abses submandibula
DESCRIPTION
definisi, gejala klinis, tanda klinis, diagnosa dan penatalaksanaan abses mandibula. terapi farmakologis dan non farmakologis abses submandibulaTRANSCRIPT
BAB I
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS
Nama/MR : Ny. W / 573973
Umur : 22 tahun, 11 bulan, 24 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Salabintana
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku Bangsa : Sunda
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Nyeri menelan sejak 3 hari SMRS
Riwayat penyakit sekarang:
OS merasa nyeri menelan sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dirasakan terutama saat menelan
makanan dan berbicara. Nyeri menelan dirasakan semakin parah sehingga OS tidak bisa
makan dan merasa sangat lemas. 4 hari SMRS juga OS merasa demam. Demam
dirasakan tidak terlalu tinggi dan terutama pada malam hari. Demam tidak disertai
menggigil dan kejang. OS juga mengeluh terdapat benjolan pada leher kanan yang
dirasakan sejak 4 hari SMRS. Benjolan dirasakan semakin membesar dan terasa nyeri
terutama saat membuka mulut. Pasien tidak mengeluhkan sesak nafas dan sakit kepala.
Riwayat suara serak, batuk, pilek, dan pusing disangkal. Pasien juga menyangkal pernah
sakit di telinga, hidung, dan tenggorokan sebelumnya. OS mengaku pernah mengalami
sakit gigi di rahang bawah tetapi saat ini sudah tidak terasa sakit.
Riwayat penyakit dahulu:
Gigi berlobang sejak 10 tahun yang lalu di rahang kanan bawah
Tidak pernah menderita sakit atau bengkak di leher sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang menderita pembengkakan atau sakit di leher. Riwayat asma
dan alergi pada keluarga disangkal.
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
Tanda vital
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 98 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu tubuh : 36,8o C
Pemeriksaan sistemik
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
KGB : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening leher.
Jantung : iktus jantung tidak terlihat, batas jantung normal, bunyi murni, reguler,
bising tidak ada
Paru : simetris, fremitus kiri dan kanan sama, sonor, suara nafas vesikuler, tidak
ada suara tambahan
Abdomen : tidak membuncit, hepar dan lien tidak teraba, timpani, bising usus normal
Ekstremitas : tidak ada paresis atau paralisis, reflek fisiologis (+/+), reflek patologis (-/-)
STATUS LOKALIS THT
Telinga
AD AS
normotia, tanda radang (-), nyeri
tarik aurikula (-), nyeri tekan
tragus (-)
Aurikula
normotia, tanda radang (-), nyeri
tarik aurikula (-), nyeri tekan
tragus (-)
hiperemis(-), udem(-), sekret(-),
serumen(-), tanda radang(-),
massa(-)
CAE
hiperemis(-), udem(-),sekret(-),
serumen(-), sekret(-), tanda
radang(-), massa(-)
intak (+), tenang, reflek cahaya
(+) Membran timpani
intak (+), tenang, reflek cahaya
(+)
Hidung
Pemeriksaan Kelainan Dekstra Sinistra
Rinoskopi Anterior
Mukosa Cavum nasi
Edema - -
Hiperemis - -
Sekret - -
Massa - -
Laserasi - -
Konka Inferior Eutrofi Eutrofi
Orofaring dan mulut
Bagian Pemeriksaan Keterangan
NPOP
Faring Mukosa
Granula
Post nasal drip
tenang
-
-
Tonsil Mukosa
Besar
Kripta
Detritus
Perlengketan
tenang
T3T3 hiperemis
Melebar +/+
-/-
-/-
Mulut Mukosa mulut
Lidah
Palatum molle
Gigi geligi
Uvula
tenang
bersih, basah
tenang
caries (+) premolar 1
simetris
