analisis permintaan kredit modal kerja usaha kecil di kota semarang
TRANSCRIPT
ANALISIS PERMINTAAN KREDIT MODAL KERJA USAHA KECIL DI KOTA SEMARANG
(Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT)
TESIS
Untuk memenuhi sebagaian persyaratan Mencapai derajat Sarjana S2
Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
J U M H U R NIM. C4B003124
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO
S E M A R A N G Maret 2 0 0 6
TESIS
ANALISIS PERMINTAAN KREDIT MODAL KERJA USAHA KECIL DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus Permintaan Modal
Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT)
Disusun Oleh
J u m h u r
NIM. C4B003124
Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Pada tanggal 19 Januari 2006
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
Susunan Dewan Penguji
Pembimbing Utama Anggota Penguji DR. FX. Sugiyanto, MS
Drs. Bagio Mudakir, MT
NIP. 131620151 NIP. 130937140 Pembimbing Pendamping Dra. Tri Wahyu R, MSi
Drs. Maroto Umar Basuki, MSi
NIP. 132005747 NIP. 131994293 Akhmad Syakir Kurnia, SE.MSi
NIP. 132205533
Telah dinyatakan lulus Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Tanggal,
Ketua Program Studi
Dr. Dwisetia Poerwono, MSc NIP. 130812321
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya
sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan yang belum / tidak
diterbitkan, sumbernya dijelaskan didalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, Januari 2006
( J U M H U R )
ABSTRACT
One of problem that is faced by small and medium enterprises is complication capital. To solve this problem small and medium enterprises get troble to access fund from bank it’s because of various condition that can’t be fulfilled. Therefore as an alternative, the solution is asking for the loan from institution of micro finance scale. Institution of micro finance scale that focus in developing small and medium enterprise is Baitul Maal wat Tamwil
The title o this examination is Analyze of Working Capital Demand in Semarang (case study of small and medium enterprise’s Working Capital Demand in trade sector from BMT) that held toward 100 sample To identify factors that influence probability of small and medium enterprise’s working capital demand from BMT and analyze, are the value asset factor, profit margin, ratio of profit and loss sharing able to predict the probability of small business scale and enterprise’s working capital demand from BMT in semarang significantly.
Using Test Logistic Regression, we get total asset variable that influience significantly toward demand of working capital from BMT. Whereas profit per a month and ratio of loss and profit sharing still influence but not significance toward probability of small and medium enterprise that ask for loan from BMT (Y) at 3% significance level.
Profit effect is not signiicat toward (Y) because in generally small and medium enterprise are seldom to account and separate profit that get from their business, because usually there is not separation between trade asset and individual asset, that’s cause no strong effect between profit increase with capital demand. Then this ratio of profit and loss sharing isn’t primary significance because they not to understand with profit and loss sharing system as a part of cost from loan that has already used, the important things for them is quick service and not to chatter.
The state of BMT possibly get support by all side, because BMT can help small business scale and enterprises in capitalization field. Primary financing that held by BMT is profit and loss sharing principle. To minimize contradiction of credit use by debtor, it is best for BMT to prepare goods as obyect transaction that must be real when credit is signatured.
Keyword : small and medium enterprise, credit, working capital, BMT, probability
ABSTRAKSI
Salah satu masalah yang dihadapi usaha kecil adalah kesulitan permodalan. Untuk mengatasi hal ini usaha kecil kesulitan untuk mengakses dana dari pihak perbankan, karena berbagai persyaratan yang tidak bisa dipenuhi. Maka sebagai alternatif untuk mengatasi masalah permodalan ini adalah dengan meminjam ke lembaga keuangan mikro (LKM). Salah satu LKM yang cukup konsen dalam pengembangan usaha kecil ini adalah Baitul Maal wat Tamwil (BMT).
Penelitian ini berjudul Analisis Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha Kecil di Kota Semarang (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT) yang dilakukan terhadap 100 sampel, bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi probabilita permintaan kridit modal kerja usaha kecil dari BMT dan menganalisis apakah faktor nilai asset, tingkat keuntungan, rasio bagi hasil dan tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya dapat memprediksi secara signifikan probabilita permintaan kredit modal kerja usaha kecil sektor perdagangan dari BMT di Kota Semarang.
Pengujian dengan Regresi Logistik diperoleh variabel total asset dan tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya berpengaruh signifikan terhadap probabilita permintaan kredit modal kerja usaha kecil dari BMT, sedangkan faktor keuntungan perbulan dan rasio bagi hasil tidak signifikan terhadap probablilita usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT (Y) pada level signifikansi 5%.
Tidak singnifikannya pengaruh keuntungan terhadap (Y) karena pada umumnya usaha kecil jarang menghitung dan memisahkan keuntungan yang diperoleh dari usahanya, karena biasanya tidak ada pemisahan antara aset dagang dengan aset peribadi, akibatnya tidak ada pengaruh yang kuat antara peningkatan keuntungan dengan pemintaan modal kerja. Kemudian rasio bagi hasil tidak signifikan ini lebih disebabkan terutama oleh masih kurangnya pemahaman dari usaha kecil tentang sistem bagi hasil tersebut merupakan biaya dari penggunaan dana yang dipinjam, yang penting bagi pengusaha kecil pelayanan cepat dan tidak bertele-tele.
Keberadaan BMT hendaknya mendapat dukungan dari semua pihak, karena BMT dapat membantu usaha kecil dalam bidang permodalan. Pembiayaan yang paling dominan dilakukan BMT adalah dengan prinsip jual beli. Untuk meminimumkan penyalahgunaan kredit oleh debitur, sebaiknya pihak BMT pada waktu akad kredit ditanda tangani, barang yang menjadi obyek transaksi benar-benar harus ada.
Kata Kunci : usaha kecil, kredit, modal kerja , BMT, probabilita.
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Segala puji dan sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini. Tesis
ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan mencapai drajad
Sarjana (S2) pada Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Selama penyusunan tesis ini, penulis banyak menghadapai hambatan
dikarenakan keterbatasan dan kekurangan dari penulis. Namun berkat dorongan
dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut bisa diatasi.
Secara khusus dalam kesempatan ini, dengan segala kerendahan dan
keikhlasan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih dan hormat kepada :
1. Dr.FX Sugiyanto, MS selaku dosen pembimbing utama, yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan
saran mulai dari penyusunan proposal tesis sehingga tesis ini selesai
2. Dra. Tri Wahyu, R,Msi. selaku dosen pembimbing pendamping, yang
telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan
memberikan saran mulai dari penyusunan proposal tesis sehingga tesis ini
selesai
3. Bapak-bapak dewan penguji yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan sumbangan saran untuk perbaikan tesis ini
4. Pengelola, staf pengajar, staf administrasi serta karyawan Program
Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UNDIP yang telah
memberikan sumbangsihnya dalam penyusunan tesis ini.
5. Ketua dan seluruh anggota asosiasi BMT se Kota Semarang atas bantuan
dan kerjasamanya selama penulis mengumpulkan data dan informasi di
lapangan.
6. Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura Pontianak tempat penulis
bekerja, yang telah memberikan segala dukungan baik berupa moril
maupun materiel sampai penulis bisa menyelesaikan studi.
7. Keluargaku tercinta, Istriku Musna’ah, anak-anakku tercinta, Sri Muryati
Ningsih, M.Budi Hartono, Ayu Ramadhaningsih, Indah Permata Ningsih,
yang selalu setia dan sabar mendampingi penulis dari mulai kuliah hingga
selesai
8. Keluargaku tercinta di Pontianak, H.Asmadi Alwi sekeluarga, Sujiman
(alm) sekeluarga, dan seluruh keluarga yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu.
9. Keluargaku tercinta di Lombok, Bapakda H M. Mahnep, dan Ibunda serta
saudara-saudaraku tercinta, Baharuddin, Samanuddin, Minahrum, Mahsun,
Zaitun dan Junaidi, atas bantuan moril dan materiel selama penulis studi di
Semarang hingga selesai.
10. Khusus kepada Pak Ir.H.Eddy Kusumo Sudjono, MM sekeluarga, penulis
secara khusus mengucapkan banyak terima kasih, atas segala bantuannya,
selama penulis menyelesaikan studi di Semarang.
11. Rekan-rekan Mahasiswa MIESP UNDIP Angkatan VIII yang telah
membantu dan memberikan dorongan dalam menyelesaikan studi
12. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam proses penyusunan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan penyusunan tesis ini
masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan masukan dan saran yang diberikan demi kebaikan penulis
dimasa yang akan datang.
Kiranya Allah SWT memberikan rahmat dan karunia-Nya yang senantiasa
menyertai semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis sampai
akhir penyusunan tesis ini.
Alhamdulillaahirabbil’alamin.
Semarang, Januari 2006
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………..……….. i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………….. ii
HALAMAN PERNYATAAN …………………………………….. iii
ABSTRACT ………………………………….……………………. iv
ABSTRAKSI ……………………….…………………………….. v
KATA PENGANTAR ……………………………………………… vi
DAFTAR TABEL …………………………………………………. xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………. xiv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang ………………. ................................................ 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 12
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 13
1.4. Manfaat Penelitian . .................................................................... 14
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS ........................................................................................ 16
2.1.Tinjauan Pustaka ........................................................................ 16
2.1.1. Permintaan Modal Kerja .................................................... 16
2.1.2.Teori Investasi ................................................................... 18
2.1.3.Teori Investasi dalam Ekonomi Islam ............................... 20
2.1.4. Marginal Effisiensi of Capital (MEC) ………………..… 23
2.1.5 Perubahan Jumlah Asset...................................................... 25
2.1.6 Tingkat Keuntungan .......................................................... 27
2.1.7. Investasi dan Tingkat Bunga ............................................. 28
2.1.8. Tingkat Bunga di lembaga keuangan konvensional .......... 31
2.2. Penelitian Terdahulu ................................................................... 32
2.3. Kerangka Pemikiran Teoritis ...................................................... 36
2.4. Hipotesis ..................................................................................... 38
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 39
3.1. Definisi Operasional Variabel .................................................... 39
3.2. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 40
3.3. Populasi dan Sampel .................................................................. 41
3.3.1. Populasi ............................................................................. 41
3.3.2. Sampel .............................................................................. 41
3.4. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 42
3.5. Teknis Analisis ........................................................................... 43
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ................................ 48
4.1. Karakteritik Sosial Ekonomi Responden ………………………. 48
4.2. Permodalan Usaha ....................................................................... 53
4.3. Perkembangan Usaha Kecil ......................................................... 59
4.4. Gambaran Umum Baitul Maal wat Tamwil (BMT) .................... 61
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 71
5.1. Kelayakan Model .. ................................ .................................... 71
5.2. Pengaruh Variabel Independen terhadap Probabilitan Permintaan Modal Kerja ............................................................. 73
5.3. Interpretasi Persamaan Regresi Logistik ..................................... 75
5.4. Evaluasi Keberadaan BMT .......................................................... 78
BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 79
6.1. Kesimpulan ................................................................................ 79
6.2. Limitasi ...................... ............................... .......................... ...... 80
6.2. Saran / Rekomendasi ........... ....................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 82
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel. 1.1 Jumlah Pengusaha Kecil Sektor Perdagangan di Kota Semarang Tahun 1999 – 2003 ................................................. 5
Tabel .1.2 Perbedaan Bunga Dengan Bagi Hasil ...................................... 10
Tabel .1.3 Perkembangan Jumlah Modal, Simpanan dan Jumlah Pembiayaan BMT di Kota Semarang Tahun 2001-2003 11
Tabel .4.1 Tingkat Pendidikan Responden.................................................. 51
Tabel .4.2 Jenis Usaha Dagang Responden ............................................... 52
Tabel .4.3 Lama Responden Menjadi Mitra BMT ..................................... 56
Tabel. 4.4 Lama Responden Bermitra dengan NonBMT........................... 57
Tabel. 4.5 Jumlah Pengusaha Kecil Sektor Perdagangan Menurut Jenis Usaha di Kota Semarang Tahun 1999-2003 ............................. 60
Tabel .4.6 Jumlah Modal BMT di Kota Semarang Tahun 2001 – 2003 .... 66
Tabel. 4.7. Jumlah Dana yang dihimpun BMT di Kota Semarang Tahun 2001 – 2003 .............................................................................. 67
Tabel .4.8. Jumlah Pembiayaan yang Disalurkan BMT di Kota Semarang Tahun 2001 – 2003 ................................................................... 68
Tabel .4.9 Alasan Responden Tetap Bermitra dengan BMT ..................... 70
Tabel. 5.1 Hasil Uji Hipotesis Variabel yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha Kecil dari BMT di Kota Semarang 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar. 2.1 Permintaan Investasi Baru Dalam Ekonomi Yang Diatur Oleh Hukum Islam ........................................................ 22
Gambar. 2.2 Hubungan Antara Investasi dan Tingkat Bunga .................. 29
Gambar.2.2a Hubungan Antara Permintaan Modal Kerja drngan Rasio Bagi Hasil ............................................................................... 30
Gambar. 2.3 Diagram Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ................ 37
Gambar. 4.1 Struktur Usia Responden ....................................................... 49
Gambar. 4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................ 50
Gambar. 4.3 Sumber Modal Responden .................................................... 54
Gambar. 4.4 Penggunaan Pinjaman oleh Responden ................................. 55
Gambar. 4.5 Pemahaman Responden tentang Sistem Bagi Hasil ............. 58
Gambar. 4.6
Rencana Pemilihan Responden Jika membutuhkan Pinjaman 69
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran .1 KUISIONER PENELITIAN ANALISIS PERMINTAAN KREDIT MODAL KERJA USAHA KECIL DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT)
86
Lampiran . 2 DAFTAR DATA LAPANGAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROBABILITA USAHA KECIL MEMINJAM MODAL KERJA DARI BMT DI KOTA SEMARANG
90
Lampiran .3 OUTPUT HASIL PENGOLAHAN DATA DENGAN SPSS 11.5 TENTANG FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROBABILITA USAHA KECIL MEMINJAM MODAL KERJA DARI BMT DI KOTA SEMARANG
94
BAB I
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan secara bertahap, berencana dan
berkesinambungan, pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Tujuan pembangunan demikian pada prinsipnya dapat dicapai apabila
strategi pembangunan memadukan antara pencapaian pertumbuhan yang tinggi
dengan terciptanya pemerataan pembangunan di segala bidang. Pemerataan
pembangunan dapat diwujudkan dalam bentuk pemerataan lapangan kerja dan
kesempatan berusaha sebagai usaha untuk menciptakan pemerataan pendapatan.
Pemerataan pembangunan melalui usaha pemberdayaan masyarakat, dapat
dilihat dari sisi sebagai berikut: Pertama, menciptakan suasana atau iklim yang
memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang (enabling). Titik tolaknya
bahwa pemberdayaan merupakan upaya membangun potensi dan kekuatan yang
dimiliki masyarakat dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya mengembangkannya. Kedua,
memperkuat potensi atau sumberdaya yang dimiliki oleh masyarakat
(empowering). Dalam kerangka ini, diperlukan langkah-langkah positif selain
menciptakan iklim dan suasana yang kondusif. Ketiga, proses pemberdayaan
harus melindungi dan mencegah yang lemah bertambah lemah disebabkan
kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi harus dilihat
sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, dan
eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia terutama selama
pemerintahan orde baru lebih memihak ekonomi konglomerat, dan kurang
memperhatikan ekonomi rakyat (usaha kecil). Krisis ekonomi kemudian mampu
menunjukkan fakta bahwa usaha kecil mampu bertahan ketika krisis terjadi.
Usaha kecil mampu memperlihatkan eksistensinya bahkan dapat berkembang dan
tumbuh mencapai 41.303.263 atau 99,85% dari total pengusaha nasional dan
memberikan konstribusi PDB sebesar 40,29%. Dari aspek ketenagakerjaan, usaha
kecil mampu menyerap 68,275 juta atau 88,70% dari total angkatan kerja. Kondisi
tersebut menunjukkan bahwa usaha kecil mampu sebagai buffer Ekonomi
Nasional (Badan Pusat Statistik, 2003).
Kekuatan ekonomi suatu negara memiliki korelasi positif dengan
konstribusi usaha kecil terhadap perekonomian suatu negara. Semakin besar
konstribusi usaha kecil terhadap perekonomian maka makin kuat ekonomi negara
tersebut. Potensi keunggulan ekonomi dan sosial dari usaha kecil ditandai dengan
kapasitasnya dalam : (1) penciptaan lapangan kerja pada tingkat biaya modal
yang rendah, (2) perbaikan dalam forward dan backward linkage antara berbagai
sektor, (3) penciptaan kesempatan kerja bagi pengembangan dan adaptasi
teknologi yang tepat guna, (4) sebagai pool of skill dan semi skill workers, (5)
mengisi market niche yang tidak efisien bagi perusahaan besar, (6) sebagai
pendukung perusahaan berskala besar (Sih Darmi Astuti dan J.Widiatmoko, 2003)
Pada pasal 5 dalam Bab III Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995, terdapat
kriteria usaha kecil yang uraiannya adalah sebagai berikut :
a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah);
c. dimiliki oleh warga negara Indonesia;
d. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha menengah atau Usaha Besar;
e. berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Sedangkan menurut Sutojo (1999) usaha kecil memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Lebih dari setengah usaha kecil merupakan pengembangan usaha kecil-
kecilan
b. Selain permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil bervariasi
sesuai dengan tingkat pengembangan usaha.
c. Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratan-
persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank
d. Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional
e. Setengah usaha kecil menggunakan kapasitas terpasang kurang dari 60%
f. Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor
kekurangan modal, kelemahan teknologi, maupun karena kelemahan
manajerial
g. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada
konsumen
h. Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas pemerintah cenderung besar.
Kenyataan di lapangan menunjukkan adanya keragaman usaha kecil
dilihat dari jenis usaha dan skalanya. Kerana itu diperlukan suatu batasan tentang
usaha kecil yang selanjutnya akan dipakai sebagai batasan operasional dalam
penelitian ini. Berdasar beberapa difinisi dan batasan yang diuraikan maka
batasan usaha kecil didefinisikan sebagai berikut: “Usaha Kecil adalah kegiatan
ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu
badan, bertujuan untuk memperoduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan
secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000,- (dua ratus juta) dan mempunyai nilai penjulan pertahun (omzet)
sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu milyar) atau kurang”(Tambunan, 2002).
Di kota Semarang, perkembangan usaha kecil yang bergerak di sektor
perdagangan pertumbuhannya berfluktuasi. Hal ini di karenakan bidang usaha
perdagangan ini dengan mudah dimasuki apabila dirasakan usaha tersebut sedang
menguntungkan dan akan ditinggalkan oleh pengusaha bila sudah dirasakan tidak
menguntungkan atau para pedagang sudah menemukan pekerjaan yang lebih baik
dan lebih menguntungkan.
Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa perkembangan jumlah unit usaha kecil
sektor perdagangan di kota Semarang dari tahun 1999 – 2001 mengalami
penurunan, dilihat dari tahun 2001 – 2002 jumlahnya tetap dan sejak tahun 2002-
2003 mengalami pertumbuhan sebesar 16,23 persen.
