vol. 1 no. 1, oktober 2017 issn 2598-6201 · kesusastraan jepang yang banyak menulis kritik...
TRANSCRIPT
i
Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ISSN 2598-6201
JURNAL
KAJIAN
JEPANG
Diterbitkan oleh:
Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia
ii
Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ISSN : 2598-6201
JURNAL KAJIAN JEPANG
©PSJ UI, 2017
Editor-in-Chief : Diah Madubrangti Managing Editor : Rouli Esther Editorial Board : Ohgata Satomi (Kyushu International University) Kano Hiroyoshi (The University of Tokyo) I Ketut Surajaya (Universitas Indonesia) Bachtiar Alam (Universitas Indonesia) Bambang Wibawarta (Universitas Indonesia) Hamzon Situmorang (Universitas Sumatera Utara) Nadia Yovani (Universitas Indonesia) Shobichatul Aminah (Universitas Gadjah Mada) Editors : Lea Santiar Himawan Pratama Nusyirwan Hamzah Susy Aisyah Nataliwati Mega Alif Marintan Published by : Pusat Studi Jepang (Center for Japanese Studies) Universitas Indonesia
Kampus UI Depok, INDONESIA 16424
Telephone/ Fax :
(021) 786-3547 / (021) 786-3548
iii
FOREWORD (KATA SAMBUTAN)
Salam sejahtera bagi kita semua!
Puji syukur kami sampaikan kepada Allah SWT atas terbitnya Jurnal Kajian Jepang, jurnal ilmiah rumpun ilmu Humaniora Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia (PSJ UI) pada bulan Oktober 2017. Setelah penerbitan bulan Oktober 2017 ini, PSJ UI menjadwalkan penerbitan berikutnya pada bulan April 2018. Seterusnya, PSJ UI telah mengagendakan penerbitan jurnal ilmiah ini secara rutin dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Oktober dan bulan April.
Penerbitan jurnal ini merupakan kelanjutan dari penerbitan jurnal sebelumnya yaitu Indonesian Journal of Japanese Studies yang terhenti penerbitannya pada tahun 2015. Kami harapkan penerbitan jurnal ini dapat meningkatkan minat para praktisi studi Jepang, terutama di Indonesia dalam menghasilkan karya ilmiah yang berkualitas.
Pada kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih kepada para penulis, tim editor, dan semua pihak yang telah bekerja keras pada penerbitan jurnal edisi pertama ini.
Selamat dan sukses!
Dr. Diah Madubrangti
(Direktur Eksekutif PSJ UI)
iv
KATA PENGANTAR (EDITOR’S NOTE)
Dalam edisi perdana Jurnal Kajian Jepang, kami selaku tim jurnal
menetapkan untuk menampung tulisan tentang kajian Jepang dari berbagai
macam perspektif. Artikel-artikel ilmiah pada edisi ini ditulis oleh para
praktisi studi Jepang dengan latar belakang yang beragam, mulai dari
mahasiswa pascasarjana yang sedang menempuh studi di Indonesia atau di
Jepang, peneliti di instansi pemerintah, dan akademisi di perguruan tinggi.
Jurnal Kajian Jepang edisi perdana ini terdiri dari lima artikel ilmiah
dan satu resensi buku, di mana tiga artikel ilmiah ditulis dalam bahasa
Jepang dan dua artikel ilmiah dan satu resensi buku ditulis dalam bahasa
Indonesia. Tulisan-tulisan ini akan mengantarkan kita untuk melihat Jepang
dari berbagai perspektif : sastra, masyarakat, dan bahasa.
Tulisan pertama oleh Dewi Anggraeni, mahasiswa program doktoral
Sastra Jepang Hiroshima University, berjudul 「坂口安吾「戦争と一人の
女」論:削除された「男性の心理状態」を中心にして」(Analisis Novel
Sensou to Hitori no Onna Karya Sakaguchi Ango – Fokus pada Psikologi Laki-
Laki yang Disensor). Tulisan ini dapat menjadi gerbang pertama untuk lebih
mengenal karya-karya Sakaguchi Ango (1906-1955), seorang penulis dalam
kesusastraan Jepang yang banyak menulis kritik mengenai perang. Karya-
karya sastra yang berlatar masa perang (1931-1945), terutama yang
membahas bagaimana kondisi masyarakat Jepang ketika menghadapi
Perang Pasifik (1937-1945) dan bagaimana pandangan masyarakat Jepang
terhadap perang itu sendiri, belum begitu banyak dibahas atau
diperkenalkan di Indonesia. Tim jurnal berharap, tulisan Saudari Dewi ini
dapat menjadi awal untuk para praktisi studi Jepang menggali mengenai
kesusastraan Jepang pada masa Perang Dunia II.
Tulisan kedua oleh Dian Annisa Nur Ridha, mahasiswa program
doktoral Sastra Jepang Tokyo University of Foreign Studies, juga mengajak
pembaca untuk melihat masyarakat Jepang melalui karya sastra, tetapi kali
ini, bahan yang diangkat adalah sastra kontemporer karya Murakami
Haruki. Berbeda dengan Sakaguchi Ango, nama Murakami Haruki cukup
dikenal di antara masyarakat Indonesia, bahkan beberapa bukunya seperti
Norwegian Wood dan 1Q84, sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
v
Indonesia. Tetapi, kali ini Saudari Dian, melalui tulisan ilmiahnya yang
berjudul「村上春樹の「コミットメント」: ―『スプートニクの恋
人』を中心に―」(“Komitmen” Murakami Haruki: Analisis Terhadap Novel
Sputnik Sweetheart) mengajak kita bukan hanya sekedar menjadi pembaca
novel Murakami Haruki, tetapi lebih dari itu, memberikan analisis yang
mendalam mengenai konsep “komitmen” dalam novel-novelnya, yang pada
tulisan ini dipusatkan pada novel Sputnik Sweetheart. Saudari Dian
menghubungkan konsep “komitmen” Murakami Haruki dengan latar
belakang masyarakat pasca gempa bumi Hanshin dan insiden serangan gas
Sarin di kereta bawah tanah Tokyo oleh anggota-anggota Aum Shinri Kyoo
pada tahun 1995.
Setelah membaca dua tulisan mengenai kesusatraan Jepang,
pembaca diajak untuk memahami masyarakat Jepang dalam menghadapi
bencana alam melalui tulisan ketiga oleh Firman Budianto, peneliti di LIPI,
yang berjudul “Habitus Kesiapsiagaan Masyarakat Jepang Terhadap
Bencana”. Tulisan ini menyajikan hasil analisis dari wawancara mendalam
penulis terhadap empat orang informan Jepang mengenai kesiapsiagaan
menghadapi bencana alam. Dari tulisan ini kita dapat memahami hal-hal
apa saja yang membuat Jepang menjadi negara yang kesiapsiagaan
terhadap bencana alamnya termasuk unggul di dunia.
Tulisan keempat berjudul “Peran Beruang dalam Perayaan Iyomante
sebagai Upacara Keagamaan Ditelusuri dari Elemen Ritual” oleh Irma
Rachmi Yulita, mahasiswa program magister Kajian Wilayah Jepang
Universitas Indonesia. Saudari Irma membahas topik yang juga masih jarang
diangkat dalam Kajian Jepang di Indonesia, yaitu mengenai Iyomante, salah
satu perayaan dalam suku Ainu. Dalam tulisannya, Saudari Irma
menganalisis bahwa sekalipun perayaan Iyomante adalah perayaan dalam
kepercayaan Ainu, namun dalam pelaksanaannya, ia bersentuhan dan
berakulturasi dengan kepercayaan Shinto. Tulisan ini diharapkan dapat
menjadi salah satu referensi untuk menggali lebih dalam mengenai suku
Ainu di Jepang.
Setelah membahas mengenai sastra dan masyarakat, pembaca
disuguhkan dengan tulisan ilmiah yang membahas mengenai bahasa, yang
ditulis oleh Miftachul Amri, staf pengajar pada Program Studi Pendidikan
vi
Bahasa Jepang Universitas Negeri Surabaya. Dalam tulisan ilmiahnya yang
berjudul「日本語コーパス・Eメールにおける前置き表現について」
(Ekspresi Prefiks dalam Balanced Corpus of Contemporary Written Japanese
(BCCWJ) dan Surel Bisnis), Saudara Miftachul Amri menganalisis makna
penggunaan ekspresi prefiks taihendeshouga, kattedesuga,
osashitsukaenakereba. Tulisan ini mengajak pembaca untuk memahami
budaya atau pemikiran yang berterima di dalam masyarakat Jepang, di balik
penggunaan ketiga ekspresi prefiks di atas.
Jurnal Kajian Jepang edisi perdana ini ditutup dengan satu resensi
buku berjudul Transnational Japan in the Global Environmental Movement
(University of Hawaii Press, 2017) karya Simon Avenell, Associate Professor
dari School of Culture, History, and Language Australian National University.
Buku ini memaparkan tentang sejarah gerakan aktivis lingkungan di
Jepang pasca Perang Dunia II, suatu tema yang belum banyak dieksplorasi
oleh para praktisi studi Jepang di Indonesia. Resensi buku ditulis oleh
Himawan Pratama, staf pengajar Program Studi Jepang Universitas
Indonesia.
“Kita menulis karena ada hal yang ingin kita sampaikan.” Kami
berharap edisi perdana Jurnal Kajian Jepang dapat memberikan angin segar
bagi studi Jepang di Indonesia dan dapat menjadi satu media untuk saling
berbagi informasi dan pengetahuan tentang kajian Jepang. Semoga
kerinduan untuk terus memproduksi dan membagikan pengetahuan dapat
semakin membudaya di dalam diri setiap praktisi studi Jepang di Indonesia.
Depok, Oktober 2017
Managing Editor
Rouli Esther
vii
TABLE OF CONTENTS (DAFTAR ISI)
FOREWORD (KATA SAMBUTAN)_______________________________________ ii
EDITOR’S NOTE (KATA PENGANTAR)__________________________________iii-vi
TABLE OF CONTENTS (DAFTAR ISI)_____________________________________vii
坂口安吾「戦争と一人の女」論 : 削除された「男性の心理状態」
を中心に__________________________________________________1-18 Dewi Anggraeni
村上春樹の「コミットメント」:―『スプートニクの恋人』を
中心に―_____________________________________________________19-40 Dian Annisa Nur Ridha
HABITUS KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT JEPANG TERHADAP BENCANA______________________________________________________41-63 Firman Budianto
PERAN BERUANG DALAM PERAYAAN IYOMANTE SEBAGAI UPACARA
KEAGAMAAN DITELUSURI DARI ELEMEN
RITUAL_________________________________________________________64-87
Irma Rachmi Yulita
日本語コーパス・Eメールにおける前置き表現について________88-102
Miftachul Amri
BOOK REVIEW (ULASAN BUKU) :
TRANSNATIONAL JAPAN IN THE GLOBAL ENVIRONMENTAL MOVEMENT
(Simon Avenell)_______________________________________________103-105
AUTHORS PROFILE (PROFIL PENULI S)______________________________106-107
WRITER’S GUIDANCE (PANDUAN PENULISAN)_______________________108-109
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
1
坂口安吾「戦争と一人の女」論
――削除された「男性の心理状態」を中心に――
Dewi Anggraeni
Abstract This paper examines man`s psychological condition near the end of Pacific War as represented within novel Sensou to Hitori no Onna (1946) written by Sakaguchi Ango. This novel suffered lengthy deletion at the hand of GHQ/SCAP (General Headquarters/Supreme Commander for the Allied Powers) censorship, particularly the episode which portrays the female protagonist is attracted to air raid, the description of possibility that American army might do harm to Japanese citizens when they land in Japan, the episode which the male protagonist expresses his wish that the war would continue, and the last scene in which he equates war with toy. Until the uncensored version was found in the 1999, for decades this novel was treated as part of the flesh literature (nikutai bungaku) phenomenon due to how it sexualized female body. Nevertheless, the research on uncensored version still focus on the female body thus the problem of man`s psychological condition near the end of war has not been fully discussed. By focusing on the deleted scenes, this paper analyses the male protagonist to clarify how man`s psychological condition near the end of war is depicted. Results shows that the male protagonist equates the female protagonist`s strong desire to war as a symbol of alliance with the enemy and it causes fear for male uncertain future when the war ends. By focusing on the male protagonist, this paper shows that what is important is not the female body itself but how man interprets female body by linking it to war.
Keywords: GHQ/SCAP Censorship, Sakaguchi Ango, Sensou to Hitori no Onna
1. はじめに
坂口安吾(1906年-1955年)は昭和の戦前・戦中・戦後にかけて活躍した
日本文学者の一人であるが、終戦直後に発表された「堕落論」(『新潮』
1946・4)により文壇の寵児となった。終戦直後に発表された作品の中に、
戦争体験を取材した回想録や小説が尐なくない。同時代の作家と比べれ
ば、安吾は徴用作家iか兵士としての海外体験のないものである。換言すれ
ば、安吾は一般市民として銃後で戦争を目撃した。したがって、作品にお
ける戦争体験の描写は海外体験を持つ作家と異なる。具体的に、作品に描
かれる戦争体験は「空襲」である。本稿ではそのような戦争体験を取材し
た「戦争と一人の女」という作品を取り上げたい。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
2
「戦争と一人の女」は、「Militaristic」(軍国为義的)、「Love of
War Propaganda」(好戦的宠伝)という理由から、ゲラ刷りの段階で
GHQ/SCAPの事前検閲によって大幅に削除されたかたちで、1946年10月、総
合雑誌『新生』臨時増刊小説特輯号(原題:「戦争と一人の婦人」)に掲
載された。戦前・戦中の内務省による検閲と異なり、GHQ/SCAPの事前検閲
の特徴は、伏せ字などを使用せず検閲制度の存在が知られないように検閲
指針iiに違反する表現を一切削除するものである。従って、同時代の読者は
書物が検閲を受けていることは承知していても、どこにどう手が加えられ
たかについては分からないという状態であった。
「戦争と一人の女」の発表直後、「続戦争と一人の女」が大衆娯楽雑誌
『サロン』(銀座出版社、1946年11月)に検閲を受けずに発表された。
「続」が付いてはいても、両作品は正編と続編ではない。前者における物
語は男性の視点から語られる一方で、後者の場合は女性の視点から語られ
るという書き分けが行われていたのである。「続戦争と一人の女」の末尾
には、「新生特輯号の姉妹作」と記されている。安吾は両作品が対を成す
作品として読まれるべきものだという手掛かりを読者に与えようとしたと
考えられる。
「続戦争と一人の女」は単行本『いづこへ』(真光社、1947年5月)に収
録されたが、「戦争と一人の女」という題名になった。目次を見ると、
『いづこへ』は三章(章は★に記す)から成りiii、「(続)戦争と一人の
女」は「私は海をだきしめてゐたい」と「母の上京」とともに第二章に収
められている。『いづこへ』の「あとがき」においても、安吾は作品の題
名に関しては何もふれておらず、「私小説ならざる現代小説」、戦後の短
編小説群から選んだ「自信のある作品」としか述べていないiv。両作品の題
名の混同が手違いによるものか否かは定かではないが、安吾が「自信のあ
る作品」と述べていることに関連付ければ、検閲を受けずに発表された
「続戦争と一人の女」の方を意図的に選んだと考えられる。「戦争と一人
の女」は著者生前の単行本には収められず、冬樹社によって刊行された全
集(1971年12月)に初めて収録された。
両作品を読み合わせてみると、「続戦争と一人の女」においても
GHQ/SCAPが好まくないと考え得る表現があるにも関わらず、なぜ検閲を受
けなかったのかという疑問が生じる。時野谷ゆり氏の指摘によれば、『新
生』が当時、世論の形成に大きな影響力を持ちうる雑誌であるという点
で、当局にいわば目をつけられており、より厳しい監査が行われたという
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
3
可能性は考えられる」vということである。GHQ/SCAPの検閲活動史を見る
と、1946年に入ると検閲を受けた文献の数が増加しているvi。その中では大
衆娯楽雑誌・カストリ雑誌も例外ではなくvii、Jay Rubin氏が指摘している
ように、「恣意性と矛盾性は検閲の普遍的な特質で
ある」viiiという理由も考えられるだろう。
2. 先行研究および研究の目的
「戦争と一人の女」は、発表当時「肉体文学」と受け止められた。この
時期、肉体をテーマとした小説やエッセイなどは尐なくなく、安吾自身も
同年の半ばから同じテーマで作ixを次々と発表している。安吾の作品におけ
る「戦争と肉体の関係」に関しては、「肉慾を第一義的に考え方は、同時
に、現在の支配的政治への盲従と喝采となる。実観的には、現存の暴力的
秩序にたいする積極的な指示となるのだ」xとか、「空襲の現实も、敗戦の
世相も、氏にとっては人間の問題と結びついては思惟されず、いささかも
批判的対象とはならない」xiという批判の声もある。
作品の無削除版が復元されてからxii、作品は占領軍の言論統制との関連
で相対化され、「戦争と肉体の関係」についての解釈も見直された。先行
研究では、横手一彦氏が「GHQ/SCAP検閲の攻撃性は、言語秩序と概念の拘
束から自身を全うできずにいる〈男の物語〉を大破させた」xiiiと述べ、天
野知幸氏は「占領下の言語環境を逸脱する方法で〈肉体〉の表象が行われ
た」xivと述べている。にもかかわらず、作品に関する論考は「女」に着目
し、「肉体観」の検討にとどまっている。確かに、戦後に登場した「肉体
文学」の現象の中、作品に描写される女の肉体は何を表象するのかという
問題は重要であるが、終戦を迎える男性の心理状態もまた見逃せないテー
マであり、それをいかに解釈するかについてはこれまで十分に論じられて
こなかった。
3.研究方法
本稿では、「戦争と一人の女」における終戦を迎える男性の心理状態を
検討し、作品論を行いたい。そのため、削除されたエピソードに焦点を当
て、「続戦争と一人の女」に言及しながら、野村に着目して考察する。な
お本稿では、「戦争と一人の女」(無削除版)の本文をすべて『坂口安吾
全集 第一六巻』(筑摩書房、2000年4月)から引用した。引用に際し傍点は
すべて論者が付したものである。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
4
4. 分析およびディスカッション
4.1. 戦争下の国民生活
敗戦直後に発表された多くの作品の特徴は、まだ生々しい戦争の記憶の
描写である。本節では、戦争下の国民生活を尐し説明したい。国家総力戦
により戦線での兵力のみならず、銃後にも戦争の影響が大きく影を落とす
こととなった。軍国为義の下では、基本的に、満19歳から45歳までの男性
が徴兵制度の対象となった。徴兵に不適格な身体のため兵士になれない場
合、あるいは徴兵逃れの場合があっても、総力戦体制から逃げられなかっ
た。「国民徴用」により、若い男女は、軍両工場、鉱山、農家などに動員
されたのである。それだけでなく、軍国为義の下で国民組織も作られ、そ
の一つは「隣組」であった。隣組は1940年9月11日に内務省に形成され、物
質の供出、統制物の配給、空襲での防空活動を行ったが、最も基本的な役
割は住民の相互監視と国策を浸透するものであった。
戦時下の国民生活は様々なかたちで縛られていた。食品、衣料、石鹸な
ど生活必要需品がすべて切符配給制になり、どんなものでも手に入れるた
めに行列しなければならなかった。生活必要需品の不足だけではなく、米
軍による空襲にも悩まされた。日本本土への空襲は1944年6月16日から始ま
ったが、損害が軽微であり、目標となった場所も軍需工場に絞った。しか
し、翌年2月25日にから無差別爆撃に変更し、銃後の国民を戦場と変わらな
い危険にさらした。このような時代は「戦争の一人の女」の小説時間とな
った。
4.2. 「戦争と一人の女」における男性の絶望感
無削除版の「戦争と一人の女」の内容を要約しておこう。この作品は、
戦争末期の空襲の日々と終戦の日を舞台に、男性为人公の野村と元遊女の
「女」の同棲関係を描く三人称小説である。二人は婚姻関係は結ばず、
「敵が上陸するまで」の関係としてつながっている。野村は、体が「不
具」でありながら空襲によって「満たされる」女に愛着があるが、米軍が
上陸すれば、自分は奴隷になり、「女」は米軍に大事にされる可能性を考
えて、「女」に対して憎しみも感じている。終戦の日、野村は「戦争なん
て、オモチャじゃないか」と考える。
作品は三人称小説であるが、野村は焦点となる人物であるため、「女」
との出来事はほとんど野村の視点から語られる。野村がどのような人物な
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
5
のか、作品の冒頭を見てみよう。
野村は戦争中一人の女と住んでゐた。夫婦と同じ関係にあつたけれども女
房ではない。なぜなら、始めからその約束で、どうせ戦争が負けに終つて
全てが滅茶々々になるだらう。敗戦の滅茶々々が二人自体のつながりの姿
で、家庭的な愛情などといふものは二人ながら持つてゐなかつた。女は小
さな酒場の为人で妾であつたが、生来の淫奔で、ちよつとでも気に入る
と、どの実とでも関係してゐた女であつた。この女の取柄といへば、あく
せくお金を儲けようといふ魂胆のないことで、酒が入手難になり営業がむ
ずかしくなると、アッサリ酒場をやめて、野村と同棲したのである。
(p.709)
冒頭では、野村については固有名詞と、戦時下にあって女と同棲してい
るという情報しか書かれていない。一方、「女」については、固有名詞は
与えられず「酒場の为人で妾であつた」、「生来の淫奔で」という情報が
あるため、「女」がどのような人物なのか読者は推測できるだろう。右の
引用文で確認できるように、この二段落は野村から見た「女」に関する記
述に費やされているが、野村自身については職業も性格も不明である。
当時の時代背景を鑑みると、1941年11月22日には「國民勤勞報國協力
命」が公布されている。この「協力令」の対象となるのは、「男子は十四
年以上四十年未滿の者、女性は十四年以上二十五年未滿の未婚者」xvであっ
た。これにより、当時の若者たちは軍両工場、鉱山、農家などに動員され
た。安吾の作品には野村の年齢に関する情報がないが、若い男という印象
があり、国民徴用令の対象になったのではないかと推測される。しかし、
作品には野村が軍両工場などで働くといった記述はない。さらに、1941年1
月22日に公布された「人口政策要綱」の下で、「結婚年齢を十年間で三年
早め、引き下げる。男子二十五歳、女子二十一歳に引下げ、そして一家庭
平均五児をもうけることにより一億人口を確保することになつてゐる、若
い男女の結婚こそ質的にも優秀な民族を得ることになるのだ」xviという風
な「産めよ、殖やせよ」の呼びかけと関連付ければ、野村と「女」の同棲
関係は「非家庭的」、「非生産的」な関係であると解釈され得る。換言す
れば、総戦力下の「国民徴用」、「結婚奨励」、「出産増加」という呼び
かけに対して、野村が送る生活は国家の要請を逸脱する行為の象徴と考え
られる。
その一方で、空襲を逃れるために防空壕に飛び込んだり、焼けた家に水
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
6
をかけたりという戦時下での日々が記されているため、野村が「戦争」と
いう当時の状況を逃れるわけには行かないこともまた明らかである。で
は、戦争について野村はどう考えているのか。無削除版では、「女」に対
する意味付けと関連して野村の「戦争」が語られる。以下の引用文を見て
