bab 1 - 3 proposal kti

35
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada balita dan anak- anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang. 1 Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh balita, baik dinegara maju maupun dinegara berkembang termasuk Indonesia. 12 Upaya peningkatan kesehatan merupakan salah satu prioritas utama Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Akan tetapi upaya yang 1

Upload: septian-ari-l

Post on 20-Oct-2015

264 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

KTI Tanah Merah

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1 - 3 Proposal KTI

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat mutu hidup,

produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada balita dan

anak-anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental

adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang.1

Salah satu penyakit yang diderita oleh masyarakat terutama ISPA (Infeksi

Saluran Pernapasan Akut) yaitu meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas

dan infeksi akut saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah suatu penyakit yang

terbanyak diderita oleh balita, baik dinegara maju maupun dinegara berkembang

termasuk Indonesia.12

Upaya peningkatan kesehatan merupakan salah satu prioritas utama

Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Akan tetapi

upaya yang dilakukan pemerintah tidak sepenuhnya berjalan dengan mulus, banyak

faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan peningkatan kesehatan tersebut. Salah

satunya hambatan tersebut timbul dari masalah kesehatan itu sendiri yang sangat

kompleks, dimana penyakit yang terbanyak diderita oleh masyarakat terutama pada

yang paling rawan yaitu ibu dan anak, ibu hamil dan ibu menyusui serta anak bawah

lima tahun.

ISPA masih merupakan masalah kesehatan yang penting karena menyebabkan

kematian balita yang cukup tinggi yaitu kira-kira 1 dari 4 kematian yang terjadi. Setiap

1

Page 2: Bab 1 - 3 Proposal KTI

anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya 40%-60% dari

kunjungan di Puskesmas adalah oleh penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang

disebabkan oleh ISPA mencakup 20%-30%. Kematian yang terbesar umumnya adalah

karena pneumonia dan.Survei tahun 2001 oleh UNICEF terhadap 1.677 balita di

Dhaka, Banglades, mengungkap keterkaitan antara asupan ASI dan serangan infeksi

saluran pernapasan akut (ISPA). Balita yang tidak diberi ASI eksklusif berisiko 24%

terkena serangan ISPA daripada balita yang diberi ASI eksklusif.17

Hingga saat ini angka mortalitas ISPA yang berat masih sangat tinggi.

Kematian seringkali disebabkan karena penderita datang untuk berobat dalam keadaan

berat dan sering disertai penyulit-penyulit dan kurang gizi. Data morbiditas penyakit

ISPA di Indonesia per tahun berkisar antara 10%-20% dari populasi balita. Hal ini

didukung oleh data penelitian dilapangan (Kecamatan Kediri, NTB adalah 17,8%,

Kabupaten Indramayu adalah 9,8%). Bila kita mengambil angka morbiditas 10%

pertahun, ini berarti setiap tahun jumlah penderita ISPA di Indonesia berkisar 2,3 juta.

Penderita yang dilaporkan baik dari rumah sakit maupun dari Puskesmas pada tahun

1991 hanya berjumlah 98.271. Diperkirakan bahwa separuh dari penderita ISPA

didapat pada kelompok balita.4

Pada saat ini, dibeberapa Puskesmas di Indonesia, penyakit ISPA masih

menjadi urutan pertama 10 penyakit terbesar. Hal itu mencerminkan bahwa di

Indonesia terdapat keadaan yang memudahkan penyakit ISPA menyerang manusia

khususnya Balita. Mengingat hal tersebut, maka dalam proposal ini kami mengajukan

penelitian mengenai “Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA

Pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera

Utara 2014.”

2

Page 3: Bab 1 - 3 Proposal KTI

I.2. Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah “Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya penyakit

ISPA pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai

Sumatera Utara

I.3. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA

Pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai

Sumatera Utara.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian penyakit ISPA pada

balita.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pemberian ASI esklusif pada

balita.

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan ibu tentang penyakit

ISPA.

d. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan

kejadian penyakit ISPA

e. Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan

kejadian penyakit ISPA pada balita.

3

Page 4: Bab 1 - 3 Proposal KTI

i. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang ISPA

dengan kejadiaan penyakit ISPA pada balita.

