13. bab ii
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan kerja
1. Pengertian Kepuasan kerja
kepuasan kerja dalam organisasi penting, karena pertama, terdapat
bukti yang jelas bahwa perawat yang tidak terpuaskan lebih sering
melewatkan kerja dan lebih besar kemungkinan mengundurkan diri.
Kedua, telah diperagakan bahwa perawat yang terpuaskan mempunyai
kesehatan yang lebih baik dan usia yang lebih panjang. Ketiga, kepuasan
pada pekerjaan di bawa ke kehidupan di luar pekerjaan (Robbins, 2008).
Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda
sesuai sistem nilai yang berlaku dalam dirinya. Kepuasan kerja adalah
suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil
dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins, 2008). Greenberg dan
Baron (2003) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau
negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka. Sementara
itu Gibson (2000) menyatakan kepuasan kerja sebagai sikap yang dimiliki
pekerja tentang pekerjaan mereka. (wibowo, 2010)
Kepuasan kerja menurut Hasibuan (2008) adalah sikap emosional
yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan
oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dalam
pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan
11
12
memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan dan
susasana lingkungan kerja yang baik. Perawat yang lebih suka menikmati
kepuasan kerja dalam pekerjaan akan lebih mengutamakan pekerjaannya
daripada balas jasa walaupun balas jasa itu penting. kepuasan kerja
merupakan sesuatu cara pandang seseorang baik yang bersifat positif
maupun negatif tentang pekerjaannya.
Kepuasan kerja merupakan sutau tanggapan emosional seseorang
terhadap situasi dan kondisi kerja, tanggapan emosional bisa berupa
perasaan puas (positif) atau tidak puas (negatif). Bila secara emosional
puas berarti kepuasan kerja tercapai dan sebaliknya bila tidak maka
berarti perawat tidak puas, kepuasan kerja dirasakan perawat setelah
perawat tersebut membandingkan antara harapan dengan hasil kerjanya
(Sopiah, 2008). Kepuasan kerja muncul bila keuntungan yang dirasakan
dari pekerjaanya melapaui biaya marjinal yang dikeluarkan, yang oleh
perawat tersebut dianggap cukup memadai. Namun demikian, rasa puas
itu bukan keadaan yang tetap, karena dapat dipengaruhi dan diubah oleh
kekuatan-kekuatan baik dari dalam maupun dari luar lingkungan kerja
(Fraser, 1992).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Tin & Yuan (1997) mengemukakan bahwa kepuasan kerja
dipengaruhi oleh karakteristik individu, karakteristik pekerjaan, dan
karakteristik organisasi. Terdapat faktor lain yaitu faktor psikologik yg
13
dinyatakan oleh Moh As,ad (2002) yaitu faktor yang berhubungan
dengan kejiwaan perawat yg meliputi minat, ketentraman dalam kerja,
sikap terhadap kerja, bakat dan keterampilan Sementara Luthans (1998)
dalam Sopiah (2008) menunjukkan adanya 6 faktor penting yang
mempengaruhi kepuasan kerja perawat yaitu :
a. Gaji
Merupakan jumlah balas jasa finansial yang diterima perawat
dan tingkat dimana hal ini dipandang sebagai suatu hal yang adil
dalam organisasi. Menurut Robbins (2008) bahwa para perawat
menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil, tidak meragukan, dan segaris dengan
pengharapan mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan
pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar
pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan
kepuasan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan perawat, maka semakin
tinggi pula tingkat kemungkinan perawat tersebut melakukan
perbandingan sosial dengan perawat bandingan yang sama di luar
perusahaan. Jika gaji yang diberikan perusahaan lebih rendah
dibandingkan dengan gaji yang berlaku di perusahaan yang sejenis
dan memiliki tipe yang sama, maka akan timbul ketidakpuasan kerja
perawat terhadap gaji. Oleh karena itu gaji harus ditentukan
sedemikian rupa agar kedua belah pihak (perawat dan perusahaan)
14
merasa sama-sama diuntungkan. Karena perawat yang merasa puas
dengan gaji yang diterimanya, maka dapat menciptakan kepuasan
kerja yang diharapkan berpengaruh pada kinerja perawat. Pendapat
serupa dikemukakan Hasibuan (2008) bahwa dengan balas jasa atau
kompensasi, perawat akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan
kerja dari jabatannya
b. Pekerjaan itu sendiri
Sejauhmana perawat memandang pekerjaannya sebagai
pekerjaan yang menarik, memberikan kesempatan untuk belajar, dan
peluang untuk menerima tanggung jawab. Menurut Robbins (2008)
“perawat cenderung lebih menyukai pekerjaan-pekerjaan yang
memberi mereka kesempatan menggunakan keterampilan dan
kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan
umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja”. Adanya
kesesuaian pekerjaan dengan keterampilan dan kemampuan perawat
diharapkan mampu mendorong perawat untuk menghasilkan kinerja
yang baik
c. Promosi
Promosi memberikan peranan penting bagi setiap
perawatnya, bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti nantikan.
