hasil penelitian dan pembahasan a. gambaran umum...
Post on 06-Mar-2019
215 Views
Preview:
TRANSCRIPT
91
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya
Pemaparan hasil pengumpulan data mengenai pertanyaan peneliti pertama
yaitu : “Seperti apakah gambaran perilaku konformitas terhadap kelompok teman
sebaya yang dilakukan remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung”.
Dari hasil penyebaran instrument kepada 172 responden yaitu siswa-siswi
kelas XI SMAN 2 diperoleh gambaran umum perilaku konformitas terhadap
kelompok teman sebaya yang dilakukan remaja pada Siswa kelas XI SMAN 24
Bandung Tahun Ajaran 2009/2010. Diketahui bahwa sebesar 62.24 % remaja
kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 berperilaku konformitas
terhadap kelompok teman sebayanya. Sedangkan responden yang berada pada
kelompok anti-konformitas adalah 37.76 %.
Secara visual gambaran umum gambaran perilaku konformitas terhadap
kelompok teman sebaya yang dilakukan remaja siswa kelas XI SMAN 24
Bandung tahun ajaran 2009/2010 divisualisasikan pada Grafik 4.1 berikut ini.
Gambaran umum yang diperlihatkan oleh
sebagian besar responden melakukan konformitas terhadap kelompok teman
sebayanya. Selanjutnya
konformitas dan anti konformitas dalam aspek
konf
orm
itas
anti-
konf
orm
itas
Aspek 1
65.63%
34.37%
Grafik 4.1
Persentase Tingkat Perilaku Konformitas
Gambaran umum yang diperlihatkan oleh Grafik 4.1 menunjukan bahwa
sebagian besar responden melakukan konformitas terhadap kelompok teman
Selanjutnya untuk lebih jelas grafik 4.2 menggambarkan perilaku
konformitas dan anti konformitas dalam aspek - aspek perilaku konformitas.
Gafik 4.2
Gambaran Aspek Perilaku Konformitas
62.24 %
37.76 %
konformitas anti-konformitas
anti-
konf
orm
itas
konf
orm
itas
anti-
konf
orm
itas
konf
orm
itas
anti-
konf
orm
itas
konf
orm
itas
anti-
konf
orm
itas
konf
orm
itas
anti-
konf
orm
itas
Aspek 1Aspek 2
Aspek3Aspek 4
Aspek 5
34.37%
77.20%
22.80%33.21%
66.79%
84.40%
15.60%
58.62%
41.38%
92
Konformitas
4.1 menunjukan bahwa
sebagian besar responden melakukan konformitas terhadap kelompok teman
menggambarkan perilaku
aspek perilaku konformitas.
anti-
konf
orm
itas
41.38%
93
Keterangan :
Aspek 1 = Aspek pengetahuan
Aspek 2 = Aspek pendapat
Aspek 3 = Aspek keyakinan
Aspek 4 = Aspek ketertarikan
Aspek 5 = Aspek kecenderungan berinteraksi
Grafik 4.2 menunjukkan bahwa remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung
menunjukan perilaku konformitas dengan memiliki ketertarikan yang tinggi
terhadap kelompoknya yaitu sebesar 84.40%, kemudian memiliki pendapat
terhadap kelompok yang dipercaya sesuai dengan yang difikirkannya, memiliki
pengetahuan tentang kelompok 65.63%, dan juga memiliki kecenderungan untuk
saling berinteraksi yang tinggi yaitu sebesar 58.62%. Sedangkan pada aspek
keyakinan sebesar 33.21%, jika dilihat dari persentase keseluruhan aspek maka
aspek keyakinan ini merupakan aspek terendah dalam perilkau konformitas yang
dilakukan remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung , yang berarti sebagian besar
remaja lebih memilih untuk berperilaku anti-konformitas atau tidak menyesuaikan
dirinya terhadap keyakinan yang ada dalam kelompok.
Selanjutnya untuk memperjelas gambaran konformitas yang dilakukan remaja
siswa kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 maka diuraikan juga
gambaran umum masing-masing aspek perilaku konformitas yang meliputi aspek
pengetahuan, aspek pendapat, aspek keyakinan, aspek ketertarikan (perasaan
senang), dan aspek kecenderungan berinteraksi.
a. Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya pada
Aspek Pengetahuan
Hasil penelitian berkenaan dengan
teman sebaya pada
Gambaran Umum
Keterangan Indikator 1 =
Indikator 2 =
Indikator 3 =
Indikator 4 =
Gambaran perilaku konformitas pada aspek pengetahuan menunjukan bahwa
remaja siswa kelas XI SMA Negeri 24 Bandung memiliki informasi yang t
Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya pada
Aspek Pengetahuan
Hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konformitas terhadap kelompok
teman sebaya pada aspek pengetahuan dapat dilihat pada grafik
Grafik 4.3
Gambaran Umum Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya
pada Aspek Pengetahuan per-indikator
: Indikator 1 = Pengetahuan induvidu tentang anggota kelompok.
Indikator 2 = Pengetahuan individu tentang aktivitas kelompok.
Indikator 3 = Pengetahuan individu tentang tujuan kelompok.
Indikator 4 = Pengetahuan individu tentang aturan atau norma kelompok.
Gambaran perilaku konformitas pada aspek pengetahuan menunjukan bahwa
remaja siswa kelas XI SMA Negeri 24 Bandung memiliki informasi yang t
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
indikator 1indikator 2
indikator 3indikator 4
76.74%
23.26%
87.50%
12.50%
51.16%48.84%
41.57%
94
Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya pada
formitas terhadap kelompok
grafik di bawah ini:
Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya
indikator
Pengetahuan induvidu tentang anggota kelompok.
Pengetahuan individu tentang aktivitas kelompok.
Pengetahuan individu tentang tujuan kelompok.
Pengetahuan individu tentang aturan atau norma kelompok.
Gambaran perilaku konformitas pada aspek pengetahuan menunjukan bahwa
remaja siswa kelas XI SMA Negeri 24 Bandung memiliki informasi yang tinggi
an
ti-k
on
form
ita
s
indikator 4
58.43%
terutama mengenai aktivitas kelompok yaitu sebesar 87.50%, pengetahuan tentang
anggota kelompok sebesar 76.74%,
sebesar 51.16%, kemudian informasi tentang aturan atau norma kelompok sebesar
41.57%, jika di band
indikator pengetahuan individu tentang aturan atau norma kelompok adalah
indikator paling rendah
konformitas terhadap
kelompok.
b. Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya
Berdasarkan pada Aspek Pendapat
Hasil penelitian berkenaan dengan
teman sebaya pada
Gambaran Umum
terutama mengenai aktivitas kelompok yaitu sebesar 87.50%, pengetahuan tentang
anggota kelompok sebesar 76.74%, dan pengetahuan tentang tujuan kelompok
kemudian informasi tentang aturan atau norma kelompok sebesar
jika di bandingkan dengan tiga indikator yang lain terlihat bahwa
indikator pengetahuan individu tentang aturan atau norma kelompok adalah
indikator paling rendah yang berarti sebagian besar remaja tidak berperilaku
terhadap informasi tentang aturan atau norma yang ada dalam
Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya
Berdasarkan pada Aspek Pendapat
Hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konformitas terhadap kelompok
teman sebaya pada aspek pendapat dapat dilihat pada grafik 4.4
Grafik 4.4
Gambaran Umum Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya
pada Aspek Pendapat per-indikator
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
indikator 1indikator 2
indikator 3indikator 4
64.15%
35.85%
92.25%
7.75%
83.14%
16.86%
52.52%47.48%
95
terutama mengenai aktivitas kelompok yaitu sebesar 87.50%, pengetahuan tentang
pengetahuan tentang tujuan kelompok
kemudian informasi tentang aturan atau norma kelompok sebesar
ingkan dengan tiga indikator yang lain terlihat bahwa
indikator pengetahuan individu tentang aturan atau norma kelompok adalah
yang berarti sebagian besar remaja tidak berperilaku
orma yang ada dalam
Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya
perilaku konformitas terhadap kelompok
4 di bawah ini:
Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya
47.48%
96
Indikator 1 = Pendapat induvidu tentang anggota kelompok.
Indikator 2 = Pendapat individu tentang aktivitas kelompok.
Indikator 3 = Pendapat individu tentang tujuan kelompok.
Indikator 4 = Pendapat individu tentang aturan atau norma kelompok.
Aspek pendapat ini menggambarkan suatu kondisi kepercayaan individu
terhadap berbagi hal yang ada dalam kelompok dan ia meyakini hal-hal tersebut
sesuai dengan apa yang ia rasakan dalam kelompoknya. Grafik 4.4 menunjukan
bahwa remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung berada pada kategori berperilaku
konformitas yang ditunjukan dengan memiliki pendapat yang mendukung terhadap
aktivitas kelompok, tujuan kelompok serta aturan dan norma yang ada dalam
kelompok.
c. Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya
Berdasarkan pada Aspek Keyakinan
Hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konformitas terhadap kelompok
teman sebaya pada aspek keyakinan dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
Gambaran Umum
Keterangan : Indikator 1 = Kesediaan individu untuk menerima perlakuan kelompok.
Indikator 2 = Ada atau tidaknya kesediaan untuk mematuhi perlakuan kelompok.
