widya.referat.malaria cerebral

Download Widya.referat.malaria CerebraL

If you can't read please download the document

Upload: prabaningrum-dwidjoasmoro

Post on 19-Jan-2016

67 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Neurology, text book reading, coass, RSMS

TRANSCRIPT

A

xxv

TEXT BOOK READING

MALARIA SEREBRAL

Dokter Pembimbing:

Dr. Bambang Sri Dyatmoko, Sp. S

Disusun oleh:

Prabaningrum Widyasmoro P.

K1A004029

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

SMF ILMU PENYAKIT SARAF

RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO

PURWOKERTO

2009

LEMBAR PENGESAHAN

TEXT BOOK READING

MALARIA SEREBRAL

Diajukan untuk memenuhi syarat

mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior

di bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: Februari 2009

Disusun oleh:

Prabaningrum Widyasmoro Prasetyanti

K1A004029

Purwokerto, Februari 2009

Dokter Pembimbing,

Dr. Bambang Sri Dyatmoko, Sp. S

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan Text Book Reading (TBR) yang berjudul Malaria Serebral ini. Penulisan TBR ini merupakan salah satu syarat mengikuti ujian Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Penulis berharap TBR ini dapat bermanfaat untuk kepentingan pelayanan kesehatan, pendidikan, penelitian dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya oleh berbagai pihak yang berkepentingan.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih kepada:

dr. Bambang Sri Dyatmoko, SpS selaku dokter pembimbing yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan TBR iniTeman-teman serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan TBR ini

Penulis sadar sepenuhnya bahwa dalam penyusunan TBR ini masih banyak dijumpai kekurangan. Oleh karena itu, segala masukan yang bersifat membangun dari para penelaah sangat diharapkan demi proses penyempurnaan.

Purwokerto, Februari 2009

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..i

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR.......................................................................................v

DAFTAR TABEL...........................................................................................vi

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................1

B. Tujuan..........................................................................................2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Definisi.........................................................................................3

B.Etiologi.........................................................................................3

C.Epidemiologi................................................................................4

D.Siklus Hidup Nyamuk Anopheles dan Plasmodium................5

E.Patofisiologi.6

F.Gambaran Klinis........................................................................9

G.Diagnosis......................................................................................12

H.Terapi...14

I.Prognosis.18

BAB III. KESIMPULAN ...............................................................................19

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................20

DAFTAR GAMBAR

GambarHalaman

Gambar 1. Gambaran Makroskopis Otak pada Malaria Serebral dengan

edema kortex dan kongesti vaskular................................................4

Gambar 2. Siklus Hidup Plasmodium...............................................................5

Gambar 3. Patogenesis Malaria Serebral...........................................................8

Gambar 4. Microglia Akibat Granuloma Perivascular Pada Malaria

Serebral dengan Pewarnaan HE.......................................................11

Gambar 5. Gambaran CT-Scan pada Penderita Malaria Serebral.....................13

DAFTAR TABEL

TabelHalaman

Tabel 1. Obat Anti-Malaria.............................................................................18

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Malaria masih menjadi masalah besar di beberapa bagian benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 % diantaranya fatal. Diduga 36 % penduduk dunia mempunyai risiko terinfeksi malaria. Sampai saat ini malaria masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang merupakan negara tropis, dimana hampir seluruh wilayahnya merupakan daerah endemis malaria. Berdasarkan laporan WHO, setiap tahun terdapat 110 juta penderita malaria, 280 juta orang sebagai carrier dan 2 milyar atau 2/5 penduduk dunia selalu kontak dengan malaria. (1,2,3)

Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler dari genus Plasmodium, yang dalam salah satu tahap perkembangbiakannya akan memasuki dan menghancurkan eritrosit. Secara parasitologi dikenal 4 spesies dari genus Plasmodium yang menyerang manusia yaitu spesies Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, dan Plasmodium malariae. Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles. Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina Anopheles. Ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria dari 400 spesies nyamuk Anopheles, dan 24 diantaranya ditemukan di Indonesia. (4,5)

Malaria merupakan penyakit sistemik yang menyebabkan perubahan-perubahan patofisiologis pada organ target seperti: otak, ginjal, hati, limpa dan saluran cerna. Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sporozoa dari genus Plasmodium, yang secara klinis ditandai dengan serangan paroksismal dan periodik, disertai anemia, pembesaran limpa dan kadang-kadang dengan komplikasi pernisiosa seperti ikterik, diare, black water fever, acute tubular necrosis, dan malaria serebral. (6,7,8)

