askep ttik
TRANSCRIPT
LEARNING TASK, SENIN, 10 DES 2012
KASUS 3 (KELOMPOK 3)
Nyonya Sari, seorang ibu RT, umur 55 th dirawat di Ruang ICU dengan penurunan
kesadaran. Sebelumnya Nyonya Sari dirawat di ruang bangsal karena mengalami stroke
hemoragic + ICB. Akan tetapi selama 1 hari dirawat, Ny Sari mengalami penurunan kondisi.
Hasil CT Scan didapatkan ada perdarahan lobus parietalis. Nyonya Sari mengalami
peningkatan tekanan intra cranial dengan ICP= 300 mmH2O. Dari pengkajian didapatkan
TD=160/110 mmHg, N=90x/mt, Tax=38,6 C, GCS=9. dan Nyonya Sari mengalami kejang⁰
periodic (+), Nyonya Sari dirawat di ICU terpasang ventilator. Hasil DL : Hb=8 gr/dl, HCT=
50 gr/dl, PLT=110 gr/dl, WBC= 15 gr/dl.
1. Jelaskan alasan Nyonya Sari dirawat di ruang Intensif!
2. Buatlah konsep dasar dari peningkatan tekanan intracranial ( definisi, epidemiologi,
etiologi, tanda dan gejala klinis, klasifikasi, patofisiologi, pemeriksaan
diagnostic/penunjang, penatalaksanaan dan pengobatan)
3. Bagaimana askep pada pasien tersebut? Buatlah pathway nya, analisa data, masalah
keperawatan yang muncul dan intervensinya.
Kelompok SGD 3 Page 1
1. Jelaskan alasan Nyonya Sari dirawat di ruang Intensif!
Sesuai dengan prioritas pasien masuk ICU, Nyonya Sari yang mengalami peningkatan
TIK termasuk dalam prioritas 1 karena:
a. Nyonya Sari merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan bantuan
ventilasi, monitoring obat – obatan vosoaktif secara kontinyu
b. Merupakan penyakit atau gangguan akut pada organ vital yang memerlukan terapi
intensif dan agresif.
Gangguan atau gagal nafas akut
Gangguan atau gagal sirkulasi
Gangguan atau gagal susunan syaraf
c. Memerlukan pemantauan yang ketat dan terus menerus untuk mencegah komplikasi-
komplikasi akut dari peningkatan TIK
d. Pengukuran TIK hanya dilakukan di Ruang Intensif.
Berdasarkan alasan tersebut, Nyonya Sari dirawat di ruang intensif.
2. KONSEP DASAR
A. Definisi
Peningkatan tekanan intracranial atau hipertensi intracranial adalah suatu keadaan
terjadinya peningkatan tekanan intracranial sebesar >15 mmHg atau > 200 mmH2O.
Peningkatan tekanan intracranial merupakan komplikasi yang serius yang biasanya terjadi
pada trauma kepala, perdarahan subarahnoid, hidrosefalue, SOL, infeksi intracranial, hipoksia
dan iskemi pada otak yang dapat menyebabkan herniasi sehingga bisa terjadi henti nafas dan
jantung ( Hudak & Gallo, 1998 ).
Tekanan intrakranial adalah tekanan yang diakibatkan cairan cerebrospinal dalam
ventrikel otak. Secara umum istilah (PTIK) adalah fenomena dinamik yang berfluktuasi
sebagai respon dari berbagai faktor penyebab. Dalam keadaan normal PTIK harus kurang
dari 10 mmHg, bila diukur dengan alat pengukur yang dipasang setinggi foramen Monro
dalam posisi berbaring. Beberapa pakar menganggap nilai normal antara 0 – 10 mmHg.
Meninggikan letak kepala atau berdiri akan menurunkan PTIK, sedangkan batuk, bersin, atau
mengeden (manuver Valsava) akan meningkatkan PTIK.
Peningkatan Tekanan Intrakranial / Intra Cranial Pressure (ICP) merupakan
keseimbangan volume dari Jaringan Otak (1400 g) + Darah (75 mL) + CSF (75 mL). Karena
keterbatasan ekspansi tulang tengkorak, peningkatan ketiga komponen di atas akan
meningkatkan tekanan intrakranial. Tekanan intratorak (batuk, bersin, mengejan), postur,
Kelompok SGD 3 Page 2
tekanan darah, oksigen sistemik, level karbondioksida meningkatkan ICP. Tekanan
intrakranial normal berkisar dari 4 - 15 mmHg atau 50 – 200 mmH20 ,tekanan intrakranial
diatas 15 mmHg dianggap meninggi.
B. Epidemiologi
Pada trauma kepala, umumnya ICP akan meningkat secara bertahap. Setelah cedera kepala,
edema sering terjadi dalam 36 hingga 48 jam hingga mencapai maksimum. Peningkatan ICP
hingga 33 mmHg (45 mm H2O) menurunkan secara bermakna aliran darah ke otak (cerebral
blood flow, CBF). ICP merupakan penyebab kematian paling sering pada penderita bedah
saraf. Terjadi pada penderita cedera kepala, stroke hemoragik dan trombotik, serta lesi desak
ruang seperti tumor otak.
C. Etiologi
Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan TIK dapat dibagi menjadi :
a. Gangguan pada CSF
1. Perubahan absorpsi CSF seperti stenosis aquadatus, meningitis, infeksi otak lain yang
menyebar ke ruang dimana CSF berada, kompresi atau obstruksi CSF, edema
interstisial, fistel dura
2. Perubahan pada produksi CSF seperti: gangguan pleksus koroid, hiper/hipoosmolar,
hidrosefalus kronik.
b. Gangguan serebrovaskuler
1. Kerusakan pada otak sentral seperti trombosis, AVM, emboli, aneurisma, hemoragik dan
formasi hematom, edema vasogenik, hipervaskularisasi pada tumor otak.
2. Gangguan perifer yang menimbulkan ketidakseimbangan status serebrovaskuler seperti :
hipo/hiperkapnia, oklusi/kompresi vena jugularis interna, syndrome vena cava superior,
CHF, dan keadaan overload cairan dan syok yang menimbulkan hipoksia otak.
c. Keadaan yang mempengaruhi parenkim otak seperti trauma kepala, termasuk hemoragik,
tumor, edema serebral, abses, toksik ensefalopaty.
