analisis disparitas pembangunan antar wilayah di provinsi ... · penulis dilahirkan di palembang...

112
ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN BRILLIANT FAISAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Upload: lyduong

Post on 06-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

BRILLIANT FAISAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

Page 2: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH

DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

BRILLIANT FAISAL

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

Page 3: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 dari

pasangan H. Bachsir Nanlay dan Hj. Fitriah, yang merupakan anak ketiga dari

empat bersaudara.

Tahun 1995, penulis berhasil lulus dari SMA Muhammadiyah 1

Yogyakarta dan pada tahun 1996 diterima di Program Studi Ilmu Kelautan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

UMPTN dan menyelesaikan studi S1 tersebut pada Tahun 2001.

Penulis merupakan staf di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Sumatera Selatan dan pada bulan Agustus tahun 2008 dinyatakan diterima di

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu

Perencanaan Wilayah untuk melanjutkan studi magister dengan beasiswa

pendidikan melalui program beasiswa dari Pusbindiklatren – Bappenas.

Penulis menikah dengan Fitri Agustriani pada tahun 2004 dan telah

dikarunai seorang putri bernama Afifa Humaira (4,5 tahun).

Page 4: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil a’lamin dan puji syukur penulis ucapkan ke hadirat

Allah SWT atas segala karunia-Nya akhirnya penelitian ini berhasil diselesaikan.

Penelitian ini berjudul Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di

Provinsi Sumatera Selatan.

Dalam penyusunan dan penyelesaian tesis ini, penulis mengucapkan

terima kasih kepada : Bapak Dr. Ir. Setia Hadi, MS, dan Bapak Dr. Ir. Muhammad

Ardiansyah, selaku pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr

sebagai Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah yang telah memberikan

pengarahan, bimbingan dan masukan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga

penulis haturkan kepada Kepala Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan

Perencanaan (Pusbindiklatren) BAPPENAS, Gubernur Sumatera Selatan, Dinas

Kelautan dan Perikanan serta Badan Kepegawaian Daerah Pemerintah Provinsi

Sumatera Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk

mengikuti tugas belajar, bantuan administrasi dan beasiswa yang diberikan

selama ini.

Terima kasih yang luar biasa kepada istri dan putriku beserta seluruh

keluarga besar di Palembang, orang tua, mertua, saudara-saudaraku atas segala

doa, pengertian, pengorbanan dan kesabaran serta tidak lupa kepada teman-

teman PWL angkatan 2008 atas dukungan morilnya selama ini. Semoga Allah

SWT membalasnya dengan yang lebih baik

Semoga karya ilmiah ini bisa berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Maret 2010

B r i l l i an t Fa i sa l

Page 5: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2010

B r i l l i an t Fa i sa l NIM. A156080164

Page 6: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

ABSTRACT BRILLIANT FAISAL. Disparity Analysis of Inter-region Development in South Sumatra Province. Under direction of SETIA HADI and MUHAMMAD ARDIANSYAH.

Economic inequality in South Sumatra Province has been caused by mining activities, especially oil and gas. Meanwhile, in 2003-2007 agriculture was still had been the dominant economic activity in South Sumatra, but rate of economic growth was slow. This study aims to determine the priority of development in coastal areas of South Sumatra based on disparity of inter-region development.

The availability of public service facilities has been well developed in Palembang only, which caused imbalance of infrastructure between the capital city of the province and other districts, and also to the economic level. In order to decrease the development inequality in this province, South Sumatra Province is grouped into three clusters, namely: 1) urban, 2) agriculture-based industry, and 3) agriculture or mining; if Palembang city was not included in the grouping. Facilities of financial institution, the number of telephone subscribers, and land use for rice field, were the variables used to distinguish each cluster. Williamson index showed that the level of development disparity between regions in South Sumatra Province is still relatively high (0,65; with oil and gas). Meanwhile, districts / cities which has the mining sector were contributing positively to the total disparity, especially Musi Banyuasin. The Mining sector, secondary sector, and state forest area as estimators of the disparity has positively correlated, while the agricultural does not correlate (r = 0,98).

On AHP result showed that local government apparatus preferred to the development of agriculture based processing industries as the main priority (0,349) for development in coastal areas. Keywords : imbalanced infrastructure, contributed sectors, processing industries,

inter-region disparity

Page 7: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

RINGKASAN

BRILLIANT FAISAL. Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh SETIA HADI dan MUHAMMAD ARDIANSYAH.

Masalah utama ketidakmerataan dalam konteks ekonomi di Provinsi

Sumatera Selatan adalah menyangkut kegiatan produksi di sektor pertambangan, khususnya minyak dan gas (migas). Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah dengan kategori kesenjangan antar daerah yang rendah apabila sektor migas diabaikan. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan melalui menggunakan pendekatan terhadap aktivitas perekonomian Provinsi Sumatera Selatan (PDRB ADHK 2000) dan hasil kuesioner terhadap aparatur pemerintah daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prioritas kebijakan pembangunan berdasarkan tingkat disparitas yang terjadi dan tipologi wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, terutama di kabupaten pesisir.

Metode untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu wilayah dianalisis dengan Location Quotient (LQ) masing-masing sektor di tiap kabupaten/kota terhadap Provinsi Sumatera Selatan. Metode untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah di tiap kabupaten/kota dianalisis dengan menggunakan entropi aktivitas perekonomian, tipologi Klassen dan analisis multivariat (klaster dan diskriminan). Metode untuk mengetahui tingkat disparitas antar wilayah dianalisis dengan menggunakan indeks Williamson dan indeks Theil serta analisis regresi berganda secara deskriptif sedangkan model prioritas pembangunan di wilayah pesisir dianalisis dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP).

Provinsi Sumatera Selatan memiliki sektor-sektor perekonomian dengan nilai LQ>1 yang didominasi secara berturut-turut oleh sektor perdagangan (10 kabupaten), pertanian (9 kabupaten), bangunan (9 kabupaten) dan jasa (9 kabupaten). Nilai LQ>1 pada sektor pertanian ternyata tidak diikuti pada sektor industri, kecuali di Kabupaten Banyuasin. Kota Palembang yang sektor pertanian bukan sebagai sektor unggulan, memiliki nilai LQ>1 pada sektor industri pengolahan. Hal ini mengkondisikan bahwa sebagian besar hasil-hasil pertanian di suatu wilayah cenderung langsung dijual ke wilayah lainnya tanpa diolah terlebih dahulu. Sektor pertanian, bangunan dan perdagangan, hotel dan jasa; mampu berkembang secara komparatif antar kabupaten/kota.

Perkembangan indeks entropi pada tahun 2003 hingga 2007 menunjukkan bahwa baik pada tingkat kabupaten/kota maupun pada tingkat provinsi memiliki nilai yang relatif tetap. Kondisi ini mengindikasikan tingkat perkembangan wilayah berdasarkan aktivitas perekonomian relatif masih rendah karena semakin beragamnya aktivitas belum tentu menunjukkan tingkat perkembangan wilayah yang tinggi, kecuali Kota Palembang sebagai wilayah yang maju dibandingkan wilayah lain akibat ketimpangan pembangunan yang terjadi cenderung terpusat di wilayah tersebut. Lebih lanjut, apabila Kota Palembang diabaikan maka pengelompokan wilayah di Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 3 (tiga) klaster, yaitu klaster perkotaan, klaster industri dan klaster pertanian atau pertambangan dengan variabel pembatasnya adalah jumlah pelanggan telepon, luas lahan sawah dan jumlah fasilitas lembaga keuangan.

Page 8: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Indeks Williamson dan Theil menghasilkan wilayah yang berperan dalam meningkatkan disparitas antar wilayah, seperti Kota Palembang dan Prabumulih serta Kabupaten Muara Enim dan Musi Banyuasin sedangkan wilayah lain, termasuk wilayah pesisir dengan aktivitas sektor pertanian sebagai sektor unggulan, memiliki peranan dalam menurunkan tingkat disparitas di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini diperkuat oleh dekomposisi disparitas yang berasal dari masing-masing kabupaten/kota. Aspek ekonomi (pendapatan wilayan) dan fisik (penggunaan lahan) menjadi faktor penduga penyebab terjadinya disparitas antar wilayah, dimana PDRB pertambangan dan penggalian serta PDRB sekunder berkorelasi positif termasuk hutan negara yang dianggap dapat menghambat pembangunan; sedangkan PDRB pertanian berkorelasi negatif terhadap disparitas.

Pembangunan sektor industri pengolahan merupakan prioritas utama untuk dikembangkan di wilayah pesisir di Provinsi Sumatera Selatan, terutama yang terkait dengan sektor pertanian yang secara potensial masih memiliki luas lahan budidaya. Prioritas responden terhadap alternatif tujuan menghasilkan bobot kumulatif keseluruhan aspek sebesar 0,349. Selanjutnya berturut-turut diikuti sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, bangunan dan jasa-jasa di wilayah kabupaten pesisir Sumatera Selatan. Hal ini didasarkan kepada kemiripan tipologi wilayah di kabupaten pesisir, yakni Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Banyuasin. Walaupun tingkat perkembangan wilayahnya masih rendah namun mampu menurunkan disparitas yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan.

Kata kunci : ketimpangan infrastruktur, kontribusi sektor, industri pengolahan,

disparitas antar wilayah

Page 9: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 10: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dyah Retno Panuju, M.S

Page 11: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Judul Tesis : Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan

Nama : Brilliant Faisal

NRP : A156080164

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Setia Hadi, M.S Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi

Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : 12 Februari 2010 Tanggal Lulus :

Page 12: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

i

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. iv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ v

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2. Perumusan Masalah .................................................................... 4 1.3. Kerangka Pemikiran .................................................................... 6 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 7

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ketimpangan Pembangunan Wilayah ......................................... 9 2.2. Pendapatan Regional .................................................................. 13 2.3. Konsep dan Peranan Pengembangan Wilayah ........................... 15 2.4. Pemanfaatan Analisa Spasial dalam Konsep Geografis

Perwilayahan ............................................................................... 17 2.5. Penelitian Sebelumnya Mengenai Disparitas Antar Wilayah ....... 18 2.6. Proses Hirarki Analitik Dalam Pemilihan Prioritas Pembangunan

Wilayah Pesisir ........................................................................... 19

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 21 3.2. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 21 3.3. Metode Analisis Data ................................................................... 23

3.3.1. Analisis Sektor Unggulan Wilayah .................................... 23 3.3.2. Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah .......................... 24 3.3.3. Analisis Disparitas Antar Wilayah ..................................... 28 3.3.4. Analytical Hierarchy Process (AHP) ................................. 31

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Kondisi Umum Provinsi Sumatera Selatan.................................. 34 4.2. Kondisi Demografi ....................................................................... 37 4.3. Kondisi Perekonomian ................................................................. 38 4.4. Kondisi Prasarana Wilayah ......................................................... 40

4.4.1. Prasarana Listrik ............................................................... 40 4.4.2. Prasarana Telekomunikasi ............................................... 41 4.4.3. Prasarana Air Bersih ......................................................... 41

4.5. Arah dan Kebijakan Umum Pemerintahan .................................. 42

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Sumatera Selatan ........................................................................................ 44

Page 13: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

ii

5.2. Tingkat Perkembangan Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan ... 47 5.2.1. Perkembangan Diversivikasi Aktifitas Perekonomian........ 48 5.2.2. Hirarki Wilayah .................................................................. 51 5.2.3. Tipologi Wilayah ................................................................ 55

5.3. Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan ....................................................................................... 61 5.3.1. Hasil Analisis Indeks Williamson dan Indeks Theil ........... 61 5.3.2. Faktor-faktor Penyebab Disparitas Pembangunan Antar

Wilayah ............................................................................. 65 5.4. Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir di Provinsi Sumatera

Selatan Berdasarkan Sintesis Hasil Sebelumnya ....................... 69 5.5. Prioritas Pembangunan Wilayah di Pesisir Sumatera Selatan

Berdasarkan Persepsi Aparatur Pemerintah Daerah .................. 72 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan .................................................................................. 77 6.2. Saran ........................................................................................... 78

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 79 LAMPIRAN ............................................................................................... 82

Page 14: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis, Sumber, Cara Pengumpulan dan Analisis Data ..................... 22

2. Penentuan Nilai Selang Kelas Hirarki ............................................... 26

3. Variabel yang digunakan Sebagai Faktor Penduga Penyebab Disparitas di Provinsi Sumatera Selatan ........................................... 30

4. Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan........... 36

5. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2007 ................................................ 38

6. Kontribusi Sektoral Berdasarkan PDRB ADHB (jutaan rupiah) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2007................................... 39

7. Laju Pertumbuhan Per Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan (persen) di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2007 .. 40

8. Pendapatan per Kapita Berdasarkan Harga Konstan (ribuan rupiah) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2007................................... 40

9. Nilai LQ Aktivitas Perekonomian Per Sektor di Kabupaten/kota, Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007............................................ 45

10. Perkembangan Indeks Entropi (PDRB sektoral) Tiap Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003, 2005 dan 2007. ............. 49

11. Variabel yang Mempengaruhi Tipologi Wilayah Berdasarkan Analisis Diskriminan di Provinsi Sumatera Selatan ........................................ 59

12. Faktor-Faktor Penduga Penyebab Terjadinya Disparitas di Provinsi Sumatera Selatan.............................................................................. 66

13. Matriks Sektor Unggulan, Entropi dan Jumlah Tenaga Kerja Sektoral di Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007 .............. 70

14. Luasan Areal Arahan Pola Pemanfatan Ruang di Kabupaten Pesisir (RTRWP 2005-2019)......................................................................... 71

Page 15: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran ......................................................................... 8

2. Peta Administrasi Provinsi Sumatera Selatan ................................... 21

3. Diagram Hirarki Pemilihan Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir, Provinsi Sumatera Selatan .................................................. 32

4. Kerangka Analisis Penelitian ............................................................ 33

5. Peta Tingkat Kepadatan Penduduk di Provinsi Sumatera Selatan ... 37

6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2007 .................................. 53

7. Peta Hirarki Wilayah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2006 ......... 54

8. Hasil Analisis Klaster (tree clustering) Dengan Kota Palembang...... 57

9. Peta Tipologi Provinsi Sumatera Selatan Dengan Kota Palembang 57

10. Hasil Analisis Klaster (tree clustering) Tanpa Kota Palembang ....... 59

11. Peta Tipologi Provinsi Sumatera Selatan Tanpa Kota Palembang .. 60

12. Perkembangan Indeks Williamson Dengan Migas dan Tanpa Migas di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2007 .............................. 61

13. Kontribusi Kabupaten/Kota Terhadap Disparitas Total di Provinsi Sumatera Selatan (2003-2007) ......................................................... 62

14. Kontribusi Sektor Perekonomian Berdasarkan Terhadap Disparitas Total di Provinsi Sumatera Selatan (2005, 2007) ............................. 63

15. Kontribusi Klaster Berdasarkan Aktivitas Perekonomian Terhadap Disparitas Total di Provinsi Sumatera Selatan (2005-2007) ............. 64

16. Dekomposisi Sumber Disparitas Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan ............................................................................................. 65

17. Diagram Bobot Prioritas Kriteria Terhadap Pembangunan Wilayah Pesisir di Provinsi Sumatera Selatan ............................................... 72

18. Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Aspek Pendapatan Wilayah ............ 73

19. Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Aspek Infrastruktur Wilayah ............. 74

20. Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Aspek Kesejahteraan Masyarakat ... 75

21. Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Keseluruhan Aspek ......................... 75

Page 16: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil analisis indeks Theil berdasarkan PDRB ADHK 2000 per kapita (ribuan rupiah) di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 s.d.2007. 83

2. Hasil analisis indeks Theil berdasarkan PDRB sektoral per tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2005 dan 2007 ............... 85

3. Hasil analisis indeks Williamson berdasarkan PDRB ADHK 2000 per kapita (ribuan rupiah) di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 s.d.2007............................................................................................. 86

4. Hasil analisis Entropi per sektor perekonomian tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan (2003, 2005, 2007)............................. 89

5. Variabel dan parameter yang digunakan dalam analisis Multivariat.. 92

6. Matriks wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan sintesis hasil penelitian ................................................ 94

7. Nilai mean masing-masing klaster berdasarkan hasil analisis K-mean clustering ............................................................................. 97

Page 17: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat

secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi

peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat daerah. Terdapat

daerah-daerah yang dapat menangkap peluang ini dengan cepat dan berinisiatif

untuk mengembangkannya, namun sebaliknya terdapat daerah lain yang masih

terhambat oleh berbagai keterbatasan yang ada, seperti yang dinyatakan oleh

Matsui (2005) bahwa hambatan paling besar seringkali muncul pada

pemahaman yang terbatas terhadap desentralisasi oleh kapasitas wilayah dan

pemerintah lokal sehingga malah mengakibatkan terjadinya kesenjangan

wilayah.

Selama ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menilai bahwa

masalah utama ketidakmerataan dalam konteks ekonomi di Sumatera Selatan

adalah menyangkut kegiatan produksi di sektor pertambangan, khususnya

minyak dan gas (migas). Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah dengan

kategori kesenjangan antar daerah yang rendah apabila sektor migas diabaikan.

Kegiatan industri migas pada umumnya menggunakan tingkat teknologi

yang relatif tinggi, sehingga penyerapan tenaga kerja daerah yang kebanyakan

berketrampilan rendah menjadi sangat terbatas. Di lain pihak, kaitan antara

kegiatan migas dengan kegiatan ekonomi lokal ternyata juga sangat kecil dan

sebagian besar dari penerimaan yang diperoleh dari kegiatan tersebut mengalir

keluar daerah. Implikasinya adalah dampak positif kegiatan produksi migas

terhadap perekonomian lokal tidak begitu besar sebagaimana diharapkan.

Indikasi ketidakmerataan pembangunan dapat dicermati juga dari adanya

ketimpangan dalam hal distribusi pendapatan antar golongan pendapatan, antar

wilayah dan antar sektor. Dua puluh persen penduduk dari golongan

berpendapatan tinggi menyerap lebih dari 60 % dari total pendapatan,

sedangkan 40 % masyarakat yang berpendapatan terendah hanya menguasai

kurang dari 20 % dari total pendapatan. Selain itu, wilayah pedesaan memiliki

tingkat pendapatan yang jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan

pendapatan masyarakat yang tinggal didaerah perkotaan. Demikian juga halnya

dengan masyarakat yang berada pada sektor industri dan jasa memiliki

Page 18: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

2

pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingan dengan masyarakat yang berada

pada sektor pertanian (BAPPENAS & UNSRI 2008).

Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya

perbedaan-perbedaan yang menyebabkan ketimpangan (disparitas), diantaranya

adalah :

(1) perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam.

(2) perbedaan demografi.

(3) perbedaan kemampuan sumberdaya manusia.

(4) perbedaan potensi lokasi.

(5) perbedaan dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan

keputusan.

(6) perbedaan dari aspek potensi pasar.

Akibat faktor-faktor tersebut maka dalam suatu wilayah akan terdapat

beberapa macam karakteristik wilayah yang bisa dilihat dari aspek kemajuannya,

yaitu :

1) Wilayah Maju, wilayah yang telah berkembang yang biasanya dicirikan

sebagai pusat pertumbuhan. Di wilayah ini terdapat pemusatan penduduk,

industri, pemerintahan, dan sekaligus pasar yang potensial. Selain itu juga

dicirikan oleh tingkat pendapatan yang tinggi, tingkat pendidikan dan

kualitas sumberdaya manusia yang juga tinggi serta struktur ekonomi yang

secara relatif didominasi oleh sektor industri dan jasa.

2) Wilayah Sedang Berkembang, wilayah yang sedang berkembang biasanya

dicirikan oleh pertumbuhan yang cepat dan biasanya merupakan wilayah

penyangga dari wilayah maju, karena itu mempunyai aksesibilitas yang

sangat baik terhadap wilayah maju.

3) Wilayah Belum Berkembang, wilayah yang belum berkembang dicirikan

oleh tingkat pertumbuhan yang masih rendah, baik secara absolut maupun

secara relatif namun memiliki potensi sumberdaya alam yang belum

dikelola atau dimanfaatkan. Wilayah ini memiliki tingkat kepadatan

penduduk yang masih rendah dengan tingkat pendidikan yang juga relatif

rendah.

4) Wilayah Tidak Berkembang, wilayah yang tidak berkembang dicirikan oleh

2 (dua) hal, yakni : (a) wilayah tersebut memang tidak memiliki potensi baik

potensi sumberdaya alam maupun potensi lokasi sehingga secara alamiah

sulit berkembang dan tumbuh; dan (b) wilayah tersebut sebenarnya

Page 19: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

3

memiliki potensi, baik sumberdaya alam atau lokasi maupun memiliki

keduanya tetapi tidak dapat berkembang karena tidak memiliki

kesempatan dan cenderung dieksploitasi oleh wilayah yang lebih maju.

Wilayah ini dicirikan oleh tingkat kepadatan penduduk yang jarang dan

kualitas sumberdaya manusia yang rendah, tingkat pendapatan yang

rendah, tidak memiliki infrastruktur yang lengkap, dan tingkat aksesibilitas

yang rendah.

Seiring dengan hal tersebut, dalam dokumen Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Propinsi Sumatera Selatan 2005-2019, pemerintah berupaya

membentuk suatu wilayah prioritas dimana wilayah tersebut harus mendapat

penanganan segera untuk mengoptimalkan fungsinya sesuai dengan potensi

yang dimiliki ataupun mengurangi permasalahan yang terdapat di wilayah

tersebut.

Wilayah Prioritas yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan, yaitu : (a)

Kawasan tertinggal, yaitu kawasan yang memiliki keterbatasan sumberdaya dan

atau aksesibilitas sehingga tidak dapat memanfaatkan ataupun menangkap

peluang ekonomi yang ada. Daerah yang dapat dikategorikan Kawasan

Tertinggal antara lain : Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering

Ulu Timur, Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Lahat, Musi Rawas, Musi banyuasin dan

Banyuasin; (b) Kawasan Kritis, yaitu kawasan yang karena kondisi geografis

menyebabkan potensi untuk terjadinya bencana alam cukup besar. Kawasan ini

umumnya terletak di wilayah yang mempunyai kemiringan lahan yang cukup

besar serta daya dukung lahan yang labil. Daerah yang termasuk dalam katagori

ini antara lain : Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering Ulu

Timur, Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Muara Enim, Lahat, Musi Banyuasin dan

Banyuasin. Disamping itu kawasan yang termasuk dalam DAS Musi dan DAS

Sugihan-Lalan; (c) Kawasan Andalan, merupakan kawasan yang secara ekonomi

berpotensi untuk mendorong pertumbuhan wilayah. Kawasan Andalan yang

ditetapkan di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan RTRWN adalah

Palembang, Lubuk linggau, Muara Enim. Seiring dengan penetapan Kawasan

Tanjung Api-Api sebagai kawasan Industri dan pelabuhan laut yang mempunyai

prospek pengembangan pada masa yang akan datang maka didalam RTRW

Provinsi Sumatera 2005-2019, Kawasan Tanjung Api-Api ditetapkan pula

sebagai salah satu Kawasan Andalan Provinsi Sumatera Selatan; (d) Kawasan

Metropolitan Palembang-Inderalaya-Pangkalan Balai-Sungsang, merupakan

Page 20: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

4

kawasan terpadu yang perlu mendapat perhatian terutama bila dikaitkan dengan

fungsi Palembang sebagai kota yang mempunyai daya tarik cukup besar bagi

penduduk yang akan bermigrasi dari kota-kota sekitarnya. Program metropolitan

dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan antara wilayah pusat dengan

wilayah hinterland-nya sehingga secara bersama-sama dapat bersinergi untuk

mendukung perkembangan wilayah yang saling menguntungkan; (e) Kawasan

Tanjung Api-Api, merupakan kawasan yang terletak di pantai timur Provinsi

Selatan dan akan dikembangkan 2 kegiatan utama, yaitu : Pelabuhan Laut serta

kawasan industri. Kedua kegiatan ini diharapkan pada masa yang akan datang

dapat menjadi pendorong pertumbuhan Provinsi Sumatera Selatan; (f) Kawasan

segitiga pertumbuhan Palembang-Betung-Inderalaya (Patung Raya), merupakan

kawasan yang mempunyai lokasi strategis untuk mendukung pertumbuhan

Sumatera Selatan pada masa yang akan datang. (BAPPEDA 2006)

1.2 Perumusan Masalah

Terjadinya ketimpangan antara wilayah di Provinsi Sumatera Selatan

secara kasat mata dapat dilihat dari kualitas atau kuantitas infrastruktur termasuk

pelayanannya karena keberadaan infrastruktur merupakan salah satu faktor

pendukung dalam percepatan pembangunan.

Kabupaten/kota yang berada di kawasan barat cenderung memiliki jumlah

infrastruktur yang lebih baik dibandingkan dengan di kawasan timur sehingga

wilayah tersebut relatif lebih maju sehingga aksesibilitas dari dan ke beberapa

bagian wilayah dapat dilakukan dengan mudah, termasuk distribusi pemasaran

hasil-hasil pertanian dan barang perekonomian lainnya dapat berjalan dengan

lancar karena didukung moda transportasi yang memadai.

Kondisi tersebut memiliki dampak yang positif terhadap harga barang

kebutuhan sehari-hari. Sebaliknya, keterbatasan jumlah infrastruktur di kawasan

timur Sumatera Selatan menyebabkan aksesibilitas menjadi sangat rendah dan

bahkan menjadi sangat terisolasi karena hanya beberapa daerah saja yang

dapat dijangkau dengan menggunakan angkutan sungai dengan kapasitas yang

terbatas. Hal ini mengakibatkan pengiriman hasil-hasil produksi sektor pertanian

untuk dibawa ke pasar menjadi sulit (Anonim 2007).

Namun, Maryam (2001) mengemukakan bahwa berdasarkan ketimpangan

ekonomi, antara daerah pesisir dengan daratan, terjadi pada hampir seluruh

wilayah Indonesia yaitu Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Papua.

Pendapatan per kapita daerah pesisir lebih tinggi daripada pendapatan perkapita

Page 21: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

5

daerah daratan Indonesia, kecuali untuk Pulau Jawa sehingga secara makro,

variabel yang berhubungan dengan ketimpangan antara daerah pesisir dengan

daratan Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Papua maupun antara

daerah pesisir pulau atau kelompok pulau tersebut berbeda-beda yang meliputi

faktor aksesibilitas (ketersediaan pelabuhan laut SDA non kelautan (sektor

pertambangan penggalian dan industri migas) industri pengolahan non migas

dan persentase penduduk perkotaan. Selanjutnya, perkembangan ketimpangan

ekonomi antara daerah pesisir dengan daratan Indonesia paska krisis ekonomi

(1996-1998) ketimpangan antara daerah daratan dengan pesisir semakin

melebar.

Perencanaan pembangunan wilayah memerlukan batasan-batasan

operasional guna mengukur tingkat perkembangan wilayah. Peningkatan

pertumbuhan ekonomi seringkali menjadi acuan suatu wilayah sebagai output

dari kinerja pembangunan. Akan tetapi, seiring meningkatnya pertumbuhan

ekonomi suatu wilayah mengakibatkan permasalahan-permasalahan baru yang

seringkali terjadi, seperti menurunnya pendapatan, meningkatnya pengangguran

yang berimplikasi terhadap kemiskinan sehingga terjadi kesenjangan (disparitas)

dalam berbagai aspek.

Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu indikator kinerja pembangunan

yang memiliki fungsi dan analisa terhadap pembangunan di suatu wilayah.

Ketimpangan juga sering terjadi secara nyata antara daerah kabupaten/ kota di

dalam wilayah provinsi itu sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa kesenjangan

antar daerah terjadi sebagai konsekuensi dari pembangunan yang terkonsentrasi

(Alisjahbana 2005).

Penentuan batasan substansi dan representasi kesejahteraan menjadi

perdebatan yang luas dan dalam proses perumusan seringkali ditentukan oleh

perkembangan praktik kebijakan yang dipengaruhi oleh ideologi dan kinerja

negara yang tidak lepas dari pengaruh dinamika pada tingkat global. Meskipun

penentuan lingkup substansi kesejahteraan tidak mudah, namun berbagai

penelitian sebelumnya mengenai kesejahteraan, menggunakan indikator output

ekonomi per kapita sebagai proksi tingkat kesejahteraan, yaitu Pendapatan

Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Selatan.

Pembangunan yang berimbang secara spasial menjadi penting karena

dalam skala makro karena menjadi prasyarat bagi tumbuhnya perekonomian

Page 22: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

6

nasional yang lebih efisien, berkeadilan dan berkelanjutan. Mangiri (2000)

menambahkan bahwa tujuan perencanaan ekonomi daerah adalah berusaha

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah dengan misi umumnya

adalah pemerataan pendapatan per kapita daerah.

Berdasarkan informasi di atas, maka dapat dibuat perumusan masalah

dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Sektor perekonomian apakah sebenarnya yang menjadi sektor unggulan di

tiap wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan?

2. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah tiap kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Selatan?

3. Berapa besar tingkat disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi

Sumatera Selatan dan faktor-faktor apa yang menjadi penyebabnya?

