28-management of patients with fluid & electrolite disturbances

94
BAB. 28 MANAJEMEN PASIEN DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT KONSEP-KONSEP DASAR Tekanan osmatik pada umumnya tergantung dari jumlah partikel solute yang tidak dapat larut. Hal ini dikarenakan energi kinetic rata-rata dari partikel dalam larutan sama dengan massa yang mereka miliki. Potasium merupakan determinan penting dari tekenan osmotic intraselular, sedangkan sodium merupakan determinan penting dari tekanan osmotic ekstraselular. Pertukaran cairan antara intraselular dan interstisial diatur dengan gaya osmotic yang dibentuk oleh perbedaan konsentrasi solute yang non-difusif. Manifestasi yang serius dari hiponatremia pada umumnya berhubungan dengan konsentrasi sodium plasma yang < 120 mEq/L. Koreksi hiponatremia yang sangat cepat berubungan dengan lesi demyelinisasi di dalam pons (myelinolisis sentral pontin), menghasilkan sekuele neurologist permanent yang serius. Hal yang sangat berbahaya akibat peningkatan volume ekstraselular adalah kegagalan pertukaran gas yang disebabkan edema pulmoner

Upload: snowers

Post on 26-Dec-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

BAB. 28MANAJEMEN PASIEN DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

KONSEP-KONSEP DASAR

Tekanan osmatik pada umumnya tergantung dari jumlah partikel solute yang tidak dapat larut. Hal ini dikarenakan energi kinetic rata-rata dari partikel dalam larutan sama dengan massa yang mereka miliki.

Potasium merupakan determinan penting dari tekenan osmotic intraselular, sedangkan sodium merupakan determinan penting dari tekanan osmotic ekstraselular.

Pertukaran cairan antara intraselular dan interstisial diatur dengan gaya osmotic yang dibentuk oleh perbedaan konsentrasi solute yang non-difusif.

Manifestasi yang serius dari hiponatremia pada umumnya berhubungan dengan konsentrasi sodium plasma yang < 120 mEq/L.

Koreksi hiponatremia yang sangat cepat berubungan dengan lesi demyelinisasi di dalam pons (myelinolisis sentral pontin), menghasilkan sekuele neurologist permanent yang serius.

Hal yang sangat berbahaya akibat peningkatan volume ekstraselular adalah kegagalan pertukaran gas yang disebabkan edema pulmoner interstisial, edema alveolar, atau pengumpulan sejumlah besar cairan pleural dan cairan ascitik.

Penggantian potassium klorida secara intravena harus dilakuan pada pasien dengan atau berada pada resiko untuk terjadinya manifestasi jantung yang serius atau kelemahan otot.

Hiperkalemia yang melebihi 6 meq/L harus diterapi, dikarenakan dapat menimbulkan potensi kematian.

Page 2: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Hiperkalsemia yang simptomatik membutuhkan terapi yang cepat. Terapi awal yang paling efektif adalah dengan melakukan rehidrasi setelah diuresis cepat (output urin 200-300 ml/jam) dengan memberikan infuse salin intravena dan pemberian loop diuretic untuk mengakselerasi ekskresi kalsium.

Hipokalsemia yang simptomatik adalah keadaan darurat medis dan harus diterapi secepatnya dengan memberikan kalsium klorida (3-5 ml larutan10%) atau kalsium glukonas (10-20 ml larutan 10%).

Beberapa pasien dengan hipophosfatemi berat kadang memerlukan ventilasi mekanik post operatif.

Hipermagnesemia yang menonjol dapat menimbulkan respiratory arrest.

Hipomagnesemia terisolasi harus dikoreksi sebelum dilakuk prosedur elektif dikarenakan berpotensi menyebabkan aritmia jantung.

Gangguan cairan dan elektrolit adalah hal yang sangat sering terjadi dalam masa perioperatif. Sejumlah besar cairan intravena sering dibutuhkan untuk mengkoreksi kekurangan cairan dan mengkompensasi hilangnya darah selama operasi. Oleh karena itu ahli cnestesi harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang fisiologi normal cairan dan elektrolit. Gangguan yang besar terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit dapat secara cepat menimbulkan perubahan terhadap fungsi kardiovaskular, neurologist, dan neuromuscular. Bab ini akan membicarakan kompartemen-kompertemen cairan tubuh, gangguan cairan dan elektrolit dan terapinya, dan implikasi-implikasi anestesinya. Gangguan asam basa akan dibicarakan dalam sub bab.

NOMENKLATUR DALAM LARUTAN

Sistim satuan internasional (SI) masih belum dapat diterima secara umum dalam praktek klinik, dan banyak satuan lama tentang konsentrasi yang masih dipakai. Sebagai contoh, jumlah zat terlarut dalam larutan dinyatakan dengan gram, moles, atau ekuivalen. Selanjutnya konsentrasi dari larutan dinyatakan sebagai kuantitas dari zat terlarut per volume larutan atau kuantitas zat terlarut per berat pelarut.

Page 3: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

MOLARITAS, MOLALITAS, DAN EKUIVALEN

Satu mol dari suatu substansi mewakili 6,02 X 10²³ molekul. Berat dari jumlah ini biasanya dinyatakan sebagai gram-berat molekul. Molaritas adalah standar unit SI dari konsentrasi yang menggambarkan jumlah mol dari zat terlarut perliter larutan. Molalitas adalah istilah alternative untuk menyatakan mol dari zat terlarut per kilogram pelarut. Ekuivalensi biasanya digunakan pada zat yang mengandung ion. Jumlah ekuivalen dari sebuah ion dalam larutan adalah jumlah mol dikalikan dengan muatannya (valensi). Kemudian, 1 molar larutan MgCl2 menghasilkan 2 ekuivalen magnesium per liter dan 2 ekuivalen chloride per liter.

OSMOLARITAS, OSMOLALITAS, & TONISITAS

Osmosis adalah pergerakan air melewati membrane semi permeable yang merupakan hasil dari perbedaan konsentrasi antara dua sisi dari zat terlarut yang non difusif. Tekanan osmotic adalah tekanan pada suatu sisi dari sejumlah zat terlarut untuk mencegah pergerakan air mengikuti perbedaan konsentrasi. Karena energi kinetic rata-rata dari partikel dalam larutan adalah sama tanpa memperhatikan massanya, maka tekanan osmotic biasanyanya tergantung hanya dari jumlah partikel zat terlarut yang non diffusif. Satu osmol sama dengan satu mol pad zat yang tidak dapat dipisahkan.Pada zat yang merupakan suatu ion, setiap mol menghasilkan n osmol, dimana n adalah jumlah jenis ion yang dihasilkan. Denan demikian 1 mol dari suatu zat yang sangat bersifat ion seperti NaCl yang dipisahkan dalam larutan akan menhasilkan 2 osmol; kenyataannya interaksi ion antara kation dan anion akan menurunkan aktivitas efektifnya masing-masing, seperti pada NaCl yang efektifitasnya hanya 75% dari bentuk ionnya.Perbedaan 1 mili osmol per liter antaradua larutan menghasilkan tekanan osmotic sebesar 19,3 mmHg.Osmolaritas dari larutan adalh sama dengan jumlah osmol per liter larutan, dimana osmolalitas sama dengan jumlah osmol per kilogram pelarut. Tonisitas adalah istilah yang sering dipertukarkan dengan osmolaritas dan osmolalitas. Sebenarnya, tonisitas menggambarkan efek dari larutan terhadap volume sel. Larutan isotonic tidak mempunyai efek terhadap volume sel, sedangkan larutan hipotnik dan hipertonik akan meningkatkan dan menurunkan volume sel.

KOMPARTEMEN CAIRAN

Page 4: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Jumlah air pada seorang laki-laki dewasa kira-kira 60% dari berat

badan, sedangkan pada wanita sebesar 50% dari berat badan.Air ini didistribusikan antara dua kompartemen besar cairan yang dipisahkan oleh membrane sel menjadi: cairan intra sel (CIS) dan cairan ekstra sel (CES). Cairan ekstra sel terbagi kedalam kompartemen cairan intravascular dan cairan interstisial.CAiran yang termasuk dalam cairan interstisial adalah caran yang berda di luar sel dan di luar endotel vascular. Kontribusi relative dari masing-masing kompartemen terhadap jumlah total cairan dalam tubuh dan terhadap berat badan dapat kita lihat pada table 28-1.

Jumlah cairan dalam setiap kompartemen ditentukan oleh komposisi zat yang terlarut dan konsentrasinya (Tabel 28-2). Perbedaan dari konsentrasi zat terlarut sangat berhubungan dengan karakteristik fisik dari sekat pemisah yang memisahkan masing-masing kompartemen. Gaya osmotic dihasilkan dengan `diperangkapnya` zat-zat terlarut yang membentuk distribusi air antar kompartemen dan yang paling pokok pada masing-masing volume kompartemen.

Table 28–1. Body Fluid Compartments (Based on Average 70-kg Male).

Compartment Fluid as Percent Body Weight (%)

Total Body Water (%)

Fluid Volume (L)

Intracellular 40 67 28

Extracellular      

  Interstitial 15 25 10.5

  Intravascular 5 8 3.5

Total 60 100 42

CAIRAN INTRASELULER

Membran sel bagian luar memegang peranan penting dalam mengatur volume dan komposisi intraseluler. Pompa membrane-bound ATP-dependent akan mempertukarkan Na dengan K dengan perbandingan 3:2. Oleh karena membrane sel relative tidak permeable tehadap ion sodium dan

Page 5: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

ion potassium, oleh karenanya potassium akan dikonsentrasikan di dalam sel sedangkan ion sodium akan dikonsentrasiksn di ekstra sel. Akibatnya, potassium menjadi factor dominant yang menentukan tekanan osmotic intraseluler, sedangkan sodium merupakan factor terpenting yang menentukan tekanan osmotic ekstraseluler.

Impermeabilitas membrane sel terhadap protei menyebabkan konsentrasi protein intraseluler yang tinggi. Oleh karena protein merupakan zat terlarut yang nondifusif (anion),rasio pertukaran yang tidak sama dari 3 Na dengan 2 K oleh pompa membrane sel adalah hal yang penting untuk pencegahan hiperosmolaritas intraseluler relative.Gangguan pada aktivitas pompa Na-K-ATPase seperti yang terjadi pada keadaan iskemi akan menyebabkan pembengkakan sel.

CAIRAN EKSTRASELULER

Fungsi dasar dari cairan ekstraseluler adalah menyediakan nutrisi bagi sel dan memindahkan hasil metabolismenya. Keseimbangan antara volume ektrasel yang normal-terutama komponen sirkulasi (volume intravascular) adalah hal yang sangat penting. OLeh sebab itu secara kuantitatif sodium merupakan kation ekstraseluler terpenting dan merupakan factor utama dalam menentukan tekanan osmotic dan volume. Perubahan dalan volume cairan ekstraseluler berhubungan dengan perubahan jumlah total sodium dalam tubuh. Hal ini tergantung dari sodium intake, ekskeri sodium renal, hilangnya sodium ekstra renal (lihat bawah).

Table 28–2. The Composition of Fluid Compartments.

      Extracellular

  Gram-Molecular Weight

Intracellular (mEq/L)

Intravascular (mEq/L)

Interstitial (mEq/L)

Sodium 23.0 10 145 142

Potassium 39.1 140 4 4

Calcium 40.1 < 1 3 3

Page 6: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

      Extracellular

  Gram-Molecular Weight

Intracellular (mEq/L)

Intravascular (mEq/L)

Interstitial (mEq/L)

Magnesium 24.3 50 2 2

Chloride 35.5 4 105 110

Bicarbonate 61.0 10 24 28

Phosphorus 31.01

 75 2 2

Protein (g/dL)

  16 7 2

Cairan Interstisial

Normalnya sebagian kecil cairan interstisial dalam bentuk cairan bebas. Sebagian besar air interstisial secara kimia berhubungan dengan proteoglikan ekstraseluler membentuk gel.Pada umumnya tekanan cairan interstisial adalah negative ( kira-kira -5 mmHg). Bila terjadi peningkatan volume cairan iterstisial maka tekanan interstisial juga akan meningkat dan kadang-kadang menjadi positif. Pada saat hal ini terjadi, cairan bebas dalam gel akan meningkat secara cepat dan secara klinis akan menimbulkan edema.

Hanya sebagian kecil dari plasma protein yang dapat melewati celah kapiler, oleh karena itu kadar protein dalam cairan interstisial relative rendah (2 g/Dl). Protein yang memasuki ruang interstisial akan dikembalikan kedalam sistim vascular melalui sistim limfatik.

Caiarn Intravaskular

Cairan intravascular berbentuk sebagai plasma yang dipertahankan dalam ruangan intravascular oleh endotel vascular. Sebagian besar elektrolit dapat dengan bebas memalui plasma dan interstisium yang menyebabkan komposisi elektrolit keduanya yang tidak jauh berbeda. Bagaimanapun juga,ikatan antar sel endotel yang kuat akn mencegah keluarnya protein dari ruang intravascular. Akibatnya plasma protein (terutama albumin)

Page 7: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

merupakan satu-satunya zat terlarut secara osmotic aktif dalampertukaran cairan antara plasma dan cairan interstisial.

Peningkatan volume ekstraseluler normalnya juga merefleksikan volume intravascular dan interstisial. Bila tekana interstisial berubah menjadi positif maka akan diikuti dengan peningkatan cairan ekstasel yang akan menghasilkan ekspansi hanya pada kompartemen cairan iaterstisial. (gambar 28-1). Pada keadaa ini kompartemen interstisial akan berperan sebagai reservoir dai kompartemen intravascular. Hal ini dapat dilihat secara klinis sebagai edema jaringan.

PERUKARAN CAIRAN ANTAR KOMPARTEMEN

Difusi adalah gerakan acak dari molekul yang disebakan energi kinetic yang dimilikinya dan bertanggung jawab terhadap sebagian besar pertukaran cairan dan zat terlarutnya antara kompartemen satu dengan yang lain. Kecepatan difusi suatu zat melewati sebuah membrane tergantung pada (1) permeabilitas zat terhadap membrane, (2).perbedaan konsentrasi antar dua sisi, (3).perbedaan tekanan antara masing-masing sisi karena tekanan akan memberikan energi kinetic yang lebih besar, dan (4). Potensial listrik yang menyeberangi membrane akan memberi muatan pada zat tersebut.

Figure 28–1.

The relationship between blood volume and extracellular fluid volume.

(Modified and reproduced, with permission, from Guyton AC: Textbook of Medical Physiology, 7th ed. W.B. Saunders, 1986

Difusi Melalui Membran Sel

Page 8: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Difusi antara cairan interstisial dan cairan intraselular dapat terjadi melalui beberapa mekanisme: (1)secara langsung melewati lapisan lemak bilayer pada membrane sel, (2)melewati protein chanel dalam membrane, (3)melalui ikatan dengan protein carier yang reversible yang dapat melewati membrane (difusi yang difasilitasi). Molekul-molekul yang larut dalm oksigen, CO2, air, dan lemak akan menembus membrane sel secara langsung. Kation-kation seperti Na+, K+,dan Ca2+ sangat sedikit sekali yang dapat menembus membrane oleh karena tegangan potensial transmembran sel ( dengan bagian

Figure 28–2.

Page 9: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Capillary fluid exchange. The numbers in this figure are in mm Hg and indicate the pressure gradient for the respective pressures. "Net" refers to the net pressure at either end of the capillary, ie, 13 mm Hg at the arterial and 7 mm Hg at the venous end of the capillary.

Page 10: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

luar yang positif) yang diciptakan oleh pompA Na+-K+. Dengan demikian kation-kation ini dapat berdifusi hanya melalui chanel protein yang spesifik.Keluarnya ion melalui chanel ini tergantung pada tegangan membrane dan ikatannnya dengan pengikat (seperti asetil kolin) terhadap reseptor membrane. Glukasa dan asam amino berdifusi dengan bantuan ikatan membrane-protein karier.

Pertukaran cairan antara ruangan interstisial dan intraselular dibangun oleh daya osmotic yang diciptakan oleh perbedaan konsentrasi zat terlarut nondifusif. Perubahan relative pada osmolalitas antara kompartemen intraselular dan interstisial menghasilkan perpindahan air dari kompartemen yang hipoosmolar menuju kompartemen yang hiperosmolar.