Dengan promosi berarti ada kepercayaan dan pengakuan mengenai
kemampuan serta kecakapan perawat bersangkutan untuk menduduki
15
suatu jabatan yang lebih tinggi. Jika ada kesempatan bagi setiap
perawat dipromosikan bedasarkan asas keadilan dan objektivitas,
perawat akan terdorong bekerja lebih giat, bersemangat, berdisiplin,
dan berprestasi kerja sehingga sasaran perusahaan secara optimal
dapat dicapai (Hasibuan, 2008)
d. Supervisi
Merupakan kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan
secara teknis maupun memberikan dukungan. Menurut Hasibuan
(2008), kepemimpinan yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam
organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong
gairah kerja perawat untuk mencapai sasaran yang maksimal. Oleh
sebab itu aktivitas perawat di perusahaan sangat tergantung dari gaya
kepemimpinan yang diterapkan serta situasi lingkungan di dalam
perusahaan tempat mereka bekerja. Perlunya pengarahan, perhatian
serta motivasi dari pemimpin diharapkan mampu memacu perawat
untuk mengerjakan pekerjaannya secara baik, seperti yang
dikemukakan oleh Hasibuan (2008) bahwa gaya kepemimpinan pada
hakikatnya bertujuan untuk mendorong gairah kerja, kepuasan kerja,
dan produktivitas kerja perawat yang tinggi, agar dapat mencapai
tujuan organisasi yang maksimal. Bagi perawat, supervisor dianggap
sebagai figure ayah dan sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk
dapat berakibat absensi dan turn over (As’ad, 2002)
e. Rekan kerja
16
Rekan kerja adalah pendukung utama untuk dapat
menyeleaikan pekerjaan. Kenyataannya, hubungan kerja yang efektif
dengan rekan kerja adalah dasar bagi kepuasan kerja dan karier.
Sebegitu pentingnya hubungan yang baik dan efektif ini, karena hal
tersebut berkaitan dengan promosi atau peningkatan karier, kenaikan
gaji, dan kepuasan kerja. The Gallup Organization, organisasi yang
sering meneliti tentang dunia kerja, melakukan analisis tentang
indikator kepuasan kerja. Organisasi ini menemukan fakta bahwa
jika seseorang bekerja dengan seseorang yang cocok dengannya,
seseorang yang menjadi teman baik, maka seseorang akan
mendapatkan kepuasan kerja seperti yang diharapkan. Kelompok
kerja yang baik membuat pekerjaan lebih menyenangkan. Baiknya
hubungan antara rekan kerja sangat besar artinya bila rangkaian
pekerjaan tersebut memerlukan kerja sama tim yang tinggi.
f. Kondisi kerja
Apabila kondisi kerja perawat baik (bersih, menarik, dan
lingkungan kerja yang menyenangkan) akan membuat mereka
mudah menyelesaikan pekerjaannya. Menurut As’ad (2002)
Termasuk kondisi kerja disini adalah kondisi tempat, ventilasi,
penyinaran, kantin dan tempat parkir, apabila kondisi kerja bagus
(lingkungan yang bersih dan menarik), akan membuat pekerjaan
dengan mudah dapat ditangani. Sebaliknya, jika kondisi kerja tidak
menyenangkan (panas dan berisik) akan berdampak sebaliknya pula.
17
Apabila kondisi bagus maka tidak akan ada masalah dengan
kepuasan kerja, sebaliknya jika kondisi yang ada buruk maka akan
buruk juga dampaknya terhadap kepuasan kerja.
