analisis jurnal gadar d2
TRANSCRIPT
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
BAB I
PENDAHULUAN
Anak merupakan individu yang berada dalam rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Rentang ini berbeda antara
anak satu dengan yang lainnya. Pada anak terdapat rentang perubahan
pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses
perkembangannya anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan
perilaku sosial (Hidayat, 2005). Tidak sedikit diantaranya, anak-anak melakukan
berbagai kegiatan atau aktivitas bermain yang dapat membahayakan dirinya
seperti bermain dengan benda tajam, berlari-lari, memanjat dan lain-lain sehingga
dapat melukai dirinya dan mengharuskan anak untuk mendapatkan perawatan di
rumah sakit. Yang menjadi kendala adalah adanya trauma pada anak ketika
dilakukan tindakan medis sehingga menghambat proses penyembuhan atau proses
tindakan yang akan dilakukan.
Beberapa kasus yang sering dijumpai masyarakat seperti peristiwa yang
menimbulkan trauma pada anak adalah cemas, marah, nyeri, dan lain-lain.
Berdasarkan tahap perkembangan anak pada umumnya mengekspresikan nyeri
dengan berekspresi verbal seperti “aduh”, “sakit”, memukul-mukul lengan dan
kaki, berusaha mendorong stimulus menjauh sebelum nyeri terjadi Oleh
karenanya, harus diberikan kesempatan atau cara dalam mengurangi nyeri yang
dirasakannya, seperti menggunakan peralatan yang sesuai untuk mengontrol stress
mereka. Dengan adanya kontrol diri, baik kecemasan dan rasa sakit akan
mengalami penurunan.
Proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan klien dengan
menghilangkan rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman. Apabila rasa nyeri tidak
dapat diatasi anak cenderung tidak kooperatif atau menolak prosedur tindakan
sehingga dapat menghambat proses penyembuhan. Karena itu prinsip atraumatic
care dalam merawat anak sakit sangat diutamakan. Salah satu penerapan prinsip
keperawatan atraumatic adalah meminimalkan rasa nyeri (Campbell & Don,
2001). Peran perawat dalam menerapkan prinsip atraumatic care pada anak
dilakukan melalui pendekatan tindakan atraumatic care. Adapun contoh dari
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
pendekatan atraumatic care, antara lain: 1) memperkokoh hubungan dengan
orang tua, 2) menyiapkan anak sebelum prosedur, 3) mengalihkan perasaan takut
dan agresif (Wong, 2008).
Untuk mencapai perawatan tersebut perawat hendaknya berpegang
terhadap prinsip mencegah cedera atau mengurangi rasa nyeri yang dialami anak.
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan
anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat
akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya teknik distraksi,
relaksasi, back masase (Hidayat, 2005
Teknik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke
stimulus yang lain. Teknik ini bertujuan untuk mengalihkan perhatian anak yang
mengalami nyeri ketika akan dilakukan prosedur tindakan sehingga dapat
mengurangi rasa nyeri yang dialami. Beberapa contoh teknik distraksi yang dapat
diberikan kepada anak seperti memberikan musik sesuai pilihan, menonton video,
permainan, atau video kartun. Jadi dengan memberikan musik yang dipilih saat
akan dilakukan tindakan keperawatan seperti menjahit luka laserasi diharapkan
perhatiannya teralihkan oleh musik yang disukainya, sehingga nyeri yang dialami
dapat berkurang atau tindakan keperawatan dapat dilakukan tanpa hambatan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan analisis lebih
lanjut mengenai jurnal yang berjudul “Evaluation of Nonpharmacologic Methods
of Pain and Anxiety Management for Laceration Repair in the Pediatric
Emergency Department”.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
BAB II
ISI
2.1 RINGKASAN JURNAL
1. TUJUAN PENELITIAN
a. Tujuan Umum :
Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri wajah pasien yang
diberikan intervensi dan yang tidak diberikan intervensi pada anak
10 tahun di ruang Unit Gawat Darurat anak
b. Tujuan Khusus :
Untuk mengetahui perbedaan karakteristik responden berdasarkan
demografi (usia, jenis kelamin, ras dan kelas di sekolah) dan
karakteristik yang berhubungan dengan laserasi yang dialami
(durasi perawatan luka, pengalaman dijarit luka sebelumnya,
lokasi luka, panjang luka, dosis anastesi lokal dan pendampingan
orangtua antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol
Untuk mengetahui perbedaan pengaruh teknik distraksi terhadap
intensitas nyeri anak pada kelompok intervensi dan kelompok
control dengan menggunakan skor Facial Pain Scale (FPS).
Untuk mengetahui perbedaan pengaruh teknik distraksi terhadap
distress nyeri orang tua pada kelompok intervensi dan kelompok
kontrol menggunakan skor Visual Analog Scale (VAS).
Untuk mengetahui perbedaan pengaruh teknik distraksi terhadap
kecemasan situasional anak pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol menggunakan skor State Trait Anxiety
Inventory for Children (STAIC).
Untuk mengetahui signifikansi pengaruh teknik distraksi terhadap
intensitas nyeri, distress nyeri orang tua dan kecemasan
situasional anak pada kelompok intervensi.