Tabel 1.1.
Jumlah Pengusaha Kecil Sektor Perdagangan di Kota Semarang Tahun 1999 - 2003
Tahun Jumlah Usaha Kecil (unit) Perkembangan (%)
1999 12.297 -
2000 11.345 -7,74
2001 11.116 -2,02
2002 11.116 0,00
2003 12.920 16,23
Pertumbuhan Rata – Rata 1,62
Sumber : Dinas Pengelolaan Pasar Kota Semarang 2004
Dibalik eksistensinya itu, usaha kecil memiliki permasalahan yang
cukup mendasar. Berdasarkan penelitian Bambang Ismawan (2002), ditemukan
kelemahan utama usaha kecil adalah: (1) kemampuan usaha kecil dalam
mempertahan konsistensinya sebagai lembaga ekonomi yang mandiri dan berdaya
saing, terutama dalam menghadapi pasar bebas, (2) keterbatasan kapasitas, (3)
keterbatasan akses, (5) keterbatasan lingkungan usaha Kemudian hasil survey
BPS tahun 1998 menunjukkan bahwa ada 5 (lima) masalah utama yang dihadapi
usaha kecil yaitu: (1) kekurangan modal, (2) kesulitan pemasaran, (3) keterbatasan
sumber daya manusia (SDM), (4) kesulitan pengadaan bahan baku, dan (5) masih
menggunakan teknologi tradisional.
Salah satu kesulitan yang dialami pengusaha kecil dalam upaya
mengembangkan usahanya adalah kesulitan permodalan. Hal ini terutama
disebabkan karena kesulitan mendapatkan dana investasi dan modal kerja dari
lembaga keuangan perbankan, karena hingga saat ini lembaga perbankan yang ada
belum mampu menjangkau pengusaha kecil (Widiyanto 2000). Meskipun
ekspansi jaringan kantor bank umum di Jawa Tengah cukup pesat, tetapi
lokasinya hanya terkonsentrasi di daerah tertentu saja, sehingga penghimpunan
dana maupun penyaluran kreditnya juga terpusat di daerah itu pula (Kota
Semarang, Surakarta, Magelang, Pekalongan dan Kudus). Kondisi itu terjadi
karena motif pendirian bank akan mengikuti perkembangan aktivitas perdagangan
atau perekonomian suatu daerah. Penyebab kesulitan lain adalah upaya
penyaluran kredit bank menggunakan penilaian 5C yaitu Caracter, Capasity,
Capital. Collateral dan Condition, yang mana persyaratan ini sulit dipenuhi oleh
pengusaha-pengusaha kecil. Disamping itu ada dari kalangan pengusaha kecil
yang berpendapat bahwa bunga bank adalah riba dan haram hukumnya.
Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan No. 14 tahun 1967 bab I pasal
1,2 yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau yang disamakan
dengan itu berdasarkan persetujuan pinjaman antara bank dengan lain pihak dalam
hal mana pihak peminjam berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditentukan. Kemudian pengertian
tersebut disempurnakan lagi dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun
1998. Dalam Undang-Undang tersebut mendefinisikan pengertian kredit sebagai
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah bunga.
Sedangkan Kredit Modal Kerja (KMK) adalah kredit yang dipergunakan
untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan yang pada umumnya
berjangka waktu pendek, maksimal satu tahun. Sedangkan pengertian Modal
Kerja adalah sejumlah dana yang dipergunakan untuk membiayai operasional
perusahaan mulai dari pengadaan bahan baku/bahan penolong/ bahan setengah
jadi, membiayai tenaga kerja dan biaya overhead, proses produksi barang sampai
dengan barang tersebut dijual atau dengan kata lain sejumlah dana/kas yang
tertanam dalam aktiva lancar yang dipergunakan untuk menjalankan aktivitas
perusahaan (Suhardjono, 2003).
Tujuan permintaan kredit modal kerja bagi usaha kecil (Suhardjono
2003) adalah : (a) untuk mendapatkan profit margin yang lebih baik dan
pemasok/supplier menghendaki pembayaran secara tunai, (b) adanya peningkatan
permintaan/ penjualan, (c) ingin mendapatkan tingkat bunga yang lebih rendah,
(d) kontinuitas pengadaan bahan baku/barang dagangan di pasar tidak stabil
(musiman), (e) adanya perubahan peraturan pemerintah, misalnya devaluasi,
inflasi, proteksi, terhadap dagangan tertentu, kebijaksanaan ekspor impor bahan
baku, (f) adanya kenaikan harga bahan baku dan biaya-biaya operasional, (g)
untuk meningkatkan efisiensi biaya.
Karena usaha kecil kesulitan dalam mengakses dana dari perbankan
umum, maka sebagai alternatif untuk membantu pengembangan permodalan
usaha kecil terutama modal kerja diperlukan lembaga keuangan mikro (LKM)
atau Micro Finance Institutions (MRS). Chotim, E. E. dan Handayani, A.D
(AKATIGA : 2003) mengatakan bahwa keuangan mikro (micro finance) terutama
yang informal, tumbuh mengakar bersama perkembangan masyarakatnya. Sejak
zaman sebelum kemerdekaan, keuangan mikro menjadi alternatif bagi kelompok
berpenghasilan rendah dalam memenuhi kebutuhan dananya. Lebih lanjut Tatik
Widayati (2003) mengatakan tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga keuangan
mikro adalah (1) membuka akses para pengusaha kecil agar dapat meningkatkan
aktivitas pengusaha kecil dalam hal pembiayaan usaha, baik dalam bentuk modal
kerja maupun investasi; (2) menumbuhkan dan memupuk jiwa kewirausahaan di
lingkungan masyarakat menengah ke bawah. Lebih lanjut (Nurul Widyaningrum,
2002) mengatakan lembaga keuangan mikro yang didirikan tidak hanya untuk
memberikan jasa keuangan bagi masyarakat kecil, tetapi juga terjun dengan isu
pemberdayaan. Kelompok ini terutama melihat bahwa pembukaan akses kepada
jasa keuangan atau permodalan mikro merupakan titik masuk (entry point) untuk
kegiatan pemberdayaan yang lain, seperti meningkatkan akses terhadap sumber
modal, mengentaskan kemiskinan, memberdayakan perempuan sebagai salah satu
penunjang kegiatan ekonomi keluarga, dan sebagainya .
Salah satu bentuk lembaga keuangan mikro yang berkembang di
masyarakat dewasa ini adalah Baitul Maal wat Tamwil. Baitul Maal wat Tamwil
(BMT) merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Sebagai lembaga
bisnis, BMT lebih mengembangkan usahanya pada sektor keuangan, yakni
simpan-pinjam. Usaha ini seperti usaha perbankan yakni menghimpun dana
anggota dan calon anggota (nasabah) serta menyalurkannya kepada sektor
ekonomi yang halal dan menguntungkan. Sebagai lembaga sosial, baitul maal
memiliki kesamaan fungsi dan peran dengan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Sedangkan lembaga keuangan mikro lainnya selain BMT umumnya lebih
berorentasi bisnis. Oleh karena itu, baitul maal ini harus didorong agar mampu
berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan. Fungsi tersebut paling
tidak meliputi upaya pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan sumber
dana-dana sosial yang lain, dan upaya penyaluran zakat kepada golongan yang
paling berhak menerima (M. Ridwan 2004).
BMT sebagai lembaga yang berasaskan Islam, maka dalam penghimpunan
dana maupun penyaluran dananya menggunakan prinsip syariah (prinsip bagi
hasil) (M. Ridwan 2004). Dalam UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan,
yang dimaksud dengan sistem syariah, artinya menjalankan usaha di bidang jasa
perbankan menurut aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam, dengan
memperoleh keuntungan bukan berupa bunga tapi berupa bagi hasil. Perbedaan
yang mendasar antara pembiayaan dengan sistem syariah dengan sistem
konvensioanal menurut Muhammad Safi’i Antonio (1999) dapat dilihat pada
Tabel 1.2.
Tabel. 1.2
Perbedaan Bunga Dengan Bagi Hasil
SISTEM BUNGA BAGI HASIL
1. Penentuan biaya ditentukan pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
1. Penentuan besaranya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
2. Biasanya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
2. Biasanya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
3. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
3. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak
4. Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang ”boming”
4. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
5. Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama termasuk Islam
5. Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil
Sumber : Muhammad Safi’i Antonio, 1999.
Perkembangan BMT di Jawa tengah menurut data dari PINBUK
berjumlah 526 unit pada tahun 2001, kemudian pada tahun 2002 meningkat
menjadi 537 unit dan pada tahun 2003 menurun menjadi 526. Sedangkan
Perkembangan BMT di Kota Semarang berjumlah 15 unit pada tahun 2001,
kemudian turun menjadi 10 unit pada tahun 2002, dan pada tahun 2003 meningkat
menjadi 15 unit BMT.
Untuk lebih memantapkan posisi BMT di masyarakat maka BMT
diupayakan untuk berbadan hukum. Sampai tahun 2004 jumlah BMT yang sudah
berbadan hukum Koperasi (selanjutnya disebut koperasi BMT) di kota Semarang
sebanyak 11 BMT (Dinas Koperasi dan UKM Kota Semarang 2004).
Perkembangan jumlah modal, jumlah simpanan serta jumlah dana yang
disalurkan dalam bentuk pembiayaan oleh BMT selama tahun 2001 sampai
dengam tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Berdasarkan Tabel 1.3 terlihat bahwa jumlah simpanan dan jumlah dana
yang disalurkan BMT di kota Semarang terus mengalami peningkatan, kecuali
jumlah Modal BMT justru mengalami penurunan sebesar 2,94 persen selama
tahun 2002 sampai 2003, namun secara rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar
6,11 persen selama kurun waktu 2001 sampai 2003. Jumlah pembiayaan justru
mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu rata-rata sebesar 52,06% persen
pertahun hal ini sekaligus menunjukkan bahwa permintaan akan jasa pembiayaan
dari BMT cukup tinggi dengan pertumbuhan rata-rata lebih dari 50% pertahun.
Tabel 1.3 Perkembangan Jumlah Modal, Simpanan dan Jumlah Pembiayaan
BMT di Kota Semarang Tahun 2001-2003
Tahun Jumlah
Modal BMT (Rp)
Pertum-buhan (%)
Jumlah Simpanan
(Rp)
Pertum-buhan (%)
Jumlah Pembiayaan
(Rp)
Pertum-buhan (%)
2001 527.317.418 - 2.676.526.324 - 1.770.744.432 -
2002 607.313.316 15,17 3.790.401.579 41,62 2.834.184.412 60,06
2003 589.452.837 -2,94 5.343.466.038 40,97 4.083.021.822 44,06
Pertumb. Rata-Rata 6,11 41,30 52,06
Sumber : Asosiasi BMT Kota Semarang, 2004.
Pinjaman yang diberikan BMT kepada para nasabahnya cukup bervariasi,
dari sisi jumlah berkisar antara Rp100.000,- Rp15.000.000,-. Menurut hasil
pengamatan peneliti dibeberapa BMT di Kota Semarang, jumlah pinjaman yang
paling banyak diberikan dengan nilai nominal di bawah Rp 5.000.000,-. Hal ini
dimungkinkan karena sebagian besar yang dilayani BMT adalah para usaha kecil
yang tersebar di sekitar lokasi BMT berada.
Bagi usaha kecil keuntungan adanya lembaga keuangan mikro (Noer
Soetrisno, 2003) adalah : 1) Usaha kecil diharapkan dapat memperoleh pelayanan
keuangan tepat waktu dan sasaran sesuai kebutuhan usaha kecil ; 2) pola
pelayanan Lembaga Keuangan Mikro tidak menggunakan pola perbankan
konvensional (pruden banking/5C), sehingga usaha kecil dapat mengakses untuk
mendapatkan kredit untuk berusaha tanpa adanya proses adminitrasi yang
menyulitkan; 3) dengan adanya lembaga keuangan mikro yang dekat dengan
tempat usaha kecil arus pelarian modal keluar dapat dicegah; 4) kegiatan ekonomi
produktif lainnya sekitar LKM dapat tumbuh dan berkembang sebagaimana
mestinya; 5) mendorong adanya peluang usaha/lapangan kerja baru; 6) tingkat
pemanfaatan kredit usaha kecil yang lebih pasti pada skala pelayanan optimal dari
lembaga keuangan mikro; 7) menstimulasi pengembangan kegiatan usaha mikro
yang berbasis sumber daya lokal.
1.2. Perumusan Masalah.
Perkembangan usaha kecil yang bergerak di sektor perdagangan di kota
Semarang berfluktuasi. Dari tahun 1999-2001 mengalami penurunan, sedangkan
sejak tahun 2002-2003 mengalami pertumbuhan sebesar 16,23 persen. Secara
Umum dari 1999-2003 rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 1,62 persen
pertahun.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan usaha kecil
masih mengalami banyak kesulitan. Salah satu kesulitan yang dialami pengusaha
kecil dalam upaya mengembangkan usahanya adalah keterbatasan permodalan.
Keterbatasan modal pada usaha kecil disebabkan adanya beberapa hambatan yang
dihadapi para pengusaha kecil dalam mengakses modal kerja dari perbankan.
Hambatan-hambatan tersebut antara lain; ketidaktahuan tentang prosedur
pengajuan kredit (kelemahan informasi), prosedur pengajuan kredit yang berbelit-
belit dan banyak persyaratan, serta adanya kekhawatiran kredit yang diajukan
tidak memenuhi standar (Tambunan, 2002).
Usaha kecil mengalami kesulitan untuk mengakses kredit modal kerja
dari perbankan, maka sebagai alternatif untuk membantu permodalan usaha kecil
diperlukan lembaga keuangan mikro (Micro Finance Intsitusion). Diantara
lembaga keuangan mikro yang berkembang di masyarakat dewasa ini adalah
Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang menawarkan pinjaman dengan konsep bagi
hasil.
BMT merupakan jenis lembaga keuangan bukan bank yang kehadirannya
ditengah-tengah masyarakat terutama usaha kecil sangat diperlukan. Hal ini
terlihat dari jumlah pembiayaan atau kredit yang disalurkan BMT ke masyarakat
yang terus mengalami peningkatan di kota Semarang. Dari tahun 2001 - 2003
rata-rata pertumbuhan penyaluran kredit mencapai 52,06 persen pertahun.
Dengan milihat kondisi di atas dan dalam rangka mendukung
pengembangan ekonomi kerakyatan, maka menarik untuk dilakukan penelitian
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi usaha kecil meminjam modal kerja dari
BMT sekaligus mengidentifikasi karakteristik pengguna jasa BMT dalam hal ini
usaha kecil sektor perdagangan. Penelitian probabilita permintaan modal kerja
usaha kecil sektor perdagangan ini menjadi menarik bagi peneliti untuk dilakukan,
karena untuk mengatasi keterbatasan permodalan usahanya, biasanaya sebagai
alternatif akan meminjam modal kerja ke lembaga keuangan mikro. Oleh karena
itu yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Kesulitan usaha kecil
mengakses pinjaman modal kerja dari lembaga perbankan, sehingga sebagai
alternatif usaha kecil meminjam modal kerja ke lembaga keuangan mikro untuk
mengatasi permasalahan permodalan yang dihadapinya.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan usaha kecil
sektor perdagangan meminjam kredit modal kerja dari BMT di Kota
Semarang.
2. Menganalisis keputusan usaha kecil sektor perdagangan meminjam kredit
modal kerja dari BMT di Kota Semarang.
3. Mengevaluasi keberadaan BMT dalam membantu usaha kecil dalam
bidang permodalan di Kota Semarang.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi pengelola BMT, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi usaha kecil meminjam
kredit modal kerja dari BMT
2. Bagi Pengembangan Ilmu; Hasil penelitian diharapkan dapat
mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit
usaha kecil sektor perdagangan terhadap jasa pembiayaan dari BMT di
kota Semarang dan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi pada
penelitian selanjutnya
3. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu masukan
bagi lembaga keuangan mikro, usaha kecil dan pemerintah daerah dalam
menentukan arah dan kebijakan pengembangan lembaga keuangan mikro
dan usaha kecil di kota Semarang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA
PEMIKIRAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Permintaan Modal Kerja
Suatu faktor produksi diminta karena dibutuhkan dalam proses produksi,
sementara itu proses produksi dilaksanakan karena ada permintaan akan output.
Oleh karena itu permintaan input, dalam hal ini modal disebut sebagai ”derived
demand” atau permintaan turunan. Permintaan output sendiri dianggap sebagai
permintaan asli kerena timbul sebagai akibat adanya kebutuhan manusia
(Budiono, 2002).
Permintaan suatu input oleh perusahaan akan selalu dikaitkan dengan
jumlah produksi, konsep ini dikenal dengan permintaan turunan. Semakin tinggi
tingkat kapasitas produksi suatu perusahaan akan semakin tinggi pula tingkat
permintaan input. Dalam kondisi demikian, apa bila dipasar input, harga dari
suatu input mengalami penurunan dan dipasar barang harga suatu output selalu
berubah-ubah, maka setiap kenaikan output akan memberikan dampak positif
terhadap penggunaan input (modal) dan tenaga kerja. Efek yang mengakibatkan
adanya perubahan terhadap permintaan jumlah input lebih disebabkan oleh
perubahan perusahaan disamping garis ekspansi pada suatu tingkat yang lebih
tinggi, dimana biaya-biaya yang dicerminkan oleh harga input yang digunakan
sama atau lebih besar dari pengeluaran semula. Dengan demikian hubungan
tingkat output atau tingkat produksi dengan permintaan modal bersifat positif.
Permintaan modal kerja adalah hubungan antara kuantitas modal yang
diminta dengan tingkat bunga yang berlaku. Lincolin Arsyad (1997) mengatakan
bahwa produsen dianggap akan mencari input jika input-input tersebut akan
menghasilkan output dan laba.
Dalam jangka pendek model permintaan modal mempunyai bentuk yang
sederhana. Jangka pendek adalah jangka waktu dimana dalam proses produksi
terdapat faktor-faktor produksi yang sifatnya tetap (fix input) dan faktor produksi
yang jumlahnya dapat diubah (variable input).
Dalam suatu perusahaan yang memaksimumkan laba akan menggunakan
unit tambahan dari input sampai suatu titik dimana tambahan penerimaan akibat
penggunaan tambahan satu unit input tersebut sama dengan biaya yang
dikeluarkan untuk menggunakan unit input tersebut (Walter Nicholson, 2002).
Jika perusahaan adalah penerima harga (price taker) di pasar modal, konsep biaya
marginal menjadi mudah dan sederhana. Dalam kasus ini, perusahaan selalu dapat
menggunakan tambahan satu unit dari input modal pada tingkat sewa yang
tersedia (v). Sehingga syarat memaksimumkan laba v = MEk = MRk. Persamaan
ini menggambarkan bahwa suatu perusahaan yang memaksimumkan laba, yang
merupakan penerima harga input-input yang dibelinya, harus menggunakan input-
input tambahan, sampai pada titik dimana biaya perunitnya sama dengan
penerimaan yang dihasilkan oleh input tambahan yang terakhir.