3. Respon terhadap ketidakpuasan kerja
Dalam suatu organisasi dimana sebagian terbesar pekerjaannya
memperoleh kepuasan kerja, tidak tertutup kemungkinan sebagian kecil
di antaranya merasakan ketidakpuasan. Ketidakpuasan pekerja dapat
ditunjukan dalam sejumlah cara. (Robbins, 2008) menunjukan 4
tanggapan yang berbeda satu sama lain dalam dimensi
konstruktif/destruktif dan aktif/pasif, dengan penjelasan sebagai berikut.
a. Keluar (exit) : Perilaku yang ditujukan untuk meninggalkan,
termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri
b. Aspirasi (voice) : Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki
kondisi, termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah
dengan atasan , dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.
c. Kesetiaan (Loyalty) : Secara pasif tetapi optimistis menunggu
membaiknya kondisi, termasuk membela ketika berhadapan dengan
kecaman eksternal dan mempercayai organisasi dan manajemennya
untuk “ melakukan hal yang benar”
d. Pengabaian (neglect) : Secara pasif membiarkan kondisi menjadi
lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan yang terus-
menerus, kurangnya usaha, dan meningkatkan angka kesalahan
18
4. Dampak dari kepuasan dan ketidakpuasan kerja
a. Terhadap produktifitas kerja
Pekerja yang bahagia cenderung lebih produktif, meskipun
sulit untuk mengatakan kemana arah hubungan sebab akibat tersebut.
Akan tetapi, beberapa peneliti biasanya percaya bahwa hubungan
antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan adalah sebuah mitos
manajemen. (Robbins, 2008). Produktivitas kerja dipengaruhi oleh
banyak faktor – faktor rmoderator disamping kepuasan kerja. Lawler
dan Porter berpendapat produktivitas yang tinggi menyebabkan
peningkatan dari kepuasan kerja jika tenaga kerja mempersepsikan
bahwa ganjaran intrinsik (misalnya rasa telah mencapai sesuatu) dan
ganjaran intrinsik (misalnya gaji) yang diterima kedua - duanya adil
dan wajar dibuktikan dengan unjuk kerja yang unggul (Munandar,
2001).
b. Terhadap OCB (Organizational citizenship behavior)
Kepuasan kerja menjadi faktor determinan utama dari
perilaku kewargaan organisasional atau Organizational Citizenzhisp
Behavior (OCB) pekerja. Pekerja yang puas akan lebih suka
berbicara positif tentang organisasinya. (Wibowo, 2010). Perawat
yang puas cenderung membantu individu lain, dan melewati harapan
normal dalam pekerjaan mereka. Selain itu, karywan yang puas
19
mungkin lebih mudah berbuat lebih dalam pekerjaan karena mereka
ingin merespon pengalaman positif mereka (Robbins, 2008).
c. Terhadap Kepuasan Pelanggan
Bukti menunjukan bahwa perawat yang puas bisa
meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pelanggan . Dalam organisasi
jasa, Rumah sakit salah satunya, pemeliharaan dan peninggalan
sangat bergantung pada bagaimana perawat garis depan berhubungan
dengan pelanggan, misalnya perawat dan pasien. Perawat yang
merasa puas cenderung lebih ramah, ceria, dan responsif yang
dihargai oleh para pelanggan. (Robbins, 2008)
d. Terhadap Ketidakhadiran
Pegawai-pegawai yang kurang puas cenderung tinggi tingkat
ketidakhadirannya (absen). Mereka sering tidak hadir kerja dengan
alas an yang tidak logis dan subjektif. (Mangkunegara, 2009). Masuk
akal bahwa perawat yang tidak puas cenderung melalaikan
pekerjaan. (Robbins, 2008)
e. Terhadap Kesehatan
Ada beberapa bukti tentang adanya hubungan antara
kepuasan kerja dengan kesehatan fisik dan mental. Kajian yang
dilakukan oleh Kornhauser tentang kesehatan mental dan kepuasan
kerja adalah untuk semua tingkatan jabatan, persepsi dari tenaga
kerja bahwa pekerjaan mereka menuntut penggunaan efektif dari
kemampuan mereka berkaitan dengan skor kesehatan mental yang
20
tinggi. Skor – skor ini juga berkaitan dengan tingkat dari kepuasan
kerja dan tingkat dari jabatan. Meskipun jelas adanya hubungan
kepuasan kerja dengan kesehatan, namun hubungan kausalnya masih
tidak jelas. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan mungkin
saling mengukuhkan sehingga peningkatan dari yang satu dapat
meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu
mempunyai akibat yang negatif juga pada yang lain.
(Munandar,2001).