Diffusi Melalui Endotel Kapiler

Dinding kapiler mempunyai ketebalan 0,5μm, terdiri dari satu lapis sel endotel dengan dasar membrane.Celah interseluler mempunyai jarak 6-7 nm, memisahkan masing-masing sel dari sel didekatnya. Zat-zat yang larut dalam oksigen, CO2, air dan lemak dapat menembus secara langsung endotel sel membrane. Hanya substansi dengan berat molekul rendah yang larut dalam air seperti sodium, Chlorida, Potasium, dan glukosa yang dapat melewati celah intersel. Substansi dengan molekul yang besar seperti plasma protein sangat sulit untuk menembus celah endotel (kecuali pada hati dan paru-paru dimana terdapat celah yang lebih besar).

Pertukaran cairan melewati kapiler berbeda dengan melewati membrane sel dimana hal ini dihasilkan oleh perbedaan yang signifikan pada tekanan hidrostatik sebai tambahan dari daya osmotic (gambar 28-2). Gaya ini bekerja pada arterial dan vena diujung kapiler. Akibatnya terdapat tendensi bagi cairan untuk bergerak keluar kapiler pada end arteri dan masuk kedalam kapiler pada end vena. Besarnya daya ini berbeda untuk jenis jaringan yang beragam.Tekanan arteri kapiler ditentukan oleh tonus sfingter prekapiler. Dengan demikian kapiler membutuhkan tekanan yang tinggi seperti pada glomeruli yang mempunyai tonus sfingter prekapiler yang lemah sedangkan tekanan kapiler otot yang rendah mempunyai tonus sfingter prekapiler yang tinggi. Normalnya10% dari cairan yang difiltrasi akan direabsorbsi kembali kedalam kapiler. Cairan yang tidak direabsorbsi (kira-kira 2ml/mnt) akan memasuki cairan interstisial dan dikembalikan melalui aliran limfatik menuju kompartemen intravascular kembali.

KELAINAN KESEIMBANGAN CAIRAN

Page 11: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Saat lahir tubuh manusia mengandung kira-kira 75% air dari total beratnya. Saat berumur 1 tahun akan turun menjadi 65%, dan pada saat dewasa akan menjadi 60% pada laki-laki dan 50% pada perempuan. Kandungan lemak yang lebih tinggi pada wanita akan menurunkan kandungan airnya. Dengan alas an yang sama, obesitas dan usia yang lanjut akan menurunkan kandungan airnya.

KESEIMBANGAN AIR YANG NORMAL

Intake cairan yang normal dari seorang dewasa rata-rata sebanyak 2500ml, diman kira-kira 300 ml merupakan hasil dari metabolisme substrat untuk menghasilkan energi.. Kehilangan air harian rata-rata mencapai 2500 ml dan secara kasar diperkirakan 1500 hilang melalui urin, 400 ml melalui pengauapn di saluran napas, 400 ml melalui pengaupan di kulit, 100 ml melalui keringat, dan 100 ml melalui feses. Kehilangan cairan melaui proses penguapan sangatlah penting dalam proses termoregulasi oleh karena normalnya dapat dihitung sebesar 20-25% dari hilangnya panas (bab 6)

Baik osmolalitas CES dan CIS keduanya diregulasi hampir sama dalam pengaturan keseimbangan cairan yang normal dalam jaringan. Perubahan dalam komposisi cairan dan volume sel akan menyebabkan timbulnya kerusakan fungsi yang serius terutama pada otak (lihat bawah).

HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI SODIUM PLASMA, OSMOLALITAS EKSTRASEL, DAN OSMOLALITAS INTRASEL

Osmolalitas CES adalah sama dengan jumlah konsentrasi dari semua zat terlarut. Oleh karena Na+ dan ionnya merupakan hamper 90% dari jumlah zat terlarut maka osmolaritasnya dapat diperkirakan melalui perrkiraan berikut:

Plasma Osmolalitas = 2 X Konsentrasi Sodium Plasma

Selanjutnya, oleh karena CIS dan CES berada dalam keadaan keseimbangan osmotic, maka konsentrasi sodium plasma secara umum merefleksikan osmolalitas seluruhn tubuh:

Page 12: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Osmolalitas seluruh tubah =Zat terlarut Ekstraseluler + Zat terlarut Intra sel Berat Badan Total

Dikarenakan sodium dan potassium adalah zat terlarut intasel dan ekstrasel yang terbesar, maka berturut-turut:

Total osmolalitas tubuh =(Na + ekstrasel X 2) + (K + intrasel X 2) Berat Badan Total

Pendekatan berikutnya:

[Na+] plasma = Na + ekstrasel + K + intrasel Berat Badan Total

Berdsarkan prinsip-prinsip ini maka efekisotonik, hipotonik, dan hipertonik pada cairan di kompartemen dan osmolalitas plasma dapat diperhitungkan (table 28-3). Potensi yang terpenting dari konsentrasi potassium intrasel dapat tergambarkan dari persamaan ini. Oleh karenanya kehilangan potassium yang signifikan akan menyebakan hiponatremia.

Pada keadaan patologis, glukosa dan urea mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap osmolalitas ekstrasel. Perkiraan yang lebih akurat dari osmolalitas plasma dapat kita peroleh dari persamaan berikut:

Plasma osmolalitas (mosm/kg) =[Na+] x 2 + BUN + Glukosa 2,8 18

Dimana [Na+] dinyatakan dLm meq/L danBUN dan Glukosa dinyatakan dalam mg/dl. Urea merupakan osmol yang tidak efektif dikarenakan sangat mudah menembus membrane sel dan oleh karenanya biasanya diabaikan dari perhitungan ini:

Osmolalitas plasma efektif =[Na+] x 2 + Glukosa 18

Nilai normal dari osmolalitas bervariasi antara 280 sampai 290 mosm/kg. Diperkirakan konsentrasi sodium plasma menurun sebanyak 1 meq/L untuk tiap 62 mg/dL peningkatan konsentrasi glukosa. Ketidaksesuaian antara

Page 13: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

pengukuran dan perhitungan osmolalitas menyebabkan timbulnya osmolal gap. Osmolal gap yang signifikan menunjukkan tingginya konsentrasi yan abnormal darimolekul aktif secara osmotic yang berada dalam plasma, seperti ethanol, manitol, methanol, ethylene glikol, atau isopropyl alcohol. Gap osmolal juga dapat terlihat pada pasien dengan gagal ginjal kronik (didukung retensi dari sebagian kecil solute), pasien dengan ketoasidosis (sebagai hasil dari tingginya konsentrasi keton Bodies), dan pada pasien yang banyak menerima glisin (misalnya saat reseksi prostate transurethtral). Osmolal gap dapat juga terlihat pada pasien dengan hiperlipidemia atau hiperproteinemia. Protein dan lipid dalam plasma secara signifikan mempunyai kontribusi terhadap volume plasma ; meskipun [Na+] plasma menurun. [Na+] dalam cairan plasma (osmolalitas plasma yang sebenarnya) adalah normal. Kandungan air dalam plasma normalnya hanya 93% dari volumenya;7% terdiri dari plasma lipid dan protein.

Table 28–3. Effect of Different Fluid Loads on Extracellular and Intracellular Water Contents.1

A. Normal 

Total body solute = 280 mOsm/kg x 42 kg = 11,760 mOsm

Intracellular solute = 280 mOsm/kg x 25 kg = 7000 mOsm

Extracellular solute = 280 mOsm/kg x 17 kg = 4760 mOsm

Extracellular sodium concentration = 280 ÷ 2 = 140 mEq/L

  Intracellular  Extracellular 

Osmolality 280 280

Volume (L) 25 17

Net water gain 0 0

Page 14: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

B. Isotonic load: 2 L of Isotonic saline (NaCl) 

Total body solute = 280 mOsm/kg x 44 kg = 12,320 mOsm

Intracellular solute = 280 mOsm/kg x 25 kg = 7000 mOsm

Extracellular solute = 280 mOsm/kg x 19 kg = 5320 mOsm

  Intracellular  Extracellular 

Osmolality 280 280

Volume (L) 25 19

Net water gain 0 2

Net effect: Fluid remains in extracellular compartment.

C. Free water (hypotonic) load: 2 L water 

New body water = 42 + 2 = 44 kg

New body osmolality = 11,760 mOsm ÷ 44 kg = 267 mOsm/kg

New intracellular volume = 7000 mOsm ÷ 267 mOsm/kg = 26.2 kg

New extracellular sodium concentration

= 267 ÷ 2 = 133 mEq/L

  Intracellular  Extracellular 

Osmolality 267.0 267.0

Volume (L) 26.2 17.8

Net water gain +1.2 +0.8

Net effect: Fluid distributes between both compartments.

D. Hypertonic load: 600 mEq NaCl (no water) 

Total body solute = 11,760 + 600 = 12,360 mOsm/kg

Page 15: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

New body osmolality = 12,360 mOsm/kg ÷ 42 kg = 294 mOsm

New extracellular solute = 600 + 4760 = 5360 mOsm

New extracellular volume = 5360 mOsm ÷ 294 mOsm/kg = 18.2 kg

New intracellular volume = 42 – 18.2 = 23.8 kg

New extracellular sodium concentration

= 294 ÷ 2 = 147 mEq/L

  Intracellular  Extracellular 

Osmolality 294.0 294.0

Volume (L) 23.8 18.2

Net water gain –1.2 +1.2

Net effect: An intracellular to extracellular movement of water.

1Based on a 70-kg adult male.

PENGONTROLAN OSMOLALITAS PLASMA

Osmolalitas plasma diregulasi oleh osmoreseptor di hipotalamus. Kontrol neuron yang spesifikini terjadi melalui sekresi anti diuretic hormone (ADH) dan mekanisme haus. Osmolalitas plasma akan dijaga pada keadaan yang relative normal melalui pemasukan dan pengeluaran cairan.

Sekresi Hormon AntidiuretikNeuron-neuron khusus di daerah supra optic dan nuclei

paraventrikular hipotalamus sangat sensitive terhadap perubahan osmolalitas plasma. Bila osmolalitas CES meningkat maka sel akan menyusut dan akan dilepaskan ADH (arginin vasopressin, AVP) dari pituitary posterior. Antidiuretik hormone akan meningkatkaan reabsorbsi air di tubulus kolektivus renal (bab.31), dimana akan menormalkan lagi osmolalitas

Page 16: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

plasma. Sebaliknya, penurunan osmolalitas ekstraselular akan menyebabkan osmoreseptor membengkak dan menekan pelepasan ADH. Penurunan sekresi ADH akan menyebabkan terjadinya diuresis terhadap air, yang akan meningkatkan osmolalitas sampai normal. Puncak diuresis timbul setelah ADH yang berada disirkulasi dimetabolisme (90-120 menit). Dengan penekanan penuh terhadap sekresi ADH maka ginjal akan mengekskresikan sampai 10-20 L perhari (lihat bawah).

Jumlah ekskresi atau absorbsi air dalam urin dapat diperkirakan dengan formula absorbsi elektrolit-air:

TeCH20 = V UNa + UK - 1 PNa+

Dimana TeCH20 mewakili keseimbangan cairan bebas, V adalah volume urin, UNa+ dan UK+ adalah konsentrasin sodium urin dan potassium urin, selanutnya PNa= adalah konsentrasi sodium plasma.

PELEPASAN ADH NON OSMOTIKBaroreseptor carotid dan kemungkinan peregangan reseptor atrial

dapat juga menstimulasi pelepasan ADH bila terjadi penurunan 5-10% volume darah (lihat bawah). Stimulasi non osmotic lainnya adalah termasuk nyeri, tekanan emosional, dan hipoksia.

RASA HAUSOsmoreseptor di area preoptik lateral dari hipotalamus sanagt

sensitive terhadap perubahan osmolalitas ekstrasel. Aktivasi neuron-neuron ini melalui peningkatan osmolalitas CES menyebabkan timbulnya rasa haus dan menyebabkan seseorang minum air. Sebaliknya, keadaan hipoosmolal akan menekan rasa haus.

Rasa haus merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengatasi hiperosmolalitas dan hipernatremia, karena hal ini merupakan satu-satunya mekanisme untuk meningkatkan intake cairan. Sayangnya, mekanisme rasa haus ini hanya tedapat pada orang sadar yang memungkinkannya untuk dapat minum.

HIPEROSMOLALITAS & HIPERNATREMIA Osmolalitas akan timbul pada saat jumlah solute total dalam tubuh

meningkat relative terhadap berat badan total dan biasanya tetapi tidak selalu

Page 17: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

berhubungan dengan hipernatremia ([Na+] > 145 meq/L). Hiperosmolalitas tanpa adnya hipernatremiadapat terlihat pada keadaan hiperglikemia atau bila terjadi akumulasi secara osmotic abnormal dari substansi aktif dalam plasma (lihat atas). Konsentrasi sodium plasma dapat secara actual menurun pada saat air keluar dari kompartemen intrasel menuju kompartemen ekstrasel. Untuk setiap peningkatan 100 mg/dL konsentrasi glukosa plasma akan menurunkan sodium plasma kira-kira sebesar 1.6 meq/L.

Hipernatremia hampir selalu dikarenakan akibat dari hilangnya air sehingg sodium jumlahnya akan berlebihan (kehilangan cairan hipotonik) atau akibat retensi sejumlah besar sodium. Meskipun pada saat gangguan pada kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin, maka rasa haus merupakan mekanisme yang sangat efektif untuk mencegah hipernatremia. Hipernatremia sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan untuk minum, orang tua, orang yang sangat muda, dan pada pasien dengan gangguan kesadaran. Pasien dengan hipernatremia dapat memilki jumlah total sodium dalam tubuh yang rendah, normal atau bahkan tinggi (table 28-4).

Table 28–4. Major Causes of Hypernatremia.

Impaired thirst 

  Coma

  Essential hypernatremia

Solute diuresis 

  Osmotic diuresis: diabetic ketoacidosis, nonketotic hyperosmolar coma, mannitol administration

Excessive water losses 

  Renal

    Neurogenic diabetes insipidus

    Nephrogenic diabetes insipidus

  Extrarenal

    Sweating

Page 18: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Combined disorders 

  Coma plus hypertonic nasogastric feeding

Hipernatremia & Kadar Sodium Tubuh Yang RendahPada pasien-pasien ini terjadi kehilangan air dan sodium, tetapi

kehilangan air jumlahnya lebih besar di bandingkan sodium. Kehilangan hipotonik dapat bersifat renal (diuresis osmotic) atau ekstrarenal (diare atau keringat). Pada kasus-kasus tersebut biasanya pasien akan terlihat adanya tanda-tanda hipovolemia (bab. 29). Konsentrasi sodium urin biasanya lebih besar dari 20 meq/L pada kehilangan yang bersifat renal, dan kurang dari 10 meq/L pada kehilangan ekstra renal.

