77540927-case-hpp-baru

Upload: benita-putri

Post on 11-Oct-2015

40 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    1/33

    LAPORAN KASUS

    PERDARAHAN POST PARTUM

    ET CAUSA ATONIA UTERI

    PEMBIMBING :

    Dr. Ronald Latuasan, Sp.OG

    DISUSUN OLEH :

    Gadista P. Annisa (030.09.100)

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    PERIODE 2 JUNI 2014 - 16 AGUSTUS 2014

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    2/33

    1

    PENDAHULUAN

    Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40-60%) kematian ibu

    melahirkan di indonesia. Perdarahan pasca persalinan atau hemorragic post partum(HPP) adalah

    kehilangan darah melebihi 500ml yang terjadi setelah bayi lahir normal dan 1000ml setelah bayi

    lahir secara seksio saesaria.

    Perdarahan pasca persalinan dibagi menjadi perdarahan pasca persalinan primer

    dan sekunder. Perdarahan pasca persalinan primer(early HPP) terjadi dalam 24 jam pertama.

    Sedangkan perdarahan pasca perdalinan sekunder(late HPP) gerjadi setelah 24 jam pertama.

    Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan postpartum dini(50%),dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus

    merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri

    terjadi akibat kegagalan mekanisme ini. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh

    kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang

    memvaskularisasikan daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut

    miometrium tersebut tidak berkontraksi.

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    3/33

    2

    BAB I

    LAPORAN KASUS

    I. IDENTITAS PASIEN

    Nama : Ny. E

    Usia : 39 tahun

    Jenis kelamin : Perempuan

    Alamat : Jl. Pisangan Baru No. 48 RT/RW 07/12, Matraman Jakarta Pusat

    Agama : Islam

    Suku : Sunda

    Status perkawinan : Menikah

    Pendidikan terakhir : SMA

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    No. RM : 93.41.80

    Masuk RS tanggal : 10 Juli 2014 pukul 14.59

    IDENTITAS SUAMI PASIEN

    Nama : Tn. Abdul Azis

    Usia : 41 tahun

    Jenis kelamin : Laki-laki

    Alamat : Jl. Pisangan Baru No. 48 RT/RW 07/12, Matraman Jakarta Pusat

    Agama : Islam

    Suku : Sunda

    Status perkawinan : Menikah

    Pendidikan terakhir : D3

    Pekerjaan : Wiraswasta

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    4/33

    3

    II. ANAMNESIS

    Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap suami pasien dan

    pasien pada tanggal 16 Juni 2014 di ruang perawatan lantai 8 barat RS Budhi Asih (RSBA)

    dan 18 Juni 2014 di ruang perawatan lantai 8 barat RSBA.

    Keluhan utama:

    Pasien datang ke poli kandungan atas rujukan dari Puskesmas Pisangan Baru dengan

    G3 P2 A0 hamil 34 minggu dengan sirokat.

    Keluhan tambahan:

    -

    Riwayat Kehamilan ini:

    Pasien datang ke poli kebidanan RSBA rujukan dari Puskesmas Pisangan Baru dengan

    riwayat kehamilan G3 P2 A0 usia kehamilan 34 minggu dengan Sirokat sejak tahun 2012.

    Pasien datang ke poli kebidanan RSBA pada tanggal 6 juni 2014 atas rujukan

    Puskesmas Pisangan Baru dan dilakukan pemeriksaan Ante Natal Care dan didapatkan hasil

    pemeriksaan berupa tinggi fundus uteri 30 cm, letak janin punggung kiri dengan bagian

    terbawah berupa kepala janin, DJJ 148 x / menit, TD 100/70 mmhg, edema tidak ada, berat

    badan 73 kg dan usia kehamilan 34 minggu. Kemudian pasien dianjurkan untuk datang

    kembali pada tanggal 24 juni 2014 dan 26 juni 2014 untuk pemeriksaan ante natal care

    selanjutnya.

    Pada tanggal 24 Juni 2014 Pasien datang kembali ke poli kebidanan RSBA untuk

    melakukan pemeriksaan ante natal care dan didapatkan hasil berupa tinggi fundus 30 cm,

    terdapat sirokat, letak janin punggung kiri dengan bagian terbawah berupa kepala janin, DJJ

    164 x / menit, TD 120 / 80, edema tidak ada, berat badan 73 kg dan usia kehamilan 36

    minggu.

    Pada tanggal 26 Juni 2014 Pasien datang kembali ke poli kebidanan RSBA untuk

    melakukan pemeriksaan ante natal care dan didapatkan hasil berupa tinggi fundus 30 cm,

    letak janin punggung kiri dengan bagian terbawah berupa kepala janin, gerak janin positif,

    DJJ 162 x / menit, TD 120 / 80, edema tidak ada, berat badan 73 kg dan usia kehamilan 36

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    5/33

    4

    minggu. Setelah dilakukan pemeriksaan ANC sebanyak 3 kali selanjutnya pasien

    dijadwalkan untuk menjalani operasi SC dan tubektomi pada tanggal 11 Agustus 2014.

    Pada tanggal 10 Juli 2014 pasien datang kembali ke RSBA pukul 14.59 WIB untuk

    persiapan operasi SC dan tubektomi. Pasien dirawat di ruang perawatan lantai 8 barat dan

    pada tanggal 11 Juli 2014 dilakukan operasi SC dan tubektomi.

