ameliasinta.files.wordpress.com€¦ · web viewbab i. pendahuluan. latar belakang
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Adat perkawinan ala Sunda hanya merupakan salah satu tata cara
perkawinan di Indonesia. Membaca namanya, tentu saja adat ini berasal dari Jawa
Barat. Tata cara perkawinan ini adalah tradisi yang turun temurun dari nenek
moyang khususnya di ranah Sunda. Namun hingga saat ini masih banyak
digunakan mengingat prosesinya yang unik dan mengandung petuah-petuah bagi
kedua mempelai
Sebenarnya adat perkawinan sunda ini meliputi beberapa tahapan. Dan
saweran adalah salah satu dari rangkaian upacara perkawinan adat Sunda. Adapun
tahapan adat yang hingga saat ini masih sering digunakan, mulai dari Sungkeman,
Saweran, Meuleum harupat, Nincak endog, Ngaleupas japati. Dan kali ini penulis
akan membahas hanya tentang prosesi saweran.
Seluruh tahapan di atas dilaksanakan setelah proses akad nikah, dimana
kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri. Setelah upacara sungkeman,
prosesi dilanjutkan dengan acara saweran. Jangan salah duga ya, saweran disini
bukanlah seperti saweran saat penyanyi [biasanya dangdut] disawer uang oleh
penontonnya.
Saweran disini adalah mendudukkan kedua mempelai berdampingan,
didampingi oleh kedua orang tua masing-masing. Kedua mempelai dipayungi,
lalu sembari diiringi oleh nyanyian sunda yang berisi petuah, mereka akan
melemparkan kepada hadirin berbagai barang sebagai symbol.
1
Barang-barang itu disediakan dalam sebuah bokor. Isinya terdiri dari uang
receh, beras, irisan kunyit, permen, dan lipatan daun sirih. Masing-masing
mempunyai makna, uang sebagai symbol kemakmuran, beras adalah symbol
kesejahteraan, permen menandakan sepahit apapun kehidupan harus selalu
diselesaikan dengan manis. Irisan kunyit dianalogikan bahwa kunyit itu
bermanfaat bisa untuk makanan, bisa untuk obat. Istri harus berperan seperti itu,
bisa memasak dan menjadi obat untuk suaminya kelak. Lipatan daun sirih
diharapkan menjadi symbol agar dalam membina tetaplah harum dan bermanfaat
seperti daun sirih.
Kidung berarti nyanyian, lagu (syair yang dinyanyikan atau juga
puisi, sedangkan me’ngi’dung berarti bersenandung dengan kidung;
bernyanyi, ki’dung’an yaitu nyanyian yang bersifat lirik (yang
melukiskan suatu perasaam).
Gambar 1. Visual Arti Kata Kidung
Adapun cakupan dari pembahasan penelitian ini akan memaparkan tenaga:
1. Struktur teks kidung saweran yang berada di Dusun Cikijing Desa Muktisari
Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.
2. Proses Penciptaan Puisi Kidung Sawer yang berada di Dusun Cikijing Desa
Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa
Barat.
2
3. Konteks penuturan yang terdapat dalam puisi Kidung Sawer dari Dusun
Cikijing Desa Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka
Propinsi Jawa Barat.
4. Fungsi, yaitu fungsi dari macam Kidung Sawer yang berada di Dusun
Cikijing Desa Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka
Propinsi Jawa Barat.
1.2. Perumusan Masalah
Masalah yang akan disajikan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana stuktur kidung sawer di Dusun Cikijing Desa Muktisari
Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.
2. Bagaiman Konteks Penuturan kidung sawer di Dusun Cikijing Desa
Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa
Barat.
3. Kidung sawer berfungsi untuk apa saja di Dusun Cikijing Desa Muktisari
Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.
4. Bagaiman proses penciptaan puisi Kidung sawer di Dusun Cikijing Desa
Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa
Barat.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
3
Tujuan penelitan ini berdasarkan pada masalah yang diangkat,
pembahasan penelitian yang bertujuan untuk:mengetahui hal – hal berikut:
1. Struktur kidung sawer di Dusun Cikijing Desa Muktisari Kecamatan
Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.
2. Konteks penuturan kidung sawer di Dusun Cikijing Desa Muktisari
Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.
3. Fungsi dari macam kidung sawer di Dusun Cikijing Desa Muktisari
Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.
4. Proses penciptaan puisi kidung sawer di Dusun Cikijing Desa Muktisari
Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberi manfaat yang
berguna. Beberapa manfaat itu antara lain:
1. Mendapatkan wawasan mengenai kidung sawer di Dusun Cikijing Desa
Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa
Barat.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan acuan pustaka kebudayaan di perpustakaan
daerah Majalengka.
3. Bahan apresiasi dasar penciptaan dan sebagai sumbangan terhadap Ilmu
Sastra.
4. Sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam hal
tradisi tulisan.
BAB II
4
PEMBAHASAN
2.1 Kidung Sawer
Analisis yang dilakukan , yaitu menganalisis teks kidung sawer di Dusun
Cikijing Desa Muktisari Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka Propinsi
Jawa Barat. Macam kidung sawer yang dianalisis merupakan kidung yang
menggunakan bahasa sunda (sunda-majalengka). Mengapa peneliti memilih teks
kidung sawer karena, dianggap menarik khususnya pada pemilihan diksi, yang
mana akan berhubungan dengan tujuan utama, yaitu menganalisis struktur,
konteks penuturan, proses penciptaan dan fungsi.
2.1.1 Analisis Struktur Teks Kidung Sawer
Teks kidung yang akan dianalisis merupakan teks kidung yang digunkan
pada saat akan melakukan suatu kegiatan (saweran dipernikahan ). Berikut ini teks
Kidung sawer:
Teks asli: Teks terjemahan:
1. Asalamualaekum Asslamu’alaikum
2. Ka sadaya nu lalinggih Kepada semua hadirin yang duduk
3. Para uleman sadaya Para undangan semua
4. Nu tos kersa sami hadir Yang sudah mau hadir
5. Ayeuna abdi ngawitan Sekarang saya memulai
6. Nyawer anu pengantenan Untuk nyawer panganten
7. Sujud syukur ka yang agung Sujud syukur ka yang agung
8. Bingah au tanpa tanding Gembira yang tiada tara
9. Manah ibu sareng rama Hati ibu dan bapak
10. Wireh geulis jatuk rami Bahwasanya sicantik menikah
5
11. Kenging jodo keur panutan Mendapatkan jodoh untuk dirinya
12. Cocog lahir sareng batin Yang cocok lahir dan batin
2.1.2 Formula Sintaksis
Berdasarkan pengamatan atas teks kidung sawer diatas, teks tersebut
terdiri dari beberapa larik. Penulis akan menganalisis beberapa larik di atas dari
segi formula sintaksis dan diuraikan dalam aspek – aspek , antara lain: fungsi,
kategori dan peran komponen komponen teks kidung sawer tersebut .