Hipernatremia & Kadar Sodium Tubuh Yang Normal

Pada kelompok ini pasien akan mengalami kehilangan cairan tanpa menunjukkan manifestasi tanda-tanda hipovolemia kecuali terjadi kehilangan cairan yang massive. Kadar sodium total tubuh biasanya normal. Hilangnya cairan terjadi melalui kulit, saluran pernapasan, atau ginjal. Kadang-kadang kita harus mengamati terjadinya hipernatremia akibat pergerakan air padasaat olah raga kejang, atau rhabdomyolisis. Penyebab terpenting dari hipernatremia dengan kadar sodium yang normal adalah diabetes insipidus (pada orang yang sadar). Diabetes insipidus ditandai denhan kegagalan funsi ginjal untuk mengkonsentrasikan urin yang berhubungan dengan menurunnya konsentrasi hormone ADH (diabetes insipidus sentral) atau kegagalan tubulus renal untuk merespon secara normal hormone ADH di sirkulasi (diabetes insipidus nephrogenik). Suatu yang jarang terjadi adalah `essensial hipernatremia` yang terjadi pada gangguan system saraf pusat. Pada pasien ini osmoreseptor berfungsi pada batas osmolalitas yang lebih tinggi.A. Diabetes Insipidus Sentral: kerusakan terdapat pada area atau disekitar area hipotalamus atau pituitary yang sering menimbulkan diabetes insipidus. Kemungkinan terjadinya diabetes insipidus sering terjadi pada prosedur neurosurgical dan trauma kepala (bab. 26). Dugaan diagnosis ini apabila ditemukan riwayat polidipsi, poliuri (biasanya>6 L/hari), dan tidak adanya hiperglikemia atau minum yang berlebihan. Pada masa perioperatif, diagnosis diabetes insipidus diduga apbila terdapat poliuria tanpa glikosuria dan osmolalitas urin yang rendah dibandingkan osmolalitas plasma. Tidak adanya rasa haus pada penderita yang sadar yang menandakan kehilangan

Page 19: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

caiaran dan akan secdara cepat menimbulkan hipovolemia. Diagnosis diabetes insipidus sentral dikonfirmasi dengan peningkatan osmolalitas urin setelah pemberian ADH eksogen. Cairan vasopressin (5 unit SC q 4 jam) merupakan terapi pilihan untuk diabetes insipidus sentral akut. Vasopresin dalam larutan minyak (0,3 ml IM q hari)bekerja lebih panjang tetapi dapat menyebabkan intoksikasi air. Desmopresin (dDAVP) yang merupakan analog sintetik dari ADH mempunyai durasi kerja 12-24 jam, tersedia dalam pemberian intra nasal (5-10μg 1 kali atau 2 kali sehari) yang dapat diberikan pada rawat jalan atau pada saat perioperatif.

B.Diabetes Insipidus Nephrogenik :dapat terjadi akibat kelainan kongengital tetapi lebih sering akibat skunder dari kelainan lainnya. Termasuk akibat penyakit ginjal kronik, gangguan elektrolit (hipokalemia dan hiperkalsemia), dan kelainan lainnya ( penyakit sickle cell, hiperproteinemia. Diabetes insipidus nephrogenik dapat juga terjadi secara skunder akibat efek samping dari obat ( amphoterisin B, lithium, methoxyfluran, demeclocyclin, ifosfamid, manitol). Sekresi ADH pada pasien di atas adalah normal, tetapi ginjal mengalami kegagalan untuk merespon ADH. Kemampuan untuk mengkonsentrasi urin mengalami kegagalan. Mekanismenya dapat terjadi karena penurunan respon terhadap ADH di sirkulasi atau interferensi dengan mekanisme counter-current dari ginjal (bab.31). Diagnosis dikonfirmasi dengan kegagalan ginjal untuk memproduksi urin yang hipertonik setelah pemberian ADH eksogen. Terapinya adalah dengan langsung mengobati penyakit yang mendasarinya dan memastikan intake cairan yang adekuat. Hilangya cairan akibat pemberian diuretic thiazide dapat secara paradok menurunkan urine output melalui pengurangan cairan menuju collecting tubules. Retriksi sodium dan protein dapat pula mengurangi urin output.

Hipernatremia & Kadar sodium Tubuh Yang MeningkatKeadaan ini paling sering ditimbulkan akibat pemberian larutan salin

hipertonik yang berlebihan (3% NaCl atau 7,5% NaHCO3). Pasien dengan hiperaldosteronism primer dan cushing syndrome juga mengalami sedikit peningkatan pada konsentrasi sodium serum dengan tanda-tanda retensi sodium.

Manifestasi Klinis HipernatremiaManifestasi neurologist merupakan manifestasi predominan pada

pasien dengan hipernatremia dan pada umumnya disebabkan oleh dehidrasi seluler. Kegelisahan, lethargi, dan hiperreflek dapat berlanjut menjadi kejang, koma, bahkan kematian. Tanda-tanda yang timbul berhubungan

Page 20: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

dengan kecepatan pergerakan air keluar dari sel otak dengan terjadinya hipernatremia pada level yang absolute. Penurunan cepat dari volume otak dapat menyebabkan rupturnya vena serebral dan mengakibatkan fokal intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Kejang dan kerusakan neurologist yang serius srenig terjadi, terutama pada anak dengan hipernatremia akut dengan [Na] plasma lebih dari 158 meq/L. Hipernatremia kronik dapat lebih ditoleransi daripada bentuk yang akut. Setelah 24-48 jam osmolalitas intrseluler mulai meningkat sebagai akibat dari peningkatan inositol intraseluler dan konsentrasi asam amino (glutamine dan taurin). Pada saat konsentrasi solute intraseluler meningkat, kandungan air neuro secara perlahan kembali normal.

Penatalaksanaan HipernatremiaTerapi hipernatermia bertujuan untuk mengembalikan osmolalitas

plasma kepada keadaan normal dengan sekaligus mengkoreksi factor penyebabnya. Defisit cairan harus diterapi dalam waktu lebih dari 48 jam dengan cairan 5% dekstrosa dalam air (lihat bawah). Abnormalitas volume ekstrseluler juga haru dikoreksi (gambar 28-3). Pasien hipernatremia dengan kadar sodium tubuh yang menurun harus diberikan larutan isotonic untuk mengembalikan volume plasma yang normal sebelum diberikan terapi dengan larutan hipotonik. Pasien hipernatremik dengan kadar sodium tubuh yang meningkat harus diterapi dengan loop diuretic dan 5% dekstraso dalam air secara intravena.Teapi diabetes insipidus telah didiskusikan di atas.

Koreksi hipernatremia secara cepat dapat menimbulkan kejang, edema otak, kerusakan neurology permanent, dan bahkan kematian. Osmolalitas seru serial harus diperiksa selama terapi. Secara umum konsentrasi sodium plasma tidak boleh diturunkan lebih cepat dari 0,5 meq/L/jam.

Contoh: Seorang laki-laki dengan berat badan 70 kg didapatkan mempuyai [Na+] plasma 160 meq/L. Berapakah deficit cairannya?

Jika diasumsikan hiponatreminya hanya disebabkan oleh karena kehilangan cairan saja, kemudian menyebabkan total osmol tubuh berubah. Dengan demikian dengan mengasumsikan kadar normal [Na+] yang dimilikinya sebesar 140 meq/L dan total jumlah cairan tubuh sebesar 60% berat badan:

Normal TBW x 140 = TBW saat ini x [Na+], atau 70 x 0,6x 140 = TBW saat ini x 160

Penyelesaian persamaan:

Page 21: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

TBW saat ini = 36,7 LDefisit cairan = Normal TBW- TBW saat ini,

Atau (70 x 0,6) – 36,7 = 5,3L

Untuk menggantikan deficit cairan dalam waktu lebih dari 48 jam diberikan dektrosa 5% dalam air secara intravena sebanyak 5300ml, atau 110ml/jam.

Sebagai catatan bahwa metode ini mengabaikan deficit cairan isotonis yang terjadi dalam waktu yang berjalan, dimana jika hal ini ada harus digantikan dengan larutan isotonic.

Figure 28–3.

Algorithm for treatment of hypernatremia.

Pertimbangan AnestetikPada penelitian pada binatang, Hipernatremia akan meningkatkan

konsentrasi alveolar minimum (MAC) dari anestesi inhalasi, tetapi secara klinis signifikan lebih berhubungan dengan deficit cairan. Hipovolemia akan menonjolkan terjadinya vasodilatasi atau depresi kardiak oleh obat-obat anestesi dan menjadi predisposisi dari hipotensi dan hipoperfusi jaringan. Penurunan volume distribusidari obat-obatan mengharuskan dilakukan pengurangan dosis obat terutam obat-obatan intravena, sedangkan

Page 22: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

penurunan cardiac output akan meningkatkatkan uptake dari obat-obatan anestesi inhalasi.

Opersi elektif pada pasien dengan hipernatremia yang signifikan ( .150 meq/L) harus ditunda sampai penyebabnya ditemukan dan deficit cairan yang ada dikoreksi. Baik deficit air maupun cairan isotonic keduanya harus dikoreksi terlebih dulu sebelum operasi.

HIPO-OSMOLALITAS & HIPONATREMIA

Hipo-osmolalitas hamper selau berhubungan dengan hiponatremia ( [Na] < 135 meq/L). Pada table 28-5 dapat kita lihat daftar keadaan yang jarang terjadi dimana hiponatremia tidak selalu merefleksikan hipo-osmolalitas (pseudohiponatremia). Pengukuran rutin terhadap osmolalitas pada pasien dengan hiponatremia harus dilakukan secara cepat, tetapi tidak termasuk pada pseudohiponatremia.

Hiponatremia merefleksikan keadaan yang bervariasi pada retensi air, dari peningkatan Total cairan tubuh( TBW) atau atau hilangnya sodium pada jumlah air yang berlebihan. Kapasitas normal dari ginjal untuk untuk memproduksi urin dengan osmolalita sekitar 40 mosm/kg (berat jenis 1.001) menyebabkan tejadinnya pengeluaran air lebih dari 10 L perhari jika diperlukan. Oleh karena besarnya cadangan yang hebat sekali, hiponatremia biasanya hamper selalu merupakan akibat dari kelainan pada kapasitas dilusi urin (osmolalitas urin > 100 mosm/kg atau berat jenis >1.003). Kejadian hiponatremia tanpa abnormalitas kapasitas dilusi ginjal (osmolalitas urin < 100 mosm/kg) biasanya dihubungkan dengan polidipsia primer atau `reset` osmoreseptor;dua kondisi terakhir dapat dibedakan dari retriksi cairannya.

Secara klinis, klasifikasi hiponatremia yanf terbaik adalah dengan berdasarkan kadar total sodium tubuh (table 28-6). Hubungan hiponatemia dengan reseksi transurethtral akan dibicarakan pada bab 33.

Table 28–5. Causes of Pseudohyponatremia.1

Hyponatremia with a normal plasma osmolality 

  Asymptomatic

    Marked hyperlipidemia

    Marked hyperproteinemia

Page 23: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

  Symptomatic

    Marked glycine absorption during transurethral surgery

Hyponatremia with an elevated plasma osmolality 

  Hyperglycemia

  Administration of mannitol

1Adapted from Rose RD: Clinical Physiology of Acid-Base and Electrolyte Disorders, 3rd ed. McGraw-Hill, 1989.

Hiponatremia & Kadar total Sodium Tubuh Yang RendahKehilangan sodium dan air secara progresif akan mengakibatkan

berkurangnya volume ekstraseluler. Seperti pada defeisit intravascular yang mencapai 5-10% akan terjadi aktivasi sekresi ADH (lihat di atas). Dengan pengurangan volume yang berlanjut, stimulus pelepasan ADH nonosmotik akibat hiponatremia-menyebabkan penekanan pada ADH. Pemeliharaan volume sirkulasi akan mengorbankan osmolalitas plasma.

Hilangnya cairan pada hiponatremia dapat besifat renal atau ekstra renal. Kehilangan yang bersifat renal biasanya berhubungan dengan pemakaian diuretik thiazid dan menghasilkan urin dengan [Na] lebih dari 20 meq/L. Kehilangan yang bersifat ekstrarenal biasanya tipikal untuk gastrointestinal dan biasanya memproduksi urin dengan [Na] kurang dari 10 meq/L.

Hiponatremia dengan Peningkatan Kadar Total Sodium Tubuh

Gangguan edematosa ditandakan dengan peningkatan sodium tubuh dan cairan tubuh total. Bila terjadi peningkatan jumlah air yang berlebihan maka akan menimbulkan keadaan hiponatremia. Yang termasuk kedalam gangguan edematosa adalah gagal jantung bendungan, sirosis, gagal ginjal, dan sindrom nefrotik. Pada keadaan tersebut hiponatremia diakibatkan oleh kegagalan progresif dari fungsi ginjal untuk mengekskresikan air dan biasanya parallel dengan berat penyakit yang mendasarinya. Mekanisme patofisiologinya termasuk mekanisme nonoosmotik dari pelepasan ADH dan

Page 24: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

penurunan transport cairan menuju segmen distal dari nephron (bab. 31). Volume efektif dari sirkulasi darah akan dikurangi (lihat bawah).

Hiponatremia Dengan Sodium Total Tubuh Normal

Hiponatremia tanpa adanya keadaan edema atau hipovolemia mungkin dapat terjadi pada insufisiensi glukokortikoid, hipotiridism, terapi obat (klorpropamid dan siklofosfamid), sindrom sekresi anti diuretic hormone yang tidak tepat (SIADH). Hiponatremia yang berhubungan dengan hipofungsi adrenal mungkin berhubungan dengan ko-sekresi ADH dengan corticotrophin release factor (CRF). Pada pasien HIV sering menunjukkan adanya hiponatremia yang mungkin terjadi akibat infeksi adrenal oleh sitomegalovirus atau mikobakteri. Diagnosis SIADH ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab yang lain dari hiponatremia dan tidak adanya hipovolemia, edema, dan penyakit-penyakit adrenal, renal, atau penyakit tiroid. Penyakit-penyakit seperti Tumor ganas, penyakit paru, dan kelainan vena sentral biasanya dihubungkan dengan SIADH. Pada kebanyakan kasus tidak terjadi peningkatan kadar ADH plasma tetapi terjadi supresi relative terhadap derajat osmolalitas plasma yang inadekuat; osmolalitas urin biasanya > 100 mosm/kg dan konsentrasi sodium urin > 40 meq/L.

Table 28–5. Causes of Pseudohyponatremia.1

Hyponatremia with a normal plasma osmolality 

  Asymptomatic

    Marked hyperlipidemia

    Marked hyperproteinemia

  Symptomatic

    Marked glycine absorption during transurethral surgery

Hyponatremia with an elevated plasma osmolality 

  Hyperglycemia

  Administration of mannitol

Page 25: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

1Adapted from Rose RD: Clinical Physiology of Acid-Base and Electrolyte Disorders, 3rd ed. McGraw-Hill, 1989.

Manifestasi Klinis Hiponatremia

Tanda tanda utama hiponatremia adalah bersifat neurologist dan diakibatkan oleh peningkatan air pada intrasel. Tingkat keparahannya biasanya dihubungkan dengan kecepatan terjadinya hipoosmolalitas ekstraseluler. Pasien dengan hiponatremia ringan sampai sedang ([Na] > 125 meq/L0 biasanya tidak menunjukkan gejala-gejala. Tanda-tanda awal biasanya tidak spesifik dan dapat berupa anoreksia, nausea, dan kelemahan tubuh. Terjadinya edema serebral yang progresif menyebabkan timbulnya lethargi, confusion, kejang, koma, dan akhirnya menimbulkan kematian. Manifestasi yang serius biasanya dihubungkan dengan konsentrasi sodium plasma yang < 120 meq/L. Wanita dalam masa premenopause mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mengalami gangguan dan kerusakan neurologis dibandingkan dengan pria.

Pasien dengan kronik hiponatremia atau hiponatremia yang terjadi secara perlahan biasanya tidak banyak menunjukkan tanda-tanda. Kompensasi bertahap dari hilangnya solute intraseluler (terutama Na+, K+, dan asam amino) akan terjadi untuk mengembalikan volume sel menjadi normal. Tanda-tanda neurologist pada pasien dengan hiponatremia kronis mungkin dihubungkan dengan perubahan potensial membrane (berhubungan dengan rendahnya [Na+]) yang kemudian akan merubah volume sel.

Terapi Hiponatremia

Seperti halnya hipernatremia begitu pula dengan terapi hiponatremia yang dilakukan dengan mengkoreksi gangguan dasar dan mengkoreksi [Na+]

plasma. Salin isotonic (bab 29) merupakan terpi pilihan pasien hiponatremia dengan penurunan kadar sodium tubuh. Saat deficit cairan ekstraseluler dikoreksi maka diuresis ari yang spontan akan mengembalikan [Na] menjadi normal. Sebaliknya, retriksi cairan merupakan terapi untuk pasien hiponatremi dengan total sodium tubuh yang normal atau meningkat. Terapi yang lebih spesifik dapat pula dilakukan seperti pemberian hormone pada pasien dengan hipofungsi adrenal atau tiroid den tindakan-tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan cardiac output pada pasien gagal jantung. Demeclocyclin yang merupakan antagonis aktivitas ADH pada tubulus renal

Page 26: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

dibuktikan sangat berguna sebagi terapi tambahan untuk retriksi cairan pada terpi pasien dengan SIADH.