    Pada saat menjalani operasi SC dan tubektomi terjadi perdarahan yang banyak akibat

    rahim yang tidak menyusut atau mengecil setelah bayi dikeluarkan, selanjutnya dilakukan

    tindakan berupa pengangkatan Rahim atas persetujuan keluarga pasien. Bayi lahir sehat,

    berjenis kelamin perempuan dengan berat badan 2800 gram. Setelah operasi pasien

    menjalani perawatan selama 5 hari di ICU RSBA karena kesadaran pasien menurun. Selama

    2 hari awal perawatan, kesadaran pasien masih sama seperti setelah operasi dan selanjutnya

    kondisi pasien semakin membaik dan pada tanggal 16 Juli 2014 pasien di pindahkan ke

    ruang perawatan di lantai 8 RSBA karena kondisi pasien yang mulai stabil dan kesadaran

    pasien sudah kembali seperti semula. Selanjutnya pada tanggal 18 Juli 2014 pasien

    dipulangkan dari RSBA.

    Riwayat Antenatal dan Imunisasi

    Antenatal care : dilakukan di RSIA Bunda sebanyak 5 kali selama kehamilan. Pasien

    melakukan USG sebanyak 2 kali yang diakui pasien pada usia kehamilan 6 dan 7 bulan dan

    diketahui letak janin baik tetapi terdapat sirokat dengan OUI terbuka 5 mm.

    Imunisasi : Telah dilakukan 2 kali imunisasi TT selama masa kehamilan

    Riwayat Persalinan Sebelumnya

    Kehamilan ini merupakan kehamilan ketiga bagi pasien, pasien sudah pernah

    melahirkan 2 kali dan tidak pernah mengalami keguguran. Pada 2 kehamilan sebelumnya,tidak pernah ada riwayat perdarahan selama kehamilan dan setelah proses persalinan, serta

    tidak ada riwayat letak sungsang.

    Anak pertama lahir pada tahun 1999, berjenis kelamin perempuan dengan BB 3500

    gram, lahir melalui persalinan normal dan ditolong oleh bidan. Keadaan saat ini sehat.

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    6/33

    5

    Anak kedua lahir pada tahun 2004, berjenis kelamin perempuan dengan BB 3400

    gram, lahir melalui persalinan normal dan ditolong oleh bidan. Keadaan saat ini sehat.

    Riwayat Perkawinan

    Pasien menikah 1 kali, menikah saat berusia 23 tahun. Lama pernikahan dengan suami

    sudah 16 tahun.

    Riwayat Haid

    Pasien pertama kali mendapatkan haid (menarche) pada usia 13 tahun. Selama ini,

    siklus haid OS teratur tiap bulan. Lama haid 5 - 7 hari tiap bulannya dengan jumlah

    perdarahan yang biasa (kurang lebih ganti pembalut 3x tiap hari).

    Riwayat Kontrasepsi

    Selama ini Pasien pernah menggunakan 1 jenis alat kontrasepsi, yaitu KB Suntik

    setiap bulan semenjak kelahiran anak kedua, Pasien menggunakan KB suntik selama 10

    tahun semenjak kelahiran anak yang kedua dan berhenti pada bulan November 2013 karena

    merasa tidak akan hamil lagi. Sebelumnya, suami OS hanya menggunakan kondom.

    Rencana Kontrasepsi berikutnya

    Pasien berencana akan menggunakan kontrasepsi mantap atau steril karena merasa

    sudah memiliki cukup anak.

    Riwayat Penyakit Dahulu

    Pasien mengaku tidak memiliki riwayat penyakit kencing manis, penyakit ginjal, dan

    juga tekanan darah tinggi. Tetapi pada pemeriksaan USG didapatkan adanya Sirokat sejak

    tahun 2012

    Riwayat Penyakit Keluarga

    Pasien tidak mengetahui apakah di keluarganya ada yang memiliki riwayat tekanan

    darah tinggi, kencing manis, maupun penyakit lainnya. Menurut Pasien, selama ini

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    7/33

    6

    keluarganya tidak pernah ada yang mengalami perdarahan selama kehamilan dan setelah

    proses persalinan.

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    Tekanan Darah : 120/80 mmHg

    Suhu : 36,7C

    Nadi : 96 x/menit

    Pernapasan : 24 x/menit

    Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

    Thoraks : Jantung : BJ I-II reguler, Gallop (-), murmur (-)

    Paru-paru : SN Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

    Abdomen : Lihat status obstetri

    Genitalia : Lihat status obstetri

    Ekstremitas : oedem (-) pada keempat ekstremitas

    Status Obstetri

    A.Inspeksi

    Buncit simetris, striae gravidarum (+)

    B.Palpasi

    Hasil palpasi: supel, nyeri tekan (+), turgor baik

    Tinggi fundus uteri : (-)

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    8/33

    7

    HIS : (-)

    DJJ : (-)

    Leopold I : (-)

    Leopold II : (-)

    Leopold III : (-)

    Leopold IV : (-)

    C.Auskultasi

    Bising usus : normal (+).

    Pemeriksaan Dalam (Tidak dilakukan)

