leste‟s approach to solving the

Timor Sea dispute?‟, The Conversation, April 18 2016.

http://theconversation.com/whats-behind-timor-lestes-approach-to-solving-the-timor-

sea-dispute-57883 di akses pada 25 Desember 2018 pukul 00.30.

58

luar negeri Timor Leste, opini di rancang untuk menghasilkan dukungan dari dalam

masyarakat sipil Australia, yang menunjukkan dukungan yang besar terhadap

gerakan kemerdekaan Timor Leste selama pendudukan Indonesia96

. Kampanye

diplomasi publik Laut Timor menggunakan opini sebagai cara untuk menghidupkan

kembali dukungan dan persatuan ini untuk tujuan mobilisasi publik.

Opini publik ini memproyeksikan gagasan yang dipertanyakan bahwa selama

Timor Leste tidak memiliki batas-batas maritim permanen, kedaulatannya tetap tidak

lengkap. Simbolisme batas-batas laut permanen terus menjadi dominan dalam opini

publik pemerintah Timor Leste. Menurut Juru Bicara Pemerintah, Agio Pereira97

:

Timor-Leste telah membawa kasusnya ke pengadilan arbitrase

internasional dan ICJ, hanya karena membutuhkan lebih banyak

uang, sama sekali salah. Ada kebutuhan untuk memahami dengan

jelas pengertian 'prinsip' ketika seseorang menyelidiki secara

mendalam hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan komersial

di Laut Timor dimana strategi berorientasi keuntungan dari

perusahaan sumber daya multinasional (MRC) dan kepentingan

nasional dari pemilik yang sama. sumber daya dapat tumpang

tindih atau tergelincir.

Di sini, 'prinsip' memasukkan hak atas batas laut, kedaulatan, konsolidasi

kemerdekaan, dan 'kepentingan nasional' jangka panjang. Batas laut penting karena

kedaulatan berarti98

:

mendefinisikan dengan tepat di mana perbatasan laut yang

berdaulat di Timor-Leste, sehingga Angkatan Pertahanan dan

Sekutu kita di bidang pertahanan (termasuk Australia) dapat

merencanakan kemampuan pertahanan, tidak harus untuk tujuan

96

Fernandes, C. 2014. Reluctant Saviours: Australia, Indonesia and the Independence of

East Timor. Melbourne: Scribe Publications. hal. 15. 97

Agio Pereira, „The Gap is Getting Bigger: It‟s Time to Draw the Line‟, Tempo Semanal,

24 August 2014. https://www.laohamutuk.org/Oil/Boundary/2014/TSAgioPereira25Aug2014en.pdf di

akses pada 25 Desember 2018 pukul 22.22 98

Agio Pereira, „The Gap is Getting Bigger: It‟s Time to Draw the Line‟, Tempo Semanal,

24 August 2014. https://www.laohamutuk.org/Oil/Boundary/2014/TSAgioPereira25Aug2014en.pdf di

akses pada 25 Desember 2018 pukul 22.45

59

perang, tetapi yang paling penting untuk tujuan strategis dan

perdamaian, untuk perlindungan sumber daya alam yang

strategis seperti minyak dan gas dan sumber daya alam yang

paling vital, yakni air.

Opini yang digunakan oleh perwakilan politik Timor Leste berupaya untuk

mengubah arah perdebatan menuju aspek kedaulatan simbolik dan menjauh dari hal

yang bersifat materi. Ini telah menjadi ciri perdebatan sejak kemerdekaan Timor

Leste. Misalnya, argumen utama mantan Perdana Menteri Mari Alkatiri adalah

bahwa sikap Timor Leste bukan tentang uang, itu berkaitan dengan kedaulatan, yang

mencerminkan keyakinan bahwa dimensi simbolis dari perselisihan akan

menghasilkan lebih banyak simpati daripada jika ini hanya perselisihan tentang alam

sumber daya. Perdana Menteri saat ini mengulangi pernyataan ini dengan

menyatakan bahwa99

:

Kita perlu memiliki pesan yang sangat jelas ketika kita berbicara

tentang penggambaran batas-batas laut permanen - kita tidak

berbicara tentang berbagi sumber daya - itu adalah kasus yang

berbeda .... Kita harus jelas kepada semua orang bahwa tujuan

kita adalah untuk membatasi batas laut kita, bukan untuk

mendapatkan bagian yang lebih besar dari sumber daya - ini

bukan masalah kita, masalah kita adalah untuk membatasi batas

kita sebagai bagian dari fase akhir kedaulatan kita.

Untaian opini lain yang menonjol dalam diplomasi publik Timor Leste terkait

dengan hak hukum internasional, dengan tuntutan Timor Leste untuk kemerdekaan

yang berdaulat. Menurut Perdana Menteri Araujo, rakyat Timor Leste mengamankan

batas-batas laut permanen adalah kelanjutan dari perjuangan panjang kami untuk

99

Araújo, R. 2016a. Prime Minister‟s Message. http://www.gfm.tl/about/prime-ministers-

message di akses pada 03 Januari 2019 pukul 20.32

60

kemerdekaan dan kedaulatan penuh. Kami meminta tidak lebih dari apa yang berhak

kami dapatkan berdasarkan hukum internasional100.

Kantor Batas Maritim berpendapat bahwa batas-batas maritim adalah

masalah kedaulatan bagi rakyat Timor Leste. Ketika batas-batas laut permanen

diselesaikan dengan Australia dan Indonesia sesuai dengan hukum internasional,

rakyat Timor Leste akan mencapai kepemilikan kedaulatan dan kendali atas wilayah-

wilayah laut di dalam batas-batas itu101

. Ada juga banyak contoh klaim dalam

aktivisme masyarakat sipil bahwa Timor Leste akan memiliki atau mengendalikan

Greater Sunrise jika batas-batas di ambil sesuai dengan hukum maritim

internasional. Menurut Timor Sea Justice Campaign, „jika batas ditetapkan sesuai

dengan hukum internasional, Greater Sunrise akan sepenuhnya berada di dalam Zona

Ekonomi Eksklusif Timor Leste102

.

