welding metalurgy

75
BAB I Konsep Dasar Metalurgi 1.1. Mengenal Metalurgi Las Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat logam, terdiri dari 1) metalurgi fisik antara lain heat treatment (perlakuan panas), mechanical testing, metallography dan penomeran sesuai standar, 2) proses metalugi yaitu reproduksi bijih besi, ekstrasi bijih logam dan logam paduan melalui dapur (ingat modul sebelumnya), proses pengecoran logam serta proses pengelasan. Sedangkan metalurgi pengelasan adalah ilmu yang mepelajari sifat dan teknologi penyatuan logam pada proses pengelasan. Metalurgi pengelasan ini akan membahas fenomena yang berhubungan dengan peleburan, solidifikasi, siklus panas, pengaruh elemen-elemen paduan dan perubahan metalurgi dari logam yang dilas baik dalam keadaan cair (liquid) maupun keadaan padat (solid). Pengetahuan tentang metalurgi pengelasan merupakan hal penting untuk memperoleh sambungan las yang memenuhi syarat dan ini akan menentukan keberhasilan proses pengelasan. Daerah lasan bisa diasumsikan sebagai daerah pada proses pengecoran dalam sekala kecil, bedanya pada proses pengelasan, proses solidifikasi diawali dari bentuk butiran-butiran (grains) yang sudah terbentuk pada fusion line (garis las) dan tumbuh secara teratur menuju pusat lasan selama proses pengelasan.

Upload: scribdrio7

Post on 21-Oct-2015

193 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

ilmu tentang metalurgi las

TRANSCRIPT

Page 1: Welding Metalurgy

BAB IKonsep Dasar Metalurgi

1.1. Mengenal Metalurgi Las

Metalurgi merupakan ilmu yang mempelajari sifat-sifat logam, terdiri dari 1) metalurgi fisik antara

lain heat treatment (perlakuan panas), mechanical testing, metallography dan penomeran sesuai

standar, 2) proses metalugi yaitu reproduksi bijih besi, ekstrasi bijih logam dan logam paduan melalui

dapur (ingat modul sebelumnya), proses pengecoran logam serta proses pengelasan. Sedangkan

metalurgi pengelasan adalah ilmu yang mepelajari sifat dan teknologi penyatuan logam pada proses

pengelasan. Metalurgi pengelasan ini akan membahas fenomena yang berhubungan dengan peleburan,

solidifikasi, siklus panas, pengaruh elemen-elemen paduan dan perubahan metalurgi dari logam yang

dilas baik dalam keadaan cair (liquid) maupun keadaan padat (solid). Pengetahuan tentang metalurgi

pengelasan merupakan hal penting untuk memperoleh sambungan las yang memenuhi syarat dan ini

akan menentukan keberhasilan proses pengelasan.

Daerah lasan bisa diasumsikan sebagai daerah pada proses pengecoran dalam sekala kecil, bedanya

pada proses pengelasan, proses solidifikasi diawali dari bentuk butiran-butiran (grains) yang sudah

terbentuk pada fusion line (garis las) dan tumbuh secara teratur menuju pusat lasan selama proses

pengelasan.

Page 2: Welding Metalurgy

Gambar 1.1 Siklus thermal

Pada proses pengelasan, kecepatan sumber panas lebih besar dari pada kecepatan aliran panas

dan kecepatan aliran panas searah dengan gerak busur listrik lebih kecil dibandingkan dengan

kecepatan pada arah tegak lurus gerak busur listrik. Dengan demikian daerah disekitar las mengalami

siklus termal berupa pemanasan (heating) sampai suhu maksimum tercapai kemudian diikuti dengan

pendinginan (cooling) seperti terlihat pada Gambar 1.1. Bagian yang terpenting pada siklus thermal

adalah pendinginan, karena sangat mempengaruhi transformasi fasa yang berarti berpengaruh pada

struktur mikro di logam las dan daerah pengaruh panas (heat affected zone/HAZ).

1.2. Mengenal Diagram Fasa Ferrous dan Non Ferrous Metal

Sebelum mengenal dan mendalami tentang metalurgi las (welding metallurgy), kita harus

mengingat kembali tentang diagram fasa logam besi (ferrous) dan logam non besi (non ferrous) yang

pernah didapat pada pelajaran (modul) sebelumnya, alasannya adalah pada proses pengelasan fusi (las

busur) seperti : las listrik (SMAW), las TIG, las MIG dan lain-lain, temperatur proses berada pada fasa

cair (liquid) seperti pada proses pengecoran (casting). Dengan memahami tentang diagram fasa dari

masing masing material kita akan mengetahui temperatur proses pengelasan serta akan bisa

memprediksi struktur mikro pada hasil pengelasan. Bentuk dan jenis struktur mikro merupakan

cerminan dari sifat-sifat mekanik bahan, seperti akan dibahas fokus pada modul metalurgi las ini.

Page 3: Welding Metalurgy

Diagram fasa adalah diagram yang menghubungkan antara komposisi, temperatur dan fasa. Adapu

kegunaan diagram fasa antara lain :

A. Untuk mengetahui jenis fasa pada logam dan paduannya

B. Untuk meramalkan atau memprediksi paduan

C. Untuk memprediksi struktur mikro

1.2.1. Paduan

Paduan adalah campuran dua unsur atau lebih sehingga diperoleh sifat-sifat yang lebih baik

Contoh paduan antara lain :

A. Logam + logam (Cu+Al), disebut paduan Cu-Al

B. Logam + non logam (Fe + C), disebut baja

Parameter paduan antara lain :

Komposisi dalam %

A. Temperatur (T) dalam satuan derajat celsius (°C) atau farenhet (°F)

B. Fasa tertentu liquid (L) dan solid (S) atau berada diantara keduanya (L & S)

Contoh diagram fasa yang terbentuk oleh dua unsur yang dipadukan (diagram fasa biner) yaitu :

A. Diagram fasa yang menunjukan larut sempurna dalam keadaan cair maupun padat artinya

A+B=C

B. Diagram fasa yang menunjukan kelarutan yang sempurna dalam keadaan cair tetapi larut

sebagian dalam keadaan padat atau A+B=A’(α)+B’(β)

Page 4: Welding Metalurgy

C. Diagram fasa yang menunjukan kelarutannya sempurna dalam keadaan cair tetapi dalam

keadaan padat tidak larut satu sama lainnya atau dengan kata lain A+B = A+B

Gambar 1.2 Fasa diagram dua unsur paduan

Gambar 1.3 Fasa diagram Fe-C

Paduan Fe-C, yang diperlihatkan peda diagram fasa terdiri dari baja karbon (carbon steel)

dengan maksimum 2,14 % C dan besi cor (cast iron).

Ket . Gambar 0-1L = fasa cairS = fasa padatTCA = temperature cair komponen ATCB = temperature cair komponen BLiquidus = L/(S+L)Solidus = S/ (s+L)A dan b = fasa sama (fasa padat) meskipun komposisi beda

Page 5: Welding Metalurgy

Pada diagram fasa Fe-C terdiri dari

A. Larut padat (solid solution)

B. Senyawa (compound)

C. Hasil rekayasa fasa (modification)

Dalam kondisi larut padat terdiri dari:

A. Baja alpha (α) = Ferit

Baja ferit antara lain larutan padat C dalam Fe bcc (bentuk butiran bcc), terdiri dari:

Bentuk stabil Fe (iron) pada temperatur kamar

Kelarutan (solunility) maksimum C dalam Fe bcc = 0,022 wt%

Akan berubah fasa menjadi austenit pada temperatur 912oC

B. Baja gamma (γ) = austenit

Baja austenit antara lain larut padat C dalam Fe fcc (bentuk fcc) terdiri dari:

Tidak setabil dibawah temperature eutektik (727oC) kecuali didinginkan cepat

Kelarutan maksimum C dalam Fe fcc 2,14 wt%

Akan berubah fasa menjadi fasa δ (delta) pada temperature 1395oC

C. Baja delta (δ) = delta

Sedangkan baja delta antara lain larut padat C dalam Fe bcc (bentuk bcc) terdiri dari:

Stabil hanya pada teperatur tinggi (di atas 1395oC)

Strukturnya sama seperti ferit (α)

Mencair pada temperature 1538oC

Suatu bukti bahwa diagram fasa bisa membedakan bentuk struktur mikro pada jenis paduan

logam seperti cotoh Gambar 1.4. Gambar tesbut mengambil contoh paduan Fe-C ferit (α) adalah baja

Page 6: Welding Metalurgy

satu fasa dengan kandungan C (carbon) relatif lebih rendah dibandingkan dengan perlit (α +Fe3C)

sehingga terlihat carbon larut sempuna,hanya batas butir (garis tak beraturan) dan titik hitam yanga

terlihat, sedangkan pada perlit terlihat dua dominasi yaitu putih (α) dan garis hitam adalah (Fe 3C), dan

disebut dua fasa.

