62259559 jurnal mata new
TRANSCRIPT
PENGOBATAN INFEKSI KONJUNGTIVITIS AKUT DENGAN ASAM FUSIDIC : Uji
Coba Acak Terkontrol
PICO
P : Penggunaan gel asam fusidic sebagi pengobatan primer untuk infeksi konjungtivitis
akut.
I : Pengobatan Konjungtivitis akut dengan gel asam fusidic.
C : Membandingkan efektivitas pasien yang diberikan gel asam fusidic dengan pasien yang
diberikan placebo untuk infeksi konjungtivitis akut.
O : Menilai efektivitas gel asam fusidic dibandingkan dengan placebo untuk konjungtivitis
akut infeksius.
Diambil dari jurnal yang berjudul :
“The treatment of acute infectious conjunctivitis with fusidic acid: a randomised controlled
trial” Dimuat dalam British Journal of General Practice, December 2005.
1
PURPOSE
Untuk menilai efektivitas gel asam fusidic dibandingkan dengan plasebo untuk
konjungtivitis akut infeksius.
DESIGN
Double-blind acak, plasebo-uji coba terkontrol.
METHODS
Orang dewasa yang memperlihatkan mata merah dan sekret baik (muco) purulen atau
kelopak mata menempel yang dialokasikan untuk menerima satu tetes gel asam fusidic 1% atau
plasebo, empat kali sehari selama satu minggu. Hasil utama mengukur perbedaan tingkat
kesembuhan dalam 7 hari. Hasil sekunder mengukur perbedaan tingkat eradikasi bakteri, analisis
waktu kelangsungan hidup dari durasi gejala, dan perbedaan dalam tingkat kesembuhan dalam
kultur-positif dan kultur-negatif pasien.
CONCLUSION
Pada 7 hari, angka kesembuhan pada gel asam fusidic dan kelompok plasebo adalah
sama, tetapi interval kepercayaan terlalu luas untuk menjelaskan kesetaraan mereka. Penemuan
ini tidak mendukung praktek meresepkan asam fusidic pada saat ini oleh para dokter umum.
2
DEFINISI OPERASIONAL
1. Antibiotik : Zat kimiawi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan dalam larutan-larutan encer untuk menghambat pertumbuhan
atau membunuh mikroorganisme lain.
2. Agar Coklat : Bouillor nutrient atau agar nutrient yang telah ditambahkan darah
segar dan kemudian dipanaskan, darah berubah warna menjadi coklat, digunakan untuk
menumbuhkan organism influenza.
3. Agar Mac Conkey : Medium perbenihan yang mengandung pepton, empedu banteng,
laktosa, dan bromokresol ungu, digunakan pada tes dugaan adanya bakteri dalam air.
4. Agar Mueller Hilton : Medium perbenihan infuse-sapi padat yang mengandung kanji
dan agar, digunakan untuk isolasi primer Neisseria. Medium kaldu yang dibuat dengan
menghilangkan agarnya.
5. Asam Fusidic : nama kimia : asam 3α, 11α, 16β-trihidroksi-29-nor-8α, 9β,13α,
14β-damara-17(20), 24-dien-21-oat 16 asetat. Suatu produk fermentasi dari Fusidium
coccineum, C13H48O2, dipakai sebagai antibiotic.
6. Fotofobia : Intoleransi visual yang abnormal terhadap cahaya.
7. Infeksius : Disebabkan oleh atau dapat ditularkan melalui infeksi.
8. Inhibisi : Penghentian atau pengekangan suatu proses.
9. Inkubasi : Induksi perkembangan, seperti perkembangan penyakit infeksi
dari masuknya pathogen tersebut hingga timbul gejala klinis.
10. Konjungtivitis : Peradangan pada konjungtiva, biasanya terdiri dari hyperemia
konjungtiva disertai dengan pengeluaran secret.
11. Mukus : Lendir bebas dari membrane mukosa terdiri dari sekresi kelenjar-
kelenjar bersama dengan berbagai garam anorganik, sel yang berdeskuamasi, dan
leukosit.
12. Mucopurulent : Mengandung mucus maupun pus.
3
13. Plasebo : Zat atau preparat tak aktif yang diberikan untuk memuaskan
kebutuhan simbolik pasien terhadap pengobatan dan dipakai dalam penelitian-penelitian
terkontrol untuk menentukan kemujaraban bahan obat.
14. Purulen : Terdiri atas atau mengandung nanah (pus), disertai dengan
pembentukan nanah/ disebabkan oleh nanah.
15. Swab : Segumpal kapas atau absorben lain yang dilekatkan erat pada
kawat atau batang, digunakan untuk memberikan obat-obatan, mengangkat sesuatu,
mengumpulkan bahan bakteriologis.