Konsep keadilan dalam konteks ketidaksetaraan kekuasaan adalah jantung

dari kampanye diplomasi publik di Laut Timor. Ada sejumlah pertanyaan tentang

seperti apa batas yang adil dan penyelesaian yang adil akan terlihat seperti di bawah

hukum internasional. Ada juga pertanyaan moral tentang status Australia sebagai

negara kaya dan perannya yang terlibat dalam pendudukan Indonesia atas Timor

Timur. Peran ketidaksetaraan yang nyata dalam kekuasaan dan keuntungan antara

Australia dan Timor-Leste telah digunakan untuk menetapkan gagasan bahwa

negosiasi sebagian besar 'tidak adil'. Ini telah menjadi pola argumentasi yang

100

Araújo, R. 2016a. Prime Minister‟s Message. http://www.gfm.tl/about/prime-ministers-

message di akses pada 03 Januari 2019 pukul 20.58 101

Timor-Leste Maritime Boundary Office. 2016. http://www.gfm.tl , di akses pada 12

Januari 2019 pukul 17.11 102

Timor Sea Justice Campaign. 2016. http://www.timorseajustice.com/TSJC/introduction ,

di akses pada 12 Januari 16.42

61

konsisten dalam aktivisme masyarakat sipil dan kampanye diplomasi publik Timor

Leste.

Timor Leste mencoba untuk melakukan tekanan moral dengan menggunakan

kerentanannya terhadap kekayaan Australia, negara itu juga berusaha dalam

negosiasi untuk meniadakan kebutuhannya untuk mencari solusi cepat. Memang,

strategi negosiasi kunci Timor Leste adalah menggunakan konsep keadilan dan

legitimasi di ranah publik untuk menekan Australia ke penyelesaian yang lebih adil.

Berdasarkan penjelasan di atas, diplomasi publik digunakan sebagai cara

dalam menjalankan diplomasi perbatasannya dengan Australia. Timor Leste dapat

mempengaruhi masyarakat dalam negerinya maupun masyarakat di luar negeri,

termasuk di Australia. Dalam membangun opini publik, Timor Leste berhasil

memberikan tekanan yang lebih agar segera melakukan penyelesaian batas maritim

di bawah Mahkamah Internasional. Tekanan itu tidak hanya muncul dari masyarakat

Timor Leste saja, namun sebagian masyarakat Australia juga ikut mendesak

pemerintahannya agar segera menyelesaikan persoalan ini dengan Timor Leste103

.

B. Upaya Melakukan Proses Konsiliasi

Timor Leste berdiri sebagai negara yang resmi sehingga mempunyai hak atas

wilayah kedaulatan yang sah. Upaya Timor Leste mengajukan persoalan batas

maritim dengan Australia ke PBB sudah sewajarnya dilakukan mengingat negosiasi

bilateral antara kedua negara belum bisa menghasilkan batas-batas maritim yang

permanen sesuai ketentuan hukum.

103

Timor Sea Justice Campaign News. Snap protest action outside DFAT in Melbourne:

12:30 Thursday 3 December http://www.timorseajustice.com/timor-sea-justice-campaign-news/snap-

protest-action-outside-dfat-in-melbourne-12-30-thursday-3-december di akses pada 12 Januari 2019

62

Dalam hubungannya dengan upaya mendapatkan pemanfaatan atau

penentuan batas laut di wilayah Laut Timor ini, Timor Leste terlibat dalam beberapa

upaya judisial, seperti: pada April 2013 Timor Leste menggugat Australia di

Permanent Court of Arbitration (PCA) untuk meminta pembatalan perjanjian

CMATS 2006, karena Australia di anggap melakukan tindakan spionase pada Timor

Leste dalam diskusi internal yang dilakukan pihak Timor Leste sebelum melakukan

perjanjian CMATS dengan Australia104

; pada Desember 2013, Timor Leste

menggugat Australia di ICJ karena Australia menyita dan menahan dokumen dan

barang bukti lain milik Timor Leste terkait gugatan spionase di PCA105

; Serta upaya

konsiliasi di PCA sesuai menurut mekanisme penyelesaian sengketa UNCLOS 1982

pada tahun 2016106

.

Dari berbagai kasus yang dijelaskan di atas, penulis menfokuskan upaya

Timor Leste dalam proses konsiliasi di bawah PBB melalui PCA, karena upaya ini

yang dilakukan sesuai dengan konsep penetuan wilayah perbatasan negara yang

digunakan penulis sebagai konsep untuk menjelaskan bagaimana upaya Timor Leste

dalam proses konsiliasi tersebut.

Dalam dimensi hukum internasional, prinsip penetapan perbatasan negara

dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu Prinsip Umum dan Prinsip Khusus. Prinsip

umum dalam penetapan perbatasan negara adalah ketentuan dasar yang dijadikan

acuan dalam penyelesaian penetapan negara secara umum. Dengan prinsip umum

104

What‟s behind Timor-Leste terminating its maritime treaty with Australia, Theconversation, 10 Januari 2017, http://theconversation.com/whats-behind-timor-lesteterminating-

its-maritime-treaty-with-australia-71002 diakses pada 13 Januari 2019 105

International Court of Justice, “Questions relating to the Seizure and Detention of Certain Documents and Data (Timor-Leste v Australia), http://www.icj-cij.org/en/case/156 diakses pada 13

Januari 2019 106

Press Release, “Conciliation Between the Democratic Republic of Timor Leste and the Commonwealth of Australia”, permanent Court of Arbritation, 1 September 2017, http://www.pcacases.com/web/view/132 diakses pada 15 Januari 2018

63

penyelesaian penetapan perbatasan antar negara harus diselesaikan secara damai

melalui perundingan, baik antara negara yang berbatasan ataupun melalui mediasi

pihak ketiga. Dengan demikian prinsip penyelesaian secara damai merupakan prinsip

utama atau prinsip umum dalam penyelesaian penetapan perbatasan negara107

.

Prinsip kedua adalah prinsip khusus, dalam prinsip ini diimplementasikan

menjadi dua bagian, yakni Prinsip Khusus Penetapan Batas Darat dan Prinsip

Khusus Batas Laut. Penelitian ini menfokuskan prinsip batas laut sebagai konsep

dalam menjelaskan upaya Timor Leste dalam melibatkan Mahkamah Internasional

untuk menyelesaikan masalah sengketa batas maritim di Laut Timor.