Larik pertama pada teks di atas merupakan sebuah bentuk frase fatis yang
digunakan pada waktu pembicara memulai interaksi. Lebih spesifknya pada
sebelum memulai penggunaan kidung sawer. Apabila larik pertama ini sudah
diucapakan penutur, itu artinya si penutur sudah siap menggunakan kidung sawer
ini. Menurut Kridalaksana (1986:111) mengatakan bahwa kategori fatis adalah
kategori yang bertugas memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan
pembicaraan antara kawan bicara dan pembicara.
Sebagaian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan. Karena ragam
lisan pada umumnya merupakan ragam non–standar, maka kebanyakan kategori
fatis terdapat dalam kaliamat–kaliamat non–standar yang banyak mengandung
unsur–unsur daerah atau dialek regional. Kata “Asalamualaekum” pada larik
pertama termasuk salah satu bentuk kategori fatis, yaitu frase fatis. Frase fatis
tersebut bisa dikatakan sebagai kaliamt minor, yakni ada beberapa fungsi yang
terlepaskan. Mislnya kata Asalamualaekum pada konteks kaliama yang lengkap
terdapat fungsi subjek dan predikat . Adanya penjelasan konteks kaliamat yang
lengkap dimasukan agar mengetahui bahwa dalam frase fatis terdapat beberapa
fungsi yang terlepaskan.
6
Larik kedua teks kidung sawer, termasuk kedalam kalimat sapaan, karena
larik kedua ini berfungsi menyapa kepada hadirin yang datang di acara
perkawinan. Kalimat sapaan pada larik kedua ini adalah “Ka sadaya nu
lalinggih” yang artinya Kepada semua hadirin yang duduk pola larik adalah
S+O.Agar lebih jelas perhatikan tabel berikut:
Tabel 1. Analisis Sintaksis Larik Ka Sadaya Nu Lalinggih
Analisis Sintaksis Ka sadaya Nu lalinggih
Fungsi S O
Kategori Nomina Verba
Peran Pelaku Perbuatan
Dari analisis sintaksis kedua, dapat diketahui bahwa fungsi subjek diisi
oleh kata ka sadaya yang berkategori sebagi tanda frasa nomina. Fungsi subjek
dalam konteks ini adalah sebagi pengisi peran pelaku, dimana subjek melakukan
perbuatan yang dinyatakan oleh pengisi fungsi objek nu lalinggih. Fungsi predikat
itu sendiri diisi oleh frasa verba.
Larik ketiga kidung sawer diatas, termasuk dalam jenis kalimat berita,
karena larik ketiga ini berfungsi memberitahukan sesuatu kepada orang lain. Larik
“para uleman sadaya” memiliki pola S+ Ket. Agar lebih jelas lagi perhatikan
tabel berikut:
Tabel 2. Analisis Sintaksis Larik Para Uleman Sadaya
Analisis Sintaksis Para uleman Sadaya
7
Fungsi S Ket
Kategori Nomina Preposisi
Peran Pelaku Penegas
Dari analisis sintaksis larik ketiga, dapat diketahui bahwa fungsi bahwa
fungsi subjek diisi oleh kata para uleman yang berkategori sebagai tanda benda
(nomina). Fungsi subjek dalam konteks kalimat ini adalah sebagai pengisi peran
pelaku, dimana subjek yang dinyatakan oleh penegas sadaya.
Larik keempat kidung sawer di atas termasuk dalam jenis kalimat berita,
karena larik keempat ini berfungsi memberitahukan sesuatu kepada orang lain.
Larik “ nu tos kersa sami hadir” memiliki pola P+Ket. Agar lebih jelas perhatikan
tabel berikut:
Tabel 3. Analisis Sintaksis Larik Nu Tos Kersa Sami Hadir
Analisis Sintaksis Nu tos kersa Sami hadir
Fungsi P K
Kategori Verba Preposisi
Peran Perbuatan Penegas
Dari analisis sintaksis larik kempat, dapat diketahui bahwa larik tersebut
merupakan kalimat pasif. Akan tetapi, subjek dalam larik tersebut terlepaskan,
karena subjeknya sudah disebutkan dalam larik – larik sebelumnya. Fungsi
predikat itu sendiri diisi oleh kata nu tos kersa sebagai kata kerja frasa verba.
Fungsi predikat dalam konteks kalimat ini adalah sebagai pengisi perbuatan. Dan
diikuti oleh kata Ket.
8
Larik kelima kidung sawer di atas, termasuk dalam kalimat berita, karena
larik kedua ini berfungsi memberitahukan sesuatu kepada orang lain.
Pemberitahuan pada larik ini berupa informasi, adalah ”ayeuna abdi ngawitan”
artinya sekarang saya mulai. Pola larik tersebut adalah Ket+S+P. Agar lebih jelas
perhatikan tabel berikut:
Tabel 4. Analisis Sintaksis Larik Ayeuna Abdi Ngawitan
Analisis Sintaksis Ayeuna Abdi Ngawitan
Fungsi Ket S P
Kategori Kata tunggal Nomina Verba
Peran Sebab Pelaku Perbuatan
Dari analisis sintaksis larik kelima, dapat diketahui bahwa fungsi
Keterangan diisi oleh kata ayeuna yang berkategori kata tunggal. Fungsi
keterangan dalam konteks kalimat ini adalah sebagi sebab, dimana keterangan sini
dilakukan oleh pelaku yang dinyatakan oleh pengisi fungsi subjek Abdi. Fungsi
subjek itu sendiri diisi oleh nomina. Fungsi subjek dalam konteks kalimat ini
adalah sebagi pengisi peran pelaku, dimana subjek ini melakukan perbuatan yang
dinyatakan oleh pengisi predikat ngawitan. Fungsi predikat itu sendiri diisi oleh
verba.
Larik keenam kidung sawer di atas,’nyawer anu panganten’ kontruksi
kalimat S+P. Berikut ini akan diuraikan fungsi,kategori dan peran kata dalam
kalimat.
