urtikaria-athia

33
PRESENTASI KASUS URTIKARIA AKUT Disusun oleh: Athia Lutvita 1210221065 Moderator: dr. Widyo Atmoko. Sp.KK

Upload: dimaswiantadiguna

Post on 14-Jul-2016

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

urtikaria

TRANSCRIPT

Page 1: URTIKARIA-ATHIA

PRESENTASI KASUSURTIKARIA AKUT

Disusun oleh:

Athia Lutvita 1210221065

Moderator:dr. Widyo Atmoko. Sp.KK

Periode: 01 Juni 2013-03 Agustus 2013Dipresentasikan tanggal 08 April 2013

KEPANITERAAN DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

Page 2: URTIKARIA-ATHIA

JAKARTA 2013DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi………………………………........................................................ i

BAB I STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien.……….. ..................................................................... 1

II. Anamnesis……………………………………………………………. 1

III. Status Generalis……………………………………………………… 2

IV. Status Dermatologikus………………………………………………. 3

V. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………. 4

VI. Resume………………………………………………………………. 4

VII. Diagnosis Kerja………………………………………………………. 4

VIII. Diagnosis Banding…………………………………………………… 4

IX. Penatalaksanaan……………………………………………………… 5

X. Prognosis…………………………………………………………….. 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Urtikaria……………………………………………………………... 6

I. Pendahuluan........................................................................................... 6

II. Definisi……………………................................................................... 6

III. Epidemiologi.......................................................................................... 6

IV. Etiologi………………………..…………………….……………….... 7

V. Patogenesis…......................................................................................... 8

VI. Gambaran Klinis………………..……..………………………………. 11

VII. Pemeriksaan Penunjang……………..………………………………… 12

VIII. Diagnosis Banding…………………………………………………….. 13

IX. Penatalaksanaan………………………………………………………… 15

X. Prognosis……………………………………………………………….. 22

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 23

iii

Page 3: URTIKARIA-ATHIA

BAB I

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. RS

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 69 tahun

Alamat : Tangerang

Pekerjaan : Pensiunan

Agama : Kristen

Tanggal pemeriksaan : 01 Juli 2013

II. Anamnesis

Diambil dari Autoanamnesis tanggal 01 Juli 2013, pukul 11.45 WIB

a. Keluhan Utama

Bentol-bentol merah pada tangan, kedua kaki dan punggung atas

b. Keluhan Tambahan

Gatal terasa seperti tertusuk dan panas

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh bentol-bentol merah disertai rasa gatal seperti tertusuk dan panas

sejak 4hari SMRS, gatal dirasakan pertama kali pada tangan kanan atas dan menjalar ke

tangan kiri, kedua kaki dan punggung. Pasien mengaku bahwa sebelum timbul keluhan

tidak mengkonsumsi makanan unggas dan seafood, tidak dalam masa pengobatan apapun

dan tidak sedang dalam keadaan stress. Pasien mengaku keluhan ini baru dirasakan

pertama kali. Pasien sudah mengobati dengan minum obat CTM setelah itu keluhan gatal

terasa berkurang namun tidak menghilang.

Page 4: URTIKARIA-ATHIA

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat alergi obat (-), riwayat alergi makanan seafood (+)

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama

III. Status Generalis

Keadaaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan gizi : Baik

Vital Sign

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Pernafasan : 18 x/menit

Suhu : afebris

Kepala : normochepal, distribusi rambut merata

Mata : konjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : simetris, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga : bentuk daun telinga normal, sekret (-)

Mulut : mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)

Tenggorokan : T1-T1, hiperemis (-)

Thorax : Simetris , retraksi (-)

Jantung : BJ I – II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : Vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)

Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal

Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran

Ekstremitas : Akral hangat, edema ( - )

