pengaruh komunikasi interpersonal dan locus of...
Post on 11-Mar-2019
219 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN LOCUS OF
CONTROL TERHADAP MARITAL CONFLICT PADA PASANGAN
YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh:
Risa Pangestu
109070000004
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/ 2015 M
ii
PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN LOCUS OF
CONTROL TERHADAP MARITAL CONFLICT PADA PASANGAN
YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
RISA PANGESTU
NIM : 109070000004
Pembimbing I Pembimbing II
Dra.Zahrotun Nihayah, M.Si. S. Evangeline I. Suaidy, M.Si., Psi.
NIP.19620724 198903 2 001 NIP. 19751027 200710 2 002
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul PENGARUH KOMUNIKASI INTERPERSONAL DAN
LOCUS OF CONTROL TERHADAP MARITAL CONFLICT PADA
PASANGAN YANG MENJALANI COMMUTER MARRIAGE, telah diajukan
dalam sidang munasyaqah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 30 April 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 30 April 2015
Sidang Munasyaqah
Dekan/Ketua Wakil Dekan/Sekertaris
Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., M. Si. Dr. Abdul Rahman Saleh, M.Si.
NIP.19680614 199704 1 001 NIP. 10720823 199903 1 002
Anggota
Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi. Ilmi Amalia, M.Psi.
NIP. 19650220 199903 1 003 NIP. 198210142 011012 005
Pembimbing
Dra.Zahrotun Nihayah M.Si. S. Evangeline I. Suaidy, M.Si., Psi.
NIP.19620724 198903 2 001 NIP. 19751027 200710 2 002
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta, 30 April 2015
RISA PANGESTU
NIM:109070000004
Email: risapangestu@gmail.com
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
(QS. An-Najm ayat 39-40) Jangan terlalu memikirkan masa lalu karena telah pergi dan selesai dan jangan terlalu memikirkan masa depan hinga dia datang sendiri. Karena jika melakukan yang terbaik dihari ini maka hari esok akan lebih baik.
PERSEMBAHAN:
Setiap goresan tinta ini adalah wujud dari keagungan dan kasih sayang yang diberikan Allah SWT kepada umatnya. Setiap detik waktu menyelesaikan karya tulis ini merupakan hasil getaran doa kedua orang tua, saudara dan orang-orang terkasih yang mengalir tiada henti. Setiap pancaran semangat dalam penulisan ini merupakan dorongan dan dukungan dari sahabat-sahabatku tercinta. Setiap makna pokok bahasan ada bab-bab dalam skripsi ini merupakan hempasan kritik dan saran dari teman-teman almamaterku.
vi
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) April 2015
C) Risa Pangestu
D) Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan Locus of Control terhadap Marital
Conflict Pada Pasangan yang Menjalani Commuter Marriage.
E) xii halaman lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
marital conflict. Penulis berteori bahwa variabel Komunikasi Interpersonal dan Locus
of Control serta variabel demografis mempengaruhi marital conflict pada Pasangan
yang menjalani commuter marriage. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif dengan analisis regresi berganda. Sampel berjumlah 204 orang yang
berusia dewasa dan menjalani commuter marriage. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah teknik non-probability sampling, yakni convenience sampling.
Dalam penelitian ini, penulis memodifikasi instrumen pengumpulan data, yaitu The
Revised Conflict Tactics Scale (CTS2) yang dikemukakan oleh Straus (1996) ,
Interpersonal Communication Inventory (ICI) yang dikemukakan oleh Bienvenu
(1969) dan Skala Locus of Control yang dikemukakan oleh Rotter (1996).Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel komunikasi
interpersonal, locus of control dan variabel demografi terhadap marital conflict pada
pasangan yang menjalani commuter marriage. Hasil uji hipotesis minor yang menguji
signifikansi masing-masing dimensi dari independent variable terhadap marital
conflict terdapat lima koefisien regresi yang signifikan, diantaranya self-concept,
ability, self expression, self disclosure, locus of control internal dan faktor demografi
jumlah anak terhadap marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter
marriage. Hasil penelitian ini juga menunjukkan proporsi varians dari marital
conflict yang dijelaskan semua independent variable dengan indeks signifikansi 0,000
(p<0,05) dan R-Square sebesar 0.386% hal ini berarti proporsi varian dari marital
conflict yang dijelaskan oeh semua IV komunikasi interpersonal dan locus of control
adalah sebesar 38.6%. artinya dengan diterimanya hipotesis alternative mayor, dapat
disimpulkan bahwa ada pengaruh signifikan komunikasi interpersonal dan locus of
control terhadap marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage.
adapun 61.4% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikembangkan pada
penelitian selanjutnya. Misalnya dengan menguji dimensi lain terkait dengan marital
conflict seperti perbedaan persepsi, intensitas komunikasi, kepribadian, frekuensi,
konten, dan resolusi.
G) Bahan bacaan 44; buku: 19 + jurnal: 22 + artikel: 1 + disertasi: 1 + skripsi: 1
vii
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology
B) April 2015
C) Risa Pangestu
D) Effect of Interpersonal Communication and Locus of Control on Marital Conflict
In Couples Undergoing Commuter Marriage.
E) xii page attachment
F) This study was conducted to determine the factors that influence marital conflict.
The author theorizes that variable Interpersonal Communication and Locus of Control
affecting couples undergoing In commuter marriage.This study uses a quantitative
approach with multiple regression analysis. The sample totaled 204 couples or spouse
who are married and who underwent a commuter marriage. The sampling technique
used is a non-probability sampling technique, namely convenience sampling. In this
study, the authors modify the data collection instruments, namely The Revised
Conflict Tactics Scale (CTS2) by Straus (1996), Interpersonal Communication
Inventory (ICI) by Bienvenu (1969) and the Locus of Control Scale by Rotter
(1996).The results showed that there was a significant influence interpersonal
communication variables, locus of control and demographic variables on marital
conflict in couples undergoing commuter marriage. Minor hypothesis test results that
test the significance of each dimension of the independent variable on marital
conflict, there are five significant regression coefficients, such as self-concept, ability,
self-expression, self-disclosure, internal locus of control and demographic factors to
the number of marital conflict on children couples undergoing commuter marriage.
The results also showed the proportion of the variance of marital conflict described
all the independent variables with significance index of 0.000 (p <0.05) and R-Square
amounted to 0.386%, this means that the proportion of variance of marital conflict
described oeh all interpersonal communication and locus IV of control amounted to
38.6%. means the acceptance of major alternative hypothesis, it can be concluded that
there is significant influence interpersonal communication and locus of control on
marital conflict in couples undergoing commuter marriage. As for the remaining
61.4% is influenced by other variables outside the research. Keywords
The author hopes that the implications of the results of this study can be developed in
future studies. For example, by testing the other dimensions associated with marital
conflict as a difference of perception, communication intensity, personality,
frekuensi, content, and resolution.
G) Reading material: 44; book: 19 + journal: 22 + article: 1 + dissertation: 1 +
Thesis: 1
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiem
Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga Peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan
Locus of Control Terhadap Marital Conflict Pada Pasangan yang Menjalani
Commuter Marriage”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, kepada
keluarga, sahabat dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya. Penulisan skripsi
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah.
Selama pengerjaan skripsi ini Peneliti dihadapkan dengan beragam cobaan, kesulitan,
rintangan dan penuh perjuangan serta kesabaran yang telah memberikan banyak
pelajaran hidup yang berarti bagi peneliti.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Prof.Abdul Mujib, M.Ag., M.Si. sebagai Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Beserta Wakil dekan dan seluruh jajaran dekanat
lainnya yang telah memfasilitasi pendidikan mahasiswa dalam rangka
menciptakan lulusan berkualitas.
2. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah M.Si. sebagai Dosen Pembimbing I, terima kasih
karena telah meluangkan waktu dalam proses bimbingan skripsi ini, banyak
sekali ilmu yang telah peneliti dapatkan. terima kasih juga atas kesediaan
mendengarkan keluh kesah Peneliti selama masa penelitian skripsi ini.
3. Ibu Sitti Evangeline Imelda Suaidy M.Si, Psi, sebagai Dosen Pembimbing II,
terima kasih atas segala bimbingan, arahan, kritik yang membangun dan
waktu yang diberikan kepada Peneliti.
4. Ibu Dra. Netty Hartaty M.Si, sebagai Dosen Pembimbing Akademik, terima
kasih atas bimbingan dan masukannya selama Peneliti menjalani perkuliahan.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah banyak membantu Peneliti dalam menjalani perkuliahan.
7. Orang tua Peneliti, Maman Kosasih (Papah) dan Nikmawati (Mamah), atas
cinta, kasih, perhatian, pengertian, motivasi dan dukungan baik moril maupun
ix
materil, serta tak hentinya memberikan do’a dalam setiap sujud dan ibadahnya
agar Peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Sanak saudara Peneliti, aa Gugah Khairul Zaman (kakak), aa Puguh Fahrul
Rahman (kakak), Lisa Analisa (Adik), Siti Nurasiah (kakak ipar) dan
Muhammad Rhausan Fikri terima kasih untuk doa dan dukungannya.
9. Sahabat-sahabat Peneliti semejak kuliah, Tika dan Hana, yang menemani dan
membantu Peneliti dari awal penyusunan skripsi. Selanjutnya Ani, Icha,
Cindia, Siska, Ajeng, kiki, terima kasih untuk segala rasa sayang.
10. Teman-teman angkatan 2009, khususnya kelas A yang sangat kompak dan
penuh cerita. Kemudian untuk teman-teman seperjuangan dalam mengerjakan
skripsi, Nuris, Femi, Dikjaya, Satrio, Zakiyyah, Ami dan Lia terima kasih
untuk kerjasamana dan semangatnya dalam setiap momen menunggu Ibu.
11. Seluruh Responden yang telah membantu mengisi angket penelitian yang
Peneliti berikan. Tanpa anda semua, skripsi ini tidak akan ada.
12. Seluruh pihak yang tidak dapat Peneliti sebutkan satu Persatu, terima kasih
untuk segala dukungan dan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya Peneliti memohon kepada Allah SWT agar seluruh dukungan, bantuan,
bimbingan dari semua pihak di balas dengan sebaik-baiknya balasan. Amin. Selain
itu mengingat kekurangan dan keterbatasan Peneliti, maka segala kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan Peneliti sebagai bahan penyempurnaan.
Jakarta, 30 April 2015
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……..……………………………………………..…… i
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………….… ii
HALAMAN PENGESAHAN ……….………………………………………. iii
HALAMAN PERNYATAAN ……….………………………………………. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……..…………………………………….. v
ABSTRAK ……………………………………………………………………. vi
ABSTRACT ………………………………..…………………………………. vii
KATA PENGANTAR ………………….……………………………………. viii
DAFTAR ISI ……………………………….………………………………… x
DAFTAR TABEL ………………………….………………………………… xiii
DAFTAR GAMBAR ..……………………….……………………….............. xiv
DAFTAR LAMPIRAN …………………….………………………………… xv
BAB 1. PENDAHULUAN ……………….………………………………….. 1-15
1.1. Latar Belakang Masalah ……………………….……………… 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………… 10
1.2.1. Pembatasan masalah ………………….……………… 10
1.2.2. Perumusan masalah …………………..………………. 11
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………..………………. 13
1.3.1. Tujuan Penelitian …………………….………………. 13
1.3.2. Manfaat Penelitian ……………………………………. 13
1.4. Sistematika Penulisan ………………………….……………… 14
BAB 2. LANDASAN TEORI ………………………………….………….…. 16-35
2.1. Marital Conflict ……………………………………………..… 16
2.1.1. Definisi marital Conflict ………..……………................ 16
2.1.2. Dimensi marital conflict……………………………….. 17
2.1.3 Pengukuran marital conflict ………………..…………. 18
2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi marital
conflict …………………………………………..……. 19
2.2. Komunikasi Interpersonal……….…………………………..….. 22
2.2.1. Definisi komunikasi interpersonal ……..…..……..…… 22
2.2.2. Dimensi komunikasi interpersonal …..…….……..…… 24
2.2.3. Pengukuran komunikasi interpersonal ……….……….. 25
2.3. Locus of Control …..………………………………………….. 26
2.3.1. Definisi locus of control …..…………….…………… 26
2.3.2. Dimensi locus of control …..……………………..…… 27
2.3.3. Pengukuran locus of control ……….………………… 28
2.4. Commuter Marriage …………………………….……………. 28
xi
2.4.1. Definisi commuter marriage ..………………………… 28
2.5. Kerangka Berpikir …………………………………………….. 29
2.6. Hipotesis Penelitian ...…………………………………………. 34
2.6.1 Hipotesis Mayor ...………………………………….…. 34
2.6.2 Hipotesis Minor ...……………………………..………. 34
BAB 3. METODE PENELITIAN ………………………………………...… 36-64
3.1. Populasi dan Sampel Penelitian …………...…………..……….. 36
3.2. Variabel Penelitian ………….…………………………..……… 36
3.3. Definisi Operasional Variabel …………………..……………... 37
3.4. Instrumen Pengumpulan Data……………………..…………… 38
3.5. Uji Validitas ……………...…………………...………………… 44
3.5.1. Uji validitas dan reabilitas instrument ………..………. 44
3.5.2. Uji validitas konstruk marital conflict …………….….. 44
3.5.3. Uji validitas konstruk komunikasi interpersonal…….… 50
3.5.4. Uji validitas konstruk locus of control ……………..…. 57
3.6. Metode Analisis.. ……………………………………………….. 60
3.7. Prosedur Penelitian ………………………………..…………… 63
BAB 4. HASIL PENELITIAN ……………………….……………………… 65-81
4.1. Gambaran Subjek Penelitian …………….…………………….. 65
4.1.1. Deskripsi subjek berdasarkan usia pernikahan dan
jumlah anak …….… ………………………………….. 65
4.2. Deskripsi Statistik Masing-masing Variabel Penelitian ……..… 66
4.2.1 kategorisasi skor variabel penelitian ………………...… 67
4.2.2 kategorisasi tingkat marital conflict ……………..……. 68
4.2.3 kategorisasi tingkat komunikasi interpersonal ……..…. 68
4.2.4 kategorisasi tingkat locus of control ………………..…. 70
4.3. Uji Hipotesis ………………………………..………………… 71
4.3.1. Analisis regresi variabel penelitian ..………………… 71
4.3.2. Pengujian proporsi varian setiap independen
variabel ………………………………………….…… 78
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ……..………………..… 82-88
5.1. Kesimpulan ……………………………………………………. 82
5.2. Diskusi …...……………………………………………………. 83
5.3. Saran ………………………………………..………………… 87
5.3.1. Saran teoritis ………………………………………….. 87
5.3.2. Saran praktis ………………………………………….. 87
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….……………… 89
xii
LAMPIRAN …………………………………………………...……………… 93
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Skor Skala Model Likert ………………………………...…. 40
Tabel 3.2 Blue Print Skoring Marital Conflict……………..…………. 41
Tabel 3.3 Blue Print Skala Komuniasi Interpersonal ……………….. 42
Tabel 3.4 Blue Print Skala Locus of Control………………………….. 43
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Marital Conflict (Negotiation) ………. 45
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Marital Conflict
(Psychologycal Aggression)………………………………… 46
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Marital Conflict (Physical Assault)…… 47
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Marital Conflict (Sexual Coercion)….... 49
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Marital Conflict (Injury) …………….. 50
Tabel 3.10 Muatan Faktor Komunikasi Interpersonal (self-concept)……. 51
Tabel 3.11 Muatan Faktor Komunikasi Interpersonal (ability)………..... 52
Tabel 3.12 Muatan Faktor Komunikasi Interpersonal (self-expression)… 54
Tabel 3.13 Muatan Faktor Komunikasi Interpersonal (emotion)……...… 55
Tabel 3.14 Muatan Faktor Komunikasi Interpersonal (self-disclosure)… 56
Tabel 3.15 Muatan Faktor Locus of Control (internal)……………….… 58
Tabel 3.16 Muatan Faktor Locus of Control (external)……………….… 59
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia Pernikahan dan
jumlah anak .… …………………………………………… 65
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian …………………….. 66
Tabel 4.3 Norma Skor Variabel………………………………….......... 67
Tabel 4.4 Kategorisasi Marital Conflict………………………............. 68
Tabel 4.5 Kategorisasi Komunikasi interpersonal …………………… 68
Tabel 4.6 Kategorisasi Locus of Control ………….…………………. 70
Tabel 4.7 Tabel R-Square………………………………………..……. 71
Tabel 4.8 Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV …..………... 72
Tabel 4.9 Koefisien Regresi ………………………….……………….. 73
Tabel 4.10 Kontribusi Varians IV terhadap DV ……….………………. 79
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ilustrasi Kerangka Berpikir ………………...………………. 33
xv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Alat Ukur Penelitian
LAMPIRAN 2 Syntax dan Path Diagram Marital Conflict
LAMPIRAN 3 Syntax dan Path Diagram Komunikasi Interpersonal
LAMPIRAN 4 Syntax dan Path Diagram Locus of Control
LAMPIRAN 5 Output Regresi Komunikasi Interpersonal dan Locus of
Control Terhadap Marital Conflict Pada Pasangan yang
Menjalani Commuter Marriage
LAMPIRAN 6 Output Pengujian Proporsi Varians masing-masing Variabel
Independen.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab pendahuluan ini membahas mengenai latar belakang penelitian, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Commuter Marriage adalah pernikahan antara pasangan yang hidup terpisah,
biasanya dikarenakan lokasi pekerjaan mereka dan keadaan rutin untuk tinggal
bersama seperti di akhir pekan. Commuter marriage merupakan bentuk hubungan
yang mamiliki hubungan jarak jauh antara pasangan. Lebih dari 3,5 juta pasangan di
amerika serikat yang menjalani commuter marriage semakin meningkat dua kali lipat
sejak tahun 1990. Orang-orang yang menjalani commuter marriage dalam hal
ekonomi biasanya tercukupi. commuter dianggap sementara sampai kedua pasangan
mencapai tujuan karir yang memungkinkan mereka untuk dapat tinggal bersama
(Farris, dalam Anderson, 2003).