Tabel 5. Analisis Sintaksis Larik Nyawer Anu Panganten
Analisis Sintaksis Nyawer Anu panganten
9
Fungsi P S
Kategori Verba Nomina
Peran Perbuatan Pelaku
Dari analisis sintaksis larik keenam, dapat diketahui bahwa fungsi predikat
diisi oleh kata nyawer yang berkategori sebagai kata kera(verba). Fungsi predikat
dalam konteks ini adalah sebagai pengisi peran perbuatan, dimana predikat
dilakukan oleh pelaku yang dinyatakan oleh pengisi fungsi subjek anu penganten.
Fungsi subjek itu sendiri oleh frasa verba.
Larik ketujuh kidung sawer di atas,”sujud syukur ka yang Agung”
kontuksi kalimat S+O. Berikut ini akan diuraikan fungsi, kategori dan peran kata
dalam kalimat.
Tabel 6. Analisis Sintaksis Larik Sujud Syukur Ka Yang Agung
Dari analisis sintaksis larik ketujuh, dapat diketahui bahwa fungsi subjek
diisi oleh kata sujud syukur yang berkategori sebagai kata kerja(verba). Fungsi
subjek dalam konteks kalimat ini sebagai pengisi peran perbuatan, dimana subjek
melakukan perbuatan yang dinyatakan oleh pengisi fungsi objek Ka yang Agung.
Fungsi objek itu sendiri diisi oleh nomina.
10
Analisis Sintaksis Sujud syukur Ka yang Agung
Fungsi S O
Kategori Verba Nomina
Peran Perbuatan Pelaku
Larik kedelapan kidung sawer, di atas.”Bingah anu tanpa tanding”
kontruksi kalimatnya adalah S+P. Berikut ini diuraikan fungsi, kategori, dan peran
kata dalam kalimat.
Tabel 7. Analisis Sintaksis Larik Bingah Anu Tanpa Tanding
Analisis Sintaksis Bingah Anu tanpa tanding
Fungsi S P
Kategori Nomina
Peran
Larik kesembilan kidung sawer diatas “manah ibu sareng rama” kontruksi
kalimatnya adalah S+P. Berikut ini diuraikan fungsi, kategori, dan peran dalam
kalimat.
Tabel 8. Analisis Sintaksis Larik Manah Ibu Sareng Rama
Analisis Sintaksis Manah Ibu Sareng Rama
Fungsi S P
Kategori Nomina nomina
Peran Pelaku Pelaku
Dalam analisis sintaksis larik kesembilan fungsi subjek diisi oleh kata
manah ibu yang berkategori sebagai kata benda (nomina). Fungsi subjek dalam
konteks kalimat ini sebagai pengisi peran pelaku, dimana subjek dilakukan oleh
pelaku yang dinyatakan oleh pengisi fungsi objek sareng rama . Fungsi objek itu
sendiri diisi oleh nomina.
Tabel 9. Analisis Sintaksis Larik Wireh Geulis Jatuk Rami
11
Analisis
Sintaksis
Kenging Jodo Keur panutan
Fungsi P S O
Kategori Verba Nomina Nomina
Peran Perbuatan Hasil
Larik kesepuluh kidung sawer diatas “wireh geulis jatuk rami” kontruksi
kalimatnya adalah +S+Ket. Berikut ini diuraikan fungsi, kategori, dan peran
dalam kalimat.
Tabel 10. Analisis Sintaksis Larik Kenging Jodo Keur Panutan
Larik kesebelas kidung sawer diatas ‘kenging jodo keur panutan’
kontruksi kalimatnya adalah P+S+O. Berikut ini diuraikan fungsi, kategori, dan
peran dalam kalimat.
2.1.3 Formula Bunyi
12
Analisis
Sintaksis
wireh geulis Jatuk rami
Fungsi S Ket
Kategori Nomina Verba
Peran Penegas Pelaku Perbuatan
Analisis berikutnya penulis menganalisis teks kidung sawer di atas dari
segi formula bunyi yang meliputi pembahasan asonansi dan aliterasi beserta efek
yang ditimbulkannya.
Aliterasi menurut Altenbernd dan Leslie L. Lewis (dalam Badrun ,
2003 :29) adalah pengulangan bunyi pada posisi awal kata atau pengulangan
bunyi konsonan dalam kata. Jenis aliterasi yang paling umum adalah bunyi awal
yang umum disebut awal atau rima kepala.
Asonansi yang muncul pada larik pertama adalah vokal /a/ /u/ /e/.vokal /a/
merupakan vokal yang sangat mendominasi dan berkombinasi dengan
konsonan /s/ /l/ / pada kata /Asalamualaekum/.Vokal /u/ pada larik pertama yang
berkombinasi dengan konsonan / h/ merupakan formulasi bunyi yang
menimbulkan efek pelafalan teks terasa ringan .
Aliterasi yang muncul pada larik pertama adalah konsonan / l/ yang
menghasilkan bunyi ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan
yakni /a/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang ringan.
Asonansi yang muncul pada larik kedua adalah vokal /a/ /u/ /i/ merupakan
vokal yang sangat mendominasi dan berkombinasi dengan konsonan /k/ /s/ /d/
/y/ /n/ /l / / g / /h / vokal /a/ berkombinasi dengan konsonan /k/ /l/ pada
kata /lalinggih/ merupakan formulasi bunyi yang menimbulkan efek pembaca teks
terasa ringan.
Aliterasi yang muncul pada larik kedua adalah konsonan /l/ yang
menghasilkan bunyi ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan
yakni /a/ / i/ ,sehingga menimbulkan efek bunyi yang ringan.
13
Asonansi yang muncul pada larik ketiga adalah vokal /a/ /u/ merupakan
vokal yang berkombinasi dengan konsonan /p/ /r/ /m/ /s/ /d/ /y/ /l/ vokal /a/
berkombinasi dengan konsonan /s/ /d/ /y/ pada kata / sadaya/ merupakan
formulasi bunyi yang menimbulkan efek pembaca teks terasa ringan.
Aliterasi yang muncul pada larik ketiga adalah konsonan /r/ yang
menghasilkan bunyi berat. Aliterasi ini berkombinasi dengan huruf vokal /a/,
sehingga menimbulkan efek bunyi yang semakin berat.
Asonansi yang muncul pada larik keempat adalah vokal / u/ /o/ /e/ /a/ /i/
merupakan vokal yang berkombinasi dengan konsonan /n/ /t/ /s/ /k/ /h/ /d/.vokal /a
/ /i/ berkombinasi dengan konsonan /h/ /d/ /r/ pada kata /hadir/, sehingga
menimbulkan efek bunyi yang ringan.
