18 bab ii tinjauan pustaka 2.1. sampah dan permasalahannya

37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Permasalahannya Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007) .Banyak sampah organik masih mungkin digunakan kembali/ pendaurulangan (reusing), walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat digunakan kembali (Dainur, 1995). Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk didalamnya). 6 Universitas Sumatera Utara

Upload: buithu

Post on 12-Jan-2017

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sampah dan Permasalahannya

Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak

dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia

dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007) .Banyak sampah organik

masih mungkin digunakan kembali/ pendaurulangan (reusing), walaupun akhirnya

akan tetap merupakan bahan/ material yang tidak dapat digunakan kembali

(Dainur, 1995).

Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari

benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak

disenangi, atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai

mengganggu kelangsungan hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai,

disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan

yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan

biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat

padat (karena air bekas tidak termasuk didalamnya).

6

Universitas Sumatera Utara

2.1.1. Jenis dan Karakteristik Sampah

2.1.1.a. Jenis Sampah

Pada prinsipnya sampah dibagi menjadi sampah padat, sampah cair dan sampah

dalam bentuk gas (fume, smoke). Sampah padat dapat dibagi menjadi beberapa

jenis yaitu :

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya

a. Sampah anorganik misalnya : logam-logam, pecahan gelas, dan

plastic

b. Sampah Organik misalnya : sisa makanan, sisa pembungkus dan

sebagainya

2. Berdasarkan dapat tidaknya dibakar

a. Mudah terbakar misalnya : kertas, plastik, kain, kayu

b. Tidak mudah terbakar misalnya : kaleng, besi, gelas

3. Berdasarkan dapat tidaknya membusuk

a. Mudah membusuk misalnya : sisa makanan, potongan daging

b. Sukar membusuk misalnya : plastik, kaleng, kaca (Dainur, 1995)

2.1.1.b. Karakteristik Sampah

1. Garbage yaitu jenis sampah yang terdiri dari sisa-sisa potongan hewan

atau sayuran dari hasil pengolahan yang sebagian besar terdiri dari zat-zat

yang mudah membusuk, lembab, dan mengandung sejumlah air bebas.

2. Rubbish terdiri dari sampah yang dapat terbakar atau yang tidak dapat

terbakar yang berasal dari rumah-rumah, pusat-pusat perdagangan, kantor-

kantor, tapi yang tidak termasuk Garbage.

Universitas Sumatera Utara

3. Ashes (Abu) yaitu sisa-sisa pembakaran dari zat-zat yang mudah terbakar

baik dirumah, dikantor, industri.

4. “Street Sweeping” (Sampah Jalanan) berasal dari pembersihan jalan dan

trotoar baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang

terdiri dari kertas- kertas, daun-daunan.

5. “Dead Animal” (Bangkai Binatang) yaitu bangkai bangkai yang mati

karena alam, penyakit atau kecelakaan.

6. Houshold Refuse yaitu sampah yang terdiri dari Rubbish, Garbage, Ashes,

yang berasal dari perumahan.

7. Abandonded Vehicles (Bangkai Kendaraan) yaitu bangkai-bangkai mobil,

truk, kereta api.

8. Sampah Industri terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri-

industri, pengolahan hasil bumi.

9. Demolition Wastes yaitu sampah yang berasal dari pembongkaran gedung.

10. Construction Wastes yaitu sampah yang berasal dari sisa pembangunan,

perbaikan dan pembaharuan gedung-gedung.

11. Sewage Solid terdiri dari benda-benda kasar yang umumnya zat organik

hasil saringan pada pintu masuk suatu pusat pengelolahan air buangan.

12. Sampah khusus yaitu sampah yang memerlukan penanganan khusus

misalnya kaleng-kaleng cat, zat radiokatif. (Mukono, 2006)

Universitas Sumatera Utara

2.1.2. Sumber-Sumber Sampah

Sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa

sumber berikut :

1. Pemukiman penduduk

Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa

keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa

atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa

proses pengolahan makanan atau sampah basah (Garbage), sampah kering

(rubbsih), perabotan rumah tangga, abu atau sisa tumbuhan kebun. (Dainur, 1995)

2. Tempat umum dan tempat perdagangan

Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang

berkumpul dan melakukan kegiatan termasuk juga tempat perdagangan. Jenis

sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa sisa-sisa makanan

(Garbage), sampah kering, abu, sisa bangunan, sampah khusus, dan terkadang

sampah berbahaya.

3. Sarana layanan masyarakat milik pemerintah

Sarana layanan masyarakat yang dimaksud disini, antara lain, tempat

hiburan dan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan

(misalnya rumah sakit dan puskesmas), kompleks militer, gedung pertemuan,

pantai empat berlibur, dan sarana pemerintah lain. Tempat tersebut biasanya

menghasilkan sampah khusus dan sampah kering.

Universitas Sumatera Utara

4. Industri berat dan ringan

Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman, industri kayu,

industri kimia, industri logam dan tempat pengolahan air kotor dan air minum,dan

kegiatan industri lainnya, baik yang sifatnya distributif atau memproses bahan

mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah,

sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah berbahaya.

5. Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman dan binatang. Lokasi pertanian seperti kebun,

ladang ataupun sawah menghasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan yang

telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga

tanaman (Chandra, 2007).

2.1.3. Pengelolaan Sampah Padat

Ada beberapa tahapan di dalam pengelolaan sampah padat yang baik,

diantaranya :

1. Tahap pengumpulan dan penyimpanan di tempat sumber Sampah yang ada

dilokasi sumber (kantor, rumah tangga, hotel dan sebagainya) ditempatkan

dalam tempat penyimpanan sementara, dalam hal ini tempat sampah.

Sampah basah dan sampah kering sebaiknya dikumpulkan dalam tempat

yang terpisah untuk memudahkan pemusnahannya.