D. Tanda dan gejala klinis
Tanda dan gejala spesifik PTIK adalah sebagai berikut :
1. Awal
a) Penurunan derajat kesadaran (mis : delirium, gelisah, letargi)
Kelompok SGD 3 Page 3
b) Disfungsi pupil
c) Kelemahan motorik (mono atau hemiparesis)
d) Defisit sensorik
e) Paresis nervus kranial
f) Kadang-kadang disertai nyeri kepala
g) Kadang-kadang disertai bangkitan / kejang
2. Lanjut
a) Lebih memburuknya derajat kesadaran (mis : stupor, soporokomatus, koma)
b) Mungkin disertai muntah
c) Nyeri kepala
d) Hemiplegia, dekortiasi, atau deserebasi
e) Pemburukan tanda vital
f) Pola pernafasan ireguler
g) Gangguan refleks batang otak (mis : gangguan reflrks kornea, refleks muntah)
Perwujudan klinis gejala dan tanda klinik PTIK tergantung dari :
1. Lokasi kompartemen mana terdapatnya kelainan
2. Lokasi spesifik dari massa (hemisfer cerebral, batang otak atau cerebellum)
3. Derajat kemampuan kompensasi bagian otak tersebut.
Karena pentingnya mengenali gejala-gejala tersebut diatas, maka perlu sekali
mengetahui cara pemeriksaan neurologik. Untuk memudahkan akan diuraikan secara singkat
temuan- temuan diatas.
1. Pemburukan derajat kesadaran
Pemburukan derajat kesadaran tak selalu memperburuknya umum bagian otak,
tetapi merupakan peringkat sensitif dan dapat dipercaya untuk mengenali adanya
kemungkinan memburukkan kondisi neurologik.
Penurunan derajat kesadaran dikarenakan :
a) Sebagian besar otak terbenrtuk dari sel-sel tubuh yang sangat khusus, tetapi sensitif
terhadap perubahan kadar oksigen. Respon otak terhadap tidak mencukupinya
kebutuhan oksigen terlihat sebagai somnolen dan gangguan daya nalar (kognisi).
b) Fluktuasi TIK akibat perubahan fisik pembuluh darah terminal. Oleh karena itu
gejala awal dari penurunan derajat kesadaran adalah somnolen, delirium dan letargi.
Kelompok SGD 3 Page 4
Penderita menjadi disorientasi, mula-mula terhadap waktu, lalu tempat, dan akhirnya
dalam hal memgenali seseorang, Dengan semakin meningginya TIK, derajat
kesadaran semakin rendah, dimana rangsang nyeri mulai memberi reaksi adequat,
hingga akhirnya kompensasi.
2. Disfungsi pupil
Akibat peninggian TIK supratentorial atau oedema otak, perubahan ukuran
pupil terjadi.Tidak saja ukuran pupil yang berubah, tetapi dapat juga bentuk dan reaksi
terhadap cahaya.
Pada tahap awal ukuran pupil menjadi berdiameter 3,5 mm atau disebut sebagai
ukuran tengah. Lalu makin melebar (dilatasi) secara bertahap. Bentuknya dapat berubah
menjadi melonjong dan reaksi terhadap cahaya menjadi lamban. Perlambatan reaksi
cahaya dan perubahan melonjong, merupakan gejala awal dari penekanan pada saraf
okulomotor. Karena sumber PTIK cenderung berdampak sesuai kompartemen pada tahap
awal, disfungsi pupil masih ipsilateral (pada sisi yang yang sama terhadap penyebabnya).
Pada tahap lanjut PTIK, pupil ipsilateral berdilatasi bilateral dan non reaktif terhadap
cahaya. Pupil menjadi berdilatasi bilateral dan non reaktif pada fase terminal, karena
PTIK menyebabkan proses herniasi.
3. Abnormalitas visual
Devisit visual dapat terjadi sejak gejala masih awal. Gangguan tersebut dapat
berupa Ketajaman visus, Kabur dan Diplopia. Menurutnya ketajaman penglihatan dan
penglihatan kabur adalah keluhan yang sering terjadi, karena diperkirakan akibat
penekanan saraf-saraf nervus optikus (N. 11) melintasi hemisfer cerebri. Diplopia
berkaitan dengan kelumpuhan dari satu atau lebih saraf-saraf penggerak bola mata
ekstra-okuler(N. III, IV, VI) Sehingga pasien melihat dobel pada posisi tertentu.Gejala-
gejala visual semakin menonjol seiring semakin meningkatnya TIK.
Gangguan Diplopia / Blurring / penurunan ketajaman biasanya terjadi pada
pasien dengan peningkatan ICP. Diplopia biasa karena paralisis otot yang mengatur
gerakan mata.
4. Pemburukan fungsi motorik
Pada tahap awal, monoparesis stau hemiparesis terjadi akibat penekanan traktus
piramidalis kontra lateral pada massa. Pada tahap selanjutnya hemiplegia,dekortikasi dan
deserebrasi dapat terjadi unilateral atau bilateral. Pada tahap akhir (terminal menjelang
mati) penderita menjadi flasid bilateral. Secara klinis sering terjadi keracunan dengan
respon primitif perkembangan manusia, yaitu reflek fleksi yang disebut trifleksi (triple
Kelompok SGD 3 Page 5
fleksion).Trifleklsi terjadi akibat aktivasi motoneuron difus dengan hasil berupa aktivasi
otot-otot fleksor menjauhi rangsang nyeri (otot-otot fleksor dipergelangan lutut, kaki, dan
panggul mengkontraksikan keempat anggota badan kearah badan). Trirefleks ini
merupakan bentuk primitif refleks spinal.
5. Nyeri kepala
Pada tahap paling awal PTIK, beberapa penderita mengeluh nyeri kepala ringan
atau samar-samar.Secara umum, nyeri kepala sebenarnya tidak terlalu sering terjadi
seperti diperkirakan banyak orang.
Nyeri kepala terjadi akibat pereganggan struktur intrakranial yang peka nyeri
(duramater, pembuluh darah besar basis kranii, sinus nervus dan bridging veins). Nyeri
terjadi akibat penekanan langsung akibat pelebaran pebuluh darah saat kompensasi.
Nyeri kepala pada kelainan ini sering dilaporkan sebagi nyeri yang bertambah hebat saat
bangkit dari tidur di pagi hari. Hal ini dikarenakan secara normal terjadi peningkatan
aktivitas metabolisme yang paling tinggi saat pagi hari, dimana pada saat tidur menjelang
bangun pagi fase REM mengaktifkan metabolisme dan produksi CO2. Dengan
peningkatan kadar CO2 terjadilah vasodilatasi.
6. Muntah
Muntah Projectile vomiting akibat peningkatan ICP. Muntah akibat PTIK
tidak selalu sering dijumpai pada orang dewasa.Muntah disebabkan adanya kelainan di
infratentorial atau akibat penekanan langsung pada pusat muntah.Kita belum mengerti
secara lengkap bagaimana mekanisme refleks muntah terjadi. Muntah dapat didahului
oleh mual / dispepsia atau tidak. Seandainya didahului oleh perasaan mual / dispepesia,
berarti terjadi aktivasi saraf-saraf ke otot bantu pernafasan akibat kontraksi mendadak
otot-otot abdomen dan thoraks.
