61 novacho pasangan · di awal pernikahan, ... an bisa berubah-ubah? “tentu saja. ... long wajar...

1
NOVA CHOICE 055 | JUNI 2015 2 4 > NOVA CHOICE P ertengkaran dalam ru- mah tangga bisa dise- babkan perkara sepele se- perti menaruh baju kotor secara sembarangan hingga masalah be- sar seperti perihal ekonomi. Di awal pernikahan, pertengkaran dapat di- sebabkan tahap penyesuaian sifat dan kebiasaan. Hal ini diungkapkan oleh Sarwendah Indrarani, M. Psi, Psikolog., dari Biro Psi- kologi Fajar Asa, Balikpa- pan, Kaliman- tan Timur. Seiring ber- jalannya waktu, mungkinkah to- pik pertengkaran dalam pernikah- agar se- tiap pasangan tahu bahwa terdapat berbagai cara agar pertengkaran dapat diselesaikan de- ngan baik. “Jika pasangan dapat menyele- saikan pertengkaran dengan baik atau mereka menjadi lebih dekat dan mengenal satu sama lain karena pertengkaran tersebut, maka per- tengkaran pasangan bisa menunjang ciri pernikahan yang sehat.” Kepala Dingin Psikolog lulusan Universitas In- donesia ini pun menjelaskan bahwa salah satu penyebab pertengkaran adalah komunikasi yang tidak lancar. “Bisa jadi karena perbedaan jenis kelamin yang menyebabkan perbe- daan pandangan, perbedaan budaya dalam berkomunikasi, isi dari pesan yang ingin disampaikan, hingga peri- laku non-verbal yang dapat membu- at salah paham,” urai Sarwendah. Selain itu kurangnya keterampil- an penyelesaian masalah, hubungan seksual, kedekatan dan penyesuai- an pasangan, hubungan de- ngan keluarga serta te- man, juga kurangnya berbagi nilai spiritual dapat menjadi sumber pe- micu pertengkaran. Nah, apapun penyebabnya, Sar- wendah mengingatkan agar Anda berdua menyelesaikannya baik- baik. “Pertama, hadapi masalah de- ngan kepala dingin. Kedua, mau du- duk bersama untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, tidak menyalahkan satu sama lain.” Bertengkar Baik-Baik Selain tiga langkah tadi, masih ada berbagai jalan lain agar Anda bisa bertengkar secara baik-baik de- ngan pasangan. Misalnya, bernego- siasi secara dewasa, menghindari ancaman, menghindari menyalahkan dan terlebih dahulu memahami pe- rasaan dan emosi diri sendiri. “Selain itu, tak ada salahnya bila Anda berdua fokus pada masalah saat ini dan memeriksa kembali ten- tang pandangan Anda terhadap ma- salah tersebut. Sudah tepat atau ti- dak?” Komunikasi yang tidak lancar akan membuat pertengkaran se- makin meruncing. Maka, saat ber- tengkar, upayakan menyatakan ke- inginan dan harapan secara jelas dan langsung. “Lalu, jangan meng- gunakan seks untuk menyelesaikan masalah dan hindarilah kekerasan,” tambah Sarwendah. Menggunakan humor dan membuka diri terhadap pasangan juga dipercaya bisa mem- bantu Anda dan pasangan saat se- dang bertengkar. Kelola Marah Saat bertengkar, marah adalah salah satu emosi yang biasanya me- nguasai pikiran dan hati seseorang. Meski demikian, siapapun tentu tak menginginkan adanya teriakan, kata-kata kasar, hingga kekerasan fi- sik terjadi kala perseteruan terjadi dalam rumah tangga. “Tindakan-tin- dakan tersebut muncul ketika salah satu pihak sudah dikuasai oleh emo- si, sehingga ia tidak lagi mampu me- ngelola emosinya dengan baik. Rasio atau logikanya tidak lagi digunakan.” Dalam kondisi ini, hal yang dipi- kirkan adalah ego dan “kemenangan” diri sendiri. Padahal, pernikahan bu- kan ajang perlombaan, lo! “Tindakan tersebut tidak berguna karena dapat menyakiti pasangan baik secara ver- bal ataupun fisik, masalah pun tidak terselesaikan hingga akhirnya dapat memicu konflik yang tidak berujung, bahkan perceraian.” Nah, ketika pasangan mulai ber- tindak kasar dan tidak bisa mena- han emosi. “Anda diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk pergi ke- tika pasangan mulai bertindak ka- sar, terutama jika tindakan pasangan mengancam jiwa. Anda bisa mencari pertolongan terdekat jika terjadi ke- kerasan dalam rumah tangga.” Sementara itu, jika justru Anda yang berada dalam kondisi tidak bisa menahan emosi, Anda bisa me- minta izin untuk “ break” atau “time Pertengkaran Dalam Pernikahan Bertengkar adalah hal wajar dalam ru- mah tangga. Namun, ada cara untuk membuat