analisis permintaan kredit modal kerja usaha kecil di kota semarang

109
ANALISIS PERMINTAAN KREDIT MODAL KERJA USAHA KECIL DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT) TESIS Untuk memenuhi sebagaian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S2 Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan J U M H U R NIM. C4B003124 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G Maret 2 0 0 6

Upload: phamnguyet

Post on 14-Jan-2017

222 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

ANALISIS PERMINTAAN KREDIT MODAL KERJA USAHA KECIL DI KOTA SEMARANG

(Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT)

TESIS

Untuk memenuhi sebagaian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S2

Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

J U M H U R NIM. C4B003124

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO

S E M A R A N G Maret 2 0 0 6

TESIS

ANALISIS PERMINTAAN KREDIT MODAL KERJA USAHA KECIL DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus Permintaan Modal

Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT)

Disusun Oleh

J u m h u r

NIM. C4B003124

Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Pada tanggal 19 Januari 2006

dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Susunan Dewan Penguji

Pembimbing Utama Anggota Penguji DR. FX. Sugiyanto, MS

Drs. Bagio Mudakir, MT

NIP. 131620151 NIP. 130937140 Pembimbing Pendamping Dra. Tri Wahyu R, MSi

Drs. Maroto Umar Basuki, MSi

NIP. 132005747 NIP. 131994293 Akhmad Syakir Kurnia, SE.MSi

NIP. 132205533

Telah dinyatakan lulus Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Tanggal,

Ketua Program Studi

Dr. Dwisetia Poerwono, MSc NIP. 130812321

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya

sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk

memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan

lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan yang belum / tidak

diterbitkan, sumbernya dijelaskan didalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, Januari 2006

( J U M H U R )

ABSTRACT

One of problem that is faced by small and medium enterprises is complication capital. To solve this problem small and medium enterprises get troble to access fund from bank it’s because of various condition that can’t be fulfilled. Therefore as an alternative, the solution is asking for the loan from institution of micro finance scale. Institution of micro finance scale that focus in developing small and medium enterprise is Baitul Maal wat Tamwil

The title o this examination is Analyze of Working Capital Demand in Semarang (case study of small and medium enterprise’s Working Capital Demand in trade sector from BMT) that held toward 100 sample To identify factors that influence probability of small and medium enterprise’s working capital demand from BMT and analyze, are the value asset factor, profit margin, ratio of profit and loss sharing able to predict the probability of small business scale and enterprise’s working capital demand from BMT in semarang significantly.

Using Test Logistic Regression, we get total asset variable that influience significantly toward demand of working capital from BMT. Whereas profit per a month and ratio of loss and profit sharing still influence but not significance toward probability of small and medium enterprise that ask for loan from BMT (Y) at 3% significance level.

Profit effect is not signiicat toward (Y) because in generally small and medium enterprise are seldom to account and separate profit that get from their business, because usually there is not separation between trade asset and individual asset, that’s cause no strong effect between profit increase with capital demand. Then this ratio of profit and loss sharing isn’t primary significance because they not to understand with profit and loss sharing system as a part of cost from loan that has already used, the important things for them is quick service and not to chatter.

The state of BMT possibly get support by all side, because BMT can help small business scale and enterprises in capitalization field. Primary financing that held by BMT is profit and loss sharing principle. To minimize contradiction of credit use by debtor, it is best for BMT to prepare goods as obyect transaction that must be real when credit is signatured.

Keyword : small and medium enterprise, credit, working capital, BMT, probability

ABSTRAKSI

Salah satu masalah yang dihadapi usaha kecil adalah kesulitan permodalan. Untuk mengatasi hal ini usaha kecil kesulitan untuk mengakses dana dari pihak perbankan, karena berbagai persyaratan yang tidak bisa dipenuhi. Maka sebagai alternatif untuk mengatasi masalah permodalan ini adalah dengan meminjam ke lembaga keuangan mikro (LKM). Salah satu LKM yang cukup konsen dalam pengembangan usaha kecil ini adalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT).

Penelitian ini berjudul Analisis Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha Kecil di Kota Semarang (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT) yang dilakukan terhadap 100 sampel, bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi probabilita permintaan kridit modal kerja usaha kecil dari BMT dan menganalisis apakah faktor nilai asset, tingkat keuntungan, rasio bagi hasil dan tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya dapat memprediksi secara signifikan probabilita permintaan kredit modal kerja usaha kecil sektor perdagangan dari BMT di Kota Semarang.

Pengujian dengan Regresi Logistik diperoleh variabel total asset dan tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya berpengaruh signifikan terhadap probabilita permintaan kredit modal kerja usaha kecil dari BMT, sedangkan faktor keuntungan perbulan dan rasio bagi hasil tidak signifikan terhadap probablilita usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT (Y) pada level signifikansi 5%.

Tidak singnifikannya pengaruh keuntungan terhadap (Y) karena pada umumnya usaha kecil jarang menghitung dan memisahkan keuntungan yang diperoleh dari usahanya, karena biasanya tidak ada pemisahan antara aset dagang dengan aset peribadi, akibatnya tidak ada pengaruh yang kuat antara peningkatan keuntungan dengan pemintaan modal kerja. Kemudian rasio bagi hasil tidak signifikan ini lebih disebabkan terutama oleh masih kurangnya pemahaman dari usaha kecil tentang sistem bagi hasil tersebut merupakan biaya dari penggunaan dana yang dipinjam, yang penting bagi pengusaha kecil pelayanan cepat dan tidak bertele-tele.

Keberadaan BMT hendaknya mendapat dukungan dari semua pihak, karena BMT dapat membantu usaha kecil dalam bidang permodalan. Pembiayaan yang paling dominan dilakukan BMT adalah dengan prinsip jual beli. Untuk meminimumkan penyalahgunaan kredit oleh debitur, sebaiknya pihak BMT pada waktu akad kredit ditanda tangani, barang yang menjadi obyek transaksi benar-benar harus ada.

Kata Kunci : usaha kecil, kredit, modal kerja , BMT, probabilita.

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Segala puji dan sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini. Tesis

ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan mencapai drajad

Sarjana (S2) pada Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak menghadapai hambatan

dikarenakan keterbatasan dan kekurangan dari penulis. Namun berkat dorongan

dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut bisa diatasi.

Secara khusus dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan dan

keikhlasan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih dan hormat kepada :

1. Dr.FX Sugiyanto, MS selaku dosen pembimbing utama, yang telah

meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan

saran mulai dari penyusunan proposal tesis sehingga tesis ini selesai

2. Dra. Tri Wahyu, R,Msi. selaku dosen pembimbing pendamping, yang

telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan

memberikan saran mulai dari penyusunan proposal tesis sehingga tesis ini

selesai

3. Bapak-bapak dewan penguji yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan sumbangan saran untuk perbaikan tesis ini

4. Pengelola, staf pengajar, staf administrasi serta karyawan Program

Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UNDIP yang telah

memberikan sumbangsihnya dalam penyusunan tesis ini.

5. Ketua dan seluruh anggota asosiasi BMT se Kota Semarang atas bantuan

dan kerjasamanya selama penulis mengumpulkan data dan informasi di

lapangan.

6. Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak tempat penulis

bekerja, yang telah memberikan segala dukungan baik berupa moril

maupun materiel sampai penulis bisa menyelesaikan studi.

7. Keluargaku tercinta, Istriku Musna’ah, anak-anakku tercinta, Sri Muryati

Ningsih, M.Budi Hartono, Ayu Ramadhaningsih, Indah Permata Ningsih,

yang selalu setia dan sabar mendampingi penulis dari mulai kuliah hingga

selesai

8. Keluargaku tercinta di Pontianak, H.Asmadi Alwi sekeluarga, Sujiman

(alm) sekeluarga, dan seluruh keluarga yang tidak bisa penulis sebutkan

satu persatu.

9. Keluargaku tercinta di Lombok, Bapakda H M. Mahnep, dan Ibunda serta

saudara-saudaraku tercinta, Baharuddin, Samanuddin, Minahrum, Mahsun,

Zaitun dan Junaidi, atas bantuan moril dan materiel selama penulis studi di

Semarang hingga selesai.

10. Khusus kepada Pak Ir.H.Eddy Kusumo Sudjono, MM sekeluarga, penulis

secara khusus mengucapkan banyak terima kasih, atas segala bantuannya,

selama penulis menyelesaikan studi di Semarang.

11. Rekan-rekan Mahasiswa MIESP UNDIP Angkatan VIII yang telah

membantu dan memberikan dorongan dalam menyelesaikan studi

12. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah

banyak membantu dalam proses penyusunan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan tesis ini

masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu

penulis mengharapkan masukan dan saran yang diberikan demi kebaikan penulis

dimasa yang akan datang.

Kiranya Allah SWT memberikan rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa

menyertai semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis sampai

akhir penyusunan tesis ini.

Alhamdulillaahirabbil’alamin.

Semarang, Januari 2006

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………..……….. i

HALAMAN PENGESAHAN …………………………………….. ii

HALAMAN PERNYATAAN …………………………………….. iii

ABSTRACT ………………………………….……………………. iv

ABSTRAKSI ……………………….…………………………….. v

KATA PENGANTAR ……………………………………………… vi

DAFTAR TABEL …………………………………………………. xii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………. xiv

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1

1.1. Latar Belakang ………………. ................................................ 1

1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 12

1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 13

1.4. Manfaat Penelitian . .................................................................... 14

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS ........................................................................................ 16

2.1.Tinjauan Pustaka ........................................................................ 16

2.1.1. Permintaan Modal Kerja .................................................... 16

2.1.2.Teori Investasi ................................................................... 18

2.1.3.Teori Investasi dalam Ekonomi Islam ............................... 20

2.1.4. Marginal Effisiensi of Capital (MEC) ………………..… 23

2.1.5 Perubahan Jumlah Asset...................................................... 25

2.1.6 Tingkat Keuntungan .......................................................... 27

2.1.7. Investasi dan Tingkat Bunga ............................................. 28

2.1.8. Tingkat Bunga di lembaga keuangan konvensional .......... 31

2.2. Penelitian Terdahulu ................................................................... 32

2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................... 36

2.4. Hipotesis ..................................................................................... 38

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 39

3.1. Definisi Operasional Variabel .................................................... 39

3.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 40

3.3. Populasi dan Sampel .................................................................. 41

3.3.1. Populasi ............................................................................. 41

3.3.2. Sampel .............................................................................. 41

3.4. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 42

3.5. Teknis Analisis ........................................................................... 43

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ................................ 48

4.1. Karakteritik Sosial Ekonomi Responden ………………………. 48

4.2. Permodalan Usaha ....................................................................... 53

4.3. Perkembangan Usaha Kecil ......................................................... 59

4.4. Gambaran Umum Baitul Maal wat Tamwil (BMT) .................... 61

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 71

5.1. Kelayakan Model .. ................................ .................................... 71

5.2. Pengaruh Variabel Independen terhadap Probabilitan Permintaan Modal Kerja ............................................................. 73

5.3. Interpretasi Persamaan Regresi Logistik ..................................... 75

5.4. Evaluasi Keberadaan BMT .......................................................... 78

BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 79

6.1. Kesimpulan ................................................................................ 79

6.2. Limitasi ...................... ............................... .......................... ...... 80

6.2. Saran / Rekomendasi ........... ....................................................... 80

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 82

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel. 1.1 Jumlah Pengusaha Kecil Sektor Perdagangan di Kota Semarang Tahun 1999 – 2003 ................................................. 5

Tabel .1.2 Perbedaan Bunga Dengan Bagi Hasil ...................................... 10

Tabel .1.3 Perkembangan Jumlah Modal, Simpanan dan Jumlah Pembiayaan BMT di Kota Semarang Tahun 2001-2003 11

Tabel .4.1 Tingkat Pendidikan Responden.................................................. 51

Tabel .4.2 Jenis Usaha Dagang Responden ............................................... 52

Tabel .4.3 Lama Responden Menjadi Mitra BMT ..................................... 56

Tabel. 4.4 Lama Responden Bermitra dengan NonBMT........................... 57

Tabel. 4.5 Jumlah Pengusaha Kecil Sektor Perdagangan Menurut Jenis Usaha di Kota Semarang Tahun 1999-2003 ............................. 60

Tabel .4.6 Jumlah Modal BMT di Kota Semarang Tahun 2001 – 2003 .... 66

Tabel. 4.7. Jumlah Dana yang dihimpun BMT di Kota Semarang Tahun 2001 – 2003 .............................................................................. 67

Tabel .4.8. Jumlah Pembiayaan yang Disalurkan BMT di Kota Semarang Tahun 2001 – 2003 ................................................................... 68

Tabel .4.9 Alasan Responden Tetap Bermitra dengan BMT ..................... 70

Tabel. 5.1 Hasil Uji Hipotesis Variabel yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha Kecil dari BMT di Kota Semarang 73

DAFTAR GAMBAR

Gambar. 2.1 Permintaan Investasi Baru Dalam Ekonomi Yang Diatur Oleh Hukum Islam ........................................................ 22

Gambar. 2.2 Hubungan Antara Investasi dan Tingkat Bunga .................. 29

Gambar.2.2a Hubungan Antara Permintaan Modal Kerja drngan Rasio Bagi Hasil ............................................................................... 30

Gambar. 2.3 Diagram Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ................ 37

Gambar. 4.1 Struktur Usia Responden ....................................................... 49

Gambar. 4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................ 50

Gambar. 4.3 Sumber Modal Responden .................................................... 54

Gambar. 4.4 Penggunaan Pinjaman oleh Responden ................................. 55

Gambar. 4.5 Pemahaman Responden tentang Sistem Bagi Hasil ............. 58

Gambar. 4.6

Rencana Pemilihan Responden Jika membutuhkan Pinjaman 69

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran .1 KUISIONER PENELITIAN ANALISIS PERMINTAAN KREDIT MODAL KERJA USAHA KECIL DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT)

86

Lampiran . 2 DAFTAR DATA LAPANGAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROBABILITA USAHA KECIL MEMINJAM MODAL KERJA DARI BMT DI KOTA SEMARANG

90

Lampiran .3 OUTPUT HASIL PENGOLAHAN DATA DENGAN SPSS 11.5 TENTANG FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROBABILITA USAHA KECIL MEMINJAM MODAL KERJA DARI BMT DI KOTA SEMARANG

94

BAB I

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan secara bertahap, berencana dan

berkesinambungan, pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup

masyarakat. Tujuan pembangunan demikian pada prinsipnya dapat dicapai apabila

strategi pembangunan memadukan antara pencapaian pertumbuhan yang tinggi

dengan terciptanya pemerataan pembangunan di segala bidang. Pemerataan

pembangunan dapat diwujudkan dalam bentuk pemerataan lapangan kerja dan

kesempatan berusaha sebagai usaha untuk menciptakan pemerataan pendapatan.

Pemerataan pembangunan melalui usaha pemberdayaan masyarakat, dapat

dilihat dari sisi sebagai berikut: Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang

memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang (enabling). Titik tolaknya

bahwa pemberdayaan merupakan upaya membangun potensi dan kekuatan yang

dimiliki masyarakat dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya. Kedua,

memperkuat potensi atau sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat

(empowering). Dalam kerangka ini, diperlukan langkah-langkah positif selain

menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Ketiga, proses pemberdayaan

harus melindungi dan mencegah yang lemah bertambah lemah disebabkan

kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi harus dilihat

sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, dan

eksploitasi yang kuat atas yang lemah.

Kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia terutama selama

pemerintahan orde baru lebih memihak ekonomi konglomerat, dan kurang

memperhatikan ekonomi rakyat (usaha kecil). Krisis ekonomi kemudian mampu

menunjukkan fakta bahwa usaha kecil mampu bertahan ketika krisis terjadi.

Usaha kecil mampu memperlihatkan eksistensinya bahkan dapat berkembang dan

tumbuh mencapai 41.303.263 atau 99,85% dari total pengusaha nasional dan

memberikan konstribusi PDB sebesar 40,29%. Dari aspek ketenagakerjaan, usaha

kecil mampu menyerap 68,275 juta atau 88,70% dari total angkatan kerja. Kondisi

tersebut menunjukkan bahwa usaha kecil mampu sebagai buffer Ekonomi

Nasional (Badan Pusat Statistik, 2003).

Kekuatan ekonomi suatu negara memiliki korelasi positif dengan

konstribusi usaha kecil terhadap perekonomian suatu negara. Semakin besar

konstribusi usaha kecil terhadap perekonomian maka makin kuat ekonomi negara

tersebut. Potensi keunggulan ekonomi dan sosial dari usaha kecil ditandai dengan

kapasitasnya dalam : (1) penciptaan lapangan kerja pada tingkat biaya modal

yang rendah, (2) perbaikan dalam forward dan backward linkage antara berbagai

sektor, (3) penciptaan kesempatan kerja bagi pengembangan dan adaptasi

teknologi yang tepat guna, (4) sebagai pool of skill dan semi skill workers, (5)

mengisi market niche yang tidak efisien bagi perusahaan besar, (6) sebagai

pendukung perusahaan berskala besar (Sih Darmi Astuti dan J.Widiatmoko, 2003)

Pada pasal 5 dalam Bab III Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995, terdapat

kriteria usaha kecil yang uraiannya adalah sebagai berikut :

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta

rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu

milyar rupiah);

c. dimiliki oleh warga negara Indonesia;

d. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan

yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung

dengan Usaha menengah atau Usaha Besar;

e. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Sedangkan menurut Sutojo (1999) usaha kecil memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Lebih dari setengah usaha kecil merupakan pengembangan usaha kecil-

kecilan

b. Selain permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi

sesuai dengan tingkat pengembangan usaha.

c. Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-

persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank

d. Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional

e. Setengah usaha kecil menggunakan kapasitas terpasang kurang dari 60%

f. Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor

kekurangan modal, kelemahan teknologi, maupun karena kelemahan

manajerial

g. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada

konsumen

h. Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas pemerintah cenderung besar.

Kenyataan di lapangan menunjukkan adanya keragaman usaha kecil

dilihat dari jenis usaha dan skalanya. Kerana itu diperlukan suatu batasan tentang

usaha kecil yang selanjutnya akan dipakai sebagai batasan operasional dalam

penelitian ini. Berdasar beberapa difinisi dan batasan yang diuraikan maka

batasan usaha kecil didefinisikan sebagai berikut: “Usaha Kecil adalah kegiatan

ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu

badan, bertujuan untuk memperoduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan

secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp

200.000.000,- (dua ratus juta) dan mempunyai nilai penjulan pertahun (omzet)

sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar) atau kurang”(Tambunan, 2002).

Di kota Semarang, perkembangan usaha kecil yang bergerak di sektor

perdagangan pertumbuhannya berfluktuasi. Hal ini di karenakan bidang usaha

perdagangan ini dengan mudah dimasuki apabila dirasakan usaha tersebut sedang

menguntungkan dan akan ditinggalkan oleh pengusaha bila sudah dirasakan tidak

menguntungkan atau para pedagang sudah menemukan pekerjaan yang lebih baik

dan lebih menguntungkan.

Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa perkembangan jumlah unit usaha kecil

sektor perdagangan di kota Semarang dari tahun 1999 – 2001 mengalami

penurunan, dilihat dari tahun 2001 – 2002 jumlahnya tetap dan sejak tahun 2002-

2003 mengalami pertumbuhan sebesar 16,23 persen.

Tabel 1.1.

Jumlah Pengusaha Kecil Sektor Perdagangan di Kota Semarang Tahun 1999 - 2003

Tahun Jumlah Usaha Kecil (unit) Perkembangan (%)

1999 12.297 -

2000 11.345 -7,74

2001 11.116 -2,02

2002 11.116 0,00

2003 12.920 16,23

Pertumbuhan Rata – Rata 1,62

Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Semarang 2004

Dibalik eksistensinya itu, usaha kecil memiliki permasalahan yang

cukup mendasar. Berdasarkan penelitian Bambang Ismawan (2002), ditemukan

kelemahan utama usaha kecil adalah: (1) kemampuan usaha kecil dalam

mempertahan konsistensinya sebagai lembaga ekonomi yang mandiri dan berdaya

saing, terutama dalam menghadapi pasar bebas, (2) keterbatasan kapasitas, (3)

keterbatasan akses, (5) keterbatasan lingkungan usaha Kemudian hasil survey

BPS tahun 1998 menunjukkan bahwa ada 5 (lima) masalah utama yang dihadapi

usaha kecil yaitu: (1) kekurangan modal, (2) kesulitan pemasaran, (3) keterbatasan

sumber daya manusia (SDM), (4) kesulitan pengadaan bahan baku, dan (5) masih

menggunakan teknologi tradisional.

Salah satu kesulitan yang dialami pengusaha kecil dalam upaya

mengembangkan usahanya adalah kesulitan permodalan. Hal ini terutama

disebabkan karena kesulitan mendapatkan dana investasi dan modal kerja dari

lembaga keuangan perbankan, karena hingga saat ini lembaga perbankan yang ada

belum mampu menjangkau pengusaha kecil (Widiyanto 2000). Meskipun

ekspansi jaringan kantor bank umum di Jawa Tengah cukup pesat, tetapi

lokasinya hanya terkonsentrasi di daerah tertentu saja, sehingga penghimpunan

dana maupun penyaluran kreditnya juga terpusat di daerah itu pula (Kota

Semarang, Surakarta, Magelang, Pekalongan dan Kudus). Kondisi itu terjadi

karena motif pendirian bank akan mengikuti perkembangan aktivitas perdagangan

atau perekonomian suatu daerah. Penyebab kesulitan lain adalah upaya

penyaluran kredit bank menggunakan penilaian 5C yaitu Caracter, Capasity,

Capital. Collateral dan Condition, yang mana persyaratan ini sulit dipenuhi oleh

pengusaha-pengusaha kecil. Disamping itu ada dari kalangan pengusaha kecil

yang berpendapat bahwa bunga bank adalah riba dan haram hukumnya.

Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan No. 14 tahun 1967 bab I pasal

1,2 yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau yang disamakan

dengan itu berdasarkan persetujuan pinjaman antara bank dengan lain pihak dalam

hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan. Kemudian pengertian

tersebut disempurnakan lagi dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang

Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun

1998. Dalam Undang-Undang tersebut mendefinisikan pengertian kredit sebagai

penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan

persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain

yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan jumlah bunga.

Sedangkan Kredit Modal Kerja (KMK) adalah kredit yang dipergunakan

untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan yang pada umumnya

berjangka waktu pendek, maksimal satu tahun. Sedangkan pengertian Modal

Kerja adalah sejumlah dana yang dipergunakan untuk membiayai operasional

perusahaan mulai dari pengadaan bahan baku/bahan penolong/ bahan setengah

jadi, membiayai tenaga kerja dan biaya overhead, proses produksi barang sampai

dengan barang tersebut dijual atau dengan kata lain sejumlah dana/kas yang

tertanam dalam aktiva lancar yang dipergunakan untuk menjalankan aktivitas

perusahaan (Suhardjono, 2003).

Tujuan permintaan kredit modal kerja bagi usaha kecil (Suhardjono

2003) adalah : (a) untuk mendapatkan profit margin yang lebih baik dan

pemasok/supplier menghendaki pembayaran secara tunai, (b) adanya peningkatan

permintaan/ penjualan, (c) ingin mendapatkan tingkat bunga yang lebih rendah,

(d) kontinuitas pengadaan bahan baku/barang dagangan di pasar tidak stabil

(musiman), (e) adanya perubahan peraturan pemerintah, misalnya devaluasi,

inflasi, proteksi, terhadap dagangan tertentu, kebijaksanaan ekspor impor bahan

baku, (f) adanya kenaikan harga bahan baku dan biaya-biaya operasional, (g)

untuk meningkatkan efisiensi biaya.

Karena usaha kecil kesulitan dalam mengakses dana dari perbankan

umum, maka sebagai alternatif untuk membantu pengembangan permodalan

usaha kecil terutama modal kerja diperlukan lembaga keuangan mikro (LKM)

atau Micro Finance Institutions (MRS). Chotim, E. E. dan Handayani, A.D

(AKATIGA : 2003) mengatakan bahwa keuangan mikro (micro finance) terutama

yang informal, tumbuh mengakar bersama perkembangan masyarakatnya. Sejak

zaman sebelum kemerdekaan, keuangan mikro menjadi alternatif bagi kelompok

berpenghasilan rendah dalam memenuhi kebutuhan dananya. Lebih lanjut Tatik

Widayati (2003) mengatakan tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga keuangan

mikro adalah (1) membuka akses para pengusaha kecil agar dapat meningkatkan

aktivitas pengusaha kecil dalam hal pembiayaan usaha, baik dalam bentuk modal

kerja maupun investasi; (2) menumbuhkan dan memupuk jiwa kewirausahaan di

lingkungan masyarakat menengah ke bawah. Lebih lanjut (Nurul Widyaningrum,

2002) mengatakan lembaga keuangan mikro yang didirikan tidak hanya untuk

memberikan jasa keuangan bagi masyarakat kecil, tetapi juga terjun dengan isu

pemberdayaan. Kelompok ini terutama melihat bahwa pembukaan akses kepada

jasa keuangan atau permodalan mikro merupakan titik masuk (entry point) untuk

kegiatan pemberdayaan yang lain, seperti meningkatkan akses terhadap sumber

modal, mengentaskan kemiskinan, memberdayakan perempuan sebagai salah satu

penunjang kegiatan ekonomi keluarga, dan sebagainya .

Salah satu bentuk lembaga keuangan mikro yang berkembang di

masyarakat dewasa ini adalah Baitul Maal wat Tamwil. Baitul Maal wat Tamwil

(BMT) merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Sebagai lembaga

bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni

simpan-pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni menghimpun dana

anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya kepada sektor

ekonomi yang halal dan menguntungkan. Sebagai lembaga sosial, baitul maal

memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Sedangkan lembaga keuangan mikro lainnya selain BMT umumnya lebih

berorentasi bisnis. Oleh karena itu, baitul maal ini harus didorong agar mampu

berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi tersebut paling

tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber

dana-dana sosial yang lain, dan upaya penyaluran zakat kepada golongan yang

paling berhak menerima (M. Ridwan 2004).

BMT sebagai lembaga yang berasaskan Islam, maka dalam penghimpunan

dana maupun penyaluran dananya menggunakan prinsip syariah (prinsip bagi

hasil) (M. Ridwan 2004). Dalam UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan,

yang dimaksud dengan sistem syariah, artinya menjalankan usaha di bidang jasa

perbankan menurut aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam, dengan

memperoleh keuntungan bukan berupa bunga tapi berupa bagi hasil. Perbedaan

yang mendasar antara pembiayaan dengan sistem syariah dengan sistem

konvensioanal menurut Muhammad Safi’i Antonio (1999) dapat dilihat pada

Tabel 1.2.

Tabel. 1.2

Perbedaan Bunga Dengan Bagi Hasil

SISTEM BUNGA BAGI HASIL

1. Penentuan biaya ditentukan pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung

1. Penentuan besaranya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi

2. Biasanya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan

2. Biasanya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh

3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi

3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak

4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang ”boming”

4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan

5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam

5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

Sumber : Muhammad Safi’i Antonio, 1999.

Perkembangan BMT di Jawa tengah menurut data dari PINBUK

berjumlah 526 unit pada tahun 2001, kemudian pada tahun 2002 meningkat

menjadi 537 unit dan pada tahun 2003 menurun menjadi 526. Sedangkan

Perkembangan BMT di Kota Semarang berjumlah 15 unit pada tahun 2001,

kemudian turun menjadi 10 unit pada tahun 2002, dan pada tahun 2003 meningkat

menjadi 15 unit BMT.

Untuk lebih memantapkan posisi BMT di masyarakat maka BMT

diupayakan untuk berbadan hukum. Sampai tahun 2004 jumlah BMT yang sudah

berbadan hukum Koperasi (selanjutnya disebut koperasi BMT) di kota Semarang

sebanyak 11 BMT (Dinas Koperasi dan UKM Kota Semarang 2004).

Perkembangan jumlah modal, jumlah simpanan serta jumlah dana yang

disalurkan dalam bentuk pembiayaan oleh BMT selama tahun 2001 sampai

dengam tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 1.3.

Berdasarkan Tabel 1.3 terlihat bahwa jumlah simpanan dan jumlah dana

yang disalurkan BMT di kota Semarang terus mengalami peningkatan, kecuali

jumlah Modal BMT justru mengalami penurunan sebesar 2,94 persen selama

tahun 2002 sampai 2003, namun secara rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar

6,11 persen selama kurun waktu 2001 sampai 2003. Jumlah pembiayaan justru

mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu rata-rata sebesar 52,06% persen

pertahun hal ini sekaligus menunjukkan bahwa permintaan akan jasa pembiayaan

dari BMT cukup tinggi dengan pertumbuhan rata-rata lebih dari 50% pertahun.

Tabel 1.3 Perkembangan Jumlah Modal, Simpanan dan Jumlah Pembiayaan

BMT di Kota Semarang Tahun 2001-2003

Tahun Jumlah

Modal BMT (Rp)

Pertum-buhan (%)

Jumlah Simpanan

(Rp)

Pertum-buhan (%)

Jumlah Pembiayaan

(Rp)

Pertum-buhan (%)

2001 527.317.418 - 2.676.526.324 - 1.770.744.432 -

2002 607.313.316 15,17 3.790.401.579 41,62 2.834.184.412 60,06

2003 589.452.837 -2,94 5.343.466.038 40,97 4.083.021.822 44,06

Pertumb. Rata-Rata 6,11 41,30 52,06

Sumber : Asosiasi BMT Kota Semarang, 2004.

Pinjaman yang diberikan BMT kepada para nasabahnya cukup bervariasi,

dari sisi jumlah berkisar antara Rp100.000,- Rp15.000.000,-. Menurut hasil

pengamatan peneliti dibeberapa BMT di Kota Semarang, jumlah pinjaman yang

paling banyak diberikan dengan nilai nominal di bawah Rp 5.000.000,-. Hal ini

dimungkinkan karena sebagian besar yang dilayani BMT adalah para usaha kecil

yang tersebar di sekitar lokasi BMT berada.

Bagi usaha kecil keuntungan adanya lembaga keuangan mikro (Noer

Soetrisno, 2003) adalah : 1) Usaha kecil diharapkan dapat memperoleh pelayanan

keuangan tepat waktu dan sasaran sesuai kebutuhan usaha kecil ; 2) pola

pelayanan Lembaga Keuangan Mikro tidak menggunakan pola perbankan

konvensional (pruden banking/5C), sehingga usaha kecil dapat mengakses untuk

mendapatkan kredit untuk berusaha tanpa adanya proses adminitrasi yang

menyulitkan; 3) dengan adanya lembaga keuangan mikro yang dekat dengan

tempat usaha kecil arus pelarian modal keluar dapat dicegah; 4) kegiatan ekonomi

produktif lainnya sekitar LKM dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana

mestinya; 5) mendorong adanya peluang usaha/lapangan kerja baru; 6) tingkat

pemanfaatan kredit usaha kecil yang lebih pasti pada skala pelayanan optimal dari

lembaga keuangan mikro; 7) menstimulasi pengembangan kegiatan usaha mikro

yang berbasis sumber daya lokal.

1.2. Perumusan Masalah.

Perkembangan usaha kecil yang bergerak di sektor perdagangan di kota

Semarang berfluktuasi. Dari tahun 1999-2001 mengalami penurunan, sedangkan

sejak tahun 2002-2003 mengalami pertumbuhan sebesar 16,23 persen. Secara

Umum dari 1999-2003 rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 1,62 persen

pertahun.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan usaha kecil

masih mengalami banyak kesulitan. Salah satu kesulitan yang dialami pengusaha

kecil dalam upaya mengembangkan usahanya adalah keterbatasan permodalan.

Keterbatasan modal pada usaha kecil disebabkan adanya beberapa hambatan yang

dihadapi para pengusaha kecil dalam mengakses modal kerja dari perbankan.

Hambatan-hambatan tersebut antara lain; ketidaktahuan tentang prosedur

pengajuan kredit (kelemahan informasi), prosedur pengajuan kredit yang berbelit-

belit dan banyak persyaratan, serta adanya kekhawatiran kredit yang diajukan

tidak memenuhi standar (Tambunan, 2002).

Usaha kecil mengalami kesulitan untuk mengakses kredit modal kerja

dari perbankan, maka sebagai alternatif untuk membantu permodalan usaha kecil

diperlukan lembaga keuangan mikro (Micro Finance Intsitusion). Diantara

lembaga keuangan mikro yang berkembang di masyarakat dewasa ini adalah

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang menawarkan pinjaman dengan konsep bagi

hasil.

BMT merupakan jenis lembaga keuangan bukan bank yang kehadirannya

ditengah-tengah masyarakat terutama usaha kecil sangat diperlukan. Hal ini

terlihat dari jumlah pembiayaan atau kredit yang disalurkan BMT ke masyarakat

yang terus mengalami peningkatan di kota Semarang. Dari tahun 2001 - 2003

rata-rata pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 52,06 persen pertahun.

Dengan milihat kondisi di atas dan dalam rangka mendukung

pengembangan ekonomi kerakyatan, maka menarik untuk dilakukan penelitian

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi usaha kecil meminjam modal kerja dari

BMT sekaligus mengidentifikasi karakteristik pengguna jasa BMT dalam hal ini

usaha kecil sektor perdagangan. Penelitian probabilita permintaan modal kerja

usaha kecil sektor perdagangan ini menjadi menarik bagi peneliti untuk dilakukan,

karena untuk mengatasi keterbatasan permodalan usahanya, biasanaya sebagai

alternatif akan meminjam modal kerja ke lembaga keuangan mikro. Oleh karena

itu yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Kesulitan usaha kecil

mengakses pinjaman modal kerja dari lembaga perbankan, sehingga sebagai

alternatif usaha kecil meminjam modal kerja ke lembaga keuangan mikro untuk

mengatasi permasalahan permodalan yang dihadapinya.

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan usaha kecil

sektor perdagangan meminjam kredit modal kerja dari BMT di Kota

Semarang.

2. Menganalisis keputusan usaha kecil sektor perdagangan meminjam kredit

modal kerja dari BMT di Kota Semarang.

3. Mengevaluasi keberadaan BMT dalam membantu usaha kecil dalam

bidang permodalan di Kota Semarang.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi pengelola BMT, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi usaha kecil meminjam

kredit modal kerja dari BMT

2. Bagi Pengembangan Ilmu; Hasil penelitian diharapkan dapat

mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit

usaha kecil sektor perdagangan terhadap jasa pembiayaan dari BMT di

kota Semarang dan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi pada

penelitian selanjutnya

3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu masukan

bagi lembaga keuangan mikro, usaha kecil dan pemerintah daerah dalam

menentukan arah dan kebijakan pengembangan lembaga keuangan mikro

dan usaha kecil di kota Semarang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA

PEMIKIRAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Permintaan Modal Kerja

Suatu faktor produksi diminta karena dibutuhkan dalam proses produksi,

sementara itu proses produksi dilaksanakan karena ada permintaan akan output.

Oleh karena itu permintaan input, dalam hal ini modal disebut sebagai ”derived

demand” atau permintaan turunan. Permintaan output sendiri dianggap sebagai

permintaan asli kerena timbul sebagai akibat adanya kebutuhan manusia

(Budiono, 2002).

Permintaan suatu input oleh perusahaan akan selalu dikaitkan dengan

jumlah produksi, konsep ini dikenal dengan permintaan turunan. Semakin tinggi

tingkat kapasitas produksi suatu perusahaan akan semakin tinggi pula tingkat

permintaan input. Dalam kondisi demikian, apa bila dipasar input, harga dari

suatu input mengalami penurunan dan dipasar barang harga suatu output selalu

berubah-ubah, maka setiap kenaikan output akan memberikan dampak positif

terhadap penggunaan input (modal) dan tenaga kerja. Efek yang mengakibatkan

adanya perubahan terhadap permintaan jumlah input lebih disebabkan oleh

perubahan perusahaan disamping garis ekspansi pada suatu tingkat yang lebih

tinggi, dimana biaya-biaya yang dicerminkan oleh harga input yang digunakan

sama atau lebih besar dari pengeluaran semula. Dengan demikian hubungan

tingkat output atau tingkat produksi dengan permintaan modal bersifat positif.

Permintaan modal kerja adalah hubungan antara kuantitas modal yang

diminta dengan tingkat bunga yang berlaku. Lincolin Arsyad (1997) mengatakan

bahwa produsen dianggap akan mencari input jika input-input tersebut akan

menghasilkan output dan laba.

Dalam jangka pendek model permintaan modal mempunyai bentuk yang

sederhana. Jangka pendek adalah jangka waktu dimana dalam proses produksi

terdapat faktor-faktor produksi yang sifatnya tetap (fix input) dan faktor produksi

yang jumlahnya dapat diubah (variable input).

Dalam suatu perusahaan yang memaksimumkan laba akan menggunakan

unit tambahan dari input sampai suatu titik dimana tambahan penerimaan akibat

penggunaan tambahan satu unit input tersebut sama dengan biaya yang

dikeluarkan untuk menggunakan unit input tersebut (Walter Nicholson, 2002).

Jika perusahaan adalah penerima harga (price taker) di pasar modal, konsep biaya

marginal menjadi mudah dan sederhana. Dalam kasus ini, perusahaan selalu dapat

menggunakan tambahan satu unit dari input modal pada tingkat sewa yang

tersedia (v). Sehingga syarat memaksimumkan laba v = MEk = MRk. Persamaan

ini menggambarkan bahwa suatu perusahaan yang memaksimumkan laba, yang

merupakan penerima harga input-input yang dibelinya, harus menggunakan input-

input tambahan, sampai pada titik dimana biaya perunitnya sama dengan

penerimaan yang dihasilkan oleh input tambahan yang terakhir.

