usia perkawinan di indonesia dan...

73
USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA (Studi Komparatif Undang-Undang Perkawinan Indonesia dan Negara Bagian Sarawak) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: M. RASYID RIDHA NIM. 1111044100010 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL SYAKHSHIYYAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2016 M

Upload: hoangthien

Post on 20-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA

(Studi Komparatif Undang-Undang Perkawinan Indonesia dan Negara Bagian Sarawak)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

M. RASYID RIDHA

NIM. 1111044100010

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

(AHWAL SYAKHSHIYYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2016 M

Page 2: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum
Page 3: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum
Page 4: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum
Page 5: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

v

ABSTRAK

M. Rasyid Ridha. NIM: 1111044100010. Judul Skripsi ini adalah “Usia

Perkawinan di Indonesia dan Malaysia (Studi Komparatif Undang-Undang

Perkawinan Indonesia dan Negara Bagian Sarawak).” Fokus utama studi ini adalah

bagaimana ketentuan usia perkawinan menurut Undang-Undang di Indonesia dan

Negara Bagian Sarawak serta persamaan dan perbedaannya dalam menentukan usia

perkawinan. Program Studi Hukum Keluarga Islam, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1438 H / 2016 M. x + 63 Halaman.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam mengenai: pertama,

bagaimana ketentuan usia perkawinan menurut Undang-undang No 1 Tahun 1874

dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001; kedua, persamaan dan

perbedaan penetapan usia perkawinan dalam berbagai aspek menurut Undang-

undang No 1 Tahun1974 dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun

2001

Metode pendekatan yang digunakan dalam studi ini ialah melalui pendekatan

Deskriptif-Komparatif. Pendekatan Deskriptif-Komparatif yakni membandingkan

suatu peraturan di suatu negara dengan aturan di negara lain berkaitan suatu hal yang

sama. Metode penelitian hukum yuridis yang bertitik tolak pada analisis terhadap

peraturan perundang-undangan yang membahas usia perkawinan yang dimuat dalam

Undang-undang Perkawinan di Indonesia dan Ordinan 43 Negeri Sarawak.

Studi ini menyimpulkan bahwa penentuan usia perkawinan di antara kedua

negara yakni Indonesia dan Negeri Sarawak (Malaysia) bagi laki laki memiliki

perbedaan dalam rentang usia satu tahun, bagi di Indonesia usia laki-laki boleh

menikah jika mencapai umur minimal 19 Tahun, sedangkan di Negeri Sarawak

(Malaysia) 18 Tahun, bagi mempelai perempuan usia minimal boleh menikah tetap

sama 16 tahun. Persamaan yang ditemukan dari kedua peraturan tersebut

menyangkut bidang teknis-administrasi seperti diwajibkannya izin tertulis dari pihak

yang berwenang jika terjadi perkawinan dibawah dari usia yang ditentukan. Dari

penentuan usia perkawinan bagi kedua Negara tetap memenuhi asas-asas umum dari

perkawinan yaitu pentingnya kematangan (kedewasaan) dalam usia bagi kedua calon

mempelai. Namun kurang memperhatikan aspek penentu kedewasaan seseorang

meliputi layak menikah secara Psikologi dan Medis.

Kata Kunci : Usia Perkawinan, Undang-undang

Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan, M.A

Daftar pustaka : 1960 s/d 2014

Page 6: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan Semesta Alam. Yang telah memberikan

nikmat dan karunia yang tidak terhingga kepada saya sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi

Besar Muhammad Saw. Kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umat Islam yang setia

hingga akhir zaman.

Saya ucapkan Alhamdulillah atas karunia Allah Swt sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Usia Perkawinan di Indonesia dan Negara

bagian Sarawak (Studi Komparatif Undang-Undang Perkawinan Indonesia dan

Negara Bagian Sarawak)” sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana

Hukum di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Mengenai perihal penyelesaian studi ini, banyak pelajaran serta manfaat yang

didapatkan dan kesan yang bermakana. Oleh karena itu, atas tersusunnya skripsi ini

saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memeberikan bantuan,

baik dalam membimbing, memberikan petunjuk, doa serta dukungan terutama kepada

kedua orang tua saya yang selalu memberikan kasih sayang terus-menerus tiada

hentinya, semoga Allah Swt. Selalu memberikan keberkahan serta pahala disisi Allah

Swt. Aamiin.

Pada kesempatan ini patut saya mengucapkan terimakasih kepada:

Page 7: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

vii

1. Dr. Asep Saepuddin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

beseta segenap pimpinan, karyawan, dan staf yang telah berperan terhadap

kemajuan kualitas spritual dan intelektual Mahasiswa/I Fakultas Syariah

dan Hukum.

2. Dr. Abdul Halim, M.Ag. ketua Program Studi Ahwal Al-Syakshiyyah, dan

Sekretaris Program Studi Ahwal Al-Syakshiyyah Arip Purkon, M.A. yang

telah banyak memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. H. A. Juaini Syukri, Lc, M,A sebagai dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan dukungan dan arahan intelektual maupun spritual

terhadap penulis selama masa perkuliahan hingga selesai masa studi.

4. Prof. Dr. Hj. Zaitunah Subhan selaku dosen pembimbing skripsi yang

penuh dengan rasa sabar dalam memberikan arahan, saran, bimbingan

serta motivasi kepada penulis selama penulisan skiripsi ini.

5. Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik, memberikan pengetahuan

intelektual serta memberikan bantuannya kepada penulis.

6. Seluruh staf perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan

Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum atas pelayanan yang sangat

membantu dalam penulisan skripsi ini.

7. Untuk kedua orang tua saya tercinta, Ayahanda H. Helminizami, S.H.,

M.H. serta ibunda tercinta Hj. Faridah. Kakak-kakak yang memberikan

Page 8: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

viii

support dan dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi

ini H. Ahmad Zaki Yamani, S.Hi., M.H, Hj Imra Atus Shalihah, S.Hi,

Khalisatun Nisa, S.Hi,. M.H, Sayyidatul Mu’minah, S.Hi, dan adik-adik

saya Muhammad Hafidz Al-Sirazi, dan Muhammad Iqbal yang telah

memberikan dukungannya.

8. Serta sahabat-sahabat seperjuangan selama kuliah di UIN syarif

Hidayatullah Jakarta diantanya Fauzan Hakim, S.Sy, Hatoli, S.Sy, Zainal

Arifin, S.Sy. dan teman-teman lainnya di Jurusan Peradilan Agama kelas

A dan B, Fakultas Syariah dan Hukum angkatan 2011 yang telah

mewarnai hari-hari penulis dengan hal-hal positif serta memberikan kesan

tersendiri selama mendalami studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Oleh karenanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh komponen

yang telah berjasa dan memberikan kontribusinya. Penulis tidak bisa membalas

kebaikan mereka kecuali doa, semoga Allah Swt membalas amal perbuatan

semuanya. Aamiin.

Ciputat, 10 November

2016

Penulis

Page 9: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI .................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi

DAFTAR ISI .............................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ................................................. 5

C. Rumusan masalah ................................................................................ 6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 6

E. Studi Review Terdahulu ...................................................................... 7

F. Metode Penelitian ................................................................................ 9

G. Sistematika Penelitian ......................................................................... 11

BAB II BATAS USIA PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG

PERKAWINAN NO 1 TAHUN 1974

A. Sejarah Singkat Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 ........ 13

1. Latar Belakang Undang-undang Perkawinan ............................... 13

2. Landasan dan Dasar Hukum Undang-undang Perkawinan ........... 17

B. Kententuan Umum tentang Perkawinan dalam Undang-undang ........ 18

1. Pengertian Perkawinan .................................................................. 18

2. Asas-asas Perkawinan ................................................................... 21

3. Syarat-syarat Perkawinan .............................................................. 25

C. Usia Perkawinan Menurut Undang-undang Perkawinan .................... 27

Page 10: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

x

BAB III BATAS USIA PERKAWINAN MENURUT ORDINAN 43

KELUARGA ISLAM NEGERI SARAWAK TAHUN 2001

A. Sejarah Singkat Ordinan 43 Keluarga Islam Tahun 2001 ................... 32

1. Latar Belakang Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak

Tahun 2001 ................................................................................... 32

2. Landasan dan Dasar Hukum Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri

Sarawak Tahun 2001 ..................................................................... 37

B. Ketentuan Umum tentang Perkawinan Menurut Ordinan 43 Keluarga

Islam Negeri Sarawak Tahun 2001 ..................................................... 40

1. Pengertian Perkawinan .................................................................. 40

2. Asas-asas Perkawinan .................................................................. 42

3. Syarat-syarat Perkawinan .............................................................. 43

C. Usia Perkawinan Menurut Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri

Sarawak Tahun 2001 ........................................................................... 44

BAB IV PERBANDINGAN BATAS USIA PERKAWINAN MENURUT

UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DI INDONESIA DAN

ORDINAN 43 KELUARGA ISLAM NEGERI SARAWAK TAHUN

2001

A. Persamaan Usia Perkawinan Menurut Undang-undang Perkawinan

dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001 ........... 46

B. Perbedaan Usia Perkawinan Menurut Undang-undang Perkawinan

dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001 ........... 51

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 56

B. Saran-saran .......................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 60

Page 11: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya, Hukum Islam tidak mengatur secara mutlak tentang batas usia

perkawinan. Tidak adanya ketentuan agama tentang batas usia minimal dan maksimal

untuk melangsungkan perkawinan diasumsikan memberi kelonggaran bagi manusia

untuk mengaturnya. Al-Qur’an mengisyaratkan bahwa orang yang akan melangsungkan

perkawinan haruslah orang yang siap dan mampu. Sesuai dengan Firman Allah Swt

dalam QS An-Nuur : 32 yang menyatakan :

. ( 32انور :)

Artinya : “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu,

dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan

hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan

memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya)

lagi Maha mengetahui”. 1

Siap dan mampu bukan suatu tolok ukur dalam pernikahan, akan tetapi

kematangan Psikis dan kejiwaan yang ditandai dengan ukuran usia seorang calon

mempelai bak laki-laki maupun perempuan yang utama. Penikahan atau perkawinan

adalah suatu anjuran bagi setiap umat beragama Islam diseluruh belahan belahan dunia

temasuk Indonesia dan Malaysia. Negara telah mempunyai hukum yang diadopsi dari

ajaran Islam baik Itu Indonesia Maupun Malaysia, berkaitan di Indonesia hukum tentang

1 Departemen Agama RI, Al – Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Al Huda, 2005, h. 355.

Page 12: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

2

perkawinan, secara formal perkawinan dituangkan dalam Undang-undang No 1 Tahun

1974 tetang Perkawinan. Adapun di Malaysia yakni negara bagian Sarawak dengan

aturan Ordinan 43 Tahun 2001 Undang-undang Keluarga Islam

Di dalam suatu pernikahan diperlukan adanya pedoman bagi warga negara

Indonesia yang melaksankan pernikahan agar terciptanya tujuan dari pernikahan.

Pedoman ini merupakan tata atau aturan-aturan yang lazim juga disebut kaidah atau

norma.2

Yang dimaksud dengan Undang-undang adalah ketetapan yang di bentuk oleh

perlengkapan negara yang mempunyai kewenagan membentuk undang-undang dalam hal

ini adalah DPR atau MPR, yang di sahkan dan di undangkan sebagaimana mestinya.3

Hanya saja isi Undang-undang perkawinan kontemporer tersebut tidak mendapat

sambutan positif dari mayoritas kaum Muslimin. Terbukti berdasarkan sejumlah

penelitian, aturan perundang-undangan perkawinan belum dijadikan sebagai nilai yuridis,

filosofis, dan sosiologis mayoritas Muslim, termasuk didalamnya Muslim Indonesia dan

Malaysia.4

Sementara menurut Atho Mudzhar, terdapat empat aspek penting dalam

perubahan yang tidak ada dalam kitab fiqih klasik, yaitu masalah pembatasan usia

menikah dan perbedaan usia antara dua pasangan, masalah pencatatan perkawinan,

2 Mufti Wirihardjo, Kitab Tata Hukum Indonesia, (Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah Mada,

1972). Cet 1, h. 6 3 Kusumadi Pudjosewoyo, Pedoman Pembelajaran Tata Hukum Di Indonesia, (Jakarta: PT

Penerbit Universias, 1966), h. 74. 4 Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi Terhadap Perundang-undangan

Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia. (Jakarta: INIS, 2002). h. 6.

Page 13: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

3

masalah pembatasan dan pelarangan poligami, dan masalah penjatuhan talak di depan

pengadilan.5 Sedang yang menjadi fokus bahasan ialah mengenai pembatasan usia

menikah serta perbedaan usia di antara dua pasangan calon yang akan menikah.

Dalam tataran konstitusional perkawinan ini tidak hanya sebatas hubungan antara

suami dan istri, namun lebih dekat pada hal-hal yang berisikan hubungan pribadi antara

pihak yang terlibat dalam perbuatan hukum. Dalam tata hukum di Indonesia perkawinan

menempati posisi formal dan oleh karena itu, menuruti Undang-undang No 1 Tahun

1974 pasal 2 ayat (2) perkawinan harus dicatat.6 Sekarang Pemerintah telah

mengeluarkan kebijakan yang terdapat pada Undang-undang No 1 Tahun 1974 pada

pasal 7 ayat (1) yang berisi perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai

umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.7 Pada usia tersebut, baik

laki-laki maupun perempuan diasumsikan telah mencapai usia minimal untuk

melangsungkan perkawinan. Selain itu dalam Undang-undang No1 Tahun 1974 pada

pasal 6 ayat (2) menyebutkan bahwa untuk melangsungkan perkawinan seseorang yang

belum mencapai 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua atau

wali.

