bab 2 skill manpus
DESCRIPTION
khhkTRANSCRIPT
C. Survei Kepuasan Pasien
1. Pengertian Kepuasan Pasien
Pasien atau klien merupakan individu terpenting dirumah sakit sebagai
konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Di dalam suatu proses
keputusan, konsumen yaitu pasien, tidak akan berhenti hanya sampai proses
penerimaan pelayanan. Pasien akan mengevaluasi pelayanan yang diterimanya
tersebut. Hasil dari proses evaluasi itu akan menghasilkan perasaan puas atau
tidak puas ().
Kepuasan berarti keinginan dan kebutuhan seseorang telah terpenuhi
sama sekali. Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila
kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau produk
yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif berorientasi pada
individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan pasien
dapat berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu pelayanan yang
diberikan, kecepatan pemberian layanan, prosedur serta sikap yang diberikan oleh
pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri ().
Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang
dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat kepusan dari persepsi
pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan. Bila pasien menunjukkan hal-
hal yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan
dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik
kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut ().
Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila
pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya,
tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberi dua kali lebih hebat
kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan
pasien harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pasien
yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya. Kepuasan
pasien adalah perasaan senang, puas individu karena terpenuhinya harapan dan
keinginan dalam menerima jasa pelayanan kesehatan.. Kepuasan terhadap
pelayanan juga merupakan konsep yang multidimensional, sehingga untuk
membicarakan hal ini akan sulit apabila tidak meletakkan dalam kontek
peningkatan kualitas dan pelayanan yang berorientasi kepada pasien (2).
2. Mengukur Tingkat Kepuasan
Kepuasan pasien dapat diukur baik secara kuantitatif ataupun kualitatif (dengan
membandingkannya) dan banyak cara mengukur tingkat kepuasan pasien. Untuk
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pengukuran tingkat kepuasan pasien ini
mutlak diperlukan. Dengan melakukan pengukuran tingkat kepuasan, kita akan dapat
mengetahui sejauh mana dimensi-dimensi mutu pelayanan yang kita berikan dapat
memenuhi harapan pasien (2).
Jika belum sesuai dengan harapan pasien, maka hal tersebut akan merupakan
masukan kepada organisasi pelayanan kesehatan agar berupaya memenuhinya. Jika
kinerja pelayanan kesehatan yang diperoleh pasien pada suatu fasilitas pelayanan
kesehatan sesuai dengan harapannya, maka pasien itu akan selalu mencari pelayanan
kesehatan yang diperolehnya dapat memenuhi harapannya atau tidak mengecewakan
(2).
Pengukuran kepuasan pasien tidaklah mudah, karena untuk memperoleh
informasi yang diperlukan untuk mengukur tingkat kepuasan pasien tersebut akan
berhadapan dengan suatu kultural, yaitu terdapatnya suatu kecenderungan pasien
yang enggan atau tidak mau mengemukakan kritik, apalagi terhadap fasilitas
pelayanan kesehatan, kebanyakan pasien berpendapat bahwa menyembunyikan kritik
adalah merupakan kesopanan dan sebaliknya, mengemukakan kritik adalah
menunjukkan ketidaksopanan (2).
3. Indikator Kepuasan Pasien
Salah satu indikator keberhasilan pelayanan kesehatan adalah kepuasan
pasien. Kepuasan didefinisikan sebagai penilaian pasca konsumsi, bahwa suatu
produk yang dipilih dapat memenuhi atau melebihi harapan pasien, sehingga
mempengaruhi proses pengambilan keputusan untuk pembelian ulang produk yang
sama. Pengertian produk mencakup barang, jasa, atau campuran antara barang dan
jasa. Produk rumah sakit adalah jasa pelayanan kesehatan ().
Supardi mengatakan model kepuasan yang komprehensif dengan fokus utama
pada pelayanan meliputi lima dimensi penilaian sebagai berikut ():
1. Responsiveness (ketanggapan), yaitu kemampuan petugas memberikan
pelayanan kepada pasien dengan cepat. Dalam pelayanan rumah sakit adalah lama
waktu menunggu pasien mulai dari mendaftar sampai mendapat pelayanan tenaga
kesehatan.
