analisa risiko penumpukan barang di ...repository.ppns.ac.id/2185/1/1115040021 - latof...
TRANSCRIPT
i
TUGAS AKHIR (614415A)
ANALISA RISIKO PENUMPUKAN BARANG DI PELABUHAN SELAMA PROSES PENGIRIMAN MUATAN JENIS WIREROD DENGAN METODE HOUSE OF RISK (HOR)
Latof Syeikhur Rabbani NRP. 1115040021
DOSEN PEMBIMBING : Ir. GAGUK SUHARDJITO, MM. ADITYA MAHARANI, S.Si., MT.
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA
2019
i
TUGAS AKHIR (614415A)
ANALISA RISIKO PENUMPUKAN BARANG DI PELABUHAN SELAMA PROSES PENGIRIMAN MUATAN JENIS WIREROD DENGAN METODE HOUSE OF RISK (HOR)
Latof Syeikhur Rabbani NRP. 1115040021 DOSEN PEMBIMBING : Ir. GAGUK SUHARDJITO, MM. ADITYA MAHARANI, S.Si., MT.
PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
ii
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
vi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Puji Syukur saya haturkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmad dan hidayahnya, serta sholawat dan salam saya junjungkan kepada Nabi
Besar Umat Islam Nabi Muhammad SAW. Atas karunia dan hidayahnya sehingga
penulis dapat lancar dalam proses pengerjaan Tugas Akhir dengan judul “Analisa
Risiko Penumpukan Barang Di Pelabuhan Selama Proses Pengiriman Muatan Jenis
Wirerod Dengan Metode House of Risk (HOR)”.
Pada proses pengerjaan Tugas Akhir ini terdapat hambatan serta masalah yang
penulis temui. Atas rahmad dan karunia Allah SWT serta pertolongan dan
bimbingan berbagai banyak pihak penulis mendapatkan banyak masukan, motivasi,
dan semangat. Maka dari itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar – besarnya
kepada berbagai pihak diantaranya sebagai berikut:
1. Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT yang memberikan petunjuk atas ridho
dan karunianya untuk saya dalam mengerjakan Tugas Akhir.
2. Nabi Besar Muhammad SAW.
3. Orang Tua (Mama dan Ayah) serta saudara kandung saya Khafid dan Fira
dan keluarga besar yang lainnya yang selalu mensupport saya dalam
menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Ir. Eko Julianto M.Sc, FRINA selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
5. Bapak Ruddianto ST., MT., MRINA selaku ketua jurusan Teknik
Bangunan Kapal.
6. Ibu Yugowati Praharsi., S.Si., M.Sc., Ph.D selaku ketua program studi
Manajemen Bisnis.
7. Bapak Ir. Gaguk Suhardjito M.M selaku Dosen Pembimbing 1 yang selalu
memberi motivasi lebih, semngat juang tak pernah lelah serta memberikan
bimbingan dalam Tugas Akhir saya.
viii
8. Ibu Aditya Maharani S.Si., MT selaku Dosen Pembimbing 2 yang
membantu saya mulai dari awal mencari topik Tugas Akhir hingga
penyelesaian Tugas Akhir ini. Atas bimbingan serta motivasinya, saya
dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
9. Bapak Romsi Abdullah Abdat selaku CEO dan Ibu Bani selaku Direktur
Utama dari perusahaan Berlian Jaya Maritim yang memberikan
kesempatan penulis untuk belajar atau OJT di perusahaan hingga dapat
melakukan penelitian di perusahaan terkait Tugas Akhir ini.
10. Bapak Bram O’ Warsito selaku Manajer Operasional perusahaan Berlian
Jaya Maritim yang selalu dapat meluangkan waktu untuk memberikan saya
ilmu, pengalaman, serta data terkait penelitian Tugas Akhir.
11. Bapak Untung Parwono, Bapak Erbanu, Bapak Gunarmo Adi, Bapak
Soekamto dan Bapak Wiyono yang selalu memberikan ilmu dan
pengalaman beliau dalam ruang lingkup pekerjaan dan Tugas Akhir yang
penulis teliti.
12. R. Prameswari yang selalu meluangkan waktu untuk mendampingi serta
memberikan motivasi lebih pada penulis dalam penyelesaian Tugas Akhir
ini.
13. Mas Bibim yang selalu memberikan arahan dan menghibur saya selama
pengerjaan Tugas Akhir.
14. Seluruh teman kelas Manajemen Bisnis yang saling mensupport satu sama
lain dan saling memberi semangat dalam penyelesaian Tugas Akhir saya.
15. Kepada seluruh kerabat saya yang selalu memberikan masukan, arahan,
motivasi, dan semangat dalam penyelesaian Tugas Akhir.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat
dipersebutkan satu persatu. Semoga Tugas Akhir penulis dapat bermanfaat bagi
seluruh pihak terutama pada pihak terkait penelitian.
Surabaya, 12 Juli 2019
Latof Syeikhur Rabbani
ix
ANALISA RISIKO PENUMPUKAN BARANG DI PELABUHAN
SELAMA PROSES PENGIRIMAN MUATAN JENIS WIREROD
DENGAN METODE HOUSE OF RISK (HOR)
Latof Syeikhur Rabbani
ABSTRAK
PT. Berlian Jaya Maritim (BJM) merupakan Perusahaan Bongkar Muat
(PBM) yang beroperasi di Kawasan Terminal Jamrud, Pelabuhan Tanjung Perak
Surabaya. Pada tahun 2018 PT. BJM terjadi penumpukan barang jenis wirerod
sebanyak 65.698 ton sehingga harus mengeluarkan tarif penumpukan sebesar Rp.
147.820.500. Metode yang digunakan adalah metode House of Risk (HOR). Hasil
penelitian didapatkan 17 risk event dan 30 risk agent pada penumpukan barang.
Dari risk event dan risk agent yang telah teridentifikasi, selanjutnya dilakukan
pengolahan HOR Fase 1. Hasil pengolahan HOR Fase 1 yang kemudian
digambarkan pada diagram Pareto, didapatkan 14 penyebab risiko dominan. Pada
pengolahan HOR Fase 2 diperoleh 16 tindakan mitigasi untuk 14 penyebab risiko
dominan. Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai rasio keefektifitasan 16 tindakan
mitigasi tersebut. Pada akhir penelitian, didapatkan tindakan mitigasi dengan rasio
keefektifitasan tertinggi, yaitu dengan melakukan komunikasi dengan pemilik
barang untuk memprioritaskan pembongkaran barang yang berasal dari pelabuhan.
Kata Kunci : Perusahaan Bongkar Muat (PBM), Penumpukan Barang, House of
Risk (HOR).
x
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
xi
RISK ANALYSIS OF PILE UP ITEM AT THE PORT DURING
THE PROCESS OF SHIPPING CARGO WIREROD WITH
HOUSE OF RISK (HOR) METHOD
Latof Syeikhur Rabbani
ABSTRACT
PT. Berlian Jaya Maritim (BJM) is a loading and unloading company
(PBM) operating in the Jamrud Terminal area, Tanjung Perak Port, Surabaya. PT.
BJM accumulated 65,698 tons of cargo wirerod in 2018, so it must issue a stacking
rate of Rp. 147,820,500. The study used House of Risk (HOR) method. The research
results obtained 17 risk events and 30 risk agents on pile up item. From the
identified risk events and risk agents, the Phase 1 HOR was processed. The results
of Phase 1 HOR processing depicted in the Pareto diagram, were obtained 14
dominant risk causes. In processing Phase 2 HOR, 16 mitigation measures were
obtained for 14 dominant risk causes. Then the calculation of the effectiveness ratio
of 16 mitigation measures was carried out. At the end of the study, mitigation
measures belonged to highest effectiveness ratio, by communicating with the owner
of the goods to prioritize the dismantling of goods originating from the port.
Keywords: Loading and Unloading Company (PBM), Pile Up Item, House Of Risk
(HOR).
xii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
ABSTRAK ............................................................................................................ ix
ABSTRACT ........................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3
1.5 Batasan Masalah ..................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 5
2.1 Profil Perusahaan .................................................................................... 5
2.2 Risiko dan Manajemen Risiko ................................................................ 5
2.2.1 Pengertian Risiko .............................................................................. 5
2.2.2 Manajemen Risiko ............................................................................ 8
2.3 Supply Chain Risk Management (SCRM) .............................................. 9
2.4 FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) ........................................ 10
2.5 Diagram Sebab Akibat.......................................................................... 10
2.6 Metode House of Risk (HOR) ............................................................... 11
xiv
2.7 Hasil Penelitian Terdahulu .................................................................... 17
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 19
3.1 Diagram alir penelitian.......................................................................... 19
3.2 Tahapan Metode Penelitian ................................................................... 20
3.3 Jadwal Penelitian .................................................................................. 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 25
4.1 Analisa Proses Bisnis Bongkar Muat Perusahaan................................. 25
4.2 Tahap – Tahap Clearence ..................................................................... 31
4.2.1 Tahap Pre Clearence ....................................................................... 32
4.2.2 Tahap Custom Clearence................................................................. 32
4.2.3 Tahap Post Clearence ...................................................................... 33
4.3 Identifikasi Sumber Risiko dengan Diagram Fishbone ........................ 33
4.4 Identifikasi Risk Event dan Risk Agent Penumpukan Barang ............... 35
4.5 Hasil Kuesioner penilaian Severity pada Risk Event dan Occuerence pada
Risk Agent ............................................................................................. 38
4.6 Framework House Of Risk Fase 1 Penumpukan Barang ...................... 41
4.7 Strategi Mitigasi (Preventive Action) Penumpukan Barang ................. 51
4.8 Framework House Of Risk Fase 2 Penumpukan Barang ...................... 55
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 63
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 63
5.2 Saran ..................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 65
LAMPIRAN 1 ...................................................................................................... 67
LAMPIRAN 2 ...................................................................................................... 69
LAMPIRAN 3 ...................................................................................................... 75
LAMPIRAN 4 .................................................................................................... 111
xv
LAMPIRAN 5 .................................................................................................... 115
LAMPIRAN 6 .................................................................................................... 119
LAMPIRAN 7 .................................................................................................... 123
xvi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Tarif Penumpukan Barang ..................................................................... 2
Tabel 2. 1 Tabel Skala Nilai Severity ................................................................... 12
Tabel 2. 2 Tabel Skala Nilai Occurrence .............................................................. 13
Tabel 2. 3 Korelasi Pembobotan pada HOR Fase 1 .............................................. 13
Tabel 2. 4 Korelasi Pembobotan HOR Fase 2 ...................................................... 16
Tabel 2. 5 Peneltian Terdahulu ............................................................................. 17
Tabel 3. 1 Jadwal Penelitian.................................................................................. 23
Tabel 4. 1 Identifikasi Risk Event Penumpukan Barang ....................................... 36
Tabel 4. 2 Identifikasi Risk Agent Penumpukan Barang ....................................... 37
Tabel 4. 3 Hasil Penilaian Severity pada Risk Event ............................................. 39
Tabel 4. 4 Hasil Penilaian Occuerence pada Risk Agent ...................................... 40
Tabel 4. 5 Korelasi Pembobotan HOR Fase 1 ...................................................... 42
Tabel 4. 6 Framework HOR Fase 1 Penumpukan Barang .................................... 43
Tabel 4. 7 Perhitungan nilai ARP HOR Fase 1 ..................................................... 44
Tabel 4. 8 Urutan risk agent dengan nilai ARP tertinggi hingga terendah beserta
presentase kumulatif............................................................................ 46
Tabel 4. 9 Hasil risk agent dominan ..................................................................... 50
Tabel 4. 10 Strategi Mitigasi atau Preventive Action Penumpukan Barang ......... 51
Tabel 4. 11 Skala Kriteria Tingkat Kesulitan pada penumpukan barang ............. 53
Tabel 4. 12 Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan (Dk) pada penumpukan barang ... 53
Tabel 4. 13 Matriks korelasi hubungan risk agent dengan preventive action ....... 55
Tabel 4. 14 Framework HOR Fase 2 Penumpukan Barang .................................. 56
Tabel 4. 15 Urutan Prioritas Preventive Action .................................................... 57
xviii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Diagram Penumpukan Barang 2018 PT. Berlian Jaya Maritim ......... 2
Gambar 2. 1 Model HOR Fase 1 (Pujawan, 2009) ................................................ 14
Gambar 2. 2 Diagram pareto (Pujawan, 2009) ...................................................... 15
Gambar 2. 3 Model HOR Fase 2 (Pujawan, 2009) ................................................ 17
Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian ..................................................................... 19
Gambar 4. 1 Alur Proses Bongkar Muat ............................................................... 28
Gambar 4. 2 Flowchart Tahapan Clearence ......................................................... 31
Gambar 4. 3 Fishbone Keterlambatan Kepengurusan Dokumen Pengiriman
Barang ............................................................................................... 34
Gambar 4. 4 Fishbone Hambatan Proses Pengiriman Barang .............................. 34
Gambar 4. 5 Fishbone Hambatan Proses Penerimaan Barang Di Pabrik .............. 35
Gambar 4. 6 Diagram Pareto Risiko Penumpukan Barang ................................... 49
xx
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu visi Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk mengembangkan sistem
transportasi modern, yang dikenal sebagai “Tol Laut”, mulai dikembangkan di
Indonesia. Layanan angkutan barang baru sedang diperkenalkan dan layanan yang
ada sedang diintensifkan dan ditingkatkan. Juga sistem pelabuhan nasional sedang
diperbaiki. Program terpadu Pemerintah diharapkan dapat mengurangi biaya
logistik dari 23,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2014 menjadi
19,2 persen pada 2019 (Baan, 2015). Salah satu layanan kepelabuhan yang
ditingkatkan adalah layanan dari Perusahaan Bongkar Muat (PBM).
Perusahaan Bongkar Muat menurut keputusan Menteri Perhubungan No. KM.
88/AL.305/Phb-85 tentang Perusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke kapal,
pasal 1 ayat (e) yaitu “perusahaan yang secara khusus berusaha di bidang bongkar
muat barang dari dan ke kapal baik dari dan ke gudang Lini I maupun langsung ke
alat angkutan. Proses kegiatan bongkar muat terdiri dari tiga jenis, antara lain
stevedoring yaitu kegiatan pembongkaran barang dari palka kapal ke atas dermaga
atau sebaliknya, cargodoring yaitu kegiatan pemindahan barang dari dermaga ke
gudang atau sebaliknya, dan delivery yaitu kegiatan proses pengiriman barang dari
dermaga ke pabrik pemilik barang”.
Pelabuhan Tanjung Perak sebagai salah satu pintu gerbang Indonesia, yang
menjadi kolektor dan distributor utama barang untuk Indonesia Timur, dalam
beberapa tahun terakhir tidak dapat mengimbangi pertumbuhan ekonomi yang
cepat di Indonesia (Van der Baan, 2015). Permasalahan tersebut terjadi juga pada
PT. Berlian Jaya Maritim. Pada PBM yang beroperasi di Terminal Jamrud ini,
proses bongkar muat khususnya dalam kegiatan pengiriman barang dari dermaga
ke pabrik pemilik barang (consignee) mengalami beberapa hambatan, yang
menyebabkan barang yang telah dibongkar dari kapal tidak dapat langsung
dilakukan pengiriman. Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan barang
sehingga menimbulkan tambahan biaya logistik yang harus dikeluarkan oleh PBM.
.
2
Pada Diagram 1.1 di atas, dapat diketahui bahwa salah satu komoditi yang
paling banyak mengalami penumpukan pada tahun 2018 di perusahaan Berlian Jaya
Maritim adalah wirerod sebanyak 65.698 ton. Akibat penumpukan komoditi
tersebut PBM harus mengeluarkan tarif penumpukan hingga sebesar Rp.
147.820.500, sesuai pada Tabel 1.1 di bawah ini.
Tabel 1. 1 Tarif penumpukan barang
Jenis Barang Jumlah dalam Tonase Tarif penumpukan Jumlah Tarif
Wire Rods 65698 Rp. 2.250 / ton Rp. 147.820.500
St Billets 34952 Rp. 2.250 / ton Rp. 78.462.000
Coils 25010 Rp. 2.250 / ton Rp. 56.272.500
Equipment 2677 Rp. 2.250 / ton Rp. 6.023.250
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan strategi manajemen
perusahaan dalam menghadapi faktor risiko (Risk Event) dan menangani penyebab
dasar risiko (Risk Agent) terjadinya penumpukan barang di pelabuhan yang timbul
selama bongkar muat berlangsung di perusahaan Berlian Jaya Maritim. Metode
House Of Risk (HOR) dinilai sesuai untuk digunakan sebagai metode perancangan
strategi manajemen perusahaan. Hal ini dikarenakan metode ini dibagi dalam dua
fase, yaitu fase (1) identifikasi risiko (risk identification) untuk mengetahui faktor
terjadinya risiko dan penyebab risiko yang dominan. Serta pada fase (2) yaitu fase
penanganan risiko (risk treatment), untuk memberikan rekomendasi skala prioritas
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
Wire Rods St Billets Coils Equipment
Data Penumpukan Barang 2018
Data Penumpukan Barang 2018
Gambar 1. 1 Diagram Penumpukan Barang 2018 PT. Berlian Jaya Maritim
3
dalam penanggulangan risiko. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka topik
penelitian ini adalah “Analisa Risiko Penumpukan Barang di Pelabuhan Selama
Proses Pengiriman Muatan Jenis Wirerod Dengan Metode House Of Risk (HOR)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini merumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil identifikasi kejadian risiko dan penyebab risiko yang
timbul terhadap penumpukan barang di pelabuhan pada perusahaan Berlian
Jaya Maritim ?
