bab ii kajian pustaka 2.1 kinerja 2.1.1 pengertian kinerja ii.tesis... · 2.1.6 faktor – faktor...
Post on 08-Mar-2019
231 Views
Preview:
TRANSCRIPT
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kinerja
2.1.1 Pengertian Kinerja
Setiap organisasi mengharapkan karyawannya memiliki kemampuan
menghasilkan kinerja yang tinggi. Simamora (2006:339) menyatakan bahwa
kinerja (performance) mengacu pada kadar pencapaian tugas–tugas yang
membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Mangkunegara (2005) menyebutkan
bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun
kuantitas yang dicapai sumber daya manusia per satuan periode waktu dalam
melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya.
Maharjan (2012) menyatakan bahwa kinerja merupakan suatu hasil yang
dicapai karena termotivasi dengan pekerjaan dan puas dengan pekerjaan yang
mereka lakukan. Mathis dan Jackson (2006:378) mengungkapkan bahwa kinerja
pada dasarnya merupakan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.
Motowidlo (2003) mendefinisikan bahwa kinerja didasarkan oleh perilaku
pegawai dan hasilnya sangat penting bagi keberhasilan organisasi.
Rivai (2005:15) menyebutkan bahwa kinerja adalah kesediaan seseorang
atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya
sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Rivai
juga menjelaskan bahwa pada hakikatnya kinerja merupakan prestasi yang dicapai
9
oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan
standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Viswesvaran dan Ones
(2000) dalam Jimoh (2008) menyatakan bahwa kinerja karyawan merupakan
tindakan, perilaku dan hasil yang dapat diukur, yang dilakukan karyawan
berhubungan dan berkontribusi pada tujuan organisasi.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat dinyatakan bahwa
kinerja merupakan hasil atau prestasi yang dicapai seseorang baik secara kualitas
maupun kuantitas dalam melaksanakan pekerjaannya yang berhubungan dan
berkontribusi bagi keberhasilan organisasi.
2.1.2 Indikator Kinerja
Dessler (2010:329) menyebutkan bahwa terdapat enam indikator dari
kinerja yaitu:
1) Kualitas kerja adalah akurasi, ketelitian, tingkat dapat diterimanya pekerjaan
yang dilakukan,
2) Produktivitas adalah kuantitas dan efisiensi kerja yang dihasilkan pekerjaan
dalam periode waktu tertntu,
3) Pengetahuan mengenai pekerjaan adalah keahlian praktis dan teknik serta
informasi yang digunakan dalam pekerjaan,
4) Kepercayaan adalah tingkatan dimana karyawan dapat dipercaya berkaitan
dengan penyelesaian pekerjaan dan tindak lanjutnya,
5) Ketersediaan adalah tingkatan dimana karyawan tepat waktu,mengobservasi
penentuan waktu istirahat/jam makan, dan keseluruhan catatan kehadiran,
10
6) Kebebasan adalah sejauhmana pekerjaan bisa dilakukan sendiri dengan atau
tanpa pengawasan supervisor.
Menurut Mathis dan Jackson (2006:378), pada umumnya terdapat
beberapa elemen kinerja karyawan antara lain:
1) Kuantitas dari hasil, diukur dari persepsi karyawan terhadap jumlah aktivitas
yang ditugaskan beserta hasilnya.
2) Kualitas dari hasil, diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan
yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap ketrampilan dan
kemampuan karyawan.
3) Ketepatan waktu dari hasil, diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu
aktivitas yang diselesaikan dari awal waktu sampai menjadi output. Dapat
menyelesaikan pada waktu yang telah ditetapkan serta memaksimalkan
waktu yang tersedia.
4) Kehadiran, tingkat kehadiran karyawan dalam perusahaan dapat menentukan
kinerja karyawan.
5) Kemampuan bekerja sama, diukur dari kemapuan karyawan dalam
bekerjasama dengan rekan kerja dan lingkungannya.
Nurcahyo (2011) menyatakan indikator kinerja karyawan terdiri dari
pencapaian jumlah/kuantitas pekerjaan yang telah diselesaikan, kualitas hasil kerja
yang telah diselesaikan, ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, Standar
Operasional Prosedur (SOP), tanggung jawab dalam menyelesaikan pekerjaan,
kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran, dedikasi dan minat, dalam
melaksanakan penyelesaian tugas dan pekerjaannya sebagai pegawai. Sedangkan
11
Widyaningrum (2011) menyatakan bahwa kinerja pegawai diukur dari segi
kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang pekerjaan, kerjasama, dan
kualitas pribadi pegawai.