2. METODE DAN CARA PENELITIAN
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
a. Populasi dan Subyek
Penelitian ini dilakukan di UGD dari 253 tempat tidur tersier
perawatan anak rumah sakit yang melayani populasi sebesar 2,5 juta
orang di 17 daerah pelayanan; mengevaluasi 65.000 pasien anak
setiap tahunnya. Semua pasien yang mengalami robekan dievaluasi
dan dirawat di atas kebijaksanaan staf medis di UGD menurut
protokol standar (Tabel 1). Subjek pada penelitian ini adalah Anak-
anak antara 6 dan 18 tahun yang mengunjungi ruang UGD untuk
perbaikan laserasi yang telah mengalami luka laserasi yang luas dan
mengenai epidermis hingga subkutan ± 5 cm, yang dapat diperbaiki
menggunakan teknik jahitan perbaikan dasar, telah terdaftar secara
prospektif antara Oktober 2003 dan Agustus 2004. Anak-anak yang
mengalami luka ganda, kompleks laserasi, atau laserasi yang terkait
dengan lainnya cedera dikeluarkan. Pasien yang tidak dapat
memahami atau berpartisipasi penuh dalam informed consent proses
atau studi protokol, apa pun alasannya, adalah tidak memenuhi syarat
untuk studi.
b. Prosedur dan Instrumentasi
The 7-point Facial Pain Scale (FPS) yang merupakan skala
yang dilaporkan-sendiri, digunakan untuk mengkaji skala nyeri
secara kuantitatif selama perawatan luka. FPS merupakan skala
ordinat yang memiliki rentang dari 0 (tidak nyeri) hingga 6 (sangat
nyeri). Skala ini telah divalidasi untuk mengukur intensitas nyeri
pada anak yang masuk UGD. Untuk mendapatkan pengukuran secara
kuantitatif dari distress nyeri, yang didefinisikan sebagai reaksi
emosional terhadap komponen sensoris nyeri, suatu skala analog
visual (visual analog scale / VAS) digunakan untuk mengukur
distress nyeri. Sebuah garis horizontal terdiri dari garis 100mm
dengan dua ujung yang mewakili rentang skala “tidak stress” hingga
“sangat stress”. Orangtua diminta untuk menanyakan persepsi
distress yang dialami anaknya, sebelum dan sesudah perawatan luka
menggunakan VAS.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
State Trait Anxiety Inventory for Children (STAIC) merupakan
skala standar untuk level kecemasan pada anak-anak yang
dilaporkan-sendiri. skala kecemasan STAIC digunakan dalam
penelitian ini untuk mengukur kecemasan situasional pada anak
sebelum dan setelah perawatan luka. Skala ini terdiri dari 20
pernyataan yang akan dijawab oleh anak untuk mengetahui apa yang
dirasakannya pada waktu tertentu. Pengukuran ini diharapkan
terdapat perubahan skor FPS, VAS dan STAIC yang dilaporkan
sebelum dan setelah perawatan luka.
c. Analisis Statistik
Perubahan skor antara kelompok intervensi dan nonintervensi
kemudian dibandingkan menggunakan test nonparametric Mann-
Whitney. Untuk mengkaji efek intervensi pada perubahan skor FPS,
VAS dan STAIC, digunakan analisa regresi linier multivariate.
Variabel intervensi, umur dan etnik pasien, kehadiran orangtua,
dosis anastesi local diukur menggunakan model regresi. Karena
durasi jaritan luka, panjang luka dan dosis anestesi secara signifikan
berhubungan antara satu dan lainnya (P < 0,05). Untuk semua tes
statistic digunakan level signivikansi P<0,05. Analisa statistic
menggunakan SPSS 12.0.
3. HASIL PENELITIAN
Terdapat 240 pasien yang digunakan dalam penelitian ini, dengan
120 pasien secara acak diberikan perawatan standar dan yang lainnya
diberikan perawatan standar yang dikombinasikan dengan intervensi
penelitian. Dengan pengecualian terhadap panjang laserasi, tidak
terdapat perbedaan secara signifikan dalam hal demografi ataupun
karakteristik klinis pada kedua kelompok.
Pemilihan Distraktor
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Pada anak yang berusia lebih kecil pada kelompok intervensi, 39%
memilih musik sebagai distraktor yang diikuti dengan videogames
(29%), video kartun (27%), gelembung (14%) dan buku (2%). Anak
yang lebih besar pada kelompok intervensi memilih music sebagai
distraktor (63%) diikuti dengan videogames (21%) dan video kartun
(16%). Secara keseluruhan, music dipilih oleh sebagian besar anak
sebagai distraktor (52%) diikuti dengan videogames (23,45). Anak
perempuan lebih banyak memilih untuk mendengarkan music
dibandingkan anak laki-laki (61% vs 43%; P=0.002). anak yang lebih
besar lebih memilih untuk mendengar music disbanding anak yang lebih
kecil (63% vs 39%; P=0.0002). anak yang lebih kecil memilih video
kartun lebih banyak dibandingkan dengan anak yang lebih besar (27% vs
16%; P=0.045).
Untuk anak dibawah 10 tahun
Test Mann-Whitney mengindikasikan perbedaan yang signifikan
(P=0.01) pada VAS antara kelompok intervensi dan nonintervensi.
Perbedaan pada skor FPS antara 2 kelompok tidak signifikan. Analisa
tambahan menunjukkan pada kelompok usia ini, tidak terdapat
perbedaan signifikan pada perubahan mean dalam skor FPS dan VAS
pre dan postprosedur antara anak laki dan perempuan.
Pad anak dibawah umur 10 tahun, tidak ada diantara variabel usia,
durasi penjahitan luka atau intervensi yang diberikan memberikan
perubahan skor FPS antara pre dan postprosedur. Model regresi yang
termasuk usia, durasi perawatan luka dan pemberian intervensi,
menunjukkan perubahan dalam mean skor VAS (F=5,94; P<0.05;
R2=0,12). Pada model ini, pemberian intervensi secara prediktif
(P=0.001) memberikan perubahan skor VAS antara skor pre dan
postprosedur, sedangkan variabel dari durasi penjahitan luka serta usia
tidak memberikan perubahan.