Dalam penetapan batas laut atau batas maritim, yang menjadi landasan

hukum internasional adalah UNCLOS 1982. Mengingat klaim yang didirikan di Laut

Timor adalah mengenai pembagian wilayah ZEE dan Landas Kontinen maka harus

mengacu pada pasal 74 UNCLOS 1982 yang mengatur tentang penyelesaian

penetapan batas garis ZEE dan pasal 83 UNCLOS 1982 yang mengatur tentang

penyelesaian batas Landas Kontinen.

Proses Konsiliasi yang diajukan pihak Timor Leste merupakan upaya yang

normal sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di PBB dan dijelaskan pada

Pasal 33 Ayat 1 dalam Piagam PBB, yakni cara menyelesaikan sengketa dengan

damai adalah dengan melakukan perundingan, penyelidikan, mediasi, konsiliasi,

arbitrase, penyelesaian menurut hukum melalui badan legal atau dengan cara damai

yang ditentukan oleh negara sendiri108

.

107

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2011. Perbatasan Negara dalam Dimensi Hukum Internasional.

Graha Ilmu: Yogyakarta. Hal 80 108

Suwardi, Sri Setianingsih. 2006. Penyelesaian Sengketa Internasional. Penerbit

Universitas Indonesia: Jakarta. hal. 2.

64

UNCLOS 1982 telah menyediakan suatu sistem penyelesaian sengketa. Di

lihat dari perkembangan sistem peradilan internasional, mekanisme UNCLOS 1982

ini merupakan yang pertama kali yang dapat mengarahkan negara-negara peserta

untuk menerima prosedur yang memaksa (compulsory procedures). Dengan sistem

UNCLOS 1982 maka tidak ada lagi ruang bagi negara-negara pihak UNCLOS 1982

untuk menunda-nunda sengketa hukum lautnya dengan bersembunyi di belakang

konsep kedaulatan negara karena UNCLOS 1982 secara prinsip mengharuskan

negara-negara pihak untuk menyelesaikan sengketanya melalui mekanisme

UNCLOS 1982. Negara-negara pihak UNCLOS 1982 dapat membiarkan suatu

sengketa tidak terselesaikan hanya jika pihak lainnya setuju untuk itu. Jika pihak lain

tidak setuju, maka mekanisme prosedur memaksa UNCLOS 1982 akan

diberlakukan109

.

Dalam hal ini UNCLOS 1982 mengenalkan empat macam cara

menyelesaikan sengketa, yaitu melalui Mahkamah Internasional Hukum Laut,

Mahkamah Internasional, Arbitrase atau Arbitrase khusus dan Konsiliasi. Proses

konsiliasi yang digunakan Timor Leste dalam upaya menyelesaikan sengketa Laut

Timor dengan Australia. Adapun cara penyelesaian perselisihan menurut prosedur

ini di mulai dengan pemberitahuan dari salah satu pihak yang berselisih kepada

pihak lainnya. Sekretaris Jenderal PBB akan memegang nama-nama dari konsiliator

yang di tunjuk oleh negara-negara peserta UNCLOS 1982 di mana setiap negara

dapat menunjuk empat konsiliator dengan persyaratan bahwa orang-orang tersebut

mempunyai reputasi tinggi, kompeten dan memiliki integritas110

.

109

Anwar, Chairul. 1989. Hukum Internasional: Horizon Baru Hukum Laut Internasional

Konvensi Hukum Laut 1982. Penerbit Djambatan: Jakarta. hal. 123 110

Anwar, Chairul. 1989. Hukum Internasional: Horizon Baru Hukum Laut Internasional

Konvensi Hukum Laut 1982. Penerbit Djambatan: Jakarta. hal. 123

65

Pada tahun 2016 Timor Leste telah mengambil langkah konsiliasi di

Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) sebagai harapan terselesaikannya sengketa

di Laut Timor dan menghasilkan batas wilayah yang adil sesuai ketentuan hukum

internasional. Melalui Komisi Konsiliasi ini, proses berlangsung dengan dibawahi

lima komisioner dari berbagai negara. Di pimpin oleh H.E. Duta Besar Peter Tak-

Jensen (Denmark), Dt. Rosalie Balkin (Australia), Hakim Abdul G. Koroma (Sierre

Leone), Prof. Donald McRae (Kanada dan Selandia Baru) dan Hakim Rudiger

Wolfrum (jerman)111

.

Keputusan-keputusan tentang masalah proseduril, laporan-laporan dan

rekomendasi dari Komisi, dilaksanakan dengan pemungutan suara terbanyak. Komisi

dapat meminta perhatian dari pihak-pihak yang berselisih terhadap upaya-upaya

yang memberikan jalan bagi suatu penyelesaian damai. Komisi akan mendengar

pihak-pihak yang berselisih, memeriksa klaim mereka, serta keberatan-keberatan

yang diajukan dan menyiapkan usul-usul penyelesaian sengketa secara damai112

.

Australia memberikan respon dalam keterlibatannya pada proses yang

dilakukan sesuai dengan konvensi dan dengan itikad baik. Komisi Konsiliasi

mengadakan pertemuan peratamanya pada Juli 2016 di Den Haag. Pada awal

pertemuan ini, Komisi Konsiliasi dan Para Pihak menyepakati aturan prosedural

untuk mengatur proses tersebut. Dalam agenda konsiliasi, pertemuan komisi

konsiliasi seharusnya dirahasiakan dan tidak untuk khalayak umum. Namun, atas

desakan Timor Leste dan demi terbangunnya transparansi serta kepercayaan dari

masyarakat maka komisi konsiliasi setuju untuk mengeluarkan siaran pers regular

111

Press Release, “Conciliation Between the Democratic Republic of Timor Leste and the

Commonwealth of Australia”, permanent Court of Arbritation, 1 September 2017, tersedia di

http://www.pcacases.com/web/view/132 diakses pada 25 Januari 2019 112

Anwar, Chairul. 1989. Hukum Internasional: Horizon Baru Hukum Laut Internasional

Konvensi Hukum Laut 1982. Penerbit Djambatan: Jakarta. hal. 127

66

yang diterbitkan oleh Pengadilan Arbitrase Permanen, serta mengadakan audiensi

kepada publik sejak awal agar kedua pihak mempresentasikan persoalan ini secara

terbuka113

.

