analisis fakta cerita, sarana sastra,repository.usd.ac.id/36457/2/151224055_full.pdfi analisis fakta...
Post on 18-Nov-2020
31 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
ANALISIS FAKTA CERITA, SARANA SASTRA,
DAN TEMA DALAM CERPEN “BROMOCORAH”
KARYA MOCHTAR LUBIS
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Oleh:
Stefanus Toni Kurniawan
NIM: 151224055
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Terima kasih saya ucapkan, kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat dan kelancaran dalam menyusun skripsi. Karya ini akan saya
persembahkan untuk kedua orang tua saya, Victorius Samiyoto dan Maria
Magdalena Eni Wayantari, S.Pd. yang selalu mendukung dan memberikan
semangat serta mendoakan saya dalam membuat skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTO
“Aku berpikir terus menerus berbulan-bulan
dan bertahun-tahun, sembilan puluh
sembilan kali dan kesimpulan salah.
Untuk yang keseratus aku benar.”
(Albert Einstein)
Hidup adalah kesempatan
kesempatan tidak selalu datang dua kali
pakai kesempatan itu
maka anda akan merasakan hasilnya
(Penulis)
Waktu tidak pernah berhenti berputar
waktu tidak pernah menjanjikan sesuatu
dengan waktu kita bisa menjadi sesuatu
(Penulis)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Kurniawan, Stefanus Toni. 2020. “Analisis Fakta Cerita, Sarana Sastra, dan Tema
dalam Cerpen “Bromocorah” Karya Mochtar Lubis.” Skripsi. Yogyakarta:
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan
Seni, Fakultas Kegururan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penelitian ini membahas fakta cerita, sarana sastra, dan tema dalam cerpen
“Bromocorah” karya Mochtar Lubis. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan
hasil analisis fakta cerita ditinjau dari karakter, alur, dan latar, mendeskripsikan
sarana sastra ditinjau dari judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan
ironi, dan mendeskripsikan tema yang ditinjau dari tema fisik, tema tingkat organik,
tema tingkat sosial, tema tingkat egoik, dan tema tingkat divine dalam cerpen
“Bromocorah” karya Mochtar Lubis.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik membaca dan
teknik mencatat. Data penelitian berupa kata-kata, frase, klausa, kalimat atau
paragraf yang terdapat dalam cerpen “Bromocorah” karya Mochtar Lubis.
Hasil analisis data menunjukkan tiga hal penting yaitu pertama, fakta cerita
yang menunjukkan bahwa terdapat karakter utama dalam cerpen ini yaitu karakter
dia dan tokoh penunjang yaitu istri, anak, lawan, warga kampung, dan pegawai
kecamatan. Alur dalam cerita ini menggunakan alur maju. Latar pada cerpen ini
yaitu kamar tidur, depan dapur, sungai kecil dan pematang sawah, puncak-puncak
bukit, tegalan, hutan jati, jalan, rumah, dan kantor lurah. Kedua, sarana sastra yang
menunjukkan judul cerpen yaitu Bromocorah, judul Bromocorah sesuai dengan
jalan cerita yang diceritakan pengarang. Sudut pandang pada cerpen ini yaitu sudut
pandang ketiga. Gaya dan tone yang dipakai pengarang berupa gaya jurnalistik
sastra dan tone yang dipakai penulis berupa sarkastis, yang mengandung kritik dan
sindiran. Simbolisme pada cerpen adalah bromocorah. Ironi pada cerpen ini yaitu
ironi dramatis. Ketiga, tema yang menunjukkan tema fisik, tema sosial, dan tema
tingkat egoik.
Kata kunci: Fakta Cerita, Sarana Sastra, Tema.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Kurniawan, Stefanus Toni. 2020. “Story Fact Analysis, Literature Facility, and
Theme in a Short Story “Bromocorah” by Mochtar Lubis.” Thesis.
Yogyakarta: Indonesian Language Education and Arts Study Program,
Language Education and Arts Department, Faculty of Teachers Training
and Education, Sanata Dharma University.
This research tells of the story fact, literature medium, and theme in a short
story “Bromocorah” by Mochtar Lubis. The purpose of this research is to describe
the result of the fact analysis of a story which is reviewed from the character, plot,
and background, to describe the literature medium is reviewed from title, point of
view, style, and tone, symbolism, and irony, and describing theme which can be
reviewed from physical theme, organic level theme, social level theme, egoism level
theme, and divine level theme in the story “Bromocorah” by Mochtar Lubis.
The kind that is used in this research is qualitative. Data Collection
techniques that is used in this research is reading and noting. Research data in the
form of words, frase, clause, sentence or paragraph that is in the short story
“Bromocorah” by Mochtar Lubis.
The result of the data analysis shows three important things. First, story fact
which shows that there is a main character in this story is his character and the
supporting figures, namely the wife, the child, the opponent, the villagers, and the
sub-district employees. This story uses the chronological plot. The backgrounds of
this story is bedroom, in front of the kitchen, a small river and the paddy field, the
top of the hills, the field, the teak forest, the streets, the houses, and the “urban
village” office. Second, the literature facilities that shows the title of the story which
is Bromocorah, the title is in accordance with the storyline which is told by the
writer. The point of view in this story is from the third person. The style and the
tone which are used by the writer is literary journalism style and the tone is
sarcasm, that contains of critics and innuendos. The simbolysm in the story is
Bromocorah. The irony of the story is dramatic irony. Third, the theme shows the
physical theme, social theme, and selfish level theme
.
Keywords: Story Fact, Literature Facility, Theme.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur penulis haturkan, kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Fakta Cerita, Sarana Sastra, Dan Tema Dalam Cerpen
“Bromocorah” Karya Mochtar Lubis”. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi
persyaratan gelar kesarjanaan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.
2. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. selaku Ketua Program studi Pendidikan
Bahasa Sastra Indonesia.
3. Drs. P. Hariyanto, M.Pd., selaku dosen pembimbing pertama yang telah
mengarahkan dam membimbing dengan telaten dalam penulisan skripsi.
4. Seluruh dosen PBSI yang telah memberikan pengetahuan, wawasan, dan ilmu
yang dapat menjadi bekal masa depan penulis.
5. Theresia Rusmiyati selaku karyawan sekretariat PBSI yang telah membantu
peneliti mengurus administrasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
6. Ayahanda, Victorius Samiyoto dan Ibunda, Maria Magdalena Eni Wayantari
S.Pd., selaku orang tua yang telah memberikan kasih sayang serta untaian doa
yang tidak pernah putus untuk anak-anaknya.
7. Maria Nita Retno Pramasti. S.E., dan Theresia Novita Dwi Puspitasari. S. Pd.,
selaku kakak kandung yang selalu memberikan semangat dan motivasi.
8. Agnes Faustina Yunius dan Grace Chaterina Karinda, selaku adik kandung
yang selalu memberikan semangat dan dukungan secara langsung dan tidak
langsung selama penulis mengerjakan skripsi.
9. Louditta Ristyasa Rannu, selaku teman spesial yang baik, penyemangat dan
selalu memberikan saran, solusi dan tentunya dorongan untuk tetap semangat
dalam menulis skripsi.
10. Sahabatku, Agung Sigit Wibowo, Rishe Hakja Hida, Krisna Adi, Ganda
Prima, Stefi Anwar, Oktavianus, Dion Wahyu, Mutya Cahyaningrum, Seneca
Devi, Ulian Thuhibbi yang selalu memberikan dukungan doa, inspirasi dan
motivasi disetiap penulis menulis skripsi.
11. Teman-teman PBSI 2015 kelas B, terima kasih untuk kebersamaan kita
selama berdinamika, suka duka saling mewarnai hari-hari kita, PBSI B selalu
di hati kita semua.
12. Terima kasih atas semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,
yang telah memberikan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... iv
MOTO ............................................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS ..................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACK ..................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.3 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
1.4 Batasan Masalah......................................................................................... 6
1.5 Sistematika Penyajian ................................................................................ 6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................... 8
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan ........................................................... 8
2.2 Landasan Teori ........................................................................................... 10
2.2.1 Cerita Pendek ................................................................................... 10
2.2.2 Fakta Cerita ...................................................................................... 12
2.2.2.1 Karakter ............................................................................... 12
2.2.2.2 Alur ...................................................................................... 15
2.2.2.3 Latar ..................................................................................... 28
2.2.3 Sarana Sastra .................................................................................... 31
2.2.3.1 Judul .................................................................................... 31
2.2.3.2 Sudut Pandang ..................................................................... 32
2.2.3.3 Gaya dan tone ...................................................................... 36
2.2.3.4 Simbolisme .......................................................................... 37
2.2.3.5 Ironi ..................................................................................... 37
2.2.4 Tema ................................................................................................ 38
2.2.4.1 Tema Fisik ........................................................................... 41
2.2.4.2 Tema Tingkat Organik......................................................... 41
2.2.4.3 Tema Tingkat Sosial ............................................................ 41
2.2.4.4 Tema Tingkat Egoik ............................................................ 42
2.2.4.5 Tema Tingkat Divine ........................................................... 42
2.3 Kerangka Berpikir ...................................................................................... 43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 45
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 45
3.2 Sumber Data dan Data ............................................................................... 45
3.3 Instrumen Penelitian................................................................................... 46
3.4 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 46
3.5 Teknik Analisis Data .................................................................................. 47
3.6 Triangulasi Data ......................................................................................... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN ................................ 48
4.1 Deskripsi Data ............................................................................................ 48
4.2 Analisis Fakta Cerita .................................................................................. 48
4.2.1 Karakter ............................................................................................ 48
4.2.2 Alur .................................................................................................. 60
4.2.3 Latar ................................................................................................. 70
4.3 Analisis Sarana Sastra ................................................................................ 81
4.3.1 Judul ................................................................................................. 81
4.3.2 Sudut Pandang ................................................................................. 84
4.3.3 Gaya dan tone .................................................................................. 87
4.3.4 Simbolisme ...................................................................................... 90
4.3.5 Ironi .................................................................................................. 93
4.4 Analisis Tema............................................................................................. 94
4.4.1 Tema Fisik ....................................................................................... 95
4.4.2 Tema Tingkat Organik ..................................................................... 96
4.4.3 Tema Tingkat Sosial ........................................................................ 96
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
4.4.4 Tema Tingkat Egoik ........................................................................ 98
4.4.5 Tema Tingkat Divine ....................................................................... 98
4.5 Makna Karya Sastra ................................................................................... 101
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 103
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 103
5.2 Saran ........................................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 109
LAMPIRAN .................................................................................................... 111
BIODATA PENULIS ..................................................................................... 166
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Cerpen “Bromocorah” karya Mochtar Lubis....................................112
Lampiran 2 Hasil Triangulasi Analisis Fakta Cerita,
Sarana Sastra, dan Tema Dalam Cerpen
“Bromocorah” Karya Mochtar Lubis................................................120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini menyajikan subbab, yaitu (1) latar belakang masalah, (2) rumusan
masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) batasan istilah, dan (6)
sistematika penyajian. Berikut rincian pemaparan enam subbab pada bagian
pendahuluan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Karya sastra, termasuk cerpen, merupakan ungkapan pikiran atau pengalaman
pengarang dengan menggunakan bahasa yang sudah terperinci. Sebuah karya sastra
tidak bisa lepas dari dunia penciptanya, karena bisa saja karya sastra sebagai wakil
dirinya untuk mewujudkan apa saja yang ingin disampaikan. Cerpen adalah cerita
pendek yang terdiri atas lima belas ribu kata atau sekitar lima puluhan halaman.
Satu yang terpenting, cerita pendek haruslah berbentuk padat. Jumlah kata dalam
cerpen harus lebih sedikit ketimbang jumlah kata dalam novel. Setiap bab dalam
novel menjelaskan unsurnya satu demi satu. Sebaliknya dalam cerpen, pengarang
menciptakan karakter-karakter, semesta mereka, dan tindakan-tindakannya
sekaligus, secara bersamaan. Sebagai konsekuensinya, bagian-bagian awal dari
sebuah cerpen harus lebih padat ketimbang novel. Bukti yang menunjukkan
kepadatan cerpen adalah penggunaan simbolisme. Cerita pendek dapat dibaca
hanya dengan sekali duduk sehingga efek kebersatuannya akan lebih terasa ke
pembaca (Stanton, 2012: 75--79).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Nurgiyantoro (2010: 91) mengatakan bahwa dengan bercerita sebenarnya
pengarang ingin menyampaikan sesuatu, gagasan-gagasan, kepada pembaca.
Penampilan peristiwa-peristiwa pada hakikatnya juga berarti pengemukaan
gagasan. Seorang pengarang memutuskan untuk menulis sebuah cerpen tentu
mempunyai tujuan. Tujuan tersebut merupakan sasaran untuk mengungkapkan ide,
pikiran dan perasaan pengarang yang ingin disampaikan kepada pembacanya, agar
apa yang menjadi ide, gagasan dan perasaannya dapat difahami pembacanya
melalui ceritanya, dialog-dialognya dan peristiwa kehidupan yang disajikan melalui
karya sastra tersebut.
Pengkajian terhadap karya fiksi berarti penelaahan, penyelidikan, atau
mengkaji, menelaah, menyelidiki karya fiksi, tersebut. Dalam melakukan
pengkajian terhadap unsur-unsur pembentuk karya sastra, khususnya fiksi, pada
umumnya kegiatan itu disertai oleh kerja analisis (Nurgiyantoro, 2010: 30). Dalam
mendapatkan makna yang padu dalam mengkaji sebuah karya fiksi, analisis
struktural tidak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah fiksi,
misalnya peristiwa plot, tokoh, latar atau yang lain. Namun, yang lebih penting
adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang
diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai. Jenis
karya sastra terdiri dari puisi, pantun, roman, novel, cerpen, dongeng, dan legenda.
Cerpen pada dasarnya merupakan sebuah karangan fiksi yang tidak jauh
berbeda dengan novel, cerpen juga memiliki unsur-unsur pembangun sebuah cerita
seperti tema, tokoh, latar maupun alur. Dalam memahami karya sastra seperti
cerpen diperlukan suatu pendekatan. Salah satu pendekatan dalam menganalisis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
prosa adalah pendekatan struktural. Dalam hal ini, peneliti meneliti cerpen
“Bromocorah” karya Mochtar Lubis. Kumpulan cerpen Bromocorah merupakan
buku cerpen yang terbit pertama kali pada tahun 1983, berisi 12 judul cerita pendek
karya Mochtar Lubis.
Keunikan yang menyebabkan buku ini menarik untuk diteliti adalah sebagai
berikut. Di dalam kumpulan cerpen tersebut memuat kritikan sosial, kegalauan hati,
dan budaya korupsi (Depalpiss, 2015). Cerpen bromocorah mengandung banyak
pesan yang disampaikan terkait kehidupan manusia. Peneliti meneliti cerpen
bromocorah supaya pembaca mengetahui fakta cerita, sarana sastra, dan tema di
dalamnya sekaligus pembaca mengetahui isi pesan pengarang dalam kehidupan
manusia.
Cerpen tersebut, yaitu berjudul “Rekanan”, cerpen berkisah tentang era awal
80-an sebagaimana dalam cerita tersebut merupakan tahun-tahun yang menjadi
cikal bakal kelahiran generasi dan kultur yang mendewakan gaya hidup kebaratan
dan kemewahan. Korupsi dan nepotisme menjadi sikap-sikap yang tidak
terhindarkan terutama pada kalangan perusahaan yang berkaitan dengan
pemerintahan. Selanjutnya berjudul “Abu Terbakar Hangus”, yang
menggambarkan situasi sosial dan politik. Selanjutnya berjudul “Uang, Uang,
Uang, Hanya Uang”, yang menceritakan seorang taipan Tionghoa yang mencintai
Indonesia tetapi tak mampu menyampaikannya. Ironi taipan ini kemudian dikiaskan
bersamaan dengan kerinduannya akan gadis pujaan hatinya di Indonesia. Cintanya
pada gadis dan tanah Indonesia diibaratkan sebagai sebuah cinta yang sama-sama
tak terkatakan, apa lagi terbalaskan (Widhiasih, Anggraeni, 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Bromocorah menceritakan tentang budaya gunung di sunda. Hubungan tokoh
bromocorah dalam cerpen Bromocorah dengan bapaknya sangat baik, ilmu silat
yang dikuasai olehnya adalah ajaran dari bapaknya yang juga berprofesi sebagai
bromocorah. Tokoh bromocorah adalah tokoh yang sayang dengan keluarga,
meskipun ia keras terhadap musuh tetapi ia sayang dengan keluarga (Ken dan
Bening, 2013).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji cerpen
Bromocorah melalui analisis struktural Robert Stanton. Teori struktural Robert
Stanton dirasa cukup detail untuk mengkaji cerpen “Bromocorah”, yaitu fakta
cerita, sarana sastra, dan tema. Dengan menggunakan teori Stanton peneliti lebih
mengembangkan diri dalam menganalisis. Peneliti tidak menganalisis berdasarkan
unsur intrinsik melainkan dari unsur lain yang terdapat dalam teori Stanton yaitu
fakta cerita, sarana sastra, dan tema. Dari hasil analisis ketiga unsur tersebut,
pembaca diharapkan dapat mengetahui makna maupun amanat yang disampaikan
pengarang dalam penyuguhan cerita. Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji cerpen
yang juga menjadi judul buku antologi ini yaitu “Bromocorah”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana fakta cerita dalam cerpen Bromocorah?
2. Bagaimana sarana sastra dalam cerpen Bromocorah?
3. Bagaimana tema dalam cerpen Bromocorah?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan fakta cerita dalam cerpen Bromocorah.
2. Mendeskripsikan sarana sastra dalam cerpen Bromocorah.
3. Mendeskripsikan tema dalam cerpen Bromocorah.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan pihak-
pihak berkepentingan sehingga penelitian ini berguna untuk menambah wawasan
dan pengetahuan, baik manfaat secara teoretis maupun manfaat praktis. Manfaat
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Secara teoretis penelitian ini dapat dijadikan contoh model penelitian cerpen
dengan teori struktural.
2. Secara praktis, melalui penelitian ini pembaca diharapkan dapat memahami
pesan yang terkandung dalam cerpen yang diteliti dalam cerpen Bromocorah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Karya Mochtar Lubis. Serta memberikan gambaran tentang perbuatan manusia
atau sifat manusia yang dapat merugikan orang lain.
1.5 Batasan Istilah
Penelitian yang saya lakukan ini ditemukan beberapa batasan istilah, antara
lain:
1. Fakta cerita
Fakta cerita adalah karakter, alur, dan latar. Elemen-elemen ini berfungsi
sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita (Stanton, 2012: 22).
2. Sarana sastra
Sarana sastra adalah metode (pengarang) memilih dan menyusun detail cerita
agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2012: 46). Sarana sastra
meliputi judul, sudut pandang, Gaya dan Tone, simbolisme, dan ironi.
3. Tema
Tema adalah aspek cerita yang sejajar dengan makna dalam pengalaman
manusia, sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat (Stanton,
2012: 36).
1.6 Sistematika Penyajian
Penelitian ini tersusun atas lima bab. Bab I Pendahuluan terdiri dari: (1) Latar
Belakang Masalah, (2) Rumusan Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat
penelitian, (5) Batasan Istilah, dan (6) Sistematika Penyajian. Bab II Kajian Teori
terdiri dari: (1) Penelitian Terdahulu yang Relevan, (2) Landasan Teori yang terdiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
dari: a) Cerita Pendek, b) Fakta Cerita, c) Sarana Sastra d) Tema, (3) Amanat, dan
(4) Kerangka Berpikir. Dalam Bab III Metodologi Penelitian terdiri dari: (1) Jenis
Penelitian, (2) Sumber Data dan Data, (4) Instrumen Penelitian, (5) Teknik
Pengumpulan Data, (6) Teknik Analisis Data, dan (7) Triangulasi Data. Bab IV
terdiri dari: (1) Analisis Fata Cerita, (2) Analisis Sarana Sastra, (3) dan Analisis
Tema. Bab V Penutup terdiri dari: (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab ini membahas tiga subbab, yaitu (1) penelitian terdahulu yang
relevan, (2) landasan teori, (3) kerangka berpikir. Berikut penjelasan tiga subbab
pada bagian landasan teori.
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Ada empat penelitian terdahulu yang dapat menunjukan bahwa penelitian
tentang analisis fakta cerita, sarana sastra, dan tema dalam cerpen Bromocorah
karya Mochtar Lubis masih relevan untuk diteliti yaitu:
Penelitian terdahulu pertama yang relevan dengan penelitian ini adalah
Penelitian yang dilakukan oleh Didik Kusuma Saputra pada tahun (2010) dengan
judul “Fakta Cerita dan Tema Purasani Karya Yasawidagda”. Tujuan dari penelitian
tersebut adalah mengkaji unsur-unsur yang telah diidentifikasi sehingga diketahui
tema, tokoh, alur dan latar dari sebuah karya sastra. Penelitian tersebut
menggunakan analisis struktural, data yang digunakan yaitu catat dan simak.
Penelitian ini menggunakan pendekatan yang menitik beratkan pada teori
struktural.
Penelitian kedua adalah penelitian yang ditulis oleh Septi Sariningsih (2011)
yang berjudul “Adaptasi Film ke Novel Brownies: Analisis Strukturalisme Robert
Stanton”. Penelitian ini mengungkapkan bahwa teknik sinematografi dalam film
Brownies lebih cenderung menggunakan teknik komposisi. Teknik ini banyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
dipakai karena komposisi merupakan satu kesatuan gambar dalam dalam satu frame
gambar pada sebuah shot. Peneliti hanya menganalisis unsur intrinsiknya
menggunakan metode kualitatif. Data yang dipakai peneliti berupa keseluruhan
informasi yang berkaitan dengan topik yaitu perbandingan struktur antara film dan
novel Brownies. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik pustaka.
Penelitian ketiga yang relevan adalah penelitian Roni Wisono (2016) dalam
skripsi yang berjudul “Analisis Fakta Cerita, Sarana Cerita dan Tema Dalam
Kumpulan Cerpen ‘Sepotong Senja Untuk Pacarku’ Karya Seno Gumira
Ajidarma”. Peneliti memfokuskan pada cerpen-cerpen yang ada dalam buku
kumpulan cerpen Sepotong Senja Untuk Pacarku melalui pendekatan struktural
sastra. Penelitian tersebut mendeskripsikan pendekatan menggunakan teori Robert
Stanton dengan aspek-aspek fakta cerita, sarana satra dan tema dan menggunakan
metode kualitatif.
Penelitian keempat yang relevan adalah penelitian Desti Wulandari pada
tahun (2017) dengan judul “Fakta Cerita Dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata
dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Sastra”. Penelitian tersebut hanya mencari
unsur fakta cerita yaitu karakter, alur, latar dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata
dan mengkaitkannya dengan mengimplementasikan novel kedalam pembelajaran
sastra. Peneliti menggunakan metode kualitatif sedangkan data yang digunakan
berupa kutipan-kutipan peristiwa-peristiwa atau teks yang terdapat di dalam novel
Ayah karya Andrea Hirata. Teknik pengumpulan dan analisis data penelitian ini
menggunakan teknik analisis teks.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Penelitian yang sudah ada tersebut memiliki beberapa persamaan dengan
penelitian yang saya lakukan yaitu mengenai analisis fakta cerita, sarana cerita dan
tema yang mencangkup beberapa unsur intrinsik yaitu alur, tokoh, latar, sudut
pandang, gaya bahasa, dan tema. Peneliti memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya yaitu perbedaan objek yang diteliti, peneliti lebih menekankan kepada
fakta cerita, sarana sastra dan tema dalam cerpen Bromocorah karya Mochtar Lubis.
2.2 Landasan Teori
Landasan teori memaparkan hasil kumpulan teori-teori dari para ahli
berdasarkan bidangnya. Landasan teori berisi paparan teori-teori yang mendukung
maupun yang berlawanan. Landasan teori memaparkan hasil kumpulan teori-teori
dari para ahli yang digunakan peneliti sebagai acuan berpikir dalam penelitian ini.
Dalam landasan teori terdapat empat pokok pembahasan yaitu, (1) cerpen, (2) fakta
cerita, (3) sarana sastra, dan (4) tema. Berikut adalah penjelasan dari masing-
masing teori dalam landasan teori.
2.2.1 Cerpen
Cerpen adalah cerita pendek yang terdiri atas lima belas ribu kata atau
sekitar lima puluhan halaman (Stanton, 2012: 75). Ukuran cerpen yang sedikit
memaksa para pengarang untuk berkarya melampaui kemampuannya. Seiring
dengan berlalunya kreativitas para pengarang demi mendobrak berbagai
keterbatasan, banyak bermunculan pernak-pernik menarik yang menghiasi karya
sastra. Cerpen menurut Edgar Allan Poe (Jassin, 1961: 72) dalam Nurgiyantoro
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
(2010: 10) sastrawan kenamaan dari Amerika itu, mengatakan bahwa cerpen adalah
sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara
setengah sampai dua jam. Dari pengertian cerpen menurut para ahli, dapat
disimpulkan bahwa cerpen adalah salah satu bentuk karya sastra yang berbentuk
prosa yang dibaca sekali duduk.
Cerpen merupakan salah satu jenis prosa fiksi. Dalam dunia kesastraan,
prosa (Inggris: prose) adalah salah satu genre sastra di samping genre-genre yang
lainnya (Nurgiyantoro, 2010: 1). Sumardjo dan Sani 1986 3-4 menyatakan
bahwa, sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman,
pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Sehingga sastra memiliki
unsur-unsur berupa pikiran, pengalaman, ide, perasaan, semangat, kepercayaan,
ekspresi atau ungkapan, bentuk dan bahasa.
Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan dan
gambaran semua bahan, serta bagian, yang menjadi komponennya secara bersama-
sama membentuk keutuhan yang indah. Untuk mengkaji unsur-unsur dalam cerita,
peneliti akan menggunakan teori fiksi Robert Stanton. Menurut Stanton karya sastra
terdiri atas unsur tema, fakta cerita (fact), dan sarana cerita (literary device)
(Stanton, 2010: 20). Ketiganya merupakan unsur fiksi yang secara faktual dapat
dibayangkan peristiwa dan ekstensinya dalam sebuah buku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
2.2.2 Fakta Cerita
Karakter, alur dan latar merupakan fakta-fakta cerita. Elemen-elemen ini
berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita. Jika dirangkum
menjadi satu, semua elemen ini dinamakan “struktur faktual” atau “tingkatan
faktual” cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspek cerita. Struktur faktual
adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang (Stanton, 2012: 22).