Pemeriksaan Leher (Regio Sub Mandibula-Sub Mental)
Inspeksi: Tampak pembengkakan submandibula kanan sebesar 3x3 cm, tidak hiperemis, pus
tidak ada
Palpasi : Konsistensi lunak, fluktuasi ada, tidak ikut dalam menelan, terfiksir, nyeri tekan
Pemeriksaan kelenjar getah bening leher: tidak ada pembesaran
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (25 Desember 2012)
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 12,7 12-16 g/dl
Leukosit 11,4 4,0-9,0 103 /uL
Hematokrit 37,1 35-45 %
Trombosit 345 150-350 103 /uL
Diagnosis kerja : Abses submandibula Dextra
Diagnosis tambahan : Tonsilitis kronik exaserbasi akut
Penatalaksanaan : Pemberian cairan maintenance (IVFD RL 20 tetes/menit)
Antibiotik (ceftriaxone 2x1gr bolus iv & metronidazol 3x500mg drip iv)
Analgetik (ketorolac 2x30mg bolus iv)
Ranitidin (3x1 gram bolus iv)
Rencana : Pemeriksaan laboratorium DPL ulangan
FOLLOW UP
S O A PPemeriksaan
penunjang
26/11 /2012
Pasien sudah tidak
mengeluh demam,
Nyeri menelan
berkurang, diet
lunak, Nyeri di
rahang bwah kanan
masih terasa
Rongga mulut dan
orofaring:
Faring tidak
hiperemis, tonsil
hiperemis, T3 T3
Regio submandibula
Inspeksi: Tampak
pembengkakan
submandibula kanan
sebesar 3x3 cm, tidak
hiperemis, pus tidak
ada
Palpasi : Konsistensi
lunak, fluktuasi ada,
tidak ikut dalam
menelan, terfiksir,
nyeri tekan
Abses
submandibula
Tonsilitis
kronik ex. akut
IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxone 2x1gr IV
Metronidazol 3x500mg
Ketorolac 2x30mg IV
Ranitidin 3x1 gr IV
27/11/ 2012
Pasien sudah tidak
mengeluh demam,
Nyeri menelan
berkurang, diet
lunak, Nyeri di
rahang bwah kanan
sudah tidak ada
Rongga mulut dan
orofaring:
Faring tidak iperemis,
tonsil hiperemis,
T3T3
Regio
submandibula:
Inspeksi: Tampak
pembengkakan
submandibula kanan
Abses
submandibula
Tonsilitis
kronik ex. akut
Clindamycin 300 mg
2x1
Metilprednisolon 8mg
2x1
Dexanta syr. 3x1 cth
Hb= 10,7 mg/
dl
Leukosit=
6500 /ul
Ht= 32,2%
Trombosit=
322.000 /ul
sebesar 2x2 cm, tidak
hiperemis, pus tidak
ada
Palpasi : Konsistensi
lunak, fluktuasi ada,
tidak ikut dalam
menelan, terfiksir,
nyeri tekan tidak ada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai
kelanjutan infeksi dari daerah kepala leher. Pada abses submandibular, ruang potensial ini terdiri
dari ruang sublingual dan submaksila yang dipisahkan oleh otot milohioid.1
Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi atas ruang submental dan ruang submaksila
(lateral) oleh otot digastrikus anterior.2
2.2. Anatomi
Ruang submandibula memiliki batas inferior yaitu lapisan superficial fascia leher dalam
memanjang dari hyoid ke mandibula, batas lateral dibentuk oleh mandibula itu sendiri dan batas
superior yaitu mukosa dari dasar mulut.3
Gambar 1
Submandibular space 2
Gambar 2.
Otot Milohioid yang memisahkan ruang sublingual dan submental2
Gambar 3.
Potongan vertikal ruang submandibula 3
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submaksila dan submental. Muskulus
milohioid memisahkan ruang sublingual dengan ruang submental dan submaksila. Ruang
sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian lateral dan anterior, pada bagian inferior oleh m.
milohioid, di bagian superior oleh dasar mulut dan lidah, dan di posterior oleh tulang hioid. Di
dalam ruang sublingual terdapat kelenjer liur sublingual beserta duktusnya.