Pada tanggal 29 Agustus 2016 dalam situs web Pengadilan Arbitrase

Permanen menyiarkan secara langsung audiensi publik yang dilakukan di Den Haag.

Televisi Nasional Timor Leste juga menyiarkan, sehingga masyarakat Timor Leste

dapat menyaksikan acara bersejarah ini melalui siaran langsung114

.

Proses konsiliasi dilakukan sejak tahun 2016 sampai dengan 2018, dan telah

melakukan beberapa kali pertemuan dari berbagai pihak yang bersangkutan. Pada

awal tahun 2017 dalam konsiliasi ini, pihak Timor Leste, Australia beserta dengan

konsiliator telah menyepakati pemberhentian perjanjian CMATS 2006. Hingga pada

akhir 2017, Timor Leste dan Australia telah menyepakati rancangan perjanjian

dalam membatasi batas laut secara permanen. Setelah proses panjang telah

dilakukan, konsiliasi diakhiri dengan ditandatanganinya Perjanjian Batas Maritim

yang baru di New York dan disaksikan langsung oleh Sekretaris Jenderal PBB, H.E.

Antonio Guterres dan para komisi konsiliasi pada tanggal 6 Maret 2018115

.

Hal ini dapat dipahami menggunakan konsep penentuan wilayah perbatasan

negara sesuai dengan hukum yang berlaku. Persoalan perbatasan pada dasarnya bisa

diselesaikan dengan melakukan perundingan secara bilateral, namun ketika negosiasi

bilateral tidak dapat menghasilkan kesimpulan yang pasti maka persoalan sengketa

113

Maritime Boundary Office, http://www.gfm.tl/ di akses pada 25 Oktober 2018 pukul

15.32 114

Maritime Boundary Office, http://www.gfm.tl/ di akses pada 25 Oktober 2018 pukul

15.32 115

Press Release, “Conciliation Between the Democratic Republic of Timor Leste and the Commonwealth of Australia”, permanent Court of Arbritation, http://www.pcacases.com/web/view/132 diakses pada 15 Januari 2019

67

di perbatasan laut harus diselesaikan di bawah forum yang disediakan oleh PBB,

termasuk melakukan konsiliasi. Seperti yang dilakukan oleh Timor Leste terhadap

sengketa Laut Timor dengan Australia. Timor Leste melakukan tindakan sesuai

dengan prosedur hukum internasional yang berlaku.

C. Membentuk Dewan Batas Maritim 2015

Dewan Batas Maritim di bentuk untuk menjadi solusi bagi aspirasi

masyarakat Timor Leste dan menginginkan kedaulatan penuh atas wilayah

nasionalnya, terutama di zona maritim. Berdasarkan hukum internasional, Timor

Leste berhak mendapatkan perbatasan maritimnya yang sah. Sejak Timor Leste

menjadi Negara merdeka, proses negosiasi penetapan perbatasan yang permanen

belum pernah dilakukan karena terhalang oleh perjanjian-perjanjian sementara yang

ada di Laut Timor dengan Australia.

Dalam hal pembentukan Dewan Batas Maritim akan dijelaskan menggunakan

konsep perbatasan dengan melandaskan pada prinsip pentingnya perbatasan bagi

suatu negara sehingga dalam memenuhi upaya Timor Leste menentukan wilayah

perbatasannya, Pemerintahan Timor Leste membentuk tim khusus yang diresmikan

sebagai Dewan Batas Maritim. Menentukan batas wilayah merupakan suatu

persoalan yang panjang kompleks dan yuridis, yang membutuhkan tidak hanya

kemampuan diplomasi saja, namun juga keahlian teknis dan yuridis.

J.G. Starke berpendapat bahwa wilayah perbatasan adalah batas terluar

wilayah suatu negara berupa suatu garis imajiner yang memisahkan wilayah suatu

negara dengan wilayah negara lain di darat, laut maupun udara yang dapat

68

dikualifkasi dalam terminology “border zone” (zona perbatasan) maupun “customs

free zone” (zona bebas kepabeanan). Wilayah perbatasan dalam dua terminologi di

atas dapat di atur secara terbatas dalam berbagai perjanjian internasional yang

bersifat “treaty contract” untuk menyelesaikan permasalahan diperbatasan secara

sementara maupun yang bersifat “law making treaty” untuk pengaturan masalah

perbatasan secara permanen berkelanjutan116

.

Dewan untuk Penentuan Akhir Perbatasan Maritim didirikan pada 2015 dan

kekuasaannya didefinisikan ulang pada Maret 2016, juga dengan pandangan untuk

mencerminkan penunjukan Yang Mulia Kay Rala Xanana Gusmao oleh Dewan

Menteri kepada Ketua Tim Negosiasi untuk sebuah perjanjian untuk pembatasan

perbatasan maritim dengan Persemakmuran Australia dan Republik Indonesia.

Timor Leste menganggap wilayah perbatasan maritim sangat penting, sehingga

membentu Dewan yang dikhususkan untuk batas maritim negaranya117

.

Misi utama Dewan Batas Maritim adalah memobilisasi upaya-upaya Timor

Leste untuk menyelesaikan kedaulatan penuh berdasarkan Hukum Internasional.

