tp final tgl 8-8-12 copy dr flash disk
Post on 05-Aug-2015
96 Views
Preview:
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Mikobakteria mempunyai lebih dari 125 species yang memiliki perbedaan
dalam sifat patogen, adaptasi in vivo, virulensi, respon terhadap obat dan
karakteristik pertumbuhan. Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium
leprosy merupakan dua species utama penyebab masalah kesehatan pada manusia.
Selain kedua jenis spesies ini, terdapat mikobakteria lain yang dikenal dengan
nama Nontuberculous mycobacterium (NTM).1,2 Sebelumnya, mikobakteria ini
dikenal dengan nama environment mycobacteria, opportunistic mycobacteria,
atypical mycobacteria atau mycobacteria other than tuberculosis.3 Mikobakteria
ini hidup di alam bebas dan ditemukan terutama di sekitar lingkungan tanah, air,
debu, susu, ikan, binatang dan burung.4 Bakteri ini kadang-kadang membentuk
kolonisasi pada manusia sehat yaitu di kulit, saluran nafas, dan saluran cerna.
Beberapa spesies dapat menimbulkan penyakit melalui trauma, inhalasi,
iatrogenik atau secara nosokomial.5
Manifestasi klinik pada manusia yang disebabkan oleh infeksi NTM
diklasifikasikan menjadi 4 sindroma klinik yaitu penyakit paru kronik,
limfadenitis, penyakit kulit dan penyakit diseminata. Penyakit paru kronik
merupakan sindroma klinik yang paling banyak ditemukan.3,5 Diagnosis NTM
seringkali sulit ditegakkan karena perjalanan penyakitnya yang lambat dan gejala
klinis yang tidak spesifik. Gejala klinis penyakit paru yang disebabkan NTM
mirip dengan tuberkulosis yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Selain itu,
1
2
prosedur diagnostik tuberkulosis dengan pewarnaan basil tahan asam dan foto
thoraks tidak dapat membedakan species mikobakteri sehingga kejadian infeksi
oleh NTM masih termasuk dalam kejadian infeksi yang didiagnosis secara klinik
sebagai tuberkulosis.6 Tinjauan pustaka ini akan membahas mengenai
nontuberculous mycobacterium dan pemeriksaan mikrobiologinya.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi Nontuberculous Mycobacterium
Genus mycobacterium dibagi menjadi dua kelompok besar berdasarkan
perbedaan epidemiologi masing-masing kelompok yaitu M. tuberculosis complex
dan Non Tuberculous Mycobacteria (NTM).5,7 Nontuberculous mycobacterium
(NTM) merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan mikobakteria
lingkungan dengan mikobakteria yang menyebabkan tuberkulosis dan lepra.
Berbagai istilah lain digunakan untuk NTM antara lain adalah atypical
mycobacteria, opportunisctic mycobacteria, unclassified mycobacteria,
annonymous mycobacteria, environmental mycobacteria dan mycobacteria other
than tuberculosis. Akan tetapi hanya istilah NTM yang dapat diterima secara
universal dan direkomendasikan oleh American Thoracic Society.2
NTM banyak terdapat di alam dan jarang menimbulkan penyakit bila tidak ada
faktor presdisposisi.4,8 NTM merupakan organisme oportunistik yang
menimbulkan penyakit jika ada gangguan pada sistem imunitas atau adanya lesi
pada mukosa dan kulit.9
2. 2 Sejarah dan Epidemilogi Nontuberculous Mycobacteria
Pada tahun 1860, suatu bentuk infeksi yang menyerupai tuberkulosis
ditemukan pada burung. Akan tetapi pada tahun 1890 diketahui bahwa ternyata
infeksi itu bukan tuberkulosis. Pada tahun 1930, Pinner melaporkan bahwa NTM
dapat dikultur dari air dan sumber-sumber lingkungan lainnya serta manusia.
4
Pinner menemukan beberapa NTM merupakan organisme yang kromogen dan
yang lainnya merupakan organisme dengan pertumbuhan yang cepat, akan tetapi
ia gagal mengklasifikasikan NTM. Pada tahun 1959, Runyon membagi NTM atas
4 klasifikasi berdasarkan kecepatan petumbuhan dan pigmentasinya.9
NTM merupakam organisme saprofit yang terdapat banyak di lingkungan, M.
avium, M. intracellulare, M. fortuitum, M. chelonae, dan M. abscessus
merupakan species yang paling banyak menimbulkan infeksi. Reservoir
mikobakterium adalah lingkungan tanah, air, debu, susu, ikan, binatang dan
burung. Air kran, kolam renang, dan air kran untuk dialisis dilaporkan juga
merupakan reservoir NTM.3,6,9
Isolasi NTM dari spesimen manusia dapat berupa organisme kontaminan pada
saat kultur sputum, kolonisasi kuman di udara tanpa menyebabkan infeksi dan
organisme infeksius yang menyebabkan penyakit.5 Seperti tuberkulosis, infeksi
NTM dapat mengenai pulmonal dan ekstra pulmonal, tetapi berbeda dengan TB,
tidak terdapat bukti klinis penularan penyakit dari hewan ke manusia atau manusia
ke manusia. Kontak manusia dengan lingkungan yang mengandung NTM
infeksius seperti melalui inhalasi atau asupan makanan/air diduga merupakan
penyebab timbulnya penyakit.6,10,11
Walaupun NTM ditemukan hampir di seluruh dunia, hanya sedikit literatur
yang membahas tentang penyakit yang disebabkan oleh organisme ini dan
sebagian besar laporan kejadian penyakit berasal dari negara-negara industri.6,12
Seiring dengan meningkatnya kasus imunosupressi seperti HIV/AIDS dan
pemakaian obat-obat imunosupressan kasus infeksi NTM juga meningkat.2,10,13
5
Secara geografis, spesies NTM yang patogen bervariasi di berbagai penjuru
dunia. Sebagai contoh, M. avium complex ditemukan hampir di seluruh dunia tapi
jarang menyebabkan penyakit diseminata pada pasien HIV/AIDS di Afrika. M.
kansasii cenderung banyak ditemukan di Amerika Serikat, sedangkan spesies
yang jarang ditemukan di Amerika Serikat seperti M. xenopi dan M. malmoense
justru banyak ditemukan Kanada, Inggris dan Skandinavia.4
Prevalensi infeksi NTM masih belum diketahui. Kurangnya laporan mengenai
NTM disebabkan spesimen mikobakteria sering diduga tuberkulosis dan jarang
dikultur. Data survei nasional di Amerika Serikat terhadap isolasi bakteri
mikobakteria antara tahun 1970-1980 diperkirakan 1,8 kasus per 100.000
penduduk.6,7 Center for Disease Control and Prevention Amerika Serikat
menemukan peningkatan jumlah isolat sebesar 74% dibandingkan tahun1980.4 Di
Indonesia, insidensi NTM tidak diketahui dengan pasti, karena sangat jarang
penelitian yang ditujukan untuk ini. Diagnosis tuberkulosis hampir selalu
ditegakkan pada pasien dengan BTA positif. NTM yang ditemukan dengan hasil
kultur di Indonesia adalah sebanyak 23 spesies yang menyebabkan
mikabakteriosis pada berbagai organ.15
Penelitian yang dilakukan oleh Dahlan Z (2003) di Rumah Sakit Hasan Sadikin
Bandung menemukan 14 spesies mikobakterium pada 84 spesimen pasien yang
didiagnosis menderita tuberkulosis, sebanyak 50,75% dari spesimen tersebut
merupakan NTM sedangkan 47,3% merupakan Mycobacterium tuberculosis
complex .145 Penelitian ini mendapatkan kejadian NTM yang berimbang dengan
M. Tuberculosis complex sebagai mikobakteria penyebab penyakit.
6
2. 3 Morfologi dan Struktur Mikobakteria
Mikobakteria berukuran 0,2-0,4 x 2-10 µm, tidak termasuk ke dalam golongan
kuman Gram positif maupun Gram negatif.16 Mikobakteria merupakan basil yang
nonmotile, aerob obligat dan tidak membentuk spora. Dinding sel mengandung
peptidoglikan mirip dengan bakteri Gram-positif, kecuali bahwa mikobakteria
mengandung asam N-glycolylmuramic, bukan N-acetylmuramic. Pada
peptidoglikan melekat banyak sekali rantai polisakarida, protein, dan lipid.
