case typhoid fara diana
Post on 14-Dec-2015
236 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Laporan Kasus
DEMAM TIFOID
Oleh:
Fara Idamawati, S.Ked
Diana Utama Putri, S.Ked
Pembimbing:
Dr.dr. Rosiana A Marbun, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. IBNU SUTOWO BATURAJA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Demam Tifoid” untuk memenuhi
tugas laporan kasus yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran kepaniteraan
klinik, khususnya Ilmu Kesehatan Anak Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Rosiana
A Marbun, Sp.A, selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan
kasus ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga dan rekan-rekan dokter
muda, serta semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini,
semoga bermanfaat, amin.
Palembang, Oktober 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR...........................................................................................2
DAFTAR ISI.........................................................................................................3
HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................4
BAB I LAPORAN KASUS...................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................13
BAB III ANALISIS KASUS.................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
3
HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi Kasus
Demam Tifoid
Oleh:
Fara Idamawati, S.Ked
Diana Utama Putri, S.Ked
Sebagai salah satu komponen/syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior bagian
Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang Periode 20
Oktober 2014 – 7 November 2014.
Baturaja, Oktober 2014
Dr. dr. Rosdiana A. M, Sp.A
4
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : Clara Safitri
Umur : 7 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Nama Ayah : Barozi
Nama Ibu : Rusneli
Agama : Islam
Alamat : Tanjung Manggis, Kec. Lubuh Batang
Dikirim Oleh : Datang Sendiri
MRS Tanggal : 18 Oktober 2014
II. ANAMNESIS
Tanggal : 20 Oktober 2014
Diberikan oleh : Ibu penderita
Keluhan utama : Demam
Keluhan tambahan : tidak nafsu makan
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 6 hari SMRS penderita demam tinggi, demam pada malam hari namun
turun pada pagi hari. Mual (+). Muntah (+) setiap makan & minum, setiap muntah
banyaknya ±1/4 - 1/2 gelas belimbing dan tidak menyemprot. Nafsu makan
menurun (+). Nyeri menelan (-), batuk (-), pilek (-).
± 3 hari SMRS penderita tetap demam tinggi, dibawa berobat ke dr.Faisal, diberi
obat racikan puyer sebanyak 3 buah, namun penderita lupa obat apa yang diberikan.
Setelah berobat, menurut ibu penderita demam turun namun mual (+), muntah (+)
dan tidak nafsu makan tetap.
5
±6 jam SMRS penderita mengeluh demam tinggi. Terdapat nyeri ulu hati, mual,
muntah (-), lemas, nafsu makan menurun. BAB dan BAK normal, tidak berwarna
kehitaman atau keluar darah. Menggigil (-), mimisan (-), perdarahan gusi (-), nyeri
menelan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri sendi (-), nyeri otot (-), pegal-pegal
(-), batuk (-), pilek (-). Penderita lalu ke RSUD Baturaja dan di rawat inap.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Usia 3 tahun penderita mengalami muntah berak (diare), di rawat inap di RSUD,
keluhan membaik, penderita pulang. Keluhan batuk pilek sering dialami penderita.
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat Keluarga
Penderita merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Masa Kehamilan : 38 minggu
Partus : Spontan pervaginam
Tempat : Rumah
Ditolong Oleh : Bidan
Tanggal : 16-10-2007
6
Barozi, 33th Rusneli, 27th
Adi, 13th Clara, 7th
BB : 3000
PB : Lupa
Periksa hamil : Pernah, ke Bidan, namun lupa berapa kali
Kebiasaan ibu sebelum/selama kehamilan
Minum alkohol : Tidak
Merokok : Tidak
Makan obat-obatan tertentu : Tidak
Riwayat Makanan
ASI : 0- 2 tahun Diberikan dari lahir sampai saat ini. Frekuensi lebih
dari 8 kali dalam sehari atau setiap anak menangis. Ibu terbangun
menyusui malam hari (+)
Susu Botol/Kaleng : Tidak diberikan
Bubur Nasi : 6 bulan–1 tahun. Diberikan bubur nasi sebanyak ±4 sendok
makan, dengan potongan wortel sebanyak 1 sendok makan, lauk
diberikan ikan sebanyak 1 sendok dan sekali-sekali diberikan
potongan ayam lalu di letakkan di mangkuk kecil.
