water and sanitation

Download Water and Sanitation

If you can't read please download the document

Upload: micky-amekan

Post on 23-Jun-2015

139 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

YUMECHRIS AMEKAN (31. 07. 1113)

MEMIMPIKAN KOTA KUPANG SEBAGAI KOTA YANG SEHATKota Kupang adalah ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia. Luas wilayah adalah 180,27 km dengan jumlah penduduk sekitar 265.000 jiwa. Daerah ini terbagi menjadi 4 kecamatan dan 45 desa. Masalah Air Bersih Kota Kupang dan sekitarnya sejak bulan Mei telah memasuki musim kemarau. Matahari terasa sangat menyengat. Rumput mengering dan batu-batu karang yang tadinya tersembunyi di balik rerumputan tampak mencuat menghiasi kota yang dihuni sekitar 260.000 jiwa itu. Setiap kali musim kemarau tiba hampir pasti lebih dari 70% penduduknya mengalami kesulitan air bersih. Air ledeng yang saat ini dikelola Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kupang, yang mengalir ke rumahrumah penduduk Kota Kupang, sudah mulai tersendat-sendat akibat debit air yang mulai menurun. Hingga saat ini Pemerintah Kota Kupang belum memiliki perusahaan pengelola air bersih bagi penduduknya, kecuali UPTD air bersih. Jaringan pipa distribusi yang saat ini menghubungkan sumber air dengan rumah penduduk kota adalah milik Pemkab Kupang. Dua daerah ini pada tahun 2004 pernah bersitegang karena perebutan sumber air. Air bersih untuk warga kota berasal dari 22 sumber, yang terdiri dari 10 sumur pompa dan 12 mata air yang dikelola Pemkab Kupang. Meski demikian, setiap kali musim kemarau tiba, terutama pada bulan September hingga awal Desember, debit air akan menurun dan pasokan air ke rumah-rumah penduduk dengan sendirinya akan bermasalah. Berdasarkan data dari PDAM Kabupaten Kupang, dalam kondisi normal 22 sumber air itu mampu memproduksi 877.364,40 meter kubik, sementara kebutuhan normal warga kota seluruhnya 1.147.500 meter kubik per bulan atau masih kekurangan 270.136 meter kubik. Apalagi pada saat musim kemarau pasti terjadi krisis air bersih. Di musim kering, debit 22 sumber air dan 10 sumur pompa yang menjadi sumber air masyarakat Kota Kupang, turun drastis, dari 10-75 liter per detik pada musim hujan menjadi 0,5-20 liter per detik. Hal ini menyulitkan penyaluran air PDAM dengan prinsip gravitasi, sehingga distribusi air berkurang dari 3 hari sekali menjadi 5-7 hari sekali. Selain itu, masyarakat Kota Kupang juga menghadapi persoalan kualitas air bersih. Menurut pemeriksaan Dinas Kesehatan Kota Kupang, 12 sumur galian yang melayani tangki air milik PDAM dan pengusaha lokal untuk dijual ke warga kota berkedalaman kurang dari 80 meter, sehingga air yang ada berasal dari air permukaan yang tercemar bakteri. Berapa diantaranya bahkan berkedalaman kurang dari 10 meter.