    Inspeksi

    Vaginal toucher

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    24 juni 2014

    Jenis pemeriksaan Hasil Satuan

    Leukosit 8,9 Ribu/ul

    Eritrosit 4,4 Juta/ul

    Hemoglobin 13,0 g/dl

    Hematokrit 40 %

    Trombosit 258 Ribu/ul

    MCV 89,6 fL

    MCH 29,5 pG

    MCHC 92,9 g/dl

    RDW 14,9 %

    Waktu perdarahan 2,00 MenitWaktu pembekuan 12,00 menit

    25 Juni 2014

    Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan

    SGOT 38 mU/dl

    SGPT 29 mU/dl

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    9/33

    8

    26 Juni 2014

    10 Juli 2014

    Jenis pemeriksaan Hasil Satuan

    Leukosit 9,1 Ribu/ul

    Eritrosit 5,0 Juta/ul

    Hemoglobin 13,4 g/dl

    Hematokrit 42 %

    Trombosit 344 Ribu/ul

    MCV 83,4 fL

    MCH 26,7 pGMCHC 32,0 g/dl

    RDW 12,0 %

    11 Juli 2014 (post operatif) Lab I

    Jenis pemeriksaan Hasil Satuan

    Leukosit 11,9 Ribu/ul

    Eritrosit 2,4 Juta/ul

    Hemoglobin 6,6 g/dl

    Hematokrit 21 %

    Trombosit 169 Ribu/ul

    MCV 86,2 fLMCH 27,6 pG

    MCHC 32,1 g/dl

    RDW 12,1 %

    11 Juli 2014 (ICU) Lab II

    Jenis pemeriksaan Hasil Satuan

    Leukosit 8,8 Ribu/ul

    Eritrosit 1,0 Juta/ul

    Hemoglobin 2,5 g/dl

    Hematokrit 8 %Trombosit 5 Ribu/ul

    MCV 86,0 fL

    MCH 25,8 pG

    MCHC 30,0 g/dl

    RDW 12,0 %

    Jenis pemeriksaan Hasil Satuan

    Ureum 12 Mg/dl

    Kreatinin 0,43 Mg/dl

    Anti HIV Non Reactive

    HbSAg Reactive

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    10/33

    9

    13 Juli 2014 (ICUpost transfusi)

    Jenis pemeriksaan Hasil Satuan

    Leukosit 12,2 Ribu/ul

    Eritrosit 3,5 Juta/ul

    Hemoglobin 9,9 g/dl

    Hematokrit 29 %Trombosit 83 Ribu/ul

    MCV 83,9 fL

    MCH 28,5 pG

    MCHC 34,0 g/dl

    RDW 16,4 %

    V. RESUME

    Pasien seorang wanita hamil berusia 39 tahun datang ke poli kandungan atas rujukan

    dari Puskesmas Pisangan Baru dengan G3 P2 A0 hamil 34 minggu dengan sirokat sejak

    tahun 2012. Pada pasien dilakukan pemeriksaan Ante Natal Care dan didapatkan hasil

    pemeriksaan pertama berupa tinggi fundus uteri 30 cm, letak janin punggung kiri dengan

    bagian terbawah berupa kepala janin, DJJ 148 x / menit, TD 100/70 mmhg, edema tidak ada,

    berat badan 73 kg dan usia kehamilan 34 minggu.

    Kemudian pasien datang kembali ke poli kebidanan RSBA untuk kedua kalinya

    melakukan pemeriksaan ante natal care dan didapatkan hasil berupa tinggi fundus 30 cm,terdapat sirokat, letak janin punggung kiri dengan bagian terbawah berupa kepala janin, DJJ

    164 x / menit, TD 120 / 80, edema tidak ada, berat badan 73 kg dan usia kehamilan 36

    minggu dan dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboraturium darah yang hasilnya

    seluruhnya dalam batas normal.

    Pada Pemeriksaan ante natal care yang ketiga dan didapatkan hasil berupa tinggi

    fundus 30 cm, letak janin punggung kiri dengan bagian terbawah berupa kepala janin, gerak

    janin positif, DJJ 162 x / menit, TD 120 / 80, edema tidak ada, berat badan 73 kg dan usiakehamilan 36 minggu dan dilakukan pemeriksaan penunjang laboraturium darah, yang

    hasilnya adalah ureum rendah hingga 12mg/dL dan yang lainnya dalam batas normal.

    Setelah dilakukan pemeriksaan ANC sebanyak 3 kali selanjutnya pasien dijadwalkan untuk

    menjalani operasi SC dan tubektomi. Pasien dirawat di ruang perawatan lantai 8 barat dan

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    11/33

    10

    dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboraturium darah yang hasilnya MCHC

    meningkat yaitu 32,0 dan yang lainnya dalam batas normal.

    Pada saat menjalani operasi SC dan tubektomi terjadi perdarahan yang banyak akibat

    rahim yang tidak menyusut atau mengecil setelah bayi dikeluarkan, selanjutnya dilakukan

    tindakan berupa histerektomi atas persetujuan keluarga pasien. Bayi lahir sehat, berjenis

    kelamin perempuan dengan berat badan 2800 gram. Setelah operasi pasien menjalani

    perawatan selama 5 hari di ICU RSBA karena kesadaran pasien menurun. Pasien juga

    dilakukan beberapa pemeriksaan laboraturium darah yang hasilnya leukosit mingkat hingga

    12,2 mg/dL, eritrosit menurun hingga 3,5 juta/uL, hematokrit menurun hingga 29%,

    trombosit 83ribu/uL dan hemoglobin sempat menurun sangat rendah dari 2,5 g/dL

    ditransfusi PRC 1000cc, FFP 600cc dan plasmanat 500cc sehingga mengalami perbaikan

    hemoglobin menjadi 9,9 g/dL. Saat kondisi pasien semakin membaik, pasien di pindahkan

    ke ruang perawatan di lantai 8 RSBA karena kondisi pasien yang mulai stabil dan kesadaran

    pasien sudah kembali seperti semula. 3 hari setelahnya pasien doipulangkam dari RSBA.

