abses submandibula

29
BAB I ILUSTRASI KASUS IDENTITAS Nama/MR : Ny. W / 573973 Umur : 22 tahun, 11 bulan, 24 hari Jenis Kelamin : Perempuan Alamat : Salabintana Pekerjaan : IRT Agama : Islam Suku Bangsa : Sunda ANAMNESIS Keluhan utama: Nyeri menelan sejak 3 hari SMRS Riwayat penyakit sekarang: OS merasa nyeri menelan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terutama saat menelan makanan dan berbicara. Nyeri menelan dirasakan semakin parah sehingga OS tidak bisa makan dan merasa sangat lemas. 4 hari SMRS juga OS merasa demam. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan terutama pada malam hari. Demam tidak disertai menggigil dan kejang. OS juga mengeluh terdapat benjolan pada leher kanan yang dirasakan sejak 4 hari SMRS. Benjolan dirasakan semakin membesar dan terasa nyeri terutama saat membuka mulut. Pasien tidak

Upload: rahma-larasati-syaheeda

Post on 30-Dec-2015

133 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

definisi, gejala klinis, tanda klinis, diagnosa dan penatalaksanaan abses mandibula. terapi farmakologis dan non farmakologis abses submandibula

TRANSCRIPT

Page 1: abses submandibula

BAB I

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS

Nama/MR : Ny. W / 573973

Umur : 22 tahun, 11 bulan, 24 hari

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Salabintana

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Suku Bangsa : Sunda

ANAMNESIS

Keluhan utama:

Nyeri menelan sejak 3 hari SMRS

Riwayat penyakit sekarang:

OS merasa nyeri menelan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terutama saat menelan

makanan dan berbicara. Nyeri menelan dirasakan semakin parah sehingga OS tidak bisa

makan dan merasa sangat lemas. 4 hari SMRS juga OS merasa demam. Demam

dirasakan tidak terlalu tinggi dan terutama pada malam hari. Demam tidak disertai

menggigil dan kejang. OS juga mengeluh terdapat benjolan pada leher kanan yang

dirasakan sejak 4 hari SMRS. Benjolan dirasakan semakin membesar dan terasa nyeri

terutama saat membuka mulut. Pasien tidak mengeluhkan sesak nafas dan sakit kepala.

Riwayat suara serak, batuk, pilek, dan pusing disangkal. Pasien juga menyangkal pernah

sakit di telinga, hidung, dan tenggorokan sebelumnya. OS mengaku pernah mengalami

sakit gigi di rahang bawah tetapi saat ini sudah tidak terasa sakit.

Riwayat penyakit dahulu:

Gigi berlobang sejak 10 tahun yang lalu di rahang kanan bawah

Tidak pernah menderita sakit atau bengkak di leher sebelumnya.

Page 2: abses submandibula

Riwayat penyakit keluarga:

Tidak ada anggota keluarga yang menderita pembengkakan atau sakit di leher. Riwayat asma

dan alergi pada keluarga disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

STATUS GENERALIS

Tanda vital

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : komposmentis kooperatif

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Frekuensi nadi : 98 x/menit

Frekuensi nafas : 20 x/menit

Suhu tubuh : 36,8o C

Pemeriksaan sistemik

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher.

Jantung : iktus jantung tidak terlihat, batas jantung normal, bunyi murni, reguler,

bising tidak ada

Paru : simetris, fremitus kiri dan kanan sama, sonor, suara nafas vesikuler, tidak

ada suara tambahan

Abdomen : tidak membuncit, hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising usus normal

Ekstremitas : tidak ada paresis atau paralisis, reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-)

Page 3: abses submandibula

STATUS LOKALIS THT

Telinga

AD AS

normotia, tanda radang (-), nyeri

tarik aurikula (-), nyeri tekan

tragus (-)

Aurikula

normotia, tanda radang (-), nyeri

tarik aurikula (-), nyeri tekan

tragus (-)

hiperemis(-), udem(-), sekret(-),

serumen(-), tanda radang(-),

massa(-)

CAE

hiperemis(-), udem(-),sekret(-),

serumen(-), sekret(-), tanda

radang(-), massa(-)

intak (+), tenang, reflek cahaya

(+) Membran timpani

intak (+), tenang, reflek cahaya

(+)

