bab ii reward
Post on 19-Jan-2016
26 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Kinerja
a. Definisi
Ruky (2001) menyatakan istilah kinerja/prestasi sendiri sebenarnya
adalah pengalihbahasaan dari kata inggris performance. Kamus The New
Webster Dictionary memberikan tiga arti yaitu “prestasi” yang digunakan
dalam kalimat misalnya tentang mobil yang sangat cepat (high
performance car), “pertunjukan” yang biasanya dignakan dalam kalimat
folk dance performance atau pertunjukan tarian-tarian rakyat,
“pelaksanaan tugas” misalnya dalam kalimat in performing his/her duties.
Sedangkan Bernardin dan Rusel dalam Ruky (2001) memberikan definisi
tentang performance yaitu prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang
diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu
selama kurun waktu tertentu.
Royani (2010) menyatakan bahwa kinerja adalah perilaku atau unjuk
kerja yang relevan dengan tujuan organisasi yang dapat diukur pada level
profesional. Untuk kerja ini dapat dilihat dari perilaku individu serta dapat
dinilai oleh orang lain sebagai suatu prestasi sesungguhnya yang dicapai
oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab
yang dibebankan kepadanya. Pengertian kinerja menurut Simamora (2012)
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Simamora (2012) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi.
Rumusan ini menyatakan bahwa:
Human performance = Ability + Performance
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowledge + Skill
Penjelasan:
1) Faktor Kemampuan (ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, pimpinan dan
karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ
superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang
memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
2) Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan
terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka
yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan
motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif
(kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja
yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain
hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola
kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
c. Penilaian kinerja
Swanburg (1987) dalam Nursalam (2011) menyatakan penilaian
kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat
dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Sedangkan
Rivai dan Ella (2009) menyebutkan bahwa penilaian prestasi adalah
merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya.
d. Tujuan penilaian kinerja
Rivai dan Ella (2009) menyatakan tujuan penilaian kinerja atau prestasi
kinerja karyawan pada dasarnya meliputi:
1) Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini.
2) Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan
gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang.
3) Mendorong pertanggungjawaban dari karyawan.
4) Untuk pembeda antarkaryawan yang satu dengan yang lain.
5) Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam:
a) Penugasan kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi
pekerjaan.
b) Promosi, kenaikan jabatan.
c) Training atau latihan.
6) Meningkatkan motivasi kerja.
7) Meningkatkan etos kerja.
8) Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui
diskusi tentang kemajuan kerja mereka.
9) Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk
memperbaiki desain pekerjaan, lingkungan kerja, dan rencana karier
selanjutnya.
10) Riset seleksi sebagai kriteria keberhasilan/efektivitas.
11) Sebagai salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM, karier
dan keputusan perencanaan suksesi.
12) Membantu menempatkan karyawan dengan pekerjaan yang sesuai
untuk mencapai hasil yang baik secara menyeluruh.
13) Sebagai sumber informasi untuk pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan gaji-upah-insentif-kompensasi dan berbagai imbalan lainnya.
14) Sebagai penyaluran keluhan yang berkaitan masalah pribadi maupun
pekerjaan.
15) Sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja.
16) Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk
mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja.
17) Untuk mengetahui efektivitas kebijakan SDM, seperti seleksi,
rekrutmen, pelatihan dan analisis pekerjaan sebagai komponen yang
saling ketergantungan di antara fungsi-fungsi SDM.
18) Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja
menjadi baik.
19) Mengembangkan dan menetapkan kompensasi pekerjaan.
20) Pemutusan hubungan kerja, pemberian sangsi ataupun hadiah.
e. Proses kegiatan penilaian kinerja
Penilaian prestasi kerja merupakan suatu pemikiran sistematis atas
individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaannya dan
potensinya untuk pengembangan.
Proses kegiatan dalam penilaian kinerja meliputi ( Nursalam, 2011):
1) Merumuskan tanggung jawab dan tugas yang harus dicapai oleh staf.
2) Menyepakati sasaran kerja dalam bentuk hasil yang harus dicapai
karyawan dalam kurun waktu teretentu dengan penempatan standar
prestasi dan tolak ukur yang telah ditetapkan.
3) Melakukan monotoring, koreksi, dan memberikankesempatan serta
bantuan yang diperlukan oleh stafnya.
4) Menilai prestasi kerja staf degancara membandingkan prestasi yang
dicapai dengan standar atau tolak ukur yang telah ditetapkan.