7. Perubahan tekanan darah dan denyut nadi
Pada tahap awal tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil pada tahap
selanjutnya karena penekanan ke batang otak terjadi perubahan tekanan darah.
Penekanan ke batang otak menyebabkan suasana iskemik di pusat vasomotorik di batang
otak. Seiring dengan meningkatnya TIK, refleks respon Chusing teraktivasi agar tetap
menjaga tekanan didalam pembuluh darah serebral tetap lebih tinggi daripada TIK.
Dengan meningginya tekanan darah, curah jantungpun bertambah dengan
meningkatnya kegiatan pompa jantung yang tercermin dengan semakin memburuknya
kondisi penderita akan terjadi penurunan tekanan darah. Pada tahap awal denyut nadi
masih relatif stabil dengan semakin meningkatnyaTIK, denyut nadi akan semakin
Kelompok SGD 3 Page 6
menurun kearah 60 kali permenit sebagai usaha kompensasi. Menurunnya denyut nadi
dan “isi“ denyut terjadi sebagai upaya jantung untuk memompa akan ireguler, cepat, “
halus“ dan akhirnya menghilang.
8. Perubahan pola pernafasan
Perubahan pola pernafasan merupakan pencerminan sampai tingkat mana TIK.
Bila terjadi PTIK akut sering terjadi oedema pulmoner akut tanpa distress syndrome
(ARDS) atau dissminated intravaskular coangulopathy (DIC).
9. Perubahn suhu badan
Peningkatan suhu badan biasanya berhubungan dengan disfungsi hipothalamus.
Pada fase kompensasi, suhu badan mungkin masih dalam batas normal. Padaf ase
dekompensasi akan terjadi peningkatan suhu badan sangat cepat dan sangat tinggi.
Melonjaknya suhu badan dapat juga terjadi akibat infeksi sekunder, tetapi jarang yang
mencapai sangat tinggi sebagaimana halnya akibat gangguan fungsi hipothalamus.
Hipertermia akibat gagal pusat termoregulasi.
10. Hilangnya refleks – refleks batang otak
Pada tahap lanjut PTIK terjadi penekanan kebatang otak yang berakibat
hilangnya atau disfungsi refleks-refleks batang otak. Refleks-refleks ini diantaranya
Refleks kornea, Oukosefalik, dan Aukulovestibuler. Prognosis penderita akan menjadi
buruk bila terjadi refleks-refleks tersebut.
11. Papiledema
Tergantung keadaan yang ada, papil oedema dapat terjadi akibat PTIK, atau
memang sudah ada sejak awal. Papiloedema akibat PTIK tak akan terjadi seandainya
belum menjadi tingkat yang sangat tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa tak adanya
papiloedema tak beraarti tak ada PTIK.Pada beberapa orang dapat ada jika PTIK terjadi
secara bertahap.
E. Klasifikasi
Menurut corwin (2009), stadium dari hipertensi intracranial dibagi menjadi 4 stadium, yaitu:
1. Stadium 1
Peningkatan salah satu dari 3 volume di otak (darah, CSS atau otak) biasanya
dikompensasi dengan penurunan salah satu atau kedua volume yang lain. Apabila
berhasil, kompensasi tersebut memungkinkan tekanan intracranial tetap dalam rentang
Kelompok SGD 3 Page 7
normal walaupun dengan peningkatan signifikan salah satu volume otak. Apabila
terjadi peningkatan volume pada satu kompartemen, tetapi tekanan intracranial
normal, otak dikatakan berada pada stadium 1 hipertensi intracranial. Biasanya
stadium ini melibatkan penurunan produksi CSS atau peningkatan reabsorpsi CSS,
yang diikuti oleh peningkatan kontriksi arteri untuk mengurangi aliran darah ke otak.
Individu pada stadium 1 mungkin hanya memperlihatkan perubahan perilaku yang
tidak kentara, terutama rasa mengantuk dan sedikit kebingungan.
2. Stadium 2
Apabila volume terus meningkat walaupun terdapat mekanisme kompensasi awal,
tekanan intracranial mulai meningkat secara signifikan dan individu dikatakan berada
pada stadium 2. Stadium ini terjadi dengan perkembangan tumor atau perdarahan
kontinyu dari arteri atau vena yang pecah. Selama stadium 2, otak berespons dengan
melakukan kontriksi arteri serebri sebagai usaha untuk menurunkan tekanan dengan
cara mengurangi aliran darah. Akan tetapi, penurunan aliran darah menyebabkan
hipoksia serebral dan hiperkapnia (peningkatan kadar karbon dioksida) serta
deteriorasi fungsi otak. Tanda klinisnya adalah penurunan kesadaran, perubahan pola
nafas dan perubahan pupil.
3. Stadium 3
Sebagai respons terhadap perburukan hipoksia dan hiperkapnia, arteri serebri
mengalami dilatasi reflex dengan tujuan meningkatkan penghantar oksigen otak.
Akan tetapi, ketika volume darah meningkat, tekanan intracranial meningkat lenih
lanjut sehingga memperburuk situasi. Siklus peningkatan hipoksia yang menyebabkan
peningkatan tekanan sehingga memperburuk hipoksia, disebut dekompensasi. Pada
awitan dekompensasi, individu dikatakan masuk ke stadium 3 hipertensi intracranial.
Pada stadium 3, kurve volume tekanan terbentuk sehingga perubahan kecil lainnya
pada volume intracranial menimbulkan perubahan besar pada tekanan. Tekanan yang
cepat meningkat menekan arteriol dan caliper sehingga memperburuk hipoksia dan
hipkerkapnia, dan merusak sel saraf. Hasilnya adalah penurunan kesadaran yang
berat, perubahan pola nafas, dan gangguan reflex pupil. Pada saat mendeteksi
memburuknya hipoksia dan hiperkapnia, otak berespons dengan reflex yang ditujukan
untuk meningkatkan tekanan arteri rerata sistemik sebagai usaha untuk meningkatkan
oksigenasinya sendiri. Peningkatan dramatis tekanan darah sistemik hanya berfungsi
meningkatkan tekanan intracranial lehih lanjut yang mempercepat kerusakan sel otak.
Aliran darah serebral melambat dan kesadaran serta reflex biasanya menurun.
Kelompok SGD 3 Page 8
4. Stadium 4
Ketika pembengkakan dan tekanan pada satu kompartemen otak menjadi sangat
tinggi, terjadi herniasi (penonjolan) ke dalam kompartemen lain. Herniasi
meningkatkan tekanan di kompartemen yang lain dan akhirnya seluruh otak terkena.
Ketika tekanan intracranial mencapai tekanan sistolik rerata, perfusi serebral berhenti.