2.1.2. Teori Investasi

Investasi sebagai pendorong perkembangan ekonomi meliputi investasi

dalam pembangunan pengetahuan teknik dan keahlian. Selain itu juga termasuk

sumber-sumber yang meningkatkan tenaga produksi yang semuanya memerlukan

keahlian pelakunya. Dengan kata lain investasi akan memacu pertumbuhan

ekonomi jangka panjang. Fungsi investasi yang meningkatkan produktivitas itu

tidak saja berwujud pabrik dan perlengkapan lainnya, tetapi juga berwujud human

capital (Irawan dan Suparmoko, 2002).

Kemudian Susamto, (2002) mengatakan invetasi adalah pengeluaran atau

pembelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan membeli barang

modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi, dengan maksud menambah

kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam

perekonomian.

Joseph Alois Schumpeter dalam Muana Nanga (2001) membedakan

investasi kedalam: (1) investasi terpengaruh (induced investment) yaitu investasi

yang besar kecilnya sangat tergantung atau dipengaruhi oleh perubahan di dalam

pendapatan nasional, volume penjualan, keuntungan perusahaan, dan lain-lain;

dan, (2) investasi otonom (autonomous investment) yaitu investasi yang besar

kecilnya tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tetapi lebih banyak ditentukan

oleh perubahan-perubahan yang bersifat jangka panjang seperti adanya penemuan

baru, perkembangan teknologi, dan sebagainya.

Bentuk-bentuk investasi megarah pada penggunaan modal. Penggunaan

modal yang dimaksud dapat berupa penambahan sumber daya baru atau

peningkatan sumber daya yang ada. Namun sifat terpenting dari semuanya adalah

bahwa hal tersebut melibatkan suatu trade-off antara konsumsi sekarang dan

konsumsi dimasa yang akan datang, antara sedikit berkorban pada saat ini untuk

memperoleh yang lebih banyak dimasa yang akan datang (Todaro, 1989).

Dalam melakukan investasi para investor sudah pasti mempertimbangkan

resiko yang akan dihadapi. Ada beberapa resiko yang dihadapi oleh investor

antara lain (Boediono, 2002) :

a. Resiko Inflasi

Merupakan salah satu resiko yang pasti dihadapi oleh manusia yang hidup

dalam ekonomi uang dimana daya beli yang ada dalam uang dengan

berjalannya waktu mengalami penyusutan.

b. Resiko Tingkat Bunga.

Tingkat bunga yang tidak pernah stabil, hari ini naik, besok turun dan

demikian pula sebaliknya akan berjalan secara terus menerus.

c. Resiko Pasar

Resiko ini timbul karena pasar yang tidak menentu. Macam-macam hal yang

mempengaruhi ketidak stabilan pasar antara lain :

- Pasarnya tipis yaitu penjual dan pembeli sedikit, hanya ada pada waktu-

waktu tertentu saja.

- Ulah para investor yang bisa berubah prefrensinya terhadap suatu

instrumen investasi.

- Tidak ada dana untuk melakukan investasi.

Teori tentang investasi pada umumnya menjelaskan tentang faktor-faktor

yang diduga berpengaruh terhadap permintaan investasi. Menurut Nopirin (2000)

beberapa faktor yang diduga kuat berpengaruh terhadap permintaan investasi

antara lain : tingkat bunga, penyusutan, kebijakan perpajakan, perkiraan

(expectation) tentang penjualan serta kebijakan ekonomi. Kemudian menurut

Sadono Sukirno (2000) faktor-faktor yang utama mempengaruhi permintaan

( )2.2⎟⎠⎞

⎜⎝⎛=SFSIrr

investasi adalah : suku bunga, tingkat depresiasi, tingkat pendapatan Nasional,

barang modal yang sekarang tersedia, dan kebijakan pemerintah.

2.1.3. Teori Investasi dalam Ekonomi Islam

Investasi dalam ekonomi Islam adalah fungsi dari tingkat keuntungan yang

diharapkan. Tingkat keuntungan yang diharapkan bergantung pada pangsa

keuntungan relatif investor dan penyedia dana sebagai mitra usaha (Eko

Suprayitno, 2005).

Metwally (1995) menyatakan bahwa fungsi investasi dalam ekonomi

Islam dirumuskan sebagai berikut :

I = f ( r, Za, Zp, m) (2.1)

Dan

Dimana :

I = permintaan akan investasi

r = tingkat keuntungan yang diharapkan

SI = bagian /pangsa keuntungan/kerugian investor

SF = bagian/pangsa keuntungan/kerugian peminjam dana

Za = tingkat zakat atas asset yang tidak/kurang produktif

Zp = tingkat zakat atas keuntungan dari investasi

m = pengeluaran lain zakat atas asset yang tidak/kurang produktif.

Karena Za = Za dan Zp = Zp (yaitu tingkat zakat adalah tetap), maka

persamaan 2.1 dapat ditulis sebagai berikut :

I = f(r, m) (2.3)

1−πZZ A

Menurut persamaan (2.3) maka permintaan investasi akan meningkat

dalam ekonomi Islam, Jika :

- Meningkatnya tingkat keuntungan yang diharapkan

- Meningkatnya tingkat zakat terhadap asset yang tidak/kurang produktif.

Gambar 2.1 menunjukkan permintaan investasi baru dalam ekonomi yang

diatur oleh hukum Islam, yaitu sebagai fungsi tingkat keuntungan yang

diharapkan. Seperti diperlihatkan bahwa keuntungan yang di harapkan tersebut

menentukan volume investasi dalam ekonomi yang mengenal zakat tanpa bunga.

Oleh sebab itu, bila tingkat keuntungan yang diharapkan menjadi nol, maka

investasi masih terus berlangsung. Hal ini tentu tidak diperoleh dari suatu

perekonomian yang tingkat bunganya positif seperti ekonomi konvensional.

Gambar 2.1 juga memperlihatkan lebih jauh, makin tinggi tingkat ke-

untungan yang diharapkan semakin besar volume investasinya. Dalam ekonomi

yang menerapkan hukum Islam, permintaan investasi baru akan menurun sampai

nol pada titik di mana tingkat keuntungan menjadi negatif yaitu pada nilai

.

Dalam ekonomi Islam, tidak akan terjadi kasus di mana ongkos

oportunitas menjadi nol (ongkos oportunitas untuk tidak menginvestasikan asset

yang kurang/ tidak produktif). Dengan kata lain, semua bentuk asset yang

kurang/tidak produktif (termasuk pinjaman tanpa bunga) yang melebihi nisbah

dan kebutuhan hidup akan dikenakan zakat. Karena itu kemungkinan untuk r (Z -

1) = 0 tidak bakal terjadi.

Gambar 2.1 Permintaan Investasi Baru Dalam Ekonomi

Yang Diatur Oleh Hukum Islam

tingkat keuntungan yang

diharapkan

r2

r1

0

I0 I1 I2 Volume Investasi

ZA Zπ-1 Sumber : Eko Suprayitno, 2005 2.1.4. Marginal Efficiency of Capital (MEC)

John Maynard Keynes dalam Muana Nanga, (2001) mendasarkan teori

tentang permintaan investasi atas konsep efisiensi marjinal kapital (marginal

efficiency of capital atau MEC). Sebagai suatu definisi kerja, MEC dapat

didefinisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang diharapkan (expected net rate

of return) atas pengeluaran kapital tambahan. Tepatnya, MEC adalah tingkat

diskonto (discount rate) yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan

dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari kapital tambahan.

Secara matematis, MEC dapat dinyatakan dalam bentuk formula sebagai

berikut :

Ck = R1 + R2 + ... + Rn (2.4) (1 + MEC) (1 + MEC)2 (1 + MEC)n

Dimana :

R = perolehan yang diharapkan (expected return) dari suatu proyek, dan

Ck = biaya sekarang (current cost) dari modal tambahan.

Subskrip atau superskrip menggambarkan tahun 1, 2 .. ke-n.

Apakah suatu investasi itu dilakukan atau tidak, sangat tergantung pada

perbandingan antara present value (PV) di satu pihak dan current cost of

additional capital (Ck ) di lain pihak. Kalau PV > Ck, maka diputuskan investasi

dilakukan, sebaliknya kalau PV < Ck diputuskan investasi tidak dilakukan.

PV = R1 + R2 + ... + Rn (2.5) (1 + i)1 (1 + i)2 (1 + i)n

Aturan keputusan investasi (investment decision rule) tersebut di atas

dapat ditulis kembali dalam bentuk lain, dengan jalan mensubstitusikan dari per-

samaan 2.4 untuk PV dan dari persamaan 2.5. untuk Ck, dimana investasi akan

diputuskan untuk dilakukan jika :

R1 + R2 + ... + Rn > R1 + R2 + ... + Rn (2.6) (1 + i)1 (1 + i)2 (1 + i)n (1+ MEC) (1 + MEC)2 (1 + MEC)n

yakni jika tingkat perolehan bersih yang diharapkan lebih besar daripada biaya

peminjaman dana (cost of borrowing funds) atau opportunity cost dari peng-

gunaan dana yang dimiliki oleh perusahaan, atau tingkat bunga (i), atau jika MEC

> i, bila MEC < i maka investasi tidak dilaksanakan dan bila MEC = 0 investasi

bisa dilaksanakan atau tidak oleh pemilik modal.

Dari uraian di atas mengenai MEC maka diketahui bahwa berapa tingkat

pengeluaran investasi yang diinginkan oleh para investor ditentukan oleh dua hal

yaitu tingkat bunga yang berlaku dan MEC. Fungsi MEC dan fungsi investasi

menunjukkan hubungan antara tingkat bunga yang berlaku dengan tingkat

pengeluaran investasi yang ingin dilakukan oleh para investor.

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi investasi Keynes yaitu :

1. Fungsi tersebut mempunyai slope yang negatif, artinya semakin rendah

tingkat bunga semakin besar tingkat pengeluaran investasi yang direncanakan.

2. Dalam kenyataan fungsi semacam itu sulit untuk diperoleh sebab posisinya

sangat labil (mudah berubah dalam waktu ke waktu). Kelebihan fungsi

investasi ini akan sangat bisa dipahami bila diingat bahwa posisinya sangat

tergantung pada nilai-nilai MEC nya yang merupakan suatu tingkat

keuntungan yang diharapkan oleh investor. Oleh karena itu didasarkan atas

harapan masa depan atau expectation, maka MEC suatu proyek bisa saja

berubah dari hari ke hari, dan peka terhadap kondisi sosial ekonomi, politik

suatu negara. Misalnya adanya gejolak politik, desas desus adanya tindakan

devaluasi, pembatasan impor, akan langsung mengubah penilaian subyektif

investor terhadap suatu proyek. Karena banyaknya faktor yang bisa

mempengaruhi MEC, maka posisi investasi akan sangat mudah berubah.

3. Yang perlu ditekankan adalah hubungan antara investasi Keynes tersebut

dengan kenyataan, khususnya mengenai masalah ketersediaan dana investasi.

Teori Keynes didasarkan atas anggapan bahwa pada tingkat bunga yang

berlaku setiap investor bisa memperoleh dana berapapun untuk membiayai

proyek-proyek yang dianggap menguntungkan untuk dilaksanakan. Padahal

dalam kenyataannya sering dijumpai keadaan yang sebaliknya, yaitu begitu

banyak proyek yang menguntungkan (MEC tinggi) tapi sulit untuk

memperoleh dana untuk membiayai semuanya. Kesulitan untuk memperoleh

kredit dari bank misalnya mengakibatkan tingkat investasi yang direalisasikan

lebih kecil dari pada tingkat investasi yang diinginkan.

2.1.5. Perubahan Jumlah Asset

Pertumbuhan perusahaan dapat diukur dengan tingkat perubahan asset

perusahaan. Baskin (1989) dalam Endang Kurniati (2003) mengatakan tingkat

pertumbuhan asset dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

GROWT = A(t) - A(t-1) (2.7) A(t-1) Dimana :

A(t) = asset tahun ke t

A(t-1) = asset tahun ke t-1

Kemudian Rozef (1982) dalam Endang Kurniati (2003) menyatakan

bahwa tingkat pertumbuhan asset yang tinggi cenderung akan memudahkan

perusahaan dalam mengembangkan usahanya menjadi lebih besar. Adanya

perubahan asset perusahaan dapat diinterpretasikan sebagai kabar baik dan kabar

buruk. Jika perubahan asset perusahaan menurun maka dapat diartikan sebagai

kabar buruk, sementara jika asset perusahaan meningkat dapat diartikan sebagai

kabar baik. Asset yang meningkat merupakan sinyal mengenai peningkatan

kinerja perusahaan secara umum, sementara asset yang menurun akan

menunjukkan sinyal penurunan kinerja perusahaan. Beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa adanya pertumbuhan jumlah asset menjadi berita baik (good

news) bagi investor (Untung Afandi dan Sidarta Utama, 1988).

Peningkatan jumlah asset yang dimiliki oleh pengusaha kecil

menunjukkan kemampuannya dalam mengembangkan usahanya dan sekaligus

menggambarkan peningkatan jumlah modal kerja yang diperlukan. Oleh karena

itu dapat dikatakan hubungan antara pertambahan jumlah asset dengan permintaan

kredit mempunyai hubungan yang positif.

2.1.6. Tingkat Keuntungan

Dalam kegiatan perusahaan keuntungan ditentukan degan cara mengurangi

berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Biaya yang

dikeluarkan meliputi pengeluaran untuk bahan mentah, pembiayaan upah,

pembiayaan bunga, dan sewa tanah. Keuntungan merupakan pendapatan total

dikurangi biaya total (Mankiw, 2003). Pendapatan total (total revenue) adalah

jumlah pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjulan produknya,

sedangkan biaya total (total cost) adalah jumlah dana yang dibelanjakan

perusahaan untuk berbagai input untuk keperluan produknya.

Dalam teori ekonomi keuntungan mempunyai arti yang sedikit berbeda

dengan pengertian keuntungan dari segi pembukuan. Ditinjau dari sudut

pembukuan perusahaan keuntungan adalah perbedaan nilai uang dari hasil

penjualan yang deperoleh dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. Dalam teori

ekonomi definisi itu dipandang terlalu luas karena tidak mempertimbangkan

ongkos tersembunyi yang tidak dibayar dengan uang tetapi perlu dipandang

sebagai bagian dari ongkos produksi. Pengeluaran tersebut (ongkos tersembunyi)

meliputi pendapatan yang seharusnya dibayar kepada para pengusaha yang

menjalankan sendiri perusahaannya, tanah dan modal sendiri yang digunakan, dan

bangunan dan peralatan pabrik yang dimiliki sendiri. Keuntungan menurut

pembukuan bila dikurangi ongkos tersebunyi akan menghasilkan keuntungan

ekonomi atau keuntungan murni. Dalam teori ekonomi yang dimaksud

keuntungan adalah keuntungan ekonomi (Sadono Sukirno, 2000).

Teori dana internal (internal funds theory of investment) mengatakan

bahwa stok kapital yang diinginkan, bergantung pada tingkat keuntungan.

Beberapa penjelasan tentang hal ini telah dikemukakan oleh sejumlah ahli

diantaranya adalah Jan Tinbergen dalam Muana Nanga, (2001) mengatakan

bahwa keuntungan yang terjadi (realized profits) secara akurat merefleksikan

keuntungan yang diharapkan (expected profits). Karena permintaan modal

bergantung pada keuntungan yang diharapkan, maka permintaan modal adalah

berhubungan secara positif dengan realized profits.

Berdasarkan uraian tersebut dalam kaitannya dengan usaha kecil, maka

semakin besar tingkat keuntungan akan berpengaruh positif terhadap permintaan

modal kerja usaha kecil. Setiap perusahaan selalu berusaha memaksimumkan

keuntungannya, maka bila terjadi peningkatan keuntungan, pengusaha akan terus

meningkatkan penawaran barangnya. Untuk memenuhi peningkatan jumlah

penawaran barang tersebut perusahaan akan membutuhkan modal kerja yang lebih

besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makin tinggi tingkat

keuntungan yang diperoleh akan berpengaruh positif terhadap permintaan modal

kerja usaha kecil.

2.1.7. Investasi dan Tingkat Bunga.

Investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau

mempertahankan stok barang modal. Stok barang modal tersebut terdiri atas

barang modal (capital stok) dapat berupa pabrik, mesin, kantor dan produk tahan

lama yang digunakan untuk proses produksi (R.Dornbush dan Stanley Fisher,

2004). Arti lain dari Investasi yaitu sebagai pengeluaran oleh sektor produsen

(swasta) untuk membeli barang-barang/jasa-jasa untuk menambah stok barang

dan perluasan perusahaan (Budiono, 2002).

Tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan masa kini dan masa

depan (Mankiw, 2003). Menurut Boediono (2002) bunga adalah harga dari dana

yang dapat disalurkan dalam bentuk pinjaman. Penawaran pinjaman berasal dari

kelompok penyimpan yaitu mereka yang memiliki pendapatan lebih besar

dibandingkan kebutukan konsumsinya, sedangkan permintaan pinjaman berasal

dari kelompok investor.

Para ahli ekonomi Neo Klasik menjelaskan bahwa dalam hal investasi,

maka tingkat suku bunga merupakan faktor penentu bagi naik turunnya suatu

investasi. Jika tingkat suku bunga naik maka investasi akan turun, sebaliknya jika

suku bunga turun, maka investasi akan naik.

Secara grafik, hubungan antara investasi dan tingkat bunga dapat dilihat

pada Gambar 2.2.

Pada Gambar 2.2 terlihat bahwa apabila tingkat bunga turun misalnya dari

i1 ke i2 akan menyebabkan permintaan investasi meningkat dari I1 ke I2, dan

demikian pula sebaliknya bila tingkat bunga yang berlaku mengalami kenaikan

misalnya dari i2 menjadi i1, maka permintaan investasi akan menurun dari I2

menjadi I1.

Gambar 2.2. Hubungan Antara Investasi dan Tingkat Bunga

Tingkat bunga (i) i1

i2

I =I (i) 0 I1 I2 Investai (I)

Sumber : Muana Nanga, 2001

Dalam sistem perbankan syariah yang tidak mengenal sistem bunga (tapi

menggunakan sistem bagi hasil), maka rasio bagi hasil merupakan biaya atau

harga penggunaan dana oleh nasabah peminjam. Oleh karena itu semakin besar

rasio bagi hasil yang diberlakukan maka permintaan modal kerja akan semakin

menurun.