5) Memberikan umpan balik kepada karyawan yng dinilai. Dalam
pemberian proses umpan balik ini atasan dan bawahan perlu
membicarakan cara-cara untuk memperbaiki kelemahan yang telah
diketahui untuk meningkatkan prestasi pada periode berikutnya.
f. Kinerja perawat
Kinerja menjadi tolak ukur keberhasilan pelayanan kesehatan yang
menunjukkan akuntabilitas lembaga pelayanan dalam kerangka tata
pemerintahan yang baik (good governance). Berbagai jenjang pelayanan
dan asuhan pasien (patient care) merupakan bisnis utama dalam pelayanan
kesehatan. Upaya untuk memperbaiki mutu dan kinerja pelayanan klinis
pada umumnya dimulai oleh perawat melalui berbagai bentuk kegiatan,
seperti: gugus kendali mutu, penerapan standar keperawatan, pendekatan-
pendekatan pemecahan masalah, maupun audit keperawatan (KESMAS,
2013).
Subanegara (2005) dalam Sari (2011) menyatakan bahwa Perawat
adalah profesi yang terbanyak jumlahnya di rumah sakit dan dengan
jumlah besar inilah kekuatan kelompok dibentuk. Banyak bermunculan
pendapat kelompok perawat adalah profesi tersendiri dan bukan bawahan
dokter, perawat adalah profesi yang setara dengan dokter, dibutuhkan
pengakuan yang tepat bahwa memang demikian adanya, namun tidak
sedikit bahwa profesi ini secara tidak disadari seperti tunduk terhadap
apapun yang diperintahkan dokter. Ada beberapa teori yang mengatakan
bahwa pasien datang ke rumah sakit sebenarnya mencari perawat bukan
mencari yang lain. Secara tidak sadar kita lihat sehari-hari bahwa pasien
datang ke rumah sakit untuk mencari dokter, keduanya benar namun
keduanya kurang lengkap, secara tepat bahwa sebenarnya pasien
datang ke rumah sakit ingin mendapatkan pelayanan dokter, perawat
dan pelayanan lainnya termasuk pelayanan administrasi.
g. Penilaian kinerja perawat
Handoko (1992) dalam Simamora (2012) menjelaskan bahwa penilaian
prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau
menilai prestasi kerja perawat. Kegiatan ini dapat memperbaiki keputusan
personalia dan memberi umpan balik kepada para karyawan tentang
pelaksanaan kerja mereka. Pelaksanaan studi evaluasi kinerja, digunakan
untuk mengevaluasi pekerjaan yang sudah selesei dengan melakukan studi
lapangan yang komprenhensif.
Berdasarkan penilaian kinerja perawat untuk mengetahui kualitas
pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan indikator kinerja perawat
menurut Direktorat pelayanan dan Dirjen Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan Tahun 2001 menyatakan bahwa penilaian kinerja perawat
terhadap mutu asuhan keperawatan dilakukan melalui penerapan Standar
Asuhan Keperawatan (SAK) pada pedoman studi dokumentasi asuhan
keperawatan , evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap mutu asuhan
keperawatan dan evaluasi tindakan perawat berdasarkan Standar
Operasional Prosedur (SOP) (Depkes, 2001).
Berdasarkan SK Direktorat Jenderal Pelayanan Medis Nomor:
YM.00.03.2.3.7637 tahun 1993 perawat harus melaksanakan standar
asuhan keperawatan (SAK) di rumah sakit yang terdiri dari pengkajian
keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan
keperawatan, evaluasi keperawatan, dan catatan asuhan keperawatan.
Evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan di
rumah sakit terdiri dari data umum, data pelayanan keperawatan, saran
pasien/ keluarga untuk perbaikan, merupakan pertanyaan terbuka.
Sedangkan evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP yang dinilai yaitu
persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan (Depkes, 2001).
h. Cara menilai kinerja perawat
Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada pasien
digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar praktik
keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam
tahapan proses keperawatan, yang meliputi pengkajian keperawatan,
diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi
(Simamora, 2012).
Depkes (2001) menyatakan dalam menilai kinerja perawat digunakan
standar praktek keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Instrumen evaluasi penerapan standar
asuhan keperawatan (SAK) pada pedoman studi dokumentasi asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,
evaluasi dan catatan asuhan keperawatan. Instrumen evaluasi persepsi
pasien/keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan di rumah sakit terdiri
dari data umum, data pelayanan keperawatan, saran pasien/ keluarga untuk
perbaikan, merupakan pertanyaan terbuka. Dan instrumen evaluasi tindakan
perawat berdasarkan SOP yang dinilai yaitu persiapan dan pelaksanaan tiap
kegiatan keperawata.
a) Penerapan SAK pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan,
dinilai atas (Depkes, 2001)
1) Standar 1 : Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan aspek penting dalam proses
keperawatan yang bertujuan menetapkan data dasar tentang tingkat
kesehatan klien yang digunakan untuk merumuskan masalah klien
dan rencana tindakan. Perawat mengumpulkan data tentang status
kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat , singkat dan
berkesinambungan (Pengurus Pusat PPNI, 2005). Instrumen
penilaian kinerja perawat pada proses pengkajian keperawatan
menurut Depkes (2001) terdiri dari: mencatat data yang dikaji
sesuai dengan pedoman pengkajian, data dikelompokkan
berdasarkan bio-psiko-sosial-spiritual, data dikaji sejak pasien
masuk sampai pulang, dan masalah dirumuskan berdasarkan
kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi
kehidupan.