Dewan Batas Maritim pada tanggal 11 April 2016 memprakarsai proses konsiliasi

dengan Australia di bawah Konvensi PBB tentang UNCLOS 1982. Prestasi ini yang

menjadi sorotan masyarakat Timor Leste, Sehingga Dewan Batas Maritim

memanfaatkan momen atas dukungan masyarakat. Opini Publik terus dikembangkan

oleh Dewan Batas Maritim sebagai power untuk mendesak Australia agar segera

menyelesaikan batas maritim dengan Timor Leste. Ditandai dengan beberapa kali

116

Starke, J. G. 1989. “Pengantar Hukum Internasional”, Sinar Grafika: Jakarta. hal. 244 117

Dr. Rui Maria de Araujo, O Primeiro-Ministro da República Democrática de Timor-Leste,

Conselho para a Delimitação Definitiva das Fronteiras Marítimas, RETRATO DO VI GOVERNO

CONSTITUCIONAL [ 2015 - 2017 ], hal. 132-133. http://timor-leste.gov.tl/wp-

content/uploads/2017/08/Low_Pt_Texto_VI-GOVERNO-CONSTITUCIONAL1.pdf di akses pada 21

Desember 2018 pukul 22.56

69

terjadinya aksi damai besar-besar yang dilakukan masyarakat Timor Leste di depan

Kedutaan Besar Australia atas Timor Leste di Dili. Pada 22 Maret 2016 lebih dari

10.000 warga Timor Leste menyampaikan wujud kekecewaan atas kegagalan

negosiasi yang dilakukan pemerintah pada Mei 2015118

.

Dalam mencerminkan prioritas nasional Timor Leste, Kay Rala Xanana

Gusmao sebagai bapak pendiri bangsa, presiden pertama yang terpilih serta mantan

Perdana Menteri telah di tunjuk sebagai Kepala Negosiator tentang batas-batas

maritim sekaligus membawai Dewan Batas Maritim. Ketika keputusan di buat untuk

memulai proses konsiliasi, Pemerintah mendukung penuh Kepala Negosiator Xanana

Gusmao untuk memimpin tim negosiasi dalam proses persidangan. Dr Agio Pereira

sebagai Menteri Luar Negeri dipercayakan sebagai agen dalam proses konsiliasi dan

didampingi oleh Kepala Pelaksana Eksekutif Pelayan Batas Maritim, yakni Elizabeth

Exposto sebagai wakil agen atas Timor Leste119

.

Menjelang keputusan, Timor Leste telah membentuk tim penasehat ahli kelas

dunia untuk menyusun strategi hukumnya. Penasihat ahli hukum internasional di

pimpin oleh Stephen Webb dari Australia (Kepala Sektor Energi Asia-Pasific),

didampingi oleh Janet Legrand dari Inggris (Konsultan Hukum) dan Gitanjali Bajaj

dari Australia. Dua Pengacara terkemuka di bidang hukum laut akan membantu

jalannya proses ini, yang akan ditugaskan kepada Vaughan Lowe. Vaughan Lowe

merupakan Profesor Hukum Internasional di Universitas Oxford sekaligus penulis

buku The Law of the Sea. Pengacara kedua adalah seorang member di Komisi

118

Dr. Rui Maria de Araujo, O Primeiro-Ministro da República Democrática de Timor-Leste,

Conselho para a Delimitação Definitiva das Fronteiras Marítimas, RETRATO DO VI GOVERNO

CONSTITUCIONAL [ 2015 - 2017 ], hal. 132-133. http://timor-leste.gov.tl/wp-

content/uploads/2017/08/Low_Pt_Texto_VI-GOVERNO-CONSTITUCIONAL1.pdf di akses pada 21

Desember 2018 pukul 22.56 119

Maritime Boundary Office, http://www.gfm.tl/ di akses pada 25 Oktober 2018 pukul

15.32

70

Hukum Internasional dan juga mantan Kepala Penasihat Hukum di UK Foreign dan

Commonwealth Office di Inggris. Keduanya memiliki pengalaman yang luas

mewakili negara dalam sengketa batas laut120

.

Adapun dalam lingkup fungsinya, telah terlihat pencapaian oleh Dewan Batas

Maritim dalam mengupayakan batas laut permanen dengan Australia. Pada tanggal

11 April 2016, Dewan Batas Maritim serta di dukung dengan pemerintahan Timor

Leste telah berhasil memprakarsai prosedur konsiliasi di Mahkamah Arbitrase

Internasional. Xanana Gusmao sebagai kepala negosiator dari Dewan Batas Maritim

juga telah ikut mendominasi jalannya proses konsiliasi hingga selesai dan

mendapatkan kesepakatan yang adil di bawa Mahkamah Arbitrase Internasional pada

tahun 2018.

Konsep Perbatasan menjelaskan bahwa wilayah perbatasan bagi suatu negara

sangat penting terutama perbatasan maritim, sehingga menjadikan pembahasan yang

lebih fokus dalam tujuan suatu negara. Dalam Konsep Penentuan Wilayah

Perbatasan negara mejelaskan mengenai mekanisme dalam memperoleh perbatasan

yang pasti dan sah sesuai hukum internasional. Jalur Hukum akan di capai jika

negosiasi bilateral tidak menghadirkan solusi yang adil bagi kedua negara. Upaya

Diplomasi Perbatasan juga dilakukan oleh Timor Leste melalui konsep diplomasi

publik yang menghadirkan opini publik atas perjuangan yang belum selesai atas hak

kedaulatan wilayah negaranya.

Kepentingan Nasional Timor Leste dalam memperjuangkan hak

kedaulatannya sebagai negara yang merdeka untuk mendapatkan identitas yang

berdaulat dalam wilayahnya. Adanya kepentingan nasional memberikan gambaran

120

Maritime Boundary Office, http://www.gfm.tl/ di akses pada 25 Oktober 2018 pukul

15.32

71

bahwa terdapat aspek-aspek yang menjadi identitas dari negara. Hal tersebut dapat di

lihat dari sejauh mana fokus negara dalam memenuhi target pencapaian demi

kelangsungan bangsanya. Dari identitas yang diciptakan dapat dirumuskan apa yang

menjadi target dalam waktu dekat, bersifat sementara ataupun juga demi kelangsungan

jangka panjang. Hal demikian juga seiring dengan seberapa penting identitas tersebut

apakah sangat penting maupun sebagai hal yang tidak terlalu penting121.

121

P.Anthonius Sitepu. 2011. Studi Hubungan Internasional. Graha Ilmu: Yogyakarta. hal.163

72

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Melalui sejarah keterlibatan teritorial dan kerugian, konflik dan perselisihan

yang telah terjadi sejak masa penjajahan Portugis, Timor Timur, bahkan setelah

penaklukan kemerdekaannya, tidak benar-benar menaklukkan kedaulatannya, sejauh

menyangkut perbatasan laut. Dengan demikian, sesuai dengan hukum internasional,

pemerintah memiliki kewajiban untuk mengendalikan dan mendominasi wilayah

maritimnya, dan melaluinya akan dimungkinkan bahkan jika ada hambatan politik.

