· daunnya untuk minyak kayu putih yang memberikan ruang dan cahaya matahari bisa masuk di antara...

8
www.litbang.deptan.go.id Info LITBANG Bulan ini : Vol. VII No.5, Mei 2012 www.litbang.deptan.go.id AKARTA – Selasa (22/5/2012) Kementerian Pertanian merencanakan JProgram Aksi Dampak Penggunaan Pestisida dan Pengamanan Produksi Beras Nasional di tujuh lokasi yaitu Kabupaten Lamongan, Banyuwangi, Klaten, Indramayu, Pinrang, Lampung Selatan, dan Tabanan. Rencana aksi ini, menurut Prof Emil Salim, sejalan dengan program dari Presiden yakni Pro Growth, Pro Job, Pro Poor dan Pro Environment yang di dalamnya termasuk pangan dan pertanian, mulai dari peningkatan produksi hingga peningkatan pendapatan petani. Oleh karenanya, Prof Emil berharap rencana aksi ini dapat menurunkan dan mengendalikan jumlah penggunaan pestisida, menurunkan intensitas serangan wereng, meningkatkan produksi yang bertujuan tercapainya sasaran surplus 10 juta ton beras pada 2014 dan meningkatkan pendapatan petani. Menurut Menteri Pertanian Dr. Suswono, pertanian yang pro lingkungan merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pencapaian target surplus 10 juta ton beras yang turut serta memberi pengaruh untuk pertanian jangka panjang. Mentan pun berharap agar tujuh kabupaten yang ditunjuk dapat menjalankan program ini dengan baik dan dapat berhasil. “Saya berharap agar daerah yang menjadi percontohan ini dapat berhasil dan pada akhirnya daerah lain akan mengikuti,” ujarnya. Sementara, Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Haryono mengatakan bahwa pertemuan ini merupakan tindak lanjut terkait upaya mencapai swasembada pangan dan pencapaian surplus 10 juta ton beras pada 2014. Dari pertemuan ini pula diharapkan ada pengurangan penggunaan pestisida secara bertahap di Indonesia, yang bertujuan untuk kepentingan lingkungan dan pengendalian hama dan penyakit. “Tanam padi secara serempak dapat mengurangi pemakaian pestisida,” ujarnya. Pengurangan penggunaan pestisida, peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan petani merupakan tujuan yang ingin dicapai, untuk itu ada tiga pilar dalam kaitannya dengan rencana aksi ini yaitu penggunaan pestisida secara benar, pengumpulan dan pemanfaatan data dalam pengambilan keputusan, dan sistem budidaya beraspek fisiologis. S u m b e r : Sekretariat Penggunaan pestisida di kalangan petani Indonesia seakan sudah suatu keharusan. Padahal kenyataannya, penggunaan pestisida yang berlebihan malah akan membuat produksi menjadi menurun, selain itu tentu saja tanaman yang terkena pestisida akan tercemar dan berbahaya. Dalam rangka pengurangan penggunaan pestisida, telah dirumuskan Program Aksi Dampak Penggunaan Pestisida dan Pengamanan Produksi Beras Nasional yang dilaksanakan di tujuh lokasi yaitu Kabupaten Lamongan, Banyuwangi, Klaten, Indramayu, Pinrang, Lampung Selatan, dan Tabanan. Melalui program ini, diharapkan dapat menurunkan dan mengendalikan jumlah penggunaan pestisida, menurunkan intensitas serangan wereng, meningkatkan produksi yang bertujuan tercapainya sasaran surplus 10 juta ton beras pada 2014 dan meningkatkan pendapatan petani.

Upload: lamnguyet

Post on 10-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

www.litbang.deptan.go.id

Info LITBANG Bulan ini :

Vol. VII No.5, Mei 2012

www.litbang.deptan.go.id

AKARTA – Se lasa ( 22 /5 /2012 ) Kementerian Pertanian merencanakan JProgram Aksi Dampak Penggunaan

Pestisida dan Pengamanan Produksi Beras Nasional di tujuh lokasi yaitu Kabupaten Lamongan, Banyuwangi, Klaten, Indramayu, Pinrang, Lampung Selatan, dan Tabanan.