    VI. DIAGNOSA KERJA

    - P3A0 post sc atas indikasi sitrokat

    - Haemorraghic post partum et causa atonia uteri

    VII. PENATALAKSANAAN

    Operatif

    Histerektomi Sub-Total

    Medikamentosa

    Pada saat di ICU :

    Kaen MG3IVFD 42 tpm

    Recofol

    Ketorolac dan Tramal tiap 8 jam IVFD

    Dobuject 5 meq/menit (Syringe Pump)

    Dopamin 3 meq/menit (Syringe Pump)

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    12/33

    11

    Packed Red Cell 1000 cc (Transfusi)

    Fresh Frozen Plasma 2 x 300 cc (Transfusi)

    Plasmanat 500 cc (Transfusi)

    Ceftriaxone 2 x 2 gr IV

    Nexium 2 x 40 mg IV Vit C 1 x 1 gr IV

    Vit K 3 x 1 amp IV

    Ketorolac 3 x 30 mg IV

    Tramal 3 x 100 mg IV

    Dexamethason 1 x 2 amp IV

    Lasix 1 amp (intra FFP)

    Pada saat di bangsal :

    Asering IVFD 20 tpm Cefadroxil 2x500mg

    Metronidazol 3x500mg

    Metilergometrin 3x0,125mg

    Tramadol 4x50mg

    Paracetamol 4x500mg

    VIII. FOLLOW UP

    16 Oktober 2014

    S -

    O TSS/CM

    Tanda vital TD : 110/60 mmHg S: 36,6C N: 80x/m RR : 264x/menit

    Kepala Normocephali, mata CA+/+, SI-/-

    Thorax : jantung

    Paru

    Mammae:

    BJ I & II Reguler, Murmur(-), Gallop(-)

    Suara Nafas Vesikuker, wheezing -/- , Ronchi -/-

    ASI +/+, retraksi -/-

    Abdomen

    Inspeksi

    Palpasi

    Perkusi

    Bising usus

    Datar, simetris

    Supel, Nyeri tekan(-), TFU(-)

    Timpani

    (+) normal

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    13/33

    12

    Genitalia

    Vulva/vagina

    Lochia (-)

    Perdarahan sedikit

    Ekstremitas atas

    Ekstremitas bawah

    Akral hangat (+), oedem (-)

    Akral hangat (+), oedem (-)

    A P3A0 post sc atas indikasi sirokat+ post op histerektomi HPP e.c atonia uteri +

    nifas hari ke 5 + anemia

    P Cefadroxil 2x500mgMetronidazol 3x500mg

    Metilergometrin 3x0,125mg

    Tramadol 4x50mg

    Paracetamol 4x500mg

    17 Juli 2014

    S -

    O TSS/CM

    Tanda vital TD : 110/70 mmHg S: 36,7C N: 88x/m RR : 24 x/menitKepala Normocephali, mata CA-/-, SI-/-

    Thorax : jantung

    Paru

    Mammae:

    BJ I & II Reguler, Murmur(-), Gallop(-)

    Suara Nafas Vesikuker, wheezing -/- , Ronchi -/-

    ASI +/+, retraksi -/-

    Abdomen

    Inspeksi

    Palpasi

    Perkusi

    Bising usus

    Datar, simetris

    Supel, Nyeri tekan(-), TFU(-)

    Timpani

    (+) normal

    Genitalia

    Vulva/vagina Lochia (-)

    Perdarahan sedikit

    Ekstremitas atas

    Ekstremitas bawah

    Akral hangat (+), oedem (-)

    Akral hangat (+), oedem (-)

    A P3A0 Post sc atas indikaai sirokat + post op histerektomi subtotal atas indikasi HPP

    e.c atonia uteri + nifas hari ke 6

    P Cefadroxil 2x500mgMetronidazol 3x500mg

    Metilergometrin 3x0,125mg

    Tramadol 4x50mg

    Paracetamol 4x500mg

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    14/33

    13

    18 Juli 2014

    S -

    O TSS/CM

    Tanda vital TD : 110/70 mmHg S: 36,7C N: 88x/m RR : 24 x/menit

    Kepala Normocephali, mata CA-/-, SI-/-

    Thorax : jantung

    Paru

    Mammae:

    BJ I & II Reguler, Murmur(-), Gallop(-)

    Suara Nafas Vesikuker, wheezing -/- , Ronchi -/-

    ASI +/+, retraksi -/-

    Abdomen

    Inspeksi

    Palpasi

    Perkusi

    Bising usus

    Datar, simetris

    Supel, Nyeri tekan(-), TFU(-)

    Timpani

    (+) normal

    Genitalia

    Vulva/vagina Lochia (-)

    Perdarahan sedikit

    Ekstremitas atas

    Ekstremitas bawah

    Akral hangat (+), oedem (-)

    Akral hangat (+), oedem (-)

    A P3A0 Post sc atas indikaai sirokat + post op histerektomi subtotal atas indikasi HPP

    e.c atonia uteri + nifas hari ke 7

    P Cefadroxil 2x500mgMetronidazol 3x500mg

    Metilergometrin 3x0,125mg

    Tramadol 4x50mg

    Paracetamol 4x500mg

    IX. PROGNOSIS

    ad vitam : dubia ad bonam

    ad sanationam : dubia ad bonam

    ad functionam : dubia ad malam

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    15/33

    14

    BAB II

    PEMBAHASAN KASUS

    P3 A0 usia kehamilan 34 minggu datang atas rujukan dari Puskesmas Pisangan Baru

    dengan riwayat sirokat sejak tahun 2012. Pasien seorang wanita hamil berusia 39 tahun

    datang ke poli kandungan atas rujukan dari Puskesmas Pisangan Baru dengan G3 P2 A0

    hamil 34 minggu dengan sirokat sejak tahun 2012. Pada pasien dilakukan pemeriksaan Ante

    Natal Care dan didapatkan hasil pemeriksaan pertama berupa tinggi fundus uteri 30 cm,

    letak janin punggung kiri dengan bagian terbawah berupa kepala janin, DJJ 148 x / menit,

    TD 100/70 mmhg, edema tidak ada, berat badan 73 kg dan usia kehamilan 34 minggu.