Batasan umur yang termuat dalam Undang-undang perkawinan sebernanya masih

belum terlalu tinggi dibanding dengan beberapa negara lainnya di dunia. Aljazair

misalnya, umur melasungkan pernikahan itu, laki-lakinya 21 tahun dan untuk wanita 18

5 Muhammad Atho Mudzhar, Letak Gagasan Reaktualisasi Hukum Islam, (Jakarta: Paramadina,

1995), h. 318. 6 Abdurrahman, Himpunan Undang-undang Tentang Perkawinan No 1 Tahun 1974, (Jakarta:

Gema Insani Pers, 1996), Cetakan 1, h. 64 7 Abdurrahman, Himpunan Undang-undang Tentang Perkawinan No 1 Tahun 1974, h. 66

Page 14: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

4

tahun. Demikian juga dengan Bangladesh menetapkan umur 21 tahun laki-laki dan umur

wanita 18 tahun. Malaysia membatasi Usia perkawinannya, laki-laki berumur 18 tahun

dan yang wanita 16 tahun. Dan rata-rata negara di dunia membatasi usai perkawinan, laki

laki 18 tahun dan wanitanya berkisar antara 15 dan 16 tahun.8

Salah satu undang-undang Malaysia yakni pada Bagian Sarawak Ordinan 43

Keluarga Islam Negeri Sarawak bagian seksyen 7 dalam umur minimal untuk perkawinan

untuk laki-laki 18 tahun dan umur perempuan 16 tahun, seperti dijelaskan dalam seksyen

7 berikut:

Tiada Perkahwinan boleh diakadnikahkan di bawah ordinan ini jika lelaki itu

berumur kurang daripada lapan belas tahun atau perempuan itu berumur kurang

daripada enam belas tahun kecuali jika Hakim Syarie telah memberi

kebenarannya secara tertulis dalam hal keadaan tertentu.9

Memang perbedaan dalam menentukan batas usia perkawinan antara Undang-

undang perkawinan di Indonesia dan malaysia tidak terlalu jauh dalam hal umur standar

minimal boleh melakukan pernikahan. Pembaruan hukum perkawinan kontemporer di

negara Muslim seperti di Indonesia dan Malaysia, karena pemberlakuan undang-undang

di Indonesia bersifat universal, sedangkan di Malaysia yang menganut sistem federal.

Maka aturan hukum perkawinan berbeda antar negara bagian.

Berdasarkan paparan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan mengangkat judul skripsi : Usia Perkawinan di

8 Tahir Mahmod, Personal Law In Islamic Countries, (New Delhi: Academy of Law and Religion,

1987), h. 270. 9 Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001, Seksyen 7.

Page 15: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

5

Indonesia dan Malaysia (Studi Komparatif Undang-Undang Perkawinan Indonesia

dan Negara Bagian Sarawak).

B. Identifikasi Dan Pembatasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Dari uraian yang ada pada latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat

disebutkan identifikasi masalah di bawah ini yang akan di jelaskan lebih lanjut, yaitu:

a. Batas usia perkawinan menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974

b. Batas usia perkawinan menurut Ordinan 43 Keluarga Islam Tahun 2001

c. Persamaan dan perbedaan batas usia perkawinan menurut Undang-undang

dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001

2. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan berkenaan dengan penentuan usia perkawinan

menurut perspektif hukum keluarga Islam, baik negara-negara Islam yang menggunakan

hukum keluarga sebagai tolok ukur dalam penentuan usia yang ideal dalam perkawinan,

maka penulis di sini membatasi hanya hukum keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia

dalam hal ini Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan Ordinan 43 keluarga Islam Negeri

Sarawak Tahun 2001 sebagai undang-undang yang akan diteliti sebagai sumber rujukan

utama.

Page 16: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

6

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari identifikasi dan pembatasan masalah, selanjutnya penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana ketentuan batas usia perkawinan menurut Undang-undang No 1

Tahun 1974 dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001?

2. Bagaimana persamaan dan perbedaan Batas Usia Perkawinan menurut Undang-

undang No 1 Tahun 1974 dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun

2001?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui penetapan batas usia perkawinan menurut Undang-undang No 1

Tahun 1974 dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001

b. Mengetahui persamaan dan perbedaan tentang usia perkawinan menurut

Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri

Sarawak Tahun 2001

2. Manfaat Penelitian

Dalam penulisan diharapkan dapat memberikan manfaat:

a. Memberikan wawasan secara umum mengenai usia perkawinan, serta

perbedaan dan persamaannya antara Undang-undang Perkawinan di Indonesia

dengan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak.

Page 17: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

7

b. Menjadi rujukan bagi akademisi tentang bagaimana analisa secara mendalam

persamaan dan perbedaan dalam penentuan batas usia perkawinan

c. Menambah khazanah pengetahuan dalam keilmuan bidang Hukum Keluarga

baik secara teoritis maupun praktis.

d. Selanjutnya menjadi bahan tambahan tehadap mahasiswa yang akan

melakukan penelitian berkaitan dengan batas usia perkawinan.

E. Studi Review Terdahulu

Dari hasil penelusuran pada katalog Skripsi pada Perpustakaan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta terdapat beberapa judul yang berkaitan secara garis besar, namun

memiliki pembahasan yang berbeda. Baik itu secara tematik serta objek kajian yang

diteliti. Adapun kajian terdahulu yang penulis temukan diantaranya.

Muhammad Syarif Hidayatullah, menjelaskan tentang batas usia ideal untuk

menikah menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ditinjau dari

hukum Islam, serta batas-batas seseorang yang dewasa serta cakap dan cukup usia untuk

menikah menurut Undang-undang No 1Tahun 1974 tentang Perkawinan.10

Haris Santoso, menjelaskan batas minimal usia melakukan penikahan menurut

hukum positif dan hukum Islam sebenarnya sama-sama mengutamakan kemaslahatan

guna tercapainya tujuan dari pernikahan tersebut, walaupun dalam Islam sendiri tidak ada

10

Hidayatullah, Muhammad Syarif, “Batas Usia Dewasa Untuk Menikah menurut Undang-

undang No 1 Tahun 1974Ditinjau dariHukum Islam” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif

Hidayatullah, Jakarta: 2012)

Page 18: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

8

batasan usia minimal dalam melakukan perkawinan tetapi yang menjadi patokan ada

baligh nya seseorang, baik itu laki-laki maupun wanita.11

Udi Wahyudi, menjelaskan tentang tingkat kedewasaan antara laki-laki dan

perempuan serta relevansinya dengan batas usia perkawinan perbandingan antara hukum

Islam dan pandangan medis. Berdasarkan aspek medis, menurut penelitian ini usia

perkawinan sudah tidak relevan yakni terlalu muda untuk ukuran seorang perempuan 16

tahun. Sedangkan hukum Islam sendiri mengisyaratkan pentiingnya kedewasaan bagi

kedua calon mempelai.

Dari ketiga skripsi kajian terdahulu di atas mengenai garis besar batas

kedewasaan dalam usia perkawinan, perbedaan dengan skripsi penulis objek kajian dari

batas kedewasaan dalam usia perkawinan itu sendiri, yakni lebih menitikberatkan pada

mengkomparatifkan undang-undang perkawinan antar negara Indonesia dan Malaysia

melibatkan faktor-faktor penentu dalam menentukan usia perkawinan. Di Indonesia

sendiri faktor penentu dalam menentukan usia perkawinan ideal meliputi Faktor: Sosial,

Psikologi, kedokteran serta dalam kajian hukum Islam secara umum. Persamaan dari

ketiga skripsi diatas dijelaskan yakni sama-sama menjelaskan dan menguraikan hal-hal

yang berkenaan dengan usia perkawinan.

11

Haris Santoso, “Batas Minimal Usia melakukan perkawinan di Indonesia Perspektif Imam

Madzhab” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: 2010)

Page 19: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

9

F. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian dan Pendekatan

Untuk jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian guna

menemukan jawaban terhadap suatu fenomena atau pertanyaan melalui prosedur aplikasi

ilmiah secara sistematis.12

Dengan menggunakan pendekatan Deskriptif – Komparatif,

yakni dilakukan dengan membandingkan suatu peraturan di suatu negara dengan aturan

di negara lain berkaitan dengan suatu hal yang sama. Dalam hal ini penulis

membandingkan mengenai usia perkawinan menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974

di Indonesia dengan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak di Negara Malaysia.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan terdiri dari sumber data primer dan

sekunder.13

Diantara data tersebut yakni:

a. Data Primer mencakup Undang-undang yang membahas mengenai usia

perkawinan yaitu Undang-undang No 1 Tahun 1974 di Indonesia, dan

Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001.

b. Data Sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen, buku-buku, hasil-

hasil penelitian maupun yang berwujud laporan, dan sebagainya.14

Dan yang

berkaitan dengan pokok permasalahan dari penelitian ini.

12

Muri Yusuf, Metode Penelitian, (Jakarta: Prenadamedia, 2014), h. 329 13

Soerjono Soekanto dan Srimudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Rajawali, 1990), h. 14-

15. 14

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2004), h. 30

Page 20: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

10

3. Teknik Pengumpulan Data

Studi Kepustakaan (Library Research) yang dilakukan untuk memperoleh data

Primer maupun sekunder sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan di atas.

Adapun dokumen yang akan diteliti dalam studi ini, yaitu Undang-undang No 1 Tahun

1974 di Indonesia, dan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang

lebih mudah dibaca dan di inpretasikan.15

Atau mudah dipahami dan di informasikan

kepada orang lain. Data-data yang terkumpul kemudian dianalisa. Teknik analisa data

yang digunakan adalah teknik analisa Deskriptif-Komparatif. Pertama Deskriptif Yakni

menggambarkan ketentuan tentang usia ideal seseorang dalam melakukan perkawinan

yang terdapat dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 dan Ordinan 43 Keluarga Islam

Negeri Sarawak Tahun 2001. Dan yang kedua Komparatif yaitu membandingkan

penetapan usia melakukan perkawinan antara Undang-undang Perkawinan di Indonesia

dengan Ordinan 43 keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001 kemudian diuraikan

analisis dari perbedaan dan persamaannya.

5. Teknik penulisan

Teknik penulisan dalam studi ini, merujuk pada pedoman penulisan skripsi, tesis,

dan disertasi, disertai dengan buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan

15

Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES, 1996), Cet.

1, h. 263.

Page 21: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

11

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan

Jaminan Mutu (PPJM) Fakultas Syariah dan Hukum Jakarta Tahun 2012 dengan sedikit

pengecualian dalam penulisan yaitu:

a. Terjemahan Alquran dan Hadis diketik satu spasi sekalipun kurang dari enam

baris, dengan diberi tanda petik di awal dan di akhir kalimat.

b. Kutipan yang berasal dari bahasa asing (kecuali Alquran dan hadis) diterjemahkan

kedalam bahasa Indonesia.

c. Istilah-istilah asing dan catatan-catatan yang terdapat di dalam penulisan, ditulis

dengan cetakan miring.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mencapai sebuah karya ilmiah yang sistematis, maka penulis menggunakan

perincian sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Identifikasi,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Studi Review

Terdahulu, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan.

BAB II BATAS USIA PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG

PERKAWINAN Sub Bab nya terdiri dari Pembahasan Undang-undang Perkawinan No 1

Tahun 1974 Meliputi latar belakang, landasan hukum . Ketentuan umum tentang

perngertian Perkawinan, asas-asas perkawinan, syarat-syarat perkawinan, serta usia

perkawinan menurut Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Page 22: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

12

BAB III BATAS USIA PERKAWINAN MENURUT ORDINAN 43

KELUARGA ISLAM NEGERI SARAWAK TAHUN 2001 Sub Bab nya terdiri dari:

Pembahasan Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001, meliputi latar

belakang, landasan. Ketentuan umum tentang pengertian Perkawinan, asas-asas

dan,syarat-syarat perkawinan serta usia perkawinan menurut Ordinan 43 Keluarga Islam

Negeri Sarawak Tahun 2001.

BAB IV PERBANDINGAN BATAS USIA PERKAWINAN MENURUT

UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DI INDONESIA DAN ORDINAN 43

KELURGA ISLAM NEGERI SARAWAK TAHUN 2001 Sub Bab nya terdiri dari

perbedaan dan persamaan Menurut Undang-undang Perkawinan dan Ordinan 43

Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001.

BAB V PENUTUP yakni bagian akhir dari suatu penelitian yang terdiri dari

Kesimpulan, serta Saran-saran yang menunjang dari hasil penelitian ini.

Page 23: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

13

BAB II

BATAS USIA PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

NO 1 TAHUN 1974

A. Sejarah Singkat Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974

1. Latar Belakang Undang-Undang Perkawinan

Salah satu hukum Islam yang di terapkan di Indonesia ialah Undang-Undang

Perkawinan dalam bahasan ini ialah segala sesuatu dalam bentuk aturan yang dapat dan

dijadikan petunjuk oleh umat Islam dalam hal bidang perkawinan dan dijadikan pedoman

hakim di lembaga Peradilan Agama dalam memeriksa dan memutuskan perkara

perkawinan.1

Pasca kemerdekaan Bangsa Indonesia atas sebagian dari umat Islam kala itu

terhadap DPR barulah pada tanggal 2 Januari 1974 dengan Undang-undang No 1 Tahun

1974 dapat menciptakan undang-undang perkawinan. Sekedar melihat kembali prolog

kelahiran undang-undang ini, akan di utarakan beberapa pendapat yang mendahului

pembicaraan rencana itu sendiri di DPR (Dewan Perwakilan Rakayat) kala itu:

a. Segala suara dari golongan Islam yang tergabung dalam organisasi

masyarakat dan organisasi sosial menolak rencana tersebut.

