auk

26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh pemisah topografis (igir) yang memiliki fungsi sebagai penerima, penampung, dan penyalur air hujan yang jatuh diatas daerah tersebut, yang akhirnya air tersebut sampai ke laut atau danau. DAS memiliki ekosistem yang terdiri dari faktor abiotik dan biotik yang saling berpengaruh, faktor abiotik terdiri dari tanah, air, dan udara, sedangkan faktor biotik terdiri dari manusia, tumbuhan, dan hewan. Menurut Asdak (2007), ekosistem DAS dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu hulu, tengah, hilir. Bagian hulu merupakan daerah konservasi, sedangkan bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan, antara ketiga ekosistem tersebut saling berpengaruh dan tidak bisa lepas antara satu dengan yang lainnya. Faktor-faktor dalam ekosistem DAS seperti air, tanah, vegetasi merupakan sasaran dari sumberdaya alam, sedangkan manusia sebagai pengguna sumberdaya tersebut. Sumberdaya alam yang tersedia tersebut memiliki kualitas dan kuantitas sehingga perlu dijaga kelestariannya. Salah satu sumberdaya yang paling berpengaruh dalam kehidupan manusia adalah sumberdaya air, salah satunya adalah air sungai. Air sungai yang baik adalah yang memiliki kualitas air sesuai baku mutu lingkungan hidup yang ada. Air sungai yang telah tercemar karena suatu limbah dan melebihi daya tampungnya, maka diperlukan monitoring dan tindakan yang lebih lanjut, semakin banyak air sungai yang tercemar, maka akan semakin banyak pula tindakan yang perlu dilakukan dan akan memakan waktu dan biaya yang tidak sedikit.

Upload: nia-astriani

Post on 19-Jan-2016

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Auk

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang dibatasi oleh pemisah

topografis (igir) yang memiliki fungsi sebagai penerima, penampung, dan penyalur

air hujan yang jatuh diatas daerah tersebut, yang akhirnya air tersebut sampai ke laut

atau danau. DAS memiliki ekosistem yang terdiri dari faktor abiotik dan biotik yang

saling berpengaruh, faktor abiotik terdiri dari tanah, air, dan udara, sedangkan faktor

biotik terdiri dari manusia, tumbuhan, dan hewan. Menurut Asdak (2007), ekosistem

DAS dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu hulu, tengah, hilir. Bagian hulu

merupakan daerah konservasi, sedangkan bagian hilir merupakan daerah

pemanfaatan, antara ketiga ekosistem tersebut saling berpengaruh dan tidak bisa

lepas antara satu dengan yang lainnya.

Faktor-faktor dalam ekosistem DAS seperti air, tanah, vegetasi merupakan

sasaran dari sumberdaya alam, sedangkan manusia sebagai pengguna sumberdaya

tersebut. Sumberdaya alam yang tersedia tersebut memiliki kualitas dan kuantitas

sehingga perlu dijaga kelestariannya. Salah satu sumberdaya yang paling

berpengaruh dalam kehidupan manusia adalah sumberdaya air, salah satunya adalah

air sungai. Air sungai yang baik adalah yang memiliki kualitas air sesuai baku mutu

lingkungan hidup yang ada. Air sungai yang telah tercemar karena suatu limbah dan

melebihi daya tampungnya, maka diperlukan monitoring dan tindakan yang lebih

lanjut, semakin banyak air sungai yang tercemar, maka akan semakin banyak pula

tindakan yang perlu dilakukan dan akan memakan waktu dan biaya yang tidak

sedikit.

Page 2: Auk

2

Sungai memiliki karakteristik yang berbeda-beda, terutama pada kualitas

airnya. Kualitas air sungai tergantung pada batuan yang ada di badan sungai, jenis

dinding sungai apakah alami yang ditumbuhi tanaman atau ditutup dengan bahan

keras seperti semen, cor-coran, dan lain-lain. Kondisi pengunaan lahan yang ada

disekitar sungai juga turut mempengaruhi kualitas air sungai. Kualitas air adalah sifat

air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air.

Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika (suhu,

kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya), kimia (pH, oksigen terlarut, BOD,

kadar logam, dan sebagainya), dan biologi (keberadaan plankton, bakteri, dan

sebagainya) (Effendi, 2003). Kuantitas air sungai tergantung dari kondisi fisik sungai

itu sendiri, seperti kemiringan dasar sungai, jenis batuan, lebar sungai, panjang

sungai, dan lain-lain.

Kebutuhan akan air bersih semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk

yang meningkat pula, kebutuhan tersebut digunakan untuk kebutuhan rumah tangga,

pertanian, industri, dan lain-lain. Kebutuhan tersebut tidak menjadi masalah selama

kualitas dan kuantitasnya terpenuhi. Tidak terpenuhinya akan air bersih disebabkan

oleh adanya pencemaran air sungai sehingga air sungai tidak dapat dimanfaatkan

secara maksimal. Pencemaran tersebut dapat berasal dari limbah domestik, industri,

pertanian, dan lain-lain. Permasalahan ini akan menjadi kompleks apabila dibagian

hulu sudah menghasilkan limbah yang melebihi daya tampung beban pencemaran air

sungainya, sedangkan pada bagian tengah dan hilir sungai masih memanfaatkan air

sungai dalam kehidupan sehari-hari. Kondisi air sungai yang tercemar tersebut dapat

menimbulkan berbagai dampak, seperti pendangkalan dasar sungai, tumbuhnya

tanaman pengganggu, rusaknya ekosistem air sungai, penyakit, dan lain-lain

Pencemaran air sungai berasal dari limbah yang dihasilkan dari kegiatan

manusia yang kemudian masuk ke sungai, sehingga menyebabkan air sungai tidak

berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Limbah yang masuk kedalam sungai tersebut

harus diketahui seberapa besar beban pencemarannya agar dapat dikontrol dan tidak

melebihi daya tampung beban pencemarannya. Effendi (2003) mengungkapkan

Page 3: Auk

3

bahwa beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang

terkandung dalam sejumlah air atau limbah, sedangkan daya tampung beban

pencemaran adalah kemampuan air dalam sumber air untuk menerima beban

pencemaran limbah tanpa mengakibatkan penurunan kualitas air sehingga tidak

melewati baku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya.