Page 5: URTIKARIA-ATHIA

IV. Status Dermatologikus

Lokasi : Punggung atas, ekstremitas superior, ekstremitas inferior

Effloresensi : Urtika berukuran numular sampai plakat

Page 6: URTIKARIA-ATHIA

V. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan IgE dan eosinofil

Skin prick test (tes tusuk kulit)

Autologous serum skin test

VI. Resume

Pasien Ny. RS, perempuan, usia 69 tahun datang ke Rumah Sakit Gatot Soebroto

mengeluh bentol-bentol kemerahan disertai rasa gatal seperti tertusuk dan panas sejak

4hari SMRS, gatal dirasakan pertama kali pada tangan kanan atas dan menjalar ke tangan

kiri, kedua kaki dan punggung. Pemeriksaan Fisik dalam batas normal. Status

dermatologikus berupa urtika berukuran numular sampai plakat

VII. Diagnosis Kerja

Urtikaria Akut

VIII. Diagnosa Banding

Tidak ada

Page 7: URTIKARIA-ATHIA

IX. Penatalaksanaan

Non-medikamentosa :

Edukasi makanan, dengan meminta pasien memperhatikan makanan yang di

konsumsi jika keluhan timbul kembali

Mencari faktor pencetus, seperti dari makanan, obat, gigitan serangga, inhalan,

bahan fotosenzitiser, kontaktan, trauma fisik, infeksi, tekanan, psikis, dan genetik

Hindari pencetus alergi (alergen)

Medikamentosa :

Cetirizine 10mg 1x1 tablet selama 2 minggu

Bedak salisilat 2%

X. Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanationam : bonam

Page 8: URTIKARIA-ATHIA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Urtikaria

I. Pendahuluan

Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Sinonim untuk urtikaria

adalah “hives", "nettle rash”, biduran dan kaligata. Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit

akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul

dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan

kulit, sekitarnya dapat dikelilingi halo. Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa tersengat atau

tertusuk. Secara umum, urtikaria dibagi menjadi bentuk akut dan kronis, berdasarkan durasi

penyakit dan bukan dari bercak tunggal. Disebut akut apabila serangan berlangsung kurang

dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari, bila melebihi

waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut lebih sering terjadi pada

anak muda, umumnya laki-laki lebih sering daripada perempuan. Urtikaria kronik lebih

sering pada wanita usia pertengahan. Ada kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh

penderita atopik.1,2,3

II. Definisi

Urtikaria adalah reaksi vaskular di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya

ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,

berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi

halo.1

III. Epidemiologi

Umur, jenis kelamin, bangsa/ras, kebersihan, keturunan dan lingkungan dapat

menjadi agen predisposisi bagi urtikaria. Berdasarkan data dari National Ambulatory

Medical Care Survey dari tahun 1990 sampai dengan 1997 di USA, wanita terhitung 69%

dari semua pasien urtikaria yang datang berobat ke pusat kesehatan. Distribusi usia paling

sering adalah 0-9 tahun dan 30-40 tahun. Paling sering episode akut pada anak-anak adalah

karena reaksi atau efek samping dari makanan atau karena penyakit-penyakit virus.

Page 9: URTIKARIA-ATHIA

Sedangkan untuk urtikaria kronik adalah urtikaria idiopatik atau urtikaria yang disebabkan

karena autoimun.4 Ditemukan 40% bentuk urtikaria saja, 49% urtikaria bersama-sama

dengan angioedema dan 11% angioedema saja. Kejadian urtikaria pada populasi umumnya

antara 1% sampai 5%.1,4

IV. Etiologi

Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga

penyebab urtikaria bermacam-macam, antara lain: 1

1. Obat

Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun non-

imunologik. Obat sistemik (penisilin, sepalosporin, dan diuretik) menimbulkan urtikaria

secara imunologik tipe I atau II. Sedangkan obat yang secara non-imunologik langsung

merangsang sel mast untuk melepaskan histamin, misalnya opium dan zat kontras.1

2. Makanan

Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria akut, umumnya akibat reaksi

imunologik. Makanan yang sering menimbulkan urtikaria adalah telur, ikan, kacang, udang,

coklat, tomat, arbei, babi, keju, bawang, dan semangka.1

3. Gigitan atau sengatan serangga

Gigitan atau sengatan serangga dapat menimbulkan urtika setempat, hal ini lebih banyak

diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV).1

4. Bahan fotosenzitiser

Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, bahan kosmetik, dan

sabun germisid sering menimbulkan urtikaria.1

5. Inhalan

Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, asap, bulu binatang, dan

aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I).1

6. Kontaktan

Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur

binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia, misalnya insect repellent

