hegemoni patriarki di media massa

6
HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA ABSTRAK Media massa berperon dalam menanamkan false consciousness, atau kesadaran palsu yang oleh Gramsci disebut hegemoni, di mana terjadi pertarungan ideologi. Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis yang dikemukakan oleh Van Dijk dengan menggunakan teks sebagai objek penelitian untuk mengetahui pencitraan perenipuan di media massa. Hasil analisis teks penelitian ini menunjukkan adanya usaha untuk menanamkan hegemoni patriarki pada rubrik Ko/npas Female dengan menyajikan headline berita "Agar Liburan Tak Merusak Diet,pada menu Bugar & Sehat dan "Cara Bijak Mendengarkan Anak". Kata kunci: media baru , hegemoni, gender PENDAHULUAN Perkembangan teknologi komunikasi intenet membuka peluang bagi organisasi media mainstream di Indonesia untuk memperluas jangkauan tanpa batasan ruang dan waktu. Organisasi mainstream seperti Kompas pun mengadopsi internet agar mampu bersaing dengan media lain dalam menjangkau penonton yang lebih luas dan beragam dengan menyediakan rubrik Kompas Female yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan audiens wanita. Majalah dan koran (di samping film, novel, lukisan, pendidikan, organisasi, hobi, tempat ibadah, jenis minuman, restoran, saluran TV, dan lainnya) merupakan situs hegemoni yang oleh Gramsci disebut sebagai tempat teijadinya pertamngan ideologi (Sugiono, 1999:60). Di dalam sebuah majalah (dan situs-situs hegemoni lain) tarik-menarik kekuatan berbagai ideologi dalam melakukan pengukuhan hegemoniknya ataupun sebagai sarana resistensi tengah berlangsung. Majalah dan koran tidak hanya sekedar mencerminkan ideologi para pembacanya tetapi juga merupakan sarana untuk menanamkan suatu pandangan dunia terhadap para pembacanya. Majalah juga dapat melakukan konstruksi sosial para pembacanya (Williams, 1988:243-246). Banyak pakar percaya balivva teks-teks dalam media tidak berdiri di alam hampa tapi merupakan cara dalam memandang realitas.Teks-teks tersebut membantu mendefinisikan realitas dan memberi model yang sesuai pada sikap dan tingkah laku masyarakat. Budaya media menunjuk pada suatu keadaan di mana tampilan audio dan visual atau tontotan-tontonan telah membantu merangkai kehidupan sehari -hari, mendominasi proyek-proyek hiburan, membentuk opini politik dan perilaku sosial, bahkan memberikan suplai materi untuk membentuk identitas seseorang (Kellner, 1996). Media cetak, radio, televisi, film, internet dan bentuk-bentuk akhir teknologi media lainnya telah menyediakan definisi untuk menjadi laki-laki atau perempuan, membedakan status seseorang berdasarkan kelas, ras, maupun seks. Schoemaker mengemukakan lima faktor di luar organisasi media massa yang bisa mempengaruhi isi media massa, yaitu (a) sumber berita, (b) iklan dan pelanggan, (c) kontrol pemerintah, (d) pasar, dan (0 teknologi. Tahap ke lima, ideological level, yaitu level ideologi yang umumnya berkaitan dengan struktur kekuasaan, dalam arti sejauh mana kekuasaan melalui berbagai aturan yang ditetapkan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan rekonstruksi berita atau peristiwa dalam ruang pemberitaan media massa (Shoemaker, 1996: 67-75). Ada tiga faktor yang menentukan konten media massa, yaitu (1) characteristic, personal backgrounds, and experiences: yang meliputi etnis, pendidikan, gender, dan orientasi seksual. (2) personal attitudes, values, and beliefs dari pekerja media massa terhadap fenomena yang dikemas dalam produk media massa. Ini meliputi misalnya sikap politik, orientasi keagamaan, nilai-nilai, dan kepercayaan yang dianut yang berkait dengan individualism, modernism, altruistic democracy, leadership, ethnocentrism. (3) professionalism roles and ethics. Kode etik profesional