F. Patofisiologi
Tekanan dalam tulang cranial dijaga oleh tiga kompartemen yang telah disebutkan
yaitu : Otak, Darah otak dan CSF. Ada hipotesa Monro - Kellie, satu teori untuk memahami
TIK yang mana teori ini menyatakan bahwa karena tulang kranium tidak dapat membesar,
ketika salah satu dari kompartemen intracranial itu bertambah atau meluas dua kompartemen
lainnya akan mengkompresikannya dengan menurunkan volume agar lainnya akan
mengkompensasinya dengan menurunkan volume agar volume dan tekanan total otak tetap
konstan.
Karena adanya pembesaran massa, kompensasi dalam tulang kranium dilakukan
melalui pemindahan cairan otak ke kanal medulla spinalis atau diserap kembali ke vena
melalui vili-vili yang ada di lapisan arachnoid. Kemampuan otak untuk mengadaptasi tekanan
tanpa menimbulkan peningkatan TIK disebut dengan Compliance.
Pemindahan CSF ini merupakan kompensasi pertama. Ketika kompensasi ini
terlampaui, TIK akan meningkat selanjutnya pasien akan memperlihatkan adanya tanda-tanda
peningkatan TIK dan tentunya akan dilakukan upaya-upaya kompensasi lain untuk
menurunkan tekanan tersebut.
Kompensasi kedua adalah dengan menurunkan volume darah otak. Ketika terjadi
penurunan darah otak yang mencapai 40 % jaringan otak akan mengalami asidosis dan
apabila penurunan tersebut mencapai 60 % maka akan telah tampak adanya kelainan pada
EEG. Kompensasi ini merubah metabolisme serebral dan umumnya akan menimbulkan
hipoksia dan beberapa bagian dari jaringan otak akan mengalami nekrosis.
Kompensasi terakhir yang dilakukan namun bersifat letal (mematikan) adalah
pemindahan jaringan otak ke daerah tentorial dibawah falk cerebri melalui foramen magnum
ke dalam kanal medulla spinalis.Tahap ini disebut herniasi dan mengakibatkan kematian.
Perlu diingat bahwa otak disokong dalam berbagai kompartemen intracranial.
Supratentorial kompartemen berisi semua jaringan otak dari atas midbrain, bagian ini dibagi
ke dalam ruang (chamber) kanan dan kiri dengan serat yang tidak elastis dari falk serebri.
Kelompok SGD 3 Page 9
Supratentorial ini dipisahkan dari infratentorial kompartemen (yang ada di batang otak dan
cerebellum) dengan tentorial cerebellum. Ini adalah penting untuk diingat bahwa otak
mempunyai kemampuan beberapa pergerakan dalam kompartemen. Ketika tekanan
meningkat pada salah satu kompartemennya maka tekanan tersebut akan mendorong
kebagian yang lebih bawah. Bila peristiwa pendesakan terus berlangsung maka tidak dapat
dielakan terjadinya herniasi pada daerah ini. Tentu kita masih ingat bahwa daerah tentorial
atau batang otak ini mengandung fungsi vital tubuh dan bilamana mengalami gangguan akan
dapat menimbulkan kematian segera.
G. Pemeriksaan diagnostic/penunjang
Pemeriksaan diagnostik dari peningkatan TIK
1) Monitor tekanan intrakranial,merupakan rangkaian tatalaksana cedera otak traumatik
dalam menurunkan mortalitas. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk
mendiagnosis peningkatan intrakranial adalah dengan mengukurnya secara langsung. Hal
ini dapat dikerjakan dengan melakukan punksi lumbal, tetapi tidak dibenarkan untuk
monitoring TIK kontinu. Selain itu, harus dipertimbangkan juga, punksi lumbal tidak
bisa dilakukan pada pasien dengan lesi massa di fossa posterior, pasien dengan midline
shift yang signifikan, atau pada pasien dengan perdarahan ventrikel.
a) alat monitoring tekanan intracranial secara invasive
Intraventrikular kateter
Dapat monitor TIK secara langsung, dokter memasukkan polietilen kecil atau
silicon karet kedalam ventrikel lateral melalui burr hole.Dapat mengukur
secara akut dan mengalirkan cairan cerebrospinal namun dapat menibulkan
resiko infeksi. Kontraindikasi jika ada cerebral ventrikel stenosis, aneurisma
cerebral dan suspek lesi vaskuler.
Subarachnoid bolt
Insersi melalui subarachnoid melalui twist-drill burr hole dimana posisinya didepan
tengkorak dibelakang hairline.Lebih mudah dari intraventrikuler kateter,khususnya
jika CT scan menyatakan bahwa cerebrum bergeser atau kollaps ventrikel. Resiko
infeksi dan kerusakan parenkim sedikit karena bolt nya tidak masuk dalam
cerebrum.
Epidural atau subdural transducer
Kelompok SGD 3 Page 10
Untuk monitor epidural, sensor fiber optic dimasukkan kedalam epidural melalui
burr hole.Hal ini perlu dipertanyakan karena TIK tidak diukur secara langsung dari
tempat pengisian cairan serebrospinal. Untuk subdural monitor kateter transducer
fiber optic dipasang melalui burr hole dan titempatkan pada jaringan otak dibawah
duramater.Metode ini tidak adekuat untuk mengalirkan CSF.
Intraparenkim transducer
Dokter memasukkan kateter melalui subarachnoid bolt dan setelah ke dura kateter
dikembangkan beberapa centimeter masuk kedalam brain’s white
matter.Pengukuran ini akurat karena tekanan jaringan otak berhubungan baik
dengan tekanan ventrikel.Digunakan pada pasien dengan kompresi atau
dislokasi ventrikel.
b) alat monitoring tekanan intracranial secara non invasif
Transcranial Doppler
TCD mengukur velocity aliran darah pada arteri intracranial basal dan sering
digunakan untuk mendeteksi pendekatan ke pembuluh darah.Hal ini
dikarakteristikkan dengan perubahan pada bentuk gelombang aliran darah akibat
peningkatan tekanan intracranial.
Tympanic membrane displacement
CSF dan perilymph mungkin saling berhubungan melalui cochlear secara
adekuat dan meningkatkan TIK akan menyebabkan peningkatan pada oval
window.Tekanan ini kemudian ditranmisi ke membrane timopani melalui
osscles dari telinga tengah.Impedance audiometer ditempatkan pada kanal
telinga luar dengan memancarkan dan mendeteksi gelombang suara.
Transcranial ultrasound propagation
Dengan menggunakan bitemporal acoustic probes, gelombang ultrasonic
ditransmisikan melalui kepala.Diasumsikan dengan peningkatan TIK dan
merubah dalam jaringan intracranial elastance akan merubah velositas dari
gelombang suara.
