4. pembahasan 4.1. manajemen disposal perusahaan saat ini
Post on 16-Oct-2021
1 Views
Preview:
TRANSCRIPT
14 Universitas Kristen Petra
4. PEMBAHASAN
4.1. Manajemen Disposal Perusahaan Saat Ini
Departemen Disposal merupakan departemen yang bertanggung jawab
untuk menangani semua pembuangan (atau sampah) yang dikeluarkan atau tidak
digunakan lagi oleh perusahaan dengan tepat dan sesuai dengan peraturan
pemerintah. Departemen Disposal dibagi menjadi tiga wilayah besar, yaitu East
Manufacturing, West Manufacturing dan MSDHO. East Manufacturing
menangani segala Disposal di wilayah Plant Sukorejo, West Manufacturing di
wilayah Plant Karawang dan Bekasi, sedangkan MSDHO menangani di wilayah
Area (Marketing, Sales, Distribution), Head Office, dan Others (afiliasi
perusahaan).
Barang-barang yang dapat di-dispose dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Fix Asset
Fix Asset adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam
produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak
lain, atau untuk tujuan administratif; dan diharapkan untuk digunakan selama
lebih dari satu periode. Contoh fix asset antara lain adalah properti, bangunan,
pabrik, alat-alat produksi, mesin, kendaraan bermotor, furnitur, perlengkapan
kantor, komputer, dan lain-lain.
2. Inventory
Inventory adalah barang-barang yang berhubungan langsung dengan proses
produksi dan tercatat dalam sistem. Barang tersebut antar lain adalah bahan
baku, sparepart, dan banderol.
3. Non Inventory
Non Inventory adalah barang-barang yang tidak termasuk dalam kategori Fix
Asset dan Inventory. Contoh dari non inventory adalah waste, barang untuk
keperluan sales/marketing, dan lain-lain.
Aplikasi yang digunakan oleh departemen Disposal adalah EDPS
(Electronic Disposal Process System). EDPS menjadi dasar bagi departemen
Disposal untuk melakukan dispose. Jadi setiap User yang mau melakukan dispose
15 Universitas Kristen Petra
terhadap barangnya harus membuat EDPS terlebih dahulu. EDPS dapat dibagi
menjadi dua tipe, yaitu EDPS blanket dan non-blanket. EDPS non-blanket adalah
EDPS untuk satu kali eksekusi dan barang yang tertera di EDPS harus tereksekusi
semua. Sedangkan EDPS blanket adalah EDPS yang memiliki periode waktu
tertentu, sehingga eksekusinya dapat terus dilakukan selama periode dari EDPS
belum selesai atau barangnya masih tersisa. EDPS non-blanket biasanya
digunakan untuk men-dispose waste produksi yang cenderung rutin.
Ada empat macam tipe eksekusi untuk men-dispose barang, antara lain :
1. Donasi: Proses eksekusi dengan cara didonasikan ke organisasi/instansi non-
profit.
2. Asset Clearance: Proses eksekusi dengan cara menghapus catatan asset atau
inventory dari sistem karena barang yang berkaitan sudah tidak ada (hilang)
atau sudah dihancurkan.
3. Destroy: Proses eksekusi dengan cara dimusnahkan dan disaksikan oleh
beberapa saksi. Proses pemusnahan dapat dilakukan sendiri oleh pihak
perusahaan atau dengan menggunakan bantuan dari Vendor.
4. Sell: Proses eksekusi dengan cara dijual ke individu luar maupun ke
perusahaan pihak ketiga. Proses penjualan dibagi lagi menjadi 4 macam,
antara lain Sell for Contract With Deposit, Sell for Contract Without Deposit,
Sell for Non Contract, dan Lelang.
Semua proses eksekusi yang dilakukan oleh departemen Disposal
disesuaikan dengan peraturan pemerintah. Contohnya, departemen Disposal
melakukan proses pemilihan vendor untuk pemusnahan dengan ketat dan teliti.
Vendor yang dipilih adalah vendor yang memiliki ijin untuk mengelolah
(treatment) sampah atau limbah dengan baik, tidak mencemari lingkungan dan
dapat menjadi sesuatu yang bernilai.
4.1.1. Current State Disposal MSDHO
Disposal MSDHO menangani semua proses disposal untuk Marketing,
Sales, Distribution, Head Office, dan Other (affiliasi perusahaan) di seluruh
Indonesia. Semua proses disposal dari kelima entiti tersebut harus melalui
16 Universitas Kristen Petra
disposal MSDHO yang kantornya berada di Surabaya. Alur proses dari MSDHO
dapat dilihat di Gambar 4.1.
Semua proses disposal dimulai dari Waste Producer. Waste Producer
akan menghasilkan atau membuang waste/sampah. Waste/sampah yang
dikeluarkan harus di-dispose melalui departemen Disposal. Waste producer
(User) akan membuat EDPS sebagai dasar pengajuan untuk melakukan dispose.
Apabila barang yang dikeluarkan termasuk dalam kategori Fix Asset atau
Inventory, maka Waste Producer harus melakukan konfirmasi dahulu ke Tim
Operation Finance dan Accounting untuk mendapatkan data pendukung mengenai
barang tersebut. Sedangkan barang yang termasuk dalam kategori Non Inventory
dapat langsung dibuatkan EDPS. EDPS yang telah dibuat dan dikirimkan akan
masuk ke dalam proses approval. Proses approval merupakan proses dimana
EDPS menjalani serangkaian proses persetujuan yang disebut sebagai Matrix
Approver.
Gambar 4.1. Alur Proses Disposal MSDHO Saat Ini
Matrix Approver untuk Fix Asset akan bergantung pada jumlah nilai yang
akan di-dispose, semakin besar nilainya maka semakin tinggi juga jabatan orang
yang akan diminta untuk memberikan persetujuan. Matrix Approver untuk
17 Universitas Kristen Petra
Inventory mengacu pada salah satu peraturan yang sudah ditetapkan di
perusahaan. Sedangkan Matrix Approver untuk Non Inventory dapat ditentukan
melalui permintaan dari User.
Barang yang sudah dibuatkan EDPS dapat langsung dipindahkan ke
Temporary Waste Storage (TWS). Proses pemindahan ke TWS akan melalui
proses serah terima antar pemilik barang dengan pemilik TWS. Setelah proses
Approval selesai maka EDPS akan berubah status menjadi Ready To Execute
(R2E).