Mikobakteria juga mempunyai asam lemak rantai panjang yang disebut asam
mycolic. Asam mycolic meliputi 60% dari total massa dinding sel dan khas untuk
setiap spesies. Komponen lipid lainnya adalah mycosides, sulfolipids, dan
lipoarabinomannan (LAM), sebuah molekul kompleks yang membentang dari
membran plasma ke permukaan. LAM secara struktural dan fungsional analog
dengan lipopolisakarida pada bakteri Gram-negatif. Protein porin dan lainnya juga
ditemukan seluruh dinding sel.150
1-outer lipids, 2-mycolic acid,3-polysaccharides 4-peptidoglycan,5-plasma membran, 6-lipoarabinomannan(LAM), 7-phospatidylinositol manoside,, 8-cell wall skeleton
Gambar 2.1 Struktur dinding sel mikobakteria Dikutip dari : Bramidi16
7
2. 4 Klasifikasi Nontuberculous Mycobacterium
Telah diidentifikasi lebih dari 125 spesies NTM, sekitar 60 spesies yang
dicurigai dan diketahui dapat menyebabkan infeksi pada manusia.4,7 Pada tahun
1959, Runyon mengklasifikasikan NTM menjadi empat kelompok berdasarkan
kemampuan untuk membentuk pigmen dan kecepatan pertumbuhan koloni, yaitu
photochromogens, scotochromogens, nonphotochromogens dan rapid growers.
Kelompok photochromogens, scotochromogens, nonphotochromogens merupakan
NTM dengan pertumbuhan koloni lambat. Sedangkan kelompok rapid growers
dapat dideteksi pada kultur dalam waktu kurang dari 7 hari. Kebanyakan kuman
NTM kelompok IV ini tidak patogen bagi manusia. Kelompok photochromogen
akan membentuk pigmen kuning sampai jingga bila terpajan cahaya, kelompok
scotocromogen akan membentuk pigmen kuning sampai jingga dengan atau tanpa
pengaruh cahaya dan sedangkan kelompok nonchromogen tidak berubah warna
bila terpajan cahaya.4,17,18 Klasifikasi mikobakteria dapat dilihat pada tabel 2.1
berikut ini:
8
Tabel 2.1 Klasifikasi genus mycobacterium menurut RunyonMycobacterium tuberculosis complex M. tuberculosis
M. africanumM. bovisM. bovis BCG*M. microti*M. canetti*M. pinnipedii*
Nontuberculos mycobacterium (NTM)Photochromogens M. asiaticum
M. kansasiiM. marinumM.simiae
Scotochromogen M. flavescensM. gordonaeM. scrofulaceumM. szulgai
Nonphotochromogen M. avium complexM. celatumM. haemophilumM. gastriM. genavenseM. malmoenseM. nonchromogenicumM. shimoideiM. teraeM. trivaleM. ulceransM. xenopi
Rapid Growers M. abcessusM. fortuitum groupM. chelonae groupM. phleiM. smegmatisM. vaccae
Dikutip dari: Brooks17
*Anyplex 19
2. 5 Patogenesis Infeksi Nontuberculous Mycobacterium
Patogenesis adalah kemampuan bakteri untuk menimbulkan penyakit yang
tergantung kepada kepekaan inang dan agresivitas dari bakteri. Banyak kuman
NTM yang merupakan patogen oportunis yang dalam keadaan normal bersifat
9
sebagai bakteri saprofit yang tidak berbahaya tetapi dapat menjadi patogen pada
keadaan tertentu.17
Infeksi oleh kuman NTM didapat melalui inhalasi, asupan makanan/air yang
terkontaminasi, atau melalui lesi pada mukosa dan kulit. Terdapat tiga observasi
penting pada patogenesis infeksi NTM yaitu :8
1. Penyakit diseminata pada pasien HIV yang disebabkan oleh kuman NTM
terjadi setelah jumlah CD4+ limfosit T kurang dari 50/ul dan diperkirakan
produksi spesifik sel T atau aktivitasnya memerlukan resistensi
Mycobacterium.
2. Penyakit diseminata pada pasien tanpa infeksi HIV berhubungan dengan
mutasi spesifik sintesis interferon (INF-γ) dan interleukin (IL-12) dan
respon terhadap reseptor INF-γ, reseptor 1 IFN γ R1, reseptor 2 IFN-γ
(IFNγ R2), reseptor β1 subunit IL-12 (IL12R β1) subunit IL-12p40
(IL12p40), signal transduser and activator of transcription1 (STAT1) dan
the nuclear factor β esssential modulator (NEMO).
3. Infeksi NTM pada nodul paru berhubungan dengan bronkiektasis dan
kebiasaan khusus terutama pada perempuan pascamenopause (pektus
ekskavatum, skoliosis, prolaps katup mitral.
2. 5 .1 Respon Imunologi Terhadap Infeksi NTM
Respon imun terhadap infeksi mikobakteria dimulai dengan ikatan antara
lipoarabinomannan di dinding sel mikobakteria dengan makrofag Toll-like
receptor. Ikatan ini akan merangsang produksi sitokin yaitu interleukin-2 (IL-12)
10
dan tumor necroting factor-α (TNF-α). IL-12 akan berikatan dengan reseptornya
(IL-12R) pada permukaan activated T cell dan natural cell killer. Kompleks IL-
12/IL-12R akan meregulasi produksi interferon- γ (IFN-γ) melalui jalur signal
transducer and activator of transcription 4 (STAT4). 20 IFN-γ kemudian akan
mengaktifkan netrofil dan makrofag untuk membunuh patogen intraseluler
termasuk mikobakteria. Terdapat umpan balik positif antara IFN-γ dan IL-2 yang
sangat penting untuk mengontrol mikobakteria seperti halnya penyebab infeksi
intraseluler lainnya. Respon imunologi terhadap NTM dapat dilihat pada gambar
2. 2. Penyakit NTM diseminata merupakan manifestasi dari adanya gangguan
imunologi, baik yang disebabkan oleh HIV atau adanya faktor genetik yang
mengakibatkan kerusakan jalur IFN-γ/IL-2.8
AFB, acid fast bacilli; IFN, interferon; IL, interleukin; NEMO, NF- B essential modulator; NK, natural killer; STAT1, signal transducer and activator of transcription 1; TLR, Toll-like receptor; TNF, tumor necrosis factor
Gambar 2.2 Respon imunologi terhadap infeksi Dikutip dari : Holland SM20
11
2. 5. 2 Faktor Virulensi Mikobakteria
Faktor virulensi yang menyebabkan patogenesis mikobakteria sampai sekarang
belum diketahui pasti. Terdapat bukti bahwa bungkus luar lipopolisakarida dari
bakteri memainkan peranan penting pada patogenesis bakteri.22 Ini mencakup
lipoarabinomannan, sebuah polisakarida yang mendukung kelangsungan hidup
mikobakteri intraseluler dengan menghambat pematangan pagosomal, dan
trehalosa dymicolate, sebuah glikolipid yang memperkuat efek hiperinflamasi
melalui rangsangan sekresi interferon-α (IFN-α). Produk penting lainnya yang
disekresikan oleh mikobakteria adalah katalase dan protein kinase-G yang
menghambat fusi lisosom dan meningkatkan daya tahan protein intraseluler
sehingga proliferasi sel T secara in vitro.21
2. 5. 3 Faktor Predisposisi
Pada pasien dengan penyakit aktif NTM jelas terlihat adanya faktor
predisposisi berupa trauma pada kulit, penyakit paru kronik, penyakit
imunosupresif umum atau ringan, yang bersifat kongenital atau didapat.171
Beberapa penyakit paru dapat menjadi predisposisi untuk infeksi NTM yang
mengenai paru yaitu penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), bronkiektasi,
fibrosis kistik, peumokoniosis, tuberkulosis, pulmonary alveolar proteinosis dan
kelainan motilitas esofagus. Abnormalitas genotip fibrosis kistik dan abnormalitas
fenotip α1-antitripsin (AAT) dapat merupakan faktor perdisposisi infeksi NTM
pada beberapa individu.8
12
Wanita yang menderita infeksi NTM pada paru dengan faktor predisposisi
bronkiektasi memiliki karekteristik klinis dan tipe tubuh yang sama seperti
skoliosis, pektus ekskavatum, prolaps katup mitral dan hipermobilitas sendi.