5. Korelasi kepuasan kerja menurut Wibowo (2010) :
a. Motivasi
Penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif dan
signifikan antara motivasi dengan kepuasan kerja. Karena kepuasan
kerja dengan supervisi juga mempunyai korelasi signifikan dengan
motivasi, manajer disarankan mempertimbangkan bagaimana
perilaku mereka mempengaruhi kepuasan pekerja. Manajer secara
potensial dapat meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai
usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja.
b. Pelibatan kerja
Pelibatan kerja mununjukan kenyataan dimana individu
secara pribadi dilibatkan dengan peran kerjanya.
c. Organizational citizenship behavior
Organizational citizenship behavior merupakan perilaku
pekerja di luar dari apa yang menjadi tugasnya. Organizational
21
citizenship behavior lebih banyak ditentukan oleh kepemimpinan dan
karakteristik lingkungan kerja daripada oleh kepribadian pekerja.
d. Komitmen organisasi
Komitmen organisasi mencerminkan tingkatan di mana
individu mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai
komitmen terhadap tujuannya. Manajer disarankan meningkatkan
kepuasan kerja dengan maksud untuk menimbulkan tingkat
komitmen yang lebih tinggi dapat memfasilitasi produktivitas lebih
tinggi.
e. Kemangkiran
Kemangkiran merupakan hal mahal dan manajer secara tetap
mencari cara untuk menguranginya. Satu rekomendasi telah
meningkatkan kepuasan kerja. Apabila rekoomendasinya sah, akan
terdapat korelasi negatif yang kuat antara kepuasan kerja dan
kemangkiran. Dengan kata lain, apabila kepuasan meningkat,
kemangkiran akan turun. Oleh karena itu, manajer akan menyadari
setiap penurunan signifikan dalam kemangkiran akan meningkatkan
kepuasan kerja.
f. Turnover
Turnover sangat penting bagi manajer karena mengganggu
kontinuitas organisasi dan sangat mahal. Penelitian menunjukan
bahwa terdapat hubungan negatif antara kepuasan dan turnover.
Dengan kata lain kekuatan hubungan tertentu, manajer disarankan
22
untuk mengurangi perputaran dengan meningkatkan kepuaan kerja
pekerja.
g. Perasaan stres
Stres dapat berpengaruh sangat negatif terhadap prilaku
organisasi dan kesehatan individu. Stres secara positif berhubungan
dengan kemangkiran, perputaran, sakit jantung koroner dan
pemeriksaan virus.
h. Prestasi kerja
Kontroversi tersebar dalam penelitian organisasi adalah
tentang hubungan antara kepuasan kerja dan prestasi kerja atau
kinerja. Ada yang menyatakan bahwa kepuasan mempengaruhi
prestasi kerja lebih tinggi, sedangkan lainnya berpendapat bahwa
prestasi kerja mempengaruhi kepuasan kerja.
6. Mengukur kepuasan kerja
Mangkunegara (2009) mengemukakan bahwa ”mengukur
kepuasan kerja dapat digunakan skala indeks deskripsi jabatan, skala
kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah, dan kuesioner kepuasan
kerja Minnesota”.
a. Skala indeks deskripsi jabatan
Dalam penggunaannya, pegawai ditanyai mengenai pekerjaan
maupun jabatannya yang dirasakan sangat baik dan sangat buruk,
23
dalam skala mengukur sikap dari lima area, yaitu kerja, pengawasan,
upah, promosi, dan co-worker.
b. Berdasarkan ekspresi wajah
Skala ini terdiri dari seni gambar wajah-wajah orang mulai dari
sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat cemberut.
Pegawai diminta untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan
kondisi pekerjaan yang dirasakan pada saat itu.
c. Kuesioner kepuasan kerja Minnesota
Skala ini terdiri dari pekerjaan yang dirasakan sangat tidak puas,
tidak puas, netral, memuaskan, dan sangat memuaskan. Pegawai
diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan kondisi
pekerjaannya.
7. Pedoman meningkatkan kepuasan kerja
Green dan Baron (dalam wibowo, 2010) memberikan saran
untuk mencegah ketidakpuasan dan meningkatkan kepuasan, dengan
cara sebagai berikut :
a. Membuat pekerjaan menyenangkan
Orang lebih puas dengan pekerjaan yang mereka senang
kerjakan daripada yang membosankan. Meskipun beberapa
pekerjaan secara instrinsik membosankan, pekerjaan tersebut masih
mungkin meningkatkan tingkat kesenangan ke dalam setiap
pekerjaan.
24
b. Orang dibayar dengan jujur
Orang yang percaya bahwa sistem pengupahan tidak jujur
cenderung tidak puas dengan pekerjaannya. Hal ini diperlakukan
tidak hanya untuk gaji dan upah per jam, tetapi juga fringe benefit.