Adapun tempat penyimpanan sementara (tempat sampah) yang digunakan

harus memenuhi persyaratan berikut berikut ini :

a. Konstruksi harus kuat dan tidak mudah bocor

b. Memiliki tutup dan mudah dibuka tanpa mengotori tangan

Universitas Sumatera Utara

c. Ukuran sesuai sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

Dari tempat penyimpanan ini, sampah dikumpulkan kemudian dimasukkan

ke dalam dipo (rumah sampah). Dipo ini berbentuk bak besar yang digunakan

untuk menampung sampah rumah tangga. Pengelolaanya dapat diserahkan pada

pihak pemerintah. Untuk membangun suatu dipo, ada bebarapa persyaratan yang

harus dipenuhi, diantaranya :

1. Dibangun di atas permukaan tanah dengan ketinggian bangunan setinggi

kendaraan pengangkut sampah.

2. Memiliki dua pintu, pintu masuk dan pintu untuk mengambil sampah.

3. Memiliki lubang ventilasi yang tertutup kawat halus untuk mencegah lalat

dan binatang lain masuk ke dalam dipo.

4. Ada kran air untuk membersihkan.

5. Tidak menjadi tempat tinggal atau sarang lalat atau tikus.

6. Mudah dijangkau masyarakat.

Pengumpulan sampah dapat dilakukan dengan dua metode :

a. Sistem duet : tempat sampah kering dan tempat sampah basah

b. Sistem trio : tempat sampah basah, sampah kering dan tidak mudah terbakar.

2. Tahap pengangkutan

Dari dipo sampah diangkut ke tempat pembuangan akhir atau pemusnahan

sampah dengan mempergunakan truk pengangkut sampah yang disediakan oleh

Dinas Kebersihan Kota. (Chandra, 2007).

Universitas Sumatera Utara

3. Tahap pemusnahan

Di dalam tahap pemusnahan sampah ini, terdapat beberapa metode yang

dapat digunakan, antara lain :

a. Sanitary Landfill

Sanitary landfill adalah sistem pemusnahan yang paling baik. Dalam

metode ini, pemusnahan sampah dilakukan dengan cara menimbun sampah

dengan cara menimbun sampah dengan tanah yang dilakukan selapis demi selapis.

Dengan demikian, sampah tidak berada di ruang terbuka dan tentunya tidak

menimbulkan bau atau menjadi sarang binatang pengerat. Sanitary landfill yang

baik harus memenuhi persyatatan yaitu tersedia tempat yang luas, tersedia tanah

untuk menimbunnya, tersedia alat-alat besar. Semua jenis sampah diangkut dan

dibuang ke suatu tempat yang jauh dari lokasi pemukiman.

Ada 3 metode yang dapat digunakan dalam menerapkan teknik sanitary

landfill ini, yaitu:

1. Metode galian parit (trench method)

Sampah dibuang ke dalam galian parit yang memanjang. Tanah bekas

galian digunakan untuk menutup parit tersebut. Sampah yang ditimbun dan tanah

penutup dipadatkan dan diratakan kembali. Setelah satu parit terisi penuh, dibuat

parit baru di sebelah parit terdahulu.

2. Metode area

Sampah yang dibuang di atas tanah seperti pada tanah rendah, rawa-rawa,

atau pada lereng bukit kemudian ditutup dengan lapisan tanah yang diperoleh dari

tempat tersebut.

Universitas Sumatera Utara

3. Metode ramp

Metode ramp merupakan teknik gabungan dari kedua metode di atas.

Prinsipnya adalah bahwa penaburan lapisan tanah dilakukan setiap hari dengan

tebal lapisan sekitar 15 cm di atas tumpukan sampah. Setelah lokasi sanitary

landfill yang terdahulu stabil, lokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana

jalur hijau (pertamanan), lapangan olahraga, tempat rekreasi, tempat parkir, dan

sebagainya (Kusnoputranto, 1986)

b. Incenaration

Incenaration atau insinerasi merupakan suatu metode pemusnahan sampah

dengan cara membakar sampah secara besar-besaran dengn menggunakan fasilitas

pabrik. Manfaat sistem ini, antara lain :

1. Volume sampah dapat diperkecil sampai sepertiganya.

2. Tidak memerlukan ruang yang luas.

3. Panas yang dihasilkan dapat dipakai sebagai sumber uap.

4. Pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja yang

dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

Adapun kerugian yang ditimbulkan akibat penerapan metode ini : biaya

besar, lokalisasi pembuangan pabrik sukar didapat karena keberatan penduduk.

Peralatan yang digunakan dalam insenarasi, antara lain :

1. Charging apparatus

Charging apparatus adalah tempat penampungan sampah yang berasal

dari kendaraan pengangkut sampah. Di tempat ini sampah yang terkumpul

ditumpuk dan diaduk.

Universitas Sumatera Utara

2. Furnace

Furnace atau tungku merupakan alat pembakar yang dilengkapi dengan

jeruji besi yang berguna untuk mengatur jumlah masuk sampah dan untuk

memisahkan abu dengan sampah yang belum terbakar. Dengan demikian

tungku tidak terlalu penuh.

3. Combustion

Combustion atau tungku pembakar kedua, memiliki nyala api yang lebih

panas dan berfungsi untuk membakar benda-benda yang tidak terbakar

pada tungku pertama.

4. Chimmey atau stalk

Chimmey atau stalk adalah cerobong asap untuk mengalirkan asap keluar

dan mengalirkan udara ke dalam.

5. Miscellaneous features

Miscellaneous features adalah tempat penampungan sementara dari debu

yang terbentuk, yang kemudian diambil dan dibuang (Chandra, 2007).

c. Composting

Pemusnahan sampah dengan cara proses dekomposisi zat organik oleh

kuman-kuman pembusuk pada kondisi tertentu. Proses ini menghasilkan

bahan berupa kompos atau pupuk hijau (Dainur, 1995).