Gambar 1.4 Perbedaan struktur mikro ferit dan perlit

Gambar 1.5 Stuktur mikro pada daerah las vs fasa diagram steel 0,2%C

Page 7: Welding Metalurgy

Baja karbon medium(Medium carbon steel)

Baja karbon rendah(Low carbon steel)

Baja paduan tinggi(High alloy steel)

Baja karbon tinggi(High carbon steel)

Baja paduan rendah(Low alloy steel)

Baja karbon(Cabon steel)

Baja(steel)

Baja paduan(Alloy steel)

1.3. Klasifikasi Baja

1.3.1 Baja Karbon:

A. Baja karbon rendah :

Kandungan karbon <0,25%C

Tidak responsif terhadap perlakuan panas

Metode penguatannya dengan “cold working”

Struktur mikronya terdiri dari ferit dan perlit

Relatif lunak dan lemah

Ulet dan tangguh

Mampu mesin dan mampu las yang baik

Aplkasi :

Bodi mobil, bentu struktur (frofil I, L, C, H), Pipa saluran

Gambar 1.6 Bagan klasifikasi baja

Page 8: Welding Metalurgy

B. Baja karbon medium :

Kandungan karbonnya: 0,25-0,6%C

Dapat ditingkatkan sifat mekaniknya melalui perlakuan panas, austenitizing, quenching,

dan tempering.

Yang banyak digunakan baja jenis ini hasil tempering (struktur mikro martensit).

Lebih kuat dari baja karbon rendah

Aplikasi:

Poros, roda gigi, crankshaft

C. Baja karbon tinggi :

Kandungan karbonnya:0,6<%C ≤2,14

Dapat ditingkatkan sifat mekaniknya melalui perlakuan panas, austenitizing, quenching,

dan tempering.

Banyak digunakan hasil proses tempering

Paling keras, paling kuat, paling getas di antara baja karbon lainnya

Tahan aus

Aplikasi:

Pegas, pisau cukur, kawat kekuatan tinggi, rel kereta api, perkakas potong, dies

1.3.2 Baja Paduan

Baja selain terdiri Fe dan C juga mengandung unsur-unsur paduan lain, untuk tujuan

mendapatkan sifat yang lebih baik sesuai yang diinginkan, unsur paduan yang dimaksud antara lain:

Mn, Cr, Mo, Ni, dll.

Page 9: Welding Metalurgy

Baja paduan terdiri dari baja paduan rendah dan baja paduan tinggi,

A. Baja paduan rendah:

Jumlah unsur paduan < 10 %

Memiliki kadar karbon sama seperti baja karbon, tetapi ada sedikit unsur paduan

Dengan penambahan unsur paduan, kekuatan dapat ditingkatkan tanpa mengurangi

keuletan, kekuatan tarik, kekuatan fatik bahkan akan meningkatkan daya tahan terhadap

korosi, aus dan tahan panas lebih baik tergantung dari unsur paduannya,

Aplikasi:

Kapal, jembatan, roda kereta api, ketel uap, tangki gas.

Klasifikasi baja paduan rendah berdasarkan sifat antara lain:

Baja kuat

Baja tahan suhu rendah

Baja tahan panas

Baja kuat:

o Kekuatan tariknya 50-100 kg/mm2

o Sifat mapu lasnya baik (weldability) (%C rendah)

o Tangguh dan sifat mekaniknya sangat baik

Aplikasinya: baja pegas

Baja tahan suhu rendah:

o Kekuatan impaknya tinggi

o Suhu transisi ketangguhan yang rendah

Alikasinya: tangki penyimpan gas cair

Page 10: Welding Metalurgy

Baja tahan panas:

o Selain tahan terhadap suhu tinggi juga tahan terhadap asam dan mulur

Contoh: baja paduan Cr-Mo (tahan terhadap suhu 600oC)

D. Baja paduan tinggi:

Jumlah unsur paduannya >10%, terdiri dari:

o Baja tahan karat (stainless steel)

o Baja perkakas (tool steel)

o Baja mangan (hadfield steel)

1.3.3 Klasifikasi Baja Tahan Karat:

Baja tahan karat feritik (ferritic stainless steel)

Baja tahan karat austenitik (austenitic stainless steel)

Baja tahan karat matensitik (martensitic stainless steel))

Baja tahan karat duplek

A. Baja tahan karat feritik:

Unsur paduan utama; Fe, Cr

Struktur mkro terdiri fasa ferit (α), bcc

Non heat treatable (tidak mampu diperlakukan panas)

Dapat ditingkatkan kekuatannya dengan cara cold working

Bersifat magnetik

Aplikasi: cetakan gelas, valve pada suhu tinggi, garpu, ruang pembakaran

Contoh: AISI 409 dan AISI 446

Page 11: Welding Metalurgy

B. Baja tahan karat austenitik:

Unsur paduan utama, Fe, Cr, Ni (Cr>16%. Ni >3,5%, ada Mn)

Struktur mikro terdiri fasa autenit

Tidak mampu diperlakukan panas (non heat treatable)

Dapat diperkeras dan diperkuat dengan cold werking

Tidak bersifat magnetik

Ketahanan korosinya paling baik

Paling banyak diproduksi

Aplikasinya: bejana cryogenic, peralatan proses industri makana dan kimia

Contoh: AISI 304 dan AISI 316L

C. Baja tahan karat matensitik:

Unsur paduan utama; Fe, Cr

Struktur mikro terdiri fasa martensit

Dapat ditingatakan kekerasan dan kekuatannya dengan perlakuan panas (heat

treatable)

Bersifat magnetik

Aplikasi: bearing, surgical tools

Contoh: AISI 410 dan AISI 440A

D. Baja tahan karat duplex:

Disebut juga precifitation hardenable steel

Unsur paduan utama: Fe, Cr, Ni, Al, Mn

Struktur mikro terdiri fasa campuran (ferit + martensit atau ferit + austenit)

Bertambah keras karena terjadi transportasi fasa dari austenit menjadi fasa kedua

Page 12: Welding Metalurgy

Aplikasi: baja pegas, bejana tekan

Contoh: AISI 17-7PH

1.3.4. Baja Perkakas (tool steel):

Tool steel tipe W: baja perkakas yang dikeraskan dengan pencelupan dalam air

Tool steel tipe To: baja perkakas yang dikeraskan dengan pencelupan dalam oli

Tool steel tipe A: baja perkakas yang dikeraskan dalam pendinginan udara bebas

Aplikasi: cutting tools, dies

Contoh, high speed steel

1.3.5. Baja mangan:

≥13%Mn, ≥ 1%C

Pada suhu kamar struktur mikronya austenit (ү)

Sangat keras, jika dideformasi semakin bertambah keras (austenit→martensit)

Aplikasi: makuk pengeruk pada alat berat, teralis penjara, frog rel keteta api

1.3.6. Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Baja

A. Canbon (C)

Meningkatkan kekerasan dan kekuatan tarik

Menurunkan kekuatan impak dan keuletan

B. Mangan(Mn)

Meningkatkan kekuatan dan kekerasan

Meningkatkan ketahanan terhadap abrasi

Memperbaiki kualitas permukaan karena Mn dapat mengikat sulfur (S)

Page 13: Welding Metalurgy

C. Silikon (Si)

Menaikan kekerasan dan elastisitas

Menurunkan kekuatan tarik dan keuletan Si dan Mn unsur yang selalu ada pada baja

D. Chrom (Cr)

Membentuk karbida khrom-keras dan kuat

Meningkatkan ketahanan terhadapkorosi

Meningkatkan kekerasan, kekuatan tarik, ketangguhan, dan ketahanan abrasi

E. Nikel (Ni)

Meningkatkan kekuatan dan ketangguhan

Menurunkan temperatur

Eutektoid baja bahkan sampai ketemperatur yang efektif untuk proses quench

Memperbaiki ketahana korosi

Tidak membentuk karbida dan tidak berpengaruh terhadap kekerasan

F. Molybdenum (Mo)

Meningkatkan kekerasan

Meningkatkan ketangguhan dan ketahanan mulur

Meningkatkan ketahana baja pada temperatur tinggi

Menurunkan kerentanan terhadap temper pada baja

G. Wolfram (W)

Membentuk karbida

Page 14: Welding Metalurgy

Meningkatkan kekerasan, ketahanan abrasi, kekuatan meskipun pada temperatur tinggi

H. Vanadium (V)

Pembentuk karbida kuat dan stabil

Dengan penambahan 0,04-0,05% V mampu keras karbon medium naik

Pada baja perkakas, V menaikan kekuatan tarik dan batas mulur

1.3.6 Standar Penamaan Baja:

A. Standar Amerika

SAE (Society of Automotive Engineers)