Ruang submental di anterior dibatasi oleh fasia leher dalam dan kulit dagu, di bagian
lateral oleh venter anterior m. igastrikus, di bagian superior oleh m. milohioid, di bagian inferior
oleh garis yang melalui tulang hyoid. Di dalam ruang submental terdapat kelenjer limfa
submental.
Ruang maksila bagian superior dibatasi oleh m. milohioid dan m. hipoglossus. Batas
inferiornya adalah lapisan anterior fasia leher dalam, kulit leher dan dagu. Batas medial adalah
m. digastrikus anterior dan batas posterior adalah m. stilohioid dan m. digastrikus posterior. Di
dalam ruang submaksila terdapat kelenjer liur submaksila atau submandibula beserta duktusnya.
Kelenjar limfa submaksila atau submandibula beserta duktusnya berjalan ke posterior melalui
tepi m. milohioid kemudian masuk ke ruang sublingual. Akibat infeksi pada ruang ini mudah
meluas dari satu ruang ke ruang lainnya.
2.3. Etiologi
Infeksi leher dalam potensial terjadi pada ruang faring. Sumber infeksi dapat berasal dari
gigi-geligi (odontogenic infection), faring, atau akibat trauma pada saluran nafas dan organ cerna
atas (upper aerodigetive trauma), dimana terjadi perforasi pada membrana mukosa pelindung
mulut atau ruang faring. Selain itu, infeksi kelenjar liur, infeksi saluran napas atas,benda asing
dan intervensi alat-alat medis (iatrogenic) dapat menjadi factor penyebab abses leher dalam.
Namun masih terdapat sekitar 20% dari kasus yang terjadi, penyebabnya belum dapat diketahui.
Kemudian penyalahgunaan pemakaian obat-obatan intravena dapat juga menyebabkan terjadinya
kasus penyakit ini.6,7
Pada abses submandibula, infeksi terjadi akibat perjalan dari infeksi gigi dan jaringan
sekitarnya yaitu pada P1,P2,M2,M2 namun jarang terjadi pada M3. Beberapa jenis bakteri yang
menjadi penyebab abses submandibula ini dibagi menjadi golongan bakteri Aerob dan
Anaerob.1,6,7
Untuk golongan aerob terdiri dari :7
Alfa Streptokokus hemolitikus
Stafilokokus
Bakteroides
Sedangkan yang termasuk kedalam golongan bakteri anaerob yaitu:4
Peptostreptokokus
Peptokoki
Fusobakterium nukleatum
2.4. Patofisiologi
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual dan ruang submaksila. Ruang sublingual
dipisahkan dari ruang submaksila oleh otot milohiod. Ruang submaksila selanjutnya dibagi lagi
atas ruang submental dan ruang submaksila (lateral) oleh otot digastrikus anterior. Abses dapat
terbentuk diruang submandibula atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari
dareah kepala dan leher.1
Abses leher dalam dapat terjadi karena berbagai macam penyebab melalui beberapa
proses, diantaranya: 5
1. Penyebaran abses leher dalam dapat timbul dari rongga mulut ,wajah atau infeksi leher
superficial ke ruang leher dalam melalui system limfatik.
2. Limfadenopati dapat menyebabkan terjadi supurasi dan akhirnya menjadi abses fokal.
3. Infeksi yang menyebar ke ruang leher dalam melalui celah antar ruang leher dalam
4. Infeksi langsung yang terjadi karena trauma tembus.
Karena kontinuitas dasar mulut dan regio submandibularis yaitu daerah sekeliling batas
posterior muskulus mielohioideus dan di dalamnya terdapat akar-akar gigi molar dibawah
mielohioideus, maka infeksi supurativa pada mulut dan gigi geligi dapat timbul di trigonum
submandibularis. 4
2.5. Diagnosis
Diagnosis abses submandibula ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, dan
pemeriksaan penunjang seperti foto polos jaringan lunak leher atau tomografi komputer.6
Tanda dan gejala dari suatu abses leher dalam timbul oleh karena : 6
1. efek massa atau inflamasi jaringan atau cavitas abses pada sekitar struktur abses.