2.2.2.1 Karakter
Karakter dapat berarti tokoh sentral (central character), yaitu berhubungan
dengan peristiwa dalam cerita. Biasanya peristiwa-peristiwa itu menimbulkan
perubahan, baik dalam diri tokoh maupun dalam sikap pembaca terhadap tokoh itu.
Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter merujuk
pada individu-individu yang muncul dalam cerita seperti ketika ada orang bertanya
“Berapa karakter yang ada dalam cerita itu?”. Konteks kedua, karakter merujuk
pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral
dari individu-individu tersebut. Dalam sebagian besar cerita dapat ditemukan satu
karakter utama yaitu karakter yang terkait dengan semua peristiwa yang
berlangsung dalam cerita (Stanton, 2012: 33).
Adanya pembagian karakter menjadi dua konteks tersebut, setidaknya dapat
menganalisis dan mengamati tokoh cerita atau karakter dengan merujuk pada dua
hal, yakni antara individu-individu yang muncul dalam cerita, dan pada
percampuran berbagai kepentingan dari individu-individu tersebut sehingga bisa
ditemukan karakter atau tokoh utama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Stanton beralasan bahwa seorang karakter untuk bertindak sebagaimana
yang ia lakukan dinamakan motivasi. Motivasi spesifik seorang karakter adalah
alasan atas reaksi spontan, yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukkan oleh
adegan atau dialog tertentu. Motivasi dasar adalah suatu aspek umum dari satu
karakter atau dengan kata lain hasrat dan maksud yang memandu sang karakter
dalam melewati keseluruhan cerita. Arah yang dituju oleh motivasi dasar adalah
arah tempat seluruh motivasi spesifik bermuara (Stanton, 2012: 33).
Dalam menilai karakter tokoh dapat dilihat dari apa yang dikatakan dan apa
yang dilakukan (Abrams, 1981: 20) dalam Fananie, 2000: 87. Identifikasi tersebut
adalah didasarkan pada konsistensi atau keajegannya, dalam artian konsistensi
sikap, moralitas, perilaku, dan pemikiran dalam memecahkan, memandang, dan
bersikap dalam menghadapi setiap peristiwa. Dengan bahasa yang berbeda, David
Daiches menyebutkan bahwa karakter pelaku cerita fiksi dapat muncul dari
sejumlah peristiwa dan bagaimana reaksi tokoh tersebut pada peristiwa yang
dihadapi (Daiches, 1948: 352) dalam Fananie, 2000: 87.
Kendati pemunculan karakter tokoh tidak dapat dilepaskan dari rangkaian
peristiwa, model mengekspresikan karakter tokoh yang dipakai oleh pengarang bisa
bermacam-macam.
1) Tampilan Fisik
Pengarang dapat mengungkapkan melalui gambaran fisikalnya, termasuk di
dalamnya uraian mengenai ciri-ciri khusus yang dipunyai. Dalam hal ini, pengarang
biasanya menguraikan pula secara rinci perilaku, latar belakang, keluarga,
kehidupan tokoh pada bagian awal cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
2) Pengarang tidak secara langsung mendeskripsikan karakter tokohnya.
Karakter dibangun melalui kebiasaan berpikir, cara pengambilan keputusan
dalam menghadapi setiap peristiwa, perjalanan karir, dan hubungannya dengan
tokoh-tokoh lain, termasuk komentar dari tokoh yang satu ke tokoh lainnya. Karena
untuk menggambarkan karakter tokoh dalam model ini tidak dapat dilihat hanya
dalam satu peristiwa dalam satuan waktu tertentu, melainkan harus dilihat dari
sekuen peristiwa secara keseluruhan (Daiches, 1948: 354) dalam Fananie, 2000: 90.
Karakter tokoh yang diungkapkan pengarang mengalir seirama dengan situasi yang
dihadapi para tokoh, seperti bagaimana tokoh-tokoh cerita menghadapi masalah
tertentu, bagaimana pola pemikiran, konsistensi sikap, arus kesadaran, perubahan
emosional, bahasa yang dipakai, dalam setiap peristiwa yang dia hadapi (Fananie,
2000: 90).
Penokohan atau karakterisasi adalah proses yang dipergunakan oleh
seseorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya. Tokoh fiksi harus
dilihat sebagai yang berada pada suatu masa dan tempat tertentu dan haruslah pula
diberi motif-motif yang masuk akal bagi segala sesuatu yang dilakukan (Tarigan,
2008: 147). Untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih baik mengenai fungsi
mereka, ada baiknya kalau kita membuat klasifikasi terhadap orang-orang fiksional
terlebih dahulu. Orang-orang fiksional dapat dikelompokkan atas:
1) Tokoh utama; tokoh pusat (central character);
2) Tokoh penunjang (supporting character);
3) Tokoh latar belakang (background character).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Karakter utama (tokoh utama) merupakan serangkaian peristiwa tempat
mereka muncul baik sebagai pemenang ataupun sebagai yang kalah, senang atau
tidak senang, lebih kaya atau lebih miskin, lebih baik atau lebih jelek. Karakter
penunjang (tokoh penunjang) merupakan tindak-tanduk serta pendapat-
pendapatnya justru bertentangan dengan tokoh utama dalam situasi-situasi yang
sama dan paralel. Karakter penunjang memainkan peranan yang agak maupun yang
kurang penting, dapat timbul muncul dalam seluruh adegan ataupun menghilang
sesudah berperan dalam satu adegan. Karakter latar belakang (tokoh latar belakang)
yaitu orang-orang yang mendiami karya-karya sastra untuk memberikan ilusi atau
bayangan dunia nyata (Tarigan, 2008: 149).
Salah satu cara untuk melakukan hal ini adalah mendaftarkan sifat-sifat
yang tercermin dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran mereka; serta yang
dikatakan, dirasakan, dan dipikirkan orang lain terhadap mereka (Tarigan, 2008:
149).
2.2.2.2 Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah
cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang terhubung secara
kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang menyebabkan atau menjadi
dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidak dapat diabaikan karena akan
berpengaruh pada keseluruhan karya. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal
yang fisik saja seperti ujaran atau tindakan, tetapi juga mencangkup perubahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
sikap karakter, kilasan-kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala
yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya (Stanton, 2012: 26).
Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemen-elemen
lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri, meskipun jarang diulas panjang lebar
dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akan seutuhnya dimengerti tanpa adanya
pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan
kausalitas, dan keberpengaruhannya (Stanton, 2012: 28). Dua elemen dasar yang
membangun alur adalah konflik dan klimaks. Setiap karya fiksi setidaknya
memiliki konflik internal yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat
seorang karakter dengan lingkungan. Konflik-konflik spesifik ini merupakan
subordinasi satu konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya
(Stanton, 2012: 31).
Semua konflik ini disimpulkan dalam satu konflik sentral (central conflicts).
Konflik sentral selalu merupakan pertentangan antara dua nilai atau kekuatan yang
mendasar, seperti kejujuran dan kemunafikan, individualitas dan pemaksaan untuk
disetujui, dan sebagainya. Konflik sentral merupakan inti cerita. Sebuah cerita
mungkin saja terdiri atas beberapa konflik sentral yang dapat
dipertanggungjawabkan berdasarkan peristiwa-peristiwa yang membangun.
Menurut Stanton (2012: 32), dua elemen dasar yang membangun alur adalah
konflik dan klimaks Stanton menyatakan klimaks adalah saat ketika konflik terasa
sangat intens sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik
yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana
oposisi tersebut dapat terselesaikan. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
yang tidak terlalu spektakuler. Klimaks utama tersebut acap sulit dikenali karena
konflik-konflik subordinat pun memiliki klimaks-klimaksnya sendiri.
Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi adalah
alur (plot) cerita. Wicaksono (2014: 58) mengungkapkan alur cerita ialah peristiwa
yang jalin-menjalin berdasar atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian
peristiwa dapat terjalin berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan
sebab akibat. Alur adalah rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Istilah
alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang menjadi dampak dari berbagai
peristiwa yang lain dan tidak dapat diabaikan, karena akan berpengaruh pada
keseluruhan karya.
Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan istilah alur.
Luxemburg dalam (Fananie, 2002: 93) menyebutkan alur atau plot adalah
konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang secara
logis dan kronologis saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.
Elemen alur (plot) hanyalah didasarkan pada paparan mulainya peristiwa,
berkembangnya peristiwa yang mengarah pada konflik yang memuncak, dan
penyelesaian tehadap konflik.
Analisis alur tidak hanya dilihat dari kedudukan satu topik di antara topik-
topik yang lain, melainkan harus pula dikaitkan dengan elemen-elemen lain, seperti
karakter pelaku, pemikiran pengarang yang tercermin dalam tokoh-tokohnya, diksi,
maupun proses naratifnya (Crane, 1963: 63) dalam Fananie, 2000: 94. Karena itu,
kedudukan peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain harus diletakkan dalam
rangkaian sekuen kausalitas hubungan sebab-akibat, hubungan perkembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
karakter pelaku, hubungan dengan latar, dan penempatan atau penyusunan dari
rangkaian peristiwa itu sendiri. Rangkaian peristiwa yang dikaitkan dengan
perkembangan karakter, pemikiran para tokoh cerita, persoalan yang di hadapi, dan
penyajian susunan peristiwa yang dicuatkan pengarang inilah yang akan
menentukan sejauh mana kekuatan sebuah karya cerita. Propp menyebutkan bahwa
keberadaan sebuah alur tidak mungkin hanya dilihat dari strukturnya saja, tetapi
juga harus dilihat dari fungsinya. Menurut Propp yang dimaksud fungsi alur (plot)
adalah aktivitas dramatik tokoh (act dramatic persona) yang didasarkan atas
signifikansi sudut pandang dari sejumlah peristiwa yang membangun cerita secara
keseluruhan (Propp, 1958: 20) dalam Fananie, 2002: 94.
Berdasarkan fungsi alur (plot) dalam membangun nilai estetik cerita, maka
identifikasi dan penilaian terhadap keberadaan alur (plot) menjadi sangat beragam.
Keberagaman tersebut paling tidak dapat dilihat dari tiga prinsip utama analisis alur
(plot) yang meliputi:
1) Plots of action, yaitu analisis proses perubahan peristiwa secara lengkap,
baik yang muncul secara bertahap maupun tiba-tiba pada situasi yang
dihadapi tokoh utama, dan sejauh mana urutan peristiwa yang dianggap
sudah tertulis (determinisme) itu, berpengaruh terhadap perilaku dan
pemikiran tokoh bersangkutan dalam menghadapi situasi tersebut;
2) Plots of character, yaitu proses perubahan perilaku atau moralitas secara
lengkap dari tokoh utama kaitannya dengan tindakan emosi dan perasaan;
3) Plots of thought, yaitu proses perubahan secara lengkap kaitannya dengan
perubahan pemikiran tokoh utama dengan segala konsekuensinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
berdasarkan kondisi yang secara langsung dihadapi. (Lih. Crane, 1963: 67)
dalam buku Fananie, 2000: 94.
Menurut paham determinisme, keberadaan manusia di dunia adalah sudah
digariskan oleh Ilahi. Manusia hanyalah sekedar makhluk yang harus menjalani
yang sudah disuratkan. Karena itu, setiap perubahan nasib, perubahan perilaku,
moral, dan perjalanan hidup yang menimpa manusia, menurut paham determinisme
urutan peristiwanya adalah sudah ditentukan. Dalam kaitan dengan plots of
character, fokus utama terjadinya peristiwa adalah pada perubahan moral, karakter,
atau emosi tokoh cerita. Untuk mengetahui jalinan alur (plot) model plots of
character adalah dengan menganalisis setiap perubahan perilaku atau emosi tokoh-
tokohnya.
Pada plots of thought, penekanan utama yang menyebabkan perubahan
emosi atau perasaan tokoh adalah didasarkan pada situasi yang dihadapi secara
langsung. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa identifikasi sebuah alur
(plot) cerita tidaklah didasarkan pada jalannya cerita, melainkan pada apa yang
mendasari jalannya cerita tersebut. Dalam konteks ini, alur (plot) akan berbeda
dengan jalan cerita. Meskipun demikian, jalan cerita dan plot sebenarnya dapat
dibedakan. Jalan cerita adalah paparan peristiwa yang terangkai, sedangkan alur
(plot) adalah persoalan-persoalan yang melatarbelakangi jalan cerita.
Jalan cerita dapat dianggap mempunyai kekuatan, jika di balik jalan cerita
terdapat alur (plot) yang menarik. Konflik yang diungkapkan pengarang melalui
perubahan perilaku, pemikiran, emosi, dan karakter tokoh cerita ini pada dasarnya
yang menggerakan alur (plot). Melalui dialog, perubahan emosi, pandangan, sikap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
tokoh dalam mengambil keputusan dalam setiap peristiwa akan dapat diketahui
apakah alur (plot) cerita tersebut mengambil pola lurus, mengejutkan (suspense),
digresi, dan tidak urut (Fananie, 2000: 95--96).
Wellek dan Warren dalam (Sukada, 1985: 66) berpendapat bahwa alur (plot)
sendiri dibangun dari unsur-unsur cerita yang lebih kecil, yaitu dari episode atau
insiden. Itulah sebabnya dikatakannya, bahwa alur (plot) itu adalah struktur dari
struktur-struktur. Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2010: 113) mengemukakan bahwa
alur (plot) adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya
dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Alur (plot) sebuah cerita haruslah
bersifat padu, unity. Alur (plot) yang memiliki sifat keutuhan dan kepaduan, tentu
saja akan menyuguhkan cerita yang bersifat utuh dan padu pula. Untuk memperoleh
keutuhan sebuah alur (plot) cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah alur
(plot) haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (midle), dan tahap
akhir (end) (Nurgiyantoro, 2010: 142).
1) Tahap awal
Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap
perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan
dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Misalnya,
berupa penunjukkan dan pengenalan latar, seperti nama-nama tempat, suasana
alam, waktu kejadiannya, dan lai-lain, yang pada garis besarnya berupa deskripsi
setting. Selain tu, tahap awal juga sering dipergunakan untuk pengenalan tokoh-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
tokoh cerita, mungkin berwujud deskripsi fisik, bahkan mungkin juga telah
disinggung perwatakanya. Fungsi pokok tahap awal sebuah cerita adalah untuk
memberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan
dengan pelataran dan penokohan.
2) Tahap tengah
Tahap tengah cerita yang dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian,
menampilkan pertentangan dan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada
tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Dalam
tahap tengah inilah klimaks ditampilkan, yaitu ketika konflik utama telah mencapai
titik intensitas tertinggi. Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan
terpenting dari karya fiksi yang bersangkutan. Pada bagian inilah inti cerita
disajikan: tokoh-tokoh memainkan peran, peristiwa-peristiwa penting fungsional
dikisahkan, konflik berkembang semakin meruncing, menegangkan, dan mencapai
klimaks, dan pada umumnya tema pokok, makna pokok cerita diungkapkan.
3) Tahap akhir
Tahap akhir sebuah cerita, atau dapat juga disebut sebagai tahap pelaraian,
menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini misalnya
berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada hal bagaimanakah akhir
sebuah cerita. Dalam teori klasik yang berasal dari Aritoteles, penyelesaian cerita
dibedakan ke dalam dua macam kemungkinan: kebahagiaan dan kesedihan
(Nurgiyantoro, 2000: 142--146).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Sudjiman (1988: 30--36) membagi alur menjadi tiga tahap yaitu awal (paparan,
rangsangan, gawatan), tengah (tikaian, rumitan, klimaks), akhir (leraian, selesaian).
a) Awal
1) Paparan
Penyampaian informasi kepada pembaca disebut paparan atau eksposisi.
Paparan biasanya merupakan fungsi utama awal suatu cerita. Tentu saja bukan
informasi selengkapnya yang diberikan, melainkan keterangan sekadarnya untuk
memudahkan pembaca mengikuti kisahan selanjutnya. Pada tahap ini pengarang
memperkenalkan para tokoh, menggambarkan tempat terjadinya peristiwa dalam
cerpen.
2) Rangsangan
Rangsangan yaitu peristiwa yang mengawali timbulnya gawatan.
Rangsangan sering ditimbulkan oleh masuknya seorang tokoh baru yang berlaku
sebagai katalisator. Rangsangan dapat pula ditimbulkan oleh hal lain misalnya oleh
datangnya berita yang merusak keadaan yang semula terasa laras. Tak ada patokan
tentang panjangnya kapan disusun oleh rangsangan dan berapa lama sesudah itu
sampai gawatan.
3) Gawatan
Gawatan biasanya adalah perkembangan cerita setelah rangsangan. Dalam
gawatan akan timbul permasalahan yang terjadi dalam sebuah cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
b) Tengah
1) Tikaian
Tikaian adalah perselisihan yang timbul sebagai akibat adanya dua kekuatan
yang bertentangan, satu diantaranya diwakili oleh manusia pribadi yang biasanya
menjadi protagonis dalam cerita. Tikaian merupakan pertentanngan antara dirinya
dengan kekuatan alam dengan masyarakat, orang lain, atau pertentangan antara dua
unsur dalam diri satu tokoh itu.
2) Rumitan
Perkembangan dari gejala mula tikaian menuju ke klimaks cerita disebut
rumitan. Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kehebatan. Rumitan
biasanya timbul setelah perselisihan dan adanya pertentangan diantara tokoh.
Dalam rumitan juga sudah muncul permasalahan yang menimbulkan klimaks
permasalahan yang terjadi.
3) Klimaks
Klimaks tercapai apabila rumitan mencapai puncak kelibatannya. Di dalam
cerita rekaan, rumitan sangat penting. Tanpa rumitan yang memadai tikaian akan
lamban. Rumitan mempersiapkan pembaca untuk menerima seluruh dampak dari
klimaks.
c) Akhir
1) Leraian
Bagian struktur alur sesudah klimaks yang menunjukkan perkembangan
peristiwa ke arah selesai. Dalam leraian sudah dapat terlibat adanya penyelesaian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
masalah menuju selesai. Di sini, konflik akan semakin menuju perubahan dengan
adanya selesaian.
2) Selesaian
Selesaian adalah bagian akhir penutup cerita. Selesaian boleh jadi
mengandung penyelesaian masalah yang mengalami (happy ending) boleh juga
mengandung penyelesaian masalah yang menyedihkan (sad ending).
Setiap cerita memiliki alur (plot) yang merupakan kesatuan tindak, yang
disebut juga sebagai an artistic whole. Alur (plot) dapat dikategorikan ke dalam
beberapa jenis yang berbeda berdasarkan sudut-sudut tinjauan atau kriteria yang
berbeda pula. Dari sinilah secara teoretis kita dapat membedakan alur (plot) ke
dalam dua kategori: kronologis dan tak kronologis (Nurgiyantoro, 2010: 153).
1) Alur maju/progresif
Alur (plot) dapat dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang
dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama diikuti oleh atau
menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian. Atau, secara runtut
cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik),
tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian).
2) Alur mundur/flash-back
Urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang beralur regresif
tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin
dari tahap tengah atau tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan.
Karya yang beralur jenis ini, dengan demikian, langsung menyuguhkan adegan-
adegan konflik, bahkan barangkali konflik yang telah meruncing. Teknik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
pembalikan cerita, atau penyorotbalikan peristiwa-peristiwa, ketahapan
sebelumnya dapat dilakukan melalui pengarang menyuruh tokoh merenung
kembali ke masa lalunya, menuturkannya kepada tokoh lain baik secara lisan
maupun tertulis, tokoh lain menceritakan masa lalu tokoh lain, atau pengarang
sendiri yang menceritakannya.
3) Alur campuran
Pengkategorian alur (plot) ke dalam progresif atau flash-back sebenarnya
lebih didasarkan pada mana yang lebih menonjol. Untuk mengetahui secara pasti
kelompok peristiwa yang tergolong progresif-kronologis atau sorot balik, kita dapat
meneliti secara sintagmatik dan paradigmatik semua peristiwa yang ada, yaitu
dengan menyejajarkan keduanya (Nurgiyantoro, 2010: 153--156).
Peristiwa, konflik, klimaks merupakan tiga unsur yang amat esensial dalam
pengembangan sebuah plot cerita. Eksistensi alur (plot) itu sendiri sangat
ditentukan oleh ketiga unsur tersebut. Demikian pula halnya dengan masalah
kualitas dan kadar kemenarikan sebuah cerita fiksi. Ketiga unsur itu mempunyai
hubungan yang mengerucut: jumlah cerita dalam sebuah karya fiksi banyak sekali,
namun belum tentu semuanya mengandung dan atau merupakan konflik, apa lagi
konflik utama. Jumlah konflik juga relatif masih banyak, namun hanya konflik-
konflik utama tertentu yang dapat dipandang sebagai klimaks (Nurgiyantoro, 2008:
116).
1) Peristiwa
Peristiwa dapat diartikan sebagai peralihan dari satu keadaan kekeadaan
yang lain (Luxemburtg) dalam Nurgiyantoro, 2008: 117. Berdasarkan pengertian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
itu, kita akan dapat membedakan kalimat-kalimat tertentu yang menampilkan
peristiwa dengan yang tidak. Peristiwa dapat dibedakan ke dalam beberapa kategori
tergantung dari mana ia dilihat. Dalam hubungannya dengan pengembangan alur
(plot), atau perannya dalam penyajian cerita, peristiwa dapat dibedakan ke dalam
tiga jenis, yaitu peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan (Luxemburg) dalam
Nurgiyantoro, 2008: 118.
a) Peristiwa fungsional adalah peristiwa-peristiwa yang menentukan dan atau
mempengaruhi perkembangan alur (plot). Urutan-urutan peristiwa
fungsional merupakan inti cerita sebuah karya fiksi yang bersangkutan.
Namun, penentuan apakah sebuah peristiwa bersifat fungsional atau bukan
baru dapat dilakukan setelah gambaran cerita dan alur (plot) secara
keseluruhan diketahui. Sebaliknya, gambaran keseluruhan cerita mengenai
dan alur (plot) dapat diketahui berdasarkan peristiwa-peristiwa fungsional
yang ditemukan melalui kerja pembaca yang kritis.
b) Peristiwa kaitan adalah peristiwa-peristiwa yang berfungsi mengaitkan
peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian cerita. Lain halnya
dengan peristiwa fungsional, peristiwa kaitan kurang mempengaruhi
pengembangan alur (plot) cerita, sehingga seandainya ditanggalkan pun ia
tak akan mempengaruhi logika cerita. Atau paling tidak kita masih dapat
mengetahui inti cerita secara keseluruhan.
c) Peristiwa acuan adalah peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh
dan atau berhubungan dengan perkembangan alur (plot), melainkan
mengacu pada unsur-unsur lain. Bukannya alur dan peristiwa-peristiwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
penting yang diceritakan, melainkan bagaimana suasana alam dan batin
diukiskan (Luxemburg) dalam Nurgiyantoro, 2008: 119.
2) Konflik
Konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara
dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan (Wellek
dan Warren) dalam Nurgiyantoro, 2008: 122. Peristiwa dan konflik biasanya
berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain, bahkan
konflik pun hakikatnya merupakan peristiwa. Konflik demi konflik yang disusul
oleh peristiwa demi peristiwa akan menyebabkan konflik menjadi semaki
meningkat. Konflik yang telah sedemikian meruncing, katakan pada titik puncak,
disebut klimaks (Nurgiyantoro, 2008: 123).
Bentuk konflik, sebagai bentuk kejadian, dapat pula dibedakan ke dalam dua
kategori: konflik fisik dan konflik batin, konflik eksternal dan konflik internal
(Stanton) dalam Nurgiyantoro, 2008: 124.
a) Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan
sesuatu yang diluar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam mungkin
lingkungan manusia.
b) Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara
tokoh dengan lingkungan alam.
c) Konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial
antarmanusia, atau masalah-masalah yang muncul akibat adanya hubungan
antarmanusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
d) Konflik internal adalah konflik yang terjadi didalam hati, jiwa seorang
tokoh. Konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri.
3) Klimaks
Konflik dan klimaks merupakan hal yang amat penting dalam struktur alur
(plot), keduanya merupakan unsur utama alur (plot). Konflik demi konflik, baik
internal maupun eksternal, inilah jika telah mencapai titik puncak menyebabkan
terjadinya klimaks (Nurgiyantoro, 2008: 126). Klimaks menurut Stanton dalam
(Nurgiyantoro, 2008: 127), adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas
tertinggi, dan saat itu merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari kejadiannya.
Klimaks saat menentukan arah perkembangan alur (plot). Klimaks merupakan titik
pertemuan antara dua atau lebih hal yang dipertentangkan dan menentukan
bagaimana permasalahan konflik itu akan diselesaikan. Menentukan klimaks
sebuah cerita, memang diperlukan berbagai pertimbangan, kejelian, dan kekritisan
dalam membaca karya fiksi.
2.2.2.3 Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita
yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar dapat
berwujud dekor seperti sebuah cafe. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu
tertentu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah (Stanton, 2012:
35). Latar memiliki daya untuk memunculkan tone dan mood emosional yang
melingkupi sang karakter. Tone emosional ini disebut dengan istilah “atmosfer”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Atmosfer bisa jadi merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang
karakter atau sebagai salah satu bagian dunia yang berada di luar diri sang karakter
(Stanton, 2007: 36).
Latar atau setting adalah lingkungan fisik tempat kegiatan berlangsung.
Dalam pengertian yang lebih luas, latar mencangkup tempat dalam waktu dan
kondisi-kondisi psikologis dari semua yang terlibat dalam kegiatan itu. Tiap-tiap
karya sastra mengambil tempat dalam suatu latar tentunya yang terdiri dari daerah
pemukiman (rumah, masyarakat, wilayah, negara), dan kepercayaan-kepercayaan
serta nilai-nilai (sosial, moral, ekonomi, politik, psikologis) dari orang-orang yang
tinggal di situ (Tarigan, 2008: 164). Setting adalah latar atau tempat kejadian, waktu
kejadian sebuah cerita. Setting bisa menunjukkan tempat, waktu, suasana batin, saat
cerita itu terjadi (Ismawati, 2013:72).
Secara garis besar deskripsi latar fiksi dapat dikategorikan dalam tiga
bagian, yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal
yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah
historis, dan latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan (Sayuti, 2000:
126).