4. Bagaimana persepsi aparatur pemerintah daerah terhadap prioritas

pembangunan terutama di kawasan timur Provinsi Sumatera Selatan?

1.3 Kerangka Pemikiran

Penetapan perencanaan dan pengembangan wilayah Sumatera Selatan

merupakan tindak lanjut dari dokumen RTRW Provinsi Sumatera Selatan 2005-

2019 sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengidentifikasi ketimpangan

(disparitas) yang terjadi berdasarkan pendekatan aspek ekonomi guna

mengetahui sektor-sektor perekonomian yang dapat menjadi sektor unggulan

dan tingkat perkembangan wilayah tiap kabupaten/kota berdasarkan aspek

ekonomi, fisik dan sosial.

Hasil analisis terhadap proses pembangunan yang telah dilaksanakan di

Provinsi Sumatera Selatan dilakukan untuk mengetahui tingkat disparitas

pembangunan antar wilayah kabupaten/kota guna mengetahui tingkat

ketimpangan yang ada. Selanjutnya, dengan menganalisis sektor-sektor aktivitas

perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan dan wilayah kabupaten/kota yang

mengindikasikan terjadinya disparitas pembangunan di Provinsi Sumatera

Selatan secara deskriptif; sedangkan dari analisis data terhadap persepsi

pengembangan wilayah, terutama di pesisir dilakukan terhadap aparatur

pemerintah daerah sehingga diharapkan diperoleh isu pengembangan wilayah.

Bahasan penelitian terhadap perkembangan wilayah Provinsi Sumatera

Selatan, dilihat berdasarkan beberapa indikator kinerja pembangunan wilayah,

antara lain : (1) indikator berbasis tujuan, yaitu pertumbuhan terhadap nilai

Page 23: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

7

produksi (PDRB) sebagai pendapatan wilayah; (2) indikator berbasis kapasitas,

yaitu sumberdaya buatan dan sumberdaya manusia.

Untuk mengamati ketersediaan sumberdaya buatan melalui pendekatan

terhadap aspek fisik wilayah, antara lain penggunaan lahan dan jumlah fasilitas

pelayananan umum sedangkan pemanfaatan Indeks Pembangunan Manusia

(IPM) sebagai pendekatan terhadap sumberdaya manusia dan sebagai aspek

sosial. Analisis data terhadap prioritas dan arahan kebijakan pembangunan

wilayah, terutama di wilayah pesisir terhadap persepsi aparatur pemerintah

daerah dapat dijadikan arahan dan prioritas pembangunan di wilayah pesisir

yang dihasilkan mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2025 dan Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan 2005-2019 dan sintesis

hasil analisis sebelumnya.

Secara umum, kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada Gambar 1.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, rencana penelitian ini bertujuan

untuk :

1. Mengidentifikasi sektor-sektor unggulan tiap kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Selatan.

2. Menganalisis tingkat perkembangan wilayah di tiap kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Selatan.

3. Menganalisis tingkat disparitas pembangunan antar wilayah di Provinsi

Sumatera Selatan dan mendeskripsikan penyebab terjadinya disparitas

pembangunan tersebut.

4. Prioritas pembangunan wilayah, terutama di pesisir Sumatera Selatan

berdasarkan persepsi oleh Pemerintah Daerah.

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu

gambaran dan masukan mengenai strategi pembangunan berdasarkan prioritas

dan arahan perencanaan di wilayah kabupaten, terutama di wilayah pesisir

Provinsi Sumatera Selatan yang terkait dengan aspek ekonomi, fisik, dan sosial.

Page 24: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

8

KETIMPANGAN PEMBANGUNAN

PROVINSI SUMATERA SELATAN

EKONOMI

FISIK

SOSIAL

SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN ANTAR WILAYAH KABUPATEN/KOTA

TINGKAT PERKEMBANGAN ANTAR WILAYAH KABUPATEN/KOTA

PERSPEPSI APARATUR TERHADAP PEMBANGUNAN DI KABUPATEN PESISIR

RTRW 2005-2019 DAN RPJPD 2005-2025

PROVINSI SUMATERA SELATAN

DISPARITAS ANTAR WILAYAH

Gambar 1. Kerangka Pemikiran.

PRIORITAS DAN ARAHAN PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR SUMATERA SELATAN

Page 25: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketimpangan Pembangunan Wilayah

Beberapa faktor penyebab ketimpangan pembangunan antar wilayah

sebagaimana yang dikemukakan Murty (2000), diantaranya adalah :

1. Faktor Geografis, suatu wilayah atau daerah yang sangat luas akan terjadi

variasi pada keadaan fisik alam berupa topografi, iklim, curah hujan,

sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya.

2. Faktor Historis, perkembangan masyarakat dan bentuk kelembagaan atau

budaya serta kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab

yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap

kapasitas kerja.

3. Faktor Politis, tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi

perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. Instabilitas politik akan

menyebabkan orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga

kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang.

4. Faktor Kebijakan, terjadinya kesenjangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh

kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di

semua sektor, dan lebih menekan pertumbuhan dan membangun pusat-

pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar

biasa antar daerah.

5. Faktor Administratif, kesenjangan wilayah dapat terjadi karena kemampuan

pengelola administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik

cenderung lebih maju.

6. Faktor Sosial, masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan yang primitif,

kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan

menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relatif

maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk

berkembang.

7. Faktor Ekonomi, faktor ekonomi yang menyebabkan kesenjangan antar

wilayah yaitu :

a) Perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki

seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan

perusahaan;

Page 26: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

10

b) Terkait akumulasi dari berbagai faktor. Salah satunya lingkaran

kemiskinan, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan

pemudian kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah,

efisiensi rendah dan jumlah pengangguran meningkat namun diwilayah

yang maju, masyarakat maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin

tinggi, tabungan semakin banyak yang pada akhirnya masyarakat

semakin maju;

c) Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti

tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi seperti industri,

perdagangan, perbankan, dan asuransi yang dalam ekonomi maju

memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkosentrasi di wilayah

maju;

d) Terkait dengan distorsi pasar, kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi,

keterbatasan ketrampilan tenaga kerja dan sebagainya.

Lebih lanjut, menurut Anwar (2005) terjadinya kesenjangan yang semakin

melebar pada akhirnya menimbulkan kerawanan-kerawanan finansial, ekonomi,

sosial, dan politik yang pada gilirannya melahirkan krisis multidimensi yang sulit

diatasi. Ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah/kawasan di satu sisi

terjadi dalam bentuk buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan sumberdaya

yang menciptakan inefisiensi dan optimalnya sistem ekonomi. Disisi lain, potensi

konflik menjadi sedemikian besar karena wilayah-wilayah yang dulunya kurang

tersentuh pembangunan mulai menuntut hak-haknya.

Selain itu, ketidakseimbangan pembangunan juga menghasilkan struktur

hubungan antar wilayah yang membentuk suatu interaksi yang saling

memperlemah. Wilayah hinterland menjadi lemah akibat adanya pengurasan

sumberdaya yang berlebihan (backwash) yang mempengaruhi aliran bersih dan

akumulasi nilai tambah di pusat-pusat pembangunan secara masif dan

berlebihan sehingga terjadi akumulasi nilai tambah di kawasan-kawasan pusat

pertumbuhan. Sebaliknya, kemiskinan di wilayah perdesaan semakin meningkat

yang pada akhirnya mendorong terjadinya migrasi penduduk dari desa ke kota,

sehingga kota dan pusat-pusat pertumbuhan menjadi melemah akibat munculnya

urbanisasi (Anwar 2005).

Fenomena urbanisasi yang selama ini terjadi di Kota Palembang, dapat

memperlemah perkembangan kota ini, yang dicirikan dengan berbagai bentuk

permasalahan, seperti : munculnya daerah kumuh, banjir, tingginya angka

Page 27: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

11

kemacetan dan kriminalitas. Hal ini mengakibatkan perkembangan wilayah

perkotaan menjadi sarat dengan permasalahan-permasalahan sosial, lingkungan

dan ekonomi yang semakin kompleks dan susah diatasi.

Diduga sejak tahun 1980-an, yaitu sejak diterapkannya kebijakan

pembangunan dengan penekanan pada sektor industri, kesenjangan wilayah di

Indonesia makin membesar, baik antar sektor, antar pelaku ekonomi, maupun

antar wilayah (Nurzaman 2002)

Di Indonesia faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar

provinsi atau wilayah, menurut Tambunan (2003), diantaranya adalah :

1) Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah

Kosentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah

satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan atau disparitas

pembangunan antar daerah. Daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi

tinggi cenderung tumbuh pesat, sedangkan daerah dengan tingkat

konsentarsi ekonomi rendah akan cenderung mempunyai tingkat

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.

Todaro (2000) menambahkan bahwa, justifikasi mengenai adanya hubungan

disparitas dengan pertumbuhan ekonomi yang positif hingga saat ini masih

menjadi perdebatan karena terdapat lima alasan, yakni :

(a) disparitas dan kemiskinan yang cukup besar dapat menciptakan kondisi

dimana masyarakat miskin tidak dapat memperoleh kredit, tidak dapat

membiayai anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang lebih baik,

tidak ada kesempatan investasi fisik maupun moneter yang membuat

anak-anak menjadi beban finansial bagi pemerintah. Secara bersama-

sama hal di atas menyebabkan pertumbuhan akan lebih rendah;

(b) Berdasarkan kenyataannya bahwa pelaku bisnis, politisi, dan komunitas

kalangan kaya lainnya diketahui banyak menghabiskan pendapatannya

untuk mengimpor barang-barang mewah, emas (perhiasan), rumah

mewah, sehingga tidak ada investasi pada sumber-sumber yang

produktif;

(c) Masyarakat dengan pendapatan rendah yang mana dimanifestasikan

sebagai masyarakat yang memiliki tingkat kesehatan rendah, pendidikan

rendah serta produktifitas yang juga rendah secara langsung dan tidak

langsung akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lambat;

Page 28: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

12

(d) Peningkatan tingkat pendapatan masyarakat miskin akan menstimulus

keseluruhan peningkatan permintaan produk, yang pada akhirnya

menciptakan kondisi pertumbuhan ekonomi yang semakin baik; dan

(e) Disparitas pendapatan yang cukup lebar akan menjadi disinsentif dalam

pembangunan ekonomi.

2) Alokasi Investasi

Indikator lain yang juga menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi

langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam

negeri (PMDN). Kurangnya investasi langsung di suatu wilayah membuat

pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di

wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang

produktif seperti industri manufaktur.

3) Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antar Daerah

Kurang lancarnya mobilitas faktor produksi seperti upah/gaji dan tingkat suku

bunga atau tingkat pengembalian dari investasi langsung antar provinsi juga

merupakan penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Relasi

antara mobilitas faktor produksi dan perbedaan tingkat pembangunan atau

pertumbuhan antar provinsi dapat dijelaskan dengan pendekatan analisis

mekanisme pasar output dan pasar input. Perbedaan laju pertumbuhan

ekonomi antar provinsi membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan

per kapita antar provinsi, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar bersifat

bebas, mempengaruhi mobilitas atau (re)alokasi faktor produksi antar

provinsi. Jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan,

maka pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan

semua daerah akan lebih baik.

4) Perbedaan Sumberdaya Alam Antar Provinsi

Pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumberdaya alam akan lebih

maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang

miskin sumberdaya alam.

5) Perbedaan Kondisi Demografis Antar Wilayah

Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan

kondisi demografis antar provinsi, terutama dalam hal jumlah dan

pertambahan penduduk, tingkat kepadatan penduduk, pendidikan,

kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini

mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melalui sisi

Page 29: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

13

permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk yang

besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor

pendorong bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi

penawaran, jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan

baik, disiplin dan etos kerja yang tinggi merupakan aset penting bagi

produksi.

6) Kurang Lancarnya Perdagangan Antar Provinsi

Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur yang

turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia.

Ketidaklancaran tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan transportasi

dan komunikasi. Perdagangan antar provinsi meliputi barang jadi, barang

modal, input perantara, bahan baku, material-material lainnya untuk produksi

dan jasa. Tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu provinsi.

Pembangunan regional yang berimbang merupakan sebuah pertumbuhan

yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan

kapabilitas dan kebutuhan mereka. Hal ini tidak selalu berarti bahwa semua

wilayah harus mempunyai perkembangan yang sama, atau mempunyai tingkat

industrialisasi yang sama, atau mempunyai pola ekonomi yang sama, atau

mempunyai kebutuhan pembangunan yang sama. Akan tetapi yang lebih penting

adalah adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki

oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian diharapkan

keuntungan dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan merupakan hasil dari

sumbangan interaksi yang saling memperkuat diantara semua wilayah yang

terlibat (Murty 2000).

2.2 Pendapatan Regional

Pendapatan regional sering didefinisikan sebagai nilai produksi barang-

barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu

wilayah selama satu tahun atau tingkat pendapatan masyarakat pada suatu

wilayah analisis (Tarigan 2004). Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari

total pendapatan wilayah ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada

wilayah tersebut. Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan

pendapatan regional, diantaranya adalah : 1) Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB), jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh

Page 30: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

14

sektor perekonomian di suatu wilayah atau propinsi. Pengertian nilai tambah

bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate

cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen

faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan),

penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jadi dengan menghitung nilai tambah

bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan

menghasilkan produk domestik regional bruto (PDRB); 2) Produk Domestitk

Regional Neto (PDRN), PDRN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PDRB

dengan penyusutan. Penyusutan yang dimaksud disini adalah nilai susut (aus)

atau pengurangan nilai barang-barang modal (mesin-mesin, peralatan,

kendaraan dan yang lain-lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam

proses produksi. Jika nilai susut barang-barang modal dari seluruh sektor

ekonomi dijumlahkan, hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan. Tetapi bila

PDRN di atas dikurangi dengan pajak tidak langsung neto, maka akan diperoleh

PDRN atas dasar biaya faktor.

Ada tiga pendekatan untuk menghitung pendapatan regional dengan

menggunakan metode langsung (Tarigan 2004), yaitu:

1. Pendekatan Pengeluaran; cara penentuan pendapatan regional dengan cara

menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang

diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total

penyediaan atau produksi barang dan jasa itu digunakan untuk : konsumsi

rumah tangga; konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung;

konsumsi pemerintah; pembentukan modal tetap bruto (investasi); perubahan

stok, dan ekspor neto (total ekspor dikurangi dengan total impor).

2. Pendekatan Produksi; perhitungan pendapatan regional berdasarkan

pendekatan produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi

yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian.

Untuk menghitung pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi,

maka pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi

yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh

dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang tercipta dari tiap-tiap sektor.

3. Pendekatan Penerimaan; pendapatan regional dihitung dengan cara

menjumlahkan pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam

memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah:

upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto.

Page 31: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

15

2.3 Konsep dan Peranan Pengembangan Wilayah

Menurut Rustiadi et al. (2009), ada 6 (enam) jenis konsep wilayah, antara

lain :

(1) Konsep-konsep wilayah klasik, yang mendefinisikan wilayah sebagai unit

geografis dengan batas-batas spesifik dimana komponen-komponen dari

wilayah tersebut satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional;

(2) Wilayah homogen, yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan

bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen,

sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa bersifat heterogen. Pada

umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi oleh potensi sumberdaya

alam dan permasalahan spesifik yang seragam. Dengan demikian konsep

wilayah homogen sangat bermanfaat dalam penentuan sektor basis

perekonomian wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada

dan pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan

permasalahan masing-masing wilayah;

(3) Wilayah nodal, menekankan perbedaan dua komponen wilayah yang

terpisah berdasarkan fungsinya. Konsep wilayah nodal diumpamakan

sebagai suatu ”sel hidup” yang mempunyai inti dan plasma. Inti adalah

pusat-pusat pelayanan/pemukiman, sedangkan plasma adalah daerah

belakang (hinterland);

(4) Wilayah sebagai sistem, dilandasi atas pemikiran bahwa komponen-

komponen di suatu wilayah memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu

sama lain dan tidak terpisahkan;

(5) Wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan

terdapatnya sifat-sifat tertentu pada wilayah baik akibat sifat alamiah

maupun non alamiah sehingga perlu perencanaan secara integral;

(6) Wilayah administratif-politis, berdasarkan pada suatu kenyataan bahwa

wilayah berada dalam satu kesatuan politis yang umumnya dipimpin oleh

suatu sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan otonomi tertentu.

Perkembangan suatu wilayah secara alami ditentukan oleh karakter dari

sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Wilayah yang

memiliki sumberdaya alam yang melimpah relatif akan lebih maju dibanding

dengan wilayah yang miskin sumberdaya, khususnya pada awal

perkembangannya.

Page 32: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

16

Lebih lanjut Rustiadi et al. (2009) menambahkan bahwa, dalam

perkembangan wilayah yang menjadi indikator penting adalah tingkat interaksi

antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Wilayah-wilayah yang lebih

berkembang pada dasarnya mempunyai tingkat interaksi yang lebih tinggi

dibanding dengan wilayah lain yang belum berkembang. Interaksi itu sendiri

terjadi karena adanya faktor aksesibilitas wilayah itu ke wilayah lain. Kemudahan

akses ini menjadi faktor yang cukup penting dalam mendukung perkembangan

suatu wilayah. Wilayah dengan akses yang lebih baik akan menyebabkan

tingkat interaksi yang tinggi dengan wilayah lain sehingga menjadi lebih cepat

berkembang. Faktor lain yang mendorong perkembangan wilayah adalah

lokasinya yang berdekatan dengan pusat ekonomi atau pemerintahan. Lokasi

yang dekat dengan pusat ekonomi atau pemerintahan umumnya akan lebih

terpacu perkembangannya dibanding wilayah-wilayah yang relatif lebih jauh dan

bisa jadi nantinya akan berkembang sebagai penyangga bagi wilayah pusat

tersebut.

Pada era otonomi daerah saat ini, maka salah satu konsep pengembangan

wilayah yang perlu mendapat perhatian adalah pengembangan ekonomi wilayah.

Oleh karena itu, konsep pengembangan ekonomi wilayah harus berorientasi

pada pertumbuhan ekonomi wilayah dengan menggali potensi produk unggulan

daerah (Tukiyat 2002). Perbedaan perkembangan suatu wilayah akan

membentuk suatu struktur wilayah yang berhirarki, dimana wilayah yang telah

maju cenderung akan cepat berkembang menjadi pusat aktifitas baik

perekonomian maupun pemerintahan. Wilayah yang sumberdaya alamnya

kurang mendukung akan relatif kurang berkembang dan cenderung menjadi

wilayah hinterland.

Keadaan ini diduga dapat menjadi faktor pendorong bagi sumberdaya

manusia untuk bekerja ke wilayah yang lebih berkembang dalam rangka

meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu, semakin sulit bagi wilayah ini

untuk berkembang karena telah mengalami kekurangan sumberdaya manusia.

Pembangunan di wilayah pesisir seringkali memiliki hambatan, hal ini

dijelaskan Budiharsono (2001), antara lain :

1. Indonesia merupakan negara kepulauan, dimana kegiatan-kegiatan

pembangunan saat ini dipusatkan di bagian barat. Konsentrasi demikian

menimbulkan isu pengembangan wilayah outer island yang dapat

menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang berdimensi wilayah.

Page 33: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

17

2. Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada pembangunan daratan

dari lautan, sehingga pembangunan pesisir relatif tertinggal. Masyarakat

pesisir relatif lebih miskin dari wilayah daratan lainnya. Kondisi ini diperburuk

dengan posisi politik nelayan yang relatif lemah dibanding dengan posisi

lainnya.

3. Letak geografis Indonesia yang sangat dipengaruhi oleh faktor geologis dan

ekologis yang menyebabkan keragaman lingkungan.

4. Keragaman kultural menyebabkan adanya perbedaan persepsi terhadap

pembangunan.

5. Sifat pembangunan politik di Indonesia yang diwarnai oleh kekuatan politik

wilayah.

Selain itu, kawasan pesisir dalam konteks ekonomi wilayah, memiliki posisi

strategis di dalam struktur alokasi dan distribusi sumberdaya ekonomi sehingga

dapat disebut sebagai wilayah yang memiliki locational rent yang tinggi. Nilai

ekonomi kawasan pesisir, selain ditentukan oleh rent lokasi (locational rent),

setidak-tidaknya juga mengandung tiga unsur rent lainnya, yakni : (1) ricardian

rent, rent berdasarkan kekayaan dan kesesuaian sumberdaya yang dimiliki untuk

berbagai penggunaan aktivitas ekonomi untuk berbagai aktivitas budidaya

berdasarkan kesesuaiannya, seperti kesesuaian lahan tambak, kesesuaian fisik

untuk pengembangan pelabuhan, dan sebagainya; (2) environmental rent, nilai

atau fungsi kawasan yang didasarkan atas fungsinya di dalam keseimbangan

lingkungan; dan (3) social rent, menyangkut manfaat kawasan untuk berbagai

fungsi sosial (Rustiadi 2001)

2.4 Pemanfaatan Analisis Spasial dalam Konsep Geografis Perwilayahan

Gunawan (1998) menerangkan bahwa analisis spasial lebih terfokus pada

kegiatan investigasi pola-pola dan berbagai atribut atau gambaran di dalam studi

kewilayahan dan dengan menggunakan permodelan berbagai keterkaitan untuk

meningkatkan pemahaman dan prediksi atau peramalan. Kejadian geografis,

dapat berupa sekumpulan obyek-obyek titik, garis atau areal yang berlokasi di

ruang geografis dimana melekat suatu gugus nilai-nilai atribut. Dengan demikian,

analisis spasial membutuhkan informasi baik berupa nilai-nilai atribut maupun

lokasi-lokasi geografis obyek-obyek dimana atribut-atribut melekat di dalamnya.

Aplikasi SIG sudah banyak digunakan untuk pengelolaan penggunaan lahan di

sektor pertanian, perikanan dan kehutanan, serta pembangunan pemukiman

penduduk dan fasilitasnya. Hanya dalam beberapa tahun penggunaan SIG telah

Page 34: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

18

tersebar luas pada bidang ilmu lingkungan, perairan dan sosial ekonomi. SIG

juga telah digunakan di bidang militer, pemodelan perubahan iklim global dan

geologi.

Lebih lanjut, Gunawan (1998) menambahkan bahwa, berbagai bentuk

analisis spasial dapat dilakukan dengan menggunakan SIG termasuk di wilayah

pesisir. Dalam kerangka konsep geografis, analisis spasial telah lama

dikembangkan oleh para ahli geografi untuk memenuhi kebutuhan dalam

memodelkan dan menganalisis data spasial dengan upaya memanipulasi data

spasial ke dalam bentuk-bentuk dan mengekstrak pengertian-pengertian

tambahan sebagai hasilnya. Analisis data spasial berbeda dengan spatial

summarization of data untuk menciptakan fungsi dasar pengambilan informasi

spasial secara selektif di suatu areal dengan pendekatan komputasi, tabulasi

atau pemetaan dari berbagai statistik informasi yang dimaksudkan.

Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif yang sistematis,

tujuan analisis spasial adalah : (1) Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam

ruangan geografis (termasuk deskripsi pola) secara cermat dan akurat; (2)

Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau

obyek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang

menentukan distribusi kejadian yang terobservasi; (3) Meningkatkan kemampuan

melakukan prediksi atau pengendalian kejadian-kejadian di dalam ruang

geografis. Berdasarkan atas aplikasinya, analisis spasial digunakan untuk tiga

tujuan, yakni: (1) peramalan dan penyusunan skenario; (2) analisis dampak

terhadap kebijakan; (3) penyusunan kebijakan dan desain (Fischer et al. 1996,

diacu dalam Rustiadi et al. 2009).

2.5 Penelitian Sebelumnya Mengenai Disparitas Antar Wilayah

Pembangunan wilayah, secara spasial tidak selalu merata sehingga

seringkali ketimpangan pembangunan antar wilayah menjadi permasalahan

serius bagi pemerintah. Mengukur ketimpangan hendaknya bersifat rasional

untuk bisa membandingkan satu daerah dengan daerah lainnya karena tolak

ukur ketimpangan pendapatan yang berasal dari pendapatan, pengeluaran,

konsumsi (individu, kelompok) tidak sama halnya dengan ketimpangan

pembangunan antar wilayah yang menggunakan PDRB, PDRB per kapita,

penduduk, luas wilayah, nilai ekspor, produksi dan lain sebagainya.

Studi dan penelitian mengenai ketimpangan wilayah telah banyak

dilakukan, beberapa diantaranya dengan melihat tingkat kesenjangan

Page 35: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

19

pendapatan masyarakat dengan menggunakan indeks gini seperti studi yang

dilakukan oleh Bappenas dan Unsri pada tahun 2008 di Provinsi Sumatera

Selatan, namun hal tersebut belum cukup menggambarkan kondisi ketimpangan

wilayah karena hanya melihat tingkat kesenjangan secara vertikal.

Studi lainnya yang cukup menarik adalah seperti yang dilakukan Hadi

(2001) mengenai disparitas ekonomi antar wilayah dengan membandingkan

ketimpangan yang terjadi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur

Indonesia, sedangkan Noegroho dan Soelistianingsih (2007) menganalisis

disparitas pendapatan kabupaten/ kota di Propinsi Jawa Tengah dan

pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi regional selama periode 1993-

2005 dengan menghitung nilai entropi total Theil dari daerah kaya dan miskin

seperti yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Fujita dan Hu (2001) yang

melakukan studi dengan mendekomposisi disparitas wilayah menjadi disparitas

dalam wilayah pengembangan dan antar wilayah dalam wilayah pengembangan.

Selain itu, penggunaan metode analisis indeks Williamson dalam melihat

ketimpangan-ketimpangan antar wilayah yang terjadi di beberapa tempat di

Indonesia, telah banyak dimanfaatkan oleh beberapa peneliti, seperti Rahman

(2009) menganalisis tingkat disparitas pembangunan antar wilayah yang terjadi

di Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Timur dengan menguraikan faktor-

faktor penyebabnya, sedangkan Gumilar (2009) melakukan hal yang sama

dengan memfokuskan penelitiannya terhadap penentuan sektor basis yang

potensial di wilayah pengembangan Garut Selatan, Kabupaten Garut, Provinsi

Jawa Barat.

2.6 Proses Hirarki Analitik dalam Pemilihan Prioritas Pembangunan Wilayah Pesisir

Proses Hirarki Analitik (PHA) yang dikenal dengan Analytical Hierarchy

Process (AHP), pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

matematika dari University of Pittsburg Amerika Serikat pada tahun 1970-an.

Menurut Saaty (1993), PHA adalah suatu pendekatan keputusan yang dirancang

untuk membantu dalam solusi permasalahan multi kriteria yang kompleks pada

sejumlah daerah aplikasi. PHA pada dasarnya di desain untuk menangkap

secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan

permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu

skala preferensi diantara berbagai set alternatif. Metode ini ditemukan untuk

menjadi pendekatan praktis dan efektif yang dapat mempertimbangkan

Page 36: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

20

keputusan yang kompleks dan tidak terstruktur. Kelebihan dari PHA adalah

kemampuan jika dihadapkan pada situasi yang kompleks atau tidak terkerangka.

Situasi ini terjadi jika data, informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat

minim atau tidak ada sama sekali. Data yang diperlukan kalaupun ada hanyalah

bersifat kualitatif yang mungkin didasari oleh persepsi, pengalaman, ataupun

intuisi.

Saaty (1993) mengemukakan bahwa tahapan dalam analisis data PHA

adalah: (1) identifikasi sistem, (2) penyusunan struktur hirarki, (3) membuat

matriks perbandingan/ komparasi berpasangan (pairwise comparison), (4)

menghitung matriks pendapat individu, (5) menghitung pendapat gabungan, (6)

pengolahan horisontal, (7) pengolahan vertikal, dan (8) revisi pendapat.

Saaty (1993) menambahkan bahwa beberapa keuntungan menggunakan

PHA sebagai alat analisis, antara lain :

1. Memberikan model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam

persoalan yang tidak terstruktur.

2. Memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam

memecahkan persoalan kompleks.

3. Mampu menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu

sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier.

4. Mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-

elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokan

unsur yang serupa dalam setiap tingkat.

5. Memberikan suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk

mendapatkan prioritas.

6. Melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan

dalam menetapkan berbagai prioritas,

7. Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif,

8. Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan

memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan

mereka,

9. Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang

representatif dari penilaian yang berbeda-beda,

10. Memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan

dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui

pengulangan.

Page 37: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

3. METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Sumatera Selatan (Gambar 2)

dengan mengamati tingkat perkembangan wilayah berdasarkan indikator kinerja

pembangunan wilayah, yaitu : 1) berbasis tujuan, yakni pemerataan terhadap

pertumbuhan ekonomi (produktivitas sektor); 2) berbasis kapasitas wilayah yang

terdiri dari kapasitas sumberdaya buatan (fisik) dan manusia (sosial) di tiap

kabupaten/kota selama 3 (tiga) bulan dimulai dari bulan Agustus hingga

November 2009.