2. Bagaimana hasil penilaian risiko penumpukan barang di pelabuhan pada
perusahaan Berlian Jaya Maritim menggunakan metode HOR Fase 1 ?
3. Bagaimana tindakan strategi mitigasi penyebab risiko penumpukan barang
di pelabuhan pada perusahaan Berlian Jaya Maritim menggunakan metode
HOR Fase 2 ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang disebutkan di atas maka dapat
dirumuskan tujuan penelitian ini sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui kejadian risiko dan penyebab risiko yang timbul terhadap
penumpukan barang di pelabuhan pada perusahaan Berlian Jaya Maritim.
2. Dapat mengetahui nilai risiko penumpukan barang di pelabuhan pada
perusahaan Berlian Jaya Maritim menggunakan metode HOR Fase 1.
3. Dapat melakukan tindakan strategi mitigasi penyebab risiko penumpukan
barang di pelabuhan pada perusahaan Berlian Jaya Maritim menggunakan
metode HOR Fase 2.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan serta perkuliahan sebagai salah
satu penerapan ilmu manajemen risiko terhadap kegiatan bisnis dalam dunia
pelayaran dan perkapalan.
4
2. Dapat bermanfaat bagi Perusahaan Bongkar Muat sebagai salah satu solusi
atau metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi risiko
penumpukan barang di kade pelabuhan serta melakukan tindakan strategi
penanganan risiko terhadap penumpukan barang tersebut.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam proposal Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini hanya dilakukan pada pengiriman barang cargo.
2. Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan Berlian Jaya Maritim yang
beroperasi di pelabuhan tanjung perak Surabaya khusunya pelabuhan
jamrud.
3. Penelitian ini dilakukan pada proses keterkaitan bongkar muat antara
perusahaan Berlian Jaya Maritim dengan Pabrik Pengimpor Muatan
Wirerod.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Perusahaan
PT. Berlian Jaya Maritim adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa
bongkar muat di pelabuhan, baik bongkar muat barang kapal domestic maupun
internasional. Perusahaan ini beroperasi di terminal jamrud tanjung perak Surabaya
dan merupakan bagian dari Berlian Group. Perusahaan ini telah berdiri sejak lebih
dari 20 tahun yang lalu. Kantor perusahaan tersebut memiliki dua lokasi. Kantor
baru terletak di jalan Perak Timur no. 50, Pabean Cantikan Surabaya, kantor ini
digunakan sebagai office utama staff operasional perusahaan. Sedangkan kantor
yang lama berlokasi di Jl. Laksda M. Nasir Surabaya, kantor ini ditempati oleh
pegawai lapangan baik yang berstatus organik maupun non organik.
2.2 Risiko dan Manajemen Risiko
2.2.1 Pengertian Risiko
Aktivitas Supply Chain akan selalu memiliki peluang untuk timbulnya suatu
risiko. Maka dari itu manajemen risiko diperlukan dalam strategi penanganan risiko
dengan tujuan meminmalisir tingkat risiko dan dampak dari risiko tersebut (Hanafi,
2009). Menurut teori yang dikemukakan oleh Darmawi (2008) bahwasannya risiko
dibagi dalam 3 pengertian yaitu kemungkinan kerugian yang terjadi, suatu
ketidakpastian dan probabilitas suatu hasil yang berbeda dengan hasil yang
diharapkan. Sedangkan berdasar pada teori Djojosoedarso (2003) risiko timbul
akibat ketidakpastian yang mengakibatkan keragu-raguan untuk meramalkan
kemungkinan terhadap hasil di masa yang akan datang. Pengertian risiko juga
dikemukakan oleh Abbas Salim (2008) bahwa risiko merupakan ketidakpastian
yang mungkin melahirkan peristiwa kerugian.
Menurut teori dari Hanafi (2009) risiko merupakan suatu kejadian yang
menyimpang dari harapan dan dapat merugikan. Risiko dapat dikelompokkan ke
dalam dua tipe, diantaranya :
a. Risiko Murni (pure risk) adalah ketidakpastian terjadi sebuah kerugian atau
dengan bahasa lain hanya ada suatu peluang merugi dan bukan suatu
6
peluang keuntungan. Risiko murni merupakan suatu risiko yang dimana jika
terjadi akan mengakibatkan kerugian dan jika tidak terjadi maka tidak
memunculkan kerugian tetapi juga tidak menimbulkan keuntungan.
b. Risiko Spekulatif merupakan risiko dimana terdapat potensi keuntungan dan
potensi kerugian.
Menurut teori dari Lokobal et al. (2014) sumber – sumber risiko dibedakan
dalam 4 kategori, diantaranya sebagai berikut :
1. Risiko Internal, dimana risiko tersebut berasal dari dalam perusahaan itu
sendiri
2. Risko eksternal, dimana risiko tersebut berasal dari luar perusahaan atau
lingkungan luar perusahaan.
3. Risiko keuangan meruapak risiko yang disebabkan oleh faktor – faktor
ekonomi dan keuangan, seperti perubahan suku bunga, perubahan harga,
ataupun perubahan mata uang.
4. Risiko operasional, dimana semua risiko yang tidak termasuk risiko
keuangan. Risiko operasional tersebut terjadi karena beberapa faktor yaitu
faktor manusia, faktor alam, dan faktor teknologi.
Perusahaan akan mengalami kerugian yang besar jika tidak tepat dalam
pengelolaan risiko. Menurut teori Hanafi (2009) risiko dapat dikelola dan
diminimalisir dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut :
1. Penghindaran yaitu dengan cara keluar atau menghindar dari kemungkinan
risiko yang akan menimpa perusahaan.
2. Retention (ditahan) yaitu dalam beberapa situasi, akan lebih baik risiko
tersebut dihadapi sendiri. Hal tersebut dapat dilakukan dengan lebih hati-
hati dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
3. Diversifikasi yaitu dengan menyebar eksposur yang dimiliki sehingga tidak
terkonsentrasi hanya pada satu atau dua eksposur saja.
4. Transfer Risiko digunakan ketika kita tidak ingin menanggung suatu risiko
tertentu, kita dapat menstransfer risiko tersebut kepada pihak lain yang lebih
mampu dalam menghadapi risiko tersebut.
5. Pengendalian Risiko yaitu dilakukan untuk mencegah atau menurunkan
probabilitas terjadinya risiko yang tidak kita inginkan.
7
6. Pendanaan Risiko yaitu bagaimana kita dapat mendanai kerugian yang
terjadi apabila risiko tersebut muncul.
Risiko Operasional menurut Hanafi (2009) merupakan risiko yang muncul
karena kegagalan dari proses internal, manusia, system, dan risiko eskternal.
Berikut adalah sumber-sumber dari risiko operasional:
Kegagalan proses internal, yaitu risiko yang berkaitan dengan kegagalan
proses atau prosedur internal organisasi.
Risiko kegagalan mengelola manusia, yaitu risiko yang timbul dari
karyawan organisasi tersebut baik disengaja maupun tidak sengaja.
Risiko Sistem, yaitu risiko yang timbul dari faktor sitem teknologi yang
dipakai dalam kegiatan operasional organisasi.
Risiko Eksternal merupakan risiko yang berakitan dengan kejadia yang
bersumber dari luar organisasi dan diluar pengendalian organisasi.
Berdasar teori Djojosoedarso (2003) risiko terdapat beberapa macam, yaitu:
1. Menurut sifatnya :
Risiko murni adalah risiko yang apabila terjadi tentu menimbulkan
kerugian dan terjadinya tanpa disengaja.
Risiko spekulatif adalah risiko yang sengaja ditimbulkan oleh yang
bersangkutan agar terjadinya ketidakpastian memberikan keuntungan
kepadanya.
Risiko fundamental adalah risiko yang penyebabnya tidak dapat
dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita banyak orang.
Risiko khusus adalah risiko yg bersumber pada peristiwa yang mandiri
dan umumnya mudah diketahui penyebabnya.
2. Dapat-tidaknya risiko tersebut dialihkan ke pihak lain, maka dibedakan
dalam:
Risiko yang dapat dialihkan ke pihak lain, dengan mempertanggungkan
suatu objek yang akan terkena risiko kepada perusahaan asuransi.
Risiko yang tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, umumnya
merupakan jenis risiko spekulatif.
8
3. Menurut sumber atau penyebab timbulnya, risiko dibedakan jadi 2 macam:
Risiko intern adalah risiko yang bersumber dari dalam perusahaan itu
sendiri.
Risiko ekstern adalah risiko yang berasal dari luar perusahaan.
2.2.2 Manajemen Risiko
Definisi manajemen risiko menurut teori yang dikemukakan oleh Fahmi
(2010), manajemen risiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang
bagaimana suatu organisasi menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai
permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan manajemen
secara kompherenshif dan sistematis. Suatu risiko adalah satu hal yang melekat
pada setiap aktivitas bisnis dan operasional perusahaan, oleh sebab itu jika tidak
diantisipasi mulai dari awal maka akan berdampak fatal terhadap bisnis tersebut.
Manajemen Risiko Menurut Djohanputro (2008) merupakan suatu proses
terstruktur dan sistematis dalam mengidentifikasi, mengukur, memetakan,
mengembangkan alternatif penanganan risiko, dan memonitor dan mengendalikan
penanganan risiko. Pengertian manajemen risiko juga dikemukakan oleh Hanafi
(2009) bahwa manajemen risiko merupakan suatu sistem dalam mengelola risiko
yang dihadapi perusahaan yang secara komprehensif bertujuan dalam
meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan menurut Djojosoedarso (2003)
manajemen risiko merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam
penanggulangan risiko, terutama risiko yang dihadapi oleh organisasi/perusahaan,
keluarga dan masyarakat. Jadi meliputi aktivitas merencanakan, mengorganisir,
menyusun, memimpin atau mengkoordinir dan mengawasi serta mengevaluasi
program penanggulangan risiko.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Hanafi (2009) proses manajemen
risiko dibagi dalam tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian.
Sedangkan menurut Hopkin (2010) manajemen risiko dilakukan melalui 4 tahap
proses, yaitu:
1. Identifikasi Risiko
Pada tahap awal, pihak manajemen perusahaan melakukan tindakan berupa
idnetifikasi risiko atau pengenalan setiap bentuk risiko yang yang akan
9
dialami perusahaan. Identifikasi dapat dilihat dengan memilah potensi -
potensi risiko yang sudah terlihat, yang akan terlihat atau menelusuri jejak
sumber risiko sampai terjadinya peristiwa yang tak diinginkan.
2. Rangking Risiko
Merangking serta mengevaluasi risiko yang teridentifikasi guna mengetahui
risikoyang dominan atau yang paling tinggi dan risiko mana yang
potensinya rendah.
3. Pengendalian Risiko
Pengendalian risiko dilakukan untuk mengetahui apakah tiap risiko yang
telah teridentifikasi tersebut berada dalam kendali. Tiap risiko memiliki
dampak masing – masing. Oleh sebab itu perusahaan haru mengetahui
apakah risiko tersebut fdalm pengendalian atau tidak.
4. Respon terhadap Risiko yang signifikan
Tahap selanjutnya adalah pengelolaan risiko. Tiap organisasi atau
perusahaan yang gagal dalam mengelola risiko maka akan mendapatkan
kinsekuensi yang serius seperti kerugian besar.
2.3 Supply Chain Risk Management (SCRM)
Supply Chain dapat didefinisikan sebagai suatu jaringan yang terdiri atas
beberapa perusahaan (meliputi supplier, manufacturer, distributor, dan retailer)
yang bekerjasama dan terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
memenuhi permintaan pelanggan, dimana perusahaan-perusahaan tersebut
melakukan fungsi pengadaan material, proses transformasi material menjadi
produk setengah jadi dan produk jadi, serta distribusi produk jadi tersebut hingga
ke end customer (Geraldin, 2007).
Aktivitas Supply Chain memiliki peluang untuk timbulnya risiko. Oleh sebab
itu manajemen risiko sangat diperlukan dalam penanganan risiko dengan tujuan
untuk meminimalisasi tingkat risiko dan dampak risiko tersebut (Hanafi, M.
Mamduh 2006). Menurut Christoper dan Peck (2003) risiko yang terjadi pada
proses supply chain diklasifikasikan menjadi tiga bagian kategori risiko, yaitu :
1. Risiko yang timbul dalam organisasi perusahaan (internal risk).
10
2. Risiko supply chain yang muncul dari luar organisasi (external perusahaan)
yang terjadi tetapi masih dalam supply chain. Hal tersebut terjadi dari interaksi
antar anggota yang ada dalam supply chain, seperti risiko yang terjadi dalam
proses pengiriman atau risiko dalam permintaan.
3. Risiko supply chain yang timbul dari hasil interaksi dengan lingkungan
(external supply chain).
2.4 FMEA (Failure Modes and Effect Analysis)
Failure Modes and Effect Analysis adalah sebuah metode evaluasi
kemungkinan terjadinya sebuah kegagalan dari sebuah sistem, desain, proses atau
servis untuk dibuat langkah penanganannya (Yumaida, 2011). Para praktisi dan
akademisi menganggap FMEA merupakan metode yang paling sesuai untuk
menilai risiko yang timbul dalam suatu proses supply chain (Christopher et al.,
2003). Berikut adalah beberapa tujuan dari penerapan FMEA (Chrysler, 2008) :
1. Mengidentifikasi penyebab kegagalan proses dalam memenuhi kebutuhan
pelanggan.
2. Memperkirakan risiko penyebab tertentu yang menyebabkan kegagalan.
3. Mengevaluasi rencana pengedalian untuk mencegah kegagalan.
4. Melaksanakan prosedur yang diperlukan untuk memperoleh suatu proses bebas
dari kesalahan.
2.5 Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat merupakan diagram yang berbentuk seperti kerangka
ikan yang juga disebut diagram fishbone. Pada diagram fishbone tersebut
menunjukkan hubungan sebab dan akibat dari sesuatu kejadian. Berdasar teori yang
dikemukakan oleh Heizer dan Render (2011) diagram fishbone berguna untuk
memperlihatkan faktor – faktor utama yang berpengaruh pada kualitas dan
mempunyai akibat pada masalah yang kita pelajari. Dalam diagram tersebut kita
dapat melihat faktor yang lebih detail dan terperinci yang berpengaruh pada faktor
utama dengan melihat pada panah – panah yang berbentuk tulang ikan.
Menurut Scarvada (2004), konsep dasar dari diagram fishbone adalah
permasalahan mendasar diletakkan pada bagian kanan dari diagram atau pada
11
bagian kepala dari kerangka tulang ikannya. Diagram fishbone dalam penelitian ini
digunakan sebagai tahap mengidentifikasi permasalahan dari suatu kejadian risiko
(risk event) dan menentukan penyebab risiko (risk agent) dari munculnya
permasalahan tersebut.
Terdapat banyak manfaat penggunan diagram fishbone tersebut, diantara lain
sebagai berikut.
1. Untuk menganalisis permasalahan dan akan membantu memfkuskan
permasalahan pada masalah prioritas.
2. Mengilustrasikan permsalahan utama secara ringkas.
3. Menentukan kesepakatan mengenai penyebab suatu masalah.
4. Setelah ditentukan penyebab dari masalah, langkah untuk menhasilkan
solusi akan lebih mudah.
5. Memfokuskan peneliti pada penyebab utama
6. Memudahkan visualisasi hubungan antara penyebab dengan masalah.
7. Menjadikan metode untuk penanganan dari suatu masalah tersebut akan
lebih terarah.
2.6 Metode House of Risk (HOR)
Metode House Of Risk merupakan gabungan dari metode QFD dan metode
FMEA yang digunakan untuk menyusun framework dalam mengelola risiko.
Kelebihannya FMEA adalah suatu perangkat analisa yang dapat mengevaluasi
reliabilitas dengan memeriksa modus kegagalan dan merupakan satu teknis
sesitematis untuk menganalisa kegagalan.
Metode House Of Risk ini bertujuan tidak hanya melakukan penanggulangan
risiko tetapi juga melakukan penanggulangan terhadap penyebab risiko. Secara
garis besar, tahapan dalam framework ini dibagi menjadi dua fase. Metode HOR
fase 1 yaitu identifikasi risiko, fase tersebut untuk menentukan penyebab risiko
mana yang harus di prioritaskan dengan output nilai Aggregat Risk Potential.
