3. bab ii.1 - labiopalatoskizis.doc

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Labiopalatoskizis merupakan suatu kelainan kongenital akibat proses pembentukan bibir dan palatum tidak sempurna pada janin, dapat berupa kelainan sindromik dan nonsindromik 1 . Antara minggu keempat dan kedelapan masa perkembangan embrio, bibir atas dan langit-langit terbentuk dari hasil migrasi dan penyatuan dari tiga proses bilateral (nasomedial, nasolateral, rahang atas) yang berasal dari sel-sel neural crest. Clefting (celah) terjadi ketika ada kegagalan fusi atau berkurang penetrasi mesenchymal pada proses migrasi embriologi 2 . Proses embriologi CL (cleft Lip) dan CP (Cleft palate) sebagian besar berbeda. CL adalah celah unilateral atau bilateral pada bibir atas dan rahang, yang terbentuk selama minggu ketiga hingga ketujuh 3

Upload: miranty-rahmi-a

Post on 12-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Labiopalatoskizis merupakan suatu kelainan kongenital akibat proses

pembentukan bibir dan palatum tidak sempurna pada janin, dapat berupa kelainan

sindromik dan nonsindromik1. Antara minggu keempat dan kedelapan masa

perkembangan embrio, bibir atas dan langit-langit terbentuk dari hasil migrasi dan

penyatuan dari tiga proses bilateral (nasomedial, nasolateral, rahang atas) yang

berasal dari sel-sel neural crest. Clefting (celah) terjadi ketika ada kegagalan fusi

atau berkurang penetrasi mesenchymal pada proses migrasi embriologi2.

Proses embriologi CL (cleft Lip) dan CP (Cleft palate) sebagian besar

berbeda. CL adalah celah unilateral atau bilateral pada bibir atas dan rahang, yang

terbentuk selama minggu ketiga hingga ketujuh perkembangan embrio. CP adalah

celah di langit-langit bagian yang keras atau lembut, yang terbentuk pada minggu

kelima hingga keduabelas perkembangan embrio. CP mungkin akibat dari

terganggunya pertumbuhan yang rusak dari atap palatum atau kegagalan elevasi

atau fusi dari atap palatum2.

Dalam beberapa kasus, hipoplasia daerah rahang bawah sebelum usia

perkembangan embrio 9 minggu memungkinkan lidah untuk tumbuh kearah

posterior, mengganggu proses penutupan atap palatum posterior, mengakibatkan

pembentukan CP berbentuk U2.

3

Page 2: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

B. Epidemiologi

Bibir sumbing dan celah palatum merupakan kelainan kongenital yang

paling sering ditemukan di daerah kepala dan leher. Insidens bibir sumbing

dengan atau tanpa celah palatum adalah 1 dari 2.000 kelahiran di Amerika Serikat.

Insidens bibir sumbing dengan atau tanpa celah palatum bervariasi berdasarkan

etnis, dari 1.000 kelahiran didapatkan pada etnis Indian 3,6, etnis Asia 2,1, etnis

kulit putih 1,0, dan etnis kulit hitam 0,41. Sebaliknya, insidens celah palatum

konstan pada semua etnis, yaitu 0,5 dari 1.000 kelahiran.3

Insidens berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita adalah 2:1 untuk bibir

sumbing dengan atau tanpa celah palatum dan 1:2 untuk celah palatum saja.

Secara keseluruhan, proporsi kelainan ini di Amerika Serikat: 45% celah lengkap

pada bibir, alveolus, dan palatum; 25% celah bibir, alveolus, atau keduanya; dan

30% celah palatum3. Penelitian di Hawaii (1986-2003) membandingkan angka

kejadian bibir sumbing dan celah palatum dengan bibir sumbing saja yaitu sebesar

3,2% dan 1,0%.3,4 Insidens terbanyak pada orang Asia dan Amerika dibandingkan

orang kulit hitam5.

Diagnosis yang paling sering dijumpi adalah bibir sumbing bersama

dengan celah palatum sebesar 46%, diikuti oleh hanya celah palatum sebesar 33%,

kemudian diisolasi bibir sumbing pada 21%. Mayoritas bibir sumbing bilateral

(86%) dan bibir sumbing unilateral (68%) berhubungan dengan celah palatum.