I.4. Manfaat Penelitian

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman

masyarakat khususnya mengenai hubungan antara faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA pada balita.

b. Bagi Ibu yang Memiliki Balita Sakit ISPA

Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan menambah wawasan

dan pengetahuan ibu sehingga ibu dapat mendeteksi dini penyakit ISPA pada

balita dan cara penanggulangannya.

c. Bagi Pihak Instansi Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi

kesehatan dalam menyukseskan program pembangunan kesehatan nasional dan

program Indonesia Sehat 2015.

Hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai masukan khususnya

mengenai tingkat pengetahuan masyarakat diwilayah kerjanya tentang ISPA

serta dapat meningkatkan program penyuluhan dan penyebaran informasi lebih

lanjut kepada masyarakat.

4

Page 5: Bab 1 - 3 Proposal KTI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. ISPA

Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut

dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme

ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan

penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli

beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14

hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa

penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung

lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi akut yang

mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak

seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut

Broncho pneumonia.4

Berdasarkan pengertian di atas, maka ISPA adalah proses infeksi akut

berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan

menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari

hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan

adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.5

Untuk kepentingan pencegahan dan pemberantasan, maka penyakit ISPA dapat

diketahui menurut:

5

Page 6: Bab 1 - 3 Proposal KTI

II.1.1. Lokasi Anatomik

Penyakit ISPA dapat dibagi dua berdasarkan lokasi anatominya, yaitu : ISPA

atas dan ISPA bawah.6 Contoh ISPA atas adalah batuk pilek (common cold),

Pharingitis, Tonsilitis, Otitis, Fluselesmas, radang tenggorok, Sinusitis dan

lain-lain yang relatif tidak berbahaya. ISPA bawah diantaranya Bronchiolitis

dan pneumonia yang sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian.

a. Klasifikasi penyakit Penyakit ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan

umur, yaitu:

1. Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas : pneumonia berat dan

bukan pneumonia. Pneumonia berat ditandai dengan adanya napas cepat

(Fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau

lebih, atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam

(Severe chest indrawing), sedangkan bukan pneumonia bila tidak

ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.7

2. Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun dibagi atas : pnemonia

berat, pnemonia dan bukan pnemonia. Pneumonia berat, bila disertai napas

sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam pada

waktu anak menarik napas. Pneumonia didasarkan pada adanya batuk dan

atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur, yaitu 40

kali permenit atau lebih. Bukan pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan

dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.7

II.1.2. Tanda dan Gejala

Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria

untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, ditandai

6

Page 7: Bab 1 - 3 Proposal KTI

dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya peningkatan

frekwensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam penentuan

klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang dari 2

bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.

Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran

pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah

kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.

Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai

dengan adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekwensi napas 60 kali

permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat dinding dada bagian

bawah ke dalam (severe chest indrawing). Bukan pneumonia apabila ditandai

dengan napas cepat tetapi tidak disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan

pneumonia mencakup kelompok penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak

ditemukan adanya gejala peningkatan frekuwensi napas dan tidak ditemukan

tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam.8

Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang

dikelompokkan sebagai tanda bahaya :

1. Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu tidak bisa

minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok), wheezing (bunyi

napas),dan demam.

2. Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang 5 tahun yaitu

tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.

7

Page 8: Bab 1 - 3 Proposal KTI

II.1.3. Penyebab Terjadinya ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,

mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh

Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan

mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya

mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa

masalah dalam penanganannya.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptcocus,

Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium.

Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,

Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.8

II.1.4. Penatalaksanaan Penderita ISPA

Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana penderita ISPA pada balita

adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tata

laksana penderita pneumonia terdiri dari 4 bagian yaitu :

1) Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada

penderita.