2.1.2. Teori Investasi
Investasi sebagai pendorong perkembangan ekonomi meliputi investasi
dalam pembangunan pengetahuan teknik dan keahlian. Selain itu juga termasuk
sumber-sumber yang meningkatkan tenaga produksi yang semuanya memerlukan
keahlian pelakunya. Dengan kata lain investasi akan memacu pertumbuhan
ekonomi jangka panjang. Fungsi investasi yang meningkatkan produktivitas itu
tidak saja berwujud pabrik dan perlengkapan lainnya, tetapi juga berwujud human
capital (Irawan dan Suparmoko, 2002).
Kemudian Susamto, (2002) mengatakan invetasi adalah pengeluaran atau
pembelanjaan penanaman-penanaman modal atau perusahaan membeli barang
modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi, dengan maksud menambah
kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam
perekonomian.
Joseph Alois Schumpeter dalam Muana Nanga (2001) membedakan
investasi kedalam: (1) investasi terpengaruh (induced investment) yaitu investasi
yang besar kecilnya sangat tergantung atau dipengaruhi oleh perubahan di dalam
pendapatan nasional, volume penjualan, keuntungan perusahaan, dan lain-lain;
dan, (2) investasi otonom (autonomous investment) yaitu investasi yang besar
kecilnya tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, tetapi lebih banyak ditentukan
oleh perubahan-perubahan yang bersifat jangka panjang seperti adanya penemuan
baru, perkembangan teknologi, dan sebagainya.
Bentuk-bentuk investasi megarah pada penggunaan modal. Penggunaan
modal yang dimaksud dapat berupa penambahan sumber daya baru atau
peningkatan sumber daya yang ada. Namun sifat terpenting dari semuanya adalah
bahwa hal tersebut melibatkan suatu trade-off antara konsumsi sekarang dan
konsumsi dimasa yang akan datang, antara sedikit berkorban pada saat ini untuk
memperoleh yang lebih banyak dimasa yang akan datang (Todaro, 1989).
Dalam melakukan investasi para investor sudah pasti mempertimbangkan
resiko yang akan dihadapi. Ada beberapa resiko yang dihadapi oleh investor
antara lain (Boediono, 2002) :
a. Resiko Inflasi
Merupakan salah satu resiko yang pasti dihadapi oleh manusia yang hidup
dalam ekonomi uang dimana daya beli yang ada dalam uang dengan
berjalannya waktu mengalami penyusutan.
b. Resiko Tingkat Bunga.
Tingkat bunga yang tidak pernah stabil, hari ini naik, besok turun dan
demikian pula sebaliknya akan berjalan secara terus menerus.
c. Resiko Pasar
Resiko ini timbul karena pasar yang tidak menentu. Macam-macam hal yang
mempengaruhi ketidak stabilan pasar antara lain :
- Pasarnya tipis yaitu penjual dan pembeli sedikit, hanya ada pada waktu-
waktu tertentu saja.
- Ulah para investor yang bisa berubah prefrensinya terhadap suatu
instrumen investasi.
- Tidak ada dana untuk melakukan investasi.
Teori tentang investasi pada umumnya menjelaskan tentang faktor-faktor
yang diduga berpengaruh terhadap permintaan investasi. Menurut Nopirin (2000)
beberapa faktor yang diduga kuat berpengaruh terhadap permintaan investasi
antara lain : tingkat bunga, penyusutan, kebijakan perpajakan, perkiraan
(expectation) tentang penjualan serta kebijakan ekonomi. Kemudian menurut
Sadono Sukirno (2000) faktor-faktor yang utama mempengaruhi permintaan
( )2.2⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=SFSIrr
investasi adalah : suku bunga, tingkat depresiasi, tingkat pendapatan Nasional,
barang modal yang sekarang tersedia, dan kebijakan pemerintah.
2.1.3. Teori Investasi dalam Ekonomi Islam
Investasi dalam ekonomi Islam adalah fungsi dari tingkat keuntungan yang
diharapkan. Tingkat keuntungan yang diharapkan bergantung pada pangsa
keuntungan relatif investor dan penyedia dana sebagai mitra usaha (Eko
Suprayitno, 2005).
Metwally (1995) menyatakan bahwa fungsi investasi dalam ekonomi
Islam dirumuskan sebagai berikut :
I = f ( r, Za, Zp, m) (2.1)
Dan
Dimana :
I = permintaan akan investasi
r = tingkat keuntungan yang diharapkan
SI = bagian /pangsa keuntungan/kerugian investor
SF = bagian/pangsa keuntungan/kerugian peminjam dana
Za = tingkat zakat atas asset yang tidak/kurang produktif
Zp = tingkat zakat atas keuntungan dari investasi
m = pengeluaran lain zakat atas asset yang tidak/kurang produktif.
Karena Za = Za dan Zp = Zp (yaitu tingkat zakat adalah tetap), maka
persamaan 2.1 dapat ditulis sebagai berikut :
I = f(r, m) (2.3)
1−πZZ A
Menurut persamaan (2.3) maka permintaan investasi akan meningkat
dalam ekonomi Islam, Jika :
- Meningkatnya tingkat keuntungan yang diharapkan
- Meningkatnya tingkat zakat terhadap asset yang tidak/kurang produktif.
Gambar 2.1 menunjukkan permintaan investasi baru dalam ekonomi yang
diatur oleh hukum Islam, yaitu sebagai fungsi tingkat keuntungan yang
diharapkan. Seperti diperlihatkan bahwa keuntungan yang di harapkan tersebut
menentukan volume investasi dalam ekonomi yang mengenal zakat tanpa bunga.
Oleh sebab itu, bila tingkat keuntungan yang diharapkan menjadi nol, maka
investasi masih terus berlangsung. Hal ini tentu tidak diperoleh dari suatu
perekonomian yang tingkat bunganya positif seperti ekonomi konvensional.
Gambar 2.1 juga memperlihatkan lebih jauh, makin tinggi tingkat ke-
untungan yang diharapkan semakin besar volume investasinya. Dalam ekonomi
yang menerapkan hukum Islam, permintaan investasi baru akan menurun sampai
nol pada titik di mana tingkat keuntungan menjadi negatif yaitu pada nilai
.
Dalam ekonomi Islam, tidak akan terjadi kasus di mana ongkos
oportunitas menjadi nol (ongkos oportunitas untuk tidak menginvestasikan asset
yang kurang/ tidak produktif). Dengan kata lain, semua bentuk asset yang
kurang/tidak produktif (termasuk pinjaman tanpa bunga) yang melebihi nisbah
dan kebutuhan hidup akan dikenakan zakat. Karena itu kemungkinan untuk r (Z -
1) = 0 tidak bakal terjadi.
Gambar 2.1 Permintaan Investasi Baru Dalam Ekonomi
Yang Diatur Oleh Hukum Islam
tingkat keuntungan yang
diharapkan
r2
r1
0
I0 I1 I2 Volume Investasi
ZA Zπ-1 Sumber : Eko Suprayitno, 2005 2.1.4. Marginal Efficiency of Capital (MEC)
John Maynard Keynes dalam Muana Nanga, (2001) mendasarkan teori
tentang permintaan investasi atas konsep efisiensi marjinal kapital (marginal
efficiency of capital atau MEC). Sebagai suatu definisi kerja, MEC dapat
didefinisikan sebagai tingkat perolehan bersih yang diharapkan (expected net rate
of return) atas pengeluaran kapital tambahan. Tepatnya, MEC adalah tingkat
diskonto (discount rate) yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan
dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari kapital tambahan.
Secara matematis, MEC dapat dinyatakan dalam bentuk formula sebagai
berikut :
Ck = R1 + R2 + ... + Rn (2.4) (1 + MEC) (1 + MEC)2 (1 + MEC)n
Dimana :
R = perolehan yang diharapkan (expected return) dari suatu proyek, dan
Ck = biaya sekarang (current cost) dari modal tambahan.
Subskrip atau superskrip menggambarkan tahun 1, 2 .. ke-n.
Apakah suatu investasi itu dilakukan atau tidak, sangat tergantung pada
perbandingan antara present value (PV) di satu pihak dan current cost of
additional capital (Ck ) di lain pihak. Kalau PV > Ck, maka diputuskan investasi
dilakukan, sebaliknya kalau PV < Ck diputuskan investasi tidak dilakukan.
PV = R1 + R2 + ... + Rn (2.5) (1 + i)1 (1 + i)2 (1 + i)n
Aturan keputusan investasi (investment decision rule) tersebut di atas
dapat ditulis kembali dalam bentuk lain, dengan jalan mensubstitusikan dari per-
samaan 2.4 untuk PV dan dari persamaan 2.5. untuk Ck, dimana investasi akan
diputuskan untuk dilakukan jika :
R1 + R2 + ... + Rn > R1 + R2 + ... + Rn (2.6) (1 + i)1 (1 + i)2 (1 + i)n (1+ MEC) (1 + MEC)2 (1 + MEC)n
yakni jika tingkat perolehan bersih yang diharapkan lebih besar daripada biaya
peminjaman dana (cost of borrowing funds) atau opportunity cost dari peng-
gunaan dana yang dimiliki oleh perusahaan, atau tingkat bunga (i), atau jika MEC
> i, bila MEC < i maka investasi tidak dilaksanakan dan bila MEC = 0 investasi
bisa dilaksanakan atau tidak oleh pemilik modal.
Dari uraian di atas mengenai MEC maka diketahui bahwa berapa tingkat
pengeluaran investasi yang diinginkan oleh para investor ditentukan oleh dua hal
yaitu tingkat bunga yang berlaku dan MEC. Fungsi MEC dan fungsi investasi
menunjukkan hubungan antara tingkat bunga yang berlaku dengan tingkat
pengeluaran investasi yang ingin dilakukan oleh para investor.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi investasi Keynes yaitu :
1. Fungsi tersebut mempunyai slope yang negatif, artinya semakin rendah
tingkat bunga semakin besar tingkat pengeluaran investasi yang direncanakan.
2. Dalam kenyataan fungsi semacam itu sulit untuk diperoleh sebab posisinya
sangat labil (mudah berubah dalam waktu ke waktu). Kelebihan fungsi
investasi ini akan sangat bisa dipahami bila diingat bahwa posisinya sangat
tergantung pada nilai-nilai MEC nya yang merupakan suatu tingkat
keuntungan yang diharapkan oleh investor. Oleh karena itu didasarkan atas
harapan masa depan atau expectation, maka MEC suatu proyek bisa saja
berubah dari hari ke hari, dan peka terhadap kondisi sosial ekonomi, politik
suatu negara. Misalnya adanya gejolak politik, desas desus adanya tindakan
devaluasi, pembatasan impor, akan langsung mengubah penilaian subyektif
investor terhadap suatu proyek. Karena banyaknya faktor yang bisa
mempengaruhi MEC, maka posisi investasi akan sangat mudah berubah.
3. Yang perlu ditekankan adalah hubungan antara investasi Keynes tersebut
dengan kenyataan, khususnya mengenai masalah ketersediaan dana investasi.
Teori Keynes didasarkan atas anggapan bahwa pada tingkat bunga yang
berlaku setiap investor bisa memperoleh dana berapapun untuk membiayai
proyek-proyek yang dianggap menguntungkan untuk dilaksanakan. Padahal
dalam kenyataannya sering dijumpai keadaan yang sebaliknya, yaitu begitu
banyak proyek yang menguntungkan (MEC tinggi) tapi sulit untuk
memperoleh dana untuk membiayai semuanya. Kesulitan untuk memperoleh
kredit dari bank misalnya mengakibatkan tingkat investasi yang direalisasikan
lebih kecil dari pada tingkat investasi yang diinginkan.
2.1.5. Perubahan Jumlah Asset
Pertumbuhan perusahaan dapat diukur dengan tingkat perubahan asset
perusahaan. Baskin (1989) dalam Endang Kurniati (2003) mengatakan tingkat
pertumbuhan asset dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
GROWT = A(t) - A(t-1) (2.7) A(t-1) Dimana :
A(t) = asset tahun ke t
A(t-1) = asset tahun ke t-1
Kemudian Rozef (1982) dalam Endang Kurniati (2003) menyatakan
bahwa tingkat pertumbuhan asset yang tinggi cenderung akan memudahkan
perusahaan dalam mengembangkan usahanya menjadi lebih besar. Adanya
perubahan asset perusahaan dapat diinterpretasikan sebagai kabar baik dan kabar
buruk. Jika perubahan asset perusahaan menurun maka dapat diartikan sebagai
kabar buruk, sementara jika asset perusahaan meningkat dapat diartikan sebagai
kabar baik. Asset yang meningkat merupakan sinyal mengenai peningkatan
kinerja perusahaan secara umum, sementara asset yang menurun akan
menunjukkan sinyal penurunan kinerja perusahaan. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa adanya pertumbuhan jumlah asset menjadi berita baik (good
news) bagi investor (Untung Afandi dan Sidarta Utama, 1988).
Peningkatan jumlah asset yang dimiliki oleh pengusaha kecil
menunjukkan kemampuannya dalam mengembangkan usahanya dan sekaligus
menggambarkan peningkatan jumlah modal kerja yang diperlukan. Oleh karena
itu dapat dikatakan hubungan antara pertambahan jumlah asset dengan permintaan
kredit mempunyai hubungan yang positif.
2.1.6. Tingkat Keuntungan
Dalam kegiatan perusahaan keuntungan ditentukan degan cara mengurangi
berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Biaya yang
dikeluarkan meliputi pengeluaran untuk bahan mentah, pembiayaan upah,
pembiayaan bunga, dan sewa tanah. Keuntungan merupakan pendapatan total
dikurangi biaya total (Mankiw, 2003). Pendapatan total (total revenue) adalah
jumlah pendapatan yang diterima oleh suatu perusahaan dari penjulan produknya,
sedangkan biaya total (total cost) adalah jumlah dana yang dibelanjakan
perusahaan untuk berbagai input untuk keperluan produknya.
Dalam teori ekonomi keuntungan mempunyai arti yang sedikit berbeda
dengan pengertian keuntungan dari segi pembukuan. Ditinjau dari sudut
pembukuan perusahaan keuntungan adalah perbedaan nilai uang dari hasil
penjualan yang deperoleh dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. Dalam teori
ekonomi definisi itu dipandang terlalu luas karena tidak mempertimbangkan
ongkos tersembunyi yang tidak dibayar dengan uang tetapi perlu dipandang
sebagai bagian dari ongkos produksi. Pengeluaran tersebut (ongkos tersembunyi)
meliputi pendapatan yang seharusnya dibayar kepada para pengusaha yang
menjalankan sendiri perusahaannya, tanah dan modal sendiri yang digunakan, dan
bangunan dan peralatan pabrik yang dimiliki sendiri. Keuntungan menurut
pembukuan bila dikurangi ongkos tersebunyi akan menghasilkan keuntungan
ekonomi atau keuntungan murni. Dalam teori ekonomi yang dimaksud
keuntungan adalah keuntungan ekonomi (Sadono Sukirno, 2000).
Teori dana internal (internal funds theory of investment) mengatakan
bahwa stok kapital yang diinginkan, bergantung pada tingkat keuntungan.
Beberapa penjelasan tentang hal ini telah dikemukakan oleh sejumlah ahli
diantaranya adalah Jan Tinbergen dalam Muana Nanga, (2001) mengatakan
bahwa keuntungan yang terjadi (realized profits) secara akurat merefleksikan
keuntungan yang diharapkan (expected profits). Karena permintaan modal
bergantung pada keuntungan yang diharapkan, maka permintaan modal adalah
berhubungan secara positif dengan realized profits.
Berdasarkan uraian tersebut dalam kaitannya dengan usaha kecil, maka
semakin besar tingkat keuntungan akan berpengaruh positif terhadap permintaan
modal kerja usaha kecil. Setiap perusahaan selalu berusaha memaksimumkan
keuntungannya, maka bila terjadi peningkatan keuntungan, pengusaha akan terus
meningkatkan penawaran barangnya. Untuk memenuhi peningkatan jumlah
penawaran barang tersebut perusahaan akan membutuhkan modal kerja yang lebih
besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makin tinggi tingkat
keuntungan yang diperoleh akan berpengaruh positif terhadap permintaan modal
kerja usaha kecil.
2.1.7. Investasi dan Tingkat Bunga.
Investasi merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau
mempertahankan stok barang modal. Stok barang modal tersebut terdiri atas
barang modal (capital stok) dapat berupa pabrik, mesin, kantor dan produk tahan
lama yang digunakan untuk proses produksi (R.Dornbush dan Stanley Fisher,
2004). Arti lain dari Investasi yaitu sebagai pengeluaran oleh sektor produsen
(swasta) untuk membeli barang-barang/jasa-jasa untuk menambah stok barang
dan perluasan perusahaan (Budiono, 2002).
Tingkat bunga adalah harga yang menghubungkan masa kini dan masa
depan (Mankiw, 2003). Menurut Boediono (2002) bunga adalah harga dari dana
yang dapat disalurkan dalam bentuk pinjaman. Penawaran pinjaman berasal dari
kelompok penyimpan yaitu mereka yang memiliki pendapatan lebih besar
dibandingkan kebutukan konsumsinya, sedangkan permintaan pinjaman berasal
dari kelompok investor.
Para ahli ekonomi Neo Klasik menjelaskan bahwa dalam hal investasi,
maka tingkat suku bunga merupakan faktor penentu bagi naik turunnya suatu
investasi. Jika tingkat suku bunga naik maka investasi akan turun, sebaliknya jika
suku bunga turun, maka investasi akan naik.
Secara grafik, hubungan antara investasi dan tingkat bunga dapat dilihat
pada Gambar 2.2.
Pada Gambar 2.2 terlihat bahwa apabila tingkat bunga turun misalnya dari
i1 ke i2 akan menyebabkan permintaan investasi meningkat dari I1 ke I2, dan
demikian pula sebaliknya bila tingkat bunga yang berlaku mengalami kenaikan
misalnya dari i2 menjadi i1, maka permintaan investasi akan menurun dari I2
menjadi I1.
Gambar 2.2. Hubungan Antara Investasi dan Tingkat Bunga
Tingkat bunga (i) i1
i2
I =I (i) 0 I1 I2 Investai (I)
Sumber : Muana Nanga, 2001
Dalam sistem perbankan syariah yang tidak mengenal sistem bunga (tapi
menggunakan sistem bagi hasil), maka rasio bagi hasil merupakan biaya atau
harga penggunaan dana oleh nasabah peminjam. Oleh karena itu semakin besar
rasio bagi hasil yang diberlakukan maka permintaan modal kerja akan semakin
menurun.