Menurut Gerstel dan Gross; Orton dan Crossman (dalam Anderson, 2003),
Commuter marriage merupakan keadaan perkawinan yang terbentuk secara sukarela
dimana pasangan yang sama-sama bekerja mempertahankan dua tempat tinggal yang
berbeda lokasi geografisnya dan pasangan tersebut terpisah paling tidak tiga malam
per minggu selama minimal tiga bulan.Menurut Gerstel dan Gross (dalam Anderson,
2003), ada beberapa karakteristik yang membedakan pasangan commuter marriage
dengan pasangan pada pernikahan umumnya antara lain lama pasangan tinggal di
2
rumah yang berbeda bervariasi minimal 1 minggu – 3 bulan, jarak yang memisahkan
pasangan tersebut antara 40-2.700 mil, jarak yang berariasi dari rumah utama
kebanyakan pasangan tersebut menghabiskan waktu mereka di rumah yang berbeda
(salah satu pasangan lain di tempat (rumah) lain, pasangan biasanya melakukan reuni
(pertemuan) dengan variasi periode waktu yang berbeda-beda beberapa diantaranya
melakukan pertemuan pada akhir pekan..
Ada banyak alasan pasangan perkawinan untuk menjalani commuter
marriage. Alasan yang paling umum adalah untuk mempertahankan pekerjaan atau
karir. Seperti yang dikatakan Anderson (2003), beberapa faktor yang mempengaruhi
commuter marriage adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja wanita, meningkatnya
jumlah pasangan yang sama-sama bekerja dan meningkatnya jumlah wanita yang
mencari karir dengan training khusus. Faktor lain yang juga mempengaruhi
commuter marriage adalah pekerjaan yang menuntut orang untuk berpindah-pindah
sehingga banyak pasangan yang harus berpisah untuk sementara waktu. Pasangan
menjalani commuter marriage karena masing-masing memiliki pekerjaan di lokasi
geografis yang terpisah jauh sehingga pasangan tersebut tidak dapat berada ditempat
tinggal yang sama. Dengan menjalani commuter marriage masing-masing pasangan
tetap menjalani pekerjaan mereka, sambil mempertahankan hubungan pernikahan.
Perpisahan secara fisik antara suami dengan istri merupakan hal yang berat
karena mereka harus saling berjauhan dan tidak dapat bertemu setiap saat
(Purnamasari, 2008). Hal tersebut biasa disebut dengan perkawinan jarak jauh atau
3
lebih dikenal dengan commuter marriage. Di Amerika Serikat perkawinan commuter
marriage semacam ini telah banyak terjadi. Pada tahun 2005 jumlahnya meningkat
30% menjadi 3.6 juta pasangan, padahal di tahun 2000 jumlahnya masih 2.7 juta
(Time, 2007). Johnson (dalam Anderson, 2003) memperkirakan bahwa 700.000
sampai 1 juta pasangan di Amerika menjalani gaya hidup commuting. Berdasarkan
data yang di peroleh bahwa pada tahun 1995 sebanyak 61% pasangan yang menikah
keduanya bekerja, tetapi berbeda pada tahun 1990 sebanyak 53.5%, tahun 1980
sebanyak 46.3%, dan tahun 1970 sebanyak 38.1% menurut U.S. Bureau of the
Cencus (dalam Anderson, 2003).
Pada pasangan commuter marriage terdapat beberapa masalah yaitu seperti
kelelahan terhadap peran, pekerjaan yang mengganggu waktu untuk bersama, durasi
perpisahan, kurangnya kebersamaan, kurangnya kekuatan ego dan penurunan
kompetensi sebagai profesional (Scott, 2002) . Anogara (dalam Dewi & Basti, 2008)
menyatakan bahwa conflict selalu ada di tempat kehidupan bersama, bahkan dalam
hubungan yang sempurna sekalipun conflict tidak dapat dielakkan dan conflict
semakin meningkat dalam hubungan yang serius. Menurut Brigham (dalam Dewi &
Basti, 2008) Setiap saat dimana terdapat dua orang atau dua kelompok yang akan
mengambil keputusan mempunyai potensi untuk menimbulkan suatu conflict. Sumber
conflict dapat berasal dari kontak interaksi ketika dua pihak bersaing atau salah satu
pihak mencoba untuk mengeksploitasi pihak lain.
4
Perkawinan tidak akan terelakan dari konflik-konflik. Tidak mungkin dua
orang yang hidup bersama dari tahun ke tahun tanpa pertengkaran kecuali kalau salah
satu dari kedua pasangan memutuskan bahwa adalah paling baik untuk tidak
melakukan konfrontasi. Namun demikian, pada dasarnya dalam situasi tersebut masih
tercangkup masalah conflict yang ditekan dan memberikan pengaruh sedikit mungkin
dalam relasi kedua pasangan. Perkawinan mengembangkan satu conflict. Setiap
individu yang terlibat dalam perkawinan pasti memiliki perbdaan persepsi dan
harapan-harapan. Dengan demikian, setiap perkawinan menyertakan kondisi
disharmoni daripada hidup berbahagia tanpa conflict dari hari ke hari (Sadarjoen,
2006).
Dalam hubungan interpersonal, conflict terjadi karena adanya ketidakcocokan
perilaku atau tujuan. Ketidakcocokan terungkap ketika seseorang secara terbuka
menantang tindakan atau pernyataan orang lain. Thomas (dalam Lestari, 2012)
mendefinisikan conflict sebagai proses yang bermula saat salah satu pihak
menganggap pihak lain menggagalkan atau berupaya menggagalkan kepentingannya.
Adapun McCollum (dalam Lestari, 2012) mendefinisikan conflict sebagai perilaku
seseorang dalam rangka beroposisi dengan pikiran, perasaan dan tindakan orang lain.
Dengan demikian, secara garis besar conflict dapat didefinisikan sebagai peristiwa
sosial yang mencangkup penentangan (oposisi) atau ketidaksetujuan. Situasi conflict
dapat diketahui berdasarkan munculnya anggapan tentang ketidakcocokan tujuan dan
5
upaya untuk mengontrol pilihan satu sama lain, yang membangkitkan perasaan dan
perilaku untuk saling menentang.
Perselisihan, pertentangan dan conflict dalam suatu rumah tangga merupakan
sesuatu yang terkadang tidak bisa dihindari, tetapi harus dihadapi. Hal ini karena
dalam suatu pernikahan terdapat penyatuan dua pribadi yang unik dengan membawa
sistem keyakinan masing-masing berdasarkan latar belakang budaya serta
pengalaman yang berbeda-beda. Perbedaan yang ada tersebut perlu disesuaikan satu
sama lain untuk membentuk sistem keyakinan baru bagi keluarga mereka. Proses
inilah yang seringkali menimbulkan ketegangan, ditambah lagi dengan sejumlah
perubahan yang harus di hadapi, misalnya perubahan kondisi hidup, perubahan
kebiasaan atau perubahan kegiatan sosial (Dewi & Basti, 2008).
McGonagle, dkk (dalam Dewi & Basti, 2008) menyatakan bahwa pada
pasangan yang sudah menikah, conflict merupakan keadaan yang sudah biasa terjadi.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hill dan Peplam (dalam
Hojati, 2014) yang menyimpulkan bahwa conflict akan senantiasa terjadi dalam
kehidupan pernikahan (marriage). Hal tersebut ditunjukkan oleh hasil penelitiannya
dimana marital conflict di pandang sebagai memproduksi tingkat negatif yang sangat
memengaruhi komunikasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gurin, dkk (dalam Dewi & Basti, 2008)
diperoleh bahwa conflict akan senantiasa terjadi dalam kehidupan pernikahan. Hal ini
ditunjukkan oleh hasil penelitiannya dimana 45% orang yang sudah menikah
6
mengatakan bahwa dalam kehidupan bersama akan selalu muncul berbagai masalah,
dan 32% pasangan yang menilai pernikahan mereka sangat membahagiakan
melaporkan bahwa mereka juga pernah mengalami pertentangan dan conflict dalam
pernikahan.
Menurut Peplau dan Perlman (dalam Purnamasari, 2008), dampak dari
keterpisahan fisik tersebut adalah merasa kesepian, pasangan suami-istri tidak dapat
mencurahkan isi hati, tidak dapat bermesraan, kerinduan untuk melakukan kegiatan
keseharian bersama pasangan, dan berkurangnya frekuensi hubungan seksual. Jika
pasangan suami-istri tersebut telah mempunyai anak, maka istri harus memenuhi
kebutuhan anak-anaknya atau jika sakit, istri harus menyelesaikan sendiri tanpa
bantuan suami. Anak bisa kehilangan figur ayah, dan istri merasa berat untuk
memerankan dua figur secara bersamaan. Dalam commuter marriage kurangnya
kehadiran pasangan dan terhambatnya kontak nonverbal juga dapat mempengaruhi
keintiman pasangan (Scoot, 2002).
Terdapat beberapa pendapat yang menyebutkan mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi marital conflict pada commuter marriage. Samani (dalam Askari,
2008) menyebutkan faktor psikologis yang mempengaruhi marital conflict, antara
lain kepribadian, cinta, komitmen dengan latar belakang. Sedangkan Faulkner (2005)
menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi marital conflict pada commuter
marriage antara lain yaitu usia, ras, pendapatan, pendidikan, usia menikah dan
7
religiusitas. Dari faktor-faktor yang disebutkan diatas yang sangat mempengaruhi
marital conflict pada commuter marriage adalah komunikasi.
Tidak lancarnya komunikasi kedua belah pihak membuat proses mengenal
pribadi masing-masing secara utuh menjadi berkurang. Sehingga begitu menjalin
pernikahan banyak perbedaan yang sulit dihadapi. Komunikasi adalah hal yang
terpenting dalam membina rumah tangga. Menurut Bienvenu (1969), komunikasi
interpersonal dikatakan baik dikarenakan adanya konsep diri yang dapat
mempengaruhi komunikasi tersebut, kemudian adanya kemampuan untuk
mendengarkan isi dari komunikasi tersebut, juga mampu mengekspresikan pikiran
dan dapat mengatasi emosi terutama kemarahan dan yang terpenting adalah adanya
keinginan untuk berkomunikasi dengan baik.
Menurut Millard J. Bienvenu (1969) ada lima komponen komunikasi
interpersonal, yaitu mengkonsepkan diri dan membentuk komunikasi dua arah untuk
menciptakan komunikasi yang baik (self-concept). Lalu pasangan harus saling
menjadi pendengar yang baik (ability). Kemudian pasangan dapat mengatur perasaan
emosinya (emotion), terutama dalam mengekspresikan kemarahan dan konstruktif
(self-expression). Dan terakhir adanya keinginan untuk berkomunikasi kepada orang
lain secara bebas dan terus terang dengan tujuan untuk menjaga hubungan
interpersonal (self-disclosure).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hojati (2014), komunikasi memiliki
peranan penting dalam meminimalkan marital conflict di karenakan komunikasi
8
merupakan sarana utama untuk berhubungan dengan pasangan dan mengelola satu
sama lain. Oleh karena itu peneliti menggunakan komunikasi interpersonal untuk
melihat seberapa pengaruhnya terhadap marital conflict pada pasangan yang
menjalani commuter marriage.
Faktor penting lain yang mempengaruhi marital conflict pada pasangan yang
menjalani commuter marriage adalah locus of control. Locus of control merupakan
cara pandang individu dalam menanamkan keyakinan dirinya terhadap usaha yang
dilakukannya untuk menghadapi marital conflict. Individu yang berhasil dalam
menghadapi marital conflict akan cenderung menanamkan keyakinan dalam dirinya
bahwa untuk menghadapi marital conflict diperlukan usaha sendiri. Artinya, jika
pasangan ingin berhasil dan sukses dalam menghadapi marital conflict maka hal itu
akan terjadi karena usahanya sendiri, bukan karena nasib, keberuntungan ataupun
orang lain.
Secara umum locus of control adalah konsep yang menjelaskan persepsi
individu mengenai tanggung jawabnya atas kejadian-kejadian dalam hidupnya
(Larsen & Buss, 2008). Locus of control meliputi locus of control internal dan locus
of control eksternal. Penelitian Camp dan Ganong (1997) menemukan bahwa locus
of control berpengaruh signifikan terhadap marital conflict . Misalnya pasangan
dengan locus of control internal, ketika dihadapkan pada marital conflict, maka akan
melakukan usaha untuk mengenal diri, mencari tahu tentang langkah-langkah
pemecahannya serta berusaha mengatasi masalah yang berkaitan.
9
Selain itu, terdapat pula beberapa penelitian faktor demografis seperti usia
pernikahan, jumlah anak, pendidikan, usia juga berkaitan dengan marital conflict.
Namun dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menguji dua faktor saja yaitu usia
pernikahan dan jumlah anak. Hal ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh
Papalia, Old dan Feldman (2009) bahwa ada 130 istri Amerika Serikat yang telah
mengalami perceraian rata-rata pada usia penikahan 8 tahun yang menunjukkan
bahwa ada pengaruh yang besar dan ini menjadi alasan atas kegagalan pernikahan
mereka. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Popenoe dan Whitehead (dalam
Papalia & Olds, 2009) menyatakan bahwa pendidikan yang lebih tinggi dan usia
pernikahan pertama saling berhubungan dengan marital conflict.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hurlock (1980) mengungkapkan bahwa
orang dewasa memang mempunyai banyak alas an untuk tidak mempunyai anak,
salah satu alas an penting adalah pengembangan karier, yang mereka akan duga
terganggu oleh anak-anak ketidaksediaan untuk membangun hidup bahagia yang
mereka bangun dalam pernikahannya akan terhalang oleh anak-anak atau ketakutan
pendapatan mereka tidak akan pernah cukup untuk berbagi kesenangan dengan anak-
anak mereka.