Wibowo (2007) mengemukakan bahwa terdapat tujuh indikator kinerja,
yaitu tujuan, standar, umpan balik, alat atau sarana, kompetensi, motif dan
peluang. Dua diantaranya mempunyai peran yang sangat penting, yaitu tujuan dan
motif, karena kinerja ditentukan oleh tujuan yang hendak dicapai dan untuk
melakukannya diperlukan adanya motif. Namun kinerja juga memerlukan adanya
dukungan sarana, kompetensi, peluang, standar dan umpan balik.
Berdasarkan beberapa pendapat mengenai indikator kinerja yang telah
dipaparkan sebelumnya, ditemukan persamaan yang menyatakan bahwa kinerja
pegawai ditunjukkan dari kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan, pengetahuan
tentang pekerjaan serta kemampuan bekerjasama. Sedangkan indikator kinerja
yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuantitas dari hasil, kualitas dari
hasil, pengetahuan tentang pekerjaan, kerjasama dan kualitas pribadi.
2.1.3 Aspek Penilaian Kinerja
Secara umum aspek–aspek yang dinilai dalam penilaian kinerja karyawan
adalah seperti yang diuraikan sebagai berikut (Ghorda, 2004:98):
1) Kejujuran karyawan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.
2) Kesetiaan (loyalitas) karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan
organisasi.
12
3) Kreatifitas karyawan, yaitu merupakan sikap dan perilaku karyawan di dalam
menggunakan kemampuan berfikir yang rasional ke arah mencari berbagai
alternatif di dalam memecahkan berbagai masalah.
4) Kinerja karyawan, dititik beratkan terhadap hasil kerja baik kuantitas maupun
kualitas sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam uraian pekerjaan.
5) Kerjasama, dititik beratkan pada kesediaan untuk bekerjasama dengan para
karyawan yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab serta
kesediaan untuk memotivasi karyawan lain untuk bekerjasama.
6) Kedisiplinan, dititik beratkan pada penilaain terhadap ketaatan dan kepatuhan
terhadap peraturan–peraturan, kebijaksanaan–kebijaksanaan yang dikeluarkan
oleh perusahaan serta pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan uraian pekerjaan.
7) Kepemimpinan, dititik beratkan pada penilaian terhadap kemampuan
merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan tugas dan
tanggung jawab disamping mampu membimbing dan menggerakkan bawahan
ke arah pencapaian tujuan secara iklas.
8) Kecerdasan, dititik beratkan pada penilaian terhadap kecerdasan karyawan
yang menyangkut aspek kecerdasan intelegensia, kecerdasan emosional dan
kecerdasan dalam mengubah kendala menjadi peluang.
Sedarmayanti (2007:369) menyatakan ada beberapa dimensi yang harus
diikuti dalam penilaian kinerja yaitu:
1) Quantity of work (banyaknya pekerjaan)
2) Quality of work (kualitas pekerjaan)
3) Job knowledge (pengetahuan tentang pekerjaan)
13
4) Creativeness (kreativitas)
5) Coorperation (kerjasama)
6) Dependability (dapat diandalkan)
7) Initiative (inisiatif)
8) Personal qualities ( kualitas pribadi)
Beberapa aspek penilaian terhadap kinerja yang dinyatakan oleh Ghorda
(2004) dan Sedarmayanti (2007) dipergunakan sebagai indikator kinerja dalam
penelitian ini diantaranya kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, pengetahuan
tentang pekerjaan, kerjasama dan kualitas pribadi. Hal ini menunjukkan bahwa
indikator kinerja yang dipergunakan pada penelitian ini telah sesuai dengan aspek-
aspek yang ingin dinilai dari kinerja pegawai.
2.1.4 Tujuan Penilaian Kinerja
Rivai (2006) menyatakan pada dasarnya tujuan penilaian kinerja karyawan
dapat dibedakan menjadi dua yaitu tujuan penilaian yang berorientasi pada masa
lalu dan tujuan penilaian yang berorientasi pada masa depan.
1) Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa lalu
Banyak perusahaan yang menerapkan penilaian kinerja yang berorientasi
pada masa lampau. Hal ini disebabkan kurangnya pengertian tentang manfaat
penilaian kinerja sebagai sarana untuk mengetahui potensi karyawan. Tujuan
penilaian kinerja yang berorientasi pada masa lalu adalah:
a. Mengendalikan perilaku karyawan dengan menggunakannya sebagai
instrumen untuk memberikan ganjaran, hukuman dan ancaman
14
b. Mengambil keputusan mengenai kenaikan gaji dan pengembangan
karyawan,
c. Menempatkan karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan tertentu.