Jugular bulb monitoring
Pengukuran ini dengan memasukkan secara retrograde kateter oximeter
tipped kedalam jugular bulb. Dengan pendekatan infrared spectroskopi.
2) Pencitraan (imaging), CT scan kepala tanpa kontras dapat menunjukkan efek massa
dengan melihat adanya :
Kelompok SGD 3 Page 11
- sulcidangyri yang menghilang
- ventrikel otak menyempit atau menghilang
- sisterna basalis yang menghilang
- penggeseran garis tengah (midline shift)
- edema fokal atau global, perdarahan atau kontusio, dan/atau infark.
CT scan kepala itu sendiri tidak begitu dapat diandalkan dalam menentukan peningkatan
TIK. 10-15% pasien dengan trauma kepala yang koma mengalami peningkatan TIK
namun dari pemeriksaan CT scan kepala normal.
3) Pengukuran non-invasif, Peningkatan indeks pulsatility (tekanan sistol-diastol/tekanan
rata-rata) yang diukur dengan alat transkranial Doppler dapat menjadi suatu
penanda/marker peningkatan TIK, walaupun sensitivitas dan spesifisitas indeks
pulsatility sub optimal.
4) Monitoring lanjutan, teknologi mikro dialisis, menggunakan tampilan kromatografi
cairan untuk mengukur level laktat, piruvat, dan glukosa dalam jaringan. Monitoring
oksigen jaringan otak menunjukkan ukuran rata-rata dari tekanan oksigen kapiler dan
interstisial otak. Hal ini penting untuk memahami keterbatasan otak tersebut dengan
monitoring. PbO2 tidak ekuivalen dengan fraksi ekstraksi oksigen atau oksigen yang
sampai kejaringan otak, tetapi cukup mewakili tekanan parsial oksigen otak, atau oksigen
yang terkandung di otak. Nilai PbO2 lebih mewakili oksigen difusi daripada oksigen
delivery atau metabolisme oksigen.
5) Angiografi serebral. Deviasi pembuluh darah
6) X-ray tengkorak. Erosi posterior atau adanya kalsifikasi intracranial
7) CT scan atau MRI. Identfikasi vaskuler tumor, perubahan ukuran
ventrikel serebral.
8) Ekoensefalogram. Peningkatan pada struktur midline
9) Pemeriksaan DL: Hb menurun dan HCT meningkat apabila ada
perdarahan.
H. Penatalaksanaan dan pengobatan
Tujuan penatalaksanan dari TIK tersebut adalah :
1. Deteksi dini dari tanda – tanda peningkatan TIK akut.
2. Mengurangi munculnya oedema
3. Mencegah formasi oedema cerebral selanjutnya
Kelompok SGD 3 Page 12
Penanganan yang terbaik untuk peningkatan ICP adalah pengangkatan dari lesi penyebabnya
seperti tumor, hidrosefalus, dan hematoma. Peningkatan ICP pasca operasi jarang terjadi hari-
hari ini dengan meningkatnya penggunaan mikroskop dan teknik khusus untuk menghindari
pengangkatan otak. Peningkatan ICP adalah sebuah fenomena sementara yang berlangsung
untuk waktu yang singkat kecuali ada cedera sekunder segar karena hipoksia, bekuan atau
gangguan elektrolit. Pengobatan ditujukan untuk mencegah peristiwa sekunder. ICP klinis
dan pemantauan akan membantu. Berikut merupakan tindakan yang dapat dilakukan.
1. Penanganan Primer
Tindakan utama untuk peningkatan ICP adalah untuk mengamankan ABCDE
(primary survey) pada pasien. Banyak pasien dengan peningkatan ICP memerlukan
intubasi. Pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus diintubasi untuk melindungi
airway. Yang menjadi perhatian utama pada pemasangan intubasi ini adalah intubasi ini
mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang kemudian dapat meningkatkan
tekanan vena sentral yang kemudian akan menghasilkan inhibisi aliran balik vena
sehingga akan meningkatkan ICP. Pengobatan yang tepat untuk infeksi berupa
pemberian antibiotik harus dilaksanakan dengan segera. Pemberian analgesia yang
memadai harus diberikan walaupun pasien dalam kondisi di bawah sadar.
Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala dapat
menurunkan ICP pada komdisi normal dan pada pasien dengan cedera kepala melalui
mekanisme penurunan tekanan hidrostatis CSF yang akan menghasilkan aliran balik
vena. Sudut yang dianjurkan dan umumnya digunakan untuk elevasi pada kepala adalah
300. Pasien harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus ke depan karena apabila
kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan disertai dengan fleksi pada leher akan
meynebabkan penekanan pada vena jugularis interna dan memperlambat aliran balik
vena.
Hipoksia sistemik, gangguan hemodinamik dan gangguan pada autoregulasi
yang kemudian disertai dengan kejang dapat membahayakan kondisi pasien dengan
peningkatan ICP. Sehingga banyak praktisi kesehatan yang kemudian menggunakan
terapi profilaksis fenitoin, terutama pada pasien dengan cedera kepala, perdarahan
subaraknoid, perdarahan intrakranial, dan kondisi yang lainnya. Penggunaan fenitoin
sebagai profilaksis pada pasein dengan tumor otak dapat menghasilkan penurunan resiko
untuk terjadinya kejang, tapi dengan efek samping yang juga cukup besar.
Kelompok SGD 3 Page 13
2. Penanganan Sekunder
a. Induced vasokonstriksi serebral – Hiperventilasi, hiperbarik O2
b. Osmoterapi – Pemberian manitol, gliserol, urea
c. Agen anestesi – Barbiturat, gamma hidroksibutirat, Etomidate,
d. Hipotermi
e. Pemberian koagulopati
f. Bedah dekompresi.
a. Hiperventilasi digunakan pada pasien dengan skor GCS yang lebih dari 5.
Pembuluh darah otak merespon dengan cepat pada perubahan PaCO2. PaCO2 yang
rendah dapat menyebabkan vasokonstriksi, yang kemudian akan mengurangi
komponen darah dalam volume intrakranial, dimana peningkatan PaCO2
menyebabkan vasodilatasi. Hiperventilasi bertujuan menjaga agar PaCO2 berada
pada level 25 – 30 mm Hg sehingga CBF akan turun dan volume darah otak
berkurang dan dengan demikian mengurangi ICP. Hiperventilasi yang
berkepanjangan harus dihindari dan menjadi tidak efektif setelah sekitar 24 jam.