EDPS yang sudah R2E akan diterima oleh tim Disposal melalui
notifikasi email. EDPS yang diterima akan diperiksa oleh tim Disposal untuk
memastikan bahwa EDPS telah dibuat dengan benar. Tim Disposal akan
melakukan proses persiapan eksekusi berdasarkan tipe eksekusi yang ada di
EDPS. Proses persiapan dapat berbeda-beda tergantung dari tipe eksekusinya.
Secara umum proses persiapan terdiri dari :
• Pencarian pembeli/vendor
Procurement melakukan pencarian Buyer/Vendor untuk barang-barang yang
dijual. Proses pencarian pembeli biasanya membutuhkan waktu lama.
• Menjadwalkan eksekusi,
Disposal koordinator akan menjadwalkan eksekusi bersamaan dengan Buyer
untuk barang yang dijual atau Vendor untuk barang yang dimusnahkan.
• Pembuatan Surat Jalan sistem
Disposal membuat Surat Jalan yang nanti digunakan pada saat proses
eksekusi.
• Pembuatan Invoice Request Form (IRF) sistem.
Disposal membuat IRF yang nantinya diberikan ke Accounting agar
dibuatkan Invoice. Invoice yang sudah jadi akan diberikan ke Buyer untuk
penagihan.
Proses selanjutnya adalah proses eksekusi. Proses eksekusi dilakukan
berdasarkan persiapan yang sebelumnya telah dijalankan. Tim Disposal akan
berkoordinasi dengan User untuk melakukan proses eksekusi. Eksekusi Asset
Clearance dapat dilakukan dengan cepat karena hanya menghapus data saja.
Eksekusi Donasi berarti barang diberikan kepada pihak ketiga. Eksekusi Destroy
18 Universitas Kristen Petra
dapat dilakukan dengan menggunakan Vendor atau dieksekusi langsung oleh
pihak Area (Marketing, Sales, Distribution). Sedangkan untuk penjualan, barang
yang hendak dijual akan diberikan ke Buyer seperti proses serah terima. Proses
selanjutnya adalah proses Completion.
Proses Completion adalah proses penutupan EDPS yang telah dieksekusi.
Proses Completion disertai dengan proses verifikasi dokumen pendukung.
Dokumen pendukung menjadi bukti bahwa EDPS sudah dieksekusi dan juga
sebagai informasi pendukung lain mengenai EDPS tersebut. Selanjutnya Tim
Disposal memberikan dokumen pendukung ke Accounting sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh Accounting.
4.1.2. Current State Disposal East Manufacturing
Disposal East Manufacturing menangani segala Waste/sampah yang ada
di Plant Sukorejo. Mulai waste rutin dari produksi maupun non rutin dari berbagai
departemen di Plant tersebut. Alur proses East Manufacturing dapat dilihat di
Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Alur Proses Disposal East Manufacturing Saat Ini
19 Universitas Kristen Petra
Alur prosesnya bermula dari Waste Producer menghasilkan atau
mengeluarkan Waste/sampah. Waste Producer/User lalu melihat kategori barang
yang akan di-dispose, jika Fix Asset dan Inventory maka User melakukan
konfirmasi dahulu ke tim Operation Finance dan Accounting untuk mendapatkan
data mengenai barang tersebut, setelah itu baru membuat EDPS. Sedangkan
apabila barang yang akan di-dispose adalah Non Inventory maka Waste Producer
dapat langsung membuat EDPS.
EDPS yang telah dibuat oleh User akan masuk kedalam proses approval
untuk menjalani serangkain proses persetujuan berdasarkan Matrix Approver.
Barang yang sudah memiliki EDPS dipindahkan ke TWS. TWS di East
Manufacturing dimiliki oleh departemen Disposal, sehingga departemen Disposal
yang harus mengatur penempatan barang di TWS miliknya. TWS yang berada di
East Manufacturing berjumlah dua. Semua barang yang akan di-dispose dari
semua departemen harus dimasukkan ke TWS. Disposal East Manufacturing dapat
melakukan eksekusi terlebih dahulu walaupun EDPS belum R2E, karena proses
approval disana yang telalu lama sehingga membuat TWS lama kelamaan menjadi
penuh. Apabila dibiarkan maka barang yang terus berdatangan tidak dapat
dimasukkan ke TWS. Jadi setelah barang dimasukkan ke TWS, Tim Disposal
sudah dapat melakukan persiapan eksekusi dan mengeksekusinya. Setelah itu
melakukan proses Completion dan verifikasi dokumen pendukung serta
memberikan dokumen pendukung ke Accounting apabila EDPS sudah R2E.
Proses persiapan eksekusi di East Manufacturing memiliki sedikit
perbedaan, yaitu pada proses pembuatan Surat Jalan. Pembuatan Surat Jalan di
East Manufacturing ada yang menggunakan Surat Jalan manual, karena lokasi
antara TWS dengan kantor Disposal yang jauh sehingga tidak memungkinkan
untuk membuat Surat Jalan melalui sistem. Surat Jalan yang dibuat secara manual
tersebut nantinya akan diinputkan kembali ke dalam sistem.
4.1.3. Current State Disposal West Manufacturing
Disposal West Manufacturing berdasarkan letaknya dibagi menjadi dua,
yaitu di Plant Karawang dan Plant Bekasi. Disposal West Manufacturing
menangani Disposal di kedua Plant tersebut, baik dari produksi maupun dari
20 Universitas Kristen Petra
departemen lain di dalam Plant. Ada tiga macam alur proses Disposal di West
Manufacturing karena penanganan di setiap Plant berbeda dan juga tergantung
dari jenis barang yang dieksekusi. Secara umum alur proses di Plant Bekasi sama
dengan alur proses MSDHO, sedangkan untuk Plant Karawang dibagi menjadi
dua. Secara umum alur proses yang pertama sama dengan East Manufacturing,
sedangkan alur proses yang kedua dapat dilihat di Gambar 4.3.
Alur proses Disposal di Karawang yang kedua dimulai dari Waste
Producer menghasilkan/mengeluarkan Waste/Sampah. Apabila barang tersebut
merupakan Fix Asset dan Inventory maka Waste Producer/User melakukan
konfirmasi dahulu ke tim Operation Finance dan Accounting untuk mendapatkan
data mengenai barang tersebut. Sedangkan untuk barang Non Inventory dapat
langsung lanjut ke proses berikutnya.