Gambar 2. Peta Administrasi Provinsi Sumatera Selatan.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan data

sekunder, yakni melakukan studi kepustakan dari publikasi data-data statistik

oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Dokumen-dokumen Perencanaan yang

diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan sumber-sumber

pustaka lain yang memiliki relevansi dengan topik penelitian, sedangkan

pengumpulan data primer diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap

Page 38: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

22

para responden dengan kriteria yang digunakan mengacu terhadap indikator

kinerja pembangunan wilayah, dari aspek ekonomi (pendapatan wilayah), aspek

fisik (infrastruktur wilayah) dan aspek sosial (masyarakat). Responden ditentukan

secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa responden yang bersangkutan

memiliki kemampuan dan pemahaman yang baik terhadap perkembangan

pembangunan di wilayah, terutama di pesisir Sumatera Selatan. Jumlah

responden sebanyak 15 orang dari pejabat aparatur pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten di wilayah pesisir, masing-masing dari 5 instansi yang

berbeda, antara lain Badan Perencanaan Daerah, Dinas Kehutanan, Dinas PU

Bina Marga, Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Pendapatan Daerah.

Jenis, sumber, cara pengumpulan dan analisis data berdasarkan tujuan

yang ingin dicapai disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis, Sumber, Cara Pengumpulan dan Analisis Data.

No Tujuan Data Sumber Data Analisis

1

Mengidentifikasi sektor unggulan tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan

1. PDRB tahun 2003,2005 dan 2007 ;

• BPS (sekunder)

1. LQ

2. Deskriptif

2

Menganalisis tingkat perkembangan wilayah tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan

1. PDRB tiap kabupaten tahun 2003-2007;

2. PODES tahun 2006

3. Jumlah tenaga kerja sektoral tahun 2006

• BPS (sekunder)

1. Entropi;

2. Skalogram

3. Analisis Mulitivariat (analisis klaster & diskriminan)

3

Menganalisis tingkat disparitas pembangu-nan antar wilayah dan mendefinisikan faktor-faktor penyebabnya

1. PDRB tiap kabupaten tahun 2003-2007;

2. Jumlah Penduduk 2003-2007

3. Sumsel dalam Angka 2007

4. IPM 2007

• BPS (sekunder)

1. Indeks Williamson;

2. Indeks Theil;

3. Regresi Berganda

4. Deskriptif

4 Mengkaji strategi pembangunan dan pengembangan wilayah, terutama di pesisir Sumatera Selatan

1. Wawancara

• Responden (primer) 1. Sintesis hasil analisis sebelumnya

2. AHP

Page 39: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

23

3.3 Metode Analisis Data

3.3.1 Analisis Sektor Unggulan Wilayah

Location Quotient (LQ) merupakan metode analisis yang umum digunakan

di bidang ekonomi geografi. Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk

menunjukkan lokasi pemusatan aktifitas di suatu wilayah. Disamping itu, LQ juga

bisa digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah

serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Asumsi

yang digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam,

(2) pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktifitas menghasilkan

produk yang sama sehingga bentuk persamaan dari LQ sebagai berikut :

��

��

��

��

=

xxxx

LQj

i

ij

ij

..

.

.

dimana :

LQij = rasio persentase dari total aktifitas pada sub wilayah ke-i terhadap persentase aktifitas total terhadap wilayah yang diamati

Xij = nilai PDRB di kabupaten/kota ke-i dan sektor ke-j

Xi. = total PDRB tiap sektor di kabupaten/kota ke-i

X.j = total PDRB sektor ke-j di Provinsi Sumatera Selatan

X.. = total PDRB Provinsi Sumatera Selatan.

Kriteria yang muncul dari perhitungan ini adalah:

� jika LQ > 1 ;sektor basis artinya komoditas j di daerah penelitian memiliki

keunggulan komparatif,

� jika LQ = 1 ; sektor non basis artinya komoditas j di daerah penelitian

tidak memiliki keunggulan, sehingga hanya cukup untuk memenuhi

kebutuhan di wilayah bersangkutan.

� jika LQ < 1 ; sektor non basis: artinya komoditas j di daerah penelitian tidak

dapat memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri sehingga diperlukan pasokan

dari luar daerah.

Asumsi yang digunakan dalam menghitung sektor unggulan di suatu

wilayah adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi

Analisis keunggulan komparatif di Provinsi Sumatera Selatan menggunakan data

Page 40: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

24

PDRB (ADHK 2000) tiap sektor tahun 2003, 2005 dan 2007 guna melihat

perkembangannya.

Pengertian sektor basis (sektor unggulan) pada dasarnya harus dikaitkan

dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan berskala

internasional, regional maupun nasional. Dalam kaitannya dengan lingkup

internasional, suatu sektor dikatakan unggul jika sektor tersebut mampu bersaing

dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan dengan lingkup

nasional, suatu sektor dapat dikategorikan sebagai sektor unggulan apabila

sektor di wilayah tertentu mampu bersaing dengan sektor yang sama yang

dihasilkan oleh wilayah lain di pasar nasional atau domestik (Wijaya 1996).

3.3.2 Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah

3.3.2.1 Analisis Perkembangan Diversifikasi Sektor Ekonomi (entropy analysis)

Analisis indeks entropi digunakan untuk melihat hirarki wilayah dengan

mengukur tingkat perkembangan suatu wilayah dan melihat sektor-sektor

perekonomian yang dominan dan berkembang pada wilayah tersebut. Data yang

digunakan untuk menghitung indeks entropi adalah nilai PDRB tiap

kabupaten/kota terhadap PDRB Provinsi Sumatera Selatan tahun 2003, 2005

dan 2007. Prinsip pengertian indeks entropi ini adalah semakin beragam aktifitas

atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah.

Artinya wilayah tersebut semakin berkembang. Persamaan umum entropy ini

adalah sebagai berikut :

ij

n

i

n

jij PPS ��

= =

−=1 1

ln

dimana :

S = tingkat perkembangan

Pij = Xij/ΣXij atau proporsi sektor ke-i di kabupaten/kota ke-j

S ≥ 0 (Untuk mengidentifikasi tingkat perkembangan terdapat ketentuan bahwa

jika indeks S semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin tinggi); dengan

Smaks = Ln(banyaknya aktivitas x banyaknya wilayah)

Sedangkan indeks entropi diperoleh dengan membagi nilai entropi (S)

dengan nilai entropi maksimumnya (maksSS

IE = ) dengan nilai IE berkisar antara 0

(nol) sampai dengan 1 (satu) yang mengindikasikan tingkat keragaman suatu

komponen aktivitas semakin berkembang (merata) dan begitu pula sebaliknya.

Page 41: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

25

Analisis model entropi, menurut Saefulhakim (2006) merupakan salah

satu konsep analisa yang dapat menghitung diversifikasi komponen aktivitas

yang berguna untuk : (1) Memahami perkembangan suatu wilayah; (2)

Memahami perkembangan atau kepunahan keanekaragaman hayati; (3)

Memahami perkembangan aktifitas industri; (4) Memahami perkembangan

aktifitas suatu sistem produksi pertanian dan lain-lain. Untuk mengetahui

klasifikasi indeks entropi tiap kabupaten/kota dilakukan berdasarkan nilai hasil

standar deviasi indeks entropi dan nilai rataannya. Nilai yang diperoleh

digunakan untuk menentukan jumlah kelas, yakni rendah, sedang atau tinggi

(Lampiran 4).

3.3.2.2 Analisis Skalogram

Secara umum, untuk melihat tingkat perkembangan hirarki di suatu

wilayah terhadap wilayah lain yang dibatasi oleh administrasi kabupaten,

terutama dalam hal sarana infrastruktur dengan menggunakan analisis

skalogram. Penelitian ini menggunakan data Potensi Desa tahun 2006 dengan

paramater yang diukur meliputi bidang sarana perekonomian, sarana komunikasi

dan informasi, sarana kesehatan, sarana pendidikan terhadap jumlah penduduk

tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. Tahapan kegiatan pada

analisis data dengan metode skalogram antara lain : (1) Melakukan pemilihan

terhadap data yang bersifat kuantitatif; sehingga hanya yang data yang bersifat

relevan saja yang digunakan; (2) Melakukan rasionalisasi data; (3) Melakukan

seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh variabel untuk

analisa skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan masing-masing

wilayah kabupaten/kota; (4) Melakukan standardisasi data terhadap variabel

tersebut sebelum menentukan indeks perkembangan wilayah (IPW) di masing-

masing kabupaten/kota, yakni dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

DevStd

YYZ jij

ij

min−−

Dimana :

Zij = nilai baku untuk kabupaten/kota ke-i dan jenis sarana ke-j

Yij = jumlah sarana untuk kabupaten/kota ke-i dan jenis sarana ke-j

Min Yj = nilai minimum untuk jenis sarana ke-j

Std. Dev = nilai standar deviasi IPW

Page 42: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

26

Setelah proses pembakuan selesai kemudian dilakukan penjumlahan nilai

baku tersebut untuk setiap desa. Untuk melihat struktur wilayah dilakukan sortasi

data dimana wilayah yang mempunyai nilai yang paling besar diletakkan di

barisan atas dan fasilitas yang paling banyak berada di kolom kiri. Indeks

Perkembangan Wilayah dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu hirarki I

(tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuannya didasarkan

pada nilai hasil standar deviasi IPW dan nilai rataannya. Nilai yang didapat untuk

selang hirarki dan digunakan untuk menentukan kelas hirarki dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Penentuan Nilai Selang Kelas Hirarki.

No. Kelas Nilai Selang (x) Tingkat Hirarki

1 Hirarki I X>[rataan + (St Dev. IPW)] Tinggi

2 Hirarki II rataan < X < (St Dev. IPW) Sedang

3 Hirarki III X < rataan Rendah

Menurut Budiharsono (2001), metode ini mempunyai beberapa

keunggulan, antara lain : (1) Memperlihatkan dasar diantara jumlah penduduk

dan tersedianya fasilitas pelayanan; (2) Secara cepat dapat mengorganisasikan

data dan mengenal wilayah; (3) Membandingkan pemukiman-pemukiman dan

wilayah-wilayah berdasarkan ketersediaan fasilitas pelayanan; (4)

Memperlihatkan hierarki pemukiman atau wilayah; (5) Secara potensial dapat

digunakan untuk merancang fasilitas baru dan memantaunya.

3.3.2.3 Analisis Multivariat (Tipologi Wilayah)

Analisa tipologi wilayah bertujuan untuk melihat karakteristik

perkembangan wilayah berdasarkan indikator-indikator perkembangan wilayah,

yaitu : aspek sosial, sarana dan prasarana wilayah serta aspek perekonomian

dengan menggunakan Analisis Klaster dan Analisis Diskriminan.

� Analisis Klaster/kelompok (Cluster Analysis)

Analisis kelompok merupakan salah satu teknik multivariat yang umumnya

digunakan untuk mengelompokkan data ke dalam satu kelas yang

mempunyai ciri-ciri tertentu yang sama dan bertujuan untuk menemukan

kelompok alami dari satu kumpulan data. Analisis kelompok ini dilakukan

untuk tujuan : (1) menggali/eksplorasi data ; (2) mereduksi data menjadi

kelompok data baru dengan jumlah lebih kecil atau dinyatakan dengan

Page 43: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

27

pengkelasan (klasifikasi) data, (3) menggeneralisasi suatu populasi untuk

memperoleh suatu hipotesis, (4) menduga karakteristik data-data. Metode ini

menggunakan perbedaan atau jarak euclidean antara nilai objek sebagai

dasar pengelompokannya untuk membentuk suatu klaster. Analisis kelompok

dilakukan setelah variabel tersebut diatas distandarisasi terlebih dahulu agar

memudahkan dalam pengelompokannya. Metode klaster memanfaatkan

metode tree clustering (quick clustering), sedangkan untuk melihat variabel

penjelas tiap kelompok dilakukan dengan menggunakan metode K-mean

clustering, guna mengetahui anggota kelompok variabel pada masing-masing

wilayah kabupaten/kota. Dikarenakan terbatasnya data selama penelitian,

maka variabel yang digunakan meliputi aspek ekonomi wilayah (PDRB per

kapita tiap sektor tahun 2006), aspek fisik wilayah (jumlah fasilitas dan

penggunaan lahan) dari data PODES 2006 dan aspek sosial (jumlah tenaga

kerja per sektor tahun 2006) yang terdiri dari 27 variabel (Lampiran 4)

� Analisis Diskriminan (Discriminant Function Analysis)

Tujuan dilakukan analisis diskriminan pada penelitian ini adalah agar mampu

disusun fungsi pembatas antar kelompok wilayah. Dengan adanya fungsi

kelompok antar gerombol wilayah tersebut maka akan dapat diukur

perubahan nilai-nilai peubah yang digunakan dalam menyusun fungsi

tersebut. Berdasarkan asumsi bahwa S = (fj , j=1,2,…,i), S adalah gugus

kelompok dari wilayah yang belum diketahui sehingga klasifikasi sebelumnya

akan diketahui jumlah kelompok serta anggota jenis wilayah dalam kelompok

tersebut. Selanjutnya gugus S dapat dituliskan kembali menjadi S = (fjk,

j=1,2,…,k), k = 1,…,K. (dengan asumsi jumlah kelompok adalah K). Analisis

diskriminan menggunakan variabel-variabel dan unit analisis yang sama

dengan analisis klaster, dengan kata lain merupakan analisis lanjutan dari

analisis klaster yang berguna untuk mengetahui akurasi pengelompokan

yang telah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya hasil analisis klaster tersebut

dihubungkan dengan batas administrasi menggunakan sistem informasi

geografis untuk dapat mendeskripsikan pola atau variasi antar tipologi

berdasarkan fasilitas wilayah.

Selanjutnya hasil analisis skalogram dan tipologi wilayah dihubungkan

dengan batas administrasi masing-masing kabupaten/kota, menggunakan sistem

informasi geografis untuk dapat mendeskripsikan pola atau variasi antar tipologi.

Page 44: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

28

3.3.3 Analisis Disparitas Antar Wilayah

Disparitas yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan bersumber dari

banyak hal, diantaranya yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1) mengenai

ketimpangan ekonomi dalam rangka pemerataan pertumbuhan (produktivitas

perekonomian); 2) ketimpangan infrastruktur dengan membandingkan jumlah

fasilitas dan prasarana wilayah; serta 3) ketimpangan sosial yang terjadi di

Provinsi Sumatera Selatan dengan menggunakan data PDRB per kapita tahun

2003-2007, Potensi Desa tahun 2006 dan jumlah tenaga kerja sektoral tahun

2006.

3.3.3.1 Analisis Indeks Williamson

Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang digunakan dalam

melihat disparitas yang terjadi antar wilayah dan lebih sensitif terhadap

perubahan ketimpangan (Rahman 2009; Rustiadi et al. 2009; Portnov dan

Felsenstein 2005). Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling

sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah secara horisontal.

Williamson pada tahun 1975 mengembangkan suatu indeks dalam

mengukur tingkat disparitas wilayah yang diformulasikan sebagai berikut

(Rustiadi et al, 2007) :

( )Y

pYYI

ii��

�� −

=

2

w

dimana :

Iw = Indeks Williamson Yi = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i

Y = Rata-rata PDRB per kapita provinsi pi = fi/n, dimana fi jumlah penduduk kabupaten/kota ke-i; dan n merupakan total

penduduk Provinsi Sumatera Selatan.

Indeks ini menggunakan nilai PDRB per kapita tiap kabupaten/kota.

Indeks Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama

dengan nol. Jika YYi = maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak

adanya ketimpangan ekonomi antar daerah. Indeks lebih besar dari 0

menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Semakin besar

indeks yang dihasilkan semakin besar tingkat ketimpangan antar kabupaten di

suatu provinsi.

Page 45: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

29

Menurut Rustiadi (2008), wilayah yang memiliki PDRB per kapita tinggi,

dan jumlah penduduknya relatif kecil, tingkat kesenjangannya tidak terlalu tinggi.

Namun, besaran PDRB per kapita suatu wilayah relatif moderat apabila

dibandingkan dengan wilayah lain yang kecil dengan jumlah penduduknya relatif

besar, sehingga akan menyebabkan kesenjangan secara keseluruhan.

3.3.3.2 Analisis Indeks Theil

Selain indeks Wiliamson, untuk mendekomposisi total disparitas menjadi

kontribusi disparitas oleh kabupaten/kota atau untuk melihat kontribusi disparitas

oleh sektor perekonomian (disparitas parsial), digunakan indeks Theil yang

pernah dilakukan oleh Fujita dan Hu (2001), dengan persamaan :

��

���

�=�= i

iN

ii x

yy logI

0

dimana :

I = indeks Theil (disparitas total)

yi = PDRB kabupaten/kota ke-i / PDRB provinsi atau PDRB sektor ke-i / PDRB sektor ke-i provinsi

xi = penduduk kabupaten/kota ke-i / penduduk provinsi atau jumlah tenaga kerja sektor ke-i / jumlah tenaga kerja sektor ke-i provinsi

yi [log(yi/xi)] = disparitas parsial

Selain itu, untuk mendekomposisi total disparitas wilayah menjadi

disparitas antar wilayah (kawasan) atau disparitas dalam wilayah (antar

kabupaten/kota) di Provinsi Sumatera Selatan, dengan menggunakan

persamaan :

gg

g IYII �=

+=2

10

��

��

�=�

= g

g

gg X

YYI log

2

10

�∈

=gSi

ig yY

����

����

= �∈

g

i

g

i

Si g

ig

Xx

Yy

Yy

Ig

log

Page 46: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

30

dimana :

I0 = disparitas antar wilayah (kawasan)

gg

g IY�=

2

1

= disparitas antar kabupaten/kota

yi = PDRB kabupaten ke-i / PDRB provinsi; yg = jumlah yi

xi = penduduk kabupaten ke-i / penduduk provinsi; xg = jumlah xi

Manfaat dari pemakaian Indeks Theil adalah : (1) memungkinkan kita

untuk membuat perbandingan selama kurun waktu tertentu; (2) Indeks

ketimpangan entropi Theil juga dapat menyediakan pengukuran ketimpangan

secara rinci dalam sub unit geografis selama periode tertentu; (3) mengkaji

gambaran yang lebih rinci mengenai ketimpangan spasial, misalnya ketimpangan

antar daerah dalam suatu provinsi dan antar sub unit daerah dalam suatu

kawasan. Semakin besar nilai indeks Theil menunjukkan ketimpangan yang

semakin membesar pula, demikian sebaliknya.

3.3.3.3 Analisis Penyebab Disparitas Antar Wilayah Kabupaten/kota

Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas

pembangunan antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan digunakan indikator

yang dikelompokkan berdasarkan aspek ekonomi (pendapatan wilayah), fisik

(penggunaan lahan) dan sosial (IPM) sebagai pendekatan terhadap terjadinya

disparitas. Nilai dekomposisi dari disparitas total (2006) masing-masing

kabupaten/kota digunakan sebagai variabel tujuan terhadap PDRB sektoral per

kapita (2006), penggunaan lahan (2006) dan komponen IPM (2006) sebagai

variabel bebas (Tabel 3). Penggunaan nilai dekomposisi tersebut karena

dianggap sebagai pembentuk disparitas di Provinsi Sumatera Selatan.

Tabel 3. Variabel yang Digunakan Sebagai Faktor Penduga Penyebab Disparitas di Provinsi Sumatera Selatan.

Indikator Variabel 1 EKONOMI (pendapatan wilayah) PDRB sektor Pertanian 2 PDRB sektor Pertambangan 3 PDRB Sekunder 4 PDRB Tersier 5 FISIK (penggunaan lahan) Luas sawah 6 Luas non sawah 7 Luas kawasan terbangun 8 Luas hutan negara 9 SOSIAL (pembangunan manusia) Angka harapan hidup

10 Persentase melek huruf 11 Daya beli masyarakat

Sumber : BPS

Page 47: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

31

Fungsi yang terbentuk menyerupai persamaan regresi dengan komposisi

disparitas tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan diduga dipengaruhi

oleh variabel penggunaan lahan, produktivitas perekonomian dan angka harapan

hidup, rasio melek huruf dan daya beli masyarakat tiap kabupaten/kota. Variabel-

variabel yang memiliki nilai koefisien regresi terbesar, dianggap memiliki peranan

penting dalam menyebabkan terjadinya disparitas wilayah di Provinsi Sumatera

Selatan.

Adapun bentuk persamaan umumnya adalah :

Y= f(X1,X2,X3,…,Xk) atau :

model regresi berganda dapat diturunkan menjadi :

Y = �0 + �1X1 + �2X2 + … + �i Xi + �

dimana :

Y = Nilai dekomposisi dari disparitas total tiap kabupaten/kota

Xi = Variabel bebas, terdiri dari PDRB per kapita, luas penggunaan lahan, komponen IPM

�i = Koefisien fungsi regresi

� = Residual

Y merupakan variabel tujuan yang nilainya tergantung dari k variabel bebas

x1,….xk; yang diasumsikan bahwa nilai variabel bebas diketahui dan nilai �0,

�1,…. �k belum diketahui.

3.3.4 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Untuk mengetahui isu yang mengemuka sebagai suatu prioritas kebijakan

pembangunan wilayah dan kaitannya dengan ketimpangan, terutama yang ada di

wilayah pesisir, penelitian ini melakukan analisis dengan menggunakan metode

Analytical Hierarchy Process (AHP) guna mendapatkan nilai skor yang

diperlukan dengan melibatkan 15 responden pejabat aparatur dari instansi-

instansi terkait, yakni Badan Perencanaan Daerah, Dinas Kehutanan, Dinas PU

Bina Marga, Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Pendapatan Daerah

lingkup provinsi dan kabupaten wilayah pesisir. Data perbandingan berpasangan

antara masing-masing kriteria dan alternatif diperoleh dari masing-masing 1

(satu) orang dari unsur aparatur pejabat dari pemerintah daerah provinsi dan

kabupaten yang berada di wilayah pesisir (administratif), yakni : Kabupaten Ogan

Komering Ilir dan Banyuasin.

Tujuan utama yang ingin diperoleh dari penggunaan dari metode AHP ini

adalah prioritas yang perlu dilakukan untuk pembangunan wilayah pesisir di

Page 48: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

32

Provinsi Sumatera Selatan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel

responden secara purposive sampling, dengan kriteria bahwa responden

memahami kebijakan pembangunan wilayah pesisir di Provinsi Sumatera Selatan

agar jawaban yang diperoleh dapat mencerminkan kondisi yang lebih realistis

dalam perumusan prioritas dan arahan kebijakan pembangunan.

Kriteria yang dibentuk untuk prioritas pembangunan di wilayah pesisir

Sumatera Selatan terhadap responden juga berdasarkan pendekatan dari

indikator kinerja pembangunan wilayah, yaitu infrastruktur wilayah (jalan,

fasilitas), pendapatan wilayah (PDRB) dan kesejahteraan masyarakat

(penyerapan tenaga kerja dan pendapatan) sebagai indikator sosial sedangkan

alternatif tujuan yang dipakai dalam model AHP merupakan sektor-sektor

unggulan yang terdapat di kabupaten pesisir berdasarkan hasil analisis

sebelumnya.

Hirarki disusun berdasarkan kriteria dan alternatif yang dijadikan

pertimbangan dalam pemilihan prioritas penggunaan sebagai tujuan (Gambar 3).

Data perbandingan berpasangan antara masing-masing kriteria dan

alternatif diperoleh dari 15 orang responden masing-masing 1 orang dari unsur

aparatur pejabat dari pemerintah daerah provinsi dan kabupaten di wilayah

pesisir tersebut.

Kriteria

S

SEKTOR UNGGULAN

PENDAPATAN WILAYAH

INFRASTRUKTUR WILAYAH

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERTANIAN

BANGUNAN

INDUSTRI PENGOLAHAN

PRDG, HOTEL & RESTO

JASA

PRIORITAS PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR SUMATERA SELATAN

Tujuan

Alternatif

Gambar 3. Diagram Hirarki Pemilihan Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir, Provinsi Sumatera Selatan.

Page 49: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

33

Selanjutnya, alur proses dan analisis-analisis yang digunakan dalam

penelitian ini, disajikan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Kerangka Analisis Penelitian.

TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISI ENTROPI; ANALISIS SKALOGRAM DAN ANALISIS MULTIVARIAT

IDENTIFIKASI SEKTOR-SEKTOR UNGGULAN

ANALISIS LOCATION QUESTION (LQ)

PRIORITAS DAN ARAHAN PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR SUMATERA SELATAN

PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH PROVINSI SUMATERA SELATAN

DISPARITAS ANTAR WILAYAH

ANALISIS INDEKS WILIAMSON; ANALISIS INDEKS THEIL; ANALISIS REGRESI

BERGANDA; DESKRIPTIF

PERSEPSI APARATUR DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR

AHP

INFRASTRUKTUR WILAYAH

PENDAPATAN WILAYAH

SOSIAL

Page 50: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Umum Provinsi Sumatera Selatan

Wilayah Provinsi Sumatera Selatan merupakan suatu wilayah bagian dari

Pulau Sumatera yang mempunyai luas wilayah ± 8.701.742 Ha. yang terletak

pada 10 – 40 Lintang Selatan dan 1020 – 1060 Bujur Timur. Secara administratif,

di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi, di sebelah timur berbatasan

dengan Provinsi Lampung, di disebelah barat berbatasan dengan Provinsi

Bengkulu dan sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Bangka

Belitung.

Kondisi topografi Provinsi Sumatera Selatan bervariasi, mulai dari wilayah

berpantai, datar hingga bergunung. Di pantai Timur tanahnya terdiri dari rawa-

rawa dan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasinya berupa

tumbuhan palmase dan kayu rawa (bakau). Wilayah barat merupakan dataran

rendah yang luas. Lebih masuk ke dalam, wilayahnya semakin bergunung-

gunung.

Apabila dilihat dari kondisi geologi, susunan formasi batuan dan endapan

di wilayah Provinsi Sumatera Selatan, antara lain :

1. Batuan Sedimen

� Formasi Lahat, terdiri dari batu lempung, serpih, dengan sisipan batu

pasir halus sampai batu lanau gampingan.

� Formasi Palembang Anggota Tengah, terdiri dari perselingan batu

lempung dengan serpih dan batu lanau, bersisipan batu pasir.

� Formasi Palembang Anggota Atas, terdiri dari batu lempung dan batu

lanau tufaan dengan sisipan batubara.

� Formasi Palembang Anggota Bawah, terdiri dari tufa, tufa pasiran dan

batu pasir tufaan yang mengandung batu apung.

2. Endapan Permukaan

� Aluvium (Qa), terdiri dari lempung yang berasal dari rombakan tufa,

lanau, pasir, dan kerikil. Pelamparannya terdapat di wilayah Provinsi

Sumatera Selatan bagian utara dan timur serta setempat-setempat.

� Endapan Rawa (Qs), terdiri dari lumpur, lanau, dan pasir, pada umumnya

tufaan. Lamparannya cukup luas, yaitu di sekitar sungai.

Page 51: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

35

Sedangkan berdasarkan kondisi hidrologinya, sumber air di Provinsi

Sumatera Selatan berasal dari air permukaan dan air tanah. Adapun jenis air

permukaan yang berada di Provinsi Sumatera Selatan adalah sungai,

danau/rawa, tadah hujan. Air tanah sangat jarang dijumpai sebagai sumber mata

air dan kalau pun ada debitnya kecil, umumnya kurang dari 1 lt/det dan tidak

cukup memiliki prospek untuk dikembangkan karena dipengaruhi oleh keadaan

musim (BAPPEDA 2006).

Jenis-jenis tanah yang terbentuk di wilayah Provinsi Sumatera Selatan

terdiri dari 11 jenis tanah, yaitu :

1. Organosol, terdapat di sepanjang pantai dan dataran rendah.

2. Litosol, yang tersebar di pinggiran pegunungan terjal Danau Ranau dengan

Patahan di sepanjang Bukit Barisan.

3. Alluvial, terdapat di sepanjang Sungai Musi, Sungai Lematang, Sungai Ogan,

Sungai Komering, dan Punggung Bukit Barisan.

4. Hidromorf, terdapat di dataran rendah Muara Enim dan Musi Rawas.

5. Humus, terdapat di sepanjang pantai dan dataran rendah.

6. Regosol, terdapat di sekeliling Pantai Timur, di pinggiran pegunungan terjal

Danau Ranau dan Kerucut Vulkan.

7. Andosol, jens tanah ini terdapat di semua kerucut Vulkan muda dan tua,

umumnya jenis tanah ini ditemui di wilayah dengan ketinggian lebih dari 100

m dpl.

8. Rendzina, terdapat di sekitar Kota Baturaja.

9. Latosol, penyebaran tanah ini umumnya terdapat di wilayah tanah kering.

10. Lateritik, terdapat dataran rendah di sekitar Martapura.

11. Podzolik, terdapat di dataran rendah dan di pegunungan Bukit Barisan.

Wilayah Provinsi Sumatera Selatan memiliki kawasan bergambut seluas

1,4 juta ha atau 16,3 % dari luas wilayah. Dengan luasan seperti ini menjadikan

Provinsi Sumatera Selatan sebagai provinsi terluas ke dua di Pulau Sumatera

(setelah Riau) yang memiliki kawasan gambut. Kawasan gambut tersebut

tersebar di 5 kabupaten, yaitu : Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin, Banyuasin,

Musi Rawas, dan Muara Enim. Kabupaten Ogan Komering Ilir, Musi Banyuasin,

dan Banyuasin merupakan kabupaten yang memiliki kawasan gambut terluas

dengan rincian masing-masing 768.501 ha, 340.604 ha, dan 252.706 ha.