Konsisten dengan value theory, mereka dibayar dengan jujur dan
apabila orang diberi peluang memilih fringe benefit yang paling
mereka inginkan, kepuasan kerjanya cenderung naik.
c. Mempertemukan orang dengan pekerjaan yang cocok dengan
minatnya
Semakin banyak orang menemukan bahwa mereka dapat
memenuhi kepentingannya sambil di tempat kerja, semakin puas
mereka dengan pekerjaannya. Perusahaan dapat menawarkan
conselling individu kepada pekerja sehingga kepentingan pribadi dan
professional dapat diidentifikasi dan disesuaikan.
d. Menghindari kebosanan dan pekerjaan berulang-ulang
Kebanyakan orang cenderung mendapatkan sedikit kepuasan
dalam melakukan pekerjaan yang sangat membosankan dan
berulang. Sesuai dengan two-factor theory, orang jauh lebih puas
dengan pekerjaan yang meyakinkan mereka memperoleh sukses
secara bebas melakukan kontrol atas bagaiman cara mereka
melakukan sesuatu.
25
B. Karakteristik individu
Mathiue & Zajac, (1990) menyatakan bahwa, .Karakteristik personal
(individu) mencakup usia, jenis kelamin, masa kerja, tingkat pendidikan,
suku bangsa, dan kepribadian. Sopiah (2008) menyatakan bahwa, cirri cirri
biografis (karakteristik individu) dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status
perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja. Dari pendapat Mathiue dan
Sopiah di atas yang membentuk karakteristik individu mencakup usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan masa kerja.
1. Usia
Dalam banyak kasus, secara empiris terbukti bahwa umur
menentukan perilaku seseorang individu. Umur juga menetukan
kemampuan seseorang untuk bekerja, termasuk bagaiman dia merespon
stimulus yang dilancarkan individu/pihak lain. (Sopiah, 2008). Hubungan
kinerja dengan umur sangat erat kaitannya, alasannya adalah adanya
keyakinan yang meluas bahwa kinerja merosot dengan meningkatnya
usia. Pada perawat yang berumur tua juga dianggap kurang luwes dan
menolak teknologi baru. Namun di lain pihak ada sejumlah kualitas
positif yang ada pada perawat yang lebih tua, meliputi pengalaman,
pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu.
Perawat yang lebih tua kecil kemungkinan akan berhenti karena
masa kerja mereka yang lebih panjang cenderung memberikan kepada
mereka tingkat upah yang lebih tinggi, liburan dengan upah yang lebih
panjang, dan tunjangan pensiun yang lebih menarik. Kebanyakan studi
26
juga menunjukkan suatu hubungan yang positif antara kepuasan kerja
dengan umur, sekurangnya sampai umur 60 tahun. Kepuasan kerja akan
cenderung terus – menerus meningkat pada para perawat yang
profesional dengan bertambahnya umur mereka, sedangkan pada perawat
yang non profesional kepuasan itu merosot selama umur setengah baya
dan kemudian naik lagi dalam tahun – tahun berikutnya (Robbins,2008)
2. Jenis kelamin
Pada hakikatnya Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan
berbeda. Tuhan juga mamberikan peran, tugas, dan tanggung jawab yang
berbeda pula. Secara fisik laki-laki dan perempuan juga berbeda. Karena
kodratnya, perawat wanita lebih sering tidak masuk kerja dibanding laki-
laki. Misalnya karena hamil, melahirkan, dll. Walaupun demikian
perawat wanita memiliki sejumlah kelebihan dibanding perawat laki-laki.
Perawat wanita cenderung lebih rajin, disiplin, teliti dan sabar (Sopiah,
2008).
Tetapi terdapat teori lain yang berpendapat bahwa perbedaan jenis
kelamin berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kepuasan kerja, teori ini
diungkapkan oleh Glenn, Taylor, dan Wlaver (1977) yang menyatakan
bahwa ada perbedaan tingkat kepuasan kerja antara pria dengan wanita,
dimana kebutuhan wanita untuk merasa puas dalam bekerja ternyata lebih
rendah dibandingkan pria (As’ad, 2002).
Tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam
kemampuan memecahkan masalah, keterampilan analisis, dorongan
27
kompetitif, motivasi, sosiabilitas, atau kemampuan belajar. Namun studi-
studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk
mematuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar
kemungkinannya daripada wanita dalam memiliki pengharapan untuk
sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai
tingkat kemangkiran yang lebih tinggi daripada pria (Robbins, 2008).
3. Masa kerja
Masa kerja ternyata konsisten berhubungan secara negatif dengan
keluar masuknya perawat dan kemangkiran, namun memiliki hubungan
yang positif terhadap produktivitas kerja (Robbins, 2008). Belum ada
bukti yang menunjukan bahwa semakin lama seseorang bekerja maka
tingkat produktivitasnya akan meningkat. Namun demikian banyak
penelitian yang menyimpulkan bahwa semakin lama seorang perawat
bekerja, semakin rendah keinginan perawat untuk meninggalkan
pekerjaannya (Sopiah, 2008).
4. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan
mempengaruhi pola pikir yang nantinya berdampak pada tingkat
kepuasan kerja (Kinicki dalam Setiawan, 2007). Pendapat lain juga
menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka tuntutan –
tuntutan terhadap aspek – aspek kepuasan kerja di tempat kerjanya akan
semakin meningkat (Yuki, dalam setiawan, 2007)
28
Hasil penelitian dari Adib Farchan (1984) menyimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang positif antara tingkat pendidikan dengan
kepuasan kerja. Namun berbeda dengan hasil penelitian dari Gilmer
(1966) yang menyimpulkan bahwa perawat yang berpendidikan lanjutan
atas merasa sangat puas dengan pekerjaan yang mereka lakukan (Moh.
As’ad, 2002)
5. Status pernikahan
Perawat yang sudah menikah dengan perawat yang belum/tidak
menikah akan berbeda dalam memaknai suatu pekerjaan. Begitu juga
dengan tingkat kepuasan kerja. Perawat yang sudah menikah menilai
pekerjaan sangat penting karena dia sudah memiliki sejumlah tanggung
jawab sebagai kepala keluarga (Sopiah, 2008). Salah satu riset
menunjukkan bahwa perawat yang menikah lebih sedikit absensinya,
mengalami pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas dengan
pekerjaan mereka daripada rekan sekerjanya yang bujangan. Pernikahan
memaksakan peningkatan tanggung jawab yang dapat membuat suatu
pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting (Robbins, 2008)
C. Perawat
1. Definisi Perawat
Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang
berarti merawat atau memelihara. Kata ini pertama kali digunakan oleh
Ellis dan Hartley (1984) ketika mereka menjelaskan pengertian dasar,
29
seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau
memelihara, membantu dan melindungi seseorang karna sakit, cedera
dan proses penuaan (Taylor, dkk dalam Gaffar, 1999)
Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan professional
yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan
biopsikososial dan spiritual yang komperhensif, ditujukan kepada
individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Lokakarya, 1983).
Pelayanan keperawatan berupa bantuan, diberikan karena adanya
kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya
kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup
sehari-hari secara mandiri. Menurut (Kusnanto, 2004) Terdapat empat
elemen utama yang penting (mayor elements) sebagai berikut :
b. Keperawatan adalah ilmu dan kiat
Sebagai sains, keperawatan lebih merupakan sains terapan (applied
science) yang menggunakan pengetahuan, konsep dan prinsip-prinsip
dari berbagai kelompok ilmu, khususnya fisika, biologi termasuk
biomedik, ilmu perilaku dan ilmu sosial. Sains keperawatan yang
merupakan sintesis dari ilmu-ilmu dasar tersebut sedang berada
dalam proses pertumbuhan dan pengembangan.
c. Keperawatan adalah profesi yang berorientasi pada pelayanan
30
Pada hakikatnya kegiatan atau tindakan keperawatan bersifat
membantu (assisative in nature). Perawat membantu klien/manusia
mengatasi efek-efek dari masalah-masalah sehat sakit (health illness
problems), pada kehidupan sehari-hari.
d. Keperawatan mempunyai empat tingkat klien
Keempat tingkat klien tersebut adalah :
1) Pasien/klien secara individual yang merupakan pusat dari asuhan
di Rumah sakit dan klinik
2) Keluarga yang merupakan unit fokus pelayanan dari praktik
kesehatan komunitas
3) Kelompok
4) Komunitas
e. Pelayanan keperawatan mencakup seluruh rentang pelayanan
kesehatan
Hal ini dilakukan oleh perawat bersama-sama dengan tenaga
kesehatan lain mencapai tujuan dan pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, diagnosis dini, penyembuhan dan kesembuhan
dari penyakit atau kecelakaan, dan rehabilitasi.
Asuhan keperawatan (nursing care) adalah suatu proses atau
rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung
diberikan kepada klien/pasien, pada berbagai tatanan pelayanan
kesehatan, dengan menggunakan metodologi proses keperawatan,
berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika
31
keperawatan, dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab
keperawatan.
Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat
professional melalui kerja sama berbentuk kolaborasi dengan pasien
dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.
