isi translate
Post on 10-Jan-2016
215 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
PENELITIAN DOUBLE-BLIND TERAPI MULAI-
TERLAMBAT RASAGILINE PADA PENYAKIT PARKINSON
ABSTRAK
Latar Belakang: Suatu terapiyang memperlambat progresivitas perjalanan penyakit merupakan kebutuhan utama yang belum dapat terpenuhi pada penyakit parkinson.
Metode: Pada penelitian double-blind ini, kami memeriksa kemungkinan rasagiline memiliki efek modifikasi pada penyakit parkinson. Total sebanyak 1176 peserta penelitian dengan penyakit parkinson yang belum diterapi secara acak diberi rasagiline (dengan dosis 1 mg atau 2 mg per hari) selama 72 minggu (pada kelompok yang terapi mulai-awal) atau plasebo selama 36 minggu (pada kelompok terapi mulai-terlambat). Untuk menentukan suatu hasil yang positif dengan salah satu dosis yang digunakan tersebut, kelompok terapi yang mulai-awal harus memiliki ketiga endpoint hierarki dari analisis primer yang didasarkan pada Unified Parkinson’s Disease Rating Scale (UPDRS, suatu skala 176 endpoint dengan angka-angka yang lebih tinggi mengindikasikan penyakit yang lebih berat): menjadi superior atau lebih unggul dibandingkan plasebo dalam nilai perubahan UPDRS antara minggu ke-12 dan minggu ke-36, menjadi lebih unggul dibandingkan terapi yang mulai-terlambat dalam hal perubahan skor antara baseline dengan minggu ke-72, dan noninferior (tidak lebih jelek mutunya) dibandingkan dengan terapi kelompok yang mulai-terlambat dalam hal perubahan skor antara minggu ke-48 dengan minggu ke-72.
Hasil: Terapi yang mulai-awal dengan rasagiline dosis 1 mg per hari memiliki ketiga endpoint pada analisis primer: peningktan nilai mean yang lebih kecil (±SE) (nilai yang menunjukkan perburukan) pada skor UPDRS antara minggu ke-12 dan minggu ke-36 (0.09±0.02 poin per minggu pada kelompok plasebo, p=0.01), lebih lambat dalam perburukan pada skor antara baseline dan minggu ke-72 (2.82±0.53 poin pada kelompok yang mulai-awal vs 4.52±0.56 poin pada kelompok yang mulai-terlambat, p=0.02), dan tidak menjadi kurang unggul antara kedua kelompok dengan mempertimbangkan nilai perubahan pada skor UPDRS antara minggu ke-48 dan minggu ke-72 (0.085±0.02 poin per minggu pada kelompok yang terapi-awal vs 0.0852±0.02 poin per minggu pada kelompok yang terapi mulai-terlambat, p<0.001). Ketiga endpoint tidak dimiliki oleh rasagiline dosis 2 mg per hari karena perubahan pada skor UPDRS antara baseline dan minggu ke-72 tidak berbeda secara signifikan pada kedua kelompok (3.47±0.50 poin pada kelompok yang mulai-awal dan 3.11±0.50 poin pada kelompok yang mulai-terlambat, p=0.60).
Kesimpulan: Terapi awal dengan rasagiline dosis 1 mg per hari memberikan manfaat yang konsisten dengan efek modifikasi penyakit yang mungkin dimilikinya, tetapi terapi awal dengan rasagiline 2 mg per hari tidak memberikan efek yang demikian. Karena kedua dosis ini memiliki outcome yang berbeda\, hasil-hasil penelitian harus diinterpretasikan secara teliti.
PENDAHULUAN
Sebuah terapi neuroprotektif yang
memperlambat atau menghentikan
progresivitas perjalanan penyakit merupakan
kebutuhan utama dalam pengobatan
penyakit parkinson yang terpenuhi.
Meskipun terapi-terapi yang
sekarang dilakukan memberikan efek yang
menguntungkan pada gejala, seperti
membantu mengendalikan gejala klasik
motorik pada penyakit tersebut (contoh:
tremor, rigiditas, dan bradikinesia),
disabilitas yang sangat berat akhirnya
1
dialami sebagian besar pasien. Terdapat
banyak obat-obatan yang memiliki efek-efek
neuroprotektif pada percobaan laboratorium,
tetapi belum ada yang menunjukkan dapat
memiliki efek modifikasi pada pasien-pasien
dengan penyakit parkinson. Terdapat suatu
faktor keterbatasan berupa sebuah endpoint
klinis yang dapat dipercaya dalam mengukur
progresivitas penyakit dan tidak dikacaukan
atau dipengaruhi confounding factor oleh
efek-efek intervensi penelitian pada gejala.