1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 20.

Page 24: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

14

b. Adanya peristiwa pada tanggal 27 September 1973, dimana sebagian masssa

umat Islam mendatangi DPR dengan tuntutan penolakan rencana undang-

undang tersebut akan diadakan revisi.2

Dalam kaitannya dengan pembentukan perundang-undangan, khususnya undang-

undang perkawinan perlu dicatat tentang keberadaan undang-undang tersebut. Pada

Tanggal 16 Agustus 1973 pemerintah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU)

Perkawinan. Satu bulan diajukannya rancangan undang-undang tersebut timbul reaksi

keras dari berbagai kalangan dari umat Islam kala itu. Rancangan Undang-undang

tersebut sangat bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam dan ada anggapan yang lebih

keras lagi, rancangan tersebut ingin mengkristenkan Indonesia. Di lembaga legislatif,

Fraksi Persatuan Pembangunan adalah fraksi yang sangat keras menentang rancangan

undang-undang tersebut karena bertentangan dengan fiqh Islam. Kamal Hasan

menggambarkan bahwa semua ulama baik dari kalangan tradisional maupun modernis,

dari Aceh sampai Jawa Timur menolak rancangan undang-undang tersebut.3

Undang-undang No 1 Tahun 1974 ini adalah hasil suatu usaha untuk menciptakan

hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku bagi setiap warga Republik Indonesia,

undang-undang ini merupakan hasil legislatif yang pertama yang memberikan gambar

yang nyata tentang kebenaran dasar azasi kejiwaan dan kebudayaan “Bhineka Tunggal

2 M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, (Medan: CV Zahir Trading, 1975), h. 1

3 Kamal Hasan, Modernisasi Indonesia: Respons Cendekiawan Muslim, (Jakarta: Lingkaran Studi

Indonesia, 1978), h. 190.

Page 25: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

15

Ika” yang dicantumkan dalam lambang negara Indonesia, selain sungguh mematuhi

Falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.4

Adapun yang sudah menjadi peraturan perundang-undangan negara yang

mengatur perkawinan ditetapkan setelah Indonesia merdeka, meliputi sebagai berikut:5

a. Undang-undang No 32 Tahun 1954 tentang penetapan berlakunya Undang-

undang Republik Indonesia tanggal 21 November 1946 Undang-undang No

22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk di seluruh daerah

Luar Jawa dan Madura.

b. Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang

merupakan hukum materil dari perkawinan.

c. Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang

No 1 Tahun 1974.

d. Undang-undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Sebagian dari

materi undang-undang ini memuat aturan yang berkenaan dengan tata cara

(hukum formil) penyelesaian sengketa perkawinan di Peradilan Agama.

Awal mula undang-undang perkawinan disahkan oleh DPR (Dewan Perwakilan

Rakyat) dalam sidang paripurna pada tanggal 22 Desember 1973, setelah Rancangan

Undang-Undang sempat mengalami pembahasan selama tiga bulan, kemudian

Rancangan Undang-undang perkawinan dinyatakan sah sebagai lembaran negara tepat

4 Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974, (Jakarta:

Tintamas, 1975), h. 5. 5 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, h. 21

Page 26: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

16

pada tanggal 2 Januari 1974, dengan berlakunya undang-undang tersebut, maka segala

peraturan yang berkaitan perkawinan terdahulu dinyatakan tidak berlaku lagi.

Lahirnya Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berlaku

bagi semua warga negara RI tanggal 02 Januari 1974 untuk sebagian besar telah

memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia. Tuntutan ini sudah di kumandangkan sejak

Kongres Perempuan Indonesia pertama pada tahun 1928 yang kemudian dikedepankan

dalam kesempatan-kesempatan lainnya, berupa harapan perbaikan kedudukan bagi

wanita dalam perkawinan. Perbaikan yang didambakan itu terutama bagi golongan

“Indonesia Asli” yang beragama Islam dimana hak dan kewajibannya dalam perkawinan

tidak diatur dalam hukum tertulis. Hukum perkawinan orang Indonesia asli yang

beragama Islam yang tercantum dalam kitab-kitab Fikih, menurut sistem hukum

Indonesia tidaklah dapat digolongkan dalam kategori hukum tertulis, karena tidak tertulis

dalam aturan yang di sahkan menjadi lembaran negara.6

Masalah-masalah yang menjadi pusat perhatian pergerakan wanita pada waktu itu

adalah masalah, perkawinan paksa di bawah umur, poligami, dan talak yang sewenang-

wenang.

Pada tanggal 01 April 1975, setelah 1 tahun 3 bulan Undang-undang Perkawinan

di undangkan, lahir Peraturan Pemerintah No 9 Tahun 1975 yang memuat peraturan

pelaksanaan Undang-undang Perkawinan tersebut. Dan dengan demikian, mulai 01

6 Erfaniah Zuhriah, Peardilan Agama di Indonesia: Dalam Rentang Sejarah dan Pasang Surut,

(Malang: UIN-Malang Press, 2008), h. 128.

Page 27: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

17

Oktober 1975 Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 itu telah berjalan secara

efektif.7

2. Landasan dan Dasar Hukum Undang-Undang Perkawinan

Perlu di ketahui bahwasanya segala sumber pokok perundang-undangan di

Indonesia ialah bersumber dari Pancasila dan UUD Tahun 1945. Salah satu butir sila

dalam Pancasila ialah sila pertama yakni Ketuhahan yang Maha Esa. Kemudian ide dan

cita-cita dari sila pertama ini di implementasikan pada UUD Tahun 1945 terhadap negara

yang menjamin warganya dalam pelaksanaan ajaran masing-masing agama yang di akui

negara. Salah satu agama dengan penganut terbesarnya ialah Umat Islam. Dengan ini

dapat dinyatakan bahwa undang-undang bersifat agamis, karena diserap dari agama Islam

dalam undang-undang perkawinan lebih menempati posisi dominan.

Undang-Undang No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan berdasarkan ketetapan

MPRS No IV/MPR/1973 bahwa telah menimbang UU No Tahun 1974 adalah sebagai

peraturan pemerintah yang ditetapkan berdasarkan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk

pembinaan hukum nasional, perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara.8

Ide yang terkandung dalam undang-undang ini mengandung arti Unifikasi hukum

sesuai dengan falsafah pancasila dalam kesatuan dan persatuan nasional dalam segala

bidang, termasuk bidang perkawinan yang berlaku untuk semua warga negara. Berikut

adalah peraturan berkaitan hal ihwal perkawinan sebelum Undang-undang perkawinan:

7 Muhammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1977), h. 23. 8 Undang-Undang No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Page 28: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

18

a. Ketetntuan undang-undang perkawinan yang terdapat pada B.W. (Burgerlijk

Wetboek) yang dulu berlaku untuk orang Eropa dan turunan asing

b. Ordonasi Perkawinan Indonesia Kristen St. 1933 No. 74 yang berlaku untuk

golongan Kristen Jawa – Madura dan Minahasa.

c. Perkawinan Campuran Sb. 1898 No. 158.

d. Serta peraturan lainnya sepanjang yang telah diatur oleh undang-undang

perkawinan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Secara umum UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan tersebut memiliki

beberapa prinsip . prinsip-prinsip ini merupakan azas bagi terjaminnya cita-cita luhur dari

perkawinan. Dari Undang-undang ini diharapkan agar supaya pelaksanaan perkawinan

dapat lebih sempurna dari masa yang sebelumnya.9

Adapun salah satu prinsip-prinsip dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang

perkawinan yang berkenaan dengan pentingnya kedewasaan bagi calon mempelai ialah:

Asas kematangan jasmani dan rohani bagi mempelai.

B. Ketentuan Umum tentang Perkawinan dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan merupakan sunatullah yang umum dan berlaku pada semua

makhluknya, baik pada manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Perkawinan dapat pula

9 Yayan Sopyan, Transformasi Hukum Islam ke Dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta:

Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta, 2007) h. 216-217.

Page 29: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

19

disebut sebagai suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai jalan bagi makhluknya

untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya.10

Dari segi bahasa perkawinan berasal dari kata “kawin” yang merupakan

terjemahan dari bahasa Arab “nikah” dan perkataan ziwaaj. Pengertian nikah menurut

bahasa Arab mempunyai dua pengertian yakni dalam arti sebenarnya dan dalam arti kias.

Dalam pengertian sebenarnya nikah adalah dham yang berarti menghimpit, menindih

atau berkumpul, sedangkan dalam pengertian kiasannya ialah wathaa yang berarti

setubuh.11

Menurut Kamus Bahasa Indonesia perkawinan beasal dari kata kawin yang

menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis serta melakukan

hubungan kelamin serta bersetubuh.12

Dalam pengertian secara umum perkawinan merupakan akad yang mehalalkan

pergaulan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan karena ikatan suami istri, dan

membatasi hak dan kewajiban antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang

bukan mahram.13

Sebab implikasi dari perbuatan hukum dalam perkawinan yakni

membatasi kedua calon mempelai setelah resmi perkawinannya baik itu secara hak

maupun kewajibannya terhadap laki-laki yang bukan mahramnya dan perempuan yang

bukan mahramnya. Dengan sah nya ikatan lahir batin di antara keduanya, maka

dihalalkan pergaulan atau hubungan suami istri.

10

H.M.A Tihami dan Sohami Sahrani, Fiqh Munakahat. Cet I (Jakarta: Rajawali Press, 2009) h. 6. 11

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan kekeluargaan di Indonesia. Cet I,

(Jakarta: Grafika, 2006), h. 268. 12

Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan, 1994), h. 456. 13

Mustofa hasan, Pengantar Hukum Keluarga. (Bandung: Pustaka Setia, 2011) h. 9.

Page 30: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

20

Sedangkan dalam UU Perkawinan pada pasal 1, yang selengkapnya sebagai

berikut:

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.14

Dari pengertian tersebut jelas terlihat bahwa dalam sebuah perkawinan memiliki

dua aspek, diantaranya:15

a. Aspek Formil (Hukum), hal ini dinyatakan dalam kalimat ‘ikatan lahir batin’,

artinya bahwa perkawinan disamping mempunyai nilai ikatan secara lahir tampak,

juga mempunai ikatan batin ini merupakan inti dari perkawinan.

b. Aspek Sosial Keagamaan, dengan disebutkannya ‘berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa’, artinya perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan

karohanian, sehingga bukan saja unsur jasmani tetapi unsur batinpun turut

berperan penting.

Di samping itu, bila definisi perkawinan tersbut ditelaah maka terdapat lima unsur

perkawinan di dalamnya yaitu:

Pertama, “ikatan lahir batin” dimaksudkan bahwa antara ikatan lahir dan ikatan

batin itu saling berjalan dan tidak boleh terpisahkan. Karena pada dasarnya ikatan lahir

adalah ikatan yang mengungkapkan adanya hubungan hukum antara seorang pria dengan

seorang wanita untuk hidup bersama, sebagai suami istri. Sedangkan ikatan batin ialah

14

Lihat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 1. 15

Titik Triwulan, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Cet II (Jakarta: Kencana, 2010),

h. 103.

Page 31: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

21

suatu ikatan yang tidak dapat dilihat walau tidak nyata, tetapi ikatan itu harus ada. Karena

tanpa adanya ikatan batin, ikatan lahir menjadi rapuh. Oleh karena itu terjalinnya ikatan

lahir dan ikatan batin merupakan fondasi dalam membentuk dan membina keluarga yang

bahagia dan kekal.16

Kedua, “seorang pria dengan seorang wanita” mengandung arti bahwa

perkawinan itu hanyalah antara jenis kelamin yang berbeda. Hal ini menolak perkawinan

sesama jenis.17

Ketiga, “sebagai suami istri” mengandung arti bahwa perkawinan itu adalah

bertemunya dua jenis kelamin yang berbeda dalam satu rumah tangga.

Selanjutnya disebutkan pula tujuan perkawinan adalah untuk membentuk suatu

rumah tangga atau keluarga yang bahagia dan kekal. Maksudnya ialah perkawinan itu

hendaknya dapat berlangung seumur hidup dan tidak boleh berakhir begitu saja. Dan

pembentukan keluarga yang bahagia dan kekal itu haruslah bedasarkan pada Ketuhanan

Yang Maha Esa.18

2. Asas-asas Perkawinan

Secara umum UU Perkawinan memiliki beberapa prinsip. Prinsip tersebut

merupakan asas agar terjaminnya cita-cita luhur dari sebuah perkawinan meliputi:

16

K. Wanjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia. Cet V, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978), h.

14-15. 17

Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinn. h. 40 18

Djoko Prakoso dan I Ketut Murtika, Asas-asas Hukum Perkawinan di Indonesia. Cet I, (Jakarta:

PT Bina Aksara, 1987), h. 4.

Page 32: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

22

a. Asas Sukarela

Sebuah perkawinan hendaknya harus didasarkan atas persetujuan serta kerelaan

kedua belah pihak yakni calon mempelai, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun

dalam membentuk suatu rumah tangga. Hal ini justru berdampak pada keutuhan suatu

hubungan rumah tangga, karena setiap manusia berhak menentukan pasangan hidupnya.