Untuk anak diatas 10 tahun atau lebih
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Dengan menggunakan Mann-Whitney tes, perubahan dalam skor
STAIC antara kelompok intervensi dan non-intervensi menunjukkan
angka yang signifikan (P< .001). Pada kelompok usia ini, variabel
adanya intervensi yang bukan hanya usia dan durasi perbaikan laserasi
diprediksi ikut ambil andil dalam perubahan skor STAIC. Pada model
regresi termasuk usia, lama perbaikan laserasi, dan adanya intervensi
yang dilakukan cukup beralasan untuk memprediksi perubahan dalam
rata-rata skor STAIC (F= 11,83; P< .001; Adjusted R2 0,2; Tabel 6).
Dalam model regresi yang sama, tidak adanya variabel usia, durasi
laserasi perbaikan, atau adanya intervensi diprediksi merubah skor VAS.
Dalam model regresi lain, durasi perbaikan laserasi diprediksi merubah
rata-rata FPS dengan koefisien α β 0,18 (t =2,04; P= .04), namun, usia,
lama perbaikan laserasi, dan kehadiran intervensi, yang termasuk dalam
model regresi ini, gagal dalam memprediksi perubahan rata-rata skor
FPS (F = 2,003; P= .12; adjusted R2= 0,02;Tabel 6). Independent sample
t tests gagal mengungkapkan perbedaan rata-rata perubahan statistik
signifikan terhadap skor FPS, VAS, dan STAIC sebelum procedure dan
setelah prosedur antara anak laki-laki dan perempuan dalam kelompok
ini.
2.2 TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Nyeri
a. Definisi nyeri
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman,
baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan
yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila
seseorang pernah mengalaminya. Menurut International Association
for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan
emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan
aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan (Anonim, 2011).
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang
mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang
perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam
menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting
dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang
baik.
(1) Usia
Usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama
pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang
ditemukan antara kedua kelompok usia ini dapat mempengaruhi
bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.
Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan
kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri.
Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak,
mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.
(2) Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu
mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan
apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Ekspresi nyeri
dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu tenang dan emosi,
pasien tenang umumnya akan diam berkenaan dengan nyeri,
mereka memiliki sikap dapat menahan nyeri. Sedangkan pasien
yang emosional akan berekspresi secara verbal dan akan
menunjukkan tingkah laku nyeri dengan merintih dan menangis
(Marrie, 2002 dalam Anonim, 2011).
(3) Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan
meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam
semua keadaaan. Secara umum, cara yang efektif untuk
menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan
(4) Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri
yang dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap
peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini
mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia
ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih
parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut
mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan
pengobatan yang tidak adekuat. Cara seseorang berespon
terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama
rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu
dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti pada nyeri
berkepanjangan atau kronis dan persisten.
(5) Keluarga dan support sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri
adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang
dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk
mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran
keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri
semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus
yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter
& Perry, 2009).
(6) Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di
rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara
terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk
mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering
menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun
psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu
selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi
dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai
rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
mungkin tergantung pada support emosional dari anak-anak,
keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat
meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada agama dapat
memberi kenyamanan untuk berdoa, memberikan banyak
kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang (Potter
& Perry, 2006).
c. Karakteristik perkembangan respon anak terhadap nyeri
(1) Anak prasekolah
a) Menangis keras, berteriak-teriak
b) Berekspresi verbal seperti “aduh”, “sakit”,
c) Memukul-mukul lengan dan kaki,
d) Berusaha mendorong stimulus menjauh sebelum nyeri
terjadi,
e) Tidak kooperatif; memerlukan restrain fisik,
f) Masih kurang dalam kemampuan kognitif sehingga dapat
menggunakan alat skor nyeri standard orang dewasa
(2) Anak sekolah
a) Dapat terlihat semua perilaku anak kecil terutama selama
prosedur yang menimbulkan nyeri namun berkurang saat
periode antisipasi,
b) Menunjukkan sikap berdalih seperti “tunggu sebentar”, “saya
belum siap”,
c) Rigiditas otot seperti mengepalkan tangan, jari memucat, gigi
bergemeretak, tubuh kaku, mata tertutup, dan dahi berkerut.
(Wong, 2008).
2.2.2 Kecemasan
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal
dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci”
yang berarti mencekik. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28)
mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk
memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu
bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego
karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya
dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan
meningkat sampai ego dikalahkan. Taylor (1995) mengatakan bahwa
kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan
mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan
ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman.
Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan
gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung
meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik,
tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya).
Perbedaan intensitas kecemasan tergantung pada keseriusan ancaman
dan efekivitas dari operasi-operasi keamanan yang dimiliki
seseorang. Mulai munculnya perasaan-perasaan tertekan, tidak
berdaya akan muncul apabila orang tidak siap menghadapi ancaman.
a. Kecemasan Merupakan Pengalaman Emosional
Reaksi emosional/cemas terhadap situasi yang menekan
merupakan bagian dari pengalaman manusia sehari-hari. Kecemasan
memiliki tingkatan tertentu yaitu kecemasan yang wajar atau tidak.
Kecemasan yang wajar tidak akan mengganggu kehidupan manusia
sehari-hari, dan akan mendorong individu untuk lebih berhati-hati
dalam menghadapi situasi yang mengancam (Barstein, 1994).