Gambar 2.3a Hubungan Antara Permintaan Modal Kerja Dengan Rasio Bagi Hasil
Rasio Bagi Hasil B N B N I =I (i) 0 I1 I2 Pinjaman (I) Ket: B = BMT, N = Nasabah
Berdasarkan Gambar 2.3a terlihat bahwa makin tinggi rasio bagi hasil bagi
BMT, maka keinginan nasabah meminjam uang menjadi menurun, demikian
sebaliknya. Misalnya pada rasio bagi hasil B2/N2 jumlah pinjaman sebesar I2,
kemudian bila rasio bagi hasil meningkat menjadi B1/N1 jumlah pinjaman
menurun menjadi I1 sehingga dapat dikatakan hubungan antara rasio bagi hasil
dengan tingkat permintaan kredit negatif.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa baik dalam konsep ekonomi
konvesional (berdasarkan tingkat bunga) maupun dalam konsep ekonomi Islam
(prinsif bagi hasil) terdapat sebuah kesamaan, karena baik tingkat bunga maupun
bagi hasil sama-sama merupakan biaya penggunaan modal dan sama-sama
mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan modal
2.1.8. Tingkat Bunga di Lembaga Keuangan Konvensional
Dalam hubungannya dengan permintaan suatu barang atau jasa sifat
hubungan antara suatu barang atau jasa dengan barang atau jasa lainnya dapat
bersifat sebagai pengganti, pelengkap serta bersifat netral dengan barang atau jasa
lainnya.
Komoditas pengganti adalah komoditas yang dapat menggantikan fungsi
dari komoditas lain sehingga harga komoditas pengganti dapat mempengaruhi
permintaan komoditas yang digantikannya. Pada umumnya bila harga komoditas
pengganti bertambah murah maka komoditas yang digantikannya akan mengalami
pengurangan dalam permintaannya (Sugiarto, 2002).
Kaitannya dengan permintaan kredit modal kerja usaha kecil dari BMT
bila rasio bagi hasil di BMT lebih rendah dari tingkat bunga yang berlaku
dilembaga keuangan lainnya, maka permintaan modal kerja dari BMT akan
bertambah.
2.2. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini selain membahas teori-teori yang relevan dengan
penelitian ini juga dilakukan pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah
pernah dilakukan para peneliti. Pengkajian atas hasil-hasil penelitian terdahulu
akan sangat membantu peneliti-peneliti lainnya dalam menelaah masalah yang
akan dibahas dengan berbagai pendekatan spesifik. Selain itu dengan mempelajari
hasil-hasil penelitian terdahulu akan memberikan pemahaman komprehensif
mengenai posisi peneliti.
Oleh karena itu pada bagian berikut ini akan diketengahkan beberapa hasil
penelitian terdahulu yang antara lain :
Dalam penelitian Metwally (1995) di dua puluh negara tentang hubungan
tingkat bunga dengan investasi menunjukkan hasil yang bervariasi. Di negara
Yordania, Maroko, Iran, Pakistan, Tunisia, Siria, Libya, Malaysia, dan Mesir
menunjukkan tingkat bunga tidak memiliki pengaruh terhadap tingkat investasi.
Di negara Kolombia, Korea Selatan, Guatemala, Bolivia, Brazil, Thailand,
Portugis, Peru, Guinea, Yunani menunjukkan tingkat bunga berpengaruh secara
signifikan terhadap tingkat investasi.
Soelistyono dan Mansoer (1998) dengan menggunakan data kuartalan
dari tahun 1978.3-1994.4 merumuskan model investasi yang diturunkan
berdasarkan pendekatan teori Neo-Klasik Coubb-Douglas, dimana permintaan
stok kapital dirumuskan sebagai fungsi tingkat suku bunga dan besarnya
pendapatan nasional yang diharapkan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
tingkat pendapatan nasional berpengaruh terhadap tingkat investasi. Sedangkan
tingkat bunga tidak berpengaruh terhadap tingkat investasi.
Jamli dan Firmansyah (1998) dengan data time series dan data cross
section dari tahun 1990-1995, melakukan estimasi dengan menggunakan regresi
pooling data model kovarian metode least square dummy variabel atau LSDV.
Dengan variabel dependen investasi dan variabel independen tingkat suku bunga,
pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat inflasi. Hasil regresi menunjukkan bahwa
tingkat suku bunga dan inflasi tidak berpengaruh terhadap investasi. Sedangkan
tingkat pendapatan nasional dan nilai tukar berpengaruh terhadap investasi.
Yuliadi (2001) melakukan penelitian mengenai pengeluaran investasi
sebagai fungsi dari suku bunga, tingkat pendapatan dan lag kapital. Studi empirik
menunjukkan bahwa besarnya elastisitas pengeluaran investasi terhadap
perubahan tingkat suku bunga tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan.
Ari Gunawan (2001), meneliti pelaksanaan sistem mudharabah pada BMT
dalam meningkatkan usaha pengusaha kecil di kota Semarang menyimpulkan,
bahwa pembiayaan yang dilakukan oleh BMT sangat membantu pengusaha kecil
dalam hal mengatasi kesulitan permodalan dalam rangka meningkatkan usahanya.
Hambatan yang timbul dalam sistem modharabah pada BMT yang berasal dari
dalam BMT antara lain : (a) pihak BMT menaruh kepercayaan yang terlalu besar
pada nasabah, (b) keterbatasan modal usaha yang dimiliki BMT, (c) kurangnya
sosialisasi keberadaan BMT di masyarakat. Sedangkan hambatan yang berasal
dari pengusaha atau nasabah: (a) penyalahgunaan pembiayaan oleh pengusaha
untuk tujuan yang tidak sesuai dengan isi dalam akad perjanjian, (b)
penyembunyian keuntungan yang dilakukan oleh pengusaha, (c) pembiayaan yang
macet karena kesalahan dari pihak pengusaha.
Kemudian Amelia Sandra (2002), meneliti prinsip bagi hasil di bank
syariah sebagai alternatif pembangunan dunia usaha. Hasil penelitiannya
menemukan bahwa perbankan syariah memungkinkan untuk menghidupkan
pengusaha skala menengah kebawah, yang masih merasa takut untuk meminjam
uang ke bank karena takut usahanya tidak berhasil sehingga harus membayar
cicilan dan bunga yang tinggi. Oleh karena itu untuk mengembangkan usahanya
dengan memanfaatkan aneka layanan/produk dari perbankan syariah yang tidak
mengenakan bunga. Kondisi ini selain diharapkan dapat memacu pengusaha kecil
untuk bekerja lebih giat untuk mendapatkan pendapatan yang sebesar-besarnya,
juga secara tidak langsung akan menggerakkan sektor riil.
Heri Sudarsono (2003) meneliti faktor–faktor yang mempengaruhi
investasi dengan menggunakan metode Partial Adjusment Model (PAM) untuk
mengetahui hubungan jangka pendek dan jangka panjang dari pengaruh tingkat
suku bunga terhadap investasi. Dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
tingkat suku bunga kurang terbukti mampu mempengaruhi investasi baik dalam
kurun waktu jangka pendek maupun jangka panjang.
Pratama Heru Kuspriyanto (2004) Menganalisis investasi dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya (studi kasus di Jawa Tengah) dengan
menggunakan Metode Ordinary Last Square (OLS), dan Partial Adjusment Model
(PAM). Dari hasil penelitiannya menyimpulkan pengaruh variabel PDRB, variabel
pengeluaran pemerintah, variabel tenaga keja berpengaruh secara positif terhadap
permintaan investasi, sedangkan variabel tingkat bunga riil berpengaruh secara
negatif artinya bila tingkat suku bunga tinggi maka permintaan investasi menurun,
demikian sebaliknya.
Secara umum dari semua penelitian di atas masih memfokuskan pada
masalah pengaruh tingkat bunga terhadap investasi dan keberadaan BMT dalam
mengatasi kesulitan pembiayaan usaha kecil dan hambatan yang dialami BMT
dalam menyalurkan pembiayaan. Namun masih belum ada yang membahas
faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pilihan masyarakat atau usaha kecil
menggunakan jasa pembiayaan dari BMT. Oleh karena itu penelitian ini mencoba
meneliti pengaruh faktor total asset usaha kecil, tingkat keuntungan usaha kecil
dan tingkat rasio bagi hasil serta tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya
terhadap keputusan pengusaha kecil sektor perdagangan meminjam kredit modal
kerja dari BMT di Kota Semarang.
2.3.Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis menunjukkan tentang pola pikir teoritis
terhadap pemecahan masalah penelitian yang ditemukan. Kerangka pemikiran
teoritis didasarkan teori-teori yang relevan, diambil sebagai dasar pemecahan
masalah penelitian.
Penelitian ini akan mencoba menganalisis pengaruh total asset,
keuntungan perbulan usaha kecil dan rasio bagi hasil serta tingkat bunga
dilembaga keuangan lainnya terhadap probabilita usaha kecil sektor perdagangan
meminjam modal kerja dari BMT. Untuk itu dibuat kerangka pemikiran teoritis
sebagai berikut :
Pertumbuhan total asset usaha kecil berpengaruh terhadap probabilita
permintaan modal kerja usaha kecil dari BMT. Semakin banyak jumlah asset yang
dimiliki usaha kecil maka probabilita permintaan modal kerja juga meningkat.
Oleh karena itu hubungan antara peningkatan jumlah asset dengan probabilita
permintaan modal kerja positif.
Tingkat Keuntungan usaha kecil berpengaruh terhadap probabilita
permintaan modal kerja usaha kecil dari BMT. Semakin tinggi tingkat keuntungan
maka probabilita permintaan modal kerja meningkat, sebaliknya makin rendah
tingkat keuntungan maka probabilita permintaan modal kerja semakin rendah.
Oleh karena itu hubungan antara peningkatan keuntungan dengan probabilita
permintaan kredit modal kerja mempunyai hubungan positif.
Rasio bagi hasil merupakan biaya penggunaan dana dari BMT. Rasio bagi
hasil mempunyai hubungan dengan probabilita permintaan kredit modal kerja
usaha kecil dari BMT. Semakin tinggi rasio bagi hasil, maka probabilita
permintaan kredit modal kerja akan menurun; demikian sebaliknya makin rendah
rasio bagi hasil probabilita permintaan modal kerja akan meningkat. Dengan
demikian antara rasio bagi hasil dengan probabilita permintaan modal kerja usaha
kecil mempunyai hubungan yang negatif.
Tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya berhubungan positif terhadap
probabilita usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT, karena semakin tinggi
tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya dibandingkan dengan rasio bagi hasil
yang berlaku di BMT akan menyebabkan probabilita permintaan modal kerja dari
BMT semakin tinggi.
Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran teoritis di atas, maka
diagram kerangka pemikiran teoritis penelitian ini seperti gambar 2.4.
Gambar 2.4. Diagram Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian
Total Asset (TA)
Keuntungan Perbulan (KP)
KEPUTUSAN USAHA KECIL MEMINJAM
KREDIT MODAL KERJA DARI BMT
Rasio Bagi Hasil (RBH)
Tingkat Bunga di
Lembaga Keuangan Lainnya (TBLKL)
2.4.Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut :
1. Peningkatan total asset usaha kecil berpengaruh positif terhadap probabilita
permintaan kredit modal kerja usaha kecil dari BMT.
2. Tingkat keuntungan berpengaruh positif terhadap probabilita permintaan
kredit modal kerja usaha kecil dari BMT.
3. Nilai Rasio bagi hasil berpengaruh negatif terhadap probabilita permintaan
kredit modal kerja usaha kecil dari BMT.
4. Tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya berpengaruh positif terhadap
probabilita permintaan modal kerja usaha kecil dari BMT.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasioal Variabel
Penelitian tentang Analisis Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha Kecil
di Kota Semarang (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor
Perdagangan dari BMT) digunakan beberapa variabel penelitian, yaitu total
asset, keuntungan perbulan dan rasio bagi hasil. Untuk menghindari
kesalahpahaman pengertian dalam pembahasan penelitian ini, maka dijelaskan
definisi masing-masing variabel yaitu sebagai berikut :
1. Total Asset adalah total nilai kekayaan yang dimiliki pengusaha kecil yang
terdiri atas harta, piutang, biaya yang dibayar lebih dahulu, dan pendapatan
yang akan diterima, namun tidak termasuk nilai tanah dan b`angunan tempat
usaha dalam satuan (Rp).
2. Keuntungan usaha kecil adalah jumlah keuntungan perbulan yang diperoleh
usaha kecil yang merupakan pengurangan total cost (TC) terhadap total
revenue (TR) atau π = TR –TC). Pendapatan total (total revenue) adalah
jumlah pendapatan yang diterima oleh usaha kecil dari penjulan barang
dagangannya selama satu bulan, sedangkan biaya total (total cost) adalah
jumlah dana yang dibelanjakan oleh usaha kecil untuk biaya tenaga kerja,
biaya pembelian barang dagangan, biaya transportasi dan biaya lain-lain
selama satu bulan dalam satuan (Rp).
3. Rasio bagi hasil adalah besarnya rasio bagi hasil yang dikenakan kepada
peminjam modal kerja (usaha kecil) pada saat meminjam modal kerja ke
BMT. Misalnya rasio bagi hasil sebesar 60% : 40% artinya 60 persen untuk
BMT dan 40 persen untuk nasabah. Dalam penelitian ini rasio bagi hasil
diukur menggunakan skala linkert dengan kriteria Sangat tinggi = 5, Tinggi
= 4, Sedang = 3, Rendah = 2, dan Sangat Rendah = 1.
4. Tingkat bunga di bank umum adalah tingkat bunga yang sedang berlaku di
bank umum selain BMT. Dalam penelitian ini tingkat bunga di bank umum
dibandingkan dengan rasio bagi hasil yang berlaku di BMT dan diukur
menggunakan skala linkert dengan kriteria Jauh lebih tinggi = 5, Lebih
Tinggi = 4, Sama = 3, Lebih Rendah = 2, dan Jauh lebih Rendah = 1.
5. Permintaan kredit usaha kecil adalah probabilita usaha kecil meminjam kredit
modal kerja dari BMT. Bila meminjam kredit modal kerja dari BMT nilai
probabilitanya adalah 1 dan jika tidak meminjam kredit modal kerja dari BMT
maka nilai probabilitanya adalah 0.
3.2. Jenis Dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder.
1. Data primer diperoleh dari data lapangan yang diamati dari sampel
penelitian usaha kecil sektor perdagangan, terutama yang berkaitan
dengan informasi, tingkat keuntungan perbulan usaha kecil dan rasio bagi
hasil meminjam dana dari BMT yang diperkirakan berpengaruh terhadap
probabilita permintaan kredit usaha kecil dari BMT di kota Semarang .
2. Data sekunder, yang merupakan data pelengkap diperoleh dari kantor
Dinas Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah kota Semarang, kantor
Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Semarang dan Dinas Pasar kota
Semarang dan instansi lain yang ada kaitannya dengan penelitian.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Menurut Kuncoro (2003), populasi merupakan kelompok elmen (unit
dimana data yang diperlukan akan dikumpulkan) lengkap yang biasanya berupa
orang, objek, transaksi atau kejadian, dimana orang tertarik untuk mempelajarinya
atau menjadi obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh usaha
kecil sektor perdagangan yang berjumlah 3.105 pengusaha kecil di Kecamatan
Gajahmungkur kota Semarang (Gajah Mungkur Dalam Angka 2004). Kecamatan
Gajah mungkur dipilih sebagai lokasi penelitian, karena Kecamatan ini memiliki
dua BMT yang sudah cukup maju yaitu BMT Hudatama dan BMT Walisongo
yang sudah beroperasi cukup lama. Disamping itu jumlah usaha kecil yang
membuka usaha disekitar wilayah kerja BMT yang ada cukup banyak.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diperoleh dari populasi sasaran yaitu usaha
kecil sektor perdagangan sebanyak 3.105 pengusaha kecil di Kecamatan
Gajahmungkur kota Semarang.
Penarikan sampel dari populasi menggunakan metode Random sampling.
(Sugiyono 1999). Untuk menentukan ukuran sampel (sample size) minimal
digunakan rumus Yamane (Jalaluddin Rakhmat, 1997) sebagai berikut :
)1.3(12 +
=Nd
Nn
Keterangan :
n = ukuran sampel N = ukuran populasi
d = presisi (bound of error) yang diinginkan Berpedoman pada penelitian di bidang ilmu sosial, maka presisi (bound of
error) yang digunakan dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 10% atau 0,10
sehingga ukuran sampel dapat dihitung sebagai berikut :
n = 3.105 = 3.105 = 96,879 1 + 3.105 (0,1)2 32,05
Dengan demikian ukuran sampel minimal dalam penelitian ini adalah sebanyak
96,879 sampel (dibulankan menjadi 100 orang sampel).
3.4. Metode Pengumpulan Data
Mengingat para usaha kecil sektor perdagangan yang menjadi sampel
dalam penelitian ini belum banyak yang memiliki catatan tertulis dalam
melakukan kegiaan usahanya, maka pengumpulan data dilakukan dengan cara :
a. Wawancara, yakni proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara / peneliti
dengan responden. Teknik wawancara dilakukan dengan bantuan pedoman
daftar pertanyaan.
b. Dokumentasi, yaitu dengan menelaah dan mengkaji setiap data yang terdapat
pada usaha kecil sektor perdagangan pada sumber lainnya yang mendukung
penelitian ini.
c. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan untuk memperoleh informasi dari usaha
kecil sektor perdagangan.
d. Observasi, merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan
pengamatan secara langsung serta mencatat data yang diperlukan secara
sistimatis.
3.5. Teknik Analisis
Untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi probabilita
permintaan kredit modal kerja usaha kecil sektor perdagangan dari BMT,
digunakan model Regresi Linier Bergada dengan bantuan aplikasi SPSS versi
11.5. Penggunaan model regresi linier berganda digunakan karena andanya
indikasi ketergantungan antara variabel terikat terhadap variabel bebasnya yang
berjumlah lebih dari satu, sehingga sangat efektif untuk menentukan faktor-faktor
yang paling dominan (Alfian Lains, 2003), yang mempengaruhi permintaan kredit
modal kerja usaha kecil sektor perdagangan.
Adapun mengenai hubungan fungsional dinyatakan sebagai berikut :
Y = f (X1, ... , Xn) (3.2)
Menurut Alfian Lains (2003) penjelasan hubungan fungsional tersebut
mengandung pengertian bahwa variabel (Y) merupakan fungsi dari variabel
bebasnya (X1, ..., Xn).
Dalam penelitian ini, variabel terikat dihitung berdasarkan sistem skoring
(sekoring), yaitu kegiatan pemberian nilai atau harga yang berupa angka dan
jawaban dari kuisioner untuk memperoleh data kuantitatif yang diperlukan dalam
pengujian hipotesis (Sujana, 1996), sedangkan variabel bebas ada yang
berdasarkan sistem scoring dan ada juga yang tidak.
Sistem skoring untuk variabel terikat, yaitu pengukuran jawaban yang tegas
terhadap permasalahan yang ditanyakan, seperti jawaban ”ya” atau ”tidak”
(Ridwan, 2002). Score ini bersumber dari penilaian dummy dependent variable,
atau kategorik, yang merupakan bentuk logit model. Model probabilita linier
secara umum dapat didefinisikan sebagai berikut :
)7.3(1
)( biXia
i
i eInP
PIn +=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡− 11 PPi
Pi = E (Yi = 1 | Xi) = Zi = a + biXi (3.3)
Pi = E (Yi = 1 | Xi) = 1 (3.4) 1 + e – (a + biXi ) Pendefinisian Pi dalam bentuk (3) ini mengikuti fungsi distribusi logit. Oleh
sebab itu, permodelan yang berdasarkan pada pendifinisian Pi yang demikian ini
disebut logik model. Pi terletak antara 0 dan 1, karena Zi terletak antara - ∞ dan ∞.