1) Latar Tempat
Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi.
Melalui tempat terjadinya peristiwa diharapkan tercermin pemerian tradisi
masyarakat, tata nilai, tingkah laku, suasana, dan hal-hal lain yang mungkin
berpengaruh pada tokoh dan karakternya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
2) Latar Waktu
Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwam dalam alur (plot),
secara historis. Melalui pemerian waktu kejadian yang jelas, akan tergambar tujuan
fiksi tersebut secara jelas pula. Rangkaian peristiwa tidak mungkin terjadi jika
dilepaskan dan perjalanan waktu, yang dapat berupa jam, hari, tanggal, bulan,
tahun, bahkan zaman tertentu yang melatar belakanginya.
3) Latar Sosial
Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang
atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya
dalam kehidupan sosialnya dapat digolongkan menurut tingkatannya, seperti latar
sosial bawah atau rendah latar sosial menengah, dan latar sosial tinggi (Sayuti,
2000: 126).
Uraian-uraian tentang latar yang sudah dikemukakan di atas mengarahkan
kita pada kesimpulan bahwa paling tidak terdapat empat elemen-elemen unsur yang
membentuk latar fiksi.
1) Lokasi geografis yang sesungguhnya, termasuk di dalamnya topografi,
scenery ‘pemandangan’ tertentu, bahkan detail-detail interior sebuah kamar
ruangan.
2) Pekerjaan dan cara-cara hidup tokoh sehari-hari.
3) Waktu terjadinya tindakan atau peristiwa, termasuk periode historis, musim,
tahun, dan sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
4) Lingkungan religius, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh-
tokohnya. (Sayuti, 2000: 128).
2.2.3 Sarana Sastra
Sarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang) memilih
dan menyusun detail cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna (Stanton, 2012:
46). Beberapa sarana dapat ditemukan dalam setiap cerita seperti konflik, klimaks,
tone, dan gaya, dan sudut pandang. Sarana sastra (literary devices) adalah teknik
yang dipergunakan oleh pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita
(peristiwa dan kejadian) menjadi pola yang bermakna (Nurgiyantoro, 2008: 25).
2.2.3.1 Judul
Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya
membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada
sang karakter utama atau satu latar tertentu. Namun, penting bagi kita untuk selalu
waspada bila judul tersebut mengacu pada satu detail yang tidak menonjol. Judul
semacam ini acap menjadi petunjuk makna cerita bersangkutan (Stanton, 2012: 51).
Judul merupakan elemen lapisan luar suatu fiksi. Oleh karena itu, ia
merupakan elemen yang paling mudah dikenali oleh pembaca. Judul suatu karya
bertalian erat dengan elemen-elemen yang membangun fiksi dari dalam. Mungkin
sekali judul mengacu pada tema, pada latar, pada konflik, pada tokoh, mengacu
pada simbol cerita, mengacu pada atmosfer, pada akhir cerita, dan sebagainya
(Sayuti, 2000: 148).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Mencari judul acapkali merupakan aspek yang paling membosankan dan
memakan waktu. Maka suatu metode pemilihan judul yang tepat-guna adalah mulai
dengan memusatkan perhatian pada tiga hal – daya tarik, luas, dan kerumitan dan
menerapkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini pada setiap judul:
Daya tarik:
1) Apakah saya tertarik akan hal itu?
2) Apakah judul ini akan menarik bagi pembaca?
Luasnya:
3) Apakah ruang lingkup bahan sesuai dengan pembahasan waktu kita?
Kerumitan:
4) Dapatkah kita menjelaskan pokok permasalahan secara memuaskan?
Pembatasan atau penyempitan judul merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam menentukan judul (Tarigan, 2008: 84).
2.2.3.2 Sudut Pandang
Staton dalam Wicaksono (2014: 64) mengemukakan mengenai sudut
pandang yang tiap-tiap keutuhan suatu cerita dalam satu karakter sebagai
pandangan secara emosional terbelit atau terlepas akan memicu ketitik sadar
pembaca sehingga masuk dalam cerita. Sudut pandang memerlukan strategi, teknik,
siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan
ceritanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Berdasarkan tujuannya, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama.
Kombinasi dan variasi dari keempat tipe tersebut bisa sangat tidak terbatas.
Keempat tipe sudut pandang tersebut adalah sebagai berikut:
1) Sudut pandang “orang pertama-utama”, sang karakter utama bercerita
dengan kata-katanya sendiri.
2) Sudut pandang “orang pertama-sampingan”, cerita dituturkan oleh satu
karakter bukan utama (sampingan).
3) Sudut pandang “orang ketiga-terbatas”, pengarang mengacu pada semua
karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya
menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu
orang karakter saja.
4) Sudut pandang “orang ketiga-tidak terbatas”, pengarang mengacu pada
setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga
dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir atau
saat ketika tidak ada satu karakter pun hadir.
Terkadang sudut pandang digambarkan melalui dua cara yaitu “subjektif”
dan “objektif”. Dikatakan subjektif ketika pengarang langsung menilai atau
menafsirkan. Sedangkan dikatakan objektif, pengarang menghindari usaha
menampakkan gagasan-gagasan dan emosi-emosi (Stanton, 2012: 53--55).
Secara garis besar sudut pandang dibedakan menjadi dua kelompok, yakni
sudut pandang orang pertama: akuan dan sudut pandang orang ketiga; diaan. Di
dalam sudut pandang akuan-sertaan, tokoh sentral cerita adalah pengarang yang
secara langsung terlibat didalam cerita. Sementara itu, dalam sudut pandang akuan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
taksertaan, tokoh “aku” biasanya hanya menjadi pembantu atau pengantar tokoh
lain yang lebih penting. Di dalam sudut pandang diaan-mahatahu, pengarang berada
di luar cerita, dan biasanya pengarang hanya menjadi seorang pengamat yang maha
tahu, bahkan mampu berdialog langsung dengan pembaca. Dalam diaan-terbatas,
pengarang mempergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak
berceritanya. Sering di jumpai pula karya fiksi yang mempergunakan sudut
pandang campuran (Sayuti, 2000: 160).
Dalam tulisan penyingkapan, terdapat tiga kemungkinan sudut pandang,
yaitu:
1) Kata ganti orang pertama.
2) Kata ganti orang kedua.
3) Kata ganti orang ketiga.
Pada umumnya, kata ganti orang pertama saya, kita, atau kami
menimbulkan nada pribadi yang akrab, yang terutama sekali sesuai dan serasi
apabila pengalaman penulis memperlihatkan kewenangan ataupun keterpercayaan
terhadap hal-hal yang di kemukakannya mengenai pokok pembicaraan.
Kata ganti orang kedua kamu, saudara, dan Anda sangat kontroversial.
Penggunaan kata kamu, saudara, atau Anda membuat tulisan menjadi terlalu
formal, dan bernada perintah.
Kata ganti orang ketiga dia, beliau, mereka, dan sejenisnya adalah yang
paling sering dipergunakan dalam tulisan penyingkapan. (Tarigan, 2008: 110).
Sudut pandang adalah posisi fisik, tempat persona/pembicaraan melihat dan
menyajikan gagasan-gagasan atau peristiwa-peristiwa merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
perspektif/pemandangan fisik dalam ruang dan waktu yang dipilih oleh penulis bagi
personanya, serta mencangkup kualitas-kualitas emosional dan mental persona
yang mengawasi sikap dan nada.
Sudut pandang ada berbagai ragam yang terpenting di antaranya:
1) Sudut pandang terpusat pada orang pertama
Persona yang bertindak sebagai juru bicara menceritakan kisahnya dengan
mempergunakan kata aku saya. Persona saya menceritakan cerita itu sebagai cerita
dirinya benar-benar.
2) Sudut pandang berkisar sekeliling orang pertama
Persona menceritakan suatu cerita dengan mempergunakan kata aku, saya
tetapi cerita itu bukan ceritanya sendiri. Di sini, persona bukan merupakan tokoh
utama.
Kedua sudut pandang di atas adalah sudut pandang orang pertama. Sedikit
perbedaan yang perlu kita ketahui dalam sudut pandang orang pertama ini
pengarang diizinkan menceritakan ceritanya melalui pikiran satu orang tokoh.
3) Sudut pandang orang ketiga terbatas
Persona tidak mempergunakan kata ganti diri saya atau aku, tetapi sebagai
penggantinya menceritakan cerita terutama sekali sebagai satu atau dua tokoh
utama yang dapat mengetahuinya. Persona secara tegas membatasi dirinya terhadap
apa-apa yang telah dapat diketahui oleh para tokoh tersebut, apa yang telah
dipikirkan atau yang dilakukannya.
4) Sudut pandang orang ketiga serba tahu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Persona yang tidak mempergunakan kata ganti diri saya atau aku dalam
penyajian bahannya benar-benar mengetahui segala sesuatu yang pantas diketahui
mengenai segala tokohnya dan segala keadaan gerak tindakan atau emosi yang
terlibat di dalamnya. (Tarigan, 2008: 138)
2.2.3.3 Gaya dan Tone
Gaya dalam sastra adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.
Meski dua orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil
tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum terletak
pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek seperti kerumitan, ritme, panjang-
pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan, dan banyaknya imaji dan metafora.
Campuran dari berbagai aspek di atas (dengan kadar tertentu) akan menghasilkan
gaya. Di samping itu, gaya juga bisa terkait dengan maksud dan tujuan sebuah
cerita. Seorang pengarang mungkin tidak memilih gaya yang sesuai bagi dirinya
akan tetapi gaya tersebut justru pas dengan tema cerita (Stanton, 2012: 61).
Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah “tone”. Tone adalah
sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone bisa menampak
dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis, misterius, senyap, bagai
mimpi, atau penuh perasaan. Ketika seorang pengarang mampu berbagi “perasaan”
dengan sang karakter dan ketika perasaan itu tercermin pada lingkungan, tone
menjadi identik dengan “atmosfer” (Stanton, 2012: 63).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
2.2.3.4 Simbolisme
Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata bagaikan fakta fisis. Padahal
sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit dilukiskan. Simbol
berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki kemampuan untuk
memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Dalam fiksi, simbolisme
memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada bagaimana simbol
bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul pada satu kejadian
penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut. Kedua, satu simbol
yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan
dalam semesta cerita. Ketiga, sebuah simbol yang muncul pada konteks yang
berbeda-beda akan membantu kita menemukan tema (Stanton, 2012: 64).
Simbolisme sastra lebih menimbulkan persoalan bagi pembaca jika
dibandingkan dengan sarana-sarana lain Perlu disadari bahwa simbolisme tidak
dengan sendirinya menjadi eksotis atau sulit karena sebetulnya kita sering
berhadapan dengannya seperti dalam percakapan sehari-hari, ritual keagamaan,
periklanan, pakaian, bahkan mobil (Stanton, 2012: 65).
2.2.3.5 Ironi
Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa
sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Pada dunia fiksi,
ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu ‘ironi dramatis’ dan ‘tone ironis’. “Ironi
dramatis‟ atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris
antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi (Stanton, 2012:
71).
Sedangkan ‘tone ironis’ atau ‘ironi verbal’ digunakan untuk menyebut cara
berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan. Satu-satunya
cara untuk mengetahui keberadaan ironi dan menafsirkannya adalah dengan
membaca cerita berulang-ulang dan dengan teliti. Nikmati ilusi yang diberikan
karya sastra namun tetap selalu ingat bahwa karya sastra adalah rekaan pengarang
dan bukan sekedar fakta yang dicomot mentah-mentah (Stanton, 2012: 72).
2.2.4 Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan “makna‟ dalam
pengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitu diingat
(Stanton, 2012: 36). Sama seperti makna pengalaman manusia, tema menyorot dan
mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai
tertentu yang melingkupi cerita. Tema membuat cerita menjadi lebih terfokus,
menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi
pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema. Tema merupakan elemen
yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail sebuah cerita (Stanton, 2012: 37).
Tema memberikan koherensi dan makna pada fakta-fakta cerita. Fungsi tema telah
sepenuhnya diketahui, namun identitas tema sendiri masih kabur dari pandangan.
Istilah tema amat sulit didefinisikan (Stanton, 2012: 39). Agar mudah untuk
mengidentifikasi tema sebuah cerita, harus diketahui bahwa kerangka-kerangka
kasar akan sangat diperlukan sebagai pijakan untuk menjelaskan sesuatu yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
rumit (Stanton, 2012: 41). Cara yang efektif untuk mengenali tema sebuah karya
adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada didalamnya (Stanton,
2012: 42).
Tema hendaknya memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1) Intepretasi yang baik hendaknya selalu mempertimbangkan berbagai detail
yang menonjol dalam sebuah cerita. Kesalahan terbesar sebuah analisis
adalah terpaku pada tema yang mengabaikan, melupakan atau tidak
merangkum beberapa kejadian yang tampak jelas.
2) Interpretasi yang baik hendaknya tidak terpengaruh oleh berbagai detail
cerita yang sangat berkontradiksi.
3) Interpretasi yang baik hendaknya tidak sepenuhnya bergantung pada bukti-
bukti yang tidak secara jelas diutarakan (hanya disebut secara implisit).
4) Interpretasi yang dihasilkan hendaknya diujarkan secara jelas oleh cerita
bersangkutan.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema
adalah gagasan utama atau gagasan sentral pada sebuah cerita atau karya sastra
(Stanton, 2012: 44).
Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang
melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan
masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam.
Tema bisa berupa persoalan, moral, etika agama, sosial budaya, teknologi, tradisi
yang terkait erat dengan masalah kehidupan. Namun, tema bisa berupa pandangan
pengarang, ide atau keinginan pengarang dalam menyiasati persoalan yang muncul.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Sebagai sebuah karya imajinatif, tema dapat diungkapkan melalui berbagai cara,
seperti melalui dialog tokoh-tokohnya, melalui konflik-konflik yang dibangun, atau
melalui komentar secara tidak langsung. Karena itu, tema yang baik pada
hakikatnya adalah tema yang tidak diungkapkan secara langsung dan jelas. Tema
bisa disamarkan sehingga kesimpulan tentang tema yang diungkapkan pengarang
harus dirumuskan sendiri oleh pembaca ( Fananie, 2002: 84).
Sugihastuti dan Suharto dalam Wicaksono (2014: 57) mengungkapkan
bahwa tema menjadi unsur cerita yang memberikan makna dan kekuatan sekaligus
unsur pemersatu semua fakta dan sarana cerita. Tema dipandang sebagai dasar arti
atau gagasan dasar umum sebuah karya. Tema adalah ide sebuah cerita, pengarang
dalam menulis ceritanya nukan sekedar memberi cerita, tetapi akan mengatakan
sesuatu kepada pembaca.
Tema adalah gagasan utama atau pikiran pokok. Tema biasanya merupakan
suatu komentar mengenai kehidupan atau orang-orang. Dalam menentukan suatu
tema atau menerangkannya, kita harus menghindarkan hal-hal yang imperatif.
Tema bukanlah suatu moral, suatu firman, suatu petunjuk mengenai cara hidup atau
apa yang harus dilakukan. Tema merupakan suatu pernyataan mengenai hidup dan
manusia, suatu observasi, suatu keputusan, suatu pengumuman. Oleh sebab itu,
perlu mempertimbangkan semua unsur lainnya dalam suatu karya sastra yang
muncul dan tiba pada tema tersebut (Tarigan, 2008: 170).
Tingkat tema menurut Shipley dalam Nurgiyantoro (2010:80) mengartikan
sebagai subjek wacana, topik umum atau masalah utama yang dituangkan dalam
cerita. Shipley membedakan tema karya sastra ke dalam tingkatan. Semuanya ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
lima tingkatan berdasarkan tingkatan pengalaman jiwa, yang disusun dari tingkatan
yang paling sederhana, tingkatan tumbuhan dan makhluk hidup, ke tingkat yang
paling tinggi yang hanya dicapai oleh manusia.
2.2.4.1 Tema fisik
Manusia sebagai molekul, man as molecul. Tema karya sastra pada tingkat
ini lebih banyak menyaran dan atau ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik dari
pada kejiwaan. Tema ini lebih menekankan mobilitas fisik daripada konflik
kejiwaan tokoh cerita yang bersangkutan.
2.2.4.2 Tema tingkat organik
Manusia sebagai protoplasma, man as protoplasm. Tema karya sastra
tingkat ini lebih banyak menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas,
sesuatu aktivitas yang hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup. Berbagai
persoalan kehidupan seksual manusia mendapat penekanan dalam cerpen dengan
tema tingkat ini khususnya kehidupan seksual yang bersifat menyimpang misalnya
berupa penyelewenagan dan pengkhianatan suami istri, atau skandal-skandal
seksual yang lain.
2.2.4.3 Tema tingkat sosial
Manusia sebagai makhluk sosial, man as socious. Kehidupan
bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama
dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan lain-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain
berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih,
propaganda, hubungan atas bawahan dan berbagai masalah dalam hubungan sosial
lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik sosial.
2.2.4.4 Tema tingkat egoik
Manusia sebagai individu, man as individulism. Di samping sebagai
makhluk sosial, manusia sekaligus juga sebagai makhluk individu yang senantiasa
“menunut” pengakuan atas hak individualitasnya. Dalam kedudukannya sebagai
mahluk hidup, manusia pun mempunyai banyak permasalahan dan konflik,
misalnya yang berwujud reaksi manusia terhadap masalah-masalah sosial yang
dihadapinya. Masalah individualitas itu antara lain berupa masalah egoisitas,
martabat, harga diri atau sifat dan sikap tertentu manusia lainnya, yang pada
umumnya lebih bersifat batin dan dirasakan oleh yang bersangkutan. Masalah
individualitas biasanya menunjukkan jati diri, citra diri, sosok kepribadian
sesesorang.
2.2.4.5 Tema tingkat divine
Manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia
mengalami dan atau mencapainya. Masalah yang menonjol dalam tema tingkat ini
adalah masalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta, masalah religiositas, atau
berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya seperti pandangan hidup, visi, misi,
dan keyakinan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
2.3 Kerangka berpikir
Pada penelitian ini, hal pertama yang dilakukan oleh peneliti adalah mencari
cerita pendek yang akan diteliti, yang terdapat dalam kumpulan-kumpulan cerpen
karya Mochtar Lubis. Peneliti memilih cerpen Bromocorah karya Mochtar Lubis
untuk dianalisis. Kemudian peneliti membaca cerpen yang juga menjadi judul buku
antologi yaitu “Bromocorah”. Setelah membacanya, peneliti menentukan teori yang
akan dipakai yaitu, teori Robert Stanton. Dalam teori Robert Stanton, teorinya
membicarakan tiga unsur yaitu, fakta cerita, sarana sastra, dan tema. Langkah yang
terakhir adalah penarikan simpulan yang dilakukan setelah diketahui hasil dari
analisis mendeskripsikan fakta cerita, sarana sastra, dan tema cerita dalam cerpen
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Skema 1. Kerangka Berpikir
Buku Cerpen Bromocorah
Cerpen Bromocorah
Struktural Robert Stanton
a. Karakter: sikap karakter dan
motivasi dalam diri karakter
b. Alur: tahapan alur, hubungan
kausalitas, konflik, dan
klimaks
c. Latar: latar tempat, latar
waktu, latar sosial
a. Judul
b. Sudut pandang
c. Gaya dan tone
d. Simbolisme
e. Ironi
Sarana Sastra
a. Tema fisik
b. Tema tingkat
organik
c. Tema tingkat sosial
d. Tema tingkat egoik
e. Tema tingkat divine
Fakta Cerita Tema
Makna Karya Sastra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas lima subbab, yaitu (1) jenis penelitian, (2)
sumber data dan data, (3) instrumen penelitian, (4) teknik pengumpulan data, (5)
teknik analisis data, dan (6) triangulasi data. Berikut penjelasan dari enam subbab
pada bagian metodologi penelitian.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskripsi kualitatif. Menurut Ratna (2010: 46-47) metode kualitatif secara
keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam
bentuk deskripsi. Metode kualitatif dalam penelitian ilmu sastra menghasilkan data
deskriptif sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian yang
berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya. Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang menghasilkan produk analisis yang tidak menggunakan
prosedur analisis statistic atau cara kualifikasi lainnya (Moleong, 2006: 6)
3.2 Sumber Data dan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah cerpen yang berjudul
“Bromocorah” karya Mochtar Lubis. Buku cerpen Bromocorah karya Mochtar
Lubis terdapat 190 halaman. Tahun terbit cetakan pertama tahun 1983 di Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Penerbit Sinar Harapan Anggota IKAPI. Data adalah segala informasi yang
berhubungan dengan topik penelitian (Endraswara, 2003: 6). Data yang digunakan
untuk penelitian ini adalah kutipan-kutipan dari cerpen Bromocorah karya Mochtar
Lubis. Data yang diperoleh dengan membaca dan mencatat langsung dari cerpen
berjudul Bromocorah.
3.3 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks cerpen
Bromocorah karya Mochtar Lubis. Dalam penelitian ini yang berperan sebagai alat
pengumpulan data adalah peneliti itu sendiri.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiono
2010: 224). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan teknik
studi pustaka library research, yaitu serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah
penelitian (Zed, 2004: 3). Apabila data sudah terkumpul, data-data tersebut
diklasifikasikan untuk kepentingan analisis. Data ini berupa semua kalimat dan
alinea dalam cerpen Bromocorah karya Mochtar Lubis yang mengandung unsur-
unsur struktural yang meliputi fakta cerita, sarana sastra, dan tema.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
3.5 Teknik Analisis Data
Data-data yang ada dalam penelitian diperoleh dengan library research
(studi pustaka) di mana data-data diperoleh dari buku-buku yang berhubungan
dengan objek penelitian dan penunjang tujuan penelitian. Pada penelitian ini data-
data yang diperoleh dari seluruh aspek bahasa cerpen “Bromocorah” karya
Mochtar Lubis. Langkah selanjutnya membaca keseluruhan cerpen Bromocorah.
Mengumpulkan bahan dari berbagai sumber. Mengidentifikasi fakta cerita, sarana
sastra, dan tema. Menganalisis fakta cerita, sarana sastra, dan tema dari cerpen
Bromocorah.
3.6 Trianggulasi data
Triangulasi data dilakukan untuk memperkuat data, untuk membuat peneliti
yakin terhadap kebenaran dan kelengkapan data. Triangulasi dapat dilakukan secara
terus-menerus sampai peneliti puas dengan datanya, sampai yakin datanya valid
(Herdiansyah, 2012: 168). Triangulasi adalah penggunaan dua atau lebih sumber
untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang suatu fenomena yang akan
diteliti (Herdiansyah, 2012: 201). Oleh karena itu, peneliti melakukan triangulasi
terhadap data hasil analisis fakta cerita, sarana sastra, dan tema cerpen
“Bromocorah” karya Mochtar Lubis. Hasil analisis yang dilakukan peneliti
kemudian diperiksa keabsahannya oleh pakar/ahli dalam bidang sastra yaitu dosen
sastra Septina Krismawati, S. S, M. A. Triangulasi ini dilakukan untuk mengetahui
kebenaran data yang diperoleh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab empat, peneliti menguraikan deskripsi data, berdasarkan analisis
fakta cerita, sarana sastra, dan tema dalam cerpen “Bromocorah”karya Mochtar
Lubis.
4.1 Deskripsi Data
Pada bab IV akan dikemukakan data yang ditemukan dalam analisis fakta
cerita, sarana sastra, dan tema yang ditemukan dalam cerpen Bromocorah karya
Mochtar Lubis. Cerita pendek yang dianalisis terdiri dari enam halaman. Pada
cerpen “Bromocorah” peneliti akan menganalisis karakter, alur, latar, judul,sudut
pandang, gaya dan tone, simbolisme, ironi, dan tema. Data yang ditemukan berupa
kalimat atau paragraf yang terdapat dalam cerpen “Bromocorah” karya Mochtar
Lubis.
4.2 Analisis Fakta Cerita
Fakta cerita meliputi karakter, alur dan latar. Elemen-elemen ini berfungsi
sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita (Stanton, 2012: 22).
Pembahasan fakta cerita dalam cerpen “Bromocorah” sebagai berikut.
4.2.1 Karakter
Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama, karakter
merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita, Konteks kedua karakter
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
merujuk percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip
moral dari individu-individu tersebut (Stanton, 2012: 33). Konteks dalam hal ini,
bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan
makna.. Untuk memperoleh suatu pandangan yang lebih baik mengenai fungsi
mereka, ada baiknya kita membuat klasifikasi terhadap orang-orang fiksional
terlebih dahulu. Orang-orang fiksional dapat dikelompokkan atas:
1) Tokoh utama; tokoh pusat (central character);
2) Tokoh penunjang (supporting character);
3) Tokoh latar belakang (background character).
Salah satu cara untuk melakukan hal ini, adalah mendaftarkan sifat-sifat
yang tercermin dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran mereka; serta yang
dikatakan, dirasakan, dan dipikirkan orang lain terhadap mereka (Tarigan, 2008:
149).
1) Konteks Pertama
Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul
dalam cerita (Stanton, 2012: 33). Dalam cerpen ini ada enam karakter yaitu Dia,
Istri, Anak, Lawan, Warga kampung, dan Pegawai kantor kecamatan. Karakter dia
adalah karakter utama dalam cerpen “Bromocorah”. Pada cerpen ini Istri, Anak,
lawan, Warga kampung dan Pegawai kantor kecamatan hanya sebagai karakter
penunjang jalannya cerita. Dalam, perannya sebagai karakter utama, dia lebih
banyak memberikan ruang untuk mengekspresikan perasaan, pikiran, dan sikap-
sikapnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
(K.1) Dia
Paragraf 1 kalimat 1:
“Dia bangun pagi-pagi benar keluar diam-diam dari kamar tidur,
meninggalkan istrinya yang masih tidur tanpa membangunkannya Dia
telah terlatih untuk bergerak diam-diam tanpa bunyi” (Lubis, 1983:
7).
Kutipan di atas menjelaskan Karakter dia disini adalah seorang yang rajin
untuk bangun pagi hari tanpa membangunkan istrinya yang masih terlelap tidur di
dalam aktivitasnya di pagi hari.
(K.2) Paragraf 2 kalimat 1:
“Dengan cepat dia melakukan serangan kembali, mengayunkan
kakinya, mengait kaki lawannya yang baru tiba di tanah, hendak
menjatuhkan lawannya” (Lubis, 1983: 11).