Kecemasan dapat timbul ketika individu menghadapi pengalaman-
pengalaman baru seperti masuk sekolah, memulai pekerjaan baru
atau melahirkan bayi (Stuart & Sundeen, 1993). Kecemasan juga
merupakan sesuatu yang diperoleh dari belajar. Hal ini ditunjukkan
dengan kesukaran berfikir jernih dan bertindak secara efektif
terhadap tuntutan lingkungan (Mischel, 1991). Individu akan belajar
dari pengalaman kegagalan memenuhi tuntutan lingkungan yang
mengancam. Individu yang merasa terancam akan menimbulkan
kecemasan. Kecemasan sebagai sesuatu emosi yang muncul dari
pengalaman subyektif individu biasanya tidak dapat dikenali secara
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
nyata. Hal ini berdasarkan pernyataan bahwa ”Emosi yang tidak
disertai dengan obyek yang spesifik biasanya dibangkitkan oleh
sesuatu yang tidak dikenal.”(Stuart & Sundeen, 1993). Kecemasan
merupakan perasaan subyektif yang dialami oleh individu. Hal ini
disebabkan oleh situasi-situasi yang mengancam sehingga
menyebabkan ketidakberdayaan individu (Freud, 1954). Kecemasan
pada tingkat tertentu dapat dianggap sebagai bagian dari respon
normal untuk mengatasi masalah sehari-hari. Kecemasan merupakan
suatu penyerta normal dari pertumbuhan, perubahan, pengalaman
sesuatu yang baru dan belum dicoba serta penemuan identitas diri
dan juga menemukan arti hidup. (Kaplan, dkk, 1996). Whitehead,
(1985) juga mengemukakan kecemasan sebagai pengalaman individu
yang timbul karena menghadapi konflik, ketegangan, ancaman
kegagalan, maupun perasaan tidak aman. Individu yang mengetahui
penyebab sumber kecemasannya merupakan suatu pertanda bahwa
kecemasan tersebut adalah suatu emosi yang wajar.
b. Kecemasan Merupakan Hasil dari Situasi yang Mengancam
Kecemasan ditandai dengan kekhawatiran, keprihatinan dan
rasa takut. Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan
organisme dapat menyebabkan kecemasan (Atkinson, 1996). Situasi
yang mengancam meliputi ancaman fisik, ancaman terhadap harga
diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan juga
dapat menyebabkan kecemasan. Kecemasan merupakan akibat dari
suatu konflik, ketegangan, ancaman kegagalan maupun perasaan
tidak aman (Whitehead, 1985). Individu yang merasa berada pada
suatu kondisi yang tidak jelas akan menimbulkan kecemasan,
contohnya: khawatir akan kehilangan orang yang kita cintai,
perasaan-perasaan bersalah dan berdosa yang bertentangan dengan
hati nurani, dan sebagainya (Kartono, 1981). Hal ini juga dinyatakan
Branca (1946), bahwa kecemasan merupakan perasaan yang tidak
menyenangkan karena individu mengalami frustasi dan
ketidakpastian tentang apa yang terjadi dimasa yang akan datang,
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
juga adanya suatu ancaman tentang kegagalan dan rasa sakit yang
akan dialaminya. Kecemasan merupakan bagian dari kondisi
manusia yang dianggap mengancam keberadaan individu. Hal ini
dinyatakan (May, 1950) cemas merupakan afek atau perasaan yang
tidak menyenangkan dan dapat berupa ketegangan, rasa tidak aman
dan kekhawatiran yang timbul akibat sesuatu yang mengecewakan
serta ancaman terhadap keinginan pribadi. Kecemasan sebagai suatu
tanda bahaya yang membuat orang bersangkutan waspada dan
bersiap diri melakukan upaya untuk mengatasi ancaman yang
bersifat internal, dan tidak jelas. Kecemasan merupakan
pengantisipasian terhadap bahaya. Menurut Davidoff, (1987)
kecemasan adalah emosi yang dikarakteristikkan oleh keadaan
pemikiran dan pengantisipasian terhadap bahaya. Hal ini muncul
dikarenakan keputusasaan individu yang tidak mampu
menyelesaikan masalahnya (Hurlock, 1978). Kecemasan digunakan
untuk menggambarkan respon seseorang yang berada dalam bahaya.
Sumber bahaya tersebut tidak bisa diidentifikasi dengan jelas
(Chruden & Sherman, 1972). Kecemasan merupakan implementasi
rasa aman dari situasi yang mengancam.
c. Gejala Fisik, Psikologis, Sosial dari Kecemasan
Adanya gejala-gejala fisik maupun psikologis yang menyertai
kecemasan dapat dijelaskan sebagai berikut: gejala fisik meliputi
telapak tangan basah, tekanan darah meninggi, badan gemetar,
denyut jantung meningkat dan keluarnya keringat dingin. Hal ini
berdasarkan (Maramis, 1980; Sulistyaningsih, 2000) bahwa gejala-
gejala fisik yang menyertai kecemasan adalah palpitasi, keringat
dingin, telapak tangan basah, denyut jantung meningkat, serta
keluarnya keringat dingin.
Kecemasan merupakan respon terhadap kondisi stres atau
konflik. Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar
maupun dalam diri sendiri. Hal ini akan menimbulkan respon dari
sistem syaraf yang mengatur pelepasan hormon tertentu. Akibat
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
pelepasan hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada organ-
organ seperti lambung, jantung, pembuluh darah maupun alat-alat
gerak. Selain itu juga dapat memicu Sistem Simpatis sebagai
mekanisme pertahanan tubuh. Sistem ini menutup arteri-arteri yang
mengalir ke organ-organ yang tidak esensial untuk pertahanan.
Sistem simpatis ini mempersiapkan tubuh untuk menghadapi kondisi
darurat dan bahaya (Mongan, 2005:55) Individu yang mengalami
ancaman akan mengakibatkan perubahan-perubahan fisiologik dari
sistem endokrin. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerja dari
simpatik dan parasimpatik susunan syaraf otonom. Gangguan
hormonal inilah yang akan menyebabkan terjadinya perubahan
aktivitas metabolik di dalam tubuh (Simandjuntak, dkk, 1984)
Kecemasan akan melibatkan komponen kejiwaan maupun fisik. Hal
tersebut pada tiap individu bentuknya berbeda-beda. Gejala-gejala
tersebut merupakan akibat dari rangsangan sistem syaraf otonom
maupun viceral. Individu akan mengeluh sering kencing atau susah
kencing, mulas, mencret, kembung, perih di lambung, keringat
dingin, berdebar-debar, darah tinggi, sakit kepala, dan sesak nafas.