Karena itu, perjuangan rakyat Timor Leste belum berakhir, sebagai akibat dari

perselisihan tentang perbatasan maritim antara Timor Leste dan Australia yang

menjadi dasar pembentukan kedaulatan dan pembangunan ekonomi yang

sebenarnya.

Bagi Timor-Leste, pencapaian batas-batas laut permanen dengan negara

tetangga Australia adalah sangat penting. Ini merupakan salah satu langkah terakhir

dan paling sulit dalam perjalanan bangsa menuju kedaulatan yang nyata. Aspirasi

rakyat Timor untuk penentuan nasib sendiri diperkuat selama perjuangan panjang

untuk pembebasan. Melalui sejarah ini, orang Timor Leste belajar pentingnya

mengamankan hak-hak kedaulatan dan mampu dengan bebas menentukan masa

depan mereka sendiri. Akses ke laut akan sangat penting untuk mencapai

kemerdekaan politik dan ekonomi sejati sebagai negara berdaulat yang bebas, stabil,

dan demokratis.

73

Pengejaran batas maritim permanen menjadi prioritas nasional utama, karena

hal ini sudah menjadi perjuangan bersama antara pemerintah dan masyarakat Timor

Leste. Ketika Timor Leste menavigasi tantangan untuk menjadi negara baru dan

pulih dari kehancuran perang, Australia bersedia terlibat dalam pengaturan

sementara untuk berbagi sumber daya di Laut Timor. Namun, prospek kesepakatan

tentang batas-batas laut permanen tampaknya mustahil.

Rakyat Timor Leste tidak menyerah. Keputusan berani untuk memulai

konsiliasi wajib di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut ditegaskan oleh tekad

rakyat Timor Leste untuk mengejar hak kedaulatan mereka, dan keyakinan mereka

bahwa sistem internasional akan menghasilkan keputusan tentang batas-batas

wilayah yang adil. Hasil ini memang benar-benar dinantikan Timor Leste demi

membangun kepentingan-kepentingan nasionalnya yang masih belum maksimal.

Proses penyelesaian dan upaya-upaya Timor Leste seperti membuat

diplomasi public melalui penggiringan opini mengenai penyempurnaan kedaulatan

yang sebenarnya akan dapat menyatukan energi yang kuat bagi Timor Leste.

Ditambah lagi dengan dilibatkannya Mahkamah Internasional dalam menangani

persoalan yang ada di Timor Leste dengan Australia sepertinya semakin membuat

pihak Australia sedikit lebih menganggap keberadaan Timor Leste yang selama ini

selalu dipandang sebelah mata. Pemerintah Timor Leste memberanikan untuk

membentuk Dewan Batas Maritim untuk dapat mendobrak penyelesaian perbatasan

dengan Australia yang tak kunjung usai.

74

A. Saran

Berdasarkan penelitian ini dapat dilihat upaya-upaya Timor Leste dalam

menyelesaikan sengketa Laut Timor dengan Australia yang di batasi pada periode

2012-2016. Perjuangan Timor Leste untuk mendapatkan kedaulatan penuh masih

belum berakhir, sehingga tidak menutup kemungkinan proses dan upaya akan terus

di lakukan lebih serius. Persoalan perbatasan permanen masih menjadi pekerjaan

pemerintahan Timor Leste, sehingga hal ini akan menjadi pembahasan yang panjang

dengan melibatkan Mahkamah Arbitrase. Oleh karena itu perlu adanya penelitian

lanjutan untuk membahas mengenai kebijakan Timor Leste dalam menentukan batas

permanen dengan Australia pada periode-periode selanjutnya.

xi

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Anwar, Chairul. 1989. Hukum Internasional: Horizon Baru Hukum Laut

Internasional Konvensi Hukum Laut 1982. Penerbit Djambatan: Jakarta

Ariesto Hadi Sutopo dan Adrianus Arief, 2010. Terampil Mengolah Data Kualitatif

Dengan NVIVO. Prenada Media Group : Jakarta.

Barbara, Kiwatowska. 1989. The 200 Mile Exclusive Economic Zone in the Law of

the Law. Martinus Nijhoff Publishers: Dordrecht

Cleary, P. 2007, Shakedown: Australia‟s Grab for Timor Oil, Allen & Unwin

Creswell, John. 1994. Research Design “ Qualitative & Quatitative Approach ‖,

London SAGE Publications.

Evi Rachmawati, Diplomasi Perbatasan Dalam Rangka Mempertahankan

Kedaulatan NKRI, Dalam Madu Ludiro, dkk. 2010. Mengelola Perbatasan

Indonesia Di Dunia Tanpa Batas: Isu, Permasalahan dan pilihan kebijakan.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Fernandes, C. 2014. Reluctant Saviours: Australia, Indonesia and the

Independence of East Timor. Melbourne: Scribe Publications

Guteriano Neves (et.al.), 2008, “LNG Sunrise di Timor-Leste: Impian, Kekayaan

dan Tantangan”, Laporan La‟o Hamutuk Institut Pemantau dan

Rekonstruksi Timor Leste

H.D. Anderson. 1984. „Australia-Indonesia Relations‟ dalam Regional Dimesnions of

Indonesia- Australia Relations. Jakarta : CSIS

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2011. Perbatasan Negara dalam Dimensi Hukum

Internasional. Graha Ilmu: Yogyakarta

Kusumaatmaja, Mochtar. 1992. Perjanjian Indonesia-Australia di Celah Timor.

Leach, M. 2015. „The Politics of History in Timor-Leste‟. dalam S.Ingram, L. Kent

and A. McWilliam (eds) A New Era? Timor-Leste After the UN, Canberra:

Australian National University Press.

Makarim. Z.A. dkk. 2003. Hari-Hari Terakhir Timor Timur. Sebuah Kesaksian.

Jakarta: Sportif Media Informasindo

xii

Mauna Boer, 2000, “Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global”,.