16. Topikal : Berkaitan dengan daerah permukaan tetentu, seperti anti-infeksi
topical yang dioleskan pada daerah tertentu di kulit dan yang hanya mempengaruhi
daerah yang dioles tersebut.
4
RESULT
41 dokter merujuk 184 pasien ke dokter umum, dimana 181 secara acak (Gambar 1).
Dengan memperhatikan karakteristik dasar, kelompok tampak berbanding dengan kemungkinan
usia, jenis kelamin, riwayat konjungtivitis infeksius, sensasi benda asing di mata, dan
keterlibatan bilateral (Tabel 1). Dalam kelompok asam fusidic dan plasebo masing-masing 8 dan
10 pasien, tidak di follow up (Gambar 1). Jadi, 163 pasien yang dianalisis.
Median konsumsi obat penelitian adalah 1.51 g (interval interkuartil ([IQR] = 0.75-2.24)
pada kelompok asam fusidic, dan 1.21 g (IQR = 0.87-1.69) pada kelompok plasebo (P = 0,303).
Setelah 7 hari, proporsi pasien sembuh adalah 45/73 (62%) pada kelompok gel asam
fusidic dan 53/90 (59%) pada kelompok plasebo (Tabel 2). Akibatnya, kemungkinan
kesembuhan adalah 2.8% lebih besar pada kelompok asam fusidic dengan resiko perbedaan 2.8%
(95% CI = -13.5 menjadi 18.6), jumlah yang diperlukan untuk mengobati (NNT) (keuntungan)
adalah 36.3 (95% CI = NNT [kerugian] 7,4 sampai ∞ sampai NNT [keuntungan] 5.4). Usia
merupakan faktor yang mengacaukan dan setelah menyesuaikan resiko perbedaan adalah 5.3%
(95% CI = -11.0 sampai 18.0). Efek pengobatan tampaknya lebih kuat pada kultur-positif pasien
(resiko perbedaan disesuaikan = 22.9% [95% CI = -6.0 ke 42.0]) (Tabel 3). Analisis tambahan
menunjukkan efek kecil pada kami hasil dimana resiko perbedaan menurun dari 5.3% (95% CI =
-11.0 sampai 18.0) menjadi 3.8% (95% CI = -11.0 sampai 18,0) Kurva gejala survival Kaplan-
Meier (buku harian) tidak berbeda secara signifikan antara kedua kelompok (Gambar 2; P =
0.422, logrank tes). Tidak ada pasien tanpa gejala dalam waktu 2 hari.
Dalam kelompok pasien dengan mata sembuh pada 1 minggu, 3.1% (3/98) pada tanpa
penelitian mata menunjukkan tanda-tanda dan gejala konjungtivitis; masing-masing 2.2% (1/45)
pada kelompok asam fusidic, dan 3.8% (2/53) pada kelompok plasebo. Dalam kedua uji coba
tidak ada hasil klinis serius yang merugikan.
Pada dasarnya, 58/181 (32%) pasien kultur positif. Spesies yang dikultur yang paling
umum adalah Streptococcus pneumoniae, terhitung 27/58 (47%) dengan kultur positif. Secara
keseluruhan, 38/58 (66%) kultur terbukti resisten terhadap asam fusidic (Tabel 5). Setelah 7 hari,
tingkat eradikasi bakteri adalah 16/21 (76%) pada kelompok dengan pengobatan dan 12/29
5
(41%) pada kelompok plasebo dengan resiko perbedaan 34.8% (95% CI = 9.3-60.4) dan NNT
(keuntungan) 2.9 (95% CI = 1.7-10.8) (Tabel 6).
Proporsi pasien yang dicatat dengan efek merugikan adalah 10/73 (14%) dalam
kelompok pengobatan dan 3/90 (3%) pada kelompok plasebo dengan resiko perbedaan 10.4%
(95% CI = 1.6-19.1) dan NNT untuk mengobati 9.7 (95% CI = 5.2-60.6). Efek samping yang
paling umum adalah sensasi terbakar dari obat penelitian, dengan prevalensi 8 dari 10 pada
kelompok pengobatan dan 1/3 dalam kelompok plasebo.
6
Konjungtivitis bakteri akut
A. Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak mata dan mata.8,9
B. Etiologi
Bakteri yang menjadi penyebab paling umum konjungtivitis adalah
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenzae.