Nasi Tim/Lembek : Tidak diberikan
Nasi Biasa : 2 tahun – sekarang. Makan nasi 2-3x sehari namun jadwal
makan nasi tidak teratur, sebanyak 1,5 centong nasi, dengan lauk
ikan sebanyak 1 potong ikan, frekuensi makan 1x seminggu.
Daging ayam 1x seminggu, 1 potong.
Tempe : Hampir setiap hari
Tahu : Hampir setiap hari
Sayuran : Hampir setiap hari, biasanya sayur kankung sebanyak 2 sendok,
terkadang sayur kol dan tauge.
Buah : Kadang-kadang. Seminggu sekali makan buah mangga atau
pepaya, ±2 potongan mangga/pepaya.
Lain-lain : Jajan setiap sepulang sekolah (sosis, somay, ciki, es krim dll)
7
Kesan : Asupan makanan kurang sehat
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Tengkurap : 5 bulan
Duduk : 10 bulan
Berdiri : 12 bulan
Berjalan : 14 bulan
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan fisik sesuai tahap perkembangan
Riwayat Imunisasi
BCG : 1 kali, bekas scar ada
Polio : 4 kali
DPT : 3 kali
Campak : 1 kali
Hepatitis : 3 kali
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak kedua dari pasangan Tuan Barozi, usia 33 tahun, yang bekerja
sebagai petani karet, dan Ny. Rusneli, usia 27 tahun, seorang ibu rumah tangga.
Pendidikan terakhir orang tua adalah SMP. Penghasilan rata-rata satu bulan sekitar Rp
1.000.000,-
Kesan : Sosioekonomi menengah ke bawah
Riwayat Higienitas
Penderita tinggal di rumah berukuran ±10 x 15 m2 dengan ayah, ibu dan satu orang
kakak. Dinding rumah dari kayu & triplek, lantai rumah dari semen. Terdapat 1 kamar
tidur dirumah. Rumah berdekatan dengan tetangga yang lainnya, jarak dari satu rumah
ke rumah lainnya ±2m . Tepat di samping rumah ada tempat pembuangan sampah,
8
sampah dibakar 1 minggu 1x. Memasak dan minum air dari air sumur dan dimasak.
Mencuci baju di sungai, mencuci peralatan makan dan masak menggunakan air sumur.
Kamar mandi ada diluar rumah, jarak dari sumur ke kamar mandi 1 meter, mandi di
rumah menggunakan air sumur. Ketika makan di rumah penderita tidak dibiasakan
mencuci tangan sebelum makan. Makanan yang akan dimakan ditutup menggunakan
tudung saji plastik.
Kesan : Status higienitas kurang baik
Riwayat Jajan
Penderita saat ini duduk di kelas 2 SD. Di sekolah, penderita hampir setiap hari jajan
berupa pempek, sosis, chiki, choki-choki, es teh, es krim, dll. Sebelum makan disekolah
penderita tidak pernah mencuci tangan terlebih dahulu..Sumber air untuk memasak atau
mencuci piring jajanan tersebut tidak diketahui.