Gambar 2.3a Hubungan Antara Permintaan Modal Kerja Dengan Rasio Bagi Hasil

Rasio Bagi Hasil B N B N I =I (i) 0 I1 I2 Pinjaman (I) Ket: B = BMT, N = Nasabah

Berdasarkan Gambar 2.3a terlihat bahwa makin tinggi rasio bagi hasil bagi

BMT, maka keinginan nasabah meminjam uang menjadi menurun, demikian

sebaliknya. Misalnya pada rasio bagi hasil B2/N2 jumlah pinjaman sebesar I2,

kemudian bila rasio bagi hasil meningkat menjadi B1/N1 jumlah pinjaman

menurun menjadi I1 sehingga dapat dikatakan hubungan antara rasio bagi hasil

dengan tingkat permintaan kredit negatif.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa baik dalam konsep ekonomi

konvesional (berdasarkan tingkat bunga) maupun dalam konsep ekonomi Islam

(prinsif bagi hasil) terdapat sebuah kesamaan, karena baik tingkat bunga maupun

bagi hasil sama-sama merupakan biaya penggunaan modal dan sama-sama

mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan modal

2.1.8. Tingkat Bunga di Lembaga Keuangan Konvensional

Dalam hubungannya dengan permintaan suatu barang atau jasa sifat

hubungan antara suatu barang atau jasa dengan barang atau jasa lainnya dapat

bersifat sebagai pengganti, pelengkap serta bersifat netral dengan barang atau jasa

lainnya.

Komoditas pengganti adalah komoditas yang dapat menggantikan fungsi

dari komoditas lain sehingga harga komoditas pengganti dapat mempengaruhi

permintaan komoditas yang digantikannya. Pada umumnya bila harga komoditas

pengganti bertambah murah maka komoditas yang digantikannya akan mengalami

pengurangan dalam permintaannya (Sugiarto, 2002).

Kaitannya dengan permintaan kredit modal kerja usaha kecil dari BMT

bila rasio bagi hasil di BMT lebih rendah dari tingkat bunga yang berlaku

dilembaga keuangan lainnya, maka permintaan modal kerja dari BMT akan

bertambah.

2.2. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini selain membahas teori-teori yang relevan dengan

penelitian ini juga dilakukan pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah

pernah dilakukan para peneliti. Pengkajian atas hasil-hasil penelitian terdahulu

akan sangat membantu peneliti-peneliti lainnya dalam menelaah masalah yang

akan dibahas dengan berbagai pendekatan spesifik. Selain itu dengan mempelajari

hasil-hasil penelitian terdahulu akan memberikan pemahaman komprehensif

mengenai posisi peneliti.

Oleh karena itu pada bagian berikut ini akan diketengahkan beberapa hasil

penelitian terdahulu yang antara lain :

Dalam penelitian Metwally (1995) di dua puluh negara tentang hubungan

tingkat bunga dengan investasi menunjukkan hasil yang bervariasi. Di negara

Yordania, Maroko, Iran, Pakistan, Tunisia, Siria, Libya, Malaysia, dan Mesir

menunjukkan tingkat bunga tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat investasi.

Di negara Kolombia, Korea Selatan, Guatemala, Bolivia, Brazil, Thailand,

Portugis, Peru, Guinea, Yunani menunjukkan tingkat bunga berpengaruh secara

signifikan terhadap tingkat investasi.

Soelistyono dan Mansoer (1998) dengan menggunakan data kuartalan

dari tahun 1978.3-1994.4 merumuskan model investasi yang diturunkan

berdasarkan pendekatan teori Neo-Klasik Coubb-Douglas, dimana permintaan

stok kapital dirumuskan sebagai fungsi tingkat suku bunga dan besarnya

pendapatan nasional yang diharapkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

tingkat pendapatan nasional berpengaruh terhadap tingkat investasi. Sedangkan

tingkat bunga tidak berpengaruh terhadap tingkat investasi.

Jamli dan Firmansyah (1998) dengan data time series dan data cross

section dari tahun 1990-1995, melakukan estimasi dengan menggunakan regresi

pooling data model kovarian metode least square dummy variabel atau LSDV.

Dengan variabel dependen investasi dan variabel independen tingkat suku bunga,

pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat inflasi. Hasil regresi menunjukkan bahwa

tingkat suku bunga dan inflasi tidak berpengaruh terhadap investasi. Sedangkan

tingkat pendapatan nasional dan nilai tukar berpengaruh terhadap investasi.

Yuliadi (2001) melakukan penelitian mengenai pengeluaran investasi

sebagai fungsi dari suku bunga, tingkat pendapatan dan lag kapital. Studi empirik

menunjukkan bahwa besarnya elastisitas pengeluaran investasi terhadap

perubahan tingkat suku bunga tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.

Ari Gunawan (2001), meneliti pelaksanaan sistem mudharabah pada BMT

dalam meningkatkan usaha pengusaha kecil di kota Semarang menyimpulkan,

bahwa pembiayaan yang dilakukan oleh BMT sangat membantu pengusaha kecil

dalam hal mengatasi kesulitan permodalan dalam rangka meningkatkan usahanya.

Hambatan yang timbul dalam sistem modharabah pada BMT yang berasal dari

dalam BMT antara lain : (a) pihak BMT menaruh kepercayaan yang terlalu besar

pada nasabah, (b) keterbatasan modal usaha yang dimiliki BMT, (c) kurangnya

sosialisasi keberadaan BMT di masyarakat. Sedangkan hambatan yang berasal

dari pengusaha atau nasabah: (a) penyalahgunaan pembiayaan oleh pengusaha

untuk tujuan yang tidak sesuai dengan isi dalam akad perjanjian, (b)

penyembunyian keuntungan yang dilakukan oleh pengusaha, (c) pembiayaan yang

macet karena kesalahan dari pihak pengusaha.

Kemudian Amelia Sandra (2002), meneliti prinsip bagi hasil di bank

syariah sebagai alternatif pembangunan dunia usaha. Hasil penelitiannya

menemukan bahwa perbankan syariah memungkinkan untuk menghidupkan

pengusaha skala menengah kebawah, yang masih merasa takut untuk meminjam

uang ke bank karena takut usahanya tidak berhasil sehingga harus membayar

cicilan dan bunga yang tinggi. Oleh karena itu untuk mengembangkan usahanya

dengan memanfaatkan aneka layanan/produk dari perbankan syariah yang tidak

mengenakan bunga. Kondisi ini selain diharapkan dapat memacu pengusaha kecil

untuk bekerja lebih giat untuk mendapatkan pendapatan yang sebesar-besarnya,

juga secara tidak langsung akan menggerakkan sektor riil.

Heri Sudarsono (2003) meneliti faktor–faktor yang mempengaruhi

investasi dengan menggunakan metode Partial Adjusment Model (PAM) untuk

mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari pengaruh tingkat

suku bunga terhadap investasi. Dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa

tingkat suku bunga kurang terbukti mampu mempengaruhi investasi baik dalam

kurun waktu jangka pendek maupun jangka panjang.

Pratama Heru Kuspriyanto (2004) Menganalisis investasi dan faktor-

faktor yang mempengaruhinya (studi kasus di Jawa Tengah) dengan

menggunakan Metode Ordinary Last Square (OLS), dan Partial Adjusment Model

(PAM). Dari hasil penelitiannya menyimpulkan pengaruh variabel PDRB, variabel

pengeluaran pemerintah, variabel tenaga keja berpengaruh secara positif terhadap

permintaan investasi, sedangkan variabel tingkat bunga riil berpengaruh secara

negatif artinya bila tingkat suku bunga tinggi maka permintaan investasi menurun,

demikian sebaliknya.

Secara umum dari semua penelitian di atas masih memfokuskan pada

masalah pengaruh tingkat bunga terhadap investasi dan keberadaan BMT dalam

mengatasi kesulitan pembiayaan usaha kecil dan hambatan yang dialami BMT

dalam menyalurkan pembiayaan. Namun masih belum ada yang membahas

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pilihan masyarakat atau usaha kecil

menggunakan jasa pembiayaan dari BMT. Oleh karena itu penelitian ini mencoba

meneliti pengaruh faktor total asset usaha kecil, tingkat keuntungan usaha kecil

dan tingkat rasio bagi hasil serta tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya

terhadap keputusan pengusaha kecil sektor perdagangan meminjam kredit modal

kerja dari BMT di Kota Semarang.

2.3.Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis menunjukkan tentang pola pikir teoritis

terhadap pemecahan masalah penelitian yang ditemukan. Kerangka pemikiran

teoritis didasarkan teori-teori yang relevan, diambil sebagai dasar pemecahan

masalah penelitian.

Penelitian ini akan mencoba menganalisis pengaruh total asset,

keuntungan perbulan usaha kecil dan rasio bagi hasil serta tingkat bunga

dilembaga keuangan lainnya terhadap probabilita usaha kecil sektor perdagangan

meminjam modal kerja dari BMT. Untuk itu dibuat kerangka pemikiran teoritis

sebagai berikut :

Pertumbuhan total asset usaha kecil berpengaruh terhadap probabilita

permintaan modal kerja usaha kecil dari BMT. Semakin banyak jumlah asset yang

dimiliki usaha kecil maka probabilita permintaan modal kerja juga meningkat.

Oleh karena itu hubungan antara peningkatan jumlah asset dengan probabilita

permintaan modal kerja positif.

Tingkat Keuntungan usaha kecil berpengaruh terhadap probabilita

permintaan modal kerja usaha kecil dari BMT. Semakin tinggi tingkat keuntungan

maka probabilita permintaan modal kerja meningkat, sebaliknya makin rendah

tingkat keuntungan maka probabilita permintaan modal kerja semakin rendah.

Oleh karena itu hubungan antara peningkatan keuntungan dengan probabilita

permintaan kredit modal kerja mempunyai hubungan positif.

Rasio bagi hasil merupakan biaya penggunaan dana dari BMT. Rasio bagi

hasil mempunyai hubungan dengan probabilita permintaan kredit modal kerja

usaha kecil dari BMT. Semakin tinggi rasio bagi hasil, maka probabilita

permintaan kredit modal kerja akan menurun; demikian sebaliknya makin rendah

rasio bagi hasil probabilita permintaan modal kerja akan meningkat. Dengan

demikian antara rasio bagi hasil dengan probabilita permintaan modal kerja usaha

kecil mempunyai hubungan yang negatif.

Tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya berhubungan positif terhadap

probabilita usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT, karena semakin tinggi

tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya dibandingkan dengan rasio bagi hasil

yang berlaku di BMT akan menyebabkan probabilita permintaan modal kerja dari

BMT semakin tinggi.

Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran teoritis di atas, maka

diagram kerangka pemikiran teoritis penelitian ini seperti gambar 2.4.

Gambar 2.4. Diagram Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian

Total Asset (TA)

Keuntungan Perbulan (KP)

KEPUTUSAN USAHA KECIL MEMINJAM

KREDIT MODAL KERJA DARI BMT

Rasio Bagi Hasil (RBH)

Tingkat Bunga di

Lembaga Keuangan Lainnya (TBLKL)

2.4.Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut :

1. Peningkatan total asset usaha kecil berpengaruh positif terhadap probabilita

permintaan kredit modal kerja usaha kecil dari BMT.

2. Tingkat keuntungan berpengaruh positif terhadap probabilita permintaan

kredit modal kerja usaha kecil dari BMT.

3. Nilai Rasio bagi hasil berpengaruh negatif terhadap probabilita permintaan

kredit modal kerja usaha kecil dari BMT.

4. Tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya berpengaruh positif terhadap

probabilita permintaan modal kerja usaha kecil dari BMT.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasioal Variabel

Penelitian tentang Analisis Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha Kecil

di Kota Semarang (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor

Perdagangan dari BMT) digunakan beberapa variabel penelitian, yaitu total

asset, keuntungan perbulan dan rasio bagi hasil. Untuk menghindari

kesalahpahaman pengertian dalam pembahasan penelitian ini, maka dijelaskan

definisi masing-masing variabel yaitu sebagai berikut :

1. Total Asset adalah total nilai kekayaan yang dimiliki pengusaha kecil yang

terdiri atas harta, piutang, biaya yang dibayar lebih dahulu, dan pendapatan

yang akan diterima, namun tidak termasuk nilai tanah dan b`angunan tempat

usaha dalam satuan (Rp).

2. Keuntungan usaha kecil adalah jumlah keuntungan perbulan yang diperoleh

usaha kecil yang merupakan pengurangan total cost (TC) terhadap total

revenue (TR) atau π = TR –TC). Pendapatan total (total revenue) adalah

jumlah pendapatan yang diterima oleh usaha kecil dari penjulan barang

dagangannya selama satu bulan, sedangkan biaya total (total cost) adalah

jumlah dana yang dibelanjakan oleh usaha kecil untuk biaya tenaga kerja,

biaya pembelian barang dagangan, biaya transportasi dan biaya lain-lain

selama satu bulan dalam satuan (Rp).

3. Rasio bagi hasil adalah besarnya rasio bagi hasil yang dikenakan kepada

peminjam modal kerja (usaha kecil) pada saat meminjam modal kerja ke

BMT. Misalnya rasio bagi hasil sebesar 60% : 40% artinya 60 persen untuk

BMT dan 40 persen untuk nasabah. Dalam penelitian ini rasio bagi hasil

diukur menggunakan skala linkert dengan kriteria Sangat tinggi = 5, Tinggi

= 4, Sedang = 3, Rendah = 2, dan Sangat Rendah = 1.

4. Tingkat bunga di bank umum adalah tingkat bunga yang sedang berlaku di

bank umum selain BMT. Dalam penelitian ini tingkat bunga di bank umum

dibandingkan dengan rasio bagi hasil yang berlaku di BMT dan diukur

menggunakan skala linkert dengan kriteria Jauh lebih tinggi = 5, Lebih

Tinggi = 4, Sama = 3, Lebih Rendah = 2, dan Jauh lebih Rendah = 1.

5. Permintaan kredit usaha kecil adalah probabilita usaha kecil meminjam kredit

modal kerja dari BMT. Bila meminjam kredit modal kerja dari BMT nilai

probabilitanya adalah 1 dan jika tidak meminjam kredit modal kerja dari BMT

maka nilai probabilitanya adalah 0.

3.2. Jenis Dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder.

1. Data primer diperoleh dari data lapangan yang diamati dari sampel

penelitian usaha kecil sektor perdagangan, terutama yang berkaitan

dengan informasi, tingkat keuntungan perbulan usaha kecil dan rasio bagi

hasil meminjam dana dari BMT yang diperkirakan berpengaruh terhadap

probabilita permintaan kredit usaha kecil dari BMT di kota Semarang .

2. Data sekunder, yang merupakan data pelengkap diperoleh dari kantor

Dinas Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah kota Semarang, kantor

Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Semarang dan Dinas Pasar kota

Semarang dan instansi lain yang ada kaitannya dengan penelitian.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Menurut Kuncoro (2003), populasi merupakan kelompok elmen (unit

dimana data yang diperlukan akan dikumpulkan) lengkap yang biasanya berupa

orang, objek, transaksi atau kejadian, dimana orang tertarik untuk mempelajarinya

atau menjadi obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh usaha

kecil sektor perdagangan yang berjumlah 3.105 pengusaha kecil di Kecamatan

Gajahmungkur kota Semarang (Gajah Mungkur Dalam Angka 2004). Kecamatan

Gajah mungkur dipilih sebagai lokasi penelitian, karena Kecamatan ini memiliki

dua BMT yang sudah cukup maju yaitu BMT Hudatama dan BMT Walisongo

yang sudah beroperasi cukup lama. Disamping itu jumlah usaha kecil yang

membuka usaha disekitar wilayah kerja BMT yang ada cukup banyak.

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diperoleh dari populasi sasaran yaitu usaha

kecil sektor perdagangan sebanyak 3.105 pengusaha kecil di Kecamatan

Gajahmungkur kota Semarang.

Penarikan sampel dari populasi menggunakan metode Random sampling.

(Sugiyono 1999). Untuk menentukan ukuran sampel (sample size) minimal

digunakan rumus Yamane (Jalaluddin Rakhmat, 1997) sebagai berikut :

)1.3(12 +

=Nd

Nn

Keterangan :

n = ukuran sampel N = ukuran populasi

d = presisi (bound of error) yang diinginkan Berpedoman pada penelitian di bidang ilmu sosial, maka presisi (bound of

error) yang digunakan dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 10% atau 0,10

sehingga ukuran sampel dapat dihitung sebagai berikut :

n = 3.105 = 3.105 = 96,879 1 + 3.105 (0,1)2 32,05

Dengan demikian ukuran sampel minimal dalam penelitian ini adalah sebanyak

96,879 sampel (dibulankan menjadi 100 orang sampel).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Mengingat para usaha kecil sektor perdagangan yang menjadi sampel

dalam penelitian ini belum banyak yang memiliki catatan tertulis dalam

melakukan kegiaan usahanya, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Wawancara, yakni proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara / peneliti

dengan responden. Teknik wawancara dilakukan dengan bantuan pedoman

daftar pertanyaan.

b. Dokumentasi, yaitu dengan menelaah dan mengkaji setiap data yang terdapat

pada usaha kecil sektor perdagangan pada sumber lainnya yang mendukung

penelitian ini.

c. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan untuk memperoleh informasi dari usaha

kecil sektor perdagangan.

d. Observasi, merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan

pengamatan secara langsung serta mencatat data yang diperlukan secara

sistimatis.

3.5. Teknik Analisis

Untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi probabilita

permintaan kredit modal kerja usaha kecil sektor perdagangan dari BMT,

digunakan model Regresi Linier Bergada dengan bantuan aplikasi SPSS versi

11.5. Penggunaan model regresi linier berganda digunakan karena andanya

indikasi ketergantungan antara variabel terikat terhadap variabel bebasnya yang

berjumlah lebih dari satu, sehingga sangat efektif untuk menentukan faktor-faktor

yang paling dominan (Alfian Lains, 2003), yang mempengaruhi permintaan kredit

modal kerja usaha kecil sektor perdagangan.

Adapun mengenai hubungan fungsional dinyatakan sebagai berikut :

Y = f (X1, ... , Xn) (3.2)

Menurut Alfian Lains (2003) penjelasan hubungan fungsional tersebut

mengandung pengertian bahwa variabel (Y) merupakan fungsi dari variabel

bebasnya (X1, ..., Xn).

Dalam penelitian ini, variabel terikat dihitung berdasarkan sistem skoring

(sekoring), yaitu kegiatan pemberian nilai atau harga yang berupa angka dan

jawaban dari kuisioner untuk memperoleh data kuantitatif yang diperlukan dalam

pengujian hipotesis (Sujana, 1996), sedangkan variabel bebas ada yang

berdasarkan sistem scoring dan ada juga yang tidak.

