proposal ujian
Post on 10-Apr-2016
63 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia,
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dicapai melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan
(Kemenkes RI, 2011). Pembangunan kesehatan di Indonesia merupakan bagian
dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat
kesehatan yang optimal. Kesehatan masyarakat yang optimal dapat dicapai salah
satunya dengan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) (Wati, 2011).
PHBS adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan seseorang, keluarga,
kelompok atau masyarakat mampu menolong dirinya sendiri secara mandiri di
bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat
(Depkes RI, 2011). Masyarakat hidup di berbagai tatanan yang memiliki ciri khas
masing-masing, sehingga dengan demikian pembinaan PHBS harus disesuaikan
untuk masing-masing tatanan (Kemenkes RI, 2011).
1
Pedoman PHBS yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor : 2269/MENKES/PER/XI/2011 telah menyepakati
adanya lima tatanan PHBS, salah satunya adalah tatanan institusi pendidikan
diantaranya kampus, sekolah, pesantren, seminari, padepokan dan lain-lain
(Kemenkes, 2011). PHBS di sekolah merupakan kebiasaan atau perilaku positif
yang dilakukan oleh warga sekolah yang dengan kesadarannya untuk mencegah
penyakit, meningkatkan kesehatannya serta aktif dalam menjaga lingkungan sehat
sekolah. Salah satu perilaku PHBS disekolah adalah mencuci tangan dengan air
bersih yang mengalir dan menggunakan sabun (Dinkes DIY, 2013).
Cuci tangan adalah tindakan mencuci tangan dengan menggunakan sabun
biasa atau anti mikroba dan air (WHO, 2009). Cuci Tangan Pakai Sabun adalah
perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir
(Depkes, 2008). Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia
tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah 1) setelah buang
air besar 12%, 2) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, 3) sebelum
makan 14%, 4) sebelum memberi makan bayi 7%, dan 5) sebelum menyiapkan
makanan 6 %. Rendahnya angka perilaku cuci tangan tersebut berkontribusi
terhadap tingginya angka kejadian diare di Indonesia (Depkes, 2008).
Menurut Riskesdas tahun 2007 menemukan 34% kejadian ISPA dan 16%
kejadian diare terjadi pada anak usia 1-4 tahun, dengan period prevalen diare pada
Riskesdas 2007 (9,0%) dan lebih kecil pada Riskesdas 2013 (3,5%). Penurunan
period prevalen yang tinggi ini dimungkinkan karena waktu pengambilan sampel
2
yang tidak sama antara 2007 dan 2013. Insiden diare untuk seluruh kelompok
umur di Indonesia adalah 3,5% (Riskesdas, 2013).
Diare juga merupakan penyebab umum kematian pada anak yang berusia
kurang dari lima tahun, khususnya pada negara yang ber-penghasilan rendah dan
menengah, salah satu penyebab kasus diare tersebut adalah tangan yang
terkontaminasi (Nwadiaro et al., 2008). Berdasarkan hasil studi WHO tahun 2007,
kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses masyarakat terhadap
sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai sabun, dan 39%
perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga, sedangkan dengan
menggabungkan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare menurun
sebesar 94% (Depkes, 2008).
Hasil penelitian Nwadiaro et al (2008) didapatkan bahwa intervensi cuci
tangan mampu mengurangi kejadian diare pada anak di negara berpendapatan
tinggi sebanyak 39% dan sebanyak 32% mampu mengurangi kejadian diare pada
anak yang tinggal di negara berpendapatan menengah dan rendah. Depkes (2009)
menyebutkan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) merupakan perilaku sehat yang
telah terbukti secara ilmiah dapat mencegah penyebaran penyakit-penyakit
menular seperti diare, ISPA, flu burung, bahkan mencegah penularan virus H1N1.
Cuci tangan juga merupakan program yang dapat mengurangi adanya penyebaran
infeksi khususnya di tatanan sekolah (Bus, 2009).
Perilaku cuci tangan pakai sabun yang tidak benar masih sangat tinggi
ditemukan pada anak usia dibawah sepuluh tahun, sehingga dibutuhkan
peningkatan kesadaran dan pengetahuan anak akan pentingnya cuci tangan pakai
3
sabun (Depkes, 2009). Cuci tangan pakai sabun adalah perilaku PHBS yang
mudah dan tidak perlu biaya mahal. Penanaman PHBS sejak dini terhadap anak
sekolah dasar kelompok umur 6-12 tahun dengan membudayakan kebiasaan
mencuci tangan menggunakan sabun merupakan tindakan proaktif, untuk
memelihara dan mencegah risiko terjadinya penyakit dan melindungi dirinya dari
ancaman penyakit (Khairani, 2009).
Upaya untuk menanamkan PHBS cuci tangan menggunakan sabun dapat
dilaksanakan melalui penyelenggaraan promosi kesehatan. Promosi kesehatan
merangkum pengertian dari istilah Pendidikan Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan,
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Dalam konsepsi promosi kesehatan,
pendidikan kesehatan merupakan faktor yang sangat penting (Maulana, 2009).
Hasil penelitian Susilaningsih dan Hadiatama (2013) tentang pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap perilaku mencuci tangan siwa sekolah dasar
membuktikan bahwa pendidikan kesehatan cuci tangan dapat meningkatkan
pengetahuan dan perilaku anak mencuci tangan menggunakan sabun.
Anak usia sekolah merupakan sasaran promosi kesehatan yang efektif
karena telah dapat menyebarluaskan infomasi ke populasi yang lain, selain itu
anak usia sekolah merupakan populasi yang sangat peka untuk menerima
perubahan karena sedang berada pada taraf pertumbuhan dan perkembangan
(Kuhu , Prabandari, & Widyatama, 2011). Menurut Notoatmojo (2010) pada taraf
ini anak-anak mudah dibimbing, diarahkan, dan ditanamkan kebiasaan yang baik,
termasuk kebiasaan hidup sehat. Pendidikan kesehatan tentang mencuci tangan
menggunakan sabun pada anak sekolah dasar diharapkan dapat meningkatkan
4
pengetahuan anak sehingga anak usia sekolah dasar dapat menerapkan perilaku
cuci tangan menggunakan sabun, karena menurut Notoatmodjo (2012) perilaku
baru dapat diterima dan bertahan lama apabila proses penerimaan perilaku baru
tersebut didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan dapat diperoleh seseorang atau sasaran pendidikan
kesehatan dari proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai macam alat
bantu pendidikan atau media (Notoatmodjo, 2007). Media yang digunakan dalam
proses pemberian pendidikan kesehatan, akan mempengaruhi pemahaman
kelompok sasaran anak sekolah dasar. Terdapat bermacam-macam media
pendidikan kesehatan cuci tangan yang dapat digunakan. Beberapa media tersebut
adalah media manusia/ceramah/audio, media cetakan/visual, media audiovisual,
dan media komputer/interaktif/peraga (Setiyowati, 2011).
Media leaflet merupakan salah satu media cetak yang sering digunakan
dalam promosi kesehatan atau pendidikan kesehatan, namun penelitian Khairani
(2009) menyebutkan bahwa pendekatan promosi kesehatan melalui media leaflet
pada siswa tidak memberi pengaruh peningkatan pengetahuan, karena proses
belajar menggunakan leaflet tidak terarah, tidak sistematis, tidak rinci dan tidak
lengkap, anak hanya belajar sendiri dan memahami sendiri materi cuci tangan
dalam leaflet, sehingga materi cuci tangan yang diberikan kurang dipahami dan
diserap dengan baik oleh siswa.
Media lain yang dapat digunakan untuk memberikan promosi kesehatan
melalui pendidikan kesehatan adalah media audivisual, menurut Setiyowati
(2011) audiovisual dengan penyampaian dan tampilan persuasif menjadikan
5
media komunikasi sangat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan dan perilaku
hidup sehat. Media audiovisual ini mampu menstimulasi indera pendengaran dan
penglihatan saat proses penyampaian bahan pendidikan kesehatan. Pendidikan
kesehatan menggunakan media video mampu menyampaikan pesan yang
konsisten dan memberi kesempatan kepada penonton untuk menonton berulang
kali dan dapat meningkatkan pemahaman (Albert, Bauchsbaum, & Li, 2007).
Media video juga dapat menyampaikan informasi tertentu lebih baik
dibandingkan dengan media yang berbentuk tulisan, dan media video memiliki
efek motivasi dalam proses pembelajaran (Moreno, & Ortegano-Layne, 2008).
