#5 processing technology
TRANSCRIPT
General Business Environment
Makalah Kecil
Technological Environment : Processing TechnologyBahan Bakar Nabati
Dosen :Prof. Dr. Zuprizal
Oleh:Franseda
08/271238/PEK/12636
Reguler 21
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMENFAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADAJAKARTA
2009
PENDAHULUAN
Energi
Manusia sebagai makhluk hidup memerlukan energi dalam berbagai bentuk yang
digunakan untuk menggerakkan alat dan mesin dalam mendukung kegiatannya.
Sebagian besar energi yang digunakan untuk menggerakkan mesin tersebut
dihasilkan atau dikonversikan dari bahan bakar fosil yang bersumber dari minyak
bumi maupun batubara.
Permintaan dunia terhadap bahan bakar fosil mengalami peningkatan yang
diakibatkan pertumbuhan penduduk dunia serta peningkatan industri – industri
pada negara ekonomi berkembang. Cina sebagai contoh negara dengan
pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan harus mengimpor bahan bakar fosil
dalam jumlah besar untuk menggerakkan sektor industri mereka. Pada masa yang
akan datang apabila permintaan bahan bakar fosil terus meningkat sementara
sumber bahan bakar tersebut terbatas, akan timbul gejolak harga yang meningkat.
Bahan bakar fosil yang selama ini digunakan merupakan sumber energi tidak
terbarukan yang memiliki keterbatasan sumber. Keterbatasan sumber bahan bakar
fosil menimbulkan permintaan serta kebutuhan manusia terhadap sumber energi
baru yang dapat diperbarui.
Energi terbarukan
Energi terbarukan merupakan sumber energi yang bersumber dari alam seperti
matahari, panas bumi, angin, gelombang laut, biomassa, biogas dan lainnya yang
dapat diperbarui. Salah satu contoh penggunaan sumber energi terbarukan yang
sederhana dan banyak digunakan ialah biomassa tradisional yaitu kayu bakar.
Sumber energi terbarukan yang digunakan di seluruh dunia terhitung sekitar 18
persen dari keseluruhan dimana 13 persennya bersumber dari biomass tradisional,
sumber terbesar kedua datang dari air yang umumnya digunakan untuk
menghasilkan 15 persen energi listrik dunia, lalu kemudian diikuti angin yang
pertumbuhannya mencapai 30 persen tiap tahun dengan kapasitas produksi listrik
mencapai 121.000 megawatt di tahun 2008 (Renewable Fuels Association, 2009).
Bahan Bakar Nabati
Biomassa yang dihasilkan dari komoditas pertanian juga dapat menghasilkan
sumber energi seperti ethanol yang didapat dari tebu, jagung, atau tanaman yang
mengandung pati lainnya. Brasil merupakan contoh negara yang menggunakan
bio-ethanol sebagai pengganti bahan bakar fosil untuk transportasi.
Komoditas lain yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai bahan bakar ialah
kelapa sawit yang dapat dijadikan sebagai bio-diesel. Bio-diesel salah satu bahan
bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak mempunyai efek terhadap
kesehatan yang dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dapat
menurunkan emisi bila dibandingkan dengan minyak diesel (solar) (Rahayu,
2006). Biodiesel terbuat dari minyak nabati yang berasal dari sumber daya yang
dapat diperbaharui.
TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Bakar Nabati
Bahan bakar nabati merupakan alternatif dari bahan bakar fosil yang didapat dari
sumber yang dapat diperbarui. Bahan bakar nabati yang banyak dikembangkan
saat ini ialah bahan bakar ethanol (bersumber dari glukosa tanaman) dan bio-
diesel (bersumber dari minyak nabati maupun hewani).
Bahan bakar ethanol merupakan etil alkohol yang juga dapat ditemui dalam
minuman beralkohol. Amerika Serikat dan Brasil mengkonsumsi 89 persen bahan
bakar ethanol seluruh dunia. Selain itu ethanol yang dihasilkan dari tanaman dapat
dijadikan campuran bahan bakar fosil atau dikenal dengan istilah gasohol.
Kendaraan modern di Amerika Serikat masih dapat beroperasi dengan baik
menggunakan campuran ethanol sebesar 10 persen tanpa modifikasi mesin
(Worldwatch Institute and Center for American Progress, 2006).