Hiponatremia akut simptomatik membutuhkan terapi yang cepat. Koreksi [Na] menjadi >130 meq/L biasanya cukup untuk meringankan gejala-gejala. Sejumlah larutan NaCl diperlukan untuk meningkatkan [Na] plasma lepada nilai yang diinginkan. Defisit [Na] dapat diestimasi dengan rumus berikut:

Defisit Na+ = Cairan Tubuh Total x ([Na+] yang diinginkan – [Na+] saat ini)

Koreksi hiponatremia yang sangat cepat dapat menyebabkan demyelinisasi pada pons yang mengakibatkan sekuele neurologist permanent yang serius. Kecepatan untuk mengkoreksi hiponatremia harus disesuaikan dengan beratnya gejala-gejala. Kecepatan koreksi yang disarankan adalah:0,5 meq/L/jam atau kurang untuk gejala yang ringan; 1 meq/L/jam atau kurang untuk gejala-gejala moderat; dan 1,5 meq/L/jam atau kurang untuk Gejala-gejala yang berat.

Contoh: Seorang wanita dengan berat 80 kg berada dalam keadaan lethargi dengan [Na] plasma 118 meq/L. Berapa NaCl yang harus diberikan untuk meningkatkan [Na] plasmanya menjadi 130 meq/L ?

Defisit Na = Total Cairan Tubuh x (130-118)

Cairan Tubuh Total pada wanita diperkirakan 50% dari berat badan:

Defisit Na+ = 80 x 0,5 x (130-118) =480 meq

Sedangkan saline normal (isotonic) mengandung 154 meq/L, maka pasien tersebut harus menerima 480 meq ÷ 154 meq/L atau sebanyak 3,12 L saline normal. Kecepatan koreksi yang dilakukan adalah 0,5 meq/L/jam, maka jumlah normal saline harus diberikan lebih dari 24 jam (130 ml/jam).

Sebagai catatan bahwa perhitungan tersebut belum termasuk deficit cairan isotonik yang terjadi bersamaan yang juga harus diganti.

Koreksi hiponatremia yang cepat dapat dilakukan dengan memberikan loop diuretic untuk merangsang pengeluaran cairan saat mengganti kehilangan sodium urin dengan salin isotonic. Walaupun koreksi cepat juga dapat dilakukan dengan memberikan Salin hipertonik (3% NaCl) tetapi ini diindikasikan untuk pasien simptomatik dengan [Na} <110 meq/L dan harus

Page 27: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

diberikan secara hait-hati karena dapat mencetuskan terjadinya edema paru terutama pada pasien dengan Sodium tubuh yang meningkat.

Pertimbangan AnestesiHiponatremia merupakan manifestasi yang serius dari gangguan yang

mendasarinya dan memerlukan evaluasi preoperative yang hati-hati. Konsentrasi sodium plasma yang lebih dari 130 meq/L merupakan nilai yang aman bagi pasien yang akan menjalani anestesi umum. Untuk operasi elektif [a] plasma harus dikoreksi menjadi diatas 130 meq/L walaupun tidak terdapat gejala-gejala. Konsentasi yang lebih rendah dari itu dapat menyebabkan edema serebri yang signifikan yang dapt timbul intreoperatif juga penurunan konsentrasi minimum alveolar, atau timbulnya agitasi, confusion, atau somnolen yang timbul pada pasca operasi. Pda pasien yang akan menjalani reseksi prostate transurethtral dapat menyerap jumlah air irigasi yang signifikan (sebesar 20 ml/menit) dan merupakan resiko tinggi untuk terjadinya intoksikasi air akut yang dapat terjadi secara cepat ( bab. 33).

Page 28: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Algorithm for treatment of hyponatremia.

Page 29: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

GANGGUAN KESEIMBANGAN SODIUM

Volume cairan ekstraseluler secara langsung proporsional dengan dengan jumlah total sodium dalam tubuh. Variasi volume CES disebabkan karena perubahan jumlah total sodium tubuh. Keseimbangan sodium yang positif akan meningkatkan volume CES, sedangkan keseimbangan yang negative akan menurunkan volume CES. Penting untuk menegaskan kembali bahwa konsentrasi sodium plasma ekstraseluler lebih indikatif terhadap keseimbangan cairan dibandingkan jumlah total sodium tubuh.

KESEIMBANGAN SODIUM NORMAL

Keseimbangan sodium sama dengan asupan sodium total (rata-rate 170 meq/hari pada dewasa) dikurangi ekskresi sodium oleh renal dan kehilangan sodium ekstra renal. (Satu gram sodium menghasilkan 43 meq ion sodium, sedangkan 1 g sodium klirida menghasilkan 17 meq ion sodium). Kemampuan ginjal untuk mengekskresikan sodium kurang dari 1 meq/L sampai lebih dari 100 meq/L menyebabkan ginjal sebagai pemegang peranan yang penting dalam menentukan keseimbangan sodium.

REGULASI KESEIMBANGAN SODIUM & VOLUME CAIRAN EKSTRASELULER

Adanya hubungan antara volume CES dengan kadar sodium tubuh total menyebabkan regulasinya berhubungan erat dengan yang lainnya. Regulasi ini terjadi melaui sensor (lihat bawah) yang mendeteksi perubahan komponen penting pada CES yaitu volume efektif intravascular. Hal ini lebih berhubungan dengan kecepatan pada perfusi kapiler renal dibandingkan dengan mengukur volume cairan intravascular (plasma). Pada gangguan edematosa (gagal jantung, sirosis, dan gagal ginjal), Volume efektif intravascular dapat independent untuk mengukur volume plasma, volume CES, dan bahkan cardiac output.

Volume CES dan jumlah sodium tubuh total dikontrol terutama melalui ekskresi sodium oleh renal. Pada keadaan dimana tidak adanya kelainan pada ginjal, terapi diuretic, dan iskemi renal selektif, konsentrasi sodium urin merefleksikan volume interavaskular `efektif`. Konsentrasi sodium urin yang rendah (<10 meq/L) secara umum menunjukkan volume cairan intravascular `efektif` yang rendah dan merefleksikan adanya retensi sodium oleh renal.

Page 30: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Mekanisme KontrolBanyak mekanisme yang terlibat dalam mengatur volume CES dan

keseimbangan cairan normal yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya tetapi dapat pula berfungsi independent. Sebagai tambahan dalam perubahan ekskresi sodium renal, beberapa mekanisme juga menghasilkan kompensasi respon hemodinamik yang cepat saat volume intravascular `efektif` berkurang (bab. 19).

A. Sensor Volume: Reseptor volume dalam tubuh adalh baroreseptor. Oleh karena tekanan darah dihasilkan oleh cardiac output dan tahanan vascular sistemik (bab. 19), maka perubahan yang signifikan pada volume intravascular (preload) tidak hanya akan mempengaruhi cardiac output tetpi juga mempengaruhi tekanan darah arterial . Dengan demikian baroreseptor yang berada pada sinis karotikus dan arteriol renal (apparatus juxtaglomerulus) secara tidak langsung berfungsi sebagai sensor dari volume volume intravascular. Perubahan tekanan darah pada sinus karotis akan memodulasi system saraf simpatis dan sekresi ADH nonosmotik, sedangkan perubahan pada arteriol afferent renal akan memodulasi system angiotensin-aldosteron. Reseptor regangan pada atrium juga dapat mengetahui perubahan pada volume intravascular; derajat distensinya akan memodulasi pelepasan horman natriuretik atrial dan ADH.

B. Efektor Perubahan Volume: Perubahan pada volume akan memberikan efek pada perubahn ekskresi sodium melalui urin. Penurunan pada volume intravascular `efektif` akan menurunkan ekskresi sodium dalam urin, sedangkan peningkatan volume intravascular `efektif` akan meningkatkan ekskresi sodium melalui urin. Mekanisme yang terlibat adalah:1. Renin-angiotensin-aldosteron; Sekresi rennin akan menyebabkan peningkatan pembentukan angiotensin II. Kemudian angiotensin II akan meningkatkan sekresi aldosteron dan memberikan efek berupa peningkatan reabsorbsi sodium pada tubulus proksimal renal. Angiotensin II juga merupakan vasokonstriktor direk yang kuat dan mempotensiasi norepinefrin. Sekresi aldosteron menambah reabsorbsi sodium di distal nefron (bab. 13) dan merupakan factor dominant dari ekskresi sodium urin.2. Atrial Natriuretic Peptide (ANP); Peptida ini akan dilepaskan oleh kedua atrium bila atrium mengalami distensi. NAP mempunyai dua aksi utama yaitu vasodilatasi dan meningkatkan ekskresi sodium urin dan air pada saluran pengumpul renal. ANP memediasi dilatasi arteriolar afferent dan kontriksi arteriole efferent serta meningkatkan GFR. Efek lain yang

Page 31: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

dilaporkan berupa inhibisi sekresi rennin dan aldosteron dan antagonis dari ADH.3. Pressure Natriuresis; Peningkatan yang kecil dari tekanan daran sudah dapat menyebabkan peningkatan besar yang relative pada ekskresi sodium urin.Pressure diuresis terjadi secara independent dari mekanisme humoral atau mekanisme neural.4. Aktivitas Sistem Saraf Simpatik; Peningkatan aktivitas simpatik akan meningkatkan absorbsi sodium pada tubulus proksimal renal, dan menimbulkan vasokonstriksi renal, yang akan mereduksi aliran darah renal (bab 31). Sebaliknya, stimulasi reseptor regangan pada atrial kirai akan menurunkan tonus simpatis renal dan akan meningkatkan aliran darah renal (reflek kardiorenal) dan filtrasi glomerular.5.Glomerular Filtration Rate dan konsentrasi sodium plasma; Jumlah sodium yang difiltrasi oleh ginjal sebanding dengan GFR dan konsentrasi sodium plasma. Dikarenakan GFR secara langsung berhubungan dengan volume intravascular maka peningkatan volume intravascular akan meningkatkan ekskresi sodium. Sebaliknya, pengurangan volume intravascular akan menurunkan ekskresi sodium.6. Keseimbangan Tubuloglomerular; meskipun terdapat variasi dalam jumlah sodium yang difiltrasi oleh nefron tetapireabsorbsi sodium di tubulus proksimal renal dalam keadaan normal dikontrol dalam batas-batas normal. Faktor-faktor yang dipertimbangkan bertanggungjawab pada keseimbangan tubuloglomerular adalh kecepatan aliran tubular renal, dan perubahan hidrostatik kapiler peritubular dan tekanan onkotik. Perubahan reabsorbsi sodium pada tubulus proksimal akan memberikan efek pada ekskresi sodium renal.7. Hormon Antidiuretik; Walaupun sekresi ADH mempunyai efek yang kecil pada ekskresi sodium tetapi sekresi nonosmotik dari hormone ini mempunyai peranan yang penting dalam menjaga volume ekstraseluler dengan penurunan moderat sampai berat pada volume intravascular `efektif`.

Osmoregulasi Ekstraseluler Versus Regulasi Volume Osmeregulasi melindungi rasio yang normal antara air dan solute. Sedangkan regulasi volume ekstraseluler mempertahankan solute dan kandungan air. Perbedaan pada kedua mekanisme ini dapat dilihat pada table 28-7. Sebagai catatan,regulasi volume secara umum mempunyai presedens lebih dari osmoregulasi.

Table 28–7. Osmoregulation versus Volume Regulation.1

Page 32: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

  Volume Regulation Osmoregulation

Purpose Control extracellular volume Control extracellular osmolality

Mechanism Vary renal Na+ excretion 

Vary water intake

Vary renal water excretion

Sensors Afferent renal arterioles Hypothalamic osmoreceptors

Carotid baroreceptors  

Atrial stretch receptors  

Effectors Renin–angiotensin–aldosterone

Thirst

Sympathetic nervous system Antidiuretic hormone

Tubuloglomerular balance  

Renal pressure natriuresis  

Atrial natriuretic peptide  

Antidiuretic hormone  

Brain natriuretic peptide  

1Adapted from Rose RD: Clinical Physiology of Acid-Base and Electrolyte Disorders, 3rd ed. McGraw-Hill, 198

Impikasi AnestetikMasalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan keseimbangan

sodium dihasilkan dari manifestasi-manifestasi yang terjadi dan juga dari kelainan yang mendasarinya. Gangguan keseimbangan sodium akan menimbulkan gejala hipovolemia (deficit sodium) atau hipervolemia

Page 33: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

(kelebihan sodium). Kedua gangguan tersebut memerlukan koreksi sebelum menjalani prosedur pembedahan elektif. Fungsi jantung, hati, dan renal harus dievaluasi dengan teliti pada keadaan kelebihan sodium (biasanya dimanifetasikan berupa edme jaringan).

Pasien-pasien dengan hipovolemia sensitive terhadap efek vasodilatasi dan inotropik negative dari obat anestesi volatile, barbiturate, dan obat-obatan yang bersifat histamine-release (morpin, meperidin, kurare, atrakurium). Dosis yang dibutuhkan harus dikurangai untuk mengkompensasi penurunan volume distribusinya. Pasien hipovolemia sangat sensitive terhadap blockade simpatis pada anestesi spinal dan epidural. Bila obat anestesi harus diberikan sebelum koreksi selesai dilakukan , ketamin merupakan obat induksi pilihan pada anestesi umum; etomidat dapat dipakai sebagai alternative.

Hipervolemia harus dikoreksi sebelum operasi dengan memberikan diuretic.Abnormalitas pada fungsi jantung, ginjal dan hati harus juga dilkukan jika memungkinkan. Bahaya yang sangat besar dari peningkatan volume ekstraseluler adalah kegagalan pertukaran gas yang berhubungan dengan edema paru, edme alveolar, atau pleural effesi dan cairan asites.

GANGGUAN KESEIMBANGAN POTASIUM

Potasium memegang peranan yang penting dalam elektrofisiologi membrane sel (bab. 19) sama halnya dengan karbohidrat dan sintesa protein (lihat bawah). Potensial membrane istirahat normalnya tergantung pada rasio konsentrasi potassium intraseluler dan ekstraseluler. Konsentrasi potassium intraseluler diperkirakan sebesar 140 meq/L, sedangakan ekstraseluler normalnya sekitar 4 meq/L Meskipun regulasi potassium intraseluler sulit untuk dimengerti, [K+] ekstraseluler secara umum merefleksikan keseimbangan antara asupan dan ekskresi potassium.

Pada beberapa keadaan (lihat bawah), redistribusi K+ antara kompartemen CES dan CIS dapat menghasilkan perubahan [K+] tanpa perubahan pada jumlah potassium total tubuh.

KESEIMBANGAN NORMAL POTASIUM

Asupan potassium melalui makanan pada dewasa rata-rata 80 meq/hari (40-140 meq/hari). Kira-kira 70 meq dari jumlah tersebut normalnya akan diekskresikan melaui urin sedangkan 10% akan hilang melaui saluran gastrointestinal. Ekskresi melalui renal berkisar antara 5

Page 34: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

meq/L sampai dengan 100 meq/L. Hampir semua potassium yang difiltrasi di glomeruli akan diabsorbsi di tubulus proksimal dan pada loop of henle. Potasium diekskresikan dalam urin sebagai hasil dari sekresi tubulus distal. Sekresi potassium pada tubulus distal terjadi berpasangan dengan potassium saat resbsorbsi potassium yang dimediasi oleh aldosteron(bab. 31).

REGULASI KONSENTRASI POTASIUM EKSTRASELULAR

Konsentrasi potassium ekstraselular hampir seluruhnya diregulasi oleh aktiviatas Na+-K+ATPase membrane sel sebagi [K] plasma. Aktifitas ini mengatur potasiuma antara sel CES, sedangkan CES merupakan determinan utama pada ekskresi potassium urin.