Kawasan gambut di Provinsi Sumatera Selatan memiliki ketebalan yang

bervariasi antara 50 - 400 cm atau termasuk kategori dangkal hingga dalam.

Page 52: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

36

Namun demikian 96,8 %-nya termasuk gambut dangkal hingga sedang, sisanya

3,2 % atau 45.009 ha merupakan gambut dalam yang sebarannya terdapat di

Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Muara Enim, dan

Kabupaten Ogan Komering Ilir. Berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990

tentang Kawasan Lindung, bahwa gambut yang termasuk dalam kategori

kawasan lindung apabila mempunyai ketebalan lebih dari 3 m.

Sejak Tahun 2001 hingga 2003, wilayah administrasi Provinsi Sumatera

Selatan yang semula terdiri atas enam (6) kabupaten dan satu (1) kota

mengalami pemekaran. Sekarang Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 14

kabupaten/kota Pada Tahun 2007, Kabupaten Empat Lawang memekarkan

wilayahnya dari Kabupaten Lahat dan pada pertengahan Tahun 2008 telah

melakukan proses pemilihan kepala daerah. Ibukota Provinsi Sumatera Selatan

berada di Kota Palembang, yang mempunyai luas wilayah 37.403 ha atau 421,01

km2 yang merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, kebudayaan, bisnis dan

industri.

Tabel 4. Luas Wilayah Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan.

No. Kabupaten/Kota Luas (Ha) %

1 Ogan Komering Ulu (OKU) 444.100 5,10

2 OKU Selatan 548.900 6,31

3 OKU Timur 337.000 3,87

4 Ogan Komering Ilir (OKI) 1.528.199 17,56

5 Ogan Ilir 266.607 3,06

6 Muara Enim 858.794 9,87

7 Lahat 663.250 7,62

8 Musi Rawas 1.213.457 13,94

9 Musi Banyuasin 1.447.700 16,64

10 Banyuasin 1.214.274 13,95

11 Palembang 37.403 0,43

12 Prabumulih 42.162 0,48

13 Pagar Alam 57.916 0,67

14 Lubuk Linggau 41.980 0,48

Provinsi Sumatera Selatan 8.701.742 100,00

Sumber : BAPPEDA (2006)

Page 53: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

37

4.2 Kondisi Demografi

Perkembangan jumlah penduduk di 14 kabupaten/kota di Sumatera

Selatan Tahun 2003-2007 menunjukkan kenaikan. Pertumbuhan penduduk

sebesar 1,72% per Tahun periode 2003-2007. Pertambahan jumlah penduduk

tersebut yang relatif tinggi jika dilihat dari beban pemerintah tentu berimplikasi

diperlukannya penyediaan pelayanan publik yang mesti terus diperbaiki dan

ditingkatkan. Pada sisi lain kondisi itu mencerminkan potensi SDM yang dapat

dioptimalkan peranannya dalam kegiatan pembangunan daerah pada semua

aspek. Sebaran jumlah penduduk yang ada dapat dijadikan acuan untuk

memetakan program dan kegiatan perekonomian yang mampu menyerap tenaga

kerja lokal untuk turut berperan dalam pembangunan.

Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Selatan pada Tahun 2007 sebanyak

7.019.964 jiwa yang tersebar di sebelas kabupaten dan empat kota. Sejumlah

19,87 % atau 1.394.954 jiwa dari total jumlah penduduk tersebut bermukim di ibu

kota Provinsi (Palembang) sehingga kepadatan penduduknya sangat tinggi,

sedangkan sekitar 116.102 jiwa merupakan jumlah penduduk paling sedikit

(rendah) yang dimiliki oleh Kota Pagar Alam, seperti yang disajikan di Gambar 5.

Gambar 5. Peta Tingkat Kepadatan Penduduk di Provinsi Sumatera Selatan.

Page 54: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

38

Tabel 5. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2003-2007.

No Kabupaten/Kota 2003 2004 2005 2006 2007

1 Ogan Komering Ulu (OKU) 1.098.894 252.464 255.246 259.292 262.383

2 OKU Selatan - 313.819 317.277 322.307 326.162

3 OKU Timur - 549.949 556.010 564.824 571.557

4 Ogan Komering Ilir (OKI) 987.678 651.594 656.828 672.192 685.296

5 Ogan Ilir - 351.266 356.983 365.333 372.431

6 Muara Enim 623.655 623.699 632.222 643.924 653.304

7 Lahat 532.329 543.991 545.754 550.478 553.359

8 Musi Rawas 463.105 467.001 474.430 484.281 492.437

9 Musi Banyuasin 446.761 446.761 446.761 446.761 446.761

10 Banyuasin 690.522 714.389 733.828 757.398 778.627

11 Palembang 1.300.885 1.307.788 1.338.793 1.369.239 1.394.954

12 Prabumulih 125.798 128.583 130.340 132.752 124.686

13 Pagar Alam 112.010 114.122 114.562 115.553 116.102

14 Lubuk Linggau 167.564 171.720 174.452 178.074 181.068

Provinsi Sumatera Selatan 6.549.201 6.637.146 6.733.486 6.862.408 6.959.127

Sumber : BPS

Peningkatan jumlah penduduk Sumatera Selatan dapat menjadi

pendorong maupun penghambat perkembangan ekonomi. Akan mendorong

perkembangan ekonomi bila pertambahan penduduk memperbesar jumlah

tenaga kerja yang meningkatkan pertambahan produksi dan perluasan pasar

yang akan menaikkan tingkat kegiatan ekonomi.

Dampak tidak menguntungkan dari pertumbuhan penduduk terhadap

pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh daerah yang kemajuan

ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk

sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan dengan faktor-faktor produksi

lainnya. Implikasinya pertambahan penggunaan tenaga kerja tidak menimbulkan

pertambahan output ataupun pertambahan tersebut sangat lambat dibanding

pertambahan penduduk.

4.3 Kondisi Perekonomian

Struktur perekonomian Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat dari

kontribusi masing-masing sektor lapangan usaha terhadap PDRB ADHB (Tabel

5). Kontribusi terbesar masih sektor pertambangan dan penggalian, yaitu

28,51%; 26,12%; dan 24,94% masing-masing Tahun 2005, 2006, dan 2007.

Kontribusi terbesar kedua, ketiga, dan keempat adalah sektor industri

pengolahan, sektor pertanian, dan sektor perdagangan. Keempat sektor ini

memberikan kontribusi total untuk Tahun 2005, 2006, dan 2007 masing-masing

Page 55: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

39

sebesar 78,68%; 78,79%; dan 78% sehingga ada indikasi ketimpangan dalam

peranan masing-masing aktivitas dari sektor-sektor perekonomian yang ada di

Provinsi Sumatera Selatan. Ada perbedaan yang signifikan antara PDRB atas

dasar harga berlaku dan konstan. Ini terlihat dari indeks implisit PDRB Sumatera

Selatan untuk Tahun 2005, 2006, dan 2007 masing-masing sebesar 164,27;

183,72; dan 198,86. Peningkatan yang besar dari indeks implisit ini menunjukkan

relatif tingginya celah inflatoir (inflationary gap). Hal ini memiliki kelemahan

bahwa komoditi-komoditi perdagangan Sumatera Selatan sangat rentan terhadap

gejolak harga, baik perdagangan domestik maupun perdagangan internasional

(BAPPENAS & UNSRI 2008).

Tabel 6. Kontribusi Sektoral Berdasarkan PDRB ADHB (jutaan rupiah) Provinsi

Sumatera Selatan tahun 2003-2007.

Sektor-sektor Perekonomian 2003 % 2004 % 2005 % 2006 % 2007 %

Pertanian 11.085.745 20,07 12.487.633 19,49 14.358.881 17,61 17.300.120 18,03 20.080.335 18,27

Pertambangan dan Penggalian

13.221.726 23,93 16.563.748 25,85 23.247.361 28,51 25.060.662 26,12 27.412.484 24,94

Industri Pengolahan

12.450.542 22,54 13.960.685 21,79 17.867.383 21,91 22.286.619 23,23 25.305.859 23,03

Listrik, Gas dan Air Bersih

381.694 0,69 428.341 0,67 469.827 0,58 528.033 0,55 592.068 0,54

Bangunan 3.762.967 6,81 4.422.511 6,90 5.079.274 6,23 5.810.671 6,06 6.724.083 6,13

Perdagangan, Hotel dan Restoran

5.971.395 10,81 6.427.688 10,03 9.051.350 11,10 10.941.014 11,41 12.919.872 11,76

Transportasi dan Komunikasi

2.092.447 3,79 2.549.028 3,98 3.131.687 3,84 3.891.921 4,06 4.556.115 4,15

Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan

1.976.901 3,58 2.257183 3,52 2.653.394 3,25 3.162.870 3,30 3.750.156 3,41

Jasa-Jasa 4.305.341 3,58 2.257.183 3,52 2.653.394 6,96 6.946.853 7,24 8.536.735 7,77

Total 55,248.758 100 64.077.474 100 81.531.510 100 95.928.763 100 109.895.707 100

Sumber : BPS

Pertumbuhan ekonomi sektoral di Provinsi Sumatera Selatan (Tabel 6)

untuk tiap sektor-sektor perekonomian, relatif dominan mengalami peningkatan

dengan sektor-sektor yang memiliki prospek cukup baik tumbuh relatif tinggi

Tahun 2005, 2006, dan 2007, seperti sektor transportasi dan komunikasi masing-

masing sebesar 11,56; 10,56, dan 14,32. Demikian pula, sektor jasa-jasa,

keuangan, dan bangunan relatif pesat.

Perkembangan pendapatan regional per kapita di Provinsi Sumatera

Selatan cenderung mengalami pertumbuhan yang lambat. Hal ini terlihat dari

Page 56: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

40

perkembangan Tahun 2005, 2006, dan 2007 masing-masing dengan migas

ADHK sebesar Rp 6.180.000,- ; Rp 6.367.000,- dan Rp 6.624.000,- sedangkan

tanpa migas sebesar Rp 4.510.000,-; Rp 4.738.000,-, dan Rp 5.033.000,-. Hal ini

memperlihatkan bahwa percepatan pertumbuhan daya beli riil masyarakat masih

relatif lambat (Tabel 7), namun demikian bahwa pada Tahun 2003 pendapatan

per kapita dengan migas baru meningkat sedangkan tanpa migas peningkatan

baru mulai terjadi pada Tahun 2007.

Tabel 7. Laju Pertumbuhan Per Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan (persen) di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2003-2007.

Sektor-sektor Perekonomian 2003 2004 2005 2006 2007

Pertanian 4,75 4,94 5,88 6,44 6,48

Pertambangan dan Penggalian 3,29 0,75 0,42 0,36 0,25

Industri Pengolahan 4,63 6,14 4,75 5,30 5,70

Listrik, Gas dan Air Bersih 4,18 5,71 6,66 7,48 7,40

Bangunan 6,69 7,56 7,61 7,25 8,11

Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,35 6,21 7,73 7,93 9,04

Transportasi dan Komunikasi 7,03 9,48 11,56 10,56 14,32

Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan 5,27 7,12 7,37 8,26 9,14

Jasa-Jasa 4,65 3,19 6,72 7,90 9,06

Sumber : BPS

Tabel 8. Pendapatan Per Kapita Berdasarkan Harga Konstan (ribuan rupiah) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2007.

Tahun Dengan Migas Tanpa Migas

2003 5.883 4.079

2004 6.037 4.253

2005 6.181 4.510

2006 6.367 4.738

2007 6.624 5.033

Sumber : BPS

4.4 Kondisi Prasarana Wilayah

4.4.1 Prasarana Listrik

Secara umum kota-kota di Provinsi Sumatera Selatan sudah menikmati

energi listrik yang dilayani oleh PT. PLN (Persero). Untuk sistem

Page 57: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

41

ketenagalistrikan di rovinsi Sumatera Selatan tidak terlepas dari sistem

ketenagalistrikan di Pulau Sumatera, karena semenjak Tahun 2004 sistem

kelistrikan Sumatera Bagian Selatan (Provinsi Sumatera Selatan, Jambi,

Lampung dan Bengkulu) sudah terinterkoneksi dengan sistem Sumatera bagian

tengah (Provinsi Sumatera Barat dan Riau).

Prasarana ketenagalistrikan PLN yang dimiliki oleh Provinsi Sumatera

Selatan adalah 4 unit PLTU Batubara (dengan kapasitas terpasang 260,0 MW), 2

unit PLTU (Gas, HSD, Residu) dengan kapasitas terpasang 25,0 MW, 8 unit

PLTG (207,7 MW), dan 4 unit PLTD Besar (37,9 MW) serta 47 unit PLTD

isolated. Jaringan Tegangan Menengah (JTM) yang telah dibangun sepanjang

6.907,00 KMS dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 7.231,00 KMS.

4.4.2 Prasarana Telekomunikasi

Prasarana telekomunikasi yang dibahas pada bagian ini, hanya meliputi

prasarana telekomunikasi yang dikelola oleh PT. Telkom wilayah kerja Sumatera

Bagian Selatan yang melayani wilayah Sumbagsel, yaitu Kandatel Palembang

Ilir, Palembang Ulu, Baturaja, dan Lubuk Linggau. Jumlah pelanggan secara

keseluruhan mencapai lebih 150.797 jiwa. Seiring dengan perkembangan

teknologi telekomunikasi, penyedia jaringan telekomunikasi tidak lagi dimonopoli

oleh Telkom. Beberapa perusahaan swasta telah berpartisipasi khususnya di

bidang penyediaan jaringan telekomunikasi seluler.

4.4.3 Prasarana Air Bersih

Pada tepian sungai banyak penduduk yang masih memanfaatkan sungai

sebagai sumber air bersih. Mereka mengambil air dari sungai kemudian

diendapkan atau ditambahkan kaporit, kemudian langsung digunakan sebagai air

untuk dimasak atau pada saat musim hujan mereka menampung air hujan untuk

dijadikan air minum. Kebiasaan ini sudah terjadi secara turun menurun sejak

dahulu.

Sumber air non PDAM di beberapa kota di Provinsi Sumatera Selatan

seperti Palembang, Sekayu, dan Kayuagung memang tidak banyak mempunyai

alternatif lain. Sumur gali tidak bisa digunakan karena airnya terlalu asam,

berwarna kecoklatan dan tidak layak untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan

kondisi alamnya yang sebagian besar berupa rawa dan bergambut. Pada kota-

kota di Sumatera Selatan seperti Baturaja, Muara Enim, Lahat, Lubuk Linggau,

sumur gali di beberapa lokasi masih bisa digunakan dan dimanfaatkan oleh

penduduk.

Page 58: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

42

4.5 Arah dan Kebijakan Umum Pemerintahan

Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional

yang melaksanakan pembangunan secara terus menerus dan

berkesinambungan. Untuk mewujudkannya, Pemerintah Provinsi Sumatera

Selatan telah menentukan visi dan misi kebijakan pembangunan, yaitu dengan

visinya “ Sumatera Selatan Sejahtera dan Terdepan Bersama Masyarakat

Cerdas dan Berbudaya”. Sejahtera adalah keadaan dimana semua lapisan

masyarakat secara menyeluruh dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (pangan,

sandang dan papan) secara merata, serta memiliki rasa aman dan kepercayaan

yang tinggi kepada pemerintah; Cerdas adalah sikap pikir profesional yang

didasarkan pada landasan moral yang tinggi, kemampuan dan kecakapan dalam

membaca situasi, menangkap dan mengolah peluang, serta merancang dan

melaksanakan pemecahan masalah dalam semua situasi. Insan dan masyarakat

yang cerdas akan selalu optimistis dan mampu memanfaatkan peluang untuk

aktifitas yang produktif; dan Terdepan adalah keadaan yang menunjukkan tingkat

penguasaan wawasan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) yang tinggi,

berkelanjutan, berada lebih baik dan menjadi acuan bagi daerah-daerah lain.

Guna menjabarkan visi tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan

menetapkan misi pembangunan daerah yang digunakan sebagai arah kebijakan,

antara lain :

1. Mengembangkan dan membina, serta menfasilitasi pembentukan sumber

daya manuasia (SDM) Sumatera Selatan yang kreatif, produktif dan inovatif

dan perduli melalui semua jalur dan jenjang pendidikan baik formal maupun

informal.

2. Membangun pertanian pangan dan perkebunan berskala teknis dan

ekonomis dengan infrastruktur yang cukup dan penerapan teknologi tepat

guna.

3. Mendayagunakan sumber daya pertambangan dan energi (fosil dan

terbarukan) dengan cerdas, arif dan bijaksana demi kepentingan masyarakat

luas.

4. Membangun industri pengolahan dan manufaktur yang berdayasaing global

dengan menciptakan nilai tambah potensial yang proposional dengan

memperkokoh kemitraan hulu dan hilir, serta industri kecil, menengah dan

besar.

Page 59: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

43

5. Membangun dan menumbuhkembangkan pusat-pusat inovasi yang berbasis

pada perguruan tinggi dan lembaga penelitian untuk meningkatkan nilai

tambah dan produktifitas sektor ekonomi berkelanjutan.

6. Meningkatkan dan memeratakan pembangunan menuju kesejateraan yang

bermartabat.

7. Membangun dan memperkuat jejaring kerjasama ekonomi (industri,

perdagangan) dan kelembagaan (regional, nasional dan internasional).

8. Membangun pemerintah yang amanah (demokratis, keadilan, jujur dan

bertanggungjawab serta akuntabel).

9. Mengembangkan dan membina budaya daerah yang berakat pada nilai-nilai

luhur "Simbur Cahaya”

Page 60: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Sumatera Selatan

Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan

sektor-sektor perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Struktur yang

terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor yang

menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan

berproduksi dari masing-masing sektor. Secara umum, sektor-sektor

perekonomian tersebut dibagi menjadi 9 (sembilan) sektor, yaitu : (1) Pertanian;

(2) Pertambangan dan Penggalian; (3) Industri Pengolahan; (4) Listrik, Gas dan

Air Bersih; (5) Bangunan; (6) Perdagangan, Hotel dan Restoran; (7)

Pengangkutan dan Telekomunikasi; (8) Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan; dan (9) Jasa lainnya.

Hasil perhitungan LQ berdasarkan aktivitas sektor perekonomian tahun

2007 masing-masing kabupaten/kota, memperlihatkan bahwa sebagian besar

sektor-sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan dengan nilai LQ>1,

antara lain sektor perdagangan (10 kabupaten), pertanian (9 kabupaten),

bangunan (9 kabupaten) dan jasa (9 kabupaten). Secara umum, sektor

pertanian; bangunan; perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan; serta jasa lainnya mampu berkembang secara komparatif

di Provinsi Sumatera Selatan sebagai sektor unggulan wilayah (Tabel 9).

Sektor pertanian dengan besaran nilai LQ>1 ternyata tidak diikuti oleh

besaran nilai LQ di sektor industri pengolahan, kecuali pada Kabupaten

Banyuasin dan Kota Palembang. Pada sektor pertambangan dan penggalian,

nilai LQ>1 hanya dimiliki oleh Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas, Musi

Banyuasin dan Prabumulih. Nilai LQ>1 untuk sektor listrik dan air minum dari

seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan hanya terdapat di

Kota Palembang sedangkan Nilai LQ>1 pada sektor bangunan terdapat di

beberapa kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Ogan Komering Ulu, Muara Enim,

Musi Rawas, Musi Banyuasin dan OKU Timur. Pada sektor perdagangan, nilai

LQ>1 terdapat hampir di setiap kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Muara Enim,

Lahat, Musi Rawas dan Musi Banyuasin. Kota Palembang, Pagaralam dan

Lubuk Linggau mempunyai nilai LQ>1 di sektor transportasi dan komunikasi

sedangkan di sektor keuangan, nilai LQ>1 terdapat di beberapa kabupaten/kota,

Page 61: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

45

seperti Kabupaten Lahat, OKU Selatan, Ogan Ilir dan Kota Palembang,

Pagaralam serta Lubuk Linggau. Pada sektor jasa dengan nilai LQ>1 juga

hampir terdapat di tiap kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Ogan Komering Ilir,

Banyuasin, Muara Enim, Musi Rawas dan Musi Banyuasin.

Tabel 9. Nilai LQ Aktivitas Perekonomian Per Sektor Tiap Kabupaten/kota, di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007.

SEKTOR KABUPATEN/KOTA Tani Tbg Ind Ligas Bang Prdg Tran Keu Jasa

OKI 2,42 0,06 0,50 0,11 1,84 1,23 0,28 0,67 0,98 Banyuasin 1,74 0,61 1,15 0,08 1,19 1,16 0,12 0,25 0,51 Palembang 0,04 - 2,26 2,92 1,09 1,50 2,97 1,82 1,55 OKU 1,58 0,88 0,57 0,40 0,93 1,11 0,40 0,99 1,10 Muara Enim 0,96 2,16 0,47 0,80 0,54 0,39 0,32 0,33 0,57 Lahat 1,75 0,86 0,48 0,26 1,12 0,79 0,47 1,15 1,22 Musi Rawas 1,91 1,44 0,47 0,16 0,52 0,31 0,09 0,43 0,79 Musi Banyuasin 0,70 2,44 0,45 0,05 0,53 0,48 0,06 0,32 0,37 OKU Selatan 1,73 0,07 0,59 0,23 1,85 1,73 0,24 1,21 1,47 OKU Timur 2,54 0,11 0,45 0,21 0,99 1,22 0,29 0,97 1,31 Ogan Ilir 1,64 0,22 0,65 0,29 1,92 1,54 0,36 1,11 1,28 Prabumulih 0,47 1,19 0,38 0,46 1,52 1,56 0,73 2,68 1,02 Pagaralam 1,98 0,06 0,07 0,35 1,63 1,57 1,02 1,67 1,80 Lubuk Linggau 0,34 0,05 0,44 0,94 3,10 1,78 1,64 3,58 2,28 Maks 2,54 2,44 2,26 2,92 3,10 1,78 2,97 3,58 2,28 Min 0,04 0,05 0,07 0,05 0,52 0,31 0,06 0,25 0,37 Rataan 1,42 0,83 0,69 0,62 1,39 1,16 0,73 1,30 1,18

Sumber : BPS Sumatera Selatan 2007 (diolah)

Ket : Kab. Empat Lawang masih tergabung dengan Kab. Lahat (Kab. Induk) Tn Tbg Ind Ligas Bang

: : : : :

Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Gas Bangunan

Prdg Tran Keu Jasa

: : : :

Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa.

Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki sektor-sektor

unggulan (nilai LQ>1) lebih dari 1 (satu) sektor dan berpeluang menjadi potensi

daerah, secara umum dimiliki oleh tiap kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Muara

Enim dan Musi Banyuasin yang hanya memiliki 1 (satu) sektor unggulan, yakni

sektor pertambangan dan penggalian. Semakin banyak jenis sektor unggulan

(LQ>1), mengindikasikan suatu wilayah memiliki keberagaman aktivitas dan

relatif mengindikasikan perkembangan wilayahnya tinggi, seperti Kota

Palembang yakni 7 (tujuh) dari 9 (sembilan) sektor-sektor perekonomian

(77,78%) dan Kota Pagaralam memiliki 6 (enam) dari 9 (sembilan) perekonomian

(66,67%) sedangkan sisanya dimiliki oleh kabupaten/kota lainnya.

Page 62: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

46

Lebih lanjut, aktivitas perekonomian yang mendekati nilai LQ=1;

diharapkan berpeluang untuk menjadi potensi sektor unggulan pada wilayah

masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan, sehingga peranan

aktivitas sektor potensial tersebut nantinya dapat dikembangkan dan mampu

meningkatkan keberagaman perekonomian yang relatif mengindikasikan

majunya tingkat perkembangan suatu wilayah.

Secara rinci, dapat dijelaskan mengenai indikasi sektor unggulan atau

beberapa sektor perekonomian yang berpotensi berpeluang sebagai sektor

unggulan di tiap kabupaten/kota, yakni :

1. Sektor Pertanian; dapat dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, Muara Enim, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, Musi Rawas, OKU Selatan, OKU Timur, Ogan Ilir dan Kota Pagaralam.

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian; dapat dikembangkan di Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas, Musi Banyuasin, Ogan Komering Ulu, Lahat dan Kota Prabumulih.

3. Sektor Industri Pengolahan; dapat dikembangkan di Kabupaten Banyuasin, Ogan Ilir dan Kota Palembang.

4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih; dapat dikembangkan di Kabupaten Muara Enim dan Kota Palembang , Lubuk Linggau.

5. Sektor Bangunan; dapat dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, OKU Selatan, OKU Timur, Ogan Ilir dan Kota Prabumulih, Pagaralam serta Lubuk Linggau.

6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; dapat dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Banyuasin, Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, OKU Selatan, OKU Timur, Ogan Ilir dan Kota Palembang, Prabumulih, Pagaralam serta Lubuk Linggau.

7. Sektor Transportasi dan Telekomunikasi; dapat dikembangkan di Kota Palembang, Pagaralam, Prabumulih dan Lubuk Linggau.

8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dapat dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, OKU Selatan, OKU Timur, Ogan Ilir dan Kota Palembang, Prabumulih, Pagaralam serta Lubuk Linggau.

9. Sektor Jasa Lainnya; dapat dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, Musi Rawas, OKU Selatan, OKU Timur, Ogan Ilir, dan Kota Palembang, Prabumulih, Pagaralam serta Lubuk Linggau.

Berdasarkan hasil analisis LQ masing-masing kabupaten/kota tersebut,

dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian, sektor bangunan yang merupakan

Page 63: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

47

sektor sekunder serta sektor tersier lainnya (keuangan dan jasa) dapat

diandalkan sebagai sektor perekonomian unggulan yang mampu bersaing secara

komparatif di Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu, laju pertumbuhan sektor-

sektor tersebut selama kurun waktu 2003-2007, cenderung terus mengalami

peningkatan dan berbanding terbalik dengan sektor pertambangan dan

penggalian yang cenderung menurun (Tabel 7). Oleh karena itu, semenjak

diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah perlu menetapkan prioritas

pembangunan sektor perekonomian yang berdasarkan sektor-sektor unggulan di

tiap kabupaten/kota akibat terbatasnya anggaran pembangunan. Hal tersebut

sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suripto (2003) mengenai perlunya

penetapan prioritas pengembangan di suatu wilayah, yakni sektor unggulan.

Sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan dan menjadi aktivitas

perekonomian primer di Provinsi Sumatera Selatan, tidak diimbangi oleh aktivitas

sektor perekonomian lainnya, terutama industri pengolahan. Hal ini relatif

mengindikasikan bahwa sebagian besar hasil-hasil pertanian di suatu wilayah

cenderung langsung dijual ke wilayah lain tanpa diolah terlebih dahulu sehingga

tidak menghasilkan nilai tambah. Hal ini diakibatkan sektor pertanian cenderung

menjadi aktivitas perekonomian yang kurang memiliki nilai tambah terhadap

pendapatan wilayah sehingga kurang mendapat perhatian oleh pemerintah

daerah yang lebih mengutamakan sektor yang dianggap lebih mampu

meningkatkan pendapatan per kapita, terutama migas. Selain itu, semakin

banyak jumlah aktivitas sektor perekonomian yang berkembang, relatif

mengindikasikan meningkatnya aktivitas perekonomian yang potensial sehingga

dapat dikembangkan menjadi sektor unggulan di tiap kabupaten/kota.

Oleh karena itu, sektor pertanian hendaknya dapat dijadikan salah satu

aspek daya saing suatu daerah yang diharapkan mampu meningkatkan tingkat

kesejahteraan masyarakatnya. Hal tersebut tercantum pada Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, pasal 45 ayat (1).

5.2 Tingkat Perkembangan Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan

Untuk mengetahui perkembangan suatu wilayah, diperlukan suatu analisa

mengenai pencapaian pembangunan melalui indikator-indikator kinerja bidang

ekonomi, sosial dan bidang lain yang mempunyai keterkaitan. Pengembangan

wilayah bertujuan untuk memacu perkembangan ekonomi dan sosial serta

berperan dalam mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah.

Page 64: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

48

Dalam penelitian ini, sebagai pendekatan untuk melihat tingkat

perkembangan wilayah di Provinsi Sumatera Selatan digunakan metode analisis

entropi terhadap sektor perekonomian (aspek pendapatan wilayah) dan analisis

multivariat yang terdiri dari analisis klaster dan diskriminan terhadap PDRB per

kapita tiap sektor (aspek pendapatan wilayah), penggunaan lahan dan fasilitas

(aspek fisik wilayah) dan jumlah tenaga kerja (aspek sosial).