Karakteristik fenotip ini mungkin merupakan penanda untuk untuk genotip
tertentu yang mempengaruhi baik bentuk tubuh maupun kerentanan terhadap
infeksi NTM. Bentuk tubuh sendiri mungkin mempengaruhi kerentanan terhadap
infeksi mikobakteria karena gangguan pada drainase trakeobronkial dan
pembersihan oleh mukosiliar yang tidak efektif.8
2.6 Manifestasi Klinik NTM
Penyakit yang disebabkan oleh kuman NTM dapat bersifat lokal atau
diseminata tergantung pada faktor predisposisi dan ada atau tidaknya gangguan
imunologi. Pada pasien tanpa HIV, spesies NTM dapat menyebabkan penyakit
paru lokal, adenitis, infeksi pada soft tissue, adenitis, infeksi tulang dan sendi, dan
skin ulcers. Pada penderita AIDS, manifestasi infeksi NTM dapat lokal atau
diseminata.2 Tabel 2. 2 menunjukkan spesies NTM dan lokasi organ terinfeksi.
Tabel 2. 2. Spesies NTM dan lokasi organ terinfeksi
13
Mikobakterium Pigmentasi Lokasi organ terinfeksi
Sumber dari lingkungan
M. aviumcomplex
N Diseminasi, paru,Kelenjar limfe
Air, tanah, binatang?
M. fortuitum N Kulit, paru Air, tanahM. chelonae N Kulit Tidak diketahuiM. haemophilum N Kulit Tidak diketahuiM. kansasii P Paru Air? Binatang?M. marinum P Kulit Air, ikanM. scrofulaceum S Kelenjar limfe Air, tanahM. szulgai S Paru Ikan?M. ulcerans N Kulit Rumput tropikM. xenopi S Paru Air, binatangM. asiaticum P Paru Binatang?M. malmoense N Paru Tidak diketahuiM. shimoidei N Paru Tidak diketahuiM. simiae P (lemah) Paru Air, binatang?
Ket : P= photochromogen, N= nonchromogen, S=scotochromogenDikutip dari : Hircshel23
2. 6. 1 Penyakit Paru
Penyakit paru kronik merupakan manifestasi terbanyak NTM. M. avium
complex (MAC), M. kansasii, dan M. abcessus merupakan spesies penyebab yang
paling sering. Gejala klinis bervariasi dan tidak spesifik .8 M. xenopi dan MAC
mempunyai gejala yang mirip TB.4 Infeksi karena NTM harus dicurigai
khususnya dalam kasus di mana pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT) tidak
menghasilkan respon yang diinginkan.2 Hampir semua pasien mengalami batuk
kronis dan berulang. Gejala lain meliputi produksi sputum, fatigue, malaise,
dispnoe, demam, hemoptisis , nyeri dada dan penurunan berat badan.8 Penderita
dengan penyakit paru obstruktif kronis, bronkiektasi, fibrosis kistik, prior TB,
mendapatkan pengobatan tumor necrosis factor inhibitors, pneumoniocosis, atau
yang mempunyai bentuk tubuh tertentu (pectus ekskavatum dan skoliosis)
mempunyai risiko lebih besar untuk menderita penyakit paru NTM, meskipun
infeksi pada orang tanpa faktor risiko ini juga dilaporkan.4
14
Pemeriksaan fisik pasien penyakit paru NTM tidak spesifik dan biasanya
mencerminkan penyakit paru yang mendasarinya. Pada auskultasi thoraks
ditemukan ronkhi, krepitasi, mengi dan wheezing. Pasien NTM MAC dengan
nodular/bronkiektasi cenderung wanita menopause dan banyak dari mereka juga
memiliki karakteristik morphotype tubuh yang khas yaitu kurus, skoliosis, pectus
excavatum dan prolaps katup mitral.8
Pemeriksaan radiologi menunjukkan gambaran yang bervariasi. Rontgen
thorak menunjukkan adanya lesi kavitas dan infiltrat yang mirip dengan TB,
gambaran parenkhim terang, bronkiektasi, atau adanya nodul paru soliter atau
multipel. Gambaran kavitas dengan dinding yang tipis dengan infiltrat parenkim
yang minimal lebih mengarah ke spesies NTM. Pola lesi pada paru tidak dapat
membedakan spesies NTM. Pada high resolution computed tomography (HRCT)
didapatkan nodul kecil dengan ukuran kurang dari 10 mm dan bronkiektasis
multifokal.2,4,8
Gejala klinik dan gambaran radiologi yang tidak spesifik mengakibatkan
diagnosis NTM paru memerlukan konfirmasi mikrobiologi untuk menegakkan
diagnosis. Akan tetapi kultur sputum yang positif untuk NTM harus ditafsirkan
hati-hati. Adanya NTM dalam satu sampel sputum bukan merupakan bukti adanya
penyakit paru NTM terutama jika hasil BTA negatif dan koloni NTM yang
didapat sedikit. Perbedaan antara kolonisasi, kontaminasi, dan
infeksi yang sebenarnya tidak selalu jelas untuk isolat dari kultur NTM.3
American Thoracic Society merekomendasikan kriteria diagnosis untuk penyakit
paru NTM seperti yang terlihat pada tabel 2. 3.
15
Tabel 2. 3 Kriteria Klinis dan Mikrobiologis Untuk Diagnosis Penyakit Paru NTM Pada Pasien Nonimunocompromise Klinis
1. Gejala paru, gambaran foto thoraks berupa nodul atau kavitas atau gambaran
HRCT meninjukkan bronkiektasis multifoksl dengan nodul kecil dan
2. Sesuai dengan kriteria eksklusi adanya diagnosis penyakit lain
Mikrobiologis
1. Terdapat paling sedikit 2 sampel sputum, jika satu sampel hasilnya nondiagnostik,
dipertimbangkan untuk pengulangan pengambilan sampel sputum dan biakan atau
2. Paling sedikit hasil biakan positif dari bilasan bronkus atau
3. Gambaran histopatologi Mycobacteria dari biopsi transbronkial atau paru
(inflamasi granulomatous atau BTA) dan positif untuk NTM atau gambaran
histopatologi Mycobacteria dari biopsi (inflamasi granulomatous atau BTA) dan
salah satu atau lebih sputum atau bilasan bronkus positif untuk NTM.