PERPINDAHAN POTASIUM INTERKOMPARTEMEN

Perpindahan potassium interkompartemen diketahui akan diikuti dengan perubahan pada pH ekstraselular (bab.30), level insulin dalam sirkulasi, aktivitas katekolamin di sirkulasi, osmolalitas plasma dan kemungkinan hipotermia. Insulin dan katekolamin diketahui diketahui secara langsung mempengaruhi aktivitas Na-K-ATPase. Olah raga dapat pula menyebabkan peningkatan [K] sebagai hasil dari pepepasan K oleh sel oto; peningkatan [K] plasma (0,3-2 meq/L) proporsional dengan intensitas dan durasi aktivitas otot. Perpindahan potassium interkompartemen juga bertanggung jawab pada perubahan [K] plasma yang terjadi pada sindrom paralysis periodic (bab.37).

Perubahan pada konsentrasi ion hydrogen (pH) secara langsung mempengaruhi [K] ekstrasel dikarenakan CIS akan menjadi buffer terhadap asam yang ada didalamnya.Pada saat asidosis, ion hydrogen ekstraseluler akan memasuki sel, bertukaran dengan ion potassium;keluarnya ion potassium dari dalam sel akan menjaga keseimbangan listrik tetapi akan meningkatkan [K] ekstraselular dan plasma. Sebaliknya pada alkalosis, ion potassium ekstraselular akan masuk ke dalam sel untuk mengimbangi pergerakan ion hydrogen yang keluar sel; sebagai akibatnya [K] plasma akan mengalami penurunan. Walaupun hubungan dibawah ini dapat bervariasi, ada sebuah aturan yang sangat berguna dalam perubahan klonsentrasi potassium plasma diman diperkirakan perubahan 0,6 meq/L akan merubah pH arterial sebesar 0,1 unit (0,2-1,2 meq/L per 0,1 unit).

Perubahan pada level insulin di sirkulasi dapat secara langsung merubah [K] yang independent terhadap transport glukosa. Insulin akan meningkatkan aktivitas Na-K-ATPase yang akan meningkatkan ambilansel

Page 35: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

terhadap potassium dalam hati dan otot skeletal. Pda kenyataannya, sekresi insulin memegang peranan yang penting pada control basal dari konsentrasi potassium plasma dan memfasilitasi peningkatan jumlah potassium.

Aktivitas simpatik juga akan meningkatkan ambilan potassium dengan menambah aktivitas Na-K-ATPase. Efek ini dimediasi melalui aktivasi reseptor ß2 adrenergik. Sebaliknya aktivitas α adrenergic dapat menyebabkan hambatan pergerakan K+ intraseluler. [K+] plasma sering kali mengalami penurunan setelah pemberian ß2 adrenergik agonis sebagai hasil ambilan potassium oleh otot dan hati. Lebih dari itu, blokade ß adrenergic dapat menghambat penanganan pemberian potassium pada beberapa pasien.

Peningkatan osmolalitas plasma secara akut (hipernatremia, hiperglikemia, atau pemberian manitol) telah dilaporkan terjadi pada saat [K] plasma meningkat (kira-kira 0,6 meq/L per 10 mosm/L). Pada beberapa kasus, pergerakan air keluar sel (menurun gradient osmotiknya) disertai dengan pergerakan K keluar sel. Hal ini mungkin disebabkan oleh `tarikan solven` atau peningkatan [K] intrasel yang menyertai dehidrasi seluler.

Hipotermia dilaporkan dapat terjadi pada keadaan [K] plasma yang rendah sebagai akibat dari ambilan seluler. Pemanasan kembali akan mengembalikan pergerakan ini dan dapat mengakibatkan hiperkalemia yang bersifat sementara jika potassium diberikan selama hipotermia.

Ekskresi Potasium Melalui UrinEkskresi potassium melalui urin biasanya parallel dengan konsentrasi

ekstraselulernya. Potasium disekresi oleh sel-sel tubular pada nefron distal (bab. 31). [K] ekstrraselular merupakan factor dominant untuk sekresi sldosteron dari kelenjar adrenal. Keadaan hiperkalemia akan menstimuli sekresi aldosteron, sedangkan hipokalemia akan mensupresi sekresi aldosteron. Aliran tubular nefron pada distal nefron juga merupakan factor yang penting untuk sekresi potassium oleh karena kecepatan aliran tubular yang tinggi (selama diuresis osmotic) akan meningkatkan sekresi potassium dengan menjaga gradient kapiler dan tubular renal tetap tinggi untuk terjadinya sekresi potassium. Sebaliknya, kecepatan aliran tubular yang rendah akan meningkatkan [K] pada cairan tubular dan akan menurunkan gradient untuk mensekresi K.

HIPOKALEMIA

Hipokalemia didefinisikan sebagai keadaan dimana [K] plasma yang kurang dari 3,5 meq/L dapat terjadi sebagai akibat dari: (1).perpindahan K

Page 36: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

interkompartemen (lihat atas), (2).peningkatan hilangnya potassium,atau (3).asupan potassium yang inadekuat (table 28-8). Konsentrasi potassium plasma secara tipikal mempunyai korelasi yang kecil terhadap potassium total. Penurunan [K] plasma dari 4 meq/L menjadi 3 meq/L biasanya menggambarkan deficit sebesar 100-200 meq, sedangkan [K] plasma yang berada di bawah 3 meq/L dapat menggambarkan deficit antara 200-400 meq.

Hipokalemia Akibat Pergerakan Potasium IntraselularHipokalemia yang terjadi akibat pergerakan potassium dari

intraselular dapat timbul pada keadaan alkalosis, terapi insulin, agonis ß2 adrenergik, hipotermia, salam serangan paralysis hipokalemia periodik (lihat atas). Hipokalemia juga dapat terjadi setelah pemberian Frozen Red Cell; kehilangan potassium terjadi pada saat proses pengawetan dan pengambilan potassium akibat proses re-infus. Ambilan K selular oleh RBC (dan platelet) juga diperkirakan menyebabkan terjadinya hipokalemia yang tejadi pada pasien yang sebelumnya mendapat terapi dengan folat atau vitamin B12 pada anemia megaloblastik.

Table 28–8. Major Causes of Hypokalemia.

Excess renal loss 

  Mineralocorticoid excess

    Primary hyperaldosteronism (Conn's syndrome)

    Glucocorticoid-remediable hyperaldosteronism

  Renin excess

    Renovascular hypertension

  Bartter's syndrome

  Liddle's syndrome

  Diuresis

  Chronic metabolic alkalosis

Page 37: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

  Antibiotics

    Carbenicillin

    Gentamicin

    Amphotericin B

  Renal tubular acidosis

    Distal, gradient-limited

    Proximal

    Ureterosigmoidostomy

Gastrointestinal losses 

  Vomiting

    Diarrhea, particularly secretory diarrheas

ECF ICF shifts 

  Acute alkalosis

  Hypokalemic periodic paralysis

  Barium ingestion

  Insulin therapy

  Vitamin B12 therapy 

  Thyrotoxicosis (rarely)

Inadequate intake 

Hipokalemia Akibat Peningkatan Hilangnya PotasiumPeningkatan kehilangan potassium hamper selalu berhubungan

dengan renal dan gastrointestinal. Pembuanganpotasium dari renal paling sering adalah sebagai akibat dari proses diuresis atau penguatan aktivitas mineralokortikoid. Penyebab renal lainnya yaituhipomagnesemia (lihat

Page 38: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

bawah, asidosi tubular renal (bab. 30), ketoasidosi, nefropati akibat pembuangan garam, dan beberapa obat-obatan (karbenisilin, dan amfoterisin B). Peningkatan kehilangan potassium melalui gastrointestinal biasanya berkaitan dengan muntah, penghisapan nasogastrik, atau karena diare. Penyebab gastrointestinal lainnya, adalah fistula, penyalahgunaan laksatif, villous adenomas, dan tumor pancreas yang mensekresi vasoaktif peptide intestinal.

Peningkatan pembentukan keringat yang kronis kadang-kadang apat menyebakan tejadinya hipokalemia, terutama saat terjadi asupan K yang terbatas. Dialisis dengan larutan dialisat yang sedikit mengandung potassium dapat juga menyebakan hipokalemia. Pasien dengan uremik biasanya mempunyai deficit potassium tubuh total (teruatama intraselular) meskipun normal atau bahkan terdapat [K] plasma yang tinggi; tidak terjadinya hipokalemia pada kasus ini kemungkinan berhubungan dengan pergeseran interkompartemen dari asidosis. Dialisis pada pasien seperti ini dapat menutupi terjadinya deficit potassium tubuh total dan sering menghasilkan hipokalemia.

[K] urin yang kurang dari 20 meq/L biasanya merupakan indikasi telah terjadinya peningkatan kehilangan yang besifat ekstrarenal, sedangkan konsentrasi yang lebih dari 20 meq/L diduga oleh karena pembuangan K oleh renal.

Hipokalemia Akibat Penurunan Asupan Potasium Dengan kemampuan ekskresi potassium urin oleh renal yang rendah berkisar 5-20 meq/L, hal ini menandakan bahwa dibutuhkan reduksi pada asupan potassium untuk terjadinya hipokalemia. BAgaimanapun juga asupan potassium yang rendah sering menonjolkan efek-efek akibat kehilangan potassium.

Manifestasi Klinis HipokalemiaHipokalemia dapat mengakibatkan terjadinya disfungsi organ yang

luas (table 28-9). Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala sampai [K] turun menjadi di bawah 3

Table 28–9. Effects of Hypokalemia.1

Cardiovascular 

  Electrocardiographic changes/arrhythmias

Page 39: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

  Myocardial dysfunction

Neuromuscular 

  Skeletal muscle weakness

  Tetany

  Rhabdomyolysis

  Ileus

Renal 

  Polyuria (nephrogenic diabetes insipidus)

  Increased ammonia production

  Increased bicarbonate reabsorption

Hormonal 

  Decreased insulin secretion

  Decreased aldosterone secretion

Metabolic 

  Negative nitrogen balance

  Encephalopathy in patients with liver disease

meq/L. Efek kardiovaskular adalah efek yang paling menonjol dengan terjadinya abnormalitas EKG, aritmia, penurunan kontraktilitas jantung, dan labilnya tekanan darah arterial yang berhubungan dengan disfungsi otonom. Hipokalemia kronis juga dilaporkan dapat menyebabkan terjadinya fibrosis myocardial. Manifestasi EKG terutama berhubungan dengan perlambatan repolarisasi ventrikel dan dapat berupa pendataran gelombang T dan inverse, peningkatan gelombang U prominen, depresi segmen ST, peningkatan amplitude gelombang P, dan pemanjangan interval PR (gambar 28-5).

Page 40: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Peningkatan automatisitas sel myocardial dan perlambatan repolarisasi menimbulkan disritmia atrial dan ventricular.

Efek-efek neuromuscular akibat hipokalemia dapat berupa kelemahan otot-otot skeletal (terutama quadriceps), ileus, kram otot, tetani, dan kadang-kadang rhabdomyolisis.Disfungsi renal juga sering terjadi dan bersifat tipikal yang dapat berupa kegagalan renal untuk mengkonsentrasikan urin (resisten terhadap ADH, menghasilkan poliuria), retensi sodium, peningkatan bikarbonat, dan peningktan produksi ammonia, yang menyebakan terjadinya kegagalan proses pengasaman urin. Peningkatan produksi ammonia menggambarkan adanya asidosis intrasel; ion H akan masuk ke dalam sel untuk mengkompensasi hilangnya potassium intrasel. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya alkalosis metabolic. Mengikuti peningkatan produksi ammonia akan dapat mempresipitasi terjadinya ensefalopati pada pasien-pasien dengan penyakit hati kronis. Hipokalemia kronis sering dihubungkan dengan fibrosis renal (nefropati tubulointerstitial).

Hipokalemia dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan sekresi insulin dan akan mengantagonis efek-efek perifernya, seringkali terjadi hiperglikemia bahkan pada individu yang sebelumnya tidak memiliki diabetes. Perubahan metabolisme protein selama hipokalemia kronik juga telah dilaporkan dapat menyebabkan terjadinya keseimbangan nitrogen yang negative.

Terapi HipokalemiaTerapi hipokalemia tergantung dari adanya dan beratnya disfungsi

organ yang terjadi. Perubahan EKG yang signifikan seperti perubahan segmen ST atau disritmia membutuhkan monitoring EKG secara kontinyu, terutama selama pemberian potassium melalui intravena. Terapi digoksin (dimana dapat menyebabkan hipokalemia itu sendiri) akan membuat oto jantung seneitif terhadap perubahan konsentrasi ion potassium. Kekuatan oto harus dinilai juga secara periodik pada pasie yang mengalami kelemahan otot.

Penggantian secara oral dengan larutan potassium klorida biasanya adalah yang paling aman (60-80 meq/hari). Penggantian deficit potassium biasanya membutuhkan waktu beberapa hari. Penggantian secara intravena biasanya harus dilakuan pada pasien-pasien dengan manifestasi pada jantung yang serius atau terjadi kelemahan otot. Tujuan terapi intravena adalah untuk mengeluarkan pasien dari keadaan bahaya secepatnyadan tidak perlu untuk m langsung mengkoreksi seluruh deficit potassium. Penggantian melalui intravena perifer tidak boleh lebih dari 8 meq/ jam dikarenekan adanya efek

Page 41: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

iritatif potassium pada vena perifer. Larutan yang mengandung dekstrosa harus dihindari karena dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemia dan sekresi skunder insulin akan lebih merendahkan [K]. Penggantian intravena yang lebih cepat (10-20 meq/jam) memerlukan kateter vena sentral dan monitoring EKG. Kecepatan penggantian yang lebih tinggi akan lebih aman apabila diberikan melalui kateter femoral dikarenakan [K] local yang sangat tinggi dapat terjadi pada jantung apabila diberikan dengan kateter vena sentral standar. Penggantian intravena tidak boleh melebihi 240 meq/ hari.

Potasium klorida merupakan garam potassium yang dipilih bila terjadi pula alkalosis metabolic karena larutan ini juga akan mengkoreksi defisiensi klorida yang ada. Potasium bikarbonat atau ekuivalennya (K aseta atau K sitrat) merupakan pilihan pada pasien dengan asidosi metabolic. Potasium fosfat dapat pula dipakai sebagi alternative saat terjadi pula hiposfatemia (pada ketoasidosis diabetic).

Figure 28–5.

Electrocardiographic effects of hypokalemia. Note progressive flattening of the T wave, an increasingly prominent U wave, increased amplitude of the P wave, prolongation of the P–R interval, and ST-segment depression.

Pertimbangan AnestetikHipokalemia merupakan temuan preoperative yang paling sering.

Keputusan untuk melakukan operasi elektif biasanya didasarkan padanilai batas bawah antara 3 dan 3,5 meq/L. Bagaimanapun juga keputusan yang

Page 42: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

diambil harus didasari pada kecepatan terjadinyahipokalemia dengan ada atau tidaknya disfungsi organ skunder. Pada umumnya hipokalemia ringan yang kronik (3-3,5 meq/L) tanpa perubahan EKG yang substansial tidak akan meningkatkan resiko anestesi. Tetapi hal ini tidak berlaku pada pasien yang sedang mendapatkan pengobatan digoksin yang mungkin akan meningkatkan resiko terjadinya toksikasi digoksin akibat hipokalemia; pada sebagian pasien diperlukan [K] plasma lebih dari 4 meq/L.

Manajemen hipokalemia intraoperatif memerlukan monitoring EKG yang lebih waspada. Potasium intravena harus diberikan apabila terjadi disritmia atrial atau ventricular. Larutan intravena yang bebas glukosa harus digunakan dan hindari hiperventilasi untuk mencegah penurunan [K] lebih lanjut. Peningkatan sensitivitas pelemas otot dapat terlihat pada beberapa pasien. Dosis pelemas otot harus dikurangi 25-50%, dan harus digunakan stimulator saraf untuk mengetahui derajat paralysis dan adekuasi reversalnya.

HIPERKALEMIA

Hiperkalemia terjadi bila kadar [K] plasma lebih dari 5,5 meq/L. Hiperkalemia jarang terjadi pada individu yang normal oleh karena kapasitas ginjal yang sangat hebat untuk mengekskresi potassium. Bila terjadi peningkatan asupan potassium secara perlahan, ginjal dapat menekskresi sebanyak 500 meq potassium perhari. Sistem simpatis dan sekresi insulin memegang peranan yang penting dalam pencegahan peningkatan [K] plasma secara akut setelah pemberian potassium.

