alergi kulit.doc

19
PENYAKIT ALERGI PADA KULIT Pembimbing : DR. dr. Renni Yuniati, Sp. KK Oleh : Thomas Khosasih 406137009

Upload: thomas

Post on 16-Sep-2015

6 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

PENYAKIT ALERGI PADA KULIT

Pembimbing :

DR. dr. Renni Yuniati, Sp. KK

Oleh :

Thomas Khosasih

406137009Kepaniteraan Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara

RSUD Kudus

2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kulit merupakan bagian tubuh manusia yang cukup sensitive terhadap berbagai macam penyakit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak faktor. Diantaranya, faktor lingkungan dan kebiasaan hidup sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersih akan membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan yang kotor akan menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit.

Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum, terjadi pada orang-orang dari segala usia. Penyakit kulit untuk sebagian orang terutama wanita akan menghasilkan kesengsaraan, penderitaan, ketidakmampuan sampai kerugian ekonomi. Selain itu, mereka menganggap cacat besar dalam masyarakat. Gejala-gejala penyakit pada kulit dapat menjadi parah jika tidak diobati, kadang-kadang bahkan menyakitkan.

Alergi kulit adalah sensitivitas yang terjadi pada kulit yang disebabkan oleh banyak hal, seperti rasa dingin, karena salah satu jenis makanan, kedekatan dengan satu jenis binatang atau bahkan ketika mengkonsumsi satu jenis obat tertentu. Sebelum mengobati penyakit ini maka perlu diketahui penyebab dan gejala alergi kulit. Gejala alergi dapat terlihat pada perubahan fisik dari kulit tubuh manusia. Seperti terjadinya warna kemerah-merahan, atau adanya ruam dan bengkak. Keadaan tersebut dapat menimbulkan rasa gatal. Rasa gatal ini akan sangat merangsang seseorang untuk menggaruk pada daerah tersebut.Masa dewasa akhir atau usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode dahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Usia enam puluhan biasanya dipandang sebagai garis pemisah antara usia madya dan usia lanjut (Hurlock, 1999). Proses menua merupakan suatu proses biologis. Setelah bertahun-tahun, kondisi tubuh akan menurun, kulit menjadi kendur, berkerut, fungsi sistem jantung dan pernafasan juga menurun. Perubahan juga terjadi pada otak (Lahey, 2003). Beberapa perubahan fisik yang dihubungkan dengan proses penuaan dapat diobservasi secara langsung. Kulit individu yang menua menjadi lebih pucat, muncul bercak-bercak di kulit, kulit menjadi kurang elastis, dan seiring dengan lemak dan otot yang mulai mengendur, kulit menjadi berkerut. Muncul juga urat nadi yang menonjol pada kaki. Rambut di kepala mulai memutih dan mulai menipis serta rambut yang tumbuh di tubuh mulai menipis (Papalia, 2004).

Perubahan-perubahan tersebut sesuai dengan hukum kodrat manusia yang pada umumnya dikenal dengan istilah menua. Perubahan-perubahan tersebut mempengaruhi struktur baik fisik maupun mental. Periode selama usia lanjut atau lansia yaitu ketika kemunduran fisik dan mental terjadi secara perlahan dikenal dengan istilah senescence yaitu masa proses menjadi tua (Hurlock, 1999). Kemunduran fisik dan mental ini dapat mengakibatkan kesehatan lansia menjadi buruk.1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana peran sel mast pada pasien alergi ?

Bagaimana proses hipersensitifitas I-IV ?

Bagaimana proses senescense berubah menjadi proses alergi ?

Bagaimana proses cutting edge science ?

Bagaimana konsep alergi pada beberapa tahun terakhir ?

1.3. Tujuan Penelitian

Menjelaskan peran sel mast pada pasien alergi

Menjelaskan proses hipersensitifitas I-IV

Menjelaskan proses senescense berubah menjadi proses alergi

Menjelaskan proses cutting edge science

Menjelaskan konsep alergi pada beberapa tahun terakhir

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HipersensitivitasHipersensitivitas yaitu reaksi imun yang patologik, terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. Reaksi hipersensitivitas menurut Coombs dan Gell dibagi menjadi 4 tipe reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi, yaitu tipe I, II, III, dan IV. Kemudian Janeway dan Travers merivisi tipe IV Gell dan Coombs menjadi tipe IVa dan IVb.

Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi.

Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik atau sitotoksik terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi/pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam DTH (Delayed Type Hypersensitivity) yang terjadi melalui sel CD4+ dan T cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8+ 1.Jenis HipersensitivitasMekanisme Imun PatologikMekanisme Kerusakan Jaringan dan Penyakit

Tipe IHipersensitivitas cepatIgESel mast dan mediatornya (amin vasoaktif, mediator lipid, dan sitokin)

Tipe IIReaksi melalui antibodiIgM, IgG terhadap permukaan sel atau matriks antigen ekstraselulerOpsonisasi & fagositosis sel

Pengerahan leukosit (neutrofil, makrofag) atas pengaruh komplemen dan FcR

Kelainan fungsi seluler (misal dalam sinyal reseptor hormone)

Tipe IIIKompleks imunKompleks imun (antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG)Pengerahan dan aktivasi leukosit atas pengaruh komplemen dan Fc-R

Tipe IV (melalui sel T)

Tipe IVa

Tipe IVb1. CD4+ : DTH

2. CD8+ : CTL1. Aktivasi makrofag, inflamasi atas pengaruh sitokin

2. Membunuh sel sasaran direk, inflamasi atas pengaruh sitokin

1B. Mekanisme Alergi Hipersensitivitas Tipe IHipersensitivitas tipe I terjadi dalam reaksi jaringan terjadi dalam beberapa menit setelah antigen bergabung dengan antibodi yang sesuai. Ini dapat terjadi sebagai anafilaksis sistemik (misalnya setelah pemberian protein heterolog) atau sebagai reaksi lokal (misalnya alergi atopik seperti demam hay) 2. Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut:

1. Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil.

2. Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.3. Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik1.

Mekanisme alergi, misalnya terhadap makanan, dapat dijelaskan sebagai berikut. Secara imunologis, antigen protein utuh masuk ke sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Untuk mencegah respon imun terhadap semua makanan yang dicerna, diperlukan respon yang ditekan secara selektif yang disebut toleransi atau hiposensitisasi. Kegagalan untuk melakukann toleransi oral ini memicu produksi antibodi IgE berlebihan yang spesifik terhadap epitop yang terdapat pada alergen. Antibodi tersebut berikatan kuat dengan reseptor IgE pada basofil dan sel mast, juga berikatan dengan kekuatan lebih rendah pada makrofag, monosit, limfosit, eosinofil, dan trombosit3.Gejala yang timbul pada hipersensitivitas tipe I disebabkan adanya substansi aktif (mediator) yang dihasilkan oleh sel mediator, yaitu sel basofil dan mastosit.Mediator jenis pertama

Meliputi histamin dan faktor kemotaktik.

- histamin menyebabkan bentol dan warna kemerahan pada kulit, perangsangan saraf sensorik, peningkatan permeabilitas kapiler, dan kontraksi otot polos.

- Faktor kemotaktik. Dibedakan menjadi ECF-A (eosinophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel eosinofil dan NCF-A (neutrophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel neutrofil.

Mediator jenis kedua

Dihasilkan melalui pelepasan asam arakidonik dari molekul-molekul fosfolipid membrannya. Asam arakidonik ialah substrat 2 macam enzim, yaitu sikloksigenase dan lipoksigenase.

- Aktivasi enzim sikloksigenase akan menghasilkan bahan-bahan prostaglandin dan tromboxan yang sebagian dapat menyebabkan reaksi radang dan mengubah tonus pembuluh darah.