Kantor Penanaman Modal Kabupaten Kulon Progo (Kedaulatan Rakyat

15/10/2012) mengatakan bahwa kondisi DAS Serang kini telah kritis yang

diakibatkan oleh banyaknya kegiatan yang mempengaruhi kualitas air Sungai

Serang. Kegiatan-kegiatan tersebut meliputi kegiatan pertanian irigasi dibagian hulu,

adanya perumahan di sempadan sungai yang tidak sesuai dengan Rencana Tata

Ruang dan Tata Wilayah yang seharusnya dipatuhi, adanya limbah merkuri dari hasil

pertambangan emas baik skala kecil maupun besar, terdapat pelabuhan perikanan

Tanjung Adikarto, adanya penambangan pasir besi dan industri baja, adanya

kawasan industri Sentolo, serta adanya penggelontoran limbah dibagian kota.

Sedangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo No 16 Tahun 2007

tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025,

menyebutkan bahwa aksesbilitas, kualitas, serta cakupan pelayanan sarana dan

prasarana sumberdaya air Kulon Progo masih rendah untuk memenuhi kebutuhan air

sehari-hari.

Mayoritas penduduk menggunakan air sungai untuk irigasi pertanian,

sedangkan sumber-sumber air sungai yang dipakai tidak selamanya dapat memenuhi

kebutuhan akan air untuk irigasi sepanjang tahun. Dalam peraturan daerah juga

menyebutkan bahwa wilayah ini merupakan wilayah strategis penunjang kegiatan

sektor strategis, pengembangannya diarahkan untuk menampung dan atau mewadahi

perkembangan kegiatan industri, perdagangan dan permukiman. Akibat dari

peraturan tata ruang yang tidak memerhatikan aspek kelestarian fungsi lingkungan,

maka tidak terhindari adanya pencemaran, salah satunya adalah pencemaran air

akibat aktivitas pertanian. Kegiatan industri yang kurang tepat dalam hal pengelolaan

limbahnya, juga berkontribusi dalam pencemaran air sehingga tantangan mengenai

Page 4: Auk

4

penanganan kualitas dan kuantitas air sungai masih banyak, seperti mempertahankan

kondisi kualitas air yang ada serta memulihkan kualitas air yang tercemar,

meningkatkan penanganan kasus pencemaran akibat perkembangan pembangunan,

serta masalah kekeringan dan kekurangan air untuk irigasi, konsumsi, dan sanitasi.

Fungsi dari DAS Serang tidak akan berjalan baik apabila tidak mendapat

dukungan dari manusia dan lingkungannya sendiri dan ekosistem sungai yang

seharusnya bekerja dari hulu, tengah, hingga hilir tidak akan berjalan baik.Untuk

mengantiipasi terjadinya kekritisan sumber air bersih dimasa mendatang, maka

dilakukan penelitian “Studi Daya Tampung Beban Pencemaran Air Sungai

Serang”.

1.2. Perumusan masalah

Sungai Serang merupakan sungai utama di DAS Serang. Banyak kegiatan

manusia serta penggunaan lahan yang menggunakan air Sungai Serang dan banyak

pula dari kegiatan manusia dan penggunaan lahan yang limbah airnya masuk ke

dalam Sungai Serang. Pemanfaatan air sungai tersebut adalah untuk keperluan air

baku serta air irigasi.

Limbah yang masuk ke badan sungai tersebut ada yang dilakukan pengolahan

terlebih dahulu seperti kegiatan industri dan ada yang tidak dilakukan kegiatan

pengolahan seperti limbah domestik dan pertanian, hal ini yang dapat menyebabkan

air sungai menjadi tercemar. Apabila besarnya pencemaran melebihi daya tampung

beban pencemaran air sungainya, maka air sungai tidak akan dapat berfungsi lagi

sebagai sumber air, baik dalam segi kualitas maupun kuantitasnya. Berdasarkan latar

belakang permasalahan tersebut, maka rumusan masalah pada penelitian ini antara

lain sebagai berikut.

1. Bagaimana kualitas air Sungai Serang?

2. Bagaimana status mutu air Sungai Serang?

Page 5: Auk

5

3. Bagaimana daya tampung beban pencemaran air Sungai Serang?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kualitas air Sungai Serang.

2. Mengetahui status mutu kualitas air Sungai Serang

3. Mengetahui daya tampung beban pencemaran air Sungai Serang.

1.4. Manfaat penelitian

1. Membantu Pemerintah dalam mengambil keputusan serta mengelola

permasalahan pencemaran yang terjadi di Sungai Serang.

2. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi masyarakat dan

Pemerintah setempat dalam hal pengelolaan limbah domestik, pertanian,

industri untuk mengantisipasi terjadinya kerugian yang ditimbulkan.

3. Menambah wawasan penelitian terkait dengan studi pencemaran air sungai.

1.5. Telaah Pustaka dan Penelitian Sebelumnya

1.5.1. Daerah Aliran Sungai

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi punggung-punggung

gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh

punggung gunung tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama

(Asdak, 1995). DAS berfungsi sebagai pemasok utama kebutuhan air bagi makhluk

hidup yang ada didalamnya, sehingga kualitas dan kuantitas air dalam DAS tersebut

harus dijaga.

DAS terbagi atas tiga satuan ekosistem, yaitu hulu, tengah, dan hilir dan

disetiap satuan ekosistem tersebut terdapat berbagai aktivitas makhluk hidup,

terutama oleh manusia. Aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan hidup sehari-hari, meliputi kegiatan domestik, pertanian, industri,

Page 6: Auk

6

pelayanan jasa, dan lain-lain. Dari beragam kegiatan tersebut menghasilkan limbah,

terutama limbah domestik yang dibuang ke badan sungai, sedangkan sungai sendiri

memiliki daya tampung dalam menerima limbah-limbah tersebut.