Indikator 3 = Kesediaan untuk mematuhi
kelompok
Aspek keyakinan ini menggambarkan kondisi individu dalam kelompok yang
menganggap semua hal dalam kelompok adalah benar sehingga memunculkan
perilaku-perilaku penerimaan atau kesediaan a
kelompoknya. Grafik 4.
lebih memilih untuk bersikap anti konformitas terhadap keyakinan
ada dalam kelompoknya. Hanya sebanyak 32.75% remaja yang mau menerima
perlakuan kelompoknya, dan 39.73% saja yang bersedia mematuhi setiap
Grafik 4.5
Gambaran Umum Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya
pada Aspek Keyakinan
Kesediaan individu untuk menerima perlakuan kelompok.
Ada atau tidaknya kesediaan untuk mematuhi perlakuan kelompok.
Kesediaan untuk mematuhi dan mengikuti aturan atau norma
kelompok
Aspek keyakinan ini menggambarkan kondisi individu dalam kelompok yang
menganggap semua hal dalam kelompok adalah benar sehingga memunculkan
perilaku penerimaan atau kesediaan atas hal-hal yang ditentukan dalam
kelompoknya. Grafik 4.5 menunjukan remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung
lebih memilih untuk bersikap anti konformitas terhadap keyakinan
ada dalam kelompoknya. Hanya sebanyak 32.75% remaja yang mau menerima
perlakuan kelompoknya, dan 39.73% saja yang bersedia mematuhi setiap
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
indikator 1indikator 2
indikator 3
32.75%
67.25%
39.73%
60.27%
24.13%
75.87%
97
Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya
Kesediaan individu untuk menerima perlakuan kelompok.
Ada atau tidaknya kesediaan untuk mematuhi perlakuan kelompok.
dan mengikuti aturan atau norma
Aspek keyakinan ini menggambarkan kondisi individu dalam kelompok yang
menganggap semua hal dalam kelompok adalah benar sehingga memunculkan
hal yang ditentukan dalam
menunjukan remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung
lebih memilih untuk bersikap anti konformitas terhadap keyakinan-keyakinan yang
ada dalam kelompoknya. Hanya sebanyak 32.75% remaja yang mau menerima
perlakuan kelompoknya, dan 39.73% saja yang bersedia mematuhi setiap
75.87%
perlakuan kelompok serta 24.13% yang bersedia mematuhi dan mengikuti aturan
atau norma kelompoknya.
d. Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya
Berdasarkan pada Aspe
Hasil penelitian berkenaan dengan
teman sebaya pada
di bawah ini:
Gambaran Umum
pada Aspek Ketertarikan (perasaan senang) per
Keterangan : Indikator 1 = Perasaan senang (ketertarikan) terhadap anggota kelompok.
Indikator 2 = Perasaan senang (ketertarikan) terhadap aktivitas kelompok.
perlakuan kelompok serta 24.13% yang bersedia mematuhi dan mengikuti aturan
atau norma kelompoknya.
Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya
Berdasarkan pada Aspek Ketertarikan (Perasaan Senang).
Hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konformitas terhadap kelompok
teman sebaya pada aspek ketertarikan (perasaan senang) dapat dilihat pada
Grafik 4.6
Gambaran Umum Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya
pada Aspek Ketertarikan (perasaan senang) per-
Perasaan senang (ketertarikan) terhadap anggota kelompok.
Perasaan senang (ketertarikan) terhadap aktivitas kelompok.
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
indikator 1indikator 2
90.93%
9.07%
51.74%48.26%
98
perlakuan kelompok serta 24.13% yang bersedia mematuhi dan mengikuti aturan
Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya
perilaku konformitas terhadap kelompok
dapat dilihat pada grafik
Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya
-indikator
Perasaan senang (ketertarikan) terhadap anggota kelompok.
Perasaan senang (ketertarikan) terhadap aktivitas kelompok.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan pada grafik 4.
terlihat bahwa sebanyak 90.93% remaja memiliki ketertarikan (perasaan senang)
terhadap anggota kelompok seba
ketertarikan terhadap aktivitas yang dilakukan dalam kelompok. Aspek
ketertarikan ini merupakan aspek teringgi perilaku konformitas terhadap kelompok
teman sebaya.
e. Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelom
Berdasarkan pada Aspek kecenderungan berinteraksi.
Hasil penelitian berkenaan dengan
teman sebaya pada
bawah ini:
Gambaran Umum
Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan pada grafik 4.
terlihat bahwa sebanyak 90.93% remaja memiliki ketertarikan (perasaan senang)
terhadap anggota kelompok sebayanya dan 51.74% responden juga menunjukan
ketertarikan terhadap aktivitas yang dilakukan dalam kelompok. Aspek
ketertarikan ini merupakan aspek teringgi perilaku konformitas terhadap kelompok
Gambaran Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya
Berdasarkan pada Aspek kecenderungan berinteraksi.
Hasil penelitian berkenaan dengan perilaku konformitas terhadap kelompok
teman sebaya pada aspek kecenderungan berinteraksi dapat dilihat pada
Grafik 4.7
Gambaran Umum Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya
pada Aspek kecenderungan berinteraksi
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
ko
nfo
rmit
as
an
ti-k
on
form
ita
s
indikator 1indikator 2
indikator 3
64.88%
35.12%25.58%
74.42% 81.20%
10.80%
99
Berdasarkan hasil pengolahan data yang disajikan pada grafik 4.6 diatas
terlihat bahwa sebanyak 90.93% remaja memiliki ketertarikan (perasaan senang)
yanya dan 51.74% responden juga menunjukan
ketertarikan terhadap aktivitas yang dilakukan dalam kelompok. Aspek
ketertarikan ini merupakan aspek teringgi perilaku konformitas terhadap kelompok
pok Teman Sebaya
perilaku konformitas terhadap kelompok
dapat dilihat pada grafik di
Perilaku Konformitas Terhadap Kelompok Teman Sebaya
pada Aspek kecenderungan berinteraksi
100
Keterangan : Indikator 1 = Kecenderungan untuk menghabiskan waktu untuk berinteraksi
dengan anggota kelompok.
Indikator 2 = Kecenderungan untuk menyesuaikan perilaku individu dengan
perilaku kelompok.
Indikator 3 = Ada tidaknya kecenderungan untuk bekerja sama antara anggota
kelompok.
Memperhatikan grafik diatas, perilaku konformitas ditunjukan dengan tampak
bahwa di milikinya kecenderungan yang tinggi untuk menjalin kerjasama dalam
kelompoknya yaitu sebanyak 81.20% yang berarti bahwa sebagian besar remaja
memiliki hubungan kerjasama yang erat dalam kelompoknya dan sebanyak
64.88% remaja memilih untuk menghabiskan waktu luangnya bersama.
sedangkan kecenderungan remaja untuk mengikuti perilaku kelompok memiliki
persentase yang lebih rendah dari kedua indikator lainnya yaitu sebanyak 25.58%.
2. Gambaran Umum Status Identitas Diri Remaja
Pemaparan berikut merupakan hasil pengumpulan data mengenai pertanyaan
penelitian kedua yaitu: “Seperti apakah gambaran umum status identitas diri pada
remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran 2009-2010”.
Dari hasil penyebaran instrument kepada 172 responden yaitu siswa-siswi
kelas XI SMAN 2 diperoleh gambaran umum status identitas remaja kelas XI
SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran 2009-2010. Data hasil penelitian yang
telah dihitung berdasarkan
diketahui bahwa sebesar 53.33 % remaja memiliki komitmen dan eksplorasi pada
tingkat kualifikasi tinggi, sementara 46.67% remaja berada pada kualifikasi
“rendah” yang artinya sebagian besar remaja ini memiliki tingkat kom
eksplorasi yang
eksplorasi pada status identitas remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung tahun
ajaran 2009/2010 divisualisasikan pada
Gambaran Umum
Selanjutnya untuk
kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 maka diuraikan juga
gambaran umum masing
tinggi-rendahnya dimensi komitmen dan eksplorasi pada masing
status identitas seperti yang digambarkan matriks status identitas Marcia.
telah dihitung berdasarkan kombinasi skor total komitmen dan eksplorasi,
diketahui bahwa sebesar 53.33 % remaja memiliki komitmen dan eksplorasi pada
tingkat kualifikasi tinggi, sementara 46.67% remaja berada pada kualifikasi
yang artinya sebagian besar remaja ini memiliki tingkat kom
eksplorasi yang tinggi. Secara visual gambaran umum tingkat komitmen dan
eksplorasi pada status identitas remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung tahun
ajaran 2009/2010 divisualisasikan pada grafik 4.8 berikut ini.
Grafik 4.8
Gambaran Umum Tingkat Komitmen dan Eksplorasi pada Status Identitas
Remaja
Selanjutnya untuk memperjelas gambaran status identitas diri remaja siswa
kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 maka diuraikan juga
gambaran umum masing-masing staus identitas berdasarkan pada perolehan skor
rendahnya dimensi komitmen dan eksplorasi pada masing
ntitas seperti yang digambarkan matriks status identitas Marcia.