Frekuensi relatif masing-masing organisme tergantung pada usia pasien dan lokasi.6
Streptokokus pneumonia biasanya merupakan penyebab paling umum dari
perdarahan konjungtiva purulen bakteri akut. Inflamasi pada membran konjungtiva tarsal
sering dikaitkan dengan konjungtivitis akut yang disebabkan oleh S. pneumonia. Ulkus
Kornea jarang terjadi.6
Konjungtivitis yang disebabkan oleh H influenzae lebih sering terjadi pada anak-
anak, kadang-kadang berhubungan dengan otitis media, dan pada kebanyakan orang
dewasa, terutama konjungtivitis kronis disebabkan oleh H influenzae (misalnya, perokok
atau pasien bronchopneumonia kronis). Konjungtivitis purulen akut yang disebabkan oleh
H influenza biotipe III (sebelumnya disebut H aegyptius ) mirip dengan konjungtivitis
yang disebabkan oleh S pneumonia, bagaimanapun, membran konjungtiva tidak
berkembang, sedangkan ulkus epitel kornea perifer dan infiltrasi stroma lebih sering
terjadi .6
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan blefaroconjunctivitis akut.Sekret
purulen lebih sedikit serta tanda dan gejala tidak terlalu berat bila dibandingkan dengan
konjungtivitis pneumokokus. Pewarnaan Gram dan kultur dari konjungtiva tidak
diperlukan dalam kasus yang dicurigai konjungtivitis bakteri tanpa komplikasi, tetapi
harus tetap dilakukan dalam situasi berikut: beberapa host yang spesifik seperti bayi yang
baru lahir atau individu yang immunocompromised ; kasus konjungtivitis purulen yang
berat untuk membedakan dengan konjungtivitis hyperpurulent yang biasanya
membutuhkan terapi sistemik; kasus yang tidak responsive terhadap pengobatan awal.6
7
C. Fisiologi dan Gejala
Cedera pada epitel konjungtiva oleh agen perusak dapat diikuti edema epitel,
kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel, atau granuloma. Mungkin pula terdapat
edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid stroma
(pembentukan folikel). Sel-sel radang, termasuk neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan
sel plasma, dan sering menunjukkan sifat agen perusak. Sel-sel radang bermigrasi dari
stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan
fibrin dan mucus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan
“perlengketan” tepian palpebra, (terutama di pagi hari).9
Sel-sel radang tampak dalam eksudat atau dalam kerokan yang diambil dengan
spatula palatine steril dari permukaan konjungtiva yang telah dianestesi. Materi itu
dipulas dengan pulasan Gram (untuk menetapkan organism bakteri) dan dengan pulasan
Giemsa (untuk menetapkan jenis dan morfologi sel). Banyak leukosit polimorfonuklear
adalah ciri khas untuk konjungtivitis bakteri.9
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores
atau panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal, fotofobia. Sensasi benda asing dan
sensasi tergores atau panas sering menyertai pembengkakan dan hipertrofi papilla yang
biasanya terdapat pada hyperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit, korneanya terkena.
Sakit pada iris atau corpus ciliaris mengesankan korneanya terkena.9
Tanda penting konjungtivitis adalah hyperemia, berair mata, eksudasi,
pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis, folikel, pseudomembran dan membrane,
granuloma, dan adenopati pre-aurikuler.9
Hiperemia adalah tanda klinik paling mencolok pada konjungtivitis akuta.
Kemerahan paling nyata pada forniks dan mengurang kearah limbus disebabkan dilatasi
pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior (dilatasi perilimbus atau kemerahan siliaris
mengesankan adanya radang kornea atau struktur yang lebih dalam.) Warna merah terang
mengesankan konjungtivitis bacterial dan keputihan mirip susu mengesankan
konjungtivitis alergika.9
8
Berair mata (epiphora) sering mencolok pada konjuntivitis. Sekresi air mata
diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau gatal, atau karena
gatal. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh yang hiperemik dan menambah
jumlah air mata itu. Kurangnya sekresi air mata yang abnormal mengesankan
keratokonjungtivitis sicca.9
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat itu berlapis-lapis
dan amorf pada konjungtivitis bacterial dan berserabut pada konjungtivitis alergika.
Palpebra “bertahi mata” saat bangun tidur pada hampir semua jenis konjungtivitis, dan
jika eksudat berlebihan dan palpebra itu saling melengket, konjungtivitis itu disebabkan
oleh bakteri atau klamidia.9
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus
Muller. Keadaan ini dijumpai pada beberapa jenis konjungtivitis berat.9
Hipertrofi papilla adalah reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus.
