5.bab ii revisi 2
DESCRIPTION
flafonoidTRANSCRIPT
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Botani
Tinjauan botani mengenai tanaman kembang bulan (Tithonia diversifolia A.
Gray.) meliputi aspek-aspek, yaitu klasifikasi tanaman, sinonim, nama daerah,
deskripsi tanaman, ekologi dan penyebaran, serta kandungan kimia dan
kegunaannya.
2.1.1. Klasifikasi Tanaman (8)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Tithonia
Spesies : Tithonia diversifolia A. Gray
i) Sinonim
Mirasolia diversifolia Hemsley
ii) Nama Daerah
Umum : Kembang Bulan
Jawa : Rondose-moyo, Harsaga
Tapanuli : Sipaet-paet
Minang : Kayu Paik
iii) Nama Asing
Mary Gold, Shrub Sunflower, Mexican Sunflower (Inggris), Mirasol (Guatemala),
Yellow Flower (Portugis)
2.1.2. Deskripsi Tanaman
3
4
Tumbuhan kembang bulan merupakan tumbuhan perdu yang tegak dengan tinggi
lebih kurang ± 5 m. Batang tegak, bulat, berkayu hijau. Daunnya tunggal,
berseling, panjang 26-32 cm, lebar 15-25 cm, ujung dan pangkal runcing,
pertulangan menyirip, hijau. Bunga merupakan bunga majemuk, di ujung ranting,
tangkai bulat, kelopak bentuk tabung, berbulu halus, hijau, mahkota lepas, bentuk
pita, halus, kuning, benang sari bulat, kuning, putik melengkung, kuning.
Buahnya bulat, jika masih muda berwarna hijau setelah tua berwarna coklat.
Bijinya bulat, keras, dan berwarna coklat. Akarnya berupa akar tunggang
berwarna putih kotor.
2.1.3. Ekologi dan Penyebaran
Tumbuhan kembang bulan umumnya tumbuhan liar di tempat-tempat curam,
misalnya di tebing-tebing, tepi sungai dan selokan. Sekarang banyak ditanam
sebagai tanaman hias karena warna bunganya yang kuning indah. Juga merupakan
tumbuhan tahunan yang kerap tumbuh di tempat terang dan banyak sinar matahari
langsung. Tumbuh dengan mudah di tempat atau di daerah berketinggian 5-1500
m di atas permukaan laut
2.1.4 Kandungan Kimia dan Kegunaan
i. Kandungan Kimia
Daun tanaman kembang bulan mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, terpenoid,
saponin dan gula pereduksi.(8)
ii. Kegunaan
Daun kembang bulan digunakan secara tradisional sebagai obat untuk mengobati
Diabetes Melitus Tipe 2. Untuk mengobati Diabetes Militus ramuan yang
digunakan adalah dengan merebus 10 lembar daun kembang bulan dengan 4 gelas
air, kemudian dibiarkan sampai hanya tersisa 3 gelas untuk kemudian di minum
hangat ataupun dingin.(3) Tumbuhan kembang bulan juga umum digunakan
sebagai obat luka atau luka lebam, dan sebagai obat sakit perut kembung. Banyak
juga digunakan sebagai obat lepra, penyakit lever, dan obat diabetes militus.(2)
5
Hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti
disebutkan jika ekstrak etanol daun kembang bulan mempunyai aktivitas
antimalaria dengan IC50 sebesar 0,75 µg/mL.(9) Sementara penelitian lain
menyebutkan bahwa Ekstrak kloroform daun Kembang bulan memiliki efek
sitotoksik (IC50=16,61μg/mL) terhadap sel HeLa, dan Ekstrak terpurifikasi dari
ekstrak kloroform (tidak larut PE) daun Kembang bulan (T. diversifolia) memiliki
efek sitotoksik terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 =3,078μg/mL dan Indeks
Selektivitas sebesar 26,09.(10)
2.2. Senyawa Flavonoid(11,12,13)
Senyawa-senyawa flavonoid adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai
15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu
oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon
Istilah flavonoid diberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari
kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu jembatan
oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil
yang terletak disebelah cincin B. Senyawa heterosoklik ini, pada tingkat oksidasi
yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah bentuk yang
mempunyai cincin C dengan tingkat oksidasi paling rendah dan dianggap sebagai
struktur induk dalam nomenklatur kelompok senyawa-senyawa ini.
2.2.1. Struktur Dasar Senyawa Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti
fenolat yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon.
2.2.2. Penggolongan Senyawa Flavonoid
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida,
dan aglikon flavonol yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin
yang berkhasiat sebagai antioksidan dan antiinflamasi. Flavonol lain yang
terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi struktur sederhana
dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara
6
tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya
masih dapat dilakukan.