Maka diketahui dari beberapa penelitian mengenai marital conflict pada pasangan
yang menjalani commuter marriage terdapat bermacam-macam faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya hal tersebut. Dan peneliti sangat tertarik untuk
meneliti dua faktor utama (komunikasi interpersonal dan locus of control) yang
10
mempengaruhi marital conflict pada commuter marriage. Selain itu untuk tambahan
akan diteliti pula mengenai pengaruh usia pernikahan dan jumlah anak. Dengan
demikian penelitian ini diberi judul “Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan
Locus Of Control Terhadap Marital Conflict Pada Pasangan yang Menjalani
Commuter Marriage”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Untuk membatasi agar permasalahan penelitian tidak meluas, maka masalah
dalam penelitian ini di batasi pada pengaruh Komunikasi Interpersonal dan Locus Of
Control Terhadap Marital Conflict Pada Pasangan yang Menjalani Commuter
Marriage. Adapun konsep variable yang menjadi objek penelitian yaitu sebagai
berikut :
1. Marital conflict yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada terjadinya
pertentangan pada pasangan suami istri yang dilihat dari konflik yang berkaitan
dengan rendahnya negotiation (negosiasi), adanya psychological aggression
(kekerasan psikologis), phsyical assault (kekerasan fisik), sexual coercion
(pemaksaan hubungan seksual), dan injury (luka atau akibat dari konflik).
2. Komunikasi interpersonal yang dimaksud dalam penelitian ini mencangkup
kemampuan pasangan untuk mempunyai konsep dalam komunikasi,
mengkonsepkan diri dan membentuk komunikasi dua arah untuk menciptakan
komunikasi yang baik (self-concept). Lalu pasangan harus saling menjadi
11
pendengar yang baik (ability). Kemudian pasangan dapat mengatur perasaan
emosinya (emotion), terutama dalam mengekspresikan kemarahan dan konstruktif
(self-expression). Dan terakhir adanya keinginan untuk berkomunikasi kepada
orang lain secara bebas dan terus terang dengan tujuan untuk menjaga hubungan
interpersonal (self-disclosure).
3. Locus of control merupakan persepsi atas suatu kejadian atau hasil yang di dapat
dalam hidup seseorang apakah sebagai hasil dari dirinya sendiri atau karena
bantuan dari sumber-sumber di luar dirinya, seperti keberuntungan takdir atau
bantuan orang lain.
4. Commuter marriage merupakan pasangan suami istri yang telah berkomitmen
untuk tetap menjalani karir sambil mempertahankan perkawinannya, dan memilih
untuk berpisah tempat tinggal yang merupakan konsekuensi agar mereka dapat
menjalani karirnya (Rhodes, 2002).
5. Penelitian ini dilakukan pada orang yang sudah menikah dan menjalani commuter
marriage.
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan komunikasi interpersonal dan locus of
control terhadap marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter
marriage?
12
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan komunikasi interpersonal terhadap marital
conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan locus of control terhadap marital conflict
pada pasangan yang menjalani commuter marriage?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan self-concept terhadap marital conflict pada
pasangan yang menjalani commuter marriage?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan ability terhadap marital conflict pada
pasangan yang menjalani commuter marriage?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan self-expression terhadap marital conflict
pada pasangan yang menjalani commuter marriage?
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan emotion terhadap marital conflict pada
pasangan yang menjalani commuter marriage?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan self-disclosure terhadap marital conflict
pada pasangan yang menjalani commuter marriage?
9. Apakah ada pengaruh yang signifikan locus of control internal terhadap marital
conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage?
10. Apakah ada pengaruh yang signifikan locus of control eksternal terhadap marital
conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage?
11. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel demografi usia pernikahan
terhadap marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage?
13
12. Apakah ada pengaruh yang signifikan variabel demografi jumlah anak terhadap
marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh komunikasi interpersonal dan locus of control terhadap marital conflict
pada pasangan yang menjalani commuter marriage.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis, yaitu :
a. Manfaat Teoritis
- Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi berkembangnya
ilmu pengetahuan khususnya dibidang Ilmu Psikologi Sosial, psikologi
kepribadian dan Ilmu Psikologi Keluarga.
- Hasil penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal yang memotivasi
peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan.
b. Manfaat Praktis
- Sebagai masukan bagi para calon pasangan suami-istri yang akan menjalani
perkawinan jarak jauh atau commuter marriage dan pasangan suami-istri
yang melakukan perkawinan jarak jauh.
14
- Hasil peneitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan
serta masukan, khususnya bagi penulis dan masyarakat mengenai pengaruh
komunikasi interpersonal dan locus of control terhadap marital conflict pada
pasangan yang mengalami commuter marriage, yang mungkin dapat di
aplikasikan ke dalam kehidupan dan permasalahan pasangan sehari-hari.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang isi dan materi yang di bahas
dalam penelitian ini, maka penulis menyusunnya dalam beberapa bab dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB 1 : Pendahuluan
Latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2 : Kajian Teori
Teori-teori yang menjelaskan mengenai permasalahan yang akan di teliti, kerangka
berikir, dan hipotesa penelitian.
BAB 3 : Metodologi Penelitian
Jenis penelitian, pendekatan penelitian, metode penelitian, pengambilan sample
meliputi; Populasi dan subyek. Teknik pengambilan subyek. Pengumpulan data
meliputi : metode dan instrument serta teknik analisa data.
BAB 4 : Hasil Penelitian
15
Dalam bab ini meliputi karakteristik sampel, korelasi antar IV, uji hipotesis
penelitian.
BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi dan Saran
Pada bab ini, penelitiakan merangkum keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan
hasil penelitian. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisis dan interpretasi data yang
telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Dalam bab ini juga akan di muat diskusi dan
saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
16
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Marital Conflict
2.1.1 Definisi Marital Conflict
Secara umum Degenova (2008) mengatakan bahwa conflict merupakan hal
yang normal terjadi pada setiap hubungan, dimana dua orang tidak pernah selalu
setuju pada suatu keputusan yang dibuat. Conflict mencerminkan adanya suatu
ketidakcocokan (incompatibility), baik ketidakcocokan karena berlawanan maupun
karena perbedaan (Lestari, 2012).
Conflict adalah bagian dari hubungan suami-istri dan kehidupan perkawinan
semua orang, untuk prosperies perasaan pasangan harus belajar untuk menyelesaian
masalah mereka. Jika tidak ada tindakan, maka sangat memungkinan akan membawa
mereka (suami-istri) untuk berpisah (Hojati, 2014).
Finchman (1999) mendefenisikan marital conflict sebagai keadaan suami-istri
yang sedang menghadapi masalah dalam pernikahannya dan hal tersebut tampak
dalam perilaku mereka yang cenderung kurang harmonis ketika sedang menghadapi
conflict. Straus (1996) mengatakan bahwa konflik tidak dapat dihindari dan terkadang
diperlukan untuk membawa perubahan positif, tetapi intensitas konflik yang tinggi
dengan sikap permusuhan didalamnya, dapat memberikan pengaruh yang buruk pada
pihak-pihak yang terlibat.
17
Menurut Sadarjoen (2005) marital conflict adalah conflict yang melibatkan
pasangan suami istri dimana konflik memberikan efek atau pengaruh yang signifikan
terhadap relasi kedua pasangan. Lebih lanjut Sadarjoen (2005) menyatakan bahwa
conflict tersebut muncul karena adanya persepsi-persepsi dan harapan-harapan yang
berbeda serta ditunjang oleh keberadaan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan dan
nilai-nilai yang mereka anut sebelum memutuskan untuk menjalin ikatan pernikahan.
Jadi marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage
adalah perselisihan, pertentangan yang memberikan pengaruh yang buruk antara
suami istri dalam pernikahannya.
2.1.2 Dimensi Marital Conflict
Menurut Straus (1996), terdapat lima dimensi conflict pada pasangan, antara
lain :
1. Negotiation
Negosiasi merupakan tindakan yang diambil untuk menyelesaian
ketidaksetujuaan melalui diskusi.
2. Psychological Aggression
Psychological Aggression merupakan tindakan agresif nonverbal.
3. Physical Assault
Physical Assault merupakan tindakan kekerasan fisik. Istilah kekerasan disini
adalah untuk serangan fisik oleh pasangan.
18
4. Sexual Coercion
Sexual Coercion merupakan perilaku memaksa pasangannya untuk terlibat dalam
aktivitas seksual yang tidak diinginkan. Pemaksaan yang dimaksud mencangkup
tindakkan koersif, dari desakan lisan untuk kekuatan fisik.
5. Injury
Injury (cedera fisik) merupakan kerusakan jaringan, kebutuhan untuk perhatian
medis atau sakit yang berlanjutan (lebih dari sehari) yang dilakukan oleh
pasangan.
2.1.3 Pengukuran Marital Conflict
Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai marital conflict
pada umumnya menggunakan Inventory Marital Conflict (IMC) (Hojati, 2014),
Marital Justice Scale (MJS) yang dikemukakan oleh Colquitt (dalam Fatehizadea,
Ahmadia, Ghasemia, 2013), The Conflict and Problem-Solving Scale (CPS) yang
(Coln , Jordan & Sterett, 2013), Marital Conflict Parent Report (Braiker & Kelley
,1979), Conflict Tactic Scale (Straus dkk, 1996) dan Marital Conflict Questioner
(MCQ) yang dikemukakan oleh Zaker (dalam Fatehizadea, Ahmadia & Ghasemia,
2013).
Conflict Tactics Scale Revision (CTS2) yang disusun oleh Straus dkk (1996)
merupakan revisi dari CTS oleh Straus (1990). Skala ini mengukur langkah-langkah
sejauh mana pasangan dalam berhubungan, kohabitasi atau hubungan suami-istri
19
yang terlibat dalam serangan psikologis dan fisik satu sama lain. Skala ini terdiri dari
78 item yang terbagi menjadi lima dimensi.
Dari beberapa alat ukur diatas, Peneliti menggunakan alat ukur baku yang
dibuat oleh Straus (1996) yaitu Conflict Tactics Scale (CTS2). Pada skala ini
berjumlah 78 item lalu dimodifikasi oleh peneliti menjadi 39 item yang meliputi lima
sub-skala, dikarenakan item yang lain di tujukan untuk mengukur kedua pasangan
dan dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan item untuk salah satu dari
pasangan.
2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Marital Conflict
Menurut Samani (dalam Askari, 2012) ada beberapa faktor penting dari marital
conflict, antara lain :
1. Kepribadian merupakan seseorang akan sangat menentukan bagaimana seseorang
bertingkahlaku dalam kehidupan sehari-harinya, termasuk juga tingkah di dalam
pekerjaan.
2. Cinta dan kasih sayang merupakan perasaan khusus yang menyangkut
kesenangan menyangkut obyek.
3. Komunikasi merupakan penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang
lain untuk memberitahu atau mengubah sikap, pendapat atau pikiran, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
4. Komitmen merupakan suatu keinginan atau kelekatan terhadap pasangannya dan
disertai perasaan kesetiaan, pencurahan, perhatian dan pengabdian.
20
5. Latar belakang keluarga dari masing-masing pasangan seperti kelas sosio-
ekonomi, agama, pendidikan, suku, ras, kepribadian keluarga, dll.
Degenova (2008) menyatakan bahwa conflict bisa muncul karena empat sumber.
Sumber-sumber konflik tersebut terdiri dari:
1. Sumber pribadi
Konflik pribadi yang berasal dari dorongan dalam diri individu, naluri (instinct)
dan nilai-nilai yang berpengaruh dan saling berlawanan satu sama lain. Adanya
ketakutan irasional dan kecemasan neurotic yang terjadi pada individu seperti
terlalu posesif menjadi sumber dasar dari perselisihan suami istri. Penyakit
emosional lainnya seperti depresi juga bisa menjadi sumber perselisihan.
Penyebab konflik utama individu melibatkan jauh di dalam jiwa individu tersebut,
apalagi kecemasan yang berasal dari pengalaman pada masa kanak-kanak.
2. Sumber fisik
Kelelahan fisik adalah salah satu sumber lainnya. Kelelahan dapat menyebabkan
individu cepat marah, tidak sabar, sedikitnya toleransi dan frustasi. Hal ini
menyebabkan seseorang dapat berkata atau melakukan sesuatu yang tidak ingin
dilakukannya. Kelaparan, beban kerja berlebih, gula darah yang menurun dan
sakit kepala juga merupakan beberapa sumber lainnya yang dapat menyebabkan
konflik dalam pernikahan.
3. Sumber hubungan interpersonal
21
Konflik ini terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Orang-orang yang tidak
bahagia dalam pernikahannya lebih sering mengeluh tentang perasaan diabaikan,
kekurangan cinta, kasih sayang, kepuasan seksual dan lainnya daripada orang-
orang yang bahagia dalam pernikahannya. Individu merasa bahwa pasangan
mereka terlalu membesar-besarkan masalah dan menganggap kecil usaha yang
dilakukan serta menuduh mereka akan sesuatu. Kesulitan menyelesaikan
perbedaan dan kekurangan komunikasi juga menyebabkan pernikahan tersebut
menjadi penuh konflik dan tidak bahagia.
4. Sumber lingkungan
Konflik ini meliputi kondisi tempat tinggal, tekanan sosial pada anggota keluarga,
ketegangan budaya diantara keluarga dengan kelompok minoritas seperti
diskriminasi dan kejadian yang tidak diharapkan yang dapat mengganggu fungsi
keluarga. Sumber stress utama bagi keluarga adalah saat wanita yang memikul
tanggung jawab sebagai kepala keluarga, merawat anggota keluarga yang
mengalami penyakit kronik. Hal ini dapat menyebabkan stress dan kesejahteraan
dirinya menjadi berkurang dan pada akhirnya menimbulkan konflik dalam
hidupnya.
Menurut Faulkner (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi marital conflict,
adalah kesejateraan, strategi marital conflict, umur, ras, pendapatan, pendidikan, usia
pernikahan, religiusitas.selain itu menurut Feldman (2011) anak dan jarak pasangan
menjadi salah satu faktor terjadinya marital conflict. Sadarjoen (2005) menyatakan
22
bahwa conflik tersebut muncul karena adanya persepsi-persepsi dan harapan-harapan
yang berbeda serta ditunjang oleh keberadaan latar belakang, kebutuhan-kebutuhan
dan nilai-nilai yang mereka anut sebelum memutuskan untuk menjalin ikatan
pernikahan.
Menurut David H. Olson dan Amy K. Olson (2000) terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi marital conflict (dalam Lestari, 2012), antara lain : komunikasi,
fleksibilitas, kedekatan, kecocokan kepribadian, resolusi konflik, relasi seksual,
kegiatan diwaktu luang, keluarga dan teman, pengelolaan keuangan dan keyakinan
spiritual (religiusitas). Diantara 10 faktor tersebut, lima faktor yang lebih
mempengaruhi adalah :
1. Komunikasi
2. Fleksibilitas
3. KedekatanKepribadian
4. Resolusi konflik
Dari beberapa faktor marital conflict diatas, peneliti akan mengukur faktor
komunikasi interpersonal dan locus of control serta variabel demografi (usia
pernikahan dan jumlah anak).
2.2 Komunikasi Interpersonal
2.2.1 Definisi Komunikasi Interpersonal
Komunikasi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia
sejak lahir. Manusia telah melakukan komunikasi yang sangat sederhana, seiring
23
dengan perkembangan individu komunikasi pun menjadi lebih sempurna sehingga
terjadi suatu proses antara pemberi pesan dengan penerima pesan. Komunikasi antar
pribadi pada umumnya dilaksanakan karena adanya berbagai faktor pendorong dari
komunikan.
Menurut Bienvenu (1969), komunikasi interpersonal dikatakan baik
dikarenakan adanya konsep diri yang dapat mempengaruhi komunikasi tersebut,
kemudian adanya kemampuan untuk mendengarkan isi dari komunikasi tersebut, juga
mampu mengekspresikan pikiran dan dapat mengatasi emosi terutama kemarahan,
yang terpenting adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan baik.