2) Penentuan ada tidaknya tanda bahaya. Tanda bahaya, pada bayi umur

kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran

menurun, Stridor, Wheezing, demam atau dingin. Tanda bahaya pada

umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun adalah tidak bisa minum,

kejang, kesadaran menurun, Stridor dan gizi buruk.8

8

Page 9: Bab 1 - 3 Proposal KTI

3) Tindakan dan Pengobatan

Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia

berat, harus segera dibawa ke sarana rujukan dan diberi antibiotik 1

dosis. Pada penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang

terdiagnosa pneumonia dapat dilakukan perawatan di rumah, pemberian

antibiotik selama 5 hari, pengontrolan dalam 2 hari atau lebih cepat bila

penderita memburuk, serta pengobatan demam dan yang ada.8

Penderita di rumah untuk penderita pneumonia umur 2 bulan sampai kurang

dari 5 tahun, meliputi :

a) Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah

jumlahnya setelah sembuh

b) Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan

pemberian ASI.

c) Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan yang aman dan

sederhana.8

Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa

pneumonia berat harus segera dikirim ke sarana rujukan, diberi antibiotik 1

dosis serta analgetik sebagai penurun demam dan wheezing yang ada.

Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan dalam 2

hari. Jika keadaan penderita membaik, pemberian antibiotik dapat diteruskan.

Jika keadaan penderita tidak berubah, antibiotik harus diganti atau penderita

dikirim ke sarana rujukan. Jika keadaan penderita memburuk, harus segera

dikirim ke sarana rujukan. Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia

9

Page 10: Bab 1 - 3 Proposal KTI

adalah tablet kotrimoksasol 480 mg, tablet kotrimoksasol 120 mg, tablet

parasetamol 500 mg dan tablet parasetamol 100 mg.

II.2. Faktor Risiko ISPA

Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan

berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor baik untuk meningkatkan

insiden (Morbiditas) maupun kematian (Mortalitas) akibat pneumonia. Banyak

faktor yang mendukung terjadinya kasus ISPA. Diantara faktor resiko yang

dapat meningkatkan kematian akibat pneumonia adalah faktor host, seperti:

umur, jenis kelamin, status gizi, imunisasi menjadi faktor penentu terjadinya

ISPA. Selain itu, faktor eksternal seperti : tempat tinggal, sosio ekonomi,

kebiasaan merokok, dan tingkat polusi menjadi faktor yang tak kalah penting

memiliki peranan penting terjadinya ISPA.9

II.2.1. ASI eksklusif

Pada waktu bayi baru lahir secara alamiah mendapat zat kekebalan

tubuh dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut akan cepat

turun setelah kelahiran bayi, padahal dari waktu bayi lahir sampai bayi

berusia beberapa bulan, bayi belum dapat membentuk kekebalan sendiri

secara sempurna. Sehingga kemampuan bayi membantu daya tahan

tubuhnya sendiri menjadi lambat selanjutnya akan terjadi kesenjangan

daya tahan tubuh. Kesenjangan daya tahan tersebut dapat diatasi

apabila bayi diberi. Pemberian makanan berupa ASI sampai bayi

mencapai usia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi

terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang

mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai

10

Page 11: Bab 1 - 3 Proposal KTI

penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan

adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi ASI eksklusif akan

terlindungi dari berbagai macam infeksi baik yang disebabkan oleh

bakteri,virus,jamur dan parasit.2,16

Bayi yang baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat

kekebalan tubuh) dari ibunya lewat ari-arinya. Tubuh bayi dapat membuat

sistem kekebalan tubuh sendiri waktu berusia sekitar 9-12 bulan. Sistem

imun bawaan pada bayi menurun namun sistem imun yang dibentuk oleh

bayi itu sendiri belum bisa mencukupi sehingga dapat mengakibatkan

adanya kesenjangan zat kekebalan pada bayi dan hal ini akan hilang atau

berkurang bila bayi diberi ASI. Kolostrum mengandung zat kekebalan 10-

17 kali lebih banyak dari susu matang. Zat kekebalan pada ASI dapat

melindungi bayi dari penyakit mencret atau diare, ASI juga menurunkan

kemungkinan bayi terkena penyakit infeksi, telinga, batuk, pilek, dan

penyakit alergi. Dan pada kenyataannya bayi yang diberi ASI eksklusif akan

lebih sehat dan jarang sakit dibandingkan dengan bayi yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif.16