Berikut tahap-tahap di dalam pembuatan kompos:

1. Pemisahan benda-benda yang tidak dipakai sebagai pupuk seperti gelas,

kaleng, besi dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

2. Penghancuran sampah menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (minimal

berukuran 5 cm)

3. Penyampuran sampah dengan memperhatikan kadar karbon dan nitrogen

yang paling baik (C:N=1:30)

4. Penempatan sampah dalam galian tanah yang tidak begitu dalam. Sampah

dibiarkan terbuka agar terjadi proses aerobik.

5. Pembolak-balikan sampah 4-5 kali selama 15-21 hari agar pupuk dapat

terbentuk dengan baik.

d. Hog Feeding

Pemberian sejenis Garbage kepada hewan ternak (misalnya: babi). Perlu

diingat bahwa sampah basah harus diolah lebih dahulu (dimasak atau

direbus) untuk mencegah penularan penyakit cacing dan trichinosis.

e. Discharge to sewers

Sampah dihaluskan kemudian dimasukkan ke dalam sistem pembuangan

air limbah. Metode ini dapat efektif asalkan sistem pembuangan air limbah

memang baik.

f. Dumping

Sampah dibuang atau diletakkan begitu saja di tanah lapangan, jurang atau

tempat sampah.

g. Dumping in water

Sampah dibuang ke dalam air sungai atau laut. Akibatnya, terjadi

pencemaran pada air dan pendangkalan yang dapat menimbulkan bahaya

banjir. (Mukono, 2006).

Universitas Sumatera Utara

h. Individual Incenaration

Pembakaran sampah secara perorangan ini biasa dilakukan oleh penduduk

terutama di daerah pedesaaan.

i. Recycling

Pengolahan kembali bagian-bagian dari sampah yang masih dapat dipakai

atau di daur ulang. Contoh bagian sampah yang dapat di daur ulang, antara

lain plastik, kaleng, gelas, besi, dan sebagainya.

j. Reduction

Metode ini digunakan dengan cara menghancurkan sampah (biasanya dari

jenis Garbage) sampai ke bentuk yang lebih kecil, kemudian di olah untuk

menghasilkan lemak.

k. Salvaging

Pemanfaatan sampah yang dipakai kembali misalnya kertas bekas.

Bahayanya adalah bahwa metode ini dapat menularkan penyakit (Chandra,

2007).

2.1.4. Hubungan Pengelolaan Sampah terhadap Masyarakat dan

Lingkungan

Pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi

masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada

yang positif dan ada juga yang negatif.

Universitas Sumatera Utara

2.1.4.a. Pengaruh Positif

Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif

terhadap masyarakat maupun lingkungannya, seperti berikut :

1. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-

rawa dan dataran rendah.

2. Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

3. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani

proses pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk

mencegah pengaruh buruk sampah tersebut terhadap ternak.

4. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk

berkembang biak serangga dan binatang pengerat.

5. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat

hubungannya dengan sampah.

6. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan

hidup masyarakat.

7. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuaan budaya

masyarakat.

8. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana

kesehatan suatu negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk

keperluan lain (Chandra, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.1.4.b. Pengaruh Negatif

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh

negative bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan

budaya masyarakat, seperti berikut.

1. Pengaruh terhadap kesehatan

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah

sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, tikus,

serangga, jamur.

b. Penyakit demam berdarah meningkatkan incidencenya disebabkan

vector Aedes Aegypty yang hidup berkembang biak di lingkungan,

pengelolaan sampahnya kurang baik (banyak kaleng, ban bekas dan

plastik dengan genangan air) (Dinas Kebersihan, 2009).

c. Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang

menyengat yang mengandung Amonia Hydrogen, Solfide dan

Metylmercaptan (Dinas Kebersihan, 2009).

d. Penyakit saluran pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan

banyaknya lalat yang hidup berkembang biak di sekitar lingkungan

tempat penumpukan sampah (Dinas Kebersihan, 2009)

e. Insidensi penyakit kulit meningkat karena penyebab penyakitnya

hidup dan berkembang biak di tempat pembuangan dan pengumpulan

sampah yang kurang baik. Penularan penyakit ini dapat melalui

kontak langsung ataupun melalui udara.

f. Penyakit kecacingan

Universitas Sumatera Utara

g. Terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan

misalnya luka akibat benda tajam seperti kaca, besi, dan sebagainya.

h. Gangguan psikomatis, misalnya insomnia, stress, dan lain-lain

(Mukono, 1995)

2. Pengaruh terhadap lingkungan

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan estetika

lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata misalnya

banyaknya tebaran-tebaran sampah sehingga mengganggu kesegaran

udara lingkungan masyarakat (Dinas Kebersihan, 2009).

b. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan

menyebabkan aliran air akan terganggu dan saluran air akan menjadi

dangkal (Mukono, 2006).

c. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan

gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.

d. Adanya asam organic dalam air serta kemungkinan terjadinya banjir

maka akan cepat terjadinya pengerusakan fasilitas pelayanan

masyarakat antara lain jalan, jembatan, saluran air, fasilitas jaringan

dan lain-lain (Dinas Kebersihan, 2009).

e. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan

bahaya kebakaran lebih luas.

f. Apabila musim hujan datang, sampah yeng menumpuk dapat

menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air

permukaan atau sumur dangkal.

Universitas Sumatera Utara

g. Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat,

seperti jalan, jembatan, dan saluran air (Chandra, 2007).

3. Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial-

budaya masyarakat setempat.

b. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan

minat dan hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah

tersebut (Mukono, 2006)

c. Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat

dan pihak pengelola

d. Angka kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehigga

produktifitas masyarakat menurun.

e. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang

besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang.

f. Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah

wisatawan yang diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat

setempat.

g. Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi

menurun dan tidak memiliki nilai ekonomis.

h. Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu

lintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa

(Chandra, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.1.5 Regulasi Persampahan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah baru saja diundangkan pada Bulan Mei 2008. UU ini

memberi harapan akan adanya sistem pengelolaan sampah yang baik, dalam arti

sistem tersebut mudah untuk diterapkan dan ramah terhadap lingkungan. UU ini

juga telah mengatur secara detail mengenai bagaimana sampah harus dikelola dan

apa tugas, kewajiban dan kewenangan pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan

masyarakat.