Sistem skoring untuk variabel terikat, yaitu pengukuran jawaban yang tegas

terhadap permasalahan yang ditanyakan, seperti jawaban ”ya” atau ”tidak”

(Ridwan, 2002). Score ini bersumber dari penilaian dummy dependent variable,

atau kategorik, yang merupakan bentuk logit model. Model probabilita linier

secara umum dapat didefinisikan sebagai berikut :

)7.3(1

)( biXia

i

i eInP

PIn +=⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡− 11 PPi

Pi = E (Yi = 1 | Xi) = Zi = a + biXi (3.3)

Pi = E (Yi = 1 | Xi) = 1 (3.4) 1 + e – (a + biXi ) Pendefinisian Pi dalam bentuk (3) ini mengikuti fungsi distribusi logit. Oleh

sebab itu, permodelan yang berdasarkan pada pendifinisian Pi yang demikian ini

disebut logik model. Pi terletak antara 0 dan 1, karena Zi terletak antara - ∞ dan ∞.

Bila Z ∞, maka P1 = 1 dan Z - ∞ , maka Pi = 0 (Gujarati, 1999)

Diketahui bahwa Pi adalah probabilitas terjadinya suatu peristiwa, dan 1- Pi

adalah probabilita tidak terjadi suatu peristiwa maka, bentuk logit model adalah :

Pi = 1 (3.5) 1 + e – (a + biXi )

1- Pi = 1 - 1 = e – (a + biXi ) (3.6) 1 + e – (a + biXi ) 1 + e – (a + biXi )

Bila di Log naturalkan, maka bentuknya menjadi :

Perbandingan disebut juga odds ratio atau nilai hambatan Pi untuk

memperoleh nilai Pi = 1

Karena Pi (=Y) terletak antara 0 dan 1, maka nilai variabel terikat Y Logit

model juga berkisar antara 0 hingga 1, dengan asumsi untuk jawaban ”ya”

bernilai 1 dan untuk jawaban ”tidak” bernilai 0 (Gujarati, 2003). Dalam penelitian

ini jawaban terhadap variabel terikat diberi score 1 untuk penilaian memiliki

pinjaman di BMT, dan score 0 untuk penilaian yang tidak memiliki pinjaman di

BMT.

Dalam teknik analisis, penelitian ini tidak melakukan uji normalitas data,

kerana Regresi logit tidak memerlukan asumsi normalitas pada variabel bebasnya.

)8.3(1 4321 eTBLKLbRBHbKPbTAba

ppLn +++++=⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡−

⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡− ppLn

1 ⎥⎦

⎤⎢⎣

⎡− ppLn

1

Artinya variabel bebasnya tidak harus memiliki distribusi normal, linier maupun

memiliki varian yang sama dalam setiap grup (Imam Gozali, 2005). Gujarati

(1999) menyatakan bahwa Regresi Logit juga mengabaikan masalah

Heteroskedastisitas. Artinya variabel terikatnya tidak memerlukan homosdedasitas

untuk masing-masing variabel bebasnya.

Regresi logit dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji variabel yang

akan diproksi yaitu : Total Asset (TA), Keuntungan Perbulan (KP), Rasio Bagi

Hasil (RBH) mempegaruhi variabel dependen yang diproksi dengan probabilita

pinjaman yang dilakukan usaha kecil sektor perdagangan dari BMT (Y). Dari

fungsi tersebut jika diformulasikan dalam model umum Regresi Logit, maka

persamaannya menjadi sebagai berikut :

Dimana :

= Probabilita usaha kecil yang meminjam kredit modal kerja dari BMT dengan nilai ”1”. Lainnya dengan nilai ”0”.

a = Konstanta

b1-b4 = parameter estimasi

TA = Total Asset usaha kecil

KP = Keuntugan Perbulan usaha kecil

RBH = Rasio Bagi Hasil di BMT

TBLKL = Tingkat bunga di lembaga keuangan lainnya

e = gangguan stokastik/disturbance error

Diasumsikan variabel disturbance error (e) mempunyai nilai nol (0) dan

variasi konstanta untuk seluruh observasi. Variabel disturbance error tidak

berkorelasi dalam pendekatan statistik. Untuk seluruh observasi, korelasi antar

variabel disturbance error mempunyai nilai nol (0).

a. Menilai Kelayakan Model Regresi.

Perhatikan output pada Tabel Hosmer and Lemeshow, dengan hipotesis:

Ho : Tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi

dengan klasifikasi yang terjadi.

Hi : Ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan

klasifikasi yang terjadi.

Dasar pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan Goodness of

fit test yang diukur dalam kolom signifikansi pada bagian bawah uji

Homer and Lemeshow.

- Jika probabilitas > 0,05 : Ho diterima

- Jika probabilitas < 0,05 : Ho ditolak

b. Menilai keseluruhan Model (Overal Model Fit)

Dengan memperhatikan angka -2 Log likelihood pada awal (Block Number

= 0) dan angka -2 Log likelihood pada Block Number = 1. Jika terjadi

penurunan angka -2 Log likelihood, yaitu angka -2 Log likelihood (Block

Number = 0) > angka -2 Log likelihood (Block Number = 1), menunjukkan

model regresi yang baik.

c. Menguji Koefisien Regresi

Tingkat signifikansi (α) yang digunakan sebesar 5% atau 0,05.

Dibandingkan dengan tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas.

Apabila tingkat signifikansi variabel bebas < 0,05, maka variabel bebas

tersebut berpengaruh terhadap variabel terikat pada level 5%, dan

sebaliknya apabila tingkat signifikansi variabel bebas > 0,05 maka

variabel bebas tersebut tidak berpengaruh terhadap variabel terikat pada

level 5%.

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

4.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pengusaha kecil yang bergerak

disektor perdagangan berjumlah 100 orang responden. Dari hasil survei dan

wawancara di lapangan terhadap responden diperoleh beberapa informasi

mengenai karakteristik responden. Karakteristik responden yang akan dibahas

disini berkaitan dengan latar belakang sosial ekonomi meliputi gambaran struktur

usia, jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat pendidikan responden.

a. Struktur Usia Responden

Usia merupakan hal yang penting dalam menjalankan usaha, karena faktor

usia selain menunjukkan kematangan dalam berusaha juga bisa menggambarkan

masa produktif seseorang dalam perjalanan hidupnya. Berdasarkan hasil kuisioner

penelitian, struktur usia responden umumnya masih termasuk pada usia produktif,

karena yang paling banyak adalah responden pada usia 40 - 44 tahun mencapai

27 persen dari total responden, berusia antara 35-39 tahun 26 persen, dan yang

berusia antara 45-49 tahun 20 persen dari total respoden. Sedangkan yang paling

sedikit adalah responden yang berusia atara 50-54 tahun hanya 4 persen saja dari

total responden seperti terlihat pada Gambar 4.1.

0

5

10

15

20

25

30

Jumlah 4 20 27 26 8 8 7

50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24

0

5

10

15

20

25

30

Jumlah 4 20 27 26 8 8 7

50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24

Gambar 4.1 Struktur Usia Responden

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005

b. Jenis Kelamin Responden

Semua penduduk mempunyai kesempatan yang sama berpartisipasi dalam

pembangunan, pekerjaan maupun dalam berbagai kegiatan lainnya tanpa harus

membedakan jenis kelamin, suku, agama, maupun ras lainnya. Demikian pula

halnya dalam menjalankan usaha khususnya dalam usaha kecil terlihat adanya

kesamaan kesempatan baik bagi penduduk laki-laki maupun perempuan.

Berdasarkan hasil kuisioner penelitian diperoleh gambaran penduduk yang

menjalankan usaha kecil disektor perdagangan ini berdasarkan jenis kelamin

terlihat jumlahnya hampir berimbang antara yang laki-laki dengan perempuan.

Responden laki-laki berjumlah 60 persen sedangkan responden perempuan

berjumlah 40 persen seperti terlihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2

60

40

0

10

20

30

40

50

60

Jum

lah

Res

pond

en

RespondenJenis Kelamin

Laki-LakiPerempuan

60

40

0

10

20

30

40

50

60

Jum

lah

Res

pond

en

RespondenJenis Kelamin

Laki-LakiPerempuan

Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005 c. Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan merupakan hal penting dalam menunjang tingkat

produktivitas seseorang. Karena jika sumber daya manusia yang ada memiliki

tingkat pendidikan dan keterampilan yang tinggi merupakan modal utama dalam

memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah. Hal ini dimungkinkan

karena sumber daya manusia ini selain sebagai obyek pembangunan juga sebagai

subyek pembangunan.

Berdasarkan hasil kuisioner penelitian seperti terlihat pada Tabel 4.1

tingkat pendidikan responden, sebagian besar memiliki pendidikan SLTA

mencapai 54 persen, tingkat pendidikan SLTP 27 persen dan seterusnya. Hal ini

dapat dimengerti karena untuk menjalakan usaha disektor usaha kecil ini, faktor

tingkat pendidikan formal bukan masalah yang utama. Karena yang paling

dibutuhkan untuk menjalankan usaha ini adalah keberanian, kerja keras,

ketekunan dan pantang menyerah untuk bisa berhasil.

Tabel. 4.1

Tabel Tingkat Pendidikan Responden

Pendidikan Terakhir Responden (org) Persentase

SD 8 8

SLTP 27 27

SLTA 54 54

Diploma/Akademi 4 4

Sarjana 7 7

Jumlah 100 100

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005 d. Jenis Usaha Responden

Penelitian ini lebih difokuskan pada usaha kecil yang bergerak disektor

perdagangan. Jenis usaha perdagangan ini dipilih karena umumnya jenis usaha ini

tingkat perputaran modal usahanya lebih cepat sehingga tingkat keuntungan dan

kerugian dengan cepat bisa diketahui. Disamping itu jenis usaha ini paling banyak

dilakukan oleh masyarakat kota Semarang dibandingkan dengan jenis usaha kecil

lainnya.

Dari hasil kuisioner penelitian mengenai jenis usaha dagang responden

dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis usaha dagang. Walaupun

kenyataannya di lapangan jenis usaha yang digeluti responden cukup berpariasi,

namun secara garis besar dalam penelitian ini jenis usaha dagang yang dilakukan

responden dapat dikelompokan menjadi beberapa macam seperti terlihat pada

Tabel 4.2.

Tabel .4.2 Jenis Usaha Dagang Responden

Jenis Usaha Dagang Responden (org) Persentase

Kantin 14 14

Warung nasi 27 27

Pedagang sembako 29 29

Pedagang kue 12 12

Rental komputer 2 2

Kios bensin 6 6

Pedagang sayur 6 6

Loper koran 4 4

J u m l a h 100 100

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005

Berdasarakan tabel 4.2 terlihat bahwa responden yang paling dominan

adalah yang bergerak disektor perdagangan sembako 29 persen, warung nasi 27

persen dan usaha kantin 14 persen. Jumlah pedagang sembako yang paling

banyak, karena jenis usaha ini umumnya dijalankan oleh masyarakat dengan

mudah karena tidak memerlukan tempat yang khusus, sehingga bisa dilakukan di

samping rumah, di garasi rumah dan sebagainya.

4.2. Permodalan Usaha

Modal kerja adalah sejumlah dana yang dipergunakan untuk membiayai

operasional perusahaan mulai dari pengadaan bahan baku/bahan penolong/ bahan

setengah jadi, membiayai tenaga kerja dan biaya overhead, proses produksi

barang sampai dengan barang tersebut dijual. Modal kerja sering juga disebut

dengan sejumlah dana/kas yang tertanam dalam aktiva lancar yang dipergunakan

untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Bagi usaha kecil modal kerja

dipergunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan yang pada

umumnya berjangka waktu pendek, maksimal satu tahun.

a. Sumber Modal Usaha Responden

Merupakan ciri yang melekat pada usaha kecil adalah kesulitan dalam

bidang permodalan. Berbagai upaya dilakukan usaha kecil untuk mengatasi

masalah permodalan yang dihadapinya, misalnya meminjam pada tetangga,

kerabat, orang tua dan meminjam kelembaga keuangan mikro seperti BMT.

Gambar 4.3 memperlihatkan bahwa sumber modal responden selain

berasal dari modal sendiri, sebanyak 55 persen meminjam modal kerja dari

BMT, sedangkan sisanya 45 persen mencari modal kerja dari selain BMT

seperti dari tetangga, kerabat, orang tua dan meminjam kelembaga keuangan

mikro lainnya.

Dari BMT55%

Selain BMT45%

Dari BMT55%

Selain BMT45%

Gambar .4.3 Sumber Modal Usaha Responden

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005

b. Pemanfaatan Modal Pinjaman

Dengan adanya modal yang memadai, akan memudahkan pengusaha untuk

mengembangkan usahanya menjadi lebih besar. Pada umumnya tujuan

permintaan modal kerja bagi usaha kecil adalah (a) untuk mendapatkan profit

margin yang lebih baik dan pemasok/supplier menghendaki pembayaran secara

tunai, (b) adanya peningkatan permintaan / penjualan, (c) ingin mendapatkan

tingkat bunga yang lebih rendah, (d) kontinuitas pengadaan bahan baku/barang

dagangan di pasar tidak stabil (musiman), (e) adanya perubahan peraturan

pemerintah, misalnya devaluasi, inflasi, proteksi, terhadap dagangan tertentu,

kebijaksanaan ekspor impor bahan baku, (f) adanya kenaikan harga bahan baku

dan biaya-biaya operasional, (g) untuk meningkatkan efisiensi biaya.

Berdasarkan hasil kuisioner penelitian tidak semua pinjaman yang

diperoleh responden digunakan untuk menambah modal kerja. Beberapa

responden justru dengan alasan penambahan modal usaha mengajukan pinjaman.

Namun setelah pengajuan pinjaman di setujui dan dicairkan, dana tersebut tidak

Kegiatan Konsumtif15%

Modal Usaha dan Konsumtif

35%Modal Usaha

50%

Kegiatan Konsumtif15%

Modal Usaha dan Konsumtif

35%Modal Usaha

50%

seluruhnya digunakan untuk menambah modal kerja. Pemanfaatan pinjaman

modal kerja yang diperoleh responden seperti terlihat pada Gambar 4.4 sebanyak

50 responden menggunakan pinjaman modal kerja untuk modal usaha, 35

responden menggunakan pinjamam modal kerja untuk membiayai modal kerja

dan konsumtif dan sebanyak 15 persen dari responden mengunakan pinjaman

modal kerja untuk kegiatan konsumtif.

Gambar. 4.4

Penggunaan Pinjaman oleh Responden

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005

e. Lama Menjadi Mitra BMT Lama tidaknya seseorang menjadi nasabah bisa menggambarkan

tingkat loyalitas/kepercayaan seseorang terhadap keberadaan sebuah lembaga

keuangan. Karena lembaga keuangan merupakan lembaga yang sangat tergantung

pada kepercayaan para nasabahnya. Berdasarkan data lama responden bermitra

dengan BMT, diperoleh data beraneka ragam, ada yang sudah bermitra satu

tahun, dua tahun, tiga tahun, bahkan ada yang sudah sampai lima tahun. Untuk

lebih jelasnya mengenai berapa lama responden menjadi nasabah peminjam dari

BMT dapat dilihat pada Tabel 4.3. Sedangkan responden yang mempunyai

pinjaman dari lembaga yang non BMT dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel. 4.3.

Lama Responden Menjadi Mitra BMT

Lama Bermitra dengan BMT Responden (org) Persentase

1 tahun 23 41,82

2 tahun 14 25,45

3 tahun 9 16,36

4 tahun 7 12,73

5 tahun 2 3,64

Jumlah 55 100

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005 Berdasarakan tabel 4.3 terlihat bahwa sebagian besar responden

penelitian ini baru bermitra dengan BMT selama satu tahun sebanyak 41,82

persen, kemudan selama dua tahun mencapai 25,45 persen, tiga tahun 16,36

persen dan lainnya sudah bermitra ada yang 4, dan 5 tahun.

Responden yang bermitra dengan lembaga keuangan selain BMT, dari

total sampel yang bermitra dengan selain BMT diperoleh sebanyak 28,89 persen

sudah bermitra selama satu tahun, semudian sebanyak 24,45 persen sudah

bermitra selama 2 tahun dan sebanyak 33,34 persen sudah bermitra selama tiga

tahun, seperti terlihat pada Tabel 4.4.

Tabel.4.4.

Lama Responden Bermitra dengan Non BMT

Lama Bermitra dengan Non BMT Responden (org) Persentase

1 tahun 13 28,89

2 tahun 11 24,45

3 tahun 15 33,34

4 tahun 2 4,44

5 tahun 4 8,88

Jumlah 45 100

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005

f. Pemahaman Responden Tentang Bagi Hasil

Pemahaman masyarakat mengenai keberadaan lembaga keuangan dengan

sistem bagi hasil ternyata masih sangat beragam. BMT sebagai lembaga yang

berasaskan Islam, dalam pengimpunan maupun penyaluran dananya

menggunakan prinsip syariah (prinsip bagi hasil). Dalam UU RI No. 10 Tahun

1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan sistem syariah, artinya

menjalankan usaha di bidang jasa perbankan menurut aturan perjanjian

berdasarkan hukum Islam, dengan memperoleh keuntungan bukan berupa bunga

tapi berupa bagi hasil.

Berdasarkah hasil kuisioner penelitian diperoleh data tidak semua

responden memahami tentang sistem bagi hasil yang diterapkan oleh BMT.

Karena umumnya responden melihat keberadaan BMT tidak lebih sebagai

alternatif untuk meminjam dana dengan prosedur yang lebih cepat dan dengan

persyaratan yang lebih ringan, dibandingkan dengan lembaga peminjam lainnya.

19

54

27

010203040

5060

Jum

lah

Res

pond

en

Paham

Mengerti Sedikit

Tidak Mengerti19

54

27

010203040

5060

Jum

lah

Res

pond

en

Paham

Mengerti Sedikit

Tidak Mengerti

Disamping itu responden umumnya melihat keberadaan BMT sebagai alternatif

untuk mengatasi kekurangan modal usaha dari pada harus meminjam kepada para

rentenir dengan tingkat bunga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat

bagi hasil yang berlaku di BMT.

Pemahaman seluruh responden baik yang sebagai nasabah BMT maupun

bukan tentang sistem bagi hasil yang diterapkan oleh BMT dalam penelitian dapat

dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar. 4.5

Pemahaman Responden tentang Sistem Bagi Hasil

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005

g. Pengajuan Kredit Modal Kerja

Kredit modal kerja adalah pasilitas kredit yang dipergunakan untuk

membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan yang pada umumnya berjangka

waktu pendek, maksimal satu tahun. Pengusaha kecil mengajukan pinjaman

modak kerja kelembaga keuangan mikro berkaitan dengan perkembangan tingkat

keuntungan usaha yang diperoleh. Permintaan modal kerja yang dilakukan

responden banyak dilakukan pada saat keuntungan yang diperoleh menurun.

Pemahaman Tentang Bagi Hasil

Karena pengusaha kecil yang mengalami kemerosotan keuntungan akan mencari

tambahan modal untuk mengembangkan usahanya dengan harapan, tambahan

modal akan bisa meningkatkan tingkat keuntuangan yang diperoleh. Berdasarkan

data lapangan sebanyak 73 persen responden mengajukan pinjaman modal kerja

pada saat tingkat keuntungan usahanya mengalami penurunan, dan sebanyak 27

persen reponden mengajukan pinjaman pada saat keuntungan usaha mengalami

peningkatan.

