3 proses bisnis, tipe perusahaan, buffer resource strategy erp.pdf

25
12 3. Tipe Perusahaan dan ERP Tuntutan bisnis yang semakin tinggi dewasa ini mendorong semakin banyak perusahaan mengimplementasikan software Enterprise Resource Planning (ERP) karena ERP dipandang dapat mengintegrasikan dan meningkatkan efisiensi proses bisnis (Laudon dan Laudon, 2005). ERP merupakan salah satu Enterprise Information Systems yang memiliki berbagai macam modul yang tiap modulnya terdiri dari banyak proses bisnis yang saling terkait dan terintegrasi satu sama lain. Untuk memahami esensi dari ERP terlebih dahulu dibutuhkan pemahaman tentang proses secara umum dan secara khusus tentang proses bisnis di dalam perusahaan. Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, secara historis ERP muncul dari perusahaan manufaktur. Namun pada perkembangan selanjutnya banyak perusahaan jasa dan organisasi lainnya juga mengimplementasikan ERP. Oleh karena itu pada bab ini akan diulas pula secara singkat tentang berbagai tipe perusahaan karena tipe perusahaan sangat menentukan dalam konfigurasi dari ERP. Proses Bisnis Pada bab 1 sudah disebutkan bahwa pada dasarnya perusahaan terdiri dari departemen-departemen yang saling terhubung dalam melaksanakan berbagai proses. Setiap organisasi atau bagian-bagiannya dapat dipandang sebagai sebuah proses. Proses adalah transformasi intput menjadi output dan dapat digambarkan pada level yang paling tinggi sebagai black box seperti ditunjukkan pada gambar 3.1. Gambar 3.1 Proses Sebagai Black Box Untuk mengevaluasi dan meningkatkan kinerja proses kita harus melihat ke dalam kotak hitam secara detil. Aspek-aspek dari proses secara mendetail digambarkan pada gambar 3.2. Gambar 3.2 Arsitektur Proses Bisnis (diadaptasi dari Anupindi dkk, 1999)

Upload: krishnaadi

Post on 24-Nov-2015

227 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

  • 12

    3. Tipe Perusahaan dan ERP

    Tuntutan bisnis yang semakin tinggi dewasa ini mendorong semakin banyak perusahaan

    mengimplementasikan software Enterprise Resource Planning (ERP) karena ERP dipandang dapat

    mengintegrasikan dan meningkatkan efisiensi proses bisnis (Laudon dan Laudon, 2005). ERP merupakan

    salah satu Enterprise Information Systems yang memiliki berbagai macam modul yang tiap modulnya

    terdiri dari banyak proses bisnis yang saling terkait dan terintegrasi satu sama lain. Untuk memahami

    esensi dari ERP terlebih dahulu dibutuhkan pemahaman tentang proses secara umum dan secara khusus

    tentang proses bisnis di dalam perusahaan.

    Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, secara historis ERP muncul dari perusahaan manufaktur.

    Namun pada perkembangan selanjutnya banyak perusahaan jasa dan organisasi lainnya juga

    mengimplementasikan ERP. Oleh karena itu pada bab ini akan diulas pula secara singkat tentang

    berbagai tipe perusahaan karena tipe perusahaan sangat menentukan dalam konfigurasi dari ERP.

    Proses Bisnis

    Pada bab 1 sudah disebutkan bahwa pada dasarnya perusahaan terdiri dari departemen-departemen

    yang saling terhubung dalam melaksanakan berbagai proses. Setiap organisasi atau bagian-bagiannya

    dapat dipandang sebagai sebuah proses. Proses adalah transformasi intput menjadi output dan dapat

    digambarkan pada level yang paling tinggi sebagai black box seperti ditunjukkan pada gambar 3.1.

    Gambar 3.1 Proses Sebagai Black Box

    Untuk mengevaluasi dan meningkatkan kinerja proses kita harus melihat ke dalam kotak hitam secara

    detil. Aspek-aspek dari proses secara mendetail digambarkan pada gambar 3.2.

    Gambar 3.2 Arsitektur Proses Bisnis (diadaptasi dari Anupindi dkk, 1999)

  • 13

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Input adalah berbagai masukan yang akan ditransformasi oleh proses. Input dapat berupa

    konsumen yang memasuki proses pelayanan pelanggan (customer service), data nasabah yang

    dibutuhkan dalam proses evaluasi kredit, material kayu yang dibutuhkan dalam proses pembuatan

    mebel, uang dalam proses pembayaran manual dan lain-lain.

    Proses terdiri dari berbagai sub proses dan aktivitas maupun buffer yang saling terkait. Aktivitas

    adalah bentuk yang paling sederhana dalam proses transformasi (proses kecil). Aktivitas diurut sehingga

    output yang satu menjadi input aktivitas selanjutnya membentuk jaringan aktivitas. Jaringan

    menunjukkan hubungan presendensi dari aktivitas. Buffer adalah aktivitas khusus yang mengolah

    dimensi waktu dari unit aliran dengan menundanya. Buffer seringkali dianggap sebagai aktivitas yang

    tidak menambah nilai dan harus dihilangkan. Namun pada kenyataannya, aktivitas buffer tidak bisa

    dihindari dalam sebuah proses karena banyaknya ketidakpastian baik secara eksternal seperti

    ketidakpastian kedatangan bahan baku atau ketidakpastian permintaan maupun ketidakpastian internal

    misalnya kondisi tenaga kerja maupun mesin.

    Proses bisnis adalah sekumpulan aktivitas yang dilakukan secara terkoordinasi di dalam sebuah

    organisasi ataupun lingkungan teknis untuk mewujudkan sebuah tujuan bisnis. Setiap proses bisnis

    dijalankan oleh sebuah organisasi namun dapat berinteraksi dengan proses bisnis yang dilakukan oleh

    organisasi-organisasi lainnya. Proses bisnis yang umum ditemui di dalam perusahaan antara lain:

    Proses produksi

    Proses pemenuhan permintaan

    Proses pelayanan terhadap pelanggan

    Proses pengadaan material

    Proses pengembangan produk baru

    dll

    Pada perusahaan tradisional, proses bisnis di dalam perusahaan dikelola secara manual. Namun

    dengan kemajuan teknologi semakin banyak proses bisnis yang pengelolaannya secara semi otomatis

    maupun otomatis dengan bantuan sistem informasi seperti ERP.

    Barang vs. Jasa

    Transformasi yang dilakukan oleh sebuah proses dapat menghasilkan sekumpulan output yang

    diinginkan maupun tidak diinginkan. Menurut Slack dkk (2005) produk adalah sekumpulan output yang

    diinginkan dari suatu proses yang dapat berupa barang maupun jasa. Selain itu, proses dapat

    menghasilkan produk sampingan yang tidak diinginkan atau tidak dikirimkan kepada konsumen,

    misalnya saja produk cacat, limbah, dll.

    Ada beberapa karakteristik utama yang membedakan barang dengan jasa, seperti yang disebutkan oleh

    Slack dkk (2005) dan Heizer dan Render (2001) antara lain:

  • 14

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Wujudnya, barang berwujud nyata, dapat diraba, sementara jasa bersifat intangible atau tidak

    berwujud sesuatu yang kasat mata. Misalnya, kita dapat menyentuh sebuah televisi atau makanan

    ringan, namun tidak dapat menyentuh jasa potong rambut walaupun kita dapat melihat dan

    merasakan hasilnya.

    Daya simpan, barang dapat disimpan untuk beberapa waktu setelah diproduksi. Sementara jasa

    umumnya tidak dapat disimpan. Misalnya saja akomodasi kamar hotel unuk nanti malam akan

    hilang jika tidak terjual sebelum nanti malam.

    Dapat dipindahkan, barang seperti alat elektronik, makanan bahkan mobil dapat dipindahkan.

    Sementara jasa yang tidak kasat maka tidak dapat dipindahkan. Jasa kesehatan misalnya tidak dapat

    dipindahkan seperti barang walaupun sarana untuk memberikan layanan kesehatan dapat

    dipindahkan.

    Waktu produksi dan konsumsi, barang umumnya diproduksi terlebih dulu sebelum dikonsumsi.

    Misalnya minuman ringan yang sedang dinikmati oleh pelanggan sudah dibuat jauh sebelum.