Ketika berkas pembuluh yang membentuk substansi papilla (selain unsure sel dan
eksudat) sampai di membrane basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papilla
mirip jeruji payung. Eksudat radang menggumpal di antara serabut-serabut dan
membentuk tonjolan-tonjolan konjungtiva. Bila papillanya kecil, konjungtiva umumnya
tampak licin mirip beludru. Konjungtiva papiler merah mengesankan penyakit bakteri
atau klamidia.9
Kemosis konjungtiva sangat mengesankan konjungtivitis alergika namun dapat
terjadi pada konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama konjungtivitis
adenovirus.9
Folikel tampak pada kebanyakan kasus konjungtivitis. Folikel dalam forniks
inferior dan pada tepian tarsus mempunyai manfaat diagnostic terbatas, namun jika
terdapat pada tarsus (terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya konjungtivitis
klamidia, virus atau toksik. Folikel terdiri atas hyperplasia limfoid fokal di dalam lapis
9
limfoid konjungtiva dan biasanya mengandung sebuah pusat germinal. Secara klinik
dapat dikenali sebagai struktur kelabu atau putih avaskular dan bulat.9
Pseudomembran dan membrane adalah hasil proses eksudatif dan hanya berbeda
derajatnya. Sebuah pseudomembran adalah pengentalan (koagulum) di atas permukaan
epitel. Bila diangkat, epitel tetap utuh. Sebuah membrane adalah pengentalan yang
meliputi seluruh epitel, jika diangkat akan meninggalkan permukaan kasar dan berdarah.9
Adenopati preaurikular. Pembesaran kelenjar preaurikular jarang terlihat pada
konjungtivitis kataral atau purulen. Pembesaran kelenjar preaurikular baru terlihat jelas
pada konjungtivitis bacterial yang berat seperti konjungtivitis gonokokus.10
D. Klasifikasi
Berdasarkan Penyebab :
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Alergi
5. Trauma
6. Toksin.1,7
Berdasarkan klinis :
1. Hiperakut
2. Subakut
3. Akut.7
10
Berdasarkan eksudat secret :
1. Serous
Terdapat pada konjungtivitis viral akut dan konjungtivitis alergi.
2. Mukoid
Terdapat pada konjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis sika.
3. Purulen
Terdapat pada konjungtivitis bacterial akut yang berat.
4. Mukopurulen
Terdapat pada konjungtivitis bakteri ringan seperti infeksi Chlamydia.10
Berdasarkan membrane
1. Pseudomembran
Merupakan koagulasi dari eksudat konjungtiva. Biasanya, dapat dengan mudah
dilepaskan dan meninggalkan epitelium utuh, permukaannya rata, bila diangkat tidak
menimbulkan berdarah.3,10 Empat penyebab utama adalah: infeksi adenoviral berat,
konjungtivitis gonokokal , konjungtivitis ligneous,sindrom Steven Johnson.10
2. Membran
Merupakan reaksi nekrose dan koagulasi dari jaringan konjungtiva.3 Upaya untuk
menghapus membran dapat disertai dengan robeknya epitel dan perdarahan.3,10
Penyebab utama adalah infeksi yang dihasilkan dari difteri dan streptokokus beta
hemolitik.10
11
Klasifikasi klinis konjungtivitis bakteri6
Onset Keparahan Organism
Lambat (hari-minggu) Ringan-sedang Staphylococcus aureus
Moraxella lacunata
Proteus sp
Enterobacteriaceae
Pseudomonas
Akut atau subakut (jam-hari) Sedang-berat Haemophillus influenza
biotipe III/H aegyptius
Haemophilus influenza
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
Hiperakut (< 24 jam) Berat Neisseria gonorhoeae
Neisseria meningintidis
Konjungtivitis Bakterial
Hiperakut (purulen)
1. Neisseria gonorrhoeae
2. Neisseria meningintidis
3. Neisseria gonorrhoeae subsp kochii
12
Akut (mukopurulen)
1. Pneumococcus (Streptococcus pneumoniae) (iklim sedang)
2. Haemophilus aegyptius (Koch-Weeks bacillus) (iklim tropik)
Subakut
Haemophilus influenzae
Menahun
1. Staphylococcus aureus
2. Moraxella lacunata
Jenis jarang
1. Streptococci
2. Moraxella catarhalis
3. Coliform
4. Proteus
5. Corynebacterium dipththeriae
6. Mycobacterium tuberculosis.9
13
Konjungtivitis bakteri akut :
1. Konjungtivitis bacterial hiperakut (dan subakut)-Konjungtivitis purulen
a) Etiologi : - Gonore
- Non gonore : pneumokok, streptokok,meningokok,
stafilokok,dsb.3
b) Inkubasi :12 jam-5 hari.8
c) Tanda Klinis : konjungtivitis akut disertai dengan secret yang purulen.3
d) Konjungtivitis gonore : oftalmia gonorika.3
e) Pembagian menurut umur :
- Kurang dari 3 hari : oftalmia gonorika neonatorum
- Lebih dari 3 hari : oftalmia gonorika infantum
- Anak kecil : oftalmia gonorika yuvenil
- Orang dewasa : oftalmia gonorika adultum.3
f) Tanda klinik
Oftalmia gonorika neonatorum biasanya menyerang kedua mata secara
serentak,sedang pada jenis yang lainnya biasanya menyerang satu
mata,kemudian menjalar ke mata yang lainnya.3
14
g) Stadium
Pada orang dewasa terdapat 3 stadium :
- Stadium infiltrative
Berlangsung 1-3 hari
Tanda objektif : palpebra bengkak, hiperemi,tegang,blefarospasme,
konjungtiva palpebra hiperemi, bengkak,infiltrative,mungkin terdapat
pseudomembran diatasnya,pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi
konjungtiva yang hebat dan khemotik,secret serous kadang-kadang
berdarah,kelenjar prearikuler membesar kadang disertai demam.3 Pada
orang dewasa terdapat perasaan sakit pada mata yang dapat disertai
dengan tanda-tanda infeksi umum. Pada umumnya menyerang satu
mata terlebih dahulu.8
- Stadium supuratif atau purulenta
Berlangsung 2-3 minggu
Gejalanya tidak begitu hebat.