2.1.5.a Tugas, kewajiban, kewenanganan Pemerintah dan Pemda

Dalam UU RI Nomor 18 Tahun 2008 diuraikan mengenai tugas

Pemerintah dan Pemerintah Daerah (Pasal 6), adalah sebagai berikut:

1. menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan sampah;

2. melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan

penanganan sampah; .

3. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan,

penanganan, dan pemanfaatan sampah;

4. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan

prasarana dan sarana pengelolaan sampah;

5. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan

sampah;

Universitas Sumatera Utara

6. memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada

masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan

7. melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia

usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Sedangkan Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota (Pasal 9) adalah :

a. Dalam menyelenggarakan pengelolaan sampah, pemerintahan

kabupaten/kota mempunyai kewenangan: (1) menetapkan kebijakan dan

strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;

(2) menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai

dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh

Pemerintah; (3) melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja

pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain; (4) menetapkan

lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah

terpadu, dan / atau tempat pemrosesan akhir sampah; (5) melakukan

pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20

(dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan

sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan (6) menyusun dan

menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai

dengan kewenangannya.

b. Penetapan lokasi tempat pengolahan sampah terpadu dan tempat

pemrosesan akhir sampah merupakan bagian dari rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Universitas Sumatera Utara

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penyusunan sistem tanggap

darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f diatur dengan

peraturan menteri.

Pasal 12 UU RI Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai kewajiban

Pemerintah Daerah dan masyarakat berkaitan dengan pengelolaan sampah rumah

tangga, adalah sebagai berikut:

d. Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampahsejenis

sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah

dengancara yang berwawasan lingkungan.

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban

pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah

tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan

daerah.

2.1.5.b Pengelolaan Sampah Rumah Tangga

Pasal 19 UU RI Nomor 18 Tahun 2008 mengatur mengenai pengelolaan

sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Pasal tersebut

menyebutkan bahwa pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis

sampah rumah tangga terdiri atas pengurangan sampah dan penanganan sampah.

Dalam hal pengurangan sampah, lebih lanjut disebutkan dalam Pasal 20 sebagai

berikut :

a. Pengurangan sampah yang dimaksud dalam Pasal 19 huruf a meliputi

kegiatan: (1) pembatasan timbulan sampah; (2) pendauran ulang

sampah;dan/atau (3) pemanfaatan kembali sampah.

Universitas Sumatera Utara

b. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: (1) menetapkan target

pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; (2)

memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; (3)

memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; (4)

memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; (5)

memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

c. Pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) menggunakan bahan produksi yang menimbulkan sampah

sesedikit mungkin, dapat diguna ulang, dapat didaur ulang, dan/atau

mudah diurai oleh proses alam.

d. Masyarakat dalam melakukan kegiatan pengurangan sampah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) menggunakan bahan yang dapat diguna ulang,

didaur ulang, dan/atau mudah diurai oleh proses alam.

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan sampah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan PP.

UU RI Nomor 18 Tahun 2008 juga telah mengatur mengenai reward and

punishment (hadiah dan hukuman) berupa pemberian insentif dan

disintensif sebagaimana diatur dalam pasal Pasal 21 :

a. Pemerintah memberikan: (1) insentif kepada setiap orang yang

melakukanpengurangan sampah; dan (2) isinsentif kepada setiap orang

yang tidak melakukan pengurangan sampah.

Universitas Sumatera Utara

b. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara

pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam Pasal 22 UU tersebut juga diatur mengenai mengenai penanganan

sampah, yang meliputi :

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai

dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari

sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat

pengolahan sampah terpadu;

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari

tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan

sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;

d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah

sampah; dan/atau

e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau

residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

2.1.5.c. Pembiayaan

Berkaitan dengan pembiayaan, dalam Pasal 24 UU RI Nomor 18 Tahun

2008 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib membiayai

penyelenggaraan pengelolaan sampah yang bersumber dari APBN serta APBD.

Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan tersebut diatur dengan

peraturan pemerintah dan/atau peraturan daerah.

Universitas Sumatera Utara

2.1.5.d. Kerjasama antar daerah

UU No 18 Tahun 2008 juga memberikan kemungkinan terjadinya

kerjasama antar daerah dalam melakukan pengelolaan sampah (pasal 26). Lebih

lanjut disebutkan bahwa kerja sama yang dimaksud dapat diwujudkan dalam

bentuk kerja sama dan/atau pembuatan usaha bersama pengelolaan sampah.

Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman kerja sama dan bentuk

usaha bersama antardaerah diatur dalam peraturan menteri yang

menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

2.1.5.e. Kemitraan

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota secara sendiri-sendiri atau bersama-

sama dapat bermitra dengan badan usaha pengelolaan sampah dalam

penyelenggaraan pengelolaan sampah (Pasal 27). Kemitraan sebagaimana

dimaksud dituangkan dalam bentuk perjanjian antara pemerintah daerah

kabupaten/kota dan badan usaha yang bersangkutan. Sedangkan mengenai tata

cara pelaksanaan kemitraan dimaksud dilakukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

2.1.5.f. Peran Masyarakat

Masyarakat dapat berperan dalam pengelolaan sampah yang

diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah (Pasal 28). Peran

sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui:

a. pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah

b. perumusan kebijakan pengelolaan sampah;

c. pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenaibentuk dan tata cara peran

masyarakat sebagaimana dimaksud diatur dengan PP dan/atau Perda.