Hidung

Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra

Rinoskopi Anterior

Mukosa Cavum nasi

Edema - -

Hiperemis - -

Sekret - -

Massa - -

Laserasi - -

Konka Inferior Eutrofi Eutrofi

Page 4: abses submandibula

Orofaring dan mulut

Bagian Pemeriksaan Keterangan

NPOP

Faring Mukosa

Granula

Post nasal drip

tenang

-

-

Tonsil Mukosa

Besar

Kripta

Detritus

Perlengketan

tenang

T3T3 hiperemis

Melebar +/+

-/-

-/-

Mulut Mukosa mulut

Lidah

Palatum molle

Gigi geligi

Uvula

tenang

bersih, basah

tenang

caries (+) premolar 1

simetris

Pemeriksaan Leher (Regio Sub Mandibula-Sub Mental)

Inspeksi: Tampak pembengkakan submandibula kanan sebesar 3x3 cm, tidak hiperemis, pus

tidak ada

Palpasi : Konsistensi lunak, fluktuasi ada, tidak ikut dalam menelan, terfiksir, nyeri tekan

Pemeriksaan kelenjar getah bening leher: tidak ada pembesaran

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 5: abses submandibula

Laboratorium (25 Desember 2012)

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi

Hemoglobin 12,7 12-16 g/dl

Leukosit 11,4 4,0-9,0 103 /uL

Hematokrit 37,1 35-45 %

Trombosit 345 150-350 103 /uL

Diagnosis kerja : Abses submandibula Dextra

Diagnosis tambahan : Tonsilitis kronik exaserbasi akut

Penatalaksanaan : Pemberian cairan maintenance (IVFD RL 20 tetes/menit)

Antibiotik (ceftriaxone 2x1gr bolus iv & metronidazol 3x500mg drip iv)

Analgetik (ketorolac 2x30mg bolus iv)

Ranitidin (3x1 gram bolus iv)

Rencana : Pemeriksaan laboratorium DPL ulangan

FOLLOW UP

Page 6: abses submandibula

S O A PPemeriksaan

penunjang

26/11 /2012

Pasien sudah tidak

mengeluh demam,

Nyeri menelan

berkurang, diet

lunak, Nyeri di

rahang bwah kanan

masih terasa

Rongga mulut dan

orofaring:

Faring tidak

hiperemis, tonsil

hiperemis, T3 T3

Regio submandibula

Inspeksi: Tampak

pembengkakan

submandibula kanan

sebesar 3x3 cm, tidak

hiperemis, pus tidak

ada

Palpasi : Konsistensi

lunak, fluktuasi ada,

tidak ikut dalam

menelan, terfiksir,

nyeri tekan

Abses

submandibula

Tonsilitis

kronik ex. akut

IVFD RL 20 tpm

Ceftriaxone 2x1gr IV

Metronidazol 3x500mg

Ketorolac 2x30mg IV

Ranitidin 3x1 gr IV

27/11/ 2012

Pasien sudah tidak

mengeluh demam,

Nyeri menelan

berkurang, diet

lunak, Nyeri di

rahang bwah kanan

sudah tidak ada

Rongga mulut dan

orofaring:

Faring tidak iperemis,

tonsil hiperemis,

T3T3

Regio

submandibula:

Inspeksi: Tampak

pembengkakan

submandibula kanan

Abses

submandibula

Tonsilitis

kronik ex. akut

Clindamycin 300 mg

2x1

Metilprednisolon 8mg

2x1

Dexanta syr. 3x1 cth

Hb= 10,7 mg/

dl

Leukosit=

6500 /ul

Ht= 32,2%

Trombosit=

322.000 /ul

Page 7: abses submandibula

sebesar 2x2 cm, tidak

hiperemis, pus tidak

ada

Palpasi : Konsistensi

lunak, fluktuasi ada,

tidak ikut dalam

menelan, terfiksir,

nyeri tekan tidak ada

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 8: abses submandibula

2.1. Definisi

Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai

kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Pada abses submandibular, ruang potensial ini terdiri

dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan oleh otot milohioid.1

Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila

(lateral) oleh otot digastrikus anterior.2

2.2. Anatomi

Ruang submandibula memiliki batas inferior yaitu lapisan superficial fascia leher dalam

memanjang dari hyoid ke mandibula, batas lateral dibentuk oleh mandibula itu sendiri dan batas

superior yaitu mukosa dari dasar mulut.3

Gambar 1

Submandibular space 2

Page 9: abses submandibula

Gambar 2.