5.2.1 Perkembangan Diversivikasi Aktifitas Perekonomian

Tingkat perkembangan wilayah dengan aspek ekonomi berdasarkan hasil

indeks entropi pada tahun 2003 hingga 2007 menunjukkan bahwa baik pada

tingkat kabupaten/kota maupun pada tingkat provinsi memiliki nilai yang relatif

tetap. Kondisi ini mengindikasikan bahwa selama kurun waktu tersebut proporsi

keragaman sektor-sektor perekonomian tiap kabupaten/kota relatif stabil

sehingga komposisi perkembangan sektor-sektor perekonomian di Provinsi

Sumatera Selatan cenderung kurang mengalami banyak perkembangan. Pada

tahun 2003, hasil analisis entropi total dari data aktifitas tiap sektor perekonomian

di wilayah Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa nilai entropi sebesar

3,58. Nilai entropi tersebut belum mencapai nilai entropi maksimum, karena

dengan 9 (sembilan) komponen dari sektor-sektor perekonomian yang ada,

seharusnya dapat dicapai nilai entropi maksimum sebesar 4,59. Namun

demikian, nilai tersebut relatif mendekati nilai entropi maksimum sehingga dapat

dinyatakan bahwa tingkat penyebaran aktifitas di seluruh wilayah Provinsi

Sumatera Selatan relatif merata dan aktifitas sektor-sektor perekonomian yang

relatif seragam. Hal yang sama juga terjadi pada tahun 2005 dan 2007.

Pada tahun 2003, Tabel 10 menyajikan sebaran intensitas aktifitas tiap

sektor perekonomian paling merata (peluang perkembangan seluruh aktifitas),

secara proporsi terhadap perkembangan wilayah Sumatera Selatan adalah

berturut-turut terdapat di Kota Palembang (0,76) atau sekitar 21,21 persen; Untuk

Kabupaten Musi Banyuasin (0,55) atau sekitar 15,45 persen. Apabila dilihat

berdasarkan nilai rataan dan standar deviasi indeks entropinya maka kedua

wilayah tersebut dapat diklasifikasikan sebagai wilayah yang memiliki tingkat

perkembangan yang tinggi; sedangkan untuk Kabupaten Muara Enim (0,44) atau

sekitar 12,39 persen; dan Kabupaten Ogan Komering Ulu (0,41) atau sekitar

11,44 persen; dan tingkat perkembangan kedua wilayah tersebut dikategorikan

sedang. Adapun wilayah kabupaten/kota lain sisanya hanya memiliki kontribusi di

bawah 10 persen (tingkat perkembangannya rendah).

Page 65: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

49

Selanjutnya, di tahun 2005, sebaran terbesar intensitas aktivitas tersebut

masih terdapat di Kota Palembang (0,78) dan Kabupaten Musi Banyuasin (0,55)

dengan masing-masing kontribusinya yang sedikit menurun 20,92 %; 14,73%;

dan 11,81% yang diakibatkan pemekaran wilayah di Kabupaten Ogan Komering

Ilir dan Ogan Komering Ulu. Lebih lanjut, tingkat perkembangan Kota Palembang

dan Kabupaten Musi Banyuasin tetap dikategorikan tinggi, sedangkan untuk

Kabupaten Ogan Komering Ulu intensitas aktivitasnya menurun akibat

pemekaran wilayah yang terjadi, sehingga tingkat perkembangan wilayahnya

menjadi ikut menurun, dari sedang menjadi rendah. Pada tahun 2007, kondisi

tersebut tidak mengalami perubahan sehingga dapat dikatakan tingkat

perkembangan wilayah di Provinsi Sumatera Selatan bersifat stabil dan

kabupaten/kota dengan aktivitas perekonomian yang beragam atau aktivitas

sektor yang konsentrasi memiliki tingkat perkembangan wilayah yang berkisar

sedang-tinggi apabila dilihat berdasarkan nilai entropi total masing-masing

kabupaten/kota, antara 0,41 sampai dengan 0,76.

Tabel 10. Perkembangan Indeks Entropi (PDRB sektoral) Tiap Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003, 2005 dan 2007.

PERKEMBANGAN WILAYAH 2003 2005 2007

ENTROPI INDEKS ENTROPI INDEKS ENTROPI INDEKS KABUPATEN/KOTA

TOTAL ENTROPI TOTAL ENTROPI TOTAL ENTROPI OKI 0,32 0,07 0,23 0,05 0,23 0,05 Banyuasin 0,30 0,07 0,31 0,06 0,31 0,06 Palembang 0,76 0,17 0,78 0,16 0,81 0,17 OKU 0,41 0,09 0,22 0,05 0,23 0,05 Muara Enim 0,44 0,10 0,44 0,09 0,45 0,09 Lahat 0,26 0,06 0,26 0,05 0,26 0,05 Musi Rawas 0,24 0,05 0,24 0,05 0,25 0,05 Musi Banyuasin 0,55 0,12 0,55 0,11 0,55 0,11 OKU Selatan - - 0,11 0,02 0,11 0,02 OKU Timur - - 0,17 0,03 0,17 0,04 Ogan Ilir - - 0,15 0,03 0,14 0,03 Prabumulih 0,13 0,03 0,12 0,03 0,12 0,03 Pagaralam 0,06 0,01 0,06 0,01 0,06 0,01 Lubuk Linggau 0,10 0,02 0,10 0,02 0,10 0,02

Maks 0,76 0,16 0,78 0,16 0,81 0,17 Min 0,06 0,01 0,06 0,01 0,06 0,01 Rataan 0,34 0,07 0,29 0,06 0,29 0,06 Std. Dev 0,21 0,04 0,20 0,04 0,21 0,04

Sumber : Hasil analisis

Adapun wilayah dengan intensitas aktifitas paling tidak merata (adanya

kecenderungan spefisikasi) di Provinsi Sumatera Selatan dimiliki oleh Kota

Page 66: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

50

Pagaralam (0,06), Lubuk Linggau (0,09) dan Prabumulih (0,12) di tahun 2003;

sedangkan pada tahun 2005, kondisi tersebut sedikit mengalami perubahan

akibat terjadinya pemekaran wilayah, yaitu Kota Pagaralam (0,06), Lubuk

Linggau (0,10) dan Kabupaten OKU Selatan (0,12). Selanjutnya, pada tahun

2007 kondisi tersebut juga tidak mengalami perubahan (Tabel 10).

Apabila ditinjau dari jumlah aktivitasnya, nilai entropi tertinggi secara

berturut-turut terjadi pada aktifitas di sektor pertambangan dan penggalian (0,78),

pertanian (0,71) dan industri pengolahan (0,56), sebaliknya aktifitas yang relatif

ada kecenderungan untuk terjadinya pemusatan lokasi adalah aktifitas sektor

listrik, gas dan air bersih (0,03) di tahun 2003.

Selanjutnya pada tahun 2005, wilayah dengan intensitas merata secara

berturut-turut terjadi perubahan urutan, yakni terjadi pada aktifitas sektor

pertanian (0,78), pertambangan dan penggalian (0,77) dan industri pengolahan

(0,57) sedangkan aktifitas yang relatif ada kecenderungan untuk terjadinya

pemusatan lokasi dan tidak mengalami perubahan, yakni aktifitas sektor listrik,

gas dan air bersih (0,03). Pada tahun 2007, kondisi dengan intensitas merata di

seluruh Provinsi Sumatera Selatan tetap dan tidak mengalami perubahan namun

aktifitas yang relatif ada kecenderungan untuk terjadinya pemusatan lokasi

menjadi bertambah, antara lain terjadi pada sektor transportasi dan keuangan

(0,18) serta keuangan, jasa pemerintah dan persewaan sebesar 0,19; seperti

yang disajikan pada Lampiran 4.

Hasil analisis LQ dan entropi menunjukkan bahwa tingkat perkembangan

wilayah berdasarkan pendapatan wilayah mencerminkan diversitas dari sektor-

sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan dan apabila dikaitkan dengan

banyaknya jumlah sektor unggulan di tiap kabupaten/kota akan mengindikasikan

bahwa semakin banyaknya sektor unggulan, tingkat perkembangan wilayah

menjadi lebih tinggi, seperti yang dimiliki oleh Kota Palembang. Sedangkan nilai

entropi total dari sektor-sektor unggulan tertentu, seperti yang dimiliki oleh

Kabupaten Muara Enim dan Musi Banyuasin relatif mengindikasikan

pertumbuhan ekonomi wilayahnya meningkat sehingga dapat dikategorikan

sebagai wilayah dengan tingkat perkembangan wilayah yang tinggi atau sedang.

Pemekaran wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) menjadi

Kabupaten OKU Timur dan OKU Selatan pada Tahun 2004, tidak menyebabkan

aktivitas perekonomian tersebar di kedua wilayah pemekaran bahkan di

kabupaten induk, sehingga tidak mampu meningkatkan tingkat pertumbuhan

Page 67: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

51

ekonomi yang berkorelasi terhadap tingkat perkembangan wilayahnya yang juga

ikut menurun.

Oleh karena itu, sektor pertanian sebagai prime mover perekonomian di

Provinsi Sumatera Selatan memiliki kecenderungan keterkaitan hubungan yang

relatif lebih kecil dengan sektor produksi atau ekonomi lainnya walaupun

memberikan kontribusi yang dominan. Sektor industri dan sektor jasa diharapkan

memiliki peran yang penting dalam memberikan multiplier effect terhadap kinerja

perekonomian sehingga untuk meningkatkan efektivitas dan efiensi, pemerintah

daerah perlu memperhatikan sektor unggulan wilayah dalam menentukan arah

kebijakannya yang bertujuan untuk memberikan dampak yang optimal terhadap

perekonomian Provinsi Sumatera Selatan secara keseluruhan. Pemerintah

hendaknya perlu mengembangkan sektor pertanian ke arah industri yang

cenderung memacu sektor pertanian untuk bekerja lebih optimal, selain tingkat

penyerapan tenaga kerja akan meningkat signifikan baik dari sektor pertanian

maupun industri. Dalam jangka panjang, dengan meningkatnya ketersediaan

lapangan kerja maka tingkat kesejahteraan masyarakat ke depan akan

cenderung lebih baik.

5.2.2 Hirarki Wilayah

Gambaran karakteristik perkembangan suatu wilayah berdasarkan tingkat

hirarki yang diperoleh dari jumlah fasilitas pelayanan di Provinsi Sumatera

Selatan dengan menggunakan analisis skalogram melalui tersedianya kapasitas

pelayanan umum, seperti sarana dan prasarana bidang pendidikan, kesehatan,

perekonomian di masing-masing kabupaten/kota sehingga dapat diidentifikasi

wilayah yang berfungsi sebagai pusat/inti dan wilayah hinterland-nya.

Tingkat perkembangan suatu wilayah berdasarkan analisis skalogram

dicerminkan oleh nilai indeks perkembangan wilayah (IPW) masing-masing

kabupaten/kota sehingga semakin tinggi nilai IPW maka wilayah tersebut

semakin berkembang dengan fasilitas pelayanan umum yang memadai.

Hasil analisis skalogram dengan menggunakan data PODES pada tahun

2006, diperoleh nilai IPW berkisar antara 25,28 (Kabupaten OKU Selatan)

sampai dengan 100,97 (Kota Palembang) sehingga hirarki wilayah menurut

ketersediaan fasilitas pelayanan umum tersebut dapat di definisikan sebagai

berikut :

1. Wilayah yang termasuk pada hirarki I merupakan wilayah dengan tingkat

perkembangannya yang lebih tinggi/maju dibandingkan kabupaten/kota

Page 68: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

52

lainnya dengan tingkat ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas

pelayanan umum yang memadai, terutama di bidang pendidikan

menengah (SLTP dan SMU); bidang kesehatan (RS, RS Bersalin, tempat

praktek dokter dan apotik); bidang perekonomian/perdagangan (hotel,

restoran, lembaga keuangan dan mal); dan aksesibilitas terhadap

informasi/telekomunikasi (warnet dan warpostel). Hal ini jelas menunjukkan

bahwa struktur pusat pelayanan yang terkonsentrasi di pusat

pertumbuhan, yakni Kota Palembang. Oleh karena itu, kegiatan

pembangunan menjadi tidak merata dan mengakibatkan adanya indikasi

terhadap ketimpangan antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan. Selain

itu, berdasarkan nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 74,3

pada tahun tersebut mengindikasikan bahwa pelayanan fasilitas

pendidikan dan kesehatan yang relatif lengkap. Kota Palembang

merupakan satu-satunya dari 14 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Selatan yang memiliki rata-rata lama sekolah sudah lebih dari 9,9 tahun

(BAPPENAS dan UNSRI 2008), sehingga nilai IPM-nya dikategorikan

paling tinggi bila dibandingkan dengan wilayah lainnya (Gambar 6).

2. Pada hirarki II, ditempati oleh kabupaten/kota dengan tingkat

perkembangan wilayah yang sedang, yakni berkisar antara 48,50 sampai

dengan 61,31. Kota Pagaralam (61,31); Kabupaten Ogan Komering Ulu

(54,01); Kota Lubuk Linggau (53,10); Kabupaten OKU Timur (50,56) dan

Kabupaten Musi Rawas (48,50) memiliki ketersediaan sarana dan

prasarana serta jumlah fasilitas pelayanan umum relatif lebih rendah

dibandingkan Kota Palembang. Hal ini juga ditunjukkan dengan variasi nilai

IPM yang dikategorikan sedang, yakni berkisar antara 68,6 sampai dengan

71,5 di tahun 2006 (Gambar 6).

3. Wilayah yang termasuk pada hirarki III merupakan kabupaten/kota sisanya

di Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki tingkat perkembangan wilayah

yang rendah dengan variasi IPW antara 25,28 (OKU Selatan) sampai

dengan 47,24 (Kota Prabumulih). Hal ini mengindikasikan ketersediaan

sarana dan prasarana yang relatif rendah/kurang berkembang apabila

dibandingkan dengan hirarki I, sehingga wilayah ini cenderung

dikategorikan sebagai wilayah yang masih mengandalkan pada sektor

pertanian atau cenderung lebih memperhatikan sektor yang terkonsentrasi,

terutama pertambangan dan penggalian dengan migas, seperti yang

Page 69: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

53

60,00

62,00

64,00

66,00

68,00

70,00

72,00

74,00

TAHUN

IPM

Palembang 73,60 74,30 74,30

Prabumulih 71,10 71,70 71,70

Pagar Alam 69,90 71,10 71,10

Ogan Komering Ulu 69,90 70,90 70,90

OKU Selatan 68,80 70,00 70,00

Ogan Komering Ilir 68,80 69,00 69,00

Muara Enim 68,70 69,10 69,10

Musi Banyuasin 68,70 69,00 69,00

Lahat 67,60 68,40 68,40

Banyuasin 67,20 68,10 68,10

Lubuk Linggau 66,30 68,00 68,00

Ogan Ilir 66,00 67,20 67,20

OKU Timur 65,40 67,50 67,50

Musi Rawas 65,00 65,60 65,60

Sumatera Selatan 68,36 69,28 69,28

2005 2006 2007

dialami oleh Kabupaten Musi Banyuasin, Muara Enim dan Kota Prabumulih

sehingga kegiatan pembangunan sarana dan prasarana pelayanan umum

masih menjadi kendala.

Gambar 6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tiap Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2007.

Indikator pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang

dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia. Aktivitas

pembangunan perekonomian daerah diharapkan berdampak pada kondisi fisik

masyarakat yang tercermin dalam angka harapan hidup dan kemampuan daya

beli, sedangkan dampak non-fisik dapat dilihat dari kualitas pendidikan

masyarakat. Indeks pembangunan manusia merupakan indikator strategis yang

banyak digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program pembangunan

Page 70: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

54

secara menyeluruh di suatu wilayah. Oleh karena itu, IPM dapat dianggap

sebagai gambaran dari hasil program pembangunan yang telah dilakukan

beberapa tahun sebelumnya sekaligus merupakan ukuran untuk melihat dampak

kinerja pembangunan wilayah yang mempunyai dimensi yang sangat luas,

karena memperlihatkan kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan

hidup, intelelektualitas dan standar hidup layak.

Sebaran hirarki wilayah di Provinsi Sumatera Selatan secara spasial

disajikan oleh Gambar 7 dan dapat disimpulkan bahwa telah terjadi ketimpangan

infrastruktur wilayah akibat terpusatnya pembangunan sarana dan prasarana

serta pelayanan umum di Kota Palembang, sebagai wilayah inti terhadap

kabupaten/kota lain.

Gambar 7. Peta Hirarki Wilayah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2006.

Oleh karena itu, pemerintah daerah hendaknya lebih menggiatkan

pembangunan prasarana dasar, seperti sekolah, fasilitas pelayanan kesehatan

dan fasilitas perekonomian terutama memperbanyak dan memperbaiki

pembangunan jumlah fasilitas pendidikan dasar menengah dalam rangka wajib

belajar 9 tahun, jumlah rumah sakit daerah dan jumlah lembaga keuangan serta

perdagangan (bank cabang pembantu dan mal) di kabupaten/kota yang selama

ini masih kurang. Secara umum, pembangunan pusat-pusat perbelanjaan (mal)

Page 71: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

55

dan lembaga keuangan (bank) bertujuan agar peredaran uang di suatu wilayah

diharapkan lebih lama perputarannya atau berfungsi sebagai tabungan yang

diharapkan dapat memicu dan memacu investasi domestik sehingga penyerapan

sumberdaya oleh Kota Palembang sebagai wilayah pusat pembangunan dan

perekonomian selama ini, tidak terus terjadi.

5.2.3 Tipologi Wilayah

Analisis klaster dalam penentuan tipologi wilayah tiap kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Selatan bertujuan untuk mengelompokkan wilayah-wilayah

tersebut ke dalam beberapa kelompok tertentu yang memiliki kemiripan aktivitas

perekonomian, fasilitas pelayanan dan penggunaan lahan serta jumlah tenaga

kerja sektoral; sehingga dapat mewakili kondisi perkembangan wilayah masing-

masing kabupaten/kota. Dasar pengelompokan yang digunakan dalam analisis

klaster adalah kemiripan atau jarak ketidakmiripan antara kabupaten yang satu

dengan yang lain dalam beberapa variabel.

Berdasarkan hasil analisis tree clustering dengan Kota Palembang, dari

data Potensi Desa tahun 2006, data PDRB per kapita tahun 2006 dan tenaga

kerja sektoral tahun 2006 menghasilkan sebanyak 4 tipe klaster dari 27 variabel

tersebut yang disajikan oleh Gambar 8, dimana Kota Palembang sebagai klaster

tersendiri. Lebih lanjut, berdasarkan hasil analisis K-mean clustering yang

bertujuan untuk mengelompokkan variabel penciri tiap klaster dan dilakukan

klasifikasi terhadap nilai mean masing-masing variabel tersebut menjadi 3 (tiga)

kelas (Lampiran 7), sehingga tiap klaster dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Klaster Pertama yang hanya ditempati oleh Kota Palembang, dicirikan

dengan nilai mean terhadap jumlah kepadatan penduduk dan jumlah

fasilitas lembaga keuangan yang dikategorikan tinggi sehingga

mengindikasikan aktivitas pelayanan perekonomian yang lebih baik bila

dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Selain itu, nilai mean yang

tinggi pada PDRB per kapita sektor sekunder dan tersier ternyata diikuti

juga oleh jumlah tenaga kerja di sektor tersebut. Selanjutnya klaster

pertama ini juga dapat dikategorikan sebagai kawasan metropolitan

dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa seperti yang dijelaskan

dalam UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (pasal 1 angka

26). Selain itu, dengan ditetapkannya Kota Palembang sebagai pusat

pertumbuhan yang telah dilaksanakan semenjak era REPELITA sekaligus

sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini sesuai dengan

Page 72: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

56

penerapan konsep pusat pertumbuhan di Indonesia yang telah

ditetapkannya selama ini dalam REPELITA II - REPELITA IV untuk

wilayah Pembangunan Utama B yang meliputi Provinsi Jambi, Sumatera

Selatan, Bengkulu dan Lampung dengan penetapan pusat pertumbuhan di

Kota Palembang (Sjafrizal 2008), sehingga cenderung pusat

pembangunan terus-menerus dilakukan dan mengakibatkan terjadinya

ketimpangan pembangunan. Hal tersebut juga dapat dijelaskan dengan

tingginya nilai mean untuk luas lahan non pertanian (kawasan terbangun).

2. Pada klaster kedua yang ditempati Kabupaten Ogan Komering Ilir,

Banyuasin, OKU Timur dan Ogan Ilir, dicirikan oleh variabel dengan

kategori nilai mean yang tinggi pada jumlah keluarga pertanian dan tenaga

kerja pertanian. Selain itu, jumlah fasilitas industri yang diikuti oleh rasio

jumlah tenaga kerja sekunder dan tersier serta luas lahan sawah

mengindikasikan bahwa sumberdaya manusia sektor pertanian relatif

masih tersedia walaupun nilai mean untuk PDRB per kapita sektor

pertanian dikategorikan sedang. Hal ini diduga karena peranan sektor

pertanian belum dioptimalkan oleh pemerintah daerah sebagai sektor

unggulan. Oleh karena itu, klaster ini diharapkan dapat dikategorikan

sebagai kawasan industri berbasis pertanian yang diikuti dengan tenaga

kerja di sektor industri, bangunan dan perdagangan serta jasa lainnya

karena memiliki nilai mean yang tinggi. Namun apabila dilihat dari nilai

aktivitas perekonomian sektor industri pengolahan, hanya Kabupaten

Banyuasin yang memiliki nilai LQ>1, yang mengindikasikan bahwa

peranan sektor industri cenderung tidak seragam dan hanya terkonsentrasi

pada wilayah tertentu.

3. Klaster Ketiga yang ditempati oleh Kabupaten Ogan Komering Ulu, Muara

Enim, Lahat, Musi Banyuasin dan OKU Selatan yang dicirikan dengan nilai

mean yang tinggi untuk jumlah tenaga kesehatan, luas lahan non sawah

dan diikuti oleh jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang disertai tingginya

nilai mean untuk PDRB per kapita untuk sektor pertanian, pertambangan

dan penggalian. Pada klaster ini dapat dikategorikan sebagai kawasan

pertanian atau pertambangan dan penggalian

4. Kota Pagaralam, Prabumulih dan Lubuk Linggau yang berada pada klaster

keempat dicirkan dengan tingginya nilai mean untuk jumlah keluarga yang

berlangganan PLN, jumlah keluarga yang menggunakan telepon, jumlah

Page 73: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

57

Tree Diagram for 14 Cases

0 20 40 60 80 100 120

(Dlink/Dmax)*100

PAGARALAM

LUBUK LINGGAU

PRABUMULIH

PALEMBANG

OGAN ILIR

BANYUASIN

OKU TIMUR

OGAN KOMERING ILIR

MUSI BANYUASIN

OKU SELATAN

MUARA ENIM

MUSI RAWAS

LAHAT

OGAN KOMERING ULU

fasilitas informasi/komunikasi, jumlah fasilitas penjualan obat (apotik), dan

jumlah fasilitas penginapan (hotel); sehingga klaster ini dapat dikategorikan

sebagai kawasan perkotaan dibandingkan dengan wilayah lain.

Gambar 8. Hasil Analisis Klaster (tree clustering) dengan Kota Palembang.

Gambar 9. Peta Tipologi Provinsi Sumatera Selatan dengan Kota Palembang.

Page 74: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

58

Analisis diskriminan tidak dapat dilakukan apabila terdapat klaster yang

hanya terdiri dari 1 (satu) wilayah karena memiliki jarak ketidaksamaan atau

kesamaan yang berbeda dengan wilayah lainnya, dengan kata lain jaraknya

bernilai nol. Selanjutnya secara spasial, tipologi wilayah di Provinsi Sumatera

Selatan yang disajikan pada Gambar 9.

Apabila analisis klaster dilakukan tanpa mengikutsertakan Kota Palembang

(Gambar 10), maka tipologi wilayah Provinsi Sumatera Selatan menghasilkan 3

(tiga) tiper klaster, yang terdiri dari :

(1) Klaster Pertama, yang ditempati oleh Kota Pagaralam, Prabumulih dan

Lubuk Linggau dengan kepadatan penduduk, jumlah keluarga yang

berlangganan PLN, jumlah keluarga yang menggunakan telepon, jumlah

fasilitas informasi/komunikasi, jumlah fasilitas penjualan obat (apotik),

jumlah fasilitas penginapan (hotel) dan jumlah fasilitas lembaga keuangan

dengan nilai mean-nya dikategorikan tinggi, yang mencirikan sebagai

kawasan perkotaan. Hal ini diikuti dengan rendahnya kategori nilai mean

untuk jumlah keluarga pertanian dan PDRB tersier serta kawasan

terbangun (luas lahan non pertanian) yang memiliki nilai mean yang

dikategorikan tinggi;

(2) Klaster Kedua yang ditempati oleh Kabupaten Ogan Komering Ilir,

Banyuasin, OKU Timur dan Ogan Ilir, dicirikan dengan variabel yang

memiliki industri dengan kisaran kategori nilai mean sedang-tinggi; namun

jumlah keluarga pertanian dan PDRB pertanian dengan nilai mean yang

rendah. Selain itu, diikuti juga dengan luas lahan sawah dan jumlah tenaga

kerja (sekunder dan tersier) yang dikategorikan tinggi. Oleh karena itu,

klaster kedua diharapkan dapat dikategorikan sebagai kawasan industri

berbasis pertanian yang diikuti dengan tenaga kerja di sektor industri,

bangunan dan perdagangan serta jasa lainnya karena memiliki nilai mean

yang tinggi. Namun apabila dilihat dari nilai aktivitas perekonomian sektor

industri pengolahan, hanya Kabupaten Banyuasin yang memiliki nilai

LQ>1. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan sektor industri cenderung

tidak seragam dan hanya terkonsentrasi pada wilayah tertentu;

(3) Klaster Ketiga yang ditempati oleh Kabupaten Ogan Komering Ulu, Muara

Enim, Lahat, Musi Banyuasin, Musi Rawas dan OKU Selatan yang

dicirikan dengan tingginya nilai mean untuk rasio jumlah tenaga kesehatan,

luas lahan non sawah yang diikuti dengan jumlah tenaga kerja sektor

Page 75: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

59

Tree Diagram for 13 Cases

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110

(Dlink/Dmax)*100

PAGARALAM

LUBUK LINGGAU

PRABUMULIH

OGAN ILIR

BANYUASIN

OKU TIMUR

OGAN KOMERING ILIR

MUSI BANYUASIN

OKU SELATAN

MUARA ENIM

MUSI RAWAS

LAHAT

OGAN KOMERING ULU

pertanian dan keluarga pertanian, selain PDRB untuk sektor pertanian,

pertambangan dan penggalian. Pada klaster ini dapat dikategorikan

sebagai kawasan pertanian atau pertambangan dan penggalian.

Gambar 10. Hasil Analisis Klaster (tree clustering) Tanpa Kota Palembang.

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis diskriminan diperoleh

pengelompokan tipologi wilayah di Provinsi Sumatera Selatan dipengaruhi

secara nyata oleh variabel-variabel fasilitas, yakni jumlah keluarga yang

berlangganan telepon dan jumlah fasilitas lembaga keuangan serta jumlah lahan

sawah (Tabel 11). Selain itu, hasil analisis diskriminan menghasilkan ketepatan

dalam pengelompokan wilayah di Provinsi Sumatera Selatan. Selanjutnya,

pengelompokkan wilayah berdasarkan analisis klaster disajikan secara spasial di

Gambar 11.

Tabel 11. Variabel yang Mempengaruhi Tipologi Wilayah Berdasarkan Analisis Diskriminan di Provinsi Sumatera Selatan.

Discriminant Function Analysis Summary (3 KLASTER) Step 3, N of vars in model: 3; Grouping: CLUSTER (3 grps) Wilks' Lambda: ,01019 approx. F (6,16)=23,746 p< ,0000

N=13 Wilks' Lambda

Partial Lambda F-remove (2,8) p-level Toler. 1-Toler.

(R-Sqr.) LhnSWH 0,110969 0,091856 39,54625 0,000071 0,593563 0,406437 TELP 0,036147 0,281993 10,18475 0,006323 0,595999 0,404001 FasLbKEU 0,023734 0,429480 5,31360 0,034023 0,829269 0,170731

Sumber : Hasil analisis

Page 76: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

60

Gambar 11. Peta Tipologi Provinsi Sumatera Selatan Tanpa Kota Palembang.

Secara hirarki menurut batas administratif, Anwar (2005) menjelaskan

bahwa hubungan fungsional antara tingkat (orde) wilayah yang mempunyai pusat

ibukota provinsi yang merupakan orde pertama dengan ibukota kabupaten

sebagai wilayah orde dua, ibukota kecamatan sebagai wilayah orde tiga dan

desa sebagai wilayah orde empat. Kemudian apabila hirarki itu dibagi dua, maka

sering pula pembagiannya menurut hubungan fungsional antara wilayah

perkotaan (orde kesatu dan kedua) dengan wilayah belakangnya, yaitu

perdesaan (orde ketiga dan keempat).