Kesan: Kebiasaan jajan sembarangan
III. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
BB : 16 Kg
PB : 111 cm
Kesan status gizi : gizi baik
Suhu : 36,5 0C
Frekuensi napas : 28 x/menit
Nadi : 90 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Tekanan darah : 90/50 mmHg
Status Gizi
BB/U : 16/21x100% = 76%
9
TB/U : 111/119x100% = 93%
BB/TB : 16/20x100% = 80%
Kesan : Gizi kurang
Keadaan Spesifik
Kepala : Normocephali, lingkar kepala = 48 cm
Rambut : Warna hitam kecoklatan, distribusi normal, tebal dan halus, tidak
mudah dicabut, alopecia (-)
Mata : Mata cekung (-), konjungtiva palpebra anemis (-), sclera ikterik (-),
pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, reflex cahaya +/+
Hidung : Deformitas (-), nafas cuping hidung (-), deviasi septum (-), mukosa
hiperemis (-), hipertrofi konka (-), sekret (-)
Telinga : Deformitas (-), mukosa hiperemis (-), sekret (-), serumen/plaque (-),
nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tarik auricula (-)
Mulut : Mukosa bibir basah (+), rhagaden (-), typhoid tongue (+), cheillitis
(-), stomatitis (-), fisura (-), atrofi papil (-)
Faring : Faring hiperemis (-), uvula di tengah, T1-T1
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks
Pulmo
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
Statis dinamis kanan=kiri, simetris, retraksi (-)
Stem fremitus kanan=kiri, simetris
Sonor pada kedua lapang paru, batas paru-hepar ICS IV linea
midclavicularis dextra
Vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Cor
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Ictus cordis terlihat
Ictus cordis teraba di ICS IV line midclavicularis sinistra, thrill (-)
Batas atas jantung : ICS III linea midclavicularis sinistra
10
Auskultasi :
Batas kanan jantung : ICS IV linea parasternalis sinistra
Batas kiri jantung : ICS IV linea axillaris anterior sinistra
HR = 90 x/menit, regular, bunyi jantung I-II normal, murmur (-),
gallop (-), pulsus deficit (-)
Abdomen
Inspeksi :
Palpasi :
Perkusi :
Auskultasi :
Cembung
Lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) di semua kuadran
Timpani
Bising usus (+)meningkat (8x/menit)
Ekstremitas : Akral hangat, tidak pucat, CRT< 2”, Spitting edema (-)
IV. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
- Demam tifoid
- DBD
- Malaria
- TB (Milier)
- Demam Rematik
V. DIAGNOSA KERJA
Demam Tifoid
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin, Widal Test
VII. PENATALAKSANAAN
- Bed rest
- Diet:
- Makanan yang diberikan lunak rendah serat, mudah dicerna, tidak
dalam jumlah banyak dan bersih.
11
- Bubur saring sampai tujuh hari bebas panas. Bubur biasa 3 hari,
kemudian makanan biasa.
- Biasakan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
- IVFD RL gtt XI
- Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari 1600 mg/kgBB per hari
- Paracetamol tablet 3x250 mg
VIII. FOLLOW UP
Senin
20/10/2014
S:Anak terlihat lemah
O: Keadaan spesifik
Kepala: conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), thypoid
tongue (+)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar/lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”
A : Demam Tifoid
Selasa
21/10/2014
S: Anak terlihat lemah
O: Keadaan spesifik
Kepala: conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), thypoid
tongue (+)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar teraba 1 jari dibawah arcus
costae, lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”
A : Demam Tifoid
Rabu S: -
12
22/10/2014
O: Keadaan spesifik
Kepala: conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), thypoid
tongue (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar teraba 1 jari dibawah arcus
costae, lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”
A : Demam Tifoid
Kamis
23/10/2014
S: -
O: Keadaan spesifik
Kepala: conjungtiva anemis (-), sclera ikterik (-), thypoid
tongue (-)
Thoraks: simetris, retraksi (-)
Pulmo : vesikuler (+) normal, rhonki (-), wheezing (-)
Cor : bunyi jantung I-II normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, lemas, hepar teraba 1 jari dibawah arcus
costae, lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”
A : Demam Tifoid
BAB II
13
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Demam Tifoid
Demam tifoid atau Typus abdominalis atau typoid fever adalah suatu penyakit
infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi. Penyakit ini
ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakterimia tanpa keterlibatan
struktur endothelial atau endokardial dan terdapat multiplikasi bakteri ke dalam sel
fagosit mononuclear dan hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyer’s patch.
B. Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu S. typhi,
s. paratyphi A, dan S. paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain.
Demam yang disebabkan oleh S. typhi cenderung untuk menjadi lebih berat daripada
bentuk infeksi salmonella yng lain. Salmonella merupakan bakteri batang gram
negatif yang mempunyai flagella, bersifat motil, tidak membentuk spora, fakultatif
anaerob, dan tidak berkapsul. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik
namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau
60 º C (140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan
suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-
minggu dalam sampah, bahan makanan kering, dan bahan tinja.