    Kemudian pasien datang kembali ke poli kebidanan RSBA untuk kedua kalinya melakukan

    pemeriksaan ante natal care dan didapatkan hasil berupa tinggi fundus 30 cm, terdapat

    sirokat, letak janin punggung kiri dengan bagian terbawah berupa kepala janin, DJJ 164 x /

    menit, TD 120 / 80, edema tidak ada, berat badan 73 kg dan usia kehamilan 36 minggu dan

    dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboraturium darah yang hasilnya seluruhnya

    dalam batas normal. Pada Pemeriksaan ante natal care yang ketiga dan didapatkan hasil

    berupa tinggi fundus 30 cm, letak janin punggung kiri dengan bagian terbawah berupa

    kepala janin, gerak janin positif, DJJ 162 x / menit, TD 120 / 80, edema tidak ada, beratbadan 73 kg dan usia kehamilan 36 minggu dan dilakukan pemeriksaan penunjang

    laboraturium darah, yang hasilnya adalah ureum rendah hingga 12mg/dL dan yang lainnya

    dalam batas normal. Setelah dilakukan pemeriksaan ANC sebanyak 3 kali selanjutnya pasien

    dijadwalkan untuk menjalani operasi SC dan tubektomi. Pasien dirawat di ruang perawatan

    lantai 8 barat dan dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboraturium darah yang

    hasilnya MCHC meningkat yaitu 32,0 dan yang lainnya dalam batas normal. Pada saat

    menjalani operasi SC dan tubektomi terjadi perdarahan yang banyak akibat rahim yang tidak

    menyusut atau mengecil setelah bayi dikeluarkan, selanjutnya dilakukan tindakan berupa

    histerektomi atas persetujuan keluarga pasien. Bayi lahir sehat, berjenis kelamin perempuan

    dengan berat badan 2800 gram. Setelah operasi pasien menjalani perawatan selama 5 hari di

    ICU RSBA karena kesadaran pasien menurun. Pasien juga dilakukan beberapa pemeriksaan

    laboraturium darah yang hasilnya leukosit mingkat hingga 12,2 mg/dL, eritrosit menurun

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    16/33

    15

    hingga 3,5 juta/uL, hematokrit menurun hingga 29%, trombosit 83ribu/uL dan hemoglobin

    sempat menurun sangat rendah menjadi 2,5 g/dl.

    Pasien ini dapat dimasukkan kedalam diagnosis Haemorhagia post partum ec Atonia

    uteri, karena pada anamnesis didapatkan pada saat pasien menjalani operasi SC dan

    tubektomi terjadi perdarahan yang tidak berhenti karenan uterus tidak berkontraksi setelah

    bayi dan plasenta dilahirkan, hal ini sesuai dengan definisi perdarahan pasca persalinan yaitu

    darah lebih dari 500 cc pada persalinan per vaginam setelah bayi lahir dan hal ini sesuai

    dengan kriteria diagnosis atonia uteri yaitu adanya kontraksi rahim yang buruk. Pada

    pemeriksaan fisik setelah operasi histerektomi didapatkan pada palpasi abdomen fundus

    tidak terabab dan didapatkan adanya nyeri tekan. Selain itu pada kasus perdarahan pasca

    persalinan ec atonia uteri, pada umumnya disertai tanda-tanda syok hipovolemik.

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    17/33

    16

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    PERDARAHAN POST PARTUM

    I. DEFINISI

    Perdarahan post partum adalah kehilangan darah lebih dari 500 cc pada persalinan per

    vaginam ataupun 1000 cc pada persalinan per abdominan setelah bayi lahir.1

    Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara akurat karena

    tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas. Oleh karena itu bila

    terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan untuk melakukan pengobatan

    sebagai perdarahan postpartum.

    II. EPIDEMIOLOGI

    Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan plasenta yang kecil,

    tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.1

    Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang obstetri membuat batas-batas durasi

    kala tiga secara agak ketat sebagai upaya untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga

    perdarahan akibat terlalu lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros

    meneliti 12.275 persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III

    adalah 6 menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk

    mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga yang

    mendekati 30 menit atau lebih.1 Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah

    pada sebelum hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum

    yang dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas normal

    sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.1

    III. KLASIFIKASI

    Perdarahan post partum dibagi dalam1

    :

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    18/33

    17

    Perdarahan post partum dini (early), bila terjadi dalam 24 jam postpartum.

    Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retentio plasenta, sisa plasenta dan robekan

    jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama

    Perdarahan post partum lambat (late), bila pada lebih dari 24 jam dan kurang dari 6

    minggu postpartum.

    IV. FAKTOR RISIKO DAN PENYEBAB

    Penyebab HPP dikenal sebagai 4 T, yaitu Tone, Tissue, Trauma dan Thrombin. Terdapat

    beberapa faktor resiko bagi wanita untuk terjadinya HPP akibat salah satu atau lebih dari

    keempat T tersebut. Walaupun demikian, 2/3 dari kasus perdarahan postpartum terjadi pada

    wanita yang tidak memiliki resiko.

    Etiologi Faktor resiko

    Kontraksi

    uterusabnormal

    (tone)

    - overdistensi uterus

    - kelelahan otot uterus

    - infeksi intra amnion

    - kelainan fungsional atau anatomiuterus

    - polihidramnion

    - kehamilan ganda

    - makrosomia

    - persalinan yang cepat

    - persalinan lama

    - paritas tinggi

    - demam

    - ketuban pecah

    - uterus fibroid

    - plasenta previa

    - anomali uterus

    Sisa konsepsi

    (tissue)- sisa konsepsi

    - plasenta yang abnormal

    - plasenta lahir tidak lengkap

    - scar uterus akibat operasi

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    19/33

    18

    - sisa kotiledon atau lobus

    suksenturiata

    -sisa bekuan darah

    sebelumnya

    - paritas tinggi

    - abnormal plasenta saat USG

    - atonia uteri

    Traumagenitalia

    (trauma)