Otot Milohioid yang memisahkan ruang sublingual dan submental2

Gambar 3.

Potongan vertikal ruang submandibula 3

Page 10: abses submandibula

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submaksila dan submental. Muskulus

milohioid memisahkan ruang sublingual dengan ruang submental dan submaksila. Ruang

sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian lateral dan anterior, pada bagian inferior oleh m.

milohioid, di bagian superior oleh dasar mulut dan lidah, dan di posterior oleh tulang hioid. Di

dalam ruang sublingual terdapat kelenjer liur sublingual beserta duktusnya.

Ruang submental di anterior dibatasi oleh fasia leher dalam dan kulit dagu, di bagian

lateral oleh venter anterior m. igastrikus, di bagian superior oleh m. milohioid, di bagian inferior

oleh garis yang melalui tulang hyoid. Di dalam ruang submental terdapat kelenjer limfa

submental.

Ruang maksila bagian superior dibatasi oleh m. milohioid dan m. hipoglossus. Batas

inferiornya adalah lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu. Batas medial adalah

m. digastrikus anterior dan batas posterior adalah m. stilohioid dan m. digastrikus posterior. Di

dalam ruang submaksila terdapat kelenjer liur submaksila atau submandibula beserta duktusnya.

Kelenjar limfa submaksila atau submandibula beserta duktusnya berjalan ke posterior melalui

tepi m. milohioid kemudian masuk ke ruang sublingual. Akibat infeksi pada ruang ini mudah

meluas dari satu ruang ke ruang lainnya.

2.3. Etiologi

Infeksi leher dalam potensial terjadi pada ruang faring. Sumber infeksi dapat berasal dari

gigi-geligi (odontogenic infection), faring, atau akibat trauma pada saluran nafas dan organ cerna

atas (upper aerodigetive trauma), dimana terjadi perforasi pada membrana mukosa pelindung

mulut atau ruang faring. Selain itu, infeksi kelenjar liur, infeksi saluran napas atas,benda asing

dan intervensi alat-alat medis (iatrogenic) dapat menjadi factor penyebab abses leher dalam.

Namun masih terdapat sekitar 20% dari kasus yang terjadi, penyebabnya belum dapat diketahui.

Kemudian penyalahgunaan pemakaian obat-obatan intravena dapat juga menyebabkan terjadinya

kasus penyakit ini.6,7

Pada abses submandibula, infeksi terjadi akibat perjalan dari infeksi gigi dan jaringan

sekitarnya yaitu pada P1,P2,M2,M2 namun jarang terjadi pada M3. Beberapa jenis bakteri yang

menjadi penyebab abses submandibula ini dibagi menjadi golongan bakteri Aerob dan

Anaerob.1,6,7

Page 11: abses submandibula

Untuk golongan aerob terdiri dari :7

Alfa Streptokokus hemolitikus

Stafilokokus

Bakteroides

Sedangkan yang termasuk kedalam golongan bakteri anaerob yaitu:4

Peptostreptokokus

Peptokoki

Fusobakterium nukleatum

2.4. Patofisiologi

Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual

dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohiod. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi

atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior. Abses dapat

terbentuk diruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari

dareah kepala dan leher.1

Abses leher dalam dapat terjadi karena berbagai macam penyebab melalui beberapa

proses, diantaranya: 5

1. Penyebaran abses leher dalam dapat timbul dari rongga mulut ,wajah atau infeksi leher

superficial ke ruang leher dalam melalui system limfatik.

2. Limfadenopati dapat menyebabkan terjadi supurasi dan akhirnya menjadi abses fokal.

3. Infeksi yang menyebar ke ruang leher dalam melalui celah antar ruang leher dalam

4. Infeksi langsung yang terjadi karena trauma tembus.

Karena kontinuitas dasar mulut dan regio submandibularis yaitu daerah sekeliling batas

posterior muskulus mielohioideus dan di dalamnya terdapat akar-akar gigi molar dibawah

mielohioideus, maka infeksi supurativa pada mulut dan gigi geligi dapat timbul di trigonum

submandibularis. 4

Page 12: abses submandibula

2.5. Diagnosis

Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan

pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher atau tomografi komputer.6

Tanda dan gejala dari suatu abses leher dalam timbul oleh karena : 6

1. efek massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur abses.

2. keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi.

A. Anamnesis

Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada pasien dengan abses submandibula adalah : 1

1. demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah

lidah, mungkin berfluktuasi

2. asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%.

3. trismus karena proses inflamasi pada m.pterigoides

4. torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada leher.

Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat untuk melokalisasi etiologi dan perjalanan abses

pasien seharus ditanya : 1

1. tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.

2. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi

3. dental caries dan abses.

Tabel 1. Perbandingan gejala Abses Leher Dalam 8

Page 13: abses submandibula

Gambar 4

Inspeksi Abses Submandibular 9

B. Pemeriksaan Klinik

Diagnosis untuk suatu abses leher dalam kadang-kadang sulit ditegakkan bila hanya

berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Ditemukan pembengkakan dibawah rahang

baik unilateral maupun bilateral dan berfluktuasi. Karena itu diperlukan studi radiografi untuk

membantu menegakkan diagnosis, menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya dan perluasan

penyakit. 5

Pemeriksaan tomography komputer dapat ditemukan daerah dengan densitas rendah,

peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edem jaringan sekitar abses.

Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik

yang sesuai. 5

C. Pemeriksaan penunjang

Page 14: abses submandibula

Pemeriksaan anjuran yang digunakan di antaranya: 1,4,10

1. Laboratorium

Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang bernanah

(purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotic.

2. Roentgen leher posisi lateral

Terdapat gambaran tissue swelling, tampak sebagai bayangan radioopak.

3. CT-scan

CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam.

Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa CT-scan

mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien

(dikutip dari Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens

(intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level . 10

Page 15: abses submandibula

Gambar 6.

CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri

dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran

musculus pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang

submandibular dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah).11

2.6. Penatalaksanaan

Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan aerob harus diberikan secara

parenteral. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan

terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. 13

Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji kepekaan

perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya

tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan

anaerob, gram positip dan gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya

adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan

metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat

pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 10,13

Page 16: abses submandibula

Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap

kuman aerob yaitu ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone, yaitu lebih

dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk

kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 10,13

Tabel 2. Antibiotik yang dianjurkan oleh beberapa penulis secara empiris 13

Antibiotik ∑ S I R

Ampicillin

Ampicillin + sulbactam

Eritromicin

Cefixime

Chloramphenicl

Kotrimoxazole

Cefotaxime

Gentamycin

Cifrofloxacin

Ceftriaxone

Ceftazidime

Ceforazone

Ceforazone sulbactam +

Meropenem

Moxyfloxacine

17

16

17

9

16

8

16

17

17

17

18

14

10

16

12

6(35%)

6(37%)

6(35%)

5(56%)

9(56%)

1(12%)

11(69%)

7(41%)

10(59%)

12(70%)

11(61%)

12(86%)

9(90%)

10(63%)

9(75%)

3(18%)

5(31%)

1(6%)

1(11%)

3(19%)

2(25%)

3(18%)

4(24%)

0

1(6%)

4(22%)

1(7%)

0

3(18%)

0

8(47%)

5(31%)

10(59%)

3(33%)

4(25%)

5(63%)

2(13%)

6(35%)

7(41%)

4(24%)

3(17%)

1(7%)

1(10%)

3(19%)

3(25%)

S= sensitif I= intermediate R= resisiten

Tabel 3. Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotic 13

Antibiotik R I S ∑

Page 17: abses submandibula

Bacteroides fragilis

Provotella

Fusobacterium sp

Gram negatif lain

Gram positif lain

Gram positif

non spora

Amoksilin

Metronidazole

Klindamisin

Ampisilin/sulbaktam

Amoksilin

Metronidazole

Klindamisin

Ampisilin/sulbaktam

Amoksilin

Metronidazole

Klindamisin

Ampisilin/sulbaktam

Amoksilin

Metronidazole

Klindamisin

Ampisilin/sulbaktam

Metronidazole

Klindamisin

Ampisilin/sulbaktam

Metronidazole

Klindamisin

Ampisilin/sulbaktam

7

0

1

6

11

0

2

0

1

0

1

0

2

2

0

0

1

0

0

40

3

0

0

0

3

0

1

0

3

1

3

0

0

0

0

1

0

0

0

1

0

0

2

0

0

7

2

0

37

49

32

42

11

15

13

15

5

5

7

5

13

11

14

17

48

56

7

7

6

6

49

49

37

43

15

15

14

15

7

8

7

5

14

12

14

57

53

56

S= sensitif I= intermediate R= resisiten

Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi abses

(gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau

eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling

Page 18: abses submandibula

berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses.5 Bila abses belum terbentuk,

dilakukan panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk

(biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan. Pasien dirawat inap sampai