Hasil studi pendahuluan peneliti yang dilakukan tanggal 21 April 2014 di
Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta didapatkan informasi bahwa promosi
kesehatan yang telah dilakukan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tentang PHBS
khususnya cuci tangan untuk anak sekolah dasar (SD) saat ini masih
menggunakan media leaflet, sticker, dan buklet. Belum ada media audiovisual
(video) yang digunakan untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang cuci
tangan di kota Yogyakarta, padahal video merupakan alternatif media yang
menarik dan cocok sebagai media pembelajaran anak di kelas, kelompok kecil,
maupun secara individual (Putri, 2012). Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan melalui media
audiovisual (video) dibandingkan dengan leaflet dalam meningkatkan
pengetahuan cuci tangan pada anak SD di Kota Yogyakarta.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang diajukan dalam
penelitian ini adalah : Apakah terdapat perbedaan pengaruh pendidikan kesehatan
melalui media audiovisual (video) dibandingkan dengan leaflet dalam
meningkatkan pengetahuan cuci tangan pada anak SD di Kota Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan dengan media audiovisual
(video) dibandingkan dengan leaflet dalam meningkatkan pengetahuan
mencuci tangan pada anak SD di Kota Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui perbedaan pengetahuan tentang cuci tangan anak SD di Kota
Yogyakarta sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan cuci
tangan dengan media audiovisual (video).
b. Mengetahui perbedaan pengetahuan tentang cuci tangan anak SD di Kota
Yogyakarta sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan cuci
tangan dengan menggunakan leaflet.
7
D. Manfaat penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan DIY,
khususnya bidang Promosi Kesehatan tentang penggunaan media yang efektif
untuk pendidikan kesehatan mengenai cuci tangan sebagai upaya preventif
untuk penyakit diare dan ISPA.
2. Bagi Siswa dan Guru
Bagi siswa dan guru sekolah dasar penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang cuci tangan
menggunakan sabun sehingga dapat meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat.
3. Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sumber informasi bagi
peneliti lain dalam penyusunan penelitian-penelitian selanjutnya. Diharapkan
penelitian ini mampu dikembangkan lebih lanjut terkait perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) khususnya cuci tangan.
4. Bagi Peneliti
Bagi peneliti sendiri penelitian ini dapat memberikan pengalaman untuk
peneliti tentang penyusunan karya ilmiah dan memberikan pengalaman untuk
melakukan penelitian ilmiah.
8
5. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
sumber bacaan dan informasi tentang manfaat dan pentingnya cuci tangan
menggunakan sabun untuk mencegah penyakit infeksi seperti diare dan ISPA.
E. Keaslian Penelitian
1. Khairani (2009) tentang “Promosi Kesehatan Mencuci Tangan Menggunakan
Sabun melalui Metode Ceramah, Demonstrasi dan Latihan dibandingkan
dengan Media Leaflet pada Siswa Sekolah Dasar di Kota Jambi”. Jenis
penelitian ini adalah quasi-experimental dengan rancangan non-equivalent
control group design with pre-test and posttest. Responden penelitian adalah
siswa sekolah dasar di Kota Jambi yang ditentukan dengan teknik purposive.
Analisa data menggunakan uji paired t-test dan independent t-test. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa metode ceramah, demonstrasi dan latihan
lebih efektif dibandingkan metode media leaflet dalam promosi kesehatan
mencuci tangan menggunakan sabun. Persamaannya dengan penelitian ini
yaitu metode penelitian menggunakan quasi experimental dengan rancangan
pretest dan postest saat sebelum dan sesudah pemberian intervensi.
Persamaan lainnya pada intervensi kelompok pembanding sama-sama
menggunakan leaflet. Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu subjek
penelitian melibatkan siswa kelas 4 dan 5 SD, variabel penelitian yang diukur
hanya pengetahuan, media intervensi yang menggunakan media audiovisual
(video), dan tempat penelitian.
9
2. Penelitian Krawczyk (2012) “How to Inform: Comparing Written and Video
Education Interventions to Increase Human Papillomavirus Knowledge and
Vaccination Intentions in Young Adults”. Penelitian ini membandingkan
efektivitas intervensi pendidikan tentang Human Papilloma Virus (HPV)
menggunakan media tertulis(pamflet) dan media video untuk meningkatkan
pengetahuan tentang HPVdan keinginan untuk vaksinasi. Responden berasal
dari mahasiswa yang dibagi secara acak menjadi tiga kelompok, kelompok
intervensi tulis (pamflet), kelompok intervensi video dan kelompok kontrol.
Kelompok intervensi tulis (pamflet) dan video mendapatkan informasi
tentang insidensi, penularan, dan dampak dari HPV serta efficacy dan
keamanan vaksin HPV, sedangkan kelompok kontrol mendapat informasi
tentang gaya hidup sehat dan pencegahan kanker secara umum menggunakan
media pamflet. Hasil penelitian menunjukkan intervensi tulis dan intervensi
video signifikan meningkatkan pengetahuan tentang HPV dan keinginan
untuk vaksinasi dibandingkan kelompok kontrol, tetapi tidak ada perbedaan
keefektivan antara media tulis dan media video. Persamaannya dengan
penelitian ini yaitu media intervensi pendidikan mengunakan media video dan
media tulis (pamflet/leaflet). Persamaan lainnya adalah tujuan yang dicapai
yaitu peningkatan pengetahuan. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah
materi pendidikan yang diberikan yaitu tentang cuci tangan menggunakan
sabun, dan subjek penelitian ini adalah siswa SD kelas 4 dan 5, serta tempat
penelitian.
10
3. Setiyowati (2011) tentang “Efektifitas Media Audiovisual pada Pendidikan
Kesehatan Personal Hygiene terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SD
Negeri Pusmalang, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta”. Jenis
penelitian ini adalah pre-experimental dengan rancangan one group pretest-
postest . Responden penelitian adalah siswa sekolah dasar kelas 4 dan 5.
Analisa data menggunakan uji wilcoxon dikarenakan data tidak berdistribusi
normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh pendidikan
kesehatan tentang personal hygiene melalui media audiovisual terhadap
peningkatan pengetahuan dan sikap siswa SD Negeri Pusmalang, Wukirsari,
Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Persamaannya dengan penelitian ini yaitu
subjek penelitian siswa sd yang duduk di kelas 4 dan 5, serta media yang
digunakan untuk pendidikan kesehatan yaitu media audiovisual.
Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu jenis dan rancangan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experimental dengan rancangan
pretest dan postest sebelum dan sesudah pemberian intervensi dan variabel
penelitian yang diukur adalah pengetahuan tentang cuci tangan menggunakan
sabun.
4. Susilaningsih & Hadiatama (2013) dengan judul penelitian “Pengaruh
Pendidikan Kesehatan terhadap Perilaku Mencuci Tangan Siswa Sekolah
Dasar”. Penelitian ini menggunakan metode quasi eksperiment dengan
pretest-postest control group design. Subjek penelitian terdiri dari 32
responden yang dipilih menggunakan metode random sampling dan teknik
pengumpulan data menggunakan kuesioner dan observasi serta dianalisis
11
dengan uji paired t-test dan uji independent t-test. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
tingkat pengetahuan mencuci tangan pada siswa dan terdapat pengaruh
pendidikan kesehata terhadap perilaku mencuci tangan pada siswa SD.
Persamaannya dengan penelitian ini adalah jenis dan rancangan penelitian,
penggunaan pretest dan postest sebelum dan sesudah diberikan intervensi dan
tujuan yang diukur yaitu pengetahuan mencuci tangan pada siswa SD.
Perbedaannya dengan penelitian ini yaitu pada subjek penelitian dalam
penelitian ini hanya melibatkan siswa kelas 4 dan 5, tempat dilakukannya
penelitian, dan intervensi yang diberikan menggunakan media audiovisual
(video) dan leaflet.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Studi Pustaka
1. Pendidikan Kesehatan
a. Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan secara umum menurut Notoatmodjo (2007) adalah segala
upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu,
kelompok, atau masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan
pendidik, sedangkan pendidikan kesehatan adalah sebuah program atau upaya
yang ditujukan untuk peningkatan status kesehatan individu dan masyarakat,
serta proses yang menguntungkan dan secara sukarela mempengaruhi perilaku
kesehatan orang lain (Gilbert, 2011). Pendidikan kesehatan dalam hal ini juga
diartikan sebagai upaya untuk menciptakan perilaku masyarakat yang kondusif
untuk kesehatan, agar masyarakat menyadari dan mengetahui bagaimana
menjaga kesehatan, menghindari dan mencegah hal - hal yang merugikan
kesehatan, serta mengetahui dimana seharusnya mencari pengobatan apabila
mereka sakit (Notoatmodjo, 2012). Menurut WHO (2014) pendidikan
kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dapat meningkatkan
pengetahuan atau mempengaruhi perilaku untuk meningkatkan kesehatan
individu maupun masyarakat.