    Sementara itu jasa melibatkan pelanggan dalam proses penyampaiannya sehingga proses produksi

    dan konsumsi berlangsung secara bersamaan. Jasa yang disediakan oleh seorang psikolog terjadi

    bersamaan dengan saat pasiennya mengkonsumsi jasa tersebut.

    Kontak dengan pelanggan, jasa melibatkan pelanggan dalam proses sehingga seringkali sulit untuk

    distandarkan dan diotomasi dan dibuat seefisien mungkin karena interaksi dengan pelanggan

    membutuhkan keunikan tersendiri.

    Perusahaan Manufaktur vs. Perusahaan Penyedia Jasa

    Perusahaan secara umum dibedakan menjadi perusahaan manufaktur dan jasa berdasarkan output

    utama yang dihasilkan. Perusahaan manufaktur seringkali didefinisikan sebagai perusahaan yang

    menghasilkan produk, sementara perusahaan jasa menghasilkan jasa. Penggunaan kata produk

    sebaiknya diganti dengan barang, karena definisi dari produk adalah output dari proses yang bisa berupa

    barang maupun jasa. Selain itu, sangat sedikit perusahaan yang hanya memproduksi barang saja

    ataupun murni menghasilkan jasa saja.

    Sebagai contoh, walaupun sebuah perusahaan pengolah aluminium pada dasarnya menghasilkan

    aluminium, tetapi tentunya dalam melaksanakan prosesnya mereka akan memberikan jasa penerimaan

    order maupun penyesuaian terkait dengan jenis produk aluminium yang dibutuhkan oleh pelanggan.

    Tidak tertutup juga kemungkinan dilakukannya jasa pengiriman. Sebaliknya, penyedia jasa layanan pun

    pasti melibatkan barang di dalam penyaluran jasa kepada pelanggan. Sebagai contoh adalah penyedia

    layanan sistem komputer. Walaupun fokus utamanya adalah memberikan layanan namun dalam

    memberikan layanan terkait komputer dibutuhkan barang-barang komputer dan lain-lain.

    Oleh karena itu, definisi yang lebih tepat adalah:

    Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang output utamanya berupa barang sementara

    perusahaan jasa adalah perusahaan yang output utamanya adalah jasa.

  • 15

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Tipe-tipe Perusahaan Manufaktur

    Perusahaan manufaktur dapat dibedakan berdasarkan beberapa hal antara lain: 1) hal yang mendorong

    proses produksi, 2) peran dari persediaan, 3) volume produksi, 4) variasi produk yang dihasilkan.

    Dilihat dari hal yang mendorong proses produksi, secara umum perusahaan manufaktur dapat berjalan

    berdasarkan permintaan pelanggan (order) atau berdasarkan prediksi (ramalan permintaan). Kedua

    pendekatan tersebut memiliki tantangan tersendiri. Jika perusahaan memproduksi berdasarkan

    peramalan maka, selalu ada kemungkinan bahwa produk yang dibuat tidak sesuai baik dari sisi kuantitas

    maupun jenis produk dengan keinginan pelanggan. Namun, pelanggan tidak perlu menunggu lama jika

    ingin membeli produk karena produk tersebut sudah tersedia di stock. Sebaliknya, perusahaan make-to-

    order tidak menghadapi masalah dari sisi kesesuaian produksi dengan permintaan pelanggan, karena

    perusahaan ini akan berproduksi setelah pelanggan memesan. Namun di sisi lain, pelanggan harus

    menunggu selama waktu produksi sebelum dapat memperoleh produknya.

    Perusahaan harus menentukan titik keseimbangan antara penggunaan peramalan dan pesanan dalam

    memenuhi permintaan pelanggan. Konsep ini dikenal dengan Costumer Order Decoupling Point

    (CODP). Berdasarkan CODP lingkungan perusahaan manufaktur biasanya dibedakan menjadi:

    Engineer-to-order (ETO)

    Make-to-order (MTO)

    Assembly-to-order (ATO)

    Make-to-stock (MTS)

    Perusahaan manufaktur dibagi ke dalam beberapa proses utama yaitu: perancangan (design),

    pengadaan material (procurement), perakitan (assemble), perakitan akhir (final assemble) dan

    pengiriman ke pelanggan. Proses perancangan adalah aktivitas-aktivitas untuk menerjemahkan ide ke

    dalam rancangan produk baik dalam wujud gambar maupun prototype. Pengadaan material adalah

    proses mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah produk.

    Lingkungan perusahaan manufaktur ditunjukkan pada gambar 3.3. Perusahaan Engineer-to-Order

    melibatkan pelanggan mulai dari proses desain, dalam arti kebutuhan pelanggan menentukan desain

    dari produk. Sebagai contoh untuk ETO adalah produsen alat permesinan khusus dimana pelanggan

    dapat menentukan mesin apa yang harus dibuat yang kemudian diakomodasi oleh perusahaan ke dalam

    rancangan. Dalam memenuhi pesanan, perusahaan sangat mungkin harus merancang proses

    manufaktur yang spesifik. Untuk perusahaan tipe ini maka tidak menyimpan material karena permintaan

    yang satu dengan yang lain bisa sangat berbeda.

    Perusahaan make-to-order baru berproduksi jika sudah ada permintaan dari pelanggan. Perusahaan

    seperti ini tidak menyimpan produk akhir. Perusahaan Make-to-Order biasanya sudah memiliki

    rancangan dasar dari produk yang akan dibuat, namun beberapa atribut dari pelanggan juga

    diperhitungkan dalam perancangan produk. Hal yang membedakan MTO dari ETO adalah dalam proses

    produksinya perusahaan MTO tidak terlalu membutuhkan rekayasa proses manufaktur. Contoh

  • 16

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    perusahaan Make-to-Order adalah perusahaan furniture. Perusahaan ini tentunya sudah memiliki

    gambaran tentang produk yang dibuat seperti meja, kursi, almari dll dari bahan dasar tertentu seperti

    kaju atau rotan. Permintaan pelanggan akan menentukan ukuran jenis dan material untuk furniture,

    namun dalam memenuhi pesanan perusahaan furniture tidak sampai memerlukan rekayasa proses.

    Perusahaan bertipe MTO mungkin menyimpan berbagai material dasar yang dibutuhkan untuk produksi.

    Misalnya perusahaan furniture mungkin menyimpan kayu.

    Gambar 3.3 Lingkungan Manufaktur

    Ada pula perusahaan manufaktur yang memproduksi produk yang dapat dibagi ke dalam beberapa

    modul/part, kemudian proses perakitan dilakukan sesuai dengan permintaan pelanggan. Perusahaan

    seperti ini dikenal dengan perusahaan Assembly-to-Order. Sebagai contoh perusahaan berjenis ATO

    adalah Dell Inc. Dell memproduksi berbagai part yang dibutuhkan dalam perakitan PC kemudian

    menyimpannya. Pelanggan Dell akan mengorder PC dengan mengkombinasikan part-part yang

    ditawarkan oleh Dell. Segera setelah pelanggan memesan maka Dell akan menjadwalkan perakitan dari

    PC tersebut. Perusahaan bertipe ATO menyimpan produk setengah jadi/modul/part.

    Perusahaan make-to-stock melakukan produksi berdasarkan prediksi (ramalan) permintaan tanpa

    menunggu permintaan dari pelanggan. Produk yang dibuat berdasarkan prediksi kemudian disimpan

    sampai permintaan sesungguhnya datang. Perusahaan MTS tidak melibatkan pelanggannya secara

    langsung dalam berproduksi Perusahaan ini merancang, menentukan material, melakukan proses

    produksi dari produknya berdasarkan peramalan. Pelanggan membeli produk dari toko ataupun jaringan

    distribusi lainnya. Sebagai contoh adalah perusahaan makanan dan minuman ringan, produsen kosmetik

    dan kebutuhan personal lainnya. Perusahaan bertipe ini menyimpan produk jadi untuk memenuhi

    kebutuhan pelanggannya.

    Buffer-resource Strategy (VATI Strategies)

    Serupa dengan konsep Decoupling Point dikenal pula konsep Buffer-resource Strategy (Ptak, 2004).

    Konsep ini membedakan perusahaan berdasarkan strategi sumber daya yang digunakan sebagai buffer.

