3 proses bisnis, tipe perusahaan, buffer resource strategy erp.pdf
TRANSCRIPT
-
12
3. Tipe Perusahaan dan ERP
Tuntutan bisnis yang semakin tinggi dewasa ini mendorong semakin banyak perusahaan
mengimplementasikan software Enterprise Resource Planning (ERP) karena ERP dipandang dapat
mengintegrasikan dan meningkatkan efisiensi proses bisnis (Laudon dan Laudon, 2005). ERP merupakan
salah satu Enterprise Information Systems yang memiliki berbagai macam modul yang tiap modulnya
terdiri dari banyak proses bisnis yang saling terkait dan terintegrasi satu sama lain. Untuk memahami
esensi dari ERP terlebih dahulu dibutuhkan pemahaman tentang proses secara umum dan secara khusus
tentang proses bisnis di dalam perusahaan.
Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya, secara historis ERP muncul dari perusahaan manufaktur.
Namun pada perkembangan selanjutnya banyak perusahaan jasa dan organisasi lainnya juga
mengimplementasikan ERP. Oleh karena itu pada bab ini akan diulas pula secara singkat tentang
berbagai tipe perusahaan karena tipe perusahaan sangat menentukan dalam konfigurasi dari ERP.
Proses Bisnis
Pada bab 1 sudah disebutkan bahwa pada dasarnya perusahaan terdiri dari departemen-departemen
yang saling terhubung dalam melaksanakan berbagai proses. Setiap organisasi atau bagian-bagiannya
dapat dipandang sebagai sebuah proses. Proses adalah transformasi intput menjadi output dan dapat
digambarkan pada level yang paling tinggi sebagai black box seperti ditunjukkan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1 Proses Sebagai Black Box
Untuk mengevaluasi dan meningkatkan kinerja proses kita harus melihat ke dalam kotak hitam secara
detil. Aspek-aspek dari proses secara mendetail digambarkan pada gambar 3.2.
Gambar 3.2 Arsitektur Proses Bisnis (diadaptasi dari Anupindi dkk, 1999)
-
13
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Input adalah berbagai masukan yang akan ditransformasi oleh proses. Input dapat berupa
konsumen yang memasuki proses pelayanan pelanggan (customer service), data nasabah yang
dibutuhkan dalam proses evaluasi kredit, material kayu yang dibutuhkan dalam proses pembuatan
mebel, uang dalam proses pembayaran manual dan lain-lain.
Proses terdiri dari berbagai sub proses dan aktivitas maupun buffer yang saling terkait. Aktivitas
adalah bentuk yang paling sederhana dalam proses transformasi (proses kecil). Aktivitas diurut sehingga
output yang satu menjadi input aktivitas selanjutnya membentuk jaringan aktivitas. Jaringan
menunjukkan hubungan presendensi dari aktivitas. Buffer adalah aktivitas khusus yang mengolah
dimensi waktu dari unit aliran dengan menundanya. Buffer seringkali dianggap sebagai aktivitas yang
tidak menambah nilai dan harus dihilangkan. Namun pada kenyataannya, aktivitas buffer tidak bisa
dihindari dalam sebuah proses karena banyaknya ketidakpastian baik secara eksternal seperti
ketidakpastian kedatangan bahan baku atau ketidakpastian permintaan maupun ketidakpastian internal
misalnya kondisi tenaga kerja maupun mesin.
Proses bisnis adalah sekumpulan aktivitas yang dilakukan secara terkoordinasi di dalam sebuah
organisasi ataupun lingkungan teknis untuk mewujudkan sebuah tujuan bisnis. Setiap proses bisnis
dijalankan oleh sebuah organisasi namun dapat berinteraksi dengan proses bisnis yang dilakukan oleh
organisasi-organisasi lainnya. Proses bisnis yang umum ditemui di dalam perusahaan antara lain:
Proses produksi
Proses pemenuhan permintaan
Proses pelayanan terhadap pelanggan
Proses pengadaan material
Proses pengembangan produk baru
dll
Pada perusahaan tradisional, proses bisnis di dalam perusahaan dikelola secara manual. Namun
dengan kemajuan teknologi semakin banyak proses bisnis yang pengelolaannya secara semi otomatis
maupun otomatis dengan bantuan sistem informasi seperti ERP.
Barang vs. Jasa
Transformasi yang dilakukan oleh sebuah proses dapat menghasilkan sekumpulan output yang
diinginkan maupun tidak diinginkan. Menurut Slack dkk (2005) produk adalah sekumpulan output yang
diinginkan dari suatu proses yang dapat berupa barang maupun jasa. Selain itu, proses dapat
menghasilkan produk sampingan yang tidak diinginkan atau tidak dikirimkan kepada konsumen,
misalnya saja produk cacat, limbah, dll.
Ada beberapa karakteristik utama yang membedakan barang dengan jasa, seperti yang disebutkan oleh
Slack dkk (2005) dan Heizer dan Render (2001) antara lain:
-
14
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Wujudnya, barang berwujud nyata, dapat diraba, sementara jasa bersifat intangible atau tidak
berwujud sesuatu yang kasat mata. Misalnya, kita dapat menyentuh sebuah televisi atau makanan
ringan, namun tidak dapat menyentuh jasa potong rambut walaupun kita dapat melihat dan
merasakan hasilnya.
Daya simpan, barang dapat disimpan untuk beberapa waktu setelah diproduksi. Sementara jasa
umumnya tidak dapat disimpan. Misalnya saja akomodasi kamar hotel unuk nanti malam akan
hilang jika tidak terjual sebelum nanti malam.
Dapat dipindahkan, barang seperti alat elektronik, makanan bahkan mobil dapat dipindahkan.
Sementara jasa yang tidak kasat maka tidak dapat dipindahkan. Jasa kesehatan misalnya tidak dapat
dipindahkan seperti barang walaupun sarana untuk memberikan layanan kesehatan dapat
dipindahkan.
Waktu produksi dan konsumsi, barang umumnya diproduksi terlebih dulu sebelum dikonsumsi.
Misalnya minuman ringan yang sedang dinikmati oleh pelanggan sudah dibuat jauh sebelum.
Sementara itu jasa melibatkan pelanggan dalam proses penyampaiannya sehingga proses produksi
dan konsumsi berlangsung secara bersamaan. Jasa yang disediakan oleh seorang psikolog terjadi
bersamaan dengan saat pasiennya mengkonsumsi jasa tersebut.
Kontak dengan pelanggan, jasa melibatkan pelanggan dalam proses sehingga seringkali sulit untuk
distandarkan dan diotomasi dan dibuat seefisien mungkin karena interaksi dengan pelanggan
membutuhkan keunikan tersendiri.
Perusahaan Manufaktur vs. Perusahaan Penyedia Jasa
Perusahaan secara umum dibedakan menjadi perusahaan manufaktur dan jasa berdasarkan output
utama yang dihasilkan. Perusahaan manufaktur seringkali didefinisikan sebagai perusahaan yang
menghasilkan produk, sementara perusahaan jasa menghasilkan jasa. Penggunaan kata produk
sebaiknya diganti dengan barang, karena definisi dari produk adalah output dari proses yang bisa berupa
barang maupun jasa. Selain itu, sangat sedikit perusahaan yang hanya memproduksi barang saja
ataupun murni menghasilkan jasa saja.
Sebagai contoh, walaupun sebuah perusahaan pengolah aluminium pada dasarnya menghasilkan
aluminium, tetapi tentunya dalam melaksanakan prosesnya mereka akan memberikan jasa penerimaan
order maupun penyesuaian terkait dengan jenis produk aluminium yang dibutuhkan oleh pelanggan.
Tidak tertutup juga kemungkinan dilakukannya jasa pengiriman. Sebaliknya, penyedia jasa layanan pun
pasti melibatkan barang di dalam penyaluran jasa kepada pelanggan. Sebagai contoh adalah penyedia
layanan sistem komputer. Walaupun fokus utamanya adalah memberikan layanan namun dalam
memberikan layanan terkait komputer dibutuhkan barang-barang komputer dan lain-lain.