Pendidikan kesehatan juga merupakan proses yang mencakup dimensi
dan kegiatan-kegiatan intelektual, psikologi, dan sosial yang diperlukan untuk
13
meningkatkan kemampuan individu dalam mengambil keputusan secara sadar
dan juga mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga dan masyarakat. Proses
pendidikan kesehatan didasarkan pada prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang
memberi kemudahan untuk belajar dan perubahan perilaku bagi tenaga
kesehatan maupun bagi pemakai pelayanan, termasuk anak-anak dan remaja
(Maulana, 2009). Menurut Gilbert et al (2011) inti dari pendidikan kesehatan
adalah proses pendidikan kesehatan, yang terdiri dari informasi faktual,
penyampaian efektif, dan pengaruh motivasi.
b. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan adalah menanamkan pengetahuan, dengan
harapan agar pengetahuan tersebut dapat membentuk sikap yang pada akhirnya
akan mempengaruhi perilaku (Pickett, 2008). Tujuan dari pendidikan
kesehatan yaitu tercapainya perubahan sikap dan tingkah laku individu,
keluarga, kelompok khusus dan masyarakat dalam membina dan memelihara
perilaku hidup sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal. Tujuan spesifik pendidikan kesehatan adalah
perubahan pengetahuan, sikap, atau praktik dalam mendapatkan akses
informasi kesehatan, serta mempergunakan informasi untuk meningkatkan atau
mempertahankan kesehatannya (Nursalam & Efendi, 2008).
c. Sasaran Pendidikan Kesehatan
Sesuai program pembangunan Indonesia, sasaran pendidikan kesehatan
meliputi masyarakat umum yang berorientasi pada masyarakat pedesaan,
14
kelompok tertentu seperti wanita, pemuda, remaja, serta lembaga pendidikan,
dan individu dengan teknik pendidikan kesehatan individual (Maulana, 2009).
d. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003) cit Maulana (2009) ruang lingkup
pendidikan kesehatan didasarkan pada aspek kesehatan, tatanan atau tempat
pelaksanaan, dan tingkat pelayanan.
a) Berdasarkan Aspek Kesehatan
Aspek pertama adalah promotif dimana sasaran pendidikan kesehatan
adalah kelompok orang sehat (80-85% populasi), meskipun derajat
kesehatan cukup dinamis, dan dalam kondisi sehat, tetap perlu
ditingkatkan dan dibina kesehatannya.
Aspek kedua adalah pencegahan dan penyembuhan, dimana pada
aspek ini upaya pendidikan kesehatan mencakup tiga upaya yaitu 1)
Pencegahan tingkat pertama (primer) dengan sasaran pendidikan
kesehatan adalah kelompok resiko tinggi seperti, ibu hamil dan
menyusui, perokok, obesitas, dan pekerja seks. Tujuan upaya
pendidikan pada tingkat ini adalah untuk menghindarkan sasaran agar
tidak jatuh sakit atau terkena penyakit, 2) Pencegahan tingkat kedua
(sekunder), sasaran pendidikan tingkat kedua adalah penderita
penyakit kronis (penderita DM, asma, dan TBC), yang bertujuan
untuk memberi kemampuan penderita untuk mencegah keparahan
penyakitnya, 3) Pencegahan tingkat ketiga (tersier) dimana sasaran
pendidikan tingkat ini ialah kelompok pasien yang baru sembuh,
15
tujuannya untuk memungkinkan penderita segera pulih dan
meminimalkan kecacatan.
b) Berdasarkan tatanan atau tempat pelaksanaan
Berdasarkan tatanan atau tempat pelaksanaan pendidikan kesehatan,
ruang lingkup pendidikan kesehatan terdiri dari tatanan keluarga,
tatanan sekolah, tatanan tempat kerja, tatanan tempat umum, dan
fasilitas kesehatan.
c) Berdasarkan tingkat pelayanan
Ruang lingkup pendidikan kesehatan berdasarkan tingkat pelayanan
dilakukan dengan konsep five level prevention (lima tingkat
pencegahan) dari Leavell dan Clark yang meliputi health promotion
(peningkatan kesehatan), specific protection (perlindungan khusus),
early diagnosis and prompt treatment (diagnosis dini dan pengobatan
segera), disability limitation (pembatasan kecacatan), rehabilitation
(rehabilitasi).
e. Tahap-tahap Kegiatan Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dilakukan melalui beberapa tahap (Maulana, 2009)
yaitu :
a) Tahap sensitisasi
Tahap pemberian informasi untuk menumbuhkan kesadaran
masyarakat terhadap adanya hal-hal penting mengenai kesehatan.
Kegiatan pada tahap ini tidak bermaksud untuk meningkatkan
pengetahuan, tidak mengarah pada perubahan sikap, dan tidak atau
16
belum bermaksud mengubah perilaku kesehatan. Kegiatan tahap ini
sebatas pemberian informasi tertentu seperti kesadaran terhadap
pelayanan dan fasilitan kesehatan dalam bentuk poster, radio spot, dan
selebaran.
b) Tahap Publisitas
Merupakan kelanjutan tahap sensitisasi yang bertujuan menjelaskan
lebih lanjut mengenai macam pelayanan kesehatan apa saja yang
diberikan di fasilitas kesehatan misalnya puskesmas, posyandu, dan
polindes.
c) Tahap Edukasi
Tahap Edukasi bertujuan meningkatkan pengetahuan, mengubah
sikap, dan mengarahkan perilaku yang diinginkan kegiatan tersebut.
Tahap ini dilakukan dengan cara kegiatan belajar-mengajar.
d) Tahap Motivasi
Tahap terakhir yang berarti setelah mengikuti pendidikan kesehatan,
individu atau masyarakat mampu mengubah perilaku sehari-hari
seduai dengan perilaku yang dianjurkan oleh pendidik.
2. Media Pendidikan Kesehatan
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti
‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’. Media adalah komponen sumber
belajar yang mengandung materi instruksional di lingkungan siswa yang dapat
merangsang siswa untuk belajar (Arsyad, 2011). Menurut Maulana (2009)
17
media adalah alat yang digunakan pendidik dalam menyampaikan bahan
pendidikan atau pengajaran.
Media dapat diasosiasikan sebagai penarik perhatian yang membuat
peserta didik tetap terjaga dan memperhatikan. Kejelasan dan keruntutan
pesan, daya tarik gambar yang berubah-ubah, penggunaan efek khusus yang
dapat menimbulkan keingintahuan, menyebabkan peserta didik tertawa dan
berpikir (Arsyad, 2011). Hal tersebut menunjukan bahwa media memiliki
aspek motivasi dan meningkatkan minat, sesuai dengan salah satu syarat media
pembelajaran yang baik yaitu dapat meningkatkan motivasi peserta didiknya
(Simamora, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2007) seseorang atau masyarakat dalam proses
pendidikan dapat memperoleh pengalaman atau pengetahuan melalui berbagai
macam alat bantu pendidikan atau alat peraga. Media pendidikan kesehatan
disebut sebagai alat peraga karena berfungsi membantu dan memeragakan
sesuatu dalam proses pendidikan. Manfaat alat peraga dalam pendidikan
kesehatan salah satunya untuk memudahkan penerimaan informasi oleh sasaran
sehingga mendorong keinginan untuk mengetahui, mendalami dan mendapat
pengertian yang lebih baik (Maulana, 2009). Proses belajar mengajar dapat
berhasil dengan cara mengajak peserta didik memanfaatkan semua alat
inderanya, semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan
mengolah informasi semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti
dan dipertahankan dalam ingatan (Arsyad, 2011).
18
Alat peraga atau media secara umum dibagi menjadi tiga yaitu alat bantu
lihat (visual aids), alat bantu dengar (audio aids), dan alat bantu dengar dan
lihat (audiovisual aids). Pertama alat bantu lihat (visual aids), penggunaan alat
bantu lihat adalah untuk membantu menstimulasi indra penglihatan pada saat
proses pendidikan. Terdapat dua bentuk alat bantu lihat yaitu alat yang
diproyeksikan misalnya, slide, overhead projector / OHP, dan film strip dan
alat yang tidak diproyeksikan diantaranya, berbentuk dua dimensi seperti
gambar, peta, dan bagan, berbentuk tiga dimensi misalnya bola dunia dan
boneka, termasuk juga alat bantu cetak atau tulis, misalnya leaflet, poster,
lembar balik, dan buklet. Kedua alat bantu dengar (audio aids), adalah alat
bantu yang digunakan untuk menstimulasi indra pendengaran misalnya,
piringan hitam, radio, tape, dan CD. Ketiga alat bantu dengar dan lihat
(audiovisual aids) merupakan alat bantu yang dapat merangsang pendengaran
dan penglihatan seperti TV, film, dan video (Notoatmodjo, 2012).
Media audiovisual adalah media yang dapat didengar dan dilihat secara
bersamaan. Media ini mestimulasi dua indera sekaligus yaitu indera
penglihatan dan indera pendengaran (Wahyuning, 2003). Menurut penelitian
para ahli, pancaindra yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke otak
adalah mata, kurang lebih 75% sampai 87%, sedangakan 13% sampai 25%
pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui indra lainnya
(Maulana, 2009). Media audiovisual dapat mempengaruhi ketiga domain
pembelajaran dengan meningkatkan pengembangan kognitif, mempengaruhi
perubahan sikap, dan ikut membangun keterampilan motorik. Penggabungan
19
pendengaran dan penglihatan dengan media audiovisual mampu meningkatkan
retensi informasi (Bastable, 2002).
3. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Cuci tangan adalah tindakan mencuci tangan dengan menggunakan sabun
biasa atau anti mikroba dan air (WHO, 2009). Cuci Tangan Pakai Sabun adalah
perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir
(Depkes, 2008). Cuci tangan merupakan cara paling sederhana dan efektif
untuk mencegah infeksi (Abdella et al, 2014). Mencuci tangan dengan air dan
sabun lebih efektif menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari
permukaan kulit dan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme
penyebab penyakit (Rachmayanti, 2013). Mencuci tangan dengan sabun
berguna untuk mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera disentri,
typus, kecacingan, penyakit kulit, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), flu
burung atau severe acute respiratory syndrome (SARS) (Proverawati &
Rahmawati, 2012).