AISI (American Iron and Steel Institute)

SAE → XXXX

AISI

X : Jenis baja

XXX : Paduan utam

B. Standar Jerman (DIN)

St-37 : baja dengan kekuatan tarik minimum 37 kg/mm2

C45: baja dengan 0,45%C

C. Standar jepang (JIS)

S45C: baja dengan 0,45%C

BAB IIProses Metalurgi Las

Page 15: Welding Metalurgy

2.1. Prosedur Proses Las

Perencanaan untuk pelaksanaan pengelasan meliputi cara pembuatan konstruksi las (welding

design) yang sesuai dengan rencana dan spesifikasinya dengan menentukan semua hal yang diperlukan

dalam pelaksanaan proses pengelasan. Perencanaan proses pengelasan meliputi antara lain :

A. Jadwal pekerjaan, proses pembuatan, alat-yang diperlukan, bahan, urutan pengelasan,

pengaturan pekerjaan dan perlakuan setelah pengelasan

B. Pemilihan proses pengelasan didasarkan pada proses yang paling sesuai untuk setiap

sambungan las yang ada pada konstruksi dengan memperhatikan efisiensi, biaya, tenaga keraja

dan energi

C. Setelah proses pengelasan dipilih, tahap berikutnya adalah menentukan syarat-syarat

pengelasan, urutan pengelasan dan persiapan pengelasan

D. Menentukan cara-cara untuk menghilangkan atau mengurang deformasi dan perlakuan panas

2.1.1. Hal-hal Umum Yang Perlu Diperhatikan Dalam Persiapan Pengelasan yaitu :

A. Mutu sambungan las tergantung pada persiapan sebelum pengelasan.

B. Pemilihan jenis proses las yang akan dilakukan, (sesuaikan dengan bahan las, pemilihan bahan

tambah dan jenis mesin las yang tersedia).

C. Juru las (welder) harus mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kualifikasi.

D. Disamping mesin las, alat-alat lain yang diperlukan (alat-alat penunjang).

2.1.2 Hal-hal Khusus Pada Persiapan Proses Pengelasan :

A. Persiapan benda las

Setelah proses pengelasan dipilih, langkah selanjutnya adalah menentukan geometri

sambungan dengan memperhatikan teknik dari bagian pembuatan, sifat kemampuan

pengerjaan dan kemungkinan penghematan berdasarkan bentuk alur las.

Page 16: Welding Metalurgy

Pembuatan alur las dapat dlakukan dengan alat pemotong gas (oxy-acetilyne cutting)

atau pemotong mesin gerinda tangan atau dengan kikir seperti pada Gambar 2.1

dibawah.

Gambar 2.1 Geometri alur las

B. Posisi pengelasan dan alat bantu

Posisi terbaik adalah datar (flat) ditinjau dari kualitas dan efisiensi las

Dianjurkan menggunakan alat pengikat atau alat bantu dengan tujuan:

Agar pengelasan posisi datar dapat dilakukan

Menahan dan mengurangi distorsi

Meningkatkan efisiensi

C. Las ikat (tack weld) dan perakitan

Las ikat biasanya digunakan untuk mengikat sementara saat penyetelan bagian-bagian

yang akan disambung

Las ikat biasanya menggunakan elektroda yang sama dengan yang akan dipakai pada

pengelasan sesungguhnya

Page 17: Welding Metalurgy

Jarak dan panjang las ikat diupayakan tidak mengganggu proses pengelasan (seminim

mungkin tetapi kuat)

Alat bantu untuk penyetelan dan pengikatan.

Gambar 2.2 Alat bantu pengikat

2.2. Sumber Panas

Panas dibutuhkan pada proses pengelasan. Pada las busur (arc welding) panas berfungsi untuk

mencairkan logam induk (base metal) serta elektroda atau logam pengisi (filler) sehingga membentuk

sambungan, sedangkan pada las friksi sambungan las terjadi karena pengaruh panas hingga logam

menjadi lunak tetapi tidak sampai meleleh dan proses penyambungan dilakukan dengan pemberian

tekanan. Adanya panas terjadi siklus termal las yang berupa pemanan sangat cepat sampai tercapai

suhu maksimum, yaitu sekitar 3000oC pada pengelasan baja, kemudian diikuti pendinginan relatif lebih

lambat sampai suhu kamar. Struktur mikro dan sifat-sifat mekanik di daerah las dan daerah terpengaruh

panas (heat affected zone) sangat dipengaruhi oleh laju pemanasan dan pendinginan. Selain itu panas

yang terjadi pada proses pengelasan sangat mempengaruhi distribusi suhu, tegangan sisa (residual

stress) dan perubaha dimensi atau distorsi.

Pada proses pengelasan dua jenis energi yang dibutuhkan adalah :

Page 18: Welding Metalurgy

A. Energi termal atau panas

B. Energi mekanik seperti pada las gesek (friction welding)

Sumber panas dapat berasal dari energi kimia misal pembakaran gas dengan oksigen atau energi

listrik (misal pada las busur listrik) dan sinar intensitas tinggi seperti plasma.

2.2.1. Sumber Panas Dengan Proses Kimia (oksi-asetilen)

Pada las oksi-asetilen, panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran di daerah reduksi antara gas

asetilen C2H2 dan oksigen O2 yang menghasilkan gas CO dan H2 sebagai berikut:

C2H2 + O2 = 2CO + H2 + 0,021 J/mm3

Dilanjutkan dengan pembakaran sempurna gas CO dengan udara dan menghasilkan gas CO2

2CO + H2 + 1,5 O2 = 2CO2 + H2O + 0,027 J/mm3

Total energi panas yang dihasilkan oleh kedua reaksi diatas sebesar 0,048 J/mm3 (48 kJ/liter),

sehingga energi panas tiap satuan waktu q (dalam J/s) tergantung pada konsumsi gas asetilen dan

dinyatakan dengan persamaan: q = (48 kJ/liter asetilen) x Vasetilen x (l/3600s)

Dimana:

Vasetilen = debit aluran gas asetilen (liter/jam), panas pembakaran asetilen = 48 kJ/liter pada 1 atm

dan 25oC dan h: waktu dalam jam

2.2.2. Sumber Panas Dengan Listrik:

Page 19: Welding Metalurgy

Pada las busur listrik, panas dihasilkan dari muatan listrik pada anoda dan katoda, dimana besar

energi panas) dinyatakan dengan rumus :

q = ExI

Dimana :

q = sumber panas (Watt) untuk proses pengelasan

E = potensial listrik (Volt)

I = arus listrik (Amper)

2.2.3 Sumber Panas Dengan Energi Mekanik:

Sumber energi atau panas proses FSW didapat dari gesekan antara shoulder (penekan) dengan

permukaan benda las dan besarnya:

Dimana :

Q₀ = Sumber energi atau panas yang ditimbulkan

μ = Koefisien gesek

P = Tekanan shoulder terhadap permukaan

N = Putaran shoulder

R = Radius shoulder

2.3. Masukan Panas (heat input)

Page 20: Welding Metalurgy

Masukan panas atau heat input (qw) adalah besarnya energi panas tiap satuan panjang las ketika

sumber panas (berupa nyala api, busur listrik, plasma atau sinar energi tinggi) bergerak sepanjang garis

las. Masukan panas dinyatakan dengan persamaan :

Qw = q/v = EI/v

Dimana :

qw = masukan panas (J/mm)

qw = sumber panas (Watt)

v = kecepatan pengelasan (mm/s)

E = tegangan listrik (volt)

I = arus listrik (Amper)

Pada kenyataannya, perpindahan panas dari sumber panas ke benda kerja berjalan tak sempurna

ditandai dengan adanya panas yang hilang ke lingkungan. Besar panas yang hilang ini menentukan

efisiensi perpindahan panas sehingga persamaan diatas menjadi :

Qw = q/v = μEI/v

Dimana μ adalah efisiensi perpindahan panas yang nilainya dibawah 1 atau antara 0,25 s/d 0,95

Contoh :

Pada proses pengelasan menggunakan las TIG dengan amper dan voltage konstan dengan

ketentuan masing-masing adalah 150 A dan 22 Volt, kecepatan pengelasan 120 (mm/menit) serta

efisiensi 75% hitung masukan panas yang terjadi !