Bila Z ∞, maka P1 = 1 dan Z - ∞ , maka Pi = 0 (Gujarati, 1999)
Diketahui bahwa Pi adalah probabilitas terjadinya suatu peristiwa, dan 1- Pi
adalah probabilita tidak terjadi suatu peristiwa maka, bentuk logit model adalah :
Pi = 1 (3.5) 1 + e – (a + biXi )
1- Pi = 1 - 1 = e – (a + biXi ) (3.6) 1 + e – (a + biXi ) 1 + e – (a + biXi )
Bila di Log naturalkan, maka bentuknya menjadi :
Perbandingan disebut juga odds ratio atau nilai hambatan Pi untuk
memperoleh nilai Pi = 1
Karena Pi (=Y) terletak antara 0 dan 1, maka nilai variabel terikat Y Logit
model juga berkisar antara 0 hingga 1, dengan asumsi untuk jawaban ”ya”
bernilai 1 dan untuk jawaban ”tidak” bernilai 0 (Gujarati, 2003). Dalam penelitian
ini jawaban terhadap variabel terikat diberi score 1 untuk penilaian memiliki
pinjaman di BMT, dan score 0 untuk penilaian yang tidak memiliki pinjaman di
BMT.
Dalam teknik analisis, penelitian ini tidak melakukan uji normalitas data,
kerana Regresi logit tidak memerlukan asumsi normalitas pada variabel bebasnya.
)8.3(1 4321 eTBLKLbRBHbKPbTAba
ppLn +++++=⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡− ppLn
1 ⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡− ppLn
1
Artinya variabel bebasnya tidak harus memiliki distribusi normal, linier maupun
memiliki varian yang sama dalam setiap grup (Imam Gozali, 2005). Gujarati
(1999) menyatakan bahwa Regresi Logit juga mengabaikan masalah
Heteroskedastisitas. Artinya variabel terikatnya tidak memerlukan homosdedasitas
untuk masing-masing variabel bebasnya.
Regresi logit dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji variabel yang
akan diproksi yaitu : Total Asset (TA), Keuntungan Perbulan (KP), Rasio Bagi
Hasil (RBH) mempegaruhi variabel dependen yang diproksi dengan probabilita
pinjaman yang dilakukan usaha kecil sektor perdagangan dari BMT (Y). Dari
fungsi tersebut jika diformulasikan dalam model umum Regresi Logit, maka
persamaannya menjadi sebagai berikut :
Dimana :
= Probabilita usaha kecil yang meminjam kredit modal kerja dari BMT dengan nilai ”1”. Lainnya dengan nilai ”0”.
a = Konstanta
b1-b4 = parameter estimasi
TA = Total Asset usaha kecil
KP = Keuntugan Perbulan usaha kecil
RBH = Rasio Bagi Hasil di BMT
TBLKL = Tingkat bunga di lembaga keuangan lainnya
e = gangguan stokastik/disturbance error
Diasumsikan variabel disturbance error (e) mempunyai nilai nol (0) dan
variasi konstanta untuk seluruh observasi. Variabel disturbance error tidak
berkorelasi dalam pendekatan statistik. Untuk seluruh observasi, korelasi antar
variabel disturbance error mempunyai nilai nol (0).
a. Menilai Kelayakan Model Regresi.
Perhatikan output pada Tabel Hosmer and Lemeshow, dengan hipotesis:
Ho : Tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi
dengan klasifikasi yang terjadi.
Hi : Ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan
klasifikasi yang terjadi.
Dasar pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan Goodness of
fit test yang diukur dalam kolom signifikansi pada bagian bawah uji
Homer and Lemeshow.
- Jika probabilitas > 0,05 : Ho diterima
- Jika probabilitas < 0,05 : Ho ditolak
b. Menilai keseluruhan Model (Overal Model Fit)
Dengan memperhatikan angka -2 Log likelihood pada awal (Block Number
= 0) dan angka -2 Log likelihood pada Block Number = 1. Jika terjadi
penurunan angka -2 Log likelihood, yaitu angka -2 Log likelihood (Block
Number = 0) > angka -2 Log likelihood (Block Number = 1), menunjukkan
model regresi yang baik.
c. Menguji Koefisien Regresi
Tingkat signifikansi (α) yang digunakan sebesar 5% atau 0,05.
Dibandingkan dengan tingkat signifikansi masing-masing variabel bebas.
Apabila tingkat signifikansi variabel bebas < 0,05, maka variabel bebas
tersebut berpengaruh terhadap variabel terikat pada level 5%, dan
sebaliknya apabila tingkat signifikansi variabel bebas > 0,05 maka
variabel bebas tersebut tidak berpengaruh terhadap variabel terikat pada
level 5%.
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
4.1. Karakteristik Sosial Ekonomi Responden
Responden dalam penelitian ini adalah pengusaha kecil yang bergerak
disektor perdagangan berjumlah 100 orang responden. Dari hasil survei dan
wawancara di lapangan terhadap responden diperoleh beberapa informasi
mengenai karakteristik responden. Karakteristik responden yang akan dibahas
disini berkaitan dengan latar belakang sosial ekonomi meliputi gambaran struktur
usia, jenis kelamin, pekerjaan dan tingkat pendidikan responden.
a. Struktur Usia Responden
Usia merupakan hal yang penting dalam menjalankan usaha, karena faktor
usia selain menunjukkan kematangan dalam berusaha juga bisa menggambarkan
masa produktif seseorang dalam perjalanan hidupnya. Berdasarkan hasil kuisioner
penelitian, struktur usia responden umumnya masih termasuk pada usia produktif,
karena yang paling banyak adalah responden pada usia 40 - 44 tahun mencapai
27 persen dari total responden, berusia antara 35-39 tahun 26 persen, dan yang
berusia antara 45-49 tahun 20 persen dari total respoden. Sedangkan yang paling
sedikit adalah responden yang berusia atara 50-54 tahun hanya 4 persen saja dari
total responden seperti terlihat pada Gambar 4.1.
0
5
10
15
20
25
30
Jumlah 4 20 27 26 8 8 7
50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24
0
5
10
15
20
25
30
Jumlah 4 20 27 26 8 8 7
50-54 45-49 40-44 35-39 30-34 25-29 20-24
Gambar 4.1 Struktur Usia Responden
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005
b. Jenis Kelamin Responden
Semua penduduk mempunyai kesempatan yang sama berpartisipasi dalam
pembangunan, pekerjaan maupun dalam berbagai kegiatan lainnya tanpa harus
membedakan jenis kelamin, suku, agama, maupun ras lainnya. Demikian pula
halnya dalam menjalankan usaha khususnya dalam usaha kecil terlihat adanya
kesamaan kesempatan baik bagi penduduk laki-laki maupun perempuan.
Berdasarkan hasil kuisioner penelitian diperoleh gambaran penduduk yang
menjalankan usaha kecil disektor perdagangan ini berdasarkan jenis kelamin
terlihat jumlahnya hampir berimbang antara yang laki-laki dengan perempuan.
Responden laki-laki berjumlah 60 persen sedangkan responden perempuan
berjumlah 40 persen seperti terlihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2
60
40
0
10
20
30
40
50
60
Jum
lah
Res
pond
en
RespondenJenis Kelamin
Laki-LakiPerempuan
60
40
0
10
20
30
40
50
60
Jum
lah
Res
pond
en
RespondenJenis Kelamin
Laki-LakiPerempuan
Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005 c. Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan merupakan hal penting dalam menunjang tingkat
produktivitas seseorang. Karena jika sumber daya manusia yang ada memiliki
tingkat pendidikan dan keterampilan yang tinggi merupakan modal utama dalam
memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah. Hal ini dimungkinkan
karena sumber daya manusia ini selain sebagai obyek pembangunan juga sebagai
subyek pembangunan.
Berdasarkan hasil kuisioner penelitian seperti terlihat pada Tabel 4.1
tingkat pendidikan responden, sebagian besar memiliki pendidikan SLTA
mencapai 54 persen, tingkat pendidikan SLTP 27 persen dan seterusnya. Hal ini
dapat dimengerti karena untuk menjalakan usaha disektor usaha kecil ini, faktor
tingkat pendidikan formal bukan masalah yang utama. Karena yang paling
dibutuhkan untuk menjalankan usaha ini adalah keberanian, kerja keras,
ketekunan dan pantang menyerah untuk bisa berhasil.
Tabel. 4.1
Tabel Tingkat Pendidikan Responden
Pendidikan Terakhir Responden (org) Persentase
SD 8 8
SLTP 27 27
SLTA 54 54
Diploma/Akademi 4 4
Sarjana 7 7
Jumlah 100 100
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005 d. Jenis Usaha Responden
Penelitian ini lebih difokuskan pada usaha kecil yang bergerak disektor
perdagangan. Jenis usaha perdagangan ini dipilih karena umumnya jenis usaha ini
tingkat perputaran modal usahanya lebih cepat sehingga tingkat keuntungan dan
kerugian dengan cepat bisa diketahui. Disamping itu jenis usaha ini paling banyak
dilakukan oleh masyarakat kota Semarang dibandingkan dengan jenis usaha kecil
lainnya.
Dari hasil kuisioner penelitian mengenai jenis usaha dagang responden
dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis usaha dagang. Walaupun
kenyataannya di lapangan jenis usaha yang digeluti responden cukup berpariasi,
namun secara garis besar dalam penelitian ini jenis usaha dagang yang dilakukan
responden dapat dikelompokan menjadi beberapa macam seperti terlihat pada
Tabel 4.2.
Tabel .4.2 Jenis Usaha Dagang Responden
Jenis Usaha Dagang Responden (org) Persentase
Kantin 14 14
Warung nasi 27 27
Pedagang sembako 29 29
Pedagang kue 12 12
Rental komputer 2 2
Kios bensin 6 6
Pedagang sayur 6 6
Loper koran 4 4
J u m l a h 100 100
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005
Berdasarakan tabel 4.2 terlihat bahwa responden yang paling dominan
adalah yang bergerak disektor perdagangan sembako 29 persen, warung nasi 27
persen dan usaha kantin 14 persen. Jumlah pedagang sembako yang paling
banyak, karena jenis usaha ini umumnya dijalankan oleh masyarakat dengan
mudah karena tidak memerlukan tempat yang khusus, sehingga bisa dilakukan di
samping rumah, di garasi rumah dan sebagainya.
4.2. Permodalan Usaha
Modal kerja adalah sejumlah dana yang dipergunakan untuk membiayai
operasional perusahaan mulai dari pengadaan bahan baku/bahan penolong/ bahan
setengah jadi, membiayai tenaga kerja dan biaya overhead, proses produksi
barang sampai dengan barang tersebut dijual. Modal kerja sering juga disebut
dengan sejumlah dana/kas yang tertanam dalam aktiva lancar yang dipergunakan
untuk menjalankan aktivitas perusahaan. Bagi usaha kecil modal kerja
dipergunakan untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan yang pada
umumnya berjangka waktu pendek, maksimal satu tahun.
a. Sumber Modal Usaha Responden
Merupakan ciri yang melekat pada usaha kecil adalah kesulitan dalam
bidang permodalan. Berbagai upaya dilakukan usaha kecil untuk mengatasi
masalah permodalan yang dihadapinya, misalnya meminjam pada tetangga,
kerabat, orang tua dan meminjam kelembaga keuangan mikro seperti BMT.
Gambar 4.3 memperlihatkan bahwa sumber modal responden selain
berasal dari modal sendiri, sebanyak 55 persen meminjam modal kerja dari
BMT, sedangkan sisanya 45 persen mencari modal kerja dari selain BMT
seperti dari tetangga, kerabat, orang tua dan meminjam kelembaga keuangan
mikro lainnya.
Dari BMT55%
Selain BMT45%
Dari BMT55%
Selain BMT45%
Gambar .4.3 Sumber Modal Usaha Responden
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005
b. Pemanfaatan Modal Pinjaman
Dengan adanya modal yang memadai, akan memudahkan pengusaha untuk
mengembangkan usahanya menjadi lebih besar. Pada umumnya tujuan
permintaan modal kerja bagi usaha kecil adalah (a) untuk mendapatkan profit
margin yang lebih baik dan pemasok/supplier menghendaki pembayaran secara
tunai, (b) adanya peningkatan permintaan / penjualan, (c) ingin mendapatkan
tingkat bunga yang lebih rendah, (d) kontinuitas pengadaan bahan baku/barang
dagangan di pasar tidak stabil (musiman), (e) adanya perubahan peraturan
pemerintah, misalnya devaluasi, inflasi, proteksi, terhadap dagangan tertentu,
kebijaksanaan ekspor impor bahan baku, (f) adanya kenaikan harga bahan baku
dan biaya-biaya operasional, (g) untuk meningkatkan efisiensi biaya.
Berdasarkan hasil kuisioner penelitian tidak semua pinjaman yang
diperoleh responden digunakan untuk menambah modal kerja. Beberapa
responden justru dengan alasan penambahan modal usaha mengajukan pinjaman.
Namun setelah pengajuan pinjaman di setujui dan dicairkan, dana tersebut tidak
Kegiatan Konsumtif15%
Modal Usaha dan Konsumtif
35%Modal Usaha
50%
Kegiatan Konsumtif15%
Modal Usaha dan Konsumtif
35%Modal Usaha
50%
seluruhnya digunakan untuk menambah modal kerja. Pemanfaatan pinjaman
modal kerja yang diperoleh responden seperti terlihat pada Gambar 4.4 sebanyak
50 responden menggunakan pinjaman modal kerja untuk modal usaha, 35
responden menggunakan pinjamam modal kerja untuk membiayai modal kerja
dan konsumtif dan sebanyak 15 persen dari responden mengunakan pinjaman
modal kerja untuk kegiatan konsumtif.
Gambar. 4.4
Penggunaan Pinjaman oleh Responden
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005
e. Lama Menjadi Mitra BMT Lama tidaknya seseorang menjadi nasabah bisa menggambarkan
tingkat loyalitas/kepercayaan seseorang terhadap keberadaan sebuah lembaga
keuangan. Karena lembaga keuangan merupakan lembaga yang sangat tergantung
pada kepercayaan para nasabahnya. Berdasarkan data lama responden bermitra
dengan BMT, diperoleh data beraneka ragam, ada yang sudah bermitra satu
tahun, dua tahun, tiga tahun, bahkan ada yang sudah sampai lima tahun. Untuk
lebih jelasnya mengenai berapa lama responden menjadi nasabah peminjam dari
BMT dapat dilihat pada Tabel 4.3. Sedangkan responden yang mempunyai
pinjaman dari lembaga yang non BMT dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel. 4.3.
Lama Responden Menjadi Mitra BMT
Lama Bermitra dengan BMT Responden (org) Persentase
1 tahun 23 41,82
2 tahun 14 25,45
3 tahun 9 16,36
4 tahun 7 12,73
5 tahun 2 3,64
Jumlah 55 100
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005 Berdasarakan tabel 4.3 terlihat bahwa sebagian besar responden
penelitian ini baru bermitra dengan BMT selama satu tahun sebanyak 41,82
persen, kemudan selama dua tahun mencapai 25,45 persen, tiga tahun 16,36
persen dan lainnya sudah bermitra ada yang 4, dan 5 tahun.
Responden yang bermitra dengan lembaga keuangan selain BMT, dari
total sampel yang bermitra dengan selain BMT diperoleh sebanyak 28,89 persen
sudah bermitra selama satu tahun, semudian sebanyak 24,45 persen sudah
bermitra selama 2 tahun dan sebanyak 33,34 persen sudah bermitra selama tiga
tahun, seperti terlihat pada Tabel 4.4.
Tabel.4.4.
Lama Responden Bermitra dengan Non BMT
Lama Bermitra dengan Non BMT Responden (org) Persentase
1 tahun 13 28,89
2 tahun 11 24,45
3 tahun 15 33,34
4 tahun 2 4,44
5 tahun 4 8,88
Jumlah 45 100
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005
f. Pemahaman Responden Tentang Bagi Hasil
Pemahaman masyarakat mengenai keberadaan lembaga keuangan dengan
sistem bagi hasil ternyata masih sangat beragam. BMT sebagai lembaga yang
berasaskan Islam, dalam pengimpunan maupun penyaluran dananya
menggunakan prinsip syariah (prinsip bagi hasil). Dalam UU RI No. 10 Tahun
1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan sistem syariah, artinya
menjalankan usaha di bidang jasa perbankan menurut aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam, dengan memperoleh keuntungan bukan berupa bunga
tapi berupa bagi hasil.
Berdasarkah hasil kuisioner penelitian diperoleh data tidak semua
responden memahami tentang sistem bagi hasil yang diterapkan oleh BMT.
Karena umumnya responden melihat keberadaan BMT tidak lebih sebagai
alternatif untuk meminjam dana dengan prosedur yang lebih cepat dan dengan
persyaratan yang lebih ringan, dibandingkan dengan lembaga peminjam lainnya.
19
54
27
010203040
5060
Jum
lah
Res
pond
en
Paham
Mengerti Sedikit
Tidak Mengerti19
54
27
010203040
5060
Jum
lah
Res
pond
en
Paham
Mengerti Sedikit
Tidak Mengerti
Disamping itu responden umumnya melihat keberadaan BMT sebagai alternatif
untuk mengatasi kekurangan modal usaha dari pada harus meminjam kepada para
rentenir dengan tingkat bunga yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
bagi hasil yang berlaku di BMT.
Pemahaman seluruh responden baik yang sebagai nasabah BMT maupun
bukan tentang sistem bagi hasil yang diterapkan oleh BMT dalam penelitian dapat
dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar. 4.5
Pemahaman Responden tentang Sistem Bagi Hasil
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005
g. Pengajuan Kredit Modal Kerja
Kredit modal kerja adalah pasilitas kredit yang dipergunakan untuk
membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan yang pada umumnya berjangka
waktu pendek, maksimal satu tahun. Pengusaha kecil mengajukan pinjaman
modak kerja kelembaga keuangan mikro berkaitan dengan perkembangan tingkat
keuntungan usaha yang diperoleh. Permintaan modal kerja yang dilakukan
responden banyak dilakukan pada saat keuntungan yang diperoleh menurun.
Pemahaman Tentang Bagi Hasil
Karena pengusaha kecil yang mengalami kemerosotan keuntungan akan mencari
tambahan modal untuk mengembangkan usahanya dengan harapan, tambahan
modal akan bisa meningkatkan tingkat keuntuangan yang diperoleh. Berdasarkan
data lapangan sebanyak 73 persen responden mengajukan pinjaman modal kerja
pada saat tingkat keuntungan usahanya mengalami penurunan, dan sebanyak 27
persen reponden mengajukan pinjaman pada saat keuntungan usaha mengalami
peningkatan.