Menurut Devito (1997), komunikasi interpersonal meliputi apa yang terjadi
antara anak dengan orang tua, dua orang atau bersaudara, antara seorang guru dan
murid, dua orang yang saling mencinta, antara dua teman dan sebagainya.
Komunikasi yang terjadi antara dua orang (dyadic) sudah pasti merupakan
komunikasi interpersonal. Dengan kata lain komunikasi interpersonal dapat
didefinisikan sebagai komunikasi yang berlangsung antara dua orang melalui jalur-
jalur yang memungkinkan adanya umpan balik secara langsung dan dilakukan secara
tatap muka dengan tujuan untuk memelihara hubungan.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal
merupakan kemampuan seseorang untuk mempunyai konsep dalam berkomunikasi,
kemampuan mendengarkan, kemampuan mengekspresikan ide-ide, kemampuan
24
mengekspresikan pikiran dan mengatasi emosi serta berterus-terang untuk menjaga
hubungan interpersonal.
2.2.2 Dimensi Komunikasi Interpersonal
Menurut Bienvenu (1969) ada lima komponen komunikasi interpersonal,
yaitu :
1. Self-Concept
Sebuah konsep diri, faktor yang paling penting yang mempengaruhi komunikasi
dengan orang lain. Self-concept merupakan ide umum subjektif atau abstraksi
terbentuk dari set yang relatif stabil tentang persepsi seseorang melihat dirinya
(Adam&Fisher, 1994).
2. Ability
Kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik, keterampilan yang mendapat
sedikit perhatian.
3. Self-Expression
Banyak orang yang merasa sulit untuk melakukan kemampuan untuk
mengekspresikan pikiran dan ide-ide yang orang lain sulit untuk dilakukan.
4. Emotion
Emosi yang dimaksud disini adalah perasaan marah dan individu dapat mengatasi
emosinya, dengan cara konstruktif (berusaha memperbaiki kemarahan).
25
5. Self-Disclosure
Keinginan untuk berkomunikasi kepada orang lain secara bebas dan terus terang.
dengan tujuan untuk menjaga hubungan interpersonal.
Dalam membangun komunikasi interpersonal individu harus mempunyai
konsep dalam komunikasi, yaitu bagaimana mengkonsepkan diri dan membentuk
komunikasi dua arah untuk menciptakan komunikasi yang baik. lalu harus menjadi
pendengar yang baik. Individu selanjutnya dapat mengatur perasaan emosinya,
terutama dalam mengekspresikan kemarahan dan konstruktif. Dan yang terakhir
adanya keinginan untuk berkomunikasi kepada orang lain secara bebas dan terus
terang dengan tujuan untuk menjaga hubungan interpersonal.
2.2.3 Pengukuran Komunikasi Interpersonal
Skala komunikasi interpersonal disusun berdasarkan 7 karakteristik
komunikasi interpersonal yang mengacu pada pendapat Devito (1995). Skala ini
terdiri dari 56 item.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur komunikasi interpersonal, Penulis
menggunakan alat ukur baku yang dibuat oleh Bienvenu (1976) dan penulis adaptasi
yaitu Interpersonal Communication Inventory (ICI). Pada skala ini berjumlah 40 item
namun peneliti memodifikasi skala ini sesuai dengan pernyataan yang meliputi lima
aspek yaitu self-concept, ability, skill experience, emotion dan self-disclosure.
26
2.3 Locus Of Control
2.3.1 Definisi Locus Of Control
Konsep mengenai locus of control berasal dari teori konsep Julian Rotter atas
dasar teori belajar sosial (social learning theory). Menurutnya perilaku dan
kepribadian dalam individu dilihat dari reinforcement dari luar dan proses kognitif
dari (dalam Schultz & Schultz, 2005).
Rotter (dikutip Schultz & Schultz, 2005), menjelaskan locus of control
sebagai berikut :
“when people believe that their reinforcers are controlled by another people and
outside forces, it’s called locus of control”.
Pada saat individu yakin bahwa penguat (reinforcement) perilaku mereka
dikendalikan oleh orang lain atau kekuatan dari luar dirinya, maka hal ini di sebut
locus of control .
Menurut Greenhaus (dalam Larsen & Buss, 2008), menjelaskan konsep locus
of control sebagai:
“locus of control is a concept that decribes a person’s percptional of responsibility
for the events in his or her life”.
Locus of control adalah konsep yang menjelaskan persepsi individu mengenai
tanggung jawabnya atas kejadian-kejadian dalam hidupnya.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa locus of control
adalah bagaimana individu mempersepsikan reinforcement baik kegagalan atau
keberhasilan yang di raihnya apakah akibat faktor dari dalam (tingkah lakunya
27
sendiri, usaha yang dilakukan sendiri) atau luar dirinya (keberuntungan, nasib atau
kesempatan).
2.3.2 Dimensi-dimensi Locus Of Control
Rotter (dalam Friedman & Schustack, 2006) menjelaskan locus of control
sebagai variabel stabil yang memiliki dua dimensi, yaitu :
1. Locus of control internal
keyakinan bahwa keberhasilan yang diraih sebanding dengan usaha yang mereka
lakukan dan sebagian besar dapat mereka kendalikan. Individu dengan
kecenderungan locus of control internal memiliki keyakinan individu bahwa
kejadian yang dialami merupakan akibat dari perilaku dan tidakannya sendiri,
memiliki kendali yang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dapat
mempengaruhi orang lain, yakin bahwa usaha yang dilakukannya dapat berhasil,
aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang dihadapi.
2. Locus of control eksternal
individu dengan locus of control eksternal memiliki keyakinan bahwa tindakan
mereka memiliki sedikit dampak bagi keberhasilan/kegagalan mereka dan sedikit
yang dapat mereka lakukan untuk merubahnya. Individu dengan locus of control
eksternal meyakini bahwa kekuasaan orang lain, takdir dan kesempatan
merupakan faktor utama yang mempengaruhi apa yang dialami, memiliki kendali
yang kurang baik terhadap perilakunya sendiri, cenderung dipengaruhi oleh orang
lain, seringkali tidak yakin bahwa usaha yang dilakukannya dapat berhasil,
28
kurang aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi yang sedang
dihadapi.
2.3.4 Pengukuran Locus Of Control
Penelitian-penelitian yang dilakukan sebelumnya mengenai marital conflict
pada umumnya menggunakan MMLCS (Miller Marital Locus of Control Scale) yang
dikemukakan oleh Miller (1983) , MLC (Marital Locus of Control) yang
dikemukakan oleh Scott (1999), The Health Locus of Control Scale yang
dikemukakan oleh Harrison, Boyle dan Bruce (1981), Rotter’s Locus of Control
Scale (1988). Namun alat ukur diatas fokus kepada kesehatan dan untuk responden
anak-anak.
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur Locus of Control, Peneliti
menggunakan alat ukur yang dibuat berdasarkan ciri-ciri yang dikemukakan oleh
Rotter (1996) locus of control individu melalui dua dimensi yaitu locus of control
internal dan locus of control eksternal dimana skala ini berjumlah 40 item, namun
peneliti memodifikasi skala ini menjadi 34 item pernyataan.
2.4 Commuter Marriage
2.4.1 Definisi Commter Marriage
Menurut Gerstel dan Gross (dalam Anderson, 2003) menjelaskan bahwa
Commuter marriage adalah kesepakatan yang dilakukan dengan sukarela oleh
pasangan suami istri yang berada pada dua lokasi geografis yang berbeda dengan
pekerjaan masing-masing.
29
Rhodes (2002) menyatakan bahwa dalam beberapa referensi, commuter
marriage didefinisikan sebagai:
1. pasangan yang melanjutkan karir dengan melibatkan pekerjaan yang
membutuhkan komitmen yang tinggi dan pelatihan khusus dengan tanggung
jawab yang besar (ini mencakup mahasiswa yang melanjutkan tingkat pendidikan
lanjutan).
2. pasangan memutuskan untuk menjaga keberlangsungan kehidupan rumah tangga
pada lokasi yang terpisah secara geografis dengan tujuan untuk meningkatkan
karir pada pasangan tersebut.
Rhodes (2002) Commuter marriage merupakan pasangan suami istri yang telah
berkomitmen untuk tetap menjalani karir sambil mempertahankan perkawinannya,
dan memilih untuk berpisah tempat tinggal yang merupakan konsekuensi agar mereka
dapat menjalani karirnya
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa commuter marriage adalah
pasangan suami istri dengan atau tanpa anak yang tinggal terpisah secara geografis
karena adanya komitmen yang tinggi terhadap karir dan mempertahankan pernikahan,
jangka waktu berpisah kurang lebih 1 minggu.
2.5 Kerangka Berfikir
Pernikahan merupakan hubungan sakral yang terjadi pada suami istri.
Hubungan pernikahan tidak pernah statis, namun secara konstan berubah-ubah dan
semakin berkembang. Terkadang hubungan ini membuat frustasi, tidak memuaskan
30
dan bermasalah karena pada dasarnya terdapat dua individu dari latar belakang dan
nilai yang berbeda disatukan dalam ikatan pernikahan (Degenova, 2008).
Kebahagiaan merupakan hal utama yang menjadi tujuan dan sangat
diharapkan dari sebuah perkawinan. Namun untuk mencapai suatu kebahagiaan
perkawinan bukanlah sesuatu hal yang mudah karena kebahagiaan perkawinan akan
tercapai apabila pasangan suami istri memiliki kualitas interaksi perkawinan yang
tinggi. Dalam suatu perkawinan terkadang apa yang diharapkan oleh masing-masing
individu tidak sesuai dengan kenyataannya setelah individu tersebut menjalani
bahtera rumah tangga. Perkawinan menuntut adanya perubahan gaya hidup, menuntut
adanya penyesuaian diri terhadap tuntutan peran dan tanggung jawab baru baik dari
suami maupun istri. Ketidakmampuan untuk melakukan tuntutan-tuntutan tersebut
tidak jarang menimbulkan pertentangan, perselisihan dan bahkan berakhir dengan
perceraian.
Marital conflict atau perselisihan, pertentangan dan konflik dalam suatu
rumah tangga merupakan sesuatu yang terkadang tidak bisa dihindari, tetapi harus
dihadapi. Hal ini karena dalam suatu perkawinan terdapat penyatuan dua pribadi yang
unik dengan membawa sistem keyakinan masing-masing berdasar latar belakang
budaya serta pengalaman yang berbeda-beda. Perbedaan yang ada tersebut perlu
disesuaikan satu sama lain untuk membentuk sistem keyakinan baru bagi keluarga
mereka. Proses inilah yang seringkali menimbulkan ketegangan, ditambah lagi
31
dengan sejumlah perubahan yang harus mereka hadapi, misalnya perubahan kondisi
hidup, perubahan kebiasaan atau perubahan kegiatan sosial.
Bagi kebanyakan orang, hubungan perkawinan dipandang sebagai hubungan
yang sangat intim dan merupakan hubungan yang berlangsung lama bila
dibandingkan dengan semua hubungan dekat yang ada. Dari hasil penelitian tentang
perkawinan, kualitas perkawinan yang baik ditandai oleh komunikasi yang baik,
keintiman dan kedekatan, seksualitas, kejujuran dan kepercayaan yang kesemuanya
itu menjadi sangat penting untuk menjalin relasi perkawinan yang memuaskan (dalam
Sadarjoen, 2005).
Roehling dan Bultman (2002) menjelaskan bahwa pasangan yang tidak
tinggal bersama anak-anak dapat fokus pada karir, namun pasangan lain, biasanya
pasangan (istri atau suami) yang tinggal dengan anak merasakan peran sebagai orang
tua tunggal. Oleh sebab itu, kehidupan pasangan menjadi lebih kompleks dan
merasakan peran sebagai orang tua tunggal. Dalam commuter marriage kurangnya
kehadiran pasangan dan terhambatnya kontak nonverbal juga dapat mempengaruhi
keintiman pasangan (Scoot, 2002).
Untuk mengatasi pencegahan adanya marital conflict pada pasangan yang
menjalani commuter marriage maka harus membangun hubungan komunikasi yang
baik, dan menurut Bienvenu (1969) untuk membangun komunikasi interpersonal
yang baik ialah adanya self-concept, ability, self- experience, emotion yang
konstruktif, self-disclosure.
32
Hal lain yang penting dalam menghadapi marital conflict pada pasangan yang
mengalami commuter marriage adalah locus of control (LOC). locus of control
merupakan cara pandang individu dalam menanamkan keyakinan dirinya terhadap
usaha yang dilakukannya untuk menghadapi marital conflict. Individu yang berhasil
menghadapi marital conflict cenderung memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa
untuk mencapai pernikahan yang sukses atau menghadapi marital conflict diperlukan
usahanya sendiri, kecenderungan locus of control internal. Artinya, jika seseorang
dari salah satu pasangan ingin pernikahannya bahagia dan dapat menghadapi conflict
marital dengan baik, maka hal itu dapat tercapainya karena usahanya sendiri, bukan
karena nasib, keberuntungan ataupun orang lain. Semakin internal kecenderungan
locus of control seseorang, maka ia akan semakin matang dalam karir. Ketika locus of
control individu internal maka ia akan dapat melewati marital conflict.
Berdasarkan kedua hipotesis diatas, dapat dilihat bahwa variabel komunikasi
interpersonal dan locus of control sama-sama berkontribusi terhadap marital conflict
pada pasangan yang menjalani commuter marriage. Meningkatnya komunikasi
interpersonal secara efektif maka akan meminimkan marital conflict . sementara
semakin internal locus of control individu akan meminimkan pula marital conflict
pada pasangan yang menjalani commuter marriage. Berdasarkan kedua hipotesis
diatas, dapat dilihat bahwa variabel komunikasi interpersonal dan locus of control
sama-sama mendukung terciptanya kebahagiaan dan meminimkan marital conflict
pada pasangan yang mengalami commuter marriage.
33
Disisi lain, terdapat latar belakang individu yaitu, usia pernikahan, dan jumlah
anak dapat mengkuatkan dan merendahkan marital conflict individu. jika
digambarkan dalam sebuah bagan maka akan terlihat seperti berikut:
Gambar 2.1
Skema Pengaruh Komunikasi Interpersonal dan Locus of Control terhadap Marital
Conflict Pada Pasangan yang Menjalani Commuter Marriage
Locus of Control
Komunikasi Interpersonal
Self-Concept
Ability
Self-Expression
Marital Conflict
Emotion
Self-Disclosure
LOC internal
LOC eksternal
Usia Pernikahan
Jumlah Anak
34
1.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kesimpulan telah yang dilakukan tersebut maka hipotesis yang diajukan
adalah :
2.6.1 Hipotesis Mayor
Ha Ada Pengaruh yang signifikan komunikasi interpersonal, locus of control
terhadap marital conflict pada pasangan yang mengalami commuter marriage
2.6.2 Hipotesis Minor
Ha1 ada pengaruh signifikan dimensi self-concept pada variabel komunikasi
interpersonal terhadap marital conflict pada pasangan yang mengalami
commuter marriage.
Ha2 ada pengaruh signifikan dimensi ability pada variabel komunikasi
interpersonal terhadap marital conflict pada pasangan yang mengalami
commuter marriage.
Ha3 ada pengaruh signifikan dimensi self-expression pada variabel komunikasi
interpersonal terhadap marital conflict pada pasangan yang mengalami
commuter marriage.
Ha4 ada pengaruh signifikan dimensi emotion pada variabel komunikasi
interpersonal terhadap marital conflict pada pasangan yang mengalami
commuter marriage.
Ha5 ada pengaruh signifikan dimensi self-disclosure pada variabel komunikasi
interpersonal terhadap marital conflict pada pasangan yang mengalami
35
commuter marriage.
Ha6 ada pengaruh signifikan dari locus of control internal pada variabel locus
of control terhadap marital conflict pada pasangan yang mengalami
commuter marriage.
Ha7 ada pengaruh signifikan dari locus of control eksternal pada variabel locus
of control terhadap marital conflict pada pasangan yang mengalami
commuter marriage.
Ha8 ada pengaruh signifikan usia pernikahan terhadap marital conflict pada
pasangan yang mengalami commuter marriage.
