akibat hukum akuisisi perusahaan terhadap tenaga kerja kontrak
TRANSCRIPT
1
AKIBAT HUKUM AKUISISI PERUSAHAAN TERHADAP
TENAGA KERJA KONTRAK
( Studi Kasus Akuisisi PT Solusi Transportasi Indonesia Terhadap PT Uber
Indonesia Technology)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Raden Siti Khalida Rahim
NIM: 11150480000159
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020
i
SAKIBAT HUKUM AKUISISI PERUSAHAAN TERHADAP
TENAGA KERJA KONTRAK
( Studi Kasus Akuisisi PT Solusi Transportasi Indonesia Terhadap PT Uber
Indonesia Technology)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Raden Siti Khalida Rahim
NIM: 11150480000159
HALAMAN JUDUL
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020
ii
AKIBAT HUKUM AKUISISI PERUSAHAAN TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK
( Studi Kasus Akuisisi PT Solusi Transportasi Indonesia Terhadap PT Uber Indonesia Technology)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Raden Siti Khalida Rahim NIM: 11150480000159
Pembimbing:
Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. NIP 19691121 199403 1 001
LEMBAR PESETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M
v
ABSTRAK
Raden Siti Khalida Rahim, NIM 11150480000159. “AKIBAT HUKUM AKUISISI PERUSAHAAN TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK (Studi Kasus Akuisisi PT Solusi Transportasi Indonesia Terhadap PT Uber Indonesia Technology)” Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H/2020 M.
Akusisi perusahaan merupakan salah satu cara untuk restukturisasi perusahaan yang mana berdampak kepada struktur perusahaan dan juga pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana proses akuisisi PT Solusi Transportasi Indonesia terhadap PT Uber Indonesia Technology dan apa dampak hukum terhadap pekerja kontrak waktu tertentu dari adanya akuisisi tersebut yang dimana dalam proses akuisisi antara kedua perusahaan tersebut berdampak kepada status dan hak-hak karyawan yang tidak dipenuhi sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif empiris yaitu jenis penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan hukum yang sedang berlaku dan kejadian yang terjadi dalam masyarakat, yang dibangun berdasarkan objek hukum itu sendiri. Dengan menggunakan dua jenis pendekatan penelitian pendekatan melalui perundang undangan (statute approach) yang memfokuskan pada ketentuan perundang-undangan dan pendekatan secara kasus (case approach) yang melihat peristiwa hukum yang terjadi dimasyarakat.
Hasil penelitian dari skripsi ini akusisi PT Solusi Transportasi Indonesia terhadap PT Uber Indonesia Technology termasuk dalam akuisisi aset yang menyebabkan perubahan kontrol decisive influence oleh PT Solusi Transportasi Indonesia yang didasari perjanjian oleh kedua belah pihak yang mana salah satu isi perjanjiannya adalah PT Uber Indonesia technology sepakat mereka tidak lagi beroprasi dalam bisnis ride hailing di Indonesia akuisisi ini juga memberikan dampak pada tidak terpenuhinya hak-hak pekerja kontrak waktu tertentu dengan seharusnya sebagaimana terdapat pada kontrak kerja dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kata Kunci : Akuisisi, Ketenagakerjaan, Dampak Hukum, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
Pembimbing Skripsi : Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Daftar Pustaka : Tahun 1987 sampai Tahun 2019
vi
KATA PENGANTAR
میحرلا نمحرلا 'ا مسب
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-
Nya, penyusunan skripsi yang berjudul “AKIBAT HUKUM AKUISISI
PERUSAHAAN TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK (Studi Kasus
Akuisisi PT Solusi Transportasi Indonesia Terhadap PT Uber Indonesia
Technology)” dapat diselesaikan dengan baik, walaupun terdapat beberapa
kendala yang dihadapi saat proses penyusunan skripsi ini. Penelitian skripsi ini
tidak dapat dicapai tanpa adanya bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan
penuh rasa hormat saya ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada
yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi
Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Tamrin, S.H.,
M.Hum Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. Pembimbing Skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya serta kesabaran dalam
membimbing sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian skripsi ini.
4. Kepala Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Kepala Perpustakaan Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah menyediakan fasilitas yang memadai guna
menyelesaikan penelitian skripsi ini.
5. Kedua orang tua peneliti tersayang Ibu Halimah dan Bapak Iim Nurohim
serta kakak-kakak yang selalu memberikan dukungan serta doa yang tiada
hentinya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
vii
6. Semua Pihak terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang
telah memberikan motivasi serta saran dalam pembuatan skripsi ini
sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Akhir kata, peneliti
berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat. Terima Kasih.
Jakarta, 23 September 2020
Peneliti
Raden Siti Khalida Rahim
viii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
LEMBAR PESETUJUAN DOSEN PEMBIMBING .......................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 7
D. Metode Penelitian ............................................................................. 8
E. Sistematika Pembahasan ................................................................ 10
BAB II TINJAUAN HUKUM AKUSISI DAN KETENAGAKERJAAN ... 12
A. Kerangka Konsepual ...................................................................... 12
1. Akuisisi ................................................................................... 12
2. Tahapan Akuisisi Perusahaan ................................................. 16
3. Tenaga Kerja ........................................................................... 17
B. Kerangka Teori ............................................................................... 24
1. Teori Kepastian Hukum .......................................................... 24
2. Teori Perlindungan Hukum ..................................................... 27
BAB III Latar Belakang Akusisi PT Solusi Transportasi Indonesia
Terhadap PT Uber Indonesia Technology ....................................... 31
A. Profil Perusahaan ........................................................................... 31
1. PT Uber Indonesia Technology .............................................. 31
2. PT Solusi Transportasi Indonesia (GRAB) ............................. 32
B. Kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) PT Uber
Indonesia Technology .................................................................... 34
ix
C. Studi Kasus akuisisi PT Uber Indonesia Technology oleh PT
Grab Indonesia (GRAB) ................................................................ 35
1. Hasil wawancara dan penelitian media massa ........................ 35
2. Latar belakang akusisi PT Grab Indonesia terhadap PT
Uber Indonesia Technology .................................................... 36
BAB IV Proses Akuisisi PT Uber Indonesia Technology oleh PT Solulsi
Transportasi Indonesia Serta Dampak Hukum Terhadap
Pekerja Waktu Tertentu ..................................................................... 40
A. Akuisisi PT Solusi Transportasi Indonesia Terhadap PT Uber
Indonesia Technology .................................................................... 40
B. Dampak Akuisisi Terhadap Pekerja Waktu Tertentu ..................... 51
BAB V PENUTUP ............................................................................................ 62
A. Kesimpulan .................................................................................... 62
B. Rekomendasi .................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 64
LAMPIRAN ......................................................................................................... 68
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia, pada sila kelima yang
berbunyi “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Yang bermakna
bahwa keadilan untuk rakyat lebih penting dibandingkan dengan kelompok
tertentu. Keadilan harus dijunjung tinggi termasuk keadilan bagi
pekerja/buruh. Dalam Pasal 27 Undang-Undang Dasar Negara Republik 1945
Ayat (2) yang berbunyi “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” dalam pasal ini menjelaskan
bahwa adanya pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk memiliki
kehidupan dan pekerjaan untuk mencapai hidup yang layak bagi kemanusiaan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
bahwa dalam undang-undang tersebut menjamin seluruh warga negara untuk
mendapatkan pekerjaan dengan implikasi untuk memenuhi kebutuhan hidup
yang layak, dalam hal ini undang-undang sebagai penjabaran terhadap
undang-undang dasar yang hanya memenuhi unsur norma secara umum dan
sebagai landasan yuridis hukum kerja atau hukum tenaga kerja.
Pengertian tenaga kerja menurut Payaman Simanjuntak adalah
penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan
yang melaksanakan kegiatan lain, seperti sekolah dan mengurus rumah tangga.
Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan oleh
umur/usia. 1 Pekerja yang telah melaksanakan kewajibannya maka wajib
mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja/buruh, karena pekerja/buruh adalah
bagian dari rakyat Indonesia yang harus diberikan haknya setelah
melaksanakan kewajibannya dengan begitu maka keadilan bagi pekerja
terwujud. Perlindungan bagi pekerja/buruh perlu ditingkatkan, baik dari seni
upah, kesejahteraan, dan harkatnya sebagai manusia.
1 Sedjun H Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta, PT
Rineka Cipta, Cet. II, 1995), h. 3.
2
Hubungan kerja diciptakan melalui perjanjian kerja dalam perjanjian
tersebut menghasilkan hubungan hukum yang dinamakan subbordinasi yang
menempatkan pekerja dibawah majikan sehingga menempatkan posisi hukum
yang lemah dalam perjanjian kerja. Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 “Hubungan/kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh yang perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah,
dan perintah”. Perjanjian kerja yang dibuat oleh pengusaha dengan perjanjian
kerja bersama yang dibuat oleh pengusaha dengan serikat pekerja/serikat
buruh yang ada pada perusahaan. Demikian pula perjanjian kerja tersebut
tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan yang dibuat oleh
pengusaha.
Dalam setiap hubungan kerja pun akan memasuki suatu tahap dimana
hubungan kerja akan berakhir atau diakhiri oleh salah satu pihak. Berdasarkan
hal tersebut di atas sering terjadi perselisihan antara pengusaha dengan
pekerja. Perselisihan tersebut merupakan suatu hal yang lumrah karena telah
menjadi kodrat manusia.
Beberapa pengertian Pemutusan Hubungan Kerja PHK:
“Pemutusan Hubungan Kerja adalah suatu proses pelepasan keterikatan
keterikatan kerja sama antara perusahaan dengan tenaga kerja, baik atas
permintaan tenaga kerja yang bersangkutan maupun atas kebijakan perusahaan
yang karenanya tenaga kerja yang karenanya tenaga kerja tersebut dipandang
sudah tidak mampu lagi atau karena perusahaan yang tidak memungkinkan”.2
Pasal 1 Angka 25 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menjelaskan
bahwa definisi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak
dan kewajiban antara buruh dan pekerja.
Mengenai PHK itu sendiri secara khusus juga diatur dalam Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Penyelesaian perselisihan Hubungan
Industrial. Ada 4 jenis perselisihan hubungan industrial yaitu :
2 Iswanto Sastro Hadiwiryo, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2001), h. 305.
3
1. Perselisihan Mengenai Hak.
2. Perselisihan Kepentingan.
3. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
4. Perselisihan antara serikat pekerja.
Perselisihan antara para pihak biasanya disebabkan adanya perasaan
kurang puas. Pengusaha memberikan kebijaksanaan yang menurutnya sudah
baik, namun pekerja yang bersangkutan mempunyai pertimbangan dan
pandangan sendiri sehingga tidak puas dengan kebijaksanaan yang diberikan.3
Dalam praktek, pemutusan hubungan kerja masih banyak terjadi, karna
terkadang justru perlu diadakan pemutusan hubungan kerja untuk
menyelamatkan perusahaan serta untuk mencegah korban yang lebih besar.
Dengan demikian, pemutusan hubungan kerja bukan hanya menimbulkan
kesulitan dan keresahan bagi pekerja, tetapi juga akan menimbulkan kesulitan
dan keresahan bagi perusahaan.4
Dalam hubungan pekerja dan perusahaan tergantung akan kondisi
perusahaan, semakin baik perusahaan maka keterjaminan hak-hak pekerja
akan terjamin. Kondisi perusahaan yang cenderung berubah-ubah
menghasilkan praktek bisnis baru untuk tetap mendapatkan keuntungan salah
satunya yaitu dengan cara akuisisi. Menurut Pasal 1 Angka 11 Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas akusisi adalah
adanya pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh
perseorangan atau badan hukum untuk mengambilalih saham perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Secara
yuridis untuk mengambil alih suatu perusahaan yaitu dengan cara membeli
saham secara sebagian atau seluruhnya.5
3 Erni Dwita Silambi, Pemutusan Hubungan Kerja Ditinjau Dari Segi Hukum ( Studi Kasus
PTMedco Lestari Papua), Vol. 5 No. 4, Oktober 2014, h. 509.
4 FX Djumialdji, Perjanjian Kerja, (Jakarta: PT Sinar Grafika, Edisi Revisi 2005), h. 44.
5Abdul .R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan (Jakarta, Kencana Prenadamedia Group, 2005), h.112.
4
Contoh dari akuisisi yang ada adalah akuisisi antara PT Solusi
Transportasi Indonesia atau yang biasa disebut dengan Grab Indonesia dan PT
Uber Indonesia Technology atau yang biasa disebut Uber Indonesia.
Kesepakatan bisnis Grab mengakuisisi operasional Uber di wilayah Asia
Tenggara itu diumumkan ke public pada tanggal 26 Maret 2018. Kompetisi
yang keras di Asia Tenggara karena banyakanya pesaing seperti Grab dan
Gojek menjadi salah satu alasan Uber melepaskan bisnisnya ke Grab. Secara
keseluruhan Grab mendominasi bisnis ride hailing di Asia Tenggara.
Sementara Uber masih bergerilya menghadapi Grab melalui perang promo dan
diskon. Sedangkan utang yang dtanggung oleh Uber sudah mencapai US$645
juta atau sekitar 8,7 triliun rupiah yang cukup membuat para investor waspada.
Maka dari itu menutup operasional di Asia Tenggara adalah salah satu opsi
untuk mengurangi bebas tersebut.
Menurut data keuangan juni 2016, valuasi atau nilai perusahaan Uber
sekitar $ 66 Billion atau kurang lebih 860 triliun rupiah. Sayangnya, Uber
terperangkap jargon “grow first, make money later.” Dengan cepatnya
pertumbuhan yang mencapai 40% disetiap kuartal ditahun 2015, pada tahun
2016 Uber menderita kerugian sebesar 520 juta dolar AS pada kuartal pertama
dan kembali rugi 750 juta dolar AS pada kuartal kedua 2016. Tercatat bahwa
total kerugian Uber selama 7 tahun operasional berjumlah 4 miliar USD.
Adapun penyebab utama kerugian perusahaan adalah subsidi bagi driver.
Kerugian seperti inipun tidak hanya dialami oleh Uber tetapi bagi semua
layanan transportasi berbasis aplikasi ini merupakan pola Riwayat untuk
menderita dahulu dengan tujuan bisa menarik mitra dan user sebanyak
mungkin untuk mempercepat pertumbuhan usaha.
Alasan-alasan Grab melakukan akuisisi pada Uber di Indonesia
didasarkan pada beberapa alasan yaitu alasan keuntungan operasional,
keuntungan finansial, pertumbuhan perusahaan, dan potensi divertifikasi. Grab
mendapatkan sejumlah aset dan operasional Uber, serta mitra pengemudi,
pelanggan, hingga marchant yang sebelumnya menjadi mitra Uber akan
5
berpindah ker Grab. Dalam akuisisi ini Grab membayar sejumlah asset dengan
memberikan 27,5 saham di Grab.
Menurut KKPU akuisisi uber ini merupakan transaksi murni akuisisi
aset dan tanpa perpindahan kendali dari PT Uber Indonesia Technology ke PT
Solusi Transportasi Indonesia. Transaksi tersebut juga bukan merupakan
penggabungan usaha, karena badan hukum PT Uber Indonesia Technology
tetap ada dan tidak bergabung dengan PT Solusi Transportasi Indonesia.