Aliterasi yang muncul pada larik keempat adalah konsonan /n/ /t/ /k/ /r/
/s/ /m/ /h/ yang menghasilkan bunyi ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan
vokal yang ringan yakni /a/ / i/, pada kata hadir sehingga menimbulkan efek
bunyi yang ringan.
Asonansi yang muncul pada larik kelima adalah vokal /a/ /e/ /i/
merupakan vokal yang berkombinasi dengan konsonan vokal /a/ berkombinasi
dengan konsonan /y/ /n/ pada kata / ayeuna/ merupakan formulasi bunyi yang
menimbulkan efek pembaca teks terasa ringan.
Aliterasi yang muncul pada larik kelima adalah bunyi nasal /ng/ posisi
terdapat pada tengah larik. Aliterasi yang terdapat pada larik ini adalah selain
bunyi nasal juga terdapat konsonan /y/ / n/ /t/ ini berkombinasi dengan huruf
vokal /a/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang ringan,
14
Asonansi yang muncul pada larik keenam adalah vokal /e/ /a/ /u/ /i/
merupakan vokal yang berkombinasi dengan konsonan /n/ /p/ vokal /a/
berkombinasi dengan konsonan /n/ pada kata / pangantenan / merupakan
formulasi bunyi yang menimbulkan efek pembaca teks terasa ringan.
Aliterasi yang muncul pada larik keenam adalah konsonan /w/ / r.
Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal/monoftong yang pengucapannya semi
terbuka. Yaitu /e/ pada kata /nyawer/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang
berat.
Asonansi yang muncul pada larik ketujuh adalah vokal /u/ /a/ / merupakan
vokal yang berkombinasi dengan konsonan /s/ /j/ /d/ /y/ /k/ /g/ /ng/ vokal /u/
berkombinasi dengan konsonan /s/ /j/ /y/ /k/ /r/ pada kata / sujud syukur /
merupakan formulasi bunyi yang menimbulkan efek pembaca teks terasa ringan.
Bunyi yang mendominasi pada larik ketujuh adalah bunyi nasal /ng/ posisi
terdapat pada tengah larik. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan
yakni /u/ misalnya pada kata /ka yang Agung/,sehingga menimbulkan efek bunyi
ringan.
Asonansi yang muncul pada larik kedelpan adalah vokal /a/ /u/ /i/
merupakan vokal yang berkombinasi dengan konsonan /b/ /h/ /n/ t/ /p/. Vokal /a/
berkombinasi dengan konsonan /n/ / /t/ p/ /d/ pada kata / anu tanpa tanding /
merupakan formulasi bunyi menimbulkan efek teks terasa ringan.
Aliterasi yang muncul pada larik kedelapan adalah konsonan /t/ yang
menghasilkan bunyi berat. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan
yakni /a/ / u/ ./i/ ,sehingga menimbulkan efek bunyi yang berat.
15
Asonansi yang muncul pada larik kesembilan adalah vokal /a/ /i/ /e/
merupakan vokal yang berkombinasi dengan konsonan /m/ /n/ /i/ / b/ /s/ / r/. vokal
/a/ berkombinasi dengan konsonan /m/ /n/ /h/ /i/ /b/ pada kata / manah ibu/
merupakan formulasi bunyi yang menimbulakn efek bunyi ringan.
Bunyi yang mendominasi pada larik kesembilan adalah bunyi nasal /ng/
posisi terdapat pada tengah larik. Aliterasi yang terdapat pada larik ini adalah
selain bunyi nasal juga tedapat konsonan /r/ yang menghasilkan bunyi – bunyi
yang ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan yakni /a/ /e/
misalnya pada kata / sareng rama/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang
ringan.
Asonansi yang muncul pada larik kesepuluh adalah vokal /i/ /e/
/a/merupakan yang berkombinasi dengan konsonan /w/ / r/ /h/ /l/ /j/ /t/ / k/ /m/ /r/.
Vokal /e/ /i/ /u/ berkombinasi dengan konsonan /w/ /r/ /l/ /s/ pada kata /wireh
eulis / merupakan formulasi bunyi yang menimbulkan efek bunyi berat.
Aliterasi yang muncul pada larik kesepuluh adalah konsonan /t/ yang
menghasilkan bunyi berat. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan
yakni /a/ / u/ ./i/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang berat.
Asonansi yang muncul pada larik kesebelas adalah vokal /e/ /i/ /o/ /u/ /a/
merupakan yang berkombinasi dengan /k/ /n/ g/ /j/ /d/ /r/ /p/. Vokal /o/
berkombinasi dengan konsonan /j/ /d/ pada kata / jodo/ merupakan formulasi
bunyi yang menimbulkan efek buny berat.
Bunyi yang mendominasi pada larik kesepuluh adalah bunyi nasal /ng/
posisi terdapat pada tengah larik. Aliterasi yang terdapat pada larik ini adalah
selain bunyi nasal juga tedapat konsonan /r/ yang menghasilkan bunyi – bunyi
16
yang ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan yakni /a/ /e/ /u/
misalnya pada kata /keur panutan/, sehingga menimbulkan efek bunyi yang
ringan.
Asonansi yang muncul pada larik kedua belas adalah vokal /o/ /a/ /i/ /e/
merupakan yang berkombinasi dengan /c/ /l/ /h/ /s/ /r/ /n/ /g/ /b/ t/. Vokal /o/
berkombinasi dengan konsonan /c/ pada kata /cocog/. Efek yang timbul dari
kombinasi itu adalah pengucapan terasa ringan dan memudahkan penghafal .
Bunyi yang mendominasi pada larik kesepuluh adalah bunyi nasal /ng/
posisi terdapat pada tengah larik. Aliterasi yang terdapat pada larik ini adalah
selain bunyi nasal juga tedapat konsonan /r/ yang menghasilkan bunyi – bunyi
yang ringan. Aliterasi ini berkombinasi dengan vokal yang ringan yakni /a/ /e/ /i/
misalnya pada kata /sareng batin/,sehingga menimbulkan efek bunyi yang ringan.