Gambar II.1 Struktur Flavonol (Kaemferol)(11)
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat
gugusan 3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan
kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat juga sebagai
glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon
yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin
merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang
paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat
pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-
glikosida. Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok
senyawa flavonoid.
Gambar II.2 Struktur Flavon (Apigenin)(11)
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan
sebagai fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam
tumbuhan sebagai pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar
dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi warna manapun.
Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda
cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang
7
lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah
menjadi coklat.
Gambar II.3 Struktur Isoflavon (Genstein)(11)
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun
dan bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman
genus prenus dan buah jeruk; dua glikosida yang paling lazim adalah
neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur dan jeruk.
Gambar II.4 Struktur Flavanon (Naringin)(11)
5. Glikoflavon
Glikoflavon adalah ko-pigmen tak berwarna yang terikat pada glikosida
melalui ikatan C-C.
Gambar II.5 Struktur Glikoflavon (Orientin)(11)
8
6. Proantosianidin
Proantosianidin merupakan metabolit alami pada tumbuhan seperti buah
buahan, sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian, bunga, dan kulit pohon
senyawa ini termasuk kategori tannin terkondensasi. Proantosianidin
menghasilkan pigmen antosianidin dengan pemutusan oksidatif (bukan
hidrolisis) pada alkohol panas melalui reaksi butanol asam.
Proantosianidin berbentuk oligomer dan tersusun atas monomer seperti
katekin dan epikatekin.
Gambar II.6 Struktur Proantosianidin(11)
7. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar
luas dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini
adalah penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak , ungu,
dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan tinggi. Secara kimia
semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu
sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan
penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau
glikosilasi.
9
Gambar II.7 Struktur Antosianin (Pelargonidin)(11)
8. Khalkon dan Auron
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan
sinar UV bila dikromatografi kertas.
Gambar II.8 Struktur Khalkon (Butein)(11)
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu
dan briofita. Dalam larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan
tampak pada kromatografi kertas berupa bercak kuning, dengan sinar
ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila diberi
uap amonia.
Gambar II.9 Struktur Auron (aureusidin)(11)
9. Biflavonil
Biflavonoid (atau biflavonil, flavandiol) merupakan dimer flavonoid yang
dibentuk dari dua unit flavon atau dimer campuran antara flavon dengan
flavanon dan/atau auron.
10
Gambar II.10 Struktur Biflavonil (Heveaflavon)12
2.2.3 Aglikon Flavonoid
Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid ( yaitu flavonoid tanpa gula terikat) terdapat
dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung 15 atom karbon dalam
inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu cincin aromatik
yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tak dapat membentuk
cincin ketiga. Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis
yang sama, yaitu melalui jalur sikimat dan jalur asetat-malonat. Modifikasi
flavonoid lebih lanjut mungkin terjadi pada berbagai tahap dan menghasilkan :
penambahan atau pengurangan hidroksisali; metilasi gugus hidroksi atau inti
flavonoid; isoprenilasi gugus hidroksi atau inti flavonoid; metilasi gugus orto-
dihidroksil; dimerisasi; pembentukan bisulfat dan yang terpenting, glikosidasi
gugus hidroksil atau intiflavonoid.
2.2.4 Flavonoid O-glikosida
Umumnya flavonoid terdapat sebagai flavonoid O-glikosida, yaitu satu gugus
hidroksil flavonoid atau lebih terikat pada satu gula atau lebih dengan ikatan
hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosidasi menebabkan flavonoid
menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air, sifat inilah yang
memungkinkan penyimpanan flavonoid di dalam vakuol sel. Gula yang sering
terikat pada flavonoid adalah glukosa, walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa dam
arabinosa juga sering terlihat.
11
2.2.5 Flavonoid C-glikosida
Flavonoid C-glikosida merupakan flavononoid yang mengikat gula pada atom
karbon dan dalam hal ini gula tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan
satu ikatan karbon-karbon yang tahan asam. Gula yang terikat pada atom C hanya
ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid. Berbeda dengan
dengan flavonoid O-glikosida, jenis gula yang terlibat ternyata lebih sedikit, jenis
glukusa yang paling umum adalah viteksin dan orientin dan juga galaktosa seperti
epigenin 8-C-galaktosida, ramnosa misalnya visenin-1. Jenis aglikon yang terlibat
pun sangat terbatas.
2.2.6 Hidrolisis flavonoid
Hidrolisis flavonoid digunakan untuk memutuskan ikatan flavonoid dengan gula
yang terikat, sehingga penentuan struktur glikosida lebih lanjut dapat dilakukan.