2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan
kepada pasien dengan tepat. Dalam pelayanan rumah sakit adalah penilaian pasien
terhadap kemampuan tenaga kesehatan.
3. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan petugas memberikan pelayanan kepada
pasien sehingga dipercaya. Dalam pelayanan rumah sakit adalah kejelasan tenaga
kesehatan memberikan informasi tentang penyakit dan obatnya kepada pasien.
4. Emphaty (empati), yaitu kemampuan petugas membina hubungan, perhatian, dan
memahami kebutuhan pasien. Dalam pelayanan rumah sakit adalah keramahan
petugas kesehatan dalam menyapa dan berbicara, keikutsertaan pasien dalam
mengambil keputusan pengobatan, dan kebebasan pasien memilih tempat berobat
dan tenaga kesehatan, serta kemudahan pasien rawat inap mendapat kunjungan
keluarga/temannya.
5. Tangible (bukti langsung), yaitu ketersediaan sarana dan fasilitas fisik yang dapat
langsung dirasakan oleh pasien. Dalam pelayanan rumah sakit adalah kebersihan
ruangan pengobatan dan toilet.
4. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan
6. Kualitas produk atau jasa
Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk
atau jasa yang digunakan berkualitas. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk
atau jasa dipengaruhi oleh dua hal yaitu kenyataan kualitas produk atau jasa yang
sesungguhnya dan komunikasi perusahan terutama iklan dalam mempromosikan
puskesmas. Dalam hal pelayanan kesehatan aspek klinis, yaitu komponen yang
menyangkut pelayanan dokter, perawat dan terkait dengan teknis medis adalah produk
atau jasa yang dijual.
7. Kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan memegang peranan penting dalam industri jasa. Pelanggan
dalam hal ini pasien akan merasa puas jika mereka memperoleh pelayanan yang baik
atau sesuai dengan yang diharapkan. Mutu pelayanan kesehatan yang dapat
menimbulkan tingkat kepuasan pasien dapat bersumber dari faktor yang relatif
sefesifik, seperti pelayanan petugas kesehatan, atau pelayanan pendukung. Prioritas
peningkatkan kepuasan pasien adalah memperbaiki kualitas pelayanan dengan
mendistribusikan pelayanan adil, palayanan yang ramah dan sopan, kebersihan,
kerapian, kenyamanan dan keamanan ruangan serta kelengkapan, kesiapan dan
kebersihan peralatan medis dan non medis.
8. Faktor emosional
Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap
konsumen bila dalam hal ini pasien memilih puskesmas yang sudah mempunyai
pandangan “mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Selain
itu, pengalaman juga berpengaruh besar terhadap emosional pasien terhadap suatu
pelayanan kesehatan (Robert dan Richard, 1991). Perasaan itu meliputi senang karena
pelayanan yang menyenangkan, terkejut karena tak menduga mendapat pelayanan
yang sebaik itu, rasa tidak menyenangkan dan kekecewaan terhadap suatu pelayanan
tertentu sangat mempengaruhi pemilihan pelayanan kesehatan.
9. Harga
Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan
kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini
mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal
harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. Mereka
menunjukkan adanya kepuasan terhadap tindakan keperawatan yang diterima dan
merasa diperhatikan.
10. Biaya
Mendapatkan produk atau jasa, pasien yang tidak perlu mengeluarkan biaya
tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan jasa pelayanan,
cenderung puas terhadap jasa pelayanan tersebut. Efisiensi dan efektivitas biaya, yaitu
pelayanan yang murah, tepat guna, tidak ada diagnosa dan terapi yang berlebihan juga
menjadi pertimbangan dalam menetapkan biaya perawatan (3).