Tabel 11. Formula Bunyi
Bunyi Vokal Bunyi konsonan
/a/ /u/ /e/ /s/ /l/ /m/ /k/
/a/ /u/ /i/ /k/ /s/ /d/ /y/ /n/ /l / /
g / /h /
/a/ /u/ /p/ /r/ /l/ / m / / n/ /s/
/d/ /y/
/u/ /o/ /e/ /a/ /i/ /n/ /t/ /s/ /k/ /r/ /m/ /h/ /d/
/a/ /e/ /i/ /y/ /n/ /b/ /d/ /n/ /g/ /w/ /t/
/a/ /e/ /n/ /y/ /w/ /r/ /p/ /n/ /g/ /t/
/u/ /a/ /s/ /j/ /d/ /s/ /y/ /k/ /r/ /n/ /g/
/i/ /a/ /u/ /b/ /n/ /g/ /t/ /p/ /d/
17
/a/ /i/ /u/ /e/ /m/ /n/ /h/ /b/ /s/ /r/ /g/
/i/ /e/ /u/ /w/ /r/ /h/ /l/ /s/ /k/ /p/ /n/ /t/
/e/ /i/ /o/ /u/ /a/ /k/ /n/ /g/ /j/ /d/ /r/ /p/ /t/
/o/ /a/ /i/ /e/ /c/ /g/ /l/ /h/ /r/ /s/ /r/ /b/ /t/
/n/
Asonansi yang menonjol adalah /a/ dan /i/. Asonansi itu kadang – kadang
berkombinasi dengan konsonan berat dan ringan. Kombinasi itu tergantung pada
pilihan kata yang digunakan. Pilihan yang cermat akan mampu menghasilkan
asonansi yang bagus.
Aliterasi yang tergambar pada teks kidung sawer di atas pada umumya
terbentuk dari bunyi – bunyi berat /ng/ /nya/ /l/. Bunyi – bunyi itu semakin berat
karena berkombinasi dengan vokal yang berat pula, yakni /a/ /u/. Tetapi tidak
semua larik terasa berat, karena banyak pula larik yang dikombinasi dengan vokal
/i/ yang dirasa terasa ringan dalam pengucapannya.
Aliterasi pada teks kidung sawer di atas hampir semua merangkap sebagai
rima. Hanya sebagian kecil asonansi yang berkaitan dengan rima. Menyatukannya
aliterasi dengan rima menambah keindahan teks dan bunyi.
2.1.4 Formula Irama
Pada teks kidung sawer ini terdapat distribusi suku kata yang bertekanan
dan tidak bertekanan tetap. Jumlah suku kata tiap lariknya beragam, yakni ada
yang 10,11,12 suku kata. Penuturan/irama untuk penutur teks kidung sawer ini
sifatnya arbiter (mana suka). Artinya penutur dapat dengan bebas menuturkan
kidung sawer dengan irama masing – masing.
18
Penelitian menggunakan tanda–tanda tertentu untuk menganlisis teks
kidung sawer, tanda itu antara lain: tanda (-) menandakan tanda panjang, tanda
(∩) menandakan nada pendek dan tanda (≥) menunjukan nada yang sedang.
Analisis berikutnya penulis menganalisis teks kidung sawer di atas dari
segi formula irama yang meliputi pembahasan yang menandakan tanda irama
panjang, pendek, dan sedang pada teks kidung sawer.
Untuk memberi nada-nada tersebut, dilakukan setiap suku kata. Jadi
gambaran adalah satu tanda untuk satu suku kata. Agar tahu suku kata mana yang
disuarakan panjang, pendek, atau suku kata yang disuarakan sedang. Berikut
formula irama pada teks kidung sawer.
Tabel 12. Formula Irama
Asalamualaekum __ __ __ ∩∩∩∩∩∩__ __ ≥
Kasa daya nu lalinggih __ __ __ ∩∩∩∩__ __ __ ∩ __ ≥
Para uleman sadaya __ __ __ ∩∩∩∩≥
Nu tos kersa sami hadir ∩∩∩__ __∩∩≥
Ayeuna abdi ngawitan ∩∩∩∩∩∩∩∩
Nyawer anu panganten ∩∩∩∩∩∩∩__ __ ≥
Sujud syukur ka yang agung __ __ __∩∩∩∩∩∩∩∩
Bingah anu tanpa tandngi ∩∩∩∩∩∩∩∩__ __ __ ≥
Manah ibu sareng rama __ __ __ ∩∩__ __ __ __≥
Wireh eulis jatuk rami __ __ __ ∩∩∩∩∩∩
Kenging jodo keur panutan ∩∩∩∩∩__ __∩∩∩__ __ ≥
Cocog lahir sareng batin ∩∩∩__ __ __ __≥
Keterangan :
19
(-) : nada panjang dengan lima harokat ( lima ketukan)
(∩) : nada pendek
(≥) : nada sedang dengan dua harokat ( dua ketukan)
2.2 Majas
2.2.1 Sinekdok
Sinekdok adalah gaya bahasa kias yang menyebutkan suatu bagian yang
penting dari suatu benda itu sendiri. Sinekdok dibagi menjadi dua macam: (1) pars
pro toto, sebagian untuk keseluruhan (2) totem pro parte, kesuluruhan untuk
sebagian. Pada teks kidung sawer di atas majas pro parte tidak ditemukan,
sedangkan totem pro parte terdapat pada kata Kasa daya nu lalinggih teks di atas
menerangkan bahwa bukan hanya keseluruhan untuk bagia yang sudah hadir atau
sudah duduk. Kata lainnya adalah kata para uleman sadaya. Kata tersebut juga
menerangakan keseluruhan para undangan yang sudah hadir untuk bagian.
2.2.2 Antonomasia
Antonomasia adalah majas kiasa yang menyebutkan sebutan untuk
menggantikan nama orang. Pada teks kidung sawer di atas terdapat pada kata
‘wireh eulis jatuk rami’. Kata tersebut menerangkan bahwa ‘eulis’ ini
menggantikan nama orang.
2.2.3 Hiperbola
Majas hiperbola merupakan gaya bahasa kias yang memberikan makna
yang dilebih – lebihkan. Terdapat pada kata ‘Bingah au tanpa tanding’ kata
tersebut menerangkan gembira yang tiada tara.
2.2.4 Diksi
20
Secara keseluruhan bahasa yang digunakan teks kidung sawer, yaitu
bahasa sunda (Majalengka ). Dengan kata lain bahasanya merupakan bahasa
ragam lisan pada umumnya, khususnya mantra ( puisi mantra).
Kidung sawer ini tidak dapat sembarang orang bisa digunakan, hanya pada
orang yang bisa menggunakannya dan digunakan pada acara tertentu saja, seperti
dalam pernikahan. Jadi tidak dapat digunakan untuk bahasa komunikasi untuk
masyarakat luas. Hal ini di maksud karena hanya si penuturnya saja yang dapat
menggunakan.