Hiperkalemia dapat disebabkan oleh:(1).pergeseran ion potassium interkompartemen, (2).penurunan ekskresi potassium urin, atau walaupun jarang (3).peningkatan asupan potassium (tabel 28-10). Pengukuran konsentrasi potassium plasma dapat menjadi tidak benar apabila terjadi hemolisa RBC pada specimen darah (paling sering berhubungan dengan penggunaan tourniquet yang terlalu lama saat pengambilan sample). Secara invitro pelepasan potassium dari sel darh putih pada specimen darah dapat pula menimbulkan kesalahan dalam menunjukkan peningkatan level [K] plasma yang diukur saat hitung leukosit > 70.000/μL. Hal yang sama terjadi pelepasan potassium dari platelet yang timbul bil hitung platelet > 1.000.000/μL.

Table 28–10. Causes of Hyperkalemia.

Page 43: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Pseudohyperkalemia 

  Red cell hemolysis

  Marked leukocytosis/thrombocytosis

Intercompartmental shifts 

  Acidosis

  Hypertonicity

  Rhabdomyolysis

  Excessive exercise

  Periodic paralysis

  Succinylcholine

Decreased renal potassium excretion 

  Renal failure

  Decreased mineralocorticoid activity and impaired Na+ reabsorption 

    Acquired immunodeficiency syndrome

    Competitive potassium-sparing diuretics

       Spironolactone

    ACE1 inhibitors 

    Nonsteroidal antiinflammatory drugs

    Pentamidine

    Trimethoprim

Enhanced Cl– reabsorption 

  Gordon's syndrome

Page 44: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

  Cyclosporine

Increased potassium intake 

  Salt substitutes

1ACE, angiotensin-converting enzyme.

Hiperkalemia Akibat Pergerakan Potasium ke EkstraselularPergerakan K+ keluar sel dapat terjadi pada pemberian suksinil kolin,

asidosis, lisis sel akibat kemoterapi, hemolisis, rhabdomyolisis, trauma jaringan yang massif, hiperosmolalitas, overdosis digitalis, pemberian arginin hidroklorida, blockade ß2 adrenergik, dan selama episode periodic paralysis hiperkalemik. Peningkatan rata-rata [K] 0,5 meq/L pada pemberian suksinilkolin akan semakin menyebabkan terjadinya kelebihan potassium pada pasien luka baker, trauma otot berat, dan pada pasien dengan trauma tulang belakang (bab.9).Blokade ß2 adrenergik akan semakin memperkuat terjadinya peningkatan [K] plasma yang timbul pada saat aktivitas fisik. Digitalis alkan menghambat aktivitas Na-K-ATPase pada membrane sel, kelebihan dosis digitalis telah dilaporkan sebagai penyebab hiperkalemia pada beberapa pasien. Penggunaan arginin hidroklorida dalam terapi alkalosis metabolic dapat menyebabkan terjadinya hiperkalemia melalui masuknya ion arginin kationik ke dalam sel dan ion potassium akan keluar untuk menjaga netralitas electron.

Hiperkalemia Akibat Penurunan Ekskresi Potasium RenalPenurunan ekskresi potassium melalui renal dapat terjadi karena (1)

reduksi filtrasi glomerular, (2) penurunan aktivitas aldosteron, atau (3) kelainan sekresi potassium pada nefron bagian distal.

Kecepatan filtrasi glomerular yang kurang dari 5 ml/ menit ha mpir selalu berhubungan dengan hiperkalemia. Pasien-pasien dengan derajat kegagalan ginjal yang lebih ringan dapat pula menimbulkan terjadinya hiperkalemia bila pada saat tersebut terjadi peningkatan pemasukan potassium (dietary, katabolic, atau iatragonik). Uremia juga dapat menyebabkan kegagalan aktivitas Na-K-ATPase.

Page 45: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Penurunan aktivitas aldosteron sebagai akibat dari kelainan primer dalam sintesa hormone adrena atau kelainan pada system rennin-aldosteron. Pasien dengan kelainan insufisiensi adrenal primer (Addison`s disease) dengan defisiensi enzim isolated 21-hidroksilase akan menyebabkan kegagalan pada sintesa aldosteron. Pada pasien dengan sindrom isolated hipoaldosteronism (disebut juga hiporeninemik hipoaldosteronism, atau asidosis tubular renal tipe IV) biasanya pada penderita diabetic dengan kegagalan ginjal berbagai derajat; hal ini akan menyebabkan kegagaln kemampuan untuk meningkatkan sekresi aldosteron sebagi respon terhadap hiperkalemia. Walaupun biasanya asimptomatik, pada pasien-pasien ini terjadi hiperkalemia saat mereka meningkatkan asupan potasiumnya atau saat mereka menerima diuretic hemat kalium. Mereka juga memiliki berbagai derajat pada pembuangan Na dan asidosis metabolik hiperkloremik. Temuan yang sama didapatkan pada beberapa pasien dengan AIDS dimana mereka mengalami insufisiensi adrenal relative (akibat infeksi sitomegalovirus).

Pengaruh obat-obatan terhadap system rennin-aldosteron juga merupakan hal yang potensial untuk menyebabkan terjadinya hiperkalemia, terutama bila adanya kegagalan ginjal. Nonsteroidal anti inflammatory agent (NSAID)(kecuali sulindac) akan menghambat prostaglandin memediasi pelepasan rennin. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor akan menggangu kerja angiotensin untuk memediasi pelepasan aldosteron. Dosis besar heparin akan menggangu sekresi aldosteron. Diuretik hemat kalium-spironolakton secara langsung akan mengantagonis aktivitas aldosteron pada ginjal. Mekanisme siklosporin yang menyebabkan hiporeninemik hipoaldosteronism masih belum jelas.

Penurunan ekskresi potassium oleh renal dapat pula timbul sebagai akibat intrinsic atau sebagai kelainanyang didapat pada kemampuan nefron bagian distal untuk mensekresi potassium. Kelainan tersebut dapat terjadimeskipun pada fungsi ginjal yang normal dan ditandai dengan tidak adanya respon terhadap terapi mineralokortikoid. Pasien dengan pseudohipoaldosteronisme menunjukkan adanya resistensi terhadap aldosteron. Kelainan yang didapat dapat terjadi pada systemic lupus erythematosus, sickle cell anemia, obstructive uropathy, dan siklosporin nefropati pada ginjal yang mengalami tranplantasi.

Hiperkalemia Akibat Peningkatan Asupan Potasium Pemberian potassium yang meningkat pada individu yang normal jarang sampai menimbulkan hiperkalemia kecuali diberikan dalam jumlah yang besar dan cepat secara intravena. Tetapi hiperkalemia dapat terjadi saat

Page 46: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

intake potassium yang meningkat yang terjadi pada pasien-pasien yang menerima ß2 adrenergik blocker atau pasien dengan kegagalan ginjal atau defisiensi insulin. Sumber-sumber potassium yang tidak dikenal antara lain potassium penicillin, sodium substitute (terutama gatam-garam potassium), dan transfusi whole blood yang telah disimpan. [K] plasma dalam tiap unit whole blood dapat meningkat 30 meq/L setelah 21 hari disimpan. Resiko terjaidnya hiperkalemia pada transfuse multiple telah dikurangi (tetapi bukan dihilangkan) dengan memperkecil volume plasma yang diberikan dengan menggunakan transfuse paket sel darah merah (bab. 29).

Figure 28–6.

Electrocardiographic effects of hyperkalemia. Electrocardiographic changes characteristically progress from symmetrically peaked T waves, often with a shortened QT interval, to widening of the QRS complex, prolongation of the P–R

Page 47: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

interval, loss of the P wave, loss of R-wave amplitude, and ST-segment depression (occasionally elevation)—to an ECG that resembles a sine wave—before final progression into ventricular fibrillation or asystole.

Manifestasi Klinis HiperkalemiaEfek terpenting dari hiperkalemia adalah pada oto skeletal dan otot

jantung. Kelemahan otot skeletal biasanya tidak terlihat sampai [K] mencapai lebih dari 8 meq/L. Kelemahan ini terjadi karena terdapat pemanjangan depolarisasi spontan dan inaktivasi Na channel di membrane sel (sama dengan suksinilkolin). Akhirnya terjadilah ascending paralysis. Manifestasi pada jantung (gambar 28-6) pada dasarnya berhubungan dengan perlambatan depolarisasi dan terjadi bila [K] lebih dari 7 meq/L. Karakteristik EKG akan berubah secara progress mulai dari gelombang T yang tinggi (seringkali dengan pemendekan interval QT)→ pelebaran komplek QRS→ pemanjangan interval PR →hilangnya gelombang P→ hilangnya amplitude gelombang R→ depresi segmen ST (kadang-kadang elevasi)→ ECG mirip dengan gelombang sinus→ progresi menjadi ventricular fibrilasi dan asistol. Kontraktilitas tampak relative baik dipertahankan. Keadaan hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis akan memperkuat efek hiperkalemia terhadap jantung.

Terapi HiperkalemiaHiperkalemia yang lebih dari 6 meq/L harus diterpi karena potensial

lethal. Terapi yang dilakukan ditujukan untuk mengatasi manifestasi yang timbul pada jantung, dan kelemahan yang terjadi pada otot skeletal, dan mengembalikan [K] plasma menjadi normal. Terapi yang diberikan tergantung dari tingkatan beratnya danjuga penyebab utama dari hiperkalemianya. Hiperkalemia yang berhubungan dengan hiperaldosteronism dapat diterapi dengan pemberian mineralokotikoid. Obat-obatn yang dapat menyebabkan hiperkalemia harus dihentikan dan intake potassium harus dikurangi atau dihentikan.

Kalsium (5-10 ml kalsium glukonas atau 3-5 ml kalsium klorida 10%) secara parsial akan mengantagonis efek-efek hiperkalemia terhadap jantung dan sangat berguna pada pasienhiperkalemia berat. Efeknya timbul secara cepat tetapi mempunyai durasi yang pendek.Terapi harus selalu dievaluasi pada pasien yang mendapatkan terapi digoksin karena kalsium dapat mempotensiasi terjadinya toksisitas digoksin.

Bila terdapat asidosis metabolic dapt diberikan sodium bikarbonat secara intravena (biasanya 45 meq) yang akan meningkatkan penganmbilan

Page 48: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

potassium oleh sel dan akan dapat menurunkan [K] plasma dalam 15 menit. Agonis ß2 adrenergik akan meningkatkan ambilan potassium oleh selular dan mungkin sangat bergunapada keadaan hiperkalemia akut yang terjadi pada transfuse massif (bab. 29); dosis rendah epinefrin (0,5-2 μg/menit)dapat secara cepat menurunkan [K] plasma dan memberikan efek inotropik pada keadaan ini. Infus glukosa dan insulin secara intravena (30-50 g glukosa per 10 unit insulin) juga efektif untuk menaikkan ambilan potassium oleh selular dan , menurunkan [K] plasma, tetapi membutuhkan waktu sampai 1 jam untuk mencapai efek puncaknya.

Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal dapat digunakan furosemid sebagai terapi tambahan yang sangat berguna untuk meningkatkan ekskresi potassium melalui urin. Pada keadaan dimana ginjal tidak berfungsi, elim inasi dari potassium yang berlebihan hanya dapat dilakukan dengan memberikan resin pengganti kation yang tidak diserap seperti pemberian sodium polystyrene sulfonat baik secara oral atau rectal (kayexalat). Tiap gram resin akan mengikat sampai 1 meq K dan melepaskan 1,5 meq Na; dosis oralnya adalah 20 g dalam 100 ml sorbitol 20%.

Dialisa diindikasikan pada pasien-paasien yang simptomatik dengan hiperkalemia berat atau refrakter. Hemodialisa dapat dengan cepat dan efektif dibandingkan dengan dialysis peritoneal dalam menurunkan [K] plasma. Potasium maksimal yang dapat dikeluarkan dengan hemodialisis mendekati 50 meq/jam sedangkan pada dialysis peritoneal sebabyak 10-15 meq/ jam.

Pertimbangan Anestetik Operasi elektif tidak boleh dilakukan pada pasien dengan hiperkalemia. Pengelolan anestesi pada pasien hiperkalemia yang menjalani pembedahan diarahkan pada usaha untuk menurunkan konsentrasi potassium plasma dan mencegah peningkatannya lebih lanjut. Monitoring EKG harus dilakukan dengan hati-hati. Suksinilkolin merupakan kontra indikasi begitu pula dengan larutan intravena yang mengandung potassium seperti Ringer`s Lactat. Pencegahan terjadinya asidosi metabolic atau respiratorikadalah hal yang sangat penting untuk mencegah peningkatan [K] plasma lebih lanjut. Ventilasi harus dikontrol dengan anesthesia umum;dengan memberikan hiperventilasi yang ringan. Terakhir, fungsi neuromuscular juga harus dimonitor ketat oleh karena hiperkalemia dapat memperkuat efek-efek dari obat pelemas otot.

Page 49: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

GANGGUAN KESEIMBANGAN KALSIUM

Walaupun hamper 90% dari jumlah total kalsium tubuh berada dalam tulang namun pengaturan keseimbangan konsentrasi kalsium ekstraselular yang normal adalah hal yang penting. Ion-ion kalsium berperan dalam fungsi-fungsi biologis yang penting, seperti pada kontraksi otot, pelepasan hormone danneurotransmitter, pembekuan darah, dan metabolisme tulang. Sehingga tidaklah mengejutkan apabila terjadi abnormalitas keseimbangan kalsium akan menyebabkan gangguan fisiologis.

KESEIMBANGAN NORMAL KALSIUM

Pemasukan kalsium rata-rata pada orang dewasa berkisar antara 600-8—mg/hari. Absorbsi kalsium dalam usus terutama terjadi di dalam usus kecil bagian proksimal tetapi juga bervariasi. Kalsiumjuga disekresikan ke dalam saluran intestinal; sekresi ini bersifat konstan dan independent dari proses absorbsi. Normalnya lebih dari 80% kalsium akan dikeluarkan melalui feses.

Ginjal bertanggung jawab terhadap ekskresi kalsium. Ekskresi kalsium melalui ginjal rata-rata adalah 100 mg/ hari tetapi nilainya bervariasi mulai dari 50 mg/hari sampai dengan lebih dari 300 mg/ hari. Normalnya 90% dari kalsium yang difiltrasi akan diserap kembali. Reabsorbsi kalsium terjadi bersamaan dengan reabsorbsi sodium yang terjadi di tubulus proksimal ginjal dan di ascending loop of henle. Reabsorbsi kalsium di tubulus distal tergantung dari sekresi hormone paratiroid, sedangkan reabsorbsi sodium tergantung dari sekresi aldosteron. Peningkatan sekresi hormone paratiroid akan meningkatkan reabsorbsi kalsium dan menurunkan ekskresi kalsium melalui urin.

Konsentrasi Kalsium PlasmaKonsentrasi kalsium plasma yang normal adalah 8,5-10,5 mg/dl (2,1-

2,6 mmol/L). Kira-kira 50%nya berada dalam bentuk ion bebas, 40% terikat dengan protein (terutama albumin), dan 10% membentuk komplek dengan anion seperti sitrat dan asam amino. Konsentrasi ion kalsium bebas secara fisiologis adalah yang terpenting. [Ca] plasma normal berkisar 4,5-5 mg/dl (2,2-2,5 meq/L atau 1,1-1,25 mmol/L. perubahan pada konsentrasi albumin plasma akan mempengaruhi konsentrasi total kalsium tetapi tidak mempengaruhi konsentrasi ion kalsium; untuk tiap peningkatan atau

Page 50: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

penurunan 1 g/dl albumin akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan konsentrasi total kalsium plasmakra-kira 0,8-1,0 mg/dl.

Perubahan pada pH plasma secara langsung akan mempengaruhi ikatan dengan protein dan demikian pula konsentrasi ion kalsium. Peningkatan ion kalsium kira-kira 0,16 mg/dl untuk setiap 0,1 unit penurunan pH plasma dan akan mengalami penurunan dengan nilai yang sama pada peningkatan tiap satu unit pH.