Dikutip dari Purwanto Setiyo (2007) kepuasan pasien ditentukan oleh beberapa
faktor antara lain, yaitu :
1. Kinerja (performance), berpendapat pasien terhadap karakteristik operasi dari
pelayanan inti yang telah diterima sangat berpengaruh pada kepuasan yang dirasakan.
Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan, dan kenyamanan bagaimana
perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu
penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan
kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan
kelengkapan peralatan. Selain hal di atas kompetensi juga merupakan salah satu
indikator penilaian kinerja petugas kesehatan khususnya perawat.
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), merupakan karakteristik
sekunder atau karakteristik pelengkap yang dimiliki oleh jasa pelayanan, misalnya :
kelengkapan interior dan eksterior seperti televisi, AC, sound system, dan sebagainya.
Pasien merasa senang dan nyaman dengan adanya fasilitas tambahan yang
mendukung kondisi kesehatan mereka.
3. Keandalan (reliability), sejauh mana kemungkinan kecil akan mengalami
ketidakpuasan atau ketidaksesuaian dengan harapan atas pelayanan yang diberikan.
Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan yang dimiliki oleh perawat didalam
memberikan jasa keperawatannya yaitu dengan kemampuan dan pengalaman yang
baik terhadap memberikan pelayanan keperawatan dirumah sakit.
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification), yaitu sejauh
mana karakteristik pelayanan memenuhi standart-standart yang telah ditetapkan
sebelumnya. Misalnya : standar keamanan dan emisi terpenuhi seperti peralatan
pengobatan. Aspek ini tidak hanya menentukan kepuasan pasien, tetapi juga sebagai
indikator akreditasi menurut Depkes RI.
5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan beberapa lama produk tersebut
digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis dalam
penggunaan peralatan, misalnya : peralatan bedah, alat transportasi, dan sebagainya.
6. Service ability, meliputi kecepatan, kompetensi, serta penanganan keluhan yang
memuaskan. Pelayanan yang diberikan oleh perawat dengan memberikan penanganan
yang cepat dan kompetensi yang tinggi terhadap keluhan pasien sewaktu-waktu.
Keberadaan perawat setiap waktu di sisi klien sangat berpengaruh dalam memenuhi
service ability yang memuaskan.
7. Estetika, merupakan daya tarik puskesmas yang dapat ditangkap oleh panca
indera. Misalnya : keramahan perawat, peralatan yang lengkap dan modern, desain
arsitektur, dekorasi kamar, kenyamanan ruang tunggu, taman yang indah dan sejuk,
dan sebagainya. Saat ini , petugas kesehatan harus memahami pentingnya sikap
dalam melayani pasien keluarganya sehingga pasien kurang puas akan mutu
pelayanan yang diberikan.
8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), citra dan reputasi puskesmas
serta tanggung jawab puskesmas. Bagaimana kesan yang diterima pasien terhadap
puskesmas tersebut terhadap prestasi dan keunggulan daripada puskesmas lainnya
dan tangggung jawab selama proses penyembuhan baik dari pasien masuk sampai
pasien keluar puskesmas dalam keadaan sehat.
9. Lokasi, meliputi letak puskesmas, letak kamar dan lingkungannya. Merupakan
salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih puskesmas. Akses
menuju lokasi yang mudah dijangkau mempengaruhi kepuasan klien dalam
memanfaatkan fasilitas kesehatan di puskesmas maupun pusat jasa kesehatan lainnya.
10. Suasana, meliputi keamanan, keakraban dan tata lampu. Suasana puskesmas yang
tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam
proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu
akan tetapi orang lain yang berkunjung ke puskesmas akan sangat senang dan
memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung
puskesmas tersebut. Aspek ini tidak hanya penting untuk memberikan kepuasan
semata, tetapi juga memberi perlindungan kepada pasien. Keselamatan pasien, yaitu
upaya perlindungan pasien dari hal-hal yang dapat membahayakan keselamatan
pasien seperti jatuh, kebakaran, dan lain-lain adalah aspek penting yang menentukan
kepuasan. aspek ini dijabarkan dalam pertanyaan tentang lokasi puskesmas,
kebersihan, kenyamanan ruangan, makanan dan minuman, peralatan ruangan, tata
letak, penerangan, kebersihan WC, pembuangan sampah, kesegaran ruangan dan lain-
lain.