みよう。
女は戦争が好きであつた。食物の不足や遊び場の欠乏で女は戦争を大いに
咒つていたけれども、爆撃といふ人々の更に咒う一点に於て、女は大いに
戦争を愛してゐたのである。さうだろう。さういふ気質なのだ。平凡なこ
とは満足できないのである。爆撃が始まると慌てふためいて防空壕へ駆け
こむけれども、ふるえながら、恐怖に満足しており、その充足感に気質的
な枯渇をみたしてゐる。恐らく女は生まれて以来かほど枯渇をみたす喜び
を知らなかつたに相違ない。肉体に欠けてゐる快感をこつちで充足させて
ゐるようなもので、そのせいか女は浮気をしなくなつた。浮気の魅力より
も爆撃される魅力の方が大きいことは野村のめにも歴々わかり、数日空襲
警報がでないと女は妙にいらいらする。ひどく退屈する。むやみに遊びた
がり、浮気の虫がでさうになるが、空襲警報が鳴るので、どうやらおさま
る状態が野村に分るのである。女は空襲によつて浮気の虫まで満足されて
ゐる事の正体をさとらなかつた。そして野村と共に奥様らしく貞操に暮ら
してゐる昨今が心たのしい様子であつた。(p.710-711)
上記の引用文全体は「Love of War Propaganda」という理由から削除さ
れた。「戦争が好きであつた」や「爆撃される魅力」という記述があるた
め、GHQ/SCAPに戦争肯定と思われたはずである。引用文から見れば、
「女」が「戦争を愛している」といっても、具体的には「空襲」を好んで
いるに過ぎない。見逃せないのは、「女」が空襲によって肉体的な快感を
充足させているという野村の解釈である。この作品には、なぜ「女」が空
襲に惹かれたのかについての説明がないが、「続戦争と一人の女」には、
「女」が爆撃による「地上の広茫たる劫火」によって肉体的にではなく、
「全心的な満足」を得ている様子が描かれる。両親に捨てられた「女」に
とって、爆撃による「地上の広茫たる劫火」は、「女衒につれられて出た
東北の町、その山々にまだ雪のあつた汚らしいハゲチョロのふるさとの景
色が劫火の奥にいつも燃えつづけてゐるやうな気がした」という気持ちを
思い出させるのである。炎は人間に対する「女」の憎しみの象徴である。
作品では、このような「みんな燃えてしまえ」という「女」の憎しみが、
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
7
破壊を好むという女の気質に結びつけられて明らかにされている。
「続戦争と一人の女」では、自分が精神的に戦争と関わっていることを
「女」自身も認めている。「女」はB29の飛行機を「恋人」と呼ぶ(のであ
る)。注目したいのは、「女」が好む「空襲」や「B29の飛行機」は米軍と
結びついているという点である。日本を攻撃する米軍の行為は、「女」の
破壊願望を満足させるカタシルスになっているのである。これに気付いた
野村は、「女の肉体は怖しい」、「国家などは考えず」、と感じている。
「女」と「空襲」との関連性から、野村は「女」を敵の味方と見なすよう
になったと考えられるだろう。
このような「女」と「戦争」との結びつきに対する解釈を契機に、野村
は終戦を迎えたときの自分の暗い将来を案じるようになる。その様子は、
以下の引用文に詳しく描写されている(検閲による削除部分に傍線を記
す)。
(前略)戦争がすんだら私も貸本屋をやらうかなどと女は言ひだすほどに
なつてゐる。野村には明日の空想はなかつた。敵に上陸され、男という男
がかりだされて竹槍をもたされて、幸運に生き残つても比島とかどこかへ
連れて行かれて一生奴隷の暮らしでもすることになるのだらうと思つてゐ
たのだ。だから、戦後の設計などは何もない。その日、その日があるだけ
だ。
「女は殺されないし、大事にしてくれるだらうから、羨ましいね」と野
村は女をからかふのだが、近頃では、あんまり気楽にこのからかひも口に
でなくなつてきた。どうも实感がありすぎる。冗談ではなく、目前にその
状勢がせまつてをり、そのうへ、明らかに女自身がそのことを意識してゐ
るのである。意識するだけではない。積極的に夢と希望を持ちだしたので
はないかと野村は思つた。敵兵と恋を語る、結婚し、大事にされて、一気
に豪華な生活をやることなどをあれこれと思ひ描いてゐるのではないかと
思ふのである。
近所のオカミサン連が五六人集って強姦される話をしてゐる。 真实の
恐怖よりもその妖しさに何かの期待があることを野村は感じてゐた。女の
肉体は怖しい。その肉体は国家などは考へず、たゞ男だけしか考へてゐな
い。オカミサン連がそんな話を語つてゐると、世帯じみたその人達が世帯
じみてゐるほど、却つて生き生きと若返つているような不逞なものを特別
感じさせられてしまふ。そこへ行くと野村の女は元々それだけの女なのだ
から、話はハッキリしてゐる。
「貸本屋なんて馬鹿げた話さ。英語でも今から覚えて酒場でもやつて大い
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
8
に可愛がつて貰ふことだな」と冷やかすと、
「ふまじめつたて、元々負けた国の女に人格なんて認めてもらへるもの
か」
「だつて、まじめな人もゐるでせう。私はまじめな人とまじめな恋をする
のよ」
本気でさう信じてゐるのだらうと野村は思つた。然し、さすがに女もこの
空想には自信がないから、かならずしも明るい希望はもつていない。けれ
ども全ての女が強姦されるといふことに興味をもつてゐるやうだつた。そ
れは女の経歴からきた復讐的な意味があるやうに思はれた。
「みんなアイノコを生むでせうよ」
「女の眼に悪意がちらついてゐるのである」(p.715-716)
上記の傍線部は「Propaganda」という理由から削除された。引用文には
「幸運に生き残つても比島、 、
とか、 、
どこ、 、
か、
へ、
連れて、 、 、
行かれて、 、 、 、
一生、 、
奴隷、 、
の、
暮らし、 、 、
でも、 、
する、 、
こと、 、
に、
なる、 、
」、「近所のオカミサン連が五六人集って強姦、 、
される、 、 、
話をしてゐる」という風な「占領軍の暴行行為」についての記述と、「女、
は、
殺されないし、大事、 、
に、
して、 、
くれる、 、 、
」、「敵兵、 、
と、
恋、、
を、
語る、、、
、結婚、 、
し、
、大事、 、
に、
されて、 、 、
、一気に、 、 、
豪華、 、
な、
生活、 、
を、
やる、 、
」、「アイノコ、 、 、 、
を、
生む、 、
」という風な
「占領軍兵士と日本女性との密接的な関係」についての描写がある。
「比島」と「奴隷」という言葉に着目したい。周知のように、戦争末期
のフィリピン戦でアメリカはフィリピンを日本から奪回した。当時の日本
のメディアは米側の弱さや損害について頻繁に報じていたがxvii、实際には
米軍の装備が数段勝っていたため、フィリピン戦における日本の敗北は
「はじめから戦争にならない戦争を強いられた」xviii、その結果であるとい
う見方もある。「生き残つても比島、 、
とかどこかへ、
連れて、 、 、
行かれて、 、 、 、
一生、 、
奴隷、 、
の、
暮らし、 、 、
でも、 、
する、 、
」という野村の想像は、明らかに日本人男性のみをその
対象としている。日本が負け、かつて支配していた地域(フィリピン)も
敵兵に奪われ、その上、今度は敵の支配下に置かれたその地域に連れて行
かれ、働かされるという風な野村の考えは、「去勢不安」の象徴として読
み取ることができる。しかも、野村が想像した日本人男性の暗い将来への
不安は、「女は殺されないし、大事にしてくれる」という女性の明るい将
来の可能性と対比されるため、女性に対する嫉妬に容易に反転し得るのが
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
9
窺えるだろう。
引用文に見られるように、野村は「女」に対する嫉妬を「近頃」感じて
始めていた。作品の時代設定は戦時下であるため、「近頃」とは8月15日の
終戦の日の直前を示すものと考えられるが、女性に対する「男性の嫉妬」
が实際にいつ頃から始まったと考えられるか、当時の時代背景を検討して
おこう。
粟屋憲太郎氏の指摘によると、戦争末期には「米軍が本土上陸すれば、
女性は暴行され、男は強制労働かアメリカに送られ奴隷にされる」xixとい
う風な「敗戦恐怖譚」が宠伝されていた。確かにこれは人心不安を煽った
が、その一方で、「戦勝国の強奪強姦ハ当然ナコトデハナイカ。敗戦国民
ノ受クベキ忍従ハ当然デアル。戦勝国明時代二於ケル日本兵モ支那大陸デ
相当ノ事ハヤツテ来タソウデハナイカ」xxという考え方もあった。しかし、
終戦後に(1945年8月の降状から1945年12月まで)アメリカ戦略爆撃調査団
戦意部が行った調査によると、「日本の宠伝家たちは、負けた時にはアメ
リカ軍によって恐ろしい蛮行が行われると人々に信じこませていたため、
蛮行が起こらなかった時の日本人の最初の反応は、大変な、安堵感であっ
た」xxiということである。
实際に米軍による日本の婦女子の強姦事件が起こるか否かは不明であっ
たにも関わらず、日本が負けたら日本人は米軍の蛮行に苦しめられると終
戦前から信じ込まされていたということがわかる。したがって、侵略する
敵兵と女性が親しい関係になる可能性があるとは考えられていなかったと
いってよい。一方で、終戦後に街中で目撃されたいわゆる「パンパン」の
現象は、米軍と日本女性との親密な関係を明示している。これについて
は、ドナルド・キーン氏の指摘のように、「敗戦で日本の男に興味をなく
し、勝ったアメリカ兵の方が女に親切だからということもあった」xxiiので
ある。
このように、女性に対する「男性の嫉妬」は、終戦直後に始まったと考
えるのが妥当であろう。しかしながら、野村が嫉妬を感じ始めた「近頃」
とは、戦争末期と終戦直後の混乱期であったと考えられる。このような、
「近頃」に暗示される終戦前という作中の「現在」と、作品の発表時とい
う「現在」との混在は、敗戦後ついての男性の絶望的な想像を強調するた
めの作者の手法としても読めるのではないか。残念ながら、検閲処分によ
って、このような絶望感を引き起こした原因は不可視になってしまい、終
戦の日以降、野村は自分の将来については運命に従うという印象しか残し
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
10
ていない。
4.3. 野村と「女」の愛憎関係
「戦争と一人の女」に描写される野村と「女」の関係は、互いの愛憎関
係をめぐるものである。作品では、野村が「女の眼に憎しみ」を見る場面
が三ヶ所に渡って描かれている。一つ目の場面では、「奥様ぐらしが板に
ついたなら、肉体のよろこびを感じてくれるといゝのだがね」(p.711)と
野村にからかわれ、「女」が泣き始める。「女」は、遊女だったという自
分の過去を野村に許してもらいたいと願う。野村は「女」の肉体に喜びが
欠けていることに絶望し、そんな気持ちを「女」に悟られないよう努める
が、「女」はそれに気づいていると野村は感じている。なぜなら、「亢奮
のさめた(が)のを野村は見逃さなかつた」(p.712)からだ。二つ目に
は、乱暴な性行為の場面で「女」が「野村を見やる」(p.717)という記述
がある。そして三つ目。終戦の日に野村と亣わした会話の中で、「女」が
以下のとおり述べている。
「あなたは遊びを汚いと思つてゐるのよ。だから私を汚がつたり、憎んで
ゐるのよ。勿論あなた自身も自分は汚いと思つてゐるわ。けれども、あな
たはそこから脱けだしたい、もつと、綺麗に、高くなりたいと思つてゐる
のよ」。
顔はけはしく険悪になつた。(p.722)
これらの場面は検閲処分を受けなかったため、「女」が一方的に野村を
愛したり憎んだりしていると思わせるが、無削除版で確認すると、野村が
「女」に憎しみの目を向ける場面もある。以下の引用を見てみよう(検閲
による削除を太文字で記す)。
女体に逃げられるぐらゐ平気ぢやないかと思ふ。その不具な女体が不具
ながら一つの魅力になりだしてゐる。野村は女の肢体を様々に動かしてむ
さぼることに憑かれはじめてゐたのである。
「そんなにしてはいやよ」
「敵が上陸してくるまでだよ。君も辛棒してくれないか。かわいそうな
日本の男のために」
女もその日の到来を信じてゐるのだ。なぜなら、野村がさう言ふと、も
う逆はず、されるまゝになつてゐるから、それを見ると、のであつた。女
を苦しめずにゐられなくなる。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
11
彼は女の両腕を羽がひじめにして背の方へねぢあげた。
そのやり方は狂暴であつた。(p.716-717)
上記の引用文に見られるように、野村側の憎しみは、無削除版では
「野村は憎くなる」と「情欲と憎しみが一つになる」という二箇所に描か
れているが、検閲によって「野村は憎くなる」というフレーズは削除され
ている。前節の分析から、野村の憎しみは己の将来に対する絶望感が引き
金になっていることは明らかであるが、検閲によって憎しみの原因が抹消
されることで、「女」の「不具」の体を満足させることができないから野
村は女を憎むという印象を与えることになってしまっている。
しかし、野村と「女」の(互いの)愛憎関係は「続戦争一人の女」では
描写されない。むしろ、「可愛そう」、「気の毒」、という視線で「女」
は野村を見る。以下の引用文を見てみよう。
けれども私の心には野村が可哀さうだと思ふ気持があつた。それは野村
がどうせ戦争で殺されるといふことだつた。私は八割か九割か、あるひは
十割まで、それを信じてゐたのだ。そして女の私は生き残り、それから
は、どんなことでもできる、と信じてゐた。
(中略)私は然し野村が気の毒だと思つた。本当に可哀さうだと思つてゐ
た。その第一の理由、無二の理由、絶対の理由、それは野村自身がはつき
りと戦争の最も悲惨な最後の最後の日をみつめ、みぢんも甘い考へをもつ
てゐなかつたからだつた。野村は日本の男はたとひ戦争で死なゝくとも、
奴隷以上の抜け道はないと思つてゐた。日本といふ国がなくなるのだと思
つてゐた。女だけが生き残り、アイノコを生み、別の国が生れるのだと思
つてゐた。野村の考へはでまかせがなく、慰めてやりやうがなかつた。野
村は私を愛撫した。愛撫にも期限があると信じてゐた。野村は愛撫しなが
ら、憎んだり逆上したりした。私は日本の運命がその中にあるのだと思つ
た。かうして日本が亡びて行く。私を生んだ日本が。私は日本を憎まなか
つた。亡びて行く日本の姿を野村の逆上する愛撫の中で見つめ、あゝ、日
本が今日はこんな風になつてゐる、とりのぼせてゐる、額に汗を流してゐ
る、愛する女を憎んでゐる。私はさう思つた。(p.246-247)
「戦争と一人の女」においては「女」が野村を憎しみの眼で見る様子が
描かれる一方、「続戦争と一人の女」では「女」の憎しみが描写されない
のは両作品の不整合のように思われるが、男性の絶望感を女性の視点で表
現するといった作者の試みであるとも解釈できるだろう。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
12
上記の引用文を見れば、野村が想像した日本男性の暗い将来について女
も承知していることがわかる。さらに、「日本といふ国がなくなる」、
「女だけが生き残り、アイノコを生み、別の国が生れる」という風な野村
の絶望感を「女」も認めている。ちなみに、占領期文学に登場する記号と
しての「パンパン」について、榊原理智氏は「占領軍の物質的豊かさや権
力に直結し、良妻賢母や貞操という家父長的価値を根底から覆し、民族の
純血を混血児を生産することで汚すと考えられた」と述べている。榊原氏
が指摘した「パンパン」という考えを踏まえると、引用文に見られるよう
な「女」と「敵」との一体化は、「アイノコ」というフレーズに象徴され
ていると窺える。「アイノコを生む」という野村の考えを認めることによ
って、「女」は自分が「敵」の味方であると認めてしまっていると言える
のではないだろうか。
4.4. 終戦の日に後悔したこと
「戦争と一人の女」の特徴は、削除された「女」の戦争に対する願望の記
述だけではなく、その結末部にも現れている。以下の引用文をみてみよう
(検閲による削除部分に傍線を付す)。
「もう、戦争の話はよしましょうよ」
いらいらしたものが浮かんでいた。女はぐらりと振り向いて、仰向けに
ねころんで、
「どうにでも、なるがいいや」
目をとじた。食欲をそそる可愛い、水々しい小さな身体であった。野村
はそのとき女の可愛い肢体から、ふいに戦争を考えた。戦争なんて、オモ
チャじゃないか、と考えた。俺ばかりじゃないんだ。どの人間だって、戦
争をオモチャにしていたのさ、と考えた。その考えは、変に真实がこもっ
て感じられた。もっと戦争をしゃぶってやればよかったな。もっとへとへ
とになるまで戦争にからみついてやればよかったな。血へどを吐いて、く
たばってもよかったんだ。もっと、しゃぶって、からみついて――する
と、もう、戦争は、可愛い小さな肢体になっていた。戦争は終わったの
か、と、野村は女の肢体をむさぼり眺めながら、ますますつめたく冴えわ
たるように考えつづけた。。(p.724)
上記の傍線部は「Militaristic」という理由から検閲処分を受けた。戦
争を「オモチャ」や「可愛い小さな肢体」というような愛らしいものと同
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
13
一視する記述は、GHQ/SCAPに軍国为義を宠伝する表現と見なされたのであ
ろう。ここで、「オモチャ」と「肢体」に注目したい。作中では「オモチ
ャ」と「肢体」は明らかに「女」と結びついている。野村は「女」の「四
肢が美しい」と思い、乱暴な性行為の時にも「女の肢体を様々に動かしむ
さぼることに憑かれはじめていた」や、「女の肢体は気休めのオモチャ」
という記述からも、野村が「女」の肢体を偏愛する様子が窺える。このよ
うに、偏愛する「女」の肢体と「戦争」とを同一視することによって、野
村は最後まで「女」と「戦争」とを関連付けている。さらに、「戦争は、
可愛い小さな肢体になっていた」というフレーズから、戦争が終わったと
同時に、その脅威も消えたことが暗示される。
先行研究では、このエピソードにおいて戦争に関するすべてが「過去」
のものとなり、野村が戦争から解放されたことが示唆されているという指
摘がある。ここで注目したいのは、戦争から解放された今、野村は何を感
じているのかということである。「戦争をしゃぶってやればよかった」、
「もっとへとへとになるまで戦争にからみついてやればよかった」という
文章を見ると、「戦争」は性行為の対象物である「女」の肢体のようなも
のとされているが、見逃せないのは「~ばよかった」という後悔を表す表
現の使用である。この表現を、終戦前に野村が考えた「否応もない死との
戯れ」というフレーズと関連付けたい。このフレーズは、サバイバルの努
力、生き残りへの希求とも解釈できる。皮肉なことに、戦争下では死が常
に傍らにあったが、野村が希求した生き延びるための努力はすでに日々の
現实となっていた。終戦の日に野村が感じた後悔の気持ちには、終戦前か
ら抱いていた絶望感が投影されており、不確实な終戦後の日々よりも、戦
時下の「死の戯れ」のような日々の方がまだましであると野村は感じてい
るのではないか。
5.おわりに
ここまで、坂口安吾「戦争と一人の女」において削除された場面に焦点
を当て、終戦を迎える男性の心理状態について検討した。これまでの考察
をまとめると、以下のようになる。すなわち、①戦争に対する「女」の願
望をみて、野村は「女」を「敵」と一体化するという「意味付け」を行
う。②この意味付けを契機に、野村は終戦後の日本人男性の暗い将来を想
像するようになり、絶望感を抱くようになる。③この絶望感は「女」に対
する嫉妬に発展し、「女」に対する愛着に嫉妬の感情が入り混じるように
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
14
なる。④終戦の日に感じた後悔には終戦前から抱いていた絶望感が投影さ
れ、野村はこれからの不確实な日々に対峙せざるを得なくなる、という四
点である。
この分析により、終戦を迎える男性の心理状態の変遷を描写するには、
「女」の存在が重要であるということが明らかになった。安藤恭子氏の指
摘では、坂口安吾の小説における「女」の役割は「<霊肉葛藤>という
「男」の自我ドラマに奉仕する、装置としての<謎>の<肉体>である」xxiiiと
いうことであるが、無削除版の「戦争と一人の女」の場合、重要なのは
「女」または「女の肉体」そのものではなく、「女」に対する野村の「意
味付け」である。作品に描かれる野村の心理状態の変遷は、この「意味付
け」によって引き起こされたものである。残念ながら、GHQ/SCAPによる検
閲はこれを抹消し、被検閲版に見られるように、野村が「女」と「非家庭
的」・「非生産的」な生活を送り、終戦後の日々に思いを致すこともな
く、ただその日暮らしの運命に身を任せるという物語に変えてしまった。
「戦争と一人の女」を通して、安吾は男性から見た「戦争」を表現する
ことを試みた。もちろん、この作品を論じるだけで戦争に対する安吾の考
えが明らかになるわけではない。戦争を表現する安吾の小説群にこの作品
を組み入れながら、他の作品を取り上げ論じることがこれからの重要な作
業である。これについては、別稿を用意したい。
参考文献
天野知幸(2007)「〈肉体〉の思考が撃つもの―「戦争と一人の女」『坂口
安吾論集III―新世紀への安吾』 ゆまに書房
粟屋憲太郎(1980) 「解説」『資料 日本現代史第二巻 敗戦直後の政治と
社会①』 大月書店
安藤恭子 (1999)「坂口安吾の小説テクストにおける<肉体>と<性>」『国
文学解釈 と鑑賞 別冊』 至文堂
岩上順一(1947)「愛情と肉体について」『坂口安吾選集 第三巻 小説3』
(1982) 講談社
江藤淳 (1994)『閉された言語空間―占領軍の検閲と戦後日本』文芸春秋
御田重宝 (1997)『人間の記録 レイテ・ミンダナオ戦・後編』 徳間書店
坂口安吾 (1947)「あとがき」『いづこへ』 真光社
谷川武司(編)(2011) 『占領期のキーワード100 1945-1952』 青弓社
十返肇 (1948)「坂口安吾論」『坂口安吾研究I』(関井光男他著)(1982)
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
15
冬樹社
時野谷ゆり (2003)「坂口安吾と占領期のSCAP検閲問題―「プランゲ文庫」
に見られる坂口安吾検閲作品を中心に―」『繡』早稲田大学大学院文学
研究科「繍」の会
ドナルド・キーン (2011) 『日本人の戦争 作家の日記を読む』(角地幸
男訳) 文藝春秋
山本武利(編)(2010)『占領期雑誌資料大系 文学編II第二巻』 岩波
書店
Rubin, Jay. (1985).“From Wholesomeness to Decadence: The
Censorship of Literature under the Allied Occupation”. The
Journal of Japanese Studies Vol.11. No.1. The Society of Japanese
Studies.
横手一彦 (1999)「戦時期文学と敗戦期文学と―坂口安吾「戦争と一人の
女」
―」『昭和文学研究』 昭和文学研究会
「特高秘発第八○○号」(昭和29年9月11日)『資料 日本現代史第二巻
敗戦直後の政治と社会①』(1980)大月書店
「アメリカ戦略爆撃調査団報告」(1946・6) 『資料 日本現代史第二巻
敗戦直後の政治と社会①』(1980) 大月書店
新聞記事
(1941年11月22日) 「國民勤勞報國協力命 一戦時皆労体制成る 罰則な
し
の日本的性格」 『朝日新聞』
(1941年2月23日)「一家庭に平均五児を 一億目指し大和民族の進軍」
『朝
日新聞』
【注】: 1国家総動員法(1938年)に基づく「国民徴用令」(1939年)が施行されて
いたが、威力を発揮し始めるのは太平洋戦争勃発後に従う総力戦体制下に
おいてであった。開戦直前1941年11月頃から、多くの文化人たちのもとへ
「白紙」とよばれた「徴用令書」が届けられた。後に、「白紙」をもらっ
た作家は「徴用作家」と呼ばれる。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
16
2以下は江藤淳氏(『閉された言語空間―占領軍の検閲と戦後日本』 文芸
春秋 一九九四年一月)によるGHQ/SCAPの検閲指針である。
《1》SCAP――連合国最高司令官(司令部)に対する批判《2》極東国際軍
事裁判批判《3》SCAPが憲法を起草したことに対する批判《4》検閲制度へ
の言及《5》合衆国に対する批判《6》ロシアに対する批判《7》英国に対
する批判《8》朝鮮人に対する批判《9》中国に対する批判《10》他の連合
国に対する批判《11》連合国一般に対する批判《12》満州における日本人
取扱についての批判 《13》連合国の戦前の政策に対する批判《14》第三
次世界大戦への言及《15》ソ連対西側諸国の「冷戦」に関する言及《16》
戦争擁護の宠伝《17》神国日本の宠伝《18》軍国为義の宠伝《19》ナショ
ナリズムの宠伝《20》大東亜共栄圏の宠伝《21》その他の宠伝《22》戦争
犯罪人の正当化および擁護《23》占領軍兵士と日本女性との亣渉《24》闇
市の状況《25》占領軍軍隊に対する批判《26》飢餓の誇張《27》暴力と不
穏の行動の煽動《28》虚偽の報道《29》GHQまたは地方軍政部に対する不
適切な言及《30》解禁されていない報道の公表 3『いづこへ』に収録された作品は以下の通りである。第一章は「石の思
ひ」、「風と光と二十の私と」、「いづこへ」、「わがだらしなき戦
記」、「魔の退屈」から成る。第二章は「戦争と一人の女」、「私は海を
だきしめてゐたい」、「母の上京」から成る。第三章は「桜の森の満開の
下」から成る。 4坂口安吾 「あとがき」 『いづこへ』 真光社 1947年5月 5時野谷ゆり 「坂口安吾と占領期のSCAP検閲問題―「プランゲ文庫」に見
られる坂口安吾検閲作品を中心に―」『繡』 2003年3月 6山本武利(編)『占領期雑誌資料大系 文学編II第二巻』 2010年1月 7谷川武司(編)『占領期のキーワード100 1945-1952』 青弓社 2011年8
月 8 Jay Rubin, “From Wholesomeness to Decadence: The Censorship of
Literature under the Allied Occupation”, TheJournal of Japanese
Studies Vol.11. No.1 (Winter 1985), The Society of Japanese
Studies.本論考では、GHQ/SCAP検
閲の矛盾性を示すために、Rubin氏は吉田満『戦艦大和ノ最期』の発禁処分
事件と別冊文藝春秋(一九四六年十二月)を取り上げた。氏によれば、
『戦艦大和ノ最期』は軍国为義を宠伝する作品と判断された一方で、別冊
文藝春秋における類似の表現は文章全体の文脈と関連付けて読むべきもの
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
17
だという判断から検閲処分
を受けなかったという。 9これまで坂口安吾の肉体文学群とされる小説は以下の通りである:「外套
と青空」(『中央公論』、1946・7)、「欲望について」(『人間』、
1946・7)、「女体」(『文藝春秋』、1946・9)、「いづこへ」(『新小
説』1946・10)、「戦争と一人の女」(『新生』1946・10)、「続戦争と
一人の女」(『サロン』、1946・11)、「肉体自体が思考する」(『読売
新聞』、1946・11・18)、「恋をしに行く(「女体」につゞく)」(『新
潮』1947・1)、「私は海をだきしめてゐたい」(『婦人画報』1947・
1)、「青鬼の褌を洗う女」(『愛と美』1947・10) 10岩上順一 「愛情と肉体について」(初出:『文壇』 一九四七年九月)
『坂口安吾選集 第三巻 小説3』 講談社 一1982年2月 11十返肇 「坂口安吾論」(初出:『文芸丹丁』一九四八年十月)『坂口安
吾研究I』(関井光男 他著) 冬樹社 1972年12月 12「戦争と一人の女」の無削除版は横手一彦 「戦時期文学と敗戦期文学と
―坂口安吾「戦争と一人の女」―」(『昭和文学研究』 1999・9)復元さ
れており、『坂口安吾全集第16巻』(筑摩書房、 2000・4)に初めて収録
された。 13横手一彦 「戦時期文学と敗戦期文学と―坂口安吾「戦争と一人の女」
―」 『昭和文学研究』 1999年9月 14天野知幸 「〈肉体〉の思考が撃つもの―「戦争と一人の女」 『坂口安
吾論集III―新世紀への安吾』 ゆまに書房 2007年10月 15「國民勤勞報國協力命 一戦時皆労体制成る 罰則なしの日本的性格」
『朝日新聞』 1941年11月22日 16「一家庭に平均五児を 一億目指し大和民族の進軍」 『朝日新聞』
1941年2月23日 17このような記事の例としては以下の通りである。「米に重大危機 敵副司
令官本音を吐く」(『朝日新聞』1944・10・28)、「船舶の損害覚悟 米
記者ミンドロ戦評」(『朝日新聞』1944・12・19)、「米軍悲鳴“特攻隊
やめてくれ”」(『朝日新聞』 1945・2・3)、「レイテで米輸船沈没」
(『朝日新聞』 1945・3・8)「米掃海艇喪失発表」(『朝日新聞』
1945・5・26)、「米の死傷者急上昇」(『朝日新聞』 1945・6・23)、
「米戦艦カリフォルニア損傷」(『朝日新聞』 1945・7・29) 18御田重宝 『人間の記録 レイテ・ミンダナオ戦・後編』 徳間書店
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
18
1977年7月 19粟屋憲太郎「解説」『資料 日本現代史第二巻 敗戦直後の政治と社会
①』大月書店 1980年10月 20「特高秘発第800号」(昭和20年9月11日) 『資料 日本現代史第二巻
敗戦直後の政治と社会①』大月書店 1980年10月 21「アメリカ戦略爆撃調査団報告」(1947・6) 『資料 日本現代史第二
巻 敗戦直後の政治と社会①』大月書店 1980年10月 22ドナルド・キーン 『日本人の戦争 作家の日記を読む』(角地幸男訳)
文藝春秋 2011年12月 23安藤恭子 「坂口安吾の小説テクストにおける<肉体>と<性>」 『国文学
解釈と鑑賞 別冊』 至文堂 1999年9月
【附記】
本稿は平成29年度広島大学国語国文学会研究集会(2017年7月8日)での
口頭発表の一部をもとに成稿としたものである。席上でご指導賜りました
先生方に厚くお礼を申し上げます。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
19
村上春樹の「コミットメント」:
―『スプートニクの恋人』を中心に―
Dian Annisa Nur Ridha
Abstract In the early stages of Haruki Murakami’s career, the characteristic of his heroes
was their lack of involvement to others and their conviction to their own way of life. At a glance, it looked like the act of “Detachment”, but actually “Detachment” was the behaviour of Haruki’s generation towards society. Therefore, Haruki’s behaviour which reflects it into his works should be referred as an act of “Commitment” rather than “Detachment”.
This research analyzed Haruki Murakami’s Sputnik Sweetheart which was published in 1999. This research focused on the concept of this world/ kochiragawa and the other world/ achiragawa that appeared in this novel, as well as the relation between the changes of point of view in Haruki’s works and his “Commitment”.
In Haruki’s literary works, the reader can find the concept of kochiragawa and achiragawa. Kochiragawa is often assumed as a conscious world, meanwhile achiragawa has various possible meanings. In Sputnik Sweetheart, the concept of achiragawa is assumed as both unconscious world and death. At a glance, kochiragawa has nothing to do with achiragawa. However, according to Haruki, kochiragawa and achiragawa are actually connected, as well as people who live in there. This unique linkage of kochiragawa and achiragawa shows the characteristic of Haruki’s “Commitment” that is different with other Japanese novelists. As the readers can see in the last scene of Sputnik Sweetheart, the hero “Boku” who lives in kochiragawa realized that he is actually connected with Sumire who lives in achiragawa.
It is also well known that Haruki’s works in the early stages of his career were written in a first-person narrative. However, after listened to many people “stories” to write Underground in 1997, Haruki gradually hid the first-person narrative. The usage of first-person narrative in Sputnik Sweetheart hinted the tendency that it would be the last first-person narrative, for example, the hero’s name “Boku”, which was written in Hiragana letter instead of Kanji letter. Moreover, “Boku”’s role in this novel is not as an active narrator, but as an observer of other character’s life. This explains that Sputnik Sweetheart is an important milestone in Haruki’s literary career that will cross the boundary of the first-person narrative.