4.3. Perkembangan Usaha Kecil

Kota Semarang selain sebagai pusat pemerintahan kota Semarang, juga

sebagai ibu kota Propinsi Jawa Tengah. Sehingga jika dibandingkan dengan kota-

kota lainnya di seluruh Jawa Tengah, kota Semarang merupakan kota yang paling

lengkap fasilitasnya. Oleh karena itu tidak heran jika kegiatan ekonomi memusat

di kota Semarang semua, baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil,

seperti pusat-pusat hiburan, industri termasuk usaha-usaha yang bergerak di sektor

informal, seperti para pedagang di berbagai bidang.

Berbagai jenis/macam usaha dagang yang digeluti oleh masyarakat kota

Semarang sangat beraneka ragam seperti : (1) Pedagang kelontong, (2) Pedagang

konveksi, (3) Pedagang elektronik, (4) Pedagang tekstil, (5) Pedagang beras, (6)

Pedagang barang pecah belah, (7) Pedagang daging, (8) Pedagang produksi/

konsumsi, (9) Pedagang tanaman hias, (10) Pedagang sayur mayur, (11) Pedagang

buah, (12) Pedagang warung makan, (13) Pedagang ikan laut, (14) Pedagang

roti/makanan, (15) Pedagang jamu/obat, (16) Pedagang kerajinan tangan, (17)

Pedagang lainnya. Untuk mendapatkan gambaran mengenai perkembangan

jumlah usaha kecil sektor perdagangan dari tahun 1999 – 2003 dapat dilihat pada

Tabel 4.5.

Tabel 4.5.

Jumlah Pengusaha Kecil Sektor Perdagangan Menurut Jenis Usaha Di Kota Semarang Tahun 1999 – 2003

Tahun Kelontong Pertum

Konveksi Pertum

Elektro-nik

Pertum Tekstil

Pertum

(%) (%) (%) (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1999 395 - 1153 - 348 - 635 -

2000 297 -24,81 1287 11,62 111 -68,10 17 -97,32

2001 661 122,56 1260 -2,10 53 -52,25 73 329,41

2002 661 0,00 1260 0,00 53 0,00 73 0,00

2003 335 -49,32 1450 15,08 211 298,11 192 163,01

Lanjutan Tabel 4.5.

Tahun Beras Pertum B. Pecah Pertum

Daging Pertum Produksi/ Pertum

(%) Belah (%) (%) konsumsi (%)

10 11 12 13 15 16 17 18 19

1999 1844 - 500 - 968 - 838 -

2000 2836 53,80 165 -67,00 526 -45,66 828 -1,19

2001 2376 -16,22 159 -3,64 603 14,64 404 -51,21

2002 2376 0,00 159 0,00 603 0,00 404 0,00

2003 2595 9,22 260 63,52 620 2,82 567 40,35

Lanjutan Tabel 4.5.

Tahun Tanaman hias

Pertum sayur- Pertum buah Pertum warung Pertum (%) mayur (%) (%) makan (%)

20 21 22 23 24 25 26 27 28

1999 25 - 1088 - 866 - 346 -

2000 0 0,00 1363 25,28 884 2,08 377 8,96

2001 0 0,00 1866 36,90 675 -23,64 468 24,14

2002 0 0,00 1866 0,00 675 0,00 468 0,00

2003 15 0,00 1438 -22,94 641 -5,04 374 -20,09

Sumber : Dinas Pasar Kota Semarang tahun 2004. 4.4.Gambaran Umum Baitul Maal wat Tamwil (BMT)

a. Model Pembiayaan BMT

Prosedur pembiayaan telah disusun secara baik oleh BMT. Sistem dan

prosedur yang dirancang diharapkan dapat mengurangi peluang terjadinya

pembiayaan macet, namun diusahakan tetap sederhana dan tidak memakan

banyak waktu.

Proses untuk mendapatkan pembiayaan dari beberapa BMT di Kota

Semarang secara umum meliputi:

1. Pengajuan proposal/rencana pinjaman kepada BMT

2. Wawancara antara staf BMT dan mitra (usaha kecil)

3. Survei staf BMT ke tempat usaha dan ke tempat tinggal calon mitra oleh

Account Officer (AO atau petugas lapangan)

4. Rapat komite pembiayaan

5. Negoisasi hasil rapat komite dengan calon mitra

6. Rapat komite ulang

7. Pencairan dana pinjaman, jika permohonan disetujui, dan

8. Monitoring

Semua langkah tersebut berlaku untuk mitra baru maupun mitra yang akan

mengajukan pembiayaan ulangan. Seluruh proses, mulai dari pengajuan hingga

pencairan, membutuhkan waktu kira-kira seminggu untuk mitra baru dan tiga hari

untuk mitra lama.

Tahapan survei harus dilakukan berapapun besar pembiayaan; baik

terhadap calon mitra baru maupun mitra pembiayaan ulangan. Tujuannya untuk

mengecek langsung keterangan yang diberikan oleh (calon) mitra dengan

kenyataanya. Survei ke lokasi usaha dilakukan untuk mendapatkan gambaran

kelayakan usaha. Survei ke tempat tinggal dilakukan agar anggota keluarga calon

mitra yang lain mengetahui adanya pinjaman tersebut sehingga diharapkan dapat

ikut mengontrol penggunaan pinjaman.

Rapat komite dilakukan secara teratur untuk membahas dan menguji

kelayakan pengajuan yang masuk. Jika dalam satu minggu permohonan cukup

banyak maka diadakan rapat komite tambahan. Ketua rapat adalah manajer atau

AO senior atau kepala bagian. Anggota rapat lainnya adalah staf administrasi

sebagai notulen, AO yang menangani pengajuan, dan AO pendamping. Rapat

komite hanya menguji kelayakan pengajuan, pengesahan atau proposalnya

dilakukan oleh manajer jika plafon pengajuan lebih kecil dari Batas Maksimum

Pemberian Kredit (BMPK), atau oleh ketua pengurus atau pengurus harian jika

plafon lebih besar dari BMPK. Di masa datang ada rencana untuk jumlah tertentu,

pencairan dapat dilakukan oleh AO di lapangan. Namun demikian jumlah maupun

frekuensinya sangat dibatasi.

Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk menilai apakah suatu

pembiayaan bisa disetujui atau tidak yaitu :

1. Pendekatan syarat BMT yaitu usaha sudah berusia lebih dari satu tahun berada

di wilayah operasional.

2. Pendekatan kedua adalah pendekatan karakter. Penilaian karakter menjadi

penting terutama pada mitra baru yang belum dikenal. Ada tiga cara yang

digunakan BMT untuk mengetahui karakter calon mitranya. Pertama, mencari

informasi mengenai mitra baru dari mitra lama yang mengenal mitra baru

tersebut. Penilaian mitra lama diperdalam dengan menanyakan apa kriteria

dari mitra lama untuk menyatakan seorang mitra baru baik atau tidak. Kedua,

mencari informasi dari ketua kelompok, terutama untuk pinjaman kelompok

dengan sistem tanggung renteng. Ketiga, mencari informasi dari orang yang

disegani di suatu sentra. Cara ini dianggap staf BMT paling meyakinkan

rekomendasinya.

Pendekatan karakter merupakan pendekatan terpenting dalam menilai

kelayakan pengajuan calon mitra baru. Apabila karakter calon dinilai jelek

maka pengajuan akan ditolak. Jika karakter dinilai meragukan maka dilakukan

pendekatan jaminan. Jika karakter baik, maka akan dilakukan pendekatan

kelayakan usaha. Apabila usahanya layak dibiayai (prospektif) maka akan

dilakukan pendekatan saving power untuk menentukan besarnya plafon yang

dapat diberikan dan pendekatan titik kritis untuk menentukan hal-hal apa saja

yang dapat menghambat pembayaran. Pendekatan karakter ini membedakan

antara BMT dan lembaga bank. Pada bank, sistem kolateral yang digunakan

lebih menekankan pada jaminan fisik, sedangkan BMT mementingkan

jaminan nonfisik.

3. Semua prosedur tersebut baku gunanya untuk menjaga prinsip kehati-hatian

dan memudahkan BMT melakukan pembiayaan sindikasi, yaitu pembiayaan

yang diberikan oleh dua atau lebih institusi keuangan karena nilai pembiayaan

melebihi BMPK.

b. BMT Sebagai Lembaga Keuangan Mikro

Dalam konteks keuangan mikro, salah satu perwujudan sistem syariah

antara lain melalui pembentukan lembaga BMT. Lembaga ini dapat dikategorikan

sebagai lembaga keuangan mikro, karena umumnya melayani usaha kecil

(memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta

rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Pinjaman dana kepada anggota disebut juga pembiayaan. Pembiayaan

adalah suatu fasilitas yang diberikan BMT kepada masyarakat yang membutuhkan

untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh BMT dari masyarakat

yang surplus dana (Muhammad, 2002). Orientasi pembiayaan yang diberikan

BMT adalah untuk mengembangkan dan atau meningkatkan pendapatan nasabah

dan BMT. Sasaran pembiayaan adalah semua sektor ekonomi untuk pembiayaan

seperti pertanian, industri rumah tangga, perdagangan dan jasa.

c. Perkembangan Penghimpunan dan Penyaluran Dana BMT

Ada banyak produk penghimpunan dan penyaluran dana yang secara

teknis-finansial dapat dikembangkan sebuah lembaga keuangan Islam termasuk

BMT. Hal ini dimungkinkan karena sistem syariah memberi ruang yang cukup

untuk itu.

Namun dalam praktek, sebagian besar BMT masih membatasi diri dengan

penerapan beberapa produk saja yang dianggap aman dan ”profitable”. Dalam

memobilisasi dana, misalnya, BMT lebih menyukai produk bagi hasil

mudharabah dengan pertimbangan tidak terlalu berisiko karena kapasitasnya

sebagai mudharib, serta relatif mudah dalam penerapan. Tetapi sayangnya, bila

harus menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemberian

fasilitas pembiayaan kepada para nasabah, BMT biasanya lebih mengedepankan

produk murabahah. Hal ini dilakukan dengan alasan, produk murabahah

tersebut mampu memberikan jaminan perolehan keuntungan dalam jumlah

memadai berdasarkan kesepakatan kedua pihak pada saat perjanjian

ditandatangani. Hanya saja dalam praktik, keadaan ini berjalan seringkali dengan

mengingkari prinsip-prinsip murabahah, seperti obyek barang yang tidak jelas

keberadaannya maupun ukuran-ukurannya.

Sebenarnya, seperti dijelaskan di atas, terdapat banyak produk yang secara

teknis-finansial dapat dikembangkan BMT untuk dapat menjalankan usahanya,

seperti penghimpunan dana wadi’ah, penghimpunan dan penyaluran dana

mudharabah, penghimpunan dan penyaluran dana musyarakah, serta penyaluran

dana murabahah. Perkembangan jumlah modal, jumlah penghimpunan dana

dan penyaluran dana oleh BMT yang tergabung dalam asosiasi BMT di Kota

Semarang selama tahun 2001 – 2003 dapat dilihat pada Tabel 4.6. sampai

Tabel 4.8.

Tabel . 4.6. Jumlah Modal BMT Di Kota Semarang

Tahun 2001 - 2003 (Rp.000)

No Nama BMT Jumlah Modal Tahun Perkembangan Rata-Rata (%) 2001 2002 2003

1 Binama 230387 244351 249631 (6.06) (2.16) 4.112 Hudatama 38348 35796 42931 (-6.65) (19.93) 6.643 Fosilatoma 53006 55271 85332 (4.27) (54.39) 29.334 Anda 69250 88912 35922 (28.39) (-59.60) -15.605 Perkasya 28836 58628 43468 (103.32) (-25.86) 38.736 At taqwa 4772 4772 4772 (0.00) (0.00) 0.007 Bondo tomo 30126 38775 58775 (28.71) (51.58) 40.148 Pasedena 26402 53536 38137 (102.77) (-28.76) 37.009 Ki Ageng 22703 27269 3048 (20.11) (-88.82) -34.36 Jumlah 505831 609578.87 564032.841 20.51 -7.47 6.52

Sumber : Asosiasi BMT Tahun 2004 (diolah) Ket: Angka dalam kurung adalah perkembangan kumlah modal BMT (%)

Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa perkembangan modal sendiri yang dimiliki

oleh beberapa BMT di kota Semarang secara umum mengalami peningkatan,

Walaupun jika dilihat per BMT tingkat pertumbuhannya berpluktuasi atau

berbeda antara satu BMT dengan BMT lainnya. Namun secara keseluruhan

jumlah modal sendiri BMT yang tergabung dalam asosiasi BMT di Kota

Semarang mengalami pertumbuhan rata-rata selama tahun 2001 – 2003 sebesar

6,52 persen per tahun.

Tabel .4.7 Jumlah Dana yang Dihimpun BMT Di Kota Semarang

Tahun 2001 - 2003 (Rp. 000)

No Nama BMT Dana yang Dihimpun Tahun Perkembangan rata-rata (%) 2001 2002 2003

1 Binama 1,504,953 2,210,370 2,861,449 46.87 29.46 38.162 Hudatama 191,150 259,344 323,097 35.68 24.58 30.133 Fosilatoma 119,486 225,172 414,928 88.45 84.27 86.364 Anda 333,053 358,901 470,072 7.76 30.98 19.375 Perkasya 134,437 203,747 348,548 51.56 71.07 61.316 At taqwa 102,366 164,763 281,526 60.95 70.87 65.917 Bondo tomo 150,068 200,556 351,149 33.64 75.09 54.378 Pasedena 117,038 162,962 180,372 39.24 10.68 24.969 Ki Ageng 97,038 105,583 112,321 8.81 6.38 7.59 Jumlah 2,601,149 37,924 5,345,465 -98.54 13,995.20 43.13

Sumber : Asosiasi BMT Tahun 2004 (diolah) Ket: Angka dalam kurung adalah perkembangan dana yang dihimpun BMT (%) Berdasarkan Tabel 4.7. terlihat bahwa pertumbuhan jumlah dana yang bisa

dihimpun BMT dari masyarakat terus mengalami perkembangan. Dari tahun

2001–2003 rata-rata pertumbuhan jumlah dana masyarakat yang bisa dihimpun

oleh BMT yang tergabung dalam asosiasi BMT di kota Semarang mencapai

43,13 persen per tahun. Ini memberikan gambaran, bahwa masyarakat masih

menaruh kepercayaan/keyakinan pada BMT sehingga masyarakat

mempercayakan dananya untuk disimpan di BMT.

Tabel .4.8

Jumlah Pembiayaan yang Disalurkan BMT Di Kota Semarang Tahun 2001 - 2003

(Rp.000)

No Nama BMT Dana Yang di Salurkan Tahun Perkembangan

Rata-Rata (%) 2001 2002 2003 1 Binama 993.036 1,568.000 2,171.000 (57.90) (38.46) 48.18 2 Hudatama 111.030 229.489 280.624 (106.69) (22.28) 64.49 3 Fosilatoma 117.863 191.723 374.783 (62.67) (95.48) 79.07 4 Anda 192.990 236.547 345.907 (22.57) (46.23) 34.40 5 Perkasya 119.275 196.571 249.471 (64.80) (26.91) 45.86 6 At taqwa 90.549 106.082 174.297 (17.15) (64.30) 40.73 7 Bondo tomo 67.200 125.619 284.841 (86.93) (126.75) 106.84 8 Pasedena 64.474 125.412 149.982 (94.52) (19.59) 57.05 Jumlah 1,756.417 2,779.443 4,030.905 (58.25) (45.03) 51.64

Sumber : Asosiasi BMT Tahun 2004 (diolah) Ket: Angka dalam kurung adalah perkembangan dana yang disalurkan (%)

Dari Tabel 4.8. terilhat bahwa secara umum jumlah dana yang disalurkan

BMT kepada nasabahnya terus mengalami peningkatan sejak tahun 2001 – 2003

rata-rata pertumbuhan dana yang disalurkan oleh BMT sejak tahun 2001- 2003

meningkat mencapai 51,64 persen pertahun. Hal ini menggambarkan bahwa

peranan BMT dalam mendukung keberadaan usaha kecil di kota Semarang

terutama dari sisi permodalan terus mengalami peningkatan.

Melihat pertumbuhan modal sendiri, jumlah dana yang berhasil dihimpun

serta jumlah dana yang disalurkan BMT dalam bentuk pembiayaan kepada

masyarakat (usaha kecil) yang terus meningkat, dapat ditarik kesimpulan bahwa

Masih berhubungan dengan BMT

84%

Mencari Pinjaman ke selain BMT

9%

Tidak akan mencari pinjaman

7%

Masih berhubungan dengan BMT

84%

Mencari Pinjaman ke selain BMT

9%

Tidak akan mencari pinjaman

7%

keberadaan BMT sebagai lembaga keuangan mikro dimasyarakat dengan pola

sistem bagi hasilnya masih sangat diperlukan.

d. Peluang BMT Kedepan

Keberadaan BMT dimasa depan masih diharapkan kehadirannya ditengah-

tengah masyarakat khususnya usaha kecil. Karena BMT masih memiliki

kesempatan untuk mempertahankan mitra yang ada sekarang ini serta

dimungkinkan untuk menambah nasabahnya lagi. Hal ini terlihat ketika responden

ditanya apakah mereka berencana akan mengajukan pinjaman lagi ke BMT

setelah pinjaman yang sekarang ini lunas.

Gambar 4.6 Rencana Pilihan Responden Jika membutuhkan Pinjaman

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005

Dari Gambar 4.6 terlihat mayoritas responden 84 persen menyatakan akan

tetap bermitra dengan BMT dan sebanyak 9 persen akan mencari alternatif

pinjaman ditempat lain dan sisanya sebanyak 7 persen menyatakan tidak akan

mencari pinjaman

Tabel.4.9

Alasan Responden Tetap Bermitra dengan BMT

Alasan Tetap Bermitra dengan BMT

Responden (org) Persentase

Karena BMT menggunakan sistem syariah

5 9,09

Sudah familier dengan Petugas BMT

15 27,27

Prosedur mudah dan persyaratan ringan

13 23,64

Masih membutuhkan modal 22 40,00

Jumlah 55 100,00

Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005 Alasan yang dominan dari responden yang bertahan bermitra dengan BMT

antara lain karena usaha kecil masih memerlukan modal 40 persen, sudah familier

dengan petugas BMT 27,27 persen, prosedur mudah dan persyaratan ringan 23,64

persen dan karena BMT menggunakan sistem Syariah 9,09 persen. Gambaran

lebih lengkap seperti terlihat pada Tabel 4.9.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.Kelayakan Model

Dengan memperhatikan output SPSS 11.5 pada Hosmer and Lemeshow,

yaitu Goodness of fit test yang diukur dalam kolom signifikansi pada bagian

bawah uji Hosmer and Lemeshow, maka akan diperoleh keputusan tentang

penolakan atau menerima Hipotesis (Ho). Jika probabilita > 0,05 maka Ho

diterima, sedangkan jika probabilita < 0,05 maka Ho ditolak.