Dengan cara ini berbagai jenis glikosida dapat saling dibedakan. Untuk tujuan ini
biasanya dipakai tiga cara hidrolisis, yaitu hidrolisis asam, enzim, dan basa.
Hidrolisis asam dilakukan dengan menggunakan asam hidroklorida (HCl), proses
yang digunakan adalah dengan melarutkan glikosida flavonoid dengan HCl 2 N :
Metanol (1:1) pada alas bundar, kemudian dipanaskan pada penangas air selama
60 menit. Kemuadian diuapkan dengan menggunakan evaporator-berputar.
Selajutnya sampel yang telah kering dilarutkan dengan sedikit mungkin pelarut
metanol : air (1:1) dan diktromatografi (KKt atau KLT-selulose, 15% asam
assetat) dibandingkan dengan bahan awal untuk menentukan apakah telah terjadi
hidrolisis.
2.2.7 Sifat dan Kelarutan Flavonoid
Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia
senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi
harus diingat, bila dibiarkan dalam larutan basa, dan disamping itu terdapat
oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil,
atau suatu gula,flavonoida merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoid
cukup larut dalam pelarut polar seperti Etanol (EtOH), Metanol (MeOH), Butanol
12
(BuOH), Aseton, Dimetilsulfoksida (DMSO), Dimetilformamida (DMF), Air dan
lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoid (bentuk yang umum
ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air dan
dengan demikian campuran pelarut yang disebut diatas dengan air merupakan
pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar
seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi
cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti Eter dan Kloroform.
2.2.8 Penyebaran flavonoid di alam
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan mengecualikan
alga dan hornwort. Flavonoid sebenar terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan biji.
Hanya sedikit catatan yang mengatakan adanya flavonoid pada hewan, misalnya
dalam kelenjar bau belerang, propolis dan di dalam sayap kupu-kupu, itupun
dengan anggapan bahwa flavonoid tersebut berasal dari tumbuhan yang menjadi
makanan hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh mereka.
Segi penting dari penyebaran flavonoid dalam tumbuhan ialah adanya
kecenderungan kuat bahwa tumbuhan yang secara taksonomi berkaitan akan
menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa.
2.3 Metode Isolasi
Isolasi senyawa metabolit sekunder dari suatu simplisia dapat dilakukan dengan
berbagai metode, diawali dengan proses ekstraksi, yang diikuti dengan fraksinasi
atau pemisahan, pemantauan dan kemudian pemurnian
2.3.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah metode penarikan kandungan senyawa kimia metabolit sekunder
dari tumbuhan atau atas bagian tumbuhan dengan menggunakan pelarut-pelarut
yang sesuai.(11) Ada berbagai macam metode ekstraksi, sesuai dengan pelarut yang
digunakannya,(14) yaitu :
1. Ekstraksi cara dingin, contohnya maserasi dan perkolasi.
2. Ekstraksi cara panas, contohnya refluks, Soxhlet, digesti, infuse, dan dekok
13
i. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan bermacam pelarut pada
suhu kamar selama beberapa waktu. Maserasi merupakan cara penyarian yang
sederhana, dan dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan
penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, sehingga zat aktif akan larut kemudian karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif dalam sel dengan yang di
luar sel, maka larutan yang terpekat didesak untuk keluar. Peristiwa tersebut
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan
di dalam sel.(14) Penelitian sebelumnya pun menggunakan metode maserasi dengan
berbagai modifikasi metode ekstraksi sebelum maserasi dan sesudah maserasi
dilakukan.
Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus-menerus).
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Keuntungan metode ini adalah
menggunakan peralatan yang sederhana, sedangkan kerugiannya adalah waktu
yang diperlukan untuk mengekstraksi sample cukup lama, cairan penyari yang
digunakan lebih banyak dan tidak dapat digunakan untuk bahan-bahan yang
mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.(15)
ii. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut yang relatif konstan dengan adanya pendingin
balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5
kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
2.3.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia
nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari
langsung.(16) Adapula yang menyatakan ekstrak adalah sediaan pekat yang
diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia
14
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.(17)
2.3.3 Fraksinasi(18)
Fraksinasi adalah cara yang digunakan untuk memisahkan golongan kandungan
yang satu dari golongan kandungan yang lain. Fraksinasi ekstrak dapat dilakukan
dengan berbagai cara, tetapi pada dasarnya tergantung pada bentuk fisik ekstrak
kasarnya yaitu ekstrak padat atau setengan padat dan ekstrak cair.