Tinggi
Rendah
53.33
46.67
Komitmen dan Eksplorasi
Tinggi
Rendah
101
kor total komitmen dan eksplorasi,
diketahui bahwa sebesar 53.33 % remaja memiliki komitmen dan eksplorasi pada
tingkat kualifikasi tinggi, sementara 46.67% remaja berada pada kualifikasi
yang artinya sebagian besar remaja ini memiliki tingkat komitmen dan
Secara visual gambaran umum tingkat komitmen dan
eksplorasi pada status identitas remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung tahun
Tingkat Komitmen dan Eksplorasi pada Status Identitas
ntitas diri remaja siswa
kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 maka diuraikan juga
masing staus identitas berdasarkan pada perolehan skor
rendahnya dimensi komitmen dan eksplorasi pada masing-masing karakter
ntitas seperti yang digambarkan matriks status identitas Marcia.
Tinggi
Rendah
102
Tabel 4.1
Matriks Status Identitas
Eksplorasi Komitmen
Tinggi Rendah
Tinggi Identity Achievement
Identity Moratorium
Rendah Identity Foreclosure
Identity Diffusion
Pada penelitian ini masing-masing pernyataan pada instrument pengungkap
status identitas yang diadaptasi peneliti dari EOM EIS-2 revision (Extended
Version of the Objective Measure of Ego Identity Status) yang disusun oleh
Bennion dan Adams (1986) dalam Adams (1998) telah menunjukan karakter
masing-masing status identitas maka dimensi komitmen dan eksplorasi menjadi
kesatuan yang tidak dipisahkan.
Data hasil penelitian yang telah dihitung berdasarkan kombinasi skor total
komitmen dan eksplorasi kemudian dikelompokan kedalam empat status identitas
dengan ketentuan nilai cut- off yang diperoleh masing-masing status identitas
serta aturan pengelompokan status identitas yang telah dijabarkan pada bab
sebelumnya, maka didapat gambaran umum status identitas pada remaja Siswa XI
SMAN 24 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010 dapat dilihat pada tabel 4.2.
103
Tabel 4.2
Gambaran Umum Pencapaian Status Identitas
Remaja Siswa kelas XI SMAN 24 Bandung
Status Identitas Jumlah %
Identity Achievement 24 13.95
Identity Foreclosure 16 9.30
Identity Moratorium 120 69.77
Identity Diffusion 12 6.98
TOTAL 172 100
Memperhatikan gambaran umum yang disajikan oleh tabel 4.2 , tampak
bahwa sebagaian besar remaja siswa kelas XI SMAN 24 Bandung berada pada
status identitas moratorium yang terdiri dari pure-moratorium dan low-profile
moratorium, pada urutan terbanyak selanjutnya remaja berada pada status
identitas Achievement dengan perbedaan persentase yang cukup tinggi.
Untuk lebih jelas, maka gambaran status identitas diri remaja siswa kelas XI
SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 divisualisasikan pada digram berikut
ini.
Persentase
Dari diagram 4.7, sebanyak 69.77% atau 110 remaja dari 172 responden
remaja kelas XI yang digunakan dalam penelitian ini merupakan remaja yang
berada pada status identitas
identitas achievement
foreclosure, sementara sisanya atau sebanyak 12 responden dari 172 responden
berada pada status identitas
3. Kontribusi Konformitas
XI SMAN 24 Bandung T
Pemaparan berikut merupakan hasil pengumpulan data mengenai pertanyaan
penelitian ketiga yaitu: “
status identitas diri pada remaja kel
2009-2010”. Untuk menjawab pertanyaan penelitian ke tiga ini yaitu dengan
menghitung korelasi dari kedua variab
Diagram 4.1
rsentase Pencapaian Status Identitas Diri Remaja
dengan Ketentuan Nilai Cut- Off
Dari diagram 4.7, sebanyak 69.77% atau 110 remaja dari 172 responden
remaja kelas XI yang digunakan dalam penelitian ini merupakan remaja yang
berada pada status identitas moratorium. Selanjutnya 13.95 % berada pada st
achievement, kemudian sebesar 9.30 % berada pada status identitas
, sementara sisanya atau sebanyak 12 responden dari 172 responden
berada pada status identitas diffusion.
Konformitas pada Pencapaian Identitas Diri Remaja
Bandung Tahun Ajaran 2009/2010
Pemaparan berikut merupakan hasil pengumpulan data mengenai pertanyaan
penelitian ketiga yaitu: “Berapa besar kontribusi konformitas
status identitas diri pada remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung
Untuk menjawab pertanyaan penelitian ke tiga ini yaitu dengan
menghitung korelasi dari kedua variabel penelitian. Dengan demikian untuk
13.95 %
9.30 %
69.77 %
6.98 %
Identity Achievement
Identity Foreclosure
Identity Moratorium
Identity Difussion
104
Pencapaian Status Identitas Diri Remaja Siswa
Dari diagram 4.7, sebanyak 69.77% atau 110 remaja dari 172 responden
remaja kelas XI yang digunakan dalam penelitian ini merupakan remaja yang
Selanjutnya 13.95 % berada pada status
, kemudian sebesar 9.30 % berada pada status identitas
, sementara sisanya atau sebanyak 12 responden dari 172 responden
as Diri Remaja Siswa Kelas
Pemaparan berikut merupakan hasil pengumpulan data mengenai pertanyaan
konformitas pada pencapaian
as XI SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran
Untuk menjawab pertanyaan penelitian ke tiga ini yaitu dengan
penelitian. Dengan demikian untuk
Identity Achievement
Identity Foreclosure
Identity Moratorium
Identity Difussion
105
menemukan korelasi kedua variabel digunakan rumus koefisien korelasi
Spearman .
Untuk melihat kontribusi konformitas kelompok teman sebaya pada
pencapaian status identitas diri remaja, diajukan hipotesis sebagai berikut.
H0 : r = 0, ( Tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian
status identitas diri remaja)
H1 : r ≠ 0, (Terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status
identitas diri remaja)
Uji korelasi dengan rumus koefisien korelasi Spearman :
�´ = 1 −6 ∑ �
²
� (�² − 1)
Rumus 3.2 ( Sudjana, 2005:455)
dimana diketahui : n = 172 responden
∑�� ² = 488.635
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus diatas diperoleh nilai korelasi
yang positif antara konformitas dan pencapaian identitas diri remaja sebesar
0.424.
Uji Signifikansi
Dik :
� tingkat signifikan (α) 5%
� dk (derajat kebebasan) = jumlah data (n) - 2 = 172-2 = 170
106
� r tabel (batas nilai kritis)= 0.306
Berdasarkan hasil perhitungan statistik tersebut diperoleh nilai r hitung yang
bernilai positif sebesar 0.424, dan berada pada tingkat hubungan yang cukup kuat
antara konformitas kelompok teman sebaya dengan pencapaian status identitas
diri remaja. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rhitung ≥ rtabel atau 0,424 ≥
0,306. Oleh karena itu Ho ditolak. Artinya, terdapat pengaruh yang signifikan
antara konformitas dengan pencapaian status identitas diri remaja.
Langkah selanjutnya yaitu menguji hipotesis, dengan menggunakan uji
signifikansi dan diperoleh nilai thitung sebesar 6.101
Dik :
� tingkat signifikan (α) 0,05
� dk (derajat kebebasan) = jumlah data (n) - 2 = 172-2=170
� nilai ttabel = 1.645
Jika :
thitung ≥ ttabel, atau 6.101 ≥ 1.645, maka tolak Ho artinya signifikan, dan
thitung ≤ ttabel, atau 6.101 ≤ 1.645, maka terima Ho artinya tidak signifikan
Dapat dilihat bahwa nilai 101.6=hitungt > ttabel = 1,960 nampak bahwa
derajat hubungan antara konformitas kelompok teman sebaya dengan pencapaian
status identitas diri remaja adalah signifikan.
Kesimpulannya adalah hipotesis nol yang menyatakan tidak adanya
hubungan antara konformitas dengan pencapaian status identitas diri remaja
ditolak dan hipotesis alterhatif diterima. Dimana koefisien korelasi antara
107
konformitas dan pencapain identitas diri remaja kelas XI SMA Negeri 24
Bandung sebesar 0.424 adalah signifikan dengan taraf kepercayaan 95 %.
Besarnya persentase kontribusi variabel independen terhadap variabel
dependen, dapat dilihat melalui harga koefisien determinasi (KD) yang dihitung
dengan rumus:
KD = r� ��� × 100 %
KD = (0,424)² x 100 %
KD = 17.96 %
Jadi, koefisien determinasi dari perilaku konformitas terhadap pencapain
identitas diri remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung adalah sebesar 17.96 %.
Dengan kata lain konformitas memberikan kontribusi pada pencapain identitas
diri remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung sebesar 17.96% dan sisanya 82.04
% ditentukan oleh faktor lain.
4. Kontibusi Konformitas pada Masing-masing Pencapain Status Identitas Diri
Remaja
Pemaparan berikut merupakan hasil pengumpulan data mengenai pertanyaan
penelitian keempat yaitu: “Berapa besar kontibusi konformitas pada masing-
masing pencapaian status identitas diri remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung
Tahun Ajaran 2009-2010”. Untuk menjawab pertanyaan penelitian ke empat ini
108
yaitu dengan menghitung korelasi dari variabel konformitas dan pencapain status
identitas yang dicapai oleh remaja dalam penelitian. Dengan demikian untuk
menemukan korelasi kedua variabel digunakan rumus koefisien korelasi
Spearman.
a. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Achievement Remaja
Untuk melihat kontribusi konformitas kelompok teman sebaya pada 24
remaja yang berada pada pencapaian status identitas achievement, diajukan
hipotesis sebagai berikut.