After Sputnik Sweetheart, Haruki used various points of view, for example, both first-person and third-person narrative in Kafka on the Shore (2002), plural first-person narrative with watashitachi as a narrator in After Dark (2004), and third- person narrative in 1Q84 (2009-2010). Moreover, Haruki also actively initiated to
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
20
open a website to communicate with his readers. This also shows the characteristic of Haruki’s “Commitment”, namely the relation between novelist and readers. Keywords: Haruki Murakami;Sputnik Sweetheart; “Commitment”, Point of View; this world/ kochiragawa; the other world/ achiragawa
1.はじめに
柴田勝二氏(1992)は一人の作家の生涯や創作活動を眺めた際、作品の
内部に明確な深化や変質を感じさせる箇所がしばしばあると述べている。
それは作家の方法的な意識の変容によることもあるが、实生活における出
来事がそうした転換をもたらし、後戻りすることのできない局面にその作
家を置いてしまうことも珍しくない。そうした経験が内在化されることに
よって、世界と人間を捉える新しいベクトルを手に入れることになるとい
う。1柴田勝二氏はドストエフスキーのシベリア旅行や、夏目漱石のロンド
ン留学や、大江健三郎の1963年に脳に障害を持った長男である光さんの誕
生を例としてあげた。
そこで、村上春樹の場合はそうした経験があるのかという疑問が残る。
村上春樹の処女作『風の歌を聴け』から、初期作品の为人公たちの特徴は
他者とのかかわりが尐なく、自分自身の生き方を確信している人々として
描かれている。彼らは他人と付き合うより一人で自分の好きなジャズ音楽
を聴いたり、小説を読んだり、映画を見たり、一人だけ充实できる時間を
楽しむ人々として描かれ、いうなれば個人为義者である。それは一見、
「デタッチメント」2(かかわりのなさ)のように見える。しかし、实際は
その「デタッチメント」の裏に大きな「コミットメント」(かかわり)が
潜んでいる。
村上春樹自身は「デタッチメント」と「コミットメント」について心理
学者河合準雄氏との対談において次のように語っている。
結局、あのころは、僕らの世代にとってはコミットメントの時代だったん
ですよね。ところが、それがたたきつぶされるべくたたきつぶされて、そ
れから一瞬のうちにデタッチメントに行ってしまうのですね。それは僕だ
けではなくて、僕の世代に通ずることなのではないかという気はするんで
す。3
上記の引用で村上春樹が語っている「あのころ」は日本の1960年代末期
に起こった学園紛争を示した。村上春樹自身は学園紛争を参加しなかった
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
21
が、当時彼の同世代の人々はそれを参加し、大学の改良を求めた。換言す
れば、彼らは理想为義に「コミット」した。しかし、1970年代になって以
来、大学に何の改良もなく学園紛争が終わった。情熱に溢れた時代が終わ
ったため、村上春樹の同世代の人々は傷ついており、都会の生活に混じっ
て「一瞬のうちにデタッチメントに行ってしまう」。当時の日本は高度経
済成長に向かった。その時代はいわゆるポストモダンな時代でもあった。
村上春樹はそのポストモダンな時代と同世代の人々の「デタッチメン
ト」を反映し、作品の中に照らし出す。『風の歌を聴け』から『羊をめぐ
る冒険』に至るまで、为人公である「僕」の描写によって、その傾向が見
られる。だが、村上春樹の为人公のもう一つの特徴は1970年代に生きると
しても、1960年代への感情をしっかり抱いていることである。そうした为
人公の態度は「デタッチメント」というより、「コミットメント」の諸相
の一つであると考えられる。また、「コミットメント」(かかわり)しに
くいポストモダンな時代の中に、1960年代の感情を描き続けた村上春樹の
行動は「デタッチメント」というより、彼の社会への「コミットメント」
であるといえよう。別の言い方をすれば、「デタッチメント」という名の
「コミットメント」である。
そして1995年は敗戦からちょうど五十年後に当たる年であり、現代日本
を変化させる二つの大事件が起こった年でもあった。一つ目は1月17日に起
こった阪神淡路大震災、そして二つ目はその二か月後、3月20日に起こった
東京地下鉄サリン事件4である。この二つの大事件は現代日本を変化させる
のみならず、村上春樹の創作活動をも変化させたと思われる。村上春樹は
この二つの大事件に直接経験しなかったが、大きな影響を与えた。1996年1
月から12月にかけて六十人5の東京地下鉄サリン事件の被害者および家族に
インタビューを敢行し、1997年3月に『アンダーグラウンド』というインタ
ビュー集を発表した。そして翌年の11月、オウム真理教団の信者たちおよ
び元信者たちへのインタビューの経験を通して『約束された場所で』が発
表された。それのみならず、1999年に阪神淡路大震災をテーマにした短編
小説がいくつか執筆され、2000年に描き下ろしとして『神の子どもたちは
みな踊る』にまとめられた。
本稿は『神の子どもたちはみな踊る』の前に発表された中編小説である
『スプートニクの恋人』を中心にし、考察を行いたい。『スプートニクの
恋人』は1999年に発表された。本作品は「中編小説、あるいは短めの長編
小説」と分類されている。村上春樹は大鋸一正とのインタビューにおい
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
22
て、作品群を「艦隊のたとえで言うなら、長編小説は「戦艦」であり、中
編小説は「巡洋艦」であり、短編小説は「駆逐艦」」のようなものである
と述べている。6また、『村上春樹全作品1990-2000②』の「解題」で述べた
ように、いくつかの非小説的な作品を執筆した後で、小説的な癒しを求め
て落ち着かせたく、中編小説というのはそうしたポジションにあるとい
う。
まず、『スプートニクの恋人』のあらすじを次のように述べたい。本作
品は「22歳の春にスミレは生まれて初めて恋に落ちた」という文章から始
まった。その相手は17歳年上の既婚者であり、さらに女性でもあった。彼
女の名前はミュウであり、在日韓国人でもあった。为人公のKは語り手とし
て「ぼく」で書かれている。「ぼく」は24歳の小学校教師であり、東京の
国立に住んでいる。大学の時から2歳年下のすみれと知り合い、それ以来す
みれに一方的に愛していた。小説家を志望していたすみれは結局貿易会社
を経営しているミュウの秘書として働くようになり、代々木上原のマンシ
ョンに引っ越した。その後、すみれとミュウはヨーロッパに渡っていた。8
月の中旬に突然ミュウからの連絡が来ており、すみれはギリシャの島で
「煙みたいに」姿が消えたと「ぼく」に知らせた。そして「ぼく」はギリ
シャに行き、すみれを探した。
村上春樹はインタビューにおいて、「a weird story(奇妙な物語)が好
んで描きます。どうしてかはわからないけれど、そういうweirdnessにとて
も惹かれる」と述べている。7「奇妙な物語」といえば、『スプートニクの
恋人』の文庫本の裏に印刷された文章、「そんな奇妙な、この世のものと
は思えないラブ・ストーリー」(下線部引用者)を連想させる。徐忍宇氏
(2013)が指摘しているように、「この世のものとは思えない」というこ
とは、「こちら側」の物語ではなく、「あちら側の」物語であることを示
している。8『スプートニクの恋人』に登場した「奇妙な物語」、また「こ
ちら側」と「あちら側」はどのような意味を持つのかについて、本論の第1
節で分析したい。
それのみならず、村上春樹は『風の歌を聴け』から『スプートニクの恋
人』に至るまで、一人称の視点を使用したとよく知られている。しかし、
それ以降の作品、2000年に発表された短編集『神の子どもたちはみな踊
る』、2002年に発表された『海辺のカフカ』、2004年に発表された『アフ
タダーク』、2009から2010年にかけて発表された『1Q84』、2013年に発表
された『色彩を持たない多崎つくると、彼の巡礼の年』はすべて一人称の
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
23
視点から離れている。要するに、最後の一人称小説に当たるのは『スプー
トニクの恋人』である。そうした点で『スプートニクの恋人』は村上春樹
の視点の変化の里程標であるといえよう。本論の第2節において、そのよう
な視点の変化と村上春樹の「コミットメント」との関係についての考察を
行いたい。
2. 本論
2.1.「奇妙な物語」の新たな行方
上記にも既に述べたように、『スプートニクの恋人』の物語は「奇妙
な物語」である。本作品に登場した「奇妙な物語」は無論ミュウのスイス
の町での経験である。スイスに留学したミュウは毎日自分のアパートから
観覧者を眺めた。ある日、彼女は逆にその観覧者から自分のアパートを見
たがった。観覧者に乗る時間があまりにも遅かったため、彼女は最後のお
実さんになった。しかし、観覧者の係員が突然いなくなってしまい、彼女
はその観覧者に閉じ込められた。観覧車に閉じ込められたミュウは双眼鏡
で自分のアパートを見ており、そこで自分の分身(ドッペルゲンガー)が
フェルディナンドによって暴力的な性亣をさせられる風景が見えた。その
ため、ミュウは大きなショックを受け、一夜で全ての髪の毛の色が白くな
って誰とも性亣できなくなるというエピソードである。
村上春樹の作品において、「こちら側」と「あちら側」という二つの世
界がしばしば登場し、村上春樹の読者にとって珍しいことではない。村上
春樹自身はこの「こちら側」と「あちら側」について明瞭に定義しなかっ
たが、「こちら側」は「意識」の世界であるのに対し、「あちら側」は
「無意識」の世界であると多くの研究者によってしばしば指摘されてき
た。「こちら側」は「意識」の世界であることが正しいと思われる。しか
し、「あちら側」は様々な形があると考えられる。以下の表において処女
作から『ねじまき鳥クロニクル』に至るまでに出現した「あちら側」をま
とめる。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
24
作品 「あちら側」
『風の歌を聴け』 火星にある井戸
『1973年ピンボール』 ピンボールマシーンが並んでいる倉
庫
『羊をめぐる冒険』 北海道にある鼠の別荘
『世界の終りとハードボイルド・
ワンダーランド』
壁に囲まれた街
『ノルウェイの森』 直子が入院した阿美寮
『ダンス・ダンス・ダンス』 いるかホテル
『ねじまき鳥クロニクル』s 井戸の壁の向こうにあるホテル
上記の表を見ると、村上春樹の作品に登場した「あちら側」は様々な形
があると分かった。すなわち、「無意識」の世界でもあり、建物でもあ
り、死体の世界でもあり、遠い街などでもある。このことを踏まえて考え
てみると、『スプートニクの恋人』での観覧者の場面は次のように解釈で
きる。ミュウが乗った観覧者は「こちら側」であり、一方ミュウの分身が
いたアパートは「あちら側」であると理解できよう。
今度はすみれについて見ていきたい。すみれの母親は31歳で亡くなっ
た。上記の解釈を踏まえ、死体の世界にいるすみれの母親は「あちら側」
にいると考えられる。すみれの父親は亡くなった母親のことをあまり話さ
ない。単なる「とても物覚えがよくて、字のうまいひとだった」9という短
くて奇妙な描写の仕方である。その結果、すみれは母親の姿を喪失し、ま
た父親こそが母親の喪失の理由の一つであるといえるのではないかと考え
られる。すみれの母親は次のように描写されている。
母親についてすみれが思い出せるのはかすかな肌の匂いだけだ。母親の写
真は辛うじて数枚残されていた。(中略)すみれは古いアルバムをひっぱ
り出して、何度もその写真を眺めた。外見に限って語るならすみれの母親
は、ごく控えめに表現して「印象の薄い」人だった。小柄な女性で、平凡
な髪型をして、首をひねりたくような服を着て、いごこちの悪い微笑を顔
に浮かべていた。(中略)すみれは彼女の顔だちを頭に焼きつけようと努
力した。そうすればいつか夢の中で母親に会うことができるかもしれな
い。手を握ったり、話をしたりすることもできるかもしれない。しかしそ
れはうまくいかなかった。10(下線部引用者)
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
25
上記の引用の下線部のところが興味深い。母親の姿を喪失したすみれは
後にミュウと出会った。彼女はミュウに恋を落ち、自分のことをレスビア
ンであると思った。確かにミュウへのすみれの気持ちはレスビアン的な恋
であると多くの研究者によってしばしば指摘されてきた。しかし、次の引
用によって他の解釈ができるかもしれない。
その女性が自分の母親であることは一目でわかった。この人がわたしに生
命と肉体を与えたのだ。でも母親はどういうわけか、家族アルバムの写真
に映っている母親とは別人だった。本物の母親は美しく、若々しかった。
やはりあの人はわたしの本当のお母さんじゃなかったんだ。11(下線部引
用者)
上記の引用によって、すみれはミュウとヨーロッパに旅行した際、よう
やく母親の夢を見るようになったことが分かった。しかし、下線部のとこ
ろを見ると、あの女性は本当の母親ではないことが理解できた。「本物の
母親は美しく、若々しかった」であるとしたら、夢で見た「母親」はその
逆であろう。この状況を踏まえ、おそらくすみれが夢で見た女性は現在す
べての髪の毛の色が白いミュウにしかと考えられないのであろう。つま
り、すみれのミュウへの気持ちは一人の女性の姿を求めず、むしろ母親の
姿を求め、エディプス・コンプレックス的な恋であると考えられる。12
それにもかかわらず、ミュウはすみれの気持ちを受け入れられなかっ
た。次の引用を見てみよう。
すみれはわたしに向かって耳もとでなにかをささやいたような気がした。
でもとても小さな声だったので、わたしには聞き取れなかった。13
上記の引用はミュウが「ぼく」に話したことである。すみれは母親の夢
を見た後、ミュウに接近しようとしたが、彼女に拒否された。その後、す
みれはミュウに「とても小さな声」で何かを言った。その声はあまりにも
小さかったため、ミュウには聞き取れなかった。だが、おそらくそれは
「お母さん」である推測できよう。
すみれの気持ちを受け入れられなかった理由は、ミュウの性的な感情が
スイスのアパートですでにフェルディナンドによって奪われたからであ
る。フェルディナンドという登場人物について注目すべきことは、すみれ
の父親とほぼ同じく描写され、以下に引用する。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
26
父親は横浜市内で歯科医を開業している。非常にハンサムな人で、とくに
鼻筋は『白い恐怖』の頃のグレゴリー・ペックを髣髴とさせた。14(下線
部引用者)
彼女は町で一人の男と知り合う。おそらくは50歳前後のハンサムなラテン
系の男だった。背が高く、鼻のかたちが特徴的に美しく、髪はまっすぐで
黒い。15(下線部引用者)
上記の一つ目の引用はすみれの父親の描写であり、そして二つ目の引用
はミュウがスイスの町で知り合ったスペイン人のフェルディナンドであ
る。二人は一つの共通点を持ち、美しい鼻筋の形である。このことをより
深く考えれば、すみれの实母の姿は父親によって奪われ、ミュウに母親の
姿を見つけても、すでに「父親的な」フェルディナンドによってスイスの
町で二度目に奪われた。
ミュウに拒否された後、すみれはギリシャの島で失踪した。「ぼく」の
文章を借りれば、「すみれはあちら、、、
側に行った」16。彼女は实際どこに行っ
たか、「あちら、、、
側」はどのような場所なのか、またその失踪の理由は何か
が誰にもわからなかった。おそらくその失踪の理由は、母親の姿を取り戻
すために、母親がいる世界、そしてミュウの性的な感情がいる世界である
「あちら側」に行くのではないかと考えられる。
前述したように、村上春樹は初期作品から『ねじまき鳥クロニクル』に
至るまで「こちら側」と「あちら側」という二つの世界を描き続けてい
た。すべての作品は同一の構成を持ち、同一の結末を持っている。つま
り、「こちら側」にいる为人公は「あちら側」にいる一人の登場人物を探
すことである。結局「あちら側」に行ってしまう登場人物は「こちら側」
に戻ってこない。そして「こちら側」に残った为人公は喪失感を抱くとい
う結末に至る。今度は村上春樹の大ベストセラーになった『ノルウェイの
森』を一つの例として挙げており、『スプートニクの恋人』と以下のよう
に比較したい。以下の表見てみよう。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
27
『ノルウェイの森』 『スプートニクの恋人』
序盤 「僕」と直子の場面 「ぼく」とすみれの場面
中盤
直子とレイコの阿美尞で
の場面
すみれとミュウのギリシ
ャでの場面
「僕」は阿美尞に直子を
探す場面
「ぼく」はギリシャの島
にすみれを探す場面
終盤 「僕」とレイコの場面 「ぼく」とにんじんの場
面
上記の表からわかったことは、二作の序盤から中盤に至るまで、様々な
共通点が見られる。しかし、終盤において相違点がある。『ノルウェイの
森』の終盤において、「僕」はレイコと性亣した場面がある。『スプート
ニクの恋人』の場合、すみれの姿が消えたあと、「ぼく」とミュウが結ば
れるようになる可能性が十分あると思われる。そうした結末は村上春樹の
作品において珍しいことではないと考えられる。しかし、「ぼく」は結局
すみれと結ばれず、日本に戻ると決心した。アテネに泊まった際、「ぼ
く」はアクロポリスの丘に登った。そこで「ぼく」はすみれの大切さ、
「ぼく」は誰よりもすみれを愛していることを改めて感じた。
『スプートニクの恋人』の物語はおそらくこの場面で終わると多くの村
上春樹の読者が思うと推測している。实際『スプートニクの恋人』以前の
作品群を振り返ってみると、そうした傾向があるからである。つまり、为
人公は絶望したまま物語が結末に向かうことである。しかし、『スプート
ニクの恋人』においては新しい物語が誕生する。要するに、第15章でにん
じんと「ぼく」のガールフレンドが登場することである。
村上春樹自身はインタビューで最初ににんじんがいなかったと語ってい
る。にんじんの登場について村上春樹は次のように説明している。すなわ
ち、彼は「一種の救いだった。出てきてくれてよかった」17ということであ
る。
にんじんは『スプートニクの恋人』にどのような「救い」を与えたので
あろうか。にんじんの描写を尐し見てみよう。にんじんは「ぼく」の教え
子である。彼の母親は「ぼく」より7歳年上であり、「ぼく」のガールフレ
ンドでもある。にんじんは立川のスーパーマーケットで万引きし、警備員
に捕まえられた。ギリシャから帰ってきたばかり「ぼく」はガールフレン
ドにスーパーマーケットに来るようにと頼まれた。そしてにんじんが解放
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
28
された後、「ぼく」は彼と二人ですみれについて以下の引用のように話し
た。
しかし大学生のときに、ぼくはその友だちと出会って、それからは尐し違
う考え方をするようになった。(中略)ひとりぼっちであるというのは、
ときとして、ものすごくさびしいことなんだって思うようになった。
ひとりぼっちでいるというのは、雤降りの夕方に、大きな河の河口に立っ
て、たくさんの水が海に流れこんでいくのをいつまでも眺めている時のよ
うな気持ちだ。雤降りの夕方に、大きな河の河口に立って、水が海に流れ
こんでいくのを眺めたことはある?
にんじんは答えなかった。
「ぼくはある」とぼくは言った。
にんじんはきちんと目を開けてぼくの顔を見ていた。18(下線部引用
者)
上記の引用を見て分かったことは、最初ににんじんは「ぼく」に尐しだ
け興味を持ったが、結局彼の心が開いたことである。そして「ぼく」はよ
うやくガールフレンドとの不倫関係を終えた。
また、加藤典洋氏はにんじんについて興味深い解釈を次のように述べて
いる。にんじんはすみれと共通点を持っており、すみれの「くしゃくし
ゃ」な髪と、にんじんの「もしゃもしゃ」な髪であるという。それのみな
らず、二人の名前もある種の関連性を持っているという。すなわち、
「花」に連想させるすみれの名前と、「根」に連想させるにんじんの名前
である。この共通点で、尐なくともすみれとにんじんは「ぼく」にとって
同質の存在であると、加藤典洋氏が指摘している。19
別の言い方をすれば、「あちら側」に行ってしまったすみれ(花)は、
象徴的ににんじん(根)の姿を通して「ぼく」の人生に「こちら側」に戻
ってきたといえるのではないだろうか。そうすると、にんじんの登場は
「ぼく」をすみれの失踪による絶望から救ったものの表れであるといえよ
う。
にんじんの登場によって、物語が新しい展開に向かった。つまり、第16
章のすみれの「帰還」である。第16章において、すみれが帰ってきてお
り、「ぼく」に電話をかけた最後の場面がある。すみれが本当に戻ってき
たのかははっきりと書かれていない。これは単なる夢であり、「ぼく」の
妄想ではないかと多くの研究者によってしばしば解釈されてきた。確かに
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
29
物理的に考えれば、ギリシャの島で姿が消えた際、すみれはパジャマしか
着なかった。パスポートやお金も持っていなかったため、日本に戻るのは
不可能になっている。しかし、象徴的に考えれば、にんじんの登場によっ
て、すみれの「帰還」は可能であるといえるのではないだろうか。
『スプートニクの恋人』と『ノルウェイの森』の比較に戻ろう。今度は
二作の最後の場面を比較してみたい。まず『ノルウェイの森』の有名な最
後の場面を以下に引用し、続いて『スプートニクの恋人』の最後の場面を
引用したい。
緑は長いあいだ電話の向こうで黙っていた。まるで世界中の細かい雤が世
界中の芝生に降っているようなそんな沈黙がつづいた。僕はそのあいだガ
ラス窓にずっと額を押しつけて目を閉じていた。それからやがて緑が口を
開いた。「あなた、今どこにいるの?」と彼女は静かな声で言った。
僕は今どこにいるのだ?
僕は受話器を持ったまま顔を上げ、電話ボックスのまわりをぐるりと見ま
わしてみた。僕は今どこにいるのだ?でもそこがどこなのか僕にはわから
なかった。見当もつかなかった。いったいここはどこなんだ?僕の目にう
つるのはいずこへともなく歩きすぎていく無数の人々の姿だけだった。僕
はどこでもない場所のまん中から緑を呼びつづけていた。20(下線部引用
者)
「ねえ帰ってきたのよ」とすみれは言った。とてもクールに。とてもリア
ルに。「いろいろと大変だったけど、それでもなんとか帰ってきた。」
(中略)
「今どこにいる?」
「私が今どこに、、、
いるか?どこにいると思う?昔なつかしい古典的な電話ボ
ックスの中よ。」
(中略)
ぼくはベッドを出る。日焼けした古いカーテンを引き、窓を開ける。そし
て首を突き出してまだ暗い空を見上げる。そこには間違いなく黴びたよう
な色あいの半月が浮かんでいる。これでいい。ぼくらは同じ世界の同じ月
を見ている。ぼくらはたしかにひとつの線で現实につながっている。ぼく
はそれを静かにたぐり寄せていけばいいのだ。(傍点原文、下線部引用
者)21
上記の引用を見ると、二作の最後の場面において電話ボックスでの場面
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
30
があったと分かった。だが、その電話の場面はちょうど逆である。つま
り、『ノルウェイの森』において、緑は为人公の「僕」に「今どこにい
る」と聞いた。しかし、「僕」は自分の居場所がわからないまま、緑とい
う「他者」と繋がりきれない状態で小説が終わった。一方、『スプートニ
クの恋人』において、为人公の「ぼく」がすみれに「今どこにいる」と聞
いた。そしてすみれの答えは「昔なつかしい古典的な電話ボックスの中」
であった。こうしたすみれの答えは興味深いことである。つまり、彼女は
自分の居場所がきちんとわかっているといえよう。そのため、「ぼく」と
すみれは「同じ世界」におり、二人が「ひとつの線で現实につながってい
る」とい結末を向かった。
黒古一夫氏(2007)はこの最後の場面について次のように指摘してい
る。『ノルウェイの森』の「僕」は最後まで自己喪失の状態から回復しな
いまま「再生」を求めて新しい恋人を呼びつづけ、一方1995年に起こった
阪神淡路大震災と東京地下鉄サリン事件という二つの大きな「暴力」の経
験を経て書かれた『スプートニクの恋人』の最後の場面で「ぼく」には
「他者とのつながり」が見え、本作品はまさに「コミットメント」小説を
目指すという。22
『ノルウェイの森』の「僕」は直子が自殺した後、絶望の中に生きてい
る。彼は緑と繋がりきれず、疎外感を持つのであろう。一方、『スプート
ニクの恋人』を執筆した際、村上春樹はすでに『アンダーグラウンド』を
発表した。『アンダーグラウンド』を執筆するために、村上春樹は東京地
下鉄サリン事件のたくさんの被害者と出会い、彼らの話を聞いた。それの
みならず、村上春樹は阪神淡路大震災をテーマにした三人称の短編小説を
いくつか執筆した。要するに、小説家である村上春樹は「他者」と繋がっ
ているのである。
その影響で、『スプートニクの恋人』の「ぼく」は最後の場面において
すみれの失踪に絶望せず、その電話の場面によってすみれと「つながって
いる」。確かに黒古一夫氏が指摘しているように、この「他者とのつなが
り」は『ノルウェイの森』と『スプートニクの恋人』の大きな相違点であ
り、またこれが村上春樹の「コミットメント」の新たな方向であるのでは
ないかと考えられる。
2.2. 最後の「僕」
第1節で「他者とのつながり」が村上春樹の「コミットメント」の新たな
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
31
方向であると述べた。しかし、「他者とのつながり」だけがまだ物足りな
いと思われる。
黒古一夫氏(2007)が述べているように、サルトルらフランス实存哲学
者が戦後によく使われるようになった「コミットメント」という言葉は、
確かに「関係・かかわり合い」という意味以上、「(政治)参加」をも合
意するものであったという。現在に至るまでそうした意味合いが残り、日
本の文学者が政治問題への関心を表現するために、講演会を開いたり、デ
モンストレーションを行ったりすることもあると黒古一夫氏が述べてい
る。例を挙げると、大江健三郎や加藤周一が憲法改正に対して「憲法九条
の会」を結成し、全国で講演会を開き、まさに文学者の「コミットメン
ト」であるという。23
村上春樹の場合は政治参加どころか、文壇を参加しない小説家であると
よく知られている。だが、彼自身は「コミットメント」の意味については
っきり理解していると考えられる。村上春樹は河合準雄氏との対談におい
て「コミットメント」について次のように語っている。
コミットメントというのは何かというと、人と人との関わり合いだと思う
のだけれど、これまでにあるような、「あなたの言っていることはわかる
わかる、じゃ、手をつなごう」というのではなくて、「井戸」を掘って掘
って掘っていくと、そこでまったくつながるはずのない壁を越えてつなが
る。24(下線部引用者)
上記の引用を見ると、村上春樹自身は「コミットメント」の意味が「か
かわり」以上であることをはっきり理解していると分かった。しかし、彼
は他の日本文学者のように政治参加をせず、「井戸」を掘って他者と繋が
ることを選んだ。「井戸」は何を表しているかというと、本当の井戸であ
ると意味されることも可能であり、精神分析学者のフロイトが述べた概念
の「イド・id」(無意識)であると意味されることも可能であろう。それ
に、この「井戸」は村上春樹文学にたびたび出現した「あちら側」である
と意味されるのがふさわしいであろう。これがまさに村上春樹の「コミッ
トメント」の特徴であろう。つまり、一見無縁そうに見える「こちら側」
と「あちら側」という二つの世界にいる人々の繋がりのことである。
村上春樹の「コミットメント」といえば、作品群の視点の変化はやはり
見逃せないことである。周知のように、ノンフィクション作品である『ア
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
32
ンダーグラウンド』以前の村上春樹作品は「僕」という一人称の視点で書
かれ、为人公「僕」の存在感や生き方が目立つであった。しかし、『アン
ダーグラウンド』を執筆することによって、村上春樹はたくさんの人々の
「物語」や「ボイス」を聞くようになった。そして、『アンダーグラウン
ド』以降の村上春樹の作品にはほとんど「僕」の存在感が消えており、後
に一人称の視点が次第に影を潜めた。
村上春樹作品の中で、「僕」という視点で書かれていた最後の小説に当
たるのは『スプートニクの恋人』である。前述したように、为人公のKは語
り手として「ぼく」で書かれている。实は『スプートニクの恋人』の「ぼ
く」の最もよく見られる特徴は、「ぼく」という言葉自体が現在に至るま
での村上春樹作品のように、漢字で書かれている「僕」ではなく、むしろ
ひらがなで書かれている。このような書き方は、おそらく本作品に登場す
る「ぼく」の描写や役割が以前の作品群に登場した「僕」の描写や役割と
違う、と暗示させるのであろう。村上春樹の初期作品に登場した「僕」の
描写は簡単に述べると、個人为義者であり、彼らの孤独が小説の前提とし
て設定されている。
『スプートニクの恋人』の「ぼく」は自分自身のことを以下のように紹
介する。
ぼく自身について尐し語ろうと思う。もちろんこれはすみれの物語であ
り、ぼくの物語ではない。しかしぼくの目をとおしてすみれという人間が
語られ、彼女の物語が語られていくからには、ぼくは誰であるかという説
明もやはりある程度必要になってくるはずだ。25
『スプートニクの恋人』は一見これまでの村上春樹作品に見られたよう
な男性为人公と同じように「僕」という一人称小説に見えるが、实は「ぼ
く」の一人称としての役割に変化が見られる。本作品の「ぼく」はいわゆ
るすみれの物語を観察し、「オブサーバー」的な役割を持っているといえ
よう。「ぼく」は何度もすみれの話し相手や電話の相手になり、すみれの
話を聞いている。「ぼく」は何度もミュウへのすみれの「竜巻のように激
しい」恋の話を聞かされ、さらにギリシャの島ですみれが残したフロッピ
ーディスクにある文章を読む側にもなった。
また、フロッピーディスクにあるすみれが書いた文章について興味深
い。そのフロッピーディスクは鍵がかかれているすみれのスーツケースに
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
33
しまっていた。様々な暗証番号を試して失敗した「ぼく」は自分自身の住
んでいる場所である国立の市外局番、0452を思いつき、そのスーツケース
を開けた。つまり、すみれは「ぼく」をギリシャにわざと招き、その文章
を読んでほしがっていると解釈できる。
『スプートニクの恋人』の「ぼく」について村上春樹は『村上春樹全作
品1990-2000②』の「解題」で次のように述べている。
「ぼく」はもちろん語り手であり、そういう意味では基本的にこの
話は、これまで僕が書いて きたのと同じような一人称の小説とい
うことになるわけだが、僕としては今回はムービーカメラを後ろに引
くみたいに、「ぼく」の視点をどんどん後ろに引いていって、「ぼ
く」とすみれとミュウという三人の視点がほとんど対等に、(中略)
「ぼく」は物語を子細に観察する血肉ある語り手でありながらも、
『スプートニクの恋人』は全体としては彼の、、
物語ではない。26
上記の引用を踏まえて考えてみると、「ぼく」は唯一の語り手ではな
く、すみれとミュウも様々な場面で語り手としての役割を持つと考えられ
る。物語の視点も「ぼく」とすみれの視点から成り立っている。これにつ
いては日本の伝統的な物語でもある「能楽」に連想をさせる。周知のよう
に、能楽の为人公でもあるシテの思いを聞き出すのはワキの役割に当た
る。要するに、『スプートニクの恋人』の「ぼく」はワキ役のような存在
であり、「受動的な語り手」でもあると言えるのではないだろうか。それ
に対して、すみれとミュウはシテであると考えられ、「能動的な語り手」
を担っているように見える。したがって、『スプートニクの恋人』は単純
な一人称小説とは言い難いと考えられる。
さらに興味深いことは、『スプートニクの恋人』の「ぼく」の職業であ
る。周知のように、『スプートニクの恋人』に至るまで、村上春樹作品の
为人公の職業は翻訳会社と報告代理店の自営者(1980年に発表された
『1973年のピンボール』と1982年に発表された『羊をめぐる冒険』)であ
り、フリーライター(1988年に発表された『ダンス・ダンス・ダンス』)
であり、ジャズバーの経営者(1992年に発表された『国境の南、太陽の
西』)などである。要するに、一般的な仕事をせず、いわゆる自由な生活
を送っている人々であるといえよう。
しかし、繰り返したが、『アンダーグラウンド』を執筆することによっ
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
34
て、村上春樹はたくさんの東京地下鉄サリン事件の被害者の「物語」や
「ボイス」を聞くようになった。『アンダーグラウンド』に連載された証
言の中で、職業が個人を表すものとして重要視されている。村上春樹は最
初の三十分から一時間のインタビューの中で、「どこで生まれ、どのよう
に育ち、何が趣味で、どのような仕事につき、どのような家族とともに暮
らしているのか」27と全員のインタビュイーに聞いた。おそらく東京地下鉄
サリン事件についての証言に入る以前に、村上春樹が最も出張したかった
のは被害者の一人一人の人生や職業であるのではないかと考えられる。
そして『アンダーグラウンド』の後、最初の小説である『スプートニク
の恋人』において村上春樹は初めて「普通の人々」の職業を取り上げた。
つまり、小学校の教師である。この職業は村上春樹自身の両親の職業を思
い出させる。周知のように、村上春樹の両親は二人とも教師であり、また
彼は教師という職業について特別な思い出がある。『村上朝日堂はいかに
鍛えられたか』において、中学校の頃よく先生に殴られた記憶を以下のよ
うに語っている。
考えてみれば、そこで教師たちに日常的に殴られたことによって、僕の人
生はけっこう大きく変化させられてしまったような気がする。僕はそれ以
来、教師や学校に対して親しみよりはむしろ、恐怖や嫌悪感の方を強く抱
くようになった。28
それにもかかわらず、村上春樹は初期作品のように社会を乖離した为人
公たちを消し、『スプートニクの恋人』の「ぼく」に自分自身が「恐怖や
嫌悪感」を抱いていた教師という職業を与えた。そうすると、『スプート
ニクの恋人』の「ぼく」は自動的に社会を乖離できず、むしろそれに対し
ての責任を背負わなければならなくなる。
こうした状況を踏まえて考えてみると、『スプートニクの恋人』は村上
春樹文学における「僕」の「総決算」でもあり、最後の「僕」的なものに
もなるといえよう。つまり、最後の一人称の視点であり、『スプートニク
の恋人』の後に出てくる作品群で個人为義者の为人公、または孤独を抱い
ている为人公を取り上げないことであろう。
村上春樹は实際に大鋸一正とのEメールでのインタビューで以下のように
語っている。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
35
『アンダーグラウンド』を書くために、一年間かけてたくさんの人に会っ
て、その人たちの話を長時間にわたって聞いて、それを一つの本にまとめ
あげたという経験は、僕にとっては本当に大きなものでした。ある意味で
はその作業は、僕の世界観のようなものを揺るがしたかもしれないと言っ
ても、過言ではないと思います。三人称という新しい視点をとったのも、
あるいはその影響もあるかもしれません。29
また、『村上春樹全作品1990-2000③短編集』の「解題」にも述べられて
いるように、人々の「ボイスは实は多様なものであり、一つ一つが取り替
えのきかない固有であり、世界はそれらの無数のボイスの集積から成り立
っていた。そしてその世界を一人称だけでしめくくることは、現实的にも
うほとんど不可能になっている」30という。
『スプートニクの恋人』から始め、村上春樹は次々の作品でほとんど
「僕」の視点から離れ、一人称という視点が次第に影を潜める。例を挙げ
ると、一人称と三人称の視点を同時に使用した『海辺のカフカ』であり、
「私たち」という複数一人称の視点を使用した『アフターダーク』であ
り、完全に三人称の視点を使用した短編集『神の子どもたちはみな踊る』
と長編小説の『1Q84』と『色彩を持たない多崎つくると、彼の巡礼の年』
である。それのみならず、2002年に発表された『海辺のカフカ』に対し
て、村上春樹は自分自身のアイディアに基づき、2002年から2003年にかけ
て期間限定のウェブサイトを開き、読者の質問や感想を答え、積極的に読
者とコミュニケーションをとった。
こうした様々な視点の使用および読者とのコミュニケーションによっ
て、村上春樹は「普通の人々」、および読者という「他者」も視野に入れ
てともに物語を語ると理解できよう。これがまさに村上春樹の小説家とし
ての「コミットメント」の特徴であろう。つまり、以前の村上春樹の創作
活動で全く繋がらない作者と読者がようやく繋がることである。
3. 終わりに
初期作品の村上春樹の为人公たちの特徴は他者とのかかわりが尐なく、
自分自身の生き方を確信している人々である。それは一見、「デタッチメ
ント」の態度のように見える。その影響で、村上春樹の態度も「デタッチ
メント」であるとしばしば指摘されてきた。しかし、そのような「デタッ
チメント」の行動は村上春樹の同世代の人々が实際に社会に対して取って
いた態度である。つまり、「デタッチメント」を初期作品から描き続けて
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
36
いた村上春樹の態度は「デタッチメント」というより、「コミットメン
ト」であるといえよう。
そして1995年に起こった阪神淡路大震災と東京地下鉄サリン事件が村上
春樹の創作活動を変化させたことであると分かった。村上春樹はその二つ
の大事件に直接経験しなかったが、ノンフィクション作品『アンダーグラ
ウンド』を執筆するために、東京地下鉄サリン事件の被害者たちにインタ
ビューを敢行した。また、周知のように、村上春樹は芦屋、兵庫県の出身
であり、阪神淡路大震災をテーマにした短編集『神の子どもたちはみな踊
る』を執筆した。
本稿は短編集『神の子どもたちはみな踊る』が発表される前の中編小
説、『スプートニクの恋人』を中心にし、作品における「こちら側」と
「あちら側」、そして作品の視点の変化と村上春樹の「コミットメント」
との関係についての考察を行った。
村上春樹の作品において、「こちら側」と「あちら側」という二つの世
界がたびたび登場した。「こちら側」は「意識」の世界という意味を持っ
ているのに対し、「あちら側」は様々な意味をされるのは可能であると分
かった。最もよく出てくる意味は「無意識」の世界や死体の世界である。
このような「こちら側」と「あちら側」は『スプートニクの恋人』にも登
場した。本作品に登場した「あちら側」はミュウの分身がいたスイスのア
パートと死体の世界であると分かった。
なお、本稿において『スプートニクの恋人』を『ノルウェイの森』と比
較してみて分かったことは、二作の序盤と中盤に様々な共通点があるにも
かかわらず、終盤において極めて重要な相違点が見られる。『ノルウェイ
の森』の場合、直子が自殺した後、「僕」とレイコの性亣の場面があっ
た。『スプートニクの恋人』の場合、すみれがあちら側に行った後、「ぼ
く」はミュウと結ばれるのであろうと推測していた読者が多いと考えられ
る。だが、「ぼく」はギリシャから日本に戻ると決心した。そして新しい
登場人物、「ぼく」の教え子であるにんじんと彼の母親、「ぼく」のガー
ルフレンドが登場した。にんじんの登場は「ぼく」をすみれの失踪による
絶望から救ったものの表れであると分かった。
最後に、『ノルウェイの森』において、「僕」は緑と繋がりきれない状
態で物語が終わった。その一方、『スプートニクの恋人』において、すみ
れが「帰還」し、「ぼく」と繋がって物語が終わった。このような「他者
とのつながり」が村上春樹の「コミットメント」の新たな方向であろう。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
37
「コミットメント」という言葉の本来の意味は関わりであると分かっ
た。しかし、「コミットメント」はそれ以上の意味をもち、「政治参加」
という意味をも持っている。日本の文学者が積極的に政治問題に関心を持
っているにもかかわらず、村上春樹はそうしなかった。むしろ、彼にとっ
て「コミットメント」は「まったくつながるはずのない壁を越えてつなが
る」ことである。別の言い方をすれば、一見無縁そうに見える「こちら
側」と「あちら側」という二つの世界にいる人々の繋がりのことである。
また、『アンダーグラウンド』の執筆後、村上春樹は彼の同世代の人々
のみならず、たくさんの人々の「物語」や「ボイス」を聞くようになっ
た。要するに、村上春樹自身が「他者」と繋がった。そして、他者と繋が
った後、村上春樹の作品の中で、最もよく見られる変化は視点の変化であ
ろう。その最初の試みは中編小説『スプートニクの恋人』である。そうし
た点で、『スプートニクの恋人』は村上春樹の創作活動において大事な転
換点、または里程標になる作品であると考えられる。
『スプートニクの恋人』は一人称で書かれていた。一見今までにあるよ
うな村上春樹の一人称の小説に見えるが、实は为人公の「ぼく」の役割が
大きく変化した。「ぼく」は自分の物語を語らず、「オブサーバー」的な
役割を持ち、他の登場人物の物語を観察する人である。そして、『スプー
トニクの恋人』以降の村上春樹の作品にはほとんど「僕」の存在感が消え
ており、後に一人称の視点が次第に影を潜めた。村上春樹はようやく様々
な視点を使用するようになった。
要するに、『スプートニクの恋人』は「僕」の「総決算」でもあり、村
上春樹作品の最後の「僕」的なものになるといえる。『スプートニクの恋
人』の「ぼく」は村上春樹の最後の一人称でもあり、その後に出てくる作
品に個人为義者の为人公、または孤独感を抱いている为人公を取り上げな
いことが分かった。
こうした様々な視点の使用によって、村上春樹は「普通の人々」、およ
び読者という「他者」も視野に入れてともに物語を語ると理解できよう。
これがまさに村上春樹の小説家としての「コミットメント」の特徴であろ
う。
以上まとめると、初期作品において、一人称の視点を使用することによ
って、社会での出来事に対して無関心であるように見えるが、实はデビュ
ー当時からとても関心を持っていた。そして、九〇年代において、一人称
の視点から離れ、社会への関心を作品の表面に出すようになった。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
38
また、村上春樹の「コミットメント」は単なる政治問題を正面から向か
い合うのではなく、むしろ小説家として「ものを書く」という行為であ
る。しかし、それでもまだ物足りない。どのような「ものを書く」のがよ
り大事であると考えられる。村上春樹は小説家だけの物語を書くのではな
く、「普通の人々」、および読者の物語を聞き、小説家の「武器」でもあ
る「言葉」を通してその物語をともに語ることである。
参考文献
Aoki, T. (1996).Murakami Haruki and Japan Today, in Contemporary Japan
and Popular Culture, edited by John Whittier Treat. Curzon.