(penangkis serangga), dan bahan kosmetik.1

7. Trauma Fisik

Page 10: URTIKARIA-ATHIA

Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, faktor panas, faktor tekanan, dan emosi

menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik. Dapat timbul

urtika setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian.

Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena Darier.1

8. Infeksi dan infestasi

Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus,

jamur, maupun infestasi parasit.1

9. Psikis

Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas

dan vasodilatasi kapiler .1

10. Genetik

Faktor genetik juga berperan penting pada urtikaria, walaupun jarang menunjukkan

penurunan autosomal dominant.1

11. Penyakit sistemik

Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering

disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi.1

V. Patogenesis

Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas kapiler yang meningkat,

sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan setempat.

Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. Vasodilatasi dan

peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-mediator misalnya

histamine, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan

prostaglandin oleh sel mast dan atau basofil.1,3

Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau

basofil untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali

siklik AMP (adenosin mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan

mediator. Beberapa bahan kimia seperti golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan

seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa antibiotik berperan pada keadaan ini.

Bahan kolinergik misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf kolinergik kulit yang

mekanismenya belum diketahui langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk melepaskan

mediator. Faktor fisik misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan dapat

Page 11: URTIKARIA-ATHIA

langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan misalnya demam, panas, emosi, dan

alkohol dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas.1

Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik;

biasanya IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc bila

ada antigen yang sesuai berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu

melepaskan mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi

obat dan makanan. Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun

secara alternatif menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3a, C5a) yang mampu merangsang sel

mast dan basofil, misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri.1

Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan

kompleks imun pada keadaan ini juga dilepaskan zat anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat

juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan pengusir serangga, bahan kosmetik, dan

sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik menyebabkan edema

angioneurotik yang herediter.1,3,4

SEL MAS BASOFIL

FAKTOR NON IMUNOLOGIK FAKTOR IMUNOLOGIK

Efek kolinergik

Faktor fisik(panas, dingin, trauma,

sinar X, cahaya)

AlkoholEmosi

Demam

Idiopatik?

Bahan kimia pelepas mediator

(morfin,kodein)

Reaksi tipe I (IgE)(inhalan, obat, makanan,

infeksi)

Reaksi tipe IV (kontaktan)

Pengaruh komplemen

Reaksi tipe II

Reaksi tipe III

URTIKARIA

Aktivasi komplemenklasik – alternatif

(Ag-Ab, venom, toksin)

Faktor genetik(defisiensi C1 esterase

inhibitor)

PELEPASAN MEDIATOR(histamin, SRSA, serotonin,

kinin, PEG, PAF)

VASODILATASIPERMEABILITAS KAPILER

Gambar 1. faktor imunologik dan non-imunologik yang menimbulkan urtikaria

Page 12: URTIKARIA-ATHIA

Klasifikasi

VI. Gambaran Klinis

Gambaran klinis urtikaria yaitu berupa munculnya ruam atau lesi kulit berupa

biduran yaitu kulit kemerahan dengan penonjolan atau elevasi berbatas tegas dengan batas