4. Konsultasi dengan para ahli diperlukan segera setelah infeksi NTM ditegakkan.
5. Pasien-pasien yang dicurigai mendapatkan infeksi NTM akan tetapi tetapi tidak
ditemukan kriteria diagnosis seharusnya diikuti sampai diagnosis ditegakkan atau
disingkirkan.
6. Keputusan memberikan terapi pada infeksi NTM harus didasari oleh faktor risiko
dan manfaat terapi pada masing-masing individu.
Dikutip dari: Griffith8
2. 6. 2 Limfadenitis
Limfadenitis NTM biasanya menyerang anak-anak terutama yang berusia 1-5
tahun. Kelenjar getah bening yang terinfeksi biasanya berada di daerah leher atau
kepala seperti kelenjar getah bening di cervikal anterior, submandibula,
submaxilary, dan kelenjar getah bening preaurikular. Kadang- kadang kelenjar
getah bening di daerah mediastinum dapat terinfeksi. Temuan ini mungkin
mencerminkan bahwa anak-anak pada usia ini cenderung sering berhubungan
16
dengan sumber NTM seperti tanah dan air. Limfadenitis jarang menyerang usia
dewasa kecuali adanya riwayat HIV. Orang dewasa dengan tes kulit positif
terhadap antigen NTM mungkin tertular infeksi tanpa gejala selama tahun-tahun
pada masa kanak-kanak.4,8
Spesies NTM yang paling banyak menimbulkan limfadenitis adalah MAC. Di
Amerika Serikat dan Australia, M. scrofulaceum dilaporkan merupakan penyebab
tersering limfadentis, sedangkan di Inggris, negara-negara Skandinavia dan Eropa
utara, M. malmoense dan M. haemophilum merupakan penyebab tersering
limfadenitis setelah MAC.2,4,8
Gejala klinik limfadenitis NTM seringkali asimtomatis dan jarang sistemik.
Kelenjar getah bening yang terkena umumnya unilateral. Kelenjar yang terkena
akan membesar dengan cepat dan bahkan pecah dan membentuk fistula.4,8
Sangatlah penting untuk membedakan limfadenitis yang disebabkan oleh TB
dengan limfadenitis NTM karena terapi yang berbeda. Pada limfadenitis NTM,
biasanya tidak ada riwayat terpajan TB, skrining tes kulit dengan purified protein
derivative (PPD) negatif dan rontgen thoraks normal.8 Diagnosis ditegakkan
berdasarkan pada gambaran histopatologi berupa granuloma kaseosa dengan BTA
positif dan hasil kultur yang positif.4,8
17
Gambar 2.3 Limfadenitis Yang Disebabkan Infeksi NTM Dikutip Dari : Oscar24
2.6.3 Penyakit Kulit, Soft Tissue dan Penyakit Tulang
Infeksi NTM pada kulit, jaringan lunak dan tulang mempunyai spektrum klinis
yang luas, mulai dari adanya nodul atau abses yang bersifat lokal sampai
tenosynovitis dan osteomielitis. Infeksi terjadi karena inokulasi langsung bakteri
melalui luka tembus atau kontaminasi bakteri dari lingkungan pada luka terbuka
atau fraktur. Infeksi juga dapat terjadi iatrogenik seperi setelah pemasangan
kateter intravena dan peritoneal, shunts, suntikan intramuskular, prosedur bedah
kosmetik, pemakain laser insitu keratomileusis (LASIK), dan pada luka pasaca
operasi.4,8
Spesies NTM yang paling sering menyebabkan infeksi lokal pada kulit dan
jaringan subkutan adalah M. fortuitum, M. abscessus, M. chelonae, M. marinum,
dan M. ulcerans. Namun, hampir semua spesies dari NTM telah digambarkan
sebagai penyebab penyakit kulit.4,8 M. fortuitum biasanya mengenai individu yang
imunokompeten, M. chelonae dan M. haemophilum biasanya mengenai individu
18
imunosupresi, sedangkan M. abcessus dilaporkan dapat mengenai individu yang
imunokompeten maupun imunosupresi.4
Mycobacterium marinum dapat menyebabkan lesi yang disebut dengan
swimming pool granuloma atau fish tank granuloma karena biasanya mengenai
individu yang berhubungan dengan lingkungan laut. Lesi berupa granulomatosa
yang diawali dengan papul yang kemudian berubah menjadi borok dengan
penyembuhan terbentuk jaringan sikatrik. Presileksi lesi ini adalah di daerah
ekstremitas.4 Lesi bersifat lokal, tetapi pada beberapa individu lesi dapat
berkembang menjadi limfangitis noduler mirip dengan sporotrichosis.2,4 Berikut
gambar lesi yang disebabkan oleh infeksi M. marinum.
Gambar 2. 4 Lesi Yang Diakibatkan Oleh Infeksi M. Marinum Dikutip dari : Aubry A25
Mycobacterium ulcerans menyebabkan suatu sindroma kronis berupa lesi kulit
yang nekrotik di daerah ekstremitas yang disebut dengan ulkus Buruli. Penyakit
ini terdapat di daerah tropis dan Australia dengan gambaran klinis berupa nodul
gatal yang memburuk menjadi ulkus yang besar dan tidak teratur.4 Diagnosis
19
infeksi NTM pada kulit, jaringan lunak dan tulang dibuat berdasarkan gambaran
histopatologi dan kultur.4,8
Gambar 2.5 Ulkus Buruli Dikutip dari : Boleira M26
2.6.4 Penyakit Diseminata
Penyakit NTM diseminata paling sering ditemukan pada pasien dengan
penyakit HIV lanjut, terutama mereka dengan sel CD4+ kurang dari 50 sel per
μL.2 Lebih dari 95% penyakit NTM diseminata disebabkan oleh M. avium
intacelullare (MAI). Spesies NTM lainnya dilaporkan menyebabkan penyakit
diseminata pada pasien HIV adalah M. chelonae , M. abscessus, M. xenopi,
M.conspicuum, M. gordonae, M. kansasii, M. genavense, M. haemophilum,
M.fortuitum, M. marinum, M. simiae, M. scrofulaceum, M. celatum,
M.malmoense, M. tripleks, dan M. lentiflavum.4,8
Pada pasien tanpa HIV, diseminata NTM ditemukan pada individu dengan
imunosupresi seperti tranplantasi organ, keganasan hematologi, dan penggunaan
kortikosteroid kronis.4,8 Infeksi diseminata NTM juga dilaporkan pada individu
20
yang mendapat terapi tumor necrosis factor-α antagonist seperti infliximab dan
etanercept.4 Spesies NTM yang menyebabkan penyakit pada pasien tanpa HIV
adalah MAI, M. kansasii, M. chelonae, M. abscessus, dan M. haemophilum.4
Manifestasi klinis dari diseminata NTM pada pasien HIV tidak spesifik dan
dapat meragukan dengan sejumlah infeksi lainnya. Keluhan klasik dapat berupa
demam (80%), keringat malam (35%), dan penurunan berat badan (25%). Selain
itu, nyeri perut atau diare juga ditemukan. Pemeriksaan fisik tidak spesifik,
hepatosplenomegali atau limfadenopati dapat terjadi. Pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan meliputi anemia berat, dengan hematokrit
kurang dari 25%, peningkatan alkali fosfatase alkali dan laktat dehidrogenase.4,8
2.7 Pemeriksaan Laboratorium Nontuberculous Mycobacteria
2.7.1 Pengumpulan Bahan Pemeriksaan
Bahan pemeriksaan untuk identifikasi dan uji kepekaan mikobakteria dapat
berasal dari darah, cairan tubuh, dan jaringan. Bahan pemeriksaan harus segera
diperiksa dalam waktu satu jam. Jika terdapat keterlambatan pemeriksaan, BP
dapat disimpan di lemari pendingin pada suhu 4o C. Pemakaian media transport
atau pengawet tidak dianjurkan.4,8
Sputum merupakan bahan pemeriksaan yang paling baik pada infeksi NTM di
paru. Untuk tujuan diagnostik awal, sputum harus dikumpulkan pada 3 sampai 5
hari berturut-turut dan untuk mengevaluasi keberhasilan terapi, sputum
dikumpulkan setiap minggu setelah 3 minggu pengobatan dimulai. Sputum yang
paling baik adalah sputum pertama di pagi hari. Pada keadaan sputum tidak
21
didapat, bilasan bronkhioalveolar dapat dijadikan bahan pemeriksaan yang
disimpan di aliquot yang berisi media Middlebrook broth. Cairan lambung yang
mengandung sputum yang tertelan juga dapat dijadikan bahan pemeriksaan,
biasanya pada anak-anak atau pasien dengan gangguan neurology.4,8
Bahan pemeriksaan yang berasal dari cairan tubuh atau abses diambil melalui
aspirasi atau prosedur operasi. Pengambilan sampel dengan swab tidak dianjurkan
karena kemungkinan sampel yang didapat terbatas dan resiko kontaminasi yang
besar.4,8 Urin dan feses juga dapat dapat dijadikan bahan pemeriksaan pada pasien
imunocompromise yang mengalami gangguan di traktus urinarius dan saluran
cerna karena infeksi NTM.4 Tabel berikut menunjukkan bahan pemeriksaan untuk
identifikasi mikobakteria.