- Aktivasi lipoksigenase diantaranya akan menghasilkan kelompok lekotrien. Lekotrien C, D, E sebelum dikenal ciri-cirinya dinamakan SRS-A (Slow reactive substance of anaphylaxis) karena lambatnya pengaruh terhadap kontraksi otot polos dibandingkan dengan histamin.Mediator jenis ketiga

Dilepaskan melalui degranulasi seperti jenis pertama, yang mencakup (1) heparin, (2) kemotripsin/tripsin (3) IF-A 4,5C. Nutrisi dan AlergiMakanan merupakan salah satu penyebab reaksi alergi yang berbahaya. Seperti alergen lain, alergi terhadap makanan dapat bermanifestasi pada salah satu atau berbagai organ target: kulit (urtikaria, angiodema, dermatitis atopik), saluran nafas (rinitis, asma), saluran cerna (nyeri abdomen, muntah, diare), dan sistem kardiovaskular (syok anafilaktik)3. Urtikaria akibat alergi makanan biasanya timbul setelah 30-90 menit setelah makan dan biasa disertai gejala lain seperti diare, mual, kejang perut, hidung buntu, bronkospasme, hingga gangguan vaskular. Semua gejala ini diperantarai oleh IgE6.

Hampir setiap jenis makanan memiliki potensi untuk menimbulkan reaksi alergi. Alergen dalam makanan terutama berupa protein yang terdapat di dalamnya. Namun, tidak semua protein dalam makanan mampu menginduksi produksi IgE. Penyebab tersering alergi pada orang dewasa adalah kacang-kacangan, ikan, dan kerang. Sedangkan penyebab alergi tersering pada anak adalah susu, telur, kacang-kacangan, ikan, dan gandum. Sebagian besar alergi hilang setelah pasien menghindari makanan tersebut, dan melakukan eliminasi makanan, kecuali terhadap kacang-kacangan, ikan, dan kerang cenderung menetap atau menghilang setelah jangka waktu yang sangat lama.

Ikan dapat menimbulkan sejumlah reaksi. Alergen utama dalam codfish adalah Gad c1 telah diisolasi dari fraksi miogen. Udang mengandung beberapa alergen. Antigen II dianggap sebagai alergen utama. Otot udang mengandung glikoprotein otot yang mengandung Pen a1 (tropomiosin).

Gambaran klinis reaksi alergi terhadap makanan terjadi melalui IgE dan menunjukkan manifestasi terbatas: gastrointestinal, kulit dan saluran nafas. Tanda dan gejalanya disebabkan oleh pelepasan histamine, leukotrien, prostaglandin, dan sitokin. Alergen yang dimakan dapat menimbulkan efek luas, berupa respon urtikaria di seluruh tubuh, karena distribusi random IgE pada sel mast yang tersebar di seluruh tubuh3.

D. Penegakan Diagnosis Penyakit AlergiBila seorang pasien datang dengan kecurigaan menderita penyakit alergi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan terlebih dahulu apakah pasien benar-benar menderita penyakit alergi. Selanjutnya baru dilakukan pemeriksaan untuk mencari alergen penyebab, selain juga faktor-faktor non alergik yang mempengaruhi timbulnya gejala.

Prosedur penegakan diagnosis pada penyakit alergi meliputi beberapa tahapan berikut.

1) Riwayat Penyakit. Didapat melalui anamnesis, sebagai dugaan awal adanya keterkaitan penyakit dengan alergi.

2) Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dibuat, dengan perhatian ditujukan terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit, konjungtiva, nasofaring, dan paru. Pemeriksaan difokuskan pada manifestasi yang timbul.

3) Pemeriksaan Laboratorium. Dapat memperkuat dugaan adanya penyakit alergi, namun tidak untuk menetapkan diagnosis. Pemeriksaan laboaratorium dapat berupa hitung jumlah leukosit dan hitung jenis sel, serta penghitungan serum IgE total dan IgE spesifik.

4) Tes Kulit. Tes kulit berupa skin prick test (tes tusuk) dan patch test (tes tempel) hanya dilakukan terhadap alergen atau alergen lain yang dicurigai menjadi penyebab keluhan pasien.

5) Tes Provokasi. Adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara langsung kepada pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya dilakukan jika terdapat kesulitan diagnosis dan ketidakcocokan antara gambaran klinis dengan tes lainnya. Tes provokasi dapat berupa tes provokasi nasal dan tes provokasi bronkial7.E. Penatalaksanaan Penyakit AlergiPada pasien perlu dijelaskan tentang jenis urtikaria, penyebabnya (bila diketahui), cara-cara sederhana untuk mengurangi gejala, pengobatan yang dilakukan dan harapan di masa mendatang. Prioritas utama pengobatan urtikaria adalah eliminasi dari bahan penyebab, bahan pencetus atau antigen.