1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda. 1

Gambar 7

Insisi dan Drainase Abses 9

Page 19: abses submandibula

Gambar 8

Algoritma penatalaksanaan abses leher dalam12

2.7. Komplikasi

Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung

(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering meluas ke

ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.9 Perluasan ini dapat secara

langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid medial kemudian ke

parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.10

Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri

selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan mediastinitis. Abses juga dapat

menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis,

Page 20: abses submandibula

dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis,

dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.14

Gambar 9

Komplikasi Abses Submandibular 15

2.8. Prognosis

Pada awalnya, kematian yang terjadi akibat kasus abses submandibula ini lebih dari 50%

kasus. Namun seiring dengan penggunaaan antibiotic yang semakin luas, angka mortalitas

tersebut turun hingga mencapai di bawah 5%. Penggunaan antibiotic intravena memberikan

prognosis yang baik jika digunakan pada masa-masa awal kasus penyakit. Kemudian tindakan

operasi dilakukan jika terjadi obstruksi jalan napas, abses yang terlokalisir dan kegagalan

penggunanaan antibiotic untuk meningkatkan kemungkinan kesembuhan. 7

Page 21: abses submandibula

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Abses leher dalam. Dalam: Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI;

2007. hal 226

2. Standring, S. 2004. Grays Anatomy. The Anatomical Basis of Clinical Practise. Churcill

LivingStone: Elsevier

3. Lee, K. J. 1999. Essential Otolaringologi : Head and Neck Surgery Eight Edition. Chapter 21.

McGraw Hill Medical Publishing Division.

4. Rosen EJ, Bailey BJ. Deep Neck Space and Infection dibacakan dalam Grand Rounce

Presentation, UTMB, Dept. of Otolaringology. Editor Quinn FB, Ryan MW. 2002

5. Marcincuk MC. Deep Neck Infection. Diakses dari www.emedicine.com. Last update 27 Mei

2005

6. Ruckenstein M.J. Comprehensive Review of Otolaryngology, Phyladelphia, Saunders. 2004.

Pp 178-180.

7. Scott BA, Stiernberg CM,Driscoll BP.Infections of the Deep Spaces of the Neck.Dalam

Bayley BJ, Head and Neck Surgery-Otolaryngology Vol 1Edisi Ketiga.Texas,Lippincott

Williams and Wikins Publisher:2001.Hal 68.

8. Megran, D.W., Scheifele, D.W., Chow, A.W. Odontogenic Infection Disease. 1984. 3:21

9. Pictures of submandibular neck. Otolaryngology Houston. Diunduh dari http://prosites-

otohouston.homestead.com/neckabscess.html [Diakses tanggal 16 Juni 2011]

10. Pulungan MR. Pola Kuman abses leher dalam. Diunduh dari

http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-ABSES-LEHER-DALAM - Revisi.

[Diakses tanggal 16 Juni 2011]

11. Micheau A, Hoa D. ENT anatomy: MRI of the face and neck - interactive atlas of human

anatomy using cross-sectional imaging (updated 24/08/2008 10:51 pm). Diunduh dari

http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Head-and-Neck/Face-and-neck-MRI. [Diakses

tanggal 26 November 2012].

12. Sakaguchi M, Sato S, Ishiyama T, Katsuno T, Taguchi K. characterization and management

of deep neck infection. J. Oral Maxillofac Surg. 1997;26:131-134

Page 22: abses submandibula

13. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 2007. 145-48

14. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all. Odontogenic infection

pathway to the submandibular space: imaging assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg.

2002; 31: 165–9

15. Dr David Maritz. Deep space infections of the neck and floor of mouth- Hand Out.

16. Harrison G. Weed, L. Arick Forest. Deep Neck Infection. Cummings: Otolaryngology:

Head & Neck Surgery, 4th Ed, 2005. 8: 2614-2620.