    - laserasi serviks, vagina atau

    perineum

    - perpanjangan laserasi saat SC

    - ruptura uteri

    - inversio uteri

    - persalinan presipitatus

    - persalinan pervaginam operatif

    - malposisi

    - deep engagement

    - operasi uterus sebelumnya

    - paritas tinggi

    - fundal plasenta

    Gangguan

    koagulasi(trombin)

    Kelainan yang telah ada sebelumnya

    seperti:

    - hemofilia A

    - penyakit Von Willebrand

    Didapat saat kehamilan:

    - ITP

    - trombositopenia pd PEB

    - DIC

    - preeklampsia

    IUFD

    Infeksi berat

    - riwayat koagulopati herediter

    - riwayat gangguan hepar

    - memar

    - peningkatan tekanan darah

    - IUFD

    - demam, peningkatan lekosit

    - HAP

    - kolaps

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    20/33

    19

    Solusio plasenta

    Emboli cairan ketuban

    Terapi antikoagulan Riwayat bekuan darah

    Etiologi early HPP biasanya disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, laserasi jalan

    lahir, ruptura uteri, inversio uteri, plasenta akreta, dan gangguan koagulasi herediter.

    Penyebab late HPP biasanya disebabkan oleh sisa plasenta, dan subinvolusi dari placental

    bed. Early HPP lebih sering terjadi, melibatkan perdarahan yang masif dan menimbulkan

    morbiditas, dan terutama oleh atonia uteri.1,2,3,4

    V. DIAGNOSIS

    Diagnosis biasanya tidak sulit. Kriteria diagnostik yang digunakan untuk menegakkan

    diagnosa perdarahan post partum :1,4

    perdarahan banyak yang berlangsung terus menerus setelah bayi lahir.

    Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,

    ekstremitas dingin, serta tampak darah keluar dari kemaluan terus-menerus.

    Pada pemeriksaan obstetrik, mungkin ditemukan kontraksi uterus lembek, uterus

    membesar bila ada atonia uteri. Sedangkan bila ada karena perlukaan maka pada

    pemeriksaan didapatkan kontraksi uterus baik.

    Pemeriksaan dalam dilakukan bila keadaan telah diperbaiki dapat diketahui kontraksi

    uterus, luka jalan lahir dan sisa plasenta.

    GEJALA DAN TANDA TANDA DAN GEJALALAIN DIAGNOSIS KERJA

    Uterus tidak berkontraksi

    dan lembek Perdarahan

    segera setelah anak lahir

    Syok

    Bekukan darah pada

    serviks atau posisterlentang akan

    menghambat aliran darah

    ke luar

    Atonia uteri

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    21/33

    20

    Darah segar yang

    mengalir segera setelahbayi lahir

    Uterus kontraksi dan

    keras

    Plasenta lengkap

    Pucat

    LemahMenggigil

    Robekan jalan lahir

    Plasenta belum lahir

    setelah 30 menitPerdarahan segera (P3)

    Uterus berkontraksi dan

    keras

    Tali pusat putus akibat

    traksi berlebihanInversio uteri akibat

    tarikan

    Perdarahan lanjutan

    Retensio plasenta

    Plasenta atau sebagian

    selaput (mengandung

    pembuluh darah) tidaklengkap

    Perdarahan segera (P3)

    Uterus berkontraksi tetapi

    tinggi fundus tidak

    berkurang

    Tertinggalnya sebagian

    plasenta atau ketuban

    Uterus tidak terabaLumen vagina terisi masaTampak tali pusat (bila

    plasenta belum lahir)

    Neurogenik syokPucat dan limbung

    Inversio uteri

    Sub-involusi uterus

    Nyeri tekan perut bawah

    dan pada uterus

    Perdarahan

    Lokhia mukopurulen dan

    berbau

    Anemia

    Demam

    Endometristis atau sisa

    fragmen plasenta

    (terinfeksi atau tidak)

    Late postpartum

    hemorrhage

    Perdarahan postpartumsekunder

    VI. PENATALAKSANAAN

    Terapi terbaik ialah pencegahan. Anemia dalam kehamilan harus diobati karena

    perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita

    anemia.1

    Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas

    dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan

    postpartum. 10 satuan oksitosin diberikan IM segera setelah anak lahir untuk mempercepat

    pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin IM.1

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    22/33

    21

    Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, 2 hal harus dilakukan yaitu

    menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan.

    VII. MANANJEMEN PERDARAHAN POST PARTUM

    PPH

    Asses Maternal ABCs

    Maternal Resuscitation

    Massage Uterus Bleeding Stopped

    Placenta In Manually remove

    Explore Uterus

    Massage Uterus

    Oxytocin 20 U/l crystalloid Bleeding Stopped

    Cross-match 2 units

    Bimanual Compression Bleeding Stopped

    Uterus Still Atonik Inspect for and repair

    Vaginal/ Cervical trauma

    Consider/treat Coagulopathy

    Hemabate 0,25 mg IM/IU Bleeding Stopped

    +/-Ergonovine 0,25 mg IM

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    23/33

    22

    VIII. PENATALAKSANAAN SETELAH PLASENTA LAHIR4

    Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah uterus berkontraksi dengan baik, atau

    adakah perdarahan karena atonia uteri?

    Pada kasus dengan faktor predisposisi atonia uteri, setelah bayi lahir disuntikkan

    synthetic oxytocin 10 UI IM. Apabila dalam 30 menit plasenta belum lahir dilakukan

    pengeluaran plasenta secara manual. Tetapi bila terjadi perdarahan banyak meskipun

    belum sampai 30 menit plasenta juga harus segera dilahirkan. Setelah plasenta lahir

    disuntikkan uterotonika methyl ergometrin maleat 0,2 mg IV sekaligus dilakukan

    pemijatan pada corpus uteri. Apabila kontraksi uterus tetap jelek dan perdarahan terus

    terjadi, maka dipasang infus synthetic oxytosin 10 UI, pasang dower catheter, berikan

    oxygen dan teruskan pemijatan uterus. Cari penyebab dari perdarahan post partum apakah

    hipotonia uteri, robekan jalan lahir, sisa placenta ataukah gangguan pembekuan darah.