    Design Procure Assemble Final Assemble Delivery

    Make to Stock, MTS

    Make to Order, MTO

    Assembly to Order, ATO

    Engineer to Order, ETO Delivery Order

    Order

    Order

    Order

  • 17

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Mengapa perusahaan membutuhkan buffer (cadangan)? Walaupun dengan implementasi sistem

    perencanaan yang terbaik, komunikasi yang baik dan penyelarasan seluruh proses bisnis, selalu saja ada

    kemungkinan sesuatu tidak berjalan dengan seharusnya. Apa saja kemungkinan kesalahan tersebut?

    Kesalahan terjadi bisa karena berbagai sebab, antara lain:

    Ketidakpastian pasokan: material yang tidak datang tepat waktu, jumlah dan kualitasnya tidak

    sesuai

    Ketidakpastian permintaan: perubahan pola permintaan pelanggan, jumlah permintaan tidak

    stabil

    Ketidakpastian internal: mesin rusak, karyawan absen dll

    Strategi sumber daya cadangan (Buffer resource strategy) memungkinkan perusahaan untuk menyerap

    variabilitas tersebut dan tetap berjalan sesuai ekspektasi.

    Jenis Buffer

    Cadangan yang digunakan oleh perusahaan dapat berupa inventory dan/atau kapasitas. Inventory dan

    kapasitas dapat digunakan untuk menyangga (menampung) permintaan pelanggan dari proses

    manufaktur. Berbagai tipe industry dan proses manufaktur membutuhkan tipe dan ukuran buffer yang

    berbeda.

    Gambar 3.4 Inventory dan Kapasitas sebagai Buffer

    Inventory

    Inventory atau persediaan adalah aset (bukan modal) yang terbesar di sebagian besar perusahaan

    dewasa ini. Nilai pasar dari persediaan yang berlebihan atau kedaluarsa yang sesungguhnya hanya

    sebagian kecil dari nilai bukunya. Bahkan malah menimbulkan biaya untuk mengeluarkannya. Konsumen

    menginginkan lebih banyak variasi produk, tenggang waktu pengiriman yang lebih singkat dalam volume

    pembelian yang lebih kecil. Perusahaan harus dengan hati-hati menginvestasikan dana untuk persediaan

    sehingga dapat memastikan bahwa persediaan tersebut dapat segera dikonversi menjadi profit bukan

    kerugian.

  • 18

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Inventory dapat berupa: 1) produk jadi, 2) persediaan setengah jadi (Work in progress inventory), dan 3)

    bahan mentah. Inventory berdasarkan letaknya juga dapat dibedakan menjadi stock di titik konsumsi

    maupun inventory yang sedang berada pada titik antara poin produksi dan konsumsi (pipeline

    inventory). Sebagai contoh pipeline inventory adalah: 1) Penjual yang baru saja menerima pesanan, 2)

    Sebuah gudang yang harus memindahkan material ke poin konsumsi, dan 3) Sebuah pabrik yang baru

    saja menerima order produksi.

    Stock umum diekspresikan dalam tiga cara: 1) Waktu, 2) Uang dan 3) Kuantitas. Penggunaan stock

    sebagai mekanisme perlindungan dapat diterjemahkan ke dalam waktu. Misal stock disebut 3 minggu

    artinya stock sejumlah kuantitas rata-rata yang diramalkan akan dikonsumsi dalam tiga minggu yang

    akan datang. Untuk menentukan tinggi atau rendahnya tingkat persediaan, lebih masuk akal untuk

    menyebutkannya sebagai fungsi waktu dari pada sekedar kuantitas. Contoh: jika kita menyebutkan stock

    yang tersisa sejumlah 20 unit, apakah ini terlalu banyak atau terlalu sedikit? Maka nilai ini relative

    terhadap berapa banyak rata-rata stock tersebut akan terpakai. Berdasarkan pemakaian dalam

    beberapa periode yang lalu diketahui rata-rata permintaan per hari adalah 10 unit. Sehingga sisa stock

    sebanyak 20 unit hanya akan bertahan untuk 2 hari. Maka lebih mudah menyebutkan bahwa stock

    masih cukup untuk 2 hari karena dengan demikian bagian persediaan sudah dapat memperkirakan

    apakah sekarang saat yang terbaik untuk mengisi kembali (replenishment) stock.

    Untuk menentukan tingkat persediaan perlu diperhitungkan empat parameter:

    Konsumsi rata-rata

    Variabilitas konsumsi

    Waktu untuk mengisi stock (replenishment)

    Variabilitas waktu pengisian (replenishment)

    Faktor lain yang perlu ditentukan oleh manajemen adalah service level (berapa tingkat pelayanan

    kepada pelanggan yang ingin dicapai oleh perusahaan). Jika perusahaan menetapkan tingkat pelayanan

    yang dicapai (service level) tinggi maka tingkat persediaan harus tinggi. Penentuan tingkat stock yang

    optimal dan lain-lain merupakan pokok bahasan manajemen persediaan yang tidak akan dibahas secara

    mendetil di sini.

    Capacity

    Kapasitas bersifat tidak tahan lama (perishable). Kapasitas yang tidak termanfaatkan saat ini tidak akan

    tersedia keesokan harinya. Untuk itu, perusahaan harus mendayagunakan kapasitas dengan baik untuk

    mencapai keuntungan yang terbaik.

    Tipe perusahaan berdasarkan Buffer

    Berdasarkan penggunaan buffer maka perusahaan dapat dibedakan menjadi:

    V-Type: Make-to-Order

    A-Type: Make-to-Stock

    T-Type: Assembly-to-Order

    I-Type: MTS/ATO

  • 19

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Perusahaan bertipe V (V-type) menyimpan bahan mentah yang variasinya sedikit sebagai cadangan.

    Kemudian berdasarkan permintaan pelanggan, perusahaan mengolah bahan mentah ini menjadi produk

    akhir yang variasinya sangat banyak. Perusahaan V-Type ini biasanya adalah perusahaan bertipe Make-

    to-Order.

    Perusahaan bertipe A (A-Type) mengombinasikan berbagai jenis bahan baku menjadi sekelompok

    produk akhir. Jenis bahan baku lebih banyak daripada jenis produk akhir yang dihasilkan. Perusahaan

    tipe ini menyimpan produk akhir untuk memenuhi permintaan pelanggan. Dengan demikian perusahaan

    bertipe A cenderung bekerja secara Make-to-Stock.

    Perusahaan bertipe T (T-Type) memproduksi berbagai produk setengah jadi (baik berupa part atau

    modul-modul) kemudian menyimpannya. Perusahaan kemudian merakit produk setengah jadi ini

    menjadi produk akhir berdasarkan permintaan pelanggan. Kombinasi antara berbagai part ini yang

    memungkinkan variasi produk akhir yang didapat sangat bervariasi. Perusahaan bertipe ini sebanding

    dengan perusahaan Assembly-to-Order.

    Perusahaan bertipe I (I-Type) mengolah bahan mentah menjadi beberapa bahan penting yang

    dibutuhkan untuk proses produksi selanjutnya. Pembuatan bahan-bahan penting ini dikerjakan secara

    MTS. Bahan penting ini diproses menjadi beberapa produk setengah jadi yang dapat dirakit menjadi

    produk jadi. Pada bagian ini proses dilakukan secara ATO.

    Berdasarkan uraian keempat tipe perusahaan ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan akan

    menyimpan pada titik yang variasinya paling rendah. V-type akan menyimpan bahan mentah karena

    bahan mentah ini variasi dan resiko penyimpanannya rendah. Jika perusahaan bertipe V menyimpan

    produk jadi maka kemungkinan produk itu tidak sesuai dengan permintaan pelanggan akan sangat

    besar. Perusahaan bertipe A sebaliknya akan menyimpan produk akhir karena pelanggan tidak terlibat

    dalam perancangan dan pemrosesan produk.

    Volume and Variety of Production

    Perusahaan juga seringkali dibedakan berdasarkan volume (kuantitas) produksi dan variasi produk

    seperti ditunjukkan pada gambar 3.5. Variasi produk adalah banyaknya jenis produk yang berbeda yang

    ditawarkan oleh perusahaan. Perusahaan bertipe MTS memproduksi sedikit jenis produk dengan volume

    produksi yang besar. Perusahaan bertipe ATO memproduksi lebih banyak variasi akhir namun volume

    produksi yang sedikit lebih rendah dari perusahaan MTS. Sementara itu perusahaan MTO memproduksi

    banyak variasi produk sesuai dengan permintaan pelanggan dalam volume yang tidak terlalu besar.