Tanda objektif : palpebra masih bengkak,hiperemis tetapi tidak begitu
tegang, blefarospasme masih ada, secret campur darah keluar terus-
menerus, kalau palpebra dibuka, yang khas adalah secret akan keluar
dengan mendadak.3Pada bayi biasanya mengenai mengenai kedua
mata dengan secret kuning kental, sedangkan pada orang dewasa
secret tidak kental sekali.8
- Stadium konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil
Berlangsung 2-3 minggu
Gejala-gejala tidak begitu hebat lagi.
15
Tanda objektif : palpera sedikit bengkak, konjungtiva palpebra
hiperemi,tidak infiltrative, konjungtiva bulbi terdapat injeksi
konjungtiva masih nyata, tidak khemotik. Sekret jauh berkurang.3
h) Komplikasi
Yang sering terjadi berupa ulkus kornea sebelah atas yang dimulai dengan
infiltrate kemudian pecah menjadi ulkus. Ulkus dapat cepat menimbulkan
perforasi, menimbulkan endoftalmitis, panoftalmi dan dapat berakhir dengan
ptisis bulbi.3
i) Diagnosis
Diagnosis pasti penyakit ini adalah dengan pemeriksaan secret dengan
pewarnaan metilen blue dimana akan terlihat diplokok di dalam sel leukosit.
Dengan pewarnaan gram akan terdapat sel intraselular atau ekstraselular
dengan sifat gram negative.3,8
j) Pengobatan
Lokal : secret dibersihkan dengan kapas yang dibasahi air bersih
(direbus) atau dengan garam fisiologik setiap ¼ jam. Kemudian diberi
salep penisilin setiap ¼ jam. Penisilin tetes mata dapat diberikan dalam
bentuk larutan penisilin G 10.000 – 20.000 unit/ml setiap 1 menit sampai
30 menit. Disusul pemberian salep penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.8
Sistemik : Penisilin 50.000 U/kgBB selama 7 hari, intramuscular
atau sulfa peroral3,8. Bila setelah 1-2 hari tak menunjukkan perbaikan atau
memang tidak tahan penisilin, maka dapat dipakai salep mata
tetrasiklin,garamisin,kemisetin sebagai penggantinya.3Antibiotik sistemik
diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Pengobatan dihentikan bila
pada pemeriksaan mikroskopik yang dibuat setiap hari menghasilkan 3
hari berturut-turut negative.8
k) Pencegahan16
Cara yang lebih aman ialah membersihkan mata bayi segera setelah lahir
dengan larutan borisi dan memberikan salep kloramfenikol.8
2. Konjungtivitis mukopurulen/ konjungtivitis kataral akut
Disebut juga konjungtivitis mukopurulenta, konjungtivitis akuta simplek, “pink
eyes”. Merupakan penyakit menular dengan penularan melalui kontak langsung
dengan secret konjungtiva. Dapat mengenai satu atau dua mata.9
a) Etiologi :
Bakteri yang dapat menyebabkan konjungtivitis mukopurulen yang ada di
United states yaitu bakteri kokus gram positif (Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, Staphlococcus pyogenes dan Streptococcus
pneumoniae),bakteri kokus gram negative (Neisseria meningintidis,
Moraxella lacunata/dari Morax-Axenfeld), bakteri batang gram negative
(genus Haemophillus, family Enterobakteriaceae, Proteus dan Klebsiella).7
Penyebab lainnya adalah Staphylococcus atau basil Koch Weeks.8 Penyebab
yang paling umum adalah Streptococcus pneumonia pada iklim sedang dan
haemophilus aegyptius pada iklim panas. Penyebab yang kurang umum adalah
stafilokokus dan streptokokus lain.9
b) Penularan
Kontak melalui handuk, tangan. Beberapa kasus konjungtivis pneumonia
ditularkan melalui kolam renang.1
c) Masa inkubasi : 24 sampai 48 jam.1
17
d) Lama gejala : bervariasi dari 2-8 hari. Konjungtivitis kataral akut yang
disebabkan bacillus Koch-Weeks lebih berat,lama gejalanya 2-4 minggu.1
e) Keluhan
- Terasa seperti ada pasir atau ada benda asing dimata.