Biodiesel yang diproduksi dalam skala besar terbuat dari minyak nabati yang
berasal dari sumber daya yang dapat diperbaharui seperti minyak kedelai maupun
minyak sawit. Beberapa bahan baku untuk pembuatan biodiesel antara lain kelapa
sawit, kedelai, bunga matahari, jarak pagar, tebu dan beberapa jenis tumbuhan
lainnya (Rahayu, 2006). Bahan bakar nabati dapat digunakan sebagai alternatif
maupun pengganti bahan bakar fosil, dan digunakan sebagai bahan bakar
transportasi.
Produksi Bio-ethanol
Produksi ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan bahan baku tanaman yang
mengandung pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses konversi karbohidrat
menjadi gula (glukosa) larut air (Nurdyastuti, 2006).
Secara kimiawi proses pembuatan ethanol didahului oleh gula yang diproduksi
tanaman pada proses fotosintesis :
6CO2 + 6H2O + Cahaya → C6H12O6 + 6O2
Fermentasi ethanol menggunakan ragi yang mengubah glukosa menjadi ethanol
dan karbon dioksida.
C6H12O6 → 2C2H5OH+ 2CO2 + Panas
Ethanol yang digunakan sebagai dalam pembakaran kemudian akan melepaskan
energi dalam bentuk panas serta sampingan karbon dioksida dan air :
C2H5OH + 3O2 → 2CO2 + 3H2O + Panas
Bio-ethanol yang akan digunakan sebagai bahan bakar harus memiliki kadar air
yang sangat rendah (99.5 persen bio-ethanol) untuk menghindari korosi pada
mesin. Proses yang digunakan untuk menghasilkan bahan bakar bio-ethanol
membutuhkan teknologi tinggi yang dikenal melalui istilah azeotropic distillation.
Produksi Biodiesel
Biodiesel diproduksi melalui proses kimia yang disebut transesterifikasi dimana
gliserin dipisahkan dari minyak nabati. Transesterifikasi terhadap minyak nabati
menghasilkan dua produk yaitu bio-diesel dan gliserin yang merupakan hasil
sampingan. Gambar dibawah ini merupakan diagram proses kimia bio-diesel
(Rahayu, 2006).
Perdebatan
Pro dan kontra mengenai produksi bahan bakar nabati banyak dibahas oleh media
serta jurnal ilmiah, diantaranya seperti pengaruh pada harga minyak bumi,
penggunaan lahan, pengaruh pada suplai pangan dan banyak lainnya.
ANALISIS
Ethanol dapat digunakan pada bermacam fungsi seperti alkohol farmasi, alkohol
konsumsi, maupun sebagai bahan bakar. Pengembangan terakhir yang
dikembangan di negara Brasil dan Amerika Serikat adalah penggunaan bio-
ethanol sebagai bahan bakar atau campurannya. Salah satu permasalahan yang
timbul mengenai produksi bahan bakar bio-ethanol ialah penggunaan lahan.
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar pada lahan. Banyak lahan yang
tidak produktif yang dapat ditanami tanaman yang mengandung seperti ubi kayu,
jagung, sagu, dan lainnya. Penggunaan lahan yang sangat luas sangat dibutuhkan
untuk menghasilkan kuantitas bio-ethanol yang dapat memenuhi permintaan
bahan bakar. Kuantitas bio-ethanol per hektar yang cukup besar didapat dari
tanaman ubi kayu seperti dalam tabel berikut :
Bahan Baku Kandungan Gula Dalam Bahan Baku
(Kg)
Jumlah Hasil Konversi
Perbandingan Bahan Baku
dan Bio-ethanol
Jenis Konsumsi (Kg)
Bio-ethanol
(Liter)
Ubi Kayu 1000 250-300 166,6 6,5 : 1
Ubi Jalar 1000 150-200 125 8 : 1
Jagung 1000 600-700 200 5 : 1
Sagu 1000 120-160 90 12 : 1
Tetes 1000 500 250 4 : 1
Tabel 1 : Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Pati Atau Karbohidrat Dan Tetes Menjadi Bio-Ethanol (Nurdyastuti, 2006).
Permasalahan lain dari penggunaan bio-ethanol sebagai bahan bakar ialah
kesiapan teknologi mesin dalam menggunakan bio-ethanol. Pemakaian ethanol
murni secara langsung pada mesin bensin akan sulit karena diperlukan banyak
modifikasi (Handayani, 2006). Ethanol murni yang masih memiliki kadar air tidak
dapat dipakai sebagai pengganti bensin karena sifat pembakaran yang berbeda
serta bersifat korosif pada komponen mesin. Salah satu solusi yang dapat diambil
ialah mencampur ethanol dengan kadar 99 persen dengan bensin atau dikenal
dengan istilah gasohol. Contoh yang telah diterapkan ialah bensin di Amerika
dengan Brasil dengan campuran mencapai 20 persen. Pencampuran akan
meningkatkan bilangan oktan bensin serta menyempurnakan pembakaran serta
gas buang kendaraan tanpa perlu memodifikasi mesin.