Akan tetapi, pembangunan kota-kota yang hirarkis di Provinsi Sumatera

Selatan, belum sepenuhnya terwujud sehingga belum dapat memberikan

pelayanan yang efektif dan optimal bagi wilayah pengaruhnya. Keterkaitan antar

kota-kota dan antar kota-desa yang berlangsung saat ini tidak semuanya saling

mendukung dan sinergis. Masih banyak diantaranya yang berdiri sendiri atau

bahkan saling merugikan.

Dominasi Kota Palembang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Selatan dan

sebagai wilayah pusat pembangunan memiliki pengaruh yang besar terhadap

ketimpangan pembangunan di kabupaten/kota lain, terutama pada ketersediaan

fasilitas pelayanan umum, seperti sarana pendidikan, kesehatan dan fasilitas

perekonomian.

Page 77: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

61

0,0000

0,1000

0,2000

0,3000

0,4000

0,5000

0,6000

0,7000

0,8000

Tahun

Inde

ks W

illia

mso

n

SUMSEL (migas) 0,6263 0,6799 0,6660 0,6499 0,6344

SUMSEL (non migas) 0,3312 0,3795 0,3941 0,4036 0,4133

2003 2004 2005 2006 2007

5.3 Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan

Untuk menganalisa tingkat disparitas pembangunan yang terjadi antar

wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, penelitian ini menggunakan metode indeks

Williamson dan dilanjutkan dengan menggunakan metode analisis indeks Theil

yang bertujuan untuk mendekomposisi disparitas antar wilayah kabupaten/kota,

seperti yang pernah dilakukan oleh Fujita dan Hu (2001).

5.3.1 Hasil Analisis Indeks Williamson dan Indeks Theil

Hasil analisis indeks Williamson dengan menggunakan data PDRB per

kapita Tahun 2003-2007, atas dasar harga konstan (ADHK) 2000 dengan

membandingkan peranan sektor migas terhadap tingkat disparitas di Provinsi

Sumatera Selatan, menunjukkan bahwa tingkat disparitas antar wilayah selama

kurun waktu tersebut tergolong tinggi apabila bergantung kepada PDRB sektor

migas. Sebaliknya, aktivitas perekonomian wilayah yang tidak menggunakan

peranan sektor migas relatif menurunkan (lebih rendah) tingkat disparitas di

Provinsi Sumatera Selatan.

Gambar 12. Perkembangan Indeks Williamson Dengan Migas dan Tanpa Migas di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2003-2007.

Gambar 12 menyajikan tingkat disparitas yang terjadi di Provinsi Sumatera

Selatan dengan migas, mengalami peningkatan pada tahun 2004 yang kemudian

cenderung menurun pada tahun 2005. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan

migas cenderung menurun karena merupakan sumberdaya yang tak terbarukan

Page 78: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

62

-0,0400

-0,0200

0,0000

0,0200

0,0400

0,0600

0,0800

0,1000

0,1200

Tahun

Inde

ks T

hei

l

OKI -0,0226 -0,0146 -0,0144 -0,0144 -0,0144

OKU -0,0226 0,0014 0,0033 0,0033 0,0033

Banyuasin -0,0134 -0,0126 -0,0130 -0,0132 -0,0134

Lahat -0,0090 -0,0092 -0,0089 -0,0087 -0,0083

Musi Rawas -0,0055 -0,0054 -0,0053 -0,0054 -0,0052

Lubuklinggau -0,0032 -0,0032 -0,0032 -0,0031 -0,0031

Pagaralam -0,0024 -0,0023 -0,0023 -0,0023 -0,0023

OKU Selatan 0,0000 -0,0069 -0,0075 -0,0074 -0,0074

OKU Timur 0,0000 -0,0129 -0,0130 -0,0129 -0,0128

Ogan Ilir 0,0000 -0,0079 -0,0079 -0,0079 -0,0080

Prabumulih 0,0014 0,0013 0,0013 0,0012 0,0012

Muara Enim 0,0202 0,0194 0,0189 0,0191 0,0195

Palembang 0,0269 0,0294 0,0315 0,0335 0,0354

Musi Banyuasin 0,1013 0,0957 0,0913 0,0861 0,0806

Sumatera Selatan 0,0711 0,0721 0,0708 0,0679 0,0652

2003 2004 2005 2006 2007

sedangkan tingkat disparitas yang terjadi relatif lebih rendah dengan dengan

kecenderungan meningkat tiap tahunnya apabila peranan sektor migas

diabaikan.

Guna mendekomposisi sumber disparitas yang terjadi di Provinsi Sumatera

Selatan berdasarkan hasil analisis indeks Theil/disparitas total (2003-2007),

disparitas yang terjadi relatif stabil bahkan ada kecenderungan menurun tiap

tahun. Pada tahun 2004 disparitas total cenderung mengindikasikan

meningkatnya disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan dari 0,0711

menjadi 0,0721 (Gambar 13).

Gambar 13. Kontribusi Kabupaten/Kota Terhadap Disparitas Total di Provinsi

Sumatera Selatan (2003-2007).

Page 79: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

63

-0,200

-0,100

0,000

0,100

0,200

0,300

0,400

0,500

Tahun

Ind

eks

Th

eil

Tani -0,099 -0,100

Tbg 0,396 0,459

Ind 0,091 0,107

Ligas 0,003 0,002

Bang 0,023 0,032

Prdg 0,000 0,012

Trans -0,003 0,000

Keu 0,036 0,029

Jasa -0,007 -0,010

2005 2007

Lebih lanjut, apabila dilakukan dekomposisi disparitas berdasarkan nilai

indeks Theil (disparitas total), kabupaten/kota berperan dalam meningkatkan

atau mengurangi tingkat disparitas di Provinsi Sumatera Selatan. Secara umum,

selama kurun waktu tersebut, Kota Palembang, Kabupaten Musi Banyuasin,

Muara Enim, dan Prabumulih berkontribusi positif terhadap meningkatnya

disparitas total; sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber utama disparitas di

Provinsi Sumatera Selatan berasal dari ketimpangan antar wilayah

kabupaten/kota.

Apabila ditinjau dari aktivitas sektor perekonomian, hasil dekomposisi dari

indeks Theil menunjukkan bahwa sektor pertanian lebih berperan dalam

menurunkan tingkat disparitas total dibandingkan sektor lain di Provinsi Sumatera

Selatan. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian yang dominan dan

sebagai sektor unggulan, diharapkan mampu mengurangi tingkat disparitas yang

terjadi (Gambar 14); sedangkan sektor pertambangan dan penggalian yang

terkonsentrasi di wilayah tertentu relatif meningkatkan disparitas total ,yang

diikuti ketimpangan pada sektor industri pengolahan dan sektor sekunder

lainnya.

Gambar 14. Kontribusi Sektor Perekonomian Terhadap Disparitas Total di Provinsi Sumatera Selatan (2005 dan 2007).

Page 80: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

64

-0,060

-0,040

-0,020

0,000

0,020

0,040

0,060

Tahun

Ind

eks

Th

eil

Klaster 1 0,042 0,033 0,026

Klaster 2 -0,049 -0,049 -0,050

Klaster 3 0,050 0,050 0,051

Klaster 4 -0,004 -0,005 -0,006

2005 2006 2007

Selanjutnya, apabila ditinjau melalui peranan masing-masing kelompok

wilayah dari hasil analisis klaster sebelumnya, menunjukkan bahwa klaster yang

memiliki aktivitas perekonomian industri pengolahan berbasis pertanian, seperti

Kabupaten Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Ogan Ilir dan OKU Timur memberikan

kontribusi negatif terhadap disparitas total di Provinsi Sumatera Selatan. Selain

itu, klaster perkotaan turut berperan dalam menurunkan disparitas total dengan

indikasi bahwa keberadaan Kota Pagaralam yang memiliki sektor pertanian

sebagai salah satu aktivitas perekonomian unggulan wilayah dibandingkan

dengan kota lainnya (Gambar 15).

Gambar 15. Kontribusi Klaster Berdasarkan Aktivitas Perekonomian Terhadap

Disparitas Total di Provinsi Sumatera Selatan (2005-2007).

Selain itu, berdasarkan RTRW Provinsi Sumatera Selatan yang membagi

wilayahnya menjadi 2 (dua) kawasan, yakni Kawasan Barat dan Timur (wilayah

pesisir) memperlihatkan bahwa dekomposisi sumber disparitas yang utama

berasal dari ketimpangan antar wilayah atau kabupaten/kota, sebesar 82,94

persen sedangkan disparitas antar wilayah pengembangan (kawasan) hanya

berpartisipasi rata-rata sebesar 17,06 persen (Gambar 16). Hal ini sesuai dengan

hasil analisis sebelumnya yang mengindikasikan bahwa ketimpangan yang

terjadi di Provinsi Sumatera Selatan disebabkan oleh masing-masing

kabupaten/kota itu sendiri.

Disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan analisis

terhadap pendapatan wilayah tiap kabupaten/kota menunjukkan ketimpangan

yang terjadi akibat tidak meratanya aktivitas perekonomian. Hal ini disebabkan

peranan Kota Palembang yang memiliki hampir seluruh sektor-sektor

Page 81: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

65

0,00

0,02

0,04

0,06

0,08

Tahun

Inde

ks T

hei

l

ANTAR KAWASAN 0,0164 0,0106 0,0107 0,0108 0,0108

ANTAR WILAYAH KAB/KOTA 0,0547 0,0615 0,0601 0,0572 0,0544

TOTAL 0,0711 0,0721 0,0708 0,0679 0,0652

2003 2004 2005 2006 2007

perekonomian unggulan dengan tingkat perkembangan wilayah yang tinggi dan

mencerminkan bahwa aktivitas di Kota Palembang sangat beragam sedangkan

wilayah lain relatif seragam bahkan terkonsentrasi. Selain itu, wilayah yang relatif

mengandalkan sektor pertambangan dan penggalian, terutama dengan sektor

migas mengindikasikan bahwa telah terjadi disparitas ekonomi di Provinsi

Sumatera Selatan, seperti Kabupaten Musi Banyuasin dan Muara Enim.

Menurut (Portnov dan Felsentein, 2005), penggunaan metode Indeks

Williamson dalam pengukuran disparitas atau ketimpangan antar wilayah, relatif

memperlihatkan sedikit kekurangan selain Indeks Gini apabila dibandingkan

dengan metode lainnya, seperti : Indeks Atkison, Hoover Coefficient dan Coulter

Coefficient.

Gambar 16. Dekomposisi Sumber Disparitas Wilayah Provinsi Sumatera Selatan.

5.3.2 Faktor-faktor Penyebab Disparitas Pembangunan Antar Wilayah

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas

antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, dilakukan pendekatan analisis untuk

mengetahui faktor-faktor penyebabnya, yaitu dengan menggunakan regresi

berganda.

Adapun variabel tujuan yang digunakan adalah dekomposisi dari indeks

Theil tiap kabupaten/kota dan variabel penjelas lain yang dianggap memiliki

hubungan terhadap disparitas antar wilayah, antara lain berupa aspek ekonomi

Page 82: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

66

(PDRB per sektor); aspek fisik penggunaan lahan (rasio luas sawah, non sawah,

hutan negara, kawasan terbangun terhadap luas wilayah kabupaten/kota); serta

aspek pembangunan manusia (komponen IPM) yang digunakan sebagai

pendekatan terhadap ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan serta

kesejahteraan masyarakat. Karena keterbatasan data, analisis ini menggunakan

data pada tahun 2006.

Faktor-faktor yang dianggap berpengaruh sebagai penyebab terjadinya

disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, berdasarkan hasil analisi

regresi berganda adalah : (1) PDRB per kapita sektor pertambangan dan

penggalian; (2) PDRB per kapita sektor pertanian; dan (3) PDRB per kapita

sektor sekunder, sebagai aspek ekonomi wilayah sedangkan (4) disparitas

berdasarkan aspek fisik wilayah, yakni luas hutan negara, ikut mempengaruhi

disparitas antar wilayah yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan (Tabel 12). Hal

ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya kontribusi PDRB sektor

pertambangan dan penggalian serta PDRB sektor sekunder akan meningkatkan

disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, disamping luasan hutan

negara yang relatif membatasi wilayah kabupaten/kota dalam melakukan

aktivitas pembangunan fisik. Lebih lanjut, persamaan regresi berganda yang

dihasilkan dapat dituliskan sebagai berikut :

Y=-0,021+0,763[GDP_Tbg]+0,442[GDP_sek]+0,256[Hut_Neg]- 0,194[GDP_Tani]

dimana :

Y = Nilai dekomposisi disparitas kabupaten/kota dari indeks Theil

X1;X2;X4 = PDRB sektoral (X1 = PDRB pertambangan dan penggalian; X2 = PDRB sekunder; dan X4 =PDRB pertanian)

X3 = Penggunaan lahan (hutan negara)

Tabel 12. Faktor-faktor Penduga Penyebab Terjadinya Disparitas di Provinsi Sumatera Selatan.

Regression Summary for Dependent Variable: Komp_Disparitas (DATA REG 1) R= ,98619677 R²= ,97258407 Adjusted R²= ,95544911 F(5,8)=56,760 p<,00000 Std.Error of estimate: ,00544 Beta Std.Err. B Std.Err. t(8) p-level Intercept -0,021315 0,005331 -3,99842 0,003958 GDP_TBG 0,763069 0,077253 0,005311 0,000538 9,87754 0,000009 GDP_SEK 0,442425 0,069316 0,009814 0,001538 6,38277 0,000213 HUT_NEG 0,255920 0,071589 0,054817 0,015334 3,57488 0,007242 GDP_TANI -0,194717 0,079091 -0,005169 0,002099 -2,46195 0,039199

Sumber : Hasil analisis

Page 83: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

67

Wilayah dengan konsentrasi terhadap aktivitas perekonomian tertentu,

seperti sektor pertambangan dan penggalian cenderung menganggap sektor lain

kurang memiliki nilai tambah terhadap pendapatan domestiknya sehingga

menyebabkan keragaman aktivitas di suatu wilayah menjadi rendah dan akhirnya

meningkatkan ketimpangan. Selanjutnya, luas hutan negara, seperti : cagar

alam, hutan lindung dan taman nasional dianggap berpotensi menghambat

kemampuan suatu wilayah dan seringkali membatasi kepala daerah yang

memiliki kapasitas sebagai pengambil keputusan dalam pembangunan, juga

menyebabkan ketimpangan dalam pengembangan wilayah. Hal tersebut

sebenarnya dapat diatasi melalui pemanfaatan kawasan hutan berdasarkan

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/Menhut-II/2008 Tentang Pedoman

Pinjam Pakai Kawasan hutan oleh pihak pemerintah daerah dan pihak swasta

dengan kewajiban mengganti kompensasi berupa Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP) atau dengan mengganti dengan lahan lain untuk dijadikan hutan.

Akan tetapi, penggantian kompensasi tersebut (PNBP) tidak memiliki kontribusi

langsung terhadap peningkatan pendapatan domestik di wilayah tersebut.

Penyebab terjadinya disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan

relatif lebih disebabkan oleh aspek pendapatan wilayah (sektor perekonomian).

Kabupaten Musi Banyuasin dan Muara Enim yang memiliki pendapatan domestik

sektor pertambangan yang tinggi namun tidak diikuti oleh sektor lain

menyebabkan meningkatnya disparitas total. Walaupun tingkat perkembangan

wilayahnya dikategorikan tinggi berdasarkan hasil analisis LQ dan entropi,

namun hasil analisis skalogram menempatkan kedua wilayah tersebut termasuk

wilayah dengan fasilitas pelayanan yang rendah (Hirarki III), sehingga

mengindikasikan sebagai wilayah yang kurang berkembang. Nilai PDRB per

kapita yang tinggi di suatu wilayah ternyata tidak mencerminkan tingginya tingkat

perkembangan wilayah, terutama infrastruktur.

Hal ini berbeda dengan Sjafrizal (2008) yang menyatakan bahwa guna

mengurangi disparitas, perlu adanya pengembangan pusat pertumbuhan secara

tersebar dengan menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi sehingga

terjadi penyebaran kegiatan pembangunan. Akan tetapi, aktivitas perekonomian

yang terkonsentrasi cenderung mengakibatkan terjadinya kesenjangan

pembangunan antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, seperti yang terjadi

pada kedua kabupaten tersebut.

Page 84: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

68

Lebih lanjut, ketimpangan pembangunan antar wilayah juga ditandai

dengan rendahnya aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi, yakni

fasiltas lembaga keuangan yang berperan sebagai sarana investasi di suatu

wilayah. Hal ini dijelaskan oleh Tambunan (2003) yang menyatakan bahwa

distribusi investasi yang tidak merata dapat dianggap sebagai salah satu faktor

utama yang mengakibatkan terjadinya kesenjangan pembangunan atau

pertumbuhan ekonomi dalam dan antar provinsi. Kurangnya kegiatan investasi

pada suatu wilayah dapat membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat

pendapatan per kapita masyarakat di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada

kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri pengolahan terutama yang

terkait dengan sektor pertanian.

Peranan fasilitas lembaga keuangan di daerah bertujuan sebagai

prasarana penyerap investasi masih sangat terbatas dan secara umum lokasinya

berada di ibukota kabupaten atau di beberapa ibukota kecamatan. Selain itu,

jumlah keluarga yang memanfaatkan fasilitas informasi dan telekomunikasi

(telepon) masih terkonsentrasi di wilayah perkotaan seperti Kota Pagaralam,

Prabumulih dan Lubuk Linggau ikut berperan dalam meningkatkan ketimpangan

pembangunan.

Kabupaten/kota yang memiliki sektor pertanian sebagai salah satu sektor

unggulan, relatif mampu dalam mengurangi disparitas total di Provinsi Sumatera

Selatan, terutama kegiatan pertanian yang diikuti dengan keterkaitan sistem

produksi lain, seperti industri pengolahan pertanian dan peningkatan aktivitas

perdagangan. Masih tersedianya luas lahan pertanian, menunjukkan bahwa

penggunaan lahan persawahan menjadi indikator wilayah yang berbasis

pertanian.

Oleh karena itu, aspek ekonomi wilayah lebih berperan dalam

meningkatkan atau menurunkan ketimpangan antar wilayah di Provinsi Sumatera

Selatan, sehingga diperlukan upaya pemerataan sektor-sektor perekonomian

dengan memberi prioritas pembangunan terhadap sektor unggulan masing-

masing kabupaten/kota.

Hasil sintesis analisis sebelumnya menunjukkan bahwa, Kabupaten Ogan

Komering Ilir dan Banyuasin termasuk wilayah di kawasan timur (pesisir) dan

berperan dalam mengurangi disparitas antar wilayah selama kurun waktu 2003-

2007. Selain itu, kedua wilayah ini dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat

perkembangan yang rendah. Lebih lanjut, tipologi wilayah kedua kabupaten ini

Page 85: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

69

memiliki kemiripan, antara lain : aktivitas sektor pertanian yang merupakan sektor

unggulan dengan luas lahan sawah yang dikategorikan tinggi dan PDRB

pertanian di kedua wilayah ini masih tergolong rendah walaupun disertai

ketersediaan sejumlah industri yang tinggi. Keberadaan sektor industri,

diharapkan mampu menggerakkan sektor-sektor terkait lainnya sehingga

memerlukan prioritas pembangunan (Lampiran 6).

5.4 Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir di Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Sintesis Hasil Sebelumnya

Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan

pembangunan daerah adalah aspek ekonomi, seperti yang jelaskan oleh Arsyad

(1999) bahwa pembangunan ekonomi daerah merupakan proses dimana

pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang

ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan

sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. Berdasarkan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sumatera Selatan

(2005-2025), terdapat 7 sasaran yang akan dicapai dalam upaya memantapkan

dan menegaskan arah pembangunan ekonomi yang diinginkan.

Ketujuh sasaran tersebut adalah (i) Pertumbuhan Ekonomi, (ii) Struktur

Ekonomi, (iii) Pemantapan Sektor Unggulan Provinsi, (iv) Pemantapan Surplus

Neraca Perdagangan Daerah, (v) Penurunan angka pengangguran, (vi)

Kesenjangan Pendapatan, dan (vii) Kualitas sumberdaya manusia. Indikasi yang

diharapkan, terutama pada sasaran kedua dan ketiga, Pemerintah Provinsi

menginginkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan yang ditargetkan harus

pula didukung oleh pertumbuhan nilai tambah sektor primer yang sejalan dengan

visi Sumatera Selatan sebagai salah satu lumbung pangan nasional.

Pertumbuhan tersebut juga harus didukung dengan pertumbuhan sektor

manufaktur dan sektor jasa yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Berdasarkan dari hasil analisis sektor unggulan, tingkat perkembangan

wilayah dan disparitas antar wilayah sebelumnya, menunjukkan bahwa semakin

beragamnya aktivitas perekonomian tidak menjamin disparitas antar wilayah di

Provinsi Sumatera Selatan, karena pemerataan aktivitas perekonomian secara

umum tidak mencerminkan tingkat perkembangan wilayah. Sektor pertanian

yang berada di wilayah perdesaan di tiap kabupaten, dianggap berperan dalam

mengurangi disparitas antar wilayah. Pembangunan fasilitas sarana infrastruktur

Page 86: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

70

yang terkait dengan pertanian hendaknya lebih dioptimalkan, seperti

pembangunan irigasi yang bertujuan meningkatkan produksi dan infrastruktur

jalan guna mempercepat mobilisasi produk-produk pertanian dari hulu ke hilir.

Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Banyuasin selama kurun waktu 2003-

2007, tingkat perkembangan wilayahnya relatif masih rendah namun mampu

berperan dalam mengurangi tingkat disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera

Selatan sehingga memerlukan prioritas pembangunan terhadap sektor-sektor

unggulan yang ada dengan memperhatikan potensi wilayah (Tabel 13 dan

Lampiran 6).

Ketersediaan jumlah tenaga kerja yang mendominasi pada sektor

pertanian, industri pengolahan, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran serta

sektor jasa, patut dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan

pembangunan dan lebih memfokuskan pengembangan terhadap sektor-sektor

tersebut di wilayah pesisir sebagai arahan alternatif.

Keterkaitan antar sektor perekonomian unggulan di Provinsi Sumatera

Selatan apabila dilihat dari besaran nilai entropinya maka peranan sektor

unggulan sangat diperlukan mengingat pentingnya peranan sektor-sektor

tersebut terhadap sektor lainnya sebagai penggerak terhadap penyebaran

aktivitas yang semakin beragam karena menurut Rustiadi (2001) bahwa kawasan

pesisir dalam konteks ekonomi wilayah, memiliki posisi strategis di dalam struktur

alokasi dan distribusi sumberdaya ekonomi.

Tabel 13. Matriks Sektor Unggulan, Entropi dan Jumlah Tenaga Kerja Sektoral di Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007.

KABUPATEN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN

OKI Tani Tbg Ind Ligas Bang Prdg Tran Keu Jasa

LQ 2,42 0,06 0,50 0,11 1,84 1,23 0,28 0,67 0,98

ENTROPI 0,0912 0,006 0,0235 0,0003 0,0336 0,0401 0,0046 0,0083 0,0211 TENAGA KERJA 67.653 425 2.667 128 3.411 12.017 5.323 393 14.238

BANYUASIN

LQ 1,74 0,61 1,15 0,08 1,19 1,16 0,12 0,25 0,51

ENTROPI 0,0931 0,0513 0,0601 0,0003 0,0314 0,0507 0,0031 0,0049 0,0164 TENAGA KERJA 260.975 1.055 26.567 400 11.682 31.371 15.431 364 16.086

Sumber : Hasil analisis

Ket : Tn Tbg Ind Ligas Bang

: : : : :

Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik dan Gas Bangunan

Prdg Tran Keu Jasa

: : : :

Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa.

Page 87: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

71

Perumusan suatu kebijakan dihasilkan dari analisis terhadap berbagai

alternatif sehingga diperoleh alternatif terbaik berdasarkan masalah, kebutuhan

atau adanya aspirasi tertentu. Kebijakan merupakan suatu produk yang

dipandang sebagai suatu kumpulan atau rekomendasi, dan sebagai suatu

proses.

Lebih lanjut, kebijakan juga dipandang sebagai suatu cara yang bertujuan

untuk mengetahui apa yang diharapkan, yaitu program dan mekanisme dalam

mencapai produknya, seperti yang dijelaskan oleh Dunn (2003) bahwa

perumusan suatu kebijakan perlu dilandasi dengan argumen-argumen karena

argumen kebijakan (policy argument) yang merupakan sarana untuk melakukan

perdebatan mengenai isu-isu kebijakan publik

Selain itu, dalam perencanaan pembangunan di wilayah pesisir hendaknya

lebih mempertimbangkan aspek keberlanjutan yang dapat dicapai dengan

memperhatikan keberlanjutan baik dari aspek infrastruktur, ekonomi maupun

sosial (masyarakat). Pembangunan di wilayah pesisir, memerlukan arahan dalam

rangka pengembangan, terutama pengembangan di sektor industri pengolahan

yang berbasis pertanian.

Tabel 14. Luasan Areal Arahan Pola Pemanfatan Ruang di Kabupaten Pesisir (RTRWP 2005-2019).

KABUPATEN PEMANFAATAN RUANG (Ha)

Banyuasin OKI

Hutan Lindung 58.616,00 105.140,00

Hutan Suaka Alam 259.129,00 4.828,00

Sempadan Pantai 27.089,43 0,00 KWS. LINDUNG

Sempadan Sungai 51.287,90 1.188,96

Pertanian Lahan Basah 381.607,65 150.863,27

Pertanian Lahan Kering 51.823,26 109.679,71

Perkebunan 166.866,12 282.413,35

Perikanan Darat 0,00 42.594,06

Hutan Produksi 69.000,00 645.100,00

Hutan Produki Terbatas 0,00 9.886,00

KWS. BUDIDAYA PERTANIAN

APL 160.351,04 329.239,04

Permukiman 11.929,60 9.596,61

Pertambangan 15.063,31 0,00 KWS. BUDIDAYA NON PERTANIAN

Kws. Pelabuhan 13.000,00 0,00

Sumber : BAPPEDA (2006)

Ketersediaan lahan budidaya eksisting dalam Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi (RTRWP) Sumatera Selatan 2005-2019 yang dimiliki oleh

Page 88: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

72

Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Banyuasin relatif memilik

kapasitas yang mampu berkontribusi terhadap menurunnya tingkat disparitas di

Provinsi Sumatera Selatan. Potensi lahan budidaya, terutama pertanian lahan

basah dan perkebunan (Tabel 14), memerlukan prioritas dalam melaksanakan

pembangunan di wilayah pesisir Provinsi Sumatera Selatan yang berbasis

terhadap sektor-sektor unggulan yang dimiliki oleh kabupaten tersebut.

5.5 Prioritas Pembangunan Wilayah Pesisir Sumatera Selatan Berdasarkan Persepsi Aparatur Pemerintah Daerah

Prioritas pembangunan pembangunan wilayah pesisir di Provinsi Sumatera

Selatan dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierachy Process)

sehingga prioritas yang dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori, logis,

dan transparan. Dengan tuntutan yang semakin tinggi berkaitan dengan

transparansi, AHP akan sangat cocok digunakan untuk penyusunan prioritas

kebijakan publik berdasarkan persepsi masing-masing aparatur pemerintah

daerah, yakni Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Pemerintah Kabupaten

Ogan Komering Ilir dan Pemerintah Kabupaten Banyuasin.

Hasil perbandingan berpasangan terhadap ketiga kriteria yang digunakan

menghasilkan bobot prioritas tertinggi pada kriteria infrastruktur wilayah sebesar

0,460 terhadap tujuan, selanjutnya berturut-turut 0,355 untuk kriteria

kesejahteraan masyarakat dan 0,186 untuk pendapatan wilayah (Gambar 17).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa menurut penilaian kumulatif dari para

responden (expert judgement), dalam pembangunan wilayah pesisir di Provinsi

Sumatera Selatan, aspek infrastruktur wilayah merupakan aspek utama (prioritas

pertama) yang harus diperhatikan.

Gambar 17. Diagram Bobot Prioritas Kriteria Terhadap Pembangunan Wilayah Pesisir di Provinsi Sumatera Selatan.

Selanjutnya berturut-turut aspek kesejahteraan masyarakat (prioritas ke-2)

dan pendapatan wilayah (prioritas ke-3). Kecilnya nilai inkonsistensi (< 0,1) yang

Page 89: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

73

menunjukkan bahwa pengisian skala perbandingan berpasangan antar kriteria

yang dilakukan oleh responden telah memenuhi syarat dan konsisten.

Berdasarkan penilaian aspek pendapatan wilayah yang dipertimbangkan

dalam pembangunan di wilayah pesisir Sumatera Selatan, sektor unggulan yang

dipilih sebagai prioritas pertama adalah sektor pertanian dengan bobot prioritas

sebesar 0,396. Kemudian berturut-turut diikuti prioritas ke-2 dan seterusnya oleh

sektor pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, jasa-jasa dan bangunan

(Gambar 18). Nilai inkonsistensi (0,02) juga menunjukkan pengisian skala

perbandingan berpasangan antar sektor unggulan yang dilakukan oleh

responden telah memenuhi syarat dan konsisten. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa menurut penilaian para responden, berdasarkan aspek pendapatan

wilayah (PDRB), pembangunan di wilayah pesisir sektor unggulan yang dipilih

adalah sektor pertanian. Hal tersebut dapat dimaklumi karena responden

umumnya memahami bahwa sektor pertanian merupakan aktivitas perekonomian

primer di Sumatera Selatan dan ketersediaan lahannya masih memiliki potensi

untuk dikembangkan.