Plasmodium falciparum menyebabkan komplikasi malaria berat dan biasanya terjadi di daerah tropis. Infeksi parasit ini dapat mematikan bila kurangnya pengetahuan tentang pengenalan penyakit dan komplikasinya serta penanganan yang tepat. Kondisi ini menjadi lebih rumit dengan adanya peningkatan angka kejadian Plasmodium falciparum yang resisten terhadap klorokuin dan anti malaria lainnya. Penanganan yang tepat sangat diperlukan terutama pada penderita resiko tinggi seperti anak-anak dan wanita hamil. Malaria falciparum berat merupakan keadaan darurat medik yang perlu penanganan segera karena dengan derajat parasitemia lebih dari 2 % akan menimbulkan komplikasi organ. (9)

Malaria serebral merupakan komplikasi yang paling berat dari Malaria falciparum, suatu keadaan gawat darurat medis yang bila terlambat didiagnosis dan diatasi akan membawa kematian sekitar 20 50 %. Angka kematian malaria serebral di Indonesia cukup tinggi yaitu berkisar 21,5% 30,5 %. Angka kematian pada penderita malaria falciparum adalah 39% dan kematian pada penderita malaria serebral adalah 50 %. Kematian dapat dipastikan terjadi bila terdapat lebih dari 4 komplikasi yang terutama adalah tachypnoe, hiperkreatinemia, hiperbilirubinemia, hipoglikemia, leukositosis dan hipotensi. (6,10,11)

Tujuan

Pada text book reading ini akan dibahas tentang definisi, diagnosis, manifestasi klinis malaria berat dan penatalaksanaan yang dianjurkan dengan pembahasan lebih mendalam pada kondisi komplikasi neurologik yang paling umum yaitu malaria serebral. Sehingga dapat mengenali lebih jauh tentang malaria serebral, dalam hal mengenai gejala, tanda, menegakkan diagnosis sampai melakukan tindakan terapi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Malaria merupakan penyakit parasit yang umumnya terdapat di daerah endemik. Penyebabnya protozoa genus Plasmodium yang terdiri dari Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium Ovale dan Plasmodium malariae. Spesies yang paling banyak ditemukan adalah Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax. Penyakit malaria dapat mengancam hidup dan melibatkan berbagai organ termasuk sistem saraf pusat maupun tepi. Beberapa komplikasi neurologik berhubungan dengan malaria falciparum, walaupun demikian tidak berarti semua malaria mengalami komplikasi neurologik. Selain itu komplikasi dapat juga disebabkan oleh keadaan lain seperti demam tinggi dan bahkan obat antimalaria itu sendiri. (4,12,13,14)

Malaria serebral merupakan salah satu bentuk malaria falciparum berat yang ditandai oleh ditemukannya stadium aseksual (skizon) di dalam darah, dan terjadi karena penatalaksanaan yang terlambat pada tahap awal. Kadang-kadang terjadi dengan cepat terutama pada anak. Malaria serebral adalah salah satu komplikasi serius dari infeksi Plasmodium falciparum yang gejalanya melibatkan sistem saraf pusat. WHO mendefinisikan malaria serebral sebagai: koma tidak dapat dibangunkan/lama penurunan kesadaran lebih dari 30 menit atau setelah serangan kejang dan tidak disebabkan oleh penyakit lain. (9)

Etiologi

Penyebab malaria serebral adalah akibat sumbatan pembuluh darah kapiler di otak karena menurunnya aliran darah efektif dan adanya hemolisa sel darah. Akibat terlalu cepat berkembang biak, parasit menyebabkan sumbatan kapiler, mengakibatkan lesi embolik sehingga timbul anoksi (terutama otak dan ginjal) yang akhirnya menyebabkan: gangguan mikrosirkulasi (sludging, aglutinasi eritrosit intravaskuler,, vasodilatasi kapiler), fenomena sitotoksik (hambatan pernapasan dalam sel otak oleh bahan yang dihasilkan parasit) dan hemolisis. (6)

Secara makroskopik berdasarkan hasil otopsi terdapat edema serebral, baik edema vasogenik maupun sitotoksik disertai perdarahan petekial difus terutama pada substansia alba. Secara mikroskopik, perdarahan ptekial ini memperlihatkan gambaran spesifik perdarahan di sekeliling arteriol substansia alba. Kemungkinan disebabkan oleh vaskulopati yang dipengaruhi oleh imunitas sehingga menyebabkan perubahan permeabilitas endotelial, edema perivaskuler, diapedesis eritrosit dan leukosit, nekrosis dinding pembuluh darah dan mikrotrombosis intravaskuler serta trombosis kapiler. (14,15,16,17,18)