Celah unilateral sembilan kali lebih sering dibanding celah bilateral, dan sisi kiri

terjadi dua kali lebih sering dibanding dari sisi kanan. Laki-laki lebih sering

terkena bibir sumbing dan celah palatum, sedangkan hanya celah palatum lebih

4

Page 3: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

sering terjadi pada wanita. Pada populasi putih, bibir sumbing dengan atau tanpa

celah palatum terjadi pada sekitar 1 dari 1.000 kelahiran hidup. Entitas ini dua kali

lebih sering dibanding populasi Asia, dan sekitar setengah insidensi di Afrika

Amerika. Heterogenitas ras ini tidak diamati untuk celah palate saja, yang

memiliki insiden keseluruhan 0,5 per 1.000 kelahiran hidup16.

C. Etiologi dan Gambaran Klinis

Berbagai macam penyebab dikaitkan dengan kelainan bibir sumbing

dengan atau tanpa celah palatum. Kelainan bibir sumbing dan celah palatum dapat

berhubungan dengan malformasi atau sindrom tertentu yang dikenal dengan

kelainan sindromik, bila kelainan ini tidak berhubungan dengan malformasi atau

sindrom tertentu disebut kelainan nonsindromik6-12. Sekitar 70% kasus merupakan

kelainan nonsindromik dan 30% kasus kelainan sindromik, dengan kasus

terbanyak sindrom van der Wounde.5,12

a. Cleft Lip (CL) dengan atau tanpa Cleft Palate (CP)

Sekitar 70% dari kasus CL dengan atau tanpa CP terjadi kelainan

tanpa terkait sindrom (nonsyndromic CL / P) dan 30% sebagai bagian

dari lebih dari 300 beberapa sindrom malformasi, kelainan kromosom,

kondisi teratogenik, dan gangguan gen yang diwariskan3. Beberapa

kelainan genetik lebih umum dan sindrom dimana CL / P sering terjadi

tercantum dalam Tabel 13-12.

Salah satu sindrom yang sering terkait dengan CL atau CP adalah

sindroma Van der Woude (VWS). VWS adalah gangguan dominan

5

Page 4: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

autosomal disebabkan oleh mutasi pada gen IRFG. Individu dengan

VWS memiliki fistula bawaan bibir bawah, terkadang berupa gundukan

kecil (biasanya bilateral), disertai CL atau CP, yang dapat berupa

kombinasi dari tiga anomali tersebut atau sendiri-sendiri (Gbr. 13-1) 2.

Gambaran Pasien dengan sindroma Van der Woude2

Cacat dibagian wajah juga sering terjadi akibat sejumlah sindrom

displasia ektodermal. Gangguan ini melibatkan kelainan rambut, gigi,

dan kulit. Beberapa displasia ektodermal juga berhubungan dengan

anomali kongenital pada jari tangan atau kaki (ectrodactyly / tangan

perpecahan dan kaki). Mutasi pada gen TP63 menyebabkan sindrom

yang terdiri atas ectrodactyly, ectodermal displasia, dan labioskizis /

palatoskizis (EEC) dan sindrom anklyoblepharonectodermal displasia-

clefting (AEC) Hay-Wells2.

CL dengan atau tanpa defek pada palatum dapat terjadi akibat

berbagai kelainan kromosom, terutama berkaitan dengan defek parsial

dari lengan pendek kromosom 4. sindrom 4p deletion (4p- atau Wolf-

6

Page 5: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

Hirschhorn sindrom) ditandai dengan hypertelorism okular, luas atau

hidung bengkok , mikrosefali, telinga rendah-set, dan CL dan / atau CP2.