Oleh karena itu, definisi yang lebih tepat adalah:
Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang output utamanya berupa barang sementara
perusahaan jasa adalah perusahaan yang output utamanya adalah jasa.
-
15
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Tipe-tipe Perusahaan Manufaktur
Perusahaan manufaktur dapat dibedakan berdasarkan beberapa hal antara lain: 1) hal yang mendorong
proses produksi, 2) peran dari persediaan, 3) volume produksi, 4) variasi produk yang dihasilkan.
Dilihat dari hal yang mendorong proses produksi, secara umum perusahaan manufaktur dapat berjalan
berdasarkan permintaan pelanggan (order) atau berdasarkan prediksi (ramalan permintaan). Kedua
pendekatan tersebut memiliki tantangan tersendiri. Jika perusahaan memproduksi berdasarkan
peramalan maka, selalu ada kemungkinan bahwa produk yang dibuat tidak sesuai baik dari sisi kuantitas
maupun jenis produk dengan keinginan pelanggan. Namun, pelanggan tidak perlu menunggu lama jika
ingin membeli produk karena produk tersebut sudah tersedia di stock. Sebaliknya, perusahaan make-to-
order tidak menghadapi masalah dari sisi kesesuaian produksi dengan permintaan pelanggan, karena
perusahaan ini akan berproduksi setelah pelanggan memesan. Namun di sisi lain, pelanggan harus
menunggu selama waktu produksi sebelum dapat memperoleh produknya.
Perusahaan harus menentukan titik keseimbangan antara penggunaan peramalan dan pesanan dalam
memenuhi permintaan pelanggan. Konsep ini dikenal dengan Costumer Order Decoupling Point
(CODP). Berdasarkan CODP lingkungan perusahaan manufaktur biasanya dibedakan menjadi:
Engineer-to-order (ETO)
Make-to-order (MTO)
Assembly-to-order (ATO)
Make-to-stock (MTS)
Perusahaan manufaktur dibagi ke dalam beberapa proses utama yaitu: perancangan (design),
pengadaan material (procurement), perakitan (assemble), perakitan akhir (final assemble) dan
pengiriman ke pelanggan. Proses perancangan adalah aktivitas-aktivitas untuk menerjemahkan ide ke
dalam rancangan produk baik dalam wujud gambar maupun prototype. Pengadaan material adalah
proses mendapatkan bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah produk.
Lingkungan perusahaan manufaktur ditunjukkan pada gambar 3.3. Perusahaan Engineer-to-Order
melibatkan pelanggan mulai dari proses desain, dalam arti kebutuhan pelanggan menentukan desain
dari produk. Sebagai contoh untuk ETO adalah produsen alat permesinan khusus dimana pelanggan
dapat menentukan mesin apa yang harus dibuat yang kemudian diakomodasi oleh perusahaan ke dalam
rancangan. Dalam memenuhi pesanan, perusahaan sangat mungkin harus merancang proses
manufaktur yang spesifik. Untuk perusahaan tipe ini maka tidak menyimpan material karena permintaan
yang satu dengan yang lain bisa sangat berbeda.
Perusahaan make-to-order baru berproduksi jika sudah ada permintaan dari pelanggan. Perusahaan
seperti ini tidak menyimpan produk akhir. Perusahaan Make-to-Order biasanya sudah memiliki
rancangan dasar dari produk yang akan dibuat, namun beberapa atribut dari pelanggan juga
diperhitungkan dalam perancangan produk. Hal yang membedakan MTO dari ETO adalah dalam proses
produksinya perusahaan MTO tidak terlalu membutuhkan rekayasa proses manufaktur. Contoh
-
16
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
perusahaan Make-to-Order adalah perusahaan furniture. Perusahaan ini tentunya sudah memiliki
gambaran tentang produk yang dibuat seperti meja, kursi, almari dll dari bahan dasar tertentu seperti
kaju atau rotan. Permintaan pelanggan akan menentukan ukuran jenis dan material untuk furniture,
namun dalam memenuhi pesanan perusahaan furniture tidak sampai memerlukan rekayasa proses.
Perusahaan bertipe MTO mungkin menyimpan berbagai material dasar yang dibutuhkan untuk produksi.
Misalnya perusahaan furniture mungkin menyimpan kayu.
Gambar 3.3 Lingkungan Manufaktur
Ada pula perusahaan manufaktur yang memproduksi produk yang dapat dibagi ke dalam beberapa
modul/part, kemudian proses perakitan dilakukan sesuai dengan permintaan pelanggan. Perusahaan
seperti ini dikenal dengan perusahaan Assembly-to-Order. Sebagai contoh perusahaan berjenis ATO
adalah Dell Inc. Dell memproduksi berbagai part yang dibutuhkan dalam perakitan PC kemudian
menyimpannya. Pelanggan Dell akan mengorder PC dengan mengkombinasikan part-part yang
ditawarkan oleh Dell. Segera setelah pelanggan memesan maka Dell akan menjadwalkan perakitan dari
PC tersebut. Perusahaan bertipe ATO menyimpan produk setengah jadi/modul/part.
Perusahaan make-to-stock melakukan produksi berdasarkan prediksi (ramalan) permintaan tanpa
menunggu permintaan dari pelanggan. Produk yang dibuat berdasarkan prediksi kemudian disimpan
sampai permintaan sesungguhnya datang. Perusahaan MTS tidak melibatkan pelanggannya secara
langsung dalam berproduksi Perusahaan ini merancang, menentukan material, melakukan proses
produksi dari produknya berdasarkan peramalan. Pelanggan membeli produk dari toko ataupun jaringan
distribusi lainnya. Sebagai contoh adalah perusahaan makanan dan minuman ringan, produsen kosmetik
dan kebutuhan personal lainnya. Perusahaan bertipe ini menyimpan produk jadi untuk memenuhi
kebutuhan pelanggannya.
Buffer-resource Strategy (VATI Strategies)
Serupa dengan konsep Decoupling Point dikenal pula konsep Buffer-resource Strategy (Ptak, 2004).
Konsep ini membedakan perusahaan berdasarkan strategi sumber daya yang digunakan sebagai buffer.
Design Procure Assemble Final Assemble Delivery
Make to Stock, MTS
Make to Order, MTO
Assembly to Order, ATO
Engineer to Order, ETO Delivery Order
Order
Order
Order
-
17
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Mengapa perusahaan membutuhkan buffer (cadangan)? Walaupun dengan implementasi sistem
perencanaan yang terbaik, komunikasi yang baik dan penyelarasan seluruh proses bisnis, selalu saja ada
kemungkinan sesuatu tidak berjalan dengan seharusnya. Apa saja kemungkinan kesalahan tersebut?
Kesalahan terjadi bisa karena berbagai sebab, antara lain:
Ketidakpastian pasokan: material yang tidak datang tepat waktu, jumlah dan kualitasnya tidak
sesuai
Ketidakpastian permintaan: perubahan pola permintaan pelanggan, jumlah permintaan tidak
stabil
Ketidakpastian internal: mesin rusak, karyawan absen dll
Strategi sumber daya cadangan (Buffer resource strategy) memungkinkan perusahaan untuk menyerap
variabilitas tersebut dan tetap berjalan sesuai ekspektasi.
Jenis Buffer
Cadangan yang digunakan oleh perusahaan dapat berupa inventory dan/atau kapasitas. Inventory dan
kapasitas dapat digunakan untuk menyangga (menampung) permintaan pelanggan dari proses
manufaktur. Berbagai tipe industry dan proses manufaktur membutuhkan tipe dan ukuran buffer yang
berbeda.