Kecuali hal-hal yang dilarang agama dan perundang-undangan untuk dikawinkan.

b. Asas Partisipasi Keluarga

Peran penting dari keluarga salah satu dari perkawinan yakni menyatukan

hubungan dari dua keluarga yang berbeda dari pihak laki-laki dan dari pihak perempuan.

Peran aktif dari kepala keluarga dari pihak perempuan dalam menikahkan anaknya bagi

yang usianya dibawah umur 21 tahun setelah seorang ayah memelihara, mendidik, dan

mengasuh anak perempuan nya berpindah tanggung jawab kepada seorang suami.

c. Asas Perceraian dipersulit

Berkenaan dengan asas perceraian yang dipersulit yakni berupaya semaksimal

mungkin untuk dihindari berpisahnya pasangan yg akan bercerai agar rujuk kembali.

Pasangan suami istri yang telah menikah secara sah harus bertanggung jawab terhadap

hubungan yang telah dibina bersama jangan sampai berpisah sampai nyawa memisahkan

mereka. Undang-undang perkawinan di Indonesia mengharuskan agar suatu proses

perceraian di lakukan di depan pengadilan, bila perceraian terjadi di luar pengadilan

maka di anggap tidak sah dan tidak memiliki landasan hukumnya. Dalam proses

Page 33: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

23

persidangan Peran Hakim sangat diperlukan dalam berupaya semaksimal mungkin agar

pasangan yang hendak bercerai rujuk kembali.

d. Asas Monogami (Poligami dibatasi dan diperketat)

Pada asas ini seorang suami hanya diperkenankan memiliki seorang istri begitu

pun sebaliknya seorang istri memiliki seorang suami, namun poligami hanya di

perbolehkan pada kasus-kasus tertentu serta syarat-syarat tertentu yang telah diatur dalam

UU Perkawinan. Seperti pada pasal 4 dan 5 dalam UU Perkawinan mengenai alasan

diperbolehkannya seorang suami melakukan poligami sebagai berikut:

Pertama, istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, istri mendapat

cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan

keturunan. Sedangkan dari pihak suami dengan syarat-syarat yang memberatkan untuk

melakukan poligami diantaranya adanya persetujuan dari para istri sebelumnya, memiliki

kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup para istri dan anak-anaknya.

Dan syarat yang terakhir suami dapat berlaku adil terhadap para istri dan anak-anaknya.

e. Asas kedewasaan calon mempelai

Mengingat pentingnya kematangan jasmani dan rohaninya bagi kedua calon

mempelai dalam melangsungkan perkawinan agar dapat terpenuhi tujuan suatu

perkawinan serta mendapatkan keturunan yang baik dan sehat. Karena kedewasan yang

matang membuat suami dan istri berpikir dewasa dalam menjalankan dan menyelesaikan

berbagai permasalahan dan problema dalam rumah tangga. Dari sudut pandang kesehatan

Page 34: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

24

pentingnya kedewasaan bagi calon mempelai perempuan berdampak pada kematangan

alat reproduksi serta kematangan jiwa dalam memelihara dan mendidik anak agar

menjadi anak yang sehat dan taat kepada orang tuanya.

Untuk mengukur kedewasaan dan kematangan dalam berpikir, tentu saja agak

sulit. Namun secara kuantitatif, Undang-undang Perkawinan mematok kedewasaan ini

dengan usia 21 tahun. Artinya calon mempelai yang sudah mencapai usia 21 tahun

dianggap sudah dewasa dan sudah mandiri. Bagi calon mempelai yang usianya belum

mencapai 21 tahun, maka harus mendapatkan persetujuan (izin) terlebih dahulu dari

orang tuanya.19

f. Asas memperbaiki dan meningkatkan derajat kaum wanita

Sejak awal mula pembentukannya UU Perkawinan selalu di ikuti dari berbagai

organisasi wanita, demi mengakomodir keinginan tersebut untuk meningkatkan derajat

dan melindungi kaum perempuan. Dalam UU Perkawinan usaha-usaha untuk

merealisasikan perlindungan terhadap perempuan diantaranya:

Pertama, Pencatatan Perkawinan merupakan perlindungan hukum bagi

terjaminnya hak-hak perempuan dan anak.

Kedua, berkenaan dengan poligami suami seorang suami tidak boleh melakukan

perkawinan poligaminya sebelum mendapatkan izin dari istri atau istri-istrinya.

19

Yayan Sopyan, Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional.

(Jakarta: RMBooks, 2012), h. 113.

Page 35: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

25

Ketiga, wali tidak berhak memaksakan perkawinan anak perempuannya, karena

setiap perkawinan didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

Dengan adanya UU Perkawinan antara suami dan istri mempunyai hak dan

kedudukan yang sama atau seimbang dalam berkehidupan rumah tangga serta pergaulan

hidup bersama dalam masyarakat.

3. Syarat-syarat Perkawinan

Mengingat pentingnya memasukan syarat dalam prosesi perkawinan, maka syarat

memiliki pengertian sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan tidaknya suatu

perkawinan, tetapi sesuatu tersebut tidak termasuk dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti

calon mempelai laki-laki dan perempuan harus beragama Islam.20

Dalam Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur

berkenaan dengan syarat-syarat perkawinan pada pasal 6 sampai pasal 12, yang meliputi

syarat materil dan syarat formil. Syarat materil adalah syarat yang ada dan melekat pada

diri pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan, sedangkan syarat-syarat formil adalah

tatacara atau prosedur perkawinan yang harus dipenuhi baik sebelum maupun pada waktu

perkawinan.21

20

H. M. A. Tihaimi dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat. Cet I, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), h.

12. 21

M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak. Cet I, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.

65-66.

Page 36: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

26

Persyaratan materil berkenaan dengan calon mempelai yang hendak

melangsungkan perkawinan, yaitu:22

a. Persyaratan orangnya

1. Berlaku umum bagi semua Perkawinan

i. Adanya persetujuan dari kedua calon mempelai.

ii. Calon mempelai sudah Berumur 19 tahun bagi pria dan 16 bagi

wanita.

iii. Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain, kecuali bagi seorang

laki-laki yang beristri lebih dari seorang.

iv. Bagi wanita tidak sedang berada dalam jangka waktu tunggu atau

masa iddah.

2. Berlaku khusus bagi perkawinan tertentu

i. Tidak terkena larangan/ halangan melakukan perkawinan, baik

menurut Undang-undang maupun hukum masing-masing agamanya

dan kepercayaan itu.

ii. Tidak terkena larangan kawin kembali untuk ketiga kalinya setelah

kawin dan bercerai lagi untuk kedua kalinya berdasarkan hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.

b. Izin yang harus diperoleh

1. Izin orang tua atau wali calon mempelai jika belum berumur 21 tahun.

22

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia. Cet I,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 273.

Page 37: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

27

2. Izin pengadilan bagi mereka yang hendak atau mampu beristri lebih dari

seorang,23

wali nikah nya adhal serta bagi calon mempelai yang mencapai

umur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan mengharuskan

mengajukan dispensasi nikah di Pengadilan Agama.24

Sedangkan syarat formal yang mengatur tentang tatacara melakukan perkawinan

diatur dalam pasal 10 dan pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Jo Peraturan

Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1975 Tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk.25

C. Usia Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan

Dasar hukum perkawinan yang boleh di langsungkan di Indonesia adalah

Undang-undang Perkawinan, batas usia dalam pernikahan telah ditentukan di dalam

Undang-Undang No 1 Tahun 1974 yang terdapat pada Bab II, syarat-syarat perkawinan

pasal 7 ayat 1 yang berbunyi:

Perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan

belas) tahun dan pihak wanita berumur 16 (enam belas) tahun.26

Tetapi dilain pasal Undang-undang Perkawinan tidak mengenal adanya rukun

perkawinan. Dan undang-undang perkawinan hanya memuat hal-hal yang berkenaan

23

Rachamdi Usman, h. 273. 24

Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis

Perkembangan Hukum Islam Dari Fikih, UU No 1 Tahun 1974 sampai KHI. Cet III, (Jakarta: Kencana,

2006), h. 69. 25

Muhammad Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam. Cet V, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h.

59. 26

Undang-Undang No 1 Tahun 1974

Page 38: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

28

dengan syarat-syarat perkawinan. Di dalam Bab II pasal 6 ditemukan syarat perkawinan

sebagai berikut:

1. Perkawinan harus di dasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21

(dua puluh satu) tahun harus mendapatkan izin dari kedua orang tuanya.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau

dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya maka izin dimaksud

ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari

orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya

4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak

mampu untuk menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari wali, orang

yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan keluraga yang

mempunyai hubungan darah dari garis keturunan lurus ke atas selama mereka

masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5. Dalam hal perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat

(2), (3), dan (4) pada pasal ini, atau salah seorang lebih diantara mereka tidak

menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat

tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan tersebut

dapat memberikan izin setelah terlebih dahulu mendengar orang-orang

tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pada pasal ini.

Page 39: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

29

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pada pasal ini berlaku

sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang

bersangkutan tidak menentukan lain.27

Selanjutnya pada pasal 7, terdapat persyaratan-persyaratan yang lebih rinci.

Berkenaan dengan calon mempelai pria dan wanita, undang-undang mensyaratkan batas

minimum umur calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 (sembilan belas) tahun dan

calon istri sekurang-kurangnya 16 (enam belas) tahun.

Dalam hal adanya penyimpangan terhadap pasal 7, dapat di lakukan dispensasi

kepada pengadilan atau pejabat lain, yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria

maupun wanita. Ternyata dalam undang-undang perkawinan melihat persyaratan

perkawinan itu hanya menyangkut persetujuan kedua calon dan batasan umur serta tidak

adanya halangan perkawinan antara kedua calon mempelai tersebut. Ketiga hal in sangat

menentukan untuk pencapaian tujuan perkawinan itu sendiri.28

Bahkan batasan umur yang ditetapkan dalam undang-undang perkawinan masih

lebih tinggi dibanding dengan ketentuan yang terdapat dalam Ordonasi Perkawinan

Kristen maupun dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pembuat rancangan

undang-undang perkawinan mungkin menganggap umur 19 (sembilan belas) tahun dan

16 (enam belas) tahun bagi seseorang lebih matang fisiknya dan kejiwaannya dari pada

27

Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Indonesia Legal Center

Publishing, 2002), h. 13-14. 28

Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Menurut Perundangan, Hukum Adat dan

Agama, (Bandung: Mandar Maju, 1990), h. 45-47.

Page 40: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

30

18 (delapan belas) tahun untuk laki-laki, dan 15 (lima belas) tahun untuk perempuan

seperti yang ditetapkan oleh hukum perdata.29

Yang jelas dengan dicantumkannya secara eksplisit batasan umur, menunjukan

apa yang disebut oleh Yahya Harahap exepressip verbis atau langkah penerobosan

hukum adat dan kebiasaan yang di jumpai di dalam masyarakat Indonesia. Di dalam

masyarakat adat Jawa misalnya sering kali dijumpai perkawinan anak perempuan yang

masih muda usianya. Ana perempuan Jawa dan Aceh seringkali di kawinkan meskipun

umurnya masih kurang dari 15 tahun, walaupun mereka belum di perkenankan hidup

bersama sampai batas umur yang pantas. Biasanya ini disebut dengan kawin gantung.30

Salah satu asas dan prinsip yang dianut dalam penjelasan umum undang-undang

perkawinan ialah mengenai calon suami istri itu harus telah masak jiwa dan raganya

untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat diwujudkan tujuan

perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang

baik dan sehat.

Selanjutnya dinyatakan bagi calon mempelai yang belum mencapai umur 21

tahun harus mendapat izin dari orang tua sebagaimana diatur dalam pasal 6 ayat 2, 3, 4,

dan 5 Undang-undang No 1 Tahun 1974. Dalam hal ini kompilasi hukum Islam tampakya

memberikan aturan yang sama dengan Undang-undang perkawinan.

29

Lili Rasjidi, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia, (Bandung:

Alumni, 1982), h. 111. 30

R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Bandung: Sumur, 1960), 41.

Page 41: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

31

Jika di analisa lebih jauh, peraturan batas usia perkawinan ini memiliki kaitan

yang cukup erat dengan masalah kependudukan. Dengan batasan umur ada kesan,

undang-undang perkawinan bermaksud merekayasa untuk menahan laju perkawinan yang

membawa akibat pada laju pertambahan penduduk.

Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini

tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua

belah pihak benar-benar siap dna matang dari sisi fisik, psikis, dan mental. Dari sudut

pandang kedokteraan, penikahan yang dilangsungkan usia dini mempunyai dampak

negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan.31

Tidak dapat dipungkiri, ternyata batas umur yang rendah bagi seorang wanita

untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran lebih tinggi dan berakibat pula pada kematian

ibu hamil yang juga cukup tinggi pula. Pengaruh buruk lainnya adalah kesehatan

reproduksi wanita jadi terganggu.32

Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih di

bawah umur. Maka undang-undang ini menentukan bahwa untuk kawin baik bagi pria

maupun wanita ialah 19 (sembilan belas) tahun untuk pria, dan 16 (enam belas) tahun

bagi wanita.33

31

Shappiro. F, Mencegah Perkawinan Yang Tidak Bahagia, (Jakarta: Restu Agung, 2007), h. 19. 32

Wila Chandarawila Supriadi, Perempuan dan Kekerasan Dalam Perkawinan, (Bandung:

Mandar Hijau, 2001), h. 75-80. 33

Amir Syarifuddin, Hukum Perkaiwinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-undang Perkawinan, h. 26.