11. Komunikasi, yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan
keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat
diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap
keluhan pasien. Misalnya adanya tombol panggilan didalam ruang rawat inap, adanya
ruang informasi yang memadai terhadap informasi yang akan dibutuhkan (3).
5. Manfaat Pengukuran Kepuasan
Menurut Gerson, manfaat utama dari program pengukuran adalah tersedianya
umpan balik yang segera, berarti dan objektif. Dengan hasil pengukuran orang bisa
melihat bagaimana mereka melakukan pekerjaannya, membandingkan dengan standar
kerja, dan memutuskan apa yang harus dilakukan untuk melakukan perbaikan
berdasarkan pengukuran tersebut. Ada beberapa manfaat pengukuran kepuasan antara
lain sebagai berikut (3):
a. pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang
kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan.
b. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar
prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan mereka menuju mutu yang
semakin baik dan kepuasan pelanggan yang meningkat.
c. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila
pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau yang memberi
pelayanan.
d. Pengukuran memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki mutu
dan kepuasan pelanggan bagaimana harus melakukannya. Informasi ini juga bisa
datang dari pelanggan.
e. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat
produktivitasnya yang lebih tinggi.
E. BPJS Kesehatan
1. Definisi BPJS
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang
selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk
menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan (5).
2. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan
Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran, meliputi (6):
a. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak
mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari:
1) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
a) Pegawai Negeri Sipil;
b) Anggota TNI;
c) Anggota Polri;
d) Pejabat Negara;
e) Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
f) Pegawai Swasta; dan
g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
h) Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya
a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; dan
b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.
c) Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
3) Bukan pekerja dan anggota keluarganya
a) Investor;
b) Pemberi Kerja;
c) Penerima Pensiun, terdiri dari : - Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak
pensiun; - Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; -
Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun; - Janda, duda, atau anak yatim
piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak pensiun; - Penerima pensiun lain; dan
- Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat hak
pensiun.
d) Veteran;
e) Perintis Kemerdekaan;
f) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan
g) Bukan Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd e yang mampu membayar iuran.
3. Anggota Keluarga Yang Ditanggung
a. Pekerja Penerima Upah :
1) Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri
dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
2) Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah,
dengan kriteria: Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai
penghasilan sendiri; belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25
(dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja
Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga
tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti Saudara kandung (6).
4. Hak Dan Kewajiban Peserta
a. Hak Peserta (6):
1) Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan
kesehatan;
2) Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur
pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3) Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan
BPJS Kesehatan; dan
4) Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke
Kantor BPJS Kesehatan.
b. Kewajiban Peserta (6):
1) Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai
dengan ketentuan yang berlaku ;
2) Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian,
kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I;
3) Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang
tidak berhak;
4) Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
5. Fasilitas Kesehatan Bagi Peserta
Fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan terdiri dari (6):
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama :
1. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Non Perawatan dan Puskesmas Perawatan
(Puskesmas dengan Tempat Tidur).
2. Fasilitas Kesehatan milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) ● TNI Angkatan Darat :
Poliklinik kesehatan dan Pos Kesehatan. ● TNI Angkatan Laut : Balai kesehatan A
dan D, Balai Pengobatan A, B, dan C, Lembaga Kesehatan Kelautan dan Lembaga
Kedokteran Gigi. ● TNI Angkatan Udara : Seksi kesehatan TNI AU, Lembaga
Kesehatan Penerbangan dan Antariksa (Laksepra) dan Lembaga Kesehatan Gigi &
Mulut (Lakesgilut).
3. Fasilitas Kesehatan milik Polisi Republik Indonesia (POLRI), terdiri dari Poliklinik
Induk POLRI, Poliklinik Umum POLRI, Poliklinik Lain milik POLRI dan Tempat
Perawatan Sementara (TPS) POLRI.