Menurut Curtis Danquah dan Aunger (2009) dalam Eshetu (2013)
beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi praktek cuci tangan meliputi
aspek sosial, aspek biologis, dan aspek fisik. Aspek sosial meliputi budaya
lokal, kepercayaan, tradisi, norma yang berasal dari struktur sosial seperti
keluarga, tetangga, organisasi sosial, tenaga kesehatan, dan media massa
dimana promosi cuci tangan melalui medi massa juga penting dilakukan.
Aspek fisik yang penting termasuk ketersediaan air, sabun, dan toilet.
Keberadaan ketiga faktor tersebut sangat penting untuk melakukan praktek
20
cuci tangan. Aspek lainya yaitu aspek biologis dimana ketiadaan waktu dan
energi untuk melakukan cuci tangan berpengaruh pada praktek cuci tangan.
Termasuk kesibukan yang biasanya membuat seseorang lupa cuci tangan.
Kepatuhan seseorang untuk melakukan cuci tangan dipengaruhi oleh
pengetahuan, seseorang dengan pengetahuan yang baik tentang cuci tangan 3,8
kali lebih patuh melakukan cuci tangan dibandingkan dengan orang yang
pengetahuan tentang cuci tangannya rendah (Abdella et al, 2014)
Terdapat beberapa syarat dalam pelaksanaan cuci tangan menggunakan
sabun. Persyaratan tersebut diantaranya, 1) mencuci kedua tangan, 2)
menggunakan sabun, 3) menggunakan air mengalir atau dituang, 4) Air berasal
dari sumber yang aman, 5) Tersedia sistem pembuangan air limbah (SPAL)
(Depkes, 2009). Air yang mengalir dari kran tidak menjadi sebuah keharusan,
tetapi yang terpenting adalah air tersebut mengalir baik dengan cara dituang
melalui botol, kaleng, ember tinggi, atau gayung. Penggunaan sabun dalam
cuci tangan menggunakan sabun sangat diperlukan karena mencuci tangan
dengan air saja tidak cukup, selain mempersingkat waktu cuci tangan, sabun
dapat menghilangkan kuman yang tidak nampak, minyak/lemak, kotoran di
permukaan kulit dan memberikan aroma wangi pada tangan (Kemenkes RI,
2010).
Waktu yang tepat untuk mencuci tangan diantaranya, setiap kali tangan
kita kotor (setelah memegang uang, binatang, berkebun, dll), setelah buang air
kecil dan buang air besar (BAB), setelah menceboki bayi atau anak, sebelum
memegang makanan, sebelum makan dan menyuapi anak, sebelum menyusi
21
bayi, setelah bersin, batuk, membuang ingus, setelah pulang dari bepergian,
dan sehabis bermain atau memberi makan hewan peliharaan (Proverawati dan
Rahmawati, 2012). Cuci tangan menggunakan sabun juga perlu dilakukan
sebelum melakukan kegiatan apapun yang memasukan jari-jari kedalam mulut
atau mata, setelah membuang sampah dan setelah mengobati luka (Dinkes
DIY, 2013).
Cara mencuci tangan yang tepat (Dinkes DIY, 2013) adalah sebagai
berikut, 1) Basahi tangan seluruhnya dengan air bersih mengalir dan diberi
sabun, 2) Gosokkan sabun ke telapak, punggung tangan dan sela-sela jari
tangan, 3) Bersihkan bagian bawah kuku-kuku, 4) Bilas tangan dengan air
bersih mengalir, 5) Keringkan tangan dengan handuk, tissu, atau keringkan
dengan udara/dianginkan.
Langkah cuci tangan menurut WHO (2006) meliputi 1) Basuh tangan
dengan air, 2) Tuangkan sabun secukupnya, 3) Ratakan dengan kedua tangan,
4) Gosok Punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya, 5) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari, 6) Jari-jari sisi
dalam dari kedua tangan saling mengunci, 7) Gosok ibu jari kiri berputar dalam
genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya, 8) Gosok dengan memutar
ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya, 9) Bilas
kedua tang dengan air, 10) Keringkan dengan tissue sekali pakai sampai benar-
benar kering, 11) Gunakan tissue untuk menutup keran.
22
4. Pengetahuan
a. Definisi Pengetahuan
Menurut WHO (2000), pengetahuan merupakan hasil yang berasal dari
proses penginderaan masnusia terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan
seseorang biasanya diperoleh melalui pengalaman dari berbagai macam
sumber. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Pengetahuan (ranah kognitif) merupakan domain yang sangat
penting dalam pembentukan tindakan seseorang (overt behaviour)
(Notoatmodjo, 2012).
b. Tingkatan Pengetahuan
Tingkatan pengetahuan dalam domain kognitif menurut teori Bloom
(1908) mencakup enam tingkatan (Notoatmodjo, 2012) :
a) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima termasuk
dalam pengetahuan tingkat ini. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Beberapa kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang sudah dipelajari antara lain dengan
23
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya.
b) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagaianya terhadap objek yang dipelajari.
c) Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada suatu kondisi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi
disini diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,
prinsip, dan sebagainya dalam konsteks dan situasi lain.
d) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi
dan masih berkaitan satu sama lain. Kemampuan analisis dilihat dari
penggunaan kata kerja seperti menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.
e) Sintesis (synthesis)
Sintesis mengarah kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
24
baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun
formula baru, dari formula yang sudah ada.
f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi disini berkaitan dnegan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang
sudah ada.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Setyowati (2011) faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah sebagai berikut :
a) Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia seseorang maka semakin berkembang pula daya pikirnya
sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik.
b) Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah serta berlangsung seumur
hidup, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin mudah
orang tersebut untuk menerima informasi dari orang lain maupun media
massa, dan semakin banyak informasi yang masuk maka semakin banyak
pula pengetahuan yang diperoleh. Pengetahuan erat kaitannya dengan
pendidikan, seseorang diharapkan akan semakin banyak pengetahuannya
apabila pendidikannya juga semakin tinggi. Perlu ditekankan bahwa
25
seseorang yang berpendidikan rendah tidak mutlak berpengetahuan
rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak selalu diperoleh melalui
pendidikan formal tetapi, juga dapat diperoleh dari pendidikan non
formal.
c) Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari,
semakin cocok jenis pekerjaan yang diemban seseorang maka semakin
tinggi pula tingkat pengetahuan yang diperoleh.
d) Media massa atau informasi
Informasi yang diperoleh dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Kemajuan
teknologi dan tersedianya bermacam-macam media massa dapat
mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang hal baru. Beberapa
bentuk media masa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-
lain memberikan pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan
kepercayaan seseorang. Selain tugas pokok media sebagai penyampai
informasi, media juga membawa pesan-pesan sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan
terhadap hal tersebut.
26
e) Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan ialah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh saat memecahkan masalah di masa lalu.
Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan
pengetahuan dan keterampilan profesional. Pengalaman belajar saat
bekerja akan mengembangankan kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik
yang bertolak belakang dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.
Pengetahuan merupakan salah satu dasar dari penerimaan perilaku baru
atau proses adopsi perilaku. Adopsi perilaku baru yang didasari pengetahuan
akan menjadikan perilaku tersebut bertahan lebih lama dibandingkan perilaku
baru yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi
yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2012).
5. Anak Sekolah Dasar
Periode usia sekolah anak usia 6 sampai 12 tahun adalah periode yang
ditandai dengan masuknya anak ke lingkungan sekolah sebagai salah satu
upaya anak mendapatkan pendidikan dan membina hubungan dengan orang
lain selain keluarga (Wong, 2008). Menurut Yusuf (2012), memasuki usia
sekolah dasar adalah masa intelektual atau masa keserasian sekolah, pada masa
27
ini secara relatif anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan
sesudahnya. Masa ini diperinci menjadi dua fase, yaitu :
1. Masa kelas-kelas rendah sekolah dasar(6-9 tahun). Beberapa sifat anak pada
usia ini diantaranya, adanya hubungan positif yang tinggi antara keadaan
jasmani dengan prestasi (apabila jasmani sehat, banyak prestasi yang
diperoleh), tunduk terhadap peraturan-peraturan permainan tradisional(yang
sudah ada), cenderung memuji diri sendiri (menyebut nama sendiri) dan
suka membandingkan dirinya dengan anak yang lain. Anak masa usia ini
apabila tidak dapat menyelesaikan suatu soal, maka soal tersebut dianggap
tidak penting, dan pada usia 6-8 tahun anak menghendaki nilai (angka
rapor) yang baik, tanpa memperhatikan apakah prestasinya memang pantas
diberi nilai baik atau tidak.
2. Masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar (10-13 tahun). Beberapa sifat yang
dimiliki oleh anak pada masa ini adalah adanya minat terhadap kehidupan
praktis sehari-hari yang nyata, amat realistik, ingin mengetahui, ingin
belajar, dan menjelang akhir masa ini telah ada minat kepada hal-hal dan
mata pelajaran khusus yang oleh para ahli mengikuti teori faktor ditafsirkan
sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor (bakat-bakat khusus). Kira-kira
hingga anak berumur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa
untuk menyelesaikan tugas dan memenuhi keinginannya. Selepas umur ini
anak pada umumnya menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas dan
berusaha menyelesaikannya. Anak masa kelas tinggi juga memandang nilai
(angka rapor) sebagai ukuran yang tepat (sebaik-baiknya) mengenai prestasi
28
sekolah serta anak usia ini gemar membentuk kelompok sebaya untuk
bermain bersama dan permainannya sudah tidak terikat peraturan permainan
yang tradisional (yang sudah ada), melainkan mereka membuat peraturan
sendiri
Masa usia sekolah dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi
rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut
kemampuan intelektual atau kognitif (membaca, menulis, dan menghitung).
Daya pikir anak sebelum masa ini atau masa prasekolah masih bersifat
imajinatif sedangkan anak usia sekolah dasar daya pikirnya sudah berkembang
kearah berpikir konkret dan rasional. Piaget menamai masa ini sebagai masa
operasional konkret. Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau
kecakapan baru, yaitu mengklasifikasikan, menyusun, menghubungkan atau
menghitung angka. Selain itu anak pada masa ini sudah memiliki kemampuan
untuk memecahkan masalah yang sederhana (Yusuf, 2012).
Anak sekolah dasar termasuk populasi yang sangat peka dalam menerima
informasi terutama informasi tentang pengertian dan kebiasaan hidup sehat,
selain itu anak dalam usia ini masih dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan sehingga masih mudah dibina dan dibimbing dalam
menanamkan kebiasaan hidup sehat sehari-hari (Luthviatin et al., 2011).
Sekolah adalah tempat pembelajaran yang berperan aktif mengembangkan
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor bagi siswa sekolah dasar dalam
proses pembelajaran. Promosi kesehatan sangat strategis diberikan dalam
proses pembelajaran melalui pendidikan kesehatan untuk mengembangkan
29
Peningkatan Pengetahuan tentang
cuci tangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan :UmurPendidikanPekerjaanMedia Massa atau InformasiPengalaman
Informasi tentang cuci tangan melalui pendidikan kesehatan dengan media :Media Visual (leaflet)Media AudioMedia Audiovisual
kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor, sehingga mampu menerapkan
kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun dalam kehidupan sehari-hari
(Khairani, 2009).
B. Kerangka Teori Penelitian
Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian
30
Pendidikan kesehatan Media audiovisual (video) Leaflet
Pengetahuan tentang cuci tangan sebelum diberi pendidikan kesehtanPengetahuan tentang cuci tangan setelah diberi pendidikan kesehatan
C. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
D. Hipotesis
1. Hipotesa nol
H01 : Tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan mencuci tangan
menggunakan sabun pada kelompok pendidikan kesehatan dengan
media Audiovisual, dibandingkan dengan kelompok pendidikan
kesehatan dengan media Leaflet pada anak SD
2. Hipotesa Alternatif
Ha1 : Ada perbedaan tingkat pengetahuan mencuci tangan menggunakan
sabun pada kelompok pendidikan kesehatan dengan media
Audiovisual, dibandingkan dengan kelompok pendidikan kesehatan
dengan media Leaflet pada anak SD
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi-eksperimental
menggunakan rancangan non equivalent control group with pretest and
posttest. Rancangan ini sangat baik digunakan untuk mengevaluasi
program pendidikan kesehatan, selain itu rancangan ini juga baik untuk
membandingkan hasil intervensi suatu program pendidikan kesehatan
(Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini membagi kelompok eksperimen
sebagai kelompok intervensi dan kolompok kontrol sebagai kelompok
pembanding. Kelompok intervensi adalah kelompok yang diberikan
pendidikan kesehatan menggunakan media video dan kelompok
pembanding adalah kelompok yang diberikan pendidikan kesehatan
menggunakan leaflet. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh
pendidikan kesehatan cuci tangan melalui media video dibandingkan
dengan media leaflet. Peneliti melihat pengaruh kedua media tersebut
terhadap pengetahuan cuci tangan anak SD. Rancangan penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut :
Kelompok video : O1 X1 O2
Kelompok leaflet : O3 X2 O4
32
Keterangan :
O1 dan O3 : Prestest yang dilakukan di hari pertama pada kelompok video
maupun kelompok leaflet untuk mengetahui pengetahuan cuci
tangan anak SD sebelum diberikan intervensi
X1 : Pemberian pendidikan kesehatan dengan media video pada
anak SD tentang cuci tangan menggunakan sabun.
X2 : Pemberian pendidikan kesehatan dengan media leaflet pada
anak SD tentang cuci tangan menggunakan sabun
O3 dan O4 : Posttest yang dilakukan setelah pemberian intervensi pada
kedua kelompok, baik kelompok video maupun kelompok
leaflet untuk mengetahui perubahan pengetahuan cuci tangan
menggunakan sabun anak SD
B. Waktu dan Tempat Peneliatian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014 di SD
Negeri Tegalrejo II dan SD Negeri Karangrejo Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa
Yogyakarta.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar di Kota
Yogyakarta. Pemilihan SD dipilih menggunakan random sampling bertingkat,
33
dimana setiap tingkatan diambil secara acak (Widodo, 2009). Penggunaan random
sampling bertingkat pada penelitian ini dilakukan karena, pengambilan sampel
dengan cara ini sering digunakan dalam penelitian yang hanya mengambil sampel
dengan jumlah yang tidak banyak pada populasi yang besar (Budiarto, 2004).
Prosedur pengambilan sampel dengan cara ini dilakukan melalui beberapa tahap,
sehingga memungkinkan untuk dilaksanakan pada populasi yang terdiri dari
bermacam-macam tingkat wilayah (Notoatmodjo, 2012).
Sampel penelitian adalah anak SD yang berasal dari dua SD terpilih
yaitu SDN Tegalrejo II dan SDN Karangrejo dengan kriteria inklusi sebagai
berikut:
1. Tercatat sebagai siswa SD kelas 4 dan 5
Anak kelas 4 dan 5 masuk kedalam fase masa tinggi sekolah dasar (10-
13 tahun) yang memiliki sifat ingin mengetahui dan ingin belajar, serta telah
memiliki minat terhadap hal-hal khusus (Yusuf, 2012). Menurut Khairani (2009)
anak kelas ini juga lebih komunikatif dalam berinteraksi dibandingkan dengan
anak kelas dibawahnya.
2. Dalam kondisi bisa membaca dan menulis
3. Bersedia menjadi responden penelitian
Krieria ekslusi siswa sebagai berikut :
1. Anak yang tidak hadir saat dilakukan pendidikan kesehatan tentang
mencuci tangan.
D. Variabel Penelitian
34
Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel
terikat. Variabel bebas yang akan diteliti yaitu pendidikan kesehatan
kepada anak sekolah dasar menggunakan media audiovisual dan media
leaflet tentang mencuci tangan menggunakan sabun. Variabel terikatnya
adalah pengetahuan anak sekolah dasar tentang mencuci tangan
menggunakan sabun.
E. Definisi Operasional
Definisi Operasional dalam penelitian ini :
1. Pendidikan kesehatan cuci tangan dengan media audiovisual (video) adalah
cara penyampaian materi cuci tangan menggunakan sabun dengan media
video yang dapat dilihat dan didengar suaranya kemudian subjek penelitian
mempraktikkan cara mencuci tangan bersama-sama untuk meningkatkan
pengetahuan. Informasi tentang cuci tangan yang diberikan berupa manfaat,
waktu yang tepat untuk mencuci tangan, dampak yang ditimbulkan bila tidak
mencuci tangan dan langkah-langkah mencuci tangan.
2. Pendidikan kesehatan cuci tangan menggunakan sabun dengan media leaflet
adalah cara penyampaian materi cuci tangan menggunakan sabun dengan
media leaflet dalam bentuk gambar dan tulisan yang dibagikan kepada subjek
penelitian untuk meningkatkan pengetahuan anak tentang cuci tangan.
Informasi tentang cuci tangan yang diberikan berupa manfaat, waktu yang
35
tepat untuk mencuci tangan, dampak yang ditimbulkan bila tidak mencuci
tangan dan langkah-langkah mencuci tangan.
3. Pengetahuan anak tentang cuci tangan menggunakan sabun adalah
pemahaman anak tentang segala hal yang anak ketahui tentang cuci tangan
yang dilihat dari kemampuan anak menjawab pertanyaan dalam kuesioner
yang berkaitan dengan cuci tangan mencakup manfaat, waktu yang tepat
untuk cuci tangan, dampak yang ditimbulkan bila tidak mencuci tangan dan
cara mencuci tangan pakai sabun yang benar. Pengukuran dilakukan sebelum
dan sesudah intervensi pendidikan kesehatan. Jenis pertanyaan yang diberikan
bersifat favorable, bila jawaban benar diberi nilai 1, bila jawaban salah diberi
nilai 0, sedangkan untuk pertanyaan unfavorable, bila jawaban benar diberi
nilai 0 dan bila jawaban salah diberi nilai 1. Selanjutnya jawaban yang benar
dijumlahkan untuk memperoleh nilai total setiap subjek penelitian. Skala
pengukuran yang digunakan adalah rasio.