Ada faktor-faktor yang dapat menyebabkan individu mengalami
kecemasan. Faktorfaktor tersebut adalah keadaan biologis,
kemampuan beradaptasi/ mempertahankan diri terhadap lingkungan
yang diperoleh dari perkembangan dan pengalaman, serta adaptasi
terhadap rangsangan, situasi atau stressor yang dihadapi. Sumber
stressor/situasi yang dapat menyebabkan kecemasan didapatkan dari
lingkungan sosial. Lingkungan sosial mempunyai aturan-aturan,
kebiasaan, hukum-hukum yang berlaku di daerah tertentu. Hal inilah
yang menyebabkan individu harus dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial yang ada. Individu yang tidak dapat menyesuikan
diri dengan norma/aturan dalam masyarakat akan menyebabkan
ketidakseimbangan dalam diri dan sosialnya, sehingga dapat
menimbulkan kecemasn (Simandjuntak, dkk, 1984).
2.2.3 Teknik Distraksi
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
a. Definisi
Distraksi adalah mengalihkan perhatian klien ke hal yang lain
sehingga dapat menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri, bahkan
meningkatkan toleransi terhadap nyeri. Teknik distraksi dapat
mengatasi nyeri berdasarkan teori aktivasi retikuler, yaitu
menghambat stimulus nyeri ketika seseorang menerima masukan
sensori yang cukup atau berlebihan, sehingga menyebabkan
terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak
dirasakan oleh klien). Stimulus sensori yang menyenangkan akan
merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan
oleh klien menjadi berkurang. Distraksi bekerja memberi pengaruh
paling baik untuk jangka waktu yang singkat, untuk mengatasi nyeri
intensif hanya berlangsung beberapa menit, misalnya selama
pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu kerja analgesik.
Perawat dapat mengkaji aktivitas-aktivitas yang dinikmati klien
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai distraksi. Aktivitas tersebut
dapat meliputi kegiatan menyanyi, berdoa, menceritakan foto atau
gambar dengan suara keras, mendengarkan musik, dan bermain.
Sebagian besar distraksi dapat digunakan di rumah sakit, di rumah,
atau padafasilitas perawatan jangka panjang.
b. Tujuan Teknik Distraksi
Tujuan penggunaan teknik distraksi dalam intervensi
keperawatan adalah untuk pengalihan atau menjauhi perhatian
terhadap sesuatu yang sedang dihadapi, misalnya rasa sakit (nyeri).
Sedangkan manfaat dari penggunaan teknik ini, yaitu agar seseorang
yang menerima teknik ini merasa lebih nyaman, santai, dan merasa
berada pada situasi yang lebih menyenangkan. Teknik distraksi ini
dapat digunakan untak memusatkan perhatian anak menjauhi rasa
nyeri. Teknik distraksi pada anak dapat sangat efektif dalam
mengurangi nyeri. Teknik distraksi yang paling disukai oleh anak-
anak, seperti melihat gambar di buku,meniup gelembung (blowing
bubbles), atau menghitung. Sentuhan, usapan, tepukan, atau
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
mengayun dapat menjadi teknik distraksi yang baik pada anak yang
sedang dalam distres. Orangtua harus diajarkan teknik distraksi dan
didorong untuk mempertahankan anak mereka agar nyaman selama
mungkin. Melatih orangtua akan memberi mereka jalanuntuk
berpartisipasi dalam nyeri anaknya, serta memberi manfaat dalam
mengurangi kecemasan dan ansietas orangtua.
c. Prosedur Teknik Distraksi
Prosedur Teknik Distraksi berdasarkan jenisnya, antara lain:
(1) Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran,
melihat pemandangan,dan gambar termasuk distraksi visual.
(2) Distraksi pendengaran
Mendengarkan musik yang disukai, suara burung, atau gemercik
air. Klien dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan
musik yang tenang, seperti musik klasik. Klien diminta untuk
berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan
untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu, seperti
bergoyang, mengetukkan jari atau kaki (Tamsuri, 2007). Musik
merupakan salah satu teknik distraksi yang efektif. Musik dapat
menurunkan nyeri fisiologis, stress, dan kecemasan dengan
mengalihkan perhatian seseorang dari nyeri. Musik terbukti
menunjukkan efek antara lain menurunkan frekuensi denyut
jantung, mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan
nyeri, menurunkan tekanan darah, dan mengubah persepsi waktu.
Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai
situasi klinik. Klien umumnya lebih menyukai menampilkan
suatu kegiatan (memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau
mendengarkan musik). Musik yang sejak awal sesuai dengan
suasana hati klien, biasanya merupakan pilihan yang paling baik.
Musik klasik, pop, dan modern (musik tanpa vokal) digunakan
pada terapi musik. Musik menghasilkan perubahan status
kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang dan waktu. Musik
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
harus didengarkan minimal 15 menit supaya dapat memberikan
efek teraupetik. Di keadaan perawatan akut, mendengarkan
musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya
mengurangi nyeri pascaoperasi klien. Berdasarkan penelitian
Moeloek (2005) dan A. Suci E., (2005), musik dapat
meningkatkan dan menstimulasi endorphin (hormon yang
berguna untuk menurunkan nyeri) serta mengatur hormon yang
berkaitan dengan stress yaitu adrenalin dan kortisol. Musik
memberikan stimulasi sensori yang menyenangkan sehingga
menyebabkan pelepasan endorphin. Salah satu jenis musik yang
banyak digunakan adalah musik klasik,seperti musik Mozart.
Dari sekian banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik
Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan.