Akibat dari akuisisi ini menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan
kerja antara perusahaan dan pekerja. Dimana Uber memberhentikan
pekerjanya secara tiba-tiba yang menimbulkan ketidakjelasan dengan status
dan hak-hak pekerja PT Uber Indonesia tecnology. Para pekerja PT Uber
Indonesia Technology sama sekali tidak mengetahui mengenai proses akuisisi
yang dilakukan oleh kedua perusahaan yang mana pada tanggal 26 maret 2018
mereka diberitahukan bahwa mereka harus mengemasi barang-barang mereka
dan meninggalkan kantor sebelum jam 4 sore. Pada hari itu juga pekerja
berstatus perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) tidak diberikan kejelasan
mengenai status dan hak-hak mereka sebagai pekerja. Beberapa waktu setelah
dilakukannya akuisisi para PKWT baru diberikan kejelasan bahwa mereka
tetap mendapatkan gaji sampai dengan berakhirnya jangka waktu kontrak.
Dari pemaparan latar belakang latar belakang di atas dapat diketahui
bahwa perusahaan menagguhkan staus hubungan kerja secara sepihak dan
tiba-tiba. Yang seharusnya jika perusahaan melakukan akuisisi lalu
memutuskan untuk melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) maka harus
ada persetujuan dari dinas ketenagakerjaan dan perusahaan harus
merundingkan terlebih dahulu bersama serikat pekerja/buruh jika tidak ada
maka dengan pekerja/buruh.
Dari pemaparan tersebut peneliti tertarik untuk menganalisis dan
membahas masalah ini dengan mengambil judul “AKIBAT HUKUM
AKUISISI PERUSAHAAN TERHADAP TENAGA KERJA KONTRAK
(Studi Kasus Akuisisi PT Solusi Transportasi Indonesia terhadap PT Uber
6
Indonesia Technology)” yang diperdalam melalui beberapa ketentuan
perundang-undangan dan penelitian lapangan dengan metode wawancara.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan sebelumnya,
maka identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Pelaksanaan akuisisi oleh PT Solusi Transportasi Indonesia terhadap
PT Uber Indonesia
b. Kepastian hak bagi pekerja yang dimana status perusahaan telah
diakuisisi.
c. Prosedur pemutusan hubungan kerja pada perusahaan yang statusnya
telah diakuisisi.
d. Pengaruh pemutusan hubungan kerja terhadap kesejahteraan tenaga
kerja.
e. Perlindungan terhadap tenaga kerja di Indonesia dalam prosedur
pemutusan hubungan kerja akibat perusahan yang diakuisisi.
f. Penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja bagi perusahaan
yang diakuisisi.
2. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas, agar terfokus dan tidak terlalu
melebar dalam pembahasannya, maka peneliti membatasi permasalahan
dalam penulisan ini mengenai ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
pemutusan hubungan kerja dan Akuisisi Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut: Perlindungan hukum terhadap
pekerja/buruh perusahaan yang diambilalih dan ditutup menyebabkan
7
pemutusan hubungan kerja secara sepihak. Untuk Mempertegas masalah
utama yang telah diuraikan di atas maka peneliti menjabarkan penulisan
ini melalui rincian perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan:
a. Bagaimana pelaksanaan akuisisi oleh PT Solusi Transportasi
Indonesia terhadap PT Uber Indonesia Technology?
b. Bagaimana dampak hukum terhadap pekerja berrstatus perjanjian
kerja waktu tertentu (PKWT) atas proses akuisisi PT Uber Indonesia
Technology oleh PT Solusi Transportasi Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pelaksanaan akuisisi oleh PT Solusi Transportasi
Indonesia terhadap PT Uber Indonesia Technology.
b. Untuk mengetahui dampak hukum terhadap tenaga kerja kontrak
waktu tertentu (PKWT) atas proses akuisisi PT Uber Indonesia
Technology oleh PT Solusi Transportasi Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini secara dikotomi dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Manfaat Teoritis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan untuk
mengembangkan ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum
ketenagakerjaan.
2) Dapat dijadikan bahan penelitian bagi mahasiswa atau peneliti
yang akan melakukan penelitian terkait masalah yang sama.
b. Manfaat Praktis
1) Dapat memberikan informasi tentang pelaksanaan hukum akuisisi
perseroan terbatas serta dampak hukumnya.
8
2) Diharapkan dapat bermanfaat bagi pekerja maupun perusahaan
agar dapat diterapkan dalam proses akuisisi perusahaan agar tidak
adanya perselisihan antara perusahaan dan pekerja.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
penelitian hukum normatif empiris, yaitu jenis penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan hukum yang sedang berlaku dan
kejadian yang terjadi dalam masyarakat, yang dibangun berdasarkan objek
hukum itu sendiri.6
2. Pendekatan Penelitian
Jenis pendekatan penelitian ini adalah pendekatan melalui perundang
undangan (statute approach) yang memfokuskan pada ketentuan
perundang-undangan dan pendekatan secara kasus (case approach) yang
melihat peristiwa hukum yang terjadi dimasyarakat.7
3. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini berdasarkan sumber
hukum primer, sumber data sekunder, dan sumber data tersier, dan sumber
data yang diperoleh berdasarkan bahan-bahan pustaka.
a. Sumber data primer adalah sumber hukum atau ketentuan yang
mempunyai kekuatan mengikat secara umum dalam hal ini perundang-
undangan yang telah disahkan dan berlaku di negara Indonesia
terkhusus undang-undang sebagai berikut:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2) KUHPer (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata)
3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
6 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya:
Bayumedia Publishing, 2005), h. 57.
7 I Made Diantha, “ Metodologi Penelitian Hukum Normatif”, (Jakarta: Kencana, 2017), h. 156
9
4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas
5) Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
b. Sumber data sekunder yaitu adalah sumber data yang diperoleh secara
tidak langsung yang hasil dari proses penelitian terlebih dahulu yang
dimana hasilnya memberi penjelasan terhadap sumber primer seperti:
Jurnal ilmiah, skripsi, thesis, disertasi, buku, kesimpulan dari diskusi,
serta tulisan-tulisan yang berhubungan dengan penelitian ini.
c. Sumber data tersier yaitu sumber data yang melanjutkan penjelasan
dari data primer dan sekunder seperti yaitu, ensiklopedia, kamus,
website, dan portal berita.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan
metode penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang
dilakukan dengan melakukan wawancara (interview), yaitu teknik
pengumpulan data secara langsung melalui tanya jawab pertanyaan
yang telah disiapkan melakukan wawancara untuk memperoleh data
yang diperlukan. Wawancara dilakukan kepada mantan pekerja
kontrak waktu tertentu PT Uber Indonesia Technology.
b. Penelitian kepustakaan (library Research) yang pada upayanya
berusaha menemukan literature melalui buku, jurnal dan tulisan-tulisan
ilmiah yang sesuai dengan penelitian ini yang digunakan untuk
memecahkan masalah dalam penelitian tersebut serta sesuai dengan
fakta sosial yang ada.
Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara memilah dan
menganalisis buku-buku, jurnal, website, Peraturan perundang-
undangan dengan mengkaitkan kasus Akuisisi PT Grab Indonesia
terhadap PT Uber Indonesia Technology.
10
5. Metode Penulisan
Dalam penyusunan penelitian ini peneliti menggunakan metode
penulisan yang sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2017.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika ini merupakan gambaran dari penelitian agar memudahkan
dalam mempelajari seluruh isinya. Penelitian ini dibahas dan diuraikan
menjadi 5 (lima) bab, adapun bab-bab yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Bab I PENDAHULUAN
Pendahuluan memuat secara keseluruhan mengenai latar belakang
masalah, identifikasi masalah, rumusan, dan pembatasan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan (studi) studi terdahulu,
kerangka teoritis dan konseptual, metode penelitian dan sistematika
penelitian.
Bab II TINJAUAN HUKUM AKUSISI DAN KETENAGAKERJAAN
Bab ini menyajikan kajian pustaka, kerangka teoritis, kerangka
konseptual serta tinjauan (review) pustaka terdahulu.
Bab III LATAR BELAKANG AKUISISI PT SOLUSI
TRANSPORTASI INDONESIA TERHADAP PT UBER
INDONESIA TECHNOLOGY
Pada Bab ini akan dibahas mengenai studi kasus dan latar belakang
akuisisi PT Solusi Transportasi Indonesia terhadap PT Uber
Indonesia Technology
Bab IV PROSES AKUISISI PT UBER INDONESIA TECHNOLOGY
OLEH PT SOLUSI TRANSPORTASI INDONESIA SERTA
DAMPAK HUKUM TERHADAP PEKERJA WAKTU
TERTENTU
11
Pada Bab ini akan dibahas mengenai bagaimana proses akuisisi
kedua perusahaan dan dampak hukum kepada pekerja kontrak waktu
tertentu.
BAB V PENUTUP
Pada Bab ini berisikan kesimpulan yang diambil dari uraian atau
deskripsi yang menjawab masalah berdasarkan data yang diperoleh,
serta saran dan rekomendasi.
12
BAB II
TINJAUAN HUKUM AKUSISI DAN KETENAGAKERJAAN
A. Kerangka Konsepual
1. Akuisisi
Pengertian akuisisi atau pengambilalihan adalah adanya beberapa
perseroan, dimana pemegang saham dari beberapa perseroan ini tidak
mempunyai hubungan satu sama lain. Setelah terjadi pengambilalihan,
saham masing-masing perusahaan yang ada menjadi dimiliki oleh subjek
hukum yang sama atau sebagian besar dimiliki oleh subjek hukum yang
sama. Dalam hal ini perseroan yang ada tetap masing-masing ada dan
berdiri sendiri-sendiri seperti sediakala, namun sekarang saham-sahamnya
dimiliki oleh subjek hukum yang sama atau sebagian besar dimiliki oleh
subjek hukum yang sama.
Ada satu hal yang perlu diingat, menurut Pasal 125 ayat (3) yang di
maksud dengan pengambilalihan oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, adalah suatu pengambilalihan yang
akibat dari adanya pengambilalihan itu, menjadikan pengendalian
perusahaan (manajemen) berubah. Dengan kata lain ditafsirkan, demikian
sekalipun terjadi pengambilalihan saham, tetapi manajemen perusahaan
tetap seperti sebelumnya tanpa terjadi perubahan/peralihan, maka
pengambilalihan semacam ini tidak tergolong sebagai pengambilalihan
menurut Undang Undang Perseroan Terbatas.1
Menurut Pasal 1 angka (11) Undang-Undag Perseroan Terbatas,
yang dimaksud dengan pengambilalihan atau akuisisi adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk
mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas perseroan tersebut.
1 Rudhi Prasetya, Teori dan Praktik Perseroan Terbatas, (Jakata: Sinar Grafika, 2011), h.
139-140
13
Skema akuisisi sebagai berikut:
Berdasarkan skema diatas, maka dapat dilihat jika sebelum proses
akuisisi dilakukan, perusahaan A dan perusahaan B adalah perseroan
terpisah. Kemudian, Perusahaan A melakukan akuisisi terhadap sebagian
besar saham dari perusahaan B, sehingga perusahaan A menjadi
perusahaan yang mengendalikan perusahaan B.
Dalam proses akuisisi harus memperhatikan kepentingan-
kepentingan yang diatur dalam Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang
Perseroan Terbat Akuisisi dilakukan dengan cara pengambilalihan saham
yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh suatu perseroan.
Menurut Yahya Harahap, saham perseroan yang dapat diambilalih adalah
saham yang telah ditempatkan dan disetor. Namun dapat juga terhadap
saham yang belum dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan atau saham
portefel (portpolio).2
Undang-Undang Perseroan Terbatas menyatakan bahwa subjek
akuisisi adalah suatu badan hukum atau orang perseorangan. Akuisisi
dapat dilakukan melalui pengambilalihan dari seluruh maupun sebagian
besar saham, yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap
perusahaan.
Dalam kepustakaan, ada dua macam akuisisi, yaitu:
a. yang pertama apa yang dinamakan akuisisi yuridis, dan
b. yang kedua apa yang dinamakan akuisisi ekonomis.
2 Zainal Asikin dan Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perusahaaan,(Jakarta:
Kencana, 2016), h. 119
Perusahaan A Perusahaan A Pengendalian
Perusahaan B Perusahaan B
14
Yang dimaksud dengan akuisisi yuridis adalah pengambilalihan
perusahaan melalui pengambilalihan saham dari perusahaan yang
bersangkutan. Sedang yang dimaksud dengan akuisisi ekonomis adalah
pengambilalihan aset perusahaan dan yang diambil alih hanya semata-
mata asetnya, misalnya, mesin, tanah, bangunan, alat-alat perusahaan,
termasuk hak intelektualnya seperti hak paten dan hak merk.
Apa yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
adalah sekedar akuisisi yuridis, yaitu pengambilalihan perusahaan melalui
pembelian saham. Sedangkan pengambilalihan melalui pengambilalihan
aset belum diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang.
Dasar Hukum akusisi adalah jual beli, dimana direksi perusahaan
yang mengakuisisi mengadakan jual beli dengan direksi perusahaan
terakuisisi mengenai hak milik atas saham perusahaan yang terakuisisi,
sedangkan perusahaan terakuisisi menerima penyerahan hak atas sejumlah
uang harga saham tersebut. Perusahaan pengakusisi biasanya perusahaan
besar yang memiliki dana yang kuat, manajemen yang baik, dan jaringan
usaha yang luas, serta terkelompok dalam konglomerasi. Sedangkan
perusahaan terakuisisi biasanya perusahaan kecil yang sulit berkembang
atau yang memang ingin bergabung degan perusahaan konglomerasi
tersebut.3
Dalam Pasal 125 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
pengambilan saham dapat dilakukan oleh direksi atau bisa pula pemegang
saham. Menurut Undang-Undang sebenarnya perseroan sepenuhnya diurus
oleh direksi. Pemegang saham sama sekali tidak ikut campur dalam
manajemen PT, melainkan hanya menunggu keuntungan PT, tetapi tidak
jarang pemegang saham pemegang saham ikut campur dalam manajemen
PT
Atas dasar konsep diatas, maka prakarsa untuk mengadakan
penggabungan kemungkinan datang dari direksi. Dalam hal rencana
3 Abdul R Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta:
PranadaMedia Group, 2015), h. 113
15
akuisisi ini dari direksi maka direksi harus meminta persetujuan RUPS.
Pada RUPS direksi menyampaikan rancangan akuisisi.4
a. Macam-Macam Akusisi
a) Akusisi horizontal adalah akuisisi yang terjadi antara dua perusahaan
yang sejenis. Maksud dari akuisisi ini agar dapat memperoleh
economis of scale atau untuk memperoleh kedudukan monopolistik,
terutama yang dilakukan terhadap perusahaan pesaing, sehingga
dengan adanya akuisisi perusahaan dapat mengurangi persaingan
b) Akuisisi vertikal adalah akusisi antara dua perusahaan yang
mempunyai proses produksi atau perdagangan yang terkait, misalnya
perusahaan yang diambil alih merupakan perusahaan pemasok bahan
baku bagi perusahaan yang mengambil alih. Maksud dari akuisisi ini
adalah untuk menjaga kelestarian kelangsungan
c) Akuisisi konsentrik pemasaran adalah akusisi yang terjadi apabila
akuisitor ingin memanfaatkan saluran distribusi yang sama dari
berbagai produk yang menggunakan teknologi berlainan. Misalnya
mengambil alih perusahaan sabun, karena produk sabun itu dijual
oleh toko-toko yang sama dengan toko lipstik dan bedak diproduksi
oleh perusahaan akuisitor. Dengan cara ini agar dapat perusahaan
yang diambil alih, dengan satu kali jalan dengan satu armada
distribusinya dapat menjual beberapa produk perusahaan akusitor
yang menjadikan suatu efisiensi bagi perusahaan akuisitor.
d) Akusisi konsentrik teknologi adalah akuisisi yang terjadi antara
perusahaan yang menggunakan teknologi sama, tetapi berlainan
saluran distribusinya. Seperti yang diketahui, barang-barang
teknologi terdiri dari beberapa konfigurasi dari pc board yang diisi
dengan chips dan intergrated circuit. Yang akhirnya menghasilkan
TV, radio, alat kedokteran, dll. Maka suatu perusahaan elektronik
dapat mengakuisisi pabrik komputer dll. Dengan demikian, dua atau
4 Rudhi Prasetya, Teori dan Praktik Perseroan Terbatas, (Jakata: Sinar Grafika, 2011), h.
157
16
tidak perusahaan dapat melakukan pemusatan atau pooling bagian
penelitian dan pengembangan, karena karakteristiknya sama, tetapi
dapat mencakup pemasaran yang luas karena menghasilkan berbagai
macam barang yang memenuhi berbagai macam kebutuhan.
e) Akusisi tipe konglomerat adalah akusisi yang dilakukan atas
berbagai macam perusahaan yang satu sama lain sangat berlainan.