pertengkaran memiliki solusi. Salah satunya, mengungkapkan kemarah- an dengan bijak. out”. “Tentu saja seizin pa- sangan. Anda bisa mengguna- kan waktu terse- but untuk mendi- nginkan kepala dan mengevaluasi kembali masalah yang ada.” Bila Ada Anak Lalu, ketika sudah memiliki anak, apa yang sebaiknya pasangan sua- mi istri lakukan saat bertengkar? Pemilik akun Twitter @ciceri_25 ini mengingatkan setiap pasangan bah- wa pertengkaran orangtua dapat ditiru oleh anak. “Oleh karena itu, hindari bertengkar di depan anak, terlebih lagi dengan cara yang tidak pantas, seperti berteriak, berkata kasar, atau menggebrak meja,” pa- pas Sarwendah. Dalam jangka panjang, perteng- karan orangtua dapat membuat anak mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan tentang perni- kahan. “Ketika anak beranjak remaja atau dewasa, ia mungkin malas atau takut untuk menikah karena ia bisa saja berpikir pernikahan akan diisi pertengkaran. Efek lain, anak dapat mengalami stres dan malu. Akhir- nya, ia menjadi individu minder atau tidak percaya diri karena melihat orangtuanya terus-menerus ber- tengkar. Nah, jika kondisi membuat Anda berdua terpaksa bertengkar dan konflik tidak dapat dihindari, coba- lah berbicara tanpa menaikkan nada bicara dan berpikir dengan kepala dingin. “Lakukan negosiasi dengan sopan hingga mendapatkan solusi. Jika anak mendapatkan contoh yang tepat dari orangtua, ia akan mampu belajar cara menyelesaikan masalah dengan baik.” Lalu, bolehkah kita menceritakan masalah rumah tangga kepada orang lain? Mengenai hal ini, Sarwendah berpendapat, “Boleh, asalkan kita curhat kepada orang yang tepat dan dapat memberi solusi, bukan orang yang memperkeruh suasana.” Ia pun mengingatkan jika orangtua atau mertua malah menjadi sumber kon- flik atau sering memperkeruh sua- sana, sebisa mungkin hindari untuk curhat pada mereka. Curhat -lah kepada teman atau keluarga yang bisa dipercaya, bijak, dan dapat melihat sisi lain dari suatu permasalahan. Anda juga bisa curhat pada pemuka agama atau konsultan pernikahan sehingga dapat membe- rikan saran atau solusi yang tepat,” pungkas Sarwendah. SOCA HUSEIN FOTO: GETTY IMAGES, FOTO NARSUM: DOK. PRI an bisa berubah-ubah? “Tentu saja. Topik pertengkaran akan berubah sesuai lamanya wak- tu pernikahan. Mungkin di awal pe- nyesuaian sifat dan kebiasaan. Ke- tika memiliki anak, perbedaan pola asuh anak bisa menjadi pertengkar- an. Kemudian, kebutuhan akan se- makin meningkat sehingga memer- lukan pemasukan yang lebih banyak. Ketika anak-anak sudah meninggal- kan rumah, kesepian dan kurangnya keintiman antara pasangan dapat pula menjadi masalah,” papar Sar- wendah. Ciri Hubungan Sehat Menurut peneliti Olson & Olson, hubungan pernikahan yang sehat atau bahagia memiliki tujuh kriteria. 1. Realistis mengenai tantangan selama pernikahan. 2. Berkomunikasi dengan baik. 3. Memiliki resolusi konflik baik. 4. Merasa pasangan memiliki ke- pribadian yang baik. 5. Saling menyetujui terhadap ni- lai-nilai agama dan etik. 6. Memiliki peran seimbang. 7. Memiliki keseimbangan antara kegiatan masing-masing dan kegiat- an bersama. Nah, bicara soal pertengkar- an dalam rumah tangga, ada yang mengibaratkan pertengkaran se- bagai “bumbu” dalam pernikah- an. Malah ada yang berkeya- kinan bahwa pertengkaran termasuk salah satu ciri pernikahan sehat. Ditilik dari sisi psikologi, betul- kah demikian? Menurut Sarwendah, pertengkaran dalam per- nikahan memang tidak dapat dihindari. “Per- tengkaran masih tergo- long wajar selama ke- kerasan secara verbal atau fisik tidak mun- cul,” tegasnya. Ia pun mengingatkan

Upload: lydien

Post on 11-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

NOVACHOICE 0 5 5 | J U N I 2 0 1 524> N O V A C H O I C E

Pertengkaran dalam ru-mah tangga bisa dise-babkan perkara sepele se-

perti menaruh baju kotor secara sembarangan hingga masalah be-sar seperti perihal ekonomi. Di awal pernikahan, pertengkaran dapat di-sebabkan tahap penyesuaian sifat dan kebiasaan. Hal ini diungkapkan oleh Sarwendah Indrarani, M. Psi, Psikolog., dari Biro Psi-kologi Fajar Asa, Balikpa-pan, Kaliman-tan Timur.