Sedangkan metode HOR fase 2 yaitu penanganan risiko, fase tersebut untuk
memberikan prioritas pada langkah startegi mitigasi. Output pada fase ini berupa
rencana tindakan pencegahan terjadinya penyebab risiko dengan tingkat kesulitan
dan kemampuan sumber daya perusahaan dalam melaksanakannya.
12
Penjelasan mengenai langkah-langkah pada dua fase metode HOR akan
dijelaskan di bawah ini:
1. Tahap-tahap dalam metode HOR fase 1 adalah :
Tahap pertama, mengidentifikasi kejadian risiko atau risk event yang dapat
terjadi pada proses bisnis perusahaan.
Tahap kedua, memperkirakan dampak dari beberapa kejadian risiko. Dalam
hal ini menggunakan skla 1-10 dimana 10 menunjukkan dampak yang
ekstrim. Tingkat keparahan dari kejadian risiko diletakkan dikolom sebelah
kanan dari table framework HOR. Berikut ini merupakan tabel nilai severity:
Tabel 2. 1 Tabel Skala Nilai Severity
Nilai Severity Numbers of Severity Rating Description
Rating Dampak Deskripsi
1 Tidak ada Tidak ada efek pada penumpukan barang
2 Sangat sedikit Sangat sedikit efek pada penumpukan barang
3 Sedikit Sedikit efek pada penumpukan barang
4 Sangat rendah Sangat rendah berpengaruh terhadap penumpukan
barang
5 Rendah Rendah berpengaruh terhadap penumpukan barang
6 Sedang Efek sedang pada penumpukan barang
7 Tinggi Tinggi berpengaruh terhadap penumpukan barang
8 Sangat tinggi Efek sangat tinggi terhadap penumpukan barang
9 Serius Efek serius terhadap penumpukan barang
10 Berbahaya Efek berbahaya terhadap kondisi penumpukan barang
Sumber : Shahin dalam Pujawan, 2009
Tahap ketiga adalah mengidentifikasi sumber-sumber risiko dan menilai
kemungkinan kejadian tiap sumber risiko dengan menggunakan skala 1-10
untuk mendefinisikan apakah penyebab risiko sangat sering terjadi hingga
jarang sekali terjadi dimana nilai 10 artinya sering terjadi. Sumber risiko
13
ditempatkan dibaris atas tabel framework HOR. Berikut tabel nilai
occurrence:
Tabel 2. 2 Tabel Skala Nilai Occurrence
Nilai Occurrence Numbers of Occurrence Rating Description
Rating Probabilitas Deskripsi
1 Hampir tidak pernah Kegagalan tidak mungkin terjadi
2 Tipis (Sangat kecil) Langka jumlah kegagalan
3 Sangat sedikit Sangat sedikit kegagalan
4 Sedikit Beberapa kegagalan
5 Kecil Jumlah kegagalan sesekali
6 Sedang Jumlah kegagalan sedang
7 Cukup tinggi Cukup tingginya kegagalan
8 Tinggi Jumlah kegagalan tinggi
9 Sangat tinggi Sangat tinggi jumlah kegagalan
10 Hampir pasti Kegagalan hampir pasti
Sumber : Shahin dalam Pujawan, 2009
Tahap keempat adalah mambangun matriks hubungan antara risk event dan
risk agent dengan nilai 𝑅𝑖𝑗 {0,1,3,9} hubungan tersebut adalah keterkaitan
antara setiap sumber risiko dengan kejadian risiko. dimana nilai 0
menunjukkan tidak adanya hubungan, nilai 1 menunjukkan korelasi yang
lemah, nilai 3 menunjukkan korelasi sedang dan nilai 9 menunjukkan
terdapat hubungan yang kuat.
Tabel 2. 3 Korelasi Pembobotan pada HOR Fase 1
Bobot Keterangan
9 Menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara risk event dan risk agent.
3 Menunjukkan adanya korelasi yang sedang antara risk event dan risk agent.
1 Menunjukkan adanya korelasi yang lemah antara risk event dan risk agent.
0 Menunjukkan tidak terdapat hubungan korelasi yang kuat antara risk event dan risk agent.
Sumber : Pujawan, 2009
14
Tahap kelima adalah menghitung kumpulan potensi Aggregate Risk
Potentials (ARP) dari risk agent yang ditentukan sebagai hasil dari
kemungkinan kejadian dari sumber risiko dan kumpulan dampak penyebab
dari setiap kejadian risiko yang disebabkan oleh sumber risiko. Dalam
perhitungan tersebut menggunakan rumus : 𝐴𝑅𝑃𝑗 = 𝑂𝑗 𝑥 ∑ (𝑆𝑖. 𝑅𝑖𝑗)
Keterangan : 𝐴𝑅𝑃𝑗 : Aggregate Risk Potentials dari penyebab risiko (risk agent) 𝑂𝑗 : Occurence yaitu peluang kemunculan dari penyebab risiko 𝑆𝑖 : Severity yaitu tingkat keparahan dari kejadian risiko 𝑅𝑖𝑗 : Hubungan korelasi antara kejadian risiko dan penyebab risiko
Langkah keenam adalah membuat ranking risk agent berdasarkan nilai ARP
dari nilai terbesar ke nilai yang terkecil. Hasil pada framework fase 1 metode
HOR adalah sebagai berikut :
Bussines
Processes
Risk
Event A1 A1 A3
Risk
Agent
(Aj)
A4 A5 A6 A7
Severity
of risk
event i
(Si)
E1 R11 R12 R13 S1
E2 R21 R22 S2
E3 R31 S3
E4 R41 S4
E5 S5
E6 S6
E7 S7
Occuerence of
agent j
O1 O2 O3 O4 O5 O6 O7
Aggregate risk
potential j
ARP1 ARP2 ARP3 ARP4 ARP5 ARP6 ARP7
Priority rank
of agent j
1 2 3 4 5 6 7
Gambar 2. 1 Model HOR Fase 1 (Pujawan, 2009)
Keterangan : 𝐸𝑖 : Kejadian risiko, dimana 𝑖 = 1,2,3,...n 𝐴𝑗 : Penyebab risiko, dimana 𝑗 = 1,2,3,...n 𝑆𝑖 : Severity dari kejadian risiko, dimana 𝑖 = 1,2,3,...n 𝑂𝑗 : Occurence dari penyebab risiko, dimana 𝑗 = 1,2,3,..n 𝑅𝑖𝑗 : Korelasi antara kejadian risiko (𝐸𝑖) dengan penyebab risiko (𝐴𝑗) 𝐴𝑅𝑃𝑗 : Agregate Risk Potentials atau prioritas dari penyebab risiko
(2.1)
15
2. Tahap-tahap pada metode HOR fase 2 adalah :
Tahap pertama adalah melakukan pemilihan penyebab risiko yang memiliki
peringkat prioritas tinggi berdasar nilai ARP. Dengan menggunakan analisa
diagram pareto. Diagram Pareto berfungsi guna mempresentasikan
parameter yang dapat diukur dengan perbandingan prosentase 20/80
sehingga nantinya parameter yang dominan dapat diketahui. Contoh
diagram Pareto adalah sebagai berikut :
Gambar 2. 2 Diagram pareto (Pujawan, 2009)
pada sisi kanan diagram merupakan nilai presentase kumulatif ARP dan pada
sisi kiri adalah nilai ARP dari setiap risk agent, sedangkan.
Tahap kedua adalah mengidentifikasi tindakan mitigasi yang tepat dengan
tujuan mengurangi penyebab risiko. Dimana tindakan mitigasi tersebut
harus mampu mengurangi nilai occurence atau nilai kemungkinan kejadian
lebih dari satu penyebab risiko.
Tahap ketiga adalah menentukan nilai hubungan pada setiap tindakan
preventive dengan setiap risk agent. Hubungan korelasi ini dengan nilai
{0,1,3,9}, dijelaskan pada tabel berikut ini :
16
Tabel 2. 4 Korelasi Pembobotan HOR Fase 2
Bobot Keterangan
9 Menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara risk agent dengan preventive action
3 Menunjukkan adanya korelasi yang sedang antara risk agent dengan preventive action
1 Menunjukkan adanya korelasi yang lemah antara risk agent dengan preventive action
0 Menunjukkan tidak terdapat hubungan korelasi antara risk agent dengan preventive action
Sumber : Pujawan, 2009
Tahap keempat adalah menghitung nilai efektivitas total dari tindakan
mitigasi atau preventive action dengan menggunakan rumus sebagai
berikut: 𝑇𝐸𝑘 = ∑ (𝐴𝑅𝑃𝑗. 𝐸𝑗𝑘)
Keterangan : 𝑇𝐸𝑘 : Nilai efektifitas dari setiap tindakan mitigasi 𝑘 𝐴𝑅𝑃𝑗 : Agregate Risk Potentials dari setiap penyebab risiko 𝑖 𝐸𝑗𝑘 : Hubungan korelasi penyebab risiko 𝑗 dengan preventive action 𝑘
Pada tahap kelima adalah mengukur derajat kesulitan dari perusahaan
terkait dalam menjalankan setiap tindakan mitigasi (𝐷𝑘) dan diletakkan
dalam baris di bawah nilai efektifitas total. Derajat kesulitan diukur dengan
menggunakan skala likert dan harus dapat menunjukkan kemampuan
finansial dan sumber daya dalam menjalankan tindakan mitigasi terhadap
penyebab risiko.
Tahap keenam adalah menghitung efektifitas total dengan rasio kesulitan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 𝐸𝑇𝐷𝑘 = 𝑇𝐸𝑘
𝐷𝑘
Keterangan : 𝐸𝑇𝐷𝑘 : Efektivitas mitigasi berdasarkan rasio kesulitan 𝑇𝐸𝑘 : Efektivitas dari mitigasi 𝐷𝑘 : Derajat kesulitan dari mitigasi
(2.2)
(2.3)
17
Pada tahap ketujuh adalah tahap terakhir yaitu melakukan ranking prioritas
dari setiap tindakan atau mitigasi, pada peringkat teratas menunjukkan
tindakan dengan nilai 𝐸𝑇𝐷𝑘 terbesar.
Preventive Action (PAk)
Agregate Risk
Potensial
To be treated risk agent (Aj) PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 (ARPj)
A1 E11 ARP1
A2 ARP2
A3 ARP3
A4 ARP4
Total effectiveness of action TE1 TE2 TE3 TE4 TE5
Degree of difficulty
performing action k
D1
ETD
D2
ETD
D3
ETD
D4
ETD
D5
ETD
Effectiveness to difficulty
ratio
1 2 3 4 5
Rank of priority R1 R2 R3 R4 R5
Gambar 2. 3 Model HOR Fase 2 (Pujawan, 2009)
Keterangan : 𝐴𝑗 : Penyebab risiko yang akan di treatment, dimana 𝑗 = 1,2,3,...n 𝑃𝐴𝑘 : Tindakan preventif mitigasi, dimana 𝑘 = 1,2,3,...n 𝐸𝑗𝑘 : Hubungan keterkaitan penyebab risiko j dan aksi mitigasi 𝑘 𝐴𝑅𝑃𝑗 : Prioritas dari penyebab risiko 𝑗 𝑇𝐸𝑘 : Total Effectiveness of action, dimana 𝑘 = 1,2,3,..n 𝐷𝑘 : Derajat kesulitan implementasi dari aksi mitigasi k, dimana 𝑘 = 1,2,3,...n 𝐸𝑇𝐷𝑘 : Ratio kesulitan dari aksi mitigasi 𝑘, dimana 𝑘 =1,2,3...n 𝑅𝑘 : Peringkat dari setiap tindakan mitigasi, dimana 𝑘 =1,2,3,...n
2.7 Hasil Penelitian Terdahulu
Berikut adalah tabel penelitian terdahulu sebagai acuan penulisan penelitian ini.
Tabel 2. 5 Peneltian Terdahulu
No Pengarang Judul Persamaan
Perbedaan
Terdahulu Sekarang
1 I Nyoman
Pujawan &
Laudine H.
Geraldin, (2009)
House Of Risk: a
model for
proactive supply
chain risk
management
Menggunakan
Metode yang
digunakan
adalah House
Of Risk
(HOR)
Penelitian ini
dilakukan di
pabrik pupuk.
Penelitian saya dilakukan
pada perusahaan bongkar
muat PT. Berlian Jaya
Maritim yang merupakan
salah satu perusahaan PBM
di Surabaya.
18
Tabel 2. 5 Peneltian Terdahulu (Lanjutan)
No Pengarang Judul Persamaan Perbedaan
Terdahulu Sekarang
2 Zulia Dewi
Cahyani, dkk.
(2016)
Studi
Implementasi
Model House
Of Risk (HOR)
untuk Mitigasi
Risiko
Keterlambatan
Material dan
Komponen
Impor pada
Pembangunan
Kapal Baru
Menggunakan
Metode yang
digunakan adalah
House Of Risk
(HOR)
Penelitian ini
terfokus pada
mitigasi risiko
keterlambatan
material dan
komponen impor
pembangunan
kapal baru di
perusahaan
galangan.
Penelitian saya
terfokus pada risiko
penumpukan
barang di pelabuhan
selama proses
bongkar muat
berlangsung.
3 Bayu Rizki
Kristanto dan Ni
Luh Putu
Hariastuti, (2014)
Aplikasi
Model House
Of Risk (HOR)
Untuk
Mitigasi
Risiko pada
Supply Chain
Bahan Baku
Kulit
Menggunakan
Metode yang
digunakan adalah
House Of Risk
(HOR)
Penelitian ini
mengaplikasikan
metode House Of
Risk (HOR) untuk
langkah mitigasi
risiko pada supply
chain bahan baku
kulit.
Penelitian saya
mengaplikasikan
metode House Of
Risk (HOR) untuk
langkah memitigasi
risiko penumpukan
barang di
pelabuhan.
4 Dyah Lintang
Trenggonowati dan
Nur Atmi Pertiwi,
(2016)
Analisis
Penyebab
Risiko dan
Mitigasi
Risiko Dengan
Menggunakan
Metode House
Of Risk
(HOR) pada
Divisi
Pengadaan PT.
XYZ
Menggunakan
Metode yang
digunakan adalah
House Of Risk
(HOR)
Penelitian ini
dilakukan di PT
XYZ yang
bergerak di
bidang pengadaan
barang dan jasa di
pelabuhan.
Penelitian saya
dilakukan pada
perusahaan bongkar
muat PT. Berlian
Jaya Maritim yang
merupakan salah
satu perusahaan
PBM di Surabaya.
19
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram alir penelitian
Berikut adalah diagram alir yang dibuat secara sistematis dalam penelitian ini.
Gambar 3. 1 Diagram alir penelitian
Mulai
Penetapan Rumusan Masalah
Kajian Pustaka
Pengumpulan Data
Data Primer
Observasi
Wawancara
Data Sekunder
Data Penumpukan Barang
Data Tarif Penumpukan
Barang
Proses Bisnis Bongkar
Muat
Identifikasi Kejadian Risiko dan
Penyebab Risiko Penumpukan Barang
Pengisian Kuesioner Kejadian Risiko
dan Penyebab Risiko Penumpukan
Barang oleh Expert Judgment
Metode House Of Risk
Fase 1 : Evalusai Kejadian Risiko
dan Penyebab Risiko
Fase 2 : Strategi Mitigasi Risiko
Analisa dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Tahap 1 : Persiapan
Tahap 2 : Pengumpulan
dan Pengolahan Data
Tahap 3 : Analisa dan
Pembahasan
Tahap 4 : Kesimpulan
dan Saran
20
3.2 Tahapan Metodologi Penelitian
Berikut merupakan tahapan – tahapan metodologi pada penelitian ini.
Tahap 1 : Persiapan
a. Penetepan Rumusan Masalah
Pada tahap ini peneliti melakukan identifikasi permasalahan yang ada pada
PT. Berlian Jaya Maritim dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya. Salah satu
permasalahan yang didapatkan adalah penumpukan barang di Kade atau
lapangan penumpukan sehingga meningkatkan biaya logistik yang harus
ditanggung PBM. Identifikasi masalah ini digunakan peneliti untuk penetapan
rumusan masalah serta penetapan tujuan penelitian.
b. Kajian Putaka
Peneliti tidak hanya berhenti pada identifikasi masalah, namun dilanjutkan
dengan melakukan kajian pustaka guna mendapatkan referensi-referensi yang
mendukung proses penelitian. Adapun literatur yang digunakan dalam penelitian
yaitu berdasar jurnal, buku terkait manajemen risiko serta buku terkait bongkar
muat.