Gambar 3.4 Inventory dan Kapasitas sebagai Buffer
Inventory
Inventory atau persediaan adalah aset (bukan modal) yang terbesar di sebagian besar perusahaan
dewasa ini. Nilai pasar dari persediaan yang berlebihan atau kedaluarsa yang sesungguhnya hanya
sebagian kecil dari nilai bukunya. Bahkan malah menimbulkan biaya untuk mengeluarkannya. Konsumen
menginginkan lebih banyak variasi produk, tenggang waktu pengiriman yang lebih singkat dalam volume
pembelian yang lebih kecil. Perusahaan harus dengan hati-hati menginvestasikan dana untuk persediaan
sehingga dapat memastikan bahwa persediaan tersebut dapat segera dikonversi menjadi profit bukan
kerugian.
-
18
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Inventory dapat berupa: 1) produk jadi, 2) persediaan setengah jadi (Work in progress inventory), dan 3)
bahan mentah. Inventory berdasarkan letaknya juga dapat dibedakan menjadi stock di titik konsumsi
maupun inventory yang sedang berada pada titik antara poin produksi dan konsumsi (pipeline
inventory). Sebagai contoh pipeline inventory adalah: 1) Penjual yang baru saja menerima pesanan, 2)
Sebuah gudang yang harus memindahkan material ke poin konsumsi, dan 3) Sebuah pabrik yang baru
saja menerima order produksi.
Stock umum diekspresikan dalam tiga cara: 1) Waktu, 2) Uang dan 3) Kuantitas. Penggunaan stock
sebagai mekanisme perlindungan dapat diterjemahkan ke dalam waktu. Misal stock disebut 3 minggu
artinya stock sejumlah kuantitas rata-rata yang diramalkan akan dikonsumsi dalam tiga minggu yang
akan datang. Untuk menentukan tinggi atau rendahnya tingkat persediaan, lebih masuk akal untuk
menyebutkannya sebagai fungsi waktu dari pada sekedar kuantitas. Contoh: jika kita menyebutkan stock
yang tersisa sejumlah 20 unit, apakah ini terlalu banyak atau terlalu sedikit? Maka nilai ini relative
terhadap berapa banyak rata-rata stock tersebut akan terpakai. Berdasarkan pemakaian dalam
beberapa periode yang lalu diketahui rata-rata permintaan per hari adalah 10 unit. Sehingga sisa stock
sebanyak 20 unit hanya akan bertahan untuk 2 hari. Maka lebih mudah menyebutkan bahwa stock
masih cukup untuk 2 hari karena dengan demikian bagian persediaan sudah dapat memperkirakan
apakah sekarang saat yang terbaik untuk mengisi kembali (replenishment) stock.
Untuk menentukan tingkat persediaan perlu diperhitungkan empat parameter:
Konsumsi rata-rata
Variabilitas konsumsi
Waktu untuk mengisi stock (replenishment)
Variabilitas waktu pengisian (replenishment)
Faktor lain yang perlu ditentukan oleh manajemen adalah service level (berapa tingkat pelayanan
kepada pelanggan yang ingin dicapai oleh perusahaan). Jika perusahaan menetapkan tingkat pelayanan
yang dicapai (service level) tinggi maka tingkat persediaan harus tinggi. Penentuan tingkat stock yang
optimal dan lain-lain merupakan pokok bahasan manajemen persediaan yang tidak akan dibahas secara
mendetil di sini.
Capacity
Kapasitas bersifat tidak tahan lama (perishable). Kapasitas yang tidak termanfaatkan saat ini tidak akan
tersedia keesokan harinya. Untuk itu, perusahaan harus mendayagunakan kapasitas dengan baik untuk
mencapai keuntungan yang terbaik.
Tipe perusahaan berdasarkan Buffer
Berdasarkan penggunaan buffer maka perusahaan dapat dibedakan menjadi:
V-Type: Make-to-Order
A-Type: Make-to-Stock
T-Type: Assembly-to-Order
I-Type: MTS/ATO
-
19
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Perusahaan bertipe V (V-type) menyimpan bahan mentah yang variasinya sedikit sebagai cadangan.
Kemudian berdasarkan permintaan pelanggan, perusahaan mengolah bahan mentah ini menjadi produk
akhir yang variasinya sangat banyak. Perusahaan V-Type ini biasanya adalah perusahaan bertipe Make-
to-Order.
Perusahaan bertipe A (A-Type) mengombinasikan berbagai jenis bahan baku menjadi sekelompok
produk akhir. Jenis bahan baku lebih banyak daripada jenis produk akhir yang dihasilkan. Perusahaan
tipe ini menyimpan produk akhir untuk memenuhi permintaan pelanggan. Dengan demikian perusahaan
bertipe A cenderung bekerja secara Make-to-Stock.
Perusahaan bertipe T (T-Type) memproduksi berbagai produk setengah jadi (baik berupa part atau
modul-modul) kemudian menyimpannya. Perusahaan kemudian merakit produk setengah jadi ini
menjadi produk akhir berdasarkan permintaan pelanggan. Kombinasi antara berbagai part ini yang
memungkinkan variasi produk akhir yang didapat sangat bervariasi. Perusahaan bertipe ini sebanding
dengan perusahaan Assembly-to-Order.
Perusahaan bertipe I (I-Type) mengolah bahan mentah menjadi beberapa bahan penting yang
dibutuhkan untuk proses produksi selanjutnya. Pembuatan bahan-bahan penting ini dikerjakan secara
MTS. Bahan penting ini diproses menjadi beberapa produk setengah jadi yang dapat dirakit menjadi
produk jadi. Pada bagian ini proses dilakukan secara ATO.
Berdasarkan uraian keempat tipe perusahaan ini dapat disimpulkan bahwa perusahaan akan
menyimpan pada titik yang variasinya paling rendah. V-type akan menyimpan bahan mentah karena
bahan mentah ini variasi dan resiko penyimpanannya rendah. Jika perusahaan bertipe V menyimpan
produk jadi maka kemungkinan produk itu tidak sesuai dengan permintaan pelanggan akan sangat
besar. Perusahaan bertipe A sebaliknya akan menyimpan produk akhir karena pelanggan tidak terlibat
dalam perancangan dan pemrosesan produk.
Volume and Variety of Production
Perusahaan juga seringkali dibedakan berdasarkan volume (kuantitas) produksi dan variasi produk
seperti ditunjukkan pada gambar 3.5. Variasi produk adalah banyaknya jenis produk yang berbeda yang
ditawarkan oleh perusahaan. Perusahaan bertipe MTS memproduksi sedikit jenis produk dengan volume
produksi yang besar. Perusahaan bertipe ATO memproduksi lebih banyak variasi akhir namun volume
produksi yang sedikit lebih rendah dari perusahaan MTS. Sementara itu perusahaan MTO memproduksi
banyak variasi produk sesuai dengan permintaan pelanggan dalam volume yang tidak terlalu besar.
Terdapat pula perusahaan bertipe Project yang memproduksi produk yang jenisnya tidak terbatas
namun volume produksinya sangat rendah bahkan dapat dikatakan one-of-a-kind. Dalam arti
perusahaan bertipe project seringkali tidak memproduksi produk yang sama antara satu proyek dengan
proyek lainnya.
-
20
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Gambar 3.5 Variasi dan Volume Produksi pada Perusahaan Manufaktur
Perusahaan Bertipe Proyek
Sebuah perusahaan bertipe proyek memproduksi variasi produk yang sangat besar namun dalam
volume yang sangat kecil. Produk atau hasil biasanya dikelola sebagai sebuah proyek unik. Perusahaan
berkompetisi di pasan berdasarkan berbagai produk yang mampu mereka kerjakan dengan
menggunakan sumber daya yang sama. Perusahaan bertipe ini menggunakan sebagian sistem Materials
Requirement Planning (MRP) untuk menentukan apa yang akan dipesan dan kapan. Organisasi biasanya
menggunakan sistem manajemen proyek untuk menentukan critical path untuk aktivitas di dalam
proyek.