PT. Alumni: Jakarta

P.Anthonius Sitepu. 2011. Studi Hubungan Internasional. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Potter, Evan. 2006. Branding Canada: Projecting Canada's Soft Power through

Public Diplomacy. Montreal: McGill-Queen‟s University Press.

Robert Jackson dan Georg Sorensen. 2009. Pengantar Studi Hubungan

Internasional. Pustaka Pelajar:Yogyakarta

S.L. Roy, 1999, “Diplomasi”, Rajawali Press: Jakarta

Starke, J. G. 1989. “Pengantar Hukum Internasional”, Sinar Grafika: Jakarta

Suwardi, Sri Setianingsih. 2006. Penyelesaian Sengketa Internasional. Penerbit

Universitas Indonesia: Jakarta

Wahyono S.K, 2009. Indonesia Negara Maritim. Jakarta: Teraju.

Wila. R. C. Mamixon. 2006. “Konsepsi Hukum dalam Pengaturan dan Pengelolaan

Wilayah Perbatasan Antarnegara”, PT. Alumni: Bandung

Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan ‖, Yayasan Obor Indonesia:

Jakarta

Jurnal dan Artikel

Agreement Between The Government Of The Common Wealth Of Australia And The

Government Of The Republic Of Indonesia Establishing Certain Seabed

Boundaries In The Area Of The Timor And Arafura Seas, Supplementary

To The Agreement Of 18 May 1971

Anthony Aust, Handbok of International Law, Cambridge University Press, 2nd

Edition, 2010

Australian and New Zeeland Maritime Law Journal website, Antony Heiser,

Solicitor of the Supreme Court of Queensland, East Timor and the Joint

Petroleum Development Area,

xiii

https://maritimejournal.murdoch.edu.au/archive/vol_17/Vol_17_2003%20

Heiser.pdf di akses pada 28 November 2018

Buletin La‟o Hamutuk, “Kronologi Negosiasi Laut Timor”, Perjanjian CMATS,

Vol.7, No. 1, April 2006

Buletin La‟o Hamutuk, “Penjelasan Terhadap Kepentingan Nasional Australia”,

Penyaringan PNTL Untuk Kembali Bertugas, Vol.8, No.2, Juni 2007

Buletin Lao Hamutuk, “Latar Belakang Sejarah Laut Timor”,. Vol. 4. No. 3-4,

Agustus 2003

Customary International Law is defined as “Rules derived from general practice

among the states together with opinio juris” Anthony Aust, Handbok of

International Law, Cambridge University Press, 2nd

Edition, 2010

Embassy Of The Democratic Republic Of Timor-Leste, Inquiry into Australia‟s

Relationship with Timor Leste, Submission No. 46.

Google Earth Map for the Timor Sea Maritime Boundary Dispute,

https://viewfromll2.com/2014/03/17/google-earth-map-for-the-timor-sea-

maritime-boundary-dispute/ di akses pada 22 Januari 2019

Indonesian Journal of International Law. TIMOR SEA TREATY. Vol. 14 No. 3 April

2017

Johan Kusuma, Ardli. DINAMIKA KEPENTINGAN AUSTRALIA TERHADAP

TIMOR LESTE DARI TAHUN 1975 – 1999. Dosen Program Studi Ilmu

Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

17 Agustus 1945 Jakarta.

Jornal da República of Timor-Leste website, Resolution N.º 2/2003

http://www.jornal.gov.tl/?mod=artigo&id=1297 , di akses pada 09

November 2018

KETETAPAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA NOMOR V/MPR/1999 TAHUN 1999 TENTANG

PENENTUAN PENDAPAT DI TIMOR TIMUR

L.D.M., Nelson - «The Roles of Equity in the Delimitation of Maritime Boundaries»,

in American Journal of International Law, 1990, vol. 84 (4).

Lundahl, M. & Sjöholm, F. 2008, „The oil resources of Timor-Leste: Curse or

Blessing?‟, The Pacific Review, vol 21, no. 1

Malcom N. Shaw QC, International Law, Cambridge University Press, 5th Edition,

2003

Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. “Penyelesaian Sengketa Celah Timor dan

Implikasinya Bagi Indonesia”. Vol. X. No. 06. Maret 2018

xiv

Raimundo de Fátima Alves Correia. 2011. “Resume skripsi Upaya Timor Leste

dalam Menyelesaikan Batas Wilayah Laut dengan Australia”

Rawul Yulian R. “Upaya Timor Leste dalam Penyelesaian Garis Tapal Batas

dengan Australia”. Vol.1, no.2, 2013

Setiadi, Ignasius Yogi Widianto. 2014. Upaya Negara Indonesia dalam Menangani

Masalah Illegal Fishing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Jurnal

Hukum Fakultas Hukum Universitas Atmajaya Jogjakarta

Simatupang, Abdi Nelson. PERAN COMMISSION OF TRUTH AND

FRIENDSHIPDALAM NORMALISASI HUBUNGAN BILATERAL

INDONESIA –REPUBLIK DEMOKRATIK TIMOR LESTE. JOM FISIP

Volume 4 No. 2 Oktober 2017

Susan Simpson, 2014, “A Timeline of Events leading up to Timor-Leste‟s ICJ

Claims Againts Australia”, http://viewfromII2.com/2014/01/25/a-timeline-

of-events-leading-up-to-timur-leste-icj-claim-againts-australia/, diakses 22

April 2016

Susanto Atriyon Julzarika, “Jurnal Ilmiah Geomatika”, Vol. 16 No. 1, Agustus

2010

United Nations Convention on the Law of the Sea, opened for signature 10 December

1982, 1833 UNTS 3 (entered into force 16 November 1994) art 57 & 77

(„UNCLOS‟).