2.2.5 Tema
Kidung sawer adalah
Dari teks kidung sawer diatas terlihat bahwa tujuan yang ingin sampaikan. Dalam
menganalisis tema akan menggunakan teori isotopi. Dalam analisis ini suatu
kata/frasa akan di identifikasi sebagai sesuatu yang memiliki gagasan. Analisis
akan dimulai dari larik kedua karena dirasa larik kedua ini yang merupakan
penyebab dari isi larik–larik berikutnya analisisnya:
Teks kidung sawer di atas terdapat isotopi diantaranya isotopi kekuatan, isotopi
tuhan, isotopi pekerjaan, isotopi manusia, isotopi perasaan.
Gambar 2. Tahapan Isotopi
Tabel 13. Isotopi kekuatan
Isotopi Kekuatan
Isotopi Tuhan
Isotopi Pekerjaan
Isotopi Manusia
Isotopi Perasaan
21
Kata / frasa yang
termasuk isotopi
kekuatan
Intensitas Denotasi
(D)
Konotasi
(K)
Komponen makna bersama
Tuhan Gaib Sifat
Asslamua’alaikum 1x D + - -
Nyawer 1x D - + +
Anu penganten 1x D _ _ +
Tabel di atas menunjukan kata / frasa yang mendukung isotopi kekuatan.
Kata/frasa tersebut dimasukan kedalam isotopi kekuatan dilihat dari sifatnya. Dari
komponen makna bersama yang digambarkan melalui sifat – sifat yang
menyertainya. Jadi pengaruh gaib sangat kental pada teks kidung sawer ini
dibandingkan pengaruh makna tuhan. Isotopi kekuatan ini mendeskripsikan
tentang pengaruh kekuatan gaib terhadap teks kidung sawer.
Tabel 14. Isotopi Tuhan
Kata / frasa
termasuk
isotopi Tuhan
Intensit
as
Denotasi (D)
Konotasi (K)
Komponen Makna bersama
Ruh Dzat Sifat
Sujud syukur 1x D/K _ _ +
Kyang agung 1x D + _ _
22
Tabel di atas menunjukan kata / frasa yang mendukung isotopi tuhan
hanya dua buah kata / frasa . Dari komponen makna bersama hanya terdapat pada
sifatnya saja. Karena sifatnya mampu meguasai alam, kata tersebut dimasukan ke
dalam isotopi tuhan . kedua kata/frasa tersebut berkaitan dengan sesuatu yang di
sembah itu berarti Tuhan. Dengan demekian kata/frasa tersbut digolongkan ke
dalam isotopi Tuhan.
Tabel 15. Isotopi Pekerjaan
Tabel di atas menunujukkan kata/frasa yang mendukung isotopi pekerjaan.
Ada empat buah kata/frasa, dari komponen yang di gambarkan, terlihat bahwa
komponen makna aktifitas mendominasi pada teks kidung sawer. Komponen
makna lainnya adalah komponen makna perintah dan komponen makna sifat.
Kedua komponen makna tersebut menggambarkan sifat-sifat dan perintah tentang
segala aktifitas-pekerjaan. Isotopi pekerjaan ini mendeskripsikan tentang segala
aktiitas manusia yang berhubungan dengan kekuatan tertentu, baik terlihat
maupun gaib.
23
Kata / frasa
termasuk isotopi
Tuhan
Intensitas Denotasi (D)
Konotasi (K)
Komponen Makna bersama
peri
ntah
Aktivitas Sifat
Abdi ngawitan 1x D/K + _ +
Nyawer anu
panganten
1x D + + +
Tabel 16. Isotopi Manusia
Kata/frasa
termasuk isotopi
manusia
Intensit
as
Denotasi
(D)
Konotasi
(K)
Komponen Makna bersama
Tubuh/ roh Berakal
budi
aktivita
s
Ayeuna 1x D _ + +
Abdi 1x D + + +
Ngawitan 1x D - + +
Manah ibu 1x D + + +
Sareng rama 1x D + + +
Tabel diatas menunjukkan kata/frasa yang mendukung isotopi ada lima
buah kata/frasa. Komponen makna bersama isotopi manusia adalah tubuh/roh,
berakal budi dan aktifitas. Hal ini menunjukkan bahwa manusia yang
menggunakan hidung sawer adalah manusia sempurna yang mampu melakukan
laku mistik tertentu. Hal yang meliputi komponen makna pada isotopi manusia
ini, menunjukkan kesempurnaan manusia itu sendiri. Artinya manusia mempunyai
tubuh/roh beakal budi dan beraktifitas mampu menggunakan kidung sawer.
24
Isotopi manusia ini mendeskripsikan manusia dengan segala aktifitas yang
berhubungan dengan kidung sawer.
Tabel 17. Isotopi Perasaan
Kata/frasa
termasuk
isotopi
perasaan
Intensita
s
Denotasi
(D)
Konotasi
(K)
Komponen Makna bersama
senang cinta Bahagia
Bingah anu
tanpa tanding
1x D/K + + +
Kata/frasa yang termasuk kedalam isotopi perasaan tidak banyak. Hanya ada
empat buah kata/frasa. secara konotasi kata-kata tersebut mempunyai makna
kebahagiaan, kesenangan, kerinduan dan cinta. Dengan kata lain teks kidung
sawer ini diciptakan untuk memenuhi perasaan tersebut. Komponen makna diatas
dapat mendeskripsikan perasaan-perasaan yang di alami si penutur. Isotopi
persaan ini merupakan penggambaran mengenai perasaan manusia yang sedang
dalam pengaruh kekuatan gaib tertentu.
Tabel 18. Isotopi Tempat / Ruang
25
Kata/frasa
termasuk
isotopi Tuhan
Intensit
as
Denotasi (D)
Konotasi (K)
Komponen Makna bersama
Diindra
i
Terbatas
kasa daya 1x D + +
Nu lalinggih 1x D/K + +
Tabel di atas menunjukan kata / frasa yang masuk ke dalam isotopi
tempat/ruang. komponen makna bersama isotopi tempat/ruang adalah diindrai dan
terbatas. Hal ini menunjukan bahwa alat yang digunakan pada kidung sawer ini
adalah tempat/ruang yang sempurna yang digunakan untuk berbuat laku misik
terr\tentu.Isotopi ini mendeskripsikan tempat/ruang yang digunakan pada teks
kidung sawer ini.