2) Standar 2 : Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan sebagai dasar pengembangan rencana
intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan,
pencegahan dan penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan
klien. Perawat menganalisis data pengkajian untuk merumuskan
diagnosis keperawatan. (Pengurus Pusat PPNI, 2005). Instrumen
penilaian kinerja perawat pada proses diagnosa keperawatan
menurut Depkes (2001) terdiri dari: diagnosa keperawatan
berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, diagnosa keperawatan
mencerminkan PE/PES, dan merumuskan diagnosa keperawatan
aktual/potensial.
3) Standar 3 : Perencanaan Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan adalah pedoman tertulis untuk
perawatan klien. Rencana perawatan tertulis mendokumentasikan
kebutuhan perawatan kesehatan klien, tujuan, hasil yang diharapkan
dan aktifitas dan starategi keperawatan spesifik. Selama
perencanaan perawat berkolaborasi dengan klien dan keluarganya
juga berkonsultasi dengan tim perawat lainnya, menelaah literatur
yang berkaitan, memodifikasi asuhan dan mencatat informasi yang
relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan klinik
(Kusnanto, 2003). Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses
perencanaan keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari :
perencanaan bardasarkan diagnosa keperawatan, disusun menurut
urutan prioritas, rumusan tujuan mengandung komponen pasien,
subyek, perubahan, perilaku, kondisi pasien dan kriteria waktu,
rencana tindakan menggambarkan keterlibatan pasien keluarga,
rencana tindakan mengacu pada tujuan dengan kalimat perintah,
terinci dan jelas, dan rencana tindakan menggambarkan kerjasama
dengan tim kesehatan lain.
4) Standar 4 : Tindakan Keperawatan
Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa selama tindakan,
perawat mengkaji kembali klien, memodifikasi rencana asuhan
keperawatan, mengidentifikasi area bantuan, mengimplementasikan
tindakan keperawatan dan mengkomunikasikan tindakan. Instrumen
penilaian kinerja perawat pada proses tindakan keperawatan
menurut Depkes (2001) terdiri dari: tindakan dilaksanakan mengacu
pada rencana perawatan, perawat mengobsevasi respon pasien
terhadap tindakan keperawatan, revisi tindakan berdasarkan
evaluasi, dan semua tindakan yang telah dilaksanakan dicatat
ringkas dan jelas.
5) Standar 5 : Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi perkembangan kesehatan klien terhadap
tindakan dalam pencapaian tujuan, sesuai rencana yang telah
ditetapkan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Praktek
keperawatan merupakan suatu proses dinamis yang mencakup
berbagai perubahan data, diagnosa atau perencanaan yang telah
dibuat sebelumnya. Efektivitas asuhan keperawatan tergantung pada
pengkajian yang berulang-ulang (Pengurus Pusat PPNI, 2005).
Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses evaluasi
keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari : evaluasi mengacu
pada tujuan dan hasil evaluasi dicatat.
6) Standar 6 : Catatan Asuhan Keperawatan
Catatan asuhan keperawatan adalah bukti pencatatan dan
pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan asuhan
keperawatan (Nursalam, 2003). Dalam catatan asuhan keperawatan
ini pencatatan yang dilakukan harus sesuai dengan yang dikerjakan
dan yang ditulis dengan jelas sehingga dapat digunakan antar tim
kesehatan. Instrumen penilaian kinerja perawat pada proses catatan
asuhan keperawatan menurut Depkes (2001) terdiri dari: menulis
pada format yang baku, pencatatan dilakukan sesuai dengan
tindakan yang dilaksanakan, pencatatan ditulis dengan jelas, setiap
melakukan tindakan/kegiatan perawat mencantumkan paraf/nama
jelas, dan tanggal jam dilakukannya tindakan, dan berkas catatan
keperawatan disimpan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penerapan SAK pada pedoman studi dokumentasi asuhan
keperawatan digunakan untuk mengumpulkan data agar dapat
menilai kelengkapan pendokumentasian asuhan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat. Penilaian dilakukan dengan cara
membandingkan pendokumentasian yang ditemukan dalam rekam
medik pasien dengan pendokumentasian yang ditentukan dalam
standar keperawatan. Dimana pengisian pedoman studi dokumentasi
SAK dilakukan oleh perawat dengan kriteria sebagai berikut:
perawat studi dokumentasi SAK dilakukan oleh perawat dengan
kriteria sebagai berikut: perawat terpilih dari ruangan tempat
dilakukan evaluasi, perawat yang telah menguasai/memahami
proses perawatan, dan telah mengikuti pelatihan penerapan standar
asuhan keperawatan di RS (Depkes, 2001).