Regulasi Konsentrasi Ion Kalsium EkstraselularSecara normal kalsium akan masuk kedalam cairan ekstraselular

melalui absorbsi di saluran intestinal atau resorbsi dari tulang; hanya 0,5-1% kalsium dalam tulang yang dapat bertukaran dengan cairan ekstraselular. Sebaliknya kalsium akan keluar dari cairan ekstraselular secara normal melalui: (1) deposisi kedalam tulang, (2) ekskresi melalui urin, (3) sekresi kedalam saluran pencernaan, dan (4) melalui pembentukan keringat.[Ca] ekstraselular diregulasi oleh 3 hormon, yaitu; hormone paratiroid, vitamin D, dan kalsitonin. Ketiga hormone ini bekerja di dalam tulang, tubulus distal ginjal, dan pada usus kecil.

PTH adalah regulator [Ca] plasma yang terpenting. Penurunan [Ca] plasma akan menstimulasi sekresi PTH, sedangka peningkatan [Ca] plasma akan menghambat sekresi PTH. Efek kalsemik dari hormone paratiroid adalah (1) memolisasi kalsium dari tulang, (2) meningkatkan reabsorbsi kalsium di tubulus distal renal (3) secara tidak langsung meningkatkan kalsium di intestinal melalui akselerasi sintesa 1,25 dihidroksikolekalsiferol di ginjal (lihat bawah).

Vitamin D dalam tubuh ada dalam beberapa bentuk tetapi 1,25 dihidroksikolekalsiferol adalah bentuk yang mempunyai aktivitas biologis yang terpenting.Bentuk ini merupakan hasil dari metabolisme dari kolekalsiferol yang oleh hati akan dirubah menjadi 25 kolekalsiferol dan kemudian oleh ginjal akan dirubah lagi menjadi 1,25 dihidroksikolekalsiferol. Perubahan menjadi bentuk yang terakhir inilah yang ditingkatkan oleh hormone paratiroid seperti halnya pada hipofosfatemia. Vitamin D akan menambah absorbsi kalsium dari intestinal, memfasilitasi aksi hormone paratiroid pada tulang, dan menambah reabsorbsi kalsium di tubulus distal.

Kalsitonin adalah hormone polipeptida yang disekresikan oleh sel parafolikular kelenjar tiroid. Sekresi hormone ini distimulasi oleh keadaan hiperkalsemia dan diinhibisi oleh keadaan hipokalsemia. Kalsitonin akan menginhibisi reabsorbsi oleh tulang dan meningkatkan ekskresi kalsium melalui urin.

Page 51: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

HIPERKALSEMIA

Hiperkalsemia dapat timbul akibat berbagai kelainan (tabel 28-11). Terutama adalah hiperparatioid dimana sekresi paratiroid hormone akan meningkat dan hal ini tidak dipengaruhi oleh [Ca]. Sebaliknya pada keadaan hiperparatiroid skunder (gagal ginjal kronik atau malabsorbsi) peningkatan jumlah hormone paratiroid adalah merupakan respon dari keadaan hipokalsemia kronik (bab. 32). Hiperparatiroid skunder yang berlarut kadang-kadang akan menyebabkan sekresi PTH secara otonom yang mengakibatkan [Ca] berada dalam kadar normal atau meningkat (hiperparatiroid tersier).

Pasien dengan kanker dapat memberikan gambaran hiperkalsemia baik apakah itu dengan metastase pada tulang ataupun tidak.Destruksi tulang yang terjadi secara langsung atau sekresi mediator humoral pada hiperkalsemia (PTH like substance, sitokin,, atau prostaglandin) kemungkinan bertanggung jawab pada sebagian besar pasien. Hiperkalsemia yang berhubungan dengan peningkatan pengeluaran kalsium dari tulang dapat pula terjadi pada pasien dengan penyakit yang tidak ganas seperti Paget`s disease dan imobilisasi yang kronis. Peningkatan absorbsi kalsium oleh intestinal dapat menimbulkan hiperkalsemia pada pasien dengan milk-alkali syndrome (ditandai dengan peningkatan intake kalsium), hipervitaminosis D, atau penyakit granulomatosa (memperkuat sensitivitas terhadap vitamin D). Mekanisme lain terjadinya hiperkalsemia tbelum banyak diketahui.

Table 28–11. Causes of Hypercalcemia.

Hyperparathyroidism

Malignancy

Excessive vitamin D intake

Paget's disease of bone

Granulomatous disorders (sarcoidosis, tuberculosis)

Chronic immobilization

Milk-alkali syndrome

Page 52: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Adrenal insufficiency

Drug-induced

  Thiazide diuretics

  Lithium

Manifestasi Klinis HiperkalsemiaHiperkalsemia sering menimbulkan keadaan anoreksia, mual, muntah,

kelemahan, dan poliuria. Ataksia, iritabilitas, lethargi atau konfusi dapt berkembang secara cepat menjadi koma. Hipertensi sering kali timbul awal sebelum terjadi hipovolemia.Tanda-tanda dari EKG dapat berupa pemendekan segmen ST dan pemendekan interval QT. Hiperkalsemia akan meningkatkan sensitivitas jantung terhadap digitalis. Pankreatitis, penyakit ulkus peptikum , dan gagal ginjal dapat juga menimbulkan hiperkalsemia.

Terapi HiperkalsemiaHiperkalsemia yang telah menimbulkan gejala harus secepatnya

diterapi. Terapi yang paling efektif adalah dengan melakukan diuresis cepat (output urin 200-300 ml/jam) dengan memberikan infuse salin intravena dan loop diuretic untuk mengakselerasi ekskresi kalsium. Biasanya diperlukan juga penggantian potassium dan magnesium. Hiperkalsemia yang berat (>15mg/dL) memerlukan juga biphosphonat (pamidronat 60-90 mg) atau kalsitonin (2-8 unit/kg bb). Dialisis diperlukan bila pada pasien terdapat kegagalan ginjal atau jantung. Terspi tambahan tergantung dari penyebabnya dapat diberikan glukokortikoid, plicamycin (mythramicyn), atau phosfat.

Pertimbangan AnestesiHiperkalsemia merupakan kedaruratan medis dan harus dikoreksi, dan

jika memungkinkan dilakukan sebelum dilakukan pemberian anestesi. Level ion Ca harus dimonitor secara ketat. Jika pembedaha harus dilakukan maka diuresis dengan salin harus dilanjutkan intraoperatif dengan memperhatikan jangan sampai terjadi keadaan hipovolemia; disarankan dilakukan monitoring dengan central venous pressure atau artery pulmonalis pressure pada pasien dengan penurunan cadangan jantung. Pemeriksaan [K] dan [Mg] serial akan sangat menolong untuk mendeteksi adanya hipokalemia iatrogenic dan hipomagnesemia. Respon terhadap anestesi tidak dapat diprediksi. Ventilasi harus dikontrol dengan melalui anestesi umum.

Page 53: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Keadaan asidosis harus dicegah agar tidak terjadi peningkatan [Ca] plasma lebih lanjut.

HIPOKALSEMIA

Hipokalsemia harus didiagnosis berdasarkan konsentrasi ion kalsium plasma. Bila pemeriksaan [Ca] plasma secara langsung tidak dapat dilakukan, konsentrasi kalsium total tetap harus dikoreksi untuk menurunkan konsentrasi albumin plasma (lihat atas). Penyebab hipokalsemia terdapat dalam tabel 28-12.

Hipokalsemia yang berhubungan dengan keadaan hipoparatiroid relative sering menyebabkan hipokalsemia simptomatik. Hipoparatiroid dapat terjadi karena surgical, idiopatik, bagian dari kelainan endokrin multiple (paling sering insufisiensi adrenal), atau berhubungan dengan hipomagnesemia. Defisiensi magnesium dikatakan dapat menggagalkan sekresi PTH dan mengantagonis efeknya pada tulang. Hipokalsemia yang terjadi pada saat sepsis berhubungan dengan supresi pelepasan hormone paratiroid. Hiperphosfatemia juga merupakan penyebab yang relative sering dari hipokalsemia terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik. Hipokalsemia yang berhubungan dengan defisiensi vitamin D kemungkinan terutama disebabkan karena reduksi intake (nutrisional), malabsorbsi vitamain D, atau abnormalitas metabolisme vitamin D.

Reaksi ion kalsium dengan ion sitrat pada pemberian darah merupakan penyebab terpenting dari hipokalsemia intraoperatif; sama dengan terjadinya penurunan [Ca] yang secara teori munkin terjadi setelah pemberian besar infuse albumin. Hipokalsemia yang terjadi pada pankreatitis akut berhubungan dengan terjadinya presipitasi kalsium dengan lemak setelah pelepasan enzim lipolitik dan nekrosis lemak; Hipokalsemia yang terjadi pada emboli lemak memiki dasar yang sama. Presipitasi kalsium (pada otot yang cedera)dapat juga terlihat pada rhabdomyolisis.

Penyebab yang lebih jarang dari hipokalsemia adalah calcitonin-secreting medullary carcinomas dari tiroid, osteoblastic metastatc disease (kanker payudara dan prostate), dan pseudohipoparatiroid (unresponsive terhadap hormone paratiroid yang bersifat familial). Hipokalsemia juga dapat terjadi pada pemberian heparin, protamin, atau glukagon.

Page 54: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Manifestasi Klinis HipokalsemiaManifestasinya dapat berupa parestesi, konfusi, laryngeal stridor

(laryngospasm), carpopedal spasme (trousseau`s sign), masseter spasme (chvostek`s sign), dan kejang. Kolik biliaris dan bronkospasme juga dapat terjadi. Iritabilitas jantung dPt menimbulkan aritmia. Penurunan kontraktilitas jantung dapat mengakibatkan gagal jantung, hipotensi, atau keduanya. Penurunan respon terhadap digitalis dan agonis ß- aderenergik telah dilaporkan dapat terjadi. Pada EKG terjadi pemanjangan interval QT. TIngkatan berat manifestasi pada EKG tidak berhubungan dengan derajat hipokalsemia.

Table 28–12. Causes of Hypocalcemia.

Hypoparathyroidism 

Pseudohypoparathyroidism 

Vitamin D deficiency 

  Nutritional

  Malabsorption

    Postsurgical (gastrectomy, short bowel)

    Inflammatory bowel disease

  Altered vitamin D metabolism

Hyperphosphatemia 

Precipitation of calcium 

  Pancreatitis

  Rhabdomyolysis

  Fat embolism

Chelation of calcium 

  Multiple rapid red blood transfusions or rapid infusion of large amounts of albumin

Page 55: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Terapi HipokalsemiaHipokalsemia yang simptomatik merupak keadaan darurat medis dan

harus diterapi secepatnya dengan kalsium klorida intravena (3-5 ml larutan 10%) atau kalsium glukonas (10-20 ml larutan 10%).(10 ml dari CaCl2 berisi 272 mg Ca, sedangkan 10 ml kalsium glukonas 10% berisi hanya 93 mg Ca). Untuk mencegah terjadinya presipitasi maka pemberian calsium intravena tidak boleh diberikan bersamaan dengan larutan yang mengandung bikarbonat atau phosfat. Disarankan juga untuk melakukan pemeriksaan ion kalsium secara serial. Pemberian secara bolus yang berulang atau infuse yang kontinyu (Ca 1-2 mg/kg bb/jam) mungkin diperlukan. Konsentrasi magnesium plasma harus diperiksa untuk menyingkirkan keadaan hipomagnesemia. Pada keadaan hipokalsemia kronis biasanya diperlukan pemberian kalsium secara oral (CaCO3), dan vitamin D. Terpi untuk hipophosfatemia akan dibicarakan di bawah.

Pertimbangan AnestesiKeadaan hipokalsemia harus dikoreksi saat preoperative. Pada pasien

dengan riwayat hipokalsemia,kadar ion kalsium serial harus selalu dimonitor saat intraoperatif.Alkalosis harus dihindari untuk mencegah penurunan [Ca] lebih lanjut. Pemberian kalsium intravenamungkin diperlukan setelah pemberian setelah pemberian secara cepat transfuse darah yang mengandung produk sitrat atau setelah pemberian larutan albumin dalam jumlah besar. (bab.29). Potensiasi dari efek inotropik negative barbiturate dan anestetik volatile dapat terjadi. Respon terhadap obet pelemas otot bersifat tidak konsisten dan memerlukan monitoring ketat dengan stimulator saraf.

KELAINAN KESEIMBANGAN PHOSFOR

Phosfor merupakan konstituen intraselualar yang penting yang diperlukanpada sintesa (1) phosfolipid dan phosfoprotein pada sel membrane dan organelle intraselular, (2) phosfonukleatida terlibat dalam sintesa protein dan reproduksi, (3) ATP digunakan untuk penyimpanan energi. Hanya 0,1% dari total phosphor dalam tubuh yang berada dalam cairan ekstraselular; 85% berada dalam tulang dan 15% berada dalam intraselular.

KESEIMBANGAN NORMAL PHOSFOR

Page 56: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Intake phosphor rata-rata pada orang dewasa berkisar 800-1500mg/dL. 80% dari jumlah tersebut diabsorbsi si bagian proksimal dari usus kecil. Vitamin D akan meningkatkan absorbsi phosphor. Ginjal merupakan tempat ekskresi phosphor yang utama dan bertanggungjawab pada pengaturan kadar phosphor total dalam tubuh. Ekskresi phosphor melalui urin tergantung pada intake dan konsentrasi plasmanya. Sekresi hormone paratiroid akan meningkatkan ekskresi phosphor melalui urin dengan menghambat reabsorbsi pada tubulus proksimal dimana efek ini disebabkan untuk menyeimbangi pelepasan phosfat dari tulang yang diinduksi oleh PTH.

Konsentrasi Phosfor PlasmaPhosfor plasma berada dalam bentuk organic maupun nonorganik.

Phosfor organic terutama berada dalam bentuk phosfolipid. 80% dari fraksi phosphor non organic dapat difiltrasi oleh ginjal, sedangkan 20%nya terikat dengan protein. Phosfor inorganic sebagian besar berbentuk H2PO4- dan HPO4- dengan rasio 1:4. Phosfor plasma diukur dalam milligram dariPhosfor dasar. Konsentrasi phosphor plasma pada orang dewasa yang normal berkisar antara 2,5-4,5 mg/dL (0,8-1,45 mmol/L) dan sampai 6 mg/dL pada anak-anak. Konsentrasi phosphor plasma biasanya diukur pada saat puasa, hal ini dikarenakan intake karbohidrat akan menurunkan konsentrasi phosphor plasma. Hipophosfatemia akan meningkatkan produksi vitamin D, sedangkan hiperfosfatemia akan menurunkannya. Keadaan yang terakhir ini memainkan peranan yang penting pada terjadinya hiperparatiroid skunder pada pasien dengan gagal ginjal kronik (bab 32).

HiperphosfatemiaHiperphosfatemia dapat terjadi pada intake phosphor yang meningkat

(penyalahgunaan laksatif phosphor atau pemberian potassium phosfat yang berlebihan ), penurunan ekskresi phosphor (pada insufisiensi renal), atau lisis sel yang massif (setelah kemoterapi pada limfoma atau leukemia).

Manifestasi Klinis HiperphosfatemiaHiperphosfatemia sendiri tidak mempunyai peranan langsung pada

terjadinya gangguan fungsional, tetapi efeknya pada [Ca] plasma menjadi begitu penting. Hiperphosfatemia menandakan terdapatnya [Ca] yang rendah melalui presipitasi dan deposisi kalsium phosfat dalam tulang dan jaringan lunak.

Terapi Hiperphosfatemia

Page 57: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Hiperphosfatemia pada umumnya diterapi dengan memberikan phosfat-binding antacids seperti alumunium hidroksida atau alumunium karbonat.

Pertimbangan AnestetikInteraksi antara hiperphosfatemia dengan anestesi secara umum belum

dapat dijelaskan, oleh karenanya fungsi ginjal harus dievaluasi secara hati-hati (bab. 32). Hipokalsemia tidak termasuk dalam hal tersebut.