2) Tujuan penilaian yang berorientasi pada masa depan
a. Membantu tiap karyawan untuk semakin banyak mengerti tentang
perannya dan mengetahui secara jelas fungsi-fungsinya,
b. Membantu tiap karyawan mengerti kekuatan-kekuatan dan kelemahan-
kelemahan sendiri yang dikaitkan dengan peran dan fungsi dalam
perusahaan,
c. Menambah adanya kebersamaan antara masing-masing karyawan dengan
penyelia sehingga tiap karyawan memiliki motivasi kerja dan merasa
senang bekerja dan sekaligus mau memberikan kontribusi sebanyak–
banyaknya pada perusahaan,
d. Merupakan instrumen untuk memberikan peluang bagi karyawan untuk
mawas diri dan evaluasi diri serta menetapkan sasarn pribadi sehingga
terjadi pengembangan yang direncanakan dan dimonitor sendiri,
e. Membantu mempersiapkan karyawan untuk memegang pekerjaan pada
jenjang yang lebih tinggi dengan cara terus menerus meningkatkan
perilaku dan kualitas bagi posisi-posisi yang lebih tinggi,
f. Membantu dalam berbagai keputusan SDM dengan memberikan data tiap
karyawan secara berkala.
Tujuan pokok dari sistem penilaian kinerja karyawan adalah menghasilkan
informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan perilaku dan kinerja anggota
15
organisasi atau perusahaan. Menurut Simamora (2006:344), tujuan diadakannya
penilaian kinerja bagi para karyawan dapat kita ketahui dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Tujuan evaluasi
Hasil penilaian kinerja sering berfungsi sebagai basis evaluasi reguler
terhadap kinerja anggota organisasi. Apakah seorang individu dinilai
kompeten atau tidak kompeten, efektif atau tidak efektif, dapat dipromosikan
atau tidak dapat dipromosikan dan seterusnya berpijak pada informasi yang
dihasilkan oleh sistem penilaian kinerja. Seorang manajer menilai kinerja dari
masa lalu seorang karyawan untuk menilsai kinerja dan dengan data tersebut
berguna dalam keputusan-keputusan promosi, demosi, terminasi, dan
kompensasi.
2) Tujuan pengembangan
Informasi yang dihasilkan oleh sistem penilaian dapat pula digunakan untuk
memudahkan pengembangan pribadi anggota organisasi. Dalam pendekatan
pengembangan, seorang manajer mencoba untuk meningkatkan kinerja
seorang karyawan dimasa akan datang.
2.1.5 Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil
Menurut UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, penilaian
kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yang
didasarkan pada sistem prestasi dan sistem karier dengan memperhatikan target,
capaian, hasil dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS. Penilaian kinerja
PNS merupakan salah satu tahapan penting dalam siklus pengembangan sumber
16
daya yang dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipasif dan
transparan.
Sedarmayanti (2007:377) menyatakan instrumen yang dipakai untuk
mengukur kinerja individu seorang pegawai meliputi:
1) Prestasi kerja, yaitu hasil kerja pegawai dalam menjalankan tugas, baik secara
kualitas maupun kuantitas kerja.
2) Keahlian yaitu tingkat kemampuan teknis yang dimiliki oleh pegawai dalam
menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Keahlian ini bisa dalam
bentuk kerjasama, komunikasi, inisitaif dan lain–lain.
3) Perilaku yaitu sikap dan tingkah laku pegawai yang melekat pada dirinya dan
dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pengertian perilaku disini juga
mencakup kejujuran, tanggung jawab, dan disiplin.
4) Kepemimpinan merupakan aspek kemampuan manajerial dan seni dalam
memberikan pengaruh kepada orang lain untuk mengkoordinasikan pekerjaan
secara tepat dan cepat, termasuk pengambilan keputusan dan penentuan
proiritas.
Penilaian kinerja PNS dilaksanakan berdasarkan dengan kriteria penilaian
yang telah diatur dalam peraturan pemerintah tentang Penilaian Pelaksanaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (DP3) yang meliputi unsur kesetiaan, prestasi
kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerjasama, prakarsa dan
kepemimpinan.
17
2.1.6 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Malik dan Ghafoor (2011) dalam Golung (2012) menyatakan bahwa
kinerja pegawai pada dasarnya tergantung pada banyak faktor seperti motivasi
kerja pegawai, kepuasan pegawai, kompensasi, pelatihan dan pengembangan,
keamanan kerja, struktur organisasi dan lain-lain.
Tohardi (2002), berpendapat bahwa terdapat berbagai macam faktor yang
mempengaruhi kinerja yaitu :
1) Sikap mental, berupa motivasi kerja, disiplin kerja, dan etika kerja
2) Pendidikan, pada umumnya orang yang memiliki pendidikan yang lebih
tinggi akan mempunyai wawasan yang lebih luas, terutama penghayatan akan
arti produktivitas.
3) Ketrampilan, pada aspek tertentu pegawai akan semakin terampil melalui
pelatihan, sehingga akan mampu bekerja serta menggunakan fasilitas kerja
dengan baik. Pegawai akan lebih terampil apabila kecakapan (ability) dan
pengalaman (experience) yang cukup.