Ha9 ada pengaruh signifikan jumlah anak pada variabel demografi terhadap
marital conflict pada pasangan yang mengalami commuter marriage.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini terdiri dari metode pengumpulan data dan analisis data. Didalamnya
akan dibahas tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional
variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, dan
metode analisis.
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah laki-laki atau perempuan menikah dalam
usia pernikahan minimal 1 tahun tahun dan menjalani commuter marriage. Besar
sampel penelitian yang akan peneliti gunakan adalah sebanyak 204 orang.
Selanjutnya pengambilan sampel pada penelitian ini bersifat non-probability
sampling. Non-probability sampling adalah sebuah teknik yang tidak semua orang
dalam populasi memiliki kesempatan yang sama dan seimbang untuk dipilih sebagai
bagian dari sampel penelitian (Goodwin, 2005). Kelebihan pemakaian teknik ini
adalah adanya kesempatan bagi peneliti untuk memperoleh sampel dalam waktu yang
cepat serta dalam jumlah yang banyak. Namun kekurangannya, hasil teknik ini tidak
dapat digeneralisasikan secara luas, dan hanya akan berlaku bagi responden
penelitian saja (Kerlinger, 1986).
3.2 Variabel Penelitian
Variabel penelitian dalam penelitian ini adalah :
1. Marital conflict pada commuter marriage
37
2. Self-concept
3. Ability
4. Skill-experience
5. Emotion
6. Self-disclsure
7. Locus Of Control Internal
8. Locus Of Control Eksternal
9. Faktor Demografi
- Usia pernikahan
- Jumlah anak
Dependen variabel dalam penelitian ini adalah marital conflict pada commuter
marriage sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independen.
3.3 Definisi Operasional Variabel
Agar dapat dilakukan pengukuran terhadap semua variabel penelitian perlu
ditetapkan definisi oprasional dari semua variabel tersebut. Definisi oprasional
masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah :
1. Marital conflict
Marital conflict merupakan pertentangan pada pasangan suami istri yang dilihat
dari konflik yang berkaitan dengan rendahnya negotiation (negosiasi), adanya
psychological aggression (kekerasan psikologis), phsyical assault (kekerasan
38
fisik), sexual coercion (pemaksaan hubungan seksual), dan injury (luka atau
akibat dari konflik).
2. Komunikasi interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah mencangkup kemampuan pasangan untuk
mempunyai konsep dalam komunikasi, mengkonsepkan diri dan membentuk
komunikasi dua arah untuk menciptakan komunikasi yang baik (self-concept).
Lalu pasangan harus saling menjadi pendengar yang baik (ability). Kemudian
pasangan dapat mengatur perasaan emosinya (emotion), terutama dalam
mengekspresikan kemarahan dan konstruktif (self-expression). Dan terakhir
adanya keinginan untuk berkomunikasi kepada orang lain secara bebas dan terus
terang dengan tujuan untuk menjaga hubungan interpersonal (self-disclosure)
yang nantinya juga akan dijadikan independent variable.
3. Locus of control
Locus of control merupakan persepsi atas suatu kejadian atau hasil yang di dapat
dalam hidup seseorang apakah sebagai hasil dari dirinya sendiri atau karena
bantuan dari sumber-sumber di luar dirinya, seperti keberuntungan takdir atau
bantuan orang lain. Internal dan eksternal yang akan dijadikan independent
variable.
3.5 Instrumen Pengumpulan Data
Instrument pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner. Kuesioner
adalah salah satu jenis alat pengumpul data berupa sejumlah yang berisi suatu
39
rangkaian pernyataan mengenai suatu bidang untuk memperoleh data berupa
jawaban-jawaban dari responden dalam suatu penelitian. Kuesioner yang digunakan
pada penelitian ini berbentuk model skala likert, dimana variabel penelitian dijadikan
sebagai titik tolak penyusunan item-item instrumen. Jawaban dari setiap instrumen ini
memiliki gradasi dari tertinggi (sangat positif) sampai terendah (sangat negatif),
dengan empat kategori jawaban, yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak
Sesuai (TS), “Sangat Tidak Sesuai” (STS).
Subjek diminta untuk memilih salah satu dari pilihan jawaban yang masing-masing
jawaban menunjukan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang
dirasakan oleh subjek.
Hal ini dilakukan untuk meghindari terjadinya pemusatan (central tendency)
atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral. Model ini terdiri dari pernyataan
positif (favourable) dan pernyataan negatif (unfavourable). Penskoran tertinggi
diberikan pilihan sangat sesuai dan terendah pada pernyataan sangat tidak sesuai
untuk pernyataan favourable.
Selanjutnya pernyataan tertinggi untuk pernyataan unfavourable diberikan
pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan untuk pilihan
sangat setuju. Skor-skor tersebut dihitung dengan dua cara yaitu melalui item
favourable dan unfavourable, untuk item favourable penskorannya yaitu SS=4, S=3,
TS=2, STS=1, dan sebaliknya untuk unfavourable.
40
Tabel 3.1
Skor Skala Model Likert
Pilihan Pernyataan
Favorable Unfavorable
Sangat sesuai 4 1
Sesuai 3 2
Tidak sesuai 2 3
Sangat tidak sesuai 1 4
Dalam penelitian ini skala yang digunakan adalah sejumlah empat bagian.
Pertama, bagian yang mengungkapkan data diri responden. Kedua, bagian yang
mengungkap marital conflict. ketiga, bagian yang mengungkapkan komunikasi
interpersonal dan keempat mengungkap tentang locus of control.
Instrument yang akan digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
adalah skala. Skala yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini ada
tiga, yaitu skala marital conflict, skala komunikasi interpersonal dan skala locus of
control. Masing-masing skala merupakan skala adaptasi dari skala baku yang ada,
melalui proses adaptasi penulis menerjemahkan bahasa yang digunakan alat ukur ke
dalam bahasa Indonesia dengan meminta bantuan ahli bahasa. Lalu penulis
menyesuaikan kembali hasil terjemahan tersebut dengan memberikan kepada salah
satu responden dan memperbaiki bahasanya kembali sehingga dapat dipahami oleh
responden lain. Hal ini dilakukan untuk menjaga validitas alat ukur baku tersebut.
Adapun instrument tersebut, diantaranya :
41
1. Skala marital conflict
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur marital conflict, Penulis
menggunakan alat ukur baku yang dibuat oleh Straus (1996) yaitu CTS-2 Conflict
Tctics Scale 2 Pada skala ini berjumlah item dan pernyataan yang meliputi
beberapa aspek.
Tabel 3.2
Blue Print Skala Marital Conflict
No Dimensi Indikator Item
∑ Fav Unfav
1 Negotiation Menunjukan perhatian pada pasangan 9
6
Menjelaskan pendapat (ketidaksetujuan) 10
Menghargai perasaan pasangan 21
Percaya dapat menyelesaikan
permasalahan
8
Kompromi terhadap pendapat/argument 22
Setuju dengan solusi pasangan 23
2 Psychological
Aggression
Melakukan tindakan agresif nonverbal 34, 25
7, 36
31,33
24,38 8
3 Physical Assault Melakukan tindakan kekerasan fisik 35, 26
27, 6
28, 29
30, 32
5, 39
37,18
12
4 Sexual Coercion Memaksa pasangan untuk melakukan
hubungan seks
4, 15
2, 16
17, 19
20
7
5 Injury Melakukan tindakan fisik hingga terluka 1
6
Memukul pasangan hingga terluka 3
Memerlukan tindakan medis 11
Memerlukan tindakan medis tetapi tidak
dilakukan
12
Pasangan mengalami memar 13
Pasangan merasakan sakit dikemudian
hari
14
Total 39
42
2. Skala Komunikasi Interpersonal
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur komunikasi interpersonal, Penulis
menggunakan alat ukur baku yang dibuat oleh Millard J. Bienvenu (1996) yaitu
Interpersonal Communication Inventory (ICI). Pada skala ini berjumlah 40 item
pernyataan yang meliputi lima aspek yaitu self-concept, ability, skill experience,
emotion dan self-disclosure. Pada aspek yang dijelaskan oleh Bienvenu (1987)
dia tidak membagi aspek-aspek mana saja yang meliputi setiap item pernyataan.
Bienvenu langsung memberikan skala yang berisi 40 item pernyataan. Namun
peneliti mencoba membagi item-item pada skala ICI dengan memusatkan aspek-
aspek yang dijelaskan oleh Bienvenu (1996).
Tabel 3.3
Blue Print Skala Komunikasi Interpersonal
No Dimensi Indikator Item ∑
Fav Unfav
1 Self-Concept Mampu menempatkan diri pada
posisi pasangan
9, 37,
15, 36
38, 20
40, 39
11 9
2 Ability Mampu menjadi pendengar yang
baik (menjadi pusat perhatian)
7, 35,
31,34
13, 30 6
3 Self-Expression Kesulitan untuk mengekspresikan
pikiran dan ide-ide
3, 8, 17
6, 24,
33, 18
1, 10,
16, 29,
4,
12
4 Emotion Mampu mengatasi emosi dengan
cara konstruktif (dapat mengatur
emosinya)
12, 19,
28, 21,
22,
5
5 Self-Disclosure Mampu berkomunikasi dengan
pasangan secara terus terang
2, 5, 23
32, 14,
26
27, 25 8
Total 40
43
3. Skala Locus Of Control
Pada penelitian ini , peneliti menggunakan alat ukur berbentuk skala model
likert. Dengan alasan mempermudah responden dan menghemat waktu. Skala ini
melihat kecenderungan locus of control individu melalui dua dimensi yaitu locus
of control internal dan locus of control eksternal dimana masing-masing dimensi
memiliki 17 item. Keseluruhan item adalah item favorable.
Tabel 3.4
Blue Print Skala Locus of Control
Dimensi Indikator Item ∑
LOC
Internal
Yakin bahwa kejadian yang dialami merupakan akibat
dari perilaku dan tindakan sendiri
2, 3, 15, 32 4
Memiliki kendali yang baik terhadap perilakunya sendiri
11, 18, 23 3
Cenderung dapat mempengaruhi orang lain 5, 13, 28 3
Yakin bahwa usaha yang dilakukannya dapat berhasil
25, 26, 30 3
Aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait situasi
yang sedang dihadapi
16, 19, 20,
34
4
LOC
Eksternal
Sangat meyakini bahwa kekuasaan orang lain, takdir dan
kesempatan merupakan faktor utama yang memengaruhi
apa yang dialami.
1, 8, 10, 14 4
Memiliki kendali yang kurang baik terhadap perilakunya
sendiri
4, 22, 29 3
Cenderung dipengaruhi oleh orang lain
17, 21, 24 3
Seringkali tidak yakin bahwa usaha yang dilakukannya
dapat berhasil
9, 27, 33 3
Kurang aktif dalam mencari informasi dan pengetahuan
terkait situasi yang sedang dihadapi
6, 7, 12, 31 4
Total 34
44
3.5 Uji Validitas
3.5.1 Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen
Setelah melakukan analisis data, peneliti melakukan pengujian terhadap
validitas konstruk alat ukur. Untuk menguji validitas konstruk digunakan
Confirmatory Factor Analysis (CFA). Untuk melihat validitas konstruk setiap item
serta menguji struktur faktor yang diturunkan secara teoritis. Dalam hal ini, yang
dimaksud dengan teori adalah konsep bahwa seluruh item mengukur satu hal yang
sama (unidimensional) yaitu konstruk yang hendak diukur.
3.6.2 Uji Validitas Konstruk Marital Conflict
1. Negotiation
Peneliti menguji apakah 6 item ada yang bersifat unidimensional. Artinya benar
hanya mengukur variabel marital conflict (negotiation). Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 248.75,
df = 10, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.343. oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoeh model fit dengan Chi-
Square = 1.90, df = 4, P-Value = 0.75398, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan) dapat diterima bahwa seluruh item
mengukur dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu negotiation.
45
Tahap selanjutnya, Peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada table 3.5.
Tabel 3.5
Muatan Faktor Marital Conflict (Negotiation) No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 1.00 0.04 22.41 2 0.66 0.06 10.92
3 0.71 0.08 8.61 4 1.11 0.20 5.65 5 0.44 0.07 6.73 6 0.32 0.06 5.32
Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.5, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 artinya semua item dalam
dimensi ini akan diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
2. Psychological Aggression
Peneliti menguji apakah 8 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel marital conflict (Psychological Aggression). Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-
Square = 318.44, df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.271. Oleh karena itu,
peneliti melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 59.12, df = 0, P-value=1.00000, RMSEA=0.000. Nilai Chi-
46
Square menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan
satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor
saja yaitu hubungan positif dengan orang lain.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.6.
Tabel 3.6
Muatan Faktor Marital Conflict (Psychological Aggression)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
7 0.90 1.70 0.53
8 0.59 0.16 3.63
9 0.67 0.18 3.72 10 0.37 0.16 2.36 11 0.17 0.30 0.56
12 0.45 0.15 3.07 13 0.19 0.41 0.48
14 0.24 0.09 2.63 Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.6 nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu item nomor 7, 11 dan 13.
Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akan di-drop adalah item nomor 7,
11 dan 13 yang artinya item tersebut tidak akan diikutkan dalam analisis perhitungan
skor faktor.
47
3. Phycial Assault
Peneliti menguji apakah 12 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel marital conflict (Psycial Assault). Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
1845.83, df = 55, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.400. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 34.61, df = 23, P-value=0.05682, RMSEA=0.050. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu hubungan positif dengan orang lain.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak.Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.7.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Marital Conflict (Physical Assault) No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
15 0.60 0.06 9.38 16 0.86 0.07 12.11 17 0.82 0.06 14.01 18 0.56 0.06 8.84 19 0.48 0.06 7.52 20 0.63 0.06 10.15 21 0.53 0.06 8.34 22 0.74 0.06 12.21 23 0.72 0.06 12.12 24 0.72 0.06 11.90 25 0.90 0.06 16.14 26 0.90 0.06 15.23
48
Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.7, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 artinya semua item dalam
dimensi ini akan diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
4. Sexual Coercion
Peneliti menguji apakah 7 item ada yang bersifat unidimensional. Artinya benar
hanya mengukur variabel marital conflict (sexual coercion). Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
259.45, df = 15, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.283. oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoeh model fit dengan Chi-
Square = 15.67, df = 9, P-Value = 0.07415, RMSEA = 0.060. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan) dapat diterima bahwa seluruh item
mengukur dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu sexual coercion.
Tahap selanjutnya, Peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada table 3.8.
49
Tabel 3.8
Muatan Faktor Marital Conflict (Sexual Coercion) No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
27 0.79 0.06 12.80 28 0.71 0.06 11.01 29 0.06 0.07 8.97
30 0.87 0.06 15.20 31 0.46 0.07 6.54 32 0.69 0.06 10.73 33 0.31 0.07 4.25
Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.8, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 artinya semua item dalam
dimensi ini akan diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
5. Injury
Peneliti menguji apakah 6 item ada yang bersifat unidimensional. Artinya benar
hanya mengukur variabel marital conflict (injury). Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 143.41,
df = 10, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.256. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkolerasi satu sama lainnya, maka diperoeh model fit dengan Chi-
Square = 12.30, df = 6, P-Value = 0.05561, RMSEA = 0.072. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan) dapat diterima bahwa seluruh item
mengukur dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu injury.