2.1.5.g Larangan

Kaitan dengan sampah rumah tangga, pemerintah daerah memiliki

kewenangan membuat ketentuan mengani larangan membuang sampah tidak pada

tempat yang telah ditentukan dan disediakan termasuk membuat sanksi pidananya;

(Pasal 29 ayat (1) huruf e). Pemerintah daerah juga memiliki kewenangan

menetapkan sanksi pidana kurungan atau denda terhadap pelanggaran ketentuan :

a. membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan

disediakan.

a. b.melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat

pemrosesan akhir; dan/atau

b. c.membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis

pengelolaan sampah. (Pasal 29 ayat (4)).

2.1.5.h Pengawasan

Dalam pasal 30 diatur mengenai pengawsan. Pengawasan terhadap

kebijakan pengelolaan sampah oleh pemerintah daerah dilakukan oleh

Pemerintah. Sedangkan pengawasan pelaksanaan pengelolaan sampah pada

tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh gubernur. Sedangkan pada pasal 31

dinyatakan, bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan sampah yang

dilakukan oleh pengelola sampah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik secara

sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama.

Universitas Sumatera Utara

Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebagaimana

dimaksud didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria pengawasan

yang diatur oleh Pemerintah. Sedangkan ketentuan lebih lanjut mengenai

pengawasan pengelolaan sampah diatur dengan peraturan daerah.

2.2.Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah “membantu” komunitas dengan sumberdaya,

kesempatan, keahlian, dan pengetahuan agar kapasitas komunitas meningkat

sehingga dapat berpartisipasi untuk menentukan masa depan warga komunitas

(Nasdian, 2006). Berarti pemberdayaan adalah bagaimana membuat komunitas

bisa bekerja sendiri berdasarkan kemampuan yang telah mereka miliki. Tetapi

sebelumnya kemampuan komunitas harus ditingkatkan agar mereka dapat

berpatisipasi dan menyesuaikan diri dalam memenuhi kebutuhan sekarang dan

nanti. Sehingga mereka dapat menentukan dan merancang masa depan mereka

sendiri.

Sulistiyani (2004) menyatakan sebagai berikut:

“Daya dipahami sebagai suatu kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh

masyarakat, supaya mereka dapat melakukan sesuatu (pembangunan)

secara mandiri. Sedangkan pemberdayaan merupakan suatu proses

bertahap yang harus dilakukan dalam rangka memperoleh serta

meningkatkan daya sehingga masyarakat mampu mandiri.”

Konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian

communitydevelopment (pembangunan masyarakat dan community-based

delopment (pembangunan yang bertumpu pada masyarakat), dan tahap selanjutnya

Universitas Sumatera Utara

penyadaran

muncul istilah community driven development yang diterjemahkan sebagai

pembangunan yang diarahkan masyarakat atau diistilahkan pembangunan yang

digerakkan masyarakat (Randy & Riant, 2007).

Pemberdayaan adalah sebuah proses menjadi bukan sebuah proses instan.

Artinya, perlu ada suatu tahapan dimana setiap tahap terjadi proses perkembangan

menuju perbaikan. Proses tersebut memerlukan waktu yang relatif lama dan

partisipasi menyeluruh dari komunitas itu sendiri. Tidak bisa dijadikan dalam

waktu sehari atau hanya sekadar mengenalkan program ke komunitas, kemudian

hilang sampai program berikutnya datang. Sebagai proses, pemberdayaan

mempunyai tiga tahapan: penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan (Randy &

Riant, 2007).

Gambar 2. 1 Tahapan pemberdayaan

Tahap pertama adalah penyadaran. Pada tahap ini target yang hendak

diberdayakan diberi "pencerahan" dalam bentuk pemberian penyadaran bahwa

mereka mempunyai hak untuk mempunyai "sesuatu". Misalnya, target adalah

kelompok masyarakat miskin. Kepada mereka diberikan pemahaman bahwa

mereka dapat menjadi berada, dan itu dapat dilakukan jika mereka mempunyai

kapasitas untuk keluar dari kemiskinannya. Program-program yang dapat

pengkapasitasan

pendayaan

Universitas Sumatera Utara

dilakukan pada tahap ini misalnya memberikan pengetahuan yang bersifat

kognisi, belief, dan healing. Prinsip dasarnya adalah membuat target mengerti

bahwa mereka perlu (membangun "demand") diberdayakan dan proses

pemberdayaan itu dimulai dari dalam diri mereka (tidak dari orang luar).

Setelah menyadari, tahap kedua adalah pengkapasitasan. Inilah yang

sering kita sebut " capacity building", atau dalam bahasa yang lebih sederhana

memampukan atau enabling. Untuk diberikan daya atau kuasa, yang bersangkutan

harus mampu terlebih dulu. Proses capacity building terdiri atas tiga jenis, yaitu

manusia, organisasi, dan sistem nilai.

Pengkapasitasan manusia dalam arti memampukan manusia, baik dalam

konteks individu maupun kelompok. Kita tidak asing dengan konsep ini karena

sudah amat sering melakukan training (pelatihan), workshop (loka latih), seminar,

dan sejenisnya. Arti dasamya adalah memberikan kapasitas kepada individu dan

kelompok manusia unfuk mampu menerima daya atau kekuasaan yang akan

diberikan. Pengkapasitasan organisasi dilakukan dalam bentuk restrukturisasi

organisasi yang hendak menerima daya atau kapasitas tersebut. Pengkapasitasan

sistem nilai dilakukan dengan membantu target dan membuatkan "aturan main" di

antara mereka sendiri.

Tahap ketiga adalah pemberian daya itu sendiri-atau "empowerment"

dalam makna sempit. Pada tahap ini, kepada target diberikan daya, kekuasaan,

otoritas, atau peluang. Pemberian ini sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah

dimiliki. Pemberian kredit kepada suatu kelompok miskin yang sudah melalui

proses penyadaran dan pengkapasitasan masih perlu disesuaikan dengan

Universitas Sumatera Utara

kemampuannya mengelola usaha. Jika perputaran usahanya hanya mampu

mencapai Rp. 5 juta, tidaklah bijaksana jika diberikan pinjaman atau modal

sebesar Rp. 50 juta.