Gambar 4.3. Alur Proses Disposal West Manufacturing Saat Ini
Proses berikutnya adalah pemindahan barang ke TWS melalui proses
serah terima antara User dan pemilik TWS. Lalu tim Disposal akan melakukan
proses persiapan eksekusi dan melakukan eksekusi. Barang yang telah dieksekusi
tersebut nantinya akan dibuatkan EDPS oleh User. EDPS yang telah dibuat akan
21 Universitas Kristen Petra
memasuki proses approval, setelah itu tim Disposal akan melakukan proses
Completion dan verifikasi dokumen serta memberikan dokumen pendukung ke
Accounting ketika EDPS sudah R2E.
Penggunaaan Surat Jalan manual juga digunakan di Plant Karawang
karena lokasi antara kantor dengan TWS yang sangat jauh, sehingga Surat Jalan
manual harus digunakan. Surat jalan manual tersebut nantinya juga akan
diinputkan ke dalam sistem. TWS yang berada di West Manufacturing berjumlah
sembilan.
4.2. Reverse Logistic Perusahaan Saat Ini
Departemen RL adalah departemen yang bertanggung jawab untuk
menangani Product Return (PR). Product return merupakan pengembalian
produk yang disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti adanya instruksi untuk
penarikan, produk melewati masa berlaku, kerusakan selama pengiriman atau
penyimpanan, dan juga kejadian khusus seperti kebakaran. Product return
berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi lima macam, yaitu :
1. Product Return Pasar
PR Pasar adalah pengembalian produk dari pasar/konsumen karena beberapa
hal yaitu, pergantian pita cukai, kemasan yang tidak layak jual, atau muncul
produk baru. Produk tersebut diambil oleh sales dan dibawa ke Area
Warehouse. Produk return yang berada di Area Warehouse akan
dikelompokkan antara produk counterfeit dan non counterfeit. Produk
counterfeit akan diuji dengan menggunakan alat khusus. Apabila terbukti ada
yang palsu maka akan diberi tanda, akan tetapi baik yang tidak lolos maupun
yang lolos uji countefeit akan tetap dikirimkan ke gudang RL karena Area
Warehouse hanya memiliki wewenang untuk menduga produk palsu. Produk
yang Non Counterfeit akan dikelompokkan berdasarkan cukai dan jenis
produknya lalu dikirimkan ke gudang RL. Produk return counterfeit yang
sudah sampai di gudang RL akan diuji ulang oleh tim RL dengan alat yang
lebih canggih. Pemeriksaan dilakukan ke produk yang sebelumnya sudah
diberi tanda sebagai produk counterfeit serta produk yang sebelumnya lolos
uji countefeit. Produk yang terdeteksi sebagai produk palsu akan diberi tanda.
22 Universitas Kristen Petra
Seusai proses pemeriksaan, Tim gudang RL akan menghubungi tim QA
(Quality Assurance) agar tim QA mengambil produk tersebut sehingga dapat
dilakukan investigasi lebih lanjut terhadap produk tersebut.
2. Produk komplain
Produk komplain adalah produk yang dikembalikan karena ada komplain dari
konsumen. Salah satu contoh dari komplain konsumen adalah produk yang
tertukar atau produknya kurang, sehingga harus diganti dengan yang baru.
3. Product Return Warehouse (Misshandling dan Recall)
PR Warehouse adalah produk yang dikembalikan karena ada kesalahan dari
gudang barang jadi. PR Warehouse dibagi menjadi dua, yaitu PR
Mishandling dan PR Recall. PR Mishandling adalah produk yang rusak
karena terjadi kesalahan penanganan di dalam gudang. Biasanya PR
Mishandling ditemukan ketika produk sudah berada di gudang distribusi.
Sedangkan PR Recall adalah produk yang dikembalikan karena adanya
kesalahan produksi. Produk yang berada di gudang distribusi maupun yang
sudah tersebar di pasar ditarik kembali dan dibawa ke gudang RL untuk
diperiksa oleh tim Quality agar dapat diinvestigasi.
4. Product Return Other
PR Other adalah produk yang dikembalikan karena terjadi kejadian-kejadian
khusus yang tidak diinginkan. Contohnya, terjadi bencana alam, kebakaran
dan produk sudah expired tetapi tidak dapat dilacak. Produk-produk tersebut
tetap dikirimkan ke gudang RL walaupun bentuknya sudah tidak utuh lagi.
5. Product Return Transport atau Product Return Damage and Loss.
Product Return yang terakhir adalah PR Transport. PR Transport terjadi
karena adanya kesalahan penanganan ketika barang sedang dalam proses
transportasi. Akibatnya produk yang dikirimkan menjadi rusak atau mungkin
hilang. Salah satu penyebab yang mungkin terjadi adalah cara menyetir yang
tidak baik sehingga barang yang dibawa menjadi rusak atau mungkin hilang
karena produk diambil oleh pihak tertentu. Penjelasan detail mengenai
prosedur PR Transport akan dijelaskan di Sub Bab 4.2.1.
Ada dua macam prosedur yang dilakukan pada product return non
counterfeit yang sudah sampai di gudang RL, yaitu Claim dan Unclaim. Prosedur
23 Universitas Kristen Petra
Claim adalah prosedur dimana cukai dari produk yang tahunnya masih berlaku
diklaimkan ke pemerintah. Barang yang masuk ke gudang RL akan dipilah-pilah
berdasarkan cukainya lalu dikategorikan dalam produk claim dan unclaim. Produk
yang dapat diklaimkan hanya produk yang cukainya masih melekat di produk,
tidak rusak (masih utuh), dan merupakan tahun cukai yang sedang beredar.
Pemerintah hanya akan mengganti sebesar nilai cukainya saja (Restitusi Cukai)
dan ada batasan jumlah klaim yang diperbolehkan.
Prosedur unclaim adalah prosedur untuk produk yang tidak dapat
diklaimkan. Produk yang tidak dapat diklaimkan akan dihitung jumlah
kerugiannya. Kerugian yang diterima oleh perusahaan dikurangkan dengan
pendapatan dari perusahaan. Hasil dari pengurangan tersebut akan dijadikan
sebagai acuan oleh perusahaan untuk membayar pajak. Jadi pajak yang
dibayarkan oleh perusahaan ke pemerintah akan berkurang karena adanya produk
yang di unclaim. Biasanya prosedur ini disebut sebagai Restitusi Pajak.
Restitusi hanya akan diterima oleh pemerintah apabila produk return
yang ingin direstitusi telah dimusnahkan. Pemusnahannya juga harus melalui
EDPS. Khusus untuk produk yang diklaimkan harus disaksikan oleh pihak bea
cukai pada saat pemusnahan.