Aktivitas pada ekosistem DAS hulu seharusnya memperhitungkan dampak

yang akan dihasilkan, hal ini perlu dilakukan agar kondisi ekosistem DAS tengah dan

hilir tidak terganggu. Begitu pula aktivitas pada ekosistem DAS tengah untuk

mempertimbangkan dampak yang akan terjadi di hilir. Aktivitas-aktivitas yang

terjadi dalam ekosistem hulu, tengah, hilir tidak dapat dipisahkan satu sama lain,

karena DAS tidak dapat dibatasi dari segi administrasi, tetapi kewilayahan. DAS

dapat terdiri dari beberapa wilayah administrasi, sehingga kerja sama antar wilayah

administrasi tersebut sangat diperlukan agar ekosistem DAS terjaga fungsinya.

Terdapat lima indikator untuk mengetahui apakah suatu DAS mengalami degradasi

atau tidak, yaitu adanya deforestasi, peningkatan luas lahan kritis, tingginya erosi dan

sedimentasi, masalah limbah dan sampah, serta banjir dan kekeringan (Yogaswara,

2007).

Klasifikasi DAS menurut hamparan wilayah dan fungsi strategisnya sesuai

dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004, sebagai berikut :

a. DAS Lokal: terletak secara utuh di suatu daerah kabupaten/kota dan/atau

DAS yang secara potensial hanya dimanfaatkan oleh satu daerah

kabupaten/kota;

b. DAS Regional: letak geografisnya melewati lebih dari satu daerah

kabupaten/kota; dan/atau DAS lokal yang atas usulan pemerintah

kabupaten/kota yang bersangkutan dan hasil penilaian ditetapkan untuk

didayagunakan maupun dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah

propinsi; dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi

pembangunan nasional;

Page 7: Auk

7

c. DAS Nasional: letak geografisnya melewati lebih dari satu daerah provinsi;

dan/atau DAS yang secara potensial dimanfaatkan oleh lebih dari satu

daerah provinsi; dan/atau DAS regional yang atas usulan pemerintah

provinsi yang bersangkutan dan hasil penilaian ditetapkan untuk

didayagunakan maupun dikembangkan dan dikelola oleh pemerintah pusat;

dan/atau DAS yang secara potensial bersifat strategis bagi pembangunan

nasional.

1.5.2. Kualitas Air

Kualitas air yaitu sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau

komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter,

yaitu parameter fisika antara lain suhu, kekeruhan, padatan terlarut, dan sebagainya.

Untuk kualitas air parameter kimia antara lain pH, oksigen terlarut, kadar logam,

dan sebagainya. Sedangkan kualitas air parameter biologi antara lain keberadaan

plankton, bakteri, dan sebagainya (Effendi, 2003).

a) Suhu

Suhu pada badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari

permukaan laut, waktu malam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran

serta kedalaman badan air. Suhu berperan dalam mengendalikan kondisi

ekosistem perairan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas,

reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan

penurunan kelarutan gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dsb

(Haslam, 1995 dalam Effendi 2003). Peningkatan suhu juga menyebabkan

peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, selanjutnya

mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen. Peningkatan suhu perairan

sebesar 10˚C menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh

organisme akuatik sebesar 2-3 kali lipat.

Page 8: Auk

8

b) Padatan

Padatan dapat dibagi menjadi padatan terendap dan padatan tersuspensi.

Padatan terendap, mengakibatkan penyumbatan saluran air, bak penampung,

sehingga mengurangi volume air yang dapat tertampung. Padatan terendap juga

mengurangi populasi ikan dan hewan air lainnya karena telur serta sumber

makanan mereka terendam sedimen. Padatan tersuspensi, menyebabkan

kekeruhan karena tidak dapat larut dan tidak dapat langsung mengendap

(Kristanto, 2004).

c) pH

Nilai pH air normal adalah sekitar 6 - 8, sedangkan pH air terpolusi,

misalnya air buangan, berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Sebagai

contoh, air buangan pabrik pengalegan mempunyai pH 6,2 - 7,6, air buangan

pabrik produk-produk susu biasanya mempunyai pH 5,5 - 7,4, sedangkan air

buangan pabrik pulp dan kertas biasanya mempunyai pH 7,6 - 9,9 (Fadiaz,

1992).

d) Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut dibutuhkan oleh tumbuhan dan hewan yang hidup

didalam air untuk hidup. Kehidupan makhluk hidup tersebut di air dapat

bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5ppm. Oksigen terlarut

berasal dari proses fotosintesis tanaman air dan dari atmosfer/udara yang masuk

ke dalam air dengan kecepatan tertentu (Kristanto, 2004). Kadar oksigen

dipengaruhi juga oleh faktor suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.

Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude), serta semakin kecil tekanan

atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil (Jeffries dan Milis, 1996 dalam

Effendi, 2003).

Peningkatan suhu 1˚C akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%

(Brown, 1987 dalam Effendi, 2003). Dekomposisi bahan organik dan oksidasi

bahan anorganik dapat mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol

(anaerob). Hubungan antara kadar oksigen terlarut jenuh dan suhu adalah

Page 9: Auk

9

semakin tinggi suhu, kelarutan oksigen semakin berkurang. Kelarutan oksigen

dan gas-gas lain juga berkurang dengan meningkatnya salinitas, sehingga kadar

oksigen di laut cenderung lebih rendah daripada kadar oksigen di air tawar

(Effendi, 2003).

e) Chemical Oxygen Demand/Kebutuhan Oksigen Kimiawi

Pencemaran yang terjadi dalam badan air dapat dilihat dengan pengujian

COD dan BOD (Wardhana, 2001). COD atau kebutuhan oksigen kimia adalah

jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada di dalam air dapat

teroksidasi melalui reaksi kimia. Bahan buangan organik tersebut akan

dioksidasi oleh kalium bikromat yang digunakan sebagai sumber oksigen

(oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion krom

f) Biochemical Oxygen Demand/Kebutuhan Oksigen Biologis

Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh mikroorganisme di dalam air lingkungan untuk memecah bahan

buangan organik yang ada di dalam air lingkungan tersebut (Wardhana, 2001).

BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh proses respirasi

mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang dinkubasi pada suhu 20°C

selama lima hari, dalam keadaan tanpa cahaya (Effendi, 2003). Menurut Sawyer

dan McCarty, 1978 (Effendi, 2003) proses penguraian bahan buangan organik

melalui proses oksidasi oleh mikroorganisme atau oleh bakteri aerobik adalah :

CnHaObNc + (n + a/4 – b/2 – 3c/4) O2 → n CO2 + (a/2 – 3c/2) H2O + c NH3

Bahan organik oksigen bakteri aerob

Jumlah mikroorganisme yang bertugas mendegradasi bahan buangan

organik yang ada di dalam air tegantung dari tingkat kebersihan air.

Mikroorganisme yang memerlukan oksigen dalam mengedradasi bahan buangan

organik disebut bakteri aerob, dan yang tidak memerlukan oksigen disebut

bakteri anaerob. Perbedaan kondisi tersebut akan berakibat pada perbedaan hasil

Page 10: Auk

10

pemecahan bahan buangan organiknya. Pemecahan bahan buangan organik yang

dilakukan oleh bakteri anaerob biasanya menghasilkan bau yang tidak enak,

sehingga sedapat mungkin bakteri aerob yang melakukan pemecahan bahan

buangan organik dalam air.

g) Amonia (NH3+)

Amonia digunakan dalam proses prodeksi urea, industri, bahan kimia

(asam nitrat, amonium, fosfat, amonium nitrat, amonium sulfat), serta industri

bubur kertas dan kertas (pulp dan paper). Sumber amonia di perairan adalah

pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang

terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik

(tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Kadar

amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter (McNeely et al.,

1979 dalam Effendi 2003).

Kadar ammonia bebas yang tidak terionisasi (NH3+) pada perairan tawar

sebaiknya tidak lebih dari 0,02 mg/liter. Jika kadar amonia bebas lebih dari 0,2

mg/liter, perairan akan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan (Sawyer dan

McCarty, 1979 dalam Effendi, 2003). Kadar amonia yang tinggi dapat

merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah

domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian (Effendi, 2003).

h) Bakteri coli

Mikroorganisme yang paling umum digunakan sebagai petunjuk atau

indikator adanya pencemaran feaces dalam air adalah Eschericha coli (E coli).

Bakteri jenis tersebut selalu terdapat di dalam kotoran manusia. Mikroorganisme

dari kelompok koliform secara keseluruhan tidak umum hidup atau terdapat di

dalam air, sehingga keberadaannya dalam air dapat dianggap sebagai petunjuk

terjadinya pencemaran kotoran dalam arti luas, baik dari kotoran hewan maupun

manusia (Purnawijayanti, 2001).

Page 11: Auk

11

1.5.3. Baku Mutu Air

Baku mutu air ditetapkan dengan tujuan untuk melestarikan fungsi air dengan

cara pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Baku mutu air

limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur

pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau

dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan (PP No 82 Tahun

2001). Baku mutu ini ditetapkan untuk air pada badan air dengan mengingat

peruntukan badan air dan kemampuan penjernihan pada air itu sendiri.

Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan

Pengendalian Pencemaran Air, air dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Kelas Satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air

minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut;

2. Kelas Dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana

rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi

pertamanan, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang

sama dengan kegunaan tersebut;

3. Kelas Tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan

ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertamanan, dan atau

peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan

tersebut;

4. Kelas Empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi

pertamanan dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama

dengan kegunaan tersebut.

1.5.4. Pencemaran Air Sungai

Pencemaran air sungai yaitu masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,

energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas

Page 12: Auk

12

air menurun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi sesuai

dengan peruntukannya (Effendi, 2003). Sumber pencemaran air terbagi dalam dua

kategori sumber pencemaran, yaitu point source/sumber tertentu, dan non point

source/sumber tersebar. Sumper pencemar point source misanya knalpot mobil,

cerobong asap pabrik, dan saluran limbah industri. Sumber pencemar point source ini

bersifat lokal dan volumenya relatif tetap. Sumber pencemar non point source dapat

berupa point source dengan jumah yang sangat banyak, misalnya limpasan dari dari

daerah pertanian, limpasan dari daerah permukiman, dan dari daerah perkotaan.

Sumber pencemar dapat pula dibedakan menjadi sumber domestik dan

sumber non domestik. Sumber domestik dapat berasal dari perkampungan, kota,

pasar, jalan, terminal, rumah sakit, dan sebagainya. Sedangkan non domestik dapat

berasal dari pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, transportasi, dan

sumber-sumber lainnya. Limbah domestik adalah semua buangan yang berasal dari

kamar mandi, kakus, dapur, tempat cuci pakaian, cuci peralatan rumah tangga,

apotek, rumah sakit, rumah makan, dan sebagainya yang secara kuantitatif limbah

tadi terdiri atas zat organik berupa padat atau cair, bahan berbahaya, dan beracun

(B3), garam terlarut, lemak, dan bakteri terutama golongan fekal coli, jasad patogen,

dan parasit.

Sumber pencemar lainnya adalah limbah non domestik yang sangat

bervariasi, terlebih untuk limbah industri. Limbah pertanian terdiri atas bahan padat

bekas tanaman yang bersifat organis, bahan pemberantas hama dan penyakit

(pestisida), bahan pupuk yang mengandung nitrogen, fosfor, sulfur, mineral, dan

sebagainya (Sastrawijaya, 2009).

Indikator pencemaran yang terjadi di badan sungai dapat dibedakan

berdasarkan segi kualitatif dan kuantitasnya. Berdasarkan kualitatif, indikator

pencemaran dapat dilihat berdasarkan (Wardhana, 2001):

Page 13: Auk

13

1. Adanya perubahan suhu air.

Perubahan suhu air disebabkan dari limbah industri yang menggunakan air

dalam proses pendinginan dan kemudian air tersebut dibuang ke badan sungai.

Akibat dri kegiatan industri tersebut, suhu air sungai akan meningkat dan dapat

mengganggu kehidupan hewan air dan organisme lainnya karena kadar oksigen

terlarut dalam air akan menurun bersamaan dengan kenaikan suhu.

2. Perubahan pH.

Kehidupan dalam air akan berjalan normal ketika pH air berkisar antara

6,5 – 7,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat

asam, dan apabila diatas pH normal maka air akan bersifat basa. pH air tersebut

dapat berubah akibat dari limbah-limbah yang masuk kebadan air.