Page 42: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

32

BAB III

BATAS USIA PERKAWINAN MENURUT ORDINAN 43 KELUARGA ISLAM

NEGERI SARAWAK TAHUN 2001

A. Sejarah Singkat Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001

1. Latar Belakang Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001

Sebelum kemerdekaan negara bagian Sarawak, memang sudah dibentuk institusi

peradilan yang dinamakan sebagai Mahkamah Melayu Sarawak yang mengurus semua

perkara yang berkaitan dengan kekeluargaan Islam berdasarkan Undang-Undang Majlis

Islam Sarawak tahun 1915 diubah kembali kembali pada tahun 1956 karena dinilai

mengandung beberapa kelemahan. Akhirnya pada tahun 1978, Mahkamah Syariah telah

didirikan di bawah Undang-undang Majlis islam Sarawak.1 Tepat pada tanggal 1 Maret

1985, Mahkamah Syariah telah mempunyai sistem Undang-undang tersendiri yang

disebut sebagai Undang-undang Mahkamah Syariah Order 1985.

Di dalam meningkatkan peran dan kualitas pelayanan publik, pemerintah telah

bersetuju untuk menyusun semula organisasi dan fungsi mahkamah Syariah dengan

membentuk tiga peringkat Mahkamah, yaitu: Mahkamah Rendah Syariah, Mahkamah

Tinggi Syariah, dan Mahkamah Rayuan Syariah. Untuk mewujudkan pelayanan hukum

yang mandiri dan merdeka, akhirnya Mahkamah Syariah telah di pisahkan daripada

Majlis Islam Serawak yang sejatinya sebuah majelis yang didirikan di bawah controlan

pemerintah sendiri. Pada tahun 1991, kerajaan negeri Sarawak melalui pembahasan

1 Wakil Pegawai Pendafar Mahkamah Tinggi Syari’ah Sarawak, Perundangan Islam di Malaysia,

2005, h. 33

Page 43: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

33

undang-undang di dewan Undangan Negeri (DUN) atau dikenal jika di Indonesia Sebagai

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah meluluskan enam rancangan undang-undang pada

tanggal 1 September 1992 menjadi Ordinan. Hasil daripada pembahasan tersebut, maka

terbentuklah beberapa Ordinan dengan resminya. Ordinan-ordinan tersebut di antaranya:

a. Ordinan Mahkamah Syariah, Tahun 1991

b. Ordinan Kanun Acara Jenayah Syariah, Tahun 1991

c. Ordinan Acara Mal Syariah, Tahun 1991

d. Ordinan Kesalahan Jenayah Syariah, Tahun 1991

e. Ordinan Undang-Undang Keluarga Islam, Tahun 1991

f. Ordinan Keterangan Syariah, Tahun 1991

Selain itu, Kaedah-kaedah Pengacara Syara’e tahun 1992 juga telah diwujudkan

untuk memberi garis panduan kepada pengacara dalam mengendalikan perkara Dewan

Undangan Negeri (DUN) pada tanggal 6 November 2001, telah merevisi keseluruhan

Ordinan tahun 1991 di atas. Ordinan hasil revisi tersebut secara resminya diberlakukan

pada tanggal 1 Desember 2004 yang memuatkan:

a. Ordinan Mahkamah Syariah, Tahun 2001

b. Ordinan Undang-Undang Keluarga Islam, Tahun 2001

c. Ordinan Tatacara Mal Syariah, Tahun 2001

d. Ordinan Tatacara Jenayah Syariah, Tahun 2001

e. Ordinan Kesalahan Jenayah Syariah, Tahun 2001

f. Ordinan Keterangan Syariah, Tahun 2001

Page 44: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

34

Secara umum, undang-undang yang dipakai oleh Negeri-negeri di Malaysia dapat

dibagi menjadi dua kategori: pertama, menganut Akta Undang-undang Keluarga Islam

(untuk wilayah persekutuan) tahun 1984 atau disebut (akta 303). Negeri-negeri yang

menganut akta ini antara lain: Negeri Selangor, Negeri Sembilan, Pulau Pinang, pahang,

Perlis, Terengganu, Sarawak, dan Sabah. Kendati demikian, masih juga terdapat sedikit

perbedaan dan persamaan dengan akta Undang-undang Keluarga Islam Wilayah

Persekutuan 1984. Perbedaan tersebut terletak dari segi susunan seksyen, bentuk

perubahan dan hukum. Negeri-negeri yang menganut akata tersebut antara lain: Kelantan,

Johor, Melaka, dan Kedah.2 Kedua, Ordinan 43 Undang-undang Keluarga Islam Negeri

Sarawak tahun 2001 menganut akta Undang-undang Keluarga Islam (Wilayah-wilayah

Persekutuan) tahun 1984 atau disebut dengan (akta 303).

Di Malaysia, undang-undang tertulis disebut dengan “Akta Palemen” (suatu

undang-undang yang diterapkan di seluruh negara bagian yang ada di Malaysia) yang

disahkan oleh parlemen dan “Enakmen Negeri Bagian (suatu undang-undang yang hanya

diterapkan di suatu negara bagian tersebut) yang disahkan oleh Dewan Undangan Negeri

bagian, kecuali Sabah dan Sarawak. “Enakmen Negara Bagian” dikenal dengan nama

“Ordinan Negeri Bagian.” Pengertian ini melibatkan semua undang-undang yang telah

disahkan oleh badan-badan perundangan sebelum merdeka (di Malaysia Barat) dan

sebelum Hari Malaysia (di Malaysia Timur) yang dikenali dalam buku-buku Statut

2 Abdul Munir Yaakob, Undang-Undang Keluarga Islam dan Wanita di Negara-Negara Asean,

(Kuala Lumpur: Yayasan Islam Terengganu, 2001), h. 23-24.

Page 45: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

35

sebagai Ordinance atau Enacment. Semua undang-undang tersebut diatas disebut dengan

Statut.3

Mengenai undang-undang negeri bagian, perlembagaan (Undang-undang Dasar)

menyatakan Bahwa:

Jika mana-mana undang-undang Negeri Bagian adalah berlawanan dengan

sesuatu undang-undang persekutuan, maka Undang-undang Persekutuan itu

hendaklah dipakai dan undang-undang Negeri Bagain itu hendaklah terbatal,

setakat mana Ian berlawanan dengan Undang-undang Persekutuan itu.4

Sebelum Negeri Bagian Sarawak dijajah oleh penjajah dan menghirup udara

kemerdekaan, negeri ini mempunyai undang-undang sendiri seperti yang berlaku sampai

saat ini. Pada saat Negeri Bagian Sarawak masih berada dalam jajahan Kesultanan

Brunei, ketika itu agama Islam telah berkembang denga pesatnya di seluruh Negara

Brunei, termasuk Negeri Bagian Sarawak yang dipimpin oleh Sultan Brunei yang

pertama yang memeluk agama Islam yaitu Sultan Muhammad pada tahun 1478, sehingga

rakyat pun banyak yang mengikuti rajanya memeluk agama Islam.

Untuk mengurus dan mengendalikan negara, Sultan Brunei melantik Pangeran

Mahkota sebagai Gubernur (Govenor) atau wakil Sultan d setiap tanah jajahannya,

khususnya untuk menjalankan roda pemerintahan Negeri Bagian Sarawak yang berpusat

di Kuching. Dalam bidang perundangan, Negeri Bagian Sarawak telah mempunyai

undang-undang sendiri, yaitu Undang-undang adat Sarawak. Dan undang-undang ini

telah mendapatkan persetujuan atau izin dari Sultan Brunei ketika itu. Dan adanya

3 Sani Hasyim Yeop A, Bagaimana Undang-undang Kita diperbuat?, (Kuala Lumpur: Dewan

Bahasa dan Pustaka, 1990), h. 10. 4 Undang-Undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan Perkara, (Kuala Lumpur: MDC

Publishirs Sdn Bhd, 2003), h. 75.

Page 46: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

36

perpindahan agama (dari Hindu ke Islam), maka undang-undang pun akhirnya

mengalami perubahan, yaitu dari bercorak Hindu menjadi Undang-undang yang

bercirikan Islam, yang diberi nama Undang-undang Adat Sarawak.

Pada awal mulanya, Undang-undang Adat ini telah dianut. Akan tetapi karena

orang-orang Melayu menganut agama Islam, maka Undang-undang Adat pun akhirnya

ditambah dan diubah untuk disesuaikan dengan unsur-unsur agama Islam.

Adapun penyebab atau latar belakang adanya Undang-undang Adat Melayu

Sarawak karena keperluan masyarakat Islam di Sarawak pada Zaman dahulu yang

mengalami perubahan zaman dan juga sosial budaya yang berlaku disekitarnya. Dengan

adanya undang-undang ini, masalah-masalah yang awal mulanya cukup banyak menjadi

berkurang. Semua itu tertanggulangi dengan adanya undang-undang yang baru ini.

Undang-undang Adat Melayu Sarawak pun dijadikan sebagai pedoman, bimbingan serta

acuan untuk memberikan hukuman yang setimpal kepada siapapun yang berbuat salah.

Selain itu, pertambahan jumlah penduduk Islam yang semakin banyak di sekitar

Negeri Bagian Sarawak menyebabkan Undang-undang Adat Melayu Sarawak diadakan,

di samping karena kompleksnya permasalahan umat Islam pada waktu itu. Undang-

undang Adat Melayu Sarawak hanya diberlakukan untuk penduduk Islam di Negeri

Bagian Sarawak saja. Namun setelah terjadi perubahan zaman, timbulnya berbagai

permasalahan, dari zaman sebelum kemerdekaan hingga mencapai kemerdekaan seperti

sekarang ini, Negeri Bagian Sarawak pun akhirnya merumuskan Ordinan Undang-

undang, yaitu sebagai pelengkap undang-undang terdahulu.

Page 47: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

37

Namun Undang-undang yang telah diberlakukan terdahulu telah diganti

pelaksanaannya dengan Undang-undang Adat Melayu Sarawak, Undang-undang

Mahkamah Melayu Sarawak, dan Undang-undang Mahkamah Syariah tahun 1985. Di

antara penyebab undang-undang tersebut diganti hingga sekarang karena dirasa kurang

melengkapi dan memiliki berbagai kelemahan, serta dirasa tidak sesuai lagi dengan

tuntutan zaman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Islam pada tahun 90-an.

Walaupun terdapat enam Ordinan Undang- undang yang diterapkan di Negeri

Bagian Sarawak dengan berbagai bidang, namun penulis tidak akan menyentuh keenam-

enam Ordinan Undang-undang tersebut karena sesuai dengan judul skripsi ini, penulis

akan membahas tentang hal-hal yang mengenai Ordinan 43 Keluarga Islam Tahun 2001

saja.

2. Landasan dan Dasar Hukum Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak

Tahun 2001

Landasan dalam artian sebagai dasar hukum keberadaan Ordinan 43 Keluarga

Islam Negeri Sarawak adalah Ordinan Majlis Agama yang telah didirikan pada tahun

1977. Ordinan Majlis Agama tersebut dasar hukumnya adalah “Undang-undang

Mahkamah Syariah Order Tahun 1985 yang menggantikan Undang-undang Mahkamah

Melayu Sarawak yang telah dimansuhkan pelaksanaannya.5

5 Hamid Jusoh, Kedudukan Undang-undang Islam dalam Perlembagaan Malaysia, (Selangor:

Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992), h. 15.

Page 48: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

38

Ordinan Majlis Islam ini adalah merupakan penyesuaian kepada undang-undang

dari hal pentadbiran hal-ehwal Islam yang ada di Semenanjung Malaysia.6 Ordinan ini

dikuatkuasakan bagi mendirikan sebuah badan atau lembaga yang sepenuhnya oleh

Kerajaan Negara Bagian Sarawak bertanggung jawab dari hal pengelolaan masalah Islam

yang ada dan hanya diberi nama “Majlis Islam Sarawak”. Dan pada tahun 1978, di bawah

undang-undang Majlis Islam Serawak, didirikan Mahkamah Syari’ah dengan

pemerintahan di bawah Majlis Islam Sarawak. Pada ketika itu, Mahkamah Syari’ah telah

diperkenalkan sebagai tempat untuk mengadili disebut Kadi (Mahkamah Kadi) dan

Mahkamah Kadi Besar (Mahkamah Kadi Besar).

Undang-undang Mahkamah Melayu Sarawak (untuk orang Islam) terus

digunapakai dari tahun 1915 sehinggalah pada tahun 1985 dengan beberapa perubahan

perkara dalam undang-undang Mahkamah Melayu Sarawak pada tahun 19567, yang mana

terdapat beberapa kelemahan di dalam undang-undang tersebut. Dan juga setelah Negara

Bagian Sarawak telah mendapatkan kemerdekaan, demi menurut kesesuaian dengan adat

dan hukum Islam yang telah berlaku di kalangan penduduk Muslim secara khususnya.