4.2.1. Current State Product Return Transport
Product Return Transport merupakan salah satu jenis dari produk return
yang ditangani oleh Departemen RL. Berbeda dengan PR lainnya, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya bahwa penanganan akhirnya untuk claim (Restitusi
Cukai) atau unclaim (Restitusi Pajak). Proses akhir dari PR Transport adalah
melakukan klaim ke pihak transporter terhadap barang yang rusak atau hilang
akibat tranportasi. Besaran nilai yang dapat diklaimkan ke pihak tranporter
dibatasi sejumlah kontrak yang telah dibuat. Apabila nilainya sudah terlalu besar
maka klaim akan dilakukan ke pihak asuransi. Alur proses PR Transport dapat
dilihat di Gambar 4.4.
24 Universitas Kristen Petra
Gambar 4.4. Alur Proses Product Return Transport Saat Ini
Alur prosesnya dimulai dari barang yang tiba di Area Warehouse. Tim
Area Warehouse akan melakukan proses pemeriksaan terhadap barang tersebut.
Apabila ada barangnya rusak atau hilang maka pihak warehouse akan melakukan
dokumentasi foto dan membuat Berita Acara (BA) yang berisi jumlah barang
yang rusak atau hilang. Berita acara harus ditandatangani oleh pihak Area
Warehouse dan pihak Transporter. Berita acara tersebut lalu dikopi dan diberikan
ke pihak transporter dan RL sebagai dasar informasi bagi mereka.
Barang yang rusak dapat langsung dikirimkan ke gudang RL. Tim
gudang RL akan menerima barang tersebut dan melakukan pemeriksaan terlebih
dahulu untuk memastikan bahwa jumlah yang dikirimkan sudah tepat. Sesudah
melakukan pemeriksaan, tim RL menghubungi tim QA (Quality Assurance) agar
datang untuk melakukan verifikasi terhadap PR Transport. Pemeriksaan pertama
dengan memisahkan antara produk perusahaan dengan produk yang bukan milik
perusahaan. Pengemeriksaan kedua adalah memerksa produk dari perusahaan
25 Universitas Kristen Petra
untuk menentukan kelayakan jual dari produk tersebut. Apabila masih layak jual,
maka produk tersebut di-packing ulang dan dipindahkan ke FG Warehouse.
Produk yang bukan milik perusahaan dan produk yang tidak layak jual
akan diklaimkan ke pihak transporter bersamaan dengan produk yang hilang. Tim
QA akan membuat Memo berdasarkan total kerugian yang diterima untuk
nantinya dijadikan sebagai acuan untuk melakukan claim ke pihak transporter.
Apabila pihak transporter sudah melunasi kewajibannya maka produk-produk
tersebut akan dimusnahkan. Proses pemusnahannya menggunakan alur proses di
Disposal. Proses pemusnahan untuk PR transport harus disaksikan oleh pihak
transporter.
4.3 Analisa Critical Process
Hasil pemetaan alur proses Disposal dan PR Transport dianalisa untuk
dicari critical prosesnya. Critical proses merupakan proses yang memberikan
pengaruh paling besar terhadap suatu alur proses dan diperlukan pengendalian
terhadapnya.
4.3.1. Critical Process Disposal
Hasil pemetaan alur proses Disposal di tiap wilayah disposal
digabungkan lalu dianalisa, sehingga didapatkan empat macam critical proses,
antara lain :
1. Proses pembuatan EDPS
Pembuatan EDPS harus dibuat dengan benar karena EDPS yang salah akan
dikembalikan ke User untuk direvisi. EDPS yang sudah direvisi akan kembali
memasuki proses approval, sehingga proses seperti kembali dari awal.
Apabila hal ini terus terjadi maka barang yang ingin di-dispose tidak akan
dapat di-dispose karena prosesnya selalu berulang dari awal. Jadi User harus
berhati-hati dalam mengisi EDPS.
2. Proses Approval hingga EDPS menjadi R2E
Proses Approval yang lama terjadi di East Manufacturing. Proses approval
yang lama menyebabkan barang tidak dapat dieksekusi. Akibatnya TWS di
East Manufacturing akan terus menerima/menumpuk barang dan yang paling
26 Universitas Kristen Petra
parah TWS akan menjadi penuh. Apabila tidak segera dieksekusi maka TWS
tidak akan bisa menerima barang lagi.
3. Proses persiapan eksekusi
Proses persiapan eksekusi yang dimaksud adalah proses pencarian Buyer dan
pembuatan surat jalan. Selama ini proses pencarian Buyer cenderung sangat
lama sehingga proses eksekusi tidak dapat dilakukan. Hal ini akan berdampak
pada service level dari departemen Disposal karena service level dari
Disposal ditentukan dari EDPS yang R2E sampai menjadi complete.
Sedangkan untuk pembuatan surat jalan manual hanya akan menambah
pekerjaan dari Disposal. Hasil dari surat jalan manual tersebut nantinya
diinputkan kembali ke dalam SJ sistem. Jadi ini seperti melakukan hal yang
sama sebanyak dua kali dan tentunya akan menghabiskan waktu.
4. Proses eksekusi
Proses eksekusi juga menjadi salah satu critical proses di Disposal. Proses
eksekusi harus disaksikan oleh beberapa pihak yang terkait, yaitu perwakilan
disposal, pemilik barang, security dan vendor/buyer (apabila ada). Hal ini
dapat dijadikan sebagai dasar bahwa proses eksekusi telah dilakukan dan
disaksikan serta disetujui oleh pihak-pihak terkait tersebut. Apabila tidak ada
salah satu pihak terkait yang menyaksikan eksekusi tersebut maka dapat
dikatakan bahwa eksekusi belum dilakukan.
4.3.2. Critical Process Product Return Transport
Hasil dari pemetaan alur proses PR transport dianalisa agar didapatkan
critical prosesenya. Critical proses untuk PR Transport dibagi menjadi dua
macam, antara lain :
1. Proses pemeriksaan barang di Area Warehouse hingga pembuatan BA.
Proses pemeriksaan di Area Warehouse perlu dilakukan dengan sangat teliti
karena ini berhubungan pembuatan Berita Acara yang nantinya dijadikan
salah satu dasar untuk melakukan claim ke pihak transporter. Berita Acara
yang dibuat akan dikirimkan ke pihak gudang RL dan digunakan sebagai
dasar bagi gudang RL untuk menerima barang yang rusak dari Area
Warehouse. Apabila isi dari Berita Acara tidak sesuai dengan barang yang
27 Universitas Kristen Petra
dikirimkan, maka barang tersebut akan ditolak oleh gudang RL. Jadi karena
beberapa hal tersebut, proses pemeriksaan dan pembuatan Berita Acara di
Area Warehouse sangatlah penting.