3. Perubahan warna, bau, rasa air.

Air akan berubah warna apabila mendapat bahan tambahan yang berasal

dari limbah. Air normal biasanya tidak berwarna dan bersih sehingga tampak

bening dan jernih. Bau yang keluar dari air disebabkan limbah yang masuk ke

badan air atau disebabkan oleh degradasi bahan buangan oleh mikroba yang

hidup di dalam air.

4. Timbulnya endapan, koloidal, bahan terlarut.

Endapan dan koloidal serta bahan terlarut biasanya disebabkan oleh bahan

buangan industri yang berbentuk padat. Bahan buangan itu tidak dapat larut

sempurna dan kemudian mengendap di dasar sungai, dan yang dapat larut

sebagian akan menjad koloidal. Endapan sebelum sampai ke dasar sungai akan

melayang di dalam air bersama-sama koloidal. Endapan dan koloidal yang

melayang di dalam air akan menghalangi masuknya inar matahari ke dalam

lapisan air, sehingga proses fotosistesis tidak berlangsung sempurna, maka

kehidupan mikroorganisme yang membutuhkan oksigen akan terganggu.

5. Adanya mikroorganisme.

Mikroorganisme berperan penting dalam mendegradasi bahan buangan

dari limbah, apabila bahan buangan yang didegradasi cukup banyak, maka

Page 14: Auk

14

mikroorganisme akan ikut berkembangbiak dan mikroba patogen juga ikut

berkembangbiak. Mikroba patogen adalah penyebab timbulnya berbagai

penyakit.

6. Meningkatnya radioaktivitas air lingkungan

Radioaktivitas air lingkungan berasal dari limbah yang menggunakan

tenaga nuklir. Radioaktivitas dapat menyebabkan berbagai macam kerusakan

biologis apabila tidak ditangani dengan benar.

Secara kuantitatif, pencemaran badan air dapat diketahui dari penelitian langsung

dilapangan dan diuji secara laboratorium. Hasil dari lapangan tersebut kemudian

dicocokkan dengan baku mutu air di daerah tersebut.

1.5.5. Status Mutu Air

Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi

cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan

membandingkan dengan baku utu air yang ditetapkan (KEPMEN LH No. 115 Tahun

2003).

Penentuan status mutu air dapat dilakukan dengan dua metode, yakni Metode

STORET dan Metode Indeks Pencemaran. Metode STORET adalah membandingkan

antara data kualitas air dengan baku mutu air yang disesuaikan dengan

peruntukannya guna menentukan status mutu air. Prosedur penggunaan metode ini

adalah:

1. Mengumpulkan data kualitas air dan debit air secara periodik sehingga

membentuk data time series.

2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air

dengan nilai baku mutu yang sesuai.

3. Jika hasil memenuhi nilai baku mutu air, maka diberi skor 0.

4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi nilai baku mutu air, maka diberi skor:

Page 15: Auk

15

Tabel 1.1. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air

Jumlah Contoh Nilai Parameter

Fisika Kimia Biologi

< 10 Maksimum -1 -2 -3

Minimum -1 -2 -3

Rata-rata -3 -6 -9

< 10 Maksimum -2 -4 -6

Minimum -2 -4 -6

Rata-rata -6 -12 -18

5. Jumlah negatif dari seluruh parameter dihitung dan ditentukan status mutunya

dari jumlah skor yang didapat dengan menggunakan sistem nilai.

6. Hasil tersebut kemudian dimasukkan kedalammklasifikasi yang telah

ditentukan.

Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu

Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan

Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang

Kelas D : buruk, skor ≥ -31 cemar berat

Metode Indeks Pencemaran digunakan untuk menentukan tingkat

pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Indeks

Pencemaran ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian dapat dikembangkan

untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu

sungai.

1. Pilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air

akan membaik.

2. Pilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang.

3. Hitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan

cuplikan

Page 16: Auk

16

4. a.) Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat

pencemaran meningkat, misal DO. Tentukan nilai teoritik atau nilai

maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh).

Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij

hasil perhitungan, yaitu :

(Ci/Lij)baru =Cim − Ci (hasil pengukuran)

Cim − Lij

b.) Jika nilai baku Lij memiliki rentang

- untuk Ci < Lij rata-rata

(Ci/Lij)baru =[Ci − Lij rata − rata]

{ Lij minumum − Lij rata − rata}

- untuk Ci > Lij rata-rata

(Ci/Lij)baru =[Ci − Lij rata − rata]

{ Lij maksimum − Lij rata − rata}

c.) Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan

1,0, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat

besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat

kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini

adalah :

(1) Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil

dari 1,0.

(2) Penggunaan nilai (Ci/Lij)baru jika nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran

lebih besar dari 1,0.

(Ci/Lij)baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij)hasil pengukuran

P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan

disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau

Page 17: Auk

17

persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya

digunakan nilai 5).

5. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij

((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M).

6. Tentukan harga Pij

PIj =[ ((Ci/Lij)2+(Ci/Lij)

2R) / 2]

0,5

1.5.6. Daya Tampung Beban Pencemaran

Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber

air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut

menjadi cemar (KEPMENLH No. 110 Tahun 2003). Limbah yang masuk ke badan

sungai dapat menyebabkan pencemaran sehingga konsentrasi oksigen berkurang.

Berkurangnya konsentrasi oksigen menyebabkan makhluk hidup yang terdapat di

perairan tersebut mati dan tidak dapat mengurai zat-zat yang menyebabkan

pencemaran tersebut.