4) Manajemen, sistem yang diterapkan oleh pimpinan untuk mengelola ataupun
memimpin serta mengendalikan bawahannya. Manajemen yang tepat akan
menimbulkan semangat yang lebih tinggi sehingga dapat mendorong pegawai
untuk melakukan tindakan yang produktif.
5) Hubungan Industrial Pancasila (HIP), dengan menerapkan HIP akan
menciptakan ketenagaan kerja, memberikan motivasi, menciptakan hubungan
kerja yang serasi dan dinamis, serta menciptakan harkat dan martabat
pegawai.
18
6) Tingkat penghasilan, apabila penghasilan memadai maka dapat menimbulkan
konsetrasi kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kinerja.
7) Gizi dan kesehatan, apabila pegawai dapat dipenuhi kebutuhan gizinya dan
berbadan sehat, maka akan lebih kuat bekerja, apalagi bila mempunyai
semangat yang tinggi maka akan dapat meningkatkan kinerjanya.
8) Jaminan sosial, organisasi memberikan jaminan sosial kepada pegawainya
dengan maksud untuk meningkatkan pengabdian, semangat kerja dan
mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan
kinerjanya.
9) Lingkungan dan iklim kerja, lingkungan dan iklim kerja yang baik akan
mendorong pegawai senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab
untuk melakukan pekerjaan dengan lebih baik menuju ke arah peningkatan
kinerja.
10) Sarana produksi, mutu sarana produksi berpengaruh terhadap peningkatan
kinerja
11) Teknologi, apabila teknologi yang dipakai tepat dan lebih maju tingkatannya,
maka akan memungkinkan tepat waktu dalam menyelesaikan proses
produksi, jumlah produksi lebih banyak dan bermutu, memperkecil terjadinya
pemborosan bahan. Dengan memperhatikan hal tersebut maka penerapan
teknologi dapat meningkatkan kinerja.
Penelitian ini akan meneliti lebih jauh mengenai kinerja pegawai yang
dipengaruhi oleh motivasi dan kepuasan kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat
19
dari Malik dan Ghafoor (2011) dalam Golung (2012) dan Tohardi (2002) yang
menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai adalah
motivasi dan kepuasan kerja.
2.2 Kepuasan Kerja
2.2.1 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan orientasi individu yang berpengaruh terhadap
peran dalam bekerja dan karakteristik dari pekerjaanya. Karyawan akan merasa
memiliki loyalitas pada organisasi dan rasa nyaman dalam bekerja, apabila dalam
organisasi mereka memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang
diinginkan. Mathis dan Jackson (2006;121) menyatakan bahwa kepuasan kerja
adalah keadaan emosional yang positif dari evaluasi pengalaman kerja seseorang.
Handoko (2001;193) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para
karyawan memandang pekerjaan mereka.
Mahmud (2014) menyebutkan definisi kepuasan kerja adalah sikap
seorang karyawan selama periode pekerjaan mereka. Kepuasan kerja
menunjukkan bentuk perasaan seseorang terhadap pekerjaannya, situasi kerja dan
hubungan dengan rekan kerja. Dengan demikian kepuasan kerja merupakan hal
yang penting untuk dimiliki seseorang sehingga mereka dapat berinteraksi dengan
lingkungan kerjanya sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik sesuai
dengan tujuan organisasi. Hal senada juga diungkapkan oleh As’ad (2005) yang
mengemukakan definisi sederhana mengenai kepuasan kerja, yaitu perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya, konsep ini melihat sebagai suatu hasil dari
20
interaksi manusia dengan lingkungannya. Greenberg dan Baron (2003)
menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang
dilakukan individu terhadap pekerjaan mereka.
Pennington dan Riley (1991) dalam Malik (2010) menyatakan
pandangan mengenai kepuasan kerja sebagai nilai eksternal atau internal. Dalam
pandangan mereka, seseorang secara umum menilai seberapa puas dia pada
pekerjaan yang dibuat sesuai dengan kerangka acuan mutlak, sementara
penilaian orang terhadap tingkat kepuasan dengan aspek kerja individu didasarkan
pada standar relatif yang spesifik sesuai dengan konteks kerja dan melibatkan
perbandingan dengan situasi karyawan lain. Sutrisno (2009;74) menyatakan
bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap karyawan terhadap pekerjaan yang
berhubungan dengan situasi kerja, kerjasama antar karyawan, imbalan yang
diterima dalam kerja dan hal –hal yang menyangkut faktor fisik dan psikologis.
Ondulade (2012) menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai keadaan
emosional yang menyenangkan yang dihasilkan dari penilaian pekerjaan
seseorang atau reaksi afektif terhadap pekerjaan seseorang. Kepuasan kerja
menjadi masalah yang cukup menarik dan penting, karena sangat besar
manfaatnya baik bagi individu, organisasi maupun masyarakat. Ketidakpuasan
dalam kerja akan dapat menimbulkan perilaku agresif atau sebaliknya dengan cara
menarik diri dari lingkungan, misalnya berhenti dari organisasi, suka bolos, dan
perilaku lain yang cenderung bersifat menghindari dari aktivitas organisasi
(Sutrisno,2009;82).