Dalam kutipan menjelaskan Karakter dia dalam kutipan ini mempunyai
sikap yang cekatan dalam menyerang kembali lawannya.
(K.3) Paragraf 4 kalimat 2:
“Sejak anaknya jadi besar, dan telah mulai bersekolah, dia merasa tak
ingin anaknya menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya”
(Lubis, 1983: 14).
Dalam kutipan tersebut menjelaskan Di dalam kutipan, dia mempunyai
karakter yang peduli terhadap anaknya mengenai kehidupan anaknya kelak, supaya
tidak mengikuti cara hidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
(K.4) Paragraf 2 kalimat 1:
“Tiba di jalan kampungnya, dia berpapaan dengan orang kampung,
yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka kembali.
Tetapi selalu dia merasa, bahwa meskipun dia warga kampung
mereka, namun, dia berada di luar masyarakat kampung” (Lubis,
1983: 15).
Dalam kutipan Karakter dia disini sopan dan ramah terhadap orang yang
menyapanya karena dia membalas sapaan orang kampung yang menyapanya.
(K.5) Paragraf 2 kalimat 1:
“Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, aku sudah
pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya apa-
apa” (Lubis, 1983: 16).
Kutipan di atas Karakter dia disini mempunyai karakter pemikir. Dimana
karakter memikirkan kehidupan keluarganya agar dapat berubah menjadi lebih
baik.
(K.6) Paragraf 4 kalimat 2:
“Seorang pegawai kantor kecamatan yang dikenalnya akhirnya
menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan
alasan, karena dia dikenal sebagai seorang bromocorah. Dia tidak
terkejut. Dia telah menduga demikian” (Lubis, 1983: 16).
Dalam kutipan tersebut Dia mempunyai karakter yang besar hati untuk
menerima keputusan yang di sampaikan seorang pegawai kantor kecamatan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
dikenalnya dan dia tidak terkejut karena dia sudah mempunyai pikiran bahwa dia
ditolak sebagai transmigran.
(K.7) Istri
Paragraf 1 kalimat 1:
“Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan
istrinya telah menyediakan sarapan pagi untuknya. Istrinya tidak
bertanya kemana dia pagi-pagi buta telah meninggalkan rumah.
Istrinya tidak pernah bertanya kemana dia pergi, dan apa yang
dilakukannya. Istrinya tak pernah menanyakan dari mana dia
mendapat uang, yang sewaktu-waktu diberikannya pada istrinya.
Sesekali banyak, sering sedikit, dan terkadang cukup lama dia tidak
memberi uang. Istrinya telah biasa untuk menjaga agar belanja dapur
mereka diulur selama mungkin. Dia sendiri tiap kesempatan ada
bekerja, membantu panen di sawah, menumbuk beras, ah, tak banyak
kerja tersedia dalam desa. Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata
pada istrinya, “Aku sudah pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa
terus. Kita tidak punya apa-apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa”
(Lubis, 1983: 16).
Karakter istri disini berhati baik karena sudah menyediakan sarapan pagi,
cuek atau pendiam karena istri tidak menanyakan karakter dia kemana dia pergi,
sabar dan hemat karena istri telah terbiasa untuk menjaga agar belanja dapur
diulur selama mungkin karena karakter dia tidak menentu dalam memberikan
jumlah uang kepada istrinya dengan hidup yang pas-passan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
(K.8) Anak
Paragraf 2 kalimat 2:
“Setelah anaknya pulang sekolah, petang hari di ajaknya anaknya ke
tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar desa. “ayo, tole” dan dia
mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya!” (Lubis, 1983: 17).
Anak dalam cerpen “Bromocorah” adalah satu-satunya karakter dalam
cerpen ini. Anak mempunyai karakter yang patuh kepada orang tuanya.
(K.9) lawan
Paragraf 2 kalimat 3:
“Aku senang kau datang Dik. Kau berani. Apakah kau hendak
teruskan tantanganmu ini?
Langkah sudah dilangkahkan Mas, aku tak akan mundur” (Lubis,
1983: 11).
Dik dalam cerpen “Bromocorah” diceritakan sebagai lawan dia yang
bertarung di tengah hutan jati. Karakter lawan dalam kutipan adalah pemberani
dan pantang menyerah. Lawan berani melawan seorang juru silat yang
berpengalaman di saat dia dan lawannya bertemu. Karakter lawan yang pantang
menyerah terlihat dari percakapannya yang tidak akan mendur untuk melawan dia.
(K.10) Warga kampung
Paragraf 2 kalimat 1:
“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang
kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka
kembali” (Lubis, 1983: 15).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Warga kampung dalam cerpen “Bromocorah” mempunyai karakter yang
ramah. Hal ini ditunjukkan ketika warga kampung yang menyapa karakter dia,
disaat karakter dia sedang berjalan di jalan kampungnya.
(K.11) Pegawai kantor kecamatan
Paragraf 5 kalimat 2:
“Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan
padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena
dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!” (Lubis, 1983: 16).
Pegawai kantor kecamatan dalam cerpen “Bromocorah” adalah seseorang
yang baik karena telah memberitahukan dia mengenai penolakannya dalam
transmigran
2) Konteks kedua
Konteks kedua karakter merujuk percampuran dari berbagai kepentingan,
keinginan, emosi dan prinsip moral dari individu-individu tersebut (Stanton, 2012:
33). Dia dalam cerpen “Bromocorah” adalah karakter utama dalam cerpen ini
sebagai tokoh dia. Dia menjelaskan peristiwa-peristiwa yang dialaminya dalam
cerpen ini yang menyangkut kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral.
Seperti pada kutipan berikut ini mengenai bentuk keinginan yang
dituangkan oleh pengarang melalui tokoh dia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
(K.12) Paragraf 2 kalimat 1:
“Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, aku sudah
pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya apa-
apa” (Lubis, 1983: 16).
Karakter dia mempunyai keinginan untuk membuat kehidupan keluarganya
lebih baik lagi.
(K.13) Paragraf 4 kalimat 1 :
“Oh..karena itu engkau tidak mau berpikir lebih panjang sedikit.
Masihkah kau hendak meneruskan ini? Tiba-tiba lawannya melompat
menyerang, dia mengelak cepat, dan lawannya berkata. “Cukup Mas,
kata-kata tidak menyelesaikan perkara antara kita.” Dan mereka
berhantam lagi beberapa jurus” (Lubis, 1983: 12).
Karakter dia mempunyai keinginan untuk menyudahi perkelahian dengan
lawannya namun, lawan tetap saja ingin menyerang.
(K.14) Paragraf 4 kalimat 2:
“Sejak anaknya jadi besar, dan telah mulai bersekolah, dia merasa tak
ingin anaknya menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya. Hidup
yang bertumpu pada kejagoan berkelahi, kejagoan membunuh,
merampok, mencuri, hidup dengan perbuatan yang satu hari harus
dibayar dengan nyawa atau hukuman penjara” (Lubis, 1983: 14).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa dia memiliki emosi, emosi cinta
yang kuat terhadap anaknya. Emosi cinta tersebut ditunjukkan dengan kepedulian
dan rasa sayangnya dengan masa depan anaknya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
(K.15) Paragraf 2 kalimat 1:
“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang
kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka
kembali” (Lubis, 1983: 15).
Karakter dia memiliki nilai moral yang baik di masyarakat. Karakter
menunjukkan nilai moralnya dengan cara membalas sapaan dari orang kampung
yang menyapanya di jalan. Prinsip moral yang dapat diambil adalah, pentingnya
kehidupan manusia jika saling menyapa satu sama lain agar kehidupan
dimasyarakat tetap sejahtera atau baik.
(K.16) Paragraf 3 kalimat 1:
“Sebulan kemudian dia pergi kekantor lurah, dan mencatatkan
dirinya, istri, dan anaknya untuk calon transmigran ke luar Jawa.
Setelah tiga bulan dia tidak dapat berita, dia mencari sendiri
keterangan. Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya
menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan
alasan, karena dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!
Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagai telah
dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar.
Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa
berubah” (Lubis, 1983: 16).
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa dia memiliki kepentingan dalam
tindakannya mendaftarkan keluarganya sebagai calon transmigran dan
keinginannya untuk membuat perubahan kondisi terhadap keluarganya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
3) Karakter utama
Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang muncul
dalam cerita, Konteks kedua karakter merujuk percampuran dari berbagai
kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral dari individu-individu tersebut
(Stanton, 2012: 33). Berdasarkan dua konteks dari teori Robert Stanton dapat dilihat
karakter utama seperti pada kutipan berikut:
(K.1), (K.2), (K.3), (K.4), (K.5), (K.6), (K.7), (K.8), (K.9), (K.10),
(K.11), (K.12), (K.13), (K.14), (K.15), dan (K.16)
Karakter utama dalam cerpen “Bromocorah” adalah dia. Hal ini, dibuktikan dari
kutipan (K.1), (K.2), (K.3), (K.4), (K.5), (K.6), (K.7), (K.8), (K.9), (K.10), (K.11),
(K.12), (K.13), (K.14), (K.15), dan (K.16) karakter dia selalu muncul di setiap atau
seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi di dalam cerpen.
4) Karakter penunjang
Karakter penunjang merupakan peranan yang sedikit maupun yang kurang
penting, dapat timbul muncul dalam seluruh adegan atau pun menghilang sesudah
berperan dalam satu adegan. Berdasarkan konteks pertama, karakter merujuk pada
individu-individu yang muncul dalam cerita, konteks kedua karakter merujuk
percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi dan prinsip moral dari
individu-individu tersebut (Stanton, 2012: 33).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Karakter penunjang disini ada lima yaitu istri, anak, lawan, warga kampung,
dan pegawai kecamatan. Berdasarkan dua konteks dari teori Robert Stanton dapat
dilihat karakter penunjang yang memiliki karakternya masing-masing seperti pada
kutipan berikut:
Pada kutipan (K.7)
“Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan
istrinya telah menyediakan sarapan pagi untuknya. Istrinya tidak
bertanya kemana dia pagi-pagi buta telah meninggalkan rumah.
Istrinya tidak pernah bertanya kemana dia pergi, dan apa yang
dilakukannya. Istrinya tak pernah menanyakan dari mana dia
mendapat uang, yang sewaktu-waktu diberikannya pada istrinya.
Sesekali banyak, sering sedikit, dan terkadang cukup lama dia tidak
memberi uang. Istrinya telah biasa untuk menjaga agar belanja dapur
mereka diulur selama mungkin. Dia sendiri tiap kesempatan ada
bekerja, membantu panen di sawah, menumbuk beras, ah, tak banyak
kerja tersedia dalam desa. Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata
pada istrinya, “Aku sudah pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa
terus. Kita tidak punya apa-apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa”
(Lubis, 1983: 16).
Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” adalah istri. Hal itu, karena istri
hanya muncul sesekali pada cerita. Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia tiba
di rumah, saat itu karakter istri telah menyediakan sarapan pagi untuknya, dan pada
sore hari ketika karakter dia berbicara dengan karakter istri.
Pada kutipan (K.8)
“Setelah anaknya pulang sekolah, petang hari di ajaknya anaknya ke
tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar desa. “ayo, tole” dan dia
mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya!” (Lubis, 1983: 17).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” di atas adalah anak. Hal itu,
karena anak hanya muncul sekali pada cerita. Kehadirannya tanpak pada saat
karakter dia mengajak karakter anak untuk berlatih ilmu silat bersamanya.
Pada kutipan (K.9)
“Aku senang kau datang Dik. Kau berani. Apakah kau hendak
teruskan tantanganmu ini?
Langkah sudah dilangkahkan Mas, aku tak akan mundur” (Lubis,
1983: 11).
Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” di atas adalah lawan. Hal itu,
karena karakter lawan hanya muncul dalam satu adegan. Kehadirannya tanpak pada
saat karakter dia berkonflik dengan karakter lawan.
Pada kutipan (K.10)
“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang
kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka
kembali” (Lubis, 1983: 15).
Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” di atas adalah warga kampung.
Hal ini, karena karakter warga kampung hanya muncul sedikit bahkan kurang
penting dalam kemunculannya. Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia
berjalan di jalan kampungnya dan karakter warga kampung sekedar menyapanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Pada kutipan (K.11)
“Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan
padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena
dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!” (Lubis, 1983: 16).
Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” di atas adalah pegawai
kecamatan. Hal ini, karena karakter pegawai kecamatan hanya muncul sekali.
Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia menemui karakter pegawai kecamatan
hanya untuk menanyakan soal tranmigran.
4.2.2 Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah
cerita. Dua elemen dasar yang membangun alur adalah konflik dan klimaks
(Stanton, 2012: 26--31). Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah alur (plot)
haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (midle), dan tahap akhir
(end) (Nurgiyantoro, 2010: 142). Sudjiman (1988: 30--36) membagi alur menjadi
tiga tahap yaitu awal (paparan, rangsangan, gawatan), tengah (tikaian, rumitan,
klimaks), akhir (leraian, selesaian). Alur (plot) dapat dikategorikan ke dalam dua
kategori: kronologis dan tak kronologis. Alur (plot) maju/progresif, alur (plot) dapat
dikatakan progresif jika peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis,
cerita dimulai dari tahap awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik),
tengah (konflik meningkat, klimaks), dan akhir (penyelesaian). Alur (plot) mundur
flash-back, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap
tengah atau tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan (Nurgiyantoro,
2010: 153)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
1) Bagian Awal
Pada bagian awal ini, menceritakan peristiwa dia pergi berlatih ilmu silat di
puncak bukit. Peristiwa ini terjadi karena dia mempunyai keyakinan pada dirinya,
pada kemahiran ilmu silat.
a) Tahap Paparan
(K.17) Paragraf 1 kalimat 1:
“Dia bangun pagi-pagi benar keluar diam-diam dari kamar tidur,
meninggalkan istrinya yang masih tidur tanpa membangunkannya.
Dia telah terlatih untuk bergerak diam-diam tanpa bunyi. Ini adalah
sebuah kemahiran yang harus dimilikinya dalam pekerjaannya. Dia
membuka pintu kamar perlahan-lahan, juga tanpa bunyi, mengambil
celana dan baju hitamnya, serta ikat pinggang besarnya, yang
teronggok di atas bangku dekat pintu, mengenakan sandal kulitnya,
dan menutup pintu kembali. Ketika melangkah ke belakang, dia
memandang ke balai-balai di kamar tengah, dan melihat anak
lelakinya berumur delapan tahun masih tertidur, berselimut sampai ke
kepala di dalam sarung” (Lubis, 1983: 7).
Pada kutipan tersebut, merukapan bagian tahap paparan karena tahap ini
memberikan keterangan sekedarnya untuk mengikuti kisahan selanjutnya seperti
memperkenalkan adanya tokoh yang diceritakan di dalam karyanya seperti tokoh
dia dan menggambarkan tempat terjadinya peristiwa yaitu di kamar tidur. Dalam
cerpen Bromocorah karya Mochtar Lubis diawali dengan sebuah aktivitas karakter
dia di pagi hari tanpa melibatkan karakter istri dan anak yang masih tertidur di
kamar. Karakter dia yang menjadi pembuka dalam cerpen ini akan menjadikan
karakter utama, yang menceritakan mengenai aktivitas atau kegiatan yang
dilakukannya. Kutipan tersebut membuka kemungkinan cerita ini berkembang dan
pembaca menjadi berminat untuk meneruskan hingga akhir cerita.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
b) Tahap rangsangan
(K.18) Paragraf 3 kalimat 1:
“Pada saat yang sama sudut mata kirinya melihat sebuah bayangan
bergerak, menghilang di balik sebuah pohon, kira-kira tiga meter ke
sebelah kirinya. Dia tersenyum. Dia merasa senang lawannya merasa
perlu berhati-hati menghadapinya” (Lubis, 1983: 9).
Rangsangan mulai tampak pada cerita. Tahap rangsangan ini muncul akibat
adanya tokoh baru yang masuk sebagai katalisator. Karakter dia diceritakan sedang
berhati-hati terhadap lawannya yang sedang berada di sekitarnya. Lawan
merupakan tokoh baru yang masuk sebagai katalisator karena tokoh lawan
menyebabkan terjadinya perubahan dan menimbulkan kejadian baru atau
mempercepat suatu peristiwa.
c) Tahap gawatan
(K.19) Paragraf 3 kalimat 4:
“Perlahan-lahan dia menjatuhkan badannya ke tanah, menyatukan
diri dengan bayang-bayang gelap yang dilontarkan pohon-pohon jati
di tanah, dan mendekati pohon yang di belakangnya bersembunyi
sosok tubuh yang dilihatnya tadi” ( Lubis, 1983: 10).
Gawatan mulai tampak pada cerpen. Gawatan muncul ketika karakter dia
sangat siap terhadap kehadiran lawannya yang dirasa sudang sangat dekat.
Permasalahan timbul ketika karakter dia bertemu lawannya di hutan jati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
2) Bagian Tengah
Pada bagian tengah cerita masalah atau konflik sudah mulai dimunculkan,
semakin meningkat atau dikembangkan hingga mencapai klimaks pada tahap-tahap
berikutnya. Peristiwa-peristiwa terjadi di dalam cerpen Bromocorah menandakan
bergeraknya alur cerita. Alur bergerak menuju permasalahan yang memicu
terjadinya konflik. Konflik eksternal mulai terjadi ketika dia masuk kedalam tengah
hutan jati.
a) Tahap Tikaian
(K.20) Paragraf 1 kalimat 1:
“Dia masih tinggal satu setengah meter lagi dari pohon, ketika tiba-
tiba sebuah gerak cepat berwarna hitam muncul dari balik pohon,
cepat dan keras menuju dirinya, diiringi sebuah teriakan yang tidak
terlalu keras, tetapi bunyi yang tajam dan mengejutkan” ( Lubis, 1983:
10).
Tikaian diawali dengan pemasalahan yang lebih naik, ketika karakter dia
terkejut dengan serangan lawannya secara tiba-tiba. Pertentangan antara karakter
dia dengan karakter lawan menandakan bahwa adanya tikaian. Kutipan di atas
menunjukan konflik eksternal, konflik yang terjadi antara dia dan lawan yang
membuat alur ini masuk ke tahap tikaian..
b) Tahap Rumitan
(K.21) Paragraf 2 kalimat 1:
“Dengan cepat dia melakukan serangan kembali, mengayunkan
kakinya, mengait kaki lawannya yang baru tiba di tanah, hendak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
menjatuhkan lawannya. Tetapi lawannya cepat mengangkat kakinya,
menghindarkan serangan yang berbahaya itu, dan lawannya mundur
selangkah ke arah tempat terbuka, dan dia melompat berdiri, dan
menendangkan kakinya ke arah dada lawannya, yang menangkisnya
dengan tangannya, dan mundur selangkah lagi, dan dia meneruskan
serangannya dengan pukulan tangan kiri dan kanannya bertubi-tubi,
menekan dan mendesak lawannya sampai ke tengah tempat terbuka,
dan tiba-tiba dia berhenti menyerang, dan berucap.”
“Aku senang kau datang Dik. Kau berani. Apakah kau hendak
teruskan tantanganmu ini?”
“Langkah sudah dilangkahkan Mas, aku tak akan mundur.”
“Baiklah, tetapi aku hendak bicara dahulu sedikit.”
“Silahkan Mas.”
“Dik, kau orang baru masuk ke daerah kami. Jika hendak mencari
nafkah janganlah ke desa kami, dan desa-desa lain di sini. Masih
banyak daerah lain tempat mencari nafkah. Pergilah baik-baik. Kita
semua sama-sama mencari hidup dengan cara kita. Tetapi aku harus
membela daerah ini, jika orang lain mencoba masuk. Aku undang kau
kemari untuk menyampaikan ini.”
“Saya mengerti Mas, tapi aku tidak bisa mundur.”
“Sayang, Adik masih muda. Kalau aku ajak kau ikut dengan aku?”
“Tidak Mas, aku tak hendak diperintah siapa pun juga.”
“Sayang, katanya lagi, karena orang seperti kita seharusnya tidak
saling bermusuhan dan berbunuhan. Kita punya nasib yang sama. Kita
bukankah orang-orang terbuang, sejak tanah-tanah nenek moyang kita
dirampas dari tangan mereka, dan kita harus turun-temurun hidup dari
keberanian dan keahlian kita berkelahi? Hanya itu modal kita. Kau
sudah beristri Dik? “ tanyanya.
“ Belum.”
“Oh, karena itu engkau tidak mau berpikir lebih panjang sedikit.
Masihkah kau hendak meneruskan ini? Tiba-tiba lawannya melompat
menyerang, dia mengelak cepat, dan lawannya berkata, “cukup mas”
kata-kata tidak menyelesaikan masalah antara kita” ( Lubis, 1983: 11-
12).
Pada kutipan rumitan mulai tampak dalam cerpen, tahap ini akibat adanya
perkembangan dari tahap tikaian. Dimana pertikaian karakter dia dan lawan sedang
tejadi, sehingga pertikaian membawa cerita pada permasalahan yang menimbulkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
klimaks cerita. Kutipan di atas menunjukan terjadinya perkelahian antara dia dan
lawannya. Namun, di dalam konflik yang sedang naik, seketika konflik sedikit
menurun setelah dia berhenti menyerang lawannya dan berucap. Dari percakapan
di atas karakter dia ingin menyudahi perkelahihannya. Namun, lawannya tidak
ingin mundur dan tetap ingin melanjutkan perkelahian. Peristiwa di atas membuat
konflik berlanjut dan mulai masuk ke dalam konflik klimaks. Klimaks muncul
dalam cerita ini ketika lawannya secara tiba-tiba melompat menyerang.
c) Tahap klimaks
(K.22) Paragraf 3 kalimat 2:
“Dia merasa kuat, kuat, kuat, dan tiba-tiba seluruh kekuatan
diledakkannya, dia melompat menyerang, kakinya, kiri dan kanan,
tangannya, kiri dan kanan, kepalan tinjunya semua bergerak dengan
cepat” (Lubis, 1983: 13 ).
Dalam kutipan penulis menjelaskan bagaimana dia mengeluarkan seluruh
kekuatannya untuk melawan serangan lawannya yang menyeranya. Klimaks terjadi
ketika tahap rumitan mencapai kelibatannya. Pada kutipan di atas klimaks terjadi
pada saat karakter dia membalas serangan lawannya dengan seluruh kekuatannya.
Pada kutipan di bawah ini karakter dia terus menyerang dan lawan tidak bisa
mengimbangi serangan dari karakter dia, seperti pada kutipan berikut:
(K.23) Paragraf 3 kalimat 5:
“Lawannya tak kurang tangguhnya. Serangan tendangan dan pukulan-
pukulan pertama yang datang dengan cepat dielakkannya dengan baik,
serangan datang bertambah cepat, terus juga ditahan dan dielakkannya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
serangan yang datang bertambah cepat, bertambah cepat, dan
bertambah cepat, satu pukulan masuk, masuk lagi, masuk.....
lawannya terhoyong sedikit, segera memperbaiki sikap dan
pertahanannya, tetapi pertahanan lawan telah dapat digoyahkannya,
dan dia terus menyerang, lebih cepat, lebih cepat, dan sebuah
tendangan masuk lawannya terdorong ke belakang, berdiri goyah, dan
sebuah lagi tendangan dilepaskan, dan lawannya jatuh ke tanah dan
dia melompat mendekati kepala lawannya, sebelah kakinya terangkat
akibat melepaskan tendangan ke kepala lawannya, tetapi sesuatu
menahannya, dan dia menurunkan kakinya ke tanah” (Lubis, 1983:
14).
Klimaks terus terjadi ketika karakter dia melawan lawannya dan karakter
dia tidak memberikan lawan kesepatan untuk menyerangnya sehingga lawan
terjatuh. Klimaks muncul ketika permasalahan-permasalahan dalam konflik sudah
mencapai puncak. Puncak klimaks dalam cerpen ini muncul akibat rumitan
mencapai puncak klibatannya sehingga karakter dia mengeluarkan seluruh
kekuatannya dalam menyerang lawan.
3) Bagian Akhir
Bagian akhir merupakan penyelesaian yang merupakan akibat dari klimaks
dan menjadi akhir cerita. Tahap peningkatan konflik sudah terjadi dalam bagian
tengah, ketika lawannya tidak ingin menyudahi perkelahian dengan dia dan tiba-
tiba lawan menyerang. Konflik mulai memuncak hingga klimaks, saat karakter dia
meledakan seluruh kekuatannya dalam perkelahian dengan lawannya di tengah
hutan jati. Peristiwa ketika dia berhasil menjatuhkan lawannya ke tanah merupakan
akhir klimaks dan bagian akhir alur dalam cerita ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
a) Tahap Leraian
(K.24) Paragraf 2 kalimat 1:
“Mengapa Mas tidak sudahi? pintanya.
Kau masih muda Dik, pergilah. Dia membalikkan badannya, dan
melangkah kedalam hutan jati, menuruni bukit, dan melintasi sawah,
jauh dari orang-orang kampung yang sudah mulai bekerja” (Lubis,
1983: 14).
Pada tahap akhir, peristiwa menunjukkan klimaks yang sudah mulai turun
dan menunjukkan penyelesaian konflik dia dengan lawannya. Klimaks turun akibat
karakter dia telah berhasil mengalahkan lawannya dan meninggalkannya, sehingga
hal ini, masuk ke dalam tahap leraian. Namun, tidak sampai disitu, penulis
memunculkan konflik baru, yaitu konflik internal yang terjadi di dalam hati, jiwa
seorang tokoh. Konflik ini muncul setelah dia mengalahkan lawannya di hutan,
seperti pada kutipan berikut:
(K.25) Paragraf 4 kalimat 1:
“Tetapi tadi ketika dia hendak melepaskan tendangan mautnya ke
kepala lawannya, tiba-tiba saja dimatanya terbayang anaknya yang
masih tidur berselimut kain sarung sampai ke kepala. Sejak anaknya
jadi besar, dan telah mulai bersekolah dia merasa tak ingin anaknya
menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya. ... Dia gemetar takut
membayangkan seandainya anaknya yang dewasa, seorang muda,
yang tergeletak dalam tempat terbuka di hutan jati, menunggu
tendangan maut ke kepalanya, seperti yang terjadi dengan lawannya”
(Lubis, 1983: 14-15).