Sedangkan, rekam medik pasien yang dinilai harus memenuhi
kriteria sebagai berikut: rekam medik pasien yang telah dirawat
minimal 3 (tiga) hari diruangan yang bersangkutan, data
dikumpulkan sebelum berkas medik pasien dikembalikan pada
bagian Medical Recors RS, khusus untuk Kamar Operasi dan IGD,
penilaian dilakukan setelah pasien dipindahkan ke ruangan
lain/pulang, dan rekam medik pasien yang memenuhi kriteria
selama periode evaluasi berjumlah 20 untuk setiap ruangan
(Depkes, 2001).
Adapun bentuk instrumen dari Pedoman Studi Dokumentasi
SAK terdiri dari: kolom 1: no. urut yang dinilai , kolom 2: aspek
yang dinilai, kolom 3: no. kode rekam medik yang dinilai, dan
kolom 4: keterangan. Berikut ini terdapat rumus dari persentase
kinerja perawat yang ditulis sebagai berikut berdasarkan Depkes
(2001) yaitu :
P =TJB x JA
x 100%
Keterangan:
P : Prosentase
T: Total (Jumlah Rekam medik pasien)
JB: Jumlah berkas
JA: Jumlah aspek yang dinilai (pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan, evaluasi, catatan askep)
b) Evaluasi persepsi pasien/ keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan
di rumah sakit terdiri dari (Depkes, 2001):
1) Data Umum
Data umum terdiri dari latar belakang pendidikan, latar
belakang pekerjaan, dan lama dirawat. Perawat pengumpul data
harus memenuhi kriteria: kepala ruangan/perawat terpilih dari
ruangan tempat dilakukan evaluasi, perawat yang telah memahami
cara pengisian dari data tentang perspepsi pasien/keluarga.
Responden (pasien/keluarga yang terpilih) harus memenuhi kriteria
sebagai berikut: sukarela, dapat membaca dan menulis, pasien yang
telah ditetapkan pulang dan telah dirawat minimal 3 hari, pada
periode evaluasi, jumlah responden minimal 20 orang ditiap
ruangan. Adapun rumus prosentase tiap tingkat pendidikan dihitung
dengan cara sebagai berikut (Depkes, 2001):
P=JRPJR
x 100%
Keterangan:
P : Prosentase
JRP: Jumlah responden dengan pendidikan tertentu (SD, SLTP,
SLTA, PT)
JR : Jumlah seluruh responden
Sedangkan rumus Prosentase tiap macam pekerjaan dihitung
dengan cara sebagai berikut (Depkes, 2001) :
P=JRPJR
x 100%
Keterangan:
P : Prosentase
JRP: Jumlah responden dengan pendidikan tertentu (PNS, ABRI,
POLISI, Swasta, dll)
JR : Jumlah seluruh responden
Dibawah ini juga terdapat rumus prosentase pasien yang dirawat
dirumah sakit 3-7 hari dihitung dengan cara (Depkes, 2001):
P=JPRJR
x 100%
Keterangan:
P : Prosentase
JPR: Jumlah pasien yang lama dirawat 3-7 hari
JR : Jumlah seluruh responden
2) Data pelayanan keperawatan
Terdiri dari 4 kolom yaitu: kolom 1: nomor urut pertanyaan,
kolom 2: daftar pertanyaan tentang pelayanan keperawatan, kolom
3: kolom jawaban, dan kolom 4: keterangan. Data pelayanan
keperawatan merupakan hasil persepsi pasien/keluarga yang terpilih
terhadap mutu pelayan keperawatan. Berikut ini terdapat rumus
prosentase persepsi pasien/keluarga yang dihitung dengan cara
(Depkes, 2001):
P=JYJY + JT
x 100%
Keterangan:
P : Prosentase
JY: Jumlah jawaban ya
JT: Jumlah jawaban tidak
3) Kesan dan saran dari pasien/ keluarga merupakan pertanyaan
terbuka.
c) Evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP
Evaluasi tindakan perawat berdasarkan SOP dinilai berdasarkan
dari persiapan dan pelaksanaan tiap kegiatan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat penilai (observer) dan Observee. Perawat
penilai mempunyai kriteria sebagai berikut: perawat terpilih dari
ruangan lain, perawat yang telah memahami SOP, perawat yang telah
mengikuti pelatihan penerapan standar asuhan keperawatan, dan untuk
masing-masing ruangan di RSU kelas C:2-4 orang, RSU kelas B: 4 - 6
orang, RSU kelas A: 6-8 orang. Dan Observee harus memenuhi kriteria
sebagai berikut: perawat sedang bertugas diruangan yang sedang
dilakukan evaluasi dan perawat dengan latar belakang pendidikan
minimal SPK dan pengalaman kerja minimal 2 tahun. Adapun bentuk
penilaian SOP terdiri dari (Depkes, 2001): kolom 1: berisi nomor
kegiatan keperawatan, kolom 2: berisi jenis kegiatan keperawatan yang
diobservasi, kolom 3: berisi aspek yang dinilai pada saat observasi,
kolom 4: berisi hasil observasi yang terdiri dari 5 sub kolom, dan kolom
5: berisi keterangan tentang hal-hal yang terkait dengan situasi dari
aspek yang dinilai. Dibawah ini terdapat rumus dari prosentase tiap
kegiatan dihitung dengan cara sebagai berikut (Depkes, 2001):
P=TJO + JA
x 100%
Keterangan:
P : Prosentase
T : Total (Jumlah dari sub total dari observasi)
JO: Jumlah observasi
JA: Jumlah aspek yang dinilai (kriteria persiapan maupun kriteria
pelaksanaan)
2. Sistem Penghargaan
a. Definisi
Menurut Nawawi (2005) kompensasi bagi organisasi/perusahaan berarti
penghargaan/ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi
dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja.
Program pemberian kompensasi terkait dengan penghargaan dalam bentuk
uang atau sejenisnya yang sering dinamakan sebagai intensif diantaranya
yaitu berapa pendapatan yang akan diberikan kepada tenaga kerja sesuai
dengan pekerjaan yang dilakukannya, kemudian apa yang dinamakan
struktur penggajian (wage-structure) yaitu tingkat upah yang diberikan di
perusahaan tersebut (Simamora, 2012).
Kompensasi atau penghargaan merupakan kontra prestasi terhadap
penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja.
Kompensasi merupakan jumlah paket yang ditawarkan organisasi kepada
pekerja sebagai imbalan atas penggunaan tenaga kerjanya. Jadi,
kompensasi sangat penting bagi karyawan itu sendiri sebagai individu,
karena besarnya kompensasi merupakan pencerminan atau ukuran nilai
pekerja karyawan itu sendiri. Sebaliknya besar kecilnya kompensasi dapat
mempengaruhi prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja karyawan dapat
mencapai tujuan-tujuan organisasi, apabila kompensasi diberikan secara
tepat dan benar (Wibowo, 2013; Notoatmodjo, 2009).
b. Teori yang mendasari penghargaan
Menurut Notoatmodjo (2009) salah satu model-model motivasi kerja
adalah model sumber daya manusia, model ini mengatakan bahwa banyak
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan selain
uang, barang, atau kepuasan kerja, tetapi juga kebutuhan akan keberhasilan
kerja (kesuksesan kerja). Memberikan tanggung jawab dan kesempatan
yang seluas-luasnya untuk membuktikan kemampuannya akan
meningkatkan motivasi dan gairah kerja karyawan. Memberikan “reward”
atau penghargaan, dan “punishmen” atau hukuman oleh atasan kepada
bawahan juga juga dapat dipandang sebagai upaya peningkatan motivasi
kerja.
Telah dikembangkan enam teori motivasi dari sudut psikologi, yang
dapat diimplementasikan dalam Manajemen SDM di lingkungan suatu
organisasi (Nawawi, 2005) yaitu.
1) Teori Kebutuhan dari Maslow
Menyatakan bahwa kebutuhan terdiri dari kebutuhan fisik,
psikologis, dan spiritual. Kebutuhan juga diartikan sebagai
kekuatan/tenaga (energi) yang menghasilkan dorongan bagi individu
untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau memuaskan
kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sudah terpenuhi/terpuaskan tidak
berfungsi atau kehilangan kekuata dalam memotivasi suatu kegiatan.
2) Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg
Teori ini mengemukakan bahwa ada dua faktor yang dapat
memberikan kepuasan yaitu, faktor sesuatu yang dapat memotivasi
adalah faktor prestasi, pengakuan/penghargaan, tanggung jawab,
memperoleh kemajuan dan perkembangan dalam bekerja khususnya
promosi, dan pekerjaan itu sendiri; faktor kesehatan lingkungan kerja
(hygiene factors) fadalah faktor yang berbentuk upah/gaji, hubungan
antara pekerja, supervisi teknis, kondisi kerja, kebijakan perusahaan,
dan proses administrasi di perusahaan.
3) Teori Prestasi (Achievement) dari David McClelland
Teori ini mengklasifikasi motivasi berdasarkan akibat suatu
kegiatan berupa prestasi yang dicapai, termasuk juga dalam bekerja.
Kebutuhan ini memerlukan dan mengharuskan seseorang pekerja
melakukan kegiatan belajar, agar menguasai keterampilan/keahlian
yang memungkinkan seseorang pekerja mencapai suatu prestasi.