yang mengatur sumber daya manusia berkaitan dengan tanggung jawab, etika, objektivitas, akurasi, serta mutual trust dun fair play. Jelaslah bahvva isi dan kemasan media massa sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal- internal serta individual-institusional. Salah satu faktor yang dominan adalah latar belakang gender individu yang memengaruhi kebijakan yang melahirkan isi dan kemasan yang bias gender yang juga akan memengaruhi pembaca. Dengan kata lain, media massa berperan dalam memperkuat dan melanggengkan ketidakadilan gender di masyarakat. Pengelola media massa selalu menyajikan isi yang sesuai dengan keinginan audiens padahal tidak selalu isi media massa seperti yang dibutuhkan oleh audiensi, karena peran komunikator (pengelola dan pekerja media massa) dalam mengemas dan memilih informasi sangat besar. Oleh karena itu, isi media massa sebenarnya sangat ditentukan oleh pengelola dan pekerja media massa. Informasi yang disajikan di media juga mencitrakan relasi antara laki-laki dan perempuan yang menunjukkan pemahaman dan perspektif gender komunikator pembuat produk media. Pemahaman gender para pekerja media massa pada dasarnya dipengaruhi oleh kondisi sosio-kultural. Mereka tidak pemah memilih kondisi sosio-kultural itu, tetapi tumbuh dan berkembang levvat pengalaman lalu memberikan arti pengalaman tersebut dalam keseharian hidup mereka. Insan media dipengaruhi oleh Nuke Farida nuke farida@stalT.gunadarma.ac.id kepercayaan dalam mempersepsikan hasil penelitian tentang perlakuan pers Indonesia pada perempuan, yang bisa positif (menganggapnya sebagai satu fakta) atau negatif (menganggap hal ini tidak teijadi). Hal ini sangat manusiawi karena pekerja media itu hidup dalam sistem sosial yang memiliki sistem makna tersendiri. Mereka merekonstruksikan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender ke dalam sistem sosial masyarakat di mana mereka hidup. Pandangan etis ini tentu sangat signifikan terkait dengan tujuan juraalisme dari media yang bersangkutan yang terwujud dalam kebijakan redaksional. Upaya untuk mendiseminasikan nilai kesetaraan dan keadilan gender dalam kebijakan redaksional dikalahkan oleh ideologi kapitalisme (ditentukan oleh konsep pemasaran) seperti segmentasi pasar, kontribusi iklan, dan keinginan pembaca. Kaum pria yang diuntungkan oleh ideologi patriarkat dimanfaatkan oleh kapitalisme untuk melestarikan struktur hubungan gender yang timpang yang tidak hanya menyebabkan perempuan tersubordinasi, tetapi juga subordinasi perempuan oleh perempuan. Hal ini tampak dari tempat perempuan dalam iklan: di satu sisi perempuan merupakan alat persuasi untuk menegaskan citra sebuah produk, tapi di sisi lain merupakan konsumen produk kapitalisme. Dalam organisasi media juga sering teijadi ketimpangan gender karena nilai- nilai kapitalis dan patriarkat yang saling menguntungkan. Meningkatnya jumlah perempuan yang terjun di industri media tidak menghilangkan fakta adanya kecenderungan sikap stereotip, diskriminatif, bahkan dominasi pria atas perempuan dalam struktur organisasi kerja media. Oleh karena itu, perlu dilihat dinamika hubungan nilai patriarkat dan kapitalis dalam menganalisis kehidupan nstitusi media. Konstruksi sosial, domestifikasi dan beautifikasi, menempatkan perempuan dalam tatanan kerja patriarkis yang menjadikan mereka sebagai ibu dan berkarir serta mampu mengeksplorasi individualitas dan tampil menarik. Perempuan di masyarakat pascakolonial mengusung beban ganda karena tersubordinasi oleh kolonialisme sekaligus kaum pria pribuminya. Meskipun demikian, ada kemungkinan untuk menggoyang stabilitas representasi tubuh yang terkelaminkan ini, seperti kasus Madonna, karena vvalaupun teks mengkonstruksi posisi subjek, bukan 28 UG Jurnal Vol. 7 No. 08 Tahun 2013