Metode dalam perhitungan daya tampung beban pencemaran dalam kepmen

tersebut ada tiga, yakni Metode Neraca Massa, Metode Streeter-Phelps, dan Metoda

QUAL2E. Metode pertama, ykni Metode Neraca Massa adalah model matematika

yang menggunakan perhitungan neraca massa dapat digunakan untuk menentukan

konsentrasi rata-rata aliran hilir (down stream) yang berasal dari sumber pencemar

point sources dan non point sources, perhitungan ini dapat pula dipakai untuk

menentukan persentase perubahan laju alir atau beban polutan. Jika beberapa aliran

bertemu menghasilkan aliran akhir, atau jika kuantitas air dan massa konstituen

dihitung secara terpisah, maka perlu dilakukan analisis neraca massa untuk

menentukan kualitas aliran akhir dengan perhitungan

𝐶𝑅 =Σ Ci Qi

Σ Qi=

Σ Mi

Σ Qi

Page 18: Auk

18

dimana CR : konsentrasi rata-rata konstituen untuk aliran gabungan

Ci : konsentrasi konstituen pada aliran ke-i

Qi : laju alir aliran ke-i

Mi : massa konstituen pada aliran ke-i

Metode kedua adalah Metode Steeter-Phelps dimana metode ini

mempertimbangkan BOD pada air untuk mengukur terjadinya pencemaran pada

badan air. Pemodelan Streeter dan Phelps hanya terbatas pada dua fenomena yaitu

proses pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam

mendegradasikan bahan organik yang ada dalam air dan proses peningkatan oksigen

terlarut (reaerasi) yang disebabkan turbulensi yang terjadi pada aliran sungai.

Metode ketiga adalah Metode QUAL2E dimana metode ini merupakan

program pemodelan kualitas air sungai yang sangat komprehensif dan yang paling

banyak digunakan saat ini. QUAL2E dikembangkan oleh US Environmental

Protecion Agency. Tujuan penggunaan suatu pemodelan adalah menyederhanakan

suatu kejadian agar dapat diketahui kelakuan kejadian tersebut. Pada QUAL2E ini

dapat diketahui kondisi sepanjang sungai (DO dan BOD), dengan begitu dapat

dilakukan tindakan selanjutnya seperti industri yang ada disepanjang sungai hanya

diperbolehkan membuang limbahnya pada beban tertentu. Manfaat yang dapat

diambil dari pemodelan QUAL2E adalah :

1. Mengetahui karakteristik sungai yang akan dimodelkan dengan

membandingkan data yang telah diambil langsung dari sungai tersebut.

2. Mengetahui kelakuan aliran sepanjang sungai bila terdapat penambahan

beban dari sumber-sumber pencemar baik yang tidak terdeteksi maupun yang

terdeteksi,

3. Dapat memperkirakan pada beban berapa limbah suatu industri dapat dibuang

ke sungai tersebut agar tidak membahayakan makhluk lainnya sesuai baku

mutu minimum.

Page 19: Auk

19

1.5.7. Penelitian Sebelumnya

Beberapa penelitian terkait dengan daya tampung beban pencemaran air

sungai yang pernah dilakukan sebelumnya disajikan dalam Tabel 1.1. Tabel tersebut

menjelaskan beberapa penelitian mengenai daya tampung beban pencemaran air

sungai. Penelitian yang dilakukan oleh Widyastuti dan Marfai (2004) yang berjudul

“Kajian Daya Tampung Sungai Gajahwong Terhadap Beban Pencemaran” memiliki

tujuan penelitian untuk mengetahui kualitas air Sungai Gajah Wong;

mengidentifikasi sumber pencemaran potensial yang mencemari Sungai Gajahwong;

serta mengevaluasi daya tampung air sungai terhadap beban pencemaran. Penelitian

tersebut menggunakan data primer dan sekunder meliputi data debit sungai, sampel

air sungai, dan lain-lain. Metode yang digunakan untuk mengolah data adalah

Metode Neraca Massa. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa daya tampung

beban pencemaran di hulu masih baik hingga tengah, dan buruk pada bagian hilir;

pemanfaatan penggunaan lahan sebagai representasi dan aktivitas manusia

merupakan penghasil limbah yang selanjutnya berpengaruh terhadap kualitas air

Sungai Gajahwong; sumber pencemar Sungai Gajahwong bagian hulu berasal dari

rumah tangga, pertanian, dan jasa. Sedangkan bagian berasal dari pertanian dan

pemukiman, dan bagian hilir berasal dari peukiman, jasa, dan industri

Page 20: Auk

20

Tabel 1.2. Penelitian Sebelumnya

Penulis Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian

M. Widyastuti

dan Muh. Aris

Marfai Tahun

2004

(Penelitian)

Kajian Daya

Tampung Sungai

Gajahwong

Terhadap Beban

Pencemaran

1. Mengetahui kualitas air

Sungai Gajahwong.

2. Mengidentifikasi sumber

pencemaran potensial yang

mencemari Sungai

Gajahwong.

3. Mengevaluasi daya

tampung air sungai

terhadap beban

pencemaran.

Menggunakan data primer

seperti debit aliran sungai,

sampel air sungai, dan

identifikasi sumber pencemar.

Data sekunder yang digunakan

seperti peta RBI, peta

Geologi, data penggunaan

lahan, dll. Teknis analisis

yang digunakan adalah

Metode Neraca Massa

1. Sesuai baku mutu lingkungan daerah, daya tampung beban

pencemaran di bagian hulu masih sangat baik, pada daerah

tengah masih baik, dan semakin ke bagian hilir semakin

buruk.

2. Pemanfaatan penggunaan lahan sebagai representasi dari

aktivitas manusia, merupakan penghasil limbah yang

selanjutnya berpengaruh terhadap kualitas air Sungai

Gajahwong.

3. Sumber pencemar Sungai Gajahwong bagian hulu berasal

dari rumah tangga, pertanian, dan jasa. Pada bagian tengah

berasal dari pertanian dan pemukiman. Sedangkan bagian

hilir berasal dari permukiman, jasa, dan industri.

Evi Maria

Kusuma Tahun

2005 (Skripsi)

Kajian Perubahan

Kualitas Air

Sungai Code

Setelah Melewati

Kawasan

Perkotaan Tahun

2005

Untuk mengetahui

karakteristik kualitas air

Sungai Code sebelum

melewati kawasan

perkotaan, di daerah

perbatasan, di kawasan

perkotaan dan setelah

melewati kawasan

perkotaan

Metode yang digunakan

adalah Purposive Sampling

dengan memperhatikan

batasan kawasan perkotaan

yang ditandai dengan lahan

terbangun dan lahan terbuka.

Analisis data dengan cara

membandingkan dengan baku

mutu air. Data ditampilkan

dalam bentuk grafik, dan peta.