Rencana aksi ini, menurut Prof Emil Salim, sejalan dengan program dari Presiden yakni Pro Growth, Pro Job, Pro Poor dan Pro Environment yang di dalamnya termasuk pangan dan pertanian, mulai dari peningkatan produksi hingga peningkatan pendapatan petani. Oleh karenanya, Prof Emil berharap rencana aksi ini dapat menurunkan dan mengendalikan jumlah penggunaan pestisida, menurunkan intensitas serangan wereng, meningkatkan produksi yang bertujuan tercapainya sasaran surplus 10 juta ton beras pada 2014 dan meningkatkan pendapatan petani.

Menurut Menteri Pertanian Dr. Suswono, pertanian yang pro lingkungan merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pencapaian target surplus 10 juta ton beras yang turut serta memberi pengaruh untuk pertanian jangka panjang. Mentan pun berharap agar tujuh kabupaten yang ditunjuk dapat menjalankan program ini dengan baik dan dapat berhasil. “Saya berharap agar daerah yang menjadi percontohan ini dapat berhasil dan pada akhirnya daerah lain akan mengikuti,” ujarnya.

Sementara, Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Haryono mengatakan bahwa pertemuan ini merupakan tindak lanjut terkait upaya mencapai swasembada pangan dan pencapaian surplus 10 juta ton beras pada 2014. Dari pertemuan ini pula diharapkan ada pengurangan penggunaan pestisida secara bertahap di Indonesia, yang bertujuan untuk kepentingan lingkungan dan pengendalian hama dan penyakit. “Tanam padi secara serempak dapat mengurangi pemakaian pestisida,” ujarnya.

Pengurangan penggunaan pest is ida, peningkatan produktivitas dan peningkatan pendapatan petani merupakan tujuan yang ingin dicapai, untuk itu ada tiga pilar dalam kaitannya dengan rencana aksi ini yaitu penggunaan pest is ida secara benar, pengumpulan dan pemanfaatan data dalam pengambilan keputusan, dan sistem budidaya beraspek fisiologis.

S u m b e r : S e k r e t a r i a t

Penggunaan pestisida di kalangan petani Indonesia seakan sudah suatu keharusan. Padahal kenyataannya, penggunaan pestisida yang berlebihan malah akan membuat produksi menjadi menurun, selain itu tentu saja tanaman yang terkena pestisida akan tercemar dan berbahaya.Dalam rangka pengurangan penggunaan pestisida, telah dirumuskan Program Aksi Dampak Penggunaan Pestisida dan Pengamanan Produksi Beras Nasional yang dilaksanakan di tujuh lokasi yaitu Kabupaten Lamongan, Banyuwangi, Klaten, Indramayu, Pinrang, Lampung Selatan, dan Tabanan.Melalui program ini, diharapkan dapat menurunkan dan mengendalikan jumlah penggunaan pestisida, menurunkan intensitas serangan wereng, meningkatkan produksi yang bertujuan tercapainya sasaran surplus 10 juta ton beras pada 2014 dan meningkatkan pendapatan petani.

etergantungan terhadap beras dan gandum menimbulkan masalah tersendiri. Masalah tersebut timbul jika dua sumber pangan pokok tersebut mengalami krisis ketersediaan. Hal ini yang menyebabkan timbulnya masalah kerawananan pangan. Masyarakat Ktetap mengonsumsi beras, sekalipun untuk mendapatkannya mesti menjual jagung dan umbi-umbian yang dihasilkan di

kebunnya. Oleh karena itu, untuk masyarakat yang biasa makan jagung, seperti di Madura dan NTT, dan juga untuk ubi jalar seperti di Papua, juga sagu di sebagian daerah Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua, perlu diimbau untuk meneruskan kembali tradisi konsumsi

Salah satu alternatif pangan pokok adalah jagung. Tanaman jagung (Zea mays L.,) adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminaceae) yang sudah populer di seluruh dunia. Di Indonesia, daerah-daerah penghasil utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Maluku. Khusus di daerah Jawa Timur dan Madura, tanaman jagung dibudidayakan cukup intensif karena, selain tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung.