Page 13: URTIKARIA-ATHIA

tepi yang pucat disertai dengan rasa gatal (pruritus) sedang sampai berat, pedih, dan atau

sensasi panas seperti terbakar. Lesi dari urtikaria dapat tampak pada bagian tubuh manapun,

termasuk wajah, bibir, lidah, tenggorokan, dan telinga. Bentuknya dapat papular seperti pada

urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular sampai plakat. Bila

mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa atau subkutan,

maka ia disebut angioedema.1,3 Urtikaria dan angioedema dapat terjadi pada lokasi manapun

secara bersamaan atau sendirian. Angioedema umumnya mengenai wajah atau bagian dari

ekstremitas, dapat disertai nyeri tetapi jarang pruritus, dan dapat berlangsung sampai

beberapa hari. Keterlibatan bibir, pipi, dan daerah periorbita sering dijumpai, tetapi

angioedema juga dapat mengenai lidah dan faring. Lesi individual urtikaria timbul

mendadak, jarang persisten melebihi 24-48 jam, dan dapat berulang untuk periode yang

tidak tentu.2,4

Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik klinis daripada

etiologi karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi atau patogenesis urtikaria dan

banyak kasus karena idiopatik.2,4

1 Ordinary

urticaria

Urtikaria akut dan kronis

2 Urtikaria fisik 1) Urtikaria adrenergik

2) Urtikaria aquagenik

3) Urtikaria kolinergik

4) Urtikaria dingin

5) Urtikaria tekanan tertunda

6) Dermografisme

7) Exercise-induced anaphylaxis

8) Utikaria panas

9) Urtikaria solar

10) Angioedema getaran

3 Urtikaria

kontak

- Dipengaruhi oleh kontak secara

biologis atau bahan kimia

4 Vaskulitis

urtikarial

- Ditemukan pada biopsi kulit

5 Angioedema - Penyebabnya bisa idiopatik

Page 14: URTIKARIA-ATHIA

(tanpa urtikaria)

Table 1. klasifikasi urtikaria

VII. Pemeriksaan penunjang

A. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin.

Pemeriksaan darah, urin, feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi

atau kelainan pada alat dalam. Cryoglubulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada

urtikaria dingin.1,2 Pemeriksaan-pemeriksaan seperti komplemen, autoantibodi, elektrofloresis

serum, faal ginjal, faal hati dan urinalisis akan membantu konfirmasi urtikaria vaskulitis.3

Pemeriksaan C1 inhibitor dan C4 komplemen sangat penting pada kasus angioedema

berulang tanpa urtikaria.4

Tes Alergi

Pada prinsipnya tes kulit(prick test) dan RAST(radioallergosorbant tests), hanya bisa

memberikan informasi adanya reaksi hipersensitivitas tipe I. Untuk urtikaria akut, tes-tes

alergi mungkin sangat bermanfaat, khususnya bila urtikaria muncul sebagai bagian dari

reaksi anafilaksis.1,2, Untuk mengetahui adanya faktor vasoaktif seperti histamine-releasing

autoantibodies, tes injeksi intradermal menggunakan serum pasien sendiri (autologous serum

skin test-ASST) dapat dipakai sebagai tes penyaring yang cukup sederhana.5

Tes Eliminasi Makanan

Tes ini dengan cara menghentikan semua makanan yang dicurigai untuk beberapa waktu, lalu

mencobanya kembali satu demi satu. 1,3

Tes Foto Tempel

Pada urtikaria fisik akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel. 1

Injeksi mecholyl intradermal

Injeksi mecholyl intradermal dapat digunakan pada diagnosa urtikaria kolinergik 1