Rancangan penelitian yang memulai
terapi terlambat (kelompok terapi mulai-
terlambat) diajukan untuk mengatasi
masalah ini. Penelitian-penelitian yang
memulai terapi secara terlambat dilakukan
dalam 2 fase. Pada fase pertama, para
peserta penelitian secara acak diberi obat
aktif atau plasebo. Perbedaan-perbedaan
antar kelompok pada akhir fase ini dapat
berupa efek-efek pada gejala, efek-efek
modifikasi penyakit, atau keduanya. Pada
fase 2, para peserta penelitian pada kedua
kelompok mendapatkan obat aktif.
Perbedaan-perbedaan menetap yang
didapatkan pada kedua kelompok pada akhir
fase 2 tidak dapat dengan mudah dijelaskan
dengan efek-efeknya pada gejala, karena
kedua kelompok mendapatkan terapi yang
sama, dan perbedaan-perbedaan ini
konsisten dengan kemungkinan memiliki
efek modifikasi penyakit.
Rasagiline (N-propargyl-[1R]-
aminoindan) (Azilect, Teva Pharmaceutical
Industries) merupakan suatu inhibitor
monoamine oxidase tipe B (MAO-B) yang
disetujui untuk digunakan sebagai terapi
simptomatis penyakit parkinson. Rasagiline
juga memberikan efek-efek neuroprotektif
pada percobaan laboratorium
neurodegenerasi. Pada penelitian ini, kami
menggunakan rancangan mulai terapi-awal
untuk memeriksa potensi efek modifikasi
penyakit yang dimiliki rasagiline pada
penyakit Parkinson.
METODE
Rancangan Penelitian
Penelitian Attenuation of Disease
Progressione with Azilect Given Once-Daily
(ADAGIO) merupakan suatu penelitian
multisenter dengan kelompok plasebo
double-blind yang dilakukan selama 18
bulan menggunakan rancangan terapi mulai-
terlambat. Penelitian ini dilakukan dalam 2
tahap, masing-masing tahapan berlangsung
selama 36 minggu. Pada tahap 1, para
peserta penelitian secara acak
dikelompokkan ke dalam salah satu dari
keempat kelompok berikut: Rasagiline dosis
1 mg atau 2 mg per hari (kelompok terapi
mulai awal) atau plasebo yang sesuai
(plasebo 1 mg dan plasebo 2 mg). Pada
tahap 2, para peserta penelitian pada
kelompok terapi mulai-awal terus
2
mendapatkan terapi yang telah ditentukan
sebelumnya sementara peserta penelitian
pada kelompok plasebo ditukar
mendapatkan rasagiline dosis 1 mg atau 2
mg per hari (kelompok terapi mulai-
terlambat). Dengan demikian, kelompok-
kelompok yang terapi mulai-awal menerima
rasagiline (1 mg atau 2 mg per hari) selama
72 minggu dan kelompok-kelompok yang
terapi mulai-terlambat menerima plasebo
selama 36 minggu kemudian diikuti
mendapatkan rasagiline (1 mg atau 2 mg per
hari) selama 36 minggu. Peserta penelitian
tidak dibolehkan mengonsumsi obat-obatan
parkinson apapun. Bila peserta penelitian
memerlukan terapi tambahan selama tahap 1
penelitian, mereka dapat langsung masuk ke
tahap 2 penelitian. Para peserta penelitian
yang memerlukan terapi tambahan pada fase
2 penelitian dibatalkan keikutsertaannya dari
penelitian.