Penyelesaian :

120 (mm/menit) = (120 : 60) = 2 (mm/detik)

Dengan persamaan Qw = μEI/v, maka :

Qw = (0,75x22x150)/2

= 1.238 (J/mm) atau 1,238 (kJ/mm)

Page 21: Welding Metalurgy

Efek masukan panas (heat input) terhadap laju pendinginan (cooling rate) atau jika

dibandingkan antara masukan panas dengan laju pendinginan pada proses pengelasan akan diperoleh

bahwa jika masukan panas besar maka laju pendinginan semakin lambat, ditunjukan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Efek heat input terhadap cooling rate

2.4. Aliran Panas pada Proses Las

Perlu diketahui bawa efek panas pada proses pengelasan akan mengkibatkan perubahan struktur

mikro, sifat-sifat mekanik, tegangan sisa dan distorsi. Efek panas akan dipengaruhi oleh antara lain:

bentuk kampuh las, proses solidifikasi, temperatur puncak pada HAZ, luasan HAZ dan cooling rate

pada daerah las. Perpindahan panas pada daerah las sebagaian besar terjadi secara konduksi dan

sebagaian kecil berupa konveksi dan radiasi sehingga pada kasus-kasus tertentu kedua bentuk

perpindahan panas ini dapat diabaikan. Heat flow pada daerah las akan dipengaruhi oleh antara lain:

tebal benda las, konstruksi las, konduktivitas termal, dan lingkungan sekitar.

Page 22: Welding Metalurgy

Secara teori aliran panas yang terjadi pada proses pengelasan dibagi menjadi dua yaitu:terjadi

dua arah untuk pengelasan pelat tipis (Gambar 2.4 a) dan tiga arah untuk pelat tebal (Gambar 2.4 b).

Untuk menentukan apakah pelat yang akan dilas tipis atau tebal dari sumber menyebutkan bahwa pelat

tipis jika (ketebalan pelat h ≤ 6 mm), dimana h = tebal pelat dalam mm

Secara teori rambatan panas pada proses pengelasan ditunjukan pada Gambar 2.5 (b) di bawah:

Gambar 2.5 a) Thermal cycles, b) isotherrms in welding process of steel

Gambar 2.4 Arah aliran panas pada proses pengelasan

Page 23: Welding Metalurgy

Gambar 2.6 Thermal cykles pada preses pengengelasan yang berbeda

Gambar 2.7 Memilih jenis mikro struktur melalui CCT diagram

Page 24: Welding Metalurgy

2.4.1. Perpindahan Panas Konduksi

Proses pengelasan akan menyebabkan terjadinya aliran panas secara konduksi, Jika diasumsikan

bahwa material bersifat homogen, isotropis, sifat-sifat termal material tidak tergantung pada suhu dan

tidak terjadi pembangkitan atau pembebasan energi. Untuk konstruksi pengelasan selain pelat arah

aliran panas akan merambat kebagian logam yang terkait atau tersambung yaitu perpindahan panas

konduksi, seperti terlihat pada Gambar 2.8

Gambar 2.8 Arah aliran panas sesuai dengan konstruksi bahan yang dilas

2.5. Daerah Las

Proses pengelasan pada las cair (fusion welding) memerlukan panas untuk mencairkan logam

las dan logam induk sehingga membentuk sambungan. Panas yang terjadi juga mempengaruhi struktur

mikro di daerah sekitar sambungan las yang selanjutnya terdapat hubungan antara daerah las sepetri

dijelaskan pada Gambar 2.9 (a dan b).

Page 25: Welding Metalurgy

2.5.1. Daerah Logam Las Cair (fusion zone/FZ)

FZ adalah daerah dimana logam las mencair dan suhunya di atas titik cair (untuk logam murni)

atau di atas garis cair (liquidus) untuk logam paduan.

2.5.2. Daerah Cair Sebagian (partially melted zone/PMZ)

Daerah ini biasanya terdapat pada logam paduan di mana suhunya di antara garis cair (liquidus)

dan garis padat (solidus). Daerah PMZ dipengaruhi suhu maksimum (Tmax) ketika siklus termal

berlangsung, semakin tinggi Tmax semakin banyak jumlah logam cair di daerah ini.

2.5.3. Daerah Terpengaruh Panas (heat affected zone/HAZ)

Gambar 2.9 a) Daerah las pada baja karbon, b) fasa diagram

Page 26: Welding Metalurgy

Dearah logam induk yang dipengaruhi panas akan tetapi panas yang terjadi tidak sampai

mencairkan logam tersebut. Daerah HAZ melebar dari daerah dekat PMZ di mana suhunya berada pada

garis solidus sampai suhunya sedikit diatas suhu transformasi padat. Struktur mikro pada daerah HAZ

akan terjadi perubahan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.10 dibawah.

Gambar 2.10 Struktur mikro pada HAZ

Page 27: Welding Metalurgy

Gambar 2.11 Skema perubahan struktur pada HAZ

2.5.4. Garis Batas Logam Las Cair dan HAZ (fusion line atau fusion boundary)

Garis ini terlihat pada logam murni akan tetapi definisi fusion lane tidak berlaku pada logam

paduan,

2.5.5. Logam Induk Tak Terpengaruh Panas (unaffected base metal)

Di daerah ini, panas yang terjadi cukup rendah (dibawah suhu rekristalisasi), sehingga tidak

menyebabkan perubahan struktur mikro.

Pada kenyataannya, proses pengelasan tidak berlangsung pada kondisi kesetimbangan (non

equilibrium condition) karena kecepatan pendinginan las sangat cepat sehingga berakibat:

A. Struktur mikro yang terjadi tidak selalu seperti pada diagram fasa

B. Mekanisme perubahan struktur mikro dan sifat-sifat mekanis menjadi sangat kompleks

dibandingkan dengan proses kesetimbangan

Page 28: Welding Metalurgy

BAB IIIEfek Panas pada Proses Las

1.1. Solidifikasi Pada Proses Las

Pemberian panas pada proses pengelasan benda kerja akan menyebabkan terjadinya suatu fusi

diikuti dengan proses solidifikasi. Bagai mana terjadinya solidifikasi dari suatu lasan akan sangat

menetukan sifat mekanis dan metalurgis dari lasan tersebut. Solidifikasi dari lasan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya material yang dilas, persiapan pengelasan, parameter las, kondisi

lingkungan dan lain-lain. Pengaruh-pengaruh tersebut diatas akan mengakibatkan terjadinya perubahan

struktur mikro pada daerah yang terkena panas sehingga akan menentukan mutu dari hasil lasan.

Solidifikasi terjadi secara cepat serta pada setiap saat gradien panas berubah sesuai dengan pergerakan

dari sumber panas disepanjang garis lasan (fusion line).

Proses pengelasan pada las cair (fusion welding) memerlukan panas untuk mencairkan bahan

pengisi dan logam induk sehingga membentuk sambungan. Panas yang terjadi juga mempengaruhi

stuktur mikro didaerah sekitar sambungan las yang selanjutnya terdapat hubungan antara daerah

tersebut dengan diagram fasa seperti diperlihatkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Hubungan antara fasa diagram dan temperature proses las

Page 29: Welding Metalurgy

Proses solidifikasi pada daerah lasan atau perubahan dari cair ke solid/padat, diawali dengan

proses pengintian (nucleus), pembesaran inti, perubahan bentuk inti dari bulat menjadi cabang ini

disebabkan oleh laju pendinginan yang tidak merata, kemudian terbentuk dendrit (equiaxed dendrite)

sampai temperatur konstan, sedangkan dikedua sisinya berbentuk laminer atau memanjang ini terjadi

karena laju pendinginan yang cepat akibat perbedaan temperatur antara logam cair dan benda alas

(weld metal) proses ini terjadi selama proses pengelasan disepanjang lintasan atau garis las seperti

diperlihatkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Proses pengintian sampai terbentuknya denrit pada proses pengelasan

Seperti telah disinggung diatas bahwa parameter pengelasan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi hasil pengelasan. Pada Gambar 3.3 diperlihatkan perbandingan antara kecepat

pengelasan dan masukan panas (heat inpit) pada proses pengelasan terhadap pembentukan struktur

mikro pada proses solidifikasi di sepanjang garis pengelasan. Hasilnya terlihat bahwa pada kecepatan

pengelasan dan panas masuk yang besar terlihat proses pembentukan mikrostruktur yang cepat pula, ini

jelas diperlukan pengkajian dan pembelajaran untuk mendapatkan parameter yang tepat guna

mendapatkan hasil proses pelasan yang diharapkan karena, tentu saja kecepatan pengelasan yang

lambat dan panas masuk terlalu kecil juga bisa beakibat ikatan pada sambungan las kurang baik (leak of

bonding).

Page 30: Welding Metalurgy

Gambar 3.3 Efek kecepatan las terhadap pembentukan struktur mikro pada hasil lasan

Efek parameter pengelasan terhadap proses solidifikasi terhadap mikrostruktur pada logam las

(weld metal) juga diperlihatkan pada Tabel 3.1 Perbandingan antara kecepatan pengelasan (travel

speed) dengan variasi amper pada proses pengelasan TIG (tungsten inert welding). Dari table dapat

dijelaskan bahwa pada kecepatan pengelasan (0,85 mm/s) mikrostruktur pada logam las berubah dari

bentuk cellular menjadi celluar denritic dan coarse cellular denritic dengan menambah amper dari 150

A, 300 A dan 450 A, begitu seterusnya sampai kekecepatan 6,77 mm/s dari bentuk cellular yang sangat

halus pada amper 150 A dan terjadi undercut pada amper 450 A.

Page 31: Welding Metalurgy

Tabel 3.1 Efek kecepatan las dan amper terhadap bentuk mikrostruktur

Proses pengelasan sangat erat hubungannya dengan fasa yang dapat ditinjukan atau

dihubungkan dengan diagram fasa, dimana pada temperatur kurang lebih 800oC dengan kandungan

karbon (C) sekitar 0,25% struktur mikro terdapat dua fasa yaitu α + γ, lihat titik 2 pada Gmbar 3.4

dibawah, sedangkan pada titik 1 dan 3 pada temperatur rendah terbentuk pearlit (α+P). Sifat mekanik

didaerah HAZ atau efek preses pengelasan diperlihatkan pada Gambar 3.5.

Gambar 3.4 Hubungan antara struktur mikro dengan fasa diagram

Page 32: Welding Metalurgy

Gambar 3.5 Kondisi material akibat proses pengelasan temperatur dan kekerasan

Gambar 3.6 Mikro struktur pada daerh HAZ untuk baja karbon rendah (1018 steel)

Page 33: Welding Metalurgy
Page 34: Welding Metalurgy

Gambar 3.6 dan 3.7 membedakan bentuk mikro struktur pada daerah HAZ antara baja karbon

rendah dan baja karbon tinggi. Perbedaan kedua gambar diatas tampak jelas, yang mana untuk bentuk

mikro struktur pada baja karbon tinggi (Gambar 3.7 D) tidak nampak batas butir ini dikarenakan baja

kandungan karbon tinggi sensitif terhadap panas dan akan cenderung mengeras bahkan akan

membentuk Fe3C (martensit), getas dan ketangguhan akan menurun.

3.2. Tegangan Sisa Pada Hasil Las

Panas pada pengelasan bersifat lokal yaitu ditandai dengan distribusi temperatur yang tidak

merata.saat pengelasan, logam las dan logam induk disekitar las mengalami siklus termal berupa

pemanasan sampai tercapai nilai maksimum kemudian diikuti pendingnan. Adanya perbedaan laju

pemanasan dan pendinginan serta perbedaan temperatur di daerh las dan sekutarnya ini dapat

menyebabkan terjadinya tegangan sisa dan perubahan dimensi atau dikenal dengan istilah distorsi.

Secara umum, tegangan sisa didefinisikan sebagai tegangan yang bekerja pada suatu bahan

setelah tegangan luar yang bekerja pada bahan tersebut dihilangkan. Pada kasus pengelasan, tegangan

luar ini berupa tegangan termal akibat pemuaian saat pemanasan dan penyusutan saat pendinginan atau

perbedaan temperatur. Tegangan sisa mengikuti kaidah kesetimbangan statis dimana besar tegangan

sisa tarik pada struktur las sama dengan tegangan sisa tekan sehingga resultan tegangan = 0. Tegangan

sisa tarik bisa menyebabkan penggetasan berkurangnya ketahanan lelah, menurunnya kekuatan las dan

ketahanan korosi

Note:

Tegangan thermal dibedakan menjadi dua yaitu tegangan termal elastis dan tegangan termal

plastis. Tegangan termal menyebabkan terjadinya distorsi dan jika distorsi ini terhalang dapat

menghasilkan tegangan sisa.

Gambar 3.7 Mikro struktur pada daerh HAZ untuk baja karbon tinggi (1040 steel)

Page 35: Welding Metalurgy

Gambar 3.8 Distribusi tegangan sisa arah a) longitudinal (σx), b) transverse (σy)

Gambar 3.8 menunjukan arah tegangan sisa pada hasil las yang begitu jelas, tetapi pada kenyataan tidak akan terlihat secara visual, distribusi tegangan yang terjadi hanya bisa ditunjukan melalui hasil pengukuran. Efek tegangan sisa pada proses pengelasan sangat besar dan hanya bisa dilihat dari perubahan bentuk dan dimensi atau disebut distorsi.

Sifat-sifat tegangan sisa pada las

Berikut ini adalah ringkasan tentang beberapa sifat tegangan sisa yang terjadi pada pengelasan:

A. Tegangan sisa yang sangat tinggi biasanya terjadi didaerah las dan daerah terpengaruh panas

(heat affected zone/HAZ).

B. Tegangan sisa maksimum biasanya hanya sampai tegangan luluh (yielde stress). Meskipun

demikian, mungkin saja terjadi tegangan sisa maksimum melebihi tegangan luluh seperti

pada kasus terjadinya pengerasan logam karena penumpukan dislokasi (strain hardening)

C. Pada bahan yang mengalami transformasi fasa misalnya baja karbon rendah, tegangan sisa

mingkin bervariasi pada permukaan dan bagian dalam dari logam las dan logam induk

Pengaruh tegangan sisa

Beberapa pengaruh tegangan sisa dapat diringkas sebagai berikut:

A. Tegangan sisa yang disebabkan oleh proses pengelasan dapat mempengaruhi sifat-sifat

mekanik struktur las seperti patah getas (brittele fracture), kelelahan (fatigue) dan retak

karena kombinasi tegangan dan korosi (stress corrosion and craking).

B. Pengaruh tegangan sisa menurun jika tegangan yang bekerja pada bahan meningkat

Page 36: Welding Metalurgy

C. Pengaruh tegangan sisa pada struktur las bisa diabaikan jika tegangan yang bekerja pada

struktur tersebut melebihi tegangan luluh

D. Pengaruh tegangan sisa menurun setelah pembebanan berulang

3.3. Distorsi

Perubahan dimensi dan bentuk (distorsi) pada struktur las bisa erjadi karena adanya pemuaian

dan penyusutan las dan sekitarnya karena pemanasan dan pendinginan selama siklus las berlangsung.

Tiga jenis perubahan ukuran dan bentuk pada proses pengelasan seperti terlihat pada Gambar 3.9 antara

lain:

A. Penyusutan tegak lurus garis las (transverse shrinkage)

B. Penyusutan searah dengan garis las (longitudinal shrinkage)

C. Perubahan sudut berupa rotasi terhadap garis las (angular distorsion)

Gambar 3.9 Perubahan dimensi dan bentuk pada hasil las

Besar arah penyusutan/distorsi tergantaung banyak faktor di antaranya distribusi massa di

sekitar garis las (momen inersia), medan gaya dan adanya logam las lain. Penyusutan tegak lurus garis

las pada sambungan tumpul merata (uniform) sepanjang garis las tetapi bervariasi sepanjang ketebalan

pelat. Penyusutan tegak lurus ini dipengaruhi oleh ukuran logam las, jenis pengelasan, masukan panas,

bentuk sambungan dan jenis bahan/logam induk. Penyusutan searah garis las pada sambungan tumpul

biasanya lebih kecil dibanding dengan penyusutan pada arah tegak lurus. Distorsi sudut (angular

Page 37: Welding Metalurgy

distorsion) biasanya disebabkan karena penyusutan tegak lurus sepanjang tebal pelat tidak merata,.

Ketidak merataan ini tergantung pada bentuk sambungan dan penampang lintang logam las.

Gambar 3.10 Distorsi pada sambunga T

Distorsi sudut biasanya terjadi pada sambungan tumpul (butt joint), tumpang (lap joint), T

joint, atau sudut (corner joint). Besarnya distorsi sudut tergantung pada lebar dan kedalaman las relatif

terhadap ketebalan pelat, jenis sambungan, urutan pengelasan, sifat thermal logam dan variabel

pengelasan seperti masukan panas dan distribusi rapat energi.

Distorsi pada pelat tipis

Suatu struktur berupa pelat tipis (ketebalan pelat h ≤ 6 mm) yang di las kemungkinan akan

kehilangan kesetabilan plastis karena tegangan sisa tekan yang dihasilkan saat pengelasan. Sebagai

akibatnya akan terjadi lekukan (perubahan bentuk atau distorsi) pada pelat tipis yang di las.

Usah-usaha untuk mengurang terjadinya tegangan sisa dan distorsi

Pada dasarnya ada dua metode untuk mengurangi tegangan sisa yaitu (1) pengurangan tegangan

sisa sebelum dan selama pengelasan dan (2) pembebasan tegangan sisa setelah pengelasan. Usaha

pengurangan tegangan sisa sebelum dan selama proses pengelasan ditempuh dengan

mempertimbangkan:

A. Ketelitian ukuran

Ukuran bagian yang akan dilas harus teliti sehingga tidak memerlukan pengerjaan lagi pada

proses fabrikasi, yang berarti mengurangi tegangan sisa.

Page 38: Welding Metalurgy

B. Alur (groove)

Pada sambungan tumput (butt joint), lebar alur dibuat sesempit mingkin untuk mencegah

terjadiny masukan panas yang terjadi. Dengan demikian lebar daerah yang terkena panas tidak meluas

sehingga mengurangi terjadinya tegangan sisa.

Gambar 3.11 Mengurang distorsi dengan mempersempit alur las

C. Lapisan banyak (multi layer welding)

Jika pelat yang dilas cucup tebal, maka pengelasan dilakukan berulang-ulang. Ini mengurangi

tegangan sisa tarik pada arah tebal pelat.

D. Urutan pengelasan

Tegangan sisa bisa dikurangi dengan memperhatikan urutan pengelasan yang tepat, misalnya

untuk pengelasan bejana silinder (cylindrical vssel), pengelasan pertama dilakukan pada arah

longitudinal kemudian diikuti pada arah melingkar. Pengelasan arah mundur (back step welding) dapat

mengurang distorsi karena dapat mencegah kecenderungan alur untuk membuka pada akhir pengelasan.

E. Design posisi pengelasan

Gambar 3.12 Multi layer welding

Page 39: Welding Metalurgy

Sedapat mungkin merancang sambungan las dengan mempertimbangkan faktor tegangan yang

akan terjadi pada saat pengalasan sehingga dapat mengurangi distorsi.

Gambar 3.13 Memilih posisi pengelasan yang tepat

Usaha pengurangan tegangan sisa setelah proses pengelasan biasanya menggunakan cara

annealing. Disamping mengurangi tegangan sisa, proses annealing juga memperbaiki struktur mikro

dan menghindari terjadinya distorsi dan retak. Proses annealing dilakukan dengan cara memanaskan

bahan pada suhu rekristalisasi biasanya sekitar 0,5 Tm (Tm = suhu cair logam).

Pada baja karbon rendah, suhu rekristalisasi sekitar 450 <T<700oC dan waktu annealing sekitar

1 sampai 3 jam. Kecepatan pemanasan tergantung tebal pelat dan biasanya 5 oC/menit untuk ketebalan

10 mm dan 1oC/menit untuk ketebalan 50 mm sedangkan kecepatan pendinginannya separo dari nilai-

nilai tersebut. Untuk baja tahan karat (stainlessteel) membutuhkan suhu annealing yang lebih tinggi

kira-kira 1050oC dengan waktu annealing yang cepat sedangkan logam paduan yang mengalami

“precipation hardening” misalnya paduan aluminium (Al-Mg-Si), annealing dilakukan pada suhu

500oC kemudian dilanjutkan proses penuaan (aging) pada suhu 150oC

3.4. Retak Pada Daerah Las

Retak merupakan masalah serius pada pengelasan. Pada dasarnya retak las dapat dikelompokan

menjadi dua yaitu:

A. Retak yang terjadi pada sat pengelasan, retak ini disebabkan oleh proses pengelasan

B. Retak yang terjadi selama pemakaian, retak atau perpatahan ini disebabkan karena gaya-

gaya eksternal seperti pengaruh getaran, korosi atau panas,

Retak Saat Pengelasan:

Page 40: Welding Metalurgy

Beberapa jenis retak selama proses pengelasan antara lain:

Retak karena gas hidrogen (pada logam las)

Retak karena porositas (pada logam las)

Retak pada saat pembekuan atau silidfication cracking (pada logam las)

Retak panas atau hot crecking (pada logam las)

Retak lamelar atau lamellar cracking (pada daerah HAZ)

Retak dingin atau cold cracking (pada HAZ)

Reaheat (pada logam las dan HAZ)

Solidifcation cracking

Retak ini terjadi didaerah garis las atau diantara butir-butir kolumnar (columnar grains) di

logam las. Retak ini terjadi pada suhu sekitar 200 – 300oC dibawah titik cair (Tm = melting point).

Solidification cracking tergantung pada faktor-faktor seperti:

A. Tingkat kekasaran struktur mikro

B. Pemisahan (segregation)

C. Bentuk konstruksi las

Struktur pembekuan (solidification structure)

Pengelasan dengan energi tinggi menyebabkan butir-butir didaerah HAZ menjadi kasar dan

selanjutnya menyebabkan struktur mikro pada logam las menjadi kasar. Struktur kristal saat

pembekuan juga dipengaruhi oleh kecepatan las dimana kecepatan las yang tinggi menyebabkan

Gambar 3.15 Retak solidifikasi pada sambungan T baja karbon , dan Sambungan tumpul pada paduan aluminium 6061

Page 41: Welding Metalurgy

terbentuknya kristal kolumnar yang tumbuh sejajar dengn garis las ditunjukan pada Gambar 3.16,

akibatnya, kemungkinan retak akan mudah terjadi saat pendinginan.

Gambar 3.16 Mikro struktur pada baja karbon rendah logam las:a) kecepatan 2,5 mm/s,

b) 3,3 mm/s

Pemisahan

Saat pendinginan, unsur-unsur paduan pada logam paduan akan mengalami pemisahan

(segregation). Pemisahan ini tegantung pada koefisien partisi (patitioning coeffecient), k yang besarnya

dinyatakan dengan persamaan berikut:

k = Xs/ Xl

Dimana Xs dan Xl masing-masing adalah fraksi mol fasa cair dan padat pada suatu temperatur.

Unsur-unsur paduan yang berbeda akan menghasilkan nilai k yang berbeda seperti pada Tabel 3.2

dibawah:

Tabel 3.2 Nilai fraksi mol pada unsur paduan logam

Unsur kAl

0,92

B

0,05

C

0,13

Cr

0,95

Co

0,90

Cu

0,56

H

0,32

Mn

0,84

Mo

0,80

Unsur kNi

0,80

N

0,28

O

0,2

P

0,13

Si

0,66

S

0,02

Ti

0,14

W

0,95

V

0,90

Pada tabel di atas terlihat bahwa unsur-unsur pada baja yang cenderung melakukan pemisahan

adalah S, O, B, P, C, Ti, N, dan H. Dari unsur-unsur ini, S yang paling berbahaya karena dapat

membentuk senyawa kompleks dengan titik cair rendah (Mn, Fe) S pada batas butir (grain boundary).

Mekanisme retak saat pembekuan

Page 42: Welding Metalurgy

Ketika logam cair mendingin, proses pemisahan (segregation) berlangsung dimana terjadi

perpindahan unsur-unsur dari butir kolumnar ke batas butir (grain boundary). Unsur-unsur ini akan

membentuk lapisan (film) yang lemah sehingga saat terjadi kontraksi akan mengalami retak seprti pada

Gambar 3.17 di bawah.

Gambar 3.17 Mekanisme retak saat pembekuan

Unsur-unsur penyebab terjadinya retak beku biasanya bersifat:

A. Koefisien partisi (k) rendah

B. Mudah bereaksi dengan unsur logam dan membentuk senyawa dengan titik cair rendah

C. Mempunyai kemampuan untuk menyebar sepanjang batas butir

Retak lamellar

Retak lamellar terjadi karena pengaruh daerah HAZ dan biasanya ditemukan pada sambungan

bentuk T atau siku (L), ditunjukan pada Gambar 3.18 dan 3.19 dibawah.

Page 43: Welding Metalurgy

Gambar 3.18 Retak lamelar pada sambungan T

Gambar 3.19 Retak lamelar gambar (a) pada profil L

Retak laemellar biasanya disebabkan oleh:

A. Rendahnya keuleten pelat logam induk

B. Adanya cacat logam seperti adanya inklusi

Page 44: Welding Metalurgy

C. Konstruksi las yang menyebabkan tegangan sisa tarik (+)

D. Penggunaan pelat tebal

Letak lamellar biasanya juga terjadi pada logam yang di rol di mana sifat-sifat mekanik pada

arah tegak lurrus rol kurang baik. Untuk kasus sambungan T, penyusutan terjadi pada arah tebal pelat

di bagian dasar ketika logam las mendingin.Selanjutnya akan terjadi retak miko pada interface (batas)

inklusi dengan logam matrik dan menyebabkan retak pada arah pengerolan.

Retak dingin

Retak dingin disebabkan oleh hidrogen sehingga dinamakan juga retak hidrogen (hydrogen

crecking). Hidrogen ini berasal dari atmosfir, senyawa hidro karbon pada pelat atau elektroda yang

lembab. Contoh retak katena hidrogen yang berlebihan seperti terlihat pada gambar 3.21.

Faktor- faktor yang

menyebabkan

retak dingin antara lain:

A. Adanya hidrogen yang masuk ke logam las saat proses pengelasan

Gambar 3.21 Retak dingin karena hidrogen yang berlebihan

Gambar 3.20 Jenis-jenis retak panas

Page 45: Welding Metalurgy

B. Tegangan sisa

C. Struktur mikro yang peka terhadap retak, misal martensite (baja karbon tinggi)

Waktu yang diperlukan untuk terjadinya retak dingin dinamakan waktu inkubasi (incubation

time). Selanjutnya retak ini akan merambat dengan lambat.

Mekanisme terjadinya retak dingin

Retak karena hidrogen ini disebabkan karena adanya atom-atom H yang mengumpul di ujung

retak (crack tip). Ini menyebabkan penurunan energi permukaan (surface energy) patah sampai pada

nilai kritisnya sehingga terjadi perambatan retak.

Retak karena panas yang berulang-ulang (reheat cracking)

Pemanasan ulang terjadi pada logam las lapis banyak (multi layer welding) di mana logam las

ke-1 dikenai panas oleh las ke-2, logam las ke-2 dikenai panas oleh las ke-3 dan seterusnya. Juga bisa

terjadi peda proses perbaikan (welding repair), Selain itu, las tunggal kadang-kadang diberi pemanasan

ulang dalam bentuk perlakuan panas (heat treatmaent) untuk menghilangkan tegangan sisa. Perlakuan

panas ini biasanya dilakuakan dengan memanaskan logam las sapai suhu sekitar 500-650oC.

Pemanasan ulang ini dapat menyebabkan retak yang dinamakan reheat craking.

Reheat cracking berhubungan dengan fenomena creep repture. Struktur mikro di daerah zona

pertumbuhan butir (grain growth zone) relatif keras terutama pada baja paduan dengan carbon

equivalent (Cequivalent) tinggi. Selama pemanasan ulang karbida akan terbentuk dan menyebabkan

kenaikan nilai kekerasan. Selain itu, deformasi karena creep terjadi di batas butir dan menyebabkan

terjadinya pergeseran batas buti (grain boundary sliding).Retak terjadi sepanjang batas butir (inter

granular crack). Retak ini tidak hanya terjadi pada baja yang mengalami transformasi tetapi juga pada

baja tahan karat dan paduan nikel.

Retak las yang terjadi saat konstruksi las beroprasi

Gambar 3.22 Jenis retak dingin

Page 46: Welding Metalurgy

Retak ini biasanya disebabkan oleh adanya gaya-gaya yang berulang sehingga mengakibatkan

terjadinya kelelahan (fatigue) pada bahan las.

Kelelahan (fatigue)

Terjadinya kelelahan pada las disebabkan oleh pertama, adanya faktor konsentrasi tegangan

(strees concentration factor) yang tinggi dan lainnya karena retak panas (hot crack) yang terbentuk di

sekitar garis batas las dan logam induk (fusion line). Ketahanan terhadap kelelahan (fatigue strength)

tergantung pada arah pembebanan terhadap arah las. Untuk keperluan perancangan jembatan dari baja,

konstruksi las dibagi menjadi beberapa katagori berdasarkan arah tegangan.

Ketika beban berulang bekerja pada konstruksi las, logam induk akan mengalami tegangan

tarik (+) dan tekanan (-) secara berulang. Disekitar logam las terjadi tegangan sisa sebesar tegangan

luluhnya. Ketika tegangan tekan (-) bekerja saat siklus pembebanan berlangsung, tegangan sisa di

daerah ini akan berkurang dan sebaliknya kegagalan (perpatahan) biasanya terjadi saat siklus

penbebanan pada kondisi tegangan tarik (+).

Note

Page 47: Welding Metalurgy

Tabel 3.3 Pemilihan filler untuk mrnghindari retak pada logam las pada aluminium paduan

Page 48: Welding Metalurgy

BAB IVMengatasi Cacat Akibat Proses Las

4.1. Perlakuan Sebelum dan Selama Proses Las

Urutan Deposit dan Urutan Pengelasan

A. Urutan deposit

Dalam pengelasan lapis tunggal, urutan utama adalah urutan deposit dengan cara urutan

lurus, urutan balik, urutan simetri dan urutan loncat yang semuanya didasarkan pada arah

gerak maju las

Pada las lapis banyak (multi run weld deposits), urutan yang penting adalah urutan

pengisisan, urutan bertingkat, urutan petak dll, seperti diperlihatkan pada Gambar 4.1.

B. Urutan pengelasan

Urutan pengelasan bertujuan menghindari terjadinya deformasi dan tegangan sisa

Beberapa dasar pelaksanaan urutan sbb. :

Bila dalam satu bidang terdapat banyak sambungan diusahakan agar penyusutan pada

bidang tersebut tidak terhalang

Gambar 4.1 Urutan pengisian pada multipass supaya terhindar retak panas

Page 49: Welding Metalurgy

Sambungan dengan penyusutan terbesar dilas terlebih dahulu kemudian dilanjutkan

dengan penyusutan terkecil

Pengelasan dilakukan sedemikian sehingga mempunyai urutan yang simetri terhadap

konstruksi netral dari konstruksi agar gaya-gaya kontraksi seimbang seperti

diperlihatkan pada Gambar 4.2.

Proses pengelasan pada busur listrik

A. Pergerakan Elektroda

Berbagai variasi gerakan elektroda bertujuan untuk mendapatkan deposit las

dengan permukaan rata, halus dan menghindari terjadinya takikan serta retak.

Sudut elektroda dan kecepatan gerak elektroda diusahakan tetap.

Pada las tumpul, besar sudut antara elektroda dan posisi pengelasan perlu

diperhatikan sedangkan sudut antara elektroda dan pelat induk pada arah

melintang terhadap garis las harus seimbang ( 90o).

Ujung elektroda harus digerakkan sehingga terjadi bentuk rigi-rigi atau lipatan

manik las dan dalam hal ini lebar gerakan tidak melebihi 3x diameter elektroda.

B, Penyalaan dan pemadaman busur listrik

Penyalaan busur listrik dilakukan dengan menghubungkan singkat ujung

elektroda dengan logam induk.

Pemadaman busur dilakukan dengan mengurangi panjang busur dahulu

kemudian elektroda diangkat pada arah miring.

Gambar 4.2 Urutan pengelasan

Page 50: Welding Metalurgy

Pemadaman busur listrik sebaiknya tidak dilakukan di tengah kawah las tetapi

agak berputar sedikit.

Penyalaan busur listrik pada pengelasan lanjutan sebaiknya diarahkan ke depan

dan pengelasan harus dimulai dari sebelum kawah las awal.

Pemilihan Parameter Las

A. Tegangan busur las

Tegangan menentukan panjang busur akan tetapi besar tegangan tidak

berpengaruh terhadap kecepatan pencairan sehingga tegangan tinggi hanya

membuang-buang energi

Panjang busur yang baik kira-kira sama dengan diameter elektroda sehingga

untuk diameter elektroda 3-6 mm besar tegangan sekitar 20-30 volt.

B. Arus las

Besar arus tergantung pada : bahan dan ukuran lasan, geometri sambungan,

posisi pengelasan, jenis dan diameter inti elektroda.

Pada logam dengan kapasitas panas tinggi diperlukan arus las yang besar dan

pemanasan tambahan (preheat)

Pada pengelasan logam paduan biasanya digunakan arus yang kecil untuk

menghindari terbakarnya unsur-unsur paduan

C. Kecepatan Pengelasan

Kecepatan pengelasan tergantung pada jenis elektroda, diameter inti elektroda,

bahan yang dilas, geometri sambungan, ketelitian sambungan, dll.

Kecepatan las tidak ada hubungannya dengan tegangan las tetapi berbanding

lurus dengan arus las sehingga pengelasan yang cepat memerlukan arus yang

tinggi

Bila tegangan dan arus las tetap sedangkan kecepatan pengelasan dinaikkan

maka jumlah deposit las per satuan panjang menurun

Jika kecepatan pengelasan dinaikkan maka masukan panas turun sehingga

pendinginan akan berjalan cepat dan terjadi pengerasan di daerah HAZ

Page 51: Welding Metalurgy

D. Polaritas Listrik

Pemilihan polaritas tergantung pada bahan pembungkus elektroda, konduksi

termal logam induk, kapasitas panas las, dll.

Jika titik leleh logam induk tinggi dan kapasitas panas besar sebaiknya

digunakan polaritas lurus dengan elektroda dihubungkan pada kutub negatif (-)

sebaliknya untuk kapasitas panas kecil seperti pelat tipis maka digunakan

polaritas balik dengan elektroda dihubungkan pada kutub positif (+) catu daya.

Busur stabil pada arus DC dari pada arus AC

E. Besar Penetrasi dan welding deposite

Kekuatan sambungan las tinggi diperlukan penetrasi dan penambahan bahan

tambah yang cukup

Penetrasi tergantung pada fluks, polaritas, arus, kecepatan las dan tegangan.

Gambar 4.3 Perbandingan kedalaman dan lebar welding deposite; a) berlebihan, b) cukup

Pemeriksaan dan perbaikan alur las ikat

Pemeriksaan terhadap ketelitian bentuk dan ukuran alur las harus dilakukan sebelum

pengelasan karena menentukan kualitas hasil lasan

Perbaikan celah las dan root face pada sambungan tumpul (butt joint) jika terjadi

ketidak telitian harus dilakukan

Perbaikan celah pada las sudut jika diperlukan

Page 52: Welding Metalurgy

Pembersihan alur las

Kotoran seperti karat, oli/minyak/gemuk, debu, air dan lain-lain harus

dibersihkan karena dapat menyebabkan cacat las seperti retak, lubang halus

dan inklusi yang membahayakan konstruksi

Pembersihan dapat dilakukan dengan :

Mekanik seperti kawat baja, penyemprotan pasir (sand blasting) dan lain-

lain

Kimia : pemakaian aseton, soda api dan lain-lain

Perlakuan panas awal (preheating), untuk material tertentu

Gambar 4.4 Frofil pengaruh preheat; a) tanpa preheat, b) dengan preheat (250oC) pada baja karbon tinggi (1040 steel)

Pada gambar terlihat tanpa preheat lebih keras dibanding dengan perlakuan (preheat), efek ini

akan diperoleh sifat mekanik yang berbeda. Tanpa preheat akan lebih getas, ketangguahan menurun,

tegangan sisa dan distorsi akan lebih besar.

1.1. Perlakuan Setelah Proses Las

Evaluas setelah proses pengelasan dilakukan antara lain:

A. Visual test

B. Dilakukan uji NDT seperti: cairan penetran, megnetik partekel, radiografi dan ultrasonik

Page 53: Welding Metalurgy

C. Memperbaiki carat rongga dengan cara membuang bagian yang cacat melalui pemotongan

menggunakan (cutting gas) atau udara kemudian dilakukan pengelasan kembali

D. Cacat takik pada Gambar 4.5 (b) dapat diperbaiki dengan mengelas tambahan menggunakan

elektroda yang lebih kecil

E. Cacat lipatan harus dibuang dengan pahat kemudian dilas kembali Gambar 4.5 ( c)

F. Cacat berupa retak las dapat diperbaiki dengan membuat lobang penahan dekat ujung

retakan Gambar 4.5 (d) atau memotong dengan membentuk alur pada retakan dan pada

lasan di sekitarnya 4.5 Gambar (e) kemudian pengelasan kembali Gambar 4.5 (f)

Gambar 4.5 Perbaikan bagian lasan yang cacat

1.2. Memperkecil Cacat Las

Page 54: Welding Metalurgy

Usaha-usaha untuk memperkecil terjadinya cacat pada hasil las dimasing-masing pembahasan telah

disinggung, termasuk dari persiapan pengelasan (welding repare), sampai cara mengatasi tegangan sisa

dan distorsi yang terjadi. Pada section ini akan dirangkum dalam bentuk tabel supaya mudah untuk di

implementasikan di lapangan.

Tabel 4.1 Mengatasi atau memperkecil terjadinya cacat las

Jenis cacat Penyebab Pencegahan1. Arus las terlalu besar2. Busur terlalu panjang

3. Sudut atau gerakan elektroda yang kurang tepat

1. Kurang arus2. Usahakan panjang busur

sama dengan diameter kawat las

3. Pertahankan sudut yang sesuai dan kurangi kecepatan

1. Arus terlalu kecil2. Sudut atau gerakan

elektroda yang kurang tepat

1. Besarkan arus2. Pertahankan sudut yang

sesuai atau kurang kecepatan

1. Diameter kawat/elektroda terlalu besar

2. Arus terlalu kecil 3. Kecepatan terlalu tinggi4. Sudut ketirusan terlalu

kecil

5. Leher yang terlalu dalam

6. Pemotongan yang kurang sempurna

1. Ganti kawat/elektroda yang sesuai

2. Besarkan arus3. Kurangi kecepatan4. Perlebar sudut ketirusan

atau pakai kawat/elektroda yang lebih kecil

5. Usahakan dalamnya leher sesuai dengan penetrasi

6. Potong sampai cacat habis

Page 55: Welding Metalurgy

Kampuh las tidak simetris

1. Sudut elektroda yang kurang tepat

1. Pertahankan sudut yang tepat

1. Gerakan elektroda yang tidak stabil

1. Gerakan elektroda yang tidak stabil

2. Arus terlalu besar3. Sudut elektroda yang

tidak tepat

1. Arus terlalu kecil2. Gerakan elektroda terlalu

lambat

1. Arus terlalu besar2. Gerakan elektroda terlalu

cepat

1. Usahakan kecepatan elektroda yang tetap

1. Usahakan kecepatan yang tetap

2. Kurangi arus3. Pertahankan sudut yang

tetap

1. Besarkan arus2. Naikan kecepatan

gerakan elektroda

1. Kurang arus2. Kurang kecepatan

elektroda

Page 56: Welding Metalurgy

1. Kecepatan gerakan elektroda yang tidak tepat

2. Sudut elektroda yang tidak tepat

3. Sudut ketirusan terlalu kecil

4. Arus terlalu kecil5. Busur terlalu panjang

6. Pembersihan lapisan sebelumnya yang kurang baik

1. Naikan kecepatan sehingga terak tidak mengalir ke akar

2. Usahakan sudut yang tepat pada arah lasan

3. Perbaiki sudut ketirusan atau gunakan elektroda yang lebih kecil

4. Perbesar arus5. Kurang panjang busur

sehingga cukup untuk peleburan dan pengapungan terak

6. Bersihkan terak dari lapis sebelumnya dengan baik

1. Arus terlalu kecil 2. Gerakan elektroda tidak

tepat

1. Besarkan arus2. Perpendek panjang busur

sehingga terjadi peleburan yang baik

Porositi

1. Banyak oksigen atau hidrogen dalam busur

2. Terdapat minyak, karat, cat dan lain-lain

3. Terdapat uap air pada elektroda

4. Arus terlalu besar5. Gerakan elektroda yang

kurang tepat

6. Pendinginan terlalu cepat7. Logam induk

mengandung terlalu banyak belerang

1. Pilih elektroda yang tepat

2. Bersihkan daerah lasan

3. Keringkan kembali elektroda

4. Kecilkan arus5. Kecilkan lebar anyunan

dan kurang kecepatan elektroda

6. Lakukan preheat

7. Gunakan elektroda hidrogen rendah (low hydrogen)

Page 57: Welding Metalurgy

Percikan yang berlebih

1. Arus terlalu besar2. Burur terlalu panjang3. Elektroda menyerap uap

1. Turunkan arus2. Sesuaikan panjang busur3. Keringkan kembali

elektroda

Retak pada logam las

1. Masukan panas terlalu besar

2. Elektroda menyerap uap

3. Terlalu banyak unsur paduan dalam logam induk

4. Pendinginan terlalu cepat5. Terlalu banyak belerang

dalam logam induk6. Terdapat oksigen dan

hidrogen7. Terdapat pasir atau debu

pada daerah logam

1. Ganti urutan pengelasan

2. Keringkan kembali elektroda

3. Gunakan elektroda Hidrogen rendah

4. Lakukan preheat5. Gunakan elektroda

Hidrogen rendah6. Gunakan elektroda

Hidrogen rendah7. Bersihkan daerah lasan

Rerak pada logam induk

1. Terlalu banyak hidrogen dalam busur

2. Logam induk mempunyai sifat mampu keras yang tinggi

3. Terlalu banyak unsur C, Mn atau Cr dalam logam induk

1. Pakai elektroda hidrogen rendah

2. Lakukan pemanasan mula dan akhir (preheat and post heat)

3. Ganti logam induk

Refrensi

1. Callister (2007) Callister, Jr., & William, D., 2007, “Materials Science and Engineering an Introduction”, 7 ed., John Wiley & Sons, Inc., New York.

2.Gourd, L.M., 1995 “Principles of welding technology” 3th edition, Edward Amold, ISBN 0 340 61399 8

3. Kou, S., 2003, “Welding Metallurgy”, 2 ed., John Wiley & Sons, Inc., Canada.

Page 58: Welding Metalurgy

4. Mandal., 2005, “Aluminium welding”, 2 ed., Kharagpur, India.

5. Wilhelmsen,W. 2005, “The Handbook for Maritime Welders” 10, ed. America.