Jagung banyak ditanam dan dikonsumsi terutama di daerah marjinal. Komoditas pangan ini mempunyai kadar dan mutu protein yang relatif rendah, sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan protein masyarakat kurang mampu, apalagi bagi mereka yang kekurangan gizi. Prevalensi kekurangan kalori protein (KKP) di pedesaan Afrika dan Amerika Latin menggambarkan ketidakcukupan asupan gizi dari diet berbasis jagung (Brown et al., 1988)

Jagung sangat berpotensi sebagai bahan pangan pokok karena ditunjang dengan komposisi kimia sebagai berikut, yaitu : 71 , 3% pati, 3,7% protein, 1,0% lemak, 86,7% serat kasar, 0,8% dan 0,34 % gula (persentase berdasar bobot kering; Inglett, 1987). Komponen utama jagung adalah pati, yaitu sekitar 70% dari bobot biji. Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan fruktosa, 1-3% dari bobot biji. Mutu gizi jagung sebagai bahan pangan ditentukan oleh asam amino penyusun protein. Jagung biasa mengandung lisin dan triptofan lebih rendah dibanding jagung QPM (Quality Protein Maize). Jagung biasa mengandung leusin yang tinggi,sebaliknya pada jagung QPM rendah.

Keunggulan jagung QPM terutama kandungan lisin dan triptofannya lebih tinggi dibanding jagung biasa. Meskipun QPM mengandung protein relatif sama dengan jagung biasa, namun pemanfaatan protein tersebut di dalam tubuh 2-3 kali lipat dibanding jagung biasa karena mutu dan nilai biologi proteinnya jauh lebih tinggi (Brown et al., 1988). Malnutrisi pada umumnya berkaitan dengan defisiensi energi, protein, dan zat gizi lainnya karena asupan gizi yang tidak tercukupi dari menu makan sehari-hari. Di negara berkembang, menu makan umumnya kekurangan energi dan protein. Hal ini akan mempengaruhi perkembangan anak-anak dan mereka lebih rentan terhadap penyakit (Wardlaw, 1999).

Orang dewasa hanya memerlukan protein setengah lengkap, tetapi yang sangat memerlukan protein lengkap adalah anak-anak usia tumbuh, usia di bawah lima tahun, ibu hamil dan menyusui. Kekurangan dari jagung biasa untuk dikonsumsi sebagai pangan adalah rendahnya kadar asam amino lisin dan triptofan. Jagung QPM mengandung asam amino lisin dan triptofan yang berimbang/memadai. Asam amino lisin dan triptofan termasuk asam amino esensial. Masyarakat yang mengonsumsi jagung sebagai pangan pokok dapat terhindar dari busung lapar, tetapi tetap rawan gizi, kecuali bila jagung dikonsumsi dengan kacang-kacangan. Kandungan asam amino lisin pada jagung rendah, sedangkan pada kacang-kacangan tinggi. Sebaliknya, kandungan asam amino metionin dalam jagung tinggi sedangkan dalam kacang-kacangan rendah. Jadi kedua bahan pangan tersebut dapat saling melengkapi asam amino tersebut.S u m b e r : B B P a s c a p a n e n

ahan rawa pasang surut terdiri dari empat tipologi lahan (Lahan potensial, sulfat masam, gambut dan Salin), dengan empat tipe Lluapan air yang masing-masing tipologi dan kombinasinya dengan

tipe luapan mempunyai ciri dan karakteristik yang berbeda, sehingga pengelolaannyapun menjadi berbeda.