Seiring ber-jalannya waktu, mungkinkah to-pik pertengkaran dalam pernikah-

agar se-tiap pasangan tahu

bahwa terdapat berbagai cara agar pertengkaran dapat diselesaikan de-ngan baik.

“Jika pasangan dapat menyele-saikan pertengkaran dengan baik atau mereka menjadi lebih dekat dan mengenal satu sama lain karena pertengkaran tersebut, maka per-tengkaran pasangan bisa menunjang ciri pernikahan yang sehat.”

Kepala DinginPsikolog lulusan Universitas In-

donesia ini pun menjelaskan bahwa salah satu penyebab pertengkaran adalah komunikasi yang tidak lancar. “Bisa jadi karena perbedaan jenis kelamin yang menyebabkan perbe-daan pandangan, perbedaan budaya dalam berkomunikasi, isi dari pesan yang ingin disampaikan, hingga peri-laku non-verbal yang dapat membu-at salah paham,” urai Sarwendah.

Selain itu kurangnya keterampil-an penyelesaian masalah, hubungan seksual, kedekatan dan penyesuai-an pasangan,

hubungan de-ngan keluarga serta te-

man, juga kurangnya berbagi nilai spiritual dapat menjadi sumber pe-micu pertengkaran.

Nah, apapun penyebabnya, Sar-wendah mengingatkan agar Anda berdua menyelesaikannya baik-baik. “Pertama, hadapi masalah de-ngan kepala dingin. Kedua, mau du-duk bersama untuk menyelesaikan masalah. Ketiga, tidak menyalahkan satu sama lain.”

Bertengkar Baik-Baik

Selain tiga langkah tadi, masih ada berbagai jalan lain agar Anda bisa bertengkar secara baik-baik de-ngan pasangan. Misalnya, bernego-siasi secara dewasa, menghindari ancaman, menghindari menyalahkan dan terlebih dahulu memahami pe-rasaan dan emosi diri sendiri.

“Selain itu, tak ada salahnya bila Anda berdua fokus pada masalah saat ini dan memeriksa kembali ten-tang pandangan Anda terhadap ma-salah tersebut. Sudah tepat atau ti-dak?”

Komunikasi yang tidak lancar akan membuat pertengkaran se-makin meruncing. Maka, saat ber-tengkar, upayakan menyatakan ke-inginan dan harapan secara jelas dan langsung. “Lalu, jangan meng-gunakan seks untuk menyelesaikan masalah dan hindarilah kekerasan,” tambah Sarwendah. Menggunakan humor dan membuka diri terhadap

pasangan juga dipercaya bisa mem-bantu Anda dan pasangan saat se-dang bertengkar.

Kelola MarahSaat bertengkar, marah adalah

salah satu emosi yang biasanya me-nguasai pikiran dan hati seseorang. Meski demikian, siapapun tentu tak menginginkan adanya teriakan, kata-kata kasar, hingga kekerasan fi-sik terjadi kala perseteruan terjadi dalam rumah tangga. “Tindakan-tin-dakan tersebut muncul ketika salah satu pihak sudah dikuasai oleh emo-si, sehingga ia tidak lagi mampu me-ngelola emosinya dengan baik. Rasio atau logikanya tidak lagi digunakan.”

Dalam kondisi ini, hal yang dipi-kirkan adalah ego dan “kemenangan” diri sendiri. Padahal, pernikahan bu-kan ajang perlombaan, lo! “Tindakan tersebut tidak berguna karena dapat menyakiti pasangan baik secara ver-bal ataupun fisik, masalah pun tidak terselesaikan hingga akhirnya dapat memicu konflik yang tidak berujung, bahkan perceraian.”

Nah, ketika pasangan mulai ber-tindak kasar dan tidak bisa mena-han emosi. “Anda diperbolehkan bahkan dianjurkan untuk pergi ke-tika pasangan mulai bertindak ka-sar, terutama jika tindakan pasangan mengancam jiwa. Anda bisa mencari pertolongan terdekat jika terjadi ke-kerasan dalam rumah tangga.”