1. Kualitas air sebelum memasuki kawasan perkotaan memiliki

nilai yang sama dengan baku mutu kecuali parameter padatan

tersuspensi dan kekeruhan.

2. Parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu pada kawasan

perbatasan sebelum kasawan perkotaan adalah padatan

tersuspensi, kekeruhan, Fe total, Mangan, dan DO.

3. Hampir semua parameter pada kawasan perkotaan tidak

sesuai dengan baku mutu serta bau yang menyengat.

4. Parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu pada kawasan

perbatasan setelah kawasan perotaan adalah padatan

tersuspensi dan kekeruhan.

Govinda

Arundhati

Tahun 2005

(Skripsi)

Pengaruh Limbah

Domestik Kota

Palangkaraya

Terhadap Kualitas

Air Sungai

Kahayan Guna

Peruntukan Air

Minum

1. Mengkaji kualitas fisik,

kimia, dan biologi air

sungai.

2. Menganalisis kualitas air

di bagian hulu (sebelum

pemukiman), tengah

(pemukiman), dan hilir

(sesudah pemukiman).

Metode pengambilan sampel

menggunakan Purposive

Sampling, dengan

mempertimbangkan perbedaan

penggunaan lahan yang

diperkirakan dapat

memberikan pengaruh

terhadap perbedaan kualitas

air. Pengambilan sampel

1. Parameter yang menunjukkan perbedaan yang signifikan

adalah BOD dan COD sedangkan untuk suhu, TDS, DO, pH,

NH3+, dan E coli tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan.

2. Limbah domestik yang dibuang ke perairan Sungai Kahayan

memberikan kontribusi sebesar 43,29% terhadap penurunan

kualitas air dan mengalami penurunan sebesar 22,52%

kearah hilir.

Page 21: Auk

21

Lanjutan Tabel 1.2. Penelitian Sebelumnya

Penulis Judul Tujuan Metode Hasil Penelitian

3. Mengevaluasi kualitas

air sebagai bahan baku air

minum.

dilakukan pada daerah

sebelum pemukiman (hulu),

pemukiman (tengah), setelah

pemukiman (hilir).

Pengambilan sampel

dilakukan sebanyak 3 kali

dalam seminggu.

3. Secara spasial kualitas air Sungai Kahayan di daerah hulu

(sebelum permukiman) dan daerah hilir (setelah permukiman)

mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan daerah

tengah (permukiman) dan menunjukkan kualitas yang

cenderung membaik kearah hilir (3300m dari sumber

pencemar) meskipun sebagian besar konsentrasi parameter

kualitas air yang digunakan dalam analisa melebihi baku mutu

air golongan B.

Endro Waluyo

Tahun 2007

(Thesis)

Daya Tampung

Beban Pencemaran

Sungai Gajahwong

1. Untuk mengetahui dan

menghitung daya

tampung beban

pencemaran Sungai

Gajahwong pada bagian

hulu, tengah, dan hilir.

2. Untuk mengetahui faktor-

faktor penyebab atau yang

mempengaruhi tingkat

beban pencemaran di

Sungai Gajahwong.

Menggunakan data sekunder

dari Bapedalda. Teknis

analisis yang digunakan

menggunakan Neraca Massa

dan Streeter Phelps dan

Qual2e

1. Wilayah Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang paling

berat dibanding Sleman dan Bantul.

2. Faktor yang harus dikendalikan pada hulu dan tengah adalah

kegiatan pelayanan kesehatan.

Fatimah 2013

(Skripsi)

Studi Daya

Tampung Beban

Pencemaran Air

Sungai Serang,

Kulon Progo

1. Mengetahui kualitas air

Sungai Serang

2. Mengetahui status mutu

air Sungai Serang

3. Mengetahui daya

tampung beban

pencemaran air Sungai

Serang

Menggunakan data primer

dari hasil uji kualitas air.

Anaisis status mutu air

dihitung menggunakan

Metode Indeks Pencemaran.

Analisis daya tampung beban

pencemaran dihitung

menggunakan Metode Neraca

Massa

1. Parameter kualitas air yang telah melebihi baku mutu air

kelas II adalah TDS, TSS, DO, Phospat, dan Coli Total.

2. Hasil perhitungan status mutu air Sungai Serang

menunjukkan bahwa air Sungai Serang telah tercemar

ringan hingga sedang.

3. Daya tampung beban pencemaran air Sungai Serang

berbeda-beda pada tiap parameternya. Parameter yang telah

melebihi daya tampung beban pencemarannya adalah TDS,

TSS, pH, DO, COD, phospat, dan coli total.

Page 22: Auk

22

Kusuma (2005) dalam skripsinya yang berjudul “Kajian Perubahan Kualitas

Air Sungai Code Setelah Melewati Kawasan Perkotaan Tahun 2005” memiliki tujuan

penelitian untuk mengatahui karakteristik kualitas air Sungai Code sebelum melewati

kawasan perkotaan, di daerah perbatasan sebelum masuk perkotaan, kawasan

perkotaan, perbatasan setelah melewati perkotaan, dan setelah melewati kawasan

perkotaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling

dengan memperhatikan batasan kawasan perkotaan yang ditandai dengan lahan

terbangun dan lahan terbuka. Analisis data dalam penelitian ini dengan cara

membandingkan dengan baku mutu airnya, dan data ditampilkan dalam bentuk grafik

dan peta. Hasil yang didapat dalam penelitian ini adalah kualitas air sebelum

memasuki kawasan perkotaan memiliki nilai yang sama dengan baku mutu kecuali

parameter padatan tersuspensi dan kekeruhan; parameter yang tidak sesuai dengan

baku mutu pada kawasan perbatasan sebelum kasawan perkotaan adalah padatan

tersuspensi, kekeruhan, Fe total, Mangan, dan DO; hampir semua parameter pada

kawasan perkotaan tidak sesuai dengan baku mutu serta bau yang menyengat;

parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu pada kawasan perbatasan setelah

kawasan perotaan adalah padatan tersuspensi dan kekeruhan.