2. Proses verifikasi barang di gudang RL oleh tim QA.
Proses Verifikasi di gudang RL oleh tim QA menjadi salah satu critical
proses di PR Transport. Tim QA disini melakukan verifikasi terhadap barang-
barang rusak yang dikirimkan dari Area Warehouse. Verifikasi tersebut
menentukan barang yang masih layak jual dan tidak layak jual. Apabila ada
kesalahan dalam verifikasi terhadap produk yang layak jual maka dampaknya
akan sampai ke konsumen, sedangkan untuk yang tidak layak jual akan
menentukan jumlah nilai yang harus diganti oleh transporter.
4.4. Future State Disposal dan Product Return Transport
Salah satu tujuan dari projek ini adalah menyatukan dan menstandarkan
semua proses disposal yang berbeda. Perlu adanya analisa perbandingan diantara
ketiga proses disposal ini agar bisa didapatkan proses yang paling tepat.
Perbandingan ketiga proses Disposal yang telah disederhanakan dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Perbedaan Alur Proses Disposal
MSDHO East Manufacturing West Manufacturing
Step 1 Create EDPS Create EDPS Eksekusi
Step 2 EDPS R2E Eksekusi Create EDPS
Step 3 Eksekusi EDPS R2E EDPS R2E
Step 4 Completion Completion Completion
Bila dilihat dari step pertama, MSDHO dan East Manufacturing
membuat EDPS terlebih dahulu, sedangkan West Manufacturing melakukan
eksekusi terlebih dahulu. Step pertama dari West Manufacturing sudah salah atau
kurang tepat karena seharusnya EDPS yang merupakan dasar untuk men-dispose
barang harus dibuat terlebih dahulu. Step selanjutnya dari West Manufacturing
tidak akan dibandingkan karena awalnya sudah salah.
28 Universitas Kristen Petra
Step kedua dari MSDHO adalah menunggu hingga EDPS R2E sedangkan
East Manufacturing adalah melakukan eksekusi. Step kedua dari East
Manufacturing kurang tepat karena seharusnya untuk melakukan eksekusi harus
menunggu hingga EDPS R2E. Kalau EDPS belum R2E berarti proses approval
belum selesai, sehingga dapat dikatakan bahwa EDPS tersebut belum disetujui
untuk dieksekusi. Step kedua dari MSDHO sudah tepat karena menunggu EDPS
hingga R2E.
Step ketiga dari MSDHO adalah melakukan eksekusi dan selanjutnya
proses completion. Apabila dibandingkan dengan kedua proses disposal lainnya,
proses disposal MSDHO merupakan alur proses yang paling tepat karena disana
EDPS dibuat terlebih dulu yang berarti sudah ada dasar untuk melakukan dispose.
Lalu yang kedua karena proses eksekusi dilakukan setelah EDPS Ready To
Execute yang berarti eksekusi dilakukan setelah proses approval selesai atau
dengan kata lain sudah disetujui oleh semua pihak terkait.
Pembakuan proses disposal akan menggunakan alur proses MSDHO. Jadi
future state dari Disposal adalah alur proses MSDHO. Pembakuan dan
penyeragaman proses Disposal tidak luput dari masalah atau kontra yang akan
timbul di beberapa wilayah disposal. Masalah-masalah yang timbul antara lain :
• Proses approval yang lama di East Manufacturing sehingga tidak
memungkinkan untuk melakukan eksekusi setelah EDPS Ready To Execute.
• Penggunaan Surat Jalan sistem di East Manufacturing dan West
Manufacturing yang tidak memungkinkan karena lokasi antara TWS dengan
kantor Disposal yang sangat jauh.
• Ada salah satu departemen di Plant Karawang yang tidak bersedia untuk
menjalankan alur proses tersebut karena mereka ingin menggunakan EDPS
sebagai alat untuk mengontrol pergerakan waste mereka.
Solusi yang diberikan untuk masalah-masalah yang timbul pada saat
penyeragaman proses Disposal dapat dilihat di Sub bab 4.5.1.
Alur proses untuk PR Transport selama ini tidak ada masalah dan sudah
benar. Jadi future state untuk PR Claim Transport akan tetap sama dengan
Current State (Gambar 4.4).
29 Universitas Kristen Petra
4.5. Perbaikan Proses Disposal dan Reverse Logistic
Usulan perbaikan bertujuan untuk membantu mengatasi masalah-masalah
yang ada serta membantu peningkatan proses di Disposal dan Reverse Logistic.
Perbaikan yang diberikan sudah disetujui oleh pihak manajemen Disposal dan
RL.
4.5.1. Perbaikan di Disposal
Ada dua macam perbaikan yang akan diberikan pada departemen
Disposal. Perbaikan yang pertama untuk membantu mengatasi masalah
penyeragaman proses di Disposal. Perbaikan yang kedua adalah penambahan
suatu alat yang akan membantu departemen Disposal. Usulan perbaikan yang
diberikan untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2. Usulan Perbaikan di Disposal
Masalah Improvement
1 Proses Approval yang lama Sosialisasi ke semua waste producer untuk menggunakan EDPS Blanket
2 Penggunaan SJ Manual • East Mnf : Menambah Printer di
Temporary Waste Storage • West Mnf : Pemetaan PC Pool
3 EDPS sebagai alat untuk mengontrol waste
Menambah fitur report viewer pada aplikasi EDPS
Usulan perbaikan yang diberikan untuk proses approval adalah dengan
memberikan sosialisasi ke semua Waste Producer mengenai kegunaan dari EDPS
Blanket. Beberapa Waste Producer/User masih belum paham mengenai
penggunaan dari EDPS Blanket. EDPS Blanket dapat digunakan untuk
mengeksekusi lebih dari satu kali tergantung dari periode blanket-nya dan proses
approvalnya juga cukup sekali sehingga EDPS ini dapat dipakai untuk
mengeksekusi berkali-kali. Periode blanket yang dianjurkan minimal selama 3
bulan. User disarankan untuk membuat EDPS Blanket baru sebelum periode
blanketnya selesai atau barang yang tertera di EDPS tinggal sedikit sehingga ada
jeda waktu untuk proses approval.