Undang-undang ini mengandung enam puluh enam seksyen, dan undang-undang

ini ialah satu-satunya undang-undang Melayu yang masih terpakai sehingga tahun 19858,

sebelum keenam-enam Ordinan undang-undang dikuatkuasakan. Berdasarkan penelitian,

6 Zaini Nasohah, Pentadbiran Undang-undang Islam Di Malaysia, (Kuala Lumpur: Utusan

Publications dan Distributors Sdn Bhd, 2004), h. 68. 7 Zaini Nasohah, Pentadbiran Undang-undang Islam Di Malaysia, (Kuala Lumpur: Utusan

Publications dan Distributors Sdn Bhd, 2004), h. 68. 8 Undang-undang tersebut telah dipindah pada tahun 1985 dan dikenali sebagai Undang-undang

Mahkamah Syari’ah Sarawak Order 1985 dan Berkuatkuasa pada 1 Maret 1985

Page 49: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

39

undang-undang ini mengandung labih banyak peruntukan undang-undang adat. Sebagian

besar daripada peruntukan tersebut di dalam bentuk undang-undang keluarga berkenaa

dengan kasus pertunangan, perkawinan, perceraian, dan perwarisan.9

Terdapat beberapa perubahan dalam undang-undang terdahulu, sesuai dengan

adat dan masyarakat sekitarnya. Ketika ini, Undang-undang Mahkamah Syari’ah Order

tahun 1985 masih dibukukan dalam satu buku saja dan belum keadaan terpisah.

Pada 17 Agustus 1990, Mahkamah Syari’ah Sarawak telah dipisahkan

pentadbirannya dari Majlis Islam Serawak dan Jabatan Agama Islam Sarawak, dengan

penubuhan sebuah jabatan baru sebagaimana jabatan-jabatan Kerajaan Serawak yang

lain, yang diberi nama Jabatan Kehakiman Syari’ah Sarawak (JKSS) pada 2 Oktober

1990, bagi mengatur perjalanan dan sistem Mahkamah Syari’ah di seluruh Negeri Bagian

Sarawak.

Lanjutan dari itu, yaitu setelah Dewan Undangan Negeri Bagian Sarawak melalui

dan Perundangan Negeri Bagian Sarawak telah menggubah Undang-undang yang

berkaitan dengan ajaran Islam terutama tentang hal Keluarga Islam. Dan pada 14 Mei

1991 Dewan Undangan Negeri bagian Sarawak telah meluluskan enam undang-undang

yaitu:

1. Ordinan Mahkamah Syari’ah,

2. Ordinan Undang-undang Keluarga Islam,

9 Hamid Jusoh, Kedudukan Undang-undang Islam dalam Perlembagaan Malaysia, (Selangor:

Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992), h. 15-16.

Page 50: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

40

3. Ordinan Kesalahan Jenayah Syari’ah,

4. Ordinan Acara Mal,

5. Ordinan Kanun Acara Syari’ah, dan

6. Ordinan Keterangan Syari’ah.

Keenam-enam ordinan tersebut telah diperkenankan oleh Yang di-pertua Negeri

Sarawak dan juga dikuatkuasakan pelaksanaannya melalui pemberitahuan dalam Warta

Kerajaan mulai 1 September 1992. Ini sekaligus menjadikan Negeri Bagian Sarawak

merupakan Negeri Bagian pertama di Malaysia mempunyai undang-undang yang

lengkap. Dan juga adanya keenam-enam ordinan ini, yang telah dipisah dan diasingkan

buku mengikut kelompok undang-undang (Ordinan) tertentu, juga merupakan undang-

undang pelengkap dan juga undang-undang sebelumnya (Undang-undang Mahkamah

Syari’ah Order Tahun 1985), telah digantikan pelaksanaannya dengan Ordinan Undang-

undang yang ada sekarang. Ke-enam Ordinan undang-undang tersebut berkuatkuasa

mulai tanggal 1 September 1992 sebelum direvisi keseluruhannya oleh Dewan Undangan

Negeri Sarawak (DUN) pada tanggal 6 November 2001.

B. Ketentuan Umum tentang Perkawinan Menurut Ordinan 43 Keluarga Islam

Negeri Sarawak Tahun 2001

1. Pengertian Perkawinan

Dalam bahasa Melayu (Malaysia dan Brunei Darussalam), digunakan istilah

kahwin. Kahwin ialah “Perikatan yang sah antara laki-laki dengan perempuan menjadi

Page 51: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

41

suami istri, nikah” Berkahwin maksudnya sudah mempunyai istri (suami).10

Sedangkan

menurut Imam Syafi’I pengertian nikah ialah suatu akad yang dengannya menjadi halal

hubungan seksual antara pria dengan wanita, sedangkan menurut arti majazi

(mathaporic) nikah itu sesuatu hal yang berhubungan dengan hubungan seksual.11

Dalam Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001 tidak disebutkan

secara implisit berkenaan hal pengertian Perkawinan, namun secara garis besarnya saja

pengertian perkawinan pada seksyen 9 (2) sesuatu perkahwinan adalah tak sah

melainkan jika cukup semua syarat yang perlu menurut Undang-undang Islam untuk

menjadikannya sah. Penting nya akad perkawinan yang sah secara syarie antara laki-laki

dan perempuan yang sudah baligh atau dewasa serta cukup umur untuk berkeluarga dan

memperoleh keturunan yang sehat.

Dari pengertian perkawinan di atas, memberikan definisi yang beragam, baik itu

sama sekali tidak menyinggung kehalalan hubungan seksual atau menyebutkan secara

eksplisit bahwa perkawinan adalah akad yang membolehkan suami istri untuk

berhubungan seksual. Tetapi juga dengan mencantumkan tujuan perkawinan sebagai

suatu akad suami istri yang abadi, kekal, dan menyebarkan kasih sayang di antara

keluarga untuk mencapai kebahagiaan.12

10

Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2005), h. 42. 11

Mohd Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, h. 2. 12 Ahmad Tholabi Kharlie, dan Asep Syarifuddin Hidayat, Hukum Keluarga di Dunia Islam

Kontemporer. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 262.

Page 52: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

42

2. Asas-asas Perkawinan

Pada dasarnya dalam penyusunan peraturan yang berkaitan dengan perkawinan

Indonesia lebih dahulu mengkodifikasinya Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun

1974. Keterlambatan Indoensia dalam hal Undang-undang perkawinan memberikan

hikmah tersendiri ke arah penyusunan undang-undang perkawinan yang relatif lebih baik

dan kaya karenan sempat mempelajari sejumlah undang-undang perkawinan yang telah

dimiliki oleh negara-negara Islam yang telah lebih dahulu memiliki undang-undang

perkawinan, termasuk undang-undang Keluarga Islam Malaysia yang menjadi sumber

rujukan bagi Ordinan keluarga Islam Negeri Sarawak karena mengikuti Akta Persekutuan

yang telah disepakati.

Secara umum, asas terpenting yang diusung Undang-undang Perkawinan Islam di

Dunia Islam adalah asas kematangan atau kedewasaan calon mempelai. Maksudnya,

Undang-undang Perkawinan menganut prinsip bahwa setiap calon suami dan calon istri

yang hendak melangsungkan akad pernikahan , harus benar-benar telah matang secara

fisik mapun psikis (rohani), atau harus sudah siap secara jasmani maupun rohani, sesuai

dengan yang tertera dalam pengertian perkawinan itu sendiri “perkawinan adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita.” Berkenaan dengan asas

kematangan ini, salah satu standard yang digunakan adalah penetapan usia kawin

(nikah).13

13

Dedi Supriyadi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam, (Bandung:

Pustaka Al-Fikriis, 2009) h. 37.

Page 53: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

43

Selanjutnya asas-asas atau prinsip-prinsip yang tercantum dalam peraturan ini

adalah sebagai berikut:14

1. Tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan

kekal untuk itu seorang suami istri perlu saling membantu dan melengkapi

agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya dan membantu

mencapai kesejahteraan spritualdan materil.

2. Perkawinan yang dicatatkan dalam Ordinan seksyen 20 Catatan dalam Daftar

Perkawinan. Ayat (2) catatan itu hendaklah diakusaksi oleh pihak-pihak

kepada perkahwinan itu, oleh wali dan dua orang saksi, selain pendaftar,

yang hadir semasa perkahwinan itu diakadnikahkan. Selanjutnya dalam ayat

(3) catatan itu hendaklah kemudiannya ditandatangani oleh pendaftar itu.

3. Ordinan ini menganut asas monogami, hanya apabila dikehendaki oleh yang

bersangkutan karena hukum agama dari yang bersangkutan mengizinkan

seorang suami dapat beristri lebih dari seorang.namun demikian, perkawina

seorang suami dangan lebih dari seorang istri hanya dapat dilakukan apabila

dipenuhi berbagai persyaratan tertentu dan diputuskan oleh Mahkamah.

3. Syarat-Syarat Perkawinan

Dan syarat-syarat perkawinan menurut Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri

Sarawak diantaranya sebagai berikut:

14

Mohd Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, h. 56.

Page 54: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

44

1. Syarat utama seorang boleh melakukan perkahwinan ialah beragama Islam,

seperti dalam seksyen 9 Perkahwinan tak sah (1) tiada orang boleh berkahwin

dengan seseorang bukan Islam.

2. Didasarkan pada persetujuan bebas antara calon suami dan calon istri, dan

tidak ada paksaan diantara keduanya. Diatur dalam Seksyen 11 persetujuan

dikehendaki Seseuatu perkahwinan adalah tidak diakui dan tidak boleh

didaftarkan di bawah Ordinan ini melainkan kedua-dua pihak kepada

perkahwinan itu telah bersetuju terhadapnya.

3. Usia keduanya telah mencukupi dalam boleh melakukan akadnikah, aturan

yang berkenaan dengan ini ada pada Seksyen 7 umur minimun untuk

perkahwinan bagi laki-laki usia 18 tahun dan perempuan 16 tahun.

4. Tidak termasuk dalam larangan-larangan yang ditetapkan oleh hukum syarie,

hal ini diatur dalam seksyen 8 pertalian yang melarang perkahwinan.

C. Usia Perkawinan Menurut Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun

2001

Perkawinan d ibawah umur tidak dianjurkan mengingat mereka dianggap belum

memiliki kemampuan untuk mengelola harta (rusyd). Selain itu, mereka juga belum

membutuhkan perkawinan. Mereka dikhawatirkan tidak mampu memenuhi kewajiban-

kewajiban yang harus dipikul dalam kehidupan sebagai suami istri terutama dalam

pengelolaan keuangan rumah tangga.

Page 55: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

45

Sebelum melangsungkan pernikahan, ada beberapa persyaratan yang harus

dipenuhi oleh pihak-pihak tertentu. Syarat-syarat yang dimaksudkan antara lain:

a. Batas umur calon mempelai.

b. Persetujuan kedua belah pihak.

c. Larangan perkawinan karena adanya hubungan kekeluargaan.

d. Mengikuti tata cara perkawinan yang ditentukan.15

Di antaranya ialah ketentuan batas kedewasaan yang menyangkut usia minimum

dibolehkannya menikah.

Seksyen 7. Umur minimum untuk perkahwinan.

Tiada perkahwinan boleh diakadnikahkan di bawah Ordinan ini jika lelaki itu

berumur kurang daripada lapan belas tahun atau perempuan itu berumur kurang

daripada enam belas tahun kecuali jika Hakim Syarie telah memberi

kebenarannya secara tertulis dalam hal keadaan tertentu.16

Berdasarkan penjelasan pasal di atas maka batas dewasa seseoang dalam boleh di

akad nikahkan yakni 18 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk calon wanitanya.

Penentuan usia tersebut tidak jauh berbeda dengan madzhab Hanafiyyah dalam

menentukan usia baligh atau kedewasaan seseorang.

15

Ahmad Ibrahim, Family Law in Malaysia and Singapore, (Kuala Lumpur: University of

Malaya, 1973), h. 203. 16

Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001, Seksyen 7.

Page 56: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

46

BAB IV

PERBANDINGAN BATAS USIA PERKAWINAN MENURUT UNDANG-

UNDANG PERKAWINAN DI INDONESIA DAN ORDINAN 43 KELUARGA

ISLAM NEGERI SERAWAK TAHUN 2001

A. Persamaan Usia Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan dan

Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Serawak Tahun 2001

Menurut catatan Tahir Mahmood, pembaruan dan praktik hukum keluarga di

negara-negara Muslim dapat dilihat dalam beberapa bentuk, yaitu:

1. Negara yang secara prinsipil menggunakan produk hukum klasik sebagai

hukum positifnya, tanpa melakukan perubahan atau kodifikasi.

2. Negara-negara Muslim yang secara utuh meninggalkan dan menggantikan

hukum keluarga klasik menjadi hukum modern yang ditetapkan secara legal

kepada seluruh warga negara.

3. Negara-negara yang secara umum telah mereformasi hukum keluarga klasik

melalui peraturan perundang-undangan dengan menggunakan banyak

pandangan aliran fikih, atau juga melalui kebijakan institusi kenegaraan.1

Negara-negara Muslim yang menganut metode pembaruan dan praktik hukum

keluarga pada bentuk ketiga meliputi negara di Asia Tenggara diantaranya; Indonesia,

Malaysia, dan Brunei Darussalam, bentuk ketiga ini juga tergambar pada negara-negara

1 Tahir Mahmood, Family Law Reform in the Muslim World, (Bombay, India: Thripathi), h. 3.

Page 57: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

47

lainnya seperti; Mesir, Tunisia, Maroko, Aljazair, Irak, Iran, dan Pakistan. Di Negara

Indonesia dan Malaysia yang sama-sama menggunakan Madzhab Syafi’I sebagai salah

satu sumber pandangan aliran fikih yang dijadikan pedoman dalam merumuskan

peraturan perundang-undangan.

Sementara itu corak unifikasi hukum yang diterapkan dengan berupaya untuk

menyatukan beragam pandangan hukum Islam dari berbagai aliran fikih, karena di kedua

negara tersebut mengakomodir komunitas yang mengikuti aliran tersebut. Dengan

demikian di kedua negara tersebut dalam perumusan hukum keluarga masih tetap

memasukan pandangan atau pendapat dari aliran hukum Islam yang lain.