Peristiwa ini terjadi ketika konflik dia dan lawan berakhir. Peristiwa pada
kutipan tersebut memunculkan konflik baru yaitu konflik internal yang terjadi di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
dalam hati, jiwa seorang tokoh dia terhadap anaknya. Di dalam kutipan tersebut
memperlihatkan emosi tokoh mereda setelah ia terbayang sosok anaknya yang
sedang tertidur di rumah, ketika dia ingin melepaskan tendangan ke arah kepala
lawannya. Di sini, konflik internal akan semakin menuju perubahan dengan adanya
kemauan karakter dalam mengubah hidup keluarganya, seperti pada kutipan
berikut:
(K.26 ) Paragraf 2 kalimat 1:
“Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, Aku sudah
pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya apa-
apa.
Istrinya diam, tidak berkata apa-apa.
Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan dirinya,
istri dan anaknya untuk calon transmigran ke luar jawa” (Lubis, 1983:
16).
Dalam kutipan penulis menjelaskan bahwa dia ingin mengubah hidupnya
menjadi lebih baik dengan cara mendaftarkan keluarganya ke kantor lurah untuk
calon transmigrasi. Hal ini, karena ia tidak ingin menurunkan ilmu silatnya kepada
anaknya.
(K.27 ) Paragraf 4 kalimat 1:
“Setelah tiga bulan dia tidak juga mendapat berita, dan lurah tidak
dapat memberikan penjelasan padanya, sedang beberapa kepala
keluarga di kampunya dan beberapa kampung berdekatan telah
berangkat, dia mencari sendiri keterangan. Seorang pegawai kantor
kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan padanya bahwa
dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena dia dikenal
sebagai seorang......bromocorah!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian” (Lubis, 1983: 16).
Dalam kutipan, Peristiwa berlanjut dengan kekecewaan karakter dia. Usaha
dan keinginan untuk mengubah hidup keluarganya harus pupus begitu saja. Dia
menyadari bahwa dirinya sudah di pandang buruk oleh masyarakat sekitar sehingga
dia harus menerima julukan sebagai Bromocorah dan dia pun iklas menerimanya
walaupun sebenarnya keinginannya untuk mengubah hidupnya sangatlah besar.
Pengarang menjelaskan bahwa dia di tolak sebagai transmigran dan dia dikenal
sebagai bromocorah.
b) Tahap selesaian
(K.28) Paragraf 2 kalimat 1:
“Dia kembali kerumahnya. Setelah anaknya pulang sekolah, petang
hari diajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar
desa.
“ Ayo, tole!”
Dan dia mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya! (Lubis, 1983:
17).”
Peristiwa ini membawa karakter dia pada tahap penyelesaian masalah
internal. Karakter dia merasa sudah tidak ada jalan keluar lagi untuk mengubah
hidupnya sehingga dia memutuskan untuk mengajarkan anaknya ilmu silat, setelah
dia mengetahui dirinya ditolak sebagai transmigran. Keputusan tersebut pun
sebagai jalan keluar konflik karakter dia dan sebagai akhir dari cerita Bromocorah.
Cerita ini terlihat bahwa dia memilih mewariskan ilmu silatnya ke anaknya untuk
menjadi seperti dia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Alur dalam cerpen “Bromocorah” menggunakan alur maju. Peristiwa-
peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa-peristiwa yang pertama
diikuti oleh atau menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa yang kemudian atau
peristiwa secara runtut. Peristiwa yang runtut ini sesuai dengan teorinya Robert
Stanton. Analisis alur di dalam cerpen “Bromocorah” ditandai dalam kutipan-
kutipan peristiwa yang di alami oleh tokoh dalam cerita. Tahapan alur cerpen
“Bromocorah” dapat diuraikan dari bagian awal, tengah, dan akhir cerita. Pada
awal cerita memperkenalkan peristiwa yang membuat pembaca mendapatkan
informasi penting pada tahapan-tahapan berikutnya. Pada bagian awal cerita tidak
memperlihatkan awal masalah, namun memperkenalkan para tokoh, dan
menggambarkan tempat terjadinya peristiwa. Pada bagian tengah cerita
menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah dimunculkan, kemudian
konflik itu semakin meningkat hingga klimaks. Bagian akhir cerita merupakan
penyelesaian dari klimaks dan menjadi akhir cerita.
4.2.3 Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita
yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Atar juga
dapat berwujud waktu-waktu (hari, bulan, dan tahun), cuaca, atau satu periode
sejarah (Stanton, 2012: 35). Unsur latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian,
yakni latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar tempat adalah hal yang
berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah historis,
dan latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan. Ketiga unsur tersebut
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Pada analisis latar cerpen
“Bromocorah” akan menggunakan ketiga unsur latar tempat, latar waktu, dan latar
sosial.
1) Latar tempat
Latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi.
Latar tempat yang digambarkan dalam cerpen bromocorah, yaitu kamar tidur,
depan dapur, sungai kecil pinggir jalan, pematang sawah di pinggir sungai, puncak-
puncak bukit, tegalan, hutan jati, jalan ke kampung, rumah, dan kantor lurah.
(K.29) Paragraf 1 kalimat 1:
“Dia bangun pagi-pagi benar keluar diam-diam dari kamar tidur,
meninggalkan istrinya yang masih tertidur tanpa membangunkannya.
... Dia membuka pintu kamar perlahan-lahan, juga tanpa bunyi,
mengambil celana dan baju hitamnya, serta ikat pinggang besarnya,
yang teronggok di atas bangku dekat pintu, mengenakan sandal
kulitnya, dan menutup pintu kembali”. (Lubis, 1983: 7)
Pada kutipan di atas menunjukkan kamar tidur merupakan latar tempatnya,
dijelaskan juga bagaimana dia membuka pintu, mengambil celana dan baju
hitamnya, serta ikat pinggang besarnya, yang teronggok di atas bangku dekat pintu,
mengenakan sandal kulitnya, dan menutup pintu kembali tanpa membangunkan
istrinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
(K.30) Paragraf 2 kalimat 1:
“Dia membuka pintu belakang, dan mencuci mukanya dengan air
dalam tempayan besar di depan dapur. Cepat dia berpakaian, dan
kemudian melangkah cepat ke luar desa”. (Lubis, 1983: 7)
Kutipan di atas menjelaskan bagaimana dia ingin keluar rumah lewat pintu
belakang dan mencuci mukanya terlebih dahulu di depan dapur.
K.31 Paragraf 3 kalimat 4:
“Dia melangkah cepat menyebrangi sungai kecil di pinggir jalan,
memanjat pematang sawah di pinggir sungai, dan meniti dengan
cekatan di atas pematang sawah yang sempit” (Lubis, 1983: 7)
Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat sungai kecil yang berada di
pinggir jalan dan pematang sawah yang berada di pinggir sungai.
K.32 Paragraf 1 kalimat 1:
Kabut pagi masih rendah di puncak-puncak bukit, dan angin pagi
bertiup dengan lembut. Dia menghirup udara dalam-dalam, menahan
napasnya beberapa lama dan kemudian menghembuskan udara ke luar
dari paru-parunya, hingga paru-parunya terasa kosong. Sambil
melakukan demikian dia terus juga melangkah dengan kuat dan teratur
menyesuaikan langkahnya dengan keluar masuknya napas”. (Lubis,
1983: 8)
Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat yang berada di puncak-puncak
bukit. Pada kutipan tersebut menceritakan bahwa tokoh dia sedang mengatur
pernapasannya di puncak-puncak bukit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
(K.33) Paragraf 2 kalimat 4:
“Ketika dia tiba di sebuah tegalan yang rata dengan puncak bukit dia
berhenti di tengah dan melihat berkeliling. Setelah dia yakin tak ada
orang lain di tempat itu, dia berdiri mengambil sikap silatnya,
menghadap ke arah tempat matahari terbit, dan perlahan-lahan
digerakannya tangannya, kakinya, badannya, dalam gerakan silat
yang tenang tetapi lancar, dan perlahan-lahan kecepatan gerakan
tangan dan kakinya, serta badannya ditinggikannya, sehingga pada
satu saat dalam remang dini hari itu, yang terlihat hanya gerakan-
gerakan sosok hitam yang amat cepat”. (Lubis, 1983: 8)
Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat tegalan. Pada kutipan tersebut
menceritakan bagaimana dia berlatih silat di sebuah tegalan yang rata dengan
puncak bukit.
(K.34) Paragraf 1 kalimat 1:
“Dia mendaki sebuah bukit lagi, masuk kedalam hutan jati, dan
hampir sejam kemudian dia tiba di tengah hutan jati, dan mulai
melangkah hati-hati menjaga agar kakinya jangan menginjak ranting
mati dan kering, atau daun jati kering yang bertebaran di tanah”.
(Lubis, 1983: 9)
Pada kutipan di atas menunjukkan latar tempat berada di tengah hutan jati.
Pada kutipan tersebut menceritakan karakter dia yang sangat berhati-hati ketika
memasuki ketengah hutan jati.
(K.35) Paragraf 2 kalimat 1:
“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang
kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka
kembali. Tetapi selalu dia merasa, bahwa meskipun dia warga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
kampung mereka, namun, dia berada di luar masyarakat kampung”
(Lubis, 1983: 15).
Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat jalan, jalan menuju kampunya.
(K.36) Paragraf 1 kalimat 1:
“Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan
istrinya telah menyediakan sarapan pagi untuknya". (Lubis, 1983:
16).”
Kutipan di atas menunjukkan latar berada di rumah.
(K.37) Paragraf 3 kalimat 1:
“Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan
dirinya, istri dan anaknya untuk calon transmigran ke luar jawa.
(Lubis, 1983: 16).”
Kutipan di atas dengan latar tempat kantor lurah. Pada kutipan
menceritakan tokoh dia yang ingin mengubah nasib hidupnya dengan pergi ke
kantor lurah mendaftarkan anggota keluarganya sebagai transmigran.
Uraian tentang latar tempat yang sudah dikemukakan di atas mengarahkan
kita pada kesimpulan bahwa terdapat satu elemen unsur yang membentuk latar fiksi
yaitu dengan melihat lokasi geografis yang terdapat di dalam cerpen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
2) Latar waktu
Latar waktu mengacu pada saat terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Latar waktu yang ada dalam cerpen
Bromocorah terjadi pada waktu subuh, usia 10 tahun dan usia 35 tahun, pagi, sore,
sebulan, tiga bulan, dan petang.
(K.38) Paragraf 2 kalimat 1:
“Subuh telah tiba. Udara mulai agak terang. Setelah dia yakin tak ada
orang lain di tempat itu, dia berdiri mengambil sikap silatnya,
menghadap ke arah tempat matahari terbit, dan perlahan-lahan
digerakannya tangannya, kakinya, badannya, dalam gerakan silat
yang tenang tetapi lancar, dan perlahan-lahan kecepatan gerakan
tangan dan kakinya, serta badannya ditinggikannya, sehingga pada
satu saat dalam remang dini hari itu, yang terlihat hanya gerakan-
gerakan sosok hitam yang amat cepat”. (Lubis, 1983: 8)
Kutipan di atas menunjukkan latar waktu pada subuh hari. Tokoh Dia dalam
cerita ini sedang menceritakan keadaan subuh hari dimana ia berlatih silat.
(K.39) Paragraf 2 kalimat 1:
“Tetapi dia seorang juru silat yang berpengalaman. Umurnya telah
tiga puluh lima tahun dan dia belajar silat sejak berumur sepuluh
tahun. Gurunya yang pertama adalah ayahnya sendiri, seorang
bromocorah yang ditakuti. Dan kemudian dia telah berkeliling ke
seluruh Pulau Jawa menuntut ilmu silat dengan guru-guru silat di
berbagai daerah”. (Lubis, 1983: 10)
Kutipan tersebut memberitahu bahwa ada peristiwa latar waktu kejadian di
umur sepuluh tahun hingga umurnya sekarang yaitu tiga puluh lima tahun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Dimana masa kecilnya dia belajar silat, hingga akhirnya sekarang dia menjadi
seorang juru silat.
(K.40) Paragraf 1 kalimat 1:
“Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan
istrinya telah menyediakan sarapan pagi untuknya (Lubis, 1983: 16).”
Kutipan di atas menggambarkan suasana latar waktu pagi hari. Peristiwa
itu terjadi ketika karakter dia tiba di rumahnya dan istrinya telah menyediakan
sarapan pagi untuknya
(K.41) Paragraf 2 kalimat 1:
“Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, “Aku
sudah pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya
apa-apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa” (Lubis, 1983: 16).
Pada kutipan di atas menunjukkan latar pada sore hari, karakter dia sedang
makan sore bersama istrinya.
(K.42) Paragraf 3 kalimat 1:
“Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan
dirinya, istri dan anaknya untuk calon transmigran ke luar jawa”
(Lubis, 1983: 16).
Kutipan di atas menceritakan kejadian latar waktu pada satu bulan
kemudian, tokoh dia mencatatkan dirinya untuk calon transmigran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
(K.43) Paragraf 4 kalimat 1:
“Setelah tiga bulan dia tidak juga mendapat berita, dan lurah tidak
dapat memberikan penjelasan padanya, sedang beberapa kepala
keluarga di kampungnya dan beberapa kampung berdekatan telah
berangkat, dia mencari sendiri keterangan. Seorang pegawai
kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan padanya bahwa
dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena dia dikenal
sebagai seorang...bromocorah!” (Lubis, 1983: 16)
Kutipan di atas menceritakan kejadian latar waktu pada tiga bulan
kemudian, karakter dia ditolak untuk transmigran karena dia dikenal sebagai
seorang bromocorah.
(K.44) Paragraf 2 kalimat 1:
“Dia kembali kerumahnya. Setelah anaknya pulang sekolah, petang
hari di ajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar
desa. “ayo, tole” dan dia mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya!”
(Lubis, 1983:17).
Kutipan di atas menunjukkan latar waktu pada petang hari, karakter dia
pada kejadian ini sedang mengajak anaknya untuk mengajarkan anaknya ilmu silat.
3) Latar Sosial
Latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan hakikat seorang
atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya
dalam kehidupan sosialnya dapat di golongkan menurut tingkatannya, seperti latar
sosial bawah atau rendah, latar sosial menengah, dan latar sosial tinggi. Latar sosial
cerpen “Bromocorah” dengan menggambarkan kehidupan sosial tokoh dia yang
meliputi keluarganya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
(K.45) Paragraf 3 kalimat 2:
“Sejak anaknya jadi besar, dan telah mulai bersekolah, dia merasa tak
ingin anaknya menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya. Hidup
yang bertumpu pada kejagoan berkelahi, kejagoan membunuh,
merampok, mencuri, hidup dengan perbuatan yang satu hari harus
dibayar dengan nyawa atau hukuman penjara. Benang merah
kehidupan mereka turun-temurun harus diputuskan dengan diriku,
katanya pada dirinya sendiri” (Lubis, 1983: 14).
Dalam kutipan di atas menceritakan peristiwa yang terjadi akibat adanya
rasa sayang karakter dia terhadap anaknya, sehingga karakter dia mempunyai
pemikiran pada anaknya agar anaknya tidak mengikuti status sosialnya yang
rendah, hanya bertumpu pada kejagoan berkelahi, membunuh, merampok, mencuri
seperti karakter dia di dalam cerita.
(K.46) Paragraf 3 kalimat 8:
“Dia ingat, ketika dia mengembara menuntut ilmu silat, di berbagai
tempat bertemu dengan bermacam orang, dan dalam berbagai
percakapan ada yang menggatakan, bahwa nasib orang kecil, orang
yang tak memiliki tanah, tani yang menggarap tanah milik orang lain,
mereka yang menganggur di desa-desa, nasib mereka hanya dapat
diperbaiki jika susunan masyarakat diubah, dan tanah dibagi-bagi pula
pada mereka yang tidak punya tanah. Banyak tanah rakyat dahulu,
kata mereka, dirampas oleh orang Belanda, dijadikan tanah-tanah
perkebunan besar. Akibatnya, rakyat banyak yang tidak memiliki
tanah lagi” (Lubis, 1983: 15).
Dalam kutipan pengarang menceritakan bahwa ada status sosial bawah
dan status sosial atas yang mencerminkan kehidupan bermasyarakat dan dengan
status sosial itu Belanda mempunyai status sosial tinggi, sehingga merampas tanah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
perkebunan rakyat dan rakyat mempunyai status sosial bawah sehingga tidak bisa
berbuat apa-apa dan pasrah dengan tanahnya yang dirampas oleh Belanda.
(K.47) Paragraf 2 kalimat 1:
“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang
kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka
kembali. Tetapi selalu dia merasa, bahwa meskipun dia warga
kampung mereka, namun, dia berada di luar masyarakat kampung.
Dia juga merasa bimbang apakah dia akan mengajarkan anaknya ilmu
silat” (Lubis, 1983: 15).
Dalam kutipan menceritakan keramahan warga kampung padanya. Namun
status sosialnya yang rendah membuat dirinya sendiri merasa terasingkan,
keahliannya yang tidak banyak membuatnya bimbang akan hidupnya. Hidup hanya
bergantung pada kemahiran silat saja membuatnya menjadi malu pada warga
sekitar.
(K.48) Paragraf 2 kalimat 5:
“Tetapi jika dia mengajar anaknya ilmu silat, pastilah anaknya akan
mengikuti jejaknya, seperti dia mengikuti jejak ayahnya, dan seperti
ayahnya mengikuti jejak neneknya, dan neneknya mengikuti jejak
ayahnya, dan demikian seterusnya” (Lubis, 1983: 15).
Dalam kutipan di atas menceritakan Status sosial karakter dia yang turun-
temurun, tidak ada perubahan, membuat karakter menjadi bimbang mengenai masa
depan anaknya. Dengan status sosial yang rendah karakter dia sulit untuk
memperbaiki statusnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
(K.49) Paragraf 2 kalimat 1:
“Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, “Aku
sudah pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya
apa-apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa. Sebulan kemudian dia
pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan dirinya, istri dan anaknya
untuk calon transmigran ke luar jawa” (Lubis, 1983: 16).
Dalam kutipan menceritakan cara karakter berusaha keluar dari status
sosialnya yang rendah, status yang membuat kehidupannya dipandangnya tidak
baik, maka dengan cara mencatatkan keluarganya sebagai transmigran ke luar jawa,
dirasa karakter dia adalah jalan satu-satunya yang tepat.
(K.50) Paragraf 4 kalimat 2:
“Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan
padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena
dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!
Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagai telah
dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar.
Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa
berubah” (Lubis, 1983: 16).
Dalam kutipan menceritakan Karakter dia mempunyai status sosial yang
rendah sehingga menyulitkannya untuk mengubah nasib. Ditambah dengan hukum
sosial dan hukum masyarakat yang telah menvonisnya sebagai bromocorah, maka
gelar dan sebutan itu akan beranak pinak sebagai genetik yang tidak mungkin untuk
dicuci dan dibersihkan kembali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
(K.51) Paragraf 4 kalimat 2:
“Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan
padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena
dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!” (Lubis, 1983: 16)
Dalam kutipan menceritakan pegawai kecamatan yang memiliki status
sosial yang lebih baik dengan status sosial yang dimiliki oleh karakter dia. Pegawai
kecamatan memiliki status sosial menengah, karena pegawai kecamatan mencari
nafkah dengan bekerja di kantor kecamatan dan itu menandakan perbedaan status
dengan karakter dia yang bekerja secara tidak baik yang mengandalkan kemahiran
silatnya untuk merampok, membunuh.
4.3 Analisis Sarana Sastra
Sarana sastra meliputi unsur judul, sudut pandang, gaya dan tone,
simbolisme, dan ironi. Sarana sastra merupakan hal-hal yang dimanfaatkan oleh
pengarang dalam memilih dan menata detail-detai cerita agar tercapai pola-pola
yang bermakna (Stanton, 2012: 46). Pembahasan sarana sastra dalam cerpen
“Bromocorah” sebagai berikut.
4.3.1 Judul
Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya
membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika judul mengacu pada
sang karakter utama atau satu latar tertentu (Stanton, 2012: 51). Judul merupakan
hal yang pertama dibaca oleh pembaca fiksi. Judul merupakan elemen lapisan luar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
suatu fiksi. Oleh karena itu, judul merupakan elemen yang paling mudah dikenali
oleh pembaca (Stanton, 2012: 148).
Judul pada sebuah sastra selain mengacu pada karakter dan latar dapat juga
mengacu pada sejumlah elemen yang sekilas terlihat tidak penting. Judul buku
merupakan kiasan atau semacamnya, sehingga memiliki suatu makna. Judul juga
dapat merupakan sindiran terhadap kondisi yang ingin dikritik oleh pengarang atau
merupakan kesimpulan terhadap peristiwa yang terjadi dalam cerita tersebut.
Menarik atau tidaknya karya sastra, dalam hal ini, bagi pembaca terkadang
ditentukan oleh judul buku. Alasannya, sebelum membaca buku, pembaca
dihadapkan dengan judul buku tersebut.
Judul cerpen “Bromocorah” merupakan judul pertama dalam cerpen
“Bromocorah”. Judul ini mewakilkan cerita yang terdapat pada isi cerpen, berupa
kisah hidup Bromocorah. Hal ini, dapat dibuktikan melalui kutipan dibawah ini:
(K.52. Paragraf 1 kalimat 1) “Dia bangun pagi-pagi benar keluar
diam-diam dari kamar tidur, meninggalkan istrinya yang masih tidur
tanpa membangunkannya (Lubis, 1983: 7). (K.53. Paragraf 1 kalimat
5) Ketika dia tiba di sebuah tegalan yang rata dengan puncak bukit dia
berhenti di tengah dan melihat berkeliling (Lubis, 1983: 8). (K.54.
Paragraf 2 kalimat 2) Dia mengambil sikap silat menghadap matahari
terbit, dan pelahan-lahan menggerakan anggota tubuhnya dan
perlahan-lahan kecepatan gerakan ditinggikan dalam remang dini hari
yang terlihat hanya gerakan-gerakan sosok hitam yang amat cepat
(Lubis, 1983: 8). (K.55. Paragraf 3 kalimat 1) Setelah merasa
keringatnya mengalir, dia mengucapkan doa mohon perlindungan,
keselamatan dan kekuatan dari Yang Maha Kuasa. Setelah itu, dia
berdiri santai (Lubis, 1983: 8). (K.56. Paragraf 1 kalimat 1)
Keyakinan pada kekuatan dirinya, dia melangkah mendaki bukit
masuk ke dalam hutan jati. Di tengah hutan itu, ia bergerak hati-hati
menjaga kakinya jangan menginjak ranting mati dan kering (Lubis,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
1983: 9). (K.57. Paragraf 3 kalimat 1) Pada saat yang sama, sudut
mata kirinya melihat sebuah bayangan bergerak, menghilang di balik
sebuah pohon. Dia merasa senang, lawannya merasa perlu berhati-hati
menghadapinya (Lubis, 1983: 9). (K.58. Paragraf 1 kalimat 1) Tiba-
tiba sebuah gerak berwarna hitam muncul dari balik pohon, cepat dan
keras menuju dirinya, diiringi sebuah terikan yang tidak terlalu keras
tetapi mengejutkan. Tetapi dia seorang juru silat yang berpengalaman.
Gurunya yang pertama adalah ayahnya sendiri, seorang bromocorah
yang ditakuti. Ayahnya selalu mengajarkan agar dia melindungi
kampung mereka. Jangan mengambil sesuatu dari rakyat kampung
sendiri dan kampung-kampung yang berdekatan (Lubis, 1983: 10).
(K.59. Paragraf 3 kalimat 4) Serangan tendangan dan pukulan-
pukulan pertama yang datang dengan cepat dielakkannya. Satu
pukulan masuk, pukulan masuk lagi, masuk lagi, masuk...lawanya
terhoyong sedikit. Tendangan dilepaskannya dan lawannya jatuh ke
tanah. Lawannya mencoba mengangkat badannya, tetapi jatuh
kembali (Lubis, 1983: 13). Hidup yang bertumpu pada kejagoan
berkelahi, kejagoan membunuh, merampok, mencuri, hidup dengan
perbuatan yang satu hari harus dibayar dengan nyawa atau hukuman
penjara (Lubis, 1983: 14). (K.60. Paragraf 1 kalimat 1) Ketika dia tiba
di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan istrinya telah
menyediakan sarapan pagi untuknya (Lubis, 1983: 16). (K.61.
Paragraf 3 kalimat 1) Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan
mencatatkan dirinya, istri, dan anaknya untuk calon transmigran ke
luar pulau Jawa. Setelah tiga bulan dia tidak dapat berita, dan lurah
tidak dapat memberikan penjelasan padanya (Lubis, 1983: 16). (K.62.
Paragraf 4 kalimat 2) Seorang pegawai kantor kecamatan
menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan
alasan, karena dia dikenal sebagai seorang...bromocorah!” (Lubis,
1983: 16).
Judul berhubungan dengan cerita secara keseluruhan. Karena menunjukan
karakter, latar, dan tema. Judul bromocorah sesuai dengan karakter yang
mempunyai keahlian dalam ilmu silat dan jalan cerita sesuai isi dalam cerpen. Di
dalam jalan cerita, penulis mengarahkan pembaca pada jalan hidup karakter sampai
karakter harus mendapat julukan sebagai bromocorah di masyarakat. Dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
kutipan tersebut makna yang tersirat dalam kata Bromocorah yaitu seseorang yang
di cap sebagai orang yang hidupnya dengan cara merampas atau memalak hak orang
lain, membunuh, merampok, dan mencuri.
4.3.2 Sudut pandang
Staton dalam Wicaksono (2014: 64) mengemukakan mengenai sudut
pandang yang tiap-tiap keutuhan suatu cerita dalam satu karakter sebagai
pandangan secara emosional terbelit atau terlepas akan memicu ketitik sadar
pembaca sehingga masuk dalam cerita. Sudut pandang memerlukan strategi, teknik,
siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan
ceritanya.
Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen Bromocorah adalah sudut
pandang orang ketiga-terbatas, yaitu tokoh dia. Pengarang mengacu pada semua
karakter dan memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan
apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja
(Stanton, 2012: 54). Pengarang menggunakan karakter tokoh untuk menyampaikan
pikirannya ke pada pembaca. Sudut pandang orang ketiga dapat dilihat, didengar,
dan dipikirkan oleh satu orang karakter, seperti pada kutipan tersebut.
(K.63) Paragraf 1 kalimat 1:
“Dia bangun pagi-pagi benar keluar diam-diam dari kamar tidur,
meninggalkan istrinya yang masih tidur tanpa membangunkannya.”