Tanaman jeruk sepertihalnya sifat tanaman lainnya akan tumbuh baik dan berproduksi tinggi jika diberikan lingkungan tumbuh yang sesuai, diantaranya tanahnya subur, cukup air, intensitas sinar matahari cukup dan diberikan perlakuan dan pemeliharaan yang baik. Untuk mengkondisikan lahan pasang surut agar dapat bisa ditanami jeruk perlu mengikuti beberapa tahap yaitu sebagai berikut:

1. Pemilihan Lokasi

a. Sebaiknya dipilih lokasi yang tidak jauh dari aliran sungai, agar ketersediaan air akan cukup untuk itu pada tipe luapan B sangat cocok, walaupun di tipe C juga bisa, namun memerlukan sistem pengaturan air yang lebih baik. Demikian juga pada Tipe A, umumnya lebih baik, tetapi memerlukan tinggi surjan/tukungan yang lebih tinggi.

b. Pilih jenis tipologi lahan potensial atau lahan sulfat masam yang mempunyai jenis tanah yang baik, umumnya ditandai warna tanah yang kehitaman (tanah hidup) dan banyak komonitas cacing tanahnya atau organisme lainnya.

2. Penataan Lahan

Terdapat dua sistem penataan lahan untuk tanaman jeruk:a. Untuk penanaman jeruk berbasis padi perlu dibuat surjan dengan jarak antar surjan 15 m. Agar kanopi jeruk nantinya tidak menaungi pertumbuhan padi, sehingga padi dan jeruk masing-masing dapat memberikan hasil yang baik, populasi sekitar 120 pohon/ha.b. Jeruk monokultur jarak surjan bisa 5-10 m, sehingga dalam satu hektar terdapat pohon jeruk populasi 200-400 pohon/ha. Umnya populasi 200 pohon/ha banyak dipilih.

3. Membuat suran

Pada prinsipnya pembuatan surjan adalah untuk menghindarkan sistem perakaran jeruk terjenuhi oleh air, dan terhindar dari lapisan pirit yang bisa mengganggu pertumbuhan tanaman. Ada dua macam cara membuat surjan :

Surjan bertahap, dibuat dengan dimensi awal sekitar 1,7-2,0m x 1,7-2,0m, tinggi disesuaikan tinggi maksimum genangan akibat air pasang, dengan jarak antar surjan tergantung pola tanam yang akan dipilih. Untuk penyepurnaan surjan dilakukan secara bertahap setiap tahun.

Surjan sekali jadi, sistem ini umumnya dilakukan oleh petani yang punya dana cukup, atau melalui proyek, yang perlu diperhatikan, pada menggali tanah untuk meninggikan calon surjan harus hati-hati jangan sampai mengangkat lapisan pirit, terutama pada lahan sulfat masam. Galian bisa agak melebar, dan seterusnya petak sawahnya perlu diratakan kembali agar tanaman padi yang ditanam di antara surjan (tabukan) bisa menghasilkan.

Selanjutnya untuk pemilihan bibit sebaiknya dipilih bibit yang tumbuh sehat, bebas penyakit, jelas varietasnya, bisa diperoleh dari kebun pembibitan/perusahaan yang telah mendapatkan sertifikat untuk menjamin mutu bibit. Atau membuat pembibitan sendiri, hal ini tentu perlu keterampilan atau dengan petunjuk dari ahlinya.

Saat yang paling baik dalam melakukan penanaman bibit jeruk, ketika pada musim hujan, yaitu pada bulan Desember hingga April, agar terhindardari resiko kekeringan pada musim kemarau. Lubang tanam dibuat di atas surjan sekitar 2 minggu sebelum tanam. Pada setiap lubang tanam diberikan campuran tanah yang berasal dari lapisan atas (top soil) + 5 kg pupuk kandang yang telah masak + dolomit 100 g + Urea 50 g + KCI 50g + Sp -18 100 g. Sebelum ditanam, pengeluaran bibit dari polibag perlu dilkukan dengan hati agar sistem perakaran tidak rusak. Bibit ditanam dengan patokan batang tunas okulasi sekitar 10 cm di atas permukan tanah. Setelah penanaman selesai diberi mulsa jerami, daun kelapa atau daun-daun yang bebas penyakit. Mulsa ditata sedemikian rupa agar tidak menyentuh batang untuk menghindari pemicuan penyakit busuk batang.