    Therapy sesuai penyebab yang ditemukan.

    Pada kasus dengan perdarahan pasca persalinan dengan kontraksi uterus baik, maka

    segera dilakukan inspekulo untuk melihat robekan serviks atau vagina. Bila ditemukan

    segera lakukan penjahitan/ hemostasis.

    Pada gangguan pembekuan darah : transfusi darah segar/ plasma segar/ fibrinogen.

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    24/33

    23

    IX. ATONIA UTERI

    Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan pembuluh

    darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia merupakan penyebab

    tersering perdarahan postpartum; sekurang-kuranya 2/3 dari semua perdarahan postpartum

    disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan postpartum disebabkan atonia

    uteri, harus dimulai dengan mengenal ibu yang memiliki kondisi yang berisiko terjadinya

    atonia uteri. Kondisi ini mencakup:

    1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti pada:

    Polihidramnion

    Kehamilan kembar

    Makrosomi

    2. Persalinan lama

    3. Persalinan terlalu cepat

    4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin

    5. Infeksi intrapartum

    6. Paritas tinggi

    Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang berisiko ini, maka

    penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya atoni

    uteri postpartum. Meskipun demikian, 20% atoni uteri postpartum dapat terjadi pada ibu

    tanpa faktor-faktor risiko ini. Adalah penting bagi semua penolong persalinan untuk

    mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal terhadap masalah yang

    mungkin terjadi selama proses persalinan.

    Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan

    kala tiga secara aktif, yaitu:

    1. Menyuntikan Oksitosin

    - Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    25/33

    24

    - Menyuntikan Oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3

    atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung

    jarum tidak mengenai pembuluh darah.

    2. Peregangan Tali Pusat Terkendali

    Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau

    menggulung tali pusat

    Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara

    tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak

    5-10 cm dari vulva

    Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan

    kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial

    3. Mengeluarkan plasenta

    - Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah panjang dan

    terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan

    kanan menarik tali pusat ke arah bahwa kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan

    lahir hingga plasenta tampak pada vulva.

    - Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem

    hingga berjarak 5-10 dari vulva.

    - Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit

    - Suntikan ulang 10 IU Oksitosin i.m

    - Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh

    - Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual

    4. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati.

    Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar

    untuk mencegah robeknya selaput ketuban.

    5. Masase Uterus

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    26/33

    25

    - Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok

    fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga

    kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)

    6. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan

    - Kelengkapan plasenta dan ketuban

    - Kontraksi uterus

    - Perlukaan jalan lahir

    Langkah-langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri pascapersalinan

    No. Langkah Keterangan

    1. Lakukan masase fundus uteri segera

    setelah plasenta dilahirkan

    Masase merangsang kontraksiuterus. Sambil melakukan masase

    sekaligus dapat dilaku-kan penilaian

    kontraksi uterus

    2. Bersihkan kavum uteri dari selaput

    ketuban dan gumpalan darah.

    Selaput ketuban atau gumpalan

    darah dalam kavum uteri akan dapat

    menghalangi kontraksi uterus secara

    baik

    3. Mulai lakukan kompresi bimanual

    interna. Jika uterus berkontraksi

    keluarkan tangan setelah 1-2 menit.Jika uterus tetap tidak berkontraksi

    teruskan kompresi bimanual interna

    hingga 5 menit

    Sebagian besar atonia uteri akan

    teratasi dengan tindakan ini. Jika

    kompresi bimanual tidak berhasilsetelah 5 menit, diperlukan tindakan

    lain

    4. Minta keluarga untuk melakukan

    kompresi bimanual eksterna

    Bila penolong hanya seorang diri,

    keluarga dapat meneruskan proses

    kompresi bimanual secara eksternal

    selama anda melakukan langkah-

    langkah selanjutnya.

    5. Berikan Metil ergometrin 0,2 mg

    intramuskular/ intra vena

    Metil ergometrin yang diberikan

    secara intramuskular akan mulaibekerja dalam 5-7 menit dan

    menyebabkan kontraksi uterus

    Pemberian intravena bila sudah

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    27/33

    26

    terpasang infus sebelumnya

    6. Berikan infus cairan larutan Ringer

    laktat dan Oksitosin 20 IU/500 cc

    Anda telah memberikan Oksitosinpada waktu penatalaksanaan aktif

    kala tiga dan Metil ergometrin

    intramuskuler. Oksitosin intravenaakan bekerja segera untuk

    menyebabkan uterus berkontraksi.

    Ringer Laktat akan membantu

    memulihkan volume cairan yanghilang selama atoni. Jika uterus

    wanita belum berkontraksi selama 6

    langkah pertama, sangat mungkin

    bahwa ia mengalami perdarahanpostpartum dan memerlukan

    penggantian darah yang hilangsecara cepat.

    7. Mulai lagi kompresi bimanual interna

    atau

    Pasang tampon uterovagina

    Jika atoni tidak teratasi setelah 7

    langkah pertama, mungkin ibu

    mengalami masalah serius lainnya.

    Tampon uterovagina dapatdilakukan apabila penolong telah

    terlatih.