4) Teori Penguatan (Reinforcemeny)
Teori ini banyak dipergunakan dan fundamental sifatnya dalam
proses belajar, dengan mempergunakan prinsip yang disebut “Hukum
Ganjaran (Law Of Effect)” yang pada dasarnya berarti pengulangan
kegiatan karena mendapat ganjaran. Ganjaran dapat berarti juga
pemberian intensif berbentuk material maupun non material.
5) Teori Harapan (Expectency)
Teori ini berpegang pada prinsip yang mengatakan: “terdapat
hubungan yang erat antara pengertian seseorang yang mengenai suatu
tingkah laku, dengan hasil yang ingin diperolehnya sebagai harapan.”
Berarti harapan juga merupakan energi penggerak untuk melakukan
suatu kegiatan, yang karena terarah untuk mencapai sesuatu usaha.
Usaha yang dapat dilakukan pekerja sebagai individu dipengaruhi oleh
jenis dan kualitas kemampuan yang dimilikinya, yang diwujudkannya
berupa keterampilan/keahlian dalam bekerja.
6) Teori Tujuan sebagai Motivasi
Teori ini mengatakan dalam bekerja tujuan bukanlah harapan,
setiap pekerja yang memahami dan menerima tujuan
organisasi/perusahaan atau unit kerjanya, dan merasa sesuai dengan
dirinya akan merasa ikut bertanggung jawab dalam mewujudkannya.
Tujuan akan berfungsi sebagai motivasi dalam bekerja, yang
mendorong para pekerja memilih alternatif cara bekerja yang terbaik
atau yang paling efektif dan efisien.
c. Sub variabel sistem penghargaan
Menurut Nawawi (2005) dan Simamora (2004) pembagian sistem
penghargaan dibagi menjadi dua kategorik yaitu terdiri dari kompensasi
langsung (direct compensation) dan kompensasi tidak langsung (indirect
compensation). Kompensasi finansial langsung terdiri dari bayaran (pay)
dalam bentuk gaji, upah, bonus dan komisi, kompensasi finansial tidak
langsung yang disebut juga tunjangan, meliputi semua imbalan finansial
yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung. Kompensasi non finansial
terdiri atas kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri,
atau dari lingkungan psikologisnya dan fisik dimana orang tersebut bekerja.
Secara skematis sistem kompensasi/penghargaan ini bisa dilihat dari
gambar berikut (Simamora, 2004):
Ganbar 2.1 Komponen-Komponen Program Kompensasi/Penghargaan (Simamora, 2004)
Kompensasi
Nonfinansial Finansial
Tidak langsung Langsung
Bayaran Pokok (Base Pay)
Gaji (Salary)
Upah (Wage)
Bayaran intensif (Insentive pay)
Bonus Komisi Pembagian laba Pembagian
keuntungan Pembagian saham
Bayaran tertanggung (Deferred pay)
Program tabungan
Anuitas pemberian saham
Program perlindungan
Asuransi kesehatan
Asuransi jiwa
Pensiun
Asuransi tenaga kerja
Bayaran di luar jam kerja
Liburan
Hari besar
Cuti tahunan
Cuti hamil
Fasilitas
Kendaraan
Ruang kantor
Tempat parkir
Pekerjaan
Tugas-tugas yang menarik
Tantangan
Tanggung jawab
Pengakuan
Rasa pencapaian
Lingkungan kerja
Kebijakan yang sehat
Supervisi yang kompeten
Kerabat kerja yang menyenangkan
Lingkungan kerja yang nyaman
Bayaran Prestasi (Merit Pay)
1) Sistem penghargaan finansial
Kompensasi finansial, merupakan dorongan yang bersifat
keuangan yang bukan saja meliputi gaji yang pantas, tetapi juga
termasuk didalamnya kemungkinan memperoleh bagian dari
keuntungan perusahaan dan soal-soal kesejahteraan yang meliputi
pemeliharaan jaminan hari tua, rekreasi, kesehatan dan lain-lain
(Simamora, 2012).
Sistem penghargaan finansial dibedakan jenisnya sebagai berikut:
a) Langsung
Menurut (Amstrong dan Helen 2003) penghargaan/ganjaran
langsung diantaranya adalah gaji, intensif, bonus. Sedangkan
Nawawi (2005) juga menyebutkan, kompensasi langsung adalah
penghargaan/ganjaran yang disebut gaji atau upah yang dibayar
secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap. Upah dan gaji
juga diartikan sebagai pembayaran dalam bentuk uang secara tunai
atau berupa natura yang diperoleh pekerja untuk pelaksanaan
pekerjaannya. Kompensasi langsung disebut juga upah dasar yakni
upah atau gaji yang diterima seorang pekerja dalam bentuk upah
bulanan (salary), upah mingguan atau upah setiap jam dalam
bekerja (hourly wage).
b) Tidak langsung
Kompensasi tidak langsung adalah pemberian bagian
keuntungan/manfaat lainnya bagi para pekerja di luar gaji atau
upah tetap, dapat berupa uang atau barang. Kompensasi tidak
langsung juga dikataka sebagai program penghargaan/ganjaran
dengan variasi yang luas, sebagai pemberian bagian keuntungan
organisasi/perusahaan. Misalnya THR, Tunjangan Hari Natal dan
lain-lain (Simamora, 2005).