2. Peran perawat
Sesuai dengan Kepmenkes RI No.1239 tahun 2001 tentang
Registrasi dan praktik perawat, perawat adalah seseorang yang telah
lulus pendidikan perawat, baik di dalam maupun diluar negeri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
menjalankan praktik keperawatan harus senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai
dengan bidang tugasnya. Dalam melaksanakan praktis keperawatan,
perawat juga dituntut melakukan peran dan fungsi sebagaimana yang
diharapkan oleh profesi dan masyarakat sebagai pengguna jasa
pelayanan keperawatan (Kusnanto, 2004)
Perawat mengemban beberapa peran saat mereka memberi
asuhan kepada kliennya. Perawat sering menjalankan peran ini secara
bersamaan, tanpa membedakan satu peran dengan yang lain. Sebagai
contoh, perawat dapat bertindak sebagai seorang konsultan saat
memberi perawatan fisik dan memberi penyuluhan tentang aspek
32
asuhan yang diberikan tesebut. Peran yang dibutuhkan pada waktu
tertentu bergantung pada kebutuhan klien dan aspek dalam lingkungan
tertentu. (Kozier, 2010)
a. Pemberi asuhan
Sejak dahulu, peran pemberi asuhan meliputi tindakan yang
membantu klien secara fisik maupun psikologis sambil tetap
memelihara martabat klien. Tindakan keperawatan yang dibutuhkan
dapat berupa asuhan total bagi klien yang mengalami ketergantungan
total, asuhan parsial bagi pasien dengan tingkat ketergantungan
sebagian, dan perawatan suportif-edukatif untuk membantu klien
mencapai kemungkinan tingkat kesehatan dan kesejahteraan tinggi.
b. Komunikator
Komunikasi merupakan bagian tak terpisahkan dari semua
peran perawat. Perawat berkomunikasi dengan klien, orang
pendukung, professional kesehatan lain, dan individu yang ada di
dalam masyarakat. Dalam perannanya sebagai komunikator, perawat
mengidentifikasi masalah klien dan kemudian mengomunikasikan hal
ini secara verbal atau tertulis kepada anggota lain dalam tim kesehatan.
Kualitas komunikasi seorang perawat merupakan faktor penting dalam
asuhan keperawatan. Perawat harus mampu berkomunikasi dengan
jelas dan akurat agar dapat memenuhi kebutuhan kesehatan klien
33
c. Pendidik
Sebagai seorang pendidik, perawat membantu klien mengenal
kesehatan dan prosedur asuhan kesehatan yang perlu mereka lakukan
guna memulihkan atau memelihara kesehatan tersebut.
d. Advokat klien
Advokat klien bertindak melindungi klien. Dalam peran ini,
perawat dapat mewakili kebutuhan dan harapan klien kepada
professional kesehatan lain, seperti menyampaikan keinginan klien
mengenai informasi yang ingin klien ketahui kepada dokter. Perawat
juga membantu klien mendapatkan hak-haknya dan membantu mereka
menyampaikan keinginan mereka sendiri.
e. Konselor
Konseling adalah proses membantu klien untuk mengenali dan
menghadapi masalah-masalah psikologis dan sosial yang sangat
menekan, untuk membina hubungan interpersonal yang sudah
membaik, dan untuk meningkatkan perkembangan personal. Perawat
memberikan konsultasi terutama kepada individu.
f. Agen pengubah
Perawat bertindak sebagai agen pengubah saat membantu
orang lain, yaitu klien, memodifikasi perilaku mereka. Perawat juga
sering berperan serta untuk melakukan perubahan dalam satu system,
34
misalnya asuhan klinis, jika hal ini tidak membantu klien kembali ke
kondisi kesehatannya.
g. Pemimpin
Seorang pemimpin mempengaruhi orang lain untuk bekerja
sama guna mencapai tujuan tertentu. Peran pemimpin dapat diterapkan
pada tingkatan yang berbeda, yaitu pada kien perorangan, kelompok
klien, kolega ataupun komunitas.
h. Manajer
Perawat mengatur pemberian asuhan keperawatan bagi
individu, keluarga, dan komunitas. Perawat manajer juga
mendelegasikan tindakan keperawatan kepada para staf pendukung
dan perawat lain, dan memantau serta mengevaluasi kinerja mereka.
i. Manajer kasus
Perawat manajer kasus bekerja dalam tim asuhan kesehatan
multidisiplin untuk mengukur efektivitas rencana manajemen kasus
dan untuk memantau hasil. Setiap lembaga atau unit menyebutkan
peran perawat manajer kasus.
j. Konsumen penelitian
Perawat sering memanfaatkan penelitian untuk memperbaiki
asuhan klien. Dalam area klinis, perawat perlu (a) memahami proses
dan bahasa penelitian, (b) peka terhadap isu terkait untuk melindungi
hak-hak asasi subjek, (c) berpartisipasi dalam mengidentifikasi
35
masalah penting yang dapat diteliti, dan (d) menjadi konsumen yang
dapat membedakan temuan penelitian.
k. Perluasan peran karier
Kini para perawat dapat mewujudkan peran karier yang makin
luas, seperti perawat praktisi, perawat spesialis klinis, perawat bidan,
perawat pendidik, perawat peneliti, dan perawat anestesi, yang
memungkinkan kemandirian dan otonomi yang lebih tinggi.