Peserta Penelitian
Laki-laki dan perempuan berusia
antara 30 hingga 80 tahun yang tidak sedang
mendapatkan terapi apapun untuk penyakit
parkinson yang sedang dideritanya
memenuhi syarat diikutsertakan dalam
penelitian. Diagnosis penyakit parkinson
didasarkan pada adanya sedikitnya 2 dari 2
gambaran kardinal penyakit parkinson
(resting tremor, bradikinesia, atau rigiditas);
bila resting tremor tidak ditemui, peserta
penelitian harus memilki 2 gejala lainnya
yang dikehendaki. Peserta penelitian yang
sebelumnya telah mendapatkan pengobatan
anti-parkinson lebih dari 3 minggu atau
telah mendapatkan rasagiline atau selegiline
(dalam dosis berapapun) atau coenzyme Q10
(selama lebih dari 300 mg per hari) dalam
120 hari dimulai penelitian tidak dapat
diikutsertakan. Kriteria eksklusi lainnya
mencakup adanya suatu penyakit dengan
durasi lebih dari 18 bulan sejak diagnosis,
dengan skor stadium Hoehn dan Yahr 3 atau
lebih tinggi (skor pada stadium Hoehn dan
Yahr untuk Penyakit Parkinson berkisar
antara 1 hingga 5, dengan skor yang lebih
tinggi mengndikasikan disabilitas yang lebih
berat), dan parkinsonism atipikal atau
sekunder.
Kunjungan pemeriksaan dilakukan
pada baseline (dimulainya penelitian) dan
pada minggu ke-4, 12, 24, 36, 42, 48, 54, 60,
66, dan 72. Pada masing-masing kunjungan
(kecuali pada minggu ke-4), peserta
penelitian dievaluasi dengan skala Unified
Parkinson’s Disease Rating Scale (UPDRS,
yang berkisar dari 0 hingga 176 dan
mencakup subskala fungsi mental, aktivitas
kehidupan sehari-hari, dan fungsi motorik
dengan skor yang semakin tinggi
mengindikasikan kondisi penyakit yang
lebih berat. Efek samping-efek samping dan
tanda-tanda vital dicatat dalam setiap kali
kunjungan. Tidak ada larangan dalam diet
3
tiramine, dan obat-obatan antidepresan
tertentu diijinkan.
Teva Pharmaceutical Industries
membiayai penelitian ini dan
bertanggungjawab atas pengumpulan data,
pengawasan penelitian, dan analisis statistik.
Penulis penelitian bertanggungjawab atas
rancangan penelitian, interpretasi data,
penulisan naskah penelitian, dan keputusan
untuk memasukkan naskah penelitian untuk
dipublikasikan. Penulis penelitian memiliki
akses penuh terhadap database, melakukan
analisis-analisis statistik independen, dan
menjamin untuk kelengkapan dan akurasi
data dan analisis data.
Analisis Statistik
Analisis primer meliputi 3 endpoint
hierarki yang didasarkan pada perubahan
skor UPDRS total baseline (gambar 1).
Endpointprimer pertama membandingkan
perkiraan-perkiraan perubahan grafik
(perubahan poin UPDRS per minggu) antara
kelompok rasagiline (1 mg atau 2 mg per
hari) dan kelompok plasebo antara minggu
12 hingga 36. Perbandingan ini menentukan
apakah terdapat suatu perbedaan pada
tingkat progresivitas penyakit, seperti yang
direfleksikan oleh skor UPDRS, antara
kelompok rasagiline dan plasebo setelah
minggu ke-12, ketika diasumsikan bahwa
efek penuh dari rasagiline pada gejala-gejala
parkinson telah terjadi. Suatu obat yang
dapat memodifikasi penyakit diharapkan
memperlambat tingkat progresivitas
penyakit ketika dibandingkan dengan
plasbeo.
Endpoint primer kedua
membandingkan perkiraan perubahan pada
skor total UPDRS pada baseline dan minggu
ke-72 pada kelompok terapi rasagiline yang
mulai-awal dan mulai-terlambat (1 mg atau
2 mg per hari). Perbandingan ini
menentukan apakah manfaat pada kelompok
terapi mulai-awal pada akhir tahap 1
penelitian masih didapati pada akhir
penelitian, ketika peserta penelitian pada
kelompok terapi mulai-awal dan mulai-
terlambat mendapatkan terapi yang sama.
Manfaat-manfaat dari terapi mulai-awal
akan diharapkan tetap ada bila terapi
memang memiliki suatu efek memodifikasi
penyakit.
Endpoint primer ketiga yang diuji
adalah noninferioritas dari perkiraan grafik
pada tingkat perubahan dari baseline skor
UPDRS antara minggu ke-48 dan minggu
ke-72 pada kelompok terapi mulai-awal
seperti yang dibandingkan pada kelompok
terapi mulai-terlambat. Suatu margin
noninferioritas (tidak lebih unggul) dari 0.15
poin UPDRS per minggu telah ditetapkan
sebelumnya. Endpoint ini dirancang untuk
menentukan apakah perbedaan antara
kelompok penelitian tetap bertahan (seperti
yang diharapkan pada obat-obatan yang
4
memiliki efek modifikasi penyakit) dan
tidak menghilang (Seperti yang diharapkan
pada obat yang memiliki efek kumulatif
terhadap gejala).