21
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat dinyatakan bahwa
yang dimaksud dengan kepuasan kerja merupakan sikap dan perasaan seseorang
terhadap pekerjaan mereka dalam organisasi.
2.2.2 Teori Kepuasan Kerja
Sunyoto (2012;211) menyatakan bahwa ada tiga macam teori tentang
kepuasan kerja yang umum dikenal, yaitu:
1) Discrepancy Theory
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Porter yang mengukur
kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang
seharusnya didapat dengan kenyataan yang dirasakan. Locke juga
menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada discrepancy
antara should be (expectation needs or value) dengan apa yang menurut
perasaannya atau persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaan. Menurut
penelitian yang dilakukan Wanous dan Lawer yang dikutip dari Wexley dan
Yukl, menemukan bahwa sikap karyawan terhadap pekerjaan tergantung
bagaimana discrepancy itu dirasakannya.
2) Equity Theory
Prisip dari teori yang dikembangkan oleh Adams ini adalah bahwa
orang akan merasa puas dan tidak puas, tergantung apakah ia merasakan
keadilan (equity). Perasaan equity dan inequity atas situasi, diperoleh orang
dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas,
sekantor dan pemerintah dipengaruhi oleh motivasi.
22
3) Two Factor Theory
Prinsip teori ini bahwa kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan
dua hal yang berbeda, artinya kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan
tidak merupakan variabel yang kontinyu. Teori ini pertama kali dikemukan
oleh Frederick Herzberg. Teori ini membagi situasi yang mempengaruhi
sikap seseorang terhadap pekerjaan menjadi dua kelompok, yaitu:
a) Satisfiers atau motivator adalah situasi yang membuktikannya sebagai
sumber kepuasan kerja, yang terdiri dari achievement, recognition, work
itself, responsibility and advencement.
b) Dissatisfiers (hygiene factors) adalah faktor –faktor yang terbukti menjadi
sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari company policy and
administration, supervision, technical, salary, interpersonal, relation,
working condition, job security and status.
2.2.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Usop et al. (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja antara lain kebijakan organisasi, pengawasan,
pembayaran, kesempatan untuk promosi, kondisi kerja, pekerjaan itu sendiri,
penghargaan dan tanggung jawab. Sedangkan Hyz (2010) dalam penelitiannya
mengamati bahwa tingkat kepuasan kerja ditentukan oleh empat kelompok utama
yaitu aspek ekonomi, hubungan interpersonal, kondisi kerja dan
pemenuhan kebutuhan pribadi, termasuk: pembayaran, waktu kerja, kondisi kerja,
pengawasan, departemen sumber daya manusia, disain pekerjaan, tingkat stres dan
karakteristik demografi.
23
Funmilola et al. (2013) menyatakan bahwa dimensi kepuasan kerja seperti
pembayaran, promosi, pengawasan, pekerjaan itu sendiri serta kondisi kerja secara
bersama–sama maupun secara independen dapat memprediksi kepuasan kerja
seseorang. Dimensi–dimensi ini harus dimanfaatkan oleh organisasi sebagai
instrumen kebijakan untuk mempertahankan karyawan dan strategi mengurangi
turnover dan meningkatkan kinerja karyawan.
Perera et al. (2014) menyatakan bahwa kepuasan kerja terdiri dari
konstruk yang multidimensional yaitu pekerjaan itu sendiri, pembayaran,
pengawasan, rekan kerja dan kondisi kerja. Menurut Luthans (2006;243), faktor–
faktor utama yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah sebagai berikut:
1) Pekerjaan itu sendiri, yang termasuk pekerjaan yang memberikan kepuasan
adalah pekerjaan yang menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak
membosankan serta pekerjaan yang dapat memberikan status.
2) Upah. Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan
faktor yang kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja.
3) Promosi, kesempatan dipromosikan hal yang signifikan, namun memiliki
pengaruh yang beragam terhadap kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam
bentuk yang berbeda-beda pula imbalannya.
4) Pengawasan, kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis dan
dukungan perilaku.
5) Rekan Kerja, pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada
kepuasan kerja. Rekan kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber
kepuasan kerja bagi karyawan individu.
24
6) Kondisi Kerja, jika kondisi kerja bagus (misalnya, lingkungan sekitar bersih
dan menarik), maka karyawan akan lebih mudah mengerjakan pekerjaan
mereka, namun bila kondisi kerja rapuh (misalnya, lingkungan sekitar panas
dan berisik), karyawan akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.
Menurut Gilmer (1996) dalam Sutrisno (2009;77), faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja adalah:
1) Kesempatan untuk maju. Dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2) Keamanan kerja. Faktor ini disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik
bagi karyawan. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan
karyawan selama kerja.