4. Praktek Dokter Umum / Klinik Umum, terdiri dari Praktek Dokter Umum
Perseorangan, Praktek Dokter Umum Bersama, Klinik Dokter Umum / Klinik 24
Jam, Praktek Dokter Gigi, Klinik Pratama, RS Pratama.
b. Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan :
1) Rumah Sakit, terdiri dari RS Umum (RSU), RS Umum Pemerintah Pusat (RSUP), RS
Umum Pemerintah Daerah (RSUD), RS Umum TNI, RS Umum Bhayangkara (POLRI),
RS Umum Swasta, RS Khusus, RS Khusus Jantung (Kardiovaskular), RS Khusus Kanker
(Onkologi), RS Khusus Paru, RS Khusus Mata, RS Khusus Bersalin, RS Khusus Kusta,
RS Khusus Jiwa, RS Khusus Lain yang telah terakreditasi, RS Bergerak dan RS
Lapangan.
2) Balai Kesehatan, terdiri dari : Balai Kesehatan Paru Masyarakat, Balai Kesehatan Mata
Masyarakat, Balai Kesehatan Ibu dan Anak dan Balai Kesehatan Jiwa.
3) Fasilitas kesehatan penunjang yang tidak bekerjasama secara langsung dengan BPJS
Kesehatan namun merupakan jejaring dari fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, meliputi :
1) Laboratorium Kesehatan
2) Apotek
3) Unit Transfusi Darah
4) Optik
6. Biaya dan Iuran
1. Bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar
oleh Pemerintah.
2. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga
Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri,
pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% (lima
persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3% (tiga persen) dibayar
oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
3. Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan
Swasta sebesar 4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan
dengan ketentuan : 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol
koma lima persen) dibayar oleh Peserta.
4. Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak
ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu
persen) dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja
penerima upah.
5. Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara
kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah
serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar: a. Sebesar Rp.25.500,- (dua
puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan
di ruang perawatan Kelas III. b. Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima
ratus rupiah) per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan
Kelas II. c. Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per
orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
6. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda,
atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya
ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari 45% (empat puluh lima persen) gaji
pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 (empat
belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
7. Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan
7. Strategi SJSN dalam BPJS
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan amanat UUD 1945 yang
mewajibkan negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu, sesuai dengan martabat
kemanusiaan. Program ini akan diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) yang merupakan penyatuan dari beberapa BUMN yang ditunjuk, yaitu
PT. Jamsostek, PT. Askes, PT. Taspen, dan PT. Asabri. Dalam penyelenggaraannya,
BPJS terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Dalam APBN 2013,
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk persiapan pelaksanaan SJSN,
antara lain berupa penyertaan modal negara, peningkatan kapasitas puskemas dan
rumah sakit milik Pemerintah. Selain itu, Pemerintah juga menyediakan anggaran
untuk peningkatan kesadaran masyarakat akan manfaat pelayanan kesehatan, serta
anggaran sosialisasi, edukasi dan advokasi kepada masyarakat tentang SJSN dan
BPJS.
Sebagai langkah awal, para pemangku kepentingan harus mencapai
kesepakatan pada strategi umum dalam pelaksanaan program-program SJSN. Poin-
poin penting yang ditekankan adalah ():
a. Program-program SJSN memberikan perlindungan dasar bagi seluruh
masyarakat Indonesia. Program-program tersebut tidak dimaksudkan untuk
memenuhi semua kebutuhan dari setiap individu. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, manfaat SJSN harus didukung dengan bantuan keluarga, program asuransi
swasta, program pensiun, dan program kesejahteraan sosial lainnya.