    Rujuk segera ke rumah sakit

    8. Buat persiapan untuk merujuk segera Atoni bukan merupakan hal yangsederhana dan memerlukan

    perawatan gawat darurat di fasilitas

    dimana dapat dilaksanakan bedahdan pemberian tranfusi darah

    9. Teruskan cairan intravena hingga ibu

    mencapai tempat rujukan

    Berikan infus 500 cc cairan pertama

    dalam waktu 10 menit. Kemudianibu memerlukan cairan tambahan,

    setidak-tidaknya 500 cc/jam pada

    jam pertama, dan 500 cc/4 jam pada

    jam-jam berikutnya. Jika anda tidakmempunyai cukup persediaan cairan

    intravena, berikan cairan 500 cc

    yang ketiga tersebut secara perlahan,

    hingga cukup untuk sampai ditempat rujukan. Berikan ibu minum

    untuk tambahan rehidrasi.

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    28/33

    27

    10. Lakukan laparotomi :

    Pertimbangkan antara tindakan

    mempertahankan uterus dengan ligasiarteri uterina/ hipogastrika atau

    histerektomi.

    Pertimbangan antara lain paritas,

    kondisi ibu, jumlah perdarahan.

    Kompresi Bimanual Internal

    Letakan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan bagian belakang

    uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina,

    kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh darah di dinding uterus.

    Amati jumlah darah yang keluar yang ditampung dalam pan. Jika perdarahan berkurang,

    teruskan kompresi, pertahankan hingga uterus dapat berkontraksi atau hingga pasien sampai

    di tempat rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah mengajarkan pada keluarga untuk melakukan

    kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan tahapan selanjutnya untuk

    penatalaksaan atonia uteri.

    Gambar 1 .Kompresi bimanual uteri internal

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    29/33

    28

    Kompresi Bimanual Eksternal

    Letakkan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan sedapat mungkin meraba

    bagian belakang uterus. Letakan tangan yang lain dalam keadaan terkepal pada bagian depan

    korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah di dinding

    uterus dengan jalan menjepit uterus di antara kedua tangan tersebut.

    Gambar 2 .Kompresi bimanual eksternal

    X.PERLUKAAN JALAN LAHIR

    Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik,

    dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Perlukaan

    jalan terdiri dari:

    a. Robekan Perineum

    b. HematomaVulva

    c. Robekan dinding vagina

    d. Robekan serviks

    e. Ruptura uteri

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    30/33

    29

    Robekan Peri neum

    Dibagi atas 4 tingkat

    Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa

    mengenai kulit perineum

    Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis,

    tetapi tidak mengenai sfingter ani

    Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani

    Tingkat IV : robekan sampai mukosa rectum

    Kolporeksis adalah suatu keadaan di mana terjadi robekan di vagina bagian atas, sehingga

    sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini memanjang ataumelingkar.

    Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus presipitatus,

    persalinan sungsang, plasenta manual, terlebih lagi persalinan operatif pervaginam harus

    dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan jalan lahir termasuk serviks.

    Pengelolaan

    a. Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva

    Ketiga jenis perlukaan tersebut harus dijahit.

    Robekan perineum tingkat I

    Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat dilakukan dengan memakai catgut yang

    dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan (figure of eight).

    Robekan perineum tingkat II

    Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat I atau tingkat II, jika

    dijumpai pinggir robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang bergerigi

    tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-

    masing dijepit dengan klem terlebih dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan

    rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    31/33

    30

    Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut, kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan

    catgut secara terputus-putus atau delujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak

    robekan. Sampai kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.

    Robekan perineum tingkat III

    Pada robekan tingkat III mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit, kemudian

    fasia perirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga

    bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah akibat robekan dijepit

    dengan klem / pean lurus, kemudian dijahit dengan 2 3 jahitan catgut kromik sehingga

    bertemu lagi. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan

    perineum tingkat II.

    Robekan perineum tingkat IV

    Pada robekan perineum tingkat IV karena tingkat kesulitan untuk melakukan perbaikan

    cukup tinggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa dapat menimbulkan

    keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan apabila memungkinkan untuk

    melakukan rujukan dengan rencana tindakan perbaikan di rumah sakit kabupaten/kota.

    XI. RETENSIO PLASENTA

    Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir.

    Dapat terbagi atas:

    Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena kontraksi

    rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut plasenta adhesiva.

    Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim oleh karena villi

    korialisnya menembus desidua sampai miometrium disebut plasenta akreta.

    Plasenta yang sudah lepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena terhalang oleh

    lingkaran konstriksi di bagian bawah rahim disebut plasenta inkarserata.

    Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari

    dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang

    telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat

    dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka

    kita dapat melakukan plasenta manual.

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    32/33

    31

    XII.SISA PLASENTA

    Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan

    perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6

    10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai

    dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada

    perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan

    yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa

    plasenta jarang menimbulkan syok.

    Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong

    persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran

    plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk

    memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau

    alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim

    setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang

    tertinggal dalam rongga rahim.

    Pengelolaan

    1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi

    tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.

    Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif

    tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.

    2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat

    uterotonika melalui suntikan atau per oral.

    3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

  • 5/21/2018 77540927-Case-Hpp-Baru

    33/33

    32

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Prof. Dr. Hanifa Wiknjosastro, DSOG. Ilmu kebidanan. Jakarta : yayasan bina pustaka

    sarwono prawiharjo, 19992. Cunningham, F. Gary. Williams obstetrics. 18

    th edd. Appleton & lange. Penerbit buku

    kedokteran-EGC. 1995

    3. Bagian Obstetri & ginekologi, Fak. Kedokteran Univ. Padjadjaran Bandung. Obstetri

    patologi, Penerbit Elstar Offset, Bandung, 1981.

    4. Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar.

    5. The Society of Obstetricans & Gynaecologist of Canada. Alarm Course Syllabus. 9

    Edition, 2002.

    6. Hill Craw Mc. Medical Publishing Division. OBSTETRIC & GYNECOLOGIC

    EMERGENCIES (Diagnosis and management). New York.

    7. www. General Java Online. Maternal & Neonatal Health. OBSTETRIC & NEONATAL

    EMERGENCY. 2003