Usulan perbaikan untuk penggunaan SJ Manual pada East
Manufacturing adalah menambah Printer di setiap TWS. TWS di East
30 Universitas Kristen Petra
Manufacturing sudah dilengkapi oleh komputer akan tetapi tidak ada printernya.
Jadi cukup dengan menambah printer maka akan mengatasi masalah penggunaan
SJ manual.
Usulan perbaikan untuk penggunaan SJ Manual pada West
Manufacturing adalah dengan melakukan pemetaan terhadap PC Pool di Plant
Karawang. PC Pool adalah komputer yang dapat dipakai oleh semua orang yang
tujuannya untuk memfasilitasi orang-orang yang tidak memiliki fasilitas komputer
agar dapat mengakses intranet perusahaan. Biasanya PC Pool dipakai oleh para
satpam, driver, dan lain-lain. PC Pool tersebar dibeberapa titik di Plant
Karawang. Pemetaan PC Pool ini tujuannya agar dapat mengetahui letak dari PC
Pool yang tersebar di Plant Karawang sehingga tim Disposal yang melakukan
eksekusi dapat membuat SJ Sistem di PC Pool yang terdekat dengan TWS yang
akan dieksekusi. Peta PC Pool dapat dilihat di Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Peta PC Pool
31 Universitas Kristen Petra
Peta PC Pool tersebut berisi titik letak PC Pool dan TWS. Titik yang
berbentuk kotak berarti TWS, sedangkan yang berbentuk bulat adalah PC Poolnya.
Tim Disposal Karawang kedepannya dapat menggunakan peta ini sebagai
pegangan untuk mengetahui letak PC Pool dan membuat SJ Sistem disana.
Usulan perbaikan untuk masalah yang terakhir mengenai penggunaan
EDPS sebagai alat untuk mengontrol waste adalah dengan menambah fitur report
viewer di EDPS. Sebenarnya masalah ini sudah diluar tanggung jawab Disposal
karena EDPS tujuannya memang bukan untuk mengontrol waste, tetapi sebagai
dasar untuk melakukan disposal. Departemen Disposal yang merasa bahwa User
membutuhkan hal tersebut akhirnya memutuskan untuk menambah fitur tersebut.
Kedepannya User dapat melihat langsung di EDPS untuk mengetahui kapan
barangnya telah dieksekusi.
4.5.2. Enhance Waste Catalogue
Perbaikan kedua yang diberikan untuk departemen Disposal adalah
Waste Catalogue. Waste catalogue adalah salah satu tool yang digunakan oleh
Disposal untuk mencatat setiap waste/barang yang telah mereka eksekusi. Setiap
wilayah Disposal memiliki waste catalouge sendiri. Format pembuatannya juga
berbeda-beda antar bagian Disposal. Waste catalogue yang berbeda-beda ditiap
bagian Disposal tersebut akan distandarkan dan disempurnakan. Tujuan lain dari
waste catalogue adalah untuk mengedukasi User mengenai waste yang selama ini
mereka keluarkan. Berikut ini adalah keterangan field dari waste catalogue yang
telah dibuat.
Tabel 4.3. Field Waste Catalogue
No. Sebelum Sesudah Keterangan
1 No. No. Nomor Waste di waste catalogue.
2 - Item Code Item Code dari Waste tersebut. 3 Waste Description Waste Description Penjelasan dari Waste.
4 Waste Producer Waste Producer Departemen yang menghasilkan waste.
5 - Location Lokasi wilayah disposal dimana waste dihasilkan.
32 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.3. Field Waste Catalogue (Sambungan)
No. Sebelum Sesudah Keterangan
6 - Waste Category Kategori dari Waste (Hanya untuk Administrator).
7 Material Material Detail material dari waste. 8 Foto Foto Foto Waste.
9 Treatment Treatment Treatment yang dilakukan oleh Vendor.
10 Vendor Vendor Vendor yang melakukan eksekusi.
11 - Remark Keterangan tambahan mengenai Waste
12 - Packaging Packaging yang digunakan. 13 - Symbol Simbol dari Waste
14 - Waste Profile Keterangan mengenai Density, Water Content dan Heat Value (Hanya untuk Administrator)
Item Code digunakan untuk pengkodean pada waste. Selama ini Item
Code belum diterapkan di departemen Disposal sehingga mereka kesusahan
ketika membuat report mengenai jumlah waste yang sudah dieksekusi. Data acuan
yang mereka gunakan untuk menarik report adalah dengan Waste Description,
sedangkan Waste Description yang diisikan ke EDPS oleh user berbeda-beda.
Misalnya barangnya sama, tetapi mereka mengisi dengan nama yang berbeda.
Apabila Item Code ini diterapkan maka tim Disposal dapat menarik report dari
item code ini dan hasilnya akan jauh lebih akurat. Waste Description juga
dibakukan atau distandarkan karena ada penamaan waste untuk barang yang sama
di tiap bagian Disposal tetapi dinamakan berbeda-beda.
Waste catalogue yang disatukan perlu ditambahkan lokasi karena ada
waste-waste khusus yang hanya ada di salah satu bagian wilayah Disposal.
Remark merupakan keterangan tambahan untuk waste-waste tertentu, sedangkan
Waste Profile adalah keterangan khusus untuk limbah B3.
Packaging merupakan kemasan standar untuk waste yang akan
dikirimkan ke TWS. Waste yang sudah dikemas harus diberi simbol dan label.
Simbol yang digunakan adalah simbol berupa peringatan atau informasi terhadap
limbah B3 dan hanya khusus untuk limbah B3. Misalnya, mudah terbakar dan
beracun. Label yang digunakan dibagi menjadi dua, yaitu label B3 dan label non
33 Universitas Kristen Petra
B3 (contoh label dapat dilihat di Lampiran 10 dan 11). Waste yang tidak dikemas
sesuai standar atau tidak diberi simbol/label maka waste tersebut tidak boleh
dimasukkan ke dalam TWS. Jadi pemilik TWS berhak untuk menolak waste
tersebut. Manfaat diterapkannya packaging standar dan penempelan label/simbol,
antara lain:
• Memudahkan untuk pengaturan barang di TWS karena selama ini penanganan
di dalam TWS kurang baik atau diletakkan begitu saja asal ada tempat kosong.
Jadi dengan adanya ini diharapkan pengaturannya menjadi lebih baik dan
pengalokasian space dalam TWS dapat dimaksimalkan.