(Lubis, 1983: 7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Pengarang menggambarkan apa yang dilihat dan dipikirkan oleh karakter
dia. Disini pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga. Kutipan karakter
dia menceritakan apa yang dia lakukan di pagi hari. Hasil penggambaran itu
pengarang memunculkan karakter istri sebagai hasil penglihatan dan pikiran
(K.64) Paragraf 2 kalimat 3:
“Aku senang kau datang Dik. Kau berani. Apakah kau hendak
teruskan tantanganmu ini?
Langkah sudah dilangkahkan Mas, aku tak akan mundur
Baiklah, tetapi aku hendak bicara dahulu sedikit.
“silakan Mas”.
“Dik, kau orang baru masuk ke daerah kami. Jika hendak mencari
nafkah janganlah kedesa kami, dan desa-desa lain disini. Masih
banyak daerah lain tempat mencari nafkah.” (Lubis, 1983: 11).
Pengarang menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh
karakter dia. Disini pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga. Kutipan
menceritakan karakter dia dan lawan sedang berbicara. Hasil penggambaran itu
pengarang memunculkan karakter lawan sebagai hasil penglihatan, pengedengaran,
dan pikiran.
(K.65) Paragraf 4 kalimat 1:
“Tiba-tiba saja dimatanya terbayang anaknya yang masih tidur
berselimut kain satung ke kepala” (Lubis, 1983:14).
Pengarang menggambarkan apa yang dapat dilihat, dan dipikirkan oleh
karakter dia. Di sini pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga. Hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
penggambaran itu pengarang memunculkan tokoh lain, yaitu anaknnya sebagai
hasil penglihatan dan pikirannya.
(K.66) Paragraf 1 kalimat 1:
“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang
kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka
kembali” (Lubis, 1983: 15).
Pengarang menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan
oleh karakter dia. Di sini pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga.
Hasil penggambaran itu pengarang memunculkan tokoh lain, yaitu orang kampung
sebagai hasil penglihatan, pendengaran, dan pikirannya.
(K.67) Paragraf 4 kalimat 2:
“Seorang pegawai kantor kecamatan yang dikenalnya akhirnya
menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan
alasan, karena dia dikenal sebagai seorang ... bromocorah!. Dia tidak
terkejut. Dia telah menduga demikian” (Lubis, 1983: 16).
Pengarang menggambarkan apa yang dapat dilihat, dan dipikirkan. Disini
pengarang memposisikan dirinya sebagai orang ketiga. Hasil penggambaran itu
pengarang memunculkan tokoh lain, yaitu pegawai kantor kelurahan sebagai hasil
penglihatan, dan pikirannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
4.3.3 Gaya dan Tone
Gaya merupakan cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Perbedaan
dari pengarang lain terletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek
seperti kerumitan, ritme, panjang pendek kalimat, detail, humor, kekonkritan, dan
banyaknya imaji dan metafora. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah
tone. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Tone
bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis,
misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2012: 63). Dalam
cerpen “Bromocorah” pengarang lebih mengarah pada gaya bahasa jurnalistik
sastra dan isi cerpen berdasarkan fakta dan bukan fiksi, hanya saja penulisannya
menggunakan teknik kesusastraan sehingga memberikan hal-hal yang bersifat
imajinatif dan terdapat kata-kata yang sering diulang, sehingga pembaca lebih
tertarik. Latar belakang penulis juga mempengaruhi bahasa dalam cerpen, hal ini
terlihat dari karakteristik penulis yang tajam dalam mengkritik dan menyindir di
dalam karyanya. Berikut ini beberapa kutipan yang menunjukkan gaya pengarang.
(K.68) Paragraf 3 kalimat 2 :
“Kita punya nasib yang sama. Kita bukankah orang-orang terbuang,
sejak tanah-tanah nenek moyang kita dirampas dari tangan mereka,
dan kita harus turun-temurun hidup dari keberanian dan keahlian kita
berkelahi. Hanya itu modal kita” (Lubis, 1983: 12).
(K.69) Paragraf 4 kalimat 8:
“Banyak tanah rakyat dahulu, kata mereka, dirampas oleh Belanda,
dijadikan tanah-tanah perkebunan besar. Akibatnya rakyat banyak
yang tidak memiliki tanah lagi (Lubis, 1983: 15).”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Penulis menggunakan gaya bahasa jurnalistik sastra. Hal itu, dapat diketahui
dari adanya kalimat yang mengandung kritikan sosial dan sindiran pada karyanya.
Kritikan itu terlahir akibat banyak orang yang hidup dari keberanian dan
keahliannya berkelahi dan banyak tanah rakyat yang dirampas. Dengan gaya
jurnalistik sastra yang dipunyai, penulis memperlihatkan gaya yang unik dengan
teknik pengisahan dalam menyampaikan sebuah informasi peristiwa yang dikemas
dalam sastra cerpen. Penulis memberikan gaya bahasa yang memberikan
penekanan yang dianggap mampu membangun emosi, simpati, atau amarah
pembaca.
(K.70) Paragraf 2 kalimat 2:
“Setelah dia yakin tak ada orang lain di tempat itu, dia berdiri
mengambil sikap silatnya, menghadap ke arah tempat matahari terbit,
dan perlahan-lahan digerakannya tangannya, kakinya, badannya,
dalam gerakan silat yang tenang tetapi lancar, dan perlahan-lahan
kecepatan gerakan tangan dan kakinya, serta badannya
ditinggikannya, sehingga pada satu saat dalam remang dini hari itu,
yang terlihat hanya gerakan-gerakan sosok hitam yang amat cepat”
(Lubis, 1983: 8).
Kutipan di atas masuk dalam kategori imajinasi gerak. Pengarang mengajak
pembaca untuk berkhayal tentang gerakan-gerakan silat. Imajinasi gerak adalah
citraan yang ditimbulkan oleh gerak tubuh sehingga kita merasa atau seolah ikut
dalam gerakan tersebut. Dalam kutipan tersebut pengarang sering juga
menggunakan imbuhan sufiks nya yang terletak di akhir kata dasar seperti pada kata
menggerakan tangannya, kakinya, dan badannya dalam gerakan silat yang tenang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Pengarang juga sering menggunakan gaya reduplikasi pada karya sastranya seperti
pada pengulangan kata perlahan-lahan, dan gerakan-gerakan. Hal ini, membuat
pembaca semakin berkhayal pada gerakan-gerakan itu, gerakan yang sesuai dengan
imajinasi cerita yang merupakan gerakan ilmu silat. Pengarang dalam cerpen ini
selalu menyajikan imajinasi yang lebih tinggi seperti menambahkan kata sosok
hitam yang sangat cepat pada karyanya, sehingga pembaca dapat berimajinasi
semaunya. Imajinasi yang digambarkan oleh pengarang adalah bentuk citraan
penglihatan atau visual imagery yaitu citraan yang ditimbulakan oleh penglihatan
sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah terlihat.
Menurut Staton (2007: 63) satu elemen yang amat terkait dengan gaya
adalah’tone’. Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam
cerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud baik yang ringan, romantis,
ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan.
(K.71) Paragraf 1 kalimat 1:
“Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagian telah
dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar.
Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa
berubah” (Lubis, 1983: 17)
Kutipan di atas Penulis menggunakan gaya jurnalisnya menggambarkan
bahwa sikap emosional atau tone yang ditampilkan pada cerpen Brmocorah yaitu
sarkastis, yang mengandung kritik dan sindiran terhadap tataran sosial masyarakat
pada saat itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
4.3.4 Simbolisme
Simbol berwujud detail-detail konkret dan faktual dan memiliki
kemampuan untuk memunculkan gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca.
Simbolisme memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada
bagaimana simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul
pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut.
Kedua, satu simbol yang di tampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan
beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Ketiga, sebuah simbol yang muncul
pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menemukan tema (Stanton,
2012: 64). Dalam ketiga symbol ini, symbol yang disimbolkan yaitu Bromocorah,
ilmu silat, dan gerakan silat yang dimana gerakan ini menentukan tema fisik.
Bromocorah merupakan simbol yang muncul sebagai judul buku cerpen,
simbol yang muncul pada satu kejadian penting dalam cerita, seperti pada kutipan
di bawah ini:
(K.72) Paragraf 4 kalimat 2:
“Seorang pegawai kantor kecamatan menunjukkan padanya bahwa
dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena dia dikenal
sebagai seorang... bromocorah!” (Lubis, 1983: 16).
Bromocorah merupakan simbol yang muncul sebagai judul buku cerpen.
Kutipan tersebut menjelaskan simbol yang muncul pada satu kejadian penting
dalam cerita yaitu penolakan karakter dia untuk transmigran karena karakter dia di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
kenal sebagai bromocorah. Bromocorah adalah simbol seorang juru silat yang
berpengalaman sehingga disegani dan ditakuti. Hidup yang bertumpu pada
kejagoan berkelahi, kejagoan membunuh, merampok, mencuri, hidup dengan
perbuatan yang suatu hari harus dibayar dengan nyawa atau hukuman penjara
(Lubis, 1983: 14).
Tidak hanya simbol yang muncul pada satu kejadian penting, cerpen
Bromocorah pun memperlihatkan simbol lain seperti sebuah simbol yang di
tampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam
semesta cerita, seperti pada kutipan di bawah ini:
(K.73) paragraf 2 kalimat 2:
“Umurnya telah tiga puluh lima tahun dan dia belajar silat sejak
berumur sepuluh tahun. Gurunya yang pertama adalah ayahnya
sendiri, seorang bromocorah yang ditakuti” (Lubis, 1983: 10).
(K74) Paragraf 2 kalimat 1:
“Dia kembali kerumahnya. Setelah anaknya pulang sekolah, petang
hari diajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar
desa. “Ayo tole!” dan dia mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya”
(Lubis, 1983: 17).
Kutipan (73) dan (74) di atas menunjukkan bahwa ilmu silat merupakan
simbolisme yang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan pada seluruh
cerita. Hal ini, karena ilmu silat sudah melekat pada diri karakter dia sejak kecil.
Pada umur sepuluh tahun karakter dia diajarkan ilmu silat oleh karakter ayahnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
yang seorang bromocorah. Saat ini umurnya sudah tiga puluh lima tahun dan
mempunyai anak. Sama dengan karakter dia saat masih kecil yang sudah di ajarkan
ilmu silat dengan ayahnya dan sekarang karakter dia pun mengajarkan anaknya
ilmu silat. Sehingga hal ini, ilmu silat merupakan simbol bahwa dia adalah
bromocorah.
Tidak hanya simbol yang muncul pada satu kejadian penting dan simbol
yang di tampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan beberapa elemen
konstan dalam semesta cerita , cerpen Bromocorah pun memperlihatkan simbol lain
seperti sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda sehingga
membantu kita menemukan tema, seperti pada kutipan berikut:
(K.75) Paragraf 2 kalimat 2:
“Setelah dia yakin tak ada orang lain di tempat itu, dia berdiri
mengambil sikap silatnya, menghadap ke arah tempat matahari terbit,
dan perlahan-lahan digerakannya tangannya, kakinya, badannya,
dalam gerakan silat yang tenang tetapi lancar, dan perlahan-lahan
kecepatan gerakan tangan dan kakinya serta badannya ditinggikannya,
hingga pada satu saat dalam remang dini hari itu, yang terlihat hanya
gerakan-gerakan sosok hitam yang amat cepat” (Lubis, 1983: 8).
(K.76) Paragraf 3 kalimat 2:
“Dia merasa kuat, kuat, kuat, kuat, dan tiba-tiba seluruh kekuatan
diledakkannya, dia melompat menyerang, kakinya, kiri dan kanan,
tangannya, kiri dan kanan, kepalan tinjunya semua bergerak dengan
cepat” (Lubis, 1983: 13).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Simbol yang muncul pada konteks yang berbeda yaitu pada saat melakukan
gerakan silatnya. Pada konteks pertama gerakan silat di gerakan pada saat karakter
dia berlatih silat. Konteks kedua gerakan silat digerakan pada saat karakter dia
menyerang balik lawannya. Sehingga dari konteks yang berbeda ini memunculkan
tema fisik.
4.3.5 Ironi
Secara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa
sesuatu berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Pada dunia fiksi,
ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu “ironi dramatis” dan “tone ironis‟. “Ironi
dramatis‟ atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras diametris
antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan
hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Sedangkan
“Tone ironis‟ atau “ironi verbal‟ digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang
mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan (Stanton, 2012: 71). Ironi yang
terkandung dalam cerpen bromocorah adalah ironi dramatis atau ironi alur, dapat
dilihat dalam kutipan berikut.
(K.77) Paragraf 4 kalimat 2:
“Seorang pegawai kantor kecamatan menunjukkan padanya bahwa
dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena dia dikenal
sebagai seorang... bromocorah! Dia tidak terkejut. Dia telah menduga
demikian. Sebagai telah dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti
dia, tidak ada jalan keluar. Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah,
baru hidupnya bisa berubah” (Lubis, 1983: 16).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Kutipan tersebut memperlihatkan ironi dramatis atau ironi alur yang dimana
situasi muncul melalui maksud dan tujuan seorang karakter dia dengan hasilnya,
atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Karakter dia mendaftarkan
diri sebagai calon transmigran bermaksud untuk mengubah hidupnya. Namun,
hasilnya karakter dia ditolak sebagai transmigran.
Tone ironis/ironi verbal, ironi jenis ini tidak terdapat pada cerita. Isi cerita
dari cerpen Bromocorah tidak mengandung makna kebalikan disetiap alurnya
melainkan makna sesungguhnya yang dimana cerpen Bromocorah menceritakan
kehidupannya yang sesungguhnya.
4.4 Analisis Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna (Stanton, 2012:
36). Tema adalah pokok pembicaraan yang mendasari cerita dalam sebuah karya
sastra. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap peristiwa dan detail
sebuah cerita (Stanton, 2012: 37). Tema memberikan koherensi dan makna pada
fakta-fakta cerita. Fungsi tema telah sepenuhnya diketahui, namun identitas tema
sendiri masih kabur dari pandangan. Istilah tema amat sulit didefinisikan (Stanton,
2012: 39). Agar mudah untuk mengidentifikasi tema sebuah cerita, harus diketahui
bahwa kerangka-kerangka kasar akan sangat diperlukan sebagai pijakan untuk
menjelaskan sesuatu yang lebih rumit (Stanton, 2012: 41). Cara yang efektif untuk
mengenali tema sebuah karya adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik
yang ada didalamnya (Stanton, 2012: 42).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
4.4.1 Tema fisik
Tema fisik merupakan karya sastra lebih banyak menyaran dan atau
ditunjukkan oleh banyaknya aktivitas fisik daripada kejiwaan (Nurgiyantoro, 2010:
80). Tema ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(K.78) Paragraf 3 kalimat 5:
“Dia melangkah cepat menyebrang sungai kecil di pinggir jalan,
memanjat pematang sawah di pinggir sungai, dan meniti dengan
cekatan di atas pematang sawah yang sempit” (Lubis, 1983: 7).
Pada kutipan di atas memperlihatkan bahwa tema yang terkandung adalah
tema fisik. Tema fisik yang memperlihatkan aktivitas karakter dia yang sedang
menggunakan fisiknya untuk menyebrangi sungai kecil, memanjat pematang
sawah, dan meniti dengan cekatan di atas pematang sawah.
(K.79) Paragraf 2 kalimat 1:
“Dengan cepat dia melakukan serangan kembali, mengayunkan
kakinya,
mengait kaki lawannya yang baru tiba di tanah, hendak menjatuhkan
lawannya” (Lubis, 1983: 11).
Kutipan di atas memperlihatkan bahwa tema yang terkandung adalah tema
fisik. Dalam kutipan memperlihatkan bagian dia sedang melakukan serangan
kembali dan hendak menjatuhkan lawannya. Karakter dia sedang menggunakan
fisiknya untuk menyerang lawannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
4.4.2 Tema tingkat organik
Tema tingkat organik adalah tema dengan karya sastra lebih banyak
menyangkut dan atau mempersoalkan masalah seksualitas, sesuatu aktivitas yang
hanya dapat dilakukan oleh makhluk hidup (Nurgiyantoro, 2010: 80). Dalam cerpen
ini tidak terdapat tema organik. Hal itu, dikarenakan tidak adanya permasalahan
yang menyangkut seksualitas pada karakter utama maupun karakter penunjang.
4.4.3 Tema tingkat sosial
Tema tingkat sosial adalah tema yang menyangkut kehidupan
bermasyarakat, yang merupakan tempat aksi-interaksinya manusia dengan sesama
dan dengan lingkungan alam, mengandung banyak permasalahan, konflik, dan lain-
lain yang menjadi objek pencarian tema. Masalah-masalah sosial itu antara lain
berupa masalah ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan, perjuangan, cinta kasih,
propaganda, hubungan atas bawahan dan berbagai masalah dalam hubungan sosial
lainnya yang biasanya muncul dalam karya yang berisi kritik sosial (Nurgiyantoro,
2010: 81). Tema ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
(K.80) Paragraf 2 kalimat 1:
“Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang
kampung, yang menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka
kembali. Tetapi selalu dia merasa, bahwa meskipun dia warga
kampung mereka, namun, dia berada di luar masyarakat kampung. ...
Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan istrinya
telah menyediakan sarapan pagi untuknya. Istrinya tidak bertanya
kemana dia pagi-pagi buta telah meninggalkan rumah. Istrinya tidak
pernah bertanya kemana dia pergi, dan apa yang dilakukannya.
Istrinya tak pernah menanyakan dari mana dia mendapat uang, yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
sewaktu-waktu diberikannya pada istrinya. Sesekali banyak, sering
sedikit, dan terkadang cukup lama dia tidak memberi uang. Istrinya
telah biasa untuk menjaga agar belanja dapur mereka diulur selama
mungkin. Dia sendiri tiap kesempatan ada bekerja, membantu panen
di sawah, menumbuk beras, ah, tak banyak kerja tersedia dalam desa.
Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada istrinya, “Aku sudah
pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya apa-
apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa.
Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan dirinya,
istri dan anaknya untuk calon transmigran ke luar jawa.
Setelah tiga bulan dia tidak juga mendapat berita, dan lurah tidak dapat
memberikan penjelasan padanya, sedang beberapa kepala keluarga di
kampungnya dan beberapa kampung berdekatan telah berangkat, dia
mencari sendiri keterangan. Seorang pegawai kecamatan yang
dikenalnya akhirnya menunjukkan padanya bahwa dia ditolak sebagai
transmigran dengan alasan, karena dia dikenal sebagai
seorang...bromocorah!
Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagai telah
dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar.
Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa
berubah.
Dia kembali ke rumahnya. Setelah anaknya pulang sekolah, petang
hari di ajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar
desa. “ayo, tole” dan dia mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya!”
(Lubis, 1983: 15--17).
Dari kutipan di atas dapat dilihat bahwa tema dalam cerpen Bromocorah
adalah sosial yang menggambarkan suasana kehidupan bermasyarakat. Karakter dia
digambarkan ingin mengubah kehidupan perekonomiannya lebih baik dengan
mendaftarkan keluarganya sebagai calon transmigran. Namun, peran masyarakat
tidak mendukungnya sehingga dia ditolak sebagai transmigran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
4.4.4 Tema tingkat egoik
Tema tingkat egoik dalam kedudukan manusia sebagai mahluk hidup,
mempunyai banyak permasalahan dan konflik, misalnya yang berwujud reaksi
manusia terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapinya. Masalah
individualitas itu antara lain berupa masalah egoisitas, martabat, harga diri atau sifat
dan sikap tertentu manusia lainnya, yang pada umumnya lebih bersifat batin dan
dirasakan oleh yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2010: 81). Tema ini dapat dilihat
dalam kutipan berikut.
(K.81) Paragraf 4 kalimat 2:
“Sejak anaknya jadi besar, dan telah mulai bersekolah, dia merasa tak
ingin anaknya menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya. Hidup
yang bertumpu pada kejagoan berkelahi, kejagoan membunuh,
merampok, mencuri, hidup dengan perbuatan yang satu hari harus
dibayar dengan nyawa atau hukuman penjara”. (Lubis, 1983: 14)
Pada kutipan di atas, tema yang terkandung adalah tema tingkat egoik. Tema
ini bersifat batin dan dirasakan langsung oleh karakter utama. Pergumulan batin
yang dirasakan oleh karakter utama dia membawa harga diri dan martabat masa
depan keluarganya. Tema ini muncul akibat dari reaksi karakter utama terhadap
masalah sosial yang dihadapinya.
4.4.5 Tema tingkat divine
Tema tingkat ini lebih menonjol pada masalah hubungan manusia dengan
Sang Pencipta, masalah religiositas, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
lainnya seperti pandangan hidup, visi, misi, dan keyakinan (Nurgiyantoro, 2010:
81). Tema ini tidak terdapat dalam cerpen Bromocorah. Hal ini, dikarenakan tidak
adanya permasalahan mengenai religiositas, hubungan manusia dengan sang
pencipta, atau berbagai masalah yang bersifat filosofis lainnya. Dalam cerpen
Bromocorah jalan cerita lebih mengarah kepada jalan cerita yang membahas pada
kehidupan sosialnya.
Pengelompokan kelima tema tersebut, peneliti menyimpulkan berdasarkan
teori Robert Stanton. Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan makna
dalam pengalaman manusia. Tema merupakan elemen yang relevan dengan setiap
peristiwa dan detail sebuah cerita. Bagian awal dan akhir cerita akan menjadi pas,
sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan tema (Stanton, 2012: 36-37). Tema
dalam cerpen Bromocorah berhubungan dengan makna hidup manusia. Tema juga
menyoroti pada aspek kehidupan, sehingga ada nilai tertentu yang melingkupi
cerita. Setelah mengetahui berbagai unsur yang terdapat dalam fakta cerita, yaitu
alur, karakter, dan latar maka dapat ditemukan unsur pembangun ceritanya.
Berdasarkan dari pengelompokan lima jenis tema, tema yang ditemukan
dalam cerpen hanya terdapat tiga jenis tema. Tema yang terkandung dalam cerpen
Bromocorah adalah tema fisik, tema tingkat sosial, dan tema tingkat egoik. Tema
akan sampai kepada pembaca cerpen apabila karakterisasi tokoh sesuai dengan
situasi dan kondisi dalam cerpen tersebut. Pada cerpen Bromocorah tema sosial
adalah tema yang paling menonjol di cerpen ini, karena karakter dia yang sangat
ingin mengubah status kehidupannya di masyarakat dengan cara mendaftarkan diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
sebagai transmigran. Tema sosial adalah tema yang membicarakan status sosial
pada karakter dia di cerpen ini.
Pengarang yang membawa cerita kehidupan tokoh utama yaitu tokoh dia,
menyampaikan temanya karena karakter dia ingin menjadi orang yang dipandang
baik oleh masyarakat atau lingkungannya terhadap status sosialnya yang dipandang
rendah. Tema fisik dan tema egoik hadir akibat adanya tindakan dan masalah social
pada diri karakter utama, yaitu masalah social yang membuat karakter harus
mengandalkan ilmu silatnya dalam mencari nafkah sehingga karakter merasakan
pergumulan batin yang dirasakan oleh karakter utama, membawa harga diri dan
martabat masa depan keluarganya terhadap nasib yang dialaminya. Dengan tema
yang sudah peneliti tentukan, pengarang menyampaikan amanat secara tersirat di
dalam karyanya yaitu
“Lawanya mencoba mengangkat badannya, tetapi jatuh kembali.
Kemudian dia membuka matanya dan memandang pada lawannya
yang telah mengalahkannya. “mengapa mas tidak sudahi?” pintanya.
“kau masih muda dik, pergilah.” Dia membalikan badannya, dan
melangkah ke dalam hutan jati, nurunin bukit, dan melintasi sawah,
jauh dari orang-orang kampong yang sudah mulai bekerja.”
Dari kutipan cerpen tersebut amanat tersiratnya, bahwa kita harus bisa
memberikan kesempatan orang lain untuk memperbaiki diri dan mencegah atau
menghindari munculnya dendam pada orang lain. Selain amanat tersirat penulis
juga memunculkan amanat tersurat.
“Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagian telah
dibayangkan sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar.
Hanya kalau masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa
berubah.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Amanat yang disampaikan pengarang ini menandakan bahwa kehidupan
seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti mendapatkan labeling
atau cap dari lingkungan sekitar. Labeling tersebut bisa membawa dampak seperti
pembangunan karakter terhadap orang yang diberi label. Namun, bisa saja orang
yang dicap ternyata manusia yang justru menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
dalam mengedepankan sikap keberanian sejatinya.
4.5 Makna Karya Sastra
Cerpen dan novel sebagai karya sastra mempunyai persamaan. Keduanya
dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang sama, keduanya dibangun dari dua
unsur intrinsik dan ekstrinsik (Nurgiyantoro, 2010: 10). Stanton (Stanton, 2012: 20)
mengelompokkannya ke dalam tiga bagian yaitu fakta cerita, sarana sastra, dan
tema. Cerpen memiliki tiga unsur pokok. Unsur terpenting yaitu tokoh utama,
konflik utama, dan tema. Ketiga unsur utama itu saling berkaitan erat dan
membentuk satu kesatuan yang padu atau kesatuan organisme cerita. Ketiga unsur
inilah yang terutama membentuk dan menunjukkan sosok cerita dalam karya sastra.
Kesatuan organis menunjuk pada pengertian bahwa setiap bagian subkonflik,
bersifat menopang, memperjelas, dan mempertegas eksistensi ketiga unsur utama
cerita tersebut (Nurgiyantoro, 2010: 25).
Dalam unsur-unsur yang berhubungan ini, maka makna karya sastra
terbentuk. Dengan makna satra yang sudah terbentuk dari hubungan unsur-unsur
pembangun cerita, makna yang sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang akan
terlihat. Makna karya sastra adalah sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang
melalui unsur pembangun cerita, sarana sastra, dan tema. Makna karya sastra akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
terlihat ketika pembaca sudah membaca keseluruhan cerita dan sudah menganalis
unsur-unsurnya. Hal itu, dapat disimpulkan bahwa makna karya sastra terdapat
dalam unsur faktas cerita, sarana sastra dan tema. Unsur fakta cerita terdiri dari
karakter, alur, dan latar. Dalam ketiga unsur itu semuanya saling berkaitan, namun
yang paling menonjol dalam fakta cerita yaitu karakter. Karakter paling menonjol
dalam fakta cerita karena karakter pada cerita hidup atau bergerak. Karakter yang
bergerak atau hidup itu akan menjalankan alur sesuai karakter yang di perankan
oleh tokoh. Setelah alur dan karakter bergerak maka secara tidak sadar latarpun ikut
bergerak.