Katou, N.(2006). Murakami Haruki Study Books 2: Murakami Haruki
Ronshuu 2. Tokyo: WakakusaShobou.
Kawamoto, S. (1999).1980 nen no nojenereeshon, Murakami Haruki no
sekai I. Murakami Haruki Studies I. WakakusaShobou.
Kuroko, K. (2007). Murakami Haruki: “Soushitsu” no
Monogatarikara“Tenkan” no Monogatari e. Tokyo: BenseiShuppan.
Murakami, H. (1991). Noruwei no Mori. Tokyo: Koudansha.
Murakami, H., & Kawai, H. (1996).Murakami Haruki, Kawai Hayaoni Ai niIku.
Tokyo: Shinchousha.
Murakami, H. (1997). Murakami Haruki Nichidouwaikani Taeraretaka.
Tokyo: Shinchousha.
Murakami, H.; Ookiyo, K. (2000). E-meeruintabyuu Murakami Haruki:
Kotoba to iuKibishiiBuki; SougouTokushuu: Murakami Haruki wo Yomu.
Yuriika 03.
Murakami, H. (2001). Sputnik Sweetheart.London: Vintage Books.
Murakami, H. (2001). YakusokuSareta Basho de. Tokyo: BungeiShunshu.
Murakami, H. (2003). Murakami Haruki Zensakuhinshuu 1990-
2000②.Tokyo: Koudansha.
Murakami, H. (2003). Murakami Haruki Zensakuhinshuu 1990-
2000③Tanpenshuu II.Tokyo: Koudansha.
Murakami, H. (2007). Supuutoniku no Koibito. Tokyo: Koudansha.
Murakami, H. (2010). Yume wo Miru tame niMaiasaMezamerunodesu:
Murakami Haruki Intabyuushuu 1997-2009. Tokyo: BungeiShunshu.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
39
Murakami, H. (2014). Andaaguraundo. Tokyo: Koudansha.
Shibata, S. (1992).Oe Kenzaburo Ron: Chijou to Higan. Tokyo: Yuuseidou.
Strecher, M. C. (2014). The Forbidden Worlds of Haruki Murakami.
Minneapolis: University of Minnesota Press.
So, I. (2013).Murakami Haruki: Inishieeshon no Monogatari. Tokyo: Kashoin.
【注】: 1柴田勝二1992『大江健三郎論:地上と彼岸』有精堂、95頁 2「デタッチメント」(detachment=無関心・超脱、距離を置くこと、コミ
ュニケーションの不在)というのは確固とした個人が前提となっている。
「デタッチメント」の字義的な意味は他者との分離である。つまり、自分
の外部に他者の存在を認めないことである。 3村上春樹、河合準雄1996『村上春樹、河合準雄に会いに行く』新聞社、20
頁 4東京地下鉄サリン事件は五つの通勤ラッシュの地下鉄(千代田線、荻久保
と池袋行きの丸ノ内線、中目黒と北千住雪の日比谷線)でオウム真理教団
によって实行された。この事件の实行者は二人組の五チームであり、一人
は社内に尖らせた傘の先で新聞紙に包まれた二〇〇ミリリットルのサリン
液体入りのビニール袋を突き刺し、もう一人は駅で迎え、オウム真理教団
施設までの運転手役を務めた。この事件での死亡者は乗実や駅員など一二
人、重軽傷者は約五五〇〇人以上を超えた。 5村上春樹は六十二人の被害者、および弁護士や精神科医にインタビューを
敢行していたが、二人のインタビュイーは自分の証言の連載を否定したた
め、『アンダーグラウンド』に連載されているのは六十人の証言に限られ
ている。 6村上春樹、大鋸一正2000Eメールインタヴュー村上春樹「言葉という厳しい
武器」総特集村上春樹を読む『ユリイカ』03号、12頁 7村上春樹2010「アウトサイダー」『夢を見るために毎朝目覚めるのです―
村上春樹インタビュー集1997~2009』文芸春秋 8徐忍宇2013『村上春樹:イニシエーションの物語』花書院、85頁 9村上春樹2007『スプートニクの恋人』講談社、18頁 10同上、17~18頁 11同上、210頁 12加藤典洋氏は「ミュウ」というのはギリシャ語でMのことであり、マザ
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
40
ー、ムウテル、ママを連想させると指摘している。 13村上春樹2007『スプートニクの恋人』講談社、179頁 14同上、16頁 15同上、221頁 16同上、251頁 17村上春樹2010「『スプートニクの恋人』を中心に」『夢を見るために毎朝
目覚めるのです―村上春樹インタビュー集1997~2009』文芸春秋 18村上春樹2007『スプートニクの恋人』講談社、295~296頁 19加藤典洋2006『Murakami Haruki Study Books 2: 村上春樹論集②』若草
書房、176頁、183頁 20村上春樹1991『ノルウェイの森(下)』講談社、262頁 21村上春樹2007『スプートニクの恋人』講談社、318頁 22黒古一夫2007『村上春樹:「喪失」の物語から「転換」の物語へ』勉誠出
版、236~237頁 23同上、238~239頁 24村上春樹、河合準雄1996『むらかみはるき、河合準雄に会いに行く』新潮
社、84頁 25村上春樹2007『スプートニクの恋人』講談社、84頁 26村上春樹2003『村上春樹全作品1990-2000②』講談社、49頁 27村上春樹2014『アンダーグラウンド』講談社、27頁 28村上春樹1997『村上朝日堂はいかに鍛えられたか』新潮社、28頁 29村上春樹、大鋸一正2000Eメールインタヴュー村上春樹「言葉という厳し
い武器」総特集村上春樹を読む『ユリイカ』03号、15頁 30村上春樹2003『村上春樹全作品1990~2000③短編集II』講談社、270~271
頁
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
41
Habitus Kesiapsiagaan Masyarakat Jepang Terhadap Bencana
Firman Budianto
Abstract
The topic on disaster preparedness making always become a relevant issue on disaster management- related research. However, there are not many research focusing on disaster preparedness making from a socio-historical perspective. By choosing Japanese society as the research subject, this article discusses and analyzes Japanese disaster preparedness making by applying Bourdieu’s theory of habitus. In-depth interview was carried out to Japanese informants who have experienced a natural disaster and have participated in disaster drills and exercices in Japan. The research found that Japanese’ disaster preparedness on preparation as well as response to disaster have become their habitus that is closely related to their disaster memory as well as their long experience in participating in disaster drills and exercises. Therefore, the finding supports the Bourdieu’s theory of habitus which can be applied to the Japanese disaster preparedness making that finally creates the disaster culture among Japanese people in general. Keywords: Bourdieu;disaster management; disaster preparedness; habitus; Japanese society.
1. Pendahuluan
Topik utama dalam penelitian kebencanaan terletak pada dua hal,
yaitu penelitian dan mitigasi sebelum terjadinya bencana, serta respon dan
pemulihan pascabencana. Kedua topik ini berada dalam ranah sebelum dan
setelah terjadinya bencana, sehingga manusia memiliki kemampuan untuk
mengontrolnya.Di antara kedua topik utama ini, terdapat satu dimensi yang
berfungsi sebagai penghubung, yaitu dimensi kesiapsiagaan (preparedness)
terhadap bencana (Sutton 2006: 6). Kesiapsiagaan terhadap bencana
merupakan salah satu dimensi dalam manajemen bencana dan sering
diasosiasikan sebagai tindakan-tindakan yang memungkinkan individu
maupun masyarakat untuk dapat merespon kejadian bencana secara cepat
dan efektif (Sutton 2006: 3).
Kesiapsiagaan dalam konteks manajemen bencana sering kali
dimaknai sama dengan mitigasi. Pada dasarnya, kedua konsep ini bertujuan
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
42
sama, yaitu mengurangi dampak resiko suatu bencana, dan sama-sama
berada dalam ranah sebelum terjadinya bencana. Namun, mitigasi
umumnya didefinisikan sebagai tindakan yang diambil sebelum terjadinya
bencana untuk menghindari atau mengurangi kerusakan sebagai efek dari
bencana. Biasanya, mitigasi dilaksanakan oleh pemerintah sebagai
pemegang regulasi mengenai kebencanaan. Di sisi lain, Carter (1991: 54)
lebih menekankan pentingnya kesadaran aktif individu dalam kesiapsiagaan.
Dia menekankan bahwa tindakan-tindakan dalam kesiapsiagaan lebih
cenderung mengacu pada tindakan yang dilakukan oleh individu, bukan oleh
pemerintah. Sifat mendasar inilah yang membedakan konsep kesiapsiagaan
dengan konsep mitigasi yang menekankan pentingnya peran aktif dari
individu sebagai aktor utama dalam kesiapsiagaan. Pentingnya peran
individu dalam kesiapsiagaan, salah satunya terlihat saat kejadian Gempa
Bumi Besar Jepang Timur yang melanda Jepang bagian utara pada tanggal
11 Maret 2011.
Gempa Bumi Besar Jepang Timur atau The Great East Japan
Earthquake, gempa dengan kekuatan gempa M9.0 ini, tercatat sebagai
gempa bumi terbesar kedua di dunia dari segi magnitude-nya, dan
merupakan gempa bumi terbesar yang melanda Jepang sejak masa
pengukuran dan pencatatan gempa bumi modern dimulai tahun 1900.
Bencana ini bahkan dianggap sebagai megadisasters atau bencana terburuk
yang pernah terjadi di dunia karena melibatkan tiga bencana sekaligus
dalam waktu yang hampir bersamaan: gempa bumi berskala M9,0; tsunami
setinggi sepuluh meter; serta krisis reaktor nuklir Fukushima. Bencana
Gempa Bumi Besar Jepang Timur ini melanda daerah Tohoku, khususnya
Prefektur Iwate, Miyagi, dan Fukushima, serta mengakibatkan jatuhnya
korban meninggal sebanyak 15,894 jiwa, sementara 6,152 jiwa terluka dan
2.562 jiwa lainnya belum ditemukan (Japan National Police Agency, 2016).
Pada hari terjadinya bencana Gempa Bumi Besar Jepang Timur
tanggal 11 Maret 2011, dilaporkan bahwa seluruh siswa-siswi SD dan SMP
yang saat itu berada di sekolah masing-masing, berhasil menyelamatkan diri
mereka. Bahkan, siswa SMP Kamaishi Timur turut membantu siswa-siswi
sekolah dasar di sekitarnya untuk mengevakuasi diri ke tempat yang aman
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
43
(Nishikawa, 2011: 42). Dari total 2.924 orang siswa SD dan SMP di Kota
Kamaishi, hanya lima orang yang menjadi korban, dan dari kelima orang
tersebut, empat orang di antaranya adalah mereka yang tidak masuk
sekolah atau mereka yang meninggalkan sekolah lebih dulu, dan satu orang
lainnya diketahui hilang tersapu tsunami setelah pulang berkumpul bersama
keluarganya (The Asahi Shimbun, 2011). Informasi baik ini kemudian
tersebar ke seluruh Jepang dan disebut sebagai “The Miracle of Kamaishi”
(Nishikawa 2011: 42, dan The Asahi Shimbun, 2011). Para siswa tersebut
menyatakan bahwa tindakan-tindakan tersebut bisa mereka ambil berkat
pengetahuan yang mereka peroleh dari pendidikan kebencanaan melalui
latihan menghadapi bencana yang mereka ikuti di sekolahnya (Nishikawa
2011: 42).
“The Miracle of Kamaishi” menunjukkan pentingnya peran aktif dari
individu sebagai aktor utama dalam kesiapsiagaan terhadap
bencana.Fenomena tersebut juga menunjukkan bahwa pengetahuan
kebencanaan dapat lahir dari pendidikan kebencanaan, yang pada akhirnya
melahirkan praktik kesiapsiagaan yang sampai saat ini masih menjadi topik
penting dalam kesiapsiagaan secara umum di samping praktik respons dan
rekonstruksi pascabencana (Nakabayashi, 2008 & Adiyoso, 2012).Praktik
kesiapsiagaan terhadap bencana menjadi isu penting karena dalam
menyelenggarakan kehidupan di dunia, manusia tidak pernah terlepas dari
resiko terdampak bencana, baik bencana alam maupun bencana hasil dari
perbuatan manusia sendiri. Data IFRC (2012) menunjukkan sepanjang tahun
2001-2011, terdapat 500 kejadian bencana yang menimbulkan lebih dari
satu juta korban jiwa dengan total kerugian lebih dari USD 40 milyar setiap
tahunnya. Terlepas dari perbedaan cara pandang mengenai makna bencana
itu sendiri, bencana telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-
hari, sehingga pengetahuan kebencanaan perlu dimiliki oleh setiap individu
untuk melakukan praktik kesiapsiagaan.
Beberapa tahun terakhir, penelitian mengenai pentingnya
pengetahuan kebencanaan masih menjadi topik yang menarik untuk diteliti,
khususnya hubungan antara pengetahuan kebencanaan dan usaha
pengurangan risiko bencana (Weichselgartner, et. al., 2015).Namun
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
44
demikian, penelitian pembentukan pengetahuan kebencanaan khususnya
praktik kesiapsiagaan, masih didominasi oleh penelitian dengan pendekatan
kuantitatif.Penelitian Oral et.al.(2015) dilakukan untuk menganalisis
hubungan antara pengalaman kebencanaan dan kepemilikan rumah tapak
pribadi dengan pembentukan praktik kesiapsiagaan.Fujimura et.al.(2013)
menganalisis hubungan antara pengetahuan, sikap, dan praktik terkait
kebencanaan seseorang dengan kemampuannya merawat dirinya sendiri
pasca terdampak bencana. Adiyoso dan Kaneage (2012) menganalisis
hubungan antara pelaksanaan pendidikan kebencanaan di lingkungan
pendidikan dasar dengan pembentukan kesadaran siswa akan bencana. Ada
juga penelitian yang secara kuantitatif menjelaskan hubungan antara
pembentukan kesiapsiagaan dengan peran aktif masyarakat, misalnya
penelitian Bajek et., al. (2008) dan Okada, et., al. (2013). Penelitian Bajek
et., al. (2008) fokus pada partisipasi aktif masyarakat Jepang dalam kegiatan
yang dilaksanakan oleh organisasi pengurangan risiko bencana di tingkat
masyarakat lokal. Dia menemukan bahwa konten kegiatan tersebut
cenderung dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah setempat secara satu
arah. Okada et. al. (2013) juga mendukung pentingnya kegiatan
pengurangan risiko bencana berbasis komunitas lokal. Dengan menganalisis
hubungan antar berbagai konsep kebencanaan maupun organisasi
tradisional terkait manajemen bencana di Jepang, Okada et., al. (2013)
menemukan bahwa disaster culture masyarakat Jepang berhubungan erat
dengan pengambilan keputusan berbasis komunitas dalam hal manajemen
bencana.
Tulisan ini akan melengkapi penelitian-penelitian terdahulu yang
telah dilakukan oleh Weichselgartner, et. al., (2015)., Oral et.al. (2015),
Fujimura et.al. (2013), Adiyoso dan Kaneage (2012), Bajek et., al. (2008),
dan Okada, et., al. (2013) di atas. Dengan mengambil masyarakat Jepang
sebagai subjek penelitian, tulisan ini secara sosiologis dan historis
menjelaskan dan menganalisis pembentukan praktik kesiapsiagaan,
khususnya melalui pendekatan kualitatif, dalam konteks hubungannya
dengan peran aktifmasyarakat di dalamnya. Berdasar pada data di awal,
tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan: (i) bagaimana pengetahuan dan
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
45
praktik kesiapsiagaan masyarakat Jepang terhadap bencana dibentuk dan
diwujudkan dalam kehidupan sosial mereka; (ii) bagaimana hubungan
antara pelaksanaan manajemen bencana dengan pembentukan
kesiapsiagaan tersebut dilihat dari perspektif teori habitus Bordieu (1977,
1990).
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam untuk
mengumpulkan data primer, serta studi dokumen untuk memperoleh data
sekunder.Metode wawancara mendalam (in-depth interview) dipilih karena
metode ini paling sesuai untuk menggali informasi mengenai perasaan,
pendapat, pemikiran, serta pemilihan tindakan kesiapsiagaan informan
dalam konteks analisis habitus.Wawancara mendalam dilakukan terhadap
empat orang Jepang yang tinggal untuk sementara di Kota Depok,
Indonesia.Wawancara mendalam dilakukan dalam bahasa Jepang, selama
beberapa kali pertemuan untuk setiap informan pada bulan November 2013
bertempat di Kampus UI Depok di mana para informan sedang berada.
Informan ditentukan berdasarkan teknik purposive sampling dengan
mempertimbangkan perbedaan usia, jenis kelamin, pekerjaan, daerah
domisili di Jepang, serta pengalaman dan memori terdampak bencana.
Informan pertama, yaitu YY, seorang laki-laki berusia 41 tahun yang
berprofesi sebagai wartawan dan berdomisili di daerah Nagoya, kota di
mana bencana besar yang merenggut lima ribu korban jiwa terjadi pada
tahun 1959. Informan kedua, yaitu TM, seorang perempuan berusia 41
tahun yang berprofesi sebagai karyawati swasta dan berdomisili di daerah
Kobe, kota di mana bencana besar terjadi pada tahun 1995 yang merenggut
enam ribu korban jiwa. Informan ketiga, yaitu KJ, seorang laki-laki berusia 22
tahun yang berstatus mahasiswa dan berdomisili di Kota Shizuoka namun
menghabiskan lebih dari separuh usianya menempuh pendidikan di Inggris.
Informan keempat, yaitu KR, seorang perempuan berusia 22 tahun yang
berstatus mahasiswi dan berdomisili di daerah Kagoshima, pulau Kyūshū,
daerah yang jarang terjadi gempa bumi, namun rawan terjadi erupsi gunung
berapi.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
46
Metode kedua, yaitu studi dokumen, digunakan untuk memperoleh
data sekunder yang dikumpulkan dari dua buah dokumen resmi pemerintah
Jepang (hakusho), yaitu “Nihon no Saigai Taisaku” (Buku Putih Pelaksanaan
Manajemen Bencana Jepang” tahun 2011 dan “Heisei 25 Nen Do Sougou
Bousai Kunren Taikou” (Laporan Resmi Pemerintah Jepang mengenai
Pelaksanaan Latihan Menghadapi Bencana Terpadu Tahun 2013). Metode ini
dipilih karena metode inilah yang paling memungkinkan bagi penulis untuk
mengumpulkan data-data yang terbatas pada dimensi ruang dan waktu.
Dengan menjadikan dokumen resmi pemerintah Jepang sebagai sumber
utama, diharapkan data yang didapat merupakan data yang valid.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Perjalanan Panjang Bencana di Jepang
Seperti Indonesia, Jepang merupakan negara yang terletak di ring of
fire dengan aktifitas seismik dan vulkanik yang sangat aktif di seluruh
kepulauannya. Menurut laporan FDMA (2011), dalam kurun waktu tahun
1945-2011, Jepang dilanda 22 kejadian gempa bumi dengan kekuatan
masing-masing gempa di atas M6,8 dengan lebih dari 25.000 korban jiwa.
Tingginya frekuensi Jepang dilanda gempa bumi ini menyebabkan konsep
bencana terinternalisasi ke dalam pikiran masyarakat Jepang, sehingga
ketika mendengar kata bencana, hal yang terlintas dalam pikiran sebagian
besar masyarakat Jepang adalah gempa bumi dan kebakaran (wawancara
TM, 11 Nov 2013).
Sejarah Jepang mencatat perjalanan panjang negara tersebut dalam
menghadapi bencana.Jepang telah berhadapan dengan bencana sejak abad
ke-4, misalnya Gempa Bumi Yamato-Kochi (416) dan Gempa Bumi Hakuho-
Nankai (684).Kedua gempa tersebut tercatat dalam Nihon Shoki, dan
disebutkan bahwa keduanya diikuti oleh gelombang besar
tsunami.Dokumen kedua yang mencatat bencana gempa bumi di Jepang
adalah Nihon Sandai Jitsuroku yang menggambarkan Gempa Bumi Jogan
(869) yang melanda daerah Mutsu no Kuni (sekarang daerah Tohoku), yang
juga diikuti tsunami besar dengan korban jiwa lebih dari 1.000 orang
(Nishikawa, 2011: 37).
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
47
Sejarah panjang menghadapi bencana secara tidak langsung
memberikan pengaruh kepada masyarakat Jepang, dalam membentuk
persepsi mereka tentang bencana. Hal ini tampak pada ungkapan tradisional
tentang tiga hal yang ditakuti oleh anak-anak Jepang :jishin, kaji, dan oyaji
(gempa bumi, kebakaran, dan ayah). Cerita rakyat bertemakan bencana,
“Inamura no Hi“, juga berkembang di masyarakat.Cerita heroik ini diangkat
dari kisah nyata pengevakuasian darurat masyarakat dari tsunami pada saat
Gempa Bumi Ansei-Nankai tahun 1854 yang dilakukan oleh seorang kepala
desa.Cerita ini kemudian dipublikasikan secara luas sebagai bahan bacaan
siswa sekolah dasar di Jepang tahun 1937-1947 dan dikenal luas di kalangan
masyarakat Jepang (Nishikawa, 2011: 31).
Pada masa pascaperang dunia kedua, Jepang kembali dilanda bencana
besar. Pada tahun 1959, Nagoya yang merupakan kota metropolitan
terbesar ketiga di Jepang dilanda Angin Topan Ise-wan yang menimbulkan
korban sekitar 5.000 jiwa. Bencana besar inilah yang menjadi titik tolak
Pemerintah Jepang untuk mulai memikirkan langkah yang tepat dalam
menghadapi bencana alam yang bisa datang kapanpun dan merumuskan
kerangka hukum yang mengatur penanganan kebencanaan (wawancara YY,
13 Nov 2013). Dua tahun kemudian, pada tahun 1961, Pemerintah Jepang
mengesahkan Disaster Countermeasures Basic Act 1961 (Saigai Taisaku
Kihonhou 1961) atau Undang-Undang Penanggulangan Bencana Tahun 1961
yang mengatur tindakan dasar sehubungan dengan penanggulangan
bencana secara nasional. Nishikawa (2011: 32) menyebutkan tiga
konsekuensi utama dari pelaksanaan hukum ini.
Pertama, dibentuknya (Chuō Bōsai Kaigi) atau Dewan Penanggulangan
Bencana Pusat yang diketuai langsung oleh Perdana Menteri Jepang.Dewan
ini beranggotakan seluruh menteri di kabinet dan beberapa kepala lembaga
semipublik di Jepang, seperti lembaga penyiaran NHK, Bank of Japan, dan
Japanese Red Cross. Dewan Penanggulangan Bencana Pusat ini mempunyai
dua peran utama, yaitu : (1) sebagai lembaga perumus kebijakan-kebijakan
terkait manajemen bencana, dan (2) sebagai lembaga koordinator untuk
manajemen bencana nasional. Kedua, diterapkannya pembagian peran dan
tanggungjawab seluruh pemangku kepentingan dalam usaha
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
48
penanggulangan bencana dari level pemerintah hingga level individu,
meliputi pemerintah pusat-daerah, organisasi, komunitas, dan seluruh
warga masyarakat. Ketiga, diberlakukannya kewajiban bagi kabinet untuk
menyerahkan laporan tahunan kepada parlemen terkait dengan status
pelaksanaan manajemen bencana nasional dan alokasi anggaran untuk
program-program pengurangan resiko bencana. Selain itu, Pemerintah Pusat
juga berkewajiban atas tiga hal (Fukami dan Hisamoto, 2010), yaitu:
pengembangan dan pelaksanaan sistem kesiapsiagaan, respons terhadap
bencana, dan pemulihan pascabencana. Salah satu wujud nyata
implementasi pelaksanaan Disaster Countermeasures Basic Act 1961 di atas
adalah diterapkannya sebuah kebijakan baru, yaitu: penetapan hari
pencegahan bencana (wawancara YY, 13 Nov 2013). Disaster
Countermeasures Basic Act yang diterapkan sejak tahun 1961 kemudian
dijadikan landasan hukum penyelenggaraan manajemen bencana di Jepang,
yang mencakup seluruh tahapan manajemen bencana secara umum hingga
terjadinya Gempa Bumi Besar Hanshin-Awaji tahun 1995 yang
meluluhlantakkan Kota Kobe.