Sektor pertanian mampu berkontribusi terhadap pendapatan domestik

wilayah pesisir walaupun pada kenyataannya, sektor pertambangan dengan

migas relatif lebih dipertimbangkan oleh pemerintah daerah yang memiliki

kecenderungan memilih sektor ini karena masih dianggap sebagai penyumbang

pendapatan daerah terbesar di Sumatera Selatan.

Gambar 18. Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir Untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Pendapatan Wilayah.

Analisis prioritas pembangunan wilayah pesisir untuk jenis sektor-sektor

perekonomian unggulan berdasarkan aspek infrastruktur wilayah yang

dipertimbangkan menghasilkan sektor industri pengolahan sebagai sektor

unggulan yang memperoleh prioritas pertama dengan bobot prioritas sebesar

Page 90: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

74

0,357. Kemudian berturut-turut diikuti prioritas ke-2 dan seterusnya oleh sektor

pertanian, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa (Gambar

19). Nilai inkonsistensi (0,01) juga menunjukkan pengisian skala perbandingan

berpasangan antar sektor unggulan yang dilakukan oleh responden telah

memenuhi syarat dan konsisten.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa menurut penilaian para responden

yang berdasarkan aspek infrastruktur wilayah (jalan dan fasilitas), sektor industri

pengolahan memerlukan kegiatan pembangunan infrastruktur yang paling

diutamakan di wilayah pesisir karena selain mampu meningkatkan aksesibilitas

distribusi dari lokasi produksi ke lokasi industri dan pemasaran sekaligus

memperbaiki dan memperbanyak fasilitas-fasilitas penunjang guna mempercepat

proses-proses hasil produk olahan.

Gambar 19. Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir Untuk

Sektor Unggulan Berdasarkan Aspek Infrastruktur Wilayah.

Selanjutnya, analisis prioritas pembangunan wilayah pesisir untuk jenis

sektor-sektor perekonomian unggulan berdasarkan aspek kesejahteraan

masyarakat yang dipertimbangkan menghasilkan sektor pertanian sebagai

prioritas pertama dengan bobot prioritas sebesar 0,368. Kemudian berturut-turut

diikuti prioritas ke-2 dan seterusnya oleh sektor industri pengolahan,

perdagangan, hotel dan restoran, jasa-jasa dan bangunan (Gambar 20). Nilai

inkonsistensi (0,01) juga menunjukkan pengisian skala perbandingan

berpasangan antar sektor unggulan yang dilakukan oleh responden telah

memenuhi syarat dan konsisten.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa menurut penilaian para responden,

berdasarkan aspek kesejahteraan masyarakat (tenaga kerja dan pendapatan),

pembangunan dan pengembangan sektor pertanian di wilayah pesisir

merupakan sektor unggulan paling baik untuk dilakukan. Hal ini disebabkan oleh

Page 91: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

75

banyaknya jumlah tenaga kerja yang sangat dibutuhkan pada sektor pertanian

namun tidak banyak memerlukan tingkat keterampilan yang tinggi. Selain itu,

sektor pertanian dinilai mampu meningkatkan pendapatan masyarakat dalam

skala rumah tangga karena tidak memerlukan input modal yang terlalu besar.

Gambar 20. Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir Untuk

Sektor Unggulan Berdasarkan Aspek Kesejahteraan Masyarakat

Apabila ditinjau dari keseluruhan aspek/kriteria yang dipertimbangkan

dalam pembangunan di wilayah pesisir Sumatera Selatan, ternyata

pembangunan untuk sektor industri pengolahan merupakan prioritas pertama

dengan bobot kumulatif keseluruhan aspek sebesar 0,349. Selanjutnya berturut-

turut diikuti sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, bangunan dan

jasa-jasa (Gambar 21).

Hasil tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan dari keseluruhan aspek

baik aspek pendapatan wilayah (PDRB), infrastruktur wilayah (jalan dan fasilitas),

dan kesejahteraan masyarakat (penyerapan tenaga kerja dan pendapatan) maka

pengembangan aktivitas sektor industri pengolahan merupakan prioritas

pembangunan utama di wilayah pesisir Sumatera Selatan.

Gambar 21. Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir Untuk

Sektor Unggulan Berdasarkan Keseluruhan Aspek.

Page 92: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

76

Nilai inkonsistensi secara keseluruhan sebesar 0,01 yang juga

menunjukkan pengisian skala perbandingan berpasangan antar kriteria/aspek

yang dipertimbangkan maupun antar jenis sektor unggulan yang dilakukan oleh

responden konsisten dan dapat ditoleransi. Hal ini dimaklumi karena masing-

masing responden menganggap peranan sektor industri pengolahan memerlukan

peningkatan pengembangan sarana fasilitas yang diharapkan memiliki

keterkaitan dengan sektor pertanian, perdagangan, dan jasa.

Minimnya ketersediaan fasilitas industri pengolahan, terutama untuk

produk-produk pertanian akan mengakibatkan berkurangnya peningkatan nilai

tambah. Hasil-hasil produksi pertanian yang langsung dipasarkan ke wilayah lain

atau wilayah tetangga yang memiliki industri pengolahan, memungkinkan

terjadinya kebocoran wilayah. Salah satu contoh terjadinya kebocoran wilayah di

pesisir, seperti dialami oleh Kabupaten Ogan Komering Ilir, dimana hasil produksi

tambak udang oleh masyarakat yang langsung dikirim ke PT. Lestari Magris yang

berada di Kota Palembang atau pun PT. Wahyuni Mandira (Provinsi Lampung)

akibat tidak tersedianya industri pengolahan udang (cold storage).

Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan

wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Menurut Tarigan (2004)

perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk

perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada

ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam

bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan

dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah.

Pada akhirnya, salah satu pendekatan yang patut dipertimbangkan dalam

perencanaan pembangunan di wilayah pesisir, yakni dengan memfokuskan

terhadap pendekatan sektoral (supply side) dan pengelompokkan kegiatan-

kegiatan pembangunan hasil perencanaan tersebut, ke dalam sektor-sektor

perekonomian.

Page 93: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan serta

kaitannya dengan tujuan penelitian, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan masih didominasi oleh

sektor pertanian sebagai aktivitas perekonomian yang mampu bersaing

secara komparatif terutama di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI),

Banyuasin, Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, Musi Rawas, OKU Selatan,

OKU Timur, Ogan Ilir dan Kota Pagaralam.

2. Selama kurun waktu 2003-2007 tingkat perkembangan perekonomian

wilayah di Provinsi Sumatera Selatan berjalan lambat. Adanya upaya

pemekaran wilayah tidak menjadikan diversitas sektor-sektor perekonomian

menjadi beragam. Pengaruh Kota Palembang yang begitu besar sebagai

wilayah pusat pembangunan sekaligus pusat pelayanan menyebabkan

aktivitas perekonomian dan tingkat perkembangan wilayah lain menjadi

terkonsentrasi pada sektor-sektor tertentu.

3. Tingkat disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan masih

tergolong sangat tinggi, terutama yang dipengaruhi sektor migas. Disparitas

antar wilayah disebabkan kontribusi positif oleh Kabupaten Musi Banyuasin

dan Muara Enim dengan aktivitas pertambangan serta Kota Palembang

dengan aktivitas perekonomiannya yang sangat beragam. Oleh karena itu,

dekomposisi sumber disparitas yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan

berasal dari masing-masing kabupaten/kota. Adapun faktor-faktor penduga

penyebab terjadinya disparitas antar wilayah berasal dari sektor

pertambangan dan penggalian dan sektor sektor sekunder serta luas hutan

negara yang berkorelasi positif terhadap disparitas pembangunan antar

wilayah; sedangkan sektor pertanian berkontribusi terhadap menurunnya

disparitas.

4. Pengembangan sektor industri pengolahan berbasis pertanian merupakan

prioritas pembangunan di wilayah pesisir Provinsi Sumatera Selatan yand

didasari oleh persepsi pejabat aparatur pemerintah daerah, guna mendukung

kebijakan SUMSEL sebagai lumbung pangan.

Page 94: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

78

6.2 Saran

1. Masih luasnya potensi sumberdaya lahan budidaya yang belum

dimanfaatkan oleh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan dapat

diarahkan bagi pengembangan sektor unggulan dengan prioritas sektor

pertanian sekaligus adanya upaya pembangunan infrastruktur industri

pengolahan yang mendukung sub sektornya.

2. Isu SUMSEL sebagai Lumbung Pangan hendaknya perlu dicermati kembali

dengan memperhatikan optimalisasi dan prioritas pemanfaatan lahan bagi

sektor pertanian karena selain menyerap jumlah tenaga kerja dan juga telah

ditetapkannya pemanfaatan ruang kawasan budidaya pertanian dalam

RTRW Provinsi Sumatera Selatan 2005-2019.

Page 95: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

DAFTAR PUSTAKA Alisjahbana AS. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia:

Dalam Setengah Abad Terakhir. Yogyakarta: Kanisius. [Anonim] 2007. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 17 Tahun

2007. Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2025.

Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan : Tinjauan

Kritis. Bogor: P4W Press. [BAPPENAS, UNSRI]. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya. 2008. Evaluasi Tiga Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di Provinsi Sumatera Selatan. Palembang.

[BAPPEDA] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2006. Rencana

Tata Ruang Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2019. Palembang : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Selatan.

Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.

Jakarta: Pradnya Paramita. Dahuri R. 1997. Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk

perencanaan dan Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Pesisir. Di dalam: Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya

Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita. Dunn, WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Samodra Wibawa dkk,

Penerjemah; Muhajir Darwin, editor. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari Public Policy Analysis: An Introduction..

Fujita M, Hu D. 2001. Regional Disparity in China 1985-1994 : The Effects of

Globalization and Economic Liberalization. The Annals of Regional Science. 35:3-37

Gumilar, F. 2009. Studi Arahan Pengembangan Wilayah Berbasis Potensi Lokal

di Garut Selatan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor: Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Gunawan, I. 1998. Typical Geographic Information System (GIS) Application For

Coastal Resources Management Indonesia. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia. I(1). 1-12.

Page 96: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

80

Hadi, S. 2001. Studi Dampak Kebijaksanaan Pembangunan Terhadap Disparitas Ekonomi Antar Wilayah (Pendekatan Model Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi).[disertasi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mangiri K. 2000. Perencanaan Terpadu Pembangunan Ekonomi Daerah

Otonom. Jakarta : Badan Pusat Statistik. Maryam AS. 2001. Identifikasi Ketimpangan Ekonomi Antara Daerah Pesisir

dengan Daratan Indonesia [skripsi]. Bandung : Departemen Teknik Planologi, Institut Teknologi Bandung.

Matsui K. 2005. Post-Decentralization Regional Economies and Actors: Putting

The Capacity of Local Goverments to The Test. The Developing Economies. XLIII-1. 171-89

Murty, S. 2000. Regional Disparities: Need and Measures for Balanced

Development. In Shukla, AL. Ed., Regional Planning and Sustainable Development.

Nurzaman SS. 2002. Perencanaan Wilayah di Indonesia pada Masa Sekitar

Krisis. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Portov BA, Felsentein D. 2005. Measures of Regional Inequality for Small

Country. Di Dalam: Felsentein D , Portov BA. Regional Disparities in Small Countries. Jerman: Springer-Verlag.47-62.

Rahmalia E. 2003. Analisis Tipologi dan Pengembangan Desa-desa Pesisir Kota

Bandar Lampung [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rahman A. 2009. Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Kabupaten

Sambas [tesis]. Bogor: Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Rustiadi E, Saifulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan

Wilayah. Jakarta: Crespent Pers dan Yayasan Obor Indonesia. Rustiadi, E. 2001. Pengembangan Wilayah Pesisir sebagai Kawasan Strategis

Pembangunan Daerah. Pelatihan Pengelolaan dan Perencanaan Wilayah Pesisir secara Terpadu (ICZM). DKP. Jakarta

Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hierarki

Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi Kompleks. Setiono L, penerjemah; Peniwati K, editor. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dari: Decision Making for Leaders The Analytical Hierarchy Process for Decisions in Complex World.

Saefulhakim S. 2006. Permodelan. Modul Analisis Kuantitatif Sosial Ekonomi

Wilayah. Bogor: Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah, Institut Pertanian Bogor.

Page 97: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

81

Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Elfindri, editor. Padang: Badouse Media.

Suripto. 2003. Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan. Jakarta: Pusat

Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, BPPT. Tambunan TTH. 2003 Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting.

Jakarta: Ghalia Indonesia. Tarigan, R. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT. Bumi

Aksara. Tukiyat, 2002. Pengantar Pengembangan Ekonomi Wilayah. Di dalam : Urbanus

M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengambangan Wilayah BPPT.

Todaro, MP. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.(Ed.VII). Jakarta:

Erlangga. Wijaya, A. 1996. Jurnal Ekonomi Pembangunan Pilihan Pembangunan Industri :

Kasus DKI Jakarta, No IV (2), Jakarta.

Page 98: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 1. Hasil analisis indeks Theil berdasarkan PDRB per kapita tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan (2003 s.d.2007)

Tahun 2003

Kabupaten/Kota JML. PDDK PDRB Xi yi yi/xi log(yi/xi) yi*log(yi/xi) OKI 986.152 3.487.969 0,1509 0,0765 0,5068 -0,2952 -0,0226 Banyuasin 709.148 3.175.278 0,1085 0,0696 0,6416 -0,1927 -0,0134 Palembang 1.287.841 11.488.473 0,1971 0,2519 1,2782 0,1066 0,0269 OKU 1.096.606 4.539.121 0,1678 0,0995 0,5931 -0,2269 -0,0226 Muara Enim 611.702 6.056.869 0,0936 0,1328 1,4188 0,1519 0,0202 Lahat 530.304 2.557.459 0,0812 0,0561 0,6910 -0,1605 -0,0090 Musi Rawas 461.809 2.573.510 0,0707 0,0564 0,7985 -0,0977 -0,0055 Musi Banyuasin 445.756 9.516.107 0,0682 0,2087 3,0589 0,4856 0,1013 Prabumulih 125.763 1.016.811 0,0192 0,0223 1,1585 0,0639 0,0014 Pagaralam 111.665 446.216 0,0171 0,0098 0,5726 -0,2422 -0,0024 Lubuklinggau 167.578 745.297 0,0256 0,0163 0,6373 -0,1957 -0,0032 SUMSEL 6.534.324 45.603.110 Indeks Theil = 0,0711

Tahun 2004

Kabupaten/Kota JML. PDDK PDRB Xi yi yi/xi log(yi/xi) yi*log(yi/xi) OKI 648.155 2.369.259 0,0978 0,0497 0,5079 -0,2942 -0,0146 Banyuasin 712.813 3.419.737 0,1075 0,0717 0,6666 -0,1761 -0,0126 Palembang 1.304.211 12.226.258 0,1968 0,2563 1,3026 0,1148 0,0294 OKU 280.037 2.160.778 0,0422 0,0453 1,0721 0,0302 0,0014 Muara Enim 621.876 6.279.353 0,0938 0,1316 1,4030 0,1471 0,0194 Lahat 541.895 2.675.851 0,0818 0,0561 0,6861 -0,1636 -0,0092 Musi Rawas 465.682 2.687.376 0,0703 0,0563 0,8018 -0,0959 -0,0054 Musi Banyuasin 455.739 9.696.003 0,0688 0,2033 2,9562 0,4707 0,0957 OKU Selatan 290.377 902.517 0,0438 0,0189 0,4319 -0,3647 -0,0069 OKU Timur 542.440 1.666.184 0,0818 0,0349 0,4268 -0,3698 -0,0129 Ogan Ilir 351.997 1.290.882 0,0531 0,0271 0,5096 -0,2928 -0,0079 Prabumulih 128.207 1.059.702 0,0193 0,0222 1,1485 0,0601 0,0013 Pagaralam 113.752 481.654 0,0172 0,0101 0,5883 -0,2304 -0,0023 Lubuklinggau 171.235 788.634 0,0258 0,0165 0,6399 -0,1939 -0,0032 SUMSEL 6.628.416 47.704.188 Indeks Theil = 0,0721

Tahun 2005

Kabupaten/Kota JML. PDDK PDRB Xi yi yi/xi log(yi/xi) yi*log(yi/xi) OKI 56.828 2.502.296 0,0972 0,0500 0,5141 -0,2889 -0,0144 Banyuasin 733.828 3.576.197 0,1086 0,0714 0,6577 -0,1820 -0,0130 Palembang 1.338.793 13.087.898 0,1982 0,2614 1,3193 0,1203 0,0315 OKU 255.246 2.237.220 0,0378 0,0447 1,1829 0,0729 0,0033 Muara Enim 632.222 6.540.614 0,0936 0,1307 1,3962 0,1449 0,0189 Lahat 545.754 2.810.643 0,0808 0,0561 0,6950 -0,1580 -0,0089 Musi Rawas 474.430 2.826.410 0,0702 0,0565 0,8040 -0,0947 -0,0053 Musi Banyuasin 469.175 9.982.326 0,0694 0,1994 2,8714 0,4581 0,0913 OKU Selatan 317.277 945.137 0,0470 0,0189 0,4020 -0,3958 -0,0075 OKU Timur 556.010 1.761.563 0,0823 0,0352 0,4276 -0,3690 -0,0130 Ogan Ilir 356.983 1.351.713 0,0528 0,0270 0,5110 -0,2916 -0,0079 Prabumulih 130.340 1.103.392 0,0193 0,0220 1,1425 0,0578 0,0013 Pagaralam 114.562 498.639 0,0170 0,0100 0,5874 -0,2311 -0,0023 Lubuklinggau 174.452 835.849 0,0258 0,0167 0,6466 -0,1894 -0,0032 SUMSEL 6.755.900 50.059.897 Indeks Theil = 0,0708

Page 99: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 1 (lanjutan) Tahun 2006

Kabupaten/Kota JML. PDDK PDRB Xi yi yi/xi log(yi/xi) yi*log(yi/xi) OKI 672.192 2.653.826 0,0974 0,0503 0,5163 -0,2871 -0,0144 Banyuasin 757.398 3.800.765 0,1098 0,0720 0,6563 -0,1829 -0,0132 Palembang 1.369.239 13.998.092 0,1984 0,2653 1,3370 0,1261 0,0335 OKU 259.292 2.348.255 0,0376 0,0445 1,1844 0,0735 0,0033 Muara Enim 643.924 6.896.716 0,0933 0,1307 1,4007 0,1463 0,0191 Lahat 550.478 2.946.362 0,0798 0,0558 0,7000 -0,1549 -0,0087 Musi Rawas 484.281 2.973.711 0,0702 0,0564 0,8030 -0,0953 -0,0054 Musi Banyuasin 484.245 10.260.635 0,0702 0,1945 2,7710 0,4426 0,0861 OKU Selatan 322.307 1.027.494 0,0467 0,0195 0,4169 -0,3800 -0,0074 OKU Timur 564.824 1.875.941 0,0819 0,0356 0,4343 -0,3622 -0,0129 Ogan Ilir 365.333 1.421.557 0,0529 0,0269 0,5089 -0,2934 -0,0079 Prabumulih 132.752 1.153.568 0,0192 0,0219 1,1364 0,0555 0,0012 Pagaralam 115.553 517.742 0,0167 0,0098 0,5860 -0,2321 -0,0023 Lubuklinggau 178.074 886.057 0,0258 0,0168 0,6507 -0,1866 -0,0031 SUMSEL 6.899.892 52.760.721 Indeks Theil = 0,0679

Tahun 2007

Kabupaten/Kota JML. PDDK PDRB Xi yi yi/xi log(yi/xi) yi*log(yi/xi) OKI 685.296 2.827.516 0,0976 0,0508 0,5199 -0,2841 -0,0144 Banyuasin 778.627 4.041.206 0,1109 0,0725 0,6540 -0,1844 -0,0134 Palembang 1.394.954 14.992.484 0,1987 0,2691 1,3543 0,1317 0,0354 OKU 262.383 2.468.624 0,0374 0,0443 1,1855 0,0739 0,0033 Muara Enim 653.304 7.300.405 0,0931 0,1310 1,4081 0,1486 0,0195 Lahat 553.093 3.122.332 0,0788 0,0560 0,7113 -0,1479 -0,0083 Musi Rawas 492.437 3.159.584 0,0701 0,0567 0,8085 -0,0923 -0,0052 Musi Banyuasin 497.864 10.541.461 0,0709 0,1892 2,6680 0,4262 0,0806 OKU Selatan 326.162 1.076.988 0,0465 0,0193 0,4161 -0,3808 -0,0074 OKU Timur 571.557 2.001.672 0,0814 0,0359 0,4413 -0,3553 -0,0128 Ogan Ilir 372.431 1.491.622 0,0531 0,0268 0,5047 -0,2970 -0,0080 Prabumulih 134.686 1.208.279 0,0192 0,0217 1,1304 0,0532 0,0012 Pagaralam 116.102 538.737 0,0165 0,0097 0,5847 -0,2331 -0,0023 Lubuklinggau 181.068 940.505 0,0258 0,0169 0,6545 -0,1841 -0,0031 SUMSEL 7.019.964 55.711.415 Indeks Theil = 0,0652

Page 100: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 2. Hasil analisis indeks Theil berdasarkan PDRB sektoral per tenaga kerja di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2005 dan 2007.

Tahun 2005

SEKTOR JML.TK PDRB Xi yi yi/xi log(yi/xi) yi*log(yi/xi) Tani 1.907.027 9.715.915 0,6312 0,1941 0,3075 -0,5122 -0,0994 Tbg 32.110 13.976.727 0,0106 0,2792 26,2687 1,4194 0,3963 Ind 156.516 8.681.181 0,0518 0,1734 3,3473 0,5247 0,0910 Ligas 4.070 239.837 0,0013 0,0048 3,5564 0,5510 0,0026 Bang 94.908 3.427.678 0,0314 0,0685 2,1796 0,3384 0,0232 Prdg 392.895 6.545.297 0,1301 0,1307 1,0054 0,0023 0,0003 Trans 141.462 1.964.796 0,0468 0,0392 0,8382 -0,0767 -0,0030 Keu 10.942 1.795.319 0,0036 0,0359 9,9017 0,9957 0,0357 Jasa 281.143 3.713.146 0,0931 0,0742 0,7971 -0,0985 -0,0073 SUMSEL 3.021.072 50.059.896 Indeks Theil = 0,4394

Tahun 2007 SEKTOR JML.TK PDRB Xi yi yi/xi log(yi/xi) yi*log(yi/xi) Tani 1.896.126 11.251.558 0,6276 0,2248 0,3581 -0,4460 -0,1002 Tbg 23.458 14.583.308 0,0078 0,2913 37,5179 1,5742 0,4586 Ind 154.858 9.475.352 0,0513 0,1893 3,6926 0,5673 0,1074 Ligas 6.336 277.608 0,0021 0,0055 2,6440 0,4223 0,0023 Bang 97.555 4.019.273 0,0323 0,0803 2,4864 0,3956 0,0318 Prdg 376.853 7.533.517 0,1247 0,1505 1,2064 0,0815 0,0123 Trans 145.217 2.453.960 0,0481 0,0490 1,0198 0,0085 0,0004 Keu 24.462 2.055.914 0,0081 0,0411 5,0720 0,7052 0,0290 Jasa 332.652 4.260.924 0,1101 0,0851 0,7730 -0,1118 -0,0095 SUMSEL 3.057.518 55.911.414 Indeks Theil = 0,5320

Page 101: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 3. Hasil analisis indeks Williamson berdasarkan PDRB per kapita ADHK 2000 (ribuan rupiah) di Provinsi Sumatera Selatan (2003 s.d.2007)

PDRB atas dasar harga konstan (ribuan rupiah) PDRB/kapita 2003 MIGAS NON MIGAS

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk MIGAS NON MIGAS MIGAS NON MIGAS

fi/�fi yi-� (yi-�)2 (fi/�fi)*(yi-�) 2 yi-� (yi-�)2 (fi/�fi)*(yi-�) 2

OKI 986.152 3.487.969 3.465.220 3,54 3,51 0,15 -3,67 13,45 2,03 -1,22 1,48 0,22

Banyuasin 709.148 3.175.278 2.608.773 4,48 3,68 0,11 -2,73 7,44 0,81 -1,05 1,11 0,12

Palembang 1.287.841 11.488.473 9.506.699 8,92 7,38 0,20 1,72 2,95 0,58 2,65 7,03 1,39

OKU 1.096.606 4.539.121 3.971.568 4,14 3,62 0,17 -3,07 9,40 1,58 -1,11 1,23 0,21

Muara Enim 611.702 6.056.869 3.638.379 9,90 5,95 0,09 2,70 7,28 0,68 1,22 1,48 0,14

Lahat 530.304 2.557.459 2.297.241 4,82 4,33 0,08 -2,38 5,67 0,46 -0,40 0,16 0,01

Musi Rawas 461.809 2.573.510 1.583.714 5,57 3,43 0,07 -1,63 2,66 0,19 -1,30 1,69 0,12

Musi Banyuasin 445.756 9.516.107 2.934.514 21,35 6,58 0,07 14,14 200,05 13,65 1,85 3,43 0,23

Prabumulih 125.763 1.016.811 641.137 8,09 5,10 0,02 0,88 0,78 0,01 0,37 0,14 0,00

Pagaralam 111.665 446.216 446.216 4,00 4,00 0,02 -3,21 10,29 0,18 -0,73 0,54 0,01

Lubuklinggau 167.578 745.297 745.297 4,45 4,45 0,03 -2,76 7,60 0,19 -0,28 0,08 0,00 20,36 2,45 SUMSEL 6.534.324 45.603.110 31.838.758 7,20 4,73 Iw 0,6263 0,3312

PDRB atas dasar harga konstan (ribuan rupiah) PDRB/kapita 2004 MIGAS NON MIGAS

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk MIGAS NON MIGAS MIGAS NON MIGAS

fi/�fi yi-� (yi-�)2 (fi/�fi)*(yi-�) 2 yi-� (yi-�)2 (fi/�fi)*(yi-�) 2

OKI 648.155 2.369.259 2.369.259 3,66 3,66 0,10 -3,10 9,61 0,94 -1,06 1,13 0,11

Banyuasin 712.813 3.419.737 2.735.018 4,80 3,84 0,11 -1,96 3,83 0,41 -0,88 0,77 0,08

Palembang 1.304.211 12.226.258 10.263.311 9,37 7,87 0,20 2,62 6,86 1,35 3,15 9,94 1,96

OKU 280.037 2.160.778 1.593.508 7,72 5,69 0,04 0,96 0,92 0,04 0,97 0,95 0,04

Muara Enim 621.876 6.279.353 3.798.041 10,10 6,11 0,09 3,34 11,17 1,05 1,39 1,93 0,18

Lahat 541.895 2.675.851 2.405.293 4,94 4,44 0,08 -1,82 3,30 0,27 -0,28 0,08 0,01

Musi Rawas 465.682 2.687.376 1.678.737 5,77 3,60 0,07 -0,98 0,97 0,07 -1,11 1,24 0,09

Musi Banyuasin 455.739 9.696.003 3.146.002 21,28 6,90 0,07 14,52 210,83 14,50 2,19 4,78 0,33 OKU Selatan 290.377 902.517 902.517 3,11 3,11 0,04 -3,65 13,30 0,58 -1,61 2,59 0,11 OKU Timur 542.440 1.666.184 1.666.184 3,07 3,07 0,08 -3,68 13,57 1,11 -1,65 2,71 0,22

Ogan Ilir 351.997 1.290.882 1.266.932 3,67 3,60 0,05 -3,09 9,54 0,51 -1,12 1,25 0,07

Prabumulih 128.207 1.059.702 680.555 8,27 5,31 0,02 1,51 2,28 0,04 0,59 0,35 0,01

Pagaralam 113.752 481.654 481.654 4,23 4,23 0,02 -2,52 6,36 0,11 -0,48 0,23 0,00

Lubuklinggau 171.235 788.634 788.634 4,61 4,61 0,03 -2,15 4,62 0,12 -0,11 0,01 0,00 21,09 3,20 SUMSEL 6.628.416 47.704.188 33.775.645 6,76 4,72 Iw 0,6799 0,3795

Page 102: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 3 (lanjutan) PDRB atas dasar harga konstan (jutaan rupiah) PDRB/kapita 2005 MIGAS NON MIGAS