Dalam sarana sastra hal yang paling menonjol adalah penggunaan sudut
pandang karena pengarang ingin menunjukkan sesuatu secara lain, melihat sesuatu
dari dimensi lain atau ingin menekankan sesuatu yang dikemukakannya. Pengarang
ingin menarik perhatian pembaca, sehingga segala sesuatu yang diceritakan dapat
lebih memberikan kesan pada pembaca. Sudut pandang itu akan membentuk makna
pada karya sastranya itu. Ada pun dalam tema, tema yang di ambil dalam cerpen
Bromocorah yaitu tema sosial. Tema sosial mengajak pembaca kearah kehidupan
sosial si karakter. Sehingga karakter hidup berdasarkan tema yang sudah terbentuk.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
BAB V
PENUTUP
Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran yang menjadi penutup
dalam penelitian. Berikut adalah uraian mengenai kesimpulan dan saran.
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data terhadap penelitian yang berdujul Analisis
Fakta Cerita, Sarana Sastra, dan Tema Dalam Cerpen “Bromocorah” Karya
Mochtar Lubis, peneliti menarik kesimpulan yaitu:
1. Fakta cerita merupakan hal-hal yang akan diceritakan di dalam sebuah karya
fiksi. Fakta cerita meliputi karakter, alur, dan latar.
a) Karakter yang terdapat pada cerpen “Bromocorah” ini ada enam yaitu dia,
istri, anak, lawan, warga kampung, dan pegawai kecamatan. Karakter dia
memiliki enam karakter yaitu seorang yang rajin, seorang yang cekatan,
seorang yang peduli, seorang yang sopan dan ramah, seorang yang pemikir,
dan besar hati. Karakter istri memiliki tiga karakter yaitu seorang yang
berhati baik, seorang yang cuek atau pendiam, seorang yang sabar dan
hemat. Karakter anak memiliki satu karakter yaitu patuh terhadap orang tua.
Karakter lawan memiliki dua karakter yaitu seorang yang pemberani dan
pantang menyerah. Karakter pegawai memiliki satu karakter yaitu karakter
yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
b) Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita. Alur
terbagi atas tiga. Pertama, tahap awal (paparan, rangsangan, dan gawatan).
Kedua, tahap tengah (tikaian, rumitan, dan klimaks). Ketiga, tahap akhir
(leraian dan selesaian). Alur dalam cerpen Bromocorah adalah alur maju.
Peristiwa-peristiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa berjalan
secara runtut, dimulai dari tahap awal (paparan, rangsangan, dan gawatan),
tahap tengah (tikaian, rumitan, dan klimaks), dan tahap akhir (leraian dan
selesaian).
c) Latar adalah lingkungan yang meliputi sebuah peristiwa dalam cerita yang
berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung. Latar
terbagi atas tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. latar
tempat dalam cerpen Bromocorah terdapat sembilan latar tempat. Pertama
kamar tidur, kedua depan dapur, ketiga sungai kecil dan pematang sawah,
keempat puncak-puncak bukit, kelima tegalan, keenam hutan jati, ketujuh
jalan, kedelapan rumah, dan kesembilan kantor lurah. Latar waktu dalam
cerpen Bromocorah terdapat tujuh latar waktu. Pertama pada waktu subuh
hari, kedua pada waktu umur sepuluh tahun hingga umurnya sekarang tiga
puluh lima tahun, ketiga saat pagi hari, keempat pada waktu sore hari,
kelima pada waktu satu bulan, keenam pada waktu tiga bulan, dan ketujuh
pada waktu petang hari. Latar sosial pada cerpen Bromocorah yaitu status
sosial yang rendah pada karakter dia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
2. Sarana Sastra merupakan hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam
memilih dan menata detail-detail cerita. Sarana sastra meliputi unsur judul,
sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi
a) Judul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehingga keduanya
membentuk satu kesatuan, jika judul mengacu pada sang karakter utama
atau satu latar tertentu. Judul pada cerpen ini berhubungan pada karakter
cerita, latar, dan tema. Pada keseluruhan isi cerita menceritakan sosok
karakter Bromocorah dan judul pada cerpen ini yaitu “Bromocorah” sudah
sangat tepat.
b) Sudut pandang yang di pakai dalam cerpen ini yaitu sudut pandang orang
ketiga-terbatas. Pengarang mengacu pada semua karakter dan
memposisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya menggambarkan apa
yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orang karakter saja.
Karakter dia dalam cerpen ini menggambarkan karakter baru yaitu istri,
lawan, anak, warga kampung, dan pegawai kecamatan sebagai hasil
penggambaran dari apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan.
c) Gaya merupakan cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Pengarang
menggunakan bahasa sesuai dengan latar belakang pengarang yaitu
wartawan, sehingga pengarang dalam menuliskan cerpen ini menggunakan
bahasa jurnalistik sastra. Dengan gaya khasnya pengarang juga
memunculkan tone atau nada yaitu nada sarkastis, yang mengandung kritik
dan sindiran terhadap tataran sosial masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
d) Simbolisme muncul dalam tiga efek. Pertama, Simbol yang muncul pada
satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut.
Kedua, Simbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan kita akan
beberapa elemen konstan dalam semesta cerita. Ketiga, Simbol yang
muncul pada konteks yang berbeda-beda akan membantu kita menemukan
tema.
1) Simbolisme pada cerpen ini yaitu Bromocorah. Bromocorah merupakan
sebuah simbol seseorang yang mempunyai profesi sebagai seorang yang
suka mencuri, merampok, membunuh, berkelahi. Simbol Bromocorah
muncul akibat ada satu kejadian penting dalam cerita yang menunjukkan
makna peristiwa tersebut.
2) Simbolisme yang kedua pada cerpen ini adalah ilmu silat. Ilmu silat
merupakan sebuah simbol seseorang yang mempunyai kemahiran bela diri
silat. Karakter memakai ilmu silat yang di punyainya ini untuk mencuri,
merampok, membunuh, dan berkelahi. Ilmu silat merupakan simbolisme
yang mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan pada seluruh cerita
sehingga mengingatkan kita pada seorang Bromocorah yang suka mencuri,
merampok, membunuh, dan berkelahi dengan ilmu silatnya.
3) Simbolisme yang ketiga pada cerpen ini adalah gerakan silat. Gerakan silat
merupakan simbol seseorang yang mempunyai kemahiran bela diri silat.
Simbol gerakan silat ini mengarahkan kita pada sebuah tema yaitu tema
fisik. Tema fisik muncul akibat dari gerakan silat yang di pakai karakter
pada konteks yang berbeda. Konteks pertama, karakter memakai gerakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
silatnya pada saat dia berlatih ilmu silat. Konteks kedua, karakter memakai
gerakan silat pada saat dia berkelahi dengan lawannya.
e) Ironi yang terdapat pada cerpen ini adalah ironi dramatis atau ironi alur.
Ironi jenis ini muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan
realitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau
antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Karakter dia diceritakan
ingin mengubah kehidupannya yang lebih baik. Namun sayang,
keinginannya di tolak karena dia terkenal dengan seorang Bromocorah.
3. Tema yang tedapat pada cerpen ini ada tiga yaitu tema fisik, tema sosial dan
tema egoik. Tema yang paling menyentuh adalah tema sosial. Tema sosial
ini memberikan nuansa atau suasana karakter dia terhadap kehidupannya.
Tema fisik dan tema egoik hadir akibat adanya pengaruh kehidupan karakter
di dalam sosialnya sehingga tema-tema itu muncul.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang didapatkan dari penelitian
ini, peneliti berharap penelitian ini dapat membantu dan memberikan pengetahuan
baru bagi peneliti lain yang akan membahas mengenai fakta cerita, sarana sastra,
dan tema. Peneliti menyarankan juga kepada peneliti lain untuk menggunakan teori
Robert Stanton, sebab dengan memakai teori ini memudahkan kita untuk
mengungkapkan fakta cerita, sarana sastra, dan tema, tidak hanya pada cerpen
melainkan karya sastra lainnya seperti novel. Bagi peneliti lain, diharapkan untuk
dapat menindaklanjuti penelitian yang terkait dengan cerpen ini dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
menggunakan metode dan pendekatan yang lain agar mendapatkan informasi baru
dan sumber acuan yang lebih lengkap. Perlu adanya penelitian selanjutnya demi
menyempurnakan hasil penelitian sebelumnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Daftar Pustaka
Depalpiss. 2015. “Kumpulan Cerpen Bromocorah Digital Blogger Simple Story”.
Kamis, 4 April. Diambil pada tanggal 04-04-2019 dari www.depal.info
buku kumpulan cerpen bromocorah.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.
Fananie, Zainuddin. 2002. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University
Press.
Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika.
Ismawati, Esti. 2013. Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Ombak.
Ken dan Bening. 2013. Budaya Preman. Kamis, 4 April. Diambil pada tanggal 04-
04-2019 dari tunu.wordpress.com/2013/08/21/budaya-preman
Lubis, Mochtar. 1983. Bromocorah. Jakarta: Sinar Agape Press.
Nurgiantoro, Burham. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Moleong, L. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya.
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian: Kajian Budaya dan Ilmu
Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saputra, Didik Kusuma. 2010. “Fakta Cerita dan Tema Novel Purasani Karya
Yasawidagda”. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Sariningsih, Septi. 2011. “Adaptasi Film Ke Novel Brownies: Analisis
Strukturalisme Robert Stanton”. Solo: Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Sayuti, Suminto. 2000. Berkenalan Dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.
Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton. Terjemahan Sugihastuti dan
Rossi Abi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Sudjiman, Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif
dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Sukada, Made. 1985. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.
Sumardjo, Jakop dan Sani K.M. (1986). Apresiasi Kesusatraan. Jakarta: Gramedia.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.
Bandung: Percetakan Angkasa.
Wicaksono, Andri. 2014. Menulis Kreatif Sastra dan Beberapa Model
Pembelajaran. Yogyakarta: Gandhawaca.
Wisono, Roni. 2016. “Analisis Fakta, Sarana Sastra, dan Tema Dalam Kumpulan
Cerpen Sepotong Senja untuk Pacarku Karya Seno Gumira Adjidarma”.
Solo: Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Wulandari, Desti. 2017. “Fakta Cerita Dalam Novel Ayah Karya Andrea Hirata dan
Implikasinya Dalam Pembelajaran Sastra Di SMA”. Lampung: Universitas
Lampung Bandar Lampung.
Widhiasih, Anggraeni. 2017. “Mochtar Lubis Buku untuk Semua Perpustakaan
Forum Lenteng”. Kamis, 4 April. Diambil pada tanggal 04-04-2019 dari
bukuuntuksemua.forumlenteng.org.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor.
Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Bromocorah
Dia bangun pagi-pagi benar keluar diam-diam dari kamar tidur,
meninggalkan istrinya yang masih tidur tanpa membangunkannya. Dia telah terlatih
untuk bergerak diam-diam tanpa bunyi. Ini adalah sebuah kemahiran yang harus
dimilikinya dalam pekerjaannya. Dia membuka pintu kamar perlahan-lahan, juga
tanpa bunyi, mengambil celana dan baju hitamnya, serta ikat pinggang besarnya,
yang teronggok di atas bangku dekat pintu, mengenakan sandal kulitnya, dan
menutup pintu kembali. Ketika melangkah ke belakang, dia memandang ke balai-
balai di kamar tengah, dan melihat anak lelakinya berumur delapan tahun masih
tertidur, berselimut sampai ke kepala di dalam sarung.
Dia membuka pintu belakang, dan mencuci mukanya dengan air dalam tempayan
besar di depan dapur. Cepat dia berpakaian, dan kemudian melangkah cepat ke luar
desa. Hari masih amat pagi, waktu subuh pun belum tiba. Desa masih tidur. Tak
seekor anjing menyalak ketika dia lewat. Mereka semua kenal padanya. Dia
melangkah cepat menyebrang sungai kecil di pinggir jalan, memanjat pematang
sawah di pinggir sungai, dan meniti dengan cekatan di atas pematang sawah yang
sempit. Sawah berlapis-lapis meninggi di punggung bukit.
Kabut pagi masih rendah di puncak-puncak bukit, dan angin pagi bertiup
dengan lembut. Dia menghirup udara dalam-dalam, menahan napasnya beberapa
lama dan kemudian menghembuskan udara ke luar dari paru-parunya, hingga paru-
parunya terasa kosong. Sambil melakukan demikian dia terus juga melangkah
dengan kuat dan teratur menyesuaikan langkahnya dengan keluar masuknya napas.
Dia merasa darahnya mengalir panas, jantungnya memukul kuat, dan otot-ototnya
mulai kendur dan panas, kekakuan badan setelah tidur satu malam mulai hilang dari
badannya. Ketika dia tiba di sebuah tegalan yang rata dengan puncak bukit dia
berhenti di tengah dan melihat berkeliling.
Subuh telah tiba. Udara mulai agak terang. Setelah dia yakin tak ada orang
lain di tempat itu, dia berdiri mengambil sikap silatnya, menghadap tempat matahari
terbit, dan perlahan-lahan digerakannya tangannya, kakinya, badannya, dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
gerakan silat yang tenang tetapi lancar, dan perlahan-lahan kecepatan gerakan
tangan dan kakinya serta badannya ditinggikannya, hingga satu saat dalam remang
dini hari itu, yang terlihat hanya gerakan-gerakan sosok hitam yang amat cepat.
Orang yang tiba-tiba datang dan melihat bayangan hitam yang bergerak berputar,
melompat ke atas, merendahkan badannya hingga ke tanah itu tentu amat terkejut,
dan tidak akan mengenal bahwa sosok hitam yang bergerak-gerak amat cepat itu
seorang manusia.
Setelah merasa keringatnya mulai mengalir, dia memperlambat gerakannya,
dan kemudian dia berhenti, menghadap matahari yang mulai kelihatan di balik
bukit-bukit yang jauh yang ditumbuhi hutan jati. Dia mengucapkan doa, mohon
perlindungan, keselamatan dan kekuatan dari yang Mahakuasa. Setelah itu dia
berdiri santai. Dalam hati dia merasa senang, betapa setelah berlatih demikian itu
napasnya tetap seperti biasa. Dia sama sekali tidak merasa terengah-engah. Kini
seluruh badannya, seluruh otot-ototnya telah bangun, dan siap. Demikian seluruh
pancaindranya. Matanya, telinganya, seluruh permukaan kulitnya, semua bangun
dan waspada.
Keyakinan pada kekuatan dirinya, pada kemahiran ilmu silatnya memenuhi
dirinya. Kemudian dengan tiba-tiba dia berpaling dan melangkah cepat mendaki ke
puncak bukit. Dia mendaki sebuah bukit lagi, masuk ke dalam hutan jati, dan
hampir sejam kemudian dia tiba di tengah hutan jati, dan mulai melangkah hati-hati
menjaga agar kakinya jangan menginjak ranting mati dan kering, atau daun jati
yang kering yang bertebaran di tanah. Di sinilah tempat mereka bertemu sebagai
yang dijanjikan. Dengan tajam matanya memandang berkeliling. Tidak ada sesuatu
yang ganjil terlihat olehnya.
Di tempat terbuka yang kecil di tengah hutan jati udara agak lebih terang
sedikit dari pada di antara pohon-pohon jati. Dia berlindung dibalik sebuah pohon
jati, membungkukkan badannya ke tanah, dan tangannya meraih sebuah ranting
kayu yang kering. Dengan pergelangan tangannya dilontarkannya ranting mengenai
sebuah pohon. Bunyi ranting berdetak mengenai pohon terasa keras dalam sepi
hutan jati. Bunyi itu segera disusul oleh bunyi lain dari atas pohon. Seekor burung
merak terkejut dari tidurnya, dan melompat terbang ke udara, pindah jauh ke pohon
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
yang lain. Pada saat yang sama sudut mata kirinya melihat sebuah bayangan
bergerak, menghilang di balik pohon, kira-kira tiga meter ke sebelah kirinya. Dia
tersenyum. Dia merasa senang lawannya merasa perlu berhati-hati menghadapinya.
Perlahan-lahan dia menjatuhkan badannya ke tanah, menyatukan diri dengan
bayang-bayang gelap yang dilontarkan pohon-pohon jati di tanah, dan mendekati
pohon yang di belakangnya bersembunyi sosok tubuh yang di lihatnya tadi.
Dia masih tinggal satu setengah meter lagi dari pohon, ketika tiba-tiba sebuah
gerak cepat berwarna hitam muncul dari balik pohon, cepat dan keras menuju
dirinya, diiringi sebuah teriakan yang tidak terlalu keras, tetapi bunyi yang tajam
dan mengejutkan. Bagi orang yang tidak berpengalaman dengan perkelahian silat,
bunyi itu cukup untuk membekukan dirinya beberapa saat, sebelum dia dapat
bergerak kembali. Dan dalam perkelahian silat, beku bergerak beberapa saat sudah
dapat menjadi penyebab kekalahan, bahkan kematian.
Tetapi dia seorang juru silat berpengalaman. Umurnya telah tiga puluh lima
tahun dan di belajar silat sejak berumur sepuluh tahun. Gurunya yang pertama
adalah ayahnya sendiri, seorang Bromocorah yang ditakuti. Dan kemudian dia telah
berkeliling ke seluruh pulau jawa menuntut ilmu silat dengan guru-guru silat di
berbagai daerah. Ayahnya meninggal dalam perkelahian satu lawan lima. Tiga
lawannya tewas dan yang dua lagi luka-luka parah. Waktu itu umur ayahnya telah
enam puluh dua tahun. Sungguh suatu kebanggaan bagi keluarga dan desa mereka.
Itu lima tahun yang lalu. Dan kini dia menggantikan ayahnya, jadi orang yang
disegani dan ditakuti bukan saja di kampunya, tetapi di beberapa kampung di
daerahnya. Ayahnya selalu mengajarnya agar dia melindungi kampung mereka.
Jangan mengambil sesuatu dari rakyat kampung sendiri dan kampung-kampung
yang berdekatan, karena kampung mereka dan kampung-kampung berdekatan
adalah tempat mereka hidup, dan tempat mereka berlindung. Ambillah dari
kampung-kampung yang lebih jauh.
Dia seorang juru silat yang berpengalaman. Begitu dia melihat gerak hitam
muncul dari balik pohon menujunya, dengan cepat dia menggeliatkan badannya,
mengelakkan serangan, dan angin kaki yang hendak menghantam kepalanya terasa
lewat di depan keningnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Dengan cepat dia melakukan serangan kembali, mengayunkan kakinya,
mengait kaki lawanya yang baru tiba di tanah, hendak menjatuhkan lawannya.
Tetapi lawannya cepat mengangkat kakinya, menghindarkan serangan yang
berbahaya itu, dan lawannya mundur selangkah ke arah tempat terbuka, dan dia
melompat berdiri, dan menendangkan kakinya ke arah dada lawannya, yang
menangkisnya dengan tangangannya, dan mundur selangkah lagi, dan dia
meneruskan serangannya dengan pukulan tangan kiri dan kanannya bertubi-tubi,
menekan dan mendesak lawannya sampai ke tengah tempat terbuka, dan tiba-tiba
dia berhenti menyerang, dan berucap.
“Aku senang kau datang Dik. Kau berani. Apakah kau hendak teruskan
tantanganmu ini?”
“Langkah sudah dilangkahkan Mas, aku tak akan mundur.”
“ baiklah, tetapi aku hendak bicara dahulu sedikit.”
“Silahkan Mas.”
“Dik, kau orang baru masuk ke daerah kami. Jika hendak mencari nafkah
jangan ke desa kami, dan desa-desa lain di sini. Masih banyak daerah lain tempat
mencari nafkah. Pergilah baik-baik. Kita semua sama-sama mencari hidup dengan
cara kita. Tetapi aku harus membela daerah ini, jika orang lain mencoba masuk.
Aku undang kau kemari untuk menyampaikan ini.
Lawannya yang kelihatan lebih muda dari dia berkata “Saya mengerti Mas,
tapi aku tidak bisa mundur.”
“Sayang Adik masih muda. Kalau aku ajak kau ikut dengan aku?”
“Tidak Mas, aku tidak hendak diperintah siapa pun juga.”
“Sayang,” katanya lagi, “karena orang seperti kita seharusnya tidak saling
bermusuhan dan berbunuhan. Kita punya nasib yang sama. Kita bukankah orang-
orang terbuang, sejak tanah-tanah nenek moyang kita dirampas dari tangan mereka,
dan kita harus turun-temurun hidup dalam keberanian dan keahlian kita berkelahi?
Hanya itu modal kita. Kau sudah beristri Dik?” tanyanya.
“Belum.”
“Oh, karena itu engkau tidak mau berpikir lebih panjang sedikit. Masihkah
kau hendak meneruskan ini?”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Tiba-tiba lawan melompat menyerang, dia mengelak cepat, dan lawannya
berkata “Cukup Mas, kata-kata tidak menyelesaikan perkara antara kita.”
Dan mereka berhantam lagi beberapa jurus. Ternyata lawannya cukup
tangguh, kuat dan cepat. Beberapa kali dia terdesak, akan tetapi pengalamannya
melepaskannya dari desakan.
Sesekali dia melakukan penyerangan, bertubi-tubi, tendangan, pukulan
tangan kanan dan kiri, tendangan waktu membalikkan badan, semua dilakukan
untuk mengukur keampuhan lawannya. Dia senang melihat napasnya tidak
terengah-engah. Dia senang merasa peluh mengalir membasahi badannya. Setelah
lima belas menit kedua pihak saling mencoba mencari tempat masuk melalui
pertahanan masing-masing, dia merasa kondisi badannya, kesigapannya,
kecepatannya, dan kemampuannya telah berkembang mencapai puncak.
Tiba-tiba dia menghentikan serangannya, dan berhenti, berdiri tenang,
bersikap siap sedia, matanya betaut ke mata lawannya.
Lawan merasa sesuatu berubah. Perkelahian mereka seakan mencapai taraf
baru, yang menentukan. Lawannya jadi berhati-hati, bergerak perlahan, siap
membela diri atau menyerang, melangkah perlahan mengelilinginya, dan dia ikut
memutar badannya mengikuti gerak dan langkah lawannya.
Dia merasa tenang dan tentram dalam dirinya, napasnya mengalir dengan
teratur, dan tiap dia menarik napas, dia merasa kekuatan dalam dirinya bertambah
besar, dan dia memerintahkan dengan kemauannya agar kekuatan yang berkumpul
dalam dirinya mengalir ke kedua kakinya, sampai ke ujung kakinya, ke dua
tangannya sampai ke ujung jari-jarinya, dan ke seluruh relung tubuhnya. Dia merasa
kuat, kuat, kuat, dan tiba-tiba seluruh kekuatan diledakkannya, dia melompat
menyerang, kakinya, kiri dan kanan, tangannya, kiri dan kanan, kepalan tinjunya
semua bergerak dengan cepat.
Lawannya tak kurang tangguhnya. Serangan tendangan dan pukulan-pukulan
pertama yang datang dengan cepat dielakkannya dengan baik, serangan datang
bertambah cepat, terus juga ditahan dan dielakkannya serangan yang datang
bertambah cepat, bertambah cepat, dan bertambah cepat, satu pukulan masuk,
masuk lagi, masuk..... lawannya terhoyong sedikit, segera memperbaiki sikap dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
pertahanannya, tetapi pertahanan lawan telah dapat digoyahkannya, dan dia terus
menyerang, lebih cepat, lebih cepat, dan sebuah tendangan masuk lawannya
terdorong ke belakang, berdiri goyah, dan sebuah lagi tendangan dilepaskan, dan
lawannya jatuh ke tanah dan dia melompat mendekati kepala lawannya, sebelah
kakinya terangkat akibat melepaskan tendangan ke kepala lawannya, tetapi sesuatu
menahannya, dan dia menurunkan kakinya ke tanah.
Lawannya mencoba mengangkat badannya, tetapi jatuh kembali. Kemudian
dia membuka matanya dan memandang pada lawannya yang telah
mengalahkannya.
“Mengapa Mas tidak sudahi?” pintanya.
“Kau masih muda Dik, pergilah.” Dia membalikkan badannya, dan
melangkah ke dalam hutan jati, menuruni bukit, dan melintasi sawah, jauh dari
orang-orang kampung yang sudah mulai bekerja.
Dia tahu akibat apa yang telah dilakukannya. Kemungkinan besar lawannya
akan mendendamnya seumur hidup dan akan selalu mencoba membalas dendamnya
itu, mencoba membunuhnya. Yang paling baik seharusnya dilakukannya adalah
membunuh lawannya. Bukannya dia tak pernah membunuh orang. Sejak ayahnya
meninggal dia telah membunuh tiga orang. Ayahnya sendiri dikabarkan sedikitnya
telah membunuh dua belas orang selama hidupnya.
Tetapi tadi ketika dia hendak melepaskan tendangan mautnya ke kepala
lawannya, tiba-tiba saja di matanya terbayang anaknya yang masih tidur berselimut
kain sarung sampai ke kepala. Sejak anaknya jadi besar, dan telah mulai bersekolah,
dia merasa tak ingin anaknya menggantikannya, dan mengikuti cara hidupnya.
Hidup yang bertumpu pada kejagoan berkelahi, kejagoan membunuh, merampok,
mencuri, hidup dengan perbuatan yang satu hari harus dibayar dengan nyawa atau
hukuman penjara. Benang merah kehidupan mereka turun-temurun harus
diputuskan dengan diriku, katanya pada dirinya sendiri. Dia gemetar takut
membayangkan seandainya anaknya yang dewasa, seorang muda, yang tergeletak
dalam tempat terbuka di hutan jati, menunggu tendangan maut ke kepala, seperti
yang terjadi tadi dengan lawannya. Dia teringat pada istrinya, ibu anaknya. Dan
pada waktu yang bersamaan dia merasa pula tak berdaya mengubah hidupnya. Dia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
ingat, ketika dia mengembara menuntut ilmu silat, di berbagai tempat bertemu
dengan bermacam orang, dan dalam berbagai percakapan ada yang menggatakan,
bahwa nasib orang kecil, orang yang tak memiliki tanah, tani yang menggarap tanah
milik orang lain, mereka yang menganggur di desa-desa, nasib mereka hanya dapat
diperbaiki jika susunan masyarakat diubah, dan tanah dibagi-bagi pula pada mereka
yang tidak punya tanah. Banyak tanah rakyat dahulu, kata mereka, dirampas oleh
orang Belanda, dijadikan tanah-tanah perkebunan besar. Akibatnya, rakyat banyak
yang tidak memiliki tanah lagi.