4. Anak sekolah dasar (SD) adalah siswa sekolah dasar kelas IV dan V di Kota
Yogyakarta yang terpilih menjadi sampel penelitian dan diberikan pendidikan
kesehatan tentang mencuci tangan menggunakan media audiovisual (video)
dan leaflet.
F. Instrumen Penelitian
1. Alat intervensi audiovisual
Intervensi audiovisual adalah intervensi pendidikan kesehatan mencuci
tangan yang diberikan kepada anak usia sekolah dasar untuk meningkatkan
36
pengetahuan mencuci tangan. Media audiovisual yang diberikan berupa video
animasi dengan jalan cerita berisi materi tentang cuci tangan. Materi video
cuci tangan disusun berdasarkan materi PHBS cuci tangan Dinas Kesehatan
DIY meliputi manfaat, waktu yang tepat untuk mencuci tangan, dampak yang
ditimbulkan bila tidak mencuci tangan dan langkah-langkah mencuci tangan.
Ide cerita berasal dari peneliti sedangkan pembuatan video animasi dibuat
oleh mahasiswa ISI Yogyakarta. File video diputar melalui laptop dan
ditampilkan melalui proyektor.
2. Alat intervensi leaflet
Intervensi Leaflet adalah pendidikan kesehatan mencuci tangan yang
diberikan kepada anak usia sekolah dasar untuk meningkatkan pengetahuan
mencuci tangan berupa gambar dan tulisan. Materi leaflet dalam penelitian
ini disusun berdasarkan materi PHBS cuci tangan dari Dinas Kesehatan DIY
yang berisi tentang manfaat, waktu yang tepat untuk mencuci tangan, dampak
yang ditimbulkan bila tidak mencuci tangan dan langkah-langkah mencuci
tangan.
3. Pengukuran Pengetahuan
Alat ukur pengetahuan anak sekolah dasar tentang cuci tangan menggunakan
sabun dilakukan dengan kuesioner yang diadaptasi dan dimodifikasi dari
penelitian Susilaningsih dan Hadiatama (2013), bentuknya berupa pertanyaan
tertutup terdiri dari 15 pertanyaan dengan alternatif jawaban benar (B) atau
37
salah (S). Modifikasi yang dilakukan berupa perubahan kalimat pertanyaan
untuk memudahkan pemahaman anak SD terhadap item pertanyaan dalam
kuesioner. Item pertanyaan yang diubah adalah item nomor
1,2,4,7,10,11,12,13,14. Jenis pertanyaan bersifat favourable, bila jawaban
benar diberi nilai 1, bila jawaban salah diberi nilai 0, sedangkan untuk
pertanyaan unfavourable, bila jawaban benar diberi nilai 0 dan bila jawaban
salah diberi nilai 1. Penilaian jawaban diukur berdasarkan jumlah benar dan
salah menggunakan skala Guttman.
Tabel 1. Distribusi Pertanyaan Pengetahuan Mencuci Tangan Menggunakan
Sabun
No Item Pernyataan JumlahFavourable Unfavourable
No.pernyataan No.pernyataan1 Pengetahua
n mengenai- manfaat
mencuci tangan menggunakan sabun
4,10,15 3
2 Waktu mencuci tangan menggunakan sabun
11,12,13 8,14 5
3 Teknik mencuci tangan menggunakan sabun yang benar
2,1,7 3,5,6,9 7
Jumlah 15
Penentuan skor pengetahuan tentang mencuci tangan:
38
a. Pengetahuan baik jika 76 – 100 % atau skor 11,4 –15
b. Pengetahuan cukup jika 56 – 75 % atau skor 8,4 – 11,3
c. Pengetahuan kurang jika ≤ 55 % atau skor ≤ 8,3 (Arikunto, 2006)
G. Validitas dan Reliabilitas
Validitas merupakan ukuran yang menunjukan keakuratan (kesahihan)
alat ukur dalam mengukur hal yang seharusnya diukur. Uji validitas kuesioner
penelitian digunakan untuk menguji suatu kuesioner penelitian. Validitas tersebut
menunjuk pada butir pertanyaan instrumen sebagai alat ukur, dimana dalam hal
ini yang diukur adalah tingkat pengetahuan cuci tangan menggunakan sabun.
(Widodo, 2009). Uji validitas dilakukan dengan analisis Korelasi Pearson product
moment (Arikunto, 2013)
Analisis item pertanyaan kuesioner ini dilakukan untuk melihat
koefisien korelasi masing-masing pertanyaan dengan skor totalnya. Item
pertanyaan dinyatakan valid jika mempunyai korelasi yang signifikan
dengan skor totalnya, sedangkan pertanyan tidak valid (gugur) jika
korelasi dengan skor totalnya tidak signifikan (Widodo, 2009). Butir
pertanyaan dianggap valid apabila koefisien korelasi >0,30 (Sugiyono,
2012).
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukan kepercayaan
suatu alat ukur dan hasil pengukuran konsisten (tetap) bila dilakukan
pengukuran berulang(Saryono & Anggraeni, 2013). Instrumen yang
reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk
39
melakukan pengukuran objek yang sama akan menghasilkan data yang
sama. Pengujian reliabilitas instrumen pengukuran pengetahuan tentang
cuci tangan akan dilakukan dengan rumus alpha cronbach (Arikunto,
2013).
Rumus Alpha adalah sebagai berikut (Arikunto, 2013) :
Keterangan :r11 = reliabilitas instrumen
k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
b2 = jumlah varians butir
2t = varians total
Uji validitas dan reliabilitas instrumen akan dilakukan pada siswa
SD yang memiliki karakteristik yang sama dengan responden penelitian.
Siswa SD ini akan diambil dari SD Muhammadiyah Karangwaru, yang
termasuk dalam satu wilayah kerja puskesmas Tegalrejo. Jumlah subjek
uji coba instrumen sejumlah 30 siswa SD (Sugiyono, 2012).
H. Rencana Jalannya Penelitian
Peneliti secara umum membagi jalan penelitian ini menjadi tiga tahap
yaitu:
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan penelitian ini meliputi :
40
a. Pengajuan judul penelitian, penelusuran literatur, studi pendahuluan,
dan penyusunan proposal penelitian.
b. Pembuatan alat intervensi berupa video dan leaflet. Penentuan subjek
penelitian dilakukan dengan multi-stage sampling. Tahapan pertama
adalah memilih secara acak satu puskesmas dari delapan belas
puskesmas di Kota Yogyakarta dan telah terpilih yaitu puskesmas
Tegalrejo. Tahapan kedua memilih secara acak dua sekolah dasar di
wilayah puskesmas yang terpilih di tahap pertama dengan kriteria
inklusi sekolah yaitu sekolah tersedia sarana untuk mencuci tangan
minimal air mengalir, dan sabun. Hasil studi pendahuluan peneliti
tanggal 7 Juli 2014 di puskesmas Tegalrejo ditemukan bahwa semua
SD di wilayah kerja puskesmas Tegalrejo telah memiliki fasilitas cuci
tangan berupa kran air bersih dan sabun. Kedua sekolah yang terpilih
dari 15 sekolah di wilayah kerja puskesmas Tegalrejo adalah SDN
Tegalrejo II dan SDN Karangrejo. SDN Tegalrejo menjadi kelompok
intervensi video dan SDN Karangrejo menjadi kelompok intervensi
leaflet.
Sampel yang dipilih adalah semua anak dari kedua SD tersebut yang
telah lulus kriteria inklusi dan eksklusi.
c. Proposal yang telah lengkap dan disetujui oleh kedua pembimbing
diujikan dalam seminar proposal.
d. Setelah pengujian proposal penelitian, peneliti membuat ethical
clearance sebagai syarat dilakukan penelitian kepada Komisi Etik FK
41
UGM
e. Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian.
f. Proses perizinan SD yang akan dijadikan tempat penelitian
2. Tahap Pelaksanaan
a. Tahap pelaksanaan prettest dan pemberian intervensi pendidikan
kesehatan
Pengambilan data prestest dilakukan terhadap dua kelompok subjek
penelitian di hari pertama dilanjutkan pemberian intervensi pendidikan
kesehatan. Intervensi pendidikan kesehatan diberikan dengan media
audiovisual (video) pada kelompok intervensi video (IV) dan media
leaflet pada kelompok intervensi leaflet (IL).
b. Tahap pelaksanaan posttest
Pelaksanaan posttest dilakukan pada masing-masing kelompok setelah
intervensi dilakukan untuk mengukur perubahan pengetahuan subjek
terhadap intervensi yang diberikan.
3. Tahap pengolahan data dan penyusunan laporan
a. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, yaitu
beberapa pertanyaan tertutup yang diisi oleh responden. Pengumpulan
data ini dilakukan sebelum dan sesudah diberikannya intervensi
pendidikan kesehatan cuci tangan pada kelompok intervensi video
maupun kelompok intervensi leaflet.
b. Hasil dari pengumpulan data pretest dan posttest perlakuan variabel
pengetahuan, skor kemudian dijumlahkan yang merupakan hasil
42
pengukuran nilai peningkatan pengetahuan, selanjutnya dianalisis
dengan uji statistik
c. Tahap terakhir yaitu penulisan laporan akhir, presentasi hasil penelitian
dan perbaikan laporan akhir.