Gambar 2.1. Strukur Salmonella typhi
Salmonella memiliki antigen somatik O, envelope antigen (K), flagelar
antigen (H). Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil
terhadap panas, antigen H adalah protein labil panas, dan envelope antigen (K)
terdiri dari polisakarida.
1. Antigen O
14
Antigen O merupakan somatik yang terletak di lapisan luar tubuh kuman.
Struktur kimianya terdiri dari lipopolisakarida. Antigen ini tahan terhadap
pemanasan 100°C selama 2–5 jam, alkohol dan asam yang encer.
2. Antigen H
Antigen H merupakan antigen yang terletak di flagela, fimbriae atau fili S. typhi
dan berstruktur kimia protein. S. typhi mempunyai antigen H phase-1 tunggal
yang juga dimiliki beberapa Salmonella lain. Antigen ini tidak aktif pada
pemanasan di atas suhu 60°C dan pada pemberian alkohol atau asam.
3. Antigen Vi
Antigen Vi terletak di lapisan terluar S. Typhi (kapsul) yang melindungi kuman
dari fagositosis dengan struktur kimia glikolipid, akan rusak bila dipanaskan
selama 1 jam pada suhu 60°C, dengan pemberian asam dan fenol. Antigen ini
digunakan untuk mengetahui adanya karier.
C. Patofisiologi
HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya
Salmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama
cairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan
menurun pada waktu terjadi pengosongan lambung, sehingga Salmonella spp lebih
mudah masuk ke dalam usus penderita. Salmonella spp kemudian memasuki folikel-
folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa usus,
bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp.
Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya
mencapai aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita.
Dengan melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding empedu atau secara
tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu, maka bakteria
dapat mencapai empedu yang larut disana. Melalui empedu yang infektif terjadilah
invasi ke dalam usus untuk kedua kalinya yang lebih berat daripada invasi tahap
pertama. Invasi tahap kedua ini menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe
15
usus kecil sehingga gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan
salah satu bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang
dalam. Berbagai macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem
hematopoietik yang membentuk darah, terutama jaringan limfoid usus kecil,
kelenjar limfe abdomen, limpa dan sumsum tulang.
Pada awal minggu kedua dari penyakit demam tifoid terjadi nekrosis
superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau yang lebih utama disebabkan
oleh sumbatan pembuluh-pembuluh darah kecil oleh hiperplasia sel limfoid
(disebut sel tifoid). Mukosa yang nekrotik kemudian membentuk kerak, yang
dalam minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat
atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus.
Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena,
dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus bahkan dapat mencapai
membran serosa.
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus,
maka perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua
komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab
yang paling sering menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun
demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya
ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat
sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah
terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan perdarahan usus dan perforasi menunjukkan
bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan
dapat terjadi baik perdarahan maupun perforasi.
Pada stadium akhir dari demam tifoid, ginjal kadang-kadang masih tetap
mengandung kuman Salmonella spp sehingga terjadi bakteriuria. Maka penderita
merupakan urinary karier penyakit tersebut.
Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak.
Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis.
16
Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta meningitis
kadang-kadang dapat terjadi pada demam tifoid.
17
18
Diorgan RE S.Typhi akan meninggalkan sel” fagosit
Berkembang biak di luar sel
Diogran RE S.Typhi akan meninggalkan sel” fagosit
Menyebar keseluruh organ Relikuloendotelial tubuh hati & splen
Tejadi bakterima I (asymptomatik)
Masuk ke sirkulasi darah
Dibawah ke plaque peyeri ileum distal
Kuman hidup dan berkembang biak
Menembus sampai lamina propira
Berkembang biak & difagosit oleh sel’fagosit terutama makrofag
Nembus sel, epitel terutama sel M
Berkembang Biak
Dimusnahkan dilambung oleh HCL
Lolos dan masuk ke ususBila respon imunitas humukral mucosa (IgA)
Kuman masuk bersama makanan & minuman yang terkontaminasi
Masuk lagi ke sirkulasi darah
Bakterima kedua tanda” dan gejala penyakit infeksi sistem karena
Makrofag yang telah teraktivasi & hiperaktif saat fagosit, terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi
Gejala reaksi inflamasi sistemik deman, malaise, mialgya, sakit kepala, sakit perut, instabilita, vascular,
ganggua mental & gangguan koagulasi
Masuk kekantung empedu
Berkembang biak
Ekskresi B’sama cairannya empedu secara intermitten kedalam lumen usus
Sirkulasi darah
Proses berulang Sebagian menembus lumrn usus
Sebagian dikeluarkan lewat feces
Perforasi peritonitis nyeri tekan
D. Gejala Klinis
Pada anak, peiode inkubasi demam tifois antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-
14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan
tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus di rawat.