    Terdapat pula perusahaan bertipe Project yang memproduksi produk yang jenisnya tidak terbatas

    namun volume produksinya sangat rendah bahkan dapat dikatakan one-of-a-kind. Dalam arti

    perusahaan bertipe project seringkali tidak memproduksi produk yang sama antara satu proyek dengan

    proyek lainnya.

  • 20

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Gambar 3.5 Variasi dan Volume Produksi pada Perusahaan Manufaktur

    Perusahaan Bertipe Proyek

    Sebuah perusahaan bertipe proyek memproduksi variasi produk yang sangat besar namun dalam

    volume yang sangat kecil. Produk atau hasil biasanya dikelola sebagai sebuah proyek unik. Perusahaan

    berkompetisi di pasan berdasarkan berbagai produk yang mampu mereka kerjakan dengan

    menggunakan sumber daya yang sama. Perusahaan bertipe ini menggunakan sebagian sistem Materials

    Requirement Planning (MRP) untuk menentukan apa yang akan dipesan dan kapan. Organisasi biasanya

    menggunakan sistem manajemen proyek untuk menentukan critical path untuk aktivitas di dalam

    proyek.

    Tool untuk manajemen proyek yang banyak digunakan adalah Critical Path Method (CPM) dan Gantt

    Charts. CPM dapat memberikan eksepektasi tanggal penyelesaian segera setelah tanggal dimulai

    ditetapkan menggunakan forward scheduling. Hasil dari forward scheduling ini adalah waktu yang paling

    awal sebuah pekerjaan dapat dimulai. Kemudian, berdasarkan tanggal penyelesaian yang diinginkan

    maka tanggal mulai yang disarankan dapat dihitung dengan backward scheduling. Backward scheduling

    akan menentukan kapan tanggal terakhir sebuah pekerjaan harus sudah dimulai. Program Evaluation

    and Review Technique (PERT) adalah teknik serupa dengan CPM hanya perbedaannya pada CPM durasi

    kegiatan/aktivitas ditentukan sebagai sebuah angka, sementara pada PERT durasi aktivitas memiliki nilai

    minimum, maksimum dan yang paling mungkin terjadi (most likely).

    Sebuah contoh:

    Asumsikan sebuah proyek tertentu membutuhkan pelaksanaan aktivitas A sampai I. Urutan serta durasi

    tiap aktivitas ditunjukkan pada tabel 3.1. Predecessors artinya aktivitas yang mendahului aktivitas

    Vo

    lum

    e

    Variety

    MTS

    ATO

    MTO

    Project

  • 21

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    tertentu. Misalkan, aktivitas A tidak memiliki predecessors berarti aktivitas tersebutlah yang pertama

    dilakukan. Sementara itu aktivitas B dan C, predecessornya A berarti kedua aktivitas ini baru dapat

    berjalan setelah aktivitas A selesai. Demikian seterusnya.

    Tabel 4.1 Aktivitas, Durasi dan Urutan sebuah Proyek

    Urutan dan durasi setiap aktivitas digunakan untuk menggambarkan CPM. Langkah pertama adalah

    membuat diagram seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Diagram terdiri dari Node (simpul) dan

    arrow (panah). Nodel mewakili kondisi awal dan akhir dari aktivitas sementara panah menunjukkan

    aktivitas dan urutannya. Panah diberikan informasi tambahan berupa nama dan durasi aktivitas. Node

    dibagi menjadi empat bagian. Bagian atas menunjukkan nomur urut aktivitas. Bagian kiri akan diisi

    dengan waktu dimulainya aktivitas. Bagian kanan akan diisi dangan waktu paling lambat aktivitas yang

    dihitung dengan backward scheduling.

    Activity Duration (weeks) Predecessors

    A 8 -

    B 10 A

    C 2 A

    D 16 B

    E 4 C

    F 7 C

    G 8 D, E

    H 12 F

    I 3 G, H

  • 22

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Gambar 3.6 Forward Scheduling

    Forward Scheduling

    Setiap aktivitas diapit oleh node yang merepresentasikan kondisi awal sebelum dan kondisi akhir setelah

    aktivitas tersebut dijalankan. Waktu dimulai aktivitas ditentukan dari waktu dimulainya aktivitas

    sebelumnya ditambah durasi aktivitas tersebut. Aktivitas A yang tidak memiliki predecessor maka pada

    node awal aktivitas A diisi dengan angka nol. Aktivitas B mengikuti aktivitas A sehingga aktivitas B akan

    dimulai pada minggu 8 karena aktivitas sebelum aktivitas B yaitu aktivitas A yang dimulai pada minggu 0

    ditambah dengan durasi pelaksanaan aktivitas A selama 8 minggu. Demikian pula aktivitas C, karena

    predecessornya juga aktivitas A, maka akan dimulai pada minggu ke 8. Namun, durasi aktivitas B dan C

    berbeda, sehingga aktivitas yang mengikuti aktivitas B dan C akan dimulai pada minggu yang berbeda.

    Aktivitas D yang mengikuti B akan dimulai di minggu ke 18, sementara aktivitas E dan F yang mengikuti

    aktivitas C dimulai pada minggu 10.

    Jika sebuah aktivitas memiliki lebih dari satu aktivitas pendahulu (predecessor) maka waktu mulai

    aktivitas tersebut dicari yang paling maksimum. Sebagai contoh aktivitas I memiliki dua predecessor

    yaitu G dan H. Ini berarti I baru bisa dimulai jika kedua aktivitas tersebut telah selesai. Jadi I dihitung dari

    maksimum waktu H dan I. Aktivitas G dimulai minggu 34 dengan durasi 8 minggu (selesai di minggu 42),

    sementara H dimulai minggu 17 dengan durasi 12 minggu (selesai minggu 29). Pada saat aktivitas H

    selesai di minggu 29, aktivitas I tidak bisa dimulai karena aktivitas G masih berlangsung. Aktivitas G baru

    selesai di minggu 42, dan saat itulah aktivitas I baru dapat dimulai. Seluruh proses dapat dilihat pada

    gambar 3.6.

    Backward Scheduling

    Setelah seluruh waktu mulai aktivitas ditentukan dengan forward scheduling maka langkah selanjutnya

    adalah menghitung tanggal paling lambat aktivitas dimulai degan backward scheduling (gambar 3.7).

    Perhitungan ini untuk mengisi seperempat bagian kanan dari node. Berbeda dengan forward scheduling

    yang dimulai dari aktivitas pertama, backward scheduling dimulai dari aktivitas terakhir. Dalam contoh

  • 23

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    ini aktivitas terakhir adalah aktivitas I. Berdasarkan forward scheduling ditentukan bahwa aktivitas I

    dimulai pada minggu 42. Durasi aktivitas I adalah 3 minggu sehingga node terakhir akan diisi dengan

    minggu 45. Dengan harapan bahwa aktivitas tersebut berlangsung dengan tepat waktu maka paling

    lambat aktivitas I selesai pada minggu 45 juga.

    Gambar 3.7 Backward Scheduling

    Selanjutnya, dari minggu 45 dikurangi durasi waktu aktivitas I selama 3 minggu maka ditemukan waktu

    paling lambat aktivitas I dimulai pada minggu 42. Untuk aktivitas G dihitung dari minggu 43, dikurangi 8

    minggu sehingga ditemukan bahwa aktivitas G paling lambat dimulai minggu 34. Sementara itu aktivitas

    H akan dihitung dari minggu 42 dikurangi dengan 12 minggu durasi aktivitas H sehingga ditemukan

    waktu paling lambat mulai aktivitas H pada minggu 30.

    Untuk aktivitas yang menjadi predecessor untuk lebih dari satu aktivitas maka waktu paling lambat

    dimulai aktivitas tersebut adalah minimum dari aktivitas-aktivitas pengikutnya. Sebagai contoh, aktivitas

    E dan F sama-sama mengikuti aktivitas C. Jika mengacu pada aktivitas E maka minggu 34 dikuraingi

    dengan 4 minggu aktivitas E, sehingga ditemukan bahwa paling lambat aktivitas C dimulai minggu 30.

    Tetapi jika mengacu pada aktivitas F, ditemukan waktu paling lambat aktivitas C dimulai adalah minggu

    23 ( 30 7). Jika yang dipakai adalah minggu 30 maka aktivitas F akan terjadual terlalu lambat dan

    seluruh aktivitas selanjutnya akan terpengaruh. Untuk itu, dipilih waktu paling minimum yaitu minggu

    23. Jika disimulasikan walaupun aktivitas C baru selesai pada minggu 23, seluruh aktivitas selanjutnya

    tidak akan terpengaruh.