Gempa Bumi Besar Hanshin-Awaji (1995) (Hanshin-Awaji Daishinsai),
atau yang dikenal luas sebagai Gempa Kobe, terjadi pada tanggal 17 Januari
1995 di daerah Kobe. Gempa besar ini berkekuatan M7,3 dan menyebabkan
jatuhnya 6.437 korban jiwa. Bencana gempa ini merupakan bencana
terburuk yang melanda Jepang setelah bencana Topan Ise-wan (1959) dan
menunjukkan kepada Pemerintah Jepang kelemahan sistem yang mereka
bangun sejak tahun 1961 (Nishikawa 2011:35). Berdasarkan pengalaman
selama menghadapi Gempa Bumi Besar Hanshin-Awaji, Pemerintah Jepang
mengambil langkah untuk meninjau ulang dan mengamandemen pasal 105
dari Disaster Countermeasures Basic Act pada tahun 1995 dengan lebih
memfokuskan perhatian pada sistem respons cepat saat terjadinya bencana
(Nishikawa 2011: 35). Hasil dari amandemen tersebut adalah: (1) Perdana
Menteri dapat segera memobilisasi Self-Defense Forces tanpa menunggu
permohonan dari pemerintah daerah setempat terlebih dahulu; dan (2)
Perdana Menteri dapat segera menetapkan kondisi darurat bencana.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
49
3.1. Dari Bōsai no Hi ke Ryukku-sakku
Sejak tahun 1961 atau pada masa diundangkannya Disaster
Countermeasures Basic Act di Jepang, hingga saat ini, tanggal 1 September
setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pencegahan Bencana atau Bōsai no
Hi sebagai salah satu konsekuensi diterapkannya Disaster Countermeasures
Basic Act. Selama peringatan Bōsai no Hi atau dalam pekan tersebut,
dilaksanakan berbagai kegiatan pengurangan resiko bencana, termasuk
latihan menghadapi bencana. Kewajiban pelaksanaan latihan menghadapi
bencana menjadi salah satu konsekuensi dari penerapan Disaster
Countermeasures Basic Act 1961 (Cabinet Office, 2013) yang mewajibkan
pelaksanaan pelatihan menghadapi bencana sebagai implementasi dari
pencegahan bencana (DCBA, 1961: Art. 46, Para. 2). Dalam Laporan
Pemerintah Jepang mengenai pelaksanaan latihan menghadapi bencana
terpadu tahun 2013, Heisei 25-Nendo Sougou Bōsai Kunren Taikou (2013),
disebutkan empat tujuan dari pelaksanaan latihan menghadapi bencana,
yaitu :
1) mengimplementasikan fungsi evaluasi jaringan dan lembaga terkait
bencana, memverifikasi efektivitasnya, serta memfasilitasi kerjasama
antar lembaga tersebut;
2) menemukan tantangan dan kelemahan dalam rancangan pencegahan
bencana yang mungkin muncul selama pelaksanaan latihan, serta
merencanakan perbaikan berkelanjutan dari rancangan tersebut;
3) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran warga akan bencana
sehingga warga akan mampu berpikir mengenai “apa yang harus saya
lakukan” ketika bencana terjadi, serta mampu mengambil tindakan
respons dengan tepat;
4) menjadi media pengembangan diri dan pembelajaran mandiri bagi
warga terkait kebencanaan.
Di Jepang, latihan menghadapi bencana dilaksanakan oleh berbagai
pihak, baik di sektor pemerintahan maupun swasta, di sekolah-sekolah, di
lingkungan tempat tinggal, bahkan di pusat perbelanjaan (wawancara KN,
27 Nov 2013), dari tingkat pusat, prefektur, kota, hingga organisasi bencana
tingkat masyarakat, dengan frekuensi satu sampai dua kali dalam setahun.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
50
Pada tingkat pemerintah pusat maupun daerah, latihan menghadapi
bencana dilaksanakan secara terpadu pada tanggal 1 September atau pada
pekan tersebut setiap tahunnya, atau bertepatan dengan peringatan Bōsai
no Hi. Latihan menghadapi bencana terpadu ini disebut sebagai sougo
bōsaikunren dan dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini stakeholder
terkait kebencanaan, yang bertujuan untuk memastikan perencanaan
terhadap bencana berjalan dengan baik, menguji sistem penanganan
bencana, dan memastikan estimasi kerusakan yang disebabkan oleh
bencana (Cabinet Office 2011: 3).
Dalam konteks pelaksanaan latihan menghadapi bencana (bōsai
kunren) di Jepang, terdapat satu konsep penting yang terintegrasi di
dalamnya, yaitu: latihan mengevakuasi diri atau latihan evakuasi (hinan
kunren). Secara umum konsep hinan kunren dapat dimaknai sebagai
latihan bagaimana seseorang mampu untuk mengambil tindakan respons
yang cepat dan tepat ketika bencana terjadi, kemudian mengevakuasi
dirinya sendiri dengan selamat ke tempat yang aman. Selain latihan
mengevakuasi diri, ada juga latihan bagaimana cara merespons bencana,
misalnya latihan memadamkan api ketika terjadi kebakaran. (wawancara
YY (49), 12 Nov 2013). Berbeda dengan latihan evakuasi yang dilaksanakan
di dalam gedung dengan tujuan untuk berlatih mengevakuasi diri keluar
dari gedung tersebut saat terjadinya bencana. Latihan merespons bencana
biasanya dilakukan di area yang lapang dan terbuka. Di situ, orang-orang
akan berlatih cara-cara merespons bencana, seperti cara memadamkan api
baik dengan tabung pemadam api maupun dengan selang air (wawancara
KJ (22), 12 Nov 2013).
Latihan menghadapi bencana tersebut secara nyata dilaksanakan di
sekolah-sekolah. Latihan inilah yang kemudian menjadi ciri khas dari
pendidikan kebencanaan yang diselenggarakan di Jepang. Latihan ini
diselenggarakan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah,
dilaksanakan sebanyak dua kali setahun, dan wajib diikuti oleh seluruh
warga sekolah, mulai dari siswa, guru, hingga juru masak sekolah. Latihan
menghadapi bencana di lingkungan sekolah dilaksanakan selama setengah
hari, dari pagi hingga menjelang siang sehingga selama pelaksanaan
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
51
latihan, kegiatan belajar mengajar di kelas akan digantikan oleh materi
seputar pengetahuan kebencanaan serta latihan-latihan dalam
menghadapi bencana (wawancara KJ (22), 9 Nov 2013). Bagi siswa SD
maupun SMP, latihan ini dianggap menyenangkan karena memberikan
kesempatan bagi mereka untuk terbebas sejenak dari rutinitas belajar
sehari-hari, namun di sisi lain, menurut pengalaman informan semasa
duduk di bangku SD, walaupun dia pribadi merasa tidak terlalu memahami
pentingnya latihan tersebut, dia tetap mengikutinya karena sifatnya wajib.
Setelah duduk di bangku SMP kemudian SMA, informan telah mulai
mengerti pentingnya latihan tersebut, namun karena sudah merasa bosan,
dia dan teman-temannya pun mengikutinya dengan tidak terlalu serius.
Dilihat dari jenis latihan yang dilakukan, sebagian besar aktivitas
latihan yang dilakukan di lingkungan sekolah adalah latihan evakuasi,
maksudnya adalah latihan bagaimana mengevakuasi diri keluar dari
gedung sekolah atau universitas dengan cepat, tenang, dan tertib saat
terjadi bencana, dengan melewati jalur evakuasi yang telah ditentukan
sebelumnya. Selain itu, diajarkan pula langkah-langkah yang harus diambil
saat terjadi bencana, misalnya latihan melindungi diri di bawah meja saat
gempa bumi terjadi. Selanjutnya, seluruh warga sekolah akan melakukan
simulasi evakuasi diri ketika terjadi gempa bumi. Setelah mereka semua
keluar dari gedung, mereka akan berkumpul di tempat lapang dan
diberikan pengarahan dan pengetahuan kebencanaan oleh guru atau
penanggungjawab pendidikan kebencanaan di sekolah (wawancara TM
(41), 12 Nov 2013).
Selain di lingkungan pendidikan dasar-menengah, dan sejak tahun
2011 mulai dilaksanakan di lingkungan perguruan tinggi, latihan
menghadapi bencana juga dilaksanakan di lingkungan kerja dan lingkungan
masyarakat. Jika konten latihan di sekolah sebagian besar fokus pada
latihan bagaimana cara bertindak ketika terjadi bencana, misalnya gempa
bumi, serta latihan bagaimana cara untuk mengevakuasi diri keluar dari
bangunan, konten latihan di perkantoran biasanya juga dilengkapi dengan
latihan penggunaan tabung pemadam api dan alat AED1. Latihan
penggunaan alat pemadam ini dilakukan di areal lapang di luar gedung
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
52
perkantoran dan dilakukan dengan metode simulasi, yaitu praktik
memadamkan api secara langsung.
Pelaksanaan latihan menghadapi bencana di Jepang juga
dilaksanakan di lingkungan sekitar tempat tinggal masyarakat. Berbeda
dengan keikutsertaan dalam latihan di lingkungan sekolah dan lingkungan
kerja yang bersifat wajib, keikutsertaan dalam latihan di lingkungan
masyarakat ini lebih bersifat sukarela atas kemauan sendiri (wawancara TM
(41), 26 Nov 2013).
Dalam konteks pelaksanaan latihan menghadapi bencana di
lingkungan masyarakat ini, terdapat konsep jishu bousai soshiki atau
jishubou. Jishubou ini merupakan organisasi tingkat masyarakat yang
berhubungan dengan usaha pencegahan dan penanggulangan bencana.
Jishubou ini sudah ada di Jepang sejak era Edo dan pada awalnya terbentuk
dari shouboudan atau semacam perkumpulan petugas pemadam
kebakaran, dan tetap ada hingga saat ini (wawancara YY (49), 12 Nov
2013). Bajek et., al. (2007) menyebut bahwa jishubou ini merupakan
konsep khas Jepang yang membedakannya dengan negara-negara lain
dalam konteks partisipasi aktif komunitas masyarakat dalam usaha
pencegahan bencana. Di Jepang, sifat dari jishubou ini adalah swadaya
sehingga status keanggotaannya pun bersifat sukarela. Anggota jishubou ini
biasanya merupakan orang-orang yang peduli dengan isu-isu pendidikan
bencana, sehingga mereka meluangkan waktu mereka untuk
menyelenggarakan latihan menghadapi bencana di lingkungan mereka
tinggal (wawancara TM (41), 26 Nov 2013). Eksistensi jishubou ini berkaitan
erat dengan adanya chounaikai2 di lingkungan masyarakat Jepang yang di
dalamnya terdapat para tantousha yang bertanggungjawab terhadap
pelaksaanaan latihan tersebut. “Di sekolah (pendidikan kebencanaan)
diperoleh dari guru, di lingkungan tempat tinggal, diperoleh dari tantousha
(PIC; penanggungjawab) di daerah tersebut ...” (wawancara TM (41), 26
Nov 2013).
Eksistensi jishubou ini mengalami peningkatan terutama setelah
kejadian bencana Gempa Bumi Besar Hanshin-Awaji di Kobe tahun 1995
dan seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat Jepang akan
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
53
bencana. Peningkatan jumlah jishubou ini tidak terlepas dari campur
tangan Pemerintah Jepang, khususnya pemerintah daerah, yang
mendorong pembentukan jishubou, salah satunya adalah melalui
chounaikai (Bajek, et., al., 2007). Pelaksanaan latihan yang diadakan oleh
jishubou ini biasanya dilaksanakan di kouen atau di taman atau di tempat-
tempat yang lapang, dan diikuti oleh masyarakat yang tinggal di sekitar
wilayah dilaksanakannya latihan tersebut. Konten dari latihan ini pun lebih
berfokus pada bagaimana cara merespons bencana, seperti latihan cara
memadamkan api ketika terjadi kebakaran. Latihan di lingkungan
masyarakat ini biasanya diadakan satu kali dalam satu tahun dan
dilaksanakan pada hari libur, pada pekan peringatan bousai no hi, sehingga
akan lebih banyak elemen masyarakat yang bisa ikut serta dalam latihan.
Selain berlatih cara menggunakan alat pemadam api, masyarakat juga
diberikan pengetahuan mengenai titik evakuasi ketika bencana terjadi
(wawancara dengan KJ (22), 12 Nov 2013), dengan begitu, masyarakat di
lingkungan tersebut akan saling mengenal dan menjadi tahu lokasi titik
evakuasi ketika terjadi bencana besar yang menyebabkan mereka harus
mengungsi untuk sementara waktu.
3.3.Habitus Kesiapsiagaan Masyarakat Jepang
Di Jepang, pelaksanaan latihan menghadapi bencana diatur dalam
lima pasal dalam Disaster Countermeasures Basic Act 1961, dan
diselenggarakan secara nasional, baik di tingkat prefektur maupun di tingkat
kota (DCBA, 1961: Art. 46, Para. 2). Terhitung sejak pertama kali
dilaksanakan pada tahun 1961 hingga saat ini (tahun 2017), latihan telah
diadakan di Jepang selama 56 tahun, dan dilaksanakan di lingkungan
pendidikan dasar-menengah, dan setahun sekali di lingkungan pekerjaan.
Dengan begitu, penulis berasumsi bahwa seluruh masyarakat Jepang yang
berusia di bawah 58 tahun saat penelitian ini dilakukan, mempunyai
pengalaman ikut serta dalam latihan menghadapi bencana. Setidaknya
mereka telah mengikuti latihan selama 12 tahun atau sebanyak 24 kali
latihan (setahun dua kali) selama mereka duduk di bangku SD-SMA.
Hubungan antara pelaksanaan manajemen bencana, keikutsertaan
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
54
masyarakat Jepang dalam latihan menghadapi bencana,sertapembentukan
dan perwujudan kesiapsiagaan mereka dalam dunia sosial seperti yang telah
dijelaskan pada subbab sebelumnya, dapat dilihat dari perpektif teori
habitus dan praktik Bourdieu (1977, 1991). Secara teoretis, habitus
berperan sebagai medium dalam mengintegrasikan struktur dan agen,
namun di sisi lain, sebagai stuktur mental, habitus hanya diwujudkan di
dunia sosial melalui praktik. Bourdieu (1977: 72) menyebut habitus sebagai
structured structure, artinya sebagai struktur mental, habitus distruktur oleh
dunia sosial. Dalam konteks kesiapsiagaan masyarakat Jepang, konsep
tersebut dapat dipahami dari kutipan wawancara informan berikut ini:
“Karena (kami) sudah mengikuti latihan menghadapi bencana sejak masa
kanak-kanak, maka lahirlah pengetahuan mengenai apa yang harus dilakukan
(jika bencana gempa terjadi) secara alami, sesuai (dengan apa yang kami
dapatkan) saat mengikuti latihan yang berulang kali, sehingga ketika (bencana)
itu terjadi, tindakan-tindakan yang harus dilakukan tersebut, karena
pengetahuan itu sudah terinternalisasi (mi ni tsuiteiru), kami akan dapat
bertindak secara alami.”(wawancara TM (41), 26 Nov 2013).
Berdasarkan pengalamannya, pengetahuan kesiapsiagaan informan
TM lahir sebagai hasil keikutsertaannya dalam latihan menghadapi bencana.
Kesiapsiagaan tersebut, dilihat sebagai struktur mental yang terstruktur
melalui pelaksanaan latihan menghadapi bencana sebagai struktur objektif
yang berada di luar individu agen. Kesiapsiagaan informan tersebut
merupakan struktur mental yang terstruktur (structured structure) melalui
keikutsertaannya dalam latihan menghadapi bencana yang kemudian
terwujud dalam praktik kesiapsiagaan terhadap bencana. Dengan demikian,
dalam konteks penelitian ini, kesiapsiagaan tersebut bisa dilihat sebagai
habitus informan yang terstruktur melalui keikutsertaan dia dalam latihan,
sejak masa kecilnya. Selanjutnya, dalam pemikiran Bourdieu, habitus
merupakan product of history (1990: 91) yang nantinya akan mengarahkan
tindakan-tindakan agen, dan tindakan tersebut sesuai dengan skema yang
dihasilkan oleh sejarah (1990: 54). Bourdieu (1977: 72) menyebut habitus
sebagai structuring structure.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
55
Dalam konteks habitus sebagai product of history, habitus merupakan
seperangkat struktur mental yang bertahan lama dan diperoleh melalui
latihan berulang-ulang (Kleden, 2005 dalam Adib, 2012). Sebagai habitus,
kesiapsiagaan informan diperoleh melalui latihan menghadapi bencana yang
dilakukan berulang-ulang sejak masa kecil mereka, sehingga kesiapsiagaan
tersebut merupakan produk historis. Sedangkan habitus sebagai structuring
structure, dimaknai sebagai struktur yang menstruktur praktik agen dalam
dunia sosial. Kesiapsiagaan informan mempengaruhi dan mengarahkan
praktik kesiapsiagaannya dalam konteks respons terhadap bencana,
terutama dalam hal ini, bencana gempa bumi. Sebagai structuring structure,
habitus mampu mengarahkan agen dalam pemilihan tindakan mereka
dalam bentuk praktik kesiapsiagaan.
Dari hasil wawancara, didapatkan informasi bahwa informan
mempunyai kebiasaan-kebiasaan terkait praktik kesiapsiagaan, sebagai
berikut: (1) menyiapkan tas darurat (ryukkusakku) berisi cadangan pangan di
tempat tinggalnya di Jepang, sehingga jika sewaktu-waktu terjadi bencana,
mereka bisa mengungsi dengan tenang karena telah memiliki cadangan
makanan dan minuman (wawancara KJ, 12 Nov 2013 dan KR, 27 Nov 2013).
Di Jepang, tidak lazim ditemukan air konsumsi yang dikemas dalam kemasan
galon karena masyarakat bisa langsung mengonsumsi air dari pipa saluran
air di tiap-tiap rumah tangga. Oleh karenanya, masyarakat di daerah-daerah
yang sering dilanda gempa bumi memiliki kebiasaan menyiapkan air dalam
kemasan botol, sehingga jika sewaktu-waktu terjadi gempa besar, mereka
bisa mengungsi dengan membawa air minum dalam botol yang telah
disiapkan sebelumnya; (2) menyediakan tabung pemadam api di tempat
tinggalnya (wawancara TM, 12 Nov 2013); dan (3) tidak meletakkan barang-
barang besar di dekat tempat tidur agar terhindar dari resiko tertimpa
barang tersebut ketika terjadi gempa saat waktu tidurnya (wawancara YY, 27
Nov 2013). Praktik kesiapsiagaan tersebut dilakukan atas dasar kesadaran
pribadi akan resiko bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Sedangkan dalam konteks proses perwujudan habitus dalam dunia
sosial, terutama dalam karakteristiknya sebagai structuring structure,
habitus mempunyai karakteristik utama, yaitu bersifat pre-concious. Pre-
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
56
conscious berarti habitus berada di luar pertimbangan rasional (Kleden,
2005 dalam Adib, 2012). Habitus bukan merupakan hasil dari refleksi rasio
semata, habitus lebih merupakan spontanitas yang tidak disadari dan tidak
pula dikehendaki dengan sengaja, tetapi di lain sisi, habitus juga bukan
merupakan suatu gerakan mekanistis yang terjadi tanpa latar belakang
sejarah sama sekali (Kleden, 2005 dalam Adib, 2012). Dalam merespons
gempa bumi, tindakan pertama yang diambil masyarakat Jepang adalah
bersikap tenang, yang tercermin dalam ungkapan “reisei ni narimashou!”
(bersikaplah tenang!), dan kemudian segera bersembunyi di bawah meja
untuk melindungi dirinya dari resiko tertimpa perabotan atau pecahan kaca
sambil menunggu guncangan gempa bumi selesai (wawancara KJ, 9 Nov
2013; TM, 12 Nov 2013; YY, 13 Nov 2013, dan KN, 27 Nov 2013). Telah
tertanam dalam pikiran setiap informan, bahwa bencana seringkali
bersumber dari rasa panik berlebihan dan tidak terkontrol. Dengan
demikian, hal terpenting adalah untuk tidak bersikap panik dan segera
mengamankan diri mereka sendiri terlebih dahulu. Setelah guncangan
gempa berhenti, barulah mereka mengevakuasi diri ke luar
bangunan.Tindakan ini diambil juga didasarkan pada kepercayaan mereka
bahwa bangunan di Jepang yang dibangun setelah tahun 1981 telah
mengadaptasi struktur bangunan tahan gempa. Di samping itu, perabotan di
rumah tangga maupun di perkantoran di Jepang juga telah dilengkapi
dengan semacam besi penahan guncangan sehingga perabotan seperti
lemari atau rak buku, tidak akan jatuh karena goncangan gempa. Dalam
melakukan tindakan-tindakan respons tersebut, mereka berada dalam posisi
antara sadar dan tidak sadar.Oleh karena itu, kesiapsiagaan dalam konteks
respons tersebut bersifat pre-concious atau pra-sadar. Namun, sekali lagi
perlu ditekankan bahwa tindakan kesiapsiagaan tersebut bukan sebagai
tindakan mekanistis saja, namun juga dipengaruhi oleh analisis bagaimana
kesiapsiagaan tersebut distruktur dalam konteksnya sebagai product of
history dari pengalaman setiap informan, yang dalam konteks penelitian ini,
merupakan hasil dari keikutsertaan mereka dalam latihan menghadapi
bencana sejak masa kecil mereka.
Namun demikian, dalam konteks habitus dalam diri agen yang, sesuai
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
57
pandangan Bourdieu (1990: 14) dilihat secara individual, kesiapsiagaan
mungkin terwujud dalam praktik yang berbeda antara satu orang dengan
yang lainnya. Misalnya, informan TM yang notabene tinggal di apartemen di
daerah dekat Kobe, akan mengecek saluran gas di rumah tangganya, segera
setelah guncangan gempa utama berhenti dikarenakan di daerah Kobe,
Osaka, dan Hyogo jarang terjadi tsunami. Informan YY yang tinggal di daerah
Nagoya, prefektur Aichi yang terletak di daerah pesisir, akan segera
mengecek status tsunami melalui sistem informasi peringatan dini gempa
bumi atau jishin sokuhou yang bisa diakses melalui internet dan juga
disiarkan melalui media elektronik, seperti televisi dan radio. Kedua hal ini
menunjukkan bahwa walaupun habitus merupakan struktur mental yang
menstruktur tindakan agen, habitus tersebut dapat terwujud dalam praktik
yang berbeda untuk tiap-tiap agen.
Dari hasil wawancara mendalam, juga diperoleh informasi mengenai
karakteristik habitus yang kedua, yaitu transposable yang berarti bisa
dialihkan ke kondisi sosial yang lain walaupun habitus lahir dalam kondisi
sosial tertentu (Kleden, 2005 dalam Adib, 2012). Setiap informan diminta
untuk memperagakan tindakan yang harus diambil jika pada saat
wawancara berlangsung tiba-tiba terjadi gempa bumi. Hasilnya, setiap
informan merespons dengan tindakan-tindakan yang sama seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya jika seandainya terjadi gempa bumi saat itu,
meskipun mereka sedang berada di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa
habitus kesiapsiagaan dalam konteks respons terhadap bencana gempa
bumi tersebut akan tetap diwujudkan walaupun mereka berada dalam
kondisi sosial yang lain.
Sebagai struktur mental, habitus terinternalisasi ke dalam pikiran agen
dan dapat dialihkan ke kondisi sosial yang lain. Habitus kesiapsiagaan
informan lahir sebagai produk dari keikutsertaan mereka dalam pelaksanaan
latihan menghadapi bencana di Jepang, namun demikian, habitus tersebut
tetap dapat terwujud di Indonesia. Selain dalam konteks respons, habitus
kesiapsiagaan juga terwujud dalam konteks persiapan terhadap bencana,
seperti yang telah disebutkan sebelumnya, yang tampak pada sikap
informan KR yang menyiapkan alat-alat darurat, seperti senter (wawancara
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
58
KR, 27 Nov 2013) dan informan YY yang tidak meletakkan barang berukuran
besar di dekat tempat tidurnya (wawancara YY, 27 Nov 2013). Informasi
tersebut menunjukkan kemampuan habitus kesiapsiagaan informan yang
tetap terwujud meskipun mereka sedang berada di Indonesia.
Kembali kepada karakteristik habitus sebagai structuring structure
(Bourdieu 1977: 72), dari hasil wawancara juga didapatkan informasi bahwa
kesiapsiagaan juga menggerakkan masyarakat Jepang untukikut serta dalam
pelaksanaan latihan menghadapi bencana secara sukarela. “Namun, latihan
yang diadakan oleh lingkungan, bukan merupakan kewajiban. Orang yang
berminat, silakan untuk ikut, (keikutsertaan dalam latihan itu) bukan
merupakan sebuah kewajiban” (wawancara TM, 26 Nov 2013).
Keikutsertaan masyarakat Jepang dalam pelaksanaan latihan di lingkungan
masyarakat tidak lagi sepenuhnya merupakan ketertundukan mereka
terhadap peraturan tertentu, melainkan merupakan praktik yang diproduksi
oleh habitus dalam diri mereka. Habitus kesiapsiagaan yang mereka peroleh
sebagai produk internalisasi struktur dalam pelaksanaan latihan
menghadapi bencana, kemudian terwujud dalam keikutsertaan mereka
secara sukarela dalam pelaksanaan latihan di lingkungan masyarakat. Hal
tersebut diperkuat oleh data hasil penelitian Bajek, et., al. (2007) yang
menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan perkembangan jishubou
di Jepang, yang pada tahun 1988 hanya sebesar 31,7% meningkat menjadi
61,3% pada tahun 2003.
Dengan demikian, dalam penelitian ini, sesuai dengan pandangan
Bourdieu mengenai habitus dan praktik, pelaksanaan latihan menghadapi
bencana dilihat sebagai struktur dalam pembentukan habitus dan praktik
kesiapsiagaan informan terhadap bencana gempa bumi. Sedangkan agen
atau keagenan dalam penelitian ini, masih dalam pandangan Bourdieu
mengenai habitus, dilihat sebagai individual yang pendapat serta
pemikirannya berperan dalam pemilihan tindakan mereka di dunia nyata.
Sebagai struktur, pelaksanaan latihan menghadapi bencana menstruktur
habitus kesiapsiagaan informan, yang kemudian terwujud dalam dunia
sosial sebagai praktik kesiapsiagaan informan dalam konteks persiapan dan
respons terhadap bencana gempa bumi.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
59
4. Kesimpulan
Penelitian ini menemukan bahwa kesiapsiagaan informan dalam
konteks persiapan dan respons terhadap bencana gempa bumi, telah
menjadi suatu kebiasaan yang mendarah daging dan mengakar sedemikian
rupa sebagai akibat dari keikutsertaan mereka dalam latihan menghadapi
bencana di Jepang yang dilakukan secara periodik, berulang-ulang, dan
berkelanjutan sejak masa kecil mereka. Di samping itu, faktor memori dan
kondisi geografis juga turut mempengaruhi proses pembentukan
kesiapsiagaan tersebut. Kesiapsiagaan akan diwujudkan dalam bentuk yang
berbeda antar individu karena sangat dipengaruhi oleh faktor memori, yaitu
pengalaman terdampak bencana besar, dan faktor geografis, yaitu
kerentanan jenis bencana berdasarkan tempat tinggal. Pada tataran
struktur, sistem manajemen pencegahan bencana di Jepang yang sangat
menekankan pentingnya kesiapsiagaan pada tataran individu, secara tidak
langsung membentuk mental masyarakat Jepang yang siaga bencana. Dilihat
dari pandangan Bourdieu mengenai habitus dan praktik, kesiapsiagaan
tersebut dapat dilihat sebagai integrasi struktur dan agen, dalam hal ini
individu masyarakat Jepang, dalam konteks pelaksanaan manajemen
bencana di Jepang.
Habitus kesiapsiagaan dan praktik kesiapsiagaan adalah dua hal yang
saling berkaitan. Habitus kesiapsiagaan masyarakat Jepang yang distruktur
melalui pelaksanaan latihan menghadapi bencana hanya terwujud dalam
dunia sosial melalui praktik kesiapsiagaan, di sisi lain, praktik kesiapsiagaan
masyarakat Jepang tersebut distruktur oleh habitus kesiapsiagaan dalam diri
mereka. Temuan penelitian ini berimplikasi terhadap teori Bourdieu, bahwa
hubungan antara struktur, habitus, praktik, dan memori adalah benar dapat
diamati dalam hubungan antara pelaksanaan manajemen bencana dengan
pembentukan kesiapsiagaan informan terhadap bencana, yang pada
akhirnya akan melahirkan apa yang disebut sebagai “disaster culture” bagi
masyarakat Jepang atau dengan kata lain masyarakat Jepang yang siaga
bencana.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
60
Daftar Referensi
Act No. 223. Disaster Countermeasures Basic Act. DCBA.15 November 1961.
Japan.
Adib, M. (2012).Struktur dan Agen dalam Pandangan Pierre Bourdieu.Jurnal
Bio Kultur, I, 2, 91-110.
Adiyoso, W.,& Kanegae, H. (2012).The Effect of Different Disaster Education
Programs on Tsunami Preparedness among School Children in Aceh,
Indonesia.Disaster Mitigation of Cultural Heritage and Historic Cities,6,
165-172.
Aoki, M., & Hayashi, K. 2007-Nen Notohantō jishin hassei-ji ni okeru chiiki
jūmin no tsunami ni kansuru ishiki to saigai kaihi kōdō (Attitudes and
Evacuation Behavior of Residents during the Tsunami after the Noto
Hanto Earthquake in 2007). Chirigaku Hyouron (Journal of Geographical
Review of Japan),82(3), 243-257.
Bajek, R., Matsuda, Y., Okada, N. (2008). Japan’s Jishu-bōsai-soshiki
Community Activities: Analysis of Its Role in Participatory Community
Disaster Risk Management. Natural Hazards, 44, 281-292.
Bourdieu, P. (1977). Outline of Theory of Practice.Cambridge: Cambridge
University Press.
_____. (1990). The Logic of Practice. Cambridge: Polity Press.
Budianto, F. Pelaksanaan Latihan Menghadapi Bencana sebagai Struktur
dalam Pembentukan Habitus dan Praktik Kesiapsiagaan Masyarakat
Jepang Terhadap Bencana Gempa Bumi. Skripsi Sarjana, Program
Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia,
Jakarta.
Briceno, S. (2015). Looking back and beyond Sendai: 25 years of
international policy experience on disaster risk reduction. International
Journal of Disaster Risk Science 6(1), 1–7.
Cabinet Office Japan. (2008). Shizen saigai no `gisei-sha zero' o mezasu
tame no sōgō puran (Rencana Terpadu Yang bertujuan untuk Zero
Victim ketika Bencana Alam terjadi). Tokyo: Cabinet Office.
_____. (2011). Nihon no Saigai Taisaku. (Manajemen Bencana di Jepang).
Tokyo: Director General for Disaster Management. Diakses pada 18
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
61
Agustus 2013 dari laman
http://www.bousai.go.jp/1info/pdf/saigaipanf_e.pdf
_____. (2013). Heisei 25 Nen Do Sōgō Bōsai Kunren Taikō. (Laporan Resmi
Pemerintah Jepang mengenai Pelaksanaan Latihan Menghadapi
Bencana Terpadu). Tokyo: Cabinet Office. Diakses pada 30 September
2013 dari laman http://www.bousai.go.jp/oukyu/pdf/h25taiko.pdf
Carter, W. N. (1991). Disaster Management.MandaluyongCity : Asian
Development Bank.
Fujimura, K., Ishii, K., Sakaguchi, M., Murakawa, Y., Akihara, S. (2013). Saigai
sabaiparu shimin wo mezasu serufukea shien dai 1-pō: Toshi-bu ni
sumu chiiki jūmin no saigai ni taisuru chishiki, ishiki, kōdō no kanren.
(Self-care Support for Survival Citizens: Relationship between
Knowledge, Attitude, and Practice of Disaster Preparedness). Osakashi
Ritsudaigaku Kangogaku Zasshi, (Journal of Nursing Science, Osaka City
University), 9,21-30.
Fukami, Maki dan Hisamoto, Norio.(2010). A General View of Japanese
Disaster Prevention System.Kyoto Daigaku Gakuin Keizaigaku
Kenkyuuka. Diakses iunduh pada 4 Oktober 2013 dari laman
http://repository.kulib.kyoto-
u.ac.jp/dspace/bitstream/2433/108675/1/115.pdf
International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies. (2012).