Pemberdayaan merupakan proses “pemetaan” dari hubungan atau relasi

subjek dengan objek. Proses ini mementingkan adanya pengakuan subjek akan

kemampuan atau daya yang dimiliki objek. Secara garis besar proses ini melihat

pentingnya mengalirkan daya (kuasa) (flow of power) dari subjek ke objek. Dalam

pengertian yang lebih luas, mengalirnya daya ini merupakan upaya atau cita-cita

untuk mensinerjikan masyarakat miskin ke dalam aspek kehidupan yang lebih

luas. Hasil akhir dari pemberdayaan adalah “beralihnya fungsi individu atau

kelompok yang semula sebagai objek menjadi subjek (yang baru)”, sehingga

relasi sosial yang ada nantinya hanya akan dicirikan dengan relasi antar “subjek”

dengan subjek yang lain. Dengan demikian, proses pemberdayaan mengubah pola

relasi lama subjek-objek menjadi subjek-subjek (Nasution, 2006).

Secara operasional, pemberdayaan “bergerak” dari pemahaman sisi

dimensi generatif, yang merupakan suatu proses perubahan dengan menempatkan

kreatifitas dan prakarsa warga komunitas yang sadar diri dan terbina sebagai titik

tolak. Dengan pengertian tersebut pemberdayaan mengandung dua elemen pokok,

yakni: kemandirian dan partisipasi. Dalam konteks ini, yang berorientasi

memperkuat kelembagaan komunitas, maka pemberdayaan warga komunitas

merupakan tahap awal menuju kepada partisipasi warga komunitas

(empowermentis road to participation) khususnya dalam proses pengambilan

keputusan untuk menumbuhkan kemandirian komunitas. Dengan kata lain,

Universitas Sumatera Utara

pemberdayaan dilakukan agar warga komunitas mampu berpartisipasi untuk

mencapai kemandirian.

Selanjutnya, menurut Ife dan Tesoriero (2008), “Pemberdayaan melalui

kebijakan dan perencanaan dicapai dengan mengembangkan dan mengubah

struktur-struktur dan lembaga-lembaga untuk mewujudkan akses yang lebih adil

kepada sumber daya atau berbagai layanan dan kesempatan untuk berpartisipasi

dalam kehidupan masyarakat”. Berbagai aturan dirancang untuk kemudian

mengakui dan memperhitungkan berbagai kelompok yang terpinggirkan dalam

proses sosial politik dan ekonomi. Namun menjadi hal yang sangat penting juga

untuk mempersiapkan kelompok masyarakat tersebut melalui pendidikan sehingga

menjadi mampu dan terampil dalam mempergunakan akses yang mereka dapatkan

dalam proses pemberdayaan masyarakat.

Keberdayaan dalam konteks masyarakat adalah kemampuan individu yang

bersenyawa dalam masyarakat dan membangun keberdayaan masyarakat

bersangkutan. Keberdayaan masyarakat adalah unsur-unsur yang memungkinkan

masyarakat untuk bertahan dan dalam pengertian dinamis mengembangkan diri

dan mencapai kemajuan (Randy & Riant, 2007).

2.3. Partisipasi Masyarakat

2.3.1. Pengertian partisipasi masyarakat

Menurut WHO (1979), memberikan pengertian bahwa partisipasi

masyarakat dalam pembangunan kesehatan masyarakat merupakan hak dan

kewajiban anggota masyarakat baik sebagai individu maupun dalam kelompok.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan Davis dan Newstorn dalam Anisatullaila (2010), memberikan

pengertian partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang

dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi

kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan itu.

Partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan menunjukkan perhatian dan

kepedulian kepada masyarakat, memprakarsai dialog lintas sektoral secara

berkelanjutan, menciptakan rasa memiliki terhadap program yang sedang berjalan,

penyuluhan kesehatan dan mobilisasi serta membuat suatu mekanisme yang

mendukung kegiatan masyarakat (Depkes, 2005).

Menurut Notoadmojo (2007), partisipasi masyarakat adalah ikut sertanya

seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan permasalahan-permasalahan

masyarakat tersebut. Partisipasi masyarakat di bidang kesehatan berarti

keikutsertaan seluruh anggota masyarakat dalam memecahkan masalah kesehatan

mereka sendiri. Dalam hal ini masyarakat sendirilah yang aktif memikirkan,

memecahkan, melaksanakan, dan mengevaluasi program-program kesehatan.

Institusi kesehatan hanya sekedar memotivasi dan membimbingnya. Di dalam

partisipasi setiap anggota masyarakat dituntut suatu kontribusi atau sumbangan.

Kontribusi tersebut bukan hanya terbatas pada dana dan finansial saja tetapi dapat

dibentuk dalam tenaga (daya) dan pemikiran (ide). Dalam hal ini dapat

diwujudkan dalam 4M yakni, manpower (tenaga), money (uang), material (benda-

benda), dan mind (ide atau gagasan).

Menurut Walgito (1999), partisipasi masyarakat memiliki hubungan yang

erat antara individu satu dengan individu yang lain atau sebaliknya, jadi terdapat

Universitas Sumatera Utara

adanya hubungan yang saling timbal balik. Hubungan tersebut dapat antara

individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan

kelompok. Pada umumnya dapatlah dikatakan bahwa tanpa partisipasi masyarakat

maka setiap kegiatan pembangunan akan kurang berhasil.

Menurut Wibisono dalam Alfiandra (2009) Partisipasi merupakan suatu

bagian terpenting dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Partisipasi

masyarakat sering diartikan keikutsertaan, keterlibatan dan kesamaan anggota

masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak

langsung, sejak dari gagasan, perumusan kebijakan, pelaksanaan program dan

evaluasi. Partisipasi secara langsung berarti anggota masyarakat tersebut ikut

memberikan bantuan tenaga dalam kegiatan yang dilaksanakan. Sedangkan

partisipasi tidak langsung dapat berupa sumbangan pemikiran, pendanaan dan

material yang diperlukan.