Sebagian besar malformasi CL yang terjadi di daerah lateral. CL

yang terjadi di daerah median atau celah garis tengah (melalui pusat bibir

atas) merupakan hal yang sangat langka dan hanya sekitar 0,5% dari

semua cacat CL. CL daerah median dapat terjadi sebagai anomali

tersendiri (nonsyndromic CL) atau sebagai bagian dari sejumlah sindrom

malformasi. Gangguan yang paling umum yang terkait dengan CL daerah

median adalah holoprosencephaly, trisomi 13, dan sindrom oral-facial-

digital (OFD) 2.

Holoprosencephaly adalah malformasi utama berupa gangguan

pada otak depan. Malformasi kraniofasial yang khas termasuk

hypertelorism, berbagai keadaan hidung yang abnormal, dan terkadang

terdapat CL median. Bayi dengan trisomi 13 dapat mengalami sindroma

holoprosencephaly dan / atau CL median2.

Sindroma Oral-Facial-Digital tipe 1 adalah gangguan X-linked

dominan yang terutama terjadi pada perempuan, ditandai dengan

beberapa frenuli antara membran mukosa bukal dan alveolar ridge, CL

dan / atau CP median, lidah lobulated atau bifida, dan berbagai kelainan

pada jari termasuk asimetris digit, sindaktili, dan polydactyly2.

Seperti disebutkan sebelumnya, sejumlah teratogen dapat

menyebabkan CL/CP termasuk alkohol, fenitoin, dan asam valproik.

Setiap teratogen ini dikaitkan dengan malformasi kraniofasial dan

7

Page 6: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

berbagai anomali kongenital yang umumnya berupa kelainan pada jari,

kelainan jantung bawaan, dan anomali genitourinaria2.

Tabel 1. Beberapa penyebab tersering Cleft Lip (CL)

b. Cleft Palate (CP)

Sekitar 15-50% dari bayi dengan CP tanpa CL memiliki kelainan

bawaan tambahan dan disertai sejumlah gangguan genetik tertentu di

mana CP merupakan temuan yang sering (Tabel 13-2) 2.

Tabel 2. Beberapa penyebab tersering Cleft Palate (CP) 2

8

Page 7: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

Salah satu gangguan yang paling sering dikaitkan dengan CP

adalah sindroma 22q11.2 deletion (sindroma hilangnya kromosom

22q11.2). Sindrom ini disebabkan oleh hilangnya submicroscopic

kromosom 22 yang terdeteksi dengan fluorescence in situ hybridization

(FISH). Dengan kejadian 1/4000, sindroma 22q11.2 deletion adalah

sindrom kromosom mikrodelesi yang paling umum dan salah satu yang

paling umum dari semua gangguan genetik. Malformasi dari sindrom ini

termasuk cacat bawaan jantung, terutama cacat cono-truncal (tetralogi

Fallot, arkus aorta terganggu, defek septum ventrikel), kelainan palatum

(CP, abnormalitas otot dan fungsi velopharyngeal), hipokalsemia,

defisiensi imun, dan karakteristik wajah khas (Tabel 13-3) 2

Gambaran klinis sindroma 22q11.2 deletion2

9

Page 8: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

Kombinasi CP (seringkali yang berbentuk U), micrognathia

(mandibula yang kecil), dan glossoptosis (lidah retroposisi ke saluran

napas faring mengakibatkan berbagai derajat obstruksi dan gangguan

pernapasan) pertama kali dijelaskan oleh Pierre Robin di 192311 dan

disebut sebagai sindrom Pierre Robin atau Sekuel Robin. Sedangkan

definisi klasik Sekuel Robin membutuhkan kehadiran ketiga temuan

tersebut, berbagai penulis telah menganjurkan definisi lain yang

memungkinkan diagnosa dengan minimal keberadaan dua temuan, yang

10

Page 9: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

paling sering yaitu micrognathia dan CP tanpa harus disertai

glossoptosis2.

D. Diagnosis dan Klasifikasi

Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh, diagnosis

bibir sumbing dan celah palatum dapat ditegakkan. Keluhan-keluhan umum selain

keluhan estetik antara lain gangguan bersuara, berbicara dan berbahasa, gangguan

menyusu/makan, gangguan pertumbuhan wajah, pertumbuhan gigi, dan infeksi

pendengaran. Pada pemeriksaan fisik kepala dan leher, dapat ditemukan asimetri

wajah, gangguan perkembangan telinga, gangguan pendengaran, celah dan

anomali septum, atresia koana, gangguan rongga mulut dan gigi, fonasi, dan

menelan3,5,13,14.