Berdasarakan hasil output SPSS 11.5 pada Lampiran 3 diperoleh bahwa

dalam tabel Hosmer and Lemeshow, nilai Goodness of fit test yang diukur pada

kolom signifikansi menunjukkan angka probabilita sebesar 0.2230. Dengan

demikian karena nilai probabilita (0,2230) > 0,05 maka Ho diterima. Hal ini

berarti bahwa model regresi layak digunakan untuk dianalisis selanjutnya, karena

tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan

klasifikasi yang diamati.

Untuk menilai keseluruhan model (overall model fit) adalah dengan

membandingkan angka -2Log Likelihood pada awal dengan angka - 2Log

Likelihood pada model final. Apabila terjadi menurunan maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa model tersebut menunjukkan model regresi yang baik (Meliza

Silvy, 2003).

Berdasarakn hasil output SPSS 11.5 pada Lampiran 3 diperoleh hasil

angka -2Log Likelihood pada model awal menunjukkan angka 137,628 sedangkan

angka pada model final diperoleh angka –2Log Likelihood sebesar 40,533 yang

menunjukkan adanya penurunan sehingga dapat ditarik kesimpulan ini

menunjukkan model regresi yang baik.

Ukuran R2 pada multiple regression yang berdasarkan pada teknik estimasi

Likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sulit di interpretasikan.

Nagelkerke’s R square merupakan modifikasi dari koefesien Cox dan Snall untuk

memastikan bahwa nilai bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu), dapat dilakukan

dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square dengan nilai Nagelkerke R

Square, Sehingga nilai R2 dapat diiterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple

regressioan (Imam Gozali, 2005).

R2 = Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

Berdasarkan hasil output SPSS 11.5 pada Lampiran 3 diperoleh nilai Cox

& Snell R Square sebesar 0,487 dan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,651

sehingga :

R2 = 0,621

0,831

R2 = 0,747

Dengan demikian variabel dependen (probabilita usaha kecil meminjam

dana modal kerja dari BMT) yang dapat dijelaskan oleh variabel independen (total

asset, keuntungan perbulan dan rasio bagi hasil) sebesar 75 persen, sedangkan

sisanya sebesar 25 persen dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel

independen yang digunakan dalam penelitian ini.

5.2. Pengaruh Variabel Independen terhadap Probabilita Permintaan Modal

Kerja

Tingkat Signifikansi (α) yang digunakan sebesar 5% atau 0,05, dan

dibandingkan dengan tingkat signifikansi masing-masing variabel independen.

Apabila tingkat signifikansi variabel independen < 0,05, maka variabel

independen tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya pada

level 5%. Dan sebaliknya apabila tingkat signifikansi veriabel independen > 0,05,

maka variabel independen tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap bariabel

dependennya pada level 5 %.

Tingkat signifikansi variabel independen terhadap variabel dependen dapat

dilihat pada tabel Variables in the Equation. Berdasarkan hasil pengolahan data

dengan SPSS 11.5 diperoleh hasil nilai dari tabel Variables in the Equation seperti

terlihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Hasil Uji Hipotesis

Variabel yang Mempengaruhi Probabilita Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha Kecil dari BMT di Kota Semarang

No Variabel Koefisien Sig. Keterangan

1. Konstanta -14,566 0,006 Signifikan

2. Total Asset (TA) 0,115 0,001 Signifikan

3. Keuntungan Perbulan (KP) 0,011 0,658 Tidak

Signifikan

4. Rasio Bagi Hasil (RBH) -0,416 0.423 Tidak Signifikan

5. Tingkat Bunga di Lembaga Keuangan Lainnya (TBLKL)

4,326 0,007

Signifikan

Sumber: Lampiran 3.

Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa, variabel Total Asset (TA) yang nilai

signifikansinya sebesar 0,001 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa

variabel independen total asset signifikan terhadap variabel dependen Y

(probabilita meminjam modal kerja dari BMT) pada level signifikansi 5%. Hal ini

dapat dijelaskan sebagai berikut: Perkembangan jumlah asset disamping

menunjukkan peningkatan kemampuan usaha kecil mengembangkan usahanya,

juga menunjukkan peningkatan kebutuhan akan modal kerja. Penelitian di

lapangan menunjukkan faktor asset merupakan pertimbangan utama bagi pihak

BMT sebelum memberikan pinjaman kepada calon debitur. Jika jumlah asset

yang dimiliki usaha kecil dirasakan tidak memadai (terlalu kecil), maka pihak

BMT tidak akan memberikan pinjaman.

Variabel independen Keuntungan Perbulan (KP) nilai signifikansinya

0,658 (lebih besar dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen

tingkat keuntungan perbulan usaha kecil tidak signifikan terhadap variabel

dependen (Y) pada level signifikansi 5%. Hal ini terjadi karena, berdasarkan hasil

penelitian di lapangan tidak semua usaha kecil setiap hari menghitung

keuntungan yang diperolehnya, yang penting hari itu ada barang yang laku dan

ada keuntungan untuk biaya hidup hari itu sudah cukup. Tidak semua usaha kecil

mengajukan pinjaman berdasarkan pada besarnya keuntungan yang diperoleh.

Tapi ada yang mengajukan pinjaman pada saat keuntungannya menurun, dengan

harapan bila mendapatkan tambahan modal kerja akan bisa menaikkan tingkat

keuntungannya.

Variabel independen Rasio Bagi Hasil (RBH) nilai signifikansinya sebesar

0,433 (lebih besar dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel rasio bagi hasil

usaha kecil tidak signifikan terhadap variabel dependen pada level signifikansi

5%. Hal ini diduga lebih dipengaruhi oleh karakteristik usaha kecil yang

umumnya bila sudah memperoleh pinjaman dari suatu lembaga keuangan mikro

seperti BMT, ada kecendrungan akan tetap meminjam ke lembaga tersebut.

Apalagi pengusaha kecil biasanya sudah familier dengan para karyawan BMT

yang umumnya berdekatan dengan tempat usahanya.

Variabel independen tingkat bunga yang berlaku dilembaga keuangan

lainnya nilai signifikansinya 0,007 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini menunjukkan

tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya signifikan terhadap variabel dependen

(Y) pada level signifikansi 5%. Pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan

lainnya bisa bersifat substitusi terhadap dana pinjaman yang disalurkan oleh BMT

sehingga bila nasabah peminjam menganggap tingkat bunga dilembaga keuangan

lainnya lebih tinggi, akan meningkatkan probabilita meminjam modal kerja dari

BMT. Hal ini juga menggambarkan bahwa suku bunga dilembaga keuangan

konvensional masih merupakan pertimbangan utama bagi nasabah dalam

meminjam dana ke BMT.

5.3.Interpretasi Persamaan Regresi Logistik

Estimasi maksimum Likelihood parameter dapat dilihat pada tampilan

output Variables in the Equation. Berdasarakan hasil pengolahan data dengan

SPSS 11.5 mengenai variabel variabel yang mempengaruhi probabilita permintaan

modal kerja usaha kecil sektor perdagangan dari BMT di kota Semarang,

diperoleh nilai koefisien masing-masing varabel independen seperti pada tabel

5.1.

TBLKLRBHKPTAp

pLn 326,4416,0011,0115,0568,141

+−++−=⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−

Berdasarkan Tabel 5.1 diperoleh nilai konstanta - 14, 568, nilai koefisien

Total Asset (TA) 0,115, nilai koefisien Keuntungan Perbulan (KP) 0,011 dan

nilai koefisien Rasio Bagi Hasil (RBH) - 0,416, dan nilai koefisien Tingkat

Bunga di Lembaga keuangan lainnya sebesar 4,326, sehingga persamaan Model

Regresi Logistik dapat dinyatakan sebagai berikut:

atau p = e (-14,568 + 0,115TA + 0.011KP + -0,416RBH + 4,326TBLKL) 1 – p

= e –14,568 e 0.115 x TA e0,011 x KP e- 0,416 x RBH e 4,326 x TBLKL

Dari persamaan logistic regression di atas dapat dilihat bahwa log of odds

usaha kecil akan meminjam dana modal kerja dari BMT berhubungan secara

positif dengan nilai total asset (TA), keuntungan perbulan (KP) dan Tingkat bunga

di lembaga keuangan lainnya (TBLKL), dan berhubungan negatif dengan tingkat

rasio bagi hasil (RBH).

Usaha kecil baik yang memiliki pinjaman modal kerja maupun yang tidak

memiliki pinjaman modal kerja dari BMT, setiap unit kenaikan jumlah asset yang

dimiliki akan meningkatkan log of odds usaha kecil meminjam modal kerja dari

BMT sebesar 0,115 dengan asumsi variabel keuntungan perbulan dan rasio bagi

hasil serta tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya dianggap konstan. Setiap

unit kenaikan keuntungan perbulan akan meningkatkan log of odds usaha kecil

meminjam modal kerja dari BMT sebesar 0,011 dengan asumsi variabel total

asset dan rasio bagi hasil serta tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya

konstan. Demikian pula usaha kecil baik yang memiliki pinjaman modal kerja

maupun yang tidak memiliki pinjaman modal kerja dari BMT, setiap unit

kenaikan rasio bagi hasil yang dikenakan oleh BMT akan menurunkan log of

odds usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT sebesar -0,416 dengan asumsi

variabel total asset dan keuntungan perbulan serta tingkat bunga dilembaga

keuangan lainnya dianggap konstan. Demikian pula usaha kecil baik yang

memiliki pinjaman modal kerja maupun yang tidak memiliki pinjaman modal

kerja dari BMT, setiap kenaikan tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya akan

menaikkan log of odds usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT sebesar

4,326 dengan asumsi variabel total asset dan keuntungan perbulan serta rasio bagi

hasil dianggap konstan

Hubungan antara variabel total asset dengan odds usaha kecil meminjam

modal kerja sebesar 1,1219 (pendekatan dari (e = 2,7183)0,115) kali lebih tinggi

untuk pengusaha kecil yang mempunyai pinjaman modal kerja dari BMT

dibandingkan dengan pengusaha kecil yang tidak memiliki pinjaman modal kerja

dari BMT dengan asumsi variabel keuntungan perbulan dan rasio bagi hasil

dianggap kostan. Hubungan variabel keuntungan perbulan dengan odds pengusaha

kecil meminjam modal kerja dari BMT naik sebanyak 1,0111 kali (pendekatan

dari (2,7138)0,011) bagi pengusaha kecil yang memiliki pinjaman dari BMT

dibandingkan dengan pengusaha kecil yang tidak memiliki pinjaman modal kerja

dari BMT dengan asumsi nilai total asset dan rasio bagi hasil serta tingkat bunga

dilembaga keuangan lainnya dianggap konstan. Sedangkan hubugan antara rasio

bagi hasil dengan odds usaha kecil akan meminjam modal kerja dari BMT akan

menurun sebesar -0,6597 kali (pendekatan dari (2,7138)-0.416) lebih rendah bagi

pengusaha kecil yang memiliki pinjman modal kerja dari BMT dibandingkan

dengan usaha kecil yang tidak meminjam modal kerja dari BMT dengan asumsi

total asset dan keuntungan perbulan serta tingkat bunga diulembaga keuangan

lainnya dianggap konstan. Sedangkan hubugan antara tingkat bunga dilembaga

keuangan lainnya dengan odds usaha kecil akan meminjam modal kerja dari BMT

akan meningkat sebesar 75,6433 kali (pendekatan dari (2,7138)4,326) lebih tinggi

bagi pengusaha kecil yang memiliki pinjaman modal kerja dari BMT

dibandingkan dengan usaha kecil yang tidak meminjam modal kerja dari BMT

dengan asumsi total asset, keuntungan perbulan serta rasio bagi hasil dianggap

konstan

5.4.Evaluasi Keberadaan BMT

Keberadaan BMT dimasa depan masih diharapkan kehadirannya ditengah-

tengah masyarakat khususnya usaha kecil. Karena BMT masih memiliki

kesempatan untuk mempertahankan mitra yang ada sekarang ini serta menambah

nasabahnya. Hal ini terlihat ketika responden ditanya apakah berencana akan

mengajukan pinjaman lagi ke BMT setelah pinjaman yang sekarang ini lunas.

Berdasarkan pendapat responden tentang keberadaan BMT di kota

Semarang, mayoritas responden 84 persen menyatakan akan tetap bermitra

dengan BMT dan sebanyak 9 persen akan mencari alternatif pinjaman ditempat

lain dan sisanya sebanyak 7 persen menyatakan tidak akan mencari pinjaman.

Kemudian alasan mereka tetap bermitra dengan BMT antara lain karena

usaha kecil masih memerlukan modal 40 persen, sudah familier dengan petugas

BMT 27,27 persen, prosedur mudah dan persyaratan ringan 23,64 persen dan

karena BMT menggunakan sistem Syariah 9,09 persen.

BAB VI

P E N U T U P

6.1. Kesimpulan

Penelitian ini tentang Analisis Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha

Kecil di Kota Semarang (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil

Sektor Perdagangan dari BMT). Penelitian yang telah dilakukan terhadap 100

orang sampel pengusaha kecil sektor perdagangan, dengan menggunakan alat

analisis Logit, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan model probabilita permintaan kredit modal kerja usaha

kecil yang diestimasi dengan model Regresi Logistik memberikan hasil baik

dan perilaku empirik variabel yang diteliti sesuai dengan ekspektasi perilaku

teoritis bila dilihat dari kesesuaian tandanya.

2. Makin tinggi jumlah asset yang dimiliki usaha kecil sektor perdagangan di

kota Semarang maka keperluan terhadap modal kerja juga semakin meningkat

3. Tingkat keuntungan perbulan yang diperoleh usaha kecil sektor perdagangan

berpengaruh positif terhadap permintaan modal kerja usaha kecil di kota

Semarang, tapi tidak signifikan terhadap probabilita permintaan modal kerja

dari BMT.

4. Rasio bagi hasil yang diterapkan oleh BMT berpengaruh negatif terhadap

probabilita usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT. Karena rasio bagi

hasil merupakan biaya penggunaan dana oleh nasabah peminjam yang harus

dikembalikan

5. Tingkat bunga di bank umum berpengaruh signifikan dan positif terhadap

probabilita usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT di Kota Semarang

6.2. Limitasi

Limitasi dari penelitian ini adalah :

1. Pengujian hipotesis dengan menggunakan Regresi Logistik sangat tergantung

pada ketepatan jawaban pada kuisioner berdasarkan persepsi responden yang

masing-masing berbeda. Hal ini bisa dilihat dari pengajuan hipotesis

sebanyak tiga variabel bebas tidak semuanya signifikan terhadap variabel

terikat pada taraf signifikansi 5 %.

2. Penelitian ini hanya melakukan pengamatan secara sesaat saja (cross section),

sehingga dirasakan kurang dapat menangkap sebaran keragaman data, karena

seperti diketahui bahwa keragaman data bisa berubah dari waktu-kewaktu.

Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan

keragaman dan penyebaran serta rentang waktu yang lebih lama

(menggunakan data time series) sehingga bisa diperoleh hasil penelitian yang

lebih lengkap.

6.3. Saran

1. Pengusaha kecil diharapkan menggunakan pinjaman yang diperoleh untuk

mengembangkan usahanya. Karena penggunaan pinjaman tidak semuanya

untuk mengembangkan usaha, maka penomenan ini merupakan masukan bagi

BMT untuk lebih meningkatkan monitoring kepada nasabah agar dana

pinjaman yang diberikan bisa dimanfaatkan untuk keperluan mengembangkan

usaha.saja, bukan untuk keperluan konsumtif.

2. Perlu adanya penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi

permintaan modal kerja kecil, dengan menambah beberapa variabel lain dan

jumlah responden yang lebih banyak, agar diperoleh kesimpulan yang lebih

akurat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan modal kerja

usaha kecil secara keseluruhan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian Lains. 2003. Ekonometrika Teori dan Aplikasi, Jilid 1. Jakarta: LP3ES.

Amelia Sandra 2002 Perinsip Bagi Hasil Bank Syariah: Alternatif Solusi Membankitkan Dunia Usaha, Jurnal Ekonomi Perusahaan.pp-491-504.

Ari Gunawan. 2001. Pelaksanaan Sistem Modharabah pada Baitul Maal Watamwil (BMT) Huda Tama Dalam Rangka Meningkatkan Usaha Pengusaha Mikro di Kota Semarang, Skripsi Fakultas Hukum Univesitas Diponegoro Semarang (tidak dipublikasikan).

Badan Pusat Statistik. 2003. Pengukuran dan Analisis Ekonomi Kinerja penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Tambah dan Ekspor Usaha Kecil Menengah serta Peranannya Terhadap Tenagakerja Nasional Dan Produk Domestik Bruto Menurut Harga Konstan dan Harga Berlaku. Laporan Akhir proyek Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Pembangunan, Kementrian KUKM, RI.

Bambang Isnawan. 2002. Peran Lembaga Keuangan Mikro Dalam Otonomi Daerah. Ekonomi Rakyat Online: www.ekonomirakyat. org.

Budiono. 2002. Ekonomi Mikro Seri Sinopsis Pengatra Ilmu Ekonomi No.1. Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Chotim.E.E, & Handayani,D.A. 2003. Lembaga Keuangan Mikro dalam Wacana & Fakta : Perlukah Pengaturan ? AKATIGA Seri Editorial, Web page: www.akatiga.or.id.IT Publication

Dornbush.R, Fisher.S, Startz.R, 2004, Makro Ekonomi Edisi Bahasa Indonesia, PT. Media Global Idukasi. Alih Bahasa oleh Yusuf Wibowo dan Roy Indra. Jakarta: PT. Media Ilmu Global Edukasi,.

Eko Suprayitno. 2005. Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Yogyakarta: Graga Ilmu

Endang Kurniati. 2003. Analisis Pengaruh Devidend Payot Ratio, Current Ratio, Pertumbuhan Asset dan Laverage Return Saham (Studi Kasus Pada Saham-Saham LQ45 di Bursa Efek Jakarta Periode tahun 2001. Tesis program MM Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).

Gujarati, Damondar N. 1999. Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa SumarnoZen. Jakarta: Penerbit Erlangga.

……………….. 2003. Basic Economitris, Fourth Edition, Macc Graw Hill New York, USA.

H. Malayu S.P Hasibuan. 2002. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara.

Heri Sudarsono, 2003, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi, Jurnal Ekonomi Kompak Nomor 7, Januari-April, Hal 21-30.

Heru Kuspriyanto. 2004. Analisis Investasi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Di Jawa Tengah), MIES Universitas Diponegoro. Tesis tidak dipublikasikan.