Tahap 2 : Pengumpulan dan Pengolahan Data
a. Pengumpulan Data
Data Primer
Tahap ini diawali dengan observasi tentang proses kegiatan bongkar muat di
perusahaan Berlian Jaya Maritim khususnya dalam proses delivery dari
pelabuhan ke pabrik pengimpor muatan wirerod, yang terdiri atas proses
kegiatan penanganan barang sebelum dikirim, ketika dikirim dan setelah
dikirim.
Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data penumpukan
barang tahun 2018 selama 1 tahun terakhir beserta data tarif penumpukan
barang.
b. Identifikasi Kejadian Risiko dan Penyebab Risiko
Tahap ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada masing-masing
ahli yang dimiliki oleh PBM dengan tujuan mengidentifikasi risk event dan risk
21
agent penumpukan barang. Dari hasil tersebut risk event dan risk agent akan
digambarkan melalui diagram fishbone guna mempermudah penulis untuk
melakukan analisa risiko selanjutnya dalam metode HOR.
c. Pengisian Kuesioner
Pada tahap ini dimana peneliti memberikan kuesioner kepada 6 responden
pihak expert perusahaan Berlian Jaya Maritim terkait. Tahapan ini dilakukan
dengan tujuan agar dapat mengidentifikasi dan menilai dampak kejadian risiko
(Severity) dan menentukan tingkat peluang kemunculan penyebab risiko
(Occurrence).
d. Pengolahan Data
Data-data tersebut diolah dengan metode HOR yang terdiri dari dua fase serta
penggambaran melalui diagram Pareto.
HOR Fase 1 : Evaluasi risk event dan risk agent
Pada tahap ini menentukan matriks hubungan korelasi antara risk event dan
risk agent dengan nilai korelasi skala (0, 1, 3, 9) dimana nilai korelasi tersebut
ditentukan oleh pihak expert perusahaan terkait. Setelah itu nilai tersebut
dilakukan perhitungan ke dalam framework HOR fase 1 dan dihasilkan nilai
Aggregate Risk Potentials dari risk agent .
Diagram Pareto
Pada tahap ini dilakukan penentuan peringkat risk agent dari nilai tertinggi
hingga nilai terendah, setelah itu akan digambarkan pada pembuatan diagram
Pareto untuk melakukan proses penyaringan dengan prinsip perbandingan 20/80.
Hasil variabel yang mempunyai presentase kumulatif 0% - 80% akan masuk
dalam tahap preventive action di HOR fase 2 dan nilai 80% - 100% akan
dieliminasi hanya sampai pada HOR fase 1.
HOR Fase 2 : Strategi Mitigasi Risiko
Pada tahap ini menentukan tindakan mitigasi terhadap risk agent yang masuk
dalam HOR fase ini. Setelah itu, menentukan matriks hubungan korelasi antara
masing-masing tindakan mitigasi dengan risk agent dengan skala (0, 1, 3, 9)
dimana nilai korelasi tersebut juga ditentukan oleh pihak expert perusahaan
terkait. Langkah selanjutnya adalah melakukan perhitungan efektifitas total dari
22
setiap tindakan mitigasi, menghitung efektifitas total dengan rasio kesulitan,
serta merangking prioritas dari setiap tindakan. Strategi mitigasi dengan nilai
efektifitas paling tinggi menjadi prioritas karena lebih mudah dalam
pengimplementasikannya (Pujawan dan Geraldin, 2009).
Tahap 3 : Analisa dan Pembahasan
Analisa dilakukan pada hasil pengolahan data yang berdasar pada hasil
rangkaian hasil perhitungan nilai ARP pada framework HOR fase 1, diagram
Pareto, dan nilai keefektifan tindakan mitigasi pada framework HOR fase 2.
Kedua hal tersebut kemudian dijabarkan secara jelas untuk memberikan
gambaran mengenai hasil dari penelitian.
Tahap 4 : Penarikan Kesimpulan dan Saran
Pada tahap kesimpulan merupakan tahap yang akan menjawab rumusan
masalah dan tujuan dari penelitian tugas akhir ini yang didapatkan dari
pelaksanaan tahapan-tahapan sebelumnya. Sedangkan saran diberikan dengan
tujuan untuk memberikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
3.3 Jadwal Penelitian
Berikut adalah jadwal peneltian yang dilakukan oleh penulis:
23
Tabel 3. 1 Jadwal Penelitian
Kegiatan
Periode
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Identifikasi Masalah
2 Studi Literatur
3 Penyusunan Proposal TA
4 Pendaftaran Judul Proposal Ta
5 Sidang Proposal TA
6 Revisi Proposal TA
7 Pengumpulan Data
8 Analisis Permasalahan
9 Progres TA
10 Kesimpulan dan Saran
11 Penyusunan Laporan TA
12 Sidang TA
24
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
25
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan merupakan tahapan peneliti untuk melakukan
pengumpulan dan pengolahan data. Data tersebut terbagi menjadi 2 yaitu data
primer dan data sekunder, dimana data primer didapatkan melalui proses
wawancara dan menyebarkan kuesioner terhadap narasumber (expert judgment)
perusahaan terkait. Sedangkan data sekunder berupa data penumpukan barang dan
besarnya tarif penumpukan barang.
4.1 Analisa Proses Bisnis Bongkar Muat Perusahaan
Pada penelitian ini tahap awal yang dilakukan yaitu mengetahui seluruh
kegiatan yang berkaitan dengan bongkar muat barang di pelabuhan khususya pada
perusahaan Berlian Jaya Maritim. Hal itu dilakukan melalui berbagai proses
pengamatan dan wawancara kepada pihak pihak terkait bongkar muat yang berada
di perusahaan.
Proses bongkar muat barang sendiri meliputi dari 3 proses yaitu stevedoring
yang artinya pekerjaan membongkar barang dari kapal dan dipindahkan ke
dermaga. Pada tahap stevedoring ini, semua proses perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pergerakan barang sejak mulai diangkat dari dalam palka
hingga di susun rapi di atas truk maupun di dermaga meruapak tanggung jawab dari
pihak PBM. Proses yang kedua adalah cargodooring yaitu pekerjaan mengangkut
barang dari dermaga ke lapangan penumpukan atau ke gudang. Proses ketiga dari
bongkar muat adalah delivery dimana proses tersebut yaitu proses pengiriman
barang dari dermaga ke pabrik pemilik barang.
Kegiatan bongkar muat barang memiliki berbagai spesifikasi pekerjaan di
setiap kegiatan. Spesifikasi pekerjaan bongkar muat yang berada di sisi manajemen
diantaranya sebagai berikut.
1. Manager Operasional yaitu orang yang bertanggung jawab penuh atas
seluruh kegiatan bongkar muat dan membawahi seluruh divisi kegiatan
operasional bongkar muat seperti EMKL, Chief Checker, dan Koordinator
Lapangan.
26
2. EMKL merupakan singkatan dari Ekspedisi Muatan Kapal Laut yaitu
petugas pelaksana kepengurusan dokumen barang seperti dokumen yang
berhubungan dengan proses kepengurusan pengeluaran barang, juga
disebut proses clearance.
3. Koordinator Lapangan merupakan kepala lapangan yang bertanggung
jawab atas kegiatan di lapangan pelabuhan seperti kegiatan proses
pembongkaran, kegiatan kepengurusan penumpukan barang di pelabuhan
serta bertanggung jawab atas barang tersebut sampai barang tersebut keluar
dari pelabuhan.
4. Chief Checker merupakan spesifikasi pekerjaan yang membawahi
tallyman, surat jalan, surat kitir. Spesifikasi pekerjaan ini yaitu penyusun
dokumen laporan keluar masuk barang bongkar muat, laporan kegiatan
bongkar muat berupa daily report, statement of fact, dan demaged report.
Diatas merupakan spesifikasi pekerjaan sisi manajemen perusahaan bongkar
muat. Dan di bawah ini merupakan spesifikasi pekerjaan bongkar muat dari sisi
lapangan, spresifikasi diantaranya sebagai berikut.
1. Foreman Kapal merpuakan petugas pelaksana dan pengendali kegiatan
operasional bongkar muat dari kapal ke dermaga dan sebaliknya. Foreman
kapal adalah petugas yang selalu siaga berada diatas kapal mulai dari awal
pembongkaran hingga selesai.
2. Foreman Darat merupakan petugas pelaksana pengendali kegiatan proses
pemindahan barang dan posisi foreman darat selalu siaga di sisi pinggir
kapal untuk pemantauan kegiatan proses bongkar muat barang.
3. Tallyman atau Tally Clerk merupakan pelaksana yang melakukan
perhitungan pencatatan jumlah, merk dan kondisi gerakan barang saat
bongkar muat berlangsung dan membuat laporan langsung dari lapangan
dan disetor ke Chief Checker.
4. TKBM singkatan dari Tenaga Kerja Bongkar Muat, dimana pekerja
tersebut adalah buruh pelabuhan yang melakukan proses pengaitan jala jala
atau sling dari crane untuk pengangkutan barang baik dari kapal ke
dermaga maupun sebaliknya.
27
5. Investigator merupakan pihak dari PBM yang turun ke palka kapal sebelum
barang dibongkar guna mengecek kondisi barang serta penataan dikapal
agar nantinya mempermudah pihak lainnya dalam pengangkutan barang di
dalam palka kapal.
6. Photographer merupakan petugas yang memfoto kondisi setiap barang
sebelum dibongkar, ketika dibongkar dan setelah dibongkar. Petugas ini
digunakan untuk melaporkan setiap kondisi barang jika ada kerusakan
barang jika bukan karena proses bongkar muat PBM mempunyai bukti
berupa foto, agar PBM terhindar klaim dari pemilik barang
7. Operator alat berat berupa forklift, petugas yang memindahkan barang dari
darat ke atas truk atau ke lapangan penumpukan dengan forklift. Selain itu
forklift juga berguna untuk proses pemindahan barang di dalam palka kapal
untuk mempermudah pengangkutan barang tersebut dengan crane.
8. Operator Crane merupakan petugas yang mengoperatori crane dalam
proses bongkar muat barang, baik ship crane, shore crane maupun harbour
machine crane.
9. Trucking merupakan kegiatan pengiriman barang dari pelabuhan ke
pemilik barang dengan kendaraan truk yang telah di bawahi oleh pihak
EMKL.
10. Petugas Surat Jalan merupakan petugas yang memberi surat jalan kepada
sopir truk yang membawa muatan ke pabrik pemilik barang. Serta surat
tersebut nantinya dijadikan sebagai nota bukti pengiriman barang oleh
pihak PBM kepada pemilik barang.
11. Surveyor merupakan pihak independent yang ditunjuk oleh perusahaan
pemilik barang untuk melakukan pelaporan proses operasional kegiatan
bongkar barang yang dilaksanakan PBM dan melaporkan kondisi barang
sebelum dibongkar, saat dibongkar dan setelah dibongkar kepada pemilik
barang.
Dalam proses bongkar muat kelancaran proses tersebut merupakan tanggung
jawab dari semua elemen yang terkait, mulai dari pihak manajemen PBM, pekerja
lapangan hingga pihak perusahaan independen seperti surveyor. Proses langkah –
28
langkah bongkar muat barang yang lebih detail akan di gambarkan melalui
flowchart di bawah ini.
Mulai Kapal Sandar
Boarding Dokumen
Kapal
Surveyor Checking
Muatan
Persiapan Bongkar
Muatan
Pembongkaran Barang
dari Kapal ke Dermaga
Proses Clearence
Selesai ?
Barang ditimbun di
Lapangan Penumpukan
Proses Penyelesaian
Clearence
Barang di Muat di Atas
Truk
Proses Pengiriman
Barang dari Dermaga ke
Pabrik (Pemilik Barang)
Pengecekan Barang
Muatan di Truk Oleh
Tally Pabrikrik
Menunggu Antrian
Proses Bongkar Barang
di Pabrik
Proses Pembongkaran
Barang di Pabrik
Truk Kembali ke
Pelabuhan Dengan
Muatan Kosong
Selesai
Tidak
Sel
esa
i
Gambar 4. 1 Alur Proses Bongkar Muat
29
Berikut ini merupakan penjabaran tahapan bongkar muat barang di Perusahaan
Berlian Jaya Maritim.
1. Tahapan awal ketika kapal tiba yaitu proses penyandaran kapal yang
dibantu oleh kapal pandu (kapal tug boat) untuk proses parkirnya.
2. Setelah kapal sandar, selanjutnya adalah proses boarding kapal. Boarding
kapal yaitu proses approvement dokumen kapal oleh otoritas pelabuhan,
keimigrasian dan syahbandar. Dokumen tersebut berupa dokumen
Registry, Tonnage, Safe meaning, Derating, Liferaft, PMK, PSC, WRECK,
CLC, Last Port, Load Line, IOPP, IAPP, Sewace, Radio, Construction,
Equipment.
3. Langkah selanjutnya yaitu surveyor melakukan pengecekan barang.
Surveyor merupakan pihak independent yang dipilih oleh pemilik barang
untuk melakukan pengecekan muatan sebelum dibongkar dan untuk
dilaporkan kepada pihak pemilik barang.
4. Setelah barang telah dicek dan dinyatakan oke untuk dibongkar oleh pihak
surveyor maka langkah selanjutnya proses persiapan pembongkaran
dengan menurunkan TKBM ke lapangan dan kapal, menyiapkan alat berat
berupa crane, dan forklift serta proses pembukaan palka kapal.
5. Setalah perisapan sudah selesai, pembongkaran barang dimulai dengan
pengngkatan satu persatu maupun lebih dari dalam palka ke dermaga
menggunakan alat bantuan crane.
6. Status clearance barang atau muatan dinyatakan selesai atau tidak, jika
tidak maka barang yang telah dibongkar akan ditimbun atau ditumpuk
dilapangan penunpukan. Barang yang timbun akan menunggu status
clearance selesai, jika clearance selesai barang yang timbun atau tumpuk
tersebut bisa keluar dari pelabuhan dan siap dikirim ke pabrik pemilik
barang.
7. Apabila status clearance barang sudah selesai ketika proses pembongkaran
maka barang tersebut bisa langsung diangkut pakai truk untuk dikirim ke
pemilik barang.
30
8. Langkah selanjutnya yaitu proses pengiriman barang ke pabrik yang dimuat
pakai armada truk yang pengirimannya juga telah diatur oleh pihak EMKL
dan PBM.
9. Setelah truk pengangkut barang sampai pabrik, barang di cek oleh tally
pabrik untuk pencocokan surat jalan yang diberikan oleh sopir dengan
barang yang dimuat diatas truk.
10. Setelah barang dicek oleh tally pabrik, truk bisa melakukan antrian proses
pembongkaran di pabrik.pembongkaran tersebut selalu terjadi antrian,
karena posisi lahan yang ada di pabrik tidak seluas dibandingkan
pelabuhan. Selain itu karena beberapa faktor seperti alat berat forklift yang
kurang atau tidak sebanyak yang ada di pelabuhan dan berbagai faktor yang
lainnya.
11. Setelah melewati antrian, barang yang dimuat diatas truk dibongkar dengan
alat berat berupa forklift dan barang ditata di dalam pabrik sesuai dengan
layout penataan barang di tiap tiap pabrik pemilik barang.
12. Truk yang muatannya telah dibongkar, akan kembali ke pelabuhan dengan
muatan kosong dan akan memuat barang kembali dari pelabuhan hingga
barang bongkaran yang dari kapal habis karena telah dikirim semua ke
pemilik barang.
Pada proses pengamatan dan wawancara yang telah dilakukan mengenai
seluruh proses bongkar muat dipelabuhan, didapatkan permasalahan yang kerap
terjadi khususnya di perusahaan Berlian Jaya Maritim, permasalahan tersebut
adalah penumpukan barang. Penumpukan barang tersebut akan membuat kerugian
secara materiil, karena biaya logistik menjadi tinggi dan waktu pengiriman barang
akan menjadi lebih lama, dimana kerugian tersebut berdampak kepada Perusahaan
Bongkar Muat dan Pemilik Barang itu sendiri.
Proses pengiriman Barang yang semestinya bisa untuk langsung dilakukan
proses pengiriman akan terhambat dengan adanya penumpukan barang tersebut.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhinya, dimana faktor – faktor risiko tersebut
akan dibahas pada step selanjutnya pada penelitian ini.