- Fotofobia
- Bila terdapat secret di kornea, dapat menimbulkan kemunduran visus atau
melihat halo (warna pelangi di sekitar lampu)
- Lakrimasi (keluar air mata terus-menerus)
- Blefarospasme (mata sukar dibuka).3
f) Gejala objektif
- Palpebra : edema3
- Konjungtiva palpebra : merah,kasar, eperti beludru karena ada edema dan
infiltrasi.3
- Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva banyak, kemosis, dapat ditemukan
pseudomembran pada infeksi dengan pneumokok.3 Konjungtivitis yang
disebabkan oleh S pneumonia dan H aegyptius mungkin disertai
perdarahan subkonjungtiva.9
- Sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata melekat
terutama waktu bangun pagi.8
g) Penyulit / komplikasi
Tukak kataral marginal pada kornea atau keratitis superficial.8
h) Pengobatan
Pengobatan dengan membersihkan konjungtiva dan antibiotik yang sesuai.
18
- Lokal : dapat diberikan tetes atau salep mata seperti
terramycin,achromycin,kemicytin,neomycin,garamycin. Kalau ada ulkus
kornea ditambahkan sulfas atropine ½ % 2-3 tetes sehari.3
- Sistemik : obat-obat yang mengandung kemoterapeutika seperti
sulfasetamid, minimal diberikan 3 kali sehari.3
3. Konjungtivitis subakut
a) Etiologi
Paling sering disebabkan H influenza dan kadang oleh E coli dan spp
Proteus.3,9
b) Tanda klinis
- Palpebra : edema
- Konjungtiva palpebra : hiperemi, tidak begitu infiltrative.
- Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtiva (+), tak ada blefarospasme, secret
cair.3 Infeksi H influenza ditandai eksudat berair tipis atau berawan.9
c) Pengobatan
Sama dengan konjuntivitis kataral akut.3
E. Temuan Laboratorium
19
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organisme dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear. Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan
disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran atau
berpseudomembran.9
F. Komplikasi dan Sekuela
Blefaritis marginal menahun sering menyertai konjungtivitis stafilokokus kecuali
pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi
pada konjungtivitis pseudmembranosa dan membranosa dan pada kasus tertentu yang
diikuti ulserasi kornea dan perforasi. 9
G. Terapi
Konjungtivitis biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan dalam waktu 10-14
hari, dan tes laboratorium tidak rutin dilakukan. Sebelum memulai pengobatan, sangat
penting untuk membersihkan semua sekret. Pengobatan awal adalah antibiotik spektrum
luas berupa obat tetes mata pada tetes siang hari dan salep di malam hari sampai sekret
berhenti. 10
1. Antibiotik tetes mata
a) Chloramphenikol memiliki aktivitas spektrum yang luas. Pada awalnya diberikan
setiap 1-2 jam.10
b) Antibiotik lain
Antibiotik tetes mata yang saat ini tersedia termasuk ciprofloksasin, ofloxacin,
gentamisin, neomisin, framycetin, tobramycin, Neosporin (polimiksin B +
neomisin + Garamycin) dan polytrim (trimetroprim + polimiksin).10
2. Antibiotik salep mata
20
Antibiotik salep mata mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dan untuk jangka
waktu yang lama dibandingkan dengan antibiotik tetes mata, tetapi penggunaan pada
siang hari terbatas karena menyebabkan penglihatan menjadi kabur. Namun, salep
dapat digunakan pada malam hari untuk memberikan konsentrasi antibiotik yang baik
selama tidur. Antibiotik yang tersedia dalam bentuk salep adalah: kloramfenikol,
gentamisin, tetrasiklin, framisetin, dan Polyfax (polymixin B + bacitracin),
Polytrim.10 Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva
harus dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva.
Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta
memperhatikan secara khusus hygine perorangan.9
Beberapa antibiotik yang tersedia untuk penggunaan topical pada mata :
Seftazidin
Kloramfenikol
Siprofloksasin
Asam fusidat
Gentamisin
Neomisin
Ofloksasin
Tetrasiklin5
H. Perjalanan dan prognosis
Konjungtivitis bacterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi
dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap menahun).9
Konjungtivitis bacterial kronik/menahun21
1. Konjungtivitis kataral menahun
a) Etiologi
Kelanjutan dari konjungtivitis kataral akut atau disebabkan kuman Koch Weeks,
stafilokok aureus, Morax Axenfeld, E coli. Dapat juga disebabkan oleh obstruksi
duktus nasolakrimalis dan dakriosistitis menahun yang biasanya unilateral.3
b) Gejala subjektif
Gatal, rasa berat di mata, keluar kotoran yang banyak terutama di pagi hari, mata
terasa ada pasir.3
c) Gejala objektif
- Palpebra : tak bengkak.3
- Margo palpebra : blefaritis.3
- Konjungtiva palpebra: sedikit merah, licin, kadang hipertrofis seperti
beludru.3
- Konjungtiva bulbi : Injeksi konjungtiva ringan. Dapat mengenai 1-2
mata, mengenai anak dan dewasa.3
- Sekret : mukoid. Kadang terdapat ekskoriasi pada kantus
eksternus yang dikenal sebagai konjungtivitis angularis, biasanya
disebabkan oleh Morax Axenfeld.3
d) Penyulit
Ektropion, trikiasis, ulkus marginal, tilosis, madarosis.3
e) Pengobatan
1. Perbaiki ektopion, trikiasis, obstruksi apparatus lakrimal.
2. Penderita sering membersihkan matanya.
22
3. Diberikan salep antibiotika atau sulfa.
4. Obat adstringens seperti sulfazinci ½ % 4 kali sehari satu tetes.
5. Kalau ada ulkus kornea beri sulfas atropine ½ % 3 kali satu tetes.
6. Dapat dipertimbangkan pemberian kortikosteroid local, bila tak terdapat
kelainan kornea.3
2. Konjungtivitis bacterial jarang
Dapat disebabkan oleh Corynebacterium diphtheria dan Streptococcus
pyogenes. Pseudomembran atau membrane yang dihasilkan oleh organisme ini dapat
terbentuk pada konjungtiva palpebra. Kasus konjungtivitis menahun jarang yang
disebabkan oleh Moraxella catarrhalis, bacillus coliform, Proteus, dll secara klinik
tidak dapat dibedakan.9
KLORAMFENIKOL
1. Asal dan kimia
Kloramfenikol merupakan Kristal putih yang sukar larut dalam air (1:400) dan rasanya
sangat pahit2. Rumus molekul kloramfenikol ialah4 :
Kloramfenikol R= -NO2
Tiamfenikol R=-CH3SO2
2. Farmakodinamik
a. Efek Antimikroba
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat
pada ribosom subunit 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga
ikatan peptide tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman. Kloramfenikol
umumnya bersifat bakteriostatik. Pada konsentrasi tinggi kloramfenikol kadang-
23
kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Spektrum antibakteri
kloramfenikol meliputi D. pneumonia, S. Pyogenes, S. viridians, Neisseria,
Haemophilus, Bacillus spp, Listeria, Bartonella, Brucella, P. Multocida,
C.diptheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, treponema.2
b. Resistensi
Resistensi terhadap P. aeruginosa, Proteus dan Klebsiella terjadi karena
perubahan permeabilitas membrane yang mengurangi masuknya obat ke dalam sel
bakteri. Beberapa strain D. pneumonia, H. influenza dan N. meningitidis bersifat
resisten; S. aureus umumnya sensitive sedang Enterobactericeae banyak yang telah
resisten.2
3. Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah
tercapai dalam 2 jam. Untuk pemberian secara parenteral digunakan kloramfenikol suksinat
yang akan dihidrolisis dalam jaringan dan membebaskan kloramfenikol. Masa paruh
eliminasinya pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi berumur kurang dari 2
minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin.
Obat ini didistribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk jaringan otak,
cairan serebrospinal dan mata. Di dalam hati, kloramfenikol mengalami konjugasi dengan
asam glukoronat oleh enzim glukoronil transferase. Oleh karena itu waktu paruh
kloramfenikol memanjang pada pasien dengan gangguan faal hati. Sebagian kecil
kloramfenikol mengalami reduksi menjadi senyawa aril-amin yang tidak aktif lagi. Dalam
waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang diberikan oral telah dieksresi melalui ginjal. Dari
seluruh kloramfenikol yang diekskresi melalui urin, hanya 5-10% dalam bentuk aktif.