Bio-diesel sebagai bahan bakar nabati merupakan bahan bakar alternatif yang
memiliki potensi pengembangan yang menjanjikan di masa depan. Bio-diesel
yang berbahan baku minyak nabati dapat dihasilkan dalam skala besar mengingat
sumber yang melimpah seperti kelapa sawit, kedelai, maupun kelapa. Amerika
serikat merupakan pelopor produksi bio-diesel berbasis minyak kedelai.
Bahan Baku Hasil Konversi per Hektar
(lt)
Kelapa Sawit 1490
Kelapa 2150
Kedelai 161
Kacang 138
Bunga Matahari: 126
Tabel 1 : Konversi Bahan Baku Tanaman Yang Mengandung Minyak Atau Menjadi Bio-diesel (sumber: www.grist.org dengan perubahan).
Pemilihan bio-diesel berbasis minyak sawit merupakan salah satu solusi untuk
memanfaatkan kelebihan produksi tandan buah segar yang dalam keadaan tertentu
mengalami kelebihan suplai dan mengakibatkan jatuhnya harga. Minyak sawit
juga memenuhi persyaratan yang baik sebagai bahan baku bio-diesel yaitu kadar
asam lemak bebas yang rendah serta hasil konversi per-hektar yang cukup tinggi.
Bio-diesel dapat digunakan sebagi bahan bakar dapat digunakan sebagai
pencampur minyak diesel maupun digunakan secara penuh. Agar dapat digunakan
secara langsung diperlukan standar produksi bio-diesel dengan kadar cetan dan air
tertentu.
Pemerintah Indonesia sampai saat ini menunjukkan keseriusan dalam
mengembangkan bahan bakar nabati baik dalam bentuk kebijakan maupun pilot
project di beberapa tempat. Kebijakan pemerintah dalam hal bahan bakar nabati
dituangkan dalam Perpres No. 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dan
Inpres No. 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati
(biofuels) sebagai bahan bakar lain.
KESIMPULAN
Beberapa teknologi energi terbarukan memiliki pro dan kontra dalam
pengembangannya tetapi tetap menunjukkan perkembangan yang menjanjikan di
masa depan. Permasalahan lingkungan merupakan pendorong utama penggunaan
sumber energi terbarukan. Pengembangan energi terbarukan seperti bahan bakar
nabati (bio-ethanol dan bio-diesel) memerlukan peran pemerintah dalam bentuk
infrastruktur, regulasi dan kebijakan untuk mendorong industri terkait.
Sumber bahan bakar nabati dapat dikembangkan dalam skala kecil dan non-
industrial yang dapat digunakan untuk membantu pengembangan daerah
pedesaan. Pengembangan bahan bakar nabati dapat dimulai dari penggunaan
ethanol sebagai pencampur bensin (gasohol) maupun produksi bio-diesel dari
kelapa sawit. Pemerintah dapat mengeluarkan pilot project pada beberapa daerah
yang masih memiliki lahan non-produktif yang cukup luas. Produksi bahan bakar
nabati dapat diserap pada daerah sekitar produksi sebagai bahan bakar alat
pertanian maupun bahan bakar kapal nelayan.
REFERENSI
Handayani, S.U. 2006. PEMANFAATAN BIO-ETHANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR PENGGANTI BENSIN. Fakultas Teknik UNDIP.
Nurdyastuti. I. 2006. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI BIO-ETHANOL.
Rahayu. M. 2006. TEKNOLOGI PROSES PRODUKSI BIODIESEL.
RFA, 2009. 2008 WORLD FUEL ETHANOL PRODUCTION. Renewable Fuels Association.
Worldwatch Institute and Center for American Progres. 2006. American Energy : The Renewable Path to Energy Security. AmericanProgress.Org
http://en.wikipedia.org/wiki/Energy. diakses : 27 Juni 2009
http://en.wikipedia.org/wiki/Ethanol. diakses : 27 Juni 2009
http://www.grist.org/article/biofuel-some-numbers. diakses : 27 Juni 2009