Website dan Berita

Acordo de planeamento estrategico para o desenvolvimento Timor-Leste – Australia,

https://dfat.gov.au/about-us/publications/Documents/strategic-planning-

agreement-portuguese.pdf diakses pada 19 Januari 2019

Agio Pereira, „The Gap is Getting Bigger: It‟s Time to Draw the Line‟, Tempo

Semanal, 24 August 2014.

https://www.laohamutuk.org/Oil/Boundary/2014/TSAgioPereira25Aug201

4en.pdf di akses pada 25 Desember 2018

Allard, T. „East Timor takes Australia to UN over sea border‟, Sydney Morning

Herald, 11 April 2016. https://www.smh.com.au/by/tom-allard-hvezk di

akses pada 21 Januari 2019 pukul 20.00 WIB

Araujo, R. 2016a. Prime Minister‟s Message. http://www.gfm.tl/about/prime-

ministers-message di akses pada 03 Januari 2019

xv

Araujo, R. 2016b. Speech by His Excellency the Prime Minister Dr Rui Maria de

Araujo on the occasion of the launch of the maritime boundary office

website, Dili Government Palace: 29 February 2016.

Arif Havas Oegroseno, “Status Hukum Pulau-Pulau Terluar Indonesia”, hal. 13

www.Deplu.go.id di akses pada 23 November 2018

At the launch of the book East Timor in Transistion 1998-2000: An Australian Policy

Challenge‟ https://foreignminister.gov.au/speeches/2001/010717_et.html

diakses pada 24 Januari 2019

Australia – Estrategia para Timor-Leste 2009 a 2014, https://dfat.gov.au/about-

us/publications/Documents/timor-country-strategy-port.pdf di akses pada

19 Januari 2019

Australian Government website, http://www.comlaw.gov.au/Details/C2004C01300,

di akses pada 09 November 2018

Certain Maritime Arrangements in the Timor Sea, the Timor Sea Treaty and the

Timor Gap, 1972-2007

http://www.laohamutuk.org/Oil/Boundary/JSCT/sub6RKing.pdf, di akses

pada 29 November 2018

Dachoni, R. 2007. Menguak Kembali Lepasnya Timor Timur.

http://raj3s4.com/2007/10/menguak-kembali-lepasnya-timor-timur.html di

akses pada 29 Mei 2018

Dr. Rui Maria de Araujo, O Primeiro-Ministro da República Democrática de Timor-

Leste, Conselho para a Delimitação Definitiva das Fronteiras Marítimas,

RETRATO DO VI GOVERNO CONSTITUCIONAL [ 2015 - 2017 ], hal.

132-133. http://timor-leste.gov.tl/wp-

content/uploads/2017/08/Low_Pt_Texto_VI-GOVERNO-

CONSTITUCIONAL1.pdf di akses pada 21 Desember 2018

International Court of Justice, “Questions relating to the Seizure and Detention of

Certain Documents and Data (Timor-Leste v Australia), http://www.icj-

cij.org/en/case/156 diakses pada 13 Januari 2019

Kupang (Antara News), 30 September 2009,

https://www.antaranews.com/berita/111934/laut-timor-dan-kisah-tragis-

nelayan-tradisional-indonesia di akses pada 28 November 2018

Mahkamah Arbitrtase Den Haag Setuju Bahas Celah Timor,

http://www.dw.com/id/mahkamah-arbitrase-den-haag-setuju-bahas-celah-

timor/a-35891068 pada 30 September 2016

MARITIME LEGISLATION AMENDMENT ACT 1994 No. 20, 1994,

https://www.legislation.gov.au/Details/C2004A04696 di akses pada 19

Februari 2019

xvi

National Petrol Authority of Timor-Leste website, Timor Sea Treaty,

http://www.anptl.

org/webs/anptlweb.nsf/vwAll/ResourceTimor%20Sea%20Treaty/$File/Tim

or%20Sea%20Treaty.pdf?openelement, di akses pada 09 November 2018

“Negosiasi UNTAET dengan Australia”.

http://id.www.org./Administrator_Perserikatan_Bangsa_Bangsa_untuk_Ti

mor_Timur di akses pada 18 Februari 2019

Orcamento Geral Orcamento Geral do Estado 2016, https://www.mof.gov.tl/wp-

content/uploads/2016/03/Budget_Book_5_DPMU_Portuguese_reviewed_-

draft_final_10_Oct_FormattedRO_20121012.pdf di akses pada 19 Januari

2019

Permanent Court of Arbitration, Arbitration Under the Timor Sea Treaty (Timor

Leste v. Australia), http://www.pca-cpa.org/showpage.asp di akses pada 22

Januari 2019

Petrotimor website, in the matter of East Timor‟s maritime boundaries opinion, by

Vaughan Lowe, Christopher Carleton and Christopher Ward,

http://www.petrotimor.com/lglop.html, di akses pada 29 November 2018

Prambont, M. 2010. Lepasnya Timor Timur. http://mu-jalin.com/2010/04/lepasnya-

timor-timur.html di akses pada 29 Mei 2018

Press Release, “Conciliation Between the Democratic Republic of Timor Leste and

the Commonwealth of Australia”, permanent Court of Arbritation, 1

September 2017, http://www.pcacases.com/web/view/132 diakses pada 15

Januari 2018

Strating, R. 2016. „What‟s behind Timor-Leste‟s approach to solving the Timor Sea

dispute?‟, The Conversation, April 18 2016.

http://theconversation.com/whats-behind-timor-lestes-approach-to-solving-

the-timor-sea-dispute-57883 di akses pada 25 Desember 2018

The United Nations website, United Nations Convention on the Law of the Sea,

http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.

pdf, article 76, di akses pada 29 November 2018

Timor Leste Maritime Boundary Office. 2016. http://www.gfm.tl , di akses pada 12

Januari 2019

Timor Sea Justice Campaign News. Snap protest action outside DFAT in Melbourne:

12:30 Thursday 3 December http://www.timorseajustice.com/timor-sea-

justice-campaign-news/snap-protest-action-outside-dfat-in-melbourne-12-

30-thursday-3-december di akses pada 12 Januari 2019

Timor Sea Justice Campaign. 2016.

http://www.timorseajustice.com/TSJC/introduction , di akses pada 12

Januari 2019

xvii

Timor Sea Office (2006a), „The Bayu-Undan Development‟,

http://www.timorseaoffice.gov.tp/bayufacts.htm di akses pada 07

November 2018

Weir, B. 2016. „Interview: Ambassador Abel Guterres‟. The Diplomat. 20 April

2016. http://thediplomat.com/2016/04/interview-ambassador-abel-guterres/,

di akses pada 05 Desember 2018