Ekstrak kasar berbentuk padat atau setengah padat dapat difraksinasi dengan dua
cara, yaitu:
a. Ekstraksi padat-cair menggunakan pelarut dengan berbagai tingkat
kepolaran, dapat dilakukan dengan maserasi, perkolasi, dsb.
b. Kromatografi, antara lain kromatografi kolom normal, kromatografi cair
bakum,dll.
Ekstrak kasar beebentuk cair dapat difraksinasi dengan cara ekstraksi cair-cair.
Ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi dengan menggunakan dua pelarut yang tidak
tercampurkan. Keberhasilan pemisahan sangat tergantung pada perbedaan
kelarutan senyawa tersebut dalam kedua pelarut secara umum. Prinsip
pemisahannya adalah senyawa tersebut kurang larut dalam pelarut yang satu,
tetapi sangat larut dalam pelarut yang lain. Air banyak dipakai dalam sistem
ekstraksi cair-cair senyawa organik, karena banyak senyawa organik bersifar ionik
atau sangat polar yang cukup larut dalam air. Pelarut lain yang digunakan adalah
pelarut organik non polar yang tidak berampur dengan air. Pelarut organik yang
digunakan harus mempunyai titik didih jauh lebih rendah dari senyawa tereksitasi,
biasanya dibawah 100oC, tidak mahal dan tidak bersifat racun. Dalam sistem
ekstraksi ini akan dihasilkan dua fasa yaitu fasa air dan fasa organik.
2.3.4 Pemisahan
Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan dilakukan dengan menggunakan
salah satu dari keempat teknik kromatografi atau gabungan teknik tersebut.
Kromatografi merupakan cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada
15
dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan, atau penukaran
ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang
diperoleh dapat digunakan untuk pengidentifikasian struktur atau juga penetapan
kadar. Keempat teknik kromatografi itu adalah : kromatografi kertas (KKt),
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi gas cair (KGC), dan kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan teknik kromatografi tergantung dari sifat
kelarutan dan keatsirian senyawa yang akan dipisahkan.(11) Pemisahan dalam
sekala besar dapat dilakukan dengan teknik kromatografi kolom (KK).
i. Kromarografi Lapis Tipis (KLT),
KLT digunakan pada pemisahan zat secara cepat, dengan menggunakan zat
penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca.
Lempeng lapis-penyerap sering menggunakan indikator fluoresensi (F254)
sehingga bahan alam mengabsorbsi sinar UV gelombang pendek (254 nm) akan
tampak bercak hitam pada latar hijau. Sedangkan pada sinar UV gelombang-
panjang, senyawa tertentu menampakkan fluoresensi biru atau kuning terang.(19)
KLT merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua kandungan yang larut
dalam lipid, yatu lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana dan klorofil.(11)
Kromatografi lapis tipis dengan penyerap penukar ion dapat digunakan untuk
pemisahan senyawa polar. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis
tidak tetap jika dibandingkan dengan yang diperoleh pada kromatografi kertas.
Pada kromatografi lapisan tipis dua dimensi, lempeng yang telah dielusi diputar
90o dan dielusi lagi, umunya menggunakan bejana lain yang berisi pelarut lain.(20)
ii. Kromatografi Kolom (KK)
Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah kromatografi
kolom. Pada KK, fasa diam yang digunakan dapat berupa silika gel, selulosa,
sephadex atau poliamida. Sedangkan fasa geraknya dapat dimulai dari pelarut non
polar kemudian ditingkatkan kepolarannya secara bertahap, baik dengan pelarut
tunggal ataupun kombinasi dua pelarut yang berbeda kepolarannya dengan
perbandingan tertentu sesuai tingkat kepolaran yang dibutuhkan.(21) Zat penyerap
(misalnya aluminiumoksida) yang telah diaktifkan, silika gel, kiselgur
terkalsinasi, dan kiselgur kromatografi murni) dalam keadaan kering atau setelah
16
dicampur dengan sejumlah cairan, dimampatkan ke dalam tabung kaca atau
tabung kwarsa dengan ukuran tertentu dan mempunyai lubang pengalir keluar
dengan ukuran tertentu. Zat berkhasiat diserap dari larutan oleh bahan penyerap
secara sempurna berupa pita sempit pada puncak kolom. dengan mengalirkan
pelarut lebih lanjut, dengan atau tanpa tekanan udara, masing-masing zat bergerak
turun dengan kecepatan khashingga terjadi pemisahan dalam kolom yang disebut
kromatogram. Kecepatan bergerak zat dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya
daya serap zat penyerap, sifat pelarut, dan suhu dari sistem kromatografi.(22)
2.3.5 Pemurnian
Pemurnian kandungan tumbuhan adalah cara yang dilakukan untuk memurnikan
senyawa hasil isolasi sehingga keberadaannya lebih spesifik berupa senyawa
tunggal. Pemurnian ini diantaranya dapat dilakukan dengan kromatografi lapis
tipis preparatif dan rekristalisasi.