    Critical Path

    Berdasarkan hasil forward dan backward scheduling dapat dilihat bahwa beberapa pekerjaan atau

    aktivitas memiliki waktu paling awal (early start) dan waktu paling akhir (late start) memulai aktivitas

  • 24

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    yang berbeda. Ini berarti aktivitas tersebut memiliki slack (waktu lebih). Sebaliknya, terdapat aktivitas

    yang waktu paling awal dan waktu paling akhir mulai aktivitas tersebut sama. Artinya aktivitas ini tidak

    memiliki waktu luang dan tidak boleh terlambat. Berdasarkan contoh dapat dipetakan aktivitas-aktivitas

    tersebut sebagai A, B, D, G, I. Urutan aktivitas-aktivitas yang tidak boleh terlambat ini yang disebut

    dengan jalur kritis (Critical Path). Perusahaan harus memastikan bagaimana pun caranya aktivitas ini

    tidak terlambat. Jika diperlukan maka dapat dilakukan pengalihan sumber daya dari aktivitas non kritis

    (yang memiliki slack) ke aktivitas kritis. Inilah logika dasar dari Critical Path Method (gambar 3.8).

    Konsep CPM dapat membantu perencanaan pengadaan material untuk memulai pekerjaan. Pertanyaan

    yang dihadapi adalah: apakah material harus ada untuk dimulai di waktu yang paling awal atau

    perusahaan menunda investasi berupa persediaan sampai detik-detik terakhir? Pada sebagian besar

    perusahaan bertipe proyek, kebijakan biasanya memiliki material untuk waktu mulai yang paling awal.

    Bagi perusahaan proyek, biaya terbesar ditentukan oleh pendayagunaan sumber daya dari pada

    material.

    Gambar 3.8 Critical Path

    Perusahaan Bertipe Make To Stock

    Seperti telah dijelaskan sebelumnya perusahaan MTS memproduksi barang berdasarkan ramalan

    permintaan. Perusahaan MTS melayani permintaan pelanggan akhir (pemakai produknya) melalui jalur

    distribusi tertentu misalnya distributor, ritel ataupun toko. Sangat jarang perusahaan MTS yang menjual

    langsung kepada pelanggan akhir. Pelanggan akhir dari perusahaan MTS tidak bersedia menunggu lama

    untuk mendapatkan produk yang mereka butuhkan. Ekspektasi pelanggan akhir adalah produk harus

    ditemukan di rak (ritel) saat mereka membutuhkan.

    Distributor, ritel dan toko adalah pelanggan langsung bagi pabrik pembuat barang MTS. Mereka yang

    berperan untuk memantau tingkat penjualan produk kepada pelanggan akhir dan mengatur jumlah

    persediaan barang yang harus disediakan. Mereka akan mengajukan permintaan pengiriman produk ke

  • 25

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    perusahaan MTS. Pada saat melayani permintaan pengiriman langsung dari distributor bagian sales

    harus menjual berdasarkan Available to Promise (ATP) yaitu porsi dari persediaan yang belum

    teralokasikan/terikat.

    Sebuah perusahaan MTS biasanya memiliki planning horizon atau periode perencanaan. Selain itu

    perusahaan juga biasanya menetapkan Demand time fence yang menunjukkan sampai kapan pelanggan

    (distributor) harus sudah memberikan komitmen permintaan. Demand time fence merefleksikan waktu

    yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan (lead time). Misalnya jika demand time fence adalah 3

    bulan, maka pelanggan yang menginginkan barang diterima di awal bulan ke-4 harus sudah melakukan

    pemesanan di awal bulan ini.

    Sebagai ilustrasi ditunjukkan sebuah form perencanaan produksi pada gambar 3.9. Pada gambar dapat

    dilihat bahwa perusahaan mengawali bulan pertama dengan tingkat persediaan sebanyak 172 unit.

    Perkiraan permintaan selama 10 bulan ke depan telah diketahui. Selain ramalan, perusahaan juga sudah

    menerima permintaan dari distributornya (actual demand). Terlihat bahwa ramalan dan permintaan

    sesungguhnya terdapat perbedaan. Mengapa?

    Melalui proses perencanaan agregat (detilnya akan dibicarakan pada bab selanjutnya) perusahaan telah

    menentukan Master Production Schedule (MPS) yaitu rencana produksi dalam bulan-bulan ke depan.

    Pada saat terdapat MPS, berarti perusahaan akan berproduksi sesuai dengan rencana dan hasil produksi

    akan menambah stock.

    Demand time fence 3 Months

    Inventory on hand 172

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    Forecast 100 90 80 75 80 90 100 100 120 130

    Actual demand 80 120 75 30 20 10

    Master Production Schedule 150 150 150 150 150 150

    Gambar 3.9 Planning Sheet

    Planning horizon

    Confirm Demand

  • 26

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Pada baris actual demand yang sudah terisi adalah 6 bulan pertama dimana 3 bulan pertama adalah

    actual demand (sesuai dengan demand time fence) dan 3 bulan berikutnya masih berupa prediksi. Jika

    dalam pelaksanaannya, pelanggan (distributor) mengubah actual demand maka perusahaan biasanya

    mengenakan penalti. Namun untuk prediksi masih diperkenankan untuk berubah.

    Berdasarkan data tersebut, berapa tingkat persediaan yang masih tersedia saat ini yang dapat dijual

    kepada konsumen? Untuk mendapatkan informasi ini perusahaan biasanya menghitung Project

    Available Balance (PAB) yang dihitung sbb:

    - Dalam Demand time fence:

    Project available balance = inventory + master production schedule actual customer demand

    - Saat planning horizon melebihi demand time fence:

    Project available balance = inventory + master production schedule maximum (actual

    customer demand, forecast)

    Perhitungan Project Available Balance ditunjukkan pada gambar 3.10. Pada bulan 1, PAB adalah 92 yang

    didapat dari sisa inventory sebanyak 172, ditambah 0 (karena tidak ada MPS) dikurangi actual demand

    sebesar 80.

    Demand time fence 3 Months

    Inventory on hand 172

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    Forecast 100 90 80 75 80 90 100 100 120 130

    Actual demand

    80

    120 75 30 20 10

    Project Available balance

    92 122 47

    Available to promise

    Master Production Schedule 150 150 150 150 150 150

    Gambar 3.10 Project Available Balance

    Sebenarnya PAB dihitung tanpa mempertimbangkan confirmed demand. Sehingga jika Project available

    balance digunakan oleh bagian sales untuk menerima order maka bisa jadi Inventory tidak dialokasikan

    untuk customer yang telah mengorder terlebih dahulu. Misal jika PAB di awal periode 1 sebanyak 92

    92 -45

  • 27

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    unit digunakan oleh sales ketika ada konsumen baru mengorder, maka persediaan akan habis. Pada

    bulan ke-2, actual demand sebesar 120 unit akan dipenuhi dari MPS dan menyisakan inventory

    sebanyak 30. Namun pada bulan ke-3 permintaan sebesar 75 tidak dapat terpenuhi semuanya karena

    sisa stock hanya 30. Hal ini berarti PAB tidak mencerminkan alokasi untuk customer yang sudah order

    terlebih dahulu. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dihitung Available to Promise (ATP)

    - Available to Promise (ATP)

    Available to Promise (ATP) mengasumsikan bahwa rencana akan dijalankan dengan baik. Tujuan dari

    ATP adalah menyediakan gambaran tingkat inventory yang belum teralokasikan sehingga dapat

    digunakan untuk memenuhi order baru dari customer. ATP hanya dihitung pada periode pertama dalam

    planning horizon dan saat diperkirakan ada penerimaan. Perhitungan ATP adalah:

    ATP = Inventory + MPS demand sesungguhnya (actual demand)

    Jadi berapa sesungguhnya ATP pada periode 1?

    Demand time fence 3 Months

    Inventory on hand 172

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    Forecast 100 90 80 75 80 90 100 100 120 130

    Actual demand 80 120 75 30 20 10

    Project Available balance 92 122 47

    Available to promise 47

    Master Production Schedule 150 150 150 150 150 150

    Gambar 3.11 Available to Promise

    Seperti ditunjukkan pada gambar 3.11, ATP pada periode 1 adalah 47 untuk3 bulan ke depan. Dengan

    ATP sebesar ini maka sales hanya dapat membuat komitmen kepada pelanggan baru sebesaar 47 unit.