50
Tahap selanjutnya, Peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada table 3.9.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Marital Conflict (Injury) No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
34 1.00 0.05 20.15 35 0.64 0.06 10.41
36 0.61 0.06 9.67 37 0.36 0.07 5.52 38 0.54 0.09 6.30 39 0.60 0.06 9.56
Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.9, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 artinya semua item dalam
dimensi ini akan diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
3.5.3 Uji Validitas Konstruk Komunikasi Interpersonal
1. Self-concept
Peneliti menguji apakah sembilan item ada yang bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur Komunikasi Interpersonal (self-concept). Dari hasil analisis
CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square
= 327.46, df = 27, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.234. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
51
Square = 18.80, df = 12, P-Value = 0.09359, RMSEA = 0.053. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu self-concept.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.10.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Komunikasi Interpersonal (self-concept) No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.73 0.07 10.11 2 0.37 0.08 4.91
3 0.39 0.09 4.34 4 0.49 0.07 6.79 5 0.19 0.07 2.51 6 0.36 0.09 3.99 7 0.81 0.07 10.85
8 0.24 0.08 2.97 9 0.38 0.08 4.63
Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.10, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 artinya semua item dalam
dimensi ini akan diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
2. Ability
Peneliti menguji apakah enam item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur Komunikasi Interpersonal (ability). Dari hasil analisis CFA yang
52
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 321.81,
df = 10, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.392. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 2.85, df = 3, P-Value = 0.41535, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu ability.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.11.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Komunikasi Interpersonal (ability) No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
10 0.50 0.10 5.12
11 0.43 0.08 5.28 12 0.37 0.11 3.35 13 0.20 0.11 1.89
14 0.28 0.11 2.61 15 0.43 0.10 4.30
Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.11, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, maka
diketahui bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu item nomor 13.
53
Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akandi-drop adalah item nomor 13
yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.
3. Self-expression
Peneliti menguji apakah 12 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur komuniasi interpersonal (self-expression). Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
952.48, df = 54, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.286. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 197.03, df = 0, P-Value = 1.0000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu self-expression.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.12.
54
Tabel 3.12
Muatan Faktor Marital Conflict (self-expression)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
16 1.45 1.29 1.12
17 0.49 0.17 2.92 18 1.00 0.36 2.77
19 0.09 0.08 1.15
20 0.86 1.07 0.08
21 0.45 0.16 2.87 22 0.44 0.80 0.55
23 0.52 0.86 0.61
24 0.79 1.03 0.77
25 0.17 1.24 0.95
26 0.31 0.12 2.59 27 1.06 1.22 0.88
Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.12 nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu item nomor 16, 19, 20, 22,
23, 24, 25 dan 27. Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akan di-drop
adalah item nomor 16, 19, 20, 22, 23, 24, 25 dan 27 yang artinya item tersebut tidak
akan diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
4. Emotion
Peneliti menguji apakah lima item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur Komunikasi Interpersonal (self-concept). Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
79.03, df = 5, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.270. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 5.40, df = 2, P-Value = 0.06708, RMSEA = 0.092. Nilai Chi-Square
55
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu emotion.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.13.
Tabel 3.13
Muatan Faktor Komunikasi Interpersonal (emotion)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
28 0.39 0.13 2.94 29 1.24 0.37 3.37
30 0.15 0.08 1.98 31 0.20 0.09 2.26 32 2.26 1.13 1.99
Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.13, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa tidak terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 artinya semua item dalam
dimensi ini akan diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
5. Self-disclosure
Peneliti menguji apakah delapan item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur komuniasi interpersonal (self-disclosure). Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
300.97, df = 20, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.263. Oleh karena itu, peneliti
56
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 18.77, df = 11, P-Value = 0.06541, RMSEA = 0.059. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu self-disclosure.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.14.
Tabel 3.14
Muatan Faktor Komunikasi Interpersonal (self-disclosure)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
33 0.36 0.06 5.90
34 0.56 0.06 9.07 35 0.16 0.08 1.89
36 0.69 0.06 10.95 37 0.38 0.06 6.15 38 0.85 0.07 12.19 39 0.75 0.07 11.30
40 0.72 0.06 11.11 Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.14 nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu item nomor 35. Dengan
57
demikian, secara keseluruhan item yang akan di-drop adalah item nomor 35 yang
artinya item tersebut tidak akan diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
3.5.4 Uji Validitas Konstruk Locus Of Control
1. Locus Of Control Internal
Peneliti menguji apakah 17 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur locus of control (locus of control internal). Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
1366.83, df = 119, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.227. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 66.66, df = 55, P-Value = 0.13474, RMSEA = 0.0532. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu locus of control internal.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.2.
58
Tabel 3.15
Muatan Faktor Locus Of Control (locus of control internal)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.38 0.07 5.54
2 0.58 0.09 6.61
3 0.58 0.07 8.84
4 0.41 0.07 6.23 5 0.47 0.07 7.26
6 0.36 0.07 5.24
7 1.01 0.07 14.65
8 0.08 0.06 1.35
9 0.99 0.07 14.26
10 0.15 0.07 2.06
11 1.05 0.07 15.42
12 0.54 0.06 8.32 13 0.57 0.07 8.71
14 0.61 0.07 9.18
15 0.45 0.07 6.53
16 0.36 0.07 5.44 17 0.61 0.07 8.97
Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.15 nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu item nomor 8. Dengan
demikian, secara keseluruhan item yang akan di-drop adalah item nomor 8 yang
artinya item tersebut tidak akan diikutkan dalam analisis perhitungan skor faktor.
2. Locus Of Control External
Peneliti menguji apakah 17 item ada yang bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur locus of control (locus of control external). Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
1227.48, df = 119, P-Value = 0.00000, RMSEA = 0.214. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa
item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
59
Square = 80.49, df = 63, P-Value = 0.06786, RMSEA = 0.037. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu locus of control external.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di-drop
atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien muatan faktor
dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.2.
Tabel 3.16
Muatan Faktor Locus Of Control (locus of control external)
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
18 0.52 0.07 7.43
19 0.53 0.07 7.74
20 0.35 0.07 4.77
21 0.08 0.07 1.16
22 0.11 0.08 1.48
23 0.01 0.07 0.09
24 0.75 0.06 12.32
25 0.74 0.06 11.76
26 0.49 0.07 7.32
27 0.68 0.06 10.97
28 0.88 0.06 14.99
29 0.13 0.07 1.92
30 0.74 0.07 11.38
31 0.26 0.08 3.40
32 0.26 0.07 3.74
33 0.69 0.06 11.14
34 0.40 0.07 5.69 Ketergangan : Tanda = signifikan (t>1,96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan tabel 3.16 nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan item
signifikan karena t > 1,96. Kemudian melihat muatan faktor dari item, diketahui
bahwa terdapat item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu item nomor 21,22,23 dan
60
29. Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akan di-drop adalah item nomor
21,22,23 dan 29 yang artinya item tersebut tidak akan diikutkan dalam analisis
perhitungan skor faktor.
3.7 Metode Analisis
Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan metode analisis
regresi berganda (multiple reggression analysis) yaitu suatu metode untuk menguji
signifikan tidaknya pengaruh dari sekumpulan variabel bebas (variabel independen)
terhadap variabel terikat (variabel dependen). Berikut ini adalah persamaan regresi
yang digunakan dalam penelitian ini:
Y= a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+e
Keterangan:
Y = Marital Conflict
a = intercept
b = koefisien regresi
X1 = Self-concept pada komunikasi interpersonal
X2 = Ability pada komunikasi interpersonal
X3 = Self-expression pada komunikasi interpersonal
X4 = Emotion pada komunikasi interpersonal
X5 = Self-disclosure pada komunikasi interpersonal
X6 = locus of control pada locus of control internal
X7 = locus of control pada locus of control external
61
X8 = Usia Pernikahan
X9 = Jumlah Anak
e = residu, yang dalam hal ini adalah seluruh variabel independen selain sembilan
variabel independen dalam penelitian ini yang mempengaruhi marital conflict pada
pasangan yang menjalani commuter marriage namun tidak diteliti.
Adapaun data yang dianalisis dengan persamaan di atas adalah hasil pengukuran yang
sudah ditransformasi ke dalam true score. Dalam hal ini, true score adalah skor
faktor yang diukur dengan menggunakan software SPSS dengan menggunakan item-
item yang valid. Dengan demikian maka tidak perlu lagi dilaporkan reliabilitasnya.
Tujuan dari true score adalah agar koefisien regresi tidak mengalami attenuasi atau
underestimated (koefisien regresi yang terhitung lebih rendah dari yang seharusnya
sehingga tidak signifikan). True score inilah yang kemudian akan diteliti dengan
analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis penelitian yang dibahas pada BAB
2.
Dalam analisis regresi berganda, besarnya presentase atau proporsi varians marital
conflict yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV yang bisa diteliti bisa diukur
dengan menggunakan rumus R2, dimana:
R2 =
62
Adapun jumlah kuadrat regresi bisa diperoleh jika semua koefisien regresi sudah
dihitung. Rumus untuk menghitung jumlah kuadrat regresi adalah:
Ssreg = Σ (ỳ - ӯ )2 = b1Σx1y + b2Σx2y + b3Σx3y + ..... b9Σx9y, dimana:
ỳ = a + bx
Σx1y = Σ (x1 – x1bar) (y - ӯ )
Dan rumus untuk menghitung jumlah kuadrat y total adalah:
Ssy = Σ (y – ӯ )2
R2 diuji signifikan atau tidaknya dengan F tes. Rumus F tes adalah:
F =
⁄
( )( )⁄
, dimana :
n = banyaknya sampel
k = banyaknya independen varibel dengan df = k dan n- k – 1
jika R2 signifikan (P<0.05) berarti proporsi varians Y yang dipengaruhi oleh kedua
faktor (komunikasi interpersonal dan locus of control) secara keseluruhan adalah
signifikan.
Jika telah terbukti signifikan maka peneliti akan menguji variabel mana dari sembilan
variabel independen yang signifikan. Dalam hal ini peneliti menguji signifikan atau
tidaknya koefisien regresi (b) dengan t-test. Dimana rumusnya:
Tbi = bi atau Sbi , dengan:
bi = koefisien regresi variabel yang ke – i
Sbi = standar deviasi sampling dari koefisien regresi yang ke – i
63
Jika tbi memiliki skor t > |1.96| maka koefisien regresi variabel tersebut dinyatakan
signifikan, sebaliknya jika t < 1.96 maka variabel tersebut dinyatakan tidak signifikan
(dalam taraf signifikansi 0,05 atau 5%).
Dalam multiple regression analysis ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu:
1. R2 yang menunjukkan proporsi varian (presentase varian) dari variabel dependen
yang bisa diterangkan oleh variabel independen.
2. Uji Hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien regresi.
Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari variabel
independen yang bersangkutan.
3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi
tentang beberapa harga Y jika nilai variabel independen diketahui.
Sumbangan varian dari masing-masing aspek variabel independen yaitu komunikasi
interpersonal dan locus of control dalam mempengaruhi marital conflict.
3.8 Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Sebelum melakukan penelitian, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti.
Kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut
pandang teoritis. Setelah mendapatkan teori secara lengkap kemudian
menyiapkan, membuat, dan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam
penelitian ini yaitu marital conflict, komunikasi interpersonal, dan locus of
64
control berupa skala Likert yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori yang
didapat.
2. Meminta expert judgement yaitu dosen pembimbing, yang dianggap ahli untuk
menilai apakah pengklasifikasian item yang dilakukan sudah benar dan tepat
berdasarkan teori yang telah dipaparkan.
3. Menyesuaikan hasil expert judgement dengan pengklasifikasian yuang telah
dibuat, sehingga didapat pengklasifikasian item yang tepat dan sesuai dengan
dasar teori yang telah dikemukakan.
4. Menentukan sampel penelitian yaitu pasangan di wilayah Pesanggrahan yang
menjalani commuter marriage, pengambilan sampel bersifat non probability
sampling.
5. Peneliti melaksanakan pengambilan data dengan cara menyebarkan angket
kepada para responden sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan.
Setelah melakukan penyebaran data atau angket, peneliti melakukan skoring
terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden, menghitung dan mencatat
tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel. Kemudian, peneliti
melakukan analisis data. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi
berganda. Peneliti menggunakan teknik tersebut karena ingin mencari pengaruh
antara variabel independen komunikasi interpersonal, locus of control, usia
pernikahan dan jumlah anak terhadap variabel terikat marital conflict. Dalam
menganalisis, peneliti menggunakan SPSS.
65
BAB VI
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti membahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan.
Pembahasan tersebut meliputi empat bagian, yaitu deskripsi subjek penelitian,
deskripsi data penelitian, kategorisasi variabel penelitian, dan uji hipotesis penelitian.
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 204 pasangan diwilayah Pesanggrahan yang
menjalani commuter marriage baik laki-laki maupun perempuan berusia rata-rata 21-
33 tahun dan tidak pernah bercerai.
Selanjutnya, akan dijelaskan deskripsi subjek penelitian berdasarkan usia
pernikahan dan jumlah anak sebagai berikut :
4.1.1 Deskripsi Data berdasarkan Usia Pernikahan
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Usia Pernikahan dan Jumlah Anak
Frekuensi Persentase
Usia Pernikahan
1-5 81 39.7 6-10 52 65.2 11-15 52 90.7 16-20 16 98.5 21-25 3 100.0
Total 204 Frekuensi Persentase
tidak memiliki
anak 70 34.3
1 anak 53 60.3 Jumlah Anak 2 anak 66 92.6
3 anak 14 99.5 4 anak 1 100.0 Total 204
Dari tabel di atas, didapat informasi berdasarkan usia pernikahan, subjek
dalam penelitian ini didominasi oleh pasangan dengan rentang usia pernikahan 1
66
sampai 5 tahun dengan persentase tahun dengan persentase 39.7%, dibandingkan usia
pernikahan lainnya. Adapun berdasarkan jumlah anak, subjek dalam penelitian ini
didominasikan oleh pasangan yang tidak memiliki anak dengan persentase 34.3%,
dibandingkan pasangan yang memiliki anak.
4.2 Deskripsi Statistik masing-masing variabel Penelitian
Data skor marital conflict, komunikasi interpersonal, dan locus of control
diperoleh melalui angket yang disebar kepada pasangan di wilayah Pesanggrahan
yang menjalani commuter marriage.
Tabel 4.2.
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
N Minimal Maksimal Standar Deviasi
Self Concept 204 32.85 68.54 8.56564
Ability 204 15.51 66.03 9.99500
Self Expression 204 34.59 64.82 7.61600
Emotion 204 24.78 64.67 9.99500
Self Disclosure 204 24.16 67.17 8.67751
LOC internal 204 27.90 65.65 9.45367
LOC external 204 15.50 70.70 9.27172
Marital Conflict 204 35.15 75.97 9.59327
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui jumlah subjek penelitian sebanyak 204
orang dengan skor marital conflict yang terendah adalah 35.15 sedangkan skor
marital conflict yang tertinggi adalah 75.97, kemudian skor komunikasi interpersonal
aspek mengenali self-concept memiliki skor terendah 32.85 sedangkan skor
tertingginya adalah 68.54, aspek ability memiliki skor terendah 15.51 dan skor
67
tertingginya adalah 66.03, aspek emotion memiliki skor terendah 24.78 dan skor
tertingginya adalah 64.67, aspek self-expression orang lain memiliki skor terendah
34.59 dan skor tertingginya adalah 64.82, aspek self-disclosure memiliki skor
terendah 24.16 sedangkan skor tertingginya adalah 67.17, selanjutnya aspek dari
locus of control yaitu locus of control internal memiliki skor terendah 27.90 dan skor
tertinggi 65.65, terakhir aspek locus of control external memiliki skor terendah 15.50
dan skor tertinggi 70.70.
4.2.1 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu dalam kelompok-
kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur.
Tabel 4.3
Norma skor
Norma Rentang Intepretasi
X <Mean <50 Rendah X ≥Mean ≥ 50 Tinggi
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentasi kategori
untuk marital conflict, komunikasi interpersonal, dan locus of control pada pasangan
yang menjalani commuter marriage.
68
4.2.2 Kategorisasi Tingkat Marital Conflict
Dibawah ini disajikan tabel yang menunjukkan sebaran variable marital conflict yang
dibagi menjadi dua kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu tinggi
dan rendah.
Tabel 4.4
Kategorisasi Tingkat Marital Conflict
Frekuensi Persen
Valid Rendah 101 49.5
Tinggi 103 50.5 Total 204 100.0
Berdasarkan tabel 4.5, ditemukan bahwa 50.5% dari total responden memiliki marital
conflict tinggi dan 49.5% responden memiliki tingkat marital conflict rendah.Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat marital confllict
yang paling dominan berada pada kategori tinggi.