Dalam konteks persamaan antara hukum terutama undang-undang perkawinan

Islam di Dunia Islam, ialah berkenaan dengan asas-asas atau prinsip-prinsip yang

ditekankan dalam undang-undang perkawinan, yakni asas sukarela, asas partisipasi

keluarga, asas mempersulit perceraian, asas monogami, asas kematangan usia

(kedewasaan) calon mempelai, asas memperbaiki (meningkatkan) derajat perempuan.2

Sehingga kesamaan yang terkandung dari UU perkawinan di Indonesia dan Ordinan

Keluarga Islam Malaysia karena memiliki sumber hukum material yang sama yakni Al-

Quran dan Hadits.

Persamaan dari sumber hukum material secara normatif dalam menentukan usia

perkawinan yakni Al-Quran dan Hadits, karena tidak ada suatu negara Muslim atau

negara yang berpenduduk Muslin mengingkari keabsahan dari kedua sumber hukum

2 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 202.

Page 58: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

48

pokok tersebut. Sehingga kesamaan sumber hukum pokok inilah tidak terdapat perbedaan

yang mencolok antara negara Islam yang satu dengan negara Islam yang lain.

Dalam hal pengertian perkawinan dan tujuan perkawinan misalnya, tampak ada

kesamaan dalam hal peletakan sighatul aqdi sebagai unsur mutlak dalam dalam sebuah

akad perkawinan, tujuan jangka panjang dari sebuah perkawinan, dan pelaksanaan akad

perkawinan yang hanya dibolehkan antara laki-laki dan perempuan.3 Tidak ada

perkawinan yang sejenis yang dilarang agama Islam, bahkan agama lain pun demikian.

Dari akad perkawinan yang berlainan jenis tersebut pentingnya memenuhi aspek

kedewasaan setiap pasangan yang ingin menikah.

Bahwasanya tolok ukur dalam menentukan batas kedewasaan memiliki kesamaan

dalam berbagai aspek seperti aspek biologis yakni terhadap perempuan bila sudah

kedatangan haid, dan rahimnya sanggup menumbuhkan janin, atau sudah siap untuk

hamil dan melahirkan. Sedangkan bagi pria bila sudah mimpi disertai mengeluarkan

sperma dan sejak itu mulai tertarik dengan lawan jenis.

Berdasarkan asas kematangan dalam usia (kedewasaan) calon mempelai terdapat

kesamaan dalam mematok usia ideal dalam menikah untuk calon mempelai perempuan

yakni 16 tahun. Baik itu yang terdapat dalam Undang-undang Perkawinan No 1 tahun

1974 pada pasal 1 ayat (1) yang berbunyi:

3 Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, h. 202.

Page 59: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

49

Perkawinan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan

belas) tahun dan pihak wanita berumur 16 (enam belas) tahun.4

Maupun yang terdapat pada Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun

2001diantaranya:

Seksyen 7. Umur minimum untuk Menikah.

Tiada perkahwinan boleh diakadnikahkan di bawah Ordinan ini jika lelaki itu

berumur kurang daripada lapan belas tahun atau perempuan itu berumur kurang

daripada enam belas tahun kecuali jika Hakim Syarie telah memberi

kebenarannya secara tertulis dalam hal keadaan tertentu.5

Dalam Ordinan di atas penetapkan usia bagi perempuan untuk menikah ialah 16

tahun. Persamaan ini mengingat aspek biologis penentu kedewasaan seorang perempuan

ialah bilamana sudah haid dan sanggup menngandung serta melahirkan. Selanjutnya

aspek psikologis seorang perempuan ialah siap secara psikis untuk mengelola rumah

tangga, memelihara anak, serta mengasuhnya membutuhkan mental yang siap untuk

menjadi seorang ibu dalam mendidik anak. Sedangkan faktor kedewasaan perempuan

berdasarkan aspek kedokteran yakni siap dalam mengandung janin dan melahirkan anak

dari fisik seorang calon ibu.

Bagi mereka perempuan yang belum mencapai umur 16 tahun maka harus

memiliki izin tertulis dari pengadilan, dan bagi belum mencapai umur dewasa seutuhnya,

yakni 21 tahun diperlukan izin dari orang tua atau wali dari calon mempelai perempuan.

Karena hal ini dalam membatasi umur calon perempuan akhir dari tujuan tersebut ialah

perkawinan sebagai ikatan lahir batin antara suami dan istri untuk membentuk rumah

4 Undang-Undang No 1 Tahun 1974.

5 Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001, Seksyen 7.

Page 60: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

50

tangga yang bahagia dan kekal. Dengan kedewasaan calon mempelai yang matang

diharapkan dapat menerima dan menyelesaikan problema rumah tangga dengan nalar

yang logis dan serta mempunyai pola pikir dewasa.

Dari persamaan usia perkawinan bagi perempuan di umur 16 tahun ada beberapa

aspek yang mempengaruhi kurang idealnya menikah diusia tersebut. Berdasarkan aspek

kesehatan atau medis, perkawinan perempuan di usia muda menyebabkan tingginya

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih tergolong tinggi dibanding dengan

negara-negara lain di ASEAN. Di Malaysia, angka kematian ibu pasca natal hanya

mencapai 39 kasus untuk 100.000 persalinan, sementara di Indonesia mencapai 307 kasus

untuk 100.000 persalinan.6 Aspek lainnya yakni dari segi psikologis, bahwasanya di umur

16 tahun perempuan memasuki periode remaja akhir (late Adolescent), pada fase ini di

tandai awal dari pertumbuhan bentuk tubuh serta sikap kedewasaan. Menurut pandangan

psikologis idealnya seorang perempuan menikah ketika berada di fase dewasa awal

(Early Adulthood) berada di usia 21 tahun keatas.7 Pada usia ini merupakan seseorang

baru dikatakan dewasa,

Seperti Sarlito Wirawan Sarwono melihat bahwa usia kedewasaan untuk siapnya

seseorang memasuki hidup berumah tangga harus di perpanjang menjadi 20 tahun untuk

wanita dan 25 tahun untuk pria. Hal ini diperlukan karena zaman modern menuntut untuk

mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan, baik dari segi kesehatan maupun

6 Zaitunah Subhan, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, (Jakarta: El-Kahfi, 2008), h.

222. 7 Zahrotun Nihayah, dkk, Psikologi Perkembangan: Tinjauan Psikologi Barat dan Islam. (Jakarta:

UIN Jakarta Press, 2006), h.

Page 61: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

51

tanggung jawab sosial.8 Dengan usia tersebut seorang perempuan dipastikan secara

dewasa telah masak jiwa dan raganya, sempurna akalnya, dan dapat diterima sebagai

anggota masyarakat secara utuh

Dalam mengemban tugas tanggung jawab dalam mendidik seorang anak calon

mempelai perempuan harus telah matang jasmani dan rohaninya, agar dapat memenuhi

tujuan luhur dari perkawinan dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.

B. Perbedaan Usia Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan dan

Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Serawak Tahun 2001

Malaysia adalah negara federal, sampai sekarang Undang-Undang Perkawinan

Islam (Hukum Keluarga) yang berlaku di Malaysia adalah Undang-undang Perkawinan

masing-masing negeri. Usaha penyeragaman UU Keluarga Islam di Malaysia pernah

dilakukan, yang diketuai oleh Tengku Zaid. Setelah mendapat persetujuan dari Majelis

Raja-raja, draft ini disebarkan ke negeri-negeri yang dipakai sebagai UU Keluarga.

Sayangnya tidak semua negeri menerima isi keseluruhan UU ini. Kelantan misalnya,

melakukan pemerintah federal. Akibatnya UU Keluarga Islam yang berlaku di Malaysia

tidak seragam sejak sebelum mencapai kemerdekaan sampai sekarang.9

Belanda misalnya, menerapkan sistem hukum Kontinental di Indonesia; dan

Inggris (British) mempraktikkan sistem hukum common law-nya di Brunei Darussalam,

8 Chuzaimah T. Yanggo dan H.A Hafiz Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam Kontemporer.

(Jakarta: LSIK Pustaka Firdaus, 2009), h. 84. 9 Dedi Supriyadi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan di Dunia Islam. h. 32-33.

Page 62: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

52

Malaysia dan Singapura.10

Indonesia sendiri merupakan negara Demokrasi yang memiliki

sistem hukum yang terpadu berupa Undang-undang yang berlaku secara keseluruhan,

karena perbedaan dari penerapan sistem hukum penjajah di negara jajahannya dengan

segala akibat yang ditimbulkan mempengaruhi pula pemberlakuan hukum Islam di

negara-negara Islam dan atau negara yang berpenduduk Muslim.

Berawal dari perbedaan sistem hukum yang dianut kedua negara tentu

berimplikasi pada pelaksanaan peraturan yang berkenaan dengan usia perkawinan seperti

Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 di Indonesia dan Ordinan 43 Keluarga

Islam Negeri Sarawak Tahun 2001. Perbedaan tersebut mencakup dalam hal penentuan

usia perkawinan yang berkaitan dengan kedewasaan calon mempelai laki-laki dan calon

mempelai perempuan,

Ditinjau dari perkembangan fisik, terdapat perbedaan yang jelas antara pria dan

wanita dalam rata-rata tinggi badan, organ genetalia, payudara, kumis dan pola-pola

pertumbuhan rambut (termasuk kebotakan). Selain itu, pria dan wanita memiliki

perbedaan fisiologis yang bersifat hormonal yang mempengaruhi variasi ciri-ciri biologis,

seperti kesuburan.11

Bahwa secara metodologis, langkah penentuan usia kawin didasarkan kepada

metode maslahat mursalah. Namun demikian karena sifatnya yang ijtihady, yang

kebenarannya relatif, ketentuan tersebut tidak bersifat kaku. Artinya apabila karena

10

Muhammad Amin Suma, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam, h. 204. 11

Hurlock E.B., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.

(Jakarta: Erlangga, 1994), h. 65.

Page 63: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

53

sesuatu dan lain hal perkawinan dari mereka yang usianya di bawah 21 (dua puluh satu)

tahun – atau sekurang-kurangnya 19 (sembilan belas) tahun untuk pria dan 16 (enam

belas) tahun untuk wanita. Dengan kata lain, filosofi dalam pembatasan ini semata-mata

untuk mencapai sebuah rumah tangga sakinah, mawaddah wa rahmah. Oleh karena itu,

pembatasan usia perkawinan amat penting sebagai modal awal dalam proses

pembentukan rumah tangga.12

Perbedaan usia ideal dalam perkawinan di tunjukan pada calon laki-laki yakni 19

tahun menurut Undang-undang Perkawinan di Indonesia, sedangkan Ordinan Kelaurga

Islam Negeri Sarawak menetapkan usia perkawinan berkisar pada umur 18 tahun. Dalam

penentuannya umur 19 tahun lebih dewasa di Indonesia ketimbang umur 18 tahun. Di

Indonesia sendiri bagi mereka yang belum mencapai umur ini, maka harus meminta izin

dari pengadilan, dan bagi calon pengatin laki-laki maupun perempuan yang belum

mencapai umur 21 tahun maka harus menyertakan izin izin dari orang tua. Berdasarkan

pada pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan Indonesia yang mana diperlukan dispensasi dari

pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak

perempuan. Dan bila belum mencapai umur 21 tahun bagi keduanya harus mendapat izin

dari kedua orang tua seperti yang temaktub pada pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan

Indonesia.

Menurut Ordinan Keluarga Islam Negeri Sarawak pada seksyen 7 jika umur

kurang dari yang dimaksudkan dalam usia perkawinan laki-laki 18 tahun dan perempuan

16 tahun, maka diperlukan kebenaran dari hakim Syarie secara tertulis dalam hal keadaan

12

Dedi Supriadi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam., h. 51.

Page 64: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

54

tertentu. Secara teknis tidak jauh perbedaan dalam hal administrasi bilamana kedua

pasangan laki-laki dan perempuan kurang dari usia yang ditentukan oleh kedua peraturan

tersebut. Ditambahkan izin kedua orang tua jika kedua pasangan belum mencapai umur

yang ditetapkan untuk diatur secara ketat terhadap perkawinan dini.

Dalam catatan sejarah, penerapan dan penyeragaman batas minimum usia

perkawinan di Indonesia, pada awalnya, ingin diatur melalui pasal 7 ayat (1) Rancangan

UUP tahun 1973 yang menyatakan batas minimal usia perkawinan 21 tahun bagi laki-laki

dan 19 tahun bagi perempuan.13

Namun demikian, karena RUU ini menuai perdebatan

yang rawan dengan konflik, 14

akhirnya harus ditunda.

Perbedaan tidak begitu berpengaruh terhadap rentang usia 1 tahun bagi mempelai

laki-laki, bila di Indonesia umur yang ditetapkan 19 tahun, sedangkan di Ordinan di

Negeri Sarawak 18 tahun. Namun tetap memiliki pengaruh terhdap kematangan dan

kedewasaan dalam berpikir dan bertindak dalam mengemban tanggung jawab sebagai

calon kepala keluarga. Batas minimal bagi calon laki-laki boleh menikah 19 tahun

merupakan ranah ijtihad fikih ala ulama Indonesia yang sudah di positifkan (diundang-

undangkan). Selain itu, kondisi masyarakat dan tingkat pendewasaan laki-laki di setiap

13

Pasal 7 ayat (1) Rancangan UUP 1973 berbunyi: “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria

sudah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan pihak wanita sudah mencapai 18 (delapan belas)

tahun.” Dalam penjelasan ayat ini juga disebutkan bahwa “Undang-undang perkawinan ini menentukan

batas umur minimum untuk kawin dan ternyatalah bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang

wanita untuk kawin itu mempunyai pengaruh terhadap “rate” kelahiran jika dibandingkan dengan umur

yang lebih tinggi untuk kawin. Selain daripada itu, batas umur tersebut pula merupakan jaminan agar calon

suami-istri telah masak jiwa raganya, supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa

berakhir pada perceraian, dan mendapatkan keturunan yang baik dan sehat.” 14

Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler; Studi tentang konflik dan Resolusi dalam

Sistem Hukum Indonesia. (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008), h. 260.