Berdasarkan pengertian tentang partisipasi masyarakat yang telah

dikemukakan diatas, maka dapat juga disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat

dalam keikut sertaan atau keterlibatan masyarakat secara aktif baik secara moril

maupun materil, yang bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama yang

didalamnya menyangkut kepentingan individu. Dengan itu, terlihat jelas bahwa

peran serta masyarakat menjadi demikian pentingnya didalam setiap bentuk

pembangunan, karena dengan dukungan masyarakat yang saling berinteraksi

senantiasa memberikan harapan ke arah berhasilnya suatu kegiatan.

Konsep partisipasi menurut Mikkelsen (2011) dapat diartikan sebagai alat

untuk mengembangkan diri sekaligus tujuan akhir. Keduanya merupakan satu

Universitas Sumatera Utara

kesatuan dan dalam kenyataan sering hadir pada saat yang sama meskipun status,

strategi serta pendekatan metodologinya berbeda. Partisipasi akan menimbulkan

rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan

penting yang menyangkut masyarakat banyak. Partisipasi juga menghasilkan

pemberdayaan, dimana setiap orang berhak menyatakan pendapat dalam

pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupannya.

Cara yang dapat untuk mengajak atau menumbuhkan partisipasi masyarakat,

pada umumnya ada tiga cara, antara lain:

1. Partisipasi dengan paksaan

Artinya memaksa masyarakat untuk berkontribusi dalam suatu program, baik

melalui perundang-undangan, peraturan-peraturan, maupun dengan perintah

lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya dan mudah. Tetapi masyarakat

akan takut, merasa dipaksa dan kaget karena dasarnya bukan kesadaran tetapi

ketakutan. Akibatnya masyarakat tidak akan mempunyai rasa memiliki

terhadap program yang ada.

2. Partisipasi dengan persuasi (kesadaran)

Artinya suatu partisipasi yang didasari pada kesadaran. Sukar, tetapi bila

tercapai hasilnya akan mempunyai rasa memiliki dan memelihara.

3. Partisipasi dengan edukasi (pendidikan)

Partisipasi ini dimulai dengan penerangan, pendidikan dan sebagainya, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Elemen-lemen partisipasi masyarakat diantaranya sebagai berikut:

1. Motivasi

Universitas Sumatera Utara

Persyaratan utama masyarakat berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa motivasi

masyarakat sulit berpartisipasi pada segala program. Timbulnya motivasi

harus dari masyarakat itu sendiri dan pihak luarnya hanya meragsang saja.

Untuk itu pendidikan kesehatan sangat diperlukan dalam rangka merangsang

tumbuhnya motovasi dalam suatu masyarakat.

2. Komunikasi

Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan

informasi kepada masyarakat. Media masa, seperti TV, radio, poster, film dan

sebagainya. Semua itu sangat efektif untuk manyampaikan pesan yang akirnya

dapat menimbulkan partisipasi.

3. Koperasi

Kerja sama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi

kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Adanya team work (kerja sama

tim) antara mereka ini akan membantu menumbuhkan partisipasi.

4. Mobilisasi

Hal ini berarti bahwa partisipasi itu bukan hanya terbatas pada tahap pelaksaan

program. Partipasi masyarakat dapat dimulai sedini mungkin sampai ke akhir

mungkin, dari identifikasi masalah, menentukan prioritas masalah,

perencanaan program, pelaksaan sampai dengan monitoring dan evaluasi

program (Notoadmojo, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Metode-metode yang dipakai dalam partisipasi adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan masyarakat

Diperlukan untuk memperoleh simpati masyarakat. Pendekatan ini terutama

ditujukan kepada pimpinan masyarakat, baik yang formal maupun informal.

2. Pengorganisasian masyarakat dan pembentukan tim

Dikoordinasikan oleh lurah atau kepala desa

Kader yang dibentuk tiap RT, anggota tim adalah pemuka-pemuka masyarakat

RT yang bersangkutan dan dipimpin oleh ketua RT.

3. Survei diri

Tiap kader di RT melakukan survei kepada masyarakatnya masing-masing dan

diolah serta dipresentasikan kepada warganya.

4. Perencanaan program

Perencanaan dilakukan oleh masyarakat sendiri setelah mendengarkan survei

diri dari kader, serta telah menentukan bersama tentang prioritas masalah yang

akan dipecahkan.

5. Training (pelatihan)

Melaksanakan kegiatan pelatihan menyangkut dengan program yang akan

dilakukan.

6. Rencana dan evaluasi

Dalam menyusun rencana evaluasi perlu ditetapkan kriteria keberhasilan suatu

program, secara sederhana dan mudah dilakukan oleh masyarakat atau kader itu

sendiri.

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Faktor-faktor Keberhasilan Partisipasi Masyarakat

Menurut Compton dalam Anisatullaila (2010) Faktor-faktor keberhasilan

partisipasi masyarakat adalah:

1. Kegiatan atau program sesuai dengan situasi dan kondisi sosial dari masyarakat

setempat,

2. Faktor kepemimpinan dalam masyarakat merupakan faktor yang sangat penting

dalam menggerakkan masyarakat. Sedangkan menurut Compton dalam

Anisatullaila (2010), sebagai indikator adanya partisipasi masyarakat yaitu

keterlibatan yang luas dari masyarakat tersebut dalam hal:

1. Pengambilan berbagai keputusan

2. Pelaksanaan kegiatan

3. Pemanfaatan sarana yang telah di bangun

4. Pemeliharaan sarana tersebut

Menurut pendapat Mikkelsen (2011), yang membedakan pendekatan untuk

mengembangkan partisipasi masyarakat yaitu:

1. Pendekatan partisipasif pasif (pelatihan dan informasi)

Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa pihak eksternal yang lebih tahu,

lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill, dan sumber daya. Bentuk

partisipasi ini tipe komunikasi satu arah, dari atas kebawah, hubungan pihak

eksternal dan masyarakat lokal bersifat vertikal.