22
Tabel 2. 4. Bahan Pemeriksaan Untuk Identifikasi Mikobakteria Saluran nafas Sputum spontan Sputum yamg diinduksi Aspirat transtrakeal Bilasan bronkhioalveolar Swab laringeal Swab nasoparingeal Cairan tubuh Cairan pleura Cairan perikard Aspirat sendi Aspirat cairan lambung Cairan peritoneal Cairan serebrospinal Feses Urin Pus Body tissue Darah Biopsi sumsum tulang Solid organ Kelenjar limfe Tulang Kulit
Dikutip dari : Eisenstadt J5
2.7.2 Digesti dan Dekontaminasi Bahan Pemeriksaan
Sebagian besar bahan pemeriksaan mengandung musin yang kental dan debris
serta bakteri nonmikabakteria. Untuk mengencerkan bahan pemeriksaan dan
menghambat pertumbuhan bakteri nonmikobakteria, perlu dilakukan proses
digesti dan dekontaminasi. Struktur dinding bakteri mikobakteria yang
mengadung lapisan lemak yang tebal tidak dapat dilalui oleh zat kimia sehingga
tahan terhadap proses dekontaminasi. Sedangkan pengenceran akan
mempermudah kuman mikobakteria mendapatkan nutrisi dari media inokulasi.5
Zat kimia yang sering dipakai untuk digesti dan dekontaminasi adalah N-acetyl-L-
cysteine-sodium hydroxide (NALC-NaOH).5,8
23
2.7.2 Pewarnaan Sampel
Semua bakteri mikobakteria merupakan basil tahan asam (BTA) sehingga
pewarnaan BTA dapat digunakan untuk identifikasi cepat infeksi yang disebabkan
oleh mikobakterium. Akan tetapi, pewarnaan BTA tidak dapat membedakan
antara NTM dengan MTC dan sensitifitasnya dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti : jenis bahan pemeriksaan, kualitas bahan pemeriksaan, jumlahbakteri yang
terdapat dalam bahan peneriksaan, teknik pewarnaaan serta kualitas
pemeriksaan.23 Terdapat 2 cara yang biasa dikerjakan yaitu metode karbol fuchsin
termasuk Ziehl-Neelsen (ZN) dan Kinyoun, dan metode fluorochrome yang
menggunakan pewarna auramine O atau auramine-rhodamine. Metode
fluorochome merupakan prosedure pilihan karena pewarnaan ZN dan Kinyoun
kurang sensitif.8,9
2.7.3 Kultur dan Inkubasi
Kultur bakteri mikobakterium dapat menggunakan baik media solid maupun
broth media (media cair). Masing-masing media ini mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Jika hanya memakai media cair saja,akan terdapat pertumbuhan
kuman yang berlebihan, akan tetapi kuman dari hasil kultur media ini lebih
banyak dalam jangka waktu yang singkat. Sedangkan keuntungan dengan media
padat adalah dapat mengamati morfologi koloni, tingkat pertumbuhan kuman,
ditemukannyan bakteri campuran mikobakteria dan dapat menghitung jumlah
24
koloni bakteri.8 Baik media solid maupun cair, tidak ada yang 100% sensitif
sehingga keduanya dipakai untuk kultur bakteri mikobakteria.4
Media Lowenstein-Jensen merupakan media solid yang telah lama dipakai
untuk kultur mikobakteria. Media ini berbasis telur dan mengandung malachite
green dye yang menghambat pertumbuhan bakteri kontaminan. Pertumbuhan
bakteri dengan media ini memakan waktu yang lama yaitu 6 minggu. Media solid
berdasar agar seperti Middlebrook 7H10 dan Middlebrook 7H11 juga dapat
digunakan untuk kultur bakteri mikobakterium.5,4,8
Penggunaan media cair dengan sistem kultur yang moderen mempersingkat
waktu kultur. Media yang dipakai adalah mycobacteria growth indicator tube
(MGIT) yang berisikan Middlebrook 7H9 broth. Kultur dengan media ini
memakan waktu 2 minggu. 4,8
Beberapa spesies mikobakteria merupakan bakteri fastidious yang sulit dikultur
sehingga membutuhkan suplemen khusus. M. haemophilum hanya tumbuh pada
media yang mengandung senyawa besi seperti ferric amonium citrate, hemin, atau
hemoglobin. M. avium dan M. genavense subsp. paratuberculosis memerlukan J
mycobactin, dan M. ulcerans dapat optimal tumbuh pada media kuning telur.8
Suhu optimal inkubasi pada sebagian besar bakteri NTM adalah 28o C dan 37o
C. Bakteri mikobakteria dengan pertumbuhan lambat membutuhkan suhu 35o C –
37o C kecuali M. conspicuum yang tumbuh optimal pada suhu 22o C – 30oC dalam
waktu beberapa minggu, M. haemphilum pada suhu 28o C – 30o C, M. ulcerans
tumbuh optimal pada suhu 25o C – 30o C. Sedangkan bakteri mikobakteria dengan
pertumbuhan cepat (RGM) membutuhkan suhu 28o C- 30o C untuk tumbuh
25
optimal. Kebanyakan bakteri NTM tumbuh dalam waktu 2 sampai 3 minggu
pada subkultur. Untuk mendeteksi M. ulcerans atau M. genavense, kultur harus
diinkubasi selama paling kurang 8 sampai 12 minggu. Bakteri RGM akan tumbuh
dalam dalam waktu 7 hari pada subkultur.4,8
2.7.4 Identifikasi Bakteri Mycobacteria
Identifikasi spesies mikobakteria sangat penting karena perbedaan kepekaan
terhadap antimikroba.8
2.7.4.1 Identifikasi Fenotip
Secara garis besar, mikobakteria dibedakan berdasarkan pigmentasi dan
kecepatan pertumbuhan yang akan membantu pemilihan prosedur pengujian
berikutnya termasuk pemilihan media yang tepat dan suhu inkubasi.4,8 Bakteri
NTM yang membentuk koloni pada subkultur dalam waktu 7 hari atau kurang
termasuk dalam kelompok ‘rapidly growing mycobacteria’ (RGM) sedangkan
bakteri NTM yang membutuhkan waktu lebih dari 7 hari untuk membentuk koloni
termasuk dalam kelompok ‘slowly growth mycobacteria’. Pembagian NTM
berdasarkan kecepatan pertumbuhan ini dapat dijadikan klasifikasi awal NTM
pada laboratorium yang tidak melakukan pemeriksaan mikobakteria secara rutin.