Kecenderungannya adalah untuk menjaga ventilasi normal dengan PaCO2 di
kisaran 30 – 35 mmHg dan PaO2 dari 120-140 mmHg. Ketikaa ada pemburukan
klinis seperti dilatasi pupil atau tekanan nadi melebar, hiperventilasi dapat
dilakukan (sebaiknya dengan Ambu bag) sampai ICP turun. Hyper barik O2,
hipotermia masih dalam tahap percobaan, terutama di Jepang. Mereka pada
dasarnya menyebabkan vasokonstriksi serebral dan mengurangi volume darah otak
dan ICP.
b. Osmotherapi berguna dalam tahap edema sitotoksik, ketika permeabilitas kapiler
yang masih baik, dengan meningkatkan osmolalitas serum. Manitol masih
merupakan obat yang baik untuk mengurangi ICP, tetapi hanya jika digunakan
dengan benar: itu adalah diuretik osmotik yang paling umum digunakan. Hal ini
juga dapat bertindak sebagai scavenger radikal bebas. Manitol tidak inert dan tidak
berbahaya. Gliserol dan urea merupak golongan yang jarang digunakan hari ini.
Beberapa teori telah dikemukakan mengenai mekanisme yang mengurangi ICP.
1). Dengan meningkatkan fleksibilitas eritrosit, yang menurunkan viskositas darah
dan menyebabkan vasokonstriksi yang mengurangi volume darah otak dan
menurunkan ICP dan dapat mengurangi produksi CSF oleh pleksus choroideus.
Kelompok SGD 3 Page 14
Dalam dosis kecil dapat melindungi otak dari iskemik karena fleksibilitas eritrosit
meningkat.
2). Efek diuretik terutama di sekitar lesi, di mana integritas sawar darah otak
terganggu dan tidak ada pengaruh yang signifikan pada otak normal. Lesi intraaxial
merespon lebih baik dari lesi ekstra aksial.
3). Teori lain adalah, manitol dengan menarik air di ependyma dari ventrikel
dengan cara analog dengan yang dihasilkan oleh drainase ventrikel.
Dosis tradisional adalah 1 gm/kg/24 jam 20% sampai 25% iv baik sebagai bolus
atau lebih umum secara bertahap. Tidak ada peran untuk dehidrasi. Efek Manitol
pada ICP maksimal adalah 1 / 2 jam setelah infus dan berlangsung selama 3 atau 4
jam sebagai sebuah aturan. Dosis yang benar adalah dosis terkecil yang akan
berpengaruh cukup terhadap ICP. Ketika dosis berulang diperlukan, penggunaan
garis dasar osmolalitas serum meningkat secara bertahap dan saat ini melebihi 330
mosm / 1 terapi manitol harus dihentikan. Penggunaan lebih lanjut tidak efektif dan
cenderung menimbulkan gagal ginjal. Diuretik seperti furosemid, baik sendiri atau
bersama dengan bantuan manitol untuk mempercepat ekskresi dan mengurangi
osmolalitas serum awal sebelum dosis berikutnya. Beberapa mengklaim, bahwa
furosemid manitol dapat meningkatkan output. Beberapa memberikan furosemid
sebelum manitol, sehingga mengurangi overload sirkulasi. Fenomena rebound
adalah karena pembalikan gradien osmoICP sebagai akibat kebocoran progresif
dari agen osmotik melintasi penghalang darah otak rusak, atau karena ICP yang
meningkat kembali.
c . Barbiturat dapat menurunkan ICP ketika tindakan-tindakan lain gagal, tetapi tidak
memiliki nilai profilaksis. Mereka menghambat peroksidasi lipid dimediasi radikal
bebas dan menekan metabolisme serebral; persyaratan metabolisme otak dan
dengan demikian volume darah otak yang berkurang mengakibatkan penurunan
ICP. Fenobarbital yang paling banyak digunakan. Dosis 10 mg / kg pemuatan lebih
dari 30 menit dan 1-3mg/kg setiap jam secara luas digunakan. Fasilitas untuk
memantau dekat ICP dan ketidakstabilan hemodinamik harus menemani setiap
terapi obat tidur.
d. Dosis tinggi terapi steroid sangat populer beberapa tahun yang lalu dan masih
digunakan oleh beberapa ahli. Ini mengembalikan integritas dinding sel dan
membantu dalam pemulihan dan mengurangi edema. Barbiturat dan agen anestesi
lain mengurangi tekanan CBF dan arteri sehingga mengurangi ICP. Selain itu
Kelompok SGD 3 Page 15
mengurangi metabolisme otak dan permintaan energi yang memfasilitasi
penyembuhan lebih baik.
e. Hipotermi dapat digunakan sebagai terapi adjuvant terhadap terapi yang lain.
Temperatur tubuh dibuat menjadi lebih rendah dari temperature tubuh yang normal
yaitu sekitar 32°C – 34 °C. Metode ini dapat mungkin menurunkan ICP dengan
menurunkan metabolisme dari otak. Metode terapi ini selama 8 jam atau lebih
dapat dipertimbangkan untuk terapi pada peningkatan ICP.Komplikasi dari metode
hipotermia ini meliputi depresi jantung pada suhu di bawah 32°C. dan peningkatan
insiden komplikasi berupa infeksi seperti pneumonia telah dilaporkan pada metode
terapi ini.
6. Penggunaan Koagulopati. Kerusakan parenkim otak yang berat dapat terjadi
karena adanya pelepasan thromboplastin pada jaringan diamana hal ini akan
mengaktivasi faktor instrinsik. Sindroma klinis didiagnosa dengan adanya
pemanjangan PT dan aktivasi sebagian dari nilai APTT, penurunan level
fibrinogen, peningkatan level fibrin, dan penurunan jumlah platelet. APTT yang
memanjang ditangani dengan memberikan fresh frozen plasma. Kadar Fibrinogen
di bawah 150 mg/dL memerlukan penanganan berupa pemberian krioprecipitate.
Pemberian platelet harus dilakukan untuk mengobati nyeri kepala pada pasien
dengan jumlah platelet yang kurang dari 100.000/ml bila waktu perdarahan
memanjang.
7. Intervensi bedah
Tekanan intrakranial (intracranial pressure, ICP) dapat diukur secara kontinu
dengan menggunakan transduser intrakranial. Kateter dapat dimasukkan ke dlam
entrikel lateral dan dapat digunakan untuk mengeluarkan CSF dengan tujuan untuk
mengurangi ICP. Drain tipe ini dikenal dengan EVD (ekstraventicular drain). Pada
situasi yang jarang terjadi dimana CSf dalam jumlah sedikit dapat dikeluarkan
untuk mengurangi ICP, Drainase ICP melalui punksi lumbal dapat digunakan
sebagai suatu tindakan pengobatan.
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan hematom di
di dalam ruangan intrakranial dan untuk mengurangi tekanan intrakranial dari
bagian otak dengan cara membuat suatu lubang pada tulang tengkorak kepala.