Tool untuk manajemen proyek yang banyak digunakan adalah Critical Path Method (CPM) dan Gantt
Charts. CPM dapat memberikan eksepektasi tanggal penyelesaian segera setelah tanggal dimulai
ditetapkan menggunakan forward scheduling. Hasil dari forward scheduling ini adalah waktu yang paling
awal sebuah pekerjaan dapat dimulai. Kemudian, berdasarkan tanggal penyelesaian yang diinginkan
maka tanggal mulai yang disarankan dapat dihitung dengan backward scheduling. Backward scheduling
akan menentukan kapan tanggal terakhir sebuah pekerjaan harus sudah dimulai. Program Evaluation
and Review Technique (PERT) adalah teknik serupa dengan CPM hanya perbedaannya pada CPM durasi
kegiatan/aktivitas ditentukan sebagai sebuah angka, sementara pada PERT durasi aktivitas memiliki nilai
minimum, maksimum dan yang paling mungkin terjadi (most likely).
Sebuah contoh:
Asumsikan sebuah proyek tertentu membutuhkan pelaksanaan aktivitas A sampai I. Urutan serta durasi
tiap aktivitas ditunjukkan pada tabel 3.1. Predecessors artinya aktivitas yang mendahului aktivitas
Vo
lum
e
Variety
MTS
ATO
MTO
Project
-
21
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
tertentu. Misalkan, aktivitas A tidak memiliki predecessors berarti aktivitas tersebutlah yang pertama
dilakukan. Sementara itu aktivitas B dan C, predecessornya A berarti kedua aktivitas ini baru dapat
berjalan setelah aktivitas A selesai. Demikian seterusnya.
Tabel 4.1 Aktivitas, Durasi dan Urutan sebuah Proyek
Urutan dan durasi setiap aktivitas digunakan untuk menggambarkan CPM. Langkah pertama adalah
membuat diagram seperti ditunjukkan pada gambar berikut. Diagram terdiri dari Node (simpul) dan
arrow (panah). Nodel mewakili kondisi awal dan akhir dari aktivitas sementara panah menunjukkan
aktivitas dan urutannya. Panah diberikan informasi tambahan berupa nama dan durasi aktivitas. Node
dibagi menjadi empat bagian. Bagian atas menunjukkan nomur urut aktivitas. Bagian kiri akan diisi
dengan waktu dimulainya aktivitas. Bagian kanan akan diisi dangan waktu paling lambat aktivitas yang
dihitung dengan backward scheduling.
Activity Duration (weeks) Predecessors
A 8 -
B 10 A
C 2 A
D 16 B
E 4 C
F 7 C
G 8 D, E
H 12 F
I 3 G, H
-
22
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Gambar 3.6 Forward Scheduling
Forward Scheduling
Setiap aktivitas diapit oleh node yang merepresentasikan kondisi awal sebelum dan kondisi akhir setelah
aktivitas tersebut dijalankan. Waktu dimulai aktivitas ditentukan dari waktu dimulainya aktivitas
sebelumnya ditambah durasi aktivitas tersebut. Aktivitas A yang tidak memiliki predecessor maka pada
node awal aktivitas A diisi dengan angka nol. Aktivitas B mengikuti aktivitas A sehingga aktivitas B akan
dimulai pada minggu 8 karena aktivitas sebelum aktivitas B yaitu aktivitas A yang dimulai pada minggu 0
ditambah dengan durasi pelaksanaan aktivitas A selama 8 minggu. Demikian pula aktivitas C, karena
predecessornya juga aktivitas A, maka akan dimulai pada minggu ke 8. Namun, durasi aktivitas B dan C
berbeda, sehingga aktivitas yang mengikuti aktivitas B dan C akan dimulai pada minggu yang berbeda.
Aktivitas D yang mengikuti B akan dimulai di minggu ke 18, sementara aktivitas E dan F yang mengikuti
aktivitas C dimulai pada minggu 10.
Jika sebuah aktivitas memiliki lebih dari satu aktivitas pendahulu (predecessor) maka waktu mulai
aktivitas tersebut dicari yang paling maksimum. Sebagai contoh aktivitas I memiliki dua predecessor
yaitu G dan H. Ini berarti I baru bisa dimulai jika kedua aktivitas tersebut telah selesai. Jadi I dihitung dari
maksimum waktu H dan I. Aktivitas G dimulai minggu 34 dengan durasi 8 minggu (selesai di minggu 42),
sementara H dimulai minggu 17 dengan durasi 12 minggu (selesai minggu 29). Pada saat aktivitas H
selesai di minggu 29, aktivitas I tidak bisa dimulai karena aktivitas G masih berlangsung. Aktivitas G baru
selesai di minggu 42, dan saat itulah aktivitas I baru dapat dimulai. Seluruh proses dapat dilihat pada
gambar 3.6.
Backward Scheduling
Setelah seluruh waktu mulai aktivitas ditentukan dengan forward scheduling maka langkah selanjutnya
adalah menghitung tanggal paling lambat aktivitas dimulai degan backward scheduling (gambar 3.7).
Perhitungan ini untuk mengisi seperempat bagian kanan dari node. Berbeda dengan forward scheduling
yang dimulai dari aktivitas pertama, backward scheduling dimulai dari aktivitas terakhir. Dalam contoh
-
23
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
ini aktivitas terakhir adalah aktivitas I. Berdasarkan forward scheduling ditentukan bahwa aktivitas I
dimulai pada minggu 42. Durasi aktivitas I adalah 3 minggu sehingga node terakhir akan diisi dengan
minggu 45. Dengan harapan bahwa aktivitas tersebut berlangsung dengan tepat waktu maka paling
lambat aktivitas I selesai pada minggu 45 juga.
Gambar 3.7 Backward Scheduling
Selanjutnya, dari minggu 45 dikurangi durasi waktu aktivitas I selama 3 minggu maka ditemukan waktu
paling lambat aktivitas I dimulai pada minggu 42. Untuk aktivitas G dihitung dari minggu 43, dikurangi 8
minggu sehingga ditemukan bahwa aktivitas G paling lambat dimulai minggu 34. Sementara itu aktivitas
H akan dihitung dari minggu 42 dikurangi dengan 12 minggu durasi aktivitas H sehingga ditemukan
waktu paling lambat mulai aktivitas H pada minggu 30.
Untuk aktivitas yang menjadi predecessor untuk lebih dari satu aktivitas maka waktu paling lambat
dimulai aktivitas tersebut adalah minimum dari aktivitas-aktivitas pengikutnya. Sebagai contoh, aktivitas
E dan F sama-sama mengikuti aktivitas C. Jika mengacu pada aktivitas E maka minggu 34 dikuraingi
dengan 4 minggu aktivitas E, sehingga ditemukan bahwa paling lambat aktivitas C dimulai minggu 30.
Tetapi jika mengacu pada aktivitas F, ditemukan waktu paling lambat aktivitas C dimulai adalah minggu
23 ( 30 7). Jika yang dipakai adalah minggu 30 maka aktivitas F akan terjadual terlalu lambat dan
seluruh aktivitas selanjutnya akan terpengaruh. Untuk itu, dipilih waktu paling minimum yaitu minggu
23. Jika disimulasikan walaupun aktivitas C baru selesai pada minggu 23, seluruh aktivitas selanjutnya
tidak akan terpengaruh.
Critical Path
Berdasarkan hasil forward dan backward scheduling dapat dilihat bahwa beberapa pekerjaan atau
aktivitas memiliki waktu paling awal (early start) dan waktu paling akhir (late start) memulai aktivitas
-
24
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
yang berbeda. Ini berarti aktivitas tersebut memiliki slack (waktu lebih). Sebaliknya, terdapat aktivitas
yang waktu paling awal dan waktu paling akhir mulai aktivitas tersebut sama. Artinya aktivitas ini tidak
memiliki waktu luang dan tidak boleh terlambat. Berdasarkan contoh dapat dipetakan aktivitas-aktivitas
tersebut sebagai A, B, D, G, I. Urutan aktivitas-aktivitas yang tidak boleh terlambat ini yang disebut
dengan jalur kritis (Critical Path). Perusahaan harus memastikan bagaimana pun caranya aktivitas ini
tidak terlambat. Jika diperlukan maka dapat dilakukan pengalihan sumber daya dari aktivitas non kritis
(yang memiliki slack) ke aktivitas kritis. Inilah logika dasar dari Critical Path Method (gambar 3.8).