2) Sistem penghargaan non finansial
Sistem penghargaan non finansial menurut Rivai dan Ella (2013)
dapat berupa pujian, menghargai diri sendiri, dan pengakuan yang
dapat mempengaruhi motivasi kerja karyawan, produktivitas, dan
kepuasan. Armstrong dan Murlis (2003) menyebutkan bahwa
kebutuhan non finansial mencakup pencapaian, pengakuan, tanggung
jawab, pengaruh dan pertumbuhan pribadi. Berikutnya di bawah ini
akan dijelaskan lebih
lanjut mengenai sistem penghargaan non finansial berdasarkan
Armstrong dan Helen 2003).
a. Pencapaian
Penelitian yang dilakukan oleh McLelland (1991) dalam
Armstrong (2003) mengenai kebutuhan staf manajerial
menghasilkan identifikasi tiga kebutuhan utama, yaitu pencapaian,
kekuasaan, afiliasi. Kebutuhan pencapaian didefenisikan sebagai
keberhasilan kompetitif yang diukur berdasarkan standar
keunggulan pribadi. Motivasi terhadap pencapaian ditingkatkan
oleh organisasi dengan melalui proses seperti desain jabatan,
manajemen kinerja, serta skema gaji yang dikaitkan dengan
kompetensi atau ketrampilan.
b. Pengakuan
Pengakuan merupakan salah satu motivator yang ampuh. Orang
ingin tahu bukan hanya seberapa baik dia telah mencapai
sasarannya atau menjalankan pekerjaannya, tetapi juga seberapa
baik penghargaan yang diterima atas pencapaiannya. Penghargaan
harus diberikan secara tepat dan harus dihubungkan dengan
pencapaian yang nyata dan jangan hanya disampaikan dalam
bentuk pengakuan semata.
Penghargaan non finansial, terutama bonus pencapaian yang
disampaikan segera setelah prestasi diraih, merupakan simbol yang
jelas atas pengakuan yang digabungkan dengan tunjangan
berwujud. Ini merupakan cara penting untuk membuat proses
penghargaan finansial dan non finansial bisa saling mendukung.
Penghargaan bisa diberikan oleh manajer kepada anak buahnya
yang telah memberinya saran, dan saran tersebut didengar dan
dilaksanakan, kemudian manajer mengakui kontribusi tersebut.
c. Tanggung jawab
Orang dimotivasi dengan memberinya tanggung jawab yang
lebih besar atas pekerjaannya. Ini merupakan proses yang sangat
essensial dalam pemberdayaan. Pemberian tanggung jawab sejalan
dengan konsep motivasi intrinsik yang didasarkan pada isi jabatan.
Ini juga yang terkait dengan konsep fundamental bahwa individu
termotivasi ketika diberi sarana untuk mencapai tujuannya.
Karakteristik jabatan yang secara intrinsik memotivasi adalah:
a) Individu menerima umpan balik atas kinerjanya, lebih
disukai apabila individu mengevaluasi sendiri kinerjanya
dan menentukan umpan balik yang diperlukannya.
b) Individu beranggapan bahwa untuk menjalankan pekerjaan
secara efektif memerlukan kemampuan yang hebat.
c) Individu merasa bisa mengendalikan penetapan tujuan dan
cara pencapaian tujuan dalam pekerjaannya.
d. Pengaruh
Orang termotivasi untuk mempengaruhi dan berkuasa.
Penelitian oleh McClelland menunjukkan selain mencari prestasi,
para manajer terutama di dorong untuk mendapatkan kekuasaan,
walaupun mereka tetap memiliki kebutuhan affiliasi, seperti
hubungan persahabatan. Organisasi melalui kebijakan partisipasi
bisa memotivasi orang dengan cara memberi kesempatan untuk
mengungkapkan gagasannya, kesempatan agar pandangannya
didengar dan bertindak sesuai pandangannya tersebut.
e. Pertumbuhan diri atau pengembangan karir
Individu pada semua level organisasi, baik didorong oleh
ambisi maupun tidak, mulai mengakui pentingnya untuk
meningkatkan ketrampilan dan terus menerus mengembangkan
karirnya. Ini merupakan pengembangan falsafah berkelanjutan.
