hegemoni patriarki di media massa

Post on 24-Oct-2021

11 Views

Category:

Documents

0 Downloads

Preview:

Click to see full reader

TRANSCRIPT

HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA

ABSTRAK

Media massa berperon dalam menanamkan false consciousness, atau kesadaranpalsu yang oleh Gramsci disebut hegemoni, di mana terjadi pertarungan ideologi.Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis yang dikemukakanoleh Van Dijk dengan menggunakan teks sebagai objek penelitian untuk mengetahuipencitraan perenipuan di media massa. Hasil analisis teks penelitian inimenunjukkan adanya usaha untuk menanamkan hegemoni patriarki pada rubrikKo/npas Female dengan menyajikan headline berita "Agar Liburan Tak MerusakDiet,pada menu Bugar & Sehat dan "Cara Bijak Mendengarkan Anak".

Kata kunci: media baru, hegemoni, gender

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi komunikasiintenet membuka peluang bagi organisasimedia mainstream di Indonesia untuk

memperluas jangkauan tanpa batasanruang dan waktu. Organisasi mainstreamseperti Kompas pun mengadopsi internetagar mampu bersaing dengan media laindalam menjangkau penonton yang lebihluas dan beragam dengan menyediakanrubrik Kompas Female yang ditujukanuntuk memenuhi kebutuhan audienswanita.

Majalah dan koran (di samping film,novel, lukisan, pendidikan, organisasi,hobi, tempat ibadah, jenis minuman,restoran, saluran TV, dan lainnya)merupakan situs hegemoni yang olehGramsci disebut sebagai tempat teijadinyapertamngan ideologi (Sugiono, 1999:60).Di dalam sebuah majalah (dan situs-situshegemoni lain) tarik-menarik kekuatanberbagai ideologi dalam melakukanpengukuhan hegemoniknya ataupunsebagai sarana resistensi tengahberlangsung. Majalah dan koran tidakhanya sekedar mencerminkan ideologipara pembacanya tetapi juga merupakansarana untuk menanamkan suatu

pandangan dunia terhadap parapembacanya. Majalah juga dapatmelakukan konstruksi sosial parapembacanya (Williams, 1988:243-246).

Banyak pakar percaya balivva teks-teksdalam media tidak berdiri di alam hampatapi merupakan cara dalam memandangrealitas.Teks-teks tersebut membantu

mendefinisikan realitas dan memberi

model yang sesuai pada sikap dan tingkahlaku masyarakat.

Budaya media menunjuk pada suatukeadaan di mana tampilan audio dan visualatau tontotan-tontonan telah membantu

merangkai kehidupan sehari -hari,mendominasi proyek-proyek hiburan,membentuk opini politik dan perilakusosial, bahkan memberikan suplai materiuntuk membentuk identitas seseorang(Kellner, 1996).

Media cetak, radio, televisi, film,internet dan bentuk-bentuk akhir teknologimedia lainnya telah menyediakan definisiuntuk menjadi laki-laki atau perempuan,membedakan status seseorangberdasarkan kelas, ras, maupun seks.Schoemaker mengemukakan lima faktordi luar organisasi media massa yang bisamempengaruhi isi media massa, yaitu (a)sumber berita, (b) iklan dan pelanggan,(c) kontrol pemerintah, (d) pasar, dan (0teknologi. Tahap ke lima, ideological level,

yaitu level ideologi yang umumnyaberkaitan dengan struktur kekuasaan,dalam arti sejauh mana kekuasaan melaluiberbagai aturan yang ditetapkan mampumempengaruhi proses pengambilankeputusan rekonstruksi berita atauperistiwa dalam ruang pemberitaan mediamassa (Shoemaker, 1996: 67-75).

Ada tiga faktor yang menentukankonten media massa, yaitu (1)characteristic, personal backgrounds, andexperiences: yang meliputi etnis,pendidikan, gender, dan orientasi seksual.(2) personal attitudes, values, and beliefsdari pekerja media massa terhadapfenomena yang dikemas dalam produkmedia massa. Ini meliputi misalnya sikappolitik, orientasi keagamaan, nilai-nilai,dan kepercayaan yang dianut yang berkaitdengan individualism, modernism,altruistic democracy, leadership,ethnocentrism. (3) professionalism rolesand ethics.