Konsep CPM dapat membantu perencanaan pengadaan material untuk memulai pekerjaan. Pertanyaan
yang dihadapi adalah: apakah material harus ada untuk dimulai di waktu yang paling awal atau
perusahaan menunda investasi berupa persediaan sampai detik-detik terakhir? Pada sebagian besar
perusahaan bertipe proyek, kebijakan biasanya memiliki material untuk waktu mulai yang paling awal.
Bagi perusahaan proyek, biaya terbesar ditentukan oleh pendayagunaan sumber daya dari pada
material.
Gambar 3.8 Critical Path
Perusahaan Bertipe Make To Stock
Seperti telah dijelaskan sebelumnya perusahaan MTS memproduksi barang berdasarkan ramalan
permintaan. Perusahaan MTS melayani permintaan pelanggan akhir (pemakai produknya) melalui jalur
distribusi tertentu misalnya distributor, ritel ataupun toko. Sangat jarang perusahaan MTS yang menjual
langsung kepada pelanggan akhir. Pelanggan akhir dari perusahaan MTS tidak bersedia menunggu lama
untuk mendapatkan produk yang mereka butuhkan. Ekspektasi pelanggan akhir adalah produk harus
ditemukan di rak (ritel) saat mereka membutuhkan.
Distributor, ritel dan toko adalah pelanggan langsung bagi pabrik pembuat barang MTS. Mereka yang
berperan untuk memantau tingkat penjualan produk kepada pelanggan akhir dan mengatur jumlah
persediaan barang yang harus disediakan. Mereka akan mengajukan permintaan pengiriman produk ke
-
25
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
perusahaan MTS. Pada saat melayani permintaan pengiriman langsung dari distributor bagian sales
harus menjual berdasarkan Available to Promise (ATP) yaitu porsi dari persediaan yang belum
teralokasikan/terikat.
Sebuah perusahaan MTS biasanya memiliki planning horizon atau periode perencanaan. Selain itu
perusahaan juga biasanya menetapkan Demand time fence yang menunjukkan sampai kapan pelanggan
(distributor) harus sudah memberikan komitmen permintaan. Demand time fence merefleksikan waktu
yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan (lead time). Misalnya jika demand time fence adalah 3
bulan, maka pelanggan yang menginginkan barang diterima di awal bulan ke-4 harus sudah melakukan
pemesanan di awal bulan ini.
Sebagai ilustrasi ditunjukkan sebuah form perencanaan produksi pada gambar 3.9. Pada gambar dapat
dilihat bahwa perusahaan mengawali bulan pertama dengan tingkat persediaan sebanyak 172 unit.
Perkiraan permintaan selama 10 bulan ke depan telah diketahui. Selain ramalan, perusahaan juga sudah
menerima permintaan dari distributornya (actual demand). Terlihat bahwa ramalan dan permintaan
sesungguhnya terdapat perbedaan. Mengapa?
Melalui proses perencanaan agregat (detilnya akan dibicarakan pada bab selanjutnya) perusahaan telah
menentukan Master Production Schedule (MPS) yaitu rencana produksi dalam bulan-bulan ke depan.
Pada saat terdapat MPS, berarti perusahaan akan berproduksi sesuai dengan rencana dan hasil produksi
akan menambah stock.
Demand time fence 3 Months
Inventory on hand 172
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Forecast 100 90 80 75 80 90 100 100 120 130
Actual demand 80 120 75 30 20 10
Master Production Schedule 150 150 150 150 150 150
Gambar 3.9 Planning Sheet
Planning horizon
Confirm Demand
-
26
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Pada baris actual demand yang sudah terisi adalah 6 bulan pertama dimana 3 bulan pertama adalah
actual demand (sesuai dengan demand time fence) dan 3 bulan berikutnya masih berupa prediksi. Jika
dalam pelaksanaannya, pelanggan (distributor) mengubah actual demand maka perusahaan biasanya
mengenakan penalti. Namun untuk prediksi masih diperkenankan untuk berubah.
Berdasarkan data tersebut, berapa tingkat persediaan yang masih tersedia saat ini yang dapat dijual
kepada konsumen? Untuk mendapatkan informasi ini perusahaan biasanya menghitung Project
Available Balance (PAB) yang dihitung sbb:
- Dalam Demand time fence:
Project available balance = inventory + master production schedule actual customer demand
- Saat planning horizon melebihi demand time fence:
Project available balance = inventory + master production schedule maximum (actual
customer demand, forecast)
Perhitungan Project Available Balance ditunjukkan pada gambar 3.10. Pada bulan 1, PAB adalah 92 yang
didapat dari sisa inventory sebanyak 172, ditambah 0 (karena tidak ada MPS) dikurangi actual demand
sebesar 80.
Demand time fence 3 Months
Inventory on hand 172
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Forecast 100 90 80 75 80 90 100 100 120 130
Actual demand
80
120 75 30 20 10
Project Available balance
92 122 47
Available to promise
Master Production Schedule 150 150 150 150 150 150
Gambar 3.10 Project Available Balance
Sebenarnya PAB dihitung tanpa mempertimbangkan confirmed demand. Sehingga jika Project available
balance digunakan oleh bagian sales untuk menerima order maka bisa jadi Inventory tidak dialokasikan
untuk customer yang telah mengorder terlebih dahulu. Misal jika PAB di awal periode 1 sebanyak 92
92 -45
-
27
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
unit digunakan oleh sales ketika ada konsumen baru mengorder, maka persediaan akan habis. Pada
bulan ke-2, actual demand sebesar 120 unit akan dipenuhi dari MPS dan menyisakan inventory
sebanyak 30. Namun pada bulan ke-3 permintaan sebesar 75 tidak dapat terpenuhi semuanya karena
sisa stock hanya 30. Hal ini berarti PAB tidak mencerminkan alokasi untuk customer yang sudah order
terlebih dahulu. Untuk mengatasi hal tersebut perlu dihitung Available to Promise (ATP)
- Available to Promise (ATP)
Available to Promise (ATP) mengasumsikan bahwa rencana akan dijalankan dengan baik. Tujuan dari
ATP adalah menyediakan gambaran tingkat inventory yang belum teralokasikan sehingga dapat
digunakan untuk memenuhi order baru dari customer. ATP hanya dihitung pada periode pertama dalam
planning horizon dan saat diperkirakan ada penerimaan. Perhitungan ATP adalah:
ATP = Inventory + MPS demand sesungguhnya (actual demand)
Jadi berapa sesungguhnya ATP pada periode 1?
Demand time fence 3 Months
Inventory on hand 172
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Forecast 100 90 80 75 80 90 100 100 120 130
Actual demand 80 120 75 30 20 10
Project Available balance 92 122 47
Available to promise 47
Master Production Schedule 150 150 150 150 150 150
Gambar 3.11 Available to Promise
Seperti ditunjukkan pada gambar 3.11, ATP pada periode 1 adalah 47 untuk3 bulan ke depan. Dengan
ATP sebesar ini maka sales hanya dapat membuat komitmen kepada pelanggan baru sebesaar 47 unit.
Perubahan-perubahan akan diakomodasi pada planning horizon selanjutnya.
Forecast, Inventory dan Performance
Perusahaan MTS sangat bergantung pada forecast. Padahal kita ketahui bersama bahwa forecast selalu
mengandung kesalahan. Semakin jauh ke depan dan semakin detil peramalan maka tingkat kesalahan
pada ramalan cenderung lebih tinggi. Jika forecast salah maka dampaknya perencanaan dan pembelian
pun salah. Hal ini lah yang menyebabkan perusahaan MTS sering menghadapi permasalahan inventory.