31
4.2 Tahap – Tahap Clearence
Tahapan proses clearance dibagi menajdi 3 tahap yaitu tahap pre clearance,
tahap custom clearance, dan tahap post clearance. Flowchart tahapan proses
clearance dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Mulai
Pemilik Barang menyerahkan
dokumen impor ke Bea Cukai
berupa :
- Bill Of Lading
- Invoice
- Packing List
- Dokumen Asuransi
- NPWP
Importir membuat dokumen
PIB
Importir membuat dokumen
SSPCP
Pencocokan Data PIB
dan Pemeriskaan Fisik
Bea Cukai mengeluarkan surat
SPPB
Pembayaran Biaya Angkut ke
pihak EMKL oleh Importir
Pemilik Barang menyerahkan
dokumen ke pihak PELINDO
berupa :
- Delivery Order
- Bill Of Lading
- Invoice
- Packing List
- PIB
- SPPB
PELINDO mengeluarkan Nota
SP2
Barang dinyatakan boleh keluar
dari Pelabuhan
Selesai
Ya
Tidak
Pre Clearence
Custom Clearence
Post Clearence
Gambar 4. 2 Flowchart Tahapan Clearence
32
4.2.1 Tahap Pre Clearence
Tahap Pre Clearence merupakan tahapan yang dimulai dari sejak kapal
sandar, bongkar muatan sampai dengan pemilik barang mengsubmit pemberitahuan
impor barang (PIB) secara elektronik ke kantor Bea Cukai. Berikut merupakan
detail tahapan kegiatan pre clearance:
1. Pemilik barang menyerahkan dokumen impor berupa Surat Kuasa, Bill
Of Lading, Invoice, Packing List, Asuransi, NPWP kepada kantor Bea
Cukai melalui pihak EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut).
2. Pemilik Barang membuat dokumen PIB di Bea Cukai melalui pihak
EMKL dengan sistem online.
3. Pemilik Barang membuat SSPCP (Surat Setoran Pabean, Cukai dan,
Pajak).
4. Pelunasan PIB untuk proses pelunasan PPN, PPh di Bank yang telah
ditunjuk oleh pihak kantor Bea Cukai.
5. Pemilik Barang mengambil PIB yang telah didaftarkan oleh bank.
6. Melakukan pembayaran bea masuk dengan menunjukkan dokumen Bill
Of Lading dan PIB kepada petugas bank yang telah ditunjuk oleh kantor
Bea Cukai.
7. Pihak bank menyerahkan full set dokumen kepada pemilik barang atau
importir dalam bentuk hardcopy.
4.2.2 Tahap Custom Clearence
Tahap custom clearance merupakan tahapan yang dimulai sejak
Pemberitahuan Impor Barang diterima oleh kantor Bea Cukai sampai dengan
diterbitkannya Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang (SPPB) oleh Bea Cukai.
Berikut adalah detail tahapan kegiatan custom clearence.
1. Pihak Bea Cukai mencocokkan kesamaan data yang telah tersubmit di
sistem online.
2. Proses penelitian dokumen barang dan pemeriksaan fisik barang untuk
menentukan apakah barang boleh keluar dari pelabuhan atau tidak. Jika
terdapat ketidak cocokan barang yang tidak sesuai dengan dokumen
barang yang telah disampaikan ke Bea Cukai maka barang tidak
33
diperbolehkan keluar dari area pelabuhan dan barang akan ditumpuk
lapangan pelabuhan sampai proses kepengurusan dokumen yang tidak
sesuai tersebut selesai.
3. Saat proses jalur pemeriksaan barang telah selesai, dan barang
dinyatakan telah sesuai, maka pihak Bea Cukai mengeluarkan SPPB
sebagai persetujuan pengeluaran barang dari pelabuhan kepada pihak
pemilik barang.
4. Barang dinyatakan boleh keluar dari pelabuhan.
4.2.3 Tahap Post Clearence
Tahap post clearence merupakan tahapan yang dimulai sejak SPPB terbit
sampai dengan pengeluaran barang dari pelabuhan atau lapangan penumpukan
pelabuhan. Berikut merupakan detail tahapan kegiatan post clearence.
1. Pemilik barang atau importir membayar biaya angkut barang kepada
EMKL.
2. Setelah melakukan pembayaran pihak EMKL mengeluarkan dokumen
DO (delivery order) dengan cara menukarkan Bill Of Lading asli pihak
pemilik barang kepada EMKL.
3. Pemilik barang atau importir menerima 1 lembar D/O asli dan copy.
4. Pemilik barang menyerahkan dokumen D/O, Packing List, Invoice, Bill
Of Lading, PIB, dan SPPB kepada Pelindo.
5. Setelah itu pihak Pelindo mengluarkan Nota SP2 atau Surat
Pemberitahuan Pengeluaran.
4.3 Identifikasi Sumber Risiko dengan Diagram Fishbone
Dalam fase identifikasi sumber – sumber risiko, maka diperlukan diagram
fishbone guna untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi penyebab – penyebab
yang mungkin timbul dari faktor spesifik dan kemudian memisahakan akar
penyebabnya. Proses identifikasi di awali dengan proses wawancara kepada pihak
expert judgment perusahaan terkait yakni tentang penumpukan barang. Pada
penelitian ini, fishbone terbagi menjadi 3 bagian dari permasalahan penumpukan
barang yang terjadi di perusahaan Berlian Jaya Maritim. Diantaranya adalah
34
keterlambatan kepengurusan dokumen pengiriman barang, hambatan proses
pengiriman barang dan hambatan proses penerimaan barang di pabrik. Ketiga akar
permasalahan tersebut akan digambarkan pada diagram fishbone di bawah ini.
Keterlambatan Kepengurusan
Dokumen Pengiriman Barang
Consignee belum
Menyelesaikan administrasi
terkait
Belum Optimalnya
Sistem Online
Pelaku Importir
Sengaja Memperlambat
Pengurusan PIB
Bill Of Lading
Bermasalah
Barang Dinyatakan
Berada di Jalur Merah
Sejumlah Instansi
belum Berkoordinasi
Dengan Baik
51% Importir
Wajib Lartas
Tidak Adanya
Inspeksi Bagi Instansi
Yang Tidak Bekerja
Optimal
Gambar 4. 3 Fishbone Keterlambatan Kepengurusan Dokumen Pengiriman Barang
Pada diagram fishbone 4.3 tersebut menjelaskan bahwa akar permasalahan dari
kepengurusan dokumen barang memiliki 6 sumber risiko dan 8 faktor penyebab
dari sumber risiko tersebut. Selanjutnya yaitu menganalisa akar permasalahan dari
proses pengiriman barang yang akan digambarkan pada diagram fishbone di bawah
ini.
Hambatan Proses
Pengiriman Barang
Kurangnya Komunikasi
PBM Dengan EMKL
Tidak Tepatnya
Perhitungan Jumlah
Armada Truk
Sopir Tidak
Mengoperasikan Truk
Sesuai Prosedur
Skala Perawatan
Armada Tidak RutinKemacetan Arus Lalu Lintas
Pengemudi Kurang
Memahami Medan Jalan
Kurangnya Perhatian
Pengemudi Terhadap
Armada
Umur Pemakaian
Armada Melampaui Batas
Kondisi Cuaca Buruk
(Hujan atau Badai)
Gambar 4. 4 Fishbone Hambatan Proses Pengiriman Barang
35
Pada Gambar 4.4 diatas diagram fishbone menunjukkan bahwa pada proses
pengiriman barang terdapat 4 sumber risiko dan 9 faktor penyebab. Tahapan
selanjutnya menganalisa akar permasalahan yang terjadi saat proses penerimaan
barang di pabrik, analisa tersebut akan digambarkan melalui diagram fishbone di
bawah ini.
Hambatan Proses Penerimaan
Barang di Pabrik
Tidak Adanya Pembagian
Shift Pekerja Hingga 24 Jam
Tidak Ada Target Perolehan
Kegiatan Operasional
Penerimaan Barang
Di Pabrik
Kurang Adanya
Manajemen Investasi
Alat Berat di Pabrik
Kurang Adanya
Skala Rutin Perawatan
Forklift
Tidak Tepatnya
Pembuatan Layout
Penyimpanan Barang
Kurang Tepatnya
Penataan Ruang Produksi
dan Penyimpanan Barang
Kesalahan Dalam
Pencatatan Kode Barang
Petugas Surat Jalan di Pelabuhan Crashing Time Antara
Waktu Produksi dan
Pembongkaran di PabrikSalah Dalam Penentuan
Barang Yang Dikirim
Oleh Investigator PBM
Kurangnya Konsentrasi
Petugas Surat Jalan Bagian
Pengecekan Barang di Pelabuhan
Gambar 4. 5 Fishbone Hambatan Proses Penerimaan Barang Di Pabrik
Pada gambar 4.5 diatas menunjukkan bahwa pada proses kegiatan penerimaan
barang dipabrik terdapat 6 sumber risiko dan 10 faktor penyebab dari masing-
masing sumber risiko tersebut. Ketiga sumber akar permaslahan penumpukan
barang yang terjadi di PT. Berlian Jaya Maritim telah dianalisa melalui diagram
fishbone diatas.
4.4 Identifikasi Risk Event dan Risk Agent Penumpukan Barang
Pada proses identifikasi kejadian risiko (risk event) dan penyebab risiko (risk
agent) yang mengakibatkan tejadinya penumpukan barang saat proses bongkar
barang muat barang berlangsung dilakukan dengan proses wawancara dan diskusi
dengan pihak expert judgment perusahaan terkait yakni dalam bidang Lapangan
Penumpukan, EMKL, dan Chief Cheker. Berdasar hasil wawancara dan dianalisa
melalui diagram fishbone didapatkan variabel risiko yaitu risk event dan risk agent
penumpukan barang. Berikut merupakan Tabel risk event dan risk agent
penumpukan barang.
36
Tabel 4. 1 Identifikasi Risk Event Penumpukan Barang
Kode Kejadian Risiko (Risk Event)
E1 Lamanya Penerbitan SPPB (Surat Pemberitahuan Pengeluaran Barang)
E2 Importir lamban mengurus dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang)
E3 Dokumen Custom Clearance bermasalah yang menyebabkan barang tidak boleh keluar
E4 Barang masih tertahan oleh Bea Cukai
E5 Pemeriksaan Barang di Bea Cukai Lama
E6 Tingginya angka komoditas impor wajib lartas
E7 Jumlah armada (truk) yang tidak mencukupi
E8 Terjadi kerusakan armada di jalan
E9 Kelayakan armada bermasalah, yang menyebabkan perjalanan truk terhambat dalam
kecepatan untuk sampai ke pabrik tepat waktu
E10 Traffic di jalan saat pengiriman barang ke pabrik
E11 Pembongkaran barang di pabrik tidak 24 jam
E12 Alat bongkar (forklift) di pabrik kurang
E13 Forklift di pabrik mengalami kerusakan saat pembongkaran
E14 Tempat penyimpanan barang di pabrik penuh
E15 Adanya aktivitas pemuatan lainnya di pabrik
E16 Pengembalian (return) barang dari pabrik ke pihak PBM
E17 Kendala diluar Kendali
Sumber : Hasil Pengamatan dan Wawancara, 2019
Tabel 4.1 merupakan Tabel hasil identifikasi kejadian risko (risk event)
penumpukan barang pada proses bongkar muat yang didapatkan dari hasil
wawancara dengan 4 orang expert dalam perusahaan Berlian Jaya Maritim yaitu
pada bagian Koordinator Lapangan Penumpukan, EMKL (kepengurusan
dokumen), dan Chief Checker (pencatatan keluar masuk barang). Dari hasil
wawancara tersebut dan analisa melalui diagram fishbone sebelumnya total terdapat
17 risk event penumpukan barang yang terjadi di perusahaan.
37
Langkah selanjutnya setelah risk event teridentifikasi, yaitu proses melakukan
proses identifikasi penyebab risiko (risk agent) yang merupakan faktor pemicu atau
penyebab dari terjadinya risk event. Berikut merupakan hasil identifikasi risk agent.
Tabel 4. 2 Identifikasi Risk Agent Penumpukan Barang
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)
A1 Pihak pemilik barang (consignee) belum melunasi/menyelesaikan administrasi terkait
A2 Belum Optimalnya Sistem Online
A3 Pelaku Importir yang sengaja memperlambat pengurusan dokumen PIB
A4 Bill of Lading bermasalah
A5 Barang dinyatakan berada di jalur merah oleh bea cukai
A6 Sejumlah Instansi belum berkoordinasi dengan baik
A7 Tidak adanya inspeksi bagi Instansi yang tidak bekerja optimal
A8 51% Importir wajib lartas
A9 Kurangnya komunikasi antara pihak PBM dengan EMKL
A10 Kurang tepatnya perhitungan jumlah armada yang dibutuhkan
A11 Pengemudi tidak mengoperasikan armada (truk) sesuai prosedur
A12 Kurangnya perhatian pengemudi terhadap armada
A13 Skala perawatan armada yang tidak rutin
A14 Umur pemakaian armada (truk) sudah melampaui batas
A15 Kemacetan arus lalu lintas
A16 Pengemudi kurang memahami medan jalan
A17 Kondisi cuaca buruk (hujan, badai) menyebabkan terhambatnya perjalanan truk
A18 Tidak adanya pembagian shift pekerja hingga 24 jam di pabrik, sehingga pabrik tidak buka
24 jam
A19 Tidak ada target perolehan kegiatan operasional penerimaan barang di pabrik
A20 Kurang adanya manajemen investasi alat berat (forklift) di pabrik
38
Tabel 4.2 Identifikasi Risk Agent Penumpukan Barang (Lanjutan)
Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)
A21 Kurang adanya skala perawatan forklift yang rutin di pabrik
A22 Penggunaan forklift yang melebihi batas pemakaian
A23 Kurang tepatnya pembuatan layout penyimpanan barang di pabrik
A24 Kurang tepatnya penataan ruang produksi dan penyimpanan barang di pabrik
A25 Crashing time antara waktu produksi dan pembongkaran barang di pabrik
A26 Kurangnya konsentrasi petugas surat jalan bagian pengecekan barang di pelabuhan
A27 Kesalahan dalam pencatatan kode barang pada surat jalan di pelabuhan
A28 Salah dalam penentuan barang yang dikirim oleh Investigator PBM
A29 Timbul praktik penyalahgunaan wewenang
A30 Adanya oknum premanisme dan pungli
Sumber : Hasil Pengamatan dan Wawancara, 2019
Tabel 4.2 diatas merupakan hasil identifikasi penyebab risiko (Risk Agent)
penumpukan barang pada proses bongkar muat yang juga didapatkan dari hasil
wawancara dengan 4 orang expert dalam perusahaan Berlian Jaya Maritim yaitu
pada bagian Koordinator Lapangan Penumpukan, EMKL (kepengurusan
dokumen), dan Chief Checker (pencatatan keluar masuk barang). Dari hasil
wawancara dan analisa dari diagram fishbone sebelumnya maka total terdapat 30
risk agent yang menjadi faktor pemicu terjadinya kejadian risiko. Pada tahapan
selanjutnya yaitu melakukan penilaian severity (dampak) pada risk event dan
occuerence (tingkat kemunculan) pada risk agent dengan cara melakukan
penyebaran kuesioner kepada pihak expert perusahaan terkait.
4.5 Hasil Kuesioner penilaian Severity pada Risk Event dan Occuerence pada
Risk Agent
Penyebaran kuesioner dilakukan setelah risk event dan risk agent
teridentifikasi. Kuesioner tersebut bertujuan untuk mendapatkan nilai severity pada
risk event dan nilai occuerence pada risk agent. Penyebaran kuesioner ini ditujukan
39
kepada responden yang expert dari perusahaan Berlian Jaya Maritim, dimana
responden tersebut memiliki job terkait penumpukan barang dan mengerti
mengenai risiko-risiko yang timbul terkait penumpukan barang. Jumlah responden
expert judgment pada penelitian ini berjumlah 6 orang. Pada klasifikasi jumlah
responden tersebut, diantaranya 1 responden dari jajaran atasan perusahaan, 2
responden dari bagian koordinator lapangan, 2 responden dari bagian Ekpedisi
Muatan Kapal Laut (EMKL), dan 1 dari bagian pencatatan arus keluar masuk
barang (Chief Checker). Klasifikasi detail responden dapat dilihat pada lampiran
penelitan ini.
Dalam penilaian severity dan occuerence, penilaian menggunakan skala 1-10
dimana nilai 10 merupakan nilai dampak keparahan teringgi dalam penilaian risk
event dan peluang kemunculan tertinggi dalam penilaian risk agent, sesuai pada
Tabel 2.1 Skala Penilaian Severity dan Tabel 2.2 Skala Penilaian Occuerence.
Berikut merupakan hasil penyebaran kuesioner penilaian severity pada risk event.
Tabel 4. 3 Hasil Penilaian Severity pada Risk Event
Risk
Event
Responden Jumlah
Rata -
Rata 1 2 3 4 5 6
E1 7 7 8 6 7 7 42 7,00
E2 3 4 5 3 5 3 23 3,83
E3 6 5 7 5 6 5 34 5,67
E4 3 3 4 3 4 3 20 3,33
E5 4 4 6 3 5 4 26 4,33
E6 5 5 6 4 6 5 31 5,17
E7 7 6 7 5 7 5 37 6,17
E8 5 5 6 5 6 4 31 5,17
E9 5 4 7 3 6 4 29 4,83
E10 7 7 8 6 7 6 41 6,83
E11 8 7 8 7 8 7 45 7,50
E12 6 6 8 5 7 6 38 6,33
40
Tabel 4.3 Hasil Penilaian Severity pada Risk Event (Lanjutan)
Risk
Event
Responden Jumlah
Rata -
Rata 1 2 3 4 5 6
E13 5 5 7 4 5 4 30 5,00
E14 6 5 7 5 7 5 35 5,83
E15 6 6 8 4 7 4 35 5,83
E16 3 2 3 2 3 2 15 2,50
E17 2 2 3 1 2 1 11 1,83
Sumber : Pengolahan Data, 2019
Tabel 4.3 diatas merupakan tabel hasil kuesioner penilaian severity pada risk
event oleh pihak expert terkait. Tabel tersebut terdapat 17 risk event. Tahapan
selanjutnya yaitu melakukan penilaian occuerence pada risk agent. Berikut
merupakan hasil penilaian occuerence.