b. Menurut Undang-Undang SJSN, empat persero yang ada saat ini yaitu PT
Jamsostek, PT Taspen, PT Asabri dan PT Askes secara bersama-sama akan menjadi
administrator (BPJS) dari program SJSN. Secara teknis, untuk menjalankan program
SJSN tidak diperlukan empat BPJS, namun cukup satu atau dua BPJS. Sebaiknya
BPJS dibedakan berdasarkan jenis program jaminan sosial yang akan dijalankan
daripada dibedakan berdasarkan segmen pasar tenaga kerja seperti yang berlaku
sekarang. Misalnya, lebih baik ada satu BPJS bertanggung jawab atas program
jaminan pensiun bagi semua segmen pasar tenaga kerja, daripada memiliki satu BPJS
yang bertanggung jawab untuk program pensiun PNS dan beberapa BPJS lain untuk
program pensiun bagi pekerja sektor formal.
c. Bentuk badan hukum BPJS harus berdasarkan pada prinsip-prinsip dana
amanat (trust fund ). BPJS tersebut sebaiknya bersifat nirlaba dan harus
melaksanakan segala upaya untuk sebesar- besarnya kepentingan peserta. Aset
peserta juga harus terpisah secara hukum dari aset BPJS untuk meningkatkan
transparansi dan melindungi aset peserta terhadap klaim dari kreditur BPJS lainnya.
Bentuk badan hukum calon BPJS yang ada saat ini kurang sejalan dengan tujuan-
tujuan tersebut.
d. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bertanggung jawab terhadap
pengawasan pelaksanaan program SJSN dan terhadap BPJS. DJSN adalah suatu
badan politik yang beranggotakan perwakilan dari seluruh pemangku kepentingan
ditambah dengan para ahli di bidang sistem jaminan sosial. DJSN seharusnya
bertindak sebagai "trustee" yang bertanggung jawab untuk melindungi kepentingan
peserta dan memastikan SJSN beroperasi secara efisien dan berkelanjutan secara
fiskal. Ketika bentuk hukum BPJS diubah, DJSN harus mengambil alih fungsi dan
tanggung jawab pengawasan terhadap BPJS yang saat ini berada pada Kementrian
Negara BUMN.
e. Teknis operasional BPJS harus dipantau secara ketat. Sebagai badan
politik, DJSN tidak memiliki keahlian teknis untuk mengawasi operasional BPJS.
Untuk itu diperlukan suatu badan pengawas yang independen dan bebas dari
pengaruh politik untuk memantau operasional sehari-hari BPJS agar operasional
BPJS sesuai dengan peraturan yang berlaku. Lembaga yang paling sesuai untuk
melaksanakan tugas ini adalah Sekretariat DJSN atau biro baru yang dapat dibentuk
di Bapepam- LK yang bertugas khusus untuk mengawasi BPJS dalam melaksanakan
program SJSN. Mengingat adanya keterbatasan staf dan gaji untuk anggota
Sekretariat DJSN, Bapepam-LK mungkin perlu mengawasi BPJS dalam tahap awal
implementasi program-program SJSN, dan selanjutnya tanggung jawab Bapepam-LK
tersebut dapat dialihkan ke Sekretariat DJSN seiring waktu dan kesiapan dari
Sekretariat DJSN. Besarnya iuran program-program SJSN yang merupakan
persentase dari upah harus dibatasi. Iuran program-program tersebut harus terjangkau
untuk para pekerja dan pemberi kerja, tidak menambah pengangguran, dan
memungkinkan perusahaan-perusahaan Indonesia untuk mempertahankan daya saing
regional dan internasional. Pemerintah Indonesia harus terlebih dahulu memutuskan
besarnya pendanaan program SJSN yang dapat disediakan kemudian baru merancang
program sesuai dengan parameter biaya yang telah ditetapkan.
f. Jaminan Kesehatan akan menyediakan jaminan kesehatan yang sama
seperti yang disediakan program Askes untuk PNS dan program Jamkesmas untuk
masyarakat miskin. Analisis aktuaria yang cermat diperlukan untuk menentukan
besarnya iuran Jaminan Kesehatan. Pertama, diperlukan suatu studi untuk
menentukan tingkat dan biaya pemanfaatan rata-rata untuk berbagai jenis layanan
kesehatan dan biaya rata-rata untuk berbagai jenis layanan kesehatan tersebut.