-
28
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Di satu sisi, perusahaan bisa jadi memiliki tumpukan satu jenis produk sementara di saat yang sama
mereka kekurangan produk yang lain.
Strategi untuk Perusahaan MTS
Oleh karena itu, strategi yang banyak digunakan oleh perusahaan MTS adalah:
- Membatasi jumlah variasi produk akhir. Semakin banyak variasi produk yang ditawarkan volume
produksi cenderung lebih kecil dan akan lebih sulit untuk meramalkan penjualan per Stock
Keeping Unit (Unit produksi terkecil).
- Forecast tidak perlu terlalu panjang. Kondisi pasar yang tidak menentu dan persaingan yang
semakin ketat menyebabkan sangat sulit untuk meramalkan permintaan dalam jangka waktu
yang panjang. Untuk itu, perusahaan MTS harus berusaha untuk mengenali perubahan dalam
trend dan menyesuaikan peramalannya dengan kondisi tersebut.
- Mempercepat proses pemenuhan order. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap forecast
sebenarnya dapat dilakukan dengan memperpendek proses produksi dan pemenuhan order.
Jika proses produksi dan pemenuhan order panjang maka periode peramalan harus lebih
panjang. Namun jika perusahaan dapat memproduksi dalam waktu singkat, maka dapat ditunda
proses produksi sampai mendekati actual demand. Dengan kata lain forecast tidak perlu terlalu
panjang.
- Tunda konfigurasi akhir sampai permintaan konsumen diterima (beroperasi secara Assembly-to-
Order). Strategi ini dikenal pula dengan postponement. Namun, hanya dapat dilakukan oleh
perusahaan MTS yang memproduksi produknya berdasarkan part/modul-modul yang perakitan
akhirnya dapat ditunda. Dengan konsep ini perusahaan hanya memperkirakan permintaan
terhadap modul-modul standar yang bisa digunakan untuk semua tipe produk. Sementara itu
perakitan menjadi produk akhir menunggu permintaan pelanggan semakin jelas. Dengan cara ini
perusahaan menghindarkan diri dari kesalahan meramalkan produk akhir.
- Safety stock. Cara lain untuk mengatasi kekurangan stock adalah dengan menambahkan stock
pengaman. Namun cara ini sebenarnya juga menimbulkan biaya. Penentuan level safety stock
harus mempertimbangkan berbagai aspek sehingga tidak terlalu mahal bagi perusahaan.
Perusahaan Bertipe Make to Order (MTO)
Perusahaan MTO berkompetisi di pasar dengan menyediakan berbagai variasi produk dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Karakteristik dari perusahaan ini adalah:
- Menggunakan bahan baku yang umum seperti misalnya kayu untuk perusahaan mebel, besi
untuk perusahaan pembuat alat permesinan, atau kertas untuk perusahaan percetakan.
- Perusahaan menggunakan operasi/proses yang serupa untuk setiap produk. Misalnya
pembuatan furniture walaupun berbeda rancangan pada umumnya selalu melalui proses
pengeringan, pemotongan, pembubutan dsb.
- Fasilitas produksi umumnya capital intensive (padat modal) dengan alat-alat umum yang dapat
digunakan untuk berbagai proses
Sebuah contoh perusahaan MTO adalah pabrik pembuat bagian besi untuk berbagai konsumen. Proses
Operasi meliputi: punching, forming, deburring, plating, dan assembling. Variasi produk akhir yang
-
29
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
dihasilkan dari proses-proses dasar ini hampir tak terbatas sesuai dengan keinginan pelanggan. Untuk
berkompetisi secara efektif, perusahaan MTO cenderung berkonsentrasi pada satu tipe industri,
misalnya: pesawat, alat kedokteran, atau computer parts. Konstrain pada industri tipe ini bukan pada
kapasitas produksi, melainkan pada: 1) pengetahuan tentang pasar, 2) kebutuhan spesifik pelanggan dan
3) pengetahuan tentang channel distribusi atau saluran lain menuju pasar.
- Strategi untuk Perusahaan MTO
Untuk perusahaan MTO tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana dapat memperoleh order
dan menyelesaikannya dalam tenggang waktu yang dapat ditolerir oleh pelanggan. Strategi terkait
dengan persediaan yang umumnya dapat diterapkan perusahaan ini antara lain:
- Menyediakan safety stock bahan baku yang umum digunakan (common material). Material
umum ini dapat disimpan sehingga memperpendek waktu produksi dan resiko tidak terlalu
tinggi karena akan selalu digunakan dalam produksi
- Standarisasi proses manufaktur untuk menggunakan bahan baku dengan ukuran yg umum
- Standarisasi bahan baku. Perusahaan MTO karena membuat berdasarkan permintaan pelanggan
tentunya membutuhkan material dengan ukuran yang mungkin berbeda-beda. Jika perusahaan
mengusahakan material yang tidak baku untuk memaksimalkan utilisasi bahan dan
meminimalkan waste maka biaya akan lebih mahal untuk memesan material yang tidak standar
tersebut. Oleh karena itu, strategi yang lain adalah menggunaan bahan baku dengan ukuran-
ukuran yang mudah dicari. Bahan baku standar harganya lebih murah, lebih mudah didapat dan
tidak perlu safety stock karena supplier selalu mempunyai persediaan. Namun kelemahan yang
mungkin harus dihadapi adalah lebih banyak material yang akan terbuang (waste). Dengan
demikian perusahaan MTO perlu membandingkan antara penghematan yang diperoleh dari
harga bahan baku dan biaya inventory dengan pemborosan bahan baku.
Selain strategi persediaan, perusahaan MTO juga dapat menerapkan strategi kapasitas dengan melatih
operator sehingga dapat mengoperasikan berbagai mesin. Hal ini dapat meningkatkan fleksibilitas
perusahaan. Jika seorang karyawan hanya dapat mengoperasikan satu mesin saja maka jika ada order
yang tidak membutuhkan mesin tersebut dia tidak dapat bekerja. Namun sebaliknya jika karyawan
terampil menggunakan berbagai mesin maka order apa pun akan dapat dikerjakan.
Perusahaan Bertipe Assembly to Order
Seperti telah dijelaskan di atas, perusahaan MTS dan MTO memiliki tantangan yang berbeda.
Perusahaan MTS lebih cepat memenuhi permintaan namun tergantung pada forecast. Perusahaan MTO
tidak tergantung pada forecast namun seringkali membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
memenuhi order.
Di antara kedua tipe perusahaan terdapat tipe perusahaan ATO. Perusahaan ini memberikan opsi
kepada pelanggan berupa variasi produk (dibandingkan dengan perusahaan MTS) jika pelanggan
bersedia menunggu. Sebagai contoh adalah perusahaan Dell Computer. Dell hanya meramalkan
penggunaan sub-assembly, kemudian membuat dan menyimpannya. Produk akhir baru dirakit jika ada
permintaan dari pelanggan.
-
30
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Kunci kesuksesan perusahaan ATO adalah kemampuan untuk menunda diferensiasi produk di bagian
akhir dari proses manufaktur (postponement). Dengan strategi ini maka:
- Perusahaan dapat menggunakan bagian-bagian yang umum (common) di awal proses
manufaktur maka proses akan lebih lancar dalam arti tidak semua proses menunggu order dari
pelanggan.
- Resiko perusahaan memproduksi produk yang tidak diinginkan oleh pelanggan juga
diminimalkan karena perusahaan merakit sesuai dengan permintaan pelanggan
- Pelanggan lebih puas karena mendapatkan produk sesuai dengan keinginannya dan mungkin
personalized dibandingkan dengan produk massal yang dihasilkan oleh perusahaan MTS.
- Biaya inventory lebih rendah karena material yang disimpan adalah material dasar dan sub-
assembly yang nantinya dapat digunakan untuk berbagai tipe produk.