    Perubahan-perubahan akan diakomodasi pada planning horizon selanjutnya.

    Forecast, Inventory dan Performance

    Perusahaan MTS sangat bergantung pada forecast. Padahal kita ketahui bersama bahwa forecast selalu

    mengandung kesalahan. Semakin jauh ke depan dan semakin detil peramalan maka tingkat kesalahan

    pada ramalan cenderung lebih tinggi. Jika forecast salah maka dampaknya perencanaan dan pembelian

    pun salah. Hal ini lah yang menyebabkan perusahaan MTS sering menghadapi permasalahan inventory.

  • 28

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Di satu sisi, perusahaan bisa jadi memiliki tumpukan satu jenis produk sementara di saat yang sama

    mereka kekurangan produk yang lain.

    Strategi untuk Perusahaan MTS

    Oleh karena itu, strategi yang banyak digunakan oleh perusahaan MTS adalah:

    - Membatasi jumlah variasi produk akhir. Semakin banyak variasi produk yang ditawarkan volume

    produksi cenderung lebih kecil dan akan lebih sulit untuk meramalkan penjualan per Stock

    Keeping Unit (Unit produksi terkecil).

    - Forecast tidak perlu terlalu panjang. Kondisi pasar yang tidak menentu dan persaingan yang

    semakin ketat menyebabkan sangat sulit untuk meramalkan permintaan dalam jangka waktu

    yang panjang. Untuk itu, perusahaan MTS harus berusaha untuk mengenali perubahan dalam

    trend dan menyesuaikan peramalannya dengan kondisi tersebut.

    - Mempercepat proses pemenuhan order. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap forecast

    sebenarnya dapat dilakukan dengan memperpendek proses produksi dan pemenuhan order.

    Jika proses produksi dan pemenuhan order panjang maka periode peramalan harus lebih

    panjang. Namun jika perusahaan dapat memproduksi dalam waktu singkat, maka dapat ditunda

    proses produksi sampai mendekati actual demand. Dengan kata lain forecast tidak perlu terlalu

    panjang.

    - Tunda konfigurasi akhir sampai permintaan konsumen diterima (beroperasi secara Assembly-to-

    Order). Strategi ini dikenal pula dengan postponement. Namun, hanya dapat dilakukan oleh

    perusahaan MTS yang memproduksi produknya berdasarkan part/modul-modul yang perakitan

    akhirnya dapat ditunda. Dengan konsep ini perusahaan hanya memperkirakan permintaan

    terhadap modul-modul standar yang bisa digunakan untuk semua tipe produk. Sementara itu

    perakitan menjadi produk akhir menunggu permintaan pelanggan semakin jelas. Dengan cara ini

    perusahaan menghindarkan diri dari kesalahan meramalkan produk akhir.

    - Safety stock. Cara lain untuk mengatasi kekurangan stock adalah dengan menambahkan stock

    pengaman. Namun cara ini sebenarnya juga menimbulkan biaya. Penentuan level safety stock

    harus mempertimbangkan berbagai aspek sehingga tidak terlalu mahal bagi perusahaan.

    Perusahaan Bertipe Make to Order (MTO)

    Perusahaan MTO berkompetisi di pasar dengan menyediakan berbagai variasi produk dalam waktu yang

    sesingkat mungkin. Karakteristik dari perusahaan ini adalah:

    - Menggunakan bahan baku yang umum seperti misalnya kayu untuk perusahaan mebel, besi

    untuk perusahaan pembuat alat permesinan, atau kertas untuk perusahaan percetakan.

    - Perusahaan menggunakan operasi/proses yang serupa untuk setiap produk. Misalnya

    pembuatan furniture walaupun berbeda rancangan pada umumnya selalu melalui proses

    pengeringan, pemotongan, pembubutan dsb.

    - Fasilitas produksi umumnya capital intensive (padat modal) dengan alat-alat umum yang dapat

    digunakan untuk berbagai proses

    Sebuah contoh perusahaan MTO adalah pabrik pembuat bagian besi untuk berbagai konsumen. Proses

    Operasi meliputi: punching, forming, deburring, plating, dan assembling. Variasi produk akhir yang

  • 29

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    dihasilkan dari proses-proses dasar ini hampir tak terbatas sesuai dengan keinginan pelanggan. Untuk

    berkompetisi secara efektif, perusahaan MTO cenderung berkonsentrasi pada satu tipe industri,

    misalnya: pesawat, alat kedokteran, atau computer parts. Konstrain pada industri tipe ini bukan pada

    kapasitas produksi, melainkan pada: 1) pengetahuan tentang pasar, 2) kebutuhan spesifik pelanggan dan

    3) pengetahuan tentang channel distribusi atau saluran lain menuju pasar.

    - Strategi untuk Perusahaan MTO

    Untuk perusahaan MTO tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana dapat memperoleh order

    dan menyelesaikannya dalam tenggang waktu yang dapat ditolerir oleh pelanggan. Strategi terkait

    dengan persediaan yang umumnya dapat diterapkan perusahaan ini antara lain:

    - Menyediakan safety stock bahan baku yang umum digunakan (common material). Material

    umum ini dapat disimpan sehingga memperpendek waktu produksi dan resiko tidak terlalu

    tinggi karena akan selalu digunakan dalam produksi

    - Standarisasi proses manufaktur untuk menggunakan bahan baku dengan ukuran yg umum

    - Standarisasi bahan baku. Perusahaan MTO karena membuat berdasarkan permintaan pelanggan

    tentunya membutuhkan material dengan ukuran yang mungkin berbeda-beda. Jika perusahaan

    mengusahakan material yang tidak baku untuk memaksimalkan utilisasi bahan dan

    meminimalkan waste maka biaya akan lebih mahal untuk memesan material yang tidak standar

    tersebut. Oleh karena itu, strategi yang lain adalah menggunaan bahan baku dengan ukuran-

    ukuran yang mudah dicari. Bahan baku standar harganya lebih murah, lebih mudah didapat dan

    tidak perlu safety stock karena supplier selalu mempunyai persediaan. Namun kelemahan yang

    mungkin harus dihadapi adalah lebih banyak material yang akan terbuang (waste). Dengan

    demikian perusahaan MTO perlu membandingkan antara penghematan yang diperoleh dari

    harga bahan baku dan biaya inventory dengan pemborosan bahan baku.

    Selain strategi persediaan, perusahaan MTO juga dapat menerapkan strategi kapasitas dengan melatih

    operator sehingga dapat mengoperasikan berbagai mesin. Hal ini dapat meningkatkan fleksibilitas

    perusahaan. Jika seorang karyawan hanya dapat mengoperasikan satu mesin saja maka jika ada order

    yang tidak membutuhkan mesin tersebut dia tidak dapat bekerja. Namun sebaliknya jika karyawan

    terampil menggunakan berbagai mesin maka order apa pun akan dapat dikerjakan.

    Perusahaan Bertipe Assembly to Order

    Seperti telah dijelaskan di atas, perusahaan MTS dan MTO memiliki tantangan yang berbeda.

    Perusahaan MTS lebih cepat memenuhi permintaan namun tergantung pada forecast. Perusahaan MTO

    tidak tergantung pada forecast namun seringkali membutuhkan waktu yang cukup lama untuk

    memenuhi order.

    Di antara kedua tipe perusahaan terdapat tipe perusahaan ATO. Perusahaan ini memberikan opsi

    kepada pelanggan berupa variasi produk (dibandingkan dengan perusahaan MTS) jika pelanggan

    bersedia menunggu. Sebagai contoh adalah perusahaan Dell Computer. Dell hanya meramalkan

    penggunaan sub-assembly, kemudian membuat dan menyimpannya. Produk akhir baru dirakit jika ada

    permintaan dari pelanggan.

  • 30

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Kunci kesuksesan perusahaan ATO adalah kemampuan untuk menunda diferensiasi produk di bagian

    akhir dari proses manufaktur (postponement). Dengan strategi ini maka:

    - Perusahaan dapat menggunakan bagian-bagian yang umum (common) di awal proses

    manufaktur maka proses akan lebih lancar dalam arti tidak semua proses menunggu order dari

    pelanggan.