2. keterlibatan daerah sekitar abses dalam proses infeksi.
A. Anamnesis
Beberapa gejala berikut dapat ditemukan pada pasien dengan abses submandibula adalah : 1
1. demam dan nyeri leher disertai pembengkakan di bawah mandibula dan atau di bawah
lidah, mungkin berfluktuasi
2. asimetris leher karena adanya massa atau limfadenopati pada sekitar 70%.
3. trismus karena proses inflamasi pada m.pterigoides
4. torticolis dan penyempitan ruang gerak leher karena proses inflamasi pada leher.
Riwayat penyakit dahulu sangat bermanfaat untuk melokalisasi etiologi dan perjalanan abses
pasien seharus ditanya : 1
1. tentang riwayat tonsillitis dan peritonsil abses.
2. riwayat trauma retrofaring contoh intubasi
3. dental caries dan abses.
Tabel 1. Perbandingan gejala Abses Leher Dalam 8
Gambar 4
Inspeksi Abses Submandibular 9
B. Pemeriksaan Klinik
Diagnosis untuk suatu abses leher dalam kadang-kadang sulit ditegakkan bila hanya
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Ditemukan pembengkakan dibawah rahang
baik unilateral maupun bilateral dan berfluktuasi. Karena itu diperlukan studi radiografi untuk
membantu menegakkan diagnosis, menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya dan perluasan
penyakit. 5
Pemeriksaan tomography komputer dapat ditemukan daerah dengan densitas rendah,
peningkatan gambaran kontras pada dinding abses dan edem jaringan sekitar abses.
Pemeriksaan kultur dan sensitivitas test dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik
yang sesuai. 5
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan anjuran yang digunakan di antaranya: 1,4,10
1. Laboratorium
Pada pemeriksaan darah rutin, didapatkan leukositosis. Aspirasi material yang bernanah
(purulent) dapat dikirim untuk dibiakkan guna uji resistensi antibiotic.
2. Roentgen leher posisi lateral
Terdapat gambaran tissue swelling, tampak sebagai bayangan radioopak.
3. CT-scan
CT-scan dengan kontras merupakan pemeriksaan baku emas pada abses leher dalam.
Berdasarkan penelitian Crespo bahwa hanya dengan pemeriksaan klinis tanpa CT-scan
mengakibatkan estimasi terhadap luasnya abses yang terlalu rendah pada 70% pasien
(dikutip dari Pulungan). Gambaran abses yang tampak adalah lesi dengan hipodens
(intensitas rendah), batas yang lebih jelas, dan kadang ada air fluid level . 10
Gambar 6.