- Capable to Promise (CTP)
Untuk membantu jalannya proses di perusahaan ATO dibutuhkan sebuah konsep yang disebut
dengan Capable to Promise (CTP). Jika perusahaan MTS memiliki ATP yaitu sisa produk yang masih dapat
dijanjikan kepada pelanggan, maka perusahaan ATO menjanjikan kapasitas (perusahaan ATO tidak
menyimpan produk akhir). CTP mencocokkan kapabilitas yang dijanjikan dengan rencana produksi
perusahaan ATO. CTP yang sesungguhnya memerlukan informasi mengenai jadual, persediaan dan
kapasitas supplier.
Dalam membuat rencana produksi digunakan materials superbills (gambar 3.12). Ramalan pada
ATO dilakukan untuk produk setengah jadi (semifinished goods) menggunakan persentase product mix
sebagai indikator kebutuhan relatif. Mengacu pada gambar maka perusahaan tidak perlu tahu berapa
kabel 12 inci dengan heat shrink merah dan C connector yang diproses dengan strain relief. Hal yang
harus dipastikan adalah perusahaan memiliki cukup kawat, masing-masing connector, masing-masing
tipe heat shrink dan kapasitas untuk memroses strain relief. Bagian setengah jadi (kawat, connector dan
heat shrink) disimpan di inventory menunggu order dari konsumen untuk perakitan akhir.
Gambar 3.12 Contoh Superbill (adaptasi dari Ptak, 2004)
-
31
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
CTP menunjukkan pada bagian order entry kapan waktu tercepat untuk mengirim pesanan konsumen
berdasarkan rencana fabrikasi untuk setiap komponen yang dibutuhkan. Dalam mengalokasikan order
menggunakan CTP dibutuhkan:
- Reservasi terhadap inventory yang sudah dialokasikan pada pelanggan. Part dan sub-assembly
seringkali sama untuk banyak assembly sehingga tanpa reservasi bisa saja subassembly yang
sama dijanjikan untuk dua konsumen yang berbeda!
- Memperhitungkan kapasitas area untuk perakitan akhir.
Tipe Perusahaan vs. ERP
Berbagai tipe perusahaan yang telah dijelaskan sebelumnya memiliki tantangan yang berbeda-beda.
Beberapa tantangan dirangkum pada gambar 3.13.
Gambar 3.13 Tantangan Berbagai Tipe Perusahaan
Tiap tipe perusahaan berusaha menerapkan strategi yang berbeda dalam menghadapi tantangan ini.
Demikian pula dalam mengimplementasikan ERP untuk mendukung kinerja proses bisnisnya. Tiap tipe
perusahaan akan memiliki kebutuhan bisnis yang berbeda dan nantinya mempengaruhi konfigurasi
modul-modul ERP yang dibutuhkan.
ERP untuk Perusahaan Manufaktur
Secara umum kebutuhan ERP untuk perusahaan manufaktur ditunjukkan pada tabel 4.2. Tidak semua
tantangan dapat diatasi dengan sistem ERP. Untuk perusahaan bertipe proyek maka pengelolaan
sumber daya untuk memenuhi deadline membutuhkan tools manajemen proyek seperti Gantt-Chart
dan CPM. Perusahaan bertipe MTO membutuhkan alat yang membantu mereka dalam merancang
produk dengan cepat. Sebuah sistem yang dapat membantu adalah Product Data Management. PDM
membantu perusahaan untuk menyimpan berbagai informasi mengenai produk mulai dari bahan baku,
gambar rancangan dll. Dengan demikian jika ada permintaan baru dapat dilakukan perancangan
berdasarkan produk-produk sebelumnya sehingga proses perancangan dapat lebih singkat.
Project
Mengelola sumber daya yang terbatas untuk memenuhi deadline
MTO
Merancang produk dengan cepat
Mengatur keseimbangan kapasitas
Permintaan tidak selalu stabil
Tuntutan untuk memperpendek lead time
ATO
Memastikan supplier dapat memasok dalam waktu singkat
Memastikan kapasitas yang masih dapat dijanjikan kepada pelanggan (CTP)
Memudahkan pelanggan untuk mengkonfigurasi modul-modul untuk dirakit menjadi produk akhir
MTS
Meramalkan produk dengan akurasi yang baik
Memastikan bahwa stock akan teralokasikan untuk pelanggan (ATP)
-
32
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Perusahaan bertipe ATO membutuhkan tool terkait CTP untuk mempermudah mereka menentukan
kapasitas yang masih dapat digunakan. Selain itu, di sisi penerimaan order mereka juga membutuhkan
Linear Finite Configurator. Dengan Linier Finite Configurator personel order entry dapat memilih dari
daftar pilihan yang sudah ditentukan untuk membuat sebuah produk akhir. Setiap pilihan yang dapat
dibuat menjadi produk akhir harus ada di stock. Sebuah nomer part sementara dibuat untuk mewakili
dan menelusuri produk akhir. Jika pilihan yang sama dipesan lagi, permintaan akan ditambahkan dengan
order sebelumnya. Ini memungkinkan perusahaan mengetahui konfigurasi yang populer mungkin
strategi diubah menjadi make-to-stock. Akhirnya, perusahaan MTS membutuhkan fitur ATP untuk
membantu menentukan sisa stock yang masih dapat dijual kepada pelanggan dengan memberhatikan
permintaan sebelumnya.
Tabel 4.2 Kebutuhan Perusahaan dan Karakteristik ERP
Tipe Perusahaan Kebutuhan Karakteristik ERP
Project Mengelola sumber daya yang terbatas untuk memenuhi deadline
Project management tools (Gantt Chart, CPM)
MTO Merancang produk dengan cepat Product Data Management
ATO - Memastikan kapasitas yang masih dapat dijanjikan kepada pelanggan
- Memudahkan pelanggan untuk mengkonfigurasi modul-modul untuk dirakit menjadi produk akhir
Capable-to-Promise (CTP) Linier Finite Configurator,
MTS Memastikan bahwa stock akan teralokasikan untuk pelanggan
Available-to-Promise (ATP)
ERP untuk Perusahaan Jasa
Botta-Genoulaz & Millet (2006) melakukan penelitian tentang penerapan ERP di sektor jasa di Eropa.
Adapun responden yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah:
1. A adalah sebuah rumah sakit swasta Perancis
2. B adalah sebuah rumah sakit umum Perancis
3. C adalah salah satu perusahaan perangkat lunak yang terbesar di dunia
4. D adalah salah satu bank terbesar di Eropa
5. E adalah perusahaan asuransi dan finansial yang beroperasi di tingkat domestic dan dunia
6. F adalah perusahaan telekomunikasi dan layanan internet
Salah satu poin pertanyaan dalam penelitian ini adalah alasan implementasi ERP di sektor jasa. Adapun
jawaban dari responden dirangkum pada gambar 3.14. Hal-hal lain yang diteliti adalah:
Modul apa yang diimplementasikan dan mengapa?
Alasan menggunakan sistem ERP
Apakah dilakukan analisis biaya manfaat sebelum implementasi
Bagaimana proses bisnis diubah?
Apa kesulitan-kesulitan selama proses implementasi
Apakah keuntungan (tangible atau intangible) dari sistem ERP, apakah diukur?
Apakah ERP memenuhi harapan?