    - Resiko perusahaan memproduksi produk yang tidak diinginkan oleh pelanggan juga

    diminimalkan karena perusahaan merakit sesuai dengan permintaan pelanggan

    - Pelanggan lebih puas karena mendapatkan produk sesuai dengan keinginannya dan mungkin

    personalized dibandingkan dengan produk massal yang dihasilkan oleh perusahaan MTS.

    - Biaya inventory lebih rendah karena material yang disimpan adalah material dasar dan sub-

    assembly yang nantinya dapat digunakan untuk berbagai tipe produk.

    - Capable to Promise (CTP)

    Untuk membantu jalannya proses di perusahaan ATO dibutuhkan sebuah konsep yang disebut

    dengan Capable to Promise (CTP). Jika perusahaan MTS memiliki ATP yaitu sisa produk yang masih dapat

    dijanjikan kepada pelanggan, maka perusahaan ATO menjanjikan kapasitas (perusahaan ATO tidak

    menyimpan produk akhir). CTP mencocokkan kapabilitas yang dijanjikan dengan rencana produksi

    perusahaan ATO. CTP yang sesungguhnya memerlukan informasi mengenai jadual, persediaan dan

    kapasitas supplier.

    Dalam membuat rencana produksi digunakan materials superbills (gambar 3.12). Ramalan pada

    ATO dilakukan untuk produk setengah jadi (semifinished goods) menggunakan persentase product mix

    sebagai indikator kebutuhan relatif. Mengacu pada gambar maka perusahaan tidak perlu tahu berapa

    kabel 12 inci dengan heat shrink merah dan C connector yang diproses dengan strain relief. Hal yang

    harus dipastikan adalah perusahaan memiliki cukup kawat, masing-masing connector, masing-masing

    tipe heat shrink dan kapasitas untuk memroses strain relief. Bagian setengah jadi (kawat, connector dan

    heat shrink) disimpan di inventory menunggu order dari konsumen untuk perakitan akhir.

    Gambar 3.12 Contoh Superbill (adaptasi dari Ptak, 2004)

  • 31

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    CTP menunjukkan pada bagian order entry kapan waktu tercepat untuk mengirim pesanan konsumen

    berdasarkan rencana fabrikasi untuk setiap komponen yang dibutuhkan. Dalam mengalokasikan order

    menggunakan CTP dibutuhkan:

    - Reservasi terhadap inventory yang sudah dialokasikan pada pelanggan. Part dan sub-assembly

    seringkali sama untuk banyak assembly sehingga tanpa reservasi bisa saja subassembly yang

    sama dijanjikan untuk dua konsumen yang berbeda!

    - Memperhitungkan kapasitas area untuk perakitan akhir.

    Tipe Perusahaan vs. ERP

    Berbagai tipe perusahaan yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki tantangan yang berbeda-beda.

    Beberapa tantangan dirangkum pada gambar 3.13.

    Gambar 3.13 Tantangan Berbagai Tipe Perusahaan

    Tiap tipe perusahaan berusaha menerapkan strategi yang berbeda dalam menghadapi tantangan ini.

    Demikian pula dalam mengimplementasikan ERP untuk mendukung kinerja proses bisnisnya. Tiap tipe

    perusahaan akan memiliki kebutuhan bisnis yang berbeda dan nantinya mempengaruhi konfigurasi

    modul-modul ERP yang dibutuhkan.

    ERP untuk Perusahaan Manufaktur

    Secara umum kebutuhan ERP untuk perusahaan manufaktur ditunjukkan pada tabel 4.2. Tidak semua

    tantangan dapat diatasi dengan sistem ERP. Untuk perusahaan bertipe proyek maka pengelolaan

    sumber daya untuk memenuhi deadline membutuhkan tools manajemen proyek seperti Gantt-Chart

    dan CPM. Perusahaan bertipe MTO membutuhkan alat yang membantu mereka dalam merancang

    produk dengan cepat. Sebuah sistem yang dapat membantu adalah Product Data Management. PDM

    membantu perusahaan untuk menyimpan berbagai informasi mengenai produk mulai dari bahan baku,

    gambar rancangan dll. Dengan demikian jika ada permintaan baru dapat dilakukan perancangan

    berdasarkan produk-produk sebelumnya sehingga proses perancangan dapat lebih singkat.

    Project

    Mengelola sumber daya yang terbatas untuk memenuhi deadline

    MTO

    Merancang produk dengan cepat

    Mengatur keseimbangan kapasitas

    Permintaan tidak selalu stabil

    Tuntutan untuk memperpendek lead time

    ATO

    Memastikan supplier dapat memasok dalam waktu singkat

    Memastikan kapasitas yang masih dapat dijanjikan kepada pelanggan (CTP)

    Memudahkan pelanggan untuk mengkonfigurasi modul-modul untuk dirakit menjadi produk akhir

    MTS

    Meramalkan produk dengan akurasi yang baik

    Memastikan bahwa stock akan teralokasikan untuk pelanggan (ATP)

  • 32

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Perusahaan bertipe ATO membutuhkan tool terkait CTP untuk mempermudah mereka menentukan

    kapasitas yang masih dapat digunakan. Selain itu, di sisi penerimaan order mereka juga membutuhkan

    Linear Finite Configurator. Dengan Linier Finite Configurator personel order entry dapat memilih dari

    daftar pilihan yang sudah ditentukan untuk membuat sebuah produk akhir. Setiap pilihan yang dapat

    dibuat menjadi produk akhir harus ada di stock. Sebuah nomer part sementara dibuat untuk mewakili

    dan menelusuri produk akhir. Jika pilihan yang sama dipesan lagi, permintaan akan ditambahkan dengan

    order sebelumnya. Ini memungkinkan perusahaan mengetahui konfigurasi yang populer mungkin

    strategi diubah menjadi make-to-stock. Akhirnya, perusahaan MTS membutuhkan fitur ATP untuk

    membantu menentukan sisa stock yang masih dapat dijual kepada pelanggan dengan memberhatikan

    permintaan sebelumnya.

    Tabel 4.2 Kebutuhan Perusahaan dan Karakteristik ERP

    Tipe Perusahaan Kebutuhan Karakteristik ERP

    Project Mengelola sumber daya yang terbatas untuk memenuhi deadline

    Project management tools (Gantt Chart, CPM)

    MTO Merancang produk dengan cepat Product Data Management

    ATO - Memastikan kapasitas yang masih dapat dijanjikan kepada pelanggan

    - Memudahkan pelanggan untuk mengkonfigurasi modul-modul untuk dirakit menjadi produk akhir

    Capable-to-Promise (CTP) Linier Finite Configurator,

    MTS Memastikan bahwa stock akan teralokasikan untuk pelanggan

    Available-to-Promise (ATP)

    ERP untuk Perusahaan Jasa

    Botta-Genoulaz & Millet (2006) melakukan penelitian tentang penerapan ERP di sektor jasa di Eropa.

    Adapun responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah:

    1. A adalah sebuah rumah sakit swasta Perancis

    2. B adalah sebuah rumah sakit umum Perancis

    3. C adalah salah satu perusahaan perangkat lunak yang terbesar di dunia

    4. D adalah salah satu bank terbesar di Eropa

    5. E adalah perusahaan asuransi dan finansial yang beroperasi di tingkat domestic dan dunia

    6. F adalah perusahaan telekomunikasi dan layanan internet

    Salah satu poin pertanyaan dalam penelitian ini adalah alasan implementasi ERP di sektor jasa. Adapun

    jawaban dari responden dirangkum pada gambar 3.14. Hal-hal lain yang diteliti adalah:

    Modul apa yang diimplementasikan dan mengapa?

    Alasan menggunakan sistem ERP

    Apakah dilakukan analisis biaya manfaat sebelum implementasi

    Bagaimana proses bisnis diubah?

    Apa kesulitan-kesulitan selama proses implementasi

    Apakah keuntungan (tangible atau intangible) dari sistem ERP, apakah diukur?

    Apakah ERP memenuhi harapan?