H0 : r = 0, Tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian
status identitas achievement remaja.
H1 : r ≠ 0, Terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status
identitas achievement remaja.
Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus
koefisien korelasi Spearman dan uji signifikansi, ditemukan adanya korelasi
antara perilaku konformitas terhadap pencapaian identitas achievement remaja
sebesar 0.599 dan lilai thitung 3.506 > ttabel 1.72. Sesuai dengan pedoman
interpretasi koefisien korelasi (Sugiono,2009:257), maka nilai korelasi tersebut
memenuhi kriteria hubungan yang cukup kuat. Artinya pengaruh konformitas
terhadap pencapaian identitas diri achievement pada remaja memiliki derajat
hubungan yang cukup kuat. Koefisien korelasi tersebut juga bernilai positif,
109
artinya perilaku konformitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pencapaian identitas diri achievement pada remaja dengan nilai koefisien
determinasi 35.84 %.
b. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Foreclosure Remaja
Untuk melihat kontribusi konformitas kelompok teman sebaya terhadap 16
remaja yang berada pada pencapaian status identitas foreclosure, diajukan
hipotesis sebagai berikut.
H0 : r = 0, Tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian
status identitas foreclosure remaja.
H1 : r ≠ 0, Terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status
identitas foreclosure remaja.
Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus
koefisien korelasi Spearman dan uji signifikansi, ditemukan nilai korelasi antara
perilaku konformitas terhadap pencapaian identitas foreclosure pada remaja
sebesar 0.389 dan nilai thitung 1.58 < ttabel 1.75. Sesuai dengan pedoman
interpretasi koefisien korelasi (Sugiono,2009:257), maka nilai korelasi tersebut
memenuhi kriteria hubungan yang rendah. Artinya hampir tidak ada pengaruh
konformitas terhadap pencapaian identitas diri forelosure pada remaja, dan hasil
uji signifikansi, menunjukan nilai t tabel lebih besar dari pada t hitung, ini berarti
t hitung jatuh pada daerah penolakan H1, maka dapat dinyatakan hipotesis nol
110
yang menyatakan tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian
status identitas foreclosure diterima. Jadi kesimpulannya koefisien korelasi antara
konformitas dan pencapaian status identitas foreclosure pada remaja sebesar
0.389 adalah tidak signifikan.
c. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Moratorium Remaja
Untuk melihat kontribusi konformitas kelompok teman sebaya terhadap 120
remaja yang berada pada pencapaian status identitas moratorium, diajukan
hipotesis sebagai berikut.
H0 : r = 0, Tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian
status identitas moratorium remaja.
H1 : r ≠ 0, Terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status
identitas moratorium remaja.
Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus
koefisien korelasi Spearman dan uji signifikansi, ditemukan adanya korelasi
antara perilaku konformitas terhadap pencapaian identitas moratorium pada
remaja sebesar 0.85 dan lilai thitung 17.55 > ttabel 1.66. Sesuai dengan pedoman
interpretasi koefisien korelasi (Sugiono,2009:257), maka nilai korelasi tersebut
memenuhi kriteria hubungan yang sangat kuat. Artinya pengaruh konformitas
111
terhadap pencapaian identitas diri moratorium pada remaja memiliki derajat
hubungan yang sangat kuat. Koefisien korelasi tersebut juga bernilai positif
dengan nilai t hitung lebih besar dari t tabel, artinya perilaku konformitas
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pencapaian identitas diri moratorium
pada remaja dan diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 72.30 %.
d. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Difussi Remaja
Untuk melihat kontribusi konformitas kelompok teman sebaya terhadap 12
remaja yang berada pada pencapaian status identitas diffusion remaja, diajukan
hipotesis sebagai berikut.
H0 : r = 0, Tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian
status identitas difussi remaja.
H1 : r ≠ 0, Terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status
identitas difussi remaja.
Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan rumus
koefisien korelasi Spearman dan uji signifikansi, ditemukan nilai korelasi antara
perilaku konformitas terhadap pencapaian identitas difussi pada remaja sebesar
0.306 dan nilai thitung 1.02 < ttabel 1.80. Sesuai dengan pedoman interpretasi
koefisien korelasi (Sugiono,2009:257), maka nilai korelasi tersebut memenuhi
kriteria hubungan yang rendah. Artinya hampir tidak ada pengaruh konformitas
terhadap pencapaian identitas diri diffusi pada remaja, dan hasil uji signifikansi,
menunjukan nilai t tabel lebih besar dari pada t hitung, ini berarti t hitung jatuh
112
pada daerah penolakan H1, maka dapat dinyatakan hipotesis nol yang
menyatakan tidak terdapat hubungan antara konformitas dengan pencapaian status
identitas difussi pada remaja diterima. Jadi kesimpulannya koefisien korelasi
antara konformitas dan pencapaian status identitas difussi pada remaja sebesar
0.306 adalah tidak signifikan, artinya koefisien tersebut tidak berlaku pada
populasi dimana sampel diambil.
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada bagian ini diuraikan pembahasan secara lebih mendalam untuk
mengungkapkan hal-hal yang terkandung dalam hasil penelitian yang telah
dilakukan. Melalui pembahasan, diharapkan dapat menemukan jawaban terhadap
permasalahan yang telah dikemukakan dalam rumusan masalah penelitian.
1. Gambaran Umum Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman
Sebaya
Hasil penelitian menunjukan adanya kecenderungan perilaku konformitas
pada remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung. Diketahui bahwa sebesar 62.24 %
remaja kelas XI SMAN 24 Bandung tahun ajaran 2009/2010 berperilaku
konformitas terhadap kelompok teman sebayanya. Konformitas terjadi ketika
remaja melakukan penyesuaian dengan meniru atau mengubah keyakinan, sikap
dan tingkah lakunya agar sesuai dengan tuntutan kelompok acuannya, baik ada
maupun tidak ada tekanan secara langsung yang berupa suatu tuntutan tidak
113
tertulis dari kelompok terhadap anggotanya, namun memiliki pengaruh yang kuat
dan dapat menyebabkan munculnya perilaku tertentu pada individu anggota
kelompok. Tekanan teman sebaya merupakan ide yang umum dalam kehidupan
remaja. Hal ini dapat terlihat pada hampir setiap sisi kehidupan remaja serta
pilihan-pilihan mereka terhadap gaya berpakaian, aktivitas, dan nilai-nilai atau
norma yang diyakini dalam kehidupan sehari-harinya.
Ada dua alasan utama mengapa terjadi konformitas terhadap kelompok. Yang
pertama adalah adanya normative sosial influence, yaitu keinginan individu untuk
dapat diterima sebagai bagian dari kelompok. Alasan kedua adalah karena
kelompok merupakan acuan atau dapat memberikan informasi yang dibutuhkan
individu (informational sosial influencel). Dalam kehidupan sehari-hari kedua
alasan ini sering terjadi secara bersama-sama sehingga perilaku conform yang
dimunculkan remaja bukan semata-mata karena keinginan untuk diterima dalam
suatu kelompok saja namun juga karena keinginan untuk berperilaku benar seperti
yang dilakukan orang lain dalam kelompoknya (Myers,2002). Pada dasarnya
konformitas yang dilakukan oleh remaja dapat menjadi positif atau negatif.
Konformitas menjadi negatif ketika remaja mengikuti tekanan teman sebayanya
yang melakukan hal-hal yang melanggar norma atau aturan di masyarakat, seperti
menggunakan NAPZA, free seks, atau terlibat dalam kenakalan remaja. Sedangkan
konformitas menjadi positif ketika remaja menyesuikan dirinya terhadap hal-hal
yang dapat menanamkan nilai-nilai positif, seperti ketika remaja belajar untuk
114
saling mengenal kelebihan dan kekurangan dalam diri sendiri dan teman yang lain
dan dapat saling menghargai satu sama lain dan terlibat dalam hal-hal yang
bersifat sosial.
Hasil penelitian pada aspek-aspek konformitas juga menunjukan bahwa
remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung menunjukan perilaku konformitas
dengan memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap kelompoknya yaitu sebesar
84.40%, kemudian memiliki pendapat terhadap kelompok yang dipercaya sesuai
dengan yang difikirkannya, memiliki pengetahuan tentang kelompok, dan juga
memiliki kecenderungan untuk saling berinteraksi sebesar 58.62%. Sedangkan
pada aspek keyakinan remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung lebih memilih
untuk berperilaku anti-konformitas. Perilaku anti konformitas muncul ketika
individu menolak terhadap harapan kelompok dan kemudian dengan sengaja
menjauh dari tindakan atau kepercayaan yang dianut kelompok (Santrock, 2003 :
221 ). Aspek keyakinan menggambarkan kondisi individu dalam kelompok yang
menganggap semua hal dalam kelompok adalah benar sehingga memunculkan
perilaku-perilaku penerimaan atau kesediaan atas hal-hal yang ditentukan dalam
kelompoknya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa walaupun remaja kelas
XI SMA Negeri 24 Bandung melakukan konformitas, dimana kelompok teman
sebaya dimanfaatkan sebagai tempat yang dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan dalam mengeksplorasi diri dan memahami peran sosialnya, tidak
begitu saja mengikuti dan menerima perlakuan kelompok serta mematuhi dan
115
mengikuti setiap aturan atau norma kelompok. Hal ini memperlihatkan bahwa
remaja telah memiliki pertimbangan dalam memutuskan hal yang baik dan tidak
baik untuk diikuti dalam kelompok sebayanya.