4.3. Perkembangan Usaha Kecil
Kota Semarang selain sebagai pusat pemerintahan kota Semarang, juga
sebagai ibu kota Propinsi Jawa Tengah. Sehingga jika dibandingkan dengan kota-
kota lainnya di seluruh Jawa Tengah, kota Semarang merupakan kota yang paling
lengkap fasilitasnya. Oleh karena itu tidak heran jika kegiatan ekonomi memusat
di kota Semarang semua, baik yang berskala besar maupun yang berskala kecil,
seperti pusat-pusat hiburan, industri termasuk usaha-usaha yang bergerak di sektor
informal, seperti para pedagang di berbagai bidang.
Berbagai jenis/macam usaha dagang yang digeluti oleh masyarakat kota
Semarang sangat beraneka ragam seperti : (1) Pedagang kelontong, (2) Pedagang
konveksi, (3) Pedagang elektronik, (4) Pedagang tekstil, (5) Pedagang beras, (6)
Pedagang barang pecah belah, (7) Pedagang daging, (8) Pedagang produksi/
konsumsi, (9) Pedagang tanaman hias, (10) Pedagang sayur mayur, (11) Pedagang
buah, (12) Pedagang warung makan, (13) Pedagang ikan laut, (14) Pedagang
roti/makanan, (15) Pedagang jamu/obat, (16) Pedagang kerajinan tangan, (17)
Pedagang lainnya. Untuk mendapatkan gambaran mengenai perkembangan
jumlah usaha kecil sektor perdagangan dari tahun 1999 – 2003 dapat dilihat pada
Tabel 4.5.
Tabel 4.5.
Jumlah Pengusaha Kecil Sektor Perdagangan Menurut Jenis Usaha Di Kota Semarang Tahun 1999 – 2003
Tahun Kelontong Pertum
Konveksi Pertum
Elektro-nik
Pertum Tekstil
Pertum
(%) (%) (%) (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1999 395 - 1153 - 348 - 635 -
2000 297 -24,81 1287 11,62 111 -68,10 17 -97,32
2001 661 122,56 1260 -2,10 53 -52,25 73 329,41
2002 661 0,00 1260 0,00 53 0,00 73 0,00
2003 335 -49,32 1450 15,08 211 298,11 192 163,01
Lanjutan Tabel 4.5.
Tahun Beras Pertum B. Pecah Pertum
Daging Pertum Produksi/ Pertum
(%) Belah (%) (%) konsumsi (%)
10 11 12 13 15 16 17 18 19
1999 1844 - 500 - 968 - 838 -
2000 2836 53,80 165 -67,00 526 -45,66 828 -1,19
2001 2376 -16,22 159 -3,64 603 14,64 404 -51,21
2002 2376 0,00 159 0,00 603 0,00 404 0,00
2003 2595 9,22 260 63,52 620 2,82 567 40,35
Lanjutan Tabel 4.5.
Tahun Tanaman hias
Pertum sayur- Pertum buah Pertum warung Pertum (%) mayur (%) (%) makan (%)
20 21 22 23 24 25 26 27 28
1999 25 - 1088 - 866 - 346 -
2000 0 0,00 1363 25,28 884 2,08 377 8,96
2001 0 0,00 1866 36,90 675 -23,64 468 24,14
2002 0 0,00 1866 0,00 675 0,00 468 0,00
2003 15 0,00 1438 -22,94 641 -5,04 374 -20,09
Sumber : Dinas Pasar Kota Semarang tahun 2004. 4.4.Gambaran Umum Baitul Maal wat Tamwil (BMT)
a. Model Pembiayaan BMT
Prosedur pembiayaan telah disusun secara baik oleh BMT. Sistem dan
prosedur yang dirancang diharapkan dapat mengurangi peluang terjadinya
pembiayaan macet, namun diusahakan tetap sederhana dan tidak memakan
banyak waktu.
Proses untuk mendapatkan pembiayaan dari beberapa BMT di Kota
Semarang secara umum meliputi:
1. Pengajuan proposal/rencana pinjaman kepada BMT
2. Wawancara antara staf BMT dan mitra (usaha kecil)
3. Survei staf BMT ke tempat usaha dan ke tempat tinggal calon mitra oleh
Account Officer (AO atau petugas lapangan)
4. Rapat komite pembiayaan
5. Negoisasi hasil rapat komite dengan calon mitra
6. Rapat komite ulang
7. Pencairan dana pinjaman, jika permohonan disetujui, dan
8. Monitoring
Semua langkah tersebut berlaku untuk mitra baru maupun mitra yang akan
mengajukan pembiayaan ulangan. Seluruh proses, mulai dari pengajuan hingga
pencairan, membutuhkan waktu kira-kira seminggu untuk mitra baru dan tiga hari
untuk mitra lama.
Tahapan survei harus dilakukan berapapun besar pembiayaan; baik
terhadap calon mitra baru maupun mitra pembiayaan ulangan. Tujuannya untuk
mengecek langsung keterangan yang diberikan oleh (calon) mitra dengan
kenyataanya. Survei ke lokasi usaha dilakukan untuk mendapatkan gambaran
kelayakan usaha. Survei ke tempat tinggal dilakukan agar anggota keluarga calon
mitra yang lain mengetahui adanya pinjaman tersebut sehingga diharapkan dapat
ikut mengontrol penggunaan pinjaman.
Rapat komite dilakukan secara teratur untuk membahas dan menguji
kelayakan pengajuan yang masuk. Jika dalam satu minggu permohonan cukup
banyak maka diadakan rapat komite tambahan. Ketua rapat adalah manajer atau
AO senior atau kepala bagian. Anggota rapat lainnya adalah staf administrasi
sebagai notulen, AO yang menangani pengajuan, dan AO pendamping. Rapat
komite hanya menguji kelayakan pengajuan, pengesahan atau proposalnya
dilakukan oleh manajer jika plafon pengajuan lebih kecil dari Batas Maksimum
Pemberian Kredit (BMPK), atau oleh ketua pengurus atau pengurus harian jika
plafon lebih besar dari BMPK. Di masa datang ada rencana untuk jumlah tertentu,
pencairan dapat dilakukan oleh AO di lapangan. Namun demikian jumlah maupun
frekuensinya sangat dibatasi.
Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk menilai apakah suatu
pembiayaan bisa disetujui atau tidak yaitu :
1. Pendekatan syarat BMT yaitu usaha sudah berusia lebih dari satu tahun berada
di wilayah operasional.
2. Pendekatan kedua adalah pendekatan karakter. Penilaian karakter menjadi
penting terutama pada mitra baru yang belum dikenal. Ada tiga cara yang
digunakan BMT untuk mengetahui karakter calon mitranya. Pertama, mencari
informasi mengenai mitra baru dari mitra lama yang mengenal mitra baru
tersebut. Penilaian mitra lama diperdalam dengan menanyakan apa kriteria
dari mitra lama untuk menyatakan seorang mitra baru baik atau tidak. Kedua,
mencari informasi dari ketua kelompok, terutama untuk pinjaman kelompok
dengan sistem tanggung renteng. Ketiga, mencari informasi dari orang yang
disegani di suatu sentra. Cara ini dianggap staf BMT paling meyakinkan
rekomendasinya.
Pendekatan karakter merupakan pendekatan terpenting dalam menilai
kelayakan pengajuan calon mitra baru. Apabila karakter calon dinilai jelek
maka pengajuan akan ditolak. Jika karakter dinilai meragukan maka dilakukan
pendekatan jaminan. Jika karakter baik, maka akan dilakukan pendekatan
kelayakan usaha. Apabila usahanya layak dibiayai (prospektif) maka akan
dilakukan pendekatan saving power untuk menentukan besarnya plafon yang
dapat diberikan dan pendekatan titik kritis untuk menentukan hal-hal apa saja
yang dapat menghambat pembayaran. Pendekatan karakter ini membedakan
antara BMT dan lembaga bank. Pada bank, sistem kolateral yang digunakan
lebih menekankan pada jaminan fisik, sedangkan BMT mementingkan
jaminan nonfisik.
3. Semua prosedur tersebut baku gunanya untuk menjaga prinsip kehati-hatian
dan memudahkan BMT melakukan pembiayaan sindikasi, yaitu pembiayaan
yang diberikan oleh dua atau lebih institusi keuangan karena nilai pembiayaan
melebihi BMPK.
b. BMT Sebagai Lembaga Keuangan Mikro
Dalam konteks keuangan mikro, salah satu perwujudan sistem syariah
antara lain melalui pembentukan lembaga BMT. Lembaga ini dapat dikategorikan
sebagai lembaga keuangan mikro, karena umumnya melayani usaha kecil
(memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Pinjaman dana kepada anggota disebut juga pembiayaan. Pembiayaan
adalah suatu fasilitas yang diberikan BMT kepada masyarakat yang membutuhkan
untuk menggunakan dana yang telah dikumpulkan oleh BMT dari masyarakat
yang surplus dana (Muhammad, 2002). Orientasi pembiayaan yang diberikan
BMT adalah untuk mengembangkan dan atau meningkatkan pendapatan nasabah
dan BMT. Sasaran pembiayaan adalah semua sektor ekonomi untuk pembiayaan
seperti pertanian, industri rumah tangga, perdagangan dan jasa.
c. Perkembangan Penghimpunan dan Penyaluran Dana BMT
Ada banyak produk penghimpunan dan penyaluran dana yang secara
teknis-finansial dapat dikembangkan sebuah lembaga keuangan Islam termasuk
BMT. Hal ini dimungkinkan karena sistem syariah memberi ruang yang cukup
untuk itu.
Namun dalam praktek, sebagian besar BMT masih membatasi diri dengan
penerapan beberapa produk saja yang dianggap aman dan ”profitable”. Dalam
memobilisasi dana, misalnya, BMT lebih menyukai produk bagi hasil
mudharabah dengan pertimbangan tidak terlalu berisiko karena kapasitasnya
sebagai mudharib, serta relatif mudah dalam penerapan. Tetapi sayangnya, bila
harus menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk pemberian
fasilitas pembiayaan kepada para nasabah, BMT biasanya lebih mengedepankan
produk murabahah. Hal ini dilakukan dengan alasan, produk murabahah
tersebut mampu memberikan jaminan perolehan keuntungan dalam jumlah
memadai berdasarkan kesepakatan kedua pihak pada saat perjanjian
ditandatangani. Hanya saja dalam praktik, keadaan ini berjalan seringkali dengan
mengingkari prinsip-prinsip murabahah, seperti obyek barang yang tidak jelas
keberadaannya maupun ukuran-ukurannya.
Sebenarnya, seperti dijelaskan di atas, terdapat banyak produk yang secara
teknis-finansial dapat dikembangkan BMT untuk dapat menjalankan usahanya,
seperti penghimpunan dana wadi’ah, penghimpunan dan penyaluran dana
mudharabah, penghimpunan dan penyaluran dana musyarakah, serta penyaluran
dana murabahah. Perkembangan jumlah modal, jumlah penghimpunan dana
dan penyaluran dana oleh BMT yang tergabung dalam asosiasi BMT di Kota
Semarang selama tahun 2001 – 2003 dapat dilihat pada Tabel 4.6. sampai
Tabel 4.8.
Tabel . 4.6. Jumlah Modal BMT Di Kota Semarang
Tahun 2001 - 2003 (Rp.000)
No Nama BMT Jumlah Modal Tahun Perkembangan Rata-Rata (%) 2001 2002 2003
1 Binama 230387 244351 249631 (6.06) (2.16) 4.112 Hudatama 38348 35796 42931 (-6.65) (19.93) 6.643 Fosilatoma 53006 55271 85332 (4.27) (54.39) 29.334 Anda 69250 88912 35922 (28.39) (-59.60) -15.605 Perkasya 28836 58628 43468 (103.32) (-25.86) 38.736 At taqwa 4772 4772 4772 (0.00) (0.00) 0.007 Bondo tomo 30126 38775 58775 (28.71) (51.58) 40.148 Pasedena 26402 53536 38137 (102.77) (-28.76) 37.009 Ki Ageng 22703 27269 3048 (20.11) (-88.82) -34.36 Jumlah 505831 609578.87 564032.841 20.51 -7.47 6.52
Sumber : Asosiasi BMT Tahun 2004 (diolah) Ket: Angka dalam kurung adalah perkembangan kumlah modal BMT (%)
Dari Tabel 4.6 terlihat bahwa perkembangan modal sendiri yang dimiliki
oleh beberapa BMT di kota Semarang secara umum mengalami peningkatan,
Walaupun jika dilihat per BMT tingkat pertumbuhannya berpluktuasi atau
berbeda antara satu BMT dengan BMT lainnya. Namun secara keseluruhan
jumlah modal sendiri BMT yang tergabung dalam asosiasi BMT di Kota
Semarang mengalami pertumbuhan rata-rata selama tahun 2001 – 2003 sebesar
6,52 persen per tahun.
Tabel .4.7 Jumlah Dana yang Dihimpun BMT Di Kota Semarang
Tahun 2001 - 2003 (Rp. 000)
No Nama BMT Dana yang Dihimpun Tahun Perkembangan rata-rata (%) 2001 2002 2003
1 Binama 1,504,953 2,210,370 2,861,449 46.87 29.46 38.162 Hudatama 191,150 259,344 323,097 35.68 24.58 30.133 Fosilatoma 119,486 225,172 414,928 88.45 84.27 86.364 Anda 333,053 358,901 470,072 7.76 30.98 19.375 Perkasya 134,437 203,747 348,548 51.56 71.07 61.316 At taqwa 102,366 164,763 281,526 60.95 70.87 65.917 Bondo tomo 150,068 200,556 351,149 33.64 75.09 54.378 Pasedena 117,038 162,962 180,372 39.24 10.68 24.969 Ki Ageng 97,038 105,583 112,321 8.81 6.38 7.59 Jumlah 2,601,149 37,924 5,345,465 -98.54 13,995.20 43.13
Sumber : Asosiasi BMT Tahun 2004 (diolah) Ket: Angka dalam kurung adalah perkembangan dana yang dihimpun BMT (%) Berdasarkan Tabel 4.7. terlihat bahwa pertumbuhan jumlah dana yang bisa
dihimpun BMT dari masyarakat terus mengalami perkembangan. Dari tahun
2001–2003 rata-rata pertumbuhan jumlah dana masyarakat yang bisa dihimpun
oleh BMT yang tergabung dalam asosiasi BMT di kota Semarang mencapai
43,13 persen per tahun. Ini memberikan gambaran, bahwa masyarakat masih
menaruh kepercayaan/keyakinan pada BMT sehingga masyarakat
mempercayakan dananya untuk disimpan di BMT.
Tabel .4.8
Jumlah Pembiayaan yang Disalurkan BMT Di Kota Semarang Tahun 2001 - 2003
(Rp.000)
No Nama BMT Dana Yang di Salurkan Tahun Perkembangan
Rata-Rata (%) 2001 2002 2003 1 Binama 993.036 1,568.000 2,171.000 (57.90) (38.46) 48.18 2 Hudatama 111.030 229.489 280.624 (106.69) (22.28) 64.49 3 Fosilatoma 117.863 191.723 374.783 (62.67) (95.48) 79.07 4 Anda 192.990 236.547 345.907 (22.57) (46.23) 34.40 5 Perkasya 119.275 196.571 249.471 (64.80) (26.91) 45.86 6 At taqwa 90.549 106.082 174.297 (17.15) (64.30) 40.73 7 Bondo tomo 67.200 125.619 284.841 (86.93) (126.75) 106.84 8 Pasedena 64.474 125.412 149.982 (94.52) (19.59) 57.05 Jumlah 1,756.417 2,779.443 4,030.905 (58.25) (45.03) 51.64
Sumber : Asosiasi BMT Tahun 2004 (diolah) Ket: Angka dalam kurung adalah perkembangan dana yang disalurkan (%)
Dari Tabel 4.8. terilhat bahwa secara umum jumlah dana yang disalurkan
BMT kepada nasabahnya terus mengalami peningkatan sejak tahun 2001 – 2003
rata-rata pertumbuhan dana yang disalurkan oleh BMT sejak tahun 2001- 2003
meningkat mencapai 51,64 persen pertahun. Hal ini menggambarkan bahwa
peranan BMT dalam mendukung keberadaan usaha kecil di kota Semarang
terutama dari sisi permodalan terus mengalami peningkatan.
Melihat pertumbuhan modal sendiri, jumlah dana yang berhasil dihimpun
serta jumlah dana yang disalurkan BMT dalam bentuk pembiayaan kepada
masyarakat (usaha kecil) yang terus meningkat, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Masih berhubungan dengan BMT
84%
Mencari Pinjaman ke selain BMT
9%
Tidak akan mencari pinjaman
7%
Masih berhubungan dengan BMT
84%
Mencari Pinjaman ke selain BMT
9%
Tidak akan mencari pinjaman
7%
keberadaan BMT sebagai lembaga keuangan mikro dimasyarakat dengan pola
sistem bagi hasilnya masih sangat diperlukan.
d. Peluang BMT Kedepan
Keberadaan BMT dimasa depan masih diharapkan kehadirannya ditengah-
tengah masyarakat khususnya usaha kecil. Karena BMT masih memiliki
kesempatan untuk mempertahankan mitra yang ada sekarang ini serta
dimungkinkan untuk menambah nasabahnya lagi. Hal ini terlihat ketika responden
ditanya apakah mereka berencana akan mengajukan pinjaman lagi ke BMT
setelah pinjaman yang sekarang ini lunas.
Gambar 4.6 Rencana Pilihan Responden Jika membutuhkan Pinjaman
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005
Dari Gambar 4.6 terlihat mayoritas responden 84 persen menyatakan akan
tetap bermitra dengan BMT dan sebanyak 9 persen akan mencari alternatif
pinjaman ditempat lain dan sisanya sebanyak 7 persen menyatakan tidak akan
mencari pinjaman
Tabel.4.9
Alasan Responden Tetap Bermitra dengan BMT
Alasan Tetap Bermitra dengan BMT
Responden (org) Persentase
Karena BMT menggunakan sistem syariah
5 9,09
Sudah familier dengan Petugas BMT
15 27,27
Prosedur mudah dan persyaratan ringan
13 23,64
Masih membutuhkan modal 22 40,00
Jumlah 55 100,00
Sumber : Hasil Kuisioner (diolah) 2005 Alasan yang dominan dari responden yang bertahan bermitra dengan BMT
antara lain karena usaha kecil masih memerlukan modal 40 persen, sudah familier
dengan petugas BMT 27,27 persen, prosedur mudah dan persyaratan ringan 23,64
persen dan karena BMT menggunakan sistem Syariah 9,09 persen. Gambaran
lebih lengkap seperti terlihat pada Tabel 4.9.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.Kelayakan Model
Dengan memperhatikan output SPSS 11.5 pada Hosmer and Lemeshow,
yaitu Goodness of fit test yang diukur dalam kolom signifikansi pada bagian
bawah uji Hosmer and Lemeshow, maka akan diperoleh keputusan tentang
penolakan atau menerima Hipotesis (Ho). Jika probabilita > 0,05 maka Ho
diterima, sedangkan jika probabilita < 0,05 maka Ho ditolak.
Berdasarakan hasil output SPSS 11.5 pada Lampiran 3 diperoleh bahwa
dalam tabel Hosmer and Lemeshow, nilai Goodness of fit test yang diukur pada
kolom signifikansi menunjukkan angka probabilita sebesar 0.2230. Dengan
demikian karena nilai probabilita (0,2230) > 0,05 maka Ho diterima. Hal ini
berarti bahwa model regresi layak digunakan untuk dianalisis selanjutnya, karena
tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan
klasifikasi yang diamati.