Bersamaan dengan itu pula berkembang bisnis air bersih yang ditawarkan melalui mobil-mobil tangki ke rumah penduduk. Biasanya, air yang ditawarkan itu diambil dari usaha sumur bor yang dikuasai perorangan atau dikelola oleh Pemkot Kupang. Hanya saja, sumur bor yang dikelola pemkot itu belum mampu menyuplai kebutuhan kota. etiap tangki berisi paling kurang 3.000 liter dan biasanya dijual Rp 35.000 per tangki. Pada saat debit air mencapai titik kritis, antara September dan awal Desember, harga air yang ditawarkan melalui mobil-mobil tangki itu akan lebih mahal lagi. Satu mobil tangki berisi 3.000 liter itu dapat menyuplai selama satu minggu. Jika dalam satu rumah tangga terdiri atas lebih dari lima anggota, dengan berbagai keperluan, air sebanyak itu akan habis dalam waktu tiga hari. Musim kemarau, yang menyebabkan kesulitan air bersih, memang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Tidak ada pilihan lain bagi warga kota kecuali harus mengonsumsi air dari mobil-mobil tangki itu. Sering kali air yang tidak bersih ini memicu kasus-kasus diare dan muntaber karena sumber air lebih sering tercemar kuman E coli. Setiap rumah tangga yang terdaftar sebagai pelanggan PDAM Kupang, seperti di Kelurahan Naikoten, Naikolan, Kuanino, Fontein, Oebobo, Pasir Panjang, Alak, Namosain, Manutapen, Kelapa Lima, Sikumana, dan sekitar Kompleks BTN Kolhua, selalu mengalami masalah itu. Masalah tersebut rutin terjadi setiap tahun. Apabila musim kemarau, aliran air akan tersendat sendat, bahkan dalam seminggu air hanya mengalir dua kali selama beberapa jam. Pemkot mencoba menjawab persoalan ini dengan melalui program sumur bor tetapi jaringan air yang tersedia tidak sampai ke kelurga keluarga sehingga tidak menyelesaikan masalah air bersih yang ada di masyarakat. Masalah Sanitasi Fenomena pembangunan perkotaan yang berkembang dengan sangat cepat berdampak pada pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat seringkali mengakibatkan munculnya permukiman kumuh di daerah-daerah sekitar pusat perekonomian. Hal ini kerap kali memunculkan banyak persoalan lingkungan jika tidak ditangani secara baik. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya akses masyarakat terhadap prasarana dan sarana air limbah domestik permukiman. Air limbah yang dihasilkan dari rumah tangga banyak mengandung bahan organik yang dicirikan dengan tingginya nilai BOD (Biological Oxygen Demand) pada air yang tercemari limbah. Air limbah domestik dari rumah tangga tanpa akses terhadap bangunan pengolahan merupakan sumber pencemaran utama di perkotaan yang dapat menimbulkan dampak yang serius pada lingkungan karena dapat dengan mudah masuk ke badan air ataupun meresap ke badan tanah. Saat ini sekitar 50-75% beban BOD sungai di perkotaan Indonesia dihasilkan dari rumah tangga, sedangkan sisanya 25 -50 % berasal dari industri.

Masalah yang sama juga terjadi di Kota Kupang, walaupun kompleksitasnya tidak serumit kota-kota besar di Indonesia pada umumnya. Dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak 282.035 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 60.512 RT (BPS Kota Kupang, 2008). Diperkirakan jumlah penduduk pada tahun 2015 meningkat menjadi 398.316 jiwa, sehingga volume air limbah yang dihasilkan adalah sebesar 36.246.759 liter/hari (31.247 m3/hari) atau sebesar 13.230.067.195,88 liter/tahun (13.230.067 m3/tahun), dengan asumsi produksi limbah 91 l/org/hari. Dengan potensi sebesar ini apabila tidak ditangani secara baik maka akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan tentunya akan mengancam derajat kesehatan masyarakat. Secara umum pengelolaan air limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga, industri kecil, maupun sumber-sumber lainnya penanganannya masih konvensional. Kondisi saat ini menggambarkan bahwa hampir semua rumah tangga langsung membuang air limbah grey water ke halaman rumahnya maupun ke saluran lingkungan. Sedangkan untuk black water dilakukan dengan sistem pengelolaan setempat. Jumlah rumah tangga yang menggunakan jamban sebanyak 60.021 RT (99,19%), terdiri dari jamban pribadi 43.019 RT (71,09%), jamban bersama 15.804 RT (26,12%), dan jamban umum 1.198 RT (1,98%). Secara kuantitatif bisa dikatakan akses terhadap sarana pengolahan air limbah di Kota Kupang sudah sangat memadai, namun secara kualitatif tentunya angka tersebut masih bisa dipertanyakan kelayakan teknisnya. Bila ditinjau lebih mendalam lagi, Terdapat 42.199 RT atau sebesar 69,74% belum memiliki akses terhadap tempat pengolahan akhir tinja yang layak. Penggunaan tangki septik yang ada sebanyak 18.313 RT atau 30,26%, itupun tidak semuanya dilengkapi sumur peresapan. Hasil uji laboratorium yang dilakukan Dinas Kesehatan tahun 2006 menunjukkan bahwa air baku yang berasal dari mata air di Kota Kupang seluruhnya tidak memenuhi persyaratan bakteriologis dengan parameter coliform, dimana hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh angka kuman lebih dari 10 per 100 ml air sampel. Hasil uji tersebut juga menyatakan bahwa sebanyak 84,6% mata air yang ada di Kota Kupang telah tercemar oleh tinja. Kondisi ini tentunya akan menurunkan kualitas lingkungan serta kesehatan masyarakat. Masalahnya yakni pengelolaan air limbah khususnya air limbah domestik belum mendapatkan prioritas dalam pembangunan, padahal kondisi pada saat ini banyak sumber air permukaan yang telah tercemar oleh air limbah domestik khususnya limbah tinja. Belum adanya strategi pengelolaan air limbah domestik, rendahnya partisipasi dan akses masyarakat terhadap pengelolaan air limbah domestik yang layak dan aman, perilaku masyarakat yang membuang air limbah mereka tanpa didahului dengan pengolahan, tidak tersedianya regulasi lokal yang mengatur pengelolaan air limbah domestik permukiman, serta tidak adanya struktur yang khusus mengelola air limbah domestik pada intansi teknis yang ditugaskan untuk menangani pengelolaan