Sisanya terdapat dalam bentuk glukoronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif
kloramfenikol dieksresi terutama melalui filtrate glomerulus sedangkan metabolitnya
dengan sekresi tubulus.2
4. Penggunaan klinik
a) Demam tifoid24
b) Meningitis purulenta
c) Riketsiosis.2
5. Efek samping
a) Reaksi oftalmologik
Neuritis optic, demielinisasi serabut papilo macular dan optic atrofi.8,9
b) Reaksi hematologic, terdapat dalam dua bentuk :
Reaksi toksik dengan depresi sumsum tulang. Kelainan darah yang terlihat
ialah anemia, retikulositopenia, peningkatan serum iron dan iron binding
capacity serta vakuolisasi seri ertrosit bentuk muda.
Anemia aplastik dengan pansitopenia yang ireversibel dan memiliki
prognosis yang sangat buruk.Efek samping ini diduga disebabkan oleh
adanya kelainan genetik.2
c) Reaksi alergi
Dapat menimbulkan kemerahan kulit,angioedema,urtikaria,anafilaksis.4
d) Reaksi neurologic
Dapat terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium, sakit kepala.4
e) Reaksi saluran cerna
Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, dan diare.2
f) Sindrom gray
Terjadi pada neonates terutama bayi premature yang mendapat dosis tinggi (200
mg/KgBB) dapat timbul sindrom Gray, biasanya antara hari ke 2 sampai hari ke 9
masa terapi. Mua-mula bayi muntah, tidak mau menyusu, pernapasan cepat dan tidak
teratur, perut kembung, sianosis dan diare dengan tinja berwarna hijau dan bayi
25
nampak sakit berat.Efek toksik ini diduga karena : (1) system konjugasi oleh enzim
glukoronil transferase belum sempurna dan (2) Kloramfenikol yang tidak
terkonjugasi belum dapat dieksresi dengan baik oleh ginjal.2
6. Sediaan
a. Kloramfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
Kapsul 250 mg, Dengan cara pakai untuk dewasa 50 mg/kg BB atau 1-2 kapsul 4
kali sehari.Untuk infeksi berat dosis dapat ditingkatkan 2 x pada awal terapi sampai
didapatkan perbaikan klinis.
Salep mata 1 %
Obat tetes mata 0,5 %
Salep kulit 2 %
Obat tetes telinga 1-5 %
Keempat sediaan di atas dipakai beberapa kali sehari.
b. Kloramfenikol palmitat atau stearat
Biasanya berupa botol berisi 60 ml suspensi (tiap 5 l mengandung Kloramfenikol
palmitat atau stearat setara dengan 125 mg kloramfenikol). Dosis ditentukan oleh
dokter.
c. Kloramfenikol natrium suksinat
Vial berisi bubuk kloramfenikol natrium suksinat setara dengan 1 gr kloramfenikol
yang harus dilarutkan dulu dengan 10 ml aquades steril atau dektrose 5 %
(mengandung 100 mg/ml).
26
d. Tiamfenikol
Terbagi dalam bentuk sediaan :
Kapsul 250 dan 500 mg.
o Botol berisi pelarut 60 ml dan bubuk Tiamfenikol 1.5 gr yang setelah dilarutkan
mengandung 125 mg Tiamfenikol tiap 5 ml.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Adler,Heed,Francis,MD, Saunders,W.B. (1977). Textbook of Ophthalmology seventh
edition. London : company Philadelphia.
2. Dr.Syarif,Amir,SKM,SpFK et.al. (2007). Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta :
FKUI.27
3. Dr. Wijana,Nana S.D. (1993). Ilmu Penyakit Mata ed.rev cet.6. Jakarta : Abadi Tegal.
4. From http://apps.who.int/emlib/Medicines.aspx?Language=EN, 17 Juli 2011.
5. James,Bruce, Chew,Chris, Bron,Anthony. (2006). Lecture Notes:Oftalmology edisi
kesembilan. Jakarta : Erlangga.
6. J,Thomas, A,Thomas, Gilbert,M. (2002-2003). Basic and Clinical Science Course
External Disease and Cornea Section 8. San Francisco.
7. Newell,W,Frank. (1952). Ophthalmology principles and concepts. London : The C.V.
Mosby company.
8. Prof.dr.H. Ilyas,Sidarta,Ilyas. (2009). Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta :
FKUI.
9. Vaughan,Daniel G,MD, Asbury,Taylor,MD, Eva,Paul Riordan,FRCS,FRCOphth.
(2000). Oftalmologi Umum ed.14. Jakarta : Widya Medika.
10. Kanski,J,Jack,MD,MS,FRCS,FRCOphth.(2002). Clinical Ophthalmology A
Systematic Approach fourth edition. Edinburgh : Butterworth-Heinemann.
28