Beberapa penelitian sudah membuktikan. Menurut penelitian Dr.
Alfred Tomatis dan DonCampbell, musik mozart dapat
mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik. Mereka
mengistilahkan sebagai “Efek Mozart”. Dibanding musik klasik
lainnya, melodi dan frekuensi yang tinggi pada karya-karya
Mozart mampu merangsang dan memberdayakan daerah kreatif
dan motivatif di otak. Yang tak kalah penting adalah kemurnian
dan kesederhaan musik Mozart itu sendiri. Namun, tidak berarti
karya komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan (Andreana,
2006). Sebenarnya bukan hanya musik karya Mozart saja yang
mempunyai efek mengagumkan, tetapi semua musik yang
berirama lembut serta mampu menenangkan suasana juga
diidentifikasi memiliki efek Mozart (Alatas,2007). Selain itu,
penelitian A. Suci E. (2005) juga membuktikan bahwa teknik
distraksi musik dengan menggunakan musik anak-anak memiliki
efektivitas yang lebih tinggi dalam menurunkan nyeri pada anak-
anak. Cara-cara yang dianjurkan dalam menggunakan musik
untuk mengontrol nyeri secara efektif:
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Pilih musik yang sesuai dengan selera klien, perawat
mempertimbangkan usia dan latar belakang
Gunakan earphone supaya tidak mengganggu klien atau staf
yang laindan membantu klien berkonsentrasi pada musik
Pastikan tombol-tombol kontrol di radio atau pesawat tape
mudah ditekan, dimanipulasi, dan dibedakan
Minta anggota keluarga untuk membawa pesawat tape dari
rumah
Apabila nyeri yang klien rasakan akut, kuatkan volume
musik. Apabila nyeri berkurang volumenya dapat dikurangi
Apabila tersedia musik latar, pilih jenis musik umum yang
sesuai dengan keinginan klien
Minta klien berkonsentrasi pada musik dan mengikuti irama
denganmengetuk-ngetukkan jari atau menepuk-nepuk paha
Hindari interupsi yang diakibatkan cahaya yang remang-
remang dan hindari menutup gorden atau pintu
Instruksikan klien untuk menganalisa musik “Nikmati musik
ke mana pun musik membawa Anda”
Tinggalkan klien sendirian ketika mereka mendengarkan
musik
(3) Distraksi pernapasan
Cara pertama, yaitu bernapas ritmik. Anjurkan klien untuk
memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata, lalu
lakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu
sampai empat (dalam hati), kemudian menghembuskan napas
melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai
empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada
sensasi pernapasan dan terhadap gambar yang memberi
ketenangan, lanjutkan teknik ini hingga terbentuk pola
pernapasan ritmik. Cara kedua, yaitu bernapas ritmik dan
massase, instruksikan klien untuk melakukan pernapasan ritmik
dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau
gerakan memutar di area nyeri. Pernapasan dalam adalah teknik
yang termudah digunakan pada anak kecil. Anak diinstruksikan
mengambil napas dalam melalui hidung dan meniup keluar
melalui mulut. Sambil menghitung respirasi anak, perhatian
dapat dipusatkan pada pernapasannya. Bagi anak usia sekolah,
dengan meminta mereka menahan napas sewaktu prosedur yang
menyakitkan akan memindahkan perhatian mereka pada
pemapasannya dan bukan pada prosedurnya. Meminta anak
"meniup keluar nyeri" telah didiskusikan sebagai alat distraksi
yang efektif (French, Painter and Coury, 1994).
(4) Distraksi intelektual
Distraksi intelektual dapat dilakukan dengan mengisi teka-teki
silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur),
seperti mengumpulkan perangko atau menulis cerita. Pada anak-
anak dapat pula digunakan teknik menghitung benda atau barang
di sekeliling.
(5) Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing merupakan kegiatan klien membuat suatu
bayangan yang menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada
bayangan tersebut, serta berangsur-angsur membebaskan diri dari
perhatian terhadap nyeri.
(6) Teknik sentuhan
Distraksi dengan memberikan sentuhan pada lengan, mengusap,
atau menepuk-nepuk tubuh klien. Teknik sentuhan dapat
dilakukan sebagai tindakan pengalihan atau distraksi. Tindakan
ini dapat mengaktifkan saraf lainnya untuk menerima respons
atau teknik gateway control. Teknik ini memungkinkan impuls
yang berasal dari saraf yang menerima input sakit atau nyeri
tidak sampai ke medulla spinalis sehingga otak tidak menangkap
respons sakit atau nyeri tersebut. Impuls yang berasal dari input
saraf nyeri tersebut diblok oleh input dari saraf yang menerima
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
rangsang sentuhan karena saraf yang menerima sentuhan lebih
besar dari saraf nyeri.
2.3 ANALISIS JURNAL
Dari jurnal yang kami analisis, didapatkan bahwa secara
keseluruhan, musik dipilih oleh sebagian besar anak sebagai distraktor
(52%). Adapun hasil dari penelitian dalam jurnal yaitu teknik distraksi tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan intensitas nyeri pada
anak. Teknik distraksi hanya berhubungan dengan penurunan distress nyeri
yang dirasakan orangtua (pada kelompok anak usia kurang dari 10 tahun)
dan pengurangan kecemasan situasional (pada kelompok anak usia 10 tahun
lebih).
Hal tersebut dapat dikaitkan dengan teori yang dikemukan oleh
Potter & Perry (2009) dimana disebutkan bahwa usia adalah variabel
penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa.
Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok usia ini
dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap
nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau
apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang
belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan
mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua
atau perawat.