Untuk lebih jelasnya berikut adalah bagan dari analisis isotopi–isotopi
membentuk motif–motif sehingga membentuk tema dari teks.
Gambar 3. Grafik Isotopi Motif
2009 2010 2011 2012 2013 20140
500
1000
1500
2000
2500
Chart Title
26
Gambar 4. Analisis Isotopi Berbentuk Motif
Isotopi tuhanIsotopi
pekerjaan
Isotopi
tempat / ruang
Isotopi kekuatan
Isotopi pekerjaan
Isotopi
Manusia
Isotopi
Perasaan
Motif 1
Kekuatan Ghaib yang menyertai kidung sawer
Motif 2
Aktivitas manusia yang berhubungan dengan laku
mistik tertetu
Tema
Kidung sawer merupakan upacara dimana para orang tua memberi nasihat kepada kedua penganten atau mempelai tersebut. Nyawer dilakukan setelah akad nikah dan
dilakukan di teras rumah atau halaman. Kedua orang tua
menyawer penganten dengan memakai kerudung. Saweran
dilakukan dengan menggunakan uang logam, beras, permen, dan irisan kunyit tipis yang diletakan di bokor. Kedua mempelai duduk
berdampingan dengan diiringi payung, seiring kidung selesai di
lantunkan, isi bokor ditabur, hadirin yang menyaksikan berebut
memunguti uang receh tersebut beserta permennya. Nyawer
27
2.1 Proses
2.2
BAB III
PROSES PENCIPTAAN
3.1 Proses Penciptaan
3.1.1 Proses Penerusan Teks dari Penutur Kepada Calon Penutur Baru
Dalam kehidupan masyarakat sunda, sampai sekarang kidung sawer dari
penuturannya masih dipelihara orang dan bisa dikatakan sangat memilah–milih
untuk orang yang menjadi calon penutur baru.
Kidung ini mempunyai fungsi dan peranan dalam kehidupan manusia,
terlebih pada saat menjalani aktivitas kehidupan sehari–hari kekuatan magis yang
terdapat pada kidung sawer ini dipergunakan untuk kepentingan pribadi, sehingga
Isotopi
tempat /
Isotopi
perasaan
Isotopi manusia
Isotopi
Tempat /ruang
Isotopi
Pekerjaan Motif 3
Tujuan kidung sawer yang berhubungan dengan sesuatu yang dituju
Tema
Kidung sawer merupakan upacara dimana para orang tua memberi nasihat kepada kedua penganten atau mempelai tersebut. Nyawer dilakukan setelah akad nikah dan
dilakukan di teras rumah atau halaman. Kedua orang tua
menyawer penganten dengan memakai kerudung. Saweran
dilakukan dengan menggunakan uang logam, beras, permen, dan irisan kunyit tipis yang diletakan di bokor. Kedua mempelai duduk
berdampingan dengan diiringi payung, seiring kidung selesai di
lantunkan, isi bokor ditabur, hadirin yang menyaksikan berebut
memunguti uang receh tersebut beserta permennya. Nyawer
28
beragam kepentingan itulah yang kemudian menjadi tema yang tersirat dalam
teksnya.
3.1.2 Proses Penciptaan Teks Kidung Sawer
Pada umumnya teks kidung sawer ini di ciptakan bertemakan kesaktian
tentang suatu yang digunakan untuk melakukan suatu kegiatan (sawer penganten),
dengan tujuan agar dirinya memiliki.
3.1.3 Konteks Penutur Kidung Sawer
Kata – kata dalam sebuah percakapan akan sangat mudah untuk dipahami
apabila kita kaitan dengan konteks . Untuk memahami kata – kata yang digunakan
dalam percakapan tidak cukup hanya dengan situasi, tetapi perlu disertai
pemahaman konteks budaya. Konteks situasi adalah lingkungan/tempat
percakapan berlangsung. Konteks situasi atau tempat berlangsung teks, menurut
Halliday (Badrun , 2003:38) mempunyai tiga unsur, yaitu medan menunjukan
pada bagian yang diperankan bahasa.
Dari uraian diatas maka konteks penuturan pada teks kidung sawer dapat
diuraikan sebagai berikut:
3.1.4 Konteks Situasi
Penutur
Pada konteks penuturan teks kidung sawer, yang dilakukan oleh seorang
penurur teks dalam menuturkan teksnya dengan menggunakan bahasa. Penuturan
adalah ibu nana (48 tahun) yang merupakan sodara sepupu. Ibu Nana berasal dari
dusun karangsari desa muktisari kecamatan cingambul kabupaten Majelengka
Jawa Barat. Ibu Nana adalah pemakai kidung sawer yang handal. Karena turun
temurun.
29
Adapun untuk teks kidung sawer yang penulis dapatkan susah sekali untuk
mendapatkannya, karena penutur (Ibu Nana) tidak sembarangan memberikan
teksnya kepada sembarang orang. Bahasa yang digunakan penutur (Ibu Nana)
dalam menuturkan teksnya menggunakan bahasa sunda (Majalengka)
Setting
Setting yang digunakan untuk menunturkan teks kidung sawer dalam
pernikahan dan terikat pada tempat. Setting berkaitan dengan situasi pembacaan
teks/tergantung dari teks yang digunakan. Misalnya teks kidung sawer ini
digunakan dalam acara pernikahan.
Waktu
Waktu pelaksanaan ketika menuturkan teks kidung sawer adalah ketika
hendak memakainya. Misalnya ketika akan kidung sawer waktu pembacanya
adalah saat setelah akan nikah selesai diucapkan larik kesatu sampai larik
berikutnya sampai selesai.
3.2. Fungsi Kidung Sawer
Kidung sawer ini mempunyai fungsi dan peranan penting dalam kehidupan
manusia. Kidung merupakn salah satu Mantra sebagai salah satu bentuk folklor
mempunyai empat fungsi, salah satunya adalah sebagai alat pengesahan pranata-
pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan. Dalam konteks ini, pranata dimaknai
sebagai sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi beserta adat istiadat dan
sistem norma yang mengaturnya, serta seluruh perlengkapannya. Guna memenuhi
berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam kehidupan.
Setiap tradisi memiliki pranata sosial sendiri sesuai konteks dinamika budaya
yang bersangkutan. Menurut Herusatoto (1985), setiap tradisi atau adat istiadat
30
mempunyai empat tingkatan, yakni: (1) tingkat nilai budaya, (2) tingkat norma-
norma, (3) tingkat hukum, (4) tingkat aturan khusus.