Variasi gejala disebabkan faktor galur salmonella, status nutrisi dan imunologik
pejamu, serta lama sakit dirumah.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai infeksi akut pada
umumnya, seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, dan
konstipasi. Demam pada demam tifoid menyerupai step-ladder temperature chart
yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap
harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam
akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahann secara lisis
kecuali terdapat fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkat. Setelah minggu
kedua maka gejala dan tanda klinis makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid,
pembesaran hati dan limpa, atau perut kembung. Saat demam sudah tinggi, dapat
disertai gejala sistem saraf pusat seperti kesadaran berkabut atau delirium atau
obtundasi, atau penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma.
Lidah tifoid terjadi beberapa hari setelah panas meninggi dengan tanda-tanda
antara lain lidah tampak kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak
lebih pucat, di bagian ujung dan tepi lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif
akan terjadi deskuamasi epitel sehingga papila lebih prominem.
Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu
kedua. Merupakan nodul kecil menonjol dengan diameter 2-4cm, berwarna merah
pucat, serta hilang pada penekanan. Rosola ini merupakan emboli kuman dimana di
dalamnya mengandug kuman salmonella dan terutama didapatkan di daerah perut,
dada, dan kadang-kadang daerah pantat maupun bagian flexor lengan atas.
19
Limpa pada umumnya sering membesar dan sering ditemukan pada akhir
minggu pertama dan harus dibedakan dengan pembesaran oleh karena malaria.
Pembesaran limpa pada tifoid tidak progresif dengan kosistensi lebih lunak.
E. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang
diperkuat oleh pemeriksaan laboratorium penunjang. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk membantu menegakkan diagnosis, menetapkan prognosis, memantau
perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan
usus atau perforasi. Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula
normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis
relatif. LED (Laju Endap Darah) : meningkat. Jumlah trombosit normal atau
menurun (trombositopenia).
2. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan
sampai hepatitis Akut.
4. Imunologi
Tes Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi
(didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi atau paratyphi
(reagen). Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling
sering diminta terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di
Indonesia. Sebagai uji cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil
positif dinyatakan dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal
sebagai Febrile agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan
hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh
faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan
20
spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan
adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh
karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu
pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang
buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
Diagnosis Demam Tifoid atau Paratifoid dinyatakan bila titer O = 1/160,
bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat
penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir
minggu 1. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita
yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif
(positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi
dari kontak sebelumnya.
5. Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam
Typhoid atau paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis
pasti untuk Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum
tentu bukan Demam Tifoid atau Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu
sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall
(darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam
bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah
mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi (5,6).
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena
perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2 - 7 hari, bila
belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen
yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut
atau carrier digunakan urin dan tinja.
21
F. Komplikasi
Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai dari
yang ringan sampai berat bahkan kematian. Komplikasi yang sering terjadi pada
demam tifoid adalah perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan
perlu diwaspadai dari demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen
penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini.
Perdarahan usus umumnya ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar, nyeri
pada perabaan, seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan terjadinya
syok, diikuti dengan perdarahan saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman
yang keluar bersama tinja. Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus,
sehingga membuat gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada
selaput perut (peritonitis). Jika hal ini terjadi, diperlukan perawatan medis yang
segera.
Komplikasi lain yang lebih jarang, antara lain :
1. Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare.
Sehingga dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.
2. Kejang Demam
3. Gangguan Kesadaran
4. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
5. Pneumonia.
6. Peradangan pankreas (pankreatitis).
7. Infeksi ginjal atau kandung kemih.
8. Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
9. Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.
G. Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.Thypi, maka setiap
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka
konsumsi. Salmonella thypi dalam air akan mati bila dipanasi setinggi 57C untuk
beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klornasi. Untuk makanan, pemanasan
22
sampai suhu 57C beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman
Salmonella thypi. Penutunan endemitas suatu negara/daerah tergantung pada
baik/buruknya pengadaan sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta
tingkat kesadaran individu terhadap higieni pribadi. Imunisasi aktif dapat
membantu menekan angka kejadian demam tifoid.
H. Penatalaksanaan
1. Pengobatan kausal
a. Kloramfenikol merupakan lini pertama antibiotik untuk demam tifoid. Dosis
yang diberikan adalah 50-100 mg/kgBB/hari oral atau iv dibagi dalam 4
dosis selama 10-14 hari atau 5-7 hari setelah demam turun. Pada kasus
dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan diperpanjang sampai 21 hari, 4-
6 minggu untuk osteomielitis akut dan 4 minggu untuk meningitis.
b. Ampisilin dosis 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali secara intravena.
Respon perbaikan klinis kurang dibandingkan kloramfenikol.
c. Kotrimoksasol dengan dasar trimetropin 8-10 mg/kgBB/ hari atau
sulfameoksasol 40-50 mg/kgBB/hari selama 7 hari, memberikan hasil
kurang baik dibandingkan kloramfenikol.
d. Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis selama 10 hari,
memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan
demam lebih lama
e. Strain yang resisten umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga,
seperti sefriakson 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis selama 5-7 hari
atau sefotaxim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis efektif.
f. Cefiksim 15-20 mg/kgBB/hari iv atau im selama 5 hari
2. Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran.
Deksametason 1-3 mg/kgBB/hari iv dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
3. Memperbaiki keadaan umum : koreksi elektrolit atasi dehidrasi, hipoglikemi
4. Pengobatan dietetik tergantung kondisi penderita bila perlu makanan lunak/ cair
mudah dicerna tinggi kalori dan protein
23
5. Tirah baring bila perlu isolasi penderita
6. Transfusi darah bila terjadi penyulit perdarahan usus
7. Tindakan diperlukan pada perforasi usus seperti laparotomi
8. Diet : makanan tidak berserat dan mudah dicerna, setelah demam reda dapat
diberikan makanan yang lebih padat dengan kalori cukup.
24
BAB III
ANALISIS KASUS
Berdasarkan anamnesis, pasien sejak 6 hari SMRS sudah mengeluh adanya
gejala panas. Panas tinggi pada perabaan, bersifat naik turun, Panas terutama pada
malam hari dan bila pagi hari panas akan turun tetapi tidak mencapai suhu normal.
Demam yang terjadi 6 hari perlu dicurigai sebagai malaria, tuberkulosis, infeksi saluran
kemih, demam rematik, atau ISPA. 3 hari SMRS penderita masih mengeluh demam
tinggi, badan semakin lemas, dan tidak mau lagi makan atau minum. 1 hari SMRS
penderita mengeluh demam yang semakin tinggi. Tipe panas yang ditemui pada pasien
ini berupa panas yang naik secara bertahap lalu menetap selama beberapa hari (1
minggu) dan panas terutama pada malam hari. Disini terdapat kecurigaan demam
bersifat remitten menyerupai step-ladder temperature chart yang ditandai dengan
demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik
tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi. Demam
tipe seperti ini terjadi pada demam tifoid.
Pada penderita terdapat, mual, muntah, lemas, nafsu makan menurun bahkan
penderita sampai tidak mau makan, sakit kepala. BAB dan BAK normal, tidak berwarna
kehitaman atau keluar darah. Menggigil (-), mimisan (-), perdarahan gusi (-), nyeri
menelan (-), keluar cairan dari telinga (-), nyeri sendi (-), batuk (-), pilek (-).
Penderita tinggal di daerah endemik malaria, namun demam pada penderita
terjadi setiap hari, tidak berselang-seling sesuai pola intermitten pada malaria. Demam
pada penderita tidak disertai menggigil dan berkeringat setelah demam. Selain itu
tidak dijumpai gejala lain yang mengarahkan pada diagnosis malaria, seperti BAK
berwarna kehitaman atau seperti teh tua, mialgia, atralgia. Jadi, kemungkinan diagnosis
malaria dapat disingkirkan.