Heru Sutojo. 1999. Profil Usaha Kecil dan Kebijakan Kredit Perbankan di Indonesia, Lembaga Manajemen FEUI, Jakarta.

Ida Nuraini. 2005. Pengantar Ekonomi Mikro. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Imam Gozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS, Edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,.

Irawan dan Suparmoko. 2002. Ekonomi Pembangunan, Edisi Keenam. Yogyakarta: BPFE..

Iswardono. 1999. Suku Bunga Diturunkan Investasi akan Meningkat, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.14. No.2 hal 34-24.

Jamli, dan Firmansyah. 1998. Analisis Fungsi Investasi Pada Sektor Industri Manufaktur dan Dampak Investasi Pada Kebutuhan Impor Indonesia. Jurnal Ekcnami dan Bisnis, Vol 13, No 4.

Jalaluddin Rakhmat. 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Cetakan Kelima. Bandung: PT Remaja Rosdakarya..

Lincolin Arsyad. 1997. Ekonomi Pembangunan Edisi Ketiga. Yogyakarta: Bagian

Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Makhalul Ilmi. 2002. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, Beberapa Permasalahan dan Alternatif Solusi. Yogyakarta: UII Press.

Mankiw N.Gregore. 2003. Teori Makroekonomi Edisi Kelima, Alih Bahasa: Imam Nurmawan.Harvart University.

Metwally, 1995. Teori dan Model Ekonomi Islam, Alih Bahasa oleh M.Husein Sawit. Jakarta: Bangkit Daya Insani.

Meliza Silvy, 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Perusahaan Pasca IPO dengan Analisis Multinomial Logit, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.18. No. 4 Hal 374-390.

Michael P. Todaro, 1989. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Alih Bahasa oleh Haris Munandar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Muana Nanga. 2001. Makro Ekonomi Teori, Masalah dan Kebijakan, Edisi Pertama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Mudrajat Kuncoro. 2003. Metode Riset Untuk Bisis dan Ekonomi, Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Muhammad Syafi’i Antonio. 1999. Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan. Jakarta Tazkia: Institut dan Bank Indonesia.

Muhammad. 2004. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press.

M. Ridwan. 2004. Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press.

Nicholson.W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Edisi kedelapan, alih bahasa IGD bayu Mahendra dan abdul Aziz. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Nopirin.2000. Ekonomi Moneter Buku II. Yogyakarta: BPFE.

Nurul Widyaningrum. 2002. Model Pembiayaan BMT dan Dampaknya Bagi Pengusaha Kecil, (Studi Kasus BMT Dampingan Yayasan Peramu Bogor). Bandung: Yayasan AKATIGA.

Noer Soetrisno. 2003. Lembaga Keuangan Mikro : Energi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, (dalam Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro). Bogor: Business Innovation Centre of Indonesia (pusat Inovasi Bisnis Indonesia).

Sadono Sukirno. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Sih Darmi Astuti dan J.Widiatmoko. 2003. Profil Usaha Kecil Menengah (UKM) Di Jawa Tengah, Jurnal Fukus Ekonomi, Vol 2, No.3, Desember 2003.

Singgih Santoso. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, Cetakan kedua .Jakarta: PT Media Alex Media Kompotindo.

Soelistyono, Aris dan Mansoer, Farid Wijaya. 1998. Suatu Pendekatan Ekonometri Terhadap Ekonomi Indonesia (1978-1994), Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 13, No 4.

Soediyono. 2000. Ekonomi Makro : Analisis IS-LM dan Permintaan Penawaran Agregat. Yogyakarta: Liberty.

Suharyani. 1999. Evaluasi Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kinerja Keuangan Baitul Maal wat Tamwil. Laporan penelitian LP-UAD (tidak dipublikasikan).

Sudjana. 1996. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi Bagi Peneliti. Bandung: Transito.

Sugiyono, 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sugiarto. 2002. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Konprehensip, PT Gramedia UTAMA< Jakarta.

Susamto. 2002. Zakat Sebagai Kebijakan Anti Kesenjangan dan Anti Kemiskinan, Jurnal Ekonomi Syariah Muamalah, Agustus 2002 Vol I No. 1, UGM, Yogyakarta.

Suhardjono. 2003. Manajemen Perkreditan Usaha Kecil dan Menengah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Tatik Widayati. 2003. Peran Perbankan dalam Pengembangan Keuangan Mikro, Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro. Jakarta: Business Innovation Center of Indonesia kerjasama Kantor kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

Tulus T.H.Tambunan. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting. Jakarta: Salemba Empat.

Untung Afandi dan Sidarta Utama. 1988. Uji Efisiensi Bentuk Setengah Kuat Pada Bursa Efek Jakarta : Usahawan No.03 Th. XXVII Maret 1998.

.......................... Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

........................... Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, Tentang Usaha Kecil, Balitbangkop, Jakarta.

Widyanto. 2000. Kemampuan Baitul Maal Wat Tamwil Kota Semarang Dalam Menjangkau Pengusaha Kecil, Mengelola Dana, Menghimpun serta Menyalurkan ZIZ, EKOBIS Vol.1. No.2, Mei 2000 : 95-104.

Yuliadi. 2001. Analisis Makro Ekonomi Indonesia Pendekatan IS-LM. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vo16, No 2.

LAMPIRAN

Lampiran 1. KUISIONER PEELITIAN ANALISIS

PERMINTAAN KREDIT MODAL KERJA USAHA KECIL DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT)

Cara mengisi data dan menjawab pertanyaan :

a. Isilah data/jawaban pertanyaan pada titik atau kolom yang telah tersedia secara singkat dan jelas

b. Pada jawaban yang telah tersedia (a, b, c, ...) lingkari satu jawaban yang dianggap benar

c. Pada jawaban yang telah tersedia dengan tanda bintang ( * ) coretlah yang tidak perlu.

I. IDENNTITAS RESPONDEN

1. Nama Responden : .........................................................................

2. Usia Responden : ..........................................................................

3. Jenis kelamin : Laki-Laki / Perempuan *

4. Pendidikan Terakhir : a. Tdk Lulus SD b. SD c. SLTP d. SLTA

e. Diploma/Akademi f. Sarjana

5. Alamat Responden : Rt. ........... Rw. ............. Kelurahan .............

Kecamatan .......................... Kota Semarang

II. PENGELOLAAN PERUSAHAAN

2.1. Perusahaan berdiri tahun ................................

2.2.Jenis usaha dagang :

a. Kantin f. Kios bensin

b. Warung nasi g. Pedagang sayur

c. Pedagang sembako h. Loper koran

d. Pedagang kue i. Lainnya, Sebutkan, ........................

e. Rental komputer

2.3.Dalam satu minggu, hari kerja dan hari libur tenaga kerja

Hari kerja : .........................................................................................

Hari libur kerja : .........................................................................................

2.4. Tenaga kerja yang digunakan :

Dari Keluarga : ........... org

Dari Non Keluarga : ........... org

2.8. Nilai Asset perusahaan.

No Nama Asset Jumlah dan Satuan

Harga Satuan (Rp)

1 2 3 4 5 Total Nilai Asset

2.9.Nilai omset penjualan per hari Rp: ...............................................

2.10. Biaya perharikerja untuk :

a. Gaji tenaga kerja : Rp. ...................................

b. Makan tenaga kerja : Rp ...................................

c. Lembur tenaga kerja : Rp. ..................................

d. Biaya lainnya untuk tenaga kerja : Rp. ..................................

I. Jumlah Biaya Tenaga Kerja : Rp. ...................................

a. Biaya Pembelian barang dagangan : Rp. ...................................

b. Biaya Transportasi perhari kerja : Rp ...................................

c. Biaya lain-lain perhari kerja : Rp. ..................................

II. Jumlah Biaya Operasional : Rp. ...................................

Total Biaya I + II : Rp ....................................

2.11.Keuntungan perhari kerja : Rp...............................

2.12.Apakah keuntungan yang diperoleh perhari dicatat: :

a. Ya b. Tidak

III. PERMODALAN USAHA

3.1.Sumber modal usaha (pilihan boleh lebih dari satu)

a. Modal sendiri

b. Pinjaman dari orang lain

c. Pinjaman dari bank

d. Pinjaman dari BMT

e. Lainnya (sebutkan....................................................................................)

3.2.Apakah meminjam modal kerja dari BMT/Non BMT*

3.3.Sudah berpa kali anda memperoleh pinjman dari BMT/nom BMT*

a. 1 kali b. 2. kali c. Lebih dari 2 kali

3.4.Untuk keperluan apa saudara meminjam dana dari BMT/Non BMT*

a. untuk keperluan modal usaha

b. untuk kegiatan konsumtif

c. untuk keperluan usaha dan konsumtif

d. lainnya, sebutkan ................

3.5.Pada saat mengajukan pinjaman ke BMT/Non BMT*, keuntungan usaha

saudara sedang : a. Meningkat b. Menurun

3.6.Sudah berapa lama jadi mitra/nasabah BMT/Non BMT* ......... bulan/tahun*

3.7.Jangka waktu pengembalian : .............bulan/tahun*

3.8.Sistem pengembalian pinjaman : harian/mingguan/bulanan*

3.9.Apakah Saudara mengerti tentang Sistem Bagi Hasil :

a. Ya b. Mengerti sedikit c. Tidak

3.10. Menurut Saudara rasio bagi hasil yang diterapkan BMT dalam memberikan

pembiayaan :

a. Sangat Tinggi b. Tinggi c. Sedang

d. Rendah e. Sangat Rendah

3.11. Menueur Saudara apakah tingkat bunga pinjaman dilembaga keuangan

selain BMT bila dibandingkan dengan rasio bagi hasil pada BMT adalah :

a. Jauh Lebih Tinggi

b. Lebih Tinggi

c. Sama

d. Lebih Rendah

e. Jauh Lebih Rendah

3.12. Apakah jumlah pinjaman yang disetujui sesuai dengan yang dibutuhkan?

a. Sesuai b. Kurang sesuai c. Tidak sesuai

3.13. Setelah pinjaman saudara lunas tapi saudara masih memerlukan dana modal

kerja maka :

a. Tidak akan mencari pinjaman

b. Mencari pinjaman ke selain BMT

c. Masih berhubungan dengan BMT

3.14. Alasan tetap berhubungan dengan BMT

a. Karena BMT menggunakan sistem syariah

b. Sudah familier dengan petugas BMT

c. Prosedur mudah dan persyaratan ringan

d. Masih membutuhkan modal

TERIMA KASIH

Lampiran 2.

DAFTAR DATA LAPANGAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROBABILITA USAHA KECIL MEMINJAM MODAL KERJA DARI BMT DI KOTA SEMARANG

No Memiliki

pinjaman = 1, Lainnya = 0

Nilai Asset (Rp.000)

Keuntungan per bulan (Rp.000)

Rasio Bagi Hasil

Tingkat Bunga di

LKL(TBLKL1

1 0 5 9 4 3 2 0 10 27 4 3 3 1 20 18 3 3 4 0 35 45 4 3 5 1 30 60 4 3 6 1 35 36 4 47 1 40 29 3 3 8 0 35 45 4 3 9 0 8 6 4 3 10 0 20 54 2 2 11 1 100 48 3 412 1 100 36 2 213 0 10 14 4 3 14 0 12 22 4 3 15 0 20 36 4 3 16 0 27 30 2 2 17 0 19 27 2 3 18 0 7 14 4 2 19 0 5 14 2 3 20 1 40 14 4 3 21 1 35 14 4 4 22 0 10 23 4 2 23 0 23 30 4 3 24 0 36 11 3 2 25 1 50 41 4 4 26 0 9 9 4 2 27 0 8 24 4 2 28 1 110 24 4 4 29 1 90 22 4 3 30 0 20 11 4 2 31 0 10 7 1 2

No Memiliki

pinjaman = 1, Lainnya = 0

Nilai Asset (Rp.000)

Keuntungan per bulan (Rp.000)

Rasio Bagi Hasil

Tingkat Bunga di

LKL(TBLKL32 0 20 18 4 2 33 1 40 27 4 4 34 1 35 27 4 3 35 1 160 18 3 4 36 1 150 18 4 3 37 1 40 81 4 3 38 0 26 68 4 1 39 1 34 77 4 3 40 1 36 72 4 3 41 0 9 18 4 3 42 0 7 11 4 3 43 0 7 11 4 3 44 0 10 7 4 3 45 0 8 7 4 1 46 0 4 7 4 3 47 0 6 9 4 2 48 1 40 54 4 4 49 1 35 5 4 4 50 0 23 45 4 251 1 30 30 4 352 1 40 54 4 3 53 1 40 50 4 3 54 1 25 18 4 2 55 0 10 15 4 2 56 1 130 24 3 3 57 1 180 24 1 3 58 0 5 12 4 2 59 0 5 11 4 2 60 1 21 27 4 4 61 0 8 12 4 2 62 1 23 23 4 3 63 0 10 23 4 1 64 0 10 24 5 3 65 0 3 5 4 3 66 0 5 6 5 3 67 0 6 14 4 3 68 1 40 72 5 4 69 1 54 81 5 3

No Memiliki

pinjaman = 1, Lainnya = 0

Nilai Asset (Rp.000)

Keuntungan per bulan (Rp.000)

Rasio Bagi Hasil

Tingkat Bunga di

LKL(TBLKL70 1 50 45 4 3 71 1 25 11 1 3 72 1 20 14 4 3 73 0 7 30 4 2 74 0 5 10 5 2 75 0 7 75 5 1 76 0 7 9 4 3 77 0 5 8 3 3 78 0 16 27 4 1 79 1 30 36 4 4 80 1 60 63 4 4 81 1 38 23 4 4 82 1 20 17 4 3 83 0 10 9 4 2 84 1 190 24 4 3 85 1 200 48 4 3 86 0 8 7 4 2 87 0 9 6 4 2 88 1 28 18 4 489 0 9 5 4 290 1 24 23 4 4 91 0 40 8 4 2 92 1 20 23 4 4 93 0 16 29 4 2 94 0 75 27 4 2 95 1 43 90 4 4 96 0 14 9 5 2 97 1 80 27 4 2 98 1 210 36 4 2 99 0 17 8 4 3 100 0 16 8 4 3

Sumber : Data Primer (diolah) 2005 Keterangan :

Rasio Bagi Hasil ScoreSangat Tinggi = 5 Tinggi = 4 Sedang = 3

Rendah = 2 Sangat Rendah = 1

Tingkat Bunga dilembaga keuangan lainnya(TBLKL)

TBLKL ScoreJauh lebih Tinggi = 5 Lebih Tinggi = 4 Sama = 3Lebih Rendah = 2 Jauh Lebih Rendah = 1

Lampiran 3. OUTPUT HASIL PENGOLAHAN DATA DENGAN SPSS 11.5 TENTANG FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROBABILITA USAHA KECIL MEMINJAM MODAL KERJA DARI BMT DI KOTA SEMARANG

Logistic Regression

Case Processing Summary

100 100,00 ,0

100 100,00 ,0

100 100,0

Unweighted Casesa

Included in AnalysisMissing CasesTotal

Selected Cases

Unselected CasesTotal

N Percent

If weight is in effect, see classification table for the totalnumber of cases.

a.

Dependent Variable Encoding

01

Original Value01

Internal Value

Block 0: Beginning Block

Iteration Historya,b,c

137,628 -,200137,628 -,201

Iteration12

Step0

-2 Loglikelihood Constant

Coefficients

Constant is included in the model.a.

Initial -2 Log Likelihood: 137,628b.

Estimation terminated at iteration number 2 becauseparameter estimates changed by less than ,001.

c.

Classification Tablea,b

55 0 100,045 0 ,0

55,0

Observed01

Punya Pinjaman =1, Lainnya =0

Overall Percentage

Step 00 1

Punya Pinjaman = 1,Lainnya =0 Percentage

Correct

Predicted

Constant is included in the model.a.

The cut value is ,500b.

Variables in the Equation

-,201 ,201 ,997 1 ,318 ,818ConstantStep 0B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variables not in the Equation

30,586 1 ,00017,041 1 ,000

,423 1 ,51636,541 1 ,00061,056 4 ,000

ASSETUNTUNGRBHBLL

Variables

Overall Statistics

Step0

Score df Sig.

Block 1: Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d

67,603 -4,595 ,018 ,024 -,063 1,20651,957 -7,154 ,035 ,034 -,175 1,97443,962 -9,508 ,065 ,030 -,266 2,66941,075 -11,796 ,094 ,020 -,376 3,42740,570 -13,659 ,110 ,014 -,417 4,03940,533 -14,465 ,114 ,012 -,417 4,29440,533 -14,566 ,115 ,011 -,416 4,32640,533 -14,568 ,115 ,011 -,416 4,32640,533 -14,568 ,115 ,011 -,416 4,326

Iteration123456789

Step1

-2 Loglikelihood Constant ASSET UNTUNG RBH BLL

Coefficients

Method: Entera.

Constant is included in the model.b.

Initial -2 Log Likelihood: 137,628c.

Estimation terminated at iteration number 9 because parameter estimates changed byless than ,001.

d.

Omnibus Tests of Model Coefficients

97,095 4 ,00097,095 4 ,00097,095 4 ,000

StepBlockModel

Step 1Chi-square df Sig.

Model Summary

40,533 ,621 ,831Step1

-2 Loglikelihood

Cox & SnellR Square

NagelkerkeR Square

Hosmer and Lemeshow Test

10,636 8 ,223Step1

Chi-square df Sig.

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

10 9,995 0 ,005 1010 9,984 0 ,016 10

9 9,850 1 ,150 1010 9,276 0 ,724 1010 8,553 0 1,447 10

3 5,155 7 4,845 103 1,790 7 8,210 100 ,370 10 9,630 100 ,027 10 9,973 100 ,000 10 10,000 10

12345678910

Step1

Observed Expected

Punya Pinjaman = 1,Lainnya =0 = 0

Observed Expected

Punya Pinjaman = 1,Lainnya =0 = 1

Total

Classification Tablea

51 4 92,75 40 88,9

91,0

Observed01

Punya Pinjaman =1, Lainnya =0

Overall Percentage

Step 10 1

Punya Pinjaman = 1,Lainnya =0 Percentage

Correct

Predicted

The cut value is ,500a.

Variables in the Equation

.115 .034 11.122 1 .001 1.122

.011 .026 .196 1 .658 1.012-.416 .530 .617 1 .432 .6604.326 1.601 7.302 1 .007 75.630

-14.566 5.250 7.699 1 .006 .000

ASSETUNTUNGRBHTBLKLConstant

Step1

a

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Variable(s) entered on step 1: ASSET, UNTUNG, RBH, TBLKL.a.

Correlation Matrix

1,000 -,594 ,300 -,294 -,923-,594 1,000 -,536 -,045 ,578,300 -,536 1,000 -,134 -,329

-,294 -,045 -,134 1,000 -,061-,923 ,578 -,329 -,061 1,000

ConstantASSETUNTUNGRBHBLL

Step1

Constant ASSET UNTUNG RBH BLL