Page 15: URTIKARIA-ATHIA

Tes fisik

Tes fisik lainnya bisa dengan es (ice cube test) atau air hangat apabila dicurigai adanya alergi

pada suhu tertentu.1,2

B. Pemeriksaan Histopatologik

Perubahan histopatologik tidak terlalu nampak dan tidak selalu diperlukan tetapi dapat

membantu diagnosis.Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papila dermis,

geligi epidermis mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak

tampak infiltrasi selular dan pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar

pembuluh darah.1

VIII. Diagnosis Banding

1. Angioedema

Angioedema adalah pembengkakan yang disebabkan oleh meningkatnya

permeabilitas vaskular pada jaringan subkutan kulit, lapisan mukosa, dan lapisan submukosa

yang terjadi pada saluran napas dan saluran cerna. Angioedema dapat disebabkan oleh

mekanisme patologi yang sama dengan urtikaria, namun pada angioedema mengenai lapisan

dermis yang lebih dalam dan jaringan subkutaneus. Karakteristik dari angioedema meliputi

vasodilatasi dan eksudasi plasma ke jaringan yang lebih dalam daripada yang tampak pada

urtikaria, pembengkakan yang nonpitting dan nonpruritic dan biasanya terjadi pada

permukaan mukosa dari saluran nafas dan saluran cerna (pembengkakan usus menyebabkan

nyeri abdomen berat), serta suara serak yang merupakan tanda paling awal dari edema

laring.1

2. Pitiriasis rosea

Pitiriasis rosea adalah erupsi papuloskuamosa akut yang agak sering dijumpai.

Morfologi khas berupa makula eritematosa lonjong dengan diameter terpanjang sesuai

dengan lipatan kulit serta ditutupi oleh skuama halus. Lokalisasinya dapat tersebar di seluruh

tubuh, terutama pada tempat yang tertutup pakaian. Efloresensi berupa makula

eritroskuamosa anular dan solitar, bentuk lonjong dengan tepi hampir tidak nyata meninggi

dan bagian sentral bersisik, agak berkeringat. Sumbu panjang lesi sesuai dengan garis lipat

kulit dan kadang-kadang menyerupai gambaran pohon cemara. Lesi inisial (herald patch =

Page 16: URTIKARIA-ATHIA

medallion) biasanya solitary, bentuk oval, anular, berdiameter 2-6 cm. Jarang terdapat lebih

dari 1 herald patch.3

3. Urtikaria pigmentosa

Urtikaria pigmentosa adalah suatu erupsi pada kulit berupa hiperpigmentasi yang

berlangsung sementara, kadang-kadang disertai pembengkakan dan rasa gatal. Penyebabnya

adalah infiltrasi mastosit pada kulit. Lokalisasi terutama pada badan, tapi dapat juga

mengenai ekstrimitas, kepala, dan leher. Efloresensi berupa makula coklat-kemerahan atau

papula-papula kehitaman tersebar pada seluruh tubuh, dapat juga berupa nodula-nodula atau

bahkan vesikel.3

4. Dermatitis atopik

Dermatitis atopik adalah dermatitis yang timbul pada individu dengan riwayat atopi

pada dirinya sendiri ataupun keluarganya, yaitu riwayat asma bronchial, rhinitis alergika,

dan reaksi alergi terhadap serbuk-serbuk tanaman. Penyebab yang pasti belum diketahui,

tetapi faktor turunan merupakan dasar pertama untuk timbulnya penyakit. Gejala utama

dermatitis atopik adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih

hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akan menggaruk sehingga timbul papul,

likenifikasi, eritema, erosi, ekskoriasi, eksudasi, dan krusta. Diagnosis dermatitis atopi harus

mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor dari Hanifin dan Rajka.2

5. Dermatitis kontak alergi

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi

yang menempel pada kulit pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu

alergen. Penderita umumnya mengeluh gatal. Semua bagian tubuh dapat terkena. Pada yang

akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema,

papulovesikel, vesikel, atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosindan

eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan

mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas.2

IX. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan urtikaria dapat diuraikan menjadi non-medikamentosa, first-line

therapy, second-line therapy, dan third-line therapy.3 terdiri dari: 3,4

Non-medikamentosa

a. Edukasi kepada pasien:

Page 17: URTIKARIA-ATHIA

Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit urtikaria dengan menggunakan bahasa

verbal atau tertulis.