CT-scan pasien dengan keluhan trismus, pembengkakan submandibula yang nyeri
dan berwarna kemerahan selama 12 hari. CT-scan axial menunjukkan pembesaran
musculus pterygoid medial (tanda panah), peningkatan intensitas ruang
submandibular dan batas yang jelas dari musculus platysmal (ujung panah).11
2.6. Penatalaksanaan
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan aerob harus diberikan secara
parenteral. Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan
terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. 13
Untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab, uji kepekaan
perlu dilakukan. Namun, pemberian antibiotik secara parenteral sebaiknya diberikan secepatnya
tanpa menunggu hasil kultur pus. Antibiotik kombinasi (mencakup terhadap kuman aerob dan
anaerob, gram positip dan gram negatif) adalah pilihan terbaik mengingat kuman penyebabnya
adalah campuran dari berbagai kuman. Secara empiris kombinasi ceftriaxone dengan
metronidazole masih cukup baik. Setelah hasil uji sensistivitas kultur pus telah didapat
pemberian antibiotik dapat disesuaikan. 10,13
Berdasarkan uji kepekaaan, kuman aerob memiliki angka sensitifitas tinggi terhadap
kuman aerob yaitu ceforazone sulbactam, moxyfloxacine, ceforazone, ceftriaxone, yaitu lebih
dari 70%. Metronidazole dan klindamisin angka sensitifitasnya masih tinggi terutama untuk
kuman anaerob gram negatif. Antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari. 10,13
Tabel 2. Antibiotik yang dianjurkan oleh beberapa penulis secara empiris 13
Antibiotik ∑ S I R
Ampicillin
Ampicillin + sulbactam
Eritromicin
Cefixime
Chloramphenicl
Kotrimoxazole
Cefotaxime
Gentamycin
Cifrofloxacin
Ceftriaxone
Ceftazidime
Ceforazone
Ceforazone sulbactam +
Meropenem
Moxyfloxacine
17
16
17
9
16
8
16
17
17
17
18
14
10
16
12
6(35%)
6(37%)
6(35%)
5(56%)
9(56%)
1(12%)
11(69%)
7(41%)
10(59%)
12(70%)
11(61%)
12(86%)
9(90%)
10(63%)
9(75%)
3(18%)
5(31%)
1(6%)
1(11%)
3(19%)
2(25%)
3(18%)
4(24%)
0
1(6%)
4(22%)
1(7%)
0
3(18%)
0
8(47%)
5(31%)
10(59%)
3(33%)
4(25%)
5(63%)
2(13%)
6(35%)
7(41%)
4(24%)
3(17%)
1(7%)
1(10%)
3(19%)
3(25%)
S= sensitif I= intermediate R= resisiten
Tabel 3. Pola Kepekaan kuman anerob terhadap antibiotic 13
Antibiotik R I S ∑
Bacteroides fragilis
Provotella
Fusobacterium sp
Gram negatif lain
Gram positif lain
Gram positif
non spora
Amoksilin
Metronidazole
Klindamisin
Ampisilin/sulbaktam
Amoksilin
Metronidazole
Klindamisin
Ampisilin/sulbaktam
Amoksilin
Metronidazole
Klindamisin
Ampisilin/sulbaktam
Amoksilin
Metronidazole
Klindamisin
Ampisilin/sulbaktam
Metronidazole
Klindamisin
Ampisilin/sulbaktam
Metronidazole
Klindamisin
Ampisilin/sulbaktam
7
0
1
6
11
0
2
0
1
0
1
0
2
2
0
0
1
0
0
40
3
0
0
0
3
0
1
0
3
1
3
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
2
0
0
7
2
0
37
49
32
42
11
15
13
15
5
5
7
5
13
11
14
17
48
56
7
7
6
6
49
49
37
43
15
15
14
15
7
8
7
5
14
12
14
57
53
56
S= sensitif I= intermediate R= resisiten
Bila abses telah terbentuk, maka evakuasi abses dapat dilakukan. Evakuasi abses
(gambar 4) dapat dilakukan dalam anestesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada tempat yang paling
berfluktuasi atau setinggi os hioid, tergantung letak dan luas abses.5 Bila abses belum terbentuk,
dilakukan panatalaksaan secara konservatif dengan antibiotik IV, setelah abses terbentuk
(biasanya dalam 48-72 jam) maka evakuasi abses dapat dilakukan. Pasien dirawat inap sampai
1-2 hari gejala dan tanda infeksi reda. 1
Gambar 7
Insisi dan Drainase Abses 9
Gambar 8
Algoritma penatalaksanaan abses leher dalam12
2.7. Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya. Infeksi dari submandibula paling sering meluas ke