Pengambilalihan semacam ini maksudnya untuk
“mendiversifikasikan” usaha dan diversifikasi resiko.5
2. Tahapan Akuisisi Perusahaan
Berdasarkan Pasal 125 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas ,
cara pengambilalihan saham dapat melalui direksi perseroan atau langsung
dari pemegang saham. Jika melakukan pengambilalihan melalui direksi
perseroan, maka beberapa tahapan yang harus ditempuh, yaitu:
a. Pihak yang akan mengambil alih menyampaikan maksud melakukan
pengambilan kepada direksi perseroan yang akan diambil alih
b. Menyusun rancangan pengambilalihan
c. Mendapat persetujuan RUPS
d. Mengumumkan ringkasan rancangan pengambilalihan
Jika melakukan pengambilalihan secara langsung dari pemegang
saham, maka tahapan yang tidak perlu dan perlu dilakukan, yaitu:
a. Proses yang tidak perlu dilakukan:
1) Pihak yang mengambilalih tidak perlu menyampaikan maksud
untuk melakukan pengambilalihan kepada direksi;
2) Tidak perlu membuat rancangan pengamnbilalihan, namun
berdasarkan Pasal 125 ayat (8) Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 Perseoran Terbatas disyaratkan bahwa pengambilalihan
wajib memperhatikan anggaran dasar perseroan yang akan diambil
alih mengenai:
5 Rudhi Prasetya, Teori dan Praktik Perseroan Terbatas, (Jakata: Sinar Grafika, 2011), h.
141-143
17
a) Pemindahan hak atas saham; dan
b) Perjanjian yang telah dibuat oleh perseroan dengan pihak lain.
b. Proses yang perlu dilakukan:
1) Mengadakan perundingan dan kesepakatan langsung yaitu antara
pihak yang akan mengambil alih dan pemegang saham tetap
memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih;
2) Mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan;
3) Kreditur dapat mengajukan keberatan;
4) Kesepakatan pengambilalihan dituangkan dalam akta pengambil
alihan;6
5) Salinan akta pemindahan hak atas saham dilampirkan pada
penyampaian pemberitahuan kepada menteri tentang perubahan
susunan pemegang saham.
3. Tenaga Kerja
Pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menjelaskan pengertian tenaga kerja adalah setiap orang
yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa,
baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Menurut
Payaman Simanjuntak, tenaga kerja (man power) adalah produk yang
sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan, dan yang sedang
melakukan kegiatan lain, seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.
Pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja menurutnya ditentukan
oleh umur/usia.7
Secara umum hukum ketenagakerjaan merupakan himpunan
peraturan yang pada pokoknya mengatur hubungan antara tenaga kerja dan
pengusaha, antara tenaga kerja dengan tenaga kerja dan antara tenaga kerja
dengan penguasa (pemerintah), termasuk di dalamnya proses-proses dan
6 Zainal Asikin dan Wira Pria Suhartana, Pengantar Hukum Perusahaaan,(Jakarta:
Kencana, 2016), h. 121
7 Sedjun H, Manulang, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, (Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. II, 1995), h. 3
18
keputusan yang dikeluarkan untuk merealisasikan hubungan tersebut
menjadi kenyataan yang bertujuan untuk mencapai keadilan sosial dalam
bidang ketenagakerjaan untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan
yang tidak terbatas dari penguasa (pemerintah).8
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menetapkan, bahwa
penggunaan istilah pekerja selalu diikuti dengan istilah buruh yang dimana
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan bahwa kedua istilah
tersebut memiliki makna yang sama. Dari pengertian tersebut, dapat
dilihat beberapa unsur yang melekat dari istilah pekerja/buruh, yaitu
sebagai berikut.
a. setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan
kerja tetapi harus bekerja).
b. Menerima upah imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerjaan
tersebut.
Dua unsur ini, penting untuk membedakan apakah seseorang masuk
kedalam kategori pekerja/buruh yang diatur dalan Undang-Undang
Ketenagakerjaan atau tidak, dimana dalam Undang-Undang
Ketenagakerjaan diatur segala hal yang berkaitan dengan hubungan kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan.9
a. Hubungan Kerja
Iman soepomo 10 menyatakan, bahwa hubungan kerja terjadi
setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan, yaitu suatu
perjanjian dimana pihak kesatu yaitu buruh, mengikatkan diri untuk
bekerja dengan menerima upah dari pidak lainnya yaitu majikan, yang
8 Mukmin Zakie, Perlindungan Hukum Terhadap Buruh Perempuan Pada Malam Hari.
Vol.1 No.13, 2006, h. 129
9 Fence M Wantu, Mewujukan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan dan putusan hakim perdata, h. 6-7
10 Iman Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, (Jakarta: Djambatan, Cet. IX, edisi Rev., 2001), h. 2
19
mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar
upah pada pihak lainnya.
Pada Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
menegaskan bahwa: “Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian
kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.”
tersebut menyatakan bahwa perjanjian kerja merupakan dasar
mengikatkannya hubungan hukum, yaitu hubungan kerja. Undang-
Undang Ketenagakerjaan memberikan pengertian perjanjian kerja
merupakan perjanjian antara buruh dengan pengusahaan atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
Perjanjian kerja antara buruh dan pengusaha menimbulkan
hukum yaitu hubungan kerja dan mengandung 3 ciri khas, yaitu; adaya
pekerjaan, perintah, dan upah. Menurut Undang-Undang
Ketenagakerjaan perjanjian kerja dapat berbentuk tertulis dan lisan.
Pembuatan perjanjian kerja tertulis harus sesuai dengan aturan
Undang-Undang, khususnya yang menyangkut tentang hukum
perjanjian kerja. Perjanjian kerja dibuat dengan memperhatikan syarat
sahnya perjanjian. Syarat ini terdapat pada Undang-Undang
Ketenagakerjaan Pasal 52 ayat (1) yaitu:
1) Kesepakatan antara dua belah pihak
2) Kemampuan atau kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum
3) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
4) Perjanjian yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dari keempat syarat tersebut, syarat 1 dan 2 disebut sebagai
syarat subjektif yang apabila tidak dipenuhi, maka perjanjian yang
telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada pihak yang
20
berwenang. Sedangkan syarat 3 dan 4, apabila tidak terpenuhi, maka
perjanjian tersebut batal demi hukum, tidak sah sama sekali.11
Ada dua jenis perjanjian kerja menurut waktu berakhirnya
perjanjian, yaitu; perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan
perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Perjanjian kerja diatur
dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pada Pasal 59 ayat (1)
disebutkan perjanjian kerja waktu tertentu adalah perjanjian kerja
antara pekerja/buruh dengan pengusaha yang hanya dibuat untuk
pekerjaan tertentu, menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya
akan selesai dalam waktu tertentu.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan yang sifatnya tetap. Pekerjaan yang bersifat tetap adalah
pekerjaan yang sifatnya terus menerus, tidak terputus-putus, tidak
dibatasi waktu, dan merupakan bagian dari suatu proses produksi
dalam suatu perusahaan atau bukan pekerjaan musiman. Pekerjaan
musiman adalah pekerjaan yang tidak bergantung pada cuaca atau
suatu kondisi tertentu. Perhatikan ketentuan berikut.
a) Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT):
(1) sekali selesai/ sementara. maksimum 3 tahun;
(2) musiman/produk baru/ tambahan/ uji coba.
b) PKWT tidak untuk pekerjaan yang bersifat tetap
c) PKWT harus dibentuk dalam bentuk tertulis
d) Jangka angka waktu PKWT maksimum 2 tahun, dengan satu kali
perpanjangan paling lama 1 tahun.
e) PKWT dapat diperbaharui sebanyak satu kali selama 2 tahun,
dengan masa jeda 1 bulan.
Apabila PKWT bertentangan dengan ketentuan diatas, maka
perjanjian kerja waktu tertentu otomatis berubah menjadi perjanjian
11 Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 45-
46
21
kerja waktu tidak tertentu. Dengan demikian, secara hukum perjanjian
kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) terjadi karena beberapa hal, yang
pertama, kesepakatan antara para pihak, yaitu antara pekerja/buruh dan
pengusaha dan yang kedua karena tidak terpenuhinya dan atau akibat
adanya pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan.12
b. Hak-Hak Tenaga Kerja
Akibat yang timbul manakala pihak pekerja/buruh dengan pihak
majikan telah menandatangani perjanjian kerja adalah adanya hak dan
kewajiban masing-masing. Di samping itu kedua belah pihak harus
mentaati hal-hal yang diatur dl dalam undang- undang yang berkaitan
dengan hubungan kerja ini, seperti:
1) Waktu Kerja
Pengaturan waktu kerja menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 77 ayat (2) mellputi:13
a) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 {empat puluh) jam 1(satu)
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau
b) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40(empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 5 (lima) hari masa kerja dalam. 1 (satu) minggu.
Tetapi peraturan tersebut dapat disimpangi atau bisa saja tidak
dilaksanakan asalkan sudah mendapat izin dari Kepala Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau pegawai yang ditunjuk
oleh negara ataupun dapat izin dari Departemen tenaga kerja
setempat.
2) Upah
Pengusaha wajib membayar upah kepada para pekerjanya
secara teratur sejak terjadinya hubungan kerja sampai dengan
berakhirnya hubungan kerja. Upah yang diberikan oleh pengusaha
12 Agusmidah, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 50-
52
13 Mukmin Zakie, Perlindungan Hukum Terhadap Buruh Perempuan Pada Malam Hari. Vol.1 No.13, 2006, h. 130
22
tidak boleh diskriminasi antara pekerja pria dan pekerja wanita
untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Mengenai pengaturan tentang upah lembur, yang
mengharuskan pekerja bekerja lebih dari 7 jam sehari atau 40 jam
seminggu, maka jam kerja tersebut harus dihitung sebagai lembur.
Cara penghitungan upah lembur telah ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
Kep.102/Men/Vi/2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur
dan Upah Kerja Lembur.
3) Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang berakhirnya hak-hak
dan kewajiban (prentasi dan kontra-prestasi) antara pekerja dengan
perusahaan. PHK merupakan peristiwa yang tidak diharapkan
terjadinya, khususnya dari pihak pekerja, karena dengannya adanya
PHK tersebut, pekerja yang bersangkutan akan kehilangan mata
pencaharian untuk menghidupi kehidupannya dan keluarga.
Dalam literatur hukum ketenagakerjaan, dikenal adanya
beberapa jenis pemutusan hubungan kerja, yaitu sebagai berikut:
a) PHK oleh majikan/pengusaha, yaitu PHK oleh pihak
pengusaha terjadi karena keinginan pengusaha dengan alasan,
persyaratan, dan prosedur tertentu.
b) PHK oleh pekerja/buruh, yaitu PHK oleh pihak pekerja terjadi
karena pihak keinginan dari pihak pekerja, dengan alasan dan
prosedur tertentu.
c) PHK demi hukum, yaitu PHK yang terjadi tanpa perlu adanya
suatu tindakan, terjadi dengan sendirinya misalnya karena
berakhirnya waktu atau karena meninggalnya pekerja.
d) PHK oleh pengadilan (PPHI), yaitu PHK oleh putusan
pengadilan terjadi karena alasan-alasan tertentu yang
23
mendesak dan penting, misalnya terjadinya peralihan
kepemilikan, peralihan aset atau pailit.14
Pada Prinsipnya, apabila terjadi PHK maka pengusaha
diwajibkan membayar upah pesangon dan/atau uang penghargaan
masa keja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH) yang
seharusnya diterima. Upah yang seharusnya diterima, meliputi hal-
hal sebagai berikut.
a) Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur.
b) Biaya/ ongkos pulang untuk pekerja dan keluarganya ketempat
dimana buruh diterima (direkrut)
c) Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan
ditetapkan 15% dari UP dan/atau UPMK bagi yang memenuhi
syarat.
d) Hal-hal lain yang ditetapkan dalam PK, PP, atau PKB. D.
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI)
Hubungan industrial pada dasarnya adalah proses
terbinanya komunikasi, dan konsultasi musyawarah serta
berunding dan ditopang oleh kemampuan dan komitmen tinggi dari
semua elemen yang ada dalam perusahaan. Undang-undang
ketenagakerjaan telah mengatur prinsip-prinsip dasar yang perlu
kita kembangkan dalam bidang hubungan industrial. Arahnya
adalah untuk terciptanya sistem dan kelembagaan yang ideal,
sehingga tercipta kondisi kerja yang produktif, harmonis, dinamis,
dan berkeadilan. 15 Pada kenyataannya dalam lingkungan kerja
selalu terdapat perbedaan pendapat antara pengusaha atau
gabungan pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja, karena
14 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 65-66
15 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 23
24
adanya perselisihan hak, kepentingan, dll. Hal inilah yang disebut
dengan perselisihan hubungan kerja.
Hubungan industrial diatur dalam Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial, dimana Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial masuk dalam hukum formil karena mengatur
soal kewenangan, kelembagaan, dan mekanisme penyelesaian
sengketa yang diawali dengan pengajuan permohonan atau
gugatan, pemeriksaan, anjuran atau putusan sampai dengan
eksekusi. Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial ini merupakan seperangkat aturan-aturan yang memuat
tentang cara-cara untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi di
dalam hubungan industrial atau aturan-aturan hukum yang
mengatur bagaimana cara menegakkan, mempertahankan hak-hak
dan kewajiban dari pekerja maupun pengusaha yang telah
ditentukan oleh hukum materiil.16
B. Kerangka Teori
1. Teori Kepastian Hukum
Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau
ketetapan. Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai
pedoman kelakuan dan adil karena pedoman kelakuan itu harus
menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat adil
dan dilaksanakan dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya.
Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara
normatif, bukan sosiologi.17
16 Ugo dan Pujiyo, HUKUM ACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL: Tata Cara dan Proses Penyelesaian Sengketa Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 6
17 Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,(Yogayakarta: Laksbang Pressindo, 2010), h. 59
25
Kepastian hukum berkaitan dengan efektivitas hukum.18 Sehingga
kepastian hukum hanya terjamin, bila pemerintah Negara mempunyai
sarana-sarana yang cukup untuk memastikan peraturan- peraturan yang
ada. Stake holder jangan hanya bersifat konseptual, akan tetapi harus
bersifat lebih eksekutif demi menjamin kepastian hukum dan memberikan
kenyamanan bermasyarakat.
Implementasi hukum berdasarkan kaidahnya secara langsung akan
mempengaruhi tatanan hukum baik vertikal maupun horizontal. Artinya
tugas dan wewenang yang dimiliki para penegak hukum dapat
memberikan jaminan kepastian hukum terhadap pelanggar atau korban
secara proporsional (vertikal). Sedangkan pada sisi lain, cerminan hukum
yang baik dapat dilihat saat seperangkat hukum secara bersama-sama
melakukan kompromi hukum tentunya berdasarkan tufoksinya
menyelenggarakan norma dengan baik (horizontal). Hal ini untuk
menghindari adanya tumpang tindih dan jurang pemisah antara aparat
penegak hukum dalam menyelenggarkan hukum tertulis dengan
masyarakat sebagai target dari norma tersebut.