Banyak sistem terminologi dan klasifi kasi telah diajukan, namun hanya

beberapa saja yang diterima secara klinis. Perkembangan embriologi bibir dan

palatum menjadi dasar beberapa klasifi kasi deformitas bibir sumbing dan celah

palatum yang telah diterima luas. Foramen insisivus membagi palatum menjadi

palatum primer dan palatum sekunder (Gambar 1). Palatum primer terdiri dari

premaksila, bibir, ujung hidung, kolumela, dan foramen insisivus sebagai bagian

posteriornya. Palatum sekunder terbentuk setelah selesainya pembentukan

palatum primer dan memanjang dari foramen insisivus di anterior ke uvula di

posterior12,15.

Klasifikasi Veau untuk bibir sumbing dan celah palatum (Gambar 2), yang

dikembangkan pada tahun 1931, merupakan klasifikasi sederhana namun kurang

11

Page 10: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

terperinci. Kelompok 1 hanya terdiri dari celah palatum mole saja, kelompok 2

terdiri dari celah palatum mole dan palatum durum yang mencapai ke foramen

insisivus, kelompok 3 terdiri dari celah alveolar yang lengkap pada satu sisi saja

yang juga secara umum mengikutsertakan bibir, dan kelompok 4 terdiri dari celah

alveolar pada dua sisi, yang sering dikaitkan dengan bibir sumbing kedua sisi12.

Klasifi kasi kedua merupakan klasifi kasi yang lebih detail namun masih

berdasar pada perkembangan embriologi. Celah bibir/bibir sumbing diklasifi

kasikan menjadi unilateral dan bilateral, dan lebih lanjut sebagai lengkap atau

tidak lengkap. Bibir sumbing lengkap merupakan celah yang mencapai seluruh

ketebalan vertikal dari bibir atas dan terkadang berkaitan dengan celah alveolar.

Bibir sumbing tidak lengkap terdiri dari hanya sebagian saja ketebalan vertikal

dari bibir, dengan bermacam-macam jenis ketebalan jaringan yang masih tersisa,

dapat berupa peregangan otot sederhana dengan bagian kulit yang meliputinya

atau sebagai pita tipis kulit yang menyeberangi bagian celah tersebut. Simonart’s

Bandmerupakan istilah untuk menyebut suatu jaringan dari bibir dalam berbagai

ukuran yang menghubungkan celah tersebut. Walaupun Simonart’s Bandbiasanya

hanya terdiri dari kulit, gambaran histologis menunjukkan terkadang juga terdiri

dari serat-serat otot3.

Celah palatum diklasifi kasikan sebagai unilateral atau bilateral, dan

perluasannya lebih lanjut sebagai lengkap atau tidak lengkap. Celah palatum ini

diklasifi kasikan tergantung dari lokasinya terhadap foramen insisivus. Celah

palatum primer terjadi pada bagian anterior foramen insisivus, dan celah palatum

sekunder terjadi pada bagian posterior dari foramen insisivus. Celah unilateral

12

Page 11: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

palatum sekunder didefi nisikan sebagai celah yang prosesus palatum maksila

pada satu sisi bergabung dengan septum nasi. Celah bilateral lengkap palatum

sekunder tidak memiliki titik penyatuan maksila dan septum nasi. Celah lengkap

seluruh palatum melibatkan baik palatum primer dan juga sekunder, dan

melibatkan salah satu sisi atau kedua sisi arkus alveolar, biasanya melibatkan juga

bibir sumbing. Celah tidak lengkap palatum biasanya hanya melibatkan palatum

sekunder saja dan memiliki tingkat keparahan yang beragam3.

Tidak terdapat sistem terminologi dan klasifi kasi yang secara universal

dapat diterima bersama, tetapi ada skema klasifi kasi yang diterapkan oleh

departemen bedah otolaringologi-kepala dan leher Universitas Iowa (Gambar 3).