ruang parafaring karena pembatas antara ruangan ini cukup tipis.9 Perluasan ini dapat secara
langsung atau melalui ruang mastikor melewati musculus pterygoid medial kemudian ke
parafaring. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.10
Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri
selubung karotis mencapai mediastinum menyebabkan mediastinitis. Abses juga dapat
menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah. Bila pembuluh karotis mengalami nekrosis,
dapat terjadi ruptur, sehimgga terjadi perdarahan hebat, bila terjadi periflebitis atau endoflebitis,
dapat timbul tromboflebitis dan septikemia.14
Gambar 9
Komplikasi Abses Submandibular 15
2.8. Prognosis
Pada awalnya, kematian yang terjadi akibat kasus abses submandibula ini lebih dari 50%
kasus. Namun seiring dengan penggunaaan antibiotic yang semakin luas, angka mortalitas
tersebut turun hingga mencapai di bawah 5%. Penggunaan antibiotic intravena memberikan
prognosis yang baik jika digunakan pada masa-masa awal kasus penyakit. Kemudian tindakan
operasi dilakukan jika terjadi obstruksi jalan napas, abses yang terlokalisir dan kegagalan
penggunanaan antibiotic untuk meningkatkan kemungkinan kesembuhan. 7
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Abses leher dalam. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI;
2007. hal 226
2. Standring, S. 2004. Grays Anatomy. The Anatomical Basis of Clinical Practise. Churcill
LivingStone: Elsevier
3. Lee, K. J. 1999. Essential Otolaringologi : Head and Neck Surgery Eight Edition. Chapter 21.
McGraw Hill Medical Publishing Division.
4. Rosen EJ, Bailey BJ. Deep Neck Space and Infection dibacakan dalam Grand Rounce
Presentation, UTMB, Dept. of Otolaringology. Editor Quinn FB, Ryan MW. 2002
5. Marcincuk MC. Deep Neck Infection. Diakses dari www.emedicine.com. Last update 27 Mei
2005
6. Ruckenstein M.J. Comprehensive Review of Otolaryngology, Phyladelphia, Saunders. 2004.
Pp 178-180.
7. Scott BA, Stiernberg CM,Driscoll BP.Infections of the Deep Spaces of the Neck.Dalam
Bayley BJ, Head and Neck Surgery-Otolaryngology Vol 1Edisi Ketiga.Texas,Lippincott
Williams and Wikins Publisher:2001.Hal 68.
8. Megran, D.W., Scheifele, D.W., Chow, A.W. Odontogenic Infection Disease. 1984. 3:21
9. Pictures of submandibular neck. Otolaryngology Houston. Diunduh dari http://prosites-
otohouston.homestead.com/neckabscess.html [Diakses tanggal 16 Juni 2011]
10. Pulungan MR. Pola Kuman abses leher dalam. Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/48074146/POLA-KUMAN-ABSES-LEHER-DALAM - Revisi.
[Diakses tanggal 16 Juni 2011]
11. Micheau A, Hoa D. ENT anatomy: MRI of the face and neck - interactive atlas of human
anatomy using cross-sectional imaging (updated 24/08/2008 10:51 pm). Diunduh dari
http://www.imaios.com/en/e-Anatomy/Head-and-Neck/Face-and-neck-MRI. [Diakses
tanggal 26 November 2012].
12. Sakaguchi M, Sato S, Ishiyama T, Katsuno T, Taguchi K. characterization and management
of deep neck infection. J. Oral Maxillofac Surg. 1997;26:131-134
13. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sinus paranasal. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007. 145-48
14. Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh K, Kurita K, Natsume N, et all. Odontogenic infection
pathway to the submandibular space: imaging assessment. Int. J. Oral Maxillofac. Surg.
2002; 31: 165–9
15. Dr David Maritz. Deep space infections of the neck and floor of mouth- Hand Out.
16. Harrison G. Weed, L. Arick Forest. Deep Neck Infection. Cummings: Otolaryngology:
Head & Neck Surgery, 4th Ed, 2005. 8: 2614-2620.