Menurut Fance M. Wantu, kepastian hukum dirumuskan sebagai
berikut:
a) Melakukan solusi autoritatif yaitu memberikan jalan keluar untuk
menciptakan stabilitas yakni memberikan ketertiban dan ketentraman
bagi para pihak dan masyarakat.
b) Efisiensi prosesnya cepat, sederhana, dan biaya ringan.
c) Sesuai dengan tujuan hukum yaitu Undang-Undang yang dijadikan
dasar dari putusan untuk memberikan kepastian dalam hukum itu
sendiri dan kepastian karena hukum.19
d) Mengandung equality memberikan kesempatan yang sama kepada
para pihak.20
18 Theo Huijbers, Filsafat Hukum (Yogyakarta: Kanisius, Cet. 15, 2010), h. 119.
19 Syafruddin Kalo, “Penegakan Hukum yang Menjamin Kepastian Hukum dan Rasa keadilan Masyarakat”, h. 4.
26
Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah
pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan
menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan.
Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang berpinsip pada
pertimbangan baik dan buruk suatu norma. Undang-Undang yang berisi
aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu
bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan
sesama individu maupun dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-
aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau
melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan
aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.21
Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan
dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan
logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir)
dan logis. Jelas dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma
lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.
Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas,
tetap, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian dan
keadilan bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan secara factual
mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau adil
bukan sekedar hukum yang buruk.22
Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang berisi
keadilan. Norma-norma yang memajukan keadilan harus sungguh-
sungguh berfungsi sebagi peraturan yang ditaati. Menurut Gustav
Radbruch keadilan dan kepastian hukum merupakan bagian-bagian yang
20 Fence M. Wantu, “Mewujukan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan dan
putusan hakim perdata”, h. 485.
21 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana,2008), h.158
22 Cst Kansil, dkk, Kamus Istilah Aneka Hukum, (Jakarta: Jala Permata Aksara,2009), h. 385
27
tetap dari hukum. Beliau berpendapat bahwa keadilan dan kepastian
hukum harus diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga demi keamanan
dan ketertiban suatu negara. Akhirnya hukum positif harus selalu ditaati.
Berdasarkan teori kepastian hukum dan nilai yang ingin dicapai yaitu nilai
keadilan dan kebahagiaan.23
Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan,
yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur tersebut
harus ada kompromi, harus mendapat perhatian secara proporsional
seimbang. Tetapi dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan
kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut.
Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan
akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitik beratkan pada kepastian
hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan
menimbulkan rasa tidak adil.
2. Teori Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat,
serta pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia yang dimiliki oleh subyek
hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan atau sebagai
kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi suatu hal dari
hal lainnya. 24 Di Indonesia, perlindungan hukum yang dimaksud
senantiasa didasari oleh Pancasila sebagai landasan idiil, meski konsep
perumusannya menggunakan pemikiran-pemikiran dunia barat yang
penekanan konsepnya bertumpu pada perlindungan hak-hak asasi manusia.
Dengan demikian, secara sederhana konsep perlindungan hukum terhadap
pekerja di Indonesia tetap bertumpu pada perlindungan harkat dan
martabat kaum pekerja, berikut hak-hak kemanusiaannya, baik secara
individual maupun sebagai “pekerja”.
23 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), (Jakarta:
Toko Gunung Agung, 2002), h. 95
24 Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia, (Surabaya; Bina Ilmu, 1983), h. 38
28
Perlindungan hukum menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan
perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi
manusia yang dirugikan yang lain dan perlindungan tersebut diberikan
kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan
oleh hukum.25
Aspek perlindungan terhadap pekerja meliputi dua hal mendasar,
yaitu perlindungan dari kekuasaan pengusaha dan perlindungan dari
tindakan pemerintah. 26 Perlindungan hukum dari kekuasaan pengusaha/
majikan terlaksana apabila peraturan perundang-undangan dalam bidang
perburuhan yang mengharuskan atau memaksa majikan bertindak seperti
dalam perundang-undangan tersebut benar-benar dilaksanakan semua
pihak, karena keberlakuan hukum tidak dapat diukur secara yuridis saja,
tetapi diukur secara sosiologis dan filosofis.27
Imam Soepomo membagi 3 macam perlindungan terhadap pekerja /
buruh, masing-masing:
a. Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
penghasilan yang cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak mampu
bekerja di luar kehendaknya.
b. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan
hak untuk berorganisasi.
c. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk
keamanan dan keselamatan kerja.28
25 Satjipto Rahardjo, Ilmu hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Cet.5, 2000), h. 53.
26 Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1983), h. 30
27 Zainal Asikin, dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), h. 5
28 Abdul Hakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003), h. 25
29
Menurut Imam Soepomo pemberian perlindungan pekerja meliputi
lima bidang hukum perburuhan, yaitu:
a. Pengerahan / penempatan tenaga kerja
b. Hubungan kerja
c. Bidang kesehatan kerja
d. Bidang keamanan kerja
e. Bidang jaminan sosial buruh
Perlindungan pekerja secara tegas diatur berdasarkan Pasal 5
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal
tersebut menyatakan bahwa setiap tenaga kerja berhak dan mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan
yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran
politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang
bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang
cacat. Selanjutnya Pasal 6 mewajibkan kepada pengusaha untuk
memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis
kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.29
Secara terinci hak lain yang juga diatur berdasarkan Undang-Undang
ketenagakerjaan tertuang dalam pasal-pasal berikut:
a. Pasal 11, memuat hak untuk memperoleh dan mengembangkan
kompetensi
b. Pasal 12 ayat (3), memuat hak untuk mengikuti (mendapatkan)
pelatihan
c. Pasal 31, jo; Pasal 88, menyatakan hak untuk memilih jenis pekerjaan
dan memperoleh penghasilan, baik di dalam maupun di luar negeri
d. Pasal 86 ayat (1), menyatakan hak atas kesehatan dan keselamatan
kerja
e. Pasal 99 ayat (1), memuat hak pekerja dan keluarganya untuk
memperoleh jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek)
29 Eko Wahyudi, dkk, Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h. 30
30
f. Pasal 104 ayat (1), hak bagi pekerja untuk terlibat (membentuk atau
menjadi anggota) dalam serikat pekerja/buruh.
Berdasarkan muatan pasal-pasal Ketenagakerjaan tersebut, maka
lingkup perlindungan terhadap pekerja mencakup :30
a. Hak-hak dasar pekerja/buruh untuk berunding dengan pengusaha;
b. Keselamatan dan kesehatan kerja;
c. Perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan
penyandang cacat; dan
d. Perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga
kerja.
30 Eko Wahyudi, dkk, Hukum Ketenagakerjaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), h. 32
31
BAB III
Latar Belakang Akusisi PT Solusi Transportasi Indonesia Terhadap
PT Uber Indonesia Technology
A. Profil Perusahaan
1. PT Uber Indonesia Technology
a. Sejarah Berdirinya PT Uber Indonesia Technology
Uber terbentuk pada bulan maret tahun 2009 di San Fransisco
dengan nama pertamanya yaitu Ubercap. Awalnya Uber hanya
melayani permintaan mobil-mobil premium di beberapa kota sibuk di
Amerika yang kemudian berucak menjadi jasa pengantaran apa saja,
mulai dari mengantar seseorang, paket, atau bahan makanan. Uber
sendiri tidak seperti taksi konvensional yang memiliki standar, namun
armada Uber merupakan mobil prbadi yang dimiliki setiap supirnya.
Uber sendiri tidak memberikan modal mobil seperti taksi
konvensional yang lain. Uber memberikan kebebasan kepada supirnya
untuk memiliki modal mobil sendiri.1
Uber masuk ke Indonesia pada 13 Agustus 2014, awalnya Uber
baru melayani pelanggannya di kawasan CBD seperti Kuningan atau
Sudirman, Jakarta. Skema Uber di Indonesia pun masih sama seperti
di luar negeri. Di Jakarta layanan uber sudah ada yang berupa mobil
pribadi, motor, hingga helicopter yang layanan ada pada tanggal 20
November 2015 walaupun hanya bertujuan untuk kampanye. Uber
tidak memiliki mobil sendiri, mobil-mobil tersebut berasal dari
rekanan Uber yang disewa. Cara pemesanannya pun layaknya
memesan taksi pada umumnya, pengguna diminta registrasi yang
berisikan data pribadi dan nomor kartu kredit untuk pembayaran.
Untuk memesannya pun cukup mengaktifkan fitur GPS dan nama
supir beserta nomor plat mobil pun dapat langsung terlihat. Mobil-
1 https://id.techinasia.com/uber-sejarah-pendirian-startup-taksi, diakses pada tanggal 06
Agutus 2019, pukul 10.30 WIB
32
mobil yang ada pun tergolong mobil mewah, sebut saja Toyota
Alphard, Camry, hingga Mercedes Benz S-Class, dan semuanya plat
hitam dan tanpa ada tulisan “taksi” satu pun pada badan mobil.
Uber muncul setelah grabcar, Namun Uber sebagai perusahaan
internasional tidak mau kalah dengan selalu melakukan promosi,
bahkan Uber memunculkan layanan ojek online yang sudah lebih
dahulu dikuasai oleh Gojek dan GrabBike. Uber percaya bahwa
dengan solusi solusi yang ditawarkan, maka calon penumpang akan
memilih uber.
Uber sekarang merupakan perusahaan internasional yang
jaringan layanannya sudah meluas ke 77 negara dan 507 kota yang
tersebar ke seluruh belahan dunia.Tidak menutup kemungkinan bagi
Uber untuk memperluas jaringannya ke negara-negara lain yang
belum tersentuh. Perusahaan besar seperti Uber merupakan salah satu
jenis organisasi formal yang jumlah pegawainya tidak dapat terhitung
di dunia ini.
b. Visi Misi PT Uber Indonesia Technology
1) Visi perusahaaan uber taxi adalah : Transportasi yang dapat
diandalkan seperti air mengalir, dimana mana ada untuk setiap
orang
2) Misi perusahaan Uber Taxi adalah : membuat cost para
penumpang lebih murah daripada menggunakan mobil pribadi
serta uber dapat menguasai jalanan mengingat biayanya lebih
murah.
2. PT Solusi Transportasi Indonesia (GRAB)
a. Sejarah PT Solusi Transportasi Indonesia (GRAB)
Grab adalah Perusahaan teknologi asal Malaysia yang berkantor
di Singapura yang menyediakan aplikasi layanan transportasi
angkutan umum meliputi kendaraan bermotor roda 2 maupun roda 4.
Perusahaan Grab hanya perusahaan teknologi yang meluncurkan
33
Aplikasi saja dan untuk kendaraannya sendiri adalah kendaraan milik
mitra yang sudah bergabung di PT Solusi Transportasi Indonesia.2
Grab didirikan oleh Anthony Tan dan Hooi Ling Tan yang
merupakan warga negara Malaysia, yang menawarkan layanan Grab
ditujukan untuk memberikan alternatif berkendara bagi para
pengemudi dan penumpang yang menekankan pada kecepatan,
keselamatan, dan kepastian. Grab sendiri telah hadir di Indonesia pada
bulan Juni 2012 dengan nama PT Solusi Transportasi Indonesia atau
yang biasa disebut Grab Indonesia sebagai aplikasi pemesanan taksi
dan sejak itu telah memberikan beragam pilihan transportasi seperti
mobil dan ojek.3
Grab atau yang sebelumnya dikenal sebagai GrabTaxi adalah
sebuah perusahaan yang berasal Singapura yang melayani aplikasi
penyedia transportasi dan tersedia di enam negara di Asia Tenggara,
yakni Malaysia, Singapura, Thailand,
Pada tanggal 14 Juli 2016, Grab memaparkan perkembangan
bisnisnya dimana Grab mencatat pertumbuhan layanan GrabCar dan
GrabBike yang luar biasa, terutama di Indonesia pada semester
pertama 2016 sejak Grab melakukan rebrand sebagai platform
penyedia layanan pemesanan kendaraan terlengkap. Sekarang Grab
merupakan salah satu perusahaan terdepan di Indonesia.
Perkembangan Grab di Indonesia memang bertahap. Mulai dari
muncul dengan nama Grabtaxi, kemudian berganti nama hingga logo.
Semua kami jalani secara bertahap. Dulu masyarakat mengenal kami
dengan Grabtaxi, tetapi sekarang kami hadir lebih lengkap dengan
beragam layanan. Alasan kami membuat beragam servis karena
2 https://www.grab.com/id/brand-story/, diakses pada tanggal 06 Agustus 2019, pukul 11.40
WIB
3 http://economy.okezone.com yang diakses pada tanggal 06 Agustus 2019, pukul 11.49 WIB
34
masyarakat merespons transportasi daring sebagai kebutuhan. Itu
sebabnya, perkembangannya begitu pesat. Grabcar dan GrabBike di
Indonesia tumbuh lebih dari 250 kali sejak pertengahan 2015 Kini,
layanan penyewaan mobil pribadi dan ojek online menjadi bagian
besar dari bisnis Grab secara keseluruhan, yang juga meliputi
pemesanan taksi dan layanan kurir
b. Visi dan Misi PT Grab Indonesia
1) Visi Menjadi yang terdepan di Asia Tenggara, dengan
memecahkan permasalahan transportasi yang ada serta
memberikan kemudahan mobilitas pada 620 juta orang di Asia
Tenggara setiap harinya.
2) Misi PT Solusi Transportasi Indonesia ada 3, yaitu : Menjadi
penyedia layanan teraman di Asia Tenggara, memberikan layanan
yang mudah diakses oleh banyak orang, dan meningkatkan
kehidupan para partner, baik pengemudi maupun penumpang.
B. Kontrak Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) PT Uber Indonesia
Technology
Dalam perjanjian kerja waktu tertentu PT Uber Indonesia Technology
tertulis jangka waktu kerja dimana tertulis “pekerja dipekerjakan untuk
jangka waktu 12 (dua belas) bulan terhitung sejak tanggal 3 Juli 2017 sampai
dengan Juni 2018. Suatu perubahan atas jangka waktu pekerjaan akan dan
tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku akan dibicarakan bersama
sebelum perubahan tersebut dilakukan”
Didalam perjanjian tersebut juga menyebutkan tentang pengakhiran
hubungan kerja yang dimana perusahaan mempunyai hak untuk mengakhiri
perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan berdasarkan alasan-alasan lain yang diperbolehkan
menurut undang-undang. Dalam perjanjian ini juga tertera bahwa apabila
perusahaan hendak mengakhiri perjanjian sebelum berakhirnya jangka waktu
35
disebabkan adanya perubahan atas lingkup kerja maka perusahaan akan
memberikan pemberitahuan 30 (tiga puluh) hari sebelumnya.
Perusahaan dapat mengakhiri perjanjian atas dasar kinerja buruk,
perilaku kerja tidak patut, pelanggaran serius, kelalaian berat, atau karena
suatu tindak pidana. Atas dasar pengakhiran perjanjian kerja yang disebabkan
oleh alasan-alasan tersebut perusahaan hanya akan membayar pekerja sampai
dengan jangka waktu dimana pekerja telah melakukan pekerjaannya, tanpa
adanya kewajiban untuk membayar gaji pekerja selama sisa masa jangka
waktu.
C. Studi Kasus akuisisi PT Uber Indonesia Technology oleh PT Grab
Indonesia (GRAB)
1. Hasil wawancara dan penelitian media massa
Rumor Grab akan mengakuisisi Uber sudah lama berhembus,
tepatnya sekitar september tahun 2017. Kabar akusisi sempat menghilang
dan kembali santer pada awal 2018. Pada awal tahun 2018 CEO Uber
Indonesia meyakinkan bahwa perusahaan baik-baik saja dan perusahaan
akan tetap berjalan seperti biasanya.