-
33
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Gambar 3.14 Alasan Implementasi ERP di sektor Servis
Gambar 3.15 Rangkuman Hasil Penelitian Botta-Genoulaz & Millet (2006)
Hasil dari penelitian Botta-Genoulaz & Millet (2006) dirangkum pada gambar 3.15. Terkait dengan scope
dan integrasi dari proyek didapatkan bahwa untuk kasus A (rumah sakit swasta) mempunyai keputusan
bulat untuk menginstall ERP. Namun modul yang diimplementasikan hanya terkait bagian administratif
dari operasi sementara Unit kesehatan tetap menggunakan software yang berbeda. Namun demikian,
perawat yang bertanggung jawab untuk mengorder obat harus menggunakan ERP. Sementara untuk
Kasus D (Bank) pada awalnya setiap departemen memiliki sistem sendiri-sendiri sehingga tidak bisa
berbagi informasi. Sistem analitis yang dimiliki juga tidak efisien. Tetapi scope proyek dipersempit
Menyelesaikan masalah Y2K (konsekuensi milenium baru pada format tanggal);
Menurunkan beban kerja administratif;
Menggantikan legacy systems yang tersebar;
Menggantikan sistem keuangan dan manajemen material yang kurang reliabel
Meningkatkan visibilitas untuk seluruh sistem;
Keamanan investasi pertimbangan penting terutama pada layanan sektor publik yang terbatas finansial,
Migrasi ke Euro: konsekuensi dari migrasi ke Euro di Uni Eropa sistem informasi harus menangani dua matauang dengan aturan hukum spesifik untuk konversi dan pembulatan;
Pemrosesan data real-time.
Bukan full integration
Terbatas pada manajemen material dan akuntansi (kecuali C)
Software tambahan terkait hukum atau kebutuhan bisnisScope Teknologi yang sudah kuno
Kebutuhan untuk full integration (A, B, F)
Sistem terintegrasi di berbagai lokasi yang standard untuk mendorong pertumbuhan grupMotivasi
Terkait manusia (pelatihan, komunikasi, manajemen perubahan)
Batasan-batasan legal seperti pajak atau aturan keuanganMasalah
Efisiensi operasional seperti tracing dan akurasi informasi, keandalan software, transaksi dan integrasi data
Konsekuensi tidak langsung: organisasi proses, manajemen operasional, aspek manusia etcKeuntungan
Tiga dari enam kasus menganggap proyek berhasil
1 (F) menganggap proyek tidak berhasil mencapai tujuanMemenuhi harapan?
A dan B mengatakan ada beberapa perubahan pada proses bisnisPerubahan proses
Empat dari Enam kasus tidak melakukan pengukuran ROI sebelum maupun sesudah proyekPengukuran biaya manfaat
-
34
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
sehingga client accounting menggunakan software tersendiri yang juga tidak tersambung dengan SAP
(karena isu confidentiality). Pada kasus ini tujuan awal untuk integrasi pelaporan global tidak tercapai
semua.
Botta-Genoulaz & Millet (2006) juga menekankan pengaruh karakteristik Servis terhadap ERP. Jika focus
dari perusahaan manufaktur adalah pengendalian biaya produk, maka focus pada servis adalah
pengendalian hubungan dengan pelanggan. Selain itu, tenaga kerja memiliki peran sangat penting pada
perusahaan jasa. Mereka membandingkan bahwa pada perusahaan manufaktur pengendalian
persediaan dapat ditingkatkan dengan ERP sehingga persediaan menjadi domain utama untuk proyek
implementasi ERP. Sementara itu untuk perusahaan jasa, inventory terhadap budget bukanlah Key
Performance Indicator (KPI). Sebagai contoh adalah rumah sakit. KPI adalah labour/budget bukan
inventory/budget. Perencanaan di sektor jasa harus memperhatikan skills dari tenaga kerja. Oleh karena
itu, perlu hubungan strategis antara sales dengan human resource. Belum ada pada paket ERP yang
khusus menangani hal ini.
Definisi Produk
Dilihat dari definisi produk, proses terkait dengan perusahaan manufaktur sudah banyak dianalisis dan
dimodelkan. Produktivitas mengasumsikan bahwa perubahan konfigurasi sumber daya tidak mengubah
kualitas output. Sementarapada servis seringkali sulit mendefinisikan dengan jelas bagaimana layanan
diberikan. Perubahan sumber daya dan sistem produksi berpengaruh terhadap kualitas dari servis.
Perencanaan
Terkait dengan perencanaan, perusahaan jasa tidak dapat memisahkan secara penuh operasi front-
office dengan back-office. Sebelum menangani masalah penggunaan sumber daya, menjadualkan dan
optimasi perlu dipahami proses pemberian servis itu sendiri. Contoh perencanaan di Rumah Sakit:
- Banyak rumah sakit tidak memiliki sistem penjadualan yang efektif. Pasien tidak dapat dianggap
sebagai produk dimana produksinya dapat dioptimasi
- Sistem Material Requirement Planning (MRP) bukan jawaban karena dominasi sumber daya
manusia dan modal pada rumah sakit
- Roth & Van Dierdonck (1995) mengembangkan Hospital Resource Planning yang
menggambungkan sebuah sistem perencanaan kebutuhan sumber daya pusat dengan empat
komponen front-end
Definisi Produk dan Perencanaan Operasi
Terkait dengan perencanaan operasi pada perusahaan manufaktur mengatur aliran material.
Namun focus perencanaan operasi pada servis adalah knowledge flow. Seperti ditunjukkan pada gambar
3.16, perencanaan operasi pada servis perlu menghubungkan perencanaan dengan sumber daya
(Human Resource), sales and distribution (SD) dan Customer Relationship Management (CRM).
-
35
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Gambar 3.16 Peran Sumber Daya Manusia pada Sektor Jasa
Pemenuhan Kebutuhan
Bagi perusahaan jasa, solusi ERP tidak menawarkan keuntungan sebanyak untuk perusahaan manufaktur. Sebagian aktivitas sudah diperhitungkan oleh vendor ERP seperti sales and maintenance, manajemen proyek, etc, tetapi yang lain belum diperhitungkan dalam sistem standar. Solusi ERP mungkin bukan solusi terbaik untuk perusahaan jasa dan dengan menggunakan aplikasi standar, perusahaan jasa dapat kehilangan fungsionalitas dari sistem yang lama
Implementasi
Terkait dengan implementasi ERP pada sektor manufaktur banyak solusi untuk perusahaan kecil dan
menengah. Sementara pada sektor jasa ERP sistem lebih cocok untuk perusahaan servis berukuran
besar dan tidak banyak solusi untuk penyedia layanan berukuran kecil. Selain itu banyak perusahaan
berkonsentrasi pada dimensi teknis dari proyek ERP. Pendapat umum adalah jika data terintegrasi maka
manusia akan mengikuti. Pada kenyataannya hal ini jarang terjadi! Mengabaikan aspek organisasi dari
proyek seringkali menjadi penyebab utama dari kegagalan ERP. Hal ini bahkan lebih penting pada
perusahaan jasa.
Referensi
Anupindi dkk (1999), Managing Business Process Flows, Prentice Hall
Botta-Genoulaz & Millet (2006), An Investigation into the Use of ERP Systems in the Service Sector,
International Journal of Production Economics, Vol. 99, pp.202 221.
Heizer, J. & Render, B. (2007), Operations Management 9th Edition, Prentice Hall.
Laudon, K.C, Laudon J.P., Management information systems: Managing the Digital Firm: Prentice Hall;
2005.
-
36
Modul Ajar Mata Kuliah Perencanaan Sumber Daya Perusahaan Mahendrawathi ER, 2014
Ptak, C.A (2004), ERP: Tools, Techniques and Applications for Integrating the Supply Chain, St. Lucie
Press.
Slack, N., Chambers, S. dan Johnston, R. (2004), Operations Management 4th Edition, Prentice Hall,
England.
Pertanyaan untuk Revisi
1. Apa yang membedakan perusahaan manufaktur dan jasa?
2. Jelaskan dan carilah contoh berbagai jenis perusahaan manufaktur berdasarkan Customer Order
Decoupling Point.
3. Jelaskan mengapa perusahaan membutuhkan buffer.
4. Jelaskan secara singkat berbagai tipe perusahaan berdasarkan VATI Strategies.
5. Jelaskan perbedaan perusahaan MTO dengan MTS?
6. Apa tantangan yang dihadapi oleh perusahaan bertipe Project?
7. Apa pengaruh berbagai tipe perusahaan terhadap ERP?
8. Jelaskan secara singkat apa yang membedakan implementasi ERP pada perusahaan jasa jika
dibandingkan dengan perusahaan manufaktur.