2. Pendekatan partisipasi aktif

Dalam pendekatan ini sudah dicoba dikembangkan dengan komunikasi dua arah,

pada dasarnya masih berdasarkan pra anggapan yang sama dengan pendekatan

Universitas Sumatera Utara

yang pertama, pendekatan ini sudah membuka dialog, guna memberi kesempatan

kepada masyarakat untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas

eksternal, contohnya pendekatan pelatihan dan kunjungan.

3. Pendekatan partisipasi dengan keterikatan

Pendekatan ini mirip kontrak sosial antara pihak eksernal dengan masyarakat

lokal. Dalam model ini masyarakat setempat mempunyai tanggung jawab

terhadap pengelola kegiatan yang telah disepakati dan mendapat dukungan dari

pihak eksternal baik finansial maupun teknis. Keuntungan pendekatan ini adalah

memberi kesempatan kepada masyarakat lokal untuk belajar dalam melakukan

pengelolaan pembangunan dan modifikasi atas model yang disepakati sesuai

dengan tujuan yang diinginkan.

4. Partisipasi atas permintaan setempat

Bentuk ini mencerminkan kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang

diambil oleh masyarakat setempat. Kegiatan dan peranan pihak eksternal lebih

bersifat menjawab kebutuhan yang diputuskan dan dinyatakan oleh masyarakat

lokal, bukan kebutuhan berdasarkan program yang dirancang dari luar.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Menurut Slamet dalam Suciati (2006) faktor-faktor internal yang

mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat

pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata pencaharian. Faktor internal berasal dari

individu itu sendiri. Secara teoritis, tingkah laku individu berhubungan erat atau

ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Jenis Kelamin

Partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita dalam

pembangunan adalah berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem pelapisan

sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan kedudukan dan

derajat antara pria dan wanita. Perbedaan kedudukan dan derajat ini, akan

menimbulkan perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita.

2. Usia

Perbedaan usia juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Dalam

masyarakat terdapat pembedaan kedudukan dan derajat atas dasar senioritas,

sehingga akan memunculkan golongan tua dan golongan muda, yang berbeda-

beda dalam hal-hal tertentu. Dalam hal ini golongan tua yang dianggap lebih

berpengalaman atau senior, akan lebih banyak memberikan pendapat dan dalam

hal menetapkan keputusan.

3. Tingkat Pendidikan

Demikian pula halnya dengan tingkat pengetahuan., salah satu

karakteristik partisipan dalam pembangunan partisipatif adalah tingkat

pengetahuan masyarakat tentang usaha-usaha partisipasi yang diberikan

masyarakat dalam pembangunan. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi latar belakang

pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas tentang

pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat diberikan. Faktor

pendidikan dianggap penting karena dengan melalui pendidikan yang diperoleh,

Universitas Sumatera Utara

seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar, dan cepat tanggap

terhadap inovasi.

4. Tingkat Penghasilan

Tingkat penghasilan juga mempengaruhi partisipasi masyarakat, yaitu

penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran tunai dan jarang

melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk yang berpenghasilan pas-

pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal tenaga. Besarnya tingkat

penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat untuk

berpartisipasi. Tingkat penghasilan ini mempengaruhi kemampuan finansial

masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat hanya akan bersedia untuk

mengerahkan semua kemampuannya apabila hasil yang dicapai akan sesuai

dengan keinginan dan prioritas kebutuhan mereka

5. Mata Pencaharian

Mata pencaharian ini akan berkaitan dengan tingkat penghasilan

seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mata pencaharian dapat

mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini disebabkan

karena pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang seseorang untuk terlibat

dalam pembangunan, misalnya dalam hal menghadiri pertemuan, kerja bakti dan

sebagainya.

Ada beberapa faktor yang dapat mendorong masyarakat untuk

berpartisipasi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kondisi yang kondusif

untuk berpartisipasi. Kondisi-kondisi tersebut menurut Tonny (2002) antara lain:

Universitas Sumatera Utara

1. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka memandang penting issue-issue

atau aktivitas tertentu.

2. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka merasa bahwa tindakannya akan

membawa perubahan, khususnya di tingkat rumah tangga atau individu.

3. Perbedaan bentuk-bentuk partisipasi dan didukung dalam partisipasinya.

4. Orang harus dimungkinkan untuk berpartisipasi dan didukung dalam

partisipasinya.

5. Struktur dan proses partisipasi hendaknya tidak bersifat menjauhkan.

2.2.4 Tingkat partisipasi Masyarakat

Menurut Paul dalam Hasyim (2009) tingkat partisipasi masyarakat dalam

perencanaan pembangunan dapat diukur dengan menggunakan skala intensitas

partisipasi (scale of participation intensity). Skala ini digunakan untuk melihat

jangkauan peran (partisipasi) masyarakat pada masing-masing tahapan kegiatan.

Partisipasi masyarakat yang diukur pada tahap mobilisasi adalah partisipasi saat

dilaksanakannya sosialisasi dari kegiatan tersebut dan kegiatan pada tahap

pengambilan keputusan adalah tentang tata cara, penentuan lokasi dan lain-

lainnya. Pada tahap mobilisasi dan pengambilan keputusan tingkat partisipasi

masyarakat akan sangat tinggi jika mereka mengetahui manfaat yang akan

diperoleh dari kegiatan tersebut bagi kehidupannya, sementara pada tahapan

pembangunan dan pemeliharaan perannya dapat menurun karena kegiatannya

terlalu teknis dan telah tersedia standar operasional yang minimal sehingga pihak

manapun yang membangun dan memelihara tidaklah masalah asalkan termasuk

dalam kriteria tersebut.

Universitas Sumatera Utara