Penelitian yang dilaksanakan oleh Pisacane membuktikan bahwa

pemberian ASI memberikan efek yang tinggi terhadap ISPA. Sedang

penelitian yang dilakukan oleh Shah juga menunjukkan bahwa ASI

mengandung bahan-bahan dan anti infeksi yang penting dalam mencegah

invasi saluran pernapasan oleh bakteri dan virus. Walaupun balita sudah

mendapat ASI lebih dari 4 bulan namun bila status gizi dan lingkungan

kurang mendukung dapat merupakan risiko penyebab pneumonia bayi.16

11

Page 12: Bab 1 - 3 Proposal KTI

II.2.2. Pengetahuan ibu

ISPA berkaitan erat dengan sikap dan pengetahuan tentang ISPA yang

dimiliki oleh masyarakat khususnya ibu, karena “ibu sebagai

penanggungjawab utama dalam pemeliharaan kesejahteraan keluarga.

Mereka mengurus rumah tangga, menyiapkan keperluan rumah tangga,

merawat keluarga yang sakit, dan lain sebagainya. Pada masa balita dimana

balita masih sangat tergantung kepada ibunya, sangatlah jelas peranan ibu

dalam menentukan kualitas kesejahteraan anaknya”.6

Salah satu yang tidak dapat dipungkiri bahwa kejadian ISPA terkait

erat dengan pengetahuan tentang ISPA yang dimiliki oleh masyarakat

khususnya ibu, karena “ibu sebagai penanggungjawab utama dalam

pemeliharaan kesejahteraan keluarga. Mereka mengurus rumah tangga,

menyiapkan keperluan rumah tangga, merawat keluarga yang sakit, dan lain

sebagainya. Pada masa balita dimana balita masih sangat tergantung kepada

ibunya, sangatlah jelas peranan ibu dalam menentukan kualitas

kesejahteraan anaknya”.10

II.3.Kerangka Teori

Kerangka Teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan untuk

mengidentifikasi variable-variabel yang akan diteliti yang berkaitan dengan konteks

ilmu pengetahuan yang digunakan untuk mengembangkan kerangka konsep penelitian.

Berdasarkan teori yang telah terkumpul dan penelitian terdahulu, bahwa ISPA

tidak hanya di sebabkan oleh faktor lingkungan saja. Tapi juga berkaitan dengan

pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan, pengetahuan ibu, dan pendidikan. Jika

12

Page 13: Bab 1 - 3 Proposal KTI

Faktor Balita ;ASI non eksklusif

Faktor ibu ;Tingkat Pendidikan rendahTingkat pengetahuan ibu kurang

Kejadian ISPA

Tingkat pengetahuan ibu

Tingkat Pendidikan

Pemberian ASI EksklusifKejadian ISPA

semua faktor resiko tersebut kurang terpenuhi maka resiko terjadinya ISPA akan

meningkat. Sehinga dapat dibuat kerangka teori pada penelitian ini adalah sebagai

berikut.

Gambar 1.

Kerangka teori, Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA Pada balita

II.3.Kerangka konsep

Gambar 2.Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit ISPA Pada balita

Variabel Independen Variabel Dependen

(Arvin, 2010)

13

Page 14: Bab 1 - 3 Proposal KTI

II.4. Hipotesa

1. Ada hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian penyakit ISPA pada

balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera

Utara

2. Adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian penyakit

ISPA pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai

Sumatera Utara.

3. Adanya Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan penyakit ISPA pada

balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai Sumatera

Utara

14

Page 15: Bab 1 - 3 Proposal KTI

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik dengan rancangan case

control yaitu membandingkan antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol

berdasarkan status terpaparnya dengan menggunakan pendekatan retrospektif dimana

efek diidentifikasi pada saat ini kemudian faktor risiko diidentifikasi terjadinya pada

waktu yang lalu.11

Case control dipilih karena pengambilan data penelitian menyangkut

bagaimana faktor resiko dipelajari menggunakan retrospektif. Dengan kata lain, efek

(penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko

diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu dan pengukuran dilakukan

terhadap status karakter atau variable subjek pada saat wawancara pada responden

dengan memakai kuesioner.