Kemudian dilakukan analisis yang cermat terhadap proyeksi biaya penyelenggaraan
program Jaminan Kesehatan dengan mempertimbangkan dampak dari pengenalan
program ini sendiri, pembiayaan pemerintah untuk infrastruktur kesehatan, perluasan
secara bertahap terhadap cakupan jaminan dan pembagian beban iurannya.
g. Jaminan Kecelakaan Kerja seharusnya memberikan manfaat yang sama
dengan program Jamsostek dan Taspen yang berlaku saat ini. Pemberi kerja harus
membayar seluruh iuran untuk program ini. Tarif premi dibedakan berdasarkan jenis
industri dan pekerjaan, serta didasarkan pada pengalaman klaim masing-masing
pemberi kerja. Desain sistem Jaminan Kecelakaan Kerja harus mendorong dan
memberikan penghargaan kepada perusahaan yang berinvestasi dalam keselamatan
kerja.
h. Jaminan Pensiun merupakan program yang lebih penting daripada
Jaminan Hari Tua karena Jaminan Pensiun akan memberikan jaminan pendapatan
bulanan seumur hidup untuk pekerja yang pensiun atau berhenti kerja karena cacat,
dan untuk ahli warisnya. Besarnya manfaat pensiun untuk setiap tahun iuran dapat
berupa persentase dari rata-rata gaji atau nominal tertentu. Setelah dibayarkan,
besarnya manfaat pensiun tersebut harus disesuaikan dengan tingkat inflasi. Pada
awal implementasi program SJSN, usia pensiun disarankan untuk ditetapkan pada
usia 60 tahun, dan kemudian harus disesuaikan dengan tingkat harapan hidup.
Berdasarkan Undang-undang SJSN, untuk dapat memperoleh manfaat pensiun,
pekerja harus telah mengikuti program pensiun sekurang-kurangnya selama 15 tahun.
Ketentuan ini bukan merupakan rancangan yang baik karena menyebabkan banyak
orang tua dan pekerja yang telah berusia lanjut tidak dapat menikmati manfaat
pensiun. Pemerintah harus mempertimbangkan untuk memperhitungkan masa kerja
sebelum berlakunya program jaminan pensiun SJSN dan memberikan manfaat
pensiun secara cuma-cuma kepada mereka yang berada di atas usia pensiun ketika
program SJSN dilaksanakan.
i. Jaminan Hari Tua menyediakan manfaat pembayaran sekaligus kepada
peserta pada saat pensiun. Jaminan ini akan membantu keuangan pekerja pada masa
transisi dari saat aktif bekerja ke masa pensiun. Iuran Jaminan Hari Tua sebaiknya
ditetapkan rendah pada awalnya dan dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu. Hal
yang lebih penting adalah fokus kepada Jaminan Pensiun, karena Jaminan Pensiun
menyediakan pendapatan seumur hidup di usia tua.
j. Untuk program Jaminan Hari Tua, manajemen aset merupakan salah satu
kunci keberhasilan program. Perbedaan kecil tingkat hasil investasi tahunan dapat
berdampak besar terhadap besarnya pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua pada saat
pensiun. Langkah-langkah penting dalam proses manajemen aset meliputi:
merancang kebijakan investasi yang tepat, mengembangkan strategi alokasi aset yang
optimal, dan memilih sekuritas yang tepat. DJSN dan BPJS mengembangkan
kebijakan umum investasi, sementara pengelolaan investasi sehari-hari dilakukan
oleh manajer investasi swasta untuk meningkatkan tingkat hasil investasi,
meningkatkan akuntabilitas dan transparansi, dan membatasi intervensi politik dalam
proses pengelolaan investasi.