World Disasters Report 2012 : Focus on Forced Migration and
Displacement. Geneva: IFRC.
Kamaishi City, Gunma University. (2010). Kamaishi Tsunami Bousai Kyouiku
no tame no Tebiki. (Buku Petunjuk Pendidikan Pencegahan Bencana
Kota Kamaishi). Diakses pada 12 Desember 2013 dari laman
http://www.ce.gunma-u.ac.jp/kamaishi_tool/doc/manual_full.pdf
Oral, M., Yenel, A., Oral, E., Aydin, N., Tuncay, T. (2015).Earthquake
experience and preparedness in Turkey.DisasterPrevention and
Management, Vol. 24, Iss: 1, 21 – 37.
Nakabayashi, I., Aiba, S., & Ichiko, T. (2008). Pre-Disaster Restoration
Measure of Preparedness for Post-Disaster Restoration in
Tokyo.Journal of Disaster Research Vol. 3, 6, 407-415.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
62
National Police Agency, Japan. (2016). "Damage Situation and Police
Countermeasures”. Report by National Police Agency of Japan. Diakses
pada 4 Maret 2016 dari laman
http://www.npa.go.jp/archive/keibi/biki/higaijokyo_e.pdf
Navarro, Z. (2006). “In Search of a Cultural Interpretation of Power: The
Contribution of Pierre Bourdieu.” IDS Bulletin Vol. 37, 6, 11-22.
Nishikawa, S. (2011). Japan’s Preparedness and the Great Earthquake and
Tsunami. in Y. Funabashi & H. Takenaka (Eds.), Lesson From the
Disaster: Risk Management and the Compound Crisis presented by the
Great East Japan Earthquake. Tokyo: The Japan Times Press.
Okada, N., Fang, L., Kilgour D. Marc. (2013). Community-based Decision
Making in Japan.Operation Research & Decision Theory, 22, 45-52.
Sutton, J. & Tierney, K. (2006).Disaster Preparedness: Concept, Guidance,
and Research. Boulder: University of Colorado.
The Asahi Shimbun. (2011). Tsunami Drills Paid Off for Hundreds of
Children. The Asahi Shimbun Diakses pada 7 Desember 2013 dari
laman
http://ajw.asahi.com/article/0311disaster/life_and_death/AJ20110323
3378
Wacquant, L. (2011). Habitusas Topic and Tool: Reflections on Becoming a
Prizefighter. Qualitative Research in Psychology, 8, 81-92.
Weichselgartner, J., Pigeon, P. (2015). The Role of Knowledge in Disaster
Risk Reduction.International Journal of Disaster Risk Science, 6, 107-
116.
Winchester, D. (2008). Embodying the Faith: Religious Practice and the
Making of a Muslim Moral Habitus.Social Force Vol. 86, 4, 1754-
1780.
Wawancara Mendalam
K, J. (9 November 2013).
---------- (12 November 2013).
---------- (27 November 2013).
K, N. (27 November 2013).
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
63
T, M. (12 November 2013).
---------- (26 November 2013) .
---------- (29 November 2013) .
Y, Y. (13 November 2013).
---------- (25 November 2013).
Panduan Wawancara Mendalam:
個人情報:氏名、年齢、出身
1. 災害について、思い浮かぶことは何ですか。
2. 自然災害のこと、例えば、吹雪、地震、津波等をどういう風に考
えているのでしょうか。
3. 地震の際、何を準備するのですか。
4. 地震の際、何をすればいいですか。
5. もし、今、地震が起こったら、どのような活動を取るべきです
か。
6. 防災訓練に参加したことありますか。
7. どこで防災訓練に参加しましたか。
8. そのとき、どのような訓練・活動をしていましたか。
9. なぜ防災訓練に参加しようと思いましたか。
10. 防災訓練のメリットは何と考えるのでしょか。
11. 防災訓練はあなたの生活にどのような影響を与えましたか。
Catatan:
1AED (automated external defibrillator) adalah sejenis alat portabel untuk
pertolongan pertama pada serangan jantung pada manusia.
2Chounaikai adalah semacam organisasi di tingkat masyarakat
Jepang sebagai penghubung antara warga masyarakat dengan pemerintahan
dalam hubungan kooperatif *Kurata (2000) dalam Bajek et., al., (2007)+.
Chounaikai bisa dimaknai sebagai organisasi semacam Rukun Tetangga/
Rukun Warga (RT/RW) di Indonesia.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
64
Peran Beruang Dalam Perayaan Iyomante Sebagai Upacara Keagamaan Ditelusuri dari Elemen Ritual
Irma Rachmi Yulita
Abstract The bear’s role as an element inside Iyomante ceremony seen from ritual element would be discussed as this paper’s theme and research’s topic. Aside from bear’s role in Iyomante, this paper will also discuss how Iyomante was categorized as a religious ceremony seen from its procession and ritual elements. The relevance between previous researches with paper’s creation was in deeper and more detailed analysis to investigate bear’s role in Iyomante. This paper is written in order to find out the main factor on why bear plays an important role both in Iyomante and Ainu culture. Research’s method used books and articles which concerned about Ainu culture included Iyomante’s literature studies. From this research, it was concluded that bear is not only taken the role as the kamui in disguise himself but also taken role as a communication tool between gods and humans. Another conclusion from this paper is that Iyomante in fact a religious ceremony with Ainu belief’s characteristics with influence from Shinto belief. This conclusion was made based on similarities between Iyomante’s procedures with those of Shinto’s religious ceremony procedures. Keywords: Iyomante; ceremony; Ainu tribe; ritual; bear; element.
1. Pendahuluan
Sebagai negara yang memiliki kekayaan budaya dan menguasai
teknologi tinggi, Jepang terkenal dengan berbagai ragam festivalnya.
Matsuri merupakan istilah orang Jepang dalam menyebut festival.Matsuri
pada dasarnya adalah sebuah tindakan simbolis di mana para peserta
memasuki tahap berkomunikasi secara aktif dengan para dewa (Kodansha
1999, 509).Terkadang, matsuri melingkupi elemen keceriaan dan
kepentingan komersial. Tujuannya menyampaikan rasa syukur dan doa
kepada dewa (kami), dan memberikan sesajen agar panen berlimpah serta
dihindarkan dari bencana. Matsuri dipengaruhi oleh ajaran Shinto, Buddha
dan terkadang animisme. Beberapa contoh matsuri di Jepang adalah
Hinamatsuri, Sichi-go-san, dan Obon.
Matsuri bernuansa Shinto dipimpin oleh kannushi (pendeta Shinto)
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
65
dan bonze (pendeta Buddha) untuk matsuri bernuansa Buddha.Di satu sisi,
pelaksanaan matsuri pada dasarnya diselenggarakan di dalam kuil. Di sisi
lain, tidak sedikit matsuri bahkan sebenarnya tidak terkait dengan suatu kuil
Shinto atau kuil Buddha. Kadang matsuri lebih berfungsi sebagai sebuah
bentuk penghiburan daripada sebuah upacara keagamaan yang
religius.Selain memiliki unsur penghiburan, matsuri juga memiliki fungsi
sebagai pemersatu sosial.Masyarakat Jepang mempercayai bahwa perayaan
dan upacara keagamaan merupakan satu kesatuan. Sekalipun terdapat
perbedaan pendapat atau pertentangan, mereka akan tetap melaksanakan
matsuri meskipun jumlah peserta yang berpartisipasi dalam matsuri
tersebut sedikit. Selain fungsi keagamaan dan sosial, matsuri juga memiliki
fungsi ekonomi dalam menggerakkan perekonomian masyarakat
sekitar.Misalnya menjadi daya tarik wisata dan meningkatkan perdagangan
jual-beli.
Iyomante merupakan salah satu matsuri dari suku Ainu,
Hokkaido.Iyomante berasal dari kata suku Ainu, yakni ‘mengirim kembali roh
beruang (ke dunia lain)’. Iyomante dijelaskan lebih jauh sebagai upacara
mengurbankan dan kemudian mengirim roh anak beruang yang dilakukan
pada bulan Januari atau Februari sebelum perburuan beruang dimulai pada
musim semi setidaknya setahun sebelumnya (Watanabe 1972, 75).Iyomante
dilaksanakan ketika musim dingin sedang berada di puncaknya. Suku Ainu
bermata pencaharian pemburu yang mencari makan dengan memancing
dan mengambil sayuran liar. Selain berburu, suku Ainu juga menanam millet
(sejenis tanaman serealia).Beruang dianggap penting bagi suku Ainu, daging
dan kulitnya dimanfaatkan baik untuk kehidupan sehari-hari maupun
diperjual-belikan dengan orang Jepang (Wajin).
Iyomante sebenarnya dilarang melalui sebuah peraturan pada 1790
oleh pemerintah Jepang pada masa itu karena dianggap terlalu
kejam.Peraturan tersebut sebenarnya lebih bertujuan mengukuhkan
kebijakan pembauran suku Ainu dengan orang Jepang yang hendak
menyerobot tanah suku Ainu.Namun, larangan itu kemudian dicabut dan
suku Ainu tetap melaksanakan Iyomante.Pada akhir tahun 1970-an,
Iyomante dimodifikasi sedemikian rupa sehingga meskipun masih
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
66
menggunakan beruang, binatangnya tidak dibunuh, bahkan dilepas-
liarkan.Saat ini, Iyomante diselenggarakan sebagai atraksi turis.Tidak seperti
pelaksanaan Iyomante sebelum tahun 1970-an, Iyomante masa kini
diselenggarakan saat musim panas.
Suku Ainu memiliki kepercayaan terhadap kamui.Kamui adalah nama
sebutan suku Ainu untuk dewa atau roh-roh dengan kemampuan di luar
kekuasaan manusia (Munro 1996, 9). Dewa yang disembah suku Ainu cukup
bervariasi, beberapa contoh diantaranya kamuiapi, kamui burung, kamui
beruang, dan kamui rumah. Dalam upacara-upacara keagamaan, selain
diberikan sesajen berupa makanan dan minuman, kamui umumnya
diberikan inau.Inau adalah tongkat dari pohon willow yang disayat sehingga
serutannya berbentuk kumpulan di ujungnya. Inau kadang dibuat tanpa
serutan dan seringkali ditambahkan simbol-simbol tertentu, tergantung
kamui yang disembah.Inau umumnya dipersembahkan kepada kamui
meskipun pada zaman sekarang, fungsi inau lebih kepada peralatan upacara
religius.
Tujuan penulisan jurnal adalah menyelidiki faktor penyebab mengapa
beruang berperan penting baik dalam Iyomante maupun kebudayaan suku
Ainu. Selain itu penulisan jurnal bertujuan untuk menemukan jawaban dari
pertanyaan penelitian, yakni:
1. Bagaimana peran beruang sebagai elemen dalam upacara
Iyomante.
2. Bagaimana Iyomante dapat dikategorikan sebagai upacara
keagamaan dilihat dari prosesi dan elemen ritual.
Pendekatan dalam jurnal ini akan menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode studi kepustakaan. Buku-buku dan jurnal ilmiah menjadi
bahan utama dari studi kepustakaan.
2. Penelitian Terdahulu
Jurnal ini menggunakan 3 penelitian dari jurnal internasional yang
dijadikan sebagai penelitian terdahulu.Penelitian terdahulu pertama adalah
jurnal berjudul ‘The Sending Back Rite in Ainu Culture’.Jurnal ini membahas
salah satu alasan bagaimana upacara Iyomante membentuk sebuah
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
67
rangkaian ritual rumit (Hiroshi 1992: 256-260). Rangkain ritual ini kemudian
membentuk rantai kebudayaan dan sistem kepercayaan suku Ainu sehingga
terhubung satu sama lain. Pembahasan juga berkisar pada perpektif suku
Ainu dan usaha-usaha mempertahankan bentuk dasar kebudayaan Ainu di
zaman modern.Metode penelitian menggunakan metode studi
kepustakaan.Hasil penelitian memperlihatkan bahwa melestarikan
Iyomante menjadi langkah utama dalam melestarikan kebudayaan Ainu di
tengah gelombang modernisme.
Penelitian terdahulu berikutnya adalah jurnal berjudul ‘Ainu bear
Festival (Iyomante)’ karya Joseph M. Kitagawa.Isi dari jurnal
memperdebatkan asal muasal suku Ainu, tradisi, dan kepercayaan suku
Ainu.Pembahasan terutama dipusatkan dengan penyembahan kamui atau
dewa dan relasi mereka dengan manusia melalui peran beruang dalam
Iyomante.Hasil penelitian memperlihatkan Iyomante sebagai ritual yang
memperkuat solidaritas seta persatuan suku Ainu.Dengan penyelenggaraan
Iyomante, mereka disadarkan bahwa mereka bukan hanya manusia yang
terikat dengan hubungan di dunia semata tetapi juga merasakan ikatan
antara dunia manusia dengan dunia dewa.
Penelitian terdahulu ketiga adalah jurnal berjudul ‘The Traditional
Festival in Urban Society’.Jurnal ini membahas sifat festival-festival Shinto
masa kini di masyarakat perkotaan, mengambil beberapa contoh matsuri di
Tokyo seperti festival Kanda (Sonoda 1975: 103-107).Jurnal ini juga
membahas tipe elemen dalam matsuri, yakni ritual dan perayaan.Masing-
masing elemen terbagi 5 tahapan dan meskipun cukup berbeda, masing-
masing secara garis besar seolah seperti langkah-langkah ketika kita
menyambut tamu terhormat.Prosesi festival Kanda pada masa sekarang
kemudian dibandingkan dengan prosesi pada zaman Edo.Jurnal ini
menggunakan metode observasi dan studi kepustakaan sebagai metode
penelitian.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi pergeseran
simbolisasi pada festival Kanda di zaman modern.Simbolisasi religius tidak
terlalu ditekankan dan sebaliknya, sebagian festival seperti festival Kanda
dilaksanakan karena bergantung faktor sosial, ekonomi, dan politik.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
68
Pada penelitian terdahulu pertama dan kedua, penjelasan mengenai
Iyomante tidak melingkupi apakah upacara ini bersifat ritual keagamaan
atau bukan.Tidak terdapat penjelasan mendalam apakah Iyomante benar-
benar merupakan sebuah ritual atau upacara yang sarat dengan nilai
religius di sekitar peyembahan beruang atau hanya sekedar reka ulang
kondisi sebuah perburuan.Penelitian terdahuluketiga tidak menjelaskan
apakah langkah-langkah dari elemen ritual dan perayaan dapat diterapkan
pada matsuri dan upacara di luar Shinto, misalnya Iyomante. Dengan
pertimbangan kekosongan pada ketiga penelitian terdahulu, penelitian ini
akan menjelaskan peran beruang dalam Iyomante sebagai sebuah upacara
keagamaan. Penelitian ini juga akan menjelaskan langkah-langkah
pelaksanaan Iyomante sebagai upacara keagamaan berdasarkan elemen
ritual.
3. Kerangka Teori
3.1 Konsep Matsuri
Matsuri, seperti yang sebelumnya telah dijelaskan, merupakan
kegiatan spiritual yang bertujuan untuk menyampaikan doa beserta rasa
syukur kepada kami. Kata itu mempunyai dua arti, yakni matsuri
(merayakan, festival) dan matsuru (memuja).Matsuri sendiri sebenarnya
terdiri dari elemen keupacaraan dan perayaan karena salah satu dari kedua
elemen dapat mendominasi prosesi suatu matsuri. Upacara keagamaan
didefinisikan sebagai tindakan keupacaraan yang dilaksanakan berdasarkan
bentuk-bentuk sesuai dengan gaya formal serta dalam suasana
kekhidmatan. Perayaan didefinisikan sebagai tindakan secara simbolis
dilaksanakan dengan kegembiraan dan secara spontan. Sonoda (1975, 105)
menjelaskan perihal matsuri sebagai berikut:
“In Shinto ceremonies generally, the ritual element is primary and essential,
the festive element secondary and dispensable. In matsuri however, both
elements are essential.”
Terjemahan:
Secara dalam upacara-upacara Shinto, elemen keupacaraan adalah elemen
utama dan penting, elemen perayaan merupakan elemen yang kurang penting
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
69
dan tidak diperlukan.Akan tetapi dalam matsuri, kedua elemen adalah
penting.
3.2. Konsep Iyomante
Kimura (1999, 90—91), mengutip pendapat Smith (1982, 53—65)
bahwa semua upacara beruang seperti Iyomante bertujuan untuk
mempresentasikan kondisi perburuan sempurna yang tidak dapat dilakukan
para pemburu di alam liar. Bahkan lebih jauh, Smith menganggap upacara-
upacara itu sebagai cara para pemburu menunjukkan bagaimana para
pemburu seharusnya berburu binatang. Seorang peneliti lain menyatakan
Iyomante sebagai upacara keagamaan untuk membagikan daging binatang
buruan ke semua peserta upacara, oleh karena kegiatan berburu suku Ainu
berhubungan dengan ranah suci (Sjöberg 1993, 52). Akan tetapi, Kimura
menyangkal dan berpendapat bahwa Iyomante adalah lebih dari sekadar
upacara keagamaan yang mempertunjukkan kondisi perburuan sempurna.
Kimura (1999, 91) menyatakan bahwa:
“The Ainu Iyomante is a very complex ceremony, consisting of a variety of
rituals, myths, and symbols which vary from area to area in history.”
Terjemahan:
Iyomante suku Ainu adalah sebuah upacara yang sangat sangat rumit, terdiri
dari berbagai macam upacara, dongeng, dan simbol, yang bervariasi dari area
ke area dalam sejarah.
Peneliti lain bernama Kitagawa (1961, 97) juga menyuarakan
pendapat bahwa baik upacara keagamaan Ainu yang berada di Sakhalin dan
Hokkaido saling berbeda. Bahkan di Hokkaido, kebudayaan satu suku Ainu
dengan suku Ainu lain memiliki perbedaan.
Tidak dapat disangkal bahwa Iyomante adalah upacara pengurbanan.
Di satu sisi dan dilihat dari norma susila, upacara ini dapat digolongkan
sebagai tindak pelanggaran atas penganiayaan terhadap makhluk hidup.
Tata cara suku Ainu mengurbankan beruang tidak dapat dikatakan
manusiawi. Di sisi lain, penulis lebih menyetujui pendapat Kimura bahwa
Iyomante sebagai upacara keagamaaan yang bukan bertujuan untuk
memperlihatkan situasi perburuan seperti dikemukakan Smith sebelumnya.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
70
Apabila diteliti serta dipahami lebih jauh, Iyomante bukan sekadar matsuri
pengurbanan beruang. Sebaliknya, Iyomante mengandung berbagai nilai-
nilai beserta pemikiran religius suku Ainu tentang alam, dunia, dan
dewa.Terlebih posisi beruang beruang dalam upacara tersebut tidak hanya
sekadar objek upacara.
4. Metode Penelitian
Metode penelitian menggunakan tinjauan pustaka berupa buku,
jurnal ilmiah, dan website akurat. Pengambilan data mengenai suku Ainu
dan upacara Iyomante diambil dari Distrik Saru. Beberapa kota yang
dijadikan tempat pengambil data adalah Toyohata, Nibutani, dan Shizunai.
Sementara dari Distrik Yūfutsu, diambil kota Mukawa sebagai tempat
pengambilan data. Selain profesor orang Jepang, sumber informasi
didapatkan dari orang-orang suku Ainu baik berdarah campuran dan yang
masih murni.
5. Analisis dan Diskusi
5.1 Beruang sebagai Elemen Kepercayaan Penting Iyomante
Dalam Iyomante, beruang adalah pusat kepercayaan religius dari
Iyomante dan dalam suku Ainu. Upacara tersebut merupakan pusat dari
kebudayaan mereka. Iyomante adalah satu kesatuan sistem yang
menyatukan seluruh kebudayaan Ainu. Tanpa beruang, Iyomante tidak akan
dapat dilaksanakan dan tanpa Iyomante, kebudayaan suku Ainu tidak dapat
menemukan bentuknya seperti yang kita ketahui sekarang. Terdapat alasan
mengapa beruang menjadi elemen penting dalam pelaksanaan Iyomante.
Kepercayaan suku Ainu menyatakan bahwa alam semesta yang terdiri
dari berbagai dunia adalah satu kesatuan dipisahkan oleh suatu sekat-
sekat.Dunia-dunia ini berhubungan dan berjalan dengan keselarasan,
semua makhluk di dalamnya menjaga keselarasan hubungan antardunia
(Black 1998, 344).Demi tujuan ini, dibutuhkan ‘jembatan penghubung’ agar
setiap dunia yang ada dapat saling berkomunikasi.Hewan merupakan
penghubung antara dunia manusia dan dewa karena dunia hewan menjadi
dunia perantara yang terletak diantara dunia manusia dan dewa.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
71
Hewan-hewan yang dianggap mampu menjadi perantara adalah
hewan berpenampilan fisik tidak biasa dan lebih istimewa dibandingkan
hewan lain, contohnya beruang dan paus pembunuh (orca). Di satu sisi,
beruang memiliki ciri-ciri khas sebagai hewan. Di sisi lain, beruang
menyerupai manusia dalam beberapa aspek; pemakan segala, memiliki
tempat tinggal dan anatomi tubuh yang menyerupai manusia.Faktor-faktor
ini yang menjadikan beruang sebagai perantara sempurna untuk kedua
dunia di dalam upacara Iyomante.
5.2. Kisah Rakyat yang Melatar-belakangi Iyomante
Pelaksanaan upacara keagamaan ini dilatar-belakangi oleh sebuah
yukar (kisah rakyat) suku Ainu yang mengisahkan dewa beruang pengasuh
seorang bayi yang tak sengaja ditinggalkan di hutan.Beruang tersebut
datang karena tertarik dengan nyanyian seorang wanita yang sedang
mandi.Karena ketakutan dengan kemunculan beruang, wanita tersebut lari
dan meninggalkan anaknya yang masih bayi.Beruang itu kemudian merawat
bayi tersebut dengan memberi asupan makanan melalui lidahnya.Warga
desa menemukan keduanya selang beberapa hari kemudian.
Awalnya mereka sempat salah paham bahwa beruang itu hendak
memakan sang bayi. Setelah mengetahui beruang tersebut sebenarnya
merawat sang bayi, mereka menganggap sang beruang sebagai dewa dan
dibawa ke desa dan menyelenggarakan festival beruang (Iyomante) serta
mempersembahkan beragam sesajen. Kamui beruang tersebut kemudian
dikirimkan kembali. Yukar ini selalu dinyanyikan ketika upacara Iyomante
berlangsung.
Snyder (1979) menerjemahkan yukar ini ke dalam bahasa Inggris.
Berikut adalah beberapa penggalan paragraf yukar mengenai sudut
pandang sang kamui beruang dalam pelaksanaan Iyomante:
“After that crowds of young men and crowds of young women gathered
together. Those who were making dumplings went running about this way and
that. Those who were whittling inau were playing their whitlling knives
together this way and that. They continued to make inau until now it was time
for me to be dismissed.”
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
72
“I was given one bundle of inau and one bundle of dumplings and went
outside. After that I went on my way until I came back to my own home. I went
inside. Before I had arrived, bundles of dumplings and piles of inau had been
delivered in through the window. The floor at the head of the fireplace was
filled up with all the many dumplings and the many inau.”
Terjemahan:
Sekelompok pemuda dan sekelompok pemudi berkumpul bersama
setelahnya. Mereka yang membuat cemilan kue pergi sambil berlari ke sana
kemari. Di sana-sini, mereka bersama-sama berkutat dengan pisau mereka
dan mengukir inau.Mereka terus membuat inau hingga tiba waktunya
melepas pulang aku.
Aku diberikan seikat inau dan seikat kue bola lalu pergi keluar (dari
jasad).Setelah itu aku dalam perjalanan pulang sampai aku pulang ke
rumahku.Aku masuk ke dalam rumah.Berikat-ikat cemilan kue dan tumpukan
inau telah dikirimkan melalui jendela sebelum aku datang.Di lantai dekat
perapian telah terdapat banyak cemilan kue dan inau.
5.3 Periode Interaksi antara Ainu-Wajin
Iyomante telah dipraktekan dalam waktu yang lama, akan tetapi baru
secara resmi terdokumentasikan pada pertengahan menjelang akhir abad
ke-18 (Utagawa 1992, 259). Pada abad ke-18, suku Ainu yang terdesak oleh
migrasi Wajin hanya dapat tinggal di wilayah terbatas di Hokkaido.Pada
akhir abad ke-19, Wajin berpindah ke Hokkaido dalam jumlah besar dan
hampir tidak ada perlawanan berarti dari suku Ainu.Sebenarnya suku Ainu
pernah mengeluarkan protes dan pemberontakan beberapa kali tapi
kebanyakan dipadamkan dengan jalan damai. Selama interaksi ini
berlangsung, banyak penduduk dari suku Ainu kemudian menikah dengan
Wajin. Untuk memudahkan identifikasi proses interaksi, periode interaksi
Ainu dan Wajin terbagi ke dalam 4 periode.
Periode pertama berlangsung pada tahun 1514-1868.Pada periode ini,
Wajin bermigrasi memasuki wilayah Hokkaido yang saat itu masih bernama
Ezo.Mengikuti tahun 1790, pemerintahan Tokugawa mengeluarkan
peraturan yang menyebutkan bahwa Hokkaido berada di bawah kekuasaan
para daimyō (penguasa tanah pada zaman pemerintahan keshogunan
Tokugawa).Walau ada perlawanan dari Ainu, perlawanan dapat dilunakkan
dan para Wajin mulai berinteraksi dengan suku Ainu melalui
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
73
perdagangan.Fase kedua berlangsung dari tahun 1869-1899 dan pada
periode ini, orang Wajin melakukan pendudukan di Hokkaido. Di saat yang
sama, pelarangan mengenai pelaksanaan Iyomante dikeluarkan dan suku
Ainu diminta untuk mulai beralih ke pertanian.
Peraturan ini ditentang secara keras oleh suku Ainu dengan alasan jika
Iyomante dihentikan, mereka tidak bisa mendapatkan persediaan makanan
mengingat suku Ainu mendapatkan makanan dari hasil perburuan.
Kekhawatiran akan pemberontakan dan kesadaran bahwa suku Ainu tidak
dapat dipaksa, membuat pemerintahan Tokugawa mengambil tindakan
untuk mencabut peraturan tersebut. Periode ketiga interaksi antara suku
Ainu dan Wajin terjadi pada tahun 1899-1968.Pemerintahan Tokugawa
yang digantikan pemerintahan Meiji melakukan pembauran terhadap suku
Ainu. Pembauran ini dilakukan dengan cara ‘pembudayaan’ dan
mengeluarkan berbagai peraturan ketat. Contohnya melarang kaum
perempuan untuk bertato, melarang kaum laki-laki untuk memakai anting,
semua anggota suku Ainu diharuskan mempelajari bahasa Jepang,
penggunaan nama Jepang, dan lain-lain. Periode keempat berlangsung
semenjak tahun 1969, yakni membentuk kembali kepercayaan serta nilai
suku Ainu. Pada periode ini, tata cara penyelenggaraan Iyomante dirubah
oleh pemerintahan Jepang.
Di satu sisi, banyak kebudayaan suku Ainu perlahan menghilang
sebagai dampak dari pendudukan Wajin. Di sisi lain, bentuk baru
kebudayaan Ainu terbentuk dari kolonialisasi Wajin di wilayah Ainu.
Iyomante termasuk kebudayaan suku Ainu yang berusaha dihapuskan
melalui larangan membunuh beruang. Meskipun begitu, larangan tersebut
mendapat tentangan sehingga dihapuskan.Bentuk orisinal Iyomante tetap
bertahan setidaknya hingga abad ke-20 sebelum dimodifikasi oleh
pemerintahan Jepang.
5.4 Pelaksanaan Iyomante
Dalam pelaksanaan upacara keagamaan ini, Iyomante umumnya
dilakukan oleh shine itokpa atau grup yang terdiri dari beberapa desa Ainu
di sepanjang suatu sungai. Meskipun begitu, ekashi-lah yang akan
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
74
memimpin upacara ini. Ekashi adalah sesepuh laki-laki berkedudukan tinggi
di kalangan penduduk desa Ainu.Ekashi berperan sebagai shaman di desa.
Ekashi hanya sebutan yang diperuntukkan kepada shaman laki-laki,
sementara tusu merupakan sebutan untuk shaman perempuan.Oleh karena
kedudukan dan fungsinya sebagai shaman atau ahli spiritual, ekashi menjadi
pemersatu komunitas suku Ainu.Di kalangan penduduk desa Ainu, posisi
ekashi sangat dihormati. Selain diartikan sebagai shaman, ekashi juga
memiliki arti lain sebagai ‘kakek’ yang mungkin merujuk pada usia sang
ekashi (posisi ekashi selalu diisi oleh orang sepuh) dan ‘nenek moyang’.
Selain memimpin upacara-upacara, ekashibertugas untuk menjadi
perantara manusia dan kamui dengan berdoa kepada arwah leluhur dan
para kamui. Sebelum memulai upacara, seorang pemimpin upacara harus
melakukan beberapa syarat terlebih dahulu, seperti berpuasa dan mandi
untuk menyucikan diri. Dalam kasus seorang ekashi, ia harus berdoa kepada
para kamui sebelum upacara dimulai. Berdoa untuk para kamui dan arwah
leluhur adalah syarat yang menentukan bagi ekashi. Apabila baik ekashi dan
penduduk suku Ainu tidak mendoakan kamui atau arwah leluhur, mereka
akan menerima kemarahan dari para kamui dan leluhur. Tugas ekashi yang
lain adalah menyembuhkan penyakit apabila terjadi wabah dan
membimbing atau menasehati penduduk desa, terutama para pemudanya.
Ekashi pada dasarnya bertugas sebagai shaman, oleh karena itu sudah
sewajarnya ekashi memiliki beberapa roh gaib sebagai kaki tangannya.
Dalam Iyomante, tugas ekashi memastikan bahwa interaksi antara kamui
dan manusia berjalan lancar. Ekashi juga bertugas untuk memastikan
penduduk desa memiliki persediaan (daging dan kulit) yang cukup dari hasil
interaksi, begitu juga dengan pihak kamui.
Untuk meneliti upacara Iyomante secara lebih mendalam, kita harus
melihat kembali kepada matsuri. Dalam matsuri, tentu terdapat organisasi
atau perkumpulan yang mengatur dan mengawasi proses matsuri. Sonoda
(1975, 105), mengutip penjelasan Kunio (1962, 241) bahwa pelaksanaan
dan elemen perayaan dalam matsuri Shinto memiliki kemiripan dengan cara
sebagaimana orang Jepang memperlakukan seorang tamu terhormat.