III.2. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penyusun melakukan penelitian di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai

Selatan, Binjai Sumatera Utara pada bulan Februari tahun 2014

III.3. Lokasi Penelitian

1. Wilayah Tanggus, Kelurahan Tanah Merah

2. Wilayah Bonyot, Kelurahan Tanah Merah

15

Page 16: Bab 1 - 3 Proposal KTI

3. Wilayah Guldah, Kelurahan Tanah Merah

4. Wilayah Bandar Binge, Kelurahan Tanah Merah

5. Wilayah Tembis, Kelurahan Tanah Merah.

III.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :

1. Sifat Penelitian : Survey analitik (case control)

2. Subyek Penelitian : Ibu yang memiliki balita (usia 1-5 tahun)

3. Objek Penelitian :

Hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian penyakit

ISPA pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai

Selatan, Binjai Sumatera Utara.

Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu terhadap kejadian penyakit

ISPA pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai

Selatan, Binjai Sumatera Utara

Hubungan antara pendidikan ibu terhadap kejadian penyakit ISPA

pada balita di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan,

Binjai Sumatera Utara

III.4. Populasi dan Sampel

III.4.1 Populasi

Populasi adalah subjek yang hendak diteliti dan memiliki sifat-sifat

yang sama. Menurut Notoatmodjo (2010 : 79). Responden dalam

16

Page 17: Bab 1 - 3 Proposal KTI

penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita (usia 1-5 tahun) yang

berada di Kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan, Binjai

Sumatera Utara dengan responden sebanyak 148 orang.

III.4.2. Sampel

a. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut.11

b. Besar sampel dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan rumus sebagai

berikut :

(Notoadmojo, 2010)

Keterangan :

n = Besar Sampel

N = Besar Populasi

d = Tingat keparcayaan/ketepatan yang diinginkan

Hasil penghitungan

c. Teknik pengambilan sample

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan oleh penyusun yaitu dengan

metode random sampling, pengambilan secara random atau acak disebut

random sampling dan sampel yang diperoleh disebut sampel random. Dan

17

n= N

1+N (d )2

n=148

1+148 (0 .05 )2

n=1481+0 ,375

n=107 , 63n=108

Page 18: Bab 1 - 3 Proposal KTI

tekniknya yaitu cluster sampling. Pengambilan sampel secara gugus,

peneliti tidak mendaftar semua anggota atau unit yang ada di dalam

populasi, melainkan cukup mendaftar banyaknya kelompok atau gugus

yang ada di dalam populasi itu. Kemudian mengambil sampel berdasarkan

gugus-gugus tersebut.11

No

.

Lokasi N Perhitungan Sampel Jumlah Sampel

1 Posyandu 1 36 (36/148)X108=26,27 26

2 Posyandu 2 52 (52/148)X108=37,94 38

3 Posyandu 3 60 (60/148)X108=43,78 44

Jumlah 148 108

III.5. Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

ukur

1 Kejadian

ISPA

ISPA adalah penyakit

infeksi saluran

pernapasan yang

bersifat akut dengan

adanya batuk, pilek,

serak, demam, baik

disertai maupun tidak

disertai napas cepat

atau sesak napas.

Kuesioner Wawancara (1)Positif=Mende

rita ISPA

(2)

Negatif=Tidak

menderita ISPA

Ordinal

2 ASI eksklusif ASI Ekslusif adalah Kuesioner Wawancara (1) Bukan ASI Nominal

18

Page 19: Bab 1 - 3 Proposal KTI

memberikan ASI saja

sampai bayi berumur 6

bulan, tanpa makanan

dan minuman lainnya.

Eksklusif = Bila

tidak sesuai

definisi

(2) ASI Eksklusif

= Bila sesuai

definisi

3 Pendidikan Jenjang Pendidikan ibu

terakhir.

Kuesioner Wawancara (1)Rendah=Bila

pendidikan

terakhir ibu di

bawah SMA.

(2)Tinggi=Bila

pendidikan

terakhir ibu di

atas SMA.

Ordinal

4 Pengetahuan

ibu

Hal-hal yang diketahui ibu

tentang penyakit ISPA

Kuesioner Wawancara (1)Kurang=

Lebih rendah

dari nilai mean

(2)Baik=Lebih

tinggi dari nilai

mean

Nominal

III.6. Teknik pelaksanaan penelitian

1. Para peneliti yang berjumlah 10 orang dibagi menjadi 5 kelompok kecil

yang terdiri dari 2 orang setiap kelompok.