Mendengar kata-kata demikian, hatinya merasa penuh harap, akan tetapi
harapannya tidak kunjung berubah, dan kini dia merasa harapan itu hanya akan
tinggal harapan saja.
Tiba di jalan ke kampungnya, dia berpapasan dengan orang kampung, yang
menyapanya, dan dia membalas menyapa mereka kembali. Tetapi selalu dia
merasa, bahwa meskipun dia warga kampung mereka, namun, dia berada di luar
masyarakat kampung. Dia juga merasa bimbang apakah dia akan mengajarkan
anaknya ilmu silat. Anaknya telah berumur delapan tahun, dan sebenarnya telah
dapat mulai belajar ilmu silat. Tetapi jika dia mengajar anaknya ilmu silat, pastilah
anaknya akan mengikuti jejaknya, seperti dia mengikuti jejak ayahnya, dan seperti
ayahnya mengikuti jejak neneknya, dan neneknya mengikuti jejak ayahnya, dan
demikian seterusnya. Sebaliknya seandainya dia tidak menurunkan ilmu silatnya
pada ananya, akan jadi apa nanti anaknya? Mereka tidak punya tanah, kecuali
sepotong kecil tanah tempat rumah mereka berdiri. Anaknya akan jadi penganggur
di desa? Anaknya akan jadi tani penggarap tanah milik orang lain, hidup penuh
kemeralatan tanpa harapan sepanjang umurnya?
Ketika dia tiba di rumahnya, anaknya telah pergi sekolah, dan istrinya telah
menyediakan sarapan pagi untuknya. Istrinya tidak bertanya kemana dia pagi-pagi
buta telah meninggalkan rumah. Istrinya tidak pernah bertanya kemana dia pergi,
dan apa yang dilakukannya. Istrinya tak pernah menanyakan dari mana dia
mendapat uang, yang sewaktu-waktu diberikannya pada istrinya. Sesekali banyak,
sering sedikit, dan terkadang cukup lama dia tidak memberi uang. Istrinya telah
biasa untuk menjaga agar belanja dapur mereka diulur selama mungkin. Dia sendiri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
tiap kesempatan ada bekerja, membantu panen di sawah, menumbuk beras, ah, tak
banyak kerja tersedia dalam desa. Sorenya, ketika mereka makan, dia berkata pada
istrinya, “Aku sudah pikir-pikir, hidup kita begini tidak bisa terus. Kita tidak punya
apa-apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-apa.
Sebulan kemudian dia pergi ke kantor lurah, dan mencatatkan dirinya, istri
dan anaknya untuk calon transmigran ke luar jawa.
Setelah tiga bulan dia tidak juga mendapat berita, dan lurah tidak dapat
memberikan penjelasan padanya, sedang beberapa kepala keluarga di kampungnya
dan beberapa kampung berdekatan telah berangkat, dia mencari sendiri keterangan.
Seorang pegawai kecamatan yang dikenalnya akhirnya menunjukkan padanya
bahwa dia ditolak sebagai transmigran dengan alasan, karena dia dikenal sebagai
seorang...bromocorah!
Dia tidak terkejut. Dia telah menduga demikian. Sebagai telah
dibayangkannya sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada jalan keluar. Hanya kalau
masyarakatnya bisa berubah, baru hidupnya bisa berubah.
Dia kembali kerumahnya. Setelah anaknya pulang sekolah, petang hari di
ajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat puncak bukit jauh di luar desa. “ayo, tole”
dan dia mulai mengajarkan anaknya ilmu silatnya!
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
DATA PENELITIAN
ANALISIS FAKTA CERITA, SARANA SASTRA,
DAN TEMA DALAM CERPEN “BROMOCORAH”
KARYA MOCHTAR LUBIS
Oleh : Stefanus Toni Kurniawan (151224055)
Pembimbing : Drs. P. Hariyanto, M.Pd.
Petunjuk Trianggulasi:
1. Trianggulator memberikan tanda centang (√) pada kolom Setuju atau Tidak setuju untuk menggambarkan penilaian Anda.
2. Berilah catatan pada kolom komentar untuk membantu kebenaran dari hasil analisis fakta cerita, sarana sastra, dan tema dalam
cerpen “Bromocorah”.
3. Setelah mengisi tabulasi data, trianggulator dimohon untuk membubuhi tanda tangan
4. Atas ketersediaan Ibu untuk mengisi trianggulasi ini, saya ucapkan terima kasih.
Keterangan :
1. K.1 = Kutipan nomor 1
2. K.2 = Kutipan nomor 2
3. K.3 = Kutipan nomor 3
4. K.4 = Kutipan nomor 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Karakter pada konteks pertama: Karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita. Karakter yang terdapat pada
cerpen “Bromocorah” ini ada enam yaitu dia, istri, anak, lawan, warga kampung, dan pegawai kecamatan seperti pada kutipan
berikut:
No Kutipan Keterangan hasil analisis Setuju Tidak
setuju Komentar
1 (K.1) Dia bangun pagi-pagi benar keluar
diam-diam dari kamar tidur,
meninggalkan istrinya yang masih tidur
tanpa membangunkannya. Dia telah
terlatih untuk bergerak diam-diam tanpa
bunyi.
Karakter dia disini adalah seorang yang
rajin untuk bangun pagi hari tanpa
membangunkan istrinya yang masih
terlelap tidur di dalam aktivitasnya di
pagi hari.
2 (K.2) Dengan cepat dia melakukan
serangan kembali, mengayunkan
kakinya, mengait kaki lawannya yang
baru tiba di tanah, hendak menjatuhkan
lawannya.
Karakter dia dalam kutipan ini
mempunyai sikap yang cekatan dalam
menyerang kembali lawannya.
3 (K.3) Sejak anaknya jadi besar, dan telah
mulai bersekolah, dia merasa tak ingin
anaknya menggantikannya, dan
mengikuti cara hidupnya.
Di dalam kutipan, dia mempunyai
karakter yang peduli terhadap anaknya
mengenai kehidupan anaknya kelak,
supaya tidak mengikuti cara hidupnya.
4 (K.4) Tiba di jalan kampungnya, dia
berpapaan dengan orang kampung, yang
menyapanya, dan dia membalas
menyapa mereka kembali. Tetapi selalu
dia merasa, bahwa meskipun dia warga
Karakter dia disini sopan dan ramah
terhadap orang yang menyapanya
karena dia membalas sapaan orang
kampung yang menyapanya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
kampung mereka, namun, dia berada di
luar masyarakat kampung.
5 (K.5) Sorenya, ketika mereka makan, dia
berkata pada istrinya, aku sudah pikir-
pikir, hidup kita begini tidak bisa terus.
Kita tidak punya apa-apa.
Karakter dia disini mempunyai karakter
pemikir. Di mana karakter memikirkan
kehidupan keluarganya agar dapat
berubah menjadi lebih baik.
6 (K.6) Seorang pegawai kantor
kecamatan yang dikenalnya akhirnya
menunjukkan padanya bahwa dia ditolak
sebagai transmigran dengan alasan,
karena dia dikenal sebagai seorang
bromocorah. Dia tidak terkejut. Dia telah
menduga demikian.
Dia mempunyai karakter yang besar
hati untuk menerima keputusan yang di
sampaikan seorang pegawai kantor
kecamatan yang dikenalnya dan dia
tidak terkejut karena dia sudah
mempunyai pikiran bahwa dia ditolak
sebagai transmigran.
7 (K.7) Ketika dia tiba di rumahnya,
anaknya telah pergi sekolah, dan istrinya
telah menyediakan sarapan pagi
untuknya. Istrinya tidak bertanya
kemana dia pagi-pagi buta telah
meninggalkan rumah. Istrinya tidak
pernah bertanya kemana dia pergi, dan
apa yang dilakukannya. Istrinya tak
pernah menanyakan dari mana dia
mendapat uang, yang sewaktu-waktu
diberikannya pada istrinya. Sesekali
banyak, sering sedikit, dan terkadang
cukup lama dia tidak memberi uang.
Istrinya telah biasa untuk menjaga agar
belanja dapur mereka diulur selama
Karakter istri disini berhati baik karena
sudah menyediakan sarapan pagi, cuek
atau pendiam karena istri tidak
menanyakan karakter dia kemana dia
pergi, sabar dan hemat karena istri
telah terbiasa untuk menjaga agar
belanja dapur diulur selama mungkin
karena karakter dia tidak menentu dalam
memberikan jumlah uang kepada
istrinya dengan hidup yang pas-passan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
mungkin. Dia sendiri tiap kesempatan
ada bekerja, membantu panen di sawah,
menumbuk beras, ah, tak banyak kerja
tersedia dalam desa. Sorenya, ketika
mereka makan, dia berkata pada istrinya,
“Aku sudah pikir-pikir, hidup kita begini
tidak bisa terus. Kita tidak punya apa-
apa.” Istrinya diam, tidak berkata apa-
apa
8 (K.8) Dia kembali ke rumahnya. Setelah
anaknya pulang sekolah, petang hari di
ajaknya anaknya ke tegalan sepi dekat
puncak bukit jauh di luar desa. “ayo,
tole” dan dia mulai mengajarkan
anaknya ilmu silatnya!
Anak memiliki karakter yang patuh
terhadap orang tua.
9 (K.9) Aku senang kau datang Dik. Kau
berani. Apakah kau hendak teruskan
tantanganmu ini? Langkah sudah
dilangkahkan Mas, aku tak akan
mundur.
Karakter lawan dalam kutipan adalah
pemberani dan pantang menyerah.
Lawan berani melawan seorang juru
silat yang berpengalaman di saat dia dan
lawannya bertemu. Karakter lawan yang
pantang menyerah terlihat dari
percakapannya yang tidak akan mendur
untuk melawan dia.
10 (K.10) Tiba di jalan ke kampungnya, dia
berpapasan dengan orang kampung,
Warga kampung mempunyai karakter
yang ramah. Hal ini ditunjukkan ketika
warga kampung yang menyapa dia di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
yang menyapanya, dan dia membalas
menyapa mereka kembali
saat dia sedang berjalan di jalan
kampungnya.
11 (K.11) Seorang pegawai kecamatan
yang dikenalnya akhirnya menunjukkan
padanya bahwa dia ditolak sebagai
transmigran dengan alasan, karena dia
dikenal sebagai seorang...bromocorah!
Pegawai kantor kecamatan adalah
seseorang yang baik karena telah
memberitahukan dia mengenai
penolakannya dalam transmigran
Karakter pada konteks kedua: Karakter merujuk percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari
individu-individu tersebut. Karakter dia mempunyai empat karakter terhadap keinginan, emosi, moral, dan kepentingan dan keinginan
seperti pada kutipan berikut:
No Kutipan Keterangan hasil analisis Setuju Tidak
setuju Komentar
12 (K.12) Sorenya, ketika mereka makan,
dia berkata pada istrinya, aku sudah pikir-
pikir, hidup kita begini tidak bisa terus.
Kita tidak punya apa-apa.
Karakter dia mempunyai keinginan
untuk membuat kehidupan keluarganya
lebih baik lagi.
13 (K.13) Oh..karena itu engkau tidak mau
berpikir lebih panjang sedikit. Masihkah
kau hendak meneruskan ini? Tiba-tiba
lawannya melompat menyerang, dia
mengelak cepat, dan lawannya berkata.
“Cukup Mas, kata-kata tidak
menyelesaikan perkara antara kita.” Dan
mereka berhantam lagi beberapa jurus.
Karakter dia mempunyai keinginan
untuk menyudahi perkelahian dengan
lawannya namun, lawan tetap saja ingin
menyerang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
14 (K.14) Sejak anaknya jadi besar, dan
telah mulai bersekolah, dia merasa tak
ingin anaknya menggantikannya, dan
mengikuti cara hidupnya. Hidup yang
bertumpu pada kejagoan berkelahi,
kejagoan membunuh, merampok,
mencuri, hidup dengan perbuatan yang
satu hari harus dibayar dengan nyawa
atau hukuman penjara.
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa
dia memiliki emosi, emosi cinta yang
kuat terhadap anaknya. Emosi cinta
tersebut ditunjukkan dengan kepedulian
dan rasa sayangnya dengan masa depan
anaknya.
15 (K.15) Tiba di jalan ke kampungnya, dia
berpapasan dengan orang kampung, yang
menyapanya, dan dia membalas menyapa
mereka kembali.
Karakter dia memiliki nilai moral yang
baik di masyarakat. Karakter
menunjukkan nilai moralnya dengan
cara membalas sapaan dari orang
kampung yang menyapanya di jalan.
Prinsip moral yang dapat diambil
adalah, pentingnya kehidupan manusia
jika saling menyapa satu sama lain agar
kehidupan dimasyarakat tetap sejahtera
atau baik.
16 (K.16) Sebulan kemudian dia pergi
kekantor lurah, dan mencatatkan dirinya,
istri, dan anaknya untuk calon
transmigran ke luar Jawa. Setelah tiga
bulan dia tidak dapat berita, dia mencari
sendiri keterangan. Seorang pegawai
kecamatan yang dikenalnya akhirnya
menunjukkan padanya bahwa dia ditolak
Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa
dia memiliki kepentingan dalam
tindakannya mendaftarkan keluarganya
sebagai calon transmigran dan
keinginannya untuk membuat
perubahan kondisi terhadap
keluarganya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
sebagai transmigran dengan alasan,
karena dia dikenal sebagai
seorang...bromocorah!
Dia tidak terkejut. Dia telah menduga
demikian. Sebagai telah dibayangkannya
sendiri, bagi orang seperti dia, tidak ada
jalan keluar. Hanya kalau masyarakatnya
bisa berubah, baru hidupnya bisa
berubah.
Karakter utama: Serangkaian peristiwa tempat mereka muncul baik sebagai pemenang atau pun sebagai yang kalah, senang atau tidak
senang, lebih kaya atau lebih miskin, lebih baik atau lebih jelek. Karakter utama adalah dia seperti pada kutipan berikut:
No Kutipan Keterangan hasil analisis Setuju Tidak
setuju Komentar
17 (K.1), (K.2), (K.3), (K.4), (K.5), (K.6),
(K.7), (K.8), (K.9), (K.10), (K.11),
(K.12), (K.13), (K.14), (K.15), dan
(K.16)
Karakter utama dalam cerpen
“Bromocorah” adalah dia. Hal ini,
karena karakter dia selalu muncul di
setiap atau seluruh rangkaian peristiwa
yang terjadi di dalam cerpen.
Karakter penunjang: Merupakan peranan yang sedikit maupun yang kurang penting, dapat timbul muncul dalam seluruh adegan atau
pun menghilang sesudah berperan dalam satu adegan. Karakter penunjang disini ada lima yaitu istri, anak, lawan, warga kampung, dan
pegawai kecamatan. Setiap karakter penunjang memiliki karakternya masing-masing seperti pada kutipan berikut:
No Kutipan Keterangan hasil analisis Setuju Tidak
setuju Komentar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
18 (K.7) Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” adalah istri.
Hal itu, karena istri hanya muncul sesekali pada cerita.
Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia tiba di
rumah, saat itu karakter istri telah menyediakan sarapan
pagi untuknya, dan pada sore hari ketika karakter dia
berbicara dengan karakter istri.
19 (K.8) Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” selanjutnya
adalah anak. Hal itu, karena anak hanya muncul sekali
pada cerita. Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia
mengajak karakter anak untuk berlatih ilmu silat
bersamanya.
20 (K.9) Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” selanjutnya
adalah lawan. Hal itu, karena karakter lawan hanya
muncul dalam satu adegan. Kehadirannya tanpak pada
saat karakter dia berkonflik dengan karakter lawan.
21 (K.10) Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” selanjutnya
adalah warga kampung. Hal ini, karena karakter warga
kampung hanya muncul sedikit bahkan kurang penting
dalam kemunculannya. Kehadirannya tanpak pada saat
karakter dia berjalan di jalan kampungnya dan karakter
warga kampung sekedar menyapanya.
22 (K.11) Karakter penunjang cerpen “Bromocorah” selanjutnya
adalah pegawai kecamatan. Hal ini, karena karakter
pegawai kecamatan hanya muncul sekali.
Kehadirannya tanpak pada saat karakter dia menemui
karakter pegawai kecamatan hanya untuk menanyakan
soal tranmigran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Latar adalah lingkungan yang meliputi sebuah peristiwa dalam cerita yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar terbagi atas tiga bagian yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial seperti pada kutipan berikut:
Latar tempat: Deskripsi tempat suatu peristiwa cerita terjadi.
No Hasil analisis Keterangan hasil analisis Setuju Tidak
setuju Keterangan
40 (K.33) Dia bangun pagi-pagi benar
keluar diam-diam dari kamar tidur,
meninggalkan istrinya yang masih
tertidur tanpa membangunkannya. ... Dia
membuka pintu kamar perlahan-lahan,
juga tanpa bunyi, mengambil celana dan
baju hitamnya, serta ikat pinggang
besarnya, yang teronggok di atas bangku
dekat pintu, mengenakan sandal
kulitnya, dan menutup pintu kembali.
Pada kutipan tersebut menunjukkan kamar
tidur merupakan latar tempatnya.
41 (K.34) Dia membuka pintu belakang,
dan mencuci mukanya dengan air dalam
tempayan besar di depan dapur. Cepat
dia berpakaian, dan kemudian
melangkah cepat ke luar desa.
Latar terjadi di depan dapur, saat dia mencuci
muka.
42 (K.35) Dia melangkah cepat
menyebrangi sungai kecil di pinggir
jalan, memanjat pematang sawah di
pinggir sungai, dan meniti dengan
cekatan di atas pematang sawah yang
sempit.
Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat
terjadi di sungai kecil yang berada di pinggir
jalan dan pematang sawah yang berada di
pinggir sungai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
43 (K.36) Kabut pagi masih rendah di puncak-
puncak bukit, dan angin pagi bertiup
dengan lembut. Dia menghirup udara
dalam-dalam, menahan napasnya beberapa
lama dan kemudian menghembuskan udara
ke luar dari paru-parunya, hingga paru-
parunya terasa kosong. Sambil melakukan
demikian dia terus juga melangkah dengan
kuat dan teratur menyesuaikan langkahnya
dengan keluar masuknya napas.
Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat
yang berada di puncak-puncak bukit.
44 (K.37) Ketika dia tiba di sebuah tegalan
yang rata dengan puncak bukit dia berhenti
di tengah dan melihat berkeliling. Setelah
dia yakin tak ada orang lain di tempat itu,
dia berdiri mengambil sikap silatnya,
menghadap ke arah tempat matahari terbit,
dan perlahan-lahan digerakannya
tangannya, kakinya, badannya, dalam
gerakan silat yang tenang tetapi lancar, dan
perlahan-lahan kecepatan gerakan tangan
dan kakinya, serta badannya
ditinggikannya, sehingga pada satu saat
dalam remang dini hari itu, yang terlihat
hanya gerakan-gerakan sosok hitam yang
amat cepat.
Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat
tegalan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
45 (K.38) Dia mendaki sebuah bukit lagi,
masuk kedalam hutan jati, dan hampir
sejam kemudian dia tiba di tengah hutan
jati, dan mulai melangkah hati-hati
menjaga agar kakinya jangan menginjak
ranting mati dan kering, atau daun jati
kering yang bertebaran di tanah.
Pada kutipan tersebut menunjukkan latar
tempat berada di tengah hutan jati.
46 (K.39) Tiba di jalan ke kampungnya, dia
berpapasan dengan orang kampung, yang
menyapanya, dan dia membalas menyapa
mereka kembali. Tetapi selalu dia merasa,
bahwa meskipun dia warga kampung
mereka, namun, dia berada di luar
masyarakat kampung.
Kutipan tersebut menunjukkan latar tempat
jalan, jalan menuju kampungnya.
47 (K.40) Ketika dia tiba di rumahnya,
anaknya telah pergi sekolah, dan istrinya
telah menyediakan sarapan pagi untuknya.
Kutipan di atas menunjukkan latar berada di
rumah.
48 (K.41) Sebulan kemudian dia pergi ke
kantor lurah, dan mencatatkan dirinya, istri
dan anaknya untuk calon transmigran ke
luar jawa.
Kutipan menunjukkan latar berada di kantor
lurah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Latar waktu: Terjadinya peristiwa secara historis berupa jam, hari, tanggal, bulan, tahun, bahkan zaman.
No Hasil analisis Keterangan hasil analisis Setuju
Tidak
setuju Keterangan
49 (K.42) Subuh telah tiba. Udara mulai
agak terang. Setelah dia yakin tak ada
orang lain di tempat itu, dia berdiri
mengambil sikap silatnya, menghadap
ke arah tempat matahari terbit, dan
perlahan-lahan digerakannya
tangannya, kakinya, badannya, dalam
gerakan silat yang tenang tetapi
lancar, dan perlahan-lahan kecepatan
gerakan tangan dan kakinya, serta
badannya ditinggikannya, sehingga
pada satu saat dalam remang dini hari
itu, yang terlihat hanya gerakan-
gerakan sosok hitam yang amat cepat.
Kutipan menunjukkan latar waktu pada subuh
hari. Karakter dia dalam cerita ini sedang
menceritakan keadaan waktu subuh hari, waktu ia
berlatih silat.
50 (K.43) Tetapi dia seorang juru silat
yang berpengalaman. Umurnya telah
tiga puluh lima tahun dan dia belajar
silat sejak berumur sepuluh tahun.
Gurunya yang pertama adalah
ayahnya sendiri, seorang bromocorah
yang ditakuti. Dan kemudian dia telah
berkeliling ke seluruh Pulau Jawa
menuntut ilmu silat dengan guru-guru
silat di berbagai daerah.
Kutipan tersebut memberitahu bahwa ada peristiwa
latar waktu kejadian di umur sepuluh tahun
hingga umurnya sekarang yaitu tiga puluh lima
tahun. Masa kecilnya, dia belajar silat, hingga
akhirnya sekarang dia menjadi seorang juru silat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
51 (K.44) Ketika dia tiba di rumahnya,
anaknya telah pergi sekolah, dan
istrinya telah menyediakan sarapan
pagi untuknya.
Kutipan tersebut menggambarkan suasana latar
waktu pagi hari.
52 (K.45) Sorenya, ketika mereka
makan, dia berkata pada istrinya,
“Aku sudah pikir-pikir, hidup kita
begini tidak bisa terus. Kita tidak
punya apa-apa.” Istrinya diam, tidak
berkata apa-apa.
Pada kutipan menunjukkan latar waktu pada sore
hari.
53 (K.46) Sebulan kemudian dia pergi ke
kantor lurah, dan mencatatkan dirinya,
istri dan anaknya untuk calon
transmigran ke luar jawa.
Kutipan menceritakan kejadian latar waktu pada
satu bulan, karakter dia mencatatkan dirinya untuk
mendaftarkan keluarganya sebagai calon
transmigran
54 (K.47) Setelah tiga bulan dia tidak
juga mendapat berita, dan lurah tidak
dapat memberikan penjelasan
padanya, sedang beberapa kepala
keluarga di kampungnya dan beberapa
kampung berdekatan telah berangkat,
dia mencari sendiri keterangan.
Seorang pegawai kecamatan yang
dikenalnya akhirnya menunjukkan
padanya bahwa dia ditolak sebagai
transmigran dengan alasan, karena dia
dikenal sebagai
seorang...bromocorah!
Kutipan menceritakan kejadian latar waktu pada
tiga bulan kemudian, karakter dia ditolak sebagai
transmigran karena dia dikenal sebagai seorang
bromocorah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
Ironi: Ada dua jenis ironi. Pertama, ironi dramatis, biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan dan realitas, antara
maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Kedua, tone ironis,
digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan cara berkebalikan.
No Unsur Hasil analisis Keterangan hasil analisis Setuju Tidak
setuju Komentar
73 Ironi
dramatis/
alur
(K.74) Seorang pegawai kantor
kecamatan menunjukkan
padanya bahwa dia ditolak
sebagai transmigran dengan
alasan, karena dia dikenal
sebagai seorang... bromocorah!
Dia tidak terkejut. Dia telah
menduga demikian. Sebagai
telah dibayangkannya sendiri,
bagi orang seperti dia, tidak ada
jalan keluar. Hanya kalau
masyarakatnya bisa berubah,
baru hidupnya bisa berubah
Kutipan tersebut memperlihatkan ironi
dramatis atau ironi alur yang dimana situasi
muncul melalui maksud dan tujuan seorang
karakter dia dengan hasilnya, atau antara
harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Karakter dia mendaftarkan diri sebagai calon
transmigran bermaksud untuk mengubah
hidupnya. Namun, hasilnya karakter dia
ditolak sebagai transmigran.
74 Tone
ironis/iro
ni verbal
Ironi jenis ini tidak terdapat pada cerita.
Karena isi cerita dari cerpen Bromocorah tidak
mengandung makna berkebalikan disetiap
alurnya melainkan makna sesungguhnya yang
dimana cerpen Bromocorah menceritakan
kehidupannya yang sesungguhnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
BIODATA PENULIS
Stefanus Toni Kurniawan lahir di Tangerang, 09 Oktober
1996. Saat ini tinggal di Komplek PUSPIPTEK Blok III K
no.4 Tangerang Selatan. Merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara dari pasangan, Victorius Samiyoto dan
Maria Magdalena Eni Wayantari. Tahun 2001 diawali
dengan menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak nol
kecil di TK Bhakti PUSPIPTEK, berakhir tahun 2002. Tahun 2002-2009
melanjutkan sekolah di SD Negeri PUSPIPTEK. Kemudian melanjutkan sekolah di
SMP PGRI 35 Serpong, tahun 2009-2012. Melanjutkan sekolah SMA Negeri 12
Tangerang Selatan pada tahun 2012-2015. Kemudian tahun 2015 memulai
pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan mengambil program studi
PBSI (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia). Dalam menempuh gelar sarjana, ia
menempuh jalur skripsi yang berjudul “Analisis Fakta Cerita, Sarana Cerita, Dan
Tema Cerpen Bromocorah Karya Mochtar Lubis. Skripsi ini disusun sebagai syarat
yang harus ditempuh untuk mendapatkan gelar sarjana pendidikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related