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA

HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA

ABSTRAK

Media massa berperon dalam menanamkan false consciousness, atau kesadaranpalsu yang oleh Gramsci disebut hegemoni, di mana terjadi pertarungan ideologi.Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis yang dikemukakanoleh Van Dijk dengan menggunakan teks sebagai objek penelitian untuk mengetahuipencitraan perenipuan di media massa. Hasil analisis teks penelitian inimenunjukkan adanya usaha untuk menanamkan hegemoni patriarki pada rubrikKo/npas Female dengan menyajikan headline berita "Agar Liburan Tak MerusakDiet,pada menu Bugar & Sehat dan "Cara Bijak Mendengarkan Anak".

Kata kunci: media baru, hegemoni, gender

PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi komunikasiintenet membuka peluang bagi organisasimedia mainstream di Indonesia untuk

memperluas jangkauan tanpa batasanruang dan waktu. Organisasi mainstreamseperti Kompas pun mengadopsi internetagar mampu bersaing dengan media laindalam menjangkau penonton yang lebihluas dan beragam dengan menyediakanrubrik Kompas Female yang ditujukanuntuk memenuhi kebutuhan audienswanita.

Majalah dan koran (di samping film,novel, lukisan, pendidikan, organisasi,hobi, tempat ibadah, jenis minuman,restoran, saluran TV, dan lainnya)merupakan situs hegemoni yang olehGramsci disebut sebagai tempat teijadinyapertamngan ideologi (Sugiono, 1999:60).Di dalam sebuah majalah (dan situs-situshegemoni lain) tarik-menarik kekuatanberbagai ideologi dalam melakukanpengukuhan hegemoniknya ataupunsebagai sarana resistensi tengahberlangsung. Majalah dan koran tidakhanya sekedar mencerminkan ideologipara pembacanya tetapi juga merupakansarana untuk menanamkan suatu

pandangan dunia terhadap parapembacanya. Majalah juga dapatmelakukan konstruksi sosial parapembacanya (Williams, 1988:243-246).

Banyak pakar percaya balivva teks-teksdalam media tidak berdiri di alam hampatapi merupakan cara dalam memandangrealitas.Teks-teks tersebut membantu

mendefinisikan realitas dan memberi

model yang sesuai pada sikap dan tingkahlaku masyarakat.

Budaya media menunjuk pada suatukeadaan di mana tampilan audio dan visualatau tontotan-tontonan telah membantu

merangkai kehidupan sehari -hari,mendominasi proyek-proyek hiburan,membentuk opini politik dan perilakusosial, bahkan memberikan suplai materiuntuk membentuk identitas seseorang(Kellner, 1996).

Media cetak, radio, televisi, film,internet dan bentuk-bentuk akhir teknologimedia lainnya telah menyediakan definisiuntuk menjadi laki-laki atau perempuan,membedakan status seseorangberdasarkan kelas, ras, maupun seks.Schoemaker mengemukakan lima faktordi luar organisasi media massa yang bisamempengaruhi isi media massa, yaitu (a)sumber berita, (b) iklan dan pelanggan,(c) kontrol pemerintah, (d) pasar, dan (0teknologi. Tahap ke lima, ideological level,

yaitu level ideologi yang umumnyaberkaitan dengan struktur kekuasaan,dalam arti sejauh mana kekuasaan melaluiberbagai aturan yang ditetapkan mampumempengaruhi proses pengambilankeputusan rekonstruksi berita atauperistiwa dalam ruang pemberitaan mediamassa (Shoemaker, 1996: 67-75).

Ada tiga faktor yang menentukankonten media massa, yaitu (1)characteristic, personal backgrounds, andexperiences: yang meliputi etnis,pendidikan, gender, dan orientasi seksual.(2) personal attitudes, values, and beliefsdari pekerja media massa terhadapfenomena yang dikemas dalam produkmedia massa. Ini meliputi misalnya sikappolitik, orientasi keagamaan, nilai-nilai,dan kepercayaan yang dianut yang berkaitdengan individualism, modernism,altruistic democracy, leadership,ethnocentrism. (3) professionalism rolesand ethics.

Kode etik profesional yang mengatursumber daya manusia berkaitan dengantanggung jawab, etika, objektivitas, akurasi,serta mutual trust dun fair play. Jelaslahbahvva isi dan kemasan media massa

sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal-internal serta individual-institusional.