Kranioektomi adalah suatu tindakan radikal yang dilakukan sebagai penanganan
untuk peningkatan tekanan intrakranial, dimana dilakukan pengangkatan bagian
tertentu dari tulang tengkorak kepala dan duramater dibebaskan agar otak dapat
Kelompok SGD 3 Page 16
membesar tanpa adanya herniasi. Bagian dari tulang tengkorak kepala yang
diangkat ini desebut dengan bone flap. Bone flap ini dapat disimpan pada perut
pasien dan dapat dipasang kembali ketika penyebab dari peningkatan ICP tersebut
telah disingkirkan. Material sintetik digunakan sebagai pengganti dari bagian
tulang tengkorak yang diangkat. Tindakan pemasangan material sintetik ini dkenal
ddengan cranioplasty.
3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh
informasi dan data yang akan digunakan sebagai dasar untuk menemukan masalah
keperawatan dan membuat rencana asuhan keperawatan pasien.
Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pasien Ny. Sari di ICU :
Tanggal Pengkajian …………………..
Tanggal MRS …………………...
a) Identitas Klien
Melliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, alamat rumah, pendidikan terakhir, suku
bangsa, status perkawinan, pekerjaan, dan diagnosa medis. Dari kasus, diperoleh data
pasien bernama Ny. Sari , berusia 55tahun, dengan diagnosa medis: SH+ICB
dengan peningkatan TIK
Riwayat Sakit dan Kesehatan
Keluhan utama MRS
Penurunan kesadaran.
Riwayat kesehatan sekarang
Ny. Sari mengalami penurunan kondisi setelah sempat dirawat di ruang bangsal.
Riwayat kesehatan lalu
Riwayat kesehatan lalu: sebelumnya terjadi peningkatan TIK, Ny Sari mengalami
stroke + ICB.
Riwayat kesehatan keluarga
Tidak dijelaskan pada kasus.
Riwayat alergi
Kelompok SGD 3 Page 17
Tidak dijelaskan pada kasus.
b) Pemeriksaan Fisik (6 B)
1) Breathing
Terpasang ventilator
2) Blood
Nadi teraba 90 x/menit, tekanan darah 160/110 mmHg, suhu 38,6.
3) Brain
Status: penurunan kesadaran, dengan GCS 9, kejang periodic +
4) Bladder
Nyeri pinggang tidak disebutkan, BAK pasien tidak disebutkan, nyeri BAK tidak
dapat dikaji, frekuensi BAK serta warna tidak disebutkan dalam kasus.
5) Bowel
TB dan BB tidak disebutkan dalam kasus, nafsu makan tidak dapat dikaji, keluhan
saat makan (mual, muntah,sulit menelan) tidak dapat dikaji, frekuensi dan jumlah
makan dan minum tidak dijelaskan (pemberian nutrisi dan cairan dapat melalui IV
line), tidak terdapat perut kembung, BAB tidak disebutkan dalam kasus.
6) Bone
Nyeri pada tulang tidak disebutkan dalam kasus, kekuatan otot lemah, tidak
terdapat deformitas, aktivitas dan latihan (makan/minum, mandi, toileting,
berpakaian, mobilisasi, berpindah, ambulasi) dibantu oleh orang lain.
c) Pemeriksaan Diagnostik dan Terapi Medis
- Pemeriksaan diagnostik : CT Scan: perdarahan lobus parietal.
- Pemeriksaan DL: Hb 8 gr/dl, HCT= 50 gr/dl, PLT=110 gr/dl, WBC= 15 gr/dl.
- Pemeriksaan LP: CSF: 300 mmH2O
- Terapi medis : Tidak disebutkan dalam kasus.
d) pathway ,,,,,,(terlampir)
e) analisa data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS:-DO: - SH+ICG+
Perdarahan di lobus parietal
- TIK: 300 mmH2O
pe↑ TIK↓
Kompresi arteri serebri↓
aliran darah me↓↓
Hipoksia & hiperkapnia
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Kelompok SGD 3 Page 18
↓Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
DS:-DS:- Penurunan
kesadaran- GCS 9
pe↑ TIK↓
Kompresi arteri serebri↓
aliran darah me↓↓
Hipoksia & hiperkapnia ↓
Oksigenasi ke otak ber<↓
Penurunan kesadaran↓
Defisit perawatan diri
Defisit perawatan diri
DS:-DO:- S: 38,6
pe↑ TIK↓
Kompresi hipothalamus↓
Disfungsi termoregulasi↓
hipertermi
Hipertermi
DS:-DO: kejang periodik
pe↑ TIK↓
Kompresi arteri serebri↓
aliran darah me↓↓
Hipoksia & hiperkapnia ↓
Oksigenasi ke otak ber<↓
Muatan listrik abnormal di otak
↓Kejang
↓Resiko cedera
Resiko cedera
DS:-DO: Terpasang ventilator
pe↑ TIK dg kompresi batang otak & pusat
pernafasan↓
Gagal nafas↓
Ventilator
1. Ketidak efektifan jalan napas .
2. Resiko infeksi
Kelompok SGD 3 Page 19
↓1. Ketidak efektifan
bersihan jalan napas .
2. Resiko terhadap trauma dan infeksi
DO:-DS: Hb: 8gr/dlHct: 50 gr/dl
Perdarahan intracranial di lobus parietal
↓Hb:8, hct:50
↓Sirkulasi sistemik ↓
↓Suplai O2 me↓
↓Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
B. Diagnose keperawatan
1. Resiko ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
TIK
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan pembentukan
lendir yang berkaitan dengan ventilasi mekanis tekanan positif kontinu.