Berikut ini dijelaskan lebih lanjut mengenai perilaku konformitas yang
dilakukan oleh remaja kelas XI SMA negeri 24 bandung pada aspek-aspek
konformitas yang terdiri dari aspek pengetahuan, aspek pendapat, aspek
keyakinan, aspek ketertarikan (perasaan senang) dan aspek kecenderungan
berinteraksi.
a. Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya pada Aspek
Pengetahuan.
Aspek pengetahuan yang dimaksud pada perilaku konformitas adalah sejauh
mana penyesuaian individu pada informasi yang dimilikinya tentang anggota
kelompok, aktivitas kelompok, tujuan kelompok, norma dan aturan yang ada
dalam kelompok. Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja siswa kelas XI SMA
Negeri 24 Bandung memiliki informasi yang tinggi terutama mengenai aktivitas
kelompok yaitu sebesar 87.50%, pengetahuan tentang anggota kelompok sebesar
76.74%, kemudian pengetahuan tentang tujuan kelompok sebesar 51.16%,
sedangkan informasi tentang aturan atau norma kelompok sebesar 41.57%. Dari
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki informasi yang tinggi
mengenai anggota, tujuan dan aktivitas dalam kelompok, namun remaja memiliki
informasi yang rendah terhadap aturan dan norma dalam kelompok.
116
Kelompok teman sebaya merupakan bentuk kelompok yang memiliki ikatan
interaksi yang erat namun tidak terorganisir atau formal sehingga aturan atau
norma yang ada dalam kelompok merupakan aturan yang sifatnya tidak tertulis,
walaupuan pada dasarnya anggota kelompok memiliki kesadaran terhadap hal-hal
yang lazim dan tidak lazim dalam kelompoknya, namun aturan yang tidak tertulis
ini dapat menimbulkan kurangnya kejelasan informasi terhadap aturan atau norma
yang berlaku dalam kelompok. Remaja melakukan penyesuaian (conform) dengan
cara membekali dirinya dengan informasi tentang anggota kelompok, tujuan
kelompok, aktivitas kelompok dan aturan atau norma kelompok agar ia dapat
memahami kondisi kelompok dan mampu menganalisis peran yang sesuai bagi
dirinya dalam kelompok sehingga ia dapat diterima menjadi bagain dari kelompok.
Dalam lingkungan teman sebayanya remaja belajar untuk mengidentifikasi
berbagai informasi yang ada tentang setiap anggota kelompok, aktivitas kelompok,
tujuan kelompok serta aturan dan nilai-nilai yang ada sehingga ia dapat bertindak
sesuai dengan harapan sosial dan pada akhirnya ia dapat diterima dalam kelompok
sosialnya. Kenneth dodge (1983) menyatakan bahwa setiap individu melewati lima
tahap pemrosesan informasi mengenai dunia sosial mereka, yaitu : 1) menerima
isyarat sosial, 2) menginterpretasikan, 3) mencari respon,4) memilih respon yang
optimal, dan 5) menghasilkan tindakan. Lingkungan kelompok teman sebaya dapat
menjadi miniatur kelompok masyarakat bagi remaja dalam mempelajari peran dan
117
tanggung jawab sosial yang harus dijalaninya kelak sebagai bagian dari
masyarakat.
b. Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada
Aspek Pendapat.
Aspek pendapat ini menggambarkan suatu kondisi kepercayaan individu
terhadap berbagi hal yang ada dalam kelompok dan ia meyakini hal-hal tersebut
sesuai dengan apa yang ia rasakan dalam kelompoknya. Hasil penelitian
menunjukan bahwa remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung berada pada
kategori berperilaku konformitas yang ditunjukan dengan memiliki pendapat yang
mendukung terhadap aktivitas kelompok, tujuan kelompok serta aturan dan norma
yang ada dalam kelompok, serta pendapat yang positif terhadap keberadaan dan
perilaku anggota kelompok.
Remaja dalam kelompok sebayanya menginginkan teman-teman yang
mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat membuatnya merasa
dimengerti dan membuatnya merasa aman, dan pada teman-teman sebaya inilah
remaja dapat mempercayakan masalah-masalahnya dan membahas hal-hal yang
menurutnya tidak dapat dibicarakan dengan orang dewasa. Remaja merasa bahwa
dirinya mengerti tentang apa yang diharapkan dari teman-teman sebayanya. Inilah
yang menjadi alasan bagi remaja untuk menyesuaikan pendapat dengan kelompok
118
sebayanya sehingga dapat memutuskan untuk menjadi bagian dari kelompok dan
memposisikan diri untuk dapat diterima dalam kelompok.
c. Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada
Aspek Keyakinan.
Aspek keyakinan ini menggambarkan kondisi individu dalam kelompok yang
menganggap semua hal dalam kelompok adalah benar sehingga memunculkan
perilaku-perilaku penerimaan atau kesediaan atas hal-hal yang ditentukan dalam
kelompoknya. Dari hasil penelitian terlihat bahwa sebanyak 32.75% remaja yang
mau menerima perlakuan kelompoknya, dan 39.73% saja yang bersedia mematuhi
setiap perlakuan kelompok serta 24.13% yang bersedia mematuhi dan mengikuti
aturan atau norma kelompoknya.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar remaja menunjukan
perilaku anti-konformitas pada aspek keyakinan ini. Remaja menyadari akan
adanya tekanan dan tuntutan dari kelompoknya sehingga ia harus menyesuikan
dirinya dengan aturan dan perlakuan kelompok, namun usaha penyesuaian
terhadap harapan sosial ini juga dapat menimbulkan ketidakstabilan pada remaja.
Dengan memunculkan perilaku anti konformitas terhadap keyakinan kelompok,
remaja menunjukan bahwa dirinya memiliki kemandirian untuk mengontrol
dirinya dan tidak mengikuti harapan kelompok yang tidak sesuai bagi pribadinya.
Dalam kelompok sebayanya, remaja mempelajari bahwa dunia sosial dapat
dikontrol. Orang lain mungkin berusaha untuk mengontrolnya tetapi para remaja
119
juga dapat memunculkan kontrol pribadi atas tindakan mereka dan pengaruh yang
lain (Bandura,1989,1991).
d. Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada
Aspek Ketertarikan (Perasaan Senang).
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 90.93% remaja memiliki
ketertarikan (perasaan senang) terhadap anggota kelompok sebayanya dan 51.74%
responden juga menunjukan ketertarikan terhadap aktivitas yang dilakukan dalam
kelompok. Aspek ketertarikan ini merupakan aspek teringgi perilaku konformitas
terhadap kelompok teman sebaya.
Dengan tingginya ketertarikan terhadap anggota kelompok dapat
menggambarkan bahwa remaja memang memiliki ikatan yang kuat terhadap
teman-teman dalam kelompok sebayanya. Bagi remaja, teman-teman menjadi
sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik,
music dan film yang bagus dan sebagainya (Conger 1991). Adanya perasaan
senang atau ketertarikan terhadap anggota maupun aktivitas kelompok adalah
salah satu alasan utama remaja bertahan dalam kelompoknya. Remaja mencari
teman dan tempat yang dapat membuat dirinya merasa nyaman dan dihargai.
Dalam kelompok sebaya remaja dapat menilai dan mengevaluasi dirinya melalui
teman sebaya, hal ini dianggap nyaman dan adil oleh remaja karena yang menilai
adalah orang-orang yang sebaya dengannya dan memiliki tingkat perkembangan
yang sama sehingga melakukan penilaian dengan landasan norma dan aturan yang
120
cenderung sama, lain halnya jika orang dewasa yang melakukannya remaja malah
akan cenderung dihakimi oleh norma dan aturan yang dibuat orang dewasa yang
tentunya dirasa tidak cocok dan akhirnya menimbulkan penentangan.
Adanya ketertarikan pada anggota kelompok mendorong remaja untuk
meyesuaikan dirinya dengan kondisi teman-teman dan aktivitas dalam
kelompoknya. Dengan menyesuaikan diri terhadap ketertarikan yang ada dalam
kelompok, remaja akan semakin merasa menjadi bagian kelompok, hal ini juga
menambah keeratan hubungan emosional remaja dengan anggota kelompok yang
lainnya. Kesamaan-kesamaan yang ada menjadikan keberadaan kelompok sebagai
tempat yang paling memfasilitasi perkembangan diri bagi remaja. Dengan
dimilikinya ketertarikan yang sama, maka tujuan kelompok pun menjadi sejalan
dengan tujuan anggota sehingga penyesuaian pun terjadi untuk tercapainya tujuan
bersama.
e. Perilaku Konformitas terhadap Kelompok Teman Sebaya Berdasarkan pada
Aspek kecenderungan berinteraksi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja kelas XI SMA Negeri 24 Bandung
memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menjalin kerjasama dalam
kelompoknya yaitu sebanyak 81.20% yang berarti bahwa sebagian besar remaja
memiliki hubungan kerjasama yang erat dalam kelompoknya dan sebanyak
64.88% remaja memilih untuk menghabiskan waktu luangnya bersama, sedangkan
121
kecenderungan remaja untuk mengikuti perilaku kelompok memiliki persentase
yang lebih rendah dari kedua indikator lainnya yaitu sebanyak 25.58%.