4.2.3 Kategorisasi Tingkat Komunikasi Interpersonal
Tabel 4.5
Kategorisasi Komunikasi Interpersonal
Dimensi Frequency Percent
Self-concept Rendah 135 66.2
Tinggi 69 33.8
Ability Rendah 166 81.4
Tinggi 38 18.6
Self-expression Rendah 114 55.9
Tinggi 90 44.1
Emotion Rendah 33 16.2
Tinggi 171 83.8
Self-disclosure Rendah 97 47.5
Tinggi 107 52.5
69
Dari tabel di atas, ditemukan bahwa 33.8% dari total responden memiliki
tingkat mengenali self-concept tinggi dan 66.2% responden memiliki tingkat
mengenali emosi diri sendiri rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
responden yang diteliti, tingkat mengenali self-concept yang paling dominan berada
pada kategori rendah.
Pada variabel ability ditemukan bahwa 18.6% dari total responden memiliki
tingkat mengelola emosi tinggi dan 81.4% responden memiliki tingkat ability rendah.
Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat ability
yang paling dominan berada pada kategori rendah.
Selanjutnya, ditemukan bahwa 44.1% dari total responden memiliki tingkat
self-expresion tinggi dan 55.9% responden memiliki tingkat self-expression rendah.
Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat self-
expression yang paling dominan berada pada kategori rendah.
Pada variabel emotion ditemukan bahwa 83.8% dari total responden memiliki
tingkat emotion tinggi, 16.2% responden memiliki tingkat mengenali emosi orang
lain rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti,
tingkat emotion yang paling dominan berada pada kategori tinggi.
Kemudian, pada variabel self-disclosure ditemukan bahwa 52.5% dari total
responden memiliki tingkat self-disclosure tinggi dan 47.5% responden memiliki
tingkat self-disclosure rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden
yang diteliti, tingkat self-disclosure yang paling dominan berada pada kategori tinggi.
70
4.2.4 Kategorisasi Tingkat Locus Of Control
Di bawah ini disajikan tabel yang menunjukkan sebaran kategorisasi tingkat
locus of control.
Tabel 4.6 Locus of Control
Dimensi Kategori Frekuensi Persen
Locus of control internal Rendah 99 48.5
Tinggi 105 51.5
Locus of control eksternal Rendah 112 54.9
Tinggi 92 45.1
Dari tabel di atas, ditemukan bahwa 51.5% dari total responden memiliki tingkat
locus of control internal tinggi dan 48.5% responden memiliki tingkat locus of
control internal rendah. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang
diteliti, tingkat locus of control internal yang paling dominan berada pada kategori
tinggi.
Pada vaiabel locus of control external ditemukan bahwa 45.1 % dari total
responden memiliki tingkat locus of control external yang tinggi dan 54.9%
responden memiliki tingkat locus of control external rendah. Dapat disimpulkan
bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, tingkat locus of control external yang
paling dominan berada pada kategori rendah.
71
4.3 Uji Hipotesis Penelitian
4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahap ini, peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi
berganda dengan menggunakan software SPSS. Dalam regresi, terdapat tiga hal yang
harus diperhatikan. Pertama, besaran R-Square untuk mengetahui berapa persen (%)
varians variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen. Kedua, apakah
secara keseluruhan variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen. Terakhir, memperhatikan signifikan tidaknya koefisien regresi
dari masing-masing variabel independen.
Langkah pertama, peneliti melihat besaran R-Square untuk mengetahui berapa
persen (%) varians variabel dependen yang dijelaskan oleh variabel independen.
Untuk tabel R-Square dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7
Tabel R-Square
Model Summary
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
dimension0 1 .621a .386 .357 7.69054
a. Predictors: (Constant), usia_pernikahan, Self_Concept, self_expression, LOC_external, Ability, jumlah_anak, LOC_internal, Emotion, Self_Disclosure
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa diperoleh R-Square dengan nilai 0.386 atau
sebesar 38.6%.Artinya, proporsi varians dari marital conflict yang dijelaskan oleh
komunikasi interpersonal dan locus of control adalah sebesar 38.6%, sedangkan
61.4% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
72
Langkah kedua, peneliti melakukan uji F untuk menganalisis pengaruh dari
keseluruhan variabel independen. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 4.8 Anova pengaruh keseluruhan IV terhadap DV
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 7208.224 9 800.914 13.542 .000
a
Residual 11474.027 194 59.144 Total 18682.251 203
a. Predictors: (Constant), usia_pernikahan, Self_Concept, self_expression, LOC_external, Ability, jumlah_anak, LOC_internal, Emotion, Self_Disclosure
b. Dependent Variable: marital_conflict
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai p (Sig.) pada kolom paling kanan
adalah 0.000 atau p = 0.000 dengan nilai p < 0.05. Dengan demikian hipotesis nihil
yang menyatakan tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari seluruh variabel
independen terhadap marital conflict ditolak. Artinya, terdapat pengaruh yang
signifikan dari self-concept, ability, self-expression, emotion, self-disclosure, locus of
control internal, locus of control external, usia pernikahan dan jumlah anak terhadap
marital conflict pasangan yang menjalani commuter marriage.
Langkah selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-masing
IV. Jika sig < 0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti variabel
independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap marital conflict
pasangan yang menjalani commuter marriage. Adapun besarnya koefisien regresi
dari masing-masing variabel independen terhadap marital conflict pasangan yang
menjalani commuter marriage dapat dilihat pada tabel berikut ini:
73
Tabel 4.9
Koefisien Regresi
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 81.970 9.340 8.776 .000 Self Concept* -.189 .076 -.169 -2.501 .013 Ability* -.355 .069 -.369 -5.118 .000 Self Expression* -.177 .079 -.141 -2.242 .026 Emotion -.111 .075 -.115 -1.484 .139 Self Disclosure* -.181 .087 -.164 -2.085 .038 LOC Internal* .375 .082 .370 4.576 .000 LOC External .031 .060 .030 .518 .605 Usia Pernikahan .013 .092 .008 .140 .888 Jumlah nak* -1.564 .584 -.161 -2.677 .008
a. Dependent Variable: marital_conflict
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel di atas, dapat diketahui persamaan
regresi sebagai berkut: (*signifikan)
Marital Conflict = 81.970 -0.189* self-concept -0.355*ability -0.177*self-expression
-0.111emotion -0.181*self-disclosure + 0.375*locus of control internal+ 0.31 locus
of control external + 0.013 usia pernikahan- 1.564*jumlah anak.
Dari hasil di atas ada enam variabel yang memiliki koefisien yang signifikan,
yaitu self-concept, ability, self-expression, self-disclosure , locus of control internal,
dan jumlah anak. Selanjutnya variabel lainnya tidak menghasilkan koefisien regresi
yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh oleh variabel
independen yang signifikan adalah sebagai berikut:
74
1. Variabel Self-Concept (KI-1)
Variabel Self-Concept memperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,189 dengan
signifikansi 0,013 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel Self-Concept
memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap marital conflict pada
pasangan yang menjalani commuter marriage. Selain itu muatan yang negatif
menunjukkan bahwa arah hubungan antara kedua variabel tersebut negatif, yaitu
semakin tinggi self-concept pasangan yang menjalani commuter marriage maka
semakin rendah pula marital conflict-nya.
2. Variabel Ability (KI-2)
Variabel Ability memperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,355 dengan
signifikansi 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel Ability
memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap marital conflict pada
pasangan yang menjalani commuter marriage. Selain itu muatan yang negatif
menunjukkan bahwa arah hubungan antara kedua variabel tersebut negatif, yaitu
semakin tinggi ability pasangan yang menjalani commuter marriage maka
semakin rendah pula marital conflict-nya.
3. Variabel Self-Expression (KI-3)
Variabel Self-Expression memperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,177
dengan signifikansi 0,026 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel Self-
Expression memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap marital conflict
pada pasangan yang menjalani commuter marriage. Selain itu muatan yang
75
negatif menunjukkan bahwa arah hubungan antara kedua variabel tersebut
negatif, yaitu semakin tinggi Self-Expression pasangan yang menjalani commuter
marriage maka semakin rendah pula marital conflict-nya.
4. Variabel Emotion (KI-4)
Variabel Emotion memperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,111 dengan
signifikansi 0,139 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel Emotion tidak
memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap marital conflict pada
pasangan yang menjalani commuter marriage. Selain itu muatan yang negatif
menunjukkan bahwa arah hubungan antara kedua variabel tersebut negatif, yaitu
semakin tinggi Emotion pasangan yang menjalani commuter marriage maka
semakin rendah pula marital conflict-nya.
5. Variabel Self-Disclosure (KI-5)
Variabel Self-Disclosure memperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,181
dengan signifikansi 0,038 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel Self-
Disclosure memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap marital conflict
pada pasangan yang menjalani commuter marriage. Selain itu muatan yang
negatif menunjukkan bahwa arah hubungan antara kedua variabel tersebut
negatif, yaitu semakin tinggi Self-Disclosure pasangan yang menjalani commuter
marriage maka semakin rendah pula marital conflict-nya.
76
6. Variabel locus of control internal (LOCi)
Variabel locus of control internal memperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0,375 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel
locus of control internal memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap
marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage. Selain itu
muatan yang positif menunjukkan bahwa arah hubungan antara kedua variabel
tersebut positif, yaitu semakin tinggi locus of control internal pasangan yang
menjalani commuter marriage maka semakin tinggi pula marital conflict-nya.
7. Variabel locus of control eksternal (LOCe)
Variabel locus of control eksternal memperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0,031 dengan signifikansi 0,605 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel
locus of control eksternal tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan
terhadap marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage.
Selain itu muatan yang positif menunjukkan bahwa arah hubungan antara kedua
variabel tersebut positif, yaitu semakin tinggi locus of control eksternal pasangan
yang menjalani commuter marriage maka semakin tinggi pula marital conflict-
nya.
8. Variabel demografis Usia Pernikahan
Variabel demografis usia pernikahan memperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.013 dengan signifikansi 0,888 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel
77
usia pernikahan tidak memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap marital
conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage.
9. Variabel demografi jumlah anak
Variabel demografis jumlah anak memperoleh nilai koefisien regresi sebesar -
1.564 dengan signifikansi 0,008 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel
jumlah anak memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap marital conflict
pada pasangan yang menjalani commuter marriage.
Koefisien regresi B merupakan koefisien regresi yang tidak terstandar
(unstandarized) dalam pengunaan skala yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
koefisien regresi B tidak dapat melihat koefisien regresi mana yang lebih tinggi
.Untuk dapat membandingkan koefisien regresi maka harus melihat koefisien
terstandar (standardized coefficient) beta. Dari koefisien beta ini, dapat dilihat angka
koefisien regresi mana yang menunjukkan pengaruh yang lebih kuat terhadap
variabel dependen.
Berdasarkan koefisien beta, urutan invariabel dependen yang memiliki
pengaruh dari yang paling kuat hingga yang paling lemah terhadap munculnya
marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage adalah:
1. Jumlah anak dengan nilai 1.564
2. Locus of control internal dengan nilai 0.375
3. ability dengan nilai 0.355
4. Self-concept dengan nilai 0.189
78
5. Self-disclosure dengan nilai 0.181
6. Self-Expression dengan nilai 0.177
4.3.2 Pengujian Proporsi Varians masing-masing Independent Variabel
Selanjutnya, peneliti menjelaskan mengenai proporsi varians. Pengujian pada
tahapan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana penambahan proporsi varians dari
masing-masing variabel independen terhadap marital confllict. Pada tabel 4.11 kolom
pertama adalah penambahan varians variabel dependen dari tiap variabel independen
yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom kedua merupakan nilai murni varians
variabel dependen dari tiap variabel independen yang dimasukkan secara satu per
satu, kolom ketiga adalah nilai F hitung bagi variabel independen yang bersangkutan,
kolom DF adalah derajat bebas bagi variabel independen yang bersangkutan pula,
yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai
nilai variabel independen pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya,
nilai kolom inilah yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai
F hitung lebih besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya yaitu kolom
signifikansi yang akan dituliskan signifikan dan sebaliknya. Besarnya proposi varians
pada marital conflict dapat dilihat pada table 4.11.
79
Tabel 4.10
Kontribusi Varians Variabel Independen terhadap Variabel Dependen
Model R R Square Change Statistics
R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change
Dimensi
1 .248a .061 .061 13.201 1 202 .000
2 .422b .178 .117 28.659 1 201 .000
3 .473c .223 .045 11.574 1 200 .001
4 .473d .223 .000 .016 1 199 .901
5 .549e .301 .078 22.073 1 198 .000
6 .600f .360 .059 18.043 1 197 .000
7 .601g .361 .001 .423 1 196 .516
8 .603h .363 .002 .547 1 195 .460
9 .621i .386 .023 7.166 1 194 .008
a. Predictors: (Constant), Self_Concept b. Predictors: (Constant), Self_Concept, Ability c. Predictors: (Constant), Self_Concept, Ability, self_expression d. Predictors: (Constant), Self_Concept, Ability, self_expression, Emotion e. Predictors: (Constant), Self_Concept, Ability, self_expression, Emotion, Self_Disclosure f. Predictors: (Constant), Self_Concept, Ability, self_expression, Emotion, Self_Disclosure, LOC_internal g. Predictors: (Constant), Self_Concept, Ability, self_expression, Emotion, Self_Disclosure, LOC_internal, LOC_external h. Predictors: (Constant), Self_Concept, Ability, self_expression, Emotion, Self_Disclosure, LOC_internal, LOC_external, usia_pernikahan i. Predictors: (Constant), Self_Concept, Ability, self_expression, Emotion, Self_Disclosure, LOC_internal, LOC_external, usia_pernikahan, jumlah_anak
Dari tabel di atas, dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Variabel KI-1 (self-concept) memberikan sumbangan sebesar 6,1% dalam varians
marital conflict. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 13.201
dan df1=1, df2=202.
2. Variabel KI-2 (ability) memberikan sumbangan sebesar 11,7% dalam varians
marital conflict. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 28.659
dan df1=1, df2=201.
3. Variabel KI-3 (self-expression) memberikan sumbangan sebesar 4,5% dalam
varians marital conflict. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=
11.574 dan df1=1, df2=200.
80
4. Variabel KI-4 (emotion) memberikan sumbangan sebesar 0% dalam varians
marital conflict. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 016
dan df1=1, df2=199.
5. Variabel KI-5 (self-disclsure) memberikan sumbangan sebesar 7,8% dalam
varians marital conflict. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=
22.073 dan df1=1, df2=198.
6. Variabel LOCi (internal) memberikan sumbangan sebesar 5,9% dalam varians
marital conflict. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 18.043
dan df1=1, df2=197.
7. Variabel LOCe (external) memberikan sumbangan sebesar 0,1% dalam varians
marital conflict. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 423
dan df1=1, df2=196.
8. Variabel usia pernikahan memberikan sumbangan sebesar 0,2% dalam varians
marital conflict. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 547
dan df1=1, df2=195.
9. Variabel jumlah anak memberikan sumbangan sebesar 2,3% dalam varians
marital conflict. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F= 7.166
dan df1=1, df2=194.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada tiga variabel independen,
yaitu ability, LOC internal, LOC external dan usia pernikahan yang signifikan
sumbangannya terhadap marital conflict, jika dilihat dari besarnya pertambahan R2
81
yang dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan independen variabel (sumbangan
proporsi varian yang diberikan). Dari kesembilan independen variabel tersebut dilihat
mana yang paling besar memberikan sumbangan terhadap variabel dependen. Hal
tersebut dapat diketahui dengan melihat nilai R2change, semakin besar maka semakin
banyak sumbangan yang diberikan terhadap variabel dependen.