HIPOPHOSFATEMIA

Hipofosfatemia merupak akibat dari keseimbangan phosphor yang negative atau ambilan selular tehadap phosphor ekstraselular (pergeseran interkompartemen). Pergeseran phosphor interkompartemen dapat terjadi pada keadaan alkalosis, dan setelah memakan sejumlah karbohidrat atau pemberian insulin. Pemberian dosis besar antacid yang mengandung alumunium atau magnesium, luka baker berat,suplementasi phosphor yang tidak adekuat selama hiperalimentasi, ketoasidosis diabetic, alcohol withdrawal, dan alkalosis respiratorik yang memanjang dapat menyebabkan keseimbangan phosphor yang negative dan dapat menjadi hipophosfetemia berat (<0,3 mmol/dL atau <1.0 mg/dL). Sebaliknya pada alkalosis metabolic jarang menyebabkan terjadinya hipophosfatemia.

Manifestasi Klinis HipophosfatemiaHipophosfatemia ringan sampai berat (1,5-2,5 mg/dL) biasanya

bersifat asimptomatik. Sebaliknya pada keadaan hipophosfatemia berat (<1,0 mg/dL) sering dihubungkan dengan disfungsi organ yang luas. Kardiomyopati yang menyebabkan kegagalan penghantaran oksigen, hemolisis, kegagalan fungsi leukosit, disfungsi platelet, ensefalopati, myopati skeletal, kegagalan pernapasan,rhabdomyolisis, demineralisasi skeletal, asidosis metabolic, dan disfungsi hepar, semuanya biasanya dihubungkan dengan hipophosfatemia berat.

Terapi HipophosfatemiaPenggantian phosphor secara oral lebih menjadi pilihan dibandingkan

dengan pemberian secara intravena, hal ini dikarenakan resiko terjadinya hipokalsemia dan kalsifikasi metastatik. Potasium atau sodium phosfat (2-5 mg elemen phosphor per kilogram, atau 10-45 mmol secara lambat selama 6-12 jam) secara intravena biasanya digunakan untuk koreksi hipophosfatemia simptomatik yang berat.

Page 58: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Pertimbangan AnestetikManajemen anestesi untuk pasien dengan hipophosfatemia

memerlukan pengetahuan tentang komplikasinya (lihat atas).Keadaan hiperglikemia dan alkalosis respiratorik harus dihindari untuk mencegah penurunan phosphor plasma yang lebih lanjut. Fungsi neuromuscular harus dimonitor secara hati-hati bila diberikan obat pelemas otot. Beberapa pasien dengan hipophosfatemia yang berat memerlukan ventilasi mekanik pada saat post operatif.

GANGGUAN KESEIMBANGAN MAGNESIUM

Magnesium merupakan kation intraselular yang penting yang berfungsi sebagai ko-faktor pada beberapa jalur enzim. Hanya 1-2% dari total magnesium tubuh yang tersimpan dalam kompartemen ekstraselular; 67% terdapat dalam tulang sedangkan sisanya 31% terdapat dalam intraselular.

KESEIMBANGAN NORMAL MAGNESIUM

Intake magnesium rata-rata pada orang dewasa berkisar 20-30 meq/hari (240-370 mg/hari). Dari jumlah tersebut hanya 30-40% yang akan diserap terutama di usus kecil bagian distal. Jalur eliminasinya yang utama adalah melaui ginjal dengan rata-rata 6-12 meq/hari. Reabsorbsi magnesium oleh ginjal sangat efisien. 25% magnesium yang difiltrasi akan direabsorbsi di tubulus proksimal, sedangkan50-60% akan direabsorbsi dalam loop of henle pars ascendense. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan reabsorbsi magnesium di ginjal, yaitu: hipomagnesemia, hormone paratiroid, hipokalsemia, deplesi CES, dan alkalosis metabolic. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan ekskresi magnesium dari ginjal, yaitu: hipermagnesemia, ekspansi volume akut, hiperaldosteronism, hiperkalsemia,ketoasidosis, diuretic, deplesi phosfat,dan minuman alkohol.

Konsentrasi Magnesium Plasma[Mg] plasma diregulasi berada antara 1,5-2,1 meq/L (0,7-1 mmol/L

atau 1,7-2,4 mg/dL). Meskipun mekanisme-mekanisme dimana magnesium terlibat belum jelas, tetapi merka terlibat dalam interksi di saluran gastrointestinal (absorbsi), tulang (penyimoanan, dan ginjal (ekskresi). Kira-

Page 59: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

kira 50-60% magnesium plasma berada dalam keadaan yang tidak terikat dan mudah berdifusi.

HIPERMAGNESEMIA

Peningkata [Mg] plasma hamper selalu berhubungan dengan intake yang berlebihan (antacid atau laksativ yang mengandung magnesium), kegagaln ginjal (GFR<30ml/menit), atau keduanya. Hipermagnesemia iatrogenic dapat terjadi selama terapi dengan magnesium sulfat pada hipertensi gestasional yang terjadi baik pada ibu maupun dengan fetus. Penyebab yang lebih jarang antaralain insusiensi adrenal, hipotiroid, rhabdomyolisis, dan pemberian lithium.

Manifestasi Klinis HipermagnesemiaHipermagnesemia simptomatik dapat memberikan manifestasi

neurologist, neuromuscular, atau manifestasi kardiak. Karakteristik yang muncul berupa hiporefleksia,sedasi dan kelemahan otot skeletal. Hipermagnesemia akan menyebabkan kegagalan pelepasan asetilkolin danmenurunkan sensitivitas motor end-plate di otot terhadap asetilkolin. Pada level >10mmol/dL (>24 mg/dL) dapat menyebabkan vasodilatasi, bradikardia, dan depresi myocardial yang dapat menimbulkan hipotensi. Tanda-tanda EKG tidak konsisten tetapi sering terjadi pemanjangan interval PR dan pelebaran kompleks QRS. Hipermagnesia berat dapat mengakibatkan respiratory arrest.

Terapi HipermagnesemiaSemua sumber intake yang mengandung magnesium harus dihentikan

(paling sering antacid).Efek hipermagnesemia secara temporer dapat diantagonis dengan pemberian kalsium intravena (1g kalsiu glukonas). Pemberian loop diuretic dengan infuse normal salin dalam 5% dekstrosa akan meningkatkatkan ekskresi Magnesium melalui urin. Diuresis menggunakan normal salin biasanya tidak dianjurkan pada keadaan hipokalsemia iatrogenic karena akan mempotensiasi efek hipermagnesemia. Dialisis diperlukan pada pasien dengan kegagalan ginjal.

Pertimbangan AnestetikHipermagnesemia memerlukan monitoring terhadap EKG, tekanan

darah, dan fungsi neuromuscular. Potensiasi dari efek vasodilatasi dan inotropik negative dari zat anestetik dapat terjadi. Dosis dari obat pelemas otot harus dikurangi 25-50%. Penggunakan kateter urin diperlukan bila

Page 60: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

dipergunakan diuretic dan infuse salin untuk meningkatkan ekskresi kmagnesium (lihat atas). Pemeriksaan kadar [Ca] dan [Mg] serial akan berguna.

HIPOMAGNESEMIAHipomagnesemia adalah masalah yang umum dan sering

terjadi,terutama pada pasien dengan sakit kritis. Sering kali terdapat hubungan dengan defisiensi komponen intraselular yang lain seperti potassium dan phosphor. Defisiensi magnesium biasanya dikarenakan intake yang tidak adekuat, penurunan absorbsi gastrointestinal, atau peningkatan ekskresi renal (tabel 28-13). Agonis beta adrenergic dapat menyebabkan hipomagnesemia melalui pengambilan ion oleh jaringan. Obat-obatan dapat meningkatkan pembuangan magnesium oleh ginjal yaitu ethanol, teofilin, diuretic, sisplatin, aminoglikosid, siklosporin, amfoterisin B, pentamidin, dan granulocyt colony stimulating factor.

Manifestasi Klinis HipomagnesemiaKebanyakan pasien dengan hipomagnesemia tidak memberikan

gejala, namun gejala yang mungkin timbul berupa anoreksia, kelemahan, fasikulasi, parestesia, konfusi, ataksia, dan kejang. Hipomagnesemia sering berhubungan dengan keadaan hipokalsemia (karena kegagalan sekresi hormone paratiroid) dan hipokalemia (berhubungan dengan pembuangan renal). Manifestasi kardiak dapat berupa iritabilitas elektrik dan potensiasi toksisitas digoksin;kedua factor tersebut akan diperberat oleh hipokalemia. Dapat pula timbul pemanjangan interval PR dan QT dan biasanya merefleksikan hipokalsemia.

Table 28–13. Causes of Hypomagnesemia.

Inadequate intake 

  Nutritional

Reduced gastrointestinal absorption 

  Malabsorption syndromes

  Small bowel or biliary fistulas

  Prolonged nasogastric suctioning

Page 61: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

  Severe diarrhea

Increased renal losses 

  Diuresis

  Diabetic ketoacidosis

  Hyperparathyroidism

  Hyperaldosteronism

  Hypophosphatemia

  Drugs

  Postobstructive diuresis

Multifactorial 

  Chronic alcoholism

  Protein–calorie malnutrition

  Hyperthyroidism

  Pancreatitis

  Burns

Terapi HipomagnesemiaHipomagnesemia asimptomatik dapat diterapi secara oral (magnesium

sulfat heptahidrat atau magnesium oksida) atau secara intramuscular (magnesium sulfat). Manifestasi yang serius seperti kejang harus diterapi dengan magnesium sulfat interavena 1-2 g(8-16 meq atau 4-8 mol) diberikan secara lambat dalam waktu 15-60 menit.

Pertimbangan anestetikMeskipun tidak ada interaksi yang spesifik yang dapat digambarkan,

namun gangguan elektrolit yang biasanya menyertainya harus dikoreksi sebelum pembedahan, seperti hipokalemia, hipophosfatemia, dam hipokalsemia. Hipomagnesemia yang ditemukan harus dikoreksi sebelum prosedur eleltif karena dapat berpotensi menimbulkan aritmia jantung.

Page 62: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Sedangkan magnesium mempunyai efek antiaritmia intrinsic dan mungkin memiki efek ptektif terhadap serebral (bab.25).

DISKUSI KASUS: ABNORMALITAS ELEKTROLIT SETELAH DIVERSI URIN

Seorang lelaki berumur 70 tahun dengan karsinoma bladder mengalami sistektomi radikal dan ileal loop urinary diversion. Beratnya 70 kg dan mempunyai riwayat hipertensi selama 20 tahun. Pemeriksaan laboratorium preoperative menggambarkan konsentrasi elektrolit plasma yang normal dan BUN: 20 mg/dL dengan kreatinin serum 1,5 mg/dL. Operasi berlangsung selama 4 jam dan tidak terdapat komplikasi anestesi. Perkiraan darah yang hilang sebanyak 900 ml. Cairan yang diberikan sebanyak 3500 ml Ringer`s injection dan 750ml albumin 5%.

Satu jam setelah di bawa ke ruang pemulihan, tekanan darahnya 130/70 mmhg dan dapat bernapas dengan baik (18 kali/menit, FiO2=0,4). Pengeluaran urin hanya 20 ml dalam satu jam terakhir. Pemeriksaan laboratorium: Hb 10,4 g/dL, Na plasma 133 meq/L, K 3,8 meq/L, Cl 104 meq/L, CO2 total 20 mmol/L, PaO2 156 mmhg, pH darah arterial 7,29, PaCO2 38 mmhg, HCO3- 18 meq/L.

Apakah penjelasan yang paling tepat untuk keadaan hiponatremia?Terdapt multiple factor yang menyebabkan terjadinya hiponatremia

post operatif,yaitu sekresi ADH nonosmotik (stress pembedahan, hipovolemia, dan nyeri), penguapan yang banyak, dan kehilangan cairan yang funfsional, dan pemberian cairan intravena yang hipotonik. Hiponatremia sering terjadi pada post operatif pada pasien yang menerima injeksi Ringer`s laktat dalam jumlah besar ( 130 meq/L); [Na] post operatif biasanya mendekati 130 meq/L pada beberapa pasien. (Penggantian cairan pada pasien ini telah sesuai dengan mempertimbangkan kebutuhan pemeliharaan, kehilangan darah, dan tambahan kehilangan cairan yang dihubungkan dengan tipe pembedahannya (lihat bab 29).

Mengapa pasien ini mengalami hiperkloremik dan asidosis (pH darah arterial normal adalah 7,35-7,45)?

Operasi diversi urin supravesica dilakukan pada segmen usus (ileum, segmen ileocecal, jejunum, atau kolon sigmoid) yang dibuat untuk saluran

Page 63: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

atau reservoir. Prosedur yang paling sederhana dan umum adalah dengan mengisolasi ileum sebagai saluran; ujung proksimal dianastomosis ke ureter dan ujung distal dibuatkan stoma ke kulit.

Saat urin kontak dengan mukosa usus, terjadi potensi perubahan yang signifikan pada cairan dan elektrolit. Ileum akan secara aktif mengabsorbsi klorida bertukaran dengan bikarbonat dan sodium bertukaran dengan potassium atau ion hydrogen. Bila absorbsi klorida melebihi absorbsi sodium maka konsentrasi klorida plasma akan meningkat sedangkan konsentrasi bikarbonat plasma akan menurun dan terjadilah asidosis metabolic hiperkloremik. Sebagai tambahan, kolon akan mengabsorbsi NH4 secara langsung dari urin yang dapat juga ditimbulkan oleh pemecahan urea oleh bakteri.Hipokalemia timbul jika jumlah yang signifikan dari Na bertukaran dengan K. Kehilangan potassium melalui saluran tersebut akan ditingkatkan melalui konsentrasi sodium urin yang tinggi. Defisit potassium dapat terjadi- walaupun tidak terdapat hipokalemia- dikarenakan pergerakan K keluar sel (asidosis skunder) dapat mencegah penurunan [K] plasma ekstraselular.

Apakah ada factor yang mendukung peningkatan kemungkinan asidosis metabolic hiperkloremik setelah diversi Urin?

Semakin panjang urin kontak dengan usus maka semakin besar kemungkinan terjadinya hiperkloremia dan asidosis akan timbul. Masalah-masalah mekanis seperti sedikitnya pengosongan atau panjangnya saluran- tersendiri dari hipovolemia- yang dibuat menjadi predisposisi terjadinya asidosis metabolic hiperkloremik. Kegagalan ginjal yang sedang terjadi juga menjadi factor resiko yang besar dan kemungkinan menyebabkan ketidakmampuan untuk mengkompensasi kelebihan bikarbonat yang berlebihan.

Apakah terapi yang dibutuhkan pada pasien ini (jika ada)?Ileal loop harus diirigasi dengan salin-dengan memasukkan kateter

atau stent- untuk menyingkirkan obstruksi parsial dan memastikan drainase urin yang bebas. Adanya hipovolemia harus dipertimbangkan untuk diterapi dengan berdasrkan pada pengukuran central venous pressure atau respon terhadap fluid challenge (bab 29). Asidosis sistemik yang ringan sampai sedang (pH arteri.7,25)lebih dapat ditolerir dengan baik pada sebagian besar pasien. Sedangkan asidosis metabolic hiperkloremik setelah pembuatan saluran ileal sering kali menyebabkan stasis urin. Asidosis persisten atau yang lebih berat memerlukan terpi dengan bikarbonat. Penggantian potassium juga diperlukan jika terdapat hipokalemia.

Page 64: 28-Management of Patients With Fluid & Electrolite Disturbances

Apakah kelainan elektrolit juga terjadi pada diversi urin tipe lainnya?Prosedur yang membuat usus sebagai saluran (ileal atau kolonik) lebih

dapat menyebabkan asidosis metabolic hiperkloremik dibandingkan dengan membuat usus sebagai saluran. Insiden dai asidosis metabolic hiperkloremik mendekati 80% setelah dilakukan ureterosigmoidostomi. Sebaliknya teknik yang lebih baru dengan reservoir kontinen seperti the Kock Pouch dan Indiana pouch memiliki insiden yang sangat kecil untuk terjadinya abnormalitas elektrolit post operatif.