• Memudahkan penelusuran/pencarian Waste. Jadi lebih mudah untuk mencari
waste-waste yang akan dieksekusi karena sudah ada keterangan dilabelnya.
Kategori dari Waste catalogue dibagi menjadi dua, yaitu Hazardous
Waste dan Non Hazardous Waste. Hazardous Waste dibagi lagi menjadi dua yaitu
Hazard Material dan Contaminated Packaging. Hazard Material adalah material
berbahaya yang mengandung B3, sedangkan contaminated packaging adalah
wadah-wadah yang terkontaminasi B3. Non Hazardous Waste dibagi menjadi
tiga, yaitu Integrity Waste, Routine Waste dan Non Routine Waste. Integrity Waste
adalah waste yang berhubungan dengan integrity perusahaan. Routine Waste
adalah waste rutin yang dihasilkan oleh bagian produksi, sedangkan Non Routine
Waste adalah waste non rutin yang dihasilkan dari berbagai macam departemen,
biasanya selain produksi. Tampilan dari Waste Catalogue dapat dilihat di
Lampiran 12.
4.5.3. Perbaikan di Reverse Logistic
Improvement yang diberikan pada departemen Reverse Logistik lebih
cenderung ke bagian PR Pasar. Gambaran alur proses PR Pasar dapat dilihat pada
Gambar 4.6.
Secara umum penjelasan mengenai alur proses PR Pasar sudah dijelaskan
di sub bab 4.1.2. Dimulai dari Sales membawa PR dari Pasar dan dibawa ke Area
Warehouse. Area Warehouse melakukan pengujian untuk produk palsu dan
memberi tanda pada produk yang diduga sebagai produk palsu. Semua produk
tersebut lalu di-packing dan dikirimkan ke gudang RL. Gudang RL melakukan
34 Universitas Kristen Petra
verifikasi terhadap barang diterima dari Area Warehouse. Proses verifikasi yang
dilakukan adalah memastikan kesesuaian jumlah produk yang diterima dengan
surat jalan. Proses ini membutuhkan waktu yang lama karena gudang RL akan
mengeluarkan produk yang ada didalam packaging dan menghitungnya satu
persatu. Apabila sudah sesuai maka gudang RL akan menerima pengiriman
tersebut, apabila tidak maka gudang RL akan meminta konfirmasi dari Area
Warehouse.
Gambar 4.6. Alur Proses Pengembalian Produk dari Pasar
Barang counterfeit akan diuji ulang di gudang RL dan prosesnya hampir
mirip dengan yang di Area Warehouse hanya menduga saja apabila ditemukan
produk palsu. Barang non counterfeit akan dipilah kemudian dipackaging
berdasarkan claim dan unclaim. Produk yang unclaim dapat langsung
dimusnahkan dengan membuat EDPS terlebih dahulu dan selanjutnya memasuki
alur proses Disposal. Produk klaim selanjutnya masuk ke alur proses Excise untuk
restitusi pajak.
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, aktivitas di gudang RL
sangat banyak. Mulai dari pengujian produk counterfeit hingga pemilahan produk
ke claim dan unclaim. Cakupan dari gudang RL adalah seluruh Area Warehouse
35 Universitas Kristen Petra
di Indonesia atau sekitar 63 Area Warehouse. Pengiriman yang masuk ke gudang
RL selalu ada setiap hari sehingga memungkinkan untuk terjadi penumpukan
barang yang belum diverifikasi.
Perbaikan yang dilakukan agar dapat mengurangi aktivitas atau beban
kerja di gudang RL, antara lain :
• Menghilangkan proses pemeriksaan/pengujian counterfeit di gudang RL.
• Pengelompokan produk yang brand dan cukainya sama tiap 10 biji lalu
dikaret pada saat di Area Warehouse sebelum di-packing.
• Packaging yang dikirimkan dari Area Warehouse langsung dipisahkan antara
yang cukainya masih beredar dan yang sudah kadaluarsa.
Perbaikan yang pertama adalah menghilangkan proses/pengujian
counterfeit di gudang RL. Proses pengujian di gudang RL sama dengan yang di
Area Warehouse dan keduanya hanya menduga saja apabila ada produk palsu.
Produk yang lolos uji dengan yang tidak lolos uji semuanya akan diberikan ke tim
QA. Tim QA yang memiliki wewenang untuk menentukan barang tersebut palsu
atau tidak dengan menggunakan pengujian tersendiri yang mereka lakukan
terhadap semua produk tersebut. Jadi pengujian counterfeit yang dilakukan di
gudang RL dapat dikatakan sebagai pengulangan proses yang sebelumnya telah
dilakukan di Area Warehouse dan seharusnya tidak perlu dilakukan lagi di gudang
RL.
Perbaikan yang kedua adalah pengelompokan produk tiap 10 biji
berdasarkan brand dan cukai yang sama lalu dikaret. Tujuannya adalah agar pada
saat proses penghitungan dan pemeriksaan, baik di gudang RL maupun di Area
Warehouse dapat menjadi lebih mudah. Apabila tidak berjumlah kelipatan 10
maka sisa yang belum 10 tersebut tidak dikirimkan dan menunggu hingga sampai
berjumlah 10. Perbaikan ini dapat mempercepat proses pemeriksaan/
penghitungan jumlah produk yang masuk di gudang RL.
Perbaikan yang ketiga adalah pemisahan produk antara yang cukainya
masih beredar dengan yang sudah kadaluarsa. Tujuannya adalah agar proses
pemilahan antara yang cukainya masih beredar (claim) dengan yang sudah
kadaluarsa (unclaim) dapat diminimalkan. Semua usulan perbaikan ini diharapkan
dapat mengefisienkan proses yang dilakukan di gudang RL.
36 Universitas Kristen Petra
4.6. Perancangan Standard Operating Procudere (SOP)
Hasil dari pemetaan alur proses yang telah diperbaiki kemudian dibuat
dalam bentuk SOP. SOP yang sudah jadi dimintakan persetujuan ke Supervisor
dan Manager Disposal dan RL. Supervisor beserta Manager sudah menyetujui
SOP ini dan SOP juga telah disahkan.
4.6.1. SOP Disposal
SOP Disposal dibuat dengan mengacu pada future state yang telah
diperbaiki. SOP untuk Disposal dinamakan sebagai Waste Management Guidance
yang dibagi menjad 8 macam alur proses dalam bentuk flowchart. Secara garis
besar, yaitu :
1. Proses pembuatan EDPS hingga EDPS Ready to Execute
Alur proses ini menjelaskan proses dari User membuat EDPS hingga EDPS
menjadi Ready to Execute. Alur proses ini dapat dilihat di Lampiran 1.