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk MIGAS NON MIGAS MIGAS NON MIGAS

fi/�fi yi-� (yi-�)2 (fi/�fi)*(yi-�) 2 yi-� (yi-�)2 (fi/�fi)*(yi-�) 2

OKI 656.828 2.502.296 2.502.296 3,81 3,81 0,10 -3,15 9,95 0,97 -1,13 1,27 0,12 Banyuasin 733.828 3.576.197 2.876.201 4,87 3,92 0,11 -2,09 4,37 0,47 -1,02 1,04 0,11 Palembang 1.338.793 13.087.898 11.151.255 9,78 8,33 0,20 2,81 7,91 1,57 3,39 11,51 2,28 OKU 255.246 2.237.220 1.676.247 8,76 6,57 0,04 1,80 3,24 0,12 1,63 2,66 0,10 Muara Enim 632.222 6.540.614 3.960.869 10,35 6,26 0,09 3,38 11,43 1,07 1,33 1,76 0,16 Lahat 545.754 2.810.643 2.531.233 5,15 4,64 0,08 -1,81 3,29 0,27 -0,30 0,09 0,01 Musi Rawas 474.430 2.826.410 1.784.685 5,96 3,76 0,07 -1,01 1,01 0,07 -1,18 1,38 0,10 Musi Banyuasin 469.175 9.982.326 3.398.920 21,28 7,24 0,07 14,31 204,84 14,23 2,31 5,32 0,37 OKU Selatan 317.277 945.137 945.137 2,98 2,98 0,05 -3,99 15,88 0,75 -1,96 3,84 0,18 OKU Timur 556.010 1.761.563 1.761.563 3,17 3,17 0,08 -3,80 14,41 1,19 -1,77 3,13 0,26 Ogan Ilir 356.983 1.351.713 1.326.451 3,79 3,72 0,05 -3,18 10,10 0,53 -1,22 1,49 0,08 Prabumulih 130.340 1.103.392 727.350 8,47 5,58 0,02 1,50 2,25 0,04 0,64 0,41 0,01 Pagaralam 114.562 498.639 498.639 4,35 4,35 0,02 -2,61 6,82 0,12 -0,58 0,34 0,01 Lubuklinggau 174.452 835.849 835.849 4,79 4,79 0,03 -2,17 4,72 0,12 -0,15 0,02 0,00

21,51 3,79 SUMSEL 6.755.900 50.059.897 35.976.695 6,96 4,94

Iw 0,6660 0,3941 PDRB atas dasar harga konstan (jutaan rupiah) PDRB/kapita 2006 MIGAS NON MIGAS

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk MIGAS NON MIGAS MIGAS NON MIGAS

fi/�fi yi-� (yi-�)2 (fi/�fi)*(yi-�) 2 yi-� (yi-�)2 (fi/�fi)*(yi-�) 2

OKI 672.192 2.653.826 2.653.826 3,95 3,95 0,10 -3,21 10,29 1,00 -1,20 1,45 0,14 Banyuasin 757.398 3.800.765 3.052.270 5,02 4,03 0,11 -2,14 4,57 0,50 -1,12 1,26 0,14 Palembang 1.369.239 13.998.092 12.090.111 10,22 8,83 0,20 3,07 9,41 1,87 3,68 13,53 2,69 OKU 259.292 2.348.255 1.778.699 9,06 6,86 0,04 1,90 3,61 0,14 1,71 2,92 0,11 Muara Enim 643.924 6.896.716 4.205.268 10,71 6,53 0,09 3,55 12,63 1,18 1,38 1,90 0,18 Lahat 550.478 2.946.362 2.670.395 5,35 4,85 0,08 -1,80 3,25 0,26 -0,30 0,09 0,01 Musi Rawas 484.281 2.973.711 1.894.926 6,14 3,91 0,07 -1,02 1,03 0,07 -1,24 1,53 0,11 Musi Banyuasin 484.245 10.260.635 3.636.263 21,19 7,51 0,07 14,03 196,92 13,82 2,36 5,56 0,39 OKU Selatan 322.307 1.027.494 1.027.494 3,19 3,19 0,05 -3,97 15,75 0,74 -1,96 3,85 0,18 OKU Timur 564.824 1.875.941 1.875.941 3,32 3,32 0,08 -3,83 14,71 1,20 -1,83 3,35 0,27 Ogan Ilir 365.333 1.421.557 1.394.872 3,89 3,82 0,05 -3,26 10,66 0,56 -1,33 1,78 0,09 Prabumulih 132.752 1.153.568 777.880 8,69 5,86 0,02 1,53 2,35 0,05 0,71 0,50 0,01 Pagaralam 115.553 517.742 517.742 4,48 4,48 0,02 -2,68 7,16 0,12 -0,67 0,45 0,01 Lubuklinggau 178.074 886.057 886.057 4,98 4,98 0,03 -2,18 4,75 0,12 -0,18 0,03 0,00

21,63 4,32 SUMSEL 6.899.892 52.760.721 38.461.744 7,16 5,15

Iw 0,6499 0,4036

Page 103: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 3 (lanjutan) PDRB atas dasar harga konstan (jutaan rupiah) PDRB/kapita 2007 MIGAS NON MIGAS

Kabupaten/Kota Jumlah Penduduk

MIGAS NON MIGAS MIGAS NON MIGAS fi/�fi

yi-� (yi-�)2 (fi/�fi)*(yi-�) 2 yi-� (yi-�)2 (fi/�fi)*(yi-�) 2 OKI 685.296 2.827.516 2.827.516 4,13 4,13 0,10 -3,27 10,67 1,04 -1,29 1,66 0,1621 Banyuasin 778.627 4.041.206 3.251.448 5,19 4,18 0,11 -2,20 4,85 0,54 -1,24 1,53 0,1702 Palembang 1.394.954 14.992.484 13.116.176 10,75 9,40 0,20 3,36 11,26 2,24 3,99 15,90 3,1604 OKU 262.383 2.468.624 1.900.698 9,41 7,24 0,04 2,02 4,06 0,15 1,83 3,35 0,1251 Muara Enim 653.304 7.300.405 4.497.304 11,17 6,88 0,09 3,78 14,30 1,33 1,47 2,16 0,2009 Lahat 553.093 3.122.332 2.844.796 5,65 5,14 0,08 -1,75 3,05 0,24 -0,27 0,07 0,0058 Musi Rawas 492.437 3.159.584 2.053.829 6,42 4,17 0,07 -0,98 0,95 0,07 -1,24 1,55 0,1085 Musi Banyuasin 497.864 10.541.461 3.920.550 21,17 7,87 0,07 13,78 189,91 13,47 2,46 6,05 0,4293 OKU Selatan 326.162 1.076.988 1.076.988 3,30 3,30 0,05 -4,09 16,73 0,78 -2,11 4,46 0,2073 OKU Timur 571.557 2.001.672 2.001.672 3,50 3,50 0,08 -3,89 15,14 1,23 -1,91 3,66 0,2978 Ogan Ilir 372.431 1.491.622 1.463.980 4,01 3,93 0,05 -3,39 11,48 0,61 -1,48 2,20 0,1168 Prabumulih 134.686 1.208.279 836.760 8,97 6,21 0,02 1,58 2,49 0,05 0,80 0,64 0,0122 Pagaralam 116.102 538.737 538.737 4,64 4,64 0,02 -2,75 7,58 0,13 -0,77 0,60 0,0099 Lubuklinggau 181.068 940.505 940.505 5,19 5,19 0,03 -2,20 4,83 0,12 -0,22 0,05 0,0013

21,99 5,01 SUMSEL 7.019.964 55.711.415 41.270.959 7,39 5,41

Iw 0,6344 0,4133

Page 104: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 4. Hasil analisis Entropi per sektor perekonomian tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan (2003, 2005, 2007)

Entropi Aktifitas Perekonomian Tiap Sektor Tahun 2003 KABUPATEN/KOTA

Tani Tbg Ind Ligas Bang Prdg Tran Keu Jasa Jumlah

(Entropi Total) Indeks Entropi

Entropi Maksimum Kelas

OKI 0,1123 0,0145 0,0356 0,0006 0,0468 0,0600 0,0070 0,0150 0,0310 0,3228 0,0703 4,59512 rendah Banyuasin 0,0940 0,0411 0,0647 0,0003 0,0264 0,0501 0,0026 0,0050 0,0155 0,2996 0,0652 4,59512 rendah Palembang 0,0146 - 0,2401 0,0200 0,0741 0,1458 0,0945 0,0648 0,1053 0,7591 0,1652 4,59512 tinggi OKU 0,1180 0,0613 0,0455 0,0014 0,0395 0,0675 0,0092 0,0221 0,0448 0,4093 0,0891 4,59512 sedang Muara Enim 0,0835 0,2031 0,0450 0,0040 0,0251 0,0321 0,0109 0,0101 0,0295 0,4434 0,0965 4,59512 sedang Lahat 0,0765 0,0567 0,0241 0,0007 0,0253 0,0304 0,0073 0,0143 0,0265 0,2617 0,0569 4,59512 rendah Musi Rawas 0,0790 0,0866 0,0231 0,0004 0,0126 0,0143 0,0019 0,0063 0,0195 0,2436 0,0530 4,59512 rendah Musi Banyuasin 0,0893 0,2811 0,0603 0,0004 0,0289 0,0502 0,0030 0,0135 0,0264 0,5531 0,1204 4,59512 tinggi OKU Selatan - - - - - - - - - - - 4,59512 - OKU Timur - - - - - - - - - - - 4,59512 - Ogan Ilir - - - - - - - - - - - 4,59512 - Prabumulih 0,0135 0,0398 0,0090 0,0005 0,0132 0,0227 0,0046 0,0115 0,0105 0,1252 0,0273 4,59512 rendah Pagaralam 0,0245 0,0014 0,0011 0,0002 0,0068 0,0129 0,0028 0,0043 0,0090 0,0631 0,0137 4,59512 rendah Lubuklinggau 0,0076 0,0016 0,0087 0,0007 0,0199 0,0217 0,0077 0,0137 0,0165 0,0982 0,0214 4,59512 rendah Sumatera Selatan 0,7128 0,7872 0,5572 0,0291 0,3186 0,5076 0,1514 0,1807 0,3345 3,5791 0,7789 4,59512

Maks 0,76 0,16

Min 0,06 0,01

Rataan 0,34 0,07

Std. Dev 0,21 0,04

Page 105: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 4 (lanjutan)

Entropi Aktifitas Perekonomian Tiap Sektor Tahun 2005 KABUPATEN/KOTA

Tani Tbg Ind Ligas Bang Prdg Tran Keu Jasa Jumlah

(Entropi Total) Indeks Entropi

Entropi Maksimum Kelas

OKI 0,0902 0,0060 0,0234 0,0003 0,0334 0,0398 0,0046 0,0084 0,0208 0,2269 0,0469 4,8362819 rendah Banyuasin 0,0933 0,0488 0,0629 0,0003 0,0279 0,0506 0,0028 0,0050 0,0157 0,3072 0,0635 4,8362819 sedang Palembang 0,0133 - 0,2374 0,0208 0,0778 0,1532 0,1068 0,0693 0,1071 0,7857 0,1625 4,8362819 tinggi OKU 0,0500 0,0530 0,0258 0,0009 0,0181 0,0344 0,0058 0,0112 0,0222 0,2214 0,0458 4,8362819 rendah Muara Enim 0,0870 0,1968 0,0462 0,0039 0,0259 0,0329 0,0112 0,0102 0,0293 0,4434 0,0917 4,8362819 sedang Lahat 0,0776 0,0557 0,0243 0,0007 0,0246 0,0305 0,0073 0,0144 0,0267 0,2618 0,0541 4,8362819 rendah Musi Rawas 0,0812 0,0843 0,0238 0,0004 0,0122 0,0142 0,0019 0,0064 0,0195 0,2440 0,0505 4,8362819 rendah Musi Banyuasin 0,0939 0,2687 0,0607 0,0004 0,0329 0,0523 0,0035 0,0135 0,0271 0,5529 0,1143 4,8362819 tinggi OKU Selatan 0,0339 0,0022 0,0124 0,0002 0,0146 0,0235 0,0017 0,0059 0,0126 0,1070 0,0221 4,8362819 rendah OKU Timur 0,0729 0,0070 0,0161 0,0004 0,0150 0,0285 0,0033 0,0087 0,0199 0,1717 0,0355 4,8362819 rendah Ogan Ilir 0,0431 0,0100 0,0174 0,0003 0,0203 0,0296 0,0032 0,0078 0,0142 0,1459 0,0302 4,8362819 rendah Prabumulih 0,0131 0,0371 0,0092 0,0005 0,0139 0,0236 0,0048 0,0120 0,0106 0,1249 0,0258 4,8362819 rendah Pagaralam 0,0230 0,0015 0,0011 0,0002 0,0073 0,0126 0,0031 0,0044 0,0090 0,0621 0,0128 4,8362819 rendah Lubuklinggau 0,0078 0,0017 0,0085 0,0007 0,0205 0,0221 0,0082 0,0137 0,0167 0,1000 0,0207 4,8362819 rendah

Sumatera Selatan 0,7803 0,7725 0,5692 0,0301 0,3445 0,5478 0,1682 0,1909 0,3512 3,7549 0,7764 4,8362819

Maks 0,78 0,16

Min 0,06 0,01

Rataan 0,29 0,06

Std. Dev 0,20 0,04

Page 106: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 4 (lanjutan)

Entropi Aktifitas Perekonomian Tiap Sektor Tahun 2007 KABUPATEN/KOTA

Tani Tbg Ind Ligas Bang Prdg Tran Keu Jasa

Jumlah (Entropi Total)

Indeks Entropi

Entropi Maksimum Kelas

OKI 0,0912 0,0060 0,0235 0,0003 0,0336 0,0401 0,0046 0,0083 0,0211 0,2287 0,0473 4,836282 rendah Banyuasin 0,0931 0,0513 0,0601 0,0003 0,0314 0,0507 0,0031 0,0049 0,0164 0,3113 0,0644 4,836282 sedang Palembang 0,0128 - 0,2336 0,0216 0,0810 0,1577 0,1172 0,0720 0,1096 0,8055 0,1665 4,836282 tinggi OKU 0,0635 0,0494 0,0248 0,0009 0,0183 0,0353 0,0059 0,0111 0,0222 0,2313 0,0478 4,836282 rendah Muara Enim 0,0925 0,1922 0,0472 0,0039 0,0268 0,0340 0,0115 0,0102 0,0293 0,4475 0,0925 4,836282 sedang Lahat 0,0773 0,0547 0,0244 0,0007 0,0242 0,0304 0,0077 0,0143 0,0273 0,2610 0,0540 4,836282 rendah Musi Rawas 0,0832 0,0817 0,0242 0,0004 0,0130 0,0145 0,0020 0,0063 0,0194 0,2447 0,0506 4,836282 rendah Musi Banyuasin 0,0966 0,2547 0,0606 0,0005 0,0354 0,0536 0,0037 0,0136 0,0279 0,5466 0,1130 4,836282 tinggi OKU Selatan 0,0335 0,0028 0,0121 0,0002 0,0153 0,0242 0,0017 0,0060 0,0132 0,1092 0,0226 4,836282 rendah OKU Timur 0,0732 0,0068 0,0161 0,0004 0,0152 0,0303 0,0035 0,0085 0,0201 0,1741 0,0360 4,836282 rendah Ogan Ilir 0,0418 0,0099 0,0171 0,0004 0,0206 0,0288 0,0033 0,0074 0,0155 0,1448 0,0299 4,836282 rendah Prabumulih 0,0127 0,0337 0,0091 0,0005 0,0143 0,0244 0,0051 0,0131 0,0108 0,1236 0,0256 4,836282 rendah Pagaralam 0,0213 0,0014 0,0010 0,0002 0,0077 0,0126 0,0033 0,0044 0,0087 0,0607 0,0126 4,836282 rendah Lubuklinggau 0,0079 0,0017 0,0083 0,0007 0,0209 0,0222 0,0082 0,0135 0,0171 0,1006 0,0208 4,836282 rendah

Sumatera Selatan 0,8007 0,7463 0,5620 0,0310 0,3577 0,5590 0,1808 0,1936 0,3586 3,7896 0,7836 4,836282

Maks 0,81 0,17

Min 0,06 0,01

Rataan 0,29 0,06

Std. Dev 0,21 0,04

Page 107: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 5. Variabel dan parameter yang digunakan dalam analisis Multivariat

Bidang No Kode Variabel Parameter

Kependudukan 1 KPDTN Kepadatan penduduk Jumlah penduduk per luas wilayah

2 KP Persen keluarga petani

� KK pertanian per � KK

Sarana Informasi dan Komunikasi

3 FasINFO Rasio sarana komunikasi terhadap penduduk

� (wartel/kiospon/warnet) per jumlah penduduk

4 PLN Persen KK yang menggunakan PLN

� KK pelanggan PLN per � total KK

5 TELP Persen KK yang menggunakan telepon

� KK pelanggan telpon per � total KK

Kesehatan 6 FasKES Rasio fasilitas pelayanan kesehatan terhadap penduduk

� (RS, rmh. Bersalin, poliklinik, puskesmas, posyandu, polindes, tempat praktek dokter/bidan) per jumlah penduduk

7 FasOBAT Rasio jumlah tempat penjualan obat terhadap penduduk

� (apotik, toko obat/jamu) per jumlah penduduk

8 TenKES Rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk

� (dokter, bidan, dukun bayi terlatih dan belum terlatih) per jumlah penduduk

Pendidikan 9 FasDIKDAS Rasio jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah terhadap penduduk

� (TK, SD, SMP, SMA, SMK negeri/swasta) per jumlah penduduk

10 FasIBD Rasio jumlah sarana peribadatan terhadap penduduk

� (masjid, gereja, pura, kelenteng) per jumlah penduduk

Ekonomi 11 LemKEU Rasio lembaga keuangan terhadap penduduk

� (bank, BPR, KUD, koperasi) per jumlah penduduk

12 FasTOKO Rasio toko dan tempat perbelanjaan terhadap penduduk

� (toko/warung/kios, supermarket, restoran/kedai makan) per jumlah penduduk

13 FasINDBes Rasio jumlah industri besar terhadap penduduk

� industri besar (� 100 pekerja) per jumlah penduduk

14 FasINDSed Rasio jumlah industri sedang terhadap penduduk

� industri sedang (20-99 pekerja) per jumlah penduduk

15 FasINDKec Rasio jumlah industri kecil terhadap penduduk

� (industri kerajinan kayu/kulit/anyaman/logam /makan-minuman dll) per jumlah penduduk

16 FasHTL Rasio jumlah hotel dan penginapan terhadap penduduk

� (hotel/wisma/motel/losmen) per jumlah penduduk

Penggunaan Lahan

17 LhSwh Rasio luas lahan sawah terhadap wilayah

� (luas lahan sawah berpengairan/tidak berpengairan, sementara) per luas wilayah

18 LhNSwh Rasio luas lahan bukan sawah terhadap wilayah

� (luas lahan pertanian/kolam/tambak/padang rumput, lading) per luas wilayah

19 LhNPert Rasio luas lahan bukan pertanian terhadap wilayah

� (luas lahan kawasan terbangun non pertanian) per luas wilayah

Page 108: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 5 (lanjutan)

Bidang No Kode Variabel Parameter

Pendapatan Wilayah

20 GDPTani Rasio PDRB sektor pertanian per kapita

PDRB Pertanian per jumlah penduduk

21 GDPTbg Rasio PDRB sektor pertambangan per kapita

PDRB Pertambangan per jumlah penduduk

22 GDPSek Rasio PDRB sekunder per kapita

PDRB Sekunder per jumlah penduduk

23 GDPTer Rasio PDRB sektor tersier per kapita

PDRB Tersier per jumlah penduduk

Tenaga Kerja 24 TKTani Rasio tenaga kerja sektor pertanian per kapita

� tenaga kerja pertanian per jumlah penduduk

25 TKTbg Rasio tenaga kerja sektor pertambangan per kapita

� tenaga kerja pertambangan per jumlah penduduk

26 TKSek Rasio tenaga kerja sekunder per kapita

� tenaga kerja sekunder per jumlah penduduk

27 TKTer Rasio tenaga kerja tersier per kapita

� tenaga kerja tersier per jumlah penduduk

Page 109: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 6. Matriks wilayah kabupaten/kota di provinsi sumatera selatan berdasarkan sintesis hasil penelitian.

KABUPATEN/KOTA Sektor Unggulan (2007)

Perubahan Tingkat Perkembangan

Wilayah (2003-2007) Berdasarkan

Aktivitas Sektor Perekonomian

Kontribusi Terhadap Disparitas

Tipologi (Klaster) Hirarki Definisi Wilayah

OKI pertanian; bangunan; perdagangan, hotel & restoran Rendah – Rendah Mengurangi 2 III

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di kabupaten, yaitu sektor pertanian, sektor sekunder dan tersier namun ketersediaan fasilitas pelayanan umum masih sangat rendah sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang kurang berkembang

Banyuasin pertanian; industri pengolahan; bangunan; perdagangan, hotel & restoran

Rendah – Rendah Mengurangi 2 III

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di kabupaten, yaitu sektor pertanian, sektor sekunder dan tersier namun ketersediaan fasilitas pelayanan umum masih sangat rendah sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang kurang berkembang

OKU pertanian; perdagangan, hotel & restoran; jasa lainnya Sedang – Rendah Meningkatkan 3 II

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di kabupaten, yaitu sektor pertanian atau pertambangan & penggalian dan memiliki fasilitas pelayanan umum lebih rendah daripada Klaster I sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang memiliki tingkat perkembangan sedang.

Muara Enim pertambangan & penggalian Sedang – Sedang Meningkatkan 3 III

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di kabupaten yang terkonsentrasi pada sektor pertambangan dan penggalian namun fasilitas pelayanan umum masih sangat rendah sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang kurang berkembang

Lahat pertanian; bangunan; keuangan, persewaan & jasa perusahaan; jasa lainnya

Rendah – Rendah Mengurangi 3 III

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di kabupaten yaitu sektor pertanian atau sektor pertambangan & penggalian namun fasilitas pelayanan umum masih sangat rendah sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang kurang berkembang

Musi Rawas pertanian; pertambangan & penggalian Rendah – Rendah Mengurangi 3 III

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di kabupaten yaitu sektor pertanian atau sektor pertambangan & penggalian dengan fasilitas pelayanan umum yang lebih rendah daripada Klaster I sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang memiliki tingkat perkembangan sedang.

Page 110: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 6 (lanjutan)

KABUPATEN/KOTA Sektor Unggulan (2007)

Perubahan Tingkat Perkembangan

Wilayah (2003-2007) Berdasarkan

Aktivitas Sektor Perekonomian

Kontribusi Terhadap Disparitas

Tipologi (Klaster) Hirarki Definisi Wilayah

Palembang

industri pengolahan; listrik, gas & air bersih; bangunan; perdagangan, hotel & restoran; transportasi & telekomunikasi; keuangan, persewaan & jasa perusahaan; jasa lainnya

Tinggi – Tinggi Meningkatkan 1 I

Sebagai pusat pembangunan dan pusat pelayanan perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan yang dicirikan oleh variabel lembaga keuangan yang disertai rasio kepadatan penduduk tertinggi (> 1 juta jiwa) sehingga dikategorikan sebagai kawasan metropolitan yang dilengkapi dengan fasilitas pendidikan dan kesehatan dan perekonomian yang lengkap.

Prabumulih

pertambangan & penggalian; bangunan; perdagangan, hotel & restoran; keuangan, persewaan & jasa perusahaan; jasa lainnya

Rendah – Rendah Meningkatkan 4 III

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di perkotaan yang terkonsentrasi pada sektor pertambangan & penggalian yang disertai sektor sekunder dan tersier namun fasilitas pelayanan umum yang tersedia sangat rendah sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang kurang berkembang

Pagaralam pertanian; bangunan; perdagangan, hotel & restoran; keuangan, persewaan & jasa perusahaan; jasa lainnya

Rendah – Rendah Mengurangi 4 II

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di perkotaan, yaitu sektor pertanian dan tersier dan memiliki fasilitas pelayanan umum lebih rendah daripada Klaster I sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang memiliki tingkat perkembangan sedang.

Lubuk Linggau bangunan; perdagangan, hotel & restoran; keuangan, persewaan & jasa perusahaan; jasa lainnya

Rendah – Rendah Mengurangi 4 II

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di perkotaan, yaitu pada sektor sekunder dan tersier, dengan ketersediaan fasilitas pelayanan umum yang lebih rendah daripada Klaster I sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang memiliki tingkat perkembangan sedang.

OKU Timur pertanian; perdagangan, hotel & restoran; jasa lainnya Rendah – Rendah Mengurangi 2 II

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di kabupaten, yaitu sektor pertanian dengan ketersediaan fasilitas pelayanan umum yang sangat lebih rendah dari pada Klaster I sehingga dikategorikan sebagai wilayah dengan tingkat perkembangan yang sedang.

Page 111: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 6 (lanjutan)

KABUPATEN/KOTA Sektor Unggulan (2007)

Perubahan Tingkat Perkembangan

Wilayah (2003-2007) Berdasarkan

Aktivitas Sektor Perekonomian

Kontribusi Terhadap Disparitas

Tipologi (Klaster) Hirarki Definisi Wilayah

OKU Selatan pertanian; bangunan; perdagangan, hotel & restoran; keuangan, persewaan & jasa perusahaan; jasa lainnya

Rendah – Rendah Mengurangi 3 III

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di kabupaten, yaitu sektor pertanian, sekunder dan tersier namun ketersediaan fasilitas pelayanan umum masih sangat rendah sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang kurang berkembang

Ogan Ilir pertanian; bangunan; perdagangan, hotel & restoran; keuangan, persewaan & jasa perusahaan; jasa lainnya

Rendah – Rendah Mengurangi 2 III

Dicirikan oleh variabel yang mengindikasikan aktivitas perekonomian wilayah di kabupaten, yaitu sektor pertanian, sekunder dan tersier namun ketersediaan fasilitas pelayanan umum masih sangat rendah sehingga dikategorikan sebagai wilayah yang kurang berkembang

Page 112: Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi ... · Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 26 April 1977 ... nilai yang relatif tetap. ... 13. Matriks Sektor Unggulan,

Lampiran 7. Nilai mean masing-masing klaster berdasarkan hasil analisis K-mean clustering

Mean Kelas variabel penjelas

Variabel penjelas Klaster 1

Klaster 2

Klaster 3

Klaster 4

Klaster 1

Klaster 2

Klaster 3

Klaster 4

KPDT PDDK 3,42 -0,32 -0,36 0 Tinggi Rendah Rendah Rendah KP -2,75 0,45 0,50 -0,67 Rendah Tinggi Tinggi Rendah PLN 1,53 -0,49 -0,51 1,16 Tinggi Rendah Rendah Tinggi TELP 2,32 -0,59 -0,49 1 Tinggi Rendah Rendah Tinggi FASINFO 1,75 -0,26 -0,72 1,19 Tinggi Rendah Rendah Tinggi FASKES -1,98 -0,33 0,22 0,66 Rendah Rendah Tinggi Tinggi FASOBAT 1,13 -0,62 -0,48 1,4 Sedang Rendah Rendah Tinggi TENKES -1,76 -0,24 0,85 -0,81 Rendah Rendah Tinggi Rendah FASIBD -1,21 0,68 0,17 -0,84 Rendah Tinggi Tinggi Rendah FASDIKDAS -2,27 -0,14 0,43 0,07 Rendah Rendah Tinggi Rendah FASINDBES 0,18 0,92 -0,28 -0,73 Rendah Tinggi Rendah Rendah FASINDSED 1,67 0,44 -0,22 -0,72 Tinggi Tinggi Rendah Rendah FASINKEC 2,58 0,27 -0,52 -0,18 Tinggi Sedang Rendah Rendah FASTOKO 0,06 -0,68 0,21 0,46 Rendah Rendah Tinggi Sedang FASHTL -0,17 -0,12 -0,46 1,13 Rendah Rendah Rendah Tinggi FASLBKEU 3,39 -0,36 -0,36 0,06 Tinggi Rendah Rendah Rendah LLHNSWH 1,11 1,25 -0,68 -0,66 Sedang Tinggi Rendah Rendah LLHNNSWH -1,11 -1,25 0,68 0,66 Rendah Rendah Tinggi Tinggi LLHNNPERT 2,2 0,02 -0,76 0,76 Tinggi Sedang Rendah Tinggi TK_TANI -2,52 0,32 0,59 -0,77 Rendah Tinggi Tinggi Rendah TK_TBG -0,33 -0,25 -0,12 0,7 Rendah Rendah Rendah Tinggi TK_SEK 1,95 0,74 -0,84 0,04 Tinggi Tinggi Rendah Rendah TK_TER 1,56 1,13 -0,71 -0,61 Tinggi Tinggi Rendah Rendah GDP_TANI -1,82 0,08 0,63 -0,75 Rendah Sedang Tinggi Rendah GDP_TBG -0,57 -0,48 0,57 -0,31 Rendah Rendah Tinggi Rendah GDP_SEK 3,12 -0,39 -0,18 -0,17 Tinggi Rendah Rendah Rendah GDP_TER 2,65 -0,64 -0,36 0,69 Tinggi Rendah Rendah Tinggi

Maks 3,42 1,25 0,85 1,40 Min -2,75 -1,25 -0,84 -0,84 Rataan 0,52 -0,03 -0,12 0,10 Std.DEV 1,95 0,61 0,52 0,74