Page 65: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

55

wilayah memang berbeda-beda tergantung faktor-faktor yang mendukung kedewasaan,

seperti faktor pendidikan, psikis, sosial, medis dan faktor penentu lainnya.

Dari analisis perbandingan terhadap persamaan dan perbedaan pemberlakuan

peraturan mengenai aturan usia perkawinan, persamaan yang ditimbulkan secara garis

besar lebih pada persoalan teknis-administrasi, ketimbang hal-hal yang bersifat filosofis-

yuridis. Sedangkan persamaan-persamaannya meliputi sumber hukum utama yang di

jadikan rujukan dalam menetapkan usia perkawinan itu sendiri, yakni Alquran dan

Hadits. Sedangkan perbedaan secara umum dari segi sosio-historis, pertama sistem

hukum yang berbeda, kedua kebudayaan serta tradisi masing-masing yang sedikit turut

memrpengaruhi perbedaan usia perkawinan.

Namun dari itu semua mengingat pentingnya menentukan batas usia perkawinan

agar terciptanya keluarga yang kekal dengan memenuhi segala aspek yang

mempengaruhi keutuhan sebuah keluarga. Akan tetapi, tetap saja segala aturan yang

berkaitan bagi pasangan yang belum mencapai usia minimal perkawinan untuk menikah

membolehkan dengan terlebih dahulu meminta persetujuan dari pengadilan atau walinya.

Page 66: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

56

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Uraian dan analisis di atas pada bab-bab terdahulu, maka penulis dapat

memberikan kesimpulan bahwa:

1. Dalam hukum Islam tidak diatur secara jelas dan tegas berapa usia minimal

perkawinan dapat dilangsungkan. Namun secara implisit syariat Islam hanya

memberi ketentuan itu apabila seseorang telah mencapai usia menikah, yang

dimaksud dengan telah mencapai usia menikah adalah jika seorang anak telah

mencapai batas usia usia kesiapan dalam akil balighnya. Dalam Undang-

undang Perkawinan Indonesia Usia yang di tentukan untuk menikah yakni, 19

tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Bila kurang dari umur yang

ditentukan tersebut diperlukan dispensasi dari Pengadilan atau pejabat terkait

yang di setujui kedua belah pihak dari mempelai. Sedangkan perkawinan yang

kurang dari umur 21 tahun harus memiliki izin dari kedua orang tua.

2. Usia perkawinan yang ditentukan menurut Ordinan keluarga Islam Negeri

Sarawak ialah 18 Tahun Bagi mempelai laki-laki dan 16 tahun bagi

perempuan. Sedangkan bila kurang dari usia yang ditentukan diatas

diperlukan kebenaran secara tertulis oleh hakim syarie yang telah ditunjuk.

3. Implementasi terhadap pelaksanaan tatacara Perkawinan yang menyangkut

usia perkawinan di Indonesia berlaku secara serentak di bawah Undang-

Page 67: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

57

undang Perkawinan No 1 Tahun 1974. Akan tetapi Bagi Ordinan 43 Kelauga

Islam Negeri Sarawak hanya berlaku di suatu daerah tertentu saja.

4. Persamaan yang ditemukan dari studi ini bahwa usia perempuan memiliki

kesamaan yakni 16 tahun, usia yang ditetapkan untuk seorang perempuan

masih terbilang terlau muda, bila dikaitkan dengan asas-asas perkawinan yang

menyangkut kematangan (kedewasaan) calon mempelai dan asas

memperbaiki derajat perempuan. Dibalik penentuan usia tersebut tentu

memperhatikan faktor penentu meliputi aspek medis dan psikis seorang

perempuan.

5. Sedangkan perbedaan yang ditemukan berkenaan usia perkawinan bagi laki-

laki, di Indonesia usia perkawinan bagi laki-laki 19 tahun, dan di Negeri

Sarawak usia yang ditetapkan yakni 18 tahun. Perbedaan ini dalam rentang 1

tahun sedikit berpengaruh baik itu dalam tingkat kedewasaan, kematangan

dalam berpikir, serta dalam mengemban tugas tanggung jawab sebagai calon

kepala keluarga. Diperlukan wali dari mempelai perempuan dalam

menikahkan anaknya bila mencapai umur 18 tahun di negeri Sarawak,

sedangkan di Indonesia Dalam Undang-undang Perkawinan bila usia calon

mempelai kurang dari 21 tahun, maka diperlukan ijin orang tua.

Page 68: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

58

B. Saran

Penulis memberikan konstruksi keilmuan mengenai bidang hukum keluarga Islam

baik dari segi teoritis maupun praktis melalui saran di bawah ini, diantaranya sebagai

berikut:

1. Dari studi perbandingan aturan hukum keluarga di dua negara yang

berdampingan, Indonesia dan Malaysia. Sehingga kedua negara ini di jadikan

sebagai sample dalam hal yang berkenaan dengan usia perkawinan untuk

konteks Asia Tenggara. Yang secara khusus aturan di negeri Sarawak dipilih

yakni Ordinan 43 Keluarga Islam Tahun 2001. Sudah selayaknya perubahan

atas aturan yang berkenaan dengan usia menikah lebih di naikkan menjadi

diatas 21 tahun. Dengan mempertimbangkan aspek psikologis dan

kematangan kesehatan dari pasangan yang akan menikah. Secara tidak

langsung menaikkan usia menikah mengurangi penilaian negatif dari bias

gender.

2. Terhadap para pemangku pembuat aturan di Indonesia yakni DPR agar lebih

memperhatikan secara seksama atas tingkat kedewasaan terhadap laki-laki dan

perempuan yang akan melaksanakan pernikahan. Dan lebih mengkaji secara

mendalam dan merevisi terhadap batas minimal usia pernikahan di Indonesia

agar memenuhi berbagai aspek dalam penentuannya baik itu secara Psikologis

maupun Medis. yang saat ini diatur pada pasal 7, Undang-undang No 1 Tahun

1974 tentang Perkawinan.

Page 69: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

59

3. Setelah penelitian ini diharapkan ada penelitian lanjutan untuk dilakukan

perbandingan di beberapa negara Muslim lainnya, seperti Asia Tenggara dan

Timur Tengah berdasarkan batasan wilayah dan masa tertentu. Sehingga

menemukan perbedaan dan progresifitas hukum. Dengan memahami hal ini,

akan diperoleh pengetahuan yang cukup dalam kerangka memahami praktek

hukum keluarga secara global.

Page 70: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

60

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Departemen Agama RI, 2005.

Abdurrahman, Himpunan Undang-Undang Tentang Perkawinan No 1 Tahun 1974.

Jakarta: Gema Insani, 1996.

Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2004.

Anonimous, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, 1994.

Daud Ali, Muhammad. Hukum Islam dan Peradilan Agama. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1977.

Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia, Menrut Perundangan, Hukum Adat

dan Agama. Bandung: Mandar Maju, 1990.

Harahap, M. Yahya, Hukum Perkawinan Nasional. Medan: ZahirTrading, 1975. Cet 1.

Hasam, Kamal, Modernisasi Indonesia: Respons Cendekiawan Muslim. Jakarta:

Lingkaran Studi Indonesia, 1978.

Hasan, Mustofa, Pengantar Hukum Keluarga. Bandung: Pustaka Setia, 2011.

Hasyim Yeop A, Sani, Bagaimana Undang-Undang Kita Diperbuat. Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka, 1990.

Hazairin, Tinjauan Mengenai Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Jakarta: Tintamas, 1975. Cet 1.

Hurlock E.B, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang

Kehidupan. Jakarta: Erlangga, 1994.

Ibrahim, Ahmad, Family Law in Malaysia and Singapore. Kuala Lumpur: University of

Malaya, 1973.

Joeniarto, Selayang Tentang Sumber-Sumer Hukum Tata Negara di Indonesia.

Yogyakarta: Liberty, 1983.

Juosh, Hamid, Kedudukan Undang-Undang Islam Dalam Perlembagaan Malaysia.

Selangor: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1992.

Page 71: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

61

Kharlie, Ahmad Tholabi, dan Asep Syarifuddin Hidayat, Hukum Keluarga di Dunia

Islam Kontemporer. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011.

Lukito, Ratno, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler: Studi tentang Konflik dan Resolusi

dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008.

Mahmod, Tahir, Personal Law In Islamic Countries. New Delhi: Academy of Law and

Religion, 1987.

----------, Family Law Reform in the Muslim World, Bombay, India: Thripathi, 1972.

Mesraini, “Hak-Hak Perempuan Pasca Cerai di Asia Tenggara: Studi Perundang-

undangan Perkawinan Indonesia dan Malaysia.” Disertasi Pasca Sarjana UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Mudzhar, Muhammad Atho, Letak Gagasan Reaklualisasi Hukum Islam. Jakarta:

Paramdina, 1995.

Nasohah, Zaini, Pentadbiran Undang-Undang Islam di Malaysia. Kuala Lumpur: Utusan

Pulications dan Distributors Sdn Bhd, 2004.

Nasution, Khoiruddin, Status Wanita di Asia Tenggara: Studi Terhadap Perundang-

undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia. Jakarta:

INIS, 2002.

Parihah, Ipah, Buku Pedoman Penelitian UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: UIN Press,

2006.

Prakoso, Djoko dan I Ketut Murtika, Asas-Asas Hukum Perkawinan di Indonesia.

Jakarta: PT Bina Aksara, 1987. Cet I.

Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perkawinan di Indonesia. Bandung: Sumur, 1960.

Prodjohamidjojo, Martiman, Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Indonesia Legal

Center Publishing, 2002.

Pudjosewyo, Kusumadi, Pedoman Tata Hukum di Indonesia. Jakarta: PT Penerbit

Universitas, 1966.

Ramulyo, Muhammad Idris, Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Rasjidi, Lili, Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaysia dan Indonesia. Bandung:

Alumni, 1982.

Saleh, K. Wantjik, Hukum Perkawinan Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976.

Page 72: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

62

Shappiro. F, Mencegah Perkawinan Yang Tidak Bahagia. Jakarta: Restu Agung, 2007.

Singarimbun, Masri. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES, 1996.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2004.

Soekanto, Soerjono. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2001.

Sopyan, Yayan, Transformasi Hukum Islam ke Dalam Hukum Nasional. Jakarta:

Disertasi Sekolah Pasca Sarjana UIN Jakarta, 2007.

----------. Islam Negara: Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional.

Jakarta: RMBooks, 2012.

Subhan, Zaitunah, Menggagas Fiqh Pemberdayaan Perempuan, Jakarta: El-Kahfi, 2008.

Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2005.

Supriadi, Chandarawila, Perempuan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bandung:

Mandar Maju, 2001.

Supriadi, Dedi dan Mustofa, Perbandingan Hukum Perkawinan Islam Di Dunia Islam.

Bandung: Pustaka Al-Fikriis, 2009.

Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan

Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Kencana, 2007.

Thalib, Sayuti, Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia, 1986.

Tihami dan Sohami Sahrani, Fiqh Munakahat. Jakarta: Rajawali Press, 2009.

Triwulan, Titik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Kencana, 2010,

Cet II.

Usman, Rachmadi, Aspek-Aspek Hukum Perorangan dan Kekeluargaan di Indonesia.

Jakarta: SInar Grafika, 2006.

Wirihardjo, Mufti, Kitab Tata Hukum Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Gajah

Mada, 1972.

Yaakob, Abdul Munir. Undang-Undang Keluarga Islam dan Wanita di Negara-Negara

Asean, Kuala Lumpur: Yayasan Islam Terengganu, 2001.

Page 73: USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIArepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/34777/1/RASYID... · USIA PERKAWINAN DI INDONESIA DAN MALAYSIA ... KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum

63

Yanggo, Chuzaimah T, dan H.A Anshary A.Z, Problematika Hukum Islam Kontemporer.

Jakarta: LSIK Pustaka Firdaus, 2009.

Yasin, M. Nur, Hukum Perkawinan Islam Sasak. Malang: UIN Malang Press, 2008.

Yusuf, Muri, Metode penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian Gabungan,

Jakarta: Prenadamedia, 2014.

Zuhriah, Erfaniah, Peardilan Agama di Indonesia: Dalam Rentang Sejarah dan Pasang

Surut. Malang: UIN-Malang Press, 2008.

Ikatan Hakim Indonesia, Majalah Hukum Varia Peradilan. Tahun XXVII, No. 334,

Jakarta: 2013.

Ikatan Hakim Indonesia, Majalah Hukum Varia Peradilan. Tahun XXX, No. 354,

Jakarta: 2015.

Undang-Undang Malaysia, Perlembagaan Persekutuan Perkara. Kuala Lumpur: MDC

Publisher Sdn Bhd, 2003.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Direktorat pembinaan Badan Peradilan Agama, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta:

1998/1999.

Wakil Pegawai pendaftar Mahkamah Tinggi Syari’ah Sarawak, Perundangan Islam di

Malaysia. 2005

Ordinan 43 Keluarga Islam Negeri Sarawak Tahun 2001.