Namun, hal ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Moeloek (2005) dan A. Suci E., (2005), yang menyebutkan bahwa musik
dapat meningkatkan dan menstimulasi endorphin (hormon yang berguna
untuk menurunkan nyeri) serta mengatur hormon yang berkaitan dengan
stress yaitu adrenalin dan kortisol. Musik memberikan stimulasi sensori
yang menyenangkan sehingga menyebabkan pelepasan endorphin. Salah
satu jenis musik yang banyak digunakan adalah musik klasik,seperti musik
Mozart. Menurut penelitian Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell, musik
mozart dapat mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik. Mereka
mengistilahkan sebagai “Efek Mozart”. Selain itu, penelitian A. Suci E.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
(2005) juga membuktikan bahwa teknik distraksi musik dengan
menggunakan musik anak-anak memiliki efektivitas yang lebih tinggi dalam
menurunkan nyeri pada anak-anak.
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian seseorang pada
sesuatu selain pada nyeri, dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan
mungkin merupakan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik
kognitif efektif lainnya (Arntz, dkk.,1991; Devine, dkk., 1990). Distraksi
sangat baik dilakukan sebelum timbul nyeri ataupun segera setelah nyeri
timbul. Distraksi tidak dapat dipakai terus-menerus untuk periode lama
karena dapat menyebabkan peningkatan fatigue dan nyeri secara bersamaan.
Distraksi dapat menurunkan persepsi nyeri dengan menstimulasi sistem
control desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang
ditransmisikan ke otak.
Keefektifan distraksi tergantung pada kemampuan pasien untuk
menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri
secara umum dapat meningkat dalam hubungan langsung dengan partisipasi
aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang dipakai, dan minat
individu dalam stimuli. Karenanya, stimulasi penglihatan, pendengaran, dan
sentuhan akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi
satu indera saja. Penggunaan teknik distraksi apabila disertai dengan
kunjungan dari keluarga dan teman-teman, akan sangat efektif dalam
meredakan nyeri. Efektivitas distraksi pada masing-masing orang akan
berbeda-beda. Bagi beberapa orang, melihat film layar lebar dengan
"surround sound" atau melalui head-phone dapat efektif (berikan yang dapat
diterima oleh pasien). Orang lainnya mungkin akan mendapat peredaan
melalui permainan dan aktivitas (misalnya catur) yang membutuhkan
konsentrasi. Tidak semua pasien mencapai peredaan melalui distraksi,
terutama mereka yang dalam nyeri hebat. Dengan nyeri yang hebat, pasien
mungkin tidak dapat berkonsentrasi cukup baik untuk ikut serta dalam
aktivitas mental atau fisik yang kompleks.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
2.4 IMPLIKASI KEPERAWATAN
Dari hasil analisis jurnal di atas dapat dijabarkan beberapa implikasi
keperawatan yang sangat penting diperhatikan khususnya pada anak yang
menjalani perawatan luka laserasi di instalasi rawat darurat, antara lain:
1. Caring
Disebutkan dalam teori, Caring is a universal phenomenon that
influence the ways in which people think, feel and behave in relation to
one another. Catatan dari Benner dan Wrubel : “Caring creates
Possibility”, dimana disini menjelaskan bahwa perhatian yang diberikan
oleh seorang perawat kepada si penderita dapat mensukseskan program
pengobatan yang diberikan. (Potter, 2001 : 108). Terlebih bagi pasien
anak seperti pada sampel dalam penelitian jurnal ini, dimana dampak
dari luka laserasi yang mereka alami seringkali membuat mereka
mengalami nyeri, merasa cemas, dan juga berpengaruh terhadap
distress orang tua.
Perhatian yang dimaksud dalam hal ini adalah dengan
menerapkan teknik komunikasi terapeutik kepada pasien untuk
mengkaji keluhan yang dirasakan dalam hal ini intensitas nyeri,
kecemasan, dan distress orang tua secara komprehensif dan juga
memikirkan bagaimana penanganan pasien tersebut berdasarkan
intervensi mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat. Pemberian terapi
nonfarmakologis dalam penatalaksanaan nyeri seperti teknik distraksi,
relaksasi, maupun back masage hendaknya tidak dibaikan dan dapat
diaplikasi dalam pemberian asuhan keperawatan khususnya di instalasi
rawat darurat karena dengan pendekatan dan perhatian yang tulus oleh
perawat diharapkan pasien anak dan orang tua akan lebih kooperatif
dalam proses perawatan yang dijalaninya sehingga nantinya
menghasilkan outcome yang optimal terkait dengan kesembuhannya.
2. Pendekatan Psikologis dan Support Sistem
Dalam hal ini peran perawat adalah untuk memaksimalkan
fungsi support sistem yang ada dengan memberikan dukungan dan
tambahan informasi kepada keluarga ataupun kelompok pendukung
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
yang dapat memberikan dukungan keberhasilan pengobatan dan
perawatan yang lebih baik pada pasien anak yang sedang menjalani
pewatan luka laserasi. Karena dukungan keluarga bagi pasien
merupakan faktor yang sangat penting.
Dukungan keluarga menurut Friedman (1998) sangatlah
penting, karena keluarga merupakan bagian dari pasien yang paling
dekat dan tidak dapat dipisahkan terlebih pada pasien anak yang masih
sangat bergantung terhadap orang tua atau keluarganya. Pasien akan
merasa senang dan tentram apabila mendapat perhatian dan dukungan
dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan menimbulkan
kepercayaan dirinya untuuk menghadapi atau mengelola penyakitnya
dengan lebih baik, serta mau menuruti saran - saran yang diberikan oleh
keluarga untuk menunjang pengelolaan penyakitnya. Dukungan
keluarga juga akan mengurangi ketakutan dan kegelisahan pada pasien
anak yang menjalani perawatan luka laserasi khususnya di instalasi
rawat darurat (Ekhoregowo, 2006 : 8).
