jna tugas refrat
Post on 13-Dec-2015
224 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Definisi
Juvenile Nasofaring Angiofibroma adalah suatu tumor jinak
nasofaring yang secara histologik jinak namun secara klinis bersifat ganas
karena dapat mendestruksi tulang dan meluas ke jaringan sekitarnya,
seperti ke sinus paranasalis, pipi, mata dan tulang tengkorak, serta sangat
mudah berdarah yang sangat sulit dihentikan.
Epidemiologi
Tumor ini jarang ditemukan, frekuensinya 1/5000-1/60.000 dari
pasien THT, diperkirakan hanya merupakan 0,05 persen dari tumor leher
dan kepala. Tumor ini umumnya terjadi pada laki-laki dekade ke-2 antara
7-19 tahun. Jarang terjadi pada usia lebih dari 25 tahun.
Etiologi
Etiologi tumor ini masih belum jelas, berbagai macam teori banyak
diajukan. Salah satu diantaranya adalah teori jaringan asal, dinyatakan
bahwa angiofibroma nasofaring terjadi karena pertumbuhan abnormal
jaringan fibrokartilago embrional atau periousteum didaerah oksipitalis os
sfenoidalis. Diperkirakan bahwa kartilago atau periosteum tersebut
merupakan matriks dari angiofibroma. Pada akhirnya didapatkan
gambaran lapisan sel epithelial yang mendasari ruangan vascular pada
fasia basalis dan dikemukakan bahwa angiofibroma berasal dari jaringan
tersebut. Sehingga dikatakan bahwa tempat perlekatan spesifik
angiofibroma adalah di dinding posterolateral atap rongga hidung.
Faktor ketidak seimbangan hormonal juga banyak dikemukakan
sebagai penyebab adanya kekurangan androgen atau kelebihan estrogen.
Anggapan ini didasarkan juga atas hubungan erat anatara tumor dengann
jenis kelamin dan usia. Tumor ini banyak ditemukan pada anak atau
remaja laki-laki. Itulah sebabnya tumor ini disebut juga angiofibroma
nasofaring belia ( Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma)
Histopatologi
Makroskopis
Tumor nasofaring tampak sebagai massa dengan konsistensi kenyal
keras, warnanya bervariasi dari abu-abu sampai merah muda. Terdapat
banyak pembuluh darah pada mukosa dan tak jarang dijumpai adanya
ulserasi. Pada potongan melintang tampak tumor tidak berkapsul,
berlobus-lobus, tepinya berbatas tegas, dan mudah dibedakan dengan
jaringan sekitarnya.
Tumor nasofaring pertama kali tumbuh dibawah mukosa secara
perlahan-lahan dari tahun ke tahun ditepi sebelah posterior dan lateral
koana di atap nasofaring. Tumor ini akan tumbuh besar dan meluas
dibawah mukosa, sepanjang atap nasofaring, mencapai tepi posterior
septum dan meluas ke arah bawah membentuk tonjolan massa diatap
rongga hidung posterior. Perluasan kearah anterior akan mengisi rongga
hidung, mendorong septum kesisi kontralateral. Tumor melebar kearah
foramen sfenopalatina, masuk ke fissura pterigomaksila dan akan
mendesak dinding posterior sinus maksila. Bila meluas terus, akan masuk
ke fossa intratemporal yang akan menimbulkan benjolan dipipi, dan rasa
penuh di wajah. Apabila tumor telah mendorong salah satu atau kedua
bola mata maka tampak gejala yang khas pada wajah yang disebut “muka
kodok”. Perluasan ke intrakranial dapat terjadi melalui fossa
infretemporal dan pterigomaksila masuk kefossa serbri media. Dari sinus
etmoidmasuk ke fossa serebri atau dari sinus sphenoid ke sinus
kavernosus dan fossa hipofse.
Mikroskopis
Angiofibroma nasofaring terdiri dari komponen pembuluh darah di
dalam stroma yang fibrous. Pada pertumbuhan tumor yang aktif
komponen pembuluh darah menjadi predominan. Dinding pembuluh
darah secara umum terdiri dari endothelial tunggal yang melapisi
stromafibrous. Sebagian terdiri dari jaringan pembuluh darah dengan
dinding yang tipis dalam stroma kolagen yang lebih seluler. Ini yang
dapat menyebabkan perdarahan massif pada tumor.
Klasifikasi
Untuk menentukan derajat atau stadium tumor umumnya saat ini
menggunakan klasifikasi Session dan Fisch.
Klasifikasi Menurut Sessions
• Stadium IA :Tumor terbatas di nares posterior dan atau ruang
nasofaringdan atau nasofaringeal voult.
• Stadium IB :Tumor meliputi nares posterior dan atau ruang
nasofaring dengan keterlibatan sedikitnya satu sinus paranasal.
• Stadium IIA :Tumor sedikit meluas ke lateral menuju
pterygomaxillary fossa.
• Stadium IIB :Tumor memenuhi pterygomaxillary fossa dengan
atau tanpa erosi superior dari tulang-tulang orbita.
• Stadium IIIA :Tumor mengerosi dasar tulang tengkorak (yakni:
middle cranial fossa/pterygoid base); perluasan intrakranial minimal.
• Stadium IIIB :Tumor telah meluas ke intrakranial dengan atau tanpa
perluasan ke sinus kavernosus.
Klasifikasi Menurut Fisch
• Stadium I :Tumor terbatas di rongga hidung dan nasofaring
tanpa kerusakan tulang.
• Stadium II :Tumor menginvasi fossa pterigomaksilaris, sinus
paranasal dengan kerusakan tulang.
• Stadium III :Tumor menginvasi fossa infratemporal, orbita dan
atau regio parasellar; sisanya di lateral sinus kavernosus.
• Stadium IV :Tumors menginvasi sinus kavernosus, regio kiasma
optik, dan atau fossa pituitari.
Kesimpulan
top related