Berdasarkan pembentukan pigmen, NTM dibagi atas 3 kelompok yaitu
photochromogen, scotochromogen, dan non photochromogen. Adanya pigmentasi
dan koloni yang halus dapat membedakan NTM dengan M. tuberculosis yang
koloninya tidak mempunyai pigmen dan kasar.8 Berikut gambaran beberapa
koloni NTM pada media solid dan media cair.
26
Gambar 2. 6 Koloni MTB dan M. avium complex Dikutip dari : Anonymous27
(A). M. chubuense. (B) M. gilvum. (C) M. obuense. (D) M. parafortuitum. (E) M. vaccae. (F) M. marinum. On the left are shown smooth and rough colonies grown on TSA plates. On the right, the growth on TSB medium of an isolated colony taken from TSA is shown
Gambar 2.7 Koloni M. smegmatis Dikutip dari : Julian E28
27
Gambar 2.8 Koloni M. kansasii Dikutip dari : Anonymous27
Gambar 2. 9 Koloni M. balnei Dikutip dari : Anonymous27
2.7.4.1 Identifikasi Biokimia
28
Metode biokimia spesifik untuk identifikasi jenis mikobakteria dapat
dikerjakan dan memberikan hasil yang cukup baik. Cara yang dipakai antara lain
berkaitan dengan produksi niacin, reduksi nitrat, inaktivasi catalase pada 68oC,
tellurite reduction, dan kepekaan thiopene-2-carboxylic hydrazide (TCH).2,4
Sebagian besar mikobakteria mempunyai enzim yang mengubah niacin bebas
menjadi niacin ribonucleated. Niacin yang tidak diubah dapat terakumulasi dan
terdeteksi sebagai asam nikotinat. Akan tetapi sembilan puluh lima persen M.
tuberculosis tidak memiliki enzim yang mengubah niacin bebas sehingga akan
memberikan hasil positif pada tes ini sedangkan bakteri NTM akan memberikan
hasil yang negatif.5
Adanya produksi nitratreduktase dapat membedakan bakteri NTM dengan M.
tuberculosis. Nitratreduktase akan mengkatalisis reduksi nitrat menjadi nitrit.
Hasil positif terdapat pada bakteri M. tuberculosis sedangkan NTM memberikan
hasil negatif kecuali spesies M. kansasii, M. szulgai, dan M. fortuitum. Pada tes
katalase, bakteri mikobakteria memberikan reaksi positif, kecuali beberapa bakteri
M. tuberculosis yang resisten terhadap isoniazid, M. bovis, M. gastri, dan M.
kansasii.5
Uji kepekaan terhadap thiopene-2-carboxylic hydrazide (TCH) dapat
membedakan M. bovis dengan M. tuberculosis. M. bovis mempunyai kepekaan
yang rendah dibandingkan dengan M. tuberculosis. Reduksi potassium tellurite
dari tidak berwarna menjadi hitam metalik merupakan karakteristik dari M. avium
complex.5
29
Meskipun dapat membedakan MTC dengan NTM, uji biokimia memerlukan
keterampilan dan waktu yang lama serta tidak bisa membedakan subspecies MTC
yang jarang ditemukan yaitu M. bovis BCG, M. microti dan M. canetti 2,4
2.7.4.2 Identifikasi dengan Radiometrik BACTEC
Metode ini berdasarkan kepada sistem kultur radiometrik, dengan atau tanpa
penggunaan inhibitor pertumbuhan NAP (p-nitro-alpha-acetyl-amino beta
hidroxypropiophenone). Inhibitor ini akan menghambat pertumbuhan MTC tapi
tidak menghambat NTM. Digunakan medium cair Middlebrook 7H12 yang
mengandung asam palmitat yang dilabel 14C untuk deteksi radiometrik terhadap
pertumbuhan mikobakteria. Label 14C beredar sebagai 14CO2 selama
pertumbuhan dan respirasi. Bila pertumbuhan mikobakteria mencapai indeks
pertumbuhan 10 yang ditentukan oleh jumlah 14CO2 yang beredar, hasil positif
akan terekam pada sistem BACTEC. Pemeriksaan akan selesai dalam waktu 5
hari, namun metode ini tidak dapat membedakan spesies dari mikobakteria.23
2.7.4.3 Identifikasi Chemotaxonomic
Identifikasi NTM secara konvensional membutuhkan waktu yang lama dan
tidak dapat membedakan spesies baru NTM. High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) dapat digunakan untuk identifikasi kuman NTM.8,9
High Performance Liquid Chromatography merupakan metode yang praktis,
cepat, dan dapat mengidentifikasi bakteri NTM yang tumbuh lambat. HPLC juga
dapat digunakan untuk analisa langsung pertumbuhan mikobakteria dari BACTEC
30
7H12B medium dan identifikasi langsung MAC dari bahan pemeriksaan dengan
BTA positif. Akan tetapi, HPLC mempunyai kekurangan yaitu tidak dapat
mengidentifikasi species baru NTM dan M. simiae complex. Identifikasi M.
fortuitum dan M. smegmatis serta M. abcessus dan M. chelonae juga tidak dapat
dilakukan dengan HPLC.8
2.7.4.4 Identifikasi Molekuler
Teknik molekuler pada saat ini memegang peranan penting dalam penegakan
diagnosis infeksi mikobakteria. Melalui metoda ini, penegakan diagnosis infeksi
mikobakteria dapat dilakukan lebih cepat, mendapat informasi tentang
epidemiologi, dan dapat mengidentifikasi galur mikobakteri yang resisten
terhadap pengobatan.18 Sampel untuk identifikasi bakteri NTM dengan teknik
molekuler dapat berasal broth culture, koloni dari media solid atau langsung dari
spesimen yang berasal dari pasien. Terdapat dua tahap pemeriksaan pada teknik
molekuler yaitu tahap pertama adalah amplifikasi fragmen DNA target dan tahap
kedua adalah deteksi fragmen yang diamplifikasi. Kedua tahap ini dapat dilakukan
berurutan atau sekaligus.26
Beberapa teknik molekuler yang dipakai untuk diagnosis NTM antara lain
adalah nucleic acid probes, nucleic acid hybridizatin with specific probes,
conventional polymerase chain reaction (PCR), PCR and Restriction Fragment
Length Polymorphism (PCR-RFLP) dan DNA sequencing analysis. Sekuens gen
yang dianalisa adalah 65-kD heat shock protein (hsp65), 32 kDa protein gene,
gyrB, recA, rpoB, dan gen 16S rRNA.33 Berdasarkan teknik pemeriksaan, jenis
31
dan volume sampel, sensitifitas pemeriksaan NTM dengan teknik molekuler
dilaporkan bervariasi 50%-100% dengan spesifisitas lebih dari 95%. 32
Polymerase Chain Reaction adalah teknik untuk melipat gandakan sekuen
nukleotida spesifik dari organisme target, yang merupakan teknik untuk
mendeteksi organisme target dalam konsentrasi kecil dengan spesifitas tinggi.
Proses PCR terdiri dari tiga tahap yaitu :
Pre PCR : persiapan reagen, persiapan spesimen (isolasi/purifikasi
DNA/RNA)
PCR : proses amplifikasi
denaturasi : pemisahan rantai ganda DNA menjadi rantai tunggal
DNA.
Annealing : proses penempelan /hibridisasi pasangan primer pada
DNA
Extension : proses sintesis yang dimulai dari posisi primer dan
diteruskan sepanjang DNA target sehinga terjadi penambahan
nukleotida satu demi satu yang komplementer terhadap untai
nukleotida template hingga selesai sintesis satu rantai DNA yang
komplementer dengan DNA template.