Untuk meneliti tentang akuisisi antara PT Uber Indonesia
Technology oleh PT Solusi Transportasi Indonesia peneliti melakukan
wawancara terhadap mantan pekerja PT Uber Indonesia Technology yang
statusnya adalah Pekerja Kontrak Waktu Tertentu (PKWT). Dalam
wawancara narasumber menyatakan bahwa saat terjadinya akuisisi
mereka tidak mengetahuinya sama sekali bahkan pada tanggal 26 maret
2018 mereka diberitahukan bahwa mereka harus mengemasi barang-
barang mereka dan meninggalkan kantor sebelum jam 4 sore. Pada hari
itu juga PKWT tidak diikutsertakan dalam rapat mengenai kelanjutan
status mereka setelah akusisi hanya pekerja waktu tidak tertentu
(PKWTT) atau pekerja tetap yang diikutsertakan dalam rapat tersebut.
36
Beberapa waktu setelah dilakukannya akusisi para PKWT barulah
diberikan kejelasan bahwa mereka tetap mendapatkan gaji sampai
berakhirnya jangka waktu kontrak yang dimana jangka waktu kontrak ini
baru ditetapkan saat beredar rumor-rumor akuisisi antar kedua perusahaan
tersebut. Setelah itu sekitar sebulan kemudian sebagian PKWT baru
diadakan meeting antara Grab dan PKWT untuk diberikan kejelasan
mengenai perpindahaan dari PT Uber Indonesia Technology ke PT Solusi
Transportasi Indonesia.
Dalam beberapa media menyebutkan bahwa para pekerja
mendapatkan email dari perusahaan sehari sebelum dilakukannya akusisi
tetapi saat saya menanyakan kepada para narasumber mereka sama sekali
tidak mendapatkan email ataupun pemberitahuan. Bahkan email
perusahaan yang mereka miliki sudah diblokir dan tidak dapat digunakan
kembali. Seperti yang media sebutkan bahwa mereka diminta perusahaan
untuk mengemas barang-barang mereka dan meninggalkan kantor pada
hari itu juga sebelum jam 4 sore tanpa adanya kejelasan bagaimana status
mereka. Status mereka dibekukan selama tiga bulan untuk menunggu
offering dari Grab. Mereka tidak mendapatkan kepastian baik dari
pesangon maupun kelanjutan pekerjaan mereka.
2. Latar belakang akusisi PT Grab Indonesia terhadap PT Uber
Indonesia Technology
Uber merupakan salah satu perusahaan penyedia jasa transportasi
yang memiliki bisnis yang sangat kuat di negara asia tenggara. Awal mula
Uber memasuki pasar Asia Tenggara dan masuk ke delapan negara mulai
dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Myanmar, Thailand,
Kamboja, dan juga Vietnam. Saat awal Uber sangat agresif memberikan
promosi-promosi untuk menarik konsumen dan insentif bagi pengemudi
Uber. Uber juga memiliki banyak insinyur dan Sillicon Valley dengan
dana yang tak terbatas dan kemampuan yang tidak perlu diragukan lagi.
37
Pengambilalihan yang dilakukan turut membuat Grab
mengambilalih Uber di beberapa negara di Asia tenggara seperti
Kamboja, Myanmar, Thailand, Singapur, Malaysia, Filipina, Vietnam,
Termasuk Indonesia. Dimana anak perusahaan Grab di Indonesia yaitu
Grab Indonesia mengambilalih anak perusahaan Uber di Indonesia yaitu
Uber Indonesia.4
Grab mengakuisisi operasional Uber di wilayah Asia Tenggara.
Kesepakatan bisnis terbesar yang pernah dibuat Grab itu diumumkan ke
publik pada tanggal 26 Maret 2018. Manajemen Grab menyampaikan
rencana bisnis kedepan, Grab akan mengintegrasikan bisnis layanan
pemesanan kendaraan dan pesan-antar makanan milik Uber di wilayah
Asia Tenggara ke paltform transportasi multimoda serta financial
technology (fintech) ke dalam aplikasi Grab. Grab juga nantinya akan
menjadi mobile platform online-to-offline terbesar di Asia Tenggara dan
menyediakan layanan fundamental paling dibutuhkan bagi konsumen di
Asia Tenggara. Diantaranya, layanan transportasi aman dan terjangkau,
layanan pesan antar makan, pengiriman paket, layanan pembayaran
berbasis ponsel cerdas, dan layanan keuangan.
Kompetisi di Asia Tenggara terbilang keras karena ada sejumlah
pemain yang bersaing di dalamnya. Selain Uber, ada Grab dan Gojek di
Indonesia. Secara keseluruhan Grab mendominasi bisnis ride-hailing di
Asia Tenggara. Sementara Uber masih bergerilya menghadapi Grab
melalui perang promo dan diskon. Sedangkan utang yang ditanggung oleh
Uber saat itu sudah mencapai US$645 juta atau sekitar Rp8,7 triliun.
Angka yang cukup membuat para investor waspada. Menutup operasional
di Asia Tenggara adalah salah satu opsi untuk mengurangi beban tersebut.
Pertanda Uber kesulitan di Asia Tenggara adalah hengkangnya
sejumlah eksekutif di sejumlah negara operasionalnya seperti Indonesia,
Malaysia, dan Vietnam. Wacana hengkangnya Uber dari pasar Asia
4 https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190812121836-37-91319/kisah-di-balik-kerugian-uber-rp-728-t-dalam-3-bulan, diakses 13 Agustus 2019, Jam 17.09 WIB
38
Tenggara ini muncul dari kesepakatan SoftBank berinvestasi ke Uber.
Sudah jadi pengetahuan publik bahwa SoftBank adalah salah satu investor
utama Grab.
Skema kesepakatan antara Uber dan Grab yang ditengahi oleh
SoftBank nanti bisa berlangsung seperti yang terjadi antara Uber dan Didi
di China. Sadar kalah bersaing dari Didi di China, Uber memutuskan
hengkang. Caranya adalah dengan menerima pinangan Didi terhadap
operasionalnya di China dan sebagai gantinya, Uber memiliki saham di
Didi.
Menurut data keuangan juni 2016, valuasi atau nilai perusahaan
Uber sekitar $ 66 Billion atau kurang lebih 860 triliun rupiah. Sayangnya,
Uber terperangkap jargon “grow first, make money later.” Dengan
cepatnya pertumbuhan yang mencapai 40% disetiap kuartal ditahun 2015,
pada tahun 2016 Uber menderita kerugian sebesar 520 juta dolar AS pada
kuartal pertama dan kembali rugi 750 juta dolar AS pada kuartal kedua
2016. Tercatat total kerugian Uber selama 7 tahun operasional berjumlah
4 miliar USD.
Adapun penyebab utama kerugian perusahaan adalah subsidi bagi
driver. Kerugian yang dialami Uber adalah hal yang yang tidak
mengejutkan dan inipun tidak hanya dialami oleh Uber. Sudah menjadi
pola bagi riwayat layanan transportasi berbasis aplikasi untuk menderita
kerugian terlebih dahulu dengan tujuan bisa menarik mitra dan user
sebanyak mungkin untuk mempercepat pertumbuhan usaha. Yang
akhirnya pada tanggal 15 april 2018 uber resmi ditutup di asia tenggara,
Indonesia kehilangan salah satu pilihan layanan transportasi online, uber
yang berasal dari Amerika Serikat, harus angkat kaki dari Asia Tenggara,
termasuk Indonesia, setelah menjual seluruh bisnisnya di kawasan ini
kepada sang kompetitor grab pada 26 Maret 2018 lalu.
Alasan Grab melakukan akusisi pada Uber di Indonesia di dasarkan
pada beberapa alasan yaitu alasan keuntungan operasional, keuntungan
finansial, pertumbuhan perusahaan, dan potensi divertifikasi.
39
Keuntungan operasional yang dimaksud adalah dengan melakukan
akuisisi pada Uber, Grab mendapatkan sejumlah aset dan operasional
Uber di 8 negara di Asia Tenggara, serta mitra pengemudi, pelanggan,
hingga marchant yang sebelumnya menjadi mitra Uber akan berpindah
pada Grab.
Keuntungan finansial yang menjadi pertimbangan Grab
mengakuisisi Uber yaitu kesepakatan harga Uber Asia Tenggara yang
dapat disebut murah yaitu sebesar USD 100 juta, karena nilai tersebut
terbilang kecil mengingat valuasi Uber yang dikutip dari CNBC News
pada 19 Maret 2018 mencapai US$68 milyar. Selain itu Grab akan dapat
menarik perhatian investor besar untuk menanamkan modalnya pada Grab
sehingga secara finansial Grab akan mendapat keuntungan serta dukungan
kepercayaan dari investor-investor besar. Hal ini terbukti pasca akuisisi
Grab pada Uber beberapa perusahaan otomotif besar turut berinvestasi
sebesar US$250 juta, dan yamaha pada desember 2018 berinvestasi
sebesar US$150 juta.
Keuntungan perkembangan usaha yaitu dengan naiknya jumlah
driver Grab dari tahun 2017 sebanyak 930.000 menjadi 2 juta driver pada
tahun 2018, begitupun tingkat diunduhnya aplikasi juga meningkat dari
tahun 2017 45 juta kali diunduh ke tahun 2018 menjadi 68 juta kali di
unduh. Keuntungan diversifikasi yaitu adanya sinergi antara GrabFood
dan UberEat dengan bertambahnya mitra GrabFood dari UberEat
sehingga memberi pelanggan semakin banyak pilihan. Selain itu ada pula
layanan OVO dan Grab Finansial yang merupakan layanan e-money dari
Grab untuk mempermudah pelanggan melakukan pembayaran cashless.
40
BAB IV
Proses Akuisisi PT Uber Indonesia Technology oleh PT Solulsi Transportasi
Indonesia Serta Dampak Hukum Terhadap Pekerja Waktu Tertentu
A. Akuisisi PT Solusi Transportasi Indonesia Terhadap PT Uber Indonesia
Technology
Restrukturisasi perusahaan merupakan upaya yang dilakukan
perusahaan karena ingin melakukan kerjasama untuk memenuhi target
tertentu ataupun berkeinginan untuk memperkuat aset dan modalnya atau
alasan lain seperti untuk meningkatkan penjualan dan operasional, perbaikan
manajemen, adanya informasi asimetris (tidak seimbang) yang dimiliki oleh
pihak manajemen dan pasar secara umum, serta masalah keuntungan.
Tujuan restrukturisasi perusahaan antara lain adalah untuk memperbaiki
dan memaksimalkan kinerja perusahaan, meningkatkan nilai perusahaan,
memberikan manfaat dividen dan pajak terhadap negara, menghasilkan
produk dan layanan dengan harga kompetitif kepada konsumen, memudahkan
pelaksanaan privatisasi. Selanjutnya manfaat dari restrukturisasi perusahaan
adalah meningkatkan efisiensi perusahaan, memperkuat daya saing
perusahaan, meningkatkan pertumbuhan lebih cepat dalam bisnis terutama
tingkat pertumbuhan internal dan yang terakhir adalah meningkatkan
produktivitas aset perusahaan.1
Terkadang upaya restrukturisasi perusahaan hanya digunakan dalam
rangka melakukan efisensi kinerja perusahaan. Berdasarkan Undang-Undang
40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas disebutkan bahwa terdapat tiga
jenis restrukturisasi antara lain penggabungan yang disebut merger, peleburan
yang disebut dengan konsolidasi dan pengambilalihan yang biasa disebut
akuisisi. Ketiga jenis restrukturisasi tersebut merupakan strategi yang sering
dilakukan oleh pelaku bisnis untuk menyelamatkan perusahaannya karena
pelaku usaha sebagai subjek ekonomi yang senantiasa berupaya untuk
1 Steven Leonardo Soegiono dan Eddy Madiono Sutanto, ‘Restrukturisasi Organisasi di PT
Samudra Alam Raya Surabaya’, Vol. 1, No. 3, 2013
41
memaksimalkan keuntungan dalam mengelola perusahaannya. Salah satu
jenis restrukturisasi perusahaan yang sedang marak dilakukan oleh pelaku
usaha adalah akuisisi atau disebut pengambilalihan.
Menurut Pasal 1 angka (11) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yang dimaksud dengan akuisisi adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk
mengambilalih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian atas perseroan tersebut. Dalam kepustakaan terdapat dua
macam akuisisi yaitu, akuisisi saham dan akuisisi aset.
Dalam beberapa hal tertentu, pilihan untuk melakukan akuisisi saham
banyak dilakukan oleh perseroan terbatas dengan beberapa alasan,
diantaranya efisiensi pajak. Namun demikian, karena beberapa alasan
tertentu, akuisisi aset sering kali menjadi pilihan karena dinggap lebih mudah
dan menguntungkan baik dari segi prosedur maupun resiko yang harus
dilakukan oleh perseroan terbatas yang melakukannya.
Keuntungan dari akuisisi aset jika dibandingkan dengan akuisisi saham
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Perseroan terbatas pengakuisisi lebih fokus terhadap objek transaksi
untuk melakukan pemeriksaaan hukum secara mendalam untuk
memeriksa keabsahan dari objek yang akan diakuisisi dan resiko hukum
yang mungkin terjadi
2. Menghindari adanya resiko kewajiban terhadap pihak ketiga baik yang
timbul dari perjanjian perseroan yang diakuisisi dengan pihak ketiga
atau kewajiban yang lahir dari undang-undang.2
Pengambilalihan atau akuisisi aset merupakan salah satu jenis
restrukturisasi yang kian marak di lakukan oleh perusahaan besar maupun
kecil dengan berbagai macam tujuan seperti mengembangkan usaha,
memperbaiki struktur perusahaan, dan mempertahankan eksistensi
perusahaan. Seperti contohnya di tahun 2018 setidaknya telah terjadi cukup
2 Felix Oentoeng Soebagjo. Hukum Tentang Akuisisi Perusahaan Di Indonesia, (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2006), h. 17
42
banyak akuisisi seperti akuisisi aset yang dilakukan oleh PT Uber Indonesia
Technology oleh PT Solusi Transportasi Indonesia atau yang biasa disebut
dengan Grab Indonesia.3
Grab Indonesia merupakan anak perusahaan Grab yang beraktivitas
usaha di Indonesia dan telah berbentuk badan hukum dengan nama PT Grab
Indonesia. Tidak berbeda dengan PT Solusi Transportasi Indonesia, Uber juga
memiliki anak perusahaannya yang beraktivitas dan telah memiliki badan
hukum di Indonesia melalui PT Uber Indonesia Technology.
Adanya fakta bahwa masing-masing Grab Indonesia dan Uber
Indonesia tersebut merupakan sebuah badan hukum di Indonesia serta
melakukan kegiatannya dalam wilayah hukum Indonesia, menunjukkan
bahwa keduanya memenuhi kriteria perseroan terbatas. Dimana definisi
perseroan terbatas menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal
dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.
Aksi korporasi berupa pengambilalihan yang dilakukan oleh Grab
terhadap Uber di Singapura pada tanggal 26 Maret 2018 yang lalu merupakan
aksi yang terbesar yang pernah dilakukan oleh sebuah perusahaan teknologi
di Asia Tenggara.Total transaksi yang terjadi di antara Grab dan Uber ditaksir
memiliki nilai USD 2 miliar atau setara dengan Rp 27,5 triliun. 4 Dalam
pengambilalihan tersebut, Grab mengambil alih aset-aset berikut kegiatan
operasional yang dimiliki oleh Uber di Asia Tenggara, sehingga
pengambilalihan yang terjadi di antara dua perusahaan di bidang ride-hailing
3 Andri Donnal Putera, Grab Akuisisi Uber, Ini Dampaknya bagi Penumpang dan
Pengemudi, https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/27/120600926/grab-akuisi- si-uber-ini-dampaknya-bagi-penumpang-dan-mitra-pengemudi, diakses pada tanggal 19 Oktober 2019, pukul 09.30 WIB.