82
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti akan membahas kesimpulan, diskusi berdasarkan hasil
penelitian yang telah diperoleh. Selain itu, juga akan diberikan saran dari segi teoritis
dan juga praktis untuk penelitian selanjutnya.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat ditarik
kesimpulan bahwa ada pengaruh yang signifikan komunikasi interpersonal dan locus
of control terhadap marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter
marriage.
Dari kelima aspek komunikasi interpersonal dimensi self-concept, ability, self-
expression dan self-disclosure yang berpengaruh signifikan terhadap marital conflict
pada pasangan yang menjalani commuter marriage . Sedangkan dari aspek locus of
control dimensi locus of control internal yang mempengaruhi secara signifikan
terhadap munculnya marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter
marriage. Aspek demografi jumlah anak mempengaruhi secara signifikan terhadap
munculnya marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage.
Sedangkan variabel emotion, locus of contol external dan usia pernikahan
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap marital conflict pada pasangan yang
menjalani commuter marriage .
83
5.2 Diskusi
Komunikasi interpersonal mempengaruhi marital conflict pada pasangan yang
menjalani commuter marriage. Hal ini mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Stephen (dalam Stafford & Reske, 1990) yang menemukan bahwa
pasangan yang menjalani commuter marriage tidak memungkinkan untuk dekat
secara geografis dengan pasangan dan ini yang menimbulkan marital conflict
semakin memburuk.
Variabel pertama yang mempengaruhi marital conflict pada pasangan yang
menjalani commuter marriage dalam penelitian ini adalah self-concept. Hasil
penelitian menunjukan bahwa self-concept memiliki pengaruh yang signifikan dan
secara positif terhadap marital conflict pada pasangan yang menjalani commuter
marriage dengan kontribusi sebesar 6,1%. Semakin rendah self-concept pasangan
maka semakin meningkat marital-conflict nya. Hal ini sesuai dengan penelitian GH
Mead (dalam Gilbert, 1976) menyatakan bahwa self-concept sangat penting untuk
hubungan interpersonal, karena ini adalah salah satu yang terpenting ketika pasangan
berkomunikasi dengan orang lain dan dalam sistem sosial.
Selanjutnya ability dengan nilai koefisien yang dihasilkan sebesar -0,198%,
semakin rendah pasangan memiliki kemampuan pendengar yang baik maka semakin
tinggi marital conflict. Hal ini sesuai dengan penelitian Bernand (dalam Bienvenu,
1975) yang menjelaskan bahwa ability mempunyai pengaruh yang yang besar
terhadap marital conflict. Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif umumnya
84
djelaskan oleh konselor atau konselur keluarga sebagai pengaruh/komponen besar
dan sebagai keharusan untuk mengurangi marital conflict pada pasangan dan juga
berkaitan dengan penyesuaian pasangan atau komunikasi antara pasangan.
Kemudian self-expression nilai koefisien yang dihasilkan sebesar -0,177%.
semakin semakin rendah self-expression yang dimiliki individu maka semakin tinggi
marital conflict yang di alaminya. Artinya semakin efektif pasangan
menunjukkan/mengekpressikan hasil pemikiran dan ide-ide terhadap pasangannya
maka semakin rendah tingkat marital conflict.
Pada variabel emotion dalam penelitian ini tidak berpengaruh secara signifika.
nilai koefisien yang dihasilkan variabel emotion sebesar -0,11%. Hal ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian Dewi dan Basti (2008) yang menjelaskan bahwa emotion
memiliki pengaruh yang cukup bagus terhadap marital conflict frekuensinya yang
paling tinggi 0 pada istri yang menjalani pernikahan jarak jauh/ commuter marriage.
Variabel self-disclosure nilai koefisien pada penelitian ini yang dihasilkan
sebesar -0.181%. Semakin rendah self-disclosure maka semakin meningkat marital
conflict pada pasangan yang menjalani commuter marriage. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian Montgomery (1981) yang menjelaskan bahwa self-disclosure
memiliki pengaruh signifikan marital conflict. Perilaku dalam self-disclosure
menyatakan hal menerima atau menolak yang dibahas antara pasangan sebagai
motivasi untuk perubahan yang lebih baik lagi.
85
Locus of control mempengaruhi marital conflict. Hal ini mendukung
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Doherty (1981) yang menemukan bahwa
pasangan dengan locus of control yang tinggi lebih baik untuk masalah informasi
yang didapatkan, sedangkan pasangan yang memiliki locus of control yang rendah ia
lebih positif ketika menghadapi marital conflict (dalam Myers & Booth, 1999).
Sementara, dalam penelitian ini variabel locus of control internal terbukti
signifikan berpengaruh secara positif, yang berarti bahwa ketika locus of control
internal meningkat maka marital conlict akan meningkat pula. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Doherty yang berpendapat bahwa pasangan lebih tinggi
locus of control umumnya lebih baik untuk penerimaan informasi dan berorientasi
untuk berhasil. Dengan demikian, dalam pernikahan, orang-orang yang lebih tegas
akan mudah untuk memecahkan masalah pernikahan. Disisi lain individu dengan
tingkay yang lebih rendah dari locus of control menunjukan lebih pasif ketika
menghadapi marital conflict. Mereka terlalu agresif dan reaktif terhadap situasi dan
ini yang menyebabkan rendahnya kualitas pernikahan (dalam Myers & Booth, 1999) .
Camp dan Ganong (1997) menemukan bahwa pasangan dengan locus of
control internal lebih mampu dan lebih termotivasi untuk mengakses sumber daya
yang dibutuhkan untuk mengatasi marital conflict. Pasangan yang sukses menghadapi
marital conflict cenderung memiliki keyakinan bahwa untuk mencapainya hanya
bisa dilakukan oleh usahanya sendiri (locus of control), bukan karena keberuntungan,
nasib atau bantuan orang lain. Sedangkan, pada penelitian ini berdasarkan hasil
86
kategorisasi locus of control responden, diketahui bahwa responden penelitian 45.1%
memiliki locus of control external. Hal ini mungkin yang menjadi penyebab mengapa
locus of control internal berpengaruh secara negative/positif terhadap marital
conflict.
Variabel lainnya yaitu jumlah anak. Dalam penelitian ini variabel jumlah anak
memiliki signifikansi sebesar 0,08% dengan nilai koefisien regresi sebesar -1,564
yang artinya semakin sedikit jumlah anak pada pasangan maka semakin meningkat
marital conflict. Hasil penelitian variabel ini bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Papp,Cumming dan Morey (2009) yang menemukan bahwa jumlah
anak menjadi sumber yang sangat penting dari marital conflict. Semakin banyak
jumlah anak maka kemungkinan lebih banyak kesempatan untuk tidak sejalan atas
keputusan yang berkaitan dengan anak-anak, misalnya, perilaku anak, pola asuh yang
berbeda, siapa yang harus bertanggung jawab terhadap anak-anak dan untuk
merawat/mendidik anak-anak serta tugas kegiatan di dalam rumah tangga dari
pasangan.
Variabel usia pernikahan tidak berpengaruh signifikan terhadap marital
conflict. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Stinnet dan
Kayye (1984). Menurut Papalia,Old dan Feldman (2009) dalam penelitiannya bahwa
usia pernikahan tujuh sampai delapan tahun memiliki pengaruh yang besar terhadap
marital conflict dan terjadinya perceraian.
87
5.3 Saran
Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penelitian ini sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melengkapi
kekurangan dan keterbatasan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh,
peneliti membagi saran menjadi dua, yaitu saran teoritis dan saran praktis. Saran
tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang akan meneliti
variabel dependen yang sama.
5.3.1 Saran Teoritis
Mempertimbangkan hasil penelitian ini yang menemukan ada pengaruh
komunikasi interpersonal dan locus of control terhadap marital conflict pada
pasangan yang menjalani commuter marriage, maka bagi peneliti lain yang tertarik
meneliti variabel dependen yang sama agar melibatkan variabel independen lain yang
mempengaruhi marital conflict selain komunikasi interpersonal dan locus of control,
seperti usia, budaya, status sosial ekonomi, perbedaan persepsi dan kepribadian.
Dengan mempertimbangkan variabel-variabel tersebut, diharapkan penelitian
selanjutnya akan lebih menyempurnakan hasil penelitian sebelumnya. Alat ukur yang
digunakan sesuai dengan subjek.
5.3.2 Saran Praktis
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa self-concept, ability,
self-expression, self-disclosure, locus of control internal dan jumlah anak
berkontribusi terhadap tingkat marital conflict pada pasangan yang menjalani
88
commuter marriage, maka hasil tersebut dapat digunakan sebagai masukan untuk
pasangan suami-istri yang menjalani comuter marriage untuk meningkatkan
pemahaman mengenai self-concept, ability, self-expression, self-disclosure, locus of
control internal dan jumlah anak seperti seminar atau mengikuti konseling
pernikahan sehingga memiliki pendidikan dasar mengenai permasalahan dalam
rumah tangga atau mengikuti pelatihan komunikasi pada pasangan sebelum menikah
untuk memperoleh metode resolusi konflik yang efektif dalam membantu pasangan
untuk mengelola marital conflict secara efektif. Selain itu untuk konselor bidang
komunikasi pasangan agar bisa mengupayakan pasangan (klien) belajar taktik conflict
yang baik untuk mengkomunikasikan perasaan positif dan lebih akomodatif dalam
hubungan perkawinan.
Bagi pasangan yang menjalani commuter marriage ada beberapa hal yang
harus diperhatikan untuk menjaga keharmonisan dengan pasangan, seperti lebih
sering melakukan aktivitas spontanitas bersama pasangan supaya hubungan tidak
membosankan. Selain itu lebih terbuka dan ekspresif dalam segala hal, termasuk
menyampaikan keluhan-keluhan yang selalu dipendam dan tetap berempati kepada
pasangan. Perlu ditekankan juga bahwa conflict tidak selalu berkaitan dengan hal
negatif asalkan dikelola cara yang efektif.
Ada baiknya pasangan yang akan menjalani commuter marriage, untuk
mempertimbangkan kesiapan diri, karena cukup banyak kendala yang dialami
pasangan ini saat berkomunikasi dengan pasangannya.
89
DAFTAR PUSTAKA
Adams, IK., & Fisher, AB. (1994). Interpersonal communication. Singapore :
McGraw Hill
Anderson, E, A .(2003). Commuter marriage international encyclopedia of marriage
and family :Encyclopedia.com
Askari, M .(2012). Comparison the effects of communication and conflict resolution
skill training on marital satisfaction. Journal of Psychological Studies. 4 (1),
28-46.
Bienvenu, M,J .(1969). Interpersonal communication inventory. The Journal of
communication. 21 (4), 381-288).
Bienvenu, M,J .(1975). A measurement of premarital communication. Journal of The
Family Coordinator.24 (1), 65-68.
Bienvenu, M,J., & Stewart, D. W.(1976). Dimensions of interpersonal
communication. The Journal of Psychology. 93 (2), 105-111.
Camp, P, L & Ganong L,H (1997). Locus of control and marital satisfaction in long-
term marriage. Journal of families in society. 78 (6), 619-624.
Coln, K.L,. Jordan, S.S & Mercer, S.H. (2013) . A unified model exploring parenting
practices as mediators of marital conflict and children’s adjustment. Journal
of Child Psychiatry Human Development. 44 (3), 419-429.
DeGenova, M,K. (2008). Intimate relationships, Marriages & Families. (7th ed.).
New York: McGraw Hill.
Devito, J,A. (1997). Komunikasi antar manusia. Jakarta : Professional Books.
Dewi, E,M., & Basti. (2008). Konflik perkawinan dan model penyelesaian konflik
Pada Pasangan Suami Istri. Jurnal Psikologi. 2 (1), 38-50.
Doherty, W, J .(1981). Locus of control differences and marital dissatisfaction.
Journal of marriage and family. 43 (2), 369-377.
90
Duvall, E,M., & Miller, B,C. (1985). Marriage and family development. New York:
Harper and Row Publishers.
Faulkner, R,A., Davey, M .,& Davey, A. (2005). Gender-related predictors of change
in marital satisfaction & marital conflict. Journal of family therapy . 33 (2),
61-83.
Feldman, S,R. (2011). Development across the life span. New Jersey: Pearson
Education, Inc.
Fincham, F,D., & Beach, S,R. (1999). Conflict in marriage : implications for working
with couples. Annual Review Psychology.50 (1), 47-77.
Friedman, H,S., & Schustack, M. (2006). Kepribadian: teori klasik dan riset Modern.
Jakarta: Erlangga.
Ghaffari, M., Fatehizade, M., Ahmadi, S.A., Ghasemi., and Baghban , I.(2013).
Construction and validation of the marital justice scale. Journal of Europe’s
Psychology.9 (4), 731-743.
Gilbert, S,J .(1976). Self-disclosure, intimacy and communication. Journal of The
Family Cordinator. 25 (1), 221-231.
Goodwin, C,J. (2005). Research in psychology: methods and design. United States of
America : John Wiley & Sons, Inc.
Hapsari, N,F., Nurlatiefa., & Halimah, L.(2014). Deskriptif mengenai derajat
kesabaran ada istri yang menjalani commuter marriage dan bekerja di klinik
tabung bandung. Journal of social economi and humaniora.
Harlock, E, B. (1991). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Harlock, E, B. (1998). Psikologi perkembangan: suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Hojati, M .(2004). Efficacy of correction beliefs related to family functioning, based
on cognitive method to reduce marital conflict in men. Journal of Education
Science and psychology. 1 (2), 29-27.
Kerlinger, R,N. (1986). Foundations of behavioral research. New York: Holt,
Rinehart & Winston.
91
Larsen, R, J., & Buss, D,M. (2008). Personality psychology: domains of knowledge
about human nature (3th
.ed). New York : McGraw-Hill.
Lestari, S. (2012) .Psikologi keluarga: penanaman nilai dan penanganan konflict
dalam keluarga. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Montagomery, B, M .(1981). The form and function of quality communication in
marriage. Journal of family relations. 30 (1), 21-30
Myers, S., & Booth, A.(1999). Marital strains and marital quality : the role of high
and low locus of control. Journal of marriage and the family. 61 (1), 289-299.
Nazir, M. (1999). Metode penelitian. Cetakan Ketiga, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Papalia, D,E., Olds, S,W., & Feldman, R,D. (2009). Human development :
perkembangan manusia. (10th ed.). Jakarta: Salemba Humanioka.
Papalia, D, E., Olds, S,W., & Feldman, R,D. (2007). Human development (edisi ke-
10). New York: McGraw – Hill International Edition.
Papp, L, M., Cumming, E, M ., & Morey, M, G .(2009). For richer, for poorer:
money as a topic of marital conflict in the home. Journal of family relations.
58 (1), 91-103.
Purnamasari, D. (2008). Kesepian pada suami yang menjalani perkawinan jarak
jauh. Skripsi Universitas Gunadarma: Depok
Rakhmat, J.(2000). Psikologi komunikasi. edisi revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rhodes, A. (2002). Long-distance relationships in dual-career commuter couples: a
review of counseling issues. The Family Journal: Counseling and Therapy for
Couples and Families. 10 (1), 398-404.
Sadarjoen, S,S. (2005). Konflik marital: pemahaman konseptual, aktual dan alternatif
solusinya. Bandung: Refika Aditama.
Schultz, D,P., & Schultz, E,S. (2005). Theory of personality (8th
ed). United States of
America: Thomson Wadsworth.
Scoot, A, T. (2002). Communication characterizing successful long distance
marriages. Disertasi. Faculty of the Louisiana State University and
Agricultural and Mechanical College.
92
Stafford, L., & Reske J, R. (1990). Idealization and communication in long-distance
premarital relationships. Journal of family relations: 39 (3), 274-279.
Stinnett, W., & Kaye .(1984). Relationship in marriage and family. New York:
MacMillan.
Straus, M, A., Hamby, S. L., McCoy, S. B., & Sugarman, D. B.(1996). The revised
conflict tactics scales (CTS2): development and preliminary psychometric
data. Journal of Family Issues,17 (2), 283-316.
Walgito, B .(2002). Bimbingan dan konseling perkawinan. Jogyakarta: Andi Offset.
93
LAMPIRAN
top related