Primer yang dipakai untuk amplifikasi DNA pada masing-masing spesies
NTM berbeda-beda tergantung pada pabrik yang membuat. Contoh pasangan
primer M. Avium complex adalah 5’-CCT CAA GAC GCA TGT CTT CT-3’
pada posisi forward dan 5’-ACA GCT CCC TCC CAA AAGGG-3’ pada posisi
reverse. Pada M. intracellulare , pasangan primernya adalah, 5’-CCT TTA GGC
32
GCA TGT CTT TA-3’ pada posisi forward dan, 5’-GCCAG CTC CCT CCC
AAG GG-3’ pada posisi reverse. 31
Post PCR : deteksi/analisa hasil PCR.
2.7.4.4.1 Nucleic Acid Hybridization
Identifikasi mikobakteria dengan nucleic acid hybridization dapat memberikan
hasil yang cepat. Teknik ini memakai probes acridium berlabel DNA yang
spesifik untuk MAC, M. gordonae, dan M. kansasii. Hasil identifikasi spesies
mikobakteria dapat diketahui dalam waktu 2 jam setelah koloni tumbuh pada
media kultur, baik dari kultur dengan media padat maupun dari media cair.
Teknik ini didasarkan pada pelepasan 16SrRNA dari bakteri. Beberapa penelitian
menunjukkan spesifitas dari teknik ini adalah 100% dengan sensitivitas 85-100%.
Kekurangan dari teknik ini adalah hanya ada beberapa probe untuk beberapa
spesies NTM. Selain itu juga terdapat reaksi silang probe untuk M. tuberculosis
dengan M. celatum.8
2.7.4.4.2 PCR and Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
Analysis
PCR and Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) Analysis dapat
membedakan spesies bakteri mikobakteria dengan pertumbuhan lambat. Bahan
pemeriksaan untuk teknik ini adalah isolat basil tahan asam yang berasal dari
media cair maupun media padat. Identifikasi NTM dengan metode ini memakan
waktu yang cepat dan dapat mengindentifikasi NTM yang tidak dapat
diidentifikasi dengan metode fenotip dan chemotaxonomic.8
33
Teknik RFLP berdasarkan pada penggandaan sekuen 441-bp gen pengkode 65-
kD heat shock protein (hsp65).8 Protein 65-kDa mengandung epitop yang spesifik
untuk masing-masing spesies mikobakteria. Penggandaan sekuen 441-bp gen
pengkode hsp65 akan diikuti dengan pembatasan fragmen oleh enzim digesti.
Fragmen yang dibatasi tersebut menunjukkan spesifikasi mikobakterium.
Keuntungan pemeriksaan dengan metode ini adalah penentuan spesies
mikobakteria dapat dilakukan dengan cepat, persiapan sampel yang sederhana dan
tidak memerlukan probes, hibridisasi dan radioaktif. Akan tetapi hanya bakteri
golongan RGM yang dapat diidentifikasi dengan teknik ini.8, 34
2.7.4.4.3 DNA Sequencing
Terhadap hasil produk PCR dengan fragmen yang positif mengandung gen 16S
rDNA mikobakteria, dilakukan sekuensing untuk mengetahui jenis spesies
mikobakteria pada produk PCR tersebut.15 Untuk tujuan identifikasi bakteri,
analisis sekuen dengan metode ini menitikberatkan sekuens pada wilayah yang
dikenal dengan wilayah A dan wilayah B. Sekuens pada wilayah A biasanya
sudah cukup adekuat untuk mengidentifikasi spesies mikobakterium. Sekuens
pada wilayah B biasanya dilakukan pada spesies-spesies yang tidak dapat
dideskripsikan atau tidak dapat dibedakan dengan sekuens pada wilayah A saja.
Contohnya adalah M. kansasii / M. gastri, M. ulcerans dan M. marinum, dan M.
shimoidei serta M. triviale. Isolat M. chelonae dan M. abscessus tidak dapat
dibedakan di dalam wilayah A dan B, walaupun mereka bervariasi pada 16S
rRNA.8
34
2.7.4.5 Uji Kepekaan Antimikroba Nontuberculous Mycobacterium
Uji kepekaan antimikroba MTB dan kuman NTM golongan RGM dapat
dilakukan dengan cara tradisional seperti dengan broth dilution, Kirby Bauer dan
E-Test. Sayangnya, hanya sedikit penelitian yang dilakukan untuk uji kepekaan in
vitro antimikroba dan efek klinisnya, kecuali uji kepekaan klaritromisin untuk
kuman MAC dan rifampisin untuk kuman M. kansasii. Kecuali klaritromisin, pola
kepekaan invitro kuman MAC berbeda dengan invivo sehingga uji kepekaan
antimikroba pada kuman MAC tidak dianjurkan.4,8
Uji kepekaan antimikroba untuk spesies NTM lainnya bervariasi. Uji kepekaan
antimikroba pada M. kansasii dan kuman NTM golongan RGM seperti
Mycobacterium malmoense, M xenopi, dan M Terrae kompleks pada lini awal
adalah rifampisin. Jika rifampisin resisten, dipakai antimikroba lini kedua yaitu
amikasin, siprofloksasin, klaritromisin, etambutol, rifabutin, streptomisin,
sulfonamid, dan isoniazid.4,8
Untuk RGM (misalnya, M. abscessus, M. chelonae, M. fortuitum, M.
smegmantis, M. mucogenicum), broth microdilution dianjurkan untuk uji
kerentanan antimikroba. Akan tetapi belum ada panel standar pengujiaan
antibiotik secara rutin yang direkomendasikan untuk spesies ini. Antibiotik yang
telah digunakan untuk mengobati infeksi oleh kuman RGM adalah amikasin,
imipenem, cefoxitin, klaritromisin, siprofloksasin, doksisiklin, linezolid,
sulfamethoxazole, dan tobramycin. Antibiotik seperti linezolid, moksifloksasin,
dan tigecycline dapat dipertimbangkan, meskipun hanya sedikit pengalaman klinis
35
dengan antibiotik ini. Untuk M. marinum, tidak ada uji kepekaan antimikroba
yang dianjurkan.4,8
36
BAB III
RINGKASAN
Nontuberculous mycobacterium (NTM) merupakan istilah yang digunakan
untuk membedakan mycobacterium lingkungan dengan mycobacterium yang
menyebabkan tuberkulosis dan lepra. Manifestasi klinis pada manusia yang
disebabkan oleh infeksi NTM dapat berupa penyakit paru kronik, limfadenitis,
penyakit kulit dan penyakit diseminata. Diagnosis NTM seringkali sulit
ditegakkan karena perjalanan penyakitnya yang lambat dan gejala klinis yang
tidak spesifik.
Gejala klinis penyakit paru yang disebabkan NTM mirip dengan tuberkulosis
yang disebabkan oleh M.tuberculosis. Infeksi karena NTM harus dicurigai
khususnya dalam kasus di mana pengobatan obat anti tuberkulosis (OAT) tidak
menghasilkan respon yang diinginkan. Diagnosis NTM ditegakkan berdasarkan
gejala klinis, pemeriksaan mikrobiologi, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan
histopatologi. Pemeriksaan molekuler merupakan metoda terbaru pemeriksaan
mikobakterium yang dapat memenuhi kebutuhan penegakan diagnosis sehingga
dapat mengidentifikasi spesies NTM.
37
SUMMARY
Nontuberculous mycobacterium (NTM) is a term used to distinguish the
environmental mycobacterium that causes tuberculosis and leprosy. Clinical
manifestations in humans are caused by NTM infection can be chronic pulmonary
disease, lymphadenitis, skin disease and disseminated disease. Diagnosis is often
difficult to enforce because of the indolent nature of the disease and clinical
symptoms are not specific.