Kini banyak orang beranggapan bahwa pelatihan merupakan
bagian dari paket penghargaan, kesempatan belajar, mengikuti
kursus atau program yang bergengsi serta peluang untuk
mendapatkan ketrampilan baru, bisa menjadi motivator yang
ampuh.
Pengembangan karir dapat dikaitkan dengan teori kebutuhan
Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan terdiri dari kebutuhan
fisik, psikologis, dan spiritual. Kebutuhan juga diartikan sebagai
kekuatan/tenaga (energi) yang menghasilkan dorongan bagi
individu untuk melakukan kegiatan, agar dapat memenuhi atau
memuaskan kebutuhan tersebut. Kebutuhan yang sudah
terpenuhi/terpuaskan tidak berfungsi atau kehilangan kekuata
dalam memotivasi suatu kegiatan (Nawawi, 2005)
f. Sistem Grading sebagai Jenjang Karir Profesional
Sistem jenjang karir profesional perawat meliputi tiga aspek
yang saling berhubungan yaitu kinerja, orientasi profesional dan
kepribadian perawat, serta kompetensi yang menghasilkan kinerja
profesional. Perawat profesional diharapkan mampu berpikir
rasional, mengakomodasi kondisi lingkungan, mengenal diri
sendiri, belajar dari pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri
sehingga dapat meningkatkan jenjang karir profesinya. Jenjang
karir perawat dapat dicapai melalui pendidikan formal dan
pendidikan berkelanjutan berbasis kompetensi serta pengalaman
kerja disarana kesehatan.
Pemilihan karir secara bertahap akan menjamin individu dalam
mempraktikkan bidang profesinya karena karir merupakan
investasi dan bukan hanya untuk mendapatkan
penghargaan/imbalan jasa. Komitmen terhadap karir ini dapat
dilihat dari sikap perawat terhadap profesinya serta motivasi untuk
bekerja sesuai dengan karir yang telah dipilihnya (Depkes, 2006).
3. Rasio Perawat Pasien
a. Definisi Rasio
Menurut Timmreck (2004) menyatakan bahwa definisi umum rasio
adalah hubungan dalam angka, tingkatan atau penjumlahan yang berbentuk
antara dua hal; hubungan yang kuat dalam hal jumlah atau tingkatan
diantara dua hal yang serupa, misalnya 25 laki-laki terhadap 30 perempuan.
Dari segi matematis, rasio adalah hasil dari suatu penjumlahan yang dibagi
dengan jenis penjumlahan lain dan dinyatakan dalam bentuk pecahan.
b. Definisi Perawat
Menurut Elis dan Hartley (1980) dalam Priharjo (2008) menyatakan
definisi perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan melindungi,
yang merawat orang sakit, luka dan usia lanjut. Peran perawat adalah
menjaga pasien mempertahankan kondisi terbaiknya terhadap masalah
kesehatan yang menimpanya. Pengertian perawat menurut Kepmenkes RI
No. 1239 tahun 2001 dalam Suryadi (2013) tentang regestrasi dan praktik
perawat, perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat,
baik dari dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Perawat adalah profesi yang sifat
pekerjaannya berhubungan dengan manusia, terjadi proses interaksi antara
individu, saling mempengaruhi antar individu dan dapat memberikan
dampak terhadap tiap-tiap individu yang bersangkutan (Suheimi dan Emi,
2004).
c. Definisi Pasien
Menurut Kamus Besar Indonesia, pasien adalah orang sakit (yang
dirawat), penderita (sakit). Sedangkan menurut Kamus Kesehatan, pasien
adalah seorang individu yang mencari atau menerima perawatan medis.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pasien adalah setiap
orang sakit yang mencari atau menerima pelayanan kesehatan yang
diperlukan baik secara lngsung maupun tidak langsung. Menurut definisi
rasio, perawat dan pasien dapat disimpulkan rasio perawat pasien adalah
perbandingan jumlah perawat dengan jumlah pasien yang harus di tangani
di rumah sakit.
B. KERANGKA TEORI
Perawat Kinerja
Faktor yang
mempengaruhi kinerja:
a. Kemampuan
b. Motivasi
c. Sistem
penghargaan
Rasio
Perawat pasien
Kinerja Perawat
Kinerja perawat
(Depkes, 2001):
a. Penerapan SAK
pada pedoman
studi dokumentasi
asuhan
keperawatan
b. Evaluasi persepsi
pasien/keluarga
terhadap mutu
asuhan
keperawatan
c. Evaluasi tindakan
perawat
berdasarkan SOP
KERANGKA KONSEP
Variabel Independen
Variabel
Dependen
Variabel confounding
C. HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara sistem penghargaan
dan rasio perawat pasien terhadap kinerja perawat di RSUD Panembahan Senopati
Bantul.
Sistem Penghargaan
Rasio Perawat Pasien
Kinerja Perawat
Karakteristik indifidu:
1. Umur
2. Pendidikan
3. Lama kerja
top related