  • 33

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Gambar 3.14 Alasan Implementasi ERP di sektor Servis

    Gambar 3.15 Rangkuman Hasil Penelitian Botta-Genoulaz & Millet (2006)

    Hasil dari penelitian Botta-Genoulaz & Millet (2006) dirangkum pada gambar 3.15. Terkait dengan scope

    dan integrasi dari proyek didapatkan bahwa untuk kasus A (rumah sakit swasta) mempunyai keputusan

    bulat untuk menginstall ERP. Namun modul yang diimplementasikan hanya terkait bagian administratif

    dari operasi sementara Unit kesehatan tetap menggunakan software yang berbeda. Namun demikian,

    perawat yang bertanggung jawab untuk mengorder obat harus menggunakan ERP. Sementara untuk

    Kasus D (Bank) pada awalnya setiap departemen memiliki sistem sendiri-sendiri sehingga tidak bisa

    berbagi informasi. Sistem analitis yang dimiliki juga tidak efisien. Tetapi scope proyek dipersempit

    Menyelesaikan masalah Y2K (konsekuensi milenium baru pada format tanggal);

    Menurunkan beban kerja administratif;

    Menggantikan legacy systems yang tersebar;

    Menggantikan sistem keuangan dan manajemen material yang kurang reliabel

    Meningkatkan visibilitas untuk seluruh sistem;

    Keamanan investasi pertimbangan penting terutama pada layanan sektor publik yang terbatas finansial,

    Migrasi ke Euro: konsekuensi dari migrasi ke Euro di Uni Eropa sistem informasi harus menangani dua matauang dengan aturan hukum spesifik untuk konversi dan pembulatan;

    Pemrosesan data real-time.

    Bukan full integration

    Terbatas pada manajemen material dan akuntansi (kecuali C)

    Software tambahan terkait hukum atau kebutuhan bisnisScope Teknologi yang sudah kuno

    Kebutuhan untuk full integration (A, B, F)

    Sistem terintegrasi di berbagai lokasi yang standard untuk mendorong pertumbuhan grupMotivasi

    Terkait manusia (pelatihan, komunikasi, manajemen perubahan)

    Batasan-batasan legal seperti pajak atau aturan keuanganMasalah

    Efisiensi operasional seperti tracing dan akurasi informasi, keandalan software, transaksi dan integrasi data

    Konsekuensi tidak langsung: organisasi proses, manajemen operasional, aspek manusia etcKeuntungan

    Tiga dari enam kasus menganggap proyek berhasil

    1 (F) menganggap proyek tidak berhasil mencapai tujuanMemenuhi harapan?

    A dan B mengatakan ada beberapa perubahan pada proses bisnisPerubahan proses

    Empat dari Enam kasus tidak melakukan pengukuran ROI sebelum maupun sesudah proyekPengukuran biaya manfaat

  • 34

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    sehingga client accounting menggunakan software tersendiri yang juga tidak tersambung dengan SAP

    (karena isu confidentiality). Pada kasus ini tujuan awal untuk integrasi pelaporan global tidak tercapai

    semua.

    Botta-Genoulaz & Millet (2006) juga menekankan pengaruh karakteristik Servis terhadap ERP. Jika focus

    dari perusahaan manufaktur adalah pengendalian biaya produk, maka focus pada servis adalah

    pengendalian hubungan dengan pelanggan. Selain itu, tenaga kerja memiliki peran sangat penting pada

    perusahaan jasa. Mereka membandingkan bahwa pada perusahaan manufaktur pengendalian

    persediaan dapat ditingkatkan dengan ERP sehingga persediaan menjadi domain utama untuk proyek

    implementasi ERP. Sementara itu untuk perusahaan jasa, inventory terhadap budget bukanlah Key

    Performance Indicator (KPI). Sebagai contoh adalah rumah sakit. KPI adalah labour/budget bukan

    inventory/budget. Perencanaan di sektor jasa harus memperhatikan skills dari tenaga kerja. Oleh karena

    itu, perlu hubungan strategis antara sales dengan human resource. Belum ada pada paket ERP yang

    khusus menangani hal ini.

    Definisi Produk

    Dilihat dari definisi produk, proses terkait dengan perusahaan manufaktur sudah banyak dianalisis dan

    dimodelkan. Produktivitas mengasumsikan bahwa perubahan konfigurasi sumber daya tidak mengubah

    kualitas output. Sementarapada servis seringkali sulit mendefinisikan dengan jelas bagaimana layanan

    diberikan. Perubahan sumber daya dan sistem produksi berpengaruh terhadap kualitas dari servis.

    Perencanaan

    Terkait dengan perencanaan, perusahaan jasa tidak dapat memisahkan secara penuh operasi front-

    office dengan back-office. Sebelum menangani masalah penggunaan sumber daya, menjadualkan dan

    optimasi perlu dipahami proses pemberian servis itu sendiri. Contoh perencanaan di Rumah Sakit:

    - Banyak rumah sakit tidak memiliki sistem penjadualan yang efektif. Pasien tidak dapat dianggap

    sebagai produk dimana produksinya dapat dioptimasi

    - Sistem Material Requirement Planning (MRP) bukan jawaban karena dominasi sumber daya

    manusia dan modal pada rumah sakit

    - Roth & Van Dierdonck (1995) mengembangkan Hospital Resource Planning yang

    menggambungkan sebuah sistem perencanaan kebutuhan sumber daya pusat dengan empat

    komponen front-end

    Definisi Produk dan Perencanaan Operasi

    Terkait dengan perencanaan operasi pada perusahaan manufaktur mengatur aliran material.

    Namun focus perencanaan operasi pada servis adalah knowledge flow. Seperti ditunjukkan pada gambar

    3.16, perencanaan operasi pada servis perlu menghubungkan perencanaan dengan sumber daya

    (Human Resource), sales and distribution (SD) dan Customer Relationship Management (CRM).

  • 35

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Gambar 3.16 Peran Sumber Daya Manusia pada Sektor Jasa

    Pemenuhan Kebutuhan

    Bagi perusahaan jasa, solusi ERP tidak menawarkan keuntungan sebanyak untuk perusahaan manufaktur. Sebagian aktivitas sudah diperhitungkan oleh vendor ERP seperti sales and maintenance, manajemen proyek, etc, tetapi yang lain belum diperhitungkan dalam sistem standar. Solusi ERP mungkin bukan solusi terbaik untuk perusahaan jasa dan dengan menggunakan aplikasi standar, perusahaan jasa dapat kehilangan fungsionalitas dari sistem yang lama

    Implementasi

    Terkait dengan implementasi ERP pada sektor manufaktur banyak solusi untuk perusahaan kecil dan

    menengah. Sementara pada sektor jasa ERP sistem lebih cocok untuk perusahaan servis berukuran

    besar dan tidak banyak solusi untuk penyedia layanan berukuran kecil. Selain itu banyak perusahaan

    berkonsentrasi pada dimensi teknis dari proyek ERP. Pendapat umum adalah jika data terintegrasi maka

    manusia akan mengikuti. Pada kenyataannya hal ini jarang terjadi! Mengabaikan aspek organisasi dari

    proyek seringkali menjadi penyebab utama dari kegagalan ERP. Hal ini bahkan lebih penting pada

    perusahaan jasa.

    Referensi

    Anupindi dkk (1999), Managing Business Process Flows, Prentice Hall

    Botta-Genoulaz & Millet (2006), An Investigation into the Use of ERP Systems in the Service Sector,

    International Journal of Production Economics, Vol. 99, pp.202 221.

    Heizer, J. & Render, B. (2007), Operations Management 9th Edition, Prentice Hall.

    Laudon, K.C, Laudon J.P., Management information systems: Managing the Digital Firm: Prentice Hall;

    2005.

  • 36

    Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014

    Ptak, C.A (2004), ERP: Tools, Techniques and Applications for Integrating the Supply Chain, St. Lucie

    Press.

    Slack, N., Chambers, S. dan Johnston, R. (2004), Operations Management 4th Edition, Prentice Hall,

    England.

    Pertanyaan untuk Revisi

    1. Apa yang membedakan perusahaan manufaktur dan jasa?

    2. Jelaskan dan carilah contoh berbagai jenis perusahaan manufaktur berdasarkan Customer Order

    Decoupling Point.

    3. Jelaskan mengapa perusahaan membutuhkan buffer.

    4. Jelaskan secara singkat berbagai tipe perusahaan berdasarkan VATI Strategies.

    5. Jelaskan perbedaan perusahaan MTO dengan MTS?

    6. Apa tantangan yang dihadapi oleh perusahaan bertipe Project?

    7. Apa pengaruh berbagai tipe perusahaan terhadap ERP?

    8. Jelaskan secara singkat apa yang membedakan implementasi ERP pada perusahaan jasa jika

    dibandingkan dengan perusahaan manufaktur.