Untuk menilai keseluruhan model (overall model fit) adalah dengan
membandingkan angka -2Log Likelihood pada awal dengan angka - 2Log
Likelihood pada model final. Apabila terjadi menurunan maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa model tersebut menunjukkan model regresi yang baik (Meliza
Silvy, 2003).
Berdasarakn hasil output SPSS 11.5 pada Lampiran 3 diperoleh hasil
angka -2Log Likelihood pada model awal menunjukkan angka 137,628 sedangkan
angka pada model final diperoleh angka –2Log Likelihood sebesar 40,533 yang
menunjukkan adanya penurunan sehingga dapat ditarik kesimpulan ini
menunjukkan model regresi yang baik.
Ukuran R2 pada multiple regression yang berdasarkan pada teknik estimasi
Likelihood dengan nilai maksimum kurang dari 1 (satu) sulit di interpretasikan.
Nagelkerke’s R square merupakan modifikasi dari koefesien Cox dan Snall untuk
memastikan bahwa nilai bervariasi dari 0 (nol) sampai 1 (satu), dapat dilakukan
dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square dengan nilai Nagelkerke R
Square, Sehingga nilai R2 dapat diiterpretasikan seperti nilai R2 pada multiple
regressioan (Imam Gozali, 2005).
R2 = Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
Berdasarkan hasil output SPSS 11.5 pada Lampiran 3 diperoleh nilai Cox
& Snell R Square sebesar 0,487 dan nilai Nagelkerke R Square sebesar 0,651
sehingga :
R2 = 0,621
0,831
R2 = 0,747
Dengan demikian variabel dependen (probabilita usaha kecil meminjam
dana modal kerja dari BMT) yang dapat dijelaskan oleh variabel independen (total
asset, keuntungan perbulan dan rasio bagi hasil) sebesar 75 persen, sedangkan
sisanya sebesar 25 persen dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini.
5.2. Pengaruh Variabel Independen terhadap Probabilita Permintaan Modal
Kerja
Tingkat Signifikansi (α) yang digunakan sebesar 5% atau 0,05, dan
dibandingkan dengan tingkat signifikansi masing-masing variabel independen.
Apabila tingkat signifikansi variabel independen < 0,05, maka variabel
independen tersebut berpengaruh signifikan terhadap variabel dependennya pada
level 5%. Dan sebaliknya apabila tingkat signifikansi veriabel independen > 0,05,
maka variabel independen tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap bariabel
dependennya pada level 5 %.
Tingkat signifikansi variabel independen terhadap variabel dependen dapat
dilihat pada tabel Variables in the Equation. Berdasarkan hasil pengolahan data
dengan SPSS 11.5 diperoleh hasil nilai dari tabel Variables in the Equation seperti
terlihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Hasil Uji Hipotesis
Variabel yang Mempengaruhi Probabilita Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha Kecil dari BMT di Kota Semarang
No Variabel Koefisien Sig. Keterangan
1. Konstanta -14,566 0,006 Signifikan
2. Total Asset (TA) 0,115 0,001 Signifikan
3. Keuntungan Perbulan (KP) 0,011 0,658 Tidak
Signifikan
4. Rasio Bagi Hasil (RBH) -0,416 0.423 Tidak Signifikan
5. Tingkat Bunga di Lembaga Keuangan Lainnya (TBLKL)
4,326 0,007
Signifikan
Sumber: Lampiran 3.
Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa, variabel Total Asset (TA) yang nilai
signifikansinya sebesar 0,001 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
variabel independen total asset signifikan terhadap variabel dependen Y
(probabilita meminjam modal kerja dari BMT) pada level signifikansi 5%. Hal ini
dapat dijelaskan sebagai berikut: Perkembangan jumlah asset disamping
menunjukkan peningkatan kemampuan usaha kecil mengembangkan usahanya,
juga menunjukkan peningkatan kebutuhan akan modal kerja. Penelitian di
lapangan menunjukkan faktor asset merupakan pertimbangan utama bagi pihak
BMT sebelum memberikan pinjaman kepada calon debitur. Jika jumlah asset
yang dimiliki usaha kecil dirasakan tidak memadai (terlalu kecil), maka pihak
BMT tidak akan memberikan pinjaman.
Variabel independen Keuntungan Perbulan (KP) nilai signifikansinya
0,658 (lebih besar dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen
tingkat keuntungan perbulan usaha kecil tidak signifikan terhadap variabel
dependen (Y) pada level signifikansi 5%. Hal ini terjadi karena, berdasarkan hasil
penelitian di lapangan tidak semua usaha kecil setiap hari menghitung
keuntungan yang diperolehnya, yang penting hari itu ada barang yang laku dan
ada keuntungan untuk biaya hidup hari itu sudah cukup. Tidak semua usaha kecil
mengajukan pinjaman berdasarkan pada besarnya keuntungan yang diperoleh.
Tapi ada yang mengajukan pinjaman pada saat keuntungannya menurun, dengan
harapan bila mendapatkan tambahan modal kerja akan bisa menaikkan tingkat
keuntungannya.
Variabel independen Rasio Bagi Hasil (RBH) nilai signifikansinya sebesar
0,433 (lebih besar dari 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel rasio bagi hasil
usaha kecil tidak signifikan terhadap variabel dependen pada level signifikansi
5%. Hal ini diduga lebih dipengaruhi oleh karakteristik usaha kecil yang
umumnya bila sudah memperoleh pinjaman dari suatu lembaga keuangan mikro
seperti BMT, ada kecendrungan akan tetap meminjam ke lembaga tersebut.
Apalagi pengusaha kecil biasanya sudah familier dengan para karyawan BMT
yang umumnya berdekatan dengan tempat usahanya.
Variabel independen tingkat bunga yang berlaku dilembaga keuangan
lainnya nilai signifikansinya 0,007 (lebih kecil dari 0,05). Hal ini menunjukkan
tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya signifikan terhadap variabel dependen
(Y) pada level signifikansi 5%. Pinjaman yang diberikan oleh lembaga keuangan
lainnya bisa bersifat substitusi terhadap dana pinjaman yang disalurkan oleh BMT
sehingga bila nasabah peminjam menganggap tingkat bunga dilembaga keuangan
lainnya lebih tinggi, akan meningkatkan probabilita meminjam modal kerja dari
BMT. Hal ini juga menggambarkan bahwa suku bunga dilembaga keuangan
konvensional masih merupakan pertimbangan utama bagi nasabah dalam
meminjam dana ke BMT.
5.3.Interpretasi Persamaan Regresi Logistik
Estimasi maksimum Likelihood parameter dapat dilihat pada tampilan
output Variables in the Equation. Berdasarakan hasil pengolahan data dengan
SPSS 11.5 mengenai variabel variabel yang mempengaruhi probabilita permintaan
modal kerja usaha kecil sektor perdagangan dari BMT di kota Semarang,
diperoleh nilai koefisien masing-masing varabel independen seperti pada tabel
5.1.
TBLKLRBHKPTAp
pLn 326,4416,0011,0115,0568,141
+−++−=⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
Berdasarkan Tabel 5.1 diperoleh nilai konstanta - 14, 568, nilai koefisien
Total Asset (TA) 0,115, nilai koefisien Keuntungan Perbulan (KP) 0,011 dan
nilai koefisien Rasio Bagi Hasil (RBH) - 0,416, dan nilai koefisien Tingkat
Bunga di Lembaga keuangan lainnya sebesar 4,326, sehingga persamaan Model
Regresi Logistik dapat dinyatakan sebagai berikut:
atau p = e (-14,568 + 0,115TA + 0.011KP + -0,416RBH + 4,326TBLKL) 1 – p
= e –14,568 e 0.115 x TA e0,011 x KP e- 0,416 x RBH e 4,326 x TBLKL
Dari persamaan logistic regression di atas dapat dilihat bahwa log of odds
usaha kecil akan meminjam dana modal kerja dari BMT berhubungan secara
positif dengan nilai total asset (TA), keuntungan perbulan (KP) dan Tingkat bunga
di lembaga keuangan lainnya (TBLKL), dan berhubungan negatif dengan tingkat
rasio bagi hasil (RBH).
Usaha kecil baik yang memiliki pinjaman modal kerja maupun yang tidak
memiliki pinjaman modal kerja dari BMT, setiap unit kenaikan jumlah asset yang
dimiliki akan meningkatkan log of odds usaha kecil meminjam modal kerja dari
BMT sebesar 0,115 dengan asumsi variabel keuntungan perbulan dan rasio bagi
hasil serta tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya dianggap konstan. Setiap
unit kenaikan keuntungan perbulan akan meningkatkan log of odds usaha kecil
meminjam modal kerja dari BMT sebesar 0,011 dengan asumsi variabel total
asset dan rasio bagi hasil serta tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya
konstan. Demikian pula usaha kecil baik yang memiliki pinjaman modal kerja
maupun yang tidak memiliki pinjaman modal kerja dari BMT, setiap unit
kenaikan rasio bagi hasil yang dikenakan oleh BMT akan menurunkan log of
odds usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT sebesar -0,416 dengan asumsi
variabel total asset dan keuntungan perbulan serta tingkat bunga dilembaga
keuangan lainnya dianggap konstan. Demikian pula usaha kecil baik yang
memiliki pinjaman modal kerja maupun yang tidak memiliki pinjaman modal
kerja dari BMT, setiap kenaikan tingkat bunga dilembaga keuangan lainnya akan
menaikkan log of odds usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT sebesar
4,326 dengan asumsi variabel total asset dan keuntungan perbulan serta rasio bagi
hasil dianggap konstan
Hubungan antara variabel total asset dengan odds usaha kecil meminjam
modal kerja sebesar 1,1219 (pendekatan dari (e = 2,7183)0,115) kali lebih tinggi
untuk pengusaha kecil yang mempunyai pinjaman modal kerja dari BMT
dibandingkan dengan pengusaha kecil yang tidak memiliki pinjaman modal kerja
dari BMT dengan asumsi variabel keuntungan perbulan dan rasio bagi hasil
dianggap kostan. Hubungan variabel keuntungan perbulan dengan odds pengusaha
kecil meminjam modal kerja dari BMT naik sebanyak 1,0111 kali (pendekatan
dari (2,7138)0,011) bagi pengusaha kecil yang memiliki pinjaman dari BMT
dibandingkan dengan pengusaha kecil yang tidak memiliki pinjaman modal kerja
dari BMT dengan asumsi nilai total asset dan rasio bagi hasil serta tingkat bunga
dilembaga keuangan lainnya dianggap konstan. Sedangkan hubugan antara rasio
bagi hasil dengan odds usaha kecil akan meminjam modal kerja dari BMT akan
menurun sebesar -0,6597 kali (pendekatan dari (2,7138)-0.416) lebih rendah bagi
pengusaha kecil yang memiliki pinjman modal kerja dari BMT dibandingkan
dengan usaha kecil yang tidak meminjam modal kerja dari BMT dengan asumsi
total asset dan keuntungan perbulan serta tingkat bunga diulembaga keuangan
lainnya dianggap konstan. Sedangkan hubugan antara tingkat bunga dilembaga
keuangan lainnya dengan odds usaha kecil akan meminjam modal kerja dari BMT
akan meningkat sebesar 75,6433 kali (pendekatan dari (2,7138)4,326) lebih tinggi
bagi pengusaha kecil yang memiliki pinjaman modal kerja dari BMT
dibandingkan dengan usaha kecil yang tidak meminjam modal kerja dari BMT
dengan asumsi total asset, keuntungan perbulan serta rasio bagi hasil dianggap
konstan
5.4.Evaluasi Keberadaan BMT
Keberadaan BMT dimasa depan masih diharapkan kehadirannya ditengah-
tengah masyarakat khususnya usaha kecil. Karena BMT masih memiliki
kesempatan untuk mempertahankan mitra yang ada sekarang ini serta menambah
nasabahnya. Hal ini terlihat ketika responden ditanya apakah berencana akan
mengajukan pinjaman lagi ke BMT setelah pinjaman yang sekarang ini lunas.
Berdasarkan pendapat responden tentang keberadaan BMT di kota
Semarang, mayoritas responden 84 persen menyatakan akan tetap bermitra
dengan BMT dan sebanyak 9 persen akan mencari alternatif pinjaman ditempat
lain dan sisanya sebanyak 7 persen menyatakan tidak akan mencari pinjaman.
Kemudian alasan mereka tetap bermitra dengan BMT antara lain karena
usaha kecil masih memerlukan modal 40 persen, sudah familier dengan petugas
BMT 27,27 persen, prosedur mudah dan persyaratan ringan 23,64 persen dan
karena BMT menggunakan sistem Syariah 9,09 persen.
BAB VI
P E N U T U P
6.1. Kesimpulan
Penelitian ini tentang Analisis Permintaan Kredit Modal Kerja Usaha
Kecil di Kota Semarang (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil
Sektor Perdagangan dari BMT). Penelitian yang telah dilakukan terhadap 100
orang sampel pengusaha kecil sektor perdagangan, dengan menggunakan alat
analisis Logit, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara keseluruhan model probabilita permintaan kredit modal kerja usaha
kecil yang diestimasi dengan model Regresi Logistik memberikan hasil baik
dan perilaku empirik variabel yang diteliti sesuai dengan ekspektasi perilaku
teoritis bila dilihat dari kesesuaian tandanya.
2. Makin tinggi jumlah asset yang dimiliki usaha kecil sektor perdagangan di
kota Semarang maka keperluan terhadap modal kerja juga semakin meningkat
3. Tingkat keuntungan perbulan yang diperoleh usaha kecil sektor perdagangan
berpengaruh positif terhadap permintaan modal kerja usaha kecil di kota
Semarang, tapi tidak signifikan terhadap probabilita permintaan modal kerja
dari BMT.
4. Rasio bagi hasil yang diterapkan oleh BMT berpengaruh negatif terhadap
probabilita usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT. Karena rasio bagi
hasil merupakan biaya penggunaan dana oleh nasabah peminjam yang harus
dikembalikan
5. Tingkat bunga di bank umum berpengaruh signifikan dan positif terhadap
probabilita usaha kecil meminjam modal kerja dari BMT di Kota Semarang
6.2. Limitasi
Limitasi dari penelitian ini adalah :
1. Pengujian hipotesis dengan menggunakan Regresi Logistik sangat tergantung
pada ketepatan jawaban pada kuisioner berdasarkan persepsi responden yang
masing-masing berbeda. Hal ini bisa dilihat dari pengajuan hipotesis
sebanyak tiga variabel bebas tidak semuanya signifikan terhadap variabel
terikat pada taraf signifikansi 5 %.
2. Penelitian ini hanya melakukan pengamatan secara sesaat saja (cross section),
sehingga dirasakan kurang dapat menangkap sebaran keragaman data, karena
seperti diketahui bahwa keragaman data bisa berubah dari waktu-kewaktu.
Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut dengan memperhatikan
keragaman dan penyebaran serta rentang waktu yang lebih lama
(menggunakan data time series) sehingga bisa diperoleh hasil penelitian yang
lebih lengkap.
6.3. Saran
1. Pengusaha kecil diharapkan menggunakan pinjaman yang diperoleh untuk
mengembangkan usahanya. Karena penggunaan pinjaman tidak semuanya
untuk mengembangkan usaha, maka penomenan ini merupakan masukan bagi
BMT untuk lebih meningkatkan monitoring kepada nasabah agar dana
pinjaman yang diberikan bisa dimanfaatkan untuk keperluan mengembangkan
usaha.saja, bukan untuk keperluan konsumtif.
2. Perlu adanya penelitian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan modal kerja kecil, dengan menambah beberapa variabel lain dan
jumlah responden yang lebih banyak, agar diperoleh kesimpulan yang lebih
akurat mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan modal kerja
usaha kecil secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian Lains. 2003. Ekonometrika Teori dan Aplikasi, Jilid 1. Jakarta: LP3ES.
Amelia Sandra 2002 Perinsip Bagi Hasil Bank Syariah: Alternatif Solusi Membankitkan Dunia Usaha, Jurnal Ekonomi Perusahaan.pp-491-504.
Ari Gunawan. 2001. Pelaksanaan Sistem Modharabah pada Baitul Maal Watamwil (BMT) Huda Tama Dalam Rangka Meningkatkan Usaha Pengusaha Mikro di Kota Semarang, Skripsi Fakultas Hukum Univesitas Diponegoro Semarang (tidak dipublikasikan).
Badan Pusat Statistik. 2003. Pengukuran dan Analisis Ekonomi Kinerja penyerapan Tenaga Kerja, Nilai Tambah dan Ekspor Usaha Kecil Menengah serta Peranannya Terhadap Tenagakerja Nasional Dan Produk Domestik Bruto Menurut Harga Konstan dan Harga Berlaku. Laporan Akhir proyek Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Pembangunan, Kementrian KUKM, RI.
Bambang Isnawan. 2002. Peran Lembaga Keuangan Mikro Dalam Otonomi Daerah. Ekonomi Rakyat Online: www.ekonomirakyat. org.
Budiono. 2002. Ekonomi Mikro Seri Sinopsis Pengatra Ilmu Ekonomi No.1. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Chotim.E.E, & Handayani,D.A. 2003. Lembaga Keuangan Mikro dalam Wacana & Fakta : Perlukah Pengaturan ? AKATIGA Seri Editorial, Web page: www.akatiga.or.id.IT Publication
Dornbush.R, Fisher.S, Startz.R, 2004, Makro Ekonomi Edisi Bahasa Indonesia, PT. Media Global Idukasi. Alih Bahasa oleh Yusuf Wibowo dan Roy Indra. Jakarta: PT. Media Ilmu Global Edukasi,.
Eko Suprayitno. 2005. Ekonomi Islam, Pendekatan Ekonomi Makro Islam dan Konvensional. Yogyakarta: Graga Ilmu
Endang Kurniati. 2003. Analisis Pengaruh Devidend Payot Ratio, Current Ratio, Pertumbuhan Asset dan Laverage Return Saham (Studi Kasus Pada Saham-Saham LQ45 di Bursa Efek Jakarta Periode tahun 2001. Tesis program MM Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).
Gujarati, Damondar N. 1999. Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa SumarnoZen. Jakarta: Penerbit Erlangga.
……………….. 2003. Basic Economitris, Fourth Edition, Macc Graw Hill New York, USA.
H. Malayu S.P Hasibuan. 2002. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara.
Heri Sudarsono, 2003, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi, Jurnal Ekonomi Kompak Nomor 7, Januari-April, Hal 21-30.
Heru Kuspriyanto. 2004. Analisis Investasi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus Di Jawa Tengah), MIES Universitas Diponegoro. Tesis tidak dipublikasikan.
Heru Sutojo. 1999. Profil Usaha Kecil dan Kebijakan Kredit Perbankan di Indonesia, Lembaga Manajemen FEUI, Jakarta.
Ida Nuraini. 2005. Pengantar Ekonomi Mikro. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.
Imam Gozali. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS, Edisi 3. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro,.