sanitasi di Kota Kupang menyebabkan pengelolaan air limbah domestik di Kota Kupang belum tertangani secara baik. Wabah Penyakit yang Sering Muncul (WBD) Di NTT, sepanjang Agustus hingga September 2007, 11 balita meninggal akibat Diare yang disebabkan kurangnya ketersediaan air bersih dan kondisi sanitasi yang buruk. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2004 mencatat, berdasarkan keluhan pasien yang berkunjung ke rumah sakit dan Puskesmas di seluruh NTT selama sebulan (tidak jelas bulan yang dijadikan sampel) terdapat 102.417 pasien penderita diare (Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Timur dalam Angka 2004/2005). Penyakit Demam Berdarah (DBD) Di Kota Kupang penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit endemis dimana jumlah kasus cendrung meningkat dan daerah penyebarannya bartambah luas setiap tahunnya, dari 49 kelurahan yang berada di wilayah 4 Kecamatan dimana 42 kelurahan telah terserang, dan dalam 3 tahun berturut telah terjadi KLB DBD, keadaan sejalan dengan semakin meningkatnya sarana transportasi, mobilitas penduduk serta peningkatan derap pembangunan. Berdasarkan data kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Kupang hampir setiap tahun (1998 2005) selalu ditemukan kasus DBD ditandai dengan kenaikan kasus maupun kematian. Secara umum kecendrungan peningkatan kasus per bulan dimulai pada Bulan Nopember dan puncaknya pada bulan Januari atau Pebruari setiap tahunnya.

Penyakit Diare Diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, baik ditinjau dari segi kesakitan maupun kematian yang ditimbulkannya serta sewaktu waktu beberapa etiologi dari diare dapat menyebabkan kejadian luar biasa/wabah yang disertai dengan jumlah kematian.

Hasil hasil survey menunjukkan bahwa angka kesakitan diare untuk seluruh golongan umur adalah berkisar 120 130 per 1.000 penduduk dan untuk balita menderita satu atau dua kali episode diare setiap tahunnya atau 60% dari semua kesakitan diare. Di kota Kupang pada tahun 2004 tercatat 7.865 penderita (30,05 per 1.000 penduduk), adapun golongan umur balita tercatat 7.804 penderita (26,4 per 1.000 balita). Masih tingginya angka kesakitan dan kematian tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sanitasi lingkungan yang masih belum memadai, status gizi yang kurang, pendidikan dan pengetahuan tentang diare dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang rendah serta keadaan soial ekonomi masyarakat yang secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi keadaan penyakit diare ini. Tahun 2004 tercatat 7.865 penderita (30,05 per 1.000 penduduk), adapun golongan umur balita tercatat 7.804 penderita (26,4 per 1.000 balita), dari seluruh kasus diare tersebut, semuanya telah mendapat pengobatan. Perkembangan kejadian diare di Kota Kupang dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Dari grafik tersebut diatas terlihat bahwa dari tahun 2002 sampai dengan 2004 penyakit diare cenderung mengalami penurunan. Meskipun trendnya mengalami penurunan tetapi kondisinya belum menunjukkan pada situasi aman. Untuk mengatasi masalah tersebut, upaya rehidrasi oral (URO), meneruskan makanan/ASI selama dan sesudah diare, terapi cairan intravena untuk dehidrasi berat dan terapi medikantosa sesuai indikasi merupakan tatalaksana penderita diare yang tepat dan efektif untuk menurunkan angka kematian diare. Penyakit Malaria Kota Kupang merupakan salah satu dari 16 Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Nusa Tenggara Timur dan termasuk dalam kriteria endemis malaria. Kasus malaria klinis di Kota Kupang dari tahun ke tahun cenderung berfluktuasi. Penyakit ini disebabkan oleh nyamuk Anopheles betina. Data dari Dinas Kesehatan Kota Kupang selama 7 tahun terakhir menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan kasus malaria. Tahun 2000 ditemukan bahwa setiap 1000 penduduk terdapat 101,5

penderita malaria dan tahun 2007 menurun sebesar 33,3 penderita malaria per 1000 penduduk. Kecenderungan penurunan kasus malaria dapat dilihat pada grafik berikut :