Kedekatan dan keterikatan dalam kelompok membuat remaja melakukan
penyesuaian untuk dapat bekerjasama dalam kelompok baik itu kerjasama dalam
menyelesikan masalah, mengerjakan tugas atau hal-hal lain yang dianggap sebagai
kegiatan bersama kelompok. Kedekatan ini terjalin dengan banyaknya waktu yang
remaja habiskan dalam kelompok sebayanya. Remaja menjadi lebih banyak
bersama dengan kelompok sebayanya dibandingkan dengan keluarga. Pada usia
remaja mereka lebih memilih terlibat dalam kegiatan-kegiatan teman sebaya,
seperti kegiatan ekstrakulikuler, rekreasi atau kegiatan hobi.
Pada hasil penelitian terlihat bahwa meski remaja memiliki kecenderungan
untuk saling bekerja sama yang tinggi, juga kecenderungan untuk banyak
menghabiskan waktu lebih banyak bersama teman sebaya namun remaja memilih
untuk bersikap anti-konformitas dalam mengikuti perilaku kolompok. Hal ini
menandakan bahwa meski pun teman sebaya diakui memiliki pengaruh yang kuat
terhadap pertimbangan dan keputusan remaja tentang perilakunya (conger,1991;
deaux,et al,1993; papalia & olds,2001) , namun remaja juga dapat memunculkan
kontrol pribadi atas tindakan mereka dan pengaruh yang lain
(Bandura,1989,1991).
122
2. Gambaran Umum Status Identitas Diri pada Remaja
Dari hasil penyebaran instrument kepada 172 responden yaitu siswa-siswi
kelas XI SMAN 2 diperoleh gambaran umum status identitas remaja kelas XI
SMA Negeri 24 Bandung Tahun Ajaran 2009-2010. Data hasil penelitian yang
telah dihitung berdasarkan kombinasi skor total komitmen dan eksplorasi,
diketahui bahwa sebesar 53.33 % remaja memiliki komitmen dan eksplorasi pada
tingkat kualifikasi “tinggi”, sementara 46.67% remaja berada pada kualifikasi
“rendah” yang artinya sebagian besar remaja ini memiliki tingkat komitmen dan
eksplorasi yang tinggi.
Pada penelitian ini masing-masing pernyataan pada instrument pengungkap
status identitas yang diadaptasi peneliti dari EOM EIS-2 revision (Extended
Version of the Objective Measure of Ego Identity Status) yang disusun oleh
Bennion dan Adams (1986) dalam Adams (1998) telah menunjukan karakter
masing-masing status identitas maka dimensi komitmen dan eksplorasi menjadi
kesatuan yang tidak dipisahkan. Data hasil penelitian yang telah dihitung
berdasarkan kombinasi skor total komitmen dan eksplorasi kemudian
dikelompokan kedalam empat status identitas dengan ketentuan nilai cut- off
sehingga diperoleh gambaran umum status identitas pada remaja Siswa XI SMAN
24 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010 sebagai berikut : sebanyak 13.95% remaja
berada pada status identitas achievement, 9.30% berada pada status identitas
123
foreclosure, 69.77% berada pada status identitas moratorium dan 6.98 % berada
pada status identitas diffusion.
Berdasarkan hasil pengelompokan dengan ketentuan nilai cut-off, dapat
dijelskan bahwa sebagian besar remaja berada pada fase status identitas
moratorium, artinya sebagian besar remaja kelas XI berada pada kondisi eksplorasi
yang tinggi namun belum memiliki komitmen yang jelas, salah satu media
eksplorasi yang dapat memfasilitasi remaja dalam pembentukn identitas dirinya
adalah melalui interaksi dengan kelompok sebaya. Hasil penelitian ini sejalan
dengan apa yang diungkapkan Marcia, bahwa remaja muda secara umum berada
pada status identitas moratorium atau diffusion.
Dalam kelompok sebaya remaja menyerap berbagai informasi yang
dibutuhkannya dalam pencarian peran sosial, mempelajari norma-norma dan nilai
sosial sehingga pada akhirnya remaja dapat memilih dan menentukan yang sesui
dengan dirinya hingga tercapailah identitas achievement. Remaja berproses
menjadi indivudu dewasa yang mandiri dan dapat memutuskan serta
merencanakan masa depannya. Terdapat tiga aspek dari perkembangan remaja
yang penting dalam pembentukan identitas (Marcia, 1987): remaja harus
membentuk rasa percaya terhadap dukungan orang tua, mengembangkan suatu
pemikiran untuk giat menghasilkan sesuatu dan memperoleh perspektif mengenai
masa depan dan merefleksikan diri mereka sendiri.
124
3. Kontribusi Konformitas pada Pencapaian Identitas Diri Remaja
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ditemukan adanya korelasi antara
perilaku konformitas terhadap pencapaian identitas diri remaja sebesar 0.410.
sesuai dengan pedoman interpretasi koefisien korelasi (Sugiono,2009:257), maka
nilai korelasi tersebut memenuhi kriteria hubungan yang cukup kuat Artinya
pengaruh konformitas terhadap pencapaian identitas diri remaja memiliki derajat
hubungan yang cukup kuat. Koefisien korelasi tersebut juga bernilai positif,
artinya perilaku konformitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
pencapaian identitas diri remaja.
Selanjutnya dengan melalui perhitungan besarnya persentase kontribusi
variabel konformitas terhadap variabel identitas diri, dengan menghitung harga
koefisien determinasi (KD) dengan mengkuadratkan kefosien korelasi dikali
seratus persen diperoleh harga koefisien determinasi sebesar 17.96 %. Dengan kata
lain kontribusi konformitas terhadap pencapain identitas diri remaja kelas XI SMA
Negeri 24 Bandung adalah sebesar 17.96% dan sisanya 82.04 % ditentukan oleh
faktor lain.
Perkembangan dari suatu pemikiran tentang identitas adalah suatu tugas
perkembangan yang membutuhkan waktu lama, rumit dan sulit bagi setiap
individu. Hal ini sejalan dengan pandangan kontemporer mengenai perkembangan
identitas yang menyatakan bahwa perkembangan identitas adalah suatu proses
yang panjang dan dalam beberapa kondisi bisa bertahap, bukan merupakan suatu
125
transisi yang bersifat tiba-tiba seperti yang disebut krisis oleh Erikson (Baumesiter,
1991). Perkembangan identitas juga merupakan suatu proses yang luar biasa
kompleks (Marcia, 1987, 1989). Pandangan yang kompleks dari Erikson mengenai
identitas melibatkan tujuh dimensi (Bourne,1978) :
1. Genetik. Erikson menggambarkan perkembangan identitas sebagai suatu hasil
yang mencakup pengalaman individu pada lima tahap pertama dari
perkembangan. Perkembangan identitas merefleksikan cara individu mengatasi
tahap-tahap sebelumnya seperti trust versus mistrus, autonomy versus doubt,
initiative versus guilt dan industry versus inferiority.
2. Adaptif. Perkembangan identitas remaja dapat dilihat sebagai suatu hasil atau
prestasi yang adaptif.
3. Struktural. Identity conifusion dalam identitas merupakan suatu kemunduran
dalam perspektif waktu, inisiatif dan kemampuan untuk mengkoordinasikan
perilaku dimasa kini dengan tujuan dimasa depan. Kemunduran semacam ini
menunjukan adanya deficit secara struktural.
4. Dinamis. Erikson meyakini bahwa pembentukan identitas diawali ketika
manfaat dari identifikasi berakhir. Proses ini muncul dari identifikasi masa
kecil individu dengan orang dewasa yang kemudian menarik mereka ke dalam
bentuk identitas baru, yang sebaliknya, menjadi tergantung dengan peran
masyarakat bagi remaja.
5. Subjektif atau berdasarkan pengalaman.
126
6. Timbal balik psikososial. Erikson menekankan hubungan timbal balik antara
remaja dengan dunia dan masyarakat sosialnya. Perkembangan identitas tidak
hanya merupakan representasi jiwa diri namun juga melibatkan hubungan
dengan orang lain, komunitas dan masyarakat. Konformitas merupakan salah
satu perilaku timbal balik yang dilakukan remaja dalam lingkungan sosialnya.
7. Status eksistensial. Erikson berpendapat bahwa remaja mencari arti dalam
hidupnya sekaligus arti dari hidup secara umum.
Erikson juga mengakui adanya hubungan factor lain yang mempengaruhi
pencapaian status identitas seperti kecemasan, self-esteem, moral reasoning, dan
pola tingkah laku remaja. Terjadi atau tidak terjadinya konformitas oleh individu
dalam kelompok, namun kelompok teman sebaya dapat memenuhi kebutuhan
pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan informasi, menaikan harga diri
dan memberikan suatu identitas (Santrock, 2003 : 231). Kelompok teman sebaya
adalah suatu stasiun penghubung antara lepasnya ketergantungan terhadap orang
tua pada masa kanak-kanak dengan pernyataan diri sendiri, keberhasilan dan
otonomi atas diri sendiri sebagai orang dewasa.