Arundhati (2005) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh Limbah

Domestik Kota Palangkaraya Terhadap Kualitas Air Sungai Kahayan Guna

Peruntukan Air Minum” memiliki tujuan penelitian untuk mengkaji kualitas fisik,

kimia, dan biologi air sungai; menganalisis kualitas air di bagian hulu (sebelum

permukiman), tengah (permukiman) dan hilir (setelah permukiman); serta

mengevaluasi kualitas air sebagai air baku air minum. Penelitian ini menggunakan

Metode Purposive Sampling, dengan mempertimbangkan perbedaan penggunaan

lahan yang diperkirakan dapat memberikan pengaruh terhadap perbedaan kualitas

air. Pengambilan sampel dilakukan pada daerah sebelum pemukiman (hulu),

Page 23: Auk

23

pemukiman (tengah), setelah pemukiman (hilir). Pengambilan sampel dilakukan

sebanyak 3 kali dalam seminggu. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah

parameter yang menunjukkan perbedaan yang signifikan adalah BOD dan COD

sedangkan untuk suhu, TDS, DO, pH, NH3+, dan E coli tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan; limbah domestik yang dibuang ke perairan Sungai

Kahayan memberikan kontribusi sebesar 43,29% terhadap penurunan kualitas air

dan mengalami penurunan sebesar 22,52% kearah hilir; secara spasial kualitas air

Sungai Kahayan di daerah hulu (sebelum permukiman) dan daerah hilir (setelah

permukiman) mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan daerah tengah

(permukiman) dan menunjukkan kualitas yang cenderung membaik kearah hilir

(3300m dari sumber pencemar) meskipun sebagian besar konsentrasi parameter

kualitas air yang digunakan dalam analisa melebihi baku mutu air golongan B.

Waluyo (2007) dalam thesisnya yang berjudul “Daya Tampung Beban

Pencemaran Sungai Gajahwong” memiliki tujuan penelitian untuk mengetahui dan

menghitung daya tampung beban pencemaran Sungai Gajahwong bagian hulu,

tengah, dan hilir, dan untuk mengetahui faktor penyebab tingkat beban pencemaran

di Sungai Gajahwong. Penelitian tersebut menggunakan data-data sekunder untuk

dianalisis, sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah menggunakan Metode

Neraca Massa, Streeter Phelps, dan Qual2e. Hasil dari penelitian tersebut diketahui

bahwa wilayah Kota Yogyakarta merupakan wilayah yang paling berat

pencemarannya dibanding Bantul dan Sleman, dan faktor yang harus dikendalikan

pada hulu dan tengah adalah kegiatan pelayanan kesehatan.

Page 24: Auk

24

1.6. Kerangka Pemikiran

Kegiatan manusia baik kegiatan domestik, pertanian, industri, serta pelayanan

dan jasa pasti menghasilkan limbah (Gambar 1.1.). Limbah tersebut ada yang

diproses terlebih dahulu, dan adapula yang dibuang langsung ke sungai. Limbah

yang masuk ke dalam sungai tersebut dapat mempengaruhi kualitas airnya dan dapat

menyebabkan status mutu air sungai menjadi tercemar apabila kualitas air sungai

melebihi baku mutu airnya. Limbah yang dibuang tersebut dapat pula melebihi daya

tampung beban pencemaran airnya apabila tidak diatasi oleh pihak-pihak yang

berwenang.

Gambar 1. 1. Kerangka Pemikiran

Aktivitas Manusia

Perumahan Pertanian Industri Pelayanan dan Jasa

Limbah

Kualitas Air Sungai

Daya Tampung Beban

Pencemaran Air Sungai

Debit Air Sungai

Status Mutu Air Sungai

Baku Mutu Air

Tercemar/ Tidak Tercemar Melebihi/ Tidak Melebihi

Page 25: Auk

25

Daya tampung beban pencemaran air sungai dipengaruhi oleh debit air dan

parameter-parameter yang terkandung dalam air sungai tersebut. Daya tampung

beban pencemaran akan baik apabila limbah yang masuk ke sungai dari hulu hingga

hilir masih berada dibawah baku mutu, apabila daya tampung beban pencemaran air

dari hulu telah melebihi batas, maka limbah yang masuk di bagian tengah dan hilir

DAS tidak boleh masuk ke badan sungai lagi, dan air sungai tidak dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

1.7. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang penelitian, diketahui bahwa permaslahan DAS

Serang yang diakibatkan oleh banyaknya kegiatan seperti pertanian irigasi dibagian

hulu, adanya perumahan di sempadan sungai yang tidak sesuai dengan Rencana Tata

Ruang dan Tata Wilayah yang seharusnya dipatuhi, adanya limbah merkuri dari hasil

pertambangan emas baik skala kecil maupun besar, terdapat pelabuhan perikanan

Tanjung Adikarto, adanya penambangan pasir besi dan industri baja, adanya

kawasan industri Sentolo, serta adanya penggelontoran limbah dibagian kota.

Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo No 16 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025, menyebutkan bahwa

aksesbilitas, kualitas, serta cakupan pelayanan sarana dan prasarana sumberdaya air

Kulon Progo masih rendah untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari tersebut

menyebabkan kondisi DAS Serang menjadi kritis. Permasalahan-permasalahan yang

terjadi tersebut dapat disimpulkan bahwa:

1. Kualitas air Sungai Serang buruk

2. Beban pencemaran air Sungai Serang telah melampaui daya tampungnya.

3. Terjadi pencemaran air sungai pada Sungai Serang.

Page 26: Auk

26

1.8. Batasan Operasional

Sungai adalah torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur

alamiah aliran air dan material yan dibawanya dari bagian hulu kebagian hilir

suatu daerah pengaliran ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara ke

laut (Soewarno, 1991).

Kualitas air adalah sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen

lain dalam air (Effendi, 2003).

Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi, atau

komponen yang ada atau harus ada atau unsur pencemar yang ditenggang

keberadaannya di dalam air (PP No 82 Tahun 2001).

Pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau

komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air

menurun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan tidak lagi berfungsi

sesuai dengan peruntukannya (Effendi, 2003).

Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,

untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut

menjadi cemar (PP No 82 Tahun 2001).

Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau

kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan

membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan (KEPMENLH No. 115

Tahun 2003)