Tujuan pemanfaatan mantra kidung sawer merupakan bentuk kompensasi
dari ketidakberdayaan orang memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari
dengan menggunakan pranata formal. Oleh karena pranata formal tidak mampu
menampung konflik-konflik dalam masyarakat, kompensasinya muncul pranata-
pranata sosial tradisional yang mampu menyelesaikan konflik-konflik tersebut
dengan karakternya masing-masing. (positif-negatif). Hal tersebut akhirnya
membudaya dan bahkan diwariskan kepada generas penerus. Hal ini sesuai
dengan pendekatan psikologitik yang dinyatakan oleh Sutardja (1996) bahwa
secara naluriah suatu kelompok etnik telah memiliki mekanisme dalam
menghadapi dan memecahkan problema-problema sosial budaya yang diwarisi
dari nenek moyangnya. Implikasinya dari relevansi secara psikologis ini ialah
bahwa manusia memerlukan pegangan batin untuk menghadapi masalah-masalah
sosial budaya. Bila mekanisme pegangan batin semacam itu macet.
Dengan demikian, penilaian bijak terhadap potensi mantra tidak seharusnya
dilakukan secara normatif hitam-putih, melainkan harus diposisikan dalam
moralitas budaya yang kontekstual
31
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis akan ditarik beberapa kesimpulan guna
menjawab rumusan masalah, adalah sebagai berikut:
a. Urutan kalimat yang membentuk teks kidung sawer menggambarkan cara
penyajian pikiran dan perasaan penutur. Dengan ketentuan sebagai berikut.
Larik pertama biasa mengandung unsur penyebab larik–larik berikutnya
merupakan unsur akibat dari larik pertama dan larik terakhir merupakan hasil
atau tujuan yang ingin dicapai oleh penutur teks.
32
b. Unsur – unsur pembentuk stuktur teks kidung sawer meliputi: formula sitaksis,
formula irama, formula bunyi ,majas, tema. Kelima unsur itu saling
berhubugan satu sama lain dalam membentuk satu kesatuan teks. Pada
pembentukan kalimat dalam tiap – tiap teks ada beberapa larik pada salah satu
teks yang trdiri dari satu frasa. Sedangkan yang seing digunakan adalah satu
atau hanya dua klausa saja. Sedangkan jumlah suku kata lebih banyak
menggunakan 12 buah suku kata.
c. Formula sintaksis pada masing – masing teks kidung sawer ini pada umunya
menggunakan formula sat kata yang sama antara larik. Hampir semua teks
memilih jenis formula ini.
d. Formula rima pada masing–masing teks kidung sawer ini lebih banyak
menggunakan rima mutlak jika dilihat dari bunyinya sedangkan jika dilihat dari
bunyinya sedangkan jika dilihat dari letak rima dalam larik lebih banyak
menggunakan rima awal. Kedua jenis rima ini selalu terdapat pada tiap–tiap
teks kidung sawer dalam pernikahan.
e. Kehadiran rima asonansi dan aliterasi semakin menambah unsur rima pada
teks kiung sawer ini menjadi artistik. Asonansi dan aliterasi pada teks kidung
sawer ini hampir semua merangkap sebagai rima karena mendominasinya rima
awal dan rima akhir pada tiap–tiap teks.
f. Irama dalam teks kidung sawer banyak memiliki pola yang tidak sama. Hal ini
dikarenakan adanya aturan yang tetap seperti ada tembang. Umumnya setiap
larik dibacakan dengan irama yang tidak sama oleh penutur. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa formula sintaksis dengan jenis kalimat yang tidak sama dan
dengan jumlah suku kata yang sama menghasilkan irama yang sama pula.
33
g. Majas pada teks – teks kidung sawer ini meliputi, sindekdok dengan totem pro
toto, hiperbola, antonomasia.
h. Tema dari kidung sawer meliputi, kekuatan, Tuhan, Pekerjaan, manusia,
perasaan.
i. Konteks penuturan terdiri atas penutur, setting dan waktu. Penutur adalah
seorang yang menuturkan teks. Latar / setting yang digunakan adalah
tergantung dari ritual yang dilakukan pada masing–masing teks. Sedangkan
waktu yang digunakan pada saat penuturan teks kidung sawer adalah setelah
akan nikah selasai. Sebelum kegiatan tersebut maka si penutur harus
mengucapkan salam terlebih dahulu dengan pembacaan assalamu’alaikum
kepada para undangan.
4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka, saran yang dapat penulis berikan
sebagai masukan adalah sebagai berikut :
a. Dalam penelitian ini hanya satu jenis saweran yang di ambil, yaitu kidung
sawer. Masih banyak variasai saweran yang dikhususkan untuk kegiatan.
b. Bertolak dari latar belakang dilakukannya penelitian ini, yaitu rasa ingin
mempertahankan budaya sunda yang hanya dipelajari oleh orang tertentu saja,
maka harapan dan saran dari penulis adanya peneliti yang lain yang mampu
menyempurnakan penelitian yang lebih peneliti lakukan agar lebih sempurna.
Hal yang paling penting adalah sebagai upaya untuk melestarikan keagungan
kesusatraan lama, khususnya tradisi lisan.
4.3. LAMPIRAN
4.3.1 Catatan pemeriksa
34
(Dr.Memen Durachaman, M. Hum)
4.3.2 Data Penutur / Informan
Nama : Nana Ratnawati S.Pd
Umur : 48
Alamat: Dusun karang sari, Desa Muktisari Rt.01/Rw.01 Kec. Cingambul
Kab. Majalengka 45467
4.3.3 Transkipsi dan Tranliterasi
Teks asli: Teks terjemahan:
1. Asalamualaekum Asslamu’alaikum
2. Kasa daya nu lalinggih Kepada semua hadirin yang duduk
3. Para uleman sadaya Para undangan semua
4. Nu tos kersa sami hadir Yang sudah mau hadir
5. Ayeuna abdi ngawitan Sekarang saya memulai
6. Nyawer anu pengantenan Untuk nyawer panganten
7. Sujud syukur ka yang agung Sujud syukur ka yang agung
8. Bingah au tanpa tanding Gembira yang tiada tara
9. Manah ibu sareng rama Hati ibu dan bapak
10. Wireh geulis jatuk rami Bahwasanya sicantik menikah
11. kenging jodo keur panutan Mendapatkan jodoh untuk dirinya
12. cocog lahir sareng batin Yang cocok lahir dan batin
35