4 Bintoro Agung, Pengambilalihan Ditaksir Capai Rp27 T, KPPU Minta Grab Segera Lapor,https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180402184919-185287679/pengambilalihan-ditaksir- capai-rp27-t-kppu-minta-grab-segera-lapor, diakses pada tanggal 25 Oktober 2019, pukul 12.20 WIB
43
tersebut tergolong sebagai pengambilalihan dengan objek aset atau yang biasa
dikenal dengan sebutan pengambilalihan aset.
Pengambilalihan aset yang dilakukan Grab terhadap Uber juga turut
membuat Grab mengambil alih aset dan operasi Uber di Kamboja, Indonesia,
Malaysia, Myanmar, Filipina, dan Singapura, Thailand, dan Vietnam. Hal
tersebut mengakibatkan anak perusahaan Grab di Indonesia, yakni Grab
Indonesia, juga ikut serta mengambil alih aset dan operasional anak
perusahaan Uber di Indonesia, yakni Uber Indonesia.
Pengambilalihan aset Uber oleh Grab disebut-sebut dilatarbelakangi
oleh kondisi perusahaan Uber yang sedang dihadapkan pada berbagai macam
masalah. Uber yang sedang mempersiapkan potensi penawaran umum
perdana pada tahun 2019, kehilangan USD 4,5 miliar tahun lalu dan
menghadapi persaingan sengit di negara asal pendiriannya, yakni Amerika
Serikat, dan di seluruh Asia.
CEO Uber, Dara Khosrowshahi mengaku keputusan penjualan Uber di
Asia Tenggara pada Grab adalah karena Uber menghadapi terlalu banyak
persaingan dan jadi kurang fokus. Sehingga perlu melepas bisnis di pasar
tertentu.
Akuisisi Uber oleh Grab ini bertujuan untuk mengembangkan bisnis
Grab dengan mengakses teknologi Uber. Keuntungan finansial yang
didapatkan Grab mengakuisisi Uber yaitu kesepakatan harga Uber Asia
tenggara yang dapat disebut murah yaitu sebesar USD 100 juta, karena nilai
tersebut terbilang kecil mengingat valuasi Uber yang dikutip dari CNBC
News 19 Maret 2018 mencapai US$68 miliar. Selain itu Grab akan dapat
menarik investor-investor besar lainnya untuk menanamkan modalnya kepada
Grab sehingga secara finansial Grab akan mendapatkan keuntungan serta
dukungan kepercayaan dari investor-investor besar. Hal ini terbukti pasca
akuisisi Grab pada Uber yg dilakukan pada bulan Maret 2018, beberapa
perusahaan otomotif besar turut menyuntikkan dana investasi kepada Grab
antara lain Hyundai pada November 2018 menyuntikkan dana sebesar
44
US$250 juta, dan Yamaha pada Desember 2018 menyuntikkan dana sebesar
US$150 juta.
Dalam Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia belum secara
eksplisit menjelasakan tentang akuisisi aset. Namun Akuisisi aset pada
hakekatnya merupakan suatu bentuk transaksi jual beli atas benda bergerak
maupun tidak bergerak baik berwujud maupun tidak berwujud. Meskipun
demikian terdapat sejumlah ketentuan hukum yang harus dipenuhi oleh
direksi perusahaan baik yang akan mengakuisisi maupun bagi perusahaan
yang akan terakuisisi.
Adapun prosedur tahapan-tahapan akuisisi aset sebagai berikut:
1. Bagi perusahaan yang akan melakukan pengalihan atas aset perseroan
yang melebihji 50% (lima puluh persen) dari total kekayan bersih
perusahaan maka wajib untuk meminta persetujuan dari Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS)
2. Hubungan hukum yang tejadi dalam akuisisi aset merupakan suatu
transaksi jual beli. Oleh karena itu, maka berlaku ketentuan jual beli
berdasarkan ketentuan pada Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Dalam hal ini pembeli diwajibkan untuk membayar harga
pembelian yang disepakati penjual dan pembeli berdasarkan perjanjian jual
beli tersebut.5
3. Beralihnya hak kebendaan sebagai implikasi akuisisi aset perseroan
terbatas. Oleh karena itu prinsip dasar yang harus dipahami dalam setiap
tansaksi akuisisi aset adalah mengenai apa objek dari akuisisi aset yang
akan dilakukan. Yang dimana objek dari akuisisi ini lalu dilakukan
penyerahan atau pengalihan hak kebendaan kepada perusahaan yang
mengakuisisi.6
5 Gunawan Widjaya dan Kartini Muljadi, Jual Beli, (Jakarta : Rajagrafindo
Persada, 2004), h. 32 6 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Kebendaan Pada Umumnya, (Jakarta :
Prenada Media, 2005), h. 40
45
Dapat dilihat dalam kesepakatan akusisi PT Solusi Transportasi
Indonesia terhadap PT Uber Indonesia Technology hanya beberapa aset yang
ditransaksikan antara lain operasional Uber di Indonesia dan karyawan,
sementara teknis kepemilikan aplikasi masih atas nama Uber. Grab membeli
aset Uber dan sebagian dibayari dengan saham, sementara aset inti berupa
aplikasi tetap berada ditangan Uber. Uber tidak memiliki kantor atau badan
hukum khusus di Asia Tenggara, namun kantor didirikan di tiap negara yang
terdapat di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Aset PT Uber Indonesia
Technology yang dialihkan ke PT Solusi Transportasi Indonesia meliputi
peralatan, kontrak, dan karyawan yang dimiliki. Sedangkan untuk teknologi
informasi dan hak kekayaan intelektual tetap dimiliki oleh Uber.
Proses perpindahan operasional dilakukan oleh perusahaan PT Solusi
Transportasi Indonesia dan PT Uber Indonesia Technology. Proses transfer
atau perpindahan pelanggan dari Uber Indonesia ke Grab dilakukan dengan
cara mengalihkan data pelanggan yang sebelumnya terdaftar pada jaringan
Uber ke jaringan Grab. Dalam kaitannya dengan tarif, penetapannya tetap
didasarkan pada jauh jarak yang ditempuh, dengan turut memperhatikan
kondisi frekuensi penawaran dan permintaan di waktu tertentu, serta kondisi
lalu lintas yang terjadi pada saat itu. Sedangkan untuk mitra pengemudi dari
Uber, diberikan kesempatan untuk melakukan proses perpindahan ke PT
Solusi Transportasi Indonesia dengan cara mendaftar secara online.7 Khusus
untuk Indonesia, mitra pengemudi PT Uber Indonesia Technology dibebaskan
untuk menentukan pilihan
Walaupun didalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tidak
memberikan pengertian secara eksplisit mengenai pengertian aset maupun
tindakan pengambilalihan aset. Meski demikian, walaupun tidak disebutkan
dengan jelas, di dalam undang-undang tersebut, terdapat peraturan mengenai
pengambilalihan aset. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
7 Eka Santhika, Serahkan Bisnis, Aplikasi Uber Akan Ditutup dalam 2 Minggu,
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180326093839- 185-285859/serahkan-bisnis-aplikasi-uber-akan-ditutup-dalam-2-minggu?, diakses pada tanggal 20 januari 2020, pukul 12.39 WIB
46
Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan akuisisi sebagai
perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan
untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang
dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
Di dalam penjelasan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tersebut, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “kekayaan perseroan”
adalah semua barang baik bergerak maupun tidak bergerak, baik berwujud
maupun tidak berwujud, milik Perseroan. Oleh karena itu, ketentuan dalam
Pasal 102 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menggantikan Pasal
88 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas tersebut
dapat ditafsirkan sebagai embrio dari pengambilalihan perusahaan dengan
cara pengambilalihan aset.8
Pengambilalihan aset dinyatakan dengan terminologi “pengalihan
kekayaan” sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menyebutkan bahwa
“Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan
kekayaan Perseroan yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen)
jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik
yang berkaitan satu sama lain maupun tidak, maka wajib untuk meminta
persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)”
Jika mengaju pada teori kepastian hukum secara normatif adalah ketika
suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara
jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi
tafsir) dan logis. Jelas dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan
norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.
Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap,
konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh
8 Mys, “Pengambilalihan Perusahaan Tidak Bisa Dilakukan dengan Cara Penggabungan”,
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20496/pengambilalihan- perusahaan-tidakbisa-dilakukan-dengan-cara-penggabungan, diakses pada tanggal 20 januari 2020, 13.06 WIB
47
keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian dan keadilan bukanlah
sekedar tuntutan moral, melainkan secara factual mencirikan hukum.9 Maka
dari itu jika dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas tidak menjelaskan
proses pengambilalihan aset secara eksplisit maka akan menimbulkan multi
tafsir. Dalam kepastian hukum memastikan bahwa keberlakuan hukum yang
jelas dan secara eksplisit.
Pada umumnya, dalam tindakan pengambilalihan, perpindahan kontrol
terjadi apabila pengambilalihan tersebut dilakukan dengan mengambil alih
saham perusahaan yang diambil alih atau yang dikenal dengan
pengambilalihan saham. Untuk dapat merubah kontrol, saham yang diambil
alih tersebut merupakan saham yang mencapai nilai lebih dari 50% atau
kurang dari atau sama dengan 50% tetapi dapat mempengaruhi dan
menentukan kebijakan pengelolaan perusahaan yang diambil alih kepada
perusahaan pengambil alih. Tidak sama dengan pengambilalihan saham,
dalam pengambilalihan aset, kepemilikan dan pengendalian perusahaan yang
diambil alih tidak berubah.10 Dalam kata lain, pada pengambilalihan jenis ini,
perusahaan yang diambil alih tetap memiliki usahanya tersebut, hanya saja
aset-aset perusahaannya beralih kepada pengambil alih.11
Seiring berjalannya waktu, meskipun pengambilalihan aset pada
umumnya tidak menyebabkan peralihan kendali atau kontrol perusahaan,
namun dalam beberapa kondisi, hal tersebut masih dimungkinkan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa perubahan kontrol perusahaan dapat diindikasikan oleh
adanya perjanjian yang memungkinkan perusahaan pengambil alih untuk
melakukan decisive influence terhadap perusahaan yang diambil alih sebagai
akibat dari dialihkannya kepemilikan aset perusahaan yang diambil alih
tersebut kepada perusahaan pengambil alih. Decisive influence ialah
9 Cst Kansil, dkk, Kamus Istilah Aneka Hukum, (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2009), h.
385.
10 Munir Fuady, Hukum Tentang Pengambilalihan, Take Over, dan LBO, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h. 3-4
11 Munir Fuady, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008) h. 202
48
kemampuan untuk membuat keputusan dalam strategi kebijakan komersial
perusahaan. 12 Agar dapat menyebabkan decisive influence terhadap
perusahaan yang diambil alih, maka aset-aset yang beralih kepada pengambil
alih haruslah aset-aset yang berpengaruh terhadap bisnis atau kegiatan usaha
perusahaan yang diambil alih teresebut sehingga dapat diperoleh keuntungan
darinya.
Pengambilalihan aset yang berpengaruh terhadap bisnis perusahaan
dapat disebut juga dengan pengambilalihan bisnis. Dalam pengambilalihan
bisnis, objek yang diambil alih ialah aset-aset dari perusahaan yang diambil
alih, namun aset- aset tersebut haruslah aset-aset yang mampu digunakan
untuk mencapai tujuan dari bisnis perusahaan yang diambilalih tersebut.13
Bisnis merupakan suatu rangkaian terpadu dari adanya aktivitas dan aset.14
Oleh karena itu, untuk dikatakan sebagai suatu bisnis maka harus ada
rangkaian terpadu antara aset (input) dan aktivitas (proses) untuk mencapai
tujuan (output) bisnis.
Adanya kontrol atau decisive influence dari perusahaan pengambil alih
terhadap perusahaan yang diambil alih, sebagaimana bunyi dari ketentuan
persaingan usaha eropa yang telah disebutkan di atas, haruslah didasari oleh
adanya perjanjian diantara kedua belah pihak yang memungkinkan untuk
melakukan hal demikian. Dalam kaitannya dengan tindakan pengambilalihan
aset, perjanjian yang dimaksud tersebut dapat berbentuk jaminan bagi
perusahaan yang diambil alih untuk tetap dapat menggunakan aset-aset yang
12 IngMarie Sjögren terjemahan syarifah nurul nugrahaningsih, The Concept of Control
Under the Merger Regulation, Tesis Lunds Universitet, 1999, h. 22, http://lup.lub.lu.se/luur/download?func=downloadFile&recordOId=1561947&fileOId=1565802, diakses pada tanggal 22 Oktober 2019, pukul 17.30 WIB
13 Sukarnen, “Pengalihan Aset atau Pengalihan Bisnis: Kemungkinan Aset Deal adalah Business Deal atau Bukan?”, https://futurumcorfinan.com/article-video/merger-acquisition- restructuring/futurum-pengalihan-aset-atau-pengalihan-bisnis-draf/ , diakses pada tanggal 21 Oktober 2019, pukul 20.21 WIB, h. 20
14 Sukarnen, “Pengalihan Aset atau Pengalihan Bisnis: Kemungkinan Aset Deal adalah Business Deal atau Bukan?”, https://futurumcorfinan.com/article-video/merger-acquisition- restructuring/futurum-pengalihan-aset-atau-pengalihan-bisnis-draf/ , diakses pada 21 Oktober 2019, pukul 20.21, h. 35
49
telah ia alihkan di dalam proses kegiatan usahanya, meskipun hak milik aset
tersebut telah beralih kepada pihak pengambil alih. 15 Dalam kondisi
demikian, yakni adanya keterkaitan antara kedua belah pihak secara terus
menerus, maka kemungkinan adanya decisive influence dari pihak
pengambilalih semakin besar. Oleh karena itu, bentuk-bentuk perjanjian
dalam Pengambilalihan aset seperti dapat menimbulkan perubahan atas
kontrol perusahaan.
Dalam Hukum Akuisisi, kasus pengambilalihan aset PT Uber Indonesia
Technology oleh PT Solusi Transportasi Indonesia dapat pula dikategorikan
sebagai pengambilalihan aset yang menyebabkan perubahan kontrol.
Sebagaimana diketahui dalam kasus tersebut, PT Solusi Transportasi
Indonesia mengambil alih aset-aset dari PT Uber Indonesia Technology yang
diantaranya berupa peralatan, kontrak, dan karyawan. Selanjutnya, kedua
perusahaan tersebut menyepakati bahwa layanan aplikasi milik PT Uber
Indonesia Technology digabungkan dengan layanan aplikasi milik PT Solusi
Transportasi Indonesia. Data-data pelanggan milik Uber Technology
Indonesia juga dialihkan ke PT Solusi Transportasi Indonesia. Aset-aset Uber
Indonesia yang diambil alih oleh PT Solusi Transportasi Indonesia tersebut
merupakan aset-aset yang berpengaruh bagi proses bisnis PT Uber Indonesia
Technology untuk mendapatkan keuntungan. Selain itu, mereka juga
menyepakati bahwa Uber Indonesia tidak lagi beroperasi di dalam industri
ride-hailing Indonesia. Meskipun demikian, badan hukum PT Uber Indonesia
Technology tetap ada dan tidak bergabung dengan PT Solusi Transportasi
Indonesia.16
Kondisi demikian tidak terlepas dari keputusan induk kedua perusahaan
tersebut di Singapura yang juga melakukan tindakan hukum yang sama.