Irawan dan Suparmoko. 2002. Ekonomi Pembangunan, Edisi Keenam. Yogyakarta: BPFE..
Iswardono. 1999. Suku Bunga Diturunkan Investasi akan Meningkat, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.14. No.2 hal 34-24.
Jamli, dan Firmansyah. 1998. Analisis Fungsi Investasi Pada Sektor Industri Manufaktur dan Dampak Investasi Pada Kebutuhan Impor Indonesia. Jurnal Ekcnami dan Bisnis, Vol 13, No 4.
Jalaluddin Rakhmat. 1997. Metode Penelitian Komunikasi. Cetakan Kelima. Bandung: PT Remaja Rosdakarya..
Lincolin Arsyad. 1997. Ekonomi Pembangunan Edisi Ketiga. Yogyakarta: Bagian
Penerbit Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.
Makhalul Ilmi. 2002. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, Beberapa Permasalahan dan Alternatif Solusi. Yogyakarta: UII Press.
Mankiw N.Gregore. 2003. Teori Makroekonomi Edisi Kelima, Alih Bahasa: Imam Nurmawan.Harvart University.
Metwally, 1995. Teori dan Model Ekonomi Islam, Alih Bahasa oleh M.Husein Sawit. Jakarta: Bangkit Daya Insani.
Meliza Silvy, 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Perusahaan Pasca IPO dengan Analisis Multinomial Logit, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol.18. No. 4 Hal 374-390.
Michael P. Todaro, 1989. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Alih Bahasa oleh Haris Munandar. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Muana Nanga. 2001. Makro Ekonomi Teori, Masalah dan Kebijakan, Edisi Pertama. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Mudrajat Kuncoro. 2003. Metode Riset Untuk Bisis dan Ekonomi, Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Muhammad Syafi’i Antonio. 1999. Bank Syariah Bagi Bankir dan Praktisi Keuangan. Jakarta Tazkia: Institut dan Bank Indonesia.
Muhammad. 2004. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press.
M. Ridwan. 2004. Manajemen Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press.
Nicholson.W. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya, Edisi kedelapan, alih bahasa IGD bayu Mahendra dan abdul Aziz. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Nopirin.2000. Ekonomi Moneter Buku II. Yogyakarta: BPFE.
Nurul Widyaningrum. 2002. Model Pembiayaan BMT dan Dampaknya Bagi Pengusaha Kecil, (Studi Kasus BMT Dampingan Yayasan Peramu Bogor). Bandung: Yayasan AKATIGA.
Noer Soetrisno. 2003. Lembaga Keuangan Mikro : Energi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat, (dalam Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro). Bogor: Business Innovation Centre of Indonesia (pusat Inovasi Bisnis Indonesia).
Sadono Sukirno. 2000. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Sih Darmi Astuti dan J.Widiatmoko. 2003. Profil Usaha Kecil Menengah (UKM) Di Jawa Tengah, Jurnal Fukus Ekonomi, Vol 2, No.3, Desember 2003.
Singgih Santoso. 2001. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, Cetakan kedua .Jakarta: PT Media Alex Media Kompotindo.
Soelistyono, Aris dan Mansoer, Farid Wijaya. 1998. Suatu Pendekatan Ekonometri Terhadap Ekonomi Indonesia (1978-1994), Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol 13, No 4.
Soediyono. 2000. Ekonomi Makro : Analisis IS-LM dan Permintaan Penawaran Agregat. Yogyakarta: Liberty.
Suharyani. 1999. Evaluasi Dampak Krisis Ekonomi terhadap Kinerja Keuangan Baitul Maal wat Tamwil. Laporan penelitian LP-UAD (tidak dipublikasikan).
Sudjana. 1996. Teknik Analisis Regresi dan Korelasi Bagi Peneliti. Bandung: Transito.
Sugiyono, 1999. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sugiarto. 2002. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Konprehensip, PT Gramedia UTAMA< Jakarta.
Susamto. 2002. Zakat Sebagai Kebijakan Anti Kesenjangan dan Anti Kemiskinan, Jurnal Ekonomi Syariah Muamalah, Agustus 2002 Vol I No. 1, UGM, Yogyakarta.
Suhardjono. 2003. Manajemen Perkreditan Usaha Kecil dan Menengah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Tatik Widayati. 2003. Peran Perbankan dalam Pengembangan Keuangan Mikro, Bunga Rampai Lembaga Keuangan Mikro. Jakarta: Business Innovation Center of Indonesia kerjasama Kantor kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.
Tulus T.H.Tambunan. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Beberapa Isu Penting. Jakarta: Salemba Empat.
Untung Afandi dan Sidarta Utama. 1988. Uji Efisiensi Bentuk Setengah Kuat Pada Bursa Efek Jakarta : Usahawan No.03 Th. XXVII Maret 1998.
.......................... Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
........................... Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, Tentang Usaha Kecil, Balitbangkop, Jakarta.
Widyanto. 2000. Kemampuan Baitul Maal Wat Tamwil Kota Semarang Dalam Menjangkau Pengusaha Kecil, Mengelola Dana, Menghimpun serta Menyalurkan ZIZ, EKOBIS Vol.1. No.2, Mei 2000 : 95-104.
Yuliadi. 2001. Analisis Makro Ekonomi Indonesia Pendekatan IS-LM. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vo16, No 2.
Lampiran 1. KUISIONER PEELITIAN ANALISIS
PERMINTAAN KREDIT MODAL KERJA USAHA KECIL DI KOTA SEMARANG (Studi Kasus Permintaan Modal Kerja Usaha Kecil Sektor Perdagangan dari BMT)
Cara mengisi data dan menjawab pertanyaan :
a. Isilah data/jawaban pertanyaan pada titik atau kolom yang telah tersedia secara singkat dan jelas
b. Pada jawaban yang telah tersedia (a, b, c, ...) lingkari satu jawaban yang dianggap benar
c. Pada jawaban yang telah tersedia dengan tanda bintang ( * ) coretlah yang tidak perlu.
I. IDENNTITAS RESPONDEN
1. Nama Responden : .........................................................................
2. Usia Responden : ..........................................................................
3. Jenis kelamin : Laki-Laki / Perempuan *
4. Pendidikan Terakhir : a. Tdk Lulus SD b. SD c. SLTP d. SLTA
e. Diploma/Akademi f. Sarjana
5. Alamat Responden : Rt. ........... Rw. ............. Kelurahan .............
Kecamatan .......................... Kota Semarang
II. PENGELOLAAN PERUSAHAAN
2.1. Perusahaan berdiri tahun ................................
2.2.Jenis usaha dagang :
a. Kantin f. Kios bensin
b. Warung nasi g. Pedagang sayur
c. Pedagang sembako h. Loper koran
d. Pedagang kue i. Lainnya, Sebutkan, ........................
e. Rental komputer
2.3.Dalam satu minggu, hari kerja dan hari libur tenaga kerja
Hari kerja : .........................................................................................
Hari libur kerja : .........................................................................................
2.4. Tenaga kerja yang digunakan :
Dari Keluarga : ........... org
Dari Non Keluarga : ........... org
2.8. Nilai Asset perusahaan.
No Nama Asset Jumlah dan Satuan
Harga Satuan (Rp)
1 2 3 4 5 Total Nilai Asset
2.9.Nilai omset penjualan per hari Rp: ...............................................
2.10. Biaya perharikerja untuk :
a. Gaji tenaga kerja : Rp. ...................................
b. Makan tenaga kerja : Rp ...................................
c. Lembur tenaga kerja : Rp. ..................................
d. Biaya lainnya untuk tenaga kerja : Rp. ..................................
I. Jumlah Biaya Tenaga Kerja : Rp. ...................................
a. Biaya Pembelian barang dagangan : Rp. ...................................
b. Biaya Transportasi perhari kerja : Rp ...................................
c. Biaya lain-lain perhari kerja : Rp. ..................................
II. Jumlah Biaya Operasional : Rp. ...................................
Total Biaya I + II : Rp ....................................
2.11.Keuntungan perhari kerja : Rp...............................
2.12.Apakah keuntungan yang diperoleh perhari dicatat: :
a. Ya b. Tidak
III. PERMODALAN USAHA
3.1.Sumber modal usaha (pilihan boleh lebih dari satu)
a. Modal sendiri
b. Pinjaman dari orang lain
c. Pinjaman dari bank
d. Pinjaman dari BMT
e. Lainnya (sebutkan....................................................................................)
3.2.Apakah meminjam modal kerja dari BMT/Non BMT*
3.3.Sudah berpa kali anda memperoleh pinjman dari BMT/nom BMT*
a. 1 kali b. 2. kali c. Lebih dari 2 kali
3.4.Untuk keperluan apa saudara meminjam dana dari BMT/Non BMT*
a. untuk keperluan modal usaha
b. untuk kegiatan konsumtif
c. untuk keperluan usaha dan konsumtif
d. lainnya, sebutkan ................
3.5.Pada saat mengajukan pinjaman ke BMT/Non BMT*, keuntungan usaha
saudara sedang : a. Meningkat b. Menurun
3.6.Sudah berapa lama jadi mitra/nasabah BMT/Non BMT* ......... bulan/tahun*
3.7.Jangka waktu pengembalian : .............bulan/tahun*
3.8.Sistem pengembalian pinjaman : harian/mingguan/bulanan*
3.9.Apakah Saudara mengerti tentang Sistem Bagi Hasil :
a. Ya b. Mengerti sedikit c. Tidak
3.10. Menurut Saudara rasio bagi hasil yang diterapkan BMT dalam memberikan
pembiayaan :
a. Sangat Tinggi b. Tinggi c. Sedang
d. Rendah e. Sangat Rendah
3.11. Menueur Saudara apakah tingkat bunga pinjaman dilembaga keuangan
selain BMT bila dibandingkan dengan rasio bagi hasil pada BMT adalah :
a. Jauh Lebih Tinggi
b. Lebih Tinggi
c. Sama
d. Lebih Rendah
e. Jauh Lebih Rendah
3.12. Apakah jumlah pinjaman yang disetujui sesuai dengan yang dibutuhkan?
a. Sesuai b. Kurang sesuai c. Tidak sesuai
3.13. Setelah pinjaman saudara lunas tapi saudara masih memerlukan dana modal
kerja maka :
a. Tidak akan mencari pinjaman
b. Mencari pinjaman ke selain BMT
c. Masih berhubungan dengan BMT
3.14. Alasan tetap berhubungan dengan BMT
a. Karena BMT menggunakan sistem syariah
b. Sudah familier dengan petugas BMT
c. Prosedur mudah dan persyaratan ringan
d. Masih membutuhkan modal
TERIMA KASIH
Lampiran 2.
DAFTAR DATA LAPANGAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROBABILITA USAHA KECIL MEMINJAM MODAL KERJA DARI BMT DI KOTA SEMARANG
No Memiliki
pinjaman = 1, Lainnya = 0
Nilai Asset (Rp.000)
Keuntungan per bulan (Rp.000)
Rasio Bagi Hasil
Tingkat Bunga di
LKL(TBLKL1
1 0 5 9 4 3 2 0 10 27 4 3 3 1 20 18 3 3 4 0 35 45 4 3 5 1 30 60 4 3 6 1 35 36 4 47 1 40 29 3 3 8 0 35 45 4 3 9 0 8 6 4 3 10 0 20 54 2 2 11 1 100 48 3 412 1 100 36 2 213 0 10 14 4 3 14 0 12 22 4 3 15 0 20 36 4 3 16 0 27 30 2 2 17 0 19 27 2 3 18 0 7 14 4 2 19 0 5 14 2 3 20 1 40 14 4 3 21 1 35 14 4 4 22 0 10 23 4 2 23 0 23 30 4 3 24 0 36 11 3 2 25 1 50 41 4 4 26 0 9 9 4 2 27 0 8 24 4 2 28 1 110 24 4 4 29 1 90 22 4 3 30 0 20 11 4 2 31 0 10 7 1 2
No Memiliki
pinjaman = 1, Lainnya = 0
Nilai Asset (Rp.000)
Keuntungan per bulan (Rp.000)
Rasio Bagi Hasil
Tingkat Bunga di
LKL(TBLKL32 0 20 18 4 2 33 1 40 27 4 4 34 1 35 27 4 3 35 1 160 18 3 4 36 1 150 18 4 3 37 1 40 81 4 3 38 0 26 68 4 1 39 1 34 77 4 3 40 1 36 72 4 3 41 0 9 18 4 3 42 0 7 11 4 3 43 0 7 11 4 3 44 0 10 7 4 3 45 0 8 7 4 1 46 0 4 7 4 3 47 0 6 9 4 2 48 1 40 54 4 4 49 1 35 5 4 4 50 0 23 45 4 251 1 30 30 4 352 1 40 54 4 3 53 1 40 50 4 3 54 1 25 18 4 2 55 0 10 15 4 2 56 1 130 24 3 3 57 1 180 24 1 3 58 0 5 12 4 2 59 0 5 11 4 2 60 1 21 27 4 4 61 0 8 12 4 2 62 1 23 23 4 3 63 0 10 23 4 1 64 0 10 24 5 3 65 0 3 5 4 3 66 0 5 6 5 3 67 0 6 14 4 3 68 1 40 72 5 4 69 1 54 81 5 3
No Memiliki
pinjaman = 1, Lainnya = 0
Nilai Asset (Rp.000)
Keuntungan per bulan (Rp.000)
Rasio Bagi Hasil
Tingkat Bunga di
LKL(TBLKL70 1 50 45 4 3 71 1 25 11 1 3 72 1 20 14 4 3 73 0 7 30 4 2 74 0 5 10 5 2 75 0 7 75 5 1 76 0 7 9 4 3 77 0 5 8 3 3 78 0 16 27 4 1 79 1 30 36 4 4 80 1 60 63 4 4 81 1 38 23 4 4 82 1 20 17 4 3 83 0 10 9 4 2 84 1 190 24 4 3 85 1 200 48 4 3 86 0 8 7 4 2 87 0 9 6 4 2 88 1 28 18 4 489 0 9 5 4 290 1 24 23 4 4 91 0 40 8 4 2 92 1 20 23 4 4 93 0 16 29 4 2 94 0 75 27 4 2 95 1 43 90 4 4 96 0 14 9 5 2 97 1 80 27 4 2 98 1 210 36 4 2 99 0 17 8 4 3 100 0 16 8 4 3
Sumber : Data Primer (diolah) 2005 Keterangan :
Rasio Bagi Hasil ScoreSangat Tinggi = 5 Tinggi = 4 Sedang = 3
Rendah = 2 Sangat Rendah = 1
Tingkat Bunga dilembaga keuangan lainnya(TBLKL)
TBLKL ScoreJauh lebih Tinggi = 5 Lebih Tinggi = 4 Sama = 3Lebih Rendah = 2 Jauh Lebih Rendah = 1
Lampiran 3. OUTPUT HASIL PENGOLAHAN DATA DENGAN SPSS 11.5 TENTANG FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROBABILITA USAHA KECIL MEMINJAM MODAL KERJA DARI BMT DI KOTA SEMARANG
Logistic Regression
Case Processing Summary
100 100,00 ,0
100 100,00 ,0
100 100,0
Unweighted Casesa
Included in AnalysisMissing CasesTotal
Selected Cases
Unselected CasesTotal
N Percent
If weight is in effect, see classification table for the totalnumber of cases.
a.
Dependent Variable Encoding
01
Original Value01
Internal Value
Block 0: Beginning Block
Iteration Historya,b,c
137,628 -,200137,628 -,201
Iteration12
Step0
-2 Loglikelihood Constant
Coefficients
Constant is included in the model.a.
Initial -2 Log Likelihood: 137,628b.
Estimation terminated at iteration number 2 becauseparameter estimates changed by less than ,001.
c.
Classification Tablea,b
55 0 100,045 0 ,0
55,0
Observed01
Punya Pinjaman =1, Lainnya =0
Overall Percentage
Step 00 1
Punya Pinjaman = 1,Lainnya =0 Percentage
Correct
Predicted
Constant is included in the model.a.
The cut value is ,500b.
Variables in the Equation
-,201 ,201 ,997 1 ,318 ,818ConstantStep 0B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variables not in the Equation
30,586 1 ,00017,041 1 ,000
,423 1 ,51636,541 1 ,00061,056 4 ,000
ASSETUNTUNGRBHBLL
Variables
Overall Statistics
Step0
Score df Sig.
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c,d
67,603 -4,595 ,018 ,024 -,063 1,20651,957 -7,154 ,035 ,034 -,175 1,97443,962 -9,508 ,065 ,030 -,266 2,66941,075 -11,796 ,094 ,020 -,376 3,42740,570 -13,659 ,110 ,014 -,417 4,03940,533 -14,465 ,114 ,012 -,417 4,29440,533 -14,566 ,115 ,011 -,416 4,32640,533 -14,568 ,115 ,011 -,416 4,32640,533 -14,568 ,115 ,011 -,416 4,326
Iteration123456789
Step1
-2 Loglikelihood Constant ASSET UNTUNG RBH BLL
Coefficients
Method: Entera.
Constant is included in the model.b.
Initial -2 Log Likelihood: 137,628c.
Estimation terminated at iteration number 9 because parameter estimates changed byless than ,001.
d.
Omnibus Tests of Model Coefficients
97,095 4 ,00097,095 4 ,00097,095 4 ,000
StepBlockModel
Step 1Chi-square df Sig.
Model Summary
40,533 ,621 ,831Step1
-2 Loglikelihood
Cox & SnellR Square
NagelkerkeR Square
Hosmer and Lemeshow Test
10,636 8 ,223Step1
Chi-square df Sig.
Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test
10 9,995 0 ,005 1010 9,984 0 ,016 10
9 9,850 1 ,150 1010 9,276 0 ,724 1010 8,553 0 1,447 10
3 5,155 7 4,845 103 1,790 7 8,210 100 ,370 10 9,630 100 ,027 10 9,973 100 ,000 10 10,000 10
12345678910
Step1
Observed Expected
Punya Pinjaman = 1,Lainnya =0 = 0
Observed Expected
Punya Pinjaman = 1,Lainnya =0 = 1
Total
Classification Tablea
51 4 92,75 40 88,9
91,0
Observed01
Punya Pinjaman =1, Lainnya =0
Overall Percentage
Step 10 1
Punya Pinjaman = 1,Lainnya =0 Percentage
Correct
Predicted
The cut value is ,500a.
Variables in the Equation
.115 .034 11.122 1 .001 1.122
.011 .026 .196 1 .658 1.012-.416 .530 .617 1 .432 .6604.326 1.601 7.302 1 .007 75.630
-14.566 5.250 7.699 1 .006 .000
ASSETUNTUNGRBHTBLKLConstant
Step1
a
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Variable(s) entered on step 1: ASSET, UNTUNG, RBH, TBLKL.a.
Correlation Matrix
1,000 -,594 ,300 -,294 -,923-,594 1,000 -,536 -,045 ,578,300 -,536 1,000 -,134 -,329
-,294 -,045 -,134 1,000 -,061-,923 ,578 -,329 -,061 1,000
ConstantASSETUNTUNGRBHBLL
Step1
Constant ASSET UNTUNG RBH BLL