(a) Surjan bertahap disebut sebagai sistem tukungan

(b) Surjan sekali jadi. Surjan sekali jadi mengandung resiko terangkatnya pint ke permukaan surjan kalau tidak hati-hati, menyebabkan pada tahun pertama tidak bisa ditanami karena tercemar oleh racun pirit, sehingga sistem surjan bertahap merupakan pilihan yang lebih aman, dan dapat disempurnakan setiap musim, sehingga lebih ekonomis sesuai kemampuan dana petani.

S u m b e r : S e k r e t a r i a t

adan Litbang Pertanian terus berkomitmen untuk meningkatkan produksi kedelai nasional. Sukses Bmengembangkan kedelai di kawasan hutan jati di KPH

Ngawi yang dapat menghasilkan kedelai hingga 2 t/ha (berita 10 Januari 2012), kali ini Badan Litbang Pertanian membidik kawasan hutan kayu putih untuk target pengembangan kedelai.Pengembangan tanaman kedelai di antara pohon kayu putih sangat potensial karena hutan kayu putih selalu dipangkas daunnya untuk minyak kayu putih yang memberikan ruang dan cahaya matahari bisa masuk di antara pohon kayu putih. Lahan di bawah tegakan hutan kayu putih berpotensi untuk produksi kedelai secara permanen atau sepanjang tahun.

Berbeda dengan kawasan hutan kayu putih, kawasan hutan jati hanya dapat di tanami pada tegakan pohon jati pada umur 0 - 5 tahun. Lebih dari 5 tahun kanopi pohon jati sudah menutup.

Luas hutan kayu putih di Indonesia mencapai 248.756 ha dan banyak terkonsentrasi di Maluku serta Jawa. Inovasi teknologi budidaya kedelai di kawasan hutan kayu putih telah diramu oleh Badan Litbang Pertanian dan digelar pada skala 5 ha hutan kayu putih di desa Sidoharjo, Kecamatan Pulung, Kabupaten Ponorogo, KPH Madiun, BKPH Sukun Ponorogo pada akhir Februari - awal Maret 2012.Di KPH Madiun, luas hutan kayu putihnya mencapai 3.750 ha. Kondisi pertanaman saat ini umur 35 - 40 hari dan vigor tanaman tumbuh subur dan baik. Varietas yang ditanam sesuai dengan permintaan petani jenis Gepak Kuning dengan karakter biji kecil, rendemen untuk tahu tinggi.

Hutan kayu putih prospektif untuk produksi benih kedelai untuk penyangga kebutuhan benih di lahan sawah. Sistem produksi benih kedelai melalui Jalur Benih Antar Lapang dan Antar Musim (Jabalsim) perlu dibangkitkan lagi untuk

menjaga kualitas benih kedelai tetap baik, mengingat daya simpan benih kedelai tidak terlalu lama seperti padi atau jagung.

Produksi benih di kawasan hutan kayu putih dapat di lakukan pada akhir musim hujan dan hasil panennya dipakai benih untuk lahan sawah pada musim kemarau I dan II. Keuntungan lain, kedelai dalam bentuk benih mempunyai harga yang lebih tinggi dari pada konsumsi (Harga benih berkisar Rp 6.500,- - Rp 7.000,- sedang kedelai konsumsi sekitar Rp 5000,-). Kedelai diusahakan untuk benih di lahan kering dengan harga Rp 7.000,- akan mampu bersaing dengan jagung dan kacang tanah.