Sebagai ganti dari aset-asetnya yang telah diambil alih, Uber memiliki saham
15 Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia: Dalam Teori Dan Praktik
Serta Penerapan Hukumnya, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2012), h. 487
16 KPPU, Pendapat KPPU terkait Pengambilalihan Aset Uber Indonesia oleh Grab Indonesia, http://www.kppu.go.id/id/blog/2018/04/pendapat-kppu-terkait-pengambilalihan-aset- uber-indonesia-oleh-grab-indonesia/, diakses pada tanggal 25 Oktober 2019, pukul 11.24 WIB
50
sebesar 27.5% di Grab, sehingga menunjukkan adanya keuntungan dari bisnis
Grab yang juga akan dinikmati oleh Uber sesuai dengan jumlah presentase
saham tersebut. Hal demikian mengindikasikan bahwa telah terjadi kontrol
atau desicive influence (termasuk Grab Indonesia) terhadap jalannya kegiatan
usaha yang dimiliki oleh Uber (termasuk Uber Indonesia).
Dengan demikian, meski pada hakikatnya pengambilalihan aset tidak
dapat memindahkan kendali atau kontrol atas suatu perusahaan, namun hal itu
masih mungkin bisa terjadi, yakni dengan pengambilalihan aset dengan
mengadakan perjanjian yang memungkinkan adanya desicive influence
terhadap perusahaan yang diambil alih tersebut. Desicive influence terjadi
apabila aset-aset yang diambil alih merupakan aset-aset yang berpengaruh
terhadap jalannya bisnis perusahaan yang diambilalih.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa ada beberapa macam akuisisi
perusahaan antaranya yaitu; Akuisisi horizontal, vertikal, konsentrik, akuisisi
konsentrik teknologi, dan konglomerat. Dalam hal ini akuisisi yang dilakukan
PT Grab Indonesia terhadap PT Uber Indonesia Technology termasuk dalam
akuisisi horizontal. Yang dimana akuisisi horizontal adalah akuisisi yang
terjadi antara dua perusahaan yang sejenis. Maksud dari akuisisi ini agar
dapat memeperoleh economis of scale atau untuk memperoleh kedudukan
monopolistik, terutama yang dilakukan terhadap perusahaan pesaing,
sehingga dengan adanya akuisisi perusahaan dapat mengurangi persaingan. 17Hal ini dapat dilihat dari kegiatan usaha kedua perusahaan sama-sama
bergerak dalam bidang transportasi online dan PT Uber Indonesia
Technology sepakat untuk tidak beroperasi lagi di Indonesia. Dimana
otomatis ada terjadinya pengurangan pesaing usaha dalam bidang transportasi
online yang hanya menyisakan Grab dan Gojek.
Jika melihat status PT Uber Indonesia Technology yang masih ada
tetapi tidak menjalankan kegiatan usaha lagi dan masih memiliki izin-izin
atau lisensi seyogyanya perusahaan tersebut merupakan perusahaan kosong
17 Rushi Prasetya, Teori & Praktik Perseroan Terbatas, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.
142
51
atau PT kosong. Dengan adanya PT Uber Technology Indonesia tidak
menjalakan kegiatan usaha ride hailing di Indonesia maka secara otomatis
pesaing dalam bisnis angkutan umum berbasis aplikasi juga berkurang hal ini
dikhawatirkan tejadinya monopoli.
Namun berdasarkan keterangan yang diperoleh dari kepala Biro Hukum
dan Humas Komisi Pengawasan Persaingan Usaha, Taufik Arianto pada 26
April 2018 melalui pernyataannya pada CNN Indonesia, menyatakan bahwa
akusisi Grab terhadap Uber Asia tenggara bukan termasuk akusisi saham.
Akuisisi yang dilakukan oleh PT Solusi Transportasi Indonesia terhadap PT
Uber Indonesia Technology termasuk akuisisi ekonomis yang artinya adalah
pengambilalihan aset perusahaan dan yang diambil alih hanya semata-mata
asetnya. Lembaga itu menilai transaksi itu menjadi tak wajib dinotifikasikan
karena berada di luar cakupan definisi penggabungan usaha, peleburan atau
pengambilalihan oleh UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.18
B. Dampak Akuisisi Terhadap Pekerja Waktu Tertentu
Sebagaimana diketahui, pengambilalihan merupakan suatu bentuk
perbuatan hukum yang bersifat materil sehingga akan membawa banyak
pengaruh dari berbagai aspek yang sangat luas ruang lingkupnya. 19 Hal
tersebut dikarenakan dalam tindakan pengambilalihan, perusahaan-
perusahaan yang tadinya independen kini saling terkait satu sama lain.
Akuisisi tentunya akan menimbulkan akibat hukum tersendiri baik
terhadap status dari perusahaan tersebut maupun status terhadap pekerja dari
perusahaan PT yang bersangkutan. Karena proses pengambilalihan
perusahaan atau akuisisi dilakukan dengan cara pembelian sebagian atau
seluruhnya saham ataupun aset dari perusahaan perseroan yang diambil alih,
18 https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180425143515-185-293465/kppu-sebut-
akuisisi-grab-indonesia-tak-kendalikan-uber, diakses pada tanggal 20 Mei 2020, pukul 19.34 WIB
19 Andi Fahmi Lubis et al., Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks, (Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), 2017), h. 20
52
maka akibat hukumnya bagi status perusahaan perseroan yang diambil alih
adalah beralihnya pengendalian perseroan tersebut oleh pihak yang
mengambil alih.
Meskipun dalam akuisisi tidak ada perusahaan yang bubar status badan
hukumnya. Namun, dengan adanya pengendali baru akan menimbulkan
dampak yang cukup signifikan terhadap pemegang saham minoritas,
masyarakat atau konsumen, kreditor, dan yang terpenting terhadap pekerja.
Hal tersebut dikarenakan merupakan salah satu komponen penting dalam
sebuah perusahaan. Maka dari itu Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas memberikan perlindungan bagi
pihak-pihak yang terkait dengan akuisisi perusahaan.
Dalam proses akuisisi terjadi perubahan pengendalian perusahaan yang
menyebabkan perubahan direksi serta dimungkinkan perubahan peraturan-
peraturan yang selama ini diterapkan dalam sebuah perusahaan. Oleh sebab
itu, sebelum proses akuisisi menurut Pasal 127 ayat (2) Undang-Undang
Perseroan Terbatas menjelaskan:
“Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan, Peleburan,
Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib mengumumkan ringkasan rancangan
paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis
kepada karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan,
Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan dalam jangka waktu paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.”
Menurut penjelasan Pasal 127 ayat (2) Undang-Undang Perseroan
Terbatas “Pengumuman dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada
pihak-pihak yang bersangkutan agar mengetahui adanya rencana tersebut dan
mengajukan keberatan jika mereka merasa kepentingannya dirugikan.”
Sebelum penandatanganan perjanjian akuisisi perusahaan wajib
memberikan pengumuman terhadap pekerja mengenai penggantian
pengendali menurut pasal (127) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
Perseroan Terbatas. Apabila setelah diumumkan pekerja tidak menyetujui hal
tersebut pekerja memiliki hak untuk mengajukan permohonan PHK atau
53
mengundurkan diri begitu juga sebaliknya pengusaha yang baru juga
memiliki hak untuk melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja.
Namun hal tersebut tidak dapat dilakukan secara serta merta baik oleh pekerja
maupun pengusaha.
Pada Kasus PT Uber Indonesia Technology ini para pekerja tidak
mendapatkan pemberitahuan terlebih dahulu bahwa perusahaan akan
melakukan akuisisi dalam jangka waktu 30 hari sebelum dilakukannya RUPS
ataupun detik-detik perusahaan akan melakukan akuisisi. Pada hari senin
tanggal 26 Maret mereka diminta untuk meninggalkan kantor tanpa adanya
kejelasan tentang status pekerja mereka ataupun uang pesangon jika mereka
di PHK yang seharusnya mereka dapatkan.
Dalam perjanjian kerja PT Uber Indonesia Technology poin ke-10
sangat jelas tertulis tentang pengakhiran perjanjian yang berisikan:
“Perusahaan mempunyai hak untuk mengakhiri Perjanjian ini sebelum
berakhirnya jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
berdasarkan alasan-alasan lain yang diperbolehkan menurut peraturan
perundang undangan yang berlaku. Apabila Perusahaan hendak mengakhiri
Perjanjian ini sebelum berakhirnya Jangka Waktu disebabkan adanya
perubahan atas lingkup kerja, perusahaan akan memberikan pemberitahuan
30 (tiga puluh) hari kalender sebelumnya.”
Tertulis jelas bahwa seharusnya perusahaan memberitahukan terlebih
dahulu jika ingin mengakhiri perjanjian kerja sebelum berakhirnya jangka
waktu perjanjian. Tetapi pada kenyataannya pekerja bahkan tidak
diberitahukan tentang proses akuisisi kedua perusahaan dan langsung
memberhentikan kegiatan kerja dan menggantungkan status pekerjanya.
Menurut pasal 55 Undang-Undang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja
tidak dapat ditarik kembali dan/ atau diubah, kecuali atas persetujuan para
pihak yaitu pengusaha dan pekerja yang bersangkutan. Perubahan akan
perjanjian kerja mengenai upah, jenis pekerjaan, serta hak dan kewajiban
pekerja memang tidak dilarang karena hubungan yang terbentuk antara
pekerja dan pengusaha adalah hubungan kontraktual. Sehingga apabila terjadi
54
perubahan tidak dilarang selama ada kesepakatan antara pekerja dan
pengusaha karena asas kebebasan berkontrak. Oleh sebab itu, apabila ada
pelanggaran atas perubahan dari perjanjian tersebut secara sepihak maka
pihak tersebut telah melakukan wanprestasi terhadap perjanjian kerja. 20
Apabila terjadi wanprestasi maka pekerja memiliki hak untuk menggugat ke
pengadilan dengan gugatan wanprestasi berdasarkan pasal 52 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Menurut teori perlindungan hukum Philipus M Hadjon aspek
perlindungan hukum terhadap pekerja meliputi dua hal mendasar, yaitu
perlindungan dari kekuasaan pengusaha dan perlindungan dari tindakan
pemerintah.21 Jika merujuk pada teori perlindungan hukum tersebut maka
jelas bahwa pekerja tidak mendapatkan perlindungan hukum yang selayaknya
diberikan oleh pengusaha kepada mereka sebagai pekerja.22
Hubungan kerja ini berhubungan erat dengan perjanjian kerja yang
disepakati oleh pihak perusahaan dan pekerja. Melihat hal ini PT Uber
Indonesia Technology tidak memenuhi perlindungan hukum bagi pekerja
karena tidak mematuhi perjanjian kerja dimana dalam perjanjian tersebut
seharusnya perusahaan memberikan pemberitahuan 30 hari sebelumnya jika
terjadi perubahan atas lingkup kerja.
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa:
“Dalam hal terjadi pengalihan perusahaan maka hak-hak pekerja/buruh
menjadi tanggung jawab pengusaha baru, kecuali ditentukan lain dalam
perjanjian pengalihan yang tidak mengurangi hak-hak pekerja/buruh.”
20 Diana Kusumasari, ‘Gaji Diturunkan karena Lebih Tinggi dari Karyawan Lain’,
(Hukumonline, 2016) (https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ea142f525d8e/gaji-diturunkan- karena-lebih-tinggi-dari-karyawan-lain), diakses pada tanggal 30 Desember 2019, pukul 12.43 WIB
21 Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, (Bina Ilmu, 1987), h. 30
22 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h.11
55
Sehingga hak-hak pekerja atau buruh harus diberikan oleh pengendali
baru. hal tersebut dikarenakan pada prinsipnya yang bertanggung jawab
terhadap hak-hak pekerja ialah perusahaan tidak terkait dengan pergantian
kepemilikan ataupun pengendali namun demikian dimungkinkan adanya
kesepakatan antara pemilik lama dan pemilik baru sesuai dengan Pasal 61
ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan terkait dengan pemenuhan hak-hak
pekerja sehingga apabila ada kesepakatan selain yang tertulis dalam Pasal 61
ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan harus diberitahukan terhadap
pekerja.
Dalam kasus akuisisi PT Uber Indonesia Technology memberitahukan
bahwa mereka akan mendapatkan offering dari PT Grab Indonesia, dimana
kenyataannya beberapa lama setelah proses akuisisi tesebut tidak semua
pekerja mendapatkan offering tersebut. Hanya beberapa karyawan yang
mendapatkan tawaran tersebut itupun mereka harus melewati tahapan-tahapan
tes kembali tidak semata-mata langsung melanjutkan di PT Grab Indonesia.
Jadi Karyawan yang tidak mendapatkan panggilan tidak dapat melanjutkan
kerja di PT Grab Indonesia.
Setiap pekerja memiliki hubungan kerja dengan majikan yang dalam
hal ini ialah perusahaan, hubungan kerja terjadi setelah diadakannya
perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan
kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah dan
majikan menyatakan kesanggupannya untuk memperkerjakan buruh dengan
membayar upah.23
Perjanjian kerja harus disepakati oleh kedua belah pihak yakni
perusahaan sebagai majikan dan pekerja. “perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian dimana pihak yang satu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja
pada pihak lain yaitu majikan, selama suatu waktu tertentu dengan menerima
23 Lanny Ramly, Hukum Ketenagakerjaan, (Surabaya: Airlangga University Press, 2008),
h. 28
56
upah. 24 Perjanjian pekerja dibuat sebelum pekerja memulai pekerjaannya.
Dengan demikian maka perjanjian pekerja tersebut dibuat antara pekerja
dengan pengendali yang lama bukan yang baru. Sehingga hal tersebut
menimbulkan kerancuan apabila hak-hak pekerja dan kewajiban perusahaan
disimpangi sejak sebelum pengambilalihan terjadi hingga proses
pengambilalihan selesai pihak manakah yang harus bertanggung jawab
terhadap penyelesaian hak pekerja pemegang saham yang baru atau lama.
Setelah terjadi akuisisi kemungkinan munculnya ketidakpastian status
pekerja yang memunculkan pertanyaan ketika pekerja tidak menyetujui
adanya akuisisi perusahaan dan memilih untuk keluar karena dalam proses
akuisisi terutama apabila yang terjadi adalah akuisisi aset seperti akuisisi PT
Grab Indonesia terhadap PT Uber Indonesia Technology. Dalam Undang-
Undang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa ada dua kemungkinan jika
pekerja tidak bersedia untuk untuk melanjutkan hubungan kerja dengan
perusahaan setelah akuisisi atau perusahaan menolak untuk melanjutkan
hubungan kerja dengan pekerja.
Tidak hanya pengusaha yang memiliki hak untuk melakukan pemutusan
hubungan kerja demi efisiensi perusahaan. Pekerja juga memiliki hak baik
untuk mengajukan atau mengundurkan diri. Seorang pekerja berhak
mengajukan pemutusan hubungan kerja setelah dilakukannya akuisisi
perusahaan apabila setelah dilakukannya akuisisi tersebut berakibat langsung
pada posisi pekerja atau buruh yang bersangkutan. Dalam artian pekerja
memiliki hak opsi untuk menyatakan tidak bersedia melanjutkan hubungan
kerja hanya apabila syarat-syarat kerja sebagaimana yang tercantum dalam
perjanjian kerja tidak sesuai dengan job pada posisi baru sehubungan dengan
adanya reposisi atau rotasi akibat adanya restrukturisasi sumber daya manusia
di perusahaan yang bersangkutan.25 Sehingga tidak serta merta pekerja tidak
bersedia melanjutkan hubungan kerja dan meminta untuk diputuskan
24 Lanny Ramly, Hukum Ketenagakerjaan, (Surabaya: Airlangga University Press 2008), h.
2
25 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 117/PUU-X/2012
57
hubungan kerjanya tanpa adanya reposisi atau rotasi sumber daya manusia
(dalam hal ini pekerja/buruh), baik itu mutasi (perpindahan jabatan yang
sederajat), demosi (turun jabatan) atau bahkan promosi (naik jabatan).