Penatalaksanaan medikamentosa terdiri atas pengobatan lini pertama, kedua, dan ketiga. Pengobatan lini pertama adalah penggunaan antihistamin berupa AH1 klasik yang bekerja dengan menghambat kerja histamin. Pengobatan lini kedua adalah dengan penggunaan kortikosteroid, sementara pengobatan lini ketiga adalah penggunaan imunosupresan6.

DermatitisDermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal.

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar, suhu), mikro-organisme (bakteri, jamur), dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopic.

Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, batasnya sirkumskrip, dapat pula difus. Penyebarannya dapat setempat, generalisata, dan universalis.

Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik, keduanya dapat bersifat akut maupun kronis.

Dermatitis Kontak Iritan

Merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Penyebab munculnya dermatitis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu.

Dermatitis Kontak Alergik

Terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi terhadap suatu allergen. Penyebabnya adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah (< 1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses, disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis di bawahnya (sel hidup). Penderita umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya.

Berbagai lokasi terjadinya DKA :

tangan

lengan

wajah

telinga

leher

badan

genitalia

paha dan tungkai bawahDermatitis Atopik

Ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar Ig E dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan.

Kulit penderita umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan. Gejala utamanya adalah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari.

Kriteria Mayor

pruritus

dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak

dermatitis di fleksura pada dewasa

dermatitis kronis atau residif

riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Kriteria Minor

xerosis

infeksi kulit (S. aureus dan virus herpes simpleks)

dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki

pitiriasis alba dermatitis di papilla mamae

keilitis

konjungtiva berulang

keratokonus

orbita menjadi gelap

muka pucat atau eritem

gatal bila berkeringat

intoleransi terhadap wol atau pelarut lemak

hipersensitif terhadap makanan

faktor lingkungan dan atau emosi

kadar Ig E di dalam serum meningkatErupsi Obat Alergik

Dapat terjadi akibat pemakaian obat, yaitu obat yang diberikan oleh dokter dalam resep, atau obat yang dijual bebas, termasuk campuran jamu-jamuan. Pemberian obat secara topical dapat pula menyebabkan alergi sistemik, akibat penyerapan obat oleh kulit.

Erupsi obat alergik atau allergic drug eruption ialah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi sebagai akibat pemberian obat yang biasanya sistemik. Yang dimaksud dengan obat, ialah zat yang dipakai untuk menegakkan diagnosis, profilaksis, dan pengobatan.

Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik yang dikemukakan oleh Coomb dan Gell :

tipe I (reaksi cepat, reaksi anafilaktik)

tipe II (reaksi sitostatik)

tipe III (reaksi kompleks imun)

tipe IV (reaksi alergik selular tipe lambat)

dasar diagnosis erupsi obat alergi sebagai berikut :

anamnesis yang teliti mengenai :

obat-obat yang didapat, jangan lupa menanyakan tentang jamu

kelainan yang timbul secara akut atau dapat juga beberapa hari sesudah masuknya obat

rasa gatal yang dapat disertai demam yang biasanya subfebril

kelainan kulit yang ditemukan :

distribusi menyebar dan simetris, atau setempat

bentuk kelainan yang timbul : eritema, urtikaria, purpura, eksantema, papul, eritrodermia, eritema nodusum

Gambaran Klinis :

erupsi makulapapular atau morbiliformis

urtikaria dan angioedema

fixed drug eruption (FDE)

eritroderma (dermatitis eksfoliativa)

purpura

vaskulitis

reaksi fotoalergik

pustulosis eksantematosa generalisata akut8Daftar Pustaka

1. Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2. Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.

3. Rengganis, Iris. Yunihastuti, Evy. 2007. Alergi Makanan dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

4. Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: FKUI

5. Wahab, A Samik. Julia, Madarina. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, & Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika.

6. Baskoro, Ari. Soegiarto, Gatot. Effendi, Chairul. Konthen, P.G. 2007. Urtikaria dan Angiodema dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

7. Tanjung, Azhar. Yunihastuti, Evy. 2007. Prosedur Diagnostik Penyakit Alergi dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

8. Adhi D, Mochtar H, Siti A, dkk. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2011