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri yang dirasakan oleh pasien
seperti usia, budaya, ansietas, pengalaman masa lalu dengan nyeri,
keluarga dan support sosial serta pola koping yang dimiliki oleh
masing-masing individu.
2. Terdapat banyak teknik distraksi yang dapat digunakan untuk
mengurangi nyeri, diantaranya visual, pendengaran, pernapasan dalam,
intelektual, terbimbing, dan sentuhan. Yang mana masing-masing
teknik distraksi disesuaikan kembali dengan tahap perkembangan
individu masing-masing dan penerimaan yang lebih efektif dirasakan
oleh individu tersebut.
3. Dari hasil analisis diperoleh bahwa penggunaan teknik distraksi efektif
untuk anak yang berusia diatas 10 tahun sedangkan pada anak yang
kurang dari 10 tahun teknik distraksi ini kurang berpengaruh secara
signifikan terhadap penurunan intensitas nyeri yang dirasakan anak
yang menjalani perawatan luka laserasi.
4. Penggunaan teknik distraksi efektif untuk mengurangi kecemasan anak
dan distress orang tua anak yang menjalani perawatan luka laserasi.
3.2 SARAN
1. Bagi petugas kesehatan diharapkan mampu menerapkan teknik
distraksi sebagai intervensi mandiri perawat dalam merawat pasien
anak serta mampu mengevaluasi penatalaksaan nyeri lainnya yang
paling efektif digunakan khusunya di instalasi rawat darurat.
2. Bagi pihak rumah sakit, diharapkan mampu menyediakan peralatan
ataupun mainan anak-anak yang mampu mengalihkan persepsi nyeri
yang dialaminya ketika dilakukan tindakan medis. Berikan informasi
ataupun pembekalan tentang pentingnya pengalihan nyeri ketika
merawat pasien anak sehingga tindakan medis dapat dilaksanakan.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
3. Bagi peneliti selanjutnya, penilaian terhadap intensitas nyeri sebaiknya
diperluas tidak hanya menggunakan Facial Pain Scale (FPS), namun
juga menilai respon-respon fisiologis tubuh seperti perubahan pada
suhu tubuh, frekuensi jantung, dan tekanan darah saat sebelum dan
setelah dilakukan prosedur invasif. Selain itu faktor-faktor yang
mempengaruhi intensitas nyeri lainnya seperti usia, pengalaman masa
lalu dengan nyeri, pola koping pasien, dan dukungan orang tua atau
keluarga agar tetap dikontrol sehingga faktor-faktor bias dapat
diminimalisasi.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2003. Heritage dari JIPT Universitas Muhammadiyah Malang,
Pengaruh Bermain Terhadap Pemasangan Infus Pada Anak (Studi Kasus
di BRSD Kepanjen Malang), http://www.google.com akses 2 Juli 2007
Anonim, 2011. Nyeri Pada Anak Yang dilakukan Prosedur Invasif,
http://repository.usu.ac.id akses 13 November 2011
Benson, H.M.D. 2000. Dasar-dasar Respon Relaksasi: Bagaimana
menggabungkan respon Relaksasi dengan Keyakinan Pribadi Anda.
Bandung: Mizan.
Betz, C.L. & Sowden, L.A., 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri, hal. 507-
611, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Brunner & Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah, hal 211-24-, Edisi 8,
Volume 1. Jakarta: EGC.
Campbell. 2001. Efek Mozart : Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk
Mempertajam Pikiran, Meningkatkan Kreativitas dan Menyehatkan
Tubuh. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Elizabeth A., Henny S., Windy R., 2003. Perbedaan Intensitas Nyeri Saat
Pemasangan Infus Pada Anak Usia Pra Sekolah Yang Diberikan Terapi
Musik Dengan Yang Tidak Diberikan Terapi Musik di Ruang Irene I-II RS
Santo Borromeus Bandung, Majalah Keperawatan Universitas Padjajaran,
Bandung, Edisi Maret-September, Volume 5, Nomor 8, hal. 21-31.
Guyton & Hall, 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11, Jakarta: EGC.
Hermawati. “Karakteristik Nyeri pada Ibu Inpartu Kala 1 Antara yang Diberi
DistraksiMusik Klasik dan Massase dengan yang Diberi Massase Saja di
Rumah Bersalin Gratis Kepatihan Kulon Jebres Surakarta”.
etd.eprints.ums.ac.id/4451/1/ J210070094.pdf. (diakses tanggal 25 Februari
2010)
Nursalam,dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (Untuk Perawat dan
Bidan). Jakarta : Salemba Medika.
Potter, Patricia A., & Anne Griffin Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik, Edisi 4, Volume II. Jakarta: EGC.
Praktik Profesi Keperawatan Gawat Darurat
Program Studi Ilmu Keperawatan A Tahun 2012
Potter & Perry, 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi keempat,
Jakarta: EGC.
Potter & Perry, 2009. Fundamental Keperawatan. Buku satu. Edisi ketujuh,
Jakarta: Salemba Medika.
Purwanto & Zulaekah, 2007.Pemgaru Pelatiahan Relaksasi Religius Untuk
Mengurangi Gangguan Insomnia,(Online) (Sebastian Schmieg blog
@wordPress.com, diakses 13 November 2011).
Qittun. “Tehnik Distraksi” http://qittun.blogspot.com/2008/10/tehnik-
distraksi.html.(diakses tanggal 25 Februari 2010)
Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Brunner & Suddarth.
Edisi 8. Volume 1. Jakarta: EGC.
Supartini, Y., 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, hal.187-201,
Jakarta: EGC.
Tulaar, Angela B.M. “Memperoleh Kembali Fungsi Pada Anak Dengan Kanker”.
http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=392.
(diakses pada 27 Februari 2010, pukul 19:30 WIB)
Wong, D.L., 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, hal 295-327, 385-
409, Edisi 4, Jakarta: EGC.