I. Analisis Data
Data yang terkumpul dari hasil pengumpulan data selanjutnya dianalisis
melalui beberapa langkah sebagai berikut (Arikunto,2013):
1. Persiapan
Kegiatan dalam langkah persiapan meliputi pengecekan nama dan
kelengkapan identitas pengisi, mengecek kelengkapan data termasuk
kelengkapan lembar instrumen, dan mengecek macam isian data yang diisi
oleh responden
2. Tabulasi
Beberapa kegiatan dalam langkah tabulasi diantaranya, memberikan skor
terhadap item-item yang perlu diberi skor (item skor pertanyaan kuesioner),
memberikan kode terhadap item yang tidak diberi skor seperti jenis kelamin,
dan tingkat pendidikan, menyesuaikan jenis data dengan teknik analisis
yang akan digunakan, dan memberikan kode (coding).
Data karakteristik responden yang diperoleh dari hasil pengumpulan data
dianalisis secara univariat, sedangkan pengaruh antara variabel bebas dan terikat
dianalisis dengan analisis bivariat. Analisis bivariat yang dipilih untuk
menganalisis data didasarkan hasil uji normalitas dengan uji Shapiro-Wilk.
Apabila data berdistribusi normal analisis bivariat yang digunakan untuk melihat
43
perbedaan pengetahuan cuci tangan anak sebelum dan sesudah (pretest-posttest)
pada masing-masing kelompok intervensi video dan kelmopok intervensi leaflet
maka uji yang digunakan dengan skala data rasio adalah uji t berpasangan,
sedangkan untuk membandingkan pengaruh pendidikan kesehatan cuci tangan
melalui media audiovisual dan leaflet menggunakan uji t tidak berpasangan.
Apabila data tidak berdistribusi normal untuk melihat perbedaan pengetahuan cuci
tangan anak sebelum dan sesudah (pretest-posttest) pada masing-masing
kelompok intervensi video dan intervensi leaflet maka uji yang digunakan dengan
skala data rasio adalah uji wilcoxon, sedangkan untuk membandingkan pengaruh
pendidikan kesehatan cuci tangan melalui media audiovisual dan leaflet
menggunakan uji mann whitney ( Dahlan, 2010 ; Sugiyono, 2010).
44
DAFTAR PUSTAKA
Abdella, N.M., Tefera, M. A., Eredie, A.E., Landers, T.F., Malefia, Y.D., Alene,
K.A. (2014). Hand hygiene compliance and associated factors among
health care providers in Gondar University Hospital, Gondar, North West
Ethiopia. BMC Public Health.
Albert, N.M., Bauchsbaum, R., Li, J. (2007). Randomized Study of the Effect of
Video Education on Heart Failure Healthcare Utilization, Symptoms, and
Self-care Behaviors. Patient Education and Counseling. 69. p. 129-139.
Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Arsyad , A. (2011). Media Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers.
Bastable, S.B. (2002). Perawat sebagai pendidik : prinsip-prinsip pengajaran dan
pembelajaran. Jakarta : EGC.
Budiarto, E. 2004. Metodologi Penelitian Kedoktera. Jakarta : EGC
Dahlan, M. S. (2010). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Deskriptif,
Bivariat, dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi dengan Menggunakan SPSS.
Jakarta: Salemba Medika.
Depkes RI. (2011). Pusat Promosi Kesehatan Pedoman Pembinaan dan Pelatihan
Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah tangga melalui Tim
Penggerak PKK. Jakarta. Available from :
http://www.promkes.depkes.go.id. Diakses tanggal 11 Juni 2014.
Depkes RI. (2008). Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta.
Available at : www.depkes.go.id/downloads/pedoman_stbm.pdf. Diakses
tanggal 4 Maret 2014.
Depkes RI. (2009). Buku Panduan Penyelenggaraan Hari Cuci Tangan Pakai
Sabun Sedunia Kedua. Jakarta.
45
Dinkes DIY. (2013). Profil Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta 2012.
Yogyakarta : Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dinkes DIY. Seksi Promosi Kesehatan dan Kemitraan. (2013). Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat di Sekolah. Yogyakarta: Dinas Kesehatan Daerah
Istimewa Yogyakarta.
Ejemot-Nwadiaro, R.I, Ehiri, J.E., Meremikwu, M.M., Critchley, J.A. (2008)
Hand Wahing for Preventing Diarrhoea. Cochrane Database of Systematic
Reviews. DOI: 10.1002/14651858.CD004265.
Eshetu, G. (2013). Involving Children For Hand Washing Behaviour Change:
Repeated message Delivery to Foster Action. Hamburg : Anchor Academic
Publishing.
Gilbert, G.G., Sawyer, R.G., Mc Neil, E.B. (2011). Health Education : Creating
Strategies for School and Community Health. Sudbury: Jones And Bartlett
Publisher.
Kementerian Kesehatan RI. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
(2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. (2011) Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor : 2269/MENKES/PER/XI/2011
Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Jakarta :
Kementerian Kesehatan RI. Available from :
www.promkes.depkes.go.id/bahan/pedoman-umum-PHBS.pdf. Diakses
tanggal 4 Maret 2014.
Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. (2013). Profil Kesehatan
Indonesia 2012. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. Available from :
http://www. depkes.go.id. Diakses tanggal 14 Juni 2014.
Kementrian Kesehatan RI. (2010). Buku Panduan Hari Cuci Tangan Pakai Sabun
Sedunia. Jakarta.
46
Khairani, W. (2009) Promosi Kesehatan Mencuci Tangan Menggunakan Sabun
Melalui Metode Ceramah, Demonatrasi dan Leaflet pada Siswa Sekolah
Dasar di Kota Jambi. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Krawczyk, A., Lau, E., Perez, S., Delisle, V., Amsel, R., Rosberger, Z. (2012)
How to Inform : Comparing Written and Video Education Interventions to
Increase Human Papillomavirus Knowledge and Vaccination Intentions in
Young Adults. Journal of American College Health. 6(4) : 316-322.
Kuhu, M., Prabandari, Y., & Widyatama, R. (2011). Pengaruh Penggunaan Kartu
Kuartet Bergambar Sebagai Media Promosi Kesehatan di Sekolah terhadap
Peningkatan Pengetahuan Bahaya Merokok Pada Siswa SD Negeri
Karangmangu Kabupaten Banyumas. Skripsi. Yogyakarta : Universitas
Gadjah Mada.
Luthviatin, N., Rokhmah, D., Andrianto, S. (2011) Determinan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat pada Siswa Sekolah Dasar. Seminar Nasional Jampersal
Jember.
Maulana, H.D.J. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC.
Moreno, R. & Ortegano-Layne, L. (2008). Do classroom exemplars promote the
application of principles in teacher education? A comparison of videos,
animations, and narratives. Education Tech Research Dev: Springer. 56. p.
449-465.
Nandrup-Bus, I. (2009). Mandatory Handwashing in Elementary School Reduces
Absenteeism Due to Infectious Illness Among Pupils : A Pilot Intervention
Study. American Journal of Infection Control. 37(10). p. 820-826.
Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta : Rineka
Cipta.
47
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta :
Rineka Cipta.
Nursalam. & Ferry, E. (2008). Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Pickett, G. (2008). Kesehatan Masyarakat : administrasi dan praktik. Jakarta :
EGC.
Proverawati, A., & Rahmawati, E. (2012). Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS).
Yogyakarta : Nuha Medika.
Rachmayanti, R. D. (2013). Penggunaan Media Panggung Boneka Dalam
Pendidikan Personal Hygiene Cuci Tangan Menggunakan Sabun Di Air
Mengalir. Jurnal Promosi Kesehatan , 1, 1-9.
Saryono. & Anggraeni, M. D. (2013). Metodologi Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Setiyowati, L. (2011). Efektifitas Media Audiovisual pada Pendidikan Kesehatan
Personal Hygiene terhadap Pengetahuan dan Sikap Siswa SD Negeri
Pusmalang, Wukirsari, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta. Skripsi.
Yogyakarta : UGM.
Simamora, R.H. (2009). Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta :
EGC
Sugiyono. (2010). Statistik untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.
Bandung : Afabeta
Susilaningsih, E. Z., & Hadiatama, M. (2013). Pengauh Pendidikan Kesehatan
Terhadap Perilaku Mencuci Tangan Siswa Sekolah Dasar. Prosiding
Konferensi Nasional PPNI Jawa Tengah 2013, (pp 145-149).
Wahyuning, W. (2003) Mengkomunikasikan Moral Kepada Anak. Jakarta : PT
Elex Media Komputindo.
48
Wati, R. (2011). Pengaruh Pemberian Penyuluhan PHBS tentang Mencuci
Tangan terhadap Pengetahuan dan Sikap Mencuci Tangan pada Siswa
kelas V SDN Bulukantil Surakarta. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta :
Universitas Sebelas Maret.
WHO. (2014). Health Education. (Online). diakses tanggal 4 maret 2014
Available from http://www.who.int/topics/health_education/en/.