Pada bagian proses dibagi menjadi 3 kotak. Kotak yang pertama berarti yang
bertanggung jawab untuk melakukan proses, kotak yang kedua adalah proses
yang dilakukan, dan kotak yang ketiga adalah dokumen atau sistem yang
digunakan. Contoh penjelasan alur proses SOP dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Contoh Penjelasan SOP
No Process Responsible
by Description
1 Melakukan Konfirmasi Barang yang akan di-dispose ke Tim Capex & Operation Finance
User User melakukan konfirmasi terlebih dahulu mengenai barang yang akan mereka dispose ke Tim Capex dan Operation Finance melalui email.
2 Fix Asset atau Inventory Sparepart? (Jika ya, ke langkah 5. Jika tidak, ke langkah 3)
Tim Capex Tim Capex akan menentukan apakah barang yang di-dispose termasuk dalam Fix asset atau Inventory Sparepart.
37 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.4. Contoh Penjelasan SOP (Sambungan)
No Process Responsible
by Description
3 Inventory Non Sparepart? (Jika ya, ke langkah 6. Jika tidak, ke langkah 4.)
Operation Finance
Operation Finance akan menentukan apakah barang yang di-dispose termasuk dalam Inventory Non Sparepart atau tidak.
4 Non Inventory? (Jika ya, ke langkah 7. Jika tidak, menjadi Sampah Domestic.)
User User menentukan apakah barang yang ingin mereka dispose termasuk dalam barang Non Inventory atau Sampah Domestic.
5 Mendapatkan data Fix Asset atau Inventory Sparepart dari Tim Capex
User User akan menerima data seperti Item Code, Cost, Accumulated Depretiation, dan NBV mengenai Fix Asset dan Inventory Sparepart yang akan di-dispose. Tata cara pemberian data dari Tim Capex mengacu pada SOP Accounting.
6 Mendapatkan Data Inventory Non Sparepart dari Operation Finance
User User akan mendapatkan data seperti Item Code, Cost, Accumulated Depretiation, dan NBV mengenai Inventory Non Sparepart yang akan di-dispose. User dapat konfirmasi langsung ke tim Operation Finance atau melihat ke sistem.
7 Membuat eDPS User User membuat eDPS berdasarkan eDPS Guidline.
8 Memindahkan Barang ke Waste Terminal
Waste Producer
(User)
Waste Producer (User) akan memindahkan barang atau waste ke waste collection dengan melampirkan copy eDPS dan Surat Jalan apabila waste collection bukan milik waste producer.
38 Universitas Kristen Petra
Tabel 4.4. Contoh Penjelasan SOP (Sambungan)
No Process Responsible
by Description
9 Proses Pemeriksaan dan Approval
Approver Approver akan melakukan pemeriksaan terhadap eDPS dan melakukan proses approval.
10 Approve? (Jika ya, ke langkah 13. Jika tidak, ke langkah 11.)
Approver Approver menentukan apakah eDPS tersebut layak untuk di-approve atau tidak.
11 Revise? (Jika ya, ke langkah 7. Jika tidak, ke langkah 12.)
User eDPS yang ditolak oleh Approver akan kembali ke User. User akan menentukan apakah mau merevisi eDPSnya atau tidak.
12 Cancel eDPS User User yang memutuskan untuk tidak merivisi eDPSnya harus melakukan pembatalan terhadap permintaan tersebut.
13 Menerima eDPS Disposal Disposal akan menerima eDPS yang sudah di-approve oleh Approver dengan status Ready to Execute (R2E) dan siap untuk melakukan proses eksekusi.
2. Eksekusi Donasi
Alur proses ini menjelaskan proses dari persiapan eksekusi untuk donasi
hingga barang dieksekusi dan proses completion EDPS. Alur proses ini dapat
dilihat di Lampiran 2.
3. Eksekusi Asset Clearance
Alur proses ini menjelaskan proses dari persiapan eksekusi untuk Asset
Clearance hingga barang dieksekusi dan proses completion EDPS. Alur
proses ini dapat dilihat di Lampiran 3.
4. Eksekusi Destroy By Area
39 Universitas Kristen Petra
Alur proses ini menjelaskan proses dari persiapan eksekusi untuk Destroy By
Area hingga barang dieksekusi dan proses completion EDPS. Alur proses ini
dapat dilihat di Lampiran 4.
5. Eksekusi Destroy By Vendor
Alur proses ini menjelaskan proses dari persiapan eksekusi untuk Destroy By
Vendor hingga barang dieksekusi dan proses completion EDPS. Alur proses
ini dapat dilihat di Lampiran 5.
6. Eksekusi for Sell Non Contract and Sell Without Deposit
Alur proses ini menjelaskan proses dari persiapan eksekusi untuk Sell Non
Contract dan Sell Without Deposit hingga barang dieksekusi dan proses
completion EDPS. Alur proses ini dapat dilihat di Lampiran 6.
7. Eksekusi Lelang.
Alur proses ini menjelaskan proses dari persiapan eksekusi untuk Auction
hingga barang dieksekusi dan proses completion EDPS. Alur proses ini dapat
dilihat di Lampiran 7
8. Eksekusi Sell for Contract with Deposit
Alur proses ini menjelaskan proses dari persiapan eksekusi untuk Contract
With Deposit hingga barang dieksekusi dan proses completion EDPS. Alur
proses ini dapat dilihat di Lampiran 8.
Proses selanjutnya setelah pengesahan SOP adalah melakukan sosialisasi
ke user mengenai SOP Disposal ini. Diharapkan SOP Disposal ini dapat
memberikan kemajuan yang positif bagi Departemen Disposal dan user yang
terkait didalamnya.
4.6.2. SOP RL Claim Transport
SOP Claim Transport dibuat berdasarkan pemetaan kondisi awal. SOP
ini disebut sebagai Claim Transport (Damage and Loss). Alur proses Claim
Transport dapat dilihat di Lampiran 9.
Pada alur proses Claim Transport tidak ada perubahan pada tim RL
karena yang lebih banyak berperan adalah tim Area Warehouse dan Tim QA. Tim
RL hanya seperti penghubung antara Area Warehouse, Tim QA dan Pihak
Transporter. Jadi SOP dibuat sama seperti current state.
top related