Konformitas mungkin memang tidak memiliki kontribusi yang sangat besar
dalam pencapain identitas diri remaja karena pembentukan identitas sendiri
merupakan proses yang kompleks dan rumit serta melibatkan banyak faktor dalam
diri individu seperti yang dijelaskan oleh Erikson. Namun kelompok teman sebaya
memfasilitasi remaja dalam pembentukan identitas diri. Selain itu, hasil penelitian
127
juga menunjukan bahwa remaja tidak kehilangan identitas pribadinya dengan
melakukan konformitas, yang terlihat dari sebagian besar remaja telah berada pada
pencapaian status identitas moratorium yang menandakan remaja sedang berada
pada tahap eksplorasi yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dan remaja
memanfaatkan teman sebaya dalam proses eksplorasi ini.
4. Kontribusi Konformitas pada masing-masing Pencapain Status Identitas
Diri Remaja
a. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Achievement Pada
Remaja
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 24 remaja atau 13.95%
responden penelitian telah mencapai staus identitas achievement yang
merupakan pencapain maksimal dalam status identitas Marcia. Meskipun
dalam perkembangnnya seorang individu remaja belum mencapai pada
pencapaian staus identitas yang stabil, karena masih akan dihadapkan pada
berbagai pilihan sebelum ia berada pada fase dewasa. Sejumlah peneliti status
identitas juga mengungkapkan bahwa terdapat suatu pola yang umum diantara
individu yang telah mengembnagkan identitas positif yaitu mengikuti siklus
“MAMA”, moratorium-achievement- moratorium-achievement (Archer,1989).
Siklus ini bisa terjadi berulang-ulang sepanjang hidup seseorang (Francis,
Fraser & Marcia, 1989). Perubahan pribadi, keluarga dan sosial tidak dapat
128
diperkirakan dan dibutuhkan fleksibilitas dan keterampilan baru dalam
mengeksplorasi alternatif baru dan komitmen baru yang dapat memfasilitasi
kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah.
Menurut Erikson, identitas adalah konsep yang koheren tentang diri
sendiri yang terdiri dari tujuan, nilai-nilai dan keyakinan pada seseorang yang
komitmennya telah stabil. Seorang individu yang telah mencapai identitas
achievement adalah individu yang telah menentukan komitmennya dengan
terlebih dahulu melalui proses eksplorasi (masa krisis).
Bagi remaja, kelompok teman sebaya merupakan tempat yang
memfasilitasi dalam mengeksplorasi nilai-nilai, dan keyakinan yang nantinya
akan ia pegang. Teman sebaya memberikan informasi yang dibutuhkan remaja
dalam mengeksplorasi diri dan lingkungan. Dalam kelompok sebaya remaja
belajar untuk dapat mengolah informasi dan menyesuikan dirinya atau
konfrom terhadap nilai-nilai moral atau norma, aturan-aturan yang ada dalam
kelompok agar dirinya dapat menemukan dan menjalani peran sosialnya. Salah
satu alasan remaja untuk berperilaku conform adalah agar ia dapat menjadi
bagian dari kelompok, karena kelompok dapat membantunya menemukan
konsep dirinya, menaikan harga diri, dan memberikan kepercayaan diri. Hal-
hal semacam ini akan sangat bermanfaat bagi remaja saat ia memasuki
kelompok sosial yang lebih besar yaitu masyarakat. Apa yang remaja pelajari
dalam kelompoknya, baik itu melalui penyesuaian (konformitas) maupun anti-
129
konformitas, remaja dapat menentukan komitmen dalam memutuskan untuk
menjalani sesuatu setelah sebelumnya melakukan eksplorasi terhadap diri dan
lingkungan. Sehingga saat masuk kedalam lingkungan masyarakat ia dapat
menentukan perannya untuk dapat menjadi bagian dalam masyarakat. Maka,
konformitas dan teman sebaya memiliki hubungan yang cukup erat dalam
pencapaian identitas achievement pada remaja.
b. Kontribusi Konformitas pada Pencapain Identitas Foreclosure Pada
Remaja
Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak adanya hubungan yang
signifikan antara perilaku konformitas remaja terhadap teman sebaya dengan
pencapain identitas foreclosur. Dari hasil penelitian dengan 172 responden 16
diantaranya atau 9.3 % berada pada pencapain identitas foreclosure.Menurut
Marcia, pencapaia status identitas ini terjadi ketika remaja telah membuat suatu
komitmen tanpa mengalami krisis (eksplorasi). Hal ini terjadi ketika orang tua
menyerahkan komitmen pada remaja denagan cara yang otoritarian
(Santrock,2003:345).
Dengan kata lain pencapain status identitas foreclosure ini tidak
dipengaruhi oleh penyesuaian remaja terhadap teman sebayanya, melainkan
penyesuaian yang dilakukan terhadap orang tua. Remaja yang hidup dengan
pola asuh orang tua yang otoriter tidak memiliki kesempatan untuk
mengeksplorasi nilai-nilai ideologi, cita-cita atau hal-hal yang mungkin
130
disukai, pilihan studi atau karir dan lain sebagainya, karena semuanya telah
ditentukan orang tua.
c. Pengaruh Konformitas Terhadap Pencapain Identitas Moratorium Pada
Remaja
Remaja dengan pencapaian identitas moratorium pada penelitian ini
berada pada tingkat yang paling banyak, dengan kata lain sebagian besar
remaja yang berusia antara 16 atau 17 hingga 18 tahun yang menjadi
responden dalam penelitian ini berada pada status identitas moratorium. Hal ini
sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Erikson bahwa remaja menghadapi
sejumlah pilihan dan pada titik tertentu dimasa mudanya ia akan memasuki
masa psikological moratorium. Selama masa moratorium ini, remaja mencoba
berbagai peran dan kepribadian yang berbeda-beda sebelum akhirnya
mencapai suatu pemikiran yang stabil. Eksperimen kepribadian ini merupakan
usaha remaja dalam mencari tempat yang sesuai bagi mereka
(Santrock,2003:342). Identitas moratorium merupakan kondisi dimana remaja
belum memiliki komitmen dalam dirinya namun memiliki tingkat eksplorasi
yang tinggi.
Pencapaian status identitas moratorium ini memiliki tingkat korelasi yang
sangat tinggi terhadap perilaku konformitas pada remaja. Remaja lebih sadar
akan dirinya (self-conscious) dibandingkan pada masa kanak-kanak dan
131
mereka lebih memikirkan tentang pemahaman dirinya. Remaja juga menjadi
lebih introspektif dimana hal ini merupakan bagian dari eksplorasi diri dan
kelompok teman sebaya menjadi tempat yang memfasilitasi remaja dalam
memberikan dukungan dan penjelasan diri melalui teman-teman sebayanya
dan mendapatkan opini mengenai definisi diri yang baru muncul.
Konformitas terhadap tekanan teman sebaya memang dapat menjadi
positif atau negatif (Camarena,1991;Foster,Clark & Blyth,1991; Pearl, Bryen
& Herzog,1990; Wall,1993). Dalam hal ini konformitas tidak membuat remaja
mengalami kemunduran atau kebingungan identitas, sebaliknya konformitas
memberikan nilai yang positif, penyesuain dengan teman sebaya memberikan
informasi pada remaja tentang dirinya dan lingkungan yang digunakan oleh
remaja sebagai media eksplorasi. Dengan melakukan penyesuaian
(konformitas) remaja menjadi bagian dari lingkungan sosial sebayanya, dengan
demikian ia tidak menjadi individu yang diisolasi oleh lingkungan. Remaja
yang berada dalam kondisi isolasi oleh lingkungan sosialnya cenderung
kesulitan dalam mengevaluasi dan introspeksi diri. Teman-teman bagi remaja
juga sering menjadi sumber utama perolehan pujian terhadap diri sendiri, dan
menjadi cermin sosial yang biasanya remaja merasa cemas untuk melihat
kedalamnya (Rosenberg,1979).
Maka hasil penelitian mendukung adanya kontribusi perilaku konformitas
terhadap pencapain identitas moratorium remaja. Kelompok teman sebaya
132
menjadi tempat dimana remaja mengeksplorasi potensi diri dan lingkungannya,
dan konformitas terhadap teman sebaya memberikan nilai positif karena
melalui perilaku konformitas yang dilakukan remaja dapat diterima secara
sosial dan dapat memanfaatkan informasi yang diperoleh dari lingkungan
sosial sebagai sumber eksplorasi dan menentukan komitmen.
d. Pengaruh Konformitas Terhadap Pencapain Identitas Difussi Pada
Remaja
Marcia menggambarkan difusi identitas sebagai kondisi dimana remaja
tidak mengalami atau belum pernah mengalami eksplorasi atau membuat
komitmen. Hasil penelitian ini menunjukan 6.98% responden atau sebanyak
12 remaja berada pada kondisi difusi identitas. Ini berarti 6.98% remaja tidak
pernah mengalami eksplorasi dan membuat komitmen. Remaja pada status
identitas ini tidak menunjukan minat untuk mengeksplorasi diri atau
lingkungannya, juga tidak berminat untuk membuat suatu komitmen tentang
dirinya.
Sejalan dengan hasil penelitian yang menunjukan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara konformitas dan pencapain identitas difusi.