Bibir sumbing dibagi menjadi unilateral kiri atau kanan, atau bilateral (kelompok

I), dapat juga lengkap (dengan ekstensi mencapai dasar hidung) atau tidak

lengkap. Bibir sumbing saja dapat terjadi, namun celah yang terjadi pada daerah

alveolus selalu dikaitkan dengan bibir sumbing. Celah pada palatum dapat dibagi

menjadi primer (terlibatnya anterior foramen insisivum, kelompok IV) atau

sekunder (terlibatnya posterior dari foramen insisivum, kelompok II), dan

kelompok III yaitu pasien dengan bibir sumbing dan celah palatum3.

E. Penatalaksanaan

1. Tatalaksana Umum

Masalah ini melibatkan anak dan orang tua, bersifat kompleks,

bervariasi, dan membutuhkan penanganan yang lama. Penanganan

13

Page 12: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

anak kelainan celah bibir dengan atau tanpa celah palatum dan

kelainan celah palatum memerlukan kerjasama tim (Gambar 4),

seperti bagian anak, THT, bedah, gigi, ortopedi, ahli rehabilitasi suara

dan pendengaran, dan beberapa bidang lain seperti bedah saraf, mata,

prostodontik, perawat, dan psikolog3,5,12,13.

Prioritas medis utama adalah memberikan makanan dan nutrisi

yang cukup. Bayi dengan bibir sumbing biasanya tidak mengalami

masalah dalam pemberian air susu ibu ataupun minum dari botol, akan

tetapi bayi dengan bibir sumbing dan palatum atau celah palatum akan

bermasalah. Jika sumbing lebar, bayi akan sulit menyusu, lelah dan

menelan banyak udara; dibutuhkan preemie nipple. Posisi tegak saat

minum susu juga mengurangi risiko regurgitasi. Pada bayi dengan

sumbing lebar, penggunaan protesis palatum membantu pemberian

makanan dan minuman3,13.

Selain tatalaksana tersebut, operasi rekonstruksi wajah dapat

dilakukan untuk memperbaiki fungsi organ hidung, gigi, dan mulut,

perkembangan berbicara, serta memperbaiki estetika wajah. Operasi

meliputi perlekatan bibir, rekonstruksi bibir sumbing, dan rekonstruksi

celah palatum3,12,13.

2. Tatalaksana Rekonstruktif

a. Perlekatan Bibir

Pada bayi dengan bibir sumbing lebar, perlekatan ini berguna

membantu mempersempit celah, sebelum dilakukan rekonstruksi

14

Page 13: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

bibir. Pada umumnya dilakukan dengan taping menggunakan plester

hipoalergik yang dilekatkan antar pipi melewati celah bibir. Plester ini

digunakan 24 jam dan diganti setiap hari atau jika basah akibat

pemberian makan atau minum. Apabila plester tidak efektif, dapat

dilakukan operasi perlekatan bibir untuk mengubah sumbing

sempurna menjadi sumbing sebagian agar mengurangi tegangan saat

dilakukan operasi rekonstruksi bibir. Operasi perlekatan bibir dapat

dilakukan pada bayi usia 2 sampai 4 minggu. Semakin tua usia bayi

maka operasi perlekatan bibir akan menimbulkan jaringan parut

sampai dewasa, walaupun telah dilakukan rekonstruksi bibir3,12.

b. Perlekatan Bibir Unilateral

Menggunakan Millard rotation, metode ini dimulai dengan

langkah pertama yaitu menentukan area operasi. Kemudian membuat

flap segi empat di mukosa vermilion di celah medial dan lateral, lalu

menyatukan kedua mukosa. Penyatuan mukosa itu dilakukan dengan

benang jahit yang dapat diserap di bibir dalam, setelah itu menjahit

dengan benang yang tidak dapat diserap melewati kartilago septum di

sisi tidak bercelah melewati muskulus orbicularis oris, lalu kembali ke

kartilago septum. Kemudian dengan benang yang dapat diserap,

menjahit di bagian otot bibir medial dan lateral dengan teknik

interrupted (Gambar 5) 3,12.