Penderita tidak mengeluh batuk terutama pada malam hari, penurunan berat
badan. Kemungkinan diagnosis tuberculosis dapat disingkirkan. Penderita tidak
25
mengeluh gejala ISPA seperti batuk pilek sehingga arah diagnosis ISPA dapat
disingkirkan. BAB dan BAK penderita normal, tidak ada darah, tidak ada rasa sakit
sewaktu berkemih. Kemungkinan diagnosis karena ISK dapat disingkirkan. Pada
penderita, tidak ada rasa nyeri dada, nyeri sendi yang berpindah-pindah, bengkak atau
tanda-tanda infeksi pada kulit, sehingga kemungkinan diagnosis demam rematik dapat
disingkirkan.
Penderita lalu ke RSUD Baturaja dan di rawat inap. Pada pemeriksaan mulut
ditemukan ada lidah kotor. Khas lidah pada penderita demam tifoid adalah kotor di
tengah, tepi dan ujung merah (typhoid tongue). Namun tidak dijumpai tremor lidah.
Pada anamnesis penderita merasa mual dan muntah. Bakteri Salmonella typhi masuk
ke dalam tubuh melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran
pencernaan yaitu usus halus. Kemudian mengikuti peredaran darah, menyebabkan
bakterimia kemudian akan masuk melalui sirkulasi portal dari usus kemudian
berkembang biak di hati dan limpa, akibatnya terjadi pembengkakan (hepatomegali)
dan akhirnya menekan lambung.
Penatalaksanaan demam tifoid pada dasarnya meliputi istirahat dan perawatan,
diet dan terapi penunjang serta pemberian antimikroba. Perawatan dan pengobatan
terhadap penderita penyakit demam Tifoid bertujuan menghentikan invasi kuman,
memperpendek perjalanan penyakit, mencegah terjadinya komplikasi, serta
mencegah agar tidak kambuh kembali. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah dengan
pemberian IVFD RL 15 gtt/ menit, paracetamol tablet 250mg 3 kali 1 tablet perhari,
Kloramfenikol 1050-2100 mg/hari, dibagi 4 dosis jadi diberikan 4x500 mg,diet lunak
rendah serat dan bed rest.
Pemberian IVFD berdasarkan kebutuhan pasien akibat adanya demam
berlebihan dan muntah yang tentu saja menyebabkan cairan tubuh berkurang.
Pemberian paracetamol diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti demam
dan rasa pusing. Paracetamol sebagai antipiretik berfungsi sebagai penghambat
prostaglandin. Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya
panas. Pada keadaan demam keseimbangan terganggu, tetapi dapat dikembalikan ke
normal. Peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali dengan pelepasan
26
suatu zat pirogen endogen atau suatu sitokin seperti IL-1 yang memacu pelepasan
prostaglandin yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus, selain itu PGE-2
menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral. Obat ini menekan efek
zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis prostaglandin.
Untuk antibiotika, obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/
amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi ketiga.
Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon. Pada
pasien ini diberikan kloramfenikol 4 kali 500 mg sehari.
Perawatan biasanya bersifat simptomatis istrahat dan dietetik. Tirah baring
sempurna terutama pada fase akut. Pasien harus berbaring di tempat tidur selama tiga
hari hingga panas turun, kemudian baru boleh duduk, berdiri dan berjalan. Masukan
cairan dan kalori perlu diperhatikan. Dahulu dianjurkan semua makanan saring,
sekarang semua jenis makanan pada prinsipnya lunak, mudah dicerna, mengandung
cukup cairan , kalori, serat, tinggi protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak
menimbulkan banyak gas. Makanan saring / lunak diberikan selama istirahat mutlak
kemudian dikembalikan ke makanan bentuk semula secara bertahap bersamaan dengan
mobilisasi. Misalnya hari I makanan lunak, hari II makanan lunak, hari III makanan
biasa, dan seterusnya. Pencegahan penyakit demam Tifoid bisa dilakukan dengan cara
perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan serta penyuluhan kesehatan.
27
top related