3. Hipertermi berhubungan dengan disfungsi pusat termoregulasi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
suplai O2 menurun.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan intubasi endotrakea.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko cedera berhubungan dengan kejang
C. Rencana tindakan
1 Risiko ketidakefektifan
perfusi jaringan cerebral
berhubungan dengan
peningkatan TIK
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….. jam diharapkan risiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral dapat dicegah dengan criteria
<<NIC label 1: Cerebral Perfusion Promotion>>
- Memberikan dan titrasi obat vasoaktif, seperti yang diperintahkan, untuk
Kelompok SGD 3 Page 20
hasil :
<<NOC label 1: Neurological status>>
- Kesadaran klien Compos Mentis
- Tekanan intracranial dalam batas normal
- Ukuran pupil dalam batas normal
- Pergerakan mata normal
- Pola pernapasan normal
- Tekanan darah dalam batas normal 120,-130/ 80-85 mmHg, skala 5
- RR dalam batas normal 16-20 x/menit
- Nyeri kepala menghilang
<<NOC label 2 : Tissue perfusion cerebral>>
- Tekanan intracranial dalam batas normal
- Tekanan darah sistolik dalam batas normal 120-130 mmHg,
- Tekanan diastolic dalam batas normal 80-85 mmHg
- Tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran
- Tidak terjadi gangguan reflek neurologist
<<NOC label 3: Circulation status>>
- Tekanan darah sistolik dalam batas normal 120-130 mmHg, skala 5
- Tekanan diastolic dalam batas normal 80-85 mmHg, skala 5
- Capillary refill ≤ 2 detik, skala 5
- PaCO2 (Partial pressure of carbon dioxide in arterial blood) dalam batas
mempertahankan parameter hemodinamik
- Mengelola agen untuk memperluas volume yang intravaskular, yang sesuai (misal: koloid, produk darah, dan kristaloid)
- Menjaga tingkat hematokrit sekitar 33% untuk terapi hemodilusi hypervolemic
- Mempertahankan tingkat glukosa serum dalam kisaran normal
- Konsultasi dengan dokter untuk menentukan kepala yang optimal dari tempat tidur (HOB) penempatan (misalnya 0, 15, atau 30 derajat) dan tanggapan memonitor pasien untuk posisi kepala
- Monitor status neurologi- Monitor CVP- Monitor tekanan arteri rata-
rata- Monitor tanda-tanda
pendarahan- Hitung dan monitor tekanan
perfusi cerebral- Monitor tekanan intra cranial
pasien dan respon neurologis
<<NIC label 2: Intracranial Pressur (ICP) Monitoring>>
- Membantu penyisipan perangkat pemantauan ICP
- Memberikan informasi kepada keluarga
- Mendapatkan cairan cerebrospinal (CSF) untuk sampel drainase sesuai kebutuhan
- Monitoring CPP- Memantau ICP pasien dan
tanggapan neurologis untuk kegiatan perawatan
- Memantau jumlah / tingkat drainase CSF
- Monitor intake dan output- Memantau temperatur dan
jumlah WBC - Memberikan asuhan
keperawatan untuk
Kelompok SGD 3 Page 21
normal 35-45 mmHg, - PaO2 (Partial
pressure of oksigen in arterial blood) dalam batas normal 80-100 mmHg,
- Saturasi oksigen ≥ 95%,
meminimalkan peningkatan ICP
- Mempertahankan hiperventilasi terkontrol seperti yang diperintahkan
- Menjaga tekanan arteri sistemik dalam batas tertentu
- Memberikan agen farmakologi untuk mempertahankan ICP dalam rentang yang ditentukan
- Memberitahukan kepada dokter peningkatan ICP itu tidak merespon terhadap perawatan protokol
2 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif b/d pembentukan lendir.
NOC :
Respiratory status : Ventilation
Respiratory status : Airway patency
Aspiration Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………….. pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil:
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor
NIC :
Airway suction
Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan
Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
Monitor status oksigen pasien Hentikan suction dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, penurunan saturasi O2, dll.
Airway Management
Monitor tube ETT jangan sampai digigit atau tertekuk.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Kelompok SGD 3 Page 22
yang dapat menghambat jalan nafas
Lakukan suction pada ETT Berikan bronkodilator bila
perlu Berikan pelembab udara Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
3 Hipertermi berhubungan dengan disfungsi pusat termoregulasi
NOC : Thermoregulation
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………….. pasien menunjukkan normotermia dibuktikan dengan kriteria hasil:
Suhu tubuh dalam rentang normal
Nadi dan RR dalam rentang normal
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa nyaman
NIC :
Fever treatment
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor IWL Monitor warna dan suhu
kulit Monitor tekanan darah, nadi
dan RR Monitor penurunan tingkat
kesadaran Monitor intake dan output Berikan anti piretik Berikan pengobatan untuk
mengatasi penyebab demam Selimuti pasien Lakukan tapid sponge Berikan cairan intravena Kompres pasien pada lipat
paha dan aksila Tingkatkan sirkulasi udara Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya menggigil
Temperature regulation
Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR Monitor warna dan suhu
kulit Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat
Kelompok SGD 3 Page 23
panas Diskusikan tentang
pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan
irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan
abnormal Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
4 Perfusi jaringan tidak efektif b/d penurunan suplai O2 ke jaringan
NOC :
Circulation status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan keefektifan perfusi jaringan dibuktikan dengan kriteria hasil:
Denyut proksimal
NIC :
Perawatan Sirkulasi:
Melakukan sirkulasi perifer secara komprehensif (misalnya pemeriksaan nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, dan suhu ekstremitas)
Pencegahan statis vena dengan tidak menyilankan kaki, meninggikan kaki tanpa menekuk lutut, dan
Kelompok SGD 3 Page 24
dan perifer distal kuat dan simetris
Tingkat sensasi normal
Fungsi otot utuh Kulit utuh, warna
normal Suhu ekstremitas
hangat Tidak ada nyeri
ekstremitas yang terlokalisasi
latihan.Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi arteri dengan tepat
Tinggikan anggota badan yang terkena 20 derajat atau lebih tinggi dari jantung untuk meningkatkan aliran darah balik vena
Pantau tromboflebitis dan trombosis vena profunda
5 Resiko infeksi berhubungan dengan intubasi endotracheal
NOC :
Immune Status Knowledge :
Infection control Risk control
Kriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
Jumlah leukosit dalam batas normal
NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Pertahankan teknik isolasi Batasi pengunjung bila perlu Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik bila
perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Kelompok SGD 3 Page 25
Batasi pengunjung Saring pengunjung terhadap
penyakit menular Partahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kuliat pada
area epidema Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan Dorong istirahat Pemberian antibiotik sesuai
resep Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari
infeksi Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif
6 Defisit perawatan diri b/d penurunan kesadaran
NOC :
Self care : Activity of Daily Living (ADLs)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …..jam diharapkan perawatan diri terpenuhi criteria hasil :
Klien terbebas dari bau badan
Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs
Dapat melakukan ADLS dengan bantuan
NIC :
Self Care assistane : ADLs
Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan.
Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari-
Kelompok SGD 3 Page 26
hari sesuai kemampuan. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
7 Resiko cedera b/d kejang NOC :
Knowledge : Personal Safety
Safety Behavior : Faal Prevention
Safety Behavior : Falls occurance
Safety Behavior : Physical Injury
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ….. jam diharapkan risiko cedera menurun dengan criteria hasil :
Lingkungan aman Pengendalian
resiko efektif
NIC :
Environmental Management safety
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Membatasi pengunjung Memberikan penerangan yang
cukup Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
Daftar Pustaka
Guyton, Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC
Hudak. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC
NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 - 2006 Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta : Prima Medika
Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta :
EGC
Schwartz. 2000. Intisari Prinsip - Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 6. Jakarta : EGC
Kelompok SGD 3 Page 27
Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 3.
Jakarta : EGC
Kelompok SGD 3 Page 28