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLT-P adalah cara yang ideal untuk
pemisahan cuplikan kecil (50 mg sampai 1 g) dari senyawa yang kurang atsiri.(20)
KLT preparative dilakukan dengan menggunakan lapisan tebal (sampai 1 mm)
sebagai pengganti lapisan penjerap yang tipis. Kandungan yang sudah dipisah
dapat diperoleh kembali dengan cara mengerok penjerap di tempat yang sesuai
pada pelat yang telah dikembangkan, lalu serbuk dielusi dengan pelarut seperti
eter, dan akhirnya dikocok untuk menghilangkan penjerap.(11)
KLT preparatif digunakan sebagai prosedur untuk pemisahan senyawa. Sampel
yang dilarutkan dalam pelarut bervolume kecil dan dibuat garis tipis berjarak 2 cm
dari dasar lempeng dan dikeringkan.(19) KLT berskala preparatif memiliki banyak
kegunaan dan pengisian 1-100 mg segera menghasilkan bahan yang cukup murni
untuk uji biologis dan elusidasi struktur.
2.4. Metode Identifikasi
Pada identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah dilakukan isolasi dan
dimurnikan, dilakukan penentuan golongan senyawa dan jenis senyawanya.
17
Golongan senyawa biasanya dapat ditentukan dengan penambahan bahan
penampak bercak spesifik untuk golongan metabolit sekunder, penentuan
kelarutan, bilangan Rf, dan ciri spektrum UV. Ciri tersebut dibandingkan dengan
data pustaka yang ada. Data mengenai senyawa tumbuhan yang sama ialah dilihat
dari ciri spektrumnya, termasuk pengukuran spektrum UV, inframerah (IM),
resonansi magnet inti-proton (RMI-H) dan spektrum massa (SM).(13)
2.4.1. Spektrofotometri UV-Vis
Penyerapan sinar ultraviolet (ultra lembayung) dan sinar tampak oleh suatu
molekul organik akan menghasilkan transisi diantara tingkat energi elektronik
pada molekul tersebut. Panjang glombang serapan merupakan ukuran perbedaan
tingka-tingkat energi transisi elektronik dari orbital tersebut. Panjang gelombang
cahaya ultraviolet dan tampak jauh lebih pendek daripada panjang gelombang
inframerah. Rentang untuk spektrum tampak, yaitu dari 400 nm (ungu)-750 nm
(merah). Sedangkan ultraviolet dari 200-400 nm. Informasi yang akan diperoleh
dari pengukuran menggunakan Spektroskopi ultraviolet-sinar tampak ini yaitu
ikatan tak jenuh terkonjugasi, konjugasi dengan elektron sunyi dan perpanjangan
sistem elektron-π.(13)
Spektroskopi serapan ultraviolet dan serapan tampak merupakan cara tunggal
yang paling berguna untuk menganalisis struktur dari metabolit sekunder dari
tanaman. Di samping itu spektroskopi UV untuk mengetahui panjang gelombang
maksimum dan perubahan transisi elektron π ke π*.
2.4.2. Spektrofotometri Inframerah (IM)(13)
Spektroskopi Inframerah pada umumnya digunakan untuk menentukan gugus
fungsi suatu senyawa organik dan mengetahui informasi struktur senyawa organik
dengan membandingkan daerah sidik jarinya. Pengukuran pada spektrum
inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah tengah (mid-infrared) yaitu
pada panjang gelombang 2,5-50 µm atau bilangan gelombang 4000-200 cm-1.
Banyak gugus fungsi dapat diidentifikasikan dengan menggunakan frekuensi
getaran yang terlihat, sehingga spektroskopi inframerah merupakan cara paling
sederhana untuk menentukan golongan senyawa. Spektrum inframerah suatu
18
molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran (vibrasi) yang
berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen mengalami getaran
(vibrasi) atau osilasi (oscillation). Bila molekul menyerap radiasi inframerah,
energi yang diserap menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom
yang terikat itu. Jadi molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi; energi
yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke
keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan,
bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut. Radiasi yang diserap oleh
gelombang inframerah, yaitu 667-4000 cm-1. Fungsi dari spektrofotometri
inframerah ini, yaitu untuk mengidentifikasi semua gugus fungsi yang mempunyai
frekuensi vibrasi spesifik seperti, C=O, O=H, NH2, C=C, C≡C, C-C, C-H dan
yang lainnya.