Inovasi budidaya kedelai di kawasan hutan kayu putih ini akan menjawab keraguan produksi kedelai di lahan hutan, dan ternyata lahan hutan dapat berkonstribusi terhadap produksi kedelai nasional.S u m b e r : B a l i t k a b i

S u m b e r : B a l i t j e s t r o

kulasi masih merupakan metode standar perbanyakan jeruk secara komersial, yaitu semaian batang bawah umur tertentu ditempel atau diokulasi dengan mata tempel varietas komersial dan setelah tumbuh disebut bibit okulasi. Bibit okulasi ternyata Otidak cocok untuk semua tipe lahan yang berair tanah dangkal, artinya setelah akar tunggang bibit okulasi menembus permukaan

air tanah atau daerah kedap air, tanaman kemudian mengalami kemunduran pertumbuhan dan bahkan ada yang mati karena akarnya membusuk.

Okucang adalah teknologi pembibitan yang memadukan metode Okulasi dan Cangkok dalam memproduksi bibit jeruk bebas penyakit. Bibit okucang yang dihasilkan mempunyai sistem perakaran yang menyebar di daerah permukaan lapisan olah seperti bibit cangkokan yang sering digunakan petani di lahan pasang surut. Selain itu, bibit okucang dinilai hemat dan lebih efisien dalam penggunaan materi perbanyakan dibandingkan dengan cara cangkokan. Walaupun waktu yang diperlukan memproduksi bibit okucang lebih lebih lama 2 - 3 bulan dibandingkan dengan cara okulasi, bibit okucang terbukti sesuai untuk lahan berair tanah dangkal seperti lahan pasang surut yang banyak dijumpai di Kalimantan, Sumatera dan Papua.

Jenis batang bawah yang digunakan dalam memproduksi bibit okucang sebaiknya yang relatif tahan terhadap genangan, salinitas tinggi, penyakit busuk akar dan mampu mendukung pertumbuhan dan produksi yang optimal. Salah satu varietas batang bawah yang mempunyai prospek untuk dikembangkan di lahan pasang surut adalah varietas Citrumello, karena varietas tersebut diketahui relatif tahan terhadap genangan dan penyakit busuk akar. Jenis batang bawah yang relatif tahan terhadap salinitas tinggi dan kekeringan juga memberikan keragaan yang cukup memuaskan di lahan pasang surut karena kemampuannya dalam beradaptasi di daerah yang kondisinya kurang menguntungkan.

S u m b e r : B P T P - K a l t i m

SAKSIKAN TAYANGAN AGRO INOVASI DI

Badan Litbang Pertanian bekerjasama dengan TVRI Stasiun Pusat Jakarta menayangkan program yang dikemas dalam acara

'Agro Inovasi, Kreatifitas Tiada Henti Untuk Kesejahteraan Petani.

Setiap Hari Sabtu

(2 Minggu Sekali)

hanya di TVRI

api Brahman cross merupakan sapi impor yang didatangkan ke Indonesia dengan tujuan untuk memenuhi swasembada daging Ssapi. Di dalam perkembangannya sapi Brahman cross kurang

berkembang dengan baik yang terlihat dari penampilannya yang kurang bagus, seperti tubuh yang kurus, bulu yang kasar, dan reproduksi yang rendah.

Sapi, yang merupakan ternak ruminansia besar, juga memerlukan sumber pakan berprotein tinggi yang dapat digunakan tubuh untuk berkembang dengan cepat. Sayangnya, bahan pakan berprotein tinggi dengan harga murah seperti bungkil kedelai, bungkil kelapa, limbah pabrik agroindustri sangat sulit ditemukan di Kalimantan Timur. Kendati demikian, ada alternative pakan yang dapat digunakan yakni pakan ayam pedaging yang mempunyai protein tinggi.

Penggunaan konsentrat ayam dengan protein kasar sebesar 21% sebagai pakan tambahan untuk sapi Brahman cross induk. Pemakaian konsentrat sebesar 1 kg/ek/hr ditambah dengan dedak 2 kg/ek/hr. Pemberian pakan penguat untuk awal dilaksanakan selama 55 hari.