Untuk masing-masing dosis, ketiga
endpoint harus dipenuhi untuk menyatakan
bahwa penelitian positif.Endpoint sekunder
merupakan perubahan skor total UPDRS
antara baseline dan skor terakhiryang
diamati dalam fase 1. Ukuran sampel
didasarkan pada perhitungan yang
digunakan di Rasagiline (TVP-1012) pada
penelitian Early Monotherapy for
Parkinson’s Disease Outpatients (TEMPO).
Perhitungan ini mengindikasikan bahwa
dibutuhkan 1100 peserta penelitian untuk
memberikan power sebesar 87% guna
mendeteksi perbedaan 1.8 poin UPDRS
antara kelompok terapi mulai-awal dan
mulai-terlambat dalam perubahan nilai mean
skor UPDRS dari baseline hingga skor
UPDRS rerata sejak minggu ke-48 hingga
minggu ke-72 dengan alpha level sebesar
0.05 dan dropout rate sebesar 15%.
Untuk endpoint primer pertama,
semua peserta penelitian yang menjalani
evaluasi pada saat baseline dan minggu ke-
12 atau minggu selanjutnya dimasukkan ke
dalam analisis. Untuk endpointkedua dan
ketiga primer, semua peserta penelitian yang
menjalani terapi selama 24 minggu pada
fase 1 dan yang menjalani evaluasi pada
kunjungan minggu ke-48 atau minggu
setelahnya diikutsertakan. Pengawasan
keamanan mencakup semua peserta
penelitian secara acak ditentukan mengenai
terapi yang diberikan dalam penelitian.
Analisis statistik dilakukan dengan
analisis pengulangan penugkuran mixed
model dari kovarian yang mencakup efek
samping berikut: kelompok terapi,
berjalannya penelitian dalam mingguan,
interaksi terapi secara mingguan, pusat
penelitian, dan skor total UPDRS pada
baseline. Endpoint pertama dianalisa dengan
menggunakan kelompok plasebo yang
digabungkan. Untuk endpoint kedua dan
ketiga, model dibedakan untuk masing-
masing dosis karena efek-efek kovariat
heterogen didapti pada kedua dosis yang
berbeda. Untuk menjaga kesalahan tipe-1
sebesar 0.05 dalam penelitian ini, metode
hierarki digunakan untuk menghitung
endpoint primer multipel masing-masing
dosis dan metode Hochberg step-up
Bonferroni digunakan untuk menghitung
kedua dosis tersebut; hal ini boleh dilakukan
dengan cara memeriksa setiap dosis secara
terpisah. Berbagai macam sensitivitas yang
telah ditentukan sebelumnya berikut dengan
analisis suportif, mencakup strategi
penginputan multipel, digunakan untuk
memvalidasi hasil penelitian dan mengatasi
masalah hilangnya data. Untuk endpoint
sekunder, sebuah model analisis kovarian
diguanakan untuk memerika perubabhan
5
nilai mean yang telah disesuaikan dalam
skor total UPDRS antara baseline dengan
nilai terakhir yang teramati pada fase 1
penelitian.
Untuk mengatasi kemungkinan
bahwa suatu efek pada gejala mungkin
menutupi atau menyamarkan efek
modifikasi-penyakit parkinson pada peserta
penelitian, suatu analisis subkelompok post
hoc dilakukan pada peserta penelitian
dengan skor UPDRS total yang tinggi
(contoh: skor kuartil tertinggi) pada
baseline.
HASIL
Karakteristik Peserta Penelitian
Total sebanyak 1176 peserta
penelitian yang terpilih dari 129 pusar di 14
negara diikutsertrakan, mendandatangani
formulir persetujuan (inform-consent), dan
dikelompokkan ke dalam suatu kelompok
terapi sesuai dengan randomisasi yang
dilakukan komputer (gambar 2). Sebanyak
total 1164 peserta penelitian (99%)
diikutsertakan ke dalam analisis endpoint
pertama, dan 996 peserta penelitian (85%)
diikutsertakan ke dalam analisis endpoint
kedua dan ketiga. Karakteristik klinis dan
demografik baseline diperlihatkan pada
tabel 1. Tidak didapatkan perbedaan yang
signifikan antara kelompok terapi. Nilai
mean dari durasi penyakit sejak tegaknya
diagnosis adalah 4.5 bulan, dan nilai mean
skor UPDRS total adalah sebesar 20.4.