3) Gaji. Gaji lebih banyak menyebabkan ketidakpuasaan, dan jarang orang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang
diperolehnya.
4) Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik adalah
mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor ini yang
menentukan kepuasan kerja karyawan.
5) Pengawasan. Sekaligus atasannya. Supervisi yang buruk dapat berakibat
absensi dan turn over.
6) Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada dalam pekerjaan
mensyaratkan keterampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan
akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
25
7) Kondisi kerja. Termasuk di sini kondisi tempat, ventilasi, penyiaran, kantin,
dan tempat parkir.
8) Aspek sosial dalam pekerjaan. Merupakan salah satu sikap yang sulit
digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang menunjang puas atau tidak
puas dalam kerja.
9) Komunikasi. Komunikasi yang lancar antar karyawan dengan pihak
manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya. Dalam hal ini
adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami dan
mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam
menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
10) Fasilitas. Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun atau perumahan merupakan
standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan menimbulkan rasa
puas.
Hulawa (2014) menyebutkan bahwa kepuasan kerja diukur dari enam
indikator yaitu:
1) The work itself yaitu konten dari pekerjaan itu seperti karakteristik dan
kompleksitas pekerjaan, bagaimana menjadikan karyawan menjadi lebih
kreatif.
2) Pay yaitu jumlah imbalan keuangan yang diterima oleh karyawan yang juga
dipandang adil bagi karyawan lain.
3) Promotion yaitu mengenai peluang atau kesempatan karyawan lebih maju
didalam organisasi.
26
4) Supervision yaitu bagaimana kemampuan supervisor untuk memberikan
bantuan teknis dan dukungan perilaku.
5) Work group yaitu sifat dari kelompok kerja yang saling ketergantungan dalam
menyelesaikan pekerjaan.
6) Working condition yaitu kondisi pekerjaan yang nyaman dalam mendukung
proses pekerjaan.
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, maka terdapat beberapa
persamaan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja pegawai
antara lain faktor pembayaran, promosi, pengawasan, pekerjaan itu sendiri dan
kondisi kerja. Faktor-faktor tersebut dipergunakan sebagai indikator kepuasan
kerja dalam penelitian ini.
2.3 Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Motivasi dalam bekerja sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas
sebuah organisasi. Tanpa adanya motivasi dari para pegawai untuk bekerja, maka
tujuan perusahaan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai. Dengan adanya
motivasi atau suatu dorongan, seseorang diharapkan akan dapat terus berusaha
untuk dapat meningkatkan semangat dalam bekerja pada suatu organisasi. Saleem
et al (2010) menggambarkan motivasi sebagai tenaga penggerak yang membuat
seseorang memiliki keinginan untuk melakukan yang terbaik dari apa yang
mereka lakukan.
Cong dan Van (2013) mendefinisikan motivasi sebagai seperangkat faktor-
faktor yang menyebabkan seseorang atau pegawai untuk melakukan tugasnya
27
dengan cara yang khusus. Sutrisno (2009:146) menyatakan bahwa motivasi adalah
suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu.
Menurut Siagian (2003:102), motivasi adalah daya dorong bagi seseorang untuk
memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi
mencapai tujuannya. Elnaga (2013) mendefinisikan motivasi sebagai suatu
stimulus, pendorong atau insentif yang dalam hal ini mendorong individu untuk
mencapai tujuan pribadi dan organisasi.
Sedarmayanti (2007:233) juga mengungkapkan bahwa motivasi
merupakan kesediaan mengeluarkan tingkat upaya tinggi kearah tujuan organisasi
yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi kebutuhan
individual. Menurut Chaudhary, et al. (2012) motivasi adalah tentang antusiasme
intrinsik karyawan serta dorongan untuk mencapai kegiatan yang berhubungan
dengan bekerja. Sedangkan Buchori (2004:14) menyatakan motivasi berasal dari
kata motif yang dalam psikologi berarti tenaga yang mendorong seseorang untuk
berbuat sesuatu.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat dinyatakan bahwa
yang dimaksud dengan motivasi adalah tenaga penggerak dari dalam diri yang
mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan pribadi dan
organisasi.