Sementara itu, jika justru Anda yang berada dalam kondisi tidak bisa menahan emosi, Anda bisa me-minta izin untuk “break” atau “time

Pertengkaran Dalam

PernikahanBertengkar adalah hal wajar dalam ru-mah tangga. Namun, ada cara untuk membuat pertengkaran memiliki solusi. Salah satunya, mengungkapkan kemarah-an dengan bijak.

out”. “Tentu saja seizin pa-

sangan. Anda bisa mengguna-

kan waktu terse-but untuk mendi-

nginkan kepala dan mengevaluasi kembali

masalah yang ada.”

Bila Ada Anak Lalu, ketika sudah memiliki anak,

apa yang sebaiknya pasangan sua-mi istri lakukan saat bertengkar? Pemilik akun Twitter @ciceri_25 ini mengingatkan setiap pasangan bah-wa pertengkaran orangtua dapat ditiru oleh anak. “Oleh karena itu, hindari bertengkar di depan anak, terlebih lagi dengan cara yang tidak pantas, seperti berteriak, berkata kasar, atau menggebrak meja,” pa-pas Sarwendah.

Dalam jangka panjang, perteng-karan orangtua dapat membuat anak mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan tentang perni-kahan. “Ketika anak beranjak remaja atau dewasa, ia mungkin malas atau takut untuk menikah karena ia bisa saja berpikir pernikahan akan diisi pertengkaran. Efek lain, anak dapat mengalami stres dan malu. Akhir-nya, ia menjadi individu minder atau tidak percaya diri karena melihat orangtuanya terus-menerus ber-tengkar.

Nah, jika kondisi membuat Anda berdua terpaksa bertengkar dan konflik tidak dapat dihindari, coba-lah berbicara tanpa menaikkan nada bicara dan berpikir dengan kepala dingin. “Lakukan negosiasi dengan sopan hingga mendapatkan solusi. Jika anak mendapatkan contoh yang tepat dari orangtua, ia akan mampu belajar cara menyelesaikan masalah dengan baik.”

Lalu, bolehkah kita menceritakan masalah rumah tangga kepada orang lain? Mengenai hal ini, Sarwendah berpendapat, “Boleh, asalkan kita curhat kepada orang yang tepat dan dapat memberi solusi, bukan orang yang memperkeruh suasana.” Ia pun mengingatkan jika orangtua atau mertua malah menjadi sumber kon-flik atau sering memperkeruh sua-sana, sebisa mungkin hindari untuk curhat pada mereka.

“Curhat-lah kepada teman atau keluarga yang bisa dipercaya, bijak, dan dapat melihat sisi lain dari suatu permasalahan. Anda juga bisa curhat pada pemuka agama atau konsultan pernikahan sehingga dapat membe-rikan saran atau solusi yang tepat,”

pungkas Sarwendah. Soca HuSein

Foto: Gett y imaGeS, Foto narSum: Dok. Pri

an bisa berubah-ubah? “Tentu saja. Topik pertengkaran

akan berubah sesuai lamanya wak-tu pernikahan. Mungkin di awal pe-nyesuaian sifat dan kebiasaan. Ke-tika memiliki anak, perbedaan pola asuh anak bisa menjadi pertengkar-an. Kemudian, kebutuhan akan se-makin meningkat sehingga memer-lukan pemasukan yang lebih banyak. Ketika anak-anak sudah meninggal-kan rumah, kesepian dan kurangnya keintiman antara pasangan dapat pula menjadi masalah,” papar Sar-wendah.

Ciri Hubungan Sehat

Menurut peneliti Olson & Olson, hubungan pernikahan yang sehat atau bahagia memiliki tujuh kriteria.

1. Realistis mengenai tantangan selama pernikahan.

2. Berkomunikasi dengan baik. 3. Memiliki resolusi konflik baik. 4. Merasa pasangan memiliki ke-

pribadian yang baik.5. Saling menyetujui terhadap ni-

lai-nilai agama dan etik. 6. Memiliki peran seimbang. 7. Memiliki keseimbangan antara

kegiatan masing-masing dan kegiat-an bersama.

Nah, bicara soal pertengkar-an dalam rumah tangga, ada yang mengibaratkan pertengkaran se-bagai “bumbu” dalam pernikah-an. Malah ada yang berkeya-kinan bahwa pertengkaran termasuk salah satu ciri pernikahan sehat. Ditilik dari sisi psikologi, betul-kah demikian?

Menurut Sarwendah, pertengkaran dalam per-nikahan memang tidak dapat dihindari. “Per-tengkaran masih tergo-long wajar selama ke-kerasan secara verbal atau fisik tidak mun-cul,” tegasnya. Ia pun mengingatkan