Remaja yang mengalami difusi identitas tidak mempedulikan keberadaan
kelompok sebaya sebagai tempat untuk mengeksplorasi diri dan
lingkungannya, ia kurang berminat pada hubungan persahabatan, rekreasi,
133
ekstrakulikuler seperti remaja yang aktif pada umumnya, remaja difusi
identitas lebih memilih untuk hanya menghadapi sesuatu yang ada didepanya
tanpa mengidentifikasi atau merencanakan hal-hal yang ingin dilakuknnya
dimasa depan. Pemikiran tentang masa depan atau hal-hal tentang kepribadian
dan identitas dirinya masih dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting untuk
difikirkan. Remaja yang terlalur dalam difusi identitas dan tidak dapat
menyelesaikan krisis identitasnya akan mengalami apa yang disebut Erikson
sebagai identity confusion (kebimbangan akan identitas). Kebimbangan
identitas ini dapat menimbulkan dua hal yaitu penarikan diri individu,
mengisolasi dirinya dari teman sebaya dan keluarga atau meleburkan diri
dengan dunia teman sebaya dan kehilangan identitas dirinya (Santrock, 2003:
341). Pola asuh orang tua juga dapat berpengaruh pada pencapaian identias
difusi pada remaja. Orang tua yang permisif, yang memberikan sedikit arahan
kepada remaja dan membiarkan remaja membuat keputusannya sendiri,
mendorong terjadinya identity diffusion pada diri remaja (Bernand, 1981;
Enright dkk.,1980; Marcia,1980).
5. Keunggulan dan Keterbatasan Penelitian Kontribusi Konformitas pada
Pencapain Identitas Diri Remaja
Penelitian ini berlatar belakang dari ditemukannya perilaku-perilkua remaja
yang melakukan penyesuaian dalam kelompok sebayanya. Penyesuaian-
134
penyesuaian dalam kelompok inilah yang disebut dengan konformitas. Perilaku
penyesuaian yang dilakukan menjadi sebuah tuntutan bagi remaja agar dapat
diterima menjadi bagian dari kelompok sosial. Dalam kelompok dengan kohesi
yang kuat dapat mendorong remaja untuk lebih mementingkan perannya sebagai
anggota kelompok dibandingkan mengembangkan pola pribadinya.
Konformitas dapat menyebabkan remaja kesulitan dalam membentuk
keyakinan diri. Remaja melakukan penyesuaian dalam kelompok sebaya karena
adanya tekanan secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian,
penyesuaian demi penyesuaian yang dilakukan secara perlahan namun pasti dapat
memendam identitas pribadinya dan yang muncul adalah identitas kelompok.
Peneliti mengikuti sebuah asumsi dasar yang menyatakan bahwa dalam
pencapaian identitas melibatkan proses eksplorasi dan komitmen, dan didalamnya
ada suatu kebutuhan untuk melihat dalam perspektif interaksi karena identitas
mencakup proses dinamis dari individu, relasi, serta lingkungan (Grotevant &
Cooper dalam Skoe & Lippe, 1998). Lingkungan pertemanan atau persahabatan
seperti peer group (kelompok teman sebaya) di sekolah merupakan fasilitas
perkembangan identitas diri bagi remaja. Konformitas dalam kelompok sebaya
merupakan salah satu perilaku timbal balik remaja terhadap lingkungan sosialnya.
Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk menungkapkan sejauh mana
kontribusi konformitas pada pencapaian identitas diri remaja. Dengan
berpegangan pada teori dasar tentang konformitas yang diungkapkan Myers dan
135
teori dasar tentang Identitas diri yang berasal dari Erikson yang dikembangkan
kembali oleh James Marcia peneliti mencoba mengembangkan instrument untuk
mengungkap hubungan antara konformitas dan identitas diri sehingga akhirnya
dapat menguraikan hasil penelitian pada uraian terdahulu. Peneliti sebagai peneliti
pemula tentunya masih belum dapat menyajikan sebuah penelitian yang baik,
penelitian yng dilakukan tentunya masih memiliki berbagai kekurangan dan
keterbatasan. Dalam uraian ini peneliti akan menguraikan keterbatasan dan dari
penelitian yang dilakukan.
Keterbatasan penelitian diantaranya :
1. Konformitas terhadap tekanan teman sebaya pada remaja dapat menjadi
positif atau negatif (Camarena,1991; Foster,Clark & Blyth,1991; Pearl, Bryan
& Herzog,1990; Wall, 1993). Penelitian ini tidak menungkapkan secara
mendalam dan memisahkan antara perilaku positif dan negatif dalam perilaku
konformitas yang diungkap. Sehingga hasil penenlitian menunjukan perilaku
konformitas yang dilakukan remaja adalah penyesuaian terhadap keyakinan,
sikap dan tingkah laku agar sesuai dengan tuntutan kelompok acuan yang
tidak memisahkan antara keyakinan, sikap dan tingkah laku positif atau
negatif yang terjadi dalam kelompok.
2. Penelitian ini dilakukan di SMA Ngeri 24 Bandung yang merupakan salah
satu Sekolah Menengah Atas favorit di kawasan Bandung timur , sehingga
siswa siswi disana merupakan individu yang memiliki kemampuan yang
136
unggul khususnya dalam kemampuan akademik. Kondisi ini
mengindikasikan bahwa remaja kelas XI di SMA Negeri 24 Bandung adalah
pribadi-pribadi yang unggul dalam menyikapi pengaruh-pengaruh sosial yang
terjadi dalam lingkungannya. Hal ini mendukung hasil penelitian yang
menunjukan bahwa remaja tidak kehilangan identitas pribadinya dengan
melakukan konformitas, yang terlihat dari pencapaian status identitas
moratorium yang menandakan remaja sedang berada pada tahap eksplorasi
yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dan remaja memanfaatkan teman
sebaya dalam proses eksplorasi ini. Hasil penelitian ini akhirnya tidak
mengangkat masalah bahwa konformitas dapat membuat remaja kehilangan
identitas pribadinya dan lebih memunculkan identitas kelompok.
3. Hasil penelitian yang akhirnya tidak mengangkat masalah bahwa konformitas
dapat membuat remaja kehilangan identitas pribadinya dan lebih
memunculkan identitas kelompok juga dapat dikarenakan adanya keterbatasan
pada instrument penelitian yang digunakan peneliti. Peneliti mencantumkan
identitas dalam lembar jawaban yang disebarkan pada responden sehingga
mengindikasikan kemungkinan adanya keengganan responden dalam mengisi
angket dalam keadaan yang sesungguhnya dan lebih berdasarkan pada
keadaan ideal dirinya.
4. Dalam penelitian ini peneliti juga kurang memperhatikan kemungkinan
adanya pengaruh kelas sosial dan budaya yang ada di lokasi penelitian serta
137
kondisi geoerafis sekolah yang dapat mempengaruhi pola perilaku timbal
balik remaja terhadap lingkungan sosialnya.
5. Penelitian ini dilakukan terhadap 172 responden, yang merupakan siswa-siswi
kelas XI yang berusia antara 15 atau 16 sampai 17 tahun yang diambil
dengan cara random sampling. Responden yang diambil terdiri dari siswa
laki-laki dan perempuan namun pada penelitian ini peneliti tidak membagi
antara konformitas yang terjadi pada remaja laki-laki atau perempuan dan
pengaruhnya terhadap pencapaian identitas diri. Hal ini dapat menjadi
pertimbangan dalam mengembangkan hasil penelitian selanjutnya karena
menurut penelitian observasi yang dilakukan Dexter Dunphy (1963)
menunjukan partisipasi remaja berbeda jenis kelamin dalam kelompok teman
sebaya meningkat pada masa remaja. Sedangkan pada masa kanak-kanak,
anak laki-laki dan perempuan berpartisipasi dalamkelompok kecil dengan
jenis kelamin yang sama.
6. Instrument identitas diri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
instrument yang diadaptasi dari EOMEIS-2 Revision yang disusun oleh
Bennion & Adams (1986) dalam Adams (1998). Dalam instrument yang
digunakan setiap pernyataan menunjukan adanya komitmen dan ekplorasi
terhadap dua domain identitas yaitu identitas ideologi dan interpersonal.
Identitas ideologi meliputi karir, agama, politik dan falsafah hidup.
Sedangkan identitas interpersonal meliputi pertemanan atau persahabatan,
138
hubungan dengan lawan jenis, peran gender, dan rekreasi. Kedua domain ini
dapat dilihat secara tersendiri, namun juga dapat membentuk suatu kesatuan
sebagai status identitas dalam diri seseorang. Dalam penelitian ini peneliti
tidak menjelaskan secara terpisah antara pencapaian status identitas ideologi
dan identitas interpersonal. Hasil penelitian ini menggabungkan dua domain
tersebut menjadi satu kesatuan identitas remaja.
Keunggulan Penelitian :
1. Sebelumnya tidak ada penelitian yang mencoba mencari pengaruh
konfromitas terhadap pembentukan identitas. Penelitian ini dapat menambah
khasanah keilmuan bagi mereka yang tertarik terhadap pola hubungan
interaksi remaja dalam lingkungan sosialnya dan pengaruhnya terhadap
perkembangan remaja.
2. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket yang telah
divalidasi oleh peneliti dalam bentuk skala sikap yaitu dengan menggunakan
alternatif jawaban “Ya” dan “Tidak” (force choice) sehingga data yang
diperoleh dalam penelitian ini merupakan hasil jawaban yang tegas terhadap
setiap permasalahan yang ditanyakan pada responden.
3. Penelitian ini memaparkan pengaruh perilaku konformitas terhadap empat
status identitas yang dicapai remaja sehingga dapat terlihat berapa besar
pengaruh konformitas dalam setiap pencapaian identitas diri remaja.
top related