Respon Terhadap Terapi
Hasil dari ketiga endpoint yang
termasuk dari analisis primer dan sekunder
endpoint untuk masing masing dosis
diperlihatkan pada tabel 2. Untuk setiap
dosis, perubahan nilai mean pada skor
UPDPRS dari baseline hingga ke setiap
kunjungan diperlihatkan dalam gambar 3.
Di antara peserta penelitian yang
mendapatkan rasagiline dosis 1 mg per hari,
perkiraan perubahan grafik skor UPDRS per
minggu antara minggu ke-12 dan minggu
ke-36 menunjukkan suatu perburukan yang
lebih lambar (peningkatan pada skor
UPDRS) untuk rasagiline (0.09±0.02 poin
per minggu) dibandingkan plasebo
(0.14±0.001 poin per minggu) (p=0.01).
Kelompok terapi mulai-awal mengalami
perburukan penyakit yang lebih sedikit pada
nilai mean skor UPDRS total antara baseline
dan minggu ke-72 (2.82±0.53 poin)
dibanding kelompok terapi mulai-terlambat
(4.50±0.56 poin) (p=0.02). Perkiraan
perubahan skor UPDRS antara minggu ke-
48 dan 72 memperlihatkan noninferioritas
pada respon kelompok terapi mulai-awal
(0.085±0.02 poin per minggu) dibandingkan
dengan respon kelompok terapi mulai-
terlambat (0.085±0.02 poin per minggu)
6
(p<0.001). Dengan demikian, rasagiline
dosis 1 mg per hari memenuhi ketiga
endpoint analisis primer. Model untuk
endpoint primer pertama menunjukkan
kesan linearitas padah tingkat perubahan
poin UPDRS per minggu; hasil-hasil
tersebut kemudian dikonfirmasi oleh nilai
mean model kategorik alternatif. Hasil dari
endpoint primer kedua dikonfirmasi oleh
beberapa sensitivitas predefinitif dan
analisis konfirmatoris (tabel 1 pada
supplementary appendix).
Untuk endpoint sekunder (perubahan
skor UPDRS total antara baseline dengan
nilai terakhir yang teramati pada fase 1),
rasagiline dosis 1 mg per hari (1.26±0.36
poin) lebih unggul dari plasebo (4.27±0.26
poin) (p<0.001).
Diantara para peserta penelitian yang
mendapatkan terapi rasagiline dosis 2 mg
per hari, perkiraan tingkat perubahan pada
grafik UPDRS antara minggu ke-12 dan 36
menunjukkan perburukan yang lebih sedikit
pada kelompok rasagiline (0.07±0.02 poin
per minggu) (p<0.001). Namun demikian,
perubahan pada skor UPDRS total antara
baseline dan minggu ke-72 pada kelompok
terapi mulai-awal (3.47±0.50 poin) tidak
berbeda secara signifikan dari kelompok
terapi mulai-terlambat (3.11±0.50 poin)
(p=0.60). Perkiraan tingkat perubahan skor
UPDRS antara minggu ke-48 dan 72
meninjukkan noninferioritas pada respon di
kelompok terapi mulai-awal (0.065±0.02
poin per minggu) (p<0.001). Dengan
demikian, rasagiline dosis 2 mg per hari
tidak memenuhi ketiga endpoint dari analisis
primer, dan hasilnya merupakan negatif
untuk dosis ini. Untuk endpoint sekunder,
rasagiline dosis 2 mg per hari (1.11±0.36
poin) lebih unggul dari plasebo (4.27±0.26
poin) (p<0.001).