Tujuan dari pemberian pakan penguat dengan kandungan protein tinggi tersebut adalah untuk meningkatkan pertambahan bobot badan sapi potong secara cepat. Pendugaan bobot badan dilakukan dengan menggunakan rumus Winter. Hasil demplot menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian (PBBH) dengan pemakaian pakan penguat seperti tersebut di atas mampu memberikan PBBH sebesar 0,69 kg/ek/hr

8 -

PENANGGUNG JAWAB : Mappaona REDAKTUR : Endro GunawanM. Sabran;

EDITOR : Hermanto; Iwa Mara T; Ifan Mutaqien; Linda Yunia; Ashari; Ida Noviatri; Widhya Adhy; Sri Wahyuni Adi

A. Subaidi; Bambang Ngaji ; Misgiyarta DESAIN LAYOUT : Sanuki P; Gagad R; Irawan R; Yanuar Budi; Gatot Gito

SEKRETARIAT : Widi Hastini; Agus Setiadi; Lely Sulistiani; Sri Ratnawati; Teguh Wahyudi; Kristina Nova

ALAMAT REDAKSI : Badan Litbang Per

S u m b e r : H U M A S

ada hari kamis, tanggal 24 Mei 2012 yang lalu, Badan litbang pertanian kedatangan tamu yaitu rombongan dari Komisi B DPRD Kabupaten Kediri. Kunjungan tersebut Pditerima oleh Sekretaris Badan Dr. Mappaona, serta beberapa peneliti dan Profesor

riset di Ruang rapat lantai empat Badan Litbang Pertanian.

Dalam kunjungannya tersebut, ketua komisi B DPRPD Kabupaten Kediri, Hari Subagyo mengemukakan beberapa permasalahan yang kerap dialami oleh para petani di daerahnya. Diantaranya masalah kemurnian bibit, pupuk dan juga irigasi. Kabupaten Kediri yang luasnya 1386 km2 dan terdiri dari 26 kecamatan, satu kelurahan dan 343 desa ini, 70%-nya adalah wilayah pertanian. Kabupaten ini juga menghasilkan 400 rb ton jagung / tahun dan menghasilkan tebu untuk menyangga empat pabrik gula di Indonesia.

Menanggapi pertanyaan mengenai benih yang seringkali tercampur dan menjadi tidak murni, peneliti Badan litbang pertanian menjelaskan bahwa petani harus mau melaporkan temuan tersebut ke pihak-pihak yang terkait seperti BBSB Jawa Timur dan juga produsen benih itu sendiri. Peneliti Badan litbang juga menekankan pentingnya sistem tanam serempak dalam menanam padi, untuk memutus siklus hidup hama wereng dan meningkatkan hasil produksi.

S u m b e r : H U M A S

adan litbang pertanian kembali berpartisipasi dalam Pameran Agro & Food Expo 2012 yang digelar di Hall-B Jakarta Convention Center pada tanggal 31 Mei - 3 Juni 2012. Tema Bpameran kali ini adalah “ Meningkatkan Nilai Tambah dan Daya Saing Produk Pertanian

Indonesia.” Tema ini diharapkan bisa menumbuhkan usaha yang dapat meningkatkan nilai tambah untuk meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia.

Pameran yang dibuka oleh Plh. Dirjen PPHP ini juga diadakan bersamaan dengan 3rd Indonesia Organic Expo 2012, Indonesia Cacao, Coffee, Tea Festival 2012 dan Indonesia Spices 2012. Sehingga produk-produk yang ditampilkan adalah produk agribisnis seperti kopi, coklat, rempah-rempah, produk organik, produk makanan, peternakan, perikanan, mesin-mesin dan alat pertanian.

Badan litbang pertanian sendiri menghadirkan produk-produk agribisnis unggulan, yaitu Pepaya merah delima, Jeruk Keprok Batu 55, Kopi Luwak, Kopi Luwak Prebiotik dan berbagai kue kering olahan dari tepung casava.