2. Masing-masing kelompok ditugaskan mencari responden.

19

Page 20: Bab 1 - 3 Proposal KTI

3. Peneliti memberikan lembar kuesioner pada responden yang telah dipilih

secara random untuk diisi atau secara wawancara kepada responden yang

bersangkutan.

Semua data yang telah di analisa dan ditampilkan dalam bentuk diagram akan

diuraikan dengan pengelolaan dan pembahasan lebih lanjut.

III.7. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan setelah pengumpulan data dilaksanakan dengan

maksud agar maksud agar data yang dikumpulkan memiliki sifat yang jelas,

ada pun langkah-langkah pengolahan data yaitu:15

b. Editing yaitu proses pengeditan dari jawaban responden pada kuesioner

dimana perlengkapan yang dikumpulkan diberi tanda.

c. Coding yaitu proses pemberian tanda pada jawaban respon dan pada

kuesioner dimana setiap data yang dikumpulkan diberi tanda. Coding

dilakukan dengan memberikan kode pada setiap lembar kuesioner yang

masuk dan pada setiap item pernyataan sesuai dengan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Pada kuesioner pengetahuan dan keterampilan diberi kode 0

dan 1. Kode 0 digunakan untuk jawaban yang salah dan kode 1 untuk

jawaban yang benar.

c. Entry yaitu data yang sudah terkumpul dimasukkan dalam komputer dengan

menggunakan program Statistical Program.

d. Cleaning yaitu suatu kegiatan pembersihan seluruh data agar terbebas dari

kesalahan sebelum dilakukan analisis data, baik kesalahan dalam

pengkodean maupun dalam membaca kode, kesalahan juga dimungkinkan

20

Page 21: Bab 1 - 3 Proposal KTI

terjadi pada saat memasukkan data kekomputer. Setelah data didapat

dilakukan pengecekan lagi apakah data ada salah atau tidak.

Pengelompokan data yang salah diperbaiki hingga tidak ditemukan kembali

data yang tidak sesuai, sehingga data siap dianalisis.

III.8. Analisis Data

III.8.1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan secara deskriptif dari masing-masing

variabel dengan tabel distribusi frekuensi disertai penjelasan.

III.8.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

dependent dan independent. Karena rancangan penelitian ini adalah

case control, hubungan antara variabel independent dengan variabel

dependen digunakan uji statistik Odds Ratio (OR) tabel kontigensi 2x2

dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Berdasarkan hasil uji

tersebut di atas ditarik kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jika nilai p < α maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara

variabel dependent dengan independent.

b. Jika nilai p ≥ α maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan

antara variabel dependent dengan independent.

III.9. Metode Pengumpulan Data

III.9.1 Data sekunder

21

Page 22: Bab 1 - 3 Proposal KTI

Data yang diperoleh dari data pencatatan dan pelaporan yang ada di

tingkat Puskesmas Pembantu Tanah Merah Kelurahan Tanah Merah

Kecamatan Binjai Selatan Kota Binjai Sumatera Utara (Penderita

ISPA,demografi, d1l).

III.9.2.Data primer

Data yang diperoleh dari data pencatatan rawat jalan poliklinik desa,

puskesmas pembantu, puskesmas. Kemudian dilakukan observasi

langsung dengan cara mendatangi orang tua balita untuk mendapatkan

informasi lebih rinci melalui wawancara dengan menggunakan

kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya (faktor intrinsik dan

faktor ektrinsik). Faktor tersebut meliputi pemberian ASI Eksklusif,

pendidikan ibu, pengetahuan ibu.

III.10. Alur Penelitian

22

Page 23: Bab 1 - 3 Proposal KTI

PERSIAPAN

PENGUMPULAN DATA (Informed Consent, wawancara, kuesioner, dll)

PENGOLAHAN DATA (Editing, Coding, Entering, Cleaning)

ANALISA

PENYUSUNAN LAPORAN

PRESENTASI

23