Pembauran antara suku Ainu dan Wajin secara resmi terjadi pada periode
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
75
ketiga (1899-1968). Kemungkinan aspek-aspek kepercayaan Shinto
berasimilasi dengan kepercayaan Ainu cukup besar pada periode ini.
Perlakuan ini terbagi menjadi 5 tahap yakni persiapan, menyambut
tamu, menawarkan makanan, berkomunikasi, dan mengantarkan beliau
pulang (Sonoda 1975, 105—108). Persiapan (preparation) di sini maksudnya
adalah bersiap-siap untuk menyambut tamu yang akan datang. Setelah
persiapan selesai, tamu akan disambut (invitation) dan diantar ke tempat
untuk berhibur. Di tempat perjamuan, tamu akan disuguhi dan ditawarkan
makanan (offering) dengan ramah. Selama perjamuan berlangsung, baik
tamu dan penerima tamu akan saling berbicara dan membahas berbagai
macam hal (communication). Di penghujung perjamuan, penerima tamu
akan mengantarkan kepulangan sang tamu (seeingoff).
Elemen keupacaraan dan perayaan di dalam sebuah matsuri sama-
sama terdiri dari 5 tahap. Tahapan pada elemen keupacaraan adalah
pembersihan, pemanggilan, sesajen, komunikasi, dan mengantar
kepergian.Pembersihan atau penyucian (purification) adalah tindakan-
tindakan secara simbolis bertujuan untuk membersihkan kekotoran atau
dosa. Penyucian dilakukan oleh pemimpin upacara di mana upacara akan
dilakukan. Biasanya penyucian dilaksanakan sebelum upacara keagamaan
dimulai. Pemanggilan adalah tindakan simbolis untuk mengundang atau
bahkan menaikkan dewa (summoning) ke altar.
Setelah dewa berada di altar, dewa akan dijamu dengan berbagai
sesajen berupa minuman beralkohol dan makanan (offering). Dalam
upacara Shinto, biasanya makanan-makanan ini ditaruh di meja khusus
untuk dewa. Selanjutnya pemimpin upacara akan melakukan tahap
berkomunikasi (communication), yakni berdoa dan memohon kepada dewa
melalui doa-doa keupacaraaan. Di dalam Shinto, doa-doa tersebut disebut
norito, sedangkan pada suku Ainu disebut nomi. Semakin bagus dan
terdengar indah bahasa yang digunakan dalam suatu doa upacara, dewa
yang mendengarkan akan semakin senang. Tahapan terakhir dari elemen
keupacaraan adalah mengantarkan kepergian dewa (seeingoff). Seperti
tahapan-tahapan sebelumnya, tahapan ini juga menggunakan tindakan
simbolis.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
76
Tahapan pada elemen perayaan adalah pengkeramatan
(sacralization), penggerakan (setting in motion), gerakan hidup (lively
motion), kegembiraan (animation), dan diam (standingstill). Proses
perayaan dimulai dari para peserta yang melakukan penyucian sebelum
mengenakan mengenakan aksesoris untuk upacara, seperti topeng dan
kostum. Penyucian yang dilakukan contohnya berpuasa, bermeditasi, dan
lain-lain. Para peserta yang berkostum dipercayai menjadi perwujudan
nyata dari dewa.Pada tahap ini para peserta melakukan pengkeramatan
(sacralization) pada suatu objek.Objek ini tidak hanya terbatas pada
pesertanya tetapi pada objek lain, misalnya mikoshi (kuil kecil yang diarak
oleh khalayak; dianggap kendaraan yang dapat mengangkut kami).
Perayaan kemudian dilanjutkan dengan tahap munculnya simbol
kendaraan dewa, yakni mikoshi. Mikoshi akan diarak mulai dari kuil tempat
mikoshi disimpan dan turun ke jalan (setting in motion). Tahap ini
dimaksudkan untuk melambangkan pergerakan dewa. Setelah kendaraan
bergerak ke jalan, perayaan memasuki tahap di mana peserta akan
melakukan gerakan-gerakan penuh semangat dan bergembira (lively
motion). Berikutnya, para peserta dan penonton akan larut dalam
kegembiraan hingga batasan peseta dan penonton mengabur (animation).
Proses perayaan diakhiri dengan keadaan dimana baik peserta dan
penonton menjadi diam (standing still) dan mengistirahatkan dewa.
Pengistirahatan ini disimbolkan dengan peletakan mikoshi ke dalam kuil
setelah diarak.
Gambar 1. Perempuan Ainu bersama anak beruang
(https://en.wikipedia.org/wiki/Ainu_people)
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
77
Umumnya perburuan beruang (Itokpa) oleh suku Ainu dilakukan pada
musim semi. Induk beruang akan dibunuh untuk diambil daging dan
kulitnya, sementara anaknya dibawa ke desa dan dibesarkan serta
diperlakukan selayaknya tamu. Kaum perempuan yang dipimpin istri
pemimpin suku Ainu bertugas merawat anak beruang tersebut selayaknya
anak sendiri. Sebuah data mneggambarkan bagaimana para ibu suku Ainu
menyusui dan menyayangi anak beruang lebih daripada anak sendiri.Anak
beruang dibesarkan selama kurun waktu 1—2 tahun dari bulan Maret atau
April sampai bulan Januari atau Februari.Pada salah satu dari kedua bulan
ini, Iyomante diselenggarakan selama tiga hari.
Pelaksanaan upacara ini selalu mengambil waktu pada malam hari,
ketika sore menjelang maghrib. Kepercayaan suku Ainu menyatakan bahwa
segala sesuatu di dunia manusia berbanding terbalik dengan dunia kamui.
Sebagai contoh, arah kanan di dunia manusia adalah arah kiri di dunia
kamui.Musim dingin di dunia manusia dikatakan berbanding terbalik
dengan dunia kamui yang sedang musim panas.Dunia manusia dan kamui
dapat diibaratkan seperti dua sisi berlainan dalam satu koin.Apabila dunia
manusia sedang dalam keadaan malam hari, maka dunia kamui dalam
keadaan siang hari. Suku Ainu memiliki pandangan bahwa ketika hendak
memulangkan kamui beruang, maka saat yang paling tepat adalah ketika
maghrib. Artinya, kamui beruang akan dipulangkan menjelang fajar di dunia
lain.
Masih mengenai pembahasan Iyomante, Itokpa (perburuan beruang)
dan Iyomante berjalan seperti siklus alam. Itokpa dilaksanakan pada musim
semi sementara Iyomante dilaksanakan pada musim dingin.Terdapat sebab
mengapa Iyomante harus dilaksanakan pada musim dingin. Salah satu
ketentuan dari Iyomante adalah darah beruang yang akan dikurbankan
tidak menyentuh tanah. Meskipun hanya setetes, dipercayai darah beruang
yang jatuh ke tanah akan mengotori dataran yang dianggap keramat. Akan
tetapi, darah beruang yang jatuh di atas tumpukan salju tidak
dipermasalahkan. Agar darah beruang tidak mengotori tanah, pelaksanaan
upacara mengambil waktu di musim dingin, yakni saat salju menumpuk di
atas permukaan tanah.Tumpukan salju di Hokkaido cukup tebal terlebih
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
78
menjelang musim dingin sehingga darah beruang yang jatuh di salju bahkan
tidak dapat menembus tanah.
Gambar 2. Upacara Iyomante di musim dingin 1870
https://en.wikipedia.org/wiki/Iomante)
Gambar 3. Beruang dibawa ke tempat upacara (http://www.ainumuseum.or.jp/siror/book/)
Hari pertama difokuskan pada persiapan upacara Iyomante, seperti
menyiapkan persembahan berupa makanan dan inau pada kamui untuk
dibawa pulang ke dunianya, berdoa pada beberapa kamui penting agar
upacara dapat berjalan dengan sukses, dan berbagai persiapan lainnya.Pada
tahapan ini, Iyomante bercirikan tahap pertama menurut elemen
keupacaraan, yakni pembersihan.Kegiatan berdoa kepada kamui bertujuan
agar upacara tersebut dapat berjalan lancar sehingga kesialan atau
keburukan sebelum pelaksanaan upacara keagamaan dapat dihindarkan.
Tujuan ini mirip seperti halnya penyucian menurut Shinto (purification),
yakni penyucian menyingkirkan kekotoran dan dosa di mana upacara akan
dilakukan.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
79
Gambar 4. Ekashi mengukir inau sebagai hadiah untuk kamui pada fase purification
(http://www.art.com/products/p14469013-sa-i2959895/)
Hari berikutnya, Iyomante dimulai dari persembahan doa hingga
dikurbankannya beruang dan diletakkannya tubuh beruang di altar untuk
diberikan hadiah berupa makanan. Doa juga dipanjatkan kepada kamui api
(fuchi-ape kamui) dan kamui anak beruang (heper-kamui) yang telah
dikurbankan. Iyomante memenuhi tahapan kedua sampai keempat elemen
keupacaraan yakni mendatangkan jasad beruang berisi kamui ke altar
(summoning), memberikan beragam sesajen (contohnya kue berbentuk
bola dari millet dan sake) di atas furnitur berupa altar (offering), dan
pemimpin upacara melantunkan doa sebagai usaha berkomunikasi dengan
para kamui, termasuk kamui beruang yang dikurbankan (communication).
Beruang dianggap masih
memiliki kamui selama tengkorak tidak dikeluarkan dari kepala
beruang. Tubuh beruang akan dikuliti kecuali bagian kepalanya yang masih
tersambung dengan kulit. Kulit beserta kepala ini yang akan dibawa ke
dalam rumah melalui jendela. Malamnya akan diadakan perjamuan
menggunakan daging beruang.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
80
Gambar 5.Fase communicating oleh ekashi kepada kamui
(https://www.pinterest.com/pin/)
Hari terakhir adalah puncak dari Iyomante, tubuh beruang dibagi dan
kepalanya dikuliti agar tengkoraknya dapat diambil dan diletakkan di
dahan.Suku Ainu percaya bahwa alam semesta terdiri dari dunia manusia
dan KamuyKotan, dunia para dewa berada. Apabila suatu makhluk hidup
mengalami kematian, mereka akan meninggalkan jasadnya dan menjadi roh
(ramat) sebelum pergi ke dunia lain. Apabila ramat dipaksa pergi tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu, dipercayai kebencian akan timbul pada
ramat terhadap dunia ini. Itu sebabnya upacara dilaksanakan untuk
menyenangkan binatang yang bersangkutan sebelum dibunuh dan diambil
daging serta kulitnya.Setiap kamui pasti merupakan ramat karena kamui
tidak hanya merujuk kepada dewa semata tetapi juga sejumlah roh yang
kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan dewa, namun setiap
ramat belum tentu merupakan kamui.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
81
Gambar 6.Tengkorak beruang yang diletakkan di dahan pada fase seeing off
(http://www.gis-reseau-asie.org/monthly-articles/ainu-indigenous-people-japan-clercq-
lucien)
Pengaruh pembauran selama invasi Jepang ke Hokkaido
menyebabkan peleburan beberapa paham Ainu dengan paham Wajin.Invasi
ini awalnya bermula dari arus migrasi besar-besaran dari pulau utama
Jepang pada abad ke-16, disebabkan perebutan lahan antardomain.Arus
migrasi ini menimbulkan ketegangan sehingga hampir terjadi
pemberontakan beberapa kali oleh Ainu yang menolak tanahnya diambil.
Pada tahun 1790, Hokkaido ditempatkan di bawah kuasa para raja feodal
(daimyo). Berapa tahun berikutnya, yakni pada tahun 1779, muncul
peraturan yang melarang pelaksanaan Iyomante dan Ainu diharuskan
berasimilasi meskipun peraturan tersebut kemudian dirubah.
Peleburan kepercayaan Ainu-Wajin ini antara lain nama dewa gunung
yang sama-sama menggunakan Fuji dan kepercayaan menyembah dewa
pertanian, gunung, dan sungai. Selain hal tersebut, kamui memiliki keunikan
tersendiri jika dibandingkan dengan kami pada umumnya.Keterkaitan atas
kemiripan penyebutan antara kamui yang merupakan penyebutan dewa
dari suku Ainu dan kami yang merupakan penyebutan dewa dari orang
Jepang masih belum jelas.Satu hal yang dapat dipastikan adalah
penggunaan kamui sudah lama digunakan dalam masyarakat Ainu.Seperti
halnya Wajin, suku Ainu memiliki kebiasaan melaksanakan upacara berdoa
di rumah masing-masing untuk arwah orang yang telah meninggal di
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
82
rumah.Di sini, mereka menyediakan makanan dan sake yang
dipersembahkan untuk arwah. Kegiatan memberikan makanan ini mirip
dengan Obonmatsuri (perayaan Buddhisme untuk menyambut arwah orang
mati) di mana keluarga dan kerabat akan memberikan persembahan pada
arwah. Selain itu, mereka juga memiliki kebiasaan berdoa kepada kamui
secara bergrup di depan altar ketika hendak melakukan kegiatan tertentu,
misalnya berburu, memancing, penamaan bayi, dan lain-lain. Wajin juga
memiliki kebiasaan berdoa pada kami melalui kamidama, yakni altar Shinto
tempat kami dipuja.
Posisi beruang lebih istimewa dibandingkan manusia karena
kepercayaan Ainu menyatakan kamuiakan datang ke dunia manusia untuk
meminta hadiah dan persembahan manusia. Sebaliknya kamui juga akan
membawa hadiahnya untuk diberikan kepada manusia. Kamui beruang
disebut sebagai kimun kamui dan tinggal di wilayah yang dalam di
pegunungan serta memiliki kepala klan (metotush kamui). Ketika musim
semi tiba, metotush kamui memerintahkan anggota klannya untuk turun
gunung dan mengenakan jubah penyamaran (hayokpe). Hayokpe berwujud
tubuh jasmaniah dari daging dan kulit berbentuk binatang, yang nantinya
akan dihadiahkan untuk manusia. Kamui dalam penyamaran beruang akan
memilih pemburu tertentu agar pemburu tersebut membawanya ke desa
sehingga kamui dapat memberikan hadiah (Philippi, 1979, 63). Itu sebabnya
ketika para pemburu memburu induk beruang, mereka tidak membunuh
anaknya yang dianggap sebagai kamui dalam hayokpe dan dibawa pulang
sebagai ‘tamu’.
Kamui dipercaya bersemayam di atas tengkorak antara kedua mata.
Tengkorak akan diambil dari kepala beruang dan diletakkan di dahan untuk
melepaskan serta mengirim rohnya. Setelah tengkorak dikeluarkan,
tengkorak didekorasi sebelum diletakkan di dahan menuju arah timur dan
upacara dilakukan untuk mengirim kamui ke gunung. Suku Ainu juga
mengucapkan salam perpisahan sembari mengajak kamui yang hendak
pergi untuk mengajak lebih banyak kamui di masa mendatang, agar
mendatangi desa mereka dan memberikan lebih banyak hadiah berupa
hayokpe. Kamui yang telah keluar dari hayokpeakan pulang ke desanya
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
83
sembari membawa hadiah berupa sake, ikan, dan biji-bijian untuk dibagikan
kepada sesama anggota klan. Di dunia manusia, suku Ainu akan melakukan
perjamuan besar. Posisi tengkorak kemudian diubah menuju ke arah desa,
menandakan bahwa kamui telah kembali ke dunia asalnya. Pada tahapan
ini, Iyomante memasuki tahap terakhir, yakni tahap mengantar kepergian
kamui (seeing off).
Untuk elemen perayaan, Iyomante memiliki paling tidak dua elemen.
Elemen pertama adalahgerakan hidup (lively motion), elemen ini
berlangsung ketika tubuh beruang diantarkan ke altar dan daging serta
kulitnya dibagikan. Pada tahap ini para wanita akan berdansa sementara
para laki-laki akan makan dan minum. Pada tahap ini juga pengisahan
dongeng mengenai Iyomante dan kamui beruang dilangsungkan. Elemen
kedua adalah kegembiraan (animation), yakni ketika daging dan kulit
beruang telah dibagi-bagikan kepada penduduk desa dan kamui
dipulangkan ke dunia asalnya.Pada tahap ini perjamuan diadakan di rumah
tetua desa.
Iyomante dimodifikasi menjelang tahun 1970-an dan suku Ainu tidak
diperkenankan membunuh beruang. Makna pengiriman beruang
mengalami pergeseran ketika upacara ini dimodifikasi agar sesuai dengan
peraturan Jepang yang cukup ketat dalam menjaga lingkungan.Pada
Iyomante yang dilakukan di masa sekarang, pengiriman beruang kini lebih
kepada melepas-liarkan ke alam bebas daripada dikurbankan.Meskipun
begitu, nilai-nilai yang berada di dalam Iyomante tidak sepenuhnya
menghilang.Iyomante tetap berpusat pada pengiriman kembali beruang
yang sebelumnya ditangkap dan dipelihara selama setahun meskipun tidak
dikurbankan, melainkan dilepaskan.Apabila melihat inti dari upacara,
Iyomante sebenarnya masih menghormati beruang sebagai penjelmaan
dewa.
6. Simpulan
Dari pembahasan di atas dan dilihat dari ciri-ciri matsuri berdasarkan
elemen keupacaraan, disimpulkan bahwa beruang dalam Iyomante tidak
diperlakukan semata-mata sebagai ‘binatang buruan’ tetapi memiliki peran
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
84
lebih dalam lagi, yaitu selain berperan sebagai kamui dalam penyamaran itu
sendiri, hewan ini juga berperan sebagai alat mediasi berkomunikasi dewa
dan manusia dengan Iyomante sebagai sebuah sistem atau jaringan
komunikasi antara dua dunia. Upacara ini dilaksanakan demi
menyampaikan rasa terima kasih atas daging dan kulit yang didapat serta
mengantarkan roh beruang secara baik-baik ke tempat asalnya. Di saat yang
sama, masyarakat Ainu memiliki sebuah pengharapan agar lebih banyak
kamui akan berkunjung ke desa dan menjaga hubungan baik diantara dua
dunia (dunia manusia dan dewa). Dengan demikian, terjadi semacam
hubungan simbiosis antara kamui dan manusia. Terjalinnya sistem
komunikasi berupa Iyomante dan beruang sebagai medianya, menjamin
kelangsungan hubungan antara kamui dan manusia.
Diambil kesimpulan lain bahwa Iyomante merupakan matsuri atau
upacara keagamaan bercirikan kepercayaan Ainu dengan pengaruh elemen
kepercayaan Shinto. Disebut demikian karena tata cara pelaksanaan dan
proses dalam Iyomante memiliki beberapa kemiripan dengan tata cara
pelaksanaan upacara keagamaan Shinto. Sangat memungkinkan apabila
kemiripan tata cara pelaksanaan upacara keagamaan didapatkan dari
interaksi antara Wajin dan Ainu. Kemungkinan bahkan akan lebih besar
apabila interaksi berlangsung dimulai tahun 1899-1968. Pada periode ini,
pengaruh Wajin cukup besar karena pemerintah pada masa itu secara
langsung turun tangan dalam usaha mengintegrasi suku Ainu.Hal ini terlihat
dengan pembuatan berbagai peraturan yang melarang pemakaian tato
pada perempuan, pemakaian anting pada pria, dan kebudayaan-
kebudayaan Ainu lainnya. Tujuannya untuk mempersatukan seluruh Jepang
dengan mengasimilasi suku Ainu melalui pengadopsian budaya Wajin ke
dalam tatanan masyarakat. Misalnya menggunakan bahasa dan nama
Jepang, serta mengadopsi kebiasaan dan kebudayaan Wajin.
Mereka bahkan bertindak lebih jauh dengan menerapkan berbagai
peraturan ketat untuk memastikan integrasi antara Wajin-Ainu dapat
berjalan sesuai dengan keinginan. Meskipun demikian, kebudayaan suku
Ainu masih dapat dipertahankan setidaknya pada nilai-nilai dan konsep
dasarnya. Oleh karena itu meskipun pengurbanan beruang sudah tidak
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
85
dilakukan lagi, pelestarian Iyomante beserta kebudayaan suku Ainu masih
dapat dilestarikan selama nilai dan konsep yang terkandung masih terjaga.
Daftar Referensi
Ashkenazi, M. (1993). Matsuri: Festivals of A Japanese Town. United States
of America: University of Hawaii Press.
Black, L. T. (1998). Bear in Human Imagination and in Ritual. A Selection of
Papers from the Tenth International Conference on Bear Research and
Management.Ursus, vol. 10. http://www.jstor.org/stable/pdf/3873145.pdf.
(Accessed December 11, 2016).
Esposito, J. L., Darrel, J. F., Todd, L. (2015). World Religions Today. 4th ed.
Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Etter, C. (1949). Ainu Folklore: Traditions and Culture of the Vanishing
Aborigines of Japan. Chicago: Wilcox and Follet Co.
Hays, J. (2009). Ainu: Their History, Art, Life, Rituals, Clothes, and Bears.
http://factsanddetails.com/japan/cat18/sub119/item638.html. (Accessed
October 10, 2016).
Hilger, M. I., and Sano, C., and Midori, Y. (1971). Ainu: A Vanishing People.
USA: University of Oklahoma.
Kitagawa, J. M. (1961). Ainu Bear Festival (Iyomante). History of
Religions,Vol. 1, No. 1. http://www.jstor.org/stable/1061972. (Accessed
December 14, 2016).
Kimura, T. (1999). Bearing the ‘Bare Facts’ of Ritual.A Critique of Jonathan Z.
Smith’s Study of the Bear Ceremony Based on a Study of the Ainu
Iyomante.Numen 46, no. 1. http://www.jstor.org/stable/3270292.
(Accessed October 10, 2016).
Kodansha Encyclopedia. (1999). Japan: Profile of a Nation. 2nd ed. Japan:
Kodansha International Ltd.
Munro, N. G. (1996). Ainu Creed and Cult.2nd ed. 4 vols. Great Britain: Kegan
Paul International.
Philippi, D. L. (1979). Songs of Gods and Songs of Humans. Japan: University
of Tokyo.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
86
Sjöberg, K. (1993). The Return of the Ainu: Cultural Mobilization and the
Practice of Ethnicity in Japan. 9 vols. Switzerland: Harwood academic
Publishers.
Smith, J. Z. (1982). Imagining Religion: From Babylon to Jonestown. Chicago:
University of Chicago Press.
Sonoda, M. (1975). The Traditional Festival in Urban Society.Japanese
Journal of Religious Studies 2, no. 2/3 (June-September).
http://www.jstor.org/stable/30234429. (Accessed October 10, 2016).
Takeda, J. M. et al. (1996). Public and Private Church: The Experience of
Japanese Anglicans, Past and Future. Anglican and Episcopal History 65, no.
4 (December). http://www.jstor.org/stable/42611815. (Accessed October
10, 2016).
Umehara, T. (1991). The Japanese View of the “Other World”: Japanese
Religion in World Perspective. Japan Review, no. 2.
http://www.jstor.org/stable/25790902. (Accessed October 10, 2016).
Utagawa, H. (1992). The “Sending-Back” Rite in Ainu Culture.Japanese
Journal of Religious Studies 19, no.2/3. https://nirc.nanzan-
u.ac.jp/nfile/2491. (Accessed October 14, 2016).
Watanabe, H. (1972). The Ainu Ecosystem: Environment and Group
Structure. 2nd ed. Japan: University of Tokyo Press.
Gambar
https://en.wikipedia.org/wiki/Iomante. (Accessed October 10, 2016).
http://www.ainu-museum.or.jp/siror/book/detail.php?book_id=A0277.
(Accessed October 5, 2017).
http://www.ainu-museum.or.jp/siror/book/detail.php?book_id=A0277.
(Accessed October 5, 2017).
http://www.art.com/products/p14469013-sa-i2959895/ainu-ritual-of-the-
bear-iyomande-ekashi-prepare-the-inau-to-offer-at-bears-during-the-
ceremony.htm. (Accessed October 6, 2017).
http://www.gis-reseau-asie.org/monthly-articles/ainu-indigenous-people-
japan-clercq-lucien. (Accessed Oktober 1, 2017).
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
87
https://www.pinterest.com/pin/403424079111098106/ (Accessed October
10, 2016).
https://www.pinterest.com/pin/93590498484498975/ (Accessed October
5, 2017).