Pasien harus dijelaskan mengenai perjalanan penyakit urtikaria yang tidak

mengancam nyawa, namun belum ditemukan terapi yang adekuat, dan fakta jika

penyebab urtikaria terkadang tidak dapat ditemukan.

b. Langkah non medis secara umum, meliputi:

Menghindari faktor-faktor yang memperberat seperti terlalu panas, stres, alcohol, dan

agen fisik.

Menghindari penggunaan acetylsalicylic acid, NSAID, dan ACE inhibitor.

Menghindari agen lain yang diperkirakan dapat menyebabkan urtikaria.

Menggunakan cooling antipruritic lotion, seperti krim menthol 1% atau 2%.

1. First-line therapy

a. Antagonis reseptor histamin

Antagonis reseptor histamin H1 dapat diberikan jika gejalanya menetap. Pengobatan

dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah

diketahui dengan jelas yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Secara

klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek antagonis

terhadap histamin pada reseptor H1 namun efektifitas tersebut acapkali berkaitan dengan

efek samping farmakologik yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin

yang baru yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi nonsedasi

golongan ini disebut sebagai antihistamin nonklasik.2

Antihistamin golongan AH1 yang nonklasik contohnya adalah terfenadin, aztemizol,

cetirizine, loratadin, dan mequitazin. Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai

kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih lambat dan mencapai efek

maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin) sedangkan aztemizol dalam waktu 96

jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama dibandingkan dengan

AH1 yang klasik bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah pemberian dosis tunggal

secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang long acting.

Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak dapat

menembus sawar darah otak.2

Page 18: URTIKARIA-ATHIA

Antagonis reseptor H2 dapat berperan jika dikombinasikan dengan pada beberapa

kasus urtikaria karena 15% reseptor histamin pada kulit adalah tipe H2. Antagonis

reseptor H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri karena efeknya yang minimal pada

pruritus. Contoh obat antagonis reseptor H2 adalah cimetidine, ranitidine, nizatidine, dan

famotidine.3

2. Second-line therapy

Jika gejala urtikaria tidak dapat dikontrol oleh antihistamin saja, second-line therapy harus

dipertimbangkan, termasuk tindakan farmakologi dan non-farmakologi.

a. Photochemotherapy

Hasil fototerapi dengan sinar UV atau photochemotherapy (psoralen plus UVA

[PUVA]) telah disimpulkan, meskipun beberapa penelitian menunjukkan peningkatan

efektivitas PUVA hanya dalam mengelola urtikaria fisik tapi tidak untuk urtikaria kronis.

b. Antidepresan

Antidepresan trisiklik doxepin telah terbukti dapat sebagai antagonis reseptor H1 dan

H2 dan menjadi lebih efektif dan lebih sedikit mempunyai efek sedasi daripada

diphenhydramine dalam pengobatan urtikaria kronik. Doxepin dapat sangat berguna pada

pasien dengan urtikaria kronik yang bersamaan dengan depresi. Dosis doxepin untuk

pengobatan depresi dapat bervariasi antara 25-150 mg/hari, tetapi hanya 10-30 mg/hari

yang dianjurkan untuk urtikaria kronis. Mirtazapine adalah antidepresan yang

menunjukkan efek signifikan pada reseptor H1 dan memiliki aktivitas antipruritus. Telah

dilaporkan untuk membantu dalam beberapa kasus urtikaria fisik dan delayed-pressure

urticaria pada dosis 30 mg/hari.3

c. Kortikosteroid

Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin gagal, bahkan

pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah. Dalam situasi seperti itu,

terapi urtikaria seharusnya respon dengan menggunakan kortikosteroid. Jika tidak

berespon, maka pertimbangkan kemungkinan proses penyakit lain (misalnya, keganasan,

mastocytosis, vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam urticarial vasculitis,

yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Sebuah kursus singkat dari

Page 19: URTIKARIA-ATHIA

kortikosteroid oral (diberikan setiap hari selama 5-7 hari, dengan atau tanpa tappering)

atau dosis tunggal injeksi steroid dapat membantu ketika digunakan untuk episode

urtikaria akut yang tidak respon terhadap antihistamin. Kortikosteroid harus dihindari

pada penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria kronis karena efek samping

kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis, ulkus peptikum, dan hipertensi.3,4

Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone, methylprednisolone, dan

triamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi prednisolone untuk menghasilkan efek,

dapat diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2 dosis/hari dan

dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4 dosis/hari. Prednisolone

dapat mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari

PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis anak-anak 0.5-2

mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis). Methylprednisolone dapat

membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 4-48

mg/hari PO dan dosis anak-anak 0.16-0.8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4

dosis.4

d. Leukotriene Receptor Antagonist

Leukotriene (C4, D4, E4) adalah mediator inflamasi yang poten dan mempunyai

respon terhadap wheal dan flare pada pasien dengan urtikaria kronis atau pada individu

yang sehat. Leukotriene receptor antagonist seperti montelukast, zafirlukast, dan zileuton

menunjukkan keunggulan yang lebih dibandingkan dengan plasebo dalam perawatan

pasien dengan urtikaria kronik.3

e. Antagonis saluran kalsium

Nifedipin telah dilaporkan efektif dalam mengurangi pruritus dan whealing pada

pasien dengan urtikaria kronik bila digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan

antihistamin. Mekanisme nifedipin berhubungan dengan modifikasi influks kalsium ke

dalam sel mast kutaneus.3

3. Third-line therapy

Third-line therapy diberikan kepada pasien dengan urtikaria yang tidak berespon

terhadap first-line dan second-line therapy. Third-line therapy menggunakan agen

immunomodulatori, yang meliputi cyclosporine, tacrolimus, methotrexate,

cyclophosphamide, mycophenolate mofetil, dan intravenous immunoglobulin (IVIG). Pasien

Page 20: URTIKARIA-ATHIA

yang memerlukan third-line therapy seringkali mempunyai bentuk autoimun dari urtikaria

kronik. Third-line therapy lainnya meliputi plasmapheresis, colchicine, dapsone, albuterol

(salbutamol), asam tranexamat, terbutaline, sulfasalazine, hydroxychloroquine, dan

warfarin.3

a. Immunomudulatory Agents

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cyclosporine efektif dalam mengobati pasien

dengan urtikaria kronik yang refrakter. Cyclosporine dengan dosis 3-5 mg/kgBB/hari

menunjukkan manfaat pada dua pertiga pasien dengan urtikaria kronik yang tidak berespon

terhadap antihistamin. Tacrolimus dengan dosis 20-µg/mL setiap hari dapat mengobati

pasien dengan corticosteroid-dependent urticaria.3

Intravenous immunoglobulin (IVIG) tampak efektif dalam manajemen pasien dengan

urtikaria autoimun kronik yang parah. Meskipun mekanisme yang terlibat tidak jelas,

namun telah diusulkan bahwa IVIG mungkin berisi anti-idiotypic antibody yang bersaing

dengan IgG endogen untuk reseptor H1 dan memblok pelepasan histamin atau

memperbanyak klirens IgG endogen.3

b. Plasmapheresis

Plasmapheresis telah dilaporkan dapat bermanfaat dalam pengelolaan urtikaria

autoimun kronik yang parah. Plasmapheresis saja tidak cukup untuk mencegah akumulasi

kembali autoantibodi yang melepaskan histamine dan harus diselidiki dalam hubungannya

dengan penggunaan immunosuppressant pharmacotherapy.3

c. Obat lainnya

Dapsone dan/atau colchicine mungkin dapat bermanfaat dalam mengelola urtikaria

ketika infiltrat neutrophil terlihat secara histologis, tetapi mungkin paling berguna untuk

urticarial vasculitis. Hydroxychloroquine juga telah menunjukkan hasil yang menjanjikan

dalam pengobatan urtikaria kronik idiopatik; dan telah dikaitkan dengan respon yang baik