Tabel 4. 4 Hasil Penilaian Occuerence pada Risk Agent
Risk
Agent
Responden Jumlah
Rata –Rata
1 2 3 4 5 6
A1 5 3 6 4 6 3 27 4,50
A2 6 4 7 4 7 4 32 5,33
A3 2 2 3 1 3 1 12 2,00
A4 3 2 3 2 3 2 15 2,50
A5 7 6 7 5 7 4 36 6,00
A6 4 4 6 3 5 3 25 4,17
A7 4 3 4 2 4 3 20 3,33
A8 3 2 3 2 3 2 15 2,50
A9 5 5 7 3 5 3 28 4,67
A10 7 7 8 7 8 7 44 7,33
A11 5 5 6 4 5 4 29 4,83
A12 4 3 4 3 4 3 21 3,50
A13 4 4 5 3 4 3 23 3,83
A14 6 6 7 5 7 5 36 6,00
41
Tabel 4.4 Hasil Penilaian Occuerence pada Risk Agent (Lanjutan)
Risk
Agent
Responden Jumlah
Rata -
Rata 1 2 3 4 5 6
A15 7 7 8 7 8 7 44 7,33
A16 4 4 5 3 5 3 24 4,00
A17 7 5 7 4 7 5 35 5,83
A18 8 8 9 6 8 7 46 7,67
A19 7 7 8 6 7 6 41 6,83
A20 6 5 7 5 6 4 33 5,50
A21 4 4 5 3 5 4 25 4,17
A22 6 5 7 5 7 4 34 5,67
A23 4 3 5 3 5 2 22 3,67
A24 5 4 8 4 6 3 30 5,00
A25 6 6 7 6 7 6 38 6,33
A26 4 3 4 2 4 2 19 3,17
A27 3 3 4 2 3 2 17 2,83
A28 3 2 3 2 3 2 15 2,50
A29 3 2 3 1 3 2 14 2,33
A30 2 2 2 1 2 1 10 1,67
Sumber : Pengolahan Data, 2019
Tabel 4.4 merupakan tabel hasil kuesioner penilaian occuerence pada risk
agent oleh pihak expert terkait. Pada tabel tersebut didapatkan 30 risk agent yang
menyebabkan penumpukan barang. Tahapan selanjutnya dari penelitian ini yaitu
hasil dari penilaian severity dan occuerence tersebut akan dimasukkan ke dalam
framework House Of Risk Fase 1.
4.6 Framework House Of Risk Fase 1 Penumpukan Barang
Pada tahap framework HOR fase 1 ini melakukan pengolahan nilai severity dari
setiap risk event dan nilai occuerence dari setiap risk agent. Pada hasil pengolahan
nilai tersebut, framework ini akan menghasilkan pemetaan nilai potensial risiko
agregat atau aggregate risk potential (ARP) yang digunakan untuk merangking risk
42
agent dari nilai tertinggi ke nilai terendah. Pada pengolahan ini dibutuhkan
pemetaan korelasi antara risk event dengan masing masing risk agent. Nilai korelasi
pada matriks ini ada 4 jenis, diantaranya sebagai berikut.
Tabel 4. 5 Korelasi Pembobotan HOR Fase 1
Bobot Keterangan
9 Menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara risk event dan risk agent.
3 Menunjukkan adanya korelasi yang sedang antara risk event dan risk agent.
1 Menunjukkan adanya korelasi yang lemah antara risk event dan risk agent.
0 Menunjukkan tidak terdapat hubungan korelasi antara risk event dan risk agent.
Sumber : Pujawan, 2009
Pada tabel diatas menunjukkan jika risk event dan risk agent memiliki
hubungan yang kuat maka nilainya 9, jika menunjukkan korelasi hubungan yang
sedang nilainya 3, jika menunjukkan korelasi hubungan yang lemah maka nilainya
1, dan jika tidak memiliki korelasi hubungan nilainya 0. Pada framework house of
risk keempat kategori korelasi tersebut akan di beri pewarnaan pada tiap
kategorinya. Pewarnaan ditujukan agar mempermudah pembacaan nilai bobot pada
kolom korelasi hubungan dan juga mempermudah dalam perhitungan ARP. Berikut
kategoti warna pada tiap bobot nilai korelasi hubungan.
Nilai 9 dengan warna merah, untuk menunjukkan korelasi tinggi antara
risk event dan risk agent.
Nilai 3 dengan warna kuning, untuk menunjukkan korelasi sedang antara
risk event dan risk agent.
Nilai 1 dengan warna hijau, untuk menunjukkan korelasi lemah antara
risk event dan risk agent.
Nilai 0 dengan warna putih, untuk menunjukkan tidak adanya korelasi
antara risk event dan risk agent.
Setelah mengetahui nilai bobot korelasi hubungan pada setiap risk event dan
risk agent, langkah selanjutnya yaitu melakukan perhitungan untuk mencari ARP
(Agreggate Risk Potentials). Berikut ini merupakan hasil perhitungan framework
HOR fase 1 pada penumpukan barang.
43
Tabel 4. 6 Framework HOR Fase 1 Penumpukan Barang
Risk Event
(Ei)
Risk Agent (Aj) Severity
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A18 A19 A20 A21 A22 A23 A24 A25 A26 A27 A28 A29 A30 Risk Event
E1 9 3 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 7,00
E2 0 0 9 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 3,83
E3 1 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,67
E4 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 3,33
E5 0 3 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4,33
E6 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,17
E7 0 0 0 0 0 0 0 0 3 9 0 0 0 0 1 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6,17
E8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 3 9 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5,17
E9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 9 3 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4,83
E10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6,83
E11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7,50
E12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6,33
E13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 0 0 0 5,00
E14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 0 5,83
E15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 5,83
E16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 9 9 0 0 2,50
E17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1,83
Occurrence
Risk Agent j 4,50 5,33 2,00 2,50 6,00 4,17 3,33 2,50 4,67 7,33 4,83 3,50 3,83 6,00 7,33 4,00 5,83 7,67 6,83 5,50 4,17 5,67 3,67 5,00 6,33 3,17 2,83 2,50 2,33 1,67
Aggregate
risk
potentials j
309,02 181,17 68,94 127,58 179,82 207,67 43,26 116,33 86,44 407,03 48,30 54,29 344,70 366,12 495,80 46,64 227,37 517,73 153,68 313,34 187,65 85,05 192,56 87,45 332,14 23,78 63,68 56,25 29,50 26,97
Priority
rank of
agent j
8 13 21 16 14 10 27 17 19 3 25 24 5 4 2 26 9 1 15 7 12 20 11 18 6 30 22 23 28 29
Sumber : Pengolahan Data, 2019
44
Pada Tabel 4.6 merupakan framework hasil pengolahan dan perhitungan House
Of Risk Fase 1 terkait penumpukan barang. Dalam perhitungan tersebut dihasilkan
nilai ARP yang dari masing masing risk agent. Di bawah ini merupakan contoh
perhitungan ARP pada Tabel 4.6 dengan menggunakan persamaan 2.1.
𝐴𝑅𝑃𝑗 = 𝑂𝑗 𝑥 ∑ (𝑆𝑖. 𝑅𝑖𝑗)
ARP A1 = 4,50 {( 7,00 x 9 ) + ( 5,67 x 1 )}
= 4,50 x 68,67
= 309,02
ARP A2 = 5,33 {(7,00 x 3 ) + (4,33 x 3)}
= 5,33 x 33,99
= 181,17
Berikut merupakan hasil lengkap perhitungan ARP House Of Risk Fase 1
penumpukan barang.
Tabel 4. 7 Perhitungan nilai ARP HOR Fase 1
No. Kode Risk Agent Nilai ARP
1 A1
Pihak pemilik barang (consignee)
belum melunasi atau menyelesaikan
administrasi terkait
309,02
2 A2 Belum Optimalnya Sistem Online 181,17
3 A3
Pelaku Importir yang sengaja
memperlambat pengurusan dokumen
PIB
68,94
4 A4 Bill of Lading bermasalah 127,58
5 A5 Barang dinyatakan berada di jalur
merah oleh bea cukai 179,82
6 A6 Sejumlah Instansi belum
berkoordinasi dengan baik 207,67
7 A7 Tidak adanya inspeksi bagi Instansi
yang tidak bekerja optimal 43,62
8 A8 51% Importir wajib lartas 116,33
9 A9 Kurangnya komunikasi antara pihak
PBM dengan EMKL 86,44
45
Tabel 4.7 Perhitungan nilai ARP HOR Fase 1 (Lanjutan)
No. Kode Risk Agent Nilai ARP
10 A10 Kurang tepatnya perhitungan jumlah
armada yang dibutuhkan 407,03
11 A11 Pengemudi tidak mengoperasikan
armada (truk) sesuai prosedur 48,30
12 A12 Kurangnya perhatian pengemudi
terhadap armada 54,29
13 A13 Skala perawatan armada yang tidak
rutin 344,70
14 A14 Umur pemakaian armada (truk)
sudah melampaui batas 366,12
15 A15 Kemacetan arus lalu lintas 495,80
16 A16 Pengemudi kurang memahami
medan jalan 46,64
17 A17
Kondisi cuaca buruk (hujan, badai)
menyebabkan terhambatnya
perjalanan truk
227,37
18 A18
Tidak adanya pembagian shift
pekerja hingga 24 jam di pabrik,
sehingga pabrik tidak buka 24 jam
517,73
19 A19
Tidak ada target perolehan kegiatan
operasional penerimaan barang di
pabrik
153,68
20 A20 Kurang adanya manajemen investasi
alat berat (forklift) di pabrik 313,34
21 A21 Kurang adanya skala perawatan
forklift yang rutin di pabrik 187,65
22 A22 Penggunaan forklift yang melebihi
batas pemakaian 85,05
23 A23 Kurang tepatnya pembuatan layout
penyimpanan barang di pabrik 192,56
24 A24
Kurang tepatnya penataan ruang
produksi dan penyimpanan barang di
pabrik
87,45
25 A25 Crashing time antara waktu produksi
dan pembongkaran barang di pabrik 332,14
46
Tabel 4.7 Perhitungan nilai ARP HOR Fase 1 (Lanjutan)
26 A26
Kurangnya konsentrasi petugas surat
jalan bagian pengecekan barang di
pelabuhan
23,78
27 A27 Kesalahan dalam pencatatan kode
barang pada surat jalan di pelabuhan 63,68
28 A28 Salah dalam penentuan barang yang
dikirim oleh Investigator PBM 56,25
29 A29 Timbul praktik penyalahgunaan
wewenang 29,50
30 A30 Adanya oknum premanisme dan
pungli 26,97
Sumber : Pengolahan Data, 2019
Tabel 4.7 merupakan hasil lengkap perhitungan nilai ARP dari framework
HOR Fase 1. Langkah selanjutnya yaitu mengurutkan masing masing risk agent
dari nilai ARP tertinggi hingga terendah beserta menghitung presentase
kumulatifnya. Berikut adalah Tabel risk agent yang telah diurutkan.
Tabel 4. 8 Urutan risk agent dengan nilai ARP tertinggi hingga terendah beserta presentase
kumulatif
Rangking Kode Risk Agent Nilai
ARP
Presentase
(%)
Presentase
Kumulatif
(%)
1 A18
Tidak adanya pembagian shift
pekerja hingga 24 jam di pabrik,
sehingga pabrik tidak buka 24 jam
517,73 9,62 9,62
2 A15 Kemacetan arus lalu lintas 495,80 9,22 18,84
3 A10 Kurang tepatnya perhitungan jumlah
armada yang dibutuhkan 407,03 7,57 26,40
4 A14 Umur pemakaian armada truk sudah
melampaui batas 366,12 6,80 33,21
5 A13 Skala perawatan armada yang tidak
rutin 344,70 6,41 39,61
6 A25 Crashing time antara waktu produksi
dan pembongkaran barang di pabrik 332,14 6,17 45,79
7 A20 Kurang adanya manajemen investasi
alat berat (forklift) di pabrik 313,34 5,82 51,61
47
Tabel 4.8 Urutan risk agent dengan nilai ARP tertinggi hingga terendah beserta presentase kumulatif
(Lanjutan)
Rangking Kode Risk Agent Nilai
ARP
Presentase
(%)
Presentase
Kumulatif
(%)
8 A1
Pihak pemilik barang (consignee)
belum melunasi atau menyelesaikan
administrasi terkait
309,02 5,74 57,35
9 A17
Kondisi cuaca buruk (hujan dan
badai) menyebabkan terhambatnya
perjalanan truk
227,37 4,23 61,58
10 A6 Sejumlah instansi belum
berkoordinasi dengan baik 207,67 3,86 65,44
11 A23 Kurang tepatnya pembuatan layout
penyimpanan barang di pabrik 192,56 3,58 69,02
12 A21 Kurang adanya skala perawatan
forklift yang rutin di pabrik 187,65 3,49 72,51
13 A2 Belum optimalnya sistem online 181,17 3,37 75,87
14 A5 Barang dinyatakan berada dijalur
merah oleh bea cukai 179,82 3,34 79,22
15 A19
Tidak ada target perolehan kegiatan
operasional penerimaan barang di
pabrik
153,68 2,86 82,07
16 A4 Bill of lading bermasalah 127,58 2,37 84,44
17 A8 51 persen importir wajib lartas 116,33 2,16 86,61
18 A24
Kurang tepatnya penataan ruang
produksi dan penyimpanan barang di
pabrik
87,45 1,63 88,23
19 A9 Kurangnya komunikasi antara pihak
PBM dengan EMKL 86,44 1,61 89,84
20 A22 Penggunaan forklift yang melebihi
batas pemakaian 85,05 1,58 91,42
21 A3 Pelaku importir yang sengaja
memperlambat pengurusan PIB 68,94 1,28 92,70
22 A27 Kesalahan dalam pencatatan kode
barang pada surat jalan di pelabuhan 63,68 1,18 93,88
23 A28 Salah dalam penentuan barang yang
dikirim oleh investigator PBM 56,25 1,05 94,93
24 A12 Kurangnya perhatian pengemudi
terhadap armada 54,29 1,01 95,94
48
Tabel 4.8 Urutan risk agent dengan nilai ARP tertinggi hingga terendah beserta presentase kumulatif
(Lanjutan)
Rangking Kode Risk Agent Nilai
ARP
Presentase
(%)
Presentase
Kumulatif
(%)
25 A11 Pengemudi tidak mengoperasikan
armada truk sesuai prosedur 48,30 0,90 96,84
26 A16 Pengemudi kurang memahami
medan jalan 46,64 0,87 97,70
27 A7 Tidak adanya inspeksi bagi instansi
yang tidak bekerja optimal 43,26 0,80 98,51
28 A29 Timbul praktik penyalahgunaan
wewenang 29,50 0,55 99,05
29 A30 Adanya oknum premanisme dan
pungli 26,97 0,50 99,56
30 A26
Kurangnya konsentrasi petugas surat
jalan bagian pengecekan barang di
pelabuhan
23,78 0,44 100,00
Sumber : Pengolahan Data, 2019
Tabel 4.8 merupakan urutan masing – masing risk agent yang berdasar dari
nilai ARP yang tertinggi hingga terendah beserta presentase kumulatif, dimana
presentase tersebut digunakan untuk menggambar diagram pareto. Pada tabel diatas
dapat dilihat bahwa nilai ARP tertinggi yaitu risk agent A18 terkait tidak adanya
pembagian shift pekerja hingga 24 jam di pabrik dengan nilai 517,73. Nilai ARP
tertinggi kedua adalah A15 yaitu kemacetan arus lalu lintas dengan nilai 495,80.
Nilai ARP ketiga adalah A10 yaitu kurang tepatnya perhitungan jumlah armada
yang dibutuhkan dengan nilai 407,03 dan nilai ARP terendah ada pada risk agent
A26 yaitu kurangnya konsentrasi petugas surat jalan bagian pengecekan barang di
pelabuhan dengan nilai 23,78.