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
88
日本語コーパス・Eメールにおける前置き表現について
Miftachul Amri
Abstract We call the prefixing expression in the conversation a preliminary expression. When a prefix expression comes in, you can communicate to your listener. Rather than entering the matter immediately, entering the matter after using prefix expressions conveys the feeling that is considering the listener. The purpose of this study is to describe the "Prefix expression" in the Balanced Corpus of Contemporary Written Japanese (BCCWJ) and business e-mails in Japanese. This study uses a descriptive qualitative method with each using 300 emails Japanese and 285 corpus data of Japanese. The results of this study say that the writing ability in Japanese mail of Prefix Expression is rare. There were 56 messages out of 300 in prefix expressions of Japanese mails, and 73 cases found. Prefix expressions seen in Japanese e-mails were divided into eight categories. Among the above, in this paper, we analyzed the usage of 3 categories only. That is taihendeshouga, kattedesuga, osashitsukaenakereba. The prefix expression will be a communication lubricant that will use before entering the main subject because communication will be smooth. Thus, Japanese language learners need to understand the prefix expression in Japanese. Keywords: communication strategy, prefix expression, corpus, Japanese e-mail
1. はじめに
コミュニケーションでは同じことを伝える場合にも、尐しの言い方の
違いで、人間関係を良くも悪くもするものである。前置き表現は、聞き
手の意に添えない場合、否定や依頼をする場合に、頭に一言添えること
で聞き手への心遣いを表し、与える印象を柔らくすることができる。
メールで依頼するときなどは欠かせないのは前置き表現であろう。言
い難いことや、聞き手に反すること、意見を聞き手に受け入れて貰いた
い場合などに、前置き表現を置くことによって、文章全体を柔らかい印
象にできることがあろう。
本稿では、特定の読み手を聞き手とするビジネス日本語メールの書き
言葉、(本研究では300通の内、56通に前置き表現があり、メールからの
現れた前置き表現は8カテゴリーがあり、73用例である)。それらは、①
「大変(でしょうが)」の類(2例)、②「勝手(ですが)」の類(2
例)、③「(お)差支えなければ」(1例)、④「申訳ありませんが」の
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
89
類(13例)、⑤「恐縮ですが」(5例)、⑥「お手数ですが」(8例)、
⑦ 「可能形の類と条件表現」(40例)、⑧「よければ」の類(2例)で
ある。【タイヘン・キョウシュク・オテスウ・カッテ・オサシツカエナ
ケレバ・カノウ形】の類とその他の前置き表現であるが、上記の①から
③まで前置き表現の種類はまだ研究していないので、今回は特に「オサ
シツカエナケレバ」「タイヘンデショウガ」「カッテデスガ」の三つの
前置き表現をメール資料だけでなくBCCWJも用いて検討する。BCCWJとは
日本語書き言葉均衡コーパスのことである。管見の限りでは、前置き表
現の先行研究がいくつかがあるが、代表としては杉戸(1983、1989)、
多門(2000、2005、2008)、陳(2007)がある。本研究を選んだ意図と
しては、これらの前置き表現の使い方について悩まされたためである。
2.前置き表現の先行研究
まず、前置き表現の定義を行う。
杉戸(1989)は、コミュニケーション、とりわけ言語行動の「対人
性」という側面を考察するための具体的・明示的な手がかりとして、メ
タ言語行動表現という表現類型が有効だと考えいる。さらに、メタ言語
行動表現とは言語行動为体が、为として自らの行う言語行動の様々側面
(構成要素)について記述的・評価的に言及し、それ自体明示的な言語
表現であると述べている。さらに、この表現は、話し言葉・書き言葉を
通じて、日常の様々な言語場面においてごく普通に現れると述べてい
る。
多門(2008)では「すみませんが、恐縮ですが、恐れ入りますが、失
礼ですがなどの前置き表現を定型の前置き表現と呼ぶ。「お手数をおか
けしますが」「お時間をとりますが」などの字義通りの前置き表現と区
別する」と述べている。上記の定義は杉戸の言う〈発話注釈成分〉一類
と見なすことができると付け加えている。また、多門・岡本(2005)で
は「〈定型の前置き表現〉を、形と機能の面から次のように規定してい
る。〈形〉の面から見ると、が/けどを除いた言い切り形が、定型的な、
謝罪、非礼お詫び、労い表現である。〈機能〉意味の面から見ると、聞
き手の迷惑や負担に向けられた表現であり、定型的な感謝、謝罪、非礼
お詫び、労い表現に、機能的に関連させて扱うべきものである。」と述
べている。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
90
陳(2007)では、「前置き表現の定義を以下のように設定した。前置
き表現は何らかの配慮によって用いられ、为要な言語内容に先立つ。 注
釈的な機能を持っているので、ディスコースにおいてはそれより、その
次に来る为要な言語内容を導入する機能能のほうが大きい。前置き表現
には、話し手の、次に来る为要な言語内容に対する判断(態度)や認識
が含まれている。前置き表現の有無によって、次に来る为要な言語内容
の命題・事柄の成り立ちに支障が起きることはない。」と述べている。
これまでの先行研究によって、前置き表現の機能と使用实態が明らか
になってきている。特に、多門(2008)では「シツレイデスガ、キョウ
シュクデスガ、オソレイリマスガ、モウシワケアリマセンガ」の類の前
置き表現の意味とそれぞれ前置き表現との関係がはっきり分かってい
る。従って、まだ調査していない前置き表現「タイヘンデショウガ、カ
ッテデスガ、オサシツカエナケレバ」を本稿で分析したいと思う。
外国人学習者は前置き表現の使用が母語話者の使用实態と異なる可能
性があるが、提示された表現がどのように意味を持っているか及びどの
ように使用さているか、が明らかにされるべきである。
前置き表現という言葉を言わずに、杉戸(1989)は〈発話注釈成分〉
一類という。話し言葉・書き言葉を通じて、日常言語場面によく現れる
と語っている。多門(2008)は定型前置き表現「すみませんが、恐縮で
すが、恐れ入りますが、失礼ですが」などと字義通り前置き表現「お手
数をおかけしますが」「お時間をとりますが」などと分ける」。陳
(2007は前置き表現の機能について述べている。つまり、前置き表現に
は、話し手の、次に来る为要な言語内容に対する判断(態度)や認識が
含まれている。
3.研究の目的
上記の先行研究とは違い、以下、本稿では前置き表現として考察すべ
き対象を示し、そのうち「オサシツカエナケレバ」、「タイヘンデショ
ウガ」、「カッテデスガ」の三つを取り上げ、それぞれについて、意味
と使用条件を解明する。
4. 研究方法
今回、私が分析しようと思う「オサシツカエナケレバ」「タイヘン
デショウガ」「カッテデスガ」の用例数は以下である。メールデータと
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
91
BCCWJに分けて挙げる。意味と使用について明確する。
研究課題に関しては、詳細には【表1】である。
【表1】前置き表現の研究課題
前置き
データ類
オサシツカエナケレ
バ
タイヘンデショウ
ガ
カッテ
ナ
日本語のメール 1 2 2
BCCWJ 22 43 220
5.研究結果と考察
日本語メールの「为文」にある前置き表現は56通にあり、73例で、8カ
テゴリーである。それは、①「オサシツカエナケレバ、1例」②「タイヘ
ンデショウガ、2例」③「カッテデスガ、2例」④「よければ、2例」⑤
「恐縮ですが、5例」⑥「お手数ですが、8例」⑦「申しわけありません
が類、13例」⑧「可能形類、40例」である。
5.1. オサシツカエナケレバ
5.1.1. オサシツカエナケレバの意味
まず、「オサシツカエナケレバ」の意味を見てみよう。
広辞苑(1999) には「サシツカエル」は「①都合の悪いことが生ず
る。故障が生ずる。妨げとなる。さしあう。②都合の悪い事情。さわ
り。さまたげ。故障。」という意味がある。つまり、「オサシツカエナ
ケレバ」は聞き手が構わなければ、そうして欲しいと述べたい時に使う
前置き表現である。
分析結果では「サシツカエナケレバ」と「スミマセンガ」の意味の違
いと使い分けに関しては「スミマセンガ」「サシツカエナケレバ」とい
う言葉は、直接何かをお願いするよりも印象を柔らかくする効果があ
る。「スミマセンガ」は、相手にある程度の強制力がある。「差し支え
なければ」は、相手は断ってもいい。 例えば「スミマセンガ、こちらで
はお煙草をご遠慮願っております」という表現。これは「ここでは煙草
を吸うな」という禁止の意味を「スミマセンガ」という前置き表現を用
いることで相手の気分を害さないようにお願いしている。また、例えば
「サシツカエナケレバ、アンケートにご記入くださいませんか」という
表現の場合は、相手に「はい」と「いいえ」の選択の余地を与えている
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
92
ことがわかる。
「モウシワケアリマセンガ」は「スミマセンガ」より丁寧である。
以下のBCCWJの「オサシツカエナケレバ類」の5例を見てみよう。
1.内藤、お差し支えなければ、鈴木大拙先生の最期のところをお聞かせ
ていただけますか。
2.「それはどんなことだったんですか。お差し支えなければ、是非聞い
てみたい気がします。」彼女は笑った。
3.はい、何よりと差し支えなければ、玄三を一刻ばかり貸してくれぬ
か。
4.またどのような理由からですか。差し支えなければ教えてください。
5.また差し支えなければ、あなたの年齢を教えてください。
「(お)差支えなければ」のメールの事例は以下のようである。
1.差し支えなければ御社から(社名)殿へ納入されている部品などはあ
るかお教えください。
以下、「サシツカエナケレバ」を分析する。
どういう発話の前に使われているかを見るため、各用例が導く発話の
定義に書いた。分析した結果では各発話の定義は以下である。
① 「依頼」とは話し手は利益があり、聞き手はコストがかかる。典型
的な表現は「~てください」など。
② 「報告」とはつげ知らせること。話し手はコストあり、聞き手は利
益がある。典型的な表現は「~します」。
③ 「誘い」とは話し手と聞き手は利益とコストがある。典型的な表現
は「~ませんか」「~ましょう」。
④ 「申し出」とは話し手がコストかかり、聞き手は利益がある。典型
的表現は「~ましょうか」「~させていただきます」。
⑤ 「許可求め」とは話し手はコストと利益がある。典型的な表現は
「~てもいいですか」。
⑥ 勧めとは聞き手がコストと利益がある。典型的な表現は「~しませ
んか」「~しましょう」。
結果は以下の表である。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
93
〈表2〉サシツカエナケレバの結果の代表として(2例)+メール(1通)
番
号
表現の
前
差し支え
なければ
表現の後
前
置
き
発
話
1 内藤 お 、鈴木大拙先生の最期のと
ころをお聞かせていただけ
ますか。
O 【依
頼】
2 「それ
はどん
なこと
だった
んです
か。
是非聞いてみたい気がしま
す。」彼女は笑った。
O 【質
問】
1
メ
ー
ル
例
御社から(社名)殿へ納入
されている部品などはある
かお教えください。
O 【依
頼】
上記の例1を見てみよう。
「内藤さん、お差し支えなければ、鈴木大拙先生の最期のところをお
聞かせていただけますか。」
サシツカエナケレバの前の表現は人名(内藤)を表し、そして、サシ
ツカエナケレバの後の表現は人に何かを依頼をするということを表す。
要するに、「オサシツカエナケレバ」の意味は、聞き手が迷惑、支障
のない限り、ご迷惑でなければということで、何かを頼むときの前置き
表現で、特に都合の悪い事情がなければそうして欲しいという気持ちを
表す。
5.1.2 オサシツカエナケレバの使用法
「お差支えなければ」の用法に関しては以下の表に見られる。ここで
は、発話の前の表現と発話の後の典型的な表現を提供する。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
94
〈表3〉差し支えなければの発話の結果
表現の前 差し支えなけ
れば
発話・典型的な表現
メール:(1
通)
依頼:(1)
~お~ください
動作、名前、何
よりと、また、
日常に、もし、
捜査状況、など
BCCWJ:(22)
依頼:(15)
~お聞かせいただけますか
~ていただけないでしょうか
~てもらえると嬉しいです
質問:(1)
~どんなことだったんですか。ぜ
ひ聞いて聞いてみたい気がします
上記の表では、「差支えなければ」の用法は、以下のように結論され
る。
1. メールの場合:「サシツカエナケレバ」の前の表現はないが、後の
表現は「依頼表現」である。典型的な表現は「お~ください」であ
る。
例:差し支えなければ御社から(社名)殿へ納入されている部品な
どはあるかお教えください。
サシツカエナケレバの前の表現は、何も書かずに、前置き表現の後
は依頼する。
2. BCCWJの場合:「サシツカエナケレバ」の前の表現は「動作、名
前、何よりと、また、日常に、もし、捜査状況」が、後の表現は
「依頼表現」が一番多かった。典型的な表現は「~お聞かせいただ
けますか」「~貸してくれぬか」「~てください」「~ていただけ
ないでしょうか」「~てもらえると嬉しいです」「~てほしいでが
ね」である。
例:またどのような理由からですか。差し支えなければ教えてくだ
さい。
サシツカエナケレバの前の表現は動作(理由を聞く)で、前置き表
現の後は依頼をする。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
95
5.2 タイヘン(デショウガ)
5.2.1 タイヘン(デショウガ)の意味
「タイヘン」の意味は、広辞苑(1999)では、「①大きな変事。②重大
なこと、非常に驚くべきこと。③苦労がなみなみでないこと。困難こ
と。」である。水谷(1988)には、大変という語は「普通ではない、ひ
どい」という意味を持ち、「極めて困難んな仕事」「ひどい経験」など
を指すと指摘している。
ここでの「タイヘン(デショウガ)」は、聞き手の困難を思いつつ、
励ましの言葉を与えている。詳細には、以下の用例を見る。
BCCWJの「タイヘン(デショウガ)」の5事例の使用状況は以下の通り
である。
1. まだまだ寝不足で大変でしょうが家族に協力してもらって休みながら
頑張ってください。
2. 最初は大変でしょうが親子で集中して頑張ります。
3. 入院は本人も、家族も負担が大きく、大変でしょうが頑張ってくださ
い。
4. 私の倍以上ですね大変でしょうが頑張ってください。
5. 急な事で大変でしょうが頑張ってください。
「大変(でしょうが)」のメールの1事例は以下の通りである。
1. 一人で大変でしょうが身体には十分気をつけてください。
「大変(でしょうが)」の類の使用状況については以下にまとめられ
る。ここでも、発話の前の表現と発話の後の典型的な表現を提供する。
〈表4〉タイヘン(デショウガ)の結果の代表として(2+メール1通)
番
号
表現
の前
大変でし
ょうが
表現の後 前
置
き
発話
1
まだ
まだ
寝不
足で
家族に協力
してもらっ
て休みなが
ら頑張って
ください。
O 【激励】
2 急な
事で
頑張ってく
ださい。
O 【激励】
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
96
1
メ
ー
ル
一人
で
大変でし
ょうが
身体には十
分気をつけ
てくださ
い。
O
激励・
依頼
上記の前置き表現は、「一人でタイヘンデショウガ身体には十分気を
つけて頑張って下さい。」
5.2.2 タイヘンデショウガの使用法
「大変(でしょうが)」の用法に関しては以下の表に見られる。発話
の前の表現と発話の後の典型的な表現も提供する。
〈表5〉大変(でしょうが)の発話の結果
表現の前 大変(でしょうが) 発話・典型的な表現
一人で、~貴殿報
告いたします
メール:(2通) 激励:(1)
頑張ってください
依頼:(1)
~てください
撮影、条件、食べ
物、お母さん、シ
ングルマザー、寝
不足、最初、負担
が大きく、急なこ
とで、準備に、で
きるなら、毎日の
弁当、
気苦労も、待つこ
と、世間的には、
何か、いろいろ、
~やらなければい
けないという
BCCWJ:(37)
大変でしょうが、
大変~でしょうが
・大変なことになる
とは思っていなかっ
たのでしょうが
・大変心配でしょう
が
・大変議論になっ
て、これは議員立法
で出ているんでしょ
うが
報告:(12)
~いろいろ支援してくれる
制度はありますよ
~方法はいくらでもありま
す
~实家にいくのは大変だと
思います
~滑舌が悪すぎます
~じっと耐えています
~大きな問題じゃないです
激励:(9)
頑張ってください
~頑張って続けてください
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
97
上記の表では、「大変(でしょうが)」の用法は以下にまとめられる。
1. メールの場合:「大変(でしょうが)」の前の表現は「一人で、~
貴殿報告いたします」が、後の表現は「激励」と「依頼表現」であ
る。典型的な表現は「~てください」である。例.「頑張ってくだ
さい」
例:一人で大変でしょうが身体には十分気をつけてください。
タイヘンデショウガの前の表現は人数を表し、前置き表現の後は相
手の気配りをして、励みを言う。
2. BCCWJの場合:「大変(でしょうが)」の前の表現は「撮影、条
件、食べ物、お母さん、シングルマザー、寝不足、最初、負担が大
きく、急なことで、準備に、できるなら、毎日の弁当」などである
が、後の表現は「報告」と「激励」が一番多かった。典型的な表現
は「~いろいろ支援してくれる制度はありますよ」「~方法はいく
らでもあります」「~实家にいくのは大変だと思います」、そして
「~てください」である。例:まだまだ寝不足で大変でしょうが家
族に協力してもらって休みながら頑張ってください。
ここでは、相手の状況を理解して、アドバイスをしながら、励みを
言う。
5.3 カッテ類
5.3.1 カッテの意味
「カッテ」の意味は、広辞苑(1999)では、「①都合、便利。②都合
の良いこと。便利のこと。③自分だけに都合の良いように行うこと。わ
がまま。きまま。」と書かれている。つまり、カッテは自分の都合によ
ること。それを分かった上での出るお願いの表現が多い。「カッテ」を
十分知っているお願いであることを表現し、依頼する形である。相手に
配慮を示しているが、ここの事情を通さざるを得ない場合によく使われ
る。要するに、「本人が勝手、これからするよ」という印を与える。
本来はBCCWJからの例は220例があったが、「カッテ(デスガ)」の前
置き表現らしいものを選び、88の用例を見た。
詳しいことは以下のようである。分析をするとき、全て88+2通メール
事例を見せる。
「勝手(ですが)」のメールからの5事例も、以下に提供する。
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
98
1. こちらの勝手ですがファーストメールから24時間以内に連絡できる方
のみご記入ください。と書いてあります。
2. 自分勝手ですが幸せになって欲しいと思っています。
3. 本当に身勝手ですがそこら辺を宜しくですよ。
4. 早期終了をするのは出品者さんの勝手ですが1人を贔屓して設定して
いない即決を安易に受けるのは、他の落札希望者に対し・・
5. しかし勝手ですが子供ができたら、綺麗好きな子にしたいと思ってい
ます。
「勝手(ですが)」の類の使用状況については以下にまとめられる。発
話の前の表現と発話の後の典型的な表現を提供する。勝手の前置きの例
は以下の通りである。
〈表6〉BCCWJのカッテ(デスガ)などの使用状況の結果の代表として(2+メー
ル1通)
番
号
表現の前 勝手
ですが
表現の後 前
置
き
発
話
1 こちらの ファーストメールから
24時間以内に連絡でき
る方のみご記入くださ
い。と書いてありま
す。
O 報
告
2 自分 幸せになって欲しいと
思っています。
O 依
頼
1 また誠に
(メール用
例)
カッテ ですが、できましたら
明日までに教えて頂け
ましたら幸いです。
O 依
頼
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
99
5.3.2 カッテの使用法
「勝手(ですが)の類の用法は〈表7〉にまとめられる。
〈表7〉勝手ですが(に/な)類の発話の結果
表現の前 勝手(に/な)類 発話・典型的な表現
また誠に メール:(2通)
勝手ですが
勝手な厚かましい
お願いをしますが
依頼:(2)
~ていただけましたら幸いで
す
~てください
こちら、自分、
身、出品者さん、
しかし、あなた、
言うのは、私の、
私は、ファクス、
男の身、私が、僕
の村に、当人の、
私の中の、どう
か、本当に、全
く、相手に、いろ
いろ
BCCWJ:(88)
・カッテですが、
・カッテ何です
が、
・カッテなんです
が。
・カッテではある
んですが、
・カッテではある
のですが、
報告:(39)
~ご記入ください。と書いて
あります。
~と思っています。
~直すのは大変なこと
~資料がいっぱいあります
よ。
などである。
上記の表では、「勝手(ですが)」の類の用法が見られる、それらは、
1. メールの場合:「勝手(ですが)」の前の表現は「また誠に」
が、後の表現は「依頼表現」である。典型的な表現は「~ていた
だけましたら幸いです」「~ください」である。
例:勝手ですが、できましたら明日までに教えて頂けましたら幸い
です。
メールの例を見ると、カッテデスガの後の表現は可能型の文(でき
ましたら)を言って、丁寧な依頼表現(~ていただけましたら幸
い)を言う。
2. BCCWJの場合:「勝手(ですが)」の前の表現は「こちら、自分、
身、出品者さん、しかし、あなた、言うのは、私の、私は、ファ
クス、男の身、私が、僕の村に、当人の、私の中の、どうか、本
当に、全く、相手に、いろいろ」が、後の表現は「報告」と「依
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
100
頼表現」が一番多かった。典型的な表現は「~と思っています」
「~直すのは大変なこと」「~資料がいっぱいありますよ」「~
その人に押し付けるのは失礼なことです」、そして、「~て欲し
いと思っています」「~宜しくですよ」「~お~させていただき
ます」「~ないように」「~をお願いします」「~よろしくお願
いします」「~よろしくお願いいたします」「~よろしくお願い
致します」「~どうぞよろしくお願いします」「~よろしくお願
い申し上げます」などである。
例:本当に身勝手ですがそこら辺を宜しくですよ。
BCCWJの一つの事例の場合は、素直で自らがわがままで、その後は前
置き表現を言って、ある場所に指示して頼む。
6.結論
日本語の前置き表現「オサシツカエナケレバ」「タイヘン(デショウ
ガ)」「カッテ(デスガ)」の意味用法のまとめは以下の通りである。
①「差支えなければ」の用法。メールでは「サシツカエナケレバ」に
前接する表現はないが、後の表現はおおむね「依頼表現」である。典型
的な表現は「お~ください」である。BCCWJの場合は「サシツカエナケレ
バ」の前には様々な表現や意味項目が前接し、後の表現は「依頼表現」
が一番多かった。典型的な後続表現は「~いただけますか」「~てくだ
さい」「~ていただけないでしょうか」「~てもらえると嬉しいです」
「~てほしいです」である。
②「大変(でしょうが)」の用法。メールの場合、「大変(でしょう
が)」の前接表現は「一人で」のみである。後接表現はほとんど「激
励」と「依頼表現」である。この際の典型的な表現は「~てください」
である。BCCWJの場合、「大変(でしょうが)」の前は、メールの受け取
り手に心理的コストを与える様々な項目が来る。後接表現は「報告」と
「激励」が一番多かった。典型的な表現は「~はありますよ」「~は大
変だと思います」「~てください」である。
③「勝手(ですが)」の用法。メールの場合は「勝手(ですが)」の
前接表現は、「誠に」しかなかった。後接表現はおおむね「依頼表現」
である。典型的な表現は「~ていただけましたら幸いです」「~くださ
い」である。BCCWJの場合は「勝手(ですが)」の前の表現は書き手に属
する様々な意味項目ならびに表現であった。後接表現はおおむね「報
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
101
告」と「依頼表現」であった。典型的な表現としては「~と思っていま
す」」「~がいっぱいありますよ」「~は失礼なことです」、、「~て
欲しいと思っています」「~宜しくですよ」「~お~させていただきま
す」「~ないように」「~をお願いします」「~よろしくお願い致しま
す」「~よろしくお願い申し上げます」などである。
一方、前置き表現の使用バリエーションは「差し支えなければ」の場合
は全く変りはない。「大変(でしょうが)」「勝手(ですが)」では、
様々なバリエーションの用法がある。
どうしてこれらの前置き表現が日常会話や日本語メールの書き方にも
よく現れるのかを疑問になろう。
以上述べてきた前置き表現「オサシツカエナケレバ」「タイヘンデシ
ョウガ」「カッテデスガ」では、特に日本社会には相手に話すとき、直
接な言い方より、婉曲な話し方の方がよく見られる。例えば、何かを依
頼するとき、まず、前置き表現「オサシツカエナケレバ」言ってから、
依頼をする。また、岡本・多門(1996)によると、「話し手受益の場合
は普通は更なる前置き表現」を使うと指摘している。
また、人間関係からみれば、親密な関係ではないだろうと思われる。
親疎関係が近いと恐らく、前置き表現を使用せずに、直接に話しの目的
を言うであろう。仕事の場合は例えば、電子メールの場合、送り手と受
け手は、お互いに分かり合い親密な関係にもかかわらず、ビジネス場面
のメールであるから、受け手を尊重する場合もあると判断するので、依
頼するときやは励みをする場合でも「前置き表現」を用いてもおかしく
ないと思われる。
本研究には解決すべき課題も多く残っており、今後ビジネスメールの
表現や語彙(比較研究)を対象とした研究が望まれる。また、「コスト」
「上下関係」「親疎関係」「緊急性」等の様々な面から見る「ビジネス
電子メールを利用して円滑なコミュニケーションが实現できるよう、さ
らなる分析が必要となろう。
参考文献
岡本真一郎・多門靖容(2000)「失礼の諸用法―用法の相互関連性に着
目して―」『日本語教育』104、pp.30-39
新村出編 (1999) 『広辞苑 第五版』岩波書店
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
102
蒲谷宏・川口義一・坂本恵(1998)『敬語表現』大修館書店
杉戸清樹(1983)「待遇表現としての言語行動:注釈という視点」『日
本語学』2(7)、pp.32-42
杉戸清樹(1989)「言語行動についてのきまりことば」『日本語学』8
(2)、pp. 4-14
多門靖容・岡本真一郎(2005)「定型の前置き表現分析のために」『人間
文化』20、pp. 410-426
多門靖容 (2008)「定型の前置き表現のダイナミズム」『ことばのダイ
ナミズム』pp.15-29
陳臻渝(2007)「日本語の前置き表現に関する―考察 -会話文と投書
の比較を通して-」『人間社会学研究集録』2、pp.67-80
水谷修・水谷信子(1988)「たいへんですね」『外国人の質問に答える
日本語ノート1―ことばと生活―』pp.66-67
松浦健二(1994)『日本語・インドネシア語辞典』京都産業大学出版会
末永晃(2001)『日本語・インドネシア語大辞典』大学書林
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
103
BOOK REVIEW (ULASAN BUKU)
Judul buku : Transnational Japan in the Global Environmental Movement
Penulis : Simon Avenell
Terbitan : Maret 2017
Penerbit : University of Hawa’i Press
Tempat terbit : Honolulu
ISBN-13 : 978-0824867133
Pengulas : Himawan Pratama
“Keajaiban” adalah kata yang sering digunakan untuk
menggambarkan proses transformasi Jepang menjadi kekuatan ekonomi
dunia segera setelah kekalahannya pada Perang Dunia II. Proses
transformasi tersebut ditandai dengan industrialisasi yang digencarkan di
seluruh Jepang. Pada satu sisi, industrialisasi merupakan motor dari
penguatan indikator-indikator perekonomian Jepang. Namun, di sisi lain
konsekuensi logis dari industrialisasi adalah timbulnya polusi yang
mencemari lingkungan dan membahayakan manusia. Dan, memang pada
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
104
akhirnya Jepang harus menghadapi ekses negatif dari industrialisasinya.
Munculnya penyakit Minamata pada tahun 1950an dan penyakit asma
Yokkaichi pada 1960an adalah beberapa contoh dari efek buruk gencarnya
industrialisasi Jepang pasca Perang Dunia II.
Pencemaran lingkungan masif, serta dampak yang dirasakan oleh
masyarakat, memicu kemunculan gerakan-gerakan aktivis lingkungan di
Jepang.Hal inilah yang dipotret oleh Simon Avenell melalui bukunya,
Transnational Japan in the Global Environmental Movement (2017). Dengan
fokus pada periode 1960-an hingga 1990-an, buku ini memaparkan
bagaimana para aktivis lingkungan Jepang membangun cara pandangnya
terhadap fenomena-fenomena pencemaran lingkungan, serta bagaimana
mereka kemudian berkiprah dalam kancah internasional.
Apa sebenarnya yang patut untuk dijadikan sorotan dari gerakan
aktivis lingkungan di Jepang? Avenell berargumen bahwa jawabannya
berada pada paradigma yang memotivasi, serta menjadi landasan dan
panduan gerakan aktivis lingkungan di Jepang.Paradigma yang dimaksud,
dalam istilah Avenell, disebut sebagai “environmental injustice paradigm”.
Paradigma tersebut merupakan reaksi dari bagian masyarakat Jepang yang
terdampak oleh pencemaran lingkungan, sehingga sudut pandang yang
terbentuk merupakan sudut pandang orang pertama: sebagai korban
pencemaran lingkungan. Oleh karenanya, alih-alih melihat dengan kacamata
global yang justru berpotensi untuk mengaburkan detil dari sebuah masalah
lingkungan, environmental injustice paradigm justru menempatkan
landasan berpijaknya pada isu-isu lokal yang spesifik. Di sinilah sisi unik dari
gerakan aktivis lingkungan di Jepang yang dijelaskan oleh
Avenell.Environmental injustice paradigm adalah kerangka berpikir yang
lahir di Jepang dari hubungan timpang antara “produsen” polusi dengan
mereka yang terdampak.Dalam perkembangannya, dengan berlandaskan
environmental injustice paradigm, kiprah gerakan aktivis lingkungan hidup di
Jepang pada akhirnya tidak terbatas pada isu-isu lokal, namun juga
menembus batas-batas negara.Gerakan para aktivis lingkungan Jepang di
kancah internasional oleh Avenell dipandang memiliki signifikansi yang
mendalam karena mereka menawarkan sudut pandang baru kepada dunia,
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
105
yang bersumber dari pengetahuan dan pengalaman lokal (Jepang) dalam
menghadapi masalah lingkungan.
Analisis mendalam Avenell mengenai gerakan transnasional aktivis
lingkungan di Jepang menunjukkan kepada kita dua sisi dari praktik
industrialisasi Jepang pasca Perang Dunia II. Pada sisi inilah penulis
memandang pentingnya pandangan Avenell bagi studi Jepang, terutama di
Indonesia. Ia memaparkan sisi lain dari “kejaiban ekonomi” Jepang yang
banyak dikagumi di Indonesia. Meminjam dikotomi antara omote (apa yang
tampak) dan ura (apa yang berada di belakang yang tampak) dalam
masyarakat Jepang yang dikemukakan oleh Yoshio Sugimoto (2010: 32-35),
analisis Avenell memberikan gambaran sisi ura dari praktik industrialisasi
Jepang sejak berakhirnya Perang Dunia II.
Tulisan Avenell mengingatkan kita bahwa penelaahan terhadap
Jepang, atau terhadap apa pun, tidak dapat digantungkan hanya dari satu
sisi. Demikian pula, misalnya, mengenai keindahan lingkungan Jepang yang
kita kagumi saat ini. Ia tidak muncul secara instan, namun merupakan hasil
dari dinamika hubungan antara para industrialis, para korban pencemaran
lingkungan, serta aktivis lingkungan di Jepang.
Referensi Avenell, S. (2017). Transnational Japan and the Global Environmental
Movement . Honolulu: University of Hawai'i Press.
Sugimoto, Y. (2010). An Introduction to Japanese Society (Third Edition).
Cambridge: Cambridge University Press.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
106
AUTHORS PROFILE (PROFIL PENULIS)
Dewi Anggraeni is teaching staff at the Japanese Studies Program, Faculty of
Humanities Universitas Indonesia. She compeleted her graduate studies
(master) at the Graduate School of Letters, University of Indonesia in 2010,
with M.A. thesis on Murakami Haruki, focusing on the function of writing
activity within the novel Kaze no Uta wo Kike. Since then, her research
interest has shifted to Japanese literature within 15 years of war period
(1930-1945). She is now taking doctoral degree at the Graduate School of
Letters, Hiroshima University. E-mail address: [email protected]
Dian Annisa Nur Ridha is a Ph.D student at Graduate School of Global
Studies in Tokyo University of Foreign Studies (TUFS). She completed her
undergraduate studies at Japanese Literature Program, Universitas Gadjah
Mada in 2010, her master program at Universitas Gadjah Mada in 2013 and
Tokyo University of Foreign Studies (TUFS) in 2017. Her major is modern
Japanese literature and her current research topic is about Haruki
Murakami’s “Commitment”. She is also interested in the Reception of Haruki
Murakami in Indonesia. Email address: [email protected]
Firman Budianto received his B.A. degree in Japanese Studies from the
Universitas Indonesia in 2014. His research interests includes Japanese
business world, socio-cultural relation between Indonesia and Japan, and
contemporary Japanese society. He serves as junior researcher in Research
Center for Regional Resources of the Indonesian Institute of Sciences
(P2SDR-LIPI) since 2015, and is currently working on research on Japanese
animation and Japanese enterprises in Jakarta. He can be contacted at
firman.budianto*at+lipi.go.id
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
107
Irma Rachmi Yulita is a student at Post Graduate Program in Japanese
Studies, School of Strategic and Global Studies, Universitas Indonesia. She
completed her undergraduate studies at Japanese Literature Program,
Universitas Bina Nusantara, continuing with graduate studies at University
of Indonesia. She is interested in Japanese culture and social studies. She
currently writes a thesis concerning increase of Japanese and muslim
immigrants’ international marriage and its relation with the increase of
negative perception of Islam. E-mail address: [email protected]
Miftachul Amri is a teaching staff at Japanese Language Education Program,
Japanese Language and Literature Department, Language and Arts Faculty,
State University of Surabaya (Unesa). He completed his undergraduate
studies at Japanese Education Program, State University of Surabaya
(Unesa), his postgraduate studies (master) at Indonesian Education
University (UPI) and Aichi University of Education (AUE), and his Ph.D. at
Graduate School of Letters, Japanese Culture Department, Aichi Gakuin
University (AGU). He is interested in Japanese Culture (Bowing) and
Business Japanese Language studies. His recent research is Indonesianand
Japanese Business E-mail Study of Honorific Title, Preamble, Main Sentence,
and Close Sentence. E-mail address : [email protected]
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
108
WRITER’S GUIDELINE (PANDUAN PENULISAN)
Ketentuan Umum
1. Batas akhir pengumpulan artikel untuk edisi April adalah tanggal 31
Januari di tahun yang sama, sedangkan untuk edisi Oktober adalah
tanggal 31 Juli di tahun yang sama.
2. Artikel dapat ditulis dalam bahasa Indonesia, Inggris, atau Jepang.
3. Artikel dikirim dalam bentuk file word (.doc atau .docx).
4. Penulis diminta untuk mengirimkan biografi dalam bahasa Inggris
dengan bentuk narasi yang memuat riwayat pendidikan, daftar
penelitian terkini, minat penelitian, afiliasi, dan alamat e-mail.
Biografi dibuat dalam 100-150 kata.
5. Artikel dikirimkan via e-mail ke alamat
Dengan CC kepada alamat e-mail berikut :
Format Penulisan Umum Artikel 1. Artikel ditulis dalam format kertas B5 dengan setting margin normal
(batas kiri, kanan, atas, bawah 2,54 cm), dan spasi 1,15 (antar
paragraf tidak perlu ditambahkan satu spasi).
2. Urutan penulisan artikel adalah judul, nama penulis, abstrak,
pendahuluan (mencakup masalah penelitian, penelitian terdahulu,
dan metodologi), pembahasan, kesimpulan, daftar pustaka, endnote
(jika ada), dan biografi penulis.
3. Format penulisan judul adalah sebagai berikut:
1. Judul ditulis dengan ukuran huruf 14pt dan dicetak tebal (bold)
2. Untuk artikel berbahasa Indonesia/ Inggris huruf besar hanya
digunakan di awal kata.
3. Nama penulis ditulis di bawah judul dengan jarak satu spasi dari
judul dan ukuran huruf 12pt.
Jurnal Kajian Jepang Vol. 1 No. 1, Oktober 2017 ______________________________________________________________
109
4. Abstrak ditulis dalam bahasa Inggris maksimal 200 kata dengan
kata kunci 3-5. Ukuran huruf 11pt Calibri (body).
4. Catatan tambahan dibuat dalam format endnote dengan jenis huruf
Calibri (Body) ukuran 10pt.
5. Daftar pustaka mengikuti sistem penulisan APA. Daftar pustaka
berbahasa Jepang dibuat tetap dalam bahasa Jepang (tidak perlu
diubah ke dalam alfabet).
6. Penulisan kutipan diberi jarak satu spasi dari paragraf di atas dan di
bawahnya.
7. Penulisan kutipan dibuat dengan indent 0,37 cm dan kanan 4,03 ch.
8. Tabel, grafik, diagram (jika ada) ditulis dengan ukuran huruf 10pt.
9. Judul tabel, grafik, diagram dicetak tebal (bold) dengan ukuran 10pt.
Format Penulisan Berdasarkan Bahasa
Bahasa Indonesia/Inggris
Bahasa Jepang
Jumlah kata/karakter (isi artikel)
4.000-6.000 kata 10.000-12.000
karakter (字)
Jumlah kata/karakter (abstrak)
Maksimal 200 kata Maksimal 120
karakter (字)
Jenis huruf Calibri (Body) MS Mincho
Jenis huruf (isi artikel)
12pt 11pt
Ukuran huruf (kutipan)
10pt 10pt
Penanda awal paragraf
1 tab 1 spasi