3. Fungsi perawat
Fungsi perawat adalah suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan
sesuai dengan perannya, fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke
keadaan lain. Ruang lingkup dan fungsi keperawatan semakin berkembang
dengan fokus manusia tetapi sebagai sentral pelayanan keperawatan. Ilmu
keperawatan memfokuskan pada fenomena khusus dengan menggunakan
cara khusus dalam memberi landasan teoritik dari fenomena keperawatan
yang teridentifikasi. Dengan demikian, perawat bertanggung jawab dan
tanggung gugat terhadap hal-hal yang dilakukannya dalam praktik
keperawatan. Dalam hal ini praktik keperawatan harus berlandaskan
prinsip ilmiah dan kemanusiaan serta berilmu pengetahuan dan terampil
melaksanakan pelayanan keperawatan dan bersedia dievaluasi. Inilah ciri-
ciri yang menunjukan profesionalisme perawat yang sangat vital bagi
pelaksanaan fungsi keperawatan mandiri, ketergantungan dan kolaboratif
(Kozier dalam Kusnanto, 2004). Pengertian fungsi keperawatan mandiri,
36
ketergantungan dan kolaboratif kerap dipergunakan untuk
menggambarkan suatu tindakan keperawatan atau strategi keperawatan
yang diperankan oleh perawat.
a. Pelaksanaan fungsi keperawatan mandiri
Tindakan keperawatan mandiri (independen) adalah aktivitas
keperawatan yang dilaksanakan atas inisiatif perawat itu sendiri
dengan dasar pengetahuan dan keterampilannya. Contoh dari tindakan
keperawatan mandiri adalah seorang perawat merencanakan dan
mempersiapkan perawatan khusus pada mulut klien setelah mengkaji
keadaan mulutnya.
b. Pelaksanaan fungsi keperawatan ketergantungan.
Tindakan keperawatan ketergantungan (dependen) adalah
aktivitas keperawatan yang dilaksanakan atas instruksi dokter atau di
bawah pengawasan dokter dalam melaksanakan tindakan rutin yang
spesifik. Contoh dari tindakan fungsi ketergantungan dalam
memberikan injeksi antibiotik.
c. Pelaksanaan fungsi keperawatan kolaboratif
Tindakan keperawatan kolaboratif (interdependen) adalah
aktivitas yang dilaksanakan atas kerja sama dengan pihak lain atau tim
kesehatan lain. Sebagai contoh, perawat dan ahli terapi pernafasan
bersama-sama membuat jadwal latihan bernafas pada seorang klien.
37
4. Tanggung jawab Perawat
Secara umun, perawat mempunyai tanggung jawab dalam
memberikan asuhan/pelayanan keperawatan, meningkatkan ilmu
pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi. Tanggung jawab
dalam memberi asuhan keperawatan kepada klien mencakup aspek bio-
psiko-sosial-kultural dan spiritual, dalam upaya pemenuhan kebutuhan
dasarnya dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
meliputi :
a. Membantu klien memperoleh kembali kesehatannya
b. Membantu klien yang sehat untuk memelihara kesehatannya.
c. Membantu klien yang tidak dapat disembuhkan untuk menerima
kondisinya
d. Membantu klien yang menghadapi ajal untuk diperlakukan secara
manusiawi sesuai dengan martabatnya sampai meninggal dengan
tenang.
(Kusnanto, 2004)
38
D. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori Karakteristik Individu dengan Kepuasan Kerja
k
Moh. As’ad (2002), Ting dan Yuan (1997) dalam subyantoro (2009), Luthans (1998) dalam sopiah (2008)
Kepuasan kerja
Karakteristik Individu
1. Umur2. Jenis kelamin3. Masa kerja4. Tingkat pendidikan5. Status perkawinan
Produktivitas kerja
Faktor-faktor
1. Gaji2. Pekerjaan itu sendiri3. Promosi4. Supervisi5. Rekan kerja6. Kondisi kerja
Faktor psikologi
1. Minat2. Ketentraman dalam
bekerja3. Sikap terhadap kerja4. Bakat5. Keterampilan
Karakteristik Pekerjaan
Karakteristik Organisasi
Karakteristik Individu
Faktor psikologik
Faktor faktor