Widodo, T. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif. Cetakan Kedua. Surakarta :
LPP UNS dan UNS Press.
Widyaningrum, R. (2010). Hubungan Antara Lingkungan Keluarga dan Sekolah
dengan Kemampuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) Anak
retardasi Mental (RM) di SLB di Kabupaten Kulon Progo. Skripsi.
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Wong, D.L., Eaton, M.H., Wilson, D., Winkelstein, M.L., Schwartz, P. (2008)
Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Ed. 6. Jakarta : EGC.
Yusuf, S.L.N. (2012). Psikologi perkembangan Anak dan Remaja. Bandung :
Remaja Rosdakarya.
49
50
LAMPIRAN
51
Lampiran 1
Jadwal Penelitian
No Tahapan PenelitianBulan
4 5 6 7 8 9 10 11
Persiapan Penelitian
1 Penyusunan proposal dan rancangan penelitian
2 Mengurus ethical clearance di FK UGM
3 Pengadaan alat penelitian
4 Perizinan penelitian di SD
Pelaksanaan Penelitian
1 Pengambilan data
2 Analisa data dan pembahasan
Pascapelaksanaan Penelitian
1 Presentasi hasil penelitian
2 Penulisan laporan akhir
3 Pengumpulan laporan akhir
52
Lampiran 2
SATUAN ACARA PENYULUHAN
A. Topik Penyuluhan : Pendidikan Kesehatan Mencuci Tangan
Menggunakan Sabun
B. Pokok Bahasan : Mencuci Tangan Menggunakan Sabun
C. Peserta :
D. Jumlah peserta :
E. Hari/Tanggal :
F. Waktu :
G. Tujuan :
1. Tujuan Umum : Setelah pelaksanaan pendidikan kesehatan melalui
audiovisual / leaflet diharapkan pengetahuan anak SD tentang mencuci
tangan menggunakan sabun dapat meningkat
2. Tujuan Khusus : Setelah pelaksanaan pendidikan kesehatan melalui
audiovisual/leaflet anak dapat :
a. Memahami manfaat manfaat mencuci tangan menggunakan sabun
b. Memahami waktu yang tepat untuk mencuci tangan menggunakan
sabun
c. Memahami dampak yang ditimbulkan bila tidak mencuci tangan
menggunakan sabun
d. Memahami langkah-langkah mencuci tangan menggunakan sabun
H. Materi :
1. Manfaat mencuci tangan menggunakan sabun
2. Waktu yang tepat untuk mencuci tangan menggunakan sabun
3. Dampak yang ditimbulkan bila tidak mencuci tangan menggunakan
sabun
4. Langkah-langkah mencuci tangan menggunakan sabun
I. Media : Audiovisual/ Leaflet
J. Kegiatan :
53
No Yang dilakukan peneliti/asisten
Yang dilakukan siswa Waktu
1 Membuka Kegiatana) Membuka dengan
salam
b) Memperkenalkan diri
c) Menjelaskan tentang
penelitian yang akan
dilakukan
d) Memberikan
kesempatan responden
untuk bertanya jika ada
yang ingin ditanyakan
Menjawab Salam
Memperhatikan penjelasan dari peneliti
Menanyakan sesuatu yang belum dimengerti oleh responden peneliti
10’
2 Pretesta) Membagikan
Kuesioner
b) Menjelaskan cara
pengisian kuesioner
c) Memberi kesempatan
responden untuk
mengisi kuesioner
d) Mengumpulkan
kembali kuesioner
Memperhatiakan penjelasan dari peneliti
Mengisi kuesioner
Mengumpulkan kembali kuesioner kepada peneliti
30’
3 Menyampaikan Materia) Memberikan materi
tentang cuci tangan
menggunakan sabun
dengan media
audiovisual/leaflet
b) Memberikan
Melihat, mendengarkan dan memperhatikan penjelasan melalui media video (untuk kelompok video)Melihat dan membaca leaflet (untuk kelompok media leaflet)
20’
54
kesempatan responden untuk
bertanya
4 Posttesta) Membagi kuesionerb) Memberi kesempatan
responden mengisi kuesioner
Mengisi Kuesioner 25’
5 Menutup kegiatana) Merangkum materi yang
telah disampaikanb) Mengucapkan terima kasih
atas partisipasi respondenc) Menutup dengan salam Menjawab salam
10
Total waktu 95’
Observer : 3 orang (Asisten penelitian)
Notulen : 2 orang
55
Lampiran 3
PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth :
Adik-adik siswa SD...............Kota Yogyakarta
Dengan Hormat
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa PSIK Fakultas Kedokteran UGM :
Nama : Devi Septiananingrum
NIM : 11/312419/KU/14362
Akan mengadakan penelitian dengan Judul: “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Cuci Tangan Dengan Media Audiovisual (Video) Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Cuci Tangan Anak Sd Di Kota Yogyakarta”.
Untuk itu saya mohon kesediaan adik-adik untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai responden dan saya akan menjaga kerahasiaan jawaban yang diberikan. Apabila adik menyetujui, saya harap kesediaan untuk mengisi dan menandatangani lembar persetujuan yang disediakan.
Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Peneliti
Devi Septiananingrum
56
Lampiran 4
SURAT PERSETUJUAN
(INFORMED CONSENT)
Nama : ............................................
Jenis Kelamin : ............................................
Kelas : ............................................
Tempat/Tgl Lahir : ............................................
Umur : ............................................
Menyatakan bahwa :
1. Saya telah mendapat penjelasan tentang segala sesuatu mengenai
penelitian :
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Cuci Tangan Dengan Media Audiovisual
(Video) Dan Leaflet Terhadap Pengetahuan Cuci Tangan Anak Sd Di Kota
Yogyakarta
2. Setelah saya memahami penjelasan tersebut, dengan penuh kesadaran dan
tanpa paksaan dari siapapun bersedia ikut serta dalam penelitian ini
dengan kondisi :
a. Data yang diperoleh dari penelitian ini dijaga kerahasiaanya dan hanya
dipergunakan untuk kepentingan ilmiah.
b. Apabila saya inginkan, saya boleh memutuskan untuk keluar atau tidak
berpartispasi lagi dalam penelitian ini tanpa harus menyampaikan
alasan apapun.
Yogyakarta, 2014
Saksi Yang membuat pernyataan
(.............................) (...........................................)
57
Lampiran 5
KUESIONER
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG MENCUCI TANGAN
TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN PERILAKU MENCUCI
TANGAN SISWA
PETUNJUK
1. Bacalah pernyataan-pernyataan dengan tenang, kemudian anda diminta untuk
memilih hanya salah satu jawaban yang tersedia pada pernyataan tersebut.
2. Dalam menjawab pernyataan, tidak perlu bertanya dan melihat pada teman di
samping anda.
3. Berilah tanda (X) pada jawaban yang anda anggap benar.
Identitas
Umur : __________Tahun
Jenis Kelamin :
Laki- Laki
Perempuan
Kelas : _____ SD
Apakah sudah pernah menerima informasi tentang cuci tangan dan cara mencuci tangan yang baik dan benar?
Pernah Belum Pernah
Jika Pernah, dengan media apa Pendidikan Kesehatan tersebut diberikan? (Jawaban Boleh Lebih dari 1)
a. Leafletb. Ceramahc. Videod. Lainnya, sebutkan
Apakah kamu mencuci tangan setelah dari kamar mandi? Ya Tidak
Apakah kamu mencuci tangan sebelum makan? Ya Tidak
Apakah kamu mencuci tangan setelah bermain? Ya Tidak
58
LEMBAR KUESIONER PENGETAHUAN
Berilah tanda (X) pada pilihan yang sesuai dengan jawaban anda.
Keterangan: B : Benar
S : Salah
No Pernyataan B S
1. Mencuci tangan tidak cukup dengan membasahi tangan dengan air saja.
2. Mencuci tangan yang benar tidak hanya dengan membersihkan telapak tangan dan juga punggung tangan.
3. Mencuci tangan cukup dilakukan dengan mencelupkan atau memasukkan tangan ke dalam wadah berisi air.
4. Mencuci tangan dapat mencegah penyakit.
5. Mencuci tangan dilakukan dengan membasuh tangan dengan air dan tidak perlu menggunakan sabun.
6. Mencuci tangan hanya perlu dilakukan 1 sampai 5 detik.
7. Setelah mencuci tangan, tangan perlu dikeringkan menggunakan handuk atau tisu.
8. Mencuci tangan hanya perlu dilakukan ketika tangan terlihat kotor.
9. Bagian yang paling penting dalam proses mencuci tangan adalah tangan terkena air.
10. Mencuci tangan dapat mencegah perpindahan silang kotoran atau bakteri antara manusia dengan benda-benda yang berada disekitar kita.
11. Mencuci tangan perlu dilakukan sebelum dan setelah makan.
12. Setelah memegang atau bermain dengan hewan peliharaan, perlu mencuci tangan.
59
13. Sebelum atau setelah menyiapkan makanan, perlu mencuci tangan.
14. Setelah membersihkan sampah, tidak perlu mencuci tangan.
15. Mencuci tangan dapat mencegah tertular dari penyakit flu burung.
60
top related