Berdasarkan stratifikasi endemisitas malaria klinis, penyakit malaria di Kota Kupang tersebar di seluruh kelurahan dengan tingkat endemis (keparahan) seperti pada tabel berikut ini :

Dari tabel tersebut diatas, menunjukkan bahwa daerah dengan ancaman tinggi malaria semakin menurun. Daerah terancam tertinggi adalah wilayah Kecamatan Oebobo dan terendah kecamatan Kelapa Lima. Tingkat keparahan bukan hanya ditunjukkan dengan klinis malaria, tetapi juga ditunjang dengan hasil pemeriksaan laboratorium. Dari 31% pasien yang diperiksa darahnya, dinyatakan 8% pasien Positif terdapat plasmodium dalam darahnya. Adapun plasmodium terbanyak adalah vivax.

Sesuai dengan hasil survey dinamika tahun 2004, ditemukan 2 jenis nyamuk penyebab malaria yang ada di Kota Kupang yaitu : Nyamuk Anopheles Type Barbirostris yang pada umumnya hidup pada tempat perbukitan/pedalaman serta tempat mata air dan sungai Nyamuk Anopheles Subvictus yang kebanyakan hidup didaerah pinggiran pantai dan lagoon. Kegiatan pengobatan terhadap penderita malaria di Kota Kupang dilakukan melalui kegiatan Passive Case Detection dan Active Case Detection terhadap pasien yang datang ke unit pelayanan kesehatan maupun yang dilakukan oleh masyarakat di Posmalkel dan melalui kegiatan survey di daerah endemis malaria. Pasien yang didiagnosa malaria baik klinis maupun positif telah 100% diobati. Jenis pengobatan pasien malaria dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa pengobatan yang digunakan adalah sebagian besar menggunakan Klorokuin dan Primakuin. Berbagai upaya pemberantasan terhadap penyakit malaria telah dilakukan melalui program pengobatan penderita, pemberantasan vektor, kelambunisasi, sistem surveillans baik secara ACD maupun PCD, namun hasilnya belum memuaskan. Tingginya penularan malaria di Kota Kupang disebabkan beberapa hal antara lain: (a) Kondisi geografis dan lingkungan yang memungkinkan berkembang biaknya vektor malaria; (b). Adanya daerah persawahan dan daerah pantai (lagun) yang merupakan tempat berkembang biaknya vektor malaria; (c). kebiasaan tidur penduduk pada malam hari tanpa menggunakan kelambu; (d). kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari merupakan faktor resiko terjadinya malaria. Penyakit Acute Flacid Paralysis (AFP) / Lumpuh Layuh AFP merupakan suatu kegiatan yang memantau penyakit-penyakit yang menyebabkan anak di bawah usia 15 tahun mengalami kelumpuhan yang bersifat layuh (lemas). Hal ini dikarenakan tandatanda klinis awal dari penyakit polio salah satunya adalah lemas pada anggota badan (penyakit lain dapat juga mempunyai gejala klinis sama). Angka kejadian kasus AFP ini umumnya adalah 1 per 100.000 anak dibawah usia 15 Th. Angka kasus AFP yang ditemukan di Kota Kupang pada tahun 2006 sebanyak 6 kasus atau 6,56 per 100.000 anak dibawah usia 15 Th. Angka ini tentunya melebihi target yang ditetapkan yaitu 2 kasus. Dari ke-6 kasus tersebut, setelah dilakukan pengujian feses di Laboratorium tidak ditemukan tanda-tanda adanya virus Polio liar.

SUMBER : Pos Kupang, 18 Desember 2007 Pos Kupang, 26 November 2006 Pos kupang, 6 November 2007 Pos Kpang, 5 Oktober 2007 Pos Kupang, 28 September 2007 Pos kupang, 25 April 2007 Pos Kupang,16 Juli 2007 http://kotakupang.com/webkota/content/view/27/49/1/6/lang,indonesian/