Analaisis Subkelompok Post Hoc
Untuk mengatasi kemungkinan
bahwa rasagiline dosis 2 mg per hari
memiliki efek pada gejala yang mungkin
emnyamarkan efek modifikasi penyakit
pada peserta penelitian dengan skor UPDRS
yang rendah, analisis primer dan sekunder
dilakukan pada peserta penelitian dengan
skor UPDRS total di kuartil tertinggi (>25.5
poin) pada basekube, Di antara para peserta
penelitian yang mendapatkan rasagiline 2
mg per hari, perbedaan pada perubahan skor
UPDRS dari baseline hingga minggu ke-72
antara kelompok terapi mulai-awal dan
terapi mulai-terlambat secara signifikan
lebih banyak didapatkan pada peserta
penelitian dengan skor UPDRS baseline
yang berada pada kuartil tertinggi
dibandingkan dengan peserta penelitian
yang skor UPDRSnya berada pada 3 kuartil
lainnya (p=0.03). Interaksi ini
mengindikasikan bahwakelompok ini dapat
dipertimbangkan untuk disahkan. Para
peserta penelitian dengan skor UPDRS
7
baseline di kuartil tertinggi yang
mendapatkan rasagiline 1 mg atau 2 mg per
hari memenuhi ketiga endpoint primer (tabel
2a pada supplementary appendix). Pada
subkelompok yang terdiri dari 114 peserta
penelitian dengan skor UPDRS di kuartil
tertinggi yang menerima rasagiline dosis 2
mg per hari, peserta penelitian pada
kelompok terapi mulai-awal mengalami
perburukan UPDRS skor yang lebih ringan
antara baseline dan minggu ke-72
dibandingkan peserta penelitian pada
kelompok terapi mulai-terlambat (-
3.63±1.72 poin) (p=0.04). Pada
subkelompok peserta penelitian dengan skor
UPDRS di 3 kuartil yang lebih rendah
(≤25.5 poin) pada baseline, tidak ada dosis
yang dapat memenuhi ketiga endpoint
primer.
Efek Samping
Efek samping yang dialami peserta
penelitian disajikan dalam tabel 3. Seorang
peserta penelitian pada kelompok terapi
mulai-awal yang mendapatkan rasagiline
dosis 1 mg per hari mengalami melanome
pada minggu ke-72. Tidak ada peserta
penelitian yang mengalami reaksi tyramine
atau serotonin.
DISKUSI
Pada penelitian ini, kami
menggunakan rancangan terapi mulai-
terlambat untuk mencari kemungkinan
adanya efek modifikasi penyakit pada
rasagiline terhadap penyakit parkinson tahap
awal. Manfaat-manfaat yang signifikan
harus diperoleh pada ketiga endpoint primer
agar hasil penelitian dapat dinyatakan positif
untuk dosis salah satu dari dua dosis yang
digunakan. Harus didapatkan perburukan
yang lebih sedikit pada jumlah perubahan
skor UPDRS antara minggu ke-12 dan 36
dibandingkan dengan plasebo, lebih sedikit
perburukan skor UPDRS antara baseline
antara baseline dan minggu ke-72 pada
kelompok terapi mulai-awal, dan
noninferioritas (tidak lebih jelek mutunya)
perburukan skor UPDRS antara minggu ke-
48 dan 72 pada kelompok terapi mulai-awal
dibandingkan dengan kelompok terapi
mulai-terlambat. Rasagiline dosis 1 mg per
hari memenuhi ketiga endpoint yang telah
ditetapkan sebelumnya; rasagiline dosis 2
mg per hari tidak demikian. Kedua dosis
rasagiline memiliki efek-efek yang
menguntungkan terhadap gejala bila
dibandingkan dengan plasebo, mirip dengan
hasil temuan pada penelitian-penelitian yang
dilaporkan sebelumnya.
Sulit untuk menjelaskan mengapa
kedua dosis (1 mg dan 2 mg per hari) tidak
memberikan hasil yang hampir sama. Tidak
didapati adanya perbedaan signifikan pada
karakteristik baseline antara kedua
kelompok yang mendapatkan rasagiline,
juga tidak didapatkan perbedaan yang
8
signifikan pada jumlah dropout. Di
laboratorium, efek-efek protektif dari
propargylamine ditandai dengan kurvanya
yang berbentuk U; yang berarti bahwa suatu
peningkatan atau penurunan dari konsentrasi
propargylamine dapat berhubungan dengan
hilangnya manfaat. Namun demikian, efek-
efek ini didapati berupa perubahan-
perubahan pada lograrithma, dan adalah
sulit untuk menganggap bahwa efek-efek
protektif dpaat hilang dengan hanya
menaikkan dosisnya menjadi dua kali lipat.