c. Perlekatan Bibir Bilateral

15

Page 14: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

Metode ini sama dengan operasi unilateral, hanya berbeda

penggunaan teknik menjahit dengan teknik horizontal

mattress(Gambar 6) 3.

d. Rekonstruksi Bibir Sumbing

Jika tidak dilakukan perlekatan bibir sebelumnya, rekonstruksi

ini dilakukan pada bayi usia 8-12 minggu. Di Amerika, para dokter

bedah menggunakan rule of ten untuk rekonstruksi bibir dengan

kiriteria bayi setidaknya usia 10 minggu, berat 10 pon, dan

hemoglobin 10 gram/dL3,5,12,13.

e. Rekonstruksi Bibir Sumbing Unilateral

Sebelum operasi, operator menentukan dasar ala nasal, ujung

vermilion, bagian tengah vermilion, dan panjang fi ltrum di bagian

yang sumbing. Melakukan insisi di bagian yang sumbing dan daerah

yang akan direkonstruksi, kemudian menjahit lapis demi lapis mulai

dari muskulus orbikularis oris, lapisan mukosa, lapisan kulit, dan

kartilago di ala nasi (Gambar 7) 3,12,13.

f. Rekonstruksi Bibir Sumbing Billateral

Prinsip operasi ini sama dengan operasi unilateral. Setelah itu

membuat insisi untuk filtrum dan ala nasi dari prolabium,

melonggarkan tegangan muskulus orbikularis oris, dan menjahit lapis

demi lapis mulai dari otot, mukosa, kulit, fi ltrum, dan ala nasi

(Gambar 8) 3,12,13.

g. Rekonstruksi Celah Palathum

16

Page 15: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

Rekonstruksi ini bertujuan membantu perkembangan

berbicara, mencegah kemungkinan gangguan pertumbungan

maksilofasial, dan gangguan oklusi. Secara umum, rekonstruksi ini

dilakukan pada bayi usia 8-12 bulan3,5,12,13.

h. Rekonstruksi Celah Palathum Unilateral

Operasi ini dimulai dengan menentukan daerah operasi di tepi

celah palatum pada teknik Bardach two-flap. Melakukan insisi celah

di palatum durum 1-2 mm di lateral tepi celah, insisi 1 cm di posterior

tuberositas maksila dan mengarah ke anterior, kemudian bersatu

dengan insisi di medial. Setelah insisi dilakukan, lapisan

submukoperiosteum bilateral dibuka untuk mengidentifi kasi foramen

palatina tempat keluar arteri palatina mayor. Kemudian tepi posterior

palatum durum diidentifi kasi dan memotong serat otot dan mukosa,

dan mukoperiosteum nasal dipisahkan dan tepinya dijahit satu sama

lain. Selanjutnya otot velar dijahit dengan horizontal mattress dan

akhirnya melekatkan mukoperiosteal oral (Gambar 9) 3,5,12,13.

i. Rekontruksi Celah Palathum Billateral

Prosedur ini dapat dilakukan dengan beberapa teknik, seperti

teknik Bardach two-fl ap (Gambar 10) dengan prosedur sama dengan

unilateral. Kemudian pada teknik Wardill-Kilner/ V-Y advancement

(Gambar 11), membuat flap mukoperiosteal berbentuk Y oral di

ujung palatum sekunder, dan melakukan prosedur seperti teknik

17

Page 16: 3. BAB II.1 - Labiopalatoskizis.doc

Bardach two-flap. Teknik Furlow (Gambar 12) menggunakan

prosedur berbeda, yaitu Z-plasti, dengan membuat fl ap mukosa oral

dan flap otot, kemudian dijahit tumpang tindih dengan membentuk

huruf Z3,12,13.

F. Prognosis

Prognosis tergantung apakah Labiopalatoskizis tersebut non-sindrom atau

terkait sindrom. Labiopalatoskizis non-sindrom yang segera dioperasi setelah

memungkinkan memiliki prognosis lebih baik di banding Labiopalatoskizis terkait

sindrom.

18