Kode etik profesional yang mengatursumber daya manusia berkaitan dengantanggung jawab, etika, objektivitas, akurasi,serta mutual trust dun fair play. Jelaslahbahvva isi dan kemasan media massa

sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal-internal serta individual-institusional.

Salah satu faktor yang dominan adalahlatar belakang gender individu yangmemengaruhi kebijakan yang melahirkanisi dan kemasan yang bias gender yangjuga akan memengaruhi pembaca. Dengankata lain, media massa berperan dalammemperkuat dan melanggengkanketidakadilan gender di masyarakat.

Pengelola media massa selalumenyajikan isi yang sesuai dengankeinginan audiens padahal tidak selalu isimedia massa seperti yang dibutuhkan olehaudiensi, karena peran komunikator(pengelola dan pekerja media massa)dalam mengemas dan memilih informasisangat besar. Oleh karena itu, isi mediamassa sebenarnya sangat ditentukan olehpengelola dan pekerja media massa.

Informasi yang disajikan di media jugamencitrakan relasi antara laki-laki dan

perempuan yang menunjukkanpemahaman dan perspektif genderkomunikator pembuat produk media.Pemahaman gender para pekerja mediamassa pada dasarnya dipengaruhi olehkondisi sosio-kultural. Mereka tidak

pemah memilih kondisi sosio-kultural itu,tetapi tumbuh dan berkembang levvatpengalaman lalu memberikan artipengalaman tersebut dalam keseharianhidup mereka.

Insan media dipengaruhi oleh

Nuke Farida

nuke_

farida@stalT.gunadarma.ac.id

kepercayaan dalam mempersepsikan hasilpenelitian tentang perlakuan persIndonesia pada perempuan, yang bisapositif (menganggapnya sebagai satu fakta)atau negatif (menganggap hal ini tidakteijadi). Hal ini sangat manusiawi karenapekerja media itu hidup dalam sistemsosial yang memiliki sistem maknatersendiri. Mereka merekonstruksikan

nilai-nilai kesetaraan dan keadilan genderke dalam sistem sosial masyarakat di manamereka hidup.

Pandangan etis ini tentu sangatsignifikan terkait dengan tujuan juraalismedari media yang bersangkutan yangterwujud dalam kebijakan redaksional.Upaya untuk mendiseminasikan nilaikesetaraan dan keadilan gender dalamkebijakan redaksional dikalahkan olehideologi kapitalisme (ditentukan olehkonsep pemasaran) seperti segmentasipasar, kontribusi iklan, dan keinginanpembaca. Kaum pria yang diuntungkanoleh ideologi patriarkat dimanfaatkan olehkapitalisme untuk melestarikan strukturhubungan gender yang timpang yang tidakhanya menyebabkan perempuantersubordinasi, tetapi juga subordinasiperempuan oleh perempuan. Hal initampak dari tempat perempuan dalamiklan: di satu sisi perempuan merupakanalat persuasi untuk menegaskan citrasebuah produk, tapi di sisi lain merupakankonsumen produk kapitalisme.

Dalam organisasi media juga seringteijadi ketimpangan gender karena nilai-nilai kapitalis dan patriarkat yang salingmenguntungkan. Meningkatnya jumlahperempuan yang terjun di industri mediatidak menghilangkan fakta adanyakecenderungan sikap stereotip,diskriminatif, bahkan dominasi pria atasperempuan dalam struktur organisasi kerjamedia. Oleh karena itu, perlu dilihatdinamika hubungan nilai patriarkat dankapitalis dalam menganalisis kehidupannstitusi media.

Konstruksi sosial, domestifikasi danbeautifikasi, menempatkan perempuandalam tatanan kerja patriarkis yangmenjadikan mereka sebagai ibu danberkarir serta mampu mengeksplorasiindividualitas dan tampil menarik.Perempuan di masyarakat pascakolonialmengusung beban ganda karenatersubordinasi oleh kolonialisme sekaliguskaum pria pribuminya. Meskipundemikian, ada kemungkinan untukmenggoyang stabilitas representasi tubuhyang terkelaminkan ini, seperti kasusMadonna, karena vvalaupun teksmengkonstruksi posisi subjek, bukan

28 UG Jurnal Vol. 7 No. 08 Tahun 2013

top related