Salah satu faktor yang dominan adalahlatar belakang gender individu yangmemengaruhi kebijakan yang melahirkanisi dan kemasan yang bias gender yangjuga akan memengaruhi pembaca. Dengankata lain, media massa berperan dalammemperkuat dan melanggengkanketidakadilan gender di masyarakat.

Pengelola media massa selalumenyajikan isi yang sesuai dengankeinginan audiens padahal tidak selalu isimedia massa seperti yang dibutuhkan olehaudiensi, karena peran komunikator(pengelola dan pekerja media massa)dalam mengemas dan memilih informasisangat besar. Oleh karena itu, isi mediamassa sebenarnya sangat ditentukan olehpengelola dan pekerja media massa.

Informasi yang disajikan di media jugamencitrakan relasi antara laki-laki dan

perempuan yang menunjukkanpemahaman dan perspektif genderkomunikator pembuat produk media.Pemahaman gender para pekerja mediamassa pada dasarnya dipengaruhi olehkondisi sosio-kultural. Mereka tidak

pemah memilih kondisi sosio-kultural itu,tetapi tumbuh dan berkembang levvatpengalaman lalu memberikan artipengalaman tersebut dalam keseharianhidup mereka.

Insan media dipengaruhi oleh

Nuke Farida

nuke_

[email protected]

kepercayaan dalam mempersepsikan hasilpenelitian tentang perlakuan persIndonesia pada perempuan, yang bisapositif (menganggapnya sebagai satu fakta)atau negatif (menganggap hal ini tidakteijadi). Hal ini sangat manusiawi karenapekerja media itu hidup dalam sistemsosial yang memiliki sistem maknatersendiri. Mereka merekonstruksikan

nilai-nilai kesetaraan dan keadilan genderke dalam sistem sosial masyarakat di manamereka hidup.

Pandangan etis ini tentu sangatsignifikan terkait dengan tujuan juraalismedari media yang bersangkutan yangterwujud dalam kebijakan redaksional.Upaya untuk mendiseminasikan nilaikesetaraan dan keadilan gender dalamkebijakan redaksional dikalahkan olehideologi kapitalisme (ditentukan olehkonsep pemasaran) seperti segmentasipasar, kontribusi iklan, dan keinginanpembaca. Kaum pria yang diuntungkanoleh ideologi patriarkat dimanfaatkan olehkapitalisme untuk melestarikan strukturhubungan gender yang timpang yang tidakhanya menyebabkan perempuantersubordinasi, tetapi juga subordinasiperempuan oleh perempuan. Hal initampak dari tempat perempuan dalamiklan: di satu sisi perempuan merupakanalat persuasi untuk menegaskan citrasebuah produk, tapi di sisi lain merupakankonsumen produk kapitalisme.

Dalam organisasi media juga seringteijadi ketimpangan gender karena nilai-nilai kapitalis dan patriarkat yang salingmenguntungkan. Meningkatnya jumlahperempuan yang terjun di industri mediatidak menghilangkan fakta adanyakecenderungan sikap stereotip,diskriminatif, bahkan dominasi pria atasperempuan dalam struktur organisasi kerjamedia. Oleh karena itu, perlu dilihatdinamika hubungan nilai patriarkat dankapitalis dalam menganalisis kehidupannstitusi media.

Konstruksi sosial, domestifikasi danbeautifikasi, menempatkan perempuandalam tatanan kerja patriarkis yangmenjadikan mereka sebagai ibu danberkarir serta mampu mengeksplorasiindividualitas dan tampil menarik.Perempuan di masyarakat pascakolonialmengusung beban ganda karenatersubordinasi oleh kolonialisme sekaliguskaum pria pribuminya. Meskipundemikian, ada kemungkinan untukmenggoyang stabilitas representasi tubuhyang terkelaminkan ini, seperti kasusMadonna, karena vvalaupun teksmengkonstruksi posisi subjek, bukan

28 UG Jurnal Vol. 7 No. 08 Tahun 2013

Page 2: HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA
Page 3: HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA
Page 4: HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA
Page 5: HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA
Page 6: HEGEMONI PATRIARKI DI MEDIA MASSA