Tahap selanjutnya yaitu menentukan risk agent dominan yang nantinya akan
masuk ke tahap pengolahan HOR Fase 2 yaitu tahap preventive action (strategi
mitigasi). Penentuan agen risiko dominan tersebut menggunakan pendekatan pareto
dengan perbandingan 80/20, dimana risk agent dengan presentase 80% - 100% akan
dieliminasi hanya sampai pengolahan HOR Fase 1. Berikut merupakan hasil
diagram pareto pada HOR Fase 1.
49
Gambar 4. 6 Diagram Pareto Risiko Penumpukan Barang
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
0
100
200
300
400
500
600
A1
8
A1
5
A1
0
A1
4
A1
3
A2
5
A2
0
A1
A1
7
A6
A2
3
A2
1
A2
A5
A1
9
A4
A8
A2
4
A9
A2
2
A3
A2
7
A2
8
A1
2
A1
1
A1
6
A7
A2
9
A3
0
A2
6
Ag
gre
ga
te R
isk
Po
ten
tia
l
Risk Agent Nilai ARPPresentase Kumulatif (%)
Pro
senta
sek
um
ula
tif
50
Pada gambar 4.6 diatas menunjukkan bahwa terdapat 14 risk agent yang
menjadi penyebab dominan terhadap terjadinya penumpukan barang. Berdasarkan
dari hasil pengolahan pareto maka dari keseluruhan risk agent terdapat 16 risk agent
yang dieliminasi sampai dengan HOR fase 1 dan 14 risk agent yang akan masuk ke
dalam pengolahan HOR fase 2 yaitu tahap preventive action. Berikut merupakan
14 risk agent yang masuk ke dalam tahap pengolahan HOR fase 2.
Tabel 4. 9 Hasil risk agent dominan
Rangking Kode Risk Agent Nilai ARP
1 A18 Tidak adanya pembagian shift pekerja hingga 24 jam di
pabrik, sehingga pabrik tidak buka 24 jam 517,73
2 A15 Kemacetan arus lalu lintas 495,80
3 A10 Kurang tepatnya perhitungan jumlah armada yang
dibutuhkan 407,03
4 A14 Umur pemakaian armada truk sudah melampaui batas 366,12
5 A13 Skala perawatan armada yang tidak rutin 344,70
6 A25 Crashing time antara waktu produksi dan pembongkaran
barang di pabrik 332,14
7 A20 Kurang adanya manajemen investasi alat berat (forklift) di
pabrik 313,34
8 A1 Pihak pemilik barang (consignee) belum melunasi atau
menyelesaikan administrasi terkait 309,02
9 A17 Kondisi cuaca buruk (hujan dan badai) menyebabkan
terhambatnya perjalanan truk 227,37
10 A6 Sejumlah instansi belum berkoordinasi dengan baik 207,67
11 A23 Kurang tepatnya pembuatan layout penyimpanan barang di
pabrik 192,56
12 A21 Kurang adanya skala perawatan forklift yang rutin di pabrik 187,65
13 A2 Belum optimalnya sistem online 181,17
14 A5 Barang dinyatakan berada dijalur merah oleh bea cukai 179,82
Sumber : Pengolahan Data, 2019
51
4.7 Strategi Mitigasi (Preventive Action) Penumpukan Barang
Pada pengolahan house of risk fase 2 urutan langkah pertama yang dilakukan
yaitu menyusun strategi mitigasi atau preventive action terhadap masing – masing
risk agent dominan penumpukan baranag yang telah diketahui pada hasil
pengolahan HOR fase 1. Di bawah ini merupakan hasil identifikasi strategi mitigasi
preventive action yang dapat digunakan dalam meminimalisir dan mencegah
terjadinya penumpukan barang.
Tabel 4. 10 Strategi Mitigasi atau Preventive Action Penumpukan Barang
Rangking Kode Risk Agent Preventive Action
1 A18
Tidak adanya pembagian shift
pekerja hingga 24 jam di pabrik,
sehingga pabrik tidak buka 24 jam
a. Pihak Berlian Jaya Maritim
melakukan komunikasi
dengan pemilik barang untuk
menambah jumlah gang kerja
dipabrik
b. Truk seluruhnya standby di
pelabuhan dan melakukan
stuffing muatan di atas truk
2 A15 Kemacetan arus lalu lintas
Melakukan perencanaan
penambahan jumlah armada jika
terjadi kemacetan untuk
meminimalisir hambatan
pengiriman
3 A10 Kurang tepatnya perhitungan jumlah
armada yang dibutuhkan
a. Ketika meeting melakukan
perhitungan yang lebih detil
agar tidak terjadi kesalahan
dalam perhtiungan
b. Pengurangan gang kerja diatas
kapal untuk menyeimbangkan
proses kerja bongkar muat
dengan truk yang tersedia
4 A14 Umur pemakaian armada truk sudah
melampaui batas
Memperbarui armada truk yang
sudah tua dengan melakukan
pembelian truk yang baru
5 A13 Skala perawatan armada yang tidak
rutin
Penambahan jadwal service truk
6 A25 Crashing time antara waktu produksi
dan pembongkaran barang di pabrik
Sebelum kegiatan bongkar di
pelabuhan berlangsung,
melakukan komunikasi dengan
pemilik barang agar
memprioritaskan kegiatan
bongkar muat barang yang dari
pelabuhan terlebih dahulu
52
Tabel 4.10 Strategi Mitigasi atau Preventive Action Penumpukan Barang (Lanjutan)
Rangking Kode Risk Agent Preventive Action
7 A20 Kurang adanya manajemen investasi
alat berat (forklift) di pabrik
Pihak Berlian Jaya Maritim
meminjamkan forklift ke pabrik
untuk tambahan alat berat agar
pembongkaran di pabrik lancar
8 A1
Pihak pemilik barang (consignee)
belum melunasi atau menyelesaikan
administrasi terkait
Pihak Berlian Jaya Maritim
membayar atau meminjamkan
dananya penyelesaian
administrasi terkait terlebih
dahulu
9 A17
Kondisi cuaca buruk (hujan dan
badai) menyebabkan terhambatnya
perjalanan truk
Pada setiap truk disediakan satu
persatu terpal untuk penutup
muatan jika terjadi hujan sehingga
truk tetap bisa melakukan
pengiriman ketika terjadi hujan
atau cuaca buruk
10 A6 Sejumlah instansi belum
berkoordinasi dengan baik
Mengadakan meeting bersama
sebelum kegiatan kerja bongkar
muat berlangsung
11 A23 Kurang tepatnya pembuatan layout
penyimpanan barang di pabrik
Menghubungi pihak pabrik untuk
merubah layout penataan barang
agar lebih tertata sehingga
pembobgkaran di pabrik lebih
cepat
12 A21 Kurang adanya skala perawatan
forklift yang rutin di pabrik
Pihak Berlian Jaya Maritim
meminjamkan alat berat forklift
untuk bantuan pembongkaran
13 A2 Belum optimalnya sistem online
Mempersiapkan kepengurusan
dokumen dan sebagainya dengan
cara manual
14 A5 Barang dinyatakan berada dijalur
merah oleh bea cukai
Melakukan pengecekan dokumen
muatan dari pelabuhan asal
dengan fisik muatan agar muatan
tidak dicurigai oleh pihak bea
cukai
Sumber : Hasil Pengamatan dan Wawancara Expert Judgment, 2019
53
Setelah mengetahui tindakan preventive action dari setiap masing masing
penyebab risiko penumpukan barang, langkah berikutnya yaitu melakukan
penilaian difficulty of performing action 𝑘 (Dk) atau penilaian tingkat kesulitan
dalam melalukan tindakan preventive action tersebut. Penilaian dilakukan dengan
metode wawancara kepada expert judgment bersamaan dengan wawancara
preventive action tersebut. Berikut ini merupakan skala penilaian Dk.
Tabel 4. 11 Skala Kriteria Tingkat Kesulitan pada penumpukan barang
Bobot Keterangan
3 Preventive Action mudah untuk diterapkan
4 Preventive Action agak sulit untuk diterapkan
5 Preventive Action sulit untuk diterapkan
Sumber : Pujawan, 2009
Tabel 4.11 merupakan skala kriteria kesulitan dalam melakukan tindakan
preventive action. Pada proses penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan
pada masalah biaya serta sumber daya untuk penerapan. Di bawah ini merupakan
hasil penilaian tingkat kesulitan penerapan dari masing – masing preventive action
penumpukan barang.
Tabel 4. 12 Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan (Dk) pada penumpukan barang
No. Kode Preventive Action
Tingkat
Kesulitan
(Dk)
1 PA1
Pihak Berlian Jaya Maritim melakukan komunikasi
dengan pemilik barang untuk menambah jumlah gang
kerja dipabrik
3
2 PA2 Truk seluruhnya standby di pelabuhan dan melakukan
stuffing muatan di atas truk 3
3 PA3
Melakukan perencanaan penambahan jumlah armada jika
terjadi kemacetan untuk meminimalisir hambatan
pengiriman
5
4 PA4 Ketika meeting melakukan perhitungan yang lebih detil
agar tidak terjadi kesalahan dalam perhtiungan 3
54
Tabel 4. 12 Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan (Dk) pada penumpukan barang (Lanjutan)
No. Kode Preventive Action
Tingkat
Kesulitan
(Dk)
5 PA5 Pengurangan gang kerja diatas kapal untuk
menyeimbangkan proses kerja bongkar muat dengan truk
yang tersedia
5
6 PA6 Memperbarui armada truk yang sudah tua dengan
melakukan pembelian truk yang baru 5
7 PA7 Penambahan jadwal service truk 4
8 PA8
Sebelum kegiatan bongkar di pelabuhan berlangsung,
melakukan komunikasi dengan pemilik barang agar
memprioritaskan kegiatan bongkar muat barang yang dari
pelabuhan terlebih dahulu
3
9 PA9
Pihak Berlian Jaya Maritim meminjamkan forklift ke
pabrik untuk tambahan alat berat agar pembongkaran di
pabrik lancar
4
10 PA10
Pihak Berlian Jaya Maritim membayar atau
meminjamkan dananya penyelesaian administrasi terkait
terlebih dahulu
4
11 PA11
Pada setiap truk disediakan satu persatu terpal untuk
penutup muatan jika terjadi hujan sehingga truk tetap bisa
melakukan pengiriman ketika terjadi hujan atau cuaca
buruk
3
12 PA12 Mengadakan meeting bersama sebelum kegiatan kerja
bongkar muat berlangsung 3
13 PA13
Menghubungi pihak pabrik untuk merubah layout
penataan barang agar lebih tertata sehingga
pembobgkaran di pabrik lebih cepat
3
14 PA14 Pihak Berlian Jaya Maritim meminjamkan alat berat
forklift untuk bantuan pembongkaran 4
15 PA15 Mempersiapkan kepengurusan dokumen dan sebagainya
dengan cara manual 4
16 PA16
Melakukan pengecekan dokumen muatan dari pelabuhan
asal dengan fisik muatan agar muatan tidak dicurigai oleh
pihak bea cukai
3
Sumber : Hasil Wawancara Expert Judgment, 2019
55
Tabel 4.12 diatas menunjukkan skala kriteria pada masing – masing preventive
action pihak Berlian Jaya Maritim dalam menangani serta meminimalisir terjadinya
penumpukan barang saat bongkar muat barang berlangsung. Skala kriteria tersebut
didapatkan melalui diskusi dan wawancara dengan expert judgment, dimana pihak
expert judgment memberikan nilai skala tersebut dengan mengacu pada tingkat
besar kecilnya biaya yang dikeluarkan serta sumber daya yang dimiliki perusahaan
dalam penerapan setiap preventive action. Setelah mengetahui preventive action
beserta tingkat kesulitannya, langkah selanjutnya yaitu melakukan pengolahan
framework HOR fase 2 yang digunakan untuk menentukan tingkat kefektifitasan
setiap preventive action tersebut dalam mencegah serta meminimalisir terjadinya
penumpukan barang.
4.8 Framework House Of Risk Fase 2 Penumpukan Barang
Pada pengolahan framework HOR fase 2 terdapat beberarapa tahapan, yang
pertama yaitu menentukan hubungan korelasi antara risk agent dengan preventive
action. Dalam penentuan korelasi tersebut terdapat matriks 4 jenis, diantaranya
sebagai berikut.
Tabel 4. 13 Matriks korelasi hubungan risk agent dengan preventive action
Bobot Keterangan
9 Menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara risk agent dengan preventive action
3 Menunjukkan adanya korelasi yang sedang antara risk agent dengan preventive action
1 Menunjukkan adanya korelasi yang lemah antara risk agent dengan preventive action
0 Menunjukkan tidak terdapat hubungan korelasi antara risk agent dengan preventive action
Sumber : Pujawan, 2009
Pada penentuan nilai korelasi tersebut dilakukan dengan cara wawancara dan
diskusi bersama pihak expert judgment perusahaan. Tahap selanjutnya setelah
mengetahui nilai korelasi pada setiap preventive action dan risk agent yaitu
melakukan perhitungan nilai kefektivitasan (TEk) dari setiap preventive action.
Setelah mengetahui nilai efektivitas setiap preventive action tesebut langkah
selanjutnya melakukan perhitungan ETDk (Effectiveness to difficulty ratio of action
k). Hasil dari nilai ETDk tersebut akan dijadikan dasar penentuan peringkat
preventive action mana yang efektif untuk diterapkan terlebih dahulu. Berikut ini
adalah hasil pengolahan framework HOR fase 2 penumpukan barang.
56
Risk Agent Preventive Action ARP
Risk Agent PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 PA6 PA7 PA8 PA9 PA10 PA11 PA12 PA13 PA14 PA15 PA16
A18 9 9 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 517,73
A15 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 495,80
A10 0 0 0 9 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 407,03
A14 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 366,12
A13 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 344,70
A25 0 1 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 332,14
A20 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 9 0 0 313,34
A1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 309,02
A17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 227,37
A6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 0 207,67
A23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 0 0 192,56
A21 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 9 0 0 187,65
A2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 0 181,17
A5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 179,82
Total Effectiveness
of proactive action k
(TEk)
4659,57 4991,71 4462,2 3663,27 1221,09 3295,08 3102,3 7648,83 3383,01 2781,18 2046,33 1869,03 1733,04 4508,91 1630,53 1618,38
Difficulty of
peroforming action
k (Dk)
3 3 5 3 5 5 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3
Effectiveness to
difficulty ratio of
action (ETDk)
1553,19 1663,90 892,44 1221,09 244,21 659,02 775,57 2549,61 845,75 695,29 682,11 623,01 577,68 1127,23 407,63 539,46
Rank of proactive
action k (Rk) 3 2 6 4 16 11 8 1 7 9 10 12 13 5 15 14
Tabel 4. 14 Framework HOR Fase 2 Penumpukan Barang
Sumber : Pengolahan Data, 2019
57
Tabel 4.14 merupakan hasil perhitungan framework hasil pengolahan dan
perhitungan House Of Risk fase 2. Pada framework tersebut dihasilkan nilai
keefektifitasan penerepan dari setiap preventive action. Di bawah ini merupakan
contoh perhitungan framework HOR Fase 2 dengan menggunakan persamaan 2.2
dan 2.3. 𝐸𝑇𝐷𝑘 PA1 = (517,73 x 9) / 3 = 1553,19 𝐸𝑇𝐷𝑘 PA2 = {(517,73 x 9) + (332,14 x 1)} / 3 = 1663,90
Di bawah ini merupakan hasil perhitungan secara lengkap nilai tingkat
keefektifitasan setiap preventive action yang telah diurutkan berdasar prioritas nilai
tertinggi hingga terendah.