2.3.2 Teori Motivasi
Empat teori mengenai motivasi pekerja yang paling banyak diketahui
karena telah dirumuskan selama tahun 1950-an antara lain (Robbins, 2015;128):
28
1) Teori Hierarki Kebutuhan
Teori motivasi terbaik yang diketahui adalah teori hierarki kebutuhan
dari Abraham Maslow. Maslow membuat hipotesis bahwa di dalam setiap
manusia terdapat hierarki lima kebutuhan.
a. Fisiologis, meliputi kelaparan, kehausan, tempat perlindungan, seks dan
kebutuhan fisik lainnya.
b. Rasa aman, meliputi keamanan dan perlindungan dari bahaya fisik dan
emosional.
c. Sosial, meliputi kasih sayang, rasa memiliki, penerimaan dan persahabatan.
d. Penghargaan, meliputi faktor-faktor internal misalnya rasa harga diri,
kemandirian, dan pencapaian, serta faktor-faktor eksternal misalnya status,
pengakuan dan perhatian.
e. Aktualisasi diri, berupa dorongan yang mampu membentuk seseorang untuk
menjadi apa; meliputi pertumbuhan, mencapai potensi kita dan pemenuhan
diri.
Maslow berpendapat bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang itu
berjenjang, jika kebutuhan pertama yaitu kebutuhan fisiologi telah terpenuhi
maka kebutuhan tingkat kedua yaitu kebutuhan keamanan dan keselamatan akan
muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah
terpenuhi maka kebutuhan tingkat ketiga yaitu kebutuhan sosial akan muncul
menjadi kebutuhan utama dan seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima yaitu
kebutuhan akan aktualisasi diri.
29
Meskipun tidak ada kebutuhan yang terpuaskan sepenuhnya, kebutuhan
yang pada dasarnya telah terpenuhi tidak lagi memotivasi. Dengan begitu,
sebagaimana setiap kebutuhan pada dasarnya telah terpenuhi, maka kebutuhan
berikutnya menjadi dominan. Dengan demikian apabila ingin memotivasi
seseorang menurut Maslow, kita harus memahami pada level hierarki kebutuhan
yang mana orang tersebut berada saat ini dan pusatkan perhatian pada pemenuhan
kebutuhan di level tersebut maupun di atasnya.
2) Teori X dan Teori Y
Douglas McGregor mengusulkan dua sudut pandang berbeda mengenai
manusia: satu sisi secara mendasar negatif, diberi label Teori X dan yang satunya
lagi secara mendasar positif diberi label Teori Y. Di bawah Teori X, para manajer
menyakini bahwa para pekerja pada dasarnya menyukai bekerja sehingga harus
diarahkan atau bahkan dipaksa untuk melakukan pekerjaannya. Sebaliknya, di
bawah Teori Y, para manajer beranggapan bahwa para pekerja memandang
pekerjaannya sebagai suatu hal yang alamiah seperti beristirahat atau bermain, dan
maka dari tu rata-rata orang dapat belajar untuk menerima dan bahkan mencari
tanggung jawab (Robbins, 2015;129)
3) Teori Dua-Faktor
Menurut Hertzberg, faktor-faktor yang mengarahkan pada kepuasan
pekerjaan adalah terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang mengarahkan pada
ketidakpuasan pekerjaan. Frederick Hezberg dengan Teori Model dan Faktor
(Robbins, 2015;130) merupakan pengembangan dari teori hierarki kebutuhan
Maslow. Teori ini mengategorikan kondisi seperti mutu pengawasan, gaji,
30
kebijakan perusahaan, kondisi fisk kerja, hubungan dengan orang lain dan
keamanan pekerjaan sebagai faktor murni (hygiene factor). Ketika faktor-faktor
itu memadai, orang tidak akan tidak puas, tetapi juga mereka tidak akan
dipuaskan. Jika kita ingin memotivasi orang atas pekerjaan mereka (motivation
factor), Hertzberg menyarankan penekanan yang berhubungan dengan pekerjaan
itu sendiri atau dengan hasil yzaang secara langsung dapat diperoleh dari
pekerjaannya, seperti kesempatan kenaikan pangkat, peluang pertumbuhan
pribadi, pengakuan, tanggung jawab dan pencapaian.
4) Teori Kebutuhan McClelland
Teori ini dikembangkan oleh David McClelland dan rekan-rekannya yang
melihat pada tiga kebutuhan (Robbins, 2015;131):
a. Kebutuhan akan pencapaian (nAch) adalah dorongan untuk berprestasi, untuk
pencapaian yang berhubungan dengan serangkaian standar.
b. Kebutuhan akan kekuasaan (nPow) adalah kebutuhan untuk membuat orang
lain berperilaku dengan cara yang tidak akan dilakukan tanpa dirinya.
c. Kebutuhan akan afiliasi (nAff) adalah keinginan untuk hubungan yang penuh
persahabatan dan interpersonal yang dekat.
Berdasarkan hasil obersevasi awal serta didukung oleh penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Widyaningrum (2011) dan Banni et al. (2013),
maka penelitian ini menggunakan teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow.
2.3.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Luthans (2006:282) menyebut elemen-elemen yang mempengaruhi
motivasi adalah :
31
1. Motivasi motivational adalah hal-hal pendorong berprestasi yang sifatnya
Intrinsik yang bersumber dari dalam diri seseorang. Yang tergolong faktor
motivational adalah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih,
kesempatan untuk berkembang, kemajuan dalam karir dan pengakuan orang
lain.