pada hypocomplementemic urticarial vasculitis. Meskipun ß2-adrenoceptor agonist

terbutaline telah dievaluasi untuk manajemen urtikaria kronik, penggunaannya umumnya

tidak dianjurkan karena efek samping seperti takikardia dan insomnia yang tidak dapat

ditoleransi dengan baik oleh banyak pasien.3

First-line TherapyEdukasiLangkah non-medis

↓Antihistamin

Second-line TherapyFarmakologiNon-farmakologi

PUVAAntidepresanKortikosteroidLeukotriene receptor antagonistCCB

Third-line TherapyImmunomodulatory agent

CyclosporineTacrolimus

PlasmapheresisObat lain:

Colchicine DapsoneHydroxychloroquineTerbutaline

URTIKARIA

Gambar 2. Alur Penatalaksanaan Urtikaria.

Page 21: URTIKARIA-ATHIA

NACNAC selama 3 minggu

Identifikasi dan menghilangkan penyebab.

Mengurangi faktor non spesifik yang memperberat vasodilatasi kulit

(alkohol, aspirin, olahraga, stress emosional)

Ringan Sedang-Berat

Berat(Distress pernapasan, asma,

edema laring)

Antihistamin H1 non sedatif

Antihistamin H1 non sedatif

Antihistamin H1 non sedatif

+Kortikosteroid oral

Epinefrin subkutan↓

Kortikosteroid sistemik(oral atau IV)

↓Antihistamin H1 (IM)

NAC: not adequately controlled

Gambar 3. Pedoman Penatalaksanaan Urtikaria Akut

Page 22: URTIKARIA-ATHIA

Pada urtikaria akut, identifikasi dan menghilangkan penyebab adalah ideal, namun sayang

sekali bahwa hal ini tidak dilakukan pada beberapa kasus. Meskipun demikian, faktor

pendorong yang pasti dapat dikurangi atau dihilangkan. Kami menganjurkan bahwa pasien

dengan urtikaria akut ringan seharusnya memulai pengobatan dengan antihistamin H1 non

sedatif. Pada pasien dengan urtikaria akut sedang-berat, antihistamin H1 non sedatif

seharusnya juga menjadi terapi pilihan utama. Jika keadaan akut tidak dapat dikendalikan

secara adekuat, pemberian kortikosteroid oral jangka pendek seharusnya ditambahkan. Pada

pasien yang menunjukkan urtikaria akut yang berat dengan gejala distress pernapasan, asma,

atau edema laring, pengobatan yang mungkin diberikan berupa epinefrin subkutan,

kortikosteroid sistemik (oral atau intravena), dan antihistamin H1 intramuskuler.1,2,3,4,5

X. Prognosis

Urtikaria akut prognosisnya lebih baik karena penyebabnya cepat dapat diatasi,

sedangkan urtikaria kronik lebih sulit diatasi karena penyebabnya sulit dicari.1,2,3,4

Page 23: URTIKARIA-ATHIA

DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah S. Urtikaria. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ilmu Penyakit Kulit

dan Kelamin. Ed. 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011. p. 169-175.

2. Hunter J, Savin J, Dahl M. Reactive Erythema and Vasculitis. Clinical Dermatology. 3rd ed.

Blackwell Publishing; 2002. p. 94-9.

3. Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th ed. London:

Mosby; 2004.p. 59-129

4. Soter N. A, Kaplan A.P. Urticaria and

Angioedema. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI,

Page 24: URTIKARIA-ATHIA

editors. Fitzpatrick’s Dermatology In Genereal Medicine 6th ed. New York : McGraw-Hill

Inc; 2003. p. 1129-38.

5. Judarwanto W, Purpura Henoch-Schonlein. Informasi dan Edukasi Alergi pada Anak.

[online] 2008 may 16 [cited 2010 Februari 18]: Available from: URL: http://childrenallergy

center.wordpress.com