Tabel 4. 15 Urutan Prioritas Preventive Action
Prioritas Kode Preventive Action
Effectiveness to
difficulty ratio of
action (ETDk)
1 PA8
Sebelum kegiatan bongkar di pelabuhan
berlangsung, melakukan komunikasi dengan pemilik
barang agar memprioritaskan kegiatan bongkar muat
barang yang dari pelabuhan terlebih dahulu
2549,61
2 PA2 Truk seluruhnya standby di pelabuhan dan
melakukan stuffing muatan di atas truk 1663,90
3 PA1
Pihak Berlian Jaya Maritim melakukan komunikasi
dengan pemilik barang untuk menambah jumlah
gang kerja dipabrik
1553,19
4 PA4 Ketika meeting melakukan perhitungan yang lebih
detil agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungan 1221,09
5 PA14 Pihak Berlian Jaya Maritim meminjamkan alat berat
forklift untuk bantuan pembongkaran 1127,23
6 PA3
Melakukan perencanaan penambahan jumlah
armada jika terjadi kemacetan untuk meminimalisir
hambatan pengiriman
892,44
7 PA9
Pihak Berlian Jaya Maritim meminjamkan forklift
ke pabrik untuk tambahan alat berat agar
pembongkaran di pabrik lancar
845,75
58
Tabel 4. 15 Urutan Prioritas Preventive Action (Lanjutan)
Prioritas Kode Preventive Action
Effectiveness to
difficulty ratio of
action (ETDk)
8 PA7 Penambahan jadwal service truk 775,57
9 PA10
Pihak Berlian Jaya Maritim membayar atau
meminjamkan dananya penyelesaian administrasi
terkait terlebih dahulu
695,29
10 PA11
Pada setiap truk disediakan satu persatu terpal untuk
penutup muatan jika terjadi hujan sehingga truk tetap
bisa melakukan pengiriman ketika terjadi hujan atau
cuaca buruk
682,11
11 PA6 Memperbarui armada truk yang sudah tua dengan
melakukan pembelian truk yang baru 659,02
12 PA12 Mengadakan meeting bersama sebelum kegiatan
kerja bongkar muat berlangsung 623,01
13 PA13
Menghubungi pihak pabrik untuk merubah layout
penataan barang agar lebih tertata sehingga
pembobgkaran di pabrik lebih cepat
577,68
14 PA16
Melakukan pengecekan dokumen muatan dari
pelabuhan asal dengan fisik muatan agar muatan
tidak dicurigai oleh pihak bea cukai
539,46
15 PA15 Mempersiapkan kepengurusan dokumen dan
sebagainya dengan cara manual 407,63
16 PA5
Pengurangan gang kerja diatas kapal untuk
menyeimbangkan proses kerja bongkar muat dengan
truk yang tersedia
244,21
Sumber : Pengolahan Data, 2019
Tabel 4.15 merupakan urutan prioritas preventive action yang berdasar pada
nilai ETDk (effectiveness to difficulty ratio of action). Berikut ini penjelasan secara
detil urutan prioritas preventive action terkait penumpukan barang.
PA8, sebelum kegiatan bongkar di pelabuhan berlangsung, melakukan
komunikasi dengan pemilik barang agar memprioritaskan kegiatan bongkar
muat barang yang berasal dari pelabuhan terlebih dahulu. Preventive action
ini untuk mengurangi, mencegah serta mengatasi risk agent terjadinya
crashing time antara waktu produksi dan pembongkaran di pabrik. Tindakan
59
ini adalah tindakan yang paling mudah penerapannya untuk mencegah
terjadinya penumpukan barang.
PA2, Truk seluruhnya standby di pelabuhan dan melakukan stuffing muatan
di atas truk. Tindakan ini bertujuan untuk mencegah risk agent tidak adanya
pembagian shift kerja hingga 24 jam di pabrik yang mengakibatkan
timpangnya produktifitas pembongkaran di pabrik dengan di pelabuhan
sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan barang.
PA1, Pihak Berlian Jaya Maritim melakukan komunikasi dengan pemilik
barang untuk menambah jumlah gang kerja di pabrik. Aksi tersebut juga
bertujuan untuk mengatasi risk agent tidak adanya pembagian shift kerja
hingga 24 jam di pabrik. Dengan melakukan penambahan jumlah gang kerja
pembongkaran di pabrik maka tingkat produktifitas pembongkaran antara
di pabrik dan di pelabuhan seimbang sehingga meminimalisir terjadinya
penumpukan barang.
PA4, Ketika meeting melakukan perhitungan yang lebih detil agar tidak
terjadi kesalahan dalam perhitungan. Tindakan ini untuk meminimalisir
terjadinya penyebab risiko kurang tepatnya perhitungan jumlah armada
yang dibutuhkan.
PA14, Pihak Berlian Jaya Maritim meminjamkan alat berat forklift untuk
bantuan pembongkaran. Aksi pencegahan ini bertujuan mencegah risk agent
kurangnya alat berat forklift di pabrik dan kurang adanya skala perawatan
forklift di pabrik yang membuat pembongkaran di pabrik tidak secepat di
pelabuhan. Dengan meminjamkan forklift ke pabrik, maka dapat membantu
pembongkaran di pabrik sehingga seirama dengan pembongkaran di
pelabuhan. Maka dengan begitu terjadinya penumpukan barang akan
semakin dapat diminimalisir.
PA3, Melakukan perencanaan penambahan jumlah armada jika terjadi
kemacetan untuk meminimalisir hambatan pengiriman. Preventive action
ini untuk meminimalisir terjadinya penumpukan barang yang diakibatkan
oleh kemacetan arus lalu lintas.
60
PA9, Pihak Berlian Jaya Maritim meminjamkan forklift ke pabrik untuk
tambahan alat berat agar pembongkaran di pabrik lancar. Aksi ini untuk
meminamalisir serta mencegah risk agent kurangnya alat berat
pembongkaran barang di pabrik yang meyebabkan produktifitas
pembongkaran di pabrik tidak seimbang dengan di pelabuhan sehingga
menyebabkan penumpukan barang di pelabuhan. Tetapi dengan
dipinjamkannya forklift milik PBM Berlian Jaya Maritim ke pabrik, maka
alat berat pembongkaran di pabrik dan di pelabuhan menjadi seimbang dan
dapat meminimalisir hingga mencegah terjadinya penumpukan barang.
PA7, Penambahan jadwal service truk. Tindakan ini untuk mengatasi serta
mencegah dan meminimalisir risk agent perawatan armada yang tidak rutin
yang menyebabkan proses pengiriman barang dari pelabuhan ke pabrik
mengalami hambatan seperti truk tidak dapat melaju dengan kecepatan yang
normal, atau bahkan terjadi mogok pada truk saat melakukan pengiriman.
Dimana hal tersebut membuat proses pengiriman barang terhambat dan
menyebabkan penumpukan barang di pelabuhan.
PA10, Pihak Berlian Jaya Maritim membayar atau meminjamkan dananya
untuk penyelesaian administrasi terkait terlebih dahulu. Preventive ini
bertujuan mencegah risiko pihak pemilik barang atau consignee belum
melunasi atau menyelesaikan administrasi terkait sehingga barang tidak
boleh keluar dari pelabuhan dan terpaksa harus dilakukan penumpukan.
Dengan pihak Berlian Jaya Maritim meminjamkan dananya terlebih dahulu
maka dapat meminamilisir bahkan mencegah penumpukan barang yang
diakibatkan risk agent tersebut.
PA11, Pada setiap truk disediakan satu persatu terpal untuk penutup muatan
jika terjadi hujan sehingga truk tetap bisa melakukan pengiriman ketika
terjadi hujan atau cuaca buruk. Tindakan ini bertujuan mengurangi risiko
terhambtanya perjalanan truk dikarenakan cuaca buruk (hujan dan badai).
PA6, Memperbarui armada truk yang sudah tua dengan melakukan
pembelian truk yang baru. Aksi pencegahan ini bertujuan untuk mengurangi
risiko umur pemakaian armada truk sudah melampaui batas yang
61
menyebabkan perjalanan truk saat pengiriman tidak dapat melaju secara
normal bahkan terjadinya mogok, hal tersebut dapat mengakibatkan
terhambatnya pengiriman barang dari pelabuhan ke pabrik sehingga terjadi
penumpukan barang. Dengan digantinya truk yang sudah tua tersebut maka
dapat mengurangi serta meminimalisir risiko tersebut.
PA12, Mengadakan meeting bersama sebelum kegiatan kerja bongkar muat
berlangsung. Tindakan ini untuk mencegah risiko sejumlah instansi belum
berkoordinasi dengan baik yang sehingga terjadi penumpukan barang.
PA13, Menghubungi pihak pabrik untuk merubah layout penataan barang
agar lebih tertata sehingga pembongkaran di pabrik lebih cepat. Tindakan
ini adalah tindakan yang cukup realistis untuk mencegah hambatan proses
pengiriman barang yang diakibatkan risiko kurang tepatnya pembuatan
layout penyimpanan barang di pabrik yang membuat penataan dan proses
pembongkaran lebih lama dan menyebabkan kurang lancarnya proses
pengiriman sehingga terjadi penumpukan barang di pelabuhan.
PA16, Melakukan pengecekan dokumen muatan dari pelabuhan asal dengan
fisik muatan agar muatan tidak dicurigai oleh pihak Bea cukai. Preventive
ini mengurangi bahkan mencegah terjadinya risiko barang dinyatakan
berada di jalur merah yang mengakibatkan terjadinya penumpukan barang.
PA15, Mempersiapkan kepengurusan dokumen dan sebagainya dengan cara
manual. Tindakan ini untuk mencegah bahkan menghindari hambatan
operasional jika terjadi permasalahan pada system online kepengurusan
kegiatan operasional bongkar muat yang menyebabkan terjadinya
penumpukan barang.
PA5, Pengurangan gang kerja diatas kapal untuk menyeimbangkan proses
kerja bongkar muat dengan truk yang tersedia. Tindakan ini bertujuan agar
mengurangi risiko kurang tepatnya perhitungan jumlah armada yang
dibutuhkan. Tetapi tindakan ini merupakan tindakan yang paling susah
dalam penerapannya dikarenakan, dengan menyeimbangkan jumlah armada
yang kurang dengan pengurangan jumlah gang kerja akan berdampak pada
produktifitas operasional bongkar muatan di kapal, sehingga menyebabkan
62
pembongkaran lebih lama dan kapal terkena demurage. Walaupun dengan
pengurangan jumlah gang kerja di kapal akan meminimalisir penumpukan
barang akan tetapi biaya yang dikeluarkan pihak PBM akan semakin besar
dengan membayar biaya demurage kapal di pelabuhan.
63
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasar pada hasil dan pembahasan pada Bab 4, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai jawaban untuk rumusan masalah sebagai berikut.
1. Hasil identifikasi kejadian risiko dan penyebab risiko yang timbul terhadap
penumpukan barang di pelabuhan pada perusahaan Berlian Jaya Maritim
terdapat 17 risk event dan 30 risk agent yang teridentifikasi sebagai pemicu
terjadinya penumpukan barang di pelabuhan.
2. Hasil penilaian risiko penumpukan barang di pelabuhan pada perusahaan
Berlian Jaya Maritim menggunakan metode HOR Fase 1 menghasilkan
nilai ARP dari masing – masing risk agent. Nilai ARP tertinggi yaitu pada
risk agent (A18) tidak adanya pembagian shift pekerja hingga 24 jam di
pabrik, sehingga pabrik tidak buka 24 jam dengan nilai 517,73. Sedangkan
nilai ARP terendah yaitu (A26) kurangnya konsentrasi petugas surat jalan
bagian pengecekan barang di pelabuhan dengan nilai 23,78. Setelah
mengetahui nilai ARP langkah selanjutnya mengkombinasikan nilai
tersebut dengan diagram Pareto. Berdasar teori Pareto (80%-20%), dari 30
risk agent tersebut, didapatkan 14 risk agent dominan yang
merepresentasikan 79.22 % dari seluruh risk agent yang menyebabkan
penumpukan barang.
3. Tindakan strategi mitigasi penyebab risiko penumpukan barang di
pelabuhan pada perusahaan Berlian Jaya Maritim menggunakan metode
HOR Fase 2 dihasilkan 16 strategi preventive action untuk 14 risk agent
dominan. Di bawah ini merupakan 5 preventive action dengan nilai
keefektifitasan terbesar pada HOR fase 2 untuk penumpukan barang.
Sebelum kegiatan bongkar muat di pelabuhan berlangsung, melakukan
komunikasi dengan pemilik barang agar memprioritaskan kegiatan
bongkar muat barang yang berasal dari pelabuhan terlebih
dahulu.(PA8)
64
Truk seluruhnya standby di pelabuhan dan melakukan stuffing muatan
di atas truk. (PA2) Pihak PT. Berlian Jaya Maritim melakukan komunikasi dengan pemilik
barang untuk menambah jumlah gang kerja di pabrik. (PA1) Ketika meeting melakukan perhitungan yang lebih detil agar tidak
terjadi kesalahan dalam perhitungan. (PA4) Pihak Berlian Jaya Maritim meminjamkan alat berat forklift untuk
bantuan pembongkaran. (PA14) 5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Penilaian risiko dalam industri supply chain dengan menggunakan metode
House of Risk sangatlah direkomendasikan karena dapat memberikan
solusi efektif bagi perusahaan.
2. Pada penelitian-penelitian selanjutnya, dapat dikembangkan metode
House Of Risk dengan seluruh perhitungan berdasar nilai financial dari
cost akibat risk agent dengan cost dari preventive action. Sehingga
rekomendasi perbaikan yang dihasilkan dari penelitian mutlak berdasar
dari nilai financial.
65
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, S. (2008). Asuransi dan Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Baan, V. der. (2015). State of Logistic Indonesia 2015. Jakarta: The World Bank.
Baihaqi, Z. D. (2016). Studi Implementasi Model House Of Risk (HOR) untuk
Mitigasi Risiko Keterlambatan Material dan Komponen Impor pada
Pembangunan Kapal Baru. Jurnal Teknis ITS Vol. 5, No. 2, ISSN: 2337-
3539.
Christoper., P. H. (2004). Building The Resivient Supply Chain. International
Journal Of Logistic Management, 1-13.
Chrysler. (2008). Potential Failure Mode and Effect (FMEA). Forum Edition.
Ford Motor Company. General Most Corporation.
Darmawi, Herman. (2008). Manajemen Risiko. Jakarta: Bumi Aksara.
Djohanputro. (2008). Manajemen Risiko Korporat. Jakarta: Pendidikan dan
Pembinaan Manajemen.
Djojosoedarso, S. (2003). Prinsip - Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi.
Jakarta: Salemba Empat.
Fahmi. (2010). Manajemen Risiko : Teori Kasus, dan Solusi. Bandung: Alfabeta.
Geraldin. (2007). Manajemen risiko dan aksi mitigasi untuk mencapai rantai
pasok yang robust. Tesis Institute Teknologi Sepuluh Nopember.
Hanafi, M. Mamduh. (2009). Manajemen Risiko. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Heizer dan Render. (2011). Manajemen Operasi.Edisi Sembilan. Buku Dua.
Jakarta: Salemba Empat.
Hopkin, P. (2010). Fundamentals of Risk Management. Evaluating and
Implementing Effective Risk Management, Kogan Page.
Lokobal, A. M. (2014). Manajemen Risiko Pada Perusahaan Jasa Pelaksana
Kontruksi Di Provinsi Papua. . Jurnal Ilmiah Media Engineering, 109-
118.
66
Pertiwi, D. L. (2017). Analisis Penyebab Risiko dan Mitigasi Risiko Dengan
Menggunakan Metode House Of Risk Pada Divisi Pengadaan PT XYZ.
Journal Industrial Servicess ol. 3 No. 1a.
Pujawan, I Nyoman & Laudine H. Geraldin. (2009). A model for proactive supply
chain risk. Jurnal Teknik Industri, Volume 15 No. 6, ITS, Surabaya.
Putu, H. d. (2014). Aplikasi Model House Of Risk (HOR) untuk Mitigasi Risiko
Pada Supply Chain Bahan Baku Kulit. Jurusan Teknik Industri, Fakultas
Teknologi Industri, ITAT Surabaya, 149-157.
Scarvada, A. (2004). A Review of the Causal Mapping Practice and Reseacrh
Literature. Second World Conference on POM and 15th Annual POM
Conference.
Yumaida. (2011). Analisis risiko kegagalan pemeliharaan pada pabrik pengolahan
pupuk NPK Granular (Studi Kasus : PT. Pupuk Kujang Cikampek).
Universitas Indonesia, Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Industri,
15-21.
67
LAMPIRAN 1
Lampiran Data Penumpukan Barang PT. Berlian Jaya Maritim
68
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
69
LAMPIRAN 2
70
71
72
73
74
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
75
LAMPIRAN 3
- Kuesioner Manajer Operasional
76
77
78
79
80
81
- Kuesioner Kepala Koordinator Lapangan
82
83
84
85
86
87
- Kuesioner EMKL (Bagian Ekspedisi Muatan Kapal Laut)
88
89
90
91
92
93
- Kuesioner Koordinator Lapangan Penumpukan
94
95
96
97
98
99
- Kuesioner EMKL (Bagian Ekspedisi Muatan Kapal Laut)
100
101
102
103
104
105
- Kuesioner Chief Checker
106
107
108
109
110
111
LAMPIRAN 4
Hubungan Korelasi Risk Event dan Risk Agent
112
113
114
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
115
LAMPIRAN 5
Wawancara Preventive Action
116
117
118
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
119
LAMPIRAN 6 Hubungan Korelasi Preventive Action
120
121
122
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
123
LAMPIRAN 7
Data Responden Expert Judgment
No. Nama Responden Jabatan /
Departement Umur Lama Bekerja
1. Bpk. Bram O’ Warsito Manajer
Operasional 52 Tahun 15 Tahun
2. Bpk. Untung Parwono B.A.
Kepala
Koordinator
Lapangan
64 Tahun 13 Tahun
3. Bpk. Soekamto Koordinator
Lapangan 51 Tahun 8 Tahun
4. Bpk. Erbanu EMKL 44 Tahun 8 Tahun
5. Bpk. Wiyono EMKL 42 Tahun 8 Tahun
6. Bpk. Gunarmo Adi A.Md Chief Checker 45 Tahun 9 Tahun