k. Jaminan Kematian memberikan manfaat secara sekaligus kepada ahli
waris pekerja yang meninggal dunia. Program ini tidak membayarkan manfaat
kematian apabila yang meninggal adalah anggota keluarga pekerja. Manfaat Jaminan
Kematian tidak perlu dalam jumlah besar karena ahli waris dari pekerja yang
meninggal dunia masih akan menerima manfaat bulanan dari program jaminan
pensiun. Besarnya manfaat dapat ditetapkan dalam jumlah tertentu atau sebagai
kelipatan tertentu dari upah. Diskusi lebih lanjut diperlukan untuk memperjelas peran
dari program jaminan kematian, apakah untuk sekedar menyediakan biaya
pemakaman atau menyediakan manfaat yang lebih besar.
l. Harmonisasi dengan program yang telah ada harus dilakukan untuk
menghindari duplikasi manfaat dan untuk mengontrol biaya. Program-program yang
telah ada untuk sektor formal dan PNS perlu disesuaikan pada saat program SJSN
dimulai. Penyesuaian juga harus dilakukan terhadap program pesangon berdasarkan
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Manfaat yang
dijanjikan dalam program-program yang ada saat ini setidak- tidaknya harus
dikurangi dengan manfaat yang dijanjikan dalam program-program SJSN. Sebagai
contoh, manfaat pesangon berdasarkan Undang-Undang No. 13 tahun 2003 harus
dikurangi dengan nilai dari manfaat pensiun SJSN, dan manfaat pensiun yang
dibayarkan kepada PNS dari APBN akan dikurangi dengan manfaat pensiun SJSN.
Pendekatan ini disebut sebagai pendekatan "carve-out” karena manfaat pensiun SJSN
dikurangkan dari jumlah manfaat yang dapat dibayarkan berdasarkan program yang
ada saat ini. Dengan demikian, besar manfaat dari program yang ada saat ini tidak
akan berkurang. Jumlah manfaat yang dibayarkan dari program SJSN dan program
non SJSN akan sama besar dengan jumlah manfaat yang dibayarkan berdasarkan
program jaminan yang ada saat ini. Reformasi lebih lanjut atas program-program
yang telah ada tentu mungkin untuk dilakukan.
m. Sektor informal akan menimbulkan masalah khusus karena: kurangnya
hubungan antara pemberi kerja dan pekerja, sulitnya mengukur pendapatan, dan
sulitnya mengumpulkan data dan iuran bulanan. Isu keuangan akan timbul berkaitan
dengan penetapan kriteria golongan masyarakat miskin dan pembayaran iuran
program jaminan sosial SJSN bagi masyarakat golongan miskin. Program bantuan
sosial untuk orang miskin yang telah ada saat ini juga perlu disesuaikan jika program
SJSN mulai diterapkan.
DAPUS
1. Purwatiningsih R. Persepsi Masyarakat terhadap Peranan Puskesmas. Skripsi: Surakarta,
Universitas Sebelas Maret, 2008.
2. Evi Yusnita. 2011. Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat
Kepuasan Pasien Di Rsud Kraton Kabupaten Pekalongan. Universitas Muhammadiyah
Semarang
3. Parinduri, Julidia Safitri. 2010. Tingkat Kepuasan Pasien Immobilisasi dalam Pemenuhan
Pelaksanaan Personal Higiene oleh Perawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan. Universitas Sumatera Utara
4. Retnowati D. Kualitas Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Bringin Kabupaten Semarang.
Skripsi: Semarang. Universitas Diponegoro, 2008.
5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan
Kesehatan
6. Panduan Layanan bagi peserta BPJS 2014
Pengaruh Komunikasi Terapeutik terhadap kepuasan pasien di Rumah Sakit Haji
Medan. Nama : Salman Nur Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik :
2009/2010
Analisa Tingkat Kepuasan Pasien Pada Pelayanan Keperawatan Prima di Ruang rawat
Inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Nina Maisyaroh Nasution 041101003
Skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara Medan, 2009
White Paper
Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian
Sistem Jaminan Sosial Nasional
Disusun oleh Departemen Keuangan Republik Indonesia Dibantu oleh Bank Pembangunan
Asia (Asian Development Bank (ADB)) – Mr. Mitchell Wiener, Spesialis Sektor Keuangan
(Dana Pensiun)