Terjadinya reposisi atau rotasi, berarti terjadi perubahan ketentuan yang
disepakati dan syarat-syarat kerja yang tertuang dalam perjanjian kerja.
Pekerja dan pengusaha memiliki perjanjian kerja yang pokok isinya
adalah jabatan atau jenis pekerjaan, besarnya upah beserta cara
pembayarannya, dan syarat- syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban
pengusaha serta pekerja mengenai jaminan sosial, jaminan kesehatan,
jaminan keselamatan kerja, cuti, istirahat, mogok kerja, dan membentuk
serikat pekerja. Oleh sebab itu hubungan antara pengusaha dan pekerja
merupakan hubungan privat yang berarti isi dari perjanjian kerja menganut
asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam pasal 1338 BW.
Pasca di akuisisi, pekerja berhak untuk mempertahankan perjanjian kerjanya
agar tidak terjadi perubahan.26
Dalam kasus akuisisi PT Grab Indonesia terhadap PT Uber Indonesia
Technology peneliti melakukan wawancara pada mantan pekerja berstatus
PKWT PT Uber Indonesia Technology dimana menurut narasumber adalah,
perusahaan tidak memberikan kejelasan terhadap status pekerja, dimana
perusahaan menangguhkan status pekerja dan pekerja tetap mendapatkan
uang gaji sampai batas waktu kontrak kerja dan jika pekerja telah bekerja di
perusahaan lain dan PT Uber Indonesia Technology mengetahuinya maka
pekerja dianggap wanprestasi dan kontrak kerja mereka dianggap berhenti
dan tidak lagi mendapatkan gaji. Dari hasil wawancara tersebut dilihat bahwa
tidak ada ketegasan dari perusahaan mengenai pemutusan hubungan kerja
maupun akan mempekerjakan karyawannya setelah proses akuisisi.
Dalam Pasal 163 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa Pengusaha dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja dalam hal terjadi perubahan status,
26 Rizki Istighfariana Achmadi, Perlindungan Hukum Pekerja Pasca Terjadinya Akuisisi
Perusahaan, Vol. 2 No. 4, Juli 2019 hal.1466
58
penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan
pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja maka pekerja
berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai Pasal 156 ayat (2),
uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan
uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
Jika perusahaan menolak untuk mempekerjakan pekerjanya maka
pekerja berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali sesuai Pasal 156 ayat
(2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3)
dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).
Dalam Pasal 156 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan
menjelaskan perhitungan uang pesangon sebagai berikut:
1. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
2. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2
(dua) bulan upah;
3. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3
(tiga) bulan upah;
4. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4
(empat) bulan upah;
5. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5
(lima) bulan upah;
6. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6
(enam) bulan upah;
7. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7
(tujuh) bulan upah.
8. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun,
8 (delapan) bulan upah; i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9
(sembilan) bulan upah
Perhitungan uang penghargaan masa kerja yang dijelaskan dalam Pasal
156 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan ditetapkan sebagai berikut :
59
1. Masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2
(dua) bulan upah;
2. Masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan)
tahun, 3 (tiga) bulan upah;
3. Masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas)
tahun, 4 (empat) bulan upah;
4. Masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima
belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
5. Masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan
belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
6. Masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua
puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
7. Masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua
puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
8. Masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan
upah.
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan
meliputi:
1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
2. Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat
dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
3. Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15%
(lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan
masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
4. Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan
atau perjanjian kerja bersama.
Dalam hal mendapat hak uang pesangon dan uang penghargaan masa
kerja sebenarnya hanya didapatkan jika pekerja berstatus Perjanjian Kerja
Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Tetapi dari hasil wawancara bahwa ada
60
PKWT yang telah bekerja lebih dari tiga tahun yang dimana dalam Pasal 159
Undang-Undang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa PKWT hanya boleh
untuk pekerjaan tertentu dan jangka waktu 2 tahun dengan perpanjangan satu
kali paling lama 1 tahun yang dimana totalnya 3 tahun. Apabila melebihi
jangka waktu PKWT maka secara hukum otomatis status menjadi PKWTT.
Yang dimana hak-hak pekerja juga mengikuti Pasal 156 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Idealnya perusahaan memberikan kepastian seperti yang disebutkan
diatas dalam proses akusisi. Bukannya dengan menangguhkan status pekerja
yang tidak jelas. Dengan tindakan tersebut muncul pertanyaan apakah pekerja
dianggap melakukan pengunduran diri atau dianggap telah di putus hubungan
kerjanya karena hak dan kewajiban pekerja yang melakukan pengunduran diri
dan pemutusan hubungan kerja memiliki perbedaan.
Imam Soepomo mengelompokkan perlindungan kerja ke dalam 3 jenis
perlindungan yaitu, Perlindungan ekonomis, perlindungan sosial dan
perlindungan teknis. 27 Perlindungan Ekonomis terkadang disebut sebagai
Jaminan Sosial 28 yang merupakan perlindungan terhadap pekerja/buruh
terkait penghasilannya. Perlindungan ini meliputi usaha-usaha yang dilakukan
untuk memberikan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan hidup pekerja.
Termasuk perlindungan pekerja bila bekerja diluar kehendaknya.
Sehubungan dengan perlindungan terkait penghasilan, maka yang
menjadi dasar permasalahannya adalah mengenai imbalan kerja yang
didapatkan oleh pekerja yang diistilahkan dengan upah. Permasalahan upah
merupakan persoalan klasik dalam bidang ketenagakerjaan dari masa kemasa.
Sebab sulit mempertemukan 2 pihak yang masing masing mempunyai
kepentingan yang berbeda. Oleh sebab itu dalam kerangka memberikan
perlindungan secara ekonomis, maka kebutuhan terhadap aturan tentang
pengupahan menjadi mutlak adanya. Sebagaimana diketahui, bahwa secara
27 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta: Djambatan, 2003), h. 164
28 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 9
61
ekonomi status pengusaha berada di atas pekerja, terlebih jika ditarik ke
dalam lingkup perusahaan, maka yang terjadi adalah status atasan dan
bawahan. Oleh sebab itu hubungan ini cenderung menempatkan para pekerja
pada posisi yang tidak menguntungkan.
Maka dari itu perlindungan ekonomis dan perlindungan dari tindakan
pengusaha sangat diperlukan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka perlu
peran pemerintah sebagai yang menetapkan kebijakan, memberikan
pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap
pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan Akuisisi yang dilakukan oleh PT Grab Indonesia terhadap PT
Uber Indonesia Technology hanya beberapa aset yang ditransaksikan
antara lain operasional Uber di Indonesia antara teknis kepemilikan
aplikasi masih atas nama Uber. Grab membeli aset Uber dan sebagian
dibayari dengan saham. Dalam Hukum Akuisisi, kasus pengambilalihan
aset Uber Indonesia oleh Grab Indonesia dapat pula dikategorikan sebagai
pengambilalihan aset yang menyebabkan perubahan kontrol decisive
influence dari perusahaan pengambil alih terhadap perusahaan yang
diambil alih, yang didasari oleh adanya perjanjian diantara kedua belah
pihak yang memungkinkan untuk melakukan hal demikian. Akuisisi yang
dilakukan PT Grab Indonesia terhadap PT Uber Indonesia Technology
termasuk dalam akuisisi horizontal dimana akuisisi horizontal adalah
akuisisi yang terjadi antara dua perusahaan yang sejenis agar dapat
memperoleh economis of scale atau untuk memperoleh kedudukan
monopolistik, terutama yang dilakukan terhadap perusahaan pesaing,
sehingga dengan adanya akuisisi perusahaan dapat mengurangi persaingan.
2. Dampak akuisisi terhadap PKWT PT Uber Indonesia Technology adalah
pekerja tidak diberikan hak-hak yang seharusnya diberikan oleh
perusahaan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Beberapa hal yang bertentangan
pada proses akuisisi tersebut dimana tidak beritahukannya proses akuisisi
yang seharusnya pekerja diberitahuan 30 hari sebelum pemanggilan RUPS
hal ini telah melanggar Pasal 127 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas dan Kontrak PKWT PT Uber Indonesia
Technology.
63
Status pekerja PKWT juga ditangguhkan oleh PT Uber Indonesia
Technology dengan tetap memberikan gaji sampai dengan kontrak berakhir,
dan tidak diberikannya hak-hak pekerja berstatus PKWTT yang seharusnya
diberikan terlihat bahwa PT Uber Indonesia Technology tidak melakukan
kewajibannya sesuai dengan Pasal 163 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan yaitu memberikan dua kali uang pesangon dan
satu kali uang masa penghargaan kerja apabila perusahaan tidak bersedia
untuk menerima pekerja setelah dilakukannya akuisisi.
B. Rekomendasi
1. Dalam terjadinya proses akuisisi PT Uber Indonesia Technology
seharusnya memberi kepastian status pekerja kontrak waktu tertentu agar
para pekerja tidak menunggu dan dapat mencari pekerjaan lain dan juga
memberikan hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan sesuai dengan
yang tertera pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
2. Dalam hal proses akuisisi yang mana rentan terjadinya perselisihan
hubungan industrial antara perusahaan dan pekerja sebagai pihak pertama
dan pihak kedua terdapat juga pihak ketiga yaitu pemerintah yang dimana
mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan,
melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap
pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Dalam
proses akuisisi ini seharusnya pemerintah terutama Dinas
Ketenagakerjaan diharapkan dapat memberikan pengawasan lebih
terhadap proses akuisisi agar tidak merugikan hak-hak pekerja yang
perusahaannya terakuisisi.
64
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Agusmidah. 2010, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia
Ali, Achmad. 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Jakarta: Toko Gunung Agung
Asikin, Zainal dan Wira Pria Suhartana. 2016, Pengantar Hukum Perusahaaan, Jakarta: Kencana
Asikin, Zainal, dkk. 1993, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, Jakarta: Raja Grafindo Persada
Diantha, I Made. 2017, Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Kencana
Djumialdji, FX. 2005, Perjanjian Kerja , Jakarta: PT Sinar Grafik
Fuady, Munir. 2014, Hukum Tentang Pengambilalihan, Take Over, dan LBO, Bandung: Citra Aditya Bakti
__________.2008, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007), Bandung: Citra Aditya Bakti
Hadiwiryo, Iswanto Sastro. 2001, Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta: PT Bumi Aksara
Hakim, Abdul. 2003, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Bandung: PT Citra Aditya Bakti
H Manulang, Sedjun. 1995, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta
Huijbers, Theo. 2010, Filsafat Hukum, Yogyakarta: Kanisius
Ibrahim, Johnny, 2005, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Surabaya: Bayumedia Publishing
Kansil, Cst, dkk. 2009, Kamus Istilah Aneka Hukum, Jakarta: Jala Permata Aksara
Lubis, Andi Fahmi, dkk. 2017, Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks, Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Marzuki, Peter Mahmud. 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Kencana
65
M Hadjon, Philipus. 1987, Perlindungan Bagi Rakyat diIndonesia, Surabaya: PTBina Ilmu
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. 2005, Kebendaan Pada Umumnya, Jakarta : Prenada Media
Nugroho, Susanti Adi. 2012, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia: Dalam Teori Dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya, Jakarta: Prenadamedia Group
Pangaribuan, Juanda. 2010, Tuntunan Praktis Penyelesaian Perselisihan hubungan industrial, Jakarta: BIS
Prasetya, Rudhi. 2011, Teori dan Praktik Perseroan Terbatas, Jakata: Sinar Grafika
Ramly, Lanny. 2008, Hukum Ketenagakerjaan, Surabaya: Airlangga University Press
Rato, Dominikus. 2010, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Yogayakarta: Laksbang Pressindo
Rahardjo, Satjipto. 2000, Ilmu hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti
Saliman, Abdul R. 2015, Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Jakarta, Kencana Prenadamedia Group
Soepomo, Imam. 2001, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja, Jakarta: Djambatan
__________. 2003, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Djambatan
Soebagjo, Felix Oentoeng. 2006, Hukum Tentang Akuisisi Perusahaan Di Indonesia, Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum
Sutedi, Adrian. 2009, Hukum Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika
Ugo dan Pujiyo. 2011, HUKUM ACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL: Tata Cara dan Proses Penyelesaian Sengketa Perburuhan, Jakarta: Sinar Grafika
Wahyudi, Eko, dkk. 2016, Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta: Sinar Grafika
Widjaya, Gunawan dan Kartini Muljadi. 2004, Jual Beli, Jakarta : Rajagrafindo Persada
___________. 2005, Kebendaan Pada Umumnya, Jakarta : Prenada Media
66
Wijayanti, Asri. 2009, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta: Sinar Grafika
Jurnal: Adianto, Jepi dan Muhammad Ferdyansyah. 2018. Peningkatan Kualitas Tenaga
Kerja Dalam Menghadapi Asean Economy Community. Vol.1 (2)
Achmadi, Rizki Istighfariana. Perlindungan Hukum Pekerja Pasca Terjadinya Akuisisi Perusahaan, Vol. 2 No. 4, Juli 2019
Kalo, Syafruddin“Penegakan Hukum yang Menjamin Kepastian Hukum dan Rasa keadilan Masyarakat
Silambi, Erni Dwita. Pemutusan Hubungan Kerja Ditinjau Dari Segi Hukum ( Studi Kasus P TMedco Lestari Papua), Vol. 5 No. 4, 2014
Sjögren, IngMarie. The Concept of Control Under the Merger Regulation Penerjemah syarifah nurul nugrahaningsih, Tesis Lunds Universitet, 1999
Soegiono, Steven Leonardo. dan Eddy Madiono Sutanto, ‘Restrukturisasi Organisasi di PT Samudra Alam Raya Surabaya’, Vol. 1, No. 3, 2013
Wantu, Fence M, Mewujukan Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan dan putusan hakim perdata. Vol.12 No. 3, 2012
Zakie, Mukmin. Perlindungan Hukum Terhadap Buruh Perempuan Pada Malam Hari. Vol.1 No.13, 2006
Link: https://id.techinasia.com/uber-sejarah-pendirian-startup-taksi
https://www.grab.com/id/brand-story/
http://economy.okezone.com
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20190812121836-37-91319/kisah-di-balik-kerugian-uber-rp-728-t-dalam-3-bulan
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/03/27/120600926/grab-akuisi- si-uber-ini-dampaknya-bagi-penumpang-dan-mitra-pengemudi
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180402184919-185-287679/pengambilalihan-ditaksir- capai-rp27-t-kppu-minta-grab-segera-lapor
67
http://www.kppu.go.id/id/blog/2018/04/pendapat-kppu-terkait-pengambilalihan-aset- uber-indonesia-oleh-grab-indonesia/
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180326093839-185-285859/serahkan-bisnis-aplikasi-uber-akan-ditutup-dalam-2-minggu?
https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20496/pengambilalihan- perusahaan-tidakbisa-dilakukan-dengan-cara-penggabungan
https://futurumcorfinan.com/article-video/merger-acquisition- restructuring/futurum-pengalihan-aset-atau-pengalihan-bisnis-draf/
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4ea142f525d8e/gaji-diturunkan- karena-lebih-tinggi-dari-karyawan-lain
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180425143515-185-293465/kppu-sebut-akuisisi-grab-indonesia-tak-kendalikan-uber
68
LAMPIRAN
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78