Clinical symptoms of pulmonary disease caused by NTM is similar to
tuberculosis caused by M. tuberculosis. Infections due to NTM should be
suspected, especially in cases where anti-tuberculosis treatment (OAT) did not
produce the desired response. NTM diagnosis is made on clinical,
microbiological examination, radiological examination and histopathological
examination. Molecular examination of a new method of examination
mycobacteria that can meet the needs of the diagnosis so as to identify species of
NTM.
38
DAFTAR PUSTAKA
1. Gopinath K, Singh S. Non-tuberculous Mycobacteria in TB Endemic Countries : Are We Negleting The Danger? PLoS Negketed Tropical Disease. 2010;4(4):1-4.
2. Katoch VM. Infections due to non-tuberculous mycobacteria (NTM). Indian J Med Res. 2004 Oktober;120:290-304.
3. Koh WJ, Kwon OJ, Lee KS. Diagnosis ang Tratment of Nontuberculous Mycobacterial Pulmonary Diseasev: A Korean Perspective. J Korean Med Sci. 2005;20:913-25.
4. Jarzembowsky JA. Nontuberculous Mycobacterial Infections. Pathology and Laboratory Medicine. 2008 August;132(8):1333-41.
5. Eisenstadt J, Hall Gs, Gibson SM. Mycobacterium tuberculosis and other non tuberculous mycobacterium. Dalam: Mahon CR, Manuselis G, editor. Textbook of diagnosis microbiology. Edisi ke-2. Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. h. 669-707.
6. Costa ARF, Lopez ML, Sousa MS, Suffys PN, et all. Pulmonary Nontuberculous Mycobacterial Infection in the State of Para, an Endemic Region of Tuberculosis in North of Brazil Dalam: Amal A, editor. Pulmonary Infection Edisi. Croatia: InTech; 2012.
7. R Brosch SB, ST Cole Comparative genomic of the Mycobacterium tuberculosis complex: evolution insight an application. Dalam: WN Ron SG, editor. Tuberculosis. Edisi. Philadelphia: Lippincot William & Wilkins; 2004. h. 65-73.
8. Griffith DA, Brown-Elliot BA, Catanzaro A, Daley C, et all. An Official ATS/IDSA Statement : Diagnosis, Treatment, and Prevention of Nontuberculous Mycobacterial Disease. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine. 2007;175:367-416.
9. Field SK, Cowie RL. Lung Disease Due to the More Common Nontuberculous Mycobacteria. Chest Journal. 2006 June;129(6):1653-72.
10. Plorde JJ. Mycobacteria. Dalam: Kenneth J Ryan CGR, editor. Sheris Medical Microbiology : An Introduction to Infectious Disease. Edisi ke-4. New York: McGraw Hill; 2004.
39
11. Tortoli E. Clinical manifestations of nontuberculous mycobacteria infections. Clinicak Microbiology and Infection 2009 19th October;15(10).
12. Narang P. Relevance of nontuberculous mycobacterium in India. Indian Journal of Tuberculosis. 2008;55(4):175-8.
13. Bicmen C, Koskun M, Gunduz AT, Senol G, A, et all. Nontuberculous mycobacteria isolated from pulmonary specimens between 2004-2009 : causative agent or not? New Microbiologica. 2010;33:399-403.
14. Chun-Ta Huang Y-JT, Chin-Chung Shu, Yung-Chao Lei, Jann-Yuan Wang, Chong-Jen Yu. Clinical significanceof isolation of nontuberculous mycobacteria in pulmonary tuberculosis patients Respiratory Medicine. 2009;103:1484-91.
15. Dahlan Z. Diversitas mikobakterium penyebab dan kaitan patogenesis dengan variasi lesi organ pada pasien yang didiagnosis tuberkulosis. Bandung: Universitas Padjadjaran; 2003.
16. Bhamidi S, Shcerman MS, McNeil MR. Mycobacterial Cell Wall Arabinogalactan: A Detailed Perspective on Structure, Biosynthesis, Functions and Drug Targeting Dalam: Ullrich M, editor. Bacterial Polysaccharides: Current Innovations and Future Trends. Edisi. Bremen: School of Engineering and Science, Jacobs University Bremen; 2009.
17. Brooks GF BJ, Morse SA. Mycobacteria. Dalam: Jawetz M, Adelbergs, editor. Medical Microbiology. Edisi ke-21. London: Prehentice Hall International Limited; 1998. h. 279-87.
18. Soolingen DV. Molecular epidemiologi of tuberculosis and other mycobacterial infection: main methodologist and achievements. Journal of internal medicine. 2001;249:1-26.
19. AnyplexTM.. MTB/NTM Real Time Detection. Insert Kit.2009
20. Holland SM, Galling Dl. Disorder of granulocyte and monocyte. Dalam : Kasper DL, Fauci AS, longo DL, et all, editors. Harrisons Principles of Internal Medicine. Edisi 18. McGraw-Hill, Medical Publishing House; 2001. h.348-358
22. Sexton PA, Harrison AC. Susceptibility to nontuberculous mycobacterial lung disease. European Pespiratory Journal 2008;31:1322-33.
40
22. Grange J. Mycobacteria and human disease. Edisi ke-2. London: Arnold; 1996.
23. Hirschel B. Infections due nontuberculous mycobacteria. Dalam: Kasper DL, Fauci AS, longo DL, et all, editors. editor. Harrison's Principles of Internal Medicine. Edisi 16. McGraw-Hill, Medical Publishing House; 2001. h. 1040-4.
24. Esparcia O, Navaro F, Quer M. Limfadenopathy cause by Mycobacterium colombiense. Juornal of Clinical Microbiology. 2008; 46(5): 1885-7.
25. Aubry A, Chusidow O, Caumer E, et all. Sixtythree case of Mycobacterium marinum infection. Clinical, feature, treatment and antibiotik susceptibility test of causative isolates. Archieves of internal medicine. 2002;162(15): 1746-52.
26. Boleira M, Lupi O, Lehman L. Buruli Ulcer. An Bras Dermatol. 2010; 85(3).
27. Anonymous. Tersedia dalam http//www: uaz.edu.mx. Diunduh tanggal 5 Agustus 2012.
28. Julian E, Rolden M, Chardi AS, et all. Microscopic cords, a virulence related characteristic of Mycobacterium tuberculosis, are also present in nonpathogen mycobacteria. Juornal of Bacteriology. 2010;192(7): 1751-62.
30. Rüsch-Gerdes S, Nardi G, Gismondo M. Multicenter Evaluation of the Mycobacteria Growth Indicator Tube for Testing Susceptibility of Mycobacterium tuberculosis to First-Line Drugs. J Clin Microbiology. 1999;37(1):45-8.
31. Chen ZH, Butler WR, Baumstrak BR, et all. Identification and differentiation of Mycobacterium avium and M. intracellular by PCR. J Clin Microbiology. 1996 ;34(5): 1267–1269.
32. Wu TS, Lu CC, Lai HC. Current Situation on Identification of Nontuberculous Mycobacteria. J Biomed Lab Sci. 2009;21(1):1-4.
33. Williams KJ, Ling CL, Gillespie SH, et all. A paradigm for the molecular identification of mycobacterium species in a routine diagnostic laboratory. Journal of Medical Microbiology. 2007;56:598-602.
34. Telenti A, Marchesi F, Balz M, Bally F, et all. Rapid identification of mycobacteria to the species level by polymerase chain reaction and
41
restriction enzyme analysis. Journal of Clinical Microbiology. 1993 February;31(2):175-8.
top related