Gambar 1. Gambaran Makroskopis Otak pada Malaria Serebral

dengan edema kortex dan kongesti vaskular

Sumber: http://info.fujita-hu.ac.jp/~tsutsumi/case/case129.htm

Epidemiologi

Plasmodium falciparum umumnya terdapat di daerah endemik tropik dan subtropik. Afrika sub Sahara dan Melanesia (Papua New Guinea, kepulauan Salomon). Plasmodium vivax di Amerika Tengah dan Selatan, India, Afrika Utara dan Timur Tengah, sedangkan Plasmodium Ovale di Afrika Barat dan Plasmodium.malariae sporadik di seluruh dunia. (4,5,13,15)

Di Indonesia, Sulawesi Utara khususnya Minahasa merupakan daerah endemik dan ditemukan komplikasi malaria serebral berkisar antara 3,8 6,4 %. Setiap tahun malaria menyebabkan penyakit pada 300 500 juta orang diseluruh dunia dan lebih dari 1 juta meninggal. Malaria menduduki tempat ketiga teratas di antara penyakit infeksi yang menyebabkan kematian dari data WHO. Dari 10 % pasien malaria falciparum yang dirawat rumah sakit, sekitar 80 % kematian akibat komplikasi pada sistem saraf pusat. (4,5)

Siklus Hidup Nyamuk Anopheles dan Plasmodium

Gambar 2. Siklus Hidup Plasmodium

Sumber: http://www.histopathology-india.net/Malaria.htm

Siklus hidup Plasmodium terjadi dalam 2 host, yaitu siklus sporogoni yang terjadi di dalam tubuh vektor dan siklus skizogoni yang terjadi di dalam tubuh host. Siklus skizogoni terjadi saat Anopheles betina yang terinfeksi malaria menginokulasikan sporozoit ke dalam tubuh manusia ketika mengambil darah. Sporozoit kemudian menginfeksi sel hepar dan matang menjadi skizon, yang kemudian ruptur dan melepaskan merozoit. Merozoit kemudian menginfeksi eritrosit dan berubah menjadi trofozoit matur, kemudian skizon. Skizon akan mengalami ruptur dan melepaskan merozoit. Setelah menjalani 3 kali siklus eritrosit, beberapa parasit mengalami diferensiasi menjadi gametosit.

Semua stadium Plasmodium yang terdapat di dalam darah, ikut terambil nyamuk Anopheles ketika menghisap darah manusia. Gametosit jantan (mikrogametosit) dan betina (makrogametosit) yang ikut terhisap akan mengalami diferensiasi dalam tubuh nyamuk, sementara stadium lainnya akan menjadi sumber protein bagi nyamuk Anopheles. Gametosit jantan kemudian berubah menjadi mikrogamet, sementara gametosit betina berubah menjadi makrogamet. Saat mencapai lambung nyamuk, mikrogamet melakukan fertilisasi dengan makrogamet yang kemudian menghasilkan zigot. Zigot berubah menjadi ookinet yang menginvasi dinding midgut nyamuk, dan berkembang menjadi ookista. Ookista tumbuh, ruptur dan melepaskan sporozoit, lalu menuju ke seluruh tubuh nyamuk, diantaranya kelenjar ludah nyamuk. Sporozoit yang merupakan stadium infektif ini siap untuk diinokulasikan ke dalam host yang baru. (19)

Patofisiologi

Patogenesis malaria serebral sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa hipotesis yang pernah dikemukakan, antara lain: (14)

Hipotesis mekanik: cytoadherence, rosette.

Hipotesis permeabilitas.

Koagulasi Intravaskuler Diseminata (DIC).

Demielinisasi post-infeksi - vaskulomiopati.

Hipotesis Toksin/mediator: endotoksin, sitokin, radikal oksigen bebas, Nitrat oksida.

Kerusakan kompleks imun.

Dari sekian hipotesis, dewasa ini yang berkembang adalah hipotesis mekanik dan humoral, karena kedua hipotesis ini dapat menjelaskan etiologi malaria serebral.

Hipotesis mekanik.