Suatu efek yang jelas dengan dosis 2 mg
terhadap gejala mungkin menyamarkan
manfaat yang berhubungan dengan terapi
mulai-awal pada populasi pasien dengan
penyakit tahapan yang paling ringan. Tentu
saja, untuk rasagiline dosis 2 mg per hari,
suatu analisis subkelompok post hoc
menunjukkan bahwa peserta penelitian pada
kuartil tertinggi skor UPRDS pada baseline,
rasagilinie mulai-awal memberikan suatu
manfaat yang signifikan daripada rasagiline
mulai-terlambat dengan mempertimbangkan
perubahan yang ada pada skor UPDRS
antara baseline dan minggu ke-72 (-3.63
poin UPDRS), dan keseluruhan endpoint
primer terpenuhi meskipun ukuran sampel
relatif kecil. Terlebih lagi, pada dosis 2 mg
per hari, terapi mulai-awal dengan rasagiline
lebih unggul dibandingkan terapi rasagiline
mulai-terlambat pada penelitian TEMPO, di
mana para peserta penelitiannya memiliki
skor UPDRS yang relatif tinggi (mean 25.0
poin). Temuan yang hampir sama juga
didapati pada para peserta penelitian pada
kuartil tertinggi skor UPDRS yang
mendapatkan rasagiline dosis 1 mg per hari.
Hasil pengamatan tersebut konsisten
dengan hipotesis yang menyatakan bahwa
efek-efek pada gejala berhubungan dengan
dosis 2 mg per hari mungkin menyamarkan
efek modifikasi penyakit pada populasi
peserta penelitian dengan penyakit
parkinson yang sangat ringan. Karena
penjelasan ini terutama didukung oleh
analisis post hoc, ia tidak dapat dianggap
konklusif dan kami tidak dapat
mengeksklusi kemungkinan bahwa temuan
dengan rasagiline dosis 1 mg per hari
mewakili hasil yang positif palsu daripada
temuan 2 mg per hari mewakili hasil yang
negatif palsu. Pada penelitian dengan terapi
mulai-terlambat yang akan datang, mungkin
lebih baik untuk mengikutsertakan peserta
penelitian dengan penyakit parkinson yang
agak lanjut.
Meskipun hasil-hasil penelitian tidak
konsisten untuk kedua dosis, ini
memberikan dukungan untuk adanya
kemungkinan rasagiline dosis 1 mg per hari
memiliki efek modifikasi penyakit, karena
pada dosis ini, terapi tahap awal
berhubungan dengan lebih sedikitnya
perburukan skor UPDRS dibanding terapi
terlambat. Efek ini tidak dapat dengan
mudah dijelaskan dengan hanya suatu efek
9
pada gejala, karena kedua kelompok
mendapatkan terapi yang sama selama 9
bulan masa penelitian. Secara teori, adalah
mungkin bahwa hasil-hasil tersebut
disebabkan karena adanya efek pada gejala
yang berkembang selalma suatu periode
waktu tertentu, tetapi penjelasan ini
tampaknya kurang meyakinkan, mengingat
bahwa tidak ada indikasi bahwa gambaran
grafik pada kelompok terapi mulai-awal dan
mulai-terlambat berkonvergensi (bertemu
pada satu titik) setelah dilakukan 9 bulan
terapi.
Kumungkinan bahwa rasagiline
mungkin memiliki efek neuroprotektif
didukung dengan data penelitian
laboratorium yang menunjukkan bahwa obat
tersebut, dengan hasil metabolitnya berupa
1-(R)-aminoindan, memiliki efek
antiapoptosis dan melingungi sel-sel neuron
dari berbagai jenis toksin pada berbagai
model penelitian. Neuroproteksi pada
model-model tersebut tampaknya
berhubungan dengan cincin propargyl yang
ditanamkan pada molekul rasagiline alih-
alih inhibisi MAO-B nya. Inhibitor MAO-B
dan propargylamine lainnya telah diuji
untuk kemungkinan memiliki efek
modifikasi penyakit parkinson. Beberapa
penelitian menunjukkan hasil yang positif
dengan seleline, tetapi adanya efek perancu
(confounding) dari obat tersebut terhadap
gejala penyakit tidak dapat disingkirkan.
Sebaliknya, penelitian TCH346
menunjukkan hasil yang negatif, tetapi dosis
yang digunakan kemungkinan kurang tepat.