2. Motivasi higiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yang bersumber dari luar diri seseorang. Yang tergolong faktor
higiene atau pemeliharaan antara lain status seseorang dalam organisasi,
hubungan pegawai dengan atasan, hubungan dengan rekan kerja,
kebijaksanaan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja
dan sistem imbalan yang berlaku.
Kalburgi dan Dinesh (2010) menyatakan bahwa gaji yang tinggi, promosi,
penghargaan terhadap kinerja dan kondisi lingkungan kerja yang baik akan
mempengaruhi produktivitas seorang karyawan. Sedangkan faktor keamanan
kerja, kebijakan perusahaan, hubungan interpersonal dan dukungan atasan
merupakan faktor yang memotivasi ketertarikan dan keterlibatan karyawan dalam
pekerjaan. Sutrisno (2009:116) menyebutkan motivasi sebagai proses psikologis
dalam diri seseorang akan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
1. Faktor Intern
Faktor intern yang dapat mempengaruhi pemberian motivasi pada seseorang
antara lain:
32
a. Keinginan untuk dapat hidup
Keinginan untuk dapat hisup merupakan kebutuhan setiap manusia yang
hidup di muka bumi ini. Untuk dapat mempertahankan hidup ini orang mau
mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau jelek, apakah halal atau
haram dan sebagainya. Keinginan untuk dapat hidup meliputi kebutuhan
untuk :
1) Memperoleh kompensasi yang memadai;
2) Pekerjaan yang tetap walaupun penghasilan tidak begitu memadai;
3) Kondisi kerja yang aman dan nyaman
b. Keinginan untuk dapat memiliki
Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk
melakukan pekerjaan. Keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu dapat
mendorong orang untuk mau bekerja.
c. Keinginan untuk memperoleh penghargaan
Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati
oleh orang lain.
d. Keinginan untuk memperoleh pengakuan
Keinginan untuk memperoleh pengakuan itu meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya penghargaan terhadap prestasi;
2. Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak;
3. Pimpinan yang adil dan bijaksana;
4. Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat.
33
e. Keinginan untuk berkuasa
Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja. Apalagi
keinginan untuk berkuasa atau menjadi pimpinan itu dalam arti positif, yaitu
ingin dipilih menjadi ketua atau kepala, tentu sebelumnya si pemilih telah
melihat dan menyaksikan sendiri bahwa orang itu benar-benar mau bekerja,
sehingga ia pantas untuk dijadikan penguasa dalam unit organisasi.
2. Faktor Ekstern
Faktor ekstern juga tidak kalah pentingnya dalam mempengaruhi motivasi
kerja seseorang, seperti:
a. Kondisi lingkungan kerja
Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di
sekitar pegawai yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan yang meliputi, tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu
pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan
kerja antara orang-orang yang ada di tempat tersebut.
b. Kompensasi yang memadai
Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi para pegawai untuk
menghidupi diri beserta keluarganya. Kompensasi yang memadai merupakan
alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para
pegawai bekerja dengan baik.
c. Supervisi yang baik
Fungsi supervisi dalam suatu pekerjaan adalah memberikan pengarahan,
membimbing kerja para karyawan
34
d. Adanya jaminan pekerjaan
e. Status dan tanggung jawab
f. Peraturan yang fleksibel.
Sedangkan Nawawi (2003:5) membedakan motivasi dalam dua bentuk,
yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik.
1) Motivasi instrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari dalam diri
pekerja individu, berupa kesadaran mengenai pentingnya atau manfaat dan
makna pekerjaan yang dilaksanakan. Dengan kata lain motivasi ini bersumber
dari ketertarikan kepada pekerjaan, keinginan untuk berkembang, senang dan
menikmati pekerjaan. Motivasi intrinsik muncul berdasarkan kesadaran
dengan tujuan esensial, bukan sekedar atribut dan seremonial
2) Motivasi ekstrinsik adalah pendorong kerja yang bersumber dari luar diri
pekerja sebagai individu, berupa suatu kondisi yang mengharuskan
melaksanakan pekerjaan secara maksimal. Misalnya berdedikasi tinggi dalam
bekerja karena upah atau gaji yang tinggi, jabatan, penghargaan, persaingan
dan menghindari hukuman dari atasan. Motivasi ekstrinsik merupakan
keseluruhan pemberian penggerak dari seseorang kepada orang lain sehingga
mau bertindak dalam pencapaian tujuan, juga tergantung pada dorongan yang
menyebabkan seseorang itu mau bertindak. Teori motivasi eksternal meliputi
kekuatan yang ada diluar individu yang berkaitan dengan pekerjaan seperti
gaji atau imbalan, kondisi kerja, jabatan, kebijakan perusahaan dan
pengawasan (Robbins, 2008:227)
top related