Penelitian yang dilakukan Machiafava dan Bignami1 mengenai penyumbatan kapiler dan venula serebral oleh sel darah merah berparasit akan memperlihatkan sludging darah pada sirkulasi kapiler akibat infeksi malaria. Sel-sel darah merah yang berparasit ini membentuk tonjolan (knob) pada permukaan dan meningkatkan sifat cytoadherent sehingga cenderung melekat pada endotel kapiler-kapiler dan venulae. Hipotesis ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi spesifik antara protein membran eritrosit Plasmodium falciparum (PfEMP-1) dan ligan pada sel endotelial, seperti ICAM-1 atau E-selektin, menurunkan aliran darah mikrovaskuler sehingga terjadi hipoksia. (12,14,15,18,20,21,22)

Selanjutnya terjadi sekuestrasi pada pembuluh darah yang lebih dalam. Terbentuk rosette, yaitu cytoadherence selektif dari sel darah merah yang berparasit (PRBCs) maupun yang tidak berparasit (non PRBCs). Setelah terjadi deformabilitas sel darah yang terinfeksi dan meningkatnya penyumbatan mikrosirkulasi, ternyata kemampuan adesif lebih besar pada parasit yang matang. Obstruksi pada mikrosirkulasi serebral menimbulkan timbul hipoksia dan meningkatnya produksi laktat menyebabkan glikolisis anaerobik yang menghasilkan laktat. Level laktat CSS tinggi dan semakin meningkat pada kasus fatal dibanding yang hidup. Aderens eritrosit dapat juga dipengaruhi oleh pertukaran gas atau substrat di seluruh otak. Meskipun demikian, obstruksi total terhadap aliran darah tak mungkin terjadi. Jadi, gabungan dari Plasmodium falciparum dengan eritrosit pada venulae otak menjadi faktor penting dalam terjadinya komplikasi serebral. (14,15,23)

Hipotesis humoral.

Hipotesis ini menunjukkan bahwa toksin malaria dapat menstimulasi makrofag dan melepaskan TNF-25,26 , sitokin seperti IL-112. Sitokin-sitokin tersebut tidak berbahaya, tetapi akan menginduksi Nitrat Oksida (NO). NO akan berdifusi melalui sawar darah otak dan menyebabkan perubahan pada fungsi sinaps seperti pada anestesi umum dan etanol konsentrasi tinggi, menyebabkan penurunan kesadaran. Peristiwa biokimia dari interaksi ini dapat menjelaskan mengapa terjadi koma reversibel, kejang dan kematian. Disintegrasi sawar darah otak dan peran sel inflamasi adalah proses kunci dalam patogenesis malaria serebral. Data terbaru menunjukkan bukti yang jelas bahwa reseptor aktivator plasminogen tipe serin protease urokinase (uPAR) adalah molekul yang menyebabkan adesi sel. Proses akumulasi fokal dari uPAR terjadi pada sel makrofag/mikroglia di granuloma Durck serta perdarahan dan pitekia disekitar astrosit dan sel endotelial. Sehingga disimpulkan bahwa lesi yang berhubungan dengan uPAR berperan dalam perubahan sawar darah otak dan disfungsi imunologi pasien malaria serebral. (12,13,14,15,21)

Gambar 3. Patogenesis Malaria Serebral

Sumber: http://www.nature.com/icb/journal/v79/n2/full/icb200115a.html

Gambaran Klinis

Masa inkubasi malaria falciparum 9 10 hari, rata-rata 12 hari. Gejala prodromal yang sering adalah lesu, lemah, nyeri tulang, sakit kepala, rasa dingin, tidak nafsu makan, mual, muntah dan diare, dapat disertai panas. Manifestasi klinik berbeda pada anak dan orang dewasa, namun terdapat tiga gejala utama pada dewasa dan anak-anak: (1) penurunan kesadaran dengan demam tak spesifik; (2) kejang umum dan gejala sisa neurologik; (3) koma yang terjadi selama 24 72 jam, awalnya dapat dibangunkan tetapi kemudian tidak sadar. (7,23)

Manifestasi klinis pada malaria serebral terbagi atas dua fase, yaitu: (24)

Fase prodromal : gejala yang timbul tidak spesifik, penderita mengeluh sakit pinggang, mialgia, demam yang hilang timbul serta kadang-kadang menggigil, dan sakit kepala.Fase akut : gejala yang timbul menjadi bertambah berat dengan timbulnya komplikasi seperti sakit kepala yang sangat hebat, mual, muntah, diare, batuk berdarah, gangguan kesadaran, pingsan, kejang, hemiplegi dan dapat berakhir dengan kematian. Pada fase akut ini dalam pemeriksaan fisik akan ditemukan cornea mata divergen, anemia, ikterik, purpura, akan tetapi tidak ditemukan adanya tanda rangsang meningeal.

Pada orang dewasa biasanya malaria serebral terjadi setelah beberapa hari panas dengan gejala non spesifik lainnya, tetapi pada anak biasanya kurang dari dua hari. Seringkali diawali dengan kejang umum terutama pada anak, selanjutnya diikuti kesadaran menurun. Malaria serebral ditandai dengan koma yang tidak dapat dibangunkan. Hilangnya kesadaran dapat berkembang dengan cepat, sampai koma dan beberapa pasien dapat disertai status epileptikus. (12,14)

Pada daerah endemik pasien dengan malaria sering tanpa gejala atau hanya demam ringan yang segera dapat dikontrol oleh imunitas yang didapat atau pemberian obat segera. Tetapi beberapa infeksi Plasmodium falciparum, terutama pada anak-anak sering kali terjadi komplikasi yang mengancam hidup seperti anemia berat, gangguan metabolik, atau ensefalopati. Perubahan kesadaran pada malaria dapat terjadi setelah kejang, hipoglikemia atau asidosis. Perdarahan retina terjadi lebih kurang 15 % kasus, papil dan pupil normal. Refleks kornea tetap ada kecuali pada koma dalam. Sebagian besar pasien juga mengalami anemia, ikterus dan hepatomegali.

Malaria serebral juga dikenal sebagai ensefalopati simetrik oleh karena terdapatnya tanda-tanda UMN simetrik. Tonus otot dan refleks dalam atau refleks tendon biasanya meningkat disertai klonus lutut dan kaki, bersama dengan respons plantar ekstensor yang bervariasi. Refleks dinding perut dan refleks kremaster tak dapat dibangkitkan. Tanda-tanda ini berguna untuk membedakan dari gangguan perilaku akibat demam atau penyebab lain. Disfungsi batang otak, dapat terjadi pada malaria serebral atau hipoglikemia. Pada stadium deserebrasi dan dekortikasi sering ditemukan deviasi mata ke atas, ekstensi leher, bibir mencucur, tetapi refleks primitif lain biasanya tidak dijumpai. Umumnya pola nafas mendengkur periodik. Setelah itu terjadi perburukan progresif fungsi batang otak dan dapat mengarah ke gagal nafas atau gagal jantung.

Kejang terjadi pada 40 % pasien dewasa dan umumnya anak-anak dengan malaria serebral. Paling sering kejang umum dibanding kejang parsial. Penyebab kejang tersebut mungkin disebabkan hipoksia serebral, demam, hipoglikemia, gangguan metabolik lain seperti asidosis laktat, obat antimalaria dan eklampsia pada wanita hamil. Van Hensbroek menetapkan adanya hubungan antara kejang berulang dan timbulnya gejala sisa neurologik dalam jangka waktu lama dan menyarankan supaya mengontrol kejang sedini mungkin. Epilepsi simptomatik kronik mungkin berhubungan dengan perkembangan astrosit yang disebabkan oleh invasi organisme tersebut ke vaskuler. Pada pemeriksaan patologik jaringan otak penderita yang meninggal pada stadium lanjut, tampak gambaran granuloma Durck yang terbentuk dari reaksi astroglia. (14,16)

Gambar 4. Microglia Akibat Granuloma Perivascular Pada Malaria Serebral dengan Pewarnaan HE

Sumber: Sumber: http://www.histopathology-india.net/Malaria.htm

Sulit membedakan kejang demam dengan kejang malaria serebral pada anak-anak. Kejang pada malaria serebral sering tak terkontrol. Meflokin adalah antimalaria penting yang digunakan pada pasien yang resisten terhadap klorokuin, tetapi merupakan kontraindikasi relatif bagi pasien dengan riwayat kejang oleh karena potensi epileptogeniknya. (12)

Disamping gejala diatas, gangguan serebral dapat terjadi seperti: (16)

Perdarahan Intrakranial.

Perdarahan serebral menyebabkan tanda neurologik fokal seperti hemiplegia dan afasia. Pada binatang percobaan ditemukan paralisis ekstremitas yang berhubungan dengan perdarahan serebral, dan diduga proses ini akibat mekanisme imunopatologik karena TNF berperan sebagai mediator inflamasi. Ada beberapa laporan dari India tentang perdarahan subaraknoid.

Oklusi arteri serebral.

Beberapa tanda neurologik fokal terjadi karena oklusi arteri. Pada kasus malaria gejalanya seperti tumor otak tetapi ternyata pada pemeriksaan post mortem menunjukkan terjadi trombosis pembuluh batang otak dan perdarahan perivaskuler di korteks serebelar.

Gerakan ekstrapiramidal.

Gerakan ekstrapiramidal dapat terjadi pada malaria serebral. Gejalanya berupa gerakan involunter, mioklonik, korea, dan gerakan atetoid. Tremor dapat terjadi pada masa penyembuhan dan menghilang sempurna dalam 1 2 minggu.

Diagnosis

Malaria serebral umumnya didapati pada penderita non imun yang mendapat infeksi falciparum. Penderita perlu dirawat bila didapatkan gejala klinis dan atau hasil pemeriksaan laboratorium sebagai berikut :

Kejang-kejang,diare,muntah,delirium,syok dan hipertermi.Pada pemeriksaan laboratorium mungkin dijumpai.Parasitemia berat: > 2 % eritrosit terinfeksi parasit atau.jumlah parasit aseksual (tropozoit) > 100.000/mm.

Adanya skizon dalam darah perifer pada infeksi falciparum. (25)

Pada diagnosis malaria diperlukan anamnesis rinci tentang asal penderita, apakah dari daerah endemik malaria, riwayat bepergian ke daerah endemik malaria, riwayat pengobatan kuratif maupun preventif terhadap malaria. Diagnosis malaria serebral ditegakkan dengan cara: (9,26)

menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi memakai pewarnaan Giemsa. Punksi lumbal dan analisis CSS harus dilakukan pada semua kasus yang meragukan dan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada malaria tekanan CSS normal sampai meningkat, CSS jernih dan leukosit kurang dari 10/ l; level asam laktat dan protein meningkat. Level asetilkolin CSS lebih rendah dari orang normal.EEG menunjukkan kelainan yang tidak spesifik.

CT scan otak biasanya normal.

Adapun Diagnosis banding malaria serebral antara lain: (9)

Infeksi otak (meningitis, ensefalitis).

Pada malaria serebral, hasil pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukkan hasil yang normal dan pemeriksaan Plasmodium falciparum positif.

Penyakit pembuluh darah otak (stroke hemoragik/nonhemoragik)

Pada malaria serebral, demam timbul sebelum kelainan neurologik, sedangkan pads penderita stroke, demam timbul setelah kelainan neurologik dan biasanya dijumpai lateralisasi.

Penyakit endokrin/metabolik (diabetes dan tiroid)

Koma diabetik dapat diketahui dari pemeriksaan gula darah. Koma hipotiroid dan krisis tiroid dapat diketahui dari gejala klinik yang lain.

Gambar 5. Gambaran CT-Scan pada Penderita Malaria Serebral

Sumber: http://www.isradiology.org/tropical_deseases/tmcr/chapter46/imaging.htm

Gambar di atas merupakan CT-scan pada 3 penderita malaria serebral:

Merupakan fase akut, di mana otak mengalami edema dan hipodens secara difus, kecuali ganglia basalis. Selama fase penyembuhan, terjadi atrofi cerebral, dengan infark pada lobus frontalis dan parietalis bagian kanan.

Fase akut pada pasien yang berbeda menunjukkan pembengkakan otak difus, dengan hipodensitas di superficial. Pada pasien ini, ganglia basalis juga hipodens.

Pada fase penyembuhan, dengan menggunakan kontras dapat terlihat penebalan zona di antara arteri cerebri media dan arteri cerebri posterior.

Pada pasien ketiga, terdapat area-area hipodens yang tersebar di seluruh otak dan ganglia basalis yang mengalami edema.

Pada pasien ini, terdapat atrofi cerebral di mana secara klinis malaria telah disembuhkan.

Terapi

Terapi yang dianjurkan untuk penatalaksanaan malaria serebral antara lain: (9,27)

Umum.

Merupakan aspek penting dalam manajemen pasien malaria serebral, yaitu:

Memelihara jalan nafas dilakukan pada penderita dengan koma dalam dan indikasi pemasangan intubasi endotrakea.Merubah posisi pasien tiap 2 jam.Hindari tempat tidur basah atau lembab.Posisi semi pronasi dengan elevasi kaki untuk mencegah aspirasi.Memelihara keseimbangan cairan intake/output serta mengamati perubahan warna urin ( hitam/coklat) bila terjadi.Monitor tanda vital tiap 4-6 jam.Mengobservasi terjadinya kejang dan harus segera diatasi.Bila suhu di atas 39o C harus dilakukan kompres di dahi atau lipatan ketiak dan diberikan paracetamol.Pemasangan NGT dilakukan pada pasien kesadaran menurun atau sulit menelan untuk menghindari aspirasi pneumonia.Pemasangan kateter uretra untuk memonitor keseimbangan cairan.Terapi kejang.

Tahap premonitoring diazepam 10 mg iv atau rektal dapat diulang setelah 10 15 menit bila kejang masih terjadi, dosis maksimum diazepam 50 mg dalam 4 jam pertama, bila diberikan dalam 24 jam, boleh sampai 100 mg. Status konvulsif lanjut fenitoin 15 18 mg/kg iv, kecepatan 50 mg/menit diberikan dalam waktu 20 30 menit (dengan lorazepam bila belum diberikan) dan atau phenobarbital 10 mg/kg iv, kecepatan 100 mg/menit. Phenobarbital dapat menurunkan insidensi kejang sampai 54 %.

Jangan berikan obat-obat sebagai berikut:Kortikosteriod.Obat anti inflamasi lain.Obat anti edema seperti manitol, urea, invert sugar.low molecular weight dextran.Adrenalin.Heparin.Pentoksifilin.oksigen hiperbarik.Siklosporin.

Penggunaan deksametason merupakan kontraindikasi pada malaria serebral karena tidak menunjukkan hasil yang bermanfaat, tetapi justru mengakibatkan penurunan kesadaran menjadi makin lama, dan mempertinggi kemungkinan infeksi dan perdarahan saluran cerna. .

Obat anti-malaria

Malaria serebral menjadi fatal setelah beberapa hari infeksi. Pengobatan segera sangat penting karena imunitas alamiah malaria belum diketahui sehingga pencegahan adalah cara yang terbaik. Semua kasus malaria berat harus dirawat di rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan, pengobatan dan pengawasan. Pengobatan yang diberikan adalah suntikan antimalaria intravena (klorokuin, kinin, artemisin) untuk mencapai kadar level plasma obat yang adekuat. Obat-obat baru yang ada penggunaannya secara oral seperti meflokin, halofantrin harus dihindari pada kasus malaria berat. Penggunaan dosis tinggi apalagi dalam jangka waktu lama tidak memberikan manfaat yang lebih baik, sebaliknya hanya menambah efek samping obat.

Diperlukan obat anti malaria yang mempunyai daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan cukup lama di darah untuk dapat menurunkan derajat parasitemia: (9)

Kinin HCl

Diberikan dalam larutan infus 10 ml/kgbb NaCl 0.9 % atau dextrosa 5 %. Dosis loading 16,7 mg basa/kgbb atau 20 mg bentuk garam/kgbb dalam 4 jam pertama; dosis biasa: 8,3 mg basa/kgbb atau 10 mg bentuk garam/kgbb dalam 4 jam pertama. Diteruskan dengan 8,3 mg basa/kgbb dalam 4 jam, diulang tiap 8 jam, sampai penderita dapat menelan tablet untuk kemudian diselesaikan pengobatannya per oral sampai hari ketujuh. Dosis maksimal: 2000 mg/24 jam, sampai 13.000 mg selama 7 hari untuk berat badan 60 kg atau lebih. Kinin HCl sebaiknya tidak diberikan intramuskuler karena absorpsi yang, tidak menentu dan sering mengakibatkan abses, juga sebaiknya tidak diberikan intravena bolus karena efek toksik pada jantung dan saraf. Apabila harus diberikan IV, diencerkan dengan 30 50 ml cairan isotonis dan pemberian IV lambat selama 15 20 menit. Dosis loading tidak diberikan kepada penderita yang dalam 48 jam sebelumnya sudah diberi kina, dalam hal ini langsung digunakan dosis biasa. Juga pada penderita gagal hati dan gagal ginjal.

Kinidin glukonat

Bila kinin HC1 tidak tersedia, kinidin cukup aman dan efektif sebagai obat anti malaria. Dosis loading 15 mg basa/kgbb dilarutkan dalam cairan isotonis diberikan dalam 4 jam pertama, diteruskan dengan 7,5 mg basa/kgbb dalam 4 jam, tiap 8 jam dan dilanjutkan per oral setelah penderita sadar.

Klorokuin

Diberikan dalam larutan infus 10 ml/kgbb NaCl 0, 9 % atau dextrosa 5 %. Dosis: 5 mg basa/kgbb dalam 4 jam, diulang setiap 12-24 jam sampai mencapai dosis total 25 mg basa/kgbb dalam 3 hari. Pemberian klorokuin secara parenteral tidak dianjurkan karena toksisitasnya.

Amodiakuin

Dosis loading 10 mg/kgbb dalam 500 ml cairan, untuk 4 jam. Kemudian 5 mg/kgbb dalam 500 ml cairan/hari selama 3 hari.

Meflokuin (4-kuinolin metanol)

Tidak tersedia kemasan parenteral. Diberikan per sonde karena absorpsinya cepat. Dosis: 18 20 mg/kgbb atau 750 1250 mg dosis tunggal/terbagi. Sebaiknya obat ini dikombinasikan dengan sulfadoksin dan pirimetamin untuk mencegah resistensi. Uji coba kombinasi obat ini di Thailand memberikan cure rate 96 % dibandingkan dengan meflokuin sendiri 93 %. Meflokuin juga efektif untuk terapi Plasmodium falciparum yang resisten terhadap kinin (R I/R II) dan cross resistensi antara kinin dan meflokuin pada Plasmodium falciparum in vivo sangat rendah.

Qinghaosu (artemether oil, artesunate solution)

Dipakai pada pengobatan malaria serebral di Cina dan Thailand dengan pemberian per sonde, IM ataupun IV. Dosis suspensi 1,5 g diberikan dalam 2 hari. Artesunate IV/IM dosis 4 mg/kgbb hari I, dilanjutkan dengan 2 mg/kgbb pads hari ke 2 dan 3(11).

Halofantrin (9 fenantrenmetanol)

Dosis 3 x 250 mg/hari selama 3 hari.

Obat

Dosis Awal

Dosis pemeliharaan

Klorokuin

10 mg basa/kg IV infus selama 8 jam

15 mg basa/kg infus IV selama 24 jam, atau 3,5 mg/kg IM atau SC disuntik 4-8 jam, setiap 8 jam, atau 10 mg/kg IM setiap 8 jam

Artemeter

3,2 mg/kg IM

1,6 mg/kg setiap 24 jam untuk selama hari

Artesunat

2,4 mg/kg IV atau IM

1,2 mg/kg IM pada 12 dan 24 jam, kemudian 1,2 mg/kg IM perhari selama 4 hari

Kuinidin

10 mg/kg IV infus selama 1 jam

0,2 mg/kg/min infus IV dengan monitor EKG

Tabel 1. Obat Anti-Malaria

Sumber: Gani, 1992.

Prognosis

Infeksi malaria Plasmodium falciparum yang tidak diobati prognosisnya buruk dengan angka kematian tinggi. Malaria serebral menyebabkan kematian terutama yang mengalami hipoglikemia berulang, anemia berat, kejang berulang dan koma dalam. Sementara yang bertahan hidup dapat mengalami defisit neurologik menetap. Dengan diagnosis dini dan terapi yang sesuai akan mempunyai prognosis baik. Indikator prognosis buruk adalah:

Kejang.Koma dalam.Perdarahan retina.Leukosit >12.000/mm3.Laktat CSS tinggi dan glukosa LCS rendahLevel antitrombin III rendah.Parasitemia perifer. (27)

BAB III

KESIMPULAN

Malaria serebral merupakan komplikasi dari penyakit infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Malaria serebral tergolong dalam malaria berat karena terjadi parasitemia > 5% disertai komplikasi pada susunan saraf pusat. Komplikasi sistem saraf karena malaria dapat terjadi di saraf pusat dan saraf perifer. Biasanya malaria serebral ditemukan di daerah endemik malaria meskipun dalam jumlah kecil. Malaria Plasmodium falciparum sering menyebabkan komplikasi sistem saraf karena merusak sirkulasi mikrovaskuler. Namun demikian patofisiologinya masih belum diketahui dengan pasti.

Gejala klinik malaria serebral sulit dibedakan dengan beberapa penyakit lain sehingga untuk diagnosis secara pasti harus ditemukan Plasmodium falciparum dalam darah atau dapat dideteksi adanya antibodi Plasmodium falciparum dalam serum penderita. Dengan kecepatan dan ketepatan mendiagnosis malaria serebral akan dapat mengurangi angka kematian yang disebabkan oleh adanya sumbatan kapiler-kapiler darah otak oleh eritrosit yang mengandung Plasmodium falciparum serta adanya kerusakan jaringan otak. Penatalaksanaan malaria berat tergantung dari komplikasi yang menyertainya. Pertimbangkan diagnosis banding. Pengobatan malaria serebral selain ditujukan untuk mengatasi parasitemia Plasmodium falciparum dan juga untuk mengatasi keadaan umumnya. Penanganan yang segera dan tepat merupakan kunci keberhasilan dari pengobatan malaria serebral. Diagnosis cepat dan tepat serta manejemen yang sedini mungkin dapat mempengaruhi hasil prognosis.