Meskipun neuroproteksi merupakan suatu
penjelasan yang dapat diterima untuk hasil
penelitian yang menggunakan rasagiline,
pada dosis 1 mg per hari, mekanisme
alternatif lainnya dapat menjadikan hasil
yang positif untuk penelitian yang
menggunakan rancangan terapi mulai-
terlambat. Mekanisme-mekanisme ini
mencakup mempertahankan respon
kompensatoris yang bermanfaat yang, bila
hilang, tak dapat dikembalikan lagi dan
pencegahan terhadap terjadinya respon
kompensatoris yang maladaptif atau tak
diharapkan, yang bila terjadi tidak dapat
dikembalikan menjadi seperti sebelumnya.
Bahkan telah diusulkan bahwa pengenalan
awal terhadap obat apapun yang dapat
memengaruhi gejala penyakit parkinson
dapat memengaruhi respon kompensatoris
dan menyebabkan manfaat jangka panjang
dibandingkan dengan pengenalan terapi obat
yang sama di tahap yang lebih lanjut.
Terdapat beberapa catatan mengenai
rancangan penelitian terapi mulai-terlambat
dan pada penelitian ini pada khususnya.
Pertama, tingginya jumlah dropout selama
fase plasebo dapat menyebabkan perancu
bahi hasil penelitian oleh karena
memengaruhi peserta penelitian secara tidak
seimbang pada kelompok terapi mulai-
10
terlambat. Namun demikian, kami dapat
mempertahankan jmlah dropout yang relatif
rendah, dan hasil-hasilnya telah
dikonfirmasi oleh analisis sensitivitas
multipel yang mencakup berbagai jenis
strategi penginputan data. Kedua, pasien-
pasien pada penelitian ini menderita
penyakit parkinson tahap sangat dini dan
terdapat suatu resiko terjadinya
misdiagnosis pada populasi yang demikian.
Akan tetapi, randomisasi yang dilakukan
seharusnya telah dapat mengelompokkan
pasien-pasien tersebut ke dalam kelompok-
kelompok terapi. Ketiga, kami
menggunakan perkiraan grafik untuk
perubahan skor UPDRS sebagai endpoint
hrarki yang pertama, meskipun endpoint ini
belum pernah dilakukan sebelumnya pada
penelitian-penelitian lain mengenai penyakit
parkinson, dan tidak terdapat jaminan bahwa
perburukan dari skor UPDRS bersifat linear.
Namun demikian, hasil-hasil terbukti positif
dan terkonfirmasi oleh analisis kategorik
alternatif. Terakhir, fase plasebo mungkin
terlalu pendek untuk memungkinkan suatu
efek modifikasi penyakit dapat terjadi.
Namin demikian, kami mendapati adanya
suatu manfaat dengan rasagiline 1 mg per
hari, dan dengan memberikan plasebo pada
pasien-pasien penyakit parkinson selama
lebih dari 9 bulan mungkin akan
menyebabkan tingkat dropout menjadi
sangat tinggi. Signifikansi klinis dari
perbedaan 1.7 poin pada skor UPDRS antara
kelompok terapi mulai-awal dan terapi
mulai-terlambat yang mendapatkan
rasagiline dosis 1 mg per hari tidak
diketahui, tetapi hal tersebut menunjukkan
adanya penurunan 38% perubahan dari
baseline. Terlebih lagi, UPDRS relatif tidak
sensitif dalam memerika pasien-pasien
penyakit parkinson tahap dini dan mungkin
tidak dapat mencakup perbaikan pada area-
area non-motor.
Adalah penting untuk
mempertimbangkan konsekuensi klinis dari
penelitian ini. Dari sudut pandang praktek,
temuan dalam penelitian ini meng
ndikasikan adanya manfaat yang mungkin
didapat dengan menggunakan rasagilinie
dosis 1 mg per hari sebagai terapi mulai-
awal; namun demikian, dengan mengigat
adanya temuan yang negatif dari
penggunaan dosis 2 mg per hari, kami tidak
dapat secara definitif menyimpulkan bahwa
rasagiline dosis 1 mg memiliki efek-efek
modifikasi penyakit. Adalah penting untuk
menentukan apakah hasil-hasil dalam
penelitian ini dapat terkonfirmasi dan
apakah manfaat yang terlihat pada 18 bulan
penggunaan terapi tersebut akan bertahan
dan bermakna sebagai penurunan disabilitas
secara kumulatif di area-